PRODUKSI BIODEGRADABLE PLASTIC MELALUI PENCAMPURAN PATI SAGU TERMOPLASTIS DAN COMPATIBILIZED LINEAR LOW DENSITY POLYETHYLENE
MARIA ULFA CHRISTIANTY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi Biodegradable Plastic melalui Pencampuran Pati Sagu Termoplastis dan Compatibilized Linear Low Density Polyethylene adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, Agustus 2009 Maria Ulfa Christianty NIM F351070011
ABSTRACT MARIA ULFA CHRISTIANTY. Production of Biodegradable Plastic through Blending of Thermoplastic Sago Starch with Compatibilized Linear Low Density Polyethylene. Under direction of TITI CANDRA SUNARTI and HARDANING PRANAMUDA. This research explored the possibility of sago starch for blending with synthetic plastic polymer. In order to improve the physico-mechanical properties and the compatibility of the blend system, sago starch was modified into thermoplastic sago starch, while Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) was compatibilized by addition maleic anhydride. Thermoplastic sago starch was produced of compounding of starch with 20% of glycerol and 25% of water. This compound showed the best physico-mechanical properties when blending with 80% compatibilized LLDPE (compt.-LLDPE). The results indicated that 40% of thermoplastic sago starch in the blends was the best composition in terms of mechanical properties and its biodegradability. Blending of thermoplastic sago starch up to 40% improved the biodegradability and maintained the tensile strength up to 110 kgf/cm2. The test for biodegradability showed high coverage of mold growth (Penicillium sp. and Aspergillus niger) on the surface plastic, i.e 8595% and high degree of biodegradation by α-amylase, i.e 24,70%. Keywords: thermoplastic biodegradability.
sago
starch,
compt.-LLDPE,
tensile
strength,
RINGKASAN MARIA ULFA CHRISTIANTY. Produksi Biodegradable Plastic melalui Pencampuran Pati Sagu Termoplastis dan Compatibilized Linear Low Density Polyethylene. Dibimbing oleh TITI CANDRA SUNARTI dan HARDANING PRANAMUDA. Perkembangan teknologi polimer plastik telah membawa banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Berbagai keunggulan yang dimiliki plastik menyebabkan material ini banyak digunakan untuk berbagai aplikasi. Namun demikian, bahan ini juga menimbulkan permasalahan berskala global, baik bagi lingkungan dan kesehatan. Salah satu solusi alternatif untuk menjawab permasalahan plastik adalah melalui pengembangan biodegradable plastic yaitu dengan menggunakan pati termoplastis berbahan baku Sagu (Metroxylon sp.). Sagu merupakan salah satu sumber pati yang potensial di Indonesia, sehingga penggunaannya sebagai bahan baku biodegradable plastic akan sangat prospektif untuk dikembangkan Kelemahan yang ada pada plastik berbasiskan pati adalah rendahnya sifat mekanis. Pembuatan plastik dengan mencampurkan pati termoplastis dan polimer sintetis dilakukan untuk mengatasi lemahnya sifat mekanik pada plastik berbasis pati. Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) merupakan salah satu polimer sintetis dengan sifat mekanik yang baik. Pencampuran pati sagu termoplastis dan LLDPE dinilai akan saling menutupi kelemahan antar keduanya. Pembuatan plastik berbasiskan pati dan polimer hidrokarbon memiliki kekurangan rendahnya kompatibilitas antar monomer penyusun, oleh karena itu dibutuhkan compatibilizer. Penelitian ini mengkaji perbandingan komposisi campuran pati sagu termoplastis dan compatibilized LLDPE (compt.-LLDPE) yang menjadi titik kritis untuk mendapatkan plastik dengan sifat biodegradasi yang baik, dengan tidak menurunkan sifat mekanisnya. Penelitian dilaksanakan dalam 4 tahap. Tahap pertama dilakukan Persiapan bahan yang terdiri dari (a) pengkondisian awal pati sagu (pengeringan dan pengecilan ukuran hingga 200 mesh) (b) Pengujian mutu pati sagu dan analisa fisiko kimia yang meliputi bentuk dan ukuran granula, kandungan pati, amilosa, protein dan lemak (c) penambahan compatibilizer dalam LLDPE (modifikasi metode Shujun et al. 2005). Hasil karakterisasi pati sagu menunjukkan bahwa pati sagu dalam penelitian ini telah memenuhi standar mutu pati sagu dan berdasarkan sifat fisiko kimia menunjukkan hasil yang sesuai sebagai bahan baku pembuatan pati sagu termoplastis. Hal ini terutama dikaitkan dengan beberapa karakteristik pati yang berpengaruh signifikan dalam proses pencampuran dengan polimer sintetis, yaitu kadar air, rasio amilosa, kadar serat, kadar protein serta tingkat kehalusan. Tahap kedua adalah pembuatan pati sagu termoplastis berdasarkan metode modifikasi Zhang et al. (2007) dan pengujian sifat fisik mekanik. Faktor yang dikaji dalam tahapan ini adalah konsentrasi gliserol, yakni 10, 20 dan 30%. Pati sagu termoplastis yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pati sagu termoplastis dengan konsentrasi gliserol 20% dan kadar air 25% memperlihatkan sifat fisik-mekanik terbaik, yakni cenderung lebih kuat, hampir
tidak ditemukan bagian yang robek serta pada pencampuran dengan compt.LLDPE 80%, memiliki nilai kuat tarik 101,5 kgf/cm2 dan elongasi 12,5%. Bahan pemlastis memegang peranan penting dalam pembuatan pati termoplastis. Konsentrasi pemlastis yang berlebihan akan menyebabkan plastik bersifat soft dan weak (Kalambur & Rizvi 2006). Oleh karena itu, pati sagu termoplastis dengan konsentrasi gliserol 20% digunakan dalam tahapan penelitian ke-3. Tahap ketiga yaitu pembuatan plastik melalui pencampuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE dengan memodifikasi metode Huneault dan Li (2007). Kajian pencampuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE dilakukan pada perbandingan 20:80; 40:60; dan 60:40. Tahap keempat adalah karakterisasi plastik meliputi sifat mekanik, termal, biodegradabilitas, dan morfologi. Pengujian sifat mekanik menunjukkan bahwa kekuatan tarik tertinggi dimiliki oleh plastik campuran dengan konsentrasi pati sagu termoplastis 20%, yakni 120 kgf/cm2. Pada konsentrasi 40%, kuat tarik hanya mengalami penurunan 10 kgf/cm2 menjadi 110 kgf/cm2. Konsentrasi 60% menghasilkan plastik yang getas sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran. Nilai elongasi dari hasil penelitian ini juga mengalami penurunan seiring dengan peningkatan jumlah pati sagu termoplastis yang ditambahkan. Distribusi fase terdispersi, ikatan interfacial, konsentrasi bahan pemlastis, dan sifat fisiko kimia pati sagu sangat mempengaruhi sifat mekanik plastik campuran yang dihasilkan. Hasil pengujian termal menunjukkan suhu transisi gelas (Tg) 36-39oC dengan jumlah panas (Q) 3,056761-9,835056 mJ, titik leleh (Tm) 115-118oC dengan Q sebesar 6,467779-20,539118 mJ dan kalor jenis (c) 0,01018-0,03056 mJ/deg.mg. Komposisi pati sagu termoplastis dalam campuran tidak mempengaruhi nilai Tg, Tm, Q dan c. Hasil pengujian biodegradabilitas secara kualitatif dengan menggunakan Pennicillium sp. dan Aspergillus niger menunjukkan bahwa plastik dengan komposisi pati sagu termoplastis 20% menunjukkan pertumbuhan koloni yang sedikit, sedangkan pada konsentrasi 40 dan 60%, dapat ditumbuhi kapang mencapai 85-100%. Hal ini didukung hasil pengujian biodegradabilitas secara kuantitatif melalui uji enzimatis dengan α-amilase, yang menunjukkan bahwa persentase bagian yang terdegradasi dari plastik untuk komposisi pati sagu termoplastis 20, 40 dan 60%, masing-masing adalah 3,15 ; 24,70 dan 50,45% dari bobot plastik awal. Pengujian morfologi permukaan plastik memperlihatkan bahwa bentuk alami granula pati sagu termoplastis tidak tampak dan hal ini mengindikasikan bahwa pati sagu telah membentuk pati termoplastis secara sempurna (Ishiaku et al. 2002). Homogenitas campuran cukup baik dengan ditunjukkan tingkat distribusi fase terdispersi yang merata, namun ikatan interfacial yang terjadi masih belum optimal, khususnya pada campuran dengan komposisi pati sagu termoplastis 60%, dimana partikel pati cenderung menempel dalam matriks LLDPE tanpa adanya ikatan. Dari hasil penelitian ini pencampuran pati sagu termoplastis dan compt.LLDPE pada komposisi perbandingan 40:60 memberikan hasil yang mampu memadukan sifat mekanik dan biodegradabilitas yang baik. Kata kunci: Pati sagu termoplastis, compt.-LLDPE, kuat tarik, kemampuan biodegradasi.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor
PRODUKSI BIODEGRADABLE PLASTIC MELALUI PENCAMPURAN PATI SAGU TERMOPLASTIS DAN COMPATIBILIZED LINEAR LOW DENSITY POLYETHYLENE
MARIA ULFA CHRISTIANTY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si.
Judul Tesis Nama NIM
: Produksi Biodegradable Plastic melalui Pencampuran Pati Sagu Termoplastis dan Compatibilized Linear Low Density Polyethylene : Maria Ulfa Christianty : F351070011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. Ketua
Dr. Hardaning Pranamuda, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 21 Agustus 2009
Tanggal Lulus: 31 Agustus 2009
PRAKATA Alhamdulillah, Puji syukur penulis haturkan hanya pada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Biodegradable Plastic, dengan judul Produksi Biodegradable Plastic melalui Pencampuran Pati Sagu Termoplastis dan Compatibilized Linear Low Density Polyethylene. Penelitian telah dilakukan mulai bulan November 2008 sampai dengan Juli 2009. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. dan Bapak Dr. Hardaning Pranamuda, M.Sc. selaku pembimbing dan Ibu Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si. yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Di samping itu, penulis juga berterimakasih kepada keluarga besar Departemen TIP-IPB, Laboratorium dan Technical Services – Pertamina, Jakarta, Laboratorium mikologi - Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT Serpong, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada SEAMEO-Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEAMEO-SEARCA) dan Osaka Gas Foundation of International Cultural Exchange (OGFICE) Jepang atas beasiswa dan dana penelitian yang telah diberikan. Tak lupa, penulis sangat berterima kasih kepada ibu, ibu, ibu, ramah serta seluruh keluarga yang telah mengiringi dengan kekuatan doa dan ketulusan cinta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, saran, kritik dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dimasa mendatang. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009 Maria Ulfa Christianty
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sampang, Jawa Timur pada tanggal 8 Juli 1983 dari ramah Muhammad Muchtar dan ibu Siti Hosimah. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sampang dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Brawijaya, Malang melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di jurusan Teknologi Industri Pertanian serta lulus pada tahun 2005. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum, penulisan karya ilmiah dan juga turut menggerakkan roda-roda organisasi di kampus Universitas Brawijaya. Tahun 2005 penulis mendapatkan penghargaan Hewlett Packard Indonesian Youth Leadership Award, Bayer Young Environmental Envoy serta menjadi delegasi Indonesia dalam ECO-MINDS Youth Forum 2005 di Filipina. Pada tahun 2007, penulis mendapatkan beasiswa dari SEAMEO-Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEAMEO-SEARCA) untuk menempuh pendidikan program S2 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bantuan dana penelitian dari Osaka Gas Foundation of International Cultural Exchange (OGFICE) Jepang juga diperoleh untuk penyelesaian tesis. Saat ini, penulis bekerja di Lembaga Pemberdayaan Pertanian Rakyat Jawa Timur (LP2R-Jatim). Selama mengikuti perkuliahan S2, penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana - IPB serta Lembaga Studi dan Advokasi Pembangunan (eLSAP).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................................
1
Tujuan Penelitian ........................................................................................
3
Manfaat Penelitian ......................................................................................
5
Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................
6
Biodegradable Plastic .................................................................................
6
Pati Sagu Termoplastis (Thermoplastic sago starch) ................................. 11 Polyethylene (PE) ........................................................................................ 14 Compatibilizer
......................................................................................... 18
Sifat Mekanik dan Kemampuan Biodegradasi Plastik ................................ 21 METODE ........................................................................................................... 25 Bahan dan Alat............................................................................................ 25 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 25 Tahapan Penelitian dan Parameter Pengamatan ......................................... 26 Rancangan Percobaan ................................................................................. 31 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 33 Karakterisasi Pati Sagu ............................................................................... 33 Pembuatan Pati Sagu Termoplastis ............................................................. 37 Pencampuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE ........................ 46 Karakterisasi Plastik .................................................................................... 49 Aplikasi Biodegradable Plastic .................................................................. 68 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70 LAMPIRAN ....................................................................................................... 76
x
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Jenis-Jenis Plastik Berdasarkan Pengklasifikasian Bahan Baku dan Kemampuan Degradasi ...........................................................
7
Perbandingan Plastik Konvensional, Plastik Campuran dan Biodegradable Plastic .....................................................................
9
3.
Karakteristik Gliserol ......................................................................
14
4.
Perbandingan Sifat LLDPE, LDPE, MDPE, dan HDPE ................
16
5.
Sifat Mekanik Campuran Pati-LDPE/HDPE dengan Maleat Anhidrida ........................................................................................
20
6.
Sifat Dasar Maleat Anhidrida .........................................................
20
7.
Karakteristik Pati Sagu....................................................................
33
8.
Pengaruh Gliserol terhadap Suhu Transisi Gelas, Titik Leleh dan Jumlah Kalor Pati Sagu Termoplastis .............................................
42
Penurunan Sifat Mekanik ...............................................................
54
10. Sifat Mekanik Plastik dari Penelitian Sebelumnya .........................
55
11. Perbandingan Nilai Tg, Tm dan Jumlah Kalor Plastik serta Bahan Penyusun ..............................................................................
59
2.
9.
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................................
4
2.
Kapasitas Produksi Bioplastik 2007-2011 di Eropa .............................
10
3.
Aplikasi Produk Bioplastik ...................................................................
11
4.
Faktor-Faktor Berpengaruh dalam Pembentukan Pati Termoplastis ....
13
5.
Struktur Molekul Gliserol .....................................................................
14
6.
Reaksi Polimerisasi Etilen ....................................................................
15
7.
Pellet LLDPE Komersil dan Contoh Aplikasi Produk LLDPE .........
16
8.
Penggunaan dan Peningkatan Konsumsi LLDPE China 1998-2009 .
17
9.
Struktur Molekul Maleat Anhidrida...................................................
21
10. Kurva Tegangan-Regangan................................................................
22
11. Sifat Polimer Berdasarkan Nilai Tegangan dan Regangan ................
23
12. Diagram Alir Pembuatan compt.-LLDPE ..........................................
27
13. Diagram Alir Proses Pembuatan Pati Sagu Termoplastis ..................
28
14. Diagram Alir Pembuatan Plastik........................................................
30
15. Pengaruh Kadar Air dan Tingkat Destrukturisasi pada Pati Sagu Termoplastis.......................................................................
38
16. Pengaruh Konsentrasi Gliserol terhadap Nilai Torque Pati Sagu Termoplastis .......................................................................................
39
17. Pengaruh Konsentrasi Gliserol terhadap Morfologi Pati Sagu Termoplastis .......................................................................................
40
18. Termogram DSC Pati Sagu Termoplastis ..........................................
42
19. Pengaruh Konsentrasi Gliserol terhadap Sifat Fisik Lembaran Pati Sagu Termoplastis.......................................................................
44
20. Pengaruh Konsentrasi Gliserol terhadap Sifat Mekanik Pati Sagu Termoplastis ..............................................................................
45
xii
21. Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE ......................................
47
22. Pengaruh Komposisi Pati Sagu Termoplastis Terhadap Nilai Torque Plastik .................................................................................................
47
23. Pengaruh Komposisi Pati Sagu Termoplastis terhadap Bongkahan dan Lembaran Plastik .........................................................................
48
24. Skema Kerja Bahan Pemlastis ...........................................................
50
25. Pengaruh Komposisi Pati Sagu Termoplastis terhadap Kuat Tarik dan Elongasi Plastik ...........................................................................
53
26. Perubahan Sifat Plastik karena Pengaruh Termal ..............................
56
27. Termogram DSC untuk LLDPE, Plastik Campuran dan Pati Sagu Termoplastis .......................................................................................
57
28. Pengaruh Komposisi Pati Sagu Termoplastis terhadap Titik Leleh dan Suhu Transisi Gelas Plastik .........................................................
58
29. Pengujian Biodegradabilitas Plastik secara Kualitatif dengan Menggunakan Kapang Pennicilium sp. dan Aspergillus niger ..........
61
30. Pengaruh Komposisi Pati Sagu Termoplastis terhadap Biodegradabilitas Plastik....................................................................
62
31. Pengaruh Komposisi Pati Sagu Termoplastis terhadap Morfologi dan Homogenitas Plastik....................................................................
65
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Prosedur Analisis Karakterisasi Pati Sagu ............................................
76
2.
Prosedur Analisis Karakterisasi Pati Sagu Termoplastis dan Plastik ....................................................................................................
81
3.
Bentuk dan Ukuran Granula Pati Sagu .................................................
84
4.
Data Hasil Analisis Mekanik Pati Sagu Termoplastis ..........................
85
5.
Data Hasil Analisis Kuat Tarik Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE .........................................................
86
Data Hasil Analisis Elongasi Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE .........................................................
87
Data Hasil Analisis Suhu Transisi Gelas Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE .........................................................
88
Data Hasil Analisis Titik Leleh Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE .........................................................
89
Data Hasil Analisis Kalor Jenis Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE ........................................................
90
10. Data Hasil Analisis Jumlah Kalor pada Suhu Transisi Gelas Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE............
91
11. Data Hasil Analisis Jumlah Kalor pada Titik Leleh Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE........................
92
12. Data Hasil Uji Biodegradabilitas Secara Kuantitatif Plastik Campuran Pati Sagu Termoplastis dan compt.-LLDPE .........................................
93
6. 7. 8. 9.
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknologi polimer plastik telah membawa banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Plastik yang banyak digunakan saat ini merupakan hasil sintesis polimer hidrokarbon dari minyak bumi, seperti polietilena (PE), polipropilena (PP), polistirena (PS), polivinil khlorida (PVC) dan sebagainya. Berbagai keunggulan yang dimiliki plastik diantaranya transparan, fleksibel, tidak mudah pecah, dapat dilaminasi, tidak korosif dan harga relatif murah, menyebabkan plastik banyak digunakan untuk berbagai aplikasi, baik dalam industri pangan maupun non pangan. Setiap tahun, 125 juta ton plastik digunakan di dunia dan dari jumlah tersebut, lebih dari 30 juta ton digunakan untuk bahan kemasan, seperti kemasan makanan, plastik untuk pertanian dan kantong sampah (Fang & Fowler 2003). Selain berbagai keunggulan yang ada pada plastik, bahan ini juga menimbulkan permasalahan berskala global, baik bagi lingkungan maupun kesehatan. Struktur molekul plastik yang sangat kompleks menyebabkan plastik sulit terdegradasi secara alami sehingga terakumulasi dan menimbulkan pencemaran serta kerusakan lingkungan. Berdasarkan penelitian di Amerika, limbah
plastik
mencapai
21%
dari
total
limbah
rumah
tangga
(www.cargilldow.com). Peningkatan jumlah limbah plastik dunia dari tahun 1960 hingga tahun 2000 meningkat dari 390 ribu ton menjadi 24,7 juta ton (Auras et al. 2002). Menurut data statistik persampahan domestik Indonesia, jenis sampah plastik menduduki peringkat ke-2, sebesar 5,4 juta ton/tahun (14%). Jumlah sampah plastik ini mengalami peningkatan dan mampu menggeser posisi sampah kertas yang sebelumnya berada di peringkat ke-2 menjadi peringkat ke-3, dengan jumlah 3,6 juta ton/tahun (9%) (Kementrian Lingkungan Hidup 2008). Berbagai usaha dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan sampah plastik seperti daur ulang dan teknologi pengolahan sampah plastik, namun plastik daur ulang hanya berkontribusi 0,6-1% (Komunitas Save the Earth 2008), memiliki keterbatasan masa pakai dan kualitasnya menurun (Budiman 2003). Selain itu, penggunaan plastik daur ulang maupun plastik virgin dikhawatirkan akan menimbulkan migrasi monomer plastik yang dapat mencemari produk,
khususnya bila digunakan sebagai bahan kemasan pangan. Pengolahan plastik bekas pakai untuk dijadikan bahan baku produk plastik baru dinilai tidak efisien karena prosesnya lebih sulit dan biaya pengolahannya lebih mahal dibandingkan membeli bahan baku plastik yang baru. Teknologi pengolahan sampah plastik melalui pembakaran akan menghasilkan gas beracun bagi manusia dan berdampak pada meningkatnya pemanasan global (Shah et al. 1995). Berbagai penelitian bahan baku plastik baru telah dikembangkan mulai dari biopolimer murni hingga campuran biopolimer dengan polimer sintetis. Namun demikian, penggunaan biopolimer murni membutuhkan biaya produksi yang sangat mahal, sehingga umumnya diaplikasikan untuk kebutuhan kedokteran. Salah satu solusi alternatif untuk menjawab permasalahan plastik adalah melalui pengembangan biodegradable plastic yaitu dengan menggunakan pati termoplastis.
Sebagai
bahan
baku
plastik,
pati
diunggulkan
karena
ketersediaannya melimpah, harga relatif murah, tingkat biodegradabilitas yang tinggi, kemudahan proses, morfologi akhir yang baik dan penyebaran yang lebih merata sebagai akibat adanya destrukturisasi. Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu sumber pati yang sangat potensial di Indonesia. Ketersediaan dan produktivitas sagu di Indonesia paling tinggi dibandingkan dengan padi, ubi kayu dan jagung, yakni 25 ton/ha/tahun. Luas areal sagu di Indonesia diperkirakan mencapai 51% dari total areal sagu dunia (Nogoseno 2003). Indonesia mampu menghasilkan sagu 6,5 juta ton per tahun, namun realisasi pemanfaatannya masih sangat rendah yaitu hanya 6% dari potensi yang ada . Kelemahan yang ada pada plastik berbasiskan pati adalah rendahnya sifat mekanis. Pembuatan plastik dengan mencampurkan pati termoplastis dan polimer sintetis banyak dilakukan untuk mengatasi lemahnya sifat mekanik pada plastik berbasis pati. Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) merupakan salah satu plastik sintetis yang digunakan secara luas dalam berbagai bidang dikarenakan sifatnya baik dan harga relatif murah. Namun demikian, pembuatan LLDPE yang masih bergantung pada minyak bumi dan sulit untuk terdegradasi menjadi masalah umum jenis plastik ini. Pencampuran pati sagu termoplastis dan LLDPE sebagai bahan baku plastik akan saling menutupi kelemahan sifat mekanik dan biodegradabilitas antar keduanya, serta dianggap layak dalam hal biaya produksi.
2
Dalam perkembangannya, pembuatan plastik berbasiskan pati dan polimer hidrokarbon memiliki kekurangan yakni kurangnya kompatibilitas antar bahan penyusun. Perbedaan sifat dan karakter pada pati sagu termoplastis dan LLDPE menyebabkan campuran tidak kompatibel. Compatibilizer utamanya dibutuhkan pada pencampuran bahan yang bersifat immicible, sehingga keduanya dapat bercampur sempurna. Bahan campuran yang tidak terhomogenisasi dengan baik menyebabkan tarikan fisik lemah, sehingga sifat fisik mekanik polimer yang dihasilkan buruk. Pembuatan
plastik
dengan
campuran
pati
sagu
termoplastis
dan
compatibilized LLDPE (compt.-LLDPE) akan dikaji dalam penelitian ini dengan kerangka berpikir tersaji pada Gambar 1. Penentuan konsentrasi gliserol dalam pembuatan pati sagu termoplastis serta komposisi pati sagu termoplastis yang dicampurkan dalam compt.-LLDPE menjadi titik kritis untuk mendapatkan plastik dengan sifat biodegradasi yang baik dan tidak menurunkan sifat mekaniknya. Dengan demikian, adanya kajian tentang pembuatan pati sagu termoplastis serta perbandingan komposisi campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE, diharapkan dapat menghasilkan biodegradable plastic dengan karakteristik yang baik, khususnya pada sifat mekanik, termal, biodegradabilitas dan morfologi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan biodegradable plastic dengan bahan baku campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE dengan kemampuan biodegradasi yang baik dan tetap mempertahankan sifat mekaniknya. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan konsentrasi gliserol yang tepat dalam pembuatan pati sagu termoplastis. 2. Mendapatkan komposisi perbandingan campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE yang mampu menghasilkan plastik dengan kemampuan biodegradasi yang baik dan tetap mempertahankan sifat mekaniknya. 3. Mendapatkan karakteristik sifat mekanik, termal, biodegradabilitas dan morfologi permukaan plastik dengan bahan baku campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE.
3
Tujuan
Manfaat
Output
Produksi Biodegradable plastic berbasis campuran pati sagu termoplastis dan compatibilized linear low density polyethylene dengan kemampuan biodegradasi yang baik dan tetap mempertahankan sifat mekanik plastik
Pemanfaatan sagu sebagai pati termoplastis
Karakteristik mutu dan fisiko-kimia pati
Peningkatan nilai guna & nilai ekonomi sagu
Disain proses PST
Mengurangi penggunaan plastik sintetis
Mendorong penggunaan plastik campuran
Karakteristik fisik, mekanik, termal
Mengurangi pencemaran plastik sintetis
Disain proses pembuatan plastik: Komposisi PST dan compt.-LLDPE
Karakteristik: mekanik, termal, biodegradabilitas dan morfologi
Karakterisasi
Ruang Lingkup
Pengkondisian awal
Pati sagu
Pembuatan pati sagu Termoplastis (PST)
Pencampuran PST & compt.-LLDPE
Linear Low Density Polyethylene (LLDPE)
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Karakterisasi
Penambahan compatibilizer pada LLDPE (compt.-LLDPE)
4
Manfaat Penelitian Pengembangan biodegradable plastic melalui pencampuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE diharapkan akan mampu meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi pati sagu melalui pemanfaatannya sebagai pati termoplastis serta mendorong penggunaan plastik campuran yang dapat mengurangi konsumsi plastik sintetis, sehingga kerusakan dan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah plastik dapat teratasi. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mencakup kajian tentang penambahan konsentrasi gliserol dalam pembuatan pati sagu termoplastis, perbandingan komposisi campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE dalam pembuatan biodegradable plastic serta karakterisasi plastik yang dihasilkan, yakni meliputi sifat mekanik, termal, biodegradabilitas dan morfologi. Hasil analisis kajian akan dapat menentukan formulasi pati sagu termoplastis serta komposisi perbandingan campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE yang tepat untuk dapat menghasilkan biodegradable plastic dengan kemampuan biodegradasi yang baik dan tetap mempertahankan sifat mekaniknya. Pengujian sifat-sifat plastik dapat memberikan gambaran tentang design proses produksi dan aplikasi dari biodegradable plastic yang dihasilkan dari penelitian ini.
5
TINJAUAN PUSTAKA Biodegradable Plastic Plastik merupakan bagian dari aktivitas masyarakat. Saat ini telah tercipta suatu komitmen masyarakat internasional untuk menciptakan dunia yang bebas dari sampah plastik, dikarenakan bahan ini sulit untuk diuraikan. Strategi pragmatis untuk mengatasi hal tersebut adalah mengembangkan decomposible plastics untuk plastik yang bersifat serba guna dan digunakan secara luas oleh masyarakat, sedangkan bahan-bahan plastik khusus (tidak dapat terurai) untuk bahan konstruksi (Sumule & Suwahyono 1994). Biodegradable didefinisikan sebagai kemampuan mendekomposisi bahan menjadi karbondioksida, metana, air, komponen anorganik atau biomassa melalui mekanisme enzimatis mikroorganisme, yang bisa diuji dengan pengujian standar dalam periode waktu tertentu. Biodegradable merupakan salah satu mekanisme degradasi material, selain compostable, hydrobiodegradable, photobiodegradable, bioerodable (Nolan-ITU 2002). Pengomposan yang sempurna sampai ke tahap mineralisasi akan menghasilkan karbon dioksida dan air (Budiman 2003). Biodegradable plastic adalah plastik yang dapat digunakan layaknya plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan (Pranamuda 2001). Biodegradable plastic merupakan suatu bahan dalam kondisi dan waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya oleh pengaruh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan alga. Biodegradable plastic dapat pula diartikan sebagai suatu material polimer yang berubah menjadi senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu atau beberapa tahap degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami (Latief 2001). Polimer-polimer yang mampu terdegradasi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida, atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini tidak sesuai dengan spesifikasi teknis plastik yang diinginkan dan dibutuhkan pasar sehingga perlu adanya pengoptimalan pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap biodegradabilitas dan sifat mekanik. 6
Beberapa jenis plastik berdasarkan pengklasifikasian jenis bahan baku atau sumber daya alam yang digunakan dan kemampuan degradasinya tersaji pada Tabel 1. Pada dasarnya terminologi biodegradable plastic, merupakan salah satu pengertian turunan dari bioplastik, dimana bioplastik didefinisikan sebagai: 1. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dalam produksinya (biobased) -
Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
-
Meningkatkan konsumsi sumber daya alam yang dapat diperbaharui
-
Mempromosikan sumber daya alam lokal
2. Sifat biodegradabilitas atau kompostabilitas (biodegradable plastic) -
Dapat dibuang dan hancur terurai
-
Segmentasi produk untuk kemasan pangan
-
Mampu mengalihkan pengolahan sampah dari landfill dan insinerator
Tabel 1 Jenis-jenis plastik berdasarkan pengklasifikasian bahan baku dan kemampuan degradasi biodegradabilitas
Biodegradable
Non-biodegradable
Bahan berbasis pati, bahan berbasis selulosa, poli asam laktat (PLA), poli hidroksi alkanoat (PHA) Polikaprolakton (PCL), poli butilena suksinat (PBS), polivinil alkohol (PVOH)
Polietilena (PE) dan Polivinil klorida (PVC) dari bioetanol, poliamida
Jenis bahan baku
Renewable
Non renewable
Polietilena (PE), polipropilena (PP), Polivinil klorida (PVC)
Sumber : Narayan (2006) Biodegradable plastic dapat dihasilkan melalui tiga cara yaitu: - Biosintesis, seperti pada pati dan selulosa - Bioteknologi, seperti pada polyhydroxyl fatty acid - Proses sintesis kimia seperti pada pembuatan poliamida, poliester dan polivinil alkohol Biodegradable plastic yang didapat langsung dari sintesis alam memiliki keunggulan ketersediaan dalam jumlah besar dan murah, namun memiliki
7
kelemahan dalam hal penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan bahan aditif (Budiman 2003). Kelompok biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan biodegradable plastic, yaitu: 1. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis. Bahan ini memiliki nilai biodegradabilitas yang rendah dan biofragmentasi sangat terbatas. 2. Poliester. Biopolimer ini dihasilkan secara bioteknologi atau fermentasi dengan mikroba genus Alcaligenes dan dapat terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur, dan alga. 3. Polimer pertanian. Polimer pertanian diantaranya, cellophan, seluloasetat, kitin, pullulan (Latief 2001). Jenis biodegradable plastic lain yang banyak diteliti dan dikembangkan adalah plastik campuran dari bahan non-biodegradable dengan bahan biodegradable, misalnya polietilena dicampurkan dengan pati. Pencampuran tersebut merupakan salah satu alternatif yang mungkin untuk diterapkan walaupun tidak terdegradasi sempurna. Pada Tabel 2 disajikan perbandingan plastik konvensional, plastik campuran dan biodegradable plastic. Biodegradable plastic yang berbasiskan pati dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: - Mencampur pati dengan plastik konvensional (PE atau PP) dalam jumlah kecil (10-20%) - Mencampur pati dengan turunan hasil samping minyak bumi, seperti PCL, dalam komposisi yang sama (50%) - Menggunakan proses ekstrusi untuk mencampur pati dengan bahan-bahan seperti protein kedelai, gliserol, alginat, lignin dan sebagainya sebagai plasticizer (Flieger et al. 2003). Vilpoux dan Averous (2006) melaporkan potensi penggunaan pati sebagai biodegradable plastic berkisar 80-95% dari pasar biodegradable plastic yang ada. Sumber pati yang banyak digunakan antara lain jagung, ubi kayu, gandum, beras dan kentang. Jika dikaitkan dengan sumber daya lokal, khususnya sumber daya alam penghasil pati yang ada di Indonesia, maka peluang dan potensi yang
8
bisa dikembangkan akan semakin luas mengingat masih banyak sumber patipatian yang masih belum dimanfaatkan dengan maksimal. Tabel 2
Perbandingan
plastik
konvensional,
plastik
campuran,
dan
biodegradable plastic
Pengamatan Komposisi
Plastik Konvensional Polimer Sintetik
Sifat & bahan baku Tidak dapat diperbaharui (unrenewable) Sifat mekanik dan Sangat baik dan fisik bervariasi Biodegradabilitas Kompostabilitas Hasil pembakaran Contoh
Tidak ada Tidak ada Stabil Polipropilena (PP) Polietilena (PE) Polistirena(PS)
Plastik Campuran Polimer sintetik dan polimer alam Sebagian dapat diperbaharui Bervariasi
Rendah Rendah Agak stabil PE + Pati PE + selulosa
Biodegradable Plastic Polimer alam Dapat diperbaharui (renewable) Baik dan bervariasi tapi penggunaannya terbatas Tinggi Tinggi Kurang stabil • Poli asam laktat (PLA) • Polikaprolakton (PCL) • Polihidroksi alkanoat (PHA) • Polihidroksil butirat-valerat (PHB-V)
Sumber: Lim (1999) Biodegradable plastic merupakan salah satu solusi alternatif yang sangat prospektif untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan pemanfaatan optimal sumber daya alam lokal. Tahun 2007 telah dilaksanakan 2nd European Bioplastics Conference di Paris untuk semakin memantapkan industri bioplastik dunia. Institusi bidang pertanian di Eropa (Committee of Agriculture Organization in the European Union dan General Committee for the European Union) telah membuat kajian potensi bioplastik dalam beberapa sektor ekonomi Eropa pada masa yang akan datang, yaitu produk-produk catering sebesar 450.000 ton/tahun, kantong-kantong
sampah
organik
membutuhkan
100.000
ton/tahun,
9
biodegradable mulch foils 130.000 ton/tahun, biodegradable foils untuk diapers 80.000 ton/tahun, diapers sebesar 240.000 ton/tahun, foil packaging 400.000 ton/tahun, vegetable packaging 400.000 ton/tahun, tyre component 200.000 ton/tahun, sehingga total kebutuhan bioplastik mencapai 2.000.000 ton/tahun. Pasar bioplastik terus mengalami peningkatan hingga 20-30% per tahun. Hal ini ditegaskan pada Gambar 2, dimana keberadaan bioplastik terus berkembang, khususnya di Eropa baik yang diproduksi secara sintetik maupun berbasiskan biopolimer.
1600
Kapasitas produksi (kt)
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 2007
2009
2011
Tahun sintetik‐ biodegradable
Gambar 2
Biobased‐non biodegradable
biobased‐biodegradable
Kapasitas produksi bioplastik 2007-2011 di Eropa (http://www. european-bioplastics.org).
Aplikasi produk bioplastik tersaji pada Gambar 3. Saat ini di negara luar, penggunaan tray dan container untuk buah, sayuran, telur dan daging, botol-botol untuk softdrinks dan produk-produk dari susu, blister foil untuk buah-buahan dan produk-produk catering termasuk yang menggunakan perishable plastic, disposable crockery dan cutlery, pot, cawan, pack foils untuk hamburger dan sedotan untuk minum mulai diproduksi secara luas menggunakan bioplastik. Beberapa aplikasi bioplastik untuk outside packaging seperti casing handphone (oleh NEC Jepang), serat karpet (oleh Dupont Sorona) dan interior mobil oleh Mazda). Tahun 2005, Fujitsu Jepang telah membuat case komputer dari
10
bioplastik.
Tahun
2007,
Brazil
memproklamirkan
pembuatan
HDPE
menggunakan turunan dari etilen yang diambil dari gula tebu (Sunarti et al. 2008).
Gambar 3 Aplikasi produk bioplastik (www.japancorp.net;http://kontaktuhan.org) Pati Sagu Termoplastis (Termoplastic sago starch) Pati sagu dihasilkan dari tanaman sagu (Metroxylon sp.) yang dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pati sagu diperoleh dari proses ekstraksi batang tanaman sagu, yang berupa granula berwarna putih, tidak berasa dan tidak berbau. Bentuk granula adalah bulat dengan permukaan datar dan bervariasi antara 20-60 μm (Wurzburg 1989). Granula pati tidak larut dalam air dingin. Kadar air pati sagu sekitar 11% dan pH suspensi adalah 6. Granula pati terdiri dari 2 komponen mayor utama yakni amilosa (20-30%) dan amilopektin (70-80%), yang keduanya merupakan unit polimer α-D-glukosa dalam konformasi 4
C1. Pati merupakan biopolimer alami dengan komponen utama kelompok
glukosa yakni amilosa dan amilopektin. Pati memiliki tingkat kristalinitas 1545%. Pemanfaatan pati dalam pembuatan plastik dikarenakan keunggulankeunggulan yang dimiliki pati, yakni sifatnya yang dapat diperbarui, penahan yang baik untuk oksigen, ketersediaan yang melimpah, harga murah dan mampu terdegradasi. Pati memiliki stabilitas termal dan minimum interference dengan sifat pencairan yang cukup untuk membentuk produk dengan kualitas yang baik. Penelitian tentang pati sebagai bahan baku plastik telah dilakukan mulai dari penggunaan granula pati alami, pati termodifikasi dan pati termoplastis untuk ditambahkan baik pada biodegradable plastic dan non-biodegradable plastic.
11
Pemilihan proses atas pati didasarkan pada produk akhir yang ingin dicapai. Selain itu penambahan pati dalam pembuatan plastik juga ditujukan untuk meminimasi biaya produksi (Fabunmi et al. 2007). Campuran polimer hidrokarbon dan pati sering digunakan untuk menghasilkan lembaran dan film berkualitas tinggi untuk kemasan. Pembuatan film dari 100% pati sulit untuk diproses saat kondisi mencair (melting) (Nolan ITU 2002). Komposit atau campuran plastik berbasiskan pati memiliki sifat mekanis yang lemah seperti kekuatan tarik, kekuatan mulur, kekakuan, perpanjangan putus, stabilitas kelembaban yang rendah serta melepaskan molekul pemlastis dalam jumlah kecil dari matriks pati (Zhang et al. 2007). Modifikasi pati, penggunaan compatibilizer, reinforcement, serta perbaikan kondisi proses, diharapkan mampu menjadikan pati sebagai material substitusi plastik konvensional. Pati termoplastis dihasilkan melalui pemrosesan pada suhu dan gesekan tinggi sehingga pati bersifat termoplastik dan bisa dicetak. Pembentukan pati termoplastis dipengaruhi oleh kondisi proses dan formulasi bahan yang digunakan. Faktor-faktor ini dijelaskan pada Gambar 4. Selama proses termoplastis, air akan masuk dalam pati dan bahan pemlastis akan berperan sangat signifikan. Bahan pemlastis akan membentuk ikatan hidrogen dengan pati, sehingga terjadi reaksi antara gugus hidroksi dan molekul pati yang membuat pati menjadi lebih plastis. Dalam kondisi normal, air yang ditambahkan 10-20% dan secara opsional dapat ditambahkan pelarut dan bahan aditif yang lain (Morawietz 2006). Pati termoplastis lebih tahan terhadap deformasi dikarenakan adanya bahan pemlastis dan destrukturisasi granular menyebabkan deformasi hanya akan terjadi di sepanjang matriks dimana tegangan (stress) diberikan, sehingga kerusakan permanen bisa diminimalkan (Ishiaku et al. 2002). Pati termoplastis memiliki keunggulan dalam hal kemudahan proses, morfologi akhir yang lebih baik dan penyebaran partikel yang lebih merata dengan adanya proses destrukturisasi. Namun demikian, pati termoplastis sensitif terhadap air, memungkinkan
12
terjadinya migrasi bahan pemlastis dan rekristalisasi berlebih akan memberikan sifat rapuh (Huneault & Li 2007).
Parameter proses
Parameter formulasi Jenis pati
Kecepatan ulir, laju alir bahan dalam ekstruder
Suhu dan profil ekstruder
Konsentrasi air
Transformasi granula pati menjadi pati termoplastis
Konsentrasi dan jenis plasticizer
Geometri ekstruder
Jenis pelletizer
Konsentrasi dan jenis aditif
Gambar 4 Faktor-Faktor yang berpengaruh dalam pembentukan pati termoplastis (Morawietz 2006). Bahan pemlastis memegang peranan penting dalam pembuatan pati termoplastis. Pemlastis adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan untuk memperlemah kekakuan dari polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer (Julianti & Nurminah 2006). Pada umumnya bahan yang bersifat kaku disebabkan karena suhu transisi gelasnya (Tg) diatas suhu ruang dan struktur molekul bahan yang sangat kristalin (Wade 1991). Efek penambahan pemlastis dapat mengurangi kristalinitas polimer. Namun demikian, adanya bahan pemlastis dapat berpengaruh negatif terhadap sifat mekanis plastik, yakni memberikan sifat soft dan weak (Kalambur & Rizvi 2006). Faktor yang berpengaruh dalam pemilihan bahan pemlastis diantaranya struktur molekul, polaritas, kualitas produk yang diinginkan, sifat dan biaya. Pertimbangan pemilihan pemlastis yang lain adalah faktor penguapan bahan yang berdampak pada keamanan proses, dan stabilitas film selama penguapan.
13
Mekanisme pemlastis dalam meningkatkan fleksibilitas bahan dikarenakan pemlastis yang memiliki bobot molekul rendah dapat menaikkan volume bebas polimer sehingga terbentuk ruangan yang lebih luas untuk meningkatkan gerak segmental yang panjang dari molekul-molekul polimer. Untuk beberapa aplikasi, jumlah pemlastis yang ditambahkan dapat mencapai 50% dari formulasi bahan untuk alasan kompatibilitas (Stevens 2007). Penggunaan pemlastis seperti gliserol lebih unggul karena tidak ada gliserol yang menguap dalam proses dibandingkan dengan dietilena glikol monometil eter (DEGMENT), etilena glikol (EG), dietilena glikol (DEG), trietilena glikol (TEG), tetraetilena glikol. Hal ini disebabkan titik didih gliserol cukup tinggi (290o C) jika dibandingkan dengan DEGMENT, EG, DEG, TEG dan juga tidak ada interaksi antara gliserol dan molekul protein yang ada dalam bahan baku plastik. Gliserol sebaiknya digunakan pada konsentrasi 20% karena jika berlebihan plastik akan lengket. Gliserol cukup sesuai digunakan sebagai pemlastis pada pembuatan plastik berbasis pati. Gambar 5 menunjukkan struktur molekul dari gliserol dan Tabel 3 menyajikan beberapa karakteristik gliserol.
Gambar 5 Struktur molekul gliserol (www.wikipedia.com). Tabel 3 Karakteristik gliserol Rumus Molekul Massa Molar Density Titik leleh Titik Didih Viskositas Sumber: www.wikipedia.com
Sifat C3H5(OH)3 92,09382 g/mol 1,261 g/cm³ 18 °C (64.4°F) 290 °C (554°F) 1,5 Pa·s
Polyethylene (PE) Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan pertimbangan ekonomis dan kegunaannya, yakni plastik komoditi dan plastik teknik. Plastik komoditi pada prinsipnya terdiri dari empat jenis polimer yakni polipropilena
14
( (PP), polietiilena (PE), polivinil p klorrida (PVC) dan d polistireena (PS). Plaastik teknik d dalam aplikaasinya bersaing dengan llogam, keram mik dan gelaas (Stevens 2007). 2 PE dibbuat melaluui polimerisaasi gas etileen, yang daapat diperolleh dengan m memberi gas hidrogen petroleum p paada pemecah han minyak (nafta), gass alam atau a asetilen. Gam mbar 6 menuunjukkan reaaksi polimerrisasi etilen.
n. Gambar G 6 Reaksi polimeerisasi etilenn (Surdia & S Saito 1985). Surdiaa dan Saitoo (1985) menyatakan m bahwa prooses polimeerisasi PE d digolongkan n dalam tekaanan tinggi, medium dan n rendah, yaang akan meenghasilkan t jenis pro tiga oduk yang berbeda, b yaittu: - PE massaa jenis rendaah (LDPE-L Low Density Polyethylenne) dengan massa m jenis 0,910-0,9926 g/cm3 - PE massaa jenis medium (MDPE--Medium Deensity Polyethylene) denngan massa jenis 0,9226-0,940 g/cm3 - PE massaa jenis tingg gi (HDPE- H High Densityy Polyethylenne) dengan massa m jenis 0,941-0,9965 g/cm3 LDPE E dihasilkan dengan caara polimerissasi pada teekanan tingggi, mudah d dikelim dan harganya murah. m Dalam m perdaganggan dikenal dengan nam ma alathon, d dylan dan fortiflex. f Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendaah daripada H HDPE (mod dulus youngg 20.000-30..000 psi, daan kuat tarikk 1200-20000 psi), tapi k karena LDPE memiliki derajat elonngasi yang tiinggi (400-8800%) makaa plastik ini m mempunyai k unntuk putus yang y tinggi. kekuatan teerhadap keruusakan dan ketahanan T Titik lelehnyya berkisar antara a 105-1115oC. HDPE E lebih kakuu dibandingk kan MDPE d LDPE, namun tahaan terhadap suhu tinggii sehingga dapat dan d digunaakan untuk p produk yanng akan disterilisasi. Dalam perddagangan dikenal d den ngan nama a alkahtene, blapol, carag,, fi-fax, hosttalon. n LDPE, MD DPE dan HD DPE, juga dikenal d LLD DPE atau Linear L Low Selain D Density Polyethylene yaitu y kopollimer etilen dengan seejumlah keccil butana, h heksana ataau oktana, sehingga s meempunyai cabang pada rantai utam ma dengan
15
interval (jarak) yang teratur. LLDPE lebih kuat daripada LDPE dengan sifat heat sealing yang juga lebih baik (Julianti & Nurminah 2006). LLDPE memiliki kekuatan tarik, daya impact dan kuat tusuk yang lebih tinggi dibandingkan LDPE. LLDPE digunakan sebagai bahan kemasan, khususnya film untuk kantong dan dalam bentuk lembaran karena kekerasan, fleksibilitas dan sifatnya yang transparan. Selain itu, digunakan pula sebagai penutup kabel, mainan, kontainer, ember dan pipa. Beberapa sifat dasar seperti massa jenis, kristalinitas, titik leleh dan sifat mekanik dari LLDPE, LDPE, MDPE dan HDPE disajikan pada Tabel 4. Gambar 7 menunjukkan pellet LLDPE komersil dan beberapa contoh aplikasi produk LLDPE yang ada di pasar. Tabel 4 Perbandingan sifat LLDPE, LDPE, MDPE dan HDPE Sifat Massa jenis Kristalinitas Titik cair Kekuat tarik Elongasi Kekuatan impak
LLDPE 0,92 35-60 3) 120-160 1) 61-194 2) 500 2) no break 2)
LDPE 0,92 65 105 144 500 42
MDPE 0,93- 0,94 75 118 175 300 21
HDPE 0,95-0,96 85- 95 124-127 245- 335 100 17
Satuan g/cm3 % o C Kgf/cm2 % Izod ditactic
Sumber: Surdia dan Saito (1985) 1) Corneliussen (2002) 2) http://en.wikipedia.org/wiki/Linear_low_density_polyethylene 3) http://blueridgefilms.com/plastic_films.html
(a)
(b)
Gambar 7 (a) Pellet LLDPE komersil dan (b) Contoh aplikasi produk LLDPE (www.packaging. indiabizclub.com). Indonesia saat ini mampu memproduksi LLDPE hingga 750.000 ton per tahun. Kebutuhan dunia terhadap LLDPE cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Konsumen terbesar LLDPE dunia adalah China, Amerika dan
16
Eropa Barat (Borruso 2008). Gambar 8 menegaskan penggunanaan LLDPE yang sangat luas dibandingkan LDPE, MDPE dan HDPE serta kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, khususnya di China pada tahun 1998-2009 (http://www2.amiplastics.com).
Konsumsi (kiloton)
10000 8000 6000 4000 2000 0 1998
2003
2004
2008
2009
Tahun LDPE
LLDPE
HDPE
Gambar 8 Penggunaan dan peningkatan konsumsi LLDPE di China tahun 19982009 (http://www2.amiplastics.com). Surdia dan Saito (1985) menjelaskan sifat-sifat PE secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut: - Hubungan dengan massa jenis Polimerisasi PE yang berbeda akan menghasilkan struktur molekul yang berbeda pula. LDPE memiliki sifat molekul yang tidak mengkristal secara baik tetapi mempunyai banyak cabang. HDPE memiliki cabang yang sedikit dan merupakan rantai lurus, sehingga massa jenisnya besar, mampu mengkristal dengan baik dan memiliki kristalinitas yang tinggi. Kristalinitas yang baik akan mempunyai gaya antar molekul kuat, sehingga memiliki kekuatan mekanik dan titik lunak yang tinggi. - Hubungan dengan berat molekul Material dengan sifat kristalinitas yang sama, akan memiliki karakteristik mekanik dan kemampuan proses berbeda. Kondisi ini akan dipengaruhi oleh berat molekul. Berat molekul kecil akan memiliki sifat mencair lebih baik, namun ketahanan akan zat pelarut dan kekuatannya menurun.
17
- Sifat-sifat listrik PE merupakan senyawa non polar dengan sifat listrik yang baik, sehingga dimanfaatkan sebagai bahan isolasi untuk radar, TV dan berbagai alat komunikasi - Sifat-sifat kimia PE stabil terhadap beberapa sifat kimia kecuali dengan halida dan oksida kuat. PE larut dalam hidrokarbon aromatik dan larutan hidrokarbon terklorinasi diatas suhu 70oC, tetapi tidak ada pelarut yang dapat melarutkan PE secara sempurna pada suhu biasa. - Permeabilitas gas PE sangat sukar ditembus air, tetapi mempunyai permeabilitas cukup tinggi terhadap CO2, pelarut organik, parfum dan sebagainya. HDPE bersifat kurang permeabel dibandingkan LDPE - Kemampuan olah PE mudah diolah dan dapat dicetak dengan penekanan, injeksi, ekstrusi peniupan dan dengan hampa udara, namun penyusutannya cukup tinggi
Compatibilizer Pembuatan plastik membutuhkan bahan aditif untuk memperbaiki sifat-sifat plastik. Bahan-bahan aditif dalam pembuatan plastik ini merupakan bahan dengan berat molekul rendah, yaitu berupa pemlastis, antioksidan, antiblok, antistatis, pelumas, penyerap sinar ultraviolet, bahan pengisi dan penguat. Pencampuran polimer merupakan pencampuran yang kompatibel dari dua atau lebih polimer, baik campuran homogen atau heterogen dalam skala mikroskopis. Kompatibilitas merupakan tingkat keterpaduan dari sebuah campuran. Compatibilizer merupakan senyawa spesifik yang dapat digunakan untuk memadukan polimer yang tidak kompatibel menjadi campuran yang stabil melalui ikatan intermolekuler (Mehta & Jain 2007). Cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kompatibilitas adalah dengan meningkatkan perbandingan campuran polimer sehingga menghasilkan fasa kontinyu yang lebih luas (Fayt et al. 1985).
18
Pati dan polimer hidrokarbon merupakan dua bahan yang tidak dapat bercampur sempurna (immiscible). Proses kompatibilisasi diperlukan untuk campuran pati-polimer hidrokarbon, khususnya pada pencampuran pati dalam jumlah yang tinggi. Penambahan fase minor lebih dari 20 % (b/b) menyebabkan matriks mengalami deformasi menjadi material yang rapuh (Rosa et al. 2004). Dalam proses ini, gugus fungsi yang sudah ada maupun yang baru terbentuk pada pati dan polimer hidrokarbon akan direaksikan untuk membentuk ikatan kovalen antara kedua bahan tersebut. Reaksi ini dapat terjadi dengan penambahan compatibilizer dalam jumlah yang sedikit untuk membentuk sifat yang kompatibel dan membentuk matriks yang bulky (Kalambur & Rizvi 2006). Compatibilizer berperan melalui sebuah proses reaktif, misalnya teknik grafting,
atau
melalui
ikatan
hidrogen
berbasiskan
polaritas
material.
Compatibilizer juga berfungsi seperti surfaktan yang mampu menstabilkan campuran air-minyak dalam satu atau dua komponen utama dalam campuran. Fungsi lain dari compatibilizer dalam campuran polimer adalah memperbaiki adhesivitas antar fasa (Stevens 2007). Prinsip kerja dari compatibilizer merupakan kombinasi dari mekanisme berikut, yakni mengikatkan bahan compatibilizer tersebut pada satu komponen campuran melalui grafting kimiawi dan membentuk polymeric “tail” yang larut dalam komponen lain. Compatibilizer bisa melakukan penetrasi pada kedua fase dari campuran yang immiscible, dengan mengasumsikan segmen A dari blok kopolimer atau grafting identik dengan polimer A dan segmen B identik dengan polimer B. Kondisi ini diduga akan terjadi penetrasi segmen A terhadap polimer A dan segmen B terhadap polimer B. Setelah stabil akan terbentuk daerah penyebaran yang lebih merata karena adanya penurunan energi permukaan. Selain itu, ikatan permukaan akan semakin kuat dengan membentuk ikatan kovalen pada fase-fase yang terpisah (Mehta & Jain 2007) Penggunaan pati sagu termoplastis dan LLDPE sebagai bahan baku plastik berbasis pati membutuhkan compatibilizer untuk menghindari terjadinya tarikan fisik yang lemah sehingga akan menyebabkan sifat fisik polimer yang dihasilkan buruk. Compatibilizer yang pernah diaplikasikan untuk campuran pati dan LDPE adalah asam akrilat (AA) dan maleat anhidrida (MA) (Kalambur & Rizvi 2006).
19
Penambahan MA banyak diaplikasikan secara luas karena harga yang lebih murah, toksisitas rendah dan kemudahan anhidrida dicangkok pada polimer dengan suhu pencairan normal tanpa homopolimerisasi yang signifikan. Penambahan MA bisa dilakukan pada larutan atau saat kondisi pencairan. Reaksi diawali dengan inisiator seperti benzoyl peroxide (BPO) atau dicumyl peroxide (DCP). MA-functionalized polymer komersial bisa disintesis dengan penambahan MA secara langsung pada rantai polimer. Reaksi ini umumnya dilakukan pada kondisi pencairan selama ekstrusi. Maleated polymer bisa bereaksi dengan pati melalui penambahan gugus anhidrida bebas. Reaksi anhidrida dengan pati hidroksil membentuk ester yang tidak menghasilkan air selama reaksi (Kalambur & Rizvi 2006). Campuran pati-LDPE dengan compatibilizer MA mampu meningkatkan kekuatan tarik hingga 2 kali lipat, seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Sifat mekanis campuran pati-LDPE/HDPE dengan maleat anhidrida Material
Kekuatan tarik (MPa) Dengan MA
Tanpa MA
Pati-LDPE 13,7 6,9 Pati-HDPE 22 10 Sumber: Kalambur dan Rizvi (2006)
Elongasi (%)
Fleksibilitas (MPa)
Dengan MA
Tanpa MA
Dengan MA
Tanpa MA
4 5
3 3,2
22 42
13 16,4
Maleat anhidrida memiliki rumus molekul C4H2O3 berbentuk kristal putih. Beberapa sifat-sifat dasar MA disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 9 menyajikan struktur molekul MA. Tabel 6 Sifat dasar maleat anhidrida Rumus molekul Massa molar Wujud Kerapatan Titik leleh Kelarutan dalam air Sumber: www.wikipedia.org
Sifat C4H2O3 98,06 g/mol Kristal putih 1,314 g/cm3 60°C, 333 K, 140°F 40 g/100 ml
20
Gam mbar 9 Strukttur molekul maleat anhiddrida (www.wikipedia.o org). Penelitian pengguunaan compaatibilizer daalam pembuuatan plastikk campuran p dan poliimer sintetis, diantaranya: pati - HDPE dicampur d dengan tapiooka dengann compatibiilizer PE-grraft-maleat anhidridaa (MA) (Sailaja & Chandda 2001) - Campuran LDPE dann tapioka denngan compatibilizer MA A dan AA (H Huang et al. 2005) - LDPE dicampur pati jagung denngan compatiibilizer maleeat anhidridaa (Wang & Liu 2003 ; Kalambur & Rizvi 20006). S Sifat Mekan nik dan Kem mampuan Biodegradas B si Plastik Sifat mekanik m diddefinisikan ssebagai resppon sampel terhadap peembebanan d dan deform masi. Sifat ini merupaakan salah satu sifat yang pentting untuk m mengetahui uatu plastik. Sifat mekanik polimer ditentukan oleh o proses kegunaan su p polimerisasi i, ikatan mollekul, kristallinitas, kerap patan, keadaan polimer dan d adanya i ikatan silangg antar molek kul (Latief 2001). 2 Sifat mekanik m plaastik diantarranya tensiile strength (kuat tarik)), puncture s strength
(k kuat
tusuk)),
elongatiion
(perpannjangan),
e elongation
of
break
( (perpanjanga an putus) dan d elastic atau a young modulus (eelastisitas). Parameterp parameter teersebut dappat menunjuukkan indikaasi integrasii plastik pada kondisi s stress (tekannan) yang teerjadi selamaa proses pem mbentukan pplastik. Menuurut Surdia d Saito (1985), kuat tarik dan pperpanjangann putus merrupakan sifaat mekanik dan d dasar dari su uatu bahan yang y berhubuungan dengaan struktur kiimia plastik.. Stevenns (2007) menyatakan m b bahwa kuat tarik meruppakan ukurann besarnya b beban atau gaya g yang dapat ditahann sebelum suuatu sampel rusak atau putus. p Kuat t tarik diukur dengan mennarik polimeer pada dimeensi yang seeragam. Tegaangan tarik ( adalah gaya yang diaaplikasikan ((F) dibagi deengan luas penampang (σ) p ( (A). Persen
21
pemanjangan (elongation, ε), adalah perubahan panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Pengujian kuat tarik akan menghasilkan kurva tegangan–regangan (stress-strain curve) (Surdia & Saito 1985). Kurva tegangan regangan ditunjukkan pada Gambar 10. Dalam sebuah kurva tegangan regangan, pada mulanya elastisitas tinggi sampai mencapai suatu titik hingga plastik mengalami deformasi. Sebelum titik deformasi, plastik akan memiliki sifat perpanjangan yang masih dapat balik, namun setelah pada titik yield (maksimum) perpanjangan tidak dapat balik (deformasi) hingga pada akhirnya plastik akan patah pada titik break.
Gambar 10 Kurva tegangan regangan (Stevens 2007). Kuat tarik dipengaruhi oleh bahan pemlastis yang ditambahkan dalam proses pembuatan plastik (Latief 2001). Kekuatan tarik suatu bahan timbul sebagai reaksi dari ikatan polimer antara atom-atom atau ikatan sekunder antara rantai polimer terhadap gaya luar yang diberikan (Vlack 1991). Kuat tarik merupakan kemampuan suatu bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimal. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimal yang dapat diterima oleh bahan atau sampel. Nilai kuat tarik yang diukur merupakan puncak grafik tekanan-regangan (Gontard et al. 1993).
22
Pemberian peregangan secara terus menerus akan menekan bahan sehingga terjadi perubahan peregangan. Pada saat tidak mampu lagi menahan gaya tekan, maka akan terjadi cracking, yaitu titik dimana deformasi permanen terjadi. Bahan yang sanggup menahan regangan besar sebelum pecah termasuk sebagai bahan ulet dan liat (Popov 1996). Berdasarkan
kekuatan
tekanan
dan
peregangan,
polimer
dapat
dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu polimer dengan sifat lunak dan lemah, keras dan getas, lunak dan ulet, keras dan kuat serta keras dan ulet, seperti tersaji pada Gambar 11.
Gambar 11 Sifat polimer berdasarkan nilai tegangan dan regangan (Surdia & Saito 1985). Selain sifat mekanik, faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan plastik adalah kemampuan degradasi. Alasan utama membuat plastik berbahan dasar biopolimer adalah sifat alamiahnya yang dapat hancur atau dapat terdegradasi dengan mudah. Pada umumnya setelah sampah plastik dibuang ke tanah, akan mengalami proses penghancuran alami baik melalui proses fotodegradasi (cahaya matahari, katalisa), degradasi kimiawi (air, oksigen), biodegradasi (bakteri, jamur, alga, enzim) atau degradasi mekanik (angin, abrasi). Proses-proses tersebut dapat berlangsung secara tunggal maupun kombinasi (Latief 2001).
23
Kemampuan biodegradasi diartikan sebagai laju kehilangan berat (Rohaeti et al. 2002). Sifat biodegradabilitas dari plastik berbasiskan pati sangat tergantung dari rasio kandungan pati. Semakin besar kandungan pati, maka semakin tinggi tingkat biodegradabilitasnya (Pranamuda 2001). Biodegradasi juga didefinisikan sebagai penurunan sifat-sifat dikarenakan aksi organisme alam seperti bakteri dan fungi yang karena adanya serangan kimia oleh enzim yang dihasilkan oleh organisme sehingga dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer. Biodegradasi merupakan strategi yang penting dalam mengatasi pencemaran lingkungan oleh senyawa kimia berbahaya. Proses biodegradasi akan merubah polutan berbahaya menjadi produk yang tidak berbahaya melalui reaksi enzimatik dengan perantara mikroorganisme, terutama bakteri (Djasmasari 2004). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat biodegradabilitas plastik setelah kontak dengan mikroorganisme, yakni
sifat hidrofobik, bahan aditif,
proses produksi, struktur polimer, morfologi dan berat molekul bahan plastik. Semakin besar bobot molekul suatu bahan semakin rendah biodegradabilitasnya. Selain bobot molekul, bentuk polimer (powder, fiber atau film) juga berpengaruh terhadap biodegradabilitas. Bentuk film memiliki tingkat biodegradabilitas yang paling rendah (Pranamuda 2001). Proses terjadinya biodegradasi plastik pada lingkungan alam dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidasi molekul, menghasilkan polimer dengan berat molekul yang rendah. Proses berikutnya adalah serangan mikroorganisme dan aktivitas enzim intracellular dan extracellular (Latief 2001).
24
METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku plastik, yaitu pati sagu (Metroxylon sp.) hasil pengolahan masyarakat secara tradisional dari daerah Cimahpar, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) komersial, bahan compatibilizer, yaitu maleat anhidrida (MA), serta gliserol dan air (akuades) sebagai bahan pemlastis. Bahan tambahan lain adalah inisiator dikumil peroksida (DCP) yang digunakan pada saat proses penambahan compatibilizer serta bahan-bahan kimia untuk analisa. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa ekstruder simulator dan rheocord mixer (rheomix) 3000 HAAKE dengan kapasitas sampel 200-250 g. Penambahan compatibilizer dalam LLDPE menggunakan alat ekstruder dua ulir, dengan spesifikasi rasio L/D 26, diameter ulir 30 mm dan kecepatan rotor 150 rpm. Rheomix digunakan pada saat pembuatan serta pencampuran pati sagu termoplastis dan LLDPE. Pembuatan spesimen untuk uji kuat tarik dan elongasi menggunakan hydraulic heat press. Berbagai macam alat gelas dan peralatan lain digunakan dalam analisa dan karakterisasi pati sagu. Analisa pengujian plastik campuran menggunakan alat Scanning Electrone Microscopy (SEM) untuk analisa morfologi permukaan, Differential Scanning Calorimeter (DSC) untuk analisa termal, Universal Testing Machine (UTM) untuk pengujian sifat mekanik dan perangkat pengujian biodegradabilitas secara kualitatif dan kuantitatif. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium, diantaranya: 1. Laboratorium Teknologi Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2. Laboratorium Polimer, Laboratorium dan Technical Services – Pertamina, Jakarta 3. Balai Pengkajian Bioteknologi – Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Puspiptek, Tangerang. Penelitian dilaksanakan pada Bulan November 2008 – Juli 2009. 25
Tahapan Penelitian dan Parameter Pengamatan Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap yaitu: 1.
Persiapan bahan a. Pengkondisian awal pati sagu Tahap pertama dilakukan pengkondisian awal pati sagu. Pati yang telah diekstrak dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 50oC selama 8 jam hingga kadar air 10%. Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran hingga diperoleh pati sagu halus berukuran 200 mesh. b. Analisa mutu dan fisiko kimia pati sagu Analisa mutu pati sagu mengikuti SNI 01-3729-1995 yang meliputi kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1999), kadar serat kasar (AOAC, 1995), total asam dan kehalusan. Analisa fisiko kimia pati sagu meliputi bentuk dan ukuran granula pati (metode mikroskop cahaya terpolarisasi), kadar pati (AOAC, 1984), kadar amilosa (AOAC, 1994), kadar protein (AOAC, 1995) dan kadar lemak (AOAC, 1994). Prosedur analisa mutu dan fisiko kimia pati sagu tersaji pada Lampiran 1. c. Penambahan compatibilizer dalam LLDPE Penambahan compatibilizer dalam LLDPE dilakukan dalam ekstruder melalui pencampuran LLDPE dengan 1% compatibilizer maleat anhidrida dan 0,1% inisiator dikumil peroksida (modifikasi metode Shujun et al. 2005). Kondisi proses meliputi suhu 180oC, yakni suhu dimana reaksi maleat terjadi dengan kecepatan rotor 6 rpm. Setelah melalui pemrosesan dalam ekstruder, compatibilized LLDPE (compt.-LLDPE) yang dihasilkan akan dibentuk menjadi pellet melalui alat pelletizer dan dikeringkan pada suhu 90oC selama 45 menit. Proses ini tersaji pada Gambar 12.
26
LLDPE Dikumil peroksida 0,1 % Maleat anhidrida 1% Ekstrusi 1800C, 6 rpm
Pelletizer Pengeringan 90oC, 45 menit
‘Compatibilized LLDPE’
Gambar 12 Diagram alir pembuatan compt.-LLDPE (Modifikasi Shujun et al. 2005). 2.
Pembuatan pati sagu termoplastis dan karakterisasi sifat fisik mekanik Tahap 2 dilakukan pembuatan pati termoplastis. Bahan yang dicampurkan pada pembuatan pati sagu termoplastis meliputi pati sagu alami, gliserol dan akuades yang ditambahkan hingga kadar air pati mencapai 25%. Pada tahap penelitian ini dilakukan kajian penentuan pati termoplastis terbaik yang didasarkan pada sifat fisik mekaniknya. Faktor kajian dilakukan pada konsentrasi gliserol yang ditambahkan yakni 10, 20 dan 30% pada proses pembuatan pati termoplastis. Selanjutnya pati termoplastis yang dihasilkan akan dicampurkan dengan LLDPE yang sudah ditambahkan dengan compatibilizer maleat anhidride (compt.-LLDPE), dengan perbandingan 20:80. Berikutnya dilakukan analisa fisik dan pengujian mekanik sehingga dapat diketahui konsentrasi gliserol yang tepat dalam menghasilkan plastik dengan sifat mekanik terbaik untuk digunakan dalam tahapan penelitian ke-3. Proses pembuatan pati sagu termoplastis sebagai berikut: pencampuran pertama dilakukan antara gliserol dengan akuades selama 5 menit. Kemudian campuran akuades dan gliserol ditambahkan ke dalam pati sagu dan
27
dilakukan pengadukan selama 45 menit hingga terhomogenisasi sempurna. Aging (pemeraman) dilakukan selama 2 minggu agar campuran akuades dan gliserol dapat terserap sempurna ke dalam pati sehingga akan memberikan efek positif terhadap pati termoplastis yang dihasilkan. Selanjutnya campuran akan diproses dalam rheomix selama 8 menit pada suhu 90oC dan kecepatan rotor 100 rpm. Pati termoplastis yang dihasilkan berupa bongkahan dan dilakukan pengecilan ukuran dengan panjang 5 mm, lebar 5 mm dan tebal 2 mm. Pengecilan ukuran pati termoplastis dilakukan agar memiliki dimensi yang sama dengan compt.-LLDPE, sehingga saat dilakukan pencampuran akan lebih mudah dan terhomogenisasi lebih baik. Diagram alir proses pembuatan pati termoplastis tersaji pada Gambar 13.
Akuades
Gliserol 10 ; 20 ; 30 %
Penambahan hingga kadar air pati 25%
pencampuran 5 menit
Campuran gliserol‐akuades Pati Sagu Pencampuran 45 menit
Campuran pati sagu‐gliserol‐akuades
Aging 2 minggu Pencampuran dalam rheomix 900C, 100 rpm, 8 menit Pengecilan ukuran Pati sagu termoplastis
Gambar 13
Diagram alir proses pembuatan pati sagu termoplastis (Modifikasi Zhang et al. 2007). 28
Karakterisasi pati termoplastis dilakukan pada sifat fisik dan mekanik (kuat tarik dan elongasi) sebagai dasar untuk menentukan pati termoplastis terbaik. Sebelum dilakukan pengujian mekanik, pati termoplastis akan dicampurkan pada LLDPE dengan perbandingan 20:80 pada suhu 210oC, kecepatan rotor 100 rpm dengan waktu 2 menit untuk pati termoplastis dengan konsentrasi gliserol 10%, 2,5 menit untuk konsentrasi gliserol 20% dan 3 menit untuk konsentrasi gliserol 30%. Perbedaan lama waktu pencampuran untuk mencapai kesempurnaan homogenisasi. Plastik yang dihasilkan berupa bongkahan yang kemudian dilakukan pengecilan ukuran menjadi 3 x 3 x 3 mm3. Bongkahan pati dan LLDPE yang telah berukuran kecil dibuat slab (lembaran) dengan teknik hydraulic heat press pada suhu 210oC selama 10 menit. Slab tersebut dipotong (punch) untuk mendapatkan specimen dumb bell tipe IV sesuai ASTM D 638 untuk uji kuat tarik dan elongasi. Spesimen plastik selanjutnya dikondisikan dalam ruang dengan suhu 23oC dengan kelembaban relatif (RH) 45-50% selama 24 jam untuk kemudian dilakukan pengujian kuat tarik dan elongasi. 3.
Pembuatan plastik melalui pencampuran pati sagu termoplastis dan compt.LLDPE. Pencampuran antara pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE dilakukan pada alat rheocord mixer (rheomix) 3000 HAAKE. pati sagu termoplastis yang dicampurkan menggunakan komposisi terbaik dari hasil penelitian tahap ke-2. Perbandingan pati sagu termoplastis dan LLDPE terdiri dari tiga komposisi, yakni 20:80; 40:60; 60:40. Kondisi proses pencampuran dilakukan pada suhu 210oC dengan kecepatan rotor 100 rpm selama 3 menit. Diagram alir proses pembuatan plastik dengan campuran pati sagu termoplastis dan LLDPE disajikan pada Gambar 14.
29
Pati Sagu Termoplastis
Compt.‐LLDPE
Pencampuran pati termoplastis dan compt‐LLDPE (20:80; 40:60; 60:40) dalam rheomix 2100C, 100 rpm, 3 menit
Bongkahan Plastik
Pengecilan ukuran
Plastik
Gambar 14 Diagram alir pembuatan plastik (Modifikasi Huneault dan Li 2007). 4.
Karakterisasi plastik meliputi sifat mekanik, termal, biodegradabilitas dan morfologi. Penelitian tahap ke-4 adalah menganalisa plastik yang dihasilkan dari tahap penelitian ke-3. Prosedur analisa plastik tersaji pada Lampiran 2. Analisa yang dilakukan meliputi : - Analisa sifat mekanik (ASTM D 638) dengan menggunakan Universal Testing Machine untuk mengetahui : a. Kuat tarik (tensile strength) b. Elongasi (elongation) - Analisa Termal (ASTM D 3418) dengan menggunakan DSC (Differential Scanning Calorimeter) untuk mengetahui : a. Suhu transisi gelas (Glass Transition Temperature, Tg) b. Titik leleh (Melting Point, Tm) c. Jumlah kalor (Q) dan kalor jenis (c)
30
- Analisa biodegradabilitas plastik (ASTM G-21-70) a. Metode kualitatif melalui penanaman lembaran plastik pada media agar yang ditumbuhkan spora mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan adalah mikroorganisme yang umum berada dalam tanah, yakni Penicillium sp. dan Aspergillus niger. Dalam metode ini, sampel plastik berbentuk lembaran tipis berukuran 3x3 cm2 ditempatkan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan diinokulasikan dengan kapang Penicillium sp. dan Aspergillus niger. Sampel diinkubasi pada suhu 29±1oC selama 1 minggu. Pertumbuhan kapang pada sampel plastik mengikuti ranking berikut : 0 : tidak ada pertumbuhan koloni 1 : kurang dari 10% permukaan sampel tertutup koloni 2 : 10-30% permukaan sampel tertutup koloni 3 : 30-60% permukaan sampel tertutup koloni 4 : 60-100% permukaan sampel tertutup koloni b. Metode kuantitatif melalui uji enzimatis dengan α-amilase. Pengujian biodegradabilitas
plastik
secara
kuantitatif
dilakukan
dengan
mereaksikan sampel plastik berbentuk lembaran tipis berbobot 10 mg dengan 1 ml enzim α-amilase (26.087,09 IU) dalam 9 ml buffer phosphate pH 7. Inkubasi dilakukan selama 17 jam pada shaker 150 rpm. Cairan yang diperoleh dilakukan pengujian gula reduksi dengan metode dinitrosolisilat (DNS) (Apriantono et al. 1989). -
Analisa morfologi (ASTM E 2015) : SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk menganalisa morfologi permukaan plastik dan homogenitas pencampuran.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan dalam pembuatan plastik dengan bahan baku campuran pati sagu termoplastis dan LLDPE sebagai berikut menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu komposisi perbandingan pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE (α), yang terdiri dari 3 taraf dan masingmasing dilakukan 2 ulangan.
31
Tiga taraf tersebut yaitu: α 1 = pati sagu termoplastis:compt.-LLDPE = 20:80 α 2 = pati sagu termoplastis:compt.-LLDPE = 40:60 α 3 = pati sagu termoplastis:compt.-LLDPE = 60:40 Model umum rancangan percobaan sebagai berikut:
Yij = μ + τi + εij Yij =
Nilai pengamatan pada perlakuan perbandingan pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE taraf ke-i dan ulangan ke-j
μ
=
Rataan umum
τi =
Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
εij =
Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
i
i1 = Komposisi pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE 20:80
=
i2 = Komposisi pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE 40:60 i3 = Komposisi pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE 60:40 j
=
ulangan 1 dan ulangan 2
32
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Pati Sagu Pati merupakan bahan cadangan karbohidrat alami yang diakumulasikan oleh tanaman berklorofil dalam bentuk granula. Pati disusun oleh molekul polisakarida linier (amilosa) dan molekul bercabang (amilopektin). Polimer alami yang bersifat dapat diperbaharui dan murah menyebabkan pati banyak ditambahkan ke dalam polimer sintetik untuk menjadikan polimer lebih mudah terdegradasi dan mengurangi biaya produksi pada produk akhir. Namun demikian, perbedaan sifat antara pati dan polimer sintetis membutuhkan adanya perlakuan khusus agar keduanya dapat bercampur dengan sempurna. Karakterisasi pati sagu dilakukan untuk mengetahui kondisi awal pati sagu sebelum dilakukan proses pencampuran dengan compatibilized Linier Low Density Polyethylene (compt.-LLDPE). Karakterisasi pati sagu meliputi analisis mutu dan sifat fisiko kimia. Analisis mutu mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3729-1995 tentang standar mutu pati sagu. Hasil analisis karakteristik pati sagu tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik pati sagu Standar mutu Kadar air (% bb) Kadar abu (% bk) Kadar serat kasar (% bk) Total asam (ml NaOH 0,1 N/g bahan) Kehalusan / Lolos saringan 100 mesh (%) Sifat Fisiko-kimia Bentuk granula Ukuran granula pati (μm) Kadar pati (% bk) Rasio amilosa (%) Kadar lemak (% bk) Kadar protein (% bk)
Persyaratan1 Maks. 13 Maks. 0,5 Maks. 0,1 Maks. 4
Data2 10,47 0,08 0,32 0,61
Pustaka3 14,08 0,20 1,06 1,57
Min. 95
100
47,70
Oval 9,4-91,5 88,80 30,95 0,0088 0,31
Oval 41,7-75,2 96,12 26,19 0,51 1,82
Pustaka4
82,35 29,52 0,07 0,12
SNI 01-3729-1995 tentang standar mutu pati sagu 2) Data penelitian dari 3 kali ulangan 3) Yuliasih (2008) 4) Limbongan (2007) 1)
33
Hasil analisis mutu pati sagu menunjukkan bahwa pati sagu yang digunakan dalam penelitian ini dalam kondisi yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan, yakni kadar air, abu, total asam dan kehalusan. Mutu pati sagu sangat bergantung pada jenis sagu yang digunakan dan proses pengolahan. Selain itu, mutu pati sagu yang dipersyaratkan akan memiliki perbedaan khusus yang bergantung pada kebutuhan produk yang akan diaplikasikan, misalnya untuk produk pangan atau non pangan. Dalam penelitian ini, pati akan digunakan sebagai bahan campuran plastik. Pengendalian mutu bahan dilakukan melalui pengkondisian awal terhadap kadar air dan tingkat kehalusan, dimana kedua faktor ini akan berpengaruh signifikan terhadap sifat mekanik plastik yang dihasilkan. Kadar air yang ada pada sagu dalam penelitian ini yaitu 10,47% (bb). Kadar air merupakan jumlah kandungan air yang terdapat dalam bahan dan dinyatakan dalam persen dari berat bahan. Kadar air ditentukan pada tahapan proses pengeringan dan penyimpanan. Proses pengeringan sagu yang dilakukan pada pengrajin umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Dalam penelitian ini, pengeringan dilakukan di oven untuk lebih mengontrol kadar air yang ada dalam sagu. Secara umum kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur dan bau asam. Jika dikaitkan dengan pati yang akan ditambahkan pada polimer plastik, kadar air yang berlebihan akan menyebabkan pati teraglomerasi dan memberikan efek negatif terhadap interaksi interfasial antara pati dengan polimer. Demikian pula kadar air yang sangat rendah akan mengurangi aglomerasi granula pati selama proses pencampuran plastik yang dapat menurunkan sifat mekanik plastik yang dihasilkan. Selain itu, pada pembuatan pati termoplastis, air yang berlebih akan memunculkan gelembung dalam campuran polimer yang dihasilkan. Gelembung ini tidak hanya mempengaruhi estetika tapi juga mengurangi sifat mekanis (Favis 2005). Kandungan abu menunjukkan banyaknya mineral yang tersisa setelah bahan dipijarkan dan dinyatakan dalam persen berat bahan. Kadar abu dari sagu dalam penelitian ini cukup rendah yaitu 0,08% (bk). Abu merupakan bahan anorganik yang keberadaannya dipengaruhi oleh jenis sagu, tempat sagu tumbuh dan pengaruh lingkungan tanah dan air yang digunakan saat proses ekstraksi.
34
Kadar serat sagu dalam penelitian ini adalah 0,32% (bk) melebihi dari standar mutu yang mempersyaratkan serat maksimal sebanyak 0,1%. Tingginya serat dalam pati sagu dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati yang kurang sempurna, khususnya pada saat pemarutan dan penyaringan ampas sagu. Serat kasar dalam pati sagu berasal dari komponen selulosa batang pohon sagu yang terikut pada saat proses pengolahan. Namun demikian, serat dalam pati yang akan dicampurkan pada pembuatan plastik tidak memberikan pengaruh negatif dan justru dapat meningkatkan sifat mekanik pada plastik campuran. Serat merupakan polimer linier dengan struktur yang teratur, panjang dan tidak bercabang sehingga memiliki gaya dispersi yang maksimum. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat mekaniknya.
Bahkan, salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi
kelemahan pati termoplastis akan sifatnya yang rapuh adalah dengan cara menambahkan serat dan material organik lainnya (Corradini et al. 2007). Dengan demikian, nilai serat pati yang melebihi standar justru menjadi keuntungan dalam proses ini. Total asam pati sagu masih masuk dalam standar kurang dari 4 ml NaOH 0,1 N/g pati, yaitu 0,61 ml NaOH 0,1 N/g pati. Nilai total asam merupakan parameter yang dapat menunjukkan tingkat kerusakan. Penurunan kualitas dan terjadinya kerusakan dapat terjadi karena adanya air yang berlebihan terutama selama masa penyimpanan sehingga terbentuk bau dan memicu tumbuhnya mikroorganisme. Adanya air akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis pati baik secara enzimatis maupun fisik menjadi molekul-molekul gula. Hidrolisis gula lebih lanjut akan menghasilkan senyawa asam. Pati sagu berbentuk bubuk dengan ukuran tertentu. Pada umumnya pati sagu yang diproses secara tradisional memiliki ukuran bubuk yang tidak seragam. Pati sagu di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan jumlah yang lolos saringan 80 mesh relatif kecil yakni kurang dari 50% (Yuliasih 2008). Dalam penelitian ini, bubuk pati dilakukan pengecilan ukuran hingga 200 mesh agar pencampuran dengan polimer sintetis bisa lebih baik. Semakin kecil ukuran partikel akan mampu meningkatkan dispersitas dan homogenitas campuran. Pengecilan ukuran 200 mesh akan menghasilkan partikel berukuran 0,101 cm atau 1010µm.
35
Sifat fisiko kimia pati sagu dipengaruhi oleh varietas sagu dan tempat tumbuh karena terkait dengan komponen-komponen penyusunnya. Sifat fisik pati sagu dapat dijelaskan melalui bentuk dan ukuran granula pati. Bentuk granula pati sagu adalah oval dengan ukuran granula relatif besar yakni diameter berkisar antara 9,4-91,5 μm seperti digambarkan pada Lampiran 3. Ukuran granula yang besar akan mempengaruhi pengembangan granula pati. Hal ini dikarenakan granula pati yang besar menunjukkan ketahanan yang lebih baik terhadap perlakuan panas dan air dibandingkan granula yang lebih kecil. Namun demikian, ukuran granula pati yang besar akan berpengaruh negatif terhadap tingkat biodegradabilitas dan sifat mekanik pada plastik yang ditambahkan pati. Nikazar et al. (2005) menyatakan bahwa ukuran granula pati yang kecil akan meningkatkan kemampuan biodegradasi plastik campuran. Wang dan Liu (2002) melaporkan bahwa Sifat fisik film campuran pati-PE dengan menggunakan pati jagung berdiameter rata-rata 2μm, memiliki tingkat elongasi yang baik. Demikian pula dengan plastik yang dicampur dengan pati beras dengan diameter granula yang kecil menghasilkan plastik dengan sifat kuat tarik yang lebih baik dibandingkan dengan pati dengan diameter granula yang besar. Kadar pati sagu dalam penelitian ini adalah 88,80% (bk). Sifat kimia pati sagu menggambarkan komponen-komponen penyusun pati. Secara kimia, pati terdiri dari komponen mayor dan minor. Komponen mayor adalah amilosa dan amilopektin, sedangkan komponen minor seperti lemak, protein dan serat. Meskipun dalam jumlah kecil, komponen minor memberikan pengaruh penting terhadap sifat fungsional pati. Rasio amilosa sagu yang digunakan dalam penelitian ini cukup tinggi hingga mencapai 30,95%. Amilosa memiliki kecenderungan membentuk film yang kuat dibandingkan amilopektin (Thomas & Atwell 1999). Dalam pustaka lain dinyatakan aplikasi yang membutuhkan viskositas, stabilitas dan kekuatan mengental yang baik, digunakan pati dengan kandungan amilopektin tinggi, sedangkan untuk membentuk film dan gel yang kuat, digunakan pati dengan kandungan amilosa tinggi. Ciri film amilosa yaitu isotrop, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbahaya, buram dan absorbabel. Film amilosa tahan terhadap beberapa pelarut, minyak pelumas dan sangat tidak tembus oksigen
36
(Wolf et al. 1951). Hal ini ditegaskan kembali oleh Nikazar et al. (2005) yang menyatakan bahwa rasio amilosa dan amilopektin pada pati akan berpengaruh pada sifat fisik campuran pati-PE. Kadar protein pati sagu dalam penelitian ini adalah 0,31% (bk). Protein dalam pati sagu juga berpengaruh terhadap pencampuran dengan polimer sintetis. Hasil penelitian Wang dan Liu (2002) menyatakan bahwa adanya penghilangan protein pada pati beras menyebabkan dispersi pati lebih meningkat. Adanya protein dalam pati beras meningkatkan interaksi antar granula pati, sehingga menghalangi penyebaran pati yang dicampurkan kedalam matrik LDPE. Kadar lemak sagu dalam penelitian ini sangat rendah yaitu 0,0088% (bk). Adanya lemak dalam pati akan menghambat granula pati untuk mengikat air. Lemak akan membentuk lapisan yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Hasil karakterisasi pati sagu menunjukkan bahwa pati sagu dalam penelitian ini telah memenuhi standar mutu dan berdasarkan sifat fisiko kimia menunjukkan hasil yang baik sebagai bahan baku pembuatan pati sagu termoplastis untuk selanjutnya dicampurkan dengan polimer sintetis. Hal ini terutama dikaitkan dengan beberapa karakteristik pati yang berpengaruh signifikan dalam proses pencampuran dengan polimer sintetis, yaitu kadar air, amilosa, serat, bentuk dan ukuran granula pati, protein serta tingkat kehalusan. Pembuatan Pati Sagu Termoplastis Pati yang mengalami perlakuan panas disertai gesekan pada kisaran suhu 90-180oC dengan tambahan plasticizer seperti gliserol, akan bertransformasi membentuk molten plastic atau disebut thermoplastic starch (pati termoplastis) (Corradini et al. 2007). Selama proses termoplastisasi, air akan masuk dalam pati dan bahan pemlastis akan berperan sangat penting, yaitu membentuk ikatan hidrogen dengan pati, sehingga terjadi reaksi antara gugus hidroksil dan molekul pati yang membuat pati menjadi lebih plastis (Kalambur & Rizvi 2006). Pati termoplastis disebut juga sebagai plasticized starch, dimana pati diproses dengan kadar air rendah dan tingkat destrukturisasi yang tinggi, seperti diilustrasikan pada Gambar 15.
37
Kadarr air
Roti d dan makanan
Reinfo orced plastiic
Pati tergelatinisasi P Pati mengembang
Pati termoplasttis Pati terdestruk‐ turisasi
Tingkat deestrukturisasi
Gambaar 15 Peng garuh kadar air dan tinggkat destruktturisasi padaa pati sagu termooplastis (ww ww.biodeg.neet). Fenom mena yang teerjadi pada suhu s dan gessekan yang tinggi t dengaan kadar air y yang rendaah, menyebabkan pati terdestruktturisasi, plaastis, leleh dan juga m mengalami d depolimerisa asi. Tergangggunya granu ula pati mennyebabkan trransformasi g granula yan ng bersifat semi kristaalin menjadii amorf denngan rusaknnya ikatan h hidrogen an ntara makrom molekul. Prooses ini dappat berlangssung satu maupun m dua t tahap. Proses satu tahhap dilakukkan dalam ekstruder ddua ulir, diimana pati d diumpankan n dan diseppanjang barrrel, air sertta bahan peemlastis dittambahkan. P Proses dua tahap, dilakuukan dengan pencampuraan fisik terleebih dahulu agar a terjadi d difusi bahann pemlastis ke dalam granula. g Baahan pemlasstis ini akann membuat g granula patii mengembang. Berikuutnya campuuran akan diproses d daalam mixer d dengan suhu u dan kecepaatan tinggi. Nilai yang y dapat diamati d selam ma proses peencampuran dalam rheoomix adalah n nilai torque yang dibuttuhkan olehh ulir untuk mencampuur seluruh bahan b yang b berada didaalamnya. Niilai torque m menunjukkaan energi yaang dibutuh hkan untuk p proses penccampuran paati, air dan gliserol sebbagai fungsii waktu penncampuran. K Kurva torquue selama proses p plastisasi mempeerlihatkan peeningkatan maksimum m p pada tahap awal prosess. Setelah kkondisi penccampuran teercapai akan n diperoleh n nilai torque yang stabil. Gambar 16 merupakan torque pati sagu termopplastis pada gliserol yanng berbeda, yakni 10, 20 k konsentrasi 2 dan 30%. Seperti tam mpak pada G Gambar 16 waktu penccampuran seelama 8 men nit menunjukkkan nilai toorque yang c cenderung s stabil. Nilai torque yangg flat setelahh sebelumnyya terjadi peningkatan m mengindikas sikan bahwaa proses plaastisasi gliseerol telah teerjadi dan bahan b telah 38
bercampur sempurna. Jika lama waktu pencampuran semakin ditingkatkan, torque dapat menurun yang mengindikasikan bahan mengalami degradasi dan dapat pula teradi peningkatan torque jika terjadi cross linking atau hilangnya bahan pemlastis (Corradini et al. 2007). Kurva torque dari hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa peningkatan gliserol menurunkan nilai torque seperti tampak pada Gambar 16. Hal ini dikarenakan adanya gliserol yang mempermudah proses pencampuran sehingga energi yang dibutuhkan ulir untuk menghomogenkan semua bahan menjadi menjadi lebih rendah. Viskositas campuran yang terdiri dari bahan pemlastis dengan berat molekul rendah, akan menurun seiring dengan peningkatan jumlah bahan pemlastis (Favis et al. 2005).
Gambar 16.
Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap nilai torque pati sagu terrmoplastis.
Struktur morfologi dengan uji mikroskopik pati sagu termoplastis ditunjukkan pada Gambar 17. Dari hasil pengujian tampak bahwa dengan penggunaan suhu 90o C, kecepatan rotor 100 rpm dan lama pencampuran 8 menit memperlihatkan bahwa bentuk granula pati masih utuh dan memiliki sifat birefringent, namun terjadi pengembangan ukuran granula pati yang berbeda dengan ukuran granula pati awal dan tampak dari semakin pudarnya cahaya birefringent. Pengembangan pati terjadi dikarenakan adanya difusi bahan pemlastis ke dalam granula. Bahan pemlastis ini akan membuat granula pati
39
mengembang. Rendahnya kadar lemak dalam pati sagu ini memberikan efek yang positif karena tidak ada yang menghalagi absorbsi air dan gliserol oleh granula pati.
Mikroskop cahaya terpolarisasi
Mikroskop cahaya
Pati alami sagu Gliserol 10%
Gliserol 20%
Pati sagu termoplastis
Gliserol 30%
Gambar 17
Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap morfologi pati sagu termoplastis (Perbesaran 200x).
Granula pati yang utuh, tidak pecah dan sifat birefringent yang masih terlihat menunjukkan bahwa pati masih memiliki sifat kristalin. Namun demikian, jika dibandingkan dengan pati alami, pati termoplastis mengalami penurunan sifat kristalin. Adanya bahan pemlastis menurunkan sifat kristalinitas dan kekakuan polimer pati. Hal ini sebagai akibat dari menurunnya ikatan hidrogen antara makromolekul dan meningkatnya volume bebas polimer sehingga terbentuk
40
ruangan yang lebih luas untuk meningkatkan gerak segmental yang panjang dari molekul-molekul polimer. Kristalinitas yang semakin rendah menyebabkan pati termoplastis lebih mudah untuk dicetak ataupun dibentuk. Dalam tahapan proses ini, struktur granula pati yang pecah tidak diharapkan. Pecahnya granula pati akan menyebabkan terjadinya rekristalisasi saat dilakukan pemanasan kedua, yakni pada waktu pencampuran dengan polimer sintetis. Rekristalisasi berulang akan menyebabkan plastik bersifat rapuh. Suhu pencampuran yang tidak terlalu tinggi juga dipersyaratkan untuk mencegah terjadinya kerusakan pati selama proses. Pati termoplastis ini nantinya akan dicampur dengan polimer sintetis yang artinya akan kembali mendapatkan perlakuan panas (pemanasan berulang). Dengan demikian kontak panas diawal perlu dijaga agar tidak merusak struktur pati. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan hilangnya gliserol, karenanya suhu proses dijaga dibawah titik uap gliserol. Gliserol dibutuhkan sebagai bahan pemlastis dan lubrikan saat pencampuran dengan polimer sintetis (Corradini et al. 2007). Gambar 17 juga memperlihatkan bahwa gelatinisasi tidak terjadi dalam proses ini, meskipun suhu yang digunakan melebihi suhu gelatinisasi pati sagu. Proses gelatinisasi mempersyaratkan suhu tinggi dan jumlah air berlebih. Suhu gelatinisasi pati sagu terjadi pada kisaran 69,4-70,1oC (Ahmad et al. 1999), namun kadar air dalam proses ini hanya 25% dan berfungsi sebagai bahan pemlastis serta lubrikan, bukan sebagai moisture content. Air merupakan plasticizer, namun bersifat volatil yang berkaitan dengan kesetimbangan, yaitu sorbsi dan desorbsi dengan lingkungan. Dengan demikian, fenomena yang terjadi dalam proses ini adalah terjadinya destrukturisai, plastisasi, pelelehan dan depolimerisasi. Gelatinisasi pati yang tidak terjadi pada suhu 90oC dapat pula dikaitkan dengan ukuran granula pati sagu yang besar, yakni 9,4-91,5µm. Ukuran granula pati besar menyebabkan granula pati memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap perlakuan panas dibandingkan granula yang lebih kecil. Selain itu, tidak terjadinya gelatinisasi dalam proses ini juga dapat dikaitkan dengan sifat termal pati sagu termoplastis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan
41
gliserol meningkatkan suhu transisi gelas dan titik leleh pati sagu termoplastis, seperti tampak pada Tabel 8 dan Gambar 18. Tabel 8
Pengaruh gliserol terhadap suhu transisi gelas, titik leleh dan jumlah kalor pati sagu termoplastis
Konsentrasi gliserol dalam pati sagu termoplastis (%)
Suhu transisi gelas (oC)
Kebutuhan kalor pada suhu transisi gelas (mJ)
Titik leleh (oC)
Kebutuhan kalor pada titik leleh (mJ)
Kalor jenis (mJ/deg.mg)
10 20 30
36,6 36,6 38,9
5,608843 7,869861 3,947492
91,3 95,7 120,7
8,382615 12,70789 8,300895
0,015897 0,022492 0,011351
Kenaikan suhu transisi gelas dan titik leleh meningkat signifikan pada pati sagu termoplastis dengan konsentrasi gliserol 30%. Penurunan kristalinitas pada pati termoplastis bukan berarti menyebabkan hilangnya sifat kristalin pati. Oleh karena itu, sifat kristalin yang belum hilang dengan penambahan gliserol pada suhu 90oC, menyebabkan suhu yang dibutuhkan menjadi lebih tinggi untuk bisa merubah sifat kristalin menjadi amorf maupun untuk merubah struktur pati dari padatan menjadi bisa meleleh. Hal ini dipertegas pula dengan uji mikroskopik pada Gambar 17, dimana pati sagu termoplastis dengan konsentrasi 30% memperlihatkan sifat birefringent yang lebih tegas dan jelas.
Gambar 18 Termogram pati sagu termoplastis (PST). 42
Suhu transisi gelas merupakan suhu dimana terjadi perubahan sifat bahan yang semula padat seperti gelas, menjadi lunak seperti karet. Penentuan suhu transisi gelas ditentukan melalui interpolasi saat terjadi reaksi endotermis pertama kali dimana bahan mulai menyerap panas hingga terjadi pelepasan kalor ke lingkungan. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur bahan. Seiring dengan peningkatan suhu, bahan akan mengalami perubahan sifat hingga mampu meleleh atau berubah dari padat menjadi cair. Suhu dimana kondisi ini terjadi dinamakan titik leleh. Titik leleh ditandai dengan peristiwa eksotermis, yakni saat bahan tidak mampu lagi menyerap panas dan justru melepaskannya ke lingkungan. Dalam termogram Differential Scanning Calorimeter (DSC) (Gambar 18), nilai titik leleh ditentukan pada titik lembah yang paling curam. Luasan area dalam termogram DSC seperti ditunjukkan dalam Gambar 18, selain menginformasikan suhu transisi gelas dan titik leleh juga berkaitan langsung dengan perubahan entalpi, sehingga dapat dipakai untuk pengukuran kapasitas kalor, kalor jenis, entalpi reaksi dan sebagainya (Stevens 2007). Dalam tahapan penelitian ini, kalor jenis (c) dan jumlah kalor (Q) juga dilakukan pengukuran untuk mengetahui kebutuhan energi yang diperlukan. Kalor jenis didefinisikan sebagai jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 g zat sebesar 1oC. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa peningkatan gliserol hingga 20% dalam pati sagu termoplastis menunjukkan terjadinya peningkatan kalor jenis, namun pada konsentrasi gliserol 30% kalor jenis mengalami penurunan (Tabel 8). Artinya, adanya gliserol dalam pati termoplastis dapat meningkatkan kalor jenis, namun peningkatan gliserol hingga batasan tertentu, dalam hal ini 30%, justru menurunkan kalor jenis bahan. Kebutuhan energi atau kalor (Q) yang diperlukan untuk mencapai suhu transisi gelas dan titik leleh dapat pula ditentukan berdasarkan nilai massa bahan (m), kalor jenis (c) dan perubahan suhu (ΔT). Dari hasil perhitungan diketahui bahwa kalor yang dibutuhkan untuk mencapai transisi gelas maupun titik leleh juga mengalami peningkatan hingga 20% dan kebutuhan kalor menurun pada pada pati sagu termoplastis dengan konsentrasi gliserol 30%. Nilai-nilai tersebut akan terkait dengan energi yang dibutuhkan dalam pemrosesan bahan untuk
43
mencapai suhu transisi gelas dan titik leleh. Semakin tinggi kalor jenis, maka kebutuhan energi yang diperlukan juga akan meningkat. Nilai kalor yang rendah akan lebih efisien dari segi energi dan biaya yang dibutuhkan. Pati sagu termoplastis yang dihasilkan dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 19. Pati sagu termoplastis dengan konsentrasi gliserol 10% memiliki sifat yang keras, kaku dan rapuh, sedangkan pada konsentrasi gliserol 20%, pati sagu termoplastis cenderung lebih kuat dan hampir tidak ditemukan bagian yang robek sama sekali. Pada konsentrasi 30%, pati sagu termoplastis yang dihasilkan bersifat soft dan weak. Bahan pemlastis memegang peranan penting dalam pembuatan pati termoplastis. Bahan pemlastis dapat berpengaruh negatif terhadap sifat mekanis plastik, yakni jika berlebihan justru akan memberikan sifat soft dan weak, namun pati yang tidak ditambahkan bahan pemlastis akan bersifat rapuh dan getas (Kalambur & Rizvi 2006). Dengan demikian, pada kadar air pati sagu 25%, penambahan gliserol sebanyak 20% merupakan konsentrasi yang tepat dan mampu menghasilkan pati sagu termoplastis yang tidak rapuh serta tidak lemah. Tingginya kadar serat (0,32%) dan kadar amilosa (30,95%) pati sagu juga berkontribusi positif terhadap sifat fisik mekanik pati sagu termoplastis yang dihasilkan.
Gliserol 10%
Gambar 19
Gliserol 20%
Gliserol 30%
Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap sifat fisik lembaran pati sagu termoplastis.
Pemilihan pati sagu termoplastis terbaik yang akan digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya, selain didasarkan pada hasil pengamatan sifat fisik seperti tersaji pada Gambar 19, juga mengacu pada sifat mekanik, yakni kuat tarik dan elongasi. Untuk mendapatkan nilai kuat tarik dan elongasi, pati sagu termoplastis akan dicampur compt-LLDPE dengan perbandingan 20:80. 44
Hasil analisis mekanik pati sagu termoplastis, yakni nilai kuat tarik dan elongasi plastik tersaji pada Gambar 20 dan Lampiran 4. Dari gambar tersebut diketahui bahwa kuat tarik tertinggi adalah plastik campuran dengan konsentrasi gliserol pati sagu termoplastis sebesar 20%, yang menunjukkan kuat tarik 101,5 kgf/cm2, sedangkan pada konsentrasi gliserol 30% justru mengalami penurunan kuat tarik menjadi 100 kgf/cm2. Bahan pemlastis ditambahkan untuk memperlemah kekakuan dari polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer (Julianti & Nurminah 2006). Penambahan gliserol yang
120
20
100
17 14
80
11
60
8
40
5
20
Elongasi (%)
Kuat Tarik (kgf/cm²)
berlebihan akan melemahkan plastik yang dihasilkan. (Kalambur & Rizvi 2006).
2
0
‐1 10
20
30
Konsentrasi Gliserol (%) Kuat tarik (kgf/cm²)
Elongasi (%)
Gambar 20 Pengaruh gliserol terhadap sifat mekanik pati sagu termoplastis. Lourdin et al. (1997) menyatakan bahwa konsentrasi bahan pemlastis dalam jumlah kecil menunjukkan efek antiplastisasi. Dengan adanya interaksi yang kuat antara bahan pemlastis dan pati, ikatan hidrogen muncul dan akan meningkatkan kekuatan bahan (material reinforcement). Pada konsentrasi bahan pemlastis yang lebih tinggi, interaksi antar bahan pemlastis terjadi, diikuti dengan pengembangan pati dan efek plastisasi. Sifat elongasi mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Elongasi pada pati sagu termoplastis dengan kandungan gliserol 30% tertinggi, namun nilainya tidak meningkat drastis jika dibandingkan dengan nilai elongasi pada konsentrasi gliserol 20%. Peningkatan elongasi terjadi dari 12,5% menjadi 15%. Hal ini berbeda dengan peningkatan elongasi pati termoplastis dengan konsentrasi gliserol 10% menjadi 20% yang cukup signifikan 45
yakni dari 3% menjadi 12,5%, seperti ditunjukkan pada Gambar 20.
Bahan
pemlastis, dalam hal ini gliserol mampu meningkatkan fleksibilitas bahan dikarenakan pemlastis yang memiliki bobot molekul rendah dapat menaikkan volume bebas polimer sehingga terbentuk ruangan yang lebih luas untuk meningkatkan gerak segmental yang panjang
dari molekul-molekul polimer.
Selain itu, titik didih gliserol yang tinggi, polar dan bersifat non volatil juga memberikan keuntungan dalam proses ini. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian yang telah dilakukan, baik sifat fisik, mekanik dan data pendukung dari nilai torque, uji mikroskopik dan sifat termal, maka pati sagu termoplastis yang akan digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya adalah pati sagu termoplastis dengan konsentrasi gliserol 20%. Pemilihan pati sagu termoplastis 20% juga memperhatikan efisiensi bahan baku, energi dan biaya produksi, hal ini dikarenakan konsentrasi gliserol juga akan berpengaruh terhadap lama pencampuran dalam rheomix. Semakin tinggi konsentrasi gliserol, waktu pencampuran semakin lama. Artinya kebutuhan energi dan biaya produksi juga akan meningkat. Pencampuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE Kelemahan pati termoplastis yang utama adalah lemahnya sifat mekanik dan higroskopis. Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini adalah melakukan pencampuran dengan polimer sintetis. Penambahan pati terhadap polimer sintetis juga akan memperbaiki kemampuan degradasi. Selain itu, pencampuran dua material ini juga dinilai sebagai jalan tengah untuk menghasilkan biodegradable plastic dengan biaya yang rendah. Dengan demikian faktor lingkungan dan ekonomi keduanya dapat tercapai. Plastik yang menggunakan biodegradable polymer sepenuhnya sebagai bahan baku menuntut biaya yang tinggi dalam pembuatannya, sehingga produk plastik jenis ini hanya diperuntukkan untuk kebutuhan yang lux, seperti dalam dunia kedokteran. Untuk kebutuhan sehari-hari dengan umur pakai yang singkat (sekali pakai atau dapat langsung dibuang) seperti kemasan, maka dibutuhkan plastik dengan biaya yang terjangkau, dengan tetap memperhatikan sifat mekanis dan kemampuan degradasinya.
46
Tahap ketiga dari penelitian ini adalah pencampuran pati sagu termoplastis dengan compt.-LLDPE pada tiga komposisi, yaitu 20:80 ; 40:60 ; 60:40. Pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE yang digunakan dalam tahapan penelitian ini tersaji pada Gambar 21.
a
b
Gambar 21 (a) Pati sagu termoplastis dan b) compt.-LLDPE. Kurva torque pencampuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE disajikan pada Gambar 22 yang menunjukkan bahwa peningkatan komposisi pati sagu termoplastis akan menurunkan nilai torque namun dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk membuat semua bahan tercampur sempurna. Sebaliknya pada komposisi pati sagu termoplastis 20%, energi pencampuran yang dibutuhkan lebih tinggi, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk proses pencampuran lebih singkat.
Gambar 22
Pengaruh komposisi pati sagu termoplastis (PST) terhadap nilai torque plastik.
47
Pening gkatan kompposisi pati saagu termoplaastis akan menurunkan m n nilai torque d dikarenakan n sifat pati sagu termopplastis yangg memiliki nilai Tm leb bih rendah d dibandingka an polimer siintetis, sehinngga pati cennderung lebih cepat bersifat amorf d leleh. Namun dan N dem mikian, pati sagu termopplastis tidak memiliki kemampuan k a alir, sehingg ga membutuuhkan wakttu yang lebbih lama unntuk bisa membentuk m c campuran yaang homogen dengan ccompt.-LLDP PE. Damayaanti (2003) menyatakan m b bahwa pati tidak memiliki sifat aliir yang akaan memudahhkan untuk bercampur d dengan mollekul lain. Dengan dem mikian, sem makin banyaak jumlah pati p dalam c campuran, maka m dibutuuhkan wakttu yang lebbih lama, m meskipun en nergi yang d dibutuhkan lebih l sedikitt. Sriroth (19998) juga meelaporkan baahwa pati terrmoplastis, d dalam hal ini i pati singgkong termooplastis dappat dicetak pada suhu 200-240oC s selama 1-3 menit m untuk dapat dilakuukan proses pencetakan. p
PST 20%
PST 40%
PST 60%
(a) G Gambar 23
((b)
Pengaruhh komposisi pati sagu termoplastiis (PST) terrhadap (a) bongkahaan dan (b) lembaran plasstik.
p camppuran berdaasarkan komp mposisi pati ssagu termop plastis yang Hasil plastik d ditambahkan n tampak pada p Gambaar 23. Camppuran pati ssagu termopplastis dan c compt.-LLD DPE awalny ya berbentuuk bongkahhan yang selanjutnya s dilakukan p pengecilan u ukuran agar dapat dibuatt lembaran. Hasil H pengam matan secaraa fisik, dari s segi warna tidak t ada peerbedaan yanng mencolok k antara plastik campuran baik itu p pada kompoosisi pati sagu termoplaastis 20:80 ; 40:60 ; 600:40. Namun n dari segi
48
tekstur, plastik campuran dengan penambahan pati 20% menunjukkan tampilan yang berbeda dibandingkan dua plastik campuran yang lain, sebagai akibat dominasi polimer sintetis yang memang tinggi dalam campuran tersebut yakni 80%.
Karakterisasi Plastik A. Karakteristik Mekanik Salah satu karakteristik utama plastik dan memegang peranan penting adalah karakteristik mekanik. Karakteristik ini masih menjadi permasalahan utama pada plastik yang dicampur pati karena pada umumnya plastik akan mengalami penurunan sifat mekanik saat ditambahkan pati. Pada penelitian ini, karakteristik mekanik yang dianalisis meliputi kekuatan tarik dan elongasi. Kekuatan tarik adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menahan tegangan yang diberikan. Elongasi didefinisikan sebagai salah satu jenis deformasi. Deformasi merupakan perubahan ukuran yang terjadi saat material di beri gaya. % Elongasi adalah panjang polimer setelah di beri gaya (L) dibagi dengan panjang sampel sebelum diberi gaya (Lo) kemudian dikalikan 100. Pengujian sifat mekanik dari hasil penelitian ini disajikan pada Lampiran 5 dan 6. Dari lampiran tersebut dapat diketahui bahwa kekuatan tarik tertinggi dimiliki oleh plastik campuran dengan komposisi pati 20% sebesar 120 kgf/cm2. Pada peningkatan komposisi pati sagu termoplastis menjadi 40%, kuat tarik mengalami penurunan menjadi 110 kgf/cm2. Komposisi pati 60% pada plastik campuran, menghasilkan plastik yang getas sehingga tidak dapat diuji nilai kuat tarik dan elongasinya. Perbedaan sifat yang sangat mendasar pada LLPDE adalah sifat hidrofobik dan polaritas rendah. Hal ini berkebalikan dengan pati sagu termoplastis yang bersifat hidrofilik dengan tingkat polaritas yang tinggi. Selain itu, LLDPE memiliki struktur kristalin dimana molekul-molekulnya tersusun rapat, teratur, dan saling berdekatan sehingga interaksi tarik menarik antar ikatan molekulnya menjadi kuat. Dengan demikian dibutuhkan gaya yang besar untuk memutuskan ikatan antar molekulnya. Masuknya molekul-molekul pati sagu termoplastis ke
49
dalam struktur LLDPE menghadirkan molekul amorf yang dapat menyebabkan susunan molekul LLDPE menjadi terganggu dan tidak teratur. Penurunan kuat tarik seiring dengan peningkatan komposisi pati sagu termoplastis terjadi dikarenakan penambahan pati dalam jumlah tinggi menyebabkan kesulitan dalam proses pembentukan plastik (Nikazar et al. 2005). Pati memiliki kemampuan alir yang sangat rendah, sehingga membutuhkan polimer sintetis yang memiliki kemampuan alir lebih tinggi untuk memperbaiki kemampuan alirnya. Komposisi pencampuran pati sagu termoplastis hingga 60% menunjukkan bahwa pati menjadi komponen mayor sedangkan polimer sintetis, dalam hal ini compt.-LLDPE merupakan fase minor. Kondisi ini akan menyebabkan proses pembentukan atau pencetakan plastik menjadi sulit karena bahan menjadi susah mengalir sebagai akibat sedikitnya jumlah compt.-LLDPE dalam campuran. Pada pemrosesan dengan menggunakan ekstruder, kondisi ini menyebabkan die tersumbat dan ulir sulit bergerak (Kalambur & Rizvi 2006). Sifat plastik yang getas pada komposisi pati sagu termoplastis 60%, juga dapat disebabkan kurangnya bahan pemlastis dalam campuran. Semakin tinggi jumlah pati sagu termoplastis yang ditambahkan dalam campuran dengan polimer sintetis dibutuhkan bahan pemlastis dan bahan aditif yang lebih tinggi pula dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat dan proses pencampuran. Pada saat akan dibentuk, campuran plastik dengan pati sagu termoplastis dalam komposisisi yang tinggi akan bersifat agak keras dan rapuh. Untuk membuat lentur dan lebih mudah dalam pemrosesan perlu ditambahkan bahan pemlastis dalam jumlah cukup yang berfungsi sebagai lubrikan. Skema kerja pemlastis untuk memberikan sifat lentur dan lembut dalam campuran polimer disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24 Skema kerja bahan pemlastis (http://www.ptli.com).
50
Polimer yang tidak ditambahkan bahan pemlastis akan bersifat kaku, sedangkan dengan adanya bahan pemlastis, zat ini akan mengisi rongga diantara molekul-molekul besar, mengubah gaya antar molekul dan membuat plastik bersifat lebih lembut. Pemlastis dapat hilang melalui proses penguapan dan difusi. Hal ini dapat ditemukan pada produk plastik tua yang menjadi rapuh dan pecah. Contoh lain adalah pemlastis yang menguap pada jok mobil dapat melekat pada kaca jendela menyerupai kabut yang sulit dibersihkan. Nilai elongasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai elongasi dari hasil penelitian ini juga mengalami penurunan seiring dengan peningkatan jumlah pati sagu termoplastis yang ditambahkan. Elongasi pada plastik campuran dengan komposisi pati 20% memberikan hasil elongasi 47%, lebih tinggi dari elongasi pati termoplastis 40%. Pencampuran pati dalam polimer sintetis pada konsentrasi pati 20-30% akan meningkatkan kuat tarik, namun pada penambahan pati lebih lanjut hingga 40% akan menurunkan sifat mekanis cukup signifikan khususnya pada nilai elongasi (Nikazar et al. 2005). Theresia (2003) melaporkan bahwa penambahan konsentrasi tapioka diatas 30% pada pencampuran dengan LLDPE menyebabkan penurunan nilai kuat tarik elongasi yang cukup tajam. Nawang et al. (2001) dalam Nikazar et al. (2005) menunjukkan terjadinya penurunan elongasi dan peningkatan kekuatan tarik pada peningkatan jumlah pati dengan konsentrasi 525% dalam campuran LLDPE – pati sagu. Chandra dan Rustgi (1997) dalam Nikazar et al. (2005) menyatakan bahwa peningkatan kuat tarik dan penurunan elongasi terjadi seiring dengan peningkatan pati pada konsentrasi 10-60% campuran maleated LLDPE dengan pati jagung. Dari hasil-hasil penelitian tersebut maka dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh antara jenis pati dan komposisi pati yang ditambahkan dalam plastik campuran yang akan berpengaruh pada sifat mekanis plastik. Jenis pati yang memiliki ukuran granula pati kecil dan ukuran partikel yang halus akan berpengaruh positif terhadap sifat mekanis. Penggunaan pati jagung yang memiliki diameter granula lebih kecil dibandingkan pati sagu, dapat ditambahkan dalam campuran plastik dengan konsentrasi pati yang lebih banyak (Nikazar et al. 2005). Hasil karakterisasi pati sagu yang digunakan dalam penelitian ini relatif
51
besar yakni berkisar 9,4-91,5 µm. Hal ini turut menyebabkan menurunnya sifat mekanis dari plastik campuran yang dihasilkan. Komposisi pati yang lebih tinggi menjadi titik kritis dalam pendispersian partikel pati dalam matrik LLDPE (Favis et al. 2005). Pada campuran polimer, dispersi antara minor dan matrik merupakan faktor kunci untuk menentukan sifat mekanis. Penggunaan ukuran partikel yang halus untuk fase terdispersi dan pendistribusian yang merata akan meningkatkan kemampuan material untuk mentoleransi beban yang diberikan. Artinya distribusi yang merata pati dalam matrik LLDPE akan menurunkan tingkat tegangan, sehingga material cenderung lebih kuat. Selain ukuran partikel, konsentrasi fase terdispersi dan tingkat dispersi, sifat mekanik plastik juga dikendalikan oleh sifat ikatan interfacial pati dalam matrik LLDPE. Dengan kata lain ikatan gugus hidroksil pada pati dan gugus anhidros pada LLDPE akan sangat berpengaruh (Wang & Liu 2002). Hal ini ditegaskan juga oleh Park et al. (2002) yang menyatakan bahwa sifat mekanik bergantung pada ikatan interfacial yang baik antara gugus hidroksil pada pati dan gugus karboksil pada LLDPE yang telah ditambahkan maleat anhidrida. Dengan kata lain daya rekat dan kemampuan pengikatan compt.-LLDPE semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi pati sagu termoplastis dalam campuran, sehingga luas permukaan yang terikat juga berkurang. Perbaikan pada ikatan interfacial berperan penting dalam mentransfer tegangan yang diterima material (Wang & Liu 2002). Gambar 25 menunjukkan grafik kuat tarik dan elongasi plastik campuran dengan komposisi pati sagu termoplastis 20 dan 40%. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa kuat tarik plastik campuran mengalami penurunan yang yang tidak drastis, yakni hanya selisih 10 kgf/cm2. Hal ini berbeda dengan sifat elongasi yang mengalami penurunan sangat tajam seiring dengan peningkatan jumlah pati yang ditambahkan dalam campuran. Penurunan nilai elongasi pada plastik campuran dari komposisi pati 20% ke 40% mencapai 42%. Berdasarkan nilai standar deviasi, diketahui bahwa penambahan pati sagu termoplastis pada komposisi 20 dan 40% tidak berbeda nyata terhadap nilai kuat tarik, namun terdapat beda nyata untuk nilai elongasi (Lampiran 5 & 6). Artinya,
52
jumlah pati sagu termoplastis dalam campuran plastik hingga 40% tidak mempengaruhi kuat tarik plastik yang dihasilkan. Konsentrasi bahan pemlastis 20% pada komposisi ini mampu menjaga fleksibilitas dan mengurangi kekakuan polimer. Selain itu, compatibilizer maleat anhidrida pada konsentrasi 1% mampu menjaga kompatibilitas campuran sehingga kuat tarik tidak mengalami penurunan hingga penambahan pati sagu termoplastis 40%. Namun demikian, kondisi ini memberikan respon yang berbeda untuk komposisi pati sagu termoplastis 60%, sehingga plastik yang dihasilkan pada komposisi ini bersifat sangat rapuh dan getas. Nilai standar deviasi memperlihatkan bahwa penambahan pati sagu termoplastis justru sangat mempengaruhi nilai elongasi yang ditunjukkan dengan adanya beda nyata pada komposisi pati sagu termoplastis 20 dan 40%. Pati sagu termoplastis unggul dalam sifat elastisitas sehingga cenderung menurunkan sifat elongasinya.
90
120 70
100
50
80 60
30
Elongasi (%)
Kuat Tarik (kgf/cm²)
140
40 10
20 0
‐10 20
40
Komposisi Pati Sagu Termoplastis (%) Kuat tarik (kgf/cm²)
Elongasi (%)
Gambar 25 Pengaruh komposisi pati sagu termoplastis terhadap kuat tarik dan elongasi plastik. Dari Gambar 25 juga dapat dilihat bahwa plastik dengan komposisi pati sagu termoplastis 20% memiliki nilai kuat tarik dan elongasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan plastik dengan komposisi pati sagu termoplastis 40%, dimana memiliki nilai kuat tarik yang tinggi namun elongasi sangat rendah. Jenis plastik pertama dapat dikategorikan ke dalam plastik dengan sifat keras dan kuat.
53
jenis plastik ini lebih plastis jika ditarik dan tidak mudah patah. Jenis plastik kedua adalah keras dan getas. Profil ini akan menentukan dalam aplikasi produk, dimana plastik yang dihasilkan akan lebih sesuai sebagai bahan untuk kemasan, barang-barang yang kaku dan tidak membutuhkan sifat elongasi atau pemuluran bahan. Dua pengaruh negatif yang muncul saat menambahkan pati kedalam polimer plastik adalah penurunan nilai kuat tarik dan elongasi (Nikazar et al. 2005). Jika dibandingkan dengan kontrol LLDPE yang digunakan dalam penelitian ini, telah terjadi penurunan kuat tarik sebesar 40-45% (Tabel 9). LLDPE memiliki nilai kuat tarik 200 kgf/cm2 (19,62 MPa), sedangkan kuat tarik plastik campuran dengan komposisi pati sagu termoplastis 20% sebesar 120 kgf/cm2 (11,78 MPa) dan pada pencampuran pati sagu termoplastis 40%, kuat tariknya yaitu 110 kgf/cm2 (10,79 MPa). Nilai elongasi LLDPE dinyatakan sebesar 500% (http://en.wikipedia.org). Dengan demikian, telah terjadi penurunan elongasi yang sangat drastis dari plastik campuran yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hal tersebut diduga belum maksimalnya ikatan interfacial antara LLDPE dan pati. Polimer sintetis dan pati berbeda dalam tingkat kepolaran dan hidrofilitas yang menyebabkan reaksi antara gugus hidroksil pati dan ikatan hidrogen atau kovalen polimer sintetis masih belum terbentuk sempurna (Ong & Charoenkongthum 2002).
Dalam hal
ini,
peran
bahan
pemlastis
dan
compatibilizer yang ditambahkan masih belum optimal, khususnya pada penambahan pati sagu termoplastis 60%. Tabel 9 Penurunan sifat mekanik plastik
Komposisi PST
Kuat tarik (kgf/cm2)
Elongasi (%)
20% 40% 60% LLDPE
120 110 0 200
47 5 0 500
Penurunan sifat mekanik plastik pada PST 20% thdp PST 40%
Penurunan sifat mekanik plastik thdp kontrol
Kuat tarik (kgf/cm2)
Kuat tarik (kgf/cm2)
Elongasi (%)
40 45
90,6 99
10
Elongasi (%)
42
54
Peningkatan pati secara umum menyebabkan tahap ikatan yang cukup lemah dan penyebaran yang kurang merata (Park et al. 2002). Namun, penurunan kuat tarik yang hanya berbeda 10 kgf/cm2 pada peningkatan pati dari 20% menjadi 40%, memberikan hasil yang dinilai cukup baik. Corneliussen (2002) menyatakan bahwa nilai kuat tarik LLDPE berada pada kisaran 9-19 MPa. Dengan demikian, plastik campuran yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki nilai kuat tarik yang masih masuk dalam kisaran kuat tarik LLDPE murni, yakni 11,78 MPa dan 10,79 MPa. Jika dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya, hasil penelitian ini juga menunjukkan peningkatan kuat tarik plastik campuran (Tabel 10). Tabel 10 Sifat Mekanik Plastik dari Penelitian-Penelitian Sebelumnya Referensi
Kuat Tarik (MPa)
Elongasi (%)
Keterangan Perlakuan
Damayanti 2003
Pati 25% = 10,64 Pati 30% = 8,48
Pati 25% = 426,55 Pati 30% = 302,20
Shujun et al. 2004
Pati 50% = 8,75
Pati 50% = 625%
LLDPE-tapioka Asam asetat, natrium bikarbonat,hyamin LLDPE-pati jagung 30% gliserol, 11% air PE+pati ÆG+MA+DCP
Huang et al. 2005
Pati 50% = 6,7
Nikazar et al. 2005
Pati 40% = 9,059
Pati 40% = 18,915
Garg et al. 2007 Hasil Penelitian 2009
Pati 15% = 4,21 Pati 20% = 11,78 Pati 40% = 10,79 10,07 7,8
Pati 15% = 79,72 Pati 20% = 40 Pati 40% = 5 11 8
LDPE-tapioka Argon plasma treatment MA+GÆ C+pati+PE LDPE-Pati Jagung 2% MA, 5% asam oleat, 0,1% BPO LDPE-pati jagung LLDPE - sagu
Novon Mater BI (Pranamuda 2001)
Produk komersial
Karakteristik bahan yang ditambahkan dalam suatu polimer campuran, dalam hal ini pati berpengaruh sangat penting pada sifat mekanis plastik campuran yang dihasilkan, khususnya terkait dengan volume, ukuran, bentuk partikel, pendispersian dan ikatan terhadap mariks polimer. Plastik campuran yang dihasilkan dalam penelitian ini telah mengalami peningkatan kuat tarik dibandingkan hasil penelitian sebelumnya walaupun masih belum maksimal. 55
Penggunaan maleat anhidrida sebagai compatibilizer mampu membuat campuran kompatibel dengan pendistribusian fase terdistribusi yang baik, meskipun belum membentuk ikatan interfacial yang kokoh antara LLDPE dan pati sagu termoplastis.
B. Karakteristik Termal Pengukuran DSC (Differential Scanning Calorimeter) dilakukan untuk mengetahui suhu transisi gelas (glass temperature, Tg) dan titik leleh (melting point, Tm). Berbeda dengan logam, plastik umumnya tidak memiliki titik leleh yang spesifik. Plastik mengalami perubahan sifat atau perilaku mekanik yang jelas pada rentang suhu tertentu yang sangat sempit. Suhu dimana terjadi transisi tersebut dikenal sebagai suhu transisi gelas. Pada suhu tersebut, plastik berubah keadaaan dan perilakunya dari kaku, getas, padat seperti gelas, menjadi fleksibel, lunak dan elastis. Perubahan ini dikarenakan sifat-sifat kristalin pada polimer menjadi amorf. Tingginya suhu transisi gelas tergantung pada struktur rantai molekul polimer yang umumnya sekitar 1/3 hingga 2/3 dari titik leleh (Saptono 2008). Titik leleh mengindikasikan suhu dimana terjadi perubahan wujud padat menjadi cair. Titik leleh disebut juga transisi orde pertama, sedangkan suhu transisi gelas disebut transisi orde kedua (Geoffroy 2004). Perubahan sifat plastik karena pengaruh termal diilustrasikan pada Gambar 26.
Gambar 26 Perubahan sifat plastik karena pengaruh termal (Surdia & Saito 1985)
56
Termograf DSC memperlihatkan nilai Tg, Tm dan jumlah kalor seperti ditunjukkan pada Gambar 27. Nilai Tg dan Tm plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Dari data tersebut diketahui bahwa untuk nilai Tg adalah 36-39oC, sedangkan Tm berada pada kisaran 115-118oC.
Gambar 27 Termogram DSC LLDPE, plastik campuran dan pati sagu termoplastis. Nilai termal dalam penelitian ini dipertegas pada Gambar 28 yang memperlihatkan grafik Tg dan Tm plastik campuran. Dari grafik dapat dijelaskan bahwa nilai Tg untuk plastik dengan komposisi pati sagu termoplastis 20%, yakni 38,4oC. Pada komposisi pati 40 dan 60%, nilai Tg keduanya 36oC. Nilai Tg bervariasi bergantung pada struktur molekul spesifik dari polimer dasarnya, berat molekul, distribusi berat molekul dari polimer tersebut, aditif yang ditambahkan ke dalam formula, serta beberapa faktor lain (Umam et al. 2007). Nilai Tm pada konsentrasi pati 20 dan 40% cenderung sama, yakni 117o C, namun mengalami penurunan Tm pada konsentrasi pati sagu termoplastis 60%. Hal ini diduga karena pada komposisi pati 60%, material yang dominan adalah
57
pati dan bukan LLDPE, sebaliknya, pada plastik campuran dengan konsentrasi
125
45 44 43 42 41 40 39 38 37 36
120 115 110 105 100
Titik leleh (°C)
Suhu transisi gelas (°C)
pati 20 dan 40%, material yang dominan adalah LLDPE.
95 90 LLDPE
20
40
60
PST
Komposisi pati sagu termoplastis (%) suhu transisi gelas (°C)
titik leleh (°C)
Gambar 28 Pengaruh komposisi pati sagu termoplastis terhadap titik leleh dan suhu transisi gelas plastik. Nilai-nilai tersebut tidak menunjukkan beda nyata pada α=0,05 untuk semua komposisi pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE (Lampiran 7 & 8). Nilai Tg dan Tm plastik campuran merupakan perpaduan dari nilai Tg dan Tm dari bahan penyusun, yaitu pati sagu termoplastis dan LLDPE, khususnya bahan yang dominan. Tabel 11 menunjukkan perbandingan nilai Tg dam Tm plastik campuran dan komponen penyusun yaitu pati sagu termoplastis dan LLDPE. Nilai Tg dan Tm plastik campuran pada berbagai komposisi pati sagu termoplastis cenderung sama dan tidak ada peningkatan yang drastis. Idemat (1998) menyatakan bahwa pati termoplastis memiliki nilai Tg 35-85oC dan nilai Tm 105-115oC. LLDPE memiliki nilai Tm 120 hingga 160 °C (http://en.wikipedia.org). Nilai Tg dan Tm sangat diperlukan untuk menentukan kondisi proses dan aplikasi produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, polimer dengan Tm tinggi membutuhkan energi lebih besar untuk bisa mencairkan dan mencetak polimer. Plastik agar dapat berfungsi dengan baik dalam penentuan fungsional suatu produk plastik, maka suhu Tg harus cukup lebih tinggi daripada suhu lingkungan kerja ketika dipakai (Stevens 2007).
58
Tabel 11 Perbandingan suhu transisi gelas (Tg), titik leleh (Tm), Kalor Jenis (c) dan Jumlah Kalor (Q) plastik campuran serta bahan penyusun Komposisi pati sagu termoplastis dalam plastik (%)
Tg (oC)
Kebutuhan energi pada suhu transisi gelas (mJ)
Tm (oC)
Kebutuhan energi pada titik leleh (mJ)
Kalor jenis (mJ/deg.mg)
20 40 60
38,4 36,9 36,8 37,7
9,835056 7,549134 3,056761 7,853291
117,70 117,50 115,25 94,40
20,539118 16,409146 6,467779 11,811183
0,030562 0,024844 0,010182 0,023337
Kontrol Pati Sagu Termoplastis Kontrol LLDPE
37,9 1,450402 124,50 3,382976 0,004777 * Data rata-rata dari dua ulangan, tidak ada beda nyata pada α = 0,05 Pada umumnya polimer dengan Tg dibawah suhu ruang menunjukkan sifat fleksibilitas dan ketahanan yang tinggi terhadap cracking, tetapi dengan adanya penurunan suhu, sifat tersebut dapat berubah drastis dan polimer menjadi getas hanya dengan beban yang rendah. Hal tersebut dikarenakan polimer memiliki rantai molekul yang panjang dan saling tumpang tindih. Jika polimer berada pada suhu ruang, gerakan antar rantai polimer dapat saling menyesuaikan dan meregang. Namun, jika polimer itu didinginkan, rantai tersebut akan menempel satu sama lain dan tidak dapat meregang lagi, sehingga polimer tersebut akan menjadi kaku. Titik leleh pada polimer ditentukan oleh tipe polimer yang digunakan. Pada polimer amorf, suhu yang penting adalah Tg, sedangkan pada polimer kristalin dan semi-kristalin, suhu yang lebih utama adalah Tm. Suhu transisi gelas umumnya tidak memiliki transisi yang jelas antara rubbery state dan glass regions dan umumnya berkisar antara 10-50oC. Jika polimer didinginkan di bawah Tg, polimer menjadi stabil dan tidak terjadi transisi lagi. Polimer dengan Tg di atas suhu ruang akan mengalami glassy state pada suhu ruang. Polimer dengan Tg di bawah suhu ruang akan mengalami rubbery state pada suhu ruang sehingga akan cenderung fleksibel dan sulit dihancurkan pada suhu ruang (Umam et al. 2007). Jumlah kalor pada transisi gelas maupun titik leleh menunjukkan terjadinya penurunan seiring dengan meningkatnya komposisi pati sagu termoplastis dalam campuran plastik. Hal ini disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 9-11. Dominasi komponen penyusun turut menentukan nilai kalor yang dibutuhkan pada suhu
59
transisi gelas, titik leleh, maupun kalor jenis. Jumlah kalor akan berkaitan dengan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai suhu transisi gelas maupun titik leleh. Namun demikian, sama halnya dengan suhu transisi gelas dan titik leleh, kebutuhan kalor tidak menunjukkan beda nyata pada α=0,05. Artinya, meskipun terjadi kecenderungan penurunan kebutuhan kalor dengan peningkatan komposisi pati sagu termoplastis dalam campuran, namun hal tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap energi yang dibutuhkan. C. Karakteristik Biodegradasi Pati termoplastis dapat diproduksi dari berbagai sumber tanaman seperti gandum, jagung, kentang, beras, tapioka dan sagu. Pati termoplastis dapat terdegradasi dengan adanya air, energi mekanis, peningkatan suhu dan enzim (Idemat 1998). Pati dalam pencampuran dengan polimer sintetis dapat meningkatkan kemampuan biodegradasi dikarenakan terjadi peningkatan luasan permukaan polimer sebagai akibat dari hidrolisis pati oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang mengkonsumsi pati akan membentuk pori-pori dalam matrik polimer dan memberikan gugus-gugus yang rentan untuk terdegradasi (Park et al. 2002). Dalam penelitian ini pengujian kemampuan biodegradasi plastik dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian Biodegradabilitas Plastik Campuran secara Kualitatif Pengujian kualitatif biodegradabilitas plastik dilakukan berdasarkan ASTM G-21-70. Dalam metode ini, sampel plastik berbentuk lembaran tipis berukuran 3x3 cm2 ditempatkan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan diinokulasikan dengan kapang Penicillium sp. Sampel diinkubasi pada suhu 29±1oC selama 1 minggu. Pada penelitian ini, digunakan dua jenis kapang, yakni Penicillium sp. dan Aspergillus niger Pertumbuhan koloni kapang diterjemahkan dalam bentuk ranking 0-4, dimana ranking 1 menunjukkan pertumbuhan koloni kapang terendah, artinya tingkat biodegradabilitas juga rendah, sedangkan ranking 4 menunjukkan pertumbuhan koloni kapang tertinggi, dengan kata lain tingkat biodegradabilitasnya juga tinggi. Pengujian biodegradabilitas secara kualitatif ditunjukkan pada Gambar 29. Pada plastik LLDPE yang digunakan sebagai kontrol sama sekali tidak ada 60
pertumbuhan
kapang.
Konsentrasi
pati
sagu
termoplastis
(PST)
20%
menunjukkan pertumbuhan koloni yang sedikit, atau berada pada ranking ke-1, yakni hanya 10% koloni kapang yang tumbuh menutupi sampel plastik, sedangkan pada komposisi pati sagu termoplastis 40 dan 60%, pertumbuhan koloni kedua sampel sama, yaitu koloni yang tumbuh berada pada ranking ke-4 dengan pertumbuhan koloni mencapai 85-100%, baik pada sampel yang menggunakan kapang Penicillium sp. maupun Aspergillus niger. Kapang dapat tumbuh maksimal dalam campuran pati dan LLDPE hanya ketika konsentrasi pati diatas 30% dan memunculkan peningkatan pori-pori yang signifikan. Hal ini dikarenakan adanya penetrasi dan proses metabolisme kapang dalam pati (Nikazar et al. 2005). Mikroorganisme, dalam hal ini kapang akan memproduksi enzim yang mampu memecah pati dalam plastik menjadi segmen yang lebih kecil dengan berat molekul yang lebih rendah. Kondisi ini menyebabkan material polimer dapat terdegradasi dalam lingkungan (Nakamura et al. 2005). Glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati oleh enzim akan digunakan kapang sebagai sumber karbon (Vinhas et al. 2007).
Gambar 29 Pengujian biodegradabilitas plastik secara kualitatif menggunakan kapang Penicillium sp. (atas) dan Aspergillus niger (bawah).
61
Pengujian Biodegradabilitas Plastik Campuran secara Kuantitatif Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin yang memiliki daerah kristalin dan amorph. Adanya enzim mampu memutus molekul-molekul penyusun pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana yang terdiri dari unit-unit glukosa. Pengujian kuantitatif biodegradabilitas plastik campuran dilakukan dengan mereaksikan sampel plastik berbentuk lembaran tipis berbobot 10 mg dengan 1 ml enzim αamilase (26.087,09 IU) dalam 9 ml larutan buffer phosphate pH 7 dan diinkubasi selama 17 jam pada suhu 37oC. Dari reaksi ini akan diketahui berapa jumlah pati yang terhidrolisis yang ditunjukkan dengan banyaknya nilai gula reduksi yang dihasilkan. Nilai gula reduksi ini dapat diasumsikan sebagai bagian bobot yang hilang karena proses degradasi. Nilai-nilai tersebut dapat dikonversi kedalam nilai persentase bagian terdegradasi yang merepresentasikan tingkat degradasi dari plastik campuran. Biodegradabilitas plastik dari hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 30.
Biodegradabilitas (%)
60 50 40 30 20 10 0 20
40
60
Komposisi pati sagu termoplastis (%)
Gambar 30 Pengaruh komposisi pati sagu termoplastis terhadap biodegradabilitas plastik. Hasil pengujian kuantitatif biodegradabilitas dan analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 11 yang menunjukkan bahwa komposisi pati sagu termoplastis berbeda nyata terhadap nilai biodegradabilitas plastik campuran. Uji lanjut yang dilakukan memperlihatkan hasil bahwa beda nyata terjadi pada semua komposisi pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE, baik itu pada komposisi 20:80, 40:60 dan 60:40.
62
Seperti tampak pada Gambar 30, biodegradabilitas plastik mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan konsentrasi pati yang ditambahkan, yakni 3,15; 24,7 dan 50,45% masing-masing pada komposisi pati sagu termoplastis 20, 40 dan 60% yang dicampurkan dengan compt-LLDPE. Dari data-data diatas dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi komposisi pati dalam campuran, maka bobot bahan yang hilang karena terdegradasi juga semakin besar. Keberadaan pati jelas akan meningkatkan nilai degradasinya karena semakin banyak bagian yang mampu dipecah oleh enzim. Hasil pengujian ini juga memperlihatkan bahwa pada plastik campuran dengan konsentrasi pati sagu termoplastis rendah, persentase bagian yang terdegradasi sangat kecil, yakni 3,15%. Nilai tersebut mempertegas hasil uji biodegradabilitas secara kualitatif, dimana pada komposisi ini pertumbuhan koloni kapang yang menutup sampel hanya 10%.
LLDPE yang dominan dalam
campuran, yakni mencapai 80% mempengaruhi rendahnya reaksi enzimatis yang terjadi. Pada komposisi campuran ini terjadi enkapsulasi pati dalam matrik LLDPE, sehingga enzim tidak mampu menghidrolisis pati. Ukuran granula pati juga berpengaruh terhadap tingkat kemudahan degradasi. Semakin kecil ukuran granula, maka proses degradasi akan lebih mudah. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa ukuran granula pati sagu dalam penelitian ini cukup besar yakni berkisar 9,4-91,5 µm. Hal ini menjadi dasar nilai degradasi plastik campuran yang belum maksimal. Pada plastik campuran dengan konsentrasi pati tinggi, presentase plastik yang dapat terdegradasi mencapai 50,45%. Dalam campuran ini, pati sagu termoplastis merupakan komponen yang mendominasi sebesar 60%, sedangkan LLDPE sebagai fase minor. Artinya, proses hidrolisis yang dilakukan oleh enzim hampir sempurna. Dengan demikian, tingkat biodegradabilitas plastik akan berkesesuaian dengan komposisi pati dalam campuran plastik. D. Karakteristik Morfologi Morfologi campuran polimer berpengaruh penting dalam menentukan sifat produk akhir, khususnya pada sifat mekanis. Pada umumnya, komponen mayor dalam campuran akan membentuk fase continuous, sedangkan komponen minor
63
sebagai fase terdispersi. Namun demikian, karena volume dari komponen minor meningkat hingga volume tertentu, hal ini akan merubah fase dari terdispersi menjadi fase continuous (Shujun et al. 2005). Morfologi pencampuran yang baik bergantung pada adanya pendistribusian dan ikatan interfacial antara fase terdispersi dan fase continuous. Ikatan interfacial terbentuk jika fase pemisahan antara bagian penyusun mayor dan minor tidak tampak secara jelas. Pada komposisi 20:80 dan 40:60 fase terdispersi adalah pati sagu termoplastis, sedangkan fase continuous adalah compt.-LLDPE, sebaliknya pada komposisi 60:40, fase terdispersi adalah compt.-LLDPE dan fase continuous adalah pati sagu termoplastis. Namun demikian, pada komposisi 40:60 dan 60:40, dengan jumlah pati sagu termoplastis dan LLDPE yang hampir seimbang, diharapkan fase terdispersi akan berubah menjadi fase continuous. Gambar 31 menunjukkan pengaruh komposisi campuran pati sagu termoplastis
dan
compt-LLDPE
terhadap
sifat
morfologi
plastik
dan
homogenitasnya. Gambar yang ditunjukkan adalah struktur morfologi sebelum dan sesudah plastik campuran mengalami reaksi enzimatis dengan α-amilase sehingga sifat pencampuran dan homogenitas akan semakin jelas. Dengan adanya reaksi enzimatis, bagian yang mampu terhidrolisis oleh pati tidak akan tampak dan hanya akan menyisakan lubang-lubang yang bisa memperlihatkan tingkat dispersi pati dan sifat permukaan pencampuran. Seperti terlihat pada
Gambar 31, plastik campuran sebelum mengalami
perlakuan enzim, menunjukkan permukaan yang rata dan cenderung halus, baik pada pengamatan SEM dengan perbesaran 200x maupun 5000x. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE dapat bercampur dengan baik. Pengecilan ukuran pati sagu hingga 200 mesh pada saat persiapan bahan berpengaruh positif terhadap dispersi kedalam matrik polimer. Permukaan yang kasar mengartikan bahwa campuran masih belum kompatibel. Permukaan yang halus dikarenakan compatibilizer maleat anhidrida mampu meningkatkan kompatibilitas antara pati sagu termoplastis dan polimer sintetis serta menstabilkan morfologi dalam proses pencampuran (Nikazar et al. 2005). Namun demikian, seiring dengan peningkatan pati sagu termoplastis dalam campuran hingga 60% terlihat partikel-partikel yang tidak bercampur merata dan -
64
Morfologi plastik sebelum dann sesudah direakksikan dengan en nzim α-amilase Perbesaran 200 0x Perrbesaran 5000 x Sebelum reakksi Sesudah reaksi S Sebelum reaksi Sesudah reaksi
Komposisi Pati sagu term moplastis dan compt-L LLDPE 20:80 0
Komposisi Pati sagu term moplastis dan compt-L LLDPE 40:60 0
Komposisi Pati sagu term moplastis dan compt-L LLDPE 60:40 0
Gambar 31 Pengaruh komp posisi pati sagu u termoplastis tterhadap morfollogi dan homog genitas plastik sebelum dan seesudah direaksik kan dengan enzim α α-amilase. 65
mempengaruhi morfologi permukaan plastik. Hal ini semakin menegaskan terjadinya penurunan sifat mekanik plastik pada pencampuran pati sagu termoplastis 40% dan 60%. Bentuk asli granula pati tidak tampak dan hal ini mengindikasikan bahwa pati sagu telah membentuk pati termoplastis secara sempurna (Ishiaku et al. 2002). Proses termoplastisasi pati terjadi melalui perubahan granula pati dari sifat semi kristalin menjadi amorf dengan rusaknya ikatan hidrogen antar makromolekul. Perubahan granula dapat terjadi dengan adanya perlakuan termomekanis. Morfologi permukaan plastik sesudah mengalami reaksi enzimatis, memperlihatkan sifat yang kasar dengan munculnya lubang-lubang pati yang terhidrolisis. Homogenitas campuran cukup baik dengan ditunjukkan distribusi lubang-lubang pati terhidrolisis yang cukup rata. Kondisi tersebut tampak pada komposisi 20:80, dimana lubang-lubang pati yang muncul lebih halus dan merata. Sifat permukaan seperti yang ditunjukkan pada komposisi 20:80 berpengaruh positif terhadap sifat mekanik plastik dimana pada komposisi ini, kuat tarik dan elongasi yang dihasilkan adalah terbaik dibandingkan dengan dua komposisi yang lain. Selain itu dari pengujian morfologi juga terlihat bahwa pada komposisi pati sagu termoplastis 20 dan 40%, partikel pati tampak bercampur, masuk ke dalam matrik dan tidak hanya menempel pada matrik LLDPE. Dalam hal ini LLDPE sebagai fase continuous. Sebaliknya, plastik pada komposisi pati sagu termoplastis 60%, hasil pengujian morfologi menunjukkan terjadinya fase pemisahan antara fase continuous dan fase terdispersi. Partikel pati terlihat menempel dan tidak bercampur menyatu dengan fase terdispersi LLDPE. Dalam komposisi tersebut, pati sagu termoplastis merupakan fase continuos karena jumlahnya yang mendominasi. Sifat morfologi ini berkesesuaian dengan sifat mekanik dan tingkat biodegradabilitas plastik yang dihasilkan. Pada komposisi tersebut
plastik
bersifat
rapuh
dan
getas,
namun
memiliki
tingkat
biodegradabilitas tertinggi. Compatibilizer dalam campuran pati dan polimer sintetis berpengaruh terhadap menurunnya ukuran partikel dalam campuran sehingga reaksi interfacial terjadi. Reaksi interfacial yang terbentuk akan dapat menurunkan tegangan antar
66
muka sehingga sifat mekanik plastik akan lebih baik. Ukuran partikel pati sagu termoplastis yang besar akan menghasilkan serpihan-serpihan partikel yang juga besar saat proses pembuatan plastik campuran. Hal ini sesungguhnya tidak diinginkan karena akan menurunkan sifat mekanis dan morfologi yang kurang halus. Huneault dan Li (2007) menyatakan penurunan ukuran partikel pati termoplastis dapat terjadi dengan adanya compatibilizer dari 5-30µm menjadi 2,24,2 µm dengan bentuk partikel menyerupai bola dan relatif homogen. Huang et al. (2005) juga melaporkan bahwa terjadi penurunan ukuran partikel polyethylene (PE) dari 30µm menjadi 10 µm. Hal ini terjadi karena adanya reaksi esterifikasi antara gugus karboksil pada compatibilizer dan fase PE dengan gugus hidroksil pada gliserol. Reaksi lain yang mungkin terjadi adalah adanya reaksi gugus anhidrida dengan gugus hidroksil pati yang akan membentuk ikatan ester dan gugus karboksil. Hasil pengujian morfologi dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa pati sagu termoplastis belum membentuk ikatan interfacial dengan matrik LLDPE. Compatibilizer masih belum maksimal dalam mengikat pati sagu termoplastis dan LLDPE. Pada campuran dengan komposisi pati sagu termoplastis 60%, partikel pati cenderung menempel dalam matrik PE tanpa adanya ikatan. Hal ini yang menyebabkan sifat mekanik plastik yang dihasilkan menurun bahkan bersifat getas (Corradini et al. 2007). Dengan demikian morfologi plastik dalam campuran ini cukup baik yang diperlihatkannya dengan tingkat distribusi fase terdispersi yang merata, namun ikatan interfacial yang terjadi masih belum optimal dan hanya terjadi ikatan fisik saja dan belum membentuk ikatan interfacial secara kimia. Ikatan interfacial dapat diperbaiki dengan kontrol bahan pemlastis, konsentrasi pati sagu termoplastis maupun compatibilizer. Kondisi ini akan memberikan variasi struktur morfologi seperti bentuk menyerupai bola, serat, serta morfologi yang bersifat continuous dan co-continuous yang nantinya akan mempengaruhi sifat mekanik plastik yang dihasilkan (Favis et al. 2005).
67
Aplikasi Biodegradable Plastic Aplikasi biodegradable plastic yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat merujuk kembali pada hasil karakterisasi plastik yang telah dilakukan, yakni kuat tarik 110-120 kgf/cm2, elongasi 5-47%, Tg 36-39 oC, Tm 115-118oC dan tingkat biodegradasi 24,70-50,45%. Plastik yang dihasilkan cenderung bersifat plastis dan tidak elastis dengan kekuatan menahan beban yang tidak terlalu tinggi. Nilai Tg menunjukkan bahwa plastik yang dihasilkan kurang sesuai untuk aplikasi panas karena titik transisi gelas, dimana bahan berubah sifat dari glassy menjadi rubbery tercapai pada suhu 36-39oC. Nilai Tm yang tidak terlalu tinggi memberikan keuntungan dalam proses pembuatan plastik karena tidak dibutuhkan energi yang besar untuk mencapai titik leleh bahan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan bahwasanya plastik yang dihasilkan memiliki nilai melt flow index rendah. Artinya kemampuan mencair dan mengalir bahan tidak maksimal, sehingga dalam proses pencetakan tidak bisa dilakukan dengan teknik blowing (hembusan), namun dapat dilakukan dengan injeksi, cetak panas ataupun cetak kompresi. Namun demikian, kelemahan ini dapat diperbaiki dengan penambahan aditif melt flow index improver, sehingga kemampuan alirnya akan lebih baik. Dengan kata lain, komposisi bahan dalam penelitian ini masih berupa formulasi dasar yang masih membutuhkan bahan aditif untuk memperbaiki karakteristik plastik yang dihasilkan. Berdasarkan karakteristik yang dihasilkan, biodegradable plastic dalam penelitian ini dapat diaplikasikan untuk produk-produk seperti kemasan maupun wadah makanan dan minuman yang tidak membutuhkan sifat mulur. Dengan kata lain, jika diaplikasikan untuk produk seperti plastik cling wrap yang memiliki elongasi dan elastisitas tinggi, plastik ini tidak sesuai dikarenakan nilai elongasi yang rendah. Polybag, shopping bag, disposable bag juga merupakan contoh produk lain yang dapat diaplikasikan dengan tetap memperhatikan kekuatan tarik plastik, yakni 110-120 kgf/cm2. Penggunaan biodegradable plastic untuk aplikasi produk yang menjadi konsumsi masyarakat luas serta penggunaan sekali pakai (umur pakai singkat) akan sangat sesuai dengan tujuan pengembangan plastik yang dapat terdegradasi.
68
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Pati sagu termoplastis dengan sifat fisik mekanik terbaik dihasilkan dari pati dengan konsentrasi gliserol 20% dan kadar air 25%.
2.
Pencampuran 40% pati sagu termoplastis memberikan hasil yang mampu memadukan biodegradabilitas dan sifat mekanik yang baik.
3.
Karakterisasi plastik campuran dengan komposisi 40% pati sagu termoplastis, sebagai berikut: Kuat tarik mengalami penurunan 45% dari kontrol LLDPE, namun masih dalam kisaran kuat tarik LLDPE pada umumnya. Pengujian biodegradabilitas secara kualitatif menunjukkan pertumbuhan kapang Pennicilium sp. dan Aspergillus niger mencapai 85-95% dan dapat terdegradasi 24,7% (b/b) oleh enzim α-amilase. Sifat morfologi menunjukkan dispersi yang baik, namun ikatan interfacial belum maksimal
Saran 1.
Optimasi konsentrasi gliserol dalam pati termoplastis, khususnya jika akan dicampurkan dengan plastik sintetis dalam jumlah yang tinggi
2.
Peningkatkan ikatan interfacial antara pati sagu termoplastis dan plastik sintetis, melalui formulasi compatibilizer maupun perbaikan kondisi proses
69
DAFTAR PUSTAKA Ahmad FB, Williams PA, Doublier J, Durand S, Buleon A. 1999. PhysicoChemical Characterization of Sago Starch. Carbohydr Polym 38: 361-370. [AMI] Applied Market Information Ltd. 2005. Press Release. China: world leader in pe film production. http://www2. amiplastics.com/ PressReleases/ newsitem.aspx?item=1000044. Tanggal akses: 8 Juli 2009. Anonim. 2nd European Bioplastics Conference in 2007 established as the place to be of bioplastics industry. http://www.european bioplastics.org /index.php? id=621. Tanggal akses 10 April 2008. Anonim. Glycerol. http://en.wikipedia.org/wiki/ Glycerol. Tanggal akses: 1 Mei 2008. Anonim. Plastic Film. http://blueridgefilms.com/plastic_films.html.Tanggal akses: 25 Agustus 2009. Anonim. LLDPE http://en.wikipedia.org/wiki/Linear_low_density_polyethylene. Tanggal akses: 8 Juli 2008. Anonim. Maleic anhydride. http://en.wikipedia.org/wiki/ Maleic_Anhydride. Tanggal akses: 1 Agustus 2008. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official methode of analysis of the association of official analytical chemist. Virginia: AOAC, Inc. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1994. Official methode of analysis of the association of official analytical chemist. Virginia: AOAC, Inc. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official methode of analysis of the association of official analytical chemist. Virginia: AOAC, Inc. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official methode of analysis of the association of official analytical chemist. Virginia: AOAC, Inc. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium: Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. [ASTM] American Society for Testing and Material. 1980. Annual book of ASTM standards. Volume ke-14. Philadelphia: American Society for Testing and Material.
[ASTM] American Society for Testing and Material. 1991. Annual book of ASTM standards. Volume ke-8. Philadelphia: American Society for Testing and Material. Auras R, Harte B, Selke S, Hermandes RJ. 2002. Mechanical, physical and barrier properties of poly (lactic acid) film. www.msu.edu/-aurasraf. Tanggal akses: 10 Mei 2005. Borruso A. 2008. Linear Low-Density Polyethylene (LLDPE) Resins. http://www.sriconsulting.com/CEH/Public/Reports/580.1320/Tanggal akses 9 Juli 2008. Budiman N. 2003. Polimer bodegradabel. http://www.kompas.com/0302/28/ llpeng/151875.htm-35k. Tanggal akses: 28 Juni 2003. Corradini E, Carvalho AJF, Curvelo AAD, Agnelli JAMm Mattoso LHC. 2007. Preparation and characterization of thermoplastic starch/zein blends. Mat Res 10(3). Corneliussen RD. 2002. Linear Low Density Polyethylene http://www. maropolymeronline.com/Properties/LLDPE.asp. Tanggal akses: 8 Juli 2009. Damayanthy D. 2003. Teknologi proses pembuatan dan karakterisasi biodegradabel plastik dari bahan campuran polipropilen dan tapioka [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Djasmasari W. 2004. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Perombak Fenol dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah. http://www.icbb. org/ indonesia / penelitian/penelitian04.htm. Tanggal akses: 18 Juli 2005. Fabunmi, Oyeyemi O, Tabil LG, Chang PR, Panigrahi S. 2007. Developing Biodegradable Plastics from starch. Paper number RRV07130, ASABE /CSBE North Central Intersectional Meeting. The American Society of Agri cultural and Biological Engineers, St. Joseph, Michigan. www.asabe.org. Tanggal akses: 13 Maret 2008. Fang J, Fowler P. 2003. The use of starch and its derivatives as biopolymer source of packaging material. J Food Agric Environ 1(3-4): 82-84. Favis BD, Rodriguez F, Ramsay BA. 2005. Method of making polymer compositions containing thermoplastic starch.http://www.freepatentsonline. com/6844380.html. Tanggal akses: 8 Juli 2009. Fayt L, Hadjiandreou P, Teyssie P. 1985. Immicible polymer blends. J Polym Sci 23: 337. Flieger MM, Kantorova A, Prell T, Rezanka, Votruba J. 2003. Biodegradable plastics from renewable sources. J Folia Microbiol 48(1): 22-44.
71
Garg S, Jana AK. 2006. Effect of starch blends on mechanical properties of low density polyethylene (LDPE). Film Indian Chemical Engr (48) 3. Geoffroy R. 2004. What is the Glass Transition Temperature, Tg?http://www.engtips.com /faqs.cfm?fid=957. Tanggal akses 8 Juli 2009. Gontard N, Guilbert, Cuq JL. 1993. Water and glycerol as plasticizers effect mechanical and water vapor barrier properties of an edible wheat gluten film. J Food Sci 58(1): 206-211. Huang CY, Roan ML, Kuo MC, Lu WL. 2005. Effect of compatibilizer on the biodegradation and mechanical properties of high-content starch/lowdensity polyethylene blends. Polym Degrad Stab 90(1): 95-105. Huneault MA, Li H. 2007. Morphology and properties of compatibilized polylactide/thermoplastic starch blends. Polymer 48: 270-280. Ishiaku US, Pang KW, Lee WS, Ishak ZAM. 2002. Mechanical properties and enzymic degradation of thermoplastic and granular sago starch filled poly (ε-caprolactone). European Polym J 38: 393-401. Idemat 1998. Thermoplastic Starch (TPS). http://www.matbase.com/material/ polymers/agrobased/thermoplastic-starch-tps/properties. Tanggal akses 10 Mei 2009. Julianti E, Nurminah M. 2006. Teknologi Pengemasan. http:// library.usu.ac.id/download/fmipa/Kimia-Juliati.pdf. Tanggal Akses: 11 April 2008. Kalambur S, Rizvi SSH. 2006. An overview of starch-based plastic blends from reactive extrusion. J Plast Film Sheet 22: 39-58. Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Makalah Seminar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik. Universitas Negeri Jogjakarta: 6 November 2008. Komunitas Save the Earth. 2008. Makalah Seminar: Selamatkan Bumi Kita dari Kantong Plastik. Institut Pertanian Bogor: 17 Mei 2008. Latief R. 2001. Teknologi kemasan plastik biodegradabel. http://www. hayati_ipb. com/users/rudyct/individu 2001/rindam_latief.htm-87k. Tanggal akses 23 Juni 2003. Lim CJ. 1999. Biodegradable Plastics. Chemistry Social Relevance Report. Limbongan J. 2007. Morfologi beberapa jenis sagu potensial di Papua. J Litbang Pertanian 26(1): 16-24.
72
Mehta AK, Jain D. 2007. Polymer blends and alloys part-I compatibilizers- a general survey. www.plusspolymers.com. Tanggal akses: 3 Maret 2008. Morawietz K. 2006. Industrial development of environmental degradable plastics – from the idea to a commercial product. Workshop n “ Sustainable Plastics in India and Asian Countries” 14 – 16 Desember 2006 di India. Biopolymer Technologies Germany. Nakamura EM L. Cordi GSG, AlmeidaN. Duran LHI. 2005. Study and development of LDPE/starch partially biodegradable compounds. J Materials Processing Technology 162: 236-241.
Narayan R. 1996. Biobased and Biodegradable Plastic. http://www. plasticsindustry.org/files/events/pdfs/bio-narayan-061906.pdf.Tanggal akses 24 Agustus 2009. Nikazar M, Safari B, Bonakdarpour, Milani Z. 2005. Improving the biodegradability and mechanical strength of corn starch-LDPE blends through formulation modification. Iranian Polym J. 14(12): 1050-1057. Nogoseno. 2003. Arah dan Kebijakan Pengembangan Agribisnis Sagu di Indonesia dalam: Sagu untuk Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Sagu: Manado, 6 Oktober 2003. Manado: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Manado. Nolan-ITU. 2002. Environment Australia: Biodegradable Plastics-Development and Environment Impact. Melbourne: Nolan-ITU Pty Ltd. Ong DAHT, Charoenkongthum K. 2002. Thermal Properties and Moisture Absorption of LDPE/Banana Starch Biocomposite Films. J Metals, Materials and Minerals 12 (1): 1-10. Park HM, Lee SR, Chowdhury SR, Kang TK, Kim HK, Park SH, Ha CS. 2002. Tensile Properties, Morphology, and Biodegradability of Blends of Starch with Various Thermoplastics. J Appl Polym Sci (86): 2907–2915. Popov EP. 1996. Mekanika Teknik. Astamar Z, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Pranamuda H. 2001. Pengembangan Plastik Biodegradabel Berbahanbaku Pati Tropis. http://www.std.ryu.titech.ac.jp/~Indonesia/zoa/paper/pf/ makalah hardaning pdf. Tanggal akses: 3 Juli 2003. Rohaeti E, Surdia NM, Radiman CY, Ratnaningsih E. 2002. Sintesis Poliuretan Dari Amilosa-Peg400-Mdi Dan Biodegradasinya Menggunakan Pseudomonas aeruginosa http:// pkukmweb. ukm.my /~kimia/ ukmitb2002 /abstrakitb/eli_abs.htm. Tanggal akses: 18 Juli 2005.
73
Rosa DS, Guedes CGF, Pedroso AG. 2004. Gelatinized and nongelatinized corn starch/poly(ε-caprolactone) blends: characterization by rheological, mechanical, and morphogical properties. Polímeros 14(3): 181-186. Sailaja RRN, Chanda M. 2001. Use of maleic anhydride-grafted polyethylene as compatibilizer for HDPE-tapioca starch blends: effects on mechanical properties. J Appl Polym Sci 80(6): 863-872. Saptono R. 2008. Pengetahuan Bahan. http://staff.ui.ac.id/ internal/132128628/ material/PengetahuanBahanBabKelima.pdf. Tanggal akses: 8 Juli 2009. Shah PB, Bandopadhyay S, Bellare JR. 1995. Environmentally degradable starch filled low density polyethylene. Polym Degrad Stab 47(2): 165-173. Shujun W, Jiugao Y, Jinglin Y. 2005. Preparation and characterization of compatible thermoplastic starch/polyethylene blends. Polym Degrad Stab 87: 395-401. Sriroth K, Chollakup R, Piyachomkwan K, Oates CG. 1998. Biodegradable plastic from cassava starch in Thailand. http://www.biomass-asiaworkshop.jp/biomassws/ 01workshop /material/ Klanarong%81@ Sriroth.pdf. Tanggal akses 12 Desember 2008. Sunarti TC, Ulfa M, Yuliasih I. 2008. Makalah Seminar: Aplikasi Pati sebagai Campuran Plastik: Peluang dan Tantangan. dalam Seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik. Universitas Negeri Jogjakarta: 6 November 2008. Stevens MP. 2007. Polymer chemistry. Iis Sopyan, penerjemah. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sumule O, Suwahyono U. 1994. Bioplastik : Produk Teknologi Tinggi Berwawasan Lingkungan. www.pikiran-rakyat.com/teknologi/php.1044. Tanggal akses: 20 Juli 2003. Surdia T, Saito S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Theresia V. 2003. Aplikasi dan karakterisasi sifat fisik-mekanik plastik biodegradable dari campuran LLDPE dan tapioka [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Thomas DJ, Atwell WA. 1999. Starches. The American Association of Cereal Chemists Inc. Minnesota. Umam K, Himawan NA, Nurmawati. 2007. Struktur dan Sifat Polimer. www.scribd.com/doc/6646895/Tugas-Material-Polimer. Tanggal akses: 8 Juli 2009.
74
Vlack, LHV. 1991. Ilmu dan Teknologi Bahan: Ilmu Logam dan Bukan Logam. Jakarta: Erlangga. Vilpoux O, Averous L. 2006. Starch-Based Plastics. Latin American Starchy Tubers. Vinhas GM, Lima SML, Santos LA, Gomes MA, Bastos YM. 2007. Evaluation of the types of starch for preparation of LDPE/starch blends. Brazilian Archives Of Biol Technol 50(3): 361-370. Wade LG. 1991. Kimia Polimer. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. Wang YJ, Liu W. 2002. Morphology and Properties of Low-Density Polyethylene and Rice-Starch Composites. Rice Quality & Processing 419-425. Wurzburg OB. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. Boca Raton: CRC Press., Inc. Yuliasih I. 2008. Fraksinasi dan asetilasi pati sagu serta aplikasi produknya sebagai bahan campuran plastik sintetik [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zhang QX, Yu ZZ, Xie XL, Naito K, Kagawa Y. 2007. Preparation and crystalline morphology of biodegradable starch/clay nanocomposites. Polymer 48(24): 7193-7200.
75
Lampiran 1 Analisis Prosedur Karakterisasi Pati Sagu 1.
Kadar Air (AOAC, 1999) Pengukuran kadar air menggunakan metode oven. Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 10 menit. Sebanyak 2-3 g sampel ditimbang didalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 5 jam.
Sampel
didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang bobot akhirnya sampai bobot konstan. Perhitungan:
Kadar air %
2.
Bobot awal sampel g Bobot akhir sampel g X 100% Bobot awal sampel g
Kadar Abu (AOAC, 1999) Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 3-5 g dan ditempatkan dalam cawan porselin. Sebelum diabukan, sampel dipanaskan diatas penangas destruksi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Kemudian sampel diabukan dengan cara dimasukkan dalam tanur listrik dengan suhu 550oC hingga terbentuk warna abu-abu. Selanjutnya sampel didinginkan kedalam desikator. Bobot akhir ditimbang dan diulang hingga bobot akhirnya tetap.
Kadar Abu %
3.
Bobot abu g X 100% Bobot awal sampel g
Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995) Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan dalam labu erlenmeyer 300 ml. H2SO4 0,3 N ditambahkan dibawah pendingin balik selama 30 menit. Cairan dalam labu erlenmeyer disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan pompa vacuum. Berikutnya
76
dicuci berturut-turut dengan 50 ml air panas dan 25 ml aseton. Residu berupa kertas saring dikeringkan sampai bobotnya konstan.
Kadar Serat Kasar %
Keterangan : a
4.
a– b X 100% W
= bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan
b
= bobot kertas saring kosong (g)
W
= bobot sampel (g)
Derajat Asam (SNI 01 3451 1994) Sampel sebanyak 10 g ditimbang dan dituang kedalam gelas piala, kemudian ditambahkan 100 ml etanol 70% yang telah dinetralkan dengan indikator PP. Selanjutnya dikocok selama 1 jam pada alat pengocok mekanik dan disaring cepat dengan kertas saring kering (Whatman no.1). Berikutnya dipipet sebanyak 50 ml sambil disaring dan dituang dalam erlenmeyer 500 ml dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator PP.
Derajat Asam
5.
100 X ml NaOH X N NaoH X 100 50 Bobot sampel
Kadar Lemak (AOAC, 1995) Kertas saring dibentuk seperti tabung dan dikeringkan pada suhu 105oC selama 1 jam. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel 2-3 g dimasukkan di dalam kertas saring dan dimasukkan kedalam Soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atas labu lemak. Ekstraksi menggunakan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama + 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak menjadi bening. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 105oC hingga mencapai bobot tetap, lalu didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemak yang ada di dalamnya ditimbang (B), sehingga dapat diketahui bobot lemaknya.
77
Kadar Lemak %
6.
B A X 100% Bobot sampel g
Kadar Protein (AOAC, 1999) Sampel sebanyak 0,1 g dicampur dengan 1 g katalis (dibuat dengan mencampurkan 1 g CuSO4 dan 1,2 g Na2SO4) dan 2,5 ml H2SO4 pekat, didihkan dalam labu Kjeldahl sampai jernih, kemudian didinginkan. Setelah itu, diencerkan sampai 100 ml. Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan kedalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50 %. Hasil destilat ditampung dalam 25 ml HCl 0,02 N. Proses dihentikan bila volume destilat mencapai dua kali volume sebelum destilasi. Destilat kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02 N dan ditambah 2 tetes indikator Mengsel. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap blanko.
Kadar Protein %
ml titrasi blanko sampel X N X 14,007 X 6,25 X 100% Bobot sampel g X 1000
Keterangan : N = Normalitas NaOH
7.
Kadar Pati (AOAC, 1984) Pengukuran kadar pati dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 1 g dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 500 ml. Kemudian dihidrolisis selama 1 jam pada autoclave 115oC. Setelah dingin dinetralkan dengan NaOH 40% dan dimasukkan dalam labu ukur 250 ml. Selanjutnya ditambahkan akuades hingga tanda tera. Sampel sebanyak 10 ml dipipet dan dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan larutan luff schroll 25 ml. Larutan didihkan dibawah pendingin tegak tepat selama 10 menit lalu sampel didinginkan. Berikutnya ditambahkan larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 secara perlahan dan dititrasi dengan larutan sodium tiosulfat 0,1 N dengan menggunakan indikator kanji. Blanko dibuat dengan menggunakan akuades sebagai pengganti sampel.
78
Kadar pati %
8.
0,9 X pengenceran X mg monosakarida X 100% Bobot awal sampel mg
Kadar Amilosa (AOAC, 1994) Perhitungan kadar amilosa dilakukan dengan menetapkan kurva standar terlebih dahulu. Amilosa murni diukur sebanyak 40 mg dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai membentuk gel dan didinginkan. Campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan menggunakan akuades. Larutan diatas masing-masing 1, 2, 3, 4, 5 ml dimasukkan dalam labu takar 100 ml, kemudian ke dalam setiap labu tersebut ditambahkan asam asetat 1 N masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ml, lalu ditambahkan masing-masing 2 ml larutan iod. Campuran dalam labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm, kemudian dibuat kurva standar antara konsentrasi amilosa murni dengan absorbansi. Setelah dibuat kurva standar, dilakukan penetapan sampel dengan memasukkan 100 mg sampel dalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 0,1 N. Campuran dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai membentuk gel dan didinginkan. Campuran dipindahkan kedalam labu takar 100 ml dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga tanda tera. Larutan tersebut sebanyak 5 ml dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml, ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Campuran dalam labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dikocok dan dibiarkan selama 30 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa sampel dapat dihitung sebagai berikut:
79
Kadar amilosa %
A X 100 X 100/5 X 100% W
Keterangan : A = Konsentrasi amilosa dari persamaan kurva standar (mg/ml) W = Bobot sampel (mg)
9.
Bentuk dan Ukuran Granula Pati (Metode mikroskop cahaya terpolarisasi) Bentuk granula dilihat dengan mikroskop polarisasi cahaya dan mikroskop cahaya (Olympus model BHB, Nippon Kogaku, Jepang) yang dilengkapi dengan kamera (Olympus model C-35 A) dengan cara sebagai berikut: Untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, suspensi pati disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air akuades, Suspensi ini diteteskan dalam gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup. Obyek diuji dengan meneruskan cahaya melalui polarisator. Selama pengamatan, alat analisistor diputar sehingga cahaya terpolarisasi sempurna ditunjukkan oleh butir-butir pati yang belum mengalami gelatinisasi dengan sifat birefringent. Pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan polarisator dan alat penganalisis (analisistor) disebut mikroskop cahaya. Gambar dipotret dengan film berwarna, Fuji Film ASA 100, 35 Japan.
80
Lampiran 2 Analisis Prosedur Karakterisasi Pati Sagu Termoplastis dan Plastik
1.
Kuat Tarik (ASTM D 638, 1991) Sampel yang akan diuji terlebih dahulu dikondisikan dalam ruang dengan suhu dan kelembaban relatif standar (23 2oC, 52%) selama 24 jam. Sampel yang akan diuji dipotong sesuai standar. Disiapkan sebanyak 7 lembar sampel dan dihitung rata-ratanya. Pengujian dilakukan dengan cara kedua ujung sampel dijepit mesin penguji tensile. Selanjutnya dicatat panjang awal dan ujung tinta pencatat diletakkan pada posisi 0 pada grafik. Knob start dinyalakan dan alat akan menarik sampel sampai putus dan dicatat gaya kuat tarik (F) dan panjang setelah putus. Selanjutnya dilakukan pengujian lembar berikutnya. Perhitungan :
Kekuatan Tarik
2.
kgf cm2
Gaya Kuat Tarik F Luas Permukaan A
Elongasi (ASTM D 638, 1991) Pengukuran elongasi dilakukan dengan cara yang sama dengan pengujian kuat tarik. Elongasi dinyatakan dalam persentase melalui perhitungan berikut:
Elongasi %
P
P P
x 100%
81
3.
Analisis Termal (ASTM D 3418, 1991) Sampel sebanyak 10 mg dimasukkan dalam test cell. Selanjutnya sampel diseal dan dilakukan pencatatan berat sampel. Pengujian mengacu pada ASTM D3418 menggunakan Differential Scanning Calorimeter (DSC). Analisis dilakukan dengan scanning temperature dari 30oC hingga 200oC. Kecepatan pemanasan adalah 10oC/min. Transisi gelas (Tg) berikut nilai kalor jenis (c) dihitung berdasarkan midpoint dari peningkatan jumlah panas yang diserap bahan, sedangkan titik leleh (Tm) diperoleh pada saat terjadi reaksi eksotermis.
4.
Biodegradabilitas (ASTM G-21-70) Pengujian biodegradabilitas secara kualitatif plastik campuran dilakukan berdasarkan ASTM G-21-70. Dalam metode ini, sampel plastik berbentuk lembaran tipis berukuran 3x3 cm2 ditempatkan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan diinokulasikan dengan kapang Penicillium sp. Sampel diinkubasi pada suhu 29±1oC selama 1 minggu. Pertumbuhan kapang pada sampel plastik mengikuti ranking berikut : 0:
tidak ada pertumbuhan koloni
1:
kurang dari 10% permukaan sampel tertutup koloni
2:
10-30% permukaan sampel tertutup koloni
3:
30-60% permukaan sampel tertutup koloni
4:
60-100% permukaan sampel tertutup koloni
Pada penelitian ini, digunakan dua kapang, yakni Penicillium sp. dan Aspergillus niger. Sebagai pembanding ditanam juga lembaran plastik sintetis (LLDPE) dengan perlakuan yang sama Pengujian biodegradabilitas plastik secara kuantitatif dilakukan dengan mereaksikan sampel plastik berbentuk lembaran tipis berbobot 10 mg dengan 1 ml enzim α-amilase (Novo Thermamyl 26.087,09 IU) dalam 9 ml buffer phosphate pH 7. Inkubasi dilakukan selama 17 jam pada shaker 150 rpm. Cairan yang diperoleh dilakukan pengujian gula reduksi dengan metode DNS.
82
- Pembuatan Pereaksi DNS DNS sebanyak 5 g dilarutkan dalam 100 ml NaOH 2 N, diaduk dan ditambahkan 250 ml aquades. Potassium tartat sebanyak 15 g ditambahkan, kemudian diaduk sampai larut dan ditepatkan hingga tanda tera (500 ml) - Pembuatan Standar Glukosa Standar Glukosa dibuat pada konsentrasi 0, 500, 1000, 1500 dan 2500 ppm - Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Pengukuran dilakukan menggunakan spektrometer dengan panjang gelombang 550 nm terhadap 0,5 ml sampel yang ditambah dengan 1,5 ml pereaksi DNS dan diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit. Nilai gula reduksi atau nilai pati yang terhidrolisis akan diasumsikan sebagai bagian
yang
terdegradasi
sehingga
akan
diperoleh
persentase
biodegradabilitas plastik. 5.
Analisis Morfologi Permukaan dengan SEM (ASTM E 2015, 1991) Sampel diletakkan pada sel holder dengan perekat ganda dan dilapisi dengan logam emas dalam keadaan vakum. Sampel dimasukkan dalam alat SEM, lalu gambar permukaan diamati dan dilakukan pembesaran sesuai yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan dengan pemotretan menggunakan film hitam putih.
83
Lampiran 3 Bentuk dan ukuran granula pati sagu (perbesaran 200 X)
9,4 μm
11,1 μm
68,7 μm
91,5 μm
37,1 μm
50,6 μm
Mikroskop Cahaya Normal
Mikroskop Cahaya Terpolarisasi
84
Lampiran 4
Data hasil analisis mekanik pati sagu termoplastis (pencampuran dengan compt.-LLDPE 80%)
Konsentrasi gliserol dalam pati sagu termoplastis (%) 10 20 30
Tebal (cm) 0,1910 0,1921 0,1930
Kuat Tarik (kgf/cm2) 79,0±10,0 101,5±7,0 100,0±9,0
Elongasi (%) 3,0±1,0 12,5±3,0 15,0±2,4
85
Lampiran 5 Data hasil analisis kuat tarik plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE
Komposisi pati sagu termoplastis/compt.LLDPE
20:80 40:60 60:40
Tebal (cm)
Kuat Tarik (kgf/cm2)
0,1964 120±1,6 0,1842 110±8,7 Tidak dapat dilakukan pengukuran (getas)
86
Lampiran 6
Data hasil analisis elongasi plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE
Komposisi pati sagu termoplastis/compt. LLDPE
20:80 40:60 60:40
Tebal (cm)
Elongasi (%)
0,1964 47±20,5 0,1842 5±6,5 Tidak dapat dilakukan pengukuran (getas)
87
Lampiran 7 Data hasil analisis suhu transisi gelas campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE
Analisa sidik ragam suhu transisi gelas plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE Sumber variasi dK JK KT P hitung Perlakuan 2 3,213 1,607 0,177 Error 3 1,480 0,493 Total 5 4,693 Keterangan: P-hitung > 0,05 tidak ada beda nyata α= 0,05
P 0,05 0,05
88
Lampiran 8 Data hasil analisis titik leleh plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE
Analisa sidik ragam titik leleh plastik campuran pati sagu termoplastis dan comptLLDPE Sumber variasi dK JK KT P hitung Perlakuan 2 7,403 3,702 0,112 Error 3 2,245 0,748 Total 5 9,648 Keterangan: P-hitung > 0,05 tidak ada beda nyata α= 0,05
P 0,05 0,05
89
Lampiran 9 Data hasil analisis kalor jenis plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE
Analisa sidik ragam kalor jenis plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE Sumber variasi dK JK KT P hitung Perlakuan 2 0,000442 0,000221 0,665 Error 3 0,001415 0,000472 Total 5 0,001857 Keterangan: P-hitung > 0,05 tidak ada beda nyata α= 0,05
P 0,05 0,05
90
Lampiran 10. Data hasil analisis jumlah kalor pada suhu transisi gelas plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE
Analisa sidik ragam jumlah kalor pada suhu transisi gelas plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE Sumber variasi dK JK KT P hitung Perlakuan 2 47,6 23,8 0,635 Error 3 134,7 44,9 Total 5 182,2 Keterangan: P-hitung > 0,05 tidak ada beda nyata α= 0,05
P 0,05 0,05
91
Lampiran 11 Data hasil analisis jumlah kalor pada titik leleh plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE
Analisa sidik ragam jumlah kalor pada titik leleh plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE Sumber variasi dK JK KT P hitung Perlakuan 2 209 105 0,637 Error 3 597 199 Total 5 806 Keterangan: P-hitung > 0,05 tidak ada beda nyata α= 0,05
P 0,05 0,05
92
Lampiran 12 Data hasil uji biodegradabilitas plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE secara kuantitatif Analisa sidik ragam biodegradabilitas plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE secara kuantitatif Sumber variasi dK JK KT P hitung Perlakuan 2 2243,17 1121,59 0,001 Error 3 18,63 6,21 Total 5 2261,80 Keterangan: P-hitung < 0,05 ada beda nyata pada α= 0,05
P 0,05 0,05
Analisa uji lanjut Tukey biodegradabilitas plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt-LLDPE secara kuantitatif Komposisi pati sagu termoplastis- compt.-LLDPE
20:80 40:60 60:40
Biodegradabilitas
(%) 3,15 24,70 50,45
α = 0,05 A B C
93