EKSPLORASI DAN KOMITMEN DALAM MEMILIH JURUSAN DI PERGURUAN TINGGI Alfikalia Abstract This research was conducted to explore the relationship between exploration and commitment in education, with orientation to the future of education. The background of the research was third-year senior highschool students had difficulties in deciding which major they would take when they go to colleges or universities. Those who had decided their major show inconsistent effort to pass the entrance exam for their selected major. It was easy for them to switch major when they fail the try-out exam for the selected major. The samples in this research were third-year senior highschool students who attended university entrance exam preparation class (lembaga bimbingan belajar) at ABC, Bandung, ages 16 to 18 years. The result of this research shows that there is a significant correlation between exploration and orientation to the future in education (rs = 0,65; α = 0,01) and there is also significant correlation between commitment and orientation to the future in education (rs = 0,725; α = 0,01). Keywords: exploration, commitment, orientation to the future.
Pendahuluan Pendidikan saat ini merupakan hal yang sangat menjadi perhatian dalam dunia kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar. Sebaliknya pendidikan yang terbatas (hanya sampai SMA atau SMP), akan membuat peluang kerja untuk mendapatkan penghasilan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan akan semakin kecil. Dengan kondisi sosial saat ini, remaja, terutama yang duduk dibangku SMA semakin menyadari masa depan yang mereka hadapi. Pemikiran-pemikiran mengenai apa yang mereka inginkan untuk diri mereka dimasa depan semakin sering muncul, misalnya saat membicarakan tentang cita-cita. Bidang-bidang pekerjaan di masyarakat saat ini adalah bidangbidang pekerjaan yang sangat terspesialiasi. Artinya, setelah menempuh pendidikan di SMA yang bersifat umum, mereka harus menempuh pendidikan lanjutan di perguruan tinggi yang lebih terspesialisasi karena berhubungan dengan berbagai bidang pekerjaan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi remaja untuk menentukan jurusan apa yang ingin dipilihnya di perguruan tinggi nanti. Sehubungan dengan itu, Bosma (1985; mengacu pada Havighurst, 1953) mengemukakan bahwa mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan (occupation) merupakan salah satu tugas perkembangan remaja (Havighurst, 1953; dalam Bosma, 1985), karena pada saat memasuki masa dewasa awal, bekerja merupakan salah satu tugas perkembangan mereka. Tugas perkembangan ini menunjukkan
Alfikalia Eksplorasi dan Komitmen dalam Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
bahwa berpikir tentang masa depan pada saat remaja akan membantu mereka untuk menyelesaikan tugas perkembangan pada masa dewasa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya berpikir serta merencanakan masa depan bagi remaja. Nurmi (1989) mengemukakan suatu konsep yang disebut sebagai orientasi masa depan, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya di masa depan, yang merupakan proses yang terdiri dari tiga tahap. Proses dimulai dari menetapkan suatu tujuan yang akan diraih dimasa depan, membuat perencanaan untuk mencapai tujuan tersebut dan melaksanakannya, serta mengevaluasi sejauh mana pencapaian tujuan dari rencana yang telah dibuat. Memilih program studi yang individu remaja kehendaki bukanlah suatu hal yang mudah, karena seringkali ditemui bahwa individu remaja mengalami kesulitan untuk memilih program studi yang mereka inginkan. Kejadian yang ada adalah mereka masih belum tahu apa yang mereka inginkan untuk diri mereka di masa depan. Ada kalanya mereka sudah menentukan program studi yang ingin mereka ambil, namun evaluasi mereka tentang diri mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mungkin lulus ujian masuk perguruan tinggi pada program studi yang mereka inginkan, dan setelah itu, mereka tidak tahu alternatif pilihan program studi lain yang sekiranya sesuai dengan kemampuan diri mereka. Adapula siswa kelas III SMA lainnya yang setelah tidak dapat melewati passing grade jurusan yang ia inginkan dalam suatu uji coba UMPTN, langsung memilih jurusan yang passing grade-nya dianggap bisa dilewati, namun jurusan tersebut tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Hasil wawancara dengan koordinator Konsultan Kelulusan Siswa (K2S) pada bimbingan belajar ABC, Bandung, menunjukkan bahwa sebagian besar (sekitar 85 %) dari siswa kelas III SMA yang mengikuti bimbingan belajar ini memilih program studi yang mereka inginkan di perguruan tinggi sesuai dengan “trend” yang sedang berlaku saat ini. Sebagai contoh jika ada tiga pilihan program studi yang menjadi favorit siswa saat ini, maka 85 % dari siswa kelas III bimbingan tersebut akan memilih jurusan-jurusan yang menjadi favorit tersebut, tanpa mempertimbangkan minat, bakat, serta kemampuan mereka. Hanya 15 % dari siswa kelas III tersebut berusaha menyesuaikan diri antara minat, bakat, serta kemampuan mereka dengan program studi yang mereka inginkan. Pada lembaga bimbingan belajar ini juga ditemukan bahwa tingkat kelulusan alumni (siswa kelas III tahun sebelumnya yang tidak lulus UMPTN dan mengulang kembali) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas III yang baru saja tamat SMA. Alumni yang berkonsultasi mengenai pilihan jurusannya terlihat berusaha menyesuaikan antara minat, bakat, dan kemampuannya dengan pilihan program studi yang mereka inginkan. Fenomena di atas menggambarkan bahwa dalam tataran orientasi masa depan yang terkait dengan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tidak semua siswa kelas III SMA sudah dapat menetapkan dengan 25
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 6 No. 1, April 2009: 24-36
pasti tujuan yang terkait jurusan yang diinginkannya. Mengikuti kegiatan bimbingan belajar merupakan suatu bentuk perencanaan dalam usaha mencapai tujuan. Membandingkan antara hasil uji coba UMPTN remaja dengan passing grade jurusan yang diinginkan merupakan suatu bentuk evaluasi. Dari proses evaluasi tersebut terlihat bahwa pada saat remaja tidak bisa mencapai target, mereka bisa dengan cepat mengubah pilihan program studinya ke program studi yang sama sekali tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Menentukan program studi apa yang diinginkan oleh individu dalam rangka melanjutkan pendidikannya merupakan suatu proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan individu pada masa remajanya merupakan suatu usaha individu untuk menegaskan siapa dirinya. Pada saat individu mengambil keputusan mengenai hal-hal yang penting bagi dirinya, maka ia akan mendasarkan keputusan-keputusan tersebut pada dirinya sendiri, menjadikan dirinya sebagai pusat rujukan dari berbagai pengalaman dan aksi-aksi yang dilakukannya. Marcia (1993) menyebutkan bahwa hal ini merupakan salah satu bentuk perasaan bahwa individu memiliki identitas (experience of having identity). Identitas merupakan suatu struktur yang terus mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan identitas bermula sejak bayi mulai membedakan antara dirinya dan obyek-obyek yang ada di sekitar dirinya. Marcia (1993) selanjutnya mengemukakan bahwa dalam pengertian identitas, individu mulai menyadari (aware) karakteristik-karakteristik dirinya dan posisinya di dunia ini. Sebagai contoh, seseorang secara sadar menyadari bahwa ia terpisah dari ibunya, ia merupakan anak dari orang tuanya, adalah orang yang memiliki keahlian dan kebutuhan tertentu, anggota dari suatu kelompok sosial atau agama tertentu, warga negara dari suatu negara tertentu. Marcia (1993) menyebutkan bahwa identitas dalam pengertian di atas adalah identitas yang diberikan atau conferred identity. Pada masa remaja, identitas yang dimiliki oleh individu bukan hanya identitas yang bersifat conferred identiy, melainkan individu mengambil keputusan ingin jadi apa dia, ingin bergabung dengan kelompok yang mana, keyakinan apa yang ingin dianut, ataupun jenis karir apa yang ingin dibinanya. Pada saat individu mulai melakukan proses pengambilan keputusan ini, Marcia (1993) mengemukakan bahwa identitas mulai terbentuk. Dengan demikian, identitas yang dimiliki oleh individu bukan lagi identitas yang diberikan (conferred identiy), melainkan identitas yang ia bentuk sendiri (constructed identiy). Konsep Marcia mengenai identitas didasarkan pada tahapan perkembangan psikososial pada usia remaja dari Erikson, yaitu Identiy vs. Identity Diffusion (Hjelle & Ziegler, 1992). Menurut Marcia, perkembangan identitas individu, dapat dikelompokkan ke dalam 4 tipologi, yaitu Identity Achivement, Foreclosure, Moratorium, dan Identity diffusion, dimana tipologi ini ditentukan oleh dua dimensi, yaitu eksplorasi dan komitmen (Marcia, 1980). Eksplorasi mengacu pada ada tidaknya proses pengambilan keputusan sebelum individu menetapkan pilihannya. Eksplorasi ini 26
Alfikalia Eksplorasi dan Komitmen dalam Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
dilakukan dengan cara membandingkan antara minat, bakat, serta kemampuan individu, dengan alternatif-alternatif pilihan yang ada di lingkungan. Sedangkan komitmen mengacu pada investasi personal individu terhadap pilihannya. Marcia (1993) menyebutkan bahwa komitmen merupakan manifestasi identitas dalam bentuk tingkah laku. Sesuai dengan perkembangan identitas individu, maka individu yang melakukan eksplorasi sebelum menentukan program studi apa yang akan diambilnya di perguruan tinggi, berarti ia melakukan kegiatan pengumpulan informasi tentang pilihan-pilihan program studi yang ada di lingkungannya. Individu yang melakukan eksplorasi berarti ia memiliki informasi yang mendalam mengenai alternatif-alternatif yang ia anggap potensial untuk dipilihnya. individu mengetahui kelebihan serta kekurangan dari masing-masing alternatif yang ia anggap potensial. Individu yang memiliki komitmen terhadap pilihannya menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki keinginan untuk mengimplementasi pilihannya tersebut dalam kehidupannya, seperti mengujicobakan pilihan program studinya dalam kegiatan uji coba SPMB. Individu yang memberikan komitmen terhadap pilihan program studinya memiliki rasa aman terhadap pilihannya dan tidak merasa cemas bahwa ia tidak dapat lulus pada program studi tersebut. Individu yang memberikan komitmen terhadap pilihannya juga tidak memiliki keinginan yang kuat untuk mengganti pilihannya, walaupun ia melihat ada pilihan yang lebih baik dari pilihannya saat ini. Informasi yang didapatkan individu dari hasil eksplorasinya akan membantu individu dalam menetapkan program studi apa yang ingin dicapainya di masa depan, karena pada saat melakukan eksplorasi, remaja membanding-bandingkan berbagai pilihan yang dianggapnya potensial. Kemampuan kognitif individu yang telah mencapai tahap formal operasional, membuatnya mampu untuk melakukan penalaran secara hipotetik (hypothetical reasoning) sehingga dapat mengambil kesimpulan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada (Dacey & Kenny, 1997). Nurmi (1991) menyebutkan bahwa eksplorasi yang dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan minat individu sangatlah penting, karena informasi yang dihasilkannya akan membuat individu mampu menetapkan suatu tujuan yang realistik. Komitmen yang diberikan individu terhadap pilihan program studinya, menunjukkan adanya keinginan individu untuk mewujudkan pilihannya tersebut dalam kehidupan personalnya. Hal ini menunjukkan adanya keinginan individu untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkannya, sehingga pada saat individu berusaha untuk merealisasikan tujuannya, ia akan melakukannya dengan sungguhsungguh. Fenomena–fenomena yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan terdapat permasalahan pada saat siswa memutuskan program studi apa yang akan diambilnya di perguruan tinggi nanti. Ketidaktahuan siswa tentang program studi apa yang akan diambilnya di 27
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 6 No. 1, April 2009: 24-36
perguruan tinggi nanti menunjukkan kurangnya siswa dalam melakukan pencarian informasi tentang program studi-program studi yang ditawarkan oleh perguruan tinggi. Siswa yang tidak mempertimbangkan minat serta kemampuannya serta hanya terpaku pada satu pilihan program studi saja, menunjukkan siswa tersebut tidak melakukan eksplorasi. Adanya individu yang merubah pilihannya dengan pilihan lain yang belum pernah ia pertimbangkan sebelumnya, menunjukkan kurang kuatnya komitmen individu terhadap pilihannya tersebut, dan kecilnya motivasi individu untuk dapat lulus pada program studi yang diinginkannya di perguruan tinggi. Kurangnya eksplorasi yang dilakukan siswa, kurang kuatnya komitmen yang diberikan siswa terhadap pilihan program studi, dapat membawa dampak pada orientasi masa depan siswa. Siswa bisa tidak mendapatkan informasi yang memadai yang dibutuhkannya untuk menspesifikasikan minatnya sehingga ia dapat menetapkan tujuan apa yang ingin dicapainya di masa depan, dan membuat perencanaan-perencanaan untuk mencapai tujuannya, serta melaksanakan rencana-rencana yang telah ia buat. Dalam mengevaluasi tujuan yang telah ia tetapkan, siswa yang tidak melakukan eksplorasi, tidak memiliki komitmen yang kuat mungkin akan merasakan bahwa ia tidak memiliki andil terhadap pencapaian tujuan yang telah ia tetapkan, dan pesimis bahwa ia dapat mencapai tujuannya tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara eksplorasi, komitmen pada area pendidikan, dengan orientasi masa depan dibidang pendidikan. Dari penelitian diharapkan bisa diketahui hubungan seperti apakah yang terjadi antara eksplorasi dan komitmen pada area pendidikan dengan orientasi masa depan di bidang pendidikan pada siswa kelas III SMA. Metode Penelitian A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara variabel eksplorasi dan komitmen pada area pendidikan dengan variabel orientasi masa depan dibidang pendidikan pada siswa kelas III yang mengikuti bimbingan belajar ABC. Perhitungan antara variabel eksplorasi dan variabel komitmen, masing-masing dengan variabel orientasi masa depan dinyatakan dalam nilai koefisien korelasi (rs) B. Sampel Penelitian Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode convenient sampling (Creswell, 2005). Sampel penelitian diambil satu lokasi bimbingan belajar ABC, Bandung. Dari seluruh kelas bimbingan untuk kelas III dipilih beberapa kelas secara acak, sehingga terkumpul sejumlah 132 responden dengan rentang usia 16-18 tahun. 28
Alfikalia Eksplorasi dan Komitmen dalam Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
C. Variabel Penelitian Variabel-variabel dari penelitian ini adalah variabel eksplorasi dan komitmen, dan variabel orientasi masa depan. Penjabaran dari setiap variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Eksplorasi Dalam penelitian ini, eksplorasi dilihat dari pengetahuan yang dimiliki individu mengenai alternatif-alternatif yang ada (knowledgeability), adanya aktifitas pengumpulan informasi mengenai alternatif-alternatif yang dipertimbangkan (information gathering), terdapat bukti adanya pertimbangan terhadap berbagai alternatif pilihan (considering alternative potential elements), warna emosi (emotional tone), dan adanya keinginan untuk membuat keputusan lebih awal (desire to make an early decision). 2. Komitmen Ada tidaknya komitmen dapat dilihat dari pengetahuan yang dimiliki individu mengenai alternatif yang dipilihnya (knowledgeability), aktifitas yang dilakukan untuk mengimplementasikan alternatif yang dipilih (implementing the chosen alternative), warna emosi (emotional tone), identifikasi dengan orang yang signifikan dengan individu, proyeksi masa depan individu (projections of one’s personal future), dan daya tahan untuk berubah (resistance to being swayed). 3. Orientasi masa depan Berdasarkan konsep Nurmi (1991), pengukuran terhadap orientasi masa depan seseorang dilakukan dapat dilihat dari motivasi yang dimiliki individu tentang masa depannya sampai ditetapkannya tujuan yang ingin dicapainya di masa depan, pembuatan rencana untuk mencapai tujuan tersebut, dan kemudian evaluasi individu mengenai sejauh mana perencanaan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. D. Alat Ukur Penelitian Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel dalam penelitian ini berbentuk kuesioner. Pilihan respon terhadap pernyataanpernyataan dalam alat ukur diberikan dalam bentuk skala Likert, dengan kategori respon 1) Sangat Sesuai (SS); 2) Sesuai (S); 3) Kurang Sesuai (KS); 4) Tidak Sesuai (TS); dan 5) Sangat Tidak Sesuai (STS). Respon SS sampai dengan STS memiliki rentang nilai 5 hingga 1 untuk item positif dan sebaliknya pada item negatif urutan skor berubah, dimana respon SS (sangat sesuai) bernilai 1, sampai dengan respon STS (sangat tidak sesuai) yang bernilai 5. Pada alat ukur orientasi masa depan terdapat dua item pertama yang memiliki bentuk pertanyaan yang berbeda dengan item-item lainnya. Pertanyaan tersebut bertujuan untuk melihat apakah individu sudah berhasil menetapkan pilihan jurusan serta perguruan tinggi yang ingin ia 29
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 6 No. 1, April 2009: 24-36
ambil pada saat mengikuti UMPTN. Terdapat 5 (lima) pilihan jawaban dengan rentang antara belum memikirkan/menetapkan jurusan/perguruan tinggi yang diinginkan (skor 5) dan sudah dapat menetapkan/tahu dengan pasti jurusan/perguruan tinggi yang dituju. Jumlah item, indeks reliabilitas, serta indeks korelasi item dengan total pada masing-masing alat ukur eksplorasi, komitmen, dan orientasi masa depan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Jumlah item, indeks reliabilitas, serta indeks korelasi item dengan total pada masing-masing alat ukur eksplorasi, komitmen, dan orientasi masa depan Alat Ukur Jumlah item Indeks reliabilitas Rentang korelasi item-total Eksplorasi 29 0,8357 0.206 – 0.625 Komitmen 35 0,9023 0.206 – 0.757 Orientasi masa depan 40 0,9235 0.274 – 0.764 Catatan: Perhitungan rentang korelasi item-total dan indeks reliabilitas dilakukan pada sampel untuk uji coba alat ukur (N = 40). Korelasi item total dihitung menggunakan metode korelasi Spearman dan indeks reliabilitas dihitung menggunakan metode cronbach-α, setelah item-item yang dengan indeks korelasi item-total yang tidak signifikan dibuang.
Hasil dan Pembahasan A. Hasil Hasil korelasi antara masing-masing variabel eksplorasi dan komitmen dengan orientasi masa depan dengan menggunakan metode korelasi Spearman menunjukkan hasil yang signifikan. Terdapat korelasi yang signifikan antara variabel eksplorasi dan orientasi masa depan (rs = 0,645; α = 0,01). Demikian pula halnya dengan antara korelasi antara variabel komitmen dan orientasi masa depan (rs = 0,737; α = 0,01). Analisis tambahan dilakukan untuk melihat korelasi masing-masing variabel eksplorasi dan komitmen dengan dimensi-dimensi dalam orientasi masa depan. Hasil korelasi antara masing-masing variabel eksplorasi dan komitmen dengan masing dimensi motivasi, perencanaan, dan evaluasi menunjukkan hasil yang signifikan, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Analisis terhadap jumlah siswa yang telah dapat menentukan menentukan pilihan jurusan yang ingin dipilihnya pada saat UMPTN menunjukkan bahwa dari 132 sampel, hanya 48 orang (36,37 %) yang sudah dapat menentukan pilihan jurusan dan perguruan tinggi yang ingin dipilihnya pada saat UMPTN
30
Alfikalia Eksplorasi dan Komitmen dalam Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
Tabel 2. Hasil korelasi antara masing-masing variabel eksplorasi dan komitmen dengan masing dimensi motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Motivasi Perencanaan Evaluasi Eksplorasi 0.680** 0.618** 0.453** Komitmen 0.766** 0.650** 0.602** Catatan: ** Korelasi signifikan pada α = 0,01
B. Hubungan antara Eksplorasi dengan Orientasi Masa Depan Ekplorasi yang dilakukan oleh individu mengenai pendidikannya di masa depan menunjukkan usaha individu untuk dapat memutuskan program studi apa yang ingin diambilnya di perguruan tinggi nanti. Individu yang cukup berhasil melewati tahap perkembangan psikososial sebelumnya (industry vs. Inferiority), individu tersebut akan memasuki tahap perkembangan Identity vs. Identity diffusion dengan menyadari kelebihan serta kekurangan dirinya (Archer, 1993). Pada saat individu melakukan eksplorasi sebagai upaya untuk mencapai keputusan mengenai program studi yang diinginkannya di masa depan, ia akan mempertimbangkan kelebihan serta kekurangan dirinya, dan membandingkannya dengan pilihan yang ada di lingkungan. Dalam kerangka orientasi masa depan, eksplorasi yang dilakukan oleh individu akan membantu mereka dalam menspesifikkan tujuan yang ingin mereka raih dimasa depan (Nurmi, 1989). Pada saat individu melakukan eksplorasi, ia akan mendapatkan berbagai informasi dari lingkungan mengenai program studi apa yang bisa diambilnya di perguruan tinggi nanti. Dengan individu melakukan eksplorasi, ia akan mendapatkan pengetahuan mengenai pilihan-pilihan yang dianggapnya potensial, serta kelebihan serta kekurangan dari masing-masing pilihan yang dianggapnya potensial tersebut, serta membandingkannya dengan kelebihan serta kekurangan dirinya. Dengan kemampuan hypothetical reasoning individu, ia dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan dari setiap pilihan yang ia pertimbangkan, sehingga ia bisa sampai pada suatu kesimpulan tentang program studi apa yang ingin ia ambil di perguruan tinggi nanti. Saat individu melakukan eksplorasi, ia sedang berada dalam proses pengambilan keputusan, tapi keputusan tersebut belum ia buat. Semakin individu merasa ia harus mengambil keputusan, akan semakin cepat individu membuat keputusan mengenai pendidikannya di perguruan tinggi. Tahapan berikutnya setelah individu menetapkan tujuan, adalah membuat suatu perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Nurmi (1991) menjelaskan bahwa pada tahapan ini, individu akan membuat representasi dari tujuan yang ingin dicapai, membuat perencanaan untuk mencapai tujuan tersebut, dan melaksanakan rencana yang telah dibuat. Pada saat melaksanakan rencananya tersebut, individu sekaligus mengevaluasi apakah rencana yang dibuatnya semakin membawa individu mendekati tujuan atau tidak. Jika tidak mendekati tujuan, maka dibutuhkan suatu rencana baru untuk mencapai tujuan tersebut, bahkan 31
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 6 No. 1, April 2009: 24-36
individu mungkin saja mencari tujuan alternatif yang masih dapat mengakomodasi minatnya (Nurmi, 1989). Eksplorasi yang dilakukan individu sebelum ia menetapkan tujuan yang ingin dicapainya akan memberikan banyak informasi bagi individu yang dapat membantunya untuk membuat suatu perencanaan yang efektif. Bila hasil evaluasi individu terhadap pelaksanaan rencananya membuat individu harus mencari tujuan alternatif untuk mengakomodasi minatnya, maka eksplorasi yang dilakukan individu akan memudahkan dirinya untuk menetapkan tujuan alternatif tersebut. Hal ini dimungkinkan karena pada saat individu melakukan eksplorasi, individu tidak hanya mempertimbangkan satu pilihan saja, melainkan lebih dari satu pilihan yang dianggapnya potensial. Tahap akhir dalam proses orientasi masa depan adalah tahap evaluasi, dimana individu mengevaluasi kemungkinan tercapainya tujuan yang telah ia tetapkan. Evaluasi dilakukan dengan melihat kemungkinan pencapaian tujuan, baik secara kognitif ataupun afektif. Secara kognitif, individu mengevaluasi kesempatannya untuk mengontrol masa depannya (Nurmi, 1989). Eksplorasi yang dilakukan individu merupakan suatu upaya aktif yang dilakukan oleh individu untuk dapat mencapai suatu keputusan mengenai program studi yang diinginkannya di perguruan tinggi. Individu tidak menerima begitu saja pilihan-pilihan yang ada, tapi pada saat keputusan diambil nanti, hal itu didahului oleh usaha aktif individu untuk dapat mencapai suatu keputusan. Individu dapat melihat bahwa adanya usaha yang ia lakukan untuk menetapkan pilihan program studi yang akan diambilnya diperguruan tinggi. Ia telah mempertimbangkan minat, dan bakat serta kemampuannya sebelum memutuskan program studi yang akan diambilnya. Dengan demikian individu yang melakukan eksplorasi terlebih dahulu sebelum menetapkan pilihan program studinya akan menilai bahwa ia memiliki peran dalam menetapkan masa depannya, sehingga keberhasilan ataupun kegagalannya dalam mencapai tujuan disebabkan karena usaha yang telah ia lakukan. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa semakin tinggi intensitas eksplorasi yang dilakukan individu, ia akan semakin terbantu dalam menspesifikkan tujuannya dimasa depan sesuai dengan minatnya, dan semakin individu mendapatkan alternatif-alternatif pilihan program studi yang dapat ia jadikan sebagi tujuan pendidikannya dimasa depan. Hasil eksplorasi individu akan membantu individu dalam membuat perencanaanperencanaan untuk mencpai tujuan yang telah ditetapkannya tersebut. Pada saat mengevaluasi kemungkinan untuk mencapai tujuan yang telah ia tetapkan, individu yang melakukan eksplorasi sebelum menetapkan tujuan dapat melihat bahwa ia memiliki andil dalam menetapkan masa depannya. C. Hubungan antara Komitmen dengan Orientasi Masa Depan Komitmen mengacu pada pembuatan satu keputusan yang bulat terhadap elemen identitas dan melakukan aktifitas-aktifitas yang signifikan dalam mengimplementasikan pilihannya (Waterman; dalam Marcia, 1993). Untuk menentukan ada tidaknya suatu komitmen berarti bahwa elemen 32
Alfikalia Eksplorasi dan Komitmen dalam Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
identitas individu berfungsi sebagai panduan yang penting untuk melakukan aksi dan tidak berpikir untuk melakukan perubahan yang berarti terhadap pilihan identitasnya. Salah satu bentuk elemen identitas adalah pilihan program studi yang akan ditempuh individu di perguruan tinggi nanti. Komitmen diberikan pada satu pilihan program studi yang menjadi pilihan individu dan akan menjadi suatu arahan bagi tingkah laku individu dalam rangka mewujudkan komitmennya tersebut. Dengan demikian, pada tahap awal orientasi masa depan, yaitu tahap motivasi, individu telah memiliki suatu tujuan yang ingin diraihnya di masa depan. Komitmen individu terhadap pilihannya akan membuat individu berpegang kuat terhadap pilihannya itu, dan tidak memiliki keinginan atau memiliki keinginan yang kecil, untuk mengganti pilihannya tersebut. Tahap perencanaan merupakan tahapan berikutnya setelah tahap motivasi. Pada tahap ini individu membuat suatu perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan melaksanakan rencana tersebut. Komitmen yang diberikan individu terhadap pilihannya memberikan arahan bagi tingkah laku yang ditampilkan individu, sehingga akan terlihat bagaimana usaha individu untuk mengimplementasikan pilihan program studinya. Usaha ini bisa terlihat antara lain melalui pembuatan perencanaan untuk dapat lulus pada program studi yang menjadi pilihannya. Individu yang memiliki komitmen yang kuat terhadap pilihannya akan berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan rencana-rencana yang telah ia buat. Tahapan selanjutnya dalam orientasi masa depan adalah mengevaluasi kemungkinan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Komitmen individu terhadap pilihannya menunjukkan bahwa individu memiliki perasaan tenang, puas terhadap pilihannya tersebut, dan adanya keyakinan individu bahwa ia dapat mewujudkan pilihan yang ia tetapkan. Keyakinan individu ini akan menimbulkan perasaan optimis dalam diri individu bahwa ia dapat mencapai tujuannya tersebut pada saat ia mengevaluasi kemungkinannya untuk mencapai tujuan. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa semakin kuat komitmen individu terhadap tujuan yang telah ditetapkannya, individu akan semakin kokoh dalam menjalankan pilihannya, dan hal ini dapat terlihat dari perencanaan-perencanan yan dilakukan individu untuk mewujudkan tujuannya. Komitmen individu terhadap pilihannya yang disertai keyakinan bahwa ia dapat mewujudkan tujuannya tersebut akan membuat individu semakin optimis bahwa ia dapat mencapai tujuan yang telah ia tetapkan untuk pendidikannya dimasa depan. Dari 132 responden yang ada baru 48 orang yang sudah menetapkan pilihan mengenai program studi yang ia inginkan serta perguruan tinggi tempat ia akan mengambil program studi tersebut. 84 orang lainnya masih belum dapat secara tegas mengatakan bahwa mereka telah menetapkan program studi yang diinginkan serta perguruan tinggi yang ingin dituju. Banyaknya responden yang belum menetapkan pilihan program studinya 33
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 6 No. 1, April 2009: 24-36
mungkin disebabkan karena mereka masih memfokuskan diri untuk menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN). Hasil wawancara informal dengan beberapa siswa ABC diketahui bahwa mereka lebih mencemaskan hasil UAN daripada memikirkan tentang pendidikan perguruan tinggi, disebabkan karena hasil UAN menentukan kelulusan mereka. Jika hasil UAN dibawah rata-rata yang telah ditetapkan sekolah, mereka harus mengulang UAN tersebut tahun berikutnya, dan mereka dinyatakan tidak lulus. Berdasarkan uraian yang diberikan, maka fenomena yang dilihat oleh peneliti mengenai kesulitan yang dialami oleh siswa dalam menentukan pilihan program studinya bisa saja disebabkan karena kurangnya siswa dalam mengeksplorasi pilihan program studi apa yang tersedia untuk dirinya, atau jika siswa telah menetapkan suatu pilihan, ia tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap pilihannya, sehingga yang terlihat adalah kebingungan siswa mengenai pilihan studi apa yang akan ia pilih. Kesimpulan dan Saran Hasil yang bisa diambil dari penelitian ini adalah bahwa eksplorasi yang dilakukan akan membantu siswa dalam memperjelas tujuan yang ingin dicapainya dimasa depan, dalam hal ini program studi yang ingin diambilnya di perguruan tinggi, serta perguruan tinggi yang ingin ditujunya. Informasi yang berhasil dikumpulkan siswa melalui eksplorasi yang dilakukannya, akan membantu siswa dalam membuat perencanaan yang efektif untuk dapat lulus pada program studi yang ia inginkan. Eksplorasi tersebut juga dapat membantu siswa dalam mencari alternatif tujuan yang dapat mengakomodasi minatnya. Komitmen kuat yang diberikan siswa terhadap pilihannya akan membuat siswa berusaha keras untuk merealisasikan rencana yang telah dibuatnya untuk mencapai tujuan tersebut. Komitmen siswa yang diiringi oleh rasa percaya diri akan tercapainya tujuan, akan membuat siswa merasa optimis akan berhasilnya ia mencapai tujuan yang telah ia tetapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penting bagi orangtua dan pihak sekolah untuk mendorong siswa untuk mengeksplorasi sebanyakbanyaknya program studi yang ia minati. Pemaparan siswa terhadap jenisjenis bidang pekerjaan maupun mengenai jurusan-jurusan yang ditawarkan di perguruan tinggi hendaknya dilakukan sejak dini, agar bisa mempertimbangkan secara matang pilihan-pilihan yang ada, dan dapat membandingkannya dengan minat dan kemampuan pribadi. Usaha dari perguruan tinggi maupun tempat bimbingan belajar dalam memberikan gambaran mengenai profil dari jurusan-jurusan yang ada penting untuk dilakukan karena akan dapat menjadi sarana informasi bagi siswa dalam melakukan eksplorasi sebelum menetapkan pilihannya. Penelitian lanjutan yang berkaitan dengan tema ini hendaknya bisa membuat suatu bentuk alat ukur eksplorasi yang lebih komprehensif agar dapat melihat lebih jelas eksplorasi yang dilakukan siswa. Penelitian 34
Alfikalia Eksplorasi dan Komitmen dalam Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
lanjutan bisa ditingkatkan untuk melihat kombinasi eksplorasi dan komitmen sebagai suatu status identitas dan dikorelasikan dengan orientasi masa depan. Studi perbandingan juga bisa dilihat untuk membandingkan antara orientasi masa depan siswa pada saat sebelum UAN dan pada saat menjelang SPMB, mengingat faktor waktu dan UAN sepertinya mempengaruhi realisasi perencanaan yang telah dibuat siswa.
Daftar Pustaka Archer, S. A. (1993). Identity Status in Early and Middle Adolescents: ScorIng Criteria. Dalam James E. Marcia et.al., Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Approach. New York: Springer-Verlag. Bosma, H. A. (1985). Thesis: Identity Development in Adolescent: coping with commitments. Groningen: Rijksuniversiteit Te Groningen. Bosma, et.al. (1994). Identity and Development, An Interdisciplinary Approach. California: Sage. Cresswell, J. W. (2005). Educational Research: planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research, 2nd ed. New Jersey: Pearson Education. Dacey, J. & Kenny, M. (1997). Adolescent Development, 2nd edition. Dubuque, IA: Brown & Benchmark. Erikson, E. H. (1968). Identity, Youth and Crisis. New York: W.W.Norton. Hjelle, E. & Ziegler, D. (1992). Personality Theories, 3rd edition. New York: John Wiley and Sons. Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psychology, A Life-Span Approach, 5th edition. Dubuque, IA: McGraw-Hill Marcia, J. E. (1980). Identity in Adolescence. Dalam J. Adelson (Ed.), Handbook of Adolescent Psychology. New York: John Wley and Sons, hal. 159-187 Marcia, J. E. et.al. (1993). Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Approach. New York: Springer-Verlag. Nurmi, J-E. (1989a). Adolescents’ Orientation to The Future – Development of Interests and Plans, and Related Attributions and Affects, in The Life-span Context. Commentationes Scientarium Socialium. Helsinki: Finnish Society of Sciences.
35
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 6 No. 1, April 2009: 24-36
Nurmi, J-E. (1989b). Planning, motivation, and evalustion in orientation to the future: A latent structure analysis. Scandinavian Journal of Psychology, 1989, 30, Hal. 64 – 74. Nurmi, J-E. (1991). How Do Adolescents See Their Future – A Review of the Development of Future Orientation and Planning. Developmental Review. New York: Academic Press. Nurmi,et.al. (1994). Age Differences in Adolescent Future-Oriented Goals, Concerns, and related Temporal Extension in Different Sociocultural Contexts. Journal of Youth and Adolescence, Vol. 23, No. 4, 1994. Waterman, A. S. (1993). Overview of the Identity Status Scoring Criteria. Dalam James E. Marcia et.al., Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Approach. New York: Springer-Verlag.
36