EFEKTIVITAS BERBAGAI SUPLEMEN ANTIOKSIDAN TERHADAP PENURUNAN STATUS OKSIDATIF (MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA) PADA MAHASISWI ALIH JENIS IPB
RAMATINA
\
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT RAMATINA. Effectiveness of Various Antioxidant Supplements on Reducing Oxidative Status (Level of Plasma Malondialdehid (MDA)) among Extension Students of Bogor Agriculture University. Supervised by LEILY AMALIA and IKEU EKAYANTI. The objective of this study was to analyze the effectiveness of vitamin C, vitamin E and multivitamin-mineral supplements on level of plasma malondialdehyde (MDA) among extension students of Bogor Agricultural University. The samples were 24 students and divided into 4 groups, namely 1) control group, 2) vitamin C group (given supplement of vitamin C 500 mg), 3) vitamin E group (given supplement of vitamin E 200 IU), 4) multivitamin-mineral group (given supplement consist of vitamin C 500 mg, vitamin E 30 mg, zinc 15 mg and copper 1,5 mg). The interventions of supplements were given for 7 days. In term of intake an adequate level of energy, protein, vitamin and mineral samples. From food, they were no significantly differences among groups. Before the intervention, blood samples were taken for the analysis of early plasma level of MDA. Examination was repeated at the end of treatment. From the results of statistical analysis known that there are significant differences (p <0.05) between plasma MDA levels before and after intervention. There was no significant difference (p> 0.05) between the average reduction in level of MDA plasma in group of vitamin C, vitamin E and multivitamins, but there are significant differences (p <0.05) between the control group of intervention with vitamin C, vitamin E and multivitamin-mineral. Based on this study, it can be concluded that by consuming vitamin C, vitamin E or a multivitamin-mineral supplement every day had relatively similar effects in reducing level of MDA plasma among healthy young women. Key words: malondialdehyde, antioxidant supplement
RINGKASAN RAMATINA. Efektivitas Berbagai Suplemen Antioksidan terhadap Penurunan Status Okisdatif ( Malondialdehid (MDA) Plasma) pada Mahasiswi Alih Jenis IPB. Dibimbing oleh LEILY AMALIA dan IKEU EKAYANTI. Stress oksidatif pada manusia, terutama di perkotaan, cenderung meningkat. Stress oksidatif disebabkan oleh paparan yang berasal dari radiasi, rokok, polusi udara, logam berat, pestisida dan food additive (Miharja 2005). Keadaan stress oksidatif biasanya terjadi bila jumlah radikal bebas lebih tinggi dibandingkan jumlah antioksidan dalam tubuh. Untuk mengukur stress oksidatif tubuh dapat ditentukan dengan salah satu parameternya, yaitu malondialdehid (MDA). Semakin tinggi kadar MDA plasma maka semakin tinggi stress oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh (Valko 2006). Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral penurunan status oksidatif dengan parameter kadar malondialdehid (MDA) plasma mahasiswi alih jenis Institut Pertanian Bogor (IPB). Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) Mengetahui karakteristik individu sampel, 2) Menganalisis konsumsi pangan sumber vitamin C, vitamin E, seng dan tembaga sampel, 3) Menganalisis asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi rata-rata sampel per hari, 4) Menganalisis kadar MDA plasma sampel sebelum dan setelah pemberian suplemen, 5) Mengetahui perbedaan penurunan kadar MDA plasma sampel antar kelompok yang diberi suplemen vitamin C, vitamin E dan Multivitamin-mineral. Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperimental dengan pre-post test with control design (Bhisma 2003), karena analisis dilakukan sebelum dan setelah intervensi. Terhadap sampel kelompok vitamin E, vitamin C dan multivitaminmineral diberikan suplemen dalam bentuk 1 kapsul/tablet dalam perhari selama 7 hari. Adapun kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun. Lokasi penelitian yaitu lingkungan Institut Pertanian Bogor. Analisis kadar malondialdehid (MDA) plasma dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga September 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi data identitas sampel, data konsumsi pangan dan data kadar MDA plasma. Data identitas sampel meliputi nama, umur, program studi, dan penyakit melalui teknik wawancara, sedangkan data tinggi badan dan berat badan dilakukan dengan penimbangan dan pengukuran. Data konsumsi pangan sehari sampel selama 7 hari didapatkan dengan metode food record, sedangkan data frekuensi konsumsi makanan sumber antioksidan selama seminggu dikumpulkan dengan metode food frequency. Data pengukuran radikal bebas didapatkan dengan mengukur kadar MDA (Malondialdehid) plasma, dilakukan sebelum dan setelah 7 hari intervensi secara duplo. Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS versi 16.0 for Windows. Untuk menganalisis perbedaan sebelum dan setelah intervensi pada setiap kelompok perlakuan dilakukan uji T. Sedangkan untuk melihat perbedaan perubahan kadar MDA plasma (antara setelah dan sebelum intervensi) antar kelompok perlakuan dilakukan uji beda ANOVA. Jika terdapat indikasi perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Beda Duncan dan Least Significant Different (LSD) untuk mengetahui kelompok mana yang sesungguhnya berbeda. Secara keseluruhan umur sampel berkisar antara 22-24 tahun (62,5%) dan persentase terendah pada rentang umur >24 tahun yaitu (8,3%). Berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan umur sampel antar kelompok perlakuan. Program studi sampel paling banyak berasal dari Gizi Masyarakat (75%). Status gizi sampel secara keseluruhan berada pada status gizi normal (75%), dan secara
statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan. Jenis penyakit yang paling banyak diderita mahasiswa adalah maag (54,2%). Pangan sumber vitamin C sampel yang paling sering dikonsumsi yaitu pisang, jeruk dan nenas, dengan frekuensi masing-masing 2-3 kali, 1-2 kali dan 1-3 kali per minggu. Frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin E sampel yang sering dikonsumsi berasal dari bahan pangan daging ayam, susu dan telur dengan frekuensi masing-masing 3-5 kali, 2-5 kali, dan 3-4 kali per minggu. Frekuensi konsumsi pangan sumber seng yang sering dikonsumsi sampel adalah berasal dari bahan pangan ikan dan susu dengan frekuensi secara berurutan adalah 4-5 kali dan 2-5 kali per minggu. Sedangkan pangan sumber tembaga yang paling sering dikonsumsi adalah udang dengan frekuensi 0-2 kali per minggu. Berdasarkan uji statistik terhadap frekuensi pangan sumber vitamin C, vitamin E, seng dan tembaga tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) rata-rata asupan energi dan zat gizi sampel yang berasal dari makanan sebelum dan stelah intervensi antar kelompok perlakuan. Rata-rata asupan energi pada tiap kelompok perlakuan selama intervensi hampir sama, yaitu berkisar antara 1412 dan 1651 kkal, dan secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) asupan antar kelompok. Rata-rata asupan vitamin dan mineral sampel tiap kelompok perlakuan juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05). Tingkat kecukupan energi sampel antar kelompok perlakuan tersebar pada kategori defisit, kurang dan sedang dengan persentase masing-masing 29,2%, 29,2%, dan 25%, sedangkan untuk protein sebagian besar sampel berada pada kategori baik yaitu 54,1%. Tingkat kecukupan vitamin C, vitamin E, Seng dan Tembaga sampel antar kelompok berada dalam kategori kurang dengan persentase masing-masing 83%, 100% dan 87,5%. Hasil analisis kadar MDA plasma sebelum intervensi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antar kelompok perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi awal MDA plasma sampel sebelum intervensi adalah homogen. Setelah intervensi selama 7 hari, secara umum kadar MDA plasma kelompok vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral mengalami penurunan yaitu masing-masing 12,08 nmol/mL (dari 26,50 nmol/mL menjadi 14,42 nmol/mL), 13,92 nmol/mL (dari 25,25 nmol/mL menjadi 11,33 nmol/mL) dan 10,67 nmol/mL (22,75 nmol/mL menjadi 12,08 nmol/mL). Sebaliknya, rata-rata kadar MDA plasma kelompok kontrol meningkat dari 23,00 nmol/mL menjadi 24,08 nmol/mL. Hasil uji T menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kadar MDA plasma sebelum dan setelah intervensi pada semua kelompok perlakuan. Berdasarkan uji ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) perubahan kadar MDA plasma antar kelompok perlakuan. Uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan perubahan kadar MDA plasma antara kelompok kontrol dengan kelompok vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral, sedangkan perubahan kadar MDA plasma sebelum dan setelah intervensi antar kelompok vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan ketiga suplemen antioksidan (vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral) ini memiliki efektivitas yang hampir sama selama 7 hari intervensi.
EFEKTIVITAS BERBAGAI SUPLEMEN ANTIOKSIDAN TERHADAP PENURUNAN STATUS OKSIDATIF (MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA) PADA MAHASISWI ALIH JENIS IPB
RAMATINA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
:
Nama NIM`
: :
Efektivitas Berbagai Suplemen Antioksidan terhadap Penurunan Status Oksidatif (Malondialdehid (MDA) Plasma) pada Mahasiswi Alih Jenis IPB Ramatina I14096010
Disetujui : Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Leily Amalia, STP., M.Si NIP. 19721209 200501 2 004
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes. NIP. 19660725 199002 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Bismillaahirrahmaanirrahim Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rezeki dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Berbagai Suplemen Antioksidan terhadap Penurunan Status Oksidatif (Malondialdehid (MDA) Plasma) pada Mahasiswi Alih Jenis IPB”. Penulisan skiripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada; Ibu Leily Amalia, STP., M.Si dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes yang telah senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi, dan dr. Mira Dewi S.Ked, M.Si selaku dosen penguji, serta Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Pak Mashudi selaku laboran atas semua bantuan dan arahannya dalam pelaksanaan penelitian. Rekan-rekan Program Penyelenggaraan Khusus S1 Ilmu Gizi atas kebersamaan selama dua tahun dalam menuntut ilmu di Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat
bagi banyak
pihak
yang
membutuhkan dan menjadi sumber informasi serta inspirasi bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, Desember 2011
Ramatina
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 21 Desember 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Ja’afar dan Ibu Sadjiem. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Santa Lucia pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Sawahlunto dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 1 Sawahlunto dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima di Program Poltekkes Padang pada Program Studi Gizi. Penulis melakukan praktek kerja lapang selama 2 bulan di Rumah Sakit Arifin Achmad Pekanbaru. Penulis mendapatkan gelar Ahli Madya Gizi pada tahun 2008 setelah disignifikankan lulus dengan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh penyimpanan yoghurt susu kedelai terhadap cita rasa dan pertumbuhan mikroorganisme”. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Penyelenggaan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT........................................................................................................ I RINGKASAN...................................................................................................... Ii LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................. Iv KATA PENGANTAR........................................................................................... V RIWAYAT HIDUP................................................................................................ vi DAFTAR ISI......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. Ix DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... X PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Tujuan ........................................................................................................ 3 Hipotesis ................................................................................................... 3 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5 Redikal Bebas .......................................................................................... 5 Antioksidan................................................................................................ 7 Vitamin C .................................................................................................. 9 Vitamin C sebagai Antioksidan.................................................................. 10 Vitamin E................................................................................................... 12 Vitamin E sebagai Antioksidan.................................................................. 13 Multivitamin……………………………………………………………………… 14 Peroksida Lipid…………………………………………………………………. 15 Malondialdehid (MDA)…………………………………………………………. 16 Mahasiswi Alih Jenis ………………………………………………………….. 17 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................ 19 DEFINISI OPERASIONAL…………………………………………………………… 21 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 23 Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 23 Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel…................................................ 23 Metode Intervensi………………………………………………………………. 24 Jenis dan Cara Pengambilan Data .......................................................... 25 Pengolahan Data……………………………………………………………….. 30 Analisis Data …………….......................................................................... 32 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 33 Karakteristik Indivisu Sampel…................................................................ 33 Konsumsi Pangan……………………………………………………………… 35 Frekuensi Konsumsi pangan sumber antioksidan………………………….. 37 Asupan Energi dan Zat Gizi sampel…………………………………………. 38 Tingkat Kecukupan .................................................................................. 40 Kadar MDA plasma ……………............................................................... 44 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 49 Kesimpulan ............................................................................................ 49 Saran…................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 51
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS)...............................................
6
2.
Kategori IMT menurut Depkes 1999……………………………………………
31
3.
Sebaran karakteristik individu sampel pada tiap kelompok perlakuan……..
34
4.
Rata-rata konsumsi pangan sampel per orang per hari………………………
36
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Rata-rata frekuensi konsumsi pagan sumber vitamin C, vitamin E, seng, dan tembaga antar kelompok perlakuan…………………………………….... Asupan rata-rata energi dan zat gizi kelompok perlakuan berrdasarkan record 7x24 jam…………………………………………………………………... Asupan rata-rata vitamin dan mineral kelompok perlakuan berdasarkan record 7x 24 jam dari makanan dan suplemen……………………………….. Sebaran sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang berasal dari makanan pada tiap kelompok perlakuan……………………….. Sebaran sampel berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral tiap kelompok perlakuan dari makanan dan suplemen……………………………. Kadar MDA plasma sampel menurut kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi…………………………………………………………………. Kadar malondialdehide plasma awal pada berbagai kelompok perlakuan intervensi suplemen antioksidan………………………………………………... Kadar malondialdehide plasma akhir pada berbagai kelompok perlakuan intervensi suplemen antioksidan………………………………………………...
38
39
39
41
43
46
65
65
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Cara Kerja Antioksidan…………………………………………………………...
8
2.
Struktur asam askorbat dan metabolitnya……………………………………..
11
3.
Reaksi MDA dengan asam tiobarbiturat……………………………………....
17
4.
Kerangka pemikiran………………………………………………………………
20
5.
Diagram alir analisis kadar MDA plasma……………………………………….
28
6.
Diagram alir penelitian …………………………………………………………..
29
7.
Kurva Standar TEP……………………………………………………………….. 32
8.
Grafik kadar MDA plasma sampel sebelum intervensi……………………….
44
9.
Grafik kadar MDA plasma sampel setelah intervensi…………………………
45
10. Diagram alir prosedur pembuatan standar MDA……………………………..
64
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Ethical clearance……………………………………………………………… 56
2.
Formulir Informed consent…………………………………………………..
3.
Kuesioner……………………………………………………………………… 58
4.
Form Food Record 7x24 jam……………………………………................
5.
Prosedur pembuatan reagen……………………………………………….. 62
6.
Prosedur pembuatan kurva standar………………………………………..
7.
Data kadar MDA……………………………………………………………… 65
8.
Hasil uji statistik………………………………………………………………. 66
9.
Dokumentasi Penelitian……………………………………………………… 73
57
61
63
PENDAHULUAN Latar Belakang Radikal bebas atau sering disebut oksidan merupakan hal yang normal dan terbentuk secara terus menerus dalam tubuh manusia. Tubuh manusia mengonsumsi oksigen sekitar 250 gram setiap hari, dari jumlah tersebut 3-5% diubah menjadi oksigen reaktif. Oksigen reaktif (reactive oxygen species atau ROS) dapat terbentuk secara endogen maupun eksogen, sebagai bagian dari aktivitas metabolik regular, aktivitas fisik, gaya hidup dan diet. Stress oksidatif pada manusia, terutama di perkotaan cenderung meningkat.
Stress oksidatif
disebabkan oleh paparan seperti radiasi, rokok, polusi udara, logam berat, pestisida dan food additive (Miharja 2005). Keadaan stress oksidatif biasanya terjadi bila jumlah radikal bebas lebih tinggi dibandingkan jumlah antioksidan dalam tubuh. Stress oksidatif tubuh dapat ditentukan
dengan
mengukur
salah
satu
parameternya,
yaitu
kadar
malondialdehid (MDA) dalam plasma. Semakin tinggi kadar MDA plasma maka semakin tinggi stress oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh (Valko 2006). Konsentrasi MDA dalam material biologi telah digunakan secara luas sebagai indicator kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas (Zakaria 1996). Makhluk hidup memiliki cara untuk melindungi tubuh dari bahaya radikal bebas atau dikenal sebagai spesies oksigen reaktif (Reactive Oxigen Species, ROS) yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu dengan sistem antioksidasi tubuh. Secara alami tubuh dapat menghasilkan antioksidan, seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan seruloplasmin dan disebut sebagai antioksidan endogen. Bila sistem antioksidan endogen tidak mencukupi untuk mengatasi radikal bebas, maka sangat dibutuhkan antioksidan dari luar (antioksidan eksogen) seperti vitamin E, vitamin A, vitamin C dan senyawasenyawa
flavonoid
untuk
mencegah
kerusakan
oksidatif
yang
dapat
mengakibatkan terjadinya berbagai macam penyakit (Simanjuntak 2007). Penelitian Yuliani et al (2002) pada tikus usia 3 bulan yang diberi pakan tinggi lemak menunjukkan bahwa pemberian vitamin E dengan dosis 120 IU, 240 IU dan 480 IU dapat menurunkan kadar malondialdehid (MDA) plasma secara signifikan dibandingkan kontrol. Penelitian Stadtman (1991) pada perokok yang diberikan vitamin C dosis 1500 mg/hari dapat melindungi terbentuknya
peroksidasi lipid melalui penurunan kadar MDA dalam plasma. Penelitian Pironi et al (1998) pada 6 laki-laki dan 6 perempuan yang diberikan formulasi tokoferol, seng (Zn), tembaga (Cu), dan mangan yang direkomendasikan oleh American Medical
Association
dapat
mempertahankan
aktivitas SOD
dan
stress
peroksidatif. Meskipun demikian, penelitian yang membandingkan efektivitas antar suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral sebagai antioksidan terhadap radikal bebas dalam tubuh masih terbatas. Di samping itu, kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi suplemen antioksidan menjadi fenomena tersendiri. Mahasiswi alih jenis merupakan salah satu kelompok yang rentan terkena berbagai radikal bebas yang berasal dari aktivitas metabolik regular, aktivitas fisik, gaya hidup maupun diet. Perkuliahan yang dimulai pada sore hari sampai malam, tidur yang terlalu larut menuntut tubuh untuk lebih banyak beraktivitas (stress), Selain itu, polutan yang berasal dari asap kendaran bermotor, rokok (pasif) dan lainnya. Tidak hanya itu, makanan juga dapat menjadi penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh. Mahasiswi alih jenis sangat gemar mengonsumsi makanan gorengan seperti tempe, bakwan, molen, pisang, tahu, combro, ubi dan kentang karena harganya yang murah, ataupun pecel ayam dan pecel lele. Baik gorengan maupun pecel ayam ataupun lele yang dijual, digoreng menggunakan minyak yang berwarna keruh hampir berwarna hitam menandakan minyak telah digunakan berulang-ulang oleh penjual. Minyak tersebut memiliki peroksida lipid yang tinggi dan mungkin dapat menjadi penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh. Penelitian Foote et al (2003) menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin mempengaruhi konsumsi suplemen makanan, dimana konsumsi suplemen di kalangan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (56% Vs. 48%). Hasil survey Fitriani (2007) konsumen suplemen perempuan Indonesia mencapai 18,9 % dari seluruh populasi perempuan dewasa Indonesia. Penelitian Siahaan (2007) terhadap mahasiswa putri TPB-IPB 2006/2007 menunjukkan bahwa suplemen antioksidan yang biasa dikonsumsi adalah vitamin C (88,3%), vitamin E (1,7%) dan multivitamin-mineral (1,7%). Demikian juga di kalangan mahasiswa Program Alih Jenis terdapat kecenderungan mengonsumsi suplemen, baik vitamin C, vitamin E ataupun multivitamin-mineral. Sementara itu, suplemen yang beredar di pasaran umumnya berupa vitamin C 500 mg, vitamin E 200 IU, serta suplemen multivitamin-mineral. Dengan
mempertimbangkan berbagai hasil penelitian sebelumnya dan fenomena kebisaan mengonsumsi suplemen di kalangan mahasiswi Alih Jenis dinilai perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral terhadap penurunan status oksidatif dengan menggunakan parameter kadar MDA plasma pada mahasiswi alih jenis Institut Pertanian Bogor. Tujuan Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral terhadap penurunan status oksidatif dengan parameter kadar malondialdehid (MDA) plasma mahasiswi alih jenis Institut Pertanian Bogor. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui karakteristik individu sampel. 2. Menganalisis konsumsi pangan sumber vitamin C, vitamin E, seng dan Tembaga sampel. 3. Menganalisis asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi rata-rata sampel per hari. 4. Menganalisis kadar MDA plasma sampel sebelum dan setelah pemberian suplemen. 5. Mengetahui perbedaan penurunan kadar MDA plasma sampel antar kelompok yang diberi suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitaminmineral. Hipotesis 1. Pemberian suplemen vitamin C dapat menurunkan kadar MDA plasma. 2. Pemberian suplemen vitamin E dapat menurunkan kadar MDA plasma. 3. Pemberian suplemen multivitamin-mineral dapat menurunkan kadar MDA plasma. 4. Terdapat perbedaan penurunan MDA akibat pemberian vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan masyarakat tentang pemanfaatan vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral sebagai antioksidan terhadap radikal bebas dengan parameter lemak peroksida, serta sebagai acuan untuk memilih antioksidan mana yang lebih efektif dalam menangkal radikal bebas.
TINJAUAN PUSTAKA Radikal Bebas Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai suatu molekul, atom, atau beberapa atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya sehingga bersifat sangat reaktif. Suatu molekul bersifat stabil bila elektronnya berpasangan, tetapi bila tidak berpasangan (single) molekul tersebut menjadi tidak stabil dan memiliki potensi untuk merusak. Bila molekul tidak stabil ini mengambil satu elektron dari senyawa lain maka molekul tersebut menjadi stabil sedangkan molekul yang diambil elektronnya menjadi tidak stabil berubah menjadi radikal dan memicu reaksi pembentukan radikal bebas berikutnya (reaksi berantai) (Yuniastuti 2008). Menurut Yuniastuti (2008) radikal bebas bersumber dari berbagai hal, antara lain: radiasi sinar X dan sinar ultraviolet, polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, gas buang dari pabrik, atau asap rokok. Beberapa kondisi juga bisa memicu terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh, misalnya stress, sakit, olah raga berlebihan dan lain-lain. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan pada sel karena dapat menimbulkan kerusakan pada protein, (aktivitas enzim terganggu) dan asam nukleat (kerusakan DNA, mutasi sel). Sebagai akibatnya. pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi tidak wajar, bahkan dapat menyebabkan kematian sel. Radikal dalam tubuh berasal dari dalam (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Secara endogen, radikal bebas terbentuk sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia dalam tubuh. Secara alamiah radikal bebas dibentuk dalam tubuh makhluk hidup termasuk manusia, binatang dan tumbuhan. Dalam kondisi normal jumlah radikal tersebut berada dalam keseimbangan atau terkendali. Sumber radikal bebas endogen tersebut berasal dari proses otooksidasi, oksidasi enzimatik, respiratory burst, reaksi yang dikatalisis ion logam transisi, dan ischemia reperfusion injury (Khachik 2002). Radikal terpenting yang terdapat dalam tubuh merupakan derivat oksigen atau oksi-radikal yang sering disebut reactive Oxygen Species (ROS). Radikal tersebut terdapat dalam bentuk singlet oxygen (1O2*), anion superoksida (O2*), radikal hidroksil (OH*), nitrogen oksida (NO*), peroksinitrit (ONOO -), asam hipoklor (HOCl), hydrogen peroksida (H2O2), radikal alkoksil (LO*) dan radikal peroksil (LO2*) (Helliwell, Gutteridge 1999).
Berbagai jenis reactive Oxygen Species (ROS) dalam tubuh diperlihatkan pada Tabel 1, dari tabel tersebut terlihat bahwa diantara berbagai ROS terdapat molekul yang bukan radikal bebas, yaitu 1O2 dan H2O2, namun karena sifatnya yang sangat reaktif maka dimasukkan ke dalam kelompok ini (Kurnani 2001). Tabel 1 Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS) ROS Keterangan Anion superoksida O2* Tidak terlalu merusak, tetapi dapat membentuk hidrogen peroksida, yang merupakan reduktan logam transisi dalam pembentukan radikal hidroksil Radikal hidroksil OH* Radikal pengoksidasi yang sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan hampir seluruh biomolekul Radikal peroksil LO2* Dihasilkan antara lain pada proses peroksidasi lipid Hydrogen H2O2. Hidrogen peroksida bukan radikal bebas tetapi peroksida dikategorikan sebagai ROS. Molekul ini merupakan sumber radikal hidroksil dalam kondisi jenuh ion logam transisi, juga terlibat dalam pembentukan HOCl 1 Oksigen singlet O2 Meskipun bukan radikal bebas, tetapi merupakan pengoksidasi yang kuat. Nitrogen oksida NO* Radikal bebas dalam bentuk gas Peroksinitrit ONOO- Terbentuk dari reaksi NO* dengan O2* Asam hipoklor HOCl Dihasilkan oleh netrofil pada proses inflamasi terbentuk dari H2O2 dan Cl- yang dikatalisis oleh mieloperoksidase. Secara eksogen, radikal bebas diperoleh dari bermacam-macam sumber antara lain polutan, makanan dan minuman, radiasi, ozon dan pestisida. Radikal bebas diproduksi di dalam sel oleh mitokondria, lisosom, peroksisom, endoplasmic reticulum dan inti sel. (Muchtadi 2009). Sekitar 90% pencemar udara terdiri atas karbon monoksida, nitrogen oksida, sulfur oksida, dan hidrokarbon (Kurniani 2001). Secara umum, menurut Winarsi (2011) tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui tiga tahapan reaksi sebagai berikut : a. Tahapan inisiasi, yaitu tahapan pembentukan radikal bebas. b. Tahapan propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal. c. Tahapan terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain
atau
dengan
propagasinya rendah.
penangkapan
radikal,
sehingga
potensi
Antioksidan Menurut Winarsi (2011) senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Menurut Kumalaningsih (2007), antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cumacuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Menurut Hillbom dalam Sulistyowati (2006), antioksidan adalah senyawa dalam kadar rendah mampu menghambat oksidasi molekul target sehingga dapat melawan atau menetralisir radikal bebas. Dikenal ada tiga kelompok antioksidan, yaitu antioksidan enzimatik, antioksidan pemutus rantai dan antioksidan logam transisi terikat protein. Yang termasuk antioksidan enzimatik adalah superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), gluthathion peroksidase (GPx), gluthathion reduktase (GR) seruloplasmin. Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel. Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga membentuk senyawa baru yang stabil, contoh antioksidannya adalah vitamin E dan vitamin C. Sedangkan antioksidan logam transisi terikat protein bekerja mengikat ion logam seperti fe2+ dan Cu2+ contohnya Flavonoid dapat mencegah radikal bebas. Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2011). Menurut Winarno (2002) antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk golongan antioksidan primer dapat berasal dari alami maupun buatan. Antioksidan alami antara lain vitamin E, vitamin C, lesitin dan gosipol. Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga digolongkan sebagai sinergik. Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di- atau trikarboksilat, dapat mengikat
logam-logam (sequestram). Sebagai contoh, satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti sering dilakukan pada minyak kacang kedelai. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi dapat disebabkan oleh empat macam mekanisme reaksi, yaitu: 1). Pelepasan
hidrogen dari
antioksidan, 2) Pelepasan elektron dari antioksidan, 3). Adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan, 4). Pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan (Winarti 2010).
Gambar 1 Cara Kerja Antioksidan
Menurut Winarti (2010) prinsip kerja dari antioksidan dalam menghambat otooksidasi pada lemak dapat dilihat sebagai berikut: Oksigen bebas di udara akan mengoksidasi ikatan rangkap pada asam lemak yang tidak jenuh, kemudian radikal bebas yang terbentuk akan beraksi dengan oksigen sehingga akan menghasilkan peroksida aktif.
RH
+
Asam lemak tak jenuh R*
O2
Oksigen +
Radikal bebas
O2 Oksigen
R*
+
OOH
Radikal bebas
ROO* Peroksida aktif
Apabila dalam suatu asam lemak yang terdapat dalam minyak tidak mengandung antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan ikatan rangkap lemak. Apabila ditambah suatu antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan antioksidan tersebut. Sehingga pembentukan radikal bebas dapat dihentikan dengan penambahan suatu antioksidan. Vitamin C (Asam Askorbat) Vitamin C adalah vitamin larut air yang tidak disimpan oleh tubuh, diekresikan melalui urine. Dalam keadaan murni vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus molekul C6H6O6, vitamin C juga mudah teroksidasi secara reversible membentuk asam dehidro-L askorbat dan kehilangan 2 atom hidrogen. Vitamin C memiliki struktur yang mirip dengan struktur monosakarida, tetapi mengandung gugus enadiol (Zakaria et al 1996). Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro askorbat terjadi bila bersentuhan dengan Cu, panas atau alkali. Kedua bentuk vitamin C aktif secara biologik tetapi bentuk tereduksi adalah yang paling aktif (Almatsier 2004). Menurut Muchtadi et al (1993) isomer-L. Isomer ini memiliki aktivitas lebih besar di bandingkan dengan bentuk isomer D. Aktivitas vitamin C bentuk D hanya 10% dari aktivitas isomer L. Vitamin C adalah vitamin yang penting dalam diet manusia. Vitamin ini banyak ditemukan dalam jaringan tanaman, Daun-daunan hijau mengandung vitamin C dalam jumlah yang sama dengan yang dikandung klorofil. Takaran yang dianjurkan untuk konsumsi vitamin C adalah; anak-anak: 30-45 mg/hari, wanita dewasa: 60 mg/hari, pria dewasa: 60 mg/hari. Pada RDA (Recommended Dietary Allowances), maka anjuran konsumsi vitamin C adalah 60-100 mg/hari. Sementara untuk pengobatan dosisnya bisa mencapai 10002000 mg/hari (Winarti 2010). Perencanaan dosis vitamin C berdasarkan Tolerable Upper Intake Levels (ULs) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa >= 19 tahun menurut food and nutrition
Board-institute of Medicine (FNB-IOM) (2004) adalah 2000 mg/hari, pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%, asupan lebih dari 60 mg akan meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional (WNPG 2004). Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila konsumsi mencapai 100 mg sehari (Almatsier 2004). Vitamin C sebagai Antioksidan Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air (aqueous antioxidant). Senyawa ini, menurut Zakaria et al (1996), merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen rektif dalam plasma dan sel. Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Tembaga. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit, protein lensa dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi dengan Fe-ferritin. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi, dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine et al 1995). Vitamin C mampu mereduksi radikal superoksida, hidroksil, asam hipoklorida, dan oksigen reaktif yang berasal dari netrofil dan monosit yang teraktivasi. Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas, kemudian mengubahnya menjadi radikal askorbil. Senyawa radikal terakhir ini akan segera berubah menjadi askorbat dan dehidroaskorbat. Asam askorbat dapat bereaksi dengan oksigen teraktivasi, seperti anion superoksida dan radikal hidroksil. Pada konsentrasi rendah, vitamin C bereaksi dengan radikal hidroksil menjadi askorbil yang sedikit reaktif, sementara pada kadar tinggi, asam ini tidak akan bereaksi (Zakaria et al 1996). Askorbat berperan sebagai reduktor untuk berbagai radikal bebas. Selain itu juga meminimalkan terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh stress oksidatif. Gambar 2 menunjukkan beberapa bentuk struktur asam askorbat dan metabolitnya. Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitasnya dengan cara mengubah tokoferol menjadi tereduksi. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan
komponen cair lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekul penting dari kerusakan oksidatif. Reaksinya terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi (winarsi 2011). CH2OH C
O
OH HO
C
OH
H C
OH
C
O
C C
C
O
C H2C
C
C
OH O
HO
O
D-glukosa Monodehidro askorbat CH2OH HO HC
H
O
OH C
C
C
O
O H2C C
C
O O OH
O O
H
C
C
HO OH Asam askorbat
HO OH Dehidro askorbat
Gambar 2 Struktur asam askorbat dan metabolitnya Sebagai antioksidan, askorbat akan bereaksi dengan radikal superoksida, hidrogen peroksida, maupun radikal tokoferol membentuk asam monodehidro askorbat dan atau asam dehidroaskorbat reduktase, yang ekuivalen dengan NADPH atau glutation tereduksi. Dehidroaskorbat selanjutnya dipecah menjadi tartarat dan oksalat. Asam askorbat dapat meregenerasi radikal askorbil dengan bantuan enzim semi dehidroaskorbil reduktase, dan NADPH sebagai sumber energi. Regenerasi vitamin C dari dehidroaskorbat melalui reaksi kimia dengan bantuan GSH atau asam lipoat juga dengan bantuan katalisa reduksi oleh GSH-dependen asam dehidroaskorbat reduktase. Keberadaan aktifitas asam dehidroaskorbat reduktase bisa merangsang redoks asam askorbat potensial, secara tidak langsung berperan pada antioksidan yang lain. Hal tersebut penting dalam memperluas fungsi proteksi antioksidan pada sel-sel yang hidrofobi, dimana asam askorbat dapat mengurangi radikal kromanoksil semistabil, yang dapat
meregenerasi bentuk aktif metabolik dari antioksidan lipid vitamin E (α-tocopherol recycling) (Combs dalam Sareharto 2010). Asam askorbat dapat mendonorkan satu atom hidrogen pada radikal tokoferoksil dengan kecepatan 2x105/M/s. Karena adanya perbedaan potensial reduksi 1 –elektron standar antara asam askorbat (282 mV) dan tokoferol (480 mV) (Muchtadi 2009). Vitamin E Vitamin E adalah salah satu fitonutrien penting dalam minyak makan. Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol α, β, γ, δ dan 4 tokotrienol α, β, γ, δ homolog. Suplemen vitamin E yang ada di pasaran umumnya tersusun atas tokoferol dan tokotrienol yang diyakini merupakan atioksidan potensial (Winarsi 2011). Berdasarkan jumlah gugus metil pada inti aromatik tokotrienol, dikenal 6 jenis tokoferol, yaitu α, β, γ, δ, ε, dan δ, di antara keenam bentuk tokoferol tersebut, yang paling aktif adalah α tokoferol. Oleh sebab itu, aktivitas vitamin E diukur sebagai α tokoferol. Menurut Almatsier (2004) ada empat jenis tokoferol yang penting dalam makanan α, β, γ, δ tokoferol dan tokotreinol. Karakteristik
kimia utamanya
adalah bertindak sebagai antioksidan. Tokoferol terdiri atas struktur cincin 6kromanol dengan rantai samping jenuh panjang enam belas karbon fitol. Perbedaan antarjenis tokoferol terletak pada jumlah dan posisi gugus metal struktur cincin. Tokotrienol mempunyai tiga ikatan rangkap pada rantai samping. Perbedaan struktur ini mempengaruhi tingkat aktivitas enzim vitamin E secara biologik. Tokotrienol tidak banyak terdapat di alam dan kurang aktif secara biologik. Alfa-tokoferol adalah bentuk vitamin E paling aktif, yang digunakan pula sebagai standar pengukuran vitamin E dalam makanan. Jumlah vitamin E dalam bentuk lain disignifikankan dalam bentuk tokoferol ekivalen (TE). Bentuk sintetik vitamin E mempunyai aktivitas biologik 50% daripada alfa-tokoferol yang terdapat di alam (Almatsier 2004). Takaran yang dianjurkan untuk konsumsi vitamin E adalah; anak-anak: 47 mg/hari, wanita dewasa: 15 mg/hari, pria dewasa : 15 mg/hari. Tolerable Upper Intake Levels (ULs) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa>= 19 tahun menurut
food and nutrition Board and Institute of medicine (IOM) (2000) adalah 1000 mg/hari, yang di dapatkan dari suplemen. Vitamin E sebagai Antioksidan Vitamin E adalah vitamin larut lemak yang sangat berguna selain sebagai antioksidan. Yang terpenting dan paling diakui peran dari vitamin E yaitu melindungi polyunsaturated fatty acids PUFAs) seperti linoleat, linolenic dan arachidonic acids (Pryor dalam B. A. Bowman & R. M. Russell 2001). Selain itu, vitamin E di dalam tubuh sebagai antioksidan alami yang membuang radikal bebas dan molekul oksigen, yang penting dalam mencegah peroksidasi membran asam lemak tak jenuh (Burke 2007). Sebagai antioksidan, α tokoferol memiliki potensi lebih tinggi daripada tokoferol yang dikenal sebagai vitamin E. Tokoferol, terutama α tokoferol merupakan antioksidan yang mampu mempertahakan integritas membran. Senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai scavenger radikal bebas oksigen, peroksida lipid, dan oksigen singlet (Winarsi 2011). Menurut Archerio et al (1992) α tokoferol merupakan bentuk suplemen vitamin E yang paling banyak. Vitamin E atau α tokoferol merupakan antioksidan yang larut dalam lemak. Sebagai antioksidan vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidrogen yang mampu merubah radikal peroksil (hasil peroksida lipid), menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak (Winarsi 2011). Di samping itu menurut Salonen et al (1997), vitamin E dan vitamin C dan β karoten atau kombinasinya dapat menghambat peroksida lipid secara in vivo. Sebagai antioksidan vitamin E mampu bereaksi dengan radikal bebas lipid membran membentuk radikal vitamin E yang sedikit reaktif. Menurut Halliwel et al (1992) radikal vitamin E dapat mengalami regenerasi oleh adanya glutation atau asam askorbat. Tokotrienol telah dibuktikan mempunyai aktivitas anti-kanker, dan mempunyai kemampuan menurunkan kadar kolesterol. Beberapa penelitian in vitro memperlihatkan bahwa tokotrienol dapat menghambat oksidasi terhadap LDL, lebih baik dibandingkan tokoferol. Mekanisme antioksidan tokoferol, termasuk transfer satu atom hidrogen dari grup 6-hidroksil pada cincin kroman, serta inaktivasi singlet oxygen dan spesies reaktif lainnya. Tokoferol dapat diregenerasi kalau terdapat asam askorbat. Rantai fitil tokoferol terikat pada bilayer membran sel, sedangkan cincin
kroman yang aktif terletak pada permukaan sel. Struktur yang unik tersebut menyebabkan tokoferol dapat bekerja secara efektif sebagai antioksidan, dan dapat diregenerasi melalui reaksi dengan antioksidan lain seperti asam askorbat. α-tokoferol mempunyai aktivitas vitamin E dan kemampuan inaktivasi singlet oxygen lebih tinggi dibandingka beta-, gamma-, dan delta-tokoferol, sedangkan gamma tokoferol mempunyai kemampuan menangkap nitrogen dioksidan
dan radikal
peroksinitrit
dibandingkan alfa-tokoferol.
Efesiensi
penangkapan radikal-radikal hidroksil, akoksil dan peroksil oleh alfa-tokoferol berturut-turutadalah sekitar 1010, 108 dan 106/M/s. Seseorang tidak akan memperoleh cukup vitamin E hanya dari makanan yang dikonsumsi. Agar dapat bertindak sebagai antioksidan, seseorang harus mengonsumsi vitamin E lebih dari AKG, umunya sekitar 100 mg/hari (Muchtadi 2009). Multivitamin Suplemen multivitamin adalah multivitamin tambahan pada orang dewasa sebagai pelengkap multivitamin pokok yang berasal dari makanan utama untuk menjaga vitalitas dan kesehatan seseorang. Menurut Ransley et al (2001), Multivitamin merupakan kombinasi dari berbagai vitamin, atau berbagai vitamin dan mineral. Menurut Ahira (2007), mesignifikankan bahwa suplemen multivitamin adalah vitamin yang diolah sedemikian rupa dan sudah berbentuk pil atau kapsul, yang dapat mengandung berbagai vitamin dan mineral seperti vitamin C, seng (Zn), tembaga (Cu), selenium (Se) dan lain-lain. Superoksida dismutase (SOD) yang merupakan salah satu antioksidan endogen yang mengandung logam-logam esensial tembaga (Cu) dan seng (Zn) untuk melakukan fungsi katalisasi beberapa reaksi kimia dalam sel. Dalam keadaan bebas, besi dan tembaga adalah promotor berkemampuan sangat besar dalam melakukan reaksi oksidasi yang merusak. Logam-logam ini juga dibutuhkan dalam pertahanan antioksidan. Logam-logam ini berikatan dengan SOD dan mengkatalis reaksi dua molekul superoksida dengan ion H+ untuk membentuk hidrogen peroksida (H2O2) dan O2. SOD yang berikatan dengan logam dapat mempercepat SOD dilepaskan di darah, sehingga sel darah manusia dapat dilindungi dari serangan radikal bebas. Mineral selenium (Se) sebagai komponen enzim glutathione peroksidase mengkatalis reaksi perubahan hidrogen peroksida menjadi glutathion (GSH) dan
air. Se berfungsi sebagai bagian integral dari sistem enzim glutation peroxidase, merubah bentuk reaksi glutathin (GSH) menjadi bentuk oksidasi glutation (GSSH) dan GSSH harus dikonversi kembali menjadi GSH. Reaksi konversi ini membutuhkan NADPH sebagai sumber energi reduksi. GSH dibutuhkan untuk menetralkan radikal bebas yang dihasilkan oleh berbagai reaksi di dalam sel. pada waktu bersamaan merusak peroksida dengan cara mengonversi peroksida menjadi bentuk alkohol yang tidak berbahaya. Reaksi sangat penting untuk mencegah terjadinya peroksida terhadap asam-asam lemak tak jenuh (kolesterol jahat). Peroksida Lipid Peroksida lipid terbentuk sebagai hasil reaksi antara radikal bebas dengan asam lemak tidak jenuh (PUFA = Poly Unsaturated Fatty Acid) yang merupakan unsur utama dari membran sel. Proses peroksida lipid umumnya dimulai dengan penarikan atom hidrogen yang mengandung satu elektron dari ikatan rangkap PUFA membentuk radikal lipid. Penambahan oksigen akan menyebabkan terbentuknya radikal peroksil lipid yang selanjutnya akan menarik lagi atom hidrogen dari ikatan rangkap PUFA yang lain, sehingga terbentuk radikal lipid berikutnya. Sedangkan radikal peroksil lipid tersebut akan mengalamai dekomposisi menjadi peroksida lipid. Peroksida lipid bersifat tidak stabil dan akan terurai menghasilkan sejumlah senyawa, antara lain MDA (Pendit 1996). Oksidasi lipid terjadi melalui tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi inisiasi terjadi di antara asam lemak tidak jenuh dengan radikal hidroksil membentuk radikal karbon. Selanjutnya radikal karbon yang terbentuk akan beresonansi dengan elektron yang tidak berpasangan membentuk biradikal yang memiliki 2 elektron yang tidak berpasangan. Reaksi ini terus berlanjut hingga senyawa radikal siap bereaksi dengan senyawa lainnya, sehingga terbentuk radikal peroksil yang memiliki 1 atom H yang berasal dari asam lemak yang terbentuk dari lipid hidroperoksida, dengan melepaskan radikal bebas lainnya untuk berpartisipasi dalam atom H berikutnya. Radikal hidroksil akan menginisiasi reaksi peroksidasi atom H tunggal, kemudian berubah menjadi produk radikal karbon (R) yang dapat bereaksi dengan atom oksigen. Radikal hidroksil juga mengawali reaktivitasnya dalam senyawa lipid (Winarsi 2011).
Kadar peroksida lipid dapat digunakan sebagai indikator terjadinya stress oksidatif pada jaringan. Hasil peroksida lipid dapat diperiksa dengan berbagai cara, antara lain dengan pembentukan konjugat MDA dengan asam tiobarbiturat. Malondialdehid (MDA) Menurut Pryor et al dalam Winarsi, MDA adalah senyawa aldehida yang merupakan produk akhir peroksida lipid di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2. MDA juga merupakan produk dekomposisi dari asam amino, karbohidrat kompleks, pentose dan heksosa. Selain itu, MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk sampah biosintesis prostaglandin yang merupakan produk akhir oksidasi lipid membran. Menurut Helliwell dan Gutteridge (1999), MDA merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. Di samping itu, MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas. Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA. Pengukuran MDA mudah dilakukan baik secara spektrofotometrik atau flurometrik. Karena MDA tidak stabil maka cara penyimpanan sampel harus terlindung dari cahaya, dan bila tidak segera diperiksa harus disimpan pada suhu -700C. Penyimpanan -200C tidak memadai (Mates 2000). Uji TBARs (thiobarbituric acid reactive substances), merupakan salah satu uji yang paling lama dan paling sering digunakan untuk mengukur proses peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh. Uji TBARs dapat menilai stress oksidatif berdasarkan reaksi asam tiobarbiturat dengan malondialdehid (MDA). Supernatan plasma (setelah protein diendapkan) direaksikan dengan asam tiobarbiturat menghasilkan kromofor berwarna merah muda yang dibaca pada panjang gelombang 530nm (Gambar 3). Hasilnya dibandingkan dengan kurva standar memakai tetraetoksipropan (Jusman 2001).
HS
N
OH
2
CHO
+
CH2
N CHO OH Asam Tiobarbiturat S
N
N
Malondialdehid
OH
CH
HO
CH
N
CH
OH
SH
N
+ 2H2O
OH Produk berwarna merah muda
Gambar 3 Reaksi malondialdehid dengan asam tiobarbiturat Sumber : Helliwell dan Gutteridge 1994
Mahasiswa Alih Jenis Institut Pertanian Bogor Mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1988). Menurut Perty yang diacu dalam Deutsch (1993), mahasiswa pada umumnya berusia 17-22 tahun, dan termasuk ke dalam kategori remaja akhir. Jika dilihat dari segi kesehatan, masa remaja merupakan masa yang paling sehat selama kehidupan. Mahasiswa Alih Jenis Institut Pertanian Bogor berasal dari Program Studi Gizi Masyarakat, Agribisnis, Manajemen dan Kimia. Sebagaian besar mahasiswa alih jenis di IPB sudah bekerja dan berusia antara 21-30 tahun. Jadwal kuliah mahasiswa alih jenis dimulai dari sore hingga malam hari. Mahasiswa alih jenis merupakan salah satu kelompok yang rentan terkena berbagai radikal bebas yang berasal dari aktivitas metabolik regular, aktivitas fisik, gaya hidup maupun diet. Perkuliahan yang dimulai pada sore hari sampai malam, tidur yang terlalu larut menuntut tubuh untuk lebih banyak beraktivitas (stress), Selain itu, polutan yang berasal dari asap kendaran bermotor, rokok (pasif) dan lainnya. Tidak hanya itu, makanan juga dapat menjadi penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh. Mahasiswi alih jenis sangat gemar mengonsumsi makanan gorengan seperti tempe, bakwan, molen, pisang, tahu, combro, ubi dan kentang karena harganya yang murah, ataupun
pecel ayam dan pecel lele. Baik gorengan maupun pecel ayam ataupun lele yang dijual, digoreng menggunakan minyak yang berwarna keruh hampir berwarna hitam menandakan minyak telah digunakan berulang-ulang oleh penjual. Minyak tersebut memiliki peroksida lipid yang tinggi dan mungkin dapat menjadi penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh. Menurut Papalia dan Olds (1988), kondisi kejiwaan dan gaya hidup adalah penyebab paling umum dari terjadinya masalah-masalah fisik. Ruang lingkup masalah tersebut adalah kebiasaan makan yang salah (eating disorders).
KERANGKA PEMIKIRAN Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Secara endogen, radikal bebas dapat berasal dari makanan sumber lipid yang dapat membentuk peroksidasi lipid di dalam tubuh, selain itu, radikal radikal endogen juga bisa disebabkan oleh kondisi stress, sakit dan olah raga yang berlebihan. Secara eksogen, radikal bebas bersumber dari polutan, sinar X, asap rokok, radiasi dan lain-lain. Secara alami tubuh dapat menghasilkan antioksidan, yang disebut sebagai antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan seruloplasmin. Apabila jumlah radikal bebas lebih tinggi dibandingkan antioksidan endogen dapat menimbulkan stress oksidatif dalam tubuh. Stress oksidatif dalam tubuh menimbulkan kerusakan pada sel. Stress oksidatif dalam tubuh dapat diukur dengan menggunakan salah satu parameternya yaitu kadar MDA plasma. Semakin tinggi stress oksidatif yang terjadi dalam tubuh maka semakin tinggi kadar MDA plasma. Stress oksidatif dalam tubuh dapat diredam oleh antioksidan eksogen baik yang alami berasal dari bahan pangan ataupun yang berasal dari suplemen seperti suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral, sehingga dapat menurunkan kadar MDA plasma. Mahasiswi Alih Jenis merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami stress oksidatif. Perkuliahan yang dimulai pada sore hingga malam hari, menuntut mahasiswi untuk tidur lebih larut dibandingkan kebiasaan tidur orang pada umumnya, dan juga pola belajar yang berbeda jika dibandingkan dengan kebiasaan belajar di D3. Di samping itu, Mahasiswi alih jenis sangat gemar mengonsumsi makanan gorengan karena banyk dijual di sekitar tempat tinggal, harganya terjangkau dan menimbulkan rasa kenyang, seperti tempe, bakwan, molen, pisang, tahu, combro, ubi dan kentang karena harganya yang murah, ataupun pecel ayam dan pecel lele. Baik gorengan maupun pecel ayam ataupun lele yang dijual, digoreng menggunakan minyak yang berwarna keruh hampir berwarna hitam menandakan minyak telah digunakan berulang-ulang oleh penjual. Minyak tersebut memiliki peroksida lipid yang tinggi dan mungkin dapat menjadi penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh.
-
Polutan Sinar x sinar ultraviolet asap rokok dll
- Stress - Sakit - olah raga berlebihan - dll
Makanan sumber lipid
Radikal eksogen
Peroksida lipid
Radikal endogen
Antioksidan endogen
Radikal Bebas dalam tubuh
Jika ROS > Antioksidan endogen
Stress Oksidatif
Kerusakan oksidatif sel
MDA >>>
Antioksidan eksogen - suplemen Vitamin C - suplemen Vitamin E - suplemen Multivitaminmineral
Pangan Sumber antioksidan - pangan sumber vit C - pangan sumber vit E - pangan sumber multivitamin-mineral
MDA <<<
Keterangan : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 4
Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral terhadap kadar MDA plasma
DEFINISI OPERASIONAL Mahasiswi Alih Jenis adalah kelompok yang rentan terkena radikal bebas baik secara endogen ataupun eksogen. Radikal bebas adalah suatu molekul, atom atau beberapa atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya sehingga bersifat sangat reaktif yang bersumber dari Polutan, sinar x, sinar ultraviolet, asap rokok, stress, sakit, olah raga berlebihan dan makanan sumber lipid. Stres oksidatif adalah keadaan di mana kadar radikal bebas dalam tubuh yang meningkat
melebihi
kemampuan
dari
jumlah
system
antioksidan dalam tubuh untuk mengatasinya. Kerusakan oksidatif sel adalah suatu kerusakan pada sel dikarenakan serangan radikal bebas yang menimbulkan kerusakan pada protein, asam nulkeat (DNA), dan kerusakan pada lipid. Peroksida Lipid adalah rusaknya asam lemak tidak jenuh ganda teroksidasi oleh radikal bebas yang menyerang membrane sel. Malondialdehid (MDA) senyawa yang tidak stabil dari penguraian peroksida lipid sebagai akibat dari terjadinya reaksi antara radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh dan merupakan salah satu parameter stress oksidatif dalam tubuh. Suplemen vitamin E adalah antioksidan vitamin E yang diberikan dalam bentuk kapsul dengan dosis 200 IU (8x AKG) selama satu minggu pada sampel untuk menurunkan kadar malondialdehid (MDA) plasma. Suplemen vitamin C adalah antioksidan vitamin C yang diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis 500 mg (8x AKG) selama satu minggu pada sampel untuk menurunkan kadar malondialdehid (MDA) plasma. Suplemen multivitamin adalah vitamin dan mineral (Vitamin C, Seng dan Se) yang diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis vitamin C 500 mg, vitamin E 30 mg, Seng 15 mg, Tembaga 1,5 mg pada sampel untuk menurunkan kadar malondialdehid (MDA) plasma.
21
Makanan sumber lipid adalah semua pangan maupun olahannya yang mengandung lemak tinggi, seperti kacang-kacangan, daging sapi, keju, gorengan, sate, ayam goreng dan lain-lain Sumber vitamin C adalah semua pangan yang mengandung tinggi vitamin C, seperti daun singkong, daun katuk, daun melinjo, daun papaya, sawi, jambu biji, papaya, mangga, kedondong, jeruk manis, dan lain-lain. Sumber vitamin E adalah semua pangan yang mengandung tinggi vitamin E seperti jagung, kacang kedele, kacang tanah, daging, telur, susu dan lain-lain. Sumber Seng (Zn) adalah semua pangan yang mengandung tinggi seng (Zn) seperti daging, hati, kerang dan telur. Sumber Selenium (Se) adalah semua pangan yang mengandung tinggi selenium seperti makanan laut, hati, ginjal, daging dan unggas. Sumber Tembaga (Cu) adalah semua pangan yang mengandung tinggi tembaga seperti hati dan udang.
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperimental dengan prepost test with control design (Bhisma 2003), karena analisis dilakukan sebelum dan setelah intervensi. Lokasi penelitian yaitu lingkungan Institut Pertanian Bogor. Analisis kadar MDA plasma dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga September 2011. Penelitian ini telah direview oleh tim Komisi
Etik
Penelitian
dikeluarkannya
Kedokteran
Ethical
dan
Approval
Kesehatan
atau
Indonesia
ethical
clearance
dengan No.
KE.01.07/EC/418/2011 yang diterbitkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2011 (Lampiran 1). Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Alih Jenis Institut Pertanian Bogor. Teknik pemilihan dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Semua sampel, baik perlakuan maupun kontrol harus memenuhi persyaratan inklusi maupun eksklusi yang ditetapkan. Syarat inklusi yang harus dipenuhi oleh sampel adalah: 1. Memiliki rentang umur 16-29 tahun. 2. Belum pernah mendapatkan intervensi suplementasi serupa dalam waktu yang berdekatan, serta 3. Bersedia mengisi informed concent dan berpartisipasi dalam penelitian. 4. IMT tidak lebih dari 25 kg/m2. Syarat ekslusi yang harus dipenuhi oleh sampel adalah: 1. Hamil atau menyusui. 2. Merokok. 3. Menderita suatu penyakit yang mengharuskannya cek rutin, serta 4. Pindah atau berada di luar lokasi dalam jangka waktu lama, sehingga tidak dapat mengikuti perlakuan. Jumlah
sampel
ditetapkan
dengan
(Supranto 2000): (t-1) (r-1) ≥ 15
23
menggunakan
rumus
berikut
Keterangan: t = banyaknya kelompok r = jumlah replikasi per kelompok Berdasarkan rumus tersebut, dengan jumlah 4 kelompok (t=4), maka jumlah sampel minimal setiap kelompok (r) yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 6 orang. Dengan demikian jumlah sampel secara keseluruhan adalah 24 orang. Metode Intervensi Kelompok perlakuan dibagi menjadi 4, dengan masing-masing kelompok terdiri dari enam sampel. Kelompok perlakuan tersebut adalah : 1. Kelompok yang diberi vitamin C dosis 500 mg. 2. Kelompok yang diberi vitamin E dengan dosis 200IU (setara 133 mg). 3. Kelompok yang diberi multivitamin-mineral, yaitu vitamin C 500 mg, vitamin E 30 mg, Seng 15 mg, Tembaga 1,5 mg, serta 4. Kelompok kontrol (tidak mendapatkan suplemen). Dosis diberikan 8 kali dari AKG, untuk vitamin C kebutuhan wanita dewasa adalah 60 mg/orang/hari. Untuk perlakuan diberikan 8 kali AKG yaitu 500 mg. Sedangkan untuk vitamin E kebutuhan wanita dewasa adalah 15 mg/orang /hari, untuk perlakuan diberikan 8 kali AKG yaitu 200 IU, dikonversi dalam mg yaitu menjadi 133mg. Multivitamin-mineral yang digunakan adalah multivitamin dengan komposisi tiap kaplet yaitu vitamin B1 15 mg, vitamin B2 15 mg, vitamin B3 50 mg, vitamin B5 20 mg, vitamin B6 20 mg, vitamin B12 12 mcg, biotin 45 mcg, asam folat 400 mcg, vitamin C 500 mg, vitamin D 200 IU, vitamin E 30 mg, seng 15 mg, tembaga 1,5 mg dan calcium 100 mg. Tolerable Upper Intake Levels (ULs) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi tiap hati tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa ≥ 19 tahun menurut food and nutrition Board-institute of Medicine (FNB-IOM) (2004) adalah 2000 mg/hari (WNPG 2004). Tolerable Upper Intake Levels (ULs) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa ≥19 tahun menurut food and nutrition Board and Institute of medicine (IOM) (2000) adalah 1000 mg/hari, yang di dapatkan dari suplemen. Vitamin C, vitamin E dan multivitamin mineral diberikan secara oral.
Jenis dan Cara Pengambilan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang terdiri dari data karakteristik, data konsumsi dan data kadar MDA plasma. a.
Data Identitas Data karekteristik keluarga sampel meliputi pendidikan dan pekerjaan.
Menurut Depkes 2008 klasifikasi tingkat pendidikan menjadi 6 golongan yaitu tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan tamat perguruan tinggi. Sedangkan pekerjaan diklasifikasikan menjadi swasta, PNS, wiraswasta, petani dan Ibu Rumah Tangga. Data karakteristik sampel meliputi nama, umur, departemen dan riwayat penyakit dilakukan dengan wawancara. Data berat badan, tinggi badan dilakukan dengan penimbangan dan pengukuran, lalu dihitung Indeks Massa Tubuh (IMT) didapatkan dari hasil perhitungan: IMT=
Berat badan (kg) [tinggi badan (cm)]2
b.
Data Konsumsi Data konsumsi didapatkan dari food record selama perlakuan (7 hari)
pada sampel dengan menggunakan form food record dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari selama 24 jam, sedangkan untuk mengetahui data frekuensi konsumsi makanan sumber antioksidan selama 1 minggu terakhir sampel digunakan food frequency. Form food record dan food frequency dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 3. c.
Data Ketaatan Mengonsumsi Suplemen Sampel harus mengonsumsi suplemen selama satu minggu berturut-
turut. Ketaatan sampel dalam mengonsumsi suplemen diamati dengan mengisi form kepatuhan. d.
Data Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma Data pengukuran radikal bebas didapatkan dengan menentukan kadar
lemak peroksida dengan menggunakan metode MDA (Malondialdehid), dilakukan sebelum dan setelah 7 hari intervensi dengan duplo.
Prinsip Penetapan MDA dengan metode uji asam tiobarbiturat (TBA) dapat diukur secara spektrofotometrik berdasarkan prinsip bahwa asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) dapat mengalami proses peroksidasi menjadi peroksida
lipid
yang
kemudian
mengalami
dekomposisi
menjadi
malondialdehid (MDA). MDA bila direaksikan dengan asam tiobarbituburat (thiobarbiriuric acid, TBA), akan membentuk senyawa berwarna merah muda yang menyerap cahaya pada panjang gelombang 532 nm. Jumlah MDA yang terbentuk dapat menggambarkan proses peroksidasi lipid (Soewoto et al 2001). Bahan dan Alat Bahan yang dibutuhkan untuk analisis: Bahan analisis adalah Plasma yang diperoleh dari darah vena yang diambil dari vena mediana cubiti sebanyak 5 ml dan pemisahan dengan cara pemusingan menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Reagen yang digunakan adalah a. Larutan asam trikloroasetat (TCA) 20 % ( 20 gram TCA dilarutkan dalam 100 ml Aquades bebas ion) b. Larutan asam tiobarbiturat (TBA) 0,67% (0,67 gram TBA dilarutkan dalam 100 ml Asam asetat) c. Larutan standar tetraetoksipropan d. Aquades bebas ion Alat yang digunakan dalam penelitian: Alat untuk pengambilan darah adalah a. Spuit b. Jarum suntik ukuran G23 c. Kapas d. Alkohol e. Tabung EDTA 5 ml Alat untuk analisis radikal bebas dengan analisis lemak peroksida (MDA) adalah a. Tabung reaksi ukuran 5 ml b. Labu ukur c. Gelas piala
d. Pipet mikro e. Sentrifuge f.
Vorteks
g. Penangas air h. Spektrofotometer Prosedur Pengambilan Darah Darah diambil dari vena cubiti dengan menggunakan spuit ukuran 5 ml dengan menggunakan jarum G 23. Darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA agar darah tidak membeku dan ditempatkan dalam cool box sebelum disentrifuge. Darah disentrifugasi pada kecepatan
3000 rpm selama 15
menit. Cairan plasma darah yang telah terpisah dari bagian padat darah segera dipindahkan ke tabung fial kosong, untuk selanjutnya dianalisis MDA. Prosedur Analisis MDA Plasma Plasma diambil sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml TCA 20% dingin, kemudian divorteks dan disentifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatant diambil, dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang sudah berisi 2 ml TBA 0,67%, kemudian dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 95-1000C selama 10 menit. Setelah itu tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan dalam bejana berisi air es. Hasil reaksi diambil sebanyak 1 ml dimasukkan dalam kuvet dan dibaca serapannya pada pajang gelombang 532 nm (Marhaen 2004). Prosedur analisis kadar MDA plasma dapat dilihat pada Gambar 5, untuk alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Prosedur analisis MDA Plasma 1 ml plasma sampel
Tambahkan Larutan TCA 20%, dingin sebanyak 1 ml
Divorteks
Disentrifuge selama 10 menit (3000 rpm) Mengendap Ambil supernatan 1 ml
Tambahkan larutan TBA 0,67% sebanyak 2 ml
Divorteks
Masukkan ke penangas mendidih selama ± 15 menit
Dinginkan
Baca serapan pada panjang gelombang 532 nm
Gambar 5 Diagram alir analisis kadar MDA plasma
Merah muda
Alur Penelitian Populasi Mahasiswi alih jenis IPB yang masih aktif Kriteria eksklusi
Kriteria Inklusi
Contoh yang memenuhi kriteria Penetapan jumlah sampel berdasrakan rumus (t-1) (r-1) ≥ 15
Total sampel 24 orang
Kelompok Kontrol (6 orang) Tidak diberi intervensi suplemen antioksidan
Kelompok Intervensi Vitamin C (6 orang) Diberi Vit C dosis 500 mg
Kelompok Intervensi Vitamin E (6 orang) Diberi Vit E dosis 200 Iu atau setara 133 mg
Analisis MDA plasma sebelum intervensi
Intervensi selama 7 hari
Analisis MDA plasma setelah intervensi
Gambar 6 Diagram Alir Penelitian
Kelompok Intervensi Multivitaminmineral (6 orang) Diberi multivitaminmineral yg mgd : - vitamin C 500mg - vitamin E 35 mg, - Zn 15 mg dan - Cu 1,5 mg
Pengolahan Data Data-data yang dikumpulkan selama penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Data yang dianalisis secara deskriptif meliputi data karakteristik sampel, data record kebiasaan makan, data food frequency dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Konsumsi Data konsumsi pangan sumber antioksidan dikumpulkan dengan metode food frequency kemudian diolah untuk mendapatkan data frekuensi konsumsi pangan berapa kali per minggu. Data konsumsi pangan sehari sampel selama 7 hari didapatkan dengan metode food record. Data konsumsi pagan tersebut kemudian diolah dan dikonversi menggunakan nutri-survey menjadi data asupan energi dan zat gizi protein, vitamin A, vitamin C, vitamin E, kalsium, seng dan tembaga. Data asupan energi tersebut kemudian dibandingkan dengan AKG untuk mendapatkan nilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi, dengan menggunakan rumus tingkat kecukupan zat gizi di bawah ini : TKG = (K/AKGi) x 100% Keterangan : TKG
: Tk. kecukupan zat gizi
K
: Konsumsi zat gizi
AKGi : Angka kecukupan zat gizi sampel yang dicari Menurut Supariasa 2002, Kategori tingkat kecukupan untuk Energi dan vitamin di bagi menjadi empat kategori yaitu defisit <70%; kurang 70-80%; sedang 80-99% dan baik ≥ 100%. Menurut Gibson (2005) tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibagi menjadi dua kategori yaitu kurang ≤77% dan cukup >77%. Status Gizi Status gizi sampel dihitung dengan menghitung Indeks massa tubuh menggunakan indikator berat badan dan tinggi badan. Status gizi sampel dikategorikan menjadi 3 seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kategori indeks massa tubuh menurut Depkes (1999) Kategori Kekurangan BB Tingkat Berat Kekurangan BB Tingkat Ringan Normal Kelebihan BB Tingkat Ringan Kelebihan BB Tingkat Berat
Kurus Normal Gemuk
IMT < 17,0 kg/m2 17,0-18,5 kg/m2 >18,5-25,0 kg/m2 >25,0-27,0 kg/m2 >27,0 kg/m2
Sumber : Depkes (1994) dalam Supariasa et al (2002)
Penetapan MDA Data kadar MDA plasma sampel diukur sebelum dan setelah 7 hari intervensi, kemudian dihitung perubahan kadar MDA plasma yaitu selisih antara kadar MDA sebelum dan setelah 7 hari intervensi. Penetapan MDA dengan metode uji asam tiobarbiturat (TBA) diukur dengan spektrofotometer panjang gelombang 532 nm. Hasilnya dihitung dengan rumus Kadar MDA, membandingkan absorbansi dengan kurva standar memakai tetraetoksipropan, menggunakan persamaan Y = aX + b.
Keterangan
:
fp Faktor Pengenceran Penetapan Standar MDA Mengukur MDA sebagai produk peroksidasi lipid, dalam penelitian ini digunakan tetraetoksipropan (TEP) sebagai prekursor dari MDA, karena MDA merupakan senyawa yang tidak stabil. TEP dihidrolisis oleh air menjadi MDA dan alkohol. Prosedur Penetapan standar tersaji lengkap pada Lampiran 6. Pengenceran larutan tetraetoksipropan (TEP) adalah sebanyak 10000x, dengan konsentrasi 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5, yang direaksikan dengan TBA, diperoleh absorbansi secara berurutan 0, 0.198, 0.396, 0.573, 0.770 dan 0.953 nmol/mL (Lampiran 6). Persamaan kurva standar yang didapat yaitu Y=0.001x + 0.006 dengan R2=0,999, di mana y=absorbansi dan x=konsentrasi MDA (nmol/mL). Kurva standar dapat dilihat pada gambar 7.
A532
Kurva Standar TEP
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
200
400
600 nmol/ml
data asli
Linear (data asli)
Gambar 7 Kurva standar tetraetoksipropan (TEP) Analisis Data Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS versi 16.0 for Windows. Untuk menganalisis perbedaan sebelum dan setelah intervensi pada setiap kelompok perlakuan dilakukan uji T. Sedangkan untuk melihat perbedaan perubahan kadar MDA plasma (antara setelah dan sebelum intervensi) antar kelompok perlakuan dilakukan uji beda ANOVA. Jika terdapat indikasi perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Beda Duncan dan Least Significant Different (LSD) untuk mengetahui kelompok mana yang sesungguhnya berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individu Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswi alih jenis Institut Pertanian Bogor, dengan kriteria sampel yang memenuhi syarat inklusi yaitu: (1) IMT tidak lebih dari 25 kg/m2, (2) Memiliki rentang umur 16-29 tahun, (3) Belum pernah mendapatkan intervensi suplementasi serupa dalam waktu yang berdekatan, serta (4) Bersedia mengisi informed concent dan berpartisipasi dalam penelitian. Syarat eksklusi terdiri dari (1) Hamil atau menyusui, (2) Merokok, (3) Menderita suatu penyakit yang mengharuskannya cek rutin, serta (4) Pindah atau berada di luar lokasi dalam jangka waktu lama, sehingga tidak dapat mengikuti perlakuan. Keseluruhan sampel dalam penelitian ini berpartisipasi dengan baik, sehingga tidak ada sampel yang harus di drop out. Karakteristik sampel yang diamati pada penelitian ini meliputi variabel umur, program studi, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh (IMT), dan riwayat penyakit. Penentuan sampel perempuan muda sehat dalam penelitian ini, didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lyle et al (1998) bahwa penggunaan suplemen makanan lebih banyak ditemui pada populasi perempuan dari pada laki-laki. Kondisi serupa juga didukung oleh penelitian Greger (2001) bahwa perempuan lebih sering mengonsumsi suplemen, terutama multivitamin, vitamin C dan vitamin E dibandingkan laki-laki. Pada penelitian ini, sampel berasal dari 3 program studi alih jenis yang berbeda yang berada di Institut Pertanian Bogor yaitu program studi Gizi Masyarakat, Agribisnis dan Manajemen, namun sampel terbanyak untuk masingmasing kelompok perlakuan berasal dari program studi Gizi Masyarakat dengan persentase berkisar antara 66,7%-83,3%, sedangkan persentase terendah adalah 16,7% berasal dari program studi Agribisnis dan Manajemen tersebar pada semua kelompok perlakuan. Secara keseluruhan, variabel karakteristik dari sampel penelitian tersaji dalam Tabel 3.
33
Tabel 3 Sebaran karakteristik individu sampel pada tiap kelompok perlakuan Karakteristik Departemen - Gizi Masyarakat - Agribisnis - Manajemen Total Umur - >24 - 22-24 - <22 Total Rata-rata Status Gizi - Kurus tk berat - Kurus tk ringan - Normal - Gemuk tk ringan - Gemuk tk berat Total Rata-rata Riwayat Penyakit - Maag - Typus - Asma - Tidak menderita sakit Total
n
Kontrol %
4 0 2 6
66,7 0 33,3 100,0
n
Vitamin C % 4 1 1 6
66,6 16,7 16,7 100,0
Vitamin E n % 5 1 0 6
Multivitamin n %
83,3 16,7 0 100,0
5 1 0 6
83,3 16,7 0 100,0
N 18 3 3 24
Total % 75,0 12,5 12,5 100,0
1 16,7 2 33,3 3 50,0 6 100,0 23±1,26
0 0 4 66,7 2 33,3 6 100,0 23±0,82
0 0 5 83,3 1 16,7 6 100,0 23±1,03
1 4 1 6
16,7 66,6 16,7 100,0 23±0,89
2 8,3 15 62,5 7 29,2 24 100,0 23±0,96
0 0 1 16,7 5 83,3 0 0 0 0 6 100,0 20,1±1,0
0 0 0 0 6 100,0 0 0 0 0 6 100,0 20,8±1,3
1 16,7 0 0 5 83,3 0 0 0 0 6 100,0 20,6±2,4
0 0 4 66,7 2 33,3 0 0 0 0 6 100,0 19,2±2,1
1 4,2 5 20,8 18 75,0 0 0 0 0 24 100,0 20,2±1,82
3 1 1 1
50,0 16,7 16,7 16,7
3 0 1 2
50,0 0 16,7 33,3
4 1 1 0
66,6 16,7 16,7 0
3 3 0 0
50,0 50,0 0 0
13 5 3 3
54,2 20,8 12,5 12,5
6
100,0
6
100,0
6
100,0
6
100,0
24
100,0
Sampel yang berpartisipasi pada penelitian ini memiliki umur rata-rata 23 ± 0,94 tahun, dengan persentase terbesar (83,3%) pada kelompok umur 22-24 tahun dan persentase terkecil (16,7%) pada rentang umur >24 tahun untuk kelompok perlakuan kontrol dan multivitamin. Berdasarkan hasil uji statistik tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) umur sampel antar kelompok perlakuan. Kemiripan umur menjadi salah satu faktor penting yang dipertimbangkan untuk menjaga validitas internal dari penelitian ini, diharapkan bahwa pada rentang yang tidak terlalu jauh memiliki kemiripan dalam sistem atau proses metabolisme secara umum walaupun tidak menutup kemungkinan variasi setiap individu tetap ada. Rata-rata berat badan sampel adalah 48,7 ± 5,71 kg. Hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) berat badan sampel antar kelompok perlakuan. Rata-rata secara keseluruhan tinggi badan sampel adalah 155,21 ± 3,76 cm, hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara tinggi badan sampel antar kelompok perlakuan.
Rata-rata IMT sampel tiap kelompok perlakuan berada pada kategori normal (>18,5-25,0) dengan kisaran persentase (33,3-100%). Persentase terendah pada rentang kategori (<17,0) dan (17,0-18,5) yaitu sebesar 16,7%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) indeks massa tubuh sampel antar kelompok perlakuan. Penelitian Lee et al (2002) memperlihatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara Indeks Massa tubuh dengan konsumsi suplemen zat gizi. Penelitian lain menyebutkan bahwa pengguna suplemen makanan adalah mereka yang underweight (Messerer 2001). Menurut White et al (2004) semakin rendah IMT seseorang maka semakin tinggi kecenderungan orang untuk mengonsumsi suplemen makanan. Sampel pada umumnya memiliki riwayat penyakit maag, typus, asma dan hepatitis. Secara keseluruhan rata-rata sampel tiap kelompok perlakuan memiliki riwayat penyakit maag dengan persentase 54,2% . Ini diduga dikarenakan pola makan mahasiswa yang tidak menentu, selain itu mahasiswa kurang memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsinya. Hal ini juga diperkirakan yang menyebabkan penyakit selanjutnya yang banyak diderita mahasiswa setelah penyakit maag yaitu tipus. Rata-rata sampel yang menderita penyakit tipus secara keseluruhan kelompok perlakuan adalah 20,8%. Konsumsi, Frekuensi, Asupan dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah (berat) pangan yang dikonsumsi sampel rata-rata perorang perhari (gram/orang/hari), dapat dilihat pada Tabel 4. Beras merupakan pangan sumber energi utama bagi sampel setiap kelompok perlakuan dengan jumlah rata-rata konsumsi perorang perhari adalah 181,8 gram. Bahan pangan sumber protein hewani yang dikonsumsi sampel, cukup beragam terdiri dari daging sapi, daging ayam, telur, ikan kembung, ikan asin, udang, lele, bakso dan susu. Sumber pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi sampel tiap kelompok perlakuan adalah daging ayam, telur dan ikan kembung, dengan rata-rata konsumsi perorang perhari secara berurutan yaitu 26,8 g, 29,0 g dan 16,3 g.
Tabel 4 Rata-rata konsumsi pangan sampel per orang per hari (g/orang/hari) Kelompok Pangan I. Sumber Energi Beras Mie Instan Roti Jagung Kentang Singkong Ubi II. Sumber Hewani Daging Sapi Daging Ayam Telur Ikan kembung IKan Asin Udang Lele Bakso Susu III. Sumber Nabati Tahu Tempe IV. Sayur-sayuran Bayam Kangkung Buncis Daun singkong Tomat Wortel V. Buah Jeruk Mangga Jambu biji Apel Pepaya Nenas Pisang IV Serba-serbi Gula pasir MInyak Goreng
Kontrol
Jumlah Konsumsi Pangan (g/orang/hari) Vitamin C Vitamin E Multivitamin Rata-rata
174,5 20,0 17,5 7,5 6,7 2,8 3,0
194,7 15,0 7,8 1,8 13,3 0 0
168,5 28,3 14,3 3,8 9,5 0 2,3
189,3 39,0 9,0 1,2 2,5 0,7 5,0
181,8 25,6 12,2 3,6 8,00 0,9 2,6
8,2 32,3 28,5 20,0 1,8 0,67 1,8 5,7 12,0
10,7 23,8 29,2 13,2 3,8 4,3 14,0 8,0 17,5
7,3 27,5 27,2 14,8 3,33 0,7 5,8 7,7 2,3
4,5 23,5 31,2 16,5 0,17 0,5 8,3 5,7 14,8
7,7 26,8 29,0 16,3 2,6 1,5 7,5 6,8 11,7
21,0 21,7
27,0 14,3
20,0 16,7
7,5 15,3
18,9 17,0
4,8 13,5 2,8 6,7 0,83 12,2
16,5 4,7 2,7 0 1,2 10,3
2,3 2,2 2,7 3,0 2,17 13,5
3,0 8,3 0 4 0,2 6,7
6,7 7,2 2,04 3,4 1,1 10,7
27,8 4,7 5,3 0,2 0 0 11,3
13,3 7,8 1,83 0 5,3 9,8 8,7
11,3 0,33 5,0 7,2 7,2 9 17,5
2,3 4,7 4,2 0 9,5 4,7 10,0
13,7 4,4 4,1 1,8 5,5 5,9 11,9
7,8 19,8
6,2 18,0
5 18,2
7,7 17,3
5,9 6,7
Tahu dan tempe merupakan pangan sumber protein nabati yang cukup disukai dan paling banyak dikonsumsi sampel dengan jumlah rata-rata konsumsi perorang perhari dari semua perlakuan adalah 18,9 g dan 17,0 g. Protein nabati seperti tahu dan tempe pada umumnya berasal dari gorengan yang dibeli oleh sampel. Sehingga konsumsi protein nabati tinggi diikuti dengan konsumsi minyak yang juga tinggi. Konsumsi sayuran sampel secara keseluruhan sangat bervariasi. Sayursayuran dan buah-buahan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung
vitamin dan mineral. Sayuran yang paling banyak disukai dan banyak dikonsumsi oleh sampel dari tiap kelompok perlakuan adalah wortel, kangkung dan bayam dengan rata-rata konsumsi perorang perhari secara berurutan adalah 10,7 g, 7,2 g dan 6,7 g. Buah-buahan yang dikonsumsi sampel juga bervariasi seperti jeruk, mangga, jambu biji, apel, pepaya, nenas dan pisang. Buah yang paling banyak dikonsumsi sampel adalah pisang dan jeruk dengan rata-rata secara keseluruhan konsumsi perorang perhari secara berurutan adalah 11,9 g dan 13,7 g. Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Antioksidan Frekuensi konsumsi pangan dilakukan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan pangan atau makanan, selama periode tertentu, dalam penelitian ini adalah satu minggu. Frekuensi konsumsi pangan merupakan aspek penting dari kebiasaan konsumsi pangan yang secara kualitatif dapat memberikan gambaran tentang pola konsumsi bahan pangan. Frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin C, vitamin E, Seng, Tembaga secara lengkap tersaji pada Tabel 5. Frekuensi sampel mengonsumsi sumber vitamin dan mineral terutama vitamin C, vitamin E, seng dan tembaga. Secara keseluruhan pangan sumber vitamin C sampel yang paling sering dikonsumsi yaitu pisang, jeruk dan nenas, dengan frekuensi secara berurutan 2-3 kali, 1-2 kali dan 1-3 kali per minggu. Frekuensi konsumsi sumber vitamin E sampel yang sering dikonsumsi berasal dari bahan pangan daging ayam, susu dan telur dengan frekuensi masingmasing 3-5 kali, 2-5 kali, dan 3-4 kali per minggu. Frekuensi konsumsi pangan sumber seng yang sering dikonsumsi sampel adalah berasal dari bahan pangan ikan dan susu dengan frekuensi secara berurutan adalah 4-5 kali dan 2-5 kali per minggu. Sedangkan pangan sumber tembaga yang paling sering dikonsumsi adalah udang dengan frekuensi 0-2 kali per minggu. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0.05) frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin C, vitamin E, Seng dan tembaga sampel antar tiap kelompok perlakuan.
Tabel 5
Rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin C, vitamin E, seng, dan tembaga antar kelompok perlakuan
Kelompok Pangan
Kontrol
I. Sumber Vitamin C Jeruk Pepaya Nenas Pisang raja Jambu biji Mangga Bayam II. Sumber Vitamin E Ayam Susu Mentega Telur Kacang-kacangan Selada III. Sumber Seng Tiram Kepiting Udang Jamur Bayam Daging Ikan Susu IV. Sumber Tembaga Hati Udang
Frekuensi (kali/minggu) Vitamin C Vitamin E
Multivitamin
1,7 0,8 1 2,2 1,2 0,5 1,2
2,7 1,5 2 2 1,8 0 2
1,7 2 2,2 2,8 1 0,5 0,8
1,2 2,3 1,3 2,3 1 0 0,5
5 2 2,8 3,7 4,2 2,3
4,3 4 2,7 4 4,7 1,5
3 3 2,8 3,2 4,5 2,5
4,5 4,7 2,3 4,2 2,2 2,2
1,3 0 2,2 0,8 1,2 1,5 4,5 2
0 0 1,7 0 2 1,5 4,8 4
0,3 0 0,2 0,3 0,8 1,7 4,2 3
0 0 0,3 0,5 0,5 1,2 5 4,7
0,3 2,2
0,5 1,7
0,3 0,2
0,8 0,3
Asupan Energi dan Zat Gizi Besarnya porsi pangan sampel berdasarkan ukuran rumah tangga (URT) dikonversi ke dalam gram. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi dari berbagai jenis dan kelompok pangan diketahui menggunakan nutri survey, sehingga dapat melihat rata-rata asupan masing-masing sampel antar tiap kelompok perlakuan. Secara keseluruhan rata-rata asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak sampel pada tiap kelompok perlakuan hampir sama, yaitu berkisar antara 1412–1651 kkal, 213,3-254,9 gram, 48,1-56,9 gram, dan 40,1-45,8 gram. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) konsumsi Energi, karbohidrat, protein dan lemak sampel tiap kelompok perlakuan. Konsumsi vitamin dan mineral sampel tiap kelompok perlakuan juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05).
Tabel 6 Asupan rata-rata energi dan zat gizi kelompok perlakuan berdasarkan record 7x 24 jam Zat Gizi Energi (kkal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Vitamin A (RE) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Vitamin E (mg) Ca (mg) Seng (mg) Tembaga (mg)
Kontrol 1509 228,2 51,6 45,8 1644,4 3,0 49,7 3,6 307,8 5,8 0,8
Kelompok Perlakuan Vitamin C Vitamin E 1651 1412 254,9 213,3 56,9 48,1 43,6 40,1 1298 1189,1 2,9 2,0 45,1 39,4 3,6 3,1 272,6 194,5 6,5 5,3 1,8 0,7
Multivitamin 1515 232,2 48,2 42,7 1356,2 2,2 31,9 3,5 284,4 5,5 0,7
Asupan Vitamin dan Mineral Sampel dari Makanan dan Intervensi Seseorang tidak akan memperoleh cukup vitamin hanya dari makanan yang dikonsumsi. Agar dapat bertindak sebagai antioksidan, seseorang harus mengonsumsi vitamin E lebih dari AKG, umumnya sekitar 100 mg/hari (Muchtadi 2009). Sedangkan untuk vitamin C seseorang harus mengonsumsi melebihi AKG sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. Rata-rata asupan vitamin dan mineral sampel tiap kelompok perlakuan yang berasal dari makanan dan intervensi tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Asupan rata-rata vitamin dan mineral kelompok perlakuan berdasarkan record 7x 24 jam dari makanan dan suplemen zat gizi Vitamin C (mg) Makanan Suplemen Total Vitamin E (mg) Makanan Suplemen Total Seng (mg) Makanan Suplemen Total Tembaga (mg) Makanan Suplemen Total
Kontrol
Kelompok Perlakuan Vitamin C Vitamin E
Multivitamin
49,7 49,7
45,1 500,0 545,1
39,4 39,4
31,9 500,0 531,9
3,6 3,6
3,6 3,6
3,1 133,0 136,1
3,5 30,0 33,5
5,25 5,25
6,5 6,5
5,5 5,5
5,8 15,0 20,8
0,7 0,7
1,8 1,8
0,7 0,7
0,8 1,5 2,3
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa konsumsi vitamin dan mineral dari tiap kelompok perlakuan kurang dari angka kecukupan yang dianjurkan yaitu vitamin C 75 mg/hari, vitamin E 15 mg/hari, Seng 9,3 mg/hari. Pada kelompok kontrol sumber vitamin C, vitamin E, seng dan Tembaga hanya berasal dari makanan. Sedangkan pada kelompok vitamin C mendapatkan tambahan vitamin C dari intervensi sebesar 500 mg/hari sehingga rata-rata konsumsi vitamin C /orang/hari adalah 545 mg, namun untuk vitamin E, seng dan Tembaga pada kelompok ini masih kurang karena tidak mendapatkan tambahan asupan dari intervensi. Pada kelompok vitamin E mendapatkan tambahan vitamin E dari intervensi sebesar 133 mg/hari atau setara dengan 200 IU sehingga rata-rata konsumsi vitamin E /orang/hari adalah 136 mg, namun untuk vitamin C, seng dan Tembaga pada kelompok ini masih kurang karena tidak mendapatkan tambahan asupan dari intervensi. Pada kelompok multivitamin-mineral mendapatkan tambahan vitamin C, vitamin E, seng dan Tembaga dari intervensi sebesar 500 mg/ hari untuk vitamin C, 30 mg/ hari untuk vitamin E, 15 mg/hari untuk seng dan 1,5 mg/hari untuk Tembaga. Sehingga rata-rata konsumsi vitamin C, vitamin E, seng dan Tembaga /orang/hari secara berurutan adalah 532 mg, 33,5 mg, 20,8 mg dan 2,3 mg. Untuk mengonsumsi vitamin E dan vitamin C hingga mencapai nilai yang melebihi AKG dapat diperoleh dengan mengonsumsi suplemen vitamin E dan vitamin C dengan dosis tertentu di samping sumber yang berasal dari makanan. Tingkat Kecukupan Angka kecukupan vitamin C, vitamin E, seng, dan tembaga pada kelompok umur 19-29 dengan jenis kelamin perempuan secara berurutan adalah 75 mg, 15 mg, 9,3 mg (WNKPG 2004). Berdasarkan AKG dapat diketahui tingkat kecukupan konsumsi sampel antar tiap kelompok perlakuan. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat dilihat pada Tabel 8. Tingkat kecukupan energi sampel tiap kelompok perlakuan tersebar pada kategori defisit, kurang dan sedang dengan persentase masing-masing 29,2%, 29,2% dan 25%. Sedangkan tingkat kecukupan energi sampel yang baik pada kelompok intervensi vitamin C yaitu 50%. Rendahnya tingkat kecukupan sampel dikarenakan kurangnya frekuensi dan jumlah pangan sumber energi yang dikonsumsi. Ini terlihat pada rata-rata konsumsi sumber energi sampel perorang perhari pada Tabel 8.
Tingkat kecukupan protein sebagian besar sampel sebagian besar berada pada kategori baik yaitu dengan persentase 54,1%. Tingkat kecukupan protein sampel baik pada kelompok intervensi vitamin C yaitu 66,7%. Hal ini dikarenakan konsumsi protein hewani sampel cukup bervariasi baik jumlah dan frekuensi. Tingkat kecukupan vitamin C, vitamin E, seng dan sampel tiap kelompok perlakuan masih sangat kurang, yaitu dengan persentase secara berurutan adalah 83%, 100% dan 87,5%. Berdeda dengan vitamin A yang secara keseluruhan sampel memiliki tingkat kecukupan yang baik yaitu dengan persentase 100%. Hal ini dikarenakan konsumsi pangan sumber vitamin C, vitamin E, Seng dan Tembaga yang masih sangat rendah. Terutama pada konsumsi sayuran dan buah. Sedangkan bahan pangan yang banyak menyumbang vitamin A adalah wortel, telur, mangga dan minyak. Tabel 8
Sebaran sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang berasal dari makanan pada tiap kelompok perlakuan
Kategori Energi Defisit Kurang Sedang Baik Total Protein Defisit Kurang Sedang Baik Total Vitamin C Kurang Cukup Total Vitamin E Kurang Cukup Total Vitamin A Kurang Cukup Total Seng Kurang Cukup Total
Kontrol n %
Vitamin C n %
Vitamin E n %
Multivitamin n %
Rata-rata n %
2 2 1 1 6
33,3 33,3 16,7 16,7 100,0
1 2 0 3 6
16,7 33,3 0 50,0 100,0
2 2 2 0 6
33,3 33,3 33,3 0 100,0
2 1 3 0 6
33,3 16,7 50,0 0 100,0
7 7 6 4 24
29,2 29,2 25,0 16,6 100,0
0 1 2 3 6
0 16,7 33,3 50,0 100,0
0 1 1 4 6
0 16,7 16,7 66,6 100,0
0 1 2 3 6
0 16,7 33,3 50,0 100,0
1 0 2 3 6
16,7 0 33,3 50,0 100,0
1 3 7 13 24
4,2 12,5 29,2 54,1 100,0
4 2 6
66,7 33,3 100,0
4 2 6
66,7 33,3 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
20 4 24
83,3 16,7 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
24 0 24
100,0 0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
5 1 6
83,3 16,7 100,0
4 2 6
66,7 33,3 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
21 3 24
87,5 12,5 100,0
Berikut adalah tingkat kecukupan vitamin C, vitamin E, Seng, dan Tembaga sampel pada tiap kelompok perlakuan dengan konsumsi dari makanan dan intervensi. Tingkat kecukupan vitamin C sampel pada kelompok yang tidak mendapatkan intervensi vitamin C yaitu kelompok kontrol dan vitamin E berada pada tingkat kecukupan yang kurang dengan persentase secara berurutan 66,7% dan 100%. Sedangkan kelompok yang mendapatkan intervensi vitamin C, tingkat kecukupan sampel menjadi baik yaitu 100%. Berbeda dengan kelompok vitamin C dan kontrol, tingkat kecukupan vitamin E pada kelompok intervensi vitamin E dan multivitamin berada pada kategori baik yaitu dengan persentase 100%. dikarenakan multivitamin memberikan sumbangan untuk menambah vitamin C, E, Seng dan Tembaga. Sedangkan tingkat kecukupan sampel pada kelompok vitamin C dan kontrol sangat kurang dengan persentase 100%. Begitu juga dengan Seng dan Tembaga, pada kelompok multivitamin Seng dan Tembaga berada pada kategori baik dengan persenatse 100%. Sedangkan untuk tiga kelompok lainnya berada pada kategori kurang. Konsumsi
antioksidan
dalam
jumlah
memadai
dilaporkan
dapat
menurunkan kejadian penyakit yang ditimbulkan oleh radikal bebas seperti penyakit degeneratif, kanker. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologis dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif karena penuaan. Oleh sebab itu, kecukupan asupan antioksidan secara optimal diperlukan pada semua kelompok umur (Winarsi 2011). Defisiensi antioksidan berupa vitamin C, vitamin E, Seng, Se, dan Tembaga dalam derajat ringan ataupu berat, sangat berpengaruh terhadap kadar radikal bebas dalam tubuh (Meydani et al 1995). Kerusakan oksidatif terjadi sebagai akibat dari rendahnya antioksidan dalam tubuh sehingga tidak dapat mmengimbangi reaktivitas senyawa oksidan.
Tabel 9
Sebaran sampel berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral tiap kelompok perlakuan yang berasal dari makanan dan suplemen
Kategori Vitamin C Kurang Cukup Total Vitamin E Kurang Cukup Total Seng Kurang Cukup Total
Tingkat kecukupan konsumsi dari makanan dan suplemen Kontrol Vitamin C Vitamin E Multivitamin Rata-rata n % n % n % n % n % 4 2 6
66,7 33,3 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
10 14 24
41,7 58,3 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
12 12 24
50,0 50,0 100,0
5 1 6
83,3 16,7 100,0
4 2 6
66,7 33,3 100,0
6 0 6
100,0 0 100,0
0 6 6
0 100,0 100,0
15 9 24
62,5 37,5 100,0
Kadar Malondiandehid (MDA) Plasma Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap kadar radikal bebas dalam plasma manusia dengan melihat kadar malondialdehid (MDA), sebelum dan setelah intervensi suplemen antioksidan (vitamin C, vitamin E, multivitamin) serta membandingkan dengan kontrol dan antar kelompok perlakuan, untuk melihat suplemen yang paling efektif terhadap penurunan kadar radikal bebas, dengan lama intervensi 1 minggu (7 hari). Sebelum diberi perlakuan, darah setiap sampel diambil untuk selanjutnya dianalisis kadar MDA plasma untuk menggambarkan kondisi awal kadar MDA plasma (Gambar 8).
Kadar MDA plasma (nmol/mL)
Kadar MDA Plasma Sebelum Intervensi 26.50a)
27,00
25.25a)
26,00 25,00 24,00
23.00a)
22.75a)
23,00 22,00 21,00 20,00
Kelompok Keterangan : Super script yang sama pada diagram batang menunjukkan nilai yang tidak berbeda signifikan pada taraf uji (p>0,05).
Gambar 8 Grafik kadar MDA plasma sampel sebelum intervensi Kondisi awal kadar MDA plasma sampel untuk masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol cukup homogen karena secara statistik tidak berbeda signifikan (p>0,05) (Lampiran 8). Hasil penelitian menunjukkan setelah 7 hari intervensi suplemen antioksidan, rata-rata kadar Malondialdehid (MDA) plasma kelompok vitamin E, vitamin C, dan multivitamin, nampak turun jika dibandingkan dengan kadar MDA plasma pada kondisi awal penelitian, sedangkan kadar MDA plasma pada kelompok kontrol terlihat naik pada akhir penelitian jika dibandingkan dengan kadar MDA plasma kelompok kontrol di awal penelitian (Gambar 9)
Kadar MDA plasma (nmol/mL)
Kadar MDA Plasma Setelah Intervensi 24.08a) 25,00 20,00
14.42b)
15,00
b) 11.33b) 12.58
10,00 5,00 0,00
Kelompok Keterangan : Super script yang sama pada diagram batang menunjukkan nilai yang tidak berbeda signifikan pada taraf uji (p>0,05).
Gambar 9 Grafik kadar MDA plasma setelah intervensi Pada Gambar 9 menjelaskan bahwa mengonsumsi suplemen antioksidan vitamin E (dosis 8 kali AKG) mampu menurunkan kadar MDA plasma dari 25,25 nmol/mL menjadi 11,33 nmol/mL. Pada kelompok yang diberikan vitamin C (dosis 8 kali AKG), rata-rata kadar MDA juga menurun dari 26,50 nmol/mL menjadi 14,42 nmol/mL, demikian pula dengan kelompok diberikan suplemen multivitamin, rata-rata kadar MDA plasma juga menurun dari 22,75 nmol/mL menjadi 12,08 nmol/mL. Sebaliknya, rata-rata kadar MDA plasma kelompok kontrol meningkat dari 23,00 nmol/mL menjadi 24,08 nmol/mL. Berdasarkan uji T diketahui kelompok perlakuan vitamin C, vitamin E dan multivitamin berbeda secara signifikan (p<0,05) kadar MDA plasma sebelum dan setelah intervensi. Berbeda untuk kelompok kontrol tidak terdapat perdedaan yang signifikan (p>0,05) kadar MDA plasma sebelum dan setelah intervensi. Penurunan terendah terjadi pada kelompok multivitamin-mineral. Hal ini diduga karena pada kelompok ini, hampir keseluruhan sampel berada pada status gizi kurus tingkat ringan dengan konsumsi pangan sumber antioksidan yang kurang, sehingga diduga asupan vitamin dan mineral yang terkandung dalam suplemen multivitamin-mineral digunakan tubuh untuk melengkapi kebutuhan tubuh akan vitamin dan mineral.
Penurunan kadar MDA plasma pada sampel yang diberi intervensi vitamin C, vitamin E, dan multivitamin, diduga karena efek konsumsi vitamin c, vitamin E dan multivitamin-mineral selama 7 hari. Menurut Bellivelle-Nebet (1996) dan Lunec (1990) bahwa tinggi rendahnya kadar MDA plasma sangat tergantung pada status antioksidan dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena radikal bebas akan dinetralkan menjadi produk yang lebih stabil. Penurunan kadar MDA plasma sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan Dewi et al (2009) pada sampel remaja yang mengalami obesitas yang diberikan susu kedelai selama 30 hari menunjukkan bahwa pada awal perlakuan, konsentrasi MDA plasma tidak berbeda signifikan pada semua kelompok, sedangkan pada akhir perlakuan konsentrasi plasma mengalami penurunan dari kadar MDA awal yang berbeda secara sangat signifikan. Penurunan kadar MDA plasma menunjukkan adanya penghambatan oleh zat antioksidan. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA plasma (Zakaria et al 2000). Berdasarkan uji ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) perubahan penurunan kadar MDA plasma antar kelompok perlakuan. Uji lanjutan Duncan dan uji Least Significant Different (LSD) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
(p>0,05) antara rata-rata penurunan kadar MDA
plasma pada kelompok vitamin C, vitamin E dan multivitamin (Tabel 10), tetapi terdapat perbedaan yang sigifikan (p<0,05) antara kontrol dengan kelompok intervensi vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral. Jadi dapat disimpulkan, ketiga suplemen antioksidan ini memiliki keefektivitasan yang hampir sama. Tabel 10 Kadar MDA plasma sampel menurut kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi
Sebelum Setelah Selisih (sebelum dan setelah)
Kontrol (nmol/L) a) 23,0±5,93 b) 24,1±6,79
Vitamin C (nmol/L) a) 26,5±8,53 a) 14,4±3,51
b)
-12,08±9,47
1,08±2,73
a)
Vitamin E (nmol/L) a) 25,3±6,51 a) 11,3±2,86 a)
-13,9±6,48
Multivitamin (nmol/L) a) 22,8±5,44 a) 12,6±2,01 -10,2±4,24
a)
Rata-rata (nmol/L) 26,5±8,53 15,6±6,45 -8,77±8,35
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan
Peningkatan kadar MDA plasma pada kontrol terjadi karena kurangnya kadar antioksidan di dalam tubuhnya, di samping itu juga disebabkan karena konsumsi sampel yang tidak baik, dan konsumsi vitamin dan mineral dari makanan juga kurang (< 77% AKG). Menurut Winarsi (2002) bahwa konsumsi
antioksidan dari makanan tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan antioksidan. Sehingga kurang mampu mencegah proses peroksidasi lipid dibandingkan kelompok yang mendapatkan intervensi suplemen antioksidan. Winarsi
et
al
(2005)
menemukan
bahwa
dalam
tubuh
wanita
premonopause banyak terbentuk radikal bebas. Ini diketahui melaui kadar MDA plasma. Tingginya produk MDA ini merupakan bukti rendahnya status antioksidan tubuh sehingga tidak dapat mencegah reaktivitas senyawa radikal bebas. Di sisi lain, tingginya kadar MDA plasma membuktikan kerentanan komponen membran sel terhadap reaksi oksidasi (Wijaya 1996). Konsumsi antioksidan dalam jumlah memadai dapat menurunkan kejadian penyakit yang ditimbulkan oleh radikal bebas seperti penyakit degeneratif, kanker. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan
status
imunologis
dan
menghambat
timbulnya
penyakit
degenerative karena penuaan. Oleh sebab itu, kecukupan asupan antioksidan secara optimal diperlukan pada semua kelompok umur (winarsi 2011). Hasil penelitian ini, mengindikasikan bahwa untuk mencegah terjadinya peningkatan kadar MDA plasma yang bersifat toksik di dalam tubuh dapat dicegah dengan mengonsumsi salah satu suplemen antioksidan seperti vitamin E dosis 200 IU (setara dengan 133 mg), vitamin C dosis 500 mg dan multivitaminmineral, karena ketiganya memberikan pengaruh yang hampir sama. Dalam tubuh terdapat senyawa yang disebut antioksidan yang dapat berperan aktif dalam menanggulangi masalah kelebihan radikal bebas apabila pola hidup dan pola makan benar. Di dalam tubuh terdapat enzim SOD atau superoksida dismutase, glutation, dan katalase yang dapat melindungi sel-sel dari serangan radikal bebas. Demikian juga asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, E, karatenoid, selenium, dan seng serta senyawa fenolik dan flavonoid merupakan antioksidan yang dapat melindungi tubuh. Namun demikian banyak faktor yang menyebabkan kadar vitamin dan mineral dalam makanan rusak oleh pengolahan. Sehingga suplemen vitamin C, E dan multivitamin-mineral ini diharapkan dapat menunjang tersedianya antioksidan yang cukup di dalam tubuh. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stress oksidative yaitu dengan memberikan intervensi berbagai suplemen antioksidan.
Kadar MDA plasma juga menurun pada 40 wanita muda sehat yang berumur 26 tahun setelah mengonsumsi minyak linola nabati yang di dalamnya mengandung alfa dan tokoferol yang bersifat antioksidan (Lemcke-Norojarvi et al 2001). Penurunan radikal bebas juga terjadi pada tikus jantan Fischer 344 yang diberikan Cu dan Zn-SOD (Rao et al 1990). Multivitamin mengandung vitamin C, seng dan Tembaga (merupakan penyusun enzim superoksida dismutase (SOD), enzim ini telah ada dalam tubuh namun membutuhkan bantuan zat-zat gizi mineral seperti mangan (Mn), seng (Zn), dan tembaga (Cu) agar bisa bekerja. Aktivitas enzim SOD memiliki peran penting dalam system pertahanan tubuh terutama terhadap aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dapat menyebabkan stress oksidatif (Beyer et al 1999; bowler et al 1992).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakteristik individu sampel meliputi umur, program studi, status gizi dan riwayat penyakit. Secara keseluruhan umur sampel berkisar antara 22-24 tahun dan secara uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antar umur sampel tiap kelompok perlakuan. Program studi sampel paling banyak berasal dari Gizi Masyarakat. Status gizi sampel secara keseluruhan berada pada status gizi normal dan secara uji statistik tidak terdapat perbedaan status gizi yang signifikan antar tiap kelompok perlakuan. Jenis penyakit yang paling banyak diderita mahasiswa adalah maag. Pangan sumber vitamin C sampel yang paling sering dikonsumsi sampel yaitu pisang, jeruk dan nenas, sedangkan sumber vitamin E yang sering dikonsumsi yaitu daging ayam, susu dan telur,adapun sumber seng dan tembaga yang sering dikonsumsi sampel masing-masing adalah berasal dari ikan dan susu serta udang. Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral antar kelompok perlakuan. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) ratarata asupan energi dan zat gizi sampel yang berasal dari makanan sebelum dan setelah intervensi antar kelompok perlakuan. Secara keseluruhan tingkat kecukupan energi sampel antar kelompok perlakuan tersebar pada kategori defisit, kurang dan sedang, sedangkan untuk protein sebagian besar sampel berada pada kategori. Tingkat kecukupan vitamin C, vitamin E, Seng dan Tembaga sampel antar kelompok berada dalam kategori kurang.
Pemberian suplemen vitamin C, vitamin E , dan multivitamin-mineral selama 1 minggu pada sampel dapat menurunkan kadar MDA plasma sampel secara signifikan, sebaliknya, rata-rata 49 kadar MDA plasma kelompok kontrol meningkat. Hasil uji T menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kadar MDA plasma sebelum dan setelah intervensi pada semua kelompok perlakuan. Berdasarkan uji ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) perubahan kadar MDA plasma antar kelompok perlakuan. Uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan perubahan kadar MDA plasma antara kelompok kontrol dengan kelompok vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral, sedangkan perubahan kadar MDA plasma sebelum dan setelah intervensi antar kelompok
vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Vitamin C, vitamin E dan multivitamin mineral mempunyai efektivitas yang hampir sama dalam penurunan kadar MDA plasma terhadap mahasiswi alih jenis Institut Pertanian Bogor yang merupakan wanita muda sehat selam 7 hari intervensi. Saran Mengurangi konsumsi makanan yang dapat menjadi sumber radikal bebas dalam tubuh seperti gorengan dan makanan lain yang digoreng menggunakan minyak yang telah digunakan berulang-ulang. Pada mahasiswi alih jenis yang memiliki pola makan yang tidak baik dan memiliki aktivitas yang menuntut tubuh untuk bekerja lebih berat untuk sekali-kali mengkonsumsi salah satu suplemen antioksidan baik vitamin C, vitamin E atau multivitamin-mineral untuk menurunkan status oksidatif dalam tubuh. Penelitian lanjutan dengan pemberian suplemen antioksidan dengan dosis yang sama pada kelompok yang benar-benar terpapar radikal bebas secara terus-menerus seperti perokok berat, kondektur bus, polisi lalu lintas, dll. Apakah memberikan dampak yang sama terhadap penurunan kadar MDA plasma.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Archerio A et al. 1992. “Correlations of vitamin A and E intakes with the plasma concentrations of carotenoids and tocopherols among American Men and women”. dalam : Journal of Nutrition. 122: 1792-1801. Barbara A. Bowman and Robert M. Russel. 2001. Present Knowledge in Nutrition 8th ed. ILSI Press; Washington DC. Belleville-Nebet F. 1996. Zat gizi antioksidan penangkal senyawa radikal pangan dalam system biologis. dalam: Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan Penangkalan. CFNS-IPB dan Kedutaan Besar Prancis-Jakarta. Beyer W et al. 1991.Superoxide Dismutase. dalam: Progress in Nucleic Acid Research. 40: 221-253. Bhisma Murti. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gadjah Mada University press. Burke W, Tracy. 2007. Vitamin E. dirangkum oleh Siska di http;www.Shvoong.htm. Combs GF. 1998. Vitamin C. In: Combs GF. The vitamins, fundamental aspects in nutrition and health, 2nd ed. California: Academic Press; p. 245-75. Deutsch RM et al. 1993. Realities of Nutrition. California : Bull Publishing company. Engel JF et al. 1994. Perilaku Konsumen. (Edisi keenam, jilid I), Terjemahan. FX Budyanto. Jakarta: Binarupa Aksara. Foote et al. 2003. Factors Associated with Dietary supplement use among Healthy adults of five Ethnicities the multiethnic cohort Study. American Journal of Epidemiology 157:888-897. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York : Oxford University Press. Greger JL. 2001. Dietary Supplemennt Use: Consumer Characteristics and Interests. journal of Nutrition, 131 : 1339S-1343S. Halliwel B dan Gutteridge JM. 1999. Free radicals, reactive species and toxicology. Dalam: Free radicals in biology and medicine Third edition. New York: Oxford University Press: 547-550. Jusman SA et al. 1995. Bawang prei (Allium fistulosum Linn) dan metabolism: Penghambat kenaikan kandungan peroksida lipid hati karena radikal bebas
pada tikus yang diratembagani CCl4. Majalah. kedokteran Indonesia; 45 (10): 588-591.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1988. Jakarta : Balai Pustaka. Khachik FCL et al. 2002. Chemistry, distribution and metabolism of tomato carotenoids and their impact on human health. EBM. 227 (10) : 845-851. Kumalaningsih S. 2007. Antioksidan Alami, Penangkal Radikal Bebas “Sumber, Manfaat, Cara Penyajia dan Pengolahan”. Trubus Agrisarana, Surabaya. Kurnani TB. 2001. Radikal bebas dalam polutan lingkungan. Dalam seminar nasional dan lokakarya penelitian konsep radikal bebas dan peran antioksidan dalam meningkatkan kesehata menuju Indonesia sehat 2010. Bandung: pusat penelitian kesehatan lembaga penelitian UNPAD. Lee Y et al. 2002. Maternal on 5 to 7 years Old Girls Intake of multivitamin mineral Supplement Pediatrics. Mar 109(3):E46. Levine M et al. 1995. “Determination of optial vitamin C requirements in humans”. dalam : The American Journal of Clinical Nutrition. 62 (suppl): 1347S1356S. Linder MCG. 1992. Biokimia Nutrisi dan metabolisme. UI press 201-208. Lunec J. 1990. Free Radical: Their Involvement in Disease Processes. dalam: American Clinical of Biochemistry. 27: 173-182. Lyle BJ et al. 1998. Supplemen User Differ From Nonuser in Demographics, lifestyle, dietary and Health Characteristics. J Nutr.des ;128(12);2355-62. Marhaen H. 2004. Studi invivo pengaruh pemberian tomat pada tikus yang diratembagani dengan karbon tetraklorida terhadap kerusakan hati. [tesis]. Magister Program Studi Ilmu Biomedik UI. Mates Jm et al. 2000. Interrelationship between oxidative damage and antioxidant enzyme activities: an easy and rapid experimental approach. Biochemical Education ; 28: 93-95. Meydani SN et al. 1995. Antioxidant and immune response in Aged persons: Overview of present evidence. The American Journal of Clinical Nutrition. 62: 1462S-1476S. Miharja L, 2005. Peran Glutation Sebagai Antioksidan Dalam Tubuh. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume 55. (1). 42-43. Muchtadi D. 2000. Sayuran-sayuran Sumber Serat dan Antioksidan: Mencegah penyakit degenerative. Bogor : Fakultas Teknologi Pangan, institute Pertanian Bogor. Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung : Alfabeta.
Papalia DE, Olds Sw. 1988. Human Development. Edisi ke-2. New York: Mc Grow Hill Book Company. Pendit BU. 1996. Metabolisme oksigen dan toksisitas oksigen. Dalam Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran dasar sebuah pendekata klinis. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 321-333. Pryor WA et al. 1976. Autoantioksidation of Polyunsaturated Fatty Acids. II. A Suggested Mechanism for tne Formation of TBA-Like Material from Prostaglandin-Like Endoperoxides. Ransley. J. K, et al. 2001. Food and Nutritional Suplement. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. Salonen et al. 1997. “Lipoprotein oxidation and progression of carotid atherosclerosis”. dalam : Cirtembagalation. 95 : 840-845. Sareharto Tun Paksi. 2010. Kadar vitamin E rendah sebagai faktor resiko bilirubin plasma pada Neonatus. [tesis].Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro. Simanjuntak K. 2007. Radikal Bebas dari Senyawa Toksik Karbon Tetraklorida (CCL4). Bina Widya vol. 18 No. 01 25-31. Stadtman ER. 1991. Prooxidant activity of ascorbic acid. American Journal of Clinical Nutrition 54, 1125S-1127S. Siahaan JPE. 2007. Konsumsi suplemen atioksidan serta kaitannya dengan kejadian penyakit infeksi pada Mahasiswi putrid TPB-IPB 2006/2007. [skripsi]. Departemen GIzi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Soewoto H et al. 2001. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Biokimia FKUI. Sulistyowati Y. 2006. Pengaruh pemberian likopen terhadap status antioksidan (vitamin C, vitamin E, dan gluthathion peroksidase) tikus (Rattus norvegitembagas galur Sprague Dawley) hiperkolesterolemik [tesis] : Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Supariasa et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Supranto J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. Valko M et al. 2006. Free Radical, metal and antioxidant in oxidative stress induced cancer. J Chem. Biol. Rusia edisi 160. p.1-40. White et al. 2004. Vitamin and lifestyle cohort study; Study design and characteristic of supplement user. American Journal of Epidemiology. 154: 83-93.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. “Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi” Jakarta 17-19 Mei. Wijaya A. 1996. Radikal Bebas dan Parameter Status Antioksidan. dalam: Forum Diagnosticum. Lab Klinik Prodia. 1: 1-12. Winarno FG. 2002. Kimia pagan dan gizi. Jakarta:Gramedia pustaka utama. Winarsi Hery. 2011. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta. Winarsi et al. 2005. Kajian tentang wan ita perimenopause di Purwokerto dan beberapa permasalahan dalam sistem imunnya. dalam: Majalah Obstetri & Ginekologi Indonesia. 29(3): 177-183. Winarti Sri. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Graha Ilmu. Yuliani S et al. 2002. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap kadar malondialdehid plasma pada tikus yang diberi pakan lemak tinggi. J.Sain Vet. Vol. XX No. I. Yuniastuti A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu, Yogyakarta. Zakaria FR et al. 1996. Hubungan antara status imunologi dan pola konsumsi makanan jajanan populasi remaja di Bogor Jawa Barat. dalam : Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 1 (2):50-59.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Ethical Clearance
Lampiran 2 Formulir Informed consent FORMULIR INFORMED CONSENT “KOMPARASI EFEKTIVITAS PEMBERIAN SUPLEMEN ANTIOKSIDAN TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) SERUM MAHASISWI EKSTENSI GIZI MASYARAKAT IPB” Setelah memperoleh penjelasan tentang latar belakang, tujuan, prosedur, kemungkinan manfaat dan risiko serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh Tim Peneliti, maka saya Nama : ......................................................... Umur : ......................................................... Jenis Kelamin : ......................................................... Tlp/HP : ......................................................... Alamat : ......................................................... : ......................................................... Dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia/tidak bersedia* untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian. Untuk itu saya bersedia untuk mengikuti tahapan penelitian: 1) Mengkonsumsi suplemen antioksidan (vitamin C/vitamin E/multivitamin-mineral), 2) Diambil sampel darah sebanyak 5 cc untuk analisis kadar MDA serum. Kesediaan tersebut dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan, dan bila suatu ketika dalam masa penelitian saya dirugikan dalam bentuk apapun karena penelitian ini saya berhak membatalkan persetujuan ini. Bogor, ...................... 2011
Yang membuat pernyataan Subjek Penelitian
(
) Mengetahui,
Saksi
( * Pilih yang sesuai
Peneliti
)
(
)
Lampiran 3 Kuesioner
No:
BIODATA MAHASISWI PROGRAM EKSTENSI IPB Ketentuan Pengisian: Mohon di isi dengan keadaan yang sebenar-benarnya, menggunakan huruf KAPITAL Keterangan: *) di isi dengan tanda silang
Nama :………………………………………………………………… Jurusan :………………………………………………………………… Tempat, Tgl lahi :…………………………,……………………………………... Jenis Kelamin*) : Laki-laki Perempuan Agama*) :………………………………………………………………… Tinggi dan Berat Badan: tinggi badan:…….cm, berat badan: ……..kg Pekerjaan Orangtua*) - Ayah : PNS/Pegawai BUMN Swasta lainnya, sebutkan…… - Ibu : PNS/Pegawai BUMN Swasta lainnya, sebutkan…… 8. Pendidikan Orangtua*) : - Ayah : SD SMP SMA Diploma S1/S2/S3 - Ibu : SD SMP SMA Diploma S1/S2/S3 9. Riwayat Kesehatan *) Asma Magh Thypus lainnya, sebutkan:…………… 10. Riwayat kesehatan keluarga*) - Ayah : Hipertensi Kolesterol Obese lainnya, sebutkan:… - Ibu : Hipertensi Kolesterol Obese lainnya, sebutkan:… 11. Kebiasaan merokok : Tidak Ya, jumlah batang/hari…………… 12. Kebiasaan Konsumsi (dalam 1 bulan terakhir): a. Supplement*) : Tidak Ya, sebutkan:…… b. Obat-obatan dijual bebas*) : Tidak Ya, sebutkan:…… 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
c.
Makanan sumber vitamin C, vitamin E, Cu, Se, dan Zn
Jenis Makanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
1-2 kali/hari
≥3 kali/hari
1-2 kali/minggu
≥3 kali/minggu
Jumlah
Jeruk Nenas Rambutan Pepaya Tomat Jambu biji Daun singkong Daun katuk Daun melinjo Sawi Kembang kol Kacang-kacangan Daging sapi Telur Susu Kerang Unggas Coklat Ikan laut Udang Hati
d. Makanan hewani Jenis Makanan 1. Mc.D/ KFC/PH 2. Sosis 3. Nugget 4. Kornet 5. Daging ayam 6. Daging sapi 7. Ayam goreng 8. Ikan bakar 9. Ikan goreng 10. Sate 11. …………
1-2 kali/hari
≥3 kali/hari
1-2 kali/minggu
≥3 kali/minggu
Jumlah
e. Makanan Nabati Jenis Makanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1-2 kali/hari
≥3 kali/hari
1-2 kali/minggu
≥3 kali/minggu
Jumlah
1-2 kali/hari
≥3 kali/hari
1-2 kali/minggu
≥3 kali/minggu
Jumlah
1-2 kali/minggu
≥3 kali/minggu
Jumlah
Tempe goreng Tahu goreng kc tanah kc kedele kc ijo ……………. ……………. f.
Buah dan Sayur
Jenis Makanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Apel Jeruk Tomat Pepaya Mangga Semangka Jambu biji Pisang Nenas Anggur Wortel Bayam Sawi ………
g.
Makanan berlemak & berminyak
Jenis Makanan 1. Gorengan 2. Mie/nasi goreng 3. Jeroan 4. Soto santan/gulai 5. Cake/ bolu manis 6. Martabak manis 7. Cokelat 8. Bakso 9. Mie ayam 10. ………………
1-2 kali/hari
≥3 kali/hari
Lampiran 4 Food Record 7x24 jam KONSUMSI PANGAN SAMPEL Nama sampel
: ………………………
Umur
: ……………………… tahun
Berat badan
: ……………………… kg
Tinggi badan
: ……………………… m
Pola konsumsi makan secara kuantitatif Hari ke-
Waktu makan Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
Malam
Selingan 3
Menu Makanan
Bahan makanan
URT
Gram
Keterangan
Lampiran 5 Prosedur Pembuatan Reagen Larutan Trichloroacetic acid (TCA) 20% Bahan : a. TCA 20 gram b. Aquades bebas ion 100 ml Prosedur : a. Masukkan TCA ke dalam labu ukur, larutkan dengan 100 ml aquades bebas ion.* b. Kocok hingga homogen. Larutan Tiobarbituric acid (TBA) 0.67% Bahan : c. TBA 0.67 gram d. Asam asetat (CH3COOH) 100 ml Prosedur : e. Masukkan TBA ke dalam erlenmeyer, larutkan dengan 100 ml Asam asetat (CH3COOH) sambil dipanaskan dalam penangas air dan diaduk.** c. Kocok hingga homogen.
* TCA yang berfungsi untuk mengendapkan protein, karena itu harus hati-hati dalam melarutkannya, jangan sampai mengenai tangan. ** kerjakan dalam ruang asam
Lampiran 6 Prosedur pembuatan standar dan kurva standar MDA
Larutan standar Tetraetoksipropan (TEP) Bahan : a. TEP 12,5 mikro liter b. Aquades bebas ion 100 ml Prosedur : c. Pipet TEP sebanyak 12,5 mikroliter, larutkan dalam 100 ml aquades bebas ion.** d. Kocok hingga homogen.
Prosedur Pembuatan Standar Pipet 10 ml larutan TEP Larutkan dengan 100 ml aquades bebas ion dalam erlenmeryer
pipet larutan ke dalam tabung reaksi sebanyak
0 ml
0.1 ml
0.2 ml
0.3 ml
0.4 ml
0.5 ml
1 ml
0.5 ml
0 ml
tambahkan aquades bebas ion sebanyak
1 ml
0.9 ml
0.8 ml
0.7 ml
0.6 ml
Tambahkan larutan TBA 0,67% sebanyak 2 ml
Masukkan ke penangas mendidih selama ± 15 menit
Dinginkan
Baca serapan pada panjang gelombang 532 nm
Gambar 10 Diagram alir prosedur pembuatan standar MDA
Lampiran 7 Data kadar MDA Tabel 11 Kadar malondialdehide plasma awal pada berbagai kelompok perlakuan intervensi suplemen antioksidan No.
Kontrol MDA nmol/mL 1. 15.00 2. 22.00 3. 20.00 4. 30.00 5. 30.00 6. 21.00 X 23.00 ± SD ±5.93
Kelompok Perlakuan Vitamin C Vitamin E MDA nmol/mL MDA nmol/mL 20.00 30.00 18.00 26.00 32.00 18.00 38.00 29.00 19.00 32.00 32.00 16.50 26.50 25.25 ±8.53 ±6.51
Multivitamin MDA nmol/mL 32.00 21.00 21.50 26.00 17.00 19.00 22.75 ±5.44
Tabel 12 Kadar malondialdehide plasma akhir pada berbagai kelompok perlakuan intervensi suplemen antioksidan No.
Kontrol MDA nmol/mL 1. 17.00 2. 22.00 3. 18.00 4. 35.00 5. 28.50 6. 24.00 X 24.08 ± SD ±6.785
Kelompok Perlakuan Vitamin C Vitamin E MDA nmol/mL MDA nmol/mL 18.50 14.00 17.00 12.50 14.50 13.00 16.00 7.00 9.50 13.00 11.00 8.50 14.42 11.33 ±3.51 ±2.86
Multivitamin MDA nmol/mL 14.50 12.50 14.50 13.50 11.00 9.50 12.58 ±2.01
Lampiran 8 Hasil Uji Statistik Oneway Descriptives 95% Confidence Interval for Mean N MDAawal
Std. Error
Lower Bound
Minimum
Maximum
25.25
6.510
2.658
18.42
32.08
16
32
Vitamin C
6
26.50
8.526
3.481
17.55
35.45
18
38
Multivitamin
6
22.75
5.438
2.220
17.04
28.46
17
32
6
23.00
5.933
2.422
16.77
29.23
15
30
24
24.38
6.454
1.317
21.65
27.10
15
38
Vitamin E
6
11.33
2.858
1.167
8.33
14.33
7
14
Vitamin C
6
14.42
3.513
1.434
10.73
18.10
10
18
Multivitamin
6
12.58
2.010
.821
10.47
14.69
10
14
Kontrol
6
24.08
6.785
2.770
16.96
31.20
17
35
24
15.60
6.450
1.317
12.88
18.33
7
35
Vitamin E
6
-13.92
6.484
2.647
-20.72
-7.11
-22
-5
Vitamin C
6
-12.08
9.473
3.867
-22.02
-2.14
-22
-1
Multivitamin
6
-10.17
4.239
1.730
-14.61
-5.72
-18
-6
6
1.08
2.728
1.114
-1.78
3.95
-2
5
24
-8.77
8.354
1.705
-12.30
-5.24
-22
5
Total
Kontrol Total
T-Test Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Upper Bound
6
Total
Perubahan
Std. Deviation
Vitamin E
Kontrol MDAakhir
Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
MDAawal
24.38
24
6.454
1.317
MDAakhir
15.60
24
6.450
1.317
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
MDAawal – MDAakhir
8.771
Std. Deviation
Std. Error Mean
8.354
1.705
Lower 5.243
Upper 12.298
t
df
5.144
Sig. (2-tailed) 23
.000
Perbedaan Awal-Akhir (Vitamin E) T-Test Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
MDAawal – MDAakhir
13.917
Std. Deviation
Std. Error Mean
6.484
2.647
Lower 7.112
Upper 20.721
t
df
5.257
Sig. (2-tailed) 5
.003
Perbedaan Awal-Akhir (Vitamin C) T-Test Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
MDAawal – MDAakhir
12.083
Std. Deviation 9.473
Std. Error Mean 3.867
Lower 2.142
Upper 22.025
t 3.124
df
Sig. (2-tailed) 5
.026
Perbedaan Awal-Akhir (Multivitamin) Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
MDAawal – MDAakhir
Std. Deviation
10.167
Std. Error Mean
4.239
Lower
1.730
Upper
5.718
t
14.615
df
5.875
Sig. (2-tailed) 5
.002
Perbedaan Awal-Akhir (Kontrol) Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
MDAawal – MDAakhir
Std. Deviation
-1.083
Std. Error Mean
2.728
Lower
1.114
Upper
-3.946
t
1.779
-.973
ANOVA Sum of Squares MDAawal
MDAakhir
Perubahan
Between Groups
df
Mean Square
58.875
3
19.625
Within Groups
899.250
20
44.962
Total
958.125
23
Between Groups
604.031
3
201.344
Within Groups
352.958
20
17.648
Total
956.990
23
Between Groups
819.031
3
273.010
Within Groups
785.958
20
39.298
1604.990
23
Total
F
Sig. .436
.729
11.409
.000
6.947
.002
df
Sig. (2-tailed) 5
.375
Multiple Comparisons LSD 95% Confidence Interval
Dependent Variable
(I) Perlk
(J) Perlk
MDAawal
Vitamin E
Vitamin C
Vitamin C
Vitamin E
6.83
Multivitamin
2.500
3.871
.526
-5.58
10.58
Kontrol
2.250
3.871
.568
-5.83
10.33
Vitamin E
1.250
3.871
.750
-6.83
9.33
Multivitamin
3.750
3.871
.344
-4.33
11.83
3.500
3.871
.377
-4.58
11.58
Vitamin E
-2.500
3.871
.526
-10.58
5.58
Vitamin C
-3.750
3.871
.344
-11.83
4.33
-.250
3.871
.949
-8.33
7.83
Vitamin E
-2.250
3.871
.568
-10.33
5.83
Vitamin C
-3.500
3.871
.377
-11.58
4.58
.250
3.871
.949
-7.83
8.33
Vitamin C
-3.083
2.425
.218
-8.14
1.98
Multivitamin
-1.250
2.425
.612
-6.31
3.81
-12.750*
2.425
.000
-17.81
-7.69
3.083
2.425
.218
-1.98
8.14
Vitamin E Multivitamin Kontrol
Multivitamin
Vitamin E
1.833
2.425
.459
-3.23
6.89
-9.667*
2.425
.001
-14.73
-4.61
1.250
2.425
.612
-3.81
6.31
-1.833
2.425
.459
-6.89
3.23
-11.500*
2.425
.000
-16.56
-6.44
Vitamin E
12.750*
2.425
.000
7.69
17.81
Vitamin C
*
2.425
.001
4.61
14.73
Vitamin C Kontrol Kontrol
Upper Bound
-9.33
Kontrol Vitamin C
Lower Bound .750
Multivitamin MDAakhir
Sig.
3.871
Kontrol Kontrol
Std. Error
-1.250
Kontrol Multivitamin
Mean Difference (I-J)
9.667
11.500*
2.425
.000
Vitamin C
-1.833
3.619
Multivitamin
-3.750
3.619
-15.000*
Multivitamin Perubahan
Vitamin E
Kontrol Vitamin C
Vitamin E Multivitamin Kontrol
Multivitamin
Vitamin E
16.56
.618
-9.38
5.72
.313
-11.30
3.80
3.619
.001
-22.55
-7.45
1.833
3.619
.618
-5.72
9.38
-1.917
3.619
.602
-9.47
5.63
-13.167*
3.619
.002
-20.72
-5.62
3.750
3.619
.313
-3.80
11.30
1.917
3.619
.602
-5.63
9.47
-11.250*
3.619
.006
-18.80
-3.70
Vitamin E
15.000*
3.619
.001
7.45
22.55
Vitamin C
*
13.167
3.619
.002
5.62
20.72
Multivitamin
11.250*
3.619
.006
3.70
18.80
Vitamin C Kontrol Kontrol
6.44
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Duncan MDAawal
MDAakhir
Duncan
Duncan Subset for alpha = 0.05
Perlk Multivitamin Control vitamin E vitamin C Sig.
N
1 6 6 6 6
22.7500a 23.0000a 25.2500a 26.5000a .386
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Subset for alpha = 0.05 Perlk vitamin E multivitamin vitamin C Control Sig.
N
1 6 6 6 6
2
11.3333 a 12.5833a 14.4167a .243
24.0833b 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Perubahan Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlk
N
vitamin E vitamin C multivitamin Control Sig.
1 6 6 6 6
2
-13.9167 -12.0833 -10.1667 1.0833 1.000
.339
Konsumsi Pangan Descriptives 95% Confidence Interval for Mean N Energi
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
1.5087E3
366.25437
1.49523E2
1124.3063
1893.0271
1009.00
2122.00
vitamin C
6
1.6505E3
386.78508
1.57904E2
1244.5939
2056.4061
1103.00
2040.00
vitamin E
6
1.4118E3
210.78085
86.05092
1190.6324
1633.0343
1147.00
1665.00
Multivitamin
6
1.5150E3
294.28897
1.20143E2
1206.1627
1823.8373
1080.00
1841.00
24
1.5215E3
312.57319
63.80374
1389.5119
1653.4881
1009.00
2122.00
Control
6
51.6333
12.53390
5.11694
38.4798
64.7869
38.50
74.50
vitamin C
6
56.8833
12.85479
5.24795
43.3931
70.3736
38.10
72.00
vitamin E
6
48.0500
7.75339
3.16531
39.9133
56.1867
35.40
54.70
Multivitamin
6
48.2000
11.16906
4.55975
36.4788
59.9212
28.40
57.50
24
51.1917
11.12087
2.27004
46.4957
55.8876
28.40
74.50
Control
6
3.6167
1.42607
.58219
2.1201
5.1132
2.20
6.10
vitamin C
6
3.5667
1.01522
.41446
2.5013
4.6321
2.70
5.40
vitamin E
6
3.1000
.96540
.39412
2.0869
4.1131
2.10
4.80
Multivitamin
6
3.4500
1.14848
.46886
2.2447
4.6553
1.90
5.30
24
3.4333
1.09452
.22342
2.9712
3.8955
1.90
6.10
6
49.7167
30.91908
12.62266
17.2691
82.1643
14.00
86.90
Total VitC
Std. Error
6
Total VitE
Std. Deviation
Control
Total Protein
Mean
Control
vitamin C
6
45.1333
18.41604
7.51832
25.8069
64.4598
16.00
71.00
vitamin E
6
39.3667
44.06244
17.98842
-6.8740
85.6074
12.90
126.80
Multivitamin
6
31.9167
13.67676
5.58351
17.5638
46.2695
19.30
51.00
24
41.5333
28.11550
5.73905
29.6612
53.4055
12.90
126.80
Control
6
5.7667
1.65610
.67610
4.0287
7.5046
3.70
8.70
vitamin C
6
6.5000
1.59750
.65218
4.8235
8.1765
4.00
8.70
vitamin E
6
5.2500
.92682
.37837
4.2774
6.2226
3.70
6.20
Multivitamin
6
5.5333
1.18265
.48282
4.2922
6.7745
3.60
6.70
24
5.7625
1.36599
.27883
5.1857
6.3393
3.60
8.70
Control
6
.8333
.34448
.14063
.4718
1.1948
.50
1.50
vitamin C
6
1.7833
2.41944
.98773
-.7557
4.3224
.50
6.70
vitamin E
6
.7167
.07528
.03073
.6377
.7957
.60
.80
Multivitamin
6
.7167
.17224
.07032
.5359
.8974
.40
.90
24
1.0125
1.23088
.25125
.4927
1.5323
.40
6.70
Total Zinc
Total Cu
Total
ANOVA Sum of Squares Energi
Protein
VitE
Between Groups
173248.333
3
57749.444
2073897.667
20
103694.883
Total
2247146.000
23
308.462
3
102.821
Within Groups
2536.037
20
126.802
Total
2844.498
23
Between Groups
Between Groups Total
Zinc
Mean Square
Within Groups
Within Groups VitC
df
.977
3
.326
26.577
20
1.329
27.553
23
1062.610
3
354.203
Within Groups
17118.463
20
855.923
Total
18181.073
23
5.155
3
1.718
Within Groups
37.762
20
1.888
Total
42.916
23
Between Groups
Between Groups
F
Sig.
.557
.650
.811
.503
.245
.864
.414
.745
.910
.454
Cu
Between Groups
4.808
3
1.603
Within Groups
30.038
20
1.502
Total
34.846
23
1.067
.385
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian
Pengambila darah sampel sebelum dan setelah intervens
1 ml plasma Tambahkan Larutan TCA 20%, dingin sebanyak 1 ml
Disentrifuge selama 10 menit (3000 rpm)
Divortex
Terbentuk endapan protein
Masukkan ke penangas mendidih selama ± 15 menit sampai terentuk warna merah muda
Dinginkan dengan air es
pipet supernatan 1 ml
Tambahkan 2 ml TBA
Masukkan dalam kuvet (blangko dan sampel)
Baca pada panjang gelombang 532 nm