Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 Terhadap Informasi Elektronik Dan/Atau Dokumen Elektronik Dan/Atau Hasil Cetaknya Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perdata Enan Sugiarto Hakim Pengadilan Negeri Tegal
[email protected] Abstract Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 20/PUUXIV/2016 contradicts the journey is long practice of civil law in Indonesia has always tried to follow the development of technology and information so that the law becomes outdated, and also at odds with the spirit of Law Of The Republic Of Indonesia Number 11 Of 2008 Concerning Electronic Information And Transactions has provided protection / legal certainty of human activity by means of electronic and information technology is becoming more common. The decision has reduced the provisions that the Electronic Information and / or Electronic Document and / or prints with a valid legal evidence and expand the types of legal evidence, which is known in the procedural law. Constitutional Court ruling has given the interpretation of the phrase electronic information and / or Electronic Records in Article 5 (1) and (2) are not applicable to civil procedural law. Keywords : procedural law, evidence, electronic information, electronic document. Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 20/PUU-XIV/2016 bertolak belakang dengan Perjalanan panjang praktik hukum acara perdata di Indonesia yang selalu berusaha mengikuti perkembangan teknologi dan informasi sehingga hukum menjadi tidak ketinggalan jaman, dan juga berseberangan dengan semangat UU ITE yang telah memberikan perlindungan/kepastian hukum atas aktifitas manusia menggunakan sarana elektronik dan teknologi informasi yang semakin umum dilakukan. Putusan tersebut telah mereduksi ketentuan dalam UU ITE yang menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan memperluas jenis alat bukti hukum yang selama ini dikenal dalam hukum acara yang berlaku. Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah memberikan penafsiran terhadap frasa Informasi Elekronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menjadi tidak berlaku terhadap hukum acara perdata. Kata Kunci: hukum acara perdata, alat bukti, informasi elektronik, dokumen elektronik
maju dan modern, pemanfaatannya telah
Pendahuluan Perkembangan yang sangat pesat
mengubah perilaku masyarakat maupun
dalam bidang teknologi informasi dan
peradaban
komunikasi
mengantarkan
akibatnya kegiatan dan aktifitas manusia
kehidupan manusia menjadi semakin
di berbagai bidang juga mengalami
telah
182
manusia
secara
global,
183
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
perubahan, menjadi hubungan dunia
perkembangannya
tanpa
terjadinya
dikategorikan sebagai tindakan atau
perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
perbuatan hukum yang nyata. Secara
yang berlangsung demikian cepat. Tidak
yuridis, kegiatan pada ruang siber tidak
terkecuali dalam bidang hukum juga
dapat didekati dengan ukuran dan
telah muncul bentuk-bentuk perbuatan
kualifikasi hukum konvensional saja,
hukum baru sebagai akibat langsung
sebab jika cara ini ditempuh akan terlalu
dari kemajuan teknologi. Seiring dengan
banyak kesulitan dan hal yang lolos dari
perkembangan tersebut, maka hukum
pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam
dituntut
ruang siber berdampak sangat nyata
batas
(borderless),
untuk
dapat
perkembangan
yang
mengikuti ada
dalam
masyarakat.
meskipun
saat
alat
ini
buktinya
dapat
bersifat
elektronik. Dengan perluasan alat bukti
Saat ini telah lahir suatu rezim
maka
subjek
pelakunya
dapat
hukum baru yang dikenal dengan hukum
dikualifikasikan sebagai orang yang
telematika atau hukum siber (cyber law)
telah
yang secara internasional digunakan
secara nyata (Clara Lintang Parica, 2009
untuk istilah hukum yang terkait dengan
: 3).
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Hukum
melakukan
perbuatan
Teknologi
informasi
hukum
dan
telematika
komunikasi saat ini seolah menjadi
merupakan perwujudan dari konvergensi
pedang bermata dua karena selain
hukum telekomunikasi, hukum media,
memberikan
dan hukum informatika. Istilah lain yang
peningkatan kesejahteraan, kemajuan,
juga digunakan adalah hukum teknologi
dan
informasi
information
menjadi sarana efektif untuk perbuatan
technology), hukum dunia maya (virtual
melawan hukum. Penggunaan perangkat
world law), dan hukum mayantara.
elektronik
(Lihat Penjelasan Atas Undang-Undang
perkembangan ilmu pengetahuan dan
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
teknologi dengan segala kemudahan dan
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
resiko yang ditimbulkannya inilah yang
Elektronik)
menjadi landasan filosofi dibentuknya
(law
of
Kegiatan melalui sistem elektronik
peradaban
kontribusi
manusia,
sebagai
bagi
sekaligus
bentuk
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
yang menggunakan ruang siber (cyber
Tentang
space)
merupakan
yang
Elektronik (selanjutnya dalam penulisan
sifatnya
virtual,
dalam
ini disebut dengan UU ITE) yang telah
kegiatan namun
Informasi
dan
Transaksi
184
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
disahkan oleh Rapat Paripurna DPR-RI
permasalahan pelanggaran-pelanggaran
pada tanggal 25 Maret 2008.
yang terjadi di dunia maya, karena
Setelah diberlakukan, UU ITE terus
hukum positif yang ada belum dapat
menjadi bahan kajian, begitu luas dan
menjangkau hal-hal tersebut (Ahmad M.
kompleksnya materi yang diatur dalam
Ramli, 2002 : 36). Perlu dibentuknya
UU ITE menyebabkan kajian yang
hukum acara baru sebagai pengganti
dilakuan bukan hanya dalam bentuk
hukum acara perdata yang sekarang,
teoritis tetapi juga kajian secara praktik.
karena hukum acara
Permasalahan
yang
dengan
berlaku merupakan peninggalan Belanda
diberlakukannya UU ITE juga terjadi
yang sudah usang dan tidak mampu lagi
pada
mengakomodasi
bidang
berkaitan
perdata
hukum
keperdataan.
perkembangan
alat
Perkembangan teknologi informasi dan
bukti pada saat ini (O.C Kaligis, 2012 :
komunikasi
3.).
yang
meningkatkan
berpotensi
tindakan
pelanggaran
norma-norma
keperdataan,
pelanggaran (wanprestasi)
baik
Secara umum dalam hukum acara
itu
perdata yang berlaku dikenal ada 5
norma
kontrak
(lima) macam alat bukti, sebagaimana
maupun
perbuatan
tercantum
dalam
Pasal
1866
melanggar hukum, harus diikuti dengan
KUHPerdata dan Pasal 164 HIR/Pasal
tersedianya peraturan yang sesuai, tidak
284 RBg yang terdiri dari; bukti tulisan,
terkecuali peraturan tentang pengajuan
bukti saksi, persangkaan, pengakuan,
alat bukti yang digunakan sebagai
dan sumpah. Selain itu juga dikenal alat
sarana pembuktian di pengadilan.
bukti
pemeriksaan
setempat
(diatur
Terkait dengan hukum pembuktian
dalam Pasal 153HIR/Pasal 180 RBg),
biasanya akan memunculkan sebuah
alat bukti Ahli (diatur dalam Pasal 154
posisi
HIR/Pasal
dilema,
di
salah
satu
sisi
181
RBg),
alat
bukti
diharapkan agar hukum dapat mengikuti
Pembukuan (diatur dalam Pasal 167
perkembangan zaman dan teknologi, di
HIR/Pasal 296 RBg), serta alat bukti
sisi yang lain perlu juga pengakuan
Pengetahuan Hakim (diatur dalam Pasal
hukum terhadap berbagai jenis-jenis
178 ayat (1) HIR dan dalam Undang-
perkembangan teknologi digital untuk
undang Tentang Mahkamah Agung).
berfungsi
sebagai
di
Dengan berlakunya UU ITE, maka
pengadilan (Munir Fuady, 2001 : 151).
alat bukti di persidangan menjadi lebih
Oleh karena itu diperlukan kehadiran
luas lagi, sebagaimana dinyatakan dalam
hukum
Pasal 5 ayat (1) bahwa; “Informasi
yang
alat
dapat
bukti
menjangkau
185
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
elektronik dan/atau dokumen elektronik
bertentangan dengan UUD 1945 dan
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
tidak
bukti hukum yang sah”. Selanjutnya
mengikat sepanjang tidak dimaknai
dalam ayat (2) dinyatakan bahwa;
sebagai alat bukti dilakukan dalam
“Informasi elektronik dan/atau dokumen
rangka
elektronik
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan
dan/atau
hasil
cetaknya
mempunyai
kekuatan
penegakan
hukum
atau/atau
merupakan perluasan dari alat bukti
lainnya yang ditetapkan berdasarkan
yang sah sesuai dengan hukum acara
Undang-undang sebagaimana ditentukan
yang berlaku di Indonesia”.
dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE.
Konstitusi
Republik
Dengan
penegak
atas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Mahkamah
institusi
hukum
diakuinya
hukum
informasi
Indonesia pada tanggal 7 Sepember
elektronik dan/atau dokumen elektronik
2016 telah menjatuhkan putusan dalam
dan/atau hasil cetaknya sebagai alat
perkara
Undang-undang
bukti yang sah di persidangan dan
2008
Tentang
merupakan perluasan dari alat bukti
Informasi dan Transaksi Elektronik dan
yang sah sesuai dengan hukum acara
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
yang
Tentang
berdasarkan pemberian makna oleh
Nomor
Pengujian 11
Tahun
Perubahan
Atas
Undang-
berlaku
di
Indonesia,
undang Nomor 31 Thun 1999 Tentang
Mahkamah
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
memunculkan pertanyaaan
Terhadap
Dasar
menjadi permasalahan penelitian ini
Negara Republik Indonesia yang dijukan
adalah apa implikasi Putusan Mahkamah
oleh Drs. Setya Novanto, pekerjaan
Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016
Anggota
terhadap hukum acara perdata.
Undang-Undang
DPR
putusannya
RI.
Bahwa
dalam
tersebut
Mahkamah
Konstitusi menyatakan
Mengabulkan
Konstitusi
serta
Berdasarkan
rumusan
tersebut, dan yang
masalah
tersebut selanjutnya dalam penelitian ini
permohonan Pemohon untuk sebagian,
diharapkan
dan
putusan
khasanah pengembangan teori ilmu
yang pada pokoknya; bahwa Frasa
hukum pada umumnya dan secara
“Informasi Elekronik dan/atau Dokumen
khusus berkaitan dengan teori tentang
Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan
pembuktian dalam hukum acara perdata
ayat (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE
di Indonesia, selain dapat melengkapi
dan Pasal 26A UU Pemberantasan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tindak
pihak lain dalam bidang yang sama,
selanjutnyamemberikan
Pidana
Korupsi
adalah
menjadi
bagian
dari
186
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
sehingga pada akhirnya diperoleh tujuan
yaitu bahan yang memberi petunjuk
penelitian
maupun
berupa
pemahaman
perspektif
yang
sama
dan
penjelasan
terhadap
bahan
terhadap
hukum sekunder dan primer. Teknik
informasi elektronik dan/atau dokumen
Pengumpulan Bahan Hukum melalui
elektronik
studi
dan/atau
hasil
cetaknya
peraturan perundang-undangan,
sebagai alat bukti dalam perkara perdata
literatur
bagi para Penegak hukum dan para
selanjutnya
pencari keadilan.
menggunakan pisau analisis kualitatif,
Penelitian ini lebih menitikberatkan pada
analisa
perkembangan
penulis alat
bukti
dan
kepustakaan.
diolah
untuk
Dan
dianalisa
yaitu dengan cara deduktif dari asas-asas
terhadap
hukum, serta secara hierarkhi dilakukan
informasi
sinkronisasi antara peraturan perundang-
elektronik dan/atau dokumen elektronik
undangan
yang
dan/atau hasil cetaknya setelah putusan
informasi
dan
Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-
implementasi
XIV/2016.
menganalisis bahan hukum, digunakan interpretasi
mengatur transaksi
teori.
tentang
elektronik,
Dalam
hukum,
rangka
yaitu
proses
pemberian makna dengan masih tetap
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Dengan metode pendekatan
berpegang
pada
teks
peraturan
perundang-undangan.
undang-undang (statute approach) dan Pendekatan
konseptual
approach)
yaitu
(conceptual
beranjak
dari
Hasil Dan Pembahasan
Hukum
acara
perdata
adalah
hukum
sekumpulan peraturan yang mengatur
hukum
tentang cara bagaimana seseorang harus
penelitian ini terdiri dari; Bahan hukum
bertindak terhadap orang lain, atau
primer, yaitu bahan hukum yang bersifat
bagaimana seseorang dapat bertindak
autoritatif dan mengikat, Bahan hukum
terhadap negara atau badan hukum,
sekunder, yaitu bahan hukum yang
demikian juga sebaliknya, seandainya
memberi penjelasan terhadap bahan
hak dan kepentingan mereka terganggu,
hukum
melalui
perkembangan pembuktian.
doktrin Sumber
primer
bahan
seperti
buku-buku
bacaan, tulisan-tulisan ilmiah,
hasil
suatu
pengadilan
badan
sehingga
yang disebut tercapai
tertib
dengan
hukum. Dengan demikian, tujuan hukum
masalah yang diteliti, jurnal hukum, dan
acara perdata adalah tercapainya tertib
lain-lain, serta bahan hukum tertier,
hukum, karena apabila cara bertindak
penelitian
yang
berkaitan
187
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
untuk
mempertahankan
kepentingan dilakukan
yang
hak
dan
terganggu
tidak
itu
melalui
badan
perkara di muka hakim atau pengadilan (Subekti, 1982 : 78). Hukum
pembuktian
(law
of
pengadilan maka akan terjadi tindakan
evidence) dalam berperkara merupakan
main hakim sendiri (eigenrichting) (Efa
bagian yang sangat kompleks dalam
Laela Farikhah, 2015 : 1).
proses ligitasi. Kompleksitas itu akan
Pembuktian adalah penyajian alat-
semakin
rumit
karena
alat bukti yang sah menurut hukum oleh
berkaitan
para pihak yang beperkara kepada
merekonstruksi kejadian atau peristiwa
hakim dalam suatu persidangan, dengan
masa lalu (past event) sebagai suatu
tujuan untuk memperkuat kebenaran
kebenaran (truth). Meskipun kebenaran
dalil tentang fakta hukum yang menjadi
yang dicari dalam proses peradilan
pokok
sengketa,
memperoleh
dasar
menjatuhkan
dengan
pembuktian kemampuan
sehingga
hakim
perdata bukan kebenaran yang absolut
kepastian
untuk
(ultimate truth) tetapi kebenaran yang
keputusan
(Bahtiar
bersifat
Effendie, et all, 1999 : 50). Menurut
bersifat
Subekti,
dengan
namun untuk menemukan kebenaran
meyakinkan
yang demikian pun tetap menghadapi
Hakim tentang kebenaran dalil atau
kesulitan (John J. Counds dalam M.
dalil-dalil yang dikemukakan dalam
Yahya Harahap, Tanpa Tahun : 496).
yang
“membuktikan”
dimaksud ialah
suatu persengketaan. Dengan demikian nampaklah
bahwa
kemungkinan
Asas-asas
(probable),
dalam
hukum
itu
pembuktian diantaranya sebagai berikut;
dalam
Asas ius curia novit, yang mengandung
“persengketaan” atau “perkara” di muka
bahwa Hakim dianggap mengetahui
hakim atau pengadilan (Subekti, 1991 :
akan hukum. Asas audi et alteram
7).
partem, yang artinya bahwa kedua belah
hanyalah
pembuktian
relatif atau bahkan cukup
diperlukan
Dalam
proses
pembuktian
ada
pihak
yang
bersengketa
harus
kegiatan membuktikan. Membuktikan
diperlakukan sama (equal justice under
adalah
tentang
law). Asas actor sequitur forum rei,
kebenaran dalil atau dalil-dalil yang
mengandung arti bahwa gugatan harus
dikemukakan
meyakinkan
hakim
dalam
suatu
diajukan pada pengadilan di mana
sehingga
tampaklah
tergugat bertempat tinggal. Asas ini
hanyalah
dikembangkan dari asas presumption of
diperlukan dalam persengketaan atau
innocence yang dikenal dalam hukum
persengketaan, bahwa
pembuktian
itu
188
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
pidana. Selanjutnya Asas affirmandi
tercantum dalam Pasal 163 HIR/283
incumbitprobatio,
arti
RBg. Secara sepintas mudah untuk
bahwa siapa yang mengaku memiliki
diterapkan, namun sesungguhnya dalam
hak maka ia harus membuktikannya, dan
praktik merupakan hal yang sukar untuk
Asas acta publica probant sese ipsa,
menentukan secara tepat siapa yang
berkaitan dengan pembuktian suatu akta
harus
otentik, yang berarti suatu akta yang
membuktikan
lahirnya tampak sebagai akta otentik
Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata,
serta
1995 : 55).
memenuhi
mengandung
syarat
yang telah
ditentukan dan beban pembuktiannya
dibebani
kewajiban
sesuatu
Kewajiban
(Retnowulan
untuk
membuktikan
terletak pada siapa yang mempersoalkan
sesuatu
otentik tidaknya akta tersebut. Asas
mendalilkan, seperti dalam gugatan
testimonium de auditu, artinya adalah
dalam hal ini adalah penggugat, namun
keterangan yang saksi peroleh dari
apabila
orang lain, saksi tidak mendengarnya
bantahannya, maka dia dibebani pula
atau mengalaminya sendiri melainkan
untuk membuktikan dalil bantahannya,
mendengar dari orang lain tentang
dalam
kejadian
umumnya,
membuktikan dalilnya adalah penggugat
kesaksian berdasarkan pendengaran ini
yang kemudian diikuti oleh tergugat
tidak diperkenankan, karena keterangan
(Sebagai perbandingan adalah Pasal
yang diberikan bukan peristiwa yang
1865
dialaminya
mengajukan
tersebut.
Pada
sehingga
hal
ini
siapa
mengajukan
kesempatan
KUHPerdata;
"Barang
yang
dalil
untuk
siapa atas
merupakan alat bukti dan tidak perlu
mana dia mendasarkan suatu
hak,
lagi dipertimbangkan. Asas unus testis
diwajibkan
nullus testis, yang berarti satu saksi
peristiwa itu; sebaliknya barang siapa
bukan saksi, artinya bahwa satu alat
mengajukan peristiwa-peristiwa guna
bukti
untuk
pembantahan hak orang lain, diwajibkan
membuktikan kebenaran suatu peristiwa
juga membuktikan peristiwa-peristiwa
atau adanya hak. Teori Beban Pembuktian
itu).
tidaklah
cukup
tidak
tergugat
pada
peristiwa-peristiwa
saja
sendiri,
terletak
untuk
dan Kekuatan Pembuktian
Di
dalam
membuktikan
peristiwa-
Dalam hukum acara perdata dalam
pembagian
beban
rangka penilaian keabsahan penggunaan
pembuktian dikenal asas; Siapa yang
alat bukti mengenal prinsip pembuktian
mendalilkan
harus
sebagaimana ditentukan dalam Pasal
juga
163 HIR/283 RBg Jo. Pasal 1865
sesuatu
membuktikannya.
Asas
dia ini
189
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
KUHPerdata yang menentukan bahwa;
hakim tidak boleh melampaui batas-
"Barangsiapa menyatakan mempunyai
batas yang diajukan oleh pihak-pihak
hak atas suatu barang, atau menunjuk
yang beperkara. Pasal 178 ayat (3)
suatu
meneguhkan
HIR/Pasal 189 ayat (3) RBg, melarang
haknya, ataupun menyangkal hak orang
hakim untuk menjatuhkan putusan atas
lain,
harus
perkara yang tidak dituntut, atau akan
Dengan demikian
mengabulkan lebih dari yang dituntut
kedua belah pihak, baik itu penggugat
(Efa Laela Fakhriah, 2015). Namun
maupun tergugat dapat dibebani dengan
demikian pada hakikat tugas hakim itu
beban pembuktian oleh hakim. Hal
sendiri memang seharusnya mencari dan
tersebut bermakna bahwa hakim wajib
menemukan kebenaran materiil untuk
memberikan beban pembuktian kepada
mewujudkan keadilan materiil.
peristiwa
maka
untuk
orang
membuktikannya".
itu
penggugat untuk membuktikan dalil atau
Mengenai alat-alat bukti dan hukum
peristiwa yang dapat mendukung dalil
pembuktian, selain diatur dalam HIR
tersebut, sedangkan bagi tergugat hakim
dan
wajib
KUHPerdata.
memberikan
pembuktian
suatu
untuk
beban
membuktikan
RBg,
juga
diatur
dalam
Akan
tetapi,
karena
hukum pembuktian perdata merupakan
bantahannya atas dalil yang diajukan
bagian
oleh
tidak
pengadilan
pada
kebenaran
menangani
perkara
penggugat.
diwajibkan bantahan
Penggugat
membuktikan tergugat,
demikian
pula
dari
hukum
acara
prinsipnya perdata
perdata, dalam harus
mendasarkan pada hukum pembuktian
sebaliknya tergugat tidak diwajibkan
dari
untuk membuktikan kebenaran peristiwa
KUHPerdata hanya sebagai pedoman
yang diajukan oleh penggugat. Dengan
saja apabila diperlukan, misalnya dalam
demikian, jika penggugat tidak bisa
suatu
membuktikan dalil atau peristiwa yang
dilaksanakan suatu peraturan hukum
diajukannya,
perdata
ia
harus
dikalahkan,
HIR
dan
perkara
yang
RBg,
sedangkan
perdata
termuat
harus
dalam
sedangkan jika tergugat tidak dapat
KUHPerdata dan pelaksanaan ini hanya
membuktikan bantahannya, ia harus
tepat jika hukum KUHPerdata yang
dikalahkan
diikuti (Wirjono Projodikoro : 107).
(Sudikno
Mertokusumo,
2010 : 114). Dalam
Pembuktian dalam perkara perdata, hukum
acara
perdata,
khususnya di Indonesia tidaklah terlepas
kebenaran yang harus dicari oleh hakim
dari Buku Keempat KUHPerdata yang
adalah kebenaran formal, artinya bahwa
mengatur mengenai Pembuktian dan
190
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
Daluwarsa. Selain KUHPerdata, juga
keputusan, Hakim harus tunduk dan
diatur dalam Reglemen Indonesia yang
berdasarkan alat-alat bukti yang telah
dibaharui
1941
ditentukan oleh undang-undang saja,
Buiten
yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal
hanya
164
Nomor
(HIR); 44,
Gewesten
dan
Staatblaad Reglement
(RBg).
HIR
HIR/
284
RBg
dan
1866
diperuntukkan bagi Jawa dan Madura,
KUHPerdata. Di luar alat bukti tersebut
sedangkan RBg diperuntukkan di luar
terdapat
Jawa dan Madura. Pembuktian dalam
dipergunakan
buku
kebenaran terjadinya suatu peristiwa
keempat
KUHPerdata
adalah
alat
bukti untuk
dapat
mengungkap
aspek materiil dari hukum acara perdata,
yang
sedangkan pembuktian dalam HIR dan
pemeriksaan
RBg mengatur aspek formil dari hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 153
acara perdata (Teguh Samudera, 1992 :
HIR/180 RBg dan keterangan ahli
81).
(expertise) yang diatur dalam Pasal 154 Alat bukti merupakan unsur penting
di
dalam
pembuktian
persidangan,
menjadi
yang
sengketa,
setempat
yaitu
(descente)
HIR/181 RBg. Sebagaimana
telah
diuraikan
karena hakim menggunakannya sebagai
sebelumnya, pengaturan mengenai alat
bahan pertimbangan untuk memutus
bukti
perkara. Alat bukti adalah alat atau
KUHPerdata, disebutkan terdiri dari;
upaya yang diajukan pihak beperkara
bukti dengan tulisan, bukti dengan saksi,
yang digunakan hakim sebagai dasar
bukti dengan persangkaan, bukti dengan
dalam memutus perkara. Dipandang dari
pengakuan, dan bukti dengan sumpah
segi pihak yang beperkara, alat bukti
(Alfitra, 2011 : 133). Selanjutnya dalam
adalah alat atau upaya yang digunakan
Pasal 164 HIR/284 RBg, alat bukti
untuk meyakinkan hakim di muka
dalam perkara perdata adalah terdiri
sidang pengadilan. Sedangkan dilihat
dari; bukti dengan tulisan, bukti dengan
dari segi pengadilan yang memeriksa
saksi, bukti dengan persangkaan, dan
perkara, alat bukti adalah alat atau upaya
bukti dengan sumpah.
terdapat
dalam
Pasal
1866
yang bisa digunakan hakim untuk
Praktik di peradilan yang telah lama
memutus perkara (Anshoruddin, 2004 :
terjadi dan menjadi yurisprudensi tetap
25).
adalah mengenai diakuinya alat bukti Pada hukum acara perdata, Hakim
baru di luar dari yang telah ditentukan
terikat pada alat-alat bukti yang sah,
secara limitatif, berupa fotokopi suatu
yang berarti bahwa dalam pengambilan
surat atau akta. Pada Putusan Mahkamah
191
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
Agung RI Nomor 71K/Sip/1974 tanggal
elektronik di Indonesia sudah dimulai
14 April 1976 menyebutkan bahwa
sejak tahun 1997 melalui Undang-
fotokopi dapat diterima sebagai alat
undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang
bukti
disertai
Dokumen Perusahaan. Apabila dilihat
keterangan atau dengan jalan apapun
dari sejarah pembentukannya, Undang-
secara sah dapat ditunjukkan bahwa
undang Nomor 8 Tahun 1997 ini
fotokopi tersebut sesuai dengan aslinya
dibentuk untuk mencabut dan mengganti
(Mahkamah Agung : 549).
ketentuan Pasal 6 KUHD yang mengatur
apabila
fotokopi
itu
Diajukannya fotokopi sebagai alat
mengenai
kewajiban
penyimpanan
bukti di era tahun 1970-an merupakan
dokumen perusahaan yang saat ini sudah
suatu terobosan langkah yang luar biasa
tidak sesuai lagi dengan perkembangan
dan berani keluar dari pakem aturan
dan
yang telah ada dikarenakan fotokopi
khususnya dalam bidang ekonomi dan
pada
telah
perdagangan. Hal ini mengingat pada
dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari
perkembangan teknologi dan efisiensi
oleh
fotokopi
dari sistem pencatatan yang sangat boros
sebagai alat bukti di persidangan masih
dan tidak efisien apabila terus menerus
merupakan hal yang baru dalam praktik
dilakukan pencatatan dalam
di
tertulis seperti buku dan lain sebagainya.
saat
itu
masyarakat,
pengadilan,
meskipun
namun
sehingga
dengan
kebutuhan
hukum
masyarakat,
bentuk
diterimanya fotokopi sebagai alat bukti
Sebagaimana
disebutkan
dalam
yang baru, berarti pengadilan telah
pertimbangan
pembentukan
undang-
mendobrak aturan lama yang dinilainya
undang ini, pada bagian "Menimbang"
telah usang. Mahkamah Agung telah
huruf f dinyatakan bahwa; "Kemajuan
berani
teknologi telah memungkinkan catatan
menggunakan
futuristik
dalam
interpretasi
putusannya
yang
berkaitan dengan penggunaan alat bukti
dan dokumen yang dibuat di atas kertas dialihkan ke dalam media elektronik."
diluar HIR/RBg. Putusan Mahkamah
Terhadap dokumen yang disimpan
Agung inilah yang kemudian menjadi
dalam bentuk elektronik (paperless)
cikal bakal munculnya dan diakuinya
tersebut dapat dijadikan alat bukti yang
alat bukti lain di luar HIR/RBg dan
sah seandainya kelak menjadi sengketa
KUHPerdata yang dapat diterapkan
yang
dalam beracara perdata di pengadilan.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997
Titik pengaturan
awal
pengakuan
terhadap
dan
dokumen
Tentang
diselesaikan
Dokumen
di
pengadilan.
Perusahaan
merupakan hukum khusus (lex specialis)
192
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
terhadap
hukum
pembuktian
yang
Signatures with Guide to Enactment
berlaku sebagaimana diatur dalam HIR
2001 pada article 2 tentang "definition",
dan KUHPerdata (Andar Purba, 2004 :
terdapat istilah "data message" yang
69).
pada Dengan disahkannya UU ITE lebih
mengokohkan
dasar
adalah
informasi
elektronik pada umumnya, yaitu:
bahwa
"Information generated, sent, received
pengertian alat bukti menjadi diperluas,
or stored by electronic optical or
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5
similiar means including, but not limited
ayat (1) bahwa Informasi Elektronik
to, electronic data interchange (EDI),
dan/ atau Dokumen Elektronik dan/atau
electronic mail, telegram, telex or
hasil cetaknya merupakan alat bukti
telecopy; and acts either on its own
hukum yang sah. Dan selanjutnya dalam
behalf or on behalf of the person it
ayat
(2)
Elektronik Elektronik
hukum
dasarnya
dinyatakan;
Informasi
represents".
dan/atau
Dokumen
(Informasi elektronik adalah informasi
dan/atau
hasil
cetaknya
yang
dihasilkan,
dikirim,
diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ataudisimpan oleh alat-alat elektronik
merupakan perluasan dari alat bukti
atau sejenisnya termasuk, tetapi tidak
yang sah sesuai dengan hukum acara
terbataspada electronic data interchange
yang berlaku di Indonesia.
(EDI), surat elektronik, telegram, telex
Pengertian
Informasi
Elektronik
atautelekopi;
dan
tindakan-tindakan
berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU ITE
lainnya untuk kepentingan pribadi atau
adalah satu atau sekumpulan data
atas nama orang yang diwakilkan)
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
(Ahmad M. Ramli, Pager Gunung, dan
pada
Indra Priadi, 2005 : 37).
tulisan,
suara,
gambar,
rancangan,
foto,
electronic
interchange
(EDI),
surat
peta, data
Sedangkan
mengenai
definisi
elektronik
Dokumen Elektronik berdasarkan Pasal
(electronic mail), telegram, perforasi
1 angka (4) UU ITE adalah; Setiap
yang telah diolah yang memiliki arti
informasi
atau dapat dipahami oleh orang yang
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau
mampu memahaminya".
disimpan dalam bentuk analog, digital,
Definisi
informasi
elektronik
elektronik
elektromagnetik, yang
yang
optikal,
atau
menurut UU ITE ini tidak jauh berbeda
sejenisnya,
dari definisi informasi elektronik dalam
ditampilkan, dan/ atau didengar melalui
UNCITRAL Model Law on Electronic
komputer
atau
dapat
dibuat,
sistem
dilihat,
elektronik,
193
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
termasuk tetapi tidak terbatas pada
yang berlaku secara konvensional yaitu
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
foto atau sejenisnya, huruf, tanda,
(KUHPerdata)
angka, kode akses, simbol atau perforasi
Internasional, sementara sebagian lagi
yang memiliki makna atau arti atau
diadopsi dari rekomendasi organisasi
dapat dipahami oleh orang yang mampu
internasional
memahaminya”.
rekomendasi UNCITRAL).
dapat
Dengan
disimpulkan
dokumen
demikian,
bahwa
elektronik
setiap
Hukum
Perdata
(menggunakan
Tidak
sembarang
informasi
pasti
elektronik dan/atau dokumen elektronik
informasi elektronik, namun informasi
dapat dijadikan alat bukti yang sah.
elektronik
Menurut UU ITE, suatu informasi
belum
sudah
dan
tentu
dokumen
elektronik.
elektronik dan/atau dokumen elektronik
Indonesia
dalam
keberlakuan
memandang
hukum
dalam
dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti
apabila
menggunakan
sistem
perkembangan transaksi elektronik atau
elektronik yang sesuai dengan ketentuan
perniagaan
(e-commerce)
yang diatur dalam UU ITE, yaitu sistem
mahzab
elektronik yang andal dan aman, serta
kompromistis, yang menjadi penengah
memenuhi persyaratan minimum yaitu;
dan mengakomodir
pendapat antara
Dapat menampilkan kembali informasi
mahzab klasik dan mahzab modern.
elektronik dan/atau dokumen elektronik
Mahzab ini menganggap bahwa hukum
secara utuh sesuai dengan masa retensi
atau peraturan yang lama sebagian dapat
yang
digunakan tetapi aturan-aturan tersebut
perundang-undangan, Dapat melindungi
perlu diamandemen, dilengkapi dan
ketersediaan,
diadaptasi bahkan diperbaiki sesuai
kerahasiaan, dan keteraksesan informasi
dengan kondisi yang berkembang. Hal
elektronik
tersebut
sistem
elektronik
cenderung
mengikuti
dapat
dilihat
berdasarkan
ditetapkan
dengan
keutuhan,
dalam
elektronik
peraturan
keotentikan,
penyelenggaraan tersebut,
Dapat
ketentuan Pasal 5 sampai Pasal 22 UU
beroperasi sesuai dengan prosedur atau
ITE yang mengatur tentang transaksi
petunjuk dalam penyelenggaraan sistem
elektronik, tanda tangan elektronik,
elektronik tersebut, Dilengkapi dengan
sertifikasi
sertifikasi
prosedur atau petunjuk yang diumumkan
keandalan (trust mark), serta agen
dengan bahasa, informasi, atau simbol
elektronik.
pengaturannya
yang dapat dipahami oleh pihak yang
diserahkan pada hukum atau ketentuan
bersangkutan dengan penyelenggaraan
elektronik,
Sebagian
194
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
sistem elektronik tersebut; dan Memiliki
yang menarik perhatian masyarakat
mekanisme yang berkelanjutan untuk
adalah
menjaga
1538/Pdt.G/2013/PA Tgrs, merupakan
kebaruan,
kejelasan,
dan
kebertanggungjawaban prosedur atau
perkara
petunjuk.
diperiksa
Beberapa Perkara perdata yang dalam
pemeriksaan
di
persidangan
perkara
gugatan di
Nomor
perceraian
Pengadilan
yang Agama
Tigaraksa. Dalam perkara ini Penggugat menghadirkan
bukti
berupa
foto,
mengakui alat bukti berupa informasi
percakapan dalam BBM, dan SMS,
elektronik dan/ dokumen elektronik dan/
selain itu Penggugat juga menghadirkan
hasil cetaknya, diantaranya adalah perkara
ahli dari ITB Bandung untuk menguji
Nomor 300/Pdt.G/2009/PN Tng, antara
keotentikan bukti yang diajukan tersebut
RS. Omni International Hospitals Alam
di muka persidangan. Ahli menyatakan
Sutera Tangerang sebagai Penggugat
bahwa foto, rekaman BBM dan SMS
melawan
sebagai
tersebut adalah asli (Lihat Putusan
Nomor
Nomor
Tergugat.
Prita
Mulyasari Perkara
371/Pdt.G/2011/PN
JktPst,
dalam
pembuktian perkara ini Para Penggugat
1538/Pdt.G/2013/PA
Tgrs,
tertanggal 25 Pebruari 2014). Pertimbangan
Majelis
dalam
mengajukan bukti yang diantaranya
beberapa perkara perdata yang dalam
dinyatakan
“Fotokopi
putusannya menyatakan bahwa bukti
korespondensi surat elektronik (email)
yang diajukan para pihak berperkara
antara Para Penggugat dengan Tergugat”
sebagai alat bukti hasil cetak dokumen
dan Fotokopi halaman depan Tabloid
elektronik dikategorikan sebagai bukti
Suara edisi 18 September 2009 dengan
surat merupakan salah satu bentuk
sumber yang diunduh dari alamat web;
penemuan hukum, yaitu melalui metode
http://issuu.com/mamasmoe/docs/suara_
interprestasi ekstensif dengan memaknai
september_mid_2009.
dalam
Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor
putusannya Majelis yang memeriksa
11 tahun 2008 diperluas maknanya
memberikan pertimbangan antara lain;
untuk menerima alat bukti sebagaimana
bahwa bukti bukti yang diajukan Para
diatur dalam HIR/ RBg. Interpretasi
Penggugat
merupakan
ekstensif inilah yang dalam praktek
korenspondensi surat elektronik (email)
telah banyak mendorong perkembangan
antara Para Penggugat dengan Tergugat,
hukum acara perdata, hal tersebut
bukti tersebut merupakan hasil cetak
dikarenakan interpretasi ekstensif secara
dokumen elektronik. Perkara berikutnya
komprehensif menyelaraskan kebutuhan
sebagai
adalah
195
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
masyarakat acara
dalam
perdata
lapangan hukum dikaitkan
dengan
UUD
1945
dan
tidak
mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang
ketentuan-ketentuan hukum acara yang
tidak
telah ada, sehingga hukum acara yang
dilakukan dalam
berlaku akan selalu mengikuti dan
hukum
menyesuaikan dengan perkembangan
kejaksaan,
kehidupan masyarakat.
penegak hukum lainnya yang ditetapkan
Mahkamah
Konstitusi
Republik
dimaknai
atas
sebagai
alat
bukti
rangka
penegakan
permintaan
kepolisian,
dan
atau/atau
berdasarkan
institusi
Undang-undang
Indonesia pada tanggal 7 September
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31
2016 telah menjatuhkan putusan dalam
ayat (3) UU ITE.
perkara
Pengujian
Nomor
11
Undang-undang
Tahun
2008
Tentang
Lantas bagaimana dalam proses pemeriksaan perkara perdata yang tidak
Informasi dan Transaksi Elektronik dan
melibatkan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
kepolisian dan kejaksaan sebagaimana
Tentang
Undang-
ditunjuk dalam amar putusan Mahkamah
undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Konstitusi tersebut, sedangkan aparat
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
penegak hukum itu tak lagi domain
Terhadap
Dasar
kepolisian, kejaksaan ataupun hakim,
Negara Republik Indonesia yang dijukan
sebagaimana telah ditentukan dalam
oleh Drs. Setya Novanto, pekerjaan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003
Anggota DPR RI. Perkara tersebut
Tentang Advokat juga telah menyatakan
bermula dari keberatan pihak pemohon
Advokat merupakan aparat penegak
atas rekaman suaranya yang dipakai
hukum.
sebagai
Perubahan
Undang-Undang
bukti.
tersebut
Atas
Dalam
Mahkamah
putusannya
Putusan
bertolak
menyatakan; Mengabulkan permohonan
semangat
UU
Pemohon
memberikan
sebagian,
dan
penegak
Mahkamah
tersebut
untuk
Konstitusi
aparat
dengan
yang
telah
perlindungan/kepastian
selanjutnya memberikan putusan yang
hukum
pada
menggunakan sarana elektronik dan
pokoknya;
Frasa
“Informasi
atas
Konstitusi
belakang ITE
hukum
aktifitas
Elekronik dan/atau Dokumen Elektronik
teknologi
dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta
umum dilakukan. Putusan tersebut juga
Pasal 44 huruf b UU ITE dan Pasal 26A
telah mereduksi ketentuan dalam UU
UU
ITE yang menyatakan bahwa Informasi
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Korupsi adalah bertentangan dengan
Elektronik
informasi
yang
manusia
dan/atau
semakin
Dokumen
196
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
Elektronik
dan/atau
hasil
cetaknya
di luar HIR/RBg dan KUHPerdata yang
merupakan alat bukti hukum yang sah.
dapat diterapkan dalam beracara perdata
Serta menambah (memperluas) jenis alat
di pengadilan. Dan juga berdasarkan
bukti hukum yang selama ini dikenal
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997
dalam hukum acara yang berlaku, tanpa
Tentang Dokumen Perusahaan. Maka
mempersoalkan bagaimana alat bukti
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
tersebut dihasilkan sepanjang alat bukti
20/PUU-XIV/2016
dimaksud dapat dipertanggungjawabkan
memberikan penafsiran terhadap frasa
keutuhannya
dan
Informasi Elekronik dan/atau Dokumen
dihasilkan dari sistem elektronik yang
Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan
telah ditetapkan UU.
ayat (2) menjadi tidak berlaku terhadap
(integritasnya)
Perjalanan panjang praktik hukum acara perdata di Indonesia sehingga berjalan
paralel
mengikuti
yang
telah
hukum acara perdata. Salah
satu
karakteristik
yang
membedakan alat bukti berupa hasil
perkembangan teknologi dan informasi
cetak
sehingga
elektronik dalam proses pembuktian di
hukum
menjadi
ketinggalan
jaman,
memperluas
pengertian
tidak sehingga
alat
dokumen
dan/atau
persidangan adalah
informasi
tidak diperlukan
bukti
bentuk aslinya (soft copy) dan cukup
dengan diakuinya Informasi elektronik
hanya dalam bentuk hasil cetakannya
dan/atau dokumen elektronik dan/atau
(print
hasil cetaknya sebagai alat bukti dengan
elektronik antara informasi yang asli
mendasarkan pada sumber hukum acara
dengan salinannya tidak relevan lagi
perdata
untuk dibedakan, sistem elektronik pada
diantaranya
Yurisprudensi
Putusan
adalah Mahkamah
out). Dalam lingkup
dasarnya
beroperasi
dengan
cara
Agung RI Nomor 71K/Sip/1974 tanggal
penggandaan
14 April 1976 yang merupakan suatu
informasi
terobosan langkah yang luar biasa dan
dibedakan lagi dari salinannya. Apabila
berani keluar dari pakem aturan yang
dalam
telah ada dan berani menggunakan
pemeriksaan perkara perdata ternyata
interpretasi futuristik dalam putusannya
terdapat
yang berkaitan dengan penggunaan alat
keaslian dari hasil cetakan (print out),
bukti
hakim dapat menanyakan kepada para
diluar
kemudian
HIR/RBg
menjadi
cikal
sehingga bakal
munculnya dan diakuinya alat bukti lain
yang
sistem
yang
proses
mengakibatkan
asli
tidak
pembuktian
keraguan
mengenai
dapat
dalam
aspek
pihak berperkara maupun kepada ahli. Hal yang sama adalah apabila salah
197
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
satu
pihak
tidak
mengakui
atau
“Kekuatan
pembuktian
suatu
bukti
meragukan keaslian dari alat bukti
tulisan adalah pada akta aslinya. Apabila
berupa hasil cetak dokumen dan/atau
akta yang asli itu ada, maka salinan-
informasi elektronik tersebut, maka
salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah
diperlukannya keterangan ahli untuk
dapat dipercaya, sekadar salinan-salinan
menjadi
hakim
serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan
dan
aslinya, yang mana senantiasa dapat
dalam
dasar
pertimbangan
menentukan
keaslian
selanjutnya hakim menentukan sah atau
diperintahkan mempertunjukkannya”.
tidaknya alat bukti tersebut dalam persidangan.
Kemungkinan
adalah jika
dalam
Sedangkan dalam
Putusan MA
lainnya
Nomor 3609K/Pdt/1985, terdapat kaidah
pemeriksaan di
hukum yang menyatakan bahwa; “Surat
persidangan para pihak berperkara tidak
bukti
ada yang membantah atau menyatakan
diajukan atau tidak pernah ada surat
tidak sama dengan aslinya maka alat
aslinya, harus dikesampingkan sebagai
bukti berupa hasil cetak dokumen
surat bukti”. Ketentuan yang berbeda
elektronik
telah
berkaitan dengan bentuk asli dari alat
memenuhi aspek keaslian sebagai alat
bukti surat yang diajukan di persidangan
bukti dan menjadi alat bukti yang sah.
tersebut
tersebut
Ketentuan
dianggap
yang
diatas
tidak
dapat
pernah
dikembalikan
tidak
kepada asas-asas hukum, yaitu asas lex
diperlukannya bentuk asli dari hasil
specialis derogat legi generalis dan asas
cetak dokumen dan/informasi elektronik
Lex
sebagai alat bukti surat berdasarkan
sehingga
ketentuan dalam Pasal 6 UU ITE.
pertentangan hukum, namun menjadi
Ketentuan tersebut ternyata berbeda
sebuah ketentuan yang berlaku dan
dengan ketentuan yang sudah ada dan
mengikat
berlaku sebelumnya, yaitu Pasal 1888
tertentu.
KUHPerdata
tentang
fotokopi
serta
posterior
derogat
tidak
dalam
legi
menjadi
priori, sebuah
keadaan-keadaan
Yurisprudensi
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Nomor 3609K/Pdt/1985
Simpulan Sejak berlakunya Undang-undang
yang sudah memberikan pengaturan
Nomor
mengenai salinan/fotocopy dari sebuah
Informasi dan Transaksi Elektronik,
surat yang diajukan sebagai bukti di
maka Informasi elektronik dan/ atau
persidangan.
1888
dokumen elektronik dan/ atau hasil
bahwa;
cetaknya diterima sebagai alat bukti
KUHPerdata
Dalam
Pasal
dinyatakan,
11
Tahun
2008
Tentang
198
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
dalam hukum acara yang berlaku.
acara perdata.
Ketentuan tersebut juga memperkuat pengaturan tentang alat bukti dalam bentuk digital yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1997
Tentang
Dokumen
Perusahaan, yang menyatakan bahwa; “Dokumen
Perusahaan
yang
telah
dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah”. Dalam perkembangannya
kedua
peraturan
tersebut telah mendorong hukum acara perdata
terutama
dalam
pengaturan
tentang pembuktian menjadi bersifat lebih terbuka (tidak limitatif).
Daftar Pustaka Buku Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia, Cetakan 1.Jakarta. Raih Asa Sukses. Effendie, Bahtiar, Masdari Tasmin, dan A. Chodari, 1999, Surat Gugat Dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Bandung.Citra Aditya Bakti. Efa Laela Fakhriah, 2015, Perbandingan HIR dan RBG Sebagai Hukum Acara Perdata Positif di Indonesia. Bandung.Keni Media. Munir Fuady, 2001, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata). Bandung. Citra Aditya Bakti.
Perjalanan panjang praktik hukum acara perdata di Indonesia sehingga selalu berusaha tidak tertinggal dan mengikuti perkembangan jaman dengan memperluas
pengertian
alat
bukti
dengan diakuinya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil
cetaknya
sebagai
alat
bukti
berdasarkan pada sumber hukum acara perdata berupa Undang-undang maupun Yurisprudensi
Maka
Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUUXIV/2016
yang
telah
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta. Sinar Grafika. 2005. O.C.
Kaligis, 20102, Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik Dalam Prakteknya. Jakarta. Yasrif Watampone.
Sudikno Mertokusumo, 2010, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi 8. Yogyakarta. Liberty.
memberikan
penafsiran terhadap frasa Informasi Elekronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menjadi tidak berlaku terhadap hukum
Clara Lintang Parica, 2009, Keterkaitan Arsip Elektronik Sebagai Alat Bukti Sah di Pengadilan. Yogyakarta. Badan Perpustakaan dan Arsip DIY.
199 Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia Bandung.Refika Aditama. Ahmad M. Ramli, Pager Gunung, dan Indra Priadi, 2005, Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta. DepartemenKomunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
Subekti. 1982, Hukum Acara Perdata. Bandung. Binacipta. Subekti, 1991, Hukum Pembuktian, Jakarta. Pradnya Paramita. Retnowulan Sutantio, dan Iskandar Oeripkartawinata, 1995, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik. Bandung. Mandar Maju.