EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MEDIA PUBLIKASI DALAM PROGRAM PEMASARAN SOSIAL “PENDIDIKAN INKLUSI” HELEN KELLER INTERNATIONAL PERIODE MARET 2007 – MARET 2009
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh : Nama
: Septina Elfrida
NIM
: 443005120017
Jurusan
: Marketing Communication
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama
: Septina Elfrida
NIM
: 44305120017
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Marketing Communication
Judul
: Efektifitas Penggunaan Media Publikasi dalam Pemasaran Sosial ”Pendidikan Inklusi” Helen Keller International Periode Maret 2007 – Maret 2009
Mengetahui Pembimbing,
Nurprapti W.W., S.Sos., M.Si
i
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: Septina
NIM
: 44305120017
Fakultas
: Fikom /Marcom
Judul Skripsi
: Efektifitas Penggunaan Media Publikasi dalam Pemasaran Sosial ”Pendidikan Inklusi” Helen Keller International periode Maret 2007-maret 2009
Jakarta, 20 Agustus 2009 Ketua Sidang Nama : Dra. Tri Diah Cahyowati M.Si
(...............................)
Penguji Ahli Nama : SM Niken R., S.Sos., M.Si
(...............................)
Pembimbing Nama : Nurprapti W.W., S.Sos., M.Si
(..............................)
ii
KATA PENGANTAR
Haleluya, Puji Tuhan, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapa Sorgawi, Yesus Kristus, yang karena kasih dan anugerahnya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penuyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Efektifitas Pemasaran Sosial Pendidikan Inklusi Helen Keller International periode maret 2007 – maret 2009” bersumber dari rasa ketertarikan penulis terhadap pemasaran sosial yang dilakukan oleh Helen Keller Internasional di dalam memasarkan konsep “Pendidikan Inklusi” kepada masyarakat. Proses penyusunan ini melibatkan banyak pihak yang telah membantu penulis dengan segala bimbingan, motivasi serta doa yang tidak ternilai bagi kelancaran penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Ibu Nurprapti W.W., S.Sos., M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing, meluangkan waktu serta ilmu yang bermanfaat demi kelancaran pengerjaan skripsi ini. Terima kasih dan maaf sering mengganggu dengan sms-sms dan telpon-telpon saya. 2. Ibu Dra. Tri Diah, Msi. selaku Ketua Bidang Marketing Communication yang memudahkan proses administrasi dan perijinan untuk penulis. 3. Keluarga yang tidak pernah lelah untuk selalu mengejar, mengingatkan, dan mendorong untuk segera menyelesaikan skripsi .
iv
4. “Bang Ocky” yang telah sangat berjasa menyemangati dan selalu mencek perkembangan skripsi sampai akhirnya selesai. ini hasil perjuangan kita. 5. Staf administrasi UMB terima kasih atas bantuannya dan kelancarannya agar segala hal administrasi dapat dilaksanakan dengan lancar. 6. Staff perpustakaan UMB yang bersedia disibukkan dengan permintaan pinjaman buku referensinya. 7. Teman-teman XO yang selalu menyemangati dan memberi support ketika rasa malas sedang menghantui. 8. Teman-teman sekelas Markom angkatan VIII, terutama azis. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya. 9. Dwi Aryo Tjipto Handono selaku Communication Officer Helen Keller International yang telah membantu penulis mendapatkan data-data yang diperlukan. 10. Weningsih selaku E&D Program Manager yang telah mendukung penulis di dalam memberikan informasi-informasi dan pandangan-pandangan akan penulisan tentang ”Pendidikan Inklusi”. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, namun segala bantuannya begitu berarti dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Bapa sorgawi yang membalas segala kebaikan dan ketulusan kalian semua dengan kebaikan dan ketulusan yang kalian telah berikan kepada saya. Amin
v
Demikianlah, semoga muatan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun bagi setiap orang yang membutuhkannya. Tak ada gading yang tak retak, oleh sebab itu penulisan ini juga tidak lepas dari kekurangan, jika ada masukan atau saran maka penulis dengan tangan terbuka akan menerima masukan dan saran-saran tersebut.
Jakarta, 7 Agustus 2009 Penulis
Septina Elfrida
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ……………………..
i
LEMBAR TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI...................
ii
ABSTRAK
…………………………………………………
iii
KATA PENGANTAR ………………………………………
iv
DAFTAR ISI …………………………………………………
vii
DAFTAR TABEL ………………………………………….. .
x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………………………….
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………
9
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………
9
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………..
1
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Benang Merah Marcom dan Social Marketing......
11
2.2 Komunikasi............................................................
13
2.2.1 Proses Komunikasi.......................................
14
2.2.2 Komunikasi yang Efektif.............................
15
2.2.3 Merumuskan Tujuan yang Efektif ..............
15
2.3 Pemasaran Sosial (Social Marketing)....................
15
2.3.1 Konsep Dasar Pemasaran Sosial..................
17
2.3.2 Tahapan Pemasaran Sosial ..........................
18
2.3.3 Strategi Pemasaran Sosial yang Efektif.......
23
2.3.4 Pemilihan Media/Saluran Pemasaran Sos. ..
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian ……………………………………
30
3.2 Tipe Penelitian ……………………………….......
30
vii
3.3 Metode Penelitian ………………………..............
31
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………
31
3.5 Populasi dan Sampel ……………………………..
32
3.5.1 Populasi .......................................................
32
3.5.2 Sampel ........................................................
32
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ...........................
33
3.6 Definisi Operasionalisasi Konsep ………………
34
3.7 Teknik Pengumpulan Data ……………………..
36
3.7.1 Data Primer .................................................
36
3.7.2 Data Skunder ...............................................
36
3.8 Pengolahan dan Analisis Data ..............................
36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4
Gambaran Umum Obyek Penelitian…………………
40
4.1 Hasil Penelitian ..........................................................
42
4.1.1 Identitas Responden .........................................
42
4.1.2 Awareness Masyarakat .....................................
44
4.1.2.1 Komponen Masyarakat ........................
45
4.1.2.2 Usia Keluarga .......................................
46
4.1.3 Efektifitas Media Eksposure .............................
46
4.1.3.1 Radio Talk Show...................................
47
4.1.3.2 Koran Kompas ......................................
48
4.1.3.3 Jakarta Post ...........................................
48
4.1.3.4 Indo Pos ................................................
49
4.1.3.5 Poster ....................................................
49
4.1.3.6 Flyer .....................................................
50
4.1.3.7 Training .................................................
51
4.1.3.8 Internet ..................................................
51
4.1.4 Efektifitas Pemilihan Media Pemasaran............
52
4.1.5 Pengetahuan Responden ...................................
53
viii
4.1.6 Dukungan Responden .......................................
54
4.1.7 Tindakan untuk mendukung Pendidikan Inklusi.. 55 4.1.8 Efektifitas Secara Keseluruhan............................. 56 4.2 Pembahasan dan Diskusi.....................................…….. 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……………………………………….
64
5.2 Saran ……………………………………………...
65
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..
67
LAMPIRAN ………………………………………………….
68
Kuesioner Tabel rekapitulasi Briefing Sheet Helen Keller International Struktur Organisasi Flyer Pendidikan Inklusi Briefing Sheet Pendidikan Inklusi
ix
DAFTAR TABEL
TABEL
Halaman
3.1 Definisi Operasionalisasi Konsep.........................................
31
3.2 Daftar Nilai Skala Likert ......................................................
34
4.1 Usia Responden ...................................................................
43
4.2 Jenis Pekerjaan ....................................................................
44
4.3 Awareness berdasarkan Komponen Masyarakat..................
45
4.4 Awareness berdasarkan Usia Responden ............................
46
4.5 Radio Talk Show ................................................................
47
4.6 Koran Kompas......................................................................
48
4.7 Jakarta Post ..........................................................................
48
4.8 Indo Pos...............................................................................
49
4.9 Poster ...................................................................................
49
4.10 Flyer ...................................................................................
50
4.11 Training .............................................................................
51
4.12 Internet ..............................................................................
51
4.13 Tabel Nilai rata-rata target sasaran ....................................
52
4.14 Pengertian Responden ......................................................
53
4.15 Dukungan Responden ......................................................
55
4.16 Tabel Induk ......................................................................
56
x
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di seluruh dunia pasti memiliki masalah sosial dimana
masyarakat atau pemerintah berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menyelesaikan masalah sosial berarti melibatkan perubahan sosial – merubah cara individu atau kelompok dari sesuatu kondisi yang berbahaya/tidak baik menjadi sesuatu yang lebih baik atau produktif. Merubah prilaku dan nilai-nilai di dalam masyarakat, menciptakan sistem sosial yang baru membuat strategi agar masyarakat bisa menerima dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari agar kualitas kehidupan mereka meningkat bukanlah hal yang mudah. Pada masa lampau, perubahan sosial dilakukan dengan cara paksaan dan menggunakan kekerasan yaitu melalui perang dan revolusi. Namun di abad 21 ini kita bisa melihat bahwa cara merubah kondisi sosial dengan cara persuasif telah berfungsi lebih efektif dibandingkan dengan cara-cara kekerasan yang dahulu dilakukan. Cara – cara persuasif yang dilakukan untuk melakukan perubahan sosial tersebut itulah yang disebut dengan pemasaran sosial. Tehnik-tehnik pemasaran yang dilakukan di dalam melakukan pemasaran sosial hampir sama dengan pemasaran bisnis. Perbedaannya hanyalah pemasaran bisnis memasarkan produk/jasa, sedangkan pemasaran sosial memasarkan suatu ide/gagasan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dimana ide/gagasan tersebut adalah inovasi dari kondisi sebelumnya.
2
Tujuan dari pemasaran sosial adalah adanya adopsi ide/gagasan oleh target audience Di dalam buku Diffusion of Innovations edisi ke empat, Everett M. Rogers dijelaskan bahwa “Innovation is an idea, practice, or object that is perceived as new by individual or other unit of adoption”1 yang dalam bahasa Indonesia artinya adalah Inovasi adalah sebuah ide, praktis, atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau unit adopsi lainnya. Respon individu atau kelompok terhadap inovasi atau sesuatu yang baru pastilah berbeda-beda oleh sebab itu cara mengkomunikasikan ide/gagasan baru secara tepat sangatlah diperlukan. Cara mengkomunikasikan inovasi melalui beberapa saluran diantara anggota sistem sosial disebut sebagai Difusi. Difusi adalah tipe komunikasi yang khusus karena pesan yang disampaikan adalah gagasan-gagasan baru. Komunikasi adalah proses dimana peserta menciptakan dan membagi informasi satu dengan yang lainnya untuk mencapai pengertian yang sama. Definisi ini menunjukkan bahwa komunikasi adalah proses penyatuan pertukaran informasi dari dua individu atau lebih. Jadi difusi adalah tipe komunikasi yang khusus dimana pesan-pesan yang disampaikan adalah gagasan-gagasan baru. Ide baru di dalam isi pesan memberikan difusi karakter khusus. Pembaharuan berarti bahwa beberapa derajat ketidakmungkinan terlibat di dalam proses difusi. Proses difusi inovasi adalah proses dimana seorang individu (atau unit pembuat keputusan lainnya) melewati pengetahuan pertama dari sebuah inovasi untuk membentuk sebuah prilaku menuju inovasi, sebuah kebutusan untuk
1
Rogers, Everett M., Diffusion of Inovation fourth Edition, New York:The Free Press,1995, hl. 11
3
menerima atau menolak, untuk melaksanakan ide baru dan untuk mengkonfirmasi keputusan-keputusan ini. Ada 5 tahapan di dalam proses difusi inovasi ini yaitu : 1. Pengetahuan 2. Persuasi 3. Keputusan 4. Pelaksanaan 5. Konfirmasi Di dalam pemasaran sosial terdapat proses difusi inovasi, dimana organisasi, pemerintah melakukan persuasi suatu ide/gagasan-gagasan baru untuk diadopsi masyarakat sehingga kualitas kehidupan mereka dapat meningkat. Menjadi sebuah lembaga sosial yang bertugas untuk menyampaikan suatu gagasan/ide kepada masyarakat bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan masyarakat yang dihadapi memiliki latar belakang sosial budaya yang berbedabeda sehingga penyampaian pesan banyak mengalami kendala-kendala yang diluar dugaan. Kondisi seperti ini tentulah harus segera diketahui, agar setiap usaha atau pekerjaan yang di lakukan dalam membangun pengetahuan/pengenalan masyarakat akan gagasan/ide tersebut dapat dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien. Melakukan berbagai macam kegiatan pemasaran sosial (social marketing) adalah usaha agar gagasan/ide tersebut cepat diterima oleh masyarakat. Keberhasilan suatu program yang dilakukan oleh sebuah lembaga sosial adalah bagaimana program tersebut akhirnya diketahui dan diterima oleh masyarakat luas, oleh sebab membuat program yang sangat bagus tidaklah cukup, karena jika masyarakat tidak mengetahui program tersebut, maka merekapun tidak akan melakukan gagasan/ide yag disampaikan. Oleh sebab itu membuat
4
strategi pemasaran yang tepat adalah salah satu cara agar gagasan/ide tersebut cepat sampai di masyarakat yang kemudian akan diterima dan dilakukan oleh orang-orang yang menjadi sasaran program tersebut. Hal yang mendorong masyarakat untuk menerima gagasan/ide yang ingin disampaikan adalah bagaimana penyampaian pesan dari gagasan/ide tersebut dikomunikasikan dengan sedemikian sederhana sehingga dapat dimengerti dan bisa diterima oleh hati nurani dan akal sehat. Oleh sebab itu, memahami karakteristik masyarakat yang menjadi sasaran dan membuat pesan yang mudah diterima dan diingat akan membuat usaha komunikasi penyampaian pesan menjadi efektif. Pada hakekatnya semua manusia pasti membutuhkan komunikasi, sama halnya dengan makan, minum dan menghirup udara, komunikasi sudah menjadi kebutuhan dasar yang sama pentingnya dengan kegiatan-kegiatan tersebut diatas. Hal ini disebabkan karena manusia diciptakan dengan satu sifat dasar yang sama yaitu saling berhubungan satu dengan yang lain. Para pakar komunikasi banyak mengemukakan alasan dan sebab-sebab orang berkomunikasi, dimana ada banyak kesamaan dari penjelasan-penjelasan mereka tentang mengapa orang perlu berkomunikasi, kesamaan – kesamaan itu tak lain disebabkan oleh satu pengertian dasar yaitu bahwa Manusia adalah mahluk sosial dimana komunikasi adalah salah satu sarana untuk membuat orang di sekitar kita bisa mengerti, merasa, berfikir atau berprilaku seperti yang kita inginkan. Di dalam proses nya, membuat tujuan komunikasi sesuai seperti yang kita inginkan tidaklah mudah, seringkali dalam berkomunikasi terjadi pemaknaan – pemaknaan ganda atau terkadang jauh maknanya dari apa yang kita ingin
5
sampaikan dalam pesan tersebut, oleh sebab itu seorang pakar komunikasi Harold Lasswell menjelaskan bahwa agar kita dapat berkomunikasi dengan baik, kita harus memulainya dengan menjawab pertanyaan – pertanyaan ”Who Says What in Which Channel to Whom With What Effect?” yang artinya ”Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Seperti Apa?” dimana dari definisi Lasswell ini dapat diturunkan 5 unsur komunikasi yaitu : Sumber (source), Pengirim (sender), Penyandi (encoder), Komunikator (communicator), Pembicara (speaker). Dari ke – 5 unsur tersebut salah satu proses yang cukup penting adalah pada saat penyandian (encoding) karena dalam proses encoding itulah sumber (source) harus bisa menyampaikan isi hati (perasaan) atau apa yang ada dalam pikirannya (pikiran) dengan mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol verbal atau non verbal yang idealnya dipahami oleh penerima pesan dimana pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir dan perasaan sumber mempengaruhi sumber dalam merumuskan pesan. Di era globalisasi dan serba moderen seperti sekarang ini, mencari media untuk berkomunikasi atau menyampaikan pesan tidaklah lagi sulit. Teknologi telah benar – benar berkembang dimana telah banyak di ciptakan alat-alat / media – media untuk mempermudah komunikasi. Namun tetap saja kembali ke masalah awal, yaitu bagaimanakah suatu pesan dapat disampaikan dengan efektif dan sesuai dengan tujuan si pemberi pesan, karena meskipun banyak media yang diciptakan untuk menyampaikan pesan, tetap saja pesan yang bermakna ambigu atau kurang jelas atau bahkan tidak dapat dimengerti karena alasan persepsi, bahasa, latar belakang dan alasan-alasan lainnya, dapat mengakibatkan media
6
tersebut tidak menjadi berguna/efektif bagi si pemberi pesan dan juga bagi si penerima pesan. Salah satu faktor pendukung lainnya agar bisa menciptakan pesan komunikasi yang tepat sasaran adalah memperhatikan konteks dari komunikasi tersebut, yang dimaksud konteks di sini adalah semua faktor diluar orang-orang yang berkomunikasi seperti misalnya lingkungan, wilayah, aspek psikologis seperti sikap dan kecenderungan dari si calon penerima pesan serta aspek-aspek sosial seperti norma yang berlaku dan karakteristik budaya. Dengan mengetahui semua faktor-faktor tersebut ke tidak kemungkinan dari tidak efektifnya pesan yang disampaikan dalam komunikasi bisa semakin diminimalisir. Saat ini pemasaran sedang gencar-gencarnya dilakukan tidak hanya oleh perusahaan yang memiliki produk atau jasa, tapi juga oleh organisasi – organisasi non pemerintah atau organisasi publik yang melakukan komunikasi pemasaran untuk kepentingan publik yang berupa suatu gagasan atau wancana untuk mengubah, memperbaiki atau meningkatkan hidup dari masyarakat banyak. Biasanya pemasaran seperti ini disebut sebagai iklan layanan masyarakat atau pemasaran sosial. Sama hal nya suatu perusahaan yang memiliki sebuah produk/jasa untuk di pasarkan, organisasi sosial juga mempunyai produk untuk di pasarkan yang berupa ”ide/gagasan” dimana pastinya memerlukan strategi yang hampir sama dengan memasarkan suatu produk/jasa kepada masyarakat luas. Mengapa demikian? Karena setiap pemasaran mempunyai satu tujuan yang sama yaitu mempengaruhi khalayak sehingga akhirnya bisa mendapatkan ”perhatian khalayak banyak” terhadap produk yang akan mereka pasarkan tersebut. (Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante)
7
Organisasi sosial dalam menjalankan peran sebagai komunikator mempunyai beberapa tugas, yaitu menginformasikan sekaligus memberikan wawasan kepada masyarakat tentang arti dan manfaat dari dukungan masyarakat terhadap ide/gagasan tersebut , membujuk target kelompok potensial yang mendukung terlaksananya ide/gagasan tersebut, mengedukasi masyarakat akan manfaat yang dapat di raih jika ide/gagasan tersebut diterima dan diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Melihat begitu pentingnya peran komunikasi dalam di dalam memasarkan suatu konsep, ide/gagasan, strategi komunikasi yang tepat perlu di rencanakan dengan matang. Meskipun tujuan pemasaran hampir sama dengan perusahaan jasa dan manufaktur, namun dengan tipe produk serta target yang berbeda, strategi pemasaran yang tepat dan sesuai harus di rancang semaksimal mungkin. Mengembangkan strategi komunikasi pemasaran yang berbeda untuk mengkomunikasikan suatu ide/gagasan cukup rumit, mengapa? Karena produk yang di tawarkan bukanlah benda berwujud, tapi merupakan suatu pemikiran. Komunikator harus benar – benar bisa mempengaruhi prilaku si penerima. (Gerald R. Miller) Strategi komunikasi merupakan faktor penentu di dalam menetapkan tujuan dalam sebuah perusahaan. Di dalam membuat strategi, terdapat perencanaan mengenai kegiatan-kegiatan untuk memperkenalkan, mempengaruhi, meyakinkan dan mengingatkan khalayak terhadap produk yang ingin dipasarkan dari perusahaan/organisasi. Pada tahap penentuan strategi komunikasi pemasaran ini, setiap perusahaan atau organisasi akan berusaha untuk menentukan langkah-langkah
8
yang efektif dan efesien supaya produk yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dapat tersampaikan kepada khalayak yang menjadi target komunikasi. Sama halnya dengan kegiatan pemasaran konsep ”Pendidikan Inklusi” yang dilakukan oleh
organisasi non pemerintah, Helen Keller International.
Organisasi ini sedang berusaha menyampaikan sebuah konsep pendidikan baru kepada masyarakat luas di mana di dalam konsep tersebut di sebutkan bahwa pendidikan adalah hak setiap orang dan oleh sebab itu bahkan anak-anak yang memiliki ke cacatan tubuh pun mempunyai hak yang sama di dalam mengemban pendidikan bersama dengan anak-anak normal lainnya. Helen
Keller
International
(HKI)
di
dalam
mengkomunikasikan
ide/gagasan tersebut tidaklah mudah, karena HKI berhadapan dengan pola pikir masyarakat yang berbeda-beda dan sudah terbentuk dengan konsep yang lama. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan – pendekatan secara bertahap kepada masyarakat di dalam menyampaikan ide/gagasan baru ini. Cara penyampaianpun dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya ialah dengan memasarkan konsep ”Pendidikan Inklusi” tersebut dengan mengadakan pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar di banyak keluarahan di DKI Jakarta, mengadakan Radio talk show yang di siarkan secara berkelanjutan di radio swasta sampai menempel poster-poter tentang ”Pendidikan Inklusi” di sekolah – sekolah. Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis mencoba untuk meneliti strategi komunikasi yang telah dilakukan oleh Helen Keller International, apakah strategi yang dibuat telah cukup efektif di dalam memasarkan konsep ”Pendidikan Inklusi” di masyarakat, dan sehubungan dengan tujuan penulis di dalam melakukan
penelitian
ini,
penulis
memberi
judul
“EFEKTIFITAS
PENGGUNAAN MEDIA PUBLIKASI DALAM PROGRAM PEMASARAN
9
SOSIAL ”PENDIDIKAN INKLUSI” HELEN KELLER INTERNATIONAL pada periode Maret 2007 – MARET 2007”.
1.2
Rumusan Masalah Helen Keller International (HKI) memiliki gagasan/ide tentang bagaimana
pendidikan di Indonesia bisa menjadi “inklusif” yang berarti bahwa semua anak baik dia memiliki kebutuhan khusus (cacat fisik) atau miskin atau tinggal di daerah terpencil bisa tetap memiliki akses ke sekolah. Oleh sebab itu berbagai usaha-usaha telah dilakukan oleh HKI untuk mempersuasikan ide/gagasan tersebut kepada masyarakat ataupun pemerintah agar sistem pendidikan tersebut bisa diterima dan bisa dilaksanakan di Indonesia. Namun mengingat masyarakat Indonesia masih mempunyai pola pikir bahwa “mengurus yang normal saja sulit” apalagi mengurus yang tidak normal di sekolah bersama-sama dengan anak normal lainnya apakah itu mungkin? Dengan pertimbangan dan pertanyaan masyarakat tersebut itulah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti apakah penggunaan media publikasi dalam pemasaran Sosial Pendidikan Inklusi yang dilakukan oleh Helen Keller International pada periode Maret 2007 – Maret 2009 sudah efektif?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti Efektifitas media publikasi
dalam Pemasaran Sosial Pendidikan Inklusi yang Helen Keller International lakukan pada periode Maret 2007- maret 2009.
10
Adapun Efektifitas dapat dilihat dari tercapainya atau tidak tercapainya tujuan Helen Keller International di dalam memasarkan konsep “Pendidikan Inklusi” kepada target audience yang dituju. 1.4
Manfaat Penelitian a. Akademis Dengan adanya penelitian ini, diharpkan dapat menjadi tambahan wawasan dan masukan bagi setiap orang yang mengambil studi Marketing Communication, tertutama bagi mereka yang ingin mengetahui strategi marketing communication yang seperti apa yang cocok di dalam melakukan pemasaran sosial. b. Praktis Menjadi bahan masukan dan evaluasi bagi Divisi Komunikasi di NGO Helen Keller International dalam menentukan strategi komunikasi pemasaran ”Pendidikan Inklusi” kepada kelompok yang dituju, sehingga bisa mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang perusahaan harapkan.
11
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Komunikasi Pemasaran Sosial Secara sederhana pengertian komunikasi adalah suatu proses penyampaian
pesan dari sender ke reciever baik secara lisan atau tulisan sehingga individu yang lain tersebut mengerti pesan yang disampaikan. Pesan dalam pemasaran sosial bukan hanya sebuah slogan pintar, tetapi adalah sebuah pemikiran komunikasi yang difikirkan secara baik berdasarkan teori dan penelitian2. Untuk membangun komunikasi yang efektif di dalam pemasaran sosial, kita perlu mengkombinasikan sebuah pengetian akan perubahan prilaku dengan interpretasi dari hasil penelitian anda. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan modernisasi, komunikasi dirasakan semakin mempunyai peran yang penting baik dalam kehidupan pribadi maupun professional, hal ini terjadi dikarenakan kesalahan komunikasi sering kali mengakibatkan terjadinya hal-hal fatal bagi orang yang salah menerima pesan tersebut. Oleh sebab itu mempelajari bagaimana cara berkomunikasi yang benar dan efektif adalah suatu hal yang penting untuk di pelajari, agar tujuan-tujuan komunikasi dapat tercapai. 2.1.1
Proses Komunikasi Proses penyampaian pesan atau makna disebut sebagai proses komunikasi. Pesan yang jelas artinya dan tidak mempunyai makna ambigu atau ganda akan mempermudah proses komunikasi yang efektif. Salah satu ciri pesan yang baik adalah pesan yang di
2
Weinreich, Nedra Kline, Hands on Social Marketing: A Step by Step guide, SAGE Publication, 1999, p.91
12
komunikasikan secara lisan atau tulisan dan dikemas dalam bahasa yang mudah dimengerti/sederhana, singkat, dan tidak bertel-tele. Namun pesan yang baik juga belum tentu efektif atau dapat memberikan feed back sesuai yang di inginkan apabila tidak ada partisipasi dari si penerima pesan, partisipasi tersebut dapat berupa kesediaan mendengarkan, mengerti, merasakan lalu memberikan reaksi yang positif terhadap pesan yang disampaikan. Sesudah diusahakan adanya kejelasan serta rasa partisipasi dari masingmasing pihak atas pesan yang akan dikomunikasikan maka tibalah proses pemancaran komunikasi dari satu orang ke orang yang lain. Tujuan komunikasi adalah untuk menyampaikan pesan yang efektif dan efisien, sehingga perlu diciptakan motivasi bagi yang menerima komunikasi sehingga penerimaan pesan dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Proses yang terakhir adalah pengecekan dan penilaian apakah komunikasi yang dijalankan telah berhasil atau tidak. Hal ini perlu dilakukan agar segala sesuatunya dapat diperbaiki sehingga pelaksanaan komunikasi tersebut sesuai dengan sasarannya. 3 2.1.2
Mengembangkan Komunikasi yang efektif Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan dari komunikasi tersebut. Oleh sebab itu, langkah pertama sebelum melakukan komunikasi adalah menentukan tujuan yang ingin diraih dari kegiatan komunikasi yang kita akan lakukan.
3
Maryudi “Pintar Berkomunikasi”.2005 hal 10
13
2.1.3
Merumuskan tujuan komunikasi agar efektif Dalam merumuskan tujuan komunikasi harus dihindari tujuan yang tidak fokus dan tidak dalam satu periode waktu yang ditentukan, hal ini agar dapat segera diketahui apakah komunikasi yang kita lakukan tersebut efektif atau tidak, ingat SMART : Spesific: tujuan ditentukan secara spesifik dan fokus pada satu titik Measurable: tujuan harus dapat diukur dalam jangka waktu tertentu Appropriate: tujuan harus sesuai dengan tindakan komunikasi Realistis: tujuan harus nyata / dapat Time bound: tujuan harus dalam satu periode waktu yang sudah ditentukan
2.2
Benang Merah Marketing Communication dan Social Marketing Untuk menarik benang merah bahwa pemasaran sosial adalah bagian dari marketing communication, berikut penulis menggambarkan sebuah bagan kerangka yang menunjukkan bahwa pemasaran sosial menggunakan teknik-teknik yang sama pemasaran bisnis.
Komunikasi Pemasaran (Marketing Communication) Pemasaran Bisnis
Pemasaran sosial
- Profit
- Non Profit
- Memenuhi Kebutuhan Pelanggan
- Meningkatkan Taraf Hidup
- Teknik Pemasaran
- Teknik Pemasaran
- Menjual Produk/Jasa
- Menjual Ide/Konsep
- Adanya Pembelian Produk
- Adanya adopsi Ide/Konsep
14
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa komunikasi pemasaran terbagi 2 yaitu pemasaran bisnis dan pemasaran sosial, teknik – teknik pemasaran yang digunakan kurang lebih sama saja, letak perbedaannya hanyalah tujuan dari pemasaran tersebut, pada pemasaran bisnis tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mengambil profit dari usaha pemenuhan kebutuhan tersebut, sedangkan dalam pemasaran sosial belum tentu ada kebutuhan konsumen, namun untuk meningkatkan kualitas hidup dibuatlah suatu ide atau gagasan untuk bisa diadopsi oleh konsumen dan sifat dari usaha ini adalah sosial (tidak mengambil keuntungan) bagi si pemasar. Pemasaran merupakan hal yang sangat penting dalam suatu bisnis, menurut Tjiptono yang dimaksud pemasaran adalah: “Aktifitas menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan atau produknya agar bisa menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.4” Kegiatan menyebarkan informasi, mempengaruhi, membujuk dan mengingatkan merupakan proses komunikasi. Berdasarkan definisi di atas maka komunikasi adalah aspek penting dalam keseluruhan misi pemasaran. Dikatakan oleh Terence A Shimp bahwa ; “Komponen komunikasi dalam bauran pemasaran menjadi semakin penting Bahkan telah diklaim bahwa pemasaran di era 1990-an adalah komunikasi dan komunikasi adalah pemasaran, keduanya tidak terpisahkan.5” Pemasaran sosial sebagaimana pemasaran secara umum, bukanlah teori yang berdiri sendiri, pemasaran sosial merupakan sebuah kerangka 4
Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Yogyakarta, 1997. h 219.
15
atau struktur kerja yang tersusun atas berbagai pengetahuan lain seperti ilmu-ilmu psiskologi, sosiologi, antropologi dan komunikasi dalam rangka memahami cara mempengaruhi prilaku masyarakat. Sebagaimana juga dasar marketing bisnis, pemasaran sosial didasarkan pada proses perencanaan logis yang melibatkan riset yang berorientasi pada konsumen, analisis pemasaran, segmentasi pasar, menentukan sasaran dan identifikasi strategi
dan
taktik
pemasaran.
Namun
meskipun
begitu,
pada
penerapannya tingkat kesulitan pemasaran sosial lebih tinggi dibandingkan pemasaran bisnis. Pemasaran sosial dipengaruhi oleh perilaku interaktif yang terus berubah, dalam iklim ekonomi, sosial dan politik yang kompleks. Apabila pemasaran bisnis mempunyai target untuk menjual sebanyak mungkin produk/jasa kepada masyarakat, pemasaran sosial memiliki target merubah prilaku, pola pikir, dan cara pandang masyarakat dalam meningkatkan kualitas kehidupan. Wiebe (seorang ahli pemasaran) pernah mempertanyakan apakah memasarkan “rasa persaudaraan” sama dengan memasarkan “sabun colek”?, pertanyaan yang menarik inilah yang akhirnya membawa pada kesimpulan bahwa cara memasarkan mungkin tidak sama, namun teknikteknik dan sumber-sumber usaha komersil dapat diadopsi dan digunakan untuk mencapai tujuan sosial, dimana disini istilah pemasaran sosial menggambarkan esensi dari melayani kepentingan sosial melalui/ dengang menggunakan teknik-teknik pemasaran.
5
Terence A Shimp, Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jilid 1,
16
2.3
Pemasaran Sosial (Social Marketing) “Dibidani” pertama kali oleh ahli pemasaran dunia di tahun 70-an, Philip Kotler dan Gerald Zaltman, istilah “social marketing” memiliki makna yang tak jauh dari arti kata “pemasaran” dalam dunia bisnis itu sendiri. Social marketing mengacu pada penerapan strategi pemasaran dalam memecahkan masalah sosial dan kesehatan masyarakat pada awalnya. Menurut Nedra Kline Weinreich dalam bukunya Hands on Social Marketing
pengertian
penggunaan
pemasaran
teknik-teknik
sosial
pemasaran
adalah
pemasaran
komersial/bisnis
yang untuk
mempromosikan adopsi dari sebuah tindakan yang akan meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan dari target audience atau sebuah lingkungan masyarakat secara keseluruhan6. Dalam kenyataan, tenknik dan strategi pemasaran secara luar biasa telah berhasil mendorong masyarakat untuk membeli sebuah produk, sehingga secara teori para ahli melihat bahwa dengan menggunakan teknik-teknik yang serupa kegiatan pemasaran social dapat dilakukan sehingga dapat meningkatkan kwalitas hidup masyarakat banyak. Selama ini, berbagai masalah sosial dan kesehatan dipicu oleh prilaku tertentu. Sebagai contoh penyebaran HIV-AIDS, kecelakaan lalu lintas, kehamilan yang tidak diinginkan, perdagangan anak dan pendidikan yang tidak berjalan sangat terkait dengan prilaku dan pandangan masyarakat yang perlu diubah. Erlangga, Jakarta 2003, hl. 4
17
Kurangnya kesempatan, pilihan dan pemberdayaan memicu sulitnya masyarakat menerapkan gaya hidup sehat, berpendidikan dan berwawasan. Disinilah peranan pemasaran social di dalam menawarkan solusi dengan mempengaruhi prilaku, tidak hanya warga Negara secara individu, tetapi juga kelompok masyarakat yang berpengaruh dan para pembuat kebijakan. Di dalam kegiatannya, para pelaku pemasaran social dapat memakai media, organisasi-organisasi dan penyusun kebijakan dan peraturan. Dalam pemasaran sosial, terdapat suatu gagasan/Ide yang harus dijual/dipasarkan kepada masyarakat dalam rangka mengubah pola pikir, sikap dan prilaku. Tak dapat dipungkiri, ketika berbicara tentang perubahan sosial, tidak ada resep generik dan jitu untuk dapat melakukan perubahan dalam waktu satu atau dua hari, diperlukan keterampilan, strategi yang tepat dan “gagasan” yang brilian untuk “dijual”. 2.3.1
Konsep dasar pemasaran sosial Berikut adalah konsep-konsep dasar pemasaran sosial 1. Adanya tujuan (objectives) yang didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kelompok sasaran 2. Pemasaran sosial adalah suatu proses pengaturan dan prilaku sosial yang menyangkut banyak peserta dari pembuat keputusan 3. Pemasaran sosial bukan semata-mata periklanan tetapi sesuatu proses yang lebih luas dan menyangkut :
6
Weinreich, Nedra Kline, Hands on Social Marketing: Step by step guide, SAGE Publication, 1999, p.3
18
- riset pasar untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan khalayak sasaran - melakukan segmentasi khalayak sasaran menurut kriteria yang sistematik - mendesain penawaran agar cocok dan sesuai segmen sasaran - menentukan biaya yang dapat dijangkau pasar sasaran - mengkomunikasikan penawaran pada pasar sasaran - membuat yang ditawarkan tersebut dapat dijangkau bagi segmen sasaran melalui saluran distribusi yang ada 4. Program pemasaran sosial haruslah efektif dan merata untuk jangka pendek dan efisien untuk jangka panjang, untuk menjamin investasi dan alokasi sumber-sumber 2.3.2
Tahapan Pemasaran Sosial Pemasaran sosial menjangkau luas dari kesehatan sampai kemanusiaan. Oleh sebab itu pendekatan yang efektif kepada masyarakat tidaklah mudah, ada tahapan-tahapan yang perlu di perhatikan agar setiap kegiatan/aktifitas pemasaran yang dilakukan dapat mencapai tujuannya. Berikut adalah tahapan-tahapan yang perlu dilakukan agar pemasaran sosial dapat berjalan dengan efektif:
1. Targeting Your Audience (Menentukan target pasar anda) Target Audience (sasaran pemasaran) adalah orang-orang yang anda harapkan prilakunya berubah7. Target Audience bisa jadi
7
Weinreich, Nedra Kline, Hands on Social Marketing: Step by step guide, SAGE Publication, 1999, p.6
19
klien yang anda sudah lama layani atau bisa juga kelompok baru yang baru mau dijangkau, namun hal yang terpenting adalah perlakukan mereka seperti seorang konsumen yang sangat penting sehingga mereka mau meng-adopsi ide/gagasan anda. Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam pemasaran sosial adalah menentukan siapa yang menjadi sasaran anda, karena tidaklah mungkin bahwa yang menjadi sasaran anda adalah masyarakat umum. Agar menjadi efektif, anda harus dengan spesifik menentukan siapa yang sebenarnya menjadi sasaran anda dan fikirkan orang-orang yang dapat anda libatkan dalam proses pemasaran sosial anda seperti misalnya: -
Klien atau orang-orang yang anda ingin jangkau
-
Orang-orang yang sangat berpengaruh terhadap target sasaran anda seperti misalnya orang tua, guru, teman sebaya, dll.
-
Pembuat kebijakan
-
Atasan atau pimpinan anda
-
Teman bekerja atau sukarelawan Diatas adalah kelompok-kelompok yang berbeda dan memerlukan berbagai macam cara komunikasi dan strategi untuk menjalankan program pemasaran sosial tersebut.
2. Telaah/teliti Target Audience anda Banyak
orang
berfikir
bahwa
cara
pemasaran
dengan
menggunakan audio visual, brosur full color dan iklan di Korankoran pasti akan membuat pemasaran lebih mudah ditangkap oleh target audience, namun pada kenyataannya tidaklah demikian,
20
setiap audience memiliki latar belakang berbeda-beda yang membuat mereka belum tentu bisa meng-adopsi ide/gagasan yang kita miliki tersebut. Oleh sebab itu diperlukan: •
Bicara dan dengarkan keluhan orang-orang yang menjadi sasaran
•
Cari tahu apa yang target audience anda perlukan dan inginkan
•
Komunikasikan dengan sasaran anda apakah hal-hal yang paling berdampak untuk mengubah prilaku mereka
•
Libatkan target audience anda di dalam membuat dan mengembangkan panduan program pemasaran sosial anda Melalui cara-cara diatas, maka kita akan dapat membuat suatu program yang sesuai dengan kebutuhan target audience kita.
3. Mengikuti proses yang sistematik Terkadang ketika kita melakukan pemasaran sosial, kita seringkali melakukan strategi apa yang kita anggap bagus untuk di terima oleh target audience kita, seringkali kita melakukan effort yang besar dan memakan banyak biaya, namun hasil yang kita dapatkan tidaklah sebanding dengan semua usaha yang sudah kita keluarkan. Pemasaran sosial menyediakan proses yang sistematik untuk mengikuti
bahwa
materi
pemasaran
berdasarkan
sebuah
penelitiaan/telaah dan bukanlah berdasarkan pemikiran/ide seseorang tentang apa yang terlihat bagus. Mengembangkan strategi yang komprehensif akan membuat kita mengetahui strategi apa yang terbaik untuk meyakinkan masyarakat agar mau meng-adopsi ide/gagasan yang kita ingin pas
21
4. Mengembangkan pola pikir pemasaran sosial Sama halnya dengan pemasaran produk/bisnis yang mengatur pola pikir bahwa “pelanggan adalah segalanya”, kita juga harus mengembangkan pemasaran sosial bahwa “masyarakat” adalah segalanya. Di dalam kacamata pemasaran sosial produk yang ditawarkan adalah adalah prilaku atau ide/gagasan yang yang dapat memperbaiki kehidupan masyarakat untuk lebih baik. Oleh sebab itu agar produk yang kita miliki tersebut mudah diterima dan di adopsi, kita harus dapat meyakinkan masyarakat bahwa produk yang kita tawarkan tersebut adalah solusi untuk masalah-masalah mereka, karena jika mereka masih belum merasa sebagai orang yang akan menderita atau merasakan kerugian karena tidak meng-adopsi atau menerima ide/gagasan yang kita miliki tersebut, maka mereka akan sulit sekali menerima produk yang kita pasarkan. Oleh sebab itu perlu usaha-usaha untuk meng-edukasi dan membangun pengetahuan masyarakat akan pentingnya meng-adopsi ide/gagasan yang kita miliki tersebut. 5. Price (Menentukan Harga) Yang dimaksud dengan Price (harga) dalam pemasaran sosial adalah apa yang target audience harus berikan/serahkan untuk mengadopsi ide/gagasan serta merubah prilaku, seperti misalnya: waktu, usahausaha, kebiasaan-kebiasaan lama dan bahkan emosional juga dipertimbangkan sebagai bagian dari harga yang harus dibayar dalam upaya meng-adopsi ide/gagasan yang dipasarkan. Misalnya: saat menerima pesan bahwa saat ini di sekolah anak-anak normal dan
22
lingkungan sudah harus mulai bisa menerima anak-anak yang cacat/berkebutuhan khusus untuk bisa bersekolah bersama dengan anak-anak normal lainnya. Bagi para orang tua, mungkin mereka harus mengorbankan keegoisan mereka yang mungkin berharap anaknya tidak boleh dekat dengan anak-anak cacat, dan bagi anak-anak normal lainnya sendiripun mereka harus mengorbankan perasaan mereka untuk membantu teman-teman mereka yang memiliki kekhususan. Hal-hal seperti inilah yang dimaksud dengan harga yang harus target audience berikan di dalam meng-adopsi ide/gagasan yang diluncurkan oleh sebuah organisasi non-profit, semakin kecil harga yang mereka harus bayar, semakin mudah ide/gagasan tersebut diterima. 6. Place (Menentukan Tempat) Place dalam pemasaran komersil, berarti tempat dimana barang/jasa akan di distribusi dan bagaimana cara pelanggan mendapatkan barang/jasa tersebut. Dengan menentukan tempat yang tepat di dalam pemasaran sosial akan dilaksanakan, akan mempermudah target audience anda mengingat dan kemudian meng-adopsi ide/gagasan yang anda miliki; anda tidak mungkin mengharapkan target audience anda datang dan mencari tempat anda berkampanye tetapi anda harus datang ke tempat audience anda berada dan lakukan kampanye di tempat tersebut. 7. Partnership (Menentukan Rekan Kerjasama) Di dalam menuntaskan masalah pendidikan atau kesehatan, sebuah organisasi biasanya tidak dapat melakukannya sendiri. Dengan mengajak organisasi-organisasi lain untuk menjadi rekan kerjasama
23
anda, maka organisasi-organisasi tersebut bisa menjadi sumber dan memperluas akses bagi target audience untuk bisa mendapatkan pesan dari kampanye yang lakukan. Oleh sebab itu tentukan organisasiorganisasi mana yang bisa mempunyai tujuan yang sama dan kemudian identifikasi cara berkerjasama dengan mereka. Contoh rekan kerja yang bisa diajak kerjasama: organisasi-organisasi serupa, orang tua, guru, sekolah, took-toko obat/kesehatan, dll 8. Policy (Kebijakan) Di dalam banyak kasus, perubahan kebijakan telah menjadi dukungan yang paling efektif didalam melakukan pemasaran sosial. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah bisa membawa banyak massa di dalam mendukung kampanye yang sedang kita lakukan. Oleh sebab itu salah satu bagian terepenting di dalam melakukan pemasaran sosial adalah mendapatkan kebijakan pemerintah yang mendukung program yang kita sedang kampanyekan. Contoh kebijakan: SK pendidikan Inklusi di Indonesia, SK Guru Kunjung, dll.
2.3.3
Strategi agar pemasaran sosial berjalan efektif Ada 5 strategi dalam pemasaran sosial, dimana setiap strategi melibatkan beberapa tipe aktifitas: 1. Planning (perencanaan): tahapan perencanaan menjadi landasan bagaimana proses pemasaran sosial akan dibangun. Agar tercipta kegiatan pemasaran sosial yang efektif, kita harus mengerti masalahmasalah yang akan dihadapi dan siapa target audience-nya.
24
2. Message and Material Development (Pengembangan pesan dan materi): tahapan kedua setelah membuat perencanaan yang tepat berdasarkan
identifikasi
masalah
dan
target
audience
adalah
mengembangkan pesan dan materi publikasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan latar belakang target audience. Membuat pesan yang benar-benar mudah di ingat dan mudah diterima bukanlah hal yang mudah, oleh sebab itu membuat pesan dan materi publikasi yang terus berkembang adalah suatu hal yang penting. 3. Pretesting (tes sebelum pelaksanaan) Melakukan tes sebelum melakukan kegiatan pemasaran adalah suatu hal yang akan membantu kita dalam menentukan “apakah perencanaan saya sudah sesuai dengan keadaan target audience saya” dan “apa yang akan saya lakukan berikutnya”. Dengan melakukan pre-testing kita akan segera tahu pesan-pesan seperti apakah yang efektif untuk diterima oleh target audience serta perubahan-perubahan seperti apa yang harus kita lakukan dalam rangka membuat sebuah publikasi yang tepat pada sasaran. 4. Implementation (Pelaksanaan) Setelah menyusun perencanaan, mengembangkan pesan dan materi yang sesuai dengan kebutuhan sasaran serta melakukan pretest untuk mengetahui apakah pesan-pesan yang kita buat telah sesuai atau tidak, maka selanjutnya ialah melaksanakan pemasaran sesuai dengan perencanaan dan periode waktu yang telah dibuat.
25
5. Evaluation and Feedback (evaluasi dan umpan balik) Melakukan evaluasi dan umpan balik dari target audience adalah salah satu bagian pemasaran sosial yang paling penting, dengan melakukan evaluasi ini, kita akan lebih tau apa-apa saja yang masih kurang dalam kegiatan pemasaran yang sudah kita lakukan serta peningkatanpeningkatan apa yang harus dilakukan agar pemasaran sosial yang kita lakukan dapat berjalan efektif.
2.3.4
Pemilihan Media/Saluran Pemasaran Sosial agar Efektif Nedra Weindreich dalam bukunya Hands on Social Marketing : Step by Step Guide menulis bahwa “Channel “ in social marketing does not mean the television station on which your air your commercials. The term refers to the medium that delivers your program’s messages” yang artinya bahwa Channel di dalam pemasaran sosial bukan berarti adalah stasiun TV dimana anda berada, maksud dari Channel tersebut adalah saluran/media yang anda gunakan di dalam menghantar / menyampaikan program yang anda miliki. Di dalam meng-identifikasi saluran yang paling baik di dalam pemasaran sosial adalah dengan mengikuti langkah – langkah seperti berikut: 1. Channel Criteria: Tentukan Kriteria Saluran Anda dengan menelaah siapa target sasaran anda 2. Outlets: Tentukan secara spesifik saluran yang anda mau gunakan
26
3. Formats yaitu cara anda menyampaikan pesan melalui saluran yang telah anda pilih, misalnya radio talk show atau radio announcement, weekly atau monthly magazine, poster full color atau hitam putih. 4. Messanger adalah orang yang akan membawakan pesan yang anda ingin kirimkan kepada target sasaran. Pemilihan messanger yang tepat akan membawa dapak yang besar tentang apakah pesannya dapat dipercaya, penting atau berhubungan dengan target sasaran. Orang – orang yang biasanya dipilih adalah orang-orang yang dihormati atau banyak diketahui oleh orang banyak seperti misalnya selebritis atau public figure. Kunci dalam pemilihan channel/saluran adalah bagaimana dengan tepat memilih saluran yang paling efektif dan efisien di dalam menjangkau segmentasi target sasaran. Efektif artinya adalah bagaimana anda bisa memilih sebuah saluran/media yang dapat meyakinkan bahwa pesan anda menarik dan bisa meng-inspirasi sebuah perubahan prilaku sesuai dengan apa yang anda inginkan. Seperti misalnya jika anda bermaksud untuk menjangkau target sasaran yang sangat kecil seperti misalnya orang tua anak-anak kelas 5, menggunakan radio mungkin dapat dikatakan terlalu berlebihan dan tidak efektif, karena yang dijangkau terlalu banyak dan belum tentu semua orang tua anak kelas 5 mendengarkan saluran radio tersebut dan cara yang lebih baik mungkin adalah dengan mengirimkan pesan melalui anak-anak kelas 5 tersebut untuk mereka sampaikan ke orang tuanya, dan itu pasti akan menjadi lebih efektif. Oleh sebab itu untuk meng-identifikasi saluran yang paling baik untuk digunakan, cari tahu dimakah target sasaran anda banyak
27
menghabiskan waktu luangnya dan dimana mereka biasanya mendapatkan informasi? Karena mereka tidak akan keluar untuk mencari tahu informasi anda tetapi anda yang harus keluar dan menjangkau dimana mereka berada. Dengan melakukan penelitian tentang hal tersebut, maka akan dapat ditemukan saluran apa yang paling tepat dan paling popular diantara mereka, maka gunakanlah saluran tersebut. Setiap saluran/media memiliki peranan yang berbeda-beda di dalam pemasaran social, seperti misalnya poster atau radio adalah salah satu cara yang baik di dalam meningkatkan awareness tentang suatu isu dan sebuah brosur dapat menyediakan informasi yang lebih dalam, namun mungkin tetap diperlukan sebuah diskusi atau pembicaraan untuk akhirnya dapat memotivasi target sasaran untuk bertindak. Setiap saluran memiliki kekuatan dan kelemahan sendiri, dan caranya adalah dengan menggunakan beberapa metode yang dapat mendukung satu dengan yang lainnya. Semakin sering seseorang di ekspos pesan yang kita ingin sampaikan dalam cara yang berbeda-beda, maka akan lebih besar kemungkinan bahwa pesan itu akan melekat pada target sasaran anda. Berikut adalah saluran-saluran/media yang biasa digunakan di dalam pemasaran social: •
Media Massa (TV, radio, Koran, majalah)
•
Iklan Outdoor (Billboards, transit ads)
•
Brosur, Poster, newsletter
•
Komik, fotonovella
•
Direct mail
•
Komunikasi interpersonal (konsultasi)
28
•
Musik, Video klip
•
Event di komunitas / masyarakat
•
Pelatihan
•
Yellow pages
•
Internet Dan media-media/ saluran yang Helen Keller International
guanakan di dalam melakukan pemasaran sosial adalah: 1. Radio Talk Show Untuk meningkatkan awareness target audience, Helen Keller International membuat serangkaian radio talk show yang bertopik “Pendidikan Inklusi” di Radio 68 H dimana pemilihan radio disesuaikan dengan segmen dari target audience yang dituju yaitu guru, orang tua dan para pembuat kebijakan. Radio talk show tersebut di siarkan 6 bulan satu kali. 2. Print Media Agar pesan yang disampaikan lebih banyak di terima oleh masyarakat, Helen Keller International juga bekerja sama dengan beberapa print media seperti Kompas, Indopos, Jakarta post untuk memuat tulisan mengenai “Pendidikan Inklusi”. 3. Print Materials Untuk memberikan informasi yang lebih dalam tentang apa itu Pendidikan Inklusi, Helen Keller International membagi-bagikan Briefing Sheet kepada setiap partner kerja yang ditemui termasuk orang tua.
29
4. Poster and Flyers Untuk meningkatkan awareness sekolah dan orang tua di lingkungan sekolah, Helen Keller International juga menyebar 1000 buah poster, 1000 buah flyer, dan 1000 buah kalender yang dibagikan kepada sekolah-sekolah inklusi, dan sekolah – sekolah yang berada di sekitar sekolah inklusi tersebut. Dengan harapan bahwa orang tua yang tidak mempunyai anak-anak kebutuhan Khusus pun dapat mengerti dan mengetahui apa itu pendidikan inklusi. 5. Training/penyuluhan Untuk meningkatkan awareness Helen Keller International telah melakukan pelatihan di 152 sekolah di DKI Jakarta yang sekolahsekolah tersebut telah ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta, dan juga pelatihan di 28 kecamatan di DKI Jakarta. 6. Building Links/Partnership with other organization Agar pengertian tentang “Pendidikan Inklusi” semakin luas, maka Helen Keller International membina hubungan dengan organisasiorganisasi sosial untuk bisa juga membantu mensosialisasikan pesan tentang “Pendidikan Inklusi” 7. Internet Salah satu usaha untuk membangun awareness orang tua dan masyarakat akan pendidikan Inklusi, maka Helen Keller International membuat pemasaran menggunakan internet dengan menciptakan Website, Blog dan Facebook.
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tipe Penelitian Untuk dapat mengukur apakah pemasaran sosial yang dilakukan oleh Helen Keller International tentang “Pendidikan Inklusi” itu sudah efektif atau tidak, maka penulis memilih menggunakan penelitian metode Kuantitatif dimana yang dimaksud dengan penelitian kuantitatif menurut sumber internet wikipedia, penelitian kuatitatif adalah penelitiah ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.8
Sedangkan menurut Ronny Kountur,
D.M.S, Ph.D penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data kuantitatif (data yang dapat diukur sehingga dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya) dan proses penelitiannya deduktif – induktif, obyek penelitiannya banyak, mengguakan instrumen penelitian kuestionair dan mempunyai tujuan untuk mengkonfirmasi suatu teori9.
3.2
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan efektifitas dari Pelaksanaan Pendidikan Inklusi yang di lakukan Helen Keller International di DKI Jakarta . Menurut Wawan Ruswanto ; “Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan antar variabel tetapi hanya menggambarkan karakteristik berdasarkan jawaban
8 9
http://id.wikipedia.org/wiki/penelitian_kuantitatif Ronny Kountur, D.M.S, Ph.D, Metode Penelitian, PPm 2005,hal 15
31
responden.10” Sementara menurut Sumanto tujuan dari penelitian deskriptif adalah: “Sifat penelitian ini berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran/penegasan suatu konsep atau gejala-gejala yang berkaitan dengan status subjek penelitian, yang salah satu tujuannya adalah mengumpulkan informasi secara rinci.11”
3.3
Metode Penelitian Dilihat dari tujuan penelitian maka metode penelitian yang dipilih adalah metode Cross-sectional survey yaitu metode pengumpulan data dimana informasi yang dikumpulkan hanya pada suatu saat tertentu. Pengumpulan data dilakukan pada satu saat dan satu hari saja, namun bisa dilakukan dalam beberapa hari jika dikarenakan kondisi responden yang tidak mudah dikumpulkan sehingga harus dikumpulkan pada waktu yang berbeda-beda. Ciri-ciri metode penelitian survey adalah : 1. Informasi diperoleh dari sekumpulan orang 2. Informasi yang diperoleh dari sekumpulan orang tersebut disebut sample 3. Informasi diperoleh melalui proses bertanya dengan beberapa pertanyaan
3.4
Tempat dan Waktu Penelitian Berdasarkan teknik penarikan sample yang dipilih, yaitu cluster sample, keluarlah daerah yang akan diteliti yaitu 5 wilayah di DKI Jakarta yang sudah mendapat terpaan pemasaran “Pendidikan Inklusi” yang dilakukan oleh Helen Keller International, keluarlah daerah Jakarta Barat,
10
Wawan Ruswanto, dkk Penelitian Komunikasi, Jakarta : Universitas Terbuka, 1999. hal 21
32
Kecamatan Kebon Jeruk, kelurahan Kebon Jeruk untuk dijadikan tempat penelitian. Dimana di daerah tersebut, sekolah dan kelurahan yang sudah pernah mendapatkan salah satu terpaan pemasaran HKI yaitu Pelatihan Pendidikan Inklusi adalah SDN 06 Maruya Selatan dan Kelurahan Maruya selatan dan penelitianpun di lakukan di kedua tempat tersebut. Penelitian dilakukan selama 1 hari pada tanggal 30 Juli 2009, dimana penulis memberikan kuesioner kepada orang – orang yang sudah ditetapkan menjadi sampel untuk menanyakan apakah mereka sudah tau tentang apa itu pendidikan inklusi.
3.5
Populasi dan Sampel 3.5.1
Populasi Di dalam buku Metode Penelitian yang ditulis oleh Ronny Kountur, D.M.S, Ph.D, Populasi didefinisikan sebagai suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti dan Sampel adalah bagian dari populasi. Berdasarkan data yang didapat dari Helen Keller International jumlah orang yang sudah mendapatkan training sekolahan dan training komunitas di DKI Jakarta adalah 3000 orang yang terdiri dari : - 152 Sekolah x 15 Guru = 2.280 Guru - 72 Kelurahan x 10 Orang = 720 Staff Kelurahan Dan data tersebutlah yang dijadikan peneliti untuk menjadi populasi penelitian.
11
Sumanto, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Andi Otset, 1990. hal 6
33
3.5.2
Sample Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya. Dikarenakan penulis memilih Cluster Sampling dalam teknik penarikan sample, berdasarkan teknik tersebut keluarlah daerah Jakarta Barat, Kecamatan Kembangan,
Kelurahan Maruya Selatan sebagai
daerah yang akan diteliti. Dan berdasarkan data yang di dapat dari Helen Keller International sekolah dan kelurahan yang sudah mendapatkan pelatihan adalah: - Kelurahan Maruya Selatan : 67 orang - SDN 06 Maruya : 13 Orang Sehingga Jumlah sampel adalah 80 orang, namun dikarenakan sulit sekali mendeteksi orang-orang yang sudah benar-benar pernah mendapatkan pelatihan/training, maka penulis mengambil sample berdasarkan jumlah guru yang ada pada saat dilakukan penelitian yaitu 13 orang, dan 10 orang staff kelurahan, dan sisanya (57 orang) penulis ambil dari orang tua yang berada di sekitar kelurahan atau sekolah SDN 06 tersebut untuk dijadikan contoh atau sampel.
3.5.3
Teknik Penarikan sample Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah cluster sampling yaitu penarikan sampel dengan menggunakan dua tahapan yaitu tahapan pertama sampel dari area ditentukan dan kedua dari area tersebut ditentukan lagi siapa yang akan menjadi
34
responden12. Dengan menggunakan prinsip non probability sampling (tidak semua responden memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel). Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk memudahkan mendapatkan sampel.
3.6
Definisi dan Operasionalisasi Konsep Definisi Operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas suatu variabel dalam bentuk yang dapat diukur. Definisi ini diberikan untuk memberikan informasi-informasi yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel yang akan diteliti yaitu : Tabel 3.1 Definisi Operasionalisasi Konsep
No 1.
Dimensi
Variabel
Efektifitas a. Awareness Masyarakat
Indikator 1. Responden pernah mendengar pesan tentang “Pendidikan Inklusi”
Skala 5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
5= Sangat Baik 2. Responden dapat 4= Baik menjelaskan 3= Cukup Baik dengan tepat apa itu 2= Tidak baik pendidikan Inklusi 1= Sangat Tidak Baik 2.
Media Publikasi
12
a. Radio 68 H
1.Jumlah responden yang pernah mendengar pesan pendidikan inklusi dari Radio 68 H
b. Kompas
2.
www.wikipedia sampling statistic
5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
Jumlah 5= Sangat Baik
35
responden yang pernah mendengar pesan pendidikan inklusi dari Kompas
4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
c. Jakarta Pos
3. Jumlah responden yang pernah membaca pesan pendidikan inklusi dari Jakarta Post
5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
d. Indo Pos
4. Jumlah responden yang pernah membaca pesan pendidikan inklusi dari Indo Pos
5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
e. Flyer
5. Jumlah responden yang pernah membaca pesan pendidikan inklusi dari Flyer HKI
5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
f. Poster
6. Jumlah responden yang pernah membaca pesan pendidikan inklusi dari Poster HKI
5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
g. Training
7. Jumlah responden yang pernah mendengar pesan pendidikan inklusi dari Training
5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
h. Internet
8. Jumlah responden yang pernah membaca pesan pendidikan inklusi dari Internet
5= Sangat Baik 4= Baik 3= Cukup Baik 2= Tidak baik 1= Sangat Tidak Baik
36
3.7
Teknik Pengumpulan Data Dalam meneliti Efektifitas dari Pemasaran Sosial yang dilakukan oleh HKI
dalam
memasarkan
konsep
“Pendidikan
Inklusi”,
penulis
mengumpulkan data dengan menggunakan dua sumber data yaitu : 3.7.1
Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut13. Untuk
mendapatkan
data
primer,
penulis
menggunakan
metode
penyebaran Kuesioner. Penulis menyebarkan questioner kepada 80 orang yang terdiri dari Guru, Pegawai Kelurahan dan Orang Tua yang menjadi sample dari penelitian. 3.7.2
Data Skunder
Untuk melengkapi data primer, penulis juga menggunakan data sekunder, yaitu data-data yang dijadikan pelengkap guna melancarkan proses penelitian. Data sekunder ini dilakukan dengan penggalian data melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan informasi dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian, seperti file-file dari divisi komunikasi LSM Helen Keller International, buku-buku Pemasaran Sosial, sumber dari internet, dan lain-lain.
3.8
Pengolahan dan Analisis Data Analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan di interpretasikan. Karena metode
13
Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (pendekatan kualitatif dan kuatitatif), Yogyakarta, UII Press, 2007, hl. 113
37
yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuatintatif, yang berarti semua data yang dihimpun dan disusun secara sistematis, cermat diolah menjadi data deskriptif kuatitatif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran, deskripsi atau lukisan secara sitematik, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena-fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini, teknik analisa datanya menggunakan skala likert, skala ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang semuanya menunjukkan sikap terhadap suatu objek teretentu atau menunjukkan ciri tertentu yang akan diukur. Instrumen penelitian yang berisi skala ini, diisi oleh responden dengan memilih salah satu tanggapan yang sudah disediakan.14 Skala Likert meminta responden untuk memberikan respon terhadap
statement
(pernyataan)
yang
dikembangkan
berdasarkan
indikator dari variabel tersebut. Pernyataan diajukan untuk menunjukkan apakah ia menyatakan Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup Baik (CB), Tidak Baik (TB), Sangat Tidak Baik (STB) dalam menilai suatu pernyataan. Tiap-tiap statement diasosikan dalam suatu nilai. Skor untuk item yang positif yaitu: 5,4,3,2,1, sedangkan item yang negatif yaitu: 1,2,3,4,5 Tabel 3. 2 Daftar Nilai Skala Likert15 Alternatif Jawaban Sangat Baik
Bobot Skor (+) 5
Bobot Skor (-) 1
14
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, PT Remaja RosdaKarya, Bandung, 2002, hl.77
15
Noeng Muhadjir, Pengukuran Kepribadian (Yogyakarta: Raka Sarasih, 1992) hl. 47
38
Baik
4
2
Cukup Baik
3
3
Tidak Baik
2
4
Sangat Tidak Baik
1
5
Frekwensi
Score
Sangat baik
39
195
Baik
35
140
Cukup baik
23
69
Tidak baik
1
2
Sangat tidak baik
1
1
Total
99
407
Contoh: Pelatihan Pendidikan Inklusi
Kemudian (Total Jumlah responden x kategori yang dipilih) : jumlah responden = 407 : 99 = 4,11 = 4 ( skor positif untuk 4 adalah BAIK) Atau cara lain selalin memberi skor adalah dengan menggunakan program excel yaitu dengan mencari nilai rata-rata dari setiap jawaban responden. Langkah – langkah mencari nilai rata-rata (mean) tersebut adalah dengan: 1. Beri nilai (berdasarkan skala likert) pada setiap jawaban responden, yaitu jika:
39
a
maka diberi nilai
5
b
maka diberi nilai
4
c
maka diberi nilai
3
d
maka diberi nilai
2
e
maka diberi nilai
1
2. Setelah diberi nilai maka di kelompokkan berdasarkan variable yang ingin dipilih, misalnya: a. Kelompok sekolah (yang terdiri dari Guru, Kepsek, Orang Tua siswa sekolah) b. Kelompok pemerintah: pegawai-pegawai kelurahan c. Kelompok orang tua yang berada di sekitar sekolah 3. Setelah dikelompokkan maka analisa bisa dilakukan dengan cara mencari jumlah total dari keseluruhan jawaban kelompok, kemudian dibagi dengan jumlah frekwensi anggota di dalam kelompok. Contoh : a. Menilai awareness dalam kelompok sekolah: - Jumlah total jawaban yang diberikan adalah 92 - Jumlah responden yang di kategorikan dalam kelompok sekolah adalah 23 orang - Maka nilai rata-rata dari kelompok ini adalah: 92 (Total Jawaban) : 23 (Frekwensi) = 4 (dalam skala likert berati BAIK) Adapun indikator yang dapat diukur pada variabel efektifitas pemasaran sosial “Pendidikan Inklusi” adalah:
40
4. Adanya awareness pada Guru, Orang Tua, dan Pemerintah setempat terhadap “Pendidikan Inklusi” 5. Banyaknya orang yang mendapatkan informasi dari media yang
digunakan
Helen
Keller
International
di
dalam
memasarkan “Pendidikan Inklusi” 6. Tingkat Pengertian target audience terhadap pendidikan inklusi Pada indikator media exposure pada pertanyaan jumlah responden mendapatkan informasi dari media yang digunakan Helen Keller International maka diberikan skor sebagai berikut: a.
64 – 80 orang
: Sangat Efektif
:5
b.
48 – 64 orang
: Efektif
:4
c.
32 - 48 Orang
: Cukup Efektif
:3
d.
16 - 32 orang
: Tidak Efektif
:2
e.
1- 16 Orang
: Sangat Tidak Efektif : 1
Ukuran efektifitas akan dilihat dari pertanyaan pada setiap indikator: a. Efektif apabila mengarab pada jawaban yang sangat baik dan baik b. Cukup efektif apabila mengarah pada jawaban yang cukup baik c. Kurang efektif apabila mengarah pada jawaban yang tidak baik dan kurang baik
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.
Gambaran Umum Obyek Penelitian Helen Keller International (HKI) adalah sebuah organisasi Non Profit yang berasal dari Amerika Serikat. Berdiri di Indonesia sejak tahun 1955, dan saat ini memiliki jumlah karyawan kurang lebih 100 orang (struktur organisasi terlampir). Helen Keller International bergerak di bidang kesehatan masyarakat, namun pada tahun 2003 berkembang tidak lagi hanya menangani penanggulangan masalah kebutaan/kesehatan mata di Indonesia tetapi juga Pendidikan. Adapun program – program yang terdapat di dalam Helen Keller International adalah : -
CEHP (Community Eye Health Program) : Program kesehatan mata yang memberikan operasi katarak gratis bagi masyarakat di daerah Lombok
-
HNVP (Health Vision Nutrition Program) : Program kesehatan mata dan Nutrisi, memberikan operasi katarak gratis, dan membagikan Vitalita secara gratis kepada masyarakat di Kalimantan Timur
-
VIT A (Vitamin A) : Program Kesehatan mata yang memberikan vitamin A gratis kepada seluruh masyarakat
-
OVC (Opportunities for Vulnerable Children): adalah program pertama di Helen Keller International yang bergerak tidak di bidang Kesehatan mata tetapi bergerak di bidang Program
42
Pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang programnya disebut juga “Inclusive Education” atau Pendidikan Inklusi. Yang menjadi obyek penelitian dalam penulisan ini adalah program HKI yaitu Opportunities for Vulnerable Children (OVC) dan program ini dalam memulai pelayanan masyarakat untuk bidang Pendidikan, Helen Keller International bekerja sama dengan USAID dan Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta mengembangkan Pendidikan Inklusi, dimana yang dimaksud dengan Pendidikan Inklusi adalah Pendidikan yang memungkinan bagi semua anak untuk mendapatkan akses ke sekolah, baik itu anak berkebutuhan khusus ataupun anak-anak miskin atau yang tinggal di daerah terpencil. Sebagai LSM yang mempunyai gagasan baru, HKI melakukan pemasaran sosial “konsep Pendidikan Inklusi” di Jakarta, berbagai macam aktifitas pemasaran dilakukan, dimulai dari pembuatan materi cetak, radio talkshow, pelatihan sekolahan dan komunitas, tulisan-tulisan di media-media cetak dilakukan dalam rangkat meningkatkan awareness masyarakat di Jakarta tentang pendidikan Inklusi. Tugas memasarkan konsep pendidikan inklusi tersebut dikelola oleh divisi Komunikasi, berbagai macam kendala dihadapi oleh divisi ini dikarenakan kurangnya tenaga kerja di dalam memasarkan konsep “Pendidikan Inklusi” ini, mengingat target dari program adalah tercapainya awareness masyarakat di DKI Jakarta tentang pendidikan inklusi sehingga ketika Helen Keller International yang bekerjasama dengan dinas pendidikan dasar DKI Jakarta bisa mendapatkan
43
dukungan/support
dari
masyarakat
ketika
mengajukan
program
pendidikan ini ke sekolah-sekolah atau ke masyarakat.
4.1.
Hasil Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk meneliti Efektifitas Pemasaran Sosial “Pendidikan Inklusi” Helen Keller International dalam periode Maret 2007 – Maret 2009, dimana Efektifitas diukur dari tercapainya tujuan dalam periode yang telah ditentukan yaitu Maret 2007 – Maret 2009 dan tujuan dari pemasaran yang dilakukan oleh Helen Keller International adalah : Awareness / pengetahuan pihak sekolah, orang tua dan pemerintah setempat terhadap “Pendidikan Inklusi” , maka di dapatlah hasil penelitian seperti dibahwa ini: 4.1.1
Identitas Responden Karakteristik dari responden adalah : - Pria Atau Wanita yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak - Usia diatas 20 tahun - Berada di sekitar sekolah inklusi yang berada di Jakarta Barat secara spesifik responden yang terjaring dalam penelitian ini mempunyai tingkatan usia 20 – 50 tahun, maka dari itu untuk mempermudah identifikasi maka penulis membagi kelompok orang tua ke dalam 2 kelompok yaitu keluarga muda dengan usia berkisar 20 – 35 tahun dan keluarga dewasa yang berusia 35 tahun keatas, dimana di dalam katogori pembagian keluarga tersebut tedapat guru, pemerintah dan orang tua yang bisa dilihat dari tabel di bawah ini:
44
Tabel.4.1 Usia Responden n = 80 No
Jenjang Usia
Frekuensi
%
1.
Keluarga Muda (20 – 35 Tahun)
41
51,25%
2.
Keluarga Dewasa (> 35 Tahun)
39
48,75%
Jumlah
80
100%
Sumber: kuesioner bagian data responden
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden keluarga muda dan keluarga dewasa hamper berbading seimbang, dimana dapat dilihat dari hasil penelitian nanti bahwa yang dijabarkan tidak hanya mewakili kelurga muda saja tetapi juga mewakili keluarga yang sudah dewasa (usia pernikahan sudah cukup lama) Maksud dari pengelompokkan diatas adalah untuk melihat efektifitas media eksposure di berdasarkan usia yang pada akhirnya dikelompokkan sebagai keluarga muda dan keluarga dewasa, dengan menentukan usia seperti ini diharapkan data yang didapat nanti benar-benar mewakili opini dari segala jenis usia yang ada, sehingga validasi dari hasil penelitian bisa leblih tinggi. Sedangkan untuk pekerjaan, responden dibagi ke dalam 4 kategori pekerjaan yang dijabarkan dalam tabel dibawah ini:
45
Tabel 4.2 Jenis Pekerjaan n = 80 No
Kategori Pekerjaan
F
Mean
%
1.
Orang Tua (Ibu Rumah Tangga)
22
2
27,5 %
2.
Guru
23
4
28,75%
3.
PNS / Staff Kelurahan
10
3
12,5%
4.
Pegawai swasta /Wiraswata
25
2
31,25%
Jumlah
80
3
100%
Mengelompokkan responden dalam 4 kategori jenis pekerjaan seperti tabel 4.2 diatas, akan memudahkan penulis di dalam menelaah
apakah
pekerjaan
awareness
berpengaruh
masyarakat
dengan
tingkat akan
“Pendidikan Inklusi”. Dan dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden yang ber-profesi sebagai Ibu rumah tangga dan Wiraswasta & Pegawai swasta tingkat pengetahuannya tentang Pendidikan Inklusi kurang baik, sedangkan pada orang Tua yang berprofesi sebagai guru sangat pengetahuan tentang Pendidikan Inklusi dapat dikatakan Baik.
4.1.2
Awareness Masyarakat Untuk menelaah awareness masyarakat tentang konsep “Pendidikan Inklusi”, maka penulis membagi penilaiaan awareness berdasarkan beberapa komponen dibawah ini:
46
4.1.2.1 Berdasarkan Komponen Masyarakat Tabel 4.3 Awareness berdasarkan komponen masyarakat n = 80 No
Komponen
Frek.
Mean
Value
1
Sekolah
23
4
Baik
2
Pemerintah
10
3
Cukup Baik
3
Masyarakat
47
2
Tidak Baik
80
3
Cukup Baik
Sekitar
sekolah Awareness
Sumber: Kuesioner bagian data pekerjaan responden
Ket: 1.
Komponen Sekolah : Guru, Kepala Sekolah
2.
Komponen Pemerintah: Pekerja kelurahan /PNS
3.
Masyarakat sekitar sekolah : Orang tua yang berada di sekitar sekolah Pada baris akhir tabel 4.3 diatas terdapat keterangan 80, 3,
Cukup baik, yang artinya adalah dari 80 puluh orang responden nilai rata-rata awareness adalah 3 yang artinya cukup baik. Dan dari tabel 4.3 itupun dapat dilihat bahwa tingkat awareness paling tinggi terjadi di sekolah. Sedangkan di tingkat pemerintah dan masyarakat di sekitar sekolah, awareness tidak begitu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemasaran yang dilakukan oleh Helen Keller International berjalan efektif hanya sampai pada tingkat/level sekolah.
47
4.1.2.2 Usia keluarga (keluarga muda atau dewasa) Tabel 4.4 Awareness berdasarkan tingkatan usia Responden n = 80 No
Jenjang Usia
F
Mean
%
1.
Keluarga Muda (20 – 35 Tahun)
41
3
51,25%
2.
Keluarga Dewasa (> 35 Tahun)
39
2
48,75%
Jumlah
80
3
100%
Sumber: kuesioner bagian data usia responden
Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa pada awareness terbangun Baik pada keluarga muda, hal ini bisa dilihat dari 51,25% dari keseluruhan responden menjawab bahwa mereka pernah mendengar informasi “Pendidikan Inklusi dimana dalam hal awareness ini berarti bahwa pemasaran sosial yang dilakukan oleh Helen Keller International berjalan efektif pada keluarga muda. Sedangkan pada keluarga dewasa yang berjumlah 39 orang atau 48,75% dari keseluruhan responden, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata untuk jawaban responden akan pengetahuan tentang Pendidikan Inklusi adalah 2 atau Tidak Baik, hal ini menunjukkan bahwa bagi keluarga dewasa cara-cara pemasaran social yang dilakukan oleh Helen Keller International masih belum berjalan efektif.
4.1.3
Efektifitas Media Exposure Untuk mengukur efektifitas media exposure yang digunakan oleh Helen Keller International, seperti diuraikan pada BAB III diatas
48
maka skoring diberikan berdasarkan banyaknya responden yang mendapatkan terpaan media pemasaran HKI, dan skoring yang diberikan untuk 80 orang responden adalah sebagai berikut: 1 = 1 – 16 orang = Sangat Tidak Efektif 2 = 16 – 32 orang = Tidak Efektif 3 = 32 – 48 orang = Cukup Efektif 4 = 48 – 64 orang = Efektif 5 = 64 – 80 orang = Sangat Efektif Dan berdasarkan skoring diatas di dapatlah hasil penelitian sebagai berikut: 4.1.3.1 Radio Talk Show (RTS) - 68 H Tabel 4.5 Radio Talk Show 68 H n = 80 No
Frekuensi
1.
Pernah
jumlah
%
mendengar
10 Orang
12,5%
Tidak Pernah Sama Sekali
70 Orang
87,5%
Jumlah
80 Orang
100 %
minimal 2 kali 2.
Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat dari 80 orang responden, hanya 12.5% atau 10 orang saja yang pernah mendengar informasi tentang “Pendidikan Inklusi” melalui radio 68 H, menurut scoring yang diberikan, untuk range pendengar 1 -16 orang diberi skor 1 dan dikategorikan Sangat tidak Efektif.
49
4.1.3.2 Koran Kompas Tabel 4.6 Koran Kompas n = 80 No
Frekuensi
jumlah
1.
Pernah Membaca
22 Orang
27,5%
2.
Tidak Pernah Sama Sekali
58 Orang
72,5%
Jumlah
80 Orang
100 %
%
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang membaca informasi tentang pendidikan Inklusi melalui Koran Kompas hanya 22 orang atau 27,5% dari keseluruhan responden. Mengingat scoring yang sudah ditentukan bahwa jumlah pendengar dalam range 16 – 32 orang yang mendengar, diberi skor 2 atau Tidak Efektif.
4.1.3.3 Koran Jakarta Post Tabel 4.7 Jakarta Post n = 80 No
Frekuensi
jumlah
1.
Pernah Membaca
19 Orang
23,75%
2.
Tidak Pernah Sama Sekali
61 Orang
76,25%
Jumlah
80 Orang
100 %
%
Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang membaca informasi tentang pendidikan Inklusi melalui Koran
50
Jakarta Post hanya 19 orang atau 23,75% dari keseluruhan responden. Dan menurut scoring yang diberikan, untuk range pendengar 16 – 32 orang diberi skor 2 dan dikategorikan tidak Efektif. 4.1.3.4 Koran Indo Pos Tabel 4.8 Indo Pos n = 80 No
Frekuensi
jumlah
1.
Pernah Membaca
13 Orang
16,25%
2.
Tidak Pernah Sama Sekali
67 Orang
83,75%
Jumlah
80 Orang
100 %
%
Dari tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang membaca informasi tentang pendidikan Inklusi melalui Koran Indo Pos hanya 13 orang atau 16,25% dari keseluruhan responden. Dan menurut scoring yang diberikan, untuk range pendengar 1 -16 orang diberi skor 1 dan dikategorikan Sangat tidak Efektif. 4.1.3.5 Poster Tabel 4.9 Poster n = 80 No
Frekuensi
jumlah
1.
Pernah Membaca
27 Orang
33,75%
2.
Tidak Pernah Sama Sekali
53 Orang
66,25%
Jumlah
80 Orang
100 %
%
51
Dari tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang membaca informasi tentang pendidikan Inklusi melalui Poster yang disebarkan oleh Helen Keller International (HKI) adalah 27 orang atau 33,75% dari keseluruhan responden. Dan menurut scoring yang diberikan, untuk range pendengar 16 - 32 orang diberi skor 2 dan dikategorikan tidak Efektif.
4.1.3.6 Flyer Tabel 4.10 Flyer n = 80 No
Frekuensi
jumlah
1.
Pernah Membaca
17 Orang
21.25%
2.
Tidak Pernah Sama Sekali
63 Orang
78,75%
Jumlah
80 Orang
100 %
%
Dari tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang membaca informasi tentang pendidikan Inklusi melalui Flyer hanya 17 orang atau 21,25% dari keseluruhan responden. Menurut scoring yang diberikan, untuk range pendengar 16 - 32 orang diberi skor 2 dan dikategorikan Tidak Efektif.
52
4.1.3.7 Training Tabel 4.11 Training n = 80 No
Frekuensi
jumlah
1.
Pernah Ikut
19 Orang
23,75%
2.
Tidak Pernah Ikut Sama
61 Orang
76,25%
80 Orang
100 %
%
Sekali Jumlah
Dari tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mendapatkan informasi tentang pendidikan Inklusi melalui Training hanya 19 orang atau 23,75% dari keseluruhan responden. Menurut scoring yang diberikan, untuk range peserta 16 - 32 orang diberi skor 2 dan dikategorikan Tidak Efektif. 4.1.3.8 Internet Tabel 4.12 Efektifitas Internet di dalam memasarkan pendidikan inklusi n = 80 No
Frekuensi
jumlah
1.
Pernah Ikut
14 Orang
17,5%
2.
Tidak Pernah Ikut Sama
66 Orang
82,5%
80 Orang
100 %
%
Sekali Jumlah
53
Dari tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mendapatkan informasi tentang pendidikan Inklusi melalui Training hanya 14 orang atau 17,5% dari keseluruhan responden. Menurut scoring yang diberikan, untuk range peserta 1-6 orang diberi skor 1dan dikategorikan Tidak Efektif.
4.1.4
Efektifitas pemilihan media pemasaran “Pendidikan Inklusi” pada target sasaran Mengingat pada dasarnya tujuan utama pemasaran adalah agar target sasaran/ target Audience bisa mendapatkan awareness tentang “Pendidikan Inklusi” maka penulis menelaah tiap media yang digunakan oleh Helen Keller International di dalam memasarkan Ide/Konsep “Pendidikan Inklusi” sehingga setiap target sasaran bisa mendapatkan informasi sesuai apa yang diinginkan oleh Helen Keller International. Tabel 4.13 Tabel Nilai rata-rata target sasaran yang mendapatkan terpaan Media pemasaran “Pendidikan Inklusi” HKI n = 80 No
Media
Guru
Pemerintah
Orang Tua
1
Radio
2
2
2
2
Kompas
3
3
2
3
Jakarta Post
2
2
2
4
Indo Pos
2
2
2
5
Flyer
3
2
2
54
6
Poster
4
3
2
7
Training
4
2
2
8
Internet
2
2
2
MEAN
3
2
2
Dari tabel 4.13 diatas, untuk melihat efektifitas pemilihan media pada setiap kelompok masyarakat yang menjadi target sasaran “Pemasaran sosial Pendidikan Inklusi” yaitu Sekolah, Pemerintah dan Orang Tua, didapat kesimpulan bahwa : 1. Sekolah/Guru = 3 yang artinya Cukup Efektif 2. Pemerintah = 2 yang artinya Tidak Efektif 3. Orang tua = 2 yang artinya Tidak Efektif
4.1.5
Pengetahuan Responden tentang Pendidikan inklusi Tabel 4.14 Pengertian Responden n = 80 No
Value Table
F
Score
%
1
Sangat Baik
20
100
25%
2
Baik
17
68
21,25%
3
Cukup Baik
9
27
11,25%
4
Tidak Baik
0
0
0%
5
Sangat Tidak Baik
34
34
42,5%
Total
80
229
100%
Mean = 229 : 80 = 3 yang artinya Cukup Baik
55
Dari tabel 4.14 diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan responden akan apa itu “Pendidikan Inklusi” cukup baik. Hal ini dapat dilihat bahwa kebanyakan responden dapat memilih jawaban yang benar dari keseluruhan pilihan jawaban yang diberikan dalam lembar kuesioner. Hasil rata-rata dari pengetahuan responden terhadap pendidikan inklusi ini, jika dihubungkan dengan awareness masyarakat secara keseluruhan berbanding sama yaitu Baik.
4.1.6
Dukungan Responden terhadap Pendidikan Inklusi Tabel 4.15 Dukungan Responden n = 80 No
Value Table
F
Score
%
1
Sangat Baik
40
200
50%
2
Baik
34
136
42,50%
3
Cukup Baik
5
15
6,25%
4
Tidak baik
1
2
1,25%
5
Sangat Tidak Baik
0
0
0
Total
80
353
100%
Mean = 353 : 80 = 4 yang artinya baik Dari tabel 4.15 diatas dapat dilihat bahwa jika pesan “Pendidikan Inklusi” terdistribusi dengan baik maka banyaknya orang yang mendukung dapat dikatakan hampir 100%, hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian bahwa 92,5% responden memilih jawaban mendukung
56
dan sangat mendukung “Program Pendidikan Inklusi”, hal ini menjadi suatu indikator yang bagus bahwa masyarakat di Indonesia sudah menyadari bahwa pendidikan yang tidak membeda-bedakan keadaan seseorang sudah harus dicanangkan.
4.1.7
Tindakan untuk mendukung Pendidikan Inklusi Tabel 4.16 Tindakan Mendukung n = 80 No
Value Table
F
Score
%
1
Sangat Baik
22
110
50%
2
Baik
28
112
42,50%
3
Cukup Baik
23
69
6,25%
4
Tidak baik
7
14
1,25%
5
Sangat Tidak Baik
0
0
0
Total
80
305
100%
Mean = 305 : 80 = 4 yang artinya baik Dari tabel 4.16 diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebanding / sama halnya dengan dukungan masyarakat terhadap “Pendidikan Inklusi” tindakan untuk mendukung program tersebut pun mempunyai respon yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang meskipun mungkin belum pernah mendengar informasi tentan pendidikan inklusi namun bisa menjawab/memilih
57
jawaban yang menyatakan bahwa mereka mau melakukan apa yang disarankan oleh Helen Keller.
4.1.8
Efektifitas Secara Keseluruhan Untuk melihat efektifitas secara keseluruhan maka penulis merangkum semua kesimpulan dari hasil penelitian dalam satu tabel induk yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.16 TABEL INDUK EFEKTIFITAS PEMASARAN SOSIAL “PENDIDIKAN INKLUSI” N = 80
No
Pertanyaan atau Pernyataan
Score
%
1
Awareness di tingkat sekolah (Guru, Kepsek)
4
10,25%
2
Awareness di tingkat Kelurahan
3
7,69%
3
Awareness di tingkat Masyarakat sekitar
2
5.12%
4
Awareness Keluarga Muda
3
7,69%
5
Awareness Keluarga Dewasa
2
5,12%
6
Ketertarikan Responden Mendengar 68 H
1
2,56%
7
Ketertarikan
Koran
2
5,12%
8
Ketertarikan Responden membaca Jakarta Post
2
5,12%
9
Ketertarikan Responden membaca Indo Pos
2
5,12%
10
Distribusi Flyer
2
5,12%
11
Distribusi Poster
2
5,12%
12
Ketertarikan responden terhadap Pelatihan
2
5,12%
Responden
membaca
Kompas
Pendidikan Inklusi
58
13
Intensitas responden mengunjungi Internet
1
2,56%
3
7,69%
4
10,25%
4
10,25%
39
100%
untuk mencari informasi tentang Pendidikan Inklusi 14
Pengertian Responden tentang “Pendidikan Inklusi”
15
Dukungan Responden terhadap “Pendidikan Inklusi”
16
Tindakan
responden
untuk
mendukung
pendidikan Inklusi
Selanjutnya untuk mengukur efektifitas pemasaran sosial “Pendidikan Inklusi” secara keseluruhan maka dapat dilakukan penghitungan dengan mencari nilai rata – rata dari keseluruhan pertanyaan dan skor yang diberikan, dan penghitungan adalah sebagai berikut: Mean = 39 :16 = 2.4 dibulatkan menjadi 2 (Tidak Efektif) Dari hasil rata – rata di atas dapat dilihat bahwa program pemasaran sosial Helen Keller International dinilai masih belum efektif. Hal ini berarti, meskipun awareness di masyarakat dirasa cukup, namun tidak menjadi indikasi bahwa strategi pemasaran yang dilakukan oleh Helen Keller International sudah dapat dikatakan efektif , karena ternyata masyarakat di sekitar sekolah inklusi atau
59
di sekitar kelurahan Meruya Selatan masih banyak yang belum aware terhadap informasi mengenai Pendidikan Inklusi.
4.2
Pembahasan/diskusi Sudah sejauh manakah Efektifitas pemasaran sosial “Pendidikan
Inklusi yang telah Helen Keller International lakukan di dalam periode maret 2007 – maret 2009? serangkaian kegiatan / aktifitas-aktifitas pemasaran sosial melalui saluran media massa dan non-media massa telah dilakukan dengan harapan agar awareness atau pengetahuan masyarakat akan “Pendidikan Inklusi” bisa meningkat. Oleh sebab itu penelitian dilakukan kepada target sasaran untuk meneliti apakah tujuan Helen Keller International yaitu awareness tentang Pendidikan Inklusi sudah tercapai atau belum dan hasilnya dapat dilihat melalui angket-angket yang disebarkan. Untuk melihat sudah sejauh manakah efektifitas itu terjadi maka berdasarkan buku yang ditulis oleh Nedra Weindreich, penulis menelaah strategi pemasaran sosial yang telah dilakukan oleh Helen keller International apakah sudah efektif atau belum dan strategit tersebut melibatkan: 1. Planning : dari hasil penelitian penulis terhadap staff Helen Keller International, maka penulis mendapatkan tidak adanya perencanaan yang jelas/terpadu dan saling melengkapi akan aktifitas-aktifitas pemasaran sosial yang akan dilakukan dalam periode program pendidikan inklusi yaitu maret 2007 – maret 2009,
dan hal ini
mengakibatkan kurang efektifnya pemasaran sosial yang dilakukan,
60
karena dari media-media yang dipilih, tidak ada perencanaan yang lengkap tentang kapan harus di release/di publikasikan, dan bagaimana media yang satu dapat mendukung media yang lainnya, alhasil dari hasil penelitian awareness masyarakat akan pendidikan inklusi dikatakan cukup rendah. 2. Message and Material Development : dari hasil penelitian terhadap Helen Keller International di dapat bahwa pesan telah dikemas secara konsisten dari satu media ke media yang lainnya, hal ini cukup membantu target sasaran di dalam mengerti dengan cepat apa itu “Pendidikan Inklusi” oleh sebab itu dari penelitian melalui angket di dapat bahwa jumlah responden yang dapat menjawab dengan benar apa itu pendidikan inklusi cukup tinggi yaitu 57,5% yang artinya cukup efektif. 3. Pretesting (tes sebelum pelaksanaan pemasaran) : dari hasil penelitian terhadap Helen Keller International yaitu melalui wawancara terhadap salah satu staff komunikasi HKI, penulis mendapatkan informasi bahwa Helen Keller tidak melakukan pretesting untuk mengetahui secara jelas media apa yang paling banyak digunakan oleh target sasaran sebelum melakukan pemasaran sosial. 4. Implementation (pelaksanaan) : di dalam pelaksanaan salah satu yang harus diperhatikan adalah distribusi, dan berdasarkan hasil penelitian di dapat bahwa tingkat awareness tidak begitu tinggi, hal ini dikarenakan media-media seperti poster dan flyer tidak di distribusi seperti seharusnya, poster dan flyer hanya di distribusi di lokasi – lokasi tertentu yang ternyata tidak dapat menjangkau banyak target
61
audience, dan hasilnya adalah 33.75% audience yang pernah melihat poster dan 21.25% yang pernah melihat flyer, hal ini menunjukkan bahwa rendahnya poster dan flyer menerpa target sasaran. Sama halnya dengan frekwensi munculnya radio talks show dan berita di koran kompas, indo pos, dan jakarta pos, yang frekwensi munculnya sangat rendah, sehingga masyarakat kurang sering mendapatkan informasi dari media-media tersebut. 5. Evaluation and Feed Back (evaluasi dan umpan balik) : salah satu strategi pemasaran sosial yang baik ialah diadakannya evaluasi dan umpan balik dari program yang telah dilaksanakan, dan berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari staff komunikasi HKI, di dapat bahwa Evaluasi dan umpan balik tidak dilakukan oleh HKI pada akhir periode pemasaran. Tolak ukur efektifitas lainnya di dalam pemasaran sosial adalah apakah sejauh manakah saluran-saluran/channel/media yang telah dipakai oleh Helen Keller International di dalam memasarkan “Pendidikan Inklusi” akhirnya telah membangun awareness target sasaran, Nedra Weindreich dalam bukunya Hands on Social Marketing: Step by Step Guide menulis bahwa ada 4 langkah penting yang harus diperhatikan di dalam mengidentifikasi apakah saluran yang anda gunakan sudah tepat atau belum, maka berdasarkan hasil penelitian penulis mendapatkan bahwa: 1. Channel Criteria (kriteria saluran) : Helen Keller telah memilih radio, koran, poster, flyer, pelatihan, internet sebagai saluran pemasaran sosial “Pendidikan Inklusi” dimana yang menjadi target sasaran adalah
62
guru, orang tua dan pemerintah maka berdasarkan buku yang ditulis oleh Nedra Weinreich dalam Hands on Social marketing,
penulis
mendapatkan bahwa saluran yang dipilih untuk memasarkan “Pendidikan Inklusi” sudah tepat. Outlet (pemilihan secara spesifik saluran radio atau koran yang digunakan untuk memasarkan “Pendidikan Inklusi”) : Helen Keller International memilih radio 68 H, Koran Kompas, Koran Indo Pos, Koran Jakarta Pos untuk memasarkan Pendidikan Inklusi dan berdasarkan hasil penelitian penulis mendapatkan bahwa pemilihan saluran tersebut masih Kurang Efektif di dalam menjangkau target sasaran. Karena dari hasil penelitian didapat hanya 12,5% audience yang mendengarkan radio 68H, Kemudian pada pemakaian media cetak sebagai media pemasaran, dari hasil penelitian didapat bahwa yang membaca informasi pendidikan inklusi melalui koran kompas hanya 22 orang atau 27,5% dari keseluruhan responden, lalu yang membaca Jakarta pos hanya 19 orang atau 23,75% dari keseluruhan responden dan yang membaca Indo pos hanya 13 orang atau 16,25% dari keseluruhan responden, hal ini menyatakan bahwa pemilihan media cetak yang sesuai dengan responden masih belum efektif dikarenakan hanya sedikit responden yang membaca koran-koran yang digunakan oleh Helen Keller International di dalam memasarkan ide/konsep “Pendidikan Inklusi” kepada masyarakat. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa dari target sasaran yang telah dipilih Helen Keller International, outlet yang dipilih masih belum sesuai, sehingga perlu diadakan penelitian lagi tentang media apakah yang paling banyak digunakan oleh target sasaran di dalam mendapatkan informasi?
63
2. Formats (cara pesan di sampaikan di dalam spesifik media yang telah dipilih): Untuk format di dalam media massa Helen Keller International memilih Radio Talk Show di radio 68 H dimana di dalam radio talk show tersebut di jelaskan secara lengkap sistem pendidikan inklusi, liputan – liputan kegiatan Pendidikan Inklusi di dalam koran kompas, Jakarta Post, Indo Pos, dan untuk format non-media massa yaitu melalui poter, flyer, pelatihan, dari hasil penelitian di dapat bahwa format pesan yang disampaikan melalui media massa dan nonmedia massa dapat dikatakan sudah cukup efektif, hal ini dapat dilihat dari 57,5% responden dapat memilih jawaban yang benar tentang definisi pendidikan inklusi. 3. Messengers (orang yang membawa pesan “Pendidikan Inklusi” kepada target sasaran) : Helen Keller International memilih birokrat / para pembuat kebijakan di Dinas Pendidikan Dasar serta para guru, anak berkebutuhan khusus dan orang tua sebagai pembawa pesan yang disampaikan melalui saluran-saluran/media yang telah dipilih untuk menyampaikan pesan Pendidikan Inklusi. Dan di dalam pemilihan tersebut berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa Awareness paling tinggi didapat di tingkat sekolah dan pemerintah hal ini berarti pemilihan messenger didalam pemasaran sosial sudah cukup tepat. Awareness atau tahu saja tidak cukup, pemasaran sosial dikatakan berhasil jika target sasaran / target audience benar – benar mengerti pesan yang disampaikan oleh si pemasar ide/konsep tersebut. Pada hasil penelitian mengenai pengetahuan masyarakat tentang pendidikan Inklusi di dapat data bahwa 20 orang atau 25% dari target
64
audience sangat mengerti apa itu “Pendidikan Inklusi “ dan 17 orang atau 21,25% dari target audience mengerti apa itu “Pendidikan Inklusi” dan 9 orang atau 11,25% dari target audience cukup mengerti apa itu “Pendidikan Inklusi” jika dijumlahkan maka ada 46 orang atau hampir 50% target audience bisa dikatakan cukup mengerti apa itu “Pendidikan Inklusi” dalam hal ini berarti bahwa meskipun banyak responden yang tidak mendengarkan informasi dari seluruh media yang digunakan oleh Helen Keller namun mereka cukup mengerti “Pesan” pesan yang disampaikan. Jika Informasi atau pesan terdistribusi secara tepat atau pemilihan media pemasaran juga tepat maka tingkat dukungan masyarakat terhadap “Program Pendidikan Inklusi” pun akan tinggi, hal ini dapat dilihat dari 50 orang atau 50% responden yang memilih jawaban Sangat Mendukung Pendidikan inklusi dan 34 orang atau 42,5% responden yang menjawab Mendukung, yang jika digabungkan maka 92,5% dari keseluruhan responden mendukung “Program Pendidikan Inklusi” tersebut, jika mereka mengetahui atau ter-edukasi tentang apa itu Pendidikan Inklusi. Dari Tabel Induk 4.16 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pemasaran sosial Helen Keller International masih belum berjalan efektif, dan hal ini disebabkan oleh frekwensi munculnya informasi yang dapat dikatakan kurang sering, serta distribusi media cetak yang kurang baik.
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Setelah melakukan beberapa penelitian penulis sampai pada beberapa
kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari Keseluruhan penelitian di dapat bahwa penggunaan media publikasi dalam progam pemasaran sosial “Pendidikan Inklusi” yang Helen Keller International lakukan masih belum efektif di tingkat orang tua. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mendengar informasi mengenai “Pendidikan Inklusi” dari media-media yang digunakan oleh Helen Keller International – program OVC. 2. Dari target saasaran yaitu orang tua, Efektifitas tinggi hanya terjadi pada tingkat sekolah, dimana guru-guru sudah mendapatkan pelatihan dan sering mendapatkan informasi mengenai pendidikan inklusi melalui media-media komunikasi yang digunakan leh Helen Keller International – program OVC 5.2
Saran Dari hasil-hasil penelitian yang penulis dapatkan, maka penulis ingin memberikan saran kepada Helen Keller International mengenai pemasaran sosial yang dilakukan oleh organisasi tersebut: 1. Sebaiknya dilakukan preteseting kepada target sasaran akan media apa yang mereka biasa digunakan / pakai di dalam mendapat informasi
66
2. Setelah dibuat pretest, dibuatlah perencanaan utuh akan media apa yang dipilih dan frekwensi munculnya informasi di media tersebut, semakin sering, semakin tinggi awareness 3. Laksanakan program sesuai dengan perencanaan, dan selalu lakukan evaluasi setelah program dilakukan, sehingga dapat segera diketahui kekurangan-kekurangan dari setiap perencanaan yang telah dibuat.
67
DAFTAR PUSTAKA Rogers, Everett M., Diffusion of Inovation fourth Edition, New York:The Free Press,1995. Kotler, Philip, Social Marketing, The Free Press, New York, 1989 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Yogyakarta, 1997. Terence A Shimp, Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 2003. Maryudi “Pintar Berkomunikasi”, 2005. Weinreich, Nedra Kline, Hands on Social Marketing: Step by step guide, SAGE Publication, 1999. Wawan Ruswanto, dkk Penelitian Komunikasi, Jakarta : Universitas Terbuka, 1999. Sumanto, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Andi Otset, 1990. Ronny Kountur, D.M.S, Ph.D, Metode Penelitian, PPm 2005. Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (pendekatan kualitatif dan kuatitatif), Yogyakarta,UII Press, 2007. Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, PT Remaja RosdaKarya, Bandung, 2007. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, PT Remaja RosdaKarya, Bandung, 2002. Noeng Muhadjir, Pengukuran Kepribadian (Yogyakarta: Raka Sarasih, 1992).
Lainnya: http://id.wikipedia.org/wiki/penelitian_kuantitatif