PRODUKSI PLASTIK KOMPOSIT DARI TEPUNG UBI KAYU DAN LINEAR LOW DENSITY POLYETHYLENE (LLDPE)
BORA LASIAN SIANTURI F34090157
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Plastik Komposit dari Tepung Ubi Kayu dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Bora Lasian Sianturi F34090157
ABSTRAK BORA LASIAN SIANTURI. Produksi Plastik Komposit Dari Tepung Ubi Kayu dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE). Dibimbing oleh SUGIARTO. Pencampuran tepung ubi kayu dan linear low density polyethylene merupakan salah satu solusi untuk mengurangi beban lingkungan atas pencemaran yang ditimbulkan sampah plastik. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan plastik komposit dari tepung ubi kayu dan resin LLDPE. Plastik komposit dibuat dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer dan asam stearat sebagai compatibilizer. Tepung ubi kayu termoplastis dibuat dengan mencampurkan gliserol sebesar 30 dan 40%. Plastik komposit dibuat dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 dan 30:70 dengan penambahan asam stearat sebesar 5 dan 7%. Hasil analisis menunjukkan bahwa asam stearat sebesar 5 dan 7% masing-masing memiliki melt flow index sebesar 4.13 dan 4.69 g/10 menit. Pelet komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 dan 30:70 masing-masing memiliki berat jenis sebesar 0.916 dan 0.941 g/cm3. Sifat mekanik terbaik dihasilkan oleh formulasi dengan rasio tepung dan resin sebesar 20:80 dengan gliserol 40% dan asam stearat 5%. Film plastik tersebut memiliki kuat tarik md sebesar 5.62 MPa dan elongasi md sebesar 594.27%. Serta film plastik komposit dengan 40% gliserol memiliki warna yang lebih tembus pandang dibandingkan dengan 30% gliserol. Kata kunci: asam stearat, plastik komposit, tepung ubi kayu
ABSTRACT BORA LASIAN SIANTURI. Composite Plastic Production from Cassava Flour and Linear Low Density Polyethylene (LLDPE). Supervised by SUGIARTO. The mixing of cassava flour with linear low density polyethylene is one solution to reducing the environmental problem caused by plastics waste. The objectives of this study was to produce plastic composite from cassava flour and LLDPE resins. Composite plastic was made with addition of glycerol as plasticizer and stearic acid as compatibilizer. Thermoplastic cassava flour was made by mixing glycerol by 30 and 40%. Plastic composites was made with plasticised cassava flour and LLDPE resins ratio at 20:80 and 30:70 with the addition of stearic acid by 5 and 7%. The analysis showed that stearic acid at 5 and 7%, respectively had melt flow index of 4.13 and 4.69 g/10 min. Composite pellets with plasticised cassava flour and LLDPE resins ratio at 20:80 and 30:70 each has a specific gravity of 0.916 and 0.941 g/cm3. The best mechanical properties obtained from the formulation with cassava flour and resins at 20:80 with a glycerol concentration of 40% and 5% stearic acid. Plastics from this formulation have md tensile strength of 5.62 MPa and md elongation at 594.27%. Plastic film composite with 40% glycerol has more opaque colors than plastic film composite with 30% glycerol. Keywords: stearic acid, composite plastic, cassava flour
PRODUKSI PLASTIK KOMPOSIT DARI TEPUNG UBI KAYU DAN LINEAR LOW DENSITY POLYETHYLENE (LLDPE)
BORA LASIAN SIANTURI F34090157 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Produksi Plastik Komposit Dari Tepung Ubi Kayu dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) Nama : Bora Lasian Sianturi NIM : F34090157
Disetujui oleh
Ir. Sugiarto, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah kemasan komposit dengan judul Produksi Plastik Komposit Dari Tepung Ubi Kayu dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE). Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu: 1. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, semangat dan doa kepada penulis 2. Ir. Sugiarto M.Si selaku pembimbing atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan skripsi 3. Drs. Purwoko, M.Si dan Dr.Ir. Muslich, M.Si sebagai dosen penguji skripsi yang telah menguji dan memberikan masukan kepada penulis. 4. Direktorat Pendidikan Tinggi-Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas bantuan biaya penelitian melalui skema penelitian unggulan perguruan tinggi BOPTN 5. PT Inter Aneka Lestari Kimia yang telah menyediakan tempat dan peralatan untuk melaksanakan penelitian 6. Bapak Dr. Asmuwahyu Saptoraharjo, Stephanus Adrian, dan Pak Mulyadi atas bimbingan dan masukan-masukan yang telah diberikan 7. Mas Akmad, Mas Mato, dan Mas Nazir yang telah banyak membantu penulis sejak awal hingga akhir penelitian 8. Rivan sebagai teman satu bimbingan yang bersama-sama melakukan penelitian di PT Inter Aneka Lestari Kimia, teman karib dan seperjuangan (Derbie, Melan, Deny, Roberto, dan Sulayman), serta seluruh teman-teman TIN 46 9. Semua pihak yang telah memberikan motivasi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Bogor, April 2014 Bora Lasian Sianturi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Tahapan Penelitian
3
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakteristik Tepung Ubi Kayu
5
Kadar Air Pelet Komposit
6
Melt Flow Index Pelet Komposit
7
Bobot Jenis Pelet Komposit
8
Tebal Film Plastik Komposit
9
Sifat Mekanik Film Plastik Komposit
10
Kekuatan Seal Film Plastik Komposit
14
Warna Film Plastik Komposit
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik tepung ubi kayu 2 Sifat mekanik plastik dari penelitian-penelitian sebelumnya
5 14
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tahapan Penelitian Pengaruh dosis asam stearat terhadap MFI pelet komposit Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap bobot jenis pelet komposit Pengaruh interaksi tepung dan gliserol terhadap tebal film plastik komposit Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap kuat tarik film plastik komposit Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap elongasi film plastik komposit orientasi (md) Pengaruh interaksi tepung dan gliserol terhadap elongasi film plastik komposit orientasi (td) Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap kekuatan seal film plastik komposit Pengaruh dosis gliserol terhadap kejernihan film plastik komposit Film dengan 40% gliserol (kiri) dan 30% gliserol (kanan)
3 7 8 9 10 11 12 15 16 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur analisis 2 Tabel hasil analisis pelet komposit dan film plastik komposit 3 Anova sifat mekanik plastik komposit
20 23 25
PENDAHULUAN Latar Belakang Plastik merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan saat ini. Hal ini disebabkan plastik mempunyai beberapa keunggulan yaitu mempunyai ketahanan impact (ketahanan terhadap benturan) yang jauh lebih baik dibandingkan kemasan gelas, mempunyai bobot yang ringan, harga murah, dan mudah dibentuk (Barnetson 1996). Plastik yang sering digunakan saat ini adalah LLDPE. LLDPE merupakan polimer sintetis yang sering digunakan sebagai bahan pengemas karena warnanya jernih dan harganya murah. Menurut Plastics Europe (2008), LLDPE tetap populer digunakan karena fleksibilitasnya dan tidak bereaksi terhadap bahan kimia. Di balik keunggulannya, terdapat dua permasalahan penting dalam penggunaan kemasan plastik sintetis. Pertama, plastik menimbulkan pencemaran serta kerusakan lingkungan karena sulit terdegradasi secara alami. Menurut data statistik persampahan domestik Indonesia, estimasi total timbunan sampah berdasarkan jenisnya menunjukkan sampah plastik menduduki urutan kedua yaitu sebesar 5.4 juta ton/tahun (14%) (Kementrian Lingkungan Hidup 2008). Kedua, ketersediaan bahan baku plastik berupa minyak dan gas bumi semakin menipis. Untuk mengurangi beban lingkungan atas pencemaran dan ketersediaan bahan baku, maka dilakukan penggantian sebagian bahan polimer sintetis dengan polimer alami. Salah satu polimer alami yang sering digunakan yaitu pati. Menurut Mali et al. (2008), pati merupakan polimer alami yang paling menjanjikan bagi pengembangan bahan-bahan biodegradable karena pati memiliki kombinasi atribut seperti harga murah, ketersediaan berlimpah, dan dapat diperbarui. Salah satu sumber pati yaitu ubi kayu. Harga ubi kayu murah dan ketersediaannya cukup melimpah di Indonesia yaitu sebesar 24 juta ton pada tahun 2011 (BPS 2011) membuat ubi kayu mempunyai potensi untuk menjadi material pengemas. Namun, polimer berbasis pati memiliki beberapa kekurangan. Satyanarayana et al. (2009) menyatakan bahwa pati memiliki kemampuan proses mencair yang rendah, kemampuan menyerap air yang tinggi, rapuh, dan sulit diolah sehingga perlu ditambahkan plasticizer. Menurut Corradini et al (2007), gliserol dan air berfungsi sebagai plasticizer. Selain itu, bioplastik berbahan dasar pati mempunyai sifat mekanik yang lebih rendah dibandingkan plastik sintetis (Pilla 2011). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pencampuran biopolimer berbahan dasar pati dan polimer sintetis. Bahan yang bersifat hidrofilik (pati) dan bahan yang bersifat hidrofobik (polimer sintetis) menghasilkan campuran yang tidak kompatibel. Untuk meningkatkan kompatibilitas antara dua bahan campuran ditambahkan compatibilizer (Waryat et al. 2013). Penggunaan asam stearat sebagai compatibilizer dapat meningkatkan fleksibilitas matriks polimer (Kim H et al. 2006). Pencampuran pati dan LLDPE diharapkan dapat menghasilkan plastik komposit yang mempunyai sifat mekanik yang baik. Penambahan plasticizer berupa gliserol dan air pada pati diharapkan dapat membuat pati menjadi termoplastis. Sedangkan penambahan compatibilizer dalam pencampuran pati
2 termoplastis dan LLDPE diharapkan dapat membuat campuran menjadi kompatibel.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan plastik komposit ubi kayu termoplastik-LLDPE, mengetahui sifat mekanik plastik komposit yang dihasilkan, dan membandingkan sifat mekanik plastik komposit dengan plastik LLDPE murni. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan LLDPE, pengaruh dosis plasticizer dan compatibilizer yang digunakan pada pembuatan film plastik komposit.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teknologi plastik komposit berbasis pati dengan bahan utama resin LLDPE dan tepung ubi kayu yang menghasilkan plastik yang lebih ramah lingkungan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mempunyai ruang lingkup yang meliputi : (1) Analisis kadar air, melt flow index (MFI), dan bobot jenis pelet komposit (2) Analisis sifat mekanik (kuat tarik, elongasi), kekuatan seal, dan analisis film plastik komposit (yellowness, opacity).
METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung ubi lolos ayakan 100 mesh dan resin linear low density polyethylene (LLDPE) UF1810 dan UI2420 yang diperoleh dari PT. Chandra Asri Petrochemical. Plasticizer yang digunakan adalah gliserol dan air, compatibilizer yang digunakan adalah asam stearat Edenor ST 05 MMY.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat compression-type kneading and mixing machine model ML-5L, mesin crusher FRB-7.5, dan blown film dengan dies untuk film LLDPE yang diproduksi CV Varia Kebumen. Sementara itu untuk proses analisis digunakan alat thickness gauge, universal testing machine lloyd instrument, spectrophotometer gretagmacbeth color i5,
3 mesin melt flow index (MFI) Frank, moisture analyzer AND MS-70, dan piknometer.
Tahapan Penelitian Tahapan penelitian menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Mulai Karakterisasi tepung ubi kayu Plastisasi tepung ubi kayu Pembuatan pelet komposit Analisis pelet komposit Pembuatan film plastik komposit
Analisis film plastik komposit
Selesai
Gambar 1 Tahapan penelitian Prosedur Penelitian Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Bahan berupa tepung ubi kayu berukuran 100 mesh dilakukan pengujian untuk mengetahui karakteristik dari tepung. Uji yang dilakukan adalah uji proksimat (kadar air, kadar protein, dan serat kasar), kehalusan, serta kadar pati (amilosa). Tujuan uji proksimat adalah untuk mengetahui karakter tepung ubi kayu yang digunakan dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan film plastik komposit. Metode pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pembuatan Pelet Komposit Pembuatan pelet komposit dimulai dengan proses plastisasi tepung ubi kayu berukuran seratus mesh sebanyak 4000 g. Gliserol dicampurkan pada tepung dengan dosis 30 dan 40% dari bobot tepung ubi kayu. Campuran tepung ubi kayu dan gliserol ditambahkan air hingga kadar air 25%. Bahan-bahan tersebut dicampur menggunakan alat kneader selama 15 menit pada suhu 90oC dengan
4 kecepatan 52 rpm. Pencampuran ini menghasilkan bahan berupa tepung ubi kayu terplastisasi yang kemudian didinginkan selama satu minggu lalu ukurannya dikecilkan menggunakan mesin crusher. Hasil crusher mempunyai ukuran 6 - 8 mm. Tepung ubi kayu terplastisasi dicampur dengan resin dan asam stearat untuk memperoleh pelet komposit. Campuran tepung ubi kayu dan resin LLDPE sebanyak 4000 g terdiri dari tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE dengan rasio 20:80 dan 30:70, ditambah asam stearat dengan dosis 5 dan 7% dari resin LLDPE. Resin LLDPE yang digunakan terdiri dari 50% LLDPE UF1810 dan 50% LLDPE UI2420. Proses pencampuran ini dilakukan pada suhu 190oC dengan kecepatan 52 rpm sampai campuran terlihat merata. Bahan komposit yang dihasilkan didinginkan terlebih dahulu kemudian dikecilkan ukurannya (6 - 8 mm) menggunakan mesin crusher. Pelet komposit yang diperoleh dianalisis kadar airnya untuk mengetahui kandungan air pelet komposit setelah pencampuran. Pelet komposit ini selanjutnya dikeringkan menggunakan hopper dry pada suhu 110oC hingga kadar air kurang dari 0.3%. Setelah dikeringkan, pelet komposit dianalisis MFI dan bobot jenisnya. Prosedur analisis MFI dan bobot jenis dapat dilihat pada Lampiran 1. Pembuatan Film Plastik Komposit Pelet komposit yang sudah dikeringkan ditiup dengan mesin blown film dengan kecepatan screw 800 rpm dan suhu di keempat zona (feeding zone, compression zone, material zone, dan dies zone) yaitu sebesar 150oC sehingga menghasilkan film lembaran. Film yang dihasilkan dianalisis ketebalan film, sifat mekanik (kuat tarik dan elongasi) lembaran film, kekuatan seal, dan warna (yellowness, opacity). Prosedur analisis sifat mekanik dan warna dapat dilihat pada Lampiran 1. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap factorial dengan percobaan 3 faktor dengan 2 kali ulangan. Faktor yang digunakan yaitu faktor rasio tepung ubi kayu dan LLDPE yang terdiri dari (20:80 dan 30:70), faktor dosis gliserol (30 dan 40% bobot tepung ubi kayu), dan faktor dosis asam stearat (5 dan 7% bobot LLDPE). Model linear rancangan percobaan sebagai berikut: Yijk = µ + Ti + Gj + ASk + (TG)ij + (GAS)jk + (TAS)ik + (TGAS)ijk + Ɛl(ijk) Dengan i Yijkl µ Ti Gj ASk (TG)ij
= 1, 2; j = 1, 2; k = 1, 2; dan l = 1, 2 dimana : = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j faktor C taraf ke-k dan ulangan ke-l, = Rataan umum = Pengaruh faktor rasio tepung dan LLDPE taraf ke-i = Pengaruh faktor dosis gliserol taraf ke-j = Pengaruh faktor dosis asam stearat taraf ke-k = Interaksi faktor rasio tepung dan LLDPE dan dosis gliserol
5 (GAS)jk = Interaksi faktor dosis gliserol dan dosis asam stearat (TAS)ik = Interaksi faktor rasio tepung dan LLDPE dan dosis asam stearat (TGAS)ijk = Interaksi faktor rasio tepung dan LLDPE, dosis gliserol, dan dosis asam stearat Ɛl(ijk) = Pengaruh acak pada perlakuan i, j, k ulangan ke l
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tepung Ubi Kayu Tepung ubi kayu yang diperoleh dari petani pada umumnya masih kasar sehingga perlu dilakukan penggilingan dan pengayakan untuk mendapatkan ukuran yang homogen. Tepung ubi kayu diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh sehingga didapatkan tepung ubi kayu berukuran 100 mesh. Setelah digiling dan diayak dilakukan karakterisasi terhadap tepung ubi kayu. Karakteristik tepung ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik tepung ubi kayu Standar Mutu Air (%, b/b) Protein (%) Serat Kasar (%) Kehalusan/ lolos saringan 80 mesh (%) Pati (%) Amilosa (%) 1) 2)
Data 15.87 2.83 0.23 100
SNI 1 Maksimal 12
78.53 27.07
Minimal 75
Bah 2 6.34-14.58 0.22 – 1.68 0.77-2.62
Minimal 90 20.3 – 36.0
SNI 01-2997-1992 Bah FB et al. 2011
Air yang terkandung dalam tepung ubi kayu berfungsi untuk membantu proses plastisasi tepung. Menurut Permatasari (2010), penambahan air dilakukan sampai kadar air campuran tepung dan gliserol mencapai 25%. Penggunaan air hingga 25% digunakan karena pada kadar air 25% dihasilkan film lembaran yang memiliki panjang elongasi yang lebih baik dibandingkan dengan kadar air 20 dan 15%. Kadar protein tepung ubi kayu sebesar 2.83%. Adanya protein dalam tepung ubi kayu berpengaruh terhadap pencampuran dengan polimer sintesis (resin LLDPE). Menurut Wang dan Liu (2002), adanya penghilangan protein pada pati beras menyebabkan dispersi pati, kuat tarik, dan elongasi lebih meningkat. Adanya protein dalam pati beras meningkatkan interaksi antar granula pati sehingga menghalangi penyebaran tepung yang dicampurkan ke dalam matriks LLDPE. Kadar serat kasar pada tepung ubi kayu sebesar 0.23%. Rendahnya kadar serat kasar tepung ubi kayu disebabkan adanya perlakuan penggilingan dan pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh. Serat kasar tepung ubi kayu sulit dihaluskan sehingga seratnya tertahan di ayakan. Adanya serat kasar dalam tepung
6 ubi kayu memberi pengaruh positif pada sifat mekanik plastik komposit. Corradini et al. (2007) menyatakan bahwa adanya serat pada pati dapat meningkatkan sifat mekanik plastik komposit yang dihasilkan. Penyeragaman ukuran tepung ubi kayu dilakukan dengan menggiling dan mengayak tepung dengan saringan 100 mesh. Hal ini dilakukan untuk memperoleh campuran tepung ubi kayu, gliserol, asam stearat, dan resin LLDPE yang lebih homogen. Semakin kecil ukuran tepung, penyebaran partikel tepung ubi kayu akan semakin merata pada plastik komposit dan sifat makanisnya pun semakin baik. Kadar pati tepung ubi kayu yaitu sebesar 78.23% pati. Kandungan amilosa pada pati yaitu sebesar 27.07%. Menurut Thomas dan Atwell (1999), kandungan amilosa yang tinggi memiliki kecenderungan untuk membentuk film yang kuat dibandingkan amilopektin. Untuk membentuk film dan gel yang kuat harus digunakan pati dengan kandungan amilosa yang tinggi. Pati terdiri dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin (Manner,1989). Struktur amilosa sangat stabil dan dapat membentuk film yang lebih padat dan lebih kuat dibandingkan dengan film amilopektin (Lourdin et al. 1995). Amilosa dapat meningkatkan kemampuan film karena amilosa memiliki rantai linier yang dapat mengikat hidrogen lebih baik dibandingkan amilopektin.
Kadar Air Pelet Komposit Kadar air pelet komposit yang dihasilkan yaitu 1.620 - 2.084%. Nilai ini melebihi persyaratan umum kadar air resin menurut Mingfa (2011) yaitu kurang dari 0.3%. Kadar air pelet komposit berpengaruh pada sifat film plastik komposit yang dihasilkan. Pada saat proses blowing film, jika kadar air pelet komposit terlalu tinggi, air akan terjebak bersama pelet komposit yang terkena panas di dalam mesin blown film yang tidak mempunyai ventilasi. Saat film keluar dari dies, air yang menempel pada film akan menguap karena panas dan meninggalkan bekas lubang pada film. Untuk mengurangi kadar air pelet komposit agar sesuai dengan persyaratan kadar air resin, perlu dilakukan pengeringan dengan udara panas. Dengan adanya pengeringan ini, diharapkan plastik komposit memiliki penampakan visual dan kekuatan mekanis yang lebih baik, serta memperlancar proses blowing film. Pengeringan pelet komposit dilakukan dengan menggunakan hopper dry pada suhu 110oC yang merupakan suhu penguapan air. Hopper dry yang digunakan mempunyai blower untuk meratakan udara panas dan ventilasi untuk mengeluarkan uap air. Pengeringan ini dilakukan hingga kadar air pelet komposit kurang dari 0,3%. Setelah pengeringan, pelet komposit mempunyai kadar air sebesar 0.070 - 0.178%. Kadar air ini sudah sesuai dengan standar kadar air resin menurut Mingfa. Kadar air pelet komposit secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), rasio tepung ubi kayu dan resin LLDPE, persentase gliserol, dan persentase asam stearat yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air pelet komposit. Hal ini terjadi karena kondisi proses dan kadar air campuran bahan yang digunakan pada saat proses pembuatan tepung ubi kayu termoplastis adalah sama.
7 Melt Flow Index Pelet Komposit
MFI (g/10 menit)
Melt flow index (MFI) pelet komposit mempengaruhi keberhasilan proses blown film. Dari hasil try and error, jika MFI pelet komposit rendah (< 0.9 g/10 menit), viskositasnya tinggi sehingga pelet yang dipanaskan menghasilkan aliran campuran yang lambat karena berat dan tidak bisa di-blow. Jika MFI pelet komposit tinggi (>9 g/10 menit), viskositasnya rendah sehingga pelet yang dipanaskan menjadi terlalu lembut dan membutuhkan padatan serta tidak bisa naik/ di-blow. Namun, jika nilai MFI pelet komposit 0.979, 1.172, dan 3.248 g/10 menit, campuran dapat di-blow dan menghasilkan film plastik komposit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan MFI pelet komposit yang mendekati nilai tersebut, dilakukan pencampuran resin LLDPE UF1810 dan LLDPE UI2420 pada formulasi. Rasio pencampuran kedua jenis resin ini yaitu 50:50. Nilai MFI pelet komposit yang diperoleh yaitu 3.814 - 4.883 g/10 menit. Pada nilai ini, pelet komposit dapat di-blow. MFI pelet komposit secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3) menunjukkan bahwa komposisi asam stearat yang digunakan berpengaruh nyata terhadap nilai MFI pelet komposit yang dihasilkan. Nilai MFI pelet komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. 4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 4.1 4 3.9 3.8 5
7 Asam stearat (%)
Gambar 2 Pengaruh dosis asam stearat terhadap MFI pelet komposit Gambar 2 memperlihatkan bahwa pelet komposit yang menggunakan 7% asam stearat memiliki nilai MFI yang lebih besar dibandingkan pelet komposit yang menggunakan 5% asam stearat. Hal ini terjadi karena asam stearat dapat berfungsi sebagai pelumas yang membuat aliran pelet lebih lancar. Hal ini didukung oleh Piringer et al. (2008) yang menyatakan bahwa asam stearat dapat berfungsi sebagai pelumas yang mengurangi gesekan antar mesin pengolahan dan mencegah agar pelet tidak menempel pada mesin cetakan sehingga aliran pelet di dalam mesin lebih lancar. Selain berfungsi sebagai pelumas, asam stearat juga berfungsi sebagai dispersant. Asam stearat memudahkan pencampuran bahan-bahan sehingga membuat campuran lebih merata. Tepung ubi kayu terplastisasi mempunyai aliran rendah dapat menurunkan MFI, namun penurunan MFI dikurangi dengan adanya asam stearat. Hal ini menunjukkan pencampuran tepung dengan resin LLDPE
8 merata. Dosis asam stearat sebesar 7% memiliki MFI yang lebih tinggi dibandingkan 5%. Hal ini menunjukkan dosis asam stearat yang lebih tinggi membuat campuran tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE lebih kompatibel. Hasil serupa dikemukakan oleh Waryat et al. (2013), yang menyatakan bahwa melt flow index cenderung meningkat dengan meningkatnya kandungan compatibilizer. Hal ini disebabkan oleh partikel/ granula pati yang memiliki sifat aliran rendah telah berinteraksi dengan matriks polimer (LLDPE) dengan penambahan compatibilizer. Selain itu, menurut Kim H (2006), campuran LLDPE dan filler yang dilapisi asam stearat menghasilkan lelehan dengan viskositas yang lebih rendah dibandingkan LLDPE dan filler tanpa dilapisi asam stearat.
Bobot Jenis Pelet Komposit
Bobot jenis (g/cm3)
Bobot jenis pelet komposit yang dihasilkan yaitu 0.912-0.948 g/cm3 (Lampiran 2). Pelet komposit dengan nilai bobot jenis ini dapat membuat film plastik komposit. Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE yang digunakan berpengaruh nyata terhadap bobot jenis pelet komposit yang dihasilkan. Nilai bobot jenis pelet komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3. 0.945 0.94 0.935 0.93 0.925 0.92 0.915 0.91 0.905 0.9 20:80
30:70
Rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE
Gambar 3 Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap bobot jenis pelet komposit Gambar 3 menunjukkan bahwa rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70 memiliki bobot jenis yang lebih besar daripada rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80. Hal ini terjadi karena bobot jenis tepung lebih tinggi dibandingkan bahan campuran yang lain (resin, gliserol, dan asam stearat) sehingga saat jumlah tepung bertambah, bobot jenis pelet komposit juga ikut meningkat. Resin LLDPE mempunyai bobot jenis sebesar 0.910-0.935 g/cm3 (Piringer et al. 2008). Saat jumlah tepung terplastisasi yang ditambahkan hanya 20%, penambahan tepung tidak memberikan perbedaan bobot jenis pelet komposit dengan resin LLDPE, namun ketika jumlah tepung terplastisasi yang ditambahkan
9 30%, bobot jenis pelet komposit menjadi berbeda dengan bobot jenis resin LLDPE.
Tebal Film Plastik Komposit
Tebal (mm)
Film plastik komposit yang dihasilkan memiliki ketebalan yaitu 0.28 - 0.29 mm. Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), interaksi tepung ubi kayu terplastisasi dan gliserol berpengaruh nyata terhadap tebal film plastik komposit yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena pada saat proses, gliserol dicampur dengan tepung ubi kayu saat proses plastisasi tepung ubi kayu. Tebal film plastik komposit yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 4. 0.305 0.3 0.295 0.29 0.285 0.28 0.275 0.27 0.265 0.26 0.255 gliserol 30% gliserol 40% gliserol 30% gliserol 40% (a)
(b)
Keterangan: (a) 20% tepung ubi kayu terplastisasi (b) 30% tepung ubi kayu terplastisasi Gambar 4 Pengaruh interaksi tepung dan gliserol terhadap tebal film plastik komposit Gambar 4 memperlihatkan bahwa film plastik komposit dengan dosis gliserol 30% dan 30% tepung ubi kayu terplastisasi memiliki film yang lebih tebal dibandingkan gliserol 30% dan 20% tepung ubi kayu terplastisasi. Hal ini disebabkan oleh ukuran tepung yang cukup besar dibandingkan campuran lain dan melting point tepung yang rendah sehingga saat di-blow, dosis tepung yang lebih banyak menjadikan plastik lebih tebal. Film plastik komposit dengan dosis gliserol 40% dan 20% tepung ubi kayu terplastisasi memiliki film yang lebih tebal dibandingkan gliserol 40% dan 30% tepung ubi kayu terplastisasi. Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa film plastik komposit dengan 20% tepung dan dua taraf dosis gliserol (30 dan 40%) memiliki film yang lebih tebal dibandingkan 30% tepung dan dua taraf gliserol (30 dan 40%). Seharusnya, peningkatan jumlah tepung menghasilkan film yang lebih tebal, namun di sini terjadi sebaliknya. Hal ini dapat disebabkan oleh penyebaran tepung yang tidak merata pada film sehingga saat diukur ketebalannya, film memiliki ketebalan yang berbeda-beda di setiap titik. Selain itu, hal ini dapat pula disebabkan oleh
10 pengaturan lebar film plastik komposit dan kecepatan roll mesin blown film yang berbeda pada saat proses. Semakin lebar film plastik komposit, semakin tipis film plastik komposit yang dihasilkan. Jika roll atas berputar lebih cepat, dengan demikian film lebih tipis karena ditarik dengan cepat saat kondisi film yang baru keluar dari dies masih panas. Ketebalan film plastik komposit yang dihasilkan berbeda jauh dibandingkan ketebalan plastik LLDPE pada umumnya yaitu 0.07 mm. Film plastik komposit tidak bisa dibuat dengan ketebalan yang mendekati plastik LLDPE. Jika film dibuat lebih tipis, maka film akan bolong dan terputus saat ditiup karena mengandung tepung yang berukuran cukup besar (100 mesh).
Sifat Mekanik Film Plastik Komposit Menurut Stevans (2007), kuat tarik merupakan ukuran besarnya beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus. Menurut Billmeyer (1984), elongasi adalah perubahan panjang contoh yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE yang digunakan berpengaruh nyata terhadap kuat tarik film plastik komposit dan machine direction (md) dan transverse direction (td). Kuat tarik film plastik komposit ditampilkan pada Gambar 5. 9 7
Kuat tarik td (Mpa)
Kuat tarik md (MPa)
8 6 5 4 3 2 1 0 a
b
c
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 a
b
c
Ket: (a) Rasio tepung dan resin LLDPE (20:80) (b) Rasio tepung dan resin LLDPE (30:70) (c) Rasio pati dan resin LLDPE (30:70) (Damayanti 2003) sebagai pembanding Gambar 5 Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap kuat tarik film plastik komposit Gambar 5 memperlihatkan bahwa film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 memiliki kuat tarik yang lebih besar dibandingkan film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu
11
Elongasi md (MPa)
terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah tepung ubi kayu terplastisasi menyebabkan penurunan sifat mekanik. Nikazar et al. (2005) menyatakan bahwa penambahan pati ke dalam polimer plastik akan menurunkan nilai kuat tarik dan elongasinya. Selain itu, kuat tarik film plastik komposit yang dihasilkan lebih rendah dari kuat tarik komposit yang dihasilkan Damayanti (2003). Hasil analisis kuat tarik film plastik komposit (Lampiran 2) menunjukkan bahwa formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 dengan 40% gliserol dan 5% asam stearat memiliki kuat tarik tertinggi diantara semua formulasi yaitu 4.84 MPa pada orientasi td dan 5.62 MPa pada orientasi md. Sedangkan formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70 dengan 40% gliserol dan 7% asam stearat memiliki kuat tarik terendah diantara semua formulasi yaitu 2.68 MPa pada orientasi td dan 2.95 MPa pada orientasi md. Hasil ini sesuai dengan analisis statistika yang menunjukkan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 memiliki kuat tarik yang lebih besar dibandingkan film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70. Film plastik komposit orientasi md memiliki elongasi terendah pada formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70, 30% gliserol dan 7% asam stearat yaitu 131.24%. Sedangkan elongasi tertinggi dihasilkan oleh formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80, 40% gliserol dan 5% asam stearat yaitu 594.27%. Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE yang digunakan berpengaruh nyata terhadap elongasi film plastik komposit orientasi (md). Elongasi film plastik komposit orientasi (md) dapat dilihat pada Gambar 6. 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 a
b
c
Ket: (a) Rasio tepung dan resin LLDPE (20:80) (b) Rasio tepung dan resin LLDPE (30:70) (c) Rasio pati dan resin LLDPE (30:70) (Damayanti 2003) sebagai pembanding Gambar 6 Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap elongasi film plastik komposit orientasi (md)
12 Gambar 6 memperlihatkan bahwa film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 memiliki elongasi yang lebih besar dibandingkan film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70. Hal ini disebabkan oleh dosis tepung ubi kayu yang digunakan lebih sedikit sehingga elongasinya lebih besar. Saat jumlah tepung meningkat diiringi dengan jumlah resin yang menurun menyebabkan penurunan sifat mekanik film plastik komposit. Selain itu, film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi sebesar 20:80 memiliki elongasi yang lebih baik dibandingkan elongasi komposit yang dihasilkan Damayanti (2003). Film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi sebesar 30:70 memiliki elongasi yang lebih rendah dibandingkan elongasi komposit yang dihasilkan Damayanti (2003). Elongasi film plastik komposit orientasi (td) memiliki nilai tertinggi pada formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 dengan 40% gliserol dan 5% asam stearat yaitu 129.01% dan nilai terendah pada formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70 dengan 30% gliserol dan 5% asam stearat yaitu 32.29% (Lampiran 2). Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), interaksi tepung ubi kayu terplastisasi dan gliserol yang digunakan berpengaruh nyata terhadap elongasi film plastik komposit orientasi (td). Elongasi film plastik komposit orientasi (td) ditampilkan pada Gambar 7. 350 300 250 200 150 100 50 0 gliserol 30% gliserol 40% gliserol 30% gliserol 40% pembanding (a)
(b)
(c)
Keterangan: (d) Rasio tepung dan resin LLDPE (20:80) (e) Rasio tepung dan resin LLDPE (30:70) (f) Rasio pati dan resin LLDPE (30:70) (Damayanti 2003) sebagai pembanding Gambar 7 Pengaruh interaksi tepung dan gliserol terhadap elongasi film plastik komposit orientasi (td) Gambar 7 memperlihatkan bahwa film plastik komposit dengan 20% tepung ubi kayu terplastisasi dan 40% gliserol memiliki elongasi yang lebih tinggi dibandingkan 30% tepung ubi kayu terplastisasi dan 40% gliserol. Selain itu juga terlihat bahwa film plastik komposit dengan 20% tepung ubi kayu terplastisasi dan 30% gliserol memiliki elongasi yang lebih tinggi dibandingkan 30% tepung ubi kayu terplastisasi dan 30% gliserol. Dengan kata lain, saat dosis tepung ubi
13 kayu terplastisasi 20% dicampur dengan dosis gliserol 30 dan 40% akan memberikan nilai elongasi yang lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu terplastisasi 30% dicampur dengan dosis gliserol 30 dan 40%. Hal ini terjadi karena penambahan tepung ubi kayu terplastisasi menurunkan elongasi film plastik komposit. Dapat pula dilihat bahwa elongasi film plastik komposit orientasi lebih rendah dibandingan elongasi komposit yang dihasilkan Damayanti (2003). Interaksi tepung ubi kayu terplastisasi dan gliserol berpengaruh terhadap elongasi film plastik komposit terjadi karena pada saat proses plastisasi gliserol dicampur dengan tepung ubi kayu. Dosis gliserol sebanyak 40% memberikan elongasi lebih baik dibandingkan dosis gliserol 30%. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah gliserol membuat plastik semakin elastis sehingga perpanjangan putus film plastik komposit meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mali et al. (2008), bahwa film pati tapioka dengan penambahan konsentrasi gliserol 5 - 40% menghasilkan elongasi yang semakin meningkat. Menurut Stevens (2007) pemlastis dapat meningkatkan fleksibilitas bahan disebabkan pemlastis yang memiliki bobot molekul rendah dapat menaikkan volume bebas polimer sehingga terbentuk ruangan yang lebih luas untuk meningkatkan gerak segmental yang panjang dari molekul-molekul polimer. Formulasi film plastik komposit orientasi (td) yang mempunyai nilai elongasi rendah yaitu sebesar 32.29 - 55.99% (Lampiran 2) bersifat lebih rapuh sehingga mudah putus saat ditarik. Penggunaan gliserol dengan konsentrasi 40% tidak memberikan pengaruh nyata terhadap formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah tepung pada bahan menyebabkan terjadinya penurunan nilai elongasi film plastik komposit. Secara keseluruhan, bila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2), film plastik komposit hasil penelitian ini masih rendah sifat mekaniknya. Namun, nilai kuat tarik film plastik komposit dengan 30% tepung ubi kayu terplastisasi (2.95 - 4.06 MPa) mendekati nilai kuat tarik menurut Waryat et al. (2013) menggunakan pati 30% dan 7.5% maleic anhydride yaitu 3.3 MPa. Begitu pula dengan elongasi film plastik komposit dengan 30% tepung ubi kayu terplastisasi (32 - 55%) mendekati nilai elongasi menurut Waryat et al. (2013) menggunakan pati 30% dan 5% maleic anhydride yaitu 31%. Nilai sifat mekanik film plastik komposit ini lebih rendah dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya karena adanya perbedaan bahan yang digunakan. Film plastik komposit ini menggunakan bahan tepung ubi kayu yang masih mengandung bahan-bahan seperti protein dan bahan pengotor. Protein dapat menghalangi penyebaran tepung ke dalam matriks LLDPE dan bahan pengotor dapat mengganggu proses pencampuran antara pati dan resin. Penggunaan compatibilizer maleic anhydride menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan compatibilizer asam stearat. Hal ini disebabkan oleh komposit yang menggunakan compatibilizer maleic anhydride lebih homogen dibanding komposit yang menggunakan compatibilizer asam stearat (Nurhajati dan Indrajati 2011). Campuran yang lebih homogen mempunyai ikatan pati dan resin yang lebih kuat sehingga menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik.
14 Tabel 2 Sifat mekanik plastik dari penelitian-penelitian sebelumnya Referensi Damayanti 2003
Kuat Tarik (Mpa) Pati 25% = 10,64 Pati 30% = 8,48
Elongasi (%) Pati 25% = 426,55 Pati 30% = 302,20
Waryat et al. 2013
Pati 20% = 9.9 Pati 30% = 9 Pati 20% = 10.5 Pati 30% = 3.3
Pati 20% = 93.6 Pati 30% = 31 Pati 20% = 122.1 Pati 30% = 112.8
Keterangan Perlakuan LLDPE-tapioka Asam asetat, natrium bikarbonat, hyamin LLDPE-tapioka 5% maleic anhydride LLDPE-tapioka 7.5% maleic anhydride
Film LLDPE murni mempunyai nilai kuat tarik orientasi transverse direction (td) sebesar 20 MPa, orientasi orientasi machine direction (md) sebesar 40 MPa dan persentase elongasi machine direction (md) sebesar 750% (Asri 2013). Corneliussen (2002) menyatakan bahwa nilai kuat tarik LLDPE berada pada kisaran 9 - 19 MPa. Dari data sifat mekanik yang diperoleh (Lampiran 2) menunjukkan bahwa sifat mekanik film plastik komposit lebih rendah dari sifat mekanik film LLDPE murni. Hal ini terjadi karena pada umumnya plastik akan mengalami penurunan sifat mekanik saat ditambahkan pati. Nikazar et al. (2005) menyatakan bahwa penambahan pati ke dalam polimer plastik akan menurunkan nilai kuat tarik dan elongasinya. Selain itu, Ong et al. (2002), menyatakan bahwa polimer sintetis dan pati berbeda dalam tingkat kepolaran dan hidrofilitasnya yang menyebabkan reaksi antara gugus hidroksil pati dan ikatan hidrogen atau kovalen polimer sintetis masih belum terbentuk sempurna.
Kekuatan Seal Film Plastik Komposit Film plastik komposit diberi seal agar bisa digunakan untuk menampung beban. Analisis kekuatan seal dilakukan untuk melihat kekuatan tarik film plastik komposit yang telah di seal. Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), rasio tepung ubi kayu terplastisasi : resin LLDPE berpengaruh nyata terhadap kekuatan seal film plastik komposit. Kekuatan seal film plastik komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Kekuatan seal (MPa)
15 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 20:80 30:70 Rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE
Gambar 8 Pengaruh rasio tepung dan LLDPE terhadap kekuatan seal film plastik komposit Gambar 8 memperlihatkan bahwa film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 memiliki kekuatan seal yang lebih baik dibandingkan film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70. Hal ini disebabkan oleh perbedaan melting point bahan yang dikandungnya. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan, film plastik komposit semakin rendah melting point-nya sehingga antar helai film juga tidak menyatu dengan erat jika di-seal. Kekuatan seal film plastik komposit secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Selain itu, perbedaan tebal film plastik komposit juga berpengaruh terhadap kekuatan seal film plastik komposit. Film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 memiliki ketebalan rata-rata 0.29 mm sedangkan film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70 memiliki ketebalan rata-rata 0.28 mm. Tebal film plastik komposit berkaitan dengan suhu, waktu, dan kemudahan melelehnya. Semakin tebal film, semakin besar suhu dan waktu yang dibutuhkan untuk meleleh. Semakin tebal film yang dihasilkan, semakin besar beban yang dapat ditahan oleh film plastik komposit yang di-seal. Oleh karena itu, film dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 memiliki kekuatan seal yang lebih baik.
Warna Film Plastik Komposit Film plastik komposit yang dihasilkan dianalisis warnanya (yellowness dan kejernihan). Plastik yang dihasilkan, diharapkan memiliki transparansi yang baik. Berdasarkan analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3), bobot tepung ubi kayu, gliserol, dan asam stearat tidak berpengaruh nyata terhadap yellowness film plastik komposit. Warna kekuning-kuningan pada film plastik komposit disebabkan oleh molekul-molekul pada tepung ubi kayu yang mengkaramelisasi akibat panas yang diberikan yaitu pada saat pembuatan tepung ubi kayu termoplastis (suhu 90°C) dan pembuatan pelet komposit (suhu 190°C).
16 Analisis varian pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 3) menunjukkan adanya pengaruh nyata gliserol terhadap kejernihan film plastik komposit. Kejernihan film plastik komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9. 45 40
Kejernihan
35 30 25 20 15 10 5 0 30
40 Gliserol (%)
Gambar 9 Pengaruh dosis gliserol terhadap kejernihan film plastik komposit Kejernihan diukur pada range 0-100 dengan nilai mendekati 0 menandakan film plastik komposit semakin jernih dan nilai mendekati 100 menandakan film plastik komposit semakin buram (Lampiran 2). Gambar 9 memperlihatkan bahwa film plastik komposit yang menggunakan gliserol dengan dosis 40% mempunyai penampakan yang lebih jernih dibandingkan film plastik komposit menggunakan gliserol dengan dosis 30%. Perbedaan kejernihan film plastik komposit dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Film dengan 40% gliserol (kiri) dan 30% gliserol (kanan) Perbedaan kejernihan ini disebabkan oleh jernihnya penampakan gliserol sehingga peningkatan dosis gliserol menghasilkan film plastik komposit yang lebih jernih. Gliserol mempunyai titik didih tinggi dan tidak menguap dalam proses sehingga gliserol dapat melindungi tepung ubi kayu dari panas dan gesekan saat proses. Hal ini menyebabkan pada peningkatan dosis gliserol yang digunakan, maka kemungkinan tepung ubi kayu menguning saat diproses dengan suhu tinggi berkurang.
17
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Plastik komposit dapat dihasilkan dari campuran tepung ubi kayu, resin LLDPE, gliserol, dan asam stearat dengan formulasi terbaik dihasilkan oleh formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 menggunakan 40% gliserol dan 5% asam stearat. Plastik komposit terbaik memiliki kuat tarik md sebesar 5.62 MPa dan elongasi md sebesar 594.27%, serta memiliki kejernihan yang lebih baik. Formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70 menggunakan 40% gliserol dan 7% asam stearat memiliki kuat tarik md terendah yaitu 2.95 MPa dan formulasi dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70 menggunakan 30% gliserol dan 7% asam stearat memiliki elongasi md terendah yaitu 131.24%. Dosis tepung ubi kayu terplastisasi sebanyak 20% menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan 30%, dosis plasticizer sebanyak 40% menghasilkan elongasi yang lebih baik dibandingkan 30%, serta dosis compatibilizer sebanyak 7% menghasilkan melt flow index yang lebih tinggi dibandingkan 5%.
Saran Perlu dilakukan perbaikan karakteristik plastik komposit yaitu pada sifat mekanik (kuat tarik dan elongasi) dan tebal plastik komposit agar lebih mendekati sifat mekanik dan ketebalan plastik LLDPE murni, serta warna plastik komposit agar lebih tembus pandang dan mengurangi warna kekuning-kuningan pada plastik komposit.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Menurut Provinsi, 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php (diakses tanggal 6 Juni 2013). Bah FB, Oduro I, Ellis WO, Safo-Kantanka O. 2011. Factor Analysis and Age at Harvest Effect on the Quality of Flour from Four Cassava Varieties. World J Dairy Food Sciences 6 (1): 43-54. Barnetson A. 1996. Packaging: Developments in Markets, Materials & Processes. iSmithers Rapra Publishing. Billmeyer FW Jr. 1984. Text Book of Polymer Science. John Science and Sons Inc. New York. Candra Asri. 2013. Asrene LLDPE. PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk. Corneliussen RD. 2002. Linear Low Density Polyethylene http://www.maropolymeronline.com/Properties/LLDPE.asp (diakses tanggal 2 April 2014).
18 Corradini E, Texeira EM, Agnelli JAM, Mattoso LHC. 2007. Amido Termoplástico. Sao Carlos, SP: Embrapa Instrumentac¸ ao Agropecuaria, p. 27. Curvelo AA, de Carvalho AJF, Agnelli JAM. 2001. Thermoplastic Starch Cellulosic Fibers Composites: Preliminary Results. Carbohyd Polym 45:183-188. Kementrian Lingkungan Hidup. 2008. Makalah Seminar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik”. Universitas Negeri Jogjakarta: 6 November 2008. Kim H, Biswas J, Choe S. 2006. Effects of stearic acid coating on zeolite in LDPE, LLDPE, and HDPE composites. South Korea: Department of Chemical Engineering, Inha University, Incheon 402-751. Nikazar M, Safari B, Bonakdarpour, Milani Z. 2005. Improving The Biodegradability and Mechanical Strength of Corn Starch-LDPE Blends Through Formulation Modification. Iranian Polym. J. 14 (12): 1050-1057. Ong DAHT dan Charoenkongthum K. 2002. Thermal Properties and Moisture Absorption of LDPE/Banana Starch Bio-Composite Films. J. Metals, Mat. & Min. 12 (1): 1-10. Permatasari NA. 2010. Produksi Plastik Komposit dari Campuran TapiokaOnggok Termpolastis dengan Compatibilized Polietilen. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pilla S. 2011. Bioplastics and Biocomposites Engineering Applications. John Wiley and Sons. Piringer OG, Banner AL. 2008. Plastic Packaging. Weinhein: Wiley Vch. Plastic Europe. 2008. Environmental Product Declarations of the European Plastics Manufacturers, Linear low density polyethylene (LLDPE). Association of Plastics Manufactures. Lourdin D, Valle D, Colonna P. 1995. Influence of amylose content on starch films and foams. Carbohydrate Polymer, Vol.27, No.4, (December 1995), pp. 261-270. ISSN: 0144-8617. Mali S, Grossmann MVE, García MA, Martino MN, & Zaritzky NE. 2008. Antiplasticizing effect of glycerol and sorbitol on the properties of cassava starch Films. Brazilian Journal of Food Technology, 11(3), 194–200. Manners, DJ. 1989. Recent developments in our understanding of amylopectin structure. Carbohydrate Polymers, Vol.11, No.2, (1989), pp. 87-112. ISSN 0144-8617. Mingfa. 2011. PE blown film common fault and the solving methods. http://www.mingfa.net/en/news.asp?id=162. Diakses tanggal 4 Maret 2014. Nurhajati DW, Indrajati IN. 2011. Kualitas komposit serbuk sabut kelapa dengan matrik sampah styrofoam pada berbagai jenis compatibilizer. Jurnal Riset Industri Vol 5 (2): 143-151 Rett HT. 2013. Thermal and microscopic analysis of biodegradable laminates made from cassava flour, sorbitol and poly (butylene adipatecoterephthalate) PBAT. Maringa 35(4): 765-770.
19 Satyanarayana KG, Gregorio GCA, Fernado W. 2009. Biodegradable composites based on lignocellulosic fibers-An overview. Progress in Polymer Science, 34, 982–1021. Stevens MP. 2007. Polymer chemistry. Iis Sopyan, penerjemah. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Thomas DJ, Atwell WA. 1999. Starches. The American Association of Cereal Chemists. Inc., Minnesota. Tripolyta. 2009. Karakterisasi Material Polimer. Tri Polyta Indonesia Tbk. Wang YJ, Liu W. 2002. Morphology and Properties of Low Density Polyethylene and Rice Starch Composites. Rice Quality and Processing 34(4):419-425. Waryat, Romli M, Suryani A, Yuliasih I, Johan S. 2013. Using of a Compatibilizer to Improve Morphological, Physical and Mechanical Properties of Biodegradable Plastic From Thermoplastic Starch/LLDPE Blends. IJET-IJENS Vol:13 No:01. Westling A, Stading M & Gatenholm P. (2002). Crystallinity and morphology in films of starch, amylase and amylopectin blends. Biomacromolecules, Vol.3, No.1, (January 2002), pp. 84-91.ISSN: 1525-7797.
20 Lampiran 1 Prosedur analisis 1.
Kadar Protein (AOAC 1995) Sample ditimbang sebesar 2 g dan memasukkan sample ke dalam labu Kjehdahl, kemudian menambahkan katalis, batu didih, dan 12 mL H2SO4 pekat, serta 3 mL H2O2 30%. Selanjutnya tambahkan 100 mL aquades ke dalam labu hasil destruksi, kemudian masukkan labu tersebut ke dalam alat destilasi uap. Mengambil 25 mL H3BO4 dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan menambahkan dua tetes indikator methyl red kemudian alat destilasi dipasangkan. Selanjutnya menitrasi dengan larutan standar HCl 0.2 N hingga larutan berubah warna dari kuning menjadi merah muda. Kemudian dihitung kadar proteinnya. Kadar protein (%) = (ml HCl - ml blanko) x N HCl x 14.007 x 6.25 x 100% mg sampel 2. Serat Kasar (AOAC 1995) Sebanyak 2 g contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Kemudian dihidrolisis dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 105oC dan didinginkan serta ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml. Kemudian dilakukan hidrolisis kembali dalam otoklaf selama 15 menit. Contoh disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N lalu dengan air panas dan terakhir menggunakan alkohol 25 ml. Kertas saring tersebut ikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 1 jam dan dilanjutkan sampai bobotnya tetap. Kadar serat ditentukan dengan rumus: Kadar serat kasar (%) = a – b x 100% c Dimana : a = bobot residu serat dalam kertas saring (g) b = bobot kertas saring kering (g) c = bobot bahan awal (g) 3.
Kadar Pati Metode Somogy Nelson (Apriyantono et al. 1989) Sampel ditimbang sebesar 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan alkohol 80% sebesar 15 ml dan dipanaskan pada penangas air suhu 80-850C selama 30 menit. Setelah didiamkan selama 30 menit, alkohol diuapkan (endapan jangan terbawa) kemudian dioven semalam dengan suhu 800C sampai pecah-pecah. Endapan yang telah kering ditambah aquades 2 ml dan dipanaskan dalam penangas suhu 80-850C selama 3 menit. Kemudian ditambahkan HClO4 pekat 2 ml dan dipanaskan selama 15 menit. Setelah itu diangkat dan ditambahkan aquades 10 ml. Setelah didiamkan selama 30 menit, supernatan/cairan ditampung dan endapan ditambahkan HClO4 pekat 2 ml dan dipanaskan selama 15 menit. Setelah itu diangkat dan ditambahkan aquades 10 ml. Setelah didiamkan selama 30 menit, supernatan/cairan ditampung, dicampurkan dengan supernatan sebelumnya dan ditepatkan volumenya sampai 100 ml dengan aquades. Larutan diambil 2 ml ditambahkan pereaksi Cu 2 ml dan dipanaskan dalam penangas selama 20 menit, kemudian didinginkan. Tambahkan pereaksi Nelson 2 ml, setelah itu ditepatkan volumenya sampai 50 ml. Ukur dengan
21 spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Kurva standar dibuat dari glukosa 250 ppm (5, 10, 15, 20, 25 ppm). 4.
Kadar Amilosa (IRRI 1978) Kadar amilosa dianalisis dengan metode spektroskopi. Analisis kadar amilosa mencakup tahapan pembuatan kurva standar larutan amilosa dan analisis sampel sebagai berikut. Pembuatan Kurva Standar Amilosa Sebesar 40,0 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu tersebut kemudian ditambahkan 1,0 mL etanol 95% dan 9,0 mL larutan NaOH 1 N. Labu takar kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95oC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel amilosa yang terbentuk ditambah dengan akuades sampai tanda tera. Larutan amilosa ini digunakan sebagai larutan stok amilosa standar. Dari larutan stok amilosa standar tersebut dipipet 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL untuk dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N. Sebesar 2,0 mL larutan iod (0,2 g I2 dan 2,0 g KI yang dilarutkan dalam 100,0 mL air destilata) dipipet ke dalam setiap labu, lalu ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Larutan dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 625 nm. Persamaan dan kurva standar dibuat sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y). Analisis Sampel Sebesar 100,0 mg sampel pati garut dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan 1,0 mL etanol 95% dan 9,0 mL larutan NaOH 1 N. Labu takar ini lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95ºC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dari labu takar ini dipipet 5,0 mL larutan gel pati dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu takar tersebut kemudian ditambahkan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N dan 2,0 mL larutan iod, lalu ditambah akuades hingga tanda tera. Larutan sampel ini dibiarkan selama 20 menit pada suhu ruang sebelum diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa (dalam persen) ditentukan dengan menggunakan persamaan kurva standar larutan amilosa. 5.
Kadar Air (ISO 787/2) Alat moisture analyzer dihidupkan dengan menekan tombol power switch “1”. Sample pan diletakkan di atas breeze breaking. Tombol reset ditekan untuk menampilkan nilai nol sebelum setiap kali pengetesan/ pengukuran kadar air. Sampel ditaruh ± 10 g. Lalu ditutup dengan heater cover. Bobot sampel dilayar display alat dipastikan stabil. Lalu tekan tombol start untuk memulai pengetesan. Pengukuran akan berhenti secara otomatis dan terdengar alarm tanda pengukuran selesai. Hasil kadar air akan tertera di layar display kemudian dicatat. 6.
MFI (ASTM D1238) Mesin dinyalakan dan diatur temperatur (1900C) dan bebannya (216 kg). Sampel diambil dengan sendok pengisi dan dimasukkan sedikit demi sedikit ke
22 dalam lubang silinder. Sampel ditekan ke dalam lubang silinder dengan menggunakan piston penekan sampai kira-kira 5 mm di bawah garis batas bawah piston. Piston yang sudah dilepas dari penahan beban dimasukkan ke dalam lubang silinder. Hidupkan stopwatch dan tunggu sampai 4-5 menit sebagai pemanasan awal. Stopwatch dimatikan dan nolkan. Alat penahan beban digeser ke kanan, lalu beban diturunkan di atas piston dengan memegang kedua sisi kiri dan kanan dari penahan beban. Tunggu sampai piston turun dan garis batas bawah piston berada sejajar pada mulut silinder, lalu potong sample yang keluar dari die menggunakan pisau die dengan cara memutar pegangan pisau die searah jarum jam, secara bersamaan stopwatch dihidupkan. Potongan tersebut dibuang. Saat garis batas atas piston berada pada mulut silinder, potonglah sample dengan pisau die dengan memutar pegangan pisau die searah jarum jam, secara bersamaan stopwatch dimatikan dan dicatat waktunya. Potongan sample ditimbang dan dihitung nilai MFI-nya: bobot sa el g =… g/1 enit a tu deti 7.
Bobot Jenis (JIS K-7112) Ruang pengetesan terlebih dahulu dikondisikan dengan suhu 21 - 250C dan kelembaban relative 45 - 55%. Piknometer kering ditaruh di atas neraca dan neraca dinolkan. Biji sampel dimasukkan ke dalam piknometer dan timbang ± 5 gram (bobot A). Piknometer berisi sampel dipenuhi dengan alkohol (bobot B). Piknometer dikosongkan dan diisi kembali dengan alkohol lalu ditimbang (bobot C). Kemudian dihitung bobot jenis material: enis al o ol Bobot jenis material (gr/cm3) = - -
8.
Ketebalan Ketebalan diukur dengan alat thickness gauge. Lembaran film plastik komposit dimasukkan ke pengukur ketebalan pada thickness gauge. Angka yang ditunjukkan jarum thickness gauge menunjukkan ketebalan film plastik komposit. 9.
Kuat Tarik (ASTM D 638, 1991) Sampel yang akan diuji terlebih dahulu dikondisikan dalam ruang dengan suhu dan kelembaban relatif standar (23±2oC, 52%) selama 24 jam. Sampel yang akan diuji dipotong sesuai standar. Disiapkan sebesar 7 lembar sampel dan dihitung rata-ratanya. Pengujian dilakukan dengan cara kedua ujung sampel dijepit mesin penguji tensile. Selanjutnya dicatat panjang awal dan ujung tinta pencatat diletakkan pada posisi 0 pada grafik. Knob start dinyalakan dan alat akan menarik sampel sampai putus dan dicatat gaya kuat tarik (F) dan panjang setelah putus. Selanjutnya dilakukan pengujian lembar berikutnya. Perhitungan : a a uat tari e uatan tari g /c uas er u aan 10.
Elongasi (ASTM D 638, 1991) Pengukuran elongasi dilakukan dengan cara yang sama dengan pengujian kuat tarik. Elongasi dinyatakan dalam persentase melalui perhitungan berikut: an ang setela utus – an ang a al longasi 1 an ang a al
23 11.
Yellowness Spectrophotometer diatur dan dipilih mode yellowing index. Kalibrasi dengan cara klik calibrate dan meletakkan white tile pada lubang spectro (tekan dengan penekan) pada saat muncul kata read white tile, klik ok. Kemudian letakkan black trap (tekan dengan penekan) pada saat muncul kata read black trap, klik ok. Akan muncul tulisan calibration is completed, klik ok. Lalu klik UV calibrate dan muncul kata UV calibration procdule. Letakkan chip fluorescent standard pada lubang spectrophotometer (tekan dengan penekan). Klik accept dan kalibrasi selesai. Lalu pilih menu properties, kemudian pilih yellowiness index E313-00, klik ok. Klik measure trial pada top button bar, maka akan muncul Measure Trial (mode: Yellowing Index). Sampel film yang akan diukur disiapkan dengan ukuran (p x l x t = 5 cm x 3cm x 1.5 cm) dan diletakkan pada lubang spectrophotometer. Ketik nama formulasi dan ulangi pengujian sampel sebesar 5 kali. 12.
Kejernihan Spectrophotometer dipilih dengan mode opacity cr, mode ol/ od, klik close. Lalu klik measure trial pada button bar. Sampel yang akan diukur opacity-nya disiapkan dan diletakkan pada lubang spectrophotometer. Letakkan white tile di belakang film (tekan dengan penahan), ketik nama formulasi dan klik next akan muncul tulisan measuring sampel over light background, klik ok. Selanjutnya ganti white tile dengan black flat di belakang film, dan klik next akan muncul tulisan measuring sampel over dark background, klik ok kemudian close. Ulangi pengujian sebesar 5 kali. Lampiran 2 Tabel hasil analisis pelet komposit dan film plastik komposit Tabel hasil analisis pelet komposit Perlakuan Rasio Tepung Gliserol dan LLDPE (%) 20:80
30 40
30:70
30 40
Asam stearat (%) 5 7 5 7 5 7 5 7
Kadar Air (%)
MFI (g/10 menit)
Berat Jenis (g/cm3)
1.795 1.62 1.73 1.738 2.018 1.93 1.872 2.084
3.975 4.732 4.295 4.788 3.814 4.347 4.422 4.883
0.917 0.912 0.916 0.917 0.948 0.934 0.939 0.942
24 Tabel tebal film plastik komposit Perlakuan Gliserol Rasio Tepung dan LLDPE (%) 20:80 30 40 30:70
30 40
Asam stearat (%) 5 7 5 7 5 7 5 7
Tebal 0.29 0.26 0.3 0.3 0.29 0.29 0.26 0.27
Tabel sifat mekanik film plastik komposit Kuat tarik (Mpa)
Perlakuan Rasio Tepung dan LLDPE 20:80
Gliserol (%) 30 40
30:70
30 40
Asam stearat (%) 5 7 5 7 5 7 5 7
Machine direction 5.25 4.57 5.62 4.5 4.06 3.84 3.27 2.95
Elongasi Tranverse direction 4.51 2.85 4.84 4.04 3.28 2.87 2.91 2.68
Machine direction 298.09 331.62 594.27 431.07 150.27 131.24 218.09 251.83
Tranverse direction 52.12 54.86 129.01 115.19 32.29 35.22 58.78 55.99
Kekuatan seal 5.43 3.27 4.47 3.61 2.91 2.86 2.54 2.69
Tabel yellowness dan kejernihan film plastik komposit Perlakuan Yellowness Kejernihan Rasio Tepung dan LLDPE Gliserol (%) Asam stearat (%) 20:80 30 5 26.61 41.48 7 15.14 32.67 40 5 21.41 29.96 7 21.55 35.89 30:70 30 5 25.43 43.63 7 26.16 45.01 40 5 23.42 28.08 7 22.41 34.61
25 Lampiran 3 Anova sifat mekanik plastik komposit Anova kadar air pelet komposit Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Tepung
.261
1
.261
.339
.577
Gliserol
.001
1
.001
.001
.973
asam_stearat
.000
1
.000
.001
.981
tepung * gliserol
.001
1
.001
.001
.980
tepung * asam_stearat
.021
1
.021
.028
.872
gliserol * asam_stearat
.058
1
.058
.076
.790
.003
1
.003
.004
.949
error
6.161
8
.770
total
61.196
16
tepung
*
gliserol
*
asam_stearat
Anova MFI pelet komposit Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
tepung
.024
1
.024
.430
.530
gliserol
.204
1
.204
3.690
.091
asam_stearat
1.684
1
1.684
30.453
.001
tepung * gliserol
.106
1
.106
1.925
.203
tepung * asam_stearat
.045
1
.045
.818
.392
gliserol * asam_stearat
.096
1
.096
1.735
.224
.004
1
.004
.077
.788
error
.442
8
.055
total
295.641
16
tepung * gliserol * asam_stearat
26 Anova bobot jenis pelet komposit Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
tepung
.002
1
.002
29.777
.001
gliserol
1.225E-5
1
1.225E-5
.158
.701
asam_stearat
2.025E-5
1
2.025E-5
.262
.623
tepung * gliserol
2.500E-5
1
2.500E-5
.323
.585
tepung * asam_stearat
3.600E-5
1
3.600E-5
.465
.514
gliserol * asam_stearat
.000
1
.000
2.355
.163
9.000E-6
1
9.000E-6
.116
.742
error
.001
8
7.737E-5
total
13.793
16
tepung * gliserol * asam_stearat
Anova tebal film plastik komposit Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Tepung
.000
1
.000
3.556
.096
Gliserol
.000
1
.000
.000
1.000
asam_stearat
.000
1
.000
2.000
.195
tepung * gliserol
.002
1
.002
18.000
.003
tepung * asam_stearat
.000
1
.000
3.556
.096
gliserol * asam_stearat
.000
1
.000
3.556
.096
.000
1
.000
2.000
.195
error
.001
8
.000
total
1.293
16
tepung * gliserol * asam_stearat
27 Anova kuat tarik (td) Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
tepung
5.074
1
5.074
6.871
.031
gliserol
.233
1
.233
.315
.590
asam_stearat
2.395
1
2.395
3.243
.109
tepung * gliserol
1.076
1
1.076
1.458
.262
tepung * asam_stearat
.833
1
.833
1.128
.319
gliserol * asam_stearat
.268
1
.268
.363
.564
.117
1
.117
.159
.701
Error
5.908
8
.738
Total
211.553
16
tepung
*
gliserol
*
asam_stearat
Anova kuat tarik (md) Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Tepung
8.497
1
8.497
11.428
.010
Gliserol
.476
1
.476
.640
.447
asam_stearat
1.381
1
1.381
1.857
.210
tepung * gliserol
.990
1
.990
1.331
.282
tepung * asam_stearat
.397
1
.397
.534
.486
gliserol * asam_stearat
.070
1
.070
.094
.766
.029
1
.029
.039
.849
error
5.949
8
.744
total
307.469
16
tepung * gliserol * asam_stearat
28 Anova elongasi (td) Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
tepung
7132.014
1
7132.014
33.720
.000
gliserol
8508.448
1
8508.448
40.228
.000
29.880
1
29.880
.141
.717
2023.088
1
2023.088
9.565
.015
tepung * asam_stearat
31.514
1
31.514
.149
.710
gliserol * asam_stearat
124.183
1
124.183
.587
.466
29.336
1
29.336
.139
.719
error
1692.038
8
211.505
total
90714.727
16
Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
tepung
204132.276
1
204132.276
10.684
.011
gliserol
85275.680
1
85275.680
4.463
.068
asam_stearat
3303.376
1
3303.376
.173
.688
tepung * gliserol
10735.032
1
10735.032
.562
.475
tepung * asam_stearat
5212.118
1
5212.118
.273
.616
gliserol * asam_stearat
5180.401
1
5180.401
.271
.617
15561.315
1
15561.315
.814
.393
error
152854.929
8
19106.866
total
1930017.560
16
asam_stearat tepung * gliserol
tepung * gliserol * asam_stearat
Anova elongasi (md)
tepung * gliserol * asam_stearat
h(0) Tidak ada pengaruh nyata h(1) Berpengaruh nyata Signifikansi < 0.05 : h(1) diterima h(0) ditolak Signifikansi > 0.05 : h(0) diterima h(1) ditolak
29 Anova kuat tarik seal (md) Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
tepung
8.367
1
8.367
13.110
.007
gliserol
.328
1
.328
.514
.494
asam_stearat
2.139
1
2.139
3.351
.105
tepung * gliserol
.002
1
.002
.003
.959
tepung * asam_stearat
2.441
1
2.441
3.825
.086
.566
1
.566
.887
.374
.305
1
.305
.478
.509
error
5.106
8
.638
total
211.977
16
gliserol
*
asam_stearat tepung * gliserol * asam_stearat
h(0) Tidak ada pengaruh nyata h(1) Berpengaruh nyata Signifikansi < 0.05 : h(1) diterima h(0) ditolak Signifikansi > 0.05 : h(0) diterima h(1) ditolak
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 28 September 1989. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Hotlan Sianturi dan Hotna Sinta Simamora, SPd. Pendidikan formal penulis diawali tahun 1996 di SD Sint Carolus Bengkulu. Kemudian pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bengkulu. Pada tahun 2005, penulis diterima di SMA Negeri 2 Bengkulu dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2009, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan. Penulis pernah aktif menjadi anggota Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB pada tahun 2011. Penulis juga pernah aktif sebagai pengurus hubungan masyarakat Persekutuan Fakultas Teknologi Pertanian (PF-F) pada periode 20112012. Pada kegiatan kepanitiaan, penulis menjadi anggota seksi konsumsi dalam Hari Warga Industri (Hagatri) 2011 dan menjadi bendahara dalam kepanitiaan Natal Fateta 2012. Pada bulan Juni-Agustus 2012, penulis melaksanakan Praktik Lapangan di UD. Yuasafood Berkah Makmur dengan judul Mempelajari Tata Letak Pabrik Pengolahan Manisan Carica di UD. Yuasafood Berkah Makmur Wonosobo, Jawa Tengah. Selanjutnya pada tahun 2013, penulis melaksanakan penelitian di PT. Inter Aneka Lestari Kimia dengan judul Produksi Plastik Komposit dari Tepung Ubi Kayu dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), dibawah bimbingan Ir. Sugiarto M.Si.