PENGEMBANGAN FILM KOMPOSIT TEPUNG UBI KAYU TERMOPLASTIK-LINEAR LOW-DENSITY POLYETHYLENE (LLDPE)
SUGIARTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
3
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-Linear Low-Density Polyethylene (LLDPE) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Sugiarto NIM 0361090111
4
RINGKASAN SUGIARTO. Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu TermoplastikLinear Low-Density Polyethyelene (LLDPE). Dibimbing oleh TITI CANDRA SUNARTI, INDAH YULIASIH, ANI SURYANI, dan SUTRISNO. Plastik merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan saat ini. Plastik memiliki keunggulan dalam hal sifat kekuatannya (kekuatan tarik, ketahanan sobek, dan ketahanan retak), bobotnya ringan, dan ketahanan terhadap bahan kimia, serta kemudahan dalam proses pembuatan kemasan, baik kemasan film maupun kemasan kaku. Sifat plastik juga mudah diatur atau dimodifikasi dengan menambahkan bahan tambahan plastik ataupun dengan mencampurnya dengan plastik jenis lain membentuk kemasan multi layer. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan dihadapkan pada dua permasalahan penting, yaitu masalah sampah bekas kemasan dan semakin menipisnya bahan baku plastik berupa gas dan minyak bumi. Pengembangan bahan kemasan berbasis bahan alam yang dapat didegradasi atau bioplastik banyak dilakukan untuk mengatasi masalah sampah plastik. Salah satu bahan terbarukan untuk bioplastik adalah bahan nabati seperti tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu merupakan sumber daya terbarukan dan bersifat dapat terurai secara alami. Penelitian pembuatan bioplastik dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya modifikasi, dan pencampuran dengan bahan nabati seperti pati ubi kayu atau tanaman sumber pati lainnya. Penambahan tepung ubi kayu ke dalam linear low-density polyethylene (LLDPE) akan dihadapkan pada beberapa masalah. Tepung ubi kayu dan LLDPE merupakan dua bahan yang berbeda polaritasnya sehingga sulit untuk dicampurkan dengan baik. Tepung ubi kayu memiliki sifat mekanis yang rapuh dan kaku terutama saat kehilangan kandungan airnya. Pencampuran dua bahan yang berbeda sifatnya memerlukan bahan lain sebagai bahan penyetara atau kompatibiliser (compatibilize)r atau coupling agent. Penambahan plastisiser seperti gliserol dapat memperbaiki sifat rapuh dan kaku tepung ubi kayu. Dengan demikian pembuatan film komposit tepung ubi kayu-LLDPE memerlukan bahan kompatibiliser dan pemlastis (plasticizer). Plastisiser ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanis pati dan serat yang ada pada tepung ubi kayu. Penambahan plastisiser akan mengubah tepung ubi kayu menjadi tepung ubi kayu termoplastik. Kompatibiliser dapat meningkatkan ikatan permukaan dan menurunkan tegangan kedua bahan. Kompatibiliser yang banyak digunakan pada berbagai penelitian diantaranya adalah maleic anhydride dengan inisiator dikumil peroksida, asam stearat, atau bahan lain. Formulasi tepung ubi kayu, resin LLDPE, plastisiser dan compatibilizer akan mempengaruhi sifat mekanis, permeabilitas gas, dan kemampuan pembentukan film komposit yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap sifat film komposit yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula film komposit dari tepung ubi kayu termoplastik dengan polietilen linier densitas rendah (LLDPE) dan karakter film komposit yang dihasilkan.
5 Pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dilakukan dengan penambahan gliserol 30 atau 40 persen bersama air sampai kadar air campuran 25 persen. Plastisasi dilakukan pada suhu 90 oC selama 15 menit menggunakan kneadingmixing machine pada putaran 52 rpm. Sementara komponding dilakukan dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE sebesar 20:80, 30:70, dan 40:60 pada suhu 190 oC dengan kompatibiliser asam stearat atau palm fatty acid distillate (PFAD) 5 dan 7 persen. Pada tahap formulasi juga ditambahkan polyoxyethylene stearate. Selanjutnya film komposit dibuat dengan teknik film blowing. Rasio tepung ubi kayu:LLDPE, dosis gliserol dan kompatibiliser pada formulasi komposit tidak berpengaruh terhadap kadar air komposit. Sementara bobot jenis komposit dipengaruhi oleh rasio tepung:LLDPE, semakin banyak tepung ubi kayu maka bobot jenis komposit semakin tinggi, sementara kompatibiliser meningkatkan indeks laju alir komposit yang dihasilkan. Tebal film komposit dipengaruhi oleh rasio tepung:LLDPE, dan kompatibiliser. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan maka film komposit yang diperoleh semakin tebal. Dosis gliserol berpengaruh pada tebal film menggunakan PFAD sebagai kompatibiliser tetapi tidak berpengaruh pada film komposit dengan kompatibiliser asam stearat. Film yang diperoleh dengan kompatibiliser asam stearat bisa lebih tipis yaitu 260 – 310 µm dibandingkan dengan kompatibiliser PFAD 250 – 870 µm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa film plastik komposit memiliki nilai kuat tarik dan elongasi yang lebih kecil dibandingkan film LLDPE pada semua orientasi. Perlakuan rasio tepung ubi kayu termoplastik terhadap resin LLDPE berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik dan elongasi pada orientasi machine direction dan transverse direction. Semakin tinggi jumlah tepung ubi kayu maka kuat tarik dan elongasi film komposit menurun. Dosis gliserol berpengaruh nyata terhadap nilai elongasi pada orientasi machine direction dan transverse direction. Peningkatan dosis gliserol mengakibatkan menurunnya nilai elongasi, baik pada rasio pencampuran 30:70 maupun 40:60. Dosis PFAD berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik dan elongasi film sejajar arah mesin (MD) dan tegak lurus arah mesin (TD) Peningkatan dosis PFAD mengakibatkan penurunan nilai kuat tarik dan elongasi film sementara kuat tarik film komposit dengan kompatibiliser asam stearat hanya dipengaruhi oleh banyaknya tepung ubi kayu yang digunakan. Polyoxyethylene tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kuat tarik dan sifat optis film komposit yang dihasilkan. Komposit yang dihasilkan memiliki nilai indeks laju alir 3.39 – 5.59 g/10 menit. Film komposit yang dihasilkan memiliki kuat tarik 2.75 - 5.65 MPa dengan perpanjangan putus 21.90 - 396.18 persen pada arah MD dan kuat tarik 1.29 – 4.51 MPa dengan perpanjangan putus 21.90 – 291.09 persen pada TD. Film komposit yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan buram. Perlu dikaji teknik compounding dan pembuatan film komposit yang lebih sesuai untuk formulasi yang ada sehingga dapat dihasilkan komposit dan film komposit yang lebih baik. Kata kunci : film komposit, plastisiser, kompatibiliser, kuat tarik, elongasi
6
SUMMARY SUGIARTO. Development of Thermoplasticized Cassava Flour-Linear LowDensity Polyethylene Composite Film. Supervised by TITI CANDRA SUNARTI, INDAH YULIASIH, ANI SURYANI, and SUTRISNO. Plastic packaging material is widely used today. The advantages of plastic usage are its strength properties (tensile strength, tear resistance, and crack resistance), light, and resistant to chemicals, as well as ease to be processed as packaging material. The nature of plastic is also easily adjusted or modified by adding an plastic material additives or by mixing it with other types of plastic to be formed as multi-layer packaging. The use of plastic as a packaging material is faced with two important problems, namely the problem of the waste of used packaging and the depletion of plastic raw materials such as oil and gas. The development of natural ingredient-based packaging material that can be degraded or bioplastics is done to address the problem of plastic waste. One of it is usage renewable plant materials for bioplastics such as cassava flour. Research in the field of bioplastics manufacturing was done in various ways, including modification and mixing with vegetable materials such as starch cassava starch or other plant sources. The addition of cassava flour into linear low-density polyethylene (LLDPE) will be faced with several problems. Cassava flour and LLDPE are two materials that have incompatible polarity so it is difficult to be mixed. Cassava flour is brittle and stiff material, especially when they loss of water content. The addition of plasticizers such as glycerol can improve brittle and rigid nature of cassava flour. Mixing of two different materials in nature require other materials compatibilizer or coupling agent. Thus the composite film making cassava flourLLDPE material requires compatibilizser and plasticizer. Plasticizers are added to improve the mechanical properties of starch and fiber that is in cassava flour. The addition of plasticizers will transform cassava flour into thermoplastic cassava flour. Compatibilizer can increase the surface bonding and lowers the surface tension of both materials. Compatibilizer are widely used in various studies including the maleic anhydride with dikumil peroxide as initiator, stearic acid, or other ingredients. Formulation of cassava flour, LLDPE resin, plasticizer and compatibilizer will affect the mechanical properties, and the ability of the composite film formation. It is thus necessary to investigate the influence of formulation on the properties of the composite films. This study aimed to obtain a formula for the of thermoplastic cassava flour-linear low-density polyethylene (LLDPE) composite bag films and the film characteristics. Thermoplastic cassava flour were prepared by adding of 30 or 40 percent glycerol to the cassava flour. Water should be added to the mixture until the moisture content of the mixture reached 25 percent. Plasticizing process were performed at 90 °C for 15 minutes using a kneading-mixing machine at 52 rpm rotation. While compound are made by using cassava flour: LLDPE ratio at 20:80, 30:70, and 40:60 at 180 °C with addition of 5 and 7 percent stearic acid or PFAD as compatibilizer. At formulation stage polyoxyethylene stearate are added. Then the compound were process in the film blowing line.
7 Cassava flour:LLDPE ratio, glycerol and compatibilizer dosage in the composite formulation did not affect the water content of the composite pellet. While the specific gravity of the composite is influenced by the ratio of cassava flour:LLDPE, the higher cassava flour gave the higher the composite specific gravity, while compatibilizer was increased the melt flow index of the composite pellet. The composite film thickness was influenced by the flour:LLDPE ratio, and compatibilizer dose. The higher cassava flour gave the thicker composite films. Glycerol dose affected the film thickness that using PFAD as compatibilizer but had no effect on the composite film with stearic acid. Films obtained by using stearic acid as compatibilizer had 260-310 µm thickness compared to 250-810 µm that using PFAD as compatibilizer. The test results showed that the composite films had tensile strength and elongation values smaller than LLDPE film at all orientations. Treatment of thermoplastic cassava flour:LLDPE resin significantly affected on tensile strength and elongation values of the films. The higher cassava flour contained composite film will be more rigid and brittle so that the tensile strength and elongasinya also declined. Gycerol Dose significantly affected the elongation of the composite film. Increasing glycerol dosage gave a decreasing on elongation. PFAD dosage significantly affected the tensile strength and elongation of the composite film. Increasing dosage of PFAD gave a decreasing on tensile strength and elongation of the composite film. Polyoxyethylene had no significant effect on tensile strength and optical properties of the composite films. The composite film had a melt flow index of 3.39 to 5.59 g/10 min, a tensile strength of 2.75 - 5.65 MPa, with elongation at break at 21.90 - 396.18 percent in the direction parallel to the machine direction (MD) and tensile strength of 1.29 to 4.51 MPa with elongation at break at 21.90 - 291.09 per cent in the the machine transverse direction. The composite film produced has a brownish in color and opaque. Compounding and film making techniques needs to be studied to increase the pellet and film composite characteristics. Keywords: composite film, plasticizer, compatibilizer, tensile strength, elongation
8
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmuah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
9
PENGEMBANGAN FILM KOMPOSIT TEPUNG UBI KAYU TERMOPLASTIK-LINEAR LOW-DENSITY POLYETHYLENE (LLDPE)
SUGIARTO
Disertasi sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
10
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof (R) Dr Ir Nur Richana, MSi. 2. Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr Asmuwahyu Saptorahardjo 2. Dr Ir Yohanes Aris Purwanto, MSc.
11 Judul Disertasi : Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-Linear Low-Density Polyethyelene (LLDPE) Nama : Sugiarto NIM : F361090111
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Indah Yuliasih, STP, MSi. Anggota
Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA Anggota
Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi. Ketua
Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr. Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
12
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pembuatan bahan kemasan komposit dari bahan nabati dan sintetis dengan judul Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-Linear Low-Density Polyethyelene (LLDPE). Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi., Dr Indah Yuliasih, STP, MSi., Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr., dan Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA, selaku komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi. 2. Prof (R) Dr Ir Nur Richana, MSi, dan Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA, selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup serta Dr Asmuwahyu Saptorahardjo, dan Dr Ir Yohanes Aris Purwanto selaku dosen penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan disertasi. 3. Pimpinan Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Pimpinan Fakultas Teknologi Pertanian, IPB dan Pimpinan IPB yang telah memberikan ijin melanjutkan studi. 4. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI atas bantuan beasiswa BPPS dan hibah penelitian melalui skema BOPTN. 5. Bapak Stephanus Adrian, Dr Asmuwahyu Saptorahardjo, beserta Tim R&D PT Inter Aneka Lestari Kimia dan Ir Dede Purkon (PT Lotte Titan Nusantara Chemical) atas masukan dan saran untuk perbaikan rencana penelitian. 6. PT Inter Aneka Lestari Kimia atas bantuan bahan serta penggunaan fasilitas produksi dan analisis untuk pelaksanaan penelitian 7. PT Smart Tbk. atas bantuan PFAD. 8. Rekan-rekan dosen dan tenaga pendukung di Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB yang telah memberikan dukungan selama penulis melaksanakan tugas belajar. 9. Rivan Juniawan dan Bora Lasian Sianturi atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian. 10. Isteri penulis Hardian Ika Sakti, anak-anak penulis Salsabila Shafa, Farras Abiy, dan Dary Masy’al, ayah dan ibu, ayah dan ibu mertua, serta seluruh keluarga besar Poniso dan Soeharto atas segala dukungan, do’a, dan kasih sayangnya. 11. Rekan-rekan F36109: Ade Iskandar, Andes Ismayana, Christina Winarti, Ervina Meladewi, Faqih Udin, Ike Sitoresmi, Indrani, Juliza Hidayati, Kisroh Dwiyono, Meilita Sembiring, Mersi Kurniaty, Rahman Jaya, Rini Purnawati, Sidik Herman, Suharman, dan Syarifuddin terima kasih atas persaudaraan, kebersamaan, kerjasama, dan dorongan semangatnya. Penulis menyadari karya ilimiah ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan diri penulis di masa datang. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Sugiarto
13
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kebaruan
1 1 4 5 5 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Ubi kayu Pati termoplastik dan wood-plastic composite Compatibilizer Plasticizer Antifog
6 7 8 9 10 11
3 METODE Bahan Alat Tahapan Penelitian
13 13 13 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Penentuan Kondisi Proses Karakteristik Pelet Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE Karakteristik Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE Pengaruh formulasi terhadap karakter film komposit
20 20 22 26 35 47
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
59 59 59
DAFTAR PUSTAKA
61
14
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Desain percobaan metoda permukaan respon Hasil analisis proksimat tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh Karakteristik asam stearat Komposisi PFAD Pengaruh suhu terhadap karakter komposit Pengaruh urutan pengumpanan terhadap karakter komposit Pengaruh rasio tepung ubi kayu:LLDPE terhadap karakter komposit Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser PFAD Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser asam stearat 12 Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser PFAD Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser asam stearat Parameter pengukuran Differential Scanning Calorimeter Tebal film komposit (µm) dengan kompatibiliser PFAD Tebal film komposit (µm) dengan kompatiliser asam stearat Yellowness index dan opasitas film komposit dengan kompatibiliser PFAD Yellowness index dan opasitas film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan kompatibiliser PFAD Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Hasil analisis pelet dan film komposit
19 20 21 21 23 23 24 26 27 27 28 29 29 34 35 38 39 42 43 43 49
15
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Struktur pati (Czigany et al. 200) Rumus kimia amilopektin dan amilosa (Czigany et al. 2007) Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik Diagram alir proses pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE Diagram alir pembuatan film komposit untuk tahap formulasi Produk tepung ubi kayu termoplastis dengan gliserol 30% (Juniawan 2014) Komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan dengan kondisi proses penambahan tepung secara bersamaan (rasio 30:70, gliserol 30%, asam stearat 5%), suhu 190 oC dan waktu komponding 20 menit (Juniawan 2014) Grafik hubungan antara kadar air dengan specific gravity komposit Grafik hubungan antara kadar air dengan indeks laju alir komposit Grafik hubungan specific gravity dengan indeks laju alir Pola kurva DSC tepung ubi kayu dan komposit Grafik hubungan antara specific gravity dengan tebal film Grafik hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film Morfologi permukaan film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE=30:70, gliserol 30 % dan kompatibiliser asam stearat Spektrum FTIR tepung ubi kayu dan komposit tepung ubi kayuLLDPE Grafik hubungan antara specific gravity dengan kuat tarik film komposit arah MD Grafik hubungan antara specific gravity dengan elongasi film komposit arah MD Grafik hubungan antara tebal dengan kuat tarik film komposit arah MD Grafik hubungan antara tebal film dengan elongasi film komposit arah MD Kekuatan seal film plastik komposit dengan kompatibiliser asam stearat Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap indes laju alir komposit Kurva permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap indeks laju alir Profil prediksi hubungan antara formulasi dengan kuat tarik Kurva permukaan respon pengaruh formulasi terhadap kuat tarik Kurva prediksi pengaruh formulasi terhadap modulus Young film komposit Permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap modulus Young Grafik hubungan antara kuat tarik terhadap modulus Young
7 8 14 16 18 22
25 30 31 31 33 36 37
40 41 44 45 46 46 47 48 50 52 53 54 54 55
16 28. 29. 30. 31.
Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap derajat kuning Permukaan respon formulasi terhadap derajat kuning Profil prediksi hubungan antara formulasi dengan opasitas Kurva permukaan respon hubungan antara formulasi dengan opasitas
56 56 57 58
17
DAFTAR LAMPIRAN 1. Prosedur analisis 2. Hasil Analisis Varian (ANOVA) pada parameter pelet komposit 3. Hasil Analisis Varian (ANOVA) pada parameter film komposit 4. Persamaan Regresi dan koefisien determinasi hubungan antar parameter pada pelet komposit 5. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara parameter pelet komposit dengan parameter film komposit 6. Hasil analisis metode permukaan respon
67 74 77 84 85 87
18
DAFTAR ISTILAH Amilopektin
:
Amilosa
:
Amorf
:
Antifog
:
Bioplastik
:
Dispersant
:
Hidrofilik
:
Hidrofobik
:
Indeks laju alir
:
Kompatibiliser (compatibilizer) :
Komponding
:
Kristalin
:
Kuat tarik (tensile strength)
:
LLDPE
:
Lubricant
:
fraksi polimer yang tersusun atas glukosa rantai cabang dengan ikatan α-1,4 glikosida pada rantai lurus dan ikatan α-1,6 glikosida pada percabangannya fraksi polimer yang tersusun atas glukosa rantai cabang dengan ikatan α-1,4 glikosida struktur sekunder polimer yang tidak beraturan (acak) bahan tambahan (aditif) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan air yang menempel pada permukaan film sehingga mencegah terbentuknya kabut pada permukaan film plastik yang bahan bakunya berasal dari biomassa bahan aditif yang digunakan untuk memperbaiki kemampuan penyebaran suatu bahan (terdispersi) pada bahan lain (pendispersi sifat suatu bahan terkait dengan polaritasnya yang tinggi sehingga lebih suka berikatan dengan molekul air sifat suatu bahan yang disebabkan polaritasnya rendah sehingga tidak suka berikatan dengan cenderung menolak atau menahan molekul air ukuran kemudahan mengalir suatu bahan plastik ketika dipanaskan di atas titik lelehnya bahan aditif yang digunakan untuk memperbaiki interaksi antar muka antara dua yang tidak memiliki kesetaraan polaritas, sering pula disebut sebagai coupling agent. proses pencampuran sedemikian rupa untuk menghasilkan komposit struktur sekunder polimer yang tersusun secara rapat dan beraturan ukuran kekuatan suatu bahan ketika menerima gaya tarik linear low-density polyethylene, polimer polietilen densitas rendah dengan rantai cabang yang pendek suatu bahan aditif yang digunakan untuk mengurangi gaya gesekan antara permukaan bahan sehingga antara keduanya
19
MD
:
Modulus Young
:
Opasitas
:
Plastisiser
:
Perpanjangan putus
:
PFAD
:
Suhu transisi gelas
:
Specific gravity
:
Termoplastik
:
Termoplastisasi
:
Titik leleh
:
TPS
:
TD
:
Transluscent
:
Yellowness index
:
saling bebas dan mudah bergeser tempat (pelumas) machine direction atau arah sejajar dengan arah pembentukan film plastik pada proses film blowing suatu ukuran elastisitas suatu bahan ketika mendapat gaya tarik sebelum mencapai deformasi plastis, dinyatakan sebagai garis lurus dengan kemiringan tertentu ukuran sifat optis suatu bahan untuk menahan cahaya yang melaluinya, semakin tinggi opasitas maka bahan semakin tidak tembus pandang suatu bahan aditif yang digunakan untuk meningkatkan plastisitas (kemampuan bentu) suatu bahan suatu ukuran kemampuan suatu bahan bertambah panjang ketika mendapat gaya tarik sampai putus palm fatty acid distillad merupakan campuran asam-asam lemak dan bahan volatil lain yang diperoleh sebagai hasil samping dari proses deodorisasi minyak sawit. suhu ketika terjadi perubahan struktur sekunder suatu bahan dari struktur kristalin menjadi struktur amorf. merupakan ukuran perbandingan densitas suatu bahan dengan densitas bahan pembanding ukuran suatu bahan mengalami perubahan bentuk (deformasi plastis) ketika mendapat perlakuan panas proses pengubahan sifat suatu bahan yang kaku menjadi bersifat termoplastik suhu yang mengindikasikan material mulai mengalami perubahan struktur dari fase kristalin atau semi kristalin ke fase amorf pati yang diproses sedemikian rupa menjadi bersifat termoplastik transverse direction atau arah tegak lurus terhadap arah pembentukan film plastik pada film blowing kemampuan suatu bahan untuk meneruskan gelombang cahaya sehingga apa yang ada di balik film dapat terlihat secara samar derajat kuning atau tingkat warna kekuningan suatu bahan
20
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plastik merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan saat ini. Plastik memiliki keunggulan dalam hal sifat kekuatannya (kekuatan tarik, ketahanan sobek, dan ketahanan retak), bobotnya ringan, dan ketahanan terhadap bahan kimia, serta kemudahan dalam proses pembuatan kemasan, baik kemasan film maupun kemasan kaku (Barnetson 1996). Sifat plastik juga mudah diatur atau dimodifikasi dengan menambahkan bahan tambahan plastik ataupun dengan mencampurnya dengan plastik jenis lain sehingga membentuk kemasan multi layer. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan dihadapkan pada dua permasalahan penting, yaitu masalah sampah bekas kemasan dan semakin menipisnya bahan baku plastik berupa gas dan minyak bumi. Di Indonesia saja menurut data BPS (2011) setiap tahun orang Indonesia membuang 700 lembar kantong plastik sementara persentase sampah plastik di DKI Jakarta mencapai 7.7 % bobot dari total sampah harian Jakarta yang mencapai 524 ton (Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta 2011). Pengembangan bahan kemasan berbasis bahan alam yang dapat didegradasi atau bioplastik banyak dilakukan untuk mengatasi masalah sampah plastik. Penelitian penggunaan bahan alami terbarukan diantaranya telah dilakukan diantaranya dari kacang-kacangan oleh Salmoral et al. (2000), pati sagu oleh Yuliasih (2008), gluten oleh Song dan Zheng (2008), pati termodifikasi oleh Rivero et al. (2009), dan pati Pushpadass et al. (2010), dan pati ubi kayu dan onggok Permatasari (2010). Pemanfaatan bioplastik ini selain dapat mengatasi masalah sampah plastik juga dapat mengatasi masalah bahan karena bahan bioplastik merupakan bahan yang terbarukan. Salah satu bahan terbarukan untuk bioplastik adalah bahan nabati seperti tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu merupakan sumber daya yang terbarukan selain juga bersifat dapat terurai secara alami. Penelitian pembuatan bioplastik dilakukan dengan berbagai cara. Modifikasi plastik sintetis dan pencampuran dengan pati termodifikasi dilakukan oleh Kim dan Lee (2002), Ning et al. (2007), Yuliasih (2008), dan Pushpadass et al. (2010). Pencampuran plastik daur ulang dengan pati jagung dilakukan oleh Pedroso dan Rosa (2005). Pencampuran polietilen dengan campuran tapioka dan onggok dilakukan oleh Permatasari (2010) dan Yuliasih et al. (2010). Bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioplastik salah diantaranya adalah pati baik pati ubi kayu, pati jagung, pati sagu dan jenis pati lainnya. Penggunaan pati sebagai bahan baku memiliki keunggulan diantaranya harga yang relatif murah, dapat didegradasi, dan terbarukan (Song dan Zheng 2008) serta dampak lingkungannya rendah (Fang dan Hanna 2001). Pati yang digunakan dapat pula ditambahkan dengan serat dengan tujuan untuk memperbaiki sifat mekanis komposit yang dihasilkan. Pati diperoleh dari tanaman sumber pati dengan cara ekstraksi. Hasil samping dari proses ekstraksi terutama adalah serat dan pada produksi pati ubi kayu atau tapioka berupa onggok. Pada beberapa penelitian, pada tapioka yang digunakan sebagai bahan baku bioplastik ditambahkan kembali onggok dengan
21 tujuan memperbaiki sifat mekanis komposit yang dihasilkan. Dengan alasan tersebut pada penelitian ini dicoba menggunakan bahan berupa tepung ubi kayu tanpa melalui ekstraksi pati sehingga dihasilkan tepung ubi kayu yang mengandung pati dan serat serta bahan-bahan lain yang terkandung di dalam umbi ubi kayu seperti sedikit protein dan lemak. Pemilihan tepung ubi kayu juga didasarkan pada produksi ubi kayu nasional yang cukup tinggi, yaitu mencapai 24 juta ton per tahun (BPS 2011). Penambahan tepung ubi kayu ke dalam plastik konvensional seperti linear low-density polyethylene (LLDPE) akan dihadapkan pada beberapa masalah. Tepung ubi kayu dan LLDPE merupakan dua bahan yang sifatnya berlainan sehingga sulit untuk dicampurkan dengan baik. Tepung ubi kayu memiliki sifat mekanis yang rapuh dan kaku terutama saat kehilangan kandungan airnya. Penambahan plastisiser seperti gliserol dapat memperbaiki sifat rapuh dan kaku tepung ubi kayu. Pencampuran dua bahan yang berbeda sifatnya memerlukan bahan lain sebagai bahan penyetara atau kompatibiliser (compatibilizer atau coupling agent. Dengan demikian pembuatan film komposit tepung ubi kayuLLDPE memerlukan bahan pemlastis (plasticizer) dan kompatibiliser. Plastisiser ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanis pati dan serat yang ada pada tepung ubi kayu. Penambahan plastisiser akan mengubah tepung ubi kayu menjadi tepung ubi kayu termoplastik. Menurut Ishiaku et al. (2002) pati yang ditambahkan plastisiser menjadi lebih tahan terhadap deformasi dapat mengurangi kerusakan. Pati termoplastik juga lebih tahan terhadap temperatur tinggi sampai 160 oC (de Vlieger 2003 di dalam Advenainen 2003). Plastisiser yang ditambahkan membentuk ikatan dengan pati atau serat melalui reaksi antara gugus hidroksil dari plastisiser dengan gugus hidrogen pada pati atau hanya berupa ikatan hidrogen saja. Salah satu plastisiser adalah air yang dapat ditambahkan sebanyak 10-20 % dan secara opsional dapat ditambah dengan pelarut dan aditif lain (Morawietz 2006), diantaranya adalah gliserol (Corradini et al. 2007). Pencampuran bahan nabati seperti tepung ubi kayu termoplastik dengan resin sintetis seperti LLDPE diharapkan dapat saling menutupi kelemahan sifat mekanis dan sifat lain keduanya (Tena-Salcido et al. 2008 dan Escamilla et al. 2011). Peningkatan LDPE misalnya dapat meningkatkan kuat tarik dan perpanjangan putus film komposit yang dihasilkan (Prachayawarakorn et al. 2010) sementara penambahan pati akan menurunkan indeks laju alir (MFI), kuat tarik, dan perpanjangan putus (elongasi) komposit (Pedroso dan Rosa 2005). Geng (2005) menerangkan bahwa polimer alami dan polimer sintetik merupakan dua bahan yang tidak saling kompatibel. Hal tersebut dikarenakan polimer alami bersifat polar (hidrofilik) sedangkan polimer sintetik bersifat nonpolar (hidrofobik). Dengan demikian pencampuran pati atau tepung ubi kayu termoplastis dengan LLDPE akan sulit dilakukan karena perbedaan sifat keduanya, yaitu tepung ubi kayu yang bersifat hidrofilik dan resin LLDPE yang bersifat hidrofobik. Pencampuran keduanya memerlukan bahan kompatibiliser (Kaci et al. 2007, Pushpadass et al. 2010, dan Prachayawarakorn et al. 2010). Kompatibiliser dapat meningkatkan ikatan permukaan dan menurunkan tegangan permukaan kedua bahan. Kompatibiliser yang banyak digunakan pada berbagai penelitian diantaranya adalah maleic anhydride dengan inisiator dikumil peroksida (Yuliasih 2008, Yuliasih et al. 2010, Permatasari 2010, Waryat 2013).
22 Kedua bahan tersebut tidak tergolong sebagai bahan yang food grade sehingga penggunaannya untuk kemasan pangan seperti kemasan atmosfir termodifikasi akan terkendala regulasi dan alasan keamanan pangan. Salah satu bahan kompatibiliser yang dapat digunakan adalah asam stearat (Kim et al. 2006). Enriquez et al. (2010) menggunakan asam stearat sebagai compatibilizer untuk membuat plastik komposit dari campuran high density polyethylene dengan sabut kelapa. Asam stearat memiliki keunggulan selain berasal dari sumber nabati yang terbarukan yaitu dihasilkan dari minyak sawit. Asam stearat telah banyak digunakan sebagai salah satu komponen bahan tambahan pangan sehingga penggunaannya sebagai kompatibiliser pada kemasan pangan tidak akan terkendala masalah regulasi keamanan pangan. Palm fatty acid distillate (PFAD) merupakan hasil samping industri minyak goreng sawit. Komponen PFAD terutama adalah asam-asam lemak minyak sawit dan senyawa lain yang terdapat pada minyak sawit mentah selain trigliserida seperti senyawa keton dan aldehida. Berdasarkan kandungan kimianya, diduga PFAD akan memiliki efek kompatibiliser sebagaimana halnya asam stearat. PFAD juga biasa digunakan sebagai aditif yang bersifat food grade sehingga pada penelitian ini dicoba pula aplikasinya sebagai kompatibiliser. Penggunaan film plastik LLDPE untuk kemasan buah dan sayur segar dihadapkan pada kendala rendahnya permeabilitas uap air film LLDPE. Permeabilitas uap air yang rendah menyebabkan tertahannya uap air hasil respirasi buah dan sayur pada permukaan dalam film kemasan sehingga terbentuk lapisan seperti kabut. Terbentuknya kabut menyebabkan berkurangnya nilai estetika dari buah dan sayur terkemas serta mendorong peningkatan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempercepat kerusakan buah dan sayur. Pembentukan kabut dapat dikurangi dengan menambahkan bahan antifog berupa surfaktan. Surfaktan ini akan mengikat uap air yang menempel pada permukaan film kemasan kemudian mendifusikannya melalui film kemasan dan melepaskannya ke lingkungan luar. Dengan demikian selain mencegah pembentukan kabut, penambahan surfaktan sebagai antifog juga meningkatkan permeabilitas uap air dari film kemasan sehingga menekan penumpukan air di dalam kemasan dan pada akhirnya dapat memperpanjang umur pajang dari buah dan sayur yang terkemas di dalamnya. Surfaktan yang sesuai untuk penggunaan sebagai antifog pada film plastik adalah surfaktan non-ionik dengan nilai HLB (hydrophilic-liphophilic balance) rendah, yaitu sekitar 4. Surfaktan dengan HLB rendah akan cenderung bersifat hidrofobik sehingga akan terikat lebih baik pada resin LLDPE yang bersifat hidrofobik dibandingkan dengan air. Dengan demikian surfaktan ini akan tetap tertahan di dalam matriks LLDPE dan tidak terbawa air berdifusi menuju bagian luar kemasan sehingga efek antifog-nya akan tetap terjaga. Formulasi tepung ubi kayu, resin LLDPE, plastisiser dan kompatibiliser akan mempengaruhi sifat mekanis, permeabilitas gas, dan kemampuan pembentukan film komposit yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap sifat film komposit yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya pada umumnya dilakukan dengan menggunakan rheomix untuk melakukan plastisasi pati atau campurannya, twin screw extruder untuk pembuatan komposit dengan skala kecil,
23 sementara film komposit dibuat menggunakan metoda kempa panas (hot press). Penelitian dilakukan pada skala pilot plant agar diperoleh gambaran pemanfaatan hasil penelitian untuk aplikasi industri plastik. Pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan dengan menggunakan kneading-mixing machine berkapasitas 4 kg seperti yang digunakan industri plastik untuk membuat masterbatch plastik sementara pembuatan film komposit dilakukan dengan menggunakan film blowing line seperti yang digunakan industri plastik untuk membuat kantong film plastik.
Perumusan Masalah Pengurangan sampah plastik dan penggunaan plastik sintetis coba dilakukan dengan membuat film komposit tepung ubi kayu-LLDPE. Harapan dari pembuatan film komposit ini adalah didapatnya film komposit dengan sifat mekanis yang baik dan memiliki kemampuan terdegradasi secara biologis sehingga efek negatif sampah plastik bagi lingkungan dapat dikurangi. Kemampuan biodegradasi ini disumbangkan oleh penggunaan tepung ubi kayu di dalam komposit. Adanya kandungan tepung ubi kayu ini diharapkan juga mendorong percepatan degradasi bagian LLDPE-nya sehingga mengurangi efek buruk bagi lingkungan. Penggunaan tepung ubi kayu diharapkan dapat diperoleh film komposit yang baik karena masih mengandung serat disamping pati sebagai komponen terbesarnya. Serat pada tepung ubi kayu diharapkan dapat memperbaiki kuat tarik film komposit yang dihasilkan. Penggunaan asam stearat atau campuran asamasam karboksilat dari minyak sawit (PFAD) diharapkan dapat menghasilkan komposit yang memiliki sifat mekanis yang baik sesuai untuk penggunaan sebagai kemasan buah dan sayur, tergolong sebagai bahan kemasan yang food grade atau memenuhi kriteria GRAS (generally recognized as safe), juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan kompatibiliser impor seperti maleic anhydride dan dikumil peroksida. Asam stearat dan PFAD merupakan bahan yang biasa digunakan dalam industri pangan dan kosmetika sehingga penggunaannya sebagai kompatibiliser akan aman untuk kemasan pangan. Keunggulan lain dari asam stearat dan PFAD adalah terbarukan karena keduanya merupakan produk nabati. Pada komposit ditambahkan surfaktan non-ionik berupa polyoxyethylene stearate dengan nilai HLB 4 untuk meningkatkan permeabilitas uap air film komposit yang dihasilkan. penambahan surfaktan ini untuk mengantisipasi pengembangan dan aplikasi lebih lanjut film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE sebagai kemasan buah dan sayur segar pada kondisi atmosfir termodifikasi. Untuk aplikasi kantong film, pengujian komposit dan film komposit yang dilakukan meliputi sifat termal, mekanis, dan optis. Sifat termal yang diuji adalah indeks laju alir (MFI, melt flow indeks), sifat mekanis adalah kuat tarik dan perpanjangan putus atau elongasi, sementara sifat optis yang diuji adalah yellowness index (derajat kuning) dan opasitas film. Pengujian sifat termal ini bermanfaatan untuk melihat kemampuan komposit untuk diproses dengan teknik
24 film blowing. Pengukuran sifat mekanis dan optis bermanfaat untuk menentukan potensi aplikasi film komposit yang dihasilkan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula optimum film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dan karakteristiknya. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan kondisi proses pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE. 2. Mendapatkan formula (rasio tepung ubi kayu:LLDPE, plastisiser, dan kompatibiliser) film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dan karakteristiknya. 3. Mendapatkan formula optimum untuk menghasilkan film komposit yang memenuhi kriteria sebagai bahan kantong belanja (grocery bag).
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE ini dibatasi pada: 1. Bahan baku tepung ubi kayu dengan bahan plastisiser gliserol dengan kompatibiliser yang digunakan adalah asam stearat dan PFAD, dan surfaktan polyoxyethylene stearate. 2. Pengujian yang dilakukan meliputi kadar air, specific gravuty, dan indeks laju alir untuk komposit, sementara untuk film komposit meliputi sifat mekanis (kuat tarik dan perpanjangan putus) dan sifat optis (yellowness index dan opasitas).
Kebaruan Kebaruan dari penelitian ini meliputi kondisi proses pembuatan pelet dan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE, persamaan pengaruh formulasi bahan yang digunakan terhadap karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE, analisis hubungan keterkaitan antar parameter karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE serta formula optimum dengan karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE.
25
2 TINJAUAN PUSTAKA Polimer konvensional pada umumnya dibuat dari minyak bumi seperti misalnya poliolefin. Plastik berbasis poliolefin banyak digunakan untuk bahan kemasan dan keperluan lain karena murah, kuat, tahan terhadap pelarut, tahan air, dan tahan terhadap physical aging (penurunan sifat fisik). Ketahanan plastik poliolefin tersebut selain menjadi keunggulan ternyata juga menjadi masalah lingkungan jangka panjang. Pada tahun 2002, diduga 41 % produksi plastik digunakan oleh industri kemasan dan 47 %-nya adalah untuk kemasan pangan (Ray dan Bousmina 2005). Bahan kemasan berbahan baku minyak bumi pada umumnya bersifat nonrecycleable atau secara ekonomi tidak layak untuk recycle sehingga menumpuk sebagai sampah yang tidak dapat didegradasi. Mikroba yang terdapat di tanah tidak mampu mendegradasi plastik konvensional (Mueller 2006) sehingga sampah plastik bertahan dalam waktu lama sebagai pencemar lingkungan (Shimano 2001). Penimbunan sampah menyebabkan gangguan pada penduduk di sekitarnya dan semakin mahal dan sulit dilakukan karena penolakan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi TPA (tempat pembuangan akhir). Pengolahan kembali plastik merupakan salah satu penyelesaiannya. Namun pengolahan kembali plastik memiliki kelemahan berupa penurunan sifat fisik-mekanisnya (Scott 2000). Sampah plastik juga dapat dibakar menggunakan incinerator, namun cara ini menimbulkan masalah emisi gas rumah kaca serta gas-gas beracun yang dihasilkan selama pembakaran, misalnya pada pembakaran PVC dihasilkan furan dan dioksin (Jayasekara et al. 2005). Pengolahan secara biologis seperti pengomposan dapat menjadi alternatif lain dalam penanganan sampah kemasan. Pada pengolahan secara biologis ini mikroba dimanfaatkan untuk mendegradasi biomassa mengikuti siklus karbon secara alami (Scott 2000). Namun demikian cara ini tidak mungkin dilakukan pada poliolefin dan plastik sintetis lainnya karena sifatnya yang tidak dapat didegradasi secara biologis, bahkan keberadaan sampah plastik dapat menekan perkembangan dan aktivitas mikroba pengurai di dalam tanah. Dengan demikian perlu dilakukan pembuatan plastik yang dapat dikomposkan dengan cara modifikasi secara kimia atau mencampur dengan polimer alami seperti pati, poli asam laktat (PLA), atau selulosa (Vroman and Tighzert 2009) yang dikenal sebagai biopolimer. Biopolimer menjadi semakin penting peranannya karena tidak berpengaruh buruk pada lingkungan dan kenaikan harga minyak bumi. Polimer biodegradable didefinisikan sebagai polimer yang dapat didekomposisi menjadi karbondioksida, metana, air, senyawa anorganik, atau biomassa yang mekanismenya terutama disebabkan oleh aksi enzimatis dari mikroorganisme yang dapat diukur melalui pengujian yang standar pada periode waktu tertentu yang menggambarkan kondisi pembuangan. Standar Eropa dan Amerika mendefinisikannya secara lebih detil mengenai persyaratan klasifikasi polimer biodegradable dengan memberi batasan yaitu dapat didegradasi secara biologis 90 % selama 180 hari untuk campuran atau kopolimer dan 60 % untuk homopolimer pada periode waktu yang sama.
26 Plastik biodegradable dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu campuran, komposit, dan modifikasi material dasar. Campuran merupakan hasil pencampuran dua atau lebih polimer yang mungkin miscible atau immiscible, kompatibel atau tidak kompatibel, misalnya campuran pati dengan polietilen. Komposit adalah matriks polimer yang diberikan bahan pengisi atau fase sekunder seperti partikel silika, karbon atau serat alami yang didispersikan di dalamnya (Maniar 2004). Modifikasi suatu bahan dasar adalah cara yang umum dan dapat dilakukan secara batch menggunakan reaktor atau menggunakan proses ekstrusi, seperti yang dilakukan pada pati. Polimer pati termoplastik dapat dibuat secara ekonomis dari berbagai sumber pati dapat diklasifikasikan sebagai polimer biodegradable.
Ubi kayu Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan tanaman sumber pati yang dihasilkan di berbagai daerah di Indonesia. Ubi kayu mudah tumbuh di lahan yang kurang subur dengan produktivitas yang baik sehingga penyebaran penanamannya sangat luas. Produksi ubi kayu Indonesia stabil bahkan sedikit meningkat dari 21.76 ton pada tahun 2008 menjadi 21.99 juta ton pada tahun 2009 (BPS 2011). Umbi ubi kayu mengandung sekitar 25-28 % pati dan 10 % serat. Pada pengolahan ubi kayu menjadi tapioka, dapat diperoleh sekitar 20-25 % tapioka dan sekitar 11 % onggok (Dziedzic dan Kearsley 1995 dan Supriyati 2009). Umbi ubi kayu juga mengandung sedikit lemak, protein, dan abu, bahkan komponen ini masih terdapat pada tapioka sebagai hasil ekstraksinya, yaitu sebesar 0.08-1.54 % lemak, 0.03-0.06 protein dan 0.02-0.33 % abu (Rickard et al. 1991). hilum
garis kristal
garis amorf cincin kristalin
cincin amorf
heliks ganda
Gambar 1 Struktur pati (Czigany et al. 2007) Pati tersusun dari dua kelompok polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer glukosa yang memiliki struktur rantai lurus yang terbentuk melalui ikatan glikosida α-(1,4), sementara amilopektin tersusun dari glukosa yang berikatan glikosida α-(1,4) dengan rantai cabang
27 melalui ikatan glikosida α-(1,6). Struktur pati dan rumus bangun amilosa dan amilopektin ditampilkan pada Gambar 2.
Amilopektin
amilosa
Gambar 2 Rumus kimia amilopektin dan amilosa (Czigany et al. 2007) Serat atau selulosa yang terkandung di dalam onggok juga merupakan karbohidrat yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Ikatan glikosida yang terdapat pada selulosa adalah ikatan glikosida β-(1,4). Ikatan glikosida yang berbeda ini memberikan karakter selulosa yang berbeda dengan pati. Selain berbeda pada sifat daya cernanya juga berbeda dalam sifat fisik mekanisnya, selulosa lebih kuat dan kaku dibandingkan dengan pati. Pati termoplastik dan komposit plastik Penggunaan pati sebagai bahan bioplastik sudah dimulai sejak tahun 1970 (Curvelo et al. 2001). Keunggulan penggunaan pati sebagai bahan bioplastik adalah murah, tersedia dalam jumlah besar, terbarukan, dan terdapat dalam berbagai produk dan hasil samping pertanian. Pati dapat digunakan sebagai bioplastik dalam bentuk pati alami, pati termodifikasi, dan pati termoplastis. Pada berbagai penelitian yang telah dilakukan, pati dapat diproses tersendiri menjadi film pati termoplastik ataupun ditambahkan ke dalam polimer lain untuk membentuk plastik komposit. Pati termoplastik yang dibentuk film tersendiri memiliki berbagai kelemahan terutama sebagai akibat retrogradasi pati. Retrogradasi pati menyebabkan film pati termoplastik mengalami perubahan menjadi lebih kaku dan kurang fleksibel setelah mengalami aging selama waktu tertentu. Pati termoplastik lebih tahan terhadap deformasi karena adanya bahan pemlastis yang merubah struktur kristalin pati menjadi bentuk amorf. Dengan demikian deformasi hanya terjadi pada daerah diberikannya stress sehingga kerusakan dapat diminimalkan (Ishiaku et al. 2002). Pati termoplastik yang bersifat hidrofilik menyebabkan mudah dipengaruhi oleh air. Air yang kontak dengan pati termoplastik menyebabkan peluang terjadinya migrasi bahan pemlastis dari
28 struktur pati sehingga memungkinkan terjadinya rekristalisasi yang menyebabkan rapuhnya pati termoplastik (Huneault, Li 2007). Kandungan amilosa dan waktu aging berpengaruh terhadap Modulus Young, kuat tarik, elongasi dan penyerapan air (Chaudhary et al. 2009). Kadar amilosa yang rendah menghasilkan pati termoplastik dengan Modulus Young yang tinggi dibandingkan dengan pati termoplastik dengan kandungan amilosa tinggi (de Graff et al. 2003) Beberapa penelitian dilakukan untuk mengatasi kelemahan pati termoplastik, diantaranya adalah dengan pembuatan komposit. Komposit dapat dibuat dengan mencampur pati termoplastik dengan plastik konvensional seperti polietilen densitas rendah, polietilen linier densitas rendah, poli asam laktat (Leadprathom et al. 2010) dengan hasil yang cukup memuaskan. Komposit juga dibuat dengan mencampurkan pati termoplastik dengan serat kapas (Prachayawarakorn et al. 2010), selulosa, onggok, bahkan dengan bahan tambang seperti montmorilonit (Azeredo 2009). Teixeira (2001) membuat film termoplastis dari pati ubi kayu, onggok, dan tepung ubi kayu, sementara Permatasari (2010) membuat komposit dari campuran tapioka-onggok termoplastis dengan polietilen, dan Widyasari (2010) membuat komposit onggok termoplastis dengan polietilen. Secara umum plastik komposit merupakan komposit antara resin plastik konvensional seperti PP, PE, poli ester, atau plastik lainnya dengan bahan alami baik berupa pati, serat, atau bahan lignoselulosa. Serat alami seperti kayu, jute, sisal dan flax sudah sejak lama digunakan sebagai bahan pengisi pada plastik (Mohanty et al. 2005 dan Saputra et al. 2007). Saat ini, hasil samping kegiatan pertanian seperti jerami rye banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengisi plastik. Pembuatan plastik untuk keperluan struktural dapat menggantikan penggunaan kayu, baik sebagai bahan untuk jendela, bingkai jendela, railing tangga, serta penggunaan lainnya. Dengan demikian penggunaan komposit plastik dapat memanfaatkan limbah kayu dan pertanian, menekan biaya, meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, dan mempertahankan hutan hujan tropis (Lechner 2008). Pembuatan komposit plastik dengan pati ataupun bahan lignoselulosa memperbaiki sifat biodegradabilitas plastik serta memperbaiki kelemahan pati atau lignoselulosa dalam hal sifat mekanis. Namun demikian pencampuran ini akan dihadapkan pada masalah ketidak setaraan sifat kedua bahan yang dicampurkan. Umumnya plastik konvensional bersifat hidrofobik sementara pati dan lignoselulosa bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk dapat dicampurkan dengan sempurna. Pencampuran dua bahan yang tidak setara sifat hidrofilitasnya memerlukan bahan tambahan yang dapat menghubungkan atau menyambungkan keduanya (coupling agent) atau biasa disebut sebagai kompatibiliser (compatibilizer) (Saputra et al. 2007). Kompatibiliser Kompatibiliser (compatibilizer) atau coupling agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk mencampurkan bahan-bahan yang tidak saling bercampur (immiscible) pada proses ekstrusi. Prinsip umum kompatibilisasi adalah menurunkan energi antar muka antara kedua polimer sehingga meningkatkan
29 pelekatan (adhesion). Penambahan bahan kompatibiliser menghasilkan dispersi yang lebih halus sehingga morfologinya lebih baik. Kompatibiliser bekerja dengan membentuk ikatan intermolekul antara kedua polimer yang tidak setara (Metha dan Jain 2007) sehingga terbentuk ikatan seperti ikatan silang (cross linking) antara keduanya (Lechner 2008). Ketika ikatan silang terjadi maka terbentuklah molekul yang lebih besar dengan kompatibiliser sebagai jembatan yang pada kedua ujungnya mengikat kedua jenis polimer yang tidak setara sifat hidrofilitasnya. Dengan demikian terjadilah penurunan energi permukaan antara kedua polimer sehingga keduanya dapat bercampur dengan lebih baik. Kompatibiliser berfungsi karena memberikan atau menyediakan gugus hidrofilik pada resin plastik sintetis yang bersifat hidrofobik. Gugus hidrofilik inilah yang akan berikatan dengan pati atau lignoselulosa. Bahan yang dapat digunakan sebagai kompatibiliser untuk komposit pati-plastik ataupun lignoselulosa-plastik di antaranya adalah asam akrilat, etilen asam akrilat, dan maleat anhidrida (Christianty 2009), poli (difenilmetana diisosianat), asam stearat, dan kombinasinya (Saputra et al. 2007), serta berbagai merek dagang yang diproduksi oleh PolyGroup, DuPont, Danisco serta pabrikan lainnya. Plastisiser Plastisiser (plasticizer) memegang peranan penting pada pembuatan pati termoplastik dan kompositnya. Plastisiser merupakan bahan organik yang ditambahkan ke dalam polimer untuk memberikan sifat fleksibel dan kemampuan mulur pada polimer. Kedua sifat tersebut diperlukan untuk memudahkan proses pencetakan dan blowing polimer serta menjaga agar film yang dihasilkan tidak mudah retak atau pecah. Penggunaan plastisiser juga memberikan pengaruh yang merugikan, yaitu menyebabkan sifat lunak (soft) dan lemah pada polimer (Kalambur dan Rizvi 2006). Penambahan plastisiser, baik jenis dan jumlahnya pada polimer perlu dipertimbangkan dengan baik untuk mendapatkan manfaat yang diinginkan dan menghindari pengaruh buruk sampai batas tertentu. Pemilihan plastisiser dapat didasarkan pada polaritas, struktur molekul, serta pada kualitas dan sifat produk yang diharapkan, dan biaya yang diperlukan. Mekanisme kerja plastisiser untuk meningkatkan fleksibilitas polimer adalah dengan meningkatkan volume bebas polimer sebagai akibat dari bobot molekul plastisiser yang lebih rendah dibandingkan polimernya. Adanya plastisiser menyebabkan jarak antara molekul-molekul polimer menjadi lebih jauh (Surdia, Saito 1985) sehingga gerak segmental rantai polimer menjadi lebih baik. Plastisiser dapat mengurangi kekuatan intermolekuler ekstensif dan meningkatkan mobilitas rantai polimer sehingga fleksibilitas polimer meningkat (Song dan Zheng 2008). Penambahan plastisiser pada plastik dapat meningkatkan daya alir dan sifat termoplastik dengan penurunan viskositas, temperatur transisi gelas, temperatur pelelehan, dan modulus elastisitasnya (Chanda dan Roy 2007). Peningkatan dosis gliserol dari 29 menjadi 40 % pada pati gandum dapat menurunkan temperatur transisi gelasnya. Bahan yang dapat digunakan sebagai plastisiser diantaranya adalah gula polialkohol seperti gliserol (Godbole et al. 2003 dan Sun et al. 2008) dan sorbitol
30 air, asam laktat, oligosakarida, dan poliol (Cuq et al. 1997 dan Pouplin et al. 1999). Air juga dapat berfungsi sebagai plastisiser tetapi kurang baik daya plasticizing-nya terutama disebabkan karena air mudah menguap pada temperatur operasi sehingga menghasilkan pati termoplastis yang rapuh (Liu et al. 2009). Penambahan plastisiser menyebabkan penurunan sifat mekanis plastik sehingga menjadi soft dan weak (Kalambur dan Rizvi 2006). Peningkatan dosis gliserol menurunkan Modulus Young (Mali et al. 2005) yang disebabkan matriks film menjadi kurang kuat akibat pergerakan rantai polimer yang lebih bebas (Mali et al. 2005). Antifog Penggunaan plastik sebagai kemasan buah segar yang disimpan pada temperatur rendah menyebabkan terbentuknya kabut pada permukaan plastik. Kabut tersebut terjadi akibat adanya uap air yang dihasilkan selama respirasi buah bertemu dengan permukaan plastik yang dingin sehingga terkondensasi. Kabut yang terjadi menyebabkan plastik kehilangan sifat transparan atau translusennya sehingga menurunkan nilai estetikanya. Keberadaan kabut juga dapat meningkatkan peluang kerusakan mikrobiologis produk yang dikemas. Pembentukan kabut pada permukaan plastik kemasan yang akan digunakan pada temperatur rendah, perlu dicegah dengan penambahan bahan anti kabut. Penambahan bahan anti kabut ini akan menurunkan energi permukaan antara butiran air dengan permukaan plastik. Penurunan energi permukaan ini akan menurunkan sudut kontak antara butiran air dengan permukaan plastik yang berarti meningkatkan sifat wettability dari plastik tersebut (Schneider et al. 2004). Minimisasi pembentukan kabut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan additif internal dan pelapis luar (external coating). Antifog aditif internal pada umumnya menggunakan surfaktan non-ionik yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan droplet air sehingga sudut kontak droplet air pada permukaan plastik akan turun dan air mudah menyebar pada permukaan plastik sehingga tidak terbentuk kabut. Surfaktan non-ionik merupakan surfaktan yang gugus hidrofiliknya tidak bermuatan tetapi memiliki sifat larut dalam air karena polaritasnya tinggi, seperti polioksietilen (POE atau R—OCH2CH2O—) dan kelompok polialkohol seperti gula (Myers 2006). Penggunaan surfaktan non-ionik sebagai antifog internal memiliki kelemahan, yaitu sifat polaritasnya. Plastik konvensional kelompok poliolefin umumnya bersifat non polar sehingga surfaktan non-ionik yang digunakan memiliki kecenderungan bermigrasi menuju permukaan plastik. Surfaktan nonionik lebih cocok digunakan pada plastik yang lebih polar seperti poli ester. Bahan antifog dapat juga diaplikasikan sebagai pelapis pada permukaan plastik. Bahan pelapis antifog pada umumnya adalah cairan kental yang dilapiskan ke atas permukaan plastik dengan cara perendaman, pelapisan menggunakan roll, atau dengan penyemprotan kemudian dikeringkan. Cara kerja bahan antifog ini adalah dengan berikatan dengan droplet air sehingga bahan antifog-nya larut ke dalam air. Kelemahan dari penggunaan bahan antifog dalam bentuk lapisan adalah hilangnya lapisan bahan antifog pada plastik yang digunakan dengan teknik termoforming.
31 Penggunaan surfaktan dalam preparasi sistem polimer seperti komposit memberikan beberapa manfaat sekaligus. Surfaktan dapat berfungsi sebagai pelumas pada mesin-mesin pemroses, agen mold release, agen antistatik, dan agen untuk memodifikasi permukaan. Sebagai agen untuk memodifikasi permukaan, surfaktan mengubah fase antar muka komponen yang tidak setara menjadi setara sehingga dapat bercampur dengan lebih baik (Myers 2006).
32
3 METODE Bahan Bahan untuk pembuatan tepung ubi kayu termoplastik adalah tepung ubi kayu yang diperoleh dari petani di Kabupaten Sukabumi, gliserol (refined glicerine) dengan kadar air 0.5 %, dan air industri. Resin linear low density polyethylene (LLDPE) yang digunakan adalah Asrene UF 1810 dengan indeks laju alir 0.8-1.2 g/10 menit dan UI 2420 dengan indeks laju alir 20 g/10 menit yang diperoleh dari PT Chandra Asri Petrochemical Tbk., sementara bahan kompatibiliser yang digunakan adalah palm fatty acid distillate (PFAD) yang diperoleh dari PT Smart Tbk. dan asam stearat Edenor ST 05MMY. Surfaktan yang digunakan adalah polyoxyethylene stearate dengan nilai HLB 4 dari Croda. Alat Alat yang digunakan untuk persiapan tepung ubi kayu adalah disc mill dan vibrating screen. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dan film komposit adalah mesin kneading-mixing machine (compression-type kneading and mixing machine) model ML-5L dengan kapasitas 4-5 kg, mesin crusher tipe FBR 7.5, hopper dryer kapasitas 20 kg dan mesin film blowing line produksi CV Varia Kebumen dengan die spesifikasi untuk film LLDPE. Alat-alat analisis yang digunakan yaitu moisture analyzer tipe AND MS70 untuk analisis kadar air plastik, pengukur melt flow index tipe Frank untuk analisis indeks laju alir, Universal TestingMachine dari Lloyd Instrument untuk analisis kuat tarik (tensile strength) dan elongasi (elongation) film serta spektrofotometer Gretagmacbeth Color i5 untuk pengukuran yellowness index dan opasitas film. Tahapan Penelitian Persiapan dan Karakterisasi Bahan Penelitian diawali dengan melakukan pengecilan ukuran pada tepung ubi kayu dengan menggunakan disc mill dan vibrating screen sehingga diperoleh tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh. Selanjutnya karakterisasi dilakukan pada tepung ubi kayu meliputi kadar air (AOAC 1999), kadar abu (AOAC 1999), kadar lemak (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), kadar serat kasar (AOAC 1995), kadar pati (Apriyantono et al. 1989) dan kadar amilosa (AOAC 1994). Prosedur analisis karakterisasi tepung ubi kayu disajikan pada Lampiran 1. Karakterisasi juga dilakukan pada PFAD untuk mengetahui komponen asam lemak penyusunnya dengan menggunakan gas kromatografi, sedangkan komponen asam lemak dari asam stearat berdasarkan certificate of analysis (CoA) dari perusahaan produsennya. Tepung ubi kayu yang telah digiling lolos ayakan 100 mesh selanjutnya dilakukan proses plastisasi menggunakan gliserol dan air. Penggunaan ukuran tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh mengacu pada penelitian sebelumnya untuk mendapatkan tepung ubi kayu termoplastik yang baik (Permatasari 2010, Widyasari 2010). Dosis gliserol yang digunakan adalah 30 dan 40 % dari bobot
33 tepung ubi kayu (Permatasari 2010, dan Widyasari 2010), sementara air ditambahkan sampai kadar air awal campuran adalah 25 % . Penambahan air ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Lee (2009) untuk menghasilkan pati termoplastis yang baik dan tidak berwarna gelap. Tepung ubi kayu, gliserol, dan air dicampur menggunakan super mixer agar gliserol dan air dapat tercampur merata dengan tepung ubi kayu sebelum dilakukan proses termoplastisasi 3 jam setelahnya. Skala proses yang digunakan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung ubi kayu dan gliserol, yaitu 4 kg. Selanjutnya dilakukan termoplastisasi dengan kondisi proses menurut Permatasari (2010) yang dimodifikasi dengan menggunakan kneading-mixing machine pada temperatur 90 o C dengan putaran rotor 52 rpm selama 15 menit sampai dihasilkan gumpalan tepung ubi kayu termoplastik. Gumpalan tepung ubi kayu termoplastik yang berbentuk seperti gumpalan karet dikeluarkan dari kneading-mixing machine dan dipotong-potong agar cepat dingin. Setelah mencapai temperatur kamar, gumpalan digiling menggunakan crusher sehingga diperoleh pelet atau chips tepung ubi kayu termoplastik lolos lubang ayakan 5 mm agar mudah diproses selanjutnya. Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik ditampilkan pada Gambar 3.
Air
Tepung ubi kayu Lolos ayakan 100 mesh
Gliserol 30 dan 40%
Pencampuran Supermixer, 1 menit, temperatur kamar Kadar air campuran 25 % Termoplastisasi Kneading-mixing machine 52 rpm, 90 oC, 15 menit
Pendinginan dan pengecilan ukuran Temperatur kamar, lolos ayakan 5 mm
Pelet tepung ubi kayu termoplastik Lolos ayakan 100 mesh Gambar 3
Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik (modifikasi Permatasari 2010)
34 Penentuan Kondisi Proses Komponding dan Film komposit Tahapan penelitian berikutnya adalah penentuan kondisi proses komponding (pembuatan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE) dan rasio tepung ubi kayu:LLDPE yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Kondisi proses komponding dicobakan pada berbagai formulasi tepung ubi kayu termoplastikLLDPE dan film kompositnya dilakukan dengan rasio tepung ubi kayu:resin LLDPE 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, dan 20:80. Rasio ini dipilih berdasarkan berbagai penelitian sebelumnya (Permatasari 2010, Widyasari 2010, Waryat 2013). Skala proses yang dilakukan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung ubi kayu dan resin LLDPE, yaitu 4 kg. Kondisi proses komponding yang dicoba adalah kecepatan putar rotor kneading-mixing machine tetap pada 52 rpm dan temperatur kneading-mixing machine (rotor dan chamber) divariasikan pada temperatur 150 – 190 oC. Komposit yang dihasilkan diamati keseragaman hasil campuran dan warnanya secara visual. Kondisi proses film blowing ditentukan dengan pengoperasian film blowing line dengan variasi temperatur pada ekstruder dan die sehingga dapat dihasilkan film yang paling tipis dan paling lebar. Hasil rasio tepung ubi kayu:resin LLDPE yang terpilih digunakan sebagai perlakuan pada penelitian tahap berikutnya. Pembuatan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE Proses pembuatan kantong plastik komposit diawali dengan mencampurkan resin LLDPE dan tepung ubi kayu termoplastik dengan bahan kompatibiliser (asam stearate atau PFAD) di dalam kneading-mixing machine chamber. Rasio pencampuran antara tepung ubi kayu dan resin LLDPE pada pembuatan plastik komposit adalah rasio terbaik pada tahap sebelumnya, yaitu 20:80 dan 30:70 untuk kompatibiliser asam stearat dan 30:70 dan 40:60 untuk kompatibiliser PFAD. Skala proses yang dilakukan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung ubi kayu dan resin LLDPE, yaitu 4 kg. Dosis penggunaan bahan kompatibiliser baik untuk asam stearat maupun PFAD adalah 5 dan 7 % dari bobot resin LLDPE. Hasil dari proses pencampuran yaitu berupa gumpalan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE. Pengecilan ukuran dilakukan pada gumpalan tersebut setelah kondisinya dingin dan keras dengan menggunakan crusher, sehingga diperoleh pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE lolos ayakan diameter 5 mm. Selanjutnya pelet plastik komposit dikeringkan menggunakan hopper dryer. Proses pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE komposit sampai kurang dari 0.2 % sesuai dengan spesifikasi bahan untuk proses film blowing. Proses pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan dengan menggunakan mesin film blowing line dengan spesifikasi die unit untuk film LLDPE. Temperatur pada empat zona mesin film blowing diatur pada 150 °C. Serpihan plastik komposit dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam hopper mesin film blowing. Film yang dihasilkan digulung oleh bagian winding unit mesin film blowing. Film tersebut kemudian dibentuk menjadi kantong plastik dengan cara dikelim menggunakan alat heat sealer. Diagram alir pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dapat dilihat pada Gambar 4.
35 Karakterisasi Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE Karakterisasi yang dilakukan pada serpihan plastik komposit meliputi kadar air, specific gravity dan indeks laju alir. Analisa kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture analyzer sesuai standar ISO 787-2 (1995). Analisa specific gravity dilakukan untuk mengetahui densitas bahan sesuai standar JIS K7112 (1999). Analisis indeks laju alir dilakukan untuk mengetahui laju alir lelehan bahan sesuai standar ASTM D-1238 (1991). Asam stearat 5 dan 7 %
Resin LLDPE
Pelet tepung ubi kayu termoplastik Dosis gliserol 30 dan 40 %
Kompatibilisasi Kneading-mixing machine 52 rpm, 190 oC, 15 menit
Pendinginan dan pengecilan ukuran Temperatur kamar, lolos ayakan 5mm Komponding Rasio tepung ubi kayu:LLDPE 20:80, 30:70, dan 40:60 Kneading-mixing machine 52 rpm, 190 oC, 15 menit Pendinginan dan pengecilan ukuran Temperatur kamar, lolos ayakan 5mm Pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE
Pengeringan Hopper dryer, kadar air ≤ 0.2 %
Karakterisasi
Pembuatan film Film blowing line, 150 oC (semua zona extruder), 800 rpm Film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE
Gambar 4
Diagram alir proses pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE
36 Karakterisasi juga dilakukan pada film plastik komposit meliputi tebal, kuat tarik dan elongasi, morfologi permukaan, yellowness index dan opasitas film. Pengukuran tebal film dilakukan dengan menggunakan alat thickness meter. Pengujian kuat tarik dan elongasi dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine dari Lloyd Instrument untuk mengetahui kuat tarik dan elongasi film pada orientasi sejajar arah mesin (machine direction = MD), tegak lurus arah mesin (transverse direction = TD) dan heat sealing film berdasarkan standar ASTM D-882 (1991). Pengukuran yellowness index serta opasitas film dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer Gretagmacbeth Color i5 berdasarkan standar ASTM E-313 (1991). Pengujian morfologi permukaan film sesuai dengan ASTM E-2015 (1991) dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM). Prosedur analisis karakterisasi komposit disajikan pada pada Lampiran 1. Analisis Data Data karakter komposit dan film komposit dianalisis menggunakan analisis statistika analisis ragam (ANOVA). ANOVA yang digunakan adalah analisis acak lengkap dengan 3 faktor perlakuan dengan 2 level untuk setiap perlakuan dan dua kali ulangan. Model matematis rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijkl = µ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + Ɛijkl Dengan i = 1, 2; j = 1, 2; k= 1, 2; dan l = 1, 2 dimana : Yijkl = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j faktor C taraf ke-k dan ulangan ke-l, µ = Rataan umum Ai = Pengaruh faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE taraf ke-i Bj = Pengaruh faktor dosis gliserol taraf ke-j Ck = Pengaruh faktor kompatibiliser taraf ke-k (AB)ij = Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i dengan dosis gliserol ke-j (AC)ik = Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i dengan dosisasam stearat ke-k (BC)jk = Pengaruh interaksi faktor dosis gliserol ke-j dengan dosis asam stearat ke-k (ABC)ijk = Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i, dosis gliserol ke-j, dan dosis asam stearat ke-k Ɛijkl = Pengaruh acak pada perlakuan i,j,k ulangan ke l Optimasi Pengaruh Formulasi Terhadap Karakter Film Komposit Pada tahap ini dilakukan percobaan seperti pada pembuatan komposit dan film komposit. Perlakuan yang diberikan pada tahap ini adalah dosis gliserol sebagai plastisiser, dosis asam stearat sebagai kompatibiliser dan dosis polyoxyethylene stearate sebagai surfaktan. Proses pembuatan film komposit
37 tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan seperti diagram alir pada Gambar 5. Analisis statistik yang dilakukan adalah menggunakan metoda permukaan respon (RSM) dengan 3 faktor perlakuan untuk setiap kombinasi perlakuan. Tabel desain RSM yang dibangkitkan dari program komputer dengan menggunakan central composite design, full factorial dengan alpha 1.68 ditampilkan pada Tabel 1.
Asam stearat 5, 7 dan 9 %
Resin LLDPE
Pelet tepung ubi kayu termoplastik Dosis gliserol 25, 30, 35 %
Kompatibilisasi Kneading-mixing machine 52 rpm, 190 oC, 15 menit
Polyoxyethylene stearate 3, 5 dan 7 %
Pendinginan dan pengecilan ukuran Temperatur kamar, lolos ayakan 5mm
Komponding Rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70 Kneading-mixing machine 52 rpm, 190 oC, 15 menit
Pendinginan dan pengecilan ukuran Temperatur kamar, lolos ayakan 5mm Pelet komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE Pengeringan Hopper dryer, kadar air ≤ 0.2 %
Karakterisasi
Pembuatan film Film blowing line, 150 oC (semua stage), 800 rpm Film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE
Gambar 5 Diagram alir pembuatan film komposit untuk tahap formulasi
38 Nilai tengah dosis gliserol untuk tahap formulasi adalah 30% dengan nilai maksimum dan minimum 25 dan 35 %. Dengan nilai α = 1.68 maka dosis gliserol terendah (kode -1.68) adalah 21.6 % dan dosis tertinggi (kode 1.68) adalah 38.4 %. Nilai tengah, maksimum, dan minimum dosis asam stearat yang digunakan adalah 5, 7, dan 9 % sehingga dosis dengan kode -1.68 dan 1.68 adalah 3.64 dan 10.36 %. Sementara nilai tengah, maksimum, dan minimum dosis polyoxyethylene stearate adalah 3, 5, dan 7 % dengan dosis untuk kode -1.68 dan 1.68 adalah 1.64 dan 8.36 %. Urutan pengerjaan secara acak ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Desain percobaan metoda permukaan respon Urutan pengerjaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Gliserol (% ) 30 38.4 25 35 30 30 35 25 30 30 30 30 30 25 35 35 30 21.6 25 30
Asam stearat (% ) 7 7 9 9 7 7 9 5 7 7 7 7 10.36 5 5 5 3.64 7 9 7
Polyoxyethylene stearate (% ) 8.36 5 7 3 5 5 7 7 5 5 1.64 5 5 3 3 7 5 5 3 5
39
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Tepung ubi kayu dari petani memiliki ukuran relatif kasar sehingga perlu dilakukan penggilingan dan pengayakan untuk mendapatkan ukuran yang homogen. Rendemen tepung ubi kayu halus (100 mesh) yang dihasilkan dari penggilingan dan pengayakan adalah 65 % dari tepung ubi kayu kasar. Setelah digiling dan diayak dilakukan analisis proksimat terhadap tepung ubi kayu halus. Hasil analisis proksimat tepung ubi kayu halus ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh Parameter Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar pati (%) Kadar serat kasar (%) Kadar amilosa (% bobot pati)
Nilai 15.87 1.48 2.83 0.11 79.02 0.23 27.07
Metode Analisa Gravimetry Gravimetry Kjeldhal (Titrimetry) Soxhlet Phenol Sulfat Gravimetry Spectrometry
Tingginya kandungan pati dan rendahnya kandungan serat kasar tepung ubi kayu halus disebabkan perlakuan penggilingan dan pengayakan. Tepung ubi kayu dengan ukuran lebih kasar, yaitu 80 mesh mengandung serat kasar sampai 2.62 % (Bah et al. 2011). Komponen serat kasar sulit dihaluskan sampai mencapai ukuran lolos ayakan 100 mesh sehingga tertahan pada ayakan. Sementara pati dapat dengan mudah dihancurkan sampai didapatkan ukuran partikel kurang dari 100 mesh. Dengan rendahnya kadar serat kasar ini, perbaikan kuat tarik yang disebabkan adanya serat kurang dapat diharapkan. Pati terdiri dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin (Manners,1989). Kandungan amilosa tepung ubi kayu yang digunakan tergolong tinggi karena menurut Bah et al. (2011) kandungan amilosa tepung ubi kayu berkisar mulai sekitar 22 %. Kandungan amilosa yang tinggi diharapkan dapat membentuk struktur film yang baik sebab struktur amilosa sangat stabil dan dapat membentuk film yang lebih padat dan lebih kuat dibandingkan dengan film amilopektin (Lourdin et al. 1995). Karakteristik asam stearat Edenor ST 05M MY yang digunakan ditampilkan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa asam stearat komersial yang digunakan merupakan campuran asam lemak dengan komponen terbesar asam lemak dengan jumlah C 16 yaitu kelompok asam palmitat dan palmitoleat sebesar 56-62 % , sementara komponen asam lemak kelompok C18 (asam stearat adalah asam lemak jenuh C18) hanya 37 – 42 % .
40 Tabel 3 Karakteristik asam stearat Edenor ST 05M MY Parameter Bilangan asam (mg KOH/g) Bilangan iod (%, maksimum) Titik leleh (oC) Warna (Lovibond, 5 ¼”) R Y Distribusi rantai (%) ≤ C12 C14 C16 C18 ≥ C18 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) Air (%, maksimum) Bahan tak tersabunkan (%, maksimum) * Emery (2013)
Nilai* 206 – 213 0.5 54 0.2 2 ≤1 ≤2 56-62 37-42 ≤1 206-214 0.2 1
Sementara hasil analisis gas kromatografi PFAD memberikan komposisi seperti ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan pada Tabel 4 tampak bahwa PFAD juga mengandung komponen bukan asam lemak yang nilainya 22.55 % dari bobot PFAD. Komponen lain tersebut adalah komponen tidak tersabunkan yang kemungkinan adalah berbagai jenis senyawa keton. Tabel 4 Komposisi PFAD Komponen Asam kaprat (Capric acid) C10:0 Asam laurat (Lauric acid) C12:0 Asam tridekanoat (Tridecanoic acid) C13:0 Asam pentadekanoat (Pentadecanoic acid) C15:0 Asam palmitat (Palmitic acid) C16:0 Asam palmitoleat (Palmitoleic acid) C16:1 Asam heptadekanoat (Heptadecanoic acid) C17:0 Asam stearat (Stearic acid) C18:0 Asam oleat (Oleic acid) C18:1 Asam linoleat (Linoleic acid) C18:2 Asam arakidat (Arachidic acid) C20:0 Asam cis-11-eikosenat (Cis-11-eicosenoic acid) C20:1 Asam linolenat (Linolenic acid) C18:3 Asam lignoserat (Lignoceric acid) C24:0 Total asam lemak
Nilai (% bobot) 0.02 0.09 0.92 0.04 36.78 0.11 0.07 3.43 27.54 7.72 0.30 0.09 0.26 0.08 77.45
41 Penentuan Kondisi Proses Penentuan kondisi proses dilakukan untuk mendapatkan kondisi proses yang sesuai dengan bahan yang digunakan terutama tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu mudah gosong jika kontak dengan temperatur tinggi dalam waktu yang lama. Sementara resin LLDPE perlu temperatur relatif tinggi untuk dapat dilelehkan. Pencampuran tepung ubi kayu dangan resin LLDPE agar dapat membentuk komposit yang baik memerlukan temperatur, tekanan dan waktu pencampuran yang cukup. Tahapan penelitian ini digunakan untuk menentukan kondisi proses yang dapat menghasilkan komposit yang baik tetapi tetap dapat mempertahankan warnanya sehingga tidak gosong. Semua proses pencampuran dilakukan pada kecepatan putar kneading-mixing machine 52 rpm. Termoplastisasi tepung ubi kayu dilakukan pada temperatur 90 oC selama 15 menit. Gambar tepung ubi kayu termoplastis disajikan pada Gambar 6.
Gumpalan tepung ubi kayu Pelet tepung ubi kayu termoplastik termoplastik Gambar 6 Produk tepung ubi kayu termoplastis dengan gliserol 30% (Juniawan 2014) Hasil percobaan untuk penentuan kondisi proses ditampilkan pada Tabel 5, 6 dan 7 sementara gambar pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE disajikan pada Gambar 6. Percobaan dengan rasio tepung ubi kayu: resin LLDPE 30:70 dengan pencampuran secara langsung antara tepung ubi kayu terplastisasi dengan resin terkompatibilisasi diperoleh hasil seperti pada Tabel 5. Berdasarkan hasil percobaan komponding pada tiga temperatur yang dilakukan, temperatur 190 oC dapat memberikan hasil yang baik dengan waktu proses yang relatif cepat, yaitu 15 menit. Temperatur operasi yang dicobakan jauh di atas temperatur leleh LLDPE yaitu sekitar 127-130 oC. Hal ini disebabkan pengukuran dan pengaturan temperatur yang dilakukan pada kneading-mixing machine dilakukan berdasarkan temperatur dinding chamber dan rotor kneadingmixing machine bukan pada bahan yang diproses di dalam kneading-mixing machine. Dengan demikian terjadi perbedaan temperatur antara temperatur bagian alat proses yang diukur dan diatur dengan temperatur bahan yang diproses di dalamnya sehingga untuk memanaskan bahan di dalam kneading-mixing machine hingga mencapai temperatur sekitar 130 oC diperlukan temperatur dinding chamber dan rotor kneading-mixing machine hingga 190 oC.
42
Tabel 5 Pengaruh temperatur terhadap karakter komposit Temperatur kneading (oC) 190
Fenomena proses Pelelehan resin LLDPE secara sempurna perlu waktu 5 menit.
Karakter komposit dihasilkan Komposit homogen, warna terang
Komposit yang homogen diperoleh setelah proses komponding selama 15 menit. 180
Pelelehan resin LLDPE secara sempurna perlu waktu 8 menit
Komposit homogen, warna terang
Komposit yang homogen diperoleh setelah proses komponding selama 22 menit 150
Resin LLDPE sulit meleleh dengan sempurna
Tidak terbentuk komposit
Percobaan proses komponding pada temperatur 190 oC dengan rasio tepung ubi kayu:resin LLDPE 30:70 dengan urutan pengumpanan bahan ke dalam kneading-mixing machine memberikan hasil seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Pengaruh urutan pengumpanan yang berbeda terhadap karakter komposit Urutan pengumpanan LLDPE terkompatibilisasi meleleh kemudian tepung terplastisasi
Karakter komposit yang dihasilkan Warna campuran putih kecoklatan dan terdapat banyak gumpalan tepung ubi kayu termoplastik yang tidak dapat tercampur rata
LLDPE terkompatibilisasi dan tepung terplastisasi bersamaan
Diperoleh komposit yang homogen dengan warna putih kecoklatan
LLDPE terkompatibilisasi meleleh kemudian tepung terplastisasi secara bertahap
Warna campuran putih kecoklatan (lebih gelap) dan terdapat lebih banyak gumpalan tepung yang tidak dapat tercampur
Komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang homogen dengan warna putih kecoklatan dihasilkan dari cara pengumpanan sekaligus, yaitu tepung ubi kayu termoplastik dimasukkan secara bersama-sama ke dalam kneading-
43 mixing machine yang telah mencapai temperatur operasi, yaitu 190 oC. Setelah pengumpanan, temperatur kneading-mixing machine turun sampai 150 oC dan kemudian secara bertahap naik kembali hingga diperoleh komposit yang homogen setelah proses berjalan selama15 menit. Pengumpanan secara terpisah dengan melelehkan LLDPE terkompatibilisasi terlebih dulu kemudian ditambahkan tepung ubi kayu termoplastik baik secara langsung ataupun bertahap tidak dapat menghasilkan komposit yang homogen. Pengumpanan tepung ubi kayu termoplastik setelah LLDPE meleleh menyebabkan tepung ubi kayu termoplastik membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang tidak dapat tercampur bahkan berubah warna menjadi coklat. Hal ini disebabkan tepung ubi kayu termoplastik segera kehilangan air ketika kontak dengan LLDPE bertemperatur tinggi dan membentuk gumpalan yang tidak meleleh selama proses komponding. Percobaan penggunaan berbagai variasi rasio tepung ubi kayu:LLDPE pada temperatur 190 oC dengan pengumpanan sekaligus memberikan hasil seperti pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh rasio tepung ubi kayu:LLDPE terhadap karakter komposit Rasio tepung Kompatibiliser Karakter komposit yang ubi kayu:resin dihasilkan LLDPE 20:80 PFAD Warna komposit putih kecoklatan, masih terdapat gumpalan tepung yang tidak dapat tercampur sehingga tidak dapat diproses pada mesin film blowingline 20:80 asam stearat Warna komposit agak menguning, homogen, dapat dihasilkan film dengan proses blowing 30:70 PFAD, Warna menjadi putih kecoklatan, homogen, dapat dihasilkan film dengan proses blowing 30:70 asam stearat Warna agak menguning, homogen, dapat dihasilkan film dengan proses blowing 40:60 PFAD Warna menjadi putih kecoklatan, homogen, dapat dihasilkan film dengan proses blowing 40:60 asam stearat Warna agak gelap, komposit rapuh, tidak dapat diproses pada film blowing line 50:50 PFAD warna agak gelap, komposit tidak dapat diproses pada film blowing line 50:50 asam stearat warna agak gelap, komposit tidak dapat diproses pada film blowing line
44 Penambahan tepung ubi kayu ke dalam LLDPE tidak dapat dilakukan dalam jumlah banyak. Pada penggunaan tepung ubi kayu dan LLDPE sama banyak (50:50) diperoleh komposit yang tidak dapat diproses menggunakan proses blowing. Komposit dengan kandungan tepung ubi kayu tinggi memiliki karakteristik mendekati karakteristik tepung ubi kayu yang berat sehingga sulit dilakukan proses blowing. Komposit juga bersifat kaku sehingga mudah sobek saat diproses blowing. Hal tersebut disebabkan nilai indeks laju alir yang rendah disebabkan rendahnya kandungan plastik sintetis, yaitu LLDPE (Pedroso dan Rosa 2005). Penggunaan kompatibiliser memberikan perbedaan pada rasio tepung yang dapat dicampurkan dengan LLDPE untuk membentuk komposit yang homogen. Penggunaan asam stearat sebagai kompatibiliser dapat menghasilkan komposit yang homogen pada rasio tepung ubi kayu 20:80 dan 30:70, sementara PFAD dapat menghasilkan komposit yang baik pada rasio 30:70 dan 40:60. Perbedaan tersebut diduga disebabkan adanya senyawa selain asam lemak pada PFAD yang mampu memberikan interaksi yang lebih baik dengan tepung ubi kayu dibandingkan asam stearat. Senyawa ini kemungkinan bersifat lebih hidrofilik dibandingkan dengan asam lemak sehingga mudah berinteraksi dengan tepung ubi kayu yang bersifat hidrofilik. Berdasarkan komposit yang dihasilkan maka kondisi proses yang baik adalah pada temperatur operasi 190 oC dengan waktu pencampuran atau komponding 20 menit dengan pemasukan bahan LLDPE terkompatibilisasi dan tepung ubi kayu termoplastik secara bersamaan ke dalam kneading-mixing machine (Gambar 7). Pada kondisi proses tersebut diperoleh komposit yang secara visual tampak homogen tanpa ada plastik yang terpisah dan berwarna lebih terang. Rasio tepung ubi kayu terhadap resin LLDPE untuk kompatibiliser yang berbeda juga dipilih berbeda.
Gumpalan komposit
Pelet komposit
Gambar 7 Komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan dengan kondisi proses penambahan tepung secara bersamaan (rasio 30:70, gliserol 30%, asam stearat 5%), temperatur 190 oC dan waktu komponding 20 menit (Juniawan 2014) Pembuatan film komposit dilakukan menggunakan film blowing line dengan die untuk LLDPE. Percobaan dilakukan dengan berbagai variasi temperatur pada 3 zona ekstruder dan die mulai dari 150 sampai 190 oC dan
45 putaran ulir ekstruder dari 600 sampai 1200 rpm. Hasil film komposit diamati secara visual terutama pada tebal dan warna film yang dihasilkan. Hasil terbaik diperoleh dari proses yang dilakukan dengan putaran ulir ekstruder 800 rpm dan temperatur pada semua zona ekstruder dan die adalah 150 oC. Kondisi proses film blowing terpilih dapat menghasilkan film komposit dengan tebal yang paling tipis dan perubahan warna yang minimal. Pada tahap film blowing ada timbul kesulitan, yaitu tidak lancarnya pelet komposit tepung ubi kayu termoplastis-LLDPE memasuki tabung ekstruder yang disebabkan permukaan pelet komposit tidak licin sehingga terjadi penyumbatan pada corong pengumpan (hopper) ekstruder. Kesulitan ini dapat diatasi dengan memberikan dorongan pada pelet komposit yang diumpankan ke dalam ekstruder. Dengan demikian jika dilakukan pada skala produksi maka diperlukan modifikasi corong pengumpan dengan menambahkan screw pendorong umpan pada corong pengumpan sehingga memudahkan pelet komposit masuk ke dalam tabung ekstruder. Karakteristik Pelet Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE Kadar air pelet komposit Komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan masih memiliki kandungan air cukup tinggi meski proses pencampuran dilakukan pada temperatur tinggi antara 160-190°C. Kadar air pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE setelah proses pembuatan komposit disampaikan pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD Rasio Tepung:LLDPE 30:70 40:60
PFAD (%) 5 7 5 7
Gliserol 30% 1.215±0.303 1.096±0.395 2.356±0.645 2.138±0.548
40% 2.523±0.659 2.567±0.728 3.081±0.850 2.277±0.736
Perlakuan yang diberikan tidak menyebabkan perbedaan kadar air pelet komposit yang dihasilkan. Hasil ANOVA ditampilkan pada Lampiran 2 (a dan b). Jenis kompatibiliser juga tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air pelet komposit yang dihasilkan. Penurunan kadar air dari campuran awal sampai terbentuk komposit terjadi karena pemanasan saat proses dimulai dari termoplastisasi tepung ubi kayu pada temperatur 90 oC dan pembuatan komposit yang dilakukan pada temperatur 190 oC. Selama proses terjadi penguapan air terutama saat pembuatan komposit (komponding). Kadar air pelet komposit yang dihasilkan semuanya masih di atas kadar air maksimal yang dipersyaratkan untuk proses film blowing, yaitu 0.2 % .
46 Tabel 9 Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat Asam stearat Gliserol Rasio (%) Tepung:LLDPE 30% 40% 5 20:80 1.795±0.325 1.730±0.370 7 1.620±0.354 1.738±0.369 5 30:70 2.018±0.442 1.872±0.342 7 1.930±0.376 2.084±0.425 Favis (2005) menerangkan bahwa adanya air yang berlebih dapat mengakibatkan munculnya gelembung pada plastik komposit. Sehingga plastik komposit harus melalui proses pengeringan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses blowing membentuk tabung film. Percobaan pembuatan film yang telah dilakukan menggunakan komposit dengan kadar air lebih besar dari 1 % menghasilkan film yang memiliki lubang-lubang kecil. Adanya lubang-lubang tersebut menyebabkan tabung film yang terbentuk tidak dapat mengembang dengan baik. Lubang kecil tersebut terbentuk akibat adanya uap air yang ikut keluar melewati die mesin blown film bersamaan dengan film yang dihasilkan. Ketika uap air keluar dari die, uap air akan menguap ke udara bebas dan meninggalkan lubang pada posisi permukaan film yang ditinggalkannya. Adanya lubang tersebut tidak hanya mempengaruhi nilai estetika tetapi juga mengurangi nilai kuat tarik dan elongasi film plastik komposit. Diperlukan teknik film blowing untuk menekan terbentuknya lubang-lubang ini, yaitu dengan menggunakan ekstruder yang dilengkapi dengan lubang ventilasi untuk pembuangan gas atau uap air (degassing) seperti yang digunakan oleh Hietala (2013) untuk membuat wood-plastic composite. Hal ini tidak dapat dilakukan selama penelitian karena tidak tersedia ekstruder dengan degassing vent. Specific gravity pelet komposit Specific gravity adalah rasio antara densitas suatu zat dengan densitas bahan referensi. Hasil pengukuran specific gravity komposit dapat dilihat pada Tabel 10 dan 11. Tabel 10 Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser PFAD Rasio Tepung : LLDPE 30:70 40:60
PFAD (%) 5 7 5 7
Gliserol 30% 0.916±0.005 0.917±0.004 0.922±0.001 0.926±0.002
40% 0.934±0.008 0.942±0.001 0.961±0.007 0.955±0.004
Specific gravity komposit dipengaruhi oleh jumlah tepung ubi kayu yang digunakan pada komposit. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan semakin tinggi pula specific gravity komposit yang dihasilkan. Hal ini disebabkan perbedaan specific gravity tepung ubi kayu dengan resin LLDPE, specific gravity tepung ubi kayu lebih tinggi dari resin LLDPE.
47 Tabel 11 Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser asam stearat Rasio Tepung : LLDPE 20:80 30:70
Asam stearat (%) 5 7 5 7
Gliserol 30% 0.909±0.002 0.912±0.001 0.945±0.012 0.930±0.008
40% 0.915±0.003 0.907±0.001 0.934±0.001 0.941±0.002
Dosis gliserol hanya mempengaruhi specific gravity komposit yang menggunakan kompatibiliser PFAD tetapi tidak mempengaruhi komposit dengan kompatibiliser asam stearat. Hasil analisis varian (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap specific gravity ditampilkan pada Lampiran 2 (c dan d). Specific gravity yang relatif mendekati specific gravity resin LLDPE (0.919 – 0.923) semestinya akan memudahkan komposit masuk ke dalam tabung ekstruder saat proses film blowing namun kenyataan tidak demikian. Pelet komposit sulit turun dan memasuki tabung ekstruder dengan hanya mengandalkan gaya beratnya. Hal tersebut disebabkan pelet komposit memiliki densitas kamba yang relatif tinggi akibat banyaknya rongga udara pada struktur pelet komposit akibat dorongan uap air saat keluar dari pelet. Tingginya densitas kamba dan permukaan pelet yang tidak licin menyulitkan komposit saat diumpankan ke dalam hopper mesin film blowing. Pemasukkan pelet komposit ke dalam tabung ekstruder pada mesin film blowing perlu dibantu dengan daya dorong. Pada saat penelitian, dorongan diberikan dengan bantuan batang pendorong. Dengan demikian jika dilakukan proses secara kontinyu pada skala industri perlu dilakukan modifikasi pada hopper ekstruder dengan menambahkan screw/ulir pendorong umpan. Indeks laju alir komposit Pengukuran indeks laju alir atau Melt Flow Index (MFI) perlu dilakukan sebelum material plastik diolah menjadi suatu produk. Pengukuran tersebut dimaksudkan untuk mengetahui jenis dan kondisi proses yang dapat diterapkan. Pada penelitian ini, plastik komposit diarahkan untuk pembuatan film dengan teknik peniupan (blowing film). Material plastik yang digunakan untuk aplikasi blowing film pada umumnya memiliki nilai indeks laju alir yang rendah, contohnya resin LLDPE untuk aplikasi film blowing dipersyaratkan memiliki nilai indeks laju alir sekitar 1 - 6 g/10 menit. Hasil pengukuran indeks laju alir plastik komposit dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13, sementara hasil analisis varian (ANOVA) disajikan pada Lampiran 2 (e dan f). Base resin yang digunakan pada penelitian ini yaitu campuran dua jenis resin LLDPE dengan nilai indeks laju alir campuran 6.14 g/10 menit. Tabel 12 dan 13 menunjukkan bahwa komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE memiliki nilai indeks laju alir yang lebih kecil dibanding indeks laju alir base resin. Pelet komposit yang dihasilkan memiliki nilai indeks laju alir 3.39-5.59 g/10 menit. Semua nilai indeks laju alir komposit yang dihasilkan memenuhi kriteria untuk dilakukan proses film blowing yang mensyaratkan nilai indeks laju alir 1 – 6 g/10 menit.
48 Tabel 12 Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser PFAD Rasio Tepung : LLDPE 30:70 40:60
PFAD (%) 5 7 5 7
Gliserol 30% 4.420±0.015 5.034±0.035 3.424±0.006 4.148±0.003
40% 5.451±0.015 5.778±0.011 4.367±0.074 4.689±0.037
Tabel 13 Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser asam stearat Rasio Tepung : LLDPE 20:80 30:70
Asam stearat (%) 5 7 5 7
Gliserol 30% 4.228±0.023 5.199±0.022 4.079±0.023 4.217±0.034
40% 4.819±0.008 5.031±0.034 4.750±0.021 5.422±0.028
Nilai indeks laju alir komposit yang menggunakan kompatibiliser asam stearat dan PFAD dipengaruhi oleh rasio tepung ubi kayu terhadap LLDPE yang digunakan. Semakin tinggi penggunaan tepung ubi kayu maka indeks laju alir semakin rendah. Hal ini disebabkan peningkatan viskositas akibat penambahan tepung ubi kayu sebagaimana menurut hasil penelitian Pedroso dan Rosa (2005) dan Fung et al. (2002) peningkatan viskositas menyebabkan turunnya indeks laju alir. Hal ini disebabkan terjadinya interaksi antar muka antara LLDPE dengan filler yang dalam penelitian ini digunakan tepung ubi kayu termoplastik. Ikatan antar muka terjadi antara gugus karboksilat dan keton pada LLDPE terkompatibilisasi dengan gugus hidroksil pada pati, serat dan gliserol yang terdapat pada tepung ubi kayu termoplastik. Gliserol sebagai plastisiser tampak mampu memerankan fungsinya. Tabel 12 dan 13 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis gliserol yang digunakan maka indeks laju alirnya juga semakin tinggi. Penambahan gliserol menyebabkan terjadinya termoplastisasi tepung ubi kayu sehingga tepung ubi kayu yang awalnya kaku berubah menjadi lebih plastis dan mudah mengalir. Gliserol yang berbobot molekul relatif rendah dapat mengisi ruang antara pati pada tepung ubi kayu sehingga lebih longgar dan bersifat lebih plastis. PFAD dan asam stearat selain berfungsi sebagai kompatibiliser juga bersifat sebagai dispersant dan lubricant. Efek dispersant menyebabkan peningkatan penyebaran tepung ubi kayu termoplastik ke dalam matriks LLDPE sehingga lebih homogen sementara efek lubricant atau pelumasan menyebabkan komposit lebih mudah mengalir sehingga nilai indeks laju alir komposit yang dihasilkan juga meningkat. Konsentrasi kompatibiliser baik PFAD maupun asam stearat mempengaruhi indeks laju alir komposit yang dihasilkan.
49 Gambar 8 menunjukkan hubungan antara kadar air komposit tepung ubi kayu termoplastik dengan specific gravity-nya. Dari gambar tersebut terlihat bahwa specific gravity komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dipengaruhi oleh kadar airnya. Korelasi linier antara kadar air terhadap specific gravity komposit yang menggunakan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70 dan kompatibiliser PFAD lebih erat dengan koefisien determinasi 0.8 sementara formula yang lain korelasinya rendah (dengan koefisien determinasi kurang dari 0.5). Peningkatan specific gravity ini disebabkan kandungan air yang memiliki specific gravity lebih tinggi daripada specific gravity komposit kering. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara kadar air dengan specific gravity disajikan pada Lampiran 4a.
Keterangan: T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Gambar 8
: rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat : rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Grafik hubungan antara kadar air dengan specific gravity pelet komposit
Semakin tinggi kadar air, indeks laju alir komposit cenderung meningkat pula, baik pada komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang menggunakan PFAD maupun asam stearat sebagai kompatibiliser dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE yang dicobakan (Gambar 9). Adanya air pada komposit yang menguap memberikan tekanan pada lelehan komposit untuk keluar bersamasama sehingga indeks laju alir yang terukur juga meningkat. Komposit yang menggunakan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70 memiliki korelasi linier antara kadar air terhadap indeks laju alir dengan koefisien determinasi 0.8. peningkatan kadar air akan meningkatkan pula indeks laju alirnya. Sementara rasio yang lain hubungan korelasinya berupa persamaan kuadratik dengan koefisien determinasi lebih rendah. Persamaan matematis hubungan antara kadar air dengan indeks laju alir dan koefisien determinasinya ditampilkan pada Lampiran 4b.
50
Keterangan: T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Gambar 9
: rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat : rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Grafik hubungan antara kadar air dengan indeks laju alir pelet komposit
Antara specific gravity dengan indeks laju alir tidak tampak kecenderungan yang nyata. Gambar 10 menunjukkan grafik hubungan antara specific gravity dengan indeks laju alir. Grafik menunjukkan bahwa nilai indeks laju alir komposit tersebar di antara 3 – 6 g/10 menit pada semua nilai specific gravity komposit yang dihasilkan.
Keterangan: T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Gambar 10
: rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat : rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Grafik hubungan specific gravity dengan indeks laju alir pelet komposit
51 Indeks laju alir komposit dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 40:60 dan kompatibiliser PFAD dipengaruhi oleh specific gravity-nya dengan pengaruh kuadratik (y = -1412.6x2 + 2682.2x - 1268.5 dengan koefisien determinasi 0.82). Sementara laju alir komposit dengan formulasi lain tidak dipengaruhi oleh specific gravity-nya (koefisien determinasi kurang dari 0.4). Indeks laju alir komposit dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 40:60 dan kompatibiliser PFAD semakin meningkat sampai specific gravity-nya 0.95 dan kemudian menurun kembali. Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan indeks laju alir ditampilkan pada Lampiran 4c. Differential Scanning Calorimeter (DSC) Melting point atau titik leleh menunjukkan temperatur ketika suatu bahan mengalami perubahan fasa dari fasa kristalin ke fasa amorf ataupun fasa padat ke fasa cair. Ketika polimer dipanaskan maka bagian semi kristalin akan berubah menjadi fasa bebas atau amorf. Termogram analisis dengan DSC ditampilkan pada Gambar 11 sementara nilai-nilai pengukuran ditampilkan pada Tabel 14. Pada umumnya temperatur transisi gelas terbaca pada temperatur sekitar 55 o C seperti nilai transisi gelas untuk pati namun hasil scanning DSC pada tepung ubi kayu dan tepung ubi kayu termoplastik tidak menunjukkan temperatur transisi gelas. Hal ini diduga disebabkan kadar air tepung ubi kayu dan tepung ubi kayu termoplastik yang tinggi sehingga saat pengukuran terjadi penguapan air yang banyak pada daerah sekitar temperatur transisi gelas yang menyebabkan tersamarnya puncak transisi gelas. Penambahan gliserol sebagai plastisiser menyebabkan pergeseran puncak titik leleh ke arah kiri yang berarti terjadi penurunan titik leleh tepung ubi kayu dari 102.45 oC menjadi 94.67 oC (Gambar 11 dan Tabel 14). Penurunan titik leleh ini diikuti pula dengan penurunan perubahan entalpi endotermisnya dari 820.3569J/g menjadi 596.2254 J/g. Penambahan gliserol sebagai plastisiser menyebabkan terjadinya gaya intermolekuler antar rantai polimer sehingga lebih bebas bergerak, dengan demikian saat dipanaskan ikatan ini menjadi lebih cepat longgar dan cepat pula meleleh seluruhnya dengan penyerapan energi yang semakin rendah pula. Dengan demikian terjadi penurunan titik leleh dan perubahan entalpi pada pelelehannya akibat penambahan plastisiser gliserol sebagaimana dinyatakan oleh McHugh dan Krochta (1994). Penurunan titik leleh dan perubahan entalpi tersebut disebabkan masuknya molekul gliserol ke dalam struktur pati pada tepung ubi kayu dan merusak struktur kristalin dari pati pada tepung ubi kayu. Dengan demikian struktur tepung ubi kayu menjadi bersifat lebih amorf sehingga lebih mudah meleleh.
52
LLDPE Komposit dengan kompatibiliser PFAD LLDPE terkompatibilisasi PFAD LLDPE terkompatibilisasi asam stearat Komposit dengan kompatibiliser asam stearat Tepung ubi kayu termoplastik Tepung ubi kayu 50
100 Temperatur (oC)
200
LLDPE Komposit dengan kompatibiliser PFAD LLDPE terkompatibilisasi PFAD LLDPE terkompatibilisasi asam stearat Komposit dengan kompatibiliser asam stearat Tepung ubi kayu termoplastik Tepung ubi kayu termoplastik 40
60
80
Temperatur (oC) Gambar 11 Termogram DSC tepung ubi kayu dan komposit
Tabel 14 Parameter pengukuran Differential Scanning Calorimeter Temperatur mulai pelelehan 1 (oC)
Temperatur pelelehan 1 (oC)
Temperatur akhir pelelehan 1 (oC)
Tepung ubi kayu
Temperatur mulai Temperatur pelelehan pelelehan o ( C) (oC)
Perubahan entalpi 1 (J/g)
Luas area 1 (mJ)
-
-
-
-
-
55.06
102.45
820.36
7793.39
153.63
Tepung ubi kayu termoplastik
-
-
-
-
-
41.99
94.67
596.22
5664.14
146.41
Komposit T:R 30:70, Gliserol 30%, Asam stearat 5%
53.3
55.65
57.65
0.95
9.07
114.86
122.42
17.66
167.82
124.18
Komposit T:R 30:70, Gliserol 30%, PFAD 5%
54.25
60.91
65.32
1.29
12.23
121.19
125.23
20.82
197.79
127.62
Perubahan entalpi (J/g)
Temperatur akhir Luas pelelehan area (mJ) (oC)
Komposit yang dihasilkan memiliki titik leleh 125.23 oC (kompatibiliser PFAD) dan 122.42 oC (kompatibiliser asam stearat) dengan perubahan entalpi sekitar 17.67 dan 20.822 J/g. Dibandingkan titik leleh LLDPE, maka penambahan kompatibiliser baik PFAD maupun asam stearat mampu menurunkan titik leleh LLDPE terkompatibilisasi (Gambar 11). Penggunaan kompatibiliser asam stearat lebih mampu menggeser titik leleh LLDPE ke arah kiri. Demikian pula dengan penurunan perubahan entalpi pelelehan lebih besar pada LLDPE yang dikompatibilisasi dengan asam stearat dibandingkan PFAD (Tabel 14). Gambar 11 dan Tabel 14 juga menunjukkan adanya dua puncak pelelehan pada komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE. Puncak pertama merupakan titik leleh dari tepung ubi kayu sementara puncak kedua merupakan titik leleh LLDPE. Hal ini menunjukkan proses komponding belum berhasil membentuk komposit yang benar-benar homogen sehingga kedua bahan yang dikompositkan masih meleleh secara terpisah. Berdasarkan perubahan entalpi pelelehan total, asam stearat memberikan efek kompatibilisasi lebih baik dari PFAD.
Karakteristik Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE Tebal film komposit Tebal film komposit penting untuk diketahui sehubungan dengan kemampuan dilakukan heat sealing pada penggunaannya sebagai kantong. Film yang terlalu tebal akan sulit bahkan tidak memiliki kemampuan dilakukan heat sealing. Hasil pengukuran tebal film ditampilkan pada Tabel 15 dan 16 sementara analisis varian (ANOVA) ditampilkan pada Lampiran 3 (a dan b). Tabel 15 Tebal film komposit (µm) dengan kompatibiliser PFAD Rasio Tepung : LLDPE 30:70 40:60
PFAD (%)
Gliserol 30 % 250±15 270±20 510±30 660±38
5 7 5 7
40 % 310±17 420±25 810±34 870±30
Tabel 16 Tebal film komposit (µm) dengan kompatiliser asam stearat Rasio Tepung : LLDPE 20:80 30:70
Asam stearat (%) 5 7 5 7
Gliserol 30 % 310±36 250±14 290±22 290±25
40 % 290±8 300±20 260±18 270±9
55 Tabel 15 menunjukkan bahwa rasio tepung ubi kayu termoplastik terhadap LLDPE terkompatibilisasi PFAD berpengaruh nyata terhadap tebal film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan maka semakin tebal film yang dihasilkan. Hal ini disebabkan penambahan tepung ubi kayu menyebabkan komposit lebih kaku sehingga sulit mengembang saat dilakukan proses film blowing. Fenomena tersebut tidak ditunjukkan oleh film komposit yang menggunakan asam stearat sebagai kompatibiliser. Hal ini diduga karena rasio tepung ubi kayu terhadap LLDPE yang digunakan memang berbeda, pada kompatibiliser PFAD digunakan tepung ubi kayu 30 dan 40 bagian sehingga pada penggunaan tepung ubi kayu 40 bagian karakter kaku dari tepung ubi kayu menjadi nyata sehingga sulit ditiup menghasilkan film yang tipis. Dosis gliserol berpengaruh terhadap tebal film komposit dengan kompatibiliser PFAD saja. Hal ini diduga disebabkan PFAD kurang mampu mengikat gliserol yang berat ke dalam matriks LLDPE sehingga komposit sulit ditiup membentuk film yang tipis. Dari Tabel 15 dan 16 tampak bahwa rasio tepung ubi kayu-LLDPE yang dapat menghasilkan film komposit yang tipis adalah 30:70. Pada rasio tersebut, kompatibiliser asam stearat dapat menghasilkan film komposit dengan rentang yang lebih sempit, yaitu 260 – 290 µm dibandingkan dengan PFAD yang menghasilkan film dengan tebal 250 – 420 µm.
Keterangan: T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
: rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat : rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Gambar 12 Grafik hubungan antara specific gravity dengan tebal film komposit Specific gravity komposit tidak memberikan pengaruh terhadap tebal film komposit yang menggunakan asam stearat sebagai kompatibiliser seperti ditunjukkan Gambar 12. Sementara tebal film komposit yang menggunakan rasio
56 tepung ubi kayu:LLDPE 40:60 dan kompatibiliser PFAD terlihat sangat meningkat dengan peningkatan specific gravity-nya. Korelasi kuadratik (y = 471190x2 + 894553x – 423688 dengan koefisien determinasi 0.94) antara specific gravity terhadap tebal film komposit yang dihasilkan menunjukkan bahwa PFAD kurang berhasil mengikat tepung ubi kayu termoplastik ke dalam matriks LLDPE sehingga terbentuk komposit yang kurang baik karena terlalu kaku dan pada akhirnya sulit dibentuk menjadi film yang tipis dengan teknik film blowing. Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan tebal film komposit ditampilkan pada Lampiran 5a.
Keterangan: T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
: rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat : rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Gambar 13 Grafik hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film Indeks laju alir komposit tidak berkorelasi secara nyata terhadap tebal film komposit yang menggunakan kompatibiliser asam stearat. Gambar 13 menunjukkan bahwa tebal film komposit dengan kompatibiliser asam stearat tersebar pada kisaran 250-300 µm untuk semua nilai indeks laju alir komposit dengan kecenderungan semakin tinggi indeks laju alirnya maka film komposit yang dihasilkan lebih tipis (koefisien determinasi kurang dari 0.3). Persamaan regresi hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film komposit ditampilkan pada Lampiran 5b. Berdasarkan Gambar 13 dan Lampiran 5b, maka asam stearat cocok digunakan sebagai kompatibiliser film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE dengan teknik film blowing. Sementara tebal film komposit dengan kompatibiliser PFAD tersebar pada rentang yang luas dengan kecenderungan peningkatan tebal film komposit dengan meningkatnya indeks laju alir komposit dengan mengikuti persamaan y = 113.82x - 276.04 untuk rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:40 dan y = 290.61x - 495.56 untuk rasio tepung ubi kayu:LLDPE
57 40:60 dengan koefisien determinasi masing-masing adalah 0.71 dan 0.89. Dengan demikian PFAD kurang cocok digunakan sebagai kompatibiliser film komposit tepung ubi kayu-LLDPE yang diproduksi menggunakan teknik film blowing. PFAD mungkin akan lebih cocok digunakan pada pembuatan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE untuk keperluan lain, misalnya komposit yang diproses dengan teknik injection molding. Sifat Optis Film Plastik Komposit Yellowness index menunjukkan tingkat warna sampel mulai dari putih hingga kuning. Opasitas menunjukkan tingkat kejernihan suatu sampel mulai dari jernih hingga buram atau gelap. Hasil pengukuran yellowness index dan opasitas film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18. Hasil analisa varian (ANOVA) ditampilkan pada Lampiran 5 (c, d, e, dan f). Keberadaan tepung yang menempel pada matriks LLDPE mengakibatkan film yang dihasilkan mengalami penurunan tingkat kejernihan atau peningkatan opasitas karena tepung ubi kayu jauh lebih opaque dibandingkan dengan resin LLDPE. Sementara gliserol bersama tepung ubi kayu berperan pada terjadinya peningkatan yellowness index dari film komposit yang dihasilkan. Tabel 17
Yellowness index dan opasitas film komposit kompatibiliser PFAD
Formulasi T30 R70 G30 P5 T30 R70 G30 P7 T30 R70 G40 P5 T30 R70 G40 P7 T40 R60 G30 P5 T40 R60 G30 P7 T40 R60 G40 P5 T40 R60 G40 P7 LLDPE
Yellowness index 16.28a 16.66b 17.12c 22.26d 29.56e 30.32f 43.97g 44.14g 14.025
dengan
opasitas 18.13a 20.24ab 21.83b 23.34b 33.51c 44.97d 52.98e 59.26f 15.435
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70 T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60 G30 = dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu G40 = dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu P5 = dosis PFAD 5 % bobot LLDPE P7 = dosis PFAD 7 % bobot LLDPE
Tepung ubi kayu yang kaya pati dengan sedikit serat bersama-sama dengan gliserol dapat berubah warna menjadi kekuningan saat diproses menggunakan panas. Panas tinggi yang dikenakan pada saat plastisasi, komponding dan film blowing menyebabkan terlepasnya molekul air dari struktur molekul pati dan
58 gliserol sehingga membentuk komposit yang berwarna coklat. Semakin banyak molekul air yang terlepas akan semakin gelap komposit yang dihasilkan. Mekanisme lain terjadinya warna kekuningan atau coklat adalah terjadinya reaksi Maillard antara pati dan gliserol dengan gugus amina pada protein yang terkandung di dalam tepung ubi kayu yang terjadi pada temperatur tinggi. Pada reaksi Maillard juga dihasilkan senyawa yang berwarna coklat. Tabel 18 Yellowness index dan opasitas film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Formulasi T20 R80 G30 AS5 T20 R80 G30 AS7 T20 R80 G40 AS5 T20 R80 G40 AS7 T30 R70 G30 AS5 T30 R70 G30 AS7 T30 R70 G40 AS5 T30 R70 G40 AS7 LLDPE
Yellowness index 26.61a 15.14a 21.41a 21.55a 25.43a 26.16a 23.42a 22.41a 14.025
opasitas 41.48a 32.67a 29.96a 35.89a 43.63a 45.01a 28.08a 34.61a 15.435
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70 T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60 G30 = dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu G40 = dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu AS5 = dosis asam stearat % bobot LLDPE AS7 = dosis asam stearat 7 % bobot LLDPE
Morfologi Film komposit Morfologi permukaan film komposit LLDPE/tepung ubi kayu dengan Scanning Electrone Microscope (SEM) ditampilkan pada Gambar 14. Pada gambar tampak bahwa tepung ubi kayu termoplastis tersebar merata pada matriks LDPE. Penambahan asam stearat 5 % sebagai kompatibiliser memberikan dispersi tepung ubi kayu termoplastis yang lebih merata dibandingkan asam stearat 7 % . Selain sebagai kompatibiliser, asam stearat juga berfungsi sebagai dispersant sehingga dapat memperbaiki homogenitas komposit. Pada Gambar 14 tampak bahwa partikel tepung ubi kayu pada film komposit tersusun rata dan rapat pada film komposit yang menggunakan kompatibiliser asam stearat 5 % , sementara pada film komposit dengan asam stearat 7 % tampak adanya partikel-partikel lain pada permukaan film yang diduga adalah serat atau protein yang berasal dari tepung ubi kayu yang tidak dapat berinteraksi dengan LLDPE terkompatibilisasi. Pada dosis asam stearat 7 % diduga terdapat kelebihan asam stearat yang tidak berikatan dengan LLDPE sehingga tampak sebagai partikel lain pada permukaan film komposit.
59
Gambar 14.
asam stearat 5 % asam stearat 7 % Morfologi permukaan film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE=30:70, gliserol 30 % dan kompatibiliser asam stearat
Spektrum Fourier Transform InfraRed (FTIR) Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus-gugus fungsional pada tepung ubi kayu dan kompositnya, serta untuk melihat terbentuk atau tidaknya ikatan-ikatan kimia baru pada komposit yang dihasilkan. Spektrum FTIR tepung ubi kayu dan komposit LLDPE/tepung ubi kayu ditampilkan pada Gambar 15. Spektrum FTIR menunjukkan gugus alkohol (-OH) atau hidroksil pada tepung ubi kayu (bilangan gelombang sekitar 3200/cm, Lide 1996). Gugus hidroksil tersebut berasal dari senyawa glukosa sebagai pembentuk pati dan serat (selulosa). Pada tepung ubi kayu juga terdapat puncak dari gugus –gugus lain diantaranya alkana, hidrogen (-H2) pada bilangan gelombang sekitar 3000/cm (Lide 1996), keton (C=O) pada bilangan gelombang 1500-1700/cm (Lide 1996), dan rantai cabang alkana (bilangan gelombang sekitar 700/cm, Lide 1996). Spektrum FTIR komposit juga menunjukkan banyaknya gugus karboksilat dan hidroksil baik primer, sekunder, maupun tersier. Gugus karboksilat ini berasal dari PFAD dan asam stearat yang memang mengandung berbagai jenis asam lemak. Pada komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE terjadi penurunan jumlah gugus –CH2- dan peningkatan gugus ikatan cabang rantai karbon. Hal ini diduga karena terjadinya ikatan antara gugus hidrofobik asam lemak baik dari PFAD maupun asam stearat dengan rantai alkana pada LLDPE membentuk rantai cabang pada LLDPE yang ditunjukkan dengan munculnya rantai cabang alkana pada bilangan gelombang sekitar 700 per cm. Ikatan yang terjadi akan tetap meninggalkan gugus karboksilat dari asam lemak pada ujungnya sehingga gugus karboksilat inilah yang akan berinteraksi dengan pati, serat atau gliserol pada proses komponding. Pada komposit muncul puncak-puncak golongan senyawa ester (bilangan gelombang 1000-1200 per cm. senyawa-senyawa ester ini diduga terbentuk dari gugus karboksilat (-COOH) pada asam lemak (baik asam stearat maupun PFAD) yang berikatan dengan gugus hidroksil (-OH) membentuk ikatan ester (-COOC-) ataupun ikatan hidrogen. Terbentuknya ikatan ini menghasilkan komposit dengan interaksi antar muka yang baik sehingga memiliki sifat mekanis yang baik pula.
60
Transmitan (%)
-OH
-CH2
amina
90
-C=O 60
30 3000
4000
2000 Bilangan gelombang (/cm)
1000
Tepung ubi kayu -OH
Transmitan (%)
40
alkana rantai cabang
-COOH ester
-CH2
30
-C=O 20 10
amina
4000
2000 3000 Bilangan gelombang (/cm)
1000
Transmitan (%)
Komposit tepung ubi kayu:LLDPE 30:70, gliserol 30%, PFAD 5%
9
-OH
-COOH
amina
alkana rantai cabang
-CH2 -C=O
6
ester
3 4000
3000
2000 Bilangan gelombang (/cm)
1000
Komposit tepung ubi kayu:LLDPE 30:70, gliserol 30%, asam stearat 5% Gambar 15 Spektrum FTIR tepung ubi kayu dan komposit tepung ubi kayuLLDPE
61 Sifat Mekanis Sifat mekanis film komposit yang dianalisis adalah kuat tarik dan elongasi. Menurut Stevens (2007), kuat tarik merupakan ukuran besarnya beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus. Menurut Billmeyer (1984), elongasi adalah perubahan panjang contoh yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Sifat mekanis komposit dihasilkan disajikan pada Tabel 19 dan 20 sementara hasil analisis varian (ANOVA) ditampilkan pada Lampiran 5 (g, h, I, j, k, l, m, dan n). Tabel 19 Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan kompatibiliser PFAD Formulasi T30 R70 G30 P5 T30 R70 G30 P7 T30 R70 G40 P5 T30 R70 G40 P7 T40 R60 G30 P5 T40 R60 G30 P7 T40 R60 G40 P5 T40 R60 G40 P7
Kuat tarik (MPa) TD MD b 3.06 3.71b 2.70b 3.63ab b 2.65 3.18a 1.21a 2.75a 1.74a 3.30ab 2.01ab 3.73b ab 2.37 3.93b 2.54b 4.94b
Elongasi (%) TD MD d 126.29 396.18b 87.67d 290.83b c 76.73 217.23b 45.89c 178.79ab 32.40b 173.83ab 29.09b 111.49a a 25.28 111.01a 21.90a 97.69a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70 T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60 G30 = dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu G40 = dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu P5 = dosis PFAD 5 % bobot LLDPE P7 = dosis PFAD 7 % bobot LLDPE
Hasil pengujian menunjukkan bahwa film plastik komposit memiliki nilai kuat tarik dan elongasi yang lebih kecil dibandingkan film LLDPE pada semua orientasi. Berdasarkan Tabel 19, film komposit dengan kompatibiliser PFAD dengan rasio pencampuran 30:70 secara umum memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibanding rasio 40:60. Jumlah tepung ubi kayu termoplastis yang lebih banyak pada rasio pencampuran 40:60 berdampak negatif pada sifat mekanik. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh film komposit dengan kompatibiliser asam stearat. Nikazar et al. (2005) dan Christianty (2009) menerangkan bahwa semakin banyak jumlah pati yang ditambahkan ke dalam proses pembuatan plastik komposit, maka sifat mekanis plastik komposit yang dihasilkan akan semakin menurun, kuat tarik dan elongasi turun dibandingkan dengan plastik sintetik murni. Hasil analisis varian (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan rasio tepung ubi kayu termoplastik terhadap resin LLDPE berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik dan elongasi pada orientasi machine direction dan transverse direction. Semakin tinggi jumlah tepung ubi kayu maka film komposit akan semakin kaku dan rapuh sehingga kuat tarik dan elongasinya juga menurun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mbey et al. (2012) dan Souza et al. (2012).
62
Tabel 20 Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Formulasi T20 R80 G30 AS5 T20 R80 G30 AS7 T20 R80 G40 AS5 T20 R80 G40 AS7 T30 R70 G30 AS5 T30 R70 G30 AS7 T30 R70 G40 AS5 T30 R70 G40 AS7 a
Kuat tarik (Mpa) TD MD a 4.51 5.25a 2.85a 4.57a 4.84a 5.62a a 4.04 4.50a 3.28b 4.06b 2.87b 3.84b 2.90b 3.27b 2.68b 2.95b
Elongasi (%) TD MD a 52.12 298.09a 54.86a 331.62a 129.01b 594.27a b 115.19 431.07a 32.29a 150.27b 35.22a 131.24b 58.78a 218.09b 55.99a 251.83b
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70 T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60 G30 = dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu G40 = dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu AS5 = dosis asam stearat % bobot LLDPE AS7 = dosis asam stearat 7 % bobot LLDPE
Hasil analisis varian (ANOVA) menunjukkan bahwa dosis gliserol berpengaruh nyata terhadap nilai elongasi pada orientasi machine direction dan transverse direction. Peningkatan dosis gliserol mengakibatkan menurunnya nilai elongasi, baik pada rasio pencampuran 30:70 maupun 40:60. Sun et al. (2008) menerangkan bahwa nilai elongasi akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosisplastisiser. Namun pada penelitian ini, nilai elongasi mengalami penurunan dengan meningkatnya dosis gliserol. Hal tersebut dapat terjadi diduga karena kurang homogennya proses pencampuran yang mengakibatkan plastisiser tidak terdistribusi secara sempurna ke dalam matriks plastik komposit sehingga berdampak negatif pada nilai elongasi film. Hasil ANOVA juga menunjukkan bahwa dosis PFAD berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik dan elongasi film pada orientasi machine direction dan transverse direction. Peningkatan dosis PFAD mengakibatkan penurunan nilai kuat tarik dan elongasi film hal ini berbeda dengan pernyataan Pritchard (1998) yang menyatakan bahwa nilai kuat tarik dan elongasi akan naik dengan meningkatnya jumlah compatibilizer. Penurunan nilai kuat tarik dan elongasi film plastik komposit pada penelitian ini dapat terjadi diduga karena kurang efektifnya PFAD sebagai compatibilizer dalam meningkatkan kompatibilitas campuran sehingga adanya tepung ubi kayu termoplastik mengganggu gaya antar muka LLDPE dan selanjutnya menurunkan kuat tarik dan elongasinya. PFAD lebih berperan sebagai dispersan dan pelumas daripada sebagai kompatibiliser. Sifat mekanis film komposit dengan kompatibiliser asam stearat hanya dipengaruhi oleh banyaknya tepung ubi kayu yang digunakan. Dosis gliserol dan asam stearat tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kuat tarik dan elongasi
63 film yang dihasilkan. Semakin besar rasio penggunaan tepung ubi kayu maka kuat tarik film yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan peningkatan jumlah tepung ubi kayu menyebabkan film menjadi lebih kaku.
Keterangan:
T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
= rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD = rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD = rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat = rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Gambar 16 Grafik hubungan antara specific gravity dengan kuat tarik film komposit arah MD Kuat tarik film komposit dipengaruhi oleh specific gravity-nya. Gambar 16 menunjukkan bahwa specific gravity komposit berpengaruh secara kuadratik terhadap kuat tarik film yang dihasilkan dengan koefisien determinasi lebih besar dari 0.9 kecuali film komposit dengan tepung ubi kayu:LLDPE 20:80 dengan kompatibiliser asam stearat yang koefisien determinasinya kurang dari 0.5. semakin tinggi specific gravity film komposit maka struktur polimer baik polimer utama(LLDPE) maupun polimer tambahannya (tepung ubi kayu termoplastik) semakin rapat sehingga interaksi antar muka polimer juga semakin baik dan pada akhirnya memberikan kekuatan yang lebih baik. Dengan demikian kuat tarik filmnya juga semakin tinggi. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara specific gravity dengan kuat tarik disajikan pada Lampiran 5c. Gambar 17 menunjukkan pola sebaran elongasi yang semakin menurun dengan peningkatan specific gravity. Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan elongasi film komposit ditampilkan pada Lampiran 5d. Specific gravity yang tinggi menunjukkan ikatan yang rapat pada komposit dan diduga hal ini disebabkan banyaknya struktur kristalin yang ditunjukkan pula dengan semakin rendahnya elongasi. Struktur kristalin memberikan kuat tarik yang tinggi dengan elongasi yang rendah.
64
Keterangan: T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
: rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat : rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Gambar 17 Grafik hubungan antara specific gravity dengan elongasi film komposit arah MD Gambar 18 menunjukkan tebal film komposit dengan kompatibiliser PFAD mempengaruhi kuat tarik film komposit. Semakin tebal film komposit maka kuat tariknya semakin menurun. Hal ini disebabkan pada film komposit yang tebal tidak terbentuk ikatan antar muka yang baik sehingga film komposit yang dihasilkan memiliki kekuatan yang lemah. Adanya bahan lain pada komposit menyebabkan gangguan pada ikatan antar muka tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa PFAD kurang berhasil membentuk komposit yang baik sehingga kaku dan sulit dibentuk menjadi film yang tipis. Kuat tarik film komposit dengan kompatibiliser asam stearat tidak terlalu dipengaruhi oleh tebalnya. Pada bahan yang sama secara teoritis tebal tidak berpengaruh pada kuat tarik karena dalam kuat tarik sudah disertakan luas area yang mendapat gaya tarik (ASTM 1980). Hal ini berarti bahwa penggunaan kompatibiliser asam stearat telah terbentuk komposit dengan ikatan antar muka yang sama baik sehingga peningkatan tebal film tidak menunjukkan ketidakberhasilan pembentukan komposit. Persamaan regresi hubungan antara tebal film komposit dengan kuat tariknya ditampilkan pada Lampiran 5e.
65
Keterangan: T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
: rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD : rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat : rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Gambar 18 Grafik hubungan antara tebal dengan kuat tarik film komposit arah MD
Keterangan:
T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Gambar 19
= rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser PFAD = rasio tepung:LLDPE 40:60, kompatibiliser PFAD = rasio tepung:LLDPE 20:80, kompatibiliser asam stearat = rasio tepung:LLDPE 30:70, kompatibiliser asam stearat
Grafik hubungan antara tebal film dengan elongasi film komposit arah MD
66 Gambar 19 menunjukkan bahwa elongasi film komposit dipengaruhi oleh tebalnya. Elongasi film komposit dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 40:60 dan kompatibiliser PFAD memilikim korelasi yang tinggi dengan tebal filmnya, sementara korelasi antara elongasi film komposit yang menggunakan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70 dengan tebal film agak rendah. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara tebal film komposit terhadap elongasi ditampilkan pada Tabel 48, Lampiran 3. Semakin tebal film komposit maka elongasinya juga semakin turun. Hal ini seperti halnya kuat tarik, semakin tebal film maka semakin kaku sehingga semakin mudah putus dengan elongasi yang rendah. Film komposit di-seal agar bisa digunakan untuk menampung beban. Analisis kekuatan seal dilakukan untuk melihat kekuatan tarik film plastik komposit yang telah di seal. Gambar 20 memperlihatkan bahwa film komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80 memiliki kekuatan seal yang lebih baik dibandingkan film plastik komposit dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70. Hal ini disebabkan oleh perbedaan melting point bahan yang dikandungnya. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan, film plastik komposit semakin susah dilelehkan sehingga antar helai film juga tidak menyatu dengan erat jika di-seal.
Gambar 20 Kekuatan seal film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Sementara untuk film komposit dengan kompatibiliser PFAD dengan tepung ubi kayu 30:70 tidak dipengaruhi oleh dosis gliserol dan dosis PFAD. Film komposit dengan tepung ubi kayu 40:60 tidak dapat dilakukan heat sealing karena terlalu tebal sehingga tidak dapat diukur kekuatan seal-nya. Dengan demikian film komposit dengan rasio tepung ubi kayu 40:60 tidak dapat dibentuk menjadi kantong film. Pengaruh formulasi terhadap karakter film komposit Tahap penelitian sebelumnya memberikan hasil bahwa rasio tepung ubi kayu termoplastik:resin LLDPE yang dapat digunakan pada penelitian berikutnya adalah 30:70. Sementara untuk bahan kompatibiliser yang selanjutnya digunakan adalah asam stearat. Dosis gliserol sebagai plastisiser dan asam stearat sebagai
67 kompatibiliser yang digunakan adalah dosis yang biasa digunakan yaitu dengan nilai tengah 7 dan 5 % dan nilai minimum serta maksimum minus dan plus dua. Data hasil analisis pelet dan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE untuk formulasi ditampilkan pada Tabel 21. Indeks laju alir (MFI) Indeks laju alir komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dipengaruhi oleh dosis gliserol, asam stearat, dan polyoxyethylene stearate yang digunakan. Dari semua kombinasi perlakuan yang diberikan diperoleh komposit dengan indeks laju alir yang memenuhi kriteria untuk dilakukan proses film blowing. Profil pengaruh formulasi terhadap indeks laju alir ditampilkan pada Gambar 21 sementara permukaan responnya ditampilkan pada Gambar 22. Dosis gliserol meningkatkan indeks laju alir sampai pada suatu nilai tertentu kemudian akan berbalik menurunkan indeks. Dosis gliserol yang memberikan indeks laju alir tertinggi adalah 27.5 % dengan nilai indeks laju alir 5.37 g/10 menit. Penambahan gliserol sebagai plastisiser dapat meningkatkan sifat termoplastis dan daya alir tepung ubi kayu (Song dan Zheng 2008, dan Mali et al. 2005) menurunkan viskositas, titik leleh, dan temperatur transisi gelas (Chanda dan Roy 2007) sehingga indeks laju alir komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE meningkat seiring peningkatan dosis gliserol. Namun setelah mencapai dosis 27.5 terjadi penurunan kembali indeks laju alir komposit yang dihasilkan. Hal ini diduga disebabkan oleh terlalu banyaknya gliserol yang berlebih tidak akan terikat pada tepung ubi kayu ataupun LLDPE sehingga berada dalam kondisi bebas yang menyebabkan komposit menjadi lengket dan sulit mengalir melalui celah sempit.
Indeks laju alir (MPa)
Tingkat kepercayaan 95 %
gliserol
asam stearat
Polyoxyethylene stearate
Gambar 21 Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap indes laju alir komposit
Tabel 21 Hasil analisis pelet dan film komposit tahap formulasi Urutan pengerjaan
Gliserol (%)
Asam stearat (%)
Polyoxy ethylene stearate (%)
Indeks laju alir (g/10 men)
Kuat tarik (MPa)
Modulus Young (MPa)
Yellowness index
opasitas
1
30
7
8.36
5.61
5.63
181.3
36.28
29.42
2
38.4
7
5
5.74
5.23
175.3
43.28
32.37
3
25
9
7
5.41
4.78
183.0
48.18
40.34
4
35
9
3
5.78
5.52
159.3
48.37
41.48
5
30
7
5
5.38
5.58
184.3
48.52
39.94
6
30
7
5
5.31
5.46
182.7
47.05
39.06
7
35
9
7
6.08
5.32
185.0
43.46
32.06
8
25
5
7
5.23
5.02
183.3
43.06
31.06
9
30
7
5
5.24
5.65
184.7
30.74
26.26
10
30
7
5
5.28
5.56
187.3
45.01
31.68
11
30
7
1.64
5.12
5.29
183.0
36.05
28.86
12
30
7
5
5.39
5.46
188.3
44.07
32.70
13
30
10.36
5
5.56
5.22
182.0
42.87
33.84
14
25
5
3
5.16
5.03
191.7
43.90
32.58
15
35
5
3
5.94
5.37
188.7
44.00
32.34
16
35
5
7
5.78
5.27
189.0
41.62
31.72
17
30
3.64
5
5.21
5.44
185.3
49.78
42.26
18
21.6
7
5
4.79
5.06
191.7
36.41
29.23
19
25
9
3
5.40
5.02
185.7
43.56
32.16
20
30
7
5
5.30
5.53
195.3
36.28
29.42
Asam stearat menyebabkan penurunan indeks laju alir sampai dosis 6 % setelah itu penambahan asam stearate akan meningkatkan indeks laju alir. Penambahan asam stearat sebagai kompatibiliser memperbaiki interaksi antara tepung ubi kayu termoplastik dengan LLDPE sehingga akan menurunkan indeks laju alirnya akibat terjadinya adhesi antar muka (Stevens 2007 dan Nam et al. 2010). Namun penambahan yang berlebih akan menyebabkan sebagian asam stearat berperan sebagai kompatibiliser dengan membentuk ikatan dengan LLDPE sementara sebagian sisanya akan berada dalam kondisi bebas dan berperan sebagai dispersant dan pelumas yang menyebabkan komposit lebih mudah mengalir (indeks laju alirnya meningkat).
asam stearat
Indeks laju alir (MPa)
Indeks laju alir (MPa)
gliserol asam stearat permukaan respon
gliserol plot kontur
Level tetap: polyoxyethylene stearate 5 % Gambar 22 Kurva permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap indeks laju alir Polyoxyethylene stearate sebagai surfaktan memberikan pengaruh yang mirip dengan asam stearate dengan dosis tengah 5 %. Penambahan polyoxyethylene stearate yang bersifat surfaktan memiliki kemampuan berinteraksi dengan LLDPE pada satu sisi dan dengan tepung ubi kayu termoplastik pada sisi lainnya sehingga dapat berperan seperti kompatibiliser. Surfaktan juga bersifat dispersant dan licin seperti pelumas sehingga penambahan dalam jumlah banyak akan meningkatkan indeks laju alir komposit yang dihasilkan. Persamaan hubungan antara formulasi komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE terhadap indeks laju alir adalah sebagai berikut: MFI = 5.368994 - 0.059776A - 0.007256B + 0.046862C- 0.083029A2-0.33375AB - 0.07125AC + 0.086677B2 + 0.04375BC + 0.093748C2 Dimana: MFI A B C
= indeks laju alir (g/10 menit) = dosis gliserol (%) = dosis asam stearat (%) = dosis polyoxyethylene stearate (%)
70 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa indeks laju alir komposit ditentukan oleh formulasi yang digunakan. Dosis gliserol memberikan pengaruh negatif, sementara dosis asam stearat dan polyoxyethylene stearate memberikan pengaruh positif. Semakin tinggi dosis gliserol maka indeks laju alir komposit semakin turun, sementara asam stearat dan polyoxyethylene stearate memberikan pengaruh sebaliknya. Koefisien determinasi persamaan hubungan antara formulasi komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE terhadap indeks laju alir belum cukup tinggi, yaitu 75.49 %. Hasil analisis dengan metoda permukaan respon ditampilkan pada Lampiran 6a. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hal lain yang mempengaruhi nilai indeks laju alir selain ketiga faktor perlakuan yang digunakan. Diduga kondisi proses komponding ikut memberikan pengaruh terhadap nilai indeks laju alir komposit. Pada penelitian ini kondisi proses dibuat sama untuk semua kombinasi perlakuan yang diberikan mengikuti kondisi proses yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Sementara setiap kombinasi formuladengan komposisi bahan berbeda diduga memerlukan kondisi proses seperti temperatur dan waktu proses yang berbeda pula. Kondisi ini mempengaruhi terjadinya interaksi antar bahan pada saat komponding yang melibatkan temperatur dan tekanan. Karakter mekanis Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap kuat tarik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE ditampilkan pada Gambar 23. Gambar 23 menunjukkan bahwa penambahan dosis gliserol sampai 30 % memberikan pengaruh positif terhadap kuat tarik. Semakin tinggi dosis gliserol diberikan maka kuat tarik film komposit yang dihasilkan cenderung meningkat kemudian menurun kembali akibat penambahan gliserol. Peningkatan kuat tarik pada dosis gliserol rendah disebabkan kemungkinan terbentuknya interaksi antara gliserol dan tepung ubi kayu dengan LLDPE yang dibantu adanya asam stearat sebagai kompatibiliser. Penambahan lebih jauh justru menurunkan kuat tarik, seperti hal hasil penelitian Mali et al. (2005), Kalambur dan Rizvi (2006), Chanda dan Roy (2007) yang menunjukkan bahwa penambahan plastisiser dapat menurunkan modulus elastisitas dan kuat tarik komposit yang dihasilkan. hal ini diduga keberadaan gliserol yang terlalu banyak justru menganggu interaksi antara pati dan serat di dalam tepung ubi kayu dengan LLDPE terkompatibilisasi. Asam stearat memberikan pengaruh positif sampai dengan 7 % kemudian berbalik sedikit menurunkan kuat tarik film komposit yang dihasilkan. Hal ini diduga pada dosis rendah, penambahan asam stearate akan memberikan peningkatan efek sebagai kompatibiliser dengan membentuk ikatan dengan LLDPE dan memberikan sumbangan gugus fungsional yang bersifat hidrofilik pada rantai LLDPE. Penambahan asam stearat lebih banyak lagi akan menyebabkan asam stearat berlebih yang berfungsi sebagai berfungsi sebagai dispersant yang memperbaiki dispersi tepung ubi kayu ke dalam matriks LLDPEdan sebagai pelumas yang menyebabkan gangguan pada ikatan antara tepung ubi kayu dengan LLDPE. Masuknya tepung ubi kayu ke dalam matriks LLDPE tanpa adanya interaksi antar muka yang baik justru menurunkan kuat tarik komposit karena tepung ubi kayu justru mengganggu ikatan diantara molekul LLDPE sendiri. Pada dosis yang cukup, asam stearat akan memperbaiki interaksi
71 antar muka antara tepung ubi kayu termoplastik dengan LLDPE sehingga kuat tariknya mengalami peningkatan.
Kuat tarik (MPa)
Selang kepercayaan 95 %
gliserol
asam stearat
Polyoxyethylene stearate
Gambar 23 Profil prediksi hubungan antara formulasi dengan kuat tarik Polyoxyethylene stearate memberikan efek yang serupa, yaitu meningkatkan kuat tarik sampai dosis nilai tengahnya, 5 % , kemudian kembali menurunkan kuat tarik. Penambahan polyoxyethylene stearate terlalu banyak menyebabkan penurunan kuat tarik yang tidak nyata pada film komposit yang dihasilkan. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya interaksi antara tepung ubi kayu termoplastik, polyoxyethyene stearate, dan LLDPE secara bersama-sama yang dapat mempengaruhi kuat tarik komposit yang dihasilkan. Kurva permukaan respon formulasi terhadap kuat tarik ditampilkan pada Gambar 24.
Asam stearat
Kuat tarik (MPa)
Kuat tarik (MPa)
Asam stearat
gliserol gliserol
Level tetap : polyoxyethyene sterate = 5.00 Permukaan respon Plot kontur Level tetap : polyoxyethylene : 5 % Gambar 24 Kurva permukaan respon pengaruh formulasi terhadap kuat tarik
72 Dengan metoda permukaan respon diperoleh persamaan hubungan antara formulasi dengan kuat tarik film komposit sebagai berikut: Kuat tarik = 5.544248 + 0.140289 A - 0.030753 B + 0.001597 C - 0.167418 A2 + 0.05625 AB - 0.00625 AC - 0.10201 B2 - 0.04125 BC - 0.056048 C2
Dimana: A = dosis gliserol (%) B = dosis asam stearate (%) C = dosis polyoxyethylene stearate (%) Koefisien determinasi untuk persamaan adalah 83.54% . Hasil analisis metode permukaan respon terhadap kuat tarik selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 6b. Dengan demikian sebagaimana halnya pada indeks laju alir, kuat tarik pun masih dipengaruhi oleh faktor lain selain faktor perlakuan yang dikenakan selama penelitian.Faktor lain yang diduga mempengaruhi kuat tarik adalah kondisi proses seperti temperatur dan waktu komponding serta temperatur film blowing.Temperatur dan waktu proses yang seragam diduga belum memberikan kondisi proses optimum untuk terjadinya proses kompondingataupun film blowing pada masing-masing formulasi. Hal ini menyebabkan ikatan antara resin LLDPE terkompatibilisasi dengan tepung ubi kayu termoplastik belum terbentuk secara baik. Kuat tarik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan antara 4.78 – 5.65 MPa tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan kuat tarik LLDPE, yaitu 8.34 MPa (Arvanitoyannis et al. 1998) atau 1200 – 2000 Psi atau setara dengan 8.7 – 13.8 MPa (Chanda dan Ray 2007). Kuat tarik tersebut memberikan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan memiliki kekuatan yang cukup sebagai kantong belanja atau kantong buah.
Modulud Young (MPa)
Selang kepercayaan 95 %
Gliserol
Asam stearat
Polyoxyethylene stearate
Gambar 25 Kurva prediksi pengaruh formulasi terhadap modulus Young film komposit
73 Permukaan respon formulasi terhadap modulus Young tidak menunjukkan pola yang sama. Gambar 25 menunjukkan bahwa penambahan Gliserol dan polyoxyethylene stearate sedikit meningkatkan modulus Young tetapi penambahan asam stearat justru menurunkan modulus Young. Pengaruh formulasi terhadap Modulus Young tidak memberikan penyelesaian optimum (saddle point) sementara untuk kuat tarik diperoleh kuat tarik maksimum pada 5.54 MPa. Grafik permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap modulus Young disajikan pada Gambar 26.
Asam stearat
Modulus Young (MPa)
Modulus Young (MPa)
Gliserol Asam stearat
Gliserol Permukaan respon Plot kontur Level tetap : polyoxyethylene stearate = 5 %
Gambar 26 Permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap modulus Young Modulus Young dan kuat tarik merupakan karakter mekanis yang penting. Modulus Young menunjukkan gaya tarik yang menyebabkan deformasi elastis pada film, sementara kuat tarik menunjukkan gaya tarik saat film putus. Modulus Young menunjukkan daerah dimana ketika pada film dikenakan gaya tarik akan mengalami deformasi elastis sehingga ketika gaya tarik dilepaskan maka film akan kembali pada bentuk dan ukuran semula. Jika gaya tarik yang bekerja melewati modulus Young maka akan terjadi deformasi plastis yang tidak akan kembali kepada bentuk semula meskipun gaya tarik dilepaskan (Surdia dan Saito 1985). Gambar 27 menunjukkan bahwa semakin tinggi Modulus Young terjadi sedikit penurunan kuat tarik. Semakin tinggi modulus Young berarti semakin elastis film komposit. Kuat tarik yang semakin rendah sementara Modulus Young tinggi menggambarkan bahwa film yang ada setelah mengalami gaya tarik yang besar dan melampaui daerah elastisnya akan segera mengalami deformasi plastis. Deformasi plastis ini menunjukkan telah terjadinya kerusakan struktur film akibat sebagian struktur kristalin berubah menjadi amorf yang disertai dengan penurunan tegangan tarik dan peningkatan elongasi sampai akhirnya terputusnya semua ikatan yang ada (film putus). Saat terjadinya deformasi plastis terjadi penurunan tegangan tarik sehingga nilai kuat tarik film yang dihasilkan jauh lebih rendah dari modulus Young. Hubungan antara kuat tarik dengan Modulus Young disajikan
74 pada Gambar 27. Gambar 27 menunjukkan tidak adanya hubungan korelasi antara kuat tarik dengan Modulus Young.
Gambar 27 Grafik hubungan antara kuat tarik terhadap modulus Young
Yellowness index
Karakter optis Karakter optis yang diuji adalah yellowness index (derajat kuning) dan opasitas film komposit yang dihasilkan. Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap derajat kuning ditampilkan pada Gambar 28. Gambar 28 menunjukkan bahwa peningkatan gliserol memberikan pengaruh positif terhadap yellowness index film komposit yang dihasilkan. Semakin tinggi dosis gliserol diberikan maka yellowness index film komposit yang dihasilkan semakin tinggi, berarti gliserol memberikan pengaruh buruk terhadap film komposit dengan menyebabkan film menjadi lebih gelap. Peningkatan yellowness index ini dapat disebabkan oleh terjadinya karamelisasi pada gliserol, pati, dan serat yang terkandung di dalam tepung ubi kayu akibat temperatur proses yang tinggi dengan kondisi air yang kurang, atau terjadinya reaksi Maillard antara gugus hidroksil pada gliserol, pati, dan serat dengan gugus amina pada protein yang terkandung di dalam tepung ubi kayu. Selang kepercayaan 95 %
Gambar 28 Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap yellowness index
75 Asam stearat memberikan pengaruh yang sama dengan gliserol, yaitu semakin tinggi dosis asam stearat diberikan maka film komposit akan semakin gelap pula. Sementara polyoxyethylene stearate memberikan pengaruh agak berbeda. Panambahan polyoxyethyelene stearate dalam dosis rendah menyebabkan penurunan yellowness index namun penambahan lebih lanjut justru meningkatkan yellowness index film komposit. Persamaan hubungan antara formulasi film komposit dengan yellowness index adalah sebagai berikut: yellowness index = -95.0012 + 5.396321A + 11.82421B + 2.238836C 0.035208A2 - 0.325563AB - 0.113187AC - 0.026922B20.179219BC + 0.26697C2
Dimana: A = dosis gliserol (%) B = dosis asam stearat (%) C = dosis polyoxyethylene stearate (%)
Asam stearat
Yellowness index
Yellowness index
Gliserol Gliserol Gliserol Asam stearat Permukaan respon Plot kontur Level tetap : polyoxyethylene stearate = 5 Gambar 29 Permukaan respon formulasi terhadap yellowness index Nilai koefisien determinasi dari persamaan hubungan antara formulasi film komposit dengan yellowness index masih rendah yaitu 52.34. Hasil analisis metode permukaan respon ditampilkan pada Lampiran 6c. Nilai ini menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruhi yellowness index film komposit yang dihasilkan. Kurva permukaan respon pengaruh formulasi terhadap yellowness index ditampilkan pada Gambar 29. Gliserol memberikan pengaruh terhadap penurunan opasitas film komposit. Pada dosis rendah sampai dengan 30 %, gliserol menyebabkan sedikit peningkatan opasitas, namun peningkatan dosis gliserol berikutnya dapat menurunkan opasitas (Gambar 30). Opasitas film komposit diharapkan rendah agar film memiliki sifat transluscent sehingga ketika digunakan sebagai kantong maka apa yang ditempatkan di dalam kantong masih dapat terlihat dari luar.
76 Selang kepercayaan 95 %
Gambar 30 Profil prediksi hubungan antara formulasi dengan opasitas Gambar 26 menunjukkan bahwa asam stearat memberikan pengaruh penurunan terhadap opasitas. Hal ini diduga karena panambahan asam stearat dapat memperbaiki dispersi tepung ubi kayu di dalam matriks LLDPE sehingga film komposit yang dihasilkan akan mendekati sifat film LLDPE yaitu transluscent. Polyoxyethylene stearate menurunkan opasitas pada dosis rendah kemudian setelah lebih dari 5 % akan meningkatkan opasitas film komposit. Persamaan hubungan antara formulasi dengan opasitas film komposit yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Opasitas = -81.198 + 4.822472A + 14.14078B - 2.073553C - 0.025796A2 – 0.478437AB - 0.020062AC - 0.019584B2+ 0.075781BC + 0.245582C2 Dimana: A = dosis gliserol (%) B = dosis asam stearat (%) C = dosis polyoxyethylene stearate (%) Nilai koefisien determinasi persamaan hubungan antara formulasi dengan opasitas film komposit adalah 54.01 %. Hasil analisis metode permukaan respon terhadap opasitas ditampilkan pada Lampiran 6d. Nilai ini cukup rendah sehingga menunjukkan bahwa masih ada faktor lain di luar formulasi yang mempengaruhi opasitas film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan.Kurva respon permukaan hubungan antara formulasi dengan opasitas film komposit ditampilkan pada Gambar 31.
77
Opasitas
Asam stearat
Opasitas
Asam stearat
gliserol gliserol
Permukaan respon Plot kontur Level tetap : polyoxyethylene stearate = 5 % Gambar 31 Kurva permukaan respon hubungan antara formulasi dengan opasitas Formula optimal Optimasi dilakukan dengan tujuan maksimasi kuat tarik, Modulus Young, dan elongasi serta minimasi opasitas dan yellowness index. Karakteristik film komposit sasaran ditetapkan sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan pada kantong plastik belanja komersial, yaitu minimal 5MPa, Modulus Young minimal 160 MPa, opasitas maksimal 50, dan yellowness index maksimal 45. Metode permukaan respon memberikan dua penyelesaian optimum dengan tingkat desirability 0.599. Formula optimum yang didapat untuk rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70 adalah : 1. 31.40 % gliserol, 7.94 % asam stearat, dan 5.48 % polyoxyethylene stearat 2. 31.38 % gliserol, 8.89 % asam stearat, dan 5.93 % polyoxyethylene stearat Karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan adalah: Kuat tarik 5.56 Mpa, Modulus Young 185.42 Mpa atau 185.43 Mpa, Opasitas 43.62, dan Yellowness 33.44. Karakteristik tersebut sudah dapat memenuhi kriteria film untuk kantong belanja.
78
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi proses termoplastisasi tepung ubi kayu adalah dengan pencampuran menggunakan super mixer pada temperatur kamar selama satu menit dan dilanjtkan dengan termoplastisasi pada temperatur 90 oC selama 15 menit. Proses kompatibilisasi dan komponding terbaik dari yang dicobakan adalah temperatur kompatibilisasi 190 oC, temperatur komponding 190 oC dengan pengumpanan tepung ubi kayu termoplastik dan LLDPE terkompatibilisasi secara bersamaan, putaran kneader 52 rpm, dan waktu proses selama 15 menit. Kondisi film blowing yang cocok adalah temperatur 150 oC pada keempat stage pada ekstruder dan film blowing die, dengan die spesifikasi untuk film LLDPE, dan putaran ekstruder 800 rpm. Karakter film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang diperoleh dari semua perlakuan adalah sebagai berikut: Indeks laju alir : 3.39 – 5.59 g/10 menit Kuat tarik : 2.75 - 5.65 Mpa Elongasi : 21.90 - 396.18 % Tebal film : 250 – 310 µm (kompatibiliser asam stearat) 250 – 870 µm (kompatibiliser PFAD) Yellowness index : 15.14 - 44.14 Opasitas film : 18.13 - 59.26 Formula optimal film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE untuk keperluan kantong belanja adalah 31.40 % gliserol, 7.94 % asam stearat, dan 5.48 % polyoxyethylene stearate atau 31.38 % gliserol, 8.89 % asam stearat, dan 5.93 % polyoxyethylene stearate. Kedua formula tersebut digunakan untuk rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70. Film komposit yang dihasilkan dari kedua formula tersebut sangat mirip, yaitu: Indeks laju alir : 4.49 g/10 menit Kuat tarik : 5.54 MPa Modulus Young : 185.42-185.43 MPa Yellowness index : 33.44 Opasitas film : 43.62 Karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dari formula optimal telah memenuhi syarat sebagai bahan untuk kemasan kantong belanja.
Saran Perlu dikaji teknik komponding dan pembuatan film komposit yang lebih sesuai untuk formulasi yang ada sehingga dapat dihasilkan komposit dan film komposit yang lebih baik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi karakteristik komposit dan film komposit perlu dikaji untuk mendapatkan hubungan antara formulasi dan faktor lain terhadap karakteristik komposit dan film komposit yang
79 lebih baik dan mendekati kondisi sebenarnya, misalnya dengan mengambil kondisi proses sebagai salah satu faktor perlakuan.
80
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1994. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC, Inc. Virginia, USA. ---------. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC, Inc. Virginia, USA. ---------. 1999. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC, Inc. Virginia, USA. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati SB. 1989. Petunjuk Laboratorium: Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor, Indonesia. Arvanitoyannis I, Costas GB, Hiromasa O, Kawasaki N. 1998. Biodegradable films made from Low-Density Polyethylene (LDPE), rice starch and potato starch for food packaging applications: Part 1. Carbohdr Polym 36:89-104. [ASTM] American Society for Testing and Material. 1980. Annual Book of ASTM Standards. Volume 14. American Society for Testing and Material Philadelphia, USA. ---------. 1991. Annual Book of ASTM Standards. Volume 8. American Society for Testing and Material Philadelphia, USA. Azeredo HMC. 2009. Nanocomposites for food packaging applications. Food Res Inter 42:1240-1253. Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Menurut Provinsi, 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php (diakses tanggal 6 Juni 2013). Bah FB, Oduro I, Ellis WO, Safo-Kantanka O. 2011. Factor Analysis and Age at Harvest : Effect on the Quality of Flour from Four Cassava Varieties. World J Dairy Food Sci 6(1): 43-54. Barnetson A. 1996. Packaging: Developments in Markets, Materials & Processes. iSmithers Rapra Publishing. Billmeyer FW Jr. 1984. Text Book of Polymer Science. JohnWiley and Sons Inc. New York, USA. Chanda M, Roy SK. 2007. Plastic Technology Handbook. CRC Press. New York, USA. Chaudhary AL, Torley PJ, McCaffery HN, Chaudary DS. 2009. Amylose content and chemical modification effects on thermoplastic starch from maize: processing and characterization using conventional polymer equipment. Carbohydr Polym 78:917-925. Christianty MU. 2009. Produksi biodegradable plastik melalui pencampuran pati sagu termoplastis dan compatibilized linier low density polyethylene [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Corradini E, AJF Carvalho, Curvelo AAdaS, Agnelli JAM, dan Mattoso LHC. 2007. Preparation and characterization of thermoplastic starch/zein blends. Mat Res 10 (3):227-231 Cuq B, Gontard N, Cuq JL, Guilbert S. 1997. Selected functional properties of fish myofibrillar protein-based films as affected by hydrophilic plasticizer. J Agric Food Chem 45:622-626.
81 Curvelo AA, de Carvalho AJF, dan Agnelli JAM. 2001. Thermoplastic Starch Cellulosic Fibers Composites: Preliminary Results. Carbohydr Polym 45:183-188. Czigany T, Romhany G, dan Kovacs J G. 2007. Starch for injection moulding purpose. di dalam. Fakirov, S. dan Bhattacharyya, D. Eds. Engineering Biopolymers: Homopolymers, Blends, Composites. Hanser, Munich. de Graff RA, Karman AP, Janssen LBPM. 2003. Material properties and glass transition temperature of different thermoplastic starches after extrusion processing. Starch/Staerke 55:80-86. de Vlieger JJ. 2003.Green plastics for food packaging. Di dalam Advenainen (Ed.) Novel Food Packaging Techniques. Woodhead Publishing Ltd. and CRC Press LLC. New York, USA. Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta. 2011. Laporan Tahunan. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dziedzic SZ, Kearsley MW. 1995. The technology of starch production. Di dalam. Kearsley MW, Dziedzic SZ, ed. Handbook of Starch Hydrolysis Product and Their Derivatives. Blackie Academic, London, UK. [Emery]. 2013. Product Specification : Stearic Acid. Emery Sdn. Bhd. Malaysia. Enriquez, JKEDV, Santiago PJM, Ong TF, Chakraborty S. 2010. Fabrication and characterization of high-density polyethylene-coconut coir composites with stearic acid as compatibilizer. J Thermoplas Composite Mat 23(3): 361-373. Escamilla GC, Canche-Canche M, Duarte-Aranda S, Caceres-Farfan M, BorgesArgaez R. 2011. Mechanical properties and biodegradation of thermoplastic starches obtained from grafted starches with acrylics. Carbohydr Polym 86:1501-1508. Fang Q, Hanna MA. 2001. Preparation and characterization of biodegradable copolyester-starch base foams. Biores Technol 78:115-122. Favis BD, Rodriguez F, Ramsay BA. 2005. Method of making polymer compositions containing thermoplastic starch. http://www.freepatentsonline.com/6844380.html. [12 Februari 2014]. Fung KL, Li RKY, Tjong SC. 2002. Interface modification on the properties of sisal fiber-reinforced polypropylene composites. J Appl Polym Sci 85:169176. Geng Y. 2005. Investigation of New Compatibilizer Systems for WoodPolyethylene Composites. [disertasi]. Oregon State University. Oregon, USA. Godbole S. Gote S, Latkar M. Chakrabarti T. 2002. Preparation and characterization of biodegradable poly-3-hydroxybutyrate-starch blend films. Biores Technol 86:33-37 Hietala M. 2013. Extrusion Processing of Wood-Based Biocomposites. [Doctoral Thesis]. Lulea University of Technology. Lulea, Swedia. Huneault MA, Li H. 2007. Morphology and properties of compatibilized polylactic/thermoplastic starch for degradable polyethylene sheets. Polym Degrad Stab 73:363-375. Ishiaku US, Pang KW, Lee WS, Ishak ZAM. 2002. Mechanical properties and enzymic degradation of thermoplastic and granular sago starch filled poly(caprolactone). Euro Polym J 38:393-401. [ISO] International Organization for Standardization. 1995. General Methods of Test for Pigments and Extenders - Part 2: Determination of Matter Volatile at
82 105 Degrees Celsius. International Organization for Standardization. Berlin, Jerman. Jayasekara R, Harding I, Bowater I, Lornergan G. 2005. Biodegradability of and Polymer Blends and Standard Methods for Assessment of Biodegradation. J Polym Environ 13:231-251 [JIS] Japanese Industrial Standard. 1999. Plastics-Methods of Determining the Density and Relative Density of Non-Cellular Plastics. Japanese Industrial Standard. Jepang. Juniawan R. 2014. Produksi Kantong Plastik Komposit dari Tepung Ubi Kayu dan LLDPE. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Kaci MH, Djidjelli A, Boukerrou L, Zaidi. 2007. Effect of wood filler treatment and EBAGMA compatibilizer on morphology and mechanical properties of low density polyethylene/olive husk flour composites. EXPRESS Polym Lett 1:467-473. Kalambur S, Rizvi SSH. 2006. An overview of starch-based plastic blends from reactive extrusion. J Plast Film Sheet 22:39-58 Kementrian Lingkungan Hidup. 2008. Makalah Seminar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik”. Universitas Negeri Jogjakarta: 6 November 2008. Kim H, Biswas J, Choe S. 2006. Effects of stearic acid coating on zeolite in LDPE, LLDPE, and HDPE composites. Department of Chemical Engineering, Inha University, Incheon, South Korea. Kim M, Lee SJ. 2002. Characteristics of crosslink potato starch and starch-filled LLDPE films. Carbohydr Polym 50:331-337. Leadprathom J, Suttiruengwong S, Threepopnatkul P, dan Seadan M. 2010. Compatibilized polylactic acid/thermoplastic starch by reactive blend. J Met Mat Min 20:87-90 Lechner, C. 2008. Additives for Natural fibre reinforced plastics-especially for WPC. Seminar Naturfaser-Compoundierung fur die Chemische Industrie. 20 Nopember 2008. Hannover. Lee M. 2009. Kajian Produksi Plastik Komposit Campuran Pati Termoplastis dan Polietilen [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Lide DR. 1995. Handbook of Chemistry and Physics. CRC Press. Boca Raton, FL. USA. Liu H, Xie F, Yu Y, Chen L dan Li L. 2009. Thermal processing of starch-based polymers. Polym Sci 34:1348-1368 Lourdin D, Valle D, Colonna P. 1995. Influence of amylose content on starch films and foams. Carbohydr Polym 27:261-270. Mali S, Sakanaka LS, Yamashita F, Grossman MVE. 2005. Water sorption and mechanical properties of cassava starch films and their relation to plasticizing effect. Carbohydr Polym 60:283-289. Mali S, Grossmann MVE, García MA, Martino MN, Zaritzky NE. 2008. Antiplasticizing effect of glycerol and sorbitol on the properties of cassava starch Films. Brazilian J Food Technol 11(3):194–200. Maniar KK, 2004. Polymeric Nanocomposites: A review. Polym Plastics Technol Eng 43: 427-443
83 Manners, DJ. 1989. Recent developments in our understanding of amylopectin structure. Carbohydr Polym 11:87-112. Mbey JA, Hoppeb S, Thomasa F. 2012. Cassava starch-kaolinite composite film. Effect of clay content and claymodification on film properties. Carbohydr Polym 88:213-222. McHugh TH, Krochta JM. 1994. Sorbitol vs glycerol plasticized whey protein edible films: Integrated oxygen permeability and tensile property evaluation. J Agric Food Chem 42:841-845. Metha A K dan Jain D. 2007. Polymer blends and alloys Part-I compatibilizers- a general survey. http://www.plusspolymers.com. [diakses 10 Januari 2011]. Mohanty A K, Misraand M, dan Drzal LT. 2005. Natural Fibers, Biopolymers, and Biocomposites. CRC Press. Boca Raton, FL, USA. Morawietz K. 2006. Industrial development of environmental degradable plastics: From the idea to a commercial product. Workshop “Sustainable plastics in India and Asian Countries” 14-16 Desember 2006. In India. Biopolymer Technology. Germany. Mueller RJ. 2006. Biological degradation of synthetic polyesters - enzymes as potential catalysts for polyester recycling. Proc Biochem 41:21. Myers D. 2006. Surfactant Science and Technology. John Wiley and Sons. New Jersey, USA. Nikazar M, Safari B, Bonakdarpour, dan Milani Z. 2005. Improving The Biodegradability and Mechanical Strength of Corn Starch-LDPE Blends Through Formulation Modification. Iranian Polym J 14(12):1050-1057. Ning W. Jiugao Y. Xiaofei M, Ying W. 2007. The influence of citric acid on the properties of thermopastic starch/linear low-density polyethyelene blends. Carbohydr Polym 67:446-453. Permatasari NA. 2010. Produksi Plastik Komposit dari Campuran TapiokaOnggok Termpolastis dengan Compatibilized Polietilen. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Pedroso AG, Rosa DS. 2005. Mechanical, thermal, and morphological characterization of recycled LDPE/corn starch blends. Carbohydr Polym 59:1-9. Pouplin M, Redl A, Gontard N. 1999. Glass transition of wheat gluten plasticized with water, glycerol, or sorbitol. J Agric Food Chem 47:538-543. Prachayawarakorn J, Sangnitidej P, Boonpasith P. 2010. Properties of thermoplastiic rice starch composites reinforced by cotton fiber or low density polyethylene. Carbohydr Polym 81:425-433. Pritchard G. 1998. Plastics Additives An A-Z Reference. Chapman and Hall.New York, USA. Pushpadass HA, Robert WW, Joseph JD, Milford AH. 2010. Biodegradation characteritics of starch-polystyrene loose-fill foams in a composting medium. Biores Technol 101:7258-7264. Ray SS, Bousmina M. 2005. Biodegradable polymers and their layered silicate nano composites: In greening the 21 st century materials world. Mat Sci 50:962-1079 Rickard JE, Asaoka M, Blanshard JMV. 1991. The physico-chemical properties of cassava starch. Rev Crop Sci 31:189-207.
84 Rivero IE, Balsamo V, Muller AJ. 2009. Microvae-assisted modification of starch for compatibilizing LLDPE/starch blends. Carbohydr Polym 75:343350. Salmoral EM, Gonzalez ME, Mariscal MP. 2000. Biodegradable plastic made from bean products. Industrial Crops and Products 11:217-225. Saputra H A, Simonsen J, dan Li K. 2007. Effects of compatibilizers on the flexural properties of grass straw-polyethylene composites. J. Biobased Mat Bioenergy 1:137-142 Scheneider H, Niegisch N, Mennig M, dan Schmidt. 2004. Hydrophilic coating materials. Di dalam. Aegerts, M.A. dan Mennig, M. ed. Sol-Gel Technologies for Glass Producer and Users. Kluwer Academic Publ., Dordrecht. Scott G. 2000. 'Green' polymers. Polym Degrad Stab. 68:7-12 Shimano M. 2001. Biodegredation of plastics. Biotechnol 12:5-10 Song Y, Zheng Q. 2008. Improve tensile strength of glycerol-plasticized gluten bioplastic containing hydrophobic liquids. Biores Technol 99:7665-7671. Souza AC, Benze R, Ferrao ES, Ditcfield C, Coelho ACV, Tadini CC. 2012. Cassava starch biodegradable films: Influence of glycerol and clay nanoparticles content on tensile and barrier properties and glass transition temperature. Food Sci Technol 46:110-117. Stevens MP. 2007. Polymer Chemistry. Iis Sopyan, penerjemah. PTPradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. Sun S, Song Y, Zheng Q. 2008. Thermo-molded wheat gluten plastics plasticized with gliserol: effect of molding temperature. J Food Hydrocolloids 22:10061013. Supriyati K. 2009. Onggok Terfermentasi Bahan Pakan Bergizi Tinggi. Balai Penelitian Ternak. Bogor, Indonesia. Surdia T dan Saito S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita, Jakarta. Teixeira EM, da Rosa AL, Carvalho AJF, dan Curvelo AA. 2001. Comparative study of thermoplastic starches obtained from industrialized cassava starch, native cassava, and cassava bagasse. Carbohyd Polym 45:189-194 Tena-Salcido CS, Rodriguez-Gonzales FJ, Mendez-Hernandez ML, ContrerasEsquivel JC. 2008. Polymer Bulletin 60:677-688. Vroman I dan Tighzert L. 2009. Biodegradable Polymers. Mat 2:307-344 Waryat, Romli M, Suryani A, Yuliasih I, Johan S. 2013. Using of a Compatibilizer to Improve Morphological, Physical and Mechanical Properties of Biodegradable Plastic From Thermoplastic Starch/LLDPE Blends. Inter J Eng Technol. IJET-IJENS 13(01). Widyasari R. 2010. Kajian Penambahan Onggok Termoplastis terhadap Karakteristik Plastik Komposit Polietilen. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana. IPB, Bogor. Yuliasih I. 2008. Fraksinasi dan Asetilasi Pati Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) serta Aplikasi Produknya Sebagai Bahan Campuran Plastik Sintetis. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor, Indonesia. Yuliasih I, Sunarti TC, Waryat, Misgiyarta. 2010. Pembuatan bioplastik untuk kemasan pangan berbasis onggok. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. IPB. Bogor, Indonesia.
85
LAMPIRAN
86 Lampiran 2 Prosedur analisis 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada temperatur 105oC selama 10 menit. Sebanyak 2-3g sampel ditimbang di dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Sampel dikeringkan dalam oven bertemperatur 105oC selama 5 jam. Sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang bobot akhirnya sampai bobot konstan.
2. Kadar Abu (AOAC, 1999) Cawan porselin dikeringkan di dalam oven bertemperatur 105oC, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 3-5 g dan ditempatkan di dalam cawan porselin. Sebelum diabukan, sampel dipanaskan di atas penangas kemudian didestruksi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Kemudian sampel diabukan dengan cara dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 550oC hingga terbentuk warna abu-abu. Selanjutnya sampel didinginkan di dalam desikator. Bobot akhir ditimbang dan diulang hingga bobot akhirnya tetap.
3. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995) Sebanyak 2-4 g sampel ditimbang, lalu lemaknya dibebaskan dengan cara ekstraksi menggunakan Soxhlet atau diaduk, setelah mengendap tuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak tiga kali. Contoh dikeringkan dan ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1.25 %, kemudian dididihkan selama 30 menit dengan pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan 50 ml NaOH 3.25 % dan dididihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas cairan disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan pada kertas saring berturut-turut dicuci dengan H2SO4 1.25 % panas, air panas, dan etanol 96 %. Kertas saring dan isinya diangkat dan ditimbang, lalu dikeringkan pada temperatur 105 oC sampai bobot konstan. Bila kadar serat kasar lebih besar 1 % kertas saring beserta isinya diabukan dan ditimbang hingga bobotnya konstan.
Keterangan : a = bobot kertas saring dan residu yang telah dikeringkan (g) b = bobot kertas saring kosong (g)
87 4. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Kertas saring dibentuk seperti tabung dan dikeringkan pada temperatur 105oC selama 1 jam. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel 2-3 g dimasukkan di dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam Soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atas labu lemak. Ekstraksi menggunakan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi bening. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 105oC hingga mencapai bobot tetap, lalu didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemak yang ada di dalamnya ditimbang (B), sehingga dapat diketahui bobot lemaknya.
5. Kadar Protein (AOAC, 1995) Kadar protein bahan dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sebanyak 100-250 mg sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan dengan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40.0 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 pekat, dan 2-3 butir batu didih. Sampel dipanaskan dengan kenaikan temperatur secara bertahap sampai mendidih selama 1-1.5 jam sampai diperoleh cairan jernih. Setelah didinginkan, isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dengan dibilas menggunakan 1-2 ml air destilata sebanyak 5-6 kali. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi kemudian ditambahkan dengan 8-10 ml larutan 60% NaOH - 5% Na2S2O3. Di tempat yang terpisah, 5.0 mL larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator merah metil-biru metil dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Labu erlenmeyer kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam dibawah larutan H3BO3. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh diencerkan sampai 50 ml dengan akuades, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N yang telah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Volume larutan HCl 0.02 N terstandar yang digunakan untuk titrasi dicatat. Tahap yang sama dilakukan untuk larutan blanko sehingga diperoleh volume larutan HCl 0.02N untuk blanko. Kadar protein dihitung berdasarkan kadar nitrogen (% N).
Keterangan: V1 = Volume larutan HCl untuk sampel (ml) V2 = Volume larutan HCl untuk blanko (ml) 6. Kadar Pati Metode Somogy Nelson (Apriyantono et al. 1989) Kadar total gula dan pati sampel pati dianalisis dengan menggunakan metode fenol sulfat yang mencakup tahapan pembuatan kurva standar larutan glukosa, persiapan sampel, dan analisis sebagai berikut.
88 Larutan glukosa murni (0.5 ml) yang masing-masing mengandung 0.0; 10.0; 20.0; 30.0; 40.0; 50.0; 60.0; 70.0 dan 80.0 μg larutan glukosa ditempatkan dalam tabung reaksi. Ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut ditambahkan 0.5 ml fenol 5%, kemudian diaduk dengan menggunakan vorteks. Sebanyak 2.5 ml larutan H2SO4 pekat ditambahkan secara cepat ke dalam tabung reaksi tersebut (terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan panas). Larutan tersebut didiamkan selama 10 menit, kemudian diaduk lagi dengan vorteks. Sampel disimpan pada temperatur ruang selama 20 menit sebelum diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm. Persamaan dan kurva standar larutan glukosa dibuat sebagai hubungan antara konsentrasi larutan glukosa (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y). Sebanyak 1 g pati dimasukkan secara perlahan ke dalam 100 ml etanol 95% dan dihomogenkan menggunakan pengaduk magnetik. Suspensi pati kemudian disaring menggunakan kertas saring. Kertas yang berisi residu pati didiamkan semalam di dalam desikator. Residu pati ditimbang sehingga diketahui bobotnya untuk menghitung pati pada sampel sebelum mengalami pencucian dengan etanol. Setelah pati kering, pati yang terdapat dalam kertas saring diambil, kemudian dihaluskan dengan mortar. Sebanyak 40 mg pati yang telah dihaluskan ditambah dengan 20 ml akuades, lalu diotoklaf pada temperatur 105 oC selama 1 jam. Setelah diotoklaf, sampel didinginkan pada temperatur kamar lalu diencerkan 40 kali. Sebanyak 0.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0.5 ml fenol 5% dan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks. Sebanyak 2.5 ml larutan H2SO4 pekat lalu ditambahkan secara cepat ke dalam tabung reaksi, sehingga terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan panas. Larutan sampel kemudian didiamkan selama 10 menit pada temperatur ruang, diaduk dengan vorteks dan didiamkan kembali selama 20 menit pada temperatur ruang. Nilai absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm. Kadar glukosa (μg/ml) ditentukan dengan menggunakan kurva standar. Kadar total gula (% bb) diperoleh dari kurva standar, sedangkan kadar pati (% bb) dihitung dengan mengalikan kadar total gula dengan faktor 0.9. 7. Kadar Amilosa (AOAC 1994) Perhitungan kadar amilosa dilakukan dengan menetapkan kurva standar terlebih dahulu. Amilosa murni diukur sebanyak 40 mg dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran dipanaskan di dalam air mendidih selama 10 menit hingga terbentuk gel kemudian didinginkan. Campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan menggunakan akuades. Larutan tersebut masing-masing 1, 2, 3, 4, 5 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ke dalam setiap labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm, kemudian dibuat kurva standar antara konsentrasi amilosa murni dengan absorbansi.
89 Setelah dibuat kurva standar, dilakukan penetapan sampel dengan memasukkan 100 mg sampel ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml NaOH 0,1 N. Campuran dipanaskan di dalam air mendidih selama 10 menit sampai membentuk gel dan didinginkan. Campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan menggunakan akuades. Larutan tersebut sebanyak 5 ml dimasukkan dalam tabung reaksi 100 ml, lalu ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan Iod. Campuran dalam labu takar ditepatkan hingga tanda tera dengan akuades, dikocok, dan dibiarkan selama 30 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa sampel dapat dihitung.
Keterangan: A = Konsentrasi amilosa dari persamaan kurva standar (mg/ml) fp = Faktor pengenceran 8. Kadar Air Plastik Komposit (ISO 787-2 1995) Alat moisture analyzer dinyalakan dengan menekan tombol power. Sample pan diletakkan dengan menggunakan pan handle di atas brezee breaking. Tombol RESET ditekan sebelum pengetesan kadar air dimulai hingga layar menampilkan angka 0. Sampe ditimbang sebanyak 10 ± 0.5 g di atas sampel pan. Heat cover moisture analyzer selanjutnya ditutup dan berat sampel pada layar diperiksa kembali. Tombol START ditekan untuk memulai pengetesan. Moisture analyzer akan melakukan pengetesan/pengukuran dan berhenti secara otomatis. Nilai yang tertera pada layar adalah nilai kadar air sampel. 9. Specific Gravity Plastik Komposit (JIS K-7112 1999) Piknometer kosong (kering) diletakkan di atas neraca dan neraca diset di angka 0. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang kemudian bobotnya dicatat (A). Piknometer yang berisi sampel dipenuhi dengan alkohol kemudian ditimbang kembali dan dicatat bobotnya (B). Piknometer dikosongkan dan diisi kembali dengan alkohol kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya (C). Pengukuran bobot jenis alkohol dilakukan dengan cara menimbang piknometer kosong volume 25 ml dan dicatat bobotnya (Y). Alkohol dimasukkan ke dalam piknometer kosong dan diisi sampai penuh. Piknometer yang berisi alkohol ditimbang kembali dan dicatat bobotnya (Z). Specific gravity alkohol dan sampel dapat dihitung dengan rumus berikut.
90
10. Indeks Laju Alir (Melt Flow Index) Plastik Komposit (ASTM D1238 1991) Mesin pengukur indeks laju alir dinyalakan dengan menekan tombol “ON”. Temperatur pengukur indeks laju alir diatur pada angka 190°C. Beban sebesar 2.16 kg dipasang di atas alat penahan beban. Setelah temperatur stabil, sebanyak 5 g sampel diambil dengan menggunakan sendok dan dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam lubang silinder mesin pengukur indeks laju alir. Sampel ditekan ke dalam lubang silinder dengan menggunakan piston penekan sampai kira-kira 5 mm di bawah garis batas bawah piston. Selanjutnya piston dari penahan beban dimasukkan ke dalam lubang silinder. Sampel di dalam silinder dibiarkan hingga meleleh dan ditunggu selama 4-5 menit. Alat penahan beban digeser ke kanan sehingga pengunci piston tepat di atas ujung piston. Beban sebesar 2.16 kg diturunkan dengan memegang kedua sisi kiri dan kanan dari penahan beban. Setelah piston turun dan garis batas bawah piston berada sejajar dengan mulut silinder bagian atas, sampel yang keluar dari die (mulut silinder bagian bawah) dipotong dengan menggunakan pisau die searah jarum jam, disaat yang bersamaan stopwatch dihidupkan. Setelah garis batas atas piston berada pada mulut silinder, sampel dipotong dengan memutar pegangan pisau die searah jarum jam dan disaat yang bersamaan stopwatch dimatikan. Potongan sampel ditimbang dan dicatat bobotnya dan waktu pengetesan yang tertera pada stopwatch juga dicatat. Setelah pengetesan dilakukan, piston penekan diletakkan ke posisi semula dan lubang silinder dibersihkan dengan potongan kain sampai tidak ada sampel yang tersisa. Selanjutnya mesin pengukur indeks laju alir siap digunakan untuk sampel berikutnya. indeks laju alir sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Keterangan: A = Bobot potongan sampel (g) t = Waktu pengambilan sampel (detik) 11.Tebal Film Film diukur tebalnya dengan menggunakan thickness meter pada lima titik yang berbeda. Rata-rata dari lima tempat yang berbeda tersebut adalah tebal film yang diukur. 12. Kuat Tarik dan Elongasi Film (ASTM D-882 1991) Komputer dan mesin Universal Testing Machine (UTM) Lloyd Instrument dihidupkan dengan cara menekan tombol power untuk memulai pengetesan. Saluran angin dibuka sampai pengukur tekanan angin menunjuk pada angka 5 bar. Lampu indikator berwana kuning pada mesin UTM dimatikan dengan cara ditekan. Program NEXYGEN PLUS dibuka pada komputer dan pilih pengaturan yang akan digunakan untuk menguji spesimen film sesuai standar yang telah ditentukan. Spesimen film berukuran 50 mm x 20 mm dipasangkan pada grip atas dan bawah dengan cara menginjak tuas
91 kompresor hingga spesimen film terpasang dengan benar. Data tebal dan ukuran film dimasukkan sebelum pengetesan dilakukan pada antar muka yang tersedia. Tombol START pada layar komputer diklik untuk memulai pengetesan kuat tarik dan elongasi. Komputer akan menunjukkan grafik beban (Newton) per satuan waktu yang diterima oleh spesimen film. Ketika spesimen film putus dan melewati maximum force-nya, maka crosshead/grip penjepit film akan kembali ke posisi semula. Nilai kuat tarik dan elongasi akan dihitung secara otomatis oleh program NEXYGEN PLUS dan hasilnya dapat dilihat pada layar monitor komputer. Satuan kuat tarik dinyatakan dalam MPa, sedangkan satuan elongasi dinyatakan dalam % . Pengujian kuat tarik dan elongasi dilakukan pada 2 arah film yaitu machine direction (MD) dan transverse direction (TD). Nilai kuat tarik dan elongasi secara manual dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
13. Kuat Tarik dan Elongasi Heat Sealing Film Cara pengujian kuat tarik dan elongasi heat sealing film sama dengan pengujian kuat tarik dan elongasi film berdasarkan standar ASTM D882 (1991), perbedaannya spesimen film yang diuji yaitu berupa dua film yang telah dikelim dengan bantuan panas. 14. Morfologi Permukaan Film dengan SEM (ASTM E-2015 1991) Analisa morfologi permukaan film dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil SEM akan menunjukkan gambar permukaan film pada pembesaran 1000X. Selanjutnya dilakukan pemotretan dengan menggunakan film hitam putih. 15. Yellowness Index dan Opasitas Film (ASTM E-313 1991) Komputer dan alat spektrofotometer Gretagmacbeth Color i5 dinyalakan dengan cara menekan tombol power untuk memulai pengetesan. Program Color iControl dibuka pada komputer dan pilih mode pengukuran yang akan dilakukan. Kalibrasi dilakukan sebelum pengukuran dilakukan. Kalibrasi dilakukan dengan cara memilih opsi “Calibrate” pada program. Pertama, white tile diletakkan pada viewport spektrofotometer, kemudian dilanjutkan dengan meletakkan black trap pada viewport, maka proses kalibrasi selesai dilakukan. Pengukuran yellowness index film dilakukan dengan cara memilih mode pengukuran Yellowness Index pada program Color iControl. Spesimen film diletakkan pada viewport spektrofotometer dan dipastikan kembali viewport benar-benar ditutupi seluruhnya oleh spesimen film. Tombol “Measure” pada layar diklik untuk memulai pengukuran, selanjutnya identitas film dimasukkan pada antar muka yang tersedia. Selanjutnya tombol “Next”
92 diklik untuk memulai pengukuran. Nilai yellowness index akan dihitung secara otomatis oleh program Color iControl dan hasil perhitungan dapat dilihat pada layar monitor komputer. Pengukuran opasitas film dilakukan dengan cara memilih mode pengukuran Opacity_CR pada program Color iControl. Spesimen film diletakkan pada viewport spektrofotometer dan dipastikan kembali viewport benar-benar ditutupi seluruhnya oleh spesimen film. Tombol “Measure” pada layar diklik untuk memulai pengukuran, selanjutnya identitas film dimasukkan pada antar muka yang tersedia. Selanjutnya tombol “Next” diklik untuk memulai pengukuran. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali untuk satu spesimen film. Pengukuran pertama dilakukan dengan cara meletakkan spesimen film pada latar belakang terang dan pengukuran kedua dilakukan dengan cara meletakkan spesimen film pada latar belakang gelap. Nilai opasitas film akan dihitung secara otomatis oleh program Color iControl dan hasil perhitungan dapat dilihat pada layar monitor komputer.
93 Lampiran 2 Hasil analisis varian (ANOVA) pada parameter pelet komposit a. ANOVA kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD df
JK
KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
Rasio tepung
1
0.360
0.360
1.147
5.318
Dosis gliserol
1
1.522
1.522
4.855
5.318
Dosis PFAD
1
0.123
0.123
0.391
5.318
Rasio tepung * Dosis gliserol
1
0.479
0.479
1.527
5.318
Rasio tepung * Dosis PFAD
1
0.048
0.048
0.153
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.009
0.009
0.030
5.318
Rasio tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.012
0.012
0.039
5.318
Galat 8 2.509 15 5.061 Jumlah F-hitung < F-tabel tidak berbeda nyata
0.314
-
Sumber Variasi
b. ANOVA kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat Sumber Variasi
df
JK
Rasio LLDPE : 1 0.261 tepung Dosis gliserol 1 0.001 Dosis asam stearat 1 0.000 Rasio tepung * dosis 1 0.001 gliserol Rasio tepung * dosis 1 0.021 asamstearat Dosis gliserol * dosis 1 0.058 asamstearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis 1 0.003 asamstearat Galat 8 6.161 Jumlah 15 61.196 F-hitung < F-tabel tidak berbeda nyata
KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
0.261
0.339
5.318
0.001 0.000
0.001 0.001
5.318 5.318
0.001
0.001
5.318
0.021
0.028
5.318
0.058
0.076
5.318
0.003
0.004
5.318
.770
94 c. ANOVA specific gravity pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD df
JK
KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
Rasio LLDPE : tepung
1
0.00201081
0.00201081
21.873**
5.318
Dosis gliserol
1
0.00072000
0.00072000
7.832**
5.318
Dosis PFAD
1
0.00006906
0.00006906
0.751
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
0.00014912
0.00014912
1.622
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
0.00000015
0.00000015
0.002
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.00000054
0.00000054
0.006
5.318
1
0.00000589
0.00000589
0.064
5.318
8 15
0.00073545 0.004
0.00009193
-
Sumber Variasi
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD Galat Jumlah **) berbeda nyata
d. ANOVA specific gravity pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat F-tabel Sumber Variasi df JK KT F-hitung (0.05) Rasio LLDPE : 1 0.002 0.002 29.777** 5.318 tepung Dosis gliserol 1 1.225E-5 1.225E-5 0.158 5.318 Dosis asam stearat 1 2.025E-5 2.025E-5 0.262 5.318 Rasio tepung * dosis 1 2.500E-5 2.500E-5 0.323 5.318 gliserol Rasio tepung * dosis 1 3.600E-5 3.600E-5 0.465 5.318 asam stearat Dosis gliserol * dosis 1 0.000 0.000 2.355 5.318 asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam 1 9.000E-6 9.000E-6 0.116 5.318 stearat Galat 8 .001 7.737E-5 Jumlah 15 13.793 **) berbeda nyata
95 e.
ANOVA indeks laju alir pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05)
Rasio LLDPE : tepung
1
4.002
4.002
310.717**
5.318
Dosis gliserol
1
2.202
2.202
170.932**
5.318
Dosis PFAD
1
0.934
0.934
72.536**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
0.005
0.005
0.400
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
0.009
0.009
0.717
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.181
0.181
14.031**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.003
0.003
0.207
5.318
Galat
8
0.103
0.013
-
Jumlah **) berbeda nyata
15
7.439
f. ANOVA indeks laju alir pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat F-tabel Sumber Variasi df JK KT F-hitung (0.05) Rasio LLDPE : tepung 5.318 1 0.024 0.024 0.430 Dosis gliserol
1
0.204
0.204
3.690
5.318
Dosis asam stearat
1
1.684
1.684
30.453**
5.318
1
0.106
0.106
1.925
5.318
1
0.045
0.045
0.818
5.318
1
0.096
0.096
1.735
5.318
1
0.004
0.004
0.077
5.318
8
0.442
0.055
15
295.641
Rasio tepung * dosis gliserol Rasio tepung * dosis asam stearat Dosis gliserol * dosis asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam stearat Galat Jumlah **) berbeda nyata
96 Lampiran 3 Hasil analisis varian (ANOVA) pada parameter film komposit a. ANOVA tebal film komposit dengan kompatibiliser PFAD KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
640000
640000
288.3171**
5.318
1
129600
129600
58.38422**
5.318
Dosis PFAD
1
28900
28900
13.01932**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
22500
22500
10.13615**
1
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
Sumber Variasi
df
JK
Rasio LLDPE : tepung
1
Dosis gliserol
5.318 1600
1600
0.720793 5.318
0
0
0 5.318
8100
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
Galat
8
11878
Jumlah
15
1591.188
8100
5.455464** 5.318
1484.75
-
**) berbeda nyata b. ANOVA tebal film film komposit dengan kompatibiliser asam stearat df
JK
KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
Rasio LLDPE : tepung
1
324
324
0.370615
5.318
Dosis gliserol
1
144
144
0.164718
5.318
Dosis AS
1
324
324
0.370615
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1444
1444
1.651754
1
Rasio LLDPE : tepung * Dosis AS
1
Dosis gliserol * Dosis AS
1
Sumber Variasi
5.318 784
0.896797 5.318
1764
1764
2.017794 5.318
1024
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis AS
1
Galat
8
6844
Jumlah
15
12652
**) berbeda nyata
784
1024
5.455464** 5.318
855.5
-
97
c. ANOVA nilai Yellowness Index film komposit dengan kompatibiliser PFAD F-tabel Sumber Variasi df JK KT F-hitung (0.05) Rasio LLDPE : tepung
1
1431.582
1431.582
1228.920**
5.318
Dosis gliserol
1
300.372
300.372
257.850**
5.318
Dosis PFAD
1
10.360
10.360
8.894**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
118.674
118.674
101.874**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
5.238
5.238
4.497
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
4.332
4.332
3.718
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
7.189
7.189
6.171**
5.318
Galat
8
9.319
1.165
-
Jumlah **) berbeda nyata
15
1591.188
d. ANOVA nilai Yellowness Index film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05) Rasio LLDPE : 5.318 1 40.322 40.322 4.752 tepung Dosis gliserol 5.318 1 5.176 5.176 0.610 Dosis asam stearat 5.318 1 33.698 33.698 3.971 Rasio tepung * dosis gliserol Rasio tepung * dosis asam stearat Dosis gliserol * dosis asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam stearat Galat Jumlah **) berbeda nyata
1
12.145
12.145
1.431
5.318
1
30.415
30.415
3.584
5.318
1
24.305
24.305
2.864
5.318
1
44.622
44.622
5.259
5.318
8
67.883
8.485
16
8552.311
98 e. ANOVA nilai opasitas film komposit dengan kompatibiliser PFAD df
JK
KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
Rasio LLDPE : tepung
1
2871.620
2871.620
931.340**
5.318
Dosis gliserol
1
411.076
411.076
133.322**
5.318
Dosis PFAD
1
114.009
114.009
36.976**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
181.710
181.710
58.933**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
49.950
49.950
16.200**
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
8.410
8.410
2.728
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
5.267
5.267
1.708
5.318
Galat
8
24.667
3.083
-
Jumlah **) berbeda nyata
15
3666.321
Sumber Variasi
f. ANOVA nilai opasitas film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05) Rasio LLDPE : 5.318 1 31.979 31.979 1.710 tepung Dosis gliserol 5.318 1 293.266 293.266 15.683** Dosis asam stearat 5.318 1 6.350 6.350 0.340 Rasio tepung * dosis gliserol Rasio tepung * dosis asam stearat Dosis gliserol * dosis asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam stearat Galat Jumlah **) berbeda nyata
1
77.881
77.881
4.165
5.318
1
29.052
29.052
1.554
5.318
1
98.804
98.804
5.284
5.318
1
23.040
23.040
1.232
5.318
8
149.601
18.700
15
709.973
99 g. ANOVA kuat tarik arah MD film komposit dengan kompatibiliser PFAD Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05) Rasio LLDPE : tepung
1
1.734
1.734
98.621**
5.318
Dosis gliserol
1
0.046
0.046
2.628
5.318
Dosis PFAD
1
0.224
0.223
12.721**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
2.624
2.624
149.220**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
0.956
0.956
54.384**
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.014
0.014
0.819
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.218
0.218
12.400**
5.318
Galat
8
0.141
0.017
-
Jumlah **) berbeda nyata
15
5.959
h. ANOVA kuat tarik arah MD film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05) Rasio LLDPE : tepung 5.318 1 8.497 8.497 11.428** Dosis gliserol
1
0.476
0.476
0.640
5.318
Dosis asam stearat
1
1.381
1.381
1.857
5.318
1
0.990
0.990
1.331
5.318
1
0.397
0.397
0.534
5.318
1
0.070
0.070
0.094
5.318
1
0.029
0.029
0.039
5.318
8
5.949
0.744
15
307.469
Rasio tepung * dosis gliserol Rasio tepung * dosis asam stearat Dosis gliserol * dosis asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam stearat Galat Jumlah **) berbeda nyata
100 i.
ANOVA elongasi arah MD film komposit dengan kompatibiliser PFAD F-tabel Sumber Variasi df JK KT F-hitung (0.05)
Rasio LLDPE : tepung
1
86735.846
86735.846 740.432**
5.318
Dosis gliserol
1
33785.932
33785.932 288.418**
5.318
Dosis PFAD
1
12040.805
12040.805 102.788**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
11489.589
11489.589
98.082**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
1160.247
1160.247
9.905**
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
3359.872
3359.872
28.682**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
79.899
79.899
0.682
5.318
Galat
8
937.138
117.142
-
Jumlah **) berbeda nyata
15
149589.326
j.
ANOVA elongasi arah MD film komposit dengan kompatibiliser asam stearat F-tabel Sumber Variasi df JK KT F-hitung (0.05) Rasio LLDPE : tepung 1 204132.276 204132.276 10.684* 5.318 Dosis gliserol 1 85275.680 85275.680 4.463 5.318 Dosis asam stearat 1 3303.376 3303.376 0.173 5.318 Rasio tepung * dosis 1 10735.032 10735.032 0.562 5.318 gliserol Rasio tepung * dosis 1 5212.118 5212.118 0.273 5.318 asam stearat Dosis gliserol * dosis 1 5180.401 5180.401 0.271 5.318 asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam 1 15561.315 15561.315 0.814 5.318 stearat Galat 8 152854.929 19106.866 Jumlah **) berbeda nyata
15
1930017.560
101 k. ANOVA kuat tarik arah TD film komposit dengan kompatibiliser PFAD Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05) Rasio LLDPE : tepung
1
0.237
0.236
12.217**
5.318
Dosis gliserol
1
0.138
0.138
7.124**
5.318
Dosis PFAD
1
0.467
0.467
24.114**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
2.333
2.333
120.437**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
1.249
1.248
64.460**
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.338
0.338
17.454**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
0.244
0.243
12.571**
5.318
Galat
8
0.155
0.019
-
Jumlah **) berbeda nyata
15
5.161
l.
ANOVA kuat tarik arah TD film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05) Rasio LLDPE : tepung 5.318 1 5.074 5.074 6.871** Dosis gliserol
1
0.233
0.233
0.315
5.318
Dosis asam stearat
1
2.395
2.395
3.243
5.318
1
1.076
1.076
1.458
5.318
1
0.833
0.833
1.128
5.318
1
0.268
0.268
0.363
5.318
1
0.117
0.117
0.159
5.318
8
5.908
0.738
15
211.553
Rasio tepung * dosis gliserol Rasio tepung * dosis asam stearat Dosis gliserol * dosis asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam stearat Galat Jumlah **) berbeda nyata
102 m. ANOVA Elongasi arah TD film komposit dengan kompatibiliser PFAD F-tabel Sumber Variasi df JK KT F-hitung (0.05) Rasio LLDPE : tepung
1
12984.716 12984.716
442.451**
5.318
Dosis gliserol
1
2790.850
2790.850
95.097**
5.318
Dosis PFAD
1
1449.173
1449.173
49.380**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol
1
1483.582
1483.582
50.553**
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis PFAD
1
985.282
985.282
33.573**
5.318
Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
14.853
14.853
0.506
5.318
Rasio LLDPE : tepung * Dosis gliserol * Dosis PFAD
1
15.415
15.415
0.525
5.318
Galat
8
234.778
29.347
-
Jumlah **) berbeda nyata
15
19958.650
n. ANOVA Elongasi arah TD film komposit dengan kompatibiliser asam stearat Sumber Variasi df JK KT F-hitung F-tabel (0.05) Rasio LLDPE : 5.318 1 7132.014 7132.014 33.720** tepung Dosis gliserol 5.318 1 8508.448 8508.448 40.228** Dosis asam stearat 5.318 1 29.880 29.880 0.141 Rasio tepung * dosis gliserol Rasio tepung * dosis asam stearat Dosis gliserol * dosis asam stearat Rasio tepung * dosis gliserol * dosis asam stearat Galat Jumlah **) berbeda nyata
1
2023.088
2023.088
9.565**
5.318
1
31.514
31.514
0.149
5.318
1
124.183
124.183
0.587
5.318
1
29.336
29.336
0.139
5.318
8
1692.038
211.505
15
90714.727
103 Lampiran 4 Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antar parameter pada pelet komposit a. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara kadar air dengan specific gravity komposit Kombinasi perlakuan T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Persamaan regresi y = 0.0306x + 0.8847 y = 0.1277x2 - 0.6642x + 1.7926 y = -0.0349x2 + 0.1538x + 0.7432 y = 0.4754x2 - 2.4713x + 4.1425
Koefisien determinasi 0.808 0.659 0.1047 0.5671
b. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara kadar air dengan indeks laju alir komposit Kombinasi perlakuan T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Persamaan regresi y = 0.72x + 3.9462 y = 2.9359x2 - 15.778x + 25.067 y = -8.7803x2 + 38.481x - 36.887 y = -0.1432x + 4.9979
Koefisien determinasi 0.6272 0.394 0.805 0.0007
c. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara specific gravity dengan indeks laju alir komposit Kombinasi perlakuan T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Persamaan regresi y = -340.27x2 + 655.52x - 310.18 y = -1412.6x2 + 2682.2x - 1268.5 y = -1724.2x2 + 3162.2x - 1445 y = -5874.1x2 + 11011x - 5155.3
Koefisien determinasi 0.40 0.8236 0.0417 0.2262
104 Lampiran 5 Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara parameter pelet komposit dengan parameter film komposit a. Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan tebal film komposit Kombinasi Koefisien perlakuan Persamaan regresi determinasi T30PFAD y = 1524.3x - 1115.4 0.1784 2 T40PFAD y = -471190x + 894553x - 423688 0.9441 T20AS y = -1641.6x + 1783.4 0.0376 T30AS y = 575.25x - 261.8 0.0234
b. Persamaan regresi hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film komposit Kombinasi perlakuan T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Persamaan regresi y = 113.82x - 276.04 y = 290.61x - 495.56 y = -44.415x + 502.3 y = -18.775x + 364.19
Koefisien determinasi R² = 0.7097 R² = 0.8885 R² = 0.2651 R² = 0.1797
c. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara specific gravity dengan kuat tarik film komposit Kombinasi perlakuan T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Persamaan regresi y = -947.03x2 + 1724x - 780.91
Koefisien determinasi 0.996
y = -4695.8x2 + 8864.1x - 4177.7 y = 15157x2 - 27522x + 12498 y = 19091x2 - 35792x + 16778
0.9492 0.4347 0.9061
d. Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan elongasi film komposit Kombinasi perlakuan T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Persamaan regresi y = 180660x2 - 342144x + 162172 y = 201091x2 - 379714x + 179313 y = 13,777,795.28x2 - 25,082,163.33x + 11,415,660.73 y = -2,141,022.73x2 + 4,016,321.37x 1,883,281.84
Koefisien determinasi 0.83 0.81 0.99 0.97
105
e. Persamaan regresi hubungan antara tebal film dengan kuat tarik film komposit Kombinasi perlakuan T30PFAD T40PFAD T20AS T30AS
Persamaan regresi y = -0.0057x + 5.0989 y = 1E-05x2 - 0.0137x + 7.0292 y = 0.0082x + 2.6227 y = 0.0287x - 4.4456
Koefisien determinasi 0.9471 0.8585 0.159 0.7139
f. Persamaan regresi hubungan antara tebal film dengan elongasi film komposit Kombinasi Koefisien perlakuan Persamaan regresi determinasi T30PFAD 0.7173 y = -1.0677x + 604.42 T40PFAD 0.9451 y = 0.0008x2 - 1.3348x + 636.86 T20AS 0.0119 y = 0.552x + 255.07 T30AS 0.7358 y = -3.2391x + 1086.7
Lampiran 6 Hasil analisis metode permukaan respon a. Hasil analisis metode permukaan respon terhadap indeks laju alir ANOVA untuk Indeks laju alir ________________________________________________________________ Model _____________________________________________ Sumber keragaman DF JK KT F Pr > F _________________________________________________________________ Gliserol 1 0.048798 0.048798 1.085377 0.32203 AS 1 0.000719 0.000719 0.015991 0.901878 POE-S 1 0.029992 0.029992 0.667076 0.433099 Gliserol*Gliserol 1 0.099349 0.099349 2.209731 0.167975 Gliserol*AS 1 0.891113 0.891113 19.82025 0.001231 Gliserol*POE-S 1 0.040613 0.040613 0.903309 0.364301 AS*AS 1 0.10827 0.10827 2.408152 0.151752 AS*POE-S 1 0.015312 0.015312 0.340583 0.57242 POE-S*POE-S 1 0.126656 0.126656 2.817094 0.124192 Model 9 1.385098 0.1539 3.423061 0.03424 (Linier) 3 0.079509 0.026503 0.589485 0.635719 (Kuadratik) 3 0.358551 0.119517 2.658317 0.105393 (Cross Product) 3 0.947037 0.315679 7.021381 0.008002 Galat 10 0.449597 0.04496 (Lack of fit) 5 0.240264 0.048053 1.147756 0.441743 (Galat ) 5 0.209333 0.041867 Total 19 1.834695 __________________________________________________________________ Keterangan: AS = asam stearat POE-S = polyoxyethylene stearate
__________________________________ Model __________________________________ Rataan 5.4355 R2 75.49% Adj. R2 53.44% RMSE 0.212037 CV 3.900966 __________________________________ ________________________________________________________________________ Titik optimum : tidak ada titik optimum tunggal Prediksi nilai optimum : 5.365817 Galat nilai prediksi : 0.0857 ________________________________________________________________________
b. Hasil analisis metode permukaan respon terhadap kuat tarik ANOVA untuk Kuat tarik __________________________________________________________________ Model _____________________________________________ Sumber keragaman DF JK KT F Pr > F _________________________________________________________________ Gliserol 1 0.268781 0.268781 9.97888 0.010177 AS 1 0.012916 0.012916 0.479529 0.504398 POE-S 1 0.000035 0.000035 0.001293 0.972021 Gliserol*Gliserol 1 0.403928 0.403928 14.99639 0.003096 Gliserol*AS 1 0.025313 0.025313 0.939762 0.355201 Gliserol*POE-S 1 0.000312 0.000312 0.011602 0.916354 AS*AS 1 0.149964 0.149964 5.56762 0.039982 AS*POE-S 1 0.013612 0.013612 0.505383 0.493392 POE-S*POE-S 1 0.045271 0.045271 1.680744 0.223944 Model 9 0.84577 0.093974 3.488935 0.032259 (Linier) 3 0.281731 0.09391 3.486556 0.058039 (Kuadratik) 3 0.524801 0.174934 6.494665 0.010285 (Cross Product) 3 0.039237 0.013079 0.485583 0.699808 Galat 10 0.26935 0.026935 (Lack of fit) 5 0.24235 0.04847 8.975925 0.015463 (Galat murni) 5 0.027 0.0054 Total 19 1.11512 ___________________________________________________________________ Keterangan: AS = asam stearat POE-S = polyoxyethylene stearate ______________________________ Master Model ______________________________ Rataan 5.322 R2 75.85% Adj R2 54.11% RMSE 0.164119 CV 3.083781 ______________________________
________________________________________________________________________ Titik optimum: titik optimum adalah maksimum Prediksi nilai optimum : 5.573771 Galat nilai prediksi : 0.065946 ________________________________________________________________________
108 c. Hasil analisis metode permukaan respon terhadap yellowness index
ANOVA untuk YELLOWNESS index _________________________________________________________________ Master Model _____________________________________________ Source DF SS MS F Pr > F __________________________________________________________________ Gliserol 1 65.78759 65.78759 2.790365 0.12917 AS 1 33.60537 33.60537 1.425364 0.26304 POE-S 1 3.646841 3.646841 0.15468 0.703257 Gliserol*Gliserol 1 10.57555 10.57555 0.44856 0.519831 Gliserol*AS 1 84.79275 84.79275 3.596465 0.090402 Gliserol*POE-S 1 10.24913 10.24913 0.434714 0.526194 AS*AS 1 0.158296 0.158296 0.006714 0.936488 AS*POE-S 1 4.111278 4.111278 0.174379 0.686035 POE-S*POE-S 1 15.56619 15.56619 0.660236 0.437441 Model 9 233.0086 25.88985 1.098112 0.445703 (Linier) 3 103.0397 34.34657 1.456802 0.290332 (kuadratik) 3 30.81576 10.27192 0.435681 0.732818 (Cross Product) 3 99.15316 33.05105 1.401853 0.304542 Galat 9 212.1903 23.5767 (Lack of fit) 5 119.5983 23.91965 1.033336 0.501307 (Galat murni) 4 92.592 23.148 Total 18 445.1989 ____________________________________________________________________ Keterangan: AS = asam stearat POE-S = polyoxyethylene stearate
_____________________________ Master Model _____________________________ Rataan 42.95842 R2 52.34% Adj. R2 4.68% RMSE 4.855584 CV 11.30299 ______________________________
________________________________________________________________________ Titik optimum : tidak ada titik optimum tunggal Prediksi nilai optimum : 43.71678 Galat nilai optimum : 2.096062 ______________________________________________________________________
109 d. Hasil analisis metode permukaan respon terhadap opasitas ANOVA untuk OPASITAS __________________________________________________________________ Master Model _____________________________________________ Source DF SS MS F Pr > F ___________________________________________________________________ Gliserol 1 20.83462 20.83462 1.648587 0.20898 AS 1 1.265181 1.265181 0.10011 0.753888 POE-S 1 10.55745 10.55745 0.835383 0.368009 Gliserol*Gliserol 1 11.98737 11.98737 0.948528 0.337882 Gliserol*AS 1 366.2439 366.2439 28.97989 0.0001 Gliserol*POE-S 1 0.644006 0.644006 0.050958 0.822935 AS*AS 1 0.176869 0.176869 0.013995 0.906618 AS*POE-S 1 1.470156 1.470156 0.116329 0.735427 POE-S*POE-S 1 27.81271 27.81271 2.200744 0.148375 Model 9 445.2215 49.46905 3.914353 0.002227 (Linier) 3 32.65737 10.88579 0.861363 0.471819 (Kuadratik) 3 44.20605 14.73535 1.165968 0.339045 (Cross Product) 3 368.3581 122.786 9.715726 0.000123 Galat 30 379.1359 12.63786 (Lack of fit) 5 174.3852 34.87703 4.258474 0.006142 (Galat murni) 25 204.7508 8.19003 Total 39 824.3574 _____________________________________________________________________ Keterangan: AS = asam stearat POE-S = polyoxyethylene stearate ________________________________ Master Model ________________________________ Rataan 33.40525 R2 54.01% Adj. R2 40.21% RMSE 3.554977 CV 10.64197 ________________________________ ________________________________________________________________________ Titik optimum : tidak ada titik optimum tunggal Prediksi nilai optimum : 33.17778 Galat nilai optimum : 1.013578 ________________________________________________________________________
110
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahir di Surabaya pada tanggal 18 Mei 1969 sebagai anak kedua dari 5 bersaudara dari pasangan Poniso dan Sukarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar sampai menengah di Surabaya. Pendidikan sarjana penulis selesaikan pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB pada tahun 1993. Sejak tahun 1994 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen, IPB. Pendidikan Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana IPB dengan mayor Program Studi Teknologi Industri Pertanian penulis tempuh sejak tahun 2009. Karya ilmiah yang akan diterbitkan dalam jurnal nasional dan internasional antara lain: 1. Aplikasi Asam Stearat sebagai Kompatibiliser Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-Linear Low Density Polyethylene (dalam proses review di Jurnal Teknologi Industri Pertanian, IPB). 2. Application of Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) as Compatibilizer on Thermoplasticized Cassava Flour-LLDPE Composite Film (accepted di IMPACT International Journal of Research in Engineering and Technology). 3. Metoda Permukaan Respon untuk Formulasi Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE (sedang dalam penyelesaian).