EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca
SKRIPSI SUSILAWATI
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Susilawati. D24104042. 2008. Efektivitas Penyerapan Ca dan P, Kadar Air dan Kandungan Amonia Manur Ayam Petelur dengan Ransum Berzeolit dan Rendah Ca. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS Pembimbing Anggota : Dr. Drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. Produktivitas ayam petelur berkaitan dengan sistem manajemen pemeliharaan, pemuliaan (genetik), dan pakan. Zeolit merupakan sekelompok mineral yang memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion sehingga penggunaannya diharapkan dapat memperbaiki manajemen pemeliharaan dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum pada ayam petelur. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan level penggunaan zeolit dalam ransum, mengetahui pengaruh pemberian zeolit terhadap penyerapan Ca dan P, kadar air, populasi lalat dan amonia manur pada ransum dengan kandungan Ca di bawah standar. Penelitian ini menggunakan 32 ekor ayam petelur strain Hisex Brown umur 21 minggu dengan rataan bobot badan 1,463 kg ± 0,197 yang diamati selama 6 minggu. Pada awal pemeliharaan terjadi kematian sebanyak dua ekor, sehingga jumlah ayam yang diamati sebanyak 30 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang individu sebanyak 30 buah. Ransum yang digunakan adalah ransum ayam petelur berbentuk mash dengan energi metabolis sebesar 2.900 kkal/kg, protein kasar 16,5% dan kalsium 2,8 %. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan empat ulangan, tiap ulangan terdiri dari dua ekor ayam petelur, kecuali perlakuan R3 (ransum dengan penambahan 5% zeolit) dan R4 (ransum dengan penambahan 7,5% zeolit). Ransum perlakuan terdiri dari: ransum kontrol (R0), ransum dengan penambahan 2,5% zeolit (R1), ransum dengan penambahan 5% zeolit (R2) dan ransum dengan penambahan 7,5% zeolit (R3). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air manur kering udara, populasi lalat, kandungan ammonia, Ca dan P manur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kandungan kalsium dan fosfor kadar air dan amonia manur. Penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang cenderung nyata (p<0,06) terhadap jumlah larva lalat. Penambahan zeolit sebesar 2,5; 5 dan 7,5% dalam ransum ayam petelur meningkatkan penyerapan mineral Ca dan P dalam saluran pencernaan ayam dan menurunkan kadar air manur. Namun, penurunan kadar air manur yang terjadi masih kecil sehingga tidak dapat menurunkan jumlah larva lalat yang terdapat di kandang. Selain itu, Penambahan zeolit sebesar 2,5; 5 dan 7,5% dalam ransum ayam petelur meningkatkan kandungan amonia yang terikat oleh struktur zeolit dalam manur ayam petelur. Penambahan zeolit sebesar 7,5% menghasilkan penyerapan mineral Ca dan P dan kandungan amonia manur paling tinggi serta kadar air manur yang paling rendah. Kata kunci : amonia, ayam petelur, Ca, kadar air, lalat, manur, P, zeolit
ABSTRACT The Effectivity of Ca and P Absorption, Manure Moisture and Concentration of Amonia Manure on Laying Hens With Low Ca and Zeolite Addition Diet Susilawati, D. M. Suci and U. K. Hadi This research was conducted to evaluate the effect of zeolite in the diets on Ca and P absorption, manure moisture, flies population, and concentration of amonia manure. Thirty laying hens were used in this experiment and they were reared for six weeks. The hens were randomly distributed to four dietary treatments with four replicates and two hens of each. The diets used in this experiment were : R0 (control diet) contained 16.5% crude protein and 2,900 kkal/kg Metabolizable Energy, R1 (diet contain 2.5% zeolit), R2 (diet contain 5% zeolit) and R3 (diet contain 7.5% zeolit). This experiment was used diet with low Ca requirement. The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant differences among treatments were determined using Duncan’s multiple range test. The results showed that the usage of zeolite affected Ca and P absorption, manure moisture, flies population, and concentration of ammonia manure. The results of this research indicated that zeolite in the diet can decrease manure moisture but cannot decrease flies population. Usage of 7.5% zeolite can increase Ca and P absorption. Keywords: ammonia, Ca, laying hens, manure, P, flies population, zeolite
EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca
SUSILAWATI D24104042
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca
Oleh: SUSILAWATI D24104042
Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Agustus 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Dwi Margi Suci, MS NIP. 131 671 592
Dr. Drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. NIP. 131 415 083
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1985 di Cianjur. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ma’mur dan Ibu Hj. Aidah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di MI Al-Islamiyah Ciherang, Pacet. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di MTsN 1 Ciherang, Pacet. Pendidikan lanjutan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 1 Cianjur. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama di IPB Penulis aktif dalam berbagai kegiatan diantaranya Penulis merupakan anggota HIMASITER periode 2005-2006, anggota BEM KM IPB departemen pendidikan periode 20062007, anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa Alumni ESQ (FOSMA) IPB periode 2008-2009, dan sekretaris FOSMA Bogor periode 2008-2009. Selain itu, Penulis merupakan stakeholder Pertamina Youth Program 2007. Penulis mendapatkan bantuan dana penelitian dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2007 yang berjudul Pencegahan Penyebaran Penyakit Melalui Pengurangan Pertumbuhan Lalat Rumah (Musca domestica) pada Ayam Petelur yang Dipelihara dalam Kandang Baterai. Penulis juga termasuk peserta pelatihan Amil Development Programme (ADP) 2008 yang diselenggarakan oleh Institut Manajemen Zakat (IMZ), Dompet Dhuafa.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Efektivitas Penyerapan Ca dan P, Kadar Air dan Kandungan Amonia Manur Ayam Petelur dengan Ransum Berzeolit dan Rendah Ca”. Penyusunan skripsi ini sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun untuk memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan zeolit ke dalam ransum terhadap efektivitas penyerapan Ca dan P, kadar air dan kandungan amonia manur pada ayam petelur dengan ransum berzeolit dan rendah Ca. Zeolit merupakan mineral yang memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion sehingga dalam penggunaannya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum bagi ternak. Penulisan skripsi disusun setelah melalui diskusi dan pembahasan bersama pembimbing skripsi. Skripsi ini disusun agar bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat dan dapat dijadikan pedoman bagi mahasiswa lainnya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, meskipun jauh dari sempurna. Kepada semua pihak, khususnya pembimbing skripsi ini yang telah menyumbangkan ide-idenya dan berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih. Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN..............................................................................................
ii
ABSTRACT ...............................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .................................................................................
v
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ix
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................... Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan ..............................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
Zeolit ............................................................................................... Tinjauan Umum ................................................................... Struktur Kristal Mineral Zeolit ............................................ Komposisi Kimia Mineral Zeolit......................................... Sifat Pertukaran Ion ............................................................. Sifat Adsorpsi Mineral Zeolit .............................................. Penggunaan Zeolit dalam Bidang Peternakan ..................... Ayam Petelur .................................................................................. Kalsium dan Fosfor.............................................................. Manur Ayam Petelur ........................................................... Kadar Air Manur Ayam Petelur........................................... Kadar Amonia Manur .......................................................... Lalat Rumah (Musca Domestica L.) ............................................... Klasifikasi, Habitat dan Daur Hidup Lalat Rumah.............. Pengendalian Lalat Rumah (Musca Domestica L.) ............
4 4 4 5 6 7 8 9 9 10 11 12 13 13 16
METODE ...................................................................................................
18
Waktu dan Tempat .......................................................................... Materi ............................................................................................. Ternak.................................................................................. Kandang . ............................................................................ Bahan dan Peralatan ........................................................... Ransum Perlakuan .............................................................. Metode ............................................................................................. Perlakuan ............................................................................. Rancangan Percobaan dan Model Matematika....................
18 18 18 18 18 18 19 19 20
Analisis Data........................................................................ Pemeliharaan Ayam Petelur ................................................ Pemeliharaan Lalat Rumah (Musca Domestica L.)............. Metode Analisis Peubah-Peubah Penelitian........................
20 20 20 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
25
Keadaan Umum Penelitian ............................................................. Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) Ransum Ayam Petelur............................................. Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Kalsium (Ca)..................................................................... Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Fosfor (P) ......................................................................... Peranan Zeolit dalam Menurunkan Kadar Air Manur Ayam Petelur.............................................................................................. Pengaruh Zeolit Terhadap Populasi Lalat ......................... Pengaruh Zeolit Terhadap Kandungan Amonia Manur....
25 26 26 28 30 33 34
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
38
Kesimpulan...................................................................................... Saran................................................................................................
38 38
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
40
LAMPIRAN.................................................................................................
44
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Persentase Kalsium yang Dibutuhkan dalam Ransum Ayam Petelur yang Beragam Menurut Konsumsi Ransum dan Produksi Telur pada Umur 21-40 Minggu......................................................
9
2. Rata-Rata Produksi dan komposisi Buangan Segar Ternak Ayam.
11
3. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian.........
19
4. Rataan Suhu Kandang Periode Mingguan selama Enam Minggu Pemeliharaan....................................................................................
25
5. Konsumsi Kalsium (Ca) dan Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang dan Manur Ayam Petelur .................................................................
27
6. Konsumsi Fosfor (P) dan Kandungan Fosfor (P) Kerabang dan Manur Ayam Petelur........................................................................
29
7. Kadar Air Manur pada Masing-Masing Tingkat Penambahan Zeolit ................................................................................................
30
8. Pengaruh Penambahan Zeolit Terhadap Jumlah Larva Lalat ..........
33
9. Kadar Amonia Manur pada Masing-Masing Tingkat Penambahan Zeolit ...............................................................................................
34
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pertautan 14 Polihedral yang Menyusun Struktur Kristal Mineral Zeolit ................................................................................. 2. Skematik Pertukaran Antara Kation Larutan dengan Kation Zeolit
5 7
3. Siklus Hidup Lalat Rumah Musca domestica L. ............................
14
4. Hubungan Taraf Penambahan Zeolit dengan Kadar Air Manur......
31
5. Hubungan Penambahan Zeolit dengan Kandungan Amonia Manur...............................................................................................
36
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rataan Konsumsi Kalsium (Ca) ......................................................
45
2. Analisis Ragam Konsumsi Kalsium (Ca) ........................................
45
3. Uji Duncan Konsumsi Kalsium (Ca) ...............................................
45
4. Rataan Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang....................................
45
5. Analisis Ragam Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang ....................
45
6. Rataan Kandungan Kalsium (Ca) Manur.........................................
45
7. Analisis Ragam Kandungan Kalsium (Ca) Manur ..........................
46
8. Uji Duncan Kandungan Kalsium (Ca) Manur ................................
46
9. Rataan Konsumsi Fosfor (P)............................................................
46
10. Analisis Ragam Konsumsi Fosfor (P) .............................................
46
11. Uji Duncan Konsumsi Fosfor (P) ....................................................
46
12. Rataan Kandungan Fosfor (P) Kerabang ........................................
46
13. Analisis Ragam Kandungan Fosfor (P) Kerabang..........................
47
14. Uji Duncan Kandungan Fosfor (P) Kerabang.................................
47
15. Rataan Kandungan Fosfor (P) Manur..............................................
47
16. Analisis Ragam Kandungan Fosfor (P) Manur ...............................
47
17. Uji Duncan Kandungan Fosfor (P) Manur ......................................
47
18. Rataan Kadar Air Manur..................................................................
47
19. Analisis Ragam Kadar Air Manur ...................................................
48
20. Uji Duncan Kadar Air Manur ..........................................................
48
21. Rataan Jumlah Larva Lalat ..............................................................
48
22. Analisis Ragam Jumlah Larva Lalat................................................
48
23. Uji Duncan Jumlah Larva Lalat.......................................................
48
24. Rataan Kandungan Amonia Manur .................................................
48
25. Analisis Ragam Kandungan Amonia Manur ...................................
49
26. Uji Duncan Kandungan Amonia Manur..........................................
49
PENDAHULUAN Latar Belakang Telur merupakan sumber protein hewani yang murah, disukai dan dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan telur ini terutama dipenuhi oleh produksi ayam petelur komersial. Produktivitas ayam petelur berkaitan dengan sistem manajemen pemeliharaan, pemuliaan (genetik), dan pakan. Manajemen pemeliharaan, pemuliaan dan pemberian ransum yang baik dan terkontrol akan menghasilkan produksi yang tinggi. Pakan berkualitas baik dapat meningkatkan produktivitas ayam sehingga menghasilkan telur yang berkualitas baik dalam jumlah yang lebih banyak. Pakan tersusun dari beberapa zat nutrisi di antaranya protein, karbohidrat, dan mineral. Mineral terutama Ca dan P merupakan zat makanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas ayam petelur. Kandungan kalsium dan pospor dalam pakan cukup tinggi, namun daya serapnya dalam saluran pencernaan relatif rendah sehingga diperlukan feed suplemen lain yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral Ca dan P dalam saluran pencernaan ayam. Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas ayam petelur komersial adalah manajemen pemeliharaan. Hal ini berkaitan dengan limbah yang dihasilkan yang dapat mempengaruhi kesehatan ayam dan mencemari lingkungan. Masalah limbah peternakan ayam petelur terutama dikarenakan oleh manur yang dikeluarkan oleh ayam. Manur ayam petelur umur 20 Minggu mengandung kadar air dan protein yang tinggi. Kadar air manur yang tinggi menyebabkan tingginya populasi lalat di lingkungan kandang, karena lalat menyukai tempat yang lembab untuk pertumbuhannya. Manur dengan kadar air dan protein yang tinggi juga menghasilkan ammonia dalam jumlah besar yang dapat mempengaruhi kesehatan ayam. Permasalahan yang ditimbulkan ayam pada lingkungan dapat dikurangi dengan memanipulasi pakan yaitu dengan feed suplemen yang dapat menurunkan kadar air manur yang akhirnya dapat menurunkan populasi lalat dan konsentrasi amonia yang merupakan komponen yang dapat membahayakan kesehatan ternak. Zeolit merupakan bahan yang diharapkan dapat mengatasi dua permasalahan tersebut. Zeolit diketahui dapat digunakan sebagai bahan makanan tambahan dalam ransum yang berfungsi dalam meningkatkan daya serap zat makanan. Zeolit juga
diketahui dapat mengatasi masalah lingkungan. Zeolit sering digunakan oleh peternak untuk menurunkan kadar air manur dengan cara menaburkan zeolit di atas manur ayam. Namun, hal ini tidak rutin dilakukan oleh peternak karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga untuk meningkatkan efisiensi waktu peternak dapat dilakukan dengan menambahkan zeolit ke dalam ransum yang diharapkan memiliki efektifitas yang sama dengan zeolit yang ditaburkan langsung di atas manur. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion. Zeolit mempunyai struktur berpori dengan cairan di dalamnya yang mudah lepas, membuat zeolit memiliki sifat mampu menyerap senyawa yang bersifat cairan, menyaring yang berukuran halus, menukar ion serta sebagai katalisator (bahan untuk mempercepat metabolisme). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan penambahan zeolit terhadap ransum dengan kebutuhan Ca yang rendah, sehingga dapat terlihat efektifitas zeolit terhadap efisiensi penyerapan zat makanan dalam saluran pencernaan ayam dan kemampuan zeolit dalam menurunkan kadar air manur sehingga masalah lalat yang mengkontaminasi lingkungan dan amonia yang membahayakan kesehatan ayam juga dapat teratasi. Maka untuk membuktikan efektifitas zeolit tersebut perlu dilakukan penelitian yang intensif dengan menambahkan zeolit dengan persentase tertentu dalam ransum ayam petelur rendah kalsium. Perumusan Masalah Telur ayam merupakan satu diantara sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia. Namun, dalam pemeliharaannya terdapat masalah yang mempengaruhi produktifitas ayam dan kondisi lingkungan kandang. Efisiensi pakan yang rendah menuntut
perubahan
dalam
penyusunan
ransum.
Salah
satunya
dengan
menambahkan bahan makanan lain yang diduga dapat meningkatkan efisiensi pakan. Bahan makanan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah zeolit. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion. yang diharapkan dapat mempengaruhi proses pencernaan ayam. Masalah lingkungan terjadi karena limbah yang dihasilkan berupa manur ayam memiliki kadar air yang cukup tinggi. kadar air manur yang tinggi tersebut
menyebabkan manur digunakan oleh lalat sebagai tempat perkembangbiakannya. Selain itu, kadar air manur yang tinggi juga menghasilkan amonia dalam jumlah besar. Populasi lalat dan konsentrasi amonia yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan dan produktifitas ayam. Zeolit memiliki daya serap yang tinggi. Zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum diharapkan dapat menurunkan kadar air manur sehingga masalah lain yang ditimbulkannya juga dapat teratasi secara tidak langsung. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis optimum penggunaan zeolit dalam ransum, mengetahui pengaruh pemberian zeolit terhadap penyerapan Ca dan P, kadar air, populasi lalat dan amonia manur pada ransum dengan kandungan Ca di bawah standar.
TINJAUAN PUSTAKA Zeolit Tinjauan Umum Zeolit adalah sejenis batuan yang mengandung beberapa mineral. Nama zeolit diambil dari bahasa yunani, yaitu zein yang berarti membuih dan lithos yang berarti batu. Nama ini disesuaikan dengan sifat mineral yang bersangkutan, yaitu akan membuih bila dipanaskan dalam tabung terbuka pada temperatur antara 100oC hingga 350oC (Harjanto, 1983). Mineral zeolit sudah ditemukan sejak tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi Swedia Freihern Axel Fredrick Cronsted. Sejak saat itu lebih dari 45 zeolit sintesis sudah dibuat di laboratorium (Holmes dan Pecover, 1987). Potensi penggunaan zeolit sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia, karena sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari batuan vulkanik atau rempahrempah gunung berapi, termasuk batuan piroklastik berbutir halus (tufa) yang merupakan sumber mineral zeolit (Harjanto, 1983). Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku sampai Sulawesi. Secara geologi Indonesia berpotensi besar menghasilkan zeolit seperti yang terdapat di Sumatera (Lampung), Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur), Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Zeolit yang telah dieksploitasi dan digunakan untuk keperluan berbagai industri diantaranya dijumpai di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (Kartawa dan Kusumah, 2006). Struktur Kristal Mineral Zeolit Zeolit merupakan mineral alumina silika hidrat yang tergolong kedalam kelompok tektosilikat. Unit dasar pembentukan kerangka bangun tiga dimensi zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral. Tetrahedral tersebut merupakan kelompok persenyawaan alumina (AlO4)-5 dan kelompok persenyawaan silikat (SiO4)-4 dengan perbandingan tertentu. Unit dasar tetrahedra tersebut saling berikatan, dimana ion oksigen pada setiap ujung tetrahedra dipakai bersama dengan tetrahedra yang berada disampingnya. Susunan dari kelompok tetrahedra yang sama atau berbeda tersebut selanjutnya akan membentuk satuan unit bangun sekunder dalam bentuk cincin tunggal, ganda ataupun komplek yang menghasilkan tipe kerangka kristal zeolit
tertentu (Meier dan Olson, 1971; Meier, 1978). Cincin-cincin tersebut dapat saling menggabungkan diri membentuk suatu bangun kristal polihedral yang simetris. Pertautan dari rangkaian unit bangun sekunder dengan polihedra-polihedra ini menghasilkan rongga-rongga ataupun saluran yang kontinyu dalam kerangka zeolit yang berhubungan satu sama lain (Gambar 1). Struktur bangun di atas menyebabkan zeolit mempunyai struktur terbuka atau porous dengan banyak rongga-rongga serta saluran yang teratur dengan ukuran tertentu dalam tiga dimensi (Meier dan Olson, 1978).
Gambar 1. Pertautan 14 Polihedral yang Menyusun Struktur Kristal Mineral Zeolit (Barrer, 1982) Komposisi Kimia Mineral Zeolit Secara umum formulasi kimia mineral zeolit yang dikemukakan oleh Gottardi (1978) adalah : Mx Dy (Alx+2y Sin-(x+2y) O2n)m H2O dimana : M = Na+, K+ atau kation monovalen lainnya ; D = Mg2+, Ca2+, Sr2+, Ba2+, Fe2+ atau kation divalen lain. M dan D umumnya adalah kation logam alkali atau alkali tanah, akan tetapi dimungkinkan pula adanya ion-ion yang lain masuk kedalamnya pada saat terjadinya pertukaran ion atau selama terjadinya proses pembentukan mineral tersebut di alam. Fe3+ atau Ba2+ umumnya sebagai kation pengganti didalam struktur tetrahedra (Sheppard dan Gude, 1969). Sebagian besar Fe terdapat dalam bentuk Fe2O3, yang akan segera dilepaskan melalui pencucian dengan asam (Gottardi dan Alberti, 1988).
Pada proses pembentukannya, didalam struktur kristal mineral zeolit dapat terjadi penggantian kation-kation secara isomorfik yang menghasilkan tipe zeolit tertentu seperti : Si4+
Al+3, Na+
Si4+ Na+
Al+3, Ca2+
Terjadinya pergantian isomorfik pada struktur mineral tersebut dimana beberapa kation bervalensi empat yaitu Si digantikan oleh alumunium yang bervalensi tiga, akan menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan muatan dengan terbentuknya muatan negatif yang harus dinetralkan (Barrer, 1982). Muatan ini dinetralisasi secara elektrokimia oleh kation-kation golongan alkali atau alkali tanah baik mono ataupun divalen yang terletak di luar tetrahedra yakni di dalam rongga ataupun saluran. Kation-kation tersebut tidak secara keseluruhan mengisi pada posisi yang tetap, akan tetapi bebas bergerak didalam struktur rongga atau saluran. Ion-ion ini disamping mempunyai peranan sebagai kounter ion, dapat dipindahkan atau dipertukarkan dengan kation-kation lain secara kontinyu (Barrer dan Klinowski, 1972). Sifat Pertukaran Ion Kation-kation yang dapat dipertukarkan dari zeolit tidak terikat secara kuat di dalam kerangka tetrahedral zeolit, sehingga dengan mudah akan dilepaskan ataupun dipertukarkan melalui pencucian dengan larutan kation-kation yang lain. Kemampuan pertukaran ataupun kapasitasnya merupakan fungsi dari substitusi Al terhadap Si pada struktur bangun zeolit. Semakin banyak penggantian akan semakin besar pula kekurangan muatan positif yang mengakibatkan semakin banyak pula jumlah kation-kation alkali atau alkali tanah yang diperlukan untuk menetralkannya (Barrer dan Klinowski, 1972). Pertukaran ion didalam struktur zeolit terjadi melalui mekanisme “dua arah”, dimana setiap kounter ion yang meninggalkan kompleks pertukaran akan digantikan oleh sejumlah kounter ion yang lain (Gambar 2). Kation dari larutan menembus lapisan air dari butiran zeolit, kemudian masuk ke dalam saluran melalui difusi molekuler. Terjadi pertukaran pada permukaan kompleks permukaan zeolit, kation selanjutnya dibebaskan ke dalam larutan. kecepatan molekul-molekul melalui rongga zeolit bergantung pada besar ukuran molekul yang bersangkutan. Molekul yang lebih besar akan membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk sampai pada permukaan pertukaran (Semmens, 1984). Ukuran selektivitas terhadap kation secara umum adalah : Cs > Rb > K > NH4 > Ba > Sr > Na > Ca > Fe > Al > Mg >Li (Ames, 1967; Barrer, 1982).
Gambar 2. Skematik Pertukaran Antara Kation Larutan dengan Kation Zeolit (Semmens, 1984) Sifat Adsorpsi Mineral Zeolit Gejala adsorpsi dapat diartikan sebagai suatu proses melekatnya molekulmolekul atau zat pada permukaan zat yang lain. Zeolit mempunyai kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Umumnya rongga yang besar dan saluran di dalam kristal zeolit diisi oleh molekul air
yang
membentuk
selimut
air
mengelilingi
kation-kation
yang
dapat
dipertukarkan. Apabila molekul air yang terdapat di dalam rongga-rongga dan saluran masuk kristal zeolit dikeluarkan melalui pemanasan pada suhu 100 sampai 400ºC untuk beberapa lama, maka molekul-molekul yang mempunyai garis tengah lebih kecil dari saluran masuk akan dapat dijerap ke bagian permukaan dalam rongga kristal (Gottardi, 1978; Vaughan, 1978). Molekul-molekul yang mempunyai ukuran lebih besar dari saluran masuk tidak akan dapat masuk ke dalamnya, dan ini memberikan sifat penyaringan molekul yang selektif. Selain itu zeolit mampu menyerap bermacam-macam gas seperti amoniak, gas yodium maupun air raksa.
Penjerapan yang terjadi pada mineral zeolit menurut Ma dan Yueh Lee (1978), mengikuti tipe isotherm I dengan asumsi bahwa lapisan penjerapan pada dinding rongga kristalin merupakan suatu lapisan yang terdiri dari satu molekul. Setiap permukaan jerapan dapat menjerap satu molekul. Kedudukan molekul yang teradsorpsi terlokalisasi, yang artinya tak ada interaksi antara sesama molekul dan molekul yang lain. Penggunaan Zeolit dalam Bidang Peternakan Menurut Harjanto (1983), dalam bidang peternakan, mineral zeolit dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain : (a) mengurangi bau kotoran dan mencegah pencemaran udara, (b) menciptakan lingkungan sehat bagi ternak dan masyarakat sekitar, (c) mengatur derajat kekentalan kotoran ternak, (d) meningkatkan mutu pupuk kandang (pupuk organik) yang berasal dari kotoran ternak yang bersangkutan, (e) memurnikan gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan kotoran ternak yang dipelihara. Azhari dan Murdiati (1997) melaporkan bahwa penaburan zeolit 15 dan 30% menyebabkan konsentrasi gas amonia yang terbentuk dari manur ayam nyata lebih rendah (p<0,05) dibandingkan kontrol, masing-masing hingga hari ke 6 dan hari ke 10 waktu pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa penaburan zeolit dengan kadar yang semakin tinggi pada manur ayam akan menyebabkan konsentrasi gas amonia yang terbentuk semakin rendah dalam waktu yang lebih lama. Hasil penaburan zeolit 15 dan 30% menyebabkan berkurangnya tingkat kelembaban manur lebih rendah (p<0,05) dibandingkan dengan penaburan zeolit 0% (kontrol) masing- masing 8 dan 10 hari pengamatan. Penaburan zeolit dengan konsentrasi yang semakin besar menyebabkan tingkat kelembaban manur akan semakin rendah. Zeolit dalam ransum ternak dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum, suplementasi, dan substitusi (Mumpton dan Fishman, 1977). Las (2004), menambahkan bahwa dalam bidang peternakan zeolit dapat berperan sebagai feed suplemen baik pada ternak ruminansia maupun non ruminansia dengan dosis 2,5-5% dari dosis rasio pakan per hari yang dapat meningkatkan produktivitas ternak dalam memproduksi susu, daging dan telur serta meningkatkan laju pertumbuhan.
Ayam Petelur Kalsium dan Fosfor Kalsium dan fosfor adalah mineral esensial dan keduanya berhubungan erat dengan proses biologis ayam. Sebagian besar dari kedua jenis mineral ini dipergunakan dalam pembentukan tulang dan kulit telur. Perbandingan Ca/P berdasarkan berat dalam tulang adalah kurang lebih 2:1. Kebutuhan Ca dan P pada saat bertelur dialokasikan terutama untuk pembentukan telur dan kulit telur, disamping untuk hidup pokok (Yasin, 1988). Kebutuhan kalsium ayam petelur pada awal periode produksi meningkat empat kali lipat dan hampir seluruh kalsium diperlukan untuk membentuk kerabang telur (Amrullah, 2004). Kebutuhan kalsium untuk ayam petelur kerabang coklat dengan konsumsi ransum 110 g/hari yaitu 3,6, sedangkan kebutuhan fosfor tersedia yaitu 0,275 (NRC,1994). Persentase kalsium yang dibutuhkan dalam ransum ayam petelur yang beragam menurut konsumsi ransum dan produksi telur pada umur 21-40 minggu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase Kalsium yang Dibutuhkan dalam Ransum Ayam Petelur yang Beragam Menurut Konsumsi Ransum dan Produksi Telur pada Umur 21-40 Minggu Konsumsi per
% Produksi telur
hari (g/ekor)
90
80
70
60
80
4,7
4,2
3,7
3,2
90
4,2
3,8
3,3
2,9
100
3,8
3,4
3,0
2,6
110
3,5
3,1
2,7
2,3
120
3,2
2,9
2,5
2,1
130
3,0
2,7
2,3
1,9
Sumber : Amrullah (2004)
Fosfor memainkan peranan penting dalam otot; metabolisme energi, karbohidrat, asam amino, dan lemak; metabolisme jaringan lemak; metabolisme jaringan syaraf; kimiawi darah normal, pertumbuhan kerangka dan pengangkutan asam lemak dan lipida-lipida lainnya. Perbandingan kalsium terhadap fosfor dalam ransum ayam dapat bervariasi luas sekali tanpa menyebabkan kerugian yang berarti. Akan tetapi bila salah satu unsur terdapat dalam jumlah berlebihan, maka hal tersebut
akan mengganggu penyerapan unsur lainnya dari saluran pencernaan. Bagi ayam yang sedang tumbuh, perbandingan kalsium terhadap fosfor tersedia adalah antara 1,5:1 dan 2:1. Bagi ayam petelur perbandingan tersebut labih luas karena kebutuhannya lebih tinggi terhadap kalsium. Gejala defisiensi kalsium diantaranya : pertumbuhan terhambat, konsumsi ransum menurun, laju metabolik basal tinggi, kepekaan dan aktifitas menurun, osteoporosis, sikap dan cara berjalan abnormal, peka terhadap perdarahan di dalam, suatu kenaikan dalam jumlah urin, daya hidup berkurang, kulit telur tipis dan produksi telur menurun, tetanus dan nafsu makan buruk. Sedangkan, defisiensi fosfor yang parah dalam ransum menyebabkan kehilangan nafsu makan, kelemahan dan kematian dalam waktu 10 sampai 12 hari. Defisiensi yang kurang parah menyebabkan rakhitis dan gangguan dalam pertumbuhan, akan tetapi rupanya tidak menurunkan kadar fosfor darah sedemikian rupa sehingga mengganggu persediaan fosfor untuk pembentukan fosfat energi tinggi, DNA, RNA dan enzim (Anggorodi, 1985). Manur Ayam Petelur Manur merupakan produk sisa yang masih banyak mengandung komponen zat makanan yang dalam saluran pencernaan belum sempat dicerna atau diserap serta ditambah sisa dari hasil metabolisme. Manur ayam memiliki ciri khas bila dibandingkan dengan manur ternak lain karena feses ayam bercampur dengan urinnya. hal ini disebabkan saluran pembuangan atau saluran eksresi pada ayam terletak dalam satu muara yaitu kloaka (Muller, 1980). Biro Pusat Statistik (2002) melaporkan bahwa populasi ayam petelur mengalami peningkatan sebesar 8% dari tahun 2001 ke 2002, dan produksi manur per ekor per hari sebanyak 120 gram. Sekitar 100.000 ayam petelur yang berada dalam kandang baterai memproduksi manur sekitar 12 ton perhari (Boushy dan Van der Poel, 1997). Jumlah dan komposisi manur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh umur, jenis dan makanan (Malone, 1992). Tabbu dan Hariono (1993) memperkirakan bahwa jumlah manur ayam yang dihasilkan per ekor ayam per hari adalah 0,15 kg dengan komposisi 1,7% nitrogen (N); 0,16 % pospor (P) dan 0,58% kalium (K). Perkiraan produksi dan komposisi buangan segar ternak ayam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Produksi dan Komposisi Buangan Segar Ternak Ayam Total Bahan Produksi Kering Sumber (kg/hari) (%)
Abu
Jaringan Kasar
N
P
K
Ca
-----------------------% Bahan Kering----------------------
Layer
0,10
26
30
13
4,8
1,8
1,8
5,5
Broiler
0,06
25
22
17
4,4
1,7
1,9
1,9
Turkey
0,30
25
19
-
5,3
1,2
1,9
2,8
Sumber : Fontenot et al., (1983)
Muller (1980) berpendapat bahwa manur ayam biasanya mengandung protein kasar 30% dengan kisaran antara 18-40% dan jumlah tersebut 37-45% merupakan protein murni, 28-55% asam urat, 8-15% amonia, 3-10% urea dan nitrogen lainnya. keberadaan asam urat dalam manur unggas dapat menjadi indikator kualitas protein dalam pakan. Kadar asam urat yang rendah dalam manur menunjukkan tingginya tingkat pemanfaatan nitrogen dalam tubuh (Miles dan Featherson, 1976). Kadar Air Manur Ayam Ayam dewasa pada lingkungan dan jumlah konsumsi ransum yang normal akan menghasilkan manur dengan kadar air 75-80% (North dan Bell, 1990; El Boushy dan Van Der Poel, 1994). Menurut Leeson dan Summers (2001) manur ayam broiler mengandung kadar air 60-70% sedangkan manur ayam petelur mengandung kadar air sampai 80% dan ayam petelur yang berproduksi tinggi mengandung feses dengan kadar air feses 75-77%. Kadar air dalam manur ayam dipengaruhi oleh konsumsi air minum (Leeson et al., 1995). Suhu lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan jumlah air yang dikonsumsi maupun yang dikeluarkan. Pada suhu 21oC ayam akan minum dua kg air untuk setiap kg pakan yang dikonsumsi, dan 6065% air yang dikonsumsi akan terdapat pada feses. Pada suhu tinggi, jumlah air yang dikonsumsi maupun yang dikeluarkan akan meningkat tajam (North dan Bell, 1990). Menurut Technical Bulletin USA (2004), konsumsi air minum pada ayam akan meningkat sekitar 7% setiap kenaikan suhu 1 sampai 21 oC. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa ayam yang memiliki bobot badan yang lebih kecil mempunyai kadar air manur yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang memiliki bobot badan yang lebih besar. Seratus ekor ayam dengan ratarata bobot badan 0,5 kg akan memiliki kadar air dalam manur sebesar 7,2 kg
sedangkan seratus ekor ayam dengan rata-rata bobot badan 1,4 kg akan memiliki kadar air dalam manur sebesar 10,5 kg. Kelebihan mineral atau kelebihan air dalam ransum dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi akan meningkatkan konsumsi air dan menyebabkan feses menjadi basah (Technical Bulletin USA, 2004). Kadar protein ransum mempengaruhi konsumsi air minum pada ayam. semakin tinggi level protein yang dikonsumsi maka konsumsi ransum semakin meningkat (Leeson dan Summers, 2001). Tingginya kadar protein ransum dapat menghasilkan nitrogen berlebih yang tidak disimpan dalam tubuh sehingga untuk menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh maka kelebihan tersebut harus dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin sehingga memerlukan air minum yang lebih banyak. Keberadaan serat kasar dalam ransum juga mempengaruhi kadar air dalam manur. Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum maka akan semakin tinggi konsumsi air minum dan berpengaruh terhadap pertumbuhan yang menjadi lambat serta memiliki eksreta yang sangat basah. Serat kasar yang tidak dicerna bersifat menyerap air dan laksatif sehingga laju pergerakan digesta dan sisanya menjadi lancar (Amrullah, 2003). Meningkatnya kadar air pada kandang terutama di litter akan menyebabkan permasalahan. Masalah ini timbul karena adanya kadar air yang terdapat pada litter akan menyebabkan proses pemecahan asam urat menjadi amonia oleh bakteri ureolitik akan dipercepat oleh adanya air dalam manur. Pada umumnya peternak ayam mengalami permasalahan, terutama pada manur di litter yang basah. Kejadian ini biasanya terjadi pada ayam petelur yang sedang berproduksi tinggi dan terjadi pada lingkungan atau iklim yang panas sehingga secara alami ayam akan minum lebih banyak air. Meningkatnya kadar air di manur akan mempengaruhi kesehatan ayam di kandang. Selain itu permasalahan dari manur yang basah berkaitan dengan penanganan secara mekanis, bau yang ditimbulkan dan penanganan lalat (Leeson et al., 1995). Kadar Amonia Manur Amonia merupakan gas alkali, tidak berwarna, mempunyai daya iritasi yang tinggi, bersifat toksik dan dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik, atau dari reduksi substansi nitrogen oleh bakteri. Amonia dapat larut dalam air dan dapat
terserap oleh partikel debu, litter serta oleh mukosa membran pada mata dan saluran pernafasan (Sujono et al.,. 2001). Sumber utama amonia adalah asam urat. Esminger (1992) menyatakan bahwa sebanyak 80% urin berbentuk asam urat dan menurut Muller (1980), kandungan asam urat dari urin ayam dapat mencapai 28-55%. Meskipun demikian, kandungan asam urat pada urin masih dipengruhi oleh faktor lain, diantaranya adalah jenis unggas, nutrisi dan daya dekomposisi dari bakteri di manur. perbandingan antara nitrogen dari feses dengan dari urin pada manur ayam adalah 25:75. Pembentukan dan pelepasan amonia dalam manur ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : tipe litter, tata laksana, kelembaban litter, pH litter, suhu kandang, kepadatan kandang, musim dan pengaturan ventilasi kandang (Indarsih, 2001). Kadar amonia dalam konsentrasi tinggi akan mengganggu pekerja kandang, menyebabkan iritasi mata, dan mempengaruhi ayam itu sendiri. Kadar amonia yang tinggi secara terus menerus akan mengurangi aktivitas silia pada saluran pernafasan ayam. Pada ayam petelur, konsentrasi 30 ppm menimbulkan kerugian karena mempengaruhi produksi dan kesehatan ayam. Sementara itu, pada konsentrasi 50 ppm menimbulkan bahaya yang serius, khususnya mempengaruhi pertumbuhan. Secara praktis, konsentrasi amonia dalam kandang harus kurang dari 25 ppm (North dan Bell, 1990). Lalat Rumah (Musca domestica L.) Klasifikasi, Habitat dan Daur Hidup Lalat Rumah Linneus (1758) dalam West (1951) mengklasifikasikan Musca domestica L sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda
Ordo
: Diptera
Subordo
: Cyclorrhapha
Famili
: Muscidae
Subfamili
: Muscinae
Genus
: Musca
Species
: Musca domestica L.
Lalat ini berukuran sedang, panjangnya 6-8 mm, berwarna hitam keabuabuan. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain. Mata lalat betina mempunyai celah yang lebih lebar dibandingkan yang jantan. Bagian mulut atau probosis lalat disesuaikan khusus dengan fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan atau sedikit lembek. Lalat rumah makanannya sangat bervariasi, dan cara makannya pun tergantung pada keadaan fisik bahan makanan. Di daerah tropika dengan suhu 30 oC, lalat rumah membutuhkan waktu 8-10 hari dalam satu siklus hidupnya yaitu dari telur, larva, pupa dan dewasa (Gambar 3). Telurnya berbentuk seperti pisang, berwarna putih kekuningan, dan panjangnya kirakira 1 mm. Telur diletakan secara berkelompok pada tempat yang mengandung bahan-bahan organik yang basah tetapi tidak cair. Telur memerlukan kelembaban yang tinggi untuk bertahan hidup. Pada suhu 30 oC telur akan menetas dalam waktu 10-12 jam (Hadi dan Koesharto, 2006). Dewasa
Telur
Pupa Siklus Hidup Lalat
Instar I
Instar III Instar II
Gambar 3. Siklus Hidup Lalat Rumah Musca domestica L. Larva tumbuh dari 1 mm hingga menjadi 12-13 mm setelah 4-5 hari pada suhu 30 oC, melewati tiga kali fase instar. Larva instar I dan II berwarna putih sedangkan instar III berwarna putih kekuningan. Larva memiliki sepasang spirakel posterior yang jelas. Larva memakan bakteri, ragi dan bahan-bahan dekomposisi (Hadi dan Koesharto, 2006). Larva I dan II mempunyai sifat fototaktik negatif (menjauhi cahaya), sedangkan instar III kebalikannya yaitu bereaksi positif terhadap cahaya. Perkembangan larva sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan.
Selain itu, pengaruh suhu terhadap larva berkaitan erat dengan letak kedalaman larva dalam media. Pada awalnya larva lebih suka kelembaban dan temperatur tinggi serta menghindari cahaya. Pengaruh panas yang diakibatkan oleh fermentasi akan menyebabkan larva cenderung untuk turun sampai kedalaman 5-10 cm. Pada kedalaman 15 cm dengan suhu 50-63°C larva akan mati, tetapi pada kedalaman 30 cm dengan suhu 35-40°C larva masih hidup (West, 1951). Sebelum menjadi pupa, larva tidak makan dan akan bermigrasi ke tempat yang lebih kering dan dingin. Stadium larva instar III dalam proses menjadi pupa akan memendek dan warnanya akan berubah dari kuning gelap menjadi coklat. Pupa lebih suka hidup pada kelembaban rendah dan jika tidak sesuai maka tahap puparium akan diperpanjang (Yap dan Chong, 1995). Lalat yang berada dalam kantung pupa akan keluar dengan bantuan organ ptilinium yang berada dibagian dasar antena. Lalat muda mulai aktif dan mencari makan 2-24 jam setelah keluar dari pupa. Perkawinan terjadi diantara lalat setelah 24 jam pada jantan dan 30 jam pada betina (Hadi dan Koesharto, 2006). Dalam berkembangbiak lalat dipengaruhi oleh daya tarik visual dan juga hormon seks feromon. Pada lalat jantan pola aktivitas kawin lebih besar dari pada lalat betina. Semakin sering lalat kawin semakin pendek umurnya. Pola kopulasi lalat rumah diawali oleh proses pendekatan yang dilakukan pada saat terbang. Pada awalnya lalat jantan akan mendekati dan hinggap dipunggung lalat betina. Sayap jantan akan mengembang keluar dan kakinya terangkat untuk mencegah lalat betina menolak percumbuan (Tobin dan Stoffolano, 1973). Lalat umumnya terestrial, meskipun habitat pradewasa berbeda dengan tahap dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi, misalnya sampah organik. Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, daerah jelajahnya luas sehingga dapat memasuki rumah dan tempat manusia beraktivitas. Kedua perbedaan habitat ini, menyebabkan kehidupan tahap pradewasa tidak bersaing dengan kehidupan tahap dewasa karena tanpa persaingan, maka lalat dapat berkembang dengan optimal (Hadi dan Koesharto, 2006). Lalat dewasa akan menghabiskan waktunya sepanjang hari pada permukaan kotoran dan akan beristirahat pada malam hari di dinding kandang, aktivitas serangga pada siang hari dinamakan diurnal, lalat termasuk dalam kelompok ini karena aktivitasnya dilakukan pada siang hari (Mircheva, 1977).
Pengendalian Lalat Rumah Musca domestica L. Lalat rumah berperan dalam transmisi atau penularan agen penyakit secara mekanis yang menyebabkan penyakit pada manusia ataupun hewan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaannya berkembang biak dan prilaku makan lalat yang sangat luas sebarannya. Lalat rumah berkembang biak pada media berupa tinja atau feses, karkas, sampah, kotoran hewan dan limbah buangan yang banyak mengandung agen penyakit (Hadi dan Koesharto, 2006). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan populasi lalat rumah (Musca domestica L.), antara lain : a) pengendalian secara fisik b) pengendalian secara mekanis, c) pengendalian secara hayati, d) pengendalian secara kimia. Cara-cara pengendalian secara fisik meliputi sanitasi kandang diantaranya mengatur kelembaban manur kurang dari 60% dengan mengatur aliran udara kandang sehingga dapat terjadi pengeringan manur. Pengendalian secara mekanis dilakukan menggunakan perangkap lalat. Salah satu contoh perangkap lalat yang pernah dilakukan di Australia adalah perangkap lalat berbentuk lorong yang bertirai panjang (Herms dan James, 1961). Pengendalian secara hayati dilakukan dengan menggunakan organisme hidup lain yang mampu menghambat atau menahan salah satu bentuk stadium lalat. Organisme ini dapat bertindak sebagai parasit, predator, kompetitor atau musuh alami lainnya. Salah satu agen hayati ini adalah serangga. Serangga yang berperan terdiri dari dua kelompok, yaitu serangga predator dan serangga parasitoid. Predator memangsa serangga lain untuk keperluannya sendiri dan untuk keperluan proses produksinya, sedangkan serangga parasitoid menggunakan serangga lain untuk keperluan anak-anaknya. Di samping itu parasitoid lebih bersifat parasitik hanya pada tahap pradewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk membasmi serangga lewat serangga predator dan parasitoid tidak secepat menggunakan insektisida. Bila dibandingkan dengan insektisida hasil yang diperoleh lebih rendah akan tetapi memiliki kelebihan dalam jangka waktu bertahan yang lebih lama dan tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Senyawa kimia yang pernah digunakan sebagai insektisida diantaranya senyawa organofosfor,organoklor, organokarbamat, senyawa kimia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan senyawa piretroid sintetik. Penggunaan insektisida dalam
pengendalian lalat bisa meliputi pembunuhan larva (larvisida), penolakan lalat dewasa (repelen), atau pembunuhan lalat dewasa dengan cara penyemprotan residual pada permukaan, penyemprotan ruangan atau pemasangan umpan (Hadi dan Koesharto, 2006). Penggunaan insektisida sangat tinggi, dan bila dilakukan dengan tidak benar dapat menimbulkan efek samping yang merugikan seperti terjadi pencemaran lingkungan, keracunan dan terdapatnya residu dalam tubuh ternak. Selain itu dampak negatif yang ditimbulkan pestisida sintetik adalah resistensi, resurgensi dan terbunuhnya organisme yang bukan sasaran (Metcalf, 1985).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2007 di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (Kandang C), Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Entomologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 32 ekor ayam petelur umur 21 minggu strain Hisex Brown dengan rataan bobot badan 1,463 kg ± 0,197. Pada masa penelitian terjadi kematian sebanyak dua ekor, sehingga jumlah ayam yang diamati menjadi 30 ekor. Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari kawat berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m sebanyak 30 buah yang telah dikapur dan didesinfektan. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zeolit, ransum ayam petelur, air minum, sekam, vaksin ND dan vitamin berupa Vita Stress. Kandang yang digunakan terdiri dari dua ruangan dan masing-masing ruangan kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan lampu pijar 40 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah oven 105oC, kandang individu, timbangan digital dan analitik, termometer, mortar, kertas label, plastik dan lain-lain yang menunjang kegiatan penelitian. Ransum Perlakuan Ransum yang digunakan adalah ransum ayam petelur berbentuk mash. Ransum ayam petelur dalam penelitian ini terdiri atas beberapa bahan makanan yaitu jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, bungkil kedele, bungkil kelapa, minyak kelapa, CaCO3, premix serta zeolit. Zeolit yang digunakan berukuran 30 mesh dan tidak diaktivasi terlebih dahulu. Ransum disusun berdasarkan kebutuhan ayam
petelur periode produksi menurut NRC (1994) dengan kandungan Ca dalam ransum lebih rendah 0,29% dari kebutuhan. Komposisi ransum penelitian, kandungan nutrisi serta kebutuhan zat nutrisi ayam petelur periode produksi terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi dan Kandungan Zat Nutrisi Ransum Penelitian Bahan makanan Jagung kuning Dedak padi Tepung ikan Bungkil kedele Bungkil Kelapa CaCO3 Minyak Kelapa Premix Zeolit Total Bahan Kering (%)1) Energi Bruto (kkal/kg) 1) Energi Metabolis (kkal/kg)2) Protein Kasar (%)1) Serat Kasar (%)1) Lemak Kasar (%)1) Beta-N1) Abu (%)1) Calsium (%)1) Fosfor Total (%)1) Fosfor tersedia (%)2) Lysin (%)2) Methionin (%)2)
0 57 10 7,5 12 5 6,2 2 0,3 0 100 86,00 3.880 2.934,85 15,56 5,16 4,30 53,39 7,59 2,87 0,61 0,33 0,89 0,34
Pemberian Zeolit (%) 2,5 5 52 47 10 10 7,5 7,5 13 14 5 5 6,2 6,2 3,5 5 0,3 0,3 2,5 5 100 100 86,52 3.884 2.918,65 16,98 5,21 5,25 49,93 9,15 2,82 0,60 0,32 0,90 0,34
86,88 3.921 2.902,45 16,24 4,58 5,97 47,14 12,95 2,81 0,57 0,32 0,92 0,33
7,5 45,6 10 7,5 16 1 6,2 5,9 0,3 7,5 100 86,68 3.889 2.916,55 15,23 4,23 6,38 47,25 13,59 2,80 0,55 0,32 0,95 0,33
Keterangan : 1) Hasil analisis di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, INTP, Fapet, IPB (2007) 2) Hasil perhitungan
Metode Perlakuan Ransum perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: R0
: Ransum kontrol
R1
: Ransum kontrol + 2,5% zeolit
R2
: Ransum kontrol + 5 % zeolit
R3
: Ransum kontrol + 7,5% zeolit
Rancangan Percobaan dan Model Matematika Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan dengan unit percobaan dua ekor. Model matematika dari rancangan tersebut sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991): Yij = µ + βi + €ij Keterangan: Yij
: Nilai pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan ke-i
µ
: Rataan umum
βi
: Efek perlakuan ke-i
€ij
: Error pada ulangan ke-j dari perlakuan ke-i
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan jika perlakuan berpengsaruh nyata. Analisis dilanjutkan dengan Uji Banding Berganda Duncan pada p<0,05 (Steel dan Torrie, 1991). Pemeliharaan Ayam Petelur Kandang disiapkan, dibersihkan, dan didesinfektan serta dilakukan pengapuran satu minggu sebelum ayam datang. Pada saat ayam datang dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan ayam. Ayam diadaptasi selama dua minggu sebelum diberikan perlakuan. Setiap hari ayam diberikan Vitamin untuk mencegah terjadinya stres akibat perbedaan lingkungan. Setelah ayam mampu beradaptasi diberikan ransum perlakuan selama enam minggu untuk mengetahui pengaruh ransum terhadap peubah yang diamati dalam penelitian. Pemberian pakan dan air minum dilakukan ad libitum. Selama pemeliharaan dilakukan juga pencegahan penyakit ND menggunakan vaksin ND-IB. Pemeliharaan Lalat Rumah (Musca domestica L.) Bahan yang digunakan meliputi sekam, pakan ayam petelur, air gula dan susu. Alat yang digunakan yaitu kandang lalat, kapas, dan nampan plastik. Pemeliharaan lalat diawali dengan memasukkan beberapa pasang lalat rumah dewasa ke dalam kandang lalat. Di dalam kandang disediakan media untuk tempat pradewasa lalat berkembang yang terdiri dari campuran sekam, pakan ayam serta air
dengan perbandingan volume 1:1:1. Sebagai sumber pakan lalat dewasa disediakan kapas yang dibasahi gula. Setelah beberapa hari media akan berisi telur, dan telur tersebut menetas menjadi lalat. Lalat inilah yang akan digunakan dalam penelitian. Metode Analisis Peubah-Peubah Penelitian Kadar Air Manur Kering Udara. Manur ayam petelur sebanyak 30 gram disiapkan. Cawan yang akan digunakan ditimbang dan dicatat sebagai berat cawan (a). Sampel dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang (b). Sampel kemudian dipanaskan dalam oven 60°C selama 24 jam. Setelah dioven kemudian dikeluarkan dan distabilkan suhunya, lalu ditimbang berat akhirnya (c). Kadar air dapat dihitung dengan rumus : Kadar air
= ( a + b ) – c x 100 % b
Keterangan : a = berat cawan (gram) b = berat sampel (gram) c = berat cawan dan sampel setelah dioven (gram) Penghitungan Populasi Lalat. Teknik penghitungan larva lalat dilakukan dengan metode pemeliharaan lalat di laboratorium dengan cara sebagai berikut: manur ayam pada minggu Kelima ditampung selama ± 12 jam yaitu dari jam 17.30 WIB sampai 06.00 WIB. Manur dari masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam tabung plastik dan ditimbang sebanyak 30 gram. Manur yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik dan dilakukan uji efikasi. Uji efikasi dilakukan dengan cara mencampur manur dengan media perkembangan lalat yaitu sekam (KA: 10%), pakan ayam (KA: 13%) dan air dengan perbandingan volum 1:1:1 kadar air media yang dihasilkan adalah ± 75%. Sampel manur yang telah dicampurkan ke dalam media pertumbuhan lalat tersebut dimasukkan ke dalam kandang lalat. Kemudian ke dalam kandang tersebut dimasukkan 25 ekor lalat rumah siap bertelur dengan perbandingan jantan dan betina yaitu 1:4. lalat dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam kandang tersebut selama tiga hari. Pada hari ketiga larva lalat dihitung. Jumlah larva lalat yang tumbuh dalam media menunjukkan populasi lalat yang akan tumbuh pada kandang tersebut.
Kandungan Ammonia Manur. Kandungan amonia manur dianalisis dengan Metode Mikro Difusi Conway sebagai berikut: Satu gram manur ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung film. Kemudian ditambahkan lima ml larutan H2SO4 0,2 N, ditutup dan dihomogenkan (supernatan). Cawan Conway disiapkan dengan bibir dan tutupnya diolesi dengan vaselin terlebih dahulu. Supernatan yang telah dibuat diambil satu mililiter kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3 jenuh sebanyak satu mililiter ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan bersebelahan dengan supernatan (kedua belah tidak boleh bercampur sebelum cawan tertutup rapat). Larutan asam Borat berindikator sebanyak satu mililiter ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak ditengah cawan Conway. Kemudian cawan ditutup rapat hingga kedap udara dan larutan Na2CO3 jenuh dicampurkan dengan supernatan hingga merata. Campuran tersebut dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam. Setelah 24 jam, tutup cawan dibuka, asam borat dititrasi dengan larutan H2SO4 0.0054 N sampai warnanya berubah dari biru menjadi kemerah-merahan. Kadar NH3 dihitung dengan rumus : Kadar NH3 (mM)= ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000 Sampel (g) x BK sampel Perhitungan Konsumsi dan Kandungan Ca dan P Kerabang dan Manur Ayam Petelur. 1. Konsumsi Ca dan P (g) Konsumsi Ca dan P dihitung dengan cara berikut: Konsumsi ransum (g) dikalikan dengan kandungan Ca/P ransum. Data konsumsi ransum diperoleh dari hasil penelitian Puspita (2008) dan data kandungan Ca dan P ransum diperoleh dari hasil perhitungan komposisi ransum. 2. Kandungan Ca dan P Kerabang (g) Ca dan P kerabang dihitung dengan cara berikut: berat kerabang (g) dikalikan dengan kandungan Ca dan P dalam kerabang (%). Data berat kerabang dan kandungan Ca dan P dalam kerabang diperoleh dari hasil penelitian Puspita (2008).
3. Kandungan Ca dan P manur (g) Ca dan P manur dihitung dengan cara berikut: berat manur (g) dikalikan dengan kandungan Ca dan P dalam manur (%). Berat manur diperoleh dari data literatur dan data kandungan Ca dan P manur diperoleh dari hasil analisis Laboratorium. Kandungan Ca dan P manur dianalisis dengan metode sebagai berikut: 1. Pengabuan Basah (Wet Ashing) Manur dipreparasi dengan metode pengabuan basah sebelum dianalisis kandungan Ca dan P. Pengabuan basah dilakukan dengan cara: Satu gram sampel manur ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 125 ml. Kemudian ditambahkan lima mililiter HNO3 dan didiamkan selama satu jam dalam suhu ruang di ruang asam. Sampel kemudian dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama satu jam kemudian suhu dinaikkan menjadi 105 oC dan sampel dipanaskan kembali selama empat jam. Sampel didinginkan semalam. Kemudian ditambahkan 0,4 ml H2SO4, lalu dipanaskan diatas hot plate selama satu jam sampai larutan berkurang (lebih pekat). Kedalam larutan pekat tersebut ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4:HNO3 (2:1). Pemanasan terus dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari coklat, kuning tua dan kuning muda (biasanya ± satu jam). Setelah terjadi perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Sampel didinginkan, kemudian ditambahkan dua mililiter aquades dan 0,6 ml HCl. Sampel dipanaskan kembali sampai larut (± 15 menit), kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan sampel disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah ini kemudian dianalisis dengan menggunakan AAS untuk analisa kalsium dan menggunakan spektrofotometer untuk analisis fosfor. 2. Analisis Kalsium Sampel yang telah dipreparasi dengan pengabuan basah dipipet sebanyak 0,5 ml dan ditambahkan 0,05 ml Cl3La.7H2O. Kemudian sampel tersebut dilarutkan dengan lima mililiter aquadest. Larutan sampel diaduk dengan menggunakan alat pengaduk vortex selama beberapa detik. Sampel kemudian dianalisis kadar kalsiumnya dengan menggunakan AAS.
3. Analisis Fosfor Larutan B dan larutan C dibuat sesaat sebelum dilakukan analisis fosfor. Larutan B dibuat dengan melarutkan 10 g Amonium molibdat dengan 60 ml aquadest. Kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap. Aquadest ditambahkan ke dalam larutan sampai terbentuk 100 ml larutan B. Larutan C adalah 10 ml Larutan B ditambahkan dengan 60 ml aquadest dan lima gram FeSO4.7H2O. Kemudian ditambahkan aquadest sampai terbentuk 100 ml larutan C. Sampel yang telah dipreparasi dengan pengabuan basah dipipet sebanyak 0,5 ml dan dilarutkan dengan tiga mililiter aquades. Kemudian, ditambahkan dua mililiter larutan C kedalam sampel. Larutan tersebut kemudian didinginkan dalam suhu kamar. Sampel diaduk sampai homogen. Kemudian dianalisis menggunakan Spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi tubuh ayam diantaranya adalah kondisi lingkungan kandang. Suhu merupakan salah satu kondisi kandang yang berpengaruh terhadap kondisi tubuh ayam. Suhu yang tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan ayam akan menyebabkan stres pada ayam dan akhirnya dapat mempengaruhi performa ayam. Suhu kandang selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Suhu Kandang Periode Mingguan selama Enam Minggu Pemeliharaan Minggu 1 2 3 4 5 6 Rataan
Pagi, Pukul 06.00-09.00 24,3 25,5 24,6 25,2 24,2 24,5 24,72
Suhu Kandang (oC) Siang, Pukul 12.00-13.00 30,5 31,7 30,9 31,4 30,8 31,0 31,05
Sore, Pukul 16.00-18.00 26,7 27,5 28,5 25,5 26,8 28,7 27,28
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan suhu pada pagi hari pukul 06.00-09.00 adalah 24,72oC, siang hari pukul 12.00-13.00 adalah 31,05 oC dan sore hari pukul 16.00-18.00 yaitu 27,28 oC. Kondisi suhu lingkungan tersebut masih berada pada kisaran suhu normal di Darmaga Bogor, dengan rataan suhu 20,63 oC sampai 32,30oC (BPS, 2004). Amrullah (2003) menyatakan bahwa pada suhu lingkungan diatas 27 oC, ayam mulai menggunakan energi lebih banyak sebagai usaha agar tetap nyaman. Ayam mulai mendilatasikan pembuluh darah untuk mengalirkan darah lebih banyak ke gelambir (perifer), kaki dalam usaha untuk meningkatkan kapasitas pendinginan. Jika suhu lingkungan tinggi, yang lebih mudah diamati yaitu ditandai dengan panting (meningkatkan frekuensi pernapasan) sebanyak 140 kali/menit, dan sayap turun begitu suhu mulai meningkat dan udara mudah mengalir bebas menyentuh kulit dan menyerap lalu membuang panas. Menurut Anggorodi (1985), suhu yang nyaman dan baik bagi pertumbuhan dan produksi ayam adalah sebesar 21 oC. Pada suhu yang lebih tinggi dari suhu
tersebut menyebabkan ayam cenderung meningkatkan konsumsi air minum untuk memenuhi kebutuhan air tubuhnya. Pada suhu 32 oC, konsumsi air ayam petelur meningkat lebih kurang dua kali lebih banyak dibandingkan pada suhu 21 oC. Pada suhu 38 oC, konsumsi air adalah sekitar tiga kali dari pada suhu 21 oC. Konsumsi air yang tinggi dapat mempengaruhi eksresi air dan kekentalan feses. Kondisi lingkungan dengan suhu yang cukup tinggi dapat mempengaruhi kondisi tubuh ayam. Namun, suhu lingkungan yang cukup tinggi tersebut tidak berpengaruh besar terhadap kondisi ayam petelur yang digunakan dalam penelitian. Hal ini dapat dilihat dari kadar air manur ayam petelur penelitian (Tabel 7) yang memiliki kadar air manur yang tidak berbeda jauh dengan ayam petelur yang dipelihara dalam suhu lingkungan yang nyaman. Kadar air manur ayam petelur pada suhu 15,6-26,7oC (suhu optimum untuk pertumbuhan ayam) adalah 77% (Esmay, 1982). Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) Ransum Ayam Petelur Kalsium dan fosfor merupakan mineral yang sangat dibutuhkan oleh ayam petelur. Kalsium dan fosfor merupakan mineral tertinggi penyusun kerabang telur. Rendahnya kandungan kalsium dan fosfor dalam ransum akan mempengaruhi produksi dan kualitas telur yang dihasilkan oleh ayam petelur. Penambahan zeolit ke dalam ransum yang rendah kalsium dalam penelitian ini diharapkan dapat mempertahankan produksi dan kualitas telur. Pengaruh penambahan zeolit terhadap konsumsi dan kandungan kalsium dan fosfor kerabang telur dan manur dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Kalsium (Ca) Pengaruh penambahan zeolit ke dalam ransum ayam petelur dengan kandungan kalsium (Ca) dibawah standar terhadap konsumsi kalsium (Ca) dan kandungan kalsium (Ca) kerabang dan manur ayam petelur dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap konsumsi kalsium. Konsumsi kalsium pada ayam yang diberi ransum yang mengandung zeolit 7,5% nyata lebih tinggi (p<0,05) dari pada ransum yang mengandung zeolit 2,5 dan 5%
serta ransum yang tidak mengandung zeolit. Hal ini dikarenakan konsumsi pakan pada ransum yang mengandung zeolit 7,5% lebih tinggi dari pada ransum yang mengandung zeolit 2,5 dan 5% serta ransum yang tidak mengandung zeolit. Tabel 5. Konsumsi Kalsium (Ca) dan Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang dan Manur Ayam Petelur Penambahan
Peubah yang diamati Konsumsi
Kalsium
Kalsium
Kalsium
Kalsium (g)
Kerabang (g)
Manur (g)
Manur (%)
0
2,42 ± 0,24 a
2,05 ± 0,43
3,13 ± 0,58b
129,33 b
2,5
2,73 ± 0,23 ab
2,17 ± 0,13
2,39 ± 1,09ab
87,55 ab
5
2,72 ± 0,38 ab
1,87 ± 0,08
2,41 ± 0,45ab
88,60 ab
7,5
3,07 ± 0,16 b
2,02 ± 0,18
1,96 ± 0,53a
63,84 a
Zeolit (%)
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
Penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kandungan kalsium kerabang telur. Hal ini dikarenakan kebutuhan Ca dalam pembentukkan kerabang telur terlebih dahulu dipenuhi. Ayam akan menggunakan kalsium yang terdapat dalam pakan untuk memenuhi kebutuhan kalsium kerabang telur dan jika kalsium yang terdapat dalam pakan tidak mencukupi maka ayam akan menggunakan kalsium yang terdapat dalam tubuhnya yaitu pada tulang sehingga dengan kandungan kalsium pakan yang cukup rendah pun kandungan kalsium kerabang telur akan tetap sama. Penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan kalsium manur. Kandungan kalsium manur pada ayam yang diberi ransum yang mengandung zeolit 7,5% nyata lebih rendah (p<0,05) dari pada ransum yang mengandung zeolit 2,5 dan 5% serta ransum yang tidak mengandung zeolit. Pada ransum yang mengandung zeolit 2,5 dan 5% pengaruh zeolit yang ditimbulkan tidak terlalu besar karena persentase penambahan zeolit yang tidak terlalu besar. Sedangkan pada ransum yang tidak mengandung zeolit kandungan kalsium dalam feses tinggi bahkan lebih tinggi dari konsumsi kalsium ayam yaitu sebesar 129,33%. Hal ini dikarenakan daya serap kalsium dalam saluran pencernaan ayam rendah. Kalsium yang terdapat dalam manur merupakan kalsium
yang terdapat dalam pakan dan tubuh ayam yang tidak dapat diserap oleh saluran pencernaan ayam. Rendahnya kalsium pakan dan tingginya kalsium manur pada ransum yang tidak mengandung zeolit dapat menyebabkan ayam kekurangan kalsium jika dibiarkan dalam waktu lama. Kekurangan kalsium pada tubuh ayam dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis karena produksi dan kualitas telur yang menurun selain itu juga dapat menimbulkan masalah kesehatan pada ayam. Kalsium yang masih terdapat dalam manur ayam dengan ransum berzeolit 7,5% adalah sebesar 63,84% merupakan persentase kalsium terendah dalam manur. Hal ini dikarenakan zeolit yang ditambahkan dalam ransum dapat meningkatkan efektifitas saluran pencernaan dalam menyerap kalsium. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hartini (2000) yang menunjukkan bahwa pada pengamatan kadar air feses yang dilakukan untuk melihat efektivitas penyerapan air dalam saluran pencernaan ditemukan bahwa semakin efektif penyerapan air, kadar air feses akan semakin rendah. Rendahnya kadar air feses akan menyebabkan laju digesta lebih lambat mengalir, sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih baik. Selain itu, zeolit memiliki Kapasitas Tukar Kation yang tinggi. Dalam saluran pencernaan zeolit mengalami aktivasi secara tidak langsung oleh asam lambung. Aktivasi ini menyebabkan terlepasnya ikatan-ikatan kation yang semula terikat oleh struktur zeolit. Diantara kation tersebut terdapat kalsium yang dilepaskan ke dalam saluran pencernaan ayam petelur untuk selanjutnya diserap oleh tubuh ayam dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Zeolit yang telah mengalami aktivasi akan mengikat kation lain yang tidak digunakan yang terdapat dalam saluran pencernaan ayam untuk menggantikan posisi kation yang lepas. Hal ini sangat menguntungkan karena dengan terikatnya kation yang tidak digunakan oleh ayam maka efektifitas saluran pencernaan dalam menyerap zat makanan akan lebih tinggi. Kation yang tidak digunakan dalam saluran pencernaan diantaranya amonia yang dalam konsentrasi tinggi dapat menganggu proses pencernaan makanan dalam saluran pencernaan ayam. Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Fosfor (P) Pengaruh penambahan zeolit ke dalam ransum ayam petelur dengan kandungan kalsium (Ca) dibawah standar terhadap konsumsi fosfor (P) dan kandungan fosfor (P) kerabang dan manur ayam petelur dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Konsumsi fosfor (P) dan Kandungan fosfor (P) Kerabang dan Manur Ayam Petelur Penambahan
Peubah yang diamati Konsumsi fosfor
Fosfor
Fosfor
Fosfor
(g)
Kerabang (g)
Manur (g)
Manur (%)
0
0,275 ± 0,028 a
0,028±0,001a
0,16 ± 0,04ab
58,18 ab
2,5
0,313 ± 0,026 ab
0,034±0,003ab
0,27 ± 0,11b
86,26 b
5
0,313 ± 0,043 ab
0,038±0,004b
0,17 ± 0,07ab
54,31 ab
7,5
0,350 ± 0,018 b
0,040±0,009b
0,13 ± 0,02a
37,14 a
Zeolit (%)
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap konsumsi fosfor. Konsumsi fosfor pada ayam yang diberi ransum yang mengandung zeolit 7,5% nyata lebih tinggi (p<0,05) dari pada ransum yang mengandung zeolit 2,5 dan 5% serta ransum yang tidak mengandung zeolit. Hal ini dikarenakan konsumsi pakan pada ransum yang mengandung zeolit 7,5% lebih tinggi
dari pada ransum yang
mengandung zeolit 2,5 dan 5% serta ransum yang tidak mengandung zeolit. Penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan fosfor kerabang telur. Kandungan fosfor kerabang telur pada ayam yang diberi ransum yang mengandung zeolit 5 dan 7,5% nyata lebih tinggi (p<0,05) dari pada ransum yang mengandung zeolit 2,5% dan yang tidak mengandung zeolit. Hal ini dikarenakan konsumsi fosfor pada ayam yang diberi ransum yang mengandung zeolit 5 dan 7,5% lebih tinggi dari pada konsumsi fosfor pada ayam yang diberi ransum yang mengandung zeolit 2,5% dan yang tidak mengandung zeolit. Kebutuhan fosfor pada ayam petelur dipenuhi oleh kandungan fosfor yang terdapat pada bahan makanan dan tubuh ayam. Kandungan fosfor kerabang telur pada ransum yang tidak mengandung zeolit lebih banyak dipenuhi oleh kandungan fosfor yang terdapat dalam bahan makanan sehingga kandungan fosfor kerabang telurnya rendah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan fosfor manur ayam petelur. Kandungan fosfor manur ayam petelur pada ayam yang diberi
ransum yang mengandung zeolit 2,5% nyata lebih tinggi (p<0,05) dari pada ransum yang mengandung zeolit 5 dan 7,5% serta ransum yang tidak mengandung zeolit. Fosfor yang masih terdapat dalam manur ayam petelur dengan ransum berzeolit 7,5% adalah sebesar 37,14% merupakan persentase fosfor terendah dalam manur. Hal ini berkaitan dengan proses pencernaan kalsium. Pada Tabel 5 terlihat bahwa semakin tinggi kandungan zeolit proses penyerapan kalsium dalam saluran pencernaan semakin tinggi begitu pula dengan penyerapan fosfor dalam saluran pencernaan. Kalsium dan fosfor merupakan mineral yang dibutuhkan dalam pembentukkan telur ayam sehingga pengaruh zeolit terhadap kedua mineral ini sama. Namun, belum diketahui secara jelas mekanisme zeolit meningkatkan penyerapan fosfor dalam saluran pencernaan ayam petelur. Peranan Zeolit dalam Menurunkan Kadar Air Manur Ayam Petelur Pengaruh penambahan zeolit ke dalam ransum terhadap kadar air manur dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Kadar Air Manur pada Masing-Masing Tingkat Penambahan Zeolit Penambahan Zeolit (%)
Kadar air Manur (%)
0
74,74 ± 4,19 ab
2,5
78,02 ± 3,97 b
5
76,44 ± 3,30 ab
7,5
71,75 ± 0,61 a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar air manur ayam petelur. Kadar air manur pada ayam yang diberi ransum yang tidak mengandung zeolit dan ransum yang mengandung zeolit 2,5%, 5 nyata lebih tinggi (p<0,05) dari pada ransum yang mengandung zeolit 7,5%. Tingginya kadar air manur ayam petelur yang diberi ransum dengan penambahan zeolit 2,5% dikarenakan persentase zeolit yang cukup rendah. Zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum tidak mampu menyerap air yang terdapat dalam saluran pencernaan dalam jumlah besar karena adanya ketidakseimbangan antara zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum dengan kandungan air saluran pencernaan. Begitu pula dengan penambahan zeolit sebanyak
5% ke dalam ransum tidak dapat menurunkan kadar air manur ayam petelur. Kadar air manur yang dihasilkan dengan penambahan zeolit 5% sama dengan kadar air manur tanpa penambahan zeolit. Hal ini juga dikarenakan persentase zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum masih rendah. Penambahan zeolit 7,5% dalam ransum memberikan penurunan kadar air manur yang paling rendah dibandingkan dengan penambahan zeolit pada persentase yang lainnya. Secara umum penambahan zeolit ke dalam ransum dapat menurunkan kadar air manur ayam petelur walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Hubungan antara zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum dengan kadar air manur adalah linier mengikuti persamaan Y= 76,82 -0,42X. Semakin tinggi penambahan zeolit dalam ransum maka semakin rendah kadar air manur yang dihasilkan. Zeolit merupakan mineral yang memiliki daya serap tinggi sehingga dapat menurunkan kadar air manur. Zeolit memiliki struktur kristal berongga dan rongga inilah yang dapat menyerap air. Usri (1990) menyatakan bahwa seperti halnya spons, zeolit berstruktur porous (berpori-pori mikro) dan berdimensi tiga, dimana struktur porous ini menyebabkan zeolit dapat menyerap bahan lain yang ukuran molekulnya lebih kecil dari pori-pori mikro, sedangkan bahan yang ukuran molekulnya lebih besar tidak dapat lolos melalui pori-pori mikro tersebut. Diantara bahan yang memiliki struktur mikro yang dapat diserap oleh pori-pori mikro zeolit adalah air (H2O). 90
Kadar Air Manur
80 70 60 50
Y= 76,82 -0,42X
40 30 20 10 0
2.5
5
7.5
Taraf Penambahan Zeolit
Gambar 4. Hubungan Taraf Penambahan Zeolit dengan Kadar Air Manur Zeolit yang digunakan dalam penelitian memiliki daya serap yang rendah. Hal ini dikarenakan zeolit yang digunakan memiliki ukuran yang cukup besar dan
tidak mengalami aktivasi terlebih dahulu. Ukuran partikel zeolit yang cukup besar menyebabkan luas permukaan zeolit lebih rendah sehingga kontak antara air dengan pori-pori yang terdapat dalam struktur zeolit lebih rendah. Flanigen
(1984)
menyatakan bahwa rendahnya penyerapan zeolit dikarenakan rongga-rongga kosong tempat berlangsungnya aksi tersebut berada di dalam struktur kristal dan pori-pori yang berperan sebagai pintu masuk bagi molekul yang akan diserap tersebar di permukaan zeolit. Karenanya, sampai batas tertentu semakin kecil ukuran partikel maka porositas dan luas permukaannya yang tersedia untuk mengadakan kontak dengan molekul yang akan diserap tinggi. Selain itu, kemampuan zeolit yang rendah dalam menyerap air juga karena zeolit yang digunakan tidak diaktivasi terlebih dahulu. Aktivasi dilakukan dengan memanaskan zeolit pada suhu 105 oC sampai dengan 250 oC. Pemanasan ini akan menguapkan air pada rongga kristal zeolit tetapi air dalam struktur kristal tidak akan menguap (Simajuntak, 2002). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti (1990) pada ayam broiler yang menemukan bahwa penambahan zeolit dalam ransum sebanyak 1, 2, 3 dan 4 % nyata (p<0,05) dapat menurunkan kadar air manur ayam broiler. Kadar air manur yang dihasilkan oleh penambahan zeolit 1, 2, 3 dan 4% adalah 81,50; 79,00; 78,12 dan 77,05 %. Kadar air manur ayam broiler tanpa penambahan zeolit yang dihasilkan adalah 83,00 %. Kadar air manur yang dihasilkan oleh ayam petelur cukup tinggi. Penurunan kadar air manur diperlukan karena kadar air manur yang tinggi dapat menimbulkan berbagai permasalahan kandang diantaranya tingginya konsentrasi amonia dalam kandang dan meningkatnya populasi lalat. Kadar air manur yang tinggi menyebabkan tingginya aktivitas bakteri ureolitik yang dapat merubah asam urat menjadi amonia yang berbahaya bagi kesehatan ternak jika terdapat dalam konsentrasi tinggi. Kadar air manur yang tinggi juga menyebabkan tingginya populasi lalat di lingkungan kandang. Hal ini dikarenakan manur dengan kadar air yang tinggi disukai oleh lalat untuk tempat perkembangbiakan, tempat meletakkan telur dan sebagai sumber bahan makanan. Tingginya populasi lalat dalam kandang dapat mempengaruhi kesehatan dan produktifitas ayam juga dapat mengotori kandang dengan menimbulkan bercakbercak pada dinding kandang dan lalat juga mengotori telur ayam yang terdapat di kandang. Selain itu, tingginya populasi lalat dalam kandang juga dapat mengganggu
lingkungan sekitar terutama masyarakat yang tinggal dekat dengan lingkungan kandang. Pengaruh Zeolit Terhadap Populasi Lalat Populasi lalat dihitung dengan menghitung larva lalat yang dapat hidup pada media. Jumlah larva lalat yang dihasilkan diasumsikan sama dengan populasi lalat yang akan hidup dan berkembangbiak pada lingkungan kandang. Teknik penghitungan larva lalat dilakukan dengan metode pemeliharaan lalat di laboratorium. Pengaruh penambahan zeolit ke dalam ransum terhadap populasi lalat dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Penambahan Zeolit terhadap jumlah larva lalat Penambahan
Peubah yang diamati Jumlah Larva Lalat (Metode 2) Ekor/30g Manur
Kadar Air Media Pertumbuhan Lalat Metode 2
0
16 ± 1,41 a
74,87 ± 2,10
2,5
5,67 ± 3,21 a
76,51 ± 1,98
5
28,25 ± 18,84 b
75,72 ± 1,65
7,5
28,5 ± 20,81 b
73,38 ± 0,31
Zeolit (%)
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,06)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang cenderung nyata (p<0,06) terhadap jumlah larva lalat. Penambahan zeolit 0 dan 2,5 % menghasilkan jumlah larva lalat yang nyata berbeda (p<0,06) dengan jumlah larva lalat pada penambahan zeolit 5 dan 7,5%. Jumlah larva lalat pada manur dengan penambahan zeolit 0 dan 2,5 % lebih sedikit dari pada Jumlah larva lalat pada manur dengan penambahan zeolit 5 dan 7,5%. Hal ini dikarenakan kadar air media yang dihasilkan merupakan kadar air optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat. Kadar air optimum bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat adalah ± 73%. West (1951) menyatakan bahwa, lalat meletakkan telurnya secara berkelompok pada tempat yang mengandung bahanbahan organik yang basah tetapi tidak cair. Manur yang dihasilkan oleh penambahan zeolit 5 dan 7,5% adalah manur yang basah dan lembab yang disukai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat. Penambahan zeolit sebanyak 2,5% dalam
ransum menghasilkan manur dengan kadar air yang tinggi yang menyebabkan media perkembangbiakan lalat memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air media yang cukup tinggi tidak disukai oleh lalat untuk perkembangbiakannya sehingga jumlah larva lalat yang dihasilkan juga rendah. Penurunan kadar air yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menambahkan zeolit ke dalam ransum ternyata tidak dapat menurunkan jumlah larva lalat. Hal ini dikarenakan penurunan kadar air oleh zeolit masih rendah. Rendahnya efektifitas zeolit dalam menurunkan kadar air manur disebabkan oleh ukuran zeolit yang cukup besar dan tidak adanya aktivasi. Kadar air terendah yang dapat dihasilkan oleh penambahan zeolit dalam ransum penelitian sebesar ± 71%. Kadar air manur tersebut merupakan kadar air optimum bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat. Penurunan populasi lalat dapat terjadi pada manur dengan kadar air kurang dari 60%. Manur dengan kadar air kurang dari 60% cukup kering dan tidak cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat. Pengaruh Zeolit Terhadap Kandungan Amonia Manur Pengaruh penambahan zeolit ke dalam ransum terhadap kadar amonia manur dapat dilihat pada Tabel 9 berikut: Tabel 9. Kadar Amonia Manur pada Masing-Masing Tingkat Penambahan Zeolit Penambahan Zeolit (%)
Amonia Manur (mM N-NH3)
0
1,29 ± 0,31 ab
2,5
0,77 ± 0,43 a
5
1,88 ± 0,45 b
7,5
1,35 ± 0,18 ab
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan amonia manur. Kandungan amonia pada ransum yang mengandung zeolit 5 dan 7,5% nyata lebih tinggi (p<0,05) dari pada ransum yang mengandung zeolit 2,5% serta nyata lebih tinggi dari ransum yang tidak mengandung zeolit. Zeolit memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap amonia yang terdapat dalam saluran pencernaan. Dalam
saluran pencernaan zeolit akan mengikat amonia yang dihasilkan oleh mikroflora saluran pencernaan untuk selanjutnya dikeluarkan bersama-sama dengan feses. Sehingga feses ayam dengan ransum yang mengandung zeolit akan mengandung amonia dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum tanpa penambahan zeolit. Hal ini dapat dilihat pada kandungan amonia manur yang tinggi pada ransum dengan penambahan zeolit 5 dan 7,5% yaitu sebesar 1,88 dan 1,35 mM N-NH3. Ransum dengan penambahan zeolit 2,5% memiliki kandungan amonia yang lebih rendah dibandingkan ransum dengan penambahan zeolit 5 dan 7,5% serta ransum tanpa penambahan zeolit. Hal ini dikarenakan persentase penambahan zeolit ke dalam ransum terlalu rendah sehingga kemampuannya dalam mengikat amonia yang terdapat dalam saluran pencernaan juga rendah. Selain itu, zeolit yang ditambahkan juga memiliki kemampuan untuk menyerap air yang terdapat dalam saluran pencernaan. Zeolit yang ditambahkan juga dimungkinkan telah jenuh dengan air sehingga kemampuannya dalam mengikat amonia menurun. Kadar air manur pada ayam yang diberi ransum dengan kandungan zeolit 2,5% adalah 78,02% yang merupakan kadar air terbesar. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kandungan amonia manur pada penambahan zeolit 2,5% lebih rendah dibandingkan yang lainnya. Kadar air manur yang tinggi menunjukkan bahwa bahan kering manur rendah dan kandungan zat makanan yang masih terdapat dalam manur juga rendah. Sehingga, kemungkinan kandungan nitrogen sebagai bahan penyusun amonia dalam manur ayam rendah dan amonia yang dihasilkan pun rendah. Hubungan antara zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum dengan kandungan amonia manur adalah linier mengikuti persamaan Y= 1,14 + 0,05X. Hubungan antara zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum dengan kandungan amonia manur diperlihatkan pada Gambar 5. Semakin tinggi penambahan zeolit ke dalam ransum maka semakin tinggi pula kandungan amonia manur. Zeolit memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi. Zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum akan mengalami aktivasi dalam saluran pencernaan. Aktivasi dilakukan oleh asam lambung yang dapat meningkatkan Kapasitas Tukar Kation zeolit. Zeolit dengan Kapasitas Tukar Kation yang tinggi akan mengikat amonia yang terdapat dalam saluran pencernaan yaitu amonia yang dihasilkan oleh mikroflora saluran
pencernaan. Zeolit dengan kandungan amonia yang tinggi tersebut akan dikeluarkan bersama dengan feses yang dikeluarkan oleh ternak. Zeolit dalam manur dianalisis dengan menggunakan bahan kimia yang dapat mengaktivasi zeolit. Hal ini menyebabkan kation yang terdapat dalam zeolit seperti amonia, bebas dari ikatan zeolit sehingga menghasilkan manur dengan kandungan amonia yang tinggi.
Amonia Manur mM N-NH3
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4
Y= 1,14 + 0,05X
0.2 0 0
2.5
5
7.5
Penambahan Zeolit (%)
Gambar 5. Hubungan Penambahan Zeolit dengan Kandungan Amonia Manur Hal ini dikarenakan kemampuan zeolit dalam mengikat ion amonium dalam saluran pencernaan ternak tinggi. Zeolit mengalami aktivasi oleh asam lambung yang dapat meningkatkan Kapasitas Tukar Kation zeolit. Dalam saluran penceranaan zeolit akan mengikat ammonia yang dihasilkan. Semakin tinggi kandungan zeolit ransum maka semakin tinggi kemampuan zeolit dalam mengikat ammonia, sehingga kandungan ammonia manur semakin tinggi.
Mumpton dan Fishmann (1977)
mengatakan bahwa pengikatan amonia oleh zeolit terjadi melalui proses pertukaran ion. Writter dan Kirchmann (1989) menambahkan bahwa zeolit telah diketahui dengan baik mempunyai afinitas yang tinggi terhadap amonia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (1992) yang menemukan bahwa penambahan zeolit sebanyak 4,5% dan 9,0% dalam ransum babi menghasilkan feses dengan kandungan amonia 70,56 dan 75,04 mg/100g. Penambahan zeolit dalam ransum babi nyata meningkatkan amonia feses. Feses babi yang menerima zeolit cenderung mengandung lebih sedikit protein sebaliknya mengandung lebih banyak amonia bebas. Babi yang menerima zeolit dapat memanfaatkan protein ransum secara lebih efisien dibandingkan dengan
yang tidak menerima zeolit. Kandungan amonia manur yang tinggi disebabkan zeolit dapat mengikat amonia yang dibentuk oleh mikroflora saluran pencernaan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan zeolit sebesar 2,5; 5 dan 7,5% dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan penyerapan mineral Ca dan P dalam saluran pencernaan ayam dan dapat menurunkan kadar air manur. Namun, penurunan kadar air manur yang terjadi masih rendah sehingga tidak dapat menurunkan jumlah larva lalat yang terdapat di kandang. Selain itu, Penambahan zeolit sebesar 2,5; 5 dan 7,5% dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan kandungan amonia yang terikat oleh struktur zeolit dalam manur ayam petelur. Penambahan zeolit sebesar 7,5% menghasilkan penyerapan mineral Ca dan P dan kandungan amonia manur paling tinggi serta kadar air manur yang paling rendah. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menurunkan kadar air manur ayam petelur dengan menggunakan bahan lain yang memiliki efektifitas tinggi. Penurunan kadar air manur ini diharapkan dapat menurunkan populasi lalat di kandang sehingga penggunaan bahan tersebut dalam ransum dapat menjadi cara alternatif dalam menurunkan populasi lalat.
UCAPAN TERIMAKASIH Syukur Alhamdulilah, Penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas Qudrat dan Iradat-Nya lah penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Dwi Margi Suci, MS dan Dr. Drh. Upik Kesumawati Hadi, MS atas segala kesabarannya membimbing
Penulis
dalam
menyelesaikan
skripsi.
Penulis
mengucapkan
terimakasih Kepada Ir. Didid Diapari, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen penguji seminar, Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, MSc. dan Ir. Hotnida Carolina Siregar MSi. Selaku dosen penguji sidang atas segala bimbingan dan masukan ilmunya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua tercinta Bapak Ma’mur dan Ibu Aidah yang senantiasa mendoakan keberhasilan penulis dan Kakakku Cucun dan Cecep serta Kakak iparku Iyad dan Enung yang senantiasa sabar dan ikhlas untuk berbagi kasih sayang dari kedua orang tua. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Bapak Idat Galih Permana dan Ibu Dwi Dasawati yang telah memberikan bantuan material dan spiritual dan Adikadikku tercinta Wiedha, Wienna, Wiega, dan Wieldan yang bisa menerima penulis dengan senang hati. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Cece, Bapak Soebadi, Ibu Rita dan Guru-guru SMUN 1 Cianjur lainnya serta Bapak Agus Setiana dan Bapak Asep, Bapak ridlo dan Bapak. Luki atas doa yang selalu dipanjatkan dan bantuan materi serta motivasi yang tiada henti. Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh Staff dan Karyawan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas bantuannya kepada Penulis dan kepada Ulya, Yessi, Puspita, Riko, Suhel, Tefi, Ucup, Lili, Reni, Aan, Zee dan yang lainnya atas dukungan dan bantuannya serta teman spesialku Edwin Widiansyah yang senantiasa memberikan semangat juga Semua pihak yang tidak mungkin disebut satu persatu, terimakasih semuanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis maupun Pembaca. Bogor, Agustus 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Ames, L. L., JR. 1967. Zeolite Removal of Ammonium Ions from Agriculture and other Waste Waters. Proc. Pac. North West Ind. Waste. Conf., 13rd Ed.Washington State University, Pullman. Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-1. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor. Anggorodi, R. 1985. Makanan Ternak Unggas. Penerbit Universitas Indonesia (UIPress), Jakarta. Azhari dan T. B. Murdiati. 1997. Pengaruh penaburan zeolit dan klorin terhadap pengurangan dampak negatif manur ayam. Jurnal Teknologi dan Kesehatan. Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh, Darussalam. Hal 66-67. Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Statistika Indonesia 2001. Jakarta. Barrer, R. M., and J. Klinowski. 1972. Influence of framework charge density on ion exchange properties of zeolites. J. Chem. Soc. Faraday Trans. 168 : 19561963. Barrer, R. M., 1982. Hydrothermal Chemistry of Zeolites. Academic Press Ltd., New York. Biro Pusat Statistik. 2002. Statistik Peternakan. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Boushy, A. R. Y. E. dan A. F. B. Van der Poel. 1997. Poultry Feed from Waste. Chapman and Hall. London. Weinheim. New York. El Boushy, A. R. Y and A. F. B. van der Poel. 1994. Poultry Feed from Waste, Processing and Use. Chapman and Hall. London. Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science (Animal Agricultural Series). 3rd Ed. Interstate Publishers, Inc. Danville. Illionins. Esmay, Merle L. 1982. Principles of Animal Environment. 10th Ed. Westport, AVI Publishing. Flanigen, E. M. 1984. Adsorption properties of natural zeolite. In W. G. Pond and F. A. Mumpton. Zeo-Agricultural : Use of Natural Zeolites in Agricultural and aquacultural. Westview Press. Colorado. pp. 55-68. Fontenot, J. P., L. W. Smith, and A. L. Sutton. 1983. Alternatif Utilization of Animal Wastes. J. Anim. Sci. 57:221-233. Gottardi, G. 1978. Mineralogy and Crystal Chemistry of Zeolite. In L. B. Sand and F. A. Mumpton (editor). Natural Zeolites: Occurrence, Properties, Use. Pergamon Press Inc., Elmsford, New York. Hadi, U. K dan F. X. Koesharto. 2006. Lalat. Dalam S. H. Sigit dan U. K. Hadi. Hama Pemukiman Indonesia, Pengenalan Biologi dan Pengendalian. Hal 5272. Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman, FKH-IPB. Bogor.
Harjanto, S. 1983. Bahan Galian Zeolit , Penggunaan dan Penyebarannya di Indonesia. Direktorat Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan dan Energi. Herms, W. B and James, M. T. 1961. Medical Entomology. The Mc. Millan Company, New York. Holmes, G. G. and S. R. Pecover. 1987. Natural Zeolitean Information Package for Exploration and Development in New South Wales. NSW Geological Survey Report 1987/145. Department of Mineral Resource, Sydney, NSW. Indarsih, B. 2001. Ammonia dan kesehatan ayam. Ilmiah Popular. Poultry Indonesia Edisi November: 47-48. Kartawa, W. dan K. D. Kusumah. 2006. Potensi zeolit di daerah sangkaropi-mendila, tana toraja, sulawesi selatan. http://www.grdc.esdm.go.id/index.php?option=com_content&task=view=&i d=41&itemid=30. [24 Januari 2007]. Las. 2004. Potensi zeolit untuk mengelola limbah industri dan radioaktif. http://p2plr.batan.go.id/artikel.zeolit.html. [1 oktober 2004]. Leeson, S. dan J. D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken. 4th Ed. University Books, Canada. Leeson, S., G. Diaz dan J. D. Summer. 1995. Poultry Metabolic Disorders and Mycotoxins. Published by University Books. Guelph. Ontario. Canada. Lumbantoruan, Mangonar. 1992. Pengaruh pemberian zeolit alam dengan perlakuan yang berbeda terhadap konsentrasi beberapa komponen darah dan feses babi sedang bertumbuh. Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ma, Y. H., and T. Y. Lee. 1978. Sorption and Diffusion Properties of Natural Zeolites. In L. B. Sand and F. A. Mumpton (editor). Natural Zeolite. Pergamon Press, Elmsford., New York. Malone, G. W. 1992. Nutrient enrichment in integrated broiler production system. Poult. Sci. 71: 1117-1122. Meier, W. M., and D. H. Olson. 1971. Zeolite frameworks. Adv. Chem. Series 101:155-170. Metcalf. C. L. 1985. Destructive and Useful Insect their Habits and Control. 4th Ed. Hill Book company. INC New York. Hlm 1031. Miles R. D. dan W. R. Featherson. 1976. Uric acid excretion by the chick as an indicator of dietary protein quality. Poult. Sci. 55: 98-102. Mircheva, M. 1977. Investigation of ecology of certain synantropic flies in the town of tolbukhin, ecol. Bul. 3:70-78. Abstrak dalam Rev. Appl. Entomol. Seri B 66(7) : 228 (1983). Muller, Z. O.1980. Feed from Animal Waste: State of Knowledge. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Rome. Mumpton, F. A and P. H. Fishman. 1977. The application of natural zeolite in animal science and agriculture. J. Anim. Sci. 45(5): 1188-1203.
North, M. O. and Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. Chapman and Hall. New York. NRC.1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Ed. National Academy Press. Washington D.C. Puspita. 2008. Performa ayam ras petelur periode produksi yang diberi ransum rendah kalsium dengan penambahan zeolit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Semmens, M. J. 1984. Cation Exchange Properties of Natural Zeolites. In. W. G. Pond and F. A. Mumpton (Edition) Zeo-Agriculture. Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture. Westview Press, Boulder, Colorado. Sheppard, R. A., and A. J. Gude. 1969. Diagenesis of tuffs in the Barstow Formation, Mud Hills, San Bernardino Country, California. USGS. Prof. U. S. Gov. Print. Office, Washington, D. C. Simanjuntak, M. 2002. Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steel, R. G. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrika. Edisi ke-2. Terjemahan Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sujono, Widarti dan Ramziah. 2001. Pengaruh pemberian feed additive joster HE (High Efficiency) terhadap kadar amonia ekskreta dan retensi nitrogen pada ayam pedaging. Jurnal Protein. 16: 971-976. Susanti, E. 1990. Kemampuan zeolit dalam meningkatkan pertumbuhan broiler dan mengurangi gas amonia dan air feses. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tabbu, C. R. dan B. Hariono. 1993. Pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan dan cara mengatasinya. Ayam Sehat.18: 7-9. Technical Bulletin USA. 2004. Kualitas air pada Efeedgrain.com/repoitem.asp?Ing=1[27 April 2004].
ayam.
http://www.
Tobin, E. N. and J. G. Stoffolano. 1973. The Sortship of Musca Spesies Found in North America in the House Fly Musca domestica L. Ann. Entomol. Soc. Amer. 66(6) : 1249-1257. SAS Institute. 1990. Usri. 1990. Industri zeolit banyak gunanya. Ayam dan Telur. No. 55: 31-33. Vaughan, D. E. W. 1978. Properties of natural zeolites. In L. B. Sand and F. A. Mumpton (edition). Natural Zeolites. Occurrence Properties, Use Peragmon Press, Elmsford, New York. 353-373. West, S. L. 1951. The house Fly. Its Natural History, Medical Importance and Control. Comstok Publishing Company, New York. Witter, E dan H. Kirchmann. 1989. Peat, zeolit, and basalt as adsorbent of ammoniacal nitrogen during manure dekomposisi. Plant and Soil. 115 : 4352.
Yap, H. H and N. L. Chong. 1995. Biology and control of household pest (Vector control research unit school of biological science) University Sains. Malaysia. Hal. 12-13. Yasin, S. 1988. Fungsi dan Peranan Zat - Zat Gizi dalam Ransum Ayam Petelur. Universitas Mataram Press. Mataram.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rataan Konsumsi Kalsium (Ca) Peubah yang diamati
0 2,42 ± 0,24
Konsumsi Kalsium (g)
Penambahan Zeolit (%) 2,5 5 7,5 2,73 ± 0,23 2,72 ± 0,38 3,07 ± 0,16
Lampiran 2. Analisis Ragam Konsumsi Kalsium (Ca) Sumber Keragaman Perlakuan Eror Total
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
0,834 0,828 1,662
3 12 15
0,278 0,069
4,028
3,49
5,95
Lampiran 3. Uji Duncan Konsumsi Kalsium (Ca) Penambahan Zeolit (%) 0 a
2,5 ab
5 ab
7,5 b
Lampiran 4. Rataan Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang Peubah yang diamati Kalsium Kerabang (g)
Penambahan Zeolit (%) 0 2,5 5 7,5 2,05 ± 0,43 2,17 ± 0,13 1,87 ± 0,08 2,02 ± 0,18
Lampiran 5. Analisis Ragam Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang Sumber Keragaman Perlakuan Eror Total
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
0,177 0,715 0,892
3 12 15
0,059 0,060
0,991
3,49
5,95
Lampiran 6. Rataan Kandungan Kalsium (Ca) Manur Peubah yang diamati Kalsium Manur (g)
0 3,13 ± 0,58
Penambahan Zeolit (%) 2,5 5 7,5 2,39 ± 1,09 2,41 ± 0,45 1,96 ± 0,53
Lampiran 7. Analisis Ragam Kandungan Kalsium (Ca) Manur Sumber Keragaman
JK
Perlakuan Eror Total
db
2,829 2,068 4,897
KT
3 8 11
F0,05 F0,01
Fhit
0,943 3,648 0,259
4,07
7,59
Lampiran 8. Uji Duncan Kandungan Kalsium (Ca) Manur Penambahan Zeolit (%) 0 b
2,5 b
5 ab
7,5 a
Lampiran 9. Rataan Konsumsi Fosfor (P) Peubah yang diamati Konsumsi Pospor (P) (g)
Penambahan Zeolit (%) 0 2,5 5 0,313 ± 0,026 0,313 ± 0,043 0,275 ± 0,028
7,5 0,350 ± 0,018
Lampiran 10. Analisis Ragam Konsumsi Fosfor (P) Sumber Keragaman Perlakuan Eror Total
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
0,011 0,011 0,022
3 12 15
0,004 0,001
3,983
3,49
5,95
Lampiran 11. Uji Duncan Konsumsi Fosfor (P) Penambahan Zeolit (%) 0 a
2,5 ab
5 ab
7,5 b
Lampiran 12. Rataan Kandungan Fosfor (P) Kerabang Peubah yang diamati Pospor (P) Kerabang (g)
0 0,028±0,001
Penambahan Zeolit (%) 2,5 5 0,034±0,003 0,038±0,004
7,5 0,040±0,009
Lampiran 13. Analisis Ragam Kandungan Fosfor (P) Kerabang Sumber Keragaman Perlakuan Eror Total
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
0,00135 0,00012 0,001
3 12 15
0,00045 0,0001
4,50
3,49
5,95
Lampiran 14. Uji Duncan Kandungan Fosfor (P) Kerabang Penambahan Zeolit (%) 0 a
2,5 ab
5 b
7,5 b
Lampiran 15. Rataan Kandungan Fosfor (P) Manur Peubah yang diamati Pospor (P) Manur (g)
Penambahan Zeolit (%) 2,5 5 0,27 ± 0,11 0,17 ± 0,07
0 0,16 ± 0,04
7,5 0,13 ± 0,02
Lampiran 16. Analisis Ragam Kandungan Fosfor (P) Manur Sumber Keragaman Perlakuan Eror Total
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
0,042 0,059 0,101
3 12 15
0,014 0,005
2,867
3,49
5,95
Lampiran 17. Uji Duncan Kandungan Fosfor (P) Manur Penambahan Zeolit (%) 0 ab
2,5 b
5 ab
7,5 a
Lampiran 18. Rataan Kadar Air Manur Peubah yang diamati Kadar air Manur (%)
0 74,74 ± 4,19
Penambahan Zeolit (%) 2,5 5 78,02 ± 3,97 76,44 ± 3,30
7,5 71,75 ± 0,61
Lampiran 19. Analisis Ragam Kadar Air Manur Sumber Keragaman Perlakuan Eror Total
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
86,356 133,600 219,956
3 12 15
28,785 11,133
2,586
3,49
5,95
Lampiran 20. Uji Duncan Kadar Air Manur Penambahan Zeolit (%) 0 ab
2,5 b
5 ab
7,5 a
Lampiran 21. Rataan Jumlah Larva Lalat Peubah yang diamati Jumlah Larva Ekor/30g Manur
Lalat
Penambahan Zeolit (%) 2,5 5 5,67 ± 3,21 28,25 ± 18,84
0 16 ± 1,41
7,5 28,5 ± 20,81
Lampiran 22. Analisis Ragam Jumlah Larva Lalat JK
db
KT
Fhit
F0,06
F0,05
Perlakuan
2008,500
3
669,500
3,013
3,25
3,49
Eror
2666,500
12
222,208
Total
2675,000
15
Sumber Keragaman
Lampiran 23. Uji Duncan Jumlah Larva Lalat Penambahan Zeolit (%) 0 a
2,5 a
5 b
7,5 b
Lampiran 24. Rataan Kandungan Amonia Manur Peubah yang diamati Amonia Manur (mM NNH3)
0 1,29 ± 0,31
Penambahan Zeolit (%) 2,5 5 0,77 ± 0,43 1,88 ± 0,45
7,5 1,35 ± 0,18
Lampiran 25. Analisis Ragam Kandungan Amonia Manur JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
2008,500
3
669,500
3,013
3,49
5,95
Eror
2666,500
12
222,208
Total
2675,000
15
Sumber Keragaman
Lampiran 26. Uji Duncan Kandungan Amonia Manur Penambahan Zeolit (%) 0 ab
2,5 a
5 b
7,5 ab