KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA DAN SENSORI YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)
Skripsi Untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh : Fawzan Sigma Aurum H0604024
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA DAN SENSORI YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK UBI JALAR (Ipomea batatas L.)
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh :
FAWZAN SIGMA AURUM H 0604024
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 i
KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA DAN SENSORI YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK UBI JALAR (Ipomea batatas L.)
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Fawzan Sigma Aurum H0604024
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal :
Agustus 2008
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji Ketua
Anggota I
Anggota II NIP. 131 627 992
Ir. MAM. Andriani, MS. NIP. 195005251986092001
Lia Umi Khasanah, ST, MT NIP. 198007312008012012
Rohula Utami, STP., MP NIP. 198103062008102008
Surakarta,
November 2009 Agustus 2008
Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim. Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Ir. Kawiji, MP. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Ibu Ir, MAM. Andriani, MS selaku Pembimbing Akademik dan sebagai Pembimbing Skripsi, yang telah membimbing saya selama menempuh kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Selalu sabar dalam membei arahan selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas segala bentuk dukungan, nasehat, dan saran yang telah bu Andri berikan kepada saya. Nasehat ibu akan saya ingat selalu. 4. Ibu Rohula Utami STP., MP. selaku Pembimbing Pendamping, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, serta saran yang berharga sehingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Ibu Lia Umi Khasanah, ST,MT. Selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga atas masukan-masukan yang ibu berikan. 6. Ibu Sri Liswardani, STP, Pak Slameto, Pak Giyo, Pak Joko terima kasih banyak atas segala bantuannya, maaf saya selalu merepotkan. 7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
iii
8. Skripsi ini Sigma persembahkan untuk Mamah, Bapak, Bita, terimakasih banyak untuk dukungan dan doa yang kalian berikan. kepada Ayah dan Ibu di Majenang tak lupa Sigma ucapkan terimakasih banyak untuk dukungan dan doa yang kalian berikan. 9. Untuk makhluk Tuhan yang paling sempurna di mataku, Zoraya A Putri A, seribu kata terima kasih pun tidak akan mampu membalas semua kebaikanmu. Semoga kita selalu disatukan oleh Allah dunia dan akherat. 10. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini dan memberi dukungan, doa serta semangat bagi penulis untuk terus berjuang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta,
November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
vii
RINGKASAN .................................................................................................. viii SUMMARY .....................................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Perumusan Masalah ........................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Susu segar .................................................................................
5
2. Ubi Jalar ....................................................................................
9
3. Susu Skim .................................................................................
12
4. Fermentasi ................................................................................
14
5. Yoghurt .....................................................................................
16
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
18
2. Bahan dan Alat ................................................................................
18
a. Bahan ........................................................................................
18
b. Bahan dan Alat Analisa ............................................................
18
3. Tahapan Penelitian ..........................................................................
19
4.
23
Analisis Data ..................................................................................
iv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. Hasil dan Pembahasan ................................................................
24
1. Kadar Protein .........................................................................
25
2. Kadar Lemak ........................................................................
26
3. Kadar Asam Laktat ...............................................................
26
4. pH .........................................................................................
27
5. Kadar Gula Reduksi .............................................................
28
6. Viskositas ..............................................................................
29
7. Berat Jenis .............................................................................
30
8. Uji Sensori .............................................................................
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ...........................................................................
36
2. Saran ......................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN INDEX
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel 2.1
Judul
Halaman
Tabel Syarat Mutu Susu Segar Menurut SNI…..…..…..
6
2.2
Tabel Komposisi Gizi pada Ubi Jalar…..…..…..…..……
11
2.3
Tabel Komponen Gizi Ubi Jalar (100gr) …..…..…..……
12
3.1
Tabel Daftar Uji Fisiko, Kimia, dan Sensori Beserta Metode. …..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..….
23
Tabel Data kadar protein, lemak, Asam Laktat, Kadar gula …..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..…..
26
Tabel Data Viskositas, berat Jenis, dan pH…..…..…..….
26
4.1
4.2
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul
Halaman
3.1
Gambar Diagram alir proses rencana pembuatan yoghurt…….
21
4.1
Gambar Hasil Uji Sensori dari Parameter Aroma…..…..…..…
33
4.2
Gambar Hasil Uji Sensori pada Parameter Rasa…..…..…..…..
34
4.3
Gambar Hasil Uji Sensori pada Parameter Warna…..…..…….
35
4.4
Gambar Hasil Uji Sensori pada Parameter Kekentalan………..
36
4.5
Gambar Hasil Uji Sensori Secara Keseluruhan…..…..…..……
37
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran 1
Judul
Halaman Lampiran 1 Lampiran Penghitungan Kadar Lemak…………………….
2 Lampiran Penghitungan Kadar Protein……………….....
5
3
Lampiran Penghitungan Berat Jenis..................................
7
4
Lampiran penghitungan Nilai Viskositas………………..
8
5
Lampiran Penghitungan Kadar Gula Reduksi…………..
11
6
Lampiran Penghitungan Kadar Asam Laktat……………
15
7
Lampiran Dokumentasi Penelitian………………………
16
vii
KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA DAN SENSORI YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK UBI JALAR (Ipomea batatas L.) Fawzan Sigma Aurum1 Ir. MAM. Andriani, MS.2 dan Lia Umi Khasanah ST, MT3
INTI SARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak ubi jalar dengan berbagai varietas terhadap sifat fisik yaitu viskositas, pH, berat jenis dan sifat kimia yaitu jumlah asam laktat, protein, lemak, dan gula reduksi, dalam yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar putih, orange, dan ungu pada akhir fermentasi (jam ke 15). Metode pembuatan yoghurt dilakukan dengan menggunakan perlakuan penambahan ekstrak ubi jalar putih, orange, dan ungu. Starter yang digunakan adalah Lactobacillus bulgaricus FNCC 0041 dan Streptococcus thermophilus FNCC 0040. Tahap-tahap pembuatan yoghurt yaitu Susu segar, susu skim (5% b/v), dan ekstrak ubi jalar (10% v/v) dipanaskan (pasteurisasi) dengan menggunakan autoclave hingga mencapai suhu 90oC selama 15 menit kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 40-45 oC. Selanjutnya, diinokulasi dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan perbandingan 1:1 yang dilakukan secara aseptis pada suhu 40-45oC sebanyak 2,5% (v/v), kemudian digojok hingga homogen. Susu dan ekstrak ubi jalar yang telah diinokulasi dengan starter tadi lalu dimasukkan ke dalam botol-botol steril kemudian diinkubasi selama 15 jam pada suhu 40-45oC hingga dihasilkan yoghurt. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan satu faktor yaitu varietas ubi jalar. Adapun ubi jalar yang digunakan terdiri dari ubi jalar putih, ubi jalar orange, dan ubi jalar ungu. Dalam penelitian ini juga digunakan yoghurt tanpa penambahan ubi jalar yang berfungsi sebagai kontrol. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan analisis. Untuk Uji Organoleptik, dilakukan uji kesukaan dengan pemberian borang penilaian terhadap 25 panelis. Data yang diperoleh dari hasil penelitian
selanjutnya dianalisis dengan metode ANOVA dan apabila ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikasi 5%. Hasil analisa menunjukkan untuk yoghurt kontrol mempunyai nilai untuk masing-masing parameter adalah protein 3,19%, lemak 3,136%, asam laktat 1,236%, kadar gula reduksi 1,39%, viskositas 11,144, berat jenis 1,027 gr/cm3, dan pH 4,3. Yoghurt putih memiliki nilai untuk kadar protein 1,23%, lemak 3,192%, asam laktat 0,93%, kadar gula reduksi 5,06%, viskositas 10,522, berat jenis 1,036 gr/cm3, dan pH 4,2. Yoghurt orange memiliki nilai untuk kadar protein sebesar 1,113%, lemak 3,276%, viskositas 4,276, berat jenis 1,0376 gr/cm3, dan pH 3,9. Yoghurt ungu memiliki nilai kadar protein sebesar 1,29%, lemak 3,1%, asam laktat 0,663%, kadar gula reduksi 3,53%, viskositas 4,703, berat jenis 1,0382 gr/cm3, dan pH 3,8. Uji sensori untuk parameter rasa yang paling disukai adalah yoghurt kontrol, parameter aroma yang paling disukai adalah yoghurt kontrol, parameter warna yang paling disukai adalah yoghurt ungu, parameter kekentalan yang paling disukai adalah yoghurt kontrol. Secara keseluruhan panelis lebih menyukai yoghurt kontrol. Kata kunci : fisiko kimia, sensoris, yoghurt, ubi jalar
1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H0604024 2. Dosen Pembimbing Utama 3. Dosen Pembimbing Pendamping
THE CHARACTERISTIC STUDY IN PHYSIC, CHEMICAL, AND ORGANOLEPTIC OF YOGHURT WITH SWEET POTATO EXTRACT (Ipomoea batatas L) Fawzan Sigma Aurum1 Ir. MAM. Andriani, MS.2 dan Lia Umi Khasanah, ST, MT3 ABSTRACT The aim of this research is to know the influence of various varieties sweet potato extract to nature of physicals that is viscosities, pH, specific gravity and chemical properties that is amount of lactic acid, protein, fat and sugar reduced, in yoghurt with white sweet potato extract, orange sweet potato extract and purple sweet potato extract by the end of fermentation (15th sequence). The making methode of yoghurt is done by adding white sweet potato extract, orange sweet potato extract, purple sweet potato extract, and plain yoghurt as the control. This research is using Lactobacillus bulgaricus FNCC 0041 and Streptococcus thermophilus FNCC 0040 as the starter. Making of yoghurt at this research through these following step: fresh milk, skim milk (5% b/v), and sweet potato extract (10% v/v) is pasteurized until 40 – 45oC using autoclave. Aseptically Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus, with the number of comparisan 1:1, is inoculated onto the media in 40 - 45oC counted 2,5% (b/v), and shake homogeneously. The inoculated milk and sweet potato extract is being incubated for 15 hours, at 40 – 45oC till the yoghurt yielded. Design of experiments which applied in this research is Completely Randomized Design factorial pattern by one factor that is sweet potatoes variety. As for sweet potatoes which applied consisting of white sweet potato, orange sweet potato, and purple sweet potato. In this research also applied by yoghurt without addition of any sweet potato functioning as control yoghurt. Each treatment is done 3 analysis restating times;rill. For organoleptic test, it’s done by scoring test with 25 panelist. The obtained data from research result analysed with ANOVA method and if there is difference hence continued with real difference test apply Duncan Multiple Range Test ( DMRT) at significant level 5%. Analysis results shows for control yoghurt value for each parameter is protein of 3,19%, fat of 3,136%, lactic acid of 1,236%, reduced sugar rate of 1,39%, viscosity of 11,144, specific gravity of 1,027 gr/cm3, and pH of 4,3. White yoghurt value for protein rate of 1,23%, fat of 3,192%, lactic acid of 0,93%, reduced sugar rate of 5,06%, viscosity of 10,522, specific gravity of 1,036 gr/cm3, and pH of 4,2. Orange yoghurt value for protein rate equal to 1,113%, fat of 3,276%, viscosity of 4,276, specific gravity of 1,0376 gr/cm3, and pH of 3,9. Purple Yoghurt protein rate
value equal to 1,29%, fat of 3,1%, lactic acid of 0,663%, reduced sugar rate of 3,53%, viscosity of 4,703, specific gravity of 1,0382 gr/cm3, and pH of 3,8. Organoleptic test for flavor parameter which most taken a fancy is control yoghurt, in aroma parameter which most taken a fancy is control yoghurt, in colour parameter which most taken a fancy is purple yoghurt, in viscosity parameter which most taken a fancy is control yoghurt. As a whole panelist prefer control yoghurt. keyword : physic, chemistry, organoleptical, sweet potato 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H0604024 2. Dosen Pembimbing Utama 3. Dosen Pembimbing Pendamping
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesadaran konsumen untuk mengonsumsi makanan yang sehat semakin meningkat, yang menyebabkan konsumsi produk pangan hasil fermentasi juga semakin meningkat. Teknologi yang terus berkembang memacu kita untuk melakukan berbagai inovasi termasuk dalam dunia pangan. Produk-produk fermentasi susu telah lama diketahui mempunyai berbagai keunggulan ditinjau dari aspek gizi dan kesehatan (Hidayat, dkk 2006). Susu merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk menghasilkan produk-produk yang menggunakan teknologi mikrobial, karena susu dapat menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Susu tidak hanya sebagai minuman kesehatan saja tetapi susu juga bisa dimanfaatkan sebagai yoghurt. Masyarakat umum sebagian besar telah mengetahui yoghurt mengandung bakteri yang baik bagi tubuh manusia dan minuman yang mudah dicerna daripada susu. Yoghurt adalah susu yang diasamkan atau difermentasikan, yaitu dengan menumbuhkan bakteri tertentu. Yoghurt berbentuk kental (seperti custard), rasanya asam dan sifatnya mudah dicerna. Yoghurt dapat dibuat dari susu penuh atau susu skim. Secara sederhana yoghurt dapat dibuat dari susu cair yang dicampur dengan yoghurt yang sudah jadi (biang). Misalnya, untuk satu gelas susu cair ditambah dengan sekitar satu sendok yoghurt, lalu biarkan dalam tempat yang tertutup dengan temperatur sekitar 500C. Setelah 6-12 jam yoghurt siap untuk diminum. Pembuatan Yoghurt dapat ditambah dengan gula atau sirup atau aroma yang lain sesuai dengan selera (Soeharsono, 1996). Perkembangan teknologi dan perubahan pada pola konsumen telah mengakibatkan permintaan yoghurt meningkat sehingga mendorong produksi yoghurt yang lebih bervariasi, baik dari segi jenis, tekstur, aroma, maupun
1
1
rasa (Hidayat, dkk 2006). Salah satunya adalah dengan pemanfaatan ubi jalar dalam pembuatan yoghurt. Pilihan untuk mensosialisasikan ubi jalar, bukan pilihan tanpa alasan. Selain (1) sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia, ubi jalar juga (2) mempunyai produktivitas yang tinggi, sehingga menguntungkan untuk diusahakan. Alasan lainnya adalah (3) mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotik, serat makanan
dan
antioksidan), serta (4) potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk program diversifikasi pangan, karena memiliki berbagai jenis dan warna yang menarik. Penelitian mengenai ubi jalar pun kini semakin banyak dan berkembang, karena mempunyai kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu. Kandungan serat yang berfungsi sebagai komponen nongizi ini, juga bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan prebiotik, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih (Hasyim, 2008). Ubi jalar yang dikenal di Indonesia berupa ubi ungu, ubi putih dan ubi orange. Jenis ubi family Convolvuceae ini memang sudah dikenal sebagai sumber karbohidrat yang mengandung betakaroten, vitamin E, Kalsium dan zat besi juga serat. Warna orange pada ubi jalar disebabkan adanya pigmen karoten, sedangkan warna ungu disebabkan karena adanya pigmen antosianin. Kandungan karoten ini merupakan suatu kelebihan dari kelompok umbi – umbian karena karoten merupakan provitamin A. Kandungan vitamin E dan betakaroten merupakan bahan antioksidan yang bisa mencegah serangan jantung, stroke dan kanker (Winneke, 2006). Pada ubi jalar perbedaan warna daging menyebabkan baik perbedaan sifat sensorik, fisik, dan kimia ubi jalar maupun produk olahannya (Hidayat, 2006).
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang pengaruh jenis ubi jalar khususnya ubi jalar varietas putih, ungu dan orange terhadap sifat fisik dan kimia yoghurt ubi jalar yang dihasilkan. B. Perumusan Masalah Perkembangan pemanfaatan ubi jalar dapat dilakukan dengan pengembangan teknologi pengolahannya, ekstrak ubi jalar juga dapat ditambahkan dalam pembuatan yoghurt. Ubi jalar mempunyai keragaman yang cukup banyak. Jenis – jenis ubi jalar tersebut mempunyai perbedaan yaitu berupa sifat fisik, warna daging, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan. Warna daging ubi jalar terdiri dari beberapa warna yaitu putih, oranye, dan ungu. Warna kuning/oranye pada umbi disebabkan adanya pigmen karoten, sedangkan warna ungu disebabkan karena adanya pigmen antosianin. Perbedaan warna daging menyebabkan baik perbedaan sifat sensorik, fisik, dan kimia ubi maupun produk olahannya (Hidayat, 2006). Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang pengaruh jenis dan konsentrasi ubi jalar putih, ungu, oranye terhadap sifat fisik dan kimia yoghurt ubi jalar yang dihasilkan. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak ubi jalar dengan berbagai varietas terhadap sifat fisik yaitu viskositas, pH, berat jenis dan sifat kimia yaitu jumlah asam laktat, protein, lemak, dan gula reduksi, dalam yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar putih, orange, dan ungu pada akhir fermentasi (jam ke 15) dan untuk mengetahui
tingkat
kesukaan
konsumen
terhadap
yoghurt
dengan
penambahan ubi jalar berdasarkan sifat sensorinya dengan menggunakan uji sensori.
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi ilmiah tentang sifat fisik dan kimia dari produk fermentasi susu yaitu yoghurt setelah ditambahkan dengan ekstrak ubi jalar dengan berbagai jenis, yaitu jenis ubi jalar putih, orange, dan ungu. Diharapkan informasi ini berguna bagi masyarakat sehingga bisa lebih selektif dalam pemilihan suatu produk pangan dan berguna bagi ilmu pengetahuan guna penelitian berikutnya dan mampu memperbaiki kualitas produk dan tentu saja meningkatkan nilai ekonomi dari komoditi ubi jalar. Jika ditinjau secara rheologis informasi dari penelitian ini bermanfaat untuk tahap selanjutnya, yaitu dengan mengetahui sifat fisiko kimia yoghurt maka akan dapat memperlakukan bahan pangan, dalam hal ini yoghurt, secara semestinya agar tidak terjadi kesalahan perlakuan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Susu Segar Susu segar adalah susu murni yang diperoleh dari sapi perah sehat, dengan pemerahan yang benar, tidak tercampuri bahan asing dan bahan kimia pengawet, serta belum dipanaskan terlebih dahulu atau tidak mendapatkan perlakuan apa pun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu (SNI, 1998). Susu segar merupakan bahan pangan mudah rusak (perishable) terutama akibat aktivitas mikrobia pembusuk di dalamnya. Susu yang banyak mengandung air dan zat nutrisi memang cocok bagi pertumbuhan. Penanganan susu segar yang lazim dilakukan untuk memperpanjang daya simpannya adalah dengan pendinginan (cooling). Pada suhu rendah (suhu refrigerator), bakteri akan terganggu metabolismenya sehingga kemampuan berkembang biak dan merusak susu sangat terbatas (Legowo, 2006). Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing/mamae dari ternak. Susu ini diperoleh dari pemerahan ambing mamalia yang sehat dan mengandung lemak, protein, laktosa serta berbagai jenis garam dan vitamin. Susu adalah cairan yang bernilai gizi tinggi, baik untuk manusia maupun hewan muda dan cocok untuk media tumbuh mikroorganisme karena menyediakan berbagai nutrisi. Susu merupakan makanan bagi bayi atau anak mamalia. Semua spesies mamalia, dari manusia hingga ikan paus, memproduksi susu untuk memberikan makanan bagi anak-anaknya (Eniza, 2004) Komposisi susu dapat dikatakan sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, temperatur dan umur sapi, akan tetapi angka rata-rata untuk
5
semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah sebagai berikut: kadar air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, kadar abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K (Handerson, 1981). Berdasarkan SNI 01-3141-1998, sesuai pada Tabel 2.1 pH susu sapi segar adalah 6-7. Soeharsono (1996), menyatakan bahwa pH normal susu segar dikarenakan adanya kasein, buffer, fosfat dan sitrat, secara terbatas karena adanya albumin, globulin dan CO2. Jika pH tinggi atau basa diduga ternak tersebut terjangkit mastitis. Ditambahkan oleh Sugitha dan Djalil (1989), bahwa terjadinya kenaikan atau penurunan pH disebabkan oleh hasil konversi dari laktosa menjadi asam laktat oleh mikroorganisme dan aktivitas enzimatik. Tabel 2.1 Syarat Mutu Susu Segar Menurut SNI Karakteristik Syarat Kadar Lemak Minimum 3,0 % Kadar Protein Minimum 2,7 % Warna, bau, rasa Normal,tidak ada perubahan pH 6–7 Cemaran mikrobia : Staphylococcus aureus Maks 102 (koloni/100 ml) Sumber : Standar Nasional Indonesia (1998) Nomer 01-3141-1998
Susu segar umumnya mempunyai pH antara 6,5 dan 6,7. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 biasanya menunjukkan adanya gangguan pada puting sapi (mastitis), sebaliknya pH di bawah 6,5 menunjukkan kolostrum atau terjadinya kerusakan karena bakteri. Perlu diingat bahwa meskipun variasi pH antara 6,5-6,7 sangat kecil, nilai itu merupakan nilai logaritmik dari konsentrasi ion H (Adnan, 1984).
Menurut Marwan W (2006), komponen-komponen air susu secara lebih detail adalah sebagai berikut: 1. Kadar Air Air susu mengandung air 87,90%, yang berfungsi sebagai bahan pelarut bahan kering. Air di dalam susu sebagian besar dihasilkan dari air yang diminum ternak sapi. 2. Kadar Lemak Air susu merupakan suspensi alam antara air dan bahan terlarut di dalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak di dalam air susu adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air susu. Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega, keju, krim, susu kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak. 3. Kadar Protein Kadar protein di dalam air susu rata-rata 3,20% yang terdiri dari 2,70% casein (bahan keju) dan 0,50% albumin, berarti 26,50% dari bahan kering air susu adalah protein. Di dalam air susu juga terdapat globulin dalam jumlah sedikit. Protein di dalam air susu juga merupakan penentu kualitas air susu sebagai bahan konsumsi. 4. Kadar Laktosa Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat di dalam air susu. Laktosa tidak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang lain. Kadar laktosa di dalam air susu adalah 4,60% dan ditemukan dalam keadaan larut. Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Sifat air susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa. Kadar laktosa dalam air susu dapat dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. 5. Kandungan Vitamin
Kadar vitamin di dalam air susu tergantung dari jenis makanan yang diperoleh ternak sapi dan waktu laktasinya. Vitamin diukur dengan satuan International Units (IU) dan mg. Vitamin yang terdapat dalam lemak adalah vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin K. Sedangkan Vitamin yang yang larut di dalam air susu, tergolong vitamin B komplek, vitamin C, vitamin A, provitamin A, dan vitamin D. Vitamin yang larut di dalam air susu yang terpenting adalah B1, B2, asam nikotinat dan asam pantotenat. Bila air susu dipanaskan, dipasteurisasi atau disterilisasi maka 10 – 30% vitamin B1 akan hilang, dan vitamin C akan hilang 20 – 60%. 6. Enzim Enzim berfungsi untuk mengolah suatu bahan menjadi bahan lain dengan jalan autolyse. Enzim yang terkenal adalah peroxydase, reductase, katalase dan phospatase. Dengan adanya pemanasan, enzim tidak akan berfungsi lagi. Menurut Rahman, et al. (1992) Kandungan kimia susu segar antara lain kadar air 87,4 %; lemak 3,7 %; protein 3,5 %,; kadar abu 0,7 %; laktosa 4,9 %; dan pH 6,6. Sedangkan menurut Adnan (1984), berbagai komponen yang menyusun air susu seperti karbondioksida, berbagai protein, senyawa fosfat, sitrat dan beberapa komponen lain dapat bertindak sebagai buffer. Hal ini perlu mendapatkan perhatian bila kita ingin menunjukkan perubahan keasaman misalnya yang disebabkan karena kerusakan mikrobiologis. Keasaman titrasi air susu yang berasal dari berbagai jenis sapi telah dilaporkan berkisar antara 0,08-0,24 %. Protein pada susu terdiri atas kasein, laktalbumin, laktalglobulin dengan jumlah kasein mencapai 80%. Di dalam susu, protein terdispersi sebagai partikel yang bermacam-macam ukurannya. Kasein susu berwarna kuning keputihan dan merupakan struktur granula, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Kasein terdapat sebagai kalsium kaseinat yaitu dalam keadaan
terikat
dengan
kalsium.
Kasein
dapat
dipisahkan
dengan
menggunakan enzim rennet atau dengan menambahkan asam ke dalam susu dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 12 jam baru dapat mendapatkan semua kasein (Suwedo, 1994).
2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Tanaman ubi jalar dalam sistematika taksonomi tumbuhan termasuk dalam klasifikasi divisi Spermatophyta yang disebut tanaman dikotil, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Solanaceae, familia Convolvulaceae, genus Ipomoea, dan spesies Ipomoea batatas L. Ubi jalar atau ketela rambat atau “Sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah (Rahmat, 1997). Ciri-ciri umum famili
Convolvulaceae adalah mengandung getah,
batangnya ada yang tegak, menjalar atau merayap sesuai spesiesnya. Batang ubi jalar sendiri terdapat getah dan kadang-kadang membelit. Daunnya berbentuk segitiga berlekuk dan menjadi 3-5 lekukan dengan tangkai yang panjang. Bunganya berbentuk payung, terdapat di tiap ketiak daun. Bunganya sering kali tidak menjadi buah (Edmond, 1971). Ubi jalar mempunyai rasa manis, sehingga jarang digunakan sebagai bahan makanan pokok. Beberapa daerah yang menggunakan ubi jalar untuk makanan pokok antara lain Irian Barat, Mentawai dan Nias. Ubi jalar bila dalam keadaan cukup tua disimpan dalam tanah dan masih melekat pada batang pohon, maka akan membusuk atau dimakan hama, tetapi jika disimpan dalam keadaan basah maka akan dapat disimpan cukup lama dan tidak menjadi rusak. Untuk menyimpan ubi agar tidak cepat rusak yaitu dengan cara mengaduknya dengan campuran soda abu dapur sebelum disimpan (Soedarmo dan Sediaoetomo, 1977).
Ubi jalar merupakan bahan pangan dengan nilai gizi yang cukup tinggi karena merupakan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat, selain itu ubi jalar juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti kalsium dan zat besi serta vitamin A dan C (Kushman dan Stienbauer, 1971). Ubi jalar juga kaya akan serat pangan. Penambahan serat dalam makanan dapat mengurangi beberapa penyakit termasuk kanker kolon, diabetes, lever, dan beberapa gangguan pencernaan (Palmer, 1982). Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, Vitamin C, Thiamin (Vitamin B1), dan ribovlavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar di antaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan Kalsium (Ca) (Kumalaningsih, 2006). Ubi jalar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung pada warna dagingnya antara lain yaitu ubi jalar merah, ubi jalar orange, ubi jalar ungu dan ubi jalar putih. Keempat jenis ubi jalar memiliki memiliki sifat fisiko kimia yang berbeda-beda. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) biasanya disebut Ipomoea batatas blackie karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain. Pigmennya lebih stabil bila dibandingkan antosianin dari sumber lain seperti kubis merah, blueberries dan jagung merah. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/100 gr berat basah (Kumalaningsih, 2006). Antosianin ubi jalar ungu juga memiliki fungsi fisiologis misal antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati, penyakit jantung dan stroke. Ubi jalar ungu menjadi antikanker karena didalamnya ada zat aktif yang dinamakan selenium dan iodine dan dua puluh kali lebih tinggi dari jenis ubi yang lainnya. Ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri 2,5 dan 3,2 kali lebih tinggi daripada beberapa
varietas blueberry. Ubi jalar ungu juga baik untuk mendorong kelancaran peredaran darah (Kumalaningsih, 2006). Ubi jalar yang dagingnya berwarna orange (varietas tumpuk) sangat baik dikonsumsi karena kandungan karotenoidnya tinggi. Kandungan senyawa karotenoid yang cukup tinggi pada ubi jalar orange memberikan banyak manfaat bagi tubuh. Hidrokarbon karoten seperti β-karoten menunjukkan efektivitasnya dalam melindungi membran lipid dari kerusakan akibat radikal bebas ( Slattery et al., 2000 ). Ubi jalar orange mengandung senyawa karoten yang sangat tinggi. 1 porsi ubi jalar rebus yang berwarna kuning emas, sekitar 200 gram saja misalnya mampu menyediakan β-karoten sekitar 5400 mikrogram, atau setara dengan 900 retinol ekivalen ( RE ). Angka tersebut sudah jauh di atas angka kecukupan vitamin A yang dianjurkan yaitu berkisar antara 300 – 600 RE ( Anonimb, 2000 ). Komposisi gizi ubi jalar pada umumnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan untuk ubi jalar ungu, putih, dan orange pada Tabel 2.3.
Tabel. 2.2. Komposisi Gizi pada Ubi Jalar Kandungan Komposisi gizi (/100gr) Air 69 % Kalori 123 kkal Protein 1,8 gr Lemak 0,7 gr Karbohidrat 28 gr Kalsium 45 mg Zat besi 0,7 mg Vitamin A 1.680 mcg Vitamin C 20 mg Sumber : Suhardjo (1986).
Tabel 2.3. Komponen Gizi Ubi Jalar (100gr) Jenis Ubi Jalar Kandungan gizi Putih Ungu
orange
Kalori ( kal )
123,00
123,00
136,00
Protein ( g )
1,80
1,80
1,10
Lemak ( g )
0,70
0,70
0,40
Karbohidrat ( g )
27,90
27,90
32,30
Air ( g )
68,50
68,50
-
Serat Kasar
0,90
1,20
1,40
Kadar Gula
0,40
0,40
0,30
Beta Karoten
31,20
174,20
-
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI ( 1981 ) dalam Suismono ( 1995). Nilai kandungan gizi ubi jalar pada Tabel 2.3 ( ubi jalar ungu, orange, dan putih ) hampir sama untuk kalori, air, protein, lemak, dan karbohidrat. Nilai kandungan gizi ubi jalar orange berbeda dari ubi jalar ungu dan putih untuk kalori, protein, lemak, serat kasar, dan beta karoten. 3. Susu skim Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal setelah lemak diambil melalui sentrifugasi. Susu terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu: krim susu dan skim susu. Pemisahan krim dan skim dapat dilakukan dengan cara mekanik dan gravitasi. Krim adalah bagian susu yang muncul ke permukaan sewaktu susu didiamkan pada suhu tertentu atau dengan pemisahan secara mekanik. Krim dapat diolah lebih lanjut menjadi mentega atau es krim (Folley, et al., 1972). Susu skim adalah susu bubuk tanpa lemak (dry skim milk) (Adnan, 1984). Tahap pengolahan susu menjadi susu skim tidak jauh berbeda dengan tahap pembuatan susu bubuk yang lain. Secara umum tahap tersebut meliputi perlakuan pendahuluan (pemanasan awal), penguapan awal sampai
didapatkan total solid antara 45%-55% dan pembubukan. Hanya bedanya pada pembuatan susu bubuk skim dilakukan pemisahan bagian krim (bagian yang kaya lemak) terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan (Anonima ,1985). Kadar lemak dalam susu skim tidak boleh melebihi 0,1% (Helfrich and Westhoff, 1980). Susu skim harus mempunyai padatan minimal 8,25%, lemak kurang dari 0,5%, vitamin A 2.000 IU, dan vitamin D 400 IU, laktosa 5,1% dan mineral 0,70%. Buckle et al. (1985), menyatakan bahwa susu skim mengandung semua bahan makanan dari susu kecuali, lemak, dan vitaminvitamin yang larut dalam lemak. Menurut Jennes dan Patton (1985) susu skim terdiri atas lemak 0,25%-1,0%, protein 3,6%, laktosa 5,1%, dan kalsium 132,1 mg/100 g. Laktosa atau gula susu adalah karbohidrat utama dalam susu dan secara kimia tersusun atas D-glukosa dan D-galaktosa dengan ikatan β 1,4-glikosidik. Ikatan kimia tersebut merupakan ikatan yang sangat kuat dan sukar dihidrolisis, untuk menghidrolisisnya memerlukan kadar asam dan suhu yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya disklorisasi dan bau yang tidak dikehendaki. Pemanasan pada suhu tinggi dapat mengakibatkan degradasi laktosa menghasilkan asam laktat untuk meningkatkan keasaman susu. Protein pada susu terdiri atas kasein, laktalbumin, laktalglobulin dengan jumlah kasein mencapai 80%. Di dalam susu, protein terdispersi sebagai partikel yang bermacam-macam ukurannya. Kasein susu berwarna kuning keputihan dan merupakan struktur granula, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Kasein terdapat sebagai kalsium kaseinat yaitu dalam keadaan
terikat
dengan
kalsium.
Kasein
dapat
dipisahkan
dengan
menggunakan enzim rennet atau dengan menambahkan asam ke dalam susu dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 12 jam baru dapat mendapatkan semua kasein (Suwedo, 1994).
Peningkatan konsumsi susu skim didukung oleh hasil riset yang menyatakan hubungan antara konsumsi lemak tinggi dengan penyakit kronis seperti cardiovascular diseases dan jenis kanker tertentu. Hasil persilangan (pencampuran) makanan yaitu substitusi susu skim untuk susu segar dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner. Satu liter susu segar dapat mengandung kolesterol sekitar 132 mg, sedangkan pada susu skim hanya 16 mg (Buckle, et al., 1985). 4. Fermentasi Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobic (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi (Wijanarko 2007) Pada mulanya yang dimaksud dengan fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol serta CO2. Sebagai contoh misalnya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri Streptococcus lactis pada kondisi anaerobik. Gula yang terdapat dalam susu difermentasi oleh bakteri Sterptococcus lactis menghasilkan asam laktat yang menyebabkan turunnya pH sehingga akan mengendapkan ”curd” susu. Asam yang dihasilkan dari fermentasi ini dengan adanya O2 dapat dipecah lebih
lanjut oleh kapang. Jika hal ini terjadi maka peranan asam laktat sebagai pengawet melawan mikroba lainnya akan berkurang atau hilang (Winarno, 1980). Pada umumnya pemecahan karbohidrat berlangsung melalui suatu degradasi dari gula monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat. Selain menghasilkan asam piruvat sebagai produk akhir juga dihasilkan 2 molekul NADH yang harus dioksidasi. Tergantung pada tipe mikroorganisemenya asam
piruvat
(CH3COCOOH)
dimetabolismekan
lebih
lanjut
untuk
menghasilkan produk akhir fermentasi. Produk akhir fermentasi tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroba yaitu dengan cara melihat hasilhasilnya dari pemecahan glukosa (Winarno dan Fardiaz, 1994; Priani, 2003). Bakteri L. bulgaricus & S. thermophilus menghasilkan produk akhir fermentasi berupa asam laktat sehingga keduanya sering disebut bakteri asam laktat(lactic acid bacteria).Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. L. bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan S. thermophilus lebih berperan pada pembentukan citarasa. Asam susu (asam laktat) terdapat sebagai hasil penguraian bermacammacam zat organik. Fermentasi karbohidrat, terutama gula oleh bakteri asam laktat menghasilkan asam susu. Gula laktosa yang terdapat di dalam susu merupakan substrat yang baik bagi Steptococcus lactis dan Lactobacillus. Yang pertama menghasilkan 1% asam susu sebelum mencapai pH yang menekannya,
yang
kedua
menghasilkan
asam
susu
mencapai
4%
(Dwidjoseputro, 1998). Menurut Schroder, et al. (1978), menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi dapat mengakibatkan lingkungan yang kurang baik bagi mikroba-mikroba lain, karena dihasilkannya bakteriocin dan penurunan pH.
Sifat-sifat asal bahan pangan itu sendiri, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dan interaksi yang terjadi di antara produk dari kegiatan-kegiatan tersebut dan zat-zat yang merupakan pembentuk bahan pangan tersebut. Fermentasi oleh mikroorganisme yang dikehendaki memberi flavor, bentuk yang bagus (bouquet) dan tekstur bahan pangan yang telah difermentasi. Pada beberapa fermentasi asam laktat, keasaman yang tinggi, pH dan potensial redoks yang rendah yang dicapai menghambat pertumbuhan organisme lainnya dan perubahan kimiawi yang tidak diinginkan (Buckle et. al, 1985). 5. Yoghurt Produk-produk susu fermentasi telah dikenal dan dikonsumsi manusia sejak berabad-abad lalu, jauh sebelum mikrobia ditemukan. Susu fermentasi didefinisikan oleh Oberman (1985) yang disitasi oleh Selamat (1992) sebagai hasil fermentasi susu segar atau susu skim atau susu konsentrat yang telah dipasteurisasi maupun disterilisasi dengan menggunakan kultur mikrobia tertentu, dimana mikrobia tersebut dipertahankan hidup sampai pada saat dijual ke konsumen dan diharapkan tidak mengandung mikrobia patogen (Winarno, dkk, 2003). Yoghurt adalah susu yang diasamkan atau difermentasikan, yaitu dengan menumbuhkan bakteri tertentu. Yoghurt berbentuk kental (seperti custard), rasanya asam dan sifatnya mudah dicerna. Dapat dibuat dari susu penuh atau susu skim. Secara sederhana yoghurt dapat dibuat dari susu cair yang dicampur dengan yoghurt yang sudah jadi (biang). Misalnya, untuk satu gelas susu cair ditambah dengan sekitar satu sendok yoghurt, lalu biarkan dalam tempat yang tertutup dengan temperatur sekitar 500C. Setelah 6-12 jam yoghurt siap untuk diminum. Dapat ditambah dengan gula atau sirup atau aroma yang lain sesuai dengan selera (Tarwotjo, 1998). Yoghurt merupakan produk olahan susu dari hasil fermentasi dua bakteri asam laktat (BAL) sebagai starter, yakni Lactobacillus bulgaricus dan
Strepcoccus thermophilus yang hidup bersimbiosis. Lama proses fermentasi akan berakibat pada turunnya pH yoghurt dengan rasa asam segar yang khas. Selain itu, dihasilkan pula asam asetat, asetaldehid, dan bahan lain yang mudah menguap. Komposisi yoghurt secara umum adalah protein 4 – 6%, lemak 0,1-1%, laktosa 2 -3%, asam laktat 0,6-1,3%, dan pH 3,8-4,6. Salah satu komponen dari yoghurt adalah sifat-sifat bau dari asam laktat dan substansi aroma yang dihasilkan oleh bakteri. Schulr, et al. dalam Leviton dan Mart (1967), telah mendistilasi substansi yoghurt, ternyata distilat tersebut mengandung acetaldehid sebagai komponen aroma yoghurt. Pada keasaman 4,7 %, yoghurt mengandung komponen aroma asetaldehid sebesar 2,5 ppm (O’leary dan Woychick 1976). Kecuali asetaldehid, flavor yang khas pada yoghurt adalah diacetyl yang dihasilkan oleh Lactobacillus bulgaricus (Davis, 1975). Rose (1983), melaporkan jika dalam yoghurt bakteri Streptococcus thermophillus lebih dominan, maka dihasilkan acetaldehid sebagai komponen flavor yoghurt dan yoghurt yang dihasilkan lebih keras dan asam. Tetapi jika bakteri Lactobacillus bulgaricus lebih dominan, maka akan terbentuk diacetyl sebagai komponen flavor yoghurt. Yoghurt terutama bermanfaat bagi penderita lactose intolerence karena laktosa dalam susu yoghurt telah diubah menjadi asam laktat dan kandungan enzim laktase yang berasal dari bakteri starter masih aktif. Yoghurt sering pula digunakan bagi orang lain yang ingin menurunkan berat badan dengan syarat dikonsumsi tanpa pemanis (Susilorini dan Manik, 2006).
1
III.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian dan Laboratorium MIPA PUSAT Sub-Lab Biologi Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Februari sampai Mei 2009. B. Bahan dan Alat 1.
Bahan Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar, susu sapi segar, susu skim, dan starter. Bahan utama yang digunakan untuk membuat yoghurt dalam penelitian ini adalah susu segar dari peternak di Boyolali; ubi jalar putih, ubi jalar orange, dan ubi jalar ungu yang diperoleh dari pasar lokal di Surakarta yaitu di pasar legi Surakarta; susu skim dari toko Jaya Abadi Surakarta; dan kultur murni Bakteri Asam Laktat (BAL) yaitu Streptococcus thermophilus FNCC 0040 dan Lactobacillus bulgaricus FNCC 0041 yang diperoleh dari FNCC (Food Nutrition and Cultur Colection) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang berupa biakan murni dalam agar tegak. Untuk memperbanyak stok, kultur murni ini selanjutnya dibiakkan pada media yang baru dan siap digunakan sebagai starter yoghurt.
2.
Bahan dan Alat Analisa Beberapa bahan dan alat analisa untuk melakukan berbagai uji Fisiko Kimia dalam penelitian ini antara lain: a. Uji Fisik -
Alat analisa yang digunakan adalah : Falling ball viscometer, Erlenmeyer, Piknometer, Gelas beker, Juicer , Gelas ukur, Kompor Listrik , Pengaduk, pH meter.
18
2
-
Bahan analisa yang digunakan adalah Larutan Buffer untuk menetralkana pH.
b. Uji Kimia -
Alat Analisa yang digunakan adalah
Botol timbang, Oven,
Eksikator, Penjepit, Tabung reaksi, Pipet ukur 1 ml dan 10 ml, Erlenmeyer, Blender, Kertas saring, Corong, Spektrofotometer, Alat ekstraksi Soxhlet, Kertas saring bebas lemak, dan Neraca analitik. -
Bahan Analisa yang digunakan adalah Larutan standar laktosa 30 mg/100ml, NaOH 0,01 M, Indikator Fenolftalin 1%, Pelarut organik (Wash benzene), Katalis Kjeldahl 0,7 gr, Na Tiosulfat, Zinc, HCl 0,056 N, Asam Borat, Larutan Mig (Methylene blue + Orange).
C. Tahapan penelitian 1. Pembiakan bakteri Biakan murni L. bulgaricus dan S. thermophilus diperbanyak dengan memindahkan kultur bakteri tersebut ke dalam beberapa tabung reaksi yang berisi media cair MRS. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengambil 1 ose kultur bakteri secara aseptis kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi. 2. Pembuatan starter induk Susu segar dan susu skim dipasteurisasi pada suhu 90 oC selama 15 menit kemudian didinginkan sampai suhu 40
o
C. Setelah itu,
diinokulasikan dengan kultur hasil pembiakan dalam media MRS dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 24 jam. 3. Pembuatan starter siap pakai Susu segar dan susu skim dipasteurisasi pada suhu 90 oC selama 15 menit kemudian didinginkan sampai suhu 40 oC dan diinokulasikan dengan starter induk 2%. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 40 oC selama 24 jam.
3
4. Pembuatan ekstrak ubi jalar Ditimbang 1 kg ubi jalar kemudian dikupas dan dicuci sampai bersih. Setelah itu, ubi jalar diiris kecil-kecil sebesar dadu lalu dimasukkan dalam juicer untuk menghasilkan ekstrak ubi jalar. Ekstrak ubi jalar dituang dalam gelas beker 500 ml menggunakan corong yang dilapisi kain saring dan didiamkan selama 30 menit kemudian filtratnya diambil. Filtrat ini merupakan ekstrak ubi jalar yang siap digunakan untuk membuat yoghurt. 5. Pembuatan Yoghurt Susu segar, susu skim (5% b/v), dan ekstrak ubi jalar (10% v/v) disterilisaasi di dalam autoclave sampai suhunya 100 0C selama 15 menit, kemudian dinginkan sampai suhunya 40-45 0C. Selanjutnya, inokulasi starter
menggunakan
Lactobacillus
bulgaricus
dan
Streptococcus
thermophilus dengan perbandingan 1:1 yang dilakukan secara aseptis pada suhu 43-45oC sebanyak 2,5% (v/v), kemudian digojok hingga homogen. Susu dan ekstrak ubi jalar yang telah diinokulasi dengan starter tadi, dimasukkan ke dalam botol-botol steril kemudian diinkubasi selama 15 jam pada suhu 40 oC hingga dihasilkan yoghurt. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.
4
Susu segar (1000 ml) Susu bubuk skim (5% b/v)
Ekstrak ubi jalar (10% v/v)
Pasteurisasi T 90 oC, 15 menit selama 10 menit Pendinginan pada suhu 40 - 45 oC
Starter L. Bulgaricus FNCC 0041dan S.thermophilus FNCC
Inokulasi
0040 (1:1) 2,5% v/v Inkubasi T = 40 0C, 15 jam
Yoghurt
Analisa Kimia: - Asam Laktat - Protein - Lemak - Gula reduksi
Analisa Fisik: - Viskositas - pH - Berat jenis
Uji Sensori: Uji Kesukaan
Gambar 3.1 Diagram alir proses rencana pembuatan yoghurt
5
6. Analisis Fisiko Kimia Pada penelitian ini dilakukan uji fisik, kimia, dan sensoris setelah fementasi yoghurt kontrol dan yoghurt ubi jalar yang telah difermentasikan selama 15 jam. Analisa fisika yang akan digunakan dalam penelitian kali ini antara lain ; kekentalan (viscositas) yoghurt ubi jalar dengan Viskositas sampel diukur dengan menggunakan falling ball viscometer (Haake 002-75850C), pH dengan pH meter (Hadiwiyoto,1994),dan analisa berat jenis dihitung dengan menggunakan piknometer. Analisi kimia meliputi : Analisa kadar asam laktat dilakukan dengan Metode Titrimetri NaOH 0,01N menurut Soewedo (1982). Analisa dilakukan pada jam ke 15. Analisa kadar protein diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl, analisa kadar lemak dengan menggunakan metode Soxhlet. Analisa selanjutnya adalah analisa kadar karbohidrat dengan menentukan kadar gula reduksi menggunakan metode Nelson Somogyi, peneraan nilai absorbansi sampel dilakukan pada panjang gelombang 540 nm menggunakan spektrofotometer. Uji sensori menggunakan Metode kesukaan konsumen (warna, aroma, rasa dan kekentalan) secara skoring dengan mengunakan panelis semi terlatih yaitu mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian UNS sebanyak 25 orang. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan dianalisis dengan program SPSS dengan metode One Way ANOVA. Untuk prosedur pengujian dapat dilihat pada lampiran.
6
D. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan satu faktor yaitu varietas ubi jalar. Adapun ubi jalar yang digunkan terdiri dari ubi jalar putih, ubi jalar orange, dan ubi jalar ungu. Dalam penelitian ini juga digunakan yoghurt tanpa penambahan ubi jalar yang berfungsi sebagai kontrol. Masingmasing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan analisis. Untuk Uji sensori, dilakukan uji kesukaan dengan pemberian borang penilaian terhadap 25 panelis. Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan metode ANOVA dan apabila ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikasi 5%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dikemukakan di Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 ini mencakup parameter sifat fisik dan kimia dari yoghurt ubi jalar. Sifat fisik meliputi viskositas, berat jenis dan pH serta sifat kimia meliputi kadar protein, kadar lemak, asam laktat, dan kadar gula reduksi. Tabel 4.1. Data kadar protein, lemak, Asam Laktat, Kadar gula Perlakuan Protein Lemak Asam Gula Reduksi (%) (%) laktat (%) (%) b a a a Yoghurt kontrol 3,19% 3,136 % 1,236% 1,39% Yoghut putih Yoghurt Orange Yoghurt Ungu
a 1,23% a 1,113% a 1,29%
3,192% 3,276% a 3,1%
a a
0,93%
b
0,999% 0,663%
c d
5,06% 4,46% 3,53%
b c d
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing- masing kolom menunjukkan tidak beda nyata pada α =0.05. Tabel 4.2. Data Viskositas, berat Jenis, dan pH Perlakuan Viskositas Berat jenis
pH
b
1,027 gr/cm3
4,3
b
1,036 gr/cm3
4,2
a
1,0376 gr/cm3
3,9
a
1,0382 gr/cm3
3,8
Yoghurt kontrol
11,144
Yoghut putih
10,522
Yoghurt Orange
4,276
Yoghurt Ungu
4,703
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing- masing kolom menunjukkan tidak beda nyata pada α =0.05.
24
1. Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asamasam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 2002). Hasil analisis kadar protein pada yoghurt kontrol, yoghurt putih, yoghurt orange, dan yoghurt ungu dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kadar protein yoghurt kontrol mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan yoghurt putih, orange, dan ungu. Nilai protein yoghurt kontrol sebesar 3,19%, sedangkan nilai untuk yoghurt putih 1,23%, yoghurt orange 1,113%, dan yoghurt ungu 1,29%. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan ANOVA, diketahui bahwa yoghurt kontrol mempunyai nilai yang berbeda nyata dengan yoghurt putih, Orange, dan Ungu. Kadar protein kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penambahan ekstrak ubi jalar pada yoghurt. Rendahnya kadar protein pada yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar dapat disebabkan karena adanya subtitusi ubi jalar pada yoghurt sebesar 10% sehingga jumlah susu dalam yoghurt menjadi berkurang sebesar 10% jika dibandingkan dengan yoghurt kontrol. Berkurangnya jumlah susu dalam yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar ini mengakibatkan kandungan protein di dalamnya menjadi turun. Selain hal tersebut, rendahnya kadar protein dalam yoghurt yang mendapat perlakuan penambahan ekstrak ubi jalar mempunyai tekstur yang tidak homogen, disebabkan karena terjadinya koagulasi pada yoghurt tersebut. Koagulan yang terdapat pada bahan mempunyai tekstur yang mirip dengan susu yang sudah rusak teksturnya sehingga hal ini juga mempengaruhi kadar protein dalam bahan. Protein ikut rusak bersama dengan terkoagulasinya yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar.
2. Kadar Lemak Lemak merupakan sumber nutrisi yang sangat penting karena berfungsi sebagai sumber energi, memperbaiki tekstur dan cita rasa, serta sumber vitamin A, D, E, dan K (winarno,2002). Pada hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 diketahui kandungan pada masing-masing yoghurt, secara berurutan kadar lemak yoghurt untuk yoghurt kontrol sebesar 3,136 %, yoghurt putih 3,192%, yoghurt orange 3,276%, dan yoghurt ungu 3,1%. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan ANOVA, diketahui bahwa kadar lemak tiap-tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Nilai kadar lemak tesebut dapat disimpulkan bahwa yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar tidak memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan yoghurt kontrol.
3. Kadar Asam Laktat Di dalam susu sapi terdapat protein yang disebut kasein dan karbohidrat berupa laktosa (gula susu). Laktosa atau gula susu merupakan karbohidrat utama dalam susu yang dapat digunakan oleh kultur starter L. bulgaricus dan S. thermophilus sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Laktosa dihidrolisis oleh kedua bakteri tersebut dan hasil akhirnya berupa asam piruvat. Selanjutnya asam piruvat ini dirubah menjadi asam laktat oleh enzim laktat dehidrogenase yang dihasilkan oleh kedua bakteri tersebut. Asam laktat yang dihasilkan ini menyebabkan penurunan pH susu atau meningkatkan keasaman susu. Kasein merupakan protein utama dalam susu yang terpengaruh oleh perubahan pH atau keasaman ini. Jika pH susu menjadi sekitar 4,6 atau lebih rendah, maka kasein tidak stabil dan terkoagulasi (menggumpal) dan membentuk gel yoghurt. Gel yoghurt ini berbentuk semi solid (setengah padat) dan menentukan tekstur yoghurt. Selain berperan dalam
pembentukan gel yoghurt, asam laktat juga memberikan ketajaman rasa, rasa asam dan menimbulkan aroma khas pada yoghurt (Koswara, 1995). Penelitian kadar asam laktat dilakukan dengan empat sampel yang berbeda dan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Yoghurt dititrasi pada saat telah mencapai jam ke-15 fermentasi. Hasil perhitungan asam laktat, seperti pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kadar asam laktat yoghurt kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan yoghut putih, orange dan ungu. Yoghurt kontrol mempunyai kadar asam laktat sebesar 1,238%, yoghurt putih 0,93%, yoghut orange 0,999%, dan yoghurt ungu 0,663%. Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui dari setiap sampel yang digunakan masing-masing mempunyai nilai yang berbeda nyata satu sama lain. Dari data tersebut dapat diketahui nilai asam laktat secara berurutan dari yang paling tinggi sampai paling rendah adalah yoghurt kontrol, yoghurt orange, yoghurt putih, dan yoghurt ungu. Hal ini disebabkan karena bakteri dapat lebih menyesuaikan diri hidup dalam yoghurt dengan tanpa perlakuan penambahan apapun. Dalam yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar didalamnya, bakteri kurang optimum dalam menghasilkan produk. Bakteri hidup dalam yoghurt melakukan perbanyakan sel dan menghasilkan produk, dalam hal ini yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar bakteri lebih banyak menghasilkan sel daripada produk berupa asam laktat.
4. pH Yoghurt merupakan susu fermentasi yang dibuat melalui proses fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat. Bakteri ini akan merubah gula dalam susu, yaitu laktosa menjadi asam laktat. Selama proses fermentasi terjadi penurunan pH, jadi selama proses fermentasi ini yoghurt akan menjadi asam sehingga pH akan turun. Penurunan pH ini berkaitan dengan pembentukan asam laktat pada yoghurt, walaupun dalam pembuatan yoghurt ini penurunan pH tidak berbanding lurus dengan pembentukan asam
laktat, karena penurunan pH ini terjadi tidak hanya karena asam yang dihasilkan oleh asam laktat tetapi juga karena pembentukan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionate, butirat, L-laktat, juga karbondioksida dan hidrogen lainya selama fermentasi berlangsung. Seperti pada Tabel 4.2, pada penelitian ini yoghurt kontrol memiliki pH 4,3. Untuk yoghurt putih mempunyai pH 4,2. Yoghurt orange mempunyai pH 3,9. Sedangkan untuk yoghurt ungu mempunyai pH 3,8. 5. Kadar Gula Reduksi Mikroorganisme membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya. Energi diperlukan untuk mempertahankan kehidupan sel dan untuk perkembangbiakan sel serta untuk pergerakan organisme yang bersifat motil. Substrat yang paling mudah digunakan adalah gula reduksi. Pada penelitian ini menggunakan penambahan starter kombinasi S. thermophilus dan L. bulgaricus pada pembuatan yoghurt. Dengan pertumbuhannya yang semakin cepat, maka akan semakin banyak gula reduksi yang dimanfaatkan baik untuk pertumbuhannya maupun untuk membentuk asam laktat, sehingga kadar gula reduksinya semakin menurun. Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui gula reduksi untuk yoghurt kontrol 1,39%, yoghurt putih 5,06%, yoghurt orange 4,46%, dan yoghurt ungu 3,53%. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa pada masing-masing sampel mempunyai nilai yang berbeda nyata. Yoghurt kontrol mempunyai nilai yang paling rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Diikuti oleh yoghurt ungu, yoghurt orange, dan yoghurt putih. Sebagaimana diketahui bahwa aktivitas bakteri pada masing-masing sampel berbeda, tergantung pada kondisi selama fermentasi dan substrat yang ada. Substrat yang digunakan harus mengandung komponen karbon, seperti karbohidrat (Wibowo, 1990). Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang mengubah laktosa dari susu menjadi asam laktat. Jadi dalam hal ini yang digunakan adalah substrat
laktosa dan substrat yang terkandung dalam ubi jalar (prebiotik). Kadar gula reduksi pada yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar lebih tinggi daripada yoghurt kontrol disebabkan substrat dalam yoghurt berekstrak mengandung glukosa. 6. Viskositas Kekentalan (viscositas) adalah sifat bahan cair yang memberikan peningkatan kekuatan yang menahan pergerakan relatif lapisan yang berdekatan di dalam bahan cair. Gaya kekentalan mempunyai sistem kerja yang sama dengan proses menggunting di dalam benda padat (Earle, 1969). Pada penentuan viscositas bahan pangan dengan alat Falling Ball Viscosimeter ini digunakan empat sampel yang berbeda, masing-masing sampel dilakukan 3 kali ulangan. Penentuan viskositas ini dilakukan pada sampel yoghurt yang telah difermentasikan selama 15 jam. Dari Tabel 4.2 diperoleh nilai untuk yoghurt kontrol sebesar 11,144 mPas, yoghurt putih 10,522 mPas, yoghurt orange 4,276 mPas, dan yoghurt ungu 4,703 mPas. Berdasakan hasil analisa dengan metode ANOVA diketahui bahwa yoghurt orange dan ungu berbeda nyata dengan yoghurt kontrol dan yoghurt putih. Ini berarti bahwa yoghurt kontrol dan yoghurt putih mempunyai kekentalan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yoghurt orange dan ungu. Hal ini dapat disebabkan perombakan yang terjadi dalam yoghurt. Bakteri merombak gula susu alami dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa. Keasaman meningkat menyebabkan protein susu membuatnya padat. Pada yoghurt orange dan ungu, tekstur yang terjadi kurang kompak sehingga menyebabkan yoghurt yang dihasilkan kurang kental, terjadi koagulasi. Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya kandungan getah yang tinggi pada ekstrak ubi jalar orange dan ungu sehingga yoghurt yang dihasilkan tampak memisah.
7. Berat Jenis Pada penentuan berat jenis yoghurt ini menggunakan piknometer. Berdasar pada Tabel 4.2 hasil berat jenis dari yoghurt kontrol adalah 1,027 gr/cm3, yoghurt putih 1,036 gr/cm3, yoghurt orange1,0376 gr/cm3, dan yoghurt ungu 1,0382gr/cm3. Secara berurutan berat jenis dengan nilai yang paling tinggi adalah berat jenis yoghurt ungu, orange, putih, dan kontrol. Berat jenis yoghurt kontrol merupakan berat jenis yang paling rendah karena tidak ada penambahan ekastrak ubi jalar di dalamnya. Jadi, dengan penambahan ekstrak ubi jalar pada yoghurt akan menambah komponen yang terkandung di dalamnya, jumlah komponen yang lebih banyak inilah yang menyebabkan berat jenis yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar lebih tinggi dibandingkan dengan yoghurt kontrol. Nilai berat jenis pada yoghurt ini lebih tinggi jika dibandingkan berat jenis pada susu segar. Menurut SNI susu segar mempunyai berat jenis 1,0280 gr/cm3. 8. Uji Sensori Uji sensori diikuti oleh 25 panelis untuk menentukan tingkat kesukaan. Semua formulasi termasuk kontrol (tanpa penambahan ekstrak) diuji inderawi dengan metode kesukaan. Parameter yang diujikan ini meliputi parameter aroma, rasa, warna, kekentalan, dan kesukaan keseluruhan. Setelah didapatkan hasil pengujian, kemudian data diolah dengan menggunakan ANOVA dan didapatkan data seperti pada Gambar 4.1 - Gambar 4.5 berikut:
a. Aroma
Skor Kesukaan Aroma
5
4
3,6b 3,08a 2,76a
3
2,92a
2
1 kontrol
ubi jalar putih
ubi jalar orange
ubi jalar ungu
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05. 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; dan 5 = sangat suka
Gambar 4.1 Hasil Uji Sensori pada Parameter Aroma Pada pengujian sensori untuk aroma, dari Gambar 4.1 diketahui bahwa sampel yoghurt kontrol yang paling disukai oleh panelis. Hasil kesukaan yoghurt kontrol berbeda nyata dengan yoghurt putih. Orange, dan ungu. Walaupun penambahan ekstrak ubi jalar hanya 10% tetapi ini menberikan pengaruh yang nyata bagi aroma yoghurt. Panelis tidak menyukai aroma yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar mungkin disebabkan karena aroma awal dari ubi jalar itu sendiri. Pada yoghurt kontrol ditemukan aroma yoghurt yang cenderung asam, sedangkan pada yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar ditemukan aroma sedikit langu, yaitu aroma ubi yang terbawa dari bahan baku ubi jalar.
b. Rasa
Skor Kesukaan Rasa
5
4 3,4b 3
2,78a
2,76a
2,76a
ubi jalar putih
ubi jalar orange
ubi jalar ungu
2
1 kontrol
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05. 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; dan 5 = sangat suka
Gambar 4.2 Hasil Uji Sensori pada Parameter Rasa Pada pengujian sensori untuk rasa, dari Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa sampel yang paling disukai oleh panelis adalah sampel yoghurt kontrol. Yoghurt kontrol ini berbeda nyata dengan yoghurt putih, orange, dan ungu. Cita rasa khas yang timbul dari yoghurt diakibatkan adanya asam laktat, asam asetat, karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diasetil. Rasa pada yoghurt kontrol lebih tajam jika dibandingkan yoghurt yang ditambahkan dengan ekstrak ubi jalar. Rasa pada yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar tidak disukai karena adanya after taste yang terasa dari ubi jalar.
c. Warna
Skor Kesukaan Warna
5
4
3,6b 3,32b
3,28b 3 2,48a 2
1 kontrol
ubi jalar putih ubi jalar orange ubi jalar ungu
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05. 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; dan 5 = sangat suka
Gambar 4.3 Hasil Uji Sensori pada Parameter Warna Pada pengujian sensori parameter warna, dengan menggunakan empat jenis sampel yang berbeda diketahui bahwa sampel dengan penambahan ekstak ubi jalar orange dan ungu tidak berbeda nyata dengan yoghurt kontrol, tetapi berbeda nyata dengan yoghurt putih. Berdasar Gambar 4.3 yoghurt kontrol, orange, dan ungu mempunyai warna yang paling disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan warna dai ekstrak ubi jalar yang memberikan hasil pada yoghurt sehingga warnanya menjadi lebih menarik. Pada yoghurt kontrol mempunyai warna yang lebih disukai dibandingkan yoghurt putih karena warna yang dihasilkan pada yoghurt putih cenderung keruh sehingga tidak disukai oleh panelis.
d. Kekentalan
Skor Kesukaan Kekentalan
5
4 3,48b 3
2,68a 2,36a
2,44a
ubi jalar putih
ubi jalar orange
2
1 kontrol
ubi jalar ungu
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05. 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; dan 5 = sangat suka
Gambar 4.4 Hasil Uji Sensori pada Parameter Kekentalan Pada pengujian sensori untuk parameter kekentalan, berdasarkan Gambar 4.4 diketahui bahwa yoghurt kontrol paling disukai oleh panelis, karena teksturnya yang lebih kental jika dibandingkan dengan sampel lainnya. Pada sampel yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar terjadi perpecahan pada teksturnya. Hal ini bisa saja disebabkan karena kandungan pati dan gum yang ada dalam ekstak ubi jalar. Sebagaimana diketahui bahwa pada ubi jalar mengandung komposisi berupa gum (getah) dan kandungan pati. Adanya perlakuan pemanasan sebelum dan selama fermentasi mengakibatkan teksur yang terbentuk menjadi tidak kompak atau pecah-pecah sehingga menjadi tidak padat/kental.
e. Kesukaan Keseluruhan
Skor Kesukaan Overall
5
4
3,68b
3
2,72a
2,88a
2,4a 2
1 kontrol
ubi jalar putih
ubi jalar orange
ubi jalar ungu
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05. 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; dan 5 = sangat suka
Gambar 4.5 Hasil Uji Sensori Secara Keseluruhan Secara keseluruhan yoghut yang paling disukai adalah yoghurt kontrol. Berdasarkan Gambar 4.5, hasil pengujian sensori untuk kesukaan secara keseluruhan, yoghurt kontrol mempunyai hasil yang berbeda nyata dengan yoghurt putih, orange, dan ungu. Yoghurt kontrol ini secara keseluruhan mempunyai nilai kandungan protein 3,19%, lemak 3,142%, pH 4,3, kadar asam laktat 1,238%, kadar gula reduksi 1,39%, berat jenis 1,027 gr/cm, viskositas 1,2659 mPas.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1. Penambahan
ekstrak
ubi
jalar
dalam
pembuatan
mengakibatkan penurunan kandungan protein. Kadar
yoghurt
akan
protein yoghurt
kontrol, ubi putih, orange, dan ungu berturut-turut sebesar 3,19%, 1,23%, 1,113%, dan 1,29%. 2. Penambahan
esktrak
ubi
jalar
dalam
pembuatan
yoghurt
akan
mengakibatkan penurunan kadar asam laktat. Yoghurt kontrol mempunyai kadar asam laktat sebesar 1,238%, yoghurt putih 0,93%, yoghut orange 0,999%, dan yoghurt ungu 0,663%. 3. Penambahan
esktrak
ubi
jalar
dalam
pembuatan
yoghurt
akan
mengakibatkan kenaikan kadar gula reduksi. Kadar gula reduksi untuk yoghurt kontrol 1,39%, yoghurt putih 5,06%, yoghurt orange 4,46%, dan yoghurt ungu 3,53%. 4. Penambahan
esktrak
ubi
jalar
dalam
pembuatan
yoghurt
akan
mengakibatkan penurunan viskositas bahan. Pada uji viskositas nilai untuk yoghurt kontrol sebesar 11,144 mPas, yoghurt putih 10,522 mPas, yoghurt orange 4,276 mPas, dan yoghurt ungu 4,703 mPas. 5. Pada uji sensori, dengan metode kesukaan, dari semua parameter (aroma, rasa, warna, kekentalan, dan kesukaan keseluruhan), yoghurt kontrol mempunyai tingkat kesukaan yang tinggi, kecuali pada parameter warna. Yoghurt ungu mempunyai tingkat kesukaan yang tertinggi pada parameter warna.
2. Saran Pada penelitian ini masih ada satu permasalahan yang belum terpecahkan, yaitu proses koagulasi (penggumpalan) yang terjadi saat proses fermentasi, sehingga tekstur yoghurt menjadi terpisah antara susu dengan ekstrak ubi jalar. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut akan hal tersebut diatas. Pemilihan ubi jalar dalam penelitian kali ini belum memperhatikan umur simpan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang umur simpan ubi yang berkaitan dengan kadar gula reduksi.
24
DAFTAR PUSTAKA Adnan, Mochamad. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset. Yogyakarta. Anonima, 1985. Dairy Handbook. Alfa-Laval AB. Dairy and Food Engineering Division. Swedia. Diakses Kamis 31 Mei 2007. Anonimb, 2000. Fermentasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi. . (diakses 10 Desember 2008). Anonimc. 2006. Khasiat ubi jalar. http://www.pitoyo.com/mod.php? (diakses 10 Desember 2008). Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton, 1985. Ilmu Pangan. (diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono). UI Press. Jakarta. Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons, Inc. Toronto. Davis, J. G. 1963. The Lactobacill II Applied Aspect Progress In Industrial Microbiology (5):95-136. Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya IPB. Bogor. Eniza S. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Folley, R.C, D.L. Buth, F.N. Dickinson and H.A Tucker, 1972. Dairy Cattle. Principles, Practice, Problems, Profits. Lea and Febringer. Philadelphia. Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Agritech. Yogyakarta Hidayat, Nur, Masdiana C Padaga, dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi offset. Yogyakarta. Hasyim, A, Yusuf. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Substitusi Beras. Sinar Tani Edisi 30 juli – 5 Agustus. Jakarta. Jennes, R. and S. Patton, 1985. Principle of Dairy Chemistry. John Willey and Sons Inc. New York Kartasumah, Wira, Djoko Hermanianto dan Nuri Andarwulan. 1989. Bahan Pengajaran Prinsip Teknik Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
38
25
Kononi, Sri. 1999. Pengetahuan Bahan Pokok Bahasan Viscositas. UGM. Yogyakarta. Kumalaningsih, Sri. 2006. Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana. Surabaya. Legowo, Anang M. 2006. Mengawetkan Susu Segar dengan LP-System. http://www.bkpjatim.or.id/pages/posts/php. (diakses 3 Desember 2008). Leviton, A. dan Mart, E. A., 1965. Fermentation. Dalam Webb, B. H., dan Johnson, A.H., 1965. Fundamental Of Dairy Chemistry. Westport. Conecticut. The AVI Publishing Company. Inc. Marwan W. 2006. Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin Teknik Pertanian Oberman, H. 1985. Fermented milk in B.J. B. Wood (ed). Microbilogy of fermented food Vol. 1 Applied Science Publ. London and New York. Olson, Rauben M dan Seven J Wright. 1990. Dasar-dasar Mekanika Fluida Teknik, Edisi Kelima. Gramedia. Jakarta. O’leary, V. S. dan Woychick, J. H.. 1976. A Comparison of Some Chemical Properties of Yoghurt Made from Control and Lactose Trented Milk. Journal Food Sci (41):791-796. Palungkun, R. 1993. Aneka produk olahan kelapa. PT. Swadaya. Jakarta Rahman, Anshori dan Djoko Wibowo. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PAU Pangan Dan Gizi IPB. Riwan. 2007. Sifat-sifat sensori. http://tekhnologi-hasil-pertanian.blogspot.com. diakses pada 1 Maret 2009. Rose, A.H. 1983. Food Microbiology. Academic Press, Inc. London. Sediaoetomo, Achmad Djoeni dan Purwo Soedarmo. 1977. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta SNI 01–4493–1998. Ubi Jalar. Badan Standarisasi Nasional Indonesia Soedojo, Peter. 2004. Fisika Dasar. Andi Offset. Yogyakarta. Soeharsono. 1996. Fisiologi Laktasi. Universitas Padjajaran : Bandung
26
Sugitha, I.M. dan Djalil. 1989. Susu, Penanganan dan Teknologinya. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Riau. Suwedo. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. PAU Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Wijanarko, Simon. 2007. Fermentasi. http://simonbwidjanarko.wordpress.com. diakses pada 1 maret 2009. Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1994. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung. Winarno, F.G., Srikandi Fardiaz dan Dedi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta
Gambar Sampel Yoghurt berbagai ekstrak Ubi Jalar
Gambar Ubi Jalar mentah yang akan diekstrak
Gambar Sampel Yoghurt yang Telah diinokulasi Gambar salah satu panelis yang melakukan uji organoleptik
Gambar Sampel yang akan diuji organoleptik Gambar Ekstrak Ubi Jalar
16