EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : BAGUS KUSUMA WARDHANA 1111103000032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
LAMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa
l.
:
Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata
I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
3.
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
t-
l
t I I
f-
Bdgus Kusuma Wardhana
11r1103000032
EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh Bagus Kusuma Wardhana
NIM: 1111103000032
Pembimlqing 2
LI
vl'
dr. Erike Anggraini S. M.Pd
dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh. Ph.D
NrP. 1981092620t101 2 007
NIP. 19770102 200501 2007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAI\ DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1435 H I 2014l1M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul EFEKTIFITAS EKSTRAK VIADU KARET DALANT
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli
yang diajukan oleh
Bagus Kusuma Wardhana (NIM: 1111103000032), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada5 September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
I akarta, 5 September 201 4
DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
Pembimbipg
---- //
Vfi
cw&
dr. Erike Anegraini S. M.Pd
dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh. Ph.D
NrP. 19810926 201101 2007
NrP. 19770102 200s01 2 007
Penguji
Penguji
1
2
dCnvr-t5 dr. Alyya Siddiqa. Sp. FK
Yulia S.Si, M.Biomed NIP. 19 90915 200801 2022
NrP. 197s080E2409n2005
PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN
Kaprodi PSPD FKIK UIN
T/r"-
p.or.ffidin,sp.And
wi\ri a.ain{ H,r.ciri. spcr -ar.NrF]fqil to23 2ot 1o1 2 oo3
IV
Kata Pengantar
Alhamdulillah, dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan dan menyusun skripsi ini dengan judul “EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli. Dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak akan melupakan jasa-jasa dari berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, bimbingan, nasehat-nasehat serta semangat yang sangat berguna bagi penulis. Sehubungan dengan itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter 3. dr. Erike Anggraini S, M.Pd selaku pembimbing pertama. 4. dr Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD selaku pembimbing kedua. 5. Orang tua (Suharnoto, ST, M.Kes dan Ninik S, SKM, M.Kes) 6. Dr. P.A. Kodrat Pramudho, SKM, M. Kes selaku Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit Menular Jakarta 7. Ibu Murni selaku staf Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit Menular Jakarta 8. Kak Bayu selaku kakak kelas jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9. Dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10. Rekan-rekan seperjuangan PSPD 2011
v
Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat berguna untuk pihak-pihak lain yang memerlukan. Namun penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kemajuan wawasan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 5 September 2014
Penulis
vi
ABSTRAK
Bagus
Kusuma
Wardhana.
Program
Studi
Pendidikan
Dokter.
EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli. 2014. Angka kejadian diare akibat Escherichia coli pada anak di Indonesia masih cukup tinggi. Penggunaan madu sebagai pilihan alternatif terapi diare akibat Escherichia coli pada anak diharapkan dapat menurunkan angka kejadian diare di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antimikroba madu dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Aktivitas antibakteri dari sampel madu karet yang diproduksi oleh lebah madu (Apis mellifera) diukur menggunakan metode difusi. Sampel madu karet dibagi menjadi 4 variasi konsentrasi (20%, 25%, 50%, 100%). Penelitian ini menggunakan 2 tipe pelarut yaitu aseton dan n-heksan. Hasil dari proses ekstraksi madu karet berupa residu/cairan dan sedimen/endapan. Pada residu madu tidak memiliki daya hambat. Sedangkan pada sedimen madu dan madu karet murni tanpa proses ekstraksi memiliki efek daya hambat pada konsentrasi 25-100%. Masing-masing kelompok uji yang memiliki efek menghambat terhadap bakteri Escherichia coli dibandingkan dengan amoksisilin 25 ug (22,1 mm). Kesimpulan, madu murni pada konsentrasi 100% (29,87 mm) memiliki daya hambat lebih baik dibandingkan dengan kelompok uji lainnya pada penelitian ini (p = 0,000). Kata Kunci : daya hambat, madu, Escherichia coli
Bagus Kusuma Wardhana. Medical Study Program of FMHS. THE EFFECTIVENESS OF RUBBER HONEY EXTRACT IN INHIBITING Escherichia coli GROWTH. 2014 Diarrhea caused by Escherichia coli infection incidence is still high among children in Indonesia. Honey has been one of the alternatives for the therapy of diarrhea caused by Escherichia coli infection in children. This study purpose to know antimicroba effect in honey to inhibit Escherichia coli growth. Once clinically proven to be effective, it may be widely used with the hope of decreasing
vii
the number of diarrhea cases significantly. Antibacterial effect of the rubber honey produced from the honey bee (Apis mellifera) is measured using the diffusion method. In this study, the rubber honey sample is divided into 4 different concentrations (20%, 25%, 50%, and 100%) and is dissolved in either aceton or n-hexane solvents. The results of the para honey extraction process, the residue (fluid) and the sediment (precipitate), are then analyzed. The residue does not show any inhibitory quality, whereas the honey sediment and the pure un-extracted rubber honey appear to have inhibitory effect at the concentration of 25% – 100%. Each of these test groups has inhibitory effect to Escherichia coli bacteria which was compared to that of Amoxicillin 25 ug (22.1 mm). In conclusion, this study proves that pure honey of 100% concentration (29.87 mm) has better inhibitory effect compared to those of other test groups’ (p = 0,000). KEYWORDS : inhibitory effect, honey, Escherichia coli
viii
DAFTAR ISI Lembar Judul.................................................................................................... i Lembar Pernyataan Keaslian Karya............................................................... ii Lembar Persetujuan Pembimbing................................................................... iii Lembar Pengesahan.......................................................................................... iv Kata Pengantar.................................................................................................. v Abstrak............................................................................................................... vii Daftar Isi............................................................................................................ ix Daftar Tabel...................................................................................................... xi Daftar Gambar................................................................................................... xii Daftar Lampiran................................................................................................ xiii Bab 1 : Pendahuluan......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah.................................................................................. 2 1.3. Hipotesis................................................................................................ 3 1.4. Tujuan.................................................................................................... 3 1.4.1. Tujuan Umum.............................................................................. 3 1.4.2. Tujuan Khusus............................................................................. 3 1.5. Manfaat Penelitian................................................................................. 3 Bab 2 : Tinjauan Pustaka.................................................................................. 4 2.1. Landasan Teori.......................................................................................4 2.1.1. Klasifikasi Lebah Penghasil Madu.............................................. 4 2.1.2. Definisi Madu.............................................................................. 5 2.1.3. Manfaat Madu.............................................................................. 7 2.1.4. Mekanisme Agen Antimikroba (Flavonoid)................................ 10 2.1.5. Kriteria Uji Madu......................................................................... 11 2.1.6. Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin......................................... 13 2.1.7. Uji Sensitifitas Agen Antimikroba...............................................14 2.1.8. Morfologi dan Klasifikasi Escherichia coli................................. 15 2.1.9. Jenis-jenis Bakteri Escherichia coli............................................ 17 2.1.10. Penyakit-penyakit akibat Escherichia coli.................................20 2.2. Kerangka Konsep.................................................................................. 23
ix
2.3. Definisi Operasional............................................................................. 24 Bab 3 : Metode Penelitian................................................................................. 26 3.1. Desain Penelitian................................................................................... 26 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 26 3.3. Sampel Penelitian.................................................................................. 26 3.4 Identifikasi Variabel............................................................................... 27 3.4.1.Variabel Bebas............................................................................. 27 3.4.2. Variabel Terikat.......................................................................... 27 3.5. Alat dan Bahan Penelitian..................................................................... 28 3.5.1. Alat Penelitian............................................................................. 28 3.5.2. Bahan Penelitian.......................................................................... 28 3.6. Cara Kerja Penelitian............................................................................. 28 3.6.1. Sterilisasi alat.............................................................................. 28 3.6.2. Pembuatan media agar................................................................ 29 3.6.3. Kultur Bakteri............................................................................. 29 3.6.4. Prosedur Ekstraksi...................................................................... 29 3.6.5. Pembuatan Variabel Konsentrasi................................................. 30 3.6.6. Metode disk diffusion.................................................................. 30 3.7. Pengolahan dan Analisis Data............................................................... 31 3.8. Alur Penelitian....................................................................................... 32 Bab 4 : Hasil dan Pembahasan......................................................................... 33 4.1. Hasil Uji Standarisasi Madu................................................................. 33 4.2. Metode Ekstraksi Madu Karet.............................................................. 33 4.3. Hasil Uji Aktivitas Agen Antibakteri Ekstrak Madu........................... 34 Bab 5 : Kesimpulan dan Saran........................................................................ 41 5.1. Kesimpulan............................................................................................ 41 5.2. Saran...................................................................................................... 41 Daftar Pustaka................................................................................................... 42 Lampiran........................................................................................................... 45
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Uji madu berdasarkan SNI 01-3545-2004.......................................... 12 Tabel 2.3 Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin terhadap bakteri..................... 13 Tabel 4.1 Hasil ekstrak cair-cair madu karet...................................................... 33 Tabel 4.2 Hasil pengukuran ............................................................................... 35 Tabel 4.3 Kriteria Hasil Zona Hambat................................................................ 38 Tabel 4.4 Hasil pengolahan data......................................................................... 40
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lebah Apis mellifera ..................................................................... 4 Gambar 2.2 Escherichia coli ...............................................................................15 Gambar 2.3 Escherichia coli .............................................................................. 15 Gambar 2.4 Dinding Bakteri Gram Negatif........................................................ 17 Gambar 2.5 Patofisiologi Escherichia coli.......................................................... 22 Gambar 2.6 Kerangka Konsep........................................................................... 23 Gambar 3.1 Alur Penelitian............................................................................... 32 Gambar 4.1 Hasil pengukuran zona hambat....................................................... 37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Disk Difusi...................................................................... 45 Lampiran 2. Uji Normalisasi SPSS..................................................................... 47 Lampiran 3. Hasil Post Hoc One Way Anova.................................................... 48 Lampiran 4. Metode Ekstraksi............................................................................. 49 Lampiran 5. Surat Determinasi............................................................................ 50 Lampiran 6. Surat Keterangan Lebah Apis mellifera.......................................... 53 Lampiran 7. Riwayat Penulis............................................................................... 54
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kematian anak-anak di dunia akibat diare menurut data Centers for Disease Control and Prevention tahun 2013, sebanyak 2.195 anak per hari1. Kejadian ini melebihi data kematian anak akibat AIDS, campak, maupun malaria. Sedangkan menurut data dari National Center of Biotechnology Information kematian akibat infeksi sebesar 64% pada anak-anak dengan usia di bawah 5 tahun pada data tahun 2010 mencapai 6 juta anak. Di Indonesia diare masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitasnya yang cukup tinggi. Diare merupakan penyebab kematian ke-13 di Indonesia dan penyebab kematian utama pada balita. Survei yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai 2010 menunjukkan adanya kenaikan setiap tahunnya, pada tahun 2000 tercatat kejadian diare sebesar 301/1000 penduduk dan tahun 2010 menunjukkan 411/1000 penduduk2. Penyakit diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun parasit. Beberapa bakteri yang sering menyebabkan diare yaitu Escherichia coli, Campylobacter, Shigella, Vibrio cholerae, dan Salmonella. Sedangkan pada infeksi virus dapat disebabkan oleh rotavirus maupun adenovirus. Pada golongan parasit yaitu Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, dan Cyclospora cayetanensis. Faktor risiko terbesar pada diare merupakan kebersihan yang buruk yang memudahkan tumbuhnya berbagai macam kuman penyebab infeksi. Bakteri Escherichia coli yang bersifat flora normal di usus dapat berubah menjadi patogen sehingga menginfeksi saluran pencernaan. Pada saat mengkonsumsi makanan yang tingkat kebersihannya rendah, maka bakteri Escherichia coli akan masuk ke usus dan menginfeksinya. Hal ini diperburuk ketika sistem imun menurun. Rusaknya struktur saluran pencernaan akibat infeksi bakteri Escherichia coli akan menurunkan fungsi saluran pencernaan sehingga terjadi diare.
1
2
Penyakit lain yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri Escherichia coli yaitu Infeksi Saluran Kemih (ISK). Escherichia coli merupakan penyebab infeksi bakteri utama pada ISK. Diperkirakan 70-95% termasuk dalam penyakit yang didapat pada komunitas dan 50% infeksi nosokomial. Kasus ISK di dunia diperkirakan sebesar 150 juta per tahun22. Telah banyak pengobatan secara medikamentosa untuk mengatasi diare dan ISK akibat infeksi mikroorganisme terutama Escherichia coli. Namun berkembang juga pengobatan alternatif menggunakan herbal dengan madu. Madu dianggap mempunyai efek antibakteri dan antiradang yang membantu penyembuhan dinding usus akibat infeksi mikroorganisme. Efektivitas madu yang dianggap memiliki kemampuan sebagai antibakteri sudah banyak dibuktikan oleh peneliti-peneliti terdahulu5. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agil Dananjaya (2013)23 tentang ekstrak metanol fraksi etil asetat madu terhadap pertumbuhan E-coli secara in vitro menggunakan metode disk diffusion dengan variasi konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan 100%. Pada konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan 100% menghasilkan masing-masing rata-rata zona hambat sebesar 11,8 mm, 16,6 mm, 19,6 mm, dan 25,6 mm. Hal ini juga sesuai dengan Al-Quran surat An Nahl ayat 69 yang menyebutkan
“Dari
perut
lebah
keluar
minuman
(madu)
yang
bermacam-macam warnanya dan didalamnya terdapat obat yang dapat menyembuhkan manusia”. Oleh sebab itu, peneliti tertarik dalam meninjau lebih dalam lagi tentang efektivitas
ekstrak
madu
dalam
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Escherichia coli sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai alternatif terapi terhadap penyakit akibat Escherichia coli.
1.2 Rumusan Masalah Apakah
madu
Escherichia coli ?
karet
efektif
menghambat
pertumbuhan
bakteri
3
1.3 Hipotesis Madu karet efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
1.4 Tujuan 1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui pengaruh madu karet dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
1.4.2
Tujuan Khusus Mengetahui konsentrasi ekstrak madu karet yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
1.5 Manfaat Penelitian Masyarakat dapat mengetahui informasi tentang fungsi madu karet dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli sebagai salah satu bakteri penyebab penyakit diare.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Klasifikasi Lebah Penghasil Madu Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Apidae
Genus
: Apis
Spesies
: Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florea, Apis koschevnikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera
Sumber : Ketut Patra, 20114
Di dunia terdapat kurang lebih 20.000 jenis lebah. Namun hanya 6 jenis yang tergolong lebah penghasil madu. Diantara lebah penghasil madu tersebut, hanya terdapat 2 jenis lebah yang dapat diternakkan secara rasional dan ekonomis, yaitu Apis mellifera dan Apis cerana. Jenis yang hidup di Asia, termasuk di Indonesia yaitu Apis mellifera indica.
Gambar 2.1 Lebah Apis mellifera sumber : entnemdept.ufl.edu
4
5
Lebah madu adalah jenis serangga
yang berperan dalam
menghasilkan madu. Lebah ini digolongkan menjadi 3 jenis yaitu lebah ratu, lebah pejantan, dan lebah pekerja. Serangga ini mengubah nektar yang dihasilkan tanaman menjadi madu selanjutnya madu akan disimpan dalam sarang lebah3.
2.1.2
Definisi Madu Madu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dan memiliki rasa yang manis. Lebah merupakan penghasil madu dengan cara megumpulkan kemudian mengubah hasil sekresi (nektar) dari salah satu tanaman lalu dicampurkan dengan invertin dan disimpan didalam sarangnya. Nektar merupakan cairan manis atau senyawa kompleks yang dihasilkan
oleh
kelenjar
necterifier
tanaman.
Nektar terdiri dari zat gula, air, dan zat zat lainnya. Lebah harus mengumpulkan antara 3 kilogram sampai 4 kilogram nektar agar menghasilkan 1 kilogram madu. Berdasarkan cara pengambilannya, madu dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1.
Madu
liar adalah
madu
yang diambil langsung dari sarang
lebah yang terdapat di pohon-pohon di alam bebas. 2.
Madu ternak adalah madu yang dihasilkan dipeternakan, lebah tinggal dalam kotak yang terbuat dari kayu dan suasananya dibuat senyaman mungkin dengan lokasi peternakan lebah harus dekat dengan tanamannya3.
Madu memiliki beberapa komposisi yaitu air (17,2%), zat gula (81,3%), dan sisanya merupakan asam-asam amino, vitamin, mineral (besi, fosfor, magnesium, aluminium, natrium, kalsium, dan kalium), enzim, hormon, zat bakterisida, dan zat aromatik. Zat gula dalam madu memiliki komposisi yaitu fruktosa (38,19%), glukosa (31,28%), sukrosa (5%), maltosa dan disakarida lain (6,83%). Madu memiliki kandungan vitamin C (asam askorbat), vitamin B6 (piridoksin), thiamin (B1),
6
riboflavin (B2), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. Selain itu madu memiliki kandungan asam organik yaitu asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat3. Enzim yang terdapat pada madu murni memiliki keuntungan untuk kesehatan manusia, tetapi dalam proses pemanasan dan penyimpanan yang terlalu lama dapat mengurangi aktivitas enzim 11. Madu juga memiliki beberapa jenis enzim yang terdapat didalamnya seperti enzim peroksidase, lipase, diastase, invertase,
dan
glukosa oksidase.
Masing-masing enzim memiliki fungsi yang berbeda, yaitu : 1.
Enzim diastase merupakan enzim yang mengubah karbohidrat komplek (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana (monosakarida)
2.
Enzim invertase adalah enzim yang dapat memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
3.
Enzim oksidase adalah enzim yang membantu proses oksidasi glukosa menjadi asam peroksida.
4.
Enzim peroksidase berfungsi dalam melakukan proses oksidasi metabolisme.
Dalam 1 kg madu sama dengan 3.280 kalori. Kandungan kalori ini termasuk sangat besar. Sehingga nilai kalori 1 kg madu setara dengan 4 kg kentang, 5,7 liter susu, 1,68 kg daging, 25 buah pisang, 40 buah jeruk, dan 50 butir telur ayam. Selain itu madu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sedangkan rendah lemak.
Faktor Penentu Kualitas Madu : 1.
Kadar Air Kuantitas kadar air dapat menentukan tingkat keawetan madu. Semakin tinggi kadar air maka semakin mudah terjadinya fermentasi. Hal ini disebabkan adanya jamur yang tumbuh aktif
7
didalam madu. Banyaknya kandungan air dalam madu dapat diukur menggunakan alat hydrometer. 2.
Keasaman Dalam kandungan madu terdapat kandungan asam organik seperti asam sitrat, asam asetat, asam laktat, asam butirat, asam oksalat, asam suksinat, dan asam format. Semakin tinggi kadar asam inilah yang dapat memperngaruhi pertumbuhan dari bakteri. Tetapi dengan kadar asam yang sangat tinggi maka madu tersebut tidak dapat dikonsumsi oleh manusia.
3.
Glukosa Kandungan gula pada nektar sebagian besar merupakan sukrosa. Selama proses pematangan maka enzim invertase akan memcah sukrosa menjadi lebih sederhana lagi yaitu fruktosa dan glukosa.
4.
Warna Madu secara umum memiliki warna coklat. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi warna madu, yaitu jenis asal tanaman yang diambil nektarnya, sifat tanah asal tanaman, serta tingkat pemanasan. Pemanasan madu dalam jangka yang lama akan merubah warna madu menjadi lebih tua dan akan menimbulkan kerak pada dasar madu.
5.
Aroma Aroma madu akan sejalan dengan warna madu. Makin gelap warna madunya maka aromanya akan makin keras atau menyengat. Tetapi jika kemasan tidak ditutup rapat maka aroma akan cepat menguap. Begitu juga jika dilakukan pemanasan, maka aroma akan mudah menghilang.
2.1.3
Manfaat Madu Di dalam Al-Qur’an pada surat An Nahl ayat 68 yang berbunyi “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah “Buatlah sarang sarang di bukit-bukit, di pohon pohon kayu, dan di tempat yang dibikin manusia.”” Pada surat An Nahl ayat 69 yang berbunyi “Dan Kemudian
8
makanlah dari tiap tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang orang yang memikirkan.” Beberapa penelitian menyebutkan khasiat ataupun manfaat dari madu. Beberapa manfaat madu, yaitu : 1.
Madu dapat mempercepat proses penyembuhan pada luka bakar 4. Jika madu dioleskan pada kulit yang mengalami luka bakar, maka madu akan mengurangi rasa sakit dan mencegah pembentukan lepuhan.
2.
Madu dapat mengatasi masalah insomnia (susah tidur). Dokter asal Inggris berpendapat bahwa madu memiliki kandungan zat yang berfungsi untuk mengurangi rasa stres dan memiliki zat tidur. Dokter asal Rusia pun berpendapat bahwa dengan mengkonsumsi satu sendok sedang madu di pagi hari akan mempermudah proses tidur pada malam hari, namun pada penderita insomnia berat dianjurkan mengkonsumsi dua sendok kecil madu sebelum tidur.
3.
Madu baik untuk pencernaan. Madu memiliki molekul gula yang mudah dirubah menjadi fruktosa dan glukosa sehingga pada pencernaan yang sensitif pun dapat mencerna madu dengan mudah.
4.
Madu sidr telah digunakan dalam aplikasi medis yaitu terapi penyakit hati, ulkus lambung, infeksi respirasi, gangguan digestif, penyakit mata, terapi bedah (caesarian section). Madu sidr memiliki antioksidan kuat dan antibakteri9.
5.
Madu
dapat
memperkuat
kinerja
otot
jantung.
Ibnu
sina
menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi madu dan buah delima dapat memberikan energi dan vitalitas untuk memperkuat otot jantung berdasarkan ensiklopedia medis. Hal ini terjadi karena efek madu terhadap peluasan pembuluh darah arteri.
9
6.
Madu dapat meredakan batuk maupun menghilangkan dahak dan untuk terapi kolitis14.
7.
Madu sangat bermanfaat bagi bayi, luka bakar 10, dan saluran pernapasan bagian atas4.
8.
Madu sebagai antioksidan. Kandungan dalam madu memiliki komposisi vitamin C, enzim, fenol, flavonoid, asam organik.
9.
Madu sebagai obat alternatif kecantikan. Madu dapat digunakan sebagai masker wajah dengan manfaat membuat kulit halus, kuat, lembut, segar, dan mencegah proses penuaan.
10. Memiliki potensi mengurangi patogen pada makanan 13 dan mencegah masuknya infeksi15
Beberapa penelitian tentang madu menunjukkan adanya aktivitas bakterisidal terhadap organisme patogen termasuk bakteri Gram negatif dan Gram positif5,6. Madu juga telah dilaporkan memiliki efek menghambat pertumbuhan pada 60 spesies bakteri termasuk aerob dan anaerob7. Banyak juga penelitian bahwa madu memiliki efek antibakteri terhadap bakteri yang sudah resisten terhadap beberapa jenis antibiotik 8. Madu gunung memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap bakteri Gram negatif maupun positif12. Banyak penelitian yang sudah meneliti khasiat madu seperti pengaruhnya
sebagai
agen
antibakteri.
Beberapa
faktor
yang
berpengaruh yaitu : 1.
Kadar gula yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri
2.
Tingkat keasaman madu yang tinggi akan mengurangi pertumbuhan dan kehidupan bakteri8.
3.
Terdapat senyawa hidrogen peroksida (H2O2) yang membunuh mikroorganisme
4.
patogen8.
Adanya senyawa organik (polifenol, flavonoid, inhibin, dan glikosida) yang bersifat antibakteri 19. Bahan aktif tersebut dapat merusak integritas dinding sel sehingga dapat menghambat atau
10
membunuh bakteri. Inhibin lebih sensitif terhadap bakteri Gram negatif daripada Gram positif. 5.
Memiliki efek osmotik yang tinggi dan fitokimia alami 8.
Madu murni memiliki efek bakterisidal terhadap beberapa organisme patogenik termasuk enteropatogen yaitu Salmonella sp, Shigella sp, Escherechia coli, dan organisme gram negatif lainnya. Madu dapat memperpendek durasi pada pasien diare dengan gastroenteritis akibat infeksi bakteri. Sehingga madu menjadi salah satu alternatif terapi kolitis14.
2.1.4
Mekanisme Agen Antimikroba (Flavonoid) Madu memiliki senyawa-senyawa yang dianggap sebagai agen antimikroba. Agen antimikroba memiliki efek bakteriostatik dan bakterisidal. Salah satu jenis antimikroba pada madu adalah flavonoid. Beberapa mekanisme flavonoid sebagai agen antimikroba, yaitu : 1.
Menghambat fungsi membran sitoplasma Sophoraflavanone G memberikan dampak pada membran sel bakteri. Jenis flavonoid ini mengganggu tingkat kestabilan lapisan membran bagian dalam dan luar. Hal ini terjadi akibat flavonoid menyerang daerah membran sel yang bersifat hidrofobik maupun hidrofilik. Epigallocatechin gallate dapat menginduksi terjadinya kebocoran pada ruang intraliposomal sehingga molekul-molekul kecil dapat memasuki ruang tersebut. Catechins dapat penetrasi ke lapisan membran lipid sehingga menggangu fungsi dari lapisan membran tersebut. Cathechins dapat juga menyebabkan fusi pada membran luar dan dalam sehingga terjadi kebocoran dan agregasi dari meterial. Semua mekanisme tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan
permeabilitas sel sehingga sel akan lisis.
11
2.
Menghambat metabolisme energi Licochalcone A dapat menghambat penggabungan prekursor radioaktif menjadi makromolekul (DNA, RNA dan protein), menghambat
konsumsi
oksigen,
menghambat
aktivitas
NADH-sitokrom c reduktase. Sehingga pembentukkan energi yang seharusnya
dibutuhkan
tidak
dapat
terbentuk.
Akhirnya
menyebabkan kematian sel.
3.
Menghambat sintesis asam nukleat Penelitian yang dilakukan oleh Mori dan rekan kerjanya 21 membuktikan bahwa flavonoid jenis robinetin dan myricetin dapat menghambat sintesis DNA dan RNA. Menghambat sintesis protein dan lemak. Hal ini terjadi karena cincin B pada flavonoid dapat berikatan dengan unsur hidrogen pada penghubung antara basa purin (guanin & adenin) dengan basa
pirimidin
(sitosin
&
timin)
sehingga enzim helikase yang berfungsi sebagai pemutus ikatan ganda DNA tidak dapat mengenalinya dan tidak dapat berfungsi sehingga sintesis asam nukleat tidak dapat terjadi. Flavonoid menghambat aktifitas DNA girase karena flavonoid dapat berikatan dengan subunit GyrB pada DNA girase Escherichia coli sehingga proses perbaikan segmen yang bermasalah dan replikasi DNA tidak dapat terjadi. Berhubung aktivitas DNA girase sangat bergantung pada kebutuhan ATP, maka apabila flavonoid pun menghambat aktivitas enzim ATPase maka sintesis asam nukleat pada bakteri Escherichia coli tidak dapat terjadi.
2.1.5
Kriteria Uji Madu Hasil uji sampel madu karet yang dilakukan di Laboraturium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro. Hasil uji akan ditinjau berdasarkan SNI 01-3545-2004, antara lain : 1.
Enzim diastase berfungsi dalam merubah polisakarida menjadi monosakarida.
Proses
pengujian
aktifitas
enzim
diastase
12
berdasarkan
prinsip
larutan
pati
dengan
ditambahkan
iod
menghasilkan warna biru. Enzim diastase mengubah pati menjadi gula. Sehingga jika adanya aktifitas enzim diastase, warna biru akan pada larutan pati akan menghilang. Semakin tinggi aktifitas enzim diastase maka semakin cepat warna biru akan menghilang.
2.
Hidroksimetilfurfural (HMF) pada madu merupakan indikator kesegaran dan pemprosesan panas yang dilakukan pada madu serta dapat dilakukan untuk pedoman lamanya penyimpanan. Pada saat penyimpanan, kadar HMF dapat meningkat 2-3 mg/kg/tahun, berdasarkan suhu dan pH pada proses penyimpanan. Proses pengujian
hidroksimetilfurfural
(HMF)
berdasarkan
prinsip
perbedaan absorbansi, contoh panjang gelombang 284 nm dari 336 nm, dengan menggunakan pembanding berupa larutan natrium bisulfit (NaHSO3).
3.
Proses pengujian kadar air menggunakan prinsip pembacaan nilai indeks bias madu dengan suhu 20 oC atau suhu pembaca yang telah dikoreksi 20oC menunjukkan besarnya kadar air pada madu. Proses pengujian tingkat keasaman pada madu menggunakan prinsip netralisasi asam dengan basa. Metode pengujian arsen dapat dilakukan dengan cara yaitu spektrofotometri biru molibdenium, spektrofotometri perak dietilditiokarbamat, dan spektrofotometri serapan atom.
Tabel 2.2 Uji madu berdasarkan SNI 01-3545-2004 No 1 2 3
Jenis uji Aktifitas enzim diastase Hidroksimetilfurfural (HMF) Air
Satuan DN
Persyaratan Minimal 3
mg/kg
Makssimal 50
% b/b
Maksimal 22
13
Gula pereduksi (dihitung
4
% b/b
sebagai glukosa)
5
Keasaman
6
Sukrosa
1 N/kg
Maksimal 5
% b/b
Maksimal 0,5
% b/b
Maksimal 0,5
Timbal (Pb)
mg/kg
1,0
Tembaga (Cu)
mg/kg
5,0
mg/kg
0,5
yang
tak
larut
dalam air
8
Maksimal 50
% b/b
Padatan
7
ml NaOH
Minimal 65
Abu Cemaran logam
9
10
2.1.6
Cemaran arsen (As)
Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin Pada
uji
sensitivitas
terhadap
mikroba
dapat
dilakukan
menggunakan antibiotik amoksisilin. Zona hambat dari hasil pengukuran tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan CLSI guidelines 2011. Tabel 2.3 Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin terhadap bakteri Zona hambat agen antimikroba berdasarkan CLSI guidelines 2011 Antibiotik
Dosis
Perlakuan
Susceptible Intermedietly
Resistant
susceptible Amoksisilin 20/10 ug
Enterobacteriaceae
≥ 18 mm
Haemophilus
≥ 20 mm
≤ 19 mm
≥ 20 mm
≤ 19 mm
14-17 mm
≤ 13 mm
influenzae Staphylococcus aureus
14
2.1.7
Uji Sensitifitas Agen Antimikroba Melakukan uji sensitifitas bakteri terhadap agen antimikroba dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode disk diffusion dan metode Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Interpretasi hasil dari kedua metode tersebut berdasarkan The National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS). Metode disk diffusion terdiri dari 8 tahapan prosedur yaitu tentukan koloni, siapkan suspensi inokulum, standarisasi suspensi inokulum, inokulasikan pada cawan, letakkan disk antimikroba, inkubasi cawan, ukur zona hambat, dan interpretasikan hasil 24. Pada tahap penentuan koloni lakukan seleksi koloni secara tepat terlebih dahulu, biakan pada media selektif, dan lakukan standarisasi suspensi tersebut. Jika pada penelitian menggunakan lebih dari satu koloni maka peluang untuk mendeteksi adanya resistensi menjadi lebih besar. Pada tahap selanjutnya, saat melakukan standarisasi suspensi inokulum dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan fase pertumbuhan dengan perbandingan logaritma. Namun sebelum menggunakan kedua metode tersebut, kekeruhan suspensi harus dicocokkan dengan larutan McFarland 0,5. Pada tahap inokulasi pada cawan dapat dilakukan dengan swab yang dicelupkan pada media suspensi kemudian goreskan pada cawan yang sudah ada media agar selektif. Pada tahap selanjutnya, disk yang sudah direndam di agen antimikroba selama 15 menit dapat diletakkan pada cawan inokulum. Lalu inkubasi cawan 35OC selama 16-18 jam. Kemudian ukur zona hambat yang terbentuk dengan menggunakan penggaris atau jangka sorong. Metode Minimal Inhibitory Concentration (MIC) merupakan metode untuk mengetahui konsentrasi terendah agen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Determinasi jumlah koloni bakteri pada dilusi yang spesifik terhadap agen antimikroba. Ada 7 tahapan prosedur dalam menggunakan metode MIC yaitu inokulasi, persiapan suspensi
inokulum,
campurkan
suspensi
inokulum
sampai
15
mencair/merata, cek kejernihan inokulum, pencegahan agar tidak menguap, inkubasi pada suhu 35OC selama 16-20 jam. Pada proses inokulasi, lakukan isolasi koloni pada media agar selektif selama 18-24 jam. Kemudian buatlah suspensi dengan mencocokkan dengan McFarland 0,5. Lalu campur suspensi 2 mL dengan aquade 38 mL untuk pengenceran, lakukan dengan hati-hati. Kemudian untuk mengecek kemurnian inokulum, lakukan kultur pada media agar di cakram lalu inkubasi 37OC untuk mengecek apakah ada koloni bakteri yang tumbuh.
2.1.8
Morfologi dan Klasifikasi Escherichia coli Taksonomi : Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Sumber : ncbi.nlm.nih.gov
Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang bersifat Gram negatif, berbentuk batang, tidak memiliki spora, dan memiliki fimbrae (flagella peritrikus). Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif, dapat hidup pada suhu optimum 370C. Escherichia coli memiliki kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas.
Gambar 2.2 Escherichia coli
Gambar 2.3 Escherichia coli
Sumber : Jawetz dkk, 2010
Sumber : Kayser, 2005
16
Dinding sel terdiri dari beberapa lapisan yang bersifat rigid yang melapisi bagian luar dari membran plasma 17. Fungsi dari dinding sel, yaitu : 1.
Memberikan bentuk dari sel bakteri tersebut
2.
Melindungi sel dari proses lisis osmotik, seperti efek yang ditimbulkan oleh beberapa jenis antibiotik dan substansi yang bersifat toksik
3.
Bersifat patogenik
Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang kompleks dengan ketebalan 2-7 nm lapisan peptidoglikan yang kemudian dilapisi lagi oleh lapisan peptidoglikan 2-8 nm pada bagian luar (outer membrane). Dinding bakteri Gram negatif lebih rentan terhadap tekanan osmotik. Pada Gram negatif terdapat struktur yang penting, terletak diantara membran plasma dengan outer membrane yang disebut periplasmic space. Ruangan ini terisi oleh periplasm. Terdapat lapisan peptidoglikan tipis setelah membran plasma dan selanjutnya terdapat periplasmic space dengan kontribusi terhadap dinding sel sebesar 5-10 %. Salah satu contoh, pada bakteri E. coli, lapisan ini termasuk tebal dengan 2 nm dan terdiri hanya satu atau dua lapisan peptidoglikan. Pada Bakteri Gram negatif terdapat periplasmic space yang memiliki daya tarik lebih kuat daripada bakteri Gram positif.
Ketika ada
gangguan pada dinding sel bakteri maka dengan kemampuan yang dimiliki oleh periplasmic space, membran plasma akan tetap kokoh pada tempatnya. Serta periplasmic space dapat mengeluarkan enzim periplasmic dan protein dalam sistem pertahanannya. Pada membran terluar terdapat lipopolisakarida (LPSs), yang merupakan kompleks molekul terdiri dari lipid, karbohidrat, dan 3 bagian yaitu lipid A, inti polisakarida, antigen O. Daerah lipid A terdiri dari dua glukosamine derivat gula dengan 3 asam lemak dan phospat yang melekat. Asam lemak A melekat pada permukaan membran terluar
17
dan bergabung dengan inti polisakarida. Antigen O merupakan rantai polisakarida . Lipopolisakarida (LPS) memiliki beberapa fungsi yaitu : 1.
Berkontribusi terhadap gangguan pada permukaan bakteri karena memiliki inti polisakarida yang terdiri dari gula dan phospat,
2.
Membantu stabilisasi pada struktur permukaan membran karena lipid A sebagai pemegang peranan terbesar dalam hal ini,
3.
Proses pertahanan dalam mekanisme pembuatan biofilm,
4.
Bertanggungjawab
terhadap
permeabilitas
dinding
sel
dari
faktor-faktor gangguan seperti antibiotik dan toksik bagi bakteri. Lapisan membran terluar lebih permeabel daripada membran plasma sehingga nutrisi dapat mudah masuk melalui protein porin seperti glukosa dan jenis monosakarida lainnya, 5.
Mempertahankan sifat patogen bakteri terhadap serangan imun tubuh,
6.
Lipid A pada LPS merupakan toksik bagi tubuh, sehingga jika memasuki pembuluh darah manusia dapat menimbulkan gejala gejala toksik seperti shok septik.
Gambar 2.4 Dinding Bakteri Gram Negatif Sumber : Hanna-Lenna, 2007
2.1.9
Jenis-jenis Bakteri Escherichia coli 1.
Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) EPEC merupakan penyebab tersering diare pada neonatus di negara berkembang. Pada awalnya EPEC menempel pada sel mukosa di usus kecil. Manifestasi klinis berupa diare yang sangat
18
cair. Hal ini dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan namun bisa juga menjadi kronis sehingga harus menggunakan antibiotik.
2.
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) ETEC merupakan penyebab tersering diare pada neonatus di negara berkembang yang sering berpergi-pergian ke suatu daerah yang baru traveler’s diarrhea dan gastroenteritis. Jalur transmisi melalui fecal-oral; sanitasi dan kebersihan yang buruk, serta makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi. Pada awalnya ETEC menempel pada sel epitel pada usus kecil. Beberapa strain jenis ETEC memproduksi heat-labile exotoxin (LT). Toksik ini mempengaruhi aktivitas adenilat siklase. Sehingga meningkatkan
konsentrasi
cyclic
adenosine
monophosphate
(cAMP). Hal ini menyebabkan hipersekresi cairan dan clorin dan menghambat reabsorbsi sodium. Lumen usus mejadi terenggang akibat hipersekresi cairan dan hipermotilitas. Beberapa jenis ETEC lainnya ada yang menghasilkan heat-stable enterotoxin (ST). Toksik ini dapat mengaktifkan guanilat siklase pada epitel sel enterik sehingga dapat menyebabkan diare yang lebih berat. Masa inkubasinya sekitar 24-72 jam. Gejala-gejala yang dapat muncul pada seseorang yang terinfeksi yaitu demam rendah, diare akan cair tanpa disertainya darah maupun mukus, muntah, asidosis, terasa keram pada perut, dan dehidrasi.
3.
Shiga Toxin Producing Escherichia coli (STEC) Bakteri ini memiliki 2 jenis sitotoksik yaitu Shiga-like toksik 1 dan Shiga-like toksik 2. STEC dapat menyebabkan perdarahan kolon, diare berat, hemolisis uremi sindrom, gagal ginjal akut, mikroangiopati hemolitik anemia, dan trombositopenia. The Shiga-like toxins memiliki struktur yang mirip dengan toksik yang dihasilkan shigella yaitu Shigella dysenteriae type 1. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji sitotoksik sel kultur
19
menggunakan metode vero sel dan polymerase chain reaction (PCR). Beberapa manifestasi klinis diatas seperti perdarahan kolon dapat dicegah dengan memasak terlebih dahulu daging yang ingin dikonsumsi.
4.
Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) EIEC sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan pada orang-orang yang sering berpergi-pergian ke daerah tertentu. Bakteri ini memiliki sifat patogen mirip shigella yaitu nonmotil dan dapat memfermentasikan laktosa. EIEC dapat menimbulkan manifestasi klinis jika menginvasi epitel sel mukosa pada intestine. Masa inkubasi sekitar 12-72 jam. EIEC dapat menyebabkan basilar disentri pada anak-anak. Jalur transmisi masuknya bakteri ini melalui fecal-oral. Gejala khas yang muncul adalah diare dengan campuran darah pada fesesnya.
5.
Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) EAEC dapat menyebabkan diare akut dan kronik (>14 hari). Biasanya
terjadi
pada
negara-negara
berkembang
maupun
negara-negara industri penghasil pangan. Bakteri ini dapat memproduksi ST-like toxin dan hemolisin serta enterotoksin. Jalur transmisi melalui fecal-oral; sanitasi dan kebersihan yang buruk, serta makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi. Masa inkubasi selama 12-72 jam. Gejala yang dapat timbul adalah gangguan saluran pencernaan disertai diare yang sangat cair, demam, kram dan muntah, terkadang ditemukan darah pada fesesnya. Ini merupakan penyakit yang serius jika diderita oleh infant.
6.
Escherichia coli-Enterohemorrhagic (EHEC) EHEC dapat menyebabkan hemorragic colitis. Sebagian besar transmisi melalui person to person, makanan yang terkontasminasi,
20
seperti daging setengah matang dan melalui fecal-oral. Masa inkubasi selama 2-8 hari. Beberapa gejala yang dapat mencul seperti demam rendah, kram, nyeri perut, diare yang sangat cair disertai darah. Sebagian kecil pasien anak-anak, penyakit ini akan berkelanjutan menjadi hemolitik uremik syndrom. Sebagian besar kasus, penyakit ini bersifat self-limitied.
2.1.10
Penyakit-penyakit akibat Escherichia coli Bakteri Escherichia coli memiliki habitat asli pada saluran gastrointestinal. Namun bakteri ini dapat bermigrasi ke organ-organ lainnya dan dapat menyebabkan keadaan patogen pada daerah yang ditempatinya
seperti
bermigrasi
ke
saluran
kemih
sehingga
menyebabkan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Kondisi optimum untuk bakteri ini tumbuh pada temperatur antara 45-114oF, pH antara 6-8. Tetapi ada beberapa jenis Escherichia coli yang dapat hidup pada pH dibawah 4,3 maupun pH antara 9-10. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri penyebab terbesar penyakit diare. Diare lebih banyak menyerang usia muda seperti anak-anak daripada dewasa. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu makanan dan kebersihan yang kurang. Banyak anak yang tidak memperhatikan kebersihan tangannya sebelum mengkonsumsi makanan. Hal ini lah yang menjadi faktor risiko terbesar anak-anak mengalami diare. Diare merupakan keluarnya cairan abnormal pada saluran keluar gastrointentinal dengan peningkatan frekuensi. Diare akut terjadi kurang dari 2 minggu, kemudian jika 2 sampai 4 minggu terjadi maka disebut diare persisten, sedangkan jika durasi sudah melebihi 4 minggu maka dikatakan diare kronik. Sebagian besar (90%) penyebab diare akut merupakan akibat dari infeksi agen mikroorganisme. Hal ini dapat disertai dengan manifestasi klinis berupa demam, muntah, dan nyeri abdomen. Namun penyebab
21
lainnya dapat disebabkan oleh medikasi, toksik, serta kondisi-kondisi lainnya. E.coli merupakan organisme flora normal pada fecal. Mekanisme E.coli dapat menyebabkan diare, diawali dengan menempelnya organisme pada glikoprotein atau reseptor glikolipid kemudian diikuti dengan produksi substansi berbahaya yang dapat merusak dan menggangu fungsi dari sel usus18. ETEC dapat menyebabkan sedikit atau bahkan tidak ada perubahan terhadap mukosa usus. Tetapi organisme ini dapat membentuk kolonisasi pada usus kecil dan membentuk sebuah enterotoksin. Kolonisasi pada usus memerlukan adanya fimbrial colonization factor antigens (CFAs). CFAs yang kemudian menginduksi terjadinya penempelan pada epitel usus. ETEC dapat memproduksi heat-labile enterotoxin (LT) atau heat-stable enterotoxin (ST) atau keduanya. Kedua jenis enterotoksin ini memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan diare. LT merupakan molekul besar yang terdiri dari 5 subunit reseptor pengikat dan 1 subunit enzimatik aktif. LT secara struktural dan fungsional mirip dengan toksin kolera. LT dapat menstimulasi adenilat siklase sehingga siklus adenosin phospat meningkat. Sedangkan ST merupakan molekul kecil yang berbeda dengan LT maupun toksin kolera. ST dapat menstimulasi guanilat siklase sehingga siklus guanosin monophospat meningkat. EIEC menyebabkan lesi dengan disertainya ulkus, perdarahan, dan infiltrasi dari polymorphonuclear leukocytes (PMN) dan edema pada mukosa bahkan dapat mencapai submukosa. Strain EIEC memiliki mekanisme yang mirip dengan shigella dalam menginvasi epitel usus dan menyebabkan gejala mirip disentri. Proses terjadinya invasi dimulai dari organisme memasuki sel kemudian melakukan multiplikasi di dalam sel lalu menyebar melalui intraselular dan interselular dan akhirnya sel tersebut akan mati.
22
Gambar 2.5 Patofisiologi Escherichia coli sumber : James dkk, 2004
EPEC dapat menyebabkan struktur vili usus menjadi rusak, perubahan area menjadi inflamasi dan terkelupasnya mukosa sel superfisial. Lesi ini biasanya terjadi pada daerah duodenum
sampai
kolon. Mekanisme EPEC menyebabkan diare terbagi menjadi 3 tahap. Pertama, bakteri menempel pada epitel usus pada lokasi tertentu. Kedua, memproduksi dan mentranslokasi protein bakteri sampai membentuk komplek menyerupai jembatan yang menghubungkan bakteri dengan sel host. Ketiga, terjadi penempelan yang sangat kuat antara bakteri dengan sel host. Pada tahap ketiga ditandai dengan penempelan bakteri pada sel host yang sangat kuat, penghapusan enterosit, dan membentuk formasi bertumpuk-tumpuk. STEC biasanya menginfeksi bagian kolon sehingga menyebabkan edema, deposit fibrin, perdarahan pada submukosa, terbentuk ulkus pada mukosa, infiltrasi netrofil, dan mikrovaskular trombus. Biasanya juga terlihat pseudomembran kolitis. Organisme ini memproduksi toksin Stx16, yang terdiri dari 2 tipe yaitu Stx1 dan Stx2. Masing-masing toksin
23
memiliki sub unit A dan B. Sub unit B akan mengikat reseptor glikospingolipid pada host. Sub unit A akan di endositosis. Toksin akan menyerang target 28S rRNA sehingga sisntesis protein akan terhenti dan sel akan mati. Stx pada akhirnya akan bersirkulasi pada pembuluh darah sehingga
mengaktifkan
kaskade
koagulasi
yang
menyebabkan
terbentuknya mikrotrombus, intravaskular hemolisis, dan iskemia.
2.2 Kerangka Konsep Madu
Unsur-unsur penyebab penyakit
Agen Antimikroba
Bakteriostatik
Bakteriosidal
Etiologi : Escherichia coli patogen
Pertumbuhan koloni Escherichia coli terhambat Gambar 2.6 Kerangka Konsep
Madu memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat madu sebagai agen antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut yaitu flavonoid. Jenis-jenis flavonoid yaitu apigenin, galangin, pinocembrin, ponciretin, genkwanin, sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin, naringenin, epigallocatechin gallate
dan
derivatnya,
luteolin,
luteolin
7-glucoside,
quercetin,
24
3-O-methylquercetin, quercetin glycosides, kaempferol dan derivatnya. Jenis flavonoid lainnya adalah flavone glycosides, isoflavones, flavanones, isoflavanones, isoflavans, flavonols, flavonol glycosides, dan chalcones. Senyawa-senyawa dapat menghambat pertumbuhan dan multiplikasi bakteri (bakteriostatik) serta dapat membunuh sel bakteri (bakterisidal). Sehingga pertumbuhan koloni bakteri seperti Escherichia coli dapat terhambat.
2.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Skala
Kategori
Variabel Terikat (dependent) Diameter zona hambat Zona Hambat
pada pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in
Numerik
Numerik / angka
vitro Variabel Tidak Terikat (independent) 100% Madu Karet
Konsentrasi madu karet tanpa proses ekstraksi
Kategorik
50% 25% 20%
Residu (Madu Karet + Aseton)
Sedimen (Madu Karet + Aseton)
Residu (Madu Karet + n-Heksan)
Konsentrasi residu madu karet dengan proses ekstraksi menggunakan
100% Kategorik
50% 25%
pelarut aseton
20%
Konsentrasi sedimen
100%
madu karet dengan proses ekstraksi menggunakan
Kategorik
50% 25%
pelarut aseton
20%
Konsentrasi residu madu
100%
karet dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan
Kategorik
50% 25% 20%
25
Sedimen (Madu Karet + n-Heksan)
Konsentrasi sedimen madu karet dengan proses ekstraksi menggunakan
100% Kategorik
pelarut n-heksan
50% 25% 20%
Pelarut dalam proses Kontrol Negatif
ekstraksi yang digunakan sebagai kontrol
Kategorik
pertumbuhan Escherichia
Aseton n-heksan
coli secara in vitro Antibiotik yang Kontrol
digunakan sebagai kontrol
Positif
pertumbuhan Escherichia coli secara in vitro
Kategorik
Amoksisilin 25 ug
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian uji eksperimental secara in vitro dengan post test control only design menggunakan teknik disk diffusion untuk melihat peranan ekstrak madu karet dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pembelian dan determinasi dilakukan di Taman Wisata Lebah Madu Cibubur daerah Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur. Sedangkan pengekstrakan dan uji sensitivitas madu karet dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta. Penelitian ini dilakukan mulai pada bulan Februari sampai Agustus 2014.
3.3 Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan bakteri Escherichia coli yang ditanamkan dalam media nutrien agar. Pada penelitian ini menggunakan uji in vitro. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jumlah kelompok sebanyak 7 kelompok yaitu madu karet tanpa ekstraksi, ekstrak madu dengan variasi konsentrasi 20%, 25% , 50% , 100%, serta kontrol positif menggunakan antibiotik amoksisilin 25 ug maupun kontrol negatif menggunakan pelarut aseton dan n-heksan.
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus federer : (k-1).(n-1) ≥ 15
Keterangan : k = jumlah kelompok perlakuan n = jumlah sampel dalam tiap kelompok
26
27
Sehingga hasil penghitungan sampel menurut rumus federer, sebagai berikut : (k-1).(n-1) ≥
15
(7-1).(n-1) ≥
15
6.(n-1)
≥
15
6n - 6
≥
15
6n
≥
21
n
≥
21/6
n
≥
4
(hasil pembulatan)
Maka jumlah pengulangan yang dipakai pada penelitian ini berjumlah 4 pengulangan.
3.4 Identifikasi Variabel 3.4.1
Variabel Bebas Madu karet 100% dan hasil ekstraksi madu karet yang berasal dari lebah Apis mellifera berupa sedimen maupun residu dari pelarut aseton dan n-heksan dengan berbagai variasi konsentrasi (20% , 25% , 50% , 100%), kontrol positif menggunakan antibiotik amoksisilin 25 ug serta kontrol negatif menggunakan pelarut aseton dan n-heksan.
3.4.2
Variabel Terikat Zona hambat (zona bening) pada pertumbuhan bakteri Escherichia coli di media nutrien agar yang diukur diameternya menggunakan jangka sorong dengan satuan milimeter (mm)
28
3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1
3.5.2
Alat Penelitian 1.
Bunsen
13. Alat tulis
25. Alkohol
2.
Alumunium foil
14. Label
26. Jangka sorong
3.
Laminar air flow
15. Timbangan
27. Inkubator
4.
Tabung reaksi
16. Kamera
28. Kapas swab
5.
Rak tabung
17. Baki
29. Pengukur waktu
6.
Blank disk
18. Vortex
30. Cawan petri
7.
Mikro pipet
19. Tissue
31. Spatula
8.
Autoclav
20. Pinset
9.
Ose
21. Korek api
10. Labu ukur
22. Oven
11. Timbangan elektronik
23. Shaker
12. Gelas beker
24. Corong pisah
Bahan Penelitian 1.
Nutrien agar
2.
Madu Karet
3.
Ekstrak Madu
4.
Aseton
5.
n-Heksan
6.
Amoksisilin 25 ug
3.6 Cara Kerja Penelitian 3.6.1
Sterilisasi Alat Seluruh peralatan yang akan digunakan selama penelitian harus dibersihkan dengan cara dicuci kemudian dikeringkan lalu dibungkus dengan kertas alumunium foil. Kemudian dilakukan sterilisasi di dalam autoclave selama 30 menit dengan mengatur tekanan sebesar 1,5 atm pada suhu 121o C.
29
3.6.2
Pembuatan Media Agar 11,5 gram nutrient agar dilarutkan dalam 500 mL akuades lalu dipanaskan sampai mendidih selama ± 40 menit. Setelah itu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 1,5 atm selama 15 menit.
3.6.3
Kultur Bakteri Butiran cryo Escherichia coli yang berasal dari microbank dengan suhu -800C dimasukkan ke dalam media cair Buffered Peptone Waters (BPW). Kemudian inkubasi di dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC.
3.6.4
Prosedur Ekstraksi Proses ekstrasi madu karet menggunakan metode ekstrak cair-cair. Dengan perbandingan (madu : pelarut) sebanyak (1 : 1). Ambil madu karet sebanyak 50 mL. Kemudian madu karet dimasukan kedalam masing-masing corong pisah A dan B. Lalu tambahkan pelarut 50 mL aseton pada corong pisah A dan 50 mL n-heksan pada corong pisah B. Setelah itu corong pisah dikocok selama 3 jam dengan shaker. Lalu pindahkan dari corong pisah A ke gelas beker C dan corong pisah B ke gelas beker D untuk dilakukan pemisahan secara sempurna antara madu karet dan pelarut selama 12 jam. Lalu hasil ekstrak madu karet dengan pelarut yang sudah didiamkan selama 12 jam pada gelas beker C dan D kemudian dikeluarkan dan dipisahkan menggunakan pipet lalu diletakkan pada gelas beker E, F, G, H. Kemudian dipekatkan menggunakan oven dengan suhu 80oC. Keterangan (Lampiran 5) : 1.
Corong pisah A : campuran (madu karet + aseton)
2.
Corong pisah B : campuran (madu karet + n-heksan)
3.
Gelas beker C : hasil ekstrak (madu karet + aseton)
4.
Gelas beker D : hasil esktrak (madu karet + n-heksan)
5.
Gelas beker E : residu/cairan hasil ekstrak (madu karet + aseton)
30
6.
Gelas beker F : sedimen/endapan hasil ekstrak (madu karet + aseton)
7.
Gelas beker G : residu/ cairan hasil ekstrak (madu karet + n-heksan)
8.
Gelas beker H : sedimen/endapan hasil ekstrak (madu karet + n-heksan)
3.6.5
Pembuatan Variabel Konsentrasi Uji antibakteri dengan madu karet tanpa ekstraksi dan ekstrak madu karet dengan variasi konsentrasi yang disesuaikan dengan penelitian sebelumnya yaitu 20 %, 25 %, 50 %, 100 % dan kontrol positif menggunakan antibiotik amoksisilin 25 ug. Sedangkan kontrol negatif menggunakan pelarut aseton dan n-heksan. Volume zat terlarut
Konsentrasi =
X 100%
Volume zat terlarut + volume pelarut Keterangan : n = volume zat terlarut Sehingga peneliti menggunakan volume zat terlarut saat konsentrasi 20%, 25%, 50%, dan 100% berturut-turut yaitu 1 mL, 1,25 mL, 2,5 mL, dan 5 mL.
3.6.6
Metode disk diffusion Ambil kultur dalam BPW (Buffered Peptone Water) menggunakan pipet sebanyak 1 mL lalu masukkan ke dalam masing-masing cawan petri kemudian campur dengan nutrien agar sebanyak 15-20 mL. Kemudian blank disk direndam didalam wadah yang berisi residu/sedimen/aseton/n-heksan/madu karet selama 15 menit. Kemudian blank disk yang sudah terendam serta antibiotic disk amoksisilin 25 ug diletakkan di cawan petri yang sudah berisi biakan murni bakteri Escherichia coli. Lalu diinkubasi didalam inkubator dengan suhu 37 o selama 24 jam. Kemudian disk akan berdifusi pada media nutrient agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan pada mikroorganisme di permukaan media nutrient agar. Kemudian
31
diukur diameter zona hambat menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,02 milimeter (mm).
3.7 Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah uji statistik one way ANOVA. Uji statistik one way ANOVA digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak madu karet terhadap pertumbuahan Escherichia coli. Analisis data menggunakan program SPSS (Statistical Product of Service Solution) for Windows versi 17.
32
3.8 Alur Penelitian Uji Determinasi
Pengambilan Sampel Madu
Ekstrak Madu
Variasi Konsentrasi
A 20 %
B 25 %
C 50 %
D 100 %
Kultur Bakteri Escherichia coli
E Kontrol Negatif (aseton & n-heksan)
Uji disk difusi
Rerata tiap kelompok Nutrien agar Uji statistik
Kesimpulan
Gambar 3.1 Alur Penelitian
F Kontrol Positif (amoksisilin 25 ug)
G Madu tanpa ekstrak
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Standarisasi Madu Pihak PT. Madu Pramuka melakukan uji standarisasi sampel madu karet murni di Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro. Berdasarkan uji Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004, maka dari hasil 10 parameter yang sudah dilakukan pada uji madu karet yaitu uji aktifitas enzim diastase, hidroksimetilfurfural (HMF), kadar air, gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa), tingkat keasaman, dan sukrosa telah memenuhi standarisasi uji.
4.2 Metode Ekstraksi Madu Karet Pencampuran antara madu karet dengan pelarut yang berbeda kepolarannya bertujuan untuk memisahkan zat aktif pada madu karet dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Namun untuk lebih mempermudah pemisahannya
digunakan
corong
pisah
selama
3
jam.
Kemudian
menghasilkan fasa residu/cair pada bagian atas dan fasa sedimen/endapan pada bagian bawah. Pada ekstrak madu karet menggunakan pelarut aseton menghasilkan 2 fasa ekstrak, yaitu fasa residu/cairan berwarna bening krem dan endapan berwarna krem. Pelarut aseton telah menarik zat aktif yang terdapat pada madu karet yang ditandai dengan perubahan warna pelarut menjadi bening krem.
Tabel 4.1 Hasil ekstrak cair-cair madu karet Jenis pelarut Aseton n-Heksan
Fasa residu/cair Cairan berwana bening krem Cairan berwarna bening
33
Fasa sedimen/endapan
Warna krem agak kental Warna putih susu agak kental
34
Proses pemisahan menggunakan pelarut n-heksan menghasilkan fasa residu/cair berwarna bening dan endapan/sedimen berwarna putih susu. Lalu fasa residu/cair dan fasa sedimen/endapan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam gelas beker yang berbeda. Kemudian gelas beker dimasukkan kedalam oven untuk menguapkan sehingga fasa tersebut menjadi lebih pekat. Selanjutnya diencerkan untuk mendapatkan variasi konsentrasi yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri.
4.3 Hasil Uji Aktivitas Agen Antibakteri Ekstrak Madu Karet Uji aktivitas antibakteri ekstrak madu karet dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli yang bersifat Gram negatif secara in vitro menggunakan metode difusi cakram. Terbentuknya zona difusi di koloni menunjukkan tidak efektifnya hambatan pertumbuhan pada koloni. Namun terbentuknya zona hambat/bening menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli. Dalam penelitian ini digunakan zona bening sebagai indikasi adanya hambatan pada koloni bakteri yang diukur menggunakan jangka sorong dinyatakan dalam satuan ukur milimeter (mm)24. Semakin luas zona hambat/bening mengindikasikan bahwa aktifitas antibakteri madu karet semakin tinggi. Diameter zona hambat/bening dengan variasi konsentrasi pada koloni bakteri dibandingkan dengan zona bening/hambat disekitar cakram yang berisi kontrol positif (amoksisilin 25ug) dan kontrol negatif (aseton maupun n-heksan)24. Apabila zona hambat/bening yang dihasilkan oleh ekstrak madu karet lebih besar daripada kontrol positif maka ekstrak lebih efektif sebagai antibakteri daripada kontrol positif secara in vitro. Sedangkan apabila zona hambat/bening yang dihasilkan oleh ekstrak madu karet lebih kecil daripada kontrol positif maka ekstrak kurang efektif sebagai antibakteri. Penggunaan kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada efek antibakteri dari pelarut. Apabila kontrol negatif memiliki zona hambat/bening maka efek antibakteri pada ekstrak akan berkurang validitasnya. Hasil uji aktifitas antibakteri pada madu karet terdapat pada tabel 4.2.
35
Tabel 4.2 Hasil pengukuran Rata-rata Zona Hambat (mm) Sampel Uji 20%
25%
50%
100%
Madu Karet
0
0
21,03
29,88
Residu/cairan (Madu Karet + Aseton)
0
0
0
0
Sedimen (Madu Karet + Aseton)
0
0
21,18
28,58
Residu/cairan (Madu Karet + n-Heksan)
0
0
0
0
Sedimen (Madu Karet + n-Heksan)
0
14,70
18,08
26,18
Kontrol Negatif (Aseton maupun n-heksan)
-
-
-
0
Kontrol Positif (Amoksisilin 25 ug)
-
-
-
22,10
Berdasarkan tabel diatas, zona hambat tertinggi ditunjukkan oleh madu murni dengan konsentrasi 100% sebesar 29,88 mm. Madu karet tanpa proses ekstraksi memiliki daya hambat yang paling besar dibandingkan dengan parameter lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tanpa memisahkan molekul-molekul agen antimikroba aktif berdasarkan kepolaritasannya menggunakan pelarut aseton maupun n-heksan, madu karet murni sudah banyak mengandung agen antimikroba aktif. Gabungan antara agen antimikroba aktif yang bersifat polar, non polar, dan semi polar pada madu karet murni menyebabkan pada penelitian ini memiliki zona hambat yang paling besar sehingga madu karet tanpa proses ekstraksi menjadi kelompok yang paling sensitif. Senyawa yang memiliki tingkat kepolaran rendah yaitu isoflavones, flavones, methylated flavones, dan flavonols. Sedangkan senyawa yang memiliki tingkat kepolaran lebih tinggi yaitu flavonoid glycosides dan aglycones25.
36
Peneliti memilih kontrol positif dari golongan antibiotik beta-laktam yaitu amoksisilin dengan dosis 25 ug. Secara keseluruhan mekanisme kerja antibiotik golongan beta-laktam yaitu merusak dinding sel bakteri 24. Data peneliti terlihat bahwa pada saat madu karet dengan ekstraksi menggunakan pelarut aseton maupun n-heksan yang menghasilkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri Escherichia coli yaitu hanya kelompok sedimen sedangkan kelompok residu tidak menghasilkan zona hambat. Pelarut aseton menarik senyawa yang bersifat polar pada madu karet, sehingga pelarut aseton akan bercampur dengan senyawa polar pada madu karet dan senyawa-senyawa lainnya yang dicurigai memiliki efek antimikroba akan tertinggal pada sedimen/endapan hasil ekstrasi. Sedangkan pada pelarut n-heksan akan menarik senyawa-senyawa yang bersifat non-polar pada madu karet sehingga pelarut akan bercampur dengan senyawa non-polar madu karet21 dan meninggalkan sisa berupa endapan/sedimen yang memiliki efek antimikroba. Hal ini diduga karena banyaknya dan tingginya efek antimikroba yang terdapat pada madu karet. Efek antibakteri pada madu karet berasal dari flavonoid. Jenis-jenis flavonoid yaitu apigenin, galangin, pinocembrin, ponciretin, genkwanin, sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin, naringenin, epigallocatechin gallate dan derivatnya, luteolin, luteolin 7-glucoside,
quercetin,
3-O-methylquercetin,
quercetin
glycosides,
kaempferol dan derivatnya. Jenis flavonoid lainnya adalah flavone glycosides, isoflavones, flavanones, isoflavanones, isoflavans, flavonols, flavonol glycosides, dan chalcones21. Flavonoid dapat merusak membran sel dengan cara menghambat sintesis makromolekul20. Flavonoid juga dapat mendepolarisasi membran sel dan menghambat sistesis DNA, RNA, maupun protein yang sudah diobservasi pada S.aureus20. Selain itu flavonoid juga dapat menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma, dan menghambat metabolisme energi pada bakteri21.
37
Gambar 4.1 Hasil pengukuran zona hambat
Hasil pengukuran zona hambat dihubungkan dengan klasifikasi zona hambat berdasarkan tabel CLSI guidelines 2011. Bakteri Escherichia coli merupakan keluarga dari Enterobacteriaceae. Pada penelitian ini digunakan antibiotik amoksisilin 25 ug. Dosis amoksisilin ini yang menjadi keterbatasan peneliti karena tidak sesuai dengan CLSI guidelines 2011. Madu karet dengan konsentrasi 100% dengan rata-rata zona hambat 29,88 mm maupun dengan konsentrasi 50 % dengan rata-rata zona hambat 21,03 mm bersifat susceptible. Sedangkan semua hasil parameter uji madu karet pada konsentrasi 25% dan 20 % dikategorikan menjadi resistant, kecuali konsentrasi 25% pada sedimen (madu karet + n-heksan), namun peneliti memiliki keterbatasan dalam mengkategorikan sedimen (madu karet + n-heksan) konsentrasi 25% sebagai zona hambat atau zona difusi. Karena peneliti hanya menggunakan indera penglihatan tanpa alat bantu spesifik dalam melihat zona yang terbentuk dalam cawan petri. Berdasarkan hasil pengukuran zona hambat pada madu karet yang dihubungkan dengan klasifikasi kriteria respon penghambatan pertumbuhan bakteri menurut Greenwood 2011 sebagai berikut :
38
Tabel 4.3 Kriteria Hasil Zona Hambat Rata-rata Zona Hambat (mm) Sampel Uji 20%
25%
50%
100%
Madu Karet
Lemah
Lemah
Sangat kuat
Sangat kuat
Residu/cairan (Madu Karet + Aseton)
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Sedimen (Madu Karet + Aseton)
Lemah
Lemah
Sangat kuat
Sangat kuat
Residu/cairan (Madu Karet + n-Heksan)
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Sedimen (Madu Karet + n-Heksan)
Lemah
Kuat
Kuat
Sangat kuat
Pada penelitian Osho dan Bello15 tahun 2010 menggunakan variasi konsentrasi 5%, 25%, 50%, dan 100% dari madu yang diproduksi oleh lebah Apis mellifera dengan lokasi perkebunan terletak di Negara Nigeria dan Oyo state terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia, Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Pada penelitian tersebut menggunakan metode well diffusion dan didapatkan hasil yaitu pada konsentrasi 25% merupakan konsentrasi terendah ditemukan zona hambat. Tetapi pada penelitian ini, pada konsentrasi 25% tidak ditemukan zona hambat kecuali pada sedimen (madu karet + n-heksan) konsentrasi 25%. Namun pada sedimen ini, peneliti merasa memiliki keterbatasan dalam mengkategorikan bahwa adanya zona pada konsentrasi 25% termasuk dalam zona difusi atau zona hambat. Karena pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan indera penglihatan untuk mengkategorikan zona tersebut. Namun untuk memastikan lebih lanjut, dilakukan swab pada zona tersebut lalu dikultur pada media nutrien agar yang baru kemudian dilihat apakah ada bakteri yang hidup pada media nutrien agar baru tersebut.
39
Pada penelitian yang dilakukan oleh Alqurashi dkk 10 tahun 2013, penelitian perbandingan antara madu sidr dan madu gunung dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli, K. Pneumonia, P. aeruginosa, dan A. baumanni. Penelitian tersebut menggunakan 4 metode yang berbeda yaitu disk diffusion dengan variasi konsentrasi (10%, 20%, 40%, 60%, 80%), gel diffusion, minimal inhibitory concentration (MIC) dan minimal bactericidal concentration (MBC). Hasil dari penelitian tersbut ditemukan bahwa pada pengukuran MIC madu sidr dan madu gunung terhadap E-coli yaitu 20 mg/mL dan 20 mg/mL. Sedangkan pada pengukuran MBC madu sidr dan madu gunung terhadap E-coli yaitu 40 mg/mL dan 40 mg/mL. Pada pengukuran zona hambat pada konsentrasi terbesar (80%) madu sidr dan madu gunung terhadap E-coli menghasilkan zona hambat sebesar 25 mm dan 21 mm. Sedangkan pengukuran zona hambat pada konsentrasi terkecil (10%) madu sidr dan madu gunung terhadap E-coli menghasilkan zona hambat sebesar 14 mm dan 13 mm. Kesimpulan pada penelitian tersebut yaitu madu sidr lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri daripada madu gunung. Hal ini berbeda dengan hasil yang ada pada penelitian ini, pada penelitian ini pada konsentrasi 20% sudah tidak mengindikasikan adanya zona hambat. Hal ini terjadi karena efek agent antibakteri dengan konsentrasi terkecil yang terdapat pada madu sidr maupun madu gunung pada peneliti tersebut lebih besar dibandingkan oleh madu karet yang diteliti oleh peneliti. Namun jika dibandingkan zona hambat pada konsentrasi terbesar antara madu sidr (25.0 ± 0.58 mm) dan madu gunung (21.0 ± 0.58 mm) dengan madu karet peneliti (29,87 ± 1,1 mm), madu karet memiliki zona hambat lebih besar dibandingkan dengan kedua madu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan konsentrasi terbesar yang digunakan pada madu sidr (80%) dan madu gunung (80%) dengan madu karet (100%) dan dugaan kandungan agen antimikroba pada madu karet lebih besar daripada madu gunung dan madu sidr.
40
Peneliti melakukan pengolahan data statistik menggunakan software SPSS. Uji nomalitas menghasilkan signifikansi 0,077 (p>0,05) berarti distribusi data normal dan uji homogenitas dengan signifikansi 0,210 (p>0,05) yang mengindikasikan bahwa varian data homogen.
Tabel 4.4 Hasil pengolahan data Hasil
Parameter
Mean
Median
SD
Madu Karet 100%
29,8750
29,80
1,10265
Madu Karet 50%
21,0250
21,150
0,72744
28,5750
28,30
1,11766
21,1750
21,20
0,29861
26,1750
26,350
0,63966
18,0750
18,050
1,24197
22,10
22,10
0,42426
Sedimen
(Madu
Karet
+
Karet
+
Karet
+
Karet
+
Aseton) 100% Sedimen
(Madu
Aseton) 50% Sedimen
(Madu
n-Heksan) 100% Sedimen
(Madu
n-Heksan) 50% Amoksisilin 25 ug
Uji one-way anova menghasilkan signifikansi 0,000 (p<0,05) yang mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada tiap konsentrasi terhadap zona hambat. Hasil uji Post Hoc menunjukkan bahwa kelompok madu karet dengan konsentrasi 100% memiliki peran dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli lebih baik daripada kelompok yang lain.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Sebagian besar kelompok uji ekstrak madu karet berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. 2. Ekstrak sedimen madu karet yang berasal dari pelarut aseton maupun n-heksan dan madu karet tanpa proses ekstraksi memiliki daya hambat minimal pada konsentrasi 50% 3. Madu karet tanpa proses ekstraksi memiliki daya hambat yang lebih baik terhadap bakteri Escherichia coli secara in vitro daripada kelompok ekstrak yang lainnya. 4. Berdasarkan hasil uji statistik Post Hoc One Way Anova disimpulkan bahwa dosis yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli yaitu madu karet 100% tanpa proses ekstraksi.
5.2 Saran 1. Untuk lebih mengetahui perbandingan daya hambat yang lebih baik dari setiap kelompok maka diperlukan penelitian selanjutnya menggunakan pelarut yang bersifat semi polar seperti etil acetate. 2. Dibutuhkan penelitian selanjutnya secara in vivo
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Liu L, Johnson HL, Cousens S, Perin J, Scott S, Lawn JE, Rudan I, Campbell H, Cibulskis R, Li M, Mathers C, Black RE; Child Health Epidemiology Reference Group of WHO and UNICEF. Global, regional, and national causes of child mortality: an updated systematic analysis for 2010 with time trends since 2000. Lancet. 2012;379(9832):2151-61. 2. Kementrian Kesehatan RI. Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II Situasi Diare di Indonesia). Jakarta. 2011 3. Suranto Adji. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta : Agromedia Pustaka. 2004 4. Patra Ketut. Lebah untuk Kesejahteraan Masyarakat. Bekasi : Gaceca Exact. 2011 5. Ceyhan, N. and Ugur,A. Investigation of in vitro antimicrobial activity of honey. Riv. Biol. B. Forum, 94(2): 363-371. 2001 6. Al-Jabri, A.A., Nzeako, B., Al-Mahrooqi, Z., Al-Naqdy, A. and Nsanze, H. In vitro antibacterial activity of Omani and African honey. Br. J. Biomed. Sci., 60(1):1-4. 2003 7. Hannan A, Barkaat M, Saleem S, Usman M, Gilani WA . Manuka honey and its antimicrobial potential against multi drug resistant strains of Typhoidal salmonellae, Ph.D. thesis, Department of Microbiology, University of Health Science, Lahore, Pakistan. 2004 8. Patton T, Barrett J, Brennan J, Moran N. "Use of a spectrophotometric bioassay for determination of microbial sensitivity to manuka honey". J. Microbiol. Methods 64(1):84-95. 2006 9. Alandejani T, Marsan J, Ferris W, Slinger R, Chan F. Effectiveness of honey on Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa biofilms. Otolaryngol Head Neck Surg; 141(1):114-8. Epub. Mar. 2009 10. Alqurashi, A. M., Masoud, E. A., & Alamin, M. A. Antibacterial activity of Saudi honey against Gram negative bacteria, 5(January), 1–5. doi:10.5897/JMA2012.0235. 2013 11. Badawy, O. F. H., Shafii, S. S. A., Tharwat, E. E., & Kamal, A. M. Antibacterial activity of bee honey and its therapeutic usefulness against Escherichia coli O157 : H7 and Salmonella typhimurium infection, 23(3), 1011–1022. 2004
42
43
12. Mekawey, AAI. Evaluation the inhibitory action of Egyptian honey from various sources on fungal and bacterial growth and aflatoxins production. Ann. Agric. 55(2):221-223. 2010 13. Taormia, P.J., Niemira, B.A. and Beuchat, L.R. Inhibitory activity of honey against foodborne pathogens as influenced by the presence of hydrogen peroxide and level of antioxidant power. Int. J. of Food Microbiol. 69:217-225. 2001 14. Bilsel, Y., Bugra, D., Yamaner, S., Bulut, T. and Cevikbas, U. Could honey have a place in colitis therapy? Effects of honey, prednisolone and disulfiram on inflammation, nitric oxide and free radical formation. Dig. Surgery 19:306-311. 2002 15. Osho, A & Bello, O. Antimicrobial Effect of Honey Produced by Apis mellifera on some common Human Pathogens. Department of Microbiology, Olabisi Onabanjo University, P.M.B. 2002, Ago-Iwoye. Asian J. Exp. Biol. SCI. Vol 1 (4) 2010:875-880. 2010 16. Kaper, J. B., Nataro, J. P., & Mobley, H. L. Pathogenic Escherichia coli. Nature Reviews. Microbiology, 2(2), 123–40. 2004 17. Jawetz, Melnick & Adelberg’s. Medical Microbiology 25th Edition. Mc Graw Hill Lange. 2010 18. Pomerance, H. H. Nelson Textbook of Pediatrics. Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine. 1997 19. M Motior Rahman, Allan Richardson, & M Sofian-Azirun. Antibacterial Activity of Propolis and Honey Against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. African Journal of Microbiology Research Vol. 4(16) pp. 1872-1878, 18 September, 2010 20. Jean Paul Dzoyem, Hiroshi Hamamoto, Barthelemy Ngameni, Bonaventure Tchaleu Ngadjui, Kazuhisa Sekimizu. Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia Species. Drug Discoveries & Therapeutics. 2013; 7(2):66-72. 2013 21. T.P. Tim Cushnie, Andrew J. Lamb. Review Antimicrobial Activity of flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents 26 (2005) 343–356. Elsevier. 2005 22. Lau, S., & Reddy, S. Major uropathogenic Escherichia coli strain isolated in the northwest of England identified by multilocus sequence typing. Journal of Clinical. 2008 23. Agil Dananjaya, Sri Winarsih, Bambang Prijadi. Pengaruh Ekstrak Metanol Fraksi Etil Asetat Madu Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli Secara In Vitro. Universitas Brawijaya. 2013
44
24. Stephen J. Cavalieri, et al. Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. American Society for Microbiology. 2005 25. Andersen and Kenneth. Flavonoids Chemistry, Biochemistry and Applications. Taylor & Francis Group. 2006
45
LAMPIRAN 1 Hasil Uji Disk Difussion
Sedimen (madu + aseton)
Madu Karet
Residu (madu + aseton)
Residu (madu + n-heksan)
Sedimen (madu + an-heksan)
46
Lanjutan
Aseton
n-Heksan
47
LAMPIRAN 2 Uji Normalisasi SPSS
48
LAMPIRAN 3 Hasil Post Hoc One Way Anova
Parameter Perlakuan
Parameter Pembanding
Mean Difference (I-J)
Sig.
8.85000*
0.000
Sedimen (madu karet + aseton) 100%
1.30000
0,418
Sedimen (madu karet + aseton) 50%
8.70000*
0,000
Sedimen (Madu Karet + n-Heksan) 100%
3.70000*
0,000
Sedimen (Madu Karet + n-Heksan) 50%
11.80000*
0,000
Amoksisilin 25ug
7.77500*
0,000
Madu Karet 100% Madu Karet 50%
49
LAMPIRAN 4 Metode Ekstraksi
A
B
Shaker
C
E
D
F
G
H
50
LAMPIRAN 5 Surat Determinasi
51
Lanjutan
52
Lanjutan
53
LAMPIRAN 6 Surat Keterangan Lebah Apis mellifera
54
LAMPIRAN 7 Riwayat Penulis
Nama
: Bagus Kusuma Wardhana
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 23 Desember 1993
Alamat
: Perum Villa Mas Indah Blok B1 No 6 RT 001 RW 014, Kel Perwira, Kec Bekasi Utara
No HP
: 085719077745
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. TK Bakti Siwi
(1997-1999)
2. SDN Ujung Menteng 04 Pagi
(1999-2005)
3. SMPN 236 Jakarta
(2005-2008)
4. SMAN 103 Jakarta
(2008-2011)
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2011-sekarang)