Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palemban8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Peningkatan Produksi Kedelai pada Tanah Pasang Surut Tipe Luapan C dengan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Pupuk Hayati Majemuk Cair Enhancement Soybean Production on Soil Tidal Surge of Type C with Plant Growth Regulator and Liquid Compound Biological Fertilizer Applications Ruli Joko Purwanto1*), Edy Romza1 1 Fakultas Pertanian Universitas IBA *) Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +62711375909/+628127821090 email:
[email protected] ABSTRACT The research was conducted at the experimental farm, Faculty of Agriculture University of IBA from April to August 2015. The purpose of this research are: 1. to determine the role or function of growth regulators NAA in reducing abscission or drops of soybean reproductive organs, and 2. to determine the contribution of liquid compound biological fertilizer in improving the productivity of soybean plants on soil tidal surge of type C. This research used a randomized block design arranged in a factorial. The first factor studied were soybean growth phase / time NAA applications consisting of N1 = phase V5; N2 = phase R1 and N3 = R3 phase. The second factor is the concentration of liquid compound biological fertilizer (PHMC) consisting of P1 = 100% PHMC; P2 = 75% PHMC; P3 = 50% PHMC and N4 = 25% PHMC.Each treatment combination made three replications. Based on the analysis of variance, showed that the treatment plant growth regulators and liquid compound biological fertilizer that does not affect significantly on all the observed variables. The parameters observed were plant height, number of productive branches, number of flowers become pods / total number of pods, number of pods containing(seed/s), number of empty pods, weight of 100 seeds, and seeds weight per plant. Application of NAA and biological fertilizer liquid compound alone is not enough to be able to reduce the abscission of reproductive organs / increase the productivity of soybean plants grown in soil tidal surge of type C. Keywords:Soybean, plant growth regulator, liquid compound biological fertilizer, soil tidal ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas IBA mulai bulan April sampai Agustus 2015. Tujuan penelitian ini adalah:1. untuk mengetahui peranan atau fungsi zat pengatur tumbuh NAA dalam mengurangi absisi atau gugurnya organ reproduktif kedelai, dan 2. untuk mengetahui kontribusi pupuk hayati majemuk cair dalam meningkatkan produktifitas tanaman kedelai pada tanah pasang surut tipe luapan C. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial. Faktor pertama yang diteliti adalah fase pertumbuhan kedelai/waktu aplikasi NAA yang terdiri dari N1 = fase V5; N2 = fase R1 dan N3 = fase R3. Faktor kedua adalah konsentrasi pupuk hayati majemuk cair (PHMC) yang terdiri dari P1 = 100 % PHMC; P2 = 75 % PHMC; P3 = 50 % PHMC dan P4 = 25 % PHMC. Setiap kombinasi perlakuan dibuat 3 ulangan.Berdasarkan analisis sidik ragam, menunjukkan bahwa pemberian perlakuan zat pengatur tumbuh dan pupuk hayati majemuk cair berpengaruh yang tidak
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palemban8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
nyata terhadap semua peubah yang diamati. Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah bunga jadi polong/ jumlah polong total, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, berat 100 biji, dan berat biji per tanaman. Pemberian NAA dan pupuk hayati majemuk cair saja belum cukup untuk dapat mengurangi absisi organ reproduktif / meningkatkan produktivitas tanaman kedelai yang ditanam pada tanah pasang surut tipe luapan C. Kata kunci:Kedelai, Zat Pengatur Tumbuh, Pupuk Hayati Majemuk Cair, Tanah Pasang Surut PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia setelah padi dan jagung. Proyeksi produksi kedelai Indonesia bakal meningkat 100% dari 700.000-800.000 ton menjadi 1,5 juta ton per tahun (Setiawan, 2014). Kendati demikian, Indonesia hingga saat sekarang masih terus mengimpor kedelai. Sebagaimana dijelaskan bahwa saat ini kebutuhan kedelai Nasional masih cukup besar, namun memiliki ketergantungan terhadap impor yang masih cukup tinggi sekitar 60 – 70 % (Anonim, 2014). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan beberapa tahun sebelumnya oleh Badan Litbang Pertanian (2008), bahwa kebutuhan kedelai Nasional dewasa ini telah mencapai 2,2 ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 35-40 %, sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor. Menurut Tia Aprilia (2013), pada tahun 2013, produksi kedelai Indonesia sebesar 807,6 ribu ton, sedangkan kebutuhan kedelai masyarakat sebesar 2.115,7 ribu ton. Rendahnya kemampuan memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri tersebut dikarenakan luas panen aktual masih belum memadai dan produktifitas masih rendah (Departemen Pertanian, 2007). Rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia antara lain juga disebabkan oleh tingginya laju absisi atau gugurnya organ-organ reproduksi. Bunga dan polong muda sering gugur, terutama di bawah kanopi. Laju absisi atau gugurnya organ reproduksi kedelai dilaporkan berkisar antara 32 % - 82 % (Myers et al., 1987), padahal jumlah polong dan biji yang dihasilkan merupakan penentu hasil akhir (Dominguez dan Hume, 1978; Herbert dan Litchfield, 1982 cit. Heitholt, 1986). Sehubungan dengan ZPT, Devlin dan Whitam (1983) menyatakan, bahwa absisi tidak terjadi bila konsentrasi auksin endogen tinggi pada sisi distal (berada pada posisi daun dari zone absisi) dan rendah pada sisi proksimal (pada sisi batang dari zone absisi). Akan tetapi menurut Stephenson (1981, cit. Heitholt, 1986) gugurnya bunga dan polong tersebut akibat tidak tercukupinya kebutuhan asimilat. Menurut Weaver (1972), auksin dan giberrelin, seperti juga sitokinin, sering dapat menginduksi pergerakan asimilat ke daerah yang mendapat perlakuan ZPT tersebut. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Purwanto (1993) yang menunjukkan, bahwa perlakuan 100 ppm NAA pada stadia mulai berbunga (R1) hingga stadia mulai berpolong (R3) menghasilkan berat biji pertanaman tertinggi. Pemberian perlakuan 100 ppm NAA pada stadia mulai berbunga juga memberikan berat 100 biji yang tertinggi. Hasil penelitian lainnya oleh Delita (2006) menunjukkan, bahwa pemberian 2,4-D 10 ppm pada tanaman kedelai dapat meningkatkan penyerapan nitrogen, sehingga aktifitas enzim nitrat reduktase meningkat dua kali lipat lebih tinggi dan terjadi peningkatan produksi sebesar 46 %. Absisi dipercepat akibat dari aplikasi indole acetic acid secara proksimal terhadap zone absisi daun (Addicott, 1954), tetapi menurut Chatterje dan Leopold (1965, cit. Devlin dan Whitam (1983), aplikasi auksin secara distal setelah daun cukup tua juga akan
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palemban8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
mempercepat absisi. Ditambahkan oleh Weaver (19720, bahwa hormon yang aktif dalam absisi daun mungkin aktif dalam absisi buah dan mempunyai mekanisme kerja yang sama. Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri dengan demikian masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. (Badan Litbang Pertanian, 2008). Pengembangan daerah rawa di Indonesia tersebar di beberapa pulau, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Luas lahan rawa Indonesia diperkirakan mencapai 33.393.570 hektar yang terdiri dari 20.096.800 hektar (60,2%) lahan pasang surut dan 13.296.770 hektar (39,8%) lahan rawa non-pasang surut (lebak). Dari luasan tersebut, total lahan rawa yang dikembangkan pemerintah adalah 1.8 juta ha dan oleh masyarakat sekitar 2.4 juta ha (Pusdatarawa, 2014). Mengingat besarnya kebutuhan kedelai tersebut, maka hal ini dapat pula menjadi peluang bagi daerah yang mempunyai potensi sumber daya lahan yang cukup luas seperti Provinsi Sumatera Selatan untuk mengusahakan budidaya tanaman kedelai. Banyak lahan di provinsi ini yang masuk kategori lahan sub optimal atau lahan dengan beragam masalah kesuburan tanah. Masalah yang dihadapi pada lahan sub optimal di Sumatera Selatan ini termasuk tingkat kesuburan yang rendah, baik kesuburan fisik maupun kesuburan kimiawinya. Upaya memperbaiki kesuburan lahan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai dapat dilakukan dengan berbagai kultur teknik yang sudah dikenal selama ini atau menggunakan teknik yang lebih modern. Salah satu teknik yang lebih maju untuk memperbaiki kesuburan lahan pertanian saat ini telah dikembangkan beragam pupuk hayati majemuk cair.Tujuan penelitian ini adalah 1. untuk mengetahui peranan atau fungsi zat pengatur tumbuh NAA dalam mengurangi absisi atau gugurnya organ reproduktif kedelai, dan 2. untuk mengetahui kontribusi pupuk hayati majemuk cair dalam meningkatkan produktifitas tanaman kedelai pada tanah pasang surut tipe luapan C. BAHAN DAN METODE Bahan-bahan yang digunakan adalah: 1. Benih kedelai bersertifikat, 2. ZPT NAA, 3. Pupuk Urea, SP-36 dan KCl, 4. Pestisida, 5. Polybag, dan 6. Bahan-bahan untuk membuat alas / dudukan polibag berupa papan dan kayu. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: 1. Cangkul, 2. Ayakan, 3. Sprayer, 4. Timbangan elektrik Ohaus, 5. Gelas Ukur, 6. Alat-alat Tulis, 7. Peralatan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor yang diteliti yaitu: a. Aplikasi ZPT NAA, yang terdiri dari: N1 = fase V5; N2 = fase R1; N3 = fase R3. b. Pemberian pupuk hayati majemuk cair, yang terdiri dari: P1 = 100 % pupuk hayati majemuk cair (PMHC) P2 = 75 % pupuk hayati majemuk cair (PMHC) P3 = 50 % pupuk hayati majemuk cair (PMHC) P4 = 25 % pupuk hayati majemuk cair (PMHC) Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 tanaman dan setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Analisis Data. Analisis statistik dilakukan dengan sidik ragam (Anova). Bila uji F hitung terdapat pengaruh nyata, maka selanjutnya beda antara nilai rata-rata perlakuan
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palemban8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
dilakukan uji lanjut dengan Uji Jarak Berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. HASIL Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap semua peubah yang diamati, meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah bunga jadi polong/ jumlah polong total, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, berat 100 biji, dan berat biji per tanaman menunjukkan bahwa pemberian perlakuan zat pengatur tumbuh dan pupuk hayati majemuk cair berpengaruh yang tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati (Tabel 1. Daftar sidik ragam). PEMBAHASAN Hasil yang menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ZPT NAA maupun pemberian pupuk majemuk hayati cair berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati ini mengindikasikan bahwa tanaman kedelai yang ditanam pada tanah pasang surut tersebut diduga mengalami kekurangan hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama unsur hara P yang sangat diperlukan bagi perkembangan organ reproduktif buah atau polong seperti kedelai, walaupun telah diberi pupuk hayati majemuk cair. Dengan kata lain pemberian PMHC saja tidak dapat membantu ketersediaan hara P, walaupun PMHC yang digunakan mengandung mikroorganisme / bakteri Pelarut Fosfat. Hal ini diduga dikarenakan tanah pasang surut yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai pH yang rendah, sehingga dengan kondisi pH yang rendah tersebut unsur-unsur hara menjadi tidak tersedia karena terikat pada ionion Al dalam tanah. Menurut Hardjowigeno (1992), pada tanah-tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al yang selain memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi tanaman. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Marsi (1995), bahwa kendala kimia tanah pasang surut adalah tingginya kandungan pirit dan salinitas tanah serta rendahnya tingkat kesuburan tanah. Susanto (2010) menambahkan bahwa lahan pasang surut kondisi lahan bersifat masam karena mengandung ion Al++ dan Fe+++ cukup tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Sebaliknya pada lahan pasang surut kandungan unsur hara makronya yaitu nitrogen, fosfor dan kalium tidak tersedia bagi tanaman. Hara makro yang tidak tersedia pada tanah pasang surut inilah yang menjadi penyebab tanaman kekurangan unsur hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Ketidak-tersediaan unsur hara makro ini diduga disebabkan tanah pasang surut bersifat masam sebagaimana
disebutkan oleh Susanto (2010), karena pada tanah masam atau pH yang rendah maka unsur-unsur hara makro tersebut terikat pada ion Al++ dan Fe+++. Sebagai contohnya, Munawar (2011) menyebutkan bahwa pada tanah-tanah masam, Fe dan Al-fosfat dominan, artinya hara fosfat tidak tersedia karena terikat dalam tanah. Sehubungan dengan perlakuan pemberian pupuk hayati majemuk cair yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan hara tanaman kedelai, terutama hara P atau fosfat, kendati disebutkan kandungan dalam pupuk hayati majemuk cair tersebut mengandung organisme pelarut fosfat. Hal ini diduga disebabkan oleh: pertama; kurangnya pelarut fosfat oleh kurangnya konsentrasi pupuk hayati majemuk cair yang diberikan, kedua; hasil pelepasan hara fosfat kembali terikat atau difiksasi kembali oleh ion Al++ dan Fe+++ yang memang banyak pada tanah masam seperti
tanah pasang surut ini. Menurut Munawar (2011), bahwa fungsi P sangat penting untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Kekurangan P sangat menghambat sebagian besar proses-proses seperti pembelahan sel dan pengembangan sel, respirasi, dan fotosintesis.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palemban8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Selain penjelasan di atas, tanah pasang surut yang digunakan pada penelitian inin yang diduga mempunyai pH yang rendah juga berpengaruh menghambat perkembangan bakteri Rhizobium pembentuk bintil akar yang akan memfiksasi N dari udara, sehingga tanaman kedelai kekurang N untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Dijelaskan oleh Hardjowigeno (1992), bahwa pada tanah dengan pH rendah kurang dari 5,5 perkembangan bakteri sangat terhambat, dan bakteri pengikat nitrogen dari udara serta bakteri nitrifikasi hanya dapat berkembang dengan baik pada pH lebih dari 5,5. Untuk mengatasi hal ini mungkin cara yang efektif adalah dengan memberi pengapuran pada tanah pasang surut. Hal ini sesuai seperti yang dijelaskan oleh Munawar (2011), bahwa ketika pH meningkat, misalnya akibat pengapuran, aktivitas Fe dan Al menurun sebanding dengan berkurangnya muatan positif pada koloid tanah, sehingga fiksasi fosfat akan berkurang. Dengan berkurangnya fiksasi fosfat, maka meningkatnya konsentrasi P yang larut dan tersedia dalam tanah, sehingga dapat diabsorbsi oleh akar tanaman, selnjutnya tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan optimal. Kekurangan hara, terutama hara P ini selanjutnya akan mengurangi atau menghambat tanaman kedelai memproduksi fotosintat / asimilat. Hal ini sejalan dengan pendapat Munawar (2011) bahwa kekurangan P sangat menghambat sebagian besar proses-proses seperti pembelahan sel dan pengembangan sel, respirasi, dan fotosintesis. Kondisi kekurangan fotosintat / asimilat ini selanjutnya akan memperbesar jumlah organ reproduktif yang gugur sebagai mana pendapat Stephenson (1981, cit. Heitholt, 1986) bahwa gugurnya bunga dan polong tersebut akibat tidak tercukupinya kebutuhan asimilat. Dalam keadaan demikian maka pemberian zat pengatur tumbuh tidak akan memberi pengaruh nyata sebagaimana hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dengan kata lain pemberian zat pengatur tumbuh auksin baru akan memperlihatkan pengaruhnya jika kebutuhan fotosintat / asimilat tanaman terpenuhi. Dengan demikian jelaslah bahwa secara umum hasil penelitian ini yang menunjukkan kedua faktor perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan fotosintat / asimilat yang disebabkan terhambatnya proses fotosintesis, sedangkan terhambatnya proses fotosintesis tersebut disebabkan oleh kurang atau tidak tersedianya unsur hara, terutama hara P, dan penyebab tidak tersedianya P dalam tanah pada penelitian ini adalah dikarenakan hara P terikat pada ion-ion Al dalam tanah yang mempunyai pH tanah yang rendah, termasuk tanah pasang surut yang digunakan dalam penelitian ini. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa: Pemberian NAA dan pupuk hayati majemuk cair belum dapat mengurangi absisi organ reproduktif atau meningkatkan produktivitas tanaman kedelai yang ditanam pada tanah pasang surut tipe luapan C, hal ini antara lain dikarenakan pH rendah tanah pasang surut yang berakibat pemberian pupuk hayati majemuk cair pada tanah pasang surut tipe luapan C belum cukup untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara (terutama hara P dan N) sehingga terbatasnya pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai. Hal ini dikarenakan terhambatnya aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat dan penambat N. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2014. Rencana Impor 30.000 ton kedelai tahun ini. http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/01/26/rencana-impor-30000-ton-kedelaitahun-ini.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palemban8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Badan Litbang Pertanian. 2008. Ketersediaan Teknologi dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai Menuju Swasembada dalam Siaran Pers 12 Februari 2008. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. http://www.litbang.deptan.go.id/press/ one/14/. Delita, K. 2006. Pengaruh pemberian 2,4-D terhadap peningkatan penyerapan nitrogen dan produksi kedelai. Laporan penelitian tidak dipublikasikan. Palembang. Fakultas Pertanian Universitas IBA. Departeman Pertanian. 2007. Percepatan Bangkit Kedelai. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian. Jakarta. Devlin, M. R. And F. H. Whitam. 1983. Plant Phisiology. 4th ed. Diliman, Quezon City. PWS Publishers. GoldenArt Printing Corp. . Dominguez, C. And D. J. Hume. 1978. Flowering, abortion and yield or early maturing soybean at three densities. Agron. J. 70 (5) : 801-805. Duthion, C. and A. Pigeaire. 1991. Seed lengths corresponding to the final stage in seed abortion of three grain legumes. Crop Sci. 31 (6) : 1579 – 1583. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Heddy, S. 1993. Hormon Tumbuhan. Jakarta. CV. Rajawali. Heitholt, J. J.; D. B. Egli, J. E. Leggett and C. T. MacKown. 1986. Role of assimilate and carbon-14 photosinthate partitioning in soybean reproductive abortion. Crop Sci. J. 26 (5) : 999-1004. Hidayat, O. O. 1985. Morfologi tanaman kedelai. Dalam Kedelai. Bogor. Balibang Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 510 p : 73-86. Koesrini, K. Anwar dan Nurita. 2011. Perbaikan Kualitas Lahan untuk Meningkatkan Produktifitas Kedelai di Lahan Rawa Sulfat Masam. Abstrak Jurnal Tanah dan Iklim Indonesia Soil and Climate Journal. Edisi Khusus Rawa, Juli 2011. ISSN 1410-7244. Manurung, S. O. 1985. Penggunaan hormon dan zat pengatur tumbuh pada kedelai. Dalam Kedelai. Bogor. Balitbang Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 510 p : 231-241. Marsi. 1995. Potensi, kendala, kepekaan dan pengelolaan lahan basah, sebagai tumpuan pembangunan masa depan sumatera selatan. Aspek kimia tanah. Prosiding Seminar Membaca Kemampuan, Kendala dan Kepekaan Lahan Basah Sebagai Tumpuan Masa Depan Sumatera Selatan. Fakultas Pertanian, UNSRI. Palembang. Hal. 34 Mulia,H. S., A. Akhmad dan R. Hazriani. 2013. Evaluasi Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut Untuk Tanaman Padi Di Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Sains Mahasiswa Pertanian Universitas Tanjung Pura Pontianak Vol.2 No. 1. http://jurnal. untan.ac.id/ index. php/jspp/article/view/2410 Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. Purwanto, R. J. 1993. Pengaruh konsentrasi dan waktu pemberian beberapa zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Tesis Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta (Tidak dipublikasikan). Pusdatarawa. 2014. About Pusdatarawa. http://www.pusdatarawa.or.id/ index. php/tentang-pusat-data-rawa/. [Diakses 15 April 2014] Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan oleh Diah R. Lukman dan Sumaryono. Bandung. Penerbit ITB. Setiawan, A. 2014. Ri Belum Lepas Ketergantungan Impor Kedelai Tahun Ini. http://finance.detik.com/read/ 2014/03/04/200121/2515456/4 / [Diakses 30 April 2014] Suharsono; M. Yusuf dan Dasumiati. 2007. Analisis ragam dan seleksi populasi F3 dari persilangan kedelai kultivar Slamet X Nokonsawon. Palembang. Jurnal Tanaman
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palemban8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Tropika vol.10 (1) : 21 – 28. April 2007. ISSN : 1410-7368 Akreditasi Dikti no. : 23a/DIKTI/Kep/2004. Susanto RH. 2010. Pengelolaan rawa untuk pembangunan pertanian berkelanjutan. Seminar Fakultas Pertanian. UNSRI, Indaralaya. Hal. 173. Tia Aprilia. 2013. Indonesia Harus Impor 1,2 Juta Ton Kedelai. http://www. tribunnews.com/bisnis/2013/12/30/indonesia-harus-impor-12-juta-ton-kedelai. [Diakses 22 April 2014]. Wattimena, G. A. 1988. Zat pegatur tumbuh tanaman. Bogor. Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Weaver, R. J. 1972. Plant growth substances in agriculture. W. H. Freeman and Co. San Fransisco. Wijayakusuma, H. M. H. 2007. Penyembuhan dengan kedelai. Jakarta. Sarana Pustaka Afiat. Tabel 1. Daftar sidik ragam Peubah N Tinggi Tanaman tn Jumlah Cabang produktif tn Jumlah Bunga tn Jumlah bunga jadi polong (polong total) tn Jumlah polong berisi tn Jumlah polong hampa tn Berat 100 biji tn Berat biji per tanaman tn Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata
Perlakuan P NP tn tn
KK (%) 7,94
tn tn
tn tn
22,44 13,86
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
17,51 17,02 19,94 7,75 16,81