RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id
Engineering Technology for Increasing Soybean Production and to Control Damping-off Disease Using Biological Fertilization Mixture Ika Rochdjatun Sastrahidayat Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Corresponding author:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Fall seedling diseases (damping-off) caused by Sclerotium rolfsii is one factor in low productivity of soybean in Indonesia, which may cause loss results achieved 30-75% depending on the level of attacks. Given the character of soil borne diseases (soil borne), then all control efforts through many obstacles, either because the pathogen can survive for decades in the form resistant propagules (Sclerotium) although there is no host for the development. This study aimed to find ways to control the disease by utilizing the potential of natural biological materials and find ways to get control for effective results. For this purpose the various steps of research has been conducted both in laboratory and greenhouse using experimental research design (completely randomized design) and F test to see the difference. The results show that in the first year of research proven to provide results tuba root extract is effective in controlling pathogens. Streptomyces isolates proved to be antagonistic to Sclerotium rolfsii, and when combined with mycorrhizae (AM) will be able to increase its effectiveness. Introduction of inoculum will likely increase their effectiveness when mixed directly into cropping land that can be done as a biological fertilizer just before planting. There is a tendency that the combination treatment between biopesticide will help the effectiveness of its control, though not necessarily affect the production, so the increase in soybean production is due to the protection of soybean from the dead early in the seedling that can suppress up to 50 percent compared with the control. Keywords: actinomycetes, Sclerotium rolfsii, biopesticide, soybean.
Penyakit rebah semai (damping-off) yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii Sacc. merupakan penyakit penting pada tanaman kedelai di Indonesia dan dapat bertahan lama (puluhan tahun) di dalam tanah dalam bentuk sklerotia sehingga sulit dikendalikan (Willetts dan Wong, 1980; Munnecke, dkk., 1982; Punja, dkk., 1986; Semangun, 1991). Penyakit ini sering ditemukan serangannya pada kedelai baik lahan kering, tadah hujan maupun lahan pasang surut dengan intensitas serangan sebesar 5-55 %. Tingkat serangan lebih dari 5 % di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi, tanaman kedelai yang terserang hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal panen. Kehilangan hasil akibat S. rolfsii Sacc. dapat mencapai 30 %, kerugian ini sering terjadi pada lahan-lahan yang selalu ditanami tanaman kedelai dan kacang-kacangan lainnya (Punja, 1985). Pengendalian serangan penyakit tersebut diutamakan dengan mengoptimalkan penggunaan agens hayati dan pestisida organik. Penggunaan pestisida organik dapat menjamin keamanan ekosistem dan mencegah lahan pertanian menjadi keras akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan dan menghindari ketergantungan pada pestisida kimia (Elad, dkk., 1982). Pelaksanaan penelitian telah dilaksanakan selama tiga tahun. Pada tahun pertama target yang telah dicapai adalah seleksi mikroba antagonis dan pestisida organik untuk pengendalian pathogen S. rolfsii. Pengujian dilakukan secara laboratorium dengan meng-gunakan media biakan in-vitro. Mikroba yang memiliki daya antagonis tertinggi selanjutnya digunakan untuk tahapan penelitian tahun kedua, yakni penelitian rumah kaca. Pada tahun pertama dan kedua telah diuji efektifitas ekstrak
12
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01 tanaman sebagai pestisida nabati terhadap perkembangan pathogen S. rolfsii dan kesesuaian medium untuk actinomycetes. Pada tahun ketiga telah dilaksanakan pengujian kompatibilitas pencampuran antara fungisida organic dengan mikroba antagonis dalam menekan perkembangan pathogen serta efek ekstrak tanaman tersebut terhadap antagonis (Streptomyces). Percobaan dilakukan di labo-ratorium dan di rumah kaca. Pada percobaan ini digunakan berbagai konsentrasi dan dosis yang berbeda yang diharapkan paling optimal dalam mengendalikan pathogen S. rolfsii dalam kondisi alamiahnya. Diuji pula berbagai paket campur-an yang paling kompatibel untuk mendukung aplikasi campuran fungisida organic dan mikroba antagonis. Penelitian adalah: 1) Untuk memperoleh cara yang tepat (paket teknologi) dalam introduksi pupuk hayati baik pestisida nabati maupun antagonis ke bibit tanaman kedelai agar dapat meningkatkan produktifitas kedelai dan mengendalikan penyakit rebah semai. 2) Paket teknologi yang diharapkan dapat dicapai antara lain pupuk campuran mikroorganisme antagonis dan fungisida organic yang efektif mengendalikan penyakit rebah semai dan meningkatkan produktifitas kedelai.
METODE Pelaksanaan Penelitian ini merupakan penelitian tahap ketiga yang telah dimulai selama dua (2) tahun yang dimulai tahun 2008, sejak dari eksplorasi potensi plasma nutfah (telah dilaksanakan pada tahun pertama 2008), sampai dengan pengujian kesesuain medium untuk actinomycetes dan efek ekstrak tanaman terhadap pathogen dan tanaman kedelai di laboratorium dan rumah kaca (2009). Adapun metode pelaksanaan ini dimaksudkan untuk penelitian tahun ketiga (2010) sebagai kelanjutan dari penelitian kedua tersebut, tahapan-tahapannya diuraikan sebagai berikut:
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id Rekayasa Paket Teknologi Secara Campuran Ada dua hal yang akan diuji dalam hal ini yang diharapkan menjadi solusi bagi penekanan patogen rebah semai pada kedelai, yakni: A. Efek ekstrak tanaman terhadap kemampuan hidup antagonis Dalam penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan 10 ulangan yang perlakuannya sebagai berikut: 1. Kondisi tanah: 1) Steril. 2) Non Steril. 2. Jenis inokulum: 1) Ekstrak akar tuba. 2) Streptomyces sp. 3) Trichoderma sp. Percobaan ini dilakukan di rumah kaca dalam pot kultur sesuai dengan perlakuan tersebut di atas. Tanah diambil dari daerah pertanaman kedelai yang menunjukan adanya epidemi penyakit rebah semai pada lapisan perakaran kedelai (daerah rhizophere). Setelah diperlakukan sterilisasi (dalam autoclave 15 menit dengan suhu bertekanan) dan non steril dimasukkan dalam pot-pot plastik sebanyak 10 kg/pot. Ektrak akar tuba yang dilakukan secara destilasi disiapkan untuk perendaman bibit kedelai selama 20 menit. Streptomyces dan jamur uji (S. rolfsii) diperbanyak dalam medium semi sintetis sesuai dengan kesesuaiannya, yang dari penelitian sebelumnya umur pertumbuhan selama dua minggu cukup representatif digunakan sebagai inokulum. Kedua jenis antagonis ini kemudian diinokulasi pada tanah yang menjadi perlakuan (steril dan non steril) dengan masig-masing berat inokulum sekitar 10 gr/pot yang dilakukan dengan cara mencampurnya pada tanah dalam pot tesebut secara merata. Setelah diinkubasikan selama 10 hari (agar terjadi adaptasi dan pertumbuhan), pada masing-masing pot tersebut ditanam bibit kedelai yang sudah mendapat perlakuan ekstrak tuba. Pertumbuhan tanaman khususnya persemaian dipelihara dengan penyiraman dan kondisi sinar yang memadai. Untuk melihat efek ekstrak tanaman terhadap pertumbuhan
13
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01 antagonis, maka dilakukan monitoring pertumbuhan populasi actinomycetes dan Trichoderma pada medium tanah dalam pot secara destruktif setiap minggu (7 harian) dengan metode dilution soil plate, serta identifikasi terhadap koloni yang didapat. Data yang didapat dianalisis secara statistika (Anova) dan uji F dan BNT (5%). Bentuk hubungan dianalisis dengan persamaan statistika dengan melihat nilai nilai korelasinya dan diplot dalam bentuk persamaan. Untuk analisis ini digunakan program SPSS atau Stats. B.
Pencampuran antagonis dalam bentuk paket teknologi Dimaksudkan dengan pencampuran disini adalah dengan membiakan antagonis uji dalam medium semi sintetis secara bersamaan kemudian diuji efektifitasnya, apakah saling terjadi antagonis diantaranya atau justri terjadi sinergisme yang akan meningkatkan daya hambat terhadap patogen. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 kali ulangan, yang perlakuannya terdiri atas beberapa level sebagi berikut: 1. Bentuk inokulum. 1) Tablet 2) Cair 2. Pencampuran inokulum. 1) Streptomyces+ Trichoderma 2) Streptomyces 3) Trichoderma 3. Kondisi tanah. 1) Steril 2) Non steril Untuk mendapatkan bentuk inokulum (tablet dan cair), jenis antagonis uji (Streptomyces dan Trichoderma), setelah dibiakan dalam masing-masing medium semi sentetis sebagai pertumbuhannya, kemudian dipaket dengan cara mencampurnya dalam bentuk tablet (menggunakan pencetak tablet) dan medium cair yang diaduk secara merata dalam kondisi steril. Hasil pencampuran tersebut kemudian diinkubasikan selama satu minggu untuk memberi kesempatan terjadinya interaksi baik pada medium maupun antara
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id antagonis, setelah itu siap digunakan sebagai pupuk hayati campuran. Sementara untuk perlakuan inokulum yang akan digunakan dalam uji kultur pot maka pada masing-masing pot (10 kg tanah/pot) diinokulasikan inokulum uji dengan dosis 10 gr/pot yang dicampur secara merata, setelah diinkubasikan selama 5 hari baru ditanami biji kedelai yang telah direndam ekstrak akar tuba selama 20 menit. Pertumbuhan tanaman dipelihara dengan penyiraman dan kondisi cahaya yang memadai. Kematian semai dihitung dan terhadap yang tumbuh terus diamati pertumbuhan dan produksinya. Data yang didapat dianalisis dengan uji anova dan uji F dan BNT (5%) serta dilihat pula bentuk hubungannya dengan persamaan statistika yang menunjukan nila r nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian ini dapat dirinci dalam dua bentuk percobaan sesuai dengan yang dikemukakan dalam bahan dan metode yakni: A.
Efek ekstrak tanaman terhadap kemampuan hidup antagonis Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi pengaruh nyata dari pemberian inokulum biopestisida (Trichoderma, Streptomyces, dan ekstrak akar tuba) yang diinokulasikan ke tanah (dalam pot) yang diberikan dengan cara mencampurnya (inokulum dicampur tanah kultur pot). Pada Gambar 1 terlihat bahwa ekstrak akar tuba yang disiramkan pada daerah tempat tumbuhnya kecambah kedelai dalam kultur pot tersebut mampu menekan serangan patogen cukup nyata dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan), demikian pula dengan pemberian Streptomyces yang dicampur tanah dalam kultur pot, dan diikuti oleh Trichoderma.
14
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01 Gambar 1. Pengaruh biopestisida terhadap tingkat serangan S. rolfsii pada semai kedelai dalam kultur pot dengan kondisi tanah alami (non steril).
Dari Gambar 1 tersebut terlihat bahwa ekstrak akar tuba dan perlakuan Streptomyces sampai dengan umur tanaman 42 hari dari tanam hanya sekitar 20 persen yang mati, sementara pada perlakuan Trichoderma 30 persen. Tingkat serangan pada ketiga perlakuan tersebut relatif tetap setelah umur 21 hari, kecuali pada perlakuan Trichoderma yang naik sedikit. Sementara pada kontrol hampir mencapai 40 persen tanaman dalam pot mati dan laju pertumbuhan infeksinya meningkat terus dari awal pengamatan dan stabil setelah umur 35 hari. Hal ini berarti terjadi tingkat penekanan kematian semai kedelai sebesar kurang lebih 62 persen pada perlakuan ekstrak akar tuba dan Streptomyces dan sekitar 25 persen pada perlakuan Trichoderma yang dibandingkan angka kematian pada kontrol. Dari Gambar 1 tersebut terlihat perkembangan penyakit mempunyai pola linier pada semua perlakuan dengan masing-masing persamaan-nya sebagai berikut: kontrol (Y = 25,19 + 0,33 X, R 2 = 0,94), perlakuan ekstrak akar tuba (Y = 3,97 + 0,31 X, R2 = 0,79), perlakuan Streptomyces (Y = 2,42 + 0,35 X, R 2 = 0,85), perlakuan Trichoderma (Y = 13,50 + 0,42X, R 2 = 0,82). Hasil ini memberikan indikasi bahwa introduksi inokulum biopestisida ke dalam tanah yang mengandung patogen penyebab rebah semai tersebut sekalipun telah menunjukan adanya pengaruh namun masih perlu dikaji mengenai berbagai lamanya pemberian atau teknik pemberiannya agar supaya dapat meningkatkan daya hambatnya terhadap serangan patogen. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliani, 2004 dan Supriati, dkk., 2005), yang menunjukan adanya efektifitas pengendalian S. rolfsii dengan berbagai isolat mikroba antagonis. Dari percobaan ini dikemukakan pula adanya faktor koreksi tentang pengaruh pemberian biopestisida tersebut yang dilakukan pada tanah steril yang ternyata cukup memberikan indikasi bahwa tidak ada perbedaan diantara ketiga perlakuan tersebut
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id (Gambar 2), dan tingkat serangannya hanya berkisar sekitar 3 persen pada akhir pengamatan (umur 42 hari). Hal ini memberikan indikasi bahwa hasil percobaan pada tanah alami non steril semata-mata karena pengaruh dari ketiga jenis perlakuan tersebut.
Gambar 2. Perbandingan pengaruh biopestisida terhadap tingkat serangan S. rolfsii pada semai kedelai dalam kultur pot dengan kondisi tanah alami (non steril) dan steril.
Selanjutnya pada percobaan pemberian biopestisida secara campuran (Trichoderma + Streptomyces) dan yang tidak dicampur dibandingkan dengan kontrol (tanpa biopestisida) yang diberikan dalam bentuk cair dan tablet didapatkan hasil seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3. Pengaruh biopestisida (cair) terhadap tingkat serangan S. rolfsii pada semai kedelai dalam kultur pot dengan kondisi tanah alami (non steril).
Dari Gambar 3 terlihat perkembangan penyakit yang diberi perlakuan biopestisida campuran dan non campuran secara cair mempunyai pola linier pada semua perlakuan dengan masing-masing persamaannya sebagai berikut: kontrol (Y = 25,19 + 0,33 X, R 2
15
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01 = 0,94), perlakuan Streptomyces + 2 Trichoderma (Y = - 0,23 + 0,46 X, R = 0,85), perlakuan Streptomyces (Y = 0,18 + 0,35 X, R 2 = 0,85), perlakuan Trichoderma (Y = -3,97 + 0,70X, R2 = 0,96). Sementara itu pada Gambar 4 juga memberi indikasi pola perkembangan penyakit yang linier pada perlakuan biopestisida yang diberikan dalam bentuk tablet.
Gambar 4. Pengaruh biopestisida (tablet) terhadap tingkat serangan S. rolfsii pada semai kedelai dalam kultur pot dengan kondisi tanah alami (non steril).
Dari Gambar 4 terlihat perkembangan penyakit mempunyai pola linier pada semua perlakuan dengan masing-masing persamaannya sebagai berikut: kontrol (Y = 25,19 + 0,33 X, R2 = 0,94), perlakuan Streptomyces + Trichoderma (Y = - 1,33 + 0,46 X, R 2 = 0,91), perlakuan Streptomyces (Y = -6,66 + 0,68 X, R 2
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id = 0,94), perlakuan Trichoderma (Y = -6,28 + 0,71X, R2 = 0,85). Dari Gambar 3 dan 4 tersebut terlihat bahwa perlakuan pencampuran Trichoderma dan Streptomyces cenderung akan menekan laju perkembangan penyakit pada umur tanaman sekitar 30-40 hari setelah tanam baik diberikan dalam bentuk cair maupun tablet. Hal ini berarti mampu menekan kematian tanaman kedelai diawal pertumbuhan (sejak semai) yang besarnya mencapai 50 persen dibandingkan pada perlakuan kontrol. Penelitian serupa mengenai formulasi Streptomyces dalam bentuk serbuk bedak telah digunakan untuk mengendalikan damping-off oleh Rhizoctonia solani yang di selimutkan pada biji yang hasilnya lebih efektif dibandingkan dengan alginate atau granulasi tepung, isolat Streptomyces potensial sebagai biocontrol terhadapat patogen (Sabaratnam dan Traquair, 2002). Selanjutnya pengaruh perlakuan tersebut terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi pertanamannya dikemukakan dalam uraian berikutnya. Dari hasil analisis statistika ternyata terlihat perbedaan berat polongdan berat biji pertanaman yang diakibatkan introduksi biopestisida pada kultur pot tanaman kedelai, sementara pada pertumbuhan vegetatifnya kurang nyata (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh perlakuan biopestisida terhadap pertumbuhan generatif dan vegetatif tanaman kedelai Berat brangkasan/ Rerata jumlah Berat polong/ Berat biji/ Perlakuan tanaman (g) polong/tanaman tanaman (g) tanaman (g) Ekstrak akar tuba
27,86
30,39
14,37a
8,33a
Streptomyces
39,85
39,20
24,04b
14,59b
Trichoderma
28,77
37,79
21,00ab
12,53ab
NS
NS
8,39
2,11
BNT (5%)
Dari Tabel 1 terlihat bahwa inokulasi Streptomyces memberikan perangsangan bagi pertumbuhan polong dan berat biji tanaman, sebaliknya ekstrak akar tuba kendatipun memberikan pengaruh yang lebih efektif dibandingkan perlakuan lain dalam menekan pertumbuhan patogen (Gambar 1), namun tidak serta merta merangsang pertumbuah tanaman. Dalam penelitian ini tidak ditinjau lebih jauh mengapa perlakuan biopestisida tersebut memberikan efek positif bagi produksi kedelai, namun diduga faktor inokulasi inokulum tersebut yang langsung dicampur ke tanah dalam pot
16
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id
percobaan akan meningkatkan kemampuannya dalam membantu pertumbuh-an tanaman disamping menghambat patogen. Hal ini dapat dibandingkan dengan inokulasi yang diberikan dalam bentuk cair atau tablet yang tidak memberikan pengaruh bagi pertumbuhan tanaman baik positif maupun negatif terhadap pertumbuah vegetatif dan generatif tanaman kedelai (Tabel 2 dan Tabel 3), pengaruhnya hanya dalam menekan perkembangan penyakit seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4. Tabel 2. Pengaruh perlakuan biopestisida dalam bentuk cair terhadap pertumbuhan generatif dan vegetatif tanaman kedelai. Berat brangkasan/ tanaman (g)
Rerata jumlah polong/tanaman
Berat polong/ tanaman (g)
Berat biji/ tanaman (g)
49,17
37,40
23,42
14,0
Streptomyces
42,71
33,09
18,93
11,50
Trichoderma
44,62
36,29
19,18
12,37
NS
NS
NS
NS
Perlakuan Streptomyces Trichoderma
BNT (5%)
+
Tabel 3. Pengaruh perlakuan biopestisida dalam bentuk tablet terhadap pertumbuhan generatif dan vegetatif tanaman kedelai Berat brangkasan/ Rerata jumlah Berat polong/ Berat biji/ Perlakuan tanaman (g) polong/tanaman tanaman (g) tanaman (g) Streptomyces + 38,3 34,0 17,97 10,59 Trichoderma Streptomyces
38,0
33,70
16,26
9,73
Trichoderma
37,16
35,79
18,04
10,53
NS
NS
NS
NS
BNT (5%)
Dari penjelasan tersebut di atas maka selanjutnya perlu dibandingkan antara perlakuan biopestisida yang memberikan efek positif terhadap pertumbuhan vegetatif kedelai, yang hasilnya ternyata relatif sama pada jumlah polong (Gambar 5).
Gambar 5. Perbandingan jumlah polong kedelai terbentuk pada beberapa perlakuan biopestisida.
Kendatipun dalam introduksi inokulum antara jenis perlakuan biopestisdia relatif sama, namun bila diberikan dalam bentuk cair mampu meningkatkan efektifitasnya dalam peningkatan berat polong dan berat biji (Gambar 6 dan 7).
17
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01 Gambar 6. Perbandingan berat polong kedelai terbentuk pada beberapa perlakuan biopestisida yang diberikan dalam bentuk tablet dan cair.
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dikti-Kementerian Pendidikan yang melalui DP2M telah membantu penulis dalam penelitian ini dengan memberikan dana melalui Hibah Kompetensi Batch I dari tahun 2008 s/d 2010. Tidak lupa kepada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang telah membantu fasilitas penelitian berupa laboratorium dan rumah kaca.
DAFTAR PUSTAKA Gambar 7. Perbandingan berat biji kedelai terbentuk pada beberapa perlakuan biopestisida yang diberikan dalam bentuk tablet dan cair.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan beberapa hal yakni: 1. Biopestisida baik yang didapat dari sumber tanaman seperti ekstrak akar tuba maupun mikroba (Streptomyces dan Trichoderma) cukup efektif dalam mengendalikan patogen S. rolfsii penyebab penyakit damping-off pada tanaman kedelai. 2. Introduksi inokulum tersebut nampaknya akan meningkat efektifitasnya apabila dicampurkan langsung ke tanah pertanaman yang dapat dilakukan sebagai pupuk hayati pada saat sebelum tanam. 3. Terdapat kecenderungan bahwa kombinasi perlakuan antara biopestisida akan membantu efektifitas dalam pengendaliannya, sekalipun tidak serta merta berpengaruh pada produksi, sehingga terjadinya peningkatan produksi kedelai adalah diakibatkan terproteksinya pertanaman kedelai dari mati awal di semai yang bisa menekan sampai 50 persen dibandingkan kontrol. Saran: Perlu adanya perlakuan skala plot lapangan di daerah endemik dengan menggunakan pupuk hayati dari hasil penelitian ini.
Elad, Y.; I. Chet; Y. Henis. 1982. Degradation of Plant Pathogenic Fungi by Trichoderma harzianum. Can. J. Microbio., 28: 22: 121-124. Munnecke, D.M.; L.M. Johnson; H.W. Talbot; S. Barik. 1982. Microbial Metabolism And Enzymology Of Selected Pestisides. In Biodegradation and Detoxification of Environmental Polutants. Punja, Z.K. 1985. The Biology, Ecology and Control of Sclerotium rolfsii. Phytopathology. 23: 97-127. Punja, Z.K., J.S. Huang; S.F. Jenkins. 1986. Relationship of Mycelial Growth and Production of Oxalic Acid and Cell Wall Degrading Enzymes To Virulence In Sclerotium rolfsii. Can. J. Plant Pathol. 7: 106 – 216. Sabaratnam S. dan J.A. Traquair. 2002. Formulation of a Streptomyces Biocontrol Agent for the Suppression of Rhizoctonia Damping-off in Tomato Transplants. Biological Control, 23 (3): 245-253. Semangun, H. 1991. Penyakit Penyakit Tanaman Hortikultura. Fakultas Pertanian. UGM. Jogjakarta Supriati, L., I.R. Sastrahidayat, dan A.L. Abadi. 2005. Potensi Antagonis Indigenus Lahan Gambut Dalam Mengendalikan Penyakit Rebah Semai (Sclerotium rolfsii Sacc.) Pada Tanaman Kedelai. Habitat 16 (4): 292-307 . Willetts, H.J. dan A.L. Wong. 1980. The Biology Of Sclerotinia sclerotiorum, S. trifoliorum, and S. minor With Emphasis
18
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE DESEMBER-2014 VOLUME 01 NO. 01 On Specific Nomenclature. Bot. Rev., 46: 101-65. Yuliani. 2004. Uji Antagonisme Actinomycetes Terhadap Patogen Sclerotium rolfsii Sacc Dan Perbanyakan Melalui Berbagai
E-ISSN : 2355-9926 http://rjls.ub.ac.id Macam Medium Semi Alami. Skripsi. Skripsi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 54 p.
19