EKSPLORASI URGENSI PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI Rr. Sri Handari Wahyuningsih & Ika Nurul Qamari
[email protected] Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstract: This study examines the urgency of entrepreneurial learning in college. The samples were lecturers in three departments, namely Department Management University of Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Department of Agroteknologi UMY, Department of Management UII. The purpose of the study was to explore faculty perceptions of the importance of entrepreneurship education in universities, examines the pattern of entrepreneurship education in force every department at colleges that exist, to examine whether specific differences between the required courses in applied entrepreneurship education, and assess the learning design that is ideal for entrepreneurship courses in each subject. The results showed that entrepreneurial learning is important in college, arguing that entrepreneurial learning is the soft skills and life skills that equip their independence and creativity of students, so students do not depend on the availability of jobs but it will open up job opportunities, able to capture business opportunities, take risks, and solve the problem of unemployment. Important entrepreneurial lessons are performed in parallel, namely by providing entrepreneurship courses load independently and through an integrative approach. For that course of study necessary to evaluate curriculum and learning methods, using the method of learning Student Centered Learning (SCL), accompanied by the case method, apprenticeship, and evaluating business plans, cooperation with the business world, and provide business incubator facilities that link with financial institutions. Keywords: urgency entrepreneurship, Student Centered Learning (SCL), Soft skills PENDAHULUAN Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 11,104,693 orang. Bagi dunia pendidikan di Indonesia, kondisi ini cukup memprihatinkan. Proses pembelajaran yang diarahkan pada penyiapan lulusan untuk memasuki dunia kerja dinilai belum memberikan kontribusi maksimal bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Berbagai sorotan tajam terutama muncul bagi perguruan tinggi. Beberapa pihak menilai belum cukupnya kurikulum perguruan tinggi dalam
236
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
memberikan jawaban terhadap kebutuhan dunia kerja. Dari aspek lain, para sarjana sebagai output perguruan tinggi lebih memilih mencari pekerjaan dengan menjadi pegawai swasta atau negeri daripada menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk itu, perlu ada satu kesadaran kolektif dalam upaya mengatasi problem ketenagakerjaan, terutama para sarjana sebagai tenaga kerja terdidik. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam menyiapkan angkatan kerja terdidik melalui pengembangan pendidikan kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan akan membangun karakter sarjana memiliki mental dan moral yang kuat, jiwa kemandirian, sikap ulet, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta mampu menghadapi persaingan bisnis. Dengan mengembangkan pendidikan kewirausahaan, maka permasalahan pengangguran terdidik di Indonesia terutama para sarjana akan terkurangi. Pengembangan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi merupakan sebuah quantum dalam mempersiapkan lulusan sebagai angkatan kerja terdidik memiliki semangat, pola pikir, dan karakter entrepreneur. Lulusan dengan jiwa enterpreneur akan memiliki daya kreatif dan inovatif, mencari peluang dan berani mengambil risiko. Pendidikan enterpreneur akan memberikan karakter para sarjana memiliki mental dan moral yang kuat, jiwa kemandirian, dan sikap ulet, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, serta mampu menghadapi persaingan global. Untuk mendukung hal ini perlu dilakukan kajian secara mendalam bagaimana penyelenggaraan kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan yang efektif tidak cukup dilakukan dengan memberikan muatan mata kuliah kewirausahaan pada kurikulum yang diselenggarakan tiap perguruan tinggi. Perhatian yang lebih serius tentang penyelenggaraan proses pembelajaran yang bermuatan kewirausahaan pada beberapa mata kuliah yang relevan perlu dilakukan. Disamping itu komitmen pengelola perguruan tinggi dalam mewujudkan lulusan yang memiliki jiwa entrepreneur dalam memasukkan muatan kewirausahaan pada kurikulum yang digunakan perlu diupayakan. Berdasar pengamatan yang dilakukan, belum banyak perguruan tinggi khususnya program studi yang memberikan mata kuliah kewirausahaan pada mahasiswa. Secara umum mata kuliah ini sudah diberikan di program studi bisnis dan manajemen. Sementara untuk program studi lain, pemberian muatan mata kuliah kewirausahaan memiliki pola yang berbeda-beda. Kajian ini ingin menelaah program studi yang telah melakukan proses pembelajaran kewirausahaan, muatan apa saja yang diberikan, dan disain pembelajaran seperti apa yang ideal pada setiap program studi.
237
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, yang mengkaji penerapan pendidikan kewirausahaan pada perguruan tinggi, dengan memfokuskan kajian pada Kurikulum Program Studi. Tujuan penelitian ini adalah: 1)Mengeksplorasi persepsi dosen dan pihak manajemen perguruan tinggi dalam melihat pentingnya pendidikan kewirausahaan di PT, 2)Mengkaji pola pendidikan kewirausahaan yang diberlakukan di program studi pada perguruan tinggi yang ada, 3)Mengkaji apakah diperlukan perbedaan khusus antar program studi dalam menerapkan pendidikan kewirausahaan, 4)Menyusun disain pembelajaran yang ideal untuk mata kuliah kewirausahaan pada setiap program studi KAJIAN PUSTAKA Kualitas lulusan sebagai angkatan kerja salah satunya ditentukan oleh proses pendidikan yang diselenggarakan, antara lain melalui pengembangan kurikulum yang relevan dan didukung SDM berkualitas, serta dilaksanakan dengan proses pendidikan yang tepat dan efektif. Dalam menghasilkan lulusan, perguruan tinggi dihadapkan pada upaya mewujudkan relevansi, yang berkaitan dengan kesesuaian muatan kurikulum yang diterima mahasiswa dengan kebutuhan dunia industri atau dunia kerja pada umumnya. Pengembangan kewirausahaan merupakan terobosan yang disadari semakin penting dalam mencetak angkatan kerja yang kompeten. Pada dasarnya, wirausaha dapat dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan mencakup sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Dari pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan tepat, mengambil keuntungan, memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses. Seorang wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mengaplikasikan sifat kewirausahaan dalam setiap sisi kehidupannya, memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi. Secara lebih lanjut dipaparkan bahwa seorang wirausahawan adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan memiliki motivasi tinggi, yang beresiko dalam mengejar tujuannya. Untuk dapat mencapai
238
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
tujuan-tujuannya, maka diperlukan sikap dan perilaku yang mendukung pada diri seorang wirausahawan. Sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh sifat dan watak yang dimiliki oleh seseorang. Sifat dan watak yang baik, berorientasi pada kemajuan dan positif merupakan sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang wirausahawan agar wirausahawan tersebut dapat maju/sukses. Menurut Casson (1982), yang dikutip Yuyun Wirasasmita (1993) ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki, yaitu: 1. Self knowledge, yaitu memiliki pengetahuan tentang usaha yang akan dilakukannya atau ditekuninya. 2. Imagination, yaitu memiliki imajinasi, ide, dan perspektif serta tidak mengAndalkan pada sukses di masa lalu. 3. Practical knowledge, yaitu memiliki pengetahuan praktis misalnya pengetahuan teknik, desain, prosesing, pembukuan, adiminstrasi, dan pemasaran. 4. Search skill, yaitu kemampuan untuk menemukan, berkreasi, dan berimajinasi. 5. Foresight, yaitu berpandangan jauh ke depan. 6. Computation skill, yaitu kemampuan berhitung dan kemampuan memprediksi keadaan masa yang akan datang. 7. Communication skill, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, bergaul, dan berhubungan dengan orang lain. Seseorang dikatakan mampu, karena mempunyai dua konsep dasar, yaitu memiliki pengetahuan (knowledge) dan kecakapan (skill). Arti dari pengetahuan adalah pemahaman sampai pada kesadaran pikiran manusia terhadap objek tertentu. Sedangkan kecakapan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain dalam sebuah struktur organisasi yang sama. Artinya, kecakapan adalah perwujudan dari konsep pengetahuan yang dimilikinya dan merupakan tampilan proses dalam bentuk pelaksanaan (Mcnight dalam Basuki Ranto, 2007). Kewirausahaan perlu dipelajari oleh calon angkatan kerja di Indonesia. Potensi mengembangkan kewirausahaan bisa dilakukan melalui pendidikan yang diprogramkan dengan cara atau metode yang tepat. Dengan tumbuhnya jiwa wirausaha dalam diri generasi muda, mereka tidak lagi terfokus menjadi generasi pencari kerja semata yang justru menghasilkan banyak pengangguran terdidik. Pendidikan kewirausahaan memberi bekal supaya generasi muda menjadi kreatif melihat peluang berusaha dari kondisi-kondisi yang ada serta menemukan cara untuk bisa memasarkan dan mengembangkan peluang usaha tersebut (Kompas, 23 Oktober 2007).
239
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Melihat kebutuhan bangsa yang cukup besar akibat masih sedikitnya jumlah entrepreneur atau pengusaha yang ada, pendidikan kewirausahaan perlu dikembangkan di sekolah hingga perguruan tinggi. Di Universitas Ciputra yang didirikan oleh keinginan pengusaha Ciputra untuk menghasilkan generasi yang memiliki jiwa wirausaha, pengajaran dilakukan dengan mengembangkan kurikulum kewirausahaan yang dipelajari seluruh mahasiswa. Di Pendidikan Tinggi, mahasiswa diasah dengan mengembangkan penguasaan keilmuan masing-masing, lalu dilengkapi dengan pendidikan kewirausahaan yang terus-menerus lewat pengalaman secara langsung maupun belajar dari para pakar. Dengan metode yang tepat, pendidikan kewirausahaan itu bisa diajarkan kepada siapa saja. Memang tidak semua nanti bisa jadi pebisnis atau pengusaha, tetapi mereka tahu dan terlatih berwirausaha. Pentingnya penerapan kurikulum kewirausahaan di Perguruan Tinggi setidaknya sebagai bekal mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja. Keterbatasan lapangan kerja bukan menjadi kendala untuk berkiprah di dunia kerja. Namun membuka peluang untuk siapa saja bisa berkiprah di dunia kerja. Perguruan Tinggi yang telah memasukkan mata kuliah Kewirausahaan dalam kurikulumnya adalah Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta. Bekal kewirausahaan ini diyakini sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan bangsa ini, terutama masalah pengangguran. Cosmos Hendrawan, Program Development Section Head Binus Entrepreneurship Center di Universitas Binus, mengungkapkan, sejak Desember 2003 lalu telah berdiri (dulu) Center for Entrepreneurship di universitas tersebut (Kompas, 23 Oktober 2007). Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional telah mengembangkan Kegiatan Pengelolaan Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan. Secara umum, Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan di Perguruan Tinggi bertujuan: 1. Menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di dalam lingkungan perguruan tinggi untuk mendorong terciptanya wirausahawan baru. 2. Mendorong pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan menjadi perangkat yang dapat digunakan masyarakat dan bernilai komersial. 3. Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi industri/usaha kecil menengah sehingga dapat menumbuhkembangkan industri-industri kecil dan menengah yang mandiri.
240
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
4.
Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan pelayanan konsultasi terpadu 5. Mendorong akselerasi pemulihan ekonomi (economy recovery) Indonesia melalui penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja dengan tumbuhnya wirausaha baru yang kuat, baik dari segi kualitas barang produksi dan jasa maupun pemasarannya. 6. Menumbuhkembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya income generating unit di perguruan tinggi Indonesia dalam mengantisipasi diberlakukannya otonomi perguruan tinggi Pengembangan budaya wirausaha di perguruan tinggi diharapkan akan mampu meningkatkan kesesuaian lulusan dengan dunia kerja sehingga daya serap lulusan semakin meningkat. Beberapa tulisan dan hasil riset menunjukkan bahwa pengembangan kewirausahaan menjadi bagian penting yang perlu diprogramkan di perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan dengan daya kompetisi tinggi dan dan mampu berkontribusi secara lebih baik di masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Sony HP pada tahun 2007 menunjukkan bahwa kewirausahaan mempengaruhi kapasitas manajemen seseorang. Dengan kata lain kewirausahaan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan bisnisnya. Sejalan dengan hal tersebut, Glancey (1998) dalam Sony HP (2007) mengemukakan bahwa karakteristik wirausaha akan mempengaruhi praktik-praktik manajerial yang pada akhirnya akan mempengaruhi performansi bisnis. Seseorang yang memiliki kewirausahaan tinggi (pengetahuan yang luas, kepribadian yang kuat, memiliki kompetensi teknis, keuangan dan pemasaran) pastilah dia cakap dan mampu dalam mengambil keputusan strategis. Penelitian yang dilakukan Basuki Rianto (2007) mengungkap hubungan antara pengetahuan kewirausahaan dengan kinerja pengusaha. Pengetahuan kewirausahaan mencakup keseluruhan apa yang diketahui tentang berbagai informasi yang diorganisir melalui ranah kognitif secara rasional dan logis dalam menjalankan usaha dengan indikator aspek pengetahuan terdiri dari: (1) pengertian, (2) konsep, (3) istilah; sedangkan kewirausahaan terdiri dari: (1) nilai tambah, (2) pengambilan risiko, (3) berbisnis, (4) penciptaan lapangan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Isdianto mengenai Orientasi Sistem Pendidikan Desain Interior terhadap Motivasi Kewirausahaan Mahasiswa (Mencari Hambatan dan Stimulus) menunjukkan hasil bahwa hampir 100% mahasiswa dari lima angkatan pada program studi desain interior ITB yang disurvey memiliki minat untuk menjadi wirausahawan,
241
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
namun 51% memilih berwirausaha di bidang yang tidak terkait dengan latar belakang pendidikan mereka (desain interior). Bergesernya minat untuk berwirausaha di bidang selain jasa desain interior terjadi bertahap dan signifikan pada tingkat II, III, IV serta V (Tingkat Akhir), porsi terbesar dari bergesernya minat ini terlihat di kalangan mahasiswi. Orang tua dinilai sangat mendorong praktik kewirausahaan, sementara dosen dan kurikulum sebaliknya dianggap tidak memotivasi. Tanggapan negatif ini cenderung meningkat tajam. Selain itu, secara absolut kuliah dianggap tidak pernah memberikan informasi tentang kewirausahaan, media dan jaringan pertemanan merupakan sumber informasi utama. Berdasar uraian diatas menunjukkan pentingnya pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi. Namun tidak setiap program studi mempunyai mata kuliah kewirausahaan yang berdiri sendiri. Disisi lain pendidikan kewirausahaan penting untuk bekal mahasiswa dalam menghadapi persaingan kerja dan memanfaatkan peluang kerja. Untuk itulah penelitian ini perlu dilakukan, yang upayanya adalah memberikan arahan kepada program studi di perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan. METODA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan kurikulum perguruan tinggi (program studi) sebagai obyek kajian. Perguruan Tinggi yang dipilih adalah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Islam Indonesia. Dalam penelitian ini diambil dua fakultas dari masing-masing perguruan tinggi, yaitu fakultas eksak dan sosial. Program Studi yang dijadikan sampel adalah Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program Studi Manajemen Universitas Islam Indonesia, dan Program Studi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pertimbangan pemilihan obyek adalah aksesibilitas dan kemanfaatan hasil penelitian, karena pada saat penelitian ini sedang dilakukan evaluasi kurikulum yang memuat soft skills dan pembelajaran kewirausahaan. Data yang diperlukan adalah data primer dan sekunder. Data primer utama berupa jawaban responden melalui kuesioner yang dibagikan kepada dosen di tiga program studi tentang persepsi dan evaluasi pembelajaran kewirausahaan. Data pendukung berupa hasil diskusi/ FGD dalam forum kajian intensif kurikulum KBK yang dilakukan kerjasama antara Fakultas Ekonomi dan Fakultas Pertanian UMY, dan hasil wawancara terbatas yang dilakukan untuk lebih memperdalam jawaban responden. Data sekunder
242
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
yang digunakan berupa kajian kurikulum program studi manajemen dan agroteknologi. Responden dalam penelitian ini adalah pimpinan fakultas, pengurus program studi, dan perwakilan dosen. Responden diambil dengan mempertimbangkan bahwa mereka adalah pegambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum dan muatannya, setiap perguruan tinggi/program studi akan mempertimbangkan beberapa hal antara lain kebutuhan pasar, tantangan dunia kerja, selain visi, misi, dan tujuan yang perlu menjadi identitas masing-masing perguruan tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian deskripstif. Untuk itu teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis dalam penelitian kualitatif, dengan menggunakan Analisis secara Bertahap dengan proses sebagai berikut. 1. Dokumentasi kurikulum dan satuan Pembelajaran Mata Kuliah dan praktikum/laboratorium. Tahap ini dilakukan untuk mengkaji muatan kurikulum yang ada pada tiap program studi. 2. Analisis tahap awal. Tujuan tahap ini adalah mengidentifikasi apakah pendidikan kewirausahaan telah tercakup sebagai bagian dari muatan kurikulum, baik sebagai mata kuliah secara mandiri, atau dimasukkan sebagai bagian dari proses pembelajaran mata kuliah. 3. Tabulasi Data, dilakukan untuk menyusun rangkuman hasil evaluasi pada tahap kedua, sebagai bahan untuk melakukan FGD. 4. Penyebaran kuesioner. Tahap ini dilakukan dengan cara melakukan survei dengan metoda kuesioner yang dibagikan kepada seluruh dosen pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 5. Tabulasi data dan analisis. Tahap ini dilakukan untuk menjawab masalah penelitian sementara, yang akan dilanjutkan dengan wawancara mendalam dan pelibatan peneliti dalam kajian intensif kurikulum yang dilakukan oleh program studi untuk dapat memperoleh jawaban lebih mendalam dari masalah penelitian yang akan dipecahkan. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada perwakilan responden untuk menambah data yang diperlukan. 6. Penyusunan laporan, merupakan tahap akhir yang dilakukan untuk dapat memaparkan hasil penelitian dan menjawab permasalahan penelitian secara lengkap.
243
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Dokumentasi Kurikulum dan Satuan Pembelajaran MK dan praktikum/laboratorium Analisis Tahap Awal Tabulasi Data
Penyebaran kuesioner
Tabulasi data dan analisis
Kajian intensif, wawancara dan FGD Penyusunan Laporan
Gambar 1 Tahapan Analisis Penelitian HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, sehingga jumlah responden yang dipilih tidak harus memenuhi jumlah tertentu yang disyaratkan dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai sumber data utama. Peneliti memilih teknik penyusunan kuesioner terbuka sebagai instrumen utama dalam penelitian, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih dalam tentang persepsi responden dalam hal pembelajaran kewirausahaan di peguruan tinggi. Penyusunan kuesioner terbuka juga
244
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
memberikan keleluasaan kepada responden dalam menyampaikan pendapat tanpa dipengaruhi oleh pilihan jawaban yang dapat mengarahkan tanggapan responden terhadap pernyataan tertentu. Selain melakukan survei dengan menggunakan kuesioner, peneliti melakukan diskusi dengan perwakilan responden untuk mengekplorasi secara lebih pernyataan-pernyataan dalam butir pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner terbuka. Dalam penelitian ini juga dilakukan dokumentasi hasil diskusi yang terkait dengan pengembangan kewirausahaan dan soft skills di perguruan tinggi sebagai dasar peneliti dalam melakukan kajian dan analisis secara lebih mendalam. Survei dengan menggunakan kuesioner dilakukan selama satu bulan, yaitu selama bulan September. Responden dipilih dari 3 (tiga) program studi dari 2 (dua) perguruan tinggi, yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Islam Indonesia. Ketiga program studi yang dipilih adalah Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, berdasarkan pertimbangan: 1. Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dipilih karena pertimbangan optimasi kemanfaatan. Pada saat penelitian ini dilakukan Program Studi Manajemen sedang mencari formula pembelajaran kewirausahaan sebagai keunggulan program studi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pengembangan Program Studi Manajemen dalam mencari model pembelajaran kewirausahaan di perguruan tinggi. 2. Program Studi Agroteknologi, dipilih karena prodi ini memiliki perhatian yang sangat besar dalam pengembangan muatan kurikulum soft skills dan praktik bisnis. Pada saat penelitian ini dilakukan program studi agroteknologi sedang mulai melakukan diskusi perubahan kurikulum berbasis kompetensi. Ditinjau dari muatan kurikulum dan visi misi prodi agroteknologi ada beberapa muatan mata kuliah yang hampir sama dengan muatan mata kuliah di prodi manajemen, yang mengarahkan mahasiswa pada muatan-muatan kemandirian, jiwa bisnis, kemampuan negosiasi, yang merupakan karakter yang penting dalam kewirausaahaan. Pada saat penelitian ini dilakukan prodi agroteknologi juga sedang menginisiasiprogram Agrotecnology Training Centre (ATC) sebagai media mahasiswa dalam mengasah ketrampilan praktis yang mendukung pembelajaran berbasis kelas.
245
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
3.
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Isalam Indonesia dipilih sebagai pembanding dan benchmark kurikulum dan muatan kewirausahaan. Dengan memilih responden dari prodi manajemen PT lain diharapkan mampu memberi masukan yang lebih kuat dalam mengembangakan disain pembelajaran kewirausahaan di Prodi Manajemen. Seluruh dosen dalam tiga program studi dipilih sebagai elemen populasi, sehingga jumlah kuesioner yang dibagikan adalah 70 kuesioner. Dalam satu bulan jumlah kuesioner yang kembali adalah 42 buah, sehingga responden dalam penelitian ini adalah 42 orang. Berikut disajikan hasil penelitian: Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan bagi Mahasiswa Tujuan pertama dalam penelitian ini adalah mengeksplorasi pentingnya pendidikan kewirausahaan bagi mahasiswa. Berdasar jawaban responden dapat dinyatakan bahwa secara keseluruhan pendidikan kewirausahaan penting diberikan di perguruan tinggi. Dari proporsi hasil pendapat dapat disampaikan 81% responden menyatakan pendidikan kewirausahaan sangat penting diberikan, dan 19% menyatakan penting. Selanjutnya responden memberikan penjelasan sebagai alasan pentingnya pendidikan kewirausahaan sebagai berikut. 1. Merupakan soft skills yang harus diberikan 2. Memberikan bekal kemandirian, tangguh, keuletan 3. Dituntut menciptakan pekerjaan melalui wirausaha 4. Bekal ulet bermasyarakat 5. Tidak tergantung pada sektor formal untuk mengurangi pengangguran 6. Pendidikan Kewirausahaan merupakan lifeskills agar dapar bersaing di dunia global 7. Kepekaan terhadap peluang bisnis, kreatif, inovatif, berani ambil resiko, jiwa mandiri, meningkatkan daya serap lulusan ke dunia kerja, meningkatkan keunggulan prodi/fakultas/universitas 8. Memberikan alternatif karir setelah lulus, mengembangkan potensi mengatasi pengangguran (self employed), menjadi calon pekerja yang memiliki entrepreneurship (intrapreneurship) 9. Dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, baik profit maupun non profit 10. Para lulusan tidak harus bekerja di sektor formal, tapi dapat menciptakan pekerjaan dan menjadi manajer sehingga mengurangi pengangguran
246
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
11. 12. 13.
Input mahasiswa UMY cocok ke arah wirausaha Merubah mental lulusan dari mental menjadi pegawai ke mental berwirausaha Karena Pendidikan Kewirausahaan merupakan life skill agar lulusan PT siap mandiri dan bersaing dalam era global.
Pola pendidikan kewirausahaan yang diberlakukan di program studi pada perguruan tinggi yang ada. Untuk mengkaji persepsi responden terhadap pola pendidikan kewirausahaan maka ditanyakan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kemasan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi 2. Mata kuliah yang mendukung pembelajaran kewirausahaan 3. Metoda pembelajaran kewirausahaan 4. Evaluasi responden terhadap kurikulum yang berjalan saat ini terkait dengan muatan ketrampilan ke mahasiswa 5. Muatan kewirausahaan bagi mahasiswa. Berdasar jawaban responden tentang kemasan pendidikan kewirausahaan dapat disampaikan bahwa: Pembelajaran Kewirausahaan diberikan dengan pemberian muatan mata kuliah kewirausahaan secara mandiri dan memberikan muatan soft skills dalam setiap mata kuliah (45,24%), 26,19% responden menyatakan pola pendidikan kewirausahaan ditanamkan dengan memberikan muatan Mata Kuliah mandiri (sebagai mata Kuliah Kewirausahaan). Sebanyak 4,76% menyampaikan bahwa pendidikan kewirausahaan merupakan muatan soft skills (motivasi, pengembangan diri, pengembangan kepribadian) dan hard skills (rencana bisnis, analisis resiko bisnis) yang ada dalam setiap mata kuliah. Berdasar pendapat responden dapat disampaikan bahwa mata kuliah pendukung pembelajaran kewirausahaan adalah 1. Prodi Agroteknologi: Manajemen Pemasaran, Manajemen Keuangan, Manajemen Produksi, Etika Berwirausaha, Manajemen Agribisnis, manajemen, kehumasan, dasar akuntansi, ekonomi produksi, manajemen produksi tanaman, kapita selekta pertanian, usaha tani, komunikasi bisnis. 2. Prodi Manajemen: Manajemen secara umum, business plan, e-comerce, branding management, Manajemen Investasi, Manajemen Strategik, Achievement Motivation Training (AMT), Technological Skills, Motivasi, Kreatifitas, Studi Kelayakan Bisnis (SKB), semua fungsi manajemen, Small Busniess Management, Leadership for Business management, family business, Small Project Management, Manajemen Waktu,
247
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Manajemen Resiko, Manajemen Bisnis, Perilaku Konsumen, Marketing, Leadership, konsentrasi empat (4) MK pada konteks kewirausahaan, mata kuliah aplikatif, family business, magang, praktik usaha, pemasaran, etika berwirausaha, manajemen keuangan, komunikasi bisnis, akuntansi, soft skills, manajemen, MK yang mengutamakan softskills, afektif dan psikomotorik (praktik lebih banyak), manajemen produksi, keuangan, pemasaran, akuntansi, kehumasan, dasar akuntansi, ekonomi produksi. Dari persepsi responden terhadap evaluasi kurikulum yang sedang berjalan terkait dengan muatan ketrampilan secara keseluruhan responden dari tiga program studi menyatakan muatan ketrampilan sudah diberikan dalam kurikulum saat ini, tetapi masih belum cukup. Dalam kurikulum yang berjalan, pembelajaran masih lebih banyak menekankan pada aspek kognisi, yang belum mendukung penguatan jiwa kewirausahaan mahasiswa, aspek teori masih lebih dominan dibandingkan aspek praktik. Responden menyatakan bahwa kewirausahaan memerlukan model pembelajaran dengan metoda praktik langsung, sehingga diperlukan pembenahan kurikulum dan metoda pembelajaran yang menekankan pada aspek psikomotorik mahasiswa. Terkait dengan muatan kewirausahaan yang seharusnya dikembangkan di program studi, responden menyatakan perlunya restrukturisasi kurikulum, menambah muatan mata kuliah kewirausahaan, pembentukan inkubator bisnis yang link dengan pembiayaan, menyusun studi kelayakan bisnis, mengundang praktisi untuk memberikan wawasan pengalaman sukses dan gagal dalam bisnis, implementasi Student Centre Learning (SCL), simulasi, FGD, problem solving. Perbedaan Penerapan Pendidikan Kewirausahaan antar Program Studi Untuk mengidentifikasi pendapat responden/dosen terhadap pola pendidikan kewirausahaan antar program studi, dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait dengan persepsi responden terhadap pola pendidikan kewirausahaan yang seharusnya diberikan kepada mahasiswa. Responden tidak diberikan pertanyaan secara langsung tentang perbedaan pola pendidikan kewirausahaan antar program studi dengan alasan untuk menjaga bias jawaban responden. Penelitian ini memilih dosen di tiga program studi sebagai responden. Jawaban responden tentang evaluasi pendidikan kewirausahaan dan persepsi mereka terhadap pola pendidikan kewirausahaan merupakan cerminan ekspektasi ideal dosen terhadap pola
248
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
pendidikan kewirausahaan pada program studi masing-masing. Hal ini disebabkan karena dosen di masing-masing program studi secara langsung terlibat dalam kegiatan perencanaan, implementasi dan evaluasi kurikulum dan pembelajaran. Dosen pada program studi masing-masing merupakan pelaku aktif dalam pengembangan kurikulum, evaluasi kualitas input, proses, dan output. Berbagai permasalahan seperti kesenjangan antara kualitas lulusan dan kebutuhan dunia kerja tidak hanya menjadi masalah pengurus program studi dan fakultas, tetapi masalah ini juga menjadi keprihatinan dosen untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Bentuk keterlibatan ini secara logis akan mengarahkan dosen pada pemikiranpemikiran kritis tentang kemajuan program studi sebagai bentuk komitmen organisasi. Dengan demikian jawaban responden tentang pola pendidikan kewirausahaan telah mencerminkan ekspektasi dosen di program studi masing-masing tentang pola pendidikan yang seharusnya diberikan pada program studinya. Secara umum dapat dinyatakan adanya kesamaan persepsi antar dosen dalam memahami pembelajaran kewirausahaan di tiga program studi yaitu program studi manajemen UII, Program Studi Agroteknologi dan Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Ini dapat disimpulkan dari jawaban responden terhadap pertanyaan pertama, yaitu tentang cakupan pendidikan kewirausahaan dalam kurikulum. Mayoritas responden (97,8%) menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan pada dasarnya memberikan bekal soft skills, practical skills, dan life skills kepada mahasiswa, memberikan pengetahuan praktis, dan mendidik mahasiswa untuk menjadi intrapreneur dan entrepreneur. Dari 42 responden hanya satu responden (2,22%) yang menyampaikan bahwa pendidikan kewirausahaan lebih banyak menekankan pada aspek kognisi. Secara lebih dalam responden dari tiga program studi menyampaikan perlunya membekali kewirausahaan dengan lebih banyak memberikan ketrampilan praktik (practical skills) melalui pemagangan, perancangan bisnis, evaluasi bisnis, manajemen resiko bisnis, praktik langsung kewirausahaan/menjalankan bisnis yang mengarahkan mahasiswa pada ketrampilan psikomotorik. Beberapa responden menyatakan kewirausahaan merupakan pendidikan yang memiliki sasaran pada ketrampilan manajerial, kemandirian dan kecakapan hidup. Berdasar jawaban responden tidak diperoleh perbedaan yang mencolok antar program studi dalam penerapan pendidikan kewirausahaan.
249
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Desain Pembelajaran Mata Kuliah Kewirausahaan antar Program Studi Jawaban responden tentang disain pembelajaran kewirausahaan yang ideal untuk masing-masing program studi secara umum dinyatakan bahwa Student Learning Center (SCL) merupakan pilihan dominan dari responden. Ini ditunjukkan oleh pernyataan bahwa SCL dinilai merupakan metoda pembelajaran yang paling cocok (95,23%). Pendidikan kewirausahaan idealnya diberikan kepada mahasiswa dengan menerapkan metoda pembelajaran SCL, dengan dukungan penugasan di luar kelas yang diarahkan pada muatan praktik, seperti menyusun proposal bisnis, evaluasi bisnis, membuat inkubator bisnis dan magang. Selain itu mahasiswa perlu dibekali muatan etika bisnis Islami dan dilakukan kerjasama dengan dunia usaha. Responden menyatakan pentingnya perubahan kurikulum kearah kurikulum yang menstimuli soft skills dan jiwa kewirausahaan mahasiswa. Ini disebabkan karena responden menilai bahwa kurikulum yang ada saat ini masih sangat kurang dalam memberikan bekal kewirausahaan dan soft skills mahasiswa sehingga lulusan belum sesuai harapan pengguna. PEMBAHASAN Permasalahan akan rendahnya kualitas lulusan dalam hal soft skills merupakan permasalahan serius yang harus disikapi perguruan tinggi dengan melakukan perbaikan proses pendidikan yang diberikan. Pendidikan yang diarahkan pada penguatan kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotorik harus dilakukan secara simultan untuk menyelesaikan permasalahan diatas. Dengan cara ini diharapkan kecakapan hidup (life skills) lulusan akan semakin kuat sehingga kemandirian lulusan semakin tinggi, dan obsesi umum lulusan untuk “sekedar menjadi pegawai” bergeser ke kemandirian “menjadi pengusaha”. Membangun jiwa kewirausahaan merupakan salah satu alternatif menyelesaikan segala permasalahan diatas. Perguruan tinggi idealnya harus memiliki disain pembelajaran kewirausahaan yang mampu mendidik mahasiswa pada kemandirian, jiwa inovatif, keberanian mengambil resiko, keuletan, kemampuan negosiasi. Seluruh dimensi ini pada dasarnya merupakan jawaban akan kebutuhan soft skills yang selama ini menjadi isu kesenjangan akan kebutuhan lulusan di dunia kerja dengan kompetensi lulusan. Namun muncul permasalahan selanjutnya yaitu sejauh mana perguruan tinggi dan seluruh komponen yang ada (dosen, pengurus) memiliki kesadaran dan pemahaman tentang hal ini. Dosen merupakan komponen penting dalam melakukan transfer ilmu kepada mahasiswa. Merekalah yang akan secara langsung menjadi pelaku
250
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
dari keputusan perguruan tinggi atau program studi tentang penguatan jiwa kewirausahaan melalui pembelajaran kewirausahaan. Untuk itu, mengeksplorasi tingkat kesadaran dosen akan pentingnya kewirausahaan dan persepsi mereka tentang metoda pembelajaran yang ideal menjadi penting dilakukan. Berdasar hasil survei dengan metode kuesioner terhadap 42 responden/dosen dari tiga program studi yang dilanjutkan dengan wawancara terbatas menunjukkan bahwa pembelajaran kewirausahaan penting dilakukan di perguruan tinggi (81% menyatakan sangat penting dilakukan, dan 19% menyatakan penting). Selanjutnya diungkapkan argumen bahwa pembelajaran kewirausahaan merupakan soft skills dan life skills yang harus diberikan yang membekalai kemandirian dan kreatifitas mahasiswa sehingga mahasiswa tidak tergantung pada ketersediaan lapangan kerja namun justru akan membuka lapangan pekerjaan, mampu menangkap peluang bisnis, mengambil resiko, dan menyelesaikan masalah pengangguran. Pembelajaran kewirausahaan merupakan solusi permasalahan kesenjangan pendidikan yang ada di Indonesia. Berdasar persepsi responden, pembelajaran kewirausahaan penting dilakukan secara paralel, yaitu dengan memberikan muatan mata kuliah kewirausahaan secara mandiri dan melalui pendekatan integratif, yaitu memasukkan unsur soft skills dalam setiap mata kuliah, sehingga tujuan penanaman kewirausahaan tercapai. Untuk itu program studi perlu melakukan evaluasi kurikulum dan metoda pembelajaran. Student Centered Learning (SCL) menurut responden merupakan metoda yang tepat dalam menerapkan pembelajaran kewirausahaan, yang disertai dengan perkuliahan dengan metoda kasus, pemagangan, rencana dan evaluasi bisnis, kerjasama dengan dunia usaha, dan memberikan fasilitas inkubator bisnis yang link dengan lembaga keuangan. Hasil survei menunjukkan bahwa kurikulum yang saat ini diberlakukan di program studi masih lebih berorientasi pada kemampuan kognisi, yang belum memberikan bekal ketrampilan, soft skills, dan penguatan jiwa kewirausahaan kepada mahasiswa secara cukup. Untuk itu diperlukan evaluasi kurikulum dan metoda pembelajaran yang menekankan aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik secara berimbang. Lebih dalam dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tidak terdapat perbedaan pembelajaran pembelajaran kewirausahaan antar program studi. Hal ini dipahami karena pendidikan kewirausahaan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan penguatan kemandirian, kreatifitas, kemampuan menangkap peluang, keberanian mengambil keputusan dan resiko, kepemimpinan, networking,
251
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
yang diperlukan oleh seluruh lulusan dari program studi apapun. Perbedaan yang dapat diberikan oleh masing-masing program studi adalah pada nuansa pembelajaran yang diberikan, disesuaiakan dengan program studinya, misalnya kasus yang diangkat atau jenis inkubator bisnis yang diberikan. Hasil penelitian tentang belum cukupnya dukungan kurikulum kearah penguatan ketrampilan dan muatan kewirausahaan ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan Isdiyanto (2005) yang dari penelitiannya menyimpulkan bahwa motivasi mahasiswa dalam hal kewirausahaan lebih banyak muncul dari orang tua, bukan dari kurikulum dan dosen. Dengan menggunakan sampel mahasiswa tingkat I, II, III, IV, dan V menunjukkan bahwa kurikulum perguruan tinggi dan dosen belum memberikan dukungan kepada mahasiswa dalam hal kewirausahaan. Perkuliahan yang diselenggarakan tidak memberikan informasi yang cukup tentang kewirausahaan, menakankan pada tugas/pekerjaan yang sangat tinggi yang menyerupai kantor, bukan kampus, komunikasi yang terjadi antara dosen dan mahasiswa hanya menekankan pada operasional kerja dan produktivitas tugas, yang menghambat dunia kewirausahaan mahasiswa. Tingginya beban tugas menghalangi peluang mahasiswa dalam mengelola kegiatan lain, sehingga produktivitas diluar konteks kuliah dinilai merupakan ancaman pelaksanaan perkuliahan. Pentingnya pendidikan kewirausahaan disampaikan secara jelas oleh Ciputra (2008). Dia mengungkapkan: “seorang enterpreneur mengubah kotoran dan rongsokan jadi emas...” . Seorang enterpreneur sejati memiliki kapasitas internal yang sangat besar sehingga mampu menemukan kesempatan bisnis walaupun dalam ’kesempitan’ sekalipun. Enterpreneur sejati memiliki daya kreatif-inovatif, mereka adalah pencari peluang sepanjang masa, berani mengambil resiko yang terukur dan percaya bahwa pelayanan pelanggan adalah kunci keberhasilan. Apabila generasi muda Indonesia memiliki pola pikir, karakter dan kecakapan enterpreneur, maka mereka tidak perlu menjadi pemburu kerja dan bergantung pada pemerintah atau orang lain. Generasi muda akan tahu bagaimana caranya untuk tidak menjadi orang ’miskin’. Ini merupakan strategi mewujudkan Indonesia makmur, damai dan sejahtera. Ciputra (2008) menyampaikan bahwa perguruan tinggi sebagai pendidik generasi muda Indonesia perlu mengembangkan kewirausahaan dengan beberapa alasan. Pertama, saat ini kita sudah memiliki terlalu banyak pencari kerja dan terlalu sedikit pencipta kerja. Kedua, pertumbuhan enterpreneur secara keseluruhan akan menciptakan kesejahteraan
252
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
masyarakat yang lebih luas. Ketiga, fakta bahwa kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah yang membutuhkan SDM enterpreneur yang mampu mengolahnya guna kesejahteraan masyarakat bangsa dan negara. Sekolah dan lembaga pendidikan formal adalah sarana terbaik untuk mendidik dan melatih generasi muda karena sekolah merupkan lembaga yang dipercaya masyarakat sebagai ’paspor’ untuk masa depan yang lebih baik. Selain itu, melalui sekolah kita juga dapat menjangkau dan mempengaruhi keluargakeluarga karena jaringan sekolah yang tersebar di setiap pelosok negeri. Berdasar wawancara yang dilakukan, diskusi dalam forum kajian intensif kurikulum berbasis kompetensi, dan FGD tentang kurikulum program studi pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa perguruan tinggi menyadari pentingnya pembelajaran kewirausahaan yang tidak lain merupakan soft skills lulusan. Secara lebih dalam juga disadari bahwa kurikulum yang sekarang ini berjalan merupakan kurukulum yang berbasis isi, belum merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi yang mengarahkan mahasiswa pada kompetensi yang akan dicapai. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, setiap program studi idialnya memiliki sekelompok kompetensi yang ditetapkan sebagai kompetensi program studi, yang akan dicapai melalui rangkaian pembelajaran antar semester. Kompetensi ditetapkan berdasar kebutuhan lulusan di dunia kerja. Berdasar evaluasi selama ini, kebutuhan lulusan di dunia kerja sebenarnya merupakan dimensi-dimensi dalam kewirausahaan, yaitu soft skills yang meliputi kemampuan kritis menangkap peluang, kemandirian, inovasi, kemampuan negosiasi, leadership, dan semangat kerja. Dari analisis tersebut maka semakin disadari pentingnya kewirausahaan dikembangkan di perguruan tinggi. Ciputra (2008) menyatakan bahwa kewirausahaan diperlukan bukan hanya untuk dunia bisnis. Seseorang dengan semangat, pola pikir, dan karakter enterpreneur tidak selalu memiliki pekerjaan sebagai pemilik bisnis. Orang dengan ciri wirausaha memiliki karakter yang mampu membuat perbedaan, perubahan dan pertumbuhan positif dalam profesi dan pekerjaan mereka walaupun di luar bidang bisnis. Kewirausahaan dapat dipelajari oleh siapa pun mereka yang memiliki semangat berkobar. Masalah pengangguran dan kemiskinan melalui pendidikan kewirausahaan dapat dilaksanakan di seluruh tingkatan pendidikan di Indonesia, mulai pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan cara melakukan integrasi pembelajaran kewirausahaan ke dalam kurikulum. Pendidikan Tinggi perlu menciptakan dan mengembangkan Entrepreneurship Center. Ciputra (2008) melanjutkan bahwa dunia kampus merupakan agen
253
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
penting perubahan masa depan bangsa. Ini karena kampus memiliki peran yang tak tergantikan dalam menciptakan budaya wirausaha di Indonesia. Alasan pertama, karena kampus adalah ”terminal” utama generasi muda terdidik untuk masuk ke dalam pasar kerja. Kedua, kampus adalah tempat terbaik untuk melaksanakan pembangunan SDM. Alasan yang terakhir adalah kampus memiliki kelompok SDM pendidik yang memiliki komitmen untuk mengembangkan potensi generasi muda. Entrepreneurship Center di Perguruan Tinggi dapat berperan sebagai: 1. Pusat pengkajian dan pembelajaran kurikulum entrepreneurship 2. Pusat pelatihan entrepreneurship untuk calon sarjana termasuk masyarakat luas 3. Pusat pengembangan bisnis dan implementasi produk hasil riset Perguruan Tinggi 4. Penyedia fasilitas kredit mikro 5. Pengembang usaha modal ventura Selain relevan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini juga sejalan dengan Luhukay (2007), yang dalam orasi ilmiahnya menyampaikan bahwa lulusan perguruan tinggi harus mampu menjadi penghasil kesempatan (wirausaha), bukan lagi sekedar memanfaatkan kesempatan. Lulusan perguruan tinggi harus dibekali tentang kewirausahaan. Untuk itu diperlukan disain pembelajaran kewirausahaan dalam perguruan tinggi yang mampu menyikapi masalah pengangguran di Indonesia. SIMPULAN PENELITIAN Membangun jiwa kewirausahaan merupakan salah satu alternatif menyelesaikan segala permasalahan diatas. Perguruan tinggi idealnya harus memiliki disain pembelajaran kewirausahaan yang mampu mendidik mahasiswa pada kemandirian, jiwa inovatif, keberanian mengambil resiko, keuletan, kemampuan negosiasi. Seluruh dimensi ini pada dasarnya merupakan jawaban akan kebutuhan soft skills yang selama ini menjadi isu kesenjangan akan kebutuhan lulusan di dunia kerja dengan kompetensi lulusan. Namun muncul permasalahan selanjutnya yaitu sejauh mana perguruan tinggi dan seluruh komponen yang ada (dosen, pengurus) memiliki kesadaran dan pemahaman tentang hal ini. Berdasar hasil survei dengan metode kuesioner terhadap 42 responden/dosen dari tiga program studi yang dilanjutkan dengan wawancara terbatas menunjukkan bahwa pembelajaran kewirausahaan penting dilakukan di perguruan tinggi (81% menyatakan sangat penting dilakukan, dan 19% menyatakan penting). Selanjutnya diungkapkan
254
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
argumen bahwa pembelajaran kewirausahaan merupakan soft skills dan life skills yang harus diberikan yang membekalai kemandirian dan kreatifitas mahasiswa sehingga mahasiswa tidak tergantung pada ketersediaan lapangan kerja namun justru akan membuka lapangan pekerjaan, mampu menangkap peluang bisnis, mengambil resiko, dan menyelesaikan masalah pengangguran. Pembelajaran kewirausahaan merupakan solusi permasalahan kesenjangan pendidikan yang ada di Indonesia. Berdasar persepsi responden, pembelajaran kewirausahaan penting dilakukan secara paralel, yaitu dengan memberikan muatan mata kuliah kewirausahaan secara mandiri dan melalui pendekatan integratif, yaitu memasukkan unsur soft skills dalam setiap mata kuliah, sehingga tujuan penanaman kewirausahaan tercapai. Untuk itu program studi perlu melakukan evaluasi kurikulum dan metoda pembelajaran. Student Centered Learning (SCL) menurut responden merupakan metoda yang tepat dalam menerapkan pembelajaran kewirausahaan, yang disertai dengan perkuliahan dengan metoda kasus, pemagangan, rencana dan evaluasi bisnis, kerjasama dengan dunia usaha, dan memberikan fasilitas inkubator bisnis yang link dengan lembaga keuangan. Hasil survei menunjukkan bahwa kurikulum yang saat ini diberlakukan di program studi masih lebih berorientasi pada kemampuan kognisi, yang belum memberikan bekal ketrampilan, soft skills, dan penguatan jiwa kewirausahaan kepada mahasiswa secara cukup. Untuk itu diperlukan evaluasi kurikulum dan metoda pembelajaran yang menekankan aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik secara berimbang. Lebih dalam dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tidak terdapat perbedaan pembelajaran pembelajaran kewirausahaan antar program studi. Hal ini dipahami karena pendidikan kewirausahaan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan penguatan kemandirian, kreatifitas, kemampuan menangkap peluang, keberanian mengambil keputusan dan resiko, kepemimpinan, networking, yang diperlukan oleh seluruh lulusan dari program studi apapun. Perbedaan yang dapat diberikan oleh masing-masing program studi adalah pada nuansa pembelajaran yang diberikan, disesuaikan dengan program studinya, misalnya kasus yang diangkat atau jenis inkubator bisnis yang diberikan. KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki keterbatasan dan memberikan saran sebagai berikut:
255
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
1.
2.
3.
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, yang menemukan model pembelajaran kewirausahaan di perguruan tinggi. Terbatasnya responden dan program studi yang dipilih peneliti berdampak pada kurang tajamnya analisis yang dilakukan, kurang mampu memberikan hasil yang heterogin, dan berdampak pada daya generalisasi penelitian yang terbatas. Untuk itu penelitian yang akan datang diharapkan mengambil obyek program studi yang lebih bervariasi, sehingga hasil mampu memberikan daya generalisasi secara lebih baik. Teknik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini, yang hanya memaparkan hasil survei, untuk selanjutnya disusun analisis berdasar hasil temuan dalam survei (kuesioner, wawancara) dan hasil dokumentasi. Dalam penelitian ini tidak digunakan statistik sebagai alat dalam memaparkan atau menganalisis hasil. Saran bagi program studi: disain pembelajaran yang ideal perlu segera diimplementasikan mengingat pentingnya kewirausahaan yang harus diberikan kepada calon lulusan. Secara lebih dalam, program studi secara umum dapat mengembangkan konsep kewirausahaan yang sama dengan program studi lain. Perbedaan dapat ditekankan pada nuansa pembelajaran (kasus dan simulasi) pada program studi masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA lwasilan AC., 2002. Tujuh Ayat Pembinaan Mahasiswa, Harian Pikiran Rakyat Amir MS, 2000. Wiraswasta: Manusia Unggul Berbudi Luhur, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, Arfan Ikhsan, 2007. “Mencari Variabel yang Mempengaruhi Sikap Mental Entrepreneurial Pemerintah Kabupaten”, Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, No. 08/Th. XXXVI Basuki
Ranto, 2007. “Korelasi antara Motivasi, Knowledge of Entrepreneurship dan Independensi, dan the Entrepreneur’s Performance pada Kawasan Industri Kecil”, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 10/Th. XXXVI Oktober.
Dollinger, 1999. MJ, Entrepreneurship Strategies and Resources, New Jersey: Prentice Hall. Griffin, RW & Ronald J. Ebert, 1996. Business, New Jersey: Prentice Hall,
256
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
http://www.didaktika.com/. 2002. Mahasiswa Baru Perlu Penyesuaian Diri. Harian Umum Kompas http://www.Harian Pikiran Rakyat.com/ , 2002. Siapkan Lulusan Hadapi Pasar Bebas, Harian Pikiran Rakyat http://www.humaniora.com/ 2002. ITS Bekali Mahasiswanya dengan Pengetahuan Tambahan. Harian Umum Kompas http://www.karier.com/. 2002. Lulusan S1 yang kompetitif http://www.kompas.com/ 2006. Bangun Pendidikan Yang Manusiawi, Dekatkan Materi Pelajaran dengan Persoalan Riil Masyarakat Yogyakarta, Harian Umum Kompas http://www.kompas.com/, 2002. Lembaga Pendidikan Harus Memiliki Akuntabilitas, Harian Umum Kompas http://www.kompas.com/, 2004. UAJY Kembangkan pembelajarn aktifreaktif. Harian Umum Kompas http://www.kompas.com/, 2005. Suara Merdeka, Dunia Pendidikan Hadapi Dilema http://www.kompas.com/, 2006. PT Tinggalkan gaya perpeloncoan. 2006. Harian Umum Kompas http://www.kompas.com/. 2006. Kurikulum PT Perlu Diganti. Harian Umum Kompas http://www.kompas.com/. 2006. Kurikulum TI Pendidikan Tinggi Belum Sesuai Kebutuhan, Harian Umum Kompas http://www.kompas.com/.1996: Inflasi Sarjana. Harian Umum Kompas Kompas, Selasa 23 Oktober 2007. “Kewirausahaan Bisa Dipelajari, Perguruan Tinggi Harus Bisa Dorong Mahasiswa Jadi Pengusaha”. Meredith, Geoffrey G. et al, 1996. Kewirausahaan, diterjemahkan oleh Adre Asprayogi, PPM Jakarta. Nurudin. 2004. Menggugat Pendidikan Hard Skill. Harian Umum Suara Merdeka Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 2006. Ditbinlitabmas Dikti, Edisi VI.
257
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Robbins, SP & Mary Coulter, 1999. Management, Sixth Edition, Edisi Bahasa Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta. Russel, Bertrand, Human Knowledge, its Scope and Limits. 1948. London: George Allen and Unwin Ltd, Sadimin. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Efektifkah? Harian Umum Suara Merdeka Safari. 1996. Menilai Kurikulum kita. Harian Umum Banjarmasin Pos Sony Heru Priyanto, April 2007. “Model Struktur Hubungan Lingkungan Eksternal, Kewirausahaan, Kapasitas Manajemen dan Kinerja UsahaTani: Studi Empiris pada Petani Tembakau di Jawa Tengah”, Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, No. 4/Th. XXXVI. Wirutomo. 2002. Kurikulum Perguruan Tinggi. Harian Umum Banjarmasin Pos Zamhuri, Senin 12 November 2007. “Sarjana bermental wirausaha”, Suara Merdeka
258