Artikel Penelitian
Efektivitas Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Jakarta Timur
Nuri Purwito Adi,* Arietta Pusponegoro,** Risma K. Kaban*** *Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta ***Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Abstrak Pendahuluan: Tingginya angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang dipengaruhi sistem rujukan. Belum pernah dilakukan evaluasi terhadap efektivitas sistem rujukan di Jakarta. Studi ini diharapkan bisa menjadi masukan untuk perencanaan program yang tepat. Tujuan studi ini untuk mengetahui kompetensi, kelengkapan fasilitas dan aplikasi Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sebagai bagian dari sistem rujukan. Metode: Studi menggunakan pendekatan kualitatif dengan observasi dan diskusi. Studi dilakukan di Jakarta Timur, melibatkan anam Puskesmas, dua Rumah Sakit Daerah dan Rumah Sakit Rujukan Pusat. Hasil: Semua pelayanan medis Puskesmas berpedoman pada dokumen informasi kesehatan, namun tidak ada tenaga kesehatan yang telah dilatih PONED. Tenaga medis di rumah sakit cukup kompeten, hanya tenaga di unit gawat darurat belum mendapatkan pelatihan yang sesuai. Fasilitas pelayanan lengkap, kecuali ambulance yang sesuai untuk transport bayi baru lahir dan sarana di ruang perinatologi. SIK sudah dikembangkan pada masing-masing unit pelayanan namun belum terkoneksi satu sama lain. Pengembangan SIK di Puskesmas terkesan lambat dibanding rumah sakit. Rujukan pasien masih terhambat, dan saling menyalahkan antar fasilitas kesehatan karena tidak adanya prosedur. Kesimpulan: Sistem rujukan di Jakarta Timur masih belum efektif karena tidak adanya sistem rujukan yang baku yang disepakati oleh sarana pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan. Aplikasi SIK juga tidak optimal untuk mendukung sistem rujukan. J Indon Med Assoc. 2012;62:428-34. Kata kunci : Sistem Rujukan, Sistem Informasi Kesehatan (SIK), Urban Health Program, Jakarta Timur
Korespondensi: Nuri Purwito Adi, Email:
[email protected],
[email protected]
428
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012
Efektifitas Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Jakarta Timur
The Effectiveness of Maternal and Neonatal Refferal System in East Jakarta Nuri Purwito Adi,* Arietta Pusponegoro,** Risma K. Kaban*** *Department of Community Medicine, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta **Department of Obstetric and Gynaecology, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta ***Department of Pediatric, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta
Abstract Introduction: High maternal mortality rate in Indonesia reflected poor quality of health services which is affected by referral system. Health services’ referral system in Jakarta has never been evaluated. This study is expected to give an input for prospective program. The purposes of this study were determined competency, completeness facilities and application of health information system (HIS) as part of the referral system. Methods: This study used a qualitative approach such as observation and discussion. Study was conducted in East Jakarta, involving six Primary Health Center (Puskesmas), two District Hospital and Referral Hospital. Results: All medical services in Puskesmas were done based on SOP. But there is no health personnel had been trained PONED. Health personnel at the hospital were adequately competent, only at ER Department, not all personnel were appropriately trained. All health services facilities had proper facilities, except for ambulance, especially ambulance for newborns. Health Information System (HIS) was developed for each health services but not yet been connected each other. HIS development in Puskesmas was less compared to hospital. Referral of patients were still blocked, and there were miscommunication between health facilities due to lack of procedures. Conclusion: Health Referral system in East Jakarta have not been effective in the absence of a standard reference system agreed upon by health facilities. Application of HIS was also not optimal to support the referral system. J Indon Med Assoc. 2012;62:428-34. Keywords: Health referral systems, Health Information Systems (HIS), Urban Health Program, East Jakarta.
Pendahuluan Tingginya angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan terutama kesehatan ibu.1 Penurunan angka kematian ibu dikatakan mustahil tanpa adanya sistem rujukan yang efektif terutama untuk kasus dengan komplikasi.2,3 WHO juga menyatakan bahwa salah satu aspek fundamental pelayanan kesehatan primer (termasuk ibu dan anak) adalah adanya hubungan yang erat dengan level di atasnya. Hubungan yang erat ini tercermin sebagai suatu sistem rujukan yang efektif.4 Sistem rujukan maternal dan neonatal di Indonesia belum pernah dilakukan penilaian penerapannya. Namun secara umum masih banyak keluhan mengenai sistem rujukan tersebut antara lain dokter umum yang dianggap “asal rujuk” atau “selalu merujuk,” sehingga terjadi pengulangan pemeriksaan diagnostik, tidak ada sistem rujuk balik dan penumpukan pasien strata primer di rumah sakit. Walaupun belum terdapat data secara empiris, secara logika fenomena ini membuat pelayanan kesehatan menjadi tidak efisien dan mahal. Suatu penelitian kasus kontrol di Maharasthra, India J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012
menunjukkan bahwa kematian ibu lebih banyak terjadi pada komplikasi kasus kebidanan yang mengalami penundaan rujukan dan ibu yang terlalu banyak dirujuk.5 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa untuk membuat layanan rujukan yang baik perlu disertai dengan mekanisme pengawasan sistem.4 Pengawasan sistem dapat berlangsung bila kita menerapkan Sistem Informasi Kesehatan (Health Information System). SIK akan membantu mengarahkan dokter untuk membuat diagnosis yang tepat karena kemudahan akses informasi, termasuk yang berkaitan dengan rujukan pasien.6 Aspek SIK ini menjadi penting karena semua fasilitas kesehatan di Jakarta Timur sudah mengaplikasikan sistem ini. Namun penilaian atas kinerja dan efektivitas sistem ini belum pernah dilakukan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov) telah membangun komitmen bersama lewat penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS ini juga melibatkan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada PKS ini disebutkan 429
Efektifitas Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Jakarta Timur pihak terkait akan melaksanakan usaha bersama untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di DKI Jakarta.7 Kegiatan yang dilaksanakan adalah membuat Urban Health Program dengan salah satu aspek yang akan diintervensi adalah sistem rujukan pelayanan kesehatan. Pada tahap awal Urban Health Program akan memfokuskan area studi di Jakarta Timur oleh karena itu penelitian ini hanya meliputi daerah tersebut dan diharapkan penelitian dapat memberikan kontribusi terhadap Urban Health Program. Mengingat penilaian tentang efektivitas sistem rujukan di Jakarta Timur belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menilai efektifitas sistem rujukan maternal dan neonatal dari sisi kompetensi tenaga medis, fasilitas, dan aplikasi SIK di sarana kesehatan di Jakarta Timur. Secara skematis ditunjukkan oleh kerangka konsep sebagai berikut : Metode Desain penelitian adalah potong lintang dengan pendekatan kualitatifyang pengambilan datanya dilakukan melalui diskusi dan pengamatan langsung di fasilitas kesehatan.Diskusi dilakukan dengan pihak yang bersinggungan langsung seperti dokter, bidan, perawat, dokter spesialis kebidanan dan anak, direktur pelayanan medis dan penanggung jawab UGD. Diskusi juga dilakukan dengan penanggung jawab IT. Hasil dari diskusi dan pengamatan kemudian dibandingkan dengan acuan yang berlaku, serta arahan ideal mengenai pelayanan tersebut di DKI Jakarta. Penilaian kompetensi dan fasilitas akan dibandingkan dengan fasilitas standar layanan PONED/PONEK. Penilaian aplikasi SIK digunakan pendekatan PRISM Framework. Sesuai dengan kesepakatan dengan pihak Dinas Kesehatan DKI Jakarta, studi ini akan melibatkan dua rumah sakit daerah di Jakarta Timur yaitu RS Budi Asih dan RS Pasar Rebo. Untuk setiap RS dipilih tiga Puskesmas jejaring yang akan dilakukan evaluasi, yaitu Puskesmas Ciracas, Puskesmas Kramat Jati dan Puskesmas Pasar Rebo dengan RS Pasar Rebo dan Puskesmas Cakung, Pukesmas Jatinegara dan Puskesmas Pulo Gadung dengan RS Budi Asih. Kedua
Kompetensi dan Fasilitas Sistem Rujukan Maternal
Penilaian Aplikasi sistem SIK
Kompetensi dan Fasilitas Sistem Rujukan Neonatal
Efektivitas Sistem Rujukan Maternal Neonatal
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
430
RS tersebut juga akan dinilai mekanisme rujukannya dengan RS pusat (RSCM). Hasil Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Puskesmas telah menyelenggarakan pelayanan asuhan kehamilan sejak trimester awal dan memberikan suplemen besi dan multivitamin untuk ibu selama kehamilan. Tidak satu pun Puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan yang telah mengikuti pelatihan standar PONED selain faktor kurangnya tenaga medis itu sendiri. Berdasarkan pengamatan, penanganan yang dilakukan Puskesmas juga tidak melakukan perawatan kasus obstetri seperti yang disyaratkan pada PONED, seperti kasus sungsang dan persalinan dengan tindakan dikarenakan anggapan penanganan kasus tersebut bukan wewenang dokter umum atau bidan. Perawatan kasus obstetri yang dilakukan di Puskesmas adalah perawatan persalinan normal tanpa penyulit.Disini terlihat bahwa program kerja Puskesmas di Jakarta Timur tidak sepenuhnya sama dengan arahan secara nasional maupun WHO. Beberapa puskesmas telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001. Fasilitas dan sarana prasarana penanganan kasus obstetri juga telah dimiliki oleh semua Puskesmas dengan baik. Semua alat-alat pertolongan persalinan serta obat-obatan tersimpan dengan rapi di ruang bersalin. Pelayanan Rujukan di Puskesmas Kendala yang dihadapi oleh Puskesmas di Jakarta Timur adalah ibu yang tidak mau dirujuk dengan alasan biaya transport dan alasan lainnya. Rujukan juga dilakukan oleh Puskesmas pada fase in partu, biasanya hal ini terjadi karena ibu yang seharusnya sudah dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi, tidak mau datang ke fasilitas tersebut, dan datang lagi ke Puskesmas dalam keadaan in partu. Untuk menangani kasus ini, Puskesmas akan menilai apakah ibu dapat ditolong di Puskesmas, bila pada penilaian tersebut dinyatakan tidak dapat ditolong, Puskesmas akan mengirim pasien tersebut ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans dan ditemani oleh bidan. Hal ini berlaku standar di semua Puskesmas. Hal yang ditemukan tidak dilakukan secara serempak adalah tidak semua Puskesmas melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan fasilitas terujuk. Aplikasi SIK di Puskesmas Aplikasi SIK merupakan bantuan suku dinas Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) berupa komputer, piranti lunak dan pelatihan penanggung jawab information technology (IT). Data tidak dimasukkan langsung ke komputer, melainkan ditulis di dalam status sebelum disalin ke komputer. Dalam struktur puskesmas hanya ada satu orang penanggung jawab IT yang bekerja dalam satuan kerja puskesmas tanpa dibantu oleh staf lain. Di sisi lain, petugas kesehatan merasa keberatan jika harus memasukkan data ke dalam komputer. J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012
Efektifitas Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Jakarta Timur Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Daerah Bila dilihat dari tenaga medis rumah sakit juga terlihat bahwa kemampuan tenaga medis yang ada sudah sesuai. Semua bidan sudah mendapatkan pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), perawat di ruang perinatologi sudah mendapatkan pelatihan, terdapat dokter spesialis kebidanan dan spesialis anak dengan fellow perinatologi. Hal serupa juga berlaku pada RS di Belanda, yaitu kepentingan pelayanan adalah untuk menemui spesialis sebagai bagian dari proses rujukan. Meskipun begitu masih ada sebagian kecil masyarakat Belanda yang ingin langsung mendapat pelayanan di rumah sakit tanpa melalui proses rujukan dengan biaya yang tidak ditanggung oleh asuransi. Pelayanan Rujukan Rumah Sakit Daerah Rumah sakit daerah menerima rujukan dari sarana kesehatan primer seperti puskesmas atau rumah sakit lainnya. Keluhan dari puskesmas mengenai telpon yang tidak pernah diangkat atau pasien yang diterlantarkan patut menjadi perhatian. Ambulans yang ada saat ini tidak bisa digunakan untuk rujukan perinatologi mengingat tidak adanya fasilitas atau ambulans khusus untuk kasus perinatologi. Sistem informasi kesehatan juga telah tersedia di rumah sakit walaupun belum optimal. Pelayanan Kesehatan dan Rujukan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Pusat Pelayanan kesehatan ibu dan anak di pusat telah memiliki sumber daya yang memadai walaupun sarana ruang perawatan kurang. Jalur komunikasi juga sulit dilakukan. Selain itu, banyak pula kasus yang dirujuk padahal sebenarnya dapat ditangani pada penyedia layanan kesehatan yang lebih rendah. Sistem informasi kesehatan juga belum terintegrasi. Diskusi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Sesuai dengan arahan WHO tentang program Safe Motherhood, terdapat program-program yang diaplikasikan untuk sarana kesehatan primer di Indonesia, namun pada pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini tidak semua aspek sudah dipenuhi dan beberapa aspek sudah mengalami modifikasi. Aspek yang telah dipenuhi adalah pelayanan kesehatan untuk kasus obstetri dan konsep “sayang ibu dan sayang bayi”. Bentuk konsep itu terlihat dari pemberian konseling dan edukasi selama ANC (Antenatal Care). Safe motherhood mensyaratkan sarana pelayanan kesehatan primer memenuhi semua ketentuan pelayanan PONED, namun dari sisi ketenagaan tidak satu pun Puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan yang telah mengikuti pelatihan standar PONED selain faktor kurangnya tenaga medis itu sendiri. J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012
Di Belanda juga tidak dicantumkan secara pasti acuan apakah seorang tenaga medis harus mengikuti pelatihan PONED. Walau demikian sebagian besar kehamilan akan ditangani oleh bidan karena asuransi hanya mengganti biaya bidan bila kehamilan tersebut normal. Dokter umum dapat melakukan pemeriksaan ginekologi sederhana bila diperlukan dan bahkan ANC bila tidak ada bidan di daerah tersebut. Di sisi lain, puskesmas telah melakukan pendekatan yang positif dengan mendapatkan sertifikasi ISO 9001. Melalui sertifikasi tersebut semua kegiatan pelayanan harus didokumentasikan, termasuk kegiatan pelayanan kebidanan. Dengan sertifikasi ISO ini, Puskesmas memiliki form yang digunakan untuk skrining faktor risiko ibu hamil untuk kemudian menilai apakah ibu tersebut dapat ditolong persalinannya di puskesmas atau harus dirujuk ke rumah sakit. Puskesmas juga dituntut mendokumentasikan tatacara prosedur tindakan medis, yang dikenal sebagai Instruksi Kerja (IK) Melalui IK, setiap tindakan yang dilakukan petugas medis dapat dinilai ketepatannya, dan petugas medis juga akan merasa lebih percaya diri karena ada petunjuk yang jelas untuk setiap tindakannya. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah untuk mendorong sarana pelayanan kesehatan memiliki kualitas pelayanan yang baik yang dibuktikan dengan pencapaian standar sertifikasi ISO 9001. Ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana penanganan kasus obstetri juga terkait dengan sertifikasi ISO dan penggantian biaya persalinan bagi yang tidak mampu dengan program jaminan persalinan (jampersal). Dengan adanya program ini ketersediaan suplai obat-obatan dan juga penggantian biaya perawatan lebih terjamin, walaupun sifat pembayarannya adalah reimbursement. Pelayanan Rujukan di Puskesmas Pelayanan rujukan Puskesmas untuk kasus kebidanan dilakukan sejak masa ANC. Penemuan kasus ibu dengan risiko tinggi mengharuskan Puskesmas untuk merujuk ibu ke rumah sakit. Kebijakan ini juga berlaku di Belanda dimana dokter umum atau bidan akan merujuk ke rumah sakit untuk ditangani oleh spesialis bila ditemukan kasus dengan resiko tinggi atau komplikasi. Proses rujukan ini masih ditanggung biayanya oleh asuransi selama ada proses rujukan. Kendala dalam merujuk pasien dari puskesmas perlu ditangkap oleh Pemerintah Daerah untuk dicarikan solusi. Program subsidi transportasi seperti yang dilakukan pada program-program tata laksana TB di Afrika dapat dipikirkan sebagai salah satu alternatif. Dana dapat diberikan melalui Puskesmas, namun perlu dipastikan, dana digunakan untuk alokasi yang sesuai yaitu transportasi ke Rumah Sakit. Model lain adalah upaya penyediaan transportasi untuk pasien tidak mampu yang dapat dikoordinir oleh Puskesmas. Anggaran untuk hal ini dapat dibebankan pada program Jampersal bila memungkinkan. Seperti disampaikan oleh Murray10, rujukan yang efektif memerlukan komunikasi antar fasilitas. Tujuan dari komunikasi 431
Efektifitas Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Jakarta Timur itu adalah agar pihak fasilitas terujuk mengetahui keadaan pasien dan dapat menyiapkan secara dini penanganan yang diperlukan pasien segera setelah pasien sampai di rumah sakit. Beberapa Puskesmas telah menyebutkan alasan tidak melakukan komunikasi terlebih dahulu karena sering dikatakan bahwa ruangan penuh sehingga pasien tidak bisa dirujuk di rumah sakit tersebut. Aspek ini perlu dibenahi oleh pemerintah daerah dengan membuat suatu sistem. Suatu sistem yang dapat memberikan gambaran mengenai ketersediaan ruang perawatan, panduan mengenai tatalaksana spesifik untuk kasus gawat darurat, serta bantuan transportasi dengan fasilitas yang memadai. Sistem ini mungkin memerlukan jejaring yang lebih luas, juga melibatkan sarana kesehatan swasta yang mau untuk berpartisipasi. Sistem ini hendaknya dapat memutuskan kemana seorang pasien dapat dikirim bila memerlukan rujukan, dengan cara bagaimana pasien tersebut dibawa, dan dengan menggunakan transportasi apa. Sistem ini juga mampu untuk menyiapkan sarana kesehatan terujuk dengan fasilitas yang dibutuhkan untuk penanganan pasien tersebut. Sistem ini akan lebih efisien tentunya bila didukung adanya jaringan saranan pelayanan kesehatan yang memiliki kedekatan secara geografis. Sistem ini pula yang dikehendaki oleh Murray10 pada rekomendasinya mengenai pelayanan rujukan yang efisien. Kendala lain yang dihadapi Puskesmas berkaitan dengan masalah rujukan adalah tidak adanya sarana ambulans, bekaitan dengan tidak adanya supir atau ambulans sedang digunakan oleh pasien lain. Bila sistem seperti yang telah disebutkan sebelumnya dapat berjalan, permasalahan ini agaknya juga sekaligus akan bisa diselesaikan. Sebagai contoh, ambulans di Belanda hanya dapat dipanggil melalui telp 112 atau perintah langsung dari dokter umum. Karena sebagian besarambulans merupakan sektor swasta, bila tidak sesuai prosedur normal maka akan ada biaya tambahan yang dikenakan kepada pasien. Namun demikian sistem transportasi pasien dari klinik ke rumah sakit di Belanda sudah terintegrasi dengan baik sehingga pasien merasa nyaman. Aplikasi SIK di Puskesmas Sesuai dengan konsep PRISM Framework dari Aqil, aplikasi SIK di sarana pelayanan kesehatan dapat dilihat dari: Faktor Teknis Dari pengakuan pihak penanggung jawab IT, kompleksitas tugasnya relatif minmal mengingat mereka hanya diminta untuk memasukkan data ke dalam komputer dengan jenis komputer yang sama dilakukan untuk tugas administrasi sehari-hari. Formulir yang digunakan sudah dibuat secara standar. Aspek yang dikeluhkan adalah staf harus memasukkan data lagi ke dalam komputer selain harus menuliskannya ke dalam status. Staf puskesmas merasa hal ini sebagai pekerjaan yang dilakukan dua kali. Pada beberapa puskesmas mereka menyewa tenaga sendiri untuk mema432
sukkan data ke dalam komputer pada akhir waktu pelayanan. Faktor Organisasi Puskesmas menyebutkan hanya ada satu penanggung jawab IT yang diletakkan dalam satuan kerja (satker) khusus Puskesmas. Artinya petugas ini tidak bertugas pada unit tertentu di Puskesmas. Namun pada pelaksanaanya penanggung jawab ini tidak memiliki staf penunjang di masing-masing unit di Puskesmas. Pekerjaan memasukkan data dan perawatan di tiap unit diserahkan pada perawat di unit tersebut dibantu oleh penanggung jawab IT bila ditemukan ada masalah. Dari sisi penyegaran pengetahuan, penanggung jawab merasa tidak pernah mendapatkan pelatihan spesifik tentang IT setalah diberikan training pada awal penggunaan. Hanya bila ditemukan ada masalah yang tidak bisa diselesaikan penannggung jawab, mereka akan meminta bantuan staf suku dinas kominfo tersebut. Beberapa Puskesmas telah mengalokasikan dana spesifik untuk pemeliharaan IT/SIK ini, namun sebagian yang lain tidak menganggarkannya. Faktor Perilaku Tenaga Kesehatan Dari aspek perilaku, beberapa petugas kesehatan merasa melakukan upaya memasukkan data lagi ke dalam komputer merupakan pekerjaan tambahan yang memberatkan. Mereka mengatakan terpaksa harus malakukan hal tersebut karena memang sudah menjadi komitmen Puskesmas. Beberapa Puskesmas yang menggunakan tenaga khusus untuk memasukkan data, merasa pekerjaannya lebih ringan. Dari pihak penanggung jawab IT menyebutkan tidak pernah ada permintaan data dari staf Puskesmas. Data yang didapatkan digunakan untuk pembuatan laporan Puskesmas. Salah seorang penanggung jawab IT mengeluhkan adanya komputer “lemot” sebagai salah satu penghambat kinerja. Proses Aplikasi SIK Selama ini di Puskesmas data yang dimasukkan digunakan untuk membuat laporan ke dinas kesehatan dan rekapitulasi keuangan. Diluar kebutuhan tersebut tidak pernah ada permintaan atas data seperti untuk penelitian. Pembaharuan SIK di Sarana Pelayanan Kesehatan Tidak pernah dilakukan pembaharuan sistem SIK di puskesmas sejak pertama kali diaplikasikan oleh masingmasing puskesmas. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Daerah WHO mensyaratkan pelayanan rujukan untuk kasus obstetri hendaknya bisa melakukan pelayanan strata primer ditambah adanya fasilitas untuk pembedahan, anestesi, dan transfusi darah.9 Apabila dilihat dari ketiga syarat tersebut keberadaan dua rumah sakit daerah di Jakarta Timur sudah memenuhi standar. J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012
Efektifitas Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Jakarta Timur Hal yang perlu ditingkatkan pada salah satu rumah sakit adalah kemampuan tenaga dokter umum di UGD terutama berkaitan dengan penanganan kasus kebidanan, sehingga penanganan kasus kebidanan tidak lagi dioper ke ruang bersalin sehingga akan meningkatkan respon penanganan kedaruratannya. Aspek yang perlu ditinjau di dalah satu rumah sakit berkaitan dengan manajemen pengaturan staf dan remunerasi. Adanya tenaga dokter yang tidak bisa datang saat panggilan padahal yang bersangkutan sedang jaga on call adalah hal yang fatal. Hal itu perlu dibenahi terutama dari manajemen internal rumah sakit. Kebijakan untuk mengangkat dokter umum sebagai dokter tetap juga patut dipertimbangkan, mengingat hal ini berkaitan dengan tanggung jawab dan alokasi waktu dokter untuk rumah sakit. Pelayanan Rujukan Rumah Sakit Daerah Rumah sakit daerah sebenarnya sudah punya aturan yang menurut mereka sudah disosialisikan ke Puskesmas mengenai cara merujuk yang mereka kehendaki, diantaranya dipersilahkan untuk menghubungi melalui telepon. Namun agaknya hal ini perlu dieavaluasi bersama. Peran dari pemerintah daerah sebagai pembuat peraturan menjadi penting, untuk membuat aturan atau sistem rujukan yang jelas dan tegas, diketahui oleh pihak puskesmas dan rumah sakit, sehingga masing-masing tidak membela kepentingan sendiri namun bekerja dengan sistem demi kebaikan pasien yang dirujuk. Keberadaan ambulans sebagai sarana penunjang rujukan juga mesti dievalusi. Hendaknya pemerintah daerah menginisiasi suatu upaya untuk pengadaan ambulans ini. Beberapa rumah sakit swasta di DKI Jakarta telah memiliki fasilitas ini, sehingga kerjasama untuk penggunaan sarana ini amat dimungkinkan. Semua rumah sakit daerah telah memiliki SIK. SIK dibangun untuk meningkatkan efisiensi keuangan rumah sakit. Jadi sejauh ini data medis yang diakomodir dalam SIK masih minimal. Bila diamati dengan menggunakan pendekatan PRISM Framework dari Aqil, pengamatannya sebagai berikut: Faktor Teknis Rumah sakit mendesain arsitektur SIK nya sendiri mengingat hal inI diperlukan untuk efisisensi keuangan. Awalnya hanya identitas pasien yang diasukkan ke dalam sistem namun lambat laun meningkat dengan menambahkan informasi medis. Untuk penanggung jawab SIK, kompleksitas tugas nya dapat dikatakan berat mengingat harus memelihara sistem, memahami kebutuhan user, dan mengembangkan lagi sesuai yang diharapkan staf rumah sakit. Software yang digunakan dikembangkan tersendiri oleh masing-masing penanggung jawab SIK di rumah sakit Faktor Organisasi Secara organisasi sudah terlihat dibandingkan dengan di Puskesmas. Penanggung jawab SIK memliki staf di tiap J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012
unit. Walaupun staf di unit merangkap jabatan dengan tugas lain, namun secara organisasi mereka mendapatkan mandat untuk melakukan tugas-tugas SIK juga. Hal ini memudahkan penanggung jawab SIK dalam bekerja. Penanggung jawab SIK bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Umum Rumah Sakit. Faktor Perilaku Petugas Kesehatan Aspek ini dapat dikatakan sebagai salah satu kendala yang besar. Sebagian staf di rumah sakit keberatan dengan penggunaan komputer untuk keperluan medis. Memasukkan data ke dalam komputer akan menghambat kerja mereka, apalagi dengan jumlah pasien yang banyak. Namun sebagian lain merasa hal ini adalah tuntutan yang harus dijawab. Mereka ingin aplikasi sistem SIK ini bisa lebih canggih dan mampu mengakomodir kebutuhan mereka untuk membuat resume pasien, sorting data, atau embuat suatu penelitian. Hal ini pula yang dikeluhkan oleh penanggung jawab SIK. Proses Aplikasi SIK Pembangunan SIK di salah satu rumah sakit sudah lebih dari 10 tahun. Perkembangan dari yang awalnya hanya untuk keuangan kemudian mampu memasukkan aspek medis dan beranjak pada koneksi ke semua unit. Proses ini bukanlah suatu proses yang mudah menurut penanggung jawab SIK disalah satu RS. Pembaharuan SIK di Saran Pelayanan Kesehatan Proses pembaharuan berlangsung dinamis. Bahkan untuk tahun mendatang, kedua rumah sakit sudah merancang untuk membuat koneksi ke semua unit dan memasukkan lebih banyak informasi medis ke dalam komputer. Mereka juga telah memikirkan kompatibilitas interface agar sistem yang mereka punyai dapat dihubungkan dengan sistem lain di luar rumah sakit, dengan rumah sakit pusat, puskesmas, atau dinas kesehatan misalnya. Hal ini tentunya akan mendukung sistem rujukan. Pelayanan Kesehatan dan Rujukan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Pusat Rumah sakit pusat memiliki jumlah tenaga medis yang relatif banyak dengan keahlian subspesialistik. Permasalahan yang dikeluhkan berkaitan dengan kurangnya ruangan perawatan. Rumah sakit pusat ini juga dikeluhkan oleh rumah sakit daerah bahwa susah untuk dihubungi melalui telpon. Hal ini berbeda dengan filosofi rumah sakit pusat diantaranya tidak boleh untuk menolak pasien. Permasalahan lain yang dikeluhkan adalah banyak nya pasien yang seharusnya tidak diindikasikan untuk dirawat di rumah sakit pusat, yang seharusnya dirawat di rumah sakit daerah atau malah puskesmas. Koordinasi antar lini pelayanan dalam suatu sistem rujukan hendaknya perlu diperkuat. Adanya sistem yang kuat yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat mengatasi hal ini. Pendidikan kepada masya433
Efektifitas Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Jakarta Timur rakat juga menjadi suatu prioritas agar masyarakat tidak langsung menuju sarana pelayanan kesehatan tersier. Aplikasi SIK di Rumah Sakit Pusat SIK di RS pusat digunakan secara segmental. Beberapa unit sudah memiliki fasilitas SIK yang maju namun tempat yang lain masih belum memiliki sama sekali. Untuk unit kebidanan dan anak belum memiliki sistem SIK khusus. Komunikasi dengan rumah sakit daerah juga tidak menggunakan sarana komunikasi spesifik. Berdasarkan penuturan staf di RS daerah, komunikasi dibangun secara personal dengan konsultan di rumah sakit pusat sehingga sifat hubungan adalah personal bukan institutional. Jadi dapat dikatakan bahwa dari segi kompetensi tenaga medis semua lini pelayanan memilki tenaga medis yang kompeten. Meskipun pada strata primer tidak memenuhi anjuran yang direkomendasikan WHO, namun standar mutu yang diterapkan saat ini mampu menjaga kualitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis. Di sisi fasilitas, secara umum setiap lini memiliki fasilitas yang baik untuk pelayanan sesuai stratanya. Beberapa fasilitas yang kurang saat ini sudah dalam upaya pembenahan dan perbaikan. Fasilitas yang perlu ditingkatkan adalah ambulans untuk rujukan terutama rujukan perinatologi, mengingat tidak dijumpai model ambulans yang sesuai peralatannya untuk rujukan perinatologi. Namun dari sisi efektifitas pelayanan rujukan dan aplikasi SIK sebagai pendukung sistem rujukan perlu dibenahi lebih jauh. Ketiadaan sistem rujukan terpadu di DKI Jakarta yang dipahami oleh semua fasilitas kesehatan menjadi kendala utama. Pengembangan SIK yang bersifat lokal juga mesti dibenahi, SIK yang dikembangkan seyogyanya mampu mengakomodir komunikasi dengan SIK fasilitas atau pusat pelayanan lainnya. Peran dinas kesehatan cukup besar dalam perbaikan sistem ini. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya membuat kebijakan tersendiri mengenai sistem rujukan di Jakarta dan meningkatkan koordinasi antara lini pelayanan kesehatan di Jakarta serta membahas bersama prosedur rujukan yang dapat dipahami dan ditaati bersama; membuat koordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta terutama berakaitan dengan kurangnya sarana perawatan; mengembangkan sistem SIK terintegrasi yang mengkoordinasikan SIK masingmasing sarana pelayanan kesehatan sebagai tulang punggung sistem rujukan. SIK ini diharapkan bisa mengetahui sarana pelayanan kesehatan yang memiliki ruang perawatan yang masih kososng sesuai dengan stratanya. Selain itu, sarana pelayanan kesehatan juga diharapkan dapat meningkatkan konsolidasi internal sehingga setiap kebijakan fasilitas kesehatan dapat diikuti oleh stafnya dengan baik; menilai kesiapan staf di fasilitas kesehatan untuk menggunakan SIK dan membuat pentahapan yang sesuai agar aplikasi SIK dapat digunakan dengan efektif;
434
meningkatkan koordinasi dengan fasilitas kesehatan lainnya terutama berkaitan dengan proses rujukan pasien. Institusi pendidikan sebaiknya dapat mengawal proses perbaikan model pelayanan kesehatan di Jakarta dengan baik; membuat studi mengenai kesiapan aplikasi SIK di sarana pelayanan kesehatan dan membantu sarana pelayanan kesehatan untuk pentahapan aplikasi SIK; membantu dinas kesehatan mengembangkan sisitem rujukan terintegrasi dengan penerapan SIK yang tepat. Kesimpulan Secara umum kompetensi tenaga medis dan fasilitas penunjang di Jakarta Timur untuk sistem pelayanan dan rujukan maternal dan neonatal sudah baik, namun pelayanan rujukan dan aplikasi SIK sebagai pendukung sistem rujukan masih belum efektif dan perlu perbaikan. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8. 9.
10.
11.
12.
13.
14.
Manuaba IBG. Ilmu maternal dan neonatal, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC; 1998. WHO. Indicators to monitor maternal health goals. Report of a technical working group, 8-12 November 1993. WHO/FHE/MSM/ 94.14. Geneva: World Health Organization; 1994. Kusiako T, Ronsmans C, van der Paal L. Perinatal mortality attributable to complications of chilbirth in Matlab. Bangladesh. Bulletin of the World Health Organization. 2000;78:621-7. WHO. Section 6 referral system guidelines [Revised 2003 February 3]. Available from: http://www.who.int/management/ referralnotes.doc. Ganatra BR, Coyaji KJ, Rao VN. Too far, too little, too late: a community-based case-control study of maternal mortality in rural west Maharashtra, India. Bulletin of the World Health Organization. 1998;76:591-8. Singh H, Naik A, Rao R, Petersen L. Reducing diagnostics errors through effective communications: harsening the power of information technology. J Gen Intern Med. 2008;23:489-94. Perjanjian Kerja Sama FKUI, RSCM, Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2010. Internal documents. Safe Motherhood. Farmacia. 2007;12. WHO. Essential Obstetric care. Fact Sheet No. 245. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs245/en/ index.html. Murray SF, Davies S, Phiri RK, Ahmed Y. Tools for monitoring the effectiveness of district maternity referral systems. Health Policy Plan. 2001;16;353-61. Bourguet C, Gilchrist V, McCord G. The consultation and referral process. A report from NEON. Northeastern Ohio Network Research Group. J Fam Pract. 1998;46(1):47-53. Green LW, Krauter MW. Health promotion planning: An educational and ecological approach. 3rd ed. New York: McGraw Hill; 2002. Aqil A, Lippeveld T, Hozumi D. PRISM Framework: a paradigm shift for designing, strengthening and evaluating, routine health information system. Health Policy Plan. 2009;24:217-28. van Rooij E, Kodner LD, Rijsemus T, Schriyvers AJP. Health and health care in the Netherlands: a critical self-assessment of Dutch experts in medical and health sciences. 2nd ed. Maarsen: Elsevier gezondheidszorg; 2002.
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012