EGAWAT-DARURATAN MEDIK 1. SYOK DEFINISI : Syok ialah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat. Ditandai dengan adanya hipotensi dengan mean arterial pressure < 60 mmHg pada pasien yang sebelumnya normotensi. PROTOKOL PERAWATAN PERAWATAN UMUM • Pasang infus : dekstrosa 5 %, NS atau RL • Ambil darah untuk pemeriksaan : BJ plasma, Hb, gula darah, BUN, kreatinin serum elektrolit, analisa gas darah, dan golongan darah untuk reaksi silang. • Pasang kateter CVP, infus dipercepat sampai tekanan vena sentral antara 5-10 cm air • Bila CVP < 5 cm air, lakukan test beban cairan (fluid loading test) : • Dextrose 5% diberikan dengan kecepatan 20 ml per menit dalam 10 - 15 menit (200 - 300 ml selama 10 menit), CVP diperiksa setiap 3 menit bila CVP tetap syok hipovolemik bila CVP cepat meningkatsyok kardiogenik atau sudah terdapat kelebihan cairan (fluid overload) • Bila CVP > 15 cm air, kelebihan cairan positif, sangat mungkin syok kardiogenik • Periksa EKG, pasang monitor jantung • Pasang kateter Foley, ukur produksi urine setiap jam (normal lebih dari 20 ml per jam). • Berikan O2 lewat kateter hidung, bila syok tampak berat (T-N tak terukur, penderita tampak sesak dan sianosis) PERAWATAN KHUSUS 1. Syok hipovolemik • • • • • • • •
Letakkan penderita dalam posisi datar, kalau perlu kaki lebih tinggi daripada kepala. Mintakan darah kalau penyebab adalah perdarahan akut Sementara menunggu darah, dapat dilakukan fluid replacement dengan infus RL, NS atau D5% tetesan cepat, sampai perfusi jaringan perifer tampak membaik. Biasanya diperlukan 1-2 liter cairan dalam 1 jam pertama. Bila tekanan, darah tetap belum membaik dalam waktu 1 jam, dapat ditambahkan cairan koloid (Haemacel atau Dextran 40) tetesan cepat. Pemberian cairan ini tidak boleh melebihi 1 liter dalam 24 jam. Fluid replacement dapat diberikan sampai 2 - 4 x jumlah darah yang diperkirakan hilang. Kalau perlu dengan 2 infus terpisah, untuk mengejar defisit cairan. Pada syok hipovolemik bukan karena perdarahan. (GEA, luka bakar, koma hiperglikemik dan lain-lain, pemberian cairan kristaloid dapat dilakukan dengan perkiraan defisit cairan atau dengan pengukuran BJ plasma) 1
Defisit cairan = BJ plasma – 1,025 x BB x 4 ml 2. Syok Septik Sepsis : sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi. Diagnosis sepsis : 1. SIRS : ditandai dengan 2 atau lebih gejala berikut : • Suhu badan > 38oC atau < 36oC • Frekuensi denyut jantung > 90 X/menit • Frekuensi pernapasan > 24X/menit atau PaCO2 < 32 • Hitung lekosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3, atau adanya > 10% sel batang 2. Adanya fokus infeksi yang bermakna. Syok septik : sepsis dengan hipotensi ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang menurunkan tekanan darah. Sepsis berat : gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru dan asidosis metabolik. Penatalaksanaan : • Observasi suhu aksila dan rektal, monitoring jantung, produksi urine tiap jam, analisa gas darah secara berkala, karena sering dibutuhkan pemakaian respirator. • Biakan kuman (aerob dan anaerob) serta test kepekaan antibiotik berulang kali dari: darah, urine, ujung kateter infus, sputum, luka operasi dan tempat lain-lain yang diduga dapat menjadi sumber infeksi. • Test faal hemostasis (termasuk test untuk DIC) • Test beban cairan, pertahankan CVP antara 5-10 cm air. Bila CVP sukar meningkat karena hilangnya cairan ke dalam rongga ketiga (third - space) dapat dibantu dengan pemberian darah atau plasma, dengan pengawasan yang baik terhadap kemungkinan fluid overload. • Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernapasan. • Eradikasi fokus infeksi. Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman penyebab, profil antimikroba, keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati. Antimikroba definitif diberikan bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui. • Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah sitolik ≥ 90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urine dipertahankan > 30 mL/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti Dopamin dengan dosis > 8 µg /KgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 µg/KgBB/menit, fenilefrin 0,5-8 µg/KgBB/menit, atau epinefrin 0,1-0,5 µg/KgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard dapat digunakan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-28 µg/KgBB/ menit, dopamin 3-8 mcg/KgBB/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/KgBB/menit. 3. Syok kardiogenik • • • •
Pasang kateter CVP, bila ada kateter Swan-Ganz Lakukan test beban cairan, pertahankan CVP antara 10 sampai 15 cm air Cari penyebab syok, bila mungkin terapi kausal. Bila tekanan darah tetap tidak bereaksi, dapat ditambahkan obat-obat vasopresor
2
4. Syok anafilaktik • • • • • • • • •
Adrenalin 0,5 mL subkutan pada tempat suntikan dan 0,5 mL subkutan pada daerah kontralateral, dapat diulang setiap 10 – 15 ml menit kalau perlu Pasang tourniquet pada daerah proksimal tempat suntikan atau sengatan serangga. Antihistamin, Diphenhydramine (Delladryl) 50 - 100 mg intramuskuler, diulang setiap 6 jam bila perlu. Pasang infus D-5 bila tensi tampak menurun. Steroid, Dexamethazone 5 – 10 mg atau Hydrocortisone 100 - 200 mg intravena, dapat diulang setiap 4-6 jam kalau perlu. Bila syok tetap bertahan, penderita diletakkan dalam posisi datar dengan kaki lebih tinggi, kemudian dapat ditambahkan obat-obat vasopresor. Dopamine (lihat syok septik), dan kalau perlu ditambahkan : Dobutamine (lihat syok kardiogenik) Jangan lupa mempertahankan jalan napas dan pernapasan sebaik mungkin, kalau perlu dengan: orapharyngeal-airway dan aspirasi lendir obat-obat bronkodilator (aminofilin) oksigen lewat kateter hidung atau masker trakheostomi dan respirator
3
2. GAGAL NAPAS AKUT DEFINISI : adalah ketidakmampuan mempertahankan nilai Ph ( keasaman), oksigen (O2), dan karbondioksida (CO2) darah arteri supaya tetap dalam batas normal. DIAGNOSIS Sesak napas barat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardi, konstriksi pupil. Gagal Napas tipe 1 • PCO2 normal atau meningkat • PO2 turun • Umumnya kurus • Warna kulit : pink puffer • Hiperventilasi • Pernapasan : purse lips Gagal Napas tipe 2 • PCO2 meningkat • PO2 menurun • Sianosis • Umumnya gemuk • Hipoventilasi • Tremor CO2 • Edema PEMERIKSAAN • AGD • foto toraks • Kateter Swan Ganz dengan monitor tekanan kapiler paru (PCWP) • EKG PENATALAKSANAAN Tahap I • Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2 • Bronkodilator nebulizer • Humidifikasi : dengan “nasal prongs”/ kateter kanula; diberikan dengan kecepatan 2 – 8 liter /menit melalui air pelembab (humidifier) • Fisioterapi dada • Antibiotika Tahap II • Bronkodilator parenteral 4
•
Kortikosteroid
Tahap III • Stimulasi pernapasan • Mini trakeostomi jika retensi sputum Tahap IV • Ventilasi mekanik lndikasi pemakaian alat bantuan pernapasan mekanik : setelah “respiratory arrest” prekoma – koma dalam keadaan lemah/ payah tekanan CO2 arteri naik dengan progresif dan tidak ada perbaikan dengan pemberian O2 secara konservatif tetani/ konvulsi terus-menerus. Kontra indikasi : Aritmia jantung, payah jantung Penderita tidak kooperatif Supervisi yang kurang baik pada penderita.
5
3. KERACUNAN OBAT Setiap keracunan akut bahan kimia obat yang dapat atau diperkirakan dapat menimbulkan kerusakan pada salah satu organ tubuh atau lebih (penurunan kesadaran, kerusakan esofagus, ganggguan ginjal, dan lain-lain). Bila terdapat keragu-raguan mengenai dosis obat yang terminum, dapat dilakukan observasi sampai dengan 24 jam di ruangan. PENATALAKSANAAN A. UMUM 1. Resusitasi (ABC) − A (airway= jalan napas), usahakan jalan napas tetap terbuka, bebas dari sumbatan bahan muntahan, darah, lendir, pangkal lidah, gigi palsu dan lain-lain, kalau perlu gunakan oropharyngeal airway, dan aspirator (suction). − B (breathing= pernapasan), usahakan agar penderita dapat dan terus bernapas dcngan baik, bila perlu dengan bantuan Ambubag, respirator, atau pernapasan dari mulut ke mulut (mouth-to-mouth breathing) − C (circulation= peredaran darah) pertahankan agar tensi dan nadi penderita tetap terjaga baik, bilamana perlu segera pasang infus Dextrose 5%, PZ atau RL; bila hipotensi tetap bertahan, dapat ditambahkan cairan koloid (Haemaccel). 2. Eliminasi a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang masih sadar b. Katarsis, dengan pemberian laksans MgS04, bila diduga racun telah sampai di usus halus/ tebal. c. Kumbah lambung (KL) pada penderita yang kesadarannya mulai menurun atau tidak kooperatif. KL dilakukan dengan NG tube atau pipa Ewald; jangan lupa menyebutkan jumlah air yang dipakai untuk KL. d. Diuresis paksa (forced diuresis= FD), pada dugaan racun telah berada dalam darah dan dapat dikeluarkan melalui ginjal; diuresis paksa ada 2 macam − diuresis paksa alkali (FDA) dan − diuresis paksa netral (FDN) e. Dialisis (hemo/peritoneal dialisis), terutama pada keracunan bahan-bahan yang dapat didialisis Emesis, katarsis dan KL tidak boleh dikerjakan bila − keracunan lebih dari 6 jam − pada keracunan bahan korosif − keracunan minyak tanah/ bensin − pada koma derajat sedang sampai berat (Tk.III-IV). Pada dua yang terakhir ini, KL dapat dikerjakan dengan bantuan pipa endotrakheal berbalon. 3. "Supportive" Dikerjakan dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, dan 6
kalori 4. Antidotum Baru diberikan bila ini ada (atropin sulfat untuk keracunan insektisida fosfat organik, atau nalorphine untuk keracunan morphine) B. KHUSUS a. Keracunan Insektisida fosfat organik (IFO) 1. Infus Dextrose 5 %, hisap lendir, oksigenisasi yang baik 2. Sulfas atropin 2,5 mg bolus intravena, diteruskan 0,5 - 1 mg setiap 5-10-15 menit tergantung beratnya keracunan. 3. KL seefektif mungkin, katarsis, keramas rambut dengan sabun, juga mandikan seluruh tubuh dengan sabun, ganti pakaian baru yang bersih. 4. SA. diberikan secara intravena dengan monitor pupil penderita sampai tercapai atropinisasi, yaitu: mulut kering, muka merah, pupil dilatasi, jantung berdebar-debar, tubuh meningkat, pendenta gelisah, mirip psikosis 5. Setelah atropinisasi, SA dijarangkan untuk dosis pemeliharaan (maintenance): 0,5 - 1 mg setiap 1-2-4 atau 6 jam tergantung bentuk dan refleksi pupil penderita 6. Pembenan SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam 7. Jangan lupa konsultasi dengan Psikiater sebelum memulangkan penderita b. Keracunan sedativa-hipnotika. analgetika 1. Penderita sadar : emesis, pemberian norit dan laksans MgSO4. Kalau pasti dosis rendah, dapat langsung pulang, bila ragu-ragu observasi selama 624 jam 2. Koma derajat II-II : KL dengan NG tube tanpa endotrakheal kemudian diuresis paksa selama 12 jam bila ada keragu-raguan tentang penyebab keracunan. Caranya: − berikan 1 ampul Kalsium glukonas intravena − infus Dextrose 5% + 10 mL KCl 15 % (untuk setiap 500 mL), diberikan dengan kecepatan 3 liter dalam 12 jam. − furosemide 1 ampul (40 mg) IV setiap 6 jam − untuk keracunan salisilat dan femobital, dapat ditambahkan 10 mEq Na-bikarbonat untuk setiap 500 ml D-5% (= 1/4 ampul Meylon) diuresis paksa alkali. Bila perlu diuresis paksa dapat diulang setiap 12 jam penderita sadar. 3. Koma derajat III-IV. KL dengan pipa endotrakheal berbalon, selanjutnya diuresis paksa netral alkali, atau dialisis, tergantung jenis serta dosis obat yang diminum penderita 4. Bila koma berlangsung dalam jangka lama, lakukan terapi "supportive" untuk mempertahankan alat-alat vital tubuh, sementara menunggu eliminasi seluruh obat, hasil metabolik, maupun efeknya dari tubuh penderita. 5. Bila timbul gejala-gejala ekstrapiramidal (akibat largactyl, stemetil, plasil dsb) dapat diberikan difenhidramin (Delladryl) 50 - 100 mg intravena. 6. Pada penderita yang gelisah/ konvulsi, dapat diberi Diazepam 5-10 mg atau Fenobarbital 50-100 mg intravena). c. Keracunan Peptisida lain (DDT, endrin, racun tikus, dll) 1. Infus Dextrose 5%, 02 kalau perlu 2. Emesis, Katarsis, KL bila penderita sadar atau sedikit apati (somnolens) 7
3. Diazepam 5-10 mg bila penderita gelisah/ konvulsi 4. Terapi "supportive" sampai efek racun menghilang 5. Furosemida 40 mg IV bila terdapat tanda-tanda penurunan diuresis (terutama pada keracunan fosfid/ racun tikus ) d. Keracunan bahan korosif (air acu, asam keras, soda kaustik) 1. Jangan lakukan emesis, katarsis maupun KL. 2. Segera penderita disuruh minum air/susu sebanyak mungkin untuk mengencerkan bahan tersebut. 3. Pengenceran terus dilakukan walaupun penderita muntah-muntah. 4. Infus Dextrose 5 %, kalau perlu dengan cairan koloid atau transfusi darah bila terdapat tanda-tanda perdarahan (hematemesis melena) atau penderita syok/ pre-syok. 5. tindakan selanjutnya tergantung bahan yang diminum, bila − asam kuat (H2S04, HCl) berikan susu tiap 1- 2 jam sebanyak 100 – 200 mL sampai secukupnya − basa kuat (KOH, NaOH) dengan air buah atau HCl encer: (Yulapium) sebanyak kira-kira 2 liter untuk setiap 30 gram alkali yang diminum 6. Kortikosteroid diberikan secara intravena selama 4 hari pertama (Oradexon 4 x 2 ampul sehari), kemudian dosis dapat diturunkan secara oral bila penderita sudah di bolehkan makan sampai sclama 3 minggu dan saat penderita masuk rumah sakit. 7. Sebaiknya diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder yang dapat mempengaruhi luka; dimulai dengan intravena, selanjutnya dapat per oral. 8. Usahakan hari itu juga menghubungi Bagian THT untuk pemeriksaan laringoskopi indirekta/ esofagoskopi. 9. Bila lesi ringan, diet oral dapat segera dimulai, dan pemberian steroid/ antibiotika dapat dipercepat Bila lesi cukup luas, masukkan NG tube dengan tuntunan esofagoskop ke dalam lambung, selanjutnya pemberian makanan dilakukan lewat NG tube. Pada lesi yang sangat luas/sirkuler, pemasangan NG tube sebaiknya dihindari, penderita dipuasakan, dan semua obat/ makanan diberikan secara parenteral, sampai terjadi penyembuhan luka pada saluran makanan. 10. Pada keadaan yang terakhir ini ada baiknya untuk menghubungi Bagian Bedah untuk membicarakan kemungkinan pemasangan sonde lewat gastrostomi. e. Keracunan antiseptik luar (Lysol, Creolin dll ) 1. pada konsentrasi yang pekat dapat dianggap bahan korosif ruigan, karena itu penderita disuruh minum air hangat sebanyak mungkin untuk mengencerkan bahan. 2. bila kesadaran pendenta agak menurun, KL dilakukan dengan NG tube ukuran kecil. 3. selanjutnya berikan antasida untuk mencegah timbulnya ulkus di kemudian hari. f. Keracunan isoniazide (INH) 1. Vitamin B6 intravena, 1500 mg sehari selama 5 hari 2. Diazepam 10 mg intravena bila timbul konvulsi 3. Dapat dicoba FDN dalam 12 jam
8
4. OBSERVASI KOMA PENANGANAN UMUM • Ambil darah untuk pemeriksaan cito: sakar darah, BUN, kreatinin, serum elektrolit, SGOT, SGPT, BJ Plasma, dan analisis gas darah. • Kalau fasilitas ada: amoniak darah, dan asam laktat. • Perhatikan jalan napas dan frekwensi pernapasan. • Kalau perlu: pasang oropharygeal-airway, hisap lendir, respirator dan 02. • Pasang infus: RL atau Dextrose 5 %, kalau perlu tambahkan cairan koloid bila tekanan darah tidak dapat meningkat dalam waktu tertentu. • Bila ada keragu-raguan mengenai penyebab koma dapat diberikan Dextrose 40 % sampai 5 ampul dari 10 mL. • Tentukan derajat dalamnya koma, pada koma derajat II-III (refleks muntah negatif, refleks tendon/batuk positif) dapat dipertimbangkan pemasangan NG tube ke dalam lambung untuk diet penderita. • Bila koma sangat dalam (derajat V: refleks tendon/ batuk negatif) sebaiknya pemberian makanan seluruhnya dilakukan lewat parenteral (total parenteral nutrition). • NG tube dapat dipakai untuk pemberian obat-obat per oral dan dekompresi lambung bila perlu. • Fisioterapi dada yang ekstensif disertai perubahan posisi tubuh setiap 2 - 4 jam, diperlukan untuk mencegah pneumoni hipostatik dan dekubitus. • Pemasangan kateter Foley atau kateter kondom sering di butuhkan untuk mengukur produksi urine tiap jamnya. • Bila refleks kornea menghilang, maka kornea mata hendaknya dilindungi dengan tetes mata atau salep antibiotika untuk mencegah terjadinya ulserasi pada kornea. • Pemberian antibiotika hanya atas indikasi • Observasi ekstensif dilakukan terutama terhadap: tensi, nadi, suhu, respirasi, kesadaran, gangguan keseimbangan elektrolit, asam basa serta kalori. PENANGANAN KHUSUS Tergantung penyebab dari koma
9
KARDIOVASKULER 1. NYERI DADA Diagnosa - Sifat nyeri dada : bagaimana kualitas nyeri, distribusi dan beratnya ? - Gejala penyerta : diaforesis (keringat dingin), sesak napas, (pre)sinkope, batuk, sputum/hemoptisis atau nyeri superfisial. - Bentuk penampilan nyeri : faktor memberat dan mengurangi rasa nyeri, hubungannya dengan gerakan, stres emosi, makan dan pernapasan. - Perubahan dalam frekuensi atau intensitas nyeri. - Riwayat dari keadaan patologis kardiak, resiparasi atau gastrointestinal bagian atas. - Medikasi, faktor resiko kardiak, riwayat merokok. Presentasi Angina pektoris yang tipikal seperti rasa tercekik, rasa berat atau kompresif dalam kualitas dengan lokasi retrosternal dan radiasi ke lengan kiri atau leher dan sering menjalar ke punggung atau epigastrium. Beratnya sangat variabel dan tergantung dari rasa ketakutan pasien. - Angina Pektoris Stabil Kronis diprovokasi oleh aktivitas fisik, dingin (akibat vasokonstriksi periver) dan stres emosi dan biasanya menghilang pada istrirahat. Pemberian glyceryl trinitrate sublingual biasanya sangat efektif dan umumnya akan menghilang dalam beberapa menit. - Angina Pektoris Tidak Stabil biasanya timbul pada saat istirahat atau saat aktivitas fisik ringan dan sifat nyeri biasanya lebih berat dan menetap. Sering disertai dengan gambaran otonomik seperti berkeringat dan mual / muntah. (Lihat APS / APTS) Nyeri dada dapat ditimbulkan oleh Diseksi Aorta Toraks, Emboli Paru, Perikarditis atau Nyeri Esofagus. 2. ANGINA PEKTORIS STABIL (APS) Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri dada iskemik yang khas yang dicetuskan oleh aktifitas dimana tidak terdapat perubahan dalam frekuensi , intensitas dan lamanya angina maupun faktor-faktor pencetusnya dalam 30 hari terakhir. Pada usia lanjut, penderita diabetes melitus dapat terjadi nyeri dada iskemik yang tidak khas. Kriteria diagnosis. 1. Riwayat nyeri dada (angina) yang khas. 2. Adanya perubahan EKG yang sesuai dengan iskemia sewaktu angina. 10
Gradasi beratnya Angina Pektoris (Canadian Cardiovascular Society) 1. Aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan angina, angina baru timbul pada aktifitas berat, tergesa-gesa, cepat atau berkepanjangan. 2. Aktivitas sehari-hari terganggu sedikit. Angina timbul waktu jalan atau naik tangga dengan cepat, jalan mendaki, jalan atau naik tangga setelah makan atau di hawa dingin, jalan melawan angin atau stres/emosi, berjalan lebih dari dua blok (kira-kira 400 m) dan naik tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi normal. 3. Aktivitas sehari-hari sangat terganggu. Angina dapat timbul setelah jalan satu atau dua blok naik tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi normal. 4. Tidak mampu melakukan aktivitas apapun tanpa angina, angina dapat timbul sewaktu istirahat. Diagnosa banding. 1. Sakit muskuloskeletal 2. Gangguan gastro intestinal seperti: spasme esofagus, esofagitis, refluks esofagus, tukak lambung, pankreatitis, kolesistitis. 3. Emboli paru , pneumonia, pleuritis, prolaps katup mitral, psikogen. Pemeriksaan yang diperlukan / diagnosa. 1. Pemeriksaan dasar : Anamnesis disertai pemeriksaan fisik. 2. Pemeriksaan penunjang : 1. EKG istirahat 2. Laboratorium : Darah rutin, panel lipid, gula darah, fungsi ginjal 3. Foto rontgen dada 4. Uji Latih Jantung dengan Beban (ULJB) 3. Pemeriksaan yang mungkin diperlukan. 1.Analisa gerakan dinding ventrikel kiri (Vki) dengan Ekokardiografi 2. Angiografi koroner Terapi. 1. Umum : Pengendalian faktor-faktor resiko dan menghindari faktor pencetus. 2. Khusus : Pemberian obat-obatan dengan dosis dititrasi sesuai kebutuhan yaitu : 1. Aspirin 2. Nitrat 3. Penyekat beta 4. Antagonis kalsium Perawatan - Angina pektoris staabil tidak memerlukan rawat inap. - Lakukan ULJB dan tentukan fungsi Vki dengan ekokardiografi. - Penderita dengan hasil ULJB dengan risiko rendah dan fungsi Vki masih normal umumnya mempunyai prognosis yang baik. Penderita dikontrol dengan obat aspirin, nitrat, penyekat beta dan atau antagonis kalsium. Bila angina terkontrol dengan pengobatan, lakukan evaluasi secara berkala. Bila angina sulit dikontrol, lakukan angiografi koroner dan bila perlu revaskularisasi sesuai indikasi. Pengendalian faktorfaktor risiko. - Penderita dengan hasil ULJB tinggi, lakukan angiografi koroner dan lanjutkan dengan revaskularisasi sesuai indikasi.
11
Penyulit yang mungkin timbul. Tidak ada. Prosedur / tindakan yang mungkin diperlukan dalam penanganan. 1. Angioplasti koroner (AK) / Percutaneous Transluminal Coronary Angio-plasty (PTCA). 2. Bedah pintas koroner (BPK) / Coronary Artery By-Pass Graft (CABG). Sarana Baku 1. EKG 2. Ekokardiografi 3. Foto rontgen 4. Treadmill / ergometer sepeda 5. Penyadapan jantung 6. Radiologi nuklir 7. Bedah jantung
12
ALGORITME TATALAKSANA ANGINA PEKTORIS STABIL Angina Pektoris Stabil -
ULJB Tentukan fungsi Vki
Normal atau risiko rendah
Risiko tinggi
Obat-obatan : - Aspirin - Nitrat - Penyekat beta - Antagonis kalsium
Angina terkontrol Pola hidup baik
-
Teruskan pengobatan Evaluasi berkala
Angina tidak terkontrol
Angiografi koroner
AK/BPK
Rehabilitasi/Preventive
13
3. ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL (APTS) Angina pektoris tidak stabil adalah suatu sindrom klinik rasa sakit dada iskemik dalam 30 hari terakhir yang mencakup spektrum yang luas dari berbagai presentasi klinik dimana ada perburukan pola angina tanpa bukti adanya nekrosis miokard. Ciri-ciri : 1. Adanya peningkatan frekuensi intensitas dan lama angina dengan/berkurangnya respons terhadap nitrat, dan atau 2. Timbul sewaktu istirahat atau sewaktu melakukan aktivitas ringan Kelompok klinis yang digolongkan dalam AP tidak stabil yaitu : 1. Riwayat nyeri dada (angina) yang khas sesuai dengan ciri-ciri diatas. 2. Ada gambaran iskemia pada EKG sewaktu angina. Diagnosis Banding Infark miokard akut Pemeriksaan yang diperlukan 1. Pemeriksaan dasar : anamnesis disertai pemeriksaan fisik 2. Pemeriksaan penunjang : • EKG istirahat • Laboratorium : darah rutin, enzim jantung, panel lipid, gula darah, kreatinin • Foto rontgen dada • Ekokardiografi • Pencitraan radionuklir • Angiografi koroner Terapi 1. Umum
: Pengendalian faktor-faktor dan menghidari / mengatasi faktor pencetus. 2. Khusus : • Tirah baring di ruang rawat intensif kardiovaskuler. • Berikan oksigen 2-4 liter/menit. • Pasang akses vena (Dektrose 5 % atau NaCL 0,9 %) • Penunjang ringan, seperti Diazepam 5 mg tiap 8 jam. • Puasakan selama 8 jam, lalu berikan makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama. Kemudian lanjutkan dengan 1300 kalori rendah garam dan rendah lemak. Buang air besar dibantu dengan obat pelunak tinja dan bila dibutuhkan, kursi komod. • Obat-obat khusus : o Atasi angina dengan Nitrat, mulai dengan Nitrat sublingual dan Nitrat oral. Bila sakit belum teratasi, segera mulai dengan Nitrat intravena. Kalau perlu dapat diberikan Pethidin atau Morfin IM / IV. o Penyekat beta seperti metoprolol atau atenolol atau bisoprolol segera diberikan bila tak ada indikasi kontra. 14
o Heparin bolus 5000 unit intra-vena, lalu lanjutkan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan APTT 1.5-2 kali nilai kontrol. o Low Molecular Weight Heparin (LMWH) (Fraxiparine atau Lovenox. 2 x SC) o Fondaparinux (Arixtra) 1 x /h selama 5 – 8 hari o Aspirin atau Ticlopidine dimulai dari fase akut. o Clopidogrel (Plavix) loading 4-8 tablet dilanjutkan 1 x 1 tab/h o Bila dengan pengobatan tersebut diatas angina belum juga teratasi, dapat ditambahkan antagonis kalsium. Perawatan 1) Rawat diruang rawat intensif sampai keadaan bebas angina lebih dari 24 jam. Selanjutnya pindah ke ruang rawat biasa sambil menyelesaikan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan. 2) Bila angina tak dapat diatasi dalam 48 jam prognosis kurang baik; segera lakukan angiografi koroner. Kalau perlu pasang “Pompa Balon Intra Aorta (PBIA)” 3) Revaskularisasi dilakukan sesuai indikasi. 4) Bila angina dapat dikontrol hentikan heparin setelah 5 hari. 5) Mobilisasi penderita diruangan lalu tentukan fungsi Vki dengan ekokardiografi. 6) Bila terdapat disfungsi ventrikel yang sedang sampai berat, prognosis kurang baik segera lakukan angiografi koroner dan selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi. 7) Bila tak ada disfungsi Vki dalam 2x24 jam. Lakukan ULJB pada penderita bebas angina dengan EKG tanpa kelainan iskemia. Penderita dengan hasil tes risiko tinggi, periksa angiografi koroner dan selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi. 8) Bila hasil ULJB tidak risiko rendah, penderita dipulangkan dan dievaluasi secara berkala. Penyulit yang mungkin timbul 1) Payah jantung 2) Renjatan kardiogenik 3) Aritmia 4) Infark miokard akut Prosedur / tindakan-tindakan yang diperlukan dalam penanganan 1) Angioplasti koroner (AK) 2) Bedah pintas koroner (BPK) Sarana baku 1) EKG 2) Ekokardiografi 3) Foto Rontgen 4) Treadmill / ergometer sepeda 5) Penyadapan jantung 6) Bedah jantung 7) Ruang rawat intensif kardiovaskuler.
15
Catatan : Angina baru Adalah angina yang baru timbul dalam 30 hari terakhir. Dalam literatur dikenal sebagai : New Onset Angina, Recent Angina dan First Onset Angina. Angina tipe ini dipantau sekurang-kurangnya 24 jam. Bila ternyata terjadi progresivitas atau angina berulang saat istirahat, maka penderita segera dirawat diruang rawat intensif dan diobati sebagai angina pektoris tidak stabil. Bila selama pemantauan tidak ditemukan tanda-tanda progresivitas, maka dianggap sebagai angina pektoris stabil dan penderita dapat dipulangkan dengan dilakukan ULJB untuk stratifikasi risiko.
16
ALGORITME TATALAKSANA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL Angina Pektoris Tidak Stabil
Rawat di Ruang Rawat Intensif. Obat-obat : - Aspirin/Ticlopidin/Clopidogrel - Heparin / LMWH - Fondaparinux - Nitrat - Penyekat beta - Antagonis kalsium
Stabil dan bebas sakit dada
Tidak stabil dan sakit menetap > 48 jam
Stop Heparin, Mobilisasi, Tentukan fungsi Vki
Angiografi koroner kalau perlu dengan PBIA
Disfungsi Vki sedang-berat
Tidak
Ya
ULJB Risiko rendah
AngiografiKo roner
AK/BPK
Risiko tinggi
Pulangkan,terapi,Aspirin dan anti angina, evaluasi berkala,pencegahan sekunder
4. PENGENALAN DINI DAN PENANGANAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) Oklusi koroner akut dengan iskemia miokard yang berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel-sel dan infark miokard. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada : 1) Letak dan lamanya sumbatan aliran darah 17
2) Ada tidaknya kolateral 3) Luasnya wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh yang tersumbat. KRITERIA DIAGNOSIS 1) Sakit dada khas infark atau ekuivalen lebih dari 20 menit, tidak hilang dengan pemberian nitrat. 2) Gambaran EKG dan evolusinya yang khas IMA 3) Gambaran laboratorium : peningkatan enzim (CK,CKMB, Troponin-T, dll). DIAGNOSIS BANDING IMA 1) Diseksi aorta 2) Perikarditis akut 3) Emboli paru akut 4) Penyakit dinding dada 5) Sindroma Tietze’s 6) Gangguan gastro intestinal seperti : - Hiatus hernia dan refluks esofagitis. - Spasme atau ruptur esofagus - Kolesistitis akut - Tukak lambung - Pankreatitis akut PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN/DIAGNOSIS 1. Pemeriksaan dasar: anamnesis disertai pemeriksaan fisik. 2. Pemeriksaan penunjang : - EKG istirahat - Laboratorium : sesuai AP tidak stabil - Foto Rontgen dada - Ekokardiografi - ULJB (untuk stratifikasi risiko pasca IMA). 3. Pemeriksaan yang mungkin diperlukan : - Pencitraan radionuklir jantung - Angiografi koroner TERAPI 1. Tindakan umum • Tirah baring di ruang perawatan intensif (kardiovaskuler) • Oksigen 2-4 liter/menit • Pasang akses intra vena (Dextrose 5 % / NaCl 0,9 %) • Pemantauan EKG sampai kondisi stabil Indikasi : - Sampai dengan 72 jam pertama dari IMA - > 72 jam setelah IMA bila hemodinamik tidak stabil, iskemia yang menetap atau aritmia. - Tersangka IMA (“rule out” infarction) selama 12-36 jam pertama. - Dengan alat Pacu Jantung Sementara (PJS). •
Pemeriksaan Laboratorium : 18
1) Foto Rontgen 2) Darah : darah rutin, enzim jantung serial, Trop-T, panel lipid, gula darah, K+, kreatinin. 3) Urine rutin • •
Diet : Puasa 8 jam. Kemudian beri makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama lalu dilanjutkan dengan 1300 kalori, rendah garam, rendah lemak. Buang air besar : obat pelunak tinja kalau perlu kursi komod.
•
Atasi rasa sakit dengan : 1) Nitrat sublingual atau “spray”, Nitrat intra-vena, bila sakit iskemik berulang atau berkepanjangan. Indikasi kontra : TD sistotik < 90 mmHg, Takikardia, Bradikardi. 2) Morfin sulfat 2,5-5 mg i.v dapat diulang tiap 5-30 menit sampai rasa sakit hilang, atau : 3) Pethidin HCl 25-50 mg i.v dapat diulang tiap 5-30 menit sampai rasa hilang, atau : 4) Tramadol inj. 25-50 mg i.v • Atasi rasa takut dan gelisah dengan : Diazepam 5 mg i.v atau oral • Atasi bradikardia dengan : Sulfas atropin 0,5 mg i.v, bila perlu diulang tiap 5 menit, maksimal 2 mg Indikasi : 1) Sinus bradikardia dengan tanda-tanda curah jantung rendah dan hipoperfusi perifer atau adanya ekstra sistol ventrikel yang frekuen. 2) Infark akut inferior dengan blok AV derajat 2 tipe 1 yang simtomatik. 3) Bradikardia dan hipotensi akibat nitrogliserin. 4) Mual dan muntah akibat morfin 5) Asistol. • Atasi aritmia ventikuler dengan : Lidokain, bolus 1 mg/kg BB, bila perlu tambah ½ mg/kg BB tiap 8-10 menit, dosis maksimal : 4 mg/kg BB. Dosis pemeliharaan 1-2 mg/menit. 2. Tindakan Khusus : 1) Pemantauan dengan kateter Swan Ganz sesuai indikasi. (lihat indikasi baku pemasangan kateter Swan Ganz) 2) Monitor tekanan intra arteri. 3) Defibrilasi listrik DC : dilaksanakan sesuai ketentuan RJP yang ditetapkan AHA dan ACC (lihat buku panduan resusitasi jantung paru RSJHK). 4) Pompa Balon Intra Aorta (PBIA) sesuai indikasi (lihat prosedur baku pemasangan PBIA). 5) Alat pacu jantung sementara sesuai indikasi. (lihat prosedur baku pemasangan pacu jantung sementara) 6) Pengobatan : i. Trombolisis (lihat prosedur baku trombolisis) ii. Non-trombolisis : a. Aspirin : dosis = 160-325 mg/hari (langsung sebelum trombolisis). b. Antikoagulan : - Pada IMA yang sudah lewat 12 jam tidak diberikan trombolisis. Diberikan heparin bolus i.v 5000 unit dilanjutkan dengan infus 19
selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nila kontrol. Pada infark dengan payah jantung, mobilisasi lambat, penderita gemuk, heparin diberikan 5000 unit subkutan setiap 12 jam setelah skema heparin selesai. - Dapat juga diberikan Low Molecular Weight Heparin (LMWH) (Fraxiparin atau Lovenox) atau Fondaparinux (Arixtra) - Pada infark miokard akut anterior transmural yang luas, anti koagulan diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesis yang luas didaerah apeks Vki antikoagulan oral (sintrom / warfarin) diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. - Anti koagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3). c. Penyekat beta : diberikan bila tidak ada kontra indikasi. d. Penghambat ACE (ACE Inhibitor) : diberikan bila keadaan klinis mengijinkan. e. Nitrat : diberikan untuk meningkatkan aliran darah epikardial kecuali jika terdapat hipotensi. Semua penderita IMA yang masih dalam masa 12 jam dengan elevasi segmen ST atau adanya LBBB yang baru segera diberikan aspirin dan trombolisis bila tidak ada indikasi kontra. Penyekat beta diberikan bila tidak ada indikasi kontra. Trombolisis dilakukan dengan streptokinase (SK) ,Tissue Plasminogen Activator (TPA) dengan sistem “front loading”, IMA luas atau pernah mendapat streptokinase kurang dari 1 tahun. Penderita kemudian dirawat diruang rawat intensif. Pada penderita-penderita dengan renjatan kardiogenik atau edema paru, penderita dengan kontra indikasi pengobatan trombolitik dan penderita pasca trombolitik yang masih ada angina atau berulang atau hemodinamik tidak stabil, segera dilakukan angiografi koroner bila memungkinkan dan dilanjutkan revaskularisasi sesuai indikasi. PENYULIT YANG MUNGKIN TIMBUL 1. Payah jantung 2. Renjatan kardiogenik 3. Ruptur korda 4. Ruptur septum 5. Ruptur dinding bebas 6. Aritmia gangguan hantaran 7. Aritmia gangguan pembentukan rangsangan 8. Perikarditis 9. Sindroma Dresler 10. Emboli Paru
PROSEDUR/TINDAKAN YANG DIPERLUKAN DALAM PENANGANAN 1. Pemasangan PJS 2. Pemasangan kateter Swan Ganz 3. Pemasangan PBIA 4. Angiografi koroner 20
5. Angioplasti koroner (AK) 6. Bedah pintas koroner (BPK) SARANA BAKU 1. EKG 2. Ekokardiografi 3. Foto Rontgen dan fluoroskopi 4. Treadmill 5. Ruang rawat intensif kardiovaskuler 6. Radiologi nuklir 7. Penyadapan jantung
ALGORITME TATALAKSANA INFARK MIOKARD AKUT (IMA) IMA dengan masa 12 jam Dengan EKG elevasi segmen ST atau LBBB 21
Aspirin 160-325 mg. Penyekat beta, Heparin/ LMWH IV, kecuali diberi trombolitik SK
Renjatan atau edema paru
Trombolitik tidak memenuhi syarat
Trombolitik memenuhi syarat
Trombolisis : TPA 100 mg bila : - IMA 0-4 jam - Umur < 75 th - Anterior IMA - IMA luas - Pernah SK<1 thn SK 1,5 juta unit/1-2 jam
Darurat (*) Angiografi AK
- Angina menetap - Angina berulang atau - Hemodinamik tidak stabil
(*) : Bila memungkinkan
Stabil Ruang rawat kardiovaskuler intensif
5. TROMBOLISIS INTRA VENA PADA INFARK MIOKARD AKUT TUJUAN Melarutkan trombus yang menyumbat arteri koroner pada serangn infark miokard akut. INDIKASI 1) Indikasi : a) Usia kurang dari 75 th. b) Dalam 12 jam sejak mulainya sakit dada khas infark. 22
c) Elevasi segmen prekordial > 0,1 m V pada sekurang-kurangnya 2 sandapan “contiguous” atau adanya LBBB baru. 2) Indikasi kontra mutlak : a) Riwayat stroke perdarahan tanpa melihat kapan terjadinya ; stroke lainnya atau kejadian cerebovaskuler dalam 1 tahun terakhir. b) Neoplasma intra kranial c) Perdarahan internal aktif (tidak termasuk menstruasi) d) Curiga diseksi aorta 3) Indikasi kontra relatif / Hati-hati : a) Hipertensi severe tidak terkontrol sewaktu masuk (TD > 180/110 mmHg). b) Riwayat kejadian cerebovaskuler sebelumnya atau kelainan intracerebral lainnya yang tidak tercantum dalam indikasi kontra. c) Sedang dalam dosis antikoagulan (INR ≥ 2-3) ; diathesis perdarahan yang diketahui. d) Trauma baru (dalam 2-4 minggu), termasuk trauma kepala atau CPR yang traumatik atau berkepanjangan ( > 10 menit ) atau operasi besar (< 3 minggu). e) Tusukan vaskuler yang tak dapat di kompressi. f) Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu). g) Pemberian streptokinase atau anistreplase (khususnya antara 5 hari – 2 tahun) atau riwayat alergi sebelumnya. h) Kehamilan i) Ulkus peptikum aktif j) Riwayat hipertensi kronis PERSIAPAN 1. Penjelasan kepada penderita / keluarga mengenai tujuan, manfaat dan kemungkinan komplikasi tindakan dan “informed consent”. 2. Pemeriksaan penunjang yang mencakup EKG lengkap, Foto Rontgen dada, darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan, APTT, trombosit, fibrinogen, enzim CK dan CKMB, elektrolit. 3. Sediakan monitor EKG, defibrilator dan obat-obat resusitasi kardio-pulmoner. PELAKSANAAN 1. Pasang monitor EKG. 2. Nitrat 1-2 tablet sublingual sambil melihat perubahan pada segmen ST. 3. Pasang I.V cath no. 22 pada lengan kiri penderita dan hubungkan dengan buret 100 cc dan botol NaCl 0,9 %. Hindari tusukan yang tidak perlu. 4. Pasang I.V cath no. 20 pada lengan kanan penderita, gunakan untuk mengambil darah atau jalan obat dan hubungkan dengan Heparin lock jika tidak sedang dipakai. 5. Diberikan Steptokinase (Streptase) dengan dosis 1,5 juta U dilarutkan dalam 200 ml Dextrose 5% dan diberikan IV selama 1 atau 2 jam. 6. Bila menggunakan recombinant tissue Type Plasminogen Activator (TPA). Gunakan metoda akselerasi, yaitu : Bolus 15 mg I.V, lalu lanjutkan 0,75 mg/kg BB (max. 50 mg) dalam drip selama ½ jam dan dilanjutkan 0,50 mg/kg BB (max. 35 mg) selama 1 jam. Sebelum TPA, berikan Heparin bolus 5000 unit dan dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam dengan menyesuaikan dosis agar APTT berkisar 1,5-2 kali nilai kontrol. 7. Dilanjutkan dengan Heparin /LMWH selama 3 – 5 hari atau Fondaparinux selama 5 – 8 hari tergantung dari luasnya IMA. 23
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PASCA TINDAKAN 1. Periksa tanda vital tiap 15 menit. 2. Hipotensi dapat terjadi pada pengobatan trombolitik. Bila terjadi lakukan posisi Trendelenburg, obat trombolitik dihentikan sementara. Beri 100-250 cc NaCl 0,9 % untuk mengatasi hipovolemi relatif ini. Obat trombolitik dapat diberikan kembali bila tekanan darah membaik. 3. Bradikardia. Bila denyut jantung kurang dari 50 kali/menit, apalagi disertai hipotensi dapat diberikan Sulfas atropin 0,5 mg I.V. 4. Sakit dada dapat diatasi dengan Morphin sulfat 2,5-5 mg I.V atau Pethidin 25-50 mg I.V. Bila sakit dada terus berulang dan hemodinamik baik, berikan drip Nitrogliserin I.V. 5. Pada perdarahan yang sedang atau berat, hentikan obat trombolitik dan heparin. 6. Reaksi alergi seperti erupsi kulit, urtikaria, bibir bengkak dan kulit kemerahan mendadak (flushing) diatasi dengan antihistamin dan steroid. 7. Pantau APTT setiap 12 jam sekali selama dalam infus Heparin. 8. EKG lengkap setiap 24 jam selama di ruang rawat intensif kardiovaskuler.
6. PACU JANTUNG SEMENTARA PADA INFARK MIOKARD AKUT TUJUAN Memperbaiki curah jantung dengan mengoptimalkan ventrikel kiri (Vki). INDIKASI 1. Asistol 2. Blok AV total 3. RBBB dengan LAHB atau LPHB yang terjadi sewaktu IMA.
24
PERSIAPAN 1. Persetujuan tindakan medis. 2. Siapkan monitor EKG, defibrilator, generator pacu, elektroda pacu. 3. Cek baterai generator pacu. 4. Siapkan alat fluoroskopi di ruang tindakan. PELAKSANAAN 1. Pasang monitor EKG. 2. Bersihkan daerah inguinal / fossa kubiti dengan larutan Betadine dan alkohol 70 %. 3. Infiltrasi anestesi lokal dengan lidokain. 4. Pasang selongsong kateter secara perkutan di dalam v. femoralis / v. mediana kubiti. 5. Masukkan elektroda pacu melalui selongsong (sheath), dorong sampai masuk ke Vka bagian apeks. Penempatan elektroda pacu dibantu dengan fluoroskopi. 6. Sambungkan ujung elektroda pacu dengan generator. 7. Hidupkan generator pacu. 8. Sesuaikan rate dan mili amper agar capture dan pacu efektif. 9. Tentukan ambang pacu. 10. Tentukan ambang kepekaan. 11. Set pacu jantung pada rate yang diinginkan, set mili ampere 2-3 x ambang pacu dan set kepekaan maksimal. 12. Fiksasi elektroda pacu dengan dijahit di tempat insersinya. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PASCA TINDAKAN 1. Segera Foto Rontgen dada untuk memastikan posisi yang benar dari elektroda pacu. 2. Perawatan luka. 3. Periksa ambang pacu dan ambang kepekaan tiap hari. 4. Antibiotika sesuai pola kuman. KOMPLIKASI 1) Aritmia 2) Henti jantung 3) Perforasi jantung 4) Dislokasi / fraktur elektroda pacu 5) Pneumotorak 6) Trombofebilitis 7) Infeksi
7. REHABILITASI TUJUAN UMUM Memulihkan penderita sesegera mungkin pada kehidupan yang aktif dan produktif. TUJUAN KHUSUS 1. Memulihkan penderita penyakit kardiovaskuler pada keadaan fisiolopsi-kososial dan vokasional secara optimal. 2. Mencegah progresiVitas proses aterosklerosis atau mengupayakan regresi pada penderita PJK yang berisiko tinggi untuk PJK. 25
3. Menurunkan risiko kematian mendadak atau reinfark dan menghilangkan angina . INDIKASI 1. Penderita pasca IMA,AP stabil, PJK tanpa keluhan (Silent Ischemia), penderita dengan faktor risiko koroner tinggi (hipertensi, hiperkolesterolemia, DM, obesitas). 2. Pasca CABG dan PTCA. 3. Pasca bedah katup dan bedah korektif kelainan jantung bawaan. 4. Gagal jantung . 5. Pasca Stroke . KONTRA INDIKASI 1. AP tidak stabil 2. Tekanan darah sistolik diatas 200 mm Hg atau tekanan darah sistolik diatas 100 mm Hg. 3. Penurunan tekanan darah sistolik yang bermakna (20 mm Hg atau lebih) dari tekanan darah harian rata-rata yang dapat dikaitkan dengan pengobatan. 4. AS moderat sampai berat. 5. Penyakit sistemik akut atau demam. 6. Aritmia atrial atau ventrikuler yang tidak terkontrol. 7. Takikardia yang tidak terkontrol. 8. Gagal jantung kongesif yang tidak terkompensasi (kelas III-IVNYHA). 9. Blok AV derajat 3 tanpa pacu jantung. 10. Perikarditis atau miokarditis akut. 11. Emboli yang baru. 12. Tromboplebitis. 13. EKG istirahat menunjukkan depresi ST lebih dari 3 mm. 14. DM yang tidak terkontrol. 15. Problem ortopedi yang tidak mengijinkan latihan. Indikasi untuk suatu prosedur klinis maupun terapi pada tiga kelas yaitu : * Klas I : Kondisi dimana telah terbukti dan atau tercapai kesepakatan umum bahwa prosedur yang dilakukan atau pengobatan yang diberikan memang bermanfaat dan efektif. * Klas II : Kondisi dimana masih ada kontroversi bukti dan atau perbedaan pendapat tentang kegunaan atau efektivitas dari suatu prosedur atau mengobatan. - II.a. Bobot kearah bukti atau pendapat lebih mendukung menfaat / efektivitas. - II.b. Bobot kearah bukti atau pendapat kurang mendukung menfaat/ efektivitas. * Klas III : Kondisi dimana baik bukti dan atau kesepakatan tidak menunjukkan adanya manfaat / efektifitas dan dalam beberapa hal mungkin membahayakan. PERSIAPAN 1. Penderita dirujuk oleh dokter yang merawat atau yang bertugas. 2. Tidak ada kontraindikasi. 3. Telah terjadwal untuk program rehabilitasi. PELAKSANAAN 1. Tim rehabilitasi telah mengevaluasi keadaan penderita sebelum memberikan program. 2. Lakukan stratifikasi risiko (risiko rendah, sedang atau tinggi). 3. Rehabilitasi dilaksanakan sesuai fase (I,II atau III).
26
Pada fase-I program rehabilitasi diberikan untuk mengatasi akibat negatif tirah baring (deconditioning), baik oleh karena sakit atau karena tindakan pembedahan. Lamanya bervariasi antara 7 – 14 hari. Dipulangkan setelah melalui Uji Latih Jantung dengan Beban (Presdischarge Exercise Test) sasaran penderita mampu berjalan 1,5 km (3 mets). Pada fase-II (Intervensi) program diberikan untuk mengatasi perkembangan penyakit lebih jauh (progresivitas) dengan diberikan edukasi / reedukasi terhadap faktor risiko koroner, evaluasi psikososial (tipe kepribadian), vokasional (adaptasi terhadap pekerjaan yang sesuai) maupun sekdual (marital). Diharapkan dalam tempo 4 minggu dan paling lama 8 minggu penderita telah mampu menyelesaikan program, sasaran penderita mampu berjalan > 3 km dalam 30 menit (mets) dan mampu bekerja kembali. Pada fase-III (Pemeliharaan) program diberikan dengan tujuan memelihara sekaligus mencegah progresivitas malahan mencoba proses regresi, dengan memberikan latihan terpadu (fisik, mental dan pengaturan diet) dalam tempo 6 bulan diharapkan proses regresi telah timbul. Panduan Stratifikasi Resiko : TINGKAT RISIKO Rendah
Sedang
Tinggi
-
KARAKTERISTIK Tidak ada komplikasi selama perawatan Tidak ditemukan tanda iskemia miokard Kapasitas fungsional > 6 Mets LV fungsi normal (EF > 50 %) Tidak ditemukan Aritmia Ventrikel yang bermakna Segmen Depresi ST > 2 mm, horisontal atau down sloping Defek Thallium yang reversibel Fungsi LV antara 35-49 % Angina pektoris yang baru Infark yang baru dan luas (> 35 % dari LV) Fungsi LV yang jelek (EF < 35 %) Tekanan darah sistolik menurun atau tidak bisa melampaui 10 mm Hg saat uji latih, berulang-ulang 24 jam setelah perawatan Kapasitas fungsional < 3 mets dengan reaksi hipotensif atau depresi ST > tinggi.
FASE I B Fase I (Penderita yang dirawat di RS lamanya 2 minggu dengan stratifikasi risiko sedang dan tinggi) Ruang Hari Aktifitas Paraf CVCU 1 Istirahat ditempat tidur 2 Latihat ditempat tidur berupa latihan pernafasan. Latihan gerak pasif dan aktif - Pengenalan tim serta program rehabilitasi - Penilaian psikologi - Pendidikan kesehatan mengenai penyakit jantung dan segala aspeknya 27
3 4 5
Latihan sambil duduk ditempat tidur / dikursi Rawat Latihan sambil berdiri Latihan pemanasan dengan senam peregangan, jalan disekitar tempat tidur target 50 m, pendinginan 6 Jalan dilanjutkan dengan target 100 m 7 Jalan dilanjutkan dengan target 200 m Gimnasium (Pemasangan monitoring alat telemetri) 8-9 Jalan dilanjutkan dengan target 500 m 10 Jalan dilanjutkan dengan target 1000 m 11 Jalan dilanjutkan dengan target 1500 m 12-13 Evaluasi program dengan tes treadmil sebelum pulang ke rumah 14 Penyuluhan seksual FASE I A PROGRAM REHABILITASI FASE I DENGAN STRATIFIKASI RISIKO RENDAH, LAMANYA 7 HARI TK 1.
• • •
2.
• •
3.
•
• 4.
• • •
Latihan dengan pengawasan Gerakan aktif dan pasif dari anggota gerak ditempat tidur Berikan sekstensi pada tumit Ulangi pada jam-jam selanjutnya pada saat pasien terjaga Gerakan aktif seluruh anggota gerak Duduk ditepi tempat tidur
Aktifitas CCU / Ruangan Merawat diri dengan bantuan : • Makan sendiri kaki terjuntai disamping • Duduk dikursi 15 menit 1-2 sehari
Pendidikan, Aktifitas Rekreatif Pengenalan : • Ruangan CCU • Hal-hal dirawat • Alat-alat yang diperlukan
•
Pengertian kepada : • Tim rehabilitasi • Program • Penilaian psikologi • Bahan-bahan pendidikan • Rencana pindah dari CCU • Anatomi dan fungsi jantung normal • Proses aterosklerosis • Serangan jantung • Aktifitas 1-2 METS
Duduk dikursi 15-30 menit 3 x sehari • Merawat diri tanpa bantuan
Latihan pemanasan 2 • Duduk dikursi METS didahului dengan waktu tak dengan senam terbatas (peregangan otot) • Pindah ruangan Jalan pelan-pelan 2 x dengan kursi roda, 50 m jalan disekitar kamar. Senam peregangan • Sesuai dengan • Faktor risiko koroner kemampuan kapan dan cara mengatasi. Jalan 2 x 100 m saja dapat Belajar menghitung meninggalkan tempat denyut nadi tidur • Jalan ke kamar
28
5.
• • • •
6.
• • • •
7.
• • • • •
mandi, tetapi dengan pengawasan Senam 3 METS • Jalan keruang tunggu • Diet Mengecek hitungan • Jalan ketempat • Kebutuhan energi telepon Mencoba menaiki • Pekerjaan yang beberapa anak tangga • Jalan ke gang rumah memerlukan tangga sakit 2-3 METS Jalan 2 x 200 m bolak-balik Serangan jantung : Aktivitas terdahulu • Mandi sendiri dilanjutkan • Dengan pengawasan Penanggulangan • Obat-obatan Turun tangga ke ruangan sendiri • Latihan (kembali dengan lift) Jalan 2 x 500 m • Operasi Persiapan latihan • Mengatasi keluhan dirumah keluarga, penyesuaian dengan keadaan rumah • Aktivitas Aktivitas terdahulu Melanjutkan aktivitas • Rencana pulang dilanjutkan • Obat-obatan Naik beberapa anak • Diet tangga • Aktivitas fisik Jalan 2 x 1000 m • Rencana rehab Latihan dirumah lanjutan diteruskan • Jadwal tes jantung Program latihan • Kembali bekerja berjalan • Pendidikan dan penyuluhan Preventif Sekunder : (Berhenti merokok, islipidemia, Obesitas, menurunkan berat badan, kontrol hipertensi, DM, stres dan tipe kepribadian)
FASE II
(Intervensi, 4 – 8 minggu)
1) Program latihan 3 kali seminggu • Senam pemanasan, kalistenik • Program jalan dan sepeda statis disesuaikan dengan hasil treadmil • Pendinginan 2) Penyuluhan kesehatan • Penyuluhan mengenai jantung dan pembuluh darah 29
• • • • •
Penyuluhan psikologi, individu / terapi group Penyuluhan berhenti merokok Penyuluhan gizi Penyuluhan mengenai pekerjaan Penyuluhan aktifitas seksual dan perkawinan
3) Evaluasi tes treadmil • 4 minggu Target 6 mets •
8 minggu
FASE III • • • •
(Pemeliharaan, 3 – 6 bulan)
Program latihan diluar / lapangan terbuka Merupakan program pemeliharaan Bergabung dengan klub Jantung Sehat Evaluasi program dengan tes treadmil 3 dan 6 bulan target 6-8 mets.
8. HIPERTENSI URGENSI Tujuan Menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam. Indikasi - Hipertensi akselerasi / hipertensi maligna - Infark otak aterotrombotik 30
-
-
Pembedahan : i) Hipertensi berat sebelum pembedahan ii) Hipertensi pasca bedah iii) Hipertensi berat iv) Pasca transplantasi Luka bakar luas Rebound hypertension.
Persiapan - Hipertensi urgensi umumnya cukup diberikan pengobatan secara oral kecuali bila penderita tidak dapat menelan. - Penderita dirawat di ruang perawatan intensif. - Dijelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita dan keluarganya. - Pengobatan dapat dilakukan secara berhati-hati satu atau lebih obat antihipertensi secara oral dan kemudian dievaluasi hasil pengobatan tersebut dari waktu ke waktu dalam waktu 24 jam. - Pilihan obat-obat untuk hipertensi adalah sebagai berikut : Jenis Obat Nifedipin Kaptropil Klonidin Labetalol
Dosis 5-10 mg sub lingual 6,5 – 50 mg sub lingual 0,2 mg permulaan dilanjutkan dengan 0,1 mg/jam sampai total 0,8 mg 200 – 400 mg
Saat Mulai 5 - 15 menit 15 menit ½ - 2 jam
Lama Kerja 3 - 5 jam 4 - 6 jam 6 – 8 jam
½ - 2 jam
Pemantauan - Awasi tekanan darah tiap jam dalam waktu 24 jam pertama. - Hindari penurunan fungsi organ target seperti otak, jantung dan ginjal.
9. HIPERTENSI EMERGENSI Tujuan Keadaan yang membutuhkan pengobatan cepat untuk hipertensinya. Indikasi 1. Serebrovaskuler : - Hipertensi ensefalopati - Pendarahan intra-serebral - Pendarahan sub-arahnoid 2. Jantung : - Diseksi aorta akut - Kegagalan Vki - Bedah pintas koroner akut
31
3. Ekses katekolamin : - Krisis feokromositoma - Interaksi MAO inhibitor dengan obat / makanan - Penyalahgunaan simatomimetik (kokain) - Eklamsi - Trauma kepala - Perdarahan pasca bedah vaskuler - Epistaksis berat Persiapan 1. Fisik : Tekanan darah : - Pemeriksaan funduskopi - Keadaan paru jantung - Pemeriksaan keseimbangan cairan dan elektrolit 2. Evaluasi laboratorium : - Hematokrit - Analisa air seni - Gula darah, kreatinin dan elektrolit - Renin dan aldosteron serum - Metanefrin air seni - Foto rontgen dada - Elektrokardiogram 3. Gambaran klinik yang khas : - Tekanan darah: diastolik > 140 mmHg. - Funduskopi : perdarahan, eksudat, edema. - Syaraf : nyeri kepala, gelisah, mengantuk, mata kabur, kejang-kejang dan koma. - Jantung : bendungan jantung dan jantung membesar - Ginjal : Oliguria dan asotemia - Saluran makanan : mual & muntah Pelaksanaan - Penderita haruslah rawat tinggal di ruang rawat intensif. - Jelaskan pada keluarga dan penderita tindakan-tindakan yang akan diambil. - Perhatikan adanya stroke, iskemia miokard dan pendarahan. - Siapkan jalur intravena untuk pemberian obat dan bila obat-obatan sebagai berikut : Jenis Obat Nitroprusid Nitrogliserin Diasoksid Hidralasin -
Dosis Obat 0,25 – 10 mcg/kg BB/mm 0,5 – 8 mcg/kg BB/mm 50 – 100 mg bolus 15 – 30 mg/menit 1 – 20 mg I.V 10 – 50 hg i.m
Saat Mulai Segera 2 – 5 menit 2 – 4 menit
Lama Kerja 1 – 2 menit 3 – 5 menit 6 – 12 jam
10 – 20 menit 10 – 30 menit
3 – 8 jam
Kriteria pemilihan obat : a. Nitroprusid umum digunakan pada segala jenis hipertensi krisis. b. Nitrogliserin baik pada hipertensi krisis dengan disfungsi sistolik dan insufisiensi penyakit jantung koroner. 32
c. Hati-hati dengan pemberian Diasosid pada hipertensi krisis dengan kondisi jantung buruk. d. Hidralasin sering digunakan pada hipertensi pasca bedah. Pemantauan - Pemantauan ketat terhadap penurunan tekanan darah yang cepat khususnya pada orang tua. - Pemantauan ketat akan fungsi-fungsi organ target seperti otak, jantung dan ginjal.
10. STENOSIS MITRAL (SM) Kriteria diagnosis 1. Anamnesis : Keluhan dapat berupa debar-debar karena takikardia/fibrilasi atrium, dispnu, takipnu, ortopnu, batuk darah, atau keluhan karena tromboemboli. 2. Pemeriksaan fisik :
33
3. 4. 5. 6.
Facies mitral, thrill diastolik (thrill diastolic), bunyi jantung satu keras, opening snap, bising mid diastolik (mid-diastolic murmur), bising presistolik. EKG : P mitral, deviasi aksis kanan (DAKa), Hipertrofi ventrikel kanan (Vka). Foto Rontgen dada : Pembesaran atrium kiri (Aki), Vka, segmen pulmonal menonjol, tanda-tanda bendungan vena pulmonalis. Laboratorium : Pemeriksaan khusus untuk menegakkan ada tidaknya reuma aktif, leukositosis, ASTO, CRP. Ekokardiografi : - Dilatasi Aki, Vka. - Dooming katup mitral, nilai skor katup mitral. - Ada tidaknya trombus di Aki.
Diagnosis banding Pemeriksaan auskultasi yang menyerupai stenosis mitral Bunyi jantung I keras dan snaping Diastolik awal opening snap Bising diastolik rumbling
Bising presistolik kresendo
Keadaan hiperkinetik Miksoma, konstriktif perikarditis, stenosis trikuspid. Regurgitasi aortik, kardiomiopati, miokarditis, stenosis trikuspid, miksoma Aki, penyakit katup orta, regurgitasi mitral, pirai kiri kanan. Regurgitasi aorta, kardiomiopati (hipertrofi, restriktif) stenosis triskupid, miksoma Aki.
Pemeriksaan yang diperlukan 1. Pemeriksaan dasar: - Anamnesis dan pemeriksaan fisik - EKG - Foto Rontgen dada - Laboratorium 2. Pemeriksaan penunjang : - Ekokardiografi - Penyadapan jantung bila akan dilakukan valvuloplasti mitral dengan balon (VMB) - Angiografi koroner bila usia > 40 th.
Terapi 1) Pengelolaan medik - Penggunaan obat-obatan untuk mengatasi keluhan atau akibat-akibat adanya obstruksi katup mitral. - Penggunaan obat-obatan sebagai pencegahan sekunder demam reumatik. - Penggunaan obat-obatan sebagai pencegahan terhadap endokarditis infektif.
34
Pengelolaan medikamentosa i) Obat-obatan untuk mengatasi gangguan akibat adanya obstruksi mekanis. - Digitalis : Lanoksin, Digoksin - Diuretik : Furosemid, Spironolakton, HCT - Suplemen Elektrolit : Diberikan sesuai : KCl/infus (tak boleh > 20 meq/jam) Kalium oral : KD, Aspar K - Antikoagulan : Sintrom - Antiaritmia : Kordaron, Sulfas kinidin ii) Obat-obatan pencegahan sekunder demam reumatik. - Penadur LA. - Pensillin V-oral. - Sulfadiasin. iii) Pengobatan untuk mencegah terhadap endokarditis infektif. - Ampisilin - Eritromisin 2) Intervensi a) Intervensi non bedah : Valvuloplasti Mitral dengan Balon (VMB) Indikasi : Atenosis Mitral (SM) simptomatik dengan Area Katup Mitral (AKM) < 1,5 cm2, nilai skor Mitral kurang dari 10. Kontraindikasi : - Bukti objektif adanya trombus di LA; penderita stroke kurang dari 6 bulan. - Regurgitasi Mitral derajad III seller atau lebih Endikarditis infektif. b) Intervensi bedah Indikasi : Penderita stenosis mitral simptomatis, area katup Mitral < skoring mitral ≥ 10, trombus di Aki. 1. Reparasi katup mitral : Penderita yang secara teknis memungkinkan dilakukan reparasi/repair katup mitral, (komisurotomi, valvulotomi, anuloplasti, rekonstruksi korda/muskulus papilaris) 2. Penggantian katup mitral : - Katup bioprotesa : o Penderita muda / anak < 20 th o Wanita yang masih ingin hamil o Penderita dengan kontraindikasi antikoagulan (termasuk orang tua). - Katup mekanik : Selain penderita diatas. c) Konversi elektif. Perawatan 1. Penderita stenosis mitral dengan klas fungsional III-IV perlu perawatan diruang intensif, bila membaik bisa pindah ke ruang perawatan biasa, untuk persiapan tindakan lebih lanjut. 2. Masa pemulihan.
35
Penderita pasca vavuloplasti balon yang berhasil tanpa komplikasi dirawat 1 hari paska tindakan. Bila perlu konversi listrik (DC shock) dilakukan 3 hari pasca vavuloplasti balon dengan mendapat kordaron sebelumnya. Penderita pasca operasi perbaikan / penggantian (repair/replace) katup mitral dirawat diruang intensif 1-2 hari, kemudian ke ruang perawatan 5-7 hari pasca operasi. 3. Prognosis. Vavuloplasti dan bedah katup mitral yang berhasil mempunyai prognosis yang baik. Penyulit yang timbul Tergantung beratnya stenosis mitral serta kondisinya dapat timbul penyulit, edema paru akut, trombo emboli, hemoptu, endokarditis efektif. Prosedur-prosedur / tindakan-tindakan yang diperlukan dalam penanganan 1. Valvuloplasti balon 2. Bedah katup reparasi atau penggantian katup mitral 3. Angiografi koroner bila usia > 40 th 4. Konversi elektrik Sarana baku 1. EKG 2. Foto Rontgen dada 3. Ekokardiografi 4. Defibrilator 5. Penyadapan jantung 6. Bedah jantung
11. REGURGITASI MITRAL (RM) Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : Keluhan dapat berupa berdebar-debar karena takikardia/fibrilasi atrium, dispnu, takipnu, riwayat reuma. 36
2. Pemeriksaan fisik : Bising pasistolik dari apeks ke axilla. 3. EKG : P mitral, hipertrofik Vki. 4. Foto rontgen dada : Pembesaran atrium kiri, Vki dan tanda-tanda bendungan vena pulmonalis. 5. Laboratourium : Pemeriksaan khusus untuk menegakkan ada tidaknya reuma aktif ; Leukositosis, ASTO, CRP. 6. Ekokardiografi : - Dilatasi Aki, Vki - Gambaran katup dan korda - Derajat regurgitasi Diagnosis Banding 1. Pemeriksaan auskultasi yang menyerupai RM. 2. Holosistolik : - Regurgitasi triskupid - Defek septum ventrikel Pemeriksaan yang Diperlukan 1. Pemeriksaan Dasar : - Anamnesis dan pemeriksaan fisik - EKG - Foto rontgen dada - Laboratorium 2. Pemeriksaan Penunjang : - Ekokardiografi - Penyadapan dan angiografi koroner bila usia > 40 tahun Terapi A. Pengelolaan medik 1. Penggunaan obat-obatan untuk mengatasi keluhan atau akibat-akibat adanya regurgitasi katup mitral. a.Vasodilator, untuk mengurangi regurgitasi dapat dipakai : Penghambat ACE, Penyekat alfa 1. b.Digitalis sebagai inotropik dan untuk memperpanjang pengisian diastolik bila terdapat fibrilasi atrium : Lanoksin I.V-oral, Digoksin. c.Diuretik Mengurangi cairan tubuh yang terbendung, tergantung kebutuhan. Dapat diberikan Furosemide I.V, atau oral. d.Suplemen elektrolit Mengganti elektrolit yang keluar akibat pemakaian diuretik jangka panjang. Diberikan sesuai kebutuhan : KCI / infus dan Kalium oral. e.Antiaritmia Untuk mengatasi aritmia yang timbul terutama atrium fibrilasi, flutter atrium atau bila akan dilakukan kardioversi : Kordaron, Sulfas kinidin. 2. Obat-obatan pencegahan sekunder demam reumatik. Diberikan kepada semua penderita yang pernah atau dugaan kuat pernah menderita demam reumatik, dengan karditis seumur hidup dan tanpa karditis minimal sampai umur 25 tahun. a. Bensatin pinisilin injeksi (penadur LA) b. Penisilin V. oral 37
3. Pengobatan pencegahan terhadap endokarditis enfektif. Diberikan kepada penderita-penderita yang mempunyai risiko terjadinya endokarditis, jika akan menjalani tindakan yang potensial menyebabkan bakterimia misal : tindakan dental, saluran nafas, genito uriner, gastro intestinal, vena dalam. a. Ampisilin atau b. Erotromisin B. Intervensi Intervensi bedah : a. Indikasi : penderita RM asimptomatik (KF I-II NYHA). Tanda-tanda perburukan fungsi Vki, R M derajat 3-4 +/- atau b. Indikasi : penderita RM simptomatik (KF III-IV NYHA). Fungsi LV tak terlalu buruk RM derajat 3-4, PJK +/- Reparasi katup mitral Pada penderita yang secara teknis memungkinkan dilakukan reparasi (repair) katup mitral. - Pengganti katup mitral 1. Katup bioprotesa : - Penderita muda/anak < 20 th - Wanita yang masih ingin hamil - Penderita dengan kontra indikasi antikoagulan (termasuk orang tua) 2. Katup mekanik : selain penderita diatas ( lihat algoritma ) Perawatan - Perawatan RM dengan : Hemodinamik stabil diruang perawatan biasa hemodinamik tak stabil di ruang kardiovaskuler (CVC) atau ruang semi intensif (Intermediate Ward). - Masa pemulihan : 1-2 minggu - Prognosis : dubia Penyulit yang mungkin timbul - Keadaan curah jantung rendah - Edema paru akut - Emboli otak Tindakan-tindakan yang diperlukan dalam penanganan - Bila terjadi gagal nafas, perlu intubasi dan pemakaian respirator. - Emboli otak perlu pemberian anti-koagulan. Standar baku - EKG - Foto rontgen dada - Ekokardiografi - Defribilator - Penyadapan jantung dan atau angiografi koroner - Bedah jantung 12. PENGELOLAAN STENOSIS AORTIK Kriteria diagnosis 1. Anamnesis
: Keluhan cepat lelah, nafas pendek atau sesak nafas seperti dispne, tikpnu ortopne, sinkop, gangguan peredaran darah otak sepintas. Kadang mengeluh sakit dada (angina pectoris) 38
2. Pemeriksaan fisik : Thrill sistolik, bunyi jantung dua lemah, bising ejeksi sistolik, bruit pada a. koratis (menjalar keleher). 3. EKG : Deviasi aksis kiri (DAKi), hipertropik Vki 4. Foto rontgen dada : Segmen aorta menonjol. 5. Laboratorium : Tidak ada kelainan spesifik. 6. Ekhokardiografi : - Hipertrofi Vki - Dooming sistolik katup aorta - Kekakuan dan ketebalan katup aorta (tricuspid) - Katup aorta biskupid, dilatasi post stenotik - Doppler mozaik supra valvar - Beda tekanan dan area katup aorta 7. Evaluasi a. karotis (pencitraan tripleks/dupleks color karotis) : Plak keras / lunak (hard/soft) Diagnosis banding Pemeriksaan anskultasi dan EKG yang menyerupai Stenosis Aorta (SA). - Bising ejeksi sistolik : Kardiomiopati (obstruksif hipertrofik) - Bising sistolik (pansistolik) : Defek septum ventrikel - Bising sistolik disertai bruit ke arah leher : Koarktasio aorta - Segmen aorta menonjol : Aneurisme arkus aorta Pemeriksaan yang diperlukan 1. Pemeriksaan dasar : - Anamnesis dan pemeriksaan fisik - EKG - Foto rontgen dada 2. Pemeriksaan penunjang : - Ekokardiografi Doppler - Pencitraan tripleks karotis - Angiografi koroner bila usia > 40 tahun Terapi A. Pengelolaan medik 1. Pemberian obat-obatan untuk mengatasi simptom akibat obstruksi katup aorta. 2. Penggunaan obat-obatan sebagai pencegahan terhadap endokarditis infektif ad. Obat-obatan untuk mengatasi gangguan obstruksi katup aorta a. Penyekat kalsium Memperbaiki relaksasi pengisian Vki akibat hipertrofik Vki, yaitu obat penyekat kalsium yang tidak mempertinggi laju jantung (heart rate). Misal : Verapamil b. Penyekat beta Mengurangi hiperkinetik ventrikel kompensator, dan mencegah penambahan beban tekan. Misal: Atenolol c. Nitrat
39
Bilamana keluhan angina pektoris akan menonjol, akibat insufisiensi relatif akibat hipertropik Vki, atau stenosis koroner oleh karena proses klasifikasi ostium koroner. Misal : ISDN atau isosorbid mononitrat. d. Digitalis Hanya diberikan bilamana telah terjadi gagal jantung sistolik akibat SA kronik dan stadium lanjut. Gunanya untuk menormalkan kembali kemampuan pemompaan Vk tetapi, tidak dianjurkan pada penderita SA dengan hiperkinetik akibat beban kompensasi beban tekan Vki. Misal : Digoksin B. Pengelolaan Intervensi 1. Pengeloaan non bedah 2. Intervensi bedah ad. 1. Pengelolaan non bedah - Bilamana SA dengan kondisi katup tipis, tanpa sklerotik berat dan tanpa klasifikasi, maka perlu dianjurkan Valvuloplasti Balon Aorta (VBA). - Bilamana Stenosis SA oleh karena sebab kelainan kongenital seperti bicuspid, terutama pada usia muda dan anak dianjurkan memilih Valvuloplasti Aorta dengan balon (VAB) 2. Pengelolaan bedah Indikasi adalah penderita SA simptomatis dengan Area Katup Aorta < 1.0 cm2 dan kontraktilitas miokard Vki cukup baik sesuai pengukuran dan frasi ejeksi Vki > 30 % disertai RA bermakna. - Reparasi katup aorta Pre-operatif sangat ditentukan penilaian kondisi patologi anatomi, katup aorta dan anulus. - Penggantian katup aorta, pilihan ganti katup dibuat bilamana kondisi katup sangat jelek, klasifikasi berat, destruksi, sklerotik dan sangat tebal dan kaku. 1. Katup bioprotesa : - Usia muda - Wanita masih ingin hamil - Kontra indikasi anti koagulan 2. Katup mekanik Perawatan 1. Perawatan : - SA dengan KF I-II - SA dengan KF III - SA dengan KF IV
: Tidak diperlukan perawatan : Harus dirawat di ruangan biasa selama ± 7 hari. : Harus dirawat diruangan intensif selama hemodinamik tidak stabil.
2. Masa pemulihan : - Kelola Medis : diperlukan pemulihan sekitar 3 hari untuk rehabilitasi / mobilisasi. - Kelola Bedah : diperlukan pemulihan sekitar 4 hari pasca bedah. Rutin trombotes bila penderita mendapat katup mekanik (Mechanical prosthetic). 3. Prognosis : Tergantung dari pada cepat lambatnya penatalaksanaan, penanganan/pengelolaan. - KF I & II prognosis baik
40
-
KF III e.c SA berat dengan fungsi Vki yang sangat turun, fraksi ejeksi < 30 % buruk KF V e.c SA berat disertai PJK bermakna dengan fungsi Vki menurun prognosis buruk.
Penyulit yang timbul - Payah jantung kongestif - Trombo emboli - Sinkop - Kematian mendadak Konsultasi Bilamana terjadi komplikasi trombo-emboli perlu dilakukan konsultasi ke dokter neurologi terutama pada emboli otak (brain-embolism). Prosedur-prosedur/tindakan-tindakan yang diperlukan dalam penanganan Stenosis katup aorta berat dengan sinkop segera dilakukan tindakan bedah.
13. PENGELOLAAN REGURGITASI AORTIK Kriteria diagnosis 41
1. Anamnesis : Keluhan dapat berupa pusing, sinkop, sakit dada, nafas pendek, cepat capek, dispnu, takipnu, ortopnu, riwayat demam reuma, riwayat ruda paksa dada. 2. Pemeriksaan fisik : Tanda-tanda Corrigan’s, Quincle, Durozeiz’s tril diastolik, auskultasi bising diastolik awal, bising Austin Flint, bising cresendo-decresendo menjalar ke leher, tensi tekanan darah diastolik rendah atau nol. 3. EKG : Normal, hipertrofi Vki, dan dilatasi Vki, blok AV. Derajat I 4. Foto rontgen dada : Kardiomegali, pembesaran Vki (boot-shaped heart), segmen aorta menonjol, aorta asenden dilatasi, apex jantung ke bawah (downward), tanda-tanda bendungan vena paru. 5. Laboratourium : Bila ada tanda-tanda sifilis VDRL atau TPI tes bila ada tanda-tanda endokarditis kultur darah. Bila ada tanda-tanda spindulitis / SLE uji serologi Diagnosis banding Pemeriksaan anskultasi yang menyerupai (RA) Bising diastolic meniup : Regurgitasi Pulmonal (Graham Steel Murmur, pulsa karotis normal, meningkat inspirasi). PDA (bising diastolik nada rendah, bising kontinu pada interkostal 2). Bising To and fro : Ruptur sinus valsava. Fistel AV koroner (pulsasi arterial normal, tekanan pulsasi normal) Bising Austin Flint : Stenosis mitral. Bising Cresendo-decresendo : PDA (bila sistolik tidak terdengar). Pemeriksaan yang diperlukan 1. Pemeriksaan dasar : - Pemeriksaan fisik - EKG - Foto rontgen dada - Laboratorium 2. Pemeriksaan penunjang : - Ekokardiografi - Angiografi koroner (bila usia > 40 th) Pengelolaan Terapi 1. Pengelolaan medik - Pemberian obat-obatan untuk mengatasi keluhan atau akibat-akibat ditimbulkannya. - Penggunaan obat-obatan sebagai pencegahan demam reumatik. - Penggunaan obat-obatan sebagai pencegahan terhadap endokarditis dan sifilis. 2. Pencegahan dan tindak lanjut pada penderita asimtomatik dan dimensi normal Vki. Pencegahan endokarditis atau reuma bila ada petunjuk. 3. Tindak lanjut penderita asimtomatik, dilatasi Vki tetapi fungsi Vki normal. 4. Kelola medis : Penderita simptomatik dengan fungsi Vki buruk dan KF III – IV.
yang
42
5. Kelola Bedah : Penderita simtomatik atau asimtomatik, RA berat dengan fungsi Vki mulai menurun. - Penderita RA kronis simptomatik dengan RA berat, biasanya sudah indikasi operasi. Fungsi Vki normal, bilamana disfungsi Vki sedang prognosa paska masih cukup baik. - Penderita RA kronis asimptomatik dengan fungsi Vki normal atau disfungsi ringan, follow up dengan echo untuk menilai kemungkinan menurunnya fungsi Vki. - Operasi harus dipertimbangkan untuk mencegah perburukan miokard (irreversible) pada penderita RA dengan simptom ringan atau asimtomatik bilamana telah terjadi penurunan fungsi Vki dan pembesaran Vki, fraksi ejeksi 40 %, FS < 25 % disertai : a. LVEDD mencapai 70 mm (38 mm/m2 BSA), LVEDVI 200 cc/m2 atau ESD 50 mm (25 mm/m2). b. ESD mencapai 26 mm/m2 dan ESWI ≥ 1,9 - Reparasi : bilamana anatomi katup aorta masih baik, prolaps sedang tanpa flail. - Penggantian : bilamana morfologi katup rusak, robek, klasifikasi berat, vegetasi (+), prolaps flail.I (berat). Perawatan - RA dengan KF I-II asimtomatik, dengan atau tanpa kardiomegali, fungsi Vki normal atau menurun. Penderita tidak memerlukan perawatan. - RA dengan KF III-IV, simptomatik memerlukan perawatan selama kira-kira 7 hari. - RA dengan KF IV, simptomatik dan fungsi Vki sangat buruk perlu perawatan di ruang intensif.
14. ENDOKARDITIS INFEKTIF
43
Kriteria diagnosis : Atas dasar “The Duke Endocarditis Service” (th’94) 1. Diagnosa pasti endokarditis infektif a. Kriteria Patologi - Mikoorganisme: dibuktikan dengan cara kultur atau histology pada vegetasi atau dari suatu vegetasi yang teremboli atau pada suatu abses intrakardiak. Atau - Lesi patologi : adanya vegetasi atau abses intrakardiak yang secara hisologi dibuktikan aktif endokarditis. b. Kriteria Klinik : menggunakan definisi spesifik sebagai berikut : - Memenuhi 2 kriteria mayor atau - Memenuhi 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor atau - Memenuhi 5 kriteria minor. Kriteria mayor 1. Kultur darah positif untuk endokarditis infektif. a.Mikroorganisme khas untuk endokarditis infektif didapat dari 2 kultur terpisah. Streptokokus viridans, Streptokokus bovis, HACEK, Stafilokokus aureus, enterokokus tanpa ditemukan nya focus primer. b.Kultur darah positif menetap : didapatkan berulang mikro-organisme yang konsisten dengan endokarditis infektif dari : 1.Kultur darah diambil terpisah selang 12 jam atau 2.Semua ketiganya atau 4 atau lebih positif, dengan jarak waktu pengambilan paling sedikit satu jam. 2. Bukti adanya keterlibatan endokardium a. Positif Ekokardiogram untuk adanya endokarditis efektif. 1. Kelainan massa intrakardiak pada katup atau subvalavar atau di jalur jet aliran regurgitasi, atau pada materi yang ditaruh di jantung tanpa ada alternatif anatomi lain atau, 2. Abses, atau 3. Tonjolan baru pada katup buatan, atau b. Bising regurgitasi dari katup ( meningkatnya derajat atau perubahan murmur tidak cukup ) Kriteria Minor - Predisposisi : kondisi penyakit jantung yang mendasarinya atau penggunaan obat intravena. - Demam : lebih atau sama dengan 38o - Fenomena vaskuler : emboli arteri besar, infrak paru septik, mikotik aneurisma, pendarahan inrakranial, pendarahan konjuctiva, jeneway lesions. - Fenomena mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak memenuhi kriteria mayor sebagaimana disebutkan sebelumnya. - Fenomena imunologi ; glomerulonephritis, osler’s nodes, roth spot, rheumatoid faktor. 2. Kemungkinan endokarditis infektif Memenuhi salah datu kriteria kinis, tetapi tidak memenuhi kriteria rejected endocarditis. 3. Ditolak endokarditis - Terdapat bukti kuat yang menunjang gejala disebabkan penyakit lain. 44
- Perbaikan manifestasi endokarditis dengan pengobatan dalam waktu 4 hari atau kurang. - Tidak ditemukan bukti endokarditis infektif pada operasi atau otopsi sesudah pengobatan dengan antibiotik 4 hari atau kurang. Diagnosis banding - Karena manifestasi klinis endokarditis bermacam-macam dan sering nonspesifik, diagnosis bandingnya banyak ; pneumonia, meningitis, abses otak, malaria, perikarditis akut, Disseminated Intravascular Cosgulation (DIC). - Pada kondisi subakut menyerupai demam reumatik, tuberculosis, infeksi intra-abdominal, penyakit jaringan ikat, keganasan (terutama limfoma). Pemeriksaan yang diperlukan - Anamnesis dan pemeriksaan fisik - EKG - Foto rontgen dada - Laboratorium, khususnya kultur darah. - Ekokardiografi, kemungkinan adanya vegetasi, abses intrakardiak, tonjolan baru pada katup protese. Terapi - Antibiotik sesuai dengan hasil kultur darah - Bila kultur negatif, diberikan antibiotik secara empiris. Ampisilin 2 gram I.V. tiap 4 jam, ditambah Gentasimin 1,5 mg/kgBB I.V. tiap 8 jam selama 4 minggu atau lebih. - Bila alergi terhadap penisilin, diganti dengan vankomisin 15 mg/kgBB I.V. tiap 12 jam. - Indikasi operasi : a. Payah jantung yang refrakter karena disfungsi katup. b. Abses perivalvuler atau miokardial. c. Pengobatan tidak efektif misalnya bakterimia persisten atau infeksi jamur. d. Berulang-ulang kambuh. e. Katup buatan yang tidak stabil. Perawatan - Penderita endokarditis infektif dirawat diruang perawatan selama 4-6 minggu tergantung dengan jenis mikro-organisme penyebabnya. - Penderita dengan komplikasi gagal jantung mungkin diperlukan perawatan di ruang perawatan intensif. Penyulit yang mungkin timbul - Payah jantung - Emboli - Gagal jantung - Mikotik aneurisma Prosedur / tindakan-tindakan yang diperlukan dalam penanganan Pemerisaan kultur darah dilakukan secara khusus. Sarana baku - EKG 45
-
Foto rontgen dada Ekokardiografi Laboratorium dengan kultur darah untuk mikro-organisme dan uji resistensi.
15. DEMAM REMATIK (DR) Kriteri diagnosis Mengikuti kriteria Dr. T. Ducket Jones yang kemudian direvivi pada tahun 1984. 1. Kriteria Mayor : - Karditis - Poliatritis migrans - Khorea - Eritema marginatum - Nodul subkutan 2. Kriteria Minor : - Demam - Antralgia - Riwayat demam rematik atau - Penyakit jantung rematik sebelumnya. - Interval PR (pada EKG) memanjang. - Anemia - Lekosistosis - LED meningkat - CRP positif Kemungkinan besar terdapat DR aktif atau reaktifasi bila ditemukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor. Diagnosis akan lebih kuat bila terbukti ada infeksi sterptokokus sebelumnya yang terlihat dengan titer ASTO yang tinggi dan ditemukannya kuman streptokokus beta hemolitikus grup A pada sediaan apus tenggorok. -
Karditis Poliortritis migrans Khorea Eritema Marginatum Nodul subkutan
Diagnosis banding - Penyakit jantung katup disertai infeksi banal. - Penyakit sestemik (Lupus eritematosis) - Rheumatoid arthritis - Ankilosing spondilitis
Pemeriksaan yang diperlukan 1. Pemeriksaan dasar : 46
-
Anamnesis dan pemeriksaan fisik EKG Foto rontgen dada Laboratorium
2. Pemeriksaan penunjang : Ekokardiografi Terapi Tatalaksana DR aktif atau rektifasi sebagai berikut : -
Tirah baring Pasien dengan DR aktif harus tirah baring dan dilajutkan dengan mobilisasi bertahap yang lamanya tergantung pada kondisi jantungnya. Kelompok klinis Tirah baring Mobilisasi bertahap (minggu) (minggu) Karditis (-) 2 2 Atritis (+) Karditis (+) 4 4 Kardiomegali (-) Karditis (+) 6 6 Kardiomegali (+) Karditis (+) >6 > 12 Payah jantung (+) Sampai selama 2 – 4 minggu berikutnya tergantung pada reaksi radang yang ada.
-
Eradikasi dan selanjutnya pencegahan terhadap infeksi kuman sterptokokus Diberikan injeksi Bensatin Penisilin secara intramuskuler
-
Anti radang untuk karditis dan poliartritis migrans Untuk anti radang dapat diberikan Salisilat atau dapat diberikan Prednison
-
Khorea Pengobatan hanya bersifat simptomatik, yaitu Klorpromazin, Diazepam atau Haloperidol Khorea ini dapat hilang sendiri setelah dilakukan tirah baring dan eradikasi kuman streptokokus.
-
Payah jantung Bila ada payah jantung harus diberikan obat anti gagal jantung, yaitu digitalis, diuretika dengan atau tanpa vasodilator. Pengobatan terhadap kelainan katup yang merupakan gejala sisa dari demam reumatik, sangat tergantung pada keadaan klinisnya.
-
Tindakan bedah Bila kelainan katup cukup berat dan gagal jantung dapat teratasi secara medikamentosa maka operasi perbaikan ataupun penggantian katup sebaiknya ditunda sampai sekitar 3 bulan setelah demam reumatik dinyatakan tenang. Tetapi bila pengobatan payah jantung gagal dan kondisi pasien memburuk, maka VMB, operasi atau penggantian katup dapat dilakukan segera walaupun pasien masih dalam fase demam rematik yang aktif.
Perawatan 47
-
Penderita dengan gagal jantung berat dirawat di ruang perawatan intensif. Bila sudah membaik dirawat diruang perawatan biasa. Lama perawatan dan mobilitas tergantung pada kondisi jantung.
Penyulit yang mungkin timbul -
Payah jantung Efusi perikardial sampai tamponade
Prosedur/tindakan-tindakan yang diperlukan dalam penanganan -
Fungsi perikardial Bila pengobatan gagal jantung gagal dan kondisi pasien menburuk maka VMB, operasi perbaikan dan penggantian katup dapat dilakukan segera walaupun pasien masih dalam fase demam rematik yang aktif.
Sarana baku - EKG - Foto rontgen dada - Laboratorium
16. ARITMIA
48
TAKIKARDIA SUPRAVENTRIKULER - FIBRILASI (AF) DAN FLUTTER ATRIUM Kriteria diagnosis Harus ditegakkan dengan pemeriksaan EKG, adanya iregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “ f ” dengan frekuensi antara 350 sampai 650 permenit . Pada Flutter atrium, terlihat gambaran gelombang P sebagai gigi gergaji dengan frekuensi antara 250 sampai 350 permenit. Kompleks QRS dapat regular atau ireguler. Untuk kepentingan terapi diperlukan klasifikasi sebagai berikut : A. Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama sinus. a. Paroksismal bila AF berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun. b. Persisten bila hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan. c. Permanen bila dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah. B. Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari. a. Primer, bila tidak ditemukan penyakit lain yang diduga ada hubungannya dengan AF (sering dinamakan Lone AF atau Idiopathic AF. b. Sekunder, bila ada penyakit yang mendasarinya . C. Dapat pula dibagi sebagai berikut a. Akut, bila timbul kurang dari 48 jam b. Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam Pemeriksaan yang diperlukan. 1. EKG, bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi penderita dengan AF paroksismal. 2. Foto Toraks dan Ekokardiografi untuk mengetahui adanya Penyakit Primer. Terapi Tujuannya adalah : 1. Pada AF dengan kemungkinan besar AF Permanen, maka hanya diperlukan untuk mengontrol laju jantung dan pemberian antikoagulan. 2. Pada penderita AF dengan AF persisten, maka diperlukan konversi ke irama sinus dan pencegahan timbulnua AF serta pemberian antikoagulan. Obat-obatan : -
Digoksin Beta Blocker Amiodaron Propafenone / Flecainide.
ALERGI IMUNOLOGI 49
1. RENJATAN ANAFILAKSIS 1. Definisi : Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat darurat yang ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmhg (hipotensi) akibat respons hipersensitifitas tipe I 2. Diagnosis : Hipotensi, takikardi, akral dingin, oliguri, dapat disertai dengan gejala lain: • Reaksi sistemik ringan: rasa geli, gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema di sekitaer mata, kulit gatal, mata berair, bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen. •
Reaksi sistemik sedang: seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronchus dan atau edema saluran napas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat, gelisah, onset seperti reaksi anafilaktik ringan.
•
Reaksi sistemik berat: terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang yang bertambah berat. Spasme bronchus, edema laring, suara serak, stridor, sesak napas, sianosis, henti napas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan kardiovaskuler, aritmia jantung, koma.
3. Diagn. banding : Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik. 4. P. Penunjang : Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisa gas darah, EKG 5. Penanganan : A. Untuk renjatan: 1. Adrenalin larutan 1: 1000. 0,3-0,5ml subkutan/ intramuscular pada lengan atas atau paha. Bila renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada tempat sengatan kecuali bila sengatan di kepala, leher, tangan atau kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan infuse adrenalin 1 ml ( 1 mg) dalam dekstrosa 50% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1 ug/mnt dapat ditingkatkan sampai 4 ug/mnt sesuai dengan tekanan darah. Hatihati pada orang tua dengan kelainan jnatung atau gnaguan kardiovaskuler lainnya. 2. Pasang tourniquet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan 1-2mnt setiap 10 menit. 3. Oksigen 3-5 l/mnt dengan sungkup atau kanul nasal, bila sesak, mengi dan sianosis. 4. Antihistamin intravena, intramuskuler, atau oral. Rawat pasien di ICU jika dengan tindakan diatas tidak membaik, dilanjutkan dengan terapi: 1. IVFD D5% dan NaCl 0,45% 2-3 l/m2 permukaan tubuh. 2. Dopamine 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bila teknan darah tidak membaik. 50
3. Kortikosteroid 7- 10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam B. Bila disertai spasme bronchus maka pasien diberkan inhalasi beta2 agonis. Jika spasme bronchus menetap aminofilin 4-6 mg/ kgBB dalam NaCl 0,9 % 10 ml diberikan pelan-pelan dalan 20 menit, bila perlu dilanjutkan dengan infuse aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/jam. C. Bila disertai dengan edema berta saluran napas atas maka pada pasien dilakukan intubasi dan tracheostomi D. Pemantauan paling sedikit 24 jam. 6. Komplikasi 7. Prognosis
: Renjatan irreversible, kegagalan multi organ. : Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala.
2. ASMA BRONKIAL 1. Definisi : Asma bronchial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil T, makrofag, neutrofil dan epitel. 2. Diagnosis : Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa mengi dan rasa berat di dada akibat factor pencetus. Asma bronchial dibagi menjadi: 1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu, asimptomatik, APE di antara serangan normal, asma malam < 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas < 20% 2. Asma persisten ringan, gejala asma > 1 kali/minggu, < 1 kali/hari, asma malam > 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas 20-30% 3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari menggunakan beta 2 agonis kerja singgkat, aktivitas terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/minggu, APE >60% dan < 80% prediksi atau variabilitas > 30% 4. Asma pesisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam sering, aktivitas terbatas, dan APE < 60% prediksi atau variabilitas > 30%. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi kpada semua tingkatan derajat asma 3. Diagn. Banding : Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung 4. P. penunjang : Laboratorium: jumlah eosinofil darah dan sputum, foto thoraks, spirometri, uji tusuk kulit, uji bronchodilator atas indikasi, uji provokasi bronchus atas indikasi, analisa gas darah atas indikasi. 5. Penanganan : 1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali.
51
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid inhalasi atau pilihan lainnya: teofilin lepas lambat, kromolin, anti leukotrien. 3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali berupa kortikosteroid inhalasi ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi+ LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan atau kortikosteroid inhalasi + antileukotrien 4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid inhalasi + LABA inhalasi + satu pilihan berikut: •
Teofilin lepas lambat
•
Antilleukotrien
•
LABA oral
Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien diberikan inhalasi beta 2 agonis kerja singkat tetapi tidak boleh lebih dari 3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik, agonis beta-2 kerja singkat oral dan teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat inhalasi. Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap pelaksanaannya sebagai berikut: 1. Oksigen 2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya tergantung respon terapi awal. 3. Inhalasi antikolinergik (ipatropium bromide) setiap 4-6 jam terutama pada obstruksi berat ( atau dapat diberikan bersama-sama dengan agonis beta 2). 4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg / hari setara prednisone. 5. Aminofilin tidak dianjurkan. ( bila diberikan dosis awal5-6 mg / kg BB dilanjutkan infuse aminofilin 0,5-0,6 mg/kg BB/jam. 6. Antibiotic bila ada infeksi sekunder 7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian agonis beta-2 tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi terus membaik, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5) hari: inhalasi agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan jika ada indikasi, perjanjian kontrol berobat. 8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan resiko tinggi : pemeriksaan fisik tambah berat, APE ( arus puncak ekspirasi) > 50% dan < 70% dan tidak ada perbaikan hipoksemia ( dari hasil analisis gas darah) pasien harus dirawat. Pasien dirawat di ICU bila tidak berespon terhadap upaya pengobatan di unit gawat 52
darurat atau bertambah beratnya serangan /buruknya keadaan setelah perawatan 6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas, hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dengan kadar pO2 < 60 mmHg dan/ atau pCO2 > 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen yang adekuat. 6. Komplikasi : Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), gagal jantung. Pada keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal napas dan pneumothoraks. 7. Prognosis : Tergantung beratnya gejala 3. URTIKARIA KARENA OBAT 1. Definisi : Urtikaria karena obat adalah kelainan kulit dan mukosa yang diinduksi obat berupa papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan. 2. Diagnosis : Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi penyakit, misalnya:OAINS, sulfonamide, antikonvulsan, penisilin, dan tetrasiklin Gejala prodromal berupa gejala radang saluran napas atas: demam, batuk, sakit kepala, malaise, nyeri menelan. Papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan. Dalam beberapa hari terjadi erosi multiple pada membran mukosa, lepuhan, makula purpura. Daerah yang terkena lepuhan dan pelepasan kulit ≤ 10%. 3. Diagn.banding : Toxic epidermal necroticans (TEN), eritema multiformis 4. P. penunjang : Hitung eosinofil, elektrolit, foto toraks, kultur pus dari kulit, kultus sputum. 5. Penanganan : 1) Hentikan obat penyebab 2) Rawat di pusat luka bakar, skin graft dini untuk mencegah invasi bakteri 3) Monitor cairan dan elektrolit, termasuk monitor jumlah urin 4) Monitor infeksi sekunder dengan melakukan kultur berkala dari darah dan mukokutan 5) Pemberian makanan tinggi kalori 6) Penggantian cairan dan elektrolit 7) Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi paru segera 8) Konsultasi mata 9) Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan mata 10) Antasida cairan dan antagonis H2 bila ada ulserasi gastrointestinal 11) Antibiotika tergantung hasil kultur 6. Komplikasi : Sepsis, syok hipovolemik, syok septic 7. Prognosis : Tergantung beratnya gejala
53
GASTRO-ENTEROLOGI HEPATOLOGI 1. KOLITIS TUBERKULOSA 1. Definisi 2. Gejala
: Infeksi kolon oleh kuman mikobakterium tuberkulosa : Nyeri perut kanan bawah yang intermitten, diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksia, demam ringan, dengan penurunan berat badan. Diagnosis banding: Penyakit Crohn (enteritis regional) amubiasis, divertikulitis, karsinoma kolon 3. Etiologi : mikobakterium tuberkulosa 4. P.Penunjang : Hb, leuko, LED, diff.leukosit, pengecatan tahan asam dan pembiakan dari sputum, cairan lambung, dan tinja. Pemeriksaan barium kolon serta sigmoidoskopi 5. Penanganan : Sama dengan pengobatan tuberkulosis paru:-INH, Ethambutol, Rifampisin, Pirazinamid 6. Follow Up : Keadaan umum, makan, tanda abdomen akut 7. Komplikasi : Perdarahan, obstruksi akibat striktur peritonitis, perforasi, abses rektum, fistula atau fisura perianal 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 2-3 minggu 10. Masa pulih : satu bulan 11. Konsultasi : Spesialis penyakit dalam, spesialis paru 12. Prognosa : baik bila belum terlambat 2. KOLITIS ULSEROSA 1. Definisi : Penyakit radang dengan ulserasi pada mukosa kolon terutama rectum, biasanya bersifat kronik dengan kesembuhan dan kekambuhan 2. Gejala : Nyeri perut, defekasi dengan tinja bercampur lendir dan darah, demam, anoreksia, berat badan menurun. Gejala dapat timbul akut, fulminan atau kronik intermiten. Diagnosis banding: Penyakit Crohn, kolitis amubiasis, disentri basiler, kolitis tuberkulosa, karsinoma kolon 54
3. Etiologi : imunologik 4. P.Penunjang : Hb,leuko,LED, diff.leukosit, sigmoidoskopi, biopsi rektum, pemeriksaan tinja 5. Penanganan : - Perbaikan nutrisi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, memberantas infeksi, menghentikan diare. Kortikosteroid, sulfasalasin, azatioprin, bila perlu pembedahan. 6. Follow Up : Keadaan umum, makan, tanda abdomen akut 7. Komplikasi : - Lokal: Abses perianal, hemoroid, pseudopolip, fistula rektosigmoid, striktur, perforasi, peritonitis.. Sistemik: manifestasi pada sendi, mata, kulit, darah, pembuluh darah sistem uropoetik, sistem hepatobilier 8. Tempat rawat : ruang rawat umum 9. Lama rawat : 2 minggu 10. Masa pulih : 1 minggu 11. Konsultasi : Spesialis Peny. Dalam, spesialis Bedah 12. Prognosa : dubia
3. KOLITIS RADIASI 1. Definisi : Proses radang mukosa usus besar karena radiasi/radioterapi 2. Gejala : Gejala tersering adalah diare yang biasanya timbul pada pertengahan minggu kedua radioterapi. Dapat pula timbul perdarahan, tenesmus, kadang-kadang konstipasi. Diagnosis banding: bentuk kolitis lain 3. Etiologi : Post radiasi 4. P.Penunjang : Hb, leuko, LED, diff.leukosit, sigmoidoskopi, biopsi rektum, pemeriksaan tinja 5. Penanganan : Pengobatan yang diberikan adalah simtomatik, dengan pemberian antidiare, analgesik, sedativa, dan obat-obatan untuk melunakkan tinja. Pada kasus berat dengan komplikasi kadang-kadang diperlukan tindakan pembedahan 6. Follow Up : Keadaan umum, makan, tanda abdomen akut 7. Komplikasi : Perdarahan masif, striktur, perforasi, fistula 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 5-7 hari 10. Masa pulih : 10 hari 11. Konsultasi : Spesialis Peny. Dalam, ahli radiotherapi 12. Prognosa : dubia 4. SINDROMA KOLON IRITATIF 1. Definisi : Gangguan motilitas kolon tanpa gangguan struktur atau organik 2. Gejala : Trias gejala klasik adalah nyeri perut, diare, dan konstipasi. Nyeri perut bersifat difus, diare biasanya hanya satu atau beberapa kali setelah sarapan pagi dengan tinja lunak dan mengandung banyak mukus. Konstipasi dapat timbul satu-dua kali per minggu dengan tinja berbentuk pencil stool oleh karena kontraksi sfingter ani. Seringkali didapatkan nyeri kepala dan penyakit kardiovaskuler ringan yang sesuai dengan suatu sindroma psikosomatik. Diagnosa banding: bentuk kolitis lain yang organik 3. Etiologi : gangguan psikosomatik, gangguan fungsi motorik gasrtointestinal, 55
4. P.Penunjang : 5. Penanganan : 6. Follow Up 7. Komplikasi
: :
8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: : : : :
sensitivitas visceral, pasca infeksi, mekanisme bio-psiko-sosial Hb, leuko, diff.leukosit, serum protein, mikroskopik tinja, tes toleransi laktosa, pemeriksaan T3 dan T4, pemeriksaan radiologi, kolonoskopi, dan proktosigmoidoskopi, pemeriksaan manometri kolon. Medikamentosa : obat serotonergik selektif, antidepresan. Pengaturan jumlah dan kualitas diit, simtomatik dan psikoterapi. Pemberian anti diare dan anti spasmodik. Keadaan umum, frekuensi diare. Komplikasi serius jarang, biasanya hanya menimbulkan rasa cemas dan gangguan psikologik pada penderita. Ruang rawat umum. 5-7 hari. 14 hari. Spesialis penyakit dalam, psikiater. Baik.
5. HEPATITIS VIRUS AKUT 1. Definisi : Penyakit radang hati akut karena infeksi oleh virus hepatropik dibagi atas : Hepatitis virus A, Hepatitis Virus B, Hepatitis Non-A Non-B, HVC, HVD, HVE. 2. Gejala : Dimulai dengan masa prodromal 3-10 hari, lesu/lemah badan panas mual sampai muntah, anoreksia, perut kanan nyeri. Masa ikterik selama 1-2 minggu, hepatomegali ringan dan tekan. SGOT dan SGPT meningkat 10-100 kali. Diagnosa banding. Penyakit virus lain : mononukleosis infekstisiosa, sitomegalo, herpes simpleks. Toksoplasmosis, leptospirosis, kolesistitis akut, kolelitiasis oba, hepatitis alkoholik akut, hepatitis iskemik. 3. Etiologi : Hepatitis Virus A, Hepatitis Virus B, Hepatitis Non-A Non B, HVC, HVD, HVE. 4. P.Penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, SGOT, SGPT, serum bilirubin, gammaGT,Alk.PO4, urin: uro,bili - Pertanda serologik hepatitis virus • Hepatitis A: IgM anti HAV • Hepatitis B: HBs AG + IgM anti HBc • Hepatitis C: Anti HCV • Hepatitis D: IgM anti HDV - Dalam keadaan meragukan USG dan biopsi hati 5. Penanganan : Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan; mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan/gejala berkurang, serum bilirubin dan transaminase menurun; aktivitas normal sehari-hari dimulai setelah keluhan hilang dan data laboratorium normal. Diit khusus tak ada, yang penting adalah jumlah kalori dan protein adekuat. Jika pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah perlu ditunjang dengan nutrisi parenteral: infus Dextrose 10-20%, 1500 kal/hari 6. Follow Up : Keadaan umum, makan, ikterik, tanda perdarahan, output, kesadaran. 7. Komplikasi : Terjadinya hepatitis fulminan dengan gejala kerusakan fungsi hati yang bertambah buruk. Hepatitis kolestatik, dengan gejala bendungan cairan empedu. Hepatitis kronik. 56
8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: : : : :
ruang rawat umum, virus A (ruang isolasi) 7 – 1- hari satu bulan Spesialis Peny. Dalam Pada umumnya hepatitis virus sembuh total, kecuali pada hepatitis B dan C sebagian kecil (10%) berlanjut menjadi hepatitis kronik.
6. GASTRITIS 1. Definisi 2. Gejala
: Proses radang akut maupun kronik dari mukosa lambung. : Anamnesis perlu dilakukan dengan cermat. Keluhan biasanya minimal dan tidak khas antara lain dispepsi rasa sebab dan nyeri epigastrium, kadang-kadang timbul perdarahan. Pemeriksaaan radiologi kurang berguna karena lesi terlalu dangkal. Pemeriksaan endoskopi berguna bila dilakukan dalam 24-48 jam setelah perdarahan ; analisis cairan lambung dan pemeriksaan kadar gastrin serum dapat membantu. Diagnosis banding : Penyakit-penyakit yang menyebabkan dispepsia, termasuk tukak peptik dan karsinoma lambung. 3. Etiologi : obat-obatan, makanan, alkohol,imunologik,helicobacter, tak diketahui. 4. P.penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, endoskopi,barium meal. 5. Penanganan : Mencegah/menghindari faktor-faktor iritasi. Pemberian antasida 4-6 x 1 sm (bila tak ada obat lain) dan obat simtomatik,misalnya : tablet anti spasmodia. Bila tak berhasil diberi cimetidine 2 x 400 mg atau ranitidine 2x150 mg atau famotidine 2x40 mg. 6. Follow up : Gejala klinis, tanda abdomen akut. 7. Komplikasi : dehidrasi, kehilangan elektrolit, perdarahan, perforasi. 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 5 – 7 hari 10. Masa pulih : 10 hari 11. Konsultasi : bila perlu ahli bedah 12. Prognosa : baik 7. TUKAK PEPTIK 1. Definisi : Kerusakan atau hilangnya jaringan yang berbatas tajam dari mukosa, submukosa, dan lapisan otot dari suatu saluran makan vagian atas, yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam dan pepsin. 2. Gejala : nyeri epigastrium, dispepsia, nausea, vomitus, anoreksia, dan kembung. 3. Etiologi : kuman H. Pilori, umur, penggunaan obat NSAID 4. P. Penunjang : barium dobel kontras, endoskopi saluran cerna bagian atas 5. Penanganan : Suportif dengan nutrisi. Menghindari faktor risiko.Pemberian obatobatan : Antasida, antagonis reseptor H2, proton pump inhibitor, obat pengikat asam empedu, prokinetik, obat eradikasi kuman H.pilori, obat untuk meningkatkan faktor defensif. 6. Follow up : adanya tanda perdarahan ulkus peptikum 7. Komplikas : perdarahan, perforasi 8. Tempat rawat : ruang umum, kecuali bila sudah ada komplikasi 9. Lama rawat : 5 – 7 hari 10. Masa pulih : 10 hari 11. Konsultasi : bila perlu ahli bedah 12. Prognosa : dubia 57
8. KANKER LAMBUNG 1. Definisi : Keganasan pada lambung 2. Gejala : nyeri perut yang hilang timbul sampai dengan nyeri perut yang hebat dan terus menerus, dispepsia, nausea, vomitus, anoreksia, dan kembung, cepat kenyang, sulit menelan, berat badan turun terus tanpa penyebab 3. Etiologi : gastrinoma ( Zollinger-Ellison syndrom) 4. P.penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, pemeriksaan radiologi dengan barium menunjukkan gambaran filling defect dan kakunya dinding lambung, atau tukak dengan ciri-ciri keganasan. Pemeriksaan endoskopi diperlukan untuk kepastian diagnosis secara histopatologi dengan biopsi tempat yang dicurigai dan pemeriksaan sitologi dari hasil-hasil lavage dan brushing. 5. Penanganan : pembedahan : relasi kuratif atau paliatif - pada kasus yang inoparabel diberikan radioterapi atau kemoterapi 6. Follow up : keadaan umum, makan, BB 7. Komplikasi : perdarahan, obstruksi atau perforasi, metastasis tumor dapat mencapai peritoneum, hati dan saluran empedu, tulang, otak, paru, ovarium, kelenjar regional. 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 10. Masa pulih : 11. Konsultasi : Spesialis Bedah 12. Prognosa : malam 9. PANKREATITIS 1. Definisi : Proses radang akut dari pankreas, dapat berbentuk edematus, nekrotik atau hemoragik. 2. Gejala : nyeri perut hebat dan akut, terutama di daerah epigastrium dan periumbilikal, takikardia, hipotensi, bahkan syok. Adanya nyeri hebat dan akut di perut perlu dipikirkan suatu pankreatitis akut. Kadangkadang ada ikterus, nodul kemerahan di kulit dan kelainan paru berupa ronkhi, atelektasis dan efusi pleura. Pada proses hemoragik pankreas yang hebat, dapat terjadi Cullen’s sign, yaitu warna biru agak ungu di pinggang. Pemeriksaaan laboratorium yang dapat membantu diagnosis adalah peningkatan amilase dan lipase serum, leukositois, hiperglikemia, hipokalsemia, kadang-kadang hiperbilirubinemia dan hipertrigliseridemia. Pemeriksaan radiologi perlu untuk menyingkirkan penyakit lain. Diagnosis banding : Nyeri perut akut penyebab lain, tukak peptik dengan perforasi, kolesistitis akut dan kolik billier, obstruksi usus akut, oklusi pembuluh darah mesenterik, kolik ginjal, infark miokard, aneurisma aorta pecah, penyakit kolagen dengan vaskulitis, pneumonia dan ketoasidosis diabetik. 3. Etiologi : trauma tajam, sepsis/bakteriamia, alkoholik, dislipidemia. 4. P.penunjang : 5. Penanganan : 6. Follow up : keadaan umum, tek.darah, fungsi ginjal 58
7. Komplikasi
: lokal dapat timbul abses, felgmon, kista atau asites. Sistemik dapat menimbulkan kelainan dimana-mana, seperti sistem organ pernapasan, kardiovaskuler, darah, saraf pusat, gastrointestinal dan ginjal. 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum/ICU 9. Lama rawat : 2 – 3 minggu 10.Masa pulih : satu bulan 11.Konsultasi : Spesialis Bedah 12.Prognosa : dubia 10. PANKREATITIS KRONIK 1. Definisi : Proses radang kronik pada kelenjar pankreas. 2. Gejala : nyeri perut terus menerus atau intermitten, kadang tanpa nyeri. Nyeri tidak menghilang dengan pemberian antasida, tetapi bertambah dengan minum alkohol atau makanan berlemak. Terdapat pula penurunan berat badan, defekasi dengan tinja abnormal, steatore, tanda-tanda malabsorbsi. Disini amilase dan lipase serum biasanya tidak meningkat, namun banyak penderita menunjukkan peningkatan kadar gula dalam darah. Pemeriksaan faal eksokrin pankreas positif, misalnya tes sekretin, tes faal tripeptide, dan ekskresi D-xylose dalam urin. Pada pemeriksaan radiologi mungkin didapatkan klasifikasi pankreas. Diagnosa banding : Kista pankreas, karsinoma pankreas. 3. Etiologi : alkoholisme 4. P.penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, serum bilirubin, SGOT, SGPT, amylase serum dan urin, foto polos abdomen. 5. Penanganan : Pengobatan ditujukan terhadap nyeri dan malabsorbsi. Nyeri dapat diatasi dengan analgesik atau narkotika, kadang perlu reseksi pankreas sedangkan malabsorbsi diobati dengan preparat enzim. 6. Follow up : Gejala klinis, nyeri 7. Komplikasi : sindroma malabsorbsi, gangguan toleransi glukosa, kadang-kadang terjadi efusi pleura, perikard atau peritoneum, perdarahan gastrointestinal, serta ikterus 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 2 – 3 minggu 10. Masa pulih : 4 minggu 11. Konsultasi : Spesialis Bedah 12. Prognosa : dubia 11. HEPATITIS KRONIK PERSISTEN 1. Definisi : suatu sindroma klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati. 2. Gejala : umumnya tanpa keluhan, bila ada keluhan biasanya ringan berupa malaise. 3. Etiologi : Hepatitis virus B, C. 4. P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, serum bilirubin, SGOT, SGPT, gammaGT, Alkalin fosfatase, serum protein, HbsAg, Anti-HCV, Anti-HBs 5. Penanganan : Hepatitis B kronik : Lamivudin, Adefovir Hepatitis C kronik : Interferon alfa + ribavirin 59
6. Follow up 7. Komplikasi 8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: : : : : : :
gejala klinik sirosis, gagal hati, hepatoselular karsinoma Ruang rawat umum 14 hari -dubia
12. HEPATITIS KRONIK AUTOIMUN (LUPOID) 1. Definisi : Radang hati kronik yang disebabkan oleh autoimun. 2. Gejala : Keluhan ringan berupa malaise, anikterik, amenorhoea. Hepatosplenomegali, striae, acne, hirsustism, purpura, fluktuasi, transaminase, serum, berbulan-buan diselingi periode remisi, tak didapatkan auto-antibodi (ANA, AMA). Diagnosa banding : hepatitis kronis lain. 3. Etiologi : Berhubungan dengan penyakit autoimun: Pernicious Anemia, Tiroiditis, Hemolytic anemia. 4. P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT, SGPT, gamma-GT, Alkalin fosfatase, se.protein, ANA, LE cell. 5. Penanganan : Pemberian prednisone 30 mg/hari selama 2 minggu, kemudian diturunkan 10-15 mg/hari dengan azathioprine 1-2 mg/hari. 6. Follow up : gejala klinik 7. Komplikasi : sirosis, gagal hati 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 14 hari 10. Masa pulih : 3 bulan 11. Konsultasi : -12. Prognosa : dubia 13. SIROSIS HATI 1. Definisi : Suatu fase lanjut dari penyakit hti dimana seluruh kerangka hati menjadi rusak disertai dengan bentuk-bentukan regenerasi 2. Gejala : Manifestasi klinik bersumber dari dua kegagalan fundamental kegagalan parenkim hati, hipertensi portal. Keluhan subjektif penurunan nafsu makan, kelemakan dan malaise kelemahan otot cepat capai sering dijumpai pada sirosis dekompensata akibat kekurangan protein dan adanya cairan dalam otot penderita. Kegagalan parenkim hati ditandai dengan produksi protein yang rendah, gangguan mekanisme pembekuan darah, keseimbangan hormonal (eritema palmaris, spider neivi, ginekomasti, atropi testis, gangguan siklus haid). Dapat terjadi edema dan asites. Ikterus biasanya meningkat pada proses aktif dan sewaktuwaktu dapat menghebat pada fase prekoma dan koma bila tidak mendapat perawatan yang baik. Hipertensi portal timbul bila tekanan sistem portal melebihi 10 mmHg ditandai dengan: splenomegali, asites, kolateral dan varices esophagus yang sewaktu dapat pecah dan dapat menimbulkan perdarahan. 3. Etiologi : - Sirosis karena infeksi virus B dan C - Sirosis karena alkohol 60
4. P.Penunjang
:
5. Penanganan
:
6. Follow up 7. Komplikasi
: :
8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: : : : :
- Sirosis karena gangguan nutrisi - Sirosis bilier primer dan sekunder - Sirosis karena penyakit genetic - Sirosis kongestif - Sirosis Indian Childhood - Sirosis Granulomatous - Sirosis karena obat-obatan Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT, SGPT, se.protein, CHE, punksi asites Membatasi kegiatan fisik, tidak minum alcohol dan menghindari obatobatan dan bahan hepatotoksik. Diet kaya protein dan kaya kalori. Bila ada edema dan asites: - Istirahat, mengurangi aktivitas fisik, diet kaya kalori, kaya protein, miskin garam (300-500 mg/hari), pembatasan cairan (1 liter/hari). Bila usaha diatas tidak berhasil dapat ditambahkan diuretic misalnya furosemid dosis awal 40mg/hari, kalau perlu dikombinasikan dengan spironolacton 2 kali 25 mg/hari. Awasi elektrolit terutama K selama pemakaian diuretic. Berat badan dan lingkaran perut harus diawasi penggunaan albumin serum manusia dapat dipertimbangkan bila dengan terapi konvensional tidak membawa hasil parasintesis cairan asites dapat dikerjakan bila terdapat gangguan dalam bernafas. gejala klinik, asites dan produksi urin. peritonitis, gagal hati, perdarahan, varices esophagus berdarah, ensefalopati Ruang rawat umum 7-10 hari tahun -malam
14. HIPERTENSI PORTAL 1. Definisi : Keadaan dimana tekanan sistem portal lebih dari 10 mmHg yang praktisnya baru mempunyai arti klinik bila tekanannya lebih dari 15 mmHg. Hal ini akibat adanya hambatan aliran darah sistem portal 2. Gejala : Terdapat tanda-tanda hipertensi portal seperti splenomegali, pelebaran vena kolateral pada permukaan dinding perut, varises esophagus hepatitis setelah perdarahan massif atau akibat pintas porto-sistemik pada hipertensi portal non sirotik sebagian penderita (anak atau usia dibawah 30 tahun) tidak didapatkan tanda-tanda penyakit hati menahun baik pada pemeriksaan fisik maupun laboratorium dan jarang timbul ensefalopati hepatic. 3. Etiologi : A. Presinusoidal : 1. Sumbatan vena porta ekstrahepatik (trombosis intrinsic, trombosis ekstrinsik) 2. Sumbatan vena portal intra hepatal. Kelainan pada vena portal atau di dalam sinusoidal. B. Intra Hepatal: Sirosis hati, nodul non sirotik, penyakit vena oklusif, sindroma Budd Chiari. C. Kenaikan aliran darah ke sistem portal: - fistula aretio-vena – kenaikan aliran darah ke limpa. 4. P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT, SGPT, se.protein, CHE, punksi asites, ultrasonografi, foto saluran makanan bagian atas 5. Penanganan : A. Tindakan darurat meliputi: 61
6. Follow up 7. Komplikasi
: :
8. Tempat rawat: 9. Lama rawat : 10. Masa pulih : 11. Konsultasi : 12. Prognosa :
a. Tindakan umum seperti: resusitasi, hemostatik, sterilisasi usus, antasida dan simetidin/ranitidine, klisma tinggi atau lavament. b. Tindakan khusus seperti: Medis intensif seperti vasopresis, intragastrik, hemostatik, vasopresis intravena, skleroterapi, sclerosis varises B. Tindakan jangka panjang meliputi: secara medik dengan memberikan penyekat beta, skleroterapi endoskopik gejala klinik, perdarahan, ensefalopati asites yang membangkang, hipersplenisme, perdarahan saluran makan bagian atas. Ruang rawat umum/ICU 7-14 hari 20 hari Spesialis Bedah dubia
15. ENSEFALOPATI HEPATIK 1. Definisi : Sindroma Neuropsikiatrik sekunder karena: 1. penyakit hati akut: hepatitis fulminan akut, hepatitis toksik perlemakan hati pada kehamilan 2. Penyakit hati menahun: sirosis hepatik 2. Gejala : Sindroma ini terdiri atas: - kelainan neurologik - kelainan mental, kelainan rekaman EKG. Terdiri dari 4 derajat: Derajat satu: kriteria/kadang-kadang depresi: - kebingungan ringan dan berflaktuasi; gangguan pembicaaan; - gangguan irama tidur. Derajat dua: - lambat bereaksi, mengantuk, disorientasi; - amnesia, gangguan kepribadian, asteriksis; - reflek hipoaktif, ataksia. Derajat tiga: - tidur yang dalam; kepusingan yang sangat; - reflek hiperaktif; - flapping tremor. Derajat empat: - tidak bereaksi pada rangsangan apapun; - kekakuan otot; kejang menyeluruh. 3. Etiologi : Sirosis, fulminan hepatitis akut 4. P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT, SGPT, Alk.PO4, ureum, kreatinin, gula darah, natrium dan kalium 5. Penanganan : A. Akut meliputi: atasi faktor-faktor pencetus, bila perdarahan dihentikan, gangguan elektrolit lakukan koreksi. B. Menahun meliputi: hindari obat-obatan yang mengandung Nitrogen, diet miskin protein (50 gram/hari) laktulosa 10-30 ml 3 kali sehari, dapat dicoba dengan bromokriptis. 6. Follow up : gejala klinik, kesadaran, urin output, tanda ensefalopati. 7. Komplikasi : perdarahan, kejang, hipoglikemia, pnemonia 8. Tempat rawat : ICU 9. Lama rawat : 14-21 hari 10. Masa pulih : 4 minggu 11. Konsultasi : -12. Prognosa : malam 16. KANKER HATI PRIMER 1. Definisi : Adalah proses keganasan pada hati, sinonim dengan karsinoma 62
2. Gejala
:
3. Etiologi
:
4. P.Penunjang :
5. Penanganan :
6. Follow up 7. Komplikasi 8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: : : : : : :
hepatoseluler Fase dini: asimptomatik; fase lanjut: tidak dikenal sistem yang patognomonik. Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh setelah makan terkadang disertai muntah atau mual. Pemeriksaan fisik: ikterus, hepatomegali berbenjol-benjol, asites, splenomegali, spider neivi, eritema palmaris, edema. Virus hepatitis B, bahan-bahan hepatokarsinogenik: aflatoksis, alcohol, steroid anabolic dan bahan kontraseptif oral. Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT, SGPT, Alk.PO4, ureum, kreatinin, gula darah, natrium, kalium, hipoglikemia, hiperkalsemia, eritrositosis, gangguan fungsi hati, alfa fetoprotein lebih dari 500 mg/ml, HBsAg positif dalam serum, USG Pengobatan tergantung dari saat diagnosa ditentukan/ditegakkan. Fase dini: dimana tumornya masih setempat pembedahan merupakan pilihan utama. Fase lanjut: - operasi tidak punya arti lagi, pengobatan bersifat paliatif dengan pemberian sitostatik baik sistemik maupun dengan pemberian embolisasi dengan Gelfoam atau Lipiodol ke dalam arteri hepatica. keadaan umum, nyeri, hipoglikemia metastasis, ruptur Ruang rawat umum 2-3 minggu --malam
63
KEDARURATAN BIDANG GASTRO ENTERO HEPATOLOGI 1.
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH 1.1. Penatalaksanaan tergantung pada penyebab atau lesi sumber perdarahan 1.2.
Pastikan ada atau tidak adanya gangguan hemodinamik
1.3.
Tentukan pola perdarahannya, apakah akut atau kronik
1.4.
Nilai keadaan pasien, perlu tata laksana emergensi atau dapat ditangani secara terencana
1.5.
Bila keadaan akut, pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan perdarahan SCBA atau perdarahan akut lainnya. Yaitu dengan : Koreksi defisit volume intravaskular dan stabilisasi hemodinamik Perlu jalur intra vena pada pembuluh darah besar ( bukan vena kecil, meskipun perdarahan diduga sedikit ). Boleh digunakan NaCl 0,9 % sebagai cairan pendahulu, sambil menunggu darah. Bila ada gangguan hemidinamik dan belum ada darah, dapat digunakan plasma ekspander. Target Hb transfusi adalah 10 g/dl atau sesuai kondisi sistemik pasien ( umur, toleransi kardiovaskular ) Dapat dipakai whole blood bila perlu resusitasi volume intra vaskular dan dapat dipakai PRC bila hanya untuk menaikkan Hb. Dapat dipakai kombinasi PRC dan FFP bila terdapat defisiensi faktor pembekuan, atau dikoreksi sesuai kebutuhan. Bila masih diduga ada perdarahan masif yang berasal dari SCBA, dapat dipertimbangkan pemasangan NGT untuk proses diagnostik Tidak ada studi yang memperlihatkan obat-obatan yang bermakna untuk keadaan ini, tetapi dengan mempertimbangkan biaya dan tidak adanya indikasi
1.5.1. 1.5.2. 1.5.3. 1.5.4. 1.5.5. 1.5.6. 1.5.7. 1.5.8.
64
kontra, maka obat-obatan seperti vasopresin, somatostatin, dan okreotid disepakati dapat digunakan. 1.5.9. Bila tersedia vasilitas endoskopi, dapat digunakan sebagai indikasi terapeutik dengan kauterisasi pada lesi. 1.5.10. Operasi dapat bersifat emergensi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian bila dilakukan pada pasien dengan perdarahan. Sebaiknya dilakukan dengan kombinasi kolonoskopi pre dan durante operasi.
65
66
2.
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS PADA SIROSIS HATI 2.1.
Pada prinsipnya penanganan sama dengan perdarahan SCBA lainnya, yaitu anamnesis adanya riwayat konsumsi obat-obatan seperti OAINS, dan lakukan stabilisasi hemodinamik dengan penataksanaan umum seperti di atas. Sebaiknya dipasang dua jalur Infus dengan jalur besar (no. Jarum besar). Untuk transfusi darah, bisa diberikan PRC bila telah terjadi pemulihan volume pembuluh darah. Ditambahkan FFP. Digunakan Whole blood bila ada perdarahan masif.
2.2.
Pemasangan NGT untuk diagnostik sebaiknya hati-hati karena pada pasien sirosis hati pada umumnya, kondisi mukosa lambung rapuh dan mudah berdarah.
2.3.
Injeksi vitmain K dan asam traneksamat untuk memperbaiki faal hemostasis
2.4.
Antasida oral, sukralfat, injeksi penyekat H2 diberikan bila ada dugaan kerusakan mukosa yang menyertai perdarahan
2.5.
Sterilisasi usus dengan neomisin dan laktulosa oral serta klisma tinggi untuk mencegah ensefalopati hepatikum
2.6.
Sebaiknya pasien dipuasakan ( kecuali obat oral ), lama puasa sesingkat mungkin, setelah tidak ada perdarahan aktif, makanan dapat kembali diberikan segera setelah perdarahan berhenti yang dibuktikan dengan cairan aspirat lambung jernih dan hemodinamik stabil.
2.7.
Endoskopi merupakan bagian yang sangat penting dalam kedaruratan ini, baik untuk diagnostik dan terapi, yang dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil.
2.8. 2.8.1.
Obat-obat vasoaktif yang dapat digunakan pada keadaan ini : Vasopresin ( Pitresin ) Dengan dosis 0,2-0,4 unit /menit selama 1 – 24 jam. Kontraindikasi : penyakit jantung koroner Somatostatin Dosis : 250 mcg bolus diikuti dengan tetesan infus kontinu 250 mcg / jam ( 3000 unit dalam cairan 500 cc, 14 tetes / menit ) Ocreotide Dosis : tetesan infus kontinu 50 mcg / jam
2.8.2. 2.8.3. 2.9.
Tindakan pembedahan : pada keadaan perdarahan masif, di mana terdapat keterbatasan tindakan endoskopi, dan berbagai tindakan medikamentosa yang telah dilakukan, tidak dapat menghentikan perdarahan. Tindakan ini dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan umum pasien dan fungi hati.
67
68
3.
ENSEFALOPATI HEPATIKUM 3.1.
Deteksi dini dan eliminasi faktor pencetus yaitu perdarahan saluran cerna, diet protein berlebihan, gangguan eleltrolit khusus, seperti hipokalemia, dan infeksi.
3.2. 3.2.1. 3.2.2. 3.2.3. 3.2.4.
Terapi suportif : Nutrisi : asam amino, lipid, glukosa, dan elemen esensial Pertahankan balans cairan dan elektrolit Pemasangan kateter intra vena Pencegahan sepsis dan aspirasi pneumonia
3.3.
Terapi empirik dengan mengurangi sumber dan pembentukkan amonia dalam usus, dengan : 3.3.1. Diet tanpa protein 3.3.2. Klisma untuk membersikan usus, khususnya pada perdarahan saluran cerna 3.3.3. Laktulosa untuk mencegah absorpsi amonia dengan dosis 3 x 15-30 cc sehingga dicapai defekasi 2-3 kali sehari 3.3.4. Antibiotika oral seperti neomisin, metronidasol untuk mengurangi pembentukkan amonia oleh bakteri. 3.4. Pengobatan lain : 3.4.1. Pemberian asam amino rantai cabang untuk memperbaiki neurotransmiter 3.4.2. Antagonis bensodiasepam ( flumasenil 1-2 mg dosis interval )
69
PULMONOLOGI 1. HEMOPTISIS 1. Definisi
2. Gejala 3. Etiologi 4. P.Penunjang 5. Penanganan
6. Follow up 7.Komplikasi 8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11.Prognosis
: Ekspektorasi darah dan saluran napas. Darah bervariasi dari dahak disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk darah masif adalah batuk darah lebih dan 100 mL hingga lebih dan 600 mL darah dalam 24 jam : Batuk, darah berwarna merah segar, bercampur busa, demam, sesak, nyeri dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia : Perdarahan saluran napas akibat infeksi, tumor, dll : Foto toraks, DPL, LED, ureum, kreatinin, urine lengkap, hemostasis (bila perlu), sputum: pemeriksaan BTA, pewarnaan gram, kultur MOR, CT Scan toraks (bila perlu) : Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit, oksigen, infus, bila perlu transfusi darah, medikamentosa: antibiotika, kodein tablet untuk supresi batuk, koreksi koagulopati: Vitamin K intravena, intubasi selektif pada bronkus paru yang tidak berdarah (bila perlu) : Gejala klinis : Asfiksia, atelektasis, anemia : Ruangan isolasi TB : 3-5 hari (tergantung kondisi pasien) : 2 minggu : Tergantung pada penyebabnya.
2. EFUSI PLEURA 1. Definisi : Adanya cairan di rongga pleura > 15 rnL, akibat ketidakseimbangan gaya Starling, abnormalitas struktur endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu, dan abnormalitas site of entry (defek diafragma) 2. Gejala : Nyeri, sesak, batuk, demam, restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada. Bila > 300 ml cairan : redup, fremitus taktil dan fokal menghilang, suara napas melemah-menghilang, trakea terdorong ke kontralateral 3. Diagn. Banding : Transudat, eksudat, chylothora, empiema. 4. Etiologi : Tergantung penyakit penyakit dasar 5. P. Penunjang : DPL, foto torak (PA/lateral), analisis cairan pleura, pewarnaan gram, pemeriksaan BTA, kultur mikroorganisme + resistensi, sitologi cairan pleura CT Scan toraks bila perlu. 6. Penanganan : Torakosentesis, bila perlu + antibiotika ± drainase (pada infeksi bakterial). Pada TBC: OAT (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75— 1 mg/kgBB/ hari selama 2-3 minggu. Efusi karena penyebab lain: atasi penyakit primer 7. Follow up : Gejala klinis, foto toraks 8. Komplikasi : Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas 9. Tempat rawat : Ruang rawat umum (kecuali TBC di ruangan isolasi) 10. Lama rawat : 5-7 hari (tergantung kondisi pasien) 11. Masa pulih : 2 minggu ( tergantung penyakit dasar) 12. Prognosis : Dubia, tergantung penyebab, dan penyakit komorbid 70
3.PNEUMOTORAKS 1. Definisi : Akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru. Menurut jenis fistulanya, dibagi atas : Pneumotoraks ventil, pneumotoraks terbuka dan pneumotoraks tertutup 2. Gejala : Nyeri dada, akut, terlokalisir, dispnea (pada pneumotoraks ventil: tiba-tiba), batuk, hemoptisis. Sisi terkena ( ipsilateral), pergerakan berkurang/tertinggal, fremitus melemah-menghilang, hipersonor, suara napas melemah-menghilang.Tanda pneumotoraks tension: Keadaan umum sakit berat denyut jantung > 140 x/m, hipotensi, takipneu, pernapasan berat, sianosis, diaforesis, deviasi trakea ke sisi kontralateral, distensi vena leher. 3. Etiologi : Fistula/Bula yang pecah, traumatic. 4. P. Penunjang : Foto Toraks, CT Scan, AGD 5. Penanganan : Pneumotoraks kecil (<20%) observasi; Pneumotorak besar dilakukan aspirasi atau WSD. 6. Follow up : Gejala klinis, selang WSD, foto thorak. 7.Komplikasi : Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi / piopneumotoraks penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema paru reekspansi 8. Tempat Rawat : Ruang rawat umum (kecuali TBC di ruangan isolasi) 9. Lama Rawat : 3 – 5 hari (tergantung kondisi pasien) 10. Masa Pulih : 2 minggu (tergantung penyakit dasar) 11. Konsultasi : Spesialis bedah toraks 12. Prognosis : Dubia, tergantung tipe penyakit dasar, faktor pemberat / komorbid. 4. PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT 1. Definisi : Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikobakterium tuberkulosis. 2. Gejala : Panas, batuk dan sesak 3. Etiologi : Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, lnfeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus), Hemophilus influenzae, Enterik gram negatif, Respiratory viruses, Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi (anaerob), Mycobacte rium tuberculosis, fungi endemik 4. P.Penunjang : Foto toraks, pulse Oxymetry, DPL, hitung jenis, LED, glukosa darah, ureum, creatinin, SGOT, SGPT, analisis gas darah, elektrolit, pewarnaan gram sputum, kultur sputum, kultur darah, pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan PCR 5. Penanganan : Antibiotika adekuat yang sesuai dengan hasil kultur. 6. Follow Up : Gejala klinis, pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, foto torak 7. Komplikasi : Gagal napas, Sepsis, syok sepsis, Gagal ginjal akut, Efusi parapneumonik, Bronkiektasis 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum, ICU terjadi gagal nafas. 9. Lama rawat : 2-3 hari. 10. Masa pulih : 5-7 hari 11. Konsultasi : Spesialis penyakit dalam, spesialis paru 12. Prognosa : Bonam
71
5.PNEUMONIA ATIPIK 1. Definisi : Pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi mempunyai gambaran klinis radiologis tersendiri yang berbeda dan pneumonia umumnya, yakni onset yang insidious, demam ringan sampai berat, batuk tanpa produksi sputum, dan tidak berespons dengan terapi antibiotik B-laktam. 2. Gejala : Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat / infeksi sekunder, demam dingin, dapat dengan cepat meningkat hingga menggigil, Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh, Sakit kepala, nyeri otot (sering),Nyeri dada (jarang), sesak napas (bila berat). Suara napas bronkial, ronkhi, Efusi pleura, abses paru (bila berat) 3. Etiologi : Mycoplasma pneumoniae, chiamydia pneumoniae, legionella spp, influenza virus tipe A dan B. 4. P.Penunjang : Foto thoraks, kultur darah/sputum, DPL, LED, SGOT, SGPT 5. Penanganan : Antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin, makrolid, respiratory-fluorokuinolon, rifampisin (bila curiga Legioflella) 6. Follow Up : Gejala klinik, leukosit, foto toraks 7. Komplikasi : Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum, ICU jika terjadi gagal nafas. 9. Lama rawat : 3-5 hari 10. Masa pulih : 5-7 hari 11. Konsultasi : 12. Prognosis : Bonam 6. GAGAL NAFAS 1. Definisi : Ketidak mampuan. mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen (O2), karbondioksida (C02) darah arteri supaya tetap dalam batas normal 2. Gejala : Napas berat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardia, konstriksi pupil 3. Etiologi : Penyakit saluran napas: bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, bronkietasis, Penyakit paru parenkim: pneumonia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas, Gangguan hipermeabilitas: edema paru, ARDS, Penyakit pembuluh darah: emboli paru, syok kardiogenik, fistula A. V pulmoner, Trauma: dada, leher, kepala, Gangguan neurosmukular: poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis diafragma , Obat-obatan: barbiturat, narkotik, sedatif, obatobat relaksasi, Kelainan dinding dadab: kifoskoliosis, ankylosing spondylitis, Lain-lain: hipotermia 4. P.Penunjang : Analisis gas darah, Foto toraks, FKG 5. Penanganan : Tahap I: Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2, Bronkodilator nebulizer, Humidifikasi, Fisioterapi dada, Antibiotika,; Tahap II : Bronkodilator parental, Kartikosteroid ; Tahap III: Stimulan pernapasan, Mini trakeostomi jika retesi sputum; Tahap IV: Ventilasi Mekanik 72
6. Follow Up 7. Komplikasi 8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosis
: Gejala klinik, AGD : Mortalitas : Intensive Care Unit : Tergantung perkembangan klinis. : Tergantung perkembangan klinis : Spesialis Anastesi : Malam
7. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK 1. Definisi : Adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan (GOLD 2001). 2. Gejala : Sesak napas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko(+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala 3. Etiologi : Bronkitis kronik dan emfisema paru. 4. P.Penunjang : Spirometri dan foto toraks 5.Penanganan : Usaha mengurangi faktor risiko, Edukasi-motivasi berhenti merokok, Farmakoterapi: Bronkodilator(agonis beta 2, antikolinergik dan metil xantin), steroid, obat tambahan seperti mukolitik, antioksidan, imunoregulator, antitusif, vaksinasi. 6. Follow Up : Gejala klinik, spirometri 7.Komplikasi : Gagal napas, kor pulmonal, septikemia 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 5-7 hari 10. Masa pulih : 14 hari 11. Konsultasi : 12. Prognosis : Dubia, tergantung stadium, penyakit paru komorbid lain. 8. TUBERKULOSIS PARU 1. Definisi : Infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis 2. Gejala : Batuk-batuk > 3 minggu batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada, malaise, lemah, berat badan turun, napsu makan turun, keringat malam, demam. 3. Etiologi : Mycobacterium tuberculosis 4. P.Penunjang 5. Penanganan 6. Follow Up 7. Komplikasi 8. Tempat rawat : 9. Lama rawat
: Sputum BTA, foto thorax, kultur dan sensitivity test sputum, Mantoux test, PAP-TB, ICT-TB, PCR-TB, Hb, leuko, LED, diff.leukosit, : Istirahat, stop merokok, hindari polusi, tangani komorbiditas, nutrisi, vitamin, Medikamentosa obat anti TB (OAT) : Sputum BTA, foto thorax, kultur dan sensitivity test sputum, LED. : Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas. TB eskstra paru: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe, kor pulmonal Ruang isolasi TBC : 5-7 hari (tergantung kondisi pasien) 73
10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosis
: 1 minggu : : Tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status imun dan komorbiditas.
9. KARSINOMA PARU 1. Definisi : Tumor yang berasal dan epitel pernapasan (bronkus, bronkiolus, alveolus) 2. Gejala : Asimptomatis, Klinis lokal: Batuk, hemoptisis, wheezing, stridor, abses, atelektasis. Klinis invasi lokal: Nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura, aritmia (invasi ke pericardium), sindroma vena cava superior, sindroma Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis ), suara serak (penekanan pada n.laryngeal recurrent), sindroma Pancoast (invasi pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis). Metastasis: nyeri tulang, sakit kepala, iktems, perubahan neurologis, suaraserak, sulit menelan, sesak napas, pembesaran kelanjar getah bening 3.Etiologi : Karsinoma sel skuamosa (epidermoid), Karsinoma sel kecil (oat cell carcinoma), Adenokarsinoma (termasuk bronkioloalveolar), Karsinoma sel besar 4.P.Penunjang : Hb, leuko, LED, diff.leukosit, Pemeriksaan sitologi sputum, Pemriksaan sitologi lain, Pemeriksaan histopatologis, Foto toraks, CT Scan toraks Pencitraan lain: CT Scan abdomen, USG abdomen, CT kepala, bone scan, bone survey. 5. Penanganan : Perbaikan nutrisi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, Berdasarkan tipe histopatologis dan staging TNM menurut IUCC. 6. Follow Up : Keadaan umum, gejala klinis 7. Komplikasi : Obstruksi jalan napas, Gagal napas, Pendarahan / hemoptisis, Abses, Atelektasis, Nyeri kanker, Efusi pleura, Aritmia, Sindroma vena cava superior, Sindroma Horner, Dysphonia, Sindroma Pancoast, tergantung metastasis ke organ, Sindrom paraneoplastik: 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : Tergantung keadaan umum 10. Masa pulih : Tergantung kondisi pasien dan stadium tumor 11. Konsultasi : Spesialis hematologis-onkologis, spesialis Bedah toraks 12. Prognosis : Tergantung tipe histologi, staging, resektabilita dan operabilitas 10. EMBOLI PARU 1. Definisi : Kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada arteri pulmonalios paru. Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan pulmonalios , merupakan komplikasi trombosis vena dalam (DVT) yang umumnya terjadi pada kaki atau panggul. 2. Gejala : Sesak napas, nyeri dada, hemoptisis, takipneu, takikardia, pleural friction rub, tanda-tanda efusi pleura, tanda gagal jantung kanan akut (JVP meningkat, bunyi P2 mengeras, murmur sistolik daerah katup pulmonal). 3. Etiologi : 4. P.Penunjang : Hb, leuko, LED, diff.leukosit, Lab: DPL, AGD, D-dimer plasma, hemostasis (PT, aPTT, INR, aktivitas protrombin, kadar fibrinogen), 74
5. Penanganan
6. Follow Up 7. Komplikasi
8. Tempat rawat : 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosis
kadar protein C dan S, ACA, urin lengkap, USG Doppler, EKG. : Terapi Primer: Obat trombolitik streptokinase : dosis loading 250.000 IU drip IV dalam 30 menit. Dilanjutkan 100.000 IU perjam drip IV, selama total 24 jam. Terapi Preventif: Antikoagulan: Unfractionated heparin secara intravena, diberikan kontiniu atau intermiten, bolus inisial IV 80 IU/kgBB atau sekitar 5.000 IU, dilanjutkan dengan drip 18 IU/ kgBB/jam 1V. Pemantauan dengan pemeriksaan aPTT setiap 6 jam: target 1,5 — 2,5 x kontrol. Bila hasil aPTT >2,5 x kontrol : dosis diturunkan 100-200 lU/jam, bila hasil aPTT <1,5 x kontrol : dosis dinaikkan 100-200 lU/jam, bila aPTT 1,5 — 2,5 X kontrol : dosis dipertahankan. Pemantauan aPTT han II setiap 12 jam, hari III setiap 24 jam. Setelah 7 hari heparinisasi : ditambahkan (overlapping) antikoagulan oral selama ± 5 han, hingga tercapai target INR pada 2 kali pemeriksaan berturut-turut. Selama pemberian antikoagulan, perlu diperhatikan lesi fokal di tempat lain, prosedur invasif yang direncanakan, dipantau jumlah trombosit. Low Molecular Weight Heparin (LMWH) diberikan subkutan tiap 12 jam. Dosis LMWH, yaitu enoxaparin 1 mg/kgBB sedangkan nadroparin 0,1 mL/kgBB Pada obesitas, BB <50 kg, gagal ginjal kronik, kehamilan, dapat diperiksakan anti faktor Xa : target 0,3 -0,7 IU. Antikoagulan oral (warfarin) dimulai sesudah 7 hari pemberian heparin dengan dosis awal 5 mg / hari. Pemantauan dengan pemeriksaan INR tiap 1-3 hari : target INR 2 —3. Bila INR <2 : dosis dinaikkan 1/2 tablet ,bari, bila INR >3 : dosis diturukan bila INR 2-3 : dosis dipertahankan. Terapi suportif : Oksigen, Infus cairan, Inotropik : dobutamin drip, bila hipotensi, atau tanda-tanda gagal jantung akut lain, Vasopresor sesuai indikasi, Anti aritmia sesuai indikasi dan Analgetik. : Keadaan umum, AGD : Komplikasi emboli paru : gagal napas, gagal jantung kanan akut, hipotensi / syok kardiogenik, Komp1ikasi diagnostik reaksi alergi terhadap zat kontras Komplikasi terapi : pendarahan (termasuk intrakranial), heparin-induced thrombocytopeflia, nekrosis kulit Intensive Care Unit : Tergantung keadaan umum : Tergantung kondisi klinis : Spesialis Anestesi : Malam
75
HEMATOLOGI 1. ANEMIA KEKURANGAN BESI 1. Definisi : Anemia karena defisiensi besi 2. Gejala : Pucat, lemah, nyeri waktu menelan (sindroma plummer vinson), nyeri epigastrik, glositis, atrofi papil lidah, koilonikia, serta kelainan penyakit dasar sebagai penyebabnya. 3. Diag. Banding: thalasemia, anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik. 4. Etiologi : Ankilostomiasis, perdarahan kronik, hemoroid, hemoptisis, dll. 5. P. Penunjang : Hb, leukosit, diff leukosit, trombosit, retikulosit, hapusan darah tepi, serum besi, TIBC, feritin. 6. Penanganan : Pemberian preparat besi per os Ferosulfat 3 x 200 mg/hari. Pemberian transfusi bila ada gejala anemia berat (angina pectoris, hipotensi postural) 7. Folow up : Gejala klinis, Hb, retikulosit 8. Komplikasi : Gagal jantung, angina pectoris (iskemia jantung) 9. Tempat rawat : Ruang rawat umum 10. Lama rawat : 3 – 5 hari 11.Masa pulih : 2 bulan 12.Prognosis : Baik 2. ANEMIA APLASTIK 1. Definisi : Anemia karena depresi sumsum tulang, dibagi menjadi 2 yaitu: anemia aplastik berat, selularitas sumsum tulang < 25% dan terdapat 2 dari 3 gejala berikut granulosit < 500/uL trombosit < 20.000/uL retikulosit < 10 ‰ anemia aplastik sumsum tulang hipoplastik pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah seperti pada anemia aplastik berat 2. Gejala : Keluhan anemia, perdarahan, dan keluhan akibat infeksi. 3. Diag.Banding : aplasia akibat infiltrasi sel-sel ganas, hipersplenisme, anemia megaloblastik, mielofibrosis, sindroma dismielopoetik primer. 4. Etiologi : Obat-obatan, infeksi, malignancy, otoimun. 5. P. Penunjang : Pemeriksaan darah tepi didapatkan anemia, leukopenia, trombositopenia. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan hipoplasia atau aplasia. 6. Penanganan : a. menghilangkan faktor penyebab b. transfusi sel darah merah bila anemia c. androgen d. antibiotika bila ada infeksi e. kortikosteroid atas indikasi 7. Follow up : Kadar Hb, leukosit, trombosit, hidari infeksi 8. Komplikasi : Perdarahan, sepsis 9. Tempat rawat : Ruang isolasi / Ruang rawat umum 10. Lama rawat : Tergantung komplikasi 11. Masa pulih : 12. Prognosis : Jelek
76
3. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT 1. Definisi : Keganasan darah ditandai dengan peningkatan limfoblas pada darah tepi 2. Gejala : Pucat, panas lebih dari 3 minggu, perdarahan gusi/kulit, limfadenopati, hepatosplenomegali 3. Etiologi : Tak diketahui 4. P. Penunjang : Hb, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi, BMP 5. Penanganan : Kemoterapi: agen antileukemik ( vincristin + prednison) 6. Follow up : Gejala klinis, perdarahan, febris, infeksi 7. Komplikasi : Perdarahan, sepsis 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 2-3 minggu 10. Masa pulih : 11. Prognosis : Jelek 4. LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT 1. Definisi : Keganasan darah ditandai dengan peningkatan mieloblast pada darah tepi 2. Gejala : Pucat, panas lebih dari 3 minggu, perdarahan gusi/kulit, limfadenopati, hepatosplenomegali, pembengkakan gusi. 3. Etiologi : Tak diketahui 4. P. Penunjang : Hb, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi, BMP 5. Penanganan : Kemoterapi: agen antileukemik (sitarabin + daunorubicin) 6. Follow up : Gejala klinis, perdarahan, febris, infeksi 7. Komplikasi : Perdarahan, sepsis 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 2-3 minggu 10. Masa pulih : 11. Prognosis : Jelek 5. LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK 1. Definisi : Keganasan darah yang ditandai dengan peningkatan seri granulositik yang kronik 2. Gejala : Keluhan tidak spesifik seperti malaise, lekas lelah, keringat malam, berat badan menurun, splenomegali masif. 3. Diag.Banding : reaksi leukemoid, mielofibrosis, polisitemia vera, trombositosis primer 4. Etiologi : Tidak diketahui 5. P.Penunjang : Hb, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi, BMP 6. Penanganan : Transfusi darah bila anemia, busulfan (myleran), imatinib 7. Follow up : Gejala klinis 8. Komplikasi : Krisis blastik 9. Tempat rawat : Ruang rawat umum 10. Lama rawat : Tergantung keadaan umum 11. Masa pulih : 12. Prognosis : Jelek
77
6. LIMFOMA MALIGNA NON HODGKIN 1. Definisi : Keganasan primer pada jaringan limfoid padat 2. Gejala : Pembesaran kelenjar getah bening / massa tumor di tempat lain, gejala sistemik: demam, keringat malam, penurunan berat badan. 3. Diag.Banding : limfadenitis tuberkulosa, metastasis dari karsinoma, leukemia, mononukleosis infeksiosa 4. Etiologi : Tidak diketahui 5. P. Penunjang : Hb, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi, BMP, biopsi kelenjar, foto toraks, USG abdomen atau CT scan abdomen untuk mengetahui adanya pembesaran KGB paraaorta atau KGB lain serta massa tumor dalam abdomen 6. Penanganan : Kemoterapi, radioterapi 7. Follow up : Keadaan umum, tanda-tanda infeksi 8. Komplikasi : Sepsis, penekanan organ 9. Tempat rawat : Ruang rawat umum / isolasi 10. Lama rawat : Tergantung stadium dan komplikasi 11. Masa pulih : 12. Prognosis : Dubia 7. TROMBOSIS VENA DALAM 1. Definisi : Pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah. 2. Gejala : Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan fungsi pada anggota tubuh yang terkena, edema, eritema, Homan’s sign (+) 3. Etiologi : Tidak diketahui, faktor risiko: riwayat trombosis, strok, pasca bedah terutama bedah ortopedi, imobilisasi lama, luka bakar, gagal jantung akut atau kronik, penyakit keganasan, infeksi, penggunaan obat-obatah yang mengandung hormone estrogen, kelainan bawaan yang menjadi predisposisi untuk trombosis. 4. P.Penunjang : Ultrasonografi color Doppler, kadar AT III, titer D-dimer, protein C, protein S, antibodi antikardiolipin, profil lipid. 5. Penanganan : Meninggikan posisi ekstremitas. Kompres hangat. Latihan lingkup gerak sendi. Pemakaian kaus kaki elastik, farmakologis dengan antikoagulan: heparin atau LMWH dan warfarin, trombolisis dengan streptokinase, antiagregrasi platelet. 6. Follow up : INR 7. Komplikasi : Perdarahan, trombositopenia akibat heparin, osteoporosis. 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : Tergantung penyebab 10. Masa pulih : 11. Prognosis : Tergantung penyebab Pendekatan perdarahan pada pengobatan heparin 1. Tentukan apakah perdarahan mengancam jiwa atau tidak. 2. Bila perdarahan mengancam jiwa maka heparin distop dan diberikan penggantian volume serta pemberian protamin. 3. Bila perdarahan tidak mengancam jiwa, diperiksa APTT, bila APTT > 80 maka heparin ditunda sementara sampai perdarahan berhenti dan dapat dimulai lagi dengan dosis yang lebih rendah. Bila APTT < 80 maka diberikan tindakan lokal, bila perdarahan berhenti 78
heparin dapat dilanjutkan dengan hati-hati, bila perdarahan berlanjut maka heparin distop dan diberikan terapi alternatif. Pendekatan perdarahan karena warfarin 1. Tentukan apakah perdarahan mengancam jiwa atau tidak. 2. Bila perdarahan mengancam jiwa maka warfarin distop dan diberikan vit K 5-10 mg iv atau SC atau diberikan FFP/faktor IX. 3. Bila perdarahan tidak mengancam jiwa maka diperiksa INR. Bila INR > 3,0 maka warfarin distop dan diberikan vit K. Bila INR < 3,0 dilakukan tindakan lokal untuk menghentikan perdarahan bila berhenti, warfarin dilanjutkan dengan hati-hati tetapi bila perdarahan berlanjut maka warfarin distop. 8. KOAGULASI INTRAVASKULER DISEMINATA 1. Definisi : Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis secara berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan 2. Gejala : Tanda-tanda perdarahan: petekie, purpura, ekimosis, hematoma, hematemesis-melena, hematuria, epistaksis. Trombosis. Gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksemia, proteinuria dll. 3. Etiologi : Merupakan akibat dari kausa primer yang lain: emboli amnion, kematian janin intra-uterin, abortus septik, reaksi transfusi, hemolisis berat, leukemia, septikemia, dengue, malaria, trauma, panyakit hati akut, luka bakar. 4. P. Penunjang : Darah tepi lengkap, trombosit, PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer. 5. Penanganan : Mengobati penyakit primer. Suportif: memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik, keseimbangan asam basa, elektrolit, dan membebaskan jalan nafas. Transfusi komponen darah sesuai indikasi. Antikoagulan dengan heparin. 6. Follow up : Tanda-tanda vital, tanda perdarahan. 7. Komplikasi : Gagal organ, syok, DVT, KID fulminan 8. Tempat rawat : Ruang rawat intensif 9. Masa rawat : 10. Masa pulih : 11. Prognosis : Jelek 9. TROMBOSITOSIS PRIMER/ESENSIAL 1. Definisi : Jumlah trombosit lebih dari jumlah normal tertinggi disebabkan kelainan klonal dari stem sel multipotensial hematopoetik. 2. Gejala : Eritromialgia, gejala-gejala iskemia serebrovaskular, splenomegali, tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi yang terkena 3. Etiologi : Tidak diketahui 4. P. Penunjang : Darah lengkap, morfologi trombosit, laju endap darah, masa perdarahan, faktor VIII / von Willebrand, tes agregrasi trombosit dengan epinefrin 5. Penanganan : Menurunkan trombosit dengan hydroxyurea, anagrelide. Antiagregrasi trombosit dengan aspirin, tiklopidin, klopidogrel. 6. Follow up : Tanda perdarahan, trombosis 79
7. Komplikasi : Perdarahan, trombosis, transformasi menjadi leukemia 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 10. Masa pulih : 11. Prognosis : Dubia 10. POLISITEMIA VERA 1. Definisi : Kelainan sistem hemopoesis yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan volume sel darah merah di atas ambang batas nilai normal, disebut polisitemia vera bila populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah abnormal. 2. Gejala : Sakit kepala, tinitus, mudah lelah, darah tinggi, gangguan penglihatan, gatal, perdarahan, trombosis. 3. Etiologi : Tidak diketahui 4. P. Penunjang : Eritrosit, granulosit, trombosit, saturasi O2, BMP 5. Penanganan : Flebotomi Kemoterapi sitostatika : hidroksiurea, klorambusil, busulfan Pengobatan suportif : alopurinol untuk hiperurisemia, antihistamin, antagonis H2, antiagregrasi trombosit dengan anagrelide 6. Follow up : Hematokrit, perdarahan, trombosis 7. Komplikasi : Trombosis, perdarahan, mielofibrosis 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 5-7 hari 10. Masa pulih : 11. Prognosis : Jelek 11. PURPURA TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK 1. Definisi : Kelainan didapat yang berupa gangguan otoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotelial akibat adanya otoantibodi terhadap trombosit 2. Gejala : Manifestasi perdarahan berupa petekie, ekimosis, purpura, perdarahan gusi, epistaksis, hematuria, hematemesis dan melena, menoragia. 3. Etiologi : Autoimun 4. P.Penunjang : Darah Lengkap, BMP 5. Penanganan : Trombosit > 50.000/mm3 tidak diterapi Trombosit < 50.000/mm3 diberikan prednisone 1,0-1,5 mg/kgBB/hari Bila perdarahan diberikan transfusi trombosit dan imunoglobulin intravena Splenektomi bila relaps atau gagal remisi dengan steroid 6. Follow up : Perdarahan, hitung trombosit 7. Komplikasi : Perdarahan 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : Tergantung respon terapi 10. Masa pulih : 11. Prognosis : ITP akut bonam, ITP kronik dubia ad malam
80
REUMATOLOGI 1. ARTRITIS PIRAI (Gout) 1. Definisi : Peradangan dari sendi (arthritis) oleh karena penimbunan kristal monosodium urat di sendi. 2. Gejala : Serangan akut dapat didahului oleh trauma, tindakan bedah, infeksi, minuman keras, atau obat. Permulaan serangan biasanya akut, nyeri sendi yang sangat, monoartikuler dengan tanda-tanda inflamasi yang nyata terutama pada ibu jari kaki (podagra), dan kadang-kadang disertai demam. Pada keadaan lanjut sifat artritis menjadi poliartikuler yang dapat disertai timbulnya tofus. Diagnosis banding: monoartritis oleh sebab lain (pseudogout, artritis infeksiosa). Keadaan poliartikuler dapat menyerupai artritis reumatoid atau osteoartritis generalisata. Kriteria ACR 1977: a. ditemukan kristal MSU dalam cairan sendi b. ditemukan kristal MSU dalam tophus c. ditemukannya 6 dari 12 : 1. radang akut pada hari pertama 2. serangan artritis >1 kali 3. artritis monoartikuler 4. sendi yang terkena berwarna kemerahan 5. pembengkakan dan sakit pada sendi MTP 1 6. serangan pada sendi MTP 1 unilateral 7. serangan pada sendi tarsal unilateral 8. tofus 9. hiperuricemia 10. pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologis 11. kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologis 12. kultur bakteri cairan sendi negatif 3. Etiologi : Asam urat 4. P.Penunjang : Hb, leukosit, diff.leuko,LED,asam urat, foto sendi yang terkena, ureum, creatinin, profile lipid, SGOT/SGPT/Gamma GT, urinalisis 5. Penanganan : A. Stadium akut (saat serangan) istirahat kolkisin dimulai pada awal serangan dengan dosis 0,5 mg tiap satu atau dua jam sampai terjadi perbaikan atau terjadi efek samping (mual, muntah), maximum dosis 8 mg dalam 24 jam, kemudian dosis diturunkan setelah 24 jam menjadi 3 x 0,5mg tiap hari. OAINS (menggunakan OAINS dosis tinggi), contoh: - Diclofenac acid 50 mg 2x1 - Piroxicam 20 mg 1x1 Pada orang tua, penderita dengan gangguan pencernaan menggunakan COX-2 Inhibitor, contoh: - Meloxicam 1x1 pc - Celecoxib 2x1
81
6. Follow Up
:
7. Komplikasi
:
8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: : : : :
B. Di luar serangan: Usahakan berat badan menjadi ideal Diit rendah purin Jangan minum yang beralkohol Alupurinol Untuk penderita dengan GA kronik turunkan kadar asam urat sampai 4-5 mg/dl Pada hiperuricemia dengan tipe underekskresi dapat diberikan obat urikosurik (probenesid) apabila tidak dijumpai batu di saluran kencing dan dianjurkan penderita untuk banyak minum Gejala klinis, nyeri sendi, keadaan komorbid yang lain contoh dislipidemia kontrol dengan statin atau fibrat Ginjal: - endapan asam urat dalam jaringan ginjal nefritis interstitial - batu ginjal Tofus Ruang rawat umum 3-5 hari 1 minggu Fisioterapist, bedah urologi jika terdapat batu sal kemih Baik
2. OSTEOARTRITIS 1. Definisi : Peradangan sendi terutama pada usia lanjut dan mengenai sendi-sendi menopang berat badan disebabkan oleh gangguan tulang rawan sendi 2. Gejala : Keluhan utama adalah sakit/linu dimana pada fase awal terjadi sesudah aktivitas yang berlebihan. Kaku sendi dapat dirasakan terutama sesudah istirahat lama biasanya pada pagi hari sesudah bangun tidur. Dapat ditemukan gejala krepitasi, tanda-tanda inflamasi Herbeden’s node pada sendi interfalang distal (+). 3. Diag. banding : Permulaan artritis reumatoid, artritis pirai, penyakit Paget, keganasan 4. Etiologi : Gangguan pada tulang rawan sendi 5. P.Penunjang : Hb, leukosit, diff.leuko, LED, foto sendi 6. Penanganan : Lindungi sendi dari beban yang berlebihan seperti kurang berat badan untuk mengurangi beban sendi, pakai penyangga berat badan pada sendi yang terkena. Obat-obatan : a. Analgesik antara lain paracetamol dosis biasa (3x500 mg) b. OAINS (dosis rendah) contoh: - Diclofenac acid 25 mg 2x1 - Pada orang tua, penderita dengan gangguan pencernaan menggunakan anti inflamasi nonsteroid yang COX-2 inhibitor: - Meloxicam 1x1 - Celecoxib 2x1 c. Injeksi kortikosteroid intra artikuler jika sendi yang terkena hanya satu atau dua d. Disease Modified Osteoarthritis Drugs (DMOAD) - Kondroitin Sulfat - Hialuronic Acid - Anti Interleukin-1 (Atrodar) e. Fisioterapi untuk mengembalikan fungsi sendi, mempertahankan tonus 82
7. Follow Up 8. Komplikasi 9. Tempat rawat 10. Lama rawat 11. Masa pulih 12. Konsultasi 13. Prognosa
: : : : : : :
dan kekuatan otot sekitar sendi Gejala nyeri dan fungsi sendi Kontraktur Ruang rawat umum 3-5 hari 7 hari Fisiotherapist/bedah ortopedi Baik
3. REMATIK NON ARTIKULER (RNA) Terdiri dari : -
Tendenitis Teno sinovitis Bursitis Fibromialgia
1. Definisi : Nyeri yang ditimbulkan dari jaringan di sekitar sendi 2. Gejala : Faktor pencetus, misalnya: trauma, beban kerja yang berlebihan (olahragawan), kelainan postur, degenerasi senilis dari jaringan lunak, dan stres psikologis, misalnya ketegangan jiwa, depresi, frustasi Pada usia muda biasanya: trauma, beban kerja yang berlebihan, stres pskologik pada usia tua sering degenerasi senilis, kelainan postur keluhan umum ialah nyeri, kekakuan, kepekaan (tenderness) dan seringkali gerakan yang terbatas fisik: tidak ada kelainan 3.Diag. banding : Artritis, kelainan sistemik (misalnya SLE), penyakit tulang (osteokondritis disekans, nekrosis aseptik, tumor (osteoma) 4. Etiologi : Mekanik dan psikologik 5. P.Penunjang : -6. Penanganan : a. Keterangan yang jelas pada penderita tentang sifat penyakitnya tidak berbahaya, sehingga rasa takut, gelisah, depresi hilang dan refleks spasme otot yang merupakan bagian dari siklus “nyeri spasme-nyeri” hilang juga b. Istirahat secara fisik dan mental - Fisik : Pada stadium akut digunakan splint atau mitela - Mental : Keadaan yang tegang dapat memperberat gejala-gejala c. Obat-obat 1. Analgesik misalnya: - Paracetamol 3x500 mg - Metampiron (Antalgin) 3x500 mg 2. Anti inflamasi nonsteroid, misalnya: - Meloxicam 1x1 - Celecoxib 2x1 3. Relaksasi otot, misalnya: - Diazepam (Valium) 3x2-5 mg 4. Sedatif, penenang, misalnya: - Diazepam (Valium) 3x2-5 mg 6. Follow Up : Gejala klinis 7. Komplikasi : -83
8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: : : : :
Poliklinik rawat jalan --Fisioterapist Baik
4. ARTRITIS RHEUMATOID 1. Definisi : Penyakit sistemik yang mengenai sendi dan jaringan sekitarnya yang disebabkan karena proses imunologik 2. Gejala : Timbul mendadak atau perlahan-lahan Nyeri sendi dan kaku pada pagi hari > 1 jam adalah keluhan utama Pada permulaan sendi yang terkena adalah sendi interfalangs proksimal, metakarpal, dan pergelangan tangan Kadang-kadang ditemukan nodul sbkutan pada daerah ekstensor terutama pada siku Dapat terjadi remisi Dapat terjadi kerusakan sendi, subluksasi dan ankilosis 3. Diag. Banding : Artritis psoriatrik, penyakit Reiter, osteoartritis generalisata awal, SLE 4. Etiologi : Imunologik 5. P.Penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, faktor rematoid (Rose Waaler Test), Antinuclear Antibody (ANA) test, LED dan C-reactive protein, foto sendi yang terkena 6. Penanganan : - Istirahat terutama pada sendi yang terkena - Obat-obatan a. Simptomatik 1. Analgesik, antara lain paracetamol 3x500 mg 2. Anti inflamasi non steroid antara lain: - Meloxicam 1x1 - Celecoxib 2x1 b. Remitif : Penisilamin, klorokuin, siklofosfamid c. Kadang-kadang diperlukan injeksi kortikosteroid intraartikuler atau kortikosteroid oral pada keadaan berat - Fisioterapi yang dimulai sedini mungkin kalau tanda-tanda inflamasi mulai berkurang - Bedah ortopedi, kadang-kadang diperlukan tindakan bedah yang meliputi tindakan reparasi, rekonstruksi dan penggantian sendi dengan tindakan prostesis (replacement) 7. Follow Up : Gejala klinis, nyeri 8. Komplikasi : Sistemik manifestation 9. Tempat rawat : Ruang rawat umum 10. Lama rawat : 7-14 hari 11. Masa pulih : 2-3 minggu 12. Konsultasi : Fisioterapist 13. Prognosa : Jelek
84
5. SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS 1. Definisi 2.
3. 4.
5.
: Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang mengakibatkan manifestasi klinis yang luas. Diagnosis : Kriteria diagnosis ACR 1982 (4 dari 11) 1. Ruam malar 2. Ruam diskoid 3. Fotosensitivitas 4. Ulserasi di mulut atau nasofaring 5. Artritis 6. Serositis (pleuritis atau perikarditis) 7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5g/hari, atau silinder sel) 8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis. 9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau trombopenia. 10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif, tes serologis untuk sifilis positif palsu. 11. Antibodi anti nuklear (ANA) positif. Diag. banding : Mixed connective tissue disease, sindrom vaskulitis P.Penunjang : • LED, CRP • C3 dan C4 • ANA, ENA (anti dsDNA dsb) • Coomb test, bila ada AIHA • Biopsi kulit Terapi : • Penyuluhan. • Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sinar fluoresein. • Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue) dapat diberikan klorokuin 4 mg/kgBB/hari. • Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering off. • Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular. • Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan metilprednison 1gr/hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral. • Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif lain, misal siklofosfamid 500-1000 mg/m2 sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun. • Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah azatrioprin, siklosporin-A.
85
GERIATRI 1. SINDROM DELIRIUM AKUT 1. Definisi : Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom mental organic yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi. 2. Diagnosis : Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian, perubahan kognitif atau timbulnya gangguan persepsi yang bukan akibat demensia, timbul dalam jangka pendek, dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi medis umum maupun akibat intoksikasi, efek samping, atau putus zat/obat. • Harus dicari faktor pencetus dan faktor risikonya - Pencetus yang sering : gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia, hipo atau hiperglikemia, hiponatremia, azotemia), infeksi (sepsis, pneumonia, infeksi saluran kemih), penurunan cardiac output (dehidrasi, kehilangan darah akut, infark miokard akut, gagal jantung kongestif) strok (korteks kecil), obat-obatan (terutama antikolinergik), intoksikasi (alkohol,dll), hipo atau hipertermia, lesi sistem saraf pusat, psikosis akut, pemindahan ke lingkungan baru/tidak familiar, impaksi fekal, dan retensi urin. - Faktor risiko : riwayat gangguan kognitif, usia lebih dari 80 tahun, mengalami fraktur saat masuk perawatan, infeksi simtomatik, jenis kelamin pria, mendapat obat antipsikotik atau analgesik narkotik, malnutrisi, penambahan 3 atau lebih obat, dan penggunaan kateter urin. 3. Etiologi : Multifaktorial 4. Diag. Banding : Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis. 5. P.Penunjang : ● Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika ada indikasi. ● Darah perifer lengkap ● Elektrolit (terutama Natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah ● Analisis gas darah ● Urin lengkap dan kultur resistensi urin ● Foto toraks ● EKG 6. Penanganan : 1. Berikan oksigen, pasang infus dan monitor. 2. Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah selanjutnya; tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus. 3. Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik. 4. Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia urin. 5. Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. Jika memang diperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau benzodiazepin dan 86
monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan antipsikotik atipikal. Kaji ulang intervensi ini setiap hari; targetnya adalah penghentian obat antipsikotik dan pembatasan penggunaan obat tidur secepatnya. 6. Kaji status hidrasi secara berkala. 7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris 8. Komplikasi : Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli paru, sepsis. 9. Konsultasi : Rehabilitasi Medik, Psikiatri, Neurologi. 10. Prognosis : Dubia 2. INKONTINENSIA URIN 1. Definisi : Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah higiene dan sosial 2. Diagnosis : Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe inkontinensia urin.Terdapat 2 masalah dalam sistem saluran kemih yang dapat memberikan gambaran inkontinensia urin yakni masalah saat pengosongan kandung kemih dan masalah saat pengisian kandungan kemih. ● Untuk inkontinensia urin yang akut, perlu diobati penyakit atau masalah yang mendasari, seperti infeksi saluran kemih, obat-obatan, gangguan kesadaran, skibala, prolaps uteri. ● Inkontinensia urin yang kronik dapat dibedakan atas beberapa jenis: inkontinensia tipe urgensi atau overactive bladder, inkontinensia tipe stres, dan inkontinensia urin tipe overflow. - Inkontinensia urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih (frekuensi lebih dari 8 kali), keinginan berkemih yangf tidak tertahankan (urgensi), sering berkemih di malam hari, dan keluarnya urin yang tidak terkendali yang didahului oleh keinginan berkemih yang tidak tertahankan. - Inkontinensia urin tipe stres dicirikan oleh keluarnya urin yang tidak terkendali pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti bersin, batuk dan tertawa. - Inkontinensia urin tipe overflow dicirikan oleh menggelembungnya kandung kemih melebihi volume yang seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void reside (PVR) > 100cc. 3. Etiologi : Multifaktorial 4. P.Penunjang 5. Penanganan
: Urin lengkap dan kultur urine, PVR, gula darah, kalsium darah dan urin, urodynamic study. : Terapi tergantung pada penyebab inkontinensia urin. ● Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan overactive bladder, diberikan latihan otot dasar panggul, bladder training, schedule toiletting, dan obat yang bersifat antimuskarinik (antikolinergik) seperti tolterodin atau oksibutinin. Obat antimuskarinik yang dipilih seyogianya yang bersifat uroselektif. ● Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan utama, dapat dicoba bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian agonis alfa pada orang usia lanjut). 87
6. Follow Up 7. Komplikasi 8. Konsultasi 9. Prognosis
3. DEHIDRASI 1. Definisi
2. Diagnosis
3. Etiologi 4. P. Penunjang
5. Penanganan
● Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan, perlu diatasi sumbatannya. : Gejala klinis : Infeksi saluran kemih, lecet pada area bokong sampai dengan ulkus dekubitus, serta jatuh dan fraktur. : Rehabilitasi Medik, Urologi, Divisi Uroginekologi Dept. Obstetri dan Ginekologi. : ● Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul, prognosis cukup baik. ● Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya dapat diperbaiki dengan obat-obatan golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik. ● Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan mengatasi sumbatan/retensi urin).
: Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dihidrasi hipotonik). : Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada sama sekali. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis obyektif lainnya yang dapat membantu mengidentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang, berat jenis (BJ) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Nitrogen/Kreatinin lebih dari atau sama dengan 1,69 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik). : Hilangnya cairan tubuh : - Kadar natrium plasma darah - Osmolaritas serum - Ureum dan kreatinin darah - BJ urin - Tekanan vena sentral : Lakukan pengukuran keseimbangan cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai kebutuhan. Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-2500 ml/24 jam (30 ml/kg BB/ 24 jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sehari, termasuk jumlah insensible water loss sangat perlu 88
dilakukan setiap hari. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea, sesak napas, perubahan pola tidur, atau confusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi. • Dehidrasi hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur. • Dehidrasi isotonik: cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium (jus tomat), juga dapat diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran • Dehidrasi hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat diminum peroral, selain pemberian cairan enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah air, maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus: Defisit cairan (liter) = Cairan badan total (CBT) yang diinginkan - CBT saat ini CBT yang diinginkan = Kadar Na serum x CBT saat ini 140 CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg) CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg) Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na Cl 0,9% atau Dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik. 6. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris, produksi urine 7. Komplikasi : Gagal ginjal, sindrom delirium akut 8. Prognosis : Dubia ad bonam 4. PNEUMONIA PADA GERIATRI 1. Definisi : Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, jamur dan parasit. 2. Diagnosis : Infiltrat baru atau perubahan infiltrat progresif pada foto toraks, dengan disertai sekurang-kurangnya 1 gejala mayor atau 2 gejala minor berikut: Gejala Mayor : 1. batuk 2. sputum produktif 3. demam (suhu >37,8oC) Gejala Minor : 1. sesak napas 2. nyeri dada 3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik 4. jumlah leukosit >12.000/μL Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang 89
datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut. 3. Etiologi : Bakteri (Gram-positif maupun Gram-negatif, tipikal maupun atipikal), virus, jamur dan parasit 4. Diagnosis Banding : Emboli paru, gagal jantung, tuberkulosis paru. 5. Pemeriksaan Penunjang : Darah lengkap dengan hitung jenis, ureum dan kreatinin, analisis gas darah dan saturasi oksigen, c-reactive protein, albumin, foto toraks, EKG, kultur sputum mikroorganisme dan resistensi. 6. Penanganan : ● Suportif oksigen: oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik-ekspektoran, bronkodilator. • Farmakologis: Antibiotika empirik segera diberikan sejak awal sesuai dengan jenis pneumonia yang terjadi (CAP, HAP, atau VAP). Pada CAP dapat diberikan antibiotika golongan b-laktam/anti b-laktamase dan sefalosporin generasi II atau III yang dikombinasi dengan makrolid atau doksisiklin, atau fluorokuinolon saluran napas (levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin) sebagai obat tunggal. Pada HAP atau VAP dipilih antibiotika yang bekerja terhadap kuman Pseudomonas dan kuman nosokomial lain, seperti sefalosporin generasi III anti-pseudomonas, sefalosporin generasi IV, piperacillin-tazobaktam, kuinolon anti-pseudomonas (ciprofloksasin), atau aminoglikosida. Antibiotika spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan kuman dan uji resistensi. Pemilihan antibiotika juga harus memperhatikan penurunan fungsi organ yang mungkin sudah terjadi pada usia lanjut dan komorbid yang ada. • Program rehabilitasi medik (fisioterapi dada dan program lain yang terkait). 7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris 8. Komplikasi : Empiema, efusi pleura, gagal napas, sepsis sampai syok sepsis. 9. Konsultasi : Departemen Rahabilitasi Medik 10. Prognosis : Dubia 5. INFEKSI SALURAN KEMIH 1. Definisi : Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang melibatkan struktur saluran kemih, yaitu dari epitel glomerulus tempat mulai dibentuk urin sampai dengan muara urin di meatus urethrae externae. ISK pada usia lanjut dapat timbul sebagai akibat dari kondisi-kondisi yang sering menyertai orang usia lanjut, seperti inkontinensia urin dan hipertrofi prostat yang memerlukan pemakaian kateter menetap, imobilisasi, dan menurunnya fungsi imunitas baik non-spesifik maupun spesifik. 2. Gejala/Diagnosis : • Meningkatkan kecurigaan adanya ISK bila didapatkan kondisi-kondisi akut pada usia lanjut tanpa memperhatikan gejala khas dari ISK atau mengenali faktor-faktor resiko ISK pada usia lanjut adalah merupakan pendekatan diagnosis yang tepat. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan sampel urin untuk dianalisis dan dibiak serta melakukan pemeriksaan penunjang lain guna mengetahui adanya kelainan anatomi maupun struktural.
90
•
Kriteria diagnosis bakteriuria berdasarkan gambaran klinis dan cara pengambilan sampel urin: - >102 Colony Forming Unit (CFU) coloniform/ml urin atau >105 CFU noncoliform/ml urin, pada wanita dengan gejala ISK - >103 CFU bakteri/ml urin, pada pria dengan gajala ISK - >105 CFU bakteri/ml urin (2 kali pemeriksaan dengan jarak 1 minggu), pada wanita dan pria tanpa gejala ISK - >102 CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan kateter - Berapapun jumlah CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan gejala ISK dengan pengambilan sampel urin dari kateterisasi suprapubik 3. Etiologi : Bakteri 4. Diagnosis Banding : 5. Pemeriksaan Penunjang : A. LABORATORIUM Darah tepi lengkap Urin lengkap Biakan urin dengan tes resistensi kuman Fungsi ginjal (ureum, kreatinin, bersihan kreatinin) Gula darah B. NON LABORATORIUM BNO/IVP USG ginjal 6. Penanganan : • Non Farmakologi Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik Menjaga kebersihan daerah genitalia bagian luar • Farmakologi Antibiotika sangat dianjurkan dan perlu segera diberikan pada ISK simtomatik, sesuai dengan tes resistensi kuman atau pola kuman yang ada atau secara empiris yang dapat mencakup Escherichia coli dan gram negatif lainnya. Pada ISK asimtomatik antibiotika hanya diberikan pada pasien dengan resiko tinggi terjadinya komplikasi yang serius (seperti transplantasi ginjal atau pasien dengan granulositopenia) dan pasien yang akan menjalani pembedahan. Antibiotika oral direkomendasikan untuk ISK tak berkomplikasi dengan lama pemberian 7-10 hari pada perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan lama pemberian tidak kurang dari 14 hari. Antibiotika golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan pilihan pertama. Kadang pengobatan kombinasi masih digunakan pada infeksi yang sulit dikendalikan, terutama infeksi karena Enterococcus dan Pseudomonas. Golongan lain yang biasa digunakan adalah aminoglikosida, sefalosporin generasi ke-3 dan ampisilin. Keberhasilan pengobatan pada ISK simtomatik ditentukan oleh hilangnya gejala dan bukan hilangnya bakteri. Evaluasi ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat mulai dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang >2 kali dalam waktu 6 bulan. 7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris 91
8. Komplikasi
:
9. Konsultasi
:
10. Prognosis
:
Sepsis, gagal ginjal, pielonefritis akut, inkontinensia urin, ISK berulang. Departemen Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Urologi, Departemen Obstetri-Ginekologi Bila tak ada komplikasi: baik
6. ULKUS DEKUBITUS 1. Definisi : Ulkus dekubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan kerusakan jaringan di bawahnya. 2. Gejala/Diagnosis : Biasanya terdapat faktor-faktor resiko: imobilisasi, inkontinensia, fraktur, defisiensi nutrisi (terutama vitamin C dan albumin), kulit kering, peningkatan suhu tubuh, berkurangnya tekanan darah, usia lanjut. Stadium Klinis : Stadium I: Respon inflamasi akut terbatas pada epidermis, tampak pada daerah eritema indurasi dengan kulit masih utuh atau lecet. Stadium II: Luka meluas ke dermis hingga lapisan lemak subkutan, tampak sebagai ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit, biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu. Stadium III: Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatasan dengan fasia dan otototot. Stadium IV: Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi. • Luka tekan biasa terjadi di daerah tulang yang menonjol seperti sakrum dan kalkaneus karena posisi terlentang, trokanter mayor dan maleolus karena posisi miring 90o dan tuberositas iskial karena posisi duduk. 3. Etiologi : Tekanan 4. Diagnosis Banding : Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik, foto tulang terdapat kelainan, hitung leukosit >15.000/µl, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada osteomielitis yang mendasari. 5. Pemeriksaan Penunjang : DPL, kultur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regio yang dengan ulkus dekubitus dalam. 6. Penanganan : Umum • Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal faktor-faktor resiko untuk terjadinya dekubitus serta eleminasi faktor-faktor resiko tersebut. • Perhatikan status nutrisi pada semua stadium ulkus dekubitus. Pemberian asam askorbat 500 mg 2 kali sehari dapat mengurangi luas permukaan luka sebesar 84%. Asupan protein juga merupakan prediktor terbaik untuk membaiknya luka dekubitus. • Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, sepsis atau osteomielitis. Klindamisin dan gentamisin dapat berpenetrasi ke dalam jaringan di sekitar ulkus. Pemberian antibiotik spektrum luas untuk batang gram negatif dan positif, anaerob dan kokus gram positif dilakukan pada pasien sepsis karena ulkus dekubitus.
92
•
Debridemen semua jaringan nekrotik harus dilakukan untuk membuang sumber bakteriemia. • Tempat tidur khusus: Penggunaan kasur dekubitus yang berisi udara serta reposisi 4 kali sehari • Perawatan luka: Tujuan perawatan luka adalah untuk mengurangi jumlah bakteri agar proses penyembuhan tidak terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan debridemen jaringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga kali sehari. Bila sangat diperlukan seperti luka dengan pus atau sangat bau, antiseptik dapat digunakan dalam waktu singkat dan segera dihentikan begitu luka bersih. • Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus: a. Dekubitus derajat I: Kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari. b. Dekubitus derajat II: Perawatan luka memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Dapat diberikan salep topikal. Pergantian balut dan salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan. c. Dekubitus derjat III: Usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat mengalir keluar. Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara dapat masuk dan penguapan berjalan baik. Dengan menjaga luka agar tetap basah akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit. d. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus dibersihkan karena akan menghalangi epitelisasi. 7. Follow Up : Gejala klinis, laboratoris 8. Komplikasi : Sepsis 9. Konsultasi : Departemen Rehabilitasi Medik, Bedah Ortopedi, Bedah Plastik, Bedah Vaskuler. 10. Prognosis : Dubia ad bonam
93
TROPIK INFEKSI 1. INFEKSI SALURAN PERNAPASAN BAGIAN ATAS 1. Definisi : infeksi akut dari sistem respirasi yang disebabkan oleh virus: acute coryza, rhinitis, sinusitis, faringitis, acute laryngotracheobronchitis, acute epiglotitis, influenza 2. Inkubasi : 12 jam-5 hari 3. Etiologi : rhinovirus (acute coryza, faringitis, laringotracheobronchitis akut, influenza), bakteri: Streptococcus pneumoniae (sinusitis, faringitis), alergi (rhinitis) 4. Gejala : coryza akut: kelemahan, demam, lesu, nyeri hidung/menelan, beringus, bersin Sinusitis: dapat merupakan komplikasi coryza akut, nyeri kepala frontal, nyeri pipi dan tender, beringus Rhinitis: bersin, beringus, hidung tersumbat Faringitis: nyeri menelan, orofaring merah, tonsil besar dan merah, limfadenopati, demam, konjungtivitis Laringotracheobronchitis: suara parau, batuk, stridor, sianosis Epiglotis: demam, obstruksi jalan napas Influenza: demam, menggigil, nyeri otot, nyeri kepala, nyeri menelan, batuk kering 5. Komplikasi : sinusitis, pneumonia, meningo-encephalitis 6. P.Penunjang : Hb, leukosit, diff.leukosit,LED 7. Penanganan : Virus: simptomatik Bakterial: spiramicin, claritomicin, azitromicin, eritromicin 2. MALARIA 1. Definisi
2. Inkubasi 3. Gejala 4. Komplikasi
5. P.Penunjang
: Penyakit infeksi oleh karena infeksi plasmodium, ada 4 macam: - Plasmodium Falciparum - Plasmodium Vivax - Plasmodium Malariae (jarang) - Plasmodium Ovale (jarang) : 5-16 hari : - menggigil/dingin, panas dan berkeringat (trias malaria: P.Falciparum:24 jam; P.Vivax:48 jam; P.Malariae:72 jam) : - Ikterik - Gangguan kesadaran - Gangguan fungsi ginjal/oliguria - Hipoglikemia - Perdarahan (trombositopenia) - Hipotensi - Edema paru : - Tetes tebal dan/hapusan tipis - Hb, leukosit, hitung jenis leuko, trombosit 94
- Serum bilirubin, ureum, kreatinin, gula darah - Rapid test 6. Diag. Banding : - Demam tifoid, infeksi virus (demam dengue), ISPA 7. Penanganan : 1.Malaria dengan komplikasi/dengan kehamilan: rawat inap; malaria tanpa komplikasi, boleh rawat jalan/rawat inap 2. Malaria dengan komplikasi: lihat S.O.P Malaria berat 3. Malaria tanpa komplikasi: P.Falciparum: Artesunat-Amodiakuin + Primakuin 3 tab dosis tunggal satu kali pemberian P. Vivax: Chlorokuin + Primakuin selama 14 hari Kina Sulfat + Primakuin selama 14 hari Artosdiakuin + Primakuin selama 14 hari 8. Follow up : Periksa tetes tebal pada hari ke 3,7,14,28, untuk mendeteksi resistensi. Bila hasil tetes tebal, malaria masih (+): pengobatan dengan kina sulfat 3x10 mg/kgBB + Doksisiklin 2x100 mg selama 7 hari. 3. AMUBIASIS 1. Definisi
: Infeksi yang disebabkan oleh entamoeba histolitika, 90% asimptomatik, 10% gejala disentri, abses hati 2. Inkubasi : 2-6 minggu 3. Gejala : Nyeri perut bawah, diare ringan, malaise, BB turun, tinja dengan mucus dan darah. Keadaan berat, disertai demam, toksik megakolon, tenesmus 4. Komplikasi : Abses hati amuba, efusi pleura, ulkus genitalis 5. P.Penunjang : Tinja segar untuk deteksi amuba kista/tropozoit Tes serologi amuba Hb, LED, leukosit, hitung jenis, serum bilirubin, SGOT, SGPT, Alk.PO4. Radiologik: USG, Foto toraks untuk deteksi (abses hati) 6. Diag.Banding : Camphylobacter, E.coli, Shigella, Salmonela, Malaria, Tifoid 7. Penanganan : Metronidazole 3x500 mg 5-10 hari 8. Follow up : Bila diperlukan/ belum merasa sembuh 4. ABSES HATI AMUBA 1. Definisi : Terjadinya abses pada hati sebagai salah satu manifestasi ekstraintestinal karena komplikasi dari infeksi entamuba histolitika 2. Gejala : 1. Demam, berat badan turun, nyeri perut kanan atas 2. sering tidak ada manifestasi intestinal (hanya 1/3) 3. leukositosis, anemia ringan dan alkali fosfatase meningkat 4. sering disertai peritonitis, pleural effusion dan kadang terjadi perikarditis, abses otak dan infeksi pada kulit dan uro genital 3. Etiologi : Protozoa amoeba histolitika 4. P.penunjang : Hb, leukosit, LED, diff.leuko, tes fungsi hati, USG, foto toraks/diafragma, serologik amuba 5. Penanganan : 1. Metronidazole merupakan obat pilihan, 3x750 mg selama 5-10 hari 2. Aspirasi tidak diperlukan kecuali bila 3-5 hari setelah pengobatan tak berkurang atau pada abses lobus kiri. Aspirasi dilakukan untuk membedakan abses amuba atau piogenik. Abses amuba ialah steril, 95
6. Follow up 7. Komplikasi 8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa 5. GIARDIASIS 1. Definisi 2. Inkubasi 3. Gejala 4. P.Penunjang 5. Penanganan 6. FILARIASIS 1. Definisi 2. Inkubasi 3. Gejala
4. P.Penunjang 5. Penanganan
tak berbau, coklat atau kuning dan amuba hanya dideteksi pada sebagian kecil kasus. Indikasi aspirasi abses hati: 1. mengesampingkan abses piogenik 2. gagal pengobatan setelah 3-5 hari 3. bahaya ruptur 4. abses pada lobus kiri (bahaya ruptur ke pericardium) 3. Reseksi usus bila ada colitis berat disertai perforasi atau toksik megakolon (konsul bedah) : demam, nyeri abdomen, gejala klinis : efusi pleura, effusi pericardial : ruang rawat umum : 7-10 hari : 14-21 hari : kalau perlu spesialis bedah : baik
: infeksi giardia lambia pada usus halus : 1-3 minggu : asimptomatik, diare dan malabsorption, nausea, mual, muntah, kembung, nyeri abdomen, BB turun, pertumbuhan terganggu, dehidrasi. Gejala ekstraintestinal: urtikaria, anterior uveitis, arthritis : faeces (ditemukan cyst/tropozoit) : Metronidazole 3x250 mg/selama 5 hari
: infeksi nematoda pada jaringan subkutan dan limfatik oleh Wacheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori : 3-6 bulan : asimptomatik, demam dan obstruksi limfatik Kronik: limfedema dan elephantiasis, tropical pulm.eosinofilia Akut: demam, sakit kepala, nausea, limfadenopati yang nyeri, hydrocele, chyluria, nyeri scrotum, urtikaria, angioedema : deteksi microfilaria pada darah tepi Sampel darah vena diambil: 10 malam-4 pagi : -diethyl-carbamazepine (DEC) Hari I: 50 mg/per os; Hari II: 50 mg 3x sehari; Hari III: 100 mg 3x sehari; Hari 4-21: 6 mg/kg/hari dalam 3 dosis
7. ANKILOSTOMIASIS 1. Definisi : infeksi intestinal oleh ancylostoma duodenale 2. Inkubasi : 40-100 hari 3. Gejala : asimptomatik – gejala awal: manifestasi local di kulit (ground itch), local edema, eritema. Urtikaria, wheezing, nausea dan muntah, diare, peptic ulcer like 96
4. Komplikasi 5. P.penunjang 6. Penanganan
8. ASCARIASIS 1. Definisi 2. Inkubasi 3. Gejala
4. P.penunjang 5. Penanganan
: bronchitis, pneumonia, sindroma Loeffler’s, lava migrans : Pemeriksaan tinja, hapusan darah, serum iron, TIBC : Mebendazole 100 mg, 2x sehari selama 3 hari atau 300 mg dosis tunggal Pyrantel pamoate 11 mg/kgBB (max 1 gr) untuk 3 hari Untuk anemianya : Sulfas ferosus
: infeksi intestinal karena ascaris lumbricoides : 60-75 hari : pada fase migrasi ke paru: batuk, dada panas, batuk berdarah, demam, pneumonitis (Loeffler syndrome) Pada fase intestinal : asimptomatik, obstruksi usus, perforasi, intussuscepsi, volvulus. Bila masuk tractus biliaris: cholesistitis, cholangitis, pancreatitits, jarang abses hati. : deteksi telur ascaris, larva di sputum, darah tepi: eosinofilia. Bila perlu dilakukan foto abdomen, USG : Mebendazole, piperazine 75 mg/kg untuk 2 hari.
9. DEMAM TIFOID 1. Definisi : infeksi intestinal yang disebabkan oleh salmonella typii dan paratypii yang ditandai dengan demam > 5 hari, nyeri perut, diare atau konstipasi, delirium dan splenomegali. 2. Inkubasi : 8-28 hari 3. Gejala : demam, menggigil, dan sakit kepala, nyeri perut diffuse/ kuadrat kanan bawah. Timbul rash/rose spot/roseole. Konstipasi atau diare. Gangguan kesadaran, bradikardia relatif, lidah kotor. 4. Komplikasi : Perdarahan gastrointestinal, peritonitis, perforasi, pneumonia, meningitis, penurunan kesadaran (typhoid encephalopathy) 5. P.penunjang : Kultur bakteriologis: darah/tinja/urine/aspirasi marrow, widal, lekosit, diff.leuko, Hb, trombo, bilirubin, SGOT,SGPT, IgM-anti Salmonella typii 6. Penanganan : 1. Florokuinolon oral selama 14 hari (pilihan utama) 2. Kloramfenikol 50-60 mg/kg/hari dalam 4 dosis bila ada perbaikan diturunkan menjadi 30 mg/kg sampai 14 hari. Efek samping: supresi sum-sum tulang. 3. Infeksi berat : Cefriaxone 2gr/hari selama 14 hari atau Pefloxacine intravena 2x400 mg per infuse 4. Istirahat total di tempat tidur sampai 5 hari bebas panas 5. Diet rendah serat. 10. SHIGELLOSIS 1. Definisi : infeksi intestinal yang disebabkan oleh shigella yang ditandai dengan diare ringan sampai disentri berat. 2. Inkubasi : 24-48 jam 3. Gejala : - diare cair ringan sampai berat, diare dengan darah(disentri) - demam, lemah, anoreksia, nyeri perut, tenesmus. 97
4. Komplikasi 5. P.penunjang 6.
Penanganan
: toxic mega colon, perforasi, protein losing enteropathy, hemolytic uremic syndrome, bakteremia, kejang, artiritis reaktif, hiponatremia, leukemoid reaction. : kultur tinja, Hb, leuko, hitung jenis, ureum, kreatinin, natrium dan kalium. : Ciprofoxacin 3x500 mg selama 2 hari atau Ampisilin 3xsehari 500 mg selama 2 hari atau Trimethoprine-Sulfamethoxazole 2x2 table selama 2 hari
11. ESCHERICHIA COLI 1. Definisi : merupakan penyebab tersering dari diare 2. Inkubasi : 1-3 hari 3. Gejala : biasanya sembuh sendiri, anoreksia, kramp perut, diare cair. Demam, disentri, malaise, mialgia. 4. Komplikasi : hemolytic uremic syndrome, thrombotic thrombocytopenic purpura. 5. P.penunjang : tinja, leukosit, dan kultur 5. Penanganan : rehidrasi - invasif E.coli: Trimetoprim-sulfamethazole 2x2 tablet selama 2 hari, Ciprofloxacine 2-3 x 500 mg/hari selama 2 hari 12. CHOLERA 1. Definisi 2. Gejala
: Penyakit diare akut karena infeksi vibrio cholera pada usus halus dengan karakteristik diare cair yang frekuent disertai vomiting : - inkubasi 1-2 hari, diare akut tanpa nyeri. - dapat simptomatik-diare berat sampai dehidrasi - diare cair sampai 1 L/jam - perut kembung sampai muntah - kramp otot kaki - haus, kelemahan, lethargy, gangguan kesadaran. - hipovolemia sampai syok - asidosis dan pre renal failure : vibrio cholera, vibrio eltor. : Hb, Leuko, HT, mikroskpik tinja, kultur rectal swab :
3. Etiologi 4. P.Penunjang 5. Penanganan 5.1. Pemberian cairan Dalam keadaan syok, rehidrasi dilakukan dengan cairan. R-Lactate, dihitung 10% BB, diberikan dalam 2-3 jam Pada orang dewasa pemberian cairan secara cepat 4 liter dalam 1 jam pertama sampai nadi dan tensi terukur 5.2. Antibiotika : tetrasiklin 4x250 mg (50 mg/kg) atau Kloramfenikol + Co-trimoxazole atau Doxycycline 300/1x atau Ampiciline 3x500 selama 3 hari atau Quinolon, ciprofloxacine 3x500 mg/3 hari 6. Follow up : status dehidrasi, produksi urine, B.J.urine/plasma, ureum, kreatinin, syok hipovolemik. Gagal ginjal akut, asidosis 7. Komplikasi : syok hipovolemik, gagal ginjal akut, asidosis 8. Tempat rawat : Ruang rawat umum 9. Lama rawat : 5-7 hari 98
10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: 10 hari : -: baik
13. LEPTOSPIROSIS (PENYAKIT WEIL’S) 1. Definisi : penyakit infeksi oleh karena Leptospira intergogans dengan karakteristik demam akut disertai mengggigil, mialgia, nyeri kepada dan suffuse conjungtiva 2. Gejala : 1. Asimptomatik/fulminant dengan manifestasi gagal ginjal dan Gagal hati 2. demam akut dengan panas tinggi, menggigil, nyeri kepala, mialgia, malaise dan suffuse conjungtiva 3. anoreksia, nausea dan vomiting 4. fase leptospiremik berakhir 4-8 hari dengan ikterik 5. fase leptospiuric (fase imun) setelah minggu ke-2 dengan tandatanda meningeal 6. dalam kedaaan berat disertai disfungsi hati, ginjal dan perdarahan paru. 3.Etiologi : bakt. gram negative, leptospira interrogans icterohaemorrhagiciae. 4P.penunjang : leukositosis, bilirubin naik, transaminase sedikit meningkat, azotemia. Urin:proteinuria, eri dan leuko disertai hialin dan granular cast. Cairan cerebrospinalis lymphositic pleositosis, protein meningkat dan glukosa normal. Kalau mungkin serologik terhadap leptospira. 5. Penanganan : - Penicilline G 10-12 juta unit/hari selama 7-10 hari. - Pemberian cairan yang cukup dan elektrolit. 6. Follow Up : kesadaran, produksi urin. 7. Komplikasi : gagal ginjal akut, hemolitik anemia, aritmia, CHF. 8. Tempat rawat : ruang rawat umum atau ICU. 9. Lama rawat : 7-10 hari 10. Masa pulih : 14 hari. 11. Konsultasi : 12. Prognosa : dubious. 14. TETANUS 1. Definisi 2. Inkubasi 3. Gejala
4. Komplikasi
: kejang/spasm local/ diffuse dari sistem otot oleh karena infeksi clostridium tetani. : hari – minggu (3-14 hari) : Trismus (m.masseter) Disfagia, nyeri/kaku leher/bahu, kaku otot perut, kekakuan ekstremitas, risus sardonicus (kontraksi otot muka), opistotonus (kaku otot punggung/belakang), sianosis o.k gagal respirasi (otot pernafasan), demam, tendon reflex meningkat. Disfungsi autonomik: hipertensi, takikardia, aritmia, hiperpireksia, berkeringat. : Gagal respirasi, pneumonia, emboli paru, fraktur, dekubitus, rhabdomiolisis. 99
5. P. Penunjang 6. Penanganan
: Bila ada luka, kultur mikrobiologik. Darah : leukositosis; CSF : normal, EMG : Eliminasi bacteria: penicillin 10-12 juta unit/hari selama 10 hari. Bila alergi clindamycin, erythromycin, metronidazole. Antitoksin : TIG (tetanus immune globulin-human) 3000-6000 unit i.m dosis terbagi (500 unit mungkin cukup), diberikan sebelum manipulasi luka. Bila pakai TAT (equine tetanus antitoksin), murah, dosis 10.000 unit (--100.000 unit) Antikejang: diazepam/ lorazepam/ barbiturate/ chlorpromazine. Pertahankan jalan nafas : k.p. tracheostomi/intubasi. Rehydrasi, nutrisi, fisioterapi. Penanganan luka (Konsul Bagian Bedah)
15. DEMAM DENGUE 1. Definisi : infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Ada 2 bentuk : • Demam dengue (classic dengue fever) • Demam dengue berdarah (dengue hemorrhagic fever-dengue shock syndrome)------- s.o.p gawat darurat tropic. 2. Inkubasi : 2-7 hari. 3. Gejala : Demam akut, nyeri kepala/belakang, mialgia, atralgia, nausea, muntah, anoreksia, hiperestesi kulit, palmar edema. Limfadenopati flush (merah pada kulit), bengkak pada palpebra, suffusion pada conjungtiva, rash morbiliform, petekia, tes tourniquet positif. 4. Komplikasi : DHF/DSS, Manifestasi perdarahan, syok. 5. P.Penunjang : Hb, Ht, trombosit, diff.leukosit, serologi awal & konvalesen. 6. Penanganan : - simptomatik antipiretik : parasetamol 3x500 mg. - pemberian cairan NaCL/Ringer Laktat & suportif - DHF/DSS : lihat s.o.p gawat darurat. 16. RABIES 1. Definisi 2. Inkubasi 3. Gejala
4. Komplikasi 5. Penanganan
: infeksi virus rabies yang menyebabkan manifestasi. : 20-90 hari (4 hari-tahun) : Gatal, nyeri, semutan pada bekas gigitan. Demam dan malaise, hidrofobia, aerofobia. Kejang umum, exitasi, halusinasi, ganas/agresif Hipersalivasi, lakrimasi, berkeringat Koma, flaccid paralysis, meninggal dalam 2-3 hari Riwayat dugaan gigitan binatang rabies. : Kelumpuhan otot menelan, respirasi; kelelahan. : suportif, tak ada pengobatan spesifik Cairan NaCL 0,9% & Dekstrose 5% 2-3 L/hari infuse.
17. GIGITAN ULAR/BINATANG BERBISA 1. Definisi : Gigitan binatang berbisa ular - identifikasi binatang berbisa. 2. Gejala : - luka/bekas gigitan (ular ada 3 titik, kadang berdarah) 100
3. Etiologi 4. P.Penunjang 5. Penanganan
: : :
6. Follow Up 7. Komplikasi 8. Tempat Rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi
: : : : : :
- nyeri daerah gigitan, bengkak, biru. - efek sistemik :neurotoksik : paralysis mata, mulut dan pernapasan. - efek hemolitik : bleeding, syok & aritmia, gagal ginjal akut. ular/binatang berbisa. Hb, leukosit, urin. 1. Immobilisasi bagian gigitan 2. Anti venom (hiperimun immunoglobulin) 3. Neutralization of procoagulant venoms. 4. Suportif Keadaan umum, kesadaran, tensi Hemolisis, syok ICU/ruang rawat umum 5-7 hari. 10 hari Spesialis bedah
101
KEGAWAT-DARURATAN TROPIK MALARIA BERAT 1. Definisi
2. Gejala 3. Etiologi 4. P.Penunjang
: Infeksi P.Falsiparum bentuk aseksual (ring-form/tropozoit) dengan gejala klinik/laboratorik : * Malaria hiperparasitemia > 5%(++++) * Malaria serebral * Malaria biliosa (ikterik), bilirubin 3 mg % * Malaria dengan gagal ginjal, kreatinin > 3 mg % * Malaria algid * Malaria dengan kencing hitam * Malaria dengan asidosis, pH < 7,25 atau bicarbonat < 15 mmol/L * Malaria dengan edema paru/ARDS * Malaria dengan Hb < 5 gr%, Ht<15% * Malaria dengan hiperpireksia, rectal > 40 C * Malaria dengan perdarahan * Malaria dengan hipoglikemi, gula darah < 40 mg% * Malaria dengan gangguan sirkulasi, sistolik < 70 mmHg * Malaria dengan konvulsi > 2 x 24 jam * Malaria dengan muntah terus-menerus # Ditemukannya p.falsiparum bentuk aseksual pada darah tepi # Mengenyampingkan penyakit lain yang dapat memberikan gejala menyerupai komplikasi malaria # bila P. Vivax atau malaria negative, hanya bila penyakit lain disingkirkan dan berespon hanya dengan obat malaria : stda : malaria falsiparum, malaria campuran, kadang-kadang vivax : Hb, darah malaria, hitung parasit, serum bilirubin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin
5. Penanganan 5.1 Pemberian OAM (obt anti malaria) secara parenteral : 5.1.1 Artesunat IV 2,4 mg/KgBB jam 0, 12, 24 lalu tiap 24 jam sampai keadaan umum baik, dilanjutkan dengan pengobatan oral dengan artesunat amodiakuin 5.1.2 Kina HCl ( 1 ampul = 500 mg) Dosis 10 mg/KgBB (500mg untuk BB 40-50Kg) dalam infus 5% dekstrose 500cc selama 2-4 jam diulang tiap 8 jam sampai penderita sadar (diberikan melalui mikro-drip) Catatan: - Pemberian paling cepat 2 jam/100cc cairan - Dosis awal 20 mg/BB (1000mg) kina HCl hanya bila tidak memakai kina/klorokuin/meflokuin 48 jam sebelumnya
102
- Bila penderita sadar, kina dilanjutkan peroral dengan dosis 3 x 400 – 600mg (10-20mg/KgBB)/ hari sampai hari ke 7 5.2.1 Pemberian cairan : Kebutuhan cairan tergantung status dehidrasi, BB dan temperatur badan Kebutuhan dasar : Koreksi dehidrasi BB 40-50 Kg : 1500 cc +(3-5)% (dehidrasi ringan) 51-60 Kg : 1750 cc +(6-10)% (dehidrasi sedang) 61-70 Kg : 2000 cc +(11-15)% (dehidrasi berat) * Paling tepat cairan diberikan dengan monitoring CVP * cairan yang dipilih ialah dektrose 5% * Bila syok/hipotensi dipilih cairan N.Saline 5.3 Komplikasi-komplikasi : 5.3.1 Hipoglikemi (Gula darah < 50 mg%) Sering terjadi pada : - penggunaan kina - malaria serebral - malaria biliosa - malaria kehamilan Penanganan : Bila gula darah 30 – 50 mg% * Berikan dextrose 40% 1 ml/KgBB, dilanjutkan dengan dextrose 10% Bila gula darah < 30 mg% * Berikan dextrose 40%, 2ml/KgBB, dilanjutkan dengan dextrose 10% * Kontrol gula darah tiap 4 jam 5.3.2 Gagal ginjal (kreatinin > 3 mg% / oliguria) - Takar urin , BJ urin, analisa urin - Na & urea pada urin Dehidrasi : BJ urin > 1,015 Na urin < 20 meq/L Gagal ginjal : * sering pre-renal karena dehidrasi * tubuler nekrosis akut – 10% (BJ urin < 1,010) Bila setelah pemberian cairan, urin , < 400 ml/24 jam atau < 1 ml/menit, diberikan furosemide 40 mg iv. Furosemide dapat diulang/dinaikkan bila diuresis tidak terjadi sampai dosis 160 mg iv. Bila hari ke 3 kreatinin tidak turun/diuresis kurang dosis kina diturunkan setengahnya. Bila gagal dengan diuretika disiapkan untuk dialisis. 5.3.3
5.3.4
Malaria Ikterik (Malaria Biliosa, bilirubin > 3mg%) DD : * Hepatitis akut (tidak panas, SGOT/SGPT > 5x) * Kolesistitis akut (AlkPO4 & G–GT meningkat) * Abses hati * Leptospirosis Penanganan : * OAM (seperti di depan) * Bila pada hari ke 3 bilirubin tidak menurun, kina diturunkan setengah dosis * Hati-hati pada hipoglikemia * Vitamin K 10 mg/hari (selama 3 hari) untuk memperbaiki faktor koagulasi Anemia berat Bila Hb < 6 gr% atau PCV < 19% Penanganan : * Transfusi Packed Red Cell sampai dengan Hb > 10gr% 103
5.3.5
Trombositopenia berat (trombosit < 10.000/mm3) Penanganan : Pemberian trombosit konsentrat 6. Follow up : Gangguan kesadaran, hipoglikemia, produksi urin, febris, hitung parasit, serum bilirubin dan kreatinin pada hari ke 3 7. Komplikasi : hipoglikemi, gagal ginjal, edema paru 8. Tempat rawat : ICU 9. Lama rawat : 1 minggu 10. Masa pulih : 2 minggu 11. Konsultasi : -12. Prognosa : dubious TIFOID BERAT 1. Definisi
2.
3. 4. 5.
6. 7.
: Penderita dengan diagnosa klinis dan/laboratoris demam tifoid disertai dengan gejala-gejala tifoid dengan encephalopathy, tifoid dengan peritonitis dan tifoid dengan perdarahan/syok Gejala : Secara klinis tifoid, riwayat demam > 5 hari, keluhan abdominal (nyeri perut, diare/konstipasi), lidah kotor, hepoto/splenomegali dan doughy abdomen Leukopenia, serologi, tes widal positif, kultur darah/urin/tinja Etiologi : Salmonella typhosa P.Penunjang : Hb, leukosit, diff. Leukosit, widal, serum bilirubin, kreatinin Penanganan : 5.1 Pemberian Antibiotika 5.1.1 Pefloxacin parenteral 2 x 400 mg per-infus dua hari dilanjutkan peroral 400 mh/hari sampai hari ke 7 atau ofloxacin 2 x 400 mg selama 10 hari 5.1.2 Ceftriaxone 2 x 1 gr atau cefoperazone 100 mg/kg/hari dalam 2 dosis sampai panas turun dilanjutkan dengan pefloxacin oral atau chloramphenicol 3 x 500 mg sampai hari ke 14 5.1.3 Kloramfenikol, dosis 50 mg/Kg/hari, parenteral/i.v atau parenteral Trimethoprim-sulphamethoxazole 6,5-10 mg/kg/hari Follow Up : kesadaran, tanda abdomen akut, perdarahan intestinal Komplikasi : Tifoid encephalopati, peritonitis, syok/ perdarahan, pneumonia, meningitis 7.1 Tifoid dengan encephalopathy : - mortalitas 40 % - gejala klinik : tifoid dengan gangguan neuro-psikiatri:disorientasi—delirium, obtundasi, stupor dan koma, kejang, meningitis, schizophrenia, depresi dan katatonia Penanganan Dexamethasone 3 mg/kg i.v diberikan dalam 30 menit dilanjutkan 1 mg/kg/i.v 30 menit tiap 6 jam untuk 8 x (total pemberian selama 48 jam) 7.2 Tifoid dengan peritonitis/perforasi 7.2.1 Bila terjadi perforasi : tindakan operasi 7.2.2 Bila hanya peritonitis : Antibiotik, pipa lambung, pemberian cairan, darah, oksigen, dan bila syok 104
diberi kortikosteroid. Steroid dapat menghambat penyembuhan luka Mortalitas 10 - 32% 7.3 Tifoid dengan perdarahan/syok : 7.3.1 tindakan suportif : transfusi darah, jarang diperlukan transfusi trombosit, fresh frozen plasma, ataupun tindakan reseksi usus Bila tak ada gangguan kesadaran/syok, mortalitas < 1% 8. Tempat Rawat : ICU atau ruang rawat umum 9. Lama rawat : 10 hari 10. Masa pulih : 14 – 20 hari 11. Konsultasi : Bila ada perforasi perlu ahli bedah 12. Prognosa : Dubious
DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF/DSS) 1. Definisi : Infeksi virus dengue dengan gejala klinis berupa panas tibatiba, malaise, sakit kepala, batuk, anoreksia dan muntah disertai gejala perdarahan di bawah kulit atau perdarahan spontan, takikardia dan hipotensi 2. Gejala/Klasifikasi : Klasifikasi Demam dengue berdarah : * DHF I : trombosit < 100.000/mm3 & Ht > +20% * DHF II : perdarahan spontan * DHF III : gagal sirkulasi, dingin, hipotensi, berkeringat * DHF IV : Syok, tensi tak terukur, nadi cepat 3. Etiologi : Virus Dengue 4. P.Penunjang : Hb, hematocrit(PCV), trombosit, tes serologik : titer fase akut 4 x lipat fase penyembuhan, IgM antibodi setelah minggu ke 4 5. Penanganan : 5.1. Cairan RL atau 0,5 N Saline 10 – 20 ml/KgBB/Jam. Cairan oral tak dibatasi 5.2. Observasi tanda vital tiap 30 menit, hematocrit/1 jam, daftar intake dan output serologi, isolasi, X-Match darah 5.3. Cairan diteruskan tergantung Ht, tanda vital, muntah/tidak, produksi urin/B.J, gas darah dan elektrolit. KU stabil boleh pulang Bila penderita masuk ke dalam syok 5.4 Cairan N Salin/RL 10 – 20 ml/Kg/1 jam 5.5 Monitor : Ht, produksi urin, serum elektrolit, gas darah, asidosis, elektrolit 5.6 Bila tak ada perbaikan ( Ht, tensi >100, nadi) Infus dekstran 40 / albumin / plasma. perbaikan 5.7 Bila tak ada perbaikan hati-hati edema paru, bila perlu furosemide 2 mg/Kg per oral 5.8 Cari adanya perdarahan, bila perlu transfusi darah 10 – 20 ml/Kg 6. Follow up : Tanda-tanda vital, kesadaran, perdarahan 7. Komplikasi : Perdarahan, syok 8. Tempat rawat : ICU atau ruang rawat umum 9. Lama rawat : 7 hari 10. Masa pulih : 7 – 14 hari 11. Konsultasi : 12. Prognosa : Baik
105
PENATALAKSANAAN PENDERITA DBD & RENJATAN pasien DHF dengan syok
Nadi tidak teraba Tensi tak terukur
Nadi teraba, kecil, lembut, Tensi < 80 mmHg, tek nadi < 20 mmHg - Infus RL 20 ml/20 g BB jam - Berikan O2 2 L/menit
-Infus RL guyur (max 1 jam) k.p. diawali 100-200 ml i.v - Berikan O2 2 L/menit
OBSERVASI (1 jam) - tensi & nadi tiap 15 menit
Renjatan belum teratasi -
Renjatan teratasi : Ht cenderung turun Tensi > 100 mmHg Nadi normal
Infus RL 20 ml/Kg/BB jam
-
Plasma atau plasma expander 20-30 ml/kg BB/jam Berikan O2 2 L/menit
- Infus RL 10 ml/kgBB/jam selanjutnya sesuai kebutuhan sampai keadaan umum baik Observasi
Observasi (1 jam)
- Tensi & nadi tiap jam sampai KU stabil - Ht dan trombosit tiap 4-6 jam sampai KU baik
Renjatan belum teratasi
Renjatan Teratasi
Pulang - Penjelasan tentang pencegahan DBD/PSN
ICU
Antara lain : Berikan O2 yang dilembabkan - Pertimbangkan darah segar, trombosit atau FFP Pasang CVP (dipertahankan 5-8 cm) - Berikan dopamine Tentukan jenis cairan dan kecepatan - Analisa Gas Darah 106 Usahakan urin >1 ml/kgBB/jam, BD urin <1,020
MENINGITIS MENINGOCOCCAL DEWASA 1. Definisi : Penyakit infeksi oleh karena Neisseria Meningitidis yang berasal dari koloni pada nasopharyngeal yang menyebar ke darah/meningen 2. Gejala : 1. Ringan – fulminant, akut/kronik 2. demam, kaku kuduk, mual dan muntah 3. mialgia dan kelemahan umum 4.lethargy, bingung-bingung dan penurunan kesadaran (koma) 5. Kernig’s dan brudzinki’s sign positive 6. purpura dan petekia 7. aphasia, hemiparesis dan cacat lapang pandangan 8. septik syok : hipotensi, gangguan kesadaran, ARDS, disfungsi miokardium dan DIC 9. atrhritis, perikarditis, pneumonia, infeksi genital dan anal 3. Etiologi : bakteri gram negatif, neisseria meningococcus 4. P.Penunjang : Hb, leukosit, diff. Leuko, punksi lumbal 5. Penanganan : - merupakan tindakan gawat darurat - antibiotik secepatnya pilihan utama : penicilline 24 juta unit/hari : pilihan kedua chloramphenicol bila alergi terhadap penicillin : ceftriaxone sebagai pilihan berikutnya - kontak terdekat sebaiknya mendapat profilakis rifampisin 600 mg/hari selama 2 hari - penderita juga perlu mendapat rifampisin sebelum keluar RS untuk memberantas bakteri pada nasopharyngeal 6. Follow up : kesadaran, tanda-tanda vital, produksi urin, kejang 7. Komplikasi : sepsis 8. Tempat rawat : ICU 9. Lama Rawat : 7 – 10 hari 10. Masa pulih : 21 hari 11. Konsultasi : dokter spesialis saraf 12. Prognosa : dubious
107
GINJAL HIPERTENSI 1. HIPERTENSI Definisi: Keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang mendapat obat anti hipertensi Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII) KLASIFIKASI Normal Pre - hipertensi Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2
TD Sistolik (mmHg) < 120 120 – 139 140 – 159 ≥ 160
dan atau atau atau
TD Diastolik (mmHg) < 80 mmHg 80 -89 90 - 99 ≥ 100
Diagnosis: Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit. Pengukuran pertama harus dilakukan pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan adanya kelainan pembuluh darah perifer. Pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri diindikasikan pada pasien dengan resiko hipertensi (lanjut usia, pasien DM, dll) Faktor Resiko Kardiovaskular: • Hipertensi • Merokok • Obesitas • Inaktivitas fisik • Dislipidemia • Diabetes Mellitus • Mikroalbuminuria • Usia (♂ > 55 thn; ♀ > 65 thn) • Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (♂ < 55 thn; ♀ < 65 thn) Kerusakan organ sasaran: 108
• Jantung: Hipertrofi ventrikel kiri, Angina atau riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi koroner, gagal jantung • Otak: Stroke atau Transient Ischemic Attack (TIA) • Penyakit Ginjal Kronik • Penyakit Arteri Perifer • Retinopati Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi: • Sleep apnea dengan obat • Penyakit ginjal kronik • Penyakit renovaskuler Cushing Syndrome • Feokromositoma • Penyakit tiroid atau paratiroid
•
Akibat
• •
Aldosteronisme primer Terapi steroid kronik
•
Koarktasi aorta
obat
atau
berkaitan
dan
Diagnosis Banding: Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll. Pemeriksaan Penunjang: • Urinalisis • Tes fungsi ginjal • Gula darah • Gula darah • Elektrolit • Profil lipid • Foto toraks • EKG • Pemeriksaan tambahan sesuai penyakit penyerta: Asam urat, Aktivitas renin plasma, Aldosteron, Katekolamin urin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal, Ekokardiografi Terapi: 1. Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah <140/90 mmHg atau <130/80 pada pasien DM atau penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka diberikan obat inisial. 2. Obat inisial dipilih berdasarkan: 2.1. Hipertensi tanpa Compeling Indication 2.1.1. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretic. Pertimbangkan pemberian panghambat ACE, penyekat reseptor beta, penghambat kalsium atau kombinasi 2.1.2. Pada hipertensi stage II, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretic, tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor A II atau penyekat reseptor Beta atau penghambat kalsium 2.2. Hipertensi dengan compelling indication. Kondisi
Obat – obat yang direkomendasikan
109
Resiko Penyekat Antagonis Tinggi dgn Penghambat Penghambat Antagonis Reseptor compelling Diuretik Reseptor ACE Kalsium Aldosteron β A II indication Gagal jantung Post Infark Myocard Resiko tinggi Peny. Koroner Diabetes Melitus Peny. Ginjal Kronik Pencegahan Stroke Berulang Bila target tekanan darah tidak tercapai, lakukan optimalisasi dosis, atau tambahkan obat lain. Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis hipertensi. 3. Pada Penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII: Evaluasi kreatinin dan kalium serum. Bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi, pemberian harus dihentikan. 4. Kondisi khusus lain : 4.1. Obesitas dan sindrom metabolic (terdapat 3 atau lebih keadaan Berikut : lingkar pinggang laki-laki > 102 cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah puasa ≥ 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi ≥150 mg/dl, kolesterol HDL rendah ≤ 40 mg/dl pada laki-laki atau ≤ 50 mg/dl pada perempuan) → modifikasi gaya hidup yang intensif dengan terapi pilihan utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah antagonis resptor AII, penghambat kalsium, dan penghambat α 4.2. Hipertrofi ventrikel kiri → tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk penurunan berat badan, restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua kelas antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin, dan minoksidil 4.3. Penyakit arteri perifer → semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor resiko lain, dan pemberian aspirin 4.4. Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi → diuretika (tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit penyerta. 4.5. Kehamilan → pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis kalsium, dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan selama kehamilan.
110
Komplikasi: • Hipertrofi ventrikel kiri • Aterosklerosis • Infark Miokard
• Proteinuria • Retinopati • Angina Pektoris
• Gangguan fungsi ginjal • Stroke atau TIA • Gagal jantung
Prognosis: Bonam Wewenang • RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam • RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam Unit Yang Menangani • RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Ginjal Hipertensi, Divisi Kardiologi • RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam Unit Terkait • RS Pendidikan : ICCU, Departemen Mata, Neurologi • RS Non Pendidikan : ICCU/ICU, Departemen Mata, Neurologi
111
2. KRISIS HIPERTENSI Pengertian Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Dibagi menjadi dua : 1. Hipertensi emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif 2. Hipertensi urgency : situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Diagnosis • Anamnesis : riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat pasien, tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung, dan gangguan penglihatan • Pemeriksaan fisis : Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda-tanda penumukan cairan, funduskopi, dan status neurologis. • Laboratorium : sesuai dengan penyakit dasar, penyakit penyerta dan kerusakan organ target. Diagnosis Banding Penyebab Hipertensi Emergency : Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema • Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral. Perdarahan subarachnoid, dan trauma kepala • Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, pasca operasi bypass koroner 112
• •
• • • • •
Kondisi ginjal : GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen vascular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal Akibat kelainan katekolamin di sirkulasi : krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat dengan MAO inhibitor, Penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis Eklampsia Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vascular Luka bakar berat Epistaksis berat Thrombotic thrombocytopenic purpura
Pemeriksaan Penunjang DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG, pemeriksaan khusus sesuai Indikasi : foto toraks, ekokardiografi, aktivitas rennin plasma, aldosteron, metanefrin/katekolamin, USG abdomen, CT scan, MRI Terapi Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure 25% (pada stroke penurunan hanya boleh 20% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi > 220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam, 12-16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah pada hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam. Komplikasi Kerusakan organ target Hipertensi Urgency Obat Captopril Klonidin Labetalol Furosemid
Dosis
Awitan
6,25 – 50 mg peroral atau sublingual bila tidak dapat menelan Dosis awal peroral 0,15 mg, selanjutnya 0,15 mg tiap jam dapat diberikan sampai dengan dosis total 0,9 mg 100-200 mg per oral 20-40 mg peroral
15 menit
Lama Kerja 4-6 jam
0,5-2 jam
6-8 jam
0,5-2 jam 0,5-1 jam
8-12 jam 6-8 jam
Awitan
Lama Kerja
5-15 menit
2-3 jam
Hipertensi emergency Obat
Dosis
Diuretik : Furosemid
20-40 mg, dapat diulang. Hanya diberikan bila terdapat retensi cairan
113
Vasodilator : Nitrogliserin Diltiazem Klonidin Nitroprusid
Infus 5-100 mcg/menit. Dosis awal 5 mcg/menit, dapat ditingkatkan 5 mcg/menit tiap 3-5 menit Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB), dilanjutkan infus 5-10 mg/jam 6 ampul dalam 250 ml cairan infuse, dosis diberikan dengan titrasi Infus 0,25 - 10 mcg/kgBB/menit (max. 10 menit)
2-5 menit
5-10 menit
segera
1-2 menit
Prognosis Dubia Wewenang • RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam • RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam Unit Yang Menangani • RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Ginjal Hipertensi • RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam Unit Terkait • RS Pendidikan : Medical High Care, ICU • RS Non Pendidikan : ICU
114
3. GAGAL GINJAL AKUT Pengertian Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam – minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan CCT hitung sampai 50% atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan dialysis. Diagnosis Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA : 1. Pre renal : akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah jantung dan hipotensi oleh sebab lain 2. Renal : akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemi ginjal, penyakit glomerular) 3. Post renal : akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan ginekologis) Fase gagal ginjal akut adalah: Anuria (produksi urin < 100 ml/24 jam), Oligouria (produksi urin < 400 ml/24 jam), Poliuria (produksi urin > 3500 ml/24 jam) Diagnosis Banding Episode akut pada penyakit ginjal kronik Pemeriksaan Penunjang Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis, elektrolit, AGD, gula darah Terapi • Asupan Nutrisi o Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi; kebutuhan ditambah 15-20% pada GGA berat (terdapat komplikasi/stress)
115
o Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi; 1-1,5 gram/kgBB ideal/hari pada GGA berat o Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30 o
•
Suplementasi asam amino tidak dianjurkan
Asupan cairan → tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan keluar tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengukuran tekanan vena sentral bila ada fasilitas. ⊕ Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
Bila akibat perdarahan diberikan transfuse darah PRC dan cairan isotonic, hematokrit dipertahankan sekitar 30% Bila akibat diare, muntah, atau asupan cairan yang kurang dapat diberikan cairan kristaloid. ⊕ Normovolemia : cairan seimbang (input = output) ⊕ Hipervolemia : restriksi cairan (input < output) ⊕ Fase anuria/oligouria : cairan seimbang; fase poliuria : 2/3 dari cairan yang keluar Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300 – 500 ml electrolyte free water perhari sebagai bagian dari total cairan yang diperlukan • Koreksi gangguan asam basa • Koreksi gangguan elektrolit ⊕ Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak mengandung kalium, obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti penghambat ACE dan diuretic hemat kalium, dan cairan/nutrisi parenteral yang mengandung kalium. ⊕ Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi peroral 3-4 gram perhari dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan kalsium glukonas 10% IV ⊕ Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti aluminium hidroksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan makanan. • Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamine dapat membantu pemeliharaan fase non oligourik, tapi terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang diinginkan • Indikasi dialysis : ⊕ Oligouria ⊕ Anuria ⊕ Hiperkalemia(K>6,5 mEq/L) ⊕ Asidosis berat (pH<7,1) ⊕ Hipertermia ⊕ Edema paru ⊕ Perikarditis uremik ⊕ Ensefalopati uremikum ⊕ Neuropati/miopati uremik ⊕ Azotemia (ureum>200 mg/dl) ⊕ Disnatremia berat (Na>160 mEq/l atau <115 mEq/l)
116
⊕ Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan) Komplikasi Gangguan asam basa dan elektrolit, sinrom uremik, edema paru, infeksi Prognosis Dubia ad bonam Wewenang • RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam • RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Hemodialisis : wewenang subspesialis Ginjal – Hipertensi dan internist dengan sertifikasi hemodialisis. Unit Yang Menangani • RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Ginjal – Hipertensi, Unit Hemodialisis • RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Unit Hemodialisis Unit Terkait • RS Pendidikan
4. PENYAKIT GINJAL KRONIK PENGERTIAN Kriteria penyakit ginjal kronik adalah : 1. Kerusakan ginjal yang telah terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus ( LFG ), berdasarkan : • Kelainan patologik atau • Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan 2. LFG < 600 ml / menit / 1,73 m 2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal DIAGNOSIS • Anamnesis : lemas,mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK kurang • Pemeriksaan Fisis : anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru • Laboratorium : gangguan fungsi ginjal Batasan dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik LFG Dengan Kerusakan Ginjal (ml/menit/1,73m-2) Dengan Tanpa hipertensi hipertensi ≥ 90 1 1 60-90 2 2
Tanpa Kerusakan Ginjal Dengan Tanpa hipertensi hipertensi Hipertensi “Normal” Hipertensi ↓LFG 117
30-59 15-29 <15(atau analisis)
3 4 5
3 4 5
+↓LFG 3 4
3 4 5
DIAGNOSIS BANDING Gagal ginjal akut PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TKK) ukur, elektrolit ( Na, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAg, Anti-HCV, Anti-HIV
TERAPI Non farmakologis : • Pengasupan asupan protein : Pasien non dialisis 0,6 –0,75 gram / kgBB ideal / hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien Pasien hemodialisis 1-1,2 gram / kgBB ideal / hari Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram / kgBB ideal / hari • Pengasupan asupan kalori : 35 kal / kgBB ideal / hari • Pengaturan asam lemak : 30 - 40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh • Pengaturan asupan karbohidrat :50 - 60 % dari kalori total • Garam : (NaCl) : 2 - 3 gram / hari • Kalium : 40 - 70 mEq / kgBB / hari • Fosfor : 5 - 10 mg / kgBB /hari. Pasien HD : 17 mg / hari • Kalsium : 1400 - 1600 mg / hari • Besi : 10 - 18 mg / hari • Magnesium : 200 - 300 mg / hari • Asam folat pasien HD : 5 mg • Air ; jumlah urin 24 + 500 ml ( insensible water loss ) Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di antara waktu HD / < 5 % BB kering Farmakologis : • Kontrol tekanan darah : Penghambat ACE atau antagonis reseptor reseptor Angiotensin II > evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatininn > 35 atau timbul hiperkalemi harus dihentikan Penghambat kalsium Diuretik 118
• Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe I 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6 % • Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g / dL • Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat • Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol • Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l • Koreksi hiperkalemi • Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan statin • Terapi ginjal pengganti KOMPLIKASI Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal, anemia PROGNOSIS Dubia
5. SINDROMA NEFROTIK PENGERTIAN Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif > 3,5 gram / 24 jam/ 1,73 m 2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas DIAGNOSIS • Anamnesis : bengkak seluruh tubuh, buang air kecil keruh • Pemeriksaan fisis : edema anasarka, asites • Laboratorium : proteinuria massif >3,5 gram / 24 jam / 1,73m2, hiperlipidemia, hipoalbuminemia ( < 3,5 gram / dL), lipiduria, hiperkoagulabilitas. Diagnosis etiologi berdasarkan biopsi ginjal DIAGNOSIS BANDING Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etilogi SN PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, ureum, kreatinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuantitatif TERAPI Nonfarmakologis : • Istirahat • Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram / kgBB ideal / hari + ekskresi protein dalam urin / 24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 gram / kgBB ideal / hari + ekskresi protein dalam urin / 24 jam • Diet rendah kolesterol < 600 mg / hari 119
• Berhenti merokok • Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema Farmakologis : • Pengobatan edema : diuretik loop • Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan atau antagonis reseptor Angiotensin II • Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin • Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah < 125 / 75 mmHg. Penghambat ACE dan anatagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama • Pengobatan kausal sesuai etiologi SN ( lihat topik penyakit glomerular ) KOMPLIKASI Penyakit ginjal kronik, tromboemboli PROGNOSIS Tergantung jenis kelainan glomerular
120
6. PENYAKIT GLOMERULAR PENGERTIAN Penyakit glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder Penyakit glomerular primer : 1. Kelainan minimal 2. Glomerular sklerosis fokal segmental 3. Glomerulonefritis ( GN ) difus : a. GN membranosa ( nefropati membranosa ) b. GN proliferatif ( terdapat sedimen aktif pada urinalisis : sedimen eritrosit ( + ) hematuri ) : GN proliferatif mesangial GN proliferatif endokapiler GN membranoproliferatif ( mesangiokapiler ) GN kresentik dan necrotizing c. GN sclerosing 4. Nefropati IgA Penyakit glomerular sekunder : 1. Nefropati diabetic 2. Nefritis Lupus 3. GN pasca infeksi 4. GN terkait hepatitis 5. GN terkait HIV Keterangan : • Difus : lesi mencakup > 80 % glomerulus • Fokal : lesi mencakup < 80 % glomerulus • Segmental : lesi mencakup sebagian gelung glomerulus • Global : lesi mencakup keseluruhan gelung glomerulus DIAGNOSIS Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat berupa : 1. Sindrom nefrotik 2. Hematuria persisten 3. Proteinuria persisten 4. Sindrom nefritik ( hipertensi, hematuria, azotemia ) 5. Rapid progressive glomerulonephritis ( RPGN ) DIAGNOSIS BANDING Etiologi dan penyakit glomerular PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif / 24 jam, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, gula darah, tes fungsi hati
121
TERAPI Sesuai etiologi penyakit glomerular primer : 1. Kelainan minimal : • Steroid yang setara dengan prednison 60 mg / m2 ( maksimal 80 mg ) selama 4 – 6 minggu • Setelah 4 - 6 minggu dosis prednison diberikan 40 mg/m 2 selang sehari selama 4 - 6 minggu : Bila terjadi relaps dosis prednison kembali 60 mg / m2 ( maksimal 80 mg ) setiap hari sampai bebas protein dalam urin, kemudian kembali selang sehari dengan dosis 40 mg / m2 selama 4 minggu Bila sering relaps ( 2 kali ) : prednison selang sehari ditambah dengan siklofofamid 2 mg / kgBB atau klorambusil 0,15 mg / kgBB selama 8 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 15 mg / kgBB selama 6 - 12 bulan Bila tergantung steroid ( relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan dalam 2 minggu pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut ) siklofosfamid 2 mg / kgBB selama 8 - 12 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 - 12 bulan Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 - 12 bulan 2. Glomerulonefritis fokalsegmental : • Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg / hari selama 6 bulan Bila resisten atau tergantung steroid : siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 bulan Bila terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25 % setiap dua bulan, bila gagal, siklosporin dihentikan 3. Nefropati membranosa • Metil prednisolon bolus intravena 1 gram / hari selama 3 hari • Kemudian diberikan steroid yang setara dengan prednisone 0,5 mg / kgBB selama 1 bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2 mg / kgBB / hari atau siklofosfamid 2 mg / kgBB / hari selama 1 bulan • Prosedur kedua diulang kembali sampai seluruhnya dan prosedur kedua sebanyak 3 kali 4. Glomerulonefritis membranoproliferatif • Steroid tidak terbukti efektif pada pasien dewasa • Dianjurkan pemberian aspirin 325 mg / hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg / hari atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon, pengobatan dihentikan sama sekali 5. Nefropati IgA • Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi • Bila proteinuria 1 - 3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan minyak ikan • Bila proteinuria > 3 gram dengan CCT > 70 ml / menit, diberikan steroid setara dengan prednison 1 mg / kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT < 70 ml / menit hanya diberikan minyak ikan 122
•
Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid
KOMPLIKASI Penyakit ginjal kronik PROGNOSIS Tergantung jenis kelainan glomerular
7. INFEKSI SALURAN KEMIH PENGERTIAN Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni saluran kemih. Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending. Faktor risiko : Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, endapan obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM, atau pengaruh obat-obat estrogen ISK sederhana / tak berkomplikasi : ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural ataupun ginjal ISK berkomplikasi : ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil DIAGNOSIS • Anamnesis : ISK bawah : frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik ISK atas : nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria Pemeriksaan Fisis : febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra Laboratorium : lekositosis, lekosituria, kultur urin ( + ) : bakteriuria > 105/ml urin DIAGNOSIS BANDING ISK sederhana, ISK berkomplikasi PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah, foto BNOIVP, USG ginjal TERAPI Non-farmakologis : • Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik • Menjaga higiene genitalia eksterna 123
Farmakologis : • Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada ; bila hasil tes resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan Tabel 1. antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi Antimikroba Trimetoprim-Sulfametoksazol Trimetoprim Siprofloksasin Levofloksasin Sefiksim Sefdoksim prosetil Nitrofurantoin makrokristal Nitrofurantoin monohidrat makrokristal Amoksisilin/klavulanat
Dosis 2 x 160 / 800 mg 2 x 100 mg 2 x 100-250 mg 2 x 250 mg 1 x 400 mg 2 x 100 mg 4 x 50 mg 2 x 100 mg 2 x 500 mg
Lama terapi 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 7 hari 7 hari 7 hari
Tabel 2. Obat parenteral pada ISK bawah tak berkomplikasi Antimikroba Sefepim Siprofloksasin Levofloksasin Ofloksasin Gentamisin ( + ampisilin ) Ampisilin ( + gentamisin ) Tikarsilin – klavulanat Piperasilin - tazobactam Imipenem - silastatin
Dosis
Interval
1 gram 400 gram 500 gram 400 gram 3 - 5mg / kgBB 1 mg / kgBB 1 - 2 gram 3,2 gram 3,375 gram 250 - 500 gram
12 jam 12 jam 24 jam 12 jam 24 jam 8 jam 6 jam 8 jam 2-8jam 6-8 jam
124
ISK PADA PEREMPUAN
Perempuan dengan keluhan disuria dan sering BAK
Pengobatan selama 3 hari
Follow up selama 3 hari
Bergejala
Tak bergejala
Tak perlu intervensi lebih lanjut
Keduanya negatif
Observasi, pengobatan dengan analgetik saluran kemih
-
Piuria tanpa bakteriuria
Pengobatan untuk kuman klamidia
Piuria dengan atau tanpa bakteriuria
Pengobatan diperpanjang
ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan ISK pada peremupan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala Pengobatan untuk ISK pada laki-laki usia < 50 tahun harus diberikan selama 14 hari usia >50 tahun pengobatan selama 4 – 6 minggu Infeksi jamur kandida diberikan flukonasol 200 – 400 mg / hari selama 14 hari. Bila infeksi terjadi pada pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari
125
ISK Berulang Riwayat ISK berulang
Gejala ISK baru
Pengobatan 3 hari
Follow up selama 4 – 7 hari
Pengobatan berhasil
Pasien dengan reinfeksi berulang
Calon untuk tercapai jangka panjang dosis rendah
•
Pengobatan gagal
Infeksi kuman resisten antimikroba
Infeksi kuman peka antimikroba
Terapi 3 hari untuk kuman yang peka
Terapi dosis tinggi selama 6 minggu
Terapi jangka panjang : trimetoprim – sulfametoksazol dosis rendah ( 40 – 200 mg ) tiga kali seminggu setiap malam, fluorokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1 – 2 tahun lagi.
KOMPLIKASI Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi gangguan fungsi ginjal
kuman
yang
multiresisten,
PROGNOSIS Bonam 126
8. BATU SALURAN KEMIH PENGERTIAN Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureter, vesika urinaria DIAGNOSIS • Anamnesis : nyeri / kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi saluran kemih, hematuria, riwayat keluarga • Pemeriksaan fisis : nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian bawah, terdapat tanda balotemen • Laboratorium : hematuria, bayangan radio opak pada foto BNO filling defect pada IVP atau pielografi antegrad / retrograd, gambaran batu di ginjal atau kandung kemih serta hidronefrosis pada USG DIAGNOSIS BANDING • Nefrokalsinosis • Lokasi batu : batu ginjal, batu ureter, batu vesika • Jenis batu : asam urat, kalsium, struvite PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, elektrolit darah, ( kalsium, fosfor ), dan urin 24 jam ( kalsium, sitrat, oksalat, asam urat ), asam urat darah, hormon paratiroid, foto BNO – IVP, USG abdomen, pielografi antegrad, retrograd, renogram, analisis batu TERAPI Non farmakologis : • Batu kalsium : kurangi asupan garam dan protein hewani • Batu urat : diet rendah asam urat • Minum banyak ( 2,5 l / hari ) bila fungsi ginjal masih baik Farmakologis : • Antispasmodik bila ada kolik • Antimikroba bila ada infeksi • Batu kalsium : kalsium sitrat • Batu urat : allopurinol Bedah : • Pielotomi • ESWL • Nefrostomi KOMPLIKASI Kolik, obstruksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi ginjal PROGNOSIS Bonam
127
9. NEFRITIS LUPUS PENGERTIAN Lupus eritematosus sistemik ( LES ) yang disertai keterlibatan ginjal DIAGNOSIS • Memenuhi kriteria LES menurut ACR 1982 • Diagnosis klinis ditegakkan bila pada pasien LES terdapat proteinuria 1 gram / 24 jam atau hematuria ( 8 > eritrosit / LPB ) dengan / atau penurunan fungsi sampai 30 % • Biopsi ginjal harus dilakukan bila tidak ada kontraindikasi, untuk menentukan pilihan pengobatan berdasarkan kelas nefritis lupus Klasifikasi Nefritis Lupus ( WHO 1995 ) Nefritis Lupus Histopatologi Kelas I Glomeruli normal
Gejala Klinis Hanya proteinuria, kelainan sedimen urin tidak ada
Kelas II
Kelas IIa : hanya proteinuria, kelainan sedimen urin tidak ada Kelas IIb : hematuria mikroskopik dan/atau proteinuria, tanpa hipertensi, tidak pernah terjadi SN atau gangguan fungsi ginjal
Perubahan pada mesangial
Kelas III
Glomerulonefritis fokal segmental
Hematuria dan proteinuria pada seluruh pasien. Hipertensi, SN, dan penurunan fungsi ginjal pada hampir seluruh pasien
Kelas IV
Glomerulonefritis difus
Hematuria dan proteinuria pada seluruh pasien. Hipertensi, SN dan penurunan fungsi ginjal pada hampir seluruh pasien
Kelas V
Glomerulonefritis Membranosa difus
SN pada seluruh pasien, sebagian dengan hematuria atau hipertensi, namun fungsi ginjal masih normal atau sedikit menurun
Kelas VI
Glomerulonefritis sklerotik lanjut
Penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan kelainan urin relatif normal
DIAGNOSIS BANDING Glomerulonefritis oleh sebab lain 128
PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsi ginjal, serum, profil lipid, komplemen C3, C4 anti ds-DNA TERAPI Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak bertambah buruk Penatalaksanaan Umum : • Diet rendah garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak bila terdapat dislipidemia atau sindroma nefrotik, rendah protein sesuai derajat penyakit • Diuretika dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan • Tatalaksana hipertensi dengan baik • Pemeriksaan rutin periodik meliputi : sedimen urin, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, albumin serum, komplemen C3, C4, anti ds- DNA • Monitor efek samping steroid dan imunosupresan serta komplikasi selama pengobatan. Suplementasi kalsium untuk mengurangi efek samping osteoporosis karena steroid • Hindari pemberian salisilat dan obat anti – inflamasi nonsteroid yang akan memperberat fungsi ginjal. Aspirin hanya diberikan selektif bila ada sindrom antifosfolipid • Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif KOMPLIKASI Gagal ginjal PROGNOSIS • Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I dan II prognosis baik. Kelas III dan IV hampir seluruhnya akan menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis cukup baik.
129
ENDOKRIN DAN METABOLIK 1. DIABETES MELITUS 1. Definisi
: suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada ; 1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak) 2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas 3. atau keduanya Klasifikasi : 1. DM tipe 1 ( destruksi sel B, umumnya diikuti defisiensi insulin absolut ) : Immune-mediated dan idiopatik. 2. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relative sampai predominan defek sekretorik denagan resistensi insulin) 3. Tipe spesifik lain : defek genetik pada fungsi β, defek genetik kerja insulin, penyakit ekskorin pankreas, endokrinopati, diinduksi obat atau zat kimia, infeksi, bentuk tidak lazim dari immune mediated DM. 4. DM gestasional
2. Diagnosis
: 1. Diagnosis terdiri dari : • Diagnosis DM • Diagnosis komplikasi DM • Diagnosis penyakit penyerta • Pemantauan penyakit DM 2. Anamnesis : • Keluhan khas DM : poliuria, pollidipsia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. •
Keluhan tidak khas DM : Lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.
3. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa: 1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau 3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram TTGO 3. Etiologi : virus, genetik,lingkungan, sekunder 4. P Penunjang: Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah, glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, urinalisis rutin, protenuria 24 jam, CCT ukur, 130
kreatinin, SGPT, albumin/Globulin, kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, A1 C, Albuminuri mikro, EKG, foto toraks, Fundoskopi 5. Penanganan : a. Edukasi meliputi pemahaman tentang: Penyakit DM, makna pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, penyulitDM, intorvensi farmakologis dan non farmskologis, hipoglikemia,masalah khusus yang dihadapi, gara mengembangkan system pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. b. Perencanaan makan : Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi : Karbohidrat 60-70 %, protein 10-15%, dan lemak 20-25% Jumlah kandungan kolesterol yang disarankan <300 mg/hari.diusahakan lemak berasal dari asam lemak tidak penuh(MUFA=mono Unsaturated Fatty Acid). Dan kandungan serat +25 g/hari, diutamakan serat larut. c. Latihan jasmani : Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 seminggu selama kurang lebih 30menit ). Prinsip: Cintiuous –Rythmical- intervalprogressive – endurance. d. Intervensi farmakologis Obat hipoglogikemia oral (OHO) • Pemicu sekresi( insulin secretagogue): sulfunilurea, glinid •
Penambah sensivitas terhadap insulin: metformin,tiazolidindion
•
Penghambat absorsipsi glukosa ; pengahambat glukosidase alfa
Insulin • Penurunan berat badan yang cepat
6. Follow up 7. Komplikasi
•
Hiperglikemia hiperosmolatr non ketotik
•
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
•
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal
•
Stress berat (infeksi sistematik, opersi besar, IMA, strok)
•
Kehamilan dengan DM? diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
•
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
•
Kontra indikasi dan tau alergi terhadap OHO
: Pemeriksaan glukosa darah, A 1C, glukosa darah mandiri, glukosa urin,penentuan benda criteria keton pengendalian DM : a. Akut : ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, hipoglikemia b. Kronik : makroangiopati, mikroangopati, neuropati, kardiopati, rentan infeksi, kaki diabetik, disfungsi ereksi 131
8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: ruang rawat umum : 7 – 14 hari : tergantung komplikasi : spesialis mata, paru dan saraf : dubia
2. TIROTOKSIKOSIS 1. Definisi 2. Diagnosis
: keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. : 1. Gejala dan tanda tiroksikosis : Hiperaktifitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningklat, tidak tahan panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore / amenore dan libido turun tarkikadia, vibrilasi atrial, tremorhalus, reflex meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit. 2.Gambaran klinis penyakit graves: Struma difus, Tiroktoksikosis, Oftalemopati / Eksoftalmus, Dermopati lokal, akropati. 3. Laboratorium : TSHS rendah, T4 atau FT4 tinggi. Pada T3 toksikosis : T3 atau FT3 meningkat. Penderita yang dicurigai krisis tiroid adalah : • Anamnesis : riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea • Pemeriksaan fisik : Hipertiroidisme, karena penyakit graves atau penyakit lain System saraf pusat terganggu : Delirium koma, Demam tinggi sampai 400C Takiradia samapai 130 – 200x permenit Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus • Laboratoium : TSHS sangat rendah, T4 / FT4 / T3 tinggi, anemianormositik normokrom, limfostosis relatif, hiperglikemia, enzim trasaminese hati meningkat, asotemiaparerenal. • EKG : sinus terkikardia atau firbilasi atrial dengan respon ventricular cepat 2. Anamnesis : • Keluhan khas DM : poliuria, pollidipsia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. • Keluhan tidak khas DM : Lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.
132
3. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa: 4. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau 5. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau 6. Kadar glukosa plasma > 200 glukosa 75 gram TTGO
mg/dL pada 2 jam sesudah beban
3. Etiologi 4. P.Penunjang
: penyakit Grave’s, struma nodosa toksika, tiroiditis, Ca tiroid : Laboratorium : TSHS, T4 atau FT4, T3, atau FT3, TSH Rab, kadar leukosis (bila tibul infeksi pada pemakaian obat antitiroid),sidik tiroid / thyroid scan : terutama membedakan penyakit plumer dari penyakit graves dengan komponen nodosa, EKG, foto toraks 5. Penanganan : a. Tata Laksana Penyakit Grave’s : Obat anti tiroid • Propiltiourasi (PTU) dosis awal 300 – 400 mg/hari, dosis maks 2000mg/hari. •
Metimosol dosis awal 20 – 30 mg.hari
•
Indikasi :
Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pesien muda denmgan sturma ringan – sedang dan tirokosiskosis
Untuk mengendalikan tiroksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
Persiapan tiroidektomi
Pasien hamil, lanjut usia
Krisis tiroid
Penyakit adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi euritiroid setelah 6 – 12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40 – 200 mg dalam 4 dosis. Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4 – 6 minggu. Setelah Eutiroid, pemantauan setiap 3 – 6 bulan sekali :memantau gejala dan tanda klinis, serta lab, FT4/T4/T3 dan TSHS. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaaa\n eutiroid selama 12 – 24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terhadi remis. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiorid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutoroid atau terjadi relaps. b. Tindakan bedah Indikasi : • Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan anti tiroid •
Wanita hamil kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
133
•
Alergi terhadap obat anti tiroid, dan tidak dapat menerima yodium radio aktif
•
Ademo toksik, struma multi donosa toksik
•
Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
c. Radioblasi Indikasi : • Pasien berusia ≥36 tahun •
Hipertirodisme yang kambuh setelah dioperasi
•
Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat anti tiroid
•
Tidak mampu atau tidak mau terapi obat anti tiroid
•
Anemo toksik, struma multinodosa
d. Tata laksana krisis tiroiod (Terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid) 1. Perawatan suportif : •
Kompres dingin, anti piretik (asetominofen)
•
Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : infuse destroses 5 % dan NACL 0.9 %
•
Mengatasi gagal jantung : O2, diuterik, digitalis
2. Antagonis aktifitas tiroid : •
Blokade produksi hormone tiroid : PTU dosis 300 mg tiap 4 - 6 jam PO. Alternative : metimasol 20 – 30 mg tiap 4 jam PO. Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa nasogratik (NGP) PTU 600 – 100 mg atau metimasol 60 – 100 mg.
•
Blokade eskresis hormone tiroid : solitio lugol (struated solution of potassium iodida) 8 tetes tiap 6 jam
•
Penyakit β : hidrokortison 100 – 500 mg IV tiap 12 jam
•
Bila reflakter terhadap terapi diatas : plasmaferesis, dislis peritoneal.
3. Pengobatan terhadap faktor persipitasi : antibiotik dll. 6. Follow up 7.Komplikasi
: BB, nadi, gejala klinis : a. Penyakit graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati graves, dermonapati, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat anti tiroid. b. Krisis tiroid : Mortalitas 134
8. Tempat rawat 9. Lama rawat 10. Masa pulih 11. Konsultasi 12. Prognosa
: ruang rawat umum : 10– 14 hari : 2 – 3 bulan : spesialis : dubia ad bonam
3. KETOASIDOSIS DIABETIKUM 1. Definisi
2. Diagnosis
: kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin dan merupakankomplikasi akut diabetes mellitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi infark miokard akut, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin. : Klinis: • Keluhan poliuri, polidipsi •
Riwayat berhenti menyuntik insulin
•
Demem / infeksi
•
Muntah nyeri perut
•
Kesadaran : kompos mentis, delirium , koma
•
Pernapasan cepat dan dalam(kussmaul)
•
Dehindrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
•
Dapat disertai syok hipolvolemik
Kriteria diagnosis : Kadar glukosa : > 250 mg/dL pH : <7,35 HCO3 : rendah Anion gap : tinggi 3. Etiologi : penyakit Grave’s, struma nodosa toksika, tiroiditis, Ca tiroid 4. P.Penunjang: Pemeriksaan cito : gula darah , ureum, asetom darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG. Pemantauan: • Gula darah : tiap jam •
Na+, K+, CL- : Tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan.
•
Analisis gas darah : bilah PH < 7 saat mauk – diperiksa selama 6 jam s.d. Ph. 7,1. Selanjutnya stiap hari sampai stabil
•
Pemantauan lain (sesuai indikasi : kultur darah, kultur urin, kultur pus.
135
5. Penanganan : Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya di cabang dengan 3 way: 1. cairan •
NaCl 0,9 % diberikan ±1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ±1 L pada jam kedua,lalu ±0,5 L pada jam ke tiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
•
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L
•
Jika Na+> 155 mEq/L →ganti cairan dengan NaCL 0,45%.
•
Jika GD < 200 mg/dL →ganti cairan dengan dextrose 5 %
2. Insulin ( regular insulin = RI): • Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan •
RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :
•
Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi →RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCL 0,9 %
•
Jika GD stabil 200-300 mg/DL selama 12 jam →RI drip 1-3 U/jamIV, disertai sliding scale setiap 6 jam :
•
GD→
•
(mg/dL) (unit , subkutan) <200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 >350 20 Jika kadar GD ada yang < 10 mg/dL : drip RI dihentikan
•
RI
Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitunagkankebtuhan insulin sehari → dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan ( bilah pasien sudah makan).
3. Kalium • Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/ jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal , tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat. 136
•
Bila kadar K + pada pemeriksaan elektrolit kedua :
•
< 3,5 → drip KCL 75 mEg/6 jam 3,0-4,5 → drip KCL 50 mEq/6 jam 4,5-6,0 → drip KCL 25 mEq/6jam >6,0 → drip dihentikan Bila sudah sadar, diberikan K+ oral sampai seminggu.
4. Natrium bikarbonat Drip 100mEq bila pH < 7,0 disertai KCL 26 mEq drip. 50 mEq bila 7,0-7,1, disertai KCL 13 mEq drip. Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam. 5. Tata laksana umum • Oksigen bila PO2 < 80 mmHg •
Antibiotika adekuat
•
Heparin : bila ada KID atau hiperosmolar (380mOsm/L) terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis:
•
Tekanan darah, frekuensi nadi,frekuensi pernapasan, temperature setiap jam
•
Kesadaran setiap jam,
•
Keadaan hidrasi ( turgor, lidah) setiap jam
•
Produksi uarin setiap jam, balans cairan
•
Cairan infus yang masuk setiap jam
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang). : : Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia,edema otak, hipolkasemia. 8. Tempat rawat : 9. Lama rawat : 10. Masa pulih : 11. Konsultasi : 12. Prognosa : Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok. 6. Follow up 7.Komplikasi
137