BioSMART Volume 2, Nomor 1 Halaman: 28 - 33
ISSN: 1411-321X April 2000
Studi Variasi Populasi Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta SURANTO1, SAJIDAN2, HARLIYONO2, KUSUMO WINARNO1, SRI EMY HARININGSIH2 1
2
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Program Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya variasi morfologi pada populasi Ipomoea pes-caprae (tapak kambing) pada delapan pantai yang terletak di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan D.I. Yogyakarta, serta untuk mengetahui variasi perkembangan (heteroblastic development) pada populasi-populasi tersebut. Penelitian dilakukan di Pantai Teluk Penyu Cilacap dan Rembang (Jawa Tengah); Glagah, Samas dan Krakal (Yogyakarta); serta Pacitan, Tuban dan Pasir Putih (Jawa Timur). Pengambilan cuplikan dilakukan secara random, setiap populasi/lokasi diamati sebanyak 40 materi dari 40 individu. Data morfometri diperoleh dari daun kelima di ujung batang tumbuhan yang sedang berbunga, meliputi panjang dan lebar helai daun, serta panjang dan diameter tangkai daun. Untuk mengetahui perbandingan antar populasi data ini diuji secara kuantitatif dengan ttest dalam program microstacht (lotus). Sedang analisis kualitatif untuk mengetahui variasi perkembangan dilakukan observasi secara langsung. Dari hasil penelitian diketahui adanya beda nyata ciri-ciri morfometri populasi Ipomoea pes-caprae dari kedelapan pantai, dan terdapat variasi perkembangan. Key words: variation, heteroblastic development, population, Ipomoea pes-caprae.
PENDAHULUAN Ekosistem pantai dibentuk oleh faktor-faktor lingkungan tertentu, seperti salinitas, pH, kecepatan angin, intensitas sinar matahari, temperatur, tipe pasir, pola pasang-surut dan lain-lain. Ekosistem ini membentuk formasi tumbuhan khas yang didominasi tumbuhan tertentu dan penamaannya mengikuti spesies tumbuhan dominan tersebut. Ekosistem pantai terdiri dari formasi pes-caprae, formasi baringtonia dan formasi hutan mangrove. Formasi pes-caprae didominasi oleh Ipomoea pescaprae (L.) Sweet (tapak kambing). Spesies ini termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Convolvulales, familia Convolvulaceae dan genus Ipomoea (Tjitrosoepomo, 1989; Lawrence, 1951) Variasi pada Tumbuhan Variasi populasi tumbuhan terjadi karena adanya pengaruh genetik dan faktor lingkungan. Dalam jangka panjang, interaksi kedua faktor ini dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan pola morfologi (fenotipe), sehingga terbentuk varianvarian yang sifat morfologinya berbeda dengan sifat-sifat umum tumbuhan tersebut. Proses spesiasi, terbentuknya spesies baru, dimulai dengan terjadinya variasi populasi, baik karena isolasi geografi maupun isolasi ekologi (Klung dan Cummings, 1994). Tumbuhan memiliki tiga jenis variasi, yaitu variasi lingkungan, variasi perkembangan dan
variasi genetik. Variasi yang pertama bersifat sementara dan tidak diwariskan, sedang variasi kedua dan ketiga bersifat genetis dan dapat diwariskan (Jones dan Luchsinger, 1986; Nio, 1975). Variasi lingkungan atau variasi somatis adalah variasi yang disebabkan pengaruh faktor-faktor lingkungan, baik faktor fisika, kimia maupun biotik. Variasi ini bersifat sementara dan tidak diwariskan, namun dapat menyebabkan terbentuknya klon baru yang secara genetik sama (Jones dan Luchsinger, 1986; Nio, 1975). Variasi perkembangan (heteroblastic development) adalah variasi yang muncul sejalan dengan pertambahan usia tumbuhan, misalnya perubahan bentuk daun dari usia muda (juvenile) ke usia dewasa (mature). Variasi ini dikontrol secara genetik dan pada beberapa spesies tertentu variasi ini sangat nyata (Jones dan Luchsinger, 1986; Nio, 1975). Variasi genetik adalah variasi yang disebabkan oleh mutasi, aliran gen dan rekombinasi. Variasi ini diwariskan karena terjadi perubahan struktur dan komposisi kimia di dalam gen. Variasi ini sering menyebabkan terbentuknya individu baru yang secara genetis berbeda dengan induknya (Jones dan Luchsinger, 1986; Nio, 1975). Variasi genetik umumnya dipengaruhi oleh pola/cara reproduksi (breeding system) dan keseluruhan proses seleksi alam (Heywood, 1965).
© 2000 Jurusan Biologi FMIPA UNS
B i o S M A R T V o l . 2 , N o . 1 , h a l . 28 - 33
Plastisitas Fenotipe Sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi alam atau tekanan lingkungan, tumbuhan dapat mengalami plastisitas fenotipe, yaitu kemampuan suatu individu untuk memodifikasi beberapa sifat khusus selama masa perkembangannya (Jones dan Wilkins, 1974). Hal ini merupakan bentuk tanggapan langsung terhadap tekanan lingkungan dan terjadi karena tumbuhan tidak mampu melakukan migrasi dari habitat yang tidak lagi dapat menopang keperluan hidup semula (Dirzo dan Sarukhan, 1984; Brigges dan Walter, 1972). Menurut Stebbins (1974), daun tumbuhan merupakan organ yang memiliki plastisitas paling tinggi. Isolasi geografi antar pantai menyebabkan terbentuknya variasi populasi, karena aliran gen antar populasi terputus dan setiap kelompok melakukan adaptasi terhadap lingkungan masingmasing. Studi variasi perkembangan pada Ipomoea pes-caprae belum pernah dilakukan. Studi terkait baru dilakukan pada Ipomoea hederacea (Wearing dan Phillips, 1984) dan Ipomoea caerulea (Bidwell, 1975). Pada kedua spesies ini terjadi variasi perkembangan, mulai dari terbentuknya daun pertama, hingga daun-daun berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya variasi morfologi pada populasi Ipomoea pes-caprae dari delapan pantai yang terletak di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta, serta untuk mengetahui variasi perkembangan (heteroblastic development) pada populasi-populasi tersebut. BAHAN DAN METODE
29
Penelitian dilakukan pada delapan pantai yang letaknya saling berjauhan, yaitu: Pantai Teluk Penyu Cilacap dan Pantai Rembang (Jawa Tengah); Pantai Glagah, Pantai Samas dan Pantai Krakal (Yogyakarta); serta Pantai Teluk Pacitan, Pantai Tuban dan Pantai Pasir Putih (Jawa Timur) (periksa peta lokasi penelitian). Pengambilan cuplikan Pengambilan cuplikan dilakukan secara random (acak) dimana setiap individu dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk dikoleksi. Pada setiap lokasi diambil 40 individu tumbuhan. Materi yang diambil adalah daun kelima dari ujung batang tumbuhan yang sedang berbunga. Pengamatan morfologi Data morfometri yang diamati adalah panjang dan lebar helai daun, serta panjang dan diameter tangkai daun. Pengukuran dilakukan terhadap tumbuhan segar dan spesimen awetan yang telah dikeringkan selama dua minggu. Setiap lokasi diamati sebanyak 40 materi dari 40 individu, sehingga untuk delapan lokasi/populasi diamati sebanyak 320 individu. Sedangkan untuk mengamati terjadinya variasi perkembangan dilakukan pengamatan secara langsung pada kedelapan lokasi/populasi penelitian. Analisis Data Data morfometri dianalisis secara kuantitatif dengan t-test menggunakan program microstacht (lotus) untuk mengetahui perbedaan antar populasi. Sedang untuk mengetahui ada-tidaknya variasi perkembangan dilakukan analisis kualitatif secara langsung.
Lokasi
Gambar 1. Peta lokasi penelitian: 1. Pantai Penyu Cilacap, 2. Pantai Glagah, 3. Pantai Samas, 4. Pantai Krakal, 5.Pantai Rembang, 6. Pantai Teluk Pacitan, 7. Pantai Tuban, dan 8. Pantai Pasir Putih.
SURANTO dkk. – Variasi Populasi Ipomoea pes-caprae
30
HASIL DAN PEMBAHASAN Variasi populasi Dari hasil pengukuran panjang dan lebar helai daun serta panjang dan diameter tangkai daun, diperoleh gambaran adanya perbedaan morfologi yang sangat jelas antara populasi Ipomoea pescaprae dari kedelapan pantai yang diteliti, kecuali untuk diameter tangkai daun dimana perbedaannya tidak begitu menyolok. Hal ini terjadi karena ukuran diameter tangkai relatif kecil sehingga sulit dibedakan secara visual. Di samping itu panjang dan lebar daun serta panjang tangkai lebih mudah dipengaruhi oleh kondisi habitat/lingkungan dari pada diameter tangkai. Dalam penelitian ini diketahui bahwa helai daun terpanjang ditemukan pada populasi Ipomoea pescaprae dari Pantai Teluk Pacitan yang hampir sama panjang dengan populasi dari Pantai Penyu Cilacap, sedang helai daun terpendek terdapat pada populasi dari Pantai Glagah, dimana ukurannya sedikit lebih panjang dari pada populasi dari Pantai Rembang dan Tuban. Pada ketiga populasi sisanya, yaitu
Pantai Pantai Samas, Krakal dan Pasir Putih juga hampir sama panjang, berkisar antara 7-7,42 cm. Sifat helai daun terlebar terdapat pada populasi Ipomoea pes-caprae dari Pantai Penyu Cilacap, sedang helai daun tersempit terdapat pada populasi dari Pantai Glagah. Lebar helai daun keenan populasi sisanya berkisar antara 7-10,75 cm. Lebar helai daun populasi dari Pantai Samas dan Pasir Putih hampir sama. Ciri kedua sifat helai daun ini, baik panjang dan lebar menunjukkan adanya variasi, walaupun pada sebagian populasi perbedaan ukurannya sangat kecil. Ukuran panjang tangkai daun Ipomoea pescaprae pada kedelapan populasi juga terdapat variasi. Populasi dengan tangkai daun terpanjang adalah tumbuhan dari Pantai Pacitan, sedang populasi dengan ukuran tangkai daun terpendek adalah tumbuhan dari Pantai Glagah, diikuti tumbuhan dari Pantai Tuban. Ukuran tangkai daun populasi dari Pantai Teluk Penyu Cilacap, Samas dan Krakal tidak jauh berbeda. Demikian pula populasi dari Pantai Rembang dan Pasir Putih.
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 Pasir Putih
Tuban
Teluk Pacitan
Rembang
Krakal
Samas
Glagah
Teluk Penyu
0
panjang lamina (cm)
lebar lamina (cm)
panjang petiole (cm)
diameter petiole (x 0.1 cm)
Gambar 2. Data morfometri populasi Ipomoea pes-caprae pada delapan pantai di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta.
BioSMART Vol. 2, No. 1, hal. 7- 12
Data morfometri dari kedelapan pantai yang diteliti menunjukkan bahwa sifat diameter tangkai daun kurang bervariasi, dibandingkan ketiga sifat lainnya. Diameter tangkai daun terbesar terdapat pada populasi Ipomoea pes-caprae dari Pantai Teluk Penyu Cilacap, yang ukurannya hampir sama dengan populasi dari Pantai Teluk Pacitan, sedang diameter tangkai daun terkecil ditemukan secara bersama-sama pada populasi dari Pantai Glagah, Rembang dan Tuban. Pada ketiga pantai lainnya, yaitu Pantai Samas, Krakal dan Pasir Putih diameter tangkai daun cukup seragam, yaitu sekitar 3 mm. Pada perlakuan pengepresan selama dua minggu, daun-daun segar mengalami penurunan ukuran baik panjang dan lebar helai daun, maupun panjang dan diameter tangkai daun. Umumnya penurunan ukuran ini bervariasi antara 10-25% untuk panjang helai daun, lebar helai daun dan panjang tangkai daun, sedang untuk diameter tangkai daun dapat mengalami penurunan ukuran hingga mencapai 50%. Uji statistik t-test antar populasi Ipomoea pescaprae pada kedelapan pantai yang diteliti menunjukkan bahwa panjang helai daun berbeda nyata secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, dimana dari 28 komparasi hanya empat yang tidak menunjukkan berbeda nyata. Sedang uji yang sama untuk lebar helai daun memberikan gambaran yang sama dengan uji panjang daun, dimana dari 28 komparasi hanya empat yang tidak menunjukkan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Uji statistik t-test terhadap panjang tangkai daun dari kedelapan populasi Ipomoea pes-caprae yang diteliti menunjukkan adanya beda nyata secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, dimana dari 28 komparasi hanya lima yang tidak menunjukkan berbeda nyata. Sedang uji yang sama untuk diameter tangkai daun memberikan gambaran yang sama, dimana dari 28 komparasi hanya lima yang tidak menunjukkan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.
Asosiasi Tumbuhan Sekunder Kehidupan tumbuhan di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor-faktor abiotik (fisikokimia) dan biotik. Dalam penelitian ini, diketahui adanya sebelas spesies tumbuhan yang berasosiasi dalam formasi Ipomoea pes-caprae. Meskipun hanya satu spesies yang selalu ditemukan pada kedelapan pantai tersebut, yaitu Crotalaria furrugunea (orokorok) (periksa tabel 1). Pada kedelapan pantai yang diteliti tidak dijumpai adanya suatu pola yang khas dalam asosiasi antara Ipomoea pes-caprae dengan tumbuhan sekunder, baik di pantai utara maupun selatan Jawa, dimana komposisi jenis-jenis tumbuhan sekunder selalu berbeda. Hal ini mendukung kenyataan bahwa di setiap lokasi terjadi variasi morfologi Ipomoea pes-caprae secara signifikan. Di pantai utara Jawa, baik Rembang, Tuban maupun Pantai Pasir Putih, ditemukan tumbuhan Terminalia catapa, Calotropis gigantea, Vigna, Spinifex dan Rhizopora mucronata. Di pantai tuban tidak ditemukan tumbuhan bakau dan di Pasir Putih tidak ditemukan Pandanus tectorius. Tumbuhan bakau merupakan ciri umum vegetasi pantai utara pulau Jawa. Daerah sampel di pantai selatan Jawa cukup seragam Pada setiap uji komparasi antar populasi menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara signifikan, baik untuk helai maupun tangkai daun. Pada tiga populasi yang terletak di pantai utara Pulau Jawa, masing-masing menunjukkan sifat habitat asli yang tidak sama. Di pantai Tuban jenis pasir coklat muda dengan asosiasi berbagai tumbuhan lain. Dengan adanya Pandanus tectorius yang jauh dari bibir pantai menjadikan lingkungan pantai ini terbuka dan panas di siang hari. Tempat trlindung hanya ada di bawah naungan pandan. Di pantai Pasir Putih, tumbuhan Ipomoea berasosiasi dengan formasi hutan bakau yang mampu menahan deburan ombak, sehingga ujung-ujung ipomoea seringkali cenderung tidak merayap melainkan menjulur ke atas.
SURANTO dkk. – Variasi Populasi Ipomoea pes-caprae
32
Tabel 1. Asosiasi Ipomoea pes-caprae dengan tumbuhan sekunder yang dominan.
Krakal
Rembang
Teluk Pacitan
Tuban
Pasir Putih
Spinifex sp (rumput lari) Caloropis gigantea (baduri) Crotalaria furrugunea (orok-orok) Vigna sp. (kacang-kacangan) Alternanthera ficoidea (krokot) Solanum melongna (terong) Ipomoea batatas (ubi jalar) Terminalia catapa (ketapang) Euphorbia hirta (patikan) Rhizophora mucronata (bakau) Pandanus tectorius (pandan)
Samas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jenis tumbuhan
Glagah
No.
Teluk Penyu
Nama Populasi/Pantai
9 9 9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 9 9 9 9 -
9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 9 9 9
9 9 9 9
Tabel 2. Uji kualitas air dan pasir
1.
Nama Populasi/ Pantai Teluk Penyu
2.
Glagah
3. 4.
Samas Krakal
5.
Rembang
6. 7.
Teluk Pacitan Tuban
8.
Pasir Putih
No.
Warna dan keadaan pasir hitam legam; halus hitam legam; halus hitam; kasar putih-coklat muda; kasar coklat muda; sangat halus hitam legam; sedang coklat muda; halus hitam-coklat; bercampur serpihan karang putih
pH
-
Pasir basah 8,3
6,1
7,3
7,0 6,95
6,5 8,5
6,8
8,5
6,85
8,3
6,95
8,7
6,7
8,4
Air
Pada pantai-pantai di selatan Jawa, memiliki banyak kesamaan tetapi terdapat pula variasi. Jenis pasir pada pantai Pacitan dan Glagah sama warna dan jenisnya, yaitu hitam dan halus. Kedua pantai ini terbuka dan tanpa tanaman pelindung kecuali di pantai Glagah hadir Pandanus tectorius yang jauh dari bibir pantai. Kondisi pasir sama dengan pantai Samas dan Teluk Penyu Cilacap, demikian pula asosiasi nya sama termasuk dengan pantai Krakal. Dari kondisi-kondisi fisik yang terdapat di masing-masing pantai, uji kuantitatif terhadap
panjang dan lebar helai daun serta panjang dan lebar ptiole menunjukkan nilai signifikan berbeda 80% untuk tiap sifat daun yang diujibandingkan. Terjadinya nilai signifikan berbeda antara Pantai Teluk Penyu Cilacap dan Glagah untuk panjang helai daun dimungkinkan adanya kesamaan jenis pasir dan jenis-jenis tumbuhan yang berasosiasai. Sedang sifat pantai pasir putih yang jauh dari pantai Samas dan Pacitan ternyata pH air laut dan air di dalam pasir hampir sama dengan kedua pantai terakhir (7;6,7). Sedang untuk lebar helai daun, tidak ada beda antara Krakal dengan Pacitan kemungkinan karena persamaan pH air dan air pasir yang hampir sama, yaitu 6,8; 6,9 dan 8,3; 8,5. keadaan serupa juga ditunjukkan oleh Krakal dan Pasir Putih (6,8; 6,7) dan Pacitan: Pasir Putih (8,3:8,4). Variasi Perkembangan Pada heteroblastic developmen, meskipun tidak seluruh populasi menunujkkan hal ini secara semputna, setidaknya di pantai Samas hal ini terlihat sempurna (gambar 2). Untuk uji heteroblastic development yang diperoleh di lokasi penelitian, tidak semua memberi gambaran yang sempurna, sehingga heteroblastic development pada Ipomoea pes-caprae ini sesuai dengan Ipomoea hederacea (Weiring dan Phillips, 1984) dan Ipomoea caerulea (Bidwell, 1975). Peristiwa ini hanya teramati pada saat Ipomoea pescaprae berbunga. Sedang pada ruas daun keberapa proses tersebut terjadi belum diketahui.
B i o S M A R T V o l . 2 , N o . 1 , h a l . 28 - 33
Gambar 2. Variasi perkembangan pada daun Ipomoea pes-caprae; angka menunjukkan urutan berkembangan daun berdasarkan umurnya.
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi morfometrik antar populasi yang cukup signifikan, baik untuk panjang dan lebar helai daun, maupun panjang dan diameter ptiole. Perbedaan ini dalam kadar ertetu merupakan akibat perbedaan kondisi fisik pantai, khususnya keadaan pasir, pH air dan pasir serta tumbuhan yang berasosiasi.
Proses heteroblastic development Ipomoea pescaprae pada ketujuh pantai adalah sama. DAFTAR PUSTAKA Jones, S.B. dan A.E. Luchsinger, 1986, Plant Systematics, Second edition, New York, McGraw-Hill Book Company. Klung, W.S. dan M.R. Cummings.1994. Concepts of Genetics. 4th edition. Englewood Cliffs: Prentice Hall.