Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
ISSN 1907 - 5502
Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Oleh
H. Obsatar Sinaga Dosen FISIP Universitas Padjadjaran
Abstrak
Berlakunya otonomi daerah meninggalkan pengaruh yang permanen terhadap kehidupan bangsa dan negara. Hadirnya tuntutan otonomi daerah bersamaan dengan kebangkitan kesadaran daerah untuk mengatur diri sendiri, berekspresi diri, serta kebangkitan masyarakat dan dalam mengarifi dan mengaktualisasikan keragaman budaya lokal dalam mewarnai dan memberi kontribusi optimal bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Otonomi, atau juga sering disebut devolusi merupakan pelimpahan wewenang (diskresi) kepada badan hukum lokal di luar organisasi yang memberikan kewenangan tersebut. Di Indonesia sering dirumuskan sebagai wewenang yang diberikan kepada suatu daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Wewenang itu, tidak saja wewenang pemerintahan dan politik, tapi juga wewenang keuangan dan ekonomi. Efektivitas implementasi otonomi daerah terletak pada satu kata kunci strategis, yakni pada kemampuan dan kesiapan pemerintah daerah, elite politik daerah dan rakyat di daerah dalam mengelola segala sumber daya yang dimiliki untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan.
100
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Latar Belakang Implementasi kebijaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan melalui Undangundang No. 22 Tahun 1999, dan kemudian direvisi melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2004, sudah lebih lima tahun dijalankan. Undang-undangnya itu sendiri dalam salah satu klausulnya menya-takan bahwa sekalipun sudah ditetapkan pada tanggal 7 mei 1999, tetapi dilakukan secara bertahap. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam Pasal 132 ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut: “1) Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undangundang ini sudah selesai selambat-lambatnya satu tahun sejak undang-undang ini ditetapkan; 2) Pelaksanaan undang-undang ini dilakukan secara efektif selambatlambatnya dalam waktu dua tahun sejak ditetapkannya undang-undang ini”. Dari rumusan diatas, kita dapat melihat dengan jelas bahwa ada masa tenggang waktu yang diperlukan sebelum Undang-undang tersebut diimplementasikan. Hal itu diperlukan dalam rangka menyiapkan semua Peraturan pelaksanaan yang memang diperlukan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dan semua pihak dalam pelaksanaannya. Di samping itu, tenggang
ISSN 1907 - 5502
waktu tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi dari Undang-undang tersebut, terutama yang berhubungan dengan maksud dan tujuan dari setiap Pasal sehingga masyarakat dapat memahami dengan benar. Namun, implementasi merupakan hal yang lain, sekalipun merupakan satu kesatuan dari semua proses kebijaksanaan publik dalam sebuah negara. Bagaimana pun baiknya misi yang diemban dan bagaimana pun luhurnya tujuan sebuah kebijaksanaan, kuncinya adalah pada implementasi. Dalam implementasi terjadi interaksi yang melibatkan berbagai macam kepentingan yang ada dalam masyarakat, yang dikenal dengan istilah stakeholders. Karena itu, implementasi akan selalu melibatkan kepentingan politik masyarakat; hal itulah yang menjadikan implementasi sangat rumit. Otonomi dan Birokrasi Masalah otonomi daerah hingga kini masih menjadi topik diskusi yang senantiasa mendapat perhatian besar dalam suatu sistem pemerintahan demokratis. Otonomi daerah dari pandangan ilmu pemerintahan merupakan suatu fenomena sosial yang biasa terjadi dalam tradisi bermasyarakat
101
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
yang diwariskan kelompok, secara bebas mengatur, menentukan, mengelola, merumuskan, dan melaksanakan aktivitas yang diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Anggapan dasar ini sejalan dengan sistem pengetahuan lokal masyarakat yang mengajarkan bahwa otonomi itu sebagai hak atau suatu tradisi turun temurun yang didapat sejak lahir, sebagai hak bawaan adalah kemandirian, kedewasaan, dan kematangan dalam mengurus rumah tangga kehidupannya sendiri. Hal ini berarti, bahwa otonomi merupakan hak bawaan asasi manusia untuk mengatur dan mengurus rumah tangga dan diri mereka sendiri sesuai dengan tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku bagi seluruh anggota kelompok, tanpa intervensi dan pengendalian pihak lain. Artinya, setiap kelompok masyarakat mempunyai otonomi atas diri mereka sendiri. Karena itu, otonomi daerah merupakan hak bawaan suatu institusi masyarakat, bukan pemberian antarkelompok. Dengan demi-kian, otonomi daerah itu pada awal mulanya adalah hak suatu institusi masyarakat yang dikonversi melalui proses pemerintahan. Isi otonomi sebagai hak bawaan masyarakat, adalah urusan privat yang diselenggarakan secara voluntary berdasarkan kesepakatan,
102
ISSN 1907 - 5502
termasuk di dalamnya hak atas lingkungan hidup, bumi dengan segala isinya, perairan dan angkasa, sebagai sumber kehidupan. Dalam hal ini, masyarakat sendiri yang memenuhi kebutuhan hidupnya melalui optimalisasi potensi sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Kebijakan otonomi daerah pada dasarnya merupakan produk proses politik yang dirumuskan eksekutif bersama legislatif, sedangkan untuk mengimplementasikannya sangat tergantung dari peranan birokrasi dan aparatnya yang menerjemahkan lebih operasional dalam proses pemerintahan. Karena itu, peranan birokrasi pemerintahan menjadi sangat strategis dan determinan dalam mengaktualisasikan berbagai tujuan otonomi daerah sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat. Di tangan birokrasi peran serta masyarakat dalam formulasi, implementasi, dan evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasil kebijakan otonomi daerah diartikulasi, diakomodir, dan diagregasikan. Tetapi manakala birokrasi tidak atau belum menghendaki keterlibatan masyarakat secara professional dalam proses implementasi kebijakan otonomi daerah, maka efektivitas implementasi kebijakan otonomi daerah
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
sangat tergantung pada kapasitas, kapabilitas, kuantitas, dan kualitas birokrasi itu sendiri. Makna Implementasi dalam Kebijaksanaan Publik Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijaksanaan publik dalam sebuah negara. Biasanya, implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijaksanaan dirumuskan dengan tujuan yang jelas, termasuk tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Charles O. Jones (1994) merumuskan implementasi sebagai “a process of getting additional resources so as to figure out what is to be done”. Sementara itu, Pressman dan Wildavsky (1990) merumuskannya sebagai “a process of interaction between setting of goals and action geared to achieving them…” dan “A set of activities directed toward putting a program into effect”. Aktivitas tersebut mencakup: “Organisasi: penetapan penyusunan kembali sumber daya, unit, dan metoda untuk meletakkan program ke dalam efek; “Penafsiran: terjemahan program bahasa ke dalam rencana dan bisa diterima dan direktif; “Aplikasi: ketetapan jasa rutin, pembayaran, atau instrumen lain atau hasil program yang disetujui. Mengacu kepada beberapa
ISSN 1907 - 5502
pemahaman yang dikemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa implementasi merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijaksanaan kepada masyarakat sehingga kebijaksanaan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup: Pertama, persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijaksanaan tersebut. Dari sebuah Undang-Undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, dan lain-lain. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasana, sumber daya keuangan, dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan tersebut. Ketiga, bagaimana mengantarkan kebijaksanaan secara kongkret kepada masyarakat. Kelihatannya implementasi merupakan hal yang mudah, namun kenyataannya sangatlah kompleks. Prinsip-prinsip Praktik Implementasi 1) Pengaturan Adegan Masalah yang mempengaruhi seluruh debat kualitas adalah
103
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
kurangnya penelitian yang terperinci apakah sistem kualitas, yang pernah diperkenalkan, memperbaiki kulaitas pelayanan atau tidak. Dalam pelayanan publik, penelitian cenderung menguji opini pengguna, tanpa mengaitkan dengan sistem produksi pelayanan atau menghitung dan kadang-kadang menganalisis sistem dan struktur manajemen tanpa mengaitkannya dengan pelayanan yang dihasilkan. Sama halnya dalam sektor swasta sulit menemukan bukti efek program kualitas dalam outputs dan outcomes. Peters dan Waterman (1982) menganalisis karakteristik perusahaan yang 'unggul', tetapi penelitiannya lebih pada proses induksi dari pada mengamati perencanaan program kualitas mengenai kinerja. Pakar lain hampir tidak menyebutkan tentang penelitian yang sistematis. Sumber untuk model mereka adalah ide dan pengalaman, yang
104
ISSN 1907 - 5502
2)
3)
hampir menghubungkan pada proses manajemen. Outcome diasumsikan bukan diuji. Rantai Kualitas dan gap Pelayanan Rantai kualitas pelayanan adalah bagian kunci teka-teki kualitas. Rantai kualitas pela-yanan adalah peralatan diagnosa, dan dasar untuk program tindakan. Juga menyoroti tidak hanya saling ketergantungan banyak tindakan yang terpisah, tetapi fakta bahwa setiap tahap proses pelayanan, terdapat produser dan konsumen. Jika kualitas adalah tentang pelayanan kepada konsumen, maka rantai kualitas pelayanan menggunakan begitu banyak hubungan sepanjang rantai seperti pada hubungan akhir, yakni pada perbatasan antara organisasi dan publik. Menganalisis Rantai Kualitas Pelayanan Cara menemukan bagaimana rantai dibuat adalah menggunakan analisis jalur
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
4)
kritis: perlunya tindakan untuk menghasilkan hasil khusus dianalisis untuk melihat siapa yang harus melakukan apa, dan kapan, dalam rangka untuk meng-hasilkan hasil yang paling efisien. Teknik ini berguna untuk mengklarifikasi sebe-rapa banyak tindakan berbeda yang membuat pelayanan lengkap, beberapa penyedia pelayanan lain, yang menghubungkan dirinya dalam rantai, mungkin tidak menyadarinya. Teknik ini juga mengklarifikasi area tanggung jawab berbeda yang seringkali terfragmentasi. Rantai Kualitas Pelayanan Termasuk Publik Rantai pelayanan adalah ide yang sangat praktis, yang relevan untuk semua pelayanan publik. Rantai ini ditunjukan dalam studi baru-baru ini tentang pelayanan publik Belanda. Studi Belanda mengidentifikasi beberapa tahap palayanan kunci, yang membantu dalam mengembang-
ISSN 1907 - 5502
kan konsep pelayanan atau rantai kulaitas. Tahap-tahap ini dilihat dari titik pandang konsumen, yaitu: · Kewaspadaan: konsumen perlu mengetahui hak dan komitmennya, mereka perlu waspada dan mengetahui k e l o m p o k targetnya, dan mengeluarkan 'kegiatan promosi' untuk meyakinkan bahwa informasi yang benar melalui kelompok ini. · F o r m u l a s i permintaan: publik perlu untuk bisa memformulasikan permintaan dengan cara yang akan diresponkan. · Interaksi: permintaan harus diterjemahkan dalam program tindakan. Hubungan antara publik dan pemerintah harus dibentuk dengan cara seperti mempertinggi proses tersebut. · Penawaran pelayanan: disediakan
105
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
pelayanan yang benar Ide pusat pelayanan adalah untuk memutuskan 'kemacetan' yang terjadi selama proses ini. Termasuk kemacetan internal, antara garis depan dan garis belakang, dan antara departemen yang kegiatannya terkoordinasi perlu menyediakan pelayanan penuh. Ta h a p i n t e r a k s i pelayanan merupakan titik dimana koneksi pelayanan internal, rantai kualitas pelayanan, harus diidentifikasikan. Analisi ini merupakan pengingat bahwa rantai pelayanan bukan merupakan gambaran internal yang terisolasi, rantai ini harus terhubung dengan konsumen dan dengan publik yang lebih luas, yang pada akhirnya tidak hanya dalam istilah untuk merespon permintaan khusus, tetapi sebagai sistem lengkap yang memperhatikan tujuan publik untuk pelayanan yang dibentuk di tempat pertama. Analisis ini
106
ISSN 1907 - 5502
merupakan pengingat bahwa rantai pelayanan bukan merupakan gambaran internal yang terisolasi: rantai ini harus terhubung dengan konsumen dan dengan publik yang lebih luas, yang pada akhirnya tidak hanya dalam istilah untuk merespon permintaan khusus, tetapi sebagai sistem lengkap yang memperhatikan tujuan publik untuk pelayanan yang dibentuk di tempat pertama. 5) Analisis gap Dalam konsep hubungan ini dan titik lemah dalam rantai menjadi ide gap pelayanan, yang awalnya dikembang oleh Parasuraman, Zeithml dan Berry pada pertengahan 1980-an dan sekarang sedang dikembangkan dalam konteks pemerintahan Inggris oleh Speller dan Ghobadian(1993). Gap adalah antara pengetahuan produser dan konsumen, pemahaman dan harapan pelayanan. K u a l i t a s
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
pelayanan dipengaruhi oleh dua gap selanjutnya. Satu adalah level manajemen, antara persepsi apa yang diperlukan dan kemampuan kemudian untuk menspeksifikasi apa yang perlu dilakukan; kedua adalah antara spesifikasi dan kinerja aktual. 6) Infrastruktur Organisasi Reformasi infrastruktur organisasi dalam sistem kualitas, khususnya TQM, mungkin menjadi bagian integral dari program kualitas. Namun, untuk menempatkan kepercayaan memperbaiki seluruh infrastruktur organisasi tunggal dalam suatu program merupakan strategi yang berbahaya, jika merupakan kasus, maka perubahan utama diperlukan. Kemudian kebijakan kualitas harus dibawa dengan semua kebijakan strategik lain. 7) Memetakan Sistem Kualitas Sistem kualitas idealnya mencakup proses: · Mengidentifikasi
ISSN 1907 - 5502
dan melihatkan p e m i n a t , stakeholders (pelaku/pemegang saham) dan aktor kunci. · Mengembangkan dan membuat nilai dan tujuan yang eksplisit. · Mengembangkan standar pelayanan yang ideal (jangka panjang) dan dapat diperoleh (jangka menengah). · D i a g n o s a organisasi: rantai pelayanan, gap pelayanan, kekuatan dan kelemahan. · Mengindentifikasi dan memilih pilihan untuk tindakan. · Implementasi program. · Memonitor, mengevaluasi, dan meninjau. 8) Peta Komisi Audit Komisi audit (1993c) menyarankan bahwa peta kualitas yang komprehensif terdiri dari empat elemen utama: 1. Kualitas komunikasi,
107
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
2. Spesifikasi, 3. Pengiriman, 4. Orang dan sistem Pemerintah daerah dapat menggunakan peta untuk menempatkan area apa yang tercakup atau tidak tercakup oleh sistem kualitasnya. Implikasinya adalah bahwa semua empat area tersebut harus tercakup jika kekuasaan dan program kualitas dapat dikerjakan, maka dapat dikeluarkan. 9) Metode dan Tujuan Sistem Kualitas Organisasi kesehatan yang definisi kualitasnya terutama ditulis dalam istilah ' 'kepuasan pelanggan' difokuskan pada usaha memperbaiki hubungan dengan pengguna, dalam penelitian pasar dan, u n t u k perluasan,dalam pendidikan pasien. Pendidikan ini tampknya telah menjadi didominasi produser umumnya, menjadi lebih memperhatikan tentang membuat pasien memahami apa yang
108
ISSN 1907 - 5502
sedang dilakukan secara medis kemudian mengklarifikasi harapannya atau mendorong pertanyaan atau tantangan terhadap pelayanan yang ditawarkan lebih pada suatu model medis! 10) Inputs, Throughputs (proses), Outputs dan Outcomes Sistem kualitas perlu memperhatikan model manajemen inputs, throughputs (proses), output dan outcome. Model ini digunakan secara luar dan merupakan bantuan lebih lanjut dalam membedakan fokus program kualitas yang berbeda, baik sebagai proses manajeman internal maupun sebagai bagian hubungan antara klien dan kontraktor. 11) Memetakan Inisiatif Kualitas Inisiatif kualitas yakni, kegian yang dirancang untuk memperbaiki pelayanan dalam suatu cara, apakah secara
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
eksplisit didefinisikan di bawah judul 'kualitas' atau tidak masuk dalam banyak bentuk dan formula, kadang-kadang dalam pencakupan strategi, kadangkadang sebagai hasil antusias dan nilai individu atau departemen. Setelah dipermainkan d e n g a n i d e menghasilkan meja yang terlihat rapi melawan inisiatif yang dapat dipetakan, mungkin ada terlalu banyak variabel yang dapat melakukan hal ini dengan cara yang bermanfaat dan berarti. Berikut ini adalah masalahnya, program utama yang akan penting untuk diamati adalah: · Kontrol Kualitas(KK) Kontrol kualitas mungkin merupakan metode implementasi kualitas yang paling familiar. Pendefinisian karakteristiknya memfokuskan pada kualitas produk atau pelayanan setelah diproduksi. Berdasarkan spesifikasi terperinci dan dilengkapi oleh desain produk dan proses produksi
ISSN 1907 - 5502
yang bermaksud untuk meraih spesifikasi, apa yang sebenarnya dihasilkan dibandingkan melalui proses inspeksi dengan apa yang bermaksud diproduksi (Caplan,1982). Konsistensi dapat diuji melalui teknik sampling, dan sesuai untuk spesifikasi dapat diuji melalui observasi, uji fisik dan survey, uji fisik dan survey konsumen post-hoc. · Jaminan Kualitas(JK) Jaminan kualitas adalah 'pencegahan masalah kualitas secara umum melalui kegiatan yang terencana dan sistematis (termasuk dokumentasi). Pemonitoran atau pengauditan efektivitas sistem jaminan dilakukan melaui 'laporan ketidaksesuaian' yang kedengarannya seperti prosedur kontrol kualitas dan menekankan, seperti pada kontrol kualitas, apada kebutuhan kesesuaian dan kurangnya variasi. · Total Quality Management (TQM) Dalam sector swasta, TQM adalah sistem manajemen. Gambaran utamanya adalah sistem yang komprehensif, bahkan filosofi tuntutan pendukungnya. Kualitas harus menjadi urusan setiap orang. Menurut
109
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
penasehatnya, beberapa fitur utamanya harus merupakan komitmen obesesional dari atas, dipahami bagian bawah, yang sistem dan pelatihannya harus dikembangkan dengan baik, dan tujuan kebijakannya harus jelas. Tujuan akhirnya mencapai kecacatan nol: kegagalan tidak diterima. Pemberdayaan Birokrasi Pemberdayaan birokrasi pemerintahan mengacu pada suatu upaya untuk mengubah paradigma birokrasi ke arah model paradigma birokrasi pemerintahan baru dari sisi kultur dan struktur kerja, hubungan kerja, tujuan kerja, sikap terhadap masyarakat, pola rekrutmen, pengawasan dan penghargaan, model pelayanan, serta keterkaitan dengan politik. Oleh karena itu, paradigma baru atau model pemerdayaan birokrasi pemerintahan berikut ditawarkan sebagai upaya untuk melepaskan diri dari fenomena pembusukan politik (Political decay) dan merupakan langkah reformasi birokrasi pemerintahan. Hal-hal yang dapat menjadi perhatian adalah sebagai berikut: 1. Perlu dibangun birokrasi berkultur rasional-egaliter, bukan irasional-hirarkis. Caranya dengan pelatihan untuk menghargai peng-
110
ISSN 1907 - 5502
gunaan nalar sehat dan menggunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Perlunya memiliki semangat pioner, bukan memelihara budaya minta petunjuk dari atasan. Perlunya memiliki semangat pioner, bukan memelihara budaya minta petunjuk dari atasan. Perlu dibiasakan mencari cara-cara baru yang praktis untuk pelayanan publik, inisiatif, antisipatif dan proaktif, cerdas membaca keadaan kebutuhan publik, memandang semua orang sederajat di muka hukum, menghargai prinsip kesederajatan kemanusiaan, di mana setiap orang yang berurusan diperlukan dengan sama pentingnya. 2. B i r o k r a s i y a n g propartisipan-outonom bukan komando-hirarkis. Birokrasi pemerintahan di masa yang akan datang perlu mendukung dan melakukan peran pemberdayaan dan memerdekakan masyarakat untuk berkarya dan berkreatifitas. Perlu dikurangi kadar pengawasan dan represi terhadap hak ekspresi masyarakat. Perlu ditinggalkan cara-cara penguasaan masyarakat lewat kooptasi kelembagaan dan dihindari sikap dominasi. 3. B i r o k r a s i b e r t i n d a k
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
profesional terhadap publik, berperan menjadi pelayan masyarakat (public servant). Dalam memberikan pelayanan ada transparansi biaya dan tidak terjadi pungutan liar. PNS perlu diminta pertanggungjawaban (public accountibility) lewat dengar pendapat (hearing) dengan legislatif atau kelompok kepentingan yang datang melakukan pemberdayaan publik dan mendukung terbangunnya proses demokratisasi. 4. B i r o k r a s i y a n g s a l i n g bersaing antar bagian dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta dilayani atau membebani masyarakat dengan pungutan liar, salah urus, dan ketidakpedulian. 5. Birokrasi yang melakukan rekruitmen sumber daya manusianya melalui seleksi fit and proper test, bukan mengangkat staf atau pimpinan karena alasan kolusi dan nepotisme. Birokrasi yang memberikan re w a rd m e r i t s y s t e m (memberikan penghargaan dan imbalan gaji sesuai pencapaian prestasi) bukan spoil system (hubungan kerja yang kolutif, diskriminatif dan kurang mendidik, pola
ISSN 1907 - 5502
reward dan punishment kurang berjalan). Terakhir, birokrasi yang bersikap netralitas politik, tidak diskriminatif, tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan partai politik tertentu. Implementasi Otonomi Daerah: Teori dan Praktik Kebijakan otonomi daerah sangat dibutuhkan untuk mengorganisasikan berbagai bentuk dan jenis peran serta dan tanggung jawab masyarakat dalam proses pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Sistem politik dan pemerintahan selalu dibangun di atas sistem sosial dan budaya masyarakatnya sehingga ada kongruenitas baik dalam tujuan maupun cara menyampai tujuan antara sistem tradisi, adat istiadat, sosial dan budaya masyarakat dengan sistem, cara, dan tujuan sistem politik dan pemerintahan suatu negara. Nilai dan pengalaman sosial dan budaya disetiap daerah dapat dijadikan model pengembangan proses pemerintahan yang mampu mempercepat perbaikan kualitas hidup masyarakat sesuai dukungan sumber daya alam, buatan, dan sosial yang ada. Sistem sosial diperkuat dan dijadikan landasan d a s a r t b e rg e r a k n y a r o d a pemerintahan di setiap daerah.
111
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Pemerintahan yang ada menjadi milik masyarakat dan antara pemerintah dan masyarakat tidak dapat dipisahkan walau bisa dibedakan. Pendekatan politik dan adiministrasi dalam ketatalaksanaan akan yang sifatnya sentralistik nampak dalam bentuk sentralitas wewenang, tugas dan pelaksanaan tupoksi yang dihadapi dalam birokrasi pemerintahan di kalangan pemerintah pusat. Hal ini turut mempengaruhi juga kinerja aparat pada tingkat sudin birokrasi pemerintahan pada jajaran kota/kabupaten, tingkat kecamatan dan kelurahan. Kewenangan atasan masih mengental sebagai pusat penentu kebijakan dan pengambil keputusan dalam penanganan berbagai persoalan yang dihadapi birokrasi pemerintahan tingkat walikota hingga kecamatan dan kelurahan. Aparat umumnya hanya menunggu keputusan atasan yang dikeluarkan dari provinsi. Dalam konteks Indonesia, krisis multidimensional yang dialami telah menyebabkan peningkatan jumlah orang miskin, pengangguran, meningkatnya anak putus sekolah, meningkatnya kriminalitas, dan meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat. Krisis ini juga menyadarkan kepada kita akan pentingnya menggagas dan
112
ISSN 1907 - 5502
merajut konsep desentralisasi dan otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya. Gagasan p en ataan k emb ali s is tem otonomi daerah era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan Daerah. Praktek penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah, semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan. Dampak dari sistem yang dianut, menyebabkan pemerintah daerah kota/ kabupaten administrasi tidak responsif. Hal tersebut antara lain dapat dilihat dari:
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
a. Pemberian kewenangan d a n p e m b e r i a n pendapatan yang demokratis Mereka tunduk pada otoritas menurut atasannya sesuai satu orde, dan yang paling atas itu mengarahkan bawahan pada orde itu dalam bentuk keputusan dan perintah, jenis kesenaungan ini ditandai dengan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan staf secara teratur dan merupakan kedinasankedinasan yang jelas batasnya, bidang-bidang kewenangan para pejabat dibatasi dengan jelas dan tingkat-tingkat otoritas digariskan batas-batasnya dengan jelas dan bentuk hirarki kantor. Implikasi dari sistem sentralisasi kewenangan, birokrasi pemerintahan ini propinsi nampak dari kuatnya peran birokrasi pemerintah ditingkat dinas dalam menemukan kebijakan dan keputusan dalam upaya penanganan masalah yang dihadapi, pemerintah di tingkat bawah hanya menjalankan apa yang diputuskan birokrasi pemerintahan di tingkat propinsi. Dengan kata lain tidak ada kewenangan di tingkat walikota untuk menentukan kebijakan
ISSN 1907 - 5502
strategis dalam penanganan masalah yang ada sesuai kebutuhan dan konteks situasi permasalahan yang dihadapi. C i r i u t a m a menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, terletak pada kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan keuangan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai persyaratan mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Dialokasikannya dana yang lebih dan pasti kepada daerah diharapkan akan lebih mampu memacu pembangunan daerah, sehingga kesenjangan pertumbuhan antar daerah dapat dikurangi demikian pula pembagian dana yang rasional dan adil kepada daerah-daerah penghasil sumber utama penerimaan keuangan negara akan lebih memeratakan pembangunan,
113
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
mengurangi kesenjangan sosial dan meredam ketidakpuasan daerah. b. Dalam hubungan dengan penyelanggaraan desentralisasi fiskal Meskipun desentralisasi fiskal sudah muncul sebagai suatu fokus dari reformasi sektor publik di banyak negara yang sedang berkembang, dari teori yang subtansial dan penelitian tentang keuangan publik di negara-negara sedang berkembang dasar teori yang subtansial dan penelitian tentang keuangan publik di negara-negara sedang berkembang belum menunjukkan kemajuan berarti: konsep tentang Desentralisasi fiskal masih sedikit di telaah dalam upaya penyelenggaran pemerintah di era otonomi daerah. Hanya sedikit upaya untuk mengkonseptualisasi persoalan-persoalan secara luas dan atau untuk membandingkan desentralisasi dan kebijaksanaan keuangan daerah. Beberapa literatur yang mendalami masalah desentralisasi fiskal kebanyakan terfokus pada daerah-daerah perkotaan atau aspek-aspek nonfiskal dari desentralisasi.
114
ISSN 1907 - 5502
Beberapa Hambatan Ya n g m e n g h a m b a t proses penyelenggaraan pemerintah dalam konteks dan program otonomi daerah, desentralisasi fiskal merupakan salah satu langkah strategis untuk menciptakan sosok penyelenggaraan pemerintahan yang nyata, walaupun desentralisasi fiskal sudah dikenal dalam pemerintah lokal di banyak negara berkembang oleh kolonisasi dan berbagai bentuk bantuan pembangunan, dalam kenyataannya hal tersebut tekun sesuai dengan makna dan tujuan bagi penyelenggaraan pemerintahan lokal di era otonomi daerah yang sesuai dengan harapan dan penerimaan masyarakat, meskipun banyak negara berkembang masih merupakan kebijakan sistem sentralisasi fiskal, akan tetapi tuntutan situasi di tengah semangat otonomi daerah akan desentralisasi fiskal begitu kuat, publikasi World Bank (2000:5) menyebutkan tiga alasan pentingnya desentralisasi pentingnya fiskal yaitu: 1. Perencanaan ekonomi oleh pemerintah pusat sudah tidak berhasil meningkatkan pembangunan yang memadai. 2. Perubahan kondisi ekonomi internasional dan program penyesuaian struktural yang dirancang untuk meningkat-
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
kan kinerja sektor publik sudah menciptakan kesulitan-kesulitan fiskal yang serius bagi negara berkembang, berkembangnya tuntutan pelayanan dan underperforming economics berakibat pada besarnya defisit anggaran, yang dibiayai pada dasarnya oleh pinjaman luar negeri. 3. Perubahan iklim mendorong perkembangan pemerintah lokal di negara-negara berkembang. Ketika masyarakat semakin ketika masyarakat semakin terdidik, semakin terinformasi melalui teknologi komunikasi dan semakin sadar akan masalah-masalah birokrasi pusat, mereka ingin membawa kontrol fungsi-fungsi pemerintah lebih dekat dengan diri mereka sendiri. Kunci reformasi kelembagaan adalah pemerdayaan masing-masing elemen di daerah yaitu: masyarakat umum sebagai share holders dengan memberikan tanggung jawab kewenangan, dan kesempatan yang lebih luas untuk menentukan kebijakan daerahnya sendiri. Masalah-masalah yang Berbobot Policy Ada pun masalahmasalah yang berbobot policy mempunyai dampak sebagai
ISSN 1907 - 5502
berikut: 1) Menyangkut kehidupan orang banyak. Hal tersebut misalnya: karena jumlah dan jenis-jenis tujuan, keinginan, cita-cita, harapan dan kebutuhan tersebut, tidak ada lagi seorang pun yang dapat memuaskannya tanpa menggunakan jalur organisional. Tujuan dan aspirasi disalurkan melalui organisasi politik. Tujuan yang didasarkan pada kebutuhan material diusahakan pencapaian melalui organisasi niaga yang bagi banyak orang berarti mempunyai pekerjaan tetap dengan imbalan yang wajar. 2) M e n g h a r u s k a n a d a n y a pemecahan oleh pemegang kekuasaan yang memiliki mandat dari masyarakat. Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan berkualitas adalah tingginya intensitas partisipasi masyarakat sebab kesahihan kebijakan masyarakat apa pun dari pemerintahan terletak d isana. Perbincangan mengenai partisipasi dalam pengelolaan sektor masyarakat telah lama mendapat perhatian serius di beberapa negara, karena itu dialog dengan masyarakat adalah kebenaran suatu kebijakan dan menjadi sarana untuk kebijakan yang
115
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
siap digunakan. Pada masa mendatang, peran pemerintah akan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya kedewasaan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus pandaipandai memilih urusan apakah yang sekiranya masih harus dikelolanya urusan sangat penting menyangkut hidup matinya suatu bangsa, seperti urusan pertahanan keamanan, moneter, peradilan. Dalam hal peran serta masyarakat dalam pembuatan kebijakan tuntutannya tidak hanya timbul dari individu, tetapi setiap organisasi senantiasa harus terlibat mensosialisasikan setiap keputusan yang akan diambil, dengan memperhitungkan pengetahuan dan pendapat dari orang-orang yang akan berpartisipasi dan mengambil bagian di dalamnya. Partisipasi kebijakan adalah suatu aktivitas proses dan sistim pengambilan keputusan yang mengikutsertakan semua elemen masyarakat yang berkepentingan terhadap suksesnya suatu rencana. Keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan kebijakan yang dapat memberikan nilai strategis bagi masyarakat itu sendiri
116
ISSN 1907 - 5502
menjadi salah satu syarat penting dalam upaya pembangunan politik ekonomi, sosial dan budaya. 3) Mengharuskan digunakannya sumber-sumber daya yang tersedia di masyarakat. § Adapun alokasi sumber daya dalam rangka mempercepat proses pemerataan hasil-hasil pembangunan terutama dengan dimulainya era otonomi yang luas bagi daerah. § Sumber daya organisasi, berupa pendirian berbagai bentuk badan usaha yang jaringannya (network) tidak hanya berada di tingkat lokal, tetapi nasional, dan bahkan internasional, sehingga mampu menjamin kontinuitas pemasaran produk yang dihasilkan dan membuka lapangan kerja baru. § Sumber daya manusia, dalam bentuk mendatangkan tenaga-tenaga ahli yang terampil dan professional dibidangnya, sehingga mampu menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi dan menjadi teladan bagi pekerja lokal. § Sumber daya modal berupa investasi dana yang cukup besar untuk
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
pengadaan faktor-faktor produksi dan biaya “over head cost” perusahaan yang dapat mempertinggi daya beli dan konsumsi masyarakat daerah, sehingga mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. § Sumber daya teknologi berupa menghadirkan berbagai macam bentuk teknologi yang tepat guna bagi proses produksi, sehingga mampu menghasilkan produk yang memenuhi standar. Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan adalah tingginya itensitas partisipasi publik. Sebab kesahihan kebijakan apapun dari pemerintahan terletak disana dialog dengan publik adalah kebenaran suatu kebijakan dan menjadi sarana utama untuk kebijakan yang siap digunakan. Perbincangan mengenai partisipasi dalam pengelolaan sektor publik telah lama mendapat perhatian serius di berbagai negara. Dinegara maju partisipasi public telah lama menjadi agenda yang mapan dalam sistem pemerintahan dan pembangunan untuk setiap proses pengambilan keputusan seperti di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
ISSN 1907 - 5502
Partisipasi berkembang sejalan dengan perubahan struktur politik ke sistem demokrasi. Di mana sistem demokrasi memberi ruang yang cukup luas bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara sehingga civil society dapat diwujudkan. Pemahaman terhadap konsep partisipasi dalam banyak hal sering diartikan secara sederhana sebagai peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Konsep peran serta dalam pengambilan keputusan dapat dijelaskan bahwa, peran serta (partisipasi) menunjukkan suatu proses antara dua atau lebih pihak (individu atau kelompok) yang mempengaruhi satu terhadap yang lainnya dalam membuat rencana, kebijakan, dan keputusan. Keputusan itu adalah sesuatu yang akan berpengaruh dikemudian hari bagi pihak pembuat keputusan, kelompok sasaran dan seringkali bagi lingkungannya. Dalam hal peran serta publik dalam rangka pembuatan kebijakan, tuntutannya tidak hanya timbul dari individu, tetapi setiap organisasi senantiasa harus mensyaratkan bahwa setiap keputusan yang akan diambil harus diperhitungkan perhitungan pengetahuan dan pendapat dari orang-orang yang akan berpartisipasi dan
117
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
mengambil bagian di dalamnya. Untuk itu, partisipasi kebijakan adalah suatu aktivitas, proses, dan sistem pengambilan keputusan yang mengikutsertakan semua elemen masyarakat yang berkepentingan terhadap sukses suatu rencana. Tu j u a n u t a m a d a r i partisipasi adalah mempertemukan seluruh kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu proses perumusan dan penetapan kebijakan (keputusan) secara profesional yang terlihat dan terpengaruh oleh kebijakan dan akan ditetapkan dalamnya. Argumentasi Mendiskusikan Isu-isu Kebijakan Argumentasi kebijakan yang merupakan sarana untuk melakukan diskusi mengenai isu-isu kebijakan pemerintahan yang meliputi enam elemen. Argumentasi tersebut dimaksudkan untuk perumusan dan pembuatan suatu kebijakan publik. Selanjutnya yang perlu dirancang adalah membangun argumentasi akan perlunya suatu kebijakan publik di rumuskan ditetapkan. Atas dasar ini, secara teoretis diperlukan pemahaman terhadap bentuk argumen untuk memungkinkan efektivitas suatu kebijakan yang diambil. Bentuk a rg u m e n k e b i j a k a n y a n g dimaksud diklasifikasikan sebagai berikut: · Cara otoritatif, diubah
118
ISSN 1907 - 5502
menjadi pernyataan berdasarkan asumsi yang dibuat oleh para ilmuan untuk direkomendasikan sebagai kebijakan. · Cara statistik, cara ini mendasarkan pernyataan kebijakan pada argument yang diperoleh dari sampel. Asumsinya merujuk pada kebenaran yang dinyatakan oleh anggota sample. Dalam hal ini semua anggota populasi yang tidak menjadi bagian dari sampee juga dianggap membenarkan asumsi yang dimaksud. · Cara klasifikasional, pernyataan kebijakan dalam cara ini didasarkan pada argumen yang berasal dari suatu keanggotaan informasi yang diubah menjadi pernyataan kebijakan atas dasar asumsi bahwa apa yang benar suatu kelas individu ataupun kelompok yang merupakan anggota di kelas yang bersangkutan. · Cara intuitif, cara ini mendasarkan pernyataan kebijakan didasarkan dari argument berasal dari batin. Hal ini sangat ditentukan dari pengalaman mendalam oleh pembuat kebijakan terhadap suatu masalah untuk menerima suatu rekomendasi kebijakan. · Cara analisentrik, cara ini mendasarkan pernyataan
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
kebijakan pada argument yang berasal dari validitas metode atau aturan yang ditetapkan oleh analis. · Cara ekplanatori, cara ini didasarkan dari pernyataan yang dibuat atas argumen yang dibuat dari suatu penyebab. Informasi diubah menjadi pernyataan atas dasar asumsi tentang adanya kekuatan penyebab tertentu dan hasilnya. Untuk akurasi pengelolaam kebijakan, juga sangat diperlukan pemahaman tentang model kebijakan. Dalam hal ini, seorang atau sekumpulan aktor kebijakan tanpa dilandasi pemahaman terhadap model kebijakan sangat potensial untuk mengalami kegagalan dalam merumuskan kebijakan publik. Bagaimana pun model kebijakan adalah gambaran sederhana tentang aspek-aspek yang dipilih dari suatu situasi atau masalah yang disusun untuk tujuan atau sasaran tertentu. Model kebijakan dapat pula dipandang sebagai rekonstruksi artificial dari realitas dalam suatu wilayah yang penuh dengan komplesititas lingkungan dan kemanusiaan. Sebab itu, model kebijakan dapat dinyatakan sebagai konsep, diagram, grafik, atau persamaan dalam matematika. Model kebijakan dapat digunakan tidak hanya untuk menerangkan,
ISSN 1907 - 5502
menjelaskan, dan memprediksikan elemen-elemen suatu kondisi masalah melainkan juga untuk memperbaiki dengan merekomendasikan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah tertentu. Model kebijakan bermanfaat dan bahkan harus ada. Model kebijakan merupakan penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mengurangi kompleksitas dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analis kebijakan. Demikian pula, model kebijakan dapat membantu membedakan hal-hal yang esensial dan yang tidak esensial dari situasi masalah mempertegas hubungan diantara factor atau variable penting, dan membantu menjelaskan dan memprediksikan konsekuensi dari pilihan kebijakan selain itu, model kebijakan juga dapat memainkan peran kreatif dan kritis didalam analisis kebijakan dengan mendorong para analis untuk menantang ide-ide konvensional maupun metode analisis. Walaupun demikian, dengan menyederhanakan situasi masalah, model kebijakan tidak dapat dihindarkan untuk menyumbang distorsi selektif atas realitas. Sesungguhnya terdapat beberapa model kebijakan, yang dapat digunakan dalam perumusan dan
119
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
penentuan kebijakan tetapi hanya dua bentuk utama dari model kebijakan itu sendiri. Beberapa model yang dimaksud dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1) Model deskriptif, bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi sebab dan konsekuensi dari pilihan kebijakan. model deskripsi digunakan untuk memantau hasil dari kebijakan. 2) Model normatif, model ini bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi tetapi juga memberikan dalil dan rekomendasi mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas atau nilai. Beberapa jenis model normatif yang digunakan oleh para analis kebijakan adalah: (1) model antri, yaitu model normative yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum; (2) model penggantian, yaitu pengaturan waktu pelayanan dan perbaikan yang optimum; (3) model inventaris, yaitu pengaturan volume dan waktu yang optimum.,(4) model biaya manfaat yaitu, perlunya keuntungan optimum pada investasi publik. 3) Model verbal, model ini merupakan ekspresi dalam tiga bentuk utama yaitu
120
ISSN 1907 - 5502
verbal, simbol, prosedural. Model verbal diekspresikan dalam bahasa sehari-hari. Dalam menggunakan model ini, analisis bersandar pada penilaian nalar untuk membuat prediksi dan menawarkan rekomendasi. Penilaian nalar menghasilkan argument kebijakan, tetapi bukan dalam bentuk nilai-nilai angka yang pasti. Model verbal secara relatif mudah dikomunikasikan ke publik dan berbiaya murah dan mengandalkan debat publik. Keterbatasan model verbal adalah bahwa masalah yang digunakan untuk memberi prediksi dan rekomendasi bersifat implisit atau tersembunyi, sehingga sulit untuk memahami dan memeriksa secara kritis argumen tersebut secara keseluruhan. 4) Model simbolis, model menggunakan simbol statistik, matematika, dan logika. Model simbolis sulit untuk dikomunikasikan kepada publik, bahkan diantara para ahli pembuat model sering terjadi kesalahpamahan tentang elemen-elemen dasar dari model simbolis. Biaya model simbolis mungkin tidak lebih besar dari model verbal. Namun, kelemahan praktis model simbolis
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
adalah hasilnya mungkin tidak mudah diintrepretasikan, bahkan di antara para spesialis, karena asumsinya mungkin tidak dinyatakan secara memadai. 5) Model prosedural, model ini menampilkan hubungan yang dinamis di antara variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Prediksi dan solusi optimal diperoleh dengan mensimulasikan dan meneliti seperangkat hubungan. Biaya model ini relatif lebih tinggi jika disbanding dengan model verbal dan simbolis Pendekatan Teoretik untuk Memahami proses Analisi Kebijakan Pemerintah Dalam upaya memahami proses analisis kebijakan pemerintah, dikembangkan lima pendekatan teoretik, yaitu: 1) Perumusan masalah, dimaksud untuk membantu menemukan asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebabnya, memetakan tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang kebijakan yang baru. 2) Peramalan, adalah tahap formulasi kebijakan yang dapat menguji masa depan yang feaseable, potensial, dan secara
ISSN 1907 - 5502
normatif bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau diusulkan, mengenai kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, serta mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan. 3) Rekomendasi, adalah sebagai tahap adopsi kebijakan yang dapat membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukan criteria dalam pembuatan pilihan dan menentukan pertanggungjawaban administrative bagi implementasi kebijakan. 4) Pemantauan, merupakan tahap implementasi kebijakan yang membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengindentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihakpihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. 5) Penilaian (evaluasi), dalam tahapan ini diharapkan tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai beberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga
121
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilainilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah. Secara umum kebijakan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Kajian kebijakan merupakan studi yang kompleks, dimulai dari mengendentifikasikan dan merumuskan masalah, merumuskan dan mengagendakan suatu kebijakan, menganalisis kebijakan, membuat keputusan terhadap suatu kebijakan, mengimplementasikan dan memonitoring kebijakan, serta mengevaluasi suatu kebijakan mencapai hasil sebagaimana desainnya, serta mengkaji dampak dan efektivitas pelaksanaan kebijakan itu. Pada tataran praktis, suatu kebijakan dapat dilakukan pada tingkat mikro maupun pada tingkat makro. Ruang lingkup kebijakan pada tingkat mikro berada pada tataran kebijakan yang di buat dan diputuskan pada tingkat organisasi dan memiliki dampak luas kepada para pengguna jasa atau pada umumnya. Ruang lingkup kebijakan pada tingkat makro dilakukan oleh pejabat negara atau institusi negara untuk menyelesaikan suatu maslah yang secara konstitusional
122
ISSN 1907 - 5502
mengikat setiap warga negara, karena keputusan itu di buat dengn menggunakan perangkat hukum baik ada tingkat undangundang, Keputusan Pemerintah atau Keputusan Menteri, atau berbentuk Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati. Memahami proses kebijakan yang secara mendasar berpengaruh pada kehidupan kita, terutama kasuskasus kebijakan yang terjadi pada sistem sosial, politik, dan sistem ekonomi di Indonesia. Memahami kasus-kasus kebijakan asli Indonesia akan menjadi pembuka bagi terwujudnya kehidupan demokrasi di negeri ini dengan cara mendorong masyarakat untuk semakin peduli dan terlibat dalam proses kebijakan. Dinamika masyarakat yang selama ini lebih ditentukam oleh kehendak pemerintah pusat beralih ke penentuan dan pengendalian oleh masyarakat daerah. Dalam hal ini pelaksanaan desentralisasi tidak bisa lepas dari upaya demokratisasi. Persoalannya bahwa demokratisasi memerlukan rasionalisasi kekuasaan negara dan keberanian warga negara untuk aktif menuntut dan menjalankan hakhak politk mereka. Warga negara secara bebas dan berkala memilih orang-orang yang mereka nilai layak dipercaya untuk memerintah. Orang yang
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
memerintah dapat dipercaya dan bertanggungjawab langsung kepad orang yang diperintah. Ada mekanisme politik yang memungkinkan warga negara dapat mengontrol sejauhmana kepentingan mereka dilaksanakan oleh yang memerintah. Ada kesejajaran tawar-menawar politik antar warga negara dan orang yang memerintah, sebagai jaminan terciptanya hubungan yang bersifat konsultatif. Dari tatanan kehidupan politik dimaksud, maka varian ukuran demokrasi akan nampak semakin rumit tatkala pengamatan diarahkan pada dimensi pemerintahan terkecil dari suatu masyarakat yaitu desa. Sebagian besar indikator demokrasi di desa sangan diwarnai oleh kultur dan lingkungan setempat, dimana pemerintah orde baru sejak tahun 1970-an telah mencanangkan berbagai macam kebijakan dan program pembangunan desa. Kebijakan ini mendapat tantangan keras dari pihak DPR, karena dianggap paradoksal yaitu di satu sisi kebijakan yang diambil untuk melakukan efisiensi sektor pemerintah; sementara di sisi lain dilakukan inefisiensi dengan membentuk lembaga-lembaga baru seperti penambahan pengendalian pemerintah sementara sebelumnya masing-masing sekretaris negara, sekretaris militer dan
ISSN 1907 - 5502
sekretaris kepresidenan. Berbicara mengenai efisiensi, maka sebenarnya banyak organisasi di Indonesia selam ini yang tidak produktif, misalnya kantor berita Antara, karena pada era globalisasi ada begitu banyak sumber informasi yang dapat diperoleh secara langsung, baik di media cetak maupun media televisi, termasuk media internet sekalipun. Bertumpu pada argumentasi tersebut maka perekonomian Indonesia, sebagaimana juga negara-negara berkembang lainnya, dihadapkan pada tuntutan yang semakin mendesak untuk merumuskan kembali, guna menentukan langkah yang perlu dilakukan dalam menghadapi liberalisasi investasi dan perdagangan yang akan datang. Indonesia harus mengusahakan perkembangan dan kemajuan ekonomi yang lebih kuat dan luas ketimbang sekarang. Hal ini didasarkan pada penilaian bahwa ekonomi Indonesia masih mangandung bnyak kesenjangan antara lain adalah kesenjangan daerah. Kesenjangan nyata dan cukup besar skalanya tersebut jika tidak berhasil dikurangi maka akan sulit bagi Indonesia untuk memiliki kekuatan ekonomi nasional yang betul-betul tangguh untuk menghadapi persaingan dalam era liberalisasi investasi dan perdagangan
123
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
dunia. Di samping itu, berbagai tantangan masih dihadapi sektor industri khususnya dalam investasi di Indonesia, antara lain adalah permasalahan birokrasi dan peraturan-peraturan yang belum menunjang usaha efisiensi dan pengurangan beban ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Untuk itu dirantai birokrasi dalam pengaturan sector investasi dan perdagangan perlu di pangkas, antara lain melalui kebijaksanaan yang mempermudah prosedur perizinan. Lahirnya birokrasi pemerintahan, semenjak awal pada hakekatnya dimaksudkan untuk melayani dan melindungi kepentingan masyarakat, sekaligus meningkatkan kesejahteraan, raison d`etre atau alasan satusatunya bagi eksistensi negara adalah pelayanan umum. Pelayanan umum adalah sesuatu yang disedikan baik oleh organisasi pemerintah atau swasta,
ISSN 1907 - 5502
karena umumnya masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan yang dilakukan untuk seluruh masyarakat guna kesejahteraan sosial. Sejalan dengan definisi tersebut, birokrasi harus mampu mewujudkan tujuan nasional yaitu tercapainya masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu dalam pemerintahan modern pada era globalisasi dewasa ini pemerintahan perlu semakin didekatkan kepada masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan menjadi semakin baik (the closer the government, the better it services).
Daftar Pustaka Gaster, Lucy 2007. Quality In Public Services, Program Pascasarjana IPDN: Jatinangor Lembaga Pengkajian Manajeman Pemerintah Indonesia: Jakarta Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology 1, Rineka Cipta: Jakarta ----------, 2003. Kybernology 2, Rineka Cipta: Jakarta Sinambela, Lijan, 2006. Reformasi Pelayanan Publik (Teori,Kebijakan,dan Implementasi), Bumi Aksara: Jakarta Sumaryadi, I Nyoman, 2006. Otonomi Daerah Khusus & Birokrasi Pemerintah, Bumi Aksara: Jakarta
124