EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDORONG PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MERAUKE EFFEKTIVENESS OF REVENUE MANAGEMENT IN PROMOTING REGIONAL DEVELOPMENT OF MERAUKE REGENCY
1
Hendra James Christian, 2Yusran Nur Indar, 3Nixia Tenriawaru 1
Mahasiswa PPW Universitas Hasanuddin Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin 3 Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin 2
Alamat Korespondensi : Hendra James Christian Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung Kabupaten Merauke HP. 085254578700
ABSTRACT
The research aimed to: (1) determine the effectiveness level of the acceptance of the regional original revenue in stimulating the regional development at Merauke Regency years 2006 - 2010; and (2) investigate the contribution development of the regional original revenue towards the regional development at Merauke Regency years 2006 - 2010. Methods used in the research were the descriptive and explanative methods with the analysis units of the related instances which managed the resources of the Regional Original Revenue at Merauke Regency. The result of the research indicates that the effectiveness level of the Regional Original Revenue management years 2006 - 2010 is on the average of 82.31%, the figure is included in the category of being effective. The target magnitude is determined through the achievement of the target percentage level, it is not determined based on the real potential. If it is compared with the real potential and the realization, the effectiveness level of the Regional Original Revenue is far away from the expectation. The contribution of the Regional Original Revenue in stimulating the regional development at Merauke Regency years 2006 2010 is 2.77%. If it is compared with the target growth and the realization, the Regional Original Revenue years 2006 - 2010 is in the average of 82.31%, it can be concluded that the contribution of the Regional Original Revenue is still very low. This is in line with the acceptance effectiveness of the Regional Original Revenue at Merauke Regency which is still low and it needs to be continually improved through the intensification and extensification programs.
Key-words : Effectiveness, Development.
acceptance
of
Regional
Original
Revenue,
Regional
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mendiskripsikan dan menganalisis perkembangan pendapatan asli daerah memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah Kabupaten Meruke dan (2) Apakah pengelolaan penerimaan pendapatan asli daerah di kabupaten merauke efektif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan eksplanasi dengan unit analisis instansi teknis yang mengelola sumber-sumber pendapatan asli daerah di Lingkungan Kabupaten Merauke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pengelolaan pendapatan asli daerah tahun 2006 - 2010 rata-rata sebesar 82.3%. Angka tersebut termasuk dalam kategori efektif. Penentuan besarnya target ditentukan melalui pencapaian tingkat persentase target, tidak ditentukan berdasarkan potensi riil. Apabila dibandingkan antara potensi riil dengan realisasi maka akan diperoleh tingkat efektivitas yang jauh dari yang diharapkan. Berdasarkan kontrabusi pendapatan asli daerah dalam mendorong pembangunan daerah di Kabupaten Merauke tahun 2006 -2010 sebesar 2,77 %. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan target dan realisasi pendapatan asli daerah tahun 2006 - 2010 rata-rata 82,31%. Diperoleh kesimpulan bahwa kontribusi pendapatan asli daerah terhadap APBD dalam mendorong pembangunan daerah masih sangat rendah. Hal ini sesuai dengan efektivitas penerimaan pendapatan asli daerah dalam mendorong pembangunan daerah di Kabupaten Merauke masih rendah dan perlu terus diupayakan peningkatannya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Kata kunci : Efektivitas, penerimaan pendapatan asli daerah, pembangunan daerah
PENDAHULUAN Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai Januari 2005 menimbulkan reaksi yang berbeda-beda bagi daerah. Pemerintah daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumberdaya alamnya terbatas menganggapinya dengan sedikit rasa khawatir dan was-was. Kekhawatiran beberapa daerah tersebut dapat di pahami, karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebih mandiri baik dari segi sistem pembiayaan maupun dalam menentukan arah pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat daerah. Di samping itu alasan klasik seperti kesiapan sumberdaya manusia (SDM) di daerah, masih lemahnya struktur dan infrastruktur daerah memang merupakan kenyataan yang tidak dipungkiri dialami oleh beberapa pemerintah daerah. Beberapa pihak bahkan ada yang khawatir otonomi daerah akan hanya memindahkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta inefisiensi dari pemerintah pusat ke daerah, mengecam kelestarian lingkungan, dan memungkinkan munculnya raja-raja kecil daerah. Terlepas dari kekhawatiran tersebut, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal harus disukseskan karena hal tersebut sudah menjadi kesepakatan bangsa indonesia. Salah satu dampak ekonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah perlunya dilakukan reformasi manajemen keuangan daerah, lingkup manajemen keuangan daerah yang perlu direformasi meliputi manajemen pengeluaran dan penerimaan daerah. Sebelum membahas lebih rinci mengenai manajemen penerimaan daerah, terlebih dahulu perlu diulas mengenai elemen-elemen penerimaan daerah dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 Pasal 3, bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah : a. Pendapatan Asli Daerah,b. Dana Perimbangan,c. Pinjaman Daerah dan d. Lain-lain Penerimaan yang Sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah,Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli daerah yang sah Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi : Pajak provinsi terdiri atas : (i) Pajak rokok (ii) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, (iii) Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air, (iv) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan (v) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri dari atas : (i) Pajak Perdesaan dan Perkotaan (ii) Pajak BPHTB (iii) Pajak Sarang Burung Walet (iv) Pajak Hotel, (v) Pajak Restoran, (vi) Pajak Hiburan, (vii) Pajak Reklame, (viii) Pajak Penerangan Jalan, (ix) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan c, dan (x) Pajak Air Tanah (xi) Pajak Parkir dan Retribusi dirinci menjadi : (i) Tera/ Tera Ulang (ii) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi (iii) Retribusi Pelayanan Pendidikan (iv) Retribusi Izin Usaha Perikanan (v) Retribusi Jasa Umum, (vi) Retribusi Jasa Usaha, (vii) Retribusi Perijinan Tertentu. Dari berbagai macam penerimaan tersebut, laporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Merauke, menunjukkan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah dalam Tahun Anggaran (TA) 2010 Rp 97.835.091.130,00,- lebih kecil dibanding dengan target yang di tetapkannya sebesar Rp 103.693.690.095,00,Adapun kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Merauke dalam TA 2010 hanya sebesar 2,77 %, Kontribusi ini pada dasarnya belum dapat menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang sesungguhnya. Dari uraian dan latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Efektivitas Pengelolaan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dalam Mendorong Pembangunan Daerah di Kabupaten Merauke”.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Merauke Provinsi Papua, dimana yang menjadi objek penelitian adalah : Instansi/dinas yang mengelola langsung sumber-sumber penerimaan keuangan daerah yakni Dinas Pendapatan Daerah. Adapun periode penelitian diambil yaitu dari periode Tahun Anggaran 2005/2006 s/d Tahun Anggaran 2010, untuk mengetahui efektivitas penerimaan pendapatan asli daerah dan kontribusinya terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah. Jenis Data, Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari instansi pemerintah seperti Bagian Keuangan dan Perekonomian Daerah Sekretariat Daerah; BAPPEDA; Dinas Pendapatan Daerah; Badan
Pusat Statistik (BPS); dan instansi yang terkait lainnya dilingkungan PEMDA Kabupaten Merauke. Sumber Data, Data Primer, dikumpulkan melalui studi lapangan dengan mengadakan wawancara langsung yang merupakan data riil dari sejumlah informan yang memiliki kompentensi tentang tema karya ilmiah ini. Data sekunder, dikumpulkan melalui penelusuran terhadap sumber informasi yang dianggap relevan dengan tujuan dan masalah penelitian ini. Data tersebut berupa: 1) Data Kontribusi PAD terhadap APBD; 2) Data Persentase Kontribusi PAD dan Non PAD terhadap APBD; 3) Data Realisasi Jenis Sumber-sumber PAD dan Kontribusinya terhadap PAD; 4) Data Pertumbuhan Pajak Daerah; 5) Data Pertumbuhan Retribusi Daerah; 6) Data Pertumbuhan Bagi Laba Perusahaan Milik Daerah; 7) Data Pertumbuhan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Sendiri; dan 8) Data Perbandingan Realisasi dan Target Pendapatan Asli Daerah Dalam 5 Tahun Terakhir;dan 9) Data Pertumbuhan Dana Alokasi Umum (DAU).
Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah yaitu (1) Bagaimana perkembangan pendapatan asli daerah memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Merauke tahun 2006-2010? (2) Apakah pengelolaan penerimaan pendapatan asli daerah di Kabupaten Merauke efektif tahun 2006-2010?
Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara akademis, maupun secara praktis. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat berguna, sebagai berikut: a.Sebagai suatu hasil temuan empiris yang dapat dijadikan acuan pada penelitian selanjutnya; b.Sebagai suatu hasil temuan empiris yang dapat menambah dan mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu ekonomi dan studi-studi tentang keuangan daerah (local finance); Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna, sebagai berikut : a. Bagi Pemerintah Daerah dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah, khususnya komponen-komponen Pendapatan Asli Daerah dan Bagi pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
PEMBAHASAN Konsep Efektivitas Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kata ”efektif” berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki, dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien yang tentu juga berarti efektif, karena dilihat dari segi hasil, tujuan atau akibat yang dikehendaki dengan perbuatan itu telah tercapai bahkan secara maksimal (mutu dan jumlahnya), sebaliknya dilihat dari segi usaha, efek yang diharapkan juga telah tercapai. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena hasil dapat tercapai tapi mungkin dengan penghamburan pikiran, tenaga, waktu, ruang atau benda . Efektivitas organisasi sama dengan prestasi organisasi secara keseluruhan (Indra Wijaya). Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran (Lubis, dkk). Efektivitas suatu organisasi tergantung kepada seberapa jauh ia mencapai tujuan atau sasaran (Kasim). Efektivitas sejauhmana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya (Richard M, Steers). Keempat pandangan ini, menitikberatkan pengukuran efektivitas organisasi pada seberapa besar organisasi mencapai tujuan atau sasarannya. Konsep efekivitas biasanya selalu terkait dengan konsep efisiensi, yaitu suatu proses internal yang terjadi dalam suatu organisasi yang menunjukan banyaknya input atau sumber yang diperlukan oleh organisasi untuk menghasilkan satu satuan output. Karena itu, efisiensi dapat diukur sebagai Ratio input terhadap output (Lubis, dkk).
Konsep Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah Defenisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan kamus istilah Otonomi Daerah (Solihin) adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan sarana atau alat utama dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab (Memesah). Hal ini terutama karena APBD berfungsi sebagai berikut : a. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan; b. Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab; c. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah khususnya, karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah; d. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna; dan e. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah di dalam batas-batas tertentu. Begitu pentingnya APBD tersebut , maka penyusunannya harus dilakukan dan dipertimbangkan dengan cermat dan seksama serta dengan memperhatikan skala prioritas. Begitu pula dalam pelaksanaannya harus terarah dan terkendali sesuai sasarannya sehingga benar-benar berdaya guna dan berhasil guna.
Sumber-sumber Pendapatan Daerah Menurut Undang-undang No 28 Tahun 2009, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara lansung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan Menurut Sumitro, secara umum pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal (tegen prestatie) untuk membiayai pengeluaran umum (publike uitgaven) dan yang digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan. Pendapat ini kemudian disempurnakan lagi oleh yang bersangkutan (Sumitro) yaitu pajak diartikan sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai keperluan rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (dalam Riwu Kaho). Berdasarkan pendapat diatas, terlihat bahwa pajak memiliki ciri mendasar sebagai berikut (Riwu Kaho) : a) Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan undang-undang dan/ atau ketentuan hukum lainnya. b) Pajak dipungut tanpa adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk;
c) Hasil pungutan pajak digunakan untuk menutup pengeluaran Negara dan sisanya digunakan untuk investasi; dan d) Pajak di samping sebagai sumber keuangan (budgetair) juga berfungsi sebagai pengatur (regulair).
Selanjutnya menurut (Ahmad Yani) bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Menurut kamus istilah Otonomi Daerah (Solihin) bahwa perusahan daerah adalah perusahaan yang sebagai atau seluruh modal milik pemerintah daerah, baik berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan maupun dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Sesuai dengan kewenangannya setiap pemerintah daerah wajib menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama pelayanan atas kebutuhan dasarnya. Upaya dan usaha yang diselenggarakan oleh pemerintah semata-mata hanya kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh swasta atau masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan tugas dan kewenangannya pemerintah daerah dalam menyediakan public goods dapat dilakukan atas dasar nirlaba, atau atas dasar mencari laba. Apabila aktivitas ini masuk kedalam kategori pertama, penyelenggaraannya dibiayai dari APBD. Jenis kegiatan ini biasanya dikategorikan sebagai proyek sebaliknya beberapa kegiatan dapat dikelola secara komersial atau semi komersial, sehingga aktivitas ini biasa dikelola secara swadana dan mencetak laba. Kegiatan seperti ini umumnya dilakukan dalam bentuk perusahaan daerah.
Hasil Manajemen Pendapatan Asli Daerah Selanjutnya ada beberapa hal yang harus ditindaklanjuti berkaitan dengan efektivitas sistem dan prosedur untuk mendorong peningkatan PAD di Kabupaten Merauke, antara lain: 1. Sistem dan prosedur pemungutan pajak dan retribusi daerah diatur dengan keputusan
Mendagri 43 tahun 1999 belum seutuhnya dilaksanakan, belum ada pemisahan proses. Ada tiga tahapan proses : (1). Proses kebijakan merupakan kewenangan Kepala Daerah pelaksanaannya dengan surat Keputusan Bupati Kepala Daerah/Peraturan Daerah. (2). Proses penetapan merupakan kewenangan Dinas Pendapatan Daerah pelaksanaanya sesuai sistem dan prosedur pengelolaan pajak dan retribusi (Kepmendagri No.43 Tahun 1999). (3). Proses perizinan dilakukan oleh dinas instansi teknis/pelaksana yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan surat keputusan Kepala Daerah. Point (1) sampai dengan (3) proses tersebut di atas belum dilaksanakan sebagaimana mestinya antara lain : a. Proses kebijakan masih dilakukan langsung oleh beberapa dinas tanpa melalui prosedur Kepmendagri 43 Tahun 1999 misalnya penundaan, pengurangan ataupun penghapusan pembayaran oleh wajib pajak dan retribusi daerah. Melakukan pungutan-pungutan tanpa didasari oleh Perda ataupun SK Bupati dimana pungutan tersebut langsung digunakan oleh Dinas yang bersangkutan tanpa melalui prosedur mekanisme keuangan daerah (APBD) sehingga tidak tercatat sebagai PAD. b. Masih adanya pungutan langsung oleh dinas yang tidak melalui proses penetapan oleh Dinas Pendapatan Daerah sehingga sulit dikontrol besarnya pemasukan, disamping itu terjadi perbedaan besar kecilnya pungutan terhadap satu, objek pajak/retribusi terhadap subjek pajak. c. Penyetoran pajak/retribusi daerah tidak dilakukan melalui satu pintu, pada Dinas Pendapatan Daerah tetapi dipungut langsung oleh dinas-dinas tanpa melalui mekanisme yang jelas, sehingga sulit dikontrol pemasukan tersebut dan banyak terjadi pemanfaatan keuangan tersebut tidak sesuai ketentuan prosedur keuangan (digunakan langsung oleh dinas); d. Masih adanya izin-izin yang diterbitkan oleh dinas langsung ditandatangani oleh Kepala Dinas tanpa adanya pendelegasian wewenang oleh Bupati. Dimana sedianya izin tersebut diproses oleh dinas dan ditandatangani oleh Bupati. Hal ini mengakibatkan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan sulit mengontrol penerimaan dari dinas tersebut karena proses administrasinya tidak sesuai prosedur, kebijakan, penetapan, penyetoran dan perijinan. 1. Akibat permasalahan point satu diatas sangat mempengaharui besar kecilnya PAD/ besarnya penerimaan tidak seimbang dengan potensi yang dimiliki. 2. Masalah lain yang dihadapi saat ini dalam system dan prosedur antara lain dengan diberlakukan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang mana system anggaran sudah mengacu pada Kepmendagri tersebut dimana dinas-dinas teknis diberikan nomor rekening penerimaan masing-masing tetapi tidak dibarengi dengan penetapan system dan prosedur pungutan yang jelas, hal ini akan mengakibatkan kesulitan dalam mengontrol penerimaan dan pemanfaatan PAD sesuai prosedur/mekanisme anggaran. 3. Apabila dilakukan estimesi potensi melalui pemberian bobot, sistem dan prosedur
mendapat bobot yang cukup besar pada saat ini yaitu, 20 dibandingkan dengan peningkatan SDM maupun koordinasi dan penyiapan dana.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari interpretasi data pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : a. Tingkat efektifitas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Merauke tahun 2006 – 2010 secara kuantitatif ditemukan angka tingkat efektifnya
masih rendah atau tidak efektif. b. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah dalam mendorong pembangunan di Kabupaten Merauke menunjukkan kontribusi rata-rata masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan sumbangan dan bantuan dari Pemerintah Pusat yang mencapai pertumbuhan rata-rata 162,31%. Hal ini menunjukan bahwa peranan Pemerintah Pusat masih sangat besar dibandingkan dengan Pemerintah Daerah. Dengan demikian ketergantungan Pemerintah Daerah pada Pemerintah Pusat masih sangat tinggi.
Saran Dalam rangka mengefektifkan penerimaan sumber-sumber PAD, maka perlu diberikan saran sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Merauke sebagai berikut : 1. Perlunya dilakukan pendataan ulang secara tepat dan akurat mengenai basis pungutan, jumlah obyek pungutan, koordinasi dengan instansi terkait yang memiliki objek sumber-sumber pendapatan asli daerah; 2. Untuk menyesuaikan tarif setiap objek perlu kiranya dilakukan peninjauan terhadap Peraturan Daerah (PERDA) minimal dua tahun sekali guna menyesuakian adanya perubahan perekonomian secara makro; 3. Dalam proses penyesuaian tarif terhadap setiap objek, kiranya dapat disesuaikan dengan tingkat inflasi. 4. Agar dalam penyusunan target pada masing-masing objek PAD dapat sesuai dengan potensi yang ada, maka perlu kiranya diadakan survey potensi dengan melibatkan Perguruan Tinggi yang ada di daerah ini. 5. Berdasarkan data yang ada bahwa proporsi penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam 2 tahun terakir relatif besar dibandingkan dengan perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu kiranya prporsi DAU tersebut dapat dialokasikan lebih besar untuk membangun sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan penerimaan PAD.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Yani, (2002), Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta. Indrawijaya Adam, (1986), Perilaku Organisasi, Sinar Baru, Bandung
Kasim Azhar, (1993), Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi, Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia, Jakarta. Lubis Hari dan Martani Huseini, (1990). Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro. Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia, Jakarta. Mamesah, D.j. (1995). Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo, (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta. Richard M. Steers, (1980), Efektivitas Organisasi, Erlangga, Jakarta. Riwu Kaho, Josep, (1991), Prospek Otnomi Daerah Di Negara RI : Identifikasi Beberapa Faktor yang Mempengaharui Penyelenggaraannya, Rajawali Press, Jakarta. Solihin, Dadang, (2002), Kamus istilah Otonomi Daerah, Institute For SME Empowerment, Jakarta.