EKSISTENSI VARIASI DIALEKBAHASA JAWA DAN MADURAYANG BERAGAM DAN SALING BERKESINAMBUNGAN
Disusun oleh : 1. Annisaa Hasyiatul Janah 15/379810/SA/17906 2.
(
[email protected]) Rizka Fauzia 14/369660/SA/17641 (
[email protected])
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016
ABSTRACT
Indonesia is a country with some archipelagos and ethnics. Altought Indonesia has Indonesian languange as national language, but every ethnic and region has their own local languange and dialect. Two of the local languages are Javanese Language and Madura Language. Javanese Language is a local that used by Javanese people. Javanese Language is also well-known as one of the biggest local languange in Indonesia. It has been proved that Indonesia is already used by 40 % of Indonesian people population. Javanese Language also has natives from Borneo, Netherland, and Suriname. Madura Language is a language that used by Maduranese people. Madura Language is also a huge language in Indonesia and it is the closest language to Javanese Language. Javanese and Maduranese Language has some words that are almost the same.Not only that, but Javanese and Maduranese language has some relations with Indonesia language which is the national language of Indonesia, for example : obi (Maduranese) , uwi (Javanese), ubi (Indonesian). Javanese Language and Maduranese Language have so many local dialects in every region of Java and Madura. The biggest factor of the diversities of the local dialect is the geography of the regions. Eventought, Javanese Language and Maduranese Language have so many local dialects, some of the people still use it in order to keep its existency. There are so many way to keep its existency based on its region such as building local language center of keep using local language in daily life.
ABSTRAK Indonesia adalah negara dengan beranekaragam suku dan beberapa pulau. Indonesia juga memiliki Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan alat pemersatu bangsa. Meskpun demikian, setiap suku dan wilayah di Nusantara memiliki bahasa dan dialek yang berbeda. Dua bahasa lokal yang banyak diketahui di Nusantara adalah Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Bahasa Jawa adalah bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat Jawa dan dipakai oleh 40 % total penduduk Indonesia. Bahasa Jawa juga memiliki penutur di Borneo,Belanda, dan Suriname. Bahasa Madura adalah bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat di Pulau Madura. Bahasa Madura juga merupakan bahasa lokal yang memiliki keterkaitan dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa karena ketiga bahasa tersebut memiliki beberapa kosakata yang hampir sama, contoh :kata ‘ubi’ dalam Bahasa Indonesia memiliki makna yang sama dengan kata ‘obi’ dalam Bahasa Madura, dan kata ‘uwi’ dalam Bahasa Jawa. Bahasa Jawa dan Bahasa Madura memiliki berbagai macam dialek lokal pada setiap wilayahnya. Faktor terbesar yang menyebabkan adanya dialek-dialek lokal tersebut adalah faktor geografis atau wilayah. Masyarakat Jawa dan Madura masih mempertahankan dan meningkatkan eksistensi dialek lokal mereka dengan membangun pusat bahasa dan menggunakan dialek lokal dalam kehidupan sehari-hari.Penelitian bertujuan untuk menjabarkan macam-macam dialek lokal Bahasa Jawa dan Bahasa Madura serta mengetahui eksistensi dialek lokal Bahasa Jawa dan Bahasa Madura.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki pulau-pulau dan bernekaragam suku. Pulau-pulau di Indonesia memiliki banyak wilayah yang dihuni oleh suku yang berbeda-berbeda. Karena banyaknya suku dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa. Akan tetapi, berbagai wilayah yang berada di Indonesia juga memiliki bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat atau suku tertentu. Dalam satu bahasa daerah pun terdapat suatu ciri khas dalam tata bahasa atau cara pengucapan yang berbeda. Ciri khas berbahasa yang dimilki daerah tertentu itu disebut dialek. Dialek (bahasa Yunani: διάλεκτος, dialektos), adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Berbeda dengan ragam bahasa yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Variasi ini berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan sehingga belum pantas disebut bahasa yang berbeda. (Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Dialek pada hari Rabu, 23 Maret 2016 pukul 13:45). Menurut data yang diambil dari Wikipedia di atas, dapat kita ketahui bahwa setiap masyarakat atau pemakai bahasa lokal memiliki perbedaan satu sama lain walaupun tidak sepenuhnya berbeda. Perbedaan dialek tersebut dapat terjadi apabila terdapat kosakata yang berbeda antara suatu kelompok dengan kelompok yang lain, terdapat tatabahasa yang berbeda antara suatu kelompok dengan kelompok lain, serta cara pengucapan bahasa daerah yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah - Eksistensi Bahasa Jawa dan Madura di Nusantara - Macam-macam dialek yang ada di Jawa dan Madura - Penggunaan dialek pada masyarakat Jawa dan Madura - Hal-hal yang dilakukan masyarakat Jawa dan Madura dalam meningkatkan eksistensi dialek
1.3 Hipotesis Pulau Jawa dan Madura merupakan dua pulau yang berdekatan. Terdapat beberapa kesamaan pada bahasa Jawa dan Madura sebagai bahasa daerah yang saling berkaitan. Akan tetapi, dialek yang terdapat pada masyarakat Jawa dan Madura sangat berbeda. Bahasa Jawa dan Bahasa Madura pun memiliki berbagai macam dialek lokal untuk setiap daerah yang ada di pulau Jawa dan Madura. Bahasa Jawa memiliki dialek Yogyakarta, Solo, Semarang, Jawa Timur, dan lainlain. Selain itu, bahasa Madura memiliki dialek pada setiap daerahnya, seperti : dialek bangkalan,dialek sampang, dialek pamekasan,dialek sumenep, dan dialek pada daerah-daerah di Madura lainnya. Meskipun memiliki beranekaragam dialek lokal, masyarakat Jawa dan Madura tetap menggunakannya. Seperti yang kita tahu, masyarakat Jawa merupakan masyarakat besar yang masih memegang nilainilai dan budaya leluhur. Sementara itu, masyarakat Madura merupakan masyarakat yang berwatak teguh dalam membanggakan bahasa daerahnya. Penggunaan dialek lokal yang beranekaragam tersebut merupakan cara yang digunakan dalam rangka meningkatka eksistensi dialek lokal tersebut di Nusantara.
1.4 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dialek-dialek lokal yang ada di Jawa dan Madura yang dikenal sebagai pulau dengan bahasa yang berbeda namun saling berkaitan. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui upaya masyarakat Jawa dan Madura dalam meningkatkan eksistensi bahasa Jawa dan Madura di Nusantara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sebuah penelitian dapat diakui keasliannya melalui tinjauan pustaka karena tinjauan pustakan merupakan paparan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lainnya. Ada beberapa hasil penelitian yang relefan dengan penelitian ini sebagai berikut Wahyuni Sri (2010) Judul penelitian ini adalah “Tarik-Menarik Bahasa Jawa Dialek Banyumas dan Bahasa Sunda di Perbatasan Jawa Tengah – Jawa Barat Bagian Selatan sebagai Sikapa Pemertahanan Bahasa oleh Penutur”. Tujuan hasil peneltian ini adalah untuk mengetahui dialek Banyumas dan dialek Sunda di Perbatasan Jawa Tengah – Jawa Barat. Persamaan dengan penelitian ini adalah dialek Banyumas merupakan turunan dialek Jawa dan dialek Sunda mengadopsi beberapa bahasa Jawa dengan tata bahasa dan cara penuturan yang berbeda. Perbedaannya terletak pada objek penelitian yang dibahas. R.S Subalidinata (1984 : 4) Judul buku ini adalah “Diktat Bahasa Madura”. Pada buku ini disebutkan bahwa bahasa Madura dan bahasa Jawa memiliki hubungan yang sangat dekat. Bahasa Jawa dan bahasa Madura memiliki persamaan dengan bahasa Indonesia. Persamaan dari isi buku ini dengan penelitian ini adalah keragaman bahasa Jawa dan Madura yang berankeragam dan saling berkesinambungan. Perbedaannya terletak pada objek penelitian yang dibahas.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ilmiah faktor metodologi memegang peranan penting guna mendapatkan data yang obyektif, valid dan selanjutnya digunakan untuk memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan. Pengertian metode adalah cara yang telah teratur dan telah berpikir secara baik-baik yang digunakan untuk mencapai tujuan (W.J.S Poerwodarminto 1987 :649). Jadi, metode adalah salah satu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan teknik yang tepat untuk memperoleh suatu keberhasilan dan hasil yang akurat dalam penelitian yang didasarkan fakta-fakta yang ada dan dikemukakan secara ilmiah. Dalam metodelogi telah dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan penelitian mempunyai kebebasan untuk memiliki metode tertentu. Hal ini sama seperti diungkapkan oleh Sutrisno Hadi, yaitu : “Baik buruknya suatu penelitian sebagian tergantung dari pengumpulan data penelitian ilmiah bermaksud memperoleh bahan – bahan yang relevan, aktual dan variabel, maka untuk memeroleh data seperti itu pekerjaan penelitian menggunakan teknik – teknik, prosedur, alat – alat serta kegiatan yang diandilkan. Maka dari itu, memecahkan metodologi sangat diperlukan dalam rangka mengumpulkan data untuk memecahkan suatu masalah sehingga dapat menyusun laporan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu dalam penelitian ini penulis menetapkan langkah – langkah sebagai berikut : 1. Setting Penelitian A. Waktu Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2016 – 6 April 2016.
B. Tempat Penelitian : Penelitian dilaksanakan di lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta khususnya lingkungan Fakultas Ilmu Budaya. Selain itu, penelitian ini juga dilaksanakan di Pondok Pesantren Miftahussalam, Mlati, Sleman, Yogyakarta. 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah mahasiswa penutur bahasa Jawa dan Madura di lingkungan Universitas Gadjah Mada khususnya Fakultas Ilmu Budaya. Selain itu, subyek penelitian ini adalah santri yang berasal dari Madura di Pondok Pesantren Miftahussalam, Mlati, Sleman, Yogyakarta. 3. Sumber Data Dialek Jawa dan Madura yang digunakan oleh mahasiswa dan santri serta pengetahuan yang mahasiswa dan santri ketahui mengenai dialek dan bahasa mereka di Jawa dan Madura. 4. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data A. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dan pengamat. Observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung yaitu penelitian dan pengamat mengamati dan mendengarkan secara langsung. b. Wawancara Wawancara pada penelitian ini
menggunakan interview tidak
berstruktur karena peneliti memandang model ini adalah yang paling luwes, dimana subyek diberi kebebasan untuk menguraikan jawabannya dan ungkapan – ungkapan pandangannya secara bebas dan sesuai harinya. Wawancara ini digunakan untuk mendapatkan data tentang dialek yang koresponden gunakan di lingkungan maupun luar lingkungan koresponden.
B. Alat Pengumpulan Data a.
Pedoman wawancara Teknik wawancara dilakukan dengan akrab dan terbuka serta mendalam, dengan ini diharapkan dapat menangkap informasi secara utuh oleh karena itu, teknik wawancara itu sering disebut wawancara mendalam (in-depth-interviewing) (HB. Sutopo, 2002).
b.
Validasi Data Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus di usahakan kemantapan kebenarannya. Oleh karena itu, setiap peneliti harus dapat memilih dan menentukan cara – cara yang tepat untuk mengembangkan valisasi data yang diperolehnya yakni dengan teknik triangulasi (HB. Sutopo, 2002).
c.
Triangulasi Sumber Triangulasi sumber sering juga disebut triangulasi data, maksudnya penelitian dalam pengumpulan data agar lebih dapat dipercaya dengan menggunakan berbagai ragam sumber.
d.
Triangulasi Metode Triangulasi metode maksudnya peneliti mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan metode yang berbeda. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara.
e.
Analisis Data Setelah data mengenai dialek terkumpul, lalu dianalisis kembali.Oleh karena teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi dan wawancara, maka analisis datanya merupakan analisis deskriptif berdasarkan
hasil
observasi
dan
analisis
komparatif
membandingkan variasi dialek tersebut dan wawancara.
dalam
5. Perencanaan Dalam tahap perencanaan ini, peneliti menyusun latar belakang dan daftar pertanyaan untuk melakukan wawancara: 1)
Penelusuran sumber di internet
2)
Pemilihan korespondensi
3)
Penyusunan daftar pertanyaan
6. Observasi 1)
Observasi secara langsung dengan mengamati dan mendengarkan
2)
Observasi di internet
3)
Wawancara
5)
Penyusunan hasil observasi
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bahasa Jawa dan Bahasa Madura adalah dua contoh dari bahasa-bahasa lokal terbesar di Indonesia.Bahasa Jawa sangat dikenal dengan bahasa yang halus karena kebanya orang Jawa dikenal sebagai masyarakat yang masih berpegang teguh pada tingkat tutur kata. Hal tersebut dapat dibedakan dengan, contoh sebagai berikut. Untuk mengucapkan kalimat ‘kemana anda akan pergi’, jika seorang anak bertanya dengan orangtua, mereka akan berkata ‘badhe tindak pundi?’. Jika berbicara dengan teman sebaya, penutur Bahasa Jawa akan berkata ‘arep lunga neng endi?’.Hal tersebutlah yang membuat Indonesia dikenal sebagian besar masyarakat di Nusantara. Bukan hanya itu saja, akan tetapo, penutur Bahasa Jawa sebanyak 40% dari penduduk Indonesia. Penutur Bahasa Jawa terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Penutur Bahasa Jawa terdapat juga di Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, bahkan hingga ke negara
Suriname. Di sisi lain, Bahasa Madura merupakan bahasa lokal yang memiliki ciri khas yang tegas dan lugas. Hal tersebut dibuktikkan dengan opini beberapa orang bahwa orang Madura memiliki ciri khas berbicara yang keras dan juga kental dengan dialek. Walaupun orang Madura berbicara Bahasa Indonesia, dialek mereka tetap terdengar kental yang menyebakan dialek tersebut dikenal banyak masyrakat di Nusantara. Bahasa Madura pun sebenarnya memiliki tingkat tutur. Akan tetapi, logat masyarakat Madura yang tegas tidak dapat disembunyikan. Penutur Bahasa Madura terpusat di Pulau Madura. Akan tetapi, terdapat juga
penutur Madura yang tersebar di Malang, Pasuruan, Surabaya, sampai Banyuwangi. Bahasa Jawa dan Bahasa Madura pun memiliki banyak keterkaitan. Terdapat beberapa kosa kata Bahasa Jawa yang hampir sama dengan kosa kata Bahasa Madura dan sebaliknya dengan pelafalan yang berbeda. Bahasa Jawa dan Bahasa Madura memiliki keterkaitan dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang dapat diuraikan sebagai berikut. -
Obi (Bahasa Madura), uwi (Bahasa Jawa), ubi (Bahasa Indonesia)
-
Tonggal (Bahasa Madura), tunggal (Bahasa Jawa), tunggal (Bahasa Indonesia)
-
Bato (Bahasa Madura), watu (Bahasa Jawa), batu (Bahasa Indonesia)
Bahasa Jawa dan Bahasa Madura juga dapat disebut sebagai bahasa lokal yang eksis dengan berbagai macam dialek lokal yang berada di wilayah-wilayah yang berbeda di Jawa dan Madura. Faktor terbesar yang mempengaruhi adanya variasi dialek pada Bahasa Jawa dan Bahasa Madura adalah faktor geografi. Pulau Jawa merupakan pulau yang cukup besar dengan berbagai macam daerah, provinsi, kota, dan kabupaten. Setiap daerah di Jawa memiliki perbedaan dialek pada tata penulisan maupun cara pengucapannya. Begitu juga dengan Bahasa Madura. Penutur Bahasa Madura terpusat di Pulau Madura yang memiliki 4 (empat) kabupaten dan pulau-pulau kecil lainnya. Masing-masing penutur di setiap wilayah dan kabupaten memiliki variasi dialek yang berbeda-beda. Beberapa variasi dialek dapat diuraikan sebagai berikut. Kata “kamu” dalam bahasa daerah Jawa pun memiliki beranekaragam dialek lokal, sebagai berikut : a.
Dialek Jawa Cirebon Kata “kamu” dalam dialek Jawa Cirebon adalah ae / aé /, contoh :
-
Pripun kabar ae? (Bagaimana kabar kamu?)
-
Jeneng ae sinten? (Nama kamu siapa?)
b.
Dialek Tegal-Banyumasan Kata “kamu” dalam dialek Tegal adalah koen /kowén/. Sementara itu, kata “kamu” dalam dialek Banyumasan adalah rika /rika’/, contoh :
c.
Dialek Pekalongan Kata “kamu” dalam dialek Pekalongan adalah kuwe /kowé’/. Dialek tidak jauh
berbeda
dengan
di
Tegal
tetapi
lebih
sering
dipersingkat
pengucapannya, contoh : -
Kaya kuwe (seperti kamu) disingkat menjadi kokuwe (seperti kamu).
d.
Dialek Surakarta-Yogyakarta Kata “kamu” dalam dialek Surakarta atau Yogyakarta adalah kowe /kowé/, contoh :
-
Kowe kuwi sapa? (Kamu itu siapa?)
-
Kowe duwe apa? (Kamu punya apa?) Bahasa Madura adalah Bahasa yang dekat dengan Bahasa Jawa. Ada
beberapa kesamaan diantara keduanya. Akan tetapi, Bahasa Madura adalah bahasa yang berbeda dengan Bahasa Jawa. Bahasa Madura juga memiliki beberapa dialek lokal, sebagai contoh : a.
Dialek Bangkalan - Engkok entarra ka lao’ (Saya akan pergi ke laut) - Da’remma kaberre? (Bagaimana kabarmu?) - Nyaman be’eeng sapa jah? (Namamu siapa?
b.
Dialek Sampang - Engkok entara ka bungkona be’en (Saya mau pergi ke rumahmu) - Baramma kaberre be’en? (Bagaimana kabarmu?) - Sapa nyamana be’en? (Siapa namamu?)
c.
Dialek Pamekasan - Engko’ entarah ke romanah kakeh (Saya mau pergi ke rumahmu) - Da’ remmah kabharah? (Bagaimana kabarmu?) - Kakeh sapah nyamanah? (Siapa namamu?)
d.
Dialek Sumenep - Engkok entara ka bungkona bakna (Saya mau pergi ke rumahmu) - Baramma kaberre bakna? (Bagaimana kabarmu?) - Nyamana bakna sapa? (Siapa namamu?)
e.
Dialek Kangean - Ako ntara ka Jakarta (Saya mau pergi ke Jakarta) - Mamma kaberna kao? (Bagaimana kabarmu?) - Sapa nyamana kao?(Siapa namamu?) Demikian beberapa contoh variasi dialek yang terdapat dalam bahasa Jawa
dan bahasa Madura. Variasi dialek tersebut merupakan variasi dialek yang dipengaruhi oleh wilayah. Mungkin masih ada banyak variasi dialek yang terdapat dalam bahasa Jawa dan bahasa Madura. Walaupun memiliki variasi dialek yang beranekaragam dan cukup rumit, bahasa Jawa dan bahasa Madura tetap dapat mempertahankan eksistansinya terhadap bahasa-bahasa daerah yang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena penutur bahasa Jawa dan bahasa Madura yang masih menggunakan dan mempertahankan dialek mereka. Hal tersebut dapat dibuktikkan dengan hasil survey bahasa Jawa merupakan bahasa dengan penutur terbanyak di pulau Jawa maupun juga daerah lainnya. Selain itu, masyarakat Jawa yang memiliki kepribadian suka merantau untuk mencari ilmu pun senantiasa menggunakan dialeknya.
BAB V PEMBAHASAN
Bahasa Jawa dan Bahasa Madura merupakan bahasa lokal yang cukup dikenal di Nusantara dan memiliki cakupan yang luas. Bahasa Jawa dikenal dengan bahasa lokal yang halus dan masih berpegang teguh pada tingkat tutur kata. Hal tersebut dapat dibuktikkan dengan beberapa tingkat tutur yang ada pada Bahasa Jawa, sepeti : ngoko, ngoko alus, krama, krama madya, dan krama inggil . Klasifikasi tingkat tutur tersebut dibedakan melalui umur dan status sosial penutur dengan urain sebagai berikut. Untuk mengucapkan kalimat ‘kemana anda akan pergi’, jika seorang anak bertanya dengan orangtua, mereka akan berkata ‘badhe tindak pundi?’. Jika berbicara dengan teman sebaya, penutur Bahasa Jawa akan berkata ‘arep lunga neng endi?. Bahasa Jawa memiliki eksistensi yang cukup tinggi di Nusantara karena Bahasa Jawa saat ini telah menjadi bahasa ibu bagi 40 % penduduk Indonesia. Menurut sensus penduduk tahun 2012, penutur Bahasa Jawa adalah jumlah penutur tertinggi yakni mencapai 84.300.000 jiwa (Gambar 1.1). Bahasa Madura pun memiliki eksistensi yang cukup tinggi di Nusantara. Eksistensi dari Bahasa Madura dikarenakan oleh penutur bahasa Madura yang memiliki logat yang kental dan jelas. Jika kita telaah opini-opini masyarakat mengenai Bahasa Madura, kebanyakan dari masyarakat akan berkata bahwa masyarakat Madura memiliki cara bicara yang sangat khas yakni dengan suara yang keras, intonasi yang tegas, dan logat yang kental. Walaupun orang Madura berbicara Bahasa Indonesia, dialek mereka tetap terdengar kental yang menyebakan dialek tersebut dikenal banyak masyrakat di Nusantara. Bahasa
Madura pun sebenarnya memiliki tingkat tutur. Akan tetapi, logat masyarakat Madura yang tegas tidak dapat disembunyikan. Penutur Bahasa Madura terpusat di Pulau MaduraSelain itu, Bahasa Madura juga memiliki ciri khas yang lain yakni kata perulangan tak sempurna pada Bahasa Madura, seperti : na’-kana’ (hati-hati), te-sate (sate sate!), dung-tedung (tidur-tidur). Bahasa Madura pun terkenal dengan gabungan kata ‘ ta’iye’ yang berarti (iya bukan).Bahasa Madura juga menduduki posisi ketiga dari 10 bahasa lokal Nusantara dengan penutut paling banyak.. Bahasa Madura memiliki jumlah penutur hingga 13.600.000 jiwa. Walaupun Bahasa Jawa dan Bahasa Madura memiliki ciri khas yang berbeda dan jumlah penutur yang berbeda. Kedua bahasa lokal ini memiliki keterkaitan bahka juga memiliki kerterkaitan dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Terdapat beberapa kosakata yang hampir sama antara Bahasa Jawa dan Madura. Faktor dari kesamaan tesebut adalah faktor region atau geografi. Pulau Jawa dan Pulau Madura merupakan pulau yang saling berdekatan sehingga memiliki beberapa kesamaan. Menurut sejarah, Bahasa Madura adalah pengaruh Bahasa Jawa. Akan tetapi, Bahasa Madura tidak hanya mengambil kosakata dari Bahasa Jawa namun juga Tionghoa, Melayu, dan Bugis. Persamaanpersamaan kosa kata antara Bahasa Jawa dan Bahasa Madura dapat diuraikan sebagai berikut : -
Bunyi vokal i dalam kata-kata bahasa Indonesia atau Jawa kadang-kadang menjadi vokal é dalam kata-kata bahasa Madura. contoh : até (Madura), ati (Jawa), hati (Indonesia) aré (Madura), ari (Jawa), hari (Indonesia) kaléléng (Madura), kliling (Jawa), kelililing (Indonesia)
-
Bunyi vokal u dalam kata-kata bahasa Indonesia atau Jawa kadang-kadang menjadi vokal o dalam kata-kata bahasa Madura. contoh : obi (Madura), uwi (Jawa), ubi (Indonesia)
tonggal (Madura), tunggal (Jawa), tunggal (Madura) bato (Madura), watu (Jawa), batu (Indonesia) -
Bunyi w dan bunyi b dalam kata-kata bahasa Madura, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa saling tukar-menukar contoh : baringin (Madura), waringin (Jawa), beringin (Indonesia) lébat (Madura), liwat (Jawa), lewat (Indonesia) barna (Madura), werna (Jawa), warna (Indonesia)
Beberapa variasi dialek Bahasa Jawa : Seperti yang sudah dikemukakan, bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan oleh 40 % populasi penduduk di Indonesia. Hal tersebutlah yang dapat membuat bahasa Jawa memilki beberapa variasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun Jawa Barat. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya variasi dialek diantaranya : a.
Faktor sosial. Latar belakang sosial yang dimiliki suatu kelompok
masyarakat atau perseorangan dapat menyebabkan munculnya dialek yang berbeda, sebagai contoh : kelompok masyarakat remaja akan memilih dialek dan tata bahasa yang mereka miliki untuk berbicang, seperti : lo, gue, sis, cin, dan bro. Sementara itu, kelompok masyarakat yang berusia sekitar 40 tahun akan lebih suka memakai kata jeng, bapak, ibu, saya, dan anda. Seperti halnya dengan tukang becak. Tukang becak akan lebih nyaman bila berbicara dengan tata bahasa yang tidak formal. Sementara itu, presiden aka berbicara dengan tata bahasa yang baku dan formal untuk berbincang. Dialek ini bisa disebut sebagai dialek sosial.
b.
Faktor tempo/waktu. Waktu juga dapat merubah dialek yang
digunakan kelompok masyarakat dalam kurun waktu tertentu, seperti : Bahasa Indonesia yang digunakan pada tahun 1940-an berbeda dengan penggunaan
Bahasa Indonesia yang digunakan pada tahun 2000-an. Dialek ini bisa disebut dialek temporal. c.
Faktor region/daerah. Faktor region merupakan faktor terbesar
yang menyebabkan adanya suatu dialek yang berbeda. Hal tersebut terjadi karena adanya letak geografis yang berbeda dari suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain atau jarak yang memisahkan antara suatu masyarakat dengan masyarakat lain, contoh : masyarakat Jawa di daerah Semarang akan memiliki dialek yang berbeda dengan masyarakat Jawa yang ada di daerah Yogyakarta. Faktor region/daerah menjadi faktor utama penyebab terjadinya adanya variasi dialek pada bahasa Jawa karena pada umumnya setiap masyarakat di daerah tertentu memiliki ciri khas tertentu.Selain itu, daerah-daerah yang saling berdekatan dapat mempengaruhi dialek di daerah sekitarnya. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : -
Dialek Pekalongan. Dialek ini digunakan di daerah Pekalongan dan Pemalang.
-
Dialek Kedu. Dialek ini digunakan Kebumen, Temanggung, Wonosobo, dan juga beberapa daerah di Magelang
-
Dialek Bagelen. Dialek ini digunakan di daerah Purworejo
-
Dialek Semarang. Dialek ini terpusat di Semarang dan digunakan juga di Kediri, Salatiga, dan Demak.
-
Dialek Pantai Utara. Dialek ini digunakan di daerah Jepara, Rembang, Kudus, Pati, Tuban, dan Bojonegoro.
-
Dialek Madiun. Dialek ini digunakan di Jawa Timur, seperti : Madiun, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, dan Magetan.
-
Dialek Surakarta. Dialek ini digunakan di Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sukoharjo, dan Boyolali
-
Dialek Yogyakarta. Dialek ini terpusat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya.
Seperti yang dapat kita lihat di atas, bahasa Jawa memiliki variasi bahasa yang cukup banyak karena cakupan penutur bahasa Jawa yang luas. Akan tetapi, terdapat beberapa daerah yang memiliki variasi bahasa atau variasi dialek yang hampir sama karena wilayah yang berdekatan. Berikut ini ada beberapa variasi bahasa Jawa yang cukup unik dan mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta – Surabaya. 1.
Dialek Yogyakarta Dialek
Yogyakarta terpusat di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Terdapat 4 kabupaten di Yogyakarta yang masih menggunakan dialek ini, seperti : Kabupaten
Sleman,
Kabupaten
Sleman,
Kabupaten
Bantul,
Kabupaten
Kulonprogo, dan juga Kota Yogyakarta. Ciri khas yang dimiliki dialek Yogyakarta untuk membedakan dengan dialek Jawa lainnya adalah tambahan morfem e dan morfem po pada suatu kalimat , sebagai contoh : Untuk mengatakan kalimat ‘siapa namamu’ dalam bahasa Jawa adalah ‘sapa jenengmu?’ namun orang Yogyakarta pada umumnya akan berkata ‘sapa e jenengmu?’ atau ‘jenengmu sapa e?’. Dalam kalimat tersebut, dapat kita lihat bahwa bahasa Jawa pada dialek Yogyakarta seringkali mengubah posisi kata dapat menambahkan morfem e. Akan tetapi, morfem e ini hanya digunakan dalam situasi tertentu dan biasanya digunakan dalam situasi yang non-formal. Jika dalam kegiatan formal, kita tidak aka menemukan penutur dialek Yogyakarta yang menambah morfem e. Selain itu, terdapat tambahan morfem po. Morfem po ini biasanya digunakan untuk menegaskan suatu hal, seperti : kata ‘iya po?’ yang berarti ‘benarkah?’. Dialek Yogyakarta juga dikenal dengan fonem m di bagian depan suatu kata yang biasanya disebut dialekmedhok, seperti : kata ‘bantul’ pada dialek Yogyakarta akan dibaca ‘mbantuldan kata ‘bandung’ akan dibaca ‘mbandung’ Masyarakat Yogyakarta memang dikenal sebagai masyarakat yang berbahasa halus dan masih berpegang teguh pada tingkat tutur kata. Akan tetapi, jika berbicara dengan teman sebaya, orang Yogyakarta akan menggunakan tingkat
tutur terendah atau basa ngokodan diselingi beberapa kata informal, sepeti : “Kowe lagi ngapa, dab?” (Kamu lagi ngapain?). Orang Yogyakarta yang tinggal di pedesaan masih kental menggunakan dialek Yogyakarta. Akan tetapi, orang Yogyakarta yang masih tinggal di kota sudah jarang menggunakan bahasa Jawa karena kota Yogyakarta telah menjadi kota yang multikultural dengan adanya pelajar-pelajar Nusantara yang merantau ke Yogyakarta. Walaupun demikian, dialek Yogyakarta masih memiliki eksistensi yang tinggi di Nusantara karena banyak perantau yang datang ke Yogyakarta serta ciri khas logat medhokyang telah dikenal sebagaian besar masyarakat di Indonesia. Salah satu penutur dialek Yogyakarta berkata bahwa untuk mempertahankan eksistensi tersebut perlunya ada kewajiban bagi masyarakat yang tinggal di Yogyakarta untuk berbicara dengan tata cara dan dialek Yogyakarta.
2.
Dialek Surakarta Dialek Surakarta terpusat di Surakarta dan digunakan oleh penutur di
wilayah sekitarnya. Dialek Surakarta ini merupakan dialek yang dekat dengan dialek Yogyakarta karena dalam sejarah kedua wilayahnya ini pernah menjadi satu. Akan tetapi, dialek Surakarta memiliki ciri khas tersendiri. Ciri khas yang ada pada dialek Surakarta adalah adanya morfem jepada akhir kalimat atau akhir klausa, seperti : piye je?(bagaimana sih?). dialek Yogyakarta menggunakan kata ‘durung’untuk mengatakan ‘belum’ namun dialek Solo menggunakan kata ‘hurung’. Penggunaan dialek Surakarta pun sama dengan dialek Yogyakarta. Penutur Surakarta akan menggunakan basa ngokountuk penutur yang sebaya dan menggunakan basa krama(tingkat tutur kata tertinggi) jika berbicara dengan penutur yang lebih tua. Menurut salah satu penutur dialek Surakarta, dialek Surakarta sudah tidak lagi memiliki eksistensi yang tinggi karena jumlah penutur yang berkurang dan kurangnya waktu untuk mempelajari dialek lokal tersebut bagi penutur dialek Surakarta. Untuk meningkatkan eksistensinya, perlu
ada penetapan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib sekolah dan perlu diadakan kewajiban menggunakan bahasa daerah pada hari tertentu.
3.
Dialek Tegal-Banyumasan Dialek Tegal-Banyumasan adalah salah satu variasi dialek bahasa Jawa
yang memiliki keunikan tersendiri. Dialek ini sering disebut dialek atau bahasa ngapak-ngapak dengan ciri khas suara yang sedikit sengau. Salah satu kata yang menjadi ciri khas dialek Tegal-Banyumasan adalah kata ‘rika’ / rika’/ yang berarti ‘kamu’. Kata lain yang menjadi ciri dialek Tegal-Banyumasan adalah kata ‘inyong’ yang berasal dari kata ‘ingong’. Selain itu, ciri khas dari dialek TegalBanyumasan adalah pengucapan vokal a yang utuh dan tidak dibaca seperti ā yang dibaca tipis. Contoh-contoh kalimat dalam dialek Tegal-Banyumasan : - Inyong arep lunga (saya akan pergi) - Kepriwe kabare? (bagaimana kabarmu?) - Sapa jenengmu? (siapa namamu?) Penutur dialek Tegal-Banyumasan masih sering memakai dialek lokalnya terutama jika bersama tema agar terasa lebih akrab. Salah satu penutur dialek Tegal-Banyumasan pun berkata “saya diajarkan untuk tetap menggunakan dialek lokal dengan tingkat tutur kata yang baik untuk menghormati orang yang lebih tua.”Akan tetapi, penutur dialek ini jarang menggunakan dialek lokal jika sudah berada di lingkungan yang bukan penutur dialek Tegal-Banyumasan Menurut salah satu penutur dialek Tegal-Banyumasan, dialek ini banyak diketahui oleh masyarakat di Nusantara karena dialek ini sering menjadi bahan candaaan di dalam sinetron, sitkom, dan reality show. Untuk menjaga eksistensi dialek ini, perlu diadakan kurikulum budaya Banyumas kedalam mata pelajaran tingkat SD hingga SMA untuk membahas budaya serta dialek itu sendiri.
4.
Dialek Jawa Timur Dialek Jawa Timur yang diuraikan disini adalah dialek Jawa Timur yang
digunakan penutur dialek Jawa Timur di bagian barat, seperti : Tulungagung, Nganjuk, Kediri, Blitar, Trenggalek, Ponorogo, dan Madiun. Salah satu ciri khas yang dimiliki oleh dialek Jawa Timur bagian barat ini adalah cara pengucapan kata untuk sesuatu yang dianggap lebih atau berlebihan, contoh : Kata ‘sangat gampang’ dalam bahasa Jawa Yogyakarta adalah gampil atau ‘gampang banget’. Penurut dialek Jawa Timur bagian barat ini akan berkata /guwampang/ , /guwampang buwanget/, /giyyampang/, atau /giyyampang biyyanget/. Selain itu, dialek Jawa Timur bagian barat ini menggunakan kata ‘cah’untuk mengatakan ‘nak’ daripada ‘rek’yang digunakan oleh penutur dialek Jawa Timur pada umumnya. Dialek Jawa Timur bagian barat ini pun lebih menggunakan kata ‘nyapo’ untuk mengungkapkan kata ‘mengapa’. Dalam penggunannya, dialek Jawa Timur bagian barat ini lebih halus daripada dialek Yogyakarta. Hal tersebut dapat dibuktikkan karena penutur dialek ini menggunakan kata ‘sampeyan’ kepada penutur yang sebaya daripada kata ‘kowe’untuk mengungkapkan kata ‘kamu’. Akan tetapi, dialek yang digunakan masyarakat Jawa Timur bagian barat kurang dikenal di masyarakat. Salah satu penutur dialek Jawa Timur bagian barat ini berkata bahwa masyarakat Jawa sendiri masih asing mendengar dialek ini karena dianggap terlalu halus dan sopan sehingga jarang digunakan oleh penutur Jawa lainnya. Akan tetapi, penutur dialek Jawa Timur bagian barat ini tetap menggunakan dialek lokal pada kehidupan sehari-hari dan membangun pusat bahasa untuk meningkatkan eksistensinya.
5.
Dialek Surabaya Dialek Surabaya berpusat di kota Surabaya dan sekitarnya. Dialek
Surabaya ini adalah variasi dialek Jawa yang dekat dengan dialek Madura karena faktor geografis. Hal tersebut dapat dibuktikkan dengan logat dialek Surabaya
yang lebih tegas dan keras dibandingkan dengan dialek-dialek Jawa yang lain. Contoh-contoh kalimat dalam dialek Surabaya : -
Aku kate lungo(Aku mau pergi)
-
Yo opo kabare? (Bagaimana kabarmu?)
-
Sopo jenengmu? (Siapa namamu?) Menurut salah satu penutur dialek Surabaya, penutur dialek Surabaya tetap
menggunakan tingkat tutur kata untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau orang dengan jabatan yang tinggi. Jika penutur dialek Surabaya tinggal di lingkungan penutur bahasa Jawa yang tidak menggunakan dialek Surabaya, mereka akan beradaptasi dengan dialek di lingkungan tersebut atau menggunakan bahasa Indonesia karena dianggap sedikit kasar. Dialek Surabaya pun tetap menjaga eksistensi dialek lokalnya dengan mengadakan pelajaran bahasa daerah. Beberapa variasi dialek Bahasa Madura :
1.
Dialek Bangkalan Dialek Bangkalan terkenal dengan dialek terkasar dibanding dialek
Madura yang lain. Pada umumnya di Bangkalan menggunakan bahasa-bahasa yang informal, contohnya : “lo’ ; tidak” sedangkan dialek madura yang lain menggunakan “ta’ ; tidak”, “jiah ; kata penegas pada suatu kalimat”. Di Bangkalan masih menggunakan dialek lokalnya dan jarang menggunakan Bahasa Indonesia pada kehidupan sehari-hari, jikalau orang Bangkalan berbicara dengan Bahasa Indonesia sekalipun dialek lokalnya masih terlihat karena dialeknya yang sangat kental. Jika orang Bangkalan berada di lingkungan masyarakat yang bukan penutur Bahasa Madura mereka lebih memilih untuk menggunakan Bahasa Indonesia meskipun logat bicaranya masih terdengar, akan tetapi jika orang Bangkalan bertemu dengan sesama penutur Madura di lingkungan lain, mereka akan tetap menggunakan dialek mereka. Menurut penutur asli dialek Bangkalan, dialek mereka masih dikenal di Nusantara karena logatnya yang keras dan tegas serta banyaknya perantau dari
Bangkalan yang masih menggunakan dialek asal di wilayah perantauannya. Agar dialek Bangkalan tetap dikenal di Nusantara perlu dibangun pusat Bahasa Madura karena di Bangkalan belum ada pusat bahasa.
2.
Dialek Sampang Dialek Sampang mempunyai ciri khas khusus, yang biasanya dibilang
moderat/tengah-tengah, yaitu tidak terlalu halus seperti dialek Sumenep juga tidak terlalu kasar seperti dialek Bangkalan dan Pamekasan, terutama tentang intonasi pengucapan. Ada beberapa kosakata yang diambil dari bahasa Indonesia karena ketiadaan kosakata di Madura setempat, baik yang mengalami penyesuaian atau pun yang disadur langsung, seperti : hijau dan kita (keduanya tidak memiliki istilah dalam Bahasa Madura. Penggunaan dialek Sampang secara umum digunakan di seluruh wilayah Kabupaten Sampang dan dibeberapa wilayah kabupaten sekitar seperti di sebagian Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan dan juga di sebagian Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan. Pengetahuan dialek Sampang di wilayah Indonesia tidak terlalu banyak diketahui bagi orang non-Madura, disebabkan oleh kurangnya ketertarikan karena dialeknya yang cenderung datar dan nada bicaranya tidak naik-turun. Namun di lain sisi, banyak penutur dialek Sampang yang merantau di wilayah-wilayah lain di Indonesia yang menggunakan dialek ini. Cara yang dilakukan penutur asli agar dialek asal tetap dikenal di Nusantara adalah mewariskan dialek ini kepada anakcucunya di mana pun berada, baik di Madura atau di luar Madura, supaya keberadaan dialek tetap terjaga.
3.
Dialek Pamekasan DialekPamekasan memiliki dialek yang terkenal agak halus dibanding
dialek Bangkalan, ciri khas dialeknya memiliki ketertarikan sendiri karena nada bicaranya yang naik-turun dan sanggit (lekuk lidah yang khas saat bicara). Di Kabupaten Pamekasan terdapat tingkatan bahasa. Menurut penutur asli
Pamekasan, dialek asal mereka banyak diketahui di Nusantara karena orang Pamekasan banyak yang merantau ke berbagai daerah, untuk menjaga keeksistensi dialek asal dilakukan dengan cara tetap menggunakannya dan tidak malu.
4.
Dialek Sumenep Bahasa yang dijadikan pedoman untuk penulisan buku ajar bahasa Madura
adalah dialek Sumenep, karena memiliki dialek madura yang halus dilihat dari sisi bahasa,
pengucapan,
dan
faktor
lainnya.
Keberadaan
keraton
yang
menggambarkan bahwa dulu terdapat kerajaan di Sumenep yang menyebabkan penggunaan dialek terhalus dibandingkan dialekMadura yang lain dan tingkatan bahasa yang masih banyak digunakan oleh penutur dialek Sumenep sendiri. Penggunaan dialek Sumenep beberapa kosakata memakai bahasa Indonesia namun segi pengucapannya yang berbeda seperti : “paling ; paleng”, “biru ; bhiru”, “berarti ; berarte”, dan lain sebagainya. Penggunaan dialek Sumenep di daerah Madura lain lebih mudah diketahui karena penuturnya berkata dengan sangat halus, namun tidak memiliki nada yang naik-turun ketika berbicara. Seringkali orang non-Madura dibingungkan oleh dialek Sumenep karena logat bicaranya tidak menunjukkan orang Madura setempat sebab ciri khas bicaranya seperti penutur Bahasa Indonesia biasa. Cara yang dilakukan agar dialek Sumenep dikenal di Nusantara dengan cara tetap menggunakan tingkatan bahasa dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa penutur tersebut berasal dari Kabupaten Sumenep.
5.
Dialek Kangean Dialek Kangean tidak banyak berbeda dengan dialek Sumenep,
perbedaannya terdapat dalam segi logat bicaranya dan kata-katanya. Dialek Kangean menggunakan tingkatan bahasa namun diucapkan dengan logat yang berbeda. Ketika penutur asli Kangean berada di luar daerah Kangean mereka tidak menggunakan dialek Kangean kecuali dengan orang Kangean juga, sebab dialeknya tidak mudah dimengerti oleh orang lain.
BAB VI PENUTUP
SIMPULAN Variasi-variasi dialek Bahasa Jawa dan Bahasa Madura beranekaragam dan saling berkesinambungan. Keanekaragaman variasi dialeknya dapat dilihat pada contoh-contoh variasi dialek dari dialek Yogyakarta yang merupakan variasi dialek Jawa hingga dialek Kangean yang merupakan variasi dialek Madura. Variasi dialek tersebut terjadi karena faktor geografis atau wilayah. Faktor tersebut yang membuat variasi dialek Jawa dan variasi dialek Madura saling berkesinambungan karena kedua wilayah tersebut memiliki jarak yang dekat. Eksistensi variasi dialek Jawa dan variasi dialek Madura pun masih besar karena Bahasa Jawa dan Bahasa Madura termasuk kedalam tiga bahasa yang paling dikenal di Nusantara. Akan tetapi, terdapat beberapa variasi Bahasa Jawa dan variasi Bahasa Madura yang masih tidak diketahui oleh sebagian besar masyarakat di Nusantara karena ciri khas yang dimiliki oleh variasi dialek tersebut tidak dimiliki oleh Bahasa Jawa atau Bahasa Madura pada umumnya. Dalam menjaga eksistensi dialek-dialek tersebut, terdapat beberapa hal yang dilakukan oleh penutur dialek tersebut, seperti : penggunaan dialek dalam kehidupan sehari-hari, pembangunan balai bahasa, dan pelajaran bahasa dan dialek lokal di sekolah.
SARAN Variasi dialek Jawa dan Madura yang unik dan beranekaragam perlu digunakan oleh masyarakat Jawa dan Madura untuk menjaga eksistensi dialek lokal di lingkungan penutur. Selain itu, perlu adanya balai bahasa atau penelitian terkait dialek Jawa dan Madura untuk meningkatkan eksistensinya di Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Verhaar, J.M.W. 2001. Asas-Asas LinguistikUmum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Subalidinata R.S. 1984. Diktat Bahasa Madura. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
LAMPIRAN
Gambar 1.1 Peta persebaran dialek Bahasa Jawa dan Bahasa Madura.