EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO
AHMAD ASRORI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
AHMAD ASRORI. Efektivitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) Terhadap Pertumbuhan Rhizoctonia sp. Secara In Vitro. Dibimbing oleh ACHMAD, ELIS NINA HERLIYANA, dan ILLA ANGGRAENI.
Rhizoctonia sp. merupakan salah satu penyebab penyakit lodoh yang banyak menyerang bibit persemaian. Serangan penyakit lodoh selain merupakan salah satu penyebab utama berkurangnya jumlah bibit yang dapat disediakan untuk keperluan penanaman, juga dapat menurunkan kualitas semai. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat diupayakan adalah dengan pemanfatan antifungal. Picung. merupakan salah satu tumbuhan yang diketahui memiliki kemampuan antimikroba dan berpotensi sebagai bahan fungisida nabati bagi Rhizoctonia sp.. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas ekstrak daging biji picung sebagai bahan fungisida nabati terhadap Rhizoctonia sp. secara in vitro. Beberapa taraf konsentrasi diuji keefektifannya terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. yaitu 20, 40, 60, 80, dan 100% (v/v = ml/10ml) serta dibandingkan dengan kontrol (konsentrasi 0%). Parameter yang diukur adalah pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. Persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap Rhizoctonia sp. Pengukuran diameter koloni dilakukan setiap hari selama dua hari. Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak delapan kali ulangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua taraf konsentrasi yang diujikan mampu menghambat pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. secara nyata dibanding pertumbuhan diameter koloni pada kontrol. Dari kelima perlakuan konsentrasi ekstrak daging biji Picung 100% memberikan tingkat persentase penghambatan sebesar 39.34%. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa pemberian ekstrak daging biji picung mampu menghambat pertumbuhan Rhizoctonia sp. dengan tingkat efektivitas terbesar pada hari ke dua setelah perlakuan. Berdasarkan hasil pengujian, konsentrasi ekstrak daging biji picung yang memberikan hasil terbaik adalah pada konsentrasi 100%.
LAMPIRAN Lampiran 1. Pertumbuhahn diameter koloni Rhizoctonia sp
Diamter Koloni (cm) Perlakuan
EDBP 0 % (Kontrol)
EDBP 20 %
EDBP 40%
EDBP 60 %
Ulangan
Pengamatan Hari Ke1
2
1
2.75
8.58
2
3.30
8.88
3
3.30
8.85
4
2.55
8.58
5
3.00
8.65
6
3.05
8.73
7
2.70
8.53
8
3.93
8.43
Rata-rata
3.07
8.65
1
2.45
6.90
2
2.68
6.58
3
2.88
6.58
4
2.55
6.48
5
2.63
6.65
6
2.45
6.68
7
2.58
6.98
8
2.80
7.23
Rata-rata
2.65
6.75
1
2.55
6.43
2
2.73
6.15
3
2.63
6.03
4
2.33
5.93
5
2.50
6.53
6
2.60
5.73
7
2.63
7.08
8
2.48
6.05
Rata-rata
2.55
6.23
1
2.30
6.90
2
2.45
6.70
3
2.28
6.25
4
2.50
6.43
EDBP 80 %
EDBP 100%
5
2.18
6.50
6
2.55
5.38
7
2.58
5.58
8
2.48
6.63
Rata-rata
2.41
6.29
1
2.38
6.35
2
2.20
5.70
3
1.70
5.68
4
2.93
6.20
5
2.10
6.03
6
2.10
6.13
7
2.20
5.48
8
2.55
6.15
Rata-rata
2.26
5.96
1
1.88
5.38
2
2.23
4.15
3
2.03
5.95
4
1.68
5.25
5
2.38
5.43
6
2.15
5.33
7
1.90
5.20
8
2.08
5.28
Rata-rata
2.03
5.24
Tabel 1. Pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp pada berbagai taraf konsentrasi ekstrak daging biji picung. Pengamatan Hari KePerlakuan Konsentrasi EDBP Hari Ke-1 Hari Ke-2 (%) Persentase Penghambatan (%) 0 3,07a 8,65a 20 2,62b 6,76b 40 2,55b 6,29c 60 2,41bc 6,24c 80 2,27dc 5,96c 100 2,04d 5,24d Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji berganda Duncan pada taraf 5%
Lampiran.
Tabulasi persen penghambtan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. Hari setelah perlakuan Persentase penghambatan
Perlakuan (%)
0 (kontrol)
20
40
60
80
Ulangan
1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
Hari ke-1
Hari ke-2
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 40.82 37.38 34.78 39.22 38.10 40.82 38.83 35.71 38.21 7.27 17.42 20.45 8.82 16.67 14.75 2.78 36.94 15.64 16.36 25.76 31.06 1.96 27.50 16.39 4.63 36.94 20.08 13.64 33.33 48.48 -14.71 30.00 31.15 18.52 35.03 24.43
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 19.53 25.92 25.71 24.49 23.12 23.50 18.18 14.24 21.84 25.07 30.70 31.92 30.90 24.57 34.38 17.01 28.19 27.84 19.53 24.51 29.38 25.07 24.86 38.40 34.60 21.36 27.21 25.95 35.77 35.88 27.70 30.35 29.80 35.78 27.00 31.03
100
1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
Tabel 2. Persentase penghambatan Rhizoctonia sp.. Perlakuan Konsentrasi EDBP (%) 0 20 40
31.82 32.58 38.64 34.31 20.83 29.51 29.63 47.13 33.06
37.32 53.24 32.77 38.78 37.28 38.97 39.00 37.39 39.34
ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Hasil Uji Duncan Hari Ke-1
Hari Ke-2
0,000 c 13,293 bc 15,635 bc
0,000 d 21,831 c 27,209 b
60 20,073 b 27,839 b 80 24,428 ab 31,021 b 100 37,874 a 39,324 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut Uji berganda Duncan pada taraf 5%.
EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO
AHMAD ASRORI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
: EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO
Nama Mahasiswa
: Ahmad Asrori
NRP
: E 14202037
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir. Achmad, MS. NIP. 131 760 842
Pembimbing II
Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si. NIP. 131 955 530
Pembimbing III
Dra. Illa Anggraeni NIP. 710 020 151
Diketahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN TENTANG SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini Saya, menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efektivitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) Terhadap Pertumbuhan Rhizoctonia sp. Secara In Vitro adalah benar merupakan karya saya sendiri berdasarkan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Ahmad Asrori dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 18 September 1982, sebagai anak ke empat dari tujuh bersaudara dari ayah bernama Ahmad Zeanudin Siddiq dan Ibu bernama Beah. Penulis mulai belajar formal pada tahun 1989 di MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di MTs (Madrasah Tsanawiah) Wahih Hasyim dan lulus pada tahun 1998. Penulis sempat berhenti sekolah selama satu tahun dan bekerja di Perusahaan DCA (Daene Citra Abadi) sebagai sales. Tahun 1999 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 2 Slawi dan lulus pada tahun 2002. Melalui jalur USMI, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama kuliah di IPB, Penulis aktif di DKM Al-Hurriyah tahun 2002-2003. Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis BKPH Banjar Utara-BKPH Banjar Selatan, dan BKPH Ciamis. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di SBA (Sinar Bumi Andalas) Palembang, tahun 2007. Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul . “Efektivitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) terhadap Pertumbuhan Rhizoctonia
sp. Secara In Vitro”.
Dibimbing oleh Dr. Ir. Achmad, MS, Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Dra. Illa Angraeni.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efektifitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) Terhadap Rhizoctonia sp. Secara In Vitro”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dengan selesainya skripsi ini penulis menyampaikan terimakasih dan mohon maaf kepada semua pihak yang turut membimbing dan mendorong penulis hingga selesainya skripsi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Orang tua (Ahmad Zaenudin Siddiq dan Beah) dan keempat saudara (Muhammad Nur Yasin, Ahmad Thoha Faz, Ahmad Rahmatullah, dan Ahmad Shafiyullah). 2. Dr. Ir. Achmad, MS., Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si. dan Dra. Illa Anggraeni atas bimbingan dan arahannya. 3. Dosen penguji perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, Istie Sekartining Rahayu, S.Hut. M.Si. dan dosen penguji perwakilan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Ir. Rachmad Hermawan, M.ScF. 5. Bapak Kasan, Bapak Chotib, dan Bapak Sueb yang telah membantu dalam proses dan pelaksanaan penelitian. 6. Keluarga besar asrama Sylvasari atas rasa kekeluargaan dan kebersamaannya. 7. Pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini, Puspita Awalyna, SE, Gempar Rosady, S.Pi, Aenur Rofiq, SP, Samsul Rijal, S.Hut atas dukungan dan bantuanya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Ahmad Asrori
i
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR................................................................................. iii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv PENDAHULUAN Latar Belakang...................................................................................... 1 Tujuan Penelitian.................................................................................. 2 Manfaat Penelitian............................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Picung (Pangium Edule reinw.) ......................................................... 3 Morfologi dan Ekologi Picung ............................................................ 3 Komposisi Daging Biji Picung dan Manfaatnya ................................. 4 Penyakit Lodoh.................................................................................... 6 Rhizoctonia sp. ................................................................................... 8 Ektraksi Daging Biji Picung................................................................ 10 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 11 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................. 11 Metodologi Penelitian......................................................................... 11 Sterilisasi Alat............................................................................. 11 Persiapan Isolat .......................................................................... 12 Pembuatan Media Potato Dekstrose Agar ................................. 12 Penilaian Kadar Air Daging Biji Picung.................................... 12 Penyiapan Larutan Ekstrak ........................................................ 13 Pembuatan Larutan Perlakuan ................................................... 13 Pengujian Dengan Teknik Peracunan Media.............................. 14 Analisis statistik.......................................................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kadar Air Daging Biji Picung .................................................... 16 Pertumbuhan Diametr Koloni Rhizoctonia sp. ......................... 16
ii
Persentase Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung Terhadap Pertumbuhan Diametr Koloni Rhizoctonia sp. ....... 17 Struktur Hifa Rhizoctonia sp. ................................................... 19 Pembahasan Kadar Air Daging Biji Picung ................................................... 20 Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp......................... 21 Persentase Penghambatan Ekstrak daging Biji Picung Terhadap Rhizoctonia sp .......................................................... 27 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................
28
Saran ..................................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 29 LAMPIRAN ……………………………………………………………... 33
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Buah Picung masih muda dari daerah Cimahpar (a) Biji Picung masih utuh (b) dan Bji dan daging biji Picung (c) .................. 16 2 Pertumbuhan koloni Rhizoconia sp.selama dua hari pada beberapa konsentrasi ekstrak daging biji picug......................................................... 17 3 Persentase penghambatan ekstrak daging biji Picung terhadap Rhizoctonia sp............................................................................................ 18 4 Struktur mikroskopik hifa Rhizoctonia sp. ............................................... 19
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar
Halaman
1 (a) Biakan murni Rhizoctonia sp. umur tiga hari nampak dari atas.(b) Biakan murni Rhizoctonia sp. umur tiga hari nampak dari bawah……………………………………………………….. 34 2 Pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa konsentrasi ekstrak daging biji picung umur satu hari ................................................ 35 3 Diagram alir proses pembuatan ekstrak daging biji picung ...................... 36
Tabel 4 Pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa taraf konsentrasi ekstrak daging biji picung........................................................ 37 5 Uji nilai tengah pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa taraf konsentrasi ekstrak daging biji picung........................ 39 6 Sidik ragam pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. ....................... 40 7 Persen penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp ...................................... 41 8 Uji nilai tengah persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. ......................................... 43 9 Sidik ragam persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap Rhizoctonia sp. ........................................................... 44 10 Persentase kadar air daging biji picung..................................................... . 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kayu dan produk kehutanan semakin meningkat seiring berkembang dan bertambahnya jumlah penduduk. Salah satu bentuk usaha yang menghasilkan kayu adalah Hutan Tanaman Industri (HTI). Keberhasilan pembangunan HTI ditentukan diantaranya oleh adanya jaminan ketersediaan bibit berkualitas, baik dari segi fisik maupun genetik. Tanaman yang bermutu baik berasal dari bibit yang baik. Salah satu kendala untuk mendapatkan bibit yang baik adalah penyakit lodoh atau rebah semai atau damping-off (Semangun, 1996). Salah satu jenis cendawan yang sering menyebabkan penyakit di persemaian adalah Rhizoctonia sp.. cendawan menyerang tanaman muda yang ada di persemaian dan menyebabkan penyakit lodoh, busuk akar, dan juga menimbulkan
penyakit
hawar daun. Perkembangan penyakit karena
Rhizoctonia sp. terjadi dengan cepat. Miseliumnya cepat membungkus bagian tanaman yang terserang dan terus menjalar ke bagian bawah tanaman. Dalam waktu dua hari Rhizoctonia sp. mampu menimbulkan serangan sampai 90% (Semangun, 1996). Beberapa upaya pengendalian penyakit tersebut telah banyak diteliti dan dipraktekan diantaranya dengan
pengendalian secara fisik, kimiawi maupun
secara biologi (hayati). Pengendalian yang efektif perlu dipelajari untuk tiap jenis. Untuk itu diperlukan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit di persemaian dan juga yang mempengaruhi cara reproduksi dan berkembangnya patogen. Salah satu cara pengendalian penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan zat antifungal yang terdapat pada pestisida nabati. Salah satu pestisida nabati
yang diduga memiliki zat
antifungal adalah buah Picung (Pangium edule Reinw.) (Heyne, 1987). Biji Picung di kalangan masyarakat sudah dikenal dan digunakan sebagai obat dan bahan makanan. Daun dan biji picung dapat digunakan sebagai desinfektan. Kulit dan daun biji picung dapat digunakan sebagai racun ikan. Minyak dari daging biji picung dapat digunakan sebagai obat reumatik. Di Jawa
2
Barat, bahan makanan yang berasal dari biji picung dikenal dengan nama dage, di Sumatera Barat biji picung dikempa dan dijadikan minyak goreng sebagai pengganti minyak kelapa (Burkill, 1935). Picung adalah salah satu sumber daya alam hayati hutan Indonesia yang memiliki kandungan senyawa alami antimikroba. efektivitas ekstrak daging biji picung sebagai bahan fungisida nabati terhadap fungi fusarium solani telah dilakukan hasilnya menunjukan bahwa ekstrak air daging biji picung pada taraf konsentrasi 10.000 ppm memberikan efek fungistatik sebesar 43.24%. (Saputra , 2001). Rijal, (2007) dalam penelitiannya melaporkan pemberian ekstrak daging biji picung mampu menghambat pertumbuhan Cylindrocladium spp. dengan tingkat efektivitas sebesar 38.03% pada hari pertama setelah perlakuan. Ekstrak daging biji picung mengandung senyawa antimokroba sedangkan Rhizoctonia sp. merupakan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Untuk mengatasi serangan penyakit terhadap tanaman terutama yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. diperlukan senyawa antimikroba yang aman, murah, dan mudah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas ekstrak daging biji picung yang dibuat secara sederhana sebagai bahan fungisida nabati terhadap Rhizoctonia sp. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daging biji picung dapat menghambat pertumbuhan Rhizoctonia sp..
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai potensi lain dari tumbuhan picung, yang terkait sebagai alternatif pengendalian Rhizoctonia sp..
TINJAUAN PUSTAKA
Picung (Pangium edule Renw) Morfologi dan Ekologi Picung Picung dikenal dengan nama botani Pangium edule Reinw, jenis tanaman ini adalah jenis tanaman berkeping dua (Dicotyledonae) dari divisi spermatophyte dengan sub-divisi Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup) dengan ordo parietalis, famili Flacourtiaceea, genus Pangium, dan spesies Pangium edule. Tanaman picung memiliki sebutan yang bebeda untuk tiap daerah, di daerah Bali, dan Kalimantan tanaman picung disebut pakem.di Jawa disebut kluwek, pacung atau picung sebutan di daerah Sunda, pucung, gampangi atau hapeson sebutan di daerah Toba, kayu tuba buah sebutan di daerah lampung, jeho, kapencueng, kapecong atau simaung sebutan di daerah Minangkabau, kuam sebutan di Kalimantan, pangi sebutan di daerah Minahasa, kalowe sebutan di darah Sumbawa dan Makasar (Heyne, 1987). Picung tumbuh menyebar di hutan hujan primer maupun hujan sekunder sepanjang malesia, mulai dari Filipina, Malaysia, Indonesia sampai Papua New Guinea, dan meluas ke arah timur ke kepulauan Bismark. Tanaman picung tumbuh liar di hutan maupun di tempat-tempat lain yang dekat dengan air, sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut dan ada juga yang ditanam orang. Tanaman picung memiliki batang besar dan tinggi. Tinggi pohon picung dapat mencapai 40 m dengan diameter batang dapat mencapai 2,5 m. Pada bagian pucuk banyak terdapat cabang, cabang yang muda banyak berbulu, sedangkan cabang yang tua tidak berbulu. Kulit kayu berwarna coklat kemerahan atau abu-abu kecoklatan, licin dan kadang-kadang kasar dengan banyak celah yang mengeras. Tumbuhan picung selain punya manfaat pengawet alami, ternyata juga bisa menimbulkan multiplier effect, karena merupakan tumbuhan keras yang bisa menahan potensi lahan-lahan kritis yang bisa menyebabkan longsor jika di tanah di kawasan kritis (Hangesti, 2006). Picung yang masih muda bertangkai panjang dan berlekuk tiga, pada pohon tua bulat telur lebar, dengan pangkal yang terpancung atau berbentuk jantung, meruncing, mengkilat dan berwarna hijau tua. Tulang daun pada sisi
4
bawah menonjol. Picung sejak berumur 15 tahun berbuah terus-menerus sepanjang musim. Buah agak tidak simetris, berbentuk bulat telur dengan kedua ujung tumpul. Ukurannya bervariasi dengan panjang 7-10 cm atau lebih. Kulit buah berwarna cokelat kemerahan dengan permukaan kasar dimana terdapat lentisel. Tangkai buah berukuran panjang 8-15 cm dengan diameter 7-12 mm (Heyne, 1987). Buah picung di dalamnya banyak biji besar kelabu, berbentuk telur limas dan keras. Pada biji buah picung terdapat daging biji (endosperm) yang banyak mengandung lemak. Buah picung mengandung 20-30 biji. Kulit biji kasar dengan perikarp setebal 6-10 mm, berkayu dan beralur. Pada kondisi buah picung yang masih segar biji-biji tersebut tertutup oleh daging buah yang berwarna putih, sedangkan apabila buah picung sudah disimpan dalam kurun waktu yang lama warna daging buahnya berubah menjadi kehitaman (Gimlette, 1925 dalam Palupi, 1988).
Komposisi Daging Biji Picung dan Manfaatnya Seluruh bagian dari picung bersifat racun, picung mengandung asam sianida yang cukup besar jumlahnya baik pada batang, daun, dan buah (Heyne, 1987 dalam Hangesti, 2006). Biji picung yang lebih tua mengandung ginokardin yang lebih sedikit dibandingkan dengan biji yang lebih muda. Bagi tanaman glikosida tersebut berfungsi untuk menyembuhkan luka pada jaringan yang aktif, oleh karena itu zat ini terutama terdapat pada bagian vegetatif, khususnya biji. Setelah biji matang, jumlah glikosida berkurang dan pertumbuhan bijinya berhenti.(Burkill, 1935). Biji muda pada pohon picung banyak mengandung senyawa ginokardin yang termasuk dalam senyawa glikosida hidrosianik Senyawa ginokardin di dalam tanaman selalu disertai enzim ginokardase yang berfungsi menghidrolisis ginokardin untuk menghasilkan asam hidrosianik (Yunita, 2004). Menurut Heyne (1987), kadar hidrogen sianida yang ada dalam buah biji picung sekitar 1834 ug/g bobot kering. Selain mengandung senyawa golongan glikosida sianogenik, dalam biji picung juga terdapat kandungan flafonoid, kuinon, saponin, triterpenoid, dan tannin (Setyawan, 2004).
5
Lemak daging biji picung apabila diasamkan akan menghasilkan asam lemak siklik, asam lemak siklik ini mempunyai sifat anti bakteri yang tidak jenuh yaitu asam hidnokarpat (C16H28O2) dan asam khaulmograt (C18H32O2), atau asam 2-siklopentena-1-undekanoat
dan
asam
2-siklopentena-1-tridekanoat.
Keistimewaan asam-asam lemak tersebut adalah kemampuan untuk mengobati lepra, kudis dan dan beberapa penyakit sejenis. Komponen daging biji picung diketahui memiliki sifat anti bakteri terhadap beberapa jenis bakteri pembusuk ikan, komponen tersebut adalah asam sianida, asam khaulmograt dan asam hidnokarpat (Burkill, 1935). Bumbu rawon dari picung dapat menghambat pertumbuhan mikroba alami dan bacillus cereuc di dalam sistem pangan dengan cara memperpanjang fase adaptasi mikroorganisme tersebut (Emmawati, 1998). Ekstrak air daging biji picung memberikan efek fungistatik sebesar 43,24% pada taraf konsentrasi 10.000 ppm (Saputra, 2001) selain dimanfaatkan sebagai antimikroba daging biji picung juga dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan, yaitu suatu senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi bahan pangan. Penelitian Indriyati, (1989) dalam hangesti, (2006) melaporkan bahwa biji picung segar mempunyai aktifitas antibakteri pembusuk ikan yaitu Bacillus sp. micrococcus sp. Pseudomonas sp. dan coliform yang tumbuh pada ikan mas yang membusuk. Asam sianida adalah suatu asam lemah yang berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai bau khas dan apabila terbakar mengeluarkan nyala biru. Senyawa sianida dapat bereaksi dengan beberapa ion logam membentuk senyawa Fe(CN)42- atau Fe(CN)63- (Winarno, 1991). Meskipun asam sianida yang berada dalam biji picung sangat beracun akan tetapi asam sianida ini dengan mudah dapat dihilangkan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan menguap pada suhu 26ºC. Dengan menghilangkan asam sianida yang terkandung di dalamnya, biji picung dapat digunakan sebagai obat dan bahan makanan. daun dan biji picung dapat digunakan sebagai desinfektan, kulit dan daun buji picung dapat digunakan sebagai racun ikan, minyak dari daging biji picung dapat digunakan sebagai obat reumatik. Di Jawa Barat, bahan makanan yang berasal dari biji picung dikenal dengan nama dage,
6
sedangkan di Sumatra Barat biji picung dikempa dan dijadikan minyak goreng sebagai pengganti minyak kelapa (Vooderman dalam Heyne, 1987). Menurut Burkill (1935), penghilangan racun pada biji picung dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) biji picung dikupas dan direbus, kemudian direndam sehari dalam air mengalir, selanjutnya direbus lagi. (2)setelah direbus kemudian dibiarkan kurang lebih satu minggu supaya terjadi fermentasi.(3) rendaman biji picung yang telah direbus dan dibungkus dengan abu dibiarkan kurang lebih 40 hari supaya terjadi fermentasi. Seduhan dingin dari daun-daun segar ataupun biji-biji picung dapat digunakan sebagai obat antiseptik, pemusnah hama dan pencegah parasit. Daya pembunuh yang kuat dari picung ini dapat dimanfaatkan bagi pemberantasan serangga perusak tanaman budidaya. Selain itu kulit kayu dari picung yang diremas-remas dan ditaburkan di perairan dapat mematikan ikan dan oleh sebab itu picung digunakan sebagai tuba ikan, demikian juga daunnya dapat dipakai dengan cara yang sama untuk menangkap udang. Seduhan dari daun-daunya yang diteteskan dalam luka terlantarakan mematikan ulat-ulat dan organisme hewan lainya (Gressoff dalam Heyne, 1987). Menurut Mangontan (1985), picung dapat digunakan sebagai obat tradisional, antara lain; 1. Daun dan biji setelah diseduh dapat digunakan sebagai disinfektan. 2. Kulit dan daun picung dapat digunakan sebagai racun ikan, 3. Minyak dari daging biji picung dapat mengobati rematik dan penyakit kulit, 4. daging biji picung yang masih segar yang dilarutkan dalam air untuk membasmi kutu rambut, 5. Daging biji picung dapat digunakan sebagai penetral menstruasi.
Penyakit Lodoh Penyakit lodoh terjadi pada anakan semai yang disebabkan oleh patogen tanah, terutama pada tanah yang lembab dengan drainase jelek (Manion, 1981). Timbulnya penyakit lodoh akan lebih cepat terjadi bila suhu dan kelembaban cukup tinggi. Penyakit ini dapat menyerang bibit yang baru berkecambah dan masih berada pada masa sekulen. Gejala penyakit lodoh antara lain hipokotil (bagian batang yang letaknya di bawah) yang semula sehat bila terinfeksi dari tanah karena Rhizoctonia sp. warnanya berubah menjadi pucat, jaringan tanaman
7
yang diserang menjadi putih kotor, mengerut di atas garis tanah hingga batangnya tidak mampu menahan berat kemudian batang tersebut akan roboh. Gejala lain adalah; semai seperti tersiram air panas, bagian batang atau leher akar tampak seperti gosong dan busuk. Yang juga dapat menyebabkan penyakit lodoh adalah: Aphanomyces, Rhizoctonia sp, Phoma, Gloeosporum, Colletottricum, Volutella, Phitium, Debaryanum, Sclerotinia, dan Phytophtora (Percaya, 2003). Menurut Hutagalung (1988), Penyakit lodoh hanya timbul di persemaian yang lembab karena drainase yang jelek dan penanaman yang terlalu rapat. Gejala yang timbul leher akar tanaman yang sakit terdapat bercak-bercak busuk, berair, dan berbatas jelas. Penyakit lodoh dapat dikendalikan dengan mengurangi kelembaban persemaian, seperti drainase yang baik, penanaman yang tidak terlalu rapat, tidak memakai peneduh yang terlalu berat, dan tidak menggunakan media tanah yang banyak mengandung lempung. Empat fase tingkat serangan penyakit lodoh menurut Wright (1994), adalah sebagai berikut; 1. Fase lodoh benih, yaitu serangan pada biji yang baru ditanam dan belum berkecambah sehingga benih menjadi busuk. 2. Fase lodoh dalam tanah, yaitu serangan pada benih yang telah berkecambah tetapi belum sempat muncul di atas permukaan tanah, yang kemudian kecambah akan mati dalam tanah. 3.
Fase lodoh batang, yaitu serangan pada benih yang telah berkecambah dan telah muncul di atas permukaan tanah. Fase ini terjadi pada kecambah yang berumur satu sampai empat minggu, serangan ini mengakibatkan kematian.
4. Fase lodoh tajuk, yaitu serangan yang terjadi pada bagian kotiledon kecambah yang terserang menjadi hangus dan berwarna hitam pada ujungujungnya. Pada tingkat ini kecambah masih dapat bertahan hidup jika dapat segera diobati. Apabila serangan patogen terjadi pada kecambah yang bagian hipokotilnya telah berkayu dan biasanya disebut busuk akar (root-rot).
8
Rhizoctonia sp. Rhizoctonia sp. merupakan jamur yang penting karena diketahui dapat mempunyai kisaran tanaman inang yang cukup luas Rhizoctonia sp. dapat berperan sebagai patogen, mikoriza, dan saprofit (Carling et.al 1996). Alexopoulos dan Mims (1979) dan Von Arx (1961) dalam Achmad (1997) mengemukakan bahwa Rhizoctonia sp. termasuk form-ordo Agonomycetales form-kelas Deuteromycetes. Bila ditumbuhkan pada Potato Dekstrose Agar (PDA), maka mula-mula miselianya berwarna putih, dan berubah menjadi coklat muda sampai tua. Miselia tersebut halus, bercabang-cabang membentuk jala halus dan bersepta, jarak antar septanya relativ pendek. Perkembangan miselinya memberikan tanda khas, yaitu percabangan tegak lurus. Barnett dan Hunter (1998) dan Griffin (1972) mengemukakan Rhizoctonia sp. merupakan fungi atau cendawan tanah yang memiliki sifat selulotik yang kuat dan berperan sangat dominan dalam perombakan bahan organik dalam tanah dan bersifat parasit, khususnya pada akar dan bagian tanaman lainya yang berada pada bagian permukaan tanah. Hal ini menunjukan bahwa patogen termasuk dalam golongan patogen tular tanah (soilborn pathogen). Hifa dewasa Rhizoctonia sp. menjadi seragam dan kaku serta menghasilkan percabangan dengan sudut tegak lurus dari hifa utama, sedangkan cabang-cabang dari hifa muda Rhizoctonia sp. lama-kelamaan membentuk sklerotia, dan permukaan hifa menjadi kekuningan sampai cokelat (Duggar, 1915 dalam suryana, 2004). Ukuran dari dinding hifa Rhizoctonia sp. bermacam-macam, diameter berkisar antara 5 sampai dengan 7 µm, dan panjang sel beragam antara 50-250 µm, hifa Rhizoctonia sp. binukleat selalu lebih tipis dibandingkan Rhizoctonia sp. multinukleat. Rasio panjang dari dinding hifa vegetatif umumnya lebih besar dari 5:1 (Sneh et all, 1985). Suhu untuk pertumbuhan Rhizoctonia sp. antara 12-36ºC. bagi kebanyakan strainya, suhu optimum untuk infeksi berkisar 15-18ºC, tetapi beberapa strain lebih aktif pada suhu tingi sampai batas 35ºC. penyakit yang ditimbulkan lebih parah pada tanah lembab dibanding pada tanah yang tergenang atau kering. Fungi ini masih dapat hidup pada tanah dengan PH 2,4 dan 9, tetapi
9
tumbuh lebih baik pada PH tanah antara 3,5 dan 7,5 (Roth dan Riker; Agrios, 1988 dalam Achmad 1997). Untuk daerah subtropis pertumbuhan Rhizoctonia sp. yang baik adalah pada kisaran suhu 25-30ºC. suhu minimal adalah 14-18ºC dan dengan suhu maksimal 23-26ºC, sedangkan untuk daerah tropis kisaran suhu optimumnya lebih tinggi (Sneh et. al, 1985). Karakteristik Rhizoctonia sp. adalah hifa vegetatif muda berinti banyak (multinukleat), berwarna coklat, diameter hifa lebih dari 6 µm maka, pada hifa vegetatif muda percabangan terdapat di dekat septum distal dan dari sel-sel terdapat kontriksi pada hifa dan septa terbentuk dekat awal percabangan hifa, terdapat septa delipor membentuk sklerotium yang bentuknya tidak beraturan, tidak membentuk konidia melainkan sel-sel moniloid, tidak terdapat sambungan apit, dan tidak membentuk rhizomorf (Sneh et all, 1985). Menurut Suharti (1973), Rhizoctonia sp. memiliki karakteristik sebagai berikut; (1) Bila ditumbuhkan pada media PDA mula-mula miseliumnya akan berwarna putih, kemudian warna miselium berubah menjadi coklat muda sampai tua; (2) Miselium halus bercabang –cabang membentuk jala halus dan bersepta; (3) Jarak antar dua septa relativ pendek, sehingga sel-sel hifanya menjadi pendek dan membulat, dan makin tua makin bulat; dan (4) Percabangan miselium khas, yaitu tegak lurus. Rhizoctonia sp. merupakan patogen tular tanah yang terlindung oleh kondisi hangat dan kelembaban tanah yang cukup, mampu bertahan dalam tanah sebagai hifa, sklerotia, dan basidiospora Rhizoctonia sp.juga memiliki kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada kisaran temperatur tanah, PH tanah, tipe tanah, tingkat kesuburan, dan kelembaban tanah yang luas. Rhizoctonia sp. dikenal dapat menyebabkan busuk akar, busuk batang, damping off, dan dalam beberapa kasus menyebabkan hawar daun. Rhizoctonia sp. dapat menyebabkan penyakit hawar (blight) daun pada bibit tanaman suren (Maesaroh 2004) dan dapat menyebabkan hawar daun pada bibit tanaman mahoni (Afriansyah, 2004). Menurut Ui (1984) Rhizoctonia sp. merupakan patogen yang banyak menyerang tanaman padi dan menimbulkan bercak daun. Rhizoctonia sp. merupakan patogen yang menyebabkan penyakit lodoh di seluruh dunia. Penyakit
10
yang sering disebabkan seperti rebah kecambah, busuk batang, dan busuk akar. Rhizoctonia sp. tinggal di dalam tanah sebagai sklerotium atau sel moniloid dalam sisa tanaman. Isolat Rhizoctonia sp. dari tanaman dan tanah ditemukan pada cadangan hutan alam di Hokaido dan ditemukan di sekitar lahan pertanian bekas pembukaan hutan yang telah dilakukan selama 30 tahun. Sekitar 530 isolat yang diperoleh , 345 isolat ditemukan di hutan dan 210 isolat dari lahan pertanian.
Ekstraksi Daging Biji picung Ekstraksi adalah proses pemindahan zat terlarut (solut) diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Nur dan Adijuwana, 1998). Menurut Brown (1971) dalam Siswadi (2002), metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut. Proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu maserasi, digestasi dan perkolasi. Maserasi adalah proses dengan penghancuran bahan contoh menggunakan pelarut, perendaman beberapa hari dan dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan atau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Digestasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan bantuan pemanasan sekitar 60ºC, lamanya ekstraksi dapat berlangsung selama 24 jam. Perkolasi merupakan proses ekstraksi komponen terlarut dari satu bahan contoh menggunakan pelarut dengan pemanasan atau tanpa pemanasan (Reineccius, 1997 dalam Siswadi, 2002). Ekstraksi adalah sutu metode untuk mendapatkan sediaan kering, kental atau cair, yang dibuat dengan menyari simplisa nabati atau menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Larutan penyari yang biasa digunakan yaitu air, eter, etanol atau campuran etanol dan air (Departemen Kesehatan,1997). Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan padatan dari suatu sistem campuran padat cair. Berupa cairan dari suatu sistem campuran cair-cair atau berupa padatan dari suatu sistem padat-padat.
BAHAN DAN METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan, Kelompok Peneliti Perlindungan Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2007 ~ Januari 2008. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging biji picung muda yang diperoleh dari daerah Cimahpar, Bogor. Sumber inokulum diperoleh dari Laboratorium Penyakit Hutan, Kelompok Peneliti Perlindungan Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Bogor, yaitu berupa biakan murni Rhizoctonia sp., media untuk isolasi fungi yaitu Potato Dextrose Agar (PDA), aquades, alkohol 70%. Peralatan yang digunakan terdiri atas autoklaf, alluminum foil, alat-alat gelas, cawan Petri, kapas, oven, desikator, jarum ose, cork borer (pelubang gabus), korek api, pembakar bunsen, sprayer, laminar air flow, plastic wrap, kamera digital dan alat tulis-menulis.
Metodologi Penelitian Sterilisasi Alat Sebelum digunakan, semua peralatan disterilisasi terlebih dahulu. Alat-alat seperti gelas ukur, tabung erlenmeyer, cawan Petri, dan pipet disterilkan dalam autoclaf pada tekanan 1,5 atm dan suhu 121ºC selama 15 menit, kemudian dimasukkan dalam ke oven dengan suhu 50ºC dan didiamkan selama 3x24 jam. Untuk proses inikulasi maka dilakukan penyemprotan alkohol ke dalam laminar air flow sebelum inokulasi dimulai, sedangkan untuk cork borer dan ose disterilkan dengan cara pembakaran.
12
Persiapan Isolat Biakan murni Rhizoctonia sp. diperbanyak dengan cara menumbuhkan inokulum Rhizoctonia sp. dengan diameter koloni 10 mm. Inokulum Rhizoctonia sp. pada cawan Petri diambil dengan cork borer berdiameter 10 mm dan dipindahkan dengan menggunakan ose. Inokulum diletakan di tengah-tengah cawan Petri yang berisi media PDA, dan kemudian diinkubasi pada suhu ruang untuk selanjutnya digunakan pada penelitian utama. Pembuatan Media Potato Dekstrose Agar Untuk membuat 1 liter PDA, bahan-bahan yang diperlukan adalah kentang yang telah dikupas dan dipotong-potong seukuran korek api sebanyak 200 gram direbus dalam 800 ml air, setelah kentang lunak kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian ditera hingga mencapai satu liter dengan menambahkan air lalu ditambahkan 20 gram agar-agar. Setelah itu larutan dipanaskan kembali hingga mendidih, ke dalam larutan filtrat
tersebut ditambahkan 20 gram
dekstrosa. Larutan PDA yang telah jadi dipindahkan dalam labu erlenmeyer
(10
ml/labu) dan ditutup dengan kapas lalu disterilisasi dalam autoklaf. Setelah itu, PDA didinginkan dan siap dipergunakan. Penilaian Kadar Air Daging Biji Picung Cawan Petri dikeringkan pada suhu 105ºC selama 60 menit, setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang sampai diperoleh berat tetap. Sebanyak 2 gram daging biji picung dimasukkan dalam cawan Petri kemudian dipanaskan selama 3 jam pada suhu 105ºC. Cawan Petri berisi daging biji picung yang telah kering tanur didinginkan dalam desikator kemudian timbang . Kadar air contoh dihitung dengan menggunakan rumus : X=
W1 − W2 × 100% W1
Keterangan: X = kadar air contoh (%) W1 = berat contoh bahan awal (g) W2 = berat kering tanur bahan (g)
13
Penyiapan Larutan Ekstrak Daging biji picung yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah picung yang masih muda dengan ciri-ciri daging biji masih berwarna putih, cangkang berwarna kuning, Daging biji picung sebelumnya dihaluskan terlebih dahulu, dengan tujuan memaksimalkan jumlah komponen yang dapat terekstrak. Sebelum digunakan sebagai larutan ekstrak daging biji Picung terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan awal yaitu pengukuran kadar air. Ekstrak daging biji picung diperoleh dengan cara pemblenderan (maserasi) menggunakan pelarut air (Syahputra dan Prijono, 1999). Ektrak hasil pemblenderan digunakan untuk membuat larutan perlakuan. daging biji picung yang masih berwarna putih dengan bobot 100 g (yang diambil dari satu buah) dimasukkan ke dalam blender lalu ditambahkan pelarut (air steril) dengan volume 100 ml. Kedua campuran tersebut kemudian diblender selama lima menit. Larutan ekstrak yang diperoleh disaring dengan empat lapis kain kasa dan dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas dan alluminum foil
lalu
disterilisasi dalam autoklaf. Larutan ekstrak yang telah steril siap kemudian untuk dibuat larutan perlakuan. Pembuatan Larutan Perlakuan Pada penelitian ini menggunakan enam taraf konsentrasi larutan ekstrak daging biji picung, yaitu 0, 20, 40, 60, 80 dan 100% v/v (v/v = ml/10 ml suspensi). Untuk membuat konsentrasi larutan ekstrak daging biji picung tersebut digunakan rumus sebagai berikut: Ekstrak daging biji Picung = Keterangan : e a e+a
e × 100 % e+a
= volume ekstrak daging biji picung yang diambil dari larutan ekstrak induk 100ml (ml) = volume pengencer yang ditambahkan (ml) = volume total antara ekstrak daging biji picung ditambah pengencer (10 ml)
14
Tabel 2. Formulasi konsentrasi larutan ekstrak uji Konsentrasi larutan ekstrak daging biji picung (%) 20 40 60 80 100
Volume ekstrak daging biji picung (ml) 2 4 6 8 10
Volume pengencer (ml) 8 6 4 2 0
Volume Larutan Uji Total (ml) 10 10 10 10 10
Pengujian Dengan Teknik Peracunan Media Pengujian ekstrak daging biji picung dengan cara menuangkan
2 ml
ekstrak daging biji picung dari masing-masing konsentrasi, selanjutnya kedalam cawan Petri tersebut dimasukkan 10 ml media PDA, kemudian digoyang-goyang agar ekstrak dan media tercampur rata. Sebagai kontrol, ke dalam cawan Petri hanya dimasukkan 2 ml air steril dan 10 ml PDA. Media dibiarkan beku dan dingin, kemudian ditumbuhkan inokulum Rhizoctonia sp. lalu diinkubasi dalam ruang desikator selama 2 hari. Pengambilan inokulum Rhizoctonia sp. dilakukan dengan menggunakan cork borer berdiameter 10 mm. Setiap cawan diinokulasi satu lempengan inokulum. Pengamatan dilakukan setiap hari pada jam yang sama dengan mengukur pertumbuhan diameter koloni selama 2 hari. Penghitungan persentase penghambatan masing-masing konsentrasi ekstrak daging biji Picung terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. P=
∅ kontrol − ∅ perlakuan × 100 % ∅ kontrol
Keterangan : P = persentase penghambatan ∅ kontrol = diameter kontrol ∅ perlakuan = diameter perlakuan Analisis Statistik Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 (enam) perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri atas 8 (delapan) ulangan dengan perlakuan pemberian ekstrak daging biji picung pada berbagai konsentrasi sebagai berikut:
15
Konsentrasi ekstrak daging biji picung 0% (kontrol) Konsentrasi ekstrak daging biji picung 20% Konsentrasi ekstrak daging biji picung 40% Knsentrasi ekstrak daging biji picung 60% Konsentrasi ekstrak daging biji picung 80% Konsentrasi ekstrak daging biji picung 100% Adapun model matematik Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut: Yij = μ + αi +εij i = 1, 2, 3, . . . . .n j = 1, 2, 3... 8 Keterangan : Yijk μ αi εij
= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = nilai rataan umum = pengaruh perlakuan ke-i = komponen acak perlakuan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data dianalisis menggunakan uji-F dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan, menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) (Tabel 3). Tabel 3. Sidik ragam rancangan acak lengkap Sumber Keragaman Perlakuan Sisa Total
DB
JK
KT
FHit
t-1 t(r-1) rt-1
JKPerlakuan JKSisa
KTPerlakuan KTSisa
KTPerl/ KTSisa
P
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kadar Air daging Biji Picung Daging biji picung yang telah dihaluskan mempunyai kadar air 76.5%. Daging biji picung yang digunakan adalah buah picung yang masih muda dengan ciri-ciri sebagai berikut : kulit buah masih terlihat segar, akan terasa keras bila ditekan dan cangkang berwarna kuning (Gambar 1). A
B
1 cm
1 cm
C
a
b
1 cm
Gambar 1 Buah picung masih muda dari daerah Cimahpar (A) Biji picung masih utuh (B) Biji dan daging biji picung (C)
Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp. Hasil pengamatan pertumbuhan diameter koloni
Rhizoctonia sp.
ditunjukkan pada Gambar 2, Secara umum semua perlakuan memiliki pola pertambahan pertumbuhan diameter yang hampir sama. Koloni pada semua perlakuan mengalami pertambahan diameter mulai hari pertama pengamatan sampai hari kedua pengamatan. Pengamatan yang dilakukan selama dua hari menunjukkan bahwa kontrol merupakan perlakuan yang memiliki pertumbuhan koloni terbesar dibandingkan kelima perlakuan lainnya (konsentrasi ekstrak daging biji picung 20, 40, 60, 80, dan 100%). Rhizoctonia sp. dapat tumbuh pada kontrol serta semua perlakuan. Pemberian ekstrak daging biji picung berpengaruh nyata secara statistik terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp.. Diameter koloni Rhizoctonia sp. kontrol pada hari pertama dan hari kedua menunjukkan yang terbesar dibanding perlakuan lainnya yaitu berturut-turut 3.0 cm dan 8.6 cm. Pada hari pertama dan hari kedua diameter koloni Rhizoctonia sp. pada kontrol berbeda nyata dibanding perlakuan yang lainnya.
17
Pada hari kedua, Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daging biji picung maka semakin kecil diameter koloni Rhizoctonia sp..
Diameter
koloni
Rhizoctonia sp. pada konsentrasi 20% (6.7 cm) berbeda secara nyata dibanding diameter koloni Rhizoctonia sp. pada konsentrasi 40% (6.2 cm). Diameter koloni Rhizoctonia sp. Pada konsentrasi 60 dan 80% tidak berbeda secara nyata dan berbeda nyata bila dibandingkan terhadap konsentrasi 20, 100% dan kontrol. Diameter koloni Rhizoctonia sp. pada 100% berbeda secara nyata dibanding perlakuan lainnya termasuk kontrol. Secara visual pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa konsentrasi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 3. Secara statistik pertumbuhan
Diameter koloni (cm)
diameter koloni Rhizoctonia sp. dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
8.6a 6.7b
6.2c 6.2c 5.9c 5.2d
3.0a
2.6b 2.5b 2.4bc 2.2dc 2.0d
1
2 Hari ke0%
20%
40%
60%
80%
100%
Gambar 2. Pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. selama dua hari pada beberapa konsentrasi ekstrak daging biji picung.
Persentase Penghambatan Ekstrak Daging Bij Picung terhadap Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp. Persentase penghambatan merupakan parameter untuk mengetahui sejauh mana ekstrak daging biji Picung memberi pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daging biji picung yang diberikan maka persentase penghambatan semakin besar (Gambar 3), dengan persentase penghambatan pada kontrol dianggap nol.
18
. Pemberian ekstrak daging biji picung pada taraf konsentrasi (20, 40, 60, 80, dan 100%)
memberi pengaruh terhadap pertumbuhan diameter koloni
Rhizoctonia sp.. Persentase penghambatan masing-masing perlakuan terhadap diameter koloni Rhizoctonia sp. secara umum mengalami peningkatan. Dari hasil statistik, ekstrak daging biji Picung pada tiap konsentrasi memberikan pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp.. Pada hari pertama, persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. terbesar adalah pada taraf konsentrasi 100% yaitu sebesar 33.0%. Pada hari ke dua, persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. Terbesar adalah pada taraf konsentrasi 100% yaitu sebesar 39.3% dan berbeda nyata dibandingkan persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada kontrol dan perlakuan lainnya. Pada hari kedua, semakin tinggi konsentrasi ekstrak daging biji picung maka semakin besar persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp.. Persentase penghambatan pada konsentrasi 20% berbeda secara nyata dibanding persentase penghambatan pada konsentrasi 40%. Persentase penghambatan pada konsentrasi 60 dan 80% tidak berbeda secara nyata. Pada
Penghambatan (%)
konsentrasi 100% berbeda secara nyata dibanding semua perlakuan. 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
39.3a 33.0a
31.0b 27.8b 27.2b
24.4ab 20.0b 15.6bc 13.5bc
21.8c
0.0c
0.0d 1
2 Hari ke-
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Gambar 4. Persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap Rhizoctonia sp.
19
Struktur Hifa Rhizoctonia sp. Pemberian ekstrak daging biji picung pada media PDA sebagai tempat tumbuh Rhizoctonia sp. diduga dapat mempengaruhi keadaan struktur hifa Rhizoctonia sp..Pada Gambar 5 menunjukkan hifa Rhizoctonia sp. Pada keadaan normal tanpa adanya perlakuan pemberian ekstrak daging biji picung (kontrol).
2
1
3
Sumber: Anggraeni (2008) Keterangan: 1) Septa; 2) Percabangan tegak lurus 3) Inti sel. Gambar 5. Struktur mikroskopik Rhizoctonia sp. (perbesaran 400x).
20
Pembahasan Kadar Air Daging Biji Picung Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata kadar air yang diperoleh dari contoh biji picung yang diuji yaitu sebesar 76.5%. Besarnya nilai kadar air yang dikandung oleh biji picung menunjukkan kandungan air dari biji picung mudah sekali menguap, sehingga di perlukan metode penyimpanan yang tepat seperti disimpan dalam freezer. Penyimpanan dalam freezer ini selain dapat mempertahankan kadar air dari biji Picung juga dapat menghindari pengaruh aktivitas mikroba. Menurut Maulani (2003), penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kesegaran, penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat laju respirasi, laju kehilangan air, laju reaksi biokimia, dan laju pertumbuhan mikroorganisme. ( Fraizer dan Westhoff, 1979) suhu rendah digunakan untuk memperlambat perubahan atau reaksi kimia, menurunkan atau menghambat dan bahkan menghentikan aktivitas enzim microorganisme. Daya tahan mikroorganisme terhadap suhu rendah berlainan antara satu dengan yang lainya. Suhu rendah menyebabkan penahanan sintesis enzim mikroorganisme, menginaktifkan mekanisme transpor solute melalui membran sitoplasma pada bakteri mesofilik. Pada bakteri psikrofilik, hal tersebut tidak terjadi. Bakteri psikrofilik adalah bakteri yang hidup pada suhu -7 ºC hingga 10 ºC. Menurut Fraizer (1979), mengemukakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan suhu, adalah sebagai berikut; (a) Common/Celler, penyimpanan pada suhu rendah di bawah suhu udara luar yaitu diatas 15ºC (b) Chilling, Penyimpanan diatas suhu beku (0-15ºC) (c) Freezing, Penyimpanan pada suhu beku (di bawah 0ºC). Penyimpanan suhu rendah pada umumnya dilakukan antara 0-15ºC, dengan penyimpanan pada suhu tersebut penurunan mutu produk dapat dicegah. Kandungan air dalam suatu bahan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan mikroba. Suatu bahan yang berada dalam keadaan stabil maka
21
pertumbuhan mikroba dapat dikurangi, jika kadar air yang dikandung dalam bahan berkisar 3% - 7% (b/b) (Winarno, 1997)
Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp. Pertumbuhan diameter cendawan. dapat dipengaruhi oleh cahaya dalam beberapa cara. Cahaya dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, kapasitas sintesa pada cendawan, mempengaruhi pembentukan struktur reproduktif, cahaya dapat pula mengkontrol pergerakan fototropik dari struktur reproduksi (MooreLandecker, 1972). Menurut Hadi (1989). Cahaya dapat mempengaruhi terhadap reproduksi fungi dalam bentuk perangsangan, penghambatan atau arah pembentukan struktur reproduksi. Dengan pemberian cahaya kerap kali fungi dapat lebih cepat dan lebih banyak bereproduksi. Sporulasi Rhizoctonia sp. terbanyak terjadi pada malam hari, sedang pembentukan tubuh buah berkurang sepanajng hari (Ogoshi et al., 1985). Adanya perlakuan ekstrak daging biji picung pada media PDA sebagai media tumbuh Rhizoctonia sp. diduga dapat mempengaruhi keadaan struktur hifa Rhizoctonia sp.. Pada keadaan normal yang tumbuh pada Rhizoctonia sp.
media
PDA
memiliki percabangan hifa yang tegak lurus serta adanya
gumpalan-gumpalan kecil yang tidak teratur dan berwarna cokelat. Menurut Ogoshi (1985) Rhizoctonia sp. dapat diidentifikasi dari (1) adanya percabangan dekat septum dasar pada sel-sel dalam hifa vegetatif yang muda, (2) pembatasan hifa dan formasi dari septa ada pada jarak yang dekat dari pusat percabangan hifa alami, (3) adanya hifa yang berpori (dolipore), dan (4) tidak ada sambungan apit, konidia, rhizomorf, serta sklerotia yang berdiferensiasi menjadi kulit dan sumsum. Menurut (Barnett dan Hunter, 1998). Rhizoctonia sp. memiliki miselium tanpa warna (transparan) pada beberapa spesies dan berwarna gelap pada spesies lainya serta warna sklerotia yang bervariasi yang berwarna terang, coklat hingga hitam. Setelah hifa Rhizoctonia sp. dewasa atau tua menjadi seragam dan kaku serta menghasilkan percabangan dengan sudut tegak lurus
dari hifa utama,
sedangkan cabang-cabang dari hifa muda Rhizoctonia sp. lama-kelamaan menjadi lebih pendek dan membentuk sklerotia, dan permukaan hifa menjadi kekuningan
22
kemudian menjadi coklat. Gumpalan-gumpalan kecil yang tidak teratur berwarna kecoklatan diduga merupakan bentuk skerotia pada Rhizoctonia sp. (Barnett dan Hunter, 1998). Rhizoctonia sp. dapat dengan mudah dikembangbiakan pada media PDA dan miselianya mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Dengan demikian, Rhizoctonia sp. digolongkan sebagai parasit fakultatif. Menurut Rahayu (1999) Umumnya Rhizoctonia sp. merupakan salah satu patogen penyebab penyakit lodoh atau rebah semai (damping-off), Rhizoctonia sp. juga dapat hidup sebagai saprofit di atas permukaan tanah, dan beberapa berubah menjadi parasit apabila kondisi lingkungan memungkinkan. Menurut Holliday (1980), Rhizoctonia sp. pada daerah tropika tidak pernah membentuk spora. Koloni yang ada di atas PDA mula-mula tidak berwarna, kemudian menjadi coklat, miselium udara bervariasi menyebabkan permukaan koloni tampak seperti beledu atau tepung yang biasanya sering terdapat hifa yang panjang dan sedikit bercabang. Beberapa isolat koloninya mempunyai zona-zona sebagai akibat perbedaan pertumbuhan diwaktu siang dan malam. Koloni membentuk sklerotium seperti kerak yang berkembang di pusat, atau sebagai kelompok yang terpencar pada permukaan koloni. Sel hifa pada sel koloni yang sedang berkembang biasanya mempunyai lebar 5-12 µm sampai 250 µm, cabang-cabang keluar di dekat ujung distal. Ukuran dari dinding hifa Rhizoctonia sp. bermacam-macam, diameter berkisar dari 5-7, dan pajang sel beragam antara 50-250µm. Hifa Rhizoctonia sp. binukleat selalu lebih tipis dibandingkan
Rhizoctonia sp. multinukleat. Rasio panjang dari dinding hifa
vegetatif umumnya lebih besar dari 5:1 (Sneh, Burpee dan Ogoshi,1985 dalam Suryana 2004). Menurut Holliday (1980), Ada beberapa sel yang mengecil di dekat percabangan, dan segera bersekat di atasnya, sel-sel hifa mempunyai banyak inti dan mempunyai sekat yang banyak berlubang (dolipore). Hifa yang telah tua mempunyai ukuran yang bervariasi, namun sel-selnya lebih pendek karena pembentukan sekat-sekat sekunder. Sudut percabangan mendekati 90º dan percabangan dapat terjadi disepanjang sel. Sejumlah hifa berubah menjadi
23
rangkaian sel-sel bulat dengan lebar 30 µm atau lebih. Hifa bercabang yang sel-sel membulat dapat membentuk sklerotium prosoplektenkimatis yang homogen. Lingkungan secara umum dapat mempengaruhi pertumbuhan diameter koloni
Rhizoctonia sp. Faktor lingkungan tersebut diantaranya adalah suhu,
kelembaban, dan cahaya. Kedua faktor ini dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung dalam perkembangan diameter koloni hubungan antara suhu dan kecepatan pertumbuhan
Rhizoctonia sp. Adanya Rhizoctonia sp. yaitu antara
20-30ºC dengan kecepatan 1-100 mm/jam (Partmeter dan Whitney, 1970). Menurut Hadi (2001) ada beberapa faktor yang memainkan peranan penting dalam mengendalikan pertumbuhan
dan perkembangan fungi, faktor-faktor
tersebut antara lain cahaya, suhu, PH, sumber karbon, oksigen, kelembaban, bahan atsiri, sumber nitrogen, hara mineral han hormon. Menurut Sneh et al, (1991), adanya cahaya berpengaruh terhadap proses perkembangbiakan seksual. Untuk kondisi lingkunan yang gelap (tanpa cahaya) dengan kecepatan pertumbuhan miselium 8,72 mm/hari dan untuk kondiksi lingkungan yang terang kecepatan pertumbuhan miselium 7,61 mm/hari. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan hifa vegetatif Rhizoctonia sp. berupa penghambatan. Menurut Sneh et al (1991), cahaya berperan penting dalam pembentukan fase teleomorf Rhizoctonia sp. sporulasi banyak terjadi pada malam hari, cahaya dapat menstimulasi pembentukan himenium tetapi menghambat pematangan basidium. Suhu sangat penting dalam menentukan jumlah dan tingkat pertumbuhan. Peningkatan suhu dapat dapat mempengaruhi efek yang umum dalam meningkatkan aktivitas enzim dan aktivitas kimia ( Moore-Landecker, 1972). Ada dua hal yang umum berlaku mengenai pengaruh suhu, yaitu (1) ksaran suhu untuk kemungkinan terjadinya sporulasi lebih sempit dibandingkan dengan kisaran untuk pertumbuhan . (2) suhu optimum untuk pertumbuhan satu macam spora mungkin berlaianan dari suhu optimum untuk produksi bentuk spora yang lain serta untuk pertumbuhan satu jenis cendawan (Hadi, 1989). Menurut Sneh et. al, (1991), Suhu untuk pertumbuhan Rhizoctonia sp. Antara 12-36ºC. bagi kebanyakan strainnya, suhu optimum untuk infeksi berkisar 15-18ºC, tetapi beberapa strain lebih aktif pada suhu tingi sampai batas 35ºC.
24
penyakit yang ditimbulkan lebih parah pada tanah lembab dibanding pada tanah yang tergenang atau kering. Fungi ini masih dapat hidup pada tanah dengan PH 2,4 dan 9, tetapi tumbuh lebih baik pada PH tanah antara 3,5 dan 7,5. Untuk daerah sub tropis pertumbuhan Rhizoctonia sp. yang baik adalah pada kisaran suhu 25-30ºC. suhu minimal adalah 14-18ºC dan dengan suhu maksimal 23-26ºC, sedangkan untuk daerah tropis kisaran suhu optimumnya lebih tinggi. Karakteristik Rhizoctonia sp. adalah hifa vegetatif muda berinti banyak (multinukleat), berwarna coklat, diameter hifa lebih dari 6µ maka, pada hifa vegetatif muda percabangan terdapat di dekat septum distal dan dari sel-sel terdapat kontriksi pada hifa dan septa terbentuk dekat awal percabangan hifa, terdapat septa delipor membentuk sklerotium yang bentuknya tidak beraturan, tidak membentuk konidia melainkan sel-sel moniloid, tidak terdapat sambungan apit, dan tidak membentuk rhizomorf. Pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. terjadi pada setiap unit percobaan dengan diameter yang cukup beragam. Pada awal pengamatan menunjukan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. tercepat terjadi pada perlakuan kontrol, sedangkan pertumbuhan pada perlakuan ulangan pada beberapa taraf konsentrasi menunjukan adanya beberapa perbedaan yang beragam, hal ini terjadi karena adanya pengaruh pemberian ekstrak daging biji Picung. Komponen daging biji Picung diketahui memiliki sifat anti bakteri, komponen tersebut adalah asam sianida, asam khaulmograt dan asam hidnokarpat, asam gorlat. Biji Picung uga mengandung tanin, keistimewaan asam tersebut adalah kemampuan untuk mengobati lepra, kudis dan beberapa penyakit sejenis serta mempunyai peranan dalam pengawetan ikan karena bersifat antibakteri sehingga mampu memeberikan efek pengawetan pada ikan (Gimlette, 1929 dalam Burkill, 1935). Bumbu rawon dari Picung dapat menghambat pertumbuhan mikroba alami dan bacillus cereuc di dalam sistem pangan dengan cara memperpanjang fase adaptasi mikroorganisme tersebut (Emmawati, 1998). Ekstrak air daging biji Picung memberikan efek fungistatik yang tinggi (sebesar 43.24% pada taraf konsentrasi 10.000 ppm) (Saputra, 2001) selain dimanfaatkan sebagai antimikroba daging biji Picung juga dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan, yaitu suatu senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi bahan
25
pangan. Burkill, (1935) dalam Nuhaeni , (1988). daging biji Picung merupakan bagian tanaman yang paling banyak mengandung ginokardin, yaitu glukosa yang mudah melepaskan asam sianida karena hidrolisa oleh enzim ginokardase. Ardiansyah (2000) dalam Samsul (2007), menyatakan bahwa zat anti mikroba juga dapat menginaktivasi fungsi material genetic, yaitu dengan cara mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), sehingga hal ini menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik yang akibatnya adalah tergenggunya proses pembelahan sel atau perkembangbiakan. Dari data yang diperoleh menunjukan adanya pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. setelah adanya perlakuan EDBP pada beberapa taraf konsentrasi ( 20, 40,60, 80, dan 100%). Dari beberapa taraf konsentrasi tersebut,
konsentrasi 100% memiliki nilai penghambatan
terbesar, karena pada konsentrasi tersebut diameter koloni selama dua hari pengamatan menunjukan nilai terendah dibandingkan perlakuan lainya, dan berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi kontrol, 20, 40, dan 60% Menurutt Nuraida (2000), Senyawa yang diduga bekerja sebagai antimikroba pada biji Picung adalah asam sianida dan tanin. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam biji Picung tersebut diduga dapat larut dalam pelarut organik dan dapat dipisahkan melalui proses ekstraksi. Menurut Harborne (1998), Asam sianida termasuk golongan asam lemah, mempunyai sifat antimikroba. Asam sianida dihasilkan dari glikosida dengan bantuan enzim hidrolase yaitu ginokardase. Pembentukan asam sianida dapat dicegah melalui pemanasan yang dapat merusak enzim ginokardase. Tanin merupakan senyawa golongan polifenol yang mempunyai sifat antimikroba terhadap bakteri, khamir, dan kapang. Tanin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Bacillus stearothermophilus melalui mekanisme pengubahan permeabilitas membran sitoplasma (Scalbert 1991). Kandungan tanin dalam jambu biji mampu menghambat pertumbuhan bakteri escherichia colli dan staphylococcus aureus (Yuniarti, 1991).
26
Menurut Andarwulan (1999), Selama proses pembuatan biji Picung terfermentasi (kluwak) diduga terjadi perubahan biokimia dalam biji Picung karena aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba, salah satunya adalah total fenol dalam biji naik. Senyawa fenol diduga berperan pada stabilitas oksidasi dan adanya aktivitas antimikroba, ekstrak metanol biji Picung terfermentasi menghasilkan
komponen
antioksidan,
seperti
tokoferol,
tokokromanol,
tokotrienol, dan vitamin C. Seperti yang diketahui beberapa senyawa antioksidan juga berperan sebagai antimikroba. Andarwulan (1999) dalam Wahyono (2004), melaporkan bahwa etanol 50% merupakan pelarut semipolar yang sangat baik untuk menarik senyawa golongan polifenol (tanin), fenol, glikosida, dan flavonoid yang ada dalam biomassa tumbuhan, flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Ekstraksi biji Picung segar dengan pelarut polar (etanol) efektif menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang terdapat pada makanan, seperti: Bacillus cereus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, tetapi ekstraksi biji Picung dengan pelarut nonpolar (petrolium eter) tidak menunjukkan aktivitas antimikroba. Menurut Ingram (1981) dalam samsul (2006) senyawa fenolik mampu memutuskan ikatan silang peptidoglikan dalam usahanya menerobos dinding sel. Senyawa fenolik menyebabkan kebocoran nutrient sel dengan merusak ikatan hidrofobik komponen penyusun membrane sel seperti protein dan fosfolipida serta larutnya komponen-komponen yang berikatan secara hidrofobik. Terjadinya kerusakan pada membrane sel berakibat menurunya permeabilitas membran sel, sehingga aktifitas dan biosintesis enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam dalam reaksi metabilisme menjadi terhambat. Dengan terganggunya proses metabolisme tersebut, maka akan berakibat rendahnya energi yang dihasilkan yang kemudian menyebabkan pertumbuhan sel menjadi terhambat. Pelezar (1977) dalam Winarno (1991), menjelaskan mekanisme zat anti mikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain ; (1) merusak dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh. (2) mengubah
27
permeabilitas membrane sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrient dari dalam sel, misalnya oleh senyawa fenolik, (3) menyebabkan denaturasi sel, (4) menghambat kerja enzim di dalam sel. Wright dan Prindle (1971) dalam Suryana (2004), mengatakan bahwa senyawa fenol menyebabkan lisis pada sel mikroba, sehingga menyebabkan racun dapat masuk ke dalam sel dan mengakibatkan kebocoran metabolit esensial yang dibutuhkan oleh mikroba, kemudian setelah berada dalam sel, fenol akan merusak sistem kerja sel. Perlakuan pemberian ekstrak daging biji picung pada konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100% masih pada tahap menghambat pertumbuhan belum sampai pada tingkat membunuh Rhizoctonia sp. indikator adanya penghambatan adalah lambatnya pertumbuhan Rhizoctonia sp. pada beberapa taraf konsentrasi dibandingkan pada perlakuan kontrol.
Persentase Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung Terhadap isolat Rhizoctonia sp. Berdasarkan analisis statistik, persentase penghambatan Rhizoctonia sp. selama pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak daging biji Picung berpengaruh nyata terhadap penghambatan pertumbuhan Rhizoctonia sp. (Tabel 2). Pengaruh perlakuan terbesar ada pada konsentrasi 100%, hal ini bisa dilihat dari persentase penghambatanya yang memiliki nilai tertinggi pada hari ke2 sebesar 39.34% namun persentase penghambatan menurun setelah dua hari pengamatan. Menurut Frazier dan Westhoff, (1983), terhambatnya pertumbuhan Rhizoctonia sp. dan adanya persentase penghambatan yang disebabkan karena adanya pemberian ekstrak daging biji Picung bukan hanya karena adanya zat anti cendawan saja tetapi juga ada faktor lain yang mempengaruhi terhambatnya pertumbuhan Rhizoctonia sp. tersebut, efektivitas senyawa anrimikroba dipengaruhi beberapa factor yaitu jenis, jumlah, umur dan keaadaan mikroba, konsentrasi zat anti mikroba, suhu dan waktu kontak serta sifat fitokimia substrat seperti PH, kadar air tegangan permukaan, dan jumlah komponen yang ada.
28
Menurut Ingram (1981) dalam Suryana, (2006) senyawa fenolik mampu memutuskan ikatan silang peptidoglikan dalam usahanya menerobos dinding sel. Senyawa fenolik menyebabkan kebocoran nutrient sel dengan merusak ikatan hidrofobik komponen penyusun membrane sel seperti protein dan fosfolipida serta larutnya komponen-komponen yang berikatan secara hidrofobik. Terjadinya kerusakan pada membrane sel berakibat menurunya permeabilitas membrab sel, sehingga aktifitas dan biosintesis enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam dalam reaksi metabilisme menjadi terhambat. Dengan terganggunya proses metabolisme tersebut, maka akan berakibat rendahnya energi yang dihasilkan yang kemudian menyebabkan pertumbuhan sel menjadi terhambat. Menurut Karaplek et al, (1982) dalam Widarto (1990). senyawa fenolik mampu mengganggu proses respirasi Rhizoctonia sp. di dalam memperoleh energi, yaitu dengan menghambat aktivitas enzim-enzim respirasi aerobik, enzimenzim dalam siklus kreb, system transfer electron dan dalam membrane sel, hal ini berakibat rendahnya energi yang dihasilkan dan akan menghambat pertumbuhan sel. Goodman, dan Zailin (1967). Menyatakan, bahwa kandungan fenol yang terdapat dalam kulit apel dan daunya mampu melindungi diri dari infeksi hifa, kandungan fenol meningkat dalam metabolisme organisme dan dengan kandungan fenol yang dimiliki akan meningkatkan resistensi terhadap infeksi fungi. Menurut Medingan et al (1997), ada lima faktor yang menyebabkan mikroorganisme memiliki resistensi inheren terhadap suatu senyawa antimikroba, yaitu, (1) mikroorganisme merusak atau mengurangi struktur dari suatu zat antimikroba penghambat, (2) mikroorganisme bersifat impermeable terhadap zat anti mikroba, (3) mikroorganisme mampu merubah zat anti mikroba menjadi bentuk yang tidak aktif, (4) mikroorganisme memodifikasi sasaran dari antimikroba, (5) adanya pertubahan genetik yang terjadi pada proses metabolisme yang telah dihalangi oleh zat anti mikroba. Pengaruh waktu kontak terhadap kepekaan mikroorganisme tergantung dari waktu generasi tiap jenis mikroba yang berbeda. Pada umumnya mikroba peka terhadap senyawa antimikroba pada saat fase eksponensial, karena pada saat itu sel membutuhkan energi yang tinggi untuk pertumbuhannya.
29
Mekanisme penghambatan yang berhubungan dengan penurunan Ph menunjukkan bahwa bentuk tak terdisosiasi semakin efektif. Penghambatan yang terjadi melalui difusi yang cepat molekul tak terdisosiasi melalui membrane plasma. Bentuk tak terdisosiasi suatu komponen anti mikroba akan semakin mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel. Jika Ph turun maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi dalam medium akan masuk ke dalam sitoplasma sel, sehingga proton ini harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya perbedaan gradien konsentrasi, sehingga memerlukan energi. Semakin rendah PH maka energi yang dubutuhkan untuk mrnghilangkan proton tersebut menjadi lebih tinggi dan lama-kelamaan sel akan mengalami kematian.
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian konsentrasi ekstrak daging biji picung (Pangium edule Reinw.) mampu menghambat pertumbuhan Rhizoctonia sp. dengan tingkat efektivitas sebesar 39.34% pada hari ke dua setelah perlakuan. Berdasarkan hasil pengujian konsentrasi ekstrak daging biji Picung yang memberikan hasil terbaik adalah pada konsentrasi 100%. Saran Perlu penelitian lanjutan jenis fungisida lain yang mampu membunuh Rhizoctonia sp. karena penggunaan ekstrak daging biji picung sampai konsentrasi 100% belum mampu membunuh Rhizoctonia sp. Perlu penelitian pembanding antara aquades dan alkohol sebagai pelarut konsentrasi. Perlu penelitian pembanding Rhizoctonia sp. dari daerah tropis dengan Rhizoctonia sp. dari sub tropis.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. 1997. Mekanisme Serangan Patogen dan Pertahanan Inang Serta Pengendalian Hayati Penyakit Lodoh pada Pinus merkusii: Disertasi. Doktor. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Adijuwana, H. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. PAU Ilmu Hayat IPB. Bogor. Afriansyah, D.A. 2004. Identifikasi dan Uji Patogenisitas Penyebab penyakit Hawar daun pada Mahoni (Swietenia macrophilla Merr.). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Andarwulan. 2000. Phenolic Synthesis in Selected Root Cultures, and Seed. Food Science Study Program. Post Graduated Program. Bogor Agricultural University. Bogor. Anwar, E. 1982. Isolasi Antioksidan dari Biji Picung (Pangium Edule Reinw) Terfermentasi.[Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Istitut Pertanian Bogor. Barnett, H.L. and Hunter BB. 1998. Illustrated General of Immperfect Fungi. Ed Ke 4.APS Pr. Minnesota. Burkill, S. 1935. A Dictionary of the Economic Product of the Malaya Peninsula volum II (1-2) Crown Agents, London. Emmawati, A. 1998. Pengaruh Kandungan Picung Dalam Bumbu Rawon Terhadap Aktifitas Mikroba Pada Sistem Pangan. [Skripsi] Bogor. Jurusan Teknologi Panagn Dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdikbud. Pusat Antar Universitas. Institut pertanian Bogor. .1992. Keamanan Pangan jilid 1. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Foeh, RH. 2000. Pengujian Efek Fungisidal Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap Alternaria porryi (Ell) cif. Secara In Vitro. [Skripsi]. Fakultas pertanian. Institut pertanian Bogor. Bogor. Gaman PM, Sherington KB. 1991. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: UGM Press. Goodman, Robert. N., Zoltan. Kirally., Milton. Zaitlin. 1967. The Biochemistry and Physiology of Infectious Plant Desease. D. Van Nostrand Company, INC. New Jersey.
31
Griffin, D. M. 1972. Ecology of soil Fungi. Chapman And Hall. London. Hadi. S. 2001. Patologi Hutan : Perkembangannya di Indonesia. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB. Hangesti, EW. 2006. Pengaruh Pengawetan Menggunakan Biji Picung (Pangium Edule Rainw) terhadap Kesegaran Dan Keamanan Ikan Kembung Segar (Rastrellinger branchysoma BIkr). [Desertasi]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume Ke-2. Jakarta: Yayasan Wana Jaya. Heruwati, ES. Asam Sianida. http://www. Apsordkp.com/file/ Riset Keamanan Pangan produk Perikanan.pdf (8 Maret 2008). Hutagalung, L. 1985. Teknik Ekstraksi dan Membuat Preparat Nematoda Parasit Tumbuhan. Jakarta. Rajawali. Holliday. 1980. A Dictionary of Plant Pathogen. Camridge Universiti Press. New York. Ingram LO. 1981. Mechanisms Of lysis of Escherchia coli by Ethanol and Other Chaotropic Agent. Journal of Bacteorologi 146 (1): 331-335. Komala I. 2003. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper bettle Linn) terhadap Bakteri Penyebab Mastisis [skripsi]. Bogor; Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Maesaroh, M. 2004. Identifikasi dan Uji Patogenisitas Penyebab Hawar Daun pada Suren (Toona sureni Merr.) [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian. Bogor. Mandingan MT, Martinko JM dan Parker J. 1997. Biologi of Microorganism. New Jersey: Prentise Hall, Inc. Manion PD. 1981. Tree Disease Consep. New Jersey: Prentise Hall, Inc. Mattjik A, Sumertajaya, Made.2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor: IPB Press. Palupi, S.N. 1988. Mempelajari Aktifitas Antioksidan Biji Buah Picung. [Laporan Penelitian] Bogor. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Pelezar, M. J., E. C. S., Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-press. Jakarta. Percaya. 2003. Hama Dan Penyakit Tanaman. Salatiga. Penebar Swadaya.
32
Pratomo, R. 2006. Pengaruh Macam, ph, Dan Penggoyangan Media Terhadap Pertumbuhan Cendawan [skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Rahayu. 2000. Kajian aktivitas dan Produksi Komponen Antarmikroba Dari Rimpang Lengkuas (Alpingia galangal). Rijal, S. 2007. Efektifitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium Edule Reinw) Terhadap Pertumbuhan Rhizoctonia sp. Secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Saputra, TK. 2001. Potensi Daging Biji Picung (Pangium Edule Renw) Sebagai Fungisida Botani teradap fusarium solani Secara In Vitro. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Semangun, H. 1988. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia. UGM Press. H. 1989. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura. UGM Press. Yogyakarta. . 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman pangan. UGM Press. Yogyakarta. Siagian, A.
Antimikroba.http//www.librari.usu.ac.id/ download/fkm/fkm.albinr.pdf (8 Maret 2008).
Siswadi, I. 2002. Mempelajari Aktivitas Antimikroba Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxilum acanthopodium D.C) terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Makanan. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sneh, Barunc., Lee, Burpee., Akira. Ogoshi. 1985. Identification of Rhizoctonia species. APS Press. USA. Suharti. Percobaan Pemberantasan Mikania Micrantha Dengan Menggunakan Herbisida. Suryana, I. 2004. Pengujian Aktivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) Terhadap Rhizoctonia sp. Secara In Vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Ui, Tadao. 1984. Rhizoctonia Desease and Their Pathogens In Japan (Soil Borne Corp Deseases In Asia) Food and Fertilizer Technology Center Book Series no. 26. Agriculture Building. Taipei. Hal : 59-72 Winarno, F.G. 1998. Keamanan Pangan. Fateta. Institut Pertanian Bogor. 251. Hal.
33
Wright E. 1994. Damping-off in Broad –leaf Nursery of The Great Plains Region. J. Agric. Res. 69:77-94. Yuniarti P., 1991, Pengaruh Antibakteri Dekok Daun Jambu Biji (P. guajava L.) Terhadap Satphycoccus aureus dan Echerechisa colli, Fak. Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Yunita FC. 2004. Ekstraksi Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) dan Uji Toksisitas Terhadap Artemia salina leach [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Lampiran.
Tabulasi persen penghambtan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. Hari setelah perlakuan Persentase penghambatan
Perlakuan (%)
0 (kontrol)
20
40
60
80
Ulangan
1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
Hari ke-1
Hari ke-2
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 40.82 37.38 34.78 39.22 38.10 40.82 38.83 35.71 38.21 7.27 17.42 20.45 8.82 16.67 14.75 2.78 36.94 15.64 16.36 25.76 31.06 1.96 27.50 16.39 4.63 36.94 20.08 13.64 33.33 48.48 -14.71 30.00 31.15 18.52 35.03 24.43
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 19.53 25.92 25.71 24.49 23.12 23.50 18.18 14.24 21.84 25.07 30.70 31.92 30.90 24.57 34.38 17.01 28.19 27.84 19.53 24.51 29.38 25.07 24.86 38.40 34.60 21.36 27.21 25.95 35.77 35.88 27.70 30.35 29.80 35.78 27.00 31.03
100
1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
Tabel 2. Persentase penghambatan Rhizoctonia sp.. Perlakuan Konsentrasi EDBP (%) 0 20 40
31.82 32.58 38.64 34.31 20.83 29.51 29.63 47.13 33.06
37.32 53.24 32.77 38.78 37.28 38.97 39.00 37.39 39.34
ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Hasil Uji Duncan Hari Ke-1
Hari Ke-2
0,000 c 13,293 bc 15,635 bc
0,000 d 21,831 c 27,209 b
60 20,073 b 27,839 b 80 24,428 ab 31,021 b 100 37,874 a 39,324 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut Uji berganda Duncan pada taraf 5%.
36
Lampitran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak daging biji picung
Buah picung
Daging buah
Daging biji
Diblender selama 5 menit
Disaring dengan kain kasa
Larutan ekstrak
Lima taraf konsentrasi (5 v/v) sebagai perlakuan
Diujikan secara In Vitro dengan teknik peracunan media
Biji
Cangkang biji