Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
EKSPLORASI KALDU USUS AYAM POTONG SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN Escherichia coli BL21 pET-Endo PENGHASIL ENZIM ENDO-β1,4-D-XILANASE EXPLORATION OF BROTH CHICKEN GUT AS GROWTH MEDIA OF Escherichia coli BL21 pET-Endo FOR ENDO-Β-1,4-D-XYLANASE PRODUCTION Anak Agung Istri Ratnadewia b *, Moch. Yoris Alidiona, Agung Budi Santosoa, Ika Oktavianawatia a
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, b
Center for Development of Advance Science and Technology (CDAST) Universitas Jember, Jl. Kalimantan 37, Jember 68121 * email :
[email protected] DOI : 10.20961/alchemy.v13i2.4356
Received 26 January 2017, Accepted 5 April 2017, Published online 1 September 2017
ABSTRAK Endo-β-1,4-D-xilanase merupakan enzim hidrolitik yang memotong ikatan 1,4 pada rantai polisakarida xilan. Telah dilakukan tranformasi plasmid pET-Endo berisikan gen penyandi endo-β-1,4-D-xilanase dari Bacillus sp. asal abdominal rayap kedalam E. coli BL21. E. coli BL21 yang mengandung plasmid pET-Endo dapat memproduksi enzim xilanase dalam jumlah besar atau skala produksi. Untuk menurunkan biaya produksi perlu dicari media alternatif pertumbuhan E. coli menggantikan media cair Luria Bertani (LB) yang harganya mahal. Eksplorasi dilakukan pada kaldu usus ayam potong yang harganya murah tapi mengandung banyak protein. Kandungan N terlarut kaldu usus ayam mencapai 87 % dari LB Cair. Pertumbuhan E. coli diamati berdasarkan nilai Optical Density (OD) dengan spektrofotometer. Variasi dilakukan pada suhu inkubasi dan konsentrasi penambahan glukosa pada kaldu usus ayam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan optimal E. coli BL21 pET-Endo pada penambahan glukosa 1,5 % dengan suhu inkubasi 37 oC selama 16 jam. Kondisi optimum ini digunakan untuk menumbuhkan E. coli BL21 pET-Endo guna memproduksi enzim xilanase. Purifikasi enzim dilakukan dengan kromatografi afinitas Ni-NTA. Pada elusi imidazol 100 mM diperoleh kadar protein terbesar yaitu 0,076 mg/mL. Karakteristik enzim xilanase dengan aktivitas sebesar 0,042 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 0,556 U/μg. Faktor kemurnian sebesar 3,16 kali dan berat molekul enzim sebesar ± 30.000 Dalton. Kata kunci : Endo-β-1,4-D-xilanase, E. Coli BL21, glukosa, kaldu usus ayam.
ABSTRACT Endo-β-1,4-D-xylanase is a hydrolytic enzyme that breakdown the 1.4 chain of xylan polysaccharide. We have succes to transform the plasmid pET-Endo gene encoding endo-1,4-β-D-xylanase from Bacillus sp. originally from termites abdominal to E. coli 191
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
BL21. The clone was ready for large scale of enzyme production. To reduce production cost, we look for subtitute media for the expensive Luria Berthani broth. Chicken guts broth is good alternative while rich of protein and very cheap. The content of N dissolved chicken guts broth reaches 87 % of LB broth. Growth of E. Coli BL21 in Chicken guts broth and LB broth (as control) was observed by Optical Density (OD) using spectrofotometer. Concentration of glucose added in broth and incubation temperature was varied. The result showed that optimal growth was in addition of 1.5 % glucose and incubated at 37 oC for 16 h. This optimal condition was used to grow E. coli BL21 pETEndo for xylanase production. Enzyme purification was done by Ni-NTA affinity chromatography. Highest protein yield was 0.076 mg/mL obtained in 100 mM imidazole elucidation. The activity and specific activity of xylanase were estimated as 0.042 U/mL and 0.556 U/µg, respectively. The purification factor was 3.16 time and the molecular weight of enzyme was ± 30, 000 Dalton Keywords: Endo-β-1,4-D-xylanase, E. Coli BL21, chicken gut broth, glucose.
PENDAHULUAN Enzim Endo-β-1,4-D-xilanase yang mengkatalis hidrolisis ikatan glikosida pada xilan memiliki potensi ekonomis dalam industri pangan, pakan, dan pemutih kertas (Polizei et al., 2005). Endo-β-1,4-D-xilanase dapat diproduksi dari mikroorganisme, diantaranya dari Melanocarpus albomyces, Talaromyces byssochlamydoides (Hayashida et al., 1988), Humicola insolens (Dusterhoft et al., 1997), Myceliophthora sp. (Badhan et al., 2004), dan Bacillus sp. (Ratnadewi et al., 2007). Endo-β-1,4-D-xilanase dalam penelitian ini bersumber dari Bacillus sp. sistem abdomen rayap setelah melalui tahap isolasi, purifikasi dan karakterisasi (Ratnadewi et.al., 2007). Gen penyandi Endo-β-1,4-D-xilanase telah berhasil diisolasi dan dikloning ke plasmid pET30-endo dan ditransformasikan pada E. coli Top10 menghasilkan plasmid E. coli Top10 (pET30-endo) (Rahmawati, 2012). Transformasi ulang plasmid pET30-endo telah dilakukan dari E. coli Top10 ke bakteri E. coli BL21 yang dapat memproduksi enzim xilanase dalam jumlah besar. Produksi enzim xilanase pada skala industri harus memperhatikan aspek ekonomi dimana biaya produksi harus ditekan serendah mungkin. Komponen biaya yang cukup besar dalam produksi enzim adalah media pembiakan. Kendala teknologi produksi enzim saat ini adalah kurang tersedia media pembiakan mikrobia alternatif yang murah (Richana, 2002). Bakteri E. coli BL21 biasanya ditumbuhkan dalam media Luria Bertani (LB) cair. Media ini memungkinkan pertumbuhan yang efisien bagi banyak spesies (Sezonov et al., 2007). Media LB relatif mahal untuk digunakan sebagai media biakan pada skala produksi komersial (Amresco, 2015; BioBasic, 2014), sehingga perlu dilakukan eksplorasi media 192
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
yang ekonomis dan mudah diperoleh. Kemungkinan media yang bisa digunakan adalah kaldu usus ayam potong. Dibandingkan sumber pakan nabati, sumber hewani memiliki kandungan protein lebih tinggi. Sumber nitrogen kaldu usus ayam potong adalah sel-sel usus yang terdiri dari protein dan lemak (Yang et al., 2008). Usus ayam potong perlu diperkaya dengan glukosa sebagai sumber karbon karena miskin karbohidrat. Usus ayam diperoleh dari Pasar Tanjung, Jember. Usus ini berasal dari ayam potong (pedaging) yang umumnya berumur 4 bulan. Usus dibersihkan dari isi kotorannya dan direbus dengan air mendidih selama dua jam untuk mendapatkan kaldu (chicken broth). Kaldu ini yang digunakan sebagai media cair pertumbuhan alternatif setelah disterilisasi. Kadar protein pada kaldu diukur dengan penentuan N total melalui metode Kjehdahl. Potensi kaldu ayam sebagai media alternatif ditentukan dengan membandingkan pertumbuhan bakteri dan produksi enzim dengan media LB cair.
METODE PENELITIAN Bahan dalam penelitian ini meliputi: Isolat Escherchia coli BL21 pET-Endo, usus ayam potong (Pasar Tanjung Kab. Jember), Glukosa (C6H12O6, Merck), xilan oat (Sigma), xilosa, BSA, NaCl (Merck), tryptone (Oxoid), yeast (BactoTM), agar bakteriologikal (Oxoid), kanamisin, tris(hidroksimetil)-aminometan (Merck), HCl (Merck), Na2EDTA, NaOH (Merck), CH3COOH (Merck), etanol (Merck), IPTG (C9H18O5S, Merck), NaH2PO4 (Merck), Na2HPO4 (Merck), K2Cr2O7 (Merck), FeSO4 (Merck), asam sitrat (Merck), imidazol (C3H4N2, Merck), akrilamida, bis-akrilamida, SDS (NaC12H25SO4, Merck), (NH4)2S2O8 (Merck), gliserol (C3H8O3, Merck), β-merkaptoetanol, bromo fenol biru (BPB) (C19H10Br4O5S, Merck), glisin (C2H5NO2, Plusone), comassie brilliant blue (CBB), methanol (Merck), kalium natrium tartat-tetrahidrat (C4H4KNaO6.4H2O, Merck), asam 2hidroksi-3,5-dinitrobenzoat (C7H4N2O7, Merck), natrium sulfit (Na2SO3, Nacalai Tesque), marker protein (Thermo Scientific), dan resin Ni-NTA (Qiagen). Alat dalam penelitian ini meliputi cawan petri, gelas beker, tabung reaksi, erlenmeyer, labu ukur, buret, eppendorf, mikropipet, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), pH meter, mikrosentrifuse, laminar air flow, waterbath, lemari asam, orbital shaking incubator, autoclave, sonikator, dan set SDS-PAGE. Peremajaan Isolat E. coli BL21 pET-Endo Revitalisasi isolat stok bakteri E. coli BL21 pET-Endo dengan menuang ke media padat memiliki komposisi tryptone 1 %, NaCl 1 %, yeast 0,5 %, agar 2 %. Peremajaan E. coli BL21 pET-Endo dengan 1 ose koloni bakteri pada media cair (tryptone 1 %, NaCl 193
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
1 %, yeast 0,5 %,) yang mengandung kanamisin. Proses peremajaan pada suhu 37 oC selama 16 jam digoyang pada shaker dengan kecepatan 150 rpm. Penanaman Bakteri pada Media Produksi Hasil inokulum E. coli BL21 pET-Endo diinokulasi pada media produksi yang mengandung kanamisin yakni media cair LB (tryptone 1 %, NaCl 1 %, dan yeast 0,5 %) dan media cair alternatif kaldu usus ayam potong dengan variasi glukosa (0,0; 0,3; 0,6; 0,9; 1,2 dan 1,5 %). Media produksi digoyang pada shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 20 jam pada suhu 37 oC untuk analisa media cair alternatif optimum dengan kontrol media cair Luria Bertani. Pengamatan Pertumbuhan Bakteri Secara Spektrofotometri Tingkat pertumbuhan bakteri E. coli BL21 pET-Endo diukur menggunakan spektrofotometer UV–Vis pada panjang gelombang 600 nm. Pengukuran berdasarkan tingkat kekeruhan dalam satuan Optical Density (OD) (Sutton, 2011). Tahapan ini pada suhu 37 oC dengan kecepatan 150 rpm dengan rentang waktu tiap 2 jam. Hasil pengukuran menghasilkan kurva pertumbuhan sel bakteri antara OD dan waktu. Preparasi Media Cair Kaldu Usus Ayam Potong Proses pembuatan media alternatif untuk larutan induk dari usus ayam potong yakni 1:1 (m/v) direbus dalam akuades dengan pemanasan konstan sekitar 100 oC selama 2 jam. Kaldu dipisahkan dari fase lipid, cair dan padatan. Fase cair dipisahkan ke botol steril sebagai larutan induk untuk disterilkan. Pengukuran Total Nitrogen Terlarut dan Karbon Organik Total dari Media Cair Produksi Pengukuran total nitrogen terlarut dilakukan dengan titrasi formol (Herawati, 2011). Pengukuran Karbon Organik Total dengan Metode Walkley and Black yakni oksidasi karbon organik dalam sampel oleh ion dikromat (Gelman et al., 2011). Produksi Enzim Endo-β-1,4-D-xilanase Pembiakan diinokulasi ke dalam media cair produksi yang mengandung kanamisin pada temperatur 37 oC dengan kecepatan 150 rpm selama 16 jam. Setelah ± 2.5 jam ditambahkan IPTG (isopropil-thio-β-d-galaktopiranosida). Sel E. coli BL21 pET-Endo dipanen dan disentrifugasi kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC. Pelet sel dilisis dengan ultrasonikator pada frekuensi 20 Hz dengan bufer lisis pH 7,4 selama 20 menit. Supernatan diambil dari sentrifugasi kecepatan 13.000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 oC sebagai ekstrak kasar enzim endo-β-1,4-D-xilanase. Purifikasi Enzim Endo-β-1,4-D-xilanase secara Kromatografi Affinitas 194
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
Ekstrak kasar enzim endo-β-1,4-D-xilanase dimurnikan dengan resin Ni-NTA (Magdeldin, 2012) dengan mengalirkan 10 mL buffer pengikat pH 7.4 lalu buffer pelepasan pH 7,4 pada variasi konsentrasi imidazol 30 mM; 60 mM; 100 mM; 300 mM dan 500 mM. Tiap konsentrasi imidazol yang melewati kolom ditampung sebanyak 1 mL untuk uji aktivitas, kadar protein dan berat molekul enzim. Penentuan Aktivitas Enzim Endo-β-1,4-D-xilanase Aktivitas enzim endo-β-1,4-D-xilanase ditentukan dari jumlah gula pereduksi (xilosa) yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatis xilan. (Miller, 1959). Reagen DNS yang digunakan untuk menentukan kadar gula pereduksi ditambahkan pada campuran enzimsubstrat yang telah diinkubasi. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Hasil pengukuran absorbansi diplotkan pada kurva standar xilosa yang dibuat dengan konsentrasi 0,08 – 0,36 mg/mL rentang 0,04 mg/mL. Penentuan Kadar Protein Enzim Endo-β-1,4-D-xilanase Pengukuran kadar protein berdasarkan metode Bradford (Bollag et al., 1996). Sampel enzim endo-β-1,4-D-xilanase ditambahkan buffer fosfat-sitrat (pH 7,4) dan reagen Bradford. Campuran larutan dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Hasil larutan tersebut diiukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm dengan kontrol. Perlakuan yang sama untuk kurva standar menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) konsentrasi berbeda (2,5–20 μg dengan rentang 2,5 μg). Masing-masing konsetrasi akan diperlakukan sama dengan sampel dan kontrol. Penentuan Berat Molekul Enzim Berat molekul enzim ditentukan dengan analisis SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis). Tahapan pengukuran meliputi persiapan alat SDS-PAGE, pembuatan gel, preparasi sampel, running, satining, dan destaining (Sambrook and Russell, 2001).
PEMBAHASAN Revitalisasi E. coli BL21 pET-Endo Isolat E. coli BL21 pET-Endo dari stok gliserol (-80 oC) merupakan E. coli BL21 hasil kloning gen yang mengandung plasmid pET-Endo (Kurniawati, 2015). pET-Endo adalah plasmid pET-30a(+) yang telah disisipi gen endo-ß-1,4-xilanase asal Basillus sp. abdominal rayap. Revitalisasi E. coli BL21 pET-Endo dilakukan pada media LB padat (Gambar 1a). Gambar tersebut menunjukkan isolat stok gliserol berhasil ditumbuhkan lagi
195
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
membentuk satu koloni besar yang serba sama. Hal ini secara visual mengindikasikan tidak adanya kontaminasi bakteri lain. Koloni E. coli BL21 pET-Endo yang telah direvitalisasi, dikultur ulang pada media LB padat yang mengandung kanamisin. Reculture ini dilakukan untuk membuktikan bahwa E. coli BL21 mengandung plasmid pET-Endo yang memiliki gen resisten kanamisin (Gambar 1b).
Gambar 1. a) Hasil revitalisasi, dan b) hasil reculture isolat E. coli BL21 pET-Endo di media Luria Bertani padat.
Gambar 2. Kultur E. coli BL21 pET-Endo pada (a1) media LB dan (b1) media kaldu, (a2) media LB dan (b2) media kaldu setelah inkubasi selama 16 jam suhu 37 oC. Setelah dipastikan bahwa isolat yang tumbuh mengandung plasmid pET-Endo, koloni di-inokulasikan pada media cair. Pertumbuhan bakteri dalam media cair menyebabkan cairan semakin keruh (Gambar 2). Kekeruhan media cair sebanding dengan bertambahnya jumlah sel bakteri sehingga nilai kekeruhan tersebut dapat digunakan untuk 196
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
menyatakan tingkat pertumbuhan bakteri. Kekeruhan ini diukur secara spektrofotometri dan dinyatakan dalam satuan OD. Kandungan Nitrogen dan Karbon pada Media Cair Alternatif Berdasarkan hasil analisa, kandungan karbon organik total pada kaldu usus ayam potong lebih sedikit dibanding media Luria Bertani. Sumber pangan hewani umumnya mengandung karbohidrat relatif rendah, demikian juga kaldu usus ayam. Biomolekul utamanya adalah lipid dan protein. Sumber karbon pada kaldu usus ayam potong hanya berasal dari lipid dan protein. Kandungan karbon total dari kaldu usus ayam pada penelitian ini hanya setengah dari media LB cair. Untuk meningkatkan kandungan karbon guna memenuhi nutrisi pertumbuhan bakteri ditambahkan larutan glukosa 15 %. Data hasil pengukuran kandungan karbon pada kaldu ayam disajikan pada Tabel 1. Hasil pengukuran menunjukkan kandungan nitrogen terlarut pada kaldu usus ayam potong (Tabel 1) hampir sama dengan media Luria Bertani. Sumber nitrogen kaldu usus ayam potong adalah sel-sel usus yang terdiri dari protein dan lemak (Yang et al., 2008). Sedangkan nitrogen media Luria Bertani berasal dari tryptone, suatu oligopeptida hasil digest protein oleh protease. Tabel 1. Kandungan Karbon Organik dan Nitrogen Terlarut pada Media Cair. Sampel Media
Kadar Karbon Organik (%)
Kadar Nitrogen Terlarut (%)
Kaldu Usus Ayam Larutan Glukosa 15% Media Luria Bertani
0,055 (± 0,009) 0,276 (± 0,000) 0,180 (± 0,009)
1,295 (± 0,101) 0,066 (± 0,000) 1,492 (± 0,038)
Pertumbuhan E. coli BL21 pET-Endo pada Variasi Konsentrasi Glukosa Pertumbuhan bakteri E. coli BL21 pET-Endo pada penelitian ini menunjukkan 3 tahap yaitu fase lag, log dan stasioner dari 4 tahap yang ada pada teori (McNeil and Harvey, 2008). Fase kematian (death) belum muncul pada rentang waktu pengamatan. Fase ini dapat diamati dari kurva pertumbuhan bakteri (Gambar 3). Kurva ini dibuat dengan plot hasil pengukuran OD dengan waktu penumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri dinyatakan dalam satuan OD yang diukur dengan spektrofotometer (Matlock et al., 2011). Pertumbuhan bakteri
maksimum ditentukan pada titik berakhirnya fase
eksponensial yang kemudian masuk pada fase stasioner. Fase stationer ditandai dengan melandainya nilai OD. Titik pertumbuhan maksimum pada penelitian ini ada pada kisaran antara jam ke-10 hingga jam ke-16 (Gambar 3). Sekalipun profil kurva pertumbuhan pada beberapa variasi konsentrasi berbeda tetapi titik pertumbuhan maksimum mengacu pada 197
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
pertumbuhan di media LB cair yaitu jam ke-16. Titik pertumbuhan maksimum ini digunakan sebagai waktu pemanenan hasil yaitu enzim Xilanase.
Gambar 3. Kurva pertumbuhan E. coli BL21 pET-Endo dalam media kaldu usus ayam potong pada suhu 37 oC dengan beberapa variasi konsentrasi glukosa. Glukosa sebagai sumber karbon perlu ditambahkan karena kadungan karbohidrat pada kaldu usus ayam potong sangat sedikit. Glukosa merupakan nutrisi sumber energi sel melalui jalur glikolisis. Sumber karbon dari protein dan lemak yang ada pada kaldu usus ayam tidak mencukupi untuk pertumbuhan bakteri. Glukosa yang ditambahkan relatif rendah karena pada kadar yang tinggi (lebih dari 2 %) dapat mengalami karamelisasi pada proses sterilisasi dengan pemanasan. Penambahan 2 % glukosa akan menyediakan karbon organik setara dengan 0,8 % kandungan karbon. Nilai ini sudah jauh diatas kandungan karbon organik dari media LB cair yang hanya 0,18 %. Ketersedian karbon organik sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Penelitian ini menunjukkan peningkatan konsentrasi glukosa yang ditambahkan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri (Gambar 3). Sekalipun terdapat beberapa titik yang bersilangan, tetapi secara umum nilai OD menunjukkan bakteri dengan penambahan glukosa yang lebih banyak memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi pada hampir semua waktu pengukuran. Glukosa sebagai nutrisi merupakan sumber energi dalam menjalankan metabolisme sel Bakteri E. coli yang bersifat heterotof hanya mampu mengoksidasi karbon organik untuk memenuhi kebutuhan energi bagi aktivitas pertumbuhan dan perkembangbiakannya (Todar, 2012). Penelitian ini belum menemukan nilai konsentrasi optimum penambahan glukosa, karena pertumbuhan maksimum diperoleh dari konsentrasi tertinggi yang divariasikan 198
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
yaitu 1,5 % glukosa. Penelitian mengenai pertumbuhan bakteri E. coli BL21 DE3 dengan media alternatif miskin karbon yang dilakukan oleh Novy and Morris (2001) diperoleh hasil penambahan glukosa optimum pada konsentrasi 1 %. Kurva pertumbuhan pada konsentrasi glukosa 1,5 % lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada media LB (Gambar 4). Hal ini dapat dimengerti karena kadar C total yang dikandung media LB hanya 0,18 % sedangkan pada glukosa 1,5 % terdapat penambahan secara teoritis 0,6 % dari kandungan karbon pada kaldu usus ayam mulamula.
Gambar 4. Kurva pertumbuhan E. coli BL21 pET-Endo pada suhu 37 oC dalam media kaldu usus ayam (dengan glukosa 1,5 %) dan dalam media cair LB. Purifikasi dan Karakterisasi Enzim Endo-β-1,4-xilanase Pada jam ke-16 ditambahkan IPTG pada media pertumbuhan bakteri untuk merangsang diproduksinya enzim xilanase. Jam ke-16 yang merupakan puncak pertumbuhan memiliki populasi bakteri paling banyak sehingga diharapkan akan diperoleh hasil enzim maksimal. Plasmid pET-Endo memiliki bagian penempelan IPTG sebagai inducer transkripsi gen Endo-β-1,4-xilanase. Enzim Endo-β-1,4-xilanase pada bakteri E. coli BL21 pET-Endo berada dalam sel. Untuk memanen enzim, sel harus dipecah lebih dahulu dan disentrifugasi untuk mengendapkan debris sel. Supernatan mengandung enzim dan berbagai protein lain yang juga ada pada sel dan media cair pertumbuhan. Protein enzim Endo-β-1,4-xilanase hasil kloning memiliki enam asam amino histidin yang disebut sebagai ekor histidin (his tail) untuk memudahkan pemurnian. Ekor histidin dapat diikat oleh ion Ni2+ yang di-imobilisasi pada resin Ni-NTA dalam kolom kromatografi afinitas. Supernatan dapat langsung dituang pada kolom kromatografi afinitas resin Ni-NTA. Setelah dielusi dengan buffer berlebih, protein target yang terikat pada resin 199
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
Ni-NTA dilepaskan dengan imidazol. Imidazol memiliki cincin yang sama dengan rantai samping histidin yang digunakan berikatan dengan ligan Ni2+. Penambahan imidazol dapat melepaskan protein yang semula terikat pada ligan Ni2+. Konsentrasi imidazol berpengaruh pada efektivitas pelepasan protein yang terikat. Semakin besar konsentrasi imidazol semakin banyak protein yang dapat dilepaskan hingga mencapai maksimum. Penelitian ini juga memvariasi konsentrasi imidazol dan mendapatkan konsentrasi maksimum imidazol adalah 60 mM. Hal ini karena aktivitas total enzim yang diperoleh pada konsentrasi 60 mM dan 100 mM imidazol tidak menunjukkan perbedaan signifikan (Tabel 2). Aktivitas enzim diukur pada semua eluen dari berbagai variasi konsentrasi imidazol baik untuk media LB ataupun media kaldu usus ayam dengan tambahan glukosa 1,5 %. Data aktivitas enzim disajikan pada Tabel 2 dan 3 berikut : Tabel 2. Data Aktivitas Spesifik dari Media Cair Alternatif dengan Glukosa 1,5 %. Konsentrasi Imidazol (mM)
Volume (mL)
Ekstrak Kasar Flow through 30d 60d 100b 300a 500a
10,00 6,50 1,25 1,25 1,00 1,00 1,25
Aktivitas Enzim (U/mL) 0,076 0,071 0,036 0,036 0,042 0,040 0,040
Kadar Protein (mg/mL) 0,434 0,344 0,118 0,060 0,076 0,080 0,089
Aktivitas Spesifik (U/mg) 0,176 0,206 0,307 0,604 0,556 0,502 0,450
Faktor Kemurnian (kali) 1,00 1,17 1,75 3,43 3,16 2,85 2,56
Tabel 3. Data Aktivitas Spesifik dari Media Cair Luria Bertani. Konsentrasi Imidazol (mM)
Volume (mL)
Ekstrak Kasar Flow through 30d 60a 100a 300a 500b
10,00 6,50 1,25 1,25 1,00 1,00 1,25
Aktivitas Enzim (U/mL) 0,144 0,142 0,099 0,087 0,055 0,046 0,038
Kadar Protein (mg/mL) 0,514 0,367 0,171 0,139 0,044 0,099 0,086
Aktivitas Spesifik (U/mg) 0,280 0,388 0,579 0,631 1,239 0,460 0,448
Faktor Kemurnian (kali) 1,00 1,39 2,07 2,25 4,42 1,64 1,60
Secara umum nampak bahwa aktivitas spesifik enzim hasil perbiakan dengan media cair kaldu usus ayam lebih kecil daripada media LB. Ekstrak kasar enzim pada media LB lebih tinggi aktivitasnya demikian juga kadar proteinnya. Semula diduga dengan kandungan protein yang tinggi pada kaldu usus ayam potong akan diperoleh protein pengotor yang lebih besar dibanding media LB. Ternyata kadar protein yang dapat diekstrak pada supernatan media kaldu lebih kecil dengan protein pengotor lebih banyak. 200
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
Hal ini terbukti dari aktivitas spesisfiknya yang lebih kecil. Permasalahan ini perlu penelitian lebih lanjut untuk memperoleh aktivitas spesifik enzim yang tinggi dan jumlah enzim yang banyak. Tingginya aktivitas enzim dan volume Flow through menunjukkan bahwa pengikatan protein enzim pada resin Ni-NTA dalam kolom kromatografi afinitas kurang kuat. His-tail yang ada pada protein enzim hasil rekayasa genetika tidak efektif terikat pada kompleks Ni2+ sehingga dapat tercuci oleh eluen dan terbawa ke Flow through. Jumlah enzim yang tercuci lebih dari 50 % baik dari media LB maupun kaldu usus ayam potong. Banyaknya protein target yang terlepas dari pengikatan kolom kromatografi dapat pula disebabkan oleh kapasitas pengikatan yang terbatas baik karena jumlah resinnya kurang atau kemampuan pengikatannya tidak maksimal. Tingginya jumlah enzim yang terbuang dalam Flow through menyebabkan aktivitas enzim pada fraksi-fraksi hasil elusi oleh imidazol menjadi kecil. Pada penelitian Variasi konsentrasi imidazol, telah berhasil diperoleh pola hubungan tingkat kemurnian dengan konsentrasi tersebut. Semakin tinggi konsentrasi imdazol maka kemurnian akan meningkat. Tetapi tingkat kemurnian ini akan menurun sekalipun kadar imidazol dinaikkan. Pada media kaldu usus ayam potong konsentrasi optimum imidazol adalah 60 mM dengan peningkatan kemurnian 3,43 kali sedangkan pada medum LB adalah 100 mM dan 4,42 kali. Semua fraksi pemurnian kolom kromatografi afinitas dianalisa dengan SDS-PAGE dengan hasil ditampilkan pada Gambar 5. Crude enzim (C) dan flow through (FT) memberikan tanda jejak protein yang tebal dan merata pada jalurnya. Hal ini menunjukkan pada FT terdapat banyak protein termasuk protein enzim target yang berada pada kisaran berat 30.000 dalton. Profil tanda jejak pada FT ini mengkonfirmasi data aktivitas enzim yang tinggi pada FT sebagaimana tercantum pada Tabel 2 dan 3. Sementara pada hasil fraksinasi dengan imidazol, pita yang nampak jelas adalah fraksi 60 mM dan 100 mM pada media kaldu usus ayam potong dan 100 mM pada media LB. Hal ini sesuai dengan data Tabel 2 dan 3 yang menunjukkan pada fraksi-fraksi tersebut aktivitas enzim relatif tinggi. Pita yang sejajar dengan marker protein antara 25-35 kda ini memperkuat indikasi keberadaan protein enzim xilanase yang memiliki berat molekul sekitar 30 kda (Kurniawati, 2015).
201
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
Gambar 5. Elektroforegram a) media cair alternatif kaldu usus ayam dengan glukosa 1,5 % dan b) media cair Luria Bertani. (Ket : C (crude enzim); FT (flow through); 30d -500 b (Fraksi Imidazol 30mM – 500mM); M (marker).
KESIMPULAN Media cair alternatif kaldu usus ayam potong memiliki kadar total nitrogen terlarut sebesar 1,295 % (± 0,101) dan karbon organik total sebesar 0,055 % (± 0,009). Pertumbuhan isolat bakteri E. coli BL21 pET-Endo dalam media cair alternatif kaldu usus ayam potong dengan variasi konsentrasi glukosa menunjukkan peningkatan pertumbuhan E. coli yang signifikan dibanding dengan media luria bertani. Pertumbuhan maksimum yang dihasilkan untuk bakteri E. coli BL21 pET-Endo dengan media cair alternatif kaldu usus ayam potong terjadi pada penambahan kadar glukosa 1,5 %. Karakteristik enzim endo-β-1,4-xilanase dari hasil produksi media cair alternatif kaldu usus ayam potong dengan glukosa 1,5 % dari fraksi 100b mempunyai kadar protein sebesar 0,076 mg/mL, aktivitas enzim sebesar 0,042 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 0,556 U/mg dengan tingkat kemurnian 3,16 kali serta memiliki berat molekul sekitar 30.000 Dalton.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan Laboratarium Center for Development of Advance Science and Technology (CDAST) Universitas Jember yang telah menyediakan fasilitas laboratorium. 202
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
DAFTAR PUSTAKA Amresco. 2015. Yeast Extract, Bacteriological. http://www.amresco-inc.com/YEASTEXTRACT-BACTERIOLOGICAL-J850.cmsx. (Diakses tanggal 10 Agustus 2016). Badhan, A.K., Chadha, B.S., Sonia, K.G., Sainia, H.S., and Bhatb, M.K., 2004. Functionally Diverse Multiple Xylanases of Thermophilic Fungus Myceliophthora sp. Enzyme Microbial Technol 35, 460-466. BioBasic. 2014. Tryptone Powder.
(Diakses tanggal 1 Agustus 2016). Bollag, D. M., Rozycki, M. D., and Edelstein, S. J., 1996. Protein Methods. Second Edition. New York: Wiley-Liss A John & Sons, Inc., Publication. Dusterhoft, E.M., Linssen, V.A.J.M., Voragen, A.G.J., and Beldman, G., 1997. Purification, Characterization and Properties of Two Xylanases from Humicola Insolens. Enzyme and Microbial Technology 20, 437-445. Gelman, F., Binstock, R., and Halicz, L., 2011. Application of the Walkley-Black titration for organic carbon quantification in organic rich sedimentary rocks. Report GSI, (July). Hayashida, S.K., Ohta, M.K., and Wood, A.G.J., 1988. Xylanases of Talaromyces byssochlamydoides. Methods in Enzymology. London: Academic Press. Herawati, R., 2011. Analisis Makanan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Kurniawati, E.Y., 2015. Transformasi dan Ekspresi pET-Endo-β-1,4-xilanase dalam Escherichia coli BL21. Skripsi. Jember: Jurusan Kimia FMIPA UNEJ. Magdeldin, S., 2012. Affinity Chromatography. Croatia: In Tech. Matlock, B.C., Beringer, R.W, Ash, D.L, Allen, M.W., Andrew, F., Scientific, T., and Spectroscopy, U.F., 2011. Analyzing Differences in Bacterial Optical Density Meansurements between Spectrophotometers. Journal Thermo Scietific, Part of Thermo Fisher Scientific 1-2. McNeil, B., and Harvey, L.M., 2008. Practical Fermentation Technology. John Wiley & Sons, Ltd., England: xiii + 388 page. Miller, G.R., 1959. Use of Dinitrosalicylyc Reagen for Determination of Reducting Sugar. Journal of Analytical Chemistry 31, 426-428. Novy, R., and Morris, B., 2001. Use of Glucose to Control Basal Expression in the pET System. in Novations 13(1), 13–15. Polizeli, M., Rizzati, A., Monti, R., Tarenzi, H.F., Jorge, J.A., and Amorim, D.S., 2005. Xylanases From Fungi: Properties and Industrial Applications. Applied microbiology and biotechnology 67(5), 577–591. Rahmawati, P.Z. 2012. Kloning Gen Penyandi Endo-1,4-β-Xilanase asal Isolat A Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah pada E. coli Top10 (pET-30a(+)). Skripsi. Surabaya: Departemen Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi Uiversitas Airlangga.
203
Ratnadewi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 191-204
Ratnadewi, Wuryanti and Puspaningsih, N.N.T., 2007. Produksi dan Karakterisasi Enzim β-Endoxilanase dari Bakteri Sistem Intestinal Rayap. Jurnal Ilmu Dasar 8(2), 110117. Richana, N., 2002. Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan Bioindustri di Indonesia. Buletin Agrobio 5(1), 29–36. Sambrook, J.S and Russell, D.W., 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual, Volume 1-3. 3rd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor, N.Y: xxvii. Sezonov, G., D’ari, R., and Petit, D.J., 2007. Escherichia coli Physiology in Luria-Bertani Broth. Journal of Bacteriology 189(23), 8746–8749. Sutton, S., 2011. Measurement of Microbial Cells by Optical Density. Journal of Validation Technology Microbiology 11, 46-49. Todar,
K., 2012. Nutrition and Growth of Bacteria.
. (Diakses tanggal 10 Agustus 2016).
Yang, Y., Iji, P.A., Kocher, A., Mikkelsen, L.L., and Choct, M., 2008. Effects of Xylanase on Growth and Gut Development of Broiler Chickens Given a Wheat-base Diet. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences, 21(11), 1659-1664.
204