Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM (Phsysico-chemical and Sensory Characteristics Evaluation of Bread from Composite Flour (Rice, Cassava, Potato Starch and Soybean) with the Addition of Xanthan Gum) Forianus Waruwu1,2), Elisa Julianti1, Sentosa Ginting1 1Program
Studi Ilmu danTeknologi Pangan Fakultas Pertanian USU Medan Jl. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan Kampus USU Medan 2)e-mail :
[email protected] Diterima 23 Desember 2014/ Disetujui 25 Juli 2015
ABSTRACT This study was conducted to determine the physical, chemical and sensory characteristic of bread from composite flour (rice, cassava, potato starch and soybean) with the addition of xanthan gum. The study used a completely randomized design with two factors : the propotion of rice flour : cassava flour: potato starch : soybean in composite flour (T) ; (30 : 50 : 5 : 5 ; 30 : 50 : 10 : 10 ; 30 : 40 : 25 : 5 ; 30 : 40 : 20 : 10 and 100%) and concentration of xanthan gum (G) ; (0%, 0,5% dan 1%). The parameters analyzed were then analyzed physico-chemically include proximate analysis, color, texture and sensory characteristics. The results showed that interaction of flour proportion in composite flour and xanthan gum concentration had highly significant effect on physicochemical properties (specific volume, browning index, moisture, ash, protein, fat and fiber content),had significant effect on carbohydrate content, but had no significant effect on texture and sensory properties of bread . Propotion of rice flour, cassava, potato starch and soybean 30 : 50 : 10 : 10 in composite flour and 0,5% xanthan gum produced bread with the acceptable quality based on physicochemical properties although they still had the lower sensory properties compared than bread produced from 100% wheat flour. Keywords : bread, composites flour, xanthan gum
prolamin pada gandum (gliadin), rye (secalin) dan barley (hordein). Oleh karena itu, untuk penderita autis dan penyakit seliak dibutuhkan produk pangan yang tidak mengandung gluten. Tepung dan pati yang tidak mengandung gluten sebenarnya ketersediannya di seluruh dunia lebih besar daripada tepung yang mengandung gluten. Tetapi pemanfaatan tepung-tepungan ini untuk membuat roti dan cake memiliki kelemahan dibanding terigu yaitu tidak dapat menghasilkan adonan yang elastis sehingga diperoleh produk roti yang tidak mengembang dan keras. Teknologi pembuatan roti, cake dan mie dari tepung komposit sebenarnya sudah banyak tersedia, tetapi umumnya masih menggunakan terigu sedikitnya 70% (Antarlina, 1998; Ridwansyah et al., 2011). Untuk mengatasi kelemahan dari tepung yang tidak mengandung gluten maka ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti putih telur, margarin, xanthan gum, gliadin dan emulsifier seperti gliserol monostearat sebagai bahan mengikat dan juga meningkatkan volume adonan agar dihasilkan adonan yang elastis dan roti dengan tekstur lembut (Edema et al., 2005).
PENDAHULUAN Terigu adalah bahan baku pangan yang berasal dari biji gandum dan hingga saat ini masih diimpor. Permintaan terigu diperkirakan akan terus meningkat menjadi 10 juta ton per tahun menurut Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2012). Peningkatan kebutuhan terigu ini, akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Terigu mengandung komponen gluten yang membedakannya dari tepung-tepungan lain. Gluten adalah protein yang bersifat lengket dan elastis. Dalam pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastis sehingga mudah dibentuk. Karakteristik gluten yang demikian menyebabkan terigu menjadi bahan utama dalam pembuatan roti dan mie. Tetapi adanya kandungan gluten pada terigu, membuat sebagian orang seperti penderita autis dan penyakit seliak (celiac disease) menjadi alergi jika mengonsumsi bahan pangan yang mengandung terigu. Penderita penyakit seliak adalah orang yang sepanjang hidupnya tidak toleran terhadap kandungan
448
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
Penambahan xanthan gum pada pembuatan roti bebas gluten memberikan keuntungan berupa kemampuannya berinteraksi dengan komponen lain seperti pati dan protein, serta kemampuan mengikat air sehingga saat pemanggangan air yang dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi. Selain itu gum xanthan dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi seperti gluten dalam roti (Whistler dan Be Miller, 1993). Xanthan gum juga mampu membentuk gel yang dapat mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat sensoris roti tawar tanpa gluten. Pada umumnya penggunaan gum xanthan pada produk roti berkisar antara 0,1-0,5% (Jungbunzlauer, 1987 di dalam Kuswardani et al., 2008). Lopez et al. (2004) menggunakan gum xanthan sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia dan sensori roti dari tepung komposit berbahan dasar tepung beras, tepung ubi kayu, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum.
dengan 3 bagian air). Kemudian bubur bahan disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati. Suspensi pati ditampung pada wadah pengendapan. Lalu suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan diatas endapan dibuang. Lalu pasta ditambahkan air untuk mencuci endapan dan dibiarkan mengendap selama 3 jam. Cairan di atas endapan kedua dibuang. Kemudian pasta diletakkan diatas loyang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 14 jam. Hasil pengeringan masih berupa pati kasar. Selanjutnya pati kasar dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Pati kentang yang dihasilkan dikemas di dalam kantung plastik polietilen dengan keadaan tertutup rapat Pembuatan tepung kedelai Biji kedelai disortasi dan dibersihkan kemudian direndam dalam air selama 6 jam. Lalu direbus dengan pressure cooker selama 10 menit dengan suhu 80oC – 100oC. Kulit biji kedelai dikupas dan dikeringkan di oven selama 24 jam dengan suhu 50oC. Biji kedelai kering dihaluskan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Tepung kedelai yang dihasilkan kemudian dikemas dan disimpan di dalam kantung plastik polietilen atau wadah yang tertutup.
BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas gunting saga, kentang merah varietas desiree, kedelai lokal varietas Anjasmoro, tepung beras komersial merk rose brand, tepung terigu Cakra Kembar, xanthan gum, bread improver Baker Bonus A, shortening, gula, garam, susu skim (Indomilk).
Pembuatan roti Tepung komposit dengan perbandingan sesuai dengan perlakuan ditimbang 100 gram, ragi 2 %, gula pasir 8 %, susu skim bubuk 10 %, garam 1,5 %, bread improver 0,5% dan xanthan gum dicampur dengan mixer hingga rata serta ditambahkan air (65-75 ml) sedikit demi sedikit dan diaduk hingga terbentuk adonan. Sambil tetap diaduk ditambahkan shortening hingga terbentuk adonan yang kalis. Untuk Pengembangan, adonan dibentuk bulat dan didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya adonan dibentuk bulatan kemudian didiamkan kembali selama 15 menit. Setelah adonan dipipihkan, dibalik, digulung, dan dimasukkan ke dalam loyang yang sudah diolesi margarin, kemudian difermentasikan pada suhu ruang selama 1 jam. Terakhir adonan dimasukkan ke dalam oven suhu 190oC selama 25 menit (sampai matang) dan didinginkan, kemudian dikemas dan disimpan selama 3 hari sebelum dilakukan pengujian terhadap mutu roti. Variabel mutu yang diamati adalah kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995), kadar protein (AOAC,1995), kadar lemak
Pembuatan tepung ubi kayu Ubi kayu disortasi, dicuci dan dikupas, kemudian ditimbang dan diiris tipis-tipis. Irisan direndam dalam larutan natrium metabisulfit 0,3% selama 5 menit. Selanjutnya irisan ubi kayu disusun diatas loyang untuk dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 50o C selama 14 jam (sampai kering), lalu didinginkan pada suhu ruang, dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Tepung ubi kayu yang dihasilkan dikemas di dalam kantung plastik polietilen dengan keadaan tertutup rapat. Ekstraksi pati kentang Kentang disortasi, dicuci, dan dikupas. Kemudian diparut hingga menjadi bubur yang ditambah air 1 : 3 (1 bagian bahan ditambah
449
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
(AOAC,1995), kadar karbohidrat (by difference), kadar serat kasar (AOAC, 1995), warna roti (Maskan, 2001 dalam Eduardo et al., 2013), tekstur (Texture profile), volume roti (Yananta, 2003), uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur (Soekarto, 1985).
Indeks Pencoklatan (Browning Index = BI) Interaksi antara perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap indeks pencoklatan roti (Gambar 2). Kandungan protein yang lebih tinggi dapat menyebabkan roti menjadi lebih coklat. Apabila protein pada tepung-tepungan bereaksi dengan gula pereduksi akan menyebabkan terjadinya reaksi browning atau pencoklatan membentuk senyawa mellanoidin (Astriani, 2014).Maskan, 2001 dalam Eduardo et al. (2013) menyatakan bahwa pengaruh browning jenis roti komposit dapat dikaitkan dengan reaksi Maillard antara protein gandum dan gula pereduksi. Penambahan xanthan gum dapat mempengaruhi indeks pencoklatan pada roti. Hal ini disebabkan komponen penyusun xanthan gum terdiri dari glukosa (Chaplin, 2003). Glukosa merupakan gula peruduksi yang mampu berinteraksi dengan protein, sehingga roti yang mengandung protein yang tinggi memiliki indeks pencoklatan yang lebih tinggi.
Analisis Data Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor dan 3 ulangan. Faktor I adalah Perbandingan tepung pada tepung komposit (T) yaitu perbandingan tepung beras, ubi kayu, pati kentang dan kedelai dengan 5 taraf yaitu T1=30 : 50 : 15 : 5, T2= 30 : 50 : 10 : 10, T3 = 30 : 40 : 25 : 5, T4 = 30 : 40 : 20 : 10, dan T5 = Tepung terigu 100% (kontrol). Faktor II adalah konsentrasi xanthan gum (G), terdiri dari 3 taraf yaitu G1 = 0%, G2 = 0,5%, G3 = 1,0%. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA), dan perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan uji Least Significant Range (LSR).
Tekstur (Newton) Perbandingan tepung komposit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur roti (Tabel 1). Nilai tekstur roti yang tinggi menunjukkan roti semakin keras. Hal ini disebabkan tepung komposit yang digunakan terdiri dari tepung dan pati yang bebas gluten sedangkan terigu mengandung gluten, sehingga nilai tekstur roti dari tepung komposit lebih tinggi (lebih keras) daripada roti yang dibuat dari terigu. Protein tepung gandum bila dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu adonan yang plastis yang dapat menahan gas dan membentuk suatu struktur spons sehingga menghasilkan roti tawar yang lunak (Desrosier, 1988). Gluten dalam pembuatan roti berfungsi untuk menahan gas pengembang sehingga roti dapat mengembang dengan struktur berongga-rongga halus dan seragam serta tekstur lembut dan elastik (Wahyudi, 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan pada kedua faktor yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi kayu, pati kentang dan tepung kedelai terhadap parameter yang diamati, pengaruh konsentrasi xanthan gum terhadap parameter yang diamati. Volume Spesifik Interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap volume spesifik roti (Gambar 1). Pada roti yang dibuat dari terigu 100% (kontrol), penambahan xanthan gum akan meningkatkan volume spesifik roti, tetapi peningkatan konsentrasi xanthan gum dari 0,5% menjadi 1,0% memberikan nilai volume spesifik roti yang berbeda tidak nyata. Penambahan xanthan gum dapat menahan gas yang dihasilkan selama proses fermentasi maupun pengadukan. Interaksi kimia merupakan salah satu metode yang diharapkan mengembangkan sifat fungsional protein dalam pengolahan pangan (El-adawy, 2001). Menurut (Gimeno, et al, 2004) menyatakan bahwa jumlah xanthan gum yang ditambahkan relatif sedikit dalam protein sudah mampu merubah sifat fungsional protein.
Kadar Air Interaksi perbandingan tepung pada tepung komposit dan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air roti (Gambar 3). Tabel 1 menunjukkan bahwa pada semua perbandingan tepung komposit dan juga pada terigu peningkatan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air roti, tetapi pada roti yang dibuat dari tepung komposit, maka peningkatan jumlah tepung kedelai akan menurunkan kadar
450
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
airnya. Hal ini disebabkan karena tepung kedelai mengandung lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain yang tidak dapat berikatan dengan air sehingga menyebabkan kadar air dalam roti semakin rendah dengan semakin tingginya jumlah tepung kedelai yang
ditambahkan. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2004) yang menyatakan bahwa kedelai mengandung lemak sebesar 34,9 g, tepung terigu 1,3 g, ubi kayu 0,3 g, dan kentang 0,1 g.
Tabel 1. Hasil analisis pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi kayu, pati kentang dan tepung kedelai terhadap mutu roti. Perbandingan Tepung beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) Parameter 30 : 50 : 15 : 5 30 : 50 : 10 : 10 30 : 40 : 25 : 5 30 : 40 : 20 : 10 Terigu 100% Volume spesifik (ml/g) Browning Index Tekstur (N) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar Serat (%) Kadar karbohidrat (%) Warna Aroma Rasa Tekstur
(T1)
(T2)
(T3)
(T4)
(T5)
1,59bB 27,96dD 3,45cC 30,76cdCD 1,87dD 4,61dD 2,79cC 1,17abA 59,96aA 2,65cB 2,57cC 2,54cC 1,77eE
1,56bB 30,55cC 3,33dD 28,10dD 2,56bB 5,003bB 3,95aA 1,21aA 60,38aA 2,69bcB 2,57cC 2,65bB 1,85dD
1,56bB 27,08dD 3,67aA 33,59abAB 1,27eE 4,52dD 2,14dD 1,18cC 58,48bB 2,68bcB 2,71bB 2,13eE 2,00cC
1,54bB 31,99bB 3,57bB 32,37bcBC 2,23cC 4,86cC 3,42bB 1,19bB 56,93cC 2,72bB 2,55cC 2,25dD 2,24bB
3,56aA 36,59aA 0,73eE 35,67aA 2,9aA 6,37aA 1,11eE 1,12eE 53,95dD 4,09aA 2,77bB 3,72aA 3,97aA
Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan, tekstur terdiri dari 2 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR
Tabel 2. Hasil analisis pengaruh konsentrasi xanthan gum terhadap mutu roti. Konsentrasi xanthan gum (G) Parameter G1 = 0% G2 = 0,5% bB Volume spesifik (ml/g) 1,87 1,99 aA Browning Index 31,17 aA 31,60 aA Tekstur (N) 2,96 aA 2,94 aA Kadar air (%) 32,03aA 32,03aA Kadar abu (%) 2,21aA 2,20aA aA Kadar protein (%) 5,13 5,08aA aA Kadar lemak (%) 2,67 2,69aA bB Kadar Serat (%) 1,17 1,17abB Kadar karbohidrat (%) 57,96aA 58,01aA Warna 2,90bB 2,94abAB 2,86aA 2,81aA Aroma Rasa 2,60bA 2,67aA bB Tekstur 2,30 2,39abAB
G3 = 1,0% 2,03 aA 29,74 bB 2,95 aA 32,25aA 2,20aA 5,04aA 2,68aA 1,18aB 57,84aA 3,05aA 2,83aA 2,70aA 2,42aA
Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan, tekstur terdiri dari 2 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR
451
Volume Pengembangan (ml/g)
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 T1
T2
T3
T4
T5
30:50:15:5 30:50:10:10 30:40:25:5 30:40:20:10 100.00 Tepung Beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) G1 = 0%
G2=0,5%
G3= 1,0%
Browning Index
Gambar 1. Pengaruh interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan terhadap volume spesifik roti (G= konsentrasi xanthan gum, Error bar = ± standar deviasi). 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 T1
T2
T3
T4
T5
30:50:15:5 30:50:10:10 30:40:25:5 30:40:20:10 100.00 Tepung Beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) G1 = 0%
G2=0,5%
G3= 1,0%
Kadar Air (%)
Gambar 2. Pengaruh interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan terhadap indeks pencoklatan roti (G= konsentrasi xanthan gum, Error bar = ± standar deviasi). 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 T1
T2
T3
T4
T5
30:50:15:5 30:50:10:10 30:40:25:5 30:40:20:10 100.00 Tepung Beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) G1 = 0%
G2=0,5%
G3= 1,0%
Gambar 3. Pengaruh interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan terhadap kadar air roti (G= konsentrasi xanthan gum, Error bar = ± standar deviasi). Kadar Abu Interaksi perbandingan tepung pada tepung komposit dan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu roti (Gambar 4). Kadar abu
yang tinggi pada roti yang dibuat dari terigu 100%, disebabkan banyaknya kandungan mineral yang terdapat pada terigu, yaitu berupa mineral P, Na, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn dan Se (Rodriguez, et al, 2011). Roti yang dibuat dari
452
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
tepung komposit pada perbandingan T2 dan T4 memiliki kadar abu yang lebih tinggi daripada T1 dan T3. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak tepung kedelai yang digunakan, maka kadar abu roti akan semakin meningkat. Pada
perbandingan tepung komposit yang sama, peningkatan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar abu roti.
Kadar Air (%)
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 T1
T2
T3
T4
T5
30:50:15:5 30:50:10:10 30:40:25:5 30:40:20:10 100.00 Tepung Beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) G1 = 0%
G2=0,5%
G3= 1,0%
Gambar 4. Pengaruh interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan terhadap kadar abu roti (G= konsentrasi xanthan gum, Error bar = ± standar deviasi).
Kadar Protein (%)
Kadar Protein Interaksi perbandingan tepung komposit dengan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein roti (Gambar 5). Pada roti yang dibuat dari tepung komposit, peningkatan jumlah tepung kedelai akan meningkatkan kadar protein, tetapi pada perbandingan tepung komposit yang sama, peningkatan konsentrasi xanthan gum, memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar protein roti. Pada roti yang dibuat dari terigu, peningkatan konsentrasi xanthan gum
akan menurunkan kadar protein roti. Peningkatan jumlah tepung kedelai hingga 10% pada tepung komposit ternyata menghasilkan roti dengan kadar protein yang masih lebih rendah daripada kadar protein roti yang dibuat dari terigu. Hal ini disebabkan karena kedelai 10% mengandung protein yang lebih rendah dibandingkan terigu 100%. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2004) diketahui bahwa kadar protein dari kedelai sebesar 34,9 g, tepung terigu 8,9 g, ubi kayu 1,2 g dan pati kentang sebesar 0,4-1 g.
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 T1
T2
T3
T4
T5
30:50:15:5 30:50:10:10 30:40:25:5 30:40:20:10 100.00 Tepung Beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) G3= 1,0% G1 = 0% G2=0,5% Gambar 5. Pengaruh interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan terhadap kadar protein roti (G= konsentrasi xanthan gum, Error bar = ± standar deviasi). Kadar Lemak Interaksi perbandingan tepung pada tepung komposit dengan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar lemak roti (Gambar 6). Hal ini disebabkan tepung kedelai mengandung lemak
dengan jumlah yang tinggi dibandingkan tepung terigu, ubi kayu, dan pati kentang. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2004) yang menyatakan bahwa kedelai mengandung lemak sebesar 34,9 g, tepung terigu 1,3 g, ubi kayu 0,3 g, dan kentang 0,1 g.
453
Kadar Lemak (%)
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 T1
T2
T3
T4
T5
30:50:15:5 30:50:10:10 30:40:25:5 30:40:20:10 100.00 Tepung Beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) G1 = 0%
G2=0,5%
G3= 1,0%
Gambar 6. Pengaruh interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan terhadap kadar lemak roti (G= konsentrasi xanthan gum, Error bar = ± standar deviasi).
Kadar Serat Kasar (%)
Kadar Serat Kasar Interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar serat roti (Gambar 7). Peningkatan jumlah tepung kedelai dapat meningkatkan kadar serat roti meskipun peningkatan tersebut nilainya kecil.
Tingginya kadar serat pada roti yang dibuat dari tepung komposit disebabkan tepung komposit yang terdiri dari tepung ubi kayu, tepung beras dan pati kentang. Syarief dan Irawati (1988) menyatakan bahwa karbohidrat merupakan komponen makro tertinggi pada ubi kayu, yaitu sebesar 34,7 g/100 g bahan.
1.25 1.20 1.15 1.10 1.05 T1
T2
T3
T4
T5
30:50:15:5 30:50:10:10 30:40:25:5 30:40:20:10 100.00 Tepung Beras : Tepung Ubi Kayu : Pati Kentang : Tepung Kedelai (T) G1 = 0%
G2=0,5%
G3= 1,0%
Gambar 7. Pengaruh interaksi perbandingan tepung komposit dan konsentrasi xanthan terhadap kadar serat kasar roti (G= konsentrasi xanthan gum, Error bar = ± standar deviasi). mempengaruhi indeks pencoklatan yang berhubungan dengan warna roti. Hal ini disebabkan komponen penyusun xanthan gum terdiri dari glukosa. Glukosa merupakan gula peruduksi yang mampu berinteraksi dengan protein. Sehingga roti yang mengandung protein yang tinggi memiliki memilki warna yang lebih coklat. Warna coklat pada roti lebih disukai oleh panelis
Nilai Organoleptik Warna Perbandingan tepung komposit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik warna roti. Hal ini disebabkan karena warna pada tepung terigu yang lebih putih bila dibandingkan dengan tepung ubi kayu, kedelai, dan pati kentang yang agak gelap sehingga roti yang dihasilkan dengan 100% tepung terigu murni menghasilkan warna roti yang kuning keemasan bila dibandingkan dengan roti yang ditambahkan tepung ubi kayu, kedelai, dan pati kentang yang menghasilkan roti dengan warna coklat kekuningan hingga coklat. Konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai hedonik warna. Penambahan xanthan gum dapat
Nilai Organoleptik Aroma Perbandingan tepung komposit memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik aroma roti. Pada roti yang dibuat dari tepung komposit, semakin tinggi jumlah tepung kedelai yang digunakan maka nilai
454
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
disukai oleh panelis. Gluten dalam pembuatan roti berfungsi untuk menahan gas pengembang sehingga roti dapat mengembang dengan struktur berongga-rongga halus dan seragam serta tekstur lembut dan elastis (Wahyudi, 2003). Konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik tekstur roti. Semakin tinggi konsentrasi xanthan gum maka nilai organoleptik tekstur akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan (Gimeno, et al, 2004) yang menyatakan bahwa xanthan gum digunakan untuk memperbaiki tekstur dan retensi air dalam adonan cake, pengembangan volume dan daya simpan terhadap produk pangan yang mempunyai limiting starch retrogradation, memperbaiki kualitas penampilan dan juga menambah efektifitas dari hidrokoloid yang lain.
organoleptik aroma yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan tepung kedelai memiliki aroma yang khas yang kurang disukai oleh panelis, sehingga dengan semakin banyak ditambahkan maka nilai organoleptik aroma akan menurun. Produk olahan kedelai mengandung senyawa anti gizi menyebabkan mutunya menjadi rendah. Kelompok anti gizi dalam kedelai terdiri dari anti tripsin (jenis protein yang menghambat kerja enzim tripsin di dalam tubuh), hemaglutinin, fitat dan oligosakarida penyebab flatulensi, sedangkan kelompok senyawa penyebab off flavour antara lain penyebab bau langu (beany flavour), penyebab rasa pahit dan penyebab rasa kapur (chalky flavour) (Koswara, 1992). Nilai Organoleptik Rasa Perbandingan tepung komposit memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik rasa roti. Pada roti yang dibuat dari tepung komposit, semakin tinggi jumlah tepung kedelai yang ditambahkan maka nilai organoleptik rasa roti akan semakin menurun. Hal ini disebabkan adanya rasa pahit pada tepung kedelai yang mengakibatkan roti tidak disukai oleh panelis. Rasa langu kedelai (beany flavor) merupakan rasa khas kedelai mentah, dimana penyebabnya adalah kerja enzim lipoksigenase yang terdapat dalam biji kedelai. Enzim tersebut bereaksi dengan lemak sewaktu dinding sel pecah oleh penggilingan, terutama jika penggilingan dilakukan secara basah dengan suhu dingin. Hasil reaksi tersebut menghasilkan paling sedikit 8 senyawa volatil, dimana senyawa yang paling banyak menghasilkan rasa dan bau langu adalah etil-fenil-keton (Koswara, 1992). Konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik rasa roti. Hal ini disebabkan karena xanthan gum merupakan serat terlarut sehingga membuat rasa nyaman dimulut saat roti dikonsumsi. Menurut Fajari, Winarno, dan Andarwulan (1992) pemakaian xanthan gum dalam pembuatan roti dari tepung non gandum akan menghasilkan tekstur yang remah dan halus sehingga dapat meningkatkan nilai rasa.
KESIMPULAN 1. Roti yang dibuat dari tepung komposit yang terdiri dari tepung beras, tepung ubi kayu, pati kentang, dan tepung kedelai dengan perbandingan yang berbeda serta ditambahkan hidrokoloid berupa xanthan gum dengan konsentrasi yang berbeda memiliki karakteristik fisik, kimia dan sensori yang berbeda. 2. Perbandingan tepung beras, ubi kayu, pati kentang dan kedelai memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap karakteristik fisik (volume spesifik, indeks pencoklatan, dan tekstur), karakteristik kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat, kadar protein dan kadar karbohidrat), serta karakteristik sensori (nilai hedonik warna, aroma, rasa, tekstur) dari roti yang dihasilkan. 3. Konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap karakteristik fisik (volume spesifik dan indeks pencoklatan), kadar serat serta karakteristik sensori warna dan tekstur, memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakteristik sensori rasa, tetapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tekstur, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan nilai hedonik aroma roti 4. Interaksi antara perbandingan tepung beras, tepung ubi kayu, pati kentang dan tepung kedelai dengan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap karakteristik fisik (volume spesifik dan indeks pencoklatan), karakteristik kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat) dan memberikan
Nilai Organoleptik Tekstur Perbandingan tepung komposit memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik tekstur roti. Gluten yang terdapat pada terigu bila dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu, maka akan membentuk suatu adonan yang plastis yang dapat menahan gas dan dapat membentuk suatu struktur spons sehingga menghasilkan roti tawar yang lunak (Desrosier, 1988) sehingga tekstur roti menjadi
455
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
pengaruh berbeda nyata terhadap kadar kabohidrat serta memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tekstur (Newton) dan karakteristik sensori (warna, aroma, rasa dan tekstur) dari roti yang dihasilkan. 5. Roti yang dibuat dari tepung komposit yang terdiri dari tepung beras, tepung ubi kayu, pati kentang, dan tepung kedelai dengan penambahan xanthan gum meskipun masih memiliki fisik dan sensori yang lebih rendah dibandingkan dengan roti yang dibuat dari terigu, tetapi secara umum masih dapat diterima terutama jika roti ditujukan untuk konsumen yang alergi terhadap gluten. 6. Roti dari tepung komposit yang terdiri dari tepung beras, tepung ubi kayu, pati kentang, dan tepung kedelai dengan perbandingan 30:50:10:10 dan ditambahkan xanthan gum 0,5% memiliki kadar serat, kadar protein, kadar abu yang lebih tinggi, serta nilai tekstur yang lebih rendah (lunak) daripada roti dari tepung komposit dengan perbandingan lainnya.
Edema, O., Mojisola,I., Sanni,O.L., dan Sanni,A.I. 2005. Evaluation of maizesoybean flour blends for sour maize bread production in Nigeria. African Journal of Biotech. 4:911-918. Eduardo, M., Svanberg, U., Oliveira, J. 2013. Effect of cassava flour characteristics on properties of cassava-wheat-maize composite bread types. International Journal of Food Science, vol. 2013. http://dx.doi.org/10.1155/2013/305407. El-adawy, T. A. 2001. Characteristic and composition of watermelon, pumpkin and paprika seed oils and flours. J. Agric. Food Chem. 49 : 1253-1259. Fajari O. R., Winarno,F.G., dan Andarwulan,N. 1992. Penggunaan Gum Xanthan Pada Substitusi Parsial Tepung Gandum dengan Tepung Shorgum dalam Pembuatan Roti. Buletin Penelitian Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Bogor. Gimeno, E., Moraru,C.I., dan Kokini,L. 2004. Effect of Xanthan Gum and CMC on the Structure and Texture of Corn Fluor Pellets Expanded by Microwave Heating. J. Cer. Chem. : 81 (1) : 100-1007.
DAFTAR PUSTAKA Antarlina, S.S., 1998. Proses pembuatan dan penggunaan tepung ubi jalar untuk produk pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi - umbian.Malang.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of official Analytical Chemists. Washington: AOAC.
Kuswardani, I., Trisnawatu, Ch.Y., dan Faustine. 2008. Kajian penggunaan xanthan gum pada roti tawar non gluten yang terbuat dari maizena, tepung beras dan tapioka. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi 7(1): 55-65
APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). 2012. http://www.aptindo.or.id/index.php?option=c om_content&view=article&id=111:perminta an-teriguterusmeningka t&catid=1: latestnew&Itemid=50
Lopez, A. C. B., Pereira, A. J. G., dan Junqueria, R. G.. 2004. Flour mixture of rice flour, corn and cassava starch in the production of gluten-free white bread. Brazilian Archieves of Biology and Technology. 47(1):66-70.
Astriani, D. 2014. Gula Reduksi. http://www.dianastriani.com [12 Agustus 2014]
Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljahardjo. UI-Press, Jakarta.
Ridwansyah, Nurminah,M., Yusraini,E., Sunarti,T.C., Meryandini,A. 2011. Kajian jumlah bakteri selulotik terhadap mutu kasava (gunting saga) yang termodifikasi sebagai bahan baku roti tawar dan mi basah. Prosiding Seminar Nasional PATPI Sumatera Utara, 20 Oktober 2011.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara, Jakarta.
Rodriguez, L.H., Morales, D. A., Rodriguez, E. R., dan Romero,C.D. 2011. Minerals and trace elements in a collection of wheat landraces
Chaplin, M. 2003. Pectin. http://www.lsbu.ac.uk [6 Maret 2014]
456
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
from the canary islands. Food Composition and Analysis. 24:1081-1090.
Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB-Press, Bogor.
Whistler, R.L. dan Be Miller, J.N.. 1993. Industrial Gum: Polysaccharides and Their Derivatives. New York: Academic Press.
Syarief, R. dan Irawati,A. 1988. Pengetahuan Bahan Pangan Untuk Industri Pertanian. MSP, Jakarta.
Yananta, A. P. 2003. Perbaikan Proses Tepung Umbi Minor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
457