EFFICIENCY ANALYSIS OF FINANCIAL PERFORMANCE COMPANY BEFORE AND AFTER THE ACQUISITION, MERGER. (Case study in 1994-2005 manufacturing company listed on the Jakarta Stock Exchange) (Verawaty Ch. Benjamin, Drs. Supardi, MM)
ABSTRACT Internal growth is the expansion done by building a business or new business unit from scratch (start-ups business). This path requires a different pertahapan ranging from market research, product design, recruitment of experts, market testing, procurement and construction of production facilities / operations before the company sold products to the market. Instead of external growth by buying existing companies. Mergers and Acquisitions is an external growth strategy and is a fast path to access a new market new products without having to build from scratch. There is a very significant time savings between internal and external growth through mergers and acquisition. The merger is an alternative for companies in order to expand its business, particularly the external expansion in order to increase the competitiveness of companies for corporate survival tesebut can be guaranteed. In a merger or acquisition, with the merger of two or more companies, it will strengthen the company's ability to pay its short term debts. Hence in this study showed that companies doing mergers and acquisitions have a current performance ratio better than before the mergers and acquisitions. Companies that make mergers and acquisitions also have noneconomic motive to increase the company's sales volume. In theory the existence of merger and acquisition transactions can increase sales. There are significant differences in the level of efficiency in the form of Debt to Equity Ratio (DER) at the company after the mergers and acquisitions. This is because after the merger and acquisition of the company's financial structure improved, as shown by the lower use of debt in the venture capital firm.
ANALISIS EFISIENSI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI, MERGER. (Studi kasus pada perusahaan manufaktur tahun 1994-2005 yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta) (Verawaty Ch. Benyamin, Drs. Supardi, MM)
ABSTRAK Pertumbuhan internal adalah ekspansi yang dilakukan dengan membangun bisnis atau unit bisnis baru dari awal (start-ups business). Jalur ini memerlukan berbagai pertahapan mulai dari riset pasar, desain produk, perekrutan tenaga ahli, tes pasar, pengadaan dan pembangunan fasilitas produksi/ operasi sebelum perusahaan menjual produknya ke pasar. Sebaliknya pertumbuhan eksternal dilakukan dengan membeli perusahaan yang sudah ada. Merger dan Akuisisi adalah strategi pertumbuhan eksternal dan merupakan jalur cepat untuk mengakses pasar baru produk baru tanpa harus membangun dari awal. Terdapat penghematan waktu yang sangat signifikan antara pertumbuhan internal dan eksternal melalui Merger dan Akuisis. Penggabungan usaha adalah salah satu alternatif bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan usahanya, khususnya ekpansi eksternal guna meningkatkan daya saing perusahaan agar kelangsungan hidup perusahaan tesebut dapat terjamin. Dalam sebuah merger atau akuisisi, dengan terjadinya penggabungan dua buah atau lebih perusahaan, maka akan memperkuat kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Oleh karena itulah di dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi memiliki kinerja current ratio yang lebih baik daripada sebelum melakukan merger dan akuisisi. Perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi juga mempunyai motif nonekonomi berupa peningkatan volume penjualan perusahaan. Secara teoretis adanya transaksi merger dan akuisisi dapat meningkatkan penjualan. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Hal ini dikarenakan setelah dilakukan merger dan akuisisi struktur keuangan perusahaan membaik yang ditunjukkan dengan menurunnya penggunaan hutang pada modal usaha perusahaan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era perdagangan bebas persaingan usaha diantara perusahaan semakin ketat. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau dapat lebih berkembang. Untuk itu perusahaan perlu mengembangkan suatu srategi yang tepat agar perusahaan bisa mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya. Sebagaimana sebuah organisme, perusahaan akan mengalami berbagai kondisi yaitu pertumbuhan dan berkembang secara dinamis, berada pada kondisi statis dan mengalami proses kemunduran atau pengkerutan. Dalam rangka tumbuh dan berkembang ini perusahan bisa melakukan ekspansi bisnis dengan memilih salah satu diantara dua jalur alternatif yaitu pertumbuhan dari dalam perusahaan (organic/internal growth), dan pertumbuhan dari luar perusahan (external growt). Pertumbuhan internal adalah ekspansi yang dilakukan dengan membangun bisnis atau unit bisnis baru dari awal (start-ups business). Jalur ini memerlukan berbagai pertahapan mulai dari riset pasar, desain produk, perekrutan tenaga ahli, tes pasar, pengadaan dan pembangunan fasilitas produksi/ operasi sebelum perusahaan
menjual
produknya ke pasar. Sebaliknya pertumbuhan eksternal dilakukan dengan membeli perusahaan yang sudah ada. Merger dan Akuisisi adalah strategi pertumbuhan eksternal dan merupakan jalur cepat untuk mengakses pasar baru produk baru tanpa harus membangun dari awal. Terdapat penghematan waktu yang sangat signifikan antara pertumbuhan internal dan eksternal melalui Merger dan Akuisis. Dari waktu ke waktu perusahaan lebih menyukai pertumbuhan eksternal melalui Merger dan Akuisisi dibanding pertumbuhan internal. Aktifitas Merger dan Akuisisi semakin meningkat seiring dengan intensnya perkembangan ekonomi yang
makin mengglobal. Di Indonesia Merger dan Akuisisi
menunjukan skala peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 dilakukan oleh bank-bank dengan harapan agar dapat memperkuat struktur modal dan memperoleh keringanan pajak. Sementara di negara-negara maju seperti Amerika, Kanada
dan Eropa Barat, fenomena Merger dan Akuisisi sudah menjadi pemandangan bisnis yang biasa. Dalam konteks keilmuan Akuisisi bisa didekati dari dua perspektif yaitu dari disiplin keuangan perusahaan (corporate finance) dan dari menajemen strategi (strategic menagement) dari kedua sisi keuangan perusahaan, Akuisisi adalah salah satu bentuk keputusan investasi jangka panjang (penganggaran modal / capital budgeting) yang harus diinvestigasi dan dianalisis dari aspek kelayakan bisnisnya. Sementara itu dari perspektif menajemen strategi Merger dan akuisisi adalah salah satu alternatif strategi pertumbuhan melalui jalur eksternal untuk mencapai tujuan perusahan. Dilihat dari kedua perspektif ini maka tujuan Akuisisi tidak lain adalah keunggulan kompetitif perusaha jangka panjang yang pada gilirannya dapat meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan atau pemegang saham. Namun jika strategi ini tidak mampu mewujudkan tujuan normatif tersebut berarti Merger dan Akuisisi akan menjadi Counter-productive. Dengan kata lain Merger dan Akuisisi bukan berdampak positif pada peningkatan kemakmuran pemilik perusahaan atau peningkatan nilai perusahaan, tetapi yang terjadi justru membawa perusahaan ke tepi kehancuran. Dengan demikian tujuan normatif ini dikorbankan justru oleh keputusan Merger dan akuisisi itu sendiri. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat masih tingginya angka kegagalan Merger dan Akuisisi sehingga diperlukan rencana dan langkah-langkah yang strategis dan matang agar terhindar dari kegagalan. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan hukum, perpajakan, atau alasan lainnya.
Di Indonesia didorong oleh
semakin besarnya pasar modal, transaksi Merger dan Akuisisi semakin banyak dikakukan. Bentuk-bentuk penggabungan usaha antara lain melalui Merger dan Akuisisi selain kedua bentuk tersebut masih ada bentuk- bentuk penggabungan usaha lainnya yaitu konsolidasi. Dari ketiga kelompok tersebut yang banyak berkembang di Indonesia adalah Merger dan Akuisis. Di Indonesia praktek Akuisisi umumnya dilakukan oleh satu grup (Internal Acquition) khusus pada perusahaan yang Go Publik. Merger dan Akuisisi ini telah berkembang menjadi tren beberapa perusahaan. Alasan perusahaan melakukan Merger dan Akuisisi adalah untuk memperoleh sinergi, strategic opportunities, meningkatkan efektifitas dan mengeksploitasi mis-pricing di pasar modal (foster 1994). Pada umumnya tujuan dilakukannya Merger dan Akuisisi
adalah mendapatkan sinergi atau nilai tambah. Keputusan untuk Merger dan Akuisisi bukan sekedar menjadikan dua ditambah dua menjadi empat tetapi Merger dan Akuisisi harus menjadikan dua ditambah dua menjadi lima dan seterusnya. Akuisisi (acquisition) adalah suatu bentuk penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree) dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau mengeluarkan saham. Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasya atau bubar. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahan melakukan Akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansial perubahan yang praktis membesar dan meningkat pada laporan konsolidasi pasca Akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan Merger dan Akuisisi. Seperti diuraikan diatas perusahaan melakukan Akuisisi perusahaan didasari pada motivasi mencapai sinergi. dimana manfaat ekstra atau sinergi ini tidak bisa diperoleh seandainya perusahaan-perusahaan tersebut bekerja secara terpisah, dan untuk ekspansi bisnis dimana nantinya diharapkan akan mampu menaikan nilai perusahaan terutama bagi perusahan yang listed di Bursa Saham. Pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan Merger dan Akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi. motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Termasuk motif ekonomi adalah motif untuk mencapai sinergi dan motif untuk mencapai posisi strategi. Motif strategi dimaksudkan untuk membangun keunggulan kompetitif jangka panjang perusahaan yang pada akhirnya bermuara kepada peningkatan nilai perusahaan atau peningkatan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subjektif atau ambisi pribadi pemilik atau menajemen perusahaan. Hanya alasan yang bersifat ekonomis dan rasional yang bisa diterima sehingga aktivitas Merger dan Akuisisi
bisa di pertanggung jawabkan. Mark L. Sirower dalam bukunya Synergy Trap sinergi harus dipahami bahwa hasil riil atau manfaat ekstra tersebut harus jelas dan terukur. Dasar logika dari pengukuran
berdasar akuntansi adalah bahwa jika ”size”
bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga semakin meningkat. Oleh karena itu kinerja perusahaan pascamerger seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum Merger dan Akuisisi. Bertitik tolak dari tinjauan latar belakang masalah yang ada, peneliti mengambil judul ”ANALISIS EFISIENSI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI, MERGER ” (Studi kasus pada perusahaan manufaktur tahun 1994-2005 yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta)
1.2. Rumusan Masalah Sesuai dengan judul akan diangkat suatu permasalahan yang bertitik tolak pada latar belakang masalah yang ada. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah: Apakah kinerja perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia (yang telah go public) menjadi lebih baik setelah melakukan aktivitas merger dan akuisisi?
1.3. Batasan Masalah 1. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang melakukan merger dan akuisisi periode tahun 1994 s/d 2005. 2. Variabel keuangan meliputi Return On Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Gross Profit Margin (GPM), Current Ratio (CR), dan Inventory Turnover (ITO). 3. Periodisasi data penelitian mencakup data dari tahun 1994 s/d 2005 sebagai tahun dasar tahun 1999, 2000 ini berarti bahwa aktivitas akuisisi dan dilakukan pada tahun tersebut oleh karena itu maka data yang dibutuhkan untuk 5 tahun sebelum dan sesudah akuisisi dan merger mulai tahun 1995 s/d 2005.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang diharapkan bisa dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia (yang telah go public) menjadi lebih baik setelah melakukan aktivitas merger dan akuisisi?
1.5. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak. Dimana secara teknis diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat: 1. Para Investor: Mereka akan memperoleh informasi yang diperlukan untuk menilai potensi perusahaan publik terlebih dahulu, sehingga dapat melakukan investasi dengan baik dan benar. 2. Para Manajer: Sebelum mengambil keputusan Merger dan Akuisisi mereka dapat memprediksi lebih kinerja perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. 3. Memberi bukti empiris tentang pengaruh Merger dan Akuisisi terhadap kinerja perusahaan tersebut setelah melakukan Akuisisi dan Merger. 1.6. Sistematika Penulisan Agar penulisan skripsi ini terarah dan sistematis, maka secara garis besar penulisan skripsi ini sebagai berikut: BAB I
:
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Rumusan Masalah Penelitian 1.3. Batasan Masalah 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Hipotesis Penelitian 1.6. Manfaat Penelitian 1.7. Sistematika Penulisan
BAB II :
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Gambaran Umum Penggabungan Usaha
1) Pengertian Merger 2) Pengertian Akuisisi 3) Pengertian Konsolidasi 2.1.2. Motif-motif yang Melatarbelakangi Perusahaan Melakukan Akuisisi dan Merger 1) Motif Ekonomi 2) Motif Non Ekonomi 2.1.3. Jenis-jenis Penggabungan Usaha 2.2. Kajian Pustaka 2.2.1. Laporan Keuangan 1) Tujuan Laporan Keuangan 2) Pihak-pihak yang Berkepentingan 2.2.2. Jenis-jenis Laporan Keuangan 2.2.3. Analisa Laporan Keuangan 1) Tujuan Analisa Laporan Keuangan 2) Teknik Analisis Laporan Keuangan 2.2.4. Kinerja Keuangan Perusahaan 1) Pendekatan Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Perusahaan 2) Penilaian Kinerja Keuangan 2.2.5. Penelitian Terdahulu 2.3. Hipotesis Penelitian BAB III :
METODE PENELITIAN 3.1
Jenis Penelitian
3.2
Lokasi Penelitian
3.3
Waktu Penelitian
3.4
Subyek dan Objek Penelitian
3.5
Definisi Operasional
3.6
Variabel Peelitian
3.7
Populasi dan Sampel Penelitian
3.8
Teknik Pengambilan Sampel
3.9 Data yang Dipergunakan
3.10 Metode Pengumpulan Data 3.11 Metode Analisis Data BAB IV :
BAB V :
ANALISIS DATA 4.1
Analisis Deskriptif
4.2
Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi dan Merger
4.3
Pengujian Hipotesis
PENUTUP 5.1
Kesimpulan
5.2
Saran
BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.2. Landasan Teori 2.1.1. Gambaran Umum Penggabungan Usaha Penggabungan usaha adalah salah satu alternatif bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan usahanya, khususnya ekpansi eksternal guna meningkatkan daya saing perusahaan agar kelangsungan hidup perusahaan tesebut dapat terjamin. Dalam penggabungan usaha dikenal istilah merger dan akuisisi yang secara prinsip berbeda karena menyangkut pembicaraan tentang penggabungan usaha atau (business combination) kedua istilah ini sering dipertukarkan. Istilah-istilah seperti takeover, Merger (Merger), akuisisi (acquisition), penggabungan usaha (Combination), penyatuan kepentingan (Pooling of Interest), pembelian (Purchasing), konsolidasi (Consolidation), pada prinsipnya dalam beberapa hal tidak sama. Masing-masing punya karakteristik sendiri. Tetapi sama dalam pembicaraan tentang penggabungan usaha. Di dalam PSAK Penggabungan Usaha (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tahun 2004 mendefinisikan Penggabungan usaha (Business Combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (Uniting With) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain.
1)
Pengertian Merger Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan PT menyebut merger sebagai penggabungan, akuisisi sebagai pengambilalihan dan konsolidasi sebagai peleburan. Definisi merger menurut peraturan pemerintah adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
2)
Pengertian Akuisisi PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No 22 mendefinisikan akuisisi dari perspektif akuntansi Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (Acquirer) memperoleh kendali atas aktiva netto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (Acquiree) dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham. Akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi (Acquirer) sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambilalih (Acquiree) tersebut.
3) Pengertian Konsolidasi Konsolidasi ini merupakan kombinasi 2 perusahaan atau lebih yang tunduk pada peraturan dan undang-undang yang berlaku serta membutuhkan persetujuan terlebih dahulu dari stockholders dan board. Namun demikian konsolidasi ini adalah berbeda dengan pengertian merger karena dalam konsolidasi ini adalah berbeda dengan pengertian merger karena dalam konsolidasi tersebut akan timbul suatu perusahaan baru akibat adanya kombinasi tersebut. Perusahaan baru ini akan mewarisi seluruh aktiva dan kewajiban perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam konsolidasi tersebut.
2.1.2. Motif-motif yang Melatarbelakangi Perusahaan Melakukan Akuisisi dan Merger
1) Motif Ekonomi Esensi tujuan perusahaan, dalam perspektif manajemen keuangan adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (Value Creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan ini. Perusahaan harus melakukan implementasi program melalui langkah-langkah kongkrit misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumberdaya manusia. Disamping itu motif ekonomi merger dan akuisisi yang lain meliputi: a) Motif strategis Ketika aktivitas merger dan akuisisi diarahkan untuk mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan keunggulan kompetitif dalam industri. Merger dan akuisisi juga memiliki motif srategis jika dilakukan untuk mengendalikan perusahaan lain. b) Motif politis Seringkali dilakukan oleh pemerintah untuk memaksa perusahaan baik BUMN atau swasta untuk melakukan merger atau akuisisi. Muatan politis ini diambil untuk kepentingan masyarakat umum atau ekonomi secara makro. Alasan pemerintah untuk memerger bank-bank yang berada di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) adalah untuk menghindari likuidasi dan merupakan langkah politis untuk menyelamtkan perbankan nasional. c) Motif perpajakan Termasuk motif yang mendasari merger dan akuisisi meskipun masih perlu pembuktian empirik. Apalagi perusahaan memiliki kelebihan kas dan tidak ada kesempatan investasi internal yang layak secara ekonomis, maka perusahaan bisa melakukan akuisisi sebagai cara penghindaran pajak. d) Motif sinergi
Dalam konteks merger dan akuisisi sinergi diartikan sebagai hasil ekstra yang diperoleh jika dua atau lebih perusahaan melakukan kombinasi bisnis. Secara sederhana sinergi ditunjukkan dengan sebuah fenomena 2+2=5. Dari angka ini bisa dilihat sebuah manfaat ekstra ketika elemen-elemen, unit-unit dan sumberdaya kedua perusahaan bergabung. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari dua kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri-sendiri. Salah satu motivasi utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi dimana manfaat ekstra atau sinergi ini tidak bisa diperoleh seandainya perusahaan-perusahaan tersebut bekerja secara terpisah. Sinergi harus dipahami dalam konteks bahwa hasil real atau manfaat ekstra tersebut harus jelas terukur menurut Mark L. Sirowel dalam bukunya Synergy Trap menggaris bawahi adanya bahaya memahami sinergi dengan model matematika. Bila sinergi tidak memiliki definisi dan ukuran yang bisa dikuantifikasi secara akurat maka jargon sinergi ini akan merupakan jebakan yang hanya akan memberikan hasil yang kontraproduktif pasca merger dan akuisisi. a. Sinergi operasi (Operating Synergy) terjadi ketika perusahaan hasil kombinasi mampu mencapai efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai dengan cara pemanfaatan secara optimal sumberdaya-sumberdaya perusahaan. b. Sinergi finansial (Sinancial Synergy) dihasilkan ketika perusahaan hasil merger memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses sumber-sumber dana dari luar secara lebih mudah dan murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan semakin menurun. Struktur permodalan yang kuat akan menjamin kelangsungan aktivitas operasi perusahaan tanpa menghadap kesulitan likuiditas. Akses yang semakin terhadap sumber-sumber dana dimungkinkan ketika perusahaan memiliki ukuran yang semaki besar. Perusahaan yang memiliki struktur permodalan yang kuat dan size yang besar akan memberi penilaian dan kepercayaan yang positif oleh publik. Kondisi seperti ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan karena makin meningkatnya
kepercayaan pihak lain seperti lembaga-lembaga keuangan. Sehingga mereka bersedia meminjamkan dana.
2) Motif Non Ekonomi Ada kalanya merger dan akuisisi dilakukan bukan didasarkan pada pertimbangan ekonomis semata, tetapi didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan lain seperti prestasi dan ambisi. Motif non ekonomi ini berasal dari kepentingan personal atau (personal interest motive). Baik dari manajemen perusahaan maupun dari pemilik perusahaan. 1) Hubris hipotesis Hipotesis ini mengatakan bahwa merger dan akuisisi semata-mata didorong oleh motif ”ketamakan” dan kepentingan pribadi para eksekutif perusahaan. Alasannya adalah mereka menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Ukuran perusahaan bisa diukur dari besarnya aktiva atau kekayaan yang dimiliki, besarnya volume penjualan, pangsa pasar, atau besarnya tingkat keuntungan yang diperoleh dengan semakin besarnya ukuran perusahaan semakin besar pula kompensasi yang diterima. 2) Ambisi pemilik Pemilik perusahaan memiliki ambisi untuk membangun ”kerajaan bisnis” dalam rangka menguasai berbagai sektor industri. Perusahaan-perusahaan tersebut akan membentuk konglomerasi dibawah kendali perusahaan induk. Jika pemilik perusahaan dominan dalam mengendalikan keputusan perusahaan akibatnya manajemenpun dapat dikendalikan untuk memenuhi keinginan pemilik tersebut. Faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan merger dan akuisisi: 1) Tambahan modal kerja Modal kerja bagi suatu perusahaan suatu perusahaan yang sifatnya jangka pendek tambahan modal kerja akan lebih mudah diperoleh dari transaksi merger dan akuisisi. 2) Perubahan biaya finansial Finansial mempunyai kesempatan untuk bertambah jika dilakukan merger dan akuisisi dengan perusahaan target.
3) Meningkatkan penjualan Transaksi merger dan akuisisi dapat meningkatkan penjualan. Sedikitnya ada 2 kemungkinan penjualan ini meningkat. Pertama, pengambilalihan perusahaan target yang memproduksi sejenis atau berlainan dan kedua dengan cara pengambilalihan perusahaan target yang berguna dalam bidang perindustrian produk. 4) Memungkinkan perluasan pinjaman Suatu perusahaan biasanya mempunyai keterbatasan dalam memperoleh pinjaman dari pihak ketiga. Mulai merger dan akuisisi memperbesar kemungkinan untuk melakukan pinjaman melalui perusahaan target. 5) Mendapatkan kompetisi yang lebih efektif Melakukan merger dan akuisisi terhadap perusahaan target yang ikut bermain dalam pemasaran produk dapat memperoleh kedudukan dengan kompetisi yang lebih kecil. 6) Meningkatkan efisiensi Berbagai keuntungna dari segi ekonomi yang diperoleh dengan melakukan merger dan akuisisi antara lain murahnya bahan baku, proses produksi, pendistribusian dll yang lebih efisien bila dibandingkan sebelum dilakukan penggabungan. 7) Mengurangi kompetisi Persaingan bagi perusahaan merupakan musuh, akan tetapi bila dilakukan transaksi merger dan akuisisi dengan perushaan target (pesaing) merupakana salah satu modal. Tujuannya pangsa pasar dapat dikuasai dan dikendalikan. 8) Memperbaiki posisi pemegang saham berkenaan dengan UU kepemilikan tanah dimana didalamnya terdapat UU yang mengatur merger dan akuisisi. 9) Mengurangi risiko dibandingkan dengan memasuki industri baru. Memasuki industri baru tentu saja mengambil risisko yang sangat besar karena industri ini kurang berpengalaman dalam menghadapi gejolak perekonomian maupun persaingan tindakan terbatas akuisitor dan mengambil alih dengan merger dan akuisisi. Perusahaan yang sudah lama berdiri dan berpengalaman serta tingkat risiko yang jauh lebih rendah. 10) Pemanfaatan kapasitas hutang
Kapasitas hutang suatu perusahaan tentu saja terbatas. Perusahaan target dapat memenuhi keterbatasan itu dari pinjaman dari kreditor (pihak ketiga) yang akan lebih mudah dimanfaatkan untuk tujuan produksi. 11) Memecah-mecah risiko Melakukan penggabungan usaha juga menggabungkan aset, dengan penggabungan itu risiko bisnis tersebut kebeberapa pemegang saham yang melakukan penggabungan. Ini salah satu alasan mengapa melakukan transaksi merger dan akuisisi. Faktor-faktor yang dijelaskan di atas menggambarkan segi positif dari merger dan akuisisi. Berikut ini disebutkan sisi negatif dari merger dan akuisisi. 1) Mengarah kepada konsekuensi bisnis sehingga dapat mengonrol harga jual yang dapat merugikan konsumen. 2) Minoritas interest selalu dirugikan. 3) Sulit menemukan harga yang wajar. 4) Aspek non finasial sulit dijual. 5) Perbedaan budaya perusahaan yang terlibat akan sulit
menyesuaikan
6) Membutuhkan dana yang sangat besar dan biasanya mahal selain itu juga harus tersedia dalam jangka pendek. 7) Melibatkan banyak pihak seperti akuntan, pengacara, fiskus.
Pengawas pasar
modal dll sehingga memerlukan. 8) Apabila terjadi perbedaan fiskal sulit menyesuaikan. 9) Merger dan akuisisi belum tentu bisa menaikkan harga saham karena harga saham juga dipengaruhi oleh faktor lain misalnya politik. 10) Sulit memprediksi prospek masa depan. 11) Penentuan nilai buku aset akan berbeda pada perusahaan yang bergabung. 12) Sulit menggabungkan perusahaan apabila penyajian akan menggunakan teori yang berbeda misalnya yang satu memakai teori properti sedangkan yang satu dengan toeri ekuitas. 13) Penggabungan perusahaan akan membentuk perusahaan baru, berarti menjadi tanggungjawab baru.
2.1.3. Jenis-jenis Penggabungan Usaha Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan beberapa strategi yaitu akuisisi, merger, konsolidasi. Ketiga strategi penggabungan usaha itu dapat dipilah-pilah lagi secara lebih khusus, seperti yang diuraikan dibawah ini. Menurut Marcel Go (1992) Akuisisi sebagai salah satu bentuk kombinasi bisnis dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu Akuisisi finansial, Akuisisi strategis, akuisisi silang. Pemilihan antara ketiga tipe ini adalah penting untuk menggambarkan yang jelas tentang latar belakang dan tujuan akuisisi. 1) Akuisisi finansial Akuisisi finansial merupakan suatu tindakan akuisisi terhadap satu atau lebih perusahaan tertentu yang dilakukan dengan tujuan untukmencapai keuntungan finansial. Kecenderungannya adalah usaha membeli perusahaan target dengan harga semurah-murahnya untuk menjual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Namun demikian apabila transaksi tersebut dilaksanakan antar perusahaan yang berbeda dalam satu group bisnis atau kepemilikan yang sama, harga yang dibeli dapat menjadi mahal ataupun lebih murah tergantung kepada kepentingan dan keuntungan yang akan diperoleh pemilik mayoritas bersangkutan. Motif utama akuisisi ini adalah untuk mengeruk keuntungan finansial sebesar-besarnya. Setelah proses perusahaan target penjualan dapat langsung dilaksanakan ataupun dengan cara mengadakan pembenahan terlebih dahulu sebelum dijual. Penjualan kembali dapat dilaksanakan secara utuh ataupun terurai misalnya penjualan sebagian aktiva atau sebagian unit bisnis perusahaan. 2) Akuisisi strategis Akuisisi strategis merupakan suatu akuisisi yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mencapai sinergi dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan jangka panjang. Sinergi ini tidak hanya berupa sinergi finansial tetapi juga mencakup sinergi produksi, sinergi distribusi, sinergi pengembangan teknologi dan gabungan dari sinerigi-sinergi
tersebut. Sebagai ilustrasi adalah sinergi yang diciptakan dalam produksi dan pemasaran yakni sinergi antara perusahaan penghasil produk tertentu (produsen) dengan perusahaan yang mendistribusikan produk tersebut (distributor). Di sini pihak produsen memiliki keunggulan teknik produksi namun tidak memiliki jaringan distribusi sedang dilain pihak perusahaan distributor tersebut memiliki keunggulan dalam mendistribusikan produk karena memiliki jaringan distribusi yang luas dan telah mapan akan tetapi tidak memiliki kemampuan ataupun teknik produksi. Dalam rangka mewujudkan sinergi maka perusahaan pertama pengakuisisi perusahaan kedua, sehingga dapat menutup kelemahan-kelemahan mereka yang sekaligus meningkatkan penjualan dan maupun menampilkan kekuatan yang lebih besar. Seringkali latar belakang pengambilan keputusan untuk akuisisi strategis ini adalah pertimbangan mengenai faktor efisisensi dan kemudahan dibandingkan bila harus memulai dari awal untuk membangun perusahaan baru. Pilihan akan akusisi jenis ini merupakan salah satu alternati yang sering digunakan dalam rangka diversifikasi usaha, baik itu secara horisontal maupun vertikal. 3) Akuisisi silang Akuisisi silang merupakan akusisi yang dilakukan antara 2 perusahaan atau lebih dengan tujuan untuk memperkuat aliansi strategi. Caranya adalah perusahaan tersebut saling membeli saham antara mereka misalnya perusahaan X membeli saham perusahaan Y dan sebaliknya perusahaan Y membeli saham perusahaan X.
2.2. Kajian Pustaka 2.2.1. Laporan Keuangan Setiap perusahaan pada suatu waktu (periode) akan melaporkan semua kegiatankegiatan keuangan dalam bentuk ikthisar keuangan atau laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam setiap periode waktu yang telah berlalu serta berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban manajemen baik kepada pemilik maupun otoritas moneter serta instansi-instansi lainnya yang berkepentingan. Menurut Zaki Baridwan (1992) pengertian laporan keuangan adalah
merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang diembankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Laporan keuangan juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Sedangkan menurut Munawir (1998) laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat berkomunikasi antara data keuangan, aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentinagn dengan data atau aktivitas perusahaan 1) Tujuan Laporan Keuangan Kasmir mengemukakan bahwa secara umum tujuan pembuatan laporan keuangan suatu bank adalah sebagai berikut: a) Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva, keuangan dan modal bank pada waktu tertentu. b) Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu. c) Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban dan modal suatu bank. d) Memberikan informasi tentang kinerja manajemen bank dalam suatu periode. APB statemen No. 4 (AICPA) menggambarkan tujuan laporan keuangan dengan membaginya menjadi dua: a) Tujuan umum Penyajian laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prisip akuntansi yang diterima b) Tujuan khusus Memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban serta informasi lainnya yang relefan 2) Pihak-pihak yang Berkepentingan Penggunaan laporan keuangan adalah sebagai berikut: a) Pemilik perusahaan
Bagi pemilik perusahaan laporan keuangan dimaksudkan untuk: (1) Menilai prestasi atau hasil yang diperoleh manajemen. (2) Mengetahui hasil deviden yang aka diterima (3) Menilai posisi keuangan perusahaan dalam pertumbuhannya. (4) Mengetahui nilai saham dan laba per lembar saham. (5) Sebagai dasar untuk memprediksi kondisi perusahaan dimasa datang. (6) Sebagai dasar untuk mempertimbangkan menambah atau mengurangi investasi b) Manajemen perusahaan Bagi manajemen perusahaan laporan keuangan ini digunakan sebagai alat untuk mempertanggun jawaban pengelolaa kepada pemilik. c) Investor Bagi investor laporan keuangan digunakan untuk: (1) Menilai kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. (2) Menilai kemungkinan menanamkan dana dalam perusahaan. (3) Menilai kemungkinan menanamkan divestasi (menarik Investasi) dari perusahaan. (4) Menjadi dasar memprediksi kondisi perusahaan dimasa mendatang. e) Kreditur atau Banker, Suplier Kreditur atau Banker, Suplier laporan keuangan digunakan untuk: (1) Menilai kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. (2) Menilai kualitas jaminan Kredit atau Investasi untuk menopang Kredit yan akan diberikan. (3) Melihat dan memprediksi prospek keuangan yang mungkin diperoleh dari perusahaan atau menilai Rate Of Return perusahaan. (4) Menilai kemampuan Likuiditas, Solfadilitas, Rentabilitas perusahaa sebagai dasar dalam pertimbangan keputusan Kredit. (5) Menilai sejauh mana perusahaan mengikuti disepakati e) Pemerintah dan Regulator
perjanjian Kredit yang sudah
Bagi pemerintah atau Regulator laporan keuangan dimaksud untuk: (1) Menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar. (2) Sebagai dasar dalam penetapan-penetapan kebijakan baru. (3) Menilai apakah perusahaan memerlukan bantuan atau tindak lain. (4) Menilai keputusan perusahaan terhadap aturan yang ditetapkan. (5) Bagi lembaga pemerintah lainnya bisa menjadi bahan penyusuan data dan statistik. f) Analis, akademis, pusat data Para analis akademis dan juga lembaga-lembaga pengumpulan data bisnis, laporan keuangan ini penting sebagai bahan atau sumber informasi primer yang akan diolah sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi analisis ilmu pengetahuan dan komoditi informasi. Sedangkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan adalah sebagai berikut: a) Pemilik/pemegang saham Bagi pemegang saham sebagai pemilik, memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan yaitu untuk melihat kemajuan perusahaan dalam menciptakan laba dan pengembangan usaha bank tersebut. b) Pemerintah Bagi pemerintah baik perusahaan pemerintah (BUMN) maupun swasta adalah untuk mengetahui kemajuan dan kepatuhan perusahaan dalam melakukan akan kebijakan moneter dan pengembangan sektor-sektor industri tertentu. c) Manajemen Untuk melihat kinerja manajemen perusahaan dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan. Kemudian juga untuk menilai kinerja manajemen dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. d) Karyawan Untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan, sehingga mereka juga merasa perlu mengharapkan peningkatan kesehateraan apabila bank mengalami keuntungan dan sebaliknya. e) Masyarakat luas
Bagi masyarakat luas merupakan suatu jaminan terhadap uang yang disimpan di bank. Jaminan ini diperoleh dari laporan keuangan yang ada dengan melihat angkaangka yang ada di laporan keuangan. Dengan adanya laporan keuangan pemilik dana dapat mengetahui kondisi bank yang bersangkutan.
2.2.2. Jenis-jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan terdiri dari: 1) Neraca merupakan ringkasan keuangan yang menunjukkan jumlah kekayaan (aktiva) perusahaan dan menunjukkan bagaimana kekayaan tersebut dibiayai. Ia merupakan potret posisi finansial perusahaan pada satu titik waktu, misalnyaya pada akhir bulan atau akhir tahun. Nilai moneter yang tertera pada neraca merupakan hasil kumulatif nilai item-item yang ada selama periode tertentu. Neraca menyajikan dua komponen yang berbeda yaitu kelompok aktiva di satu sisi, dan kelompok kewajiban dan modal di sisi lain. Aktiva disusun dari yang paling likuid/lancar sampai yang tidak likuid/aktiva tetap. Aktiva lancar dikelompokkan lagi dalam bentuk tunai seperti kas dan bank, dan non tunai seperti surat berharga, piutang dan persediaan. Aktiva lancar yang non tunai ini perlu cukup waktu untuk mengubahnya menjadi tunai/kas. Kewajiban perusahaan dikelompokkan menjadi kewajiban jangka pendek/kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang dan disusun menurut lancar tidaknya. 2) Perhitungan laba rugi menunjukkan ringkasan kinerja perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (kerugian) selama satu periode. Periode yang dibuat bisa satu bulan, satu kuartal, satu tahun atau lainnya sesuai dengan kepentingan perusahaan. Pada dasarnya laporan rugi laba menunjukkan jumlah penerimaan atau pendapatan. Dan jumlah pengeluaran-pengeluaran selama periode tersebut. Jumlah hasil, biaya laba rugi perusahaan pada suatu periode tertentu. 3) Laporan dan sumber pengguna dana. Disini dimuat sumber dana dan pengeluaran perusahaan selama satu periode. Dana bisa diartikan kas bisa juga modal kerja.
4) Laporan arus kas dibuat untuk melengkapi neraca dan laporan rugi laba. Laporan arus kas berguna untuk menganalisi aliran kas aktual yang terjadi pada perusahaan. Arus kas berasal dari 3 sumber aktivitas yaitu: a) Aktivitas Operasi yaitu seluruh aktivitas yang terkait dengan aktivitas utama perusahaan. b) Aktivitas Investasi yaitu aktivitas dalam rangka memperoleh atau melepaskan aktiva jangka panjang dan investasi lain. c) Aktivitas Pendanaan yaitu aktivitas yang mengakibatkan perubahan jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.
2.2.3. Analisa Laporan Keuangan Laporan keuangan yang telah disusun selanjutnya akan dilakukan analisa terhadap laporan keuangan tersebut. Dengan melakukan analisa terhadap laporan keuangan maka informasi yang dibaca dari laporan keuangan akan menjadi lebih luas dan lebih dalam. Sofyan Safri mendefinisikan analisa laporan keuangan sebagai berikut: “Menguraikan pospos laporan keuangan menjadi unit-unit infomasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan tepat.” 1) Tujuan Analisa Laporan Keuangan Kegunaan analisa laporan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut: a) Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dari laporan biasa. b) Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. c) Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata dari suatu laporan keuangan atau yang berada dibalik lapoaran keuangan. d) Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungan dengan suatu laporan keuangan baik yang diikuti dengan komponen interen laporan keuangan maupun kegiatannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.
e) Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-model dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti prediksi, peningkatan rating. 2) Teknik Analisis Laporan Keuangan Teknik dalam laporan keuangan sebagai berikut: a) Metode komparatif Melakukan perbandingan antara satu pos dengan pos yang lainnya yang relatif dan bermakna untuk mengetahui perbedaan, besarnya maupun hubungannya b) Trend analysisi horisontal (1) Indeks (2) Number c) Membuat laporan keuagan dalam bentuk common size financial statement atau bentuk sederhana (awam) biasanya dibuat secara vertikal. d) Metode indeks time series e) Analisis rasio (1) Likuiditas (2) Profitabilitas (3) Solfabilitas (4) Leverage (5) Aktivitas (6) Market based rasio f) Teknik analisis lainnya seperti (1) Analisis sumber penggunaannya (2) Analisis break even (3) Analisis gross profit g) Analytical review/transaction analysis
2.2.4. Kinerja Keuangan Perusahaan Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kinerja diartikan sebagai suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja, Berkinerja yaitu berkemampuan dengan menggunakan tenaga.
Maksud kinerja keuangan menurut acuan di atas adalah kemampuan kerja Managemen yang dilihat dari sisi finasial atau dalam hal ini melihat dari laporan keuangan suatu Perusahaan. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran kinerja perusahaan disajikan pada laporan keuangan yang disebut laporan laba rugi. Penghasilan bersih (Laba Netto) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja. Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih ini dalam penghasilan (Income) dan beban (Expense). Dengan menggunakan laporan keuangan sebagai informasi yang menyangkut posisi keuangan kita dapat diketahui kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, posisi kinerja keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas, solvabilitas, serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan informasi. Untuk menilai perubahan terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan sehingga dapat memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan kas serta untuk merumuskan efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.
1) Pendekatan dalam Mengukur Kinerja Keuangan Perusahaan Dalam mengukur kinerja digunakan analisis keuangan karena analisisi keuangan melibatkan penilaian terhadap keuangan di masa mendatang. Tujuannya adalah untuk menemukan kelemahan-kelemahan di dalam kinerja keuangan perusahaan yang dapat menyebabkan masalah-masalah di masa mendatang dan untuk menentukan kekuatan yang dapat diandalkan. Rasio keuangan merupakan alat utama dalam analisis keuangan, dikarenakan dapat dipakai untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai kesalahan keuangan perusahaan dalam hal ini dengan melihat laporan keuangan perusahaan yaitu neraca dan laporan rugi laba. Analisa laporan keuangan ini juga digunakan oleh manajemen perusahaan untuk memonitor keadaan perusahaan dari satu periode ke periode yang lain. Adanya perubahan-perubahan yang tidak diharapkan akan segera diketahui kemudian dicari langkah-langkah pemecahannya. Hal ini dapat diartikan bahwa
perkembangan suatu perusahaan harus dibandingkan dengan masa lalunya. Setiap perkembangan yang tidak diinginkan harus segera diperbaiki dan diarahkan pada tujuan yang telah ditentukan semula. Dalam menggunakan rasio-rasio keuangan perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: a) Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilakukan untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan, tetapi sejumlah rasio harus dipakai secara bersama-sama. b) Perbandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan dengan industri sejenis pada saat yang sama. c) Sebaliknya perhitungan rasio keuangan didasarkan pada laporan keuangan yang sudah diaudit, laporan keuangan yang belum diaudit masih diragukan kebenarannya sehingga rasio-rasio dihitung juga kurang akurat. d) Yang sangat penting diperhatikan adalah bahwa pelaporan akuntansi yang dipakai harus sama. e) Rasio keuangan/finansial rasio pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu rasio likuiditas, aktivitas, profitabilitas, leverage. 2) Penilaian Kinerja Keuangan Dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan menggunakan rasio keuangan, angka-angka absolut atau rasio tidak akan memberikan arti apabila tidak dibandingkan dengan angka lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman untuk dapat menentukan arti dari suatu rasio atau ukuran-ukuran lain yang dihitung. Salah satu acuan dalam membandingkan dan menilai angka-angka dari suatu rasio adalah dengan menggunakan analisis deskriptif, perbandingan prestasi dan posisi keuangan dengan melihat kecenderungan angka-angka rasio tertentu dapat diperoleh gambaran apakah rasio-rasio tersebut mempunyai kecenderungan naik, turun atau konstan. Dari gambaran tersebut dapat dideteksi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan dan dapat diobservasi baik atau buruknya. Pengelolaan perusahaan dalam hal ini adalah perusahaan yang menjadi obyek penelitian dimana mereka melakukan aktivitas akuisisi merger. a) Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid” dan perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban tepat pada waktu, apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancarnya atau hutang jangka pendek. Sebaliknya kalau perusahaan tidak memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “ilikuid”. Rasio ini memberikan informasi yang sangat berguna bagi pengakuisisi ketika menilai perusahaan target yaitu seberapa besar tingkat likuiditas pasca merger dan akuisisi. Jika segera sesuah merger perusahaan memerlukan dana yang likuid, maka perusahaan akan relatif lebih aman jika memiliki rasio likuiditas yang tinggi. Aktiva lancar menurut AICPA Professional Standar didefinisikan sebagai kas dan aktiva lain atau sumber-sumber daya yang umumnya diidentifikasi sebagai hal-hal yang secara layak diharapkan akan direalisasi dalam kas atau dijual atau dikomsumsi selama siklus operasi normal usaha (Eldo S. Hendrikson, 1996,hal 268) sedangkan hutang lancar dinyatakan bahwa hutang lancar terdiri dari hutang yang harus segera dibayar dalam satu tahun atau sebelum akhir siklus operasi perusahaan dan dapat pula dinyatakan terdiri dari hutang-hutang yang pembayarannya membutuhkan penggunaan aktiva lancar atau yang timbul karena perolehan barangbarang yang akan digunakan dalam siklus operasi. Likuiditas badan usaha dapat diketahui dari neraca pada suatu saat likuiditas ini dihitung dari aktiva lancar (current assest) dengan hutang lancar (current liabilities). Hasil perbandingan ini disebut “current ratio” atau “Working Capital Rasio-rasio” (Bambang Riyanto, 1996: 256). b) Rasio Solvabilitas Solvabilitas adalah menunjukkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuiditas, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu perusahaan dikatakan solvable
apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya dan sebaliknya apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan insolvable. Solvabilitas perusahaan dapat dilihat dari neracanya yang dihitung atas dasar total assets to debt ratio. Ratio ini menunjukkan seberapa besar total aktiva yang tersedia untuk menutup semua hutang perusahaan pada saat likuidasi. Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara besarnya total hutang dengan equity. Rasio ini melihat kemampuan pemilik perusahaan dengan equity yang dimiliki, untuk membayar hutang kepada kreditor. Bila dibandingkan ratio ini dari tahun ke tahun atau antara perusahaan yang sama sejenis dalam waktu yang sama mungkin terjadi berbagai perbedaan. Di dalam menafsirkan perbedaan-perbedaan ini harus berhati-hati karena sumber perbedaan ini bermacam-macam (Bambang Riyanto, 1997:26-27). c) Rasio Profitabilitas Rasio
Profitabilitas
menunjukan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba. Ukuran profitabilitas mestinya dikaitkan dengan tingkat resiko usaha. Artinya belum tentu sebuah perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat profibabilitas yang rendah jika tidak melihat resiko masing-masing perusahaan. Rasio Profitabilitas membantu menjawab pertanyaan mengenai efektivitas manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva atau sumber penghasilan yang dipercayakan kepada mereka untuk kelangsungan hidup perusahaan tersebut. yang digunakan adalah Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Gross Profit Margin (GPM). (1) Return On Assets (ROA) sering disebut return on investment (ROI). Merupakan perbandingan laba setelah pajak dan bunga dengan total aktiva. Ini mengukur seberapa efektif aset yang ada mampu menghasilkan keuntungan. Semakin besar rasio ini semakin efektif penggunaan aset ini. Dalam merger tinggi rendahnya rasio ini harus disikapi dengan terlebih dahulu apakah nilai aset betul-betul memberikan informasi yang sebenarnya.
melihat
(2) Return On Equity (ROE) mengukur seberapa besar keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham. Dengan kata lain rasio ini mengukur berapa rupiah keuntungan yag dihasilkan oleh modal sendiri. (3) Gross Profit Margin (GPM) mengukur seberapa rupiah laba sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan dari setiap rupiah pendapatan. (4) Rasio Aktivitas. Rasio ini mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola aktivanya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar kecepatan asset-aset perusahaan dikelola atau diputar dalam rangka melakukan aktivitas bisnisnya. Intensitas perputaran ini sangat terkait dengan karakteristik perusahaan. Perputaran barang dagangan perusahaan swalayan berbeda dengan perputaran aktiva pada perusahaan pesawat terbang. Disamping itu perputaran aktiva juga berbeda dari waktu ke waktu. Perputaran barang pada saat menjelang hari raya atau tahun baru biasanya lebih cepat dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya. Inventory turnover diperoleh dengan membandingkan antara Harga Pokok Penjualan dengan persedian. Nilai persediaan ini dihitung dengan menggunakan biaya histori, sehingga harus dibandingkan dengan HPP, bukan pendapatan atau penjualan. Hal ini disebabkan karena nilai penjualan sudah memperhitungkan harga jual yang didalamnya terdapat komponen margin keuntungan. Semakin besar perputaran persediaan, semakin pendek persediaan tersebut berada di perusahaan. Tinggi rendahnya perputaran inventory belum tentu mengindikasikan keadaan baik dan buruk arus persediaan.
2.2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kinerja keuangan telah dilakukan oleh banyak peneliti, antara lain penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh: 1) Alimin (1993). Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi merger dan akuisisi di Indonesia yaitu peningkatan skala ekonomi, pengamanan bahan baku, perluasan pasar, penghematan pajak, pemanfaatan kapasitas hutang, peningkatan laba dan pengurangan persaingan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua faktor tersebut signifikan kecuali faktor pengamanan bahan baku dan pemanfaatan kapasitas hutang.
2) Ravenscraft dan Scherer (1998) melakukan penelitian terhadap profitabilitas sebelum merger dan akuisisi perusahaan target dan hasil operasinya setelah merger dan akuisisi. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan di Amerika Serikat yang melakukan aktivitas merger dan akuisisi selama periode 1975-1977. hipotesis yang mereka kemukakan ada dua yaitu bahwa perusahaan target tidak mendapat laba dan bahwa merger dan akuisisi memperbaiki profitabilitas secara rata-rata. Profitabilitas sebelum merger dan akusisi dihitung dengan rasio laba operasi (sebelum bunga dan pajak serta biaya luar usaha). Terdapat aset pada akhir periode. Sedangkan profitabilitas sesudah merger dan akuisisi diukur dengan tiga rasio yaitu (1) Rasio Laba Operasi/Aset pada akhir tahun., (2) Rasio Laba Operasi/Penjualan, (3) Rasio Arus Kas/Penjualan. Hasil penelitian mereka menunjukkan hipotesis pertama tidak dapat dibuktikan karena ketiadaan dukungan statistik, sedangkan pada hipotesis kedua disimpulkan tidak terjadi kenaikan yang signifikan terhadap profitabilitas setelah merger akuisisi. 3) Kanto Santoso (1992) mengenai aktivitas merger dan akuisisi pada PT Indocement Tunggal Perkasa dan hasilnya menunjukkan bahwa laba bersih, laba per saham, harga saham, kapitalisasi pasar pasca akuisisi lebih kecil atau menurun bila dibandingkan tanpa akuisisi. Sehingga, jika dilihat dari kriteria hasil investasi yang diharapkan oleh pemodal yang bijaksana, kinerja, emiten dan pemilik perusahaan hasilnya adalah tidak menguntungkan. 4) Mahfoedz (1999) melakukan evaluasi kinerja sebelum dan sesudah go public, dengan melakukan evaluasi terhadap kinerja perbankan dengan 22 bank yang telah go public sebagai sampel. Hasil penelitiannya adalah tidak ada perbandingan kinerja perusahaan sebelum dan sesudah go public.
2.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan sementara atau kesimpulan yang bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya setelah dilakukan penelitian dilapangan. Berdasarkan landasan teori yang ada, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Assets (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Equity (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Gross Profit Margin (GPM) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 5. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Current Ratio (CR) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 6. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Inventory Turn Over (ITO) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analisis data sekunder yaitu penelitian tidak mengumpulkan data sendiri, melainkan menganalisis data yang telah ada tersebut dari suatu hasil pengumpulan data atau diperoleh dari hasil penelitian maupun observasi (Sukamto, dkk. 1995). Dalam hal ini penelitian mengandung data laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) untuk masa 5 tahun sebelum Akuisisi dan merger dan 5 tahun sesudah merger dan akuisisi untuk masing –masing perusahaan. 3.2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di pojok BEJ UII Condong Catur, Depok, Sleman Jogjakarta. 3.3. Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2006 s/d Februari 2007. 3.4. Subyek dan Obyek Penelitian a. Subyek Penelitian Yang menjadi subyek penelitian ini adalah penulis sendiri dengan cara mengumpulkan data sekunder yang dibutuhkan untuk analisis melalui Pojok BEJ UII. b.
Obyek Penelitian Yang menjadi obyek penelitian ini adalah kinerja keuangan
perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi pada tahun dasar tahun 1999 dan 2000. 3.5. Definisi Operasional a.
Akuisisi merupakan pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perusahan yang bersangkutan.
b.
Merger merupakan penggabungan usaha dengan cara suatu perusahaan mengambil alih satu/lebih perusahaan yang lain dimana setelah merger perusahaan yang diambi alih tersebut dilikuiditas.
c.
Kinerja
merupakan hasil nyata yang dapat dicapai yang dipergunakan untuk
menunkukan dicapainya hasil posotif. Penilaian kinerja dalam penelitian ini dapat dilihat dari analisisa laporan keuangan berupa rasio keuangan. d.
Sinergi merupakan kemampuan lebih yang diperoleh dari penggabungan dua atau lebih kekuatan secara matematis dapat digambarkan bahwa dua tambah dua sama dengan lima. Dari angka ini bisa dilihat adanya manfaat ekstra ketika elemen-elemen, unit-unit dan sumber daya kedua perusahaan bergabung. Dalam konteks Merger dan Akuisisi, sinergi diartikan sebagai hasil ekstra yang diperoleh jika dua atau lebih perusahaan melakukan kombinasi bisnis.
3.6. Variabel Penelitian Ada 6 variabel yang diteliti dalam penelitian ini yang berkaitan dngan kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1999-2004, yaitu: 1. Return On Assets (ROA) Merupakan perbandingan laba setelah pajak dan bunga dengan total aktiva. Rasio ini mengukur seberapa efektif aset yang ada mampu menghasilkan keuntungan. 2. Return on Equity (ROE) Return On Equity mengukur seberapa besar keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham. Dengan kata lain rasio ini mengukur berapa rupiah keuntungan yag dihasilkan oleh modal. 3. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara besarnya total hutang dengan equity. Rasio ini melihat kemampuan pemilik perusahaan dengan equity yang dimiliki, untuk membayar hutang kepada kreditor. 4. Gross Profit Margin (GPM) Gross Profit Margin mengukur seberapa rupiah laba sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan dari setiap rupiah pendapatan. 5. Current Ratio (CR) Current Ratio merupakan ukurna likuiditas dari suatu perusahaan. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan aktiva lancar (current assest) dengan hutang lancar (current liabilities). 6. Inventory Turnover (ITO) Inventory Turnover adalah tingkat perputaran inventory yang dimiliki perusahaan yang diperoleh dengan membandingkan antara harga pokok penjualan dengan persediaan. 3.7. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dari tahun 1994-2005. Tahun yang dipilih sebagai tahun dasar di tahun 1999, 2000 ini berarti aktivitas Akuisisi dan Merger pada tahun tersebut. Dipilihnya BEJ sebagai tahun penelitian karena BEJ merupakan bursa pertama di Indonesia yang dianggap memiliki data yang lebih lengkap dan telah terorganisasi dengan baik. Sedangkan sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ yang dipilih dengan Purpose Sampling Method atau Purposive Judgement Sampling yaitu sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang telah ditemukan. 3.8. Teknik Pengambilan Sampel Berdasarkan uraian pada populasi dan sampel penelitian di atas, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan atas Purpose Sampling Method atau metode puposive judgement samplin. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ yang melakukan merger dan akuisisi dengan kriteria sebagai berikut: a. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dari tahun 1994-2005. yang melakukan merger dan akuisisi.
b. Perusahaan manufaktur yang diketehui tanggal merger dan akuisisi. c. Perusahaan manufaktur yang telah menyusun laporan keuangan peusahaan selama kurun waktu 5 tahun atau lebih baik sesudah ataupun sebelum melakukan akuisisi dan merger setelah menerbitkan laporan keuangan terebut. 3.9. Data yang pergunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder perusahaan yang terdaftar di BEJ yaitu sebagai beriku: a. Data perusahaan manufaktur yang melakukan Akuisisi dan merger dari pusat data bisnis Indonesia. b. Neraca 5 tahun sebelum dan sesudah Akuisisi dari Indonesia Capital
Market
Directory (ICMD) dari tahun 1994-2005. c. Laporan rugi-laba 5 tahun sebelum dan sesudah Akuisisi dan merger. 3.10. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dilihat dari
sumbernya,
penelitian menggunakan jenis data sekunder dengan metode dokumentasi dan studi pustaka. a. Metode dokumentasi adalah pengumpulan data yangdiambil dari kajian-kajian yang berisi pandangan serta pemikiran-pemikiran manusia dimasa lalu yang ditulis secara sadar untuk tujuan komunikasi dan keterangan. b. Metode studi pustaka yaitu penulisan yang dilakukan dengan membaca literatur, referensi, buku-buku acuan dan sumber-sumber lain yan relevan dalam penelitian ini.
TABEL 3.1 DAFTAR NAMA-NAMA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN MERGER, AKUISISI DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODE 1994-2005 Tanggal No
PerusahaanPengakuisisi
1 Astra Agro Lestari
Perusahaan Target Sinar Tabiora
Akuisisi,Merger 02-10-2002
2 Sarasa Nugraha
Sarasa Miratama
02-05-2002
3 Gudang Garam
Karyadibya Mahar Dika
07-03-2002
4 Agis
Arta Citra Galery
18-09-2002
5 Siantar Top
Saritama Tunggal
22-08-2001
6 Surya Intrindo Makmur
Anglo Sama Permata Motor
31-05-2001
7 Indofood Sukses Makmur
Asia Food Property
01-05-2001
8 Bahtera Admina Samudera
IntergalaxyDelta Fisheries
01-05-2001
Mega Galaxy 9 Indocement Tunggal Perkasa
Dian Abadi Perkasa
06-02-2001
Roda Maju Perkasa 10 Timah
Gemah Ripah Pertiwi
16-02-2001
Inotambang Raya Mega 11 Astra Internasional
Cycle & Carriage limited
07-04-2001
12 Telkom
Multimedia Nusantara
14-12-2000
13 Smart
Inti Gerak Maju
29-11-2000
14 Darma Samudera Fishing
Tirta Artamina
10-112000
15 Eterindo Wahanatama
Surya Malindo Megatama
27-03-2000
16 Siloam Healthcare
Baligraha Medikta
21-03-2000
17 Gudang Garam
Industri Soda
28-01-2000
18 Trasindo Multi Prima
Bentoel Prima
13-012000
19 BAT Indonesia
Rothmas Pallmall Indonesia
16-12-1999
20 Tunas Ridean
Ethernal Petrochemical
15-12-1999
21 GT Kabel Indonesia
Pinelli Cable Indonesia
31-05-1999
22 Wahana Jaya Perkasa
Prasetya Wisma Karya
20-04-1999
23 Bakrie Sumatra Plantation
Indosikamas Raya
20-041998
24 Bhuwantala Indah Permai
Asri Kencana Gemila
31-03-1999
25 Dynaplast
Sampak Unggul
06-03-1998
Dari data diatas selajutnya ditentukan objek penelitian yang sesuai dengan kriteria dalam batasan masalah, kedelapan perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
TABEL 3.2 DAFTAR NAMA-NAMA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG AKAN DITELITI No Perusahaan Pengakuisisi
Perusahaan Target
1 Smart
Inti Gerak Maju
2 Eterindo Wahanatama
Surya Malindo Megatama
3 Gudang Garam
Industri Soda
4 BAT Indonesia
Rothmas Pallmall Indonesia
5 Tunas Ridean
Ethernal Petrochemical
6 GT Kabel Indonesia
Pinelli Cable Indonesia
7 Dynaplast
Sampak Unggul
3.11. Metode Analisis Data a. Uji Normalitas Data Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data variabel bebas dan variabel tergantung yang diukur memiliki sebaran normal atau tidak. Uji normalitas sebaran menggunakan Kolmogorov Smirnov. Pedoman yang digunakan jika p>0,05 maka sebaran normal, dan jika p<0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal (Hadi, 2001). b. Uji Hipotesis Untuk menjawab hipotesis sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu: Ha1 : Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Assets (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Assets (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ha2 : Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Equity (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ho2 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Equity (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
Ha3 : Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ho3 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ha4 : Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Gross Profit Margin (GPM) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ho4 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Gross Profit Margin (GPM) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ha5 : Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Current Ratio (CR) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ho5 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Current Ratio (CR) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ha6 : Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Inventory Turn Over (ITO) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Ho6 :
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Inventory Turn Over (ITO) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
maka dilakukan perhitungan statistik uji beda dua rata-rata yang dirumuskan sebagai berikut: Rumus :
t=
D SD
N
, dimana
D
= Perbedaan antara mean sebelum dan sesudah akuisisi
SD
= Standar deviasi perbedaan padangan observasi
N
= Jumlah pasangan
Pengujian dilakukan dengan taraf signifikasi 5% (α = 0,05). Adapun langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan hipotesis: a) Ho1 : ROAsebelum = ROAsesudah
Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Return On Assets (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. b) Ho2 : ROEsebelum = ROEsesudah Ho2 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Return On Equity (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. c) Ho3 : DERsebelum = DERsesudah Ho3 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. d) Ho4 : GPMsebelum = GPMsesudah Ho4 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Gross Profit Margin (GPM) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. e) Ho5 : CRsebelum = CRsesudah Ho5 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Current Ratio (CR) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. f) Ho6 : ITOsebelum = ITOsesudah Ho6 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Inventory Turn Over (ITO) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 2. Menentukan tingkat signifikansi pada taraf signifikansi 5%, dan menentukan degree
of freedom (df) = n-1, dimana n = jumlah sampel (data). 3. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho dan Ha. Ho diterima jika : thitung < ttabel (α/2, n-1) atau thitung > -ttabel (α/2, n-1) atau p > 0,05 Ho ditolak jika : thitung > ttabel (α/2, n-1) atau thitung < -ttabel (α/2, n-1) atau p < 0,05
4. Membandingkan thitung dengan ttabel atau p dengan α (0,05). 5. Penarikan kesimpulan Untuk hipotesis 1: Return On Assets (ROA) -
Jika p < 0,05, berarti Ho ditolak, Ha diterima, artinya: Ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi perusahaan kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
-
Jika p > 0,05, berarti Ho diterima, Ha ditolak, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
Untuk hipotesis 2: Return On Equity (ROE) -
Jika p < 0,05, berarti Ho ditolak, Ha diterima, artinya: Ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
-
Jika p > 0,05, berarti Ho diterima, Ha ditolak, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
Untuk hipotesis 3: Debt to Equity Ratio (DER) -
Jika p < 0,05, berarti Ho ditolak, Ha diterima, artinya: Ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
-
Jika p > 0,05, berarti Ho diterima, Ha ditolak, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
Untuk hipotesis 4: Gross Profit Margin (GPM) -
Jika p < 0,05, berarti Ho ditolak, Ha diterima, artinya: Ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
-
Jika p > 0,05, berarti Ho diterima, Ha ditolak, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
Untuk hipotesis 5: Current Ratio (CR)
-
Jika p < 0,05, berarti Ho ditolak, Ha diterima, artinya: Ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
-
Jika p > 0,05, berarti Ho diterima, Ha ditolak, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
Untuk hipotesis 6: Inventory Turn Over (ITO) -
Jika p < 0,05, berarti Ho ditolak, Ha diterima, artinya: Ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
-
Jika p > 0,05, berarti Ho diterima, Ha ditolak, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi kinerja keuangan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
BAB IV ANALISIS DATA
4.1. Analisis Deskriptif Berdasarkan pengamatan dalam penelitian ini, dari populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ pada periode tahun 1994 s/d 2005 perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi sebanyak 25 perusahaan. Berdasarkan kriteria sampel yaitu perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan akuisisi selama periode tersebut sebanyak 10 perusahaan namun dalam penelitian ini ditentukan untuk perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan akuisisi tahun dasar 1999, 2000. Maka dari perusahaan tersebut yang dapat diambil sebagai sampel hanya berjumlah 7 perusahaan. Dari data yang disajikan pada lampiran berupa beberapa rekening dari lapoan neraca dan laporan rugi laba selama 5 tahun dari perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan akuisisi pada tahun 1994 s/d 2005, maka tahap-tahap dan pengolahan data yang kemudian akan dianalisis tentang apakah ada perbedaan kinerja perusahaan periode sebelum dan sesudah akuisisi dan merger.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan kinerja perusahaan periode sebelum dan sesudah akuisisi dan merger yang diukur dari DER, GPM, CR, ITO, ROI, dan ROE. Untuk menarik kesimpulan hasil pengujian tersebut dalam penelitian ini ditetapkan tingkat signifikansi yang masih dapat ditoleransi (α) sebesar 5%. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji-t. Adapun hasil perhitungan disajikan pada tabel di bawah ini. Berikut ini akan diuraikan analisis kinerja dan pengujian hipotesis secara berpasangan
(paired) perbedaan kinerja perusahaan periode sebelum dan sesudah akuisisi dan merger.
4.2. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi dan Merger Berikut ini hasil perhitungan kinerja keuangan perusahaan manufaktur pada tahun 1994-2005 sebelum dan sesudah akuisisi dan merger. Tabel 4.1 Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi dan Merger Variabel
Rata-rata Sebelum
Rata-rata Setelah
Kecenderungan
Akuisisi dan
Akuisisi dan
Kinerja
Merger
Merger
DER
2,3083
0,8860
Turun
GPM
0,2714
0,2431
Turun
CR
1,5694
1,7309
Naik
ITO
5,5851
33,6357
Naik
ROA
5,7609
5,2634
Turun
ROE
6,8503
-20,6740
Turun
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2007.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi ada yang mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan. Kinerja yang mengalami peningkatan adalah current ratio (CR) dan inventory
turn over (ITO). Current Ratio merupakan salah satu rasio yang paling umum digunakan untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendek tanpa menghadapi kesulitan. Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai current ratio adalah aktiva lancar dan utang jangka pendek. Dalam hal ini aktiva lancar terdiri dari uang kas dan juga surat-surat berharga antara lain surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Di lain pihak utang jangka pendek dapat berupa utang pada pihak ketiga (bank atau kreditur lainnya). Dalam sebuah merger atau akuisisi, dengan terjadinya penggabungan dua buah atau lebih perusahaan, maka akan memperkuat kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Oleh karena itulah di dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi memiliki kinerja current ratio yang lebih baik daripada sebelum melakukan merger dan akuisisi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu motif perusahaan melakukan merger adalah motif ekonomi khususnya motif sinergi, dimana dikatakan bahwa apabila dua buah perusahaan melakukan merger dan akuisisi akan dihasilkan sebuah sinergi. Secara sederhana sinergi ditunjukkan dengan sebuah fenomena 2+2=5. Perumpamaan sinergi 2+2=5 ini berlaku pada semua aspek perusahaan, termasuk kemampuannya membayar hutang jangka pendeknya. Oleh sebab itulah maka perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi mengalami peningkatan nilai current ratio. Perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi juga mempunyai motif nonekonomi berupa peningkatan volume penjualan perusahaan. Secara teoretis adanya transaksi merger dan akuisisi dapat meningkatkan penjualan. Sedikitnya ada 2 kemungkinan penjualan ini meningkat. Pertama, pengambilalihan perusahaan target yang memproduksi sejenis atau berlainan dan kedua dengan cara pengambilalihan perusahaan target yang berguna dalam bidang perindustrian produk. Adanya peningkatan voume penjualan ini kemungkinan dialami oleh perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini. Hal ini tergambar dari terjadinya peningkatan inventory turn over sesudah perusahaan melakukan merger dan akuisisi. Peningkatan ini terjadi karena semakin tinggi volum penjualan, maka semakin cepat perputaran inventory. Hal ini kemudian meningkatkan nilai
inventory turn over sebagaimana yang dihasilkan dalam penelitian ini.
Di lain pihak penurunan terjadi pada debt to equity ratio (DER), gross profit margin (GPM), return on asset (ROA), serta return on equity (ROE) dari perusahaan-perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi yang diteliti dalam penelitian ini.
Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara besarnya total hutang dengan equity. Rasio ini melihat kemampuan pemilik perusahaan dengan equity yang dimiliki, untuk membayar hutang kepada kreditor. Dalam hal ini semakin besar rasio DER menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan demikian semakin meningkatnya rasio DER (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dalam penelitian ini diperoleh nilai DER yang menurun, artinya hutang yang dimiliki perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi mengalami penurunan. Hal ini sangat baik karena mengurangi risiko perusahaan karena menggunakan modal dari hutang. Selain itu kecilnya hutang berarti pengeluaran yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membayar bunga hutang menjadi menurun. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa ditinjau dari nilai DER maka merger dan akuisisi memberi dampak yang baik kepada perusahaan. Dari penelitian diperoleh juga hasil bahwa terjadi penurunan nilai gross profit
margin (GPM). GPM mengukur seberapa rupiah laba sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan dari setiap rupiah pendapatan. Menurunnya GPM berarti menurunnya laba kotor yang dipeorleh perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi. Hal ini kemungkinan disebabkan untuk mempromosikan perusahaan yang baru saja melakukan merger dan akuisisi, maka ditempuh kebijakan untuk menurunkan harga penjualan produk perusahaan. Penurunan harga ini menurunkan laba kotor perusahaan. Oleh karena itulah dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa adanya merger dan akuisisi membuat perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tersebut mengalami penurunan GPM. Aspek kinerja yang lain yang mengalami penurunan adalah return on asset (ROA). ROA menunjukkan ukuran seberapa efektif aset yang ada mampu menghasilkan keuntungan. Berdasarkan definisi ini, maka dapat dikatakan bahwa terjadinya penurunan nilai ROA berarti bahwa asset perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi itu belum
dapat efektif digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Ada kemungkinan hal ini disebabkan karena perusahaan baru melakukan merger dan akuisisi, maka pertama-tama fokus perusahaan adalah melakukan pembenahan manajemen. Sebagai perusahaan yang terdiri dari gabungan perusahaan yang berbeda, maka sangat besar kemungkinan bahwa masing-masing perusahaan mempunyai masalah manajemen sendiri-sendiri sebelum melakukan merger dan akuisisi. Masalah ini akhirnya menjadi masalah bersama setelah dilakukannya merger dan akuisisi. Biasanya perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi menyelesaikan terlebih dahulu masalah manajemen tersebut, sehingga perusahaan belum dapat mengoptimalkan usaha untuk mencari keuntungan. Oleh karena itulah maka nilai ROA perusahaan mengalami penurunan sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian ini. Kinerja keuangan yang juga mengalami penurunan setelah dilakukannya merger dan akuisisi adalah return on equity (ROE). ROE mengukur seberapa besar keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham. Dengan kata lain rasio ini mengukur berapa rupiah keuntungan yag dihasilkan oleh modal sendiri. Dalam hal ini menurunnya ROE merupakan dampak yang berkaitan dengan menurunnya ROA dan GPM. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa GPM dan ROA perusahaan mengalami penurunan setelah dilakukannya merger dan akuisisi. Terjadinya penurunan GPM menunjukkan bahwa perusahaan mengalami penurunan tingkat keuntungan. Padahal keuntungan ini merupakan jalan untuk mendapatkan ROA dan ROE. Akan tetapi karena GPM menurun, maka otomatis ROA dan ROE pun mengalami penurunan. Penurunan ini kemungkinan bisa disebabkan karena adanya promosi yang dilakukan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi dengan penurunan harga produknya sehingga mengurangi tingkat keuntungan, atau bisa juga disebabkan karena perusahaan masih belum efektif menggunakan asset perusahaan untuk mencari keuntungan karena fokus perhatian perusahaan lebih dititikberatkan kepada penyelesaian masalah manajemen.
4.3. Analisis Statistika Berdasarkan analisis di atas dapat diketahui bahwa ada aspek kinerja keuangan yang meningkat dan yang menurun, dengan dilakukannya merger dan akuisisi oleh
perusahaan. Untuk mengetahui apakah peningkatan dan penurunan ini bernilai signifikan, maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji – t. Akan tetapi sebelumnya dilakukan pengujian normalitas data. 1. Uji Normalitas Data Uji normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS-Z) dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 11. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa hanya variabel current ratio yang memiliki distribusi normal. Untuk menormalkan data, maka semua data ditransformasi menjadi logaritma natural. Setelah dilogaritmakan, maka semua data mempunyai distribusi normal dengan hasil sebagai berikut: a. Hasil uji normalitas data DER memperoleh nilai KS-Z sebelum dan sesudah merger dan akuisisi sebesar 0,802 (p>0,05) dan 0,859 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data DER mempunyai sebaran normal. b. Hasil uji normalitas data GPM memperoleh nilai KS-Z sebelum dan sesudah merger dan akuisisi sebesar 0,586 (p>0,05) dan 0,946 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data GPM mempunyai sebaran normal. c. Hasil uji normalitas data CR memperoleh nilai KS-Z sebelum dan sesudah merger dan akuisisi sebesar 0,797 (p>0,05) dan 0,991 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data CR mempunyai sebaran normal. d. Hasil uji normalitas data ITO memperoleh nilai KS-Z sebelum dan sesudah merger dan akuisisi sebesar 0,540 (p>0,05) dan 0,325 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data ITO mempunyai sebaran normal. e. Hasil uji normalitas data ROA memperoleh nilai KS-Z sebelum dan sesudah merger dan akuisisi sebesar 0,245 (p>0,05) dan 0,114 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data ROA mempunyai sebaran normal. f. Hasil uji normalitas data ROE memperoleh nilai KS-Z sebelum dan sesudah merger dan akuisisi sebesar 0,489 (p>0,05) dan 0,558 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data ROE mempunyai sebaran normal.
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji – t (paired sample t-
test) karena data yang diuji merupakan data berpasangan (sebelum dan sesudah). Dari pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.2 Uji Signifikansi Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi dan Merger Variabel
t – hitung
Signifikansi (p)
Kesimpulan
DER
3,587
0,001
Signifikan
GPM
0,485
0,631
Tidak signifikan
CR
-0,677
0,503
Tidak signifikan
ITO
-1,073
0,291
Tidak signifikan
ROA
0,152
0,880
Tidak signifikan
ROE
1,164
0,252
Tidak signifikan
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2007.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai arti dari analisis data yang telah dilakukan, diberikan pengujian hipotesis untuk masing-masing variabel sebagai berikut. a. Pengujian Signifikansi Debt to Equity Ratio 1) Hipotesis: Ho1 : DERsebelum = DERsesudah Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 2) Menentukan tingkat signifikansi pada taraf signifikansi 5%, dan menentukan
degree of freedom (df) = n-1, dimana n = jumlah sampel (data), yaitu: n = 35, sehingga df = 35 – 1 = 34 3) Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho dan Ha. Ho diterima jika
: p > 0,05
Ho ditolak jika
: p < 0,05
4) Membandingkan p dengan α (0,05), yaitu:
p (0,001) < α (0,05) 5) Penarikan kesimpulan Karena p < 0,05, berarti Ho ditolak, Ha diterima, artinya: Ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi dalam bentuk Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. b. Pengujian Signifikansi Gross Profit Margin 1) Hipotesis: Ho1 : GPMsebelum = GPMsesudah Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Gross Profit Margin (GPM) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 2) Menentukan tingkat signifikansi pada taraf signifikansi 5%, dan menentukan
degree of freedom (df) = n-1, dimana n = jumlah sampel (data), yaitu: n = 35, sehingga df = 35 – 1 = 34 3) Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho dan Ha. Ho diterima jika
: p > 0,05
Ho ditolak jika
: p < 0,05
4) Membandingkan p dengan α (0,05), yaitu: p (0,631) > α (0,05) 5) Penarikan kesimpulan Karena p > 0,05, berarti Ha ditolak, Ho diterima, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi dalam bentuk Gross Profit Margin (GPM) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. c. Pengujian Signifikansi Cash Ratio 1) Hipotesis nol: Ho1 : CRsebelum = CRsesudah Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Cash Ratio (CR) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 2) Menentukan tingkat signifikansi pada taraf signifikansi 5%, dan menentukan
degree of freedom (df) = n-1, dimana n = jumlah sampel (data), yaitu:
n = 35, sehingga df = 35 – 1 = 34 3) Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho dan Ha. Ho diterima jika
: p > 0,05
Ho ditolak jika
: p < 0,05
4) Membandingkan p dengan α (0,05), yaitu: p (0,503) > α (0,05) 5) Penarikan kesimpulan Karena p > 0,05, berarti Ha ditolak, Ho diterima, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi dalam bentuk Cash Ratio (CR) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. d. Pengujian Signifikansi Inventory Turn Over 1) Hipotesis nol: Ho1 : CRsebelum = CRsesudah Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Inventory Turn Over (ITO) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 2) Menentukan tingkat signifikansi pada taraf signifikansi 5%, dan menentukan
degree of freedom (df) = n-1, dimana n = jumlah sampel (data), yaitu: n = 35, sehingga df = 35 – 1 = 34 3) Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho dan Ha. Ho diterima jika
: p > 0,05
Ho ditolak jika
: p < 0,05
4) Membandingkan p dengan α (0,05), yaitu: p (0,291) > α (0,05) 5) Penarikan kesimpulan Karena p > 0,05, berarti Ha ditolak, Ho diterima, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi dalam bentuk Inventory Turn Over (ITO) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. e. Pengujian Signifikansi Return On Asset
1) Hipotesis nol: Ho1 : ROAsebelum = ROAsesudah Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Return On Asset (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 2) Menentukan tingkat signifikansi pada taraf signifikansi 5%, dan menentukan
degree of freedom (df) = n-1, dimana n = jumlah sampel (data), yaitu: n = 35, sehingga df = 35 – 1 = 34 3) Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho dan Ha. Ho diterima jika
: p > 0,05
Ho ditolak jika
: p < 0,05
4) Membandingkan p dengan α (0,05), yaitu: p (0,880) > α (0,05) 5) Penarikan kesimpulan Karena p > 0,05, berarti Ha ditolak, Ho diterima, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Asset (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. f. Pengujian Signifikansi Return On Equity 1) Hipotesis nol: Ho1 : ROEsebelum = ROEsesudah Ho1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk
Return On Equity (ROE) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. 2) Menentukan tingkat signifikansi pada taraf signifikansi 5%, dan menentukan
degree of freedom (df) = n-1, dimana n = jumlah sampel (data), yaitu: n = 35, sehingga df = 35 – 1 = 34 3) Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho dan Ha. Ho diterima jika
: p > 0,05
Ho ditolak jika
: p < 0,05
4) Membandingkan p dengan α (0,05), yaitu: p (0,252) > α (0,05) 5) Penarikan kesimpulan Karena p > 0,05, berarti Ha ditolak, Ho diterima, artinya: Tidak ada perbedaan signifikan dari tingkat efisiensi dalam bentuk Return On Equity (ROE) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Hal ini dikarenakan setelah dilakukan merger dan akuisisi struktur keuangan perusahaan membaik yang ditunjukkan dengan menurunnya penggunaan hutang pada modal usaha perusahaan. 2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return On
Equity (ROE) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Hal ini dikarenakan setelah melakukan merger, keuntungan perusahaan mengalami penurunan sehingga menurunkan rasio ROE-nya. 3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Return on
Assets (ROA) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Hal ini dikarenakan setelah melakukan merger dan akuisisi, asset perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi belum dapat efektif digunakan untuk menghasilkan keuntungan. 4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Gross Profit
Margin (GPM) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Hal ini dikarenakan perusahaan menurunkan margin keuntungan perusahaan sehingga akhirnya GPM yang diperoleh perusahaan juga mengalami penurunan.
5. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Current Ratio (CR) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Hal ini dikarenakan walaupun perusahaan sudah bergabung, namun tidak mampu meningkatkan secara signifikan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang jangka pendeknya. 6. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi dalam bentuk Inventory Turn
Over (ITO) pada perusahaan setelah dilakukan merger dan akuisisi. Hal ini dikarenakan pasca merger dan akuisisi, perusahaan belum mampu mengefektifkan penjualan perusahaan, sehingga perputaran inventorinya belum meningkat secara signifikan.
5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada pemilik perusahaan manufaktur yang memutuskan untuk melakukan merger atau akuisisi disarankan untuk mencari perusahaan untuk diajak merger atau akuisisi yang dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Jangan sampai merger atau akuisisi yang dilakukan tersebut justru menurunkan kinerja keuangan perusahaan sebagaimana yang dialami oleh perusahaan-perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini. 2. Kepada perusahaan manufaktur yang melakukan merger atau akuisisi disarankan untuk melakukan pembenahan kinerja keuangannya terlebih dahulu sebelum melakukan mrger atau akuisisi. Hal ini dikarenakan jika masalah dari perusahaan yang lama dibawa ke perusahaan hasil merger atau akuisisi yang baru, maka akan membuat pemulihan manajemen perusahaan hasil merger atau akuisisi tersebut menjadi lebih sulit. 3. Perusahaan yang melakukan merger atau akuisisi disarankan untuk segera meningkatkan kinerja keuangannya pasca merger atau akuisisi agar nilai perusahaan semakin meningkat pasca meger atau akuisisi tersebut. Dalam hal ini disarankan kinerja keuangan yang ditingkatkan antara lain Debt to Equity Ratio, Gross Profit Margin,
Current Ratio, Inventory Turn Over, Return on Investment, dan Return on Equity. 4. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambah variabel penelitian misalnya
Profitabilitas, Earning After Tax yang lebih spesifik dalam mempengaruhi kinerja keuangan sebelum dan setelah akuisisi dan merger perusahaan manufaktur.