EKO-BRIKET DARI KOMPOSIT SAMPAH PLASTIK HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE) DAN ARANG SAMPAH ORGANIK KOTA ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE HIGH DENSITY POLYETHYLENE PLASTIC WASTE AND MUNICIPAL SOLID WASTE CARBON Deqi Rizkivia Radita Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email :
[email protected]
ABSTRAK Sampah organik kota dan sampah plastik HDPE yang jumlahnya berlimpah dapat digunakan sebagai bahan baku eko-briket sebagai bahan bakar alternatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota yang mempunyai kualitas terbaik. Dalam penelitian ini dilakukan pengarangan sampah organik kota untuk menaikkan nilai kalornya. Perbandingan komposisi antara sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5:95, 10:90, dan 20:80. Ekobriket terbaik yaitu eko-briket dengan komposisi sampah plastik sebanyak 20% menggunakan perekat kanji. Eko-briket tersebut menghasilkan nilai kalor sebesar 9300,79 kal/gr yang telah memenuhi standar bio-batubara berdasarkan Permen ESDM No 047 Tahun 2006. Kata kunci
: arang sampah organik kota, eko-briket, karbonisasi, sampah plastik HDPE
ABSTRACT The high generation of municipal organic solid waste and high density polyethylene (HDPE) plastic waste are potential to be used as eco-briquette raw materials. Objectives of this research was to determine eco-briquette with the
1
best quality. Carbonization of organic municipal solid waste was meant to increase the calorific value of eco-briquette. Ratios of HDPE plastic waste and municipal organic solid waste carbon which were tested in this research were 5:95, 10:90, and 20:80. The best eco-briquette product was that of with 20% HDPE plastic waste with cassava starch. The heat value was 9300,79 cal/gram, which met the bio-coal standards according to the Minister of Energy and Mineral Resources Decree No 047/2006. Key words
: municipal organic solid waste carbon, eco-briquette, carbonization, HDPE plastic waste
PENDAHULUAN Pertumbuhan konsumsi energi menyebabkan semakin menipisnya ketersediaan energi terutama yang berasal dari bahan bakar fosil. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bahan bakar alternatif sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Bahan bakar alternatif tersebut harus mudah didapat, karakteristiknya tidak jauh berbeda dengan bahan bakar fosil, harganya terjangkau, serta ramah terhadap lingkungan. Sampah telah menjadi bagian dari keseharian manusia. Semakin tingginya produksi sampah kota yang dihasilkan dan semakin terbatasnya lahan untuk pembuangan sampah menjadikan sampah kota sebagai permasalahan yang banyak dihadapi di berbagai kota besar. Data menunjukkan sebanyak 70-80% dari sampah kota tersebut merupakan bahan organik yang memiliki nilai kalor cukup tinggi. Apriati (2008) telah melakukan penelitian untuk memanfaatkan sampah organik kota sebagai bahan bakar alternatif yaitu dengan memanfaatkan sampah organik kota menjadi briket. Dari penelitian tersebut diperoleh nilai kalor yang dihasilkan briket sampah organik sebesar 3981,44 kal/gr. Nilai tersebut masih di bawah standar bio-batubara berdasarkan Permen ESDM no 047 Tahun 2006 yaitu sebesar 4400 kal/gr. Dari sekian banyak sampah kota yang dihasilkan, sampah plastik mempunyai sumbangan sebesar 2% dari keseluruhan sampah kota (Himawanto, 2005). Plastik yang digunakan sebagai pengemas merupakan jenis plastik yang banyak terdapat dalam sampah plastik karena pemakaiannnya yang singkat. High density polyethylene (HDPE) merupakan jenis plastik yang
2
paling banyak digunakan sebagai pengemas. Penelitian yang dilakukan oleh Prasetiyo (2008) menggunakan bahan baku berupa sampah plastik HDPE sebagai campuran eco-briquette lignoselulosa. Nilai kalor yang dihasilkan sebesar 8427,27 kal/gr dan telah memenuhi standar nilai kalor biobatubara. Dari permasalah yang terdapat di atas maka dapat dibuat suatu bahan bakar alternatif yang berasal dari sampah organik kota yang telah dikarbonisasi untuk menaikkan nilai kalornya. Selain itu, ditambahkan bahan campuran untuk menaikkan nilai kalor berupa sampah plastik HDPE. Bahan bakar alternatif tersebut berupa eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah dan kayu bakar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk menentukan komposisi sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota agar dihasilkan eko-briket yang memiliki kualitas baik, nilai kalor tinggi, ekonomis, dan ramah lingkungan. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang jenis perekat yang sesuai untuk eko-briket tersebut sehingga dihasilkan eko-briket dengan daya rekat yang baik. METODOLOGI Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian adalah sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota. Sampah plastik HDPE dibersihkan terlebih dahulu lalu dipotong kecil-kecil untuk mempermudah pencampuran dengan bahan perekat. Sampah organik kota yang digunakan merupakan sampah pasar, antara lain terdiri dari sisa sayur-sayuran, buah-buahan, tempurung kelapa, daun, bonggol jagung, dan sampah organik lainnya selain sampah makanan. Untuk mempercepat proses pengarangan, sampah dicacah menggunakan pisau, gunting, atau mesin pencacah sampai ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu, sampah juga harus dijemur untuk menguapkan kandungan air berlebih. Sampah organik kota lalu dimasukkan dalam wadah tertutup dan dipanaskan sampai sampah tersebut berubah menjadi arang. Agar bentuk dan ukuran arang seragam, dilakukan penumbukan dan pengayakan arang menggunakan ayakan 40 mesh. Karakteristik bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Digunakan perekat berupa kanji dan molase. Perekat kanji berasal dari tepung kanji yang ada di pasaran. Untuk memperoleh komposisi air dan tepung kanji yang sesuai dilakukan dengan trial and error. Dihasilkan komposisi tepung kanji dan air dengan perbandingan 1:15. Dilarutkan 40 gr tepung kanji dengan 600 ml air. Diaduk sampai homogen dan dipanaskan sampai mengental. Perekat molase berasal dari limbah pabrik gula. Setelah dilakukan trial and error didapatkan komposisi berat bahan baku briket dan bahan perekat sebesar 2:3. Maka digunakan bahan perekat sebanyak 67,5 gr dalam masing-masing produk eko-briket. Karakteristik bahan perekat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Bahan Baku dan Bahan Perekat Kadar Nilai
Titik
Kadar
Kalor
Nyala
Air
(kal/gr)
(oC)
(%)
Kadar Kadar
Volatile Jenis Bahan Baku
Arang Sampah Organik
Fixed Abu
Solid
Carbon
(%)
(%)
(%)
7452,24
75
4,91
82,37
1,00
11,72
Plastik HDPE
11089,87*
150
0,44
98,10
0,72
0,74
Perekat Kanji
-
-
93,77
0,002
6,12
0,11
Perekat Molase
-
-
24,07
5,68
62,83
7,88
Sumber
: * Sorum, Gronli, Hustad, 2001
Dalam penelitian ini akan digunakan dua variasi penelitian atau variabel, yaitu komposisi sampah plastik (SP) dan arang sampah organik kota (SO). Keseluruhan jenis produk eko-briket yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis Produk Briket Komposisi SP : SO
Metode Pembuatan Jenis Sampah
Jenis Perekat Briket
5 : 95
10 : 90
20 : 80
4
Lem kanji
SP5Kk
SP10Kk
SP20Kk
(A)
(C)
(E)
Sampah Organik Kota
Karbonisasi
(k)
(SO)
(K)
Molase (m)
SP5Km SP10Km SP20Km (B)
(D)
(F)
Bahan baku dan bahan perekat yang telah tercampur rata lalu dimasukkan ke dalam cetakan briket dan dimampatkan menggunakan alat pencetak briket secara manual. Setelah briket dikeluarkan dari cetakan, briket dijemur dibawah sinar matahari untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada briket. Eko-briket yang menggunakan perekat kanji rentan ditumbuhi oleh jamur karena kandungan bahan organik yang terdapat pada perekat kanji. Jamur tumbuh pada eko-briket yang menggunakan perekat kanji apabila eko-briket disimpan selama + 1-2 minggu. Agar briket tidak mudah busuk karena pengaruh fermentasi maka perlu ditambahkan bahan kimia NaOH dalam perekat kanji (Duljapar dalam Anggrainy, 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Analisis kadar air digunakan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam produk eko-briket. Analisis ini dilakukan dengan memanaskan sampel eko-briket dalam oven bersuhu 105oC. Air akan menguap pada suhu 100oC, sehingga diperkirakan pada suhu 105oC air yang terkandung dalam eko-briket akan teruapkan seluruhnya. Hasil analisis kadar air eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dapat dilihat pada Gambar 1.
5
100.00 90.00 80.00
Kadar Air
70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00
Km SP 5K m SP 10 Km SP 20 Km Ar Pl an as g t ik HD Pe P E re ka Pe tK re a n ka t M ji ol as e
Kk SP 5K k SP 10 Kk SP 20 Kk
0.00
Gambar 1. Grafik Kadar Air Eko-briket dan Bahan Baku Kadar air rata-rata eko-briket komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota adalah 8%. Kadar air terendah yaitu produk eko-briket SP20Kk dengan kadar air sebesar 3,73%. Dan kadar air tertinggi yaitu produk eko-briket SP5Km dengan kadar air sebesar 11,70%. Dari rata-rata kadar air produk eko-briket tersebut sudah memenuhi standar kualitas biobriket berdasarkan PERMEN ESDM no 47 Tahun 2006, yaitu maksimal kadar air sebesar 15%. Kadar air tertinggi produk eko-briket juga sudah memenuhi standar kualitas tersebut. Semakin banyak campuran plastik dalam produk eko-briket maka nilai kadar air semakin menurun. Hal ini disebabkan kadar air plastik HDPE lebih rendah dibandingkan dengan kadar air arang sampah organik kota. Kadar air perekat kanji lebih tinggi dari kadar air perekat molase, tetapi kadar air dalam produk kanji lebih mudah menguap pada saat pengeringan produk eko-briket dengan penjemuran daripada kadar air pada perekat molase. Kadar Volatile Solid Analisis volatile solid dilakukan untuk mengetahui bagian yang hilang menjadi gas atau uap pada saat proses pembakaran dengan suhu sebesar 550 oC. Hasil analisis volatile solid eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Kadar Volatile Solid
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
PE re ka t Pe Ka re nj ka i tM ol as e
g
Pe
HD
Ar an
as t ik Pl
Km SP 5K m SP 10 Km SP 20 Km
Kk SP 5K k SP 10 Kk SP 20 Kk
0.00
Gambar 2. Grafik Kadar Volatile Solid Eko-briket dan Bahan Baku Kadar volatile solid rata-rata eko-briket komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota adalah 81,85 %. Kadar volatile solid terendah yaitu produk eko-briket SP5Km dengan kadar volatile solid sebesar 78,18 %. Dan kadar volatile solid tertinggi yaitu produk eko-briket SP20Kk dengan kadar volatile solid sebesar 85,98 %. Semakin banyak campuran plastik HDPE pada eko-briket maka semakin tinggi kadar volatile solid eko-briket. Hal tersebut disebabkan kadar volatile solid plastik HDPE yang lebih besar dari kadar volatile solid arang. Kadar volatile solid eko-briket yang menggunakan bahan perekat kanji lebih tinggi dari kadar volatile solid eko-briket yang menggunakan perekat molase. Hal tersebut disebabkan eko-briket yang menggunakan perekat kanji lebih kering dan lebih banyak mengandung bahan organik sehingga lebih banyak bagian yang dengan mudah menjadi gas atau uap pada saat proses pembakaran. Kadar Fixed Carbon Analisis kadar fixed carbon dilakukan untuk mengetahui bagian yang hilang saat proses pembakaran setelah semua kadar volatile solid hilang pada suhu 750 oC. Karena tidak ada metode khusus yang menentukan suhu untuk analisis fixed carbon maka dengan hipotesis bahwa pada temperatur 550 oC selama 1 jam semua zat volatile telah hilang teruapkan dan pada suhu 750 oC telah teruapkan semua. Hasil analisis kadar fixed carbon eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dapat dilihat pada Gambar 3. 7
Kadar Fixed Carbon
70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00
ji M ol as e
Ka n Pe
re ka t
PE HD
re ka t
Pe
Ar an g
as t ik Pl
Km SP 5K m SP 10 Km SP 20 Km
Kk SP 5K k SP 10 Kk SP 20 Kk
0.00
Gambar 3. Grafik Kadar Fixed Carbon Eko-briket dan Bahan Baku Dari Gambar 3 tidak menunjukkan trend antara komposisi bahan dan jenis perekat dengan kadar fixed carbon. Hal tersebut dikarenakan suhu furnace yang digunakan untuk analisis volatile solid dan fixed carbon terlalu tinggi. Kandungan fixed carbon bahan telah terbakar bersama dengan volatile solid pada analisis volatile solid dengan suhu furnace 550 oC selama 1 jam. Sehingga pada saat dilakukan pembakaran dengan suhu furnace 750 oC selama 1 jam yang terbakar adalah fixed solid yang merupakan bagian dari abu. Kadar Abu Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah bagian yang tidak terbakar setelah terjadinya pembakaran sempurna. Kadar abu yang tinggi dapat mempersulit proses operasi dan pemeliharaan alat pembakaran. Hasil analisis kadar abu eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dapat dilihat pada Gambar 4. 14.00 12.00
8.00 6.00 4.00 2.00
HD PE Pe re ka tK Pe an re ji ka tM ol as e
Ar an g
as t ik Pl
Km SP 5K m SP 10 Km SP 20 Km
0.00 Kk SP 5K k SP 10 Kk SP 20 Kk
Kadar Abu
10.00
8
Gambar 4. Grafik Kadar Abu Eko-briket dan Bahan Baku Kadar abu rata-rata eko-briket komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota adalah 9,24 %. Kadar abu terendah yaitu produk eko-briket SP20Km dengan kadar abu sebesar 8,08 %. Dan kadar abu tertinggi yaitu produk eko-briket SP10Kk dengan kadar abu sebesar 10,43 %. Dari rata-rata kadar abu produk eko-briket tersebut sudah memenuhi standar kualitas biobriket berdasarkan PERMEN ESDM no 47 Tahun 2006, yaitu maksimal kadar abu sebesar 10 %. Semakin banyak campuran plastik dalam produk eko-briket maka kadar abu eko-briket akan semakin rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kadar abu bahan baku eko-briket. Kadar abu arang sampah organik lebih tinggi dari kadar abu plastik HDPE maka eko-briket dengan komposisi arang sampah organik lebih banyak memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Nilai Kalor Analisis nilai kalor dilakukan untuk mengetahui nilai kalor yang terkandung dalam setiap produk eko-briket. Nilai kalor adalah nilai yang menyatakan jumlah panas yang terkandung dalam bahan bakar. Nilai kalor tersebut merupakan kualitas utama untuk suatu bahan bakar. Pengukuran nilai kalor dilakukan menggunakan Bomb Calorimeter. Hasil analisis nilai kalor eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dapat dilihat pada Gambar 5. 12000
Nilai Kalor
10000 8000 6000 4000 2000
HD
PE
g Ar an Pl
as t ik
Km
Km SP 20
SP 10
SP 5K m
Km
Kk
Kk SP 20
SP 10
SP 5K k
Kk
0
Gambar 5. Grafik Nilai Kalor Eko-briket dan Bahan Baku Nilai kalor rata-rata eko-briket komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota adalah 6753,81 kal/gr. Nilai kalor terendah yaitu produk eko-briket SP5Km dengan nilai kalor 9
sebesar 5219,41 kal/gr. Dan nilai kalor tertinggi yaitu produk eko-briket SP20Kk dengan nilai kalor sebesar 9300,79 kal/gr. Dari rata-rata nilai kalor produk eko-briket tersebut sudah memenuhi standar kualitas biobriket berdasarkan PERMEN ESDM no 47 Tahun 2006, yaitu minimal nilai kalor sebesar 4400 kal/gr. Nilai kalor terendah produk eko-briket juga sudah memenuhi standar kualitas tersebut. Nilai kalor produk briket lebih rendah dari nilai kalor bahan baku. Hal tersebut disebabkan karena penambahan perekat pada produk eko-briket. Dengan adanya penambahan perekat maka terdapat penambahan kandungan kadar air dalam produk eko-briket yang menyebabkan nilai kalor produk eko-briket menurun. Titik Nyala Analisis titik nyala dilakukan untuk mengetahui temperatur terendah dimana uap bahan bakar mulai mengeluarkan nyala atau mulai terbakar. Pengujian nilai titik nyala dilakukan menggunakan thermocouple. Hasil analisis titik nyala eko-briket dari komposit sampah plastik dan
PE HD
as t ik
Ar an g Pl
SP 20 Km
SP 10 Km
SP 5K m
Km
SP 20 Kk
SP 10 Kk
SP 5K k
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Kk
Titik Nyala
arang sampah organik kota dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Titik Nyala Eko-briket dan Bahan Baku Titik nyala rata-rata eko-briket komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota adalah 148 oC. Titik nyala terendah yaitu produk eko-briket SP10Kk dengan titik nyala sebesar 120 oC. Dan titik nyala tertinggi yaitu produk eko-briket SP20Km dengan titik nyala sebesar 178
10
o
C. Nilai titik nyala eko-briket yang tinggi membuat eko-briket sulit untuk dinyalakan. Oleh karena
itu, untuk menyalakan eko-briket dibutuhan penyulut berupa minyak tanah atau spiritus. Kuat Tekan Analisis kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan eko-briket dalam menahan beban. Beban tersebut dinyatakan dalam tekanan tertentu. Nilai kuat tekan perlu diketahui karena berkaitan dengan cara pengangkutan dan penyimpanan eko-briket. Produk eko-briket dengan nilai kuat tekan yang rendah rentan mengalami retak atau pecah selama pengangkutan dan penyimpanan. Pembacaan skala beban pada alat Unconfined Compression Test Machine dalam analisis kuat tekan produk eko-briket menunjukkan nilai yang terus naik meskipun sudah mencapai batas kemampuan maksimum alat memberikan beban. Hal tersebut mengakibatkan nilai kuat tekan produk eko-briket tidak dapat diketahui secara pasti. Dimensi produk eko-briket yang tidak memenuhi standar analisis kuat tekan menjadi penyebab nilai kuat tekan tidak dapat diketahui secara pasti. Seharusnya untuk analisis kuat tekan, tinggi sampel harus dua kali dari besar diameter. Sedangkan tinggi produk ekobriket yang diuji sama dengan besar diameter yaitu 5 cm. Hasil analisis kuat tekan eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dapat dilihat pada Gambar 7. 1.8 1.6 1.4 Kuat Tekan
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Kk
SP5Kk
SP10Kk
SP20Kk
Km
SP5Km
SP10Km
SP20Km
Gambar 7. Grafik Kuat Tekan Eko-briket Nilai kuat tekan rata-rata eko-briket komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota adalah 1,11 Kg/cm2. Nilai kuat tekan terendah yaitu produk eko-briket SP5Kk dengan nilai kuat tekan sebesar 0,661 Kg/cm2. Dan nilai kuat tekan tertinggi yaitu produk eko-briket
11
SP10Km dengan nilai kuat tekan sebesar 1,529 Kg/cm2. Dari rata-rata nilai kuat tekan produk ekobriket tersebut tidak memenuhi standar kualitas biobriket berdasarkan PERMEN ESDM no 47 Tahun 2006, yaitu minimal nilai kuat tekan sebesar 65 Kg/cm2. Karena nilai kuat tekan produk ekobriket jauh dibawah standar yang ditetapkan maka produk eko-briket tidak dapat dikatakan sebagai briket tetapi hanya merupakan komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota. Untuk menaikkan nilai kuat tekan produk eko-briket dapat dilakukan dengan mengganti jenis bahan perekat dengan bahan perekat yang lebih kuat daya rekatnya. Nilai kuat tekan yang rendah juga disebabkan oleh proses pencetakan eko-briket yang menggunakan cara manual sehingga tekanan yang diberikan kecil dan partikel eko-briket kurang rapat. Maka dapat dilakukan pencetakan eko-briket secara mekanik sehingga tekanan yang diberikan besar, partikel eko-briket menjadi lebih rapat dan nilai kuat tekan menjadi semakin tinggi. Analisis Biaya Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui biaya yang harus dikeluarkan dalam pembuatan produk eko-briket atau harga produk eko-briket. Biaya pembuatan produk eko-briket atau harga produk eko-briket dihitung dari harga bahan baku yang digunakan dan biaya jasa dari proses pembuatan eko-briket. Harga bahan baku yang digunakan meliputi harga plastik HDPE, harga perekat kanji, harga perekat molase, dan harga air untuk melarutkan perekat kanji. Sedangkan biaya jasa dihitung dari asumsi biaya pembuatan arang sampah organik kota dan biaya pencetakan ekobriket. Biaya pembuatan arang sampah organik kota meliputi biaya pencacahan sampah, biaya pengarangan sampah, biaya penumbukan arang, dan biaya pengayakan arang. semakin besar nilai kalor produk eko-briket maka harga produk eko-briket semakin murah. Harga eko-briket per Kkal yang terendah adalah produk eko-briket dengan nilai kalor tertinggi yaitu SP20Kk dengan harga eko-briket per Kkal sebesar Rp 0,52/Kkal. Hasil analisis biaya eko-briket dari komposit sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Harga Eko-briket
12
Nilai
Harga 1
Harga Eko-briket per
Harga Eko-briket per
Kalor
Briket
Kg
Kkal
(kal/gr)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Jenis Ekobriket
SP5Kk
7055,63
224,10
4980
0,71
SP10Kk
7501,76
222,53
4945
0,66
SP20Kk
9300,79
219,38
4875
0,52
SP5Km
5219,41
250,43
5565
1,07
SP10Km
5189,09
248,85
5530
1,07
SP20Km
6256,16
245,70
5460
0,87
Pemilihan Eko-Briket Terbaik Dari semua uji mutu yang dilakukan pada produk eko-briket dapat dilakukan pemilihan produk eko-briket terbaik dengan menggunakan hasil dari uji mutu eko-briket. Hasil uji mutu menyatakan kualitas dari produk eko-briket. Pemilihan eko-briket terbaik dilakukan dengan membandingkan semua hasil uji mutu dan diambil dua produk eko-briket dengan mutu terbaik. Uji mutu tersebut terdiri dari nilai kalor, titik nyala, kuat tekan, kadar air, kadar volatile solid, kadar fixed carbon, kadar abu, dan harga eko-briket per Kkal. Dari data tersebut ditentukan eko-briket terbaik adalah produk eko-briket SP20Kk dan SP10Kk. Kedua produk eko-briket tersebut memiliki kualitas yang lebih baik dari produk eko-briket lainnya. Antara lain memiliki nilai kalor tertinggi, kadar air yang rendah, kadar volatile solid yang tinggi, dan harga produk eko-briket per Kkal nya rendah Perbandingan Eko-Briket dengan Produk Lain Setelah dilakukan pemilihan produk eko-briket terbaik selanjutnya dilakukan perbandingan kedua produk eko-briket terbaik tersebut dengan produk briket atau bahan bakar lain. Perbandingan tersebut dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan produk eko-briket dari komposit
13
sampah plastik HDPE dan arang sampah organik kota dengan produk briket atau bahan bakar lain. Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.16. Perbandingan Eko-briket dengan Produk Lain Nilai Kalor
Kadar Air
Kadar Abu
Biaya per Kkal
(kal/gr)
(%)
(%)
(Rp)
SP10Kk
7501,76
4,82
10,43
0,66
SP20Kk
9300,79
3,73
9,10
0,52
HDPE40T60M40*
8427,27
2,91
6,39
1,02
Briket Sampah Organik **
3981,44
7,02
5,53
2,51
Minyak Tanah Subsidi **
9000
-
-
0,28
9000
-
-
0,7
6900
4,00
10,00
0,72
Jenis Briket
Minyak Tanah Non Subsidi** Batubara **** Sumber : *
Prasetiyo (2008)
**
Anonim (2009)
****
Harahap (2009)
KESIMPULAN Eko-briket dengan komposisi sampah plastik sebanyak 20% dengan perekat kanji mempunyai nilai kalor tertinggi sebesar 9300,79 kal/gr yang telah memenuhi standar bio-batubara berdasarkan Permen ESDM No 047 Tahun 2006. Eko-briket tersebut juga merupakan eko-briket dengan kualitas terbaik karena mempunyai kadar air terendah sebesar 3,73% dan harga yang paling murah yaitu Rp 0,52 per Kkal. DAFTAR PUSTAKA
14
Anonim.
2009.
Penyaluran
Minyak
Tanah
Subsidi
di
Makassar
Dikurangi.
Anggrainy, A. D. 2005. Tugas Akhir : Briket Sampah sebagai Alternatif Sumber Energi Kalor dan Listrik dengan Metoda Refuse Derifed Fuel (RDF). Surabaya : Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Apriati, A. 2008. Tugas Akhir : Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Briket. Surabaya : Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Harahap, M. S. 2009. Pelatihan Furnace Batubara. Gresik : PT. Petrokimia Gresik. Himawanto, D. A. 2005. “Pengaruh Temperatur Karbonasi terhadap Karakteristik Pembakaran Briket Sampah Kota”. Media Mesin, Vol. 6, No. 2 : 84-91. Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral nomor 047 tahun 2006. Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Prasetiyo, D. D. 2008. Tugas Akhir : Eco-briquette dari Komposit Sampah Plastik High Density Polyethylene dan Sampah Lignoselulosa. Surabaya : Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Sorum, L., Gronli M. G., Hustad J. E. 2001. ”Pyrolisis Characteristics and Kinetics of Municipal Solid Waste”. Fuel, 80 (2009) : 1217-1227.
15