EFEKTIFITAS DIET IKAN GABUS TERHADAP PENINGKATAN ALBUMIN ANAK PADA PERAWATAN PASCA PULANG PENDERITA NEFROTIK SINDROM DI RSUD DR. R. SOEDJATI PURWODADI Oleh; Fatchulloh Meity Mulya Susanti2) 1). Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners 2). Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners 1,
ABSTRAK Latar Belakang: Beberapa orang memanfaatkan ikan gabus sebagai salah satu alternatif bahan makanan sumber albumin bagi penderita hipoalbuminemia Indonesia dilaporkan terdapat 6 kasus Sindrome Nefrotik per 100.000 anak per tahun. Penelitian awal yang pernah dilakukan peneliti pada 1 pasien, terjadi penurunan signifikan terhadap penurunan kadar albumin pada penderita NS. Tujuan: Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas diet ikan gabus terhadap peningkatan albumin anak pada perawatan pasca pulang penderita nefrotik sindrom di RSUD Dr. R. Soedjati Purwodadi Methode: Jenis penelitian adalah Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen yaitu eksperimen yang memiliki perlakuan (treatments). Jumlah populasi adalah penderita berusia 7 tahun sampai 14 tahun yang pulang dari bangsal anak di RSUD Dr R. Soedjati Purwodadi dengan hipoalbuminemia karena sindrom nefrotik. Jumlah sampel 10 orang diambil secara purposive sampel dan populasi yang sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang sesuai dengan sifat populasi adalah Hasil: Dari penelitian diperoleh hasil efektifitas diet ikan gabus terhadap peningkatan albumin anak pada perawatan pasca pulang cukup bermakna pada kelompok perlakuan dengan nilai paired t test p=0,004 < 0,05 Kesimpulan: Diet ikan gabus terhadap peningkatan albumin anak pada perawatan pasca pulang cukup efektif. Kata Kunci : Efektifitas, Ikan Gabus, Nefrotik Sindrome
40
dengan sindrom nefrotik primer yang
PENDAHULUAN
dibiopsi.
Sindroma Nefrotik (SN) adalah salah satu penyakit ginjal yang sering
Untuk kejadian di Jawa Tengah
dijumpai pada anak, merupakan suatu
sendiri mencapai 4 kasus di tahun 2006
kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri
(Israr, 2008). Menurut catatan RSUP Dr.
dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,
Kariadi Semarang yang merupakan rumah
hiperkholesterolemia serta sembab (UKK
sakit pusat dan merupakan
Nefrologi IDAI, 2005). Selain gejala-
rujukan di kota Semarang dan Jawa
gejala klinis
kadang-kadang
Tengah selama tahun 2009 sampai dengan
dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan
2010 terdapat 21 anak yang menderita
kadang-kadang azotemia (Chesney, 2009).
sindroma nefrotik yang dirawat di ruang
Angka kejadian SN pada anak
anak rumah sakit tersebut dan pulang
di
atas,
rumah sakit
dengan perbaikan.
tidak diketahui pasti, namun laporan dari
Kabupaten Grobogan didapatkan
luar negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 14 tahun berkisar antara 2 sampai
data pada tahun 2006 – 2009
berturut-
7 kasus per tahun pada setiap 100.000
turut 6, 9, 11, 14 kasus baru per tahun
anak (Pardede, 2002). Angka kejadian SN
(Data Dinkes Grobogan). Dan rata rata
di Amerika diperkirakan 2 – 7 kasus baru
mendapatkan perawat di Rumah Sakit Dr
per 100.000 anak berusia dibawah 14
R. Soedjati Purwodadi. Jumlah pasien
tahun per tahun (Roth dkk, 2002). Menurut
dengan diagnosa nefrotik sindrome di
Raja Syeh angka kejadian kasus sindroma
RSUD Dr. R. Soedjati Purwodadi di tahun
nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap
2010 oleh catatan medis rata- rata perbulan
10.000 penduduk (Republika, 2005).
ada 3 pasien, namun ada yang dalam satu
Indonesia dilaporkan terdapat 6
bulan terdapat 7 pasien dengan nefrotik
kasus SN per 100.000 anak per tahun
sindrome yang rata - rata berada di rawat
(Wirya, 2006). Gambaran histopatologik
di bangsal Anak. Peneliti
sindrom nefrotik primer agak berbeda
melakukan bahwa
petugas
survey
dengan data-data di luar negeri. Wila
pendahuluan,
hanya
Wirya menemukan hanya 44,2% tipe
sekedar menghimbau dan menyarankan
kelainan minimal dari 364 anak dengan
untuk melakukan diit ikan gabus untuk
sindrom nefrotik primer yang dibiopsi,
pasien NS dan mempersilahkan mau
sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan
dilaksanakan silahkan dan tidak dilaksakan
39,7% tipe kelainan minimal dari 401 anak
juga tidak apa, karena para petugas merasa belum yakin dengan efektifitas diit ini, 41
dikarenakan
belum
adanya
penderita nefrotik sindrom di RSUD Dr.
penelitian
R. Soedjati Purwodadi
tentang hal ini di RSUD Dr R. Soedjati Purwodadi. Penelitian
awal
yang
pernah
METODE PENELITIAN Jenis
dilakukan peneliti pada 1 pasien, terjadi
penelitian
adalah
eksperimen.
Desain
penurunan signifikan terhadap penurunan
penelitian
kadar
penelitian ini dengan desain comparatif
albumin
pada
penderita
NS.
quasi
ini
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti
yaitu
ingin mengkaji lebih lanjut mengenai
Populasi dari penelitian ini adalah pasien
“efektifitas diet ikan gabus terhadap
yang
peningkatan albumin anak, pada perawatan
sindrome
yang
pulang
pasca pulang penderita nefrotik sindrom di
perawatan
anak
di
RSUD Dr. R. Soedjati Purwodadi.”
Bougenvile, Cempaka dan Teratai di
Tujuan
umum
dengan
anak
desain
yang
pretest-posttest.
menderita
nefrotik
dari
ruang
ruang
Anggrek,
RSUD Dr. R. Soedjati Purwodadi. Pada 3
penelitian,
mengetahui efektifitas diet ikan gabus
bulan
terhadap peningkatan albumin anak pada
menderita nefrotik sindrome yang pulang
perawatan pasca pulang penderita nefrotik
dari RSUD Dr R. Soedjati Purwodadi pada
sindrom
Soedjati
bulan juli 6 orang, bulan agustus 7 orang
Purwodadi, tujuan khususpenelitian antara
dan bulan september ada 5 orang. Teknik
lain: Mendiskripsikan kadar albumin anak
sampel menggunakan purposive sampel.
pada perawatan pasca pulang penderita
Dalam penelitian ini sampelnya adalah
nefrotik sindrome sebelum diberlakukan
penderita berusia 7 tahun sampai 14 tahun
diit ikan gabus di RSUD Dr. R. Soedjati
yang pulang dari bangsal anak di RSUD
Purwodadi,
Dr
di
RSUD
Dr.
R.
mendiskripsikan
kadar
terakhir
R.
Soedjati
jumlah
pasien
Purwodadi
anak
dengan
albumin anak pada perawatan pasca
hipoalbuminemia karena sindrom nefrotik.
pulang penderita nefrotik sindrom sesudah
Sampel untuk kelompok kontrol sebanyak
diberlakukan diit ikan gabus RSUD Dr. R.
5 orang, kelompok perlakuan sebanyak 5
Soedjati
mengetahui
orang. Proses pengamatan pada ke - dua
perbedaan efektifitas diet ikan gabus
sampel dilakukan selama 1 bulan dirumah.
terhadap peningkatan albumin anak pada
Penelitian ini dilakukan di rumah pasien
perawatan pasca pulang yang diperlakukan
nefrotik syndrome yang telah pulang dari
diit ikan gabus maupun yang tidak
RSUD
diperlakukan
Pengumpulan data dengan pemeriksaan
Purwodadi,
diit
ikan
gabus
pada
Dr
R
Soedjati
Purwodadi.
fisik berupa KU (keadaan umum) dan 42
TTV (tanda tanda vital). Analisis data
Usia
menggunakan paired t test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden Umur
f
%
7 tahun – ≤ 10 tahun
6
60 %
11 tahun – ≤ 14 tahun
4
40 %
Jumlah
10
100 %
f
%
16-21 thn
1
10 %
22-27 thn
5
50 %
28-33 thn
3
30 %
34-39 thn
1
10 %
Total
10
100 %
Tabel 5.3 Karakteristik Usia Ibu Usia
f
%
16-21 thn
3
30 %
menunjukkan
22-27 thn
5
50 %
responden yang paling banyak menderita
28-33 thn
2
20 %
10
100 %
Penelitian
ini
SN adalah usia 7 tahun sampai dengan 10
Total
tahun yaitu 6 responden (60 %). Menurut Kliegman (2003), 85% dari kasus sindrom
Tingkat usia ibu terbanyak adalah
nefrotik terjadi pada anak, kebanyakan
usia 22-27 tahun sebanyak 5 responden
terjadi antara umur 2 dan 7 tahun. Telah
(50%) Dimana pada usia ini masih para
dilaporkan terjadi paling muda pada anak
ibu muda dan baru pertama kali mengasuh,
umur 6 bulan dan paling tua pada masa
merawat seorang anak sehingga dari segi
dewasa. Dimana pada anak usia ini kondisi
pengalaman, peran perawatan, kesiapan
fisik anak masih lemah sehingga lebih
diri dan pengambilan keputusan masih
rentan mengalami penyakit.
kurang. Penelitian oleh Aday dan Eichhorn
SN yang terjadi pada anak anak
(1972), Diosy (1956) dan Rayner (1970),
sejak dini adalah SN jenis kongenital.
dijelaskan tentang peran ibu, yakni ibu
Pertama kali dilaporkan di Finlandia
menentukan gejala-gejala dan memutuskan
sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.
pencarian sumber-sumber yang penting
Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir prematur
Tabel 5.4. Karakteristik Responden
(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira
Berdasarkan Jenis Kelamin
40% dari BB).
Jenis kelamin
f
%
Laki laki
6
60 %
Tabel 5.2 Karakteristik Responden
Wanita
4
40 %
Berdasarkan Usia Ayah
Total
10
100 %
43
Hasil penelitian diketahui bahwa
Tabel 5.7. Distribusi Responden
60 % responden laki laki, sementara 30 %
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ayah
adalah wanita. Sindrom nefrotik lebih
Pendidikan Ayah
f
%
sering terjadi pada pria dibandingkan
SD
1
10 %
wanita (2:1) (Kliegman, 2003) Insidens
SMP
4
40 %
dapat
SMA
3
30 %
sebagian besar (74%) dijumpai pada usia
Perguruan Tinggi
2
20 %
2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan = 2
Jumlah
48
100 %
mengenai
semua
umur
tetapi
: 1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1 : 1. Belum ada
Tabel 5.8. Distribusi Responden
teori yang pasti tentang kenapa jumlah
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu
laki- laki lebih banyak mengalami SN dari
Pendidikan Ibu
pada perempuan
Tabel 5.6 Distribusi Responden Dengan Karakteristik Jumlah Anak.
f
%
SD
3
30 %
SMP
4
40 %
SMA
1
10 %
Perguruan Tinggi
2
20 %
Jumlah
10
100 %
Jumlah anak
f
%
1
4
40 %
2
4
40 %
Tabel 5.9 Distribusi Responden
3
2
20 %
Berdasarkan Pekerjaan Ayah
Jumlah
10
100 %
f
%
Petani
4
40 %
Wiraswasta
4
40 %
menderita SN dengan satu anak dan dua
PNS
2
20 %
anak sebanyak 4 responden (40 %) dan 3
Jumlah
10
100 %
Orang
tua
dari
anak
Pekerjaan Ayah
yang
anak sebanyak 2 responden (20 %). Program
pemerintah
tentang
program
Sebagian besar jenis pekerjaan
keluarga berencana dengan dua anak lebih
ayah
baik, memungkinkan kondisi SN terjadi di
wirasawata masing-masing 4 responden (
posisi anak pertama atau kedua meskipun
40 %), hanya 2 responden yang PNS. Hal
tidak selalu demikian. Belum ada data
ini menunjukkan gambaran kecil tentang
yang menjelaskan tentang urutan anak
mayoritas penduduk Indonesia yang petani
yang pasti yang terkena nefrotik syndrome
dan sedikit yang PNS. 44
responden adalah petani dan
Tabel 5.10 Distribusi Responden
Mayoritas ibu bekerja sebagai ibu rumah
Berdasarkan Pekerjaan Ibu
tangga yang bertugas merawat anggota
Pekerjaan Ibu
f
%
keluarga
dan
Tidak Bekerja (Ibu
4
40
rumah tangga.
Rumah Tangga)
1
10
Petani
3
30
Wiraswasta
2
20
PNS
10
100,0
mengerjakan
pekerjaan
Jumlah
Tabel 5.11 Cross Tab Jenis Kelamin Dengan Peningkatan Albumin Responden Peningkatan_albumin ( g/dl ) Jenis Kelamin -0.2
0
0.2
0.4
0.8
1.1
1.2
Total
Laki laki
0
1
0
3
0
0
2
6
Perempuan
1
0
1
0
1
1
0
4
1
1
1
3
1
1
2
10
Total
Tabel 5.12 Cross Tab Umur Responden Dengan Peningkatan Albumin Responden Peningkatan_albumin ( g/dl ) Umur -0.2
0
0.2
0.4
0.8
1.1
1.2
Total
7-10 thn
1
0
1
1
1
1
1
6
11-14 thn
0
1
0
2
0
0
1
4
1
1
1
3
1
1
1
10
Total
Tabel 5.13. Pemberian Ikan Gabus Pada Kelompok Perlakuan Status pemberian Ikan gabus
Frekuensi
Persentase (%)
Di Konsumsi
5
100 %
Tidak Dikonsusi
0
0%
Jumlah
5
100 %
45
Tabel 5.14 Rata-Rata Jumlah Albumin Sebelum Pulang Dari RSUD Dr R. Soedjati Purwodadi. Kelompok
Rata-rata Albumin sebelum pulang
Jumlah Sampel
Perlakuan
2,24
5
Kontrol
2,4
5
Tabel 5.15 Rata-Rata Jumlah Albumin Pada Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol. Rata-rata
Rata-rata
Albumin Pemeriksaan I
Albumin Pemeriksaan II
Perlakuan
2,58
3.18
5
Kontrol
2,34
2.56
5
Kelompok
Jumlah Sampel
Tabel 5.16 Jumlah Peningkatan Albumin Pada Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol. Kelompok
Rata rata perubaan
Rata rata Perubahan
Jumlah Sampel
Albumin Pemeriksaan I
Albumin Pemeriksaan II
Perlakuan
0.34
0.94
5
Kontrol
-0.06
0.16
5
Tabel 5.17 Jumlah Peningkatan Albumin Pada Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol
Perubahan Tetap Meningkat Turun
Kelompok perlakuan
Kelompok Kontrol
0
1 orang
5 orang
3 orang
0
1 orang
Tabel 5.18 Hasil uji paired T Test perubahan Albumin Paired T test
Kelompok kontrol
Kelompok Perlakuan
t
1,372
6,119
df
4
4
Signifikansi
0,242
0,004
46
Adanya hubungan bermakna pada uji
meninggalkan Rumah Sakit pada saat
paired t test di kelompok perlakuan
dinyatakan dokter boleh pulang ke rumah
dengan p value /signifikansi = 0,004 (p
dengan KU dan TTV nya baik. Jumlah
=0,004 < 0,05). Dengan t hitung 6,119 dan
albumin masing masing kelompok pada
t tabel 2,75, t hit ( 6,119) > t tab (2,75).
saat sebelum pulang hampir sama, dengan
Cukup
perbedaan di kelompok kontrol ( lebih 0,2
bermakna
pada
kelompok
g/dl ).
perlakuan dengan nilai paired t test p=0,004 < 0,05. Pada kelompok kontrol tidak menunjukkan hubungan bermakna
3. Jumlah albumin pada pemeriksaan I
dengan nilai p=0.242 > 0,05. Diit ikan
dan ke II setelah pulang dari RSUD
gabus meningkatkan kadar albumin lebih
Dr. R Soedjati Purwodadi.
tinggi
pada
kelompok
Jumlah rata rata Albumin responden
perlakuan
pada pemeriksaan I kelompok perlakuan
dibandingkan kelompok kontrol
2,58 g/dl dan pemeriksan ke II 3,18 g/dl. PEMBAHASAN
Jumlah rata rata Albumin responden pada
1. Pemberian Ikan Gabus.
pemeriksaan I kelompok kontrol 2,34 g/dl dan pemeriksan ke II 2,56 g/dl.
Dari penelitian di peroleh hasil
Dari hasil penelitian
bahwa seluruh resonden pada kelompok perlakuan/
intervensi
adanya
(100%)
peningkatan pada
didapatkan
jumlah
kelompok
albumin
mengkonsumsi ikan gabus yang di berikan
bermakna
sesuai dengan proporsi (0,25 x BB x
dibandingkan dengan kontrol, dengan nilai
kebutuhan protein dalam gr / 0,16) perhari
rata - rata perubahan sebesar 0,94 g/dl
selama 1 bulan berturut turut.
dikelompok
perlakuan,
perlakuan
di
banding
kelompok kontrol sebesar 0,16 g/dl. Terdapat 5 (100 %) responden yang
2. Jumlah albumin sebelum pulang dari
mengalami peningkatan jumlah albumin
RSUD Dr. R Soedjati Purwodadi.
pada kelompok perlakuan. Pada kelompok
Jumlah rata rata albumin responden pada kelompok perlakuan sebelum pulang
kontrol
sejumlah 2,24 g/dl dan pada kelompok
meningkat dan 1 reponden yang tetap serta
kontrol 2,4 g/dl, dengan kenaikan albumin
1 responden yang turun.
rata
rata
0,94
g/dl
pada
terdapat
Sedangkan
kelompok
3
responden
pada
yang
pengamatan
perlakuan dan 0,16 g/dl pada kelompok
minggu sebelumnya kenaikan tersebut
konrol.
pulang
belum begitu nampak. Masukan protein
sebelum
dari diet dapat menstimulisi sintesis
dilakukan
Pemeriksaan pada
sebelum pasien
47
albumin dan komponen protein dalam diet
adanya efektitas diit ikan gabus terhadap
tersebut memegang
peningkatan albumin responden.
peranan penting
terhadap pengaturan atau regulasi protein
Ikan gabus memiliki PER 2,81 lebih
tubuh. Sekali albumin dikeluarkan dari
baik dibandingkan dengan PER Casein,
hati ke plasma maka memiliki half life
sehingga dapat dikatakan protein dalam
sekitar 21 hari (Stryer, 2006).
ikan gabus memiliki nilai guna protein yang cukup baik. Perbedaan pada kinetik
Dari data cross tab usia responden, responden usia 7-10 tahun rata rata
absorpsi
mengalami
asam amino di vena porta setelah makan
peningkatan
responden usia 11-14
albumin,
akan
tahun terdapat 1
asam
mempengaruhi
responden yang mengalami penurunan
karena
albumin 0,2 g/dl. Ini terjadi karena anak
amino ke hepar
sintesa
albumin
mempengaruhi pasokan asam
Adanya
anak masih punya potensi untuk tumbuh
amino dan pada kadar
suplementasi
protein
dalam diet akan berpengaruh positif
dan berkembang.
terhadap
laju sintesa
albtrmin. Pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
4. Univariat Test Kadar protein total pada uji paired t
diberikan diet dengan jumlah protein yang
test masing - masing kelompok pada
sama yaitu protein seimbang tidak dengan
kelompok kontrol nilai t yaitu 1,372; df =
protein rendah atau tinggi . Diketahui
4 ; dan nilai signifikansi p = 0,242, pada
bahwa
Albumin
pemeriksaan kelompok perlakuan nilai t
merupakan
komponen utama
yaitu 6,119 : df = 4 ; dan nilai signifikansi
membentuk 50 % protein dalam plasma
p = 0,004. Adanya pengaruh bermakna
dengan fungsi yang sangat beragam dan
pada uji paired t test di kelompok
merupakan protein yang sangat ekstensif
perlakuan dengan p value /signifikansi =
dipelajari
0,004 (p =0,004 < 0,05). Dengan t hitung
(petanda nutrisi) (Kosnadi,2003).
sebagai
Berdasarkan
6,119 dan t tabel 2,75, t hit (6,119) > t tab
nuritional
hasil
yang
markers
penelitian,
(2,75) dan belum ada hubungan bermakna
kenaikan bermakna kadar albumin pada
pada kelompok kontrol (p=0,242 > 0,05).
kelompok
Hal
ini
bermakna
perlakuan
atau
pada
disebabkan
adanya
digestibilitas yeng baik dan lebih tinggi
kelompok
kandungan asam amino esensial pada ikan
menunjukkan
pengaruh
perlakuan
kelompok
gabus. Ketersedian hayati ikan gabus yang
yang
cukup berlimpah
diberlakukan diit ikan gabus. Sehingga
dengan harga yang
relatif murah menjadikan diit ikan gabus 48
salah satu pilihan yang sangat patut untuk
tinggi
diperhitungkan
dibandingkan kelompok kontrol
dalam
hipoalbuminemia
penatalaksanaan
baik
sindroma nefrotik
dalam
khususnya maupun
Anonim. 2007. Petunjuk Praktikum Biokimia Untuk PSIK. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Lab. Biokimia FK UGM. Adam, Jhon MF. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Asdie, Ahmad H. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I . Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Bawazier, Lucky Aziza. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Volume 2 Edisi 6 : Proteinuria. Jakarta. Balai Pustaka FKUI. Pratiwi, Andi Dyah. 2007. Epidemiologi DM dan Isu Muktahirnya,diakses 5 Agustus 2011 (http://ridwanamiruddin.wordpress.c om/2007/12/10/) Guyton AC, Hall JE. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi IX, Penerjemah: Setiawan I, Tengadi LMAKA, Santoso A, Jakarta: EGC Hidayat, A Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta. Salemba Medika. Kliegman. 2003, Idiopatic Nephrotic Syndrom Nelson Textbook of Pediatrics. Jakarta. EGC. Kosnadi,L. 2003. Pedoman pelayanan medic anak. Semarang. IKA FK Undip RSUP Dr Kariadi. Noer MS, 2007. Sindrom Nefrotik, Patofisiologi Kedokteran. Surabaya. GRAMIK FK Universitas Airlangga.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kadar albumin anak pada perawatan sebelum pulang dari Rumah Sakit penderita nefrotik sindrome sebelum diberlakukan diit ikan gabus di RSUD Dr. R. Soedjati Purwodadi yaitu pada kelompok kontrol 2,4 g/dl dan 2,24 g/dl pada kelompok pemberlakuan. 2. Kadar albumin anak pada perawatan penderita
nefrotik
sindrom sesudah diberlakukan diit ikan gabus RSUD Dr. R. Soedjati Purwodadi
yaitu
pada
kelompok
kontrol 2,56 g/dl dan 3,18 g/dl pada kelompok perlakuan. 3. Efektifitas diet ikan gabus terhadap peningkatan perawatan
albumin pasca
anak
pulang
pada cukup
bermakna pada kelompok perlakuan dengan nilai paired t test, t hitung 6,119 dan t tabel 2,75, t hit ( 6,119) > t tab (2,75)
p=0,004 < 0,05. Pada
kelompok kontrol tidak menunjukkan hubungan bermakna
dengan nilai
p=0.242 > 0,05. Diit ikan gabus meningkatkan kadar albumin
perlakuan
REFERENSI
pada umumnya.
pulang
kelompok
kasus
pada kasus kasus hipoalbuminemia lain
pasca
pada
lebih
49
Priyana A. 2007. Patologi klinik. Jakarta. Penerbit Universitas Trisakti. Stryer L. 2006. Biokimia, Edisi IV, Penerjemah: Sadikin dkk (Tim Penerjemah Bagian Biokimia FKUI). Jakarta. EGC Wila Wirya IGN. 2006. Proteinuria. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi Ke-2. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika Sastroasmoro, S. (2002). Dasar-dasar Metodologi Klinis, Edisi kedua. Jakarta: Bina Rupa Aksara Sastrohadiwiryo,S, (2002), Evaluasi Penerapan Teknik Aseptik Pada
Perawatan Luka Post Trumatik di IRNA PKU Muhammadiyah, Yogyakarta.UGM Press Setyorini (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Keperawatan. Jakarta:Makalah disampaikan pada Seminar Keperawatan Siagian, S.P. (1992). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi I. Cetakan XIII. Jakarta : Bumi Aksara Suharsimi Arikunto. (2002), Prosedur Penelitian.Jakarta. PT Rineka Cipta Cook, T. D., & Campbell, D. T. (1979). Quasi Experimentation: Design & Analysis Issues for Field Settings. Houghton Mifflin Co: Bos
50