Efektivitas Pendidikan Kesehatan tentang Dismenore terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat tahun 2012 Skripsi diajukan sebagai tugas akhir srata-1 (S-1) untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
Novitasari NIM : 108104000021
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H /2012 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, januari 2013 Novitasari , NIM : 108104000021 Efektifitas Pendidikan Kesehatan tentang Dismenore terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat xiii + 77 Halaman + 4 Tabel + 6 bagan + 6 Lampiran ABSTRAK Dismenore merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang dialami remaja perempuan. Angka kejadian dismenore berkisar antara 45% sampai 95% dikalangan perempuan usia produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan desain Quasi experiment one group pretest-posttest design. Sampel berjumlah 102 orang yang diambil melalui teknik total sampling dengan kriteria inklusi remaja perempuan yang menderita dismenore. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner. Analisa data menggunakan analisis univariat dan bivariat (uji T-test) pada α 0,05. Hasil penelitian tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore bahwa 64,5% responden memiliki kategori cukup, 18,6% responden memiliki kategori baik, dan 16,7% responden memiliki kategori kurang. Tingkat pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore menunjukkan bahwa 71,6% responden memiliki tingkat pengetahuan baik, 21,6% responden memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 6,9% reponden memiliki tingkat pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (P value) sebesar 0,000 artinya pada alpha 5% terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor sebelum dan sesudah intervensi. Sehingga pendidikan kesehatan efektif terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan promosi kesehatan khususnya edukasi kesehatan reproduksi remaja perempuan. Kata kunci: dismenore, pendidikan kesehatan, pengetahuan, remaja perempuan Daftar bacaan: 52 (1980-2010)
MEDICAL AND HEALTH OF SCIENCE FACULTY NURSING SCIENCE MAJOR Final Project, Januari 2013 Novitasari, ID Number : 108104000021 The effectiveness of Health Education about Dysmenorrhea towards Knowledge among female teenager in Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat xiii + 71 pages + 4 Tables + 6 chart + 6 attachments ABSTRACT Dysmenorrhea is a one of reproductive health problems experienced by female teenager. The incidence of dysmenorrhea ranged between 45% and 95% among women of childbearing age. The purpose of this study to know the effectiveness of health education about dysmenorrhea toward knowledge among female teenager of MTs Islamiyah Ciputat. This research is descriptive quantitative design experiment Quasi one group pretest-posttest design. The sample totaled 102 people was taken with a total sampling technique with the inclusion criteria female teenager who suffer from dysmenorrheal. Data collection by giving questionnaires. The analysis is used univariate and bivariate (t-test) at α 0.05. The results given the level of knowledge the respondents before the health education of dysmenorrhea that 64, 5% of respondent have enough categories, 18,6% has a good category, and 16,7% of respondents had less category. The level of knowledge of respondents after being given health education about dysmenorrhea showed that 71,6% of respondent had a good knowledge level. 21,6% of respondent have enough categories , and 6,9% respondents had less category. Based on the test results obtained by statistical probability value of P (0.000) means the alpha 5% there are significant differences on average scores before and after intervention. So the efefective health education to the level of knowledge of female teenager in MTs Islamiyah. Researchers advise on health care workers in order to further develop health promotion especially for female teenager about reproductive health knowledge especially dysmenorrhea. Keywords: dysmenorrhea, helth education, knowlegde, adolescent girls The reading list: 52 (1980 - 2010)
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk : Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Riban dan Ibu Sawini terima kasih atas seluruh kasih sayang, cinta, pengorbanan, serta dukungan baik moril maupun materil yang bapak dan ibu berikan selama ini, sehingga ananda bisa sampai pada tahap akhir menyelesaikan skripsi ini,, Kakakku tercinta Dayat, adikku tersayang Syahrul Ardiyansyah, dan Hari subagio terimakasih atas kasih sayang, dukungan dan doa kalian selama ini. Dosen-dosenku, terimakasih atas jasa, waktu, dan bimbingan serta kesabaran kalian. Sahabat-sahabatku Julia, Ica, Risma, Mar’atus, Cica terima kasih untuk motivasi dan dukungan kalian selama ini.Teman-teman seperjuangan PSIK angkatan 2008, terimakasih untuk kebersamaan kitaselama di PSIK . Dan pada akhirnya hanya untuk Allah SWT seluruh hidupku kupersembahkan.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta untuk menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah. Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Dr. MK. Tadjudin, Sp.And, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam NegeriSyarifHidayatullah Jakarta. 2. Ns.WarasBudiutomo, S.Kep, MKM, selaku Ketua Program
Studi Ilmu
Keperawatan, sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis. 3. Puspita Palupi, S.kep.,Ns.Sp.Kep.Mat, selaku dosen pembimbing I skripsi serta kepada, Jamaludin, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya serta dengan sabar membimbing dan memberikan pengarahan kepada peneliti. 4. Para dosen Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, selama penulis mengikuti perkuliahan.
5. Seluruh Staff karyawan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepala Sekolah MTs Islamiyah Ciputat bersertas taf, yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian. 7. Ayah dan ibu dan serta adik-adikku tercinta yang telah mencurahkan semua kasih sayang dan senanti mendo’akan dan memberikan dorongan baik moril, materiil maupun spiritual kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman PSIK angkatan 2008 yang kompak yang telah memberikan inspirasi, do’a dan semangat dalam menyusun skripsi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis sendiri. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak dijumpai kekurangan dan kelemahan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian untukmenambah kesempurnaan skripsi ini. Semoga kebaikan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Jakarta, september 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................................. i ABSTRAK............................................................................................................................ ii ABSTRACT.......................................................................................................................... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN...................................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................. v RIWAYAT HIDUP.............................................................................................................. vi DAFTAR ISI......................................................................................................................... vii DAFTAR TABEL................................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian................................................................................................. 8 D. Manfaat Penelitian............................................................................................... 8 E. Ruang Lingkup.................................................................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menstruasi ......................................................................................................... 11 B. Dismenore.......................................................................................................... 15 C. Remaja.............................................................................................................. 22 D. Pendidikan Kesehatan....................................................................................... 26 E. Pengetahuan........................................................................................................ 33 F. Kerangka Teori................................................................................................... 40 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA, DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep............................................................................................... 41
B. Hipotesa............................................................................................................ 42 C. Definisi Operasional.......................................................................................... 42 BAB IV METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian................................................................................................ 44 B. Populasi, Sampel dan Tehnik Penelitian............................................................. 45 C. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................................. 46 D. Metode Pengumpulan Data................................................................................. 47 E. Pengolahan Data................................................................................................ 52 F. Analisa Data........................................................................................................ 54 G. Etika penelitian....................................................................................................56 BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian............................................................................... 58 B. Analisa Univariat................................................................................................ 59 C. Analisa bivariat................................................................................................... 61 BAB VI PEMBAHASAN A. Pengetahuan sebelum intervensi pendidikan kesehatan...................................... 63 B. Pengetahuansetelah intervensi pendidikan kesehatan......................................... 64 C. Efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadapa tingkat pengetahuan........................................................................................................ 66 D. Keterbatasan Penelitian....................................................................................... 69 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan......................................................................................................... 71 B. Saran................................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 kadar hormon dan pertahanan endometrium selama siklus menstruasi 13 Gambar 2.2 Kerangka teori 39 Gambar 3.1 Kerangka konsep 40 Gambar 4.1 Desain penelitian 47
DAFTAR TABEL Table 3.1. Definisi Operasional…………………………………………………………
42
Tabel 4.1 Kisi-kisi pertanyaan…………………………………………………………..
48
Tabel 5.1 Distribusi frekuesi tingkat tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat …….....
58
Table 5.2 Distribusi frekuesi tingkat tingkat pengetahuan responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat..............
59
Table 5.3 Distribusi hasil normalitas pengetahuan siswi sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan tentang dismenore ....................……………................
60
Table 5.4 Uji analisis perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang dismenore menggunakan uji Paired samples T-test...…..........................................................................................................
61
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sepanjang siklus kehidupannya mengalami tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang diawali pada masa bayi, pra sekolah, anak sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Tahap remaja merupakan tahap peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional (Bobak, 2004 dan Moersitowati, 2008). Seseorang dikatakan remaja jika telah berusia 11-19 tahun (DepKes RI, 2008). Remaja mengalami berbagai perkembangan seluruh sistem dalam tubuh, salah satunya perkembangan sistem reproduksi (Bobak, 2004). Perkembangan sistem reproduksi pada remaja perempuan ditandai dengan munculnya karakteristik seksual primer dan sekunder. Karakteristik primer meliputi perubahan yang terkait dengan fungsi organ reproduksi, yaitu ovarium, uterus, dan payudara, sedangkan karakteristik sekunder meliputi perubahan suara, perubahan bentuk wajah, penumpukan lemak, pertumbuhan rambut di sekitar genetalia, pembesaran buah dada, dan pinggul. Setelah munculnya karakteristik seksual primer dan sekunder, remaja perempuan kemudian akan mengalami kematangan sistem reproduksi yang ditandai dengan terjadinya menstruasi (Pinem, 2009). Menstruasi merupakan pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala. Menstruasi terjadi dalam interval-interval yang kurang lebih teratur, siklik, dan dapat diperkirakan waktunya, sejak menarche sampai menopause kecuali saat hamil, menyusui, anovulasi (Cunningham, 2005) 1
2
Remaja perempuan dalam perkembangan sistem reproduksinya, dapat mengalami masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi (Widyaningsih, 2007). Masalah reproduksi pada remaja meliputi kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi, masalah penyakit menular seksual, termasuk infeksi HIV/AIDS, tindak kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, transaksi seks komersial dan gangguan menstruasi (Depkes RI, 2008). Menstruasi dapat menimbulkan gangguan, yang dapat berkaitan dengan perubahan lamanya siklus menstruasi, jumlah darah yang keluar saat menstruasi, perubahan pada siklus dan jumlah darah menstruasi, dan gangguan menstruasi lainnya. Penelitian yang dilakukan Bieniasz (2000) dalam Prima (2009) di Amerika melaporkan bahwa gangguan menstruasi terdiri dari amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%, oligomenore 50%, polimenore 10,5%, dan dismenore yang bervariasi antara 15,8% sampai 89,5%, dengan prevalensi tertinggi pada remaja. Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff (2005) sebagai sensasi nyeri kram pada abdomen bawah. Tanda dan gejala dismenore meliputi kram atau nyeri pada abdomen bawah, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, sakit punggung, nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit tidur, pusing, gelisah, dan depresi (Harel, 2006). Dismenore terjadi sekitar waktu menstruasi biasanya pada hari pertama atau kedua dan mencapai puncaknya pada
3
24 jam pertama yang kemudian mereda setelah hari kedua sampai hari ketiga menstruasi (Wong, 2008 & Smith, 2003). Dismenore diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan penyebabnya yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore primer merupakan nyeri haid tanpa kelainan pada anatomi genitalia (Holder, 2009). Tanda dan gejala dismenore primer meliputi nyeri kepala, muntah, mual, nyeri abdomen bagian bawah, kelemahan dan gangguan gastrointestinal lainnya (Dusek, 2001 & Juang, 2006). Gejala dismenore primer ini mulai dirasakan beberapa jam setelah menstruasi dan memuncak ketika aliran darah yang keluar menjadi berat selama hari pertama atau hari kedua selama siklus menstruasi, dan nyeri terpusat di daerah suprapubik dan menjalar ke punggung atau permukaan dalam paha (Slap, 2003). Dismenore primer biasanya dimulai pada saat remaja, seiring dengan bertambahnya usia, nyeri cenderung berkurang dan akhirnya menghilang setelah melahirkan anak (Llewellyn, 2001). Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang disertai kelainan anatomis genitalis (Manuaba, 2001). Dismenore sekunder jarang terjadi pada usia sebelum 25 tahun. Penyebab dismenore sekunder meliputi endometriosis atau penyakit peradangan pelvik, stenosis servik, neoplasma ovarium, dan polip uteri (Bobak, 2004). Gejala berupa nyeri kram yang khas mulai dua hari atau lebih sebelum menstruasi dan nyerinya semakin hebat pada akhir menstruasi (Llewellyn, 2001). French (2005) melaporkan bahwa prevalensi dismenore paling tinggi pada remaja perempuan di Amerika Serikat dengan perkiraan antara 20% sampai 90%. Sekitar 15% remaja perempuan dilaporkan menderita dismenore berat, dan
4
dismenore merupakan penyebab ketidakhadiran di sekolah. Studi longitudinal yang dilakukan secara kohort pada perempuan Swedia ditemukan pravelensi dismenore sebesar 90% pada usia 19 tahun dan 67% pada usia 24 tahun. Penelitian yang dilakukan Harel (2006) pada remaja perempuan usia 11-12 tahun di Australia 53% dilaporkan mengalami keterbatasan sosial, olahraga, dan aktivitas sekolah karena mengalami dismenore. Hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 melaporkan angka kejadian dismenore 72,89% dismenore primer dan 27,11% dismenore sekunder. Angka kejadian dismenore berkisar antara 45% sampai 95% di kalangan perempuan usia produktif (Misaroh, 2009). Dan di Jakarta penelitian yang dilakukan oleh Rizal (2009) didapatkan bahwa angka kejadian dismenore di MAN 4 Jakarta sebesar 81,9%. Masalah dismenore yang terjadi pada remaja masih belum banyak diketahui oleh remaja itu sendiri. Hal ini diketahui oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan Nafiroh (2010) dalam penelitiannya yang dilakukan di MTs NU Mraggen Demak tahun 2010 menunjukkan dari 46 responden siswi MTs NU Mraggen Demak, 36 siswi (78,3%) berpengetahuan kurang, 10 siswi (21,7%) pengetahuan baik. Demikian juga Heriani (2009) di Pati juga mengungkapkan bahwa: 1) Pengetahuan tentang dismonerea kedua kelompok sebelum pemberian pendidikan kesehatan tentang dismonerea sebagian besar cukup, 2) Pengetahuan tentang disminorea kedua kelompok sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang disminorea pada kelompok dengan pendidikan kesehatan menggunakan media leaflet sebagian besar baik dan pada kelompok dengan pendidikan
5
kesehatan tanpa menggunakan leaflet rata-rata cukup dan baik, dan 3) Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang dismenorea terhadap pengetahuan tentang dismonerea pada siswi kelas I SMP Negeri 02 dan MTS As-Safi’iyah Kayen Pati. Pendidikan kesehatan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidik kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. Masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu atau media pendidikan. Media promosi kesehatan berfungsi untuk membantu dalam proses pendidikan atau pengajaran sehingga pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas, dan siswa atau sasaran dapat menerima pesan tersebut dengan tepat dan jelas (Notoatmodjo, 2005). Studi pendahuluan yang telah dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat bahwa didapatkan angka kejadian dismenore sebesar 67,8% mengalami dismenore dan 32,6% tidak dismenore. Peneliti melakukan wawancara pada sepuluh siswi, tujuh orang diantaranya mengatakan mengalami dismenore dan mereka belum mengetahui tentang dismenore, dan tiga orang lainnya hanya mengetahui tentang pengertian dismenore. Hasil wawancara dari Kepala Sekolah diperoleh informasi bahwa di MTs Islamiyah Ciputat pernah di lakukan
6
pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, tetapi belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan khususnya mengenai dismenore. Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat merupakan salah satu Madrasah Tsanawiyah di Kecamatan Ciputat kabupaten Tangerang Selatan. Perpustakaan yang terdapat di MTs Islamiyah Ciputat belum menyediakan buku-buku tentang kesehatan reproduksi khususnya masalah dismenore yang memungkinkan para siswi mengalami kesulitan memperoleh informasi. Fenomena yang terjadi berdasarkan data-data yang ditemukan, peneliti tertarik untuk meneliti efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat.
B. Rumusan Masalah Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff (2005) sebagai sensasi nyeri kram pada abdomen bawah. French (2005) melaporkan bahwa pravelensi dismenore paling tinggi pada remaja perempuan di Amerika Serikat dengan perkiraan antara 20% sampai 90%. Sekitar 15% remaja perempuan dilaporkan menderita dismenore berat, dan dismenore merupakan penyebab ketidakhadiran di sekolah. Studi longitudinal yang dilakukan secara kohort pada perempuan Swedia ditemukan prevalensi dismenore sebesar 90% pada usia 19 tahun. Hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 melaporkan angka kejadian dismenore 72,89% dismenore primer dan 27,11% dismenore sekunder. Angka kejadian dismenore berkisar antara 45% sampai 95% di kalangan
7
perempuan usia produktif (Misaroh, 2009). Dan didapatkan bahwa remaja yang mengalami dismenore banyak diantaranya berpengetahuan kurang hal ini di kemukakan oleh Nafiroh (2010) dari 46 responden siswi MTs NU Mraggen Demak, 36 siswi (78,3%) berpengetahuan kurang, 10 siswi (21,7%) pengetahuan baik. Dan hasil penelitian sebelumnya mengenai penelitian Heriani (2009) hasil penelitian menunjukkan: 1) Pengetahuan tentang dismonerea kedua kelompok sebelum pemberian pendidikan kesehatan tentang dismenorea sebagian besar cukup, 2) Pengetahuan tentang dismonerea kedua kelompok sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang dismenore pada kelompok dengan pendidikan kesehatan menggunakan media leaflet sebagian besar baik dan pada kelompok dengan pendidikan kesehatan tanpa menggunakan leaflet rata-rata cukup dan baik, dan 3) Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang dismenorea terhadap pengetahuan tentang dismonerea pada siswi kelas I SMP Negeri 02 dan MTS As-Safi’iyah Kayen Pati. Studi pendahuluan yang dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat bahwa didapatkan angka kejadian dismenore sebesar 67,8% mengalami dismenore dan 32,6% tidak dismenore. Peneliti melakukan wawancara pada sepuluh siswi, tujuh orang diantaranya mengatakan mengalami dismenore dan mereka belum mengetahui tentang dismenore, dan tiga orang lainnya hanya mengetahui tentang pengertian dismenore. Hasil wawancara dari Kepala Sekolah diperoleh informasi bahwa di MTs Islamiyah Ciputat pernah di lakukan pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, tetapi belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan khususnya mengenai dismenore.
8
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap pengetahuan remaja perempuan di Madrasah Tsanawiyah Ciputat. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran pengetahuan remaja perempuan
tentang
dismenore sebelum diberikan pendidikan kesehatan. b. Diketahuinya tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang dismenore setelah diberikan pendidikan kesehatan. c. Diketahuinya efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Ilmiah Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
masukan
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi pada remaja perempuan khususnya yang berkaitan dengan dismenore. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam pengembangan
kurikulum
pendidikan
keperawatan,
khususnya
mengenai kesehatan reproduksi remaja yang berkaitan dengan
9
masalah-masalah mesntruasi seperti dismenore yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam memberikan promosi kesehatan pada remaja. b. Bagi MTs Islamiyah Ciputat Hasil penelitian ini dapat meningkatan pengetahuan khususnya bagi remaja perempuan tentang dismenore dan penanganannya. c. Bagi tenaga kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran tentang pentingnya kesehatan reproduksi pada remaja terutama mengenai gangguan saat menstruasi yaitu dismenore sehingga bisa dijadikan sebagai data dasar dalam memberikan promosi kesehatan.
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di MTs Islamiyah Ciputat dengan menggunakan desain quasi eksperimen dengan one group pretest-posttest design. Metode pengumpulan data menggunakan total sampling. Data yang digunakan adalah data primer dengan melakukan intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menstruasi 1. Pengertian Menstruasi adalah pengeluaran darah secara periodik, dan siklik dari uterus disertai dengan pelepasan endometrium (Winjosastro, 2005). Menstruasi merupakan pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala. Menstruasi terjadi dalam interval-interval yang kurang lebih teratur, siklik, dan dapat diperkirakan waktunya, sejak menarche sampai menopause kecuali saat hamil, menyusui, anovulasi (Cunningham, 2005). Jarak siklus menstruasi rata-rata terjadi dengan selang waktu 22 sampai 35 hari (dihitung dari hari pertama keluarnya darah menstruasi hingga hari pertama berikutnya) dengan rata-rata keluarnya darah menstruasi berlangsung satu sampai delapan hari dan jumlah rata-rata hilangnya darah selama menstruasi adalah 30 ml (Llewwllyn, 2001). 2. Fisiologi siklus menstruasi Fungsi
menstruasi
normal
merupakan
hasil
interaksi
antara
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak, 2004).
10
11
Panjang siklus menstruasi ialah jarak tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hormon yang berperan pada suatu siklus menstruasi adalah FSH, GnRH, dan faktor penghambat prolaktin (prolactin inhibiting factor, PIF). Hormon ini memicu pengeluaran FSH, LH, dan PRL dari hipofisis anterior. Prolaktin dan LH memicu sintesis dan pengeluaran hormon di ovarium, yaitu antara 21-35 hari (Wikjosastro, 2005). 3. Siklus menstruasi Menstruasi terdiri dari tiga fase yaitu fase proliferasi, fase sekretorik, dan fase menstruasi. Fase proliferasi dimulai pada hari ke-5 setelah menstruasi dan berlangsung selama 11 hari. Pelepasan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus menstimulasi kelenjar hipofise mensekresi Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang kemudian menstimulasi pertumbuhan folikel ovarium. Folikel ini dominan menghasilkan estrogen yang merangsang pertumbuhan endometrium. Sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat sehingga memicu terjadinya ovulasi (Carr, 2008 & Jabbour, 2006). Fase sekresitorik disebut juga fase progesteron terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama 12 hari. Karakteristik dijumpai adanya korpus luteum. Korpus luteum ini mensekresi progesteron dalam jumlah yang banyak dan sedikit estrogen. Progesteron bekerja berlawanan dengan estrogen, yakni menghambat proliferasi dan menghasilkan perubahan glandular untuk menerima implantasi dari ovum yang telah dibuahi. Bila tidak terjadi
12
pembuahan dan produksi human Chorionic Gonadotropin (hCG), korpus luteum tidak akan bertahan. Regresi dari korpus luteum ini mengakibatkan penurunan progesteron dan estrogen yang memicu penipisan lapisan endometrium sehingga terjadi menstruasi (Jabbour, 2006). Fase menstruasi merupakan fase yang terjadi jika ovum yang telah dilepas tidak dibuahi yang akibatnya korpus luteum berinvolusi sehingga estrogen dan progesteron akan menurun drastis. Hal ini mengakibatkan dilepaskannya vasokontriktor prostaglandin sebagai mediator inflamasi. Kemudian jaringan deskuamasi, darah di dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari prostaglandin dan zat-zat lain di dalam lapisan yang berdeskuamasi sehingga semuanya akan merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan dikeluarkannya semua isi uterus (Guyton, 2007). Gambar di bawah ini memperlihatkan perubahan kadar hormon dan endometrium yang terjadi selama siklus menstruasi normal.
Gambar 2.1. Kadar hormon dan perubahan endometrium selama siklus menstruasi
13
4. Gangguan menstruasi Gangguan menstruasi terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu 1) kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi yaitu hipermenorea atau menoragia dan hipomenorea; 2) kelainan siklus yaitu polimenorea, oligomenorea dan amenorea; 3) perdarahan diluar menstruasi yaitu metroragia; 4) gangguan lain yang ada hubungannya dengan menstruasi yaitu dismenorea (Manuaba, 2003). Menoragia merupakan perdarahan menstruasi yang berlangsung lebih dari delapan sampai sepuluh hari dengan perdarahan yang keluar dari 80 ml (Chandran, 2008). Hipomenorea merupakan perdarahan menstruasi yang berlangsung kurang dari tiga hari dengan perdarahan kurang dari normal (Manuaba, 2003). Polimenore merupakan siklus kurang dari 20 hari. Oligomenore siklus diatas 35 hari (Manuaba, 2003). Amenore dibagi menjadi 2 golongan yaitu amenore primer dan amenore sekunder, amenore primer merupakan tidak terjadi menstruasi sampai usia 16 tahun atau sampai usia 14 tahun dengan perkembangan pubertas yang tidak normal. Amenore sekunder merupakan gangguan siklus menstruasi yang ditandai dengan terlambatnya periode menstruasi selama 3 bulan berturutturut. Amenore sekunder lebih sering terjadi daripada amenore primer, yang disebabkan karena disfungsi dari Hypothalamic-pituitary-ovarian (HPO) aksis (Chandran, 2008). Metroragia merupakan jumlah perdarahan tidak teratur, tidak bersifat siklik dan sering berlangsung lama. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kondisi patologik didalam uterus atau organ
14
genetalia interna (Manuaba, 2003). Dismenore merupakan nyeri pada waktu menstruasi (Llewellyn, 2001).
B. Dismenore 1. Pengertian Dismenore berasal dari bahasa Yunani yaitu dys yang berarti sulit atau menyakitkan atau tidak normal. Meno berarti bulan dan rrhea yang berarti aliran. Dismenore didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau nyeri menstruasi (Karim, 2009 dalam Dyah, 2010). Dismenore merupakan nyeri di perut bagian bawah, menyebar kedaerah pinggang, dan paha. Nyeri ini timbul tidak lama sebelum atau bersama-sama dengan permulaan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari (Wiknjosastro, 2007). Badziad (2003) juga mengemukakan dismenore merupakan nyeri saat menstruasi yang terasa di perut bagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri dapat bersifat terus menerus. Dismenore timbul akibat kontraksi disritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga berat pada abdomen bagian bawah, daerah pinggang dan sisi medial paha. Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff (2005) sebagai sensasi nyeri yang seperti kram pada abdomen bawah sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit
15
kepala, mual, muntah, diare dan tremor. Jadi dismenore dapat disimpulkan rasa nyeri pada saat menstruasi yang terasa di perut bagian bawah, menyebar ke bagian pinggang, dan paha. 2. Klasifikasi Simanjuntak (2008) mengungkapkan bahwa dismenore terbagi dua macam, yaitu a. Dismenore primer Dismenore primer nyeri menstruasi tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata (Holder, 2009). Dismenore primer terjadi sejak usia pertama kali datangnya haid yang disebabkan oleh faktor intrisik uterus dan berhubungan erat dengan ketidakseimbangan hormon steroid seks ovarium, yaitu karena produksi hormon prostaglandin yang berlebih pada fase sekresi yang menyebabkan perangsangan pada otot-otot polos endometrium (Badziad, 2003). Bobak (2004) mengemukakan dismenore primer terjadi, jika tidak ada penyakit organik, biasanya dari bulan keenam sampai tahun kedua setelah menarke. Pada jenis dismenore ini biasanya nyeri akan hilang pada usia 25 tahun atau setelah wanita hamil dan melahirkan pervagina. b. Dismenore sekunder Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang dikaitkan dengan penyakit pelvis organik, seperti endometriosis, penyakit radang panggul pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus,
16
dan polip uterus. Penggunaan alat kontrasepsi berupa intrauterine (IUD) juga dapat merupakan penyebab dismenore sekunder (Bobak, 2004). Dismenore sekunder atau dismenore didapat jarang sekali terjadi sebelum usia 25 tahun (Llewellyn, 2001). 3. Penyebab dan Faktor Resiko Dismenore primer disebabkan oleh beberapa faktor menurut Simanjuntak (2008), yaitu: a. Faktor kejiwaan Dismenore
primer
banyak
dialami
oleh
remaja
yang
mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Ketidaksiapan remaja putri dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan menstruasi seperti dismenore. b. Faktor kontitusi Faktor konstitusi erat hubungannya dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya keluhan dismenore primer, karena faktor ini menurunkan ketahan seseorang terhadap rasa nyeri. c. Faktor endokrin Faktor endokrin dismenore primer merupakan akibat dari kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan tonus dan kontraksi otot usus (Simanjuntak, 2008). Hal yang paling utama yang menyebabkan dismenore primer
17
hubungannya dengan faktor endokrin adalah hormone estrogen, progesterone, dan prostaglandin. Saat menjelang ovulasi, hormone estrogen akan turun diikuti kenaikan hormone progesterone (Guyton dan Hall, 2007). Pelepasan prostaglandin oleh endometrium terutama prostaglandin yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos uterus. Jika jumlah prostaglandin yang dihasilkan berlebihan dan dilepaskan ke dalam sirkulasi atau peredaran darah, maka selain dismenore disertai gejala-gejala umum, seperti diare, nausea, muntah, dan flushing (Simanjuntak, 2008). Dismenore sekunder disebabkan oleh kondisi patologik yang terindetifikasi atau kondisi Iatrogenik di uterus, tuba, ovarium, atau pada peritoneum pelvis. Nyeri ini umumnya terasa saat proses-proses patologik tersebut mengubah tekanan didalam atau disekitar pelvis, mengubah atau membatasi aliran darah, atau menyebabkan iritasi di peritoneum pelvis. Penyebab dari dismenore sekunder bisa dibagi 2 macam secara garis besar meliputi penyebab intrauterine yaitu adenomiosis, mioma, polip endometrium, dan IUD. Penyebab ekstrauterin yaitu endometrium, tumor, dan inflamasi (Smith, 2003). Terdapat banyak hal yang menjadi faktor risiko dismenore primer dan dismenore sekunder. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1) Faktor risiko dismenore primer French (2005) mengemukakan ada beberapa faktor risiko yang menimbulkan dismenore meliputi: usia kurang dari 20 tahun, usah
18
untuk mengurangi berat badan, depresi atau ansietas, nuliparitas, merokok, riwayat keluarga, dan lama periode menstruasi panjang. 2) Faktor risiko dismenore sekunder Calis (2009) mengemukakan beberapa faktor resiko yang menimbulkan
dismenore
sekunder
meliputi:
endometriosis,
penyakit inflamasi pelvis, dan kista. 4. Patofisiologi Patofisiologi terjadinya dismenore masih belum jelas karena banyak faktor yang menjadi penyebabnya (Junizar, 2001). Dismenore terjadi selama fase luteal dan menstruasi, prostaglandin F2 alfa (PGF₂α) disekresi. Pelepasan PGF₂α yang berlebihan meningkatkan amplitude dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus, sehingga menyebabkan iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifat siklik. Respon sistemik terhadap PGF₂α meliputi nyeri punggung, kelemahan, keluar keringat, gejala saluran cerna (anoreksi, mual, muntah, dan diare), dan gejala sistem saraf pusat (sinkop, pusing, nyeri kepala, dan kontraksi buruk) (Bobak, 2004). 5. Tanda dan gejala Tanda dan gejala dismenore primer meliputi rasa nyeri yang mulai dirasakan beberapa jam setelah menstruasi dan memuncak ketika aliran darah yang keluar menjadi berat selama hari pertama atau hari kedua selama siklus menstruasi, dan nyeri terpusat di daerah suprapubik dan
19
menjalar ke punggung atau permukaan dalam paha (Slap, 2003). Adapun tanda dan gejala dismenore lainnya meliputi mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, sakit punggung, nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit tidur, pusing, gelisah, dan depresi (Harel, 2002). Pinkerton (2010) menambahkan tanda dan gejala dismenore adalah nyeri tajam, berdenyut, dapat menyebar sampai ke kaki, sakit kepala, mual, sembelit atau diare, sakit punggung bawah, dan kadang terjadi muntah. Pada kasus berat, nyeri kram dapat disertai anoreksia ,mual, muntah, diare, pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk (Bobak, 2004) dan menyebabkan seseorang pingsan (Abbaspour, 2006). Tanda dan gejala dari dismenore sekunder yaitu nyeri kram yang khas mulai 2 hari atau lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya mencapai puncak dan berlangsung selama 2 hari atau lebih (Llewellyn, 2001). 6. Penatalaksanaan Bobak (2004)mengungkapkan bahwa terdapat beberapa cara dalam menangani dismenore, untuk membantu mengurangi rasa nyeri menstruasi dapat dilakukan dengan cara non farmakologi dan farmakologi, yaitu : a. Non farmakologi 1) Kompres air hangat Pemberian pengompresan air hangat dapat membantu merelaksasikan otot-otot dan sistem saraf, dapat juga dilakukan untuk menurunkan nyeri. Respon fisiologis yang ditimbulkan dari teknik ini adalah vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah, sehingga dapat
20
meningkatkan aliran darah ke bagian tubuh yang sakit dan mampu menurunkan viskositas yang dapat mengurangi ketegangan otot, dengan respon tersebut dapat meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri (Bobak, 2004). 2) Olah raga cukup dan teratur seperti joging, lari dan senam serta menyediakan waktu yang cukup untuk beristirahat atau tidur. Olah raga yang cukup dan teratur dapat meningkatkan kadar hormon endorfin yang berperan sebagai naturalpain killer (Bobak, 2004). 3) Pengobatan herbal, nyeri haid dapat diatasi dengan minum jamu. Jamu nyeri menstruasi yang sering digunakan banyak mengandung simplisia yang berkhasiat sebagai anti nyeri, anti radang, serta anti spasmodic (anti kejang otot). Simplisia dapat diperoleh di bumbu dapur, misalnya kunyit, buah asam, dan kayu manis. Pembuatannya akan diolah seperti jamu (Wijayakusuma, 2008). 4) Teknik relaksasi napas yaitu menarik nafas dalam dari hidung dan perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut. Hal ini dapat meningkatkan oksigenasi darah, menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan (Smeltzer, 2002). b. Farmakologi 1) Obat analgetik Obat analgetik diberikan sebagai terapi simptomatik. Obat analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri seperti preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kefein (Winjosastro, 2005).
21
2) Terapi NSAIDS Terapi (NSAIDS) Non-Steroid-Anti-Inflammatory Drugs/ Obat non-steroid anti prostaglandin, NSAIDS ini sering digunakan dan memegang peranan penting terhadap dismenore primer. Untuk mengatasi dismenore biasanya menggunakan obat-obat sejenis prostaglandin inhibitor yaitu dengan NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs) yang menghambat produksi dan kerja prostaglandin. Obat itu termasuk formula ibuprofen dan naproksen (Winjosastro, 2005). 3) Pengobatan hormonal Pengobatan hormonal untuk meredakan dismenore dan lebih tepat diberikan pada wanita yang ingin menggunakan alat KB berupa pil. Jenis hormon yang diberikan yaitu pil kontrasepsi (Winjosastro, 2005).
C. Remaja 1. Pengertian Remaja berasal dari bahasa latin yaitu tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Menurut Piaget mengatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama (Hurlock, 2004).
22
Batasan usia remaja menurut Depkes (2008) seseorang dikatakan remaja jika telah berusia 11 sampai 19 tahun. Menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adala pada usia 10 sampai 21 tahun. Menurut Hurlock (2007) remaja adalah usia 12 sampai 18 tahun. Dapat disimpulkan batasan usia remaja pada rentang usia 10 sampai dengan 21 tahun. 2. Pembagian masa remaja Masa remaja akan melewati tahapan sebagai berikut; 1) masa remaja awal/dini (early adolescence) dengan umur 11 sampai 13 tahun; 2) masa remaja pertengahan (middle adolescence) dengan umur 14 sampai 16 tahun; dan 3) masa remaja lanjut (late adolescence) dengan umur 17 sampai 20 tahun (Soetjiningsih, 2004). Tahapan perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tingkatan menurut Sarwono (2008) yaitu: a. Remaja Awal (Early Adolescence) Masa remaja awal ditandai dengan lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya ketrampilan-ketrampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk meningkatkan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua. b. Remaja Madya (Middle Adolescence) Pada tahap ini sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukai . ada kecenderungan “narcistic”,
23
yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis. c. Remaja Akhir (Late Adolescence ) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima yaitu: 1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru, 3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri), 5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public). 3. Perkembangan Remaja Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan (Dariyo, 2004), yaitu: 1) Perkembangan fisik Remaja mengalami masa pertumuhan yaitu pertumbuhan fisik yang sangat pesat, yang ditandai oleh ciri-ciri perkembangan pada masa pubertas. Otot-otot tubuh mengeras, tinggi dan berat badan meningkat cepat, begitu pula dengan proporsi tubuh yang semakin
24
mirip dengan tubuh orang dewasa, termasuk juga fungsi seksualnya. Hal ini disebabkan karena adanya proses biologisyang berkaitan dengan
perubahan
perempuan
hormonal
mengalami
didalam
menarche,
tubuh
yaitu
remaja.
menstruasi
Remaja pertama,
sedangkan putra mengalami spermarche, yaitu pertama kalinya cairan sperma keluar, yang umumnya saat tidur. Pada remaja perempuan tumbuh payudara, muncul rambut di sekitar alat kelamin, jaringan lemak mulai menebal terutama dibagian lengan, paha, pinggul dan perut. Pada remaja putra, ukuran alat kelaminnya sudah mencapai ukuran orang dewasa, muncul rambut di sekitar alat kelamin, rambut di ketiak, kaki, dada (tidak pada semua laki-laki), terjadi perubahan pita suara sehingga suara jadi lebih berat dan besar (Dariyo, 2004). 2) Perkembangan kognitif Perkembangan
kognitif,
menurut
Piaget,
perkembangan
kognitif pada remaja memasuki tahap operasional formal yang ditandai dengan kemampuan untuk berpikir abstrak, idealis, dan logis. Dalam memecahkan masalah, ia mampu melakukan penalaran dedukatif, yaitu penalaran terhadap beberapa premis yang kemudian mengambil suatu kesimpulan. Selain itu, cara berpikirnya pun seperti ilmuwan, yang oleh Piaget disebut dengan istilah hypotheticodeductivereasoning,
yaitu
membuat
perencanaan,
memecahkan
masalah secara sistematis dan melakukan pengetesan terhadap solusi yang diambil (Dariyo, 2004).
25
3) Perkembangan psikososial Perkembangan psikososial hubungan remaja dengan orang tuanya mulai berpindah ke teman sebaya. Hubungan interpersonal dengan peer-group menjadi intensif karena penerimaan oleh teman sebaya menjadi sangat penting bagi remaja. Teman sebaya merupakan tempat berbagi perasaan dan pengalamannya. Mereka juga menjadi bagian dari proses pembentukan identitas diri. Muncul pula suatu gejala konformitas, yaitu tekanan dari kelompok sebaya (peer), baik nyata ataupun tidak (hanya persepsi si remaja itu sendiri), sehingga ia mengadopsi sikap atau prilaku orang lain seperti pemimpin kelompok dan anggota kelompok tersebut (Dariyo, 2004).
D. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang dtujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Dermawan, 2008). Pendidikan kesehatan merupakan gambaran penting dan bagian dari
peran
perawat
profesional
dalam
upaya
pencegahan
dan
penanggulangan penyakit (Nursalam, 2008). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan secara optimal.
26
Green (1980) mengungkapkan kegiatan pendidikan kesehatan ditujukan kepada tiga faktor, yaitu: a. Pendidikan kesehatan dalam faktor –faktor predisposisi. Pendidikan
kesehatan
ditujukan
untuk
mengubah
kesadaran,
memberikan dan meningkatkan pengetahuan sasaran pendidikan kesehatan
yang
menyangkut
tentang
pemeliharaan
kesehatan,
peningkatan kesehatan individu, kelompok, keluarga dan masyarakat. b. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor pemungkin (enabling) Pendidikan kesehatan dipengaruhi faktor enabling atau kemungkinan diantaranya sarana dan prasarana kesehatan bagi sarana pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan dilakukan dengan memberikan bimbingan pelatihan dan bantuan teknis lainnya yang dibutuhkan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. c. Pendidikan kesehatan dalam faktor –faktor penguat (reinforcing) Faktor-faktor reinforcing ini antara lain tokoh agama, tokh masyarakat, dan petugas kesehatan. Pemberian pelatihan pendidikan kesehatan ditujukan kepada masyarakat dan petugas kesehatan. Individu, keluarga, kelompo, dan masyarakat akan menjadikan mereka teladan dalam bidang kesehatan. Perubahan perilaku hidup sehat akan lebih mudah tercapai jika yang memberikan pendidikan kesehatan adalah orang yang diyakini kebenaran atas perkataan , sikap, dan perilakunya. Ruang lingkup dalam pendidikan kesehatan sangat luas karena mencakup segi kehidupan masyarakat. Aspek yang mendasari pendidikan kesehatan
27
adalah
kesehatan,
tempat
pelaksanaan,
dan
tingkat
pelayanan
(Notoatmodjo, 2007). Dimensi sasaran merupakan kelompok pendidikan kesehatan yang dibedakan berdasarkan sasarannya yaitu, sasaran individu, kelompok, dan masyarakat luas. Dimensi tempat pelaksana merupakan dimensi yang menyesuaikan antara sasaran dengan tempat pelaksanaanya, contoh pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran murid.
Sedangkan
dimensi
tingkat
pelayanan
kesehatan
adalah
pendidikan kesehatan yang dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan yaitu promosi kesehatan, perlindungan khusus, pengobatan segera, pemberatasan kecacatan, dan rehabilitas. 2. Pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari ilmu kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah penunjang bagi terlaksananya program-program kesehatan lainnya. Perubahan perilaku yang diharapkan
sebagai hasil
akhir dari pelaksanaan pendidikan kesehatan seringkali tidak mencapai hasil yang maksimal, dikarenakan banyaknya hambatan. Salah satu hambatan adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana yang dapat memfasilitasi perubahan perilaku sasaran pendidikan kesehatan baik secara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Dermawan, 2008). Promosi kesehatan saat ini merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan masa lalu. Promosi kesehatan bukan hanya kegiatan penyadaran masyarakat atau pemberian atau peningkatan pegetahuan masyarakat tentang kesehatan tetapi juga merupakan upaya-upaya dalam memfasilitasi
28
perubahan perilaku kesehatan. Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan baik dalam masyarakat sendiri maupun organisasi dan lingkungannya (Dermawan, 2008). 3. Metode Notoatmodjo (2007) mengemukakan metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan, kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan individu, kelompok,
masyarakat,
besarnya
kelompok,
waktu
pelaksanaan
pendidikan kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode pendidikan kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan kelompok dan pendidikan massa. Metode yang sering digunakan dalam pendidikan kesehatan yaitu bimbingan dan penyuluhan, wawancara, ceramah, seminar, symposium, diskusi kelompok, dan permainan peran. Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Jenis metode penyuluhan antara lain metode penyuluhan perorangan, metode penyuluhan kelompok, dan metode penyuluhan masa. 1. Metode Individual (Perorangan) Metode penyuluhan perorangan diterapkan mengingat masingmasing individu memiliki perbedaan satusama lain. Perubhan perilaku yang diharapkan akan dilakukan dengan pendekatan yang sesuai dengan masing-masin individu. Pendekatan yang digunakan dalam
29
metode pembelajaran untuk perorangan diantaranya: bimbingan dan wawancara (Notoatmodjo, 2007). a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
Akhirnya
klien
akan
dengan
sukarela,
berdasarkan kesadaran, dnegan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku) (Notoatmodjo, 2007). b.
Wawancara (interview) Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apalagi belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi (Notoatmodjo, 2007).
2. Metode kelompok Metode kelompok adalah kumpulan lebih dari individu yang satu sama lainnya melakukan interaksi dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kelompok digolongkan menjadi kelompok besar dan kelompok kecil. Peserta didik dalam kelompok besar, metode pembelajaran yang digunakan antar lain ceramah dan seminar. Untuk
30
kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan (Notoatmodjo, 2007). A. Kelompok Besar kelompok besar merupakan apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain ceramah dan seminar (Notoatmodjo, 2007). a. Ceramah Metode ceramah merupakan metode tertua dalam pendidikan kesehatan tetapi merupakan ketrampilan yang paling sulit dikuasai (Emilia, 2008). Ceramah digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, informasi baru, terhadap sasaran yang diinginkan (Dermawan, 2008). Keuntungan metode ceramah yaitu; 1) mudah digunakan; 2) dapat menyampaikan informasi; 3) mempengaruhi pendapat; 4) merangsang pikiran dan kritik; 5) dan dapat dikombinasi dialog antara pemberi ceramah dan audiens. Kerugian metode ceramah yaitu; 1) keterampilan memberi ceramah; 2) dan audiens pasif (Emilia, 2008). Keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila pemberi materi dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007):
31
1)
Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah.
2) Suara hendaknya cukup keras dan jelas. 3) Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah. 4) Berdiri di depan (di pertengahan), seyogianya tidak duduk. 5) Menggunakan alat-alat bantu lihat (AVA) semaksimal mungkin. b. Seminar Seminar terdiri dari elemen ceramah-diskusi tetapi dengan interaksi kelomok yang lebih banyak. Umumnya jumlah partisipan lebih sedikit (2-20 orang) sehingga interaksi dengan pimpinan seminar lebih banyak. Perbedaan utama dengan metode ekperiensial adalah seminar lebih bersifat informatif, tidak mengajarkan keterampilan dan diskusi bersifat didaktif denga pimpinan seminar harus lebih menguasai bidangnya disbanding audiens (Emilia, 2008). B. Kelompok Kecil Kelompok kecil merupakan peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain (Notoatmodjo, 2007): a. Diskusi Kelompok (Discussion Group) Diskusi
adalah
metode
pemebelajaran
dengan
menekankan pada pembicaraan dua arah yang ditujukan untuk
32
memecahkan masalah dalam bentuk pernyataan ataupun dalam bentuk pertanyaan. Keuntungan metode diskusi yaitu; 1) merangsang kreatifitas peserta; 2) saling menghargai; 3) dan memperluas wawasan. Kerugian metode diskusi yaitu; 1) pembicaraan sering menyimpangdari materi; 2) dan tidak semua peserta mendapatkan informasi yang sama (Dermawan, 2008). b. Curah Pendapat (Brain Storming) Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sana dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaan pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan (curah pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari oleh siapa pun. Baru setelah semua anggota dikeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat
mengomentari,
dan
akhirnya
terjadi
diskusi
(Notoatmodjo, 2007). c. Bola Salju (Snow Ball) Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2pasang
33
bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya, demikian seterusnya sehingga akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok (Notoatmodjo, 2007). d.
Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group) Metode ini mirip dengan diskusi kelompok yang membedakannya pada teknis pelaksanaan. Buzz group dilaksanakan pada kelompok kecil tanpa ketua ataupun sekretaris, yang dibutuhkan hanya pelapor yang sedang bertugas untuk menyampaikan hasil diskusi pada kelompok besar (Dermawan, 2008). Kelompok besar langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
(buzz group) yang
kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain, Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut, Selanjutnya hasil dan tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya (Notoatmodjo, 2008). e. Bermain peran (Role Play) Metode ini merupakan memerankan suatu pengalaman dalam bentuk meniru perilaku. Main peran dapat bersifat terstruktur (direncakan sebelumnya) atau tak terstruktur. Terdapat lima teknik dalam bermain peran yaitu; 1) meniru
34
mimic orang lain (role revearsal); 2) pemeran ditanya tentang perasaannya
(soliloquy);
3)
pengamat
mengungkapkan
perasaannya (doubling); 4) beberapa orang memerankan peran yang sama (multiple role-playing); 5) peran diganti-ganti selama waktu main peran (role rotation). Main peran sesuai dilakukan pada situasi yang sulit untuk mengekpresikan pikiran atau perasaaan dalam proses tertentu (Emilia, 2008) f. Simulasi (Simulation) Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi kelompok. Simulasi merupakan metode yang membutuhkan pengorganisasian yang cukup baik. Keuntungan metode simulasi yaitu; 1) lebih dekat dengan kehidupan nyata; 2) mendorong peserta agar lebih aktif; 3) lebih menarik; 4) dan meningkatkan
kerjasama.
Kekurangannya
yaitu;
1)
membutuhkan persiapan yang matang; 2) membutuhkan adaptasi peran dan menyita waktu ( Dermawan, 2008). 3. Metode Massa Masyarakat adalah sistem terbuka yang terbentuk atas berbagai kelompok baik homogen ataupun heterogen yang didalamnya terdapat interaksi berdasarkan pada nilai atau norma yang dianut. Metode yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan untuk masa adalah ceramah umum, pidato, dan simulasi. Pada umumnya bentuk
35
pendekatan (cara) massa ini tidak langsung. Biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa. a.
Ceramah umum (public speaking) Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesanpesan kesehatan. Safari KB juga merupakan salah satu bentuk pendekatan massa.
b. Pidato Pidato-pidato/ diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV maupun radio, pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa. Metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang sudah sejak lama digunakan. Ceramah digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, informasi baru terhadap sasaran yang diinginkan (Dermawan, 2008). Ceramah mangandalkan penuturan dari pemberi materi dan tidak banyak berharap atas respon dari para pesertanya, seramah lebih cenderung pasif, dan searah. Keuntungan digunakannya ceramah sebagai metode dalam pembelajaran diantaranya; peserta mudah dikuasi, jumlah peserta bisa besar. Metode ceramah merupakan metode yang tepat digunakan bagi sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah; 1) persiapan, dalam hal ini penceramah harus menguasai materi yang akan disampaikan;
36
2) pelaksanaan, tahapan pelaksanaan merupakan tahapan berjalannya ceramah. Penceramah dianjurkan untuk berpenampilan meyakinkan, tidak bersikap ragu-ragu dan gelisah. Suara jelas dan lantang, pandangan tertuju pada seluruh peserta (Notoatmodjo, 2007). 4. Media penyuluhan Media promosi kesehatan sering disebut sebagai alat peraga. Edgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 macam, yaitu: verbal, simbol visual, visual, radio, film, televisi, wisata, demokrasi, partisipasi, observasi, dan pengalman langsung (Notoatmodjo, 2007). Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu media cetak, elektronik (Televisi, radio, komputer, dan sebagainya) dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Media elektronika yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronik. Alat peraga akan membantu dalam melakukan penyuluhan, agar pesan pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat sasaran dapat menerima pesan orang tersebut dengan jelas dan tetap pula. Dengan alat peraga, orang lebih mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit sehingga mereka dapat menghargai betapa bernilainya kesehatan itu bagi kehidupan. Macam-macam alat bantu pendidikan kesehatan dibagi
37
menjadi 3, yaitu: alat bantu lihat (visual), alat bantu dengar (audio), dan alat bantu lihat dengar (audio visual) (Notoatmodjo, 2007 & Dermawan, 2008). Alat bantu lihat dan dengar merupakan alat bantu yang digunakan untuk menginterpretasikan indra penglihatan dan pendengaran melalui mata dan telinga seperti televisi dan video. Alat bantu dengar merupakan alat yang dapat menstimulasi indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran. Alat bantu lihat bertujuan untuk menstimulasi indera mata pada waktu proses pendidikan. Alat bantu lihat berupa media cetak. Media cetak berupa booklet ( berisi tulisan dan gambar yang berbentuk buku), flyer atau selembaran, flip chart atau lembar balik, dan leaflet (Notoatmodjo, 2007). a. Poster Poster merupakan media yang banyak di pakai untuk menunjukkan suatu kegiatan karena lebih menyentuh emosi pembaca. Poster paling baik untuk mendukung program promosi kesehatan yang lebih rinci, menguatkan sikap, dan mempromosikan kegiatan tertentu (Emilia, 2008). Poster merupakan pesan singkat dalam bentuk gambar dnegan tujuan memengaruhi seseorang agar tertarik atau bertindakan pada sesuatu. Makna kata-kata dalam poster harus jelas dan tepat serta dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih enam meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan
38
banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain-lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau foto(Notoatmodjo, 2007). Poster terutama dibuat untuk memengaruhi orang banyak dan memberikan pesan singkat. Cara pembuatannya harus menarik, sederhana, dan hanya berisikan satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak. Poster tidak dapat memberi pelajaran dengan sendirinya karena keterbatasan kata-kata. Poster lebih cocok digunakan sebagai tindak lanjut dari suatu pesan yang sudah disampaikan beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2007) Berdasarkan isi pesan, poster dapat disebut sebagai thematic poster, tactical poster, dan practical poster. Thematic poster yaitu poster yang menerangkan apa dan mengapa, tactical poster menjawab kapan dan dimana; sedangkan practical poster menerangkan siapa, untuk siapa, apa, mengapa, dan dimana. Keuntungan poster yaitu 1) Mudah dibuat; 2) Singkat waktu dalam pembuatannya; 3) Murah; 4) Dapat menjangkau orang banyak; 5) Mudah menggugah orang banyak untuk berpartisipasi; 6) Bisa dibawa kemana-mana; 7) Banyak variasi (Notoatmodjo, 2007).
39
b. Leaflet Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat singkat, padat, mudah dimengerti, dan gambargambar yang sederhana. Leaflet atau sering juga disebut pamflet merupakan selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu masalah khusus untuk sasaran dan tujuan tertentu. Ukuran leaflet biasanya 20 x 30 cm yang berisi tulisan 200 – 400 kata. Ada beberapa leaflet yang disajikan secara berlipat (Notoatmodjo, 2007). Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah. Keuntungan leaflet yaitu 1) Dapat disimpan lama; 2) Sebagai referensi; 3) Jangkauan dapat jauh; 4) Membantu media lain; 5) Isi dapat dicetak kembali dan dapat sebagai bahan diskusi (Notoatmodjo, 2007). c. Lembar informasi Lembar informasi merupakan bentuk penyampain yang ekonomis yang dapat ditempatkan di apotik, took obat, biro [romosi kesehatan, dan took makanan seha. Lembaran haruslah menarik dan lembaran lembaran dapat dikumpulkan dan dibandel menjadi bentuk informasi yang lengkap (Emilia, 2008). 5. Sasaran Pendidikan Kesehatan Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu baik yang sehat maupun sakit. Sasaran pendidikan kesehatan tergantung pada tingkat, dan tujuan penyuluhan yang diberikan. Lingkungan pendidikan
40
kesehatan dimasyarakat dapat dilakukan melalui berbagai lembaga dan organisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2007). 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan Suatu hubungan akan muncul antara proses keperawatan dan proses pengajaran dimana perawat memproses seluruh pengkajian sehingga akan tampak kebutuhan kesehatan klien. Perawat menetapkan tujuan khusus dan mengimplementasikan rencana pengajaran dengan menggunakan prinsip belajar-mengajar untukmenjamin bahwa klien memperoleh pengetahuan. Untuk mencapai keberhasilan dalam mengajarkan klien, perawat perlu melakukan pengkajian sluruh faktor yang mempengaruhi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan (Potter & Perry, 2005). Faktor- faktor tersebut antara lain; 1. Kebutuhan pembelajaran Untuk mengetahui adanya kebutuhan belajar, maka perawat mengkaji tingkat pemahaman klien mengenai prognosis penyakit yang dideritany, informasi yang diperlukan untuk mendukung kebutuhan klien. 2. Motivasi untuk belajar Perawat menggunakan beberapa perangkat untuk mengkaji motivasi klien untuk belajar. Kurangnya motivasi dapat secara serius megurangi
keberhasilan
proses
pengajaran.
Hal-hal
yang
mempengaruhi motivasi adalah persepsi klien tentang masalah
41
kesehatan yang dialaminya, social budaya, kepercayaan, dan nilai mengenai kesehatan, usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. 3. Kemampuan untuk belajar Perawat
mengkaji
faktor
yang
berhubungan
dengan
kemampuan untuk belajar yaitu: 1) kekuatan fisik; 2) kurangnya fungsi sensorik. 4. Lingkungan pengajaran Lingkungan untuk suatu pengajaran harus bersifat kondusif, seperti lingkungan yang tidak bising, temperature ruangan yang sesuai, tersedianya tempat yang nyaman, dan fasilitas dalam rauangan tersebut. 5. Sarana untuk belajar Meliputi tersedianya perlengkapan pengajaran sebagai media pengajaran brosur, leaflet, dan poster. Materi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan klien. 6. Pengaruh
Pendidikan
Kesehatan
Terhadap
Peningkatan
Pengetahuan Pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa adanya pesan tersebut masyarakat atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Adanya peningkatan pengetahuan merupakan indikator
pendidikan
kesehatan
yang
dilakukan.
Pada
akhirnya
42
pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, adanya pendidikan kesehatan dapat membawa perubahan baik dari segi kognitif, sikap, dan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping masukan atau input sendiri, juga dipengaruhi oleh materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau peraga yang digunakan dalam proses pendidikan. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis (Notoatmodjo, 2007).
E. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan, terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manuasia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). 2. Tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan terdiri dari enam domain Bloom (2001) mengemukakan diantaranya: 1) Mengetahui (Remember) mengetahui diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam penegetahuan tingkat
43
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2) Memahami (Understand) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Setelah memahami maka selanjutnya yaitu aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi penggunaan hukum-hukum atau rumus, metode, prinsip dan lain sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Setelah diaplikasikan maka suatu objek itu di analisis. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang real (sebenarnya). 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu
44
mengenali kesalahan-kesalahan logis, menunjukkan kontradiksi atau membedakan di antara fakta, pendapat, hipotesis, asumsi dan simpulan serta mampu menggambarkan hubungan antar ide. 5) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yang sudah ada sehingga, mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut. 6) Menciptakan (Create) Menciptakan elemen bersama untuk membentuk satu kesatuan yang koheren atau fungsional. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Dalam penelitian ini, tahapan dalam pengetahuan hanya akan ditekankan pada tahap kedua yaitu tahapan memahami. Peneliti akan menyampaikan pendidikan kesehatan mengenai dismenore sampai pada tahapan dimana responden memahami materi yang disampaikan. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Lukman
(2008)
mengungkapkan
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi pengetahuan yaitu: a. Umur Mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini
45
tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun, daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. b. Intelegensi Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi
baru.
Intelegensi
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan. c. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang.
46
d. Sosial budaya Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Seseorang
memperoleh
suatu
kebudayaan
dalam
hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. e. Pendidikan Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuanya. f. Informasi Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. g. Pengalaman Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran
47
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. 4. Kategori pengetahuan Arikunto (2002) mengemukakan bahwa secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu: a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 % b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75 % c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai < 55 % 5. Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatan di atas (Notoadmodjo, 2010). Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah.
48
7. KERANGKA TEORI
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Pendidikan
kesehatan
tentang dismenore Tingkat
pendidikan kesehatan
-
Pengertian
1. Kebutuhan
-
Klasifikasi
belajar
-
Penyebab
2. Motivasi
-
Patofisiologi
3. Kemampuan
-
Tanda dan gejala
-
Penatalaksaan
belajar
pengetahuan -
Baik
-
Cukup
-
kurang
4. Lingkungan 5. Sarana
media
pembelajaran
Gambar 2.2 Dimodifikasi dari Green (1980); Potter and perry (2005); Bobak (2004); dan Notoatmodjo (2010)
49
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka konsep Tahap yang penting dalam suatu penelitian adalah menyusun kerangka konsep untuk memudahkan mengidentifikasi konsep-konsep sesuai penelitian sehingga dapat dimengerti kesehatan merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi, 2007).
Pendidikan kesehatan tentang dismenore
Tingkat pengetahuan -
Baik Cukup kurang
Gambar 3.1 kerangka konsep Berdasarkan kerangka konsep diatas variabel independen yaitu pendidikan kesehatan tentang dismenore, sedangkan variabel dependen adalah tingkat pengetahuan. Dari kerangka konsep tersebut peneliti ngin mengetahui efektivitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap pengetahuan remaja perempuan di Madarasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat. 40
50
B. Hipotesis penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Hasil suatu penelitain pada hakikatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan ( Setiadi, 2007). Efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengethauan remaja perempuan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat.
C. Definisi operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karekteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan tentukan (Hidayat, 2007). Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mangarahkan pada pengukur merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan (Hidayat, 2007). Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2005). Variabel adalah kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan (Sugiyono, 2007). Tabel 3.1 Definisi Operasional
51
No.
Variabel
Definisi
Alat ukur
Hasil ukur
Skala pengukuran
1. 1Pendidikan .kesehatan
-
Proses
-
-
penyampaian informasi kesehatan mengenai dismenore dengan menggunakan media power point
2. Pengetahuan
Pemahaman
Kuesioner
informasi
yang terdiri dan nilai terendah:
yang didapat dari
Nilai tertinggi: 10 Interval
20 0 -
remaja
pertanyaan
perempuan
pengetahuan
(prosentase
tentang
dimana nilai
jawaban
pengertian,
1:
55%)
penyebab,
jawaban
tanda gejala
dan Benar, untuk
untuk 0:
Kurang
<
Cukup (prosentase jawaban
52
klasifikasi,
jawaban
benar
dan
Salah
74%)
penatalaksana an
-
56-
Baik (prosentase jawaban benar 100%)
75-
53
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian ini digunakan untuk menguji efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan metode kuasi eksperimen dalam satu kelompok (one group pre test - post test design). Metode ini merupakan bentuk desain eksperimen yang lebih baik validitas internalnya daripada preeksperimen namun lebih lemah dari true eksperimen. Dengan mengobservasi sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Kelompok diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi kembali setelah intervensi di lain waktu yang telah ditentukan (Setiadi, 2007). Kelompok
intervensi
diukur
tingkat
pengetahuan
dengan
menggunakan kuesioner pada saat sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada waktu penelitian di hari pertama. Intervensi yang diberikan diharapkan dapat memberikan pengaruh ataupun perubahan variabel pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Bentuk rancangan metode ini adalah sebagai berikut: Pretest 01
Perlakuan X
Pretest
Posttest 02
pendidikan kesehatan tentang dismenore
53
Posttest
54
Gambar 4.1 Desain penelitian Keterangan: 01 =
Tingkat pengetahuan sebelum dilakukan intervensi pada remaja
perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. X = Intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore. 02 = Tingkat pengetahuan setelah dilakukan intervensi pada remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja perempuan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat. 2. Sampel Sampel merupakan unit yang lebih kecil lagi dari sekelompok individu yang merupakan bagian dari populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan pengamatan atau pengukuran pada unit ini (Dharma, 2011). Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam peneltian ini adalah total sampling. Total sampling merupakan tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
55
sampel (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu seluruh remaja perempuan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat yang menderita dismenore sebanyak 102 orang siswi. Untuk menentukan layak tidaknya sampel yang mewakili populasi harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria inklusi Kriteria inklusi
merupakan karekteristik umum
subjek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008). Populasi yang termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu: a. Siswi yang sudah menstruasi dan menderita dismenore b. Mampu membaca dan menulis
C. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat pada bulan September 2012. Alasan pemilihan tempat penelitian di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat, didapatkan bahwa angka kejadian dismenore sebesar 67,8% dan angka promosi kesehatan. Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat belum pernah dilakukan penelitian mengenai pendidikan kesehatan tentang dismenore.
56
D. Metode Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil penelitian. Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur berupa kuesioner dengan beberapa pertanyaan (Hidayat, 2007). Instrumen kuesioner penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data ada dua macam yang terdiri dari: A berisi data demografi singkat yang terdiri dari pertanyaan tentang inisial responden dan kelas responden, namun data ini tidak diolah hanya untuk memudahkan peneliti dalam penelitian. Kuesioner B berisi tentang pengetahuan yang berkaitan tentang dismenore. Kuesioner B (Pengetahuan) terdiri dari 20 item pertanyaan yang berkaitan dengan dismenore terdiri dari 3 pertanyaan pengertian menstruasi dan dismenore, 3 pertanyaan klasifikasi, 1 pertanyaan penyebab,
8
pertanyaan
tanda
dan
gejala,
dan
5
pertanyaan
penatalaksanaan. Penetapan nilai pengetahuan berdasarkan skor yang diperoleh. Setiap jawaban benar dari insrumen B diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai 0. Kisi-kisi Pertanyaan Kuesioner Pengetahuan tentang Dismenore Variabel Pengetahuan tentang
Indicator a. Pengertian mentruasi
dan
No soal
Jumlah
1,2, 3
3
57
dismenore
dismenore b. Klasifikasi
4, 5, 6
3
7
1
8, 9, 10, 11,
8
dismenore c. Penyebab dismenore d. Tanda dan gejala dismenore e. Penatalaksanaan
12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19,
dismenore
5
20
Tabel 4.1 kisi-kisi pertanyaan kuisioner 2. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur tersebut (Hidayat, 2007). Untuk memperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden sedikitnya 30 orang. Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment, yaitu:
58
Keterangan: r = koefisien korelasi N = Jumlah responden X = skor pertanyaan belahan pertama (dari nomer item ganjil) Y = skor total belahan kedua (dari nomor item genap) Bila r hitung lebih besar dari r table artinya H0 ditolak artinya variabel valid. Bila r hitung lebih kecil dari r table artinya H0 diterima artinya variabel tidak valid (Hidayat, 2007). Nilai r yang didapat dari perhitungan rumus product moment tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel, dengan taraf signifikasi 5%. Apabila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel maka pernyataan tersebut dinyatakan valid. Uji validitas dilakukan di MTs Assa’adah pada bulan juli. Uji validitas pada kuesioner tingkat pengetahuan tentang dismenorea pada 30 responden, didapatkan hasil dari 20 item pertanyaan, 17 item diantaranya dinyatakan valid karena nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,374). Sedangkan 3 item pertanyaan, yaitu item pertanyaan no 3, 10 dan 13 dinyatakan tidak valid karena nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel. Pertanyaan yang tidak valid maka dilakukan content validity dan contruct validity dengan pembimbing. Validitas isi
59
menunjukkan kemampuan item pertanyaan dalam instrumen mewakili semua unsur dimensi konsep yang sedang diteliti, untuk menentukkan validitas isi suatu instrumen dilakukan dengan meminta pendapat pakar pada bidang yang diteliti (Dharma, 2011). Pada penelitian ini validitas isi dilakukan oleh pembimbing. Validitas konstruk merupakan validitas
yang menggambarkan
seberapa jauh instrumen memilki item-item pertanyaan yang dilandasi oelh konstruk tertentu. Validitas konstruk menunjukkan bahwa instrumen disusun secara rasional bedasarkan konsep yang sudah mapan (Dharma, 2011). b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Hidayat, 2007). Pengukuran reabilitas menggunakan bantuan software dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan realibel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,70 (Hidayat, 2008). Setelah didapat nilai hasil uji reliabilitas, maka nilai tersebut dibandingkan dengan nilai uji reliabilitas tabel. Jika nilai uji reliabilitas hitung lebih besar dari nilai uji reabilitas tabel maka pernyataan dinyatakan reliabel.
60
Hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan, maka kuesioner tingkat pengetahuan tentang dismenore dinyatakan reliabel. Hal ini ditunjukkan dari nilai r hitung tingkat pengetahuan = 0,868 lebih besar dari nilai r tabel = 0,374. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran.
3. Prosedur Pengumpulan Data Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh langsung dari sample sebagai subjek penelitian dengan menggunakan kuesioner sebelum dan sesudah diberi pendidikan kesehatan dimana kuesioner berisi beberapa rangkaian pernyataan untuk menilai pengetahuan tentang dismenore. Proses pengumpulan data dilakukan selama satu hari, hari pertama untuk kelompok intervensi diberi pretest kemudian diberi pendidikan kesehatan kemudian diberi posttest. Sebelum dilakukan penelitian, responden akan dijelaskan mengenai tujuan, manfaat dan informed consent penelitian untuk menghindari adanya responden yang droup out saat penelitian berlangsung. Tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan. 2. Pemberian pendidikan kesehatan selama 15 menit. 3. Pengukuran pengetahuan kembali atau post test setelah diberikan pendidikan kesehatan. Pretest dan posttest dilakukan pada hari yang sama. Dibawah ini merupakan gambar alur prosedur intervensi penelitian:
61
Penelitian dimulai
Pemilihan subjek penelitian Memberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore
Pre test
Post test
Hasil pengukuran
Gambar 4.2 alur prosedur intervensi penelitian E. Pengolahan Data 1. Teknik pengolahan data Dalam proses pengolahan data peneliti menggunakan langkah-langkah pengolahan data diantaranya: 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2007). Proses editing pada penelitian ini yaitu mengecek kembali lembar kuesioner yang telah diisi, pengecekan yang dilakukan meliputi kelengkapan, kejelasan, relevasi serta konsistensi jawaban responden. Data yang belum lengkap akan dikembalikan kepada responden dan untuk diisi kembali pada saat itu juga. 2. Coding
62
Coding merupakan kegitan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel (Hidayat, 2007). 3. Entry data Data entri adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master table atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat table kontingensi (Hidayat, 2007). 4. Cleaning data Cleaning data merupakan tahap pemeriksaan kembali terhadap data-data yang sudah di masukan untuk melihat kemungkinankemungkinan
adanya
kesalahan
kode,
ketidaklengkapan,
dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi kembali (Notoatmodjo, 2010). 5. Tehnik analisa data Dalam melakukan tehnik analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis, apabila penelitiannya deskriptif, maka akan menggunakan deskriptif (Hidayat, 2007).
63
2. Analisa Data Data yang terkumpulkan univariat dan bivariat akan dianalisis dan di interpretasikan lebih lanjut untuk menguji hipotesa. Dalam penelitian ini, untuk menganalis data yang telah dikumpulkan. Analisa data yang dilakukan: a. Analisa univariat Analisa univariat merupakan analisa yang dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel. Data disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi sebagai bahan masukan (Notoatmodjo, 2007). Analisa pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan tentang dismenore, dan tingkat pengetahuan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan tentang dismenore. b. Analisa bivariat Analisa bivariat merupakan analisa data yang dilakukan pada dua variabel yang diduga mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2007). Analisa bivariat akan menguraikan perbedaan mean pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore, dan efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. Analisa bivariat dilakukan dengan uji statistik dependen sampel t-test (paired t tes) untuk
64
mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi. Uji statistik untuk seluruh analisis tersebut dianalisis dengan tingkat kelemahan kemaknaan 95% (alpha 0,05). 1. Uji Beda Dua Mean Dependent Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh pemberian pendidikan kesehatan, pengetahuan mengenai dismenore pada saat pretest dan posttest. Tahapan yang harus dilakukan adalah uji normalitas, setelah diketahui hasilnya normal, maka dilakukan pengujian dengan uji T dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan pengujian non parametric yaitu uji Wilcoxon (Hastono, 2007). 2. Uji Beda Dua Mean Independen Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Tahapan yang harus dilalui adalah: 1. Menentukan selisih pretest dan posttest masing-masing kelompok. 2. Menguji hemogenitas varian 3. Analisa dengan T independent Bila Pvalue < 0,05 maka H0 ditolak, artinya ada perbedaan atau hubungan, dan jika Pvalue > 0,005 maka H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan atau hubungan diantara keduanya.
65
F. Etika Penelitian 1. Prinsip Etik a. Self Determination Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak mengikuti kegiatan penelitian dengan sukarela, setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan dengan menandatangani Informed Consent yang telah disediakan (Hidayat, 2007). b. Anonimity (tanpa nama) Selama penelitian, peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkna nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang sudah dilakukan (Hidayat, 2007). c. Confidentiality (kerahasiaan) Peneliti memberikan jaminan terhadap subjek mengenai kerahasiaan semua informasi, atau masalah-masalah lain termasuk hasil yang diperoleh dari penelitian. Semua catatan responden disimpan dan hanya orang tetentu yang diperkenankan mengetahuinya (Hidayat, 2007). d. Privacy Peneliti juga menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden untuk kepentingan penelitian. Nama responden
66
akan dirahasiakan sebagai ganti digunakan nomor responden (Hidayat, 2007).
2. Informed Consent Informed Consent merupakan penyampaian hal-hal penting dari penelitian terhadap calon subjek dan mendapatkan persetujuan dari calon subjek untuk berperan serta dalam penelitian sebagai subjek, yang diperoleh setelah memahami semua informasi penting. Informed Consent mencakup empat elemem, yaitu: penyampaian tentang informasi penting, pemahaman secara komperhensif, kemampuan memberi persetujuan, dan kesukarelaan (Yani, 2008). Tujuan dari Informed Consent adalah untuk agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya (Hidayat, 2007).
67
BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini akan memaparkan secara lengkap tentang hasil penelitian efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTS Islamiyah. Penelitian ini terdiri dari 102 responden yang diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore. Penelitian ini dilakukan tanggal 29 september 2012 dan pada saat hari pelaksanaan intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore peneliti menggunakan waktu KMB (Kegiatan belajar mengajar) yang telah diberikan izin sebelumnya oleh pihak sekolah.
Intervensi
tersebut dilakukan dalam satu waktu. Penelitian tersebut diawasi oleh guru yang mengajar pada jam tersebut dan intervensi berjalan dengan lancar. A. Gambaran Lokasi Penelitian MTs Islamiyah Ciputat adalah sebuah sekolah swasta yang berada di Jalan Kihajar Dewantara No. 23 Ciputat Tangerang Selatan. Berdiri sejak tahun 1965 menjadikan Yayasan Islamiyah Ciputat sebagai yayasan pendidikan tertua diciputat. Dengan berbekal pengalaman lebih dari 40 tahun, Yayasan ini dapat menghasilkan anak didik yang berkualitas. Yayasan ini telah mendirikan lembaga pendidikan dengan jenjang pendidikan yang beragam mulai dari tingkat menengah pertama (Madrasah Tsanawiyah- SMP Islamiyah) tingkat menengah atas (Madrasah Aliyah-SMK Islamiyah Ciputat). Pendiri sekolah ini adalah Drs. H.
58
68
Zarkasih Noer. Kegitan ekstrakulikuler seperti paskibra, marawis, dan futsal menjadi sarana bagi anak didik Yayasan Islamiyah untuk menyalurkan minat, bakat, dan kreatifitas. Salah satu pestasi yang bisa membanggakan dari Yayasan ini adalah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA) SMA Islamiyah Ciputat
pernah
Mengedepankan
mewakili pendidikan
kabupaten beroriensi
Tangerang pada
ditingkat
prinsip-prinsip
Nasional. islam
yang
bernaungan IPTEK & IMTAQ merupakan visi dari yayasan ini dalam mendidik dan membimbing anak didiknya agar menjadi insan-insan muda yang berkualitas, berprestasi serta berakhlak baik. B. Analisis Univariat 1. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat. Tabel 5.1 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat. Tingkat
N
%
Baik
19
18.6
Cukup
66
64.7
Kurang
17
16.7
Jumlah
102
100.0
pengetahuan
69
Berdasarkan tabel 5.1 dari hasil analisis pengetahuan responden sebelum dilakukan intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat, didapatkan bahwa 19 responden (18.6%) berpengetahuan baik, 66 responden (64.7%) berpengetahuan cukup, dan 17 reponden (16.7%) berpengetahuan kurang. 2. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat, bulan September 2012, n= 102 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat, bulan September 2012, n= 102
Tingkat
N
%
Baik
73
71.6
Cukup
22
21.6
Kurang
7
6.9
Jumlah
102
100.0
pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.2 dari hasil analisis pengetahuan responden sesudah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat, didapatkan bahwa 73 responden (71.6%)
70
berpengetahuan baik, 22 responden (21.6%) berpengetahuan cukup, dan 7 reponden (6.9%) berpengetahuan kurang. C. Analisis Bivariat 1. Uji Normalitas a. Uji Normalitas Normalitas hasil pengetahuan siswi sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan tentang dismenore dapat dilihat pada tabel. Tabel 5.3 Distribusi hasil normalitas pengetahuan siswi sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan tentang dismenore Kolmogorov-Smirnovᵃ
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig
Static
Df
Sig.
PRETEST .085
102
.066
.970
102
.022
POSTEST .078
102
.134
.976
102
.060
Pada uji normalitas diatas didapat pula pada uji prestest harga signifikan yang ada besarnya adalah 0.066, sedangkan pada posttest didapatkan harga signifikan yang ada besarnya adalah 0.134, sehingga signifikan (p>0.05) dengan demikian H0 diterima yang artinya daya berdistribusi normal. 2. Perbedaan pengetahuan tentang dismenore antarasebelum dan sesudah intervensi pendidikan kesehatan
71
Rata-rata pengetahuan siswi antara sebelum dan sesudah intervensi pendidikan kesehatn tentang dismenroe dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.4 Uji statistik perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang dismenore menggunakan uji paired samples T test, di MTs Islamiyah Ciputat, bulan September 2012, n= 102 Pengetahuan
Mean
SD
P value
n
Pre test
13.02
2.441
0,000
102
Post test
16. 45
2.508
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan sebelum intervensi adalah 13.02 dengan standar deviasi 2.441, sedang rata-rata skor pengetahuan sesudah intervensi adalah 16.45 dengan standar deviasi 2.508. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p value) sebesar 0,000 artinya pada alpha 5% terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor sebelum dan sesudah intervensi. Sehingga pendidikan kesehatan efektif terhadap tingkat pengetahuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian pendidikan kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang dismenore, hasil ini mengidentifikasi bahwa hipotesis penelitian diterima dimana hipotesis penelitian adalah efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap peningkatan pengetahuan remaja.
72
BAB VI PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang dilakukan tentang efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. Pembahasan pada bab ini yaitu membandingkan antara hasil peneitian dengan konsep teoritis, penelitian sebelumnya, dan keterbatasan penelitian. A. Pengetahuan
sebelum
intervensi
pendidikan
kesehatan
tentang
dismenore Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan di bagi dalam tiga kategori yaitu baik, cukup dan kurang. Hasil analisa menunjukkan bahwa jumlah responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 19 responden atau 18.6%, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 66 responden atau 64.7%, dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 17 responden atau (16.7%). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar pengetahuan responden tentang dismenore dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 66 responden atau 64,7%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Heriani (2009) mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan siswi kelas 1 tentang dismenore di SMP Negeri 2 dan MTs As-safi’iyah Kayen yang menyimpulkan bahwa
72
73
pengetahuan tentang dismenorek edua kelompok sebelum pemberian pendidikan kesehatan tentang dismenore sebagian besar cukup. Pengetahuan remaja yang cukup ini disebabkan kurangnya para remaja mendapatkan informasi tentang dismenore. Penyebab lain adalah keadaan lingkungan yang tidak mendukung, misalnya kurang persediaan buku-buku tentang kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang dismenore di perpustakaan sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2002) yang mengatakan bahwa faktor lingkungan sering merupakan faktor dominan yang mewarnai pengetahuan dan perilaku seseorang. B. Pengetahuan setelah intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan tingkat pengetahuan di bagi dalam tiga kategori yaitu baik, cukup dan kurang. Hasil analisa menunjukkan bahwa jumlah responden sebelum diberikan pendidikan kesehat setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 73 atau 71.6%, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 22 responden atau 21.6%, sedangkan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 7 responden atau 6.9%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan siswi di MTs Islamiyah Ciputat setelah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan termasuk dalam kategori baik. Hal ini membuktikkan bahwa intervensi pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan siswi tentang dismenore. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwono (2010) mengenai Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan
74
tentang stress melalui ceramah pada remaja di SMPN 34 Semarang yang menyimpulkan bahwa Hasil analisa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan pada kategori tinggi 24,0% kemudian setelah dilakukan pendidikan kesehatan meningkat menjadi 83,8%. Sedangkan pada analisis pengetahuan tentang stres dengan kategori sedang sebelum diberikan pendidikan kesehatan 74,3% kemudian setelah diberikan tindakan pendidikan kesehatan mengalami penurunan 16,2% dan untuk kategori rendah hasil analisa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan tentang stres 1,8% setelah diberikan pendidikan kesehatan menjadi tidak ada. Penelitian
ini
sejalan
dengan
teori
Notoatmodjo
(2007)
mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa adanya pesan tersebut masyarakat atau induvidu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Adanya peningkatan pengetahuan merupakan indikator dari pendidikan kesehatan yang dilakukan. Pada akhirnya pengetahuan tersebut diaharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengankata lain, adanya pendidikan kesehatan dapat membawa perubahan baik dari segi kognitif, sikap, dan perilaku sasaran. C. Efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat. Hasil penelitian menggunakan Paired samples T-Test dengan tingkat kesalahan (alpha) 0,05. Diperoleh hasil yang signifikan (p= 0,000) yang
75
berarti p value < 0,05 maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang dismenore. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwono (2010) mengenai efektifitas pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan tentang stress melalui ceramah pada remaja di SMPN 34 Semarang yang menyimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang stress. Notoatmodjo (2007) mengemukakan pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan kesehatan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dan daya cerna seseorang terhadap informasi yang diterima. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakintinggi pula informasi yang dapat diserap dan tingginya informasi yang diserap mempengaruhi tingkat pengetahuannya, demikian juga sebaliknya. Hasil analisa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan pada kategori baik 18,6% kemudian setelah dilakukan pendidikan kesehatan meningkat menjadi 71,6%. Sedangkan pada analisis pengetahuan tentang dismenore dengan kategori cukup sebelum diberikan pendidikan kesehatan 64,7% kemudian setelah diberikan tindakan pendidikan kesehatan mengalami penurunan 21,6% dan untuk kategori kurang hasil analisa sebelum dilakukan pendidikan
76
kesehatan tentang dismenore 16,7% setelah diberikan pendidikan kesehatan mengalami penurunan 6,9%. Notoatmodjo (2007) mengemukakan langkah penting dalam pendidikan kesehatan adalah dengan membuat pesan yang disesuaikan dengan sasaran termasuk dalam pemilihan media, intensitasnya dan lamanya penyampaian pesan. Penyampaian informasi dipengaruhi oleh metode dan media yang digunakan yang mana metode dan media penyampaian informasi dapat memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan, metode penyampain informasi merupakan satu faktor yang mempengaruhi suatu hasil penyampain informasi secara optimal. Metode ceramah merupakan metode yang tepat digunakan bagi sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ceramah adalah; 1) persiapan, dalam hal ini pemberi materi harus menguasai materi yang akan disampaikan; 2) pelaksanaan, tahap pelaksanaan merupakan tahapan berjalannya ceramah. Pemberi materi
dianjurkan
berpenampilan menyakinkan, tidak bersikap ragu-ragu dan gelisah, suaru jelas dan lantang, pandangan tertuju pada seluruh peserta. Penelitian ini menggunakan
metode
ceramah,
dimana
metode
ini
efektif
untuk
meningkatkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Teori ini sejalan dengan penelitian di atas yang menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, hal ini membuktikan bahwa metode ceramah efektif digunakan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang dismenore. Penelitian ini
77
sejalan dengan penelitian Purwono (2010) mengenai Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan tentang stress melalui ceramah pada remaja di SMPN 34 Semarang yang menyimpulkan bahwa hasil analisis menunjukkan
bahwa
metode
ceramah
efektif
untuk
meningkatkan
pengetahuan remaja tentang stress, hasil ini mengidentifikasi bahwa hipotesis penelitian diterima dimana hipotesis penelitian adalah pendidikan kesehatan tentang stres melalui ceramah efektif terhadap peningkatan pengetahuan remaja di SMPN 34 Semarang. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Oktaviastuti (2011) mengenai Efektifitas Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Demonstasi Terhadap Peningkatan Pengetahuan tentang Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak di SDN Soka Kec. Poncowarno Kabupaten Kebumen menyimpulkan bahwa Metode ceramah lebih efektif dibandingkan dengan metode demonstrasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada kelas V di SDN Soka, Kecamatan Poncowarno, Kebumen. Hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan siswi meningkat secara bermakna setelah diberikan pendidikan kesehatan yang berarti pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan siswi di MTs Islamiyah Ciputat mengenai dismenore. Hal ini bisa dilihat dari hasil analisa penelitian di atas yang menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, hal ini membuktikan bahwa pemberian pendidikan kesehatan efektif digunakan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang dismenore
78
D. Keterbatasan penelitian 1. Rancangan penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, menggunakan metode Quasi eksperimen dalam satu kelompok (one group pre test - post test design). Metode ini merupakan bentuk desain eksperimen yang lebih baik validitas internalnya daripada preeksperimen namun lebih lemah dari true eksperimen. 2. Instrumen penelitian Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti sehingga dimungkinkan ada beberapa pertanyaan yang bias. Kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mengukur pengetahuan remaja yang sudah disediakan alternatif jawabannya, sehingga memungkinkan responden tidak dapat mengemukakan jawabannya dengan bebas. Salah satu kelemahan penggunaan kuesioner pada penelitian ini yaitu kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi responden pada saat pengisian kuesioner dilakukan. 3. Cara melakukan intervensi Studi eksperimen kemungkinan terjadinya bias dapat saja terjadi, antara lain karena responden mengetahui bahwa mereka sedang diteliti dan mencoba untuk mengingat kembali pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan pada saat pretest, kemudian mencoba memberikan perhatian pada item-item pertanyaan tersebut pada saat eksperimen dilaksanakan. Potensi
79
bias lainnya yang mungkin terjadi adalah responden bekerjasama dalam menjawab pertanyaan pretest dan post test. Pada saat diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang dismenore peneliti menggunakan dua kelas dengan pertimbangan dari pihak sekolah, karena banyaknya responden dalam penelitian ini, walaupun dengan dua kelas masih banyak responden yang bedesakdesakan sehingga dapat membuat mereka tidak nyaman, hal ini menyebabkan suasana menjadi tidak kondusif. Hal tersebut merupakan keterbatasan ataupun kelemahan dalam penelitian ini. Instrumen penelitian belum baku dan dikembangkan sendiri oleh peneliti sehingga hasilnya masih belum mewakili.
80
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan dari tujuan penelitian dan hasil penelitian yang diperoleh dari efektifitas pendidikan kesehatan tentang dismenore terhadap pengetahuan maka peneliti mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat pengetahuan remaja sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat, menunjukkan bahwa 64,7% responden memiliki tingkat pengetahuan cukup, 18,6% responden memiliki tingkat pengetahuan baik, dan 16,7% responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. 2. Tingkat pengetahuan remaja setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore di MTs Islamiyah Ciputat, menunjukkan bahwa 71,6% responden memiliki tingkat pengetahuan baik, 21,6% responden memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 6,9% responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. 3. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan sebelum intervensi adalah 13.02 dengan standar deviasi 2.441, sedang rata-rata skor pengetahuan sesudah intervensi adalah 16.45 dengan standar deviasi 2.508. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p value) sebesar 0,000 artinya pada alpha 5% terdapat perbedaan yang
81
signifikan rata-rata skor sebelum dan sesudah intervensi. Sehingga pendidikan kesehatan efektif terhadap tingkat pengetahuan. B. Saran 1. Bagi pelayanan Keperawatan Agar lebih mengembangkan promosi kesehatan terutama bagi remaja tentang pengetahuan kesehatan reproduksi khususnya dismenore. Menggunakan metode pendidikan kesehatan yang lebih dapat dipahami dan lebih menarik, yaitu dengan memberdayakan diskusi kelompok, diskusi panel, permainan, dan kuis sehingga dapat lebih meningkatkan pengetahuan minimal 1 kali/bulan. 2. Bagi MTs Islamiyah Ciputat Bagi Kepala Sekolah MTs Islamiyah Ciputat agar dapat dijadikan sebagai bagian program kesehatan reproduksi remaja. Hal ini dapat dilakukan
melalui
kerjasama
pihak
puskemas
setempat
untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada siswi minimal sebulan sekali, memfasilitasi sarana untuk konseling kesehatan, dan memberdayakan Unit Kesehatan Sekolah (UKS). 3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian yang dilakukan di MTs Islamiyah Ciputat bahwa pemberian pendidikan kesehatan efektif dalam peningkatan pengetahuan remaja perempuan. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian selanjutnya yaitu mengenai dismenore tetapi dengan variabel yang berbeda yaitu penatalaksanaan untuk mengurangi nyeri saat dismenore di
82
MTs Islamiyah Ciputat. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat memperluas populasi dan tidak hanya terbatas pada remaja perempuan yang dismenore.
DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour, Z, Rostami, M and Najjar, Sh. The Effect of Exercise on Primary Dysmenorrhea. J Res Health Scin 6(1):26-31. 2006. Anna, Glasier. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. 2005. Arikunto, S. Prosedur. Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka. 2002. Badziad, A. Endokrinologi dan Ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas. 2003. Bloom. Domain of Learning dalam Van Hoozer, et al. The Teaching Process Theory and Practice Nursing. USA: Appleton Century Corfth. 2001. Bobak, Irene M. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC. 2004. Calis K.A., Popat V., Dang D.K. and Kalantaridou S.N. Dysmenorehea. 2009. http://emedicine.medscape.com/article/253812-overview. (3 Maret 2010). Chandran, Lahta. Menstruation Disorders: Overview. E-medicine Obstetrics and Gynecology. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/953945-overview/ Chudnoff, Scott G. Dysmenorrhea. Medscape Ob/Gyn & Women’s Health. Available from: http://www.medscape.com/files/feeds/asktheexperts_3.xml/ [Accessed 6 Februari 2009]. 2005. Cunningham, FG, dkk. Obstetri William Volume I. Jakarta: EGC. 2006. Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2004. Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan Indonesia: Jakarta. 2008 Dermawan, Setiawati. Proses Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media. 2008 Dona L, Wong et al. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2008. Dusek, T. “Influence of high intensity training on menstrual cycle disorders in athletes”. Croatian Medical Journal, 42, 79-82. 2001. French, Linda. Dysmenorrhea. American Family Physician 71(2): 285-291. J Posgrad. 2005. Green, Laurence, W. yang diterjemahkan oleh Notoatmodjo, Soekidjo dkk, dalam Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendektan Diagnostik, Proyek Pengembangan FKM. Departemen Pendidikan Kebudayaan RI Jakarta. 1980
Guyton A.C. and Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Irawati, et.al., trans., L.Y. Rachman, et.al., eds.). 11th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC (Original book published 2006), pp: 1072-3. 2007. Harel Z. Dysmenorrhea in Adolescents and Young Adults: Etiology and Management. Journal of Pediatric and Adolescent Gynecology. 19 (6): 363-71. 2006. Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008. Hillard P.A.J. Dysmenorrhea. Pediatrics in Review. 27: 64-71. 2006. Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga., 229. 2007. Holder
A., Edmundson L.D., and Erogul http://emedicine.medscape.com/article/795677.
M.
Dysmenorrhea.
2009.
Juang, C. M., Yen, M. S., Twu, N. F., Horng, H. C., Yu, H. C., & Chen, C. Y. Impact of pregnancy on primary dysmenorrheal. 2006. Llewellyn, D dan Jones. Dasar-Dasas Obstetri dan Ginekologi. Edisi VI. Jakarta: Hipokrates. 2001. Manuaba, Ida Bagus Gde. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB. Jakarta: EGC, 2001. Manuaba, Ida Bagus Gde. Penuntun kepanitraan klinik obstetric dan genekologi (ed.2). Jakarta:EGC. 2003. Moersintowarti. Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak Remaja. Jakarta: Sagung Seto. 2008. Moersintowarti. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak Remaja. Jakarta: Sagung Seto. 2008. Norwitz, E. & Schorge, J. At A Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga. 2008. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. 2007 Notoatmodjo. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilgmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika. 2003. Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. Human development (8th ed.). Boston: McGraw Hill. 2001. Pinem, Saroha. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media. 2009. Potter & Perry. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice(2th Ed). St.Louis. Baltimore. Toronto:Mosby Company. 2005
Proverawati, A. & Misaroh, S. Menarche (Menstruasi Pertama Penuh Makna). Yogyakarta: Muha Medika. 2009. Rizal. Prevalensi Dismenore dan Faktor-Faktor Biologis yang Mempengaruhinya pada Siswi Madrasah Aliyah Negeri 4 Model Jakarta tahun 2009. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009. S a n t r o c k , J . W . Adolescence : Perkembangan Remaja ( E d i s i K e - 1 3 ) ” . Jakarta: Penerbit Erlangga. 2 0 0 9 . Sarwono, S. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2008. Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007. Simanjuntak P. Gangguan Haid dan Siklusnya. In: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., Rachimhadhi T. (eds.). Ilmu Kandungan. 2nd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 229-32. 2008. Slap, G. B. Menstrual disorders in adolescence. Best Practice & Research Clinical Obstetrics Gynaecology, 17, 75-92. 2003. Smith
R.P. Dysmenorrhea: Etiology, Diagnosis, http://www.womenshealthapta.org/csm2003/4654.pdf.
and
Therapy.
2003.
Smeltzer, Suzenne C. Buku Ajar Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol.1 Ed.8. Jakarta: EGC. 2001. Soekanto. Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali. 2002. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 2007. Sugiyono. M e t o d e P e n e l i t i a n K u a n t i t a t i f d a n K u a l i t a t i f d a n R & D .Bandung : Alfabeta. 2009. Sumawati. Hubungan Antara Pengetahuan dan SikapMahasiswi Keperawatan S1 dalam Mengatasi Dismenore di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta:Universitas Muhamadiyah Surakarta. 2010. Taruna. Hipoterapi. Cipta. 2003. http://www.medikaholistik.com/medika.html?xmodule=docment_detail&xid =3 Warianto, Melya. Akupuntur untuk Dismenore. Indonesia: Wordpress. 2008. http://doktermelya.dagdigdug.com/2008/12/16/akupuntur-untuk-dismenore/ Widyaningsih. Kesehatan Reproduksi dan Kehidupan Generasi Muda. 2007. (http://www. kesehatan reproduksi.com)
KUESIONER PENELITIAN EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DISMENORE TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PEREMPUAN DI MADRASAH TSANAWIYAH ISLAMIYAH CIPUTAT TAHUN 2012
Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan remaja perempuan tentang dismenore atau lebih dikenal dengan nyeri saat menstruasi di MTs Islamiyah Ciputat. Hasil penelitian ini akan dipergunakan sebagai informasi dan konseling secara menyeluruh mengenai Dismenore/ nyeri saat menstruasi.
PETUNJUK PENGISIAN: Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan (X) pada jawaban yang dianggap benar dan jawaban hanya berisikan “Benar dan Salah”. A. Identitas NAMA
:
UMUR
:
KELAS
:
B. Pertanyaan 1. Menstruasi adalah pengeluaran darah yang berasal darah rahim yang terjadi setiap siklus secara teratur pada seorang perempuan dewasa. a. Benar
b. salah
2. Nyeri menstruasi disebut juga dismenore a. Benar
b. Salah
3. Nyeri menstruasi adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim terjadi selama menstruasi dan dapat mengganggu aktifitas sehari- hari? a. Benar
b. Salah
4. Nyeri menstruasi dibagi 2 yaitu nyeri menstruasi primer dan sekunder? a. Benar
b. Salah
5. Nyeri menstruasi primer adalah nyeri mentruasi tanpa kelainan alat-alat genitalia yang nyata? a. Benar
b. Salah
6. Nyeri menstruasi sekunder adalah nyeri mentruasi yang dikaitkan dengan penyakit pada alat genitalia? b. Benar
b. Salah
7. Nyeri menstruasi primer disebabkan karena peningkatan hormon prostaglandin a. Benar
b. Salah
8. Gejala awal dari dismenorea atau nyeri menstruasi adalah nyeri disekitar bagian perut bagian bawah disertai sakit kepala, mual, dan muntah a. Benar
b. Salah
9. Nyeri menstruasi seperti: rasa sakit datang secara tidak teratur, dan kram dibagian bawah perut yang biasanya menyebar kebagian belakang, kaki, pangkal paha dan bagian luar alat kelamin perempuan? a. Benar
b. Salah
10. Ketika nyeri menstruasi akan terjadi perubahan perilaku seperti kegelisahan, depresi, sensitif, lekas marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah? a. Benar
b. Salah
11. Sifat rasa nyeri mentruasi biasanya hanya terjadi pada perut bagian bawah? a. Benar
b. Salah
12. Nyeri menstruasi biasanya rasa nyeri di bagian bawah perut dapat disertai dengan rasa mual, muntah, sakit kepala, diare a. Benar
b. Salah
13. Nyeri menstruasi akan menghilang setelah menikah dan melahirkan a. Benar
b. Salah
14. Remaja yang secara emosional tidak stabil akan mudah mengalami dismenore/ nyeri saat menstruasi? a. Benar
b. Salah
15. Nyeri menstruasi terjadi sebelum menstruasi a. Benar
b. Salah
16. nyeri mentruasi/ dismenore dapat diatasi dengan dua cara yaitu dengan obat-obatan dan bukan obat seperti olahraga a. Benar
b. Salah
17. penanganan nyeri menstruasi dapat diatasi dengan olahraga yang teratur, mengkonsumsi makanan sehat a. Benar
b. Salah
18. minum obat analgetik seperti paracetamol (panadol) dapat mengurangi nyeri menstruasi a. Benar
b. Salah
19. Bila rasa sakit sangat berat dan sampai pingsan dianjurkan untuk pergi kedokter untuk memeriksakan diri a. Benar
b. Salah
20. Salah satu cara mengurangi nyeri saat menstruasi dengan melakukan kompres air hangat a. Benar
b. Salah