Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN GAYA KOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN MEMPROGRAM KOMPUTER Eksperimen pada Mahasiswa IKIP Negeri Singaraja (2002) I Made Candiasa Abstract The objective of the research is to study the effect of instructional strategy on students’ computer programming ability by considering cognitive style. The research using experimental method with 2x2 factorial design and conducted at IKIP Negeri Singaraja with sample of 96 students. The result of the research indicates that the students’ computer programming ability who follow heuristic instructional strategy is higher than those from students who follow algorithmic instructional strategy. Furthermore, for the students with field independent cognitive style, students’ computer programming ability who follow heuristic instructional strategy is higher than those from students who follow algorithmic instructional strategy. On the other side, for the field dependent students the opposite situation occurs. So there is interaction effect between instructional strategy and cognitive style on students’ computer programming ability. Finally it is concluded that heuristic instructional strategy enhance students’ computer programming ability. For the higher programming ability, cognitive style should be taken into account. PENDAHULUAN Latar Belakang Komputer sudah digunakan pada hampir setiap bidang kehidupan yang memerlukan pengolahan kata (word processing), pengolahan data (database), pengolahan citra (image processing), dan pengolahan angka (spreadsheet). Bagi kalangan tertentu komputer sudah menjadi salah satu peralatan rumah tangga sehari-hari. Ketergantungan orang terhadap jasa komputer semakin lama semakin tinggi. Pada abad keduapuluhsatu ini, yang merupakan era ekonomi global dan era ilmu pengetahuan atau informasi, peran komputer semakin tinggi. Selaras dengan perkembangan kepentingannya, komputer sudah menjadi peralatan multimedia yang merupakan perpaduan teknologi komputer, audio, video, dan 1
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
komunikasi. Selain sebagai alat bantu kerja, komputer juga dipakai untuk transaksi informasi, baik secara bebas atau melalui proses jual-beli. Pendidikan tinggi merupakan kunci pengembangan pengetahuan dan kualitas kemampuan untuk meraih peluang partisipasi dalam transformasi dunia secara global (Semiawan, 1999: 2). Oleh karena itu perguruan tinggi sudah melakukan langkah-langkah antisipasi dengan menghasilkan lulusan yang menguasai teknologi komputer sebagai basis teknologi informasi. Penguasaan teknologi komputer dimaksudkan untuk pengembangan teknologi komputer atau sebagai alat bantu dalam menjalankan profesi. Beberapa perguruan tinggi sudah membuka jurusan yang memiliki misi mengembangkan sumberdaya manusia di bidang perkomputeran, seperti jurusan Ilmu Komputer, jurusan Informatika, atau jurusan lain dengan konsentrasi ke bidang komputer. Terhadap jurusan-jurusan lain yang misi utamanya tidak menghasilkan sumberdaya manusia di bidang perkomputeran, pendidikan tinggi juga mengusahakan penguasaan teknologi komputer kepada maha-siswanya. Usaha yang ditempuh adalah penggunaan komputer pada berbagai variasi pembelajaran dan pemanfaatan internet sebagai sumber belajar. Kebijakan pemerintah menetapkan ada kurikulum nasional dan kurikulum lokal dalam kurikulum pendidikan tinggi memberi keleluasaan kepada pihak perguruan tinggi untuk mengatur kurikulumnya, agar lulusan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kesempatan itu dipakai oleh perguruan tinggi tertentu untuk menyisipkan beberapa mata kuliah pendukung kompetensi di bidang perkomputeran ke dalam kurikulumnya. IKIP Negeri Singaraja misalnya, sejak tahun akademik 1996/1997 telah memasukkan komputer sebagai salah satu mata kuliah kompetensi alternatif ke dalam kurikulumnya. Sasaran yang ingin dicapai adalah memberi kompetensi tambahan di bidang perkomputeran untuk membantu mahasiswa memecah-kan permasalahan dalam perkuliahan dan dalam bekerja nanti. Kompetensi yang diharapkan bukan hanya sebatas pengguna (user) melainkan sampai pada kemampuan memprogram. Pemilihan strategi pembelajaran dalam pembelajaran pemrograman komputer menjadi amat penting mengingat: 1) karakteristik mahasiswa yang harus diakomodasi dalam proses pembelajaran sangat beragam karena mata kuliah komputer ditawarkan kepada jurusan-jurusan yang bervariasi, 2) alokasi waktu pembelajaran amat terbatas karena mata kuliah komputer bukan merupakan kurikulum utama, dan 3) perkembangan teknologi komputer yang amat cepat, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Idealnya, strategi pembelajaran yang dipilih mampu mengakomodasi karakteristik mahasiswa yang beragam, mampu menghasilkan kompetensi yang diingin-kan dalam waktu yang relatif singkat, dan mampu menghasilkan kemampuan untuk membelajarkan 2
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
diri kepada mahasiswa agar senantiasa dapat mengikuti perkembangan komputer. Selama ini Strategi pembelajaran pemrograman komputer yang diterapkan adalah strategi pembelajaran algoritmik. Materi pembelajaran menuruti urutan langkah-langkah pemrograman komputer. Setiap langkah pemrograman dibahas secara rinci dan sistematis, disertai contoh-contoh dan latihan. Pengalaman menunjukkan bahwa pembahasan secara rinci dan sistematis setiap langkah pemrograman sangat banyak menghabiskan waktu. Contoh dan latihan belum menjangkau pemrograman masalah-masalah nyata di lapangan. Melihat kesenjangan ini, dipandang perlu untuk mengkaji strategi pembelajaran lain yang dapat memberi kemampuan memprogram komputer yang lebih baik dalam waktu yang relatif lebih pendek. Salah satu strategi pembelajaran yang ingin dikaji adalah strategi pembelajaran heuristik. Strategi pembelajaran heuristik memiliki beberapa pendekatan, yaitu pendekatan bekerja mundur, pendekatan analogi, pendekatan memperkecil per-bedaan, dan pendekatan memecah tujuan.
Gaya kognitif mahasiswa dalam proses pembelajaran terkait dengan
beberapa hal, antara lain: 1) kemampuan menganalisis dan mengorganisasikan
informasi yang dirumuskan dalam gaya kognitif field independent dan field dependent; 2) divergensi dan konvergensi arah berpikir yang di-rumuskan dalam gaya kognitif divergen dan konvergen, dan 3) spontanitas pemberian respon, yang dirumuskan dalam gaya kognitif refleksif dan impulsif. Kegiatan utama dalam pemrograman komputer adalah meng-organisasikan informasi untuk menyusun program komputer. Oleh karena itu gaya kognitif, khususnya klasifikasi field independent dan field dependent perlu mendapat perhatian dalam proses pembelajaran pemrograman. Perumusan Masalah Pertama, apakah terdapat perbedaan kemampuan memprogram komputer antara mahasiswa yang mengikuti kuliah dengan strategi pembelajaran heuristik dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik? Kedua, apakah terdapat perbedaan kemampuan mem-program komputer antara mahasiswa yang memiliki gaya kogntif field independent dan mahasiswa yang me-miliki gaya kognitif field dependent? Ketiga, untuk mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent, apakah terdapat perbedaan kemampuan memprogram komputer antara maha-siswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik dan mahasiswa yang mengikuti per-kuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik? Keempat, untuk mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent, apakah terdapat perbedaan kemampuan memprogram komputer antara mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan 3
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) strategi pembelajaran heuristik dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik? Kelima, apakah terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan gaya kognitif dalam pengaruhnya terhadap kemampu-an memprogram komputer?
Manfaat Penelitian Secara teoritis temuan penelitian ini memperkaya khasanah pengetahuan di bidang strategi pembelajaran, khusus-nya strategi pembelajaran pemrograman komputer. Secara praktis temuan pe-nelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan oleh: 1) para instruktur pemrograman komputer dalam memilih strategi pembelajaran, 2) para pengelola pendidikan komputer dalam mengambil kebijakan dalam usaha meningkatkan kemampuan memprogram komputer, dan 3) para peneliti untuk meneliti lebih lanjut usaha peningkatan kemampuan memprogram komputer. KERANGKA TEORETIK 1. Kemampuan Memprogram Komputer Kemampuan didefinisikan sebagai kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar (Lefrancois, 1995:5). Apabila individu sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaan yang kompleks dari sebelumnya tidak bisa maka pada diri individu tersebut pasti sudah terjadi perubahan kemampuan. Dalam pem-belajaran di kelas, satu aktivitas yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran dapat terjadi dari rangkaian kemampu-an (Gagne, Briggs & Wager, 1992: 41). Pada situasi lain yang lebih kompleks kemampuan yang diperlukan oleh satu aktivitas dapat digunakan bersama dengan aktivitas lain. Kemampuan mengalami perubahan secara terus menerus karena setiap kali individu belajar dan berhasil maka terjadi perubahan kemampuan. Istilah kemampuan digunakan oleh Gagne (1975:50) untuk menyatakan karaktersitik umum dari berbagai variasi kinerja yang bisa dihasilkan dari belajar. Istilah itu digunakan mengingat terdapat banyak kemampuan yang bisa dihasilkan dari belajar, yaitu sebanyak kinerja yang bisa dilakukan manusia. Ada lima kategori kemampuan yang dapat dihasilkan melalui proses belajar, yaitu ketrampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, kemampuan motorik, dan sikap (Gagne, 1975, 51-67). Ketrampilan intelektual terdiri dari beberapa variasi, yaitu diskriminasi, konsep konkrit, konsep terdefinisi, aturan, dan aturan tingkat tinggi. Kelima kategori kemampuan tersebut diharapkan komprehensif. 4
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
Memprogram komputer dipandang sebagai pemberian serangkaian perintah dalam satu kesatuan agar komputer melakukan sesuatu (Ghezzi, Jazayeri dan Mandrioli, 1991:3). Rangkaian perintah itu disebut program komputer, untuk menjembatani komunikasi antara komputer dengan pemakainya karena komputer memahami bahasa mesin sedangkan pemakai komputer di lain pihak memahami bahasanya sendiri. Program komputer dibuat melalui proses pemrograman. Ada empat fase dalam memprogram komputer, yaitu analisis masalah, desain, pengkodean, dan validasi (Clark, 1995: 374; Jalote, 1991:7). Fase analisis masalah adalah tahap identifikasi masukan yang harus diberikan kepada komputer serta hasil yang diharapkan dari komputer. Fase desain merupakan penyusunan desain program, yaitu proses pengolahan masukan agar didapatkan hasil yang diinginkan dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Pada fase pengkodean, desain program diterjemahkan menjadi program dengan menggunakan bahasa pemrograman. Pada fase validasi program diujicoba dengan data terbatas. Memprogram komputer melibatkan berbagai kemampuan. Fase analisis permasalahan melibatkan konsep ter-definisi berupa klasifikasi komponen yang diketahui dan komponen yang akan dicari dalam permasalahan. Mulai fase desain, kemampuan yang banyak terlibat adalah aturan dan aturan tingkat tinggi. Aturan dan aturan tingkat tinggi disusun menjadi desain program, yaitu hubungan antara komponen-komponen yang diketahui dan komponenkomponen yang dicari dalam bentuk semantik dengan bahasa sehari-hari. Memasuki fase pengkodean, aturan dalam bentuk semantik diterjemahkan menjadi aturan sintak dengan mengikuti tata-bahasa dari bahasa pemrograman yang dipilih. Pada fase pengkodean kemampuan yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi, aturan dan aturan tingkat tinggi. Agar dapat menyatakan aturan semantik ke dalam aturan sintak maka harus dipilih perintah yang tepat disertai cara penggunaan yang tepat karena aturan sintak sangat ketat, satu perintah hanya memiliki satu makna. Akhirnya pada fase validasi juga diperlukan kemampuan berupa aturan untuk menelusuri apakah hasil yang ditemukan program sudah benar atau masih salah. Bila hasil masih salah maka dilakukan penelusuran aturan secara berbalik untuk menemukan kesalahan dan selanjutnya diperbaiki. Pembelajaran fase pemrograman diharapkan menghasilkan transfer belajar. Selain mampu menerapkan kemampuan memprogram pada berbagai permasalahan baru, mahasiswa juga diharapkan mampu menggunakan bahasa pemrograman yang berbeda atau memprogram pada perangkat keras yang berbeda. Sasaran utamanya adalah mengantisipasi perkembangan komputer yang pesat, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Program komputer yang dihasil-kan harus memenuhi beberapa aspek kualitas. Meyer mambagi kualitas program menjadi dua faktor, yaitu faktor 5
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
kualitas eksternal dan faktor kualitas internal (Meyer,1988:1-7). Faktor kualitas eksternal terkait dengan penggunaan program, meliputi kebenaran, ketegaran (robustness), keterluasan (extendibility), keterpakaian ulang (reusability), efisiensi, portabilitas, verifikasi, integritas, dan kemudahan pemakaian. Faktor kualitas internal meliputi modularitas dan keterbacaan program. Cavano dan McCall (1991:2-6) membagi kualitas program menjadi tiga bagian, yaitu pengoperasian, pemutasian, dan perbaikan program. Pengoperasian program meliputi komponen kebenaran, reliabilitas, efisiensi, integritas, dan kebergunaan. Pemutasian program meliputi komponen keterpakaian ulang, portabilitas, dan interoperabilitas Perbaikan program meliputi komponen keterujian, keterpeliharaan, dan fleksibilitas. Ghezzi dan kawan-kawan (1991: 18-35) mengklasifikasikan beberapa komponen kualitas perangkat lunak, meliputi kebenaran, reliabilitas, ketegaran, kinerja, keramahan, keterpeliharaan, keterujian, keterpakaian ulang, interoperabilitas, portabilitas, keterpahaman, ketepatan waktu, produktivitas, dan visibilitas. Berdasarkan tiga rumusan kualitas program komputer yang telah diuraikan, penentuan kualitas program dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan pada indikator-indikator: (1) kebenaran, yang menunjukkan ketepatan program dalam mengerjakan tugasnya, sesuai dengan spesifikasi; (2) keterbacaan, yang menunjukkan tingkat keterbacaan program, khususnya oleh orang lain selain pemrogram; (3) efisiensi, yang menunjukkan kemampuan program untuk menghemat sumber, seperti memory, harddisk, atau printer; dan (4) reliabilitas, yang menyatakan kemampuan program untuk mengatasi keadaan abnormal. Berpedoman pada uraian tentang pengertian kemampuan dan memprogram komputer maka secara konseptual yang dimaksud dengan kemampuan memprogram komputer adalah kemampu-an untuk menghasilkan program komputer yang memenuhi persyaratan kualitas program komputer, yaitu kebenaran, keterbacaan, efisiensi, serta reliabilitas untuk aplikasi tertentu. Secara operasional kemampuan memprogram komputer didefinisikan sebagai skor yang diperoleh oleh mahasiswa berdasarkan program komputer yang dihasilkan. Penilaian kemampuan memprogram komputer dilakukan dengan meminta mahasiswa membuat program komputer untuk satu permasalahan (Shneiderman, 1980:27). Program yang dihasilkan dinilai dengan menjalankan program di komputer dan menilai dokumentasi program yang tercetak. Indikator penilaian program adalah kebenaran, keterbacaan, efisiensi, dan reliabilitas. Pemberian skor terhadap program komputer yang dihasilkan mahasiswa memakai model penilaian tes kinerja (Throndike, 1993:291). Alasannya, tes kinerja dapat mengukur kualitas pekerjaan yang terselesaikan, ketrampilan operasi, kemampuan merencanakan pekerjaan, atau identifikasi komponen (Denova, 1979:87). Bahkan dengan lebih sederhana Callahan dan Clark (1977:317) 6
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
menyebutkan bahwa tes kinerja meliputi observasi terhadap perilaku yang bisa dikerjakan atau evaluasi terhadap produk satu perilaku. 2. Strategi Pembelajaran a. Pengertian Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran didefinisikan sebagai rencana untuk membantu siswa dalam usaha belajarnya pada setiap tujuan belajar, yang dapat berupa rencana materi pembelajaran atau satu unit produksi sebagai media pembelajaran (Gagne, Briggs, dan Wager, 1992:27). Pada pembelajaran yang berorientasi pada siswa misalnya, modul akan diberikan kepada siswa. Dalam modul terdapat tujuan pembelajaran, panduan kegiatan, materi pembelajaran, latihan, dan tes. Pada pembelajaran atas bimbingan guru, guru akan memberi pengarahan tentang kegiatan kelas, materi pem-belajaran, dan melengkapi materi dengan penjelasan langsung di kelas. Strategi pembelajaran juga dipakai untuk mencakup berbagai aspek dalam mengorganisasikan informasi serta cara menyajikannya (Dick dan Carey, 1996:178). Pemilihan media, pengurutan materi, dan pemotongan materi tercakup dalam strategi pembelajaran. Seels dan Richey (1994:31) menambah-kan bahwa strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk memilih dan mengurutkan kejadian dan aktivitas pembelajaran. Aktivitas pembelajaran meliputi penyajian materi, pemberian contoh, pemberian latihan, serta pemberian umpan balik. Agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimum maka semua aktivitas harus diatur dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, media, dan situasi di sekitar proses pembelajaran.. Merril dan Twitchell (1994:14) menyebutkan ada tiga bagian strategi pembelajaran yang penting, yaitu strategi penyajian, strategi struktural, dan strategi manajemen. Strategi penyajian berkaitan dengan penyajian materi, sedangkan strategi struktural berkaitan dengan pengorganisasian materi, dan strategi manajemen meliputi penjadwalan, penggunaan sumber, memotivasi siswa, dan pencatatan kemajuan siswa. Adaptasi gaya penyajian, urutan penyajian, isi materi, dan umpan balik yang sesuai dengan keperluan siswa akan membuat interaksi pembelajaran lebih bermakna (Jonassen, 1988: 197). Mengacu pada teori-teori yang telah diuraikan maka yang dimaksud dengan strategi pembelajaran adalah rencana yang mencakup berbagai spesifikasi dalam pengorganisasian informasi pembelajaran dan pengambilan keputusan tentang bagaimana cara menyajikannya. Strategi pembelajaran ditekankan pada pengorganisasian materi, yang berimplikasi pada cara penyajian dan pelaksanaan latihan. 7
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
b. Strategi Pembelajaran Heuristik Proses heuristik adalah proses yang terdiri dari serangkaian operasi yang tidak elementer atau serangkaian operasi elementer yang tidak terjadi secara reguler (Romizowski, 1990:294). Pemilihan alat untuk memecahkan masalah di mana tidak tersedia alat khusus untuk itu merupakan contoh proses heuristik. Dalam situasi seperti ini pelaku bisa melakukan serangkaian operasi yang belum pernah dilakukan, dan mungkin berbeda untuk setiap orang walaupun pada kondisi yang sama.
Kompleksitas proses heuristik sebagai sebuah sistem sangat dinamis dan operasi-operasi di dalamnya sangat terbuka terhadap perubahan. Banathy (1996:81). menyatakan bahwa sistem heuristik mampu menyusun tujuannya di bawah petunjuk kebija-kan yang lebih luas, sangat pluralistik, terbuka untuk perubahan dan bahkan sering memulai perubahan, serta me-miliki kompleksitas yang sangat dinamis.
Strategi heuristik oleh Wilson dan Cole (1996:605) diartikan sebagai akal dalam bekerja atau petunjuk praktis yang dapat membantu memperpendek jalur penyelesaian masalah. Vaughan dan Hogg (1995:45) menyatakan bahwa heuristik merupakan cara pintas secara kognitif yang bisa menyiapkan secara matang cara pengambilan keputusan yang akurat kepada semua individu. Akal atau cara pintas secara kognitif digunakan untuk melakukan tebakan dari mana harus memulai dan kemana harus melompat agar pemecahan masalah lebih pendek. Heuristik juga menunjuk kepada koleksi strategi, petunjuk praktis, bimbingan, atau saran yang saling lepas untuk penyelesaian masalah (Amstrong, 1994:71). Kondisi saling lepas menekankan bahwa koleksi strategi, petunjuk praktis, bimbingan, atau saran yang digunakan dalam memecahkan masalah tidak tetap, baik banyaknya maupun urutannya. Pelaku memiliki kebebasan untuk menetap-kan dari mana harus memulai proses dan menentukan proses apa yang mesti dilakukan berikutnya. Ada empat pendekatan yang sering digunakan dalam strategi pembelajaran heuristik, yaitu pendekatan bekerja mundur, pendekatan analogi, pendekatan memecah tujuan, dan pendekatan memperkecil perbedaan. Pada penelitian ini strategi pembelajaran heuristik menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan bekerja mundur untuk menyajikan materi dan pendekatan analogi untuk pelaksanaan latihan. 1) Pendekatan Bekerja Mundur Pembelajaran dengan strategi heuristik bekerja mundur memulai pembelajaran dari langkah akhir proses pembelajaran, kemudian secara perlahan-lahan membahas langkah-langkah lainnya mulai dari belakang ke 8
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
depan (Romiszowsky, 1984:110). Bila tujuan akhir langsung tercapai maka proses pembelajaran dinyatakan selesai. Sebaliknya bila tujuan akhir pembelajaran belum tercapai maka harus dirumuskan beberapa subtujuan. Subtujuan mana yang harus dirumuskan tergantung kepada informasi apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan akhir. Pembahasan berlangsung sampai tidak ada informasi terkait dengan tujuan akhir yang belum dikuasai. Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan bekerja mundur dalam pembelajaran pemrograman komputer dimulai dari contoh program. Bermula dari program yang sudah jadi dilakukan pembelajaran analisis per-masalahan, desain program, pengkodean, dan validasi program. Urutan pem-bahasan keempat langkah tersebut dapat berubah setiap waktu, bahkan langkah tertentu bisa tidak dibahas, tergantung permasalahan. 2) Pendekatan Analogi Analogi adalah perbandingan secara eksplisit antara dua obyek atau peristiwa di mana persamaan dan perbedaan di antara keduanya jelas (Hamilton dan Ghatala, 1994: 178). Analogi menjelaskan kesamaan antara ide yang baru dengan ide yang sudah difahami (Reigeluth dan Stein (1983: 360). Sementara itu Galloway (1992: 502) menyatakan bahwa kemiripan secara harfiah serta hubungan antara dua domain merupakan inti pemahaman analogi. Jadi strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan analogi adalah pendekatan pembelajaran dengan membandingkan materi yang dipelajari dengan materi lain yang memiliki kesamaan dan sudah dikuasai. Analogi membantu pebelajar menghubungkan materi baru dengan materi yang sudah dikuasai (Good dan Brophy, 1990:201). Materi baru yang cukup sulit atau dirasakan kurang berguna bisa diusahakan dihubungkan dengan materi lain yang sudah difahami dan dirasakan bermanfaat agar lebih cepat dikuasai. Latihan melalui strategi heuristik dengan pendekatan analogi dimulai dari pemberian contoh program untuk dicoba. Mahasiswa diminta untuk memodifikasi program tersebut untuk tujuan yang sudah ditentukan. Apabila mahasiswa mampu memodifikasi contoh program maka mahasiswa diminta mengembangkan program baru. c. Strategi Pembelajaran Algoritmik
Strategi algoritmik adalah strategi yang memiliki rangkaian proses-proses yang tertentu dan tetap dalam melaksanakan satu tugas (Dansereau, 1985:210). Landa (1984: 175) me-nyebutkan bahwa proses algoritmik adalah proses yang terdiri dari serangkaian operasi-operasi elementer yang terbentuk secara seragam dan reguler di bawah kondisi yang didefinisikan untuk memecahkan 9
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
ber-bagai masalah. Resep yang menentukan operasi-operasi dalam proses algoritmik dinamakan algoritma. Semua operasi harus dilaksanakan secara sistematik mengikuti urutan yang telah ditetapkan. Apabila ada langkah yang tidak dikerjakan atau terjadi ketidakcocokan langkah-langkah maka penyelesaian masalah tidak ditemukan. Algoritma berdasar pada prosedur-prosedur yang terdefinisikan untuk mengarahkan pada satu tujuan (Gabringer, Jonassen dan Wilson, 1992: 371). Algoritma didominasi oleh pernyataan kondisional: jika kondisi maka konsekuensi. Strategi pembelajaran algoritmik terfokus pada penguasaan kriteria atau atribut tertentu yang ada hubungannya dengan kondisi yang diharapkan. Strategi pembelajaran algoritmik akan efektif apabila algoritma diberikan kepada siswa dalam bentuk bimbingan kerja yang bisa dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan tugas dalam belajar (Romiszowsky, 1984:114). Syaratnya siswa sudah menguasai langkah-langkah dalam algoritma dengan baik, dan hanya urutan langkah-langkah yang belum diketahui. Siswa akan berusaha untuk mengingat algoritma serta berusaha menerapkannya saat diperlukan untuk memecahkan masalah lain. Berpijak dari uraian sebelumnya, yang dimaksud strategi pembelajaran algoritmik adalah strategi pembelajar-an yang mengikuti algoritma, yaitu langkah-langkah dengan tahapan yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Algoritma pembelajaran pada penelitian ini berpedoman pada langkah-langkah pemrograman komputer, yaitu analisis permasalahan, desain program, pengkodean, dan validasi. Latihan pada strategi pembelajaran algoritmik dilakukan dengan pendekat-an terbimbing. Mula-mula mahasiswa diberikan soal latihan dan disertai dengan petunjuk pengerjaan yang agak lengkap. Berdasarkan petunjuk yang ada mahasiswa mengerjakan soal-soal latihan. Apabila mahasiswa sudah mampu melakukannya maka dalam soal-soal berikutnya petunjuk berangsur-angsur dikurangi. Akhirnya mahasiswa diharapkan mampu membuat program latihan dengan baik walaupun tanpa disertai petunjuk. Pendekatan latihan terbimbing di-dasarkan pada konsep latihan perubahan berasosiasi (associative shifting) dari Thorndike (Lefrancois, 1995: 69). Teori perubahan asosiatif mengakui bahwa respon dari satu stimulus bisa ditingkatkan ke stimulus yang lain. Pada awalnya stimulus yang amat kuat menyebabkan individu mampu melakukan aktivitas. Apabila stimulus tersebut berulang, walaupun dengan intensitas yang lebih lemah maka individu bersangkutan akan cenderung mampu melakukan aktivitas yang sama.
10
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
3. Gaya Kognitif a. Pengertian Gaya Kognitif Gaya kognitif menunjuk kepada karakteristik individu dalam usaha mengorganisasikan lingkungan secara konseptual (Goldstein dan Blackman, 1978:2). Lebih rinci dinyatakan bahwa gaya kognitif adalah koleksi strategi atau pendekatan untuk menerima, mengingat, dan berpikir yang cenderung digunakan individu untuk memahami lingkungannya (Aiken, 1997:343). Setiap individu akan memilih cara yang disukainya untuk memproses informasi sebagai respon terhadap stimuli lingkungan. Ada individu yang menerima informasi seperti disajikan, sementara individu yang lain mereorganisasikan informasi dengan caranya sendiri. Park (1996: 639) menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Informasi yang tersusun baik, rapi, dan sistematis lebih mudah diterima oleh individu tertentu. Individu lain lebih mudah menerima informasi yang tersusun tidak terlalu rapi dan tidak terlalu sistematis. Sebagai karakteristik perilaku, gaya kognitif berada lintas kemampuan dan kepribadian serta dimanifestasikan pada beberapa aktivitas dan media (Anastasi dan Susana Urbina, 1997:444). Gaya kognitif menunjukkan adanya variasi antar individu dalam pen-dekatannya terhadap satu tugas tetapi variasi itu tidak menunjukkan tingkat inteligensi atau kemampuan tertentu. Individu-individu yang memiliki gaya kognitif yang sama belum tentu memiliki kemampuan yang sama. Denny (1996:1) menyebutkan bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari sejarah budaya tiap kelompok, yang dapat diobservasi melalui aktivitas seharihari atau melalui tes psikologi. Profesi yang dipilih, pendekatan me-ngerjakan tugas, tatacara berkomunikasi dalam kehidupan sosial sehari-hari, atau cara pandang terhadap obyek sekitar merupakan petunjuk terhadap gaya kognitif seseorang. Dalam belajar, mata pelajaran yang dipilih, model pembelajaran yang dipilih, cara mengorganisir informasi, serta cara berinteraksi juga menunjukkan gaya kognitif yang dimiliki seseorang. Gaya kognitif adalah karakteristik kepribadian yang relatif stabil yang diekspresikan secara konsisten pada berbagai situasi (Pintrich, 1990:828). Dalam keadaan normal gaya kognitif dapat diprediksi. Individu yang memiliki gaya kognitif tertentu pada suatu hari akan memiliki gaya kognitif yang sama pada waktu berikutnya. Dengan demikian gaya kognitif bermanfaat untuk bimbingan dan penyuluhan jangka panjang. Gaya kognitif memiliki dua kutub yang tidak menunjukkan adanya keunggulan antara satu kutub dengan kutub yang lain. Masing-masing kutub 11
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
cenderung memiliki nilai positif pada ruang lingkup tertentu, dan cenderung memiliki nilai negatif pada ruang lingkup yang lain. Sebagian besar gaya kognitif yang sudah diselidiki berada pada satu kontinum, di mana sebagian besar individu berada di antara kedua kutub. Hsiao (2000:1) menyatakan bahwa gaya kognitif melibatkan variabel dengan satu dikotomi, seperti global-holistik dengan terfokus-detail, field independent dengan field dependent, atau otak kiri dengan otak kanan. b. Gaya Kognitif Field Independent Individu yang memiliki gaya kognitif field independent memiliki karakteristik antara lain: 1) memiliki kemampuan menganalisis untuk memisahkan obyek dari lingkungannya, 2) memiliki kemampuan mengorganisasi-kan obyek-obyek, 3) memiliki orientasi impersonal, 4) memilih profesi yang bersifat individual, 5) mendefinisikan tujuan sendiri, 6) mengutamakan motivasi intrinsik dan penguatan internal (Witkin, dkk., 1977:8-14). Karakteristik yang dimiliki individu field independent berimplikasi pada aktivitasnya selama mengikuti proses pembelajaran, antara lain: 1) cenderung untuk merumuskan sendiri tujuan pembelajaran; 2) lebih tertarik pada penguatan internal dan motivasi intrinsik; dan 3) cenderung untuk menggunakan struktur perantara dalam mempelajari materi (Witkin, dkk., 1977: 17-36). Individu field independent lebih tertarik pada desain materi pembelajaran yang lebih memberi kebebasan kepada dirinya untuk mengorganisasikan kembali materi pembelajaran sesuai dengan kepentingannya (Borich dan Tombari, 1995:603). Materi pembelajaran cenderung tidak diterima apa adanya melainkan dianalisis terlebih dahulu dan kemudian disusun kembali dengan bahasanya sendiri. Topik-topik inti dipisahkan dari materi keseluruhan dan disusun kembali dengan menggunakan kalimat sendiri, sehingga lebih cepat difahami dan diterapkan pada konteks yang lain. Model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri memberi kesempatan kepada individu field independent untuk bisa berhasil lebih lebih baik (Mrosla, 1988: 165). Alasannya, selain cenderung bekerja mandiri mereka juga cenderung untuk belajar dan memberikan respon dengan motivasi intrinsik. Penguatan yang lebih diutamakan dalam belajar adalah penguatan intrinsik, sehingga perhatian terhadap kompetisi, peringkat, dan aktivitas unggulan sangat tinggi. Dalam proses belajar individu field independent cenderung berinteraksi dengan guru seperlunya saja. Mengikuti tujuan pembelajaran yang sudah ada dan dinyatakan secara eksternal kurang menarik bagi mereka karena cenderung merumuskan sendiri tujuan pembelajaran yang dinyatakan secara internal. Selain itu proses pembelajaran yang berlangsung secara paralel lebih 12
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
menguntungkan bagi individu field independent (Brame dan Wickens, 2000:3). Pembelajaran secara paralel memberi peluang beberapa kegiatan pembelajaran dilakukan sekaligus dalam satu waktu. Berpedoman pada teori-teori di atas disimpulkan bahwa individu yang memiliki gaya kognitif field independent adalah individu yang cenderung memandang obyek terdiri dari bagian-bagian diskrit dan terpisah dari lingkungannya, mampu menganalisis untuk memisahkan stimuli dari konteksnya, mampu merestrukturisasi, berorientasi impersonal, cenderung merumuskan tujuan sendiri, dan bekerja dengan motivasi dan penguatan intrinsik. Dalam proses pembelajaran, individu field independent cenderung belajar mandiri dengan merumuskan sendiri tujuan pembelajaran, lebih mementingkan motivasi dan penguatan intrinsik, serta mampu menyesuaikan organisasi materi pembelajaran. c. Gaya Kognitif Field Dependent Beberapa karaktersitik individu yang memiliki gaya kognitf field dependent sudah diidentifikasikan oleh Witkin dan kawan-kawannya (1977:8-14), antara lain: 1) cenderung untuk berpikir global; 2) cenderung menerima struktur yang sudah ada, 3) memiliki orientasi sosial, 4) cenderung memilih profesi yang menekankan pada ketrampilan sosial, 5) cenderung mengikuti tujuan yang yang sudah ada, dan 6) cenderung bekerja dengan motivasi eksternal serta lebih tertarik pada penguatan eksternal. Individu yang memiliki gaya kognitif field dependent cenderung baik hati, ramah, dan bijaksana, sehingga lebih mampu untuk menjalin hubungan interpersonal dan lebih mudah diterima orang lain. Akan tetapi orientasi sosial, kurangnya kemampuan menganalisis, serta kecenderungan untuk menerima informasi seperti disajikan menjadikan individu field dependent menemui kesulitan untuk mengemukakan pendapat dengan persepsi sendiri. Pengalaman individu field dependent terintegrasi dan cenderung lebih holistik (Keefe, 1987: 17). Akibatnya individu field dependent kurang memiliki ketrampilan merestrukturisasi kognitif. Ciri-ciri individu field dependent dalam belajar diuraikan oleh Borich dan Tombari (1995:602) sebagai berikut: 1) menerima konsep dan materi secara global, 2) cenderung menghubungkan konsep-konsep dalam kurikulum dengan pengalaman sendiri, 3) mencari bimbingan dan petunjuk dari guru, 4) memerlukan hadiah untuk memperkuat interaksi dengan guru, 5) sensitif terhadap perasaan dan pendapat sendiri, 6) lebih suka bekerjasama daripada bekerja sendiri, dan 7) lebih tertarik kepada organisasi materi yang telah disiapkan guru. Individu field dependent cenderung menggunakan pendekatan pasif dalam belajar (Lin dan Shivers, 1996:319). Tujuan pembelajaran cenderung diikuti apa 13
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
adanya, sehingga diperlukan tujuan pembelajaran yang tersusun dengan baik. Struktur materi pembelajaran juga cenderung diikuti sesuai yang disajikan, sehingga diperlukan materi pembelajaran yang terstruktur dengan baik dan sistematis. Proses pembelajaran serial lebih menguntungkan bagi individu field dependent (Brame dan Wickens, 2000:3). Pada pembelajaran serial, satu kegiatan bisa dimulai bila kegiatan sebelumnya sudah selesai. Bimbingan tambahan dari guru dalam belajar menjadikan individu field dependent berhasil lebih baik (Mrosla, 1988:165). Bimbingan tambahan berupa penjelasan lebih rinci disertai ilustrasi selama penyajian, dilengkapi pemberian contoh yang bervariasi akan meningkatkan pemahaman materi. Dalam pemberian latihan bimbingan bisa dilakukan secara langsung selama pengerjaan atau secara tidak langsung dengan cara memberikan petunjuk penting berupa catatan. Berpedoman dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki gaya kognitif field dependent adalah individu yang cenderung berpikir secara global, memandang obyek dan lingkungannya sebagai satu kesatuan, berorientasi sosial, lebih menginginkan lingkungan yang terstruktur, mengikuti tujuan yang sudah ada, serta mengutamakan motivasi dan penguatan eksternal. Dalam pembelajaran individu field dependent menginginkan: 1) materi pembelajaran yang terstruktur dengan baik, 2) tujuan pembelajaran yang tersusun dengan baik dan dinyatakan secara eksternal, 3) motivasi eksternal, 4) penguatan eksternal, dan 5) bimbingan atau petunjuk guru. KERANGKA BERPIKIR
1. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Berdasarkan Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran heuristik adalah strategi pembelajaran yang tidak mengikuti prosedur langkah demi langkah secara uniform atau reguler. Ketidakseragaman langkah-langkah pembelajaran cenderung memberikan kebebasan kepada maha-siswa untuk berkreasi dan mengguna-kan caranya sendiri untuk mencapai tujuan. Kemampuan yang dimiliki akan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mencari langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan bekerja mundur dalam penyajian materi memulai kegiatan pada sasaran akhir pem-belajaran. Beranjak dari sasaran akhir, proses pembelajaran secara perlahan-lahan bergerak ke belakang untuk membahas materi-materi yang terkait dengan sasaran-sasaran sebelumnya yang belum dikuasai. Berbekal kemampuan yang dimiliki mahasiswa akan berusaha mencari informasi yang belum dikuasai, yang diperlukan untuk mencapai tujuan akhir. Strategi pembelajaran heuristik dengan 14
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
pendekatan bekerja mundur hanya membahas informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran akhir pem-belajaran. Proses seperti ini membantu pembentukan jaringan materi yang lebih baik. Adanya materi-materi tertentu yang dilompati untuk memilih materi-materi yang diperlukan saja membuat masalah yang kompleks menjadi sederhana dan waktu belajar menjadi lebih singkat. Pendekatan bekerja mundur akan lebih tampak keunggulannya kalau materi pembelajaran tidak terstruktur dengan baik. Selama pembelajaran, dilakukan pemilihan materi yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga secara langsung akan terbentuk struktur materi sesuai dengan keperluan mahasiswa masing-masing. Kebebasan yang dimiliki mahasiswa dalam memilih materi yang diperlukan akan memperkuat motivasi mahasiswa karena relevansi materi yang sedang dipelajari dengan kepentingannya bisa difahami. Latihan dengan pendekatan analogi sangat membantu memahami masalah baru yang sedang dihadapi. Apalagi kalau masalah yang dihadapi cukup sulit dan dirasakan tidak bermanfaat langsung. Membandingkan masalah baru yang sedang dihadapi dengan masalah lain yang sejenis dan sudah dikuasai membantu penalaran maha-siswa menemukan penyelesaian. Strategi pembelajaran algoritmik mengikuti algoritma, yaitu langkahlangkah dengan tahapan yang seragam dan reguler untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran algoritmik sangat disiplin mengikuti langkah-langkah pembelajaran, sehingga kurang memberi peluang kepada mahasiswa untuk berkreasi dan memanfaatkan kemampuan awal yang dimiliki. Akibatnya pencapaian tujuan cenderung seragam dan boros terhadap waktu. Strategi pembelajaran algoritmik akan tampak keunggulan-nya pada materi pembelajaran yang terdefinisi dengan baik karena algoritmanya sudah jelas. Akan tetapi sebagian besar materi pembelajaran tidak terdefinisi dengan baik, termasuk pemrograman komputer. Latihan dengan pendekatan terbimbing kurang melatih transfer kemampuan ke masalah-masalah pada ruang lingkup yang lebih luas. Peningkatan kemampuan lebih banyak mengarah ke pendalaman materi, sehingga kemampuan yang dimiliki sangat tergantung pada jenis masalah. Mahasiswa akan menemui kesulitan untuk menerapkan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah pada bidang lain. Sasaran yang ditetapkan dalam pembelajaran pemrograman komputer adalah agar mahasiswa mampu membuat program komputer yang berkualitas untuk aplikasi tertentu. Memprogram komputer didominasi proses pengumpulan fakta dan pencarian hubungan antar fakta. Hubungan antar fakta itu terjadi dalam aturan semantik maupun dalam aturan sintaks. Struktur hubungan amat bervariasi sesuai permasalahan. 15
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
Pembelajaran dengan strategi pembelajaran heuristik cenderung lebih memberikan pengalaman dalam hal pe-ngumpulan fakta dan pencarian hubungan antar fakta. Pendekatan bekerja mundur membantu proses pembentukan dan validasi hubungan-hubungan antar fakta. Latihan dengan pendekatan analogi membantu per-cepatan perluasan pemahaman materi pada ruang lingkup yang lebih luas. Di lain pihak strategi pembelajaran algoritmik cenderung prosedural, sehingga cenderung menggunakan hubungan-hubungan yang sudah ada. Latihan dengan pendekatan terbimbing cenderung memberikan pendalaman materi daripada perluasan materi. Padahal memprogram komputer sangat berorientasi kepada permasalahan yang diprogramkan. Berdasarkan uraian di atas diduga kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajar an heuristik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik. 2. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Berdasarkan Gaya Kognitif Individu yang memiliki gaya kognitif field independent memiliki kemampuan menganalisis untuk memisahkan obyek dari lingkungan sekitarnya, sehingga persepsinya akan tidak terpengaruh bila lingkungan mengalami perubahan. Individu field independent dalam pembelajaran cenderung untuk merumuskan sendiri tujuan pembelajaran, lebih tertarik pada penguatan internal, belajar dengan motivasi intrinsik, serta lebih tertarik untuk menggunakan struktur perantara dalam belajar. Individu field independent cende-rung lebih tertarik pada desain materi pembelajaran yang memberi kebebas-an untuk mengorganisasikan kembali materi pembelajaran sesuai dengan keperluan. Materi pembelajaran tidak diterima apa adanya melainkan dianalisis lebih dahulu dan kemudian disusun kembali dengan bahasanya sendiri. Reorganisasi struktur materi dilakukan agar lebih efektif dalam penyimpanan dan lebih mudah diingat kembali. Dalam pemecahan masalah, reorganisasi struktur materi juga diperlukan untuk menyesuaikan struktur materi dengan representasi masalah.Topik inti dipisahkan dari materi keseluruhan dan disusun kembali dengan kalimat sendiri sehingga lebih cepat bisa difahami dan diterapkan pada konteks yang lain. Individu field dependent cende-rung berpikir global dan memandang obyek sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya, sehingga persepsinya mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Pada proses pembelajaran, individu field dependent cenderung mengikuti tujuan pembelajaran yang sudah ada, mengutamakan motivasi eksternal, lebih tertarik pada penguatan eksternal, dan 16
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
cenderung mengikuti struktur materi seperti yang disajikan, sehingga lebih memilih materi pembelajaran yang terstruktur dengan baik dan sistematis. Permasalahan dalam pembelajaran pemrograman komputer umumnya sudah tersusun dengan baik dan sistematis. Masukan yang harus diberikan kepada program serta keluaran yang harus dihasilkan program sudah tersusun dengan baik. Pendekatan yang dipakai masing-masing mahasiswa dalam menyusun informasi, baik dalam desain program maupun dalam pengkodean tidak sama. Ada mahasiswa yang membiarkan susunan informasi seperti semula, sementara yang lain mereorganisasikan informasi menurut kepentingannya. Perbedaan pendekatan terjadi akibat perbedaan gaya kognitif Mahasiswa. Mahasiswa yang me-miliki gaya kognitif field independent cenderung menganalisis permasalahan kemudian menyusun kembali sesuai dengan keinginannya. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent cenderung menerima permasalahan apa adanya. Perbedaan pendekatan akibat perbedaan gaya kognitif menghasilkan susunan program yang berbeda tetapi proses utama yang dikerjakan program tetap sama. Komponen-komponen program tersusun dalam susunan yang berbeda tetapi pekerjaan yang dilakukan sama. Permintaan yang dituangkan dalam permasalahan yang diprogramkan tetap dipenuhi. Berdasarkan uraian tentang proses pemrograman serta dikaitkan dengan karakteristik gaya kognitif individu maka diduga tidak ada perbedaan kemampuan memprogram komputer antara mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent dengan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. 3. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa yang Memiliki Gaya Kognitif Field Independent Berdasarkan Strategi Pembelajaran Individu yang memiliki gaya kognitif field independent dalam pembelajaran cenderung lebih mampu menyesuaikan organisasi materi pembelajaran untuk keperluan dirinya. Tujuan pembelajaran yang sudah ada cenderung tidak diikuti melainkan dirumuskan lagi secara internal. Karakteristik yang dimiliki individu field independent memberi petunjuk bahwa strategi pembelajaran yang tidak terlalu terikat pada struktur, seperti strategi pembelajaran heuristik akan lebih menguntungkan. Strategi pembelajaran heuristik tidak mengikuti prosedur langkah demi langkah secara seragam atau reguler, sehingga lebih memberi kebebasan kepada maha-siswa untuk mengatur materi menurut kebutuhannya. Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan bekerja mundur memberikan pengalaman kepada 17
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
mahasiswa untuk meng-identifikasikan fakta-fakta yang diperlukan untuk memberi penjelasan terhadap fakta yang lain. Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan bekerja mundur memungkinkan terjadinya proses pembelajaran paralel, di mana individu dengan gaya kognitif field independent cenderung berhasil lebih baik. Beberapa subtujuan sangat memungkinkan untuk dibahas secara bersamaan. Diperlukan kemampuan menganalisis untuk mencari perbedaan dan kesamaan materi untuk melihat keterkaitan antar satu subtujuan dengan subtujuan yang lain. Contoh dan latihan bisa diberikan dengan lebih terpadu untuk meningkatkan transfer belajar. Selain itu waktu pembahasan materi semakin singkat. Latihan dengan pendekatan analogi melatih mahasiswa untuk menemukan hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya. Apabila mahasiswa menemukan masalah baru maka akan dicari model penyelesaian pada masalah sejenis yang pernah diselesaikan. Selain meningkatkan kemampuan, analogi juga meningkatkan transfer belajar. Strategi pembelajaran algoritmik di lain pihak, membahas materi pembelajaran langkah demi langkah secara sistematis dan rinci. Proses pembelajaran akan berlangsung secara serial. Satu langkah atau materi bisa mulai dibahas apabila langkah atau materi sebelumnya sudah dibahas secara tuntas. Materi pembelajaran sudah tersusun dengan struktur yang baik dan rinci. Selain itu pembahasan materi akan terjadi secara seragam untuk semua mahasiswa. Akibatnya, peluang bagi mahasiswa untuk belajar dengan caranya sendiri menjadi kecil. Materi yang terstruktur dengan baik dan disajikan selangkah demi selangkah secara sistematis seperti pada strategi pembelajaran algoritmik kurang menarik bagi individu field independent. Bila dikaitkan dengan karakteristik pembelajaran pemrograman komputer maka karakteristik individu field independent cenderung lebih diuntung-kan pada strategi pembelajaran heuristik. Pemrograman komputer pada dasarnya didominasi oleh aktivitas menganalisis permasalahan sehari-hari dan kemudian menyusun kembali menjadi program komputer. Oleh karena dalam memprogram komputer, kemampuan menganalisis dan kemampuan mengorganisasikan informasi amat diperlukan. Kemampu-an tersebut cenderung dimiliki oleh individu field independent dan lebih besar peluangnya didapatkan dari strategi pembelajaran heuristik. Berpedoman pada uraian tentang karakteristik individu field independent, serta dikaitkan dengan karakteristik pembelajaran pemrograman komputer, baik dengan strategi pembelajaran heuristik maupun dengan strategi pembelajaran algoritmik maka diduga bahwa untuk mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent, kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajar-an heuristik lebih tinggi 18
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik. 4. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa yang Memiliki Gaya Kognitif Field Dependent Berdasarkan Strategi Pembelajaran Individu yang memiliki gaya kognitif field dependent memerlukan lingkungan yang lebih terstruktur dalam belajar. Materi pembelajaran cenderung untuk diterima seperti yang disajikan, tidak dilakukan reorganisasi. Akibatnya materi pembelajaran yang sudah terorganisir dengan baik lebih menguntungkan bagi individu field dependent. Demikian pula tujuan pembelajaran cenderung diikuti apa adanya dan lebih diharapkan sudah tersusun dengan baik secara eksternal. Individu field dependent lebih menginginkan motivasi eksternal dan lebih tertarik pada penguatan eksternal. Karakteristik individu field dependent memiliki kesesuaian dengan karakteristik strategi pembelajaran algoritmik. Strategi pembelajaran algoritmik adalah strategi pembelajaran yang mengikuti prosedur pembelajaran langkah demi langkah yang terbentuk secara seragam dalam kondisi yang didefinisikan. Keseragaman langkah antara lain dilakukan dengan mengatur urutan penyajian materi pembelajaran. Strategi pembelajaran algoritmik membahas langkahlangkah pembelajar-an secara rinci dan sistematis. Proses pembelajaran akan berlangsung secara serial. Satu materi bisa mulai dibahas apabila materi sebelumnya sudah dibahas secara tuntas. Selain itu, materi pembelajaran harus disusun dengan struktur yang lebih baik, lebih rinci, dan lebih sistematis. Latihan terbimbing menggunakan petunjuk penting yang diterapkan pada strategi pembelajaran algoritmik cocok dengan karakteristik mahasiswa field dependent. Mahasiswa field dependent cenderung memakai petunjuk penting untuk menyimpan informasi ke dalam ingatan dan juga untuk memanggilnya kembali. Pengurangan kuantitas dan kejelasan petunjuk secara perlahan diharapkan bisa melatih kemandirian mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran heuristik di lain pihak kurang menguntungkan bagi mahasiswa field dependent. Materi pembelajaran dalam strategi pembelajaran heuristik cenderung kurang terstruktur, padahal mahasiswa field dependent lebih menghendaki materi pembelajaran yang terstruktur dengan baik. Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan bekerja mundur memungkinkan proses pembelajaran berlangsung secara paralel, padahal mahasiswa field dependent cenderung berhasil lebih baik dalam proses pembelajaran serial. Latihan dengan pendekatan analogi dalam strategi pembelajaran heuristik juga kurang tepat bagi mahasiswa field dependent karena mereka kurang mampu menganalisis, sehingga sulit mengetahui kesamaan antar beberapa 19
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
obyek. Sebagai akibatnya, individu field dependent cenderung menemui kesulitan untuk menemukan penyelesai-an satu masalah dengan jalan menalar dari penyelesaian masalah yang serupa. Mahasiswa field dependent cenderung menyelesaikan masalah dengan mengikuti petunjuk. Melihat karakteristik individu field dependent, serta dikaitkan dengan karakteristik pembelajaran pemrograman komputer, baik dengan strategi pembelajaran heuristik maupun dengan strategi pembelajaran algoritmik maka diduga bahwa bagi mahasiswa dengan gaya kognitif field dependent, kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik. 5. Interaksi antara Strategi Pembelajaran dengan Gaya Kognitif dalam Pengaruhnya terhadap Kemampuan Memprogram Komputer Bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent diduga kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik. Sebaliknya bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent, kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajar-an algoritmik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik. Berdasarkan kedua dugaan tersebut maka diduga terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan gaya kognitif dalam pengaruhnya terhadap kemampuan memprogram komputer. Hipotesis Penelitian Pertama, kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajar-an heuristik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik. Kedua, kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent tidak berbeda secara signifikan dengan kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. Ketiga, bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent, kemampuan mem-program komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik. Keempat, 20
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent, kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik. Kelima, terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan gaya kognitif dalam pengaruhnya terhadap kemampuan memprogram komputer. METODE PENELITIAN Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) perbedaan kemampu-an memprogram komputer antara mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik; (2) perbedaan kemampuan memprogram komputer antara maha-siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent; (3) perbedaan kemampuan memprogram komputer antara mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent; (4) perbedaan kemampuan memprogram komputer antara mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajar-an heuristik dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik bagi maha-siswa yang memiliki gaya kogntif field dependent; dan (5) interaksi antara strategi pembelajaran dengan gaya kognitif dalam pengaruhnya terhadap kemampuan memprogram komputer. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan grup faktorial 2X2. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan memprogram komputer. Variabel bebas pertama sebagai perlakuan adalah strategi pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran heuristik sebagai eksperimen dan strategi pembelajaran algoritmik sebagai kontrol. Variabel bebas kedua sebagai intervensi adalah gaya kognitif, yang dibedakan menjadi gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent. Populasi dan Sampel Populasi target penelitian ini adalah mahasiswa IKIP Negeri Singaraja yang mengalami kurikulum yang sama. Populasi terjangkau penelitian ini adalah 21
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
mahasiswa IKIP Negeri Singaraja yang memprogramkan mata kuliah komputer desain pada semester ganjil tahun akademik 2001/2002. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Pada tahap pertama dipilih secara random 6 kelas dari kerangka sampel. Kemudian 6 kelas sampel tersebut dipilah secara random menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada tahap kedua masingmasing kelompok dipilah menjadi dua, yaitu kelompok field independent dan field dependent dengan menggunakan Group Embedded Figure Test (GEFT). Instrumen Penelitian Penelitian ini memerlukan dua macam data pokok, yaitu data kemampuan memprogram komputer dan data gaya kognitif. Data kemampu-an memprogram komputer diperoleh dengan instrumen yang dikembangkan sendiri. Validasi instrumen dilakukan melalui validasi pakar dan ujicoba. Hasil ujicoba menghasilkan 10 butir instrumen valid dengan koefisien reliabilitas instrumen sebesar 0,93. Data gaya kognitif diperoleh dengan instrumen GEFT. Analisis Data Agar uji hipotesis bisa dilakukan maka terlebih dahulu harus dilakukan uji persyaratan uji hipotesis, meliputi uji normalitas dan uji homogenitas data. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Lilliefors dan uji homogenitas data dilakukan dengan uji Bartlet. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan grup faktorial 2X2. Oleh karena itu analisis data menggunakan ANAVA dua jalur. Apabila hasil uji menunjukkan adanya interaksi maka diteruskan dengan uji Tukey untuk melihat efek interaksi atau efek sederhana mana yang lebih unggul (Santosa Murwani, 1999:61-63). Bila terjadi efek sederhana yang berlawanan maka disimpulkan terjadi interaksi (Ferguson, 1982:256-257). HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Perhitungan ukuran sentral, meliputi harga rata-rata (mean), modus, dan median, serta ukuran penyebaran data, yaitu standar deviasi untuk kemampuan memprogram komputer memberikan hasil seperti diikhtisarkan pada Tabel 1 di bawah ini.
22
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
Tabel 1: Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Kemampuan Memprogram Komputer Strategi Pembelajaran Gaya Kognitif
Field Independent
Field Dependent
Heuristik n = 24
n = 48
Y = 287,86
Y = 375,73
n = 24 Y = 323,70 S = 85,58 Me = 307,9 Mo = 298,8
n = 24 Y = 387,53 S = 84,67 Me = 391,8 Mo = 391,8
n = 48 Y = 355,61 S = 90,18 Me = 359,8 Mo = 391,8
S = 82,11 Me = 468,4 Mo = 378,8
n = 48
Keterangan: n = banyak data Me = Median s = standar deviasi
n = 24
Total
Y = 463,73
Y = 393,72 Total
Algoritmik
s = 109,04 Me = 381,3 Mo = 378,8
S = 79,15 Me = 295,6 Mo = 299,8
S = 119,39 Me = 378,8 Mo = 378,8
n = 48
Y = 337,69 s = 95,44 Me = 345,6 Mo = 391,8
Y = skor rata-rata Mo = Modus
20
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
Uji Hipotesis Hasil Uji persyaratan hipotesis menunjukkan bahwa semua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data dari semua kelompok mempunyai varians populasi yang homogen. Jadi uji hipotesis dengan ANAVA dua jalur bisa dilakukan. Hasil analisis data dengan ANAVA dua jalur dari kemampuan memprogram komputer dalam penelitian ini dapat diikhtisarkan seperti pada Tabel 2. Tabel 2: ANAVA Dua Jalur untuk Kemampuan Memprogram Komputer Sumber Varian
Jumlah Kuadrat (JK)
dk
Strategi Pembelajaran (A)
75331,215
Gaya Kognitif (B) Interaksi (AB) Kekeliruan Dalam Sel (D) Total
RataRata Kuadrat (RK)
Fhitung
1
75331,215
9776,8067
1
344736,54
Ftabel α=
α=
0,05
0,01
10,9580**)
3,96
6,96
9776,8067
1,4222ns)
3,96
6,96
1
344736,54
50,1470**)
3,96
6,96
632455,5167
92
6874,5165
1062300,0783
95
Keterangan: dk = Derajat kebebasan **) = Uji F signifikan sangat signifikan ns) = Uji F tidak signifikan 23
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
1. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Berdasarkan Strategi Pembelajaran Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa nilai F hitung = 10,96 yang ternyata lebih besar dari-pada nilai F tabel = 3,96 untuk taraf signifikansi 0,05 dan lebih besar pula daripada F tabel =6,96 untuk taraf signifikansi 0,01. Ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran heuristik dan strategi pembelajaran algoritmik terhadap kemampuan memprogram komputer. Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa kelompok mahasiwa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik memiliki skor kemampuan memprogram komputer rata-rata sebesar 393,72, sedangkan kelompok mahasiwa yang mengikuti kuliah dengan strategi pembelajaran algoritmik memiliki skor kemampuan memprogram komputer ratarata sebesar 337,69. Jadi uji ANAVA menunjukkan bahwa kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik lebih tinggi daripada kemampuan memprogram komputer mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik. 2. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Berdasarkan Gaya Kognitif Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa kelompok mahasiwa yang memiliki gaya kognitif field independent memiliki skor kemampuan memprogram komputer rata-rata sebesar 375,73, sedangkan kelompok mahasiwa yang memiliki gaya kognitif field dependent memiliki skor kemampuan memprogram komputer rata-rata sebesar 355,61. Uji ANAVA juga menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut memiliki kemampuan memprogram komputer yang tidak berbeda secara signifikan. Hasil tersebut ditunjukkan oleh nilai F hitung = 1,42 yang ternyata lebih kecil dari nilai F tabel = 3,96 untuk taraf signifikansi 0,05. Hasil pengujian menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga tidak terdapat perbedaan kemampuan memprogram komputer yang signifikan antara kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent dengan kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. 24
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
3. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Field Independent Berdasarkan Strategi Pembelajaran Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa kelompok mahasiwa yang memiliki gaya kognitif field independent dan mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik memiliki skor kemampuan memprogram komputer rata-rata sebesar 463,73, sedangkan kelompok mahasiwa yang memiliki gaya kognitif field independent dan mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik memiliki skor kemampuan memprogram komputer rata-rata sebesar 287,86. Rata-rata kuadrat dalam juga pada perhitungan ANAVA besarnya 6874,5165. Agar diketahui kelompok yang memiliki kemampuan memprogram komputer yang lebih tinggi maka selanjutnya dilakukan uji Tukey dan diperoleh harga Q hitung sebesar 10,39, sedangkan harga Q tabel untuk taraf signifikansi 0,05 besarnya 2,83 dan harga Q tabel untuk taraf signifikansi 0,01 besarnya 3,76. Ternnyata nilai Q hitung lebih besar daripada Q tabel baik pada taraf signifikansi 0,05 maupun untuk taraf signifikansi 0,01, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Berarti bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent, mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik memiliki kemampuan memprogram komputer yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algoritmik. Hasil perhitungan uji Tukey dapat di-ikhtisarkan seperti pada Tabel 3. 4. Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Field Dependent Berdasarkan Strategi Pembelajaran Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa kelompok mahasiwa yang memiliki gaya kognitif field dependent dan mengikuti perkuliah-an dengan strategi pembelajaran heuristik memiliki skor kemampuan memprogram komputer rata-rata sebesar 323,70, sedangkan mahasiwa yang memiliki gaya kognitif field dependent dan mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran algo-ritmik memiliki skor kemampuan memprogram komputer rata-rata sebesar 387,53. Rata-rata kuadrat dalam yang juga pada perhitungan ANAVA besarnya 6874,5165. Agar diketahui kelompok mana yang memiliki kemampuan memprogram komputer yang lebih tinggi maka selanjutnya dilakukan uji Tukey dan diperoleh Q hitung sebesar 3,77, sedangkan harga Q tabel untuk taraf signifikansi 0,05 besarnya 2,83 dan Q tabel untuk taraf signifikansi 0,01 besarnya 3,76. Ternnyata harga Q hitung lebih besar daripada Q tabel baik pada taraf signifikansi 0,05 maupun untuk
25
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) taraf signifikansi 0,01, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent, mahasiswa yang mengikuti kuliah dengan strategi pembelajaran algoritmik memiliki kemampuan memprogram komputer yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan strategi pembelajaran heuristik. Hasil perhitungan uji Tukey dapat diikhtisarkan seperti pada Tabel 4.
Tabel 3: Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Field Independent Berdasarkan Strategi Pembelajaran Strategi Pembelejaran Rata-rata Rata-rata Kuadrat Dalam (RKD) Derajat Kebebasan
Heuristik
Algoritmik
463,73 287,86 6874,5165
Qhitung
Qtabel α=0,05 α=0,01
10,39
2,83
3,76
92
Tabel 4: Perbedaan Kemampuan Memprogram Komputer Mahasiswa Field Dependent Berdasarkan Strategi Pembelajaran Strategi Pembelajaran Rata-rata Rata-rata Kuadrat Dalam (RKD) Derajat Kebebasan
Heuristik
Algoritmik
323,70 387,53 6874,5165
Qhitung 3,77
Qtabel α=0,05 α=0,01 2,83
3,76
92
5. Interaksi antara Strategi Pembelajaran dengan Gaya Kognitif dalam Pengaruhnya terhadap Kemampuan Memprogram Komputer Hasil uji hipotesis ketiga dan keempat mengindikasikan adanya interaksi antara strategi pembelajaran dengan gaya kognitif dalam pengaruh-nya terhadap kemampuan memprogram komputer. Hasil perhitungan ANAVA mengukuhkan indikasi tersebut karena dari perhitungan ANAVA tampak nilai F hitung = 26
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) 50,147 yang ternyata lebih besar daripada nilai F tabel = 3,96 untuk taraf signifikansi 0,05 dan lebih besar dari F tabel =6,96 untuk taraf signifikansi 0,01, sehingga Ho ditolak sedangkan H1 diterima. Jadi terdapat interaksi yang sangat signifikan antara strategi pembelajaran dengan gaya kognitif dalam pengaruhnya terhadap kemampuan memprogram komputer, seperti divisualisasikan secara grafis pada Gambar 1.
500
463,73 Heuristik
400
KOMPUTER
KEMAMPUAN MEMPROGRAM
600
387,53 Algoritmik
300
Heuristik Algoritmik
323,70 287,86
200 100 0 Field Independent
Field Dependent
GAYA KOGNITIF
Gambar 1: Visualisasi Interaksi antara Strategi Pembelajaran dengan Gaya Kognitif dalam Pengaruhnya terhadap Kemampuan Memprogram Komputer
27
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Kesimpulan Strategi pembelajaran heuristik dapat meningkatkan kemampuan memprogram komputer. Agar didapatkan kemampuan memprogram komputer yang lebih optimal maka gaya kognitif mahasiswa harus dipertimbangkan. Bagi
mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent, strategi pembelajaran heuristik menghasilkan kemampuan memprogram komputer yang lebih tinggi, sedangkan bagi maha-siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent strategi pembelajaran algoritmik menghasilkan kemampuan memprogram komputer lebih tinggi. Berdasakan kesimpulan di atas, diperlukan upaya penerapan strategi pembelajaran heuristik dalam pem-belajaran komputer desain, khususnya materi pemrograman komputer. Perlu diupayakan pula pemilahan maha-siswa peserta kuliah berdasarkan gaya kognitif, khususnya klasifikasi field independent dan field dependen. Implikasi 1. Implikasi terhadap Perencanaan dan Pengembangan Strategi Pembelajaran Pemrograman Komputer Temuan bahwa strategi pembelajaran heuristik dapat menghasilkan kemampu-an
memprogram komputer lebih tinggi daripada strategi pembelajaran algo-ritmik memberikan petunjuk bahwa dalam pembelajaran pemrograman komputer, strategi pembelajaran heuristik lebih tepat untuk diterapkan daripada strategi pembelajaran algoritmik. Penerapan strategi pembelajaran heuristik dalam pembelajaran pemrograman komputer berimplikasi terhadap perencanaan dan pengembang-an strategi pembelajaran pemrograman komputer, meliputi:1) pengaturan desain materi pembelajaran, 2) penyediaan media pembelajaran, dan 3) penyesuaian orientasi pembelajaran. a. Pengaturan Desain Materi Desain materi perkuliahan mesti disusun dengan struktur yang dapat mendukung pelaksanaan strategi pem-belajaran heuristik. Penyajian materi menggunakan pendekatan bekerja mundur dan pelaksanaan latihan 28
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) menggunakan pendekatan analogi. Materi disusun dengan organisasi yang tidak terlalu rinci dan tidak terlalu sistematis, sehingga lebih memberikan peluang kepada maha-siswa untuk berkreasi. Selain itu materi perlu disusun sedemikian rupa sehingga beberapa aktivitas pem-belajaran bisa dilakukan secara paralel. Materi latihan disusun dengan pendekatan analogi, yaitu menggunakan permasalahan sejenis. Satu permasalahan diselesaikan berdasarkan pada contoh penyelesaian permasalahan sejenis. Dengan demikian latihan didominasi kegiatan memodifikasi program.
b. Penyediaan Media Pembelajaran Kelengkapan Komputer sebagai media pembelajaran perlu diupayakan seoptimal mungkin untuk mendukung strategi pembelajaran heuristik. Aksesori komputer salah satunya perlu dilengkapi, agar senantiasa mendukung pelaksanaan strategi pembelajaran heuristik. Aksesori dimaksud berupa contohcontoh program yang tersimpan di perpustakaan komputer dan dapat diakses sewaktu-waktu. Setiap program diupayakan memuat perintah-perintah utama, sehingga program dapat dimodifikasi untuk beberapa keperluan program aplikasi tertentu. c. Penyesuaian Materi Pembelajaran Materi pembelajaran mesti disesuai-kan dengan permasalahan-permasalahan nyata di lapangan. Contoh-contoh pro-gram dan permasalahan latihan sedapat mungkin disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan nyata yang akan dihadapi mahasiswa di lapangan. Dengan cara ini mahasiswa lebih cepat memahami proses analogi dan lebih cepat pula memahami relevansi materi dengan keperluannya masing-masing, sehingga motivasi belajarnya meningkat. Akibatnya kemampuan memprogram komputer yang diharap-kan lebih cepat tercapai.
2. Implikasi terhadap Peran Instruktur Upaya penerapan strategi pem-belajaran heuristik dalam pembelajaran pemrograman komputer juga menuntut perubahan peran instruktur, khususnya dalam cara pandang terhadap maha-siswa, perlakuan terhadap mahasiswa, dan orientasi pembelajaran. 29
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
a. Cara Pandang terhadap Mahasiswa Strategi pembelajaran heuristik tidak membimbing mahasiswa dengan langkah-langkah yang sistematis dan rinci. Mahasiswa cenderung diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai ke-mampuan dan caranya masing-masing. Oleh karena itu diperlukan perubahan perlakuan terhadap maha-siswa. Mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai obyek pasif yang bersedia menerima apa yang disajikan tutor, melainkan mesti dipandang sebagai subyek yang siap tumbuh dan berkembang sesuai kemampuan dan kreativitasnya masing-masing. b. Perlakuan terhadap Mahasiswa Strategi pembelajaran heuristik ber-usaha menumbuhkan rasa ingin tahu mahasiswa dengan memulai pembelajaran dari program jadi. Pada kondisi ini diperlukan usaha untuk mengubah perlakuan terhadap maha-siswa dengan lebih banyak memberi tantangan kepada mahasiswa. Contoh-contoh program lebih diarahkan ke permasalahan-permasalahan di lapangan sehingga lebih menantang mahasiswa untuk ingin tahu. c. Orientasi Pembelajaran Pembelajaran pemrograman kom-puter tidak berorientasi pada produk tetapi berorientasi pada proses. Dengan demikian kemampuan memprogram yang diperoleh mahasiswa akan lebih mudah diadaptasikan pada bahasa pemrograman yang lain, dan bahkan pada lingkungan perangkat perangkat keras yang lain. Sasaran belajar ini amat perlu karena teknologi komputer berkembang amat pesat, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. 3. Implikasi terhadap Manajemen Kelas Gaya kognitif field independent dan field dependent ternyata memberi pengaruh yang berlawanan terhadap kemampuan memprogram komputer untuk strategi pembelajaran heuristik dan strategi pembelajaran algoritmik. Temuan ini mengindikasikan perlunya upaya pemilahan mahasiswa peserta perkuliahan pemrograman komputer berdasarkan gaya kognitif yang dimiliki, khususnya klasifikasi field independent dan field depedent. Pemilahan gaya kognitif tersebut digunakan sebagai pedoman untuk memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk masing-masing kelompok mahasiswa, agar diperoleh kemampuan memprogram komputer yang lebih optimum.
30
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744)
Bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent diupayakan penerapan strategi pem-belajaran heuristik pada pembelajaran pemrograman komputer. Catatan yang semestinya dipegang adalah strategi pembelajaran heuristik diterapkan dengan baik agar tetap mendukung karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif field independent. Bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent mesti diupayakan penerapan strategi pem-belajaran algoritmik pada pembelajaran pemrograman komputer. Upaya itu perlu didukung dengan usaha untuk menerapkan strategi pembelajaran algoritmik dengan baik agar tetap mendukung karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif field dependent. 4. Implikasi terhadap Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Strategi pembelajaran heuristik mesti diupayakan untuk diajarkan kepada mahasiswa kependidikan dalam mata kuliah strategi pem-belajaran. Desain materi, rencana pelaksanaan perkuliahan, media pembelajaran, dan model evaluasi yang dapat mendukung strategi pembelajaran heuristik mesti diajarkan kepada mahasiswa. Dengan demikian calon-calon pendidik, khususnya pendidik di bidang pemrograman komputer lebih awal sudah memahami strategi pembelajaran heuristik. Saran Berdasarkan temuan-temuan pada penelitian ini maka dapat disarankan beberapa hal seperti berikut. Pertama, para tutor pemrograman komputer disarankan untuk memakai strategi pembelajaran heuristik sebagai strategi pembelajaran alternatif dalam pembelajaran pemrograman komputer, selain strategi pembelajaran algoritmik yang sudah diterapkan sampai saat ini. Bila sasaran pembelajaran ditetapkan agar mahasiswa memiliki kemampuan memprogram komputer tanpa harus menguasai teori dasar pemrograman karena keterbatasan alokasi waktu maka strategi pem-belajaran heuristik memberikan hasil yang lebih baik. Desain materi dalam modul mesti diatur agar mendukung strategi pembelajaran heursitik. Komputer sebagai media pembelajaran mesti dilengkapi dengan aksesori pendukung strategi pembelajaran heuristik. Kedua, agar dihasilkan kemampuan memprogram komputer yang lebih optimum maka para tutor pemrograman disarankan untuk mempertimbangkan 31
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) gaya kognitif mahasiswa, khususnya klasifikasi field independent dan field dependent. Bagi mahasiswa yang me-miliki gaya kogntif field independent sebaiknya diterapkan strategi pembelajar -an heuristik dan bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent sebaiknya diterapkan strategi pembelajaran algoritmik. Ketiga, pengelola pendidikan komputer, disarankan untuk memasukkan strategi pembelajaran heuristik ke dalam pedoman pelaksanaan perkuliahan pemrograman komputer sebagai salah satu strategi pembelajaran alternatif.
Keempat, para pengelola pendidikan komputer disarankan untuk memasuk-kan kebijakan pemilahan gaya kognitif mahasiswa ke dalam pedoman pelaksanaan perkuliahan. Pemilahan gaya kognitif mahasiswa agar dilaksanakan sebagai proses awal perkuliahan dalam usaha menghasilkan kemampuan memprogram komputer yang lebih tinggi. Kelima, para peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian yang terkait dengan usaha peningkatan kemampuan memprogram komputer disarankan untuk meneliti usaha peningkatan kemampuan memprogram komputer dengan jalan mengkaji strategi pembelajaran yang lain serta dengan mempertimbangkan klasifikasi gaya kognitif yang lain, atau bahkan karakteristik mahasiswa yang lain, yang terkait dengan kemampuan memprogram komputer. Agar terjadi variasi dalam bahasa pemrograman maka disarankan untuk menggunakan bahasa pemrograman lain. Disarankan pula untuk mengkaji pemanfaatan komputer sekaligus sebagai alat kognitif. Dengan demikian pemanfaatan kompter akan lebih optimum, sehingga ada peluang terjadi peningkatan kemampuan memprogram komputer. DAFTAR PUSTAKA Aiken, Lewis R., Psychological Testing and Assessment. Boston: Allyn and Bacon, 1997 Amstrong, Thomas, Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development, 1994 Anastasi, Anne and Susana Urbina, Psychological Testing. Upper Saddle River: Prentice Hall, Inc., 1997 32
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) Banathy, Bela H. , “Syatem Inquiry and Its Aplication in Education,” Handbook of Research for Educational Communications and Technolog, ed. David H. Jonassen, New York: Simon & Schuster Macmillan, 1996 Brame, R. and C.D. Wickens, “Time-sharing Revisited: Test of a Componential Model for Assesment of Individual Differences,” dikutip langsung oleh Yuliang Liu dan Dean Ginther, “Cognitive Styles and Distance Education,” http:// www.westgaedu/~distance/liu23.html Callahan, Joseph F. and Leonard H. Clark, Teaching in the Middle and Secondary Schools. New York: Macmillan Publishing Co., Inc., 1977 Cavano, J.P. and J.A. McCall, “A Framework for The Measurement of Software Quality,” dikutip langsung oleh Pankaj Jalote, An Integrated Approach to Software Engineering. New York: Springer Verlag, 1991 Chesson, Dinah, “Toward Creativity: Educating the College Student in Computer Programming,” Journal of Research on Computing in Education, Volume 25, Number 2, Winter 1992 Clark, Cathy Bishop, “Cognitive Style and it’s Effect on the Stages of Programming,” Journal of Research on Computing in Education, Volume 27, Number 4, Summer 1995 Dansereau, Donald F., “Learning Strategy Research,” Thinking and Learning Skills, ed. Judith W. Segal, Susan F. Chipman and Robert Glasser, Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1985 Denova, Charles C., Test Construction for Training Evaluation. New York: Van Nostrand Reinhold Company, 1979 Denny, J. Peter, “A general Theory of Cross-cultural Variation in Cognitive style,”http://www.ssc.uwo.ca/psychology/cognitive/denny/1996-theory.htm. 1996 Dick, Walter and Lou Carey, The Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collins College Publishers, 1996 Ferguson, George A., Statistical Analysis in Psychology and Education, Auckland: McGraw-Hill Book Company, 1982 Gabringer, R.Scott, David Jonassen and Brent G. Wilson, “The Use of Expert System”, Handbook of Human Performance Problems in Organization, San Francisco: Joseey-Bass Publishers, 1992 33
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) Gagne, Robert M., Essentials of Learning for Instruction. Hinsdale, Illinois: Dryden Press, 1975 Gagne, Robert M., Leslie J. Briggs and Walter W. Wager, Principles of Instructional Design. For Worth: Harcout Brace Jovanovich College Publishers, 1992 Gagne, Robert M., The Conditions of Learning. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1977 Galloway, Jerry P. “Teaching Educational Computing with Analogies: A Strategy to Enhance Concept Development,” Journal of Research on Computing in Education, Volume 24, Number 4, Summer 1992 Ghezzi, Carlo, Mehdi Jazayeri and Dino Mandrioli, Fundamentals of Software Engineering. Englewood Cliffs: Prentice-Hall International, Inc., 1991 Goldstein, Kenneth M. and Sheldon Blackman, Cognitive Style: Five Approachs and Relevant Research. New York: John Wiley & Sons, 1978 Good, Thomas L. and Jere E. Brophy, Educational Psycholog. New York: Longman, 1990 Gronlund, Norman E. and Robert L. Linn, Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillan Publishing Company, 1990 Gronlund, Norman E., How to Make Achievement Tests and Assessments. Boston: Allyn and Bacon, 1993 Hamilton, Richard and Elizabeth Ghatala, Learning and Instruction. New York: McGraw-Hill. Inc., 1994 Hsiao, Yu-ping, “The Effects of Cognitive Styles and Learning Strategies in Hypermedia Environment: A Review of Literature” http:/ /www.edb.utexas.edu/mmresearch/ Students99/Hsiao/ Style.html Jonassen, David H., Instructional Design for Microcmputer Courseware, Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1988 Keefe, James W., Learning Style: Theory & Practice. Reston: National Association of Secondary School Pricipals, 1987 Landa, Lev.N., “The Algo-Heuristic Theory Of Instruction,” ed. Charles M. Reigeluth, Instructional-Design Theories and Models: An Overview of their Current Status. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1983 34
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) Lefrancois, Guy R., Theories of Human Learning. Kro: Kro’s Report, 1995 Liu, Yuliang and Dean Ginther, “Cognitive Styles and Distance Education, http://www.westga. edu/ ~distance/liu23.html Merril, M. David and David G. Twitchell, Instructional Design Theory. Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publications, 1994 Meyer, Bertrand, Object-Oriented Software Construction. New York: Prentice Hall, 1988 Mrosla, Helen P., “Field-Dependent and Field-Independent Learning-Teaching Style,” Contributed Papers on Improving University Teaching, Fourteenth International Conference. Umea, Sweden, June 20-23, 1988 Park, Ok-choon, “Adaptive Instructional Systems,” Handbook of Research for Educational Communications and Technology. ed. David H. Jonassen, New York: Simon & Schuster Macmillan, 1996 Pintrich, Paul R., “Implications of Psychological Research on Student Learning and College Teaching for Teacher Education,” Handbook of Research on Teacher Education, ed. W. Robert Houston, Martin Haberman and John Sikula, New York: Macmillan Publishing Company, 1990 Reigeluth, Charles M. and Faith S. Stein, “The Elaboration Theory of Instruction,” Instructional-Design Theories and Models: An Overview of their Current Status, ed. Charles M. Reigeluth, Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1983 Romiszowski, A.J., Producing Instructional Systems. London: Kogan Page, 1984 ------------------, Designing Instructional Systems, London: Kogan Page, 1990 Santosa Murwani, Statistika Terapan (Teknik Analisis Data),, Jakarta: Program Pascasarjana UNJ, 1999 Seels, Barbara B. and Rita C. Richey, Instructional Technology: The Definition and Domain of the Field. Washington D.C.: Association for Educational Communication and Technology, 1994 Semiawan, Conny R., Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Grasindo, 1999 Shneiderman, Ben, Software Psychology, Cambridge, MA.: Winthrop Publishers, Inc., 1980 35
Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-2744) Thorndike, Robert M., Measurement and Evaluation in Psychology and Education. Upper Saddle River, NJ.: Merril, 1993 Vaughan, Graham and Michael Hogg, Introduction to Social Psychology. Sydney: Prentice Hall, 1995 Wilson, Brent G. and Peggy Cole, “Cognitive Teaching Models,” Handbook of Research for Educational Communications and Technology, ed. David H. Jonassen, New York: Simon & Schuster Macmillan, 1996 Witkin, H.A., et.al., “A.Field-Dependent and Field-Independent Cognitive Style and Their Educational Impli-cations,” Review of Educational Research, Vol. 47, 1977
36