eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (2): 277-286 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
EFEKTIFITAS PROGRAM EDUCATION FOR ALL OLEH UNESCO DALAM PENANGGULANGAN BUTA HURUF DI INDONESIA Puguh Langgeng Wibowo1 Abstrak Education for All is a program of UNESCO carried out with the aim to resolve the problem of education. Especially the illiterate and the program were implemented on a global scale. In Indonesia the Education for All were implemented through the ministry of education and culture, and then transformed into a literacy program which is started in 2000 until now. The method used in this thesis is descriptive. Data collection techniques using literature review, using secondary data. Data were analyzed using qualitative analysis. The results showed that the Education for All program implemented in Indonesia has succeeded in reducing the number of illiterate people in Indonesia. Kata Kunci: UNESCO, the Government of Indonesia, Combating Illiteracy. Pendahuluan Fenomena hubungan internasional menjadi semakin kompleks dengan munculnya berbagai aktor non-negara dalam interaksi internasional dan meluasnya objek kajian studi hubungan internasional yang pada awalnya berpusat pada hal-hal yang bersifat high politics, seperti isu-isu militer dan keamanan, kemudian melebar kepada hal-hal lain yang lebih bersifat low politics, seperti isu pembangunan, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial dan budaya. Perhatian terhadap penurunan angka kemiskinan melalui pembangunan pendidikan merupakan salah satu perhatian utama pemerintah dan lembagalembaga multilateral saat ini. Di Indonesia, sektor pendidikan mendapatkan alokasi paling besar dari APBN, yakni sebesar 20% dan menempatkan pendidikan sebagai hak hakiki segenap bangsa Indonesia. Sektor pembangunan pendidikan dalam menuntaskan kemiskinan tidak hanya menjadi perhatian dari pemerintah Indonesia saja, namun juga negara-negara lain dan organisasi
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 277-286
internasional. Salah satu organisasi internasional yang memiliki perhatian terhadap pembangunan pendidikan adalah UNESCO. Salah satu aspek paling dasar dan terpenting dalam pembangunan sektor pendidikan adalah kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dimana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas. Untuk itulah UNESCO meminta kepada seluruh anggota negaranya untuk menjalankan program Education For All (EFA) yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menanggulangi masalah pendidikan khususnya buta huruf dan program ini-pun berskala global dimana, di Indonesia ini dijalankan melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan yang ditransformasikan menjadi Program Melek Huruf yang dimulai sejak tahun 2000 hingga sekarang. UNESCO telah melaksanakan 3 upaya dalam menanggulangi buta huruf yang ada di Indonesia yakni pemberitan bantuan teknis, bantuan advokasi serta bantuan pelatihan tenaga pengajar.. Kerangka Dasar Teori Organisasi Internasional Organisasi Internasional atau Internasional Organization adalah suatu ikatan formal melampaui batas wilayah nasional yang menetapkan untuk membentuk mesin kelembagaan agar memudahkan kerjasama antar negara dalam bidang keamanan, ekonomi dan sosial, serta bidang lainnya. Organisasi internasional moderen, mulai muncul lebih dari satu abad yang lalu di negara barat, yang berkembang di abad ke- 20, yaitu di jaman kerjasama internasional. Dua jenis organisasi internasional yang dikenal antara lain, organisasi beranggotakan pemerintah atau instansi pemerintah suatu negara secara resmi yakni IGO (Inter-Governmental Organization), serta organisasi swasta yang lebih dikenal dengan organisasi non pemerintahan yakni INGO (Inter-NonGovernmental Organization). Jika dilihat dari pertumbuhannya, organisasiorganisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antara bangsa untuk adanya wadah serta alat untuk melaksanakan kerjasama internasional. Sarana untuk mengkoordinasikan kerjasama antara negara dan antara bangsa ke arah pencapaian tujuan yang sama dan perlu di usahakan secara bersama-sama. Konsep Penanggulangan Buta Huruf Angka buta huruf (ABH) adalah proporsi penduduk usia tertentu yang tidak dapat membaca dan atau menulis huruf latin atau huruf lainnya terhadap penduduk usia tertentu. Menurut Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hammid Muhammad ada beberapa faktor penyebab 278
Efektivitas Education For All oleh UNESCO Menangani Buta Huruf (Puguh LW)
tingginya buta aksara antara lain tingginya angka putus sekolah dasar, beratnya geografis Indonesia, munculnya buta aksara baru, dan kembalinya seseorang menjadi buta aksara. Faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi buta aksara, diantaranya: a. Mereka tidak pernah bersekolah sama sekali atau putus sekolah yang disebabkan oleh banyak faktor yang diantaranya adalah faktor budaya, sosial, politik, ekonomi, dan gender. b. Kemiskinan adalah faktor utama yang membuat seseorang menjadi buta aksara karena untuk makan sehari-hari masih sulit apalagi untuk mengenyam pendidikan di sekolah. c. Layanan pendidikan yang jauh juga menjadi faktor seseorang menjadi buta aksara, contohnya di daerah pedalaman atau daerah terpencil yang letaknya sangat jauh dari sekolah. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka buta huruf yakni : a. Mengurangi beban yang ditanggung oleh keluarga untuk mengirimkan anak, khususnya perempuan ke sekolah, menghilangkan biaya SPP, menyediakan buku, seragam, dan makanan tambahan gratis. b. Menangani kasus pekerja anak. Banyak anak yang bekerja dan pekerjaan mereka seringkali vital untuk keluarga mereka. Jika mengirimkan anak ke sekolah berarti hilangnya pendapatan keluarga miskin, maka pemerintah harus memberikan uang pengganti pendapatan yang harus hilang kerena pergi ke sekolah. Mempekerjakan anak apalagi yang membahayakan keselamatan anak harus dihentikan secepatnya – sebagaimana tertera dalam konvensi ILO 182. c. Memberantas korupsi yang menggerogoti kemampuan pemerintah dalam usaha perbaikan pendidikan dan sektor layanan publik lainnya. d. Berusaha untuk tidak membiayai pendidikan dari hutang luar negeri karena pendidikan merupakan hak setiap orang, bukan hutang yang harus menjadi bebannya dikemudian hari. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif 2. Jenis Data Jenis data yang digunakan penulis adalah data kualitatif 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis lebih banyak melakukan penelitian keperpustakaan (library research) 4. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam tulisan ini yaitu analisis kualitatif 279
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 277-286
Hasil Penelitian Peran dan Bantuan UNESCO melalui Program Education For All (EFA) a. Bantuan teknis yaitu berupa bantuan partisipasi melalui program partisipasi yang dibuat oleh UNESCO (Assitance of Participation Programme) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan-kegitan negara anggota dari UNESCO baik tingkat nasional, regional dan internasional di dalam bidang pendidikan guna memberantas buta huruf di dunia. Selain itu bantuan Participation Programme yang berfungsi sebagai alat untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama antara Badan organisasi atau Komisi disetiap negara anggota dengan serta lembaga-lembaga yang berada di negara yang bersangkutan yang merupakan anggota dari UNESCO. Lembaga-lembaga tersebut menyangkut lembagalembaga dari institusi pemerintah juga lembaga yang berasal dari swadaya masyarakat disetiap negara. b. Pengadaan Advokasi Dalam upaya mensukseskan program Education For All (EFA) literacy UNESCO melakukan upaya melalui advokasi-advokasi yang dapat menjadi alat efektif dalam usaha untuk mensukseskan program Education For All (EFA) literacy tersebut yang dilakukan oleh UNESCO upaya advokasi tesebut adalah advokasi PUS dengan target para pembuat kebijakan adalah dengan menerjemahkan “Education For All Planning Guide for Southheast and East Asia” menjadi panduan perencanaan pendidikan untuk semua yang dilengkapi pula dengan file yang memudahkan para pembuat kebijakan yang bersangkutan untuk memahami program PUS ini. Panduan tersebut telah dibukukan oleh UNESCO yang mengasilkan sebanyak 2500 buku terjemahan dari “Education For All Planning Guide for Southheast and East Asia”. c. Penyelenggaraan Pelatihan untuk Tenaga Pengajar UNESCO mempromosikan perkembangan dari guru-guru yang terlatih atau para tenaga pengajar serta sukarelawan secara profesional untuk menyediakan saran, pengertian dan penilitan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan anak-anak untuk dimasa yang akan datang. Namun untuk mengefektifkan tenaga pengajar tersebut mereka harus berlatih dengan baik, termotivasi, mempunyai lingkungan pekerjaan yang layak, upah yang setimpal dan jenjang karier yang menarik. UNESCO membuat para tenaga pengajar tersebut di dunia dengan membangun diatas standar nasional masing-masing disetiap negara yang dirancang sejak tahun 1997 yang berdasarkan rekomendasi mengenai status guru dan personil pendidikan disetiap negara. Efektivitas Program Education for All di Indonesia 1. Nusa Tenggara Barat Beberapa program yang dilaksanakan oleh pemerintah NTB bekerjasama dengan pemerintah pusat dalam menanggulangi buta huruf di NTB adalah sebagai berikut: 280
Efektivitas Education For All oleh UNESCO Menangani Buta Huruf (Puguh LW)
a. Pembelajaran Partisipatif Dengan melibatkan mahasiswa KKN, tokoh agama, tokoh masyarakat, perangkat desa, PKK, karang taruna, serta pondok pesantren. b. Pembentukan Gerakan 3 A - Angka Buta Aksara Nol (ABSANO) Dalam pelaksanaannya dikerahkan mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata selaku tutor. Sebagian dana untuk program ini disubsidi pemerintah desa Rp 10 juta per tahun di 733 desa dan kelurahan. - Angka Drop Out Nol (ADONO) Siswa miskin (berjumlah 164.955 orang) diberi beasiswa. Untuk tingkat SD Rp 30.000 per bulan, sedangkan untuk tingkat SLTP dan SLTA masingmasing Rp 50.000 dan Rp 75.000 per bulan. - AKINO Kab/Kota) Menekan angka kematian ibu menjadi nol atau AKINO dengan maksud agar metode pembelajaran (membaca/menulis) dapat secara langsung dilakukan dirumah sehingga orang tua memiliki peran serta dalam menanggulangi buta huruf sejak dini - Optimalisasi peran serta guru dan pegawai negeri sipil Namun kemudian usaha penanggulangan buta huruf dengan melakukan kegiatan mengajar yang telah dilakukan sejak tahun 2003 oleh para tutor ini pun masih dianggap kurang maksimal oleh masyarakat NTB dikarenakan masyarakat lebih meyakini jika yang mengajar adalah seorang guru. Melihat hal ini, Pemprov NTB menghimbau kepada para guru untuk berperan secara aktif dalam mengentaskan buta aksara. Wakil Gubernur NTB Badrul Munir mengatakan, para guru di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu diberikan beban untuk membebaskan sejumlah penyandang buta aksara. Jika berhasil, mereka akan mendapatkan angka kredit untuk kenaikan pangkat. Hal ini juga berlaku bagi para pegawai negeri sipil (PNS). Bagi mereka yang ingin naik pangkat secara reguler diwajibkan membantu menuntaskan buta aksara 2. Papua Tantangan utama yang dihadapi pemerintah Papua adalah kondisi geografis Provinsi Papua yang luas, topografis yang sulit dijangkau, dan penduduk asli Papua yang tersebar tidak merata di wilayah yang terisolasi. Untuk itu dibentuklah Program CLCC (Creating Learning Communities for Children). CLCC Dalam konteks Departemen Pendidikan Nasional disebut sebagai SBM (School-Based Management) atau MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Tujuan program ini adalah memberikan kontribusi bagi perbaikan kualitas Pendidikan Dasar di Indonesia. Program ini bermaksud untuk mengembangkan dan mendesiminasikan sebuah model yang sesuai dan dapat direplikasi dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran anak-anak Sekolah Dasar di Indonesia dan khususnya di Papua melalui penerapan 3 281
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 277-286
pilar/komponen program ini yaitu Manajemen Sekolah, PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), dan PSM (Peran Serta Masyarakat). Seiring dengan keluarnya Undang-Undang Otonomi Daerah, maka bidang pendidikan pun berubah dari pola sentralisasi kepada desentralisasi dimana penanganan kebijakan pendidikan diserahkan lebih banyak kepada sekolah sebagai institusi pendidikan terendah yang lebih mengetahui situasi sekolahnya sendiri untuk mengembangkan sekolah dengan menghimpun dan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada di sekelilingnya. Program ini telah dijalankan di Jayapura, Jayawijaya, Biak Numfor. Salah satu contoh dari program ini adalah program pembelajaran kelas rangkap. Rendahnya tingkat pendaftaran siswa di pedesaan dan kekurangan guru merupakan dua masalah utama sehingga anak -anak ditolak masuk sekolah. Pada sebagian besar kasus anak-anak tidak dapat masuk sekolah pada umur yang ditentukan. Sementara beberapa anak yang lain menyerah karena mereka tidak merasa nyaman berada bersama anak-anak yang lebih muda. Pembelajaran kelas rangkap juga mendorong penggunaan bahasa lokal seperti ditetapkan dalam reformasi pendidikan. Mengelompokkan anak-anak ke dalam kelompok bahasa mendorong mereka untuk berkomunikasi dan memahami kondisi belajarnya di lingkungan yang ramah. Anak-anak juga didorong untuk belajar sendiri dan tidak tergantung pada guru setiap saat. Salah satu alasan UNESCO untuk menerapkan pembelajaran kelas rangkap di Papua adalah Lokasi pembelajaran yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana transportasi, dan pemukiman penduduk yang jaraknya berjauhan, serta adanya ragam mata pencaharian penduduk misalnya berladang, mencari ikan bahkan menebang kayu atau mencari sesuatu di hutan, maka hal ini dapat mendorong penggunaan pembelajaraan kelas rangkap. SD Persiapan Penuai merupakan sekolah yang didirikan oleh Yayasan Penuai Manokwari sejak tahun 2006. Berdirinya sekolah ini mampu mengatasi permasalahan masyarakat sekitar untuk memperoleh akses pendidikan. Sebelumnya banyak anak yang tidak bersekolah karena faktor geografis yaitu letak sekolah yang jauh dari tempat tinggal masyarakat. Sekolah ini dibangun dengan model Kelas Rangkap karena faktor minimnya tenaga guru, letak geografis yang sulit dijangkau, jumlah siswa relatif kecil, dan terbatasnya ruangan kelas. Dalam menjalankan program ini UNESCO memberikan bantuan dana kepada pemerintah Papua sejumlah 2,8 juta USD yang beberapa digunakan untuk membiayai pembinaan dan pelatihan bagi tutor serta pengembangan kreativitas warga di 25 unit Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang berada dibawah naungan pemerintah Provinsi Papua. 3. Sulawesi Selatan Pemerintah Sulawesi Selatan melaksanakan beberapa program dalam menanggulangi masalah buta huruf didaerahnya diantaranya : 282
Efektivitas Education For All oleh UNESCO Menangani Buta Huruf (Puguh LW)
a. Memberikan pendidikan gratis b. Fasilitas armada bus sekolah yang telah diterapkan di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Luwu Timur, dan Makassar. c. Pemberian uang transport di Kota Parepare sebesar Rp. 3.000 per hari per siswa d. Penyediaan asrama anak sekolah di Kabupaten Pangkep dan Kepulauan Selayar e. Pelatihan tutor berantas buta huruf pendidikan keaksaraan bagi komunitas khusus daerah tertinggal. 4. Kalimantan Barat Kepala Bidang Pendidikan Nonformal dan Informal, Misbah mengatakan bahwa pemprov sangat konsen dalam berupaya menuntaskan buta huruf. Berbagai kebijakan telah diambil, di antaranya dengan mengalokasikan dana yang cukup besar untuk program pendidikan CALISTUNG (baca tulis dan hitung) melalui lembaga nonformal. Pemprov menganggarkan dana sejumlah Rp 2,1 miliar untuk penuntasan buta aksara. Guna lebih mendorong penuntasan buta aksara ini, pemprov menempuh beberapa strategi yang intinya berupa peningkatan akses dan perluasan kesempatan masyarakat untuk belajar, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan terpencil, miskin, terisolasi, pedalaman dan perbatasan. 5. Bali Kasi Pendidikan luar sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Karangasem Putu Arnawa mengatakan bahwa pihaknya gencar menggarap program penuntasan buta aksara dan angka melalui program keaksaraan fungsional (KF) yang digelar di kecamatan Buleleng karena selama ini dikenal paling banyak angka buta huruf dan kemiskinan. Pendidikan nonformal juga diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat khususnya warga Buleleng. Terdapat beberapa cara dalam pelaksanaan pendidikan non-formal ini yaitu: a. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB): adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar sekolah (nonformal). SKB secara umum mempunyai tugas membuat percontohan program pendidikan nonformal, mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan kebijakan dinas pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap daerah. SKB adalah satu bentuk riil dari pelaksanaan pendidikan non formal bagi masyarakat yang kurang mampu. SKB ini mampu memberikan kontribusi dalam meminimalisir angka buta aksara dikabupaten Buleleng. Dengan SKB ini tidak hanya untuk menumbuhkan minat belajar
283
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 277-286
masyarakat tapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan soft skill yang akan membantu dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada. b. Sistem Banjar Sistem banjar ini adalah suatu sistem yang membentuk kelompokkelompok belajar yang ada di banjar-banjar. Banjar-banjar ini merupakan suatu terobosan untuk menuntaskan buta huruf yang berkembang di masyarakat. Masyarakat akan lebih mudah menjangkau tempat belajar yang ada di banjar tempat mereka tinggal mereka dan tak perlu jauh-jauh untuk pergi ke tempat lain. c.Peran Perguruan Tinggi Peran perguruan tinggi juga berperan dalam menuntaskan buta huruf, perguruan tinggi yang melaksanakan tridarma pendidikan berupaya untuk membantu dalam menuntaskan buta huruf. Dengan mengirimkan tutor ke wilayah-wilayah tertentu untuk mengajarkan masyarakat yang buta aksara agar mau berbenah diri untuk bisa membaca. Kemampuan membaca dan menulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dimana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas tidak hanya dalam ruang lingkup nasional namun juga internasional. Kesimpulan Dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO dalam menanggulangi permasalahan buta huruf di Indonesia merupakan penanganan yang cukup efektif. UNESCO bekerjasama dengan pemerintah Indonesia melaksanakan beberapa program dibeberapa daerah di Indonesia diantaranya pemberian bantuan teknis, advokasi serta pelatihan tenaga pengajar, dan hal ini berlangsung cukup efektif dalam menanggulangi masalah buta huruf di Indonesia. Tolak ukur efektifitasnya adalah menurunnya angka buta huruf di Indonesia dari tahun ke tahun sejak program EFA dilaksanakan. Daftar Pustaka Literatur Buku : Banfatin,F.F.(2012),Buta Aksara dan Kesejahteraan Sosial.Diakses tanggal 5September2012,darihttp://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/0 8/11/110520/buta_aksara_dan_kesejahteraan_sosial/#.UEdLS7LN9-Q Archer, Clive. 1992. International Organization. London: Allen & Unwin Ltd. Barkin, Samuel. 2006. Internal Organizations: Theories and Institution. New York: Prentice-Hall.
284
Efektivitas Education For All oleh UNESCO Menangani Buta Huruf (Puguh LW)
Bennet, Leroy. International Organization, Principle and Issue, New Jersey: George Allen and Unwin Publisher Company. Heywood, Andrew. 2011. Political Ideas and Concept: An Introduction, New York: MacMillian. Kantaprawira, Rusadi. 1987. Aplikasi Pendekatan Sistem dalam Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: PT Bunda Karya. Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO. 2007. profil Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO, Jakarta: Kemendikbud. Mantra, Ida Bagus. 2006. Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mas’oed, Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: Pustaka LP3S. Moleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. Rudi, T. May. 2005 Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung: PT Eresco Bandung. J. Soeprapto M.A. 1997. Metode Riset, Aplikasinya dalam Pemasaran. Lembaga Penerbit F.E. Universitas Indonesia, Jakarta. Perwita, Anak Agung Banyu dan Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Holsti. K. J. 1992. Politik Internasional : Suatu Kerangka Analitis. Bandung: Bina Cipta. Collumbus, Theodore A & James H Wolfe. 1999. Pengantar Hubungan Internasional:Keadilan dan Power. Bandung: Putra A Bardin. Hoffman, Stanley (ed). 1960. Contemporary Theory in International Relations. New Jersey: Englewood Cliffs. Dougherty, James E. & Robert L. Pfaltzgraff. 1997. Contending Theories. New York: Harper and Row Publisher. Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi Teori Dan Praktik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Kementerian Pendidikan Nasional.” Statistik Pendidikan Nasional 2008/2009”. 2009 Hal. 30 Internet “Buta Aksara di Sulsel http://www.sulsel.go.id/content/tahun-depan-sulselbebas-buta-aksara diakses pada 2 november 2014 Buta Huruf di Kalbar Masih Tinggi http://www.jpnn.com/read/2011/12/14/111202/Buta-Huruf-di-KalbarMasih-Tinggi- diakses pada 5 november 2014 Buta Aksara Warga Buleleng https://www.scribd.com/doc/82565424/butaaksara diakses pada 5 november 2014 Tersisa Lima Persen Warga Buta Huruf http://ftp.unpad.ac.id/koran/korantempo/2010-10-11/korantempo_201010-11_244.pdf diakses pada 7 november 2014 285
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 277-286
UNESCO Beri Indonesia Penghargaan Terkait Program Buta Aksara http://www.voaindonesia.com/content/unesco-beri-indonesiapenghargaan-terkait-program-buta-aksara/1494826.html diakses pada 7 november 2014 Andrew Heywood, Political Ideas and Concept: An Introduction, New York, 2011. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Pendidikan,_Keilmuan,_dan_Kebudaya an_PBB, pada 5 Desember 2013. Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO, profil Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO, Jakarta, 2007. Database Badan Pusat Statistik tahun 2011, diakses dari http://www.bps.go.id pada 5 desember 2013 Banfatin, Buta Aksara dan Kesejahteraan Sosial, diakses dari http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012 pada 5 Desember 2013. Indonesia Terlilit Buta Huruf, diakses dari http://www.surabayapagi.com/index.php?read=Indonesia-Terlilit-ButaHuruf pada 5 Desember 2013. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Pendidikan,_Keilmuan,_dan_K ebudayaan_PBB, diakses pada 5 Desember 2013. Database Badan Pusat Statistik tahun 2011, diakses dari http://www.bps.go.id pada 5 desember 2013 http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2-00570STIF%20Bab2001.doc diakses pada 2 Maret 2014 Pendidikan Untuk Semua http://salga.xtgem.com/files/PENDIDIKAN%20UNTUK%20SEMUA. pdf diakses pada 2 maret 2014 AKINO, ABSANO dan ADONO http://www.sasak.org/kabar-lombok/instansipemerintahan/akino-absano-adono-ape-no/23-04-2010 diakses pada 2 november 2014
286