Efektivitas Peringatan Bergambar pada Kemasan sebagai Upaya Mereduksi Tingkat Konsumsi Rokok Whony Rofianto1, Muhammad Khodir2 dan Canitgia Tambariki2 1 Dosen Indonesia Banking School, Jakarta 2 Mahasiswa Indonesia Banking School, Jakarta
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Kebiasaan merokok di Indonesia saat ini merupakan permasalahan yang tidak dapat dipandang sepele. Mulai dari tingkat konsumsi yang relatif tinggi pada kelas menengah ke bawah, kebiasaan mengkonsumsi di ruang publik, hingga permasalahan merokok pada anak di bawah umur belum dapat diatasi secara optimal. Terkait dengan permasalahan tersebut pemerintah menempuh berbagai upaya untuk mereduksi tingkat konsumsi rokok, antara lain dengan kampanye anti merokok, pemberlakuan pajak rokok yang relatif tinggi serta penerapan kebijakan peringatan bergambarakan bahaya merokok. Penelitian ini berupaya untuk menelaah tingkat efektivitas relatif ketiga upaya tersebut secara empiris. Data dihimpun melalui survei terhadap 142 sampel perokok aktif di Jakarta dan diuji menggunakan Structural Equation Model. Hasil estimasi data empiris menunjukkan bahwa kampanye anti merokok dan peringatan bahaya merokok pada kemasan dapat mereduksi sikap positif perokok terhadap kebiasaan merokok dan pada akhirnya meningkatkan intensi untuk mereduksi konsumsi rokok dan intensi untuk berhenti merokok. Sementara itu tingkat harga rokok yang dikenakan saat ini belum menunjukkan dampak yang signifikan terhadap intensi mengurangi konsumsi rokok. Kata Kunci: kampanye anti rokok, peringatan pada kemasan, persepsi harga, sikap konsumen, intensi berperilaku.
1. Pendahuluan Konsumsi rokok merupakansalah satu permasalahan klasik di Indonesia yang belum dapat dipecahkan secara optimal. Di tengah berbagai upaya yang coba ditempuh oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, faktanya belum dapat menyelesaikan permasalahan budaya merokok beserta dampak-dampak negatifnya. Jumlah perokok terhadap jumlah penduduk yang relatif besar, budaya merokok di sembarang tempat, hingga fenomena merokok pada anak di bawah umur merupakan sederet permasalahan yang menunggu upaya penyelesaian secara berkelanjutan. Salah satu langkah terkini yang ditempuh oleh pemerintah 1
Indonesia adalah mengganti peringatan bahaya merokok dari kalimat panjang menjadi kalimat ringkas dilengkapi dengan gambar bahaya merokok. Ditinjau dari perspektif disiplin ilmu pemasaran, upaya untuk mereduksi tingkat konsumsi rokok dapat dilakukan melalui berbagai wahana komunikasi pemasaran dengan tujuan mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen yang pada akhirnya diharapkan dapat berlanjut pada perilaku mengurangi kebiasaan merokok bahkan jika dimungkinkan menghilangkannya sama sekali. Upaya mereduksi konsumsi melalui aktivitas pemasaran, termasuk pada konteks penelitian ini konsumsi rokok, pada disiplin ilmu pemasaran disebut sebagai aktivitas demarketing(Shiu, Hassan, & Walsh, 2009). Agar mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya komunikasi pemasaran perlu dilakukan melalui sejumlah wahana sekaligus yang terintegrasi untuk mendapatkan efek sinergis. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa kampanye anti rokok melalui media akan lebih efektif jika diiringi dengan penerapan kebijakan kontrol terhadap konsumsi rokok (Levy, Chaloupka, & Gitchell, 2004) serta implementasi pajak terhadap produk rokok (Wakefield & Chaloupka, 2000). Di Indonesia, upaya pemerintah dalam mereduksi tingkat konsumsi rokok selama ini telah dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari kampanye anti merokok di media massa, pemberlakuan pajak rokok yang tinggi, hingga kewajiban bagi produsen rokok untuk mencantumkan label peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok yang diproduksinya. Perkembangan terbaru, label peringatan bahaya merokok kemudian dilengkapi dengan gambar peringatan bahaya merokok. Sejauh mana efektivitas relatif pencantuman gambar peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dibandingkan intensitas upaya kampanye serta pemberlakuan pajak rokok tentunya merupakan pertanyaan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Pemahaman lebih mendalam tentang efektivitas relatif berbagai upaya komunikasi pemasaran ini akan sangat berguna bagi pengambilan kebijakan ke depan dalam rangka mereduksi tingkat konsumsi rokok secara berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, 2
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menelaah efektivitas relatif gambar peringatan bahaya merokok dibandingkan dengan intensitas kampanye anti rokok dan pemberlakuan pajak rokok dalam mereduksi tingkat konsumsi rokok.
2. Tinjauan Pustaka Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian efektivitas relatif terhadap tiga inisiatif upaya pemerintah dalam mereduksi tingkat konsumsi rokok dari perspektif komunikasi pemasaran yang dilakukan di Indonesia. Tiga inisiatif tersebut adalah kampanye anti rokok pada media massa, pemberlakuan pajak rokok dan pencantuman gambar bahaya merokok. Pada penelitian ini, ketiga inisiatif tersebut dipotret dari persepsi konsumen. Sebagai implikasinya, ketiga inisiatif yang ditelaah ditinjau melalui konstruk perceived price, campaign intensity dan package warning. Efek akhir pada konsumen yang ditelaah dalam penelitian ini dipotret melalui intention to reduce smoking dan intention to quit smoking.
Dampak Perceived Price terhadap Intention to Reduce Smoking Konsep ekonomi klasik menjelaskan bahwa secara umum tingginya harga akan mereduksi tingkat permintaan akan suatu barang. Literatur penelitian tentang upaya pengendalian konsumsi rokok mengindikasikan bahwa perceived price, harga yang dipersepsikan oleh konsumen merupakan salah satu faktor penentu tingkat konsumsi mereka. Pengenaan pajak tinggi terhadap rokok yang kemudian membuat harga rokok secara otomatis akan relatif lebih tinggi secara umum berdampak pada penurunan tingkat konsumsi rokok (Levy et al., 2004). Peningkatan harga rokok dapat membantu upaya reduksi konsumsi rokok terutama pada kalangan yang tidak terlalu merespon terhadap kampanye dampak merokok 3
bagi kesehatan (Townsend, Roderick, & Cooper, 1994). Penelitian lain mengindikasikan bahwa peningkatan harga rokok akan mereduksi tingkat konsumsi rokok, terlebih konsumen pada usia yang lebih muda(Harris & Chan, 1998). Berdasarkan temuan pada sejumlah penelitian terdahulu tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut. H1: Perceived price yang semakin tinggi berdampak pada peningkatan intention to reduce smoking
Dampak Campaign Intensity terhadap Attitude Toward Smoking Salah satu upaya dasar yang sering ditempuh oleh pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat untuk mereduksi tingkat konsumsi rokok pada masyarakat adalah dengan melakukan kampanye anti rokok melalui berbagai media termasuk media cetak (seperti koran dan majalah), media elektronik (seperti televisi, radio dan internet) maupun media luar ruangan (seperti billboard dan spanduk). Upaya seperti ini dilakukan untuk mengedukasi konsumen akan bahaya merokok bagi kesehatan serta mengubah sikap konsumen terhadap kebiasaan merokok. Kampanye anti rokok secara berkelanjutan ditujukan untuk mengubah sikap konsumen terhadap kebiasaan merokok, misalnya dikaitkan dengan sikap bahwa merokok adalah buruk jika dikaitkan dengan aspek kesehatan (Levy et al., 2004). Kampanye anti rokok terbukti dapat mereduksi sikap positif terhadap rokok, meskipun efektivitas upaya ini dapat tereduksi oleh upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh berbagai produsen rokok (Farrelly, Davis, Duke, & Messeri, 2009). Implikasi dari fakta tersebut, untuk memperbesar kemungkinan terjadinya perubahan sikap konsumen terhadap merokok diperlukan kampanye anti rokok dengan intensitas yang relatif tinggi, mengimbangi upaya komunikasi pemasaran yang senantiasa dilakukan oleh produsen rokok untuk meningkatkan
4
angka penjualan produk rokok yang ditawarkannya. Berdasarkan argumentasi dan informasi dari penelitian terdahulu tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut. H2: Campaign Intensityyang semakin tinggi dapat mereduksiPositiveAttitude Toward Smoking
DampakPackage Warning terhadapPossitive Attitude Toward Smoking Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa label peringatan bahaya merokok seringkali kurang berdampak pada perubahan sikap konsumen terhadap merokok, kecuali peringatan tersebut ditampilkan secara sangat menonjol misalnya melalui gambar bahaya merokok yang besar (Levy et al., 2004). Penyajian peringatan bahaya merokok dengan mengkombinasikan tulisan dan gambar lebih efektif dalam mempengaruhi sikap konsumen daripada penyajian peringatan dalam bentuk tulisan saja (Singh, Owusu-Dabo, Britton, Munafò, & Jones, 2014). Hasil penelitian lain juga mengindikasikan bahwa ukuran label peringatan yang lebih besar dan penambahan elemen gambar dalam label peringatan dapat lebih menarik perhatian perokok, sebagai dampaknya kemungkinannya untuk mengubah sikap perokok yang melihat label peringatan tersebut juga semakin besar (O’Hegarty, Pederson, Yenokyan, Nelson, & Wortley, 2007). Berdasarkan fakta tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut. H3 : Package Warning yang semakin jelas terlihat akan lebih mereduksi PositiveAttitude Toward Smoking
5
PengaruhPositive AttituteToward Smoking terhadapIntention to Reduce dan Quit Smoking Theori of Reasoned Action menekankan bahwa attitude merupakan salah satu faktor pendorong intention to perform behavior yang pada akhirnya pada kebanyakan kasus akan diwujudkan dalam perilaku aktual (Montaño & Kasprzyk, 2008). Hal ini berarti, dalam rangka mengubah perilaku seseorang, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah mengubah terlebih dahulu sikapnya terhadap perilaku terebut. Pada konteks upaya mereduksi tingkat konsumsi rokok perubahan sikap konsumen terhadap rokok terbukti merupakan salah satu aspek penting dalam keinginan untuk mengurangi atau bahkan berhenti merokok (Levy et al., 2004). Berdasarkan argumentasi tersebut diajukan dua hipotesis berikut. H4 : Semakin rendah positive attitude toward smoking akan semakin tinggi intention to reduce smoking H5 : Semakin rendah positive attitude toward smoking akan semakin tinggi dengan intention to quite smoking
H1 (+)
Perceived Price(PP)
Intention to Reduce(ITR) H4 (-)
H2 (-)
Positive Attitude Toward Smoking(PATS)
Campaign Intensity(CI)
H5 (-) Package Warning (PW)
H3 (-)
Intention to Quit(ITQ)
Gambar 1. Model Penelitian
6
3. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian deskriptif, yaitu desain penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan karakteristik populasi atau menggambarkan hubungan antar konstruk penelitian (Cooper & Schindler, 2013). Pengambilan informasi dari sampel dilakukan hanya sekali, hal ini berarti penelitian ini menggunakan desain crosssectional(Maholtra, 2007). Hipotesis diuji berdasarkan fakta empiris dari data primer yang dihimpun melalui survei dengan kuesioner yang disebarkan secara online. Survei dilakukan terhadap sampel perokok di Jakarta dengan rentang umur antara 17 sampai 30 tahun yang dipilih dengan teknik convenience sampling. Adapun pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner dikonstruksi dengan mempertimbangkan pola pertanyaan dari sejumlah penelitian dalam disiplin ilmu pemasaran sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Analisis
data
penelitian
dimodelkan
melalui
model
Structural
Equation
Modeling.Structural Equation Modeling (SEM) dipilih sebagai model dan alat analisis dalam penelitian ini karena dapat menguji derajat kecocokan secara umum atau goodness of fit (GOF) antara data dengan model yang diajukan serta dapat mengestimasi hubungan antar vaiabel terikat yang saling terkait secara simultan (Wijanto, 2008).Untuk mengukur kecocokan model digunakan parameter berupa Normed chi-square (2/df), root mean square error of approximation (RMSEA) dan comparative fit index, CFI(Hair, Black, Babin, & Anderson, 2010). Analisis dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan estimasi model pengukuran yang dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas alat ukur dari masing-masing variabel penelitian. Tahap kedua merupakan estimasi model structural yang dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan serta menilai tingkat kecocokan model (goodness of fit) penelitian yang diajukan.
7
Tabel 1. Alat ukur yang dipergunakan pada kuesioner penelitian
Variabel Perceived Price (PP)
Campaign Intensity (CI)
Warning Package (WP)
Positive Attitute Toward Smoking (PATS) Intention to Reduce Smoking (ITR) Intention to quit smoking (ITQ)
Alat Ukur P1. Harga rokok relatif mahal dibandingkan dengan kebutuhan pokok Saya yang lain. P2. Saya harus menganggarkan dana yang relatif besar dari anggaran belanja bulanan Saya untuk membeli rokok. P3. Menurut Saya harga rokok saat ini relatif mahal. CI1. Saya sering melihat iklan anti merokok dari berbagai pihak. CI2. Pemerintah cukup gencar mengkampanyekan gerakan anti merokok CI3. Kampane anti merokok sering muncul di surat kabar / majalah CI4. Kampanye anti merokok sering muncul di televisi. CI5. Kampanye anti merokok sering muncul di media outdoor (spanduk, billboard, dll). WP1. Informasi peringatan kesehatan dicantumkan pada kemasan rokok yang biasa saya beli. WP2. Label peringatan kesehatan pada kemasan rokok terpampang dengan jelas. WP3. Bahaya merokok diilustrasikan dengan jelas pada kemasan rokok yang biasa saya beli. Merokok adalah kebiasaan yang … PATS1. Buruk vs Baik PATS2. Berbahaya vs menyehatkan. ITR1. Kemungkinan saya untuk mengurangi merokok adalah tinggi ITR2. Ke depannya saya akan mengurangi konsumsi rokok. ITR3. Saya akan mempertimbangkan untuk mengurangi merokok ITR4. Saya cenderung akan mengurangi konsumsi rokok ITQ1. Kemungkinan saya untuk berhenti merkokok adalah tinggi. ITQ2. Ke depannya saya akan berhenti merokok. ITQ3. Saya akan mempertimbangkan untuk berhenti merokok ITQ4. Saya cenderung akan berhenti merokok
4. Hasil Analisis Dari proses penghimpunan data diperoleh 142 data sampel dari perokok aktif di Jakarta. Proses pengolahan data diawali dengan pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur masing-masing variabel yang dipergunakan melalui estimasi pada model pengukuran. Berdasarkan hasil estimasi model pengukuran diperoleh fakta bahwa seluruh indikator yang 8
digunakan untuk mengukur enam variabel penelitian memiliki nilai standardized loading factor di atas 0.5. Hal ini berarti keseluruhan indikator yang dipergunakan untuk mengukur masing-masing variabel penelitian adalah valid (Igbaria, Zinatelli, Cragg, & Cavaye, 1997). Sementara itu, untuk menilai tingkat reliabilitas dari masing-masing variabel penelitian dilakukan perhitungan nilai average variance extracted (AVE) dan composite reliability (CR) dengan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Average Variance Extracted (AVE) dan Composite Reliability (CR) variabel pengukuran.
Variabel Perceived Price Campaign Intensity Warning Package Positive Attitude Toward Smoking Intention to Reduce Smoking Intention to Quit Smoking
AVE 0.698 0.564 0.790 0.580 0.605 0.676
CR 0.871 0.794 0.918 0.734 0.858 0.892
Kesimpulan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Berdasarkan hasil perhitungan AVE dan CR sebagaimana disajikan pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa seluruh nilai AVE berada di atas 0.5 dan seluruh nilai CR berada di atas 0.7. Hal ini berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh perangkat pengukuran yang digunakan adalah reliabel (Wijanto, 2008). Langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis melalui estimasi pada model struktural. Melalui estimasi pada model struktural diperoleh fakta bahwa nilai Normed Chi-Square model struktural pada penelitian ini sebesar 2.207 (good fit), nilai RMSEA sebesar 0.93 (marginal fit) dan nilai CFI sebesar 0.882 (marginal fit). Dari ketiga nilai tersebut dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan, model penelitian ini memiliki tingkat kecocokan (goodness of fit) yang cukup baik. Uji hipotesis penelitian didasarkan pada arah koefisien regresi dan nilai p-value dari masing-masing jalur hubungan antar variabel sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
9
Tabel 3. Hasil pengujian hipotesis
Jalur PP ITR CI PATS PWPATS PATS ITR PATS ITQ
Koefisien -0.014 -0.086 -0.091 -2.934 -2.944
p-value 0.777 0.018 0.014 0.000 0.000
Kesimpulan H1 tidak didukung data H2 didukung data H3 didukung data H4 didukung data H5 didukung data
Berdasarkan hasil analisis pada model struktural sebagaimana disajikan pada Tabel 3 terlihat bahwa hubungan antara perceived price dan intention to reduce smoking memiliki nilai p-value 0.777 (lebih besar dari nilai signifikansi alpha 0.05) yang berarti perceived price tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intention to reduce smoking, dengan kata lain H1 tidak didukung data. Hubungan campaign intensity terhadap positive attitude toward smoking memiliki koefisien regresi negatif dengan nilai p-value sebesar 0.018 yang berarti signifikan memiliki hubungan negatif. Dengan demikian, diperoleh fakta bahwa semakin tinggi campaign intensitydi persepsi seorang perokok, maka positive attitude toward smokingpada individu tersebut akan semakin rendah, dengan kata lain H2 didukung data. Di sisi lain, hubungan antara package warning dengan positive attitude toward smokingmemiliki koefisien regresi negatif dengan nilai p-value sebesar 0.014. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin jelas package warningdalam persepsi seorang perokok, akan semakin rendah positive attitude toward smokingperokok tersebut, dengan demikian H3 didukung data. Sementara itu sebagai implikasi dari positive attitude toward smokingditinjau dua intensi berperilaku yaitu intention to reduce smokingdan intention to quit smoking. Pada jalur antara positive attitude toward smoking denganintention to reduce smokingdiperoleh nilai koefisien regresi negatif dengan p-value sebesar 0.000, artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara keduanya. Hal ini berarti H4 didukung oleh data, semakin rendah positive attitude toward smokingakan berdampak pada intention to reduce smokingyang semakin tinggi. Di sisi lain, pada jalur hubungan antara positive attitude toward smoking 10
denganintention to quit smokingdiperoleh nilai koefisien regresi negatif dengan p-value sebesar 0.000, artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara keduanya. Hal ini berarti H5 didukung oleh data, semakin rendah positive attitude toward smokingakan berdampak pada intention to quit smokingyang semakin tinggi.
5. Diskusi Berdasarkan hasil analisis terhadap data empiris sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, belum terlihat adanya pengaruh yang signifikan antara perceived price dengan intention to reduce smoking. Alternatif penjelasan akan temuan ini adalah harga rokok yang dibebankan kepada konsumen saat ini belum menyentuh angka psikologis yang tinggi sehingga memberikan pengaruh pada turunnya tingkat konsumsi rokok pada mayoritas perokok di Indonesia. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa pada umumnya elastisitas harga rokok pada negara dengan pendapatan penduduk yang relatif rendah lebih tinggi daripada elastisitas harga pada negara dengan pendapatan penduduk yang lebih tinggi (Levy et al., 2004). Penelitian lain mengindikasikan bahwa perokok muda lebih merespon peningkatan harga dibandingkan dengan perokok dengan usia yang lebih tua (Harris & Chan, 1998). Dua penelitian tersebut mengindikasikan bahwa pada dasarnya harga rokok merupakan salah satu faktor yang dapat menekan tingkat konsumsi rokok, syaratnya harga tersebut perlu menyentuh batas psikologis perokok untuk dapat dipersepsikan mahal. Hal yang mejadi permasalahan adalah heterogenitas pendapatan perokok sangat mempengaruhi persepsi murah atau mahalnya harga rokok pada suatu tingkat harga yang diberikan. Sebagai implikasinya, pemerintah Indonesia sebagai regulator perlu mengkaji kembali setinggi apakah harga rokok harus berada, yang berarti dikendalikan dengan meningkatkan besaran pajak rokok pada tingkat yang lebih tinggi lagi agar dapat dipersepsikan mahal bagi target konsumen rokok yang ingin diturunkan tingkat konsumsinya. Dengan harga yang relatif lebih tinggi sebagai 11
dampak ditingkatkannya pajak rokok diharapkan sebagian perokok terpaksa mengurangi tingkat konsumsi rokoknya dah bahkan mungkin memutuskan untuk berhenti merokok. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini mengindikasikan bahwa sikap positif yang lebih rendah atau sikap negatif yang lebih tinggi terhadap kebiasaan merokok merupakan faktor pendorong keinginan untuk mengurangi atau bahkan berhenti merokok. Artinya, sebelum mengharapkan terjadi perubahan pada keinginan untuk mengubah perilaku perokok, pemangku kepentingan perlu terlebih dahulu melakukan upaya untuk mengubah sikap perokok terhadap rokok, khususnya ke arah sikap negatif terhadap rokok. Hal ini sejalan dengan sejumlah penelitian terdahulu (Levy et al., 2004; Montaño & Kasprzyk, 2008). Sebagai implikasinya, selain memberlakukan pajak rokok yang tinggi, pemerintah perlu mempertahankan bahkan meningkatkan upaya kampanye anti rokok melalui berbagai media. Tujuannya adalah untuk mengedukasi dan meningkatkan awareness konsumen tentang dampak-dampak negatif rokok yang dalam jangka panjang diharapkan dapat mengubah sikap perokok menjadi negatif terhadap kebiasaan merokok. Upaya ini akan lebih efektif jika dibarengi dengan inovasi regulasi secara berkesinambungan untuk mereduksi intensitas dan efektivitas komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh produsen rokok. Semakin tinggi intensitas dan efektivitas kampanye anti rokok dibandingkan dengan kampanye pemasaran oleh produsen rokok akan semakin besar kemungkinan sikap konsumen untuk bergeser ke arah negatif terhadap rokok (Farrelly et al., 2009). Penelitian ini juga menemukan fakta bahwa di samping kampanye anti rokok yang dapat mempengaruhi sikap perokok terhadap rokok, peringatan bergambar akan bahaya merokok ternyata juga menunjukkan pengaruh yang signifikan guna menurunkan sikap positif perokok terhadap rokok atau meningkatkan sikap negatif perokok terhadap rokok. Lebih jauh lagi, pengaruh peringatan bergambar pada kemasan rokok terhadap sikap perokok relatif lebih besar (standardized regression weight -0.31) jikan dibandingkan dengan pengaruh kampanye 12
anti rokok (standardized regression weight -0.29). Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa paling tidak untuk saat ini peringatan bergambar akan bahaya merokok pada kemasan rokok merupakan salah satu upaya yang efektif dalam rangka mereduksi tingkat konsumsi rokok di Indonesia. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mencari desain peringatan bergambar yang paling efektif untuk mengubah sikap perokok di Indonesia.
6. Kesimpulan Penelitian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan, bagaimana upaya mereduksi tingkat konsumsi rokok melalui pemberlakuan pajak rokok, kampanye anti rokok dan implementasi peringatan bergambar akan bahaya merokok dapat meberikan dampak pada intensi untuk mengurangi atau berhenti merokok pada perokok di Indonesia. Hasil pengujian berdasarkan fakta empiris sampel perokok aktif di Jakarta mengungkap adanya pengaruh yang signifikan akan campaign intensity dan package warning dalam mereduksi positive attitude toward smokingyang pada akhirnya berdampak pada peningkatan intention to reduce smoking dan intention to quit smoking. Hal ini sejalan dengan sejumlah temuan dari penelitian terdahulu pada konteks demarketing untuk produk rokok. Namun demikian penelitian ini tidak menemukan cukup bukti akan adanya dampak dari perceived price sebagai hasil dari pemberlakuan pajak rokok terhadap intention to reduce smoking. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah pajak rokok yang diberlakukan saat ini belum cukup tinggi sehingga belum menunjukkan dampak yang signifikan setidaknya untuk mengurangi tingkat konsumsi rokok pada mayoritas perokok aktif di Indonesia. Terlepas dari fakta yang telah berhasil dihimpun guna menjawab sejumlah pertanyaan, penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan yang membuka peluang bagi dilakukannya penelitian lebih lanjut atas upaya untuk meningkatkan efektivitas kampanye anti rokok dan
13
regulasi pengendalian konsumsi rokok. Pertama, penelitian ini menggunakan sampel perokok aktif di Jakarta yang secara umum diduga memiliki tingkat pendapatan rata-rata yang lebih tinggi dari daerah-daerah lain di Indonesia. Hal ini mungkin menyebabkan penelusuran akan dampak persepsi harga terhadap reduksi konsumsi rokok tidak tertangkap dengan jelas. Penelitian lebih lanjut akan dampak persepsi harga akibat pemberlakuan pajak rokok terhadap intensi untuk mereduksi konsumsi rokok pada daerah-daerah lain di Indonesia tentunya akan sangat berguna untuk mendapatkan gambaran yang lebih representatif bagi pengambil kebijakan untuk menentukan tingkat pajak rokok yang efektif guna mereduksi tingkat konsumsi rokok secara umum di Indonesia. Kedua, penelitian ini belum mengakomodasi umur, jenis kelamin, dan pendapatan objek penelitian sebagai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi respon perokokterhadap variabel-variabel penelitian. Penelitian lebih lanjut yang mengakomodasi aspek demografi sebagai variabel kontrol diharapkan dapat memberikan
gambaran yang lebih
mendalam akan dampak
dari
variabel
yang
menggambarkan upaya mereduksi tingkat konsumsi rokok terhadap pembentukan sikap perokok dan intensi untuk mereduksi dan berhenti merokok.Terakhir, penelitian ini baru menangkap secara umum aspek intensitas kampanye anti rokok dan kejelasan peringatan pada kemasan, namun belum menelaah secara lebih mendalam, bentuk kampanye anti rokok dan peringatan bergambar akan bahaya merokok seperti apakah yang lebih efektif untuk diimplementasikan pada target perokok di Indonesia. Penelitian lebih lanjut akan hal ini akan memberikan informasi lebih rinci tentang bentuk kampanye anti rokok dan peringatan bergambar pada kemasan yang diharapkan akan lebih efektif dalam upaya mereduksi tingkat konsumsi rokok di Indonesia.
14
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2013). Business Research Methods (12th ed.). McGraw-Hill/Irwin. Farrelly, M. C., Davis, K. C., Duke, J., & Messeri, P. (2009). Sustaining “truth”: Changes in youth tobacco attitudes and smoking intentions after 3 years of a national antismoking campaign. Health Education Research, 24(1), 42–48. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis (7th ed.). Pearson Prentice Hall. Harris, J., & Chan, S. W. (1998). The Continuum of Addiction: Cigarette Smoking in Relation to Price among {A}merican Aged 15-29. Electronic Health Economics Letters, 2(2), 3–12. Igbaria, M., Zinatelli, N., Cragg, P., & Cavaye, A. L. M. (1997). Personal Computing Acceptance Factors in Small Firms: A Structural Equation Model. MIS Quarterly, 21, 279–305. Levy, D. T., Chaloupka, F., & Gitchell, J. (2004). The effects of tobacco control policies on smoking rates: a tobacco control scorecard. Journal of Public Health Management and Practice, 10(4), 338–353. Maholtra, N. (2007). Marketing Research (7th ed.). Prentice Hall. Montaño, D., & Kasprzyk, D. (2008). Theory of reasoned action, theory of planned behaviour, and the integrated behavioral model. In Health Behaviour and Health Education. Theory, Research, and Practice (pp. 67–96). O’Hegarty, M., Pederson, L. L., Yenokyan, G., Nelson, D., & Wortley, P. (2007). Young adults’ perceptions of cigarette warning labels in the United States and Canada. Preventing Chronic Disease, 4(2), A27. Shiu, E., Hassan, L. M., & Walsh, G. (2009). Demarketing tobacco through governmental policies – The 4Ps revisited. Journal of Business Research, 62(2), 269–278. Singh, A., Owusu-Dabo, E., Britton, J., Munafò, M. R., & Jones, L. L. (2014). “Pictures don’t lie, seeing is believing”: exploring attitudes to the introduction of pictorial warnings on cigarette packs in Ghana. Nicotine & Tobacco Research, 16(12), 1613–9. Townsend, J., Roderick, P., & Cooper, J. (1994). Cigarette smoking by socioeconomic group, sex, and age: effects of price, income, and health publicity. BMJ, 309(OCTOBER), 923–927. Wakefield, M., & Chaloupka, F. (2000). Effectiveness of comprehensive tobacco control programmes in reducing teenage smoking in the USA. Tobacco Control, 9(2), 177–186. Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8: Konsep dan Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.
15