EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PEREMPUAN TENTANG PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMK YMJ CIPUTAT
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Pernyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH: DIAN ERIKA PURNAMA NIM: 109104000045
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Dian Erika Purnama
Tempat, TanggalLahir
: Aceh, 7 Juni 1991
Status Pernikahan
: Belum menikah
Alamat
: Desa ladang kec. Samadua Kab. Aceh Selatan Nanggroe Aceh Darussalam
Telepon
: 085296096010/085697498290
Email
:
[email protected]
RiwayatPendidikan 1. SD Negeri 1 Bakongan, Aceh Selatan
[1997-2003]
2. Mts Pondok Pesantren Al-kautsar Al-akbar Medan
[2003-2006]
3. MA Pondok Pesantren Al-kautsar Al-akbar Medan
[2006-2009]
RiwayatOrganisasi 1. Pengurus pesantren Al-kautsar Al-akbar devisi Ibadah
[2007-2008]
2. Staff pengurus devisi PPIP Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Jakarta (IMAPA)
[2007-2009]
3. BEM Jurusan Ilmu Keperawatan
[2010-2012]
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, September 2013 Dian Erika Purnama, NIM :109104000045 Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan tentang Pencegahan Keputihan di SMK YMJ Ciputat
ABSTRAK Remaja perempuan mengalami serangkaian perubahan biologis, baik dari anatomis maupun fungsional. Salah satu perubahan biologis pada remaja perempuan adalah pada organ reproduksi yang dipengaruhi oleh perubahan hormon.Agen penyakit seperti virus bakteri dan jamur dapat menyerang organ ini, salah satu gejala keadaan abnormal organ reproduksi perempuan yaitu keputihan. Keputihan dapat dicegah dengan menjaga kebersihan organ reproduksi. Pendidikan kesehatan dapat menjadi salah satu sumber informas bagi remaja perempuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan keputihan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain pre eksperimen one group pre and post test design. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Sampel remaja perempuan yang diperoleh melalui total sampling sejumlah 26 orang. Analisis data menggunakan uji t berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan remaja perempuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan nilai rata-rata 66,8%. Terjadi peningkatan pengetahuan menjadi 75,5% setelah diberikan pendidikan kesehatan. Hasil uji hipotesis dengan tingkat kesalahan alpha 0,05didapatkan nilai yang signifikan dengan nilai p<0,05, dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Nilai efektifitas pendidikan kesehatan dihitung dengan rumus Eta Squared diperoleh hasil 0,468 yang berarti pendidikan kesehatan memiliki efektifitas yang besar dalam meningkatkan pengetahuan remaja perempuan. Kata kunci :Remaja perempuan, pendidikan kesehatan, keputihan, organ reproduksi
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE PROGRAM STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Skripsi, September 2013 Dian Erika Purnama, NIM :109104000045 The Effectiveness of HealthEducation toward the KnowledgeLevel of The TeenageGirls about the Prevention of The Whitish in SMK YMJ Ciputat ABSTRACT Teenage girls undergo some biological changes, from anatomical to functional. One of the changes is in reproductive organ which is affected by hormonal change. Patogenic agents, such as virus, bacteria and fungi can attack this organ and one of the symptoms of an abnormal condition of reproductive organ is whitish. It can be prevented by maintaining the cleanliness of the reproductive organ. Health education can be one of information sources for teenage girls to get the knowledge about prevention of the whitish.This research is aimed to see the effectiveness of health education toward the knowledge level of the teenage girls about the prevention of the whitish. This research uses qualitative method with quasyexperimen one group pre and post test design. The data is obtained by using questionnaires. There are 26 teen girls as samplings. The data analysis which is used is paired t test. The result of this research shows that the knowledge of the teenage girls before they were given the health education is 66, 8 % for the average score. And then, there is enhancement knowledge and the score becomes 75, 5% after they were given the health education. The result of the hypothesis test with an alpha error level 0.05 obtained significant score p <0.05. It can be concluded that there is a significant difference for the teenage girls about the prevention of whitish before and after they were given the health education. The effectiveness of health education score which is calculated with Eta Squared formula obtained a result 0.468 which means health education has great effectiveness in increasing knowledge of the teenage girls. Keywords
: Teenage girls, health education, whitish, reproductive organ
viii
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan tentang Pencegahan Keputihan di SMK YMJ Ciputat. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah dengan doa, kesungguhan, kerja keras, dan kesabaran disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaikbaiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam NegeriS yarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam NegeriSyarifHidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat
selaku
pembimbing pertama dan Ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep, MNS selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.
ix
4.
Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan hingga akhir
5.
Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep selaku Dosen Penasehat Akademik peneliti yang telah membimbing dan memberikan nasehat selalu kepada peneliti selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah
7.
Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensireferensi sebagai bahan rujukan skripsi.
8.
Pihak sekolah Triguma Utama dan SMK YMJ Ciputat yang telah memberikan kesempatan dan perizinan dalam melakukan uji validitas danr reabilitas dan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
9.
Siswi SMK YMJ Ciputat kelas X dan XI yang telah bersedia menjadi responden penelitian Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
x
Ciputat, 2 September 2013
Dian Erika Purnama
xi
LEMBAR PERSEMBAHAN Ucapan terimakasih peneliti haturkan secara khusus dan istimewa untuk Ayahanda Rusdi Usman dan Ibunda Ernawati yang senantiasa memberikan dukungan penuhbaik berupa material maupun spiritual yang selalu mengiringi setiap langkahku dengan doa tulus ikhlassehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.Saudara ku Putra Edika dan adik ku Sherly yang selalu dapat memberikan semangat disaat aku lelah selama proses pembuatan skripsi ini. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2009dan teman-teman dekatku yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, semangat, kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini.
xii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................
ii
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................... vii ABSTRACT ............................................................................................................. viii KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................... xii DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiii DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xvii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xix BAB I :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian.............................................................................
5
1. Tujuan Umum.............................................................................
5
2. Tujuan Khusus ............................................................................
6
D. Manfaat Penelitian...........................................................................
6
1. Manfaat ilmiah ...........................................................................
6
2. Manfaat praktis ...........................................................................
6
E. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
7
xiii
BAB II :
TINJAUAN TEORI A. Remaja.............................................................................................
8
1. Definisi .......................................................................................
8
2. Periode masa remaja ...................................................................
9
3. Perkembangan pada remaja perempuan .....................................
9
B. Pengetahuan .................................................................................... 14 1. Pengertian ................................................................................... 14 2. Domain pengetahuan .................................................................. 16 C. Pendidikan kesehatan ...................................................................... 17 1. Pengertian.................................................................................. 17 2. Tujuan ....................................................................................... 18 3. Pendidikan kesehatan dalam pencegahan penyakit................... 18 4. Sasaran pendidikan kesehatan ................................................... 19 5. Metode....................................................................................... 20 6. Media pendidikan kesehatan ..................................................... 26 7. Tahap pelaksanaan pendidikan kesehatan ................................. 27 D. Model kepercayaan kesehatan (health belief model) ...................... 29 E. Keputihan ........................................................................................ 31 1. Pengertian.................................................................................. 31 2. Klasifikasi ................................................................................. 32 3. Penyebab ................................................................................... 33 4. Tanda dan gejala ....................................................................... 34 5. Penyakit yang menyebabkan keputihan .................................... 35 6. Penanganan ............................................................................... 37
xiv
7. Pencegahan ................................................................................ 38 F. Kerangka teori ................................................................................. 40 BAB III: KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. KerangkaKonsep ............................................................................. 41 B. DefinisiOperasional......................................................................... 42 C. Hipotesis.......................................................................................... 43 BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN A. DesainPenelitian .............................................................................. 44 B. Lokasi dan waktu penelitian ........................................................... 44 C. Populasi dan sampel ........................................................................ 45 D. Teknik pengambilan sampel ........................................................... 45 E. Instrumen penelitian ........................................................................ 45 F. Uji validitas dan reabilitas .............................................................. 46 G. Tahapan pengambilan data .............................................................. 48 H. Pengolahan data ............................................................................. 50
BAB V :
I.
Analisis data .................................................................................... 51
J.
Etika penelitian................................................................................ 52
HASIL PENELITIAN A. Gambaran lokasi penelitian ............................................................. 55 B. Analisis univariat ............................................................................ 56 C. Analisis bivariat .............................................................................. 59
BAB VI : PEMBAHASAN A. Pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan ..................................................................... 62
xv
B. Pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan ..................................................................... 64 C. Efektifitas
pendidikan
kesehatan
terhadap
peningkatan
pengetahuan tentang pencegahan keputihan ................................... 67 D. Keterbatasan penelitian ................................................................... 71 BAB VII : PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................... 73 B. Saran ................................................................................................ 73 DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR BAGAN NomorBagan
Judul Bagan
Hal 2.1
Kerangka teori .............................................................................. 40
3.1
Kerangkakonsep penelitian ........................................................... 41
xvii
DAFTAR TABEL NomorTabel Judul Tabel Hal 3.1
Definisi Operasional .......................................................................... 42
4.1
Uraian Kuesioner Penelitian .............................................................. 46
5.1
Deskripsi Data DemografiResponden ............................................... 56
5.2
Distribusi Statistik Deskriptif Pengetahuan Siswi Sebelum dan Sesudah diberikan Intervensi Pendidikan Kesehatan tentang Pencegahan Keputihan ...................................................................... 57
5.3
Deskripsi Hasil Pertanyaan Per Item Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan ....................................................................... 58
5.4
Deskripsi Hasil Pertanyaan Per Item Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan .......................................................................................... 58
5.5
Distribusi Hasil Normalitas Pengetahuan Remaja Perempuan Tentang Pencegahan Keputihan Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan ....................................................................... 59
5.6
Distribusi Perbedaan Pengetahuan Tentang Pencegahan Keputihan Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan .................. 60
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2
Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
Lampiran 3
Outline Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian
Lampiran 5
Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 6
Surat Izin Validitas Dan Reabilitas
Lampiran 7
Surat Izin Penelitian
Lampiran 8
Surat Pernyataan Telah Melakukan Studi Pendahuluan
Lampiran 9
Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Dan Reabilitas Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data
xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Populasi remaja di Indonesia saat ini cukup besar. Jumlah populasi remaja berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 sekitar 43.551.815. Jumlah populasi remaja perempuan 21.275.092 atau sekitar 8,8% dari populasi seluruh penduduk (BPS, 2012). Periode remaja menurut World Health Organization (WHO, 2013) berkisar antara usia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang mengalami serangkaian perkembangan biologis yang meliputi perubahan anatomi dan fungsional, psikologis, kognitif, sosial, dan emosional, sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Wong, 2008; Notoatmodjo, 2007). Perubahan biologis pada remaja perempuan salah satunya pada sistem reproduksi yang dipengaruhi oleh perubahan hormonal. Perubahan anatomi organ reproduksi remaja perempuan ditandai dengan tumbuhnya rambut kemaluan, perubahan pada bentuk dada, dan perbesaran panggul, sedangkan perubahan fisiologis ditandai dengan adanya menstruasi. Remaja dapat mengalami keputihan yang fisiologis pada setiap siklus menstruasi (Kusmiran, 2012; Notoatmodjo, 2007). Keputihan merupakan sekresi vagina berupa cairan berwarna putih yang berlebihan. Keputihan bukan merupakan suatu penyakit tersendiri melainkan manifestasi klinis dari suatu penyakit. Keputihan bisa bersifat fisiologis dan patologis. Keputihan fisiologis terjadi saat menjelang atau sesudah menstruasi,
1
2
sedangkan keputihan patologis terjadi karena infeksi genetalia dan keganasan organ reproduksi. Dampak dari penyakit yang memiliki gejala keputihan abnormal sangat berbahaya bagi organ reproduksi perempuan dapat menimbulkan gangguan dalam fungsi organ reproduksi (Manuaba dkk, 2009). Keputihan lebih sering dialami oleh remaja daripada dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2011) pada siswi SMA Negeri 4 Semarang, mengungkapkan bahwa 96,9% remaja mengalami keputihan. Putri (2012) juga melaporkan dalam penelitiannya di SMA Negeri Subang bahwa sebanyak 67,19% siswi pernah mengalami keputihan. Dianis (2012) menyatakan ada hubungan yang signifikan antara perilaku higiene pribadi dengan kejadian keputihan. Remaja yang mengalami keputihan ini banyak yang belum mengetahui tentang masalah keputihan. Penelitian terkait juga telah dilakukan oleh Ayuningtyas (2011) yang melaporkan bahwa tingkat pengetahuan siswi SMA Negeri 4 Semarang dalam menjaga kebersihan genitalia eksterna masih kurang. Yulianingsih (2012) dalam penelitiannya melaporkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja perempuan tentang keputihan terhadap perilaku pencegahan keputihan pada sisiwi SMAN 1 Semarang. Purnaningarti (2010) juga telah melakukan penelitian serupa yang dilakukan di SLTPN 39 Semarang, dengan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan remaja putri tentang keputihan dengan sikap remaja putri dalam mengatasi keputihan. Hertiani (2012) melaporkan hasil penelitiannya terhadap 144 siswi SMA BPI Bandung yang menunjukkan bahwa sebagian besar remaja perempuan di SMA tersebut memiliki pengetahuan yang kurang dalam penatalaksanaan keputihan sekitar 70, 83%. Pengetahuan yang kurang
3
ini terjadi karena hampir seluruh remaja perempuan belum pernah mendapatkan informasi mengenai penatalaksaan keputihan. Pengetahuan
remaja
sangat
mempengaruhi
perilaku
pencegahan
keputihan melalui menjaga kebersihan organ reproduksi. Hal ini dilaporkan oleh Sugiarto (2012) dalam studinya di SMA 1 Jatinom bahwa terdapat 29,6% remaja perempuan memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi wanita dengan baik, 34,6% dengan pengetahuan cukup dan 35,8% dengan pengetahuan kurang. Perilaku pencegahan keputihan diperoleh data 25,9% memiliki perilaku yang baik, 39,5% dengan perilaku cukup, dan 34,6% dengan perilaku kurang. Susanto (1998) dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan-Universitas Pendidikan Indonesia (FIP-UPI, 2007) mengatakan bahwa informasi yang diperoleh sangat memungkinkan seseorang mengadopsi nilai-nilai dan pengetahuan yang dapat mempengaruh pola pikir dan pola tindakan. Salah satu sumber informasi adalah melalui pendidikan kesehatan. Kustriyani (2009) telah melakukan penelitian pada siswi di SMU Semarang yang mengungkapkan bahwa setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada remaja
perempuan
mengenai
keputihan
terjadi
peningkatan
tingkat
pengetahuan tentang keputihan sebesar 70,2%. Wina (2013) dalam penelitiannya juga melaporkan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan pada siswa SMPN 9 Dumai tentang Napza efektif meningkatkan pengetahuan. Purwono (2011) melakukan penelitian tentang
efektifitas pendidikan
kesehatan melalui metode ceramah, dalam penelitiannya melaporkan bahwa
4
pendidikan kesehatan tentang stres melalui ceramah efektif terhadap peningkatan pengetahuan remaja di SMPN 34 Semarang. Hasil studi pendahuluan terhadap 10 orang siswi SMK YMJ Ciputat didapatkan data bahwa semua siswi pernah mengalami keputihan. Mereka mengatakan belum mengetahui tentang masalah keputihan, baik dari pencegahan, penanganan, serta karakteristik keputihan normal dan abnormal. Penelitian mengenai efektifitas pendidikan kesehatan tentang keputihan telah dilakukan, namun penelitian mengenai pencegahan keputihannya belum ada yang melakukannya di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik ingin melakukan penelitian mengenai “Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan upaya pencegahan keputihan pada remaja perempuan tentang pencegahan keputihan”.
B. Rumusan Masalah Keputihan adalah keluarnya cairan putih dari vagina secara berlebihan. Keputihan bisa bersifat fisiologis ataupun patologis. Keputihan patologis merupakan gejala dari suatu penyakit organ reproduksi dan karakteristik keputihan dapat berbeda-beda dari beberapa penyakit tersebut, yang jika tidak diketahui secara dini akan membahayakan kesehatan reproduksi remaja perempuan. Ayuningtyas (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa 96,9% remaja di SMA Negeri 4 Jakarta mengalami keputihan dan sebagian besar remaja perempuan tidak mengetahui cara menjaga kebersihan genitalia eksterna, sedangkan pengetahuan sangat mempengaruhi perilaku remaja perempuan dalam menjaga kesehatan reproduksi mereka. Penelitian serupa
5
yang dilakukan oleh Sugiarto (2012) menyatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan remaja perempuan dengan pencegahan keputihan. Pengetahuan ini bisa didapatkan dari berbagai cara salah satunya melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan sangat membantu remaja perempuan dalam menambah pengetahuannya mengenai keputihan. Penelitian yang dilakukan Kustriyani (2009) menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan remaja perempuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan mengenai keputihan, sedangkan Purwono (2011) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan tentang stres melalui ceramah efektif terhadap peningkatan pengetahuan remaja di SMPN 34 Semarang. Penelitian mengenai efektifitas pendidikan kesehatan mengenai keputihan sudah banyak dilakukan sedangkan mengenai pencegahannya belum ditemukan. Hasil studi pendahuluan pada 10 orang siswi di SMK YMJ Ciputat didapatkan data bahwa semua siswi pernah mengalami keputihan dan belum mengetahui cara pencegahannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan di SMK YMJ Ciputat.
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan di SMK YMJ Ciputat.
6
2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya
tingkat
pengetahuan
remaja
perempuan
tentang
pencegahan keputihan sebelum diberikan pendidikan kesehatan. b. Diketahuinya
tingkat
pengetahuan
remaja
perempuan
tentang
pencegahan keputihan setelah diberikan pendidikan kesehatan. c. Diketahuinya efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan.
D. Manfaat penelitian 1.
Manfaat ilmiah Menjadi meningkatkan
landasan
dalam
pengetahuan
promosi
kesehatan
remaja
untuk
pencegahan
keputihan
pada
remaja
perempuan. 2. Manfaat praktis a. Institusi pendidikan keperawatan Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam mengembangkan kurikulum pendidikan keperawatan khususnya dalam mata ajar pendidikan dalam keperawatan. b. Pelayanan Keperawatan Penelitian dapat menjadi landasan bagi perawat sebagai health educator dan health counselor dalam strategi promosi kesehatan reproduksi pada remaja khususnya mengenai pencegahan masalah keputihan.
7
c. Peneliti selanjutnya Penelitian diharapkan menjadi landasan pengembangan evidence base keperawatan khususnya kesehatan reproduksi remaja.
E. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini berkaitan dengan area keperawatan maternitas, khususnya mengenai kesehatan reproduksi remaja perempuan. Penelitian akan dilakukan di SMK YMJ Ciputat, menggunakan jenis penelitian pra-eksperimental dengan desain one group before after atau pre-test dan post-test group design.
BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja secara etimologi diambil dari bahasa Latin adolescere diambil dari kata benda adolescentia yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 2010). Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang mengalami serangkaian perubahan, baik dari proses fisiologis, sosial, dan kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas (Notoatmodjo, 2007; Wong, 2008). WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. WHO menyatakan remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak mejadi dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (dalam Sarwono, 2005). Berdasarkan beberapa pengertian tentang remaja tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa dimana terjadi perkembangan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi untuk mencapai kematangan.
8
9
2. Periode Masa Remaja Wong (2008) menyebutkan masa remaja terbagi menjadi tiga periode, yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) berada pada rentang usia 11 sampai 14 tahun, pada masa ini laju pertumbuhan terjadi dengan cepat, puncak kecepatan pertumbuhan, karakteristik seks sekunder muncul. b. Remaja pertengahan (middle adolescent) berada pada rentang usia 15 sampai 17 tahun, pada masa ini pertumbuhan melambat pada remaja putri, tinggi badan mencapai 95% tinggi badan dewasa, karakteristik seks sekunder berkembang dengan baik. c. Remaja akhir (late adolescent) berada pada rentang usia 18 sampai 20 tahun, terjadi kematangan secara fisik, pertumbuhan struktur dan reproduktif hampir lengkap. 3. Perkembangan pada Remaja Perempuan a. Perkembangan fisik Remaja mengalami perubahan fisik yang ditandai oleh perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual (Kusmiran, 2012). Perubahan fisik merupakan hasil aktifitas hormonal di bawah pengaruh sistem saraf pusat (hipotalamus dan hipofisis) yang merangsang kelenjar hormon estrogen dan progesteron yang akan berinteraksi dengan faktor genetik maupun lingkungan, walaupun semua aspek fungsi fisiologis berinteraksi secara bersama-sama. Perubahan fisik yang
10
sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks sekunder, perubahan yang tidak tampak jelas adalah perubahan fisiologis dan kematangan neurogonad yang disertai dengan kemampuan untuk bereproduksi
(Kusmiran,
2012;
Wong,
2008).
Perubahan-
perubahan yang terjadi pada remaja perempuan meliputi: 1) Perubahan payudara ; 2) Pertambahan berat badan dan tinggi badan yang cepat; 3) Pertumbuhan rambut pubis; 4) Penampkan rambut aksila; 5) Menstruasi; 6) Perlambatan pertumbuhan linear yang tiba-tiba; 7) Pinggul semakin membesar (Kusmiran, 2012; Wong, 2008). Peran sistem endokrin melibatkan interaksi hipotalamus, kelenjar pituitari, dan kelenjar gonad (kelenjar seks). Beberapa hormon yang berperan dalam perubahan fisik pada remaja perempuan yaitu hormon seks, hormon estrogen (estradiol), dan hormon androgen (testosteron). Hormon seks disekresi oleh ovarium, dan adrenal; Hormon estrogen merupakan hormon kewanitaan,
awitan
produksi
estrogen
di
dalam
ovarium
menyebabkan peningkatan yang jelas dan berlanjut sempai tiga tahun setelah awitan menstruasi, yaitu saat estrogen mencapai tingkat maksimal yang berlanjut sepanjang kehidupan reproduksi perempuan. Meningkatnya kadar hormon ini menyebabkan terjadinya perkembangan payudara, uterus, dan perubahan tulang pada kerangka tubuh; Hormon androgen adalah hormon pria yang
11
ada pada perempuan tapi dalam jumlah sedikit (Santrock, 2003; Wong, 2008). b. Perkembangan Psikologis Remaja merupakan masa seseorang mengalami perubahanperubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral (Kusmiran, 2012). Awal masa remaja, anak laki-laki dan perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki
kepribadian
mereka
dengan
harapan
untuk
meningkatkan dukungan sosial. Remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian ideal terhadap bagaimana mereka menilai kepribadian mereka sendiri (Hurlock, 2010). Kondisi-kondisi yang membentuk pola kepribadian di luar pengendalian para remaja banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka. Sekalipun lingkungan tidak berubah, beberapa kondisi yang mempengaruhi konsep diri yang buruk dengan sendirinya akan berubah bila nilai-nilai kelompok berubah. Dukungan sosial jika mempunyai nilai yang tinggi di dalam kehidupan remaja, maka remaja yang tidak populer atau tidak terkenal di masyarakat akan merasa kurang percaya diri, jika suatu saat keakraban kelompok sebaya mulai melemah dan popularitas
12
tidak terlampau dinilai tinggi, remaja dapat memandang diri sendiri dari sudut pandang yang berbeda dan dapat merasa lebih percaya diri (Hurlock, 2010). Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri. Beberapa di antaranya sama dengan kondisi pada masa kanakkanak, tetapi banyak yang merupakan akibat dari perubahanperubahan fisik pikologis yang terjadi selama masa remaja (Hurlock, 2010). c. Perkembangan Kognitif Tahap perkembangan kognitif pada remaja menurut Piaget (1959) adalah tahap masa formal–operasional dimana seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesis. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis. Pada tahap ini ia bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi. Ia bisa mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan yang abstrak (dalam Sarwono, 2005). Piaget (1954) menekankan bahwa remaja terdorong untuk memahami
dunianya
karena
tindakannya
itu
merupakan
penyesuaian diri terhadap perkembangan biologis. Remaja membangun dunia kognitifnya sendiri, informasi tidak hanya
13
tercurah ke dalam benak mereka dari lingkungan. Remaja menyesuaikan diri dengan dua cara yaitu: 1) Asimilasi terjadi ketika seseorang menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya; 2) Akomodasi terjadi ketika seseorang menyesuaikan dirinya terhadap informasi baru (dalam Santrock, 2003). d. Perkembangan Emosional Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan yaitu suatu masa dengan ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningkatnya emosi pada remaja karena berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (Hurlock, 2010). Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun
benar
juga
sebagian
besar
remaja
mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 2010 ). e. Perkembangan Sosial Remaja mempunyai kebutuhaan yang besar untuk dapat masuk dalam kelompok, persahabatan, diterima, dan mendapatkan dukungan dari teman sebaya. Remaja berusaha mengembangkan hubungan baru dan penuh dengan kepercayaan diri di luar rumah
14
tetapi rentan terhadap opini dari mereka yang berusaha menyamai atau melebihinya (Bastable, 2002). Kusmiran (2012) mengatakan bahwa terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan pola perilaku dewasa merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak-anak. Perubahan perilaku sosial remaja ditunjukkan dengan: 1) Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar 2) Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan perempuan dan lakilaki 3) Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial 4) Berkurangnya prasangka dan diskriminasi. Mereka cenderung tidak mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.
B. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
15
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Efendi, 2009). Feiblenan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “pengetahuan adalah hubungan antara objek dan subjek”. Montagu mengatakan “ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang sesuatu yang sedang dipelajari” (dalam Zurinal, 2006). Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Jadi dapat disimpulkan pengetahuan adalah hasil dari pengamatan seseorang melalui panca inderanya terhadap suatu objek atau suatu hal yang dipelajari. Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan hubungannya dengan kesehatan. Sugiarto (2012) melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan perilaku kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku pencegahan keputihan pada remaja perempuan di SMA Negeri 1 Jatinom. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ayuningtyas (2011) di SMA Negeri 4 Semarang. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dan perilaku menjaga kebersihan genetalia eksterna dengan kejadian keputihan pada remaja perempuan di SMA Negeri 4 Semarang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan remaja mengenai cara terbaik membersihkan genetalia
16
eksterna sangat kurang tetapi tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku mereka menjaga kebersihan eksterna. 2. Domain Pengetahuan Domain pengetahuan terbagi menjadi enam tingkatan (Sunaryo, 2004), yaitu: a. Tahu (know), merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan , dan menyatakan. b. Memahami
(comprehension),
artinya
kemampuan
untuk
menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh, dan menyimpulkan. c. Penerapan (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata. d. Analisis
(analysis),
artinya
adalah
kemampuan
uuntuk
menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, dan memisahkan.
17
e. Sintesis
(synthesis),
yaitu
suatu
kemampuan
untuk
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang ada. f. Evaluasi (evaluation),
yaitu kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu obek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.
C. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya menyebarluaskan atau memberikan informasi mengenai kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
berprilaku
sesuai
dengan
nilai-nilai
kesehatan
(Notoatmodjo, 2005). Soekidjo (2003) juga mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan pada masyarakat, kelompok, dan individu dengan harapan adanya perubahan perilaku yang baik. Definisi lain dari pendidikan kesehatan menurut Suliha dkk (2002) adalah proses belajar dari individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam bidang kesehatan agar dapat hidup secara optimal (Manurung, 2006). Pendidikan kesehatan dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan
18
menyebarluaskan informasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan dalam kehidupan seharihari. 2. Tujuan Manurung (2006) mengungkapkan tujuan pendidikan kesehatan meliputi: a. Meningkatkan pengetahuan (kognitif) Tindakan yang dilakukan adalah menjelaskan, memberikan informasi, menyarankan, mendiskusikan masalah kesehatan. b. Mengubah atau memperbaiki perasaan Tindakan yang dapat dilakukan adalah bermain peran, pengalaman langsung, diskusi, memberikan contoh atau model. c. Meningkatkan keterampilan Kegiatan
untuk
meningkatkan
keterampilan
seperti
mendemonstrasikan, bermain peran, simulasi, latihan kerja. 3. Pendidikan Kesehatan dalam Pencegahan Penyakit Menurut Leavell dan Clark (2006) dalam Tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI (2007) terdapat tiga jenis pencegahan dalam pelayanan kesehatan, yang terdiri dari: a. Pencegahan primer, diberikan pada individu atau masyarakat yang sehat
dan
masyarakat
bertujuan
untuk
sebelum
terkena
mengintervensi penyakit,
individu
termasuk
atau
promosi
kesehatan dan perlindungan khusus seperti imunisasi, nutrisi, dan gaya hidup
19
b. Pencegahan sekunder, diberikan pada individu atau masyarakat yang baru terkena penyakit atau terancam terhadap suatu penyakit dan bertujuan untuk mencegah kesakitan dan kecacatan pada masyarakat melalui tindakan penapisan, deteksi dini dan pengobatan segera saat gejala awal penyakit muncul c. Pencegahan tersier, diberikan pada individu atau masyarakat yang sedang dalam pemulihan setelah mengalami kesakitan atau dalam masa rehabilitasi yang bertujuan untuk membatasi keterbatasan dan mendukung program rehabilitasi. Pembatasan kecacatan, dengan melakukan pengobatan secara tuntas dan benar. 4. Sasaran Pendidikan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2005) dalam tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI (2007) mengatakan terdapat tiga sasaran pendidikan kesehatan, yaitu perorangan, kelompok dan masyarakat a. Pendidikan kesehatan perorangan Pendidikan perseorangan terutama ditujukan bagi seorang yang mulai tertarik kepada suaru masalah kesehatan. Ketertarikan ini dapat disebabkan pengalamannya dalam bersentuhan dengan masalah
kesehatan
tertentu.
Pendidikan
kesehatan
pada
perseorangan ini tentunya harus memperhatikan karakteristik individu tersebut secara keseluruhan seperti tingkat pendidikan, usia, sosial ekonomi, suku bangsa, agama, dan sebagainya.
20
b. Pendidikan Kesehatan kelompok Pendidikan kesehatan pada kelompok harus memperhatikan beberapa hal seperti tempat dan waktu memberikan pendidikan, jumlah peserta dalam kelompok, homogenitas kelompok, selain karakteristik khusus pada kelompok tersebut seperti usia, sosial ekonomi, suku bangsa, agama dan sebagainya. c. Pendidikan Kesehatan Massa Pada pendidikan massa ini biasanya tidak memperhatikan homogenitas
kelompok
massa
tersebut.
Biasanya
tujuan
pendidikan massa ini adalah untuk menggugah perhatian massa terhadap suatu masalah kesehatan yang relatif baru dan merupakan masalah masyarakat secara umum (Tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI , 2007). 5. Metode Notoatmodjo (1993) dan WHO (1992) dalam Maulana (2009) menyatakan bahwa metode pendidikan kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu metode pendidikan individu, kelompok, dan massa. a. Pendidikan kesehatan perseorangan Metode yang dapat dilakukan adalah: 1) Bimbingan dan konseling Konseling kesehatan merupakan kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja
21
sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan (Azwar, 1983 dalam Maulana, 2009). 2) Wawancara Wawancara merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadobsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi (Fitriani, 2011). b. Pendidikan kesehatan kelompok masyarakat Pendidikan kesehatan pada kelompok masyarakat terdiri dari kelompok besar dan kelompok kecil. Metode yang dapat digunakan pada kelompok besar adalah : 1) Ceramah Metode ceramah adalah sebuah metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa, yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Syah, 2000 dalam Simamora, 2009). Metode ceramah dapat dikatakan satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli serta daya paham peserta didik
22
(Simamora, 2009). Maulana (2009) mengatakan metode ini digunakan jika berada dalam kondisi berikut: a) Waktu untuk menyampaikan informasi terbatas. b) Orang yang mendengarkan sudah termotivasi. c) Pembicara menggunakan gambar dalam kata-kata. d) Kelompok terlalu besar untuk memakai metode lain. e) Ingin menambah atau menekankan apa yang sudah dipelajari. f) Mengulangi, memperkenalkan atau mengantarkan suatu pelajaran atau aktivitas. Kelebihan metode ini dapat dipakai pada orang dewasa, pendidik mudah menguasai kelas, menghabiskan waktu dengan baik, dapat dipakai pada kelompok yang besar, mudah dilaksanakan, dan tidak terlalu melibatkan banyak alat bantu (Maulana, 2009; Simamora, 2009). Metode ceramah adalah metode yang sangat sederhana yang paling banyak digunakan. Penyuluh berfungsi sebagai transmitter dan peserta didik sebagai receiver. Bahasa, baik verbal maupun nonverbal, merupakan satu-satunya media komunikasi. Bahan yang disampaikan dengan bahasa sebagai alatnya disebut message (pesan) atau ide. Komunikasi dikatakan baik jika pesan atau ide diterima 100% oleh receiver. Sebaliknya, komunikasi dikatakan buruk jika pesan
23
yang ada pada transmitter tidak diterima sesuai dengan aslinya oleh receiver. Saha (2007) dalam tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI (2007) menyimpulkan bahwa model pendekatan komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden. Metode ceramah, diskusi, lebih disukai oleh kelompok dengan latar belakang pendidikan sukup, sedangkan metode dengan media hiburan lebih disukai oleh kelompok dengan latar belakang pendidikan yang lebih rendah. Purwono (2011) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ceramah efektif dalam meningkatkan pengetahuan remaja perempuan tentang stress. 2) Seminar Metode seminar hanya cocok untuk saasran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat (Fitriani, 2011). Metode pendidikan kesehatan pada kelompok kecil, meliputi: 1) Diskusi kelompok (Group Discussion) Diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai
24
tujuan tertentu. Tujuan penggunaan metode ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan (Fitriani, 2011). 2) Mengungkapkan pendapat (Brainstorming) Metode brainstorming adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka
menghimpun
gagasan,
pendapat,
informasi,
pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta dan semacam pemecahan masalah ketika setiap anggota mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang dipikirkan (Fitriani, 2011; Maulana, 2009). 3) Bermain peran (Role Play) Role play adalah permainan sebuah situasi dalam hidup manusia dengan atau tanpa melakukan latihan sebelummnya (Maulana, 2009). Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk „menghadirkan„ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam datu „pertunjukkan peran‟ di dalam kelas pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian (Fitriani, 2011). 4) Kelompok membicarakan desas-desus (Buzz Group) Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecilkecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok
25
mendiskusikan masalah tersebut. Kemudian akan dicari kesimpulannya (Fitriani, 2011). 5) Bola salju (Snow Balling) Metode ini dilakukan dengan cara tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan. Kemudian dilontarkan satu permasalahan, setelah berdiskusi pasangan tersebut bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusi masalah yang sama. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas (Fitriani, 2011). 6) Simulasi (Simulation) Metode ini adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk mengembangkan keterampilan peserta belajar. Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya (Fitriani, 2011). c. Pendidikan massa Metode pendidikan massa dilakukan untuk mengonsumsikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat (Maulana, 2009). Pada umumnya bentuk pendekatan ini adalah secara tidak langsung.
Metode
yang
biasa
digunakan
adalah
dengan
memanfaatkan media komunikasi yang bersifat massal seperti ceramah umum, media cetak, media elektronik, media teknologi
26
informasi seperti acara TV (Fitriani, 2011; Tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI , 2007). 6. Media Pendidikan Kesehatan Pendidikan
kesehatan
menurut
Tim
pengembang
ilmu
pendidikan FIP-UPI (2007) dan Nursalam (2008) dapat memanfaatkan berbagai macam media untuk menyampaikan atau membantu menyampaikan materi pendidikan. Media pendidikan kesehatan terdiri dari media cetak, media elektronik, dan media papan. a. Media cetak terdiri dari buku kecil, leaflet, selebaran (flyer), lembar balik (flip chart), poster, surat kabar (newspaper), tabloid, jurnal, majalah, dan foto. Buku kecil (Booklet) adalah media berbentuk buku kecil yang berisi tulisan atau gambar atau kedua-duanya yang dapat diberikan pada masyarakat yang dapat membaca. Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang sesuatu masalah khusus untk sasaran yang dapat membaca. Leaflet terdiri dari 200-400 kata dan kadang-kadang kata berseling dengan gambar. Leaflet berukuran 20x30 cm dan biasanya disajikan dalam ukuran berlipat. Biasanya leaflet diberikan kepada sasaran selesai kuliah/ceramah, agar dapat dipergunakan sebagai pengingat pesan atau dapat juga dibagikan sewaktu ceramah untuk memperkuat pesan yang sedang disampaikan. Selebaran (flyer) berbentuk seperti leaflet, tetapi tidak berlipat., biasanya disebarkan melalui udara. Lembar balik (flip chart) adalah alat peraga yang menyerupai kalender balik bergambar. Poster
27
adalah pesan singkat dalam bentuk gambar. Kata-kata dalam poster tidak lebih dari tujuh kata dan hurufnya dapat dibaca oleh orang yang lewat dari jarak enam meter. b. Media elektronik berupa televisi, radio, video, filmstrip, dan slide (power point). Televisi adalah media yang dapat menampilkan pesan secara audiovisual dan gerak. Radio merupakan media audio yang
menyampaian
pesannya
dilakukan
melalui
pancaran
gelombang elektromagnetik dari suatu pamancar. Filmstrip adalah media visual proyeksi diam, yang pada dasarnya hampir sama dengan media slide. Film strip ini terdiri atas beberapa film yang merupakan satu kesatuan (Hassan, 2010). Slide (power point), merupakan salah satu media untuk menyampaikan presentasi. Power point dapat merupakan bagian dari keseluruhan presentasi maupun manjadi satu-satunya sarana penyampaian
informasi.
Power
point
sebagai
pendukung
presentasi, misalnya adalah power point sebagai alat bantu visual dalam presentasi oral. Power point dapat pula menjadi media utama penyampaian presentasi. (Isroi, 2005), c. Media papan (billboard) : berbentuk papan besar berukuran 2x2 m yang berisi tulisan dan/gambar yang ditempkan di pinggir jalan besar yang dapat dibaca atau dilihat oleh pemakai jalan. 7. Tahap pelaksanaan pendidikan kesehatan Manurung (2006) mengungkapkan ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam melakukan pendidikan kesehatan yaitu:
28
1. Identifikasi karakteristik peserta didik yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dan pengetahuan tentang kesehatan, bahasa dan budaya, masalah kesehatan, dan tingkat kemampuan untuk menerima. Hal ini berguna untuk menentukan metode dan media pendidikan kesehatan yang akan diberikan (Nursalam, 2008). 2. Identifikasi kebutuhan dan masalah peserta didik, hal ini dibutuhkan untuk menentukan materi pendidikan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 3. Menentukan tujuan dari pendidikan kesehatan. Tujuan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, hal ini diperlukan agar pendidikan kesehatan berjalan sesuai dengan tujuan dan dapat menjadi bahan evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan pendidikan kesehatan yang diberikan. 4. Identifikasi
sumber-sumber
dalam
pelaksanaan
seperti
kemampuan pemberi materi, materi yang diberikan, sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang pelaksanaan pendidikan kesehatan. 5. Membuat perencanaan isi, metode, dan teknik pendidikan kesehatan agar dapat tercapai tujuan umum dan tujuan khusus yang sudah direncanakan. Hal ini harus disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan, sumber yang tersedia, dan kebutuhan klien 6. Membuat rencana metode evaluasi yang sesuai untuk dapat menilai tingkat keberhasilan pendidikan kesehatan
29
7. Melaksanakan pendidikan kesehatan sesuai dengan yang sudah direncanakan. 8. Evaluasi proses dan hasil dari pendidikan kesehatan yang sudah dilaksanakan.
D. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) Rosentock (1960) mengatakan Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok ahli psikologi sosial dalam pelayanan
kesehatan masyarakat
Amerika
yang mencoba
menjelaskan sebab kegagalan sekelompok individu dalam menjalani program pencegahan penyakit (dalam Anies, 2006). Glanz dkk (1997) mengungkapkan
bahwa
pada
tahun
1970,
pendidikan
kesehatan
mencurahkan seluruh perhatian terhadap isu HBM dan perilaku kesehtan individu (dalam Maulana, 2009). Model ini merupakan salah satu model pertama yang dirancang untuk mendorong penduduk melakukan tindakan ke arah kesehatan yang positif. Model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi penyakit. Health Belief Model sebagai suatu pendekatan pendidikan kesehatan yang di dasarkan pada kepercayaan atau persepsi yang dimiliki seseorang berkaitan dengan kerentanannya terhadap penyakit dan merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan (Bensley, 2008; Maulana, 2009). Model ini juga merupakan model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (Anies, 2006).
30
Berdasarkan
Health
Belief
Model,
kemungkinan
seseorang
melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) (Maulana, 2009), antara lain sebagai berikut: 1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka, hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau kesakitan betulbetul merupakan ancaman bagi dirinya. Jika ancaman meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan didasarkan pada hal-hal berikut: a) Ketidakkebalan
yang
dirasakan.
Individu
mungkin
dapat
menciptakan masalah kesehatannya sendiri sesuai dengan kondisi. b) Keseriusan yang dirasakan. Individu mengevaluasi keseriusan penyakit jika penyakit tersebut muncul akibat ulah individu tersebut atau penyakit dibiarkan tidak ditangani. 2. Keuntungan dan kerugian, pertimbangan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak. Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku, yang disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan (misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman). Kebutuhan yang dirasakan untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang mempengaruhi persepsi seseorang dan
31
akibatnya secara tidak langsung mempengaruhi perilaku kesehatannya. Faktor pemodifikasi tersebut mencakup tingkat pendidikan yang dimiliki, perbedaan kebudayaan, usia, pengalaman pribadi, jenis kelamin, dan status ekonomi, dan dapat mempengaruhi persepsi kerentanan, keparahan risiko, manfaat, dan kendala (Bensley, 2008). Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan, dan kerugian dipengaruhi oleh 1) variabel demografi seperti umur, jenis kelamin, dan latar belakang budaya; 2) variabel sosiopsikologis seperti kepribadian, kelas sosial, dan tekanan sosial; 3) variabel struktural seperti pengetahuan, dan pengalaman sebelumnya. Penilaian terhadap masalah kesehatan terdahulu merupakan petunjuk untuk berprilaku diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol. Hal ini dapat berupa bermacam-macam informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan, misalnya media, kampanye, nasihat orang lain, dan penyakit anggota keluarga lain atau teman (Maulana, 2009).
E. Keputihan 1. Pengertian Perempuan mempunyai sistem pertahanan organ reproduksi yang cukup baik, mulai dari sistem asam basanya sampai dengan sistem pertahanan eksternal, namun sistem pertahanan ini tidak sepenuhnya dapat melindungi alat reproduksi wanita. Organ reproduksi perempuan yang berhubungan langsung dengan dunia luar melalui vagina
32
memudahkan terjadinya infeksi organ reproduksi terutama melalui hubungan seksual. Agen penyakit dari luar sepert virus, jamur, bakteri dan protozoa dapat menginfeksi alat reproduksi perempuan dan menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi dengan bermacam keluhan. Salah satu keluhan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal organ reproduksi adalah “keputihan” dengan berbagai macam ciri khas sesuai dengan penyebab penyakit ( Manuaba dkk, 2009). Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat. Keputihan dapat bersifat normal (fisiologis) dan abnormal (patologis) (Kusmiran, 2012; Manuaba dkk, 2009). 2. Klasifikasi Keputihan terdiri dari keputihan normal dan abnormal (Kusmiran, 2012; Manuaba dkk, 2009): a. Keputihan normal Keputihan yang bersifat fisiologis dipengaruhi oleh hormon tertentu. Cairannya berwarna putih, tidak berbau, dan jika dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan ada kelainan. Keputihan ini dapat terjadi ketika menjelang menstruasi atau setelah menstruasi, sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi, juga dapat terjadi melalui rangsangan seksual. b. Keputihan abnormal Keputihan abnormal dapat terjadi pada penyakit infeksi alat reproduksi. Keputihan abnormal merupakan gejala dari suatu
33
penyakit oleh karena itu perlu diketahui karakteristik keputihan yang keluar dan hasil dari pemeriksaan laboratorium untuk dapat menegakkan diagnosa penyakit yang menyebabkan keputihan. 3. Penyebab Keputihan normal menurut Kasdu (2005) dan Jatmiko (20120 dapat disebabkan oleh beberapa faktor fisiologis dan psikologis seperti: a. faktor hormonal, dapat terjadi sebelum atau sesudah menstruasi, rangsangan seksual dan penggunaan kontrasepsi seperti pil. b. kelelahan fisik dan jiwa seperti stres dapat mencetus terjadinya keputihan normal. c. adanya benda asing seperti penggunaan kontrasepsi IUD dan benda asing lainnya. d. Memakai pakaian dalam yang ketat dari bahan sintetis Keputihan abnormal menjadi salah satu tanda atau gejala adanya kelainan pada organ reproduksi wanita. Tidak semua infeksi pada saluran reproduksi wanita memberikan gejala keputihan (Kasdu, 2005). Beberapa penyebab keputihan menurut Kasdu (2005), Williams dkk (2008), dan Tim Cancer Helps (2010), yaitu: a. Non Penyakit Hubungan Seksual (non-PHS) Bagian luar alat reproduksi wanita merupakan tempat yang rawan. Jika dibanding dengan bagian tubuh lainnya. Perawatan bagian ini sering terabaikan, jika tidak dibersihkan secara sempurna pada anus selalu ditemukan bakteri, jamur, dan parasit yang bisa
34
menjalar ke organ reproduksi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi gejala keputihan. ada beberapa infeksi non-PHS yang sering di alami wanita, yaitu : 1) Vaginitis, penyebabnya adalah bakteri Gardnerella, 2) Kandidiasis vaginitis, penyebabnya adalah jamur Candida albican, 3)Trikomonisis, berasal dari parasit Trichomonas
Vaginalis,
4)
Keganasan
organ
reproduksi,
Keganasan yang terjadi pada organ reproduksi seperti kanker servis dapat menimbulkan gejala keputihan. b. Penyakit Hubungan Seksual (PHS) Adanya pelecetan dan kontak mukosa vagina dengan air mani merupakan pintu masuk mikroorganisme penyebab infeksi PHS. Penyakit yang tergolong PHS adalah sifilis, gonore yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, ulkus mola, limfogranuloma venereum, granuloma inguinale (Manuaba, 2009). Menurut
Jatmiko
(2012)
penyebab
keputihan
abnormal
didapatkan dari beberapa perilaku yang tidak sehat seperti: a) sering menggunakan WC yang kotor, b) sering bertukar celana dalam dan handuk dengan orang lain, c) membilas vagina dari arah yanng salah, yaitu dari belakang ke depan, d) kurang menjaga kebersihan vagina, e) tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi, f) sering berganti pasangan dalam berhubungan seksual. 4. Tanda dan gejala Kasdu (2005) dan Williams dkk (2008) membagi tanda dan gejala keputihan berdasarkan penyebab, yaitu:
35
a. Keputihan yang normal memiliki ciri-ciri keputihan berwarna putih, bening, encer, tidak berbau dan tidak gatal. b. Bakterial vaginosis, karakteristik keputihan bersifat encer, abu-abu, kuning kehijauan, atau putih, berbusa dan berbau busuk, gatal dan terasa tidak nyaman. c. Candida albican, keputihan berwarna putih susu, bergumpal seperti susu basi disertai rasa gatal dan kemerahan di sekitar vagina. d. Trichomonas
vaginalis,
ciri-ciri
keputihan
berwarna
hijau
kekuningan-kuningan, berbau dan berbusa, kecoklatan. Biasanya gatal-gatal di bagian labia mayora. e. Keganasan organ reproduksi, keputihan lendir kental, berwarna kuning atau kecoklatan, berbau atau bercampur darah (Tim Cancer Helps, 2010; Nurwijaya dkk, 2010). 5. Penyakit yang menyebabkan keputihan Beberapa
penyakit
yang
dapat
menyebabkan
keputihan
(Williams. 2010; Tim Cancer Helps, 2010) diantaranya: a. Bakterial Vaginosis Bakterial vaginosis adalah peradangan vagina yang disebabkan oleh bakteri Gardnerella, yang normalnya ditemukan dalam vagina dan menyebabkan gejala bila pertumbuhan bakteri ini berlebihan. Gejala utama tampak berupa keputihan berwarna kuning atau abuabu krem dan berbau amis. Mukosa vagina dapat terlihat normal, biasanya tidak disertai nyeri, terbakar atau gatal (Morgan, 2009).
36
b. Kandidiasis vaginitis Kandidiasis vaginitis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Keputihan berwarna putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal. Mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut (Djuanda, 2007; Manuaba, 2009). c. Trikomoniasis Trikomoniasis
adalah
infeksi
saluran
urogenital
yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, dapat bersifat akut ataupun kronik ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, atau bibir kloset. Ciri-ciri keputihan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan. Penularan Trikomoniasis umumnya melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga melaui pakaian, handuk, atau karena berenang. Gejala klinis pada kasus akut terlihat sekret vagina seropulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak, dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Bila sekret bnyak keluar dapat timbul iritasi pad lipat paha atau disekitar genetalia eksterna. Pada kasus kronik biasnya sekret tidak berbusa (Djuanda, 2007).
37
d. Kanker serviks Kanker serviks adalah keganasan yang bermula pada sel-sel serviks. disebabkan oleh virus HPV yang menyerang selaput di dalam mulut dan kerongkongan serviks dan anus. Terjadinya kanker serviks sangat perlahan. Pertama, beberapa sel normal berubah menjadi sel-sel prakanker, kemudian berubah menjadi sel kanker. Kanker serviks pada stadium awal tidak menimbulkan gejala. Gejalanya baru muncul saat kanker serviks suudah menginvasi jaringan di sekitarnya. Salah satu gejala yang muncul adalah keputihan yang abnormal dengan ciri-ciri berwarna kuning atau kecoklatan, berlendir dan kental, berbau busuk, gatal, dan kadangkadang bercampur darah. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah operasi, kemoterapi, dan radioterapi (Tim CancerHelps, 2010; Nurwijaya dkk, 2010). 6. Penanganan Keputihan normal tidak perlu diobati dengan obat-obatan tetapi dirawat dengan menjaga kebersihan dan mencegah kelembaban yang berlebihan pada daerah vagina dengan menggunakan tissu dan sering mengganti pakaian dalam. Keputihan abnormal diobati dengan meminum obat dari dokter untuk membersihkan vagina dari agen penyebab keputihan dan menjaga kelembaban daerah vagina (Kasdu, 2005). Keputihan yang disebabkan oleh trikomoniasis dapat diobati dengan metronidazol, sedangkan keputihan yang disebabkan oleh kandidiasis dapat diobati dengan Mycostatin (Manuaba dkk, 2009).
38
Pengobatan keputihan dapat juga menggunakan cara tradisional yaitu dengan menggunakan bahan alami seperti daun sirih. Daun sirih terkenal ampuh sebagai antibiotik sehingga membersihkan daerah vagina dengan air sirih akan membantu menghilangkan kuman dan jamur yang menimbulkan rasa gatal (Shanti, 2012). 7. Pencegahan Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah keputihan menurut Saraswati (2010), Jatmiko (2012) dan Herawati (2013) adalah sebagai berikut: a. Basuh dengan air bersih dari arah depan ke belakang (dari arah vagina ke anus) untuk menghindari masuknya kuman dan jamur dari daerah anus kedalam vagina b. Hindari penggunaan bilasan vagina dengan menggunakan sabun pembersih agar keseimbangan asam vagina tetap seimbang. c. Gunakan air yang berasal dari kran jika berada di toilet umum. Hindari penggunaan air yang berasal dari tempat penampungan karena menurut penelitian air yang ditampung di toilet umum dapat mengandung bakteri dan jamur. d. Sediakan selalu tisu untuk mengeringkan bagian luar vagina setelah buang air kecil atau besar. e. Ganti pembalut 1-2 jam sekali jika sedang banyak-banyaknya. Setelah masa-masa ini lewat, ganti pembalut 3-4 jam sekali.
39
f. Ganti pembalut segera jika terasa ada gumpalan darah di atas pembalut yang sedang dipakai, agar terhindar dari bakteri dan jamur. g. Gunakan celana dalam yang berdasarkan katun. Katun merupakan jenis kain yang dapat mengalirkan udara sehingga dapat mencegah daerah vagina dari kelembaban. h. Menjaga kebersihan organ reproduksi dengan cara tradisional dengan menggunakan daun sirih yang direbus kemudian airnya digunakan untuk membersihkan vagina. i. Menghindari stress dan kelelahan fisik serta tidak menggunakan celana ketat yang terbuat dari bahan sintetis.
40
F. Kerangka Teori 1. Faktor demografi (umur, jenis kelamin) 2. Sosiopsikologis (personality, kelas sosial)
Pengetahuan tentang pencegahan keputihan
Remaja
Persepsi individu Kelemahan terhadap penyakit yang dirasakan Keseriusan terhadap penyakit yang dirasakan
Pendidikan Kesehatan Metode - Konseling - Wawancara - Ceramah - Seminar - Diskusi kelompok - Bermain peran - Mengungkapkan pendapat - Simulasi - dll Media - Leaflet - Booklet - Poster - Video - Power Point - dll -
Bagan 2.1 Kerangka Teori dimodifikasi dari Notoatmodjo (1993) (dalam Maulana, 2009) dan Health Belief Model yang dimodifikasi dari teori Health Belief Model Rosenstock 1974. Glanz dkk (1998) ( dalam Maulana, 2009).
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep harus didukung landasan teori yang kuat serta ditunjang oleh infomasi yang bersumber pada berbagai laporan ilmuah, hasil penelitian, jurnal penelitian, dan lain-lain (Hidayat, 2008). Berdasarkan kerangka teori, pendidikan kesehatan diharapkan dapat menambah pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan sehingga dapat menjadi pertimbangan mereka dalam mengambil tindakan pencegahan. Kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut: Input
Proses
Output
Pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan
Pendidikan kesehatan
Peningkatan Pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan
Bagan 3.1 Kerangka konsep penelitian Kerangka konsep diatas terdiri dari input, proses dan output. Pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan menjadi input, pendidikan kesehatan merupakan suatu proses untuk menciptakan output yaitu peningkatan pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan.
41
42
B. Definisi Operasional Definisi
operasional
adalah unsur penelitian
yang menjelaskan
bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suartu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel danistilah yang akan digunakan
dalam
penelitian
secara
operasional
sehingga
akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2007). Tabel. 3.1 Definisi Operasional N
Variabel
Definisi
o
Cara
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
pengukuran
1
Pengetahuan tentang pencegahan keputihan
Hasil dari tahu terhadap informasi yang didapatkan mengenai: Definisi keputihan Penyebab keputihan Tanda dan gejala keputihan Penanganan keputihan Pencegahan keputihan
Responden akan diberikan pertanyaan melalui kuesioner mengenai pencegahan keputihan
2
Pendidikan kesehatan
Penyampaian materi tentang kesehatan reproduksi remaja dengan tema pencegahan keputihan dengan
-
Kuesioner
Jika benar Interval bernilai 1 jika salah bernilai 0. Point minimal = 0 Point maksimal = 25
-
-
-
43
menggunakan media power point dan leaflet dengan metode ceramah dan tanya jawab
C. Hipotesis Hipotesis adalah suatu kesimpulan sementara yang diambil dari suatu data penelitian yang kebenarannya masih harus dibuktikan. Hipotesis dinyatakan dalam bentuk pernyataan (Kurniawan, 2009). Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat pengetahuan remaja putri di SMK YMJ Ciputat tentang pencegahan keputihan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain penelitian` Penelitian ini menggunakan jenis pra-eksperimental dengan desain penelitian one group before after atau pre-test dan post-test group design. Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertama-tama dilakukan pengukuran dengan membagikan kuesioner, lalu dikenakan perlakuan yaitu berupa pemberian materi pendidikan kesehatan, kemudian kuesioner akan dibagikan kembali pada kelompok responden yang sama (Nursalam, 2008). O1---------------------------X---------------------------O2 Pretest
Posttest
Tindakan
Keterangan: O1: mengukur tingkat pengetahuan responden dengan mengisi kuesioner X : memberikan perlakuan berupa pendidikan kesehatan O2: mengukur tingkat pengetahuan responden setelah diberi tindakan dengan mengisi kembali kuesioner.
B. Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di SMK YMJ Ciputat tanggal 1 Juni 2013. Alasan penelitian dilakukan di SMK YMJ Ciputat adalah berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan data bahwa 10 dari 10 orang siswi di SMK YMJ Ciputat pernah mengalami keputihan.
44
45
C. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peniliti. Populasi dirumuskan sebagai populasi finite (terbatas) dan infinite (tidak terbatas) (Danim, 2003; Wasis, 2008). Populasi pada penelitian ini bersifat finite atau terbatas yaitu remaja perempuan kelas X dan XI di SMK YMJ Ciputat. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi, yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu (Wasis, 2008). Sampel penelitian yang diambil adalah siswi-siswi SMK YMJ Ciputat sebanyak 26 orang.
D. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilam sampel yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah responden 80 orang yang terdiri dari kelas X dan XI.Saat dilakukan penelitian siswi yang hadir berjumlah 34 orang, hal ini dikarenakan banyaknya siswi yang tidak datang ke sekolah dengan alasan mempersiapkan study tour. Responden yang dapat diambil sebagai sample berjumlah 26 orang karena ada beberapa responden yang tidak lengkap mengisi kuesioner sehingga harus di diskualifikasi.
E. Instrumen penelitian Jenis Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disusun untuk memperoleh data sesuai yang
46
diinginkan. Jenis kuesioner yang akan digunakan adalah kuesioner tertutup atau berstruktur dimana kuesioner tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada (Hidayat, 2008; Nursalam, 2008; Wasis, 2008). Kuesioner akan menggunakan skala guttman yaitu dengan interpretasi penilaian, apabila jawaban benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 (Hidayat, 2008). Kuesioner terdiri dari data umum dan pengetahuan tentang pencegahan keputihan. Tabel 4.1 Uraian Kuesioner Penelitian Variabel Data Umum (Kuesioner A) Pengetahuan tentang pencegahan keputihan (Kuesioner B)
Parameter Umur, kelas, pengetahuan, Definisi Klasifikasi Tanda dan gejala Penyebab Penanganan Pencegahan
Jumlah pertanyaan 5
No Pertanyaan 1, 2, 3, 4, dan 5
3 2 3
1, 2, 3 4, 5 6, 7, 8
6
9, 10, 11, 12, 13, 14 14, 15 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30
2 14
F. Uji Validitas dan Reabilitas Validitas dan reabilitas adalah istilah yang digunakan untuk persyaratan suatu alat ukur penelitian atau instrumen penelitian. Validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti ketepatan dan kecermatan (Machfoedz, 2008). Validitas instrumen didefinisikan sejauh mana instrumen itu mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2010). Alat ukur itu dikatakan valid bila alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur (Machfoedz, 2008). Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product
47
Moment, setelah itu diuji dengan menggunakan uji t dan kemudian dilihat penafsiran dari indeks korelasinya (Hidayat, 2008). Rumus Pearson Product Moment: rhitung =
( √[
) ( (
)(
][
) (
) ]
Keterangan: rhitung = koefesien korelasi ∑Xi = jumlah skor item ∑Yi = jumlah skor total (item) n
= jumlah responden
Rumus uji t: thitung =
√( √(
)
Keterangan: t = nilai thitung r = koefisien korelasi hasil rhitung n = jumlah responden Untuk tabel tα = 0,05 derajat kebebasan (dk = n-2). Jika nilai t hitung > t tabel valid demikian sebaliknya, jika nilai t hitungnya < t tabel tidak valid. Reabilitas artinya keajegan, maksudnya berkali-kali untuk mengukur hasilnya ajeg (tetap) atau paling sedikit berbeda amat sedikit (Machfoedz, 2008). Reabilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil perekaman data kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang sama dalam waktu berlainan atau kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam waktu yang
48
berlainan (Suryabrata, 2010). Bila berkali-kali untuk mengukur bedanya banyak, maka alat ukur tersebut tidak reliabel (Machfoedz, 2008). Dalam mengukur reabilitas dapat menggunakan rumus Spearman Brown. Metode ini dilakukan dengan jalan memilih satu instrumen kedalam dua bagian yang sama banyaknya, bagian yang pertama muat skor dari unsur-unsur pokok bernomor ganjil dan bagian kedua memuat skor dari unsur-unsur pokok yang bernomor genap (Hidayat, 2008; Setiadi, 2007). Rumus Spearmen Brown: r11= Keterangan : r11= koefisien reliabilitas internal seluruh item rb= nilai r Pearson dari pokok genap dengan pokok ganjil Apabila r11> r tabel berarti reliabel dan apabila r11 < r tabel tidak reliabel. Uji validitas dan reabilitas telah dilakukan pada tanggal 29 Maret 2013 di sekolah Triguna Utama dengan responden 30 orang. Hasil uji validitas kuesiner hanya menunjukkan 2 pertanyaan yang valid dan nilai reabilitas 0,58 sedangkan nilai koefisien reabilitas yang baik diatas 0,7. namun, karena semua item pertanyaan dibutuhkan untuk menilai tingkat pengetahuan remaja perempuan, maka item tersebut tidak dihapuskan, melainkan kalimat pertanyaannya diperbaiki menjadi kalimat yang mudah dimengerti.
G. Tahapan pengambilan data Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengambilan data: 1. Peneliti memilih subjek yang akan dijadikan responden dalam penelitian
49
2. Peneliti membuat surat perizinan penelitian untuk pihak sekolah dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta 3. Peneliti mendatangi pihak sekolah untuk meminta izin penelitian dan membuat kontrak waktu penelitian 4. Peneliti mempersiapkan peralatan untuk pelaksanaan penelitian 5. Peneliti mendatangi pihak sekolah pada hari yang telah dijanjikan, dan meminta dipersiapkan calon responden 6. Pihak sekolah mengumpulkan calon responden dalam suatu ruangan 7. Peneliti menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan pada calon responden 8. Peneliti dengan bantuan fasilitator membagikan kuesioner pada responden sebelum pemberian pendidikan kesehatan untuk melihat pengetahuan mereka mengenai pencegahan keputihan, kuesioner diisi selama 10-15 menit 9. Peneliti memberikan materi pendidikan kesehatan mengenai pencegahan keputihan dengan dibantu oleh observer dan fasilitator. Materi yang akan diberikan terdiri dari definisi keputihan, penyebab keputihan, tanda dan gejala keputihan, penanganan keputihan dan pencegahan keputihan. Media yang akan digunakan adalah power point dengan bantuan LCD dan leaflet, menggunakan metode penyampaian ceramah dan tanya jawab selama 20-30 menit. 10. Peneliti kembali memberikan kuesioner kepada responden setelah diberikan pendidikan kesehatan, pengisian kuesioner dilakukan selama 1015 menit.
50
11. Peneliti mengumpulkan data dari hasil kuesioner 12. Peneliti berpamitan dengan responden dan pihak sekolah 13. Peneliti melakukan analisa data
H. Pengolahan data Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan (Setiadi, 2007). Ada beberapa tahap dalam proses pengolahan data
(Setiadi, 2007;
Hidayat, 2008) yaitu: 1. Editing atau mengedit data, memeriksa daftar pertanyaan yang telah terkumpul dimaksudkan untuk mengevaluasi kelengkapan, keterbacaan tulisan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau menjawab tujuan penelitian. Jika terdapat beberapa kuesioner yang masih belum diisi, atau pengisian yang tidak sesuai dengan petunjuk dan tidak relevannya jawaban dengan pertanyaan sebaiknya diperbaiki dengan jalan menyuruh isi kembali kuesioner yang masih kosong pada responden semula, kalau tidak memungkinkan dilakukan maka mencari responden lain sebagai pengganti asal sesuai dengan polanya. 2. Coding atau mengkode data, mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden dalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
51
Proses ini dimaksudkan untuk menguantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini secara manual, menggunakan kalkulator, maupun menggunakan komputer. 3. Entri data, jawaban-jawaban yang sudah diberi kode katagori kemudian dimasukan dalam tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi. 4. Melakukan teknik analisis data, penelitian akan menggunakan analisis analitik bivariat dengan menggunakan statistik inferensial. Statistik inferensial adalah statistika yang digunakan untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan inferensial.
I. Analisis data Teknik yang digunakan pada penelitian ini untuk menganalisis data adalah analisis inferensial dengan uji hipotesis komparatif numerik berpasangan karena pada penelitian ini menggunakan skala interval dan penelitian menghasilkan dua data dari satu kelompok yang sama untuk variabel yang sama. Berdasarkan jenis hipotesis tersebut, maka uji yang digunakan adalah uji t berpasangan. Syarat uji t berpasangan yaitu distribusi data harus normal dan varians data tidak diuji karena kelompok data berpasangan (Dahlan, 2011). Uji normalitas dilakukan pada variabel pengetahuan. Hasil uji normalitas menyatakan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05) dan analisa data dapat menggunakan uji t berpasangan.
52
J. Etika penelitian Etika penelitian kesehatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan lngsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etik yang harus diperhatikan menurut Setiadi (2007), Hidayat (2008), dan Nursalam (2008) yaitu: 1. Prinsip manfaat a. Bebas dari penderitaan Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus b. Bebas dari eksploitasi Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun. c. Risiko (Benefits ratio) Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan menguntungkan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan. 2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (Respect human dignity) a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (Right to self determination) Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek maupun tidak,
53
tanpa
adanya
sanksi
apapun
atau
akan
berakibat
terhadap
kesembuhannya, jika mereka seorang klien. b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (Right to full disclosure) Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek. c.
Informed consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan,
komitmen,
prosedur
pelaksanaan,
manfaat,
kerahasiaan dan lain-lain. 3. Prinsip keadilan (Right to justice) a. Hak untuk mendapatkaan perlakuan yang adil (Right in fair treatment) Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
54
b. Hak dijaga kerahasiaannya (Right to privacy) Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan untuk itu perlu adanya 2 hal : 1) tanpa nama (anonymity) yaitu memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian
yang akan
disajikan, 2) rahasia (confidentiality) yaitu memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua
informasi
yang
telah
dikumpulkan
dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMK YMJ Ciputat pada hari sabtu tanggal 1 Juni 2013 dengan jumlah responden awal 34 orang, karena banyaknya siswi yang tidak hadir disebabkan persiapan studi tour ke Jogjakarta maka pengambilan sample diambil dari siswi yang hadir pada hari itu yang terdiri dari kelas X dan XI. Responden yang dijadikan sampel berjumlah 26 orang. Hal ini dikarenakan ada beberapa responden tidak mengisi semua pertanyaan. Penelitian dilakukan pada satu waktu dari jam 12.40 WIB sampai dengan jam 13.45 WIB. Responden diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan. A. Gambaran lokasi penelitian SMK YMJ adalah sekolah swasta yang berada di jalan Limun No. 27 RT 002 RW 08 Ciputat-Pisangan, Banten.. Sekolah ini didirikan pada tanggal 25 bulan 6 tahun 1988. SMK YMJ memiliki 4 Jurusan kompetensi keahlian yaitu teknik komputer dan jaringan, administrasi perkantoran, akuntansi, dan pemasaran. Pihak sekolah tidak pernah mengadakan penyuluhan kesehatan untuk murid-murid di sekolah tersebut. Ruang UKS yang tersedia juga tidak berfungsi lagi. B. Analisis Univariat 1. Data Demografi Data demografi yang terdiri dari umur, kelas, kejadian keputihan, informasi tentang keputihan dan sumber informasi yang didapat, dapat dilihat dari tabel di bawah ini. 55
56
Tabel 5.1 Deskripsi Data Demografi Responden No 1
Item pertanyaan Umur
2
Kelas
3
Keputihan
4
Pernah mendapatkan informasi Sumber informasi
5
Jawaban 16 tahun 17 tahun X XI Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak pernah Media Lingkungan Tenaga kesehatan
Jumlah siswi 11 15 4 22 26 0 18 8 4 14 0
N 26 26 26 26
26
Umur responden berkisar antara 16 sampai 17 tahun. 15 orang berumur 17 tahun dan 11 orang berumur 16 tahun yang terdiri dari kelas X sebanyak 4 orang dan kelas XI sebanyak 22 orang. Responden yang pernah mengalami keputihan sebanyak 26 orang atau 100%. 18 orang mengatakan pernah mendapatkan informasi mengenai keputihan yang didapatkan dari sumber informasi media sebanyak 4 orang dan sumber informasi dari lingkungan sebanyak 14 orang, sedangkan 8 orang mengatakan tidak pernah mendapatan informasi mengenai keputihan. Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa seluruh responden pernah mengalami keputihan dan sepertiganya tidak pernah mendapatkan informasi mengenai keputihan. Sumber informasi yang didapat, sebagian besar dari lingkungan, bukan dari sumbernya secara langsung seperti media informasi kesehatan atau tenaga kesehatan.
57
2. Deskripsi pengetahuan remaja perempuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan Perbedaan pengetahuan remaja perempuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan setelah diberikan pendidikan kesehatan dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 5.2 Distribusi Statistik Deskriptif Pengetahuan Remaja Perempuan Sebelum dan Sesudah Diberikan Intervensi Pendidikan Kesehatan tentang Pencegahan Keputihan N
Min Max Mean
SD
Median
95%CI
Nilai total kuesioner
Sebelum
26
16
25
20.04 2.849
20.00
18.8921.19 30
Sesudah
26
18
26
22.65 2.244
23.00
21.7523.56
Hasil analisis didapatkan rata-rata pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 20.04, nilai terendah 16 dan nilai tertinggi 25, dengan nilai total 30 jika responden dapat menjawab semua pertanyaan. Nilai median 20,00 dengan standart deviasi 2.849. Hasil 95% confidence interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan diantara 18,89 sampai dengan 21,19. Hasil analisis didapatkan rata-rata pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah 22,65, dengan nilai terendah 18 dan nilai tertinggi 26. Nilai median 23.00 dengan standart deviasi 2.244. Standart deviasi menggambarkan sebaran nilai2 sample, semakin kecil nilai
58
standart deviasi maka semakin dekat mendekati nilai rata-ratanya yang berarti data tersebut semakin bagus dari data sebelumnya. Hasil 95% confidence interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan diantara 21.75 sampai dengan 23.56. Data diatas menggambarkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan remaja perempuan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan, begitu juga dengan pengingkatan nilai minimum dan nilai maximum. 3. Deskripsi pengetahuan siswi setiap item pertanyaan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan Tabel di bawah ini akan dijelaskan secara rinci pengetahuan remaja perempuan mengenai keputihan dan pencegahannya. Tabel 5.3 Deskripsi Hasil Pertanyaan Per Item Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan No
Item pertanyaan
1 2 3
Definisi Klasifikasi Tanda dan gejala Penyebab Penatalaksanaan Pencegahan
4 5 6
Benar Poin %
Salah Poin %
45 23 43
58 44 55
33 29 35
42 56 45
Total poin keseluruhan pertanyaan peritem 78 52 78
104 47 260
67 90 71
52 5 104
33 10 29
156 52 364
Sebelum diberikan pendidikan kesehatan, pengetahuan yang paling banyak tidak diketahui responden adalah tentang klasifikasi keputihan sekitar 44%, sedangkan pengetahuan yang paling banyak diketahui responden adalah mengenai penatalaksanaan keputihan sekitar 90% pertanyaan dijawab benar.
59
Tabel 5.4 Deskripsi Hasil Pertanyaan Per Item Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan No
Item pertanyaan
1 2 3
Definisi Klasifikasi Tanda dan gejala Penyebab Penatalaksanaan Pencegahan
4 5 6
Benar
Salah
Total poin keseluruhan pertanyaan peritem
Poin 50 28 53
% 64 54 68
Poin 28 24 25
% 36 46 32
78 52 78
116 51 294
74 98 81
40 1 70
26 2 19
156 52 364
Sebelum diberikan pendidikan kesehatan, pengetahuan yang paling banyak tidak diketahui responden adalah tentang klasifikasi keputihan sekitar 54%, sedangkan pengetahuan yang paling banyak diketahui responden adalah mengenai penatalaksanaan keputihan sekitar 98% pertanyaan dijawab benar. Tidak ada perbedaan dari sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.
C. Analisis Bivariat 1. Uji Normalitas Normalitas hasil pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.5
60
Tabel 5.5 Distribusi Hasil Normalitas Pengetahuan Remaja Perempuan tentang Pencegahan keputihan Sebelum dan Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan Variabel
Shapiro-Wilk
Pengetahuan
Df
Sig.
26
0.354
Uji normalitas di atas menggunakan uji Shapiro-Wilk karena uji ini lebih tepat dan lebih efisien digunakan untuk menguji normalitas pada sampel kurang dari 50 (Ayuningtyas, 2012). Hasil uji normalitas di atas diperoleh nilai signifikan Shapiro-Wilk variabel pengetahuan 0.354
(p>0.05).
Berdasarkan
keterangan
diatas
maka
dapat
disimpulkan bahwa data setelah diberikan intervensi berdistribusi normal karena p>0,05 sedangkan data sebelum diberikan intervensi tidak berdistribusi normal p<0,05. Kesimpulan diatas menunjukkan bahwa penelitian ini dapat menggunakan uji analisis t test berpasangan. 2.
Perbedaan Pengetahuan tentang Pencegahan Keputihan Sesudah dan Sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan Hasil analisis data perbedaan pengetahuan sesudah dan sebelum diberikan
pendidikan
kesehatan
dengan
menggunakan
uji
t
berpasangan two tail. One tail digunakan jika peneliti sudah mengetahui arah hipotesis, apakah pengaruhnya positif atau negatif, baik atau buruk, sedangkan two tail digunakan jika peneliti belum mengetahui arah hipotesis tersebut. Penelitian ini menggunakan two tail karena bunyi hipotesis penelitian adalah “terdapat perbedaan
61
tingkat pengetahuan remaja putri di SMK YMJ Ciputat tentang pencegahan keputihan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan”. Hasil uji t berpasangan digambarkan dalam tabel 5.3. Tabel 5.6 Distribusi Perbedaan Pengetahuan Tentang Pencegahan Keputihan Sebelum dan Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan Mean
SD
95%
t
Df
Confidence
Sig.(2-
Eta
tailed)
squared
0.000
0,468
Interval of The Difference
Sebelum- -2.615
Lower
Upper
2.844 -3.764
-1.467
-4.690
25
Sesudah
Uji analisis pada penelitian ini adalah uji t test berpasangan dengan tingkat kesalahan alpha 0,05. Data pada tabel diatas menunjukkan nilai Mean sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan adalah -2.615 dengan standart deviasi 2.844 dan nilai Eta Squared 0,468. Nilai Eta Squared menunjukkan seberapa besar efek hubungan variabel penelitian. Nilai negatif di atas di dapatkan karena nilai sebelum intervensi lebih kecil dari nilai sesudah intervensi. Begitu juga dengan nila t bernilai negatif yaitu -4.690. Nilai t digunakan untuk melihat tingkat kemaknaan, jika t hitung> t tabel maka hasil penelitian bermakna. Nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel pada df 25 (2,060) maka didapatkan t hitung>t tabel, hal ini membuktikan bahwa penelitian bermakna. Nilai p dari data di atas didapatkan 0,000, ini berarti lebih kecil dari niai α 0,05 (p<0,05) maka dapat disimpulkan adanya perbedaan pengetahuan tentang keputihan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.
BAB VI PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian tentang efektifitas pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan tentang pencegahan keputihan. Hasil penelitian akan dibandingkan dengan teori, penelitian sebelumnya dan kekurangan atau keterbatasan dalam penelitian.
A. Pengetahuan
Sebelum
diberikan
Pendidikan
Kesehatan
tentang
Pencegahan Keputihan Pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan sebelum diberikan pendidikan kesehatan memiliki rata-rata 20.04 atau 66,8% dari jumlah total nilai tertinggi. Nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa remaja perempuan memiliki pengetahuan yang cukup tentang pencegahan keputihan. Efendi dkk (2009) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba yang artinya pengetahuan dapat diperoleh darimana saja. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga seperti poster, majalah, atau sumber informasi yang berbentuk tulisan dan informasi yang berbentuk suara seperti seminar, penyuluhan, atau pembicaraan dari orang lain melalui percakapan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan tentang keputihan dan pencegahannya yang paling banyak tidak diketahui responden adalah pengetahuan tentang klasifikasi keputihan, dan pengetahuan yang paling
62
63
banyak diketahui responden adalah pengetahuan tentang penatalaksanaan keputihan. Menurut Piaget (1967) dalam Suparno (2001) orang-orang atau lingkungan sosial lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan pengetahuan tersebut sebagai yang memacu, mengkritik, dan menantang sehingga proses pembentukan pengetahuan lebih lancar. Lingkungan yang mendukung dalam mendapatkan informasi dapat memberikan pengaruh pada seseorang untuk menambah pengetahuan. Sebagian besar responden sebelumnya mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan keputihan dari lingkungan mereka, baik dari teman ataupun keluarga. Amelia (2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pengalaman dapat dijadikan cara untuk menambah pengetahuan seseorang tentang suatu hal. Selain itu umur juga mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianingsih (2012) pada siswi Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang menunjukkan bahwa siswi di MA tersebut memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keputihan. Hertiani (2012) juga melakukan penelitian yang hampir serupa pada siswi SMA BPI Bandung dan menghasilkan data bahwa sebagian besar remaja perempuan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai penatalaksanaan keputihan. Hal ini dikarenakan mereka kurang mendapatkan informasi atau tidak pernah mendapatkan informasi mengenai penatalaksaan keputihan.
64
B. Pengetahuan
Sesudah
diberikan
Pendidikan
Kesehatan
tentang
Pencegahan Keputihan Organ reproduksi perempuan yang berhubungan langsung dengan dunia luar melalui vagina memudahkan terjadinya infeksi organ reproduksi terutama melalui hubungan seksual. Agen penyakit dari luar sepert virus, jamur, bakteri dan protozoa dapat menginfeksi alat reproduksi perempuan dan menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi dengan bermacam keluhan. Salah satu keluhan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal organ reproduksi adalah “keputihan” dengan berbagai macam ciri khas sesuai dengan penyebab penyakit (Manuaba dkk, 2009). Pengetahuan tentang pencegahan keputihan sangat dibutuhkan untuk mencegah berbagai macam penyakit organ reproduksi yang memiliki gejala keputihan. Pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan setelah diberikan pendidikan kesehatan memiliki rata-rata 22,65 atau 75,5% dari jumlah total nilai tertinggi. Nilai yang didapat setelah diberikan intervensi lebih besar dari nilai sebelum diberikan intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kustriani (2009) pada siswi di SMU 4 Semarang yang menyatakan bahwa pemberian pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan. Manurung (2006) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan informasi melalui pendidikan kesehatan. Hal ini juga selaras dengan pengertian pendidikan kesehatan menurut Nursalam dan Ferry (2008) yang mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah proses
65
yang direncanakan dengan sadar untuk menciptakan peluang bagi individuindividu untuk senantiasa belajar memperbaiki kesadaran serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya demi kepentingan kesehatannya. Namun, pada penelitian ini peningkatan yang terjadi bernilai sedikit. Hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemberian pendidikan kesehatan sehingga informasi yang disampaikan tidak sepenuhnya diterima oleh peserta didik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah keadaan pada saat mengisi kuesioner yang tidak menutup kemungkinan responden dapat melakukan kecurangan dalam mengisi kuesioner. Hasil dari perhitungan diketahui bahwa pengetahuan responden yang paling banyak diketahui dan paling banyak tidak diketahui tentang keputihan dan pencegahannya setelah diberikan pendidikan kesehatan sama dengan sebelum mereka diberikan pendidikan kesehatan. Yaitu, tentang klasifikasi keputihan dan penatalaksanaanya. Maulana (2009) mengatakan pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan karena makna penting promosi kesehatan adalah pemberdayaan masyarakat, sedangkan pemberdayaan adalah upaya untuk membangkitkan daya sehingga mampu memelihara serta meningkatkan kesehatannya sendiri, oleh karena itu, pendidikan kesehatan merupakan upaya untuk mengubah, menumbuhkan, atau mengembangkan perilaku positif melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga dapat menjadi landasan perubahan perilaku kesehatan masyarakat yang lebih baik.
66
Mintarsih (2007) melakukan penelitian tentang pendidikan kesehatan dengan menggunakan booklet dan poster. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pendidikan kesehatan menggunakan booklet dan poster dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di kabupaten Tasikmalaya. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) tentang pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan individual menyatakan bahwa setelah dilakukan pendidikan kesehatan dengan metode tersebut terjadi peningkatan pengetahuan keluarga tentang demam berdarah. Kerucut Edgar Dale dalam Nursalam dan Ferry (2008) menggambarkan kemampuan partisipan
untuk
mengingat
kembali
pesan-pesan dalam
pendidikan kesehatan menurut teknik dan medianya. Menurut kerucut Edgar dengan membaca seseorang akan dapat mengingat 10% dari yang dibacanya seperti dalam bentuk leaflet, slide, booklet dan sejenisnya, dengan mendengar seseorang akan dapat mengingat 20% dari yang didengarnya seperti mendengar tape dan pembicaraan orang lain, dengan melihat seseorang akan dapat mengingat 30% dari yang dilihatnya seperti bagan, foto, grafik, dan sejenisnya, sedangkan dengan mendengar dan melihat seseorang akan dapat mengingat 50% dari apa yang didengar dan dilihatnya seperti melihat demonstrasi, film, video. 70 % dapat mengingat dari apa yang mereka katakan dan mereka tulis, biasanya menggunakan media wayang, skrip, dan drama. 90% dapat mengingat dari apa yang mereka lakukan, biasanya media yang digunakan adalah objek yang sebenarnya dan melalui pengalaman yang nyata. Nursalam (2008) mengatakan teks atau bacaan pada puncak kerucut akan menstimulasi organ visual saja. Jika tujuan suatu pendidikan kesehatan hanya
67
untuk mengubah pengetahuan, maka teknik dan media baca adalah yang paling tepat.
C. Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Peningkatan
Pengetahuan
tentang Pencegahan Keputihan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Hipotesis penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2011) dimana rata-rata pengetahuan siswa tentang HIV AIDS sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 6,25 sedangkan setelah diberikan pendidikan kesehatan, rata-rata pengetahuan siswa meningkat menjadi 7, 59 dan perbedaan nilai mean antara sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan adalah 1,34 dengan standar deviasi 0,12. Hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan pengetahuan siswa antara sebelum dan sesudah intervensi pendidikan kesehatan. Pernyataan tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Vyronica (2012) yang dalam penelitiannya itu juga menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan. Health Belief Model sebagai suatu pendekatan pendidikan kesehatan yang di dasarkan pada kepercayaan atau persepsi yang dimiliki seseorang berkaitan dengan kerentanannya terhadap penyakit dan merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan (Bensley, 2008; Maulana, 2009). Model ini juga merupakan model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (Anies, 2006).
68
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan. Meningkatnya pengetahuan responden diharapkan dapat menimbulkan kesadaran dan terjadi perilaku pencegahan penyakit dalam kehidupan seharihari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2012) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku pencegahan keputihan pada remaja perempuan di SMA Negeri 1 Jatinom. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan dapat mengubah perilaku kesehatan. Pada penelitian ini, peneliti tidak meneliti sampai ke tingkat perubahan perilaku, hanya menilai sampai ke perubahan tingkat pengetahuan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan cukup efektif meningkatkan pengetahuan remaja, dapat dilihat dari kenaikan pengetahuan rata-rata remaja perempuan dari 20,04 menjadi 22,65. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wina (2013) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan efektif meningkatkan pengetahuan. Berdasarkan perhitungan rumus Eta Squared untuk melihat ukuran efektifitas pendidikan kesehatan yang telah diberikan, didapatkan hasil 0,468 yang menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode ceramah ini memiliki efektifitas yang besar (Pallant, 2007). Pemilihan metode pendidikan kesehatan bergantung pada beberapa faktor yaitu; karakteristik sasaran/partisipan seperti jumlah, status sosial ekonomi, umur, dan jenis kelamin; waktu dan tempat yang tersedia; serta tujuan spesifik yang ingin dicapai dengan pendidikan kesehatan tersebut seperti perubahan pengetahuan, sikap, atau praktek partisipan (Nursalam 2008). Metode
69
pendidikan kesehatan pada penelitian ini adalah ceramah disertai tanya jawab. Berdasarkan analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab efektif untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan keputihan. Purwono (2011) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan dengan
menggunakan
metode
ceramah
efektif
terhadap
peningkatan
pengetahuan remaja perempuan tentang stress. Pernyataan ini juga sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Kustriyani (2009) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa metode ceramah cocok diberikan pada remaja yang berpendidikan cukup tinggi, karena metode ini baik untuk sasaran responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi maupun rendah, tanya jawab juga dapat membuat remaja menjadi lebih terbuka dalam memberikan pertanyaan
sehingga
memperluas
pengetahuan dan bertukar pendapat.
wawasan
mereka
untuk
menggali
Hal ini membuktikan bahwa banyak
penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Remaja
menyadari
keterbatasan
pikiran
mereka,
keterampilan
menyelesaikan masalah sering memperbaiki pikiran mereka, karena mereka mulai mencari semua kemungkinan penyelesaian masalah dan menjadi lebih tahu bahwa penyelesaian masalah dapat lebih dari satu. Untuk membentuk identitas, remaja menaruh perhatian besar pada bagaimana orang lain memandang mereka, mencari pengalaman mereka yang lalu, bereksperimen dengan
berbagai
peranan,
bertindak
sesuai
dengan
perasaan,
dan
mengungkapkan kepercayaan dan pendapat mereka. Perubahan kognitif remaja
70
mempunyai implikasi penting dalam pengajaran dan kurikulum. Remaja dapat mengerti betul konsep abstrak, dan dapat melihat serta menginterpretasikan masalah-masalah dalam bidang sosial dan bahwa kemampuan kognitif remaja masih dalam proses perkembangan (Bastable, 2002). Remaja telah mendapatkan penalaran baru yang lebih tinggi tingkatannya melampaui pemikiran saat masih kanak-kanak awal. Mereka sanggup berfikir secara abstrak dan melakukan penalaran logis yang kompleks yang merupakan suatu masalah sendiri jika dibandingkan dengan silogistis. Anak remaja dapat mengonsepsikan dan menginternalisasikan gagasan, mendebat berbagai pendapat, memahami sebab dan akibat, memahami penjelasan yang kompleks, dan merespons petunjuk yang rumit dengan cepat. Anak remaja mampu memahami konsep kesehatan dan penyakit, berbagai penyebab penyakit, pengaruh variabel attas status kesehatan, dan gagasan yang berkaitan dengan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Mereka memahami penyakit sebagai suatu proses akibat kelainan fungsi atau tidak berfungsinya satu atau beberapa bagian dari tubuh dan dapat memahami akibat atau prognosis suatu penyakit. Mereka juga mampu mengidentifikasi perilaku yang sehat tetapi mungkin menolak untuk mempraktekkannya atau mulai terlibat dalam perilaku beresiko karena mendapat tekanan sosial dari teman sebaya juga adanya perasaan tak terkalahkan (Bastable, 2002). Remaja cenderung memberontak terhadap nasehat apapun dari orang dewasa yang mereka anggap otoriter (Bastable, 2002), oleh karena itu dalam memberikan pendidikan kesehatan sebaiknya tidak menggunakan bahasa yang
71
bersifat otoriter, metode ceramah yang bersifat diskusi dan tanya jawab akan lebih memudahkan mereka dalam menerima informasi. Metode ceramah bukan merupakan metode yang paling efektif. Saputra (2011) melaporkan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan dengan metode curah pendapat memiliki nilai efektifitas 100%, sedangkan pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ceramah dengan audio visual memiliki nilai efektivitas 93,75% dalam meningkatkan pengetahuan tentang HIV AIDS pada siswa SMAN 4 Tangerang Selatan. Hal ini membuktikan bahwa metode curah pendapat lebih efektif dibandingkan metode ceramah, namun, tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan karena meskipun metode curah pendapat dapat meningkatkan pengetahuan responden lebih banyak, metode ceramah memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dari metode curang pendapat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan tanya jawab dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan pengetahuan remaja perempuan tentang kesehatan reproduksi khususnya pencegahan keputihan.
D. Keterbatasan Penelitian 1. Kuesioner Kuesioner yang diberikan adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti sendiri, belum ada kuesioner yang baku mengenai pencegahan keputihan.
72
2. Metode penelitian Metode yang digunakan adalah Pra-eksperimental. Pra-eksperimental tidak dapat menjamin pengontrolan ancaman validitas. 3. Pelaksanaan intervensi pendidikan kesehatan Tempat dilakukan pendidikan kesehatan adalah ruangan kelas yang berjendela terbuka, suara dari luar kelas sangat mudah terdengar dari dalam. Waktu penelitian dilakukan bertepatan pada hari dimana sekolah tidak aktif belajar lagi, sehingga siswa laki-laki sering mondar-mandir dan berteriak di depan kelas. Hal ini mengganggu penyampaian informasi dari penyuluh, beberapa kali konsentrasi responden terganggu dengan hal tersebut. Keterbatasan yang lain adalah tidak adanya sound system untuk penyuluh oleh karena itu suara penyuluh tidak terlalu terdengar dari barisan paling belakang. 4. Kondisi pengisian kuesioner Responden duduk di kelas dengan satu meja terdiri dari dua orang bahkan sampai ada yang 3 orang sehingga pada saat pengisian kuesioner tidak menutup kemungkinan responden dapat melihat jawaban kuesioner yang lain atau sesama responden yang duduk sebangku berdiskusi tentang jawaban kuesioner.
BAB VII KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan sebelum diberikan pendidikan kesehatan memiliki nilai terendah 16 dan nilai tertinggi 25 dengan nilai rata-rata 20,04 atau sekitar 66,8%. Remaja perempuan memiliki pengetahuan yang cukup. 2. Pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan setelah diberikan pendidikan kesehatan memiliki nilai terendah 18 dan nilai tertinggi 26 dengan nilai rata-rata 22,65 atau sekitar 75,5%. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan pengetahuan remaja perempuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan dengan nilai p=0,000 4. Pendidikan kesehatan dengan metode ceramah memiliki efektifitas yang besar dalam meningkatkan pengetahuan mengenai pencegahan keputihan dengan nilai eta squared 0,468. 5. Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan
B. Saran 1. Bagi sekolah Bagi SMK YMJ Ciputat diharapkan dapat membuat suatu program penyuluhan kesehatan di sekolah yang bekerja sama dengan puskesmas setempat. Penyuluhan ini akan membantu remaja memperoleh informasi dan 73
74
menambah wawasan mereka tentang kesehatan reproduksi. Pihak sekolah juga disarankan untuk dapat menjalankan kegiatan UKS dengan sebaikbaiknya untuk memelihara kesehatan para siswa dans siswi. 2. Bagi pelayanan kesehatan Bagi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas diharapkan lebih meningkatkan program promosi kesehatan tentang kesehatan reproduksi pada remaja perempuan. Puskesmas dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dalam melaksanakan program promosi kesehatan. 3. Bagi instansi pendidikan Instansi pendidikan diharapkan dapat memberikan materi untuk mata kuliah pendidikan dalam keperawatan mengenai pendidikan kesehatan sehingga dapat menjadi landasan mahasiswa dalam melaksanakan pendidikan kesehatan pada individu atau masyarakat. 4. Bagi peneliti selanjutnya a. Pada peneliti selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan aspek-aspek yang dapat mengganggu pelaksanaan pendidikan kesehatan, seperti kebisingan, tata ruang dan lain-lain. b. Disarankan pada penelitian selanjutnya melakukan evaluasi dan observasi setelah beberapa hari diberikan pendidikan kesehatan untuk melihat sejauh mana pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap pengetahuan dan perilaku responden. c. Perlu adanya penelitian yang menghubungkan antara pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan perilaku responden.
75
d. Perlu diperhatikan jenis kuesioner yang digunakan, akan lebih baik jika pertanyaan kuesioner bersifat terbuka sehingga dapat diketahui pengetahuan responden yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA Amelia, Melinda Rizky. Gambaran perilaku remaja putri menjaga kebersihan organ genitalia dalam mencegah keputihan. Universitas Riau, 2013 Anies. Waspada Ancama Penyakit Menular: Solusi Pencegahan dan Prospek Perilaku & Lingkungan. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006 Ayuningtyas, Donatila Novrinta dan Suryaatmaja, Lewie. “Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia Eksterna dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang.” Tesis Universitas Diponegoro, 2011 Badan Pusat Statistik (BPS). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, ed 25. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012 Bastable, Susan B. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-prinsip Pengajaran dan Pembelajaran. Jakarta: EGC, 2002 Bensley, Robert J. Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat, ed 2. Jakarta: EGC, 2008 Dahlan, Sopiyudin. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto, 2009 Dahlan, Sopiyudin. Statitstik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS. Jakarta: Salemba Medika, 2011 Danim, Sudarwan. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC, 2003 Djuanda, Adhi dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.ed 5. Jakarta: FKUI, 2007 Efendi, Ferry dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009 Fitriani, Sinta. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011 Gulo, W. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo, 2009 Hertiani, Hera. “Pengetahuan Remaja Putri tentang Penatalaksanaan Keputihan di SMA BPI 2 Kota Bandung.” Jurnal Universitas Padjajaran, 2012 Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika, 2008
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga Isroi. Trik Desain Presentasi dengan Power Point. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005 Kurniawan, Albert. Belajar Mudah SPSS. Yogyakarta: Penerbit MediaKom, 2009 Kasdu, Dini. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara, 2005 Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: salemba medika, 2012 Kustriyani, Menik. “Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Siswi Sebelum dan Sesudah Pemberian Pendidikan Kesehatan tentang Keputihan di SMU Negeri 4 Semarang.” Tesis Universitas Diponegoro, 2009 Machfoedz, Ircham. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta: Fitramaya, 2008 Manuaba, Ida Ayu Chandranita. dkk. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, ed 2. Jakarta: EGC, 2009 Manurung, Suryani. dkk. Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM, 2006 Maulana, Heri D.J. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC, 2009 Mintarsih P, Wiwin. Peendidikan kesehatan menggunakan booklet dan poster dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di kabupaten. UGM 2007 Morgan, Geri dan Hamilton, Carole. Obstetri dan Ginekologi: Panduan Praktik, ed 2. Jakarta: EGC, 2009 Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007 Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta, 2005 Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007 Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2008 Nursalam dan Ferry Efendi. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2008
Nurwijaya, Hartati. dkk. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010 Pallant, Julie. SPSS Survival Manual: A Step by Step Guide to Data Analysis Using SPSS for Windows third edition. England: Open University Press, 2007 Purnaningati, Wahyu Febru. “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Keputihan dengan Sikap Remaja Putri dalam Mengatasi Keputihan di SLTPN 39 Semarang.” Jurnal Komunikasi Kesehatan, 2010 Purwono, Andi. “Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Tentang Stres Melalui Ceramah Pada Remaja Di SMPN 34 Semarang.” Thesis Universitas Diponegoro, 2010 Putri, Amanda Octavia. “Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Feminine Hygiene Terhadap Insidensi Leukorrhoea Siswi-siswi Kelas XII di Sebuah SMAN Kota Subang.” Tesis Universitas Kristen Maranatha, 2012 Santrock, John W. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga, 2003 Saputra. Nazarwin. Perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN Tangerang Sellata. UIN Jakarta, 2011 Saraswati, Sylvia. 52 Penyakit Perempuan: Mencegah dan Mengobati 52 Penyakit yang Sering diderita Perempuan. Jogjakarta: Katahati, 2010 Sari.Efektifitas pendidikan kesehatan menggunakan metode pendidikan individual terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang demam berdarah. 2013 Sarwono, Sarlito W. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005 Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007 Simamora, Roymond H. Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC, 2009 Sugiarto, Tri H. “Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Wanita dengan Perilaku Pencegahan Keputihan pada Siswi di SMA Negeri 1 Jatinom Surakarta.” Skripsi Tesis Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012 Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC, 2004 Suparno, Paul. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius, 2001 Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Tim CancerHelps. Stop Kanker. Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2010 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Jakarta: Imtima, 2007
Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.
Vyronica, Ryska. Perbedaan tingkat pengetahuan inu tentang asi ekslusif sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan di wilayah kerja puskesmas Manyaran Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Stikes Telogorejo, 2012 Wasis. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC, 2008 Williams et al. Gynecology. Cina: The McGraw-Hill, 2008 Wina, Syahrun Purba. “Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Siswa tentang Napza.” Skripsi Universitas Riau, 2013 Wong, Donna L. dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, ed 6. Jakarta: EGC, 2008 Yulianingsih, Dewi. Hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan pada siswi MAN 1 Semarang. Skripsi UMS, 2012 Zurinal, Wahdi Sayuti. Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 Hassan, Buchory A. Latif. “Klasifikasi Media Pembelajaran.” Artikel diakses pada tanggal 22 Juli 2013 http://blog.unnes.ac.id/buchory/2010/04/09/klasifikasi-media-pembelajaran/ Herawati, Prilia. “Agar Organ Intim Selalu Sehat.” Artikel diakses pada tanggal 30 April 2013 http://www.femina.co.id/isu.wanita/kesehatan/agar.organ.intim.selalu.sehat/ 005/005/80 Jatmiko, Wahyu. “Penyebab keputihan.” Artikel diakses pada tanggal 28 April 2013 dari http://penyebabkeputihan.net/penyebab-keputihan/ Jatmiko, Wahyu. “Beberapa cara ampuh untuk mencegah keputihan.” Artikel diakses pada tanggal 28 April 2013 http://penyebabkeputihan.net/mencegahkeputihan/ Shanti, 2012. “Cara Mengatasi Keputihan yang Gatal dengan Obat Alami.”Artikel diakses pada tanggal 2 Mei 2013 dari http://tipsmengatasikeputihan.com/cara-mengatasi-keputihan-yang-gataldengan-obat-alami.html World Health Organization (WHO). “Adolescent Health.” Artikel diakses pada tanggal 9 April 2013 dari http://www.who.int/topics/adolescent_health/en/
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PEREMPUAN TENTANG PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMK YMJ CIPUTAT Assalamu’alaikum Wr Wb. Perkenalkan nama saya Dian Erika Purnama mahasiswi S1 Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, saya bermaksud melakukan penelitian mengenai “efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan di SMK YMJ Ciputat”. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap akhir dalampenyelesaian studi di Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya berharap saudara bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dimana akan dilakukan pengisian kuesioner yang terkait dengan penelitian, kemudian saudara akan diberikan pendidikan kesehatan mengenai pencegahan keputihan dan setelah itu saudara akan mengisi kuesioner untuk kedua kalinya. Semua informasi yang saudara berikan terjamin kerahasiaannya. Manfaat bagi anda mengikuti penelitian ini adalah saudara akan mendapatkan informasi mengenai pencegahan keputihan. Setelah saudara membaca maksud dan kegiatan penelitian diatas, maka saya mohon untuk mengisi nama dan tanda tangan dibawah ini. Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Nama : Tanda tangan :
Terima kasih atas kesediaan saudara untuk ikut serta di dalam penelitian ini.
Lampiran 2
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENCEGAHAN KEPUTIHAN
Disusun oleh: Dian Erika Purnama (109104000045)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012
Lampiran 2
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Pokok Bahasan
: Kesehatan Organ Reroduksi Perempuan
Sub pokok bahasan
: Pencegahan Keputihan
Hari/tanggal
: Sabtu, 1 Juni 2013
Jam
: 13.00-13.45 WIB
Tempat
: Ruang kelas SMK YMJ Ciputat
Sasaran
: Siswi-siswi SMK YMJ Ciputat
Penyuluh
: Mahasiswa Keperawatan UIN Jakarta
I. Tujuan Instruksional Umum Setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan siswi-siswi dapat mengetahui dan memahami tentang pencegahan keputihan II. Tujuan Instruksional Khusus Setelah diberikan penyuluhan diharapkan siswi mampu : 1. Menjelaskan pengertian keputihan 2. Menyebutkan macam-macam keputihan 3. Menjelaskan penyebab keputihan 4. Menjelaskan tanda dan gejala keputihan 5. Menjelaskan penanganan keputihan 6. Menjelaskan cara pencegahan keputihan III. Materi 1. Pengertian keputihan 2. Macam-macam keputihan 3. Penyebab keputihan 4. Tanda dan gejala keputihan 5. Cara penanganan keputihan 6. Cara pencegahan keputihan IV. Metode 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Tanya jawab
V. Media Powerpoint Leaflet VI. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan No
Waktu
1
Pembicara
Peserta
Penanggung Jawab
Pembukaan
10 Menit
1) Memberi salam
1) Menjawab salam
2) Memperkenalkan diri
2) Mendengarkan
3) Menyampaikan topik
3) Mendengarkan
4) Menjelaskan tujuan
4) Mendengarkan
penyuluhan 5) Menjelaskan mekanisme
Penyaji 5) Mendengarkan
penyuluhan 6) Melakukan Kontrak waktu
6) Mendengarkan
7) Ice Breaking
7) Mengikuti kegiatan
2
Penyajian Materi 1) Mengkaji pengetahuan
1) Menjawab
awal dan pengalaman siswi tentang topik yang akan disampaikan
20 Menit
2) Menyampaikan materi
2) Mendengarkan
tentang :
dan
a) Pengertian keputihan
Memperhatikan
b) Macam-macam keputihan c) Penyebab keputihan d) Tanda dan gejala
Penyaji
Lampiran 2
keputihan e) Cara penanganan keputihan f) Cara pencegahan keputihan
3
Evaluasi 1) Ice Breaking 2) Memberikan 10 Menit
1) Mengikuti kesempatan
pada siswi untuk bertanya
kegiatan 2) Bertanya
3) Menanyakan kembali pada 3) Menjawab
Penyaji
peserta tentang materi yang disampaikan
4
Penutup 5 Menit
1) Menyimpulkan Materi
1) Mendengarkan
2) Memberi Salam
2) Menjawab salam 3) Menerima
VII. Pengorganisasian a. Penyaji
: Dian Erika Purnama
b. Observer
: Rafita Octavia
c. Fasilitator
: Hamidatu Ulfiyah : Dewi Rahmatika : Humaira
Penyaji
VIII.
Struktur ruangan
Keterangan : : Penyaji : Observer : Fasilitator : Peserta IX Evaluasi 1.
Evaluasi struktur : Rencana kegiatan dan penyaji materi pendidikan kesehatan dipersiapkan dari sebelum kegiatan
2.
Evaluasi proses o Peralatan dan tempat tersedia o Waktu sesuai dengan rencana (25 menit)
3.
Evaluasi hasil o Mampu menjawab pertanyaan dan mengulang kembali definisi keputihan o Mampu menyebutkan macam-macam keputihan o Mampu menyebutkan penyebab dari keputihan o Mampu menyebutkan tanda dan gejala keputihan o Mampu menjelaskan cara menanganan keputihan
Lampiran 2
o Mampu menjelaskan cara pencegahan keputihan
Materi Penyuluhan Pencegahan Keputihan 1. Pengertian Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat. Keputihan dapat bersifat normal (fisiologis) dan abnormal (patologis) (Kusmiran, 2012; Manuaba dkk, 2009). 2. Klasifikasi Keputihan terdiri dari keputihan normal dan abnormal (Kusmiran, 2012; Manuaba dkk, 2009): a. Keputihan normal Keputihan yang bersifat fisiologis dipengaruhi oleh hormon tertentu. Keputihan ini dapat terjadi ketika menjelang menstruasi atau setelah menstruasi, sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi, juga dapat terjadi melalui rangsangan seksual. b. Keputihan abnormal Keputihan abnormal dapat terjadi pada penyakit infeksi alat reproduksi. Keputihan abnormal merupakan gejala dari suatu penyakit oleh karena itu perlu diketahui karakteristik keputihan yang keluar dan hasil dari pemeriksaan laboratorium untuk dapat menegakkan diagnosa penyakit yang menyebabkan keputihan.
3. Penyebab Keputihan normal dapat disebabkan oleh beberapa faktor fisiologis dan psikologis (Kasdu, 2005; Jatmiko, 2012) seperti: a. faktor hormonal, dapat terjadi sebelum atau sesudah menstruasi, rangsangan seksual dan penggunaan kontrasepsi seperti pil. b. kelelahan fisik dan jiwa seperti stres dapat mencetus terjadinya keputihan normal. c. adanya benda asing seperti penggunaan kontrasepsi IUD dan benda asing lainnya. d. Memakai pakaian dalam yang ketat dari bahan sintetis Keputihan abnormal menjadi salah satu tanda atau gejala adanya kelainan pada organ reproduksi wanita. Tidak semua infeksi pada saluran reproduksi wanita memberikan gejala keputihan (Kasdu, 2005). Beberapa penyebab keputihan adalah sebagai berikut (Kasdu 2005; Williams dkk, 2008; Tim CancerHelps, 2010): a. Non Penyakit Hubungan Seksual (non-PHS) Ada beberapa infeksi non-PHS yang sering di alami wanita: 1) Vaginitis, penyebabnya adalah bakteri Gardnerella 2) Kandidiasis vaginitis, penyebabnya adalah jamur Candida albican 3) Trikomonisis, berasal dari parasit Trichomonas Vaginalis b. Penyakit Hubungan Seksual (PHS) Penyakit yang tergolong PHS adalah sifilis, gonore yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, ulkus mola,
Lampiran 2
limfogranuloma venereum, granuloma inguinale (Manuaba, 2009). d. Keganasan organ reproduksi Penyebab keputihan abnormal ini didapatkan dari beberapa perilaku yang tidak sehat (Jatmiko, 2012) seperti: a. Sering menggunakan WC yang kotor b. Sering bertukar celana dalam dan handuk dengan orang lain c. Membilas vagina dari arah yanng salah, yaitu dari belakang ke depan d. Kurang menjaga kebersihan vagina e. Tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi f. Sering berganti pasangan dalam berhubungan seksual 4. Tanda dan gejala Kasdu (2005) dan Williams dkk (2008) membagi tanda dan gejala keputihan berdasarkan penyebab, yaitu: a. Psikologis atau normal, keputihan berwarna putih, bening, encer, tidak berbau dan tidak gatal. b. Bakterial vaginosis, karakteristik keputihan bersifat encer, abu-abu, kuning kehijauan, atau putih, berbusa dan berbau busuk, gatal dan terasa tidak nyaman. c. Candida albican, keputihan berwarna putih susu, bergumpal seperti susu basi disertai rasa gatal dan kemerahan di sekitar vagina.
d. Trichomonas
vaginalis,
ciri-ciri
keputihan
berwarna
hijau
kekuningan-kuningan, berbau dan berbusa, kecoklatan. Biasanya gatal-gatal di bagian labia mayora. e. Keganasan organ reproduksi, keputihan lendir kental, berwarna kuning atau kecoklatan, berbau atau bercampur darah (Tim CancerHelps, 2010; Nurwijaya dkk, 2010). 5. Penanganan Keputihan normal tidak perlu diobati dengan obat-obatan tetapi dirawat dengan menjaga kebersihan dan mencegah kelembaban yang berlebihan pada daerah vagina dengan menggunakan tissu dan sering mengganti pakaian dalam. Keputihan abnormal diobati dengan meminum obat dari dokter untuk membersihkan vagina dari agen penyebab keputihan dan menjaga kelembaban daerah vagina (Kasdu, 2005). 6. Pencegahan Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah keputihan menurut Saraswati (2010), Jatmiko (2012) dan Herawati (2013) adalah sebagai berikut: a. Basuh dengan air bersih dari arah depan ke belakang (dari arah vagina ke anus) untuk menghindari masuknya kuman dan jamur dari daerah anus kedalam vagina b. Hindari penggunaan bilasan vagina dengan menggunakan sabun pembersih agar keseimbangan asam vagina tetap seimbang.
Lampiran 2
c. Gunakan air yang berasal dari kran jika berada di toilet umum. Hindari penggunaan air yang berasal dari tempat penampungan karena menurut penelitian air yang ditampung di toilet umum dapat mengandung bakteri dan jamur. d. Sediakan selalu tisu untuk mengeringkan bagian luar vagina setelah buang air kecil atau besar. e. Ganti pembalut 1-2 jam sekali jika sedang banyak-banyaknya. Setelah masa-masa ini lewat, ganti pembalut 3-4 jam sekali f. Ganti pembalut segera jika terasa ada gumpalan darah di atas pembalut yang sedang dipakai, agar terhindar dari bakteri dan jamur. g. Gunakan celana dalam yang berdasarkan katun. Katun merupakan jenis kain yang dapat mengalirkan udara sehingga dapat mencegah daerah vagina dari kelembaban. h. Menjaga kebersihan organ reproduksi dengan cara tradisional dengan menggunakan daun sirih yang direbus kemudian airnya digunakan untuk membersihkan vagina. i. Menghindari stress dan kelelahan fisik serta tidak menggunakan celana ketat yang terbuat dari bahan sintetis.
PENCEGAHAN
Sediakan selalu tisu untuk mengeringkan bagian luar vagina setelah buang air kecil atau besar Ganti pembalut segera jika terasa ada gumpalan darah di atas pembalut yang sedang dipakai, agar terhindar dari bakteri dan jamur Menjaga kebersihan organ reproduksi dengan cara tradisional dengan menggunakan daun sirih yang direbus kemudian airnya digunakan untuk membersihkan vagina
Gunakan celana dalam yang berdasarkan katun. Katun merupakan jenis kain yang dapat mengalirkan udara sehingga dapat mencegah daerah vagina dari kelembaban
Gunakan air yang berasal dari kran jika berada di toilet umum Basuh dengan air bersih dari arah depan ke belakang Hindari penggunaan bilasan vagina dengan menggunakan sabun pembersih agar keseimbangan asam vagina tetap seimbang Menghindari stress dan kelelahan fisik serta tidak menggunakan celana ketat yang terbuat dari bahan sintetis Ganti pembalut 1-2 jam sekali jika sedang banyak-banyaknya. Setelah masa-masa ini lewat, ganti pembalut 3-4 jam sekali
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputihan dan Pencegahannya
Dian Erika Purnama Jurusan Imu Keperawatan
Keputihan dan Pencegahannya PENGERTIAN Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat
Keputihan terdiri dari : - Keputihan normal - Keputihan abnormal
Keputihan abnormal Non Penyakit Hubungan Seksual (non-PHS) Vaginitis Candidiasis, penyebabnya adalah jamur Candida albican Trichomonisis, berasal dari Trichomonas Vaginalis Penyakit Hubungan Seksual (PHS) »Keganasan
5.
6.
Trichomonas vaginalis, ciri-ciri keputihan berwarna hijau kekuningan-kuningan, berbau dan berbusa, kecoklatan. Biasanya gatal-gatal di bagian labia mayora keganasan organ reproduksi, keputihan lendir kental, berwarna kuning atau kecoklatan, berbau atau bercampur darah
TANDA DAN GEJALA PENYEBAB
1. Keputihan normal faktor hormonal, dapat terjadi sebelum atau sesudah menstruasi, rangsangan seksual dan penggunaan kontrasepsi seperti pil
kelelahan fisik dan jiwa seperti stres dapat mencetus terjadinya keputihan normal adanya benda asing seperti penggunaan kontrasepsi IUD Memakai pakaian dalam yang ketat dari bahan sintetis
2. 3.
4.
keputihan berwarna putih, bening, encer, tidak berbau dan tidak gatal Keputihan abnormal Bakterial vaginosis, karakteristik keputihan bersifat encer, abu-abu, kuning kehijauan, atau putih, berbusa dan berbau busuk, gatal dan terasa tidak nyaman Candida albican, keputihan berwarna putih susu, bergumpal seperti susu basi disertai rasa gatal dan kemerahan di sekitar vagina
Penanganan Keputihan normal Menjaga kebersihan dan mencegah kelembaban yang berlebihan pada daerah vagina dengan memakai tissu dan sering mengganti pakaian dalam Keputihan abnormal Diobati dengan obat antiseptik dari dokter untuk membersihkan vagina dari agen penyebab keputihan dan menjaga
Lampiran 3
Outline kuesioner tentang pencegahan keputihan 1. Pengertian keputihan (2 pertanyaan)
Apa yang dimaksud dengan keputihan ? Jwbn: keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, baik serta disertai rasa gatal setempat ataupun tidak
Benarkah keputihan merupakan suatu nama penyakit? Jwbn: Tidak
2. Macam-macam keputihan (2 pertanyaan)
Ada berapa macam keputihan? Jwbn: 2
Macam-macam keputihan, terdiri dari... Jwbn: keputihan normal dan abnormal
3. Tanda dan gejala keputihan (3 pertanyaan)
Bagaimanakah ciri-ciri keputihan normal? Jwbn:Cairan encer, bening, tidak gatal, tidak berbau, jumlahnya
sedikit
Bagaimanakah ciri-ciri keputihan abnormal? Jwbn: Cairan kental, berwarna putih susu / hijau, berbau,terasa gatal, jumlahnya banyak.
Ciri –ciri keputihan berwarna putih susu, bergumpal seperti susu basi disertai rasa gatal dan kemerahan di sekitar vagina, merupakan ciri-ciri keputihan yang disebabkan oleh? Jwbn: Jamur
4. Penyebab keputihan (5 pertanyaan)
Keputihan normal dapat terjadi pada saat? Jwbn: Sebelum dan sesudah menstruasi
Salah satu penyebab keputihan normal adalah? Jwbn: Stress
Salah satu penyebab keputihan abnormal adalah? Jwbn: Trichomonas vaginalis
Lampiran 3
Di bawah ini yang bukan penyebab keputihan adalah? Jwbn: Stapilochocus dermatitis
Di bawah ini perilaku yang bukan merupakan menyebabkan keputihan abnormal adalah? Jwbn: Sering bertukar baju dengan orang lain
5. Penanganan keputihan (2 pertanyaan)
Bagaimanakah cara mengatasi keputihan normal? Jwbn: Menjaga kebersihan daerah vagina dan sering mengganti celana dalam
Bagaimanakah cara mengatasi keputihan abnormal? Jwbn: Meminum obat antiseptik dari dokter serta menjaga kebersihan vagina.
6. Pencegahan keputihan (11 pertanyaan)
Obat tradisional yang sering digunakan untuk mencegah keputihan adalah? Jwbn: Daun sirih
Bahan kain celana dalam yang baik digunakan untuk mencegah keputihan adalah? Jwbn: Katun
Keputihan dapat dicegah dengan cara? Jwbn: menjaga personal hygiene terutama kebersihan genetalia
Berapa kali celana dalam harus diganti? Jwbn: minimal 2 kali sehari
Berapa kali pembalut harus diganti dalam satu hari? Jwbn: Ganti 1-2 jam sekali jika sedang banyak-banyaknya setelah masa itu terlewati ganti pembalut 3-4 jam sekali
Apa yang dilakukan jika terdapat gumpalan darah diatas pembalut? Jwbn: mengganti pembalut dengan yang baru
Bagaimana caranya membasuh vagina? Jwbn: Dari depan ke belakang
Benarkah dengan sering memakai sabun pembersih dapat mencegah keputihan?
Lampiran 3
Jwbn: Tidak, karena dapat mengganggu keseimbangan asam basa
Jika menggunakan toilet umum, hal yang dilakukan untuk mencegah penularan bakteri adalah? Jwbn: Membasuh vagina menggunakan air yang ditampung dari kran
Salah satu cara mencegah keputihan normal adalah? Jwbn: Menghindari stress dan tidak menggunakan celana ketat
Apa yang dilakukan untuk menjaga daerah vagina dari kelembaban? Jwbn: Mengeringkan area luar vagina dengan tisu setelah BAK dan BAB
Lampiran 4
Kuesioner Pengetahuan Remaja Perempuan Tentang Pencegahan Keputihan Tanggal: No responden: Petunjuk pengisian kuesioner 1. Nomor responden diisi oleh peneliti 2. Tulislah tanggal pengisian kuesioner 3. Lingkarilah pada jawaban yang anda pilih pada pertanyaan di bawah ini 4. Jawaban yang dipilih hanya satu jawaban 5. Kuesioner dijamin kerahasiaannya A. Data Umum 1. Berapakah umur anda sekarang? .............. tahun 2. Kelas anda saat ini? a. Kelas X b. Kelas XI c. Kelas XII 3. Apakah anda pernah mengalami keputihan? a. Pernah b. Tidak pernah 4. Apakah anda pernah mendapatkan informasi tentang pencegahan keputihan? a. Pernah b. Tidak pernah 5. Jika pernah, sumber informasi darimana? a. Media informasi b. Lingkungan (teman, tetangga atau keluarga) c. Tenaga kesehatan
Lampiran 10
HASIL UJI VALIDITAS DAN REABILITAS
Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Part 1
Value
-.359
a
15
b
N of Items Part 2
Value
.194
N of Items
15
Total N of Items
c
30
Correlation Between Forms
.410
Spearman-Brown Coefficient Equal Length
.582
Unequal Length
.582
Guttman Split-Half Coefficient
.566
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings. b. The items are: VAR00001, VAR00002, VAR00003, VAR00004, VAR00005, VAR00006, VAR00007, VAR00008, VAR00009, VAR00010, VAR00011, VAR00012, VAR00013, VAR00014, VAR00015. c. The items are: VAR00016, VAR00017, VAR00018, VAR00019, VAR00020, VAR00021, VAR00022, VAR00023, VAR00024, VAR00025, VAR00026, VAR00027, VAR00028, VAR00029, VAR00030.
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
VAR00001
.1667
.37905
30
VAR00002
.8333
.37905
30
Lampiran 10
VAR00003
.4000
.49827
30
VAR00004
.7667
.43018
30
VAR00005
.2333
.43018
30
VAR00006
.9000
.30513
30
VAR00007
.8667
.34575
30
VAR00008
.1667
.37905
30
VAR00009
.9000
.30513
30
VAR00010
.7333
.44978
30
VAR00011
.4333
.50401
30
VAR00012
1.0000
.00000
30
VAR00013
.9333
.25371
30
VAR00014
.1000
.30513
30
VAR00015
.7667
.43018
30
VAR00016
.9667
.18257
30
VAR00017
1.0000
.00000
30
VAR00018
.7000
.46609
30
VAR00019
.3333
.47946
30
VAR00020
.9667
.18257
30
VAR00021
.9333
.25371
30
VAR00022
.9000
.30513
30
VAR00023
.2667
.44978
30
VAR00024
.7667
.43018
30
VAR00025
.7000
.46609
30
VAR00026
.9000
.30513
30
VAR00027
.4667
.50742
30
VAR00028
.3333
.47946
30
VAR00029
.2667
.44978
30
VAR00030
.4333
.50401
30
Scale Statistics Mean
Variance
Std. Deviation
N of Items
Part 1
9.2000
1.614
1.27035
15
a
Part 2
9.9333
2.823
1.68018
15
b
19.1333
6.189
2.48767
Both Parts
30
Correlations VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00018 Pearson Correlation
.a
-.122
-.263
-.034
-.050
-.062
.112
-.102
-.122
-.062
-.199
.131
-.308
-.212
.
.522
.161
.856
.795
.745
.556
.590
.522
.745
.293
.489
.098
.260
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
.a
1
Sig. (2-tailed) N VAR00019 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00020 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00021 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00022 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00023 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00024 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00025 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00026 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00027 Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.
.
. 30
30
-.122
a
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
**
.029
.309
.066
.132
1
.522
.
30
30
-.263
a
.309
.161
.
.097
30
30
30
-.034
a
.856
30
.309
-.122
.117
.267
.230
-.017
.048
.097
.522
.539
.154
.221
.928
.803
.004
.878
.097
.730
.486
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
*
-.154
.236
.331
-.200
-.107
.095
.189
.000
.053
.161
.317
1.000
.780
.033
.416
.210
.074
.289
.575
.617
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.122
-.263
1
-.050
-.062
-.308
-.102
-.122
-.062
-.199
-.263
.112
.162
.
.522
.161
.795
.745
.098
.590
.522
.745
.293
.161
.556
.391
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.050
a
.117
.189
-.050
1
.356
.161
-.147
-.175
-.089
-.018
.189
-.141
-.036
.795
.
.539
.317
.795
.053
.395
.437
.355
.640
.925
.317
.457
.850
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.062
a
.267
.000
-.062
.356
**
.291
.745
.
.154
1.000
.745
.053
30
30
30
30
30
30
.112
a
.230
.053
-.308
.161
.201
.556
.
.221
.780
.098
.395
.287
30
30
30
30
30
30
30
-.102
a
-.017
*
-.102
-.147
.590
.
.928
.033
.590
30
30
30
30
-.122
a
.048
.
.803
.
.
.
.
.
.
1
30
1 30
.390
.509
-.263
.522
.
.
.201
-.184
.267
-.111
-.356
.000
.287
.331
.154
.559
.053
1.000
.002
.118
30
30
30
30
30
30
30
30
*
-.193
-.071
-.202
.230
-.050
.191
.284
.221
.792
.311
.042
.306
.709
30
30
30
30
30
30
30
30
-.184
-.202
1
-.189
.079
.042
-.111
-.024
.005
.437
.331
.284
.317
.679
.825
.558
.901
.978
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.154
-.122
-.175
.267
.230
-.189
1
.024
-.262
.000
-.099
-.015
.416
.522
.355
.154
.221
.317
.899
.161
1.000
.604
.939
.390
1
.373
-.553
N VAR00028 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00029 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00030 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00031 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00032 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.062
.a
.509**
.236
-.062
-.089
-.111
-.050
.079
.024
1
.089
.000
.201
.067
.745
.
.004
.210
.745
.640
.559
.792
.679
.899
.640
1.000
.287
.724
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.199
.a
.029
.331
-.199
-.018
-.356
.191
.042
-.262
.089
1
.189
.040
-.009
.293
.
.878
.074
.293
.925
.053
.311
.825
.161
.640
.317
.833
.962
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.131
.a
.309
-.200
-.263
.189
.000
.373*
-.111
.000
.000
.189
1
.213
-.190
.489
.
.097
.289
.161
.317
1.000
.042
.558
1.000
1.000
.317
.258
.314
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.308
.a
.066
-.107
.112
-.141
-.553**
-.193
-.024
-.099
.201
.040
.213
1
-.223
.098
.
.730
.575
.556
.457
.002
.306
.901
.604
.287
.833
.258
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.212
.a
.132
.095
.162
-.036
.291
-.071
.005
-.015
.067
-.009
-.190
-.223
1
.260
.
.486
.617
.391
.850
.118
.709
.978
.939
.724
.962
.314
.236
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
a. Cannot be computed because at least one of the variables is constant. **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.236
30
Lampiran 11
HASIL PENELITIAN
Descriptives
Statistic Pretest
Mean
20.04
95% Confidence Interval for Lower Bound
18.89
Mean
Upper Bound
.559
21.19
5% Trimmed Mean
19.99
Median
20.00
Variance
8.118
Std. Deviation
2.849
Minimum
16
Maximum
25
Range
9
Interquartile Range
4
Skewness
Postest
Std. Error
.531
.456
Kurtosis
-.728
.887
Mean
22.65
.440
95% Confidence Interval for Lower Bound
21.75
Mean
23.56
Upper Bound
5% Trimmed Mean
22.71
Median
23.00
Variance
5.035
Std. Deviation
2.244
Minimum
18
Maximum
26
Range
8
Interquartile Range
3
Skewness
-.288
.456
Kurtosis
-.616
.887
Lampiran 11
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Pretest
.147
26
.151
.914
26
.032
Postest
.110
26
.200
*
.958
26
.354
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pretest
20.04
26
2.849
.559
Postest
22.65
26
2.244
.440
Paired Samples Correlations N Pair 1
Pretest & Postest
Correlation 26
.396
Sig. .045
Lampiran 11
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
Pretest - Postest
-2.615
Std. Deviation 2.844
Std. Error Mean .558
Lower -3.764
Upper -1.467
t -4.690
df
Sig. (2-tailed) 25
.000