EFEK INTERVENSI TAKOKAK (Solanum torvum Swartz) TERHADAP KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE ERITROSIT DAN 8-ISOPROSTAN SERUM PADA WANITA DEWASA GEMUK
PUTRI NOVITASARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Intervensi Takokak (Solanum torvum Swartz) terhadap Kadar Superoksida Dismutase Eritrosit dan 8Isoprostan Serum pada Wanita Dewasa Gemuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016
Putri Novitasari NIM I151140361
RINGKASAN PUTRI NOVITASARI. Efek Intervensi Takokak (Solanum torvum Swartz) terhadap Kadar Superoksida Dismutase Eritrosit dan 8-Isoprostan Serum pada Wanita Dewasa Gemuk. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI dan EVY DAMAYANTHI. Individu gemuk diketahui memiliki kondisi stres oksidatif lebih tinggi dibandingkan individu normal. Stres oksidatif pada individu gemuk dapat dikurangi dengan meningkatkan sistem pertahanan antioksidan melalui modifikasi diet. Salah satunya adalah dengan meningkatkan konsumsi pangan tinggi kadar polifenol. Polifenol cukup penting dibahas karena ketersediaannya luas di tanaman dan cukup melimpah dalam diet manusia, juga aktivitas antioksidannya yang cukup besar. Aktivitas antioksidan senyawa polifenol dapat melindungi sel terhadap kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen reaktif. Salah satu tanaman yang diketahui secara alami mengandung senyawa polifenol adalah takokak. Takokak merupakan salah satu sayur jenis terong yang memiliki kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan yang tinggi. Sudah ada beberapa penelitian yang mengkaji total fenol dan aktivitas antioksidan dari buah takokak, termasuk efeknya secara in vitro maupun terhadap hewan coba, namun, belum ada studi klinis dilaporkan khususnya terhadap individu gemuk yang dikatakan memiliki kondisi stres oksidatif yang lebih besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh polifenol dalam buah takokak terhadap kadar antioksidan enzim (superoksida dismutase [SOD] eritrosit) dan stres oksidatif (8-isoprostan serum) pada wanita dewasa gemuk. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimental dengan desain cross-over, sebanyak 8 subjek wanita gemuk di Desa Benteng−Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat secara acak dibagi rata pada kelompok kontrol (n=4) dan kelompok takokak (n=4) selama 2 x 1 minggu periode intervensi dengan 1 minggu periode wash-out di antara periode intervensi. Kelompok takokak mengonsumsi home diet dan ±160 gram takokak masak (sebagai lauk atau camilan), sedangkan kelompok kontrol hanya mengonsumsi home diet. Food record dikumpulkan 2x24 jam setiap minggu. Sampel darah diambil setiap pagi pada hari ke-1, ke-8, ke-15, dan ke-22 intervensi untuk dianalisis kadar superoksida dismutase (SOD) eritrosit dan serum 8-isoprostan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada takokak masak santan (80.07 gram). Kadar protein tertinggi terdapat pada takokak masak tanpa santan (2.91 gram). Sedangkan kadar lemak (3.67 gram), karbohidrat (20.48 gram), dan abu (2.00 gram) tertinggi pada takokak mentah. Kadar total fenol paling tinggi yaitu pada jenis takokak masak tanpa santan (355.73 mg gallic acid equivalent (GAE)/ 100 gram) dan paling rendah pada jenis takokak mentah (59.47 mg GAE/ 100 gram). aktivitas antioksidan paling tinggi terdapat pada jenis takokak masak tanpa santan (44.48 mg ascorbic acid equivalent antioxidant capacity (AEAC)/ 100 gram) dan paling rendah pada jenis takokak mentah (33.45 mg AEAC/ 100 gram). Subjek adalah ibu rumah tangga dengan rata-rata usia 37±7 tahun. Sebagian besar subjek memiliki pendidikan terakhir lulus SD (50%). Sebagian besar subjek merupakan keluarga sedang (50%). Sebagian besar subjek (62.5%)
memiliki pendapatan per kapita kurang dari rata-rata (Rp. 260417,-). Subjek kurang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan yang diketahui tinggi polifenol (sekitar seminggu 1x) dalam kesehariannya. Subjek tidak perlu berusaha keras untuk menghindari makanan atau pangan yang tinggi polifenol yang ada di dalam daftar yang dibuat oleh peneliti. Peningkatan kadar SOD eritrosit setelah intervensi pada kelompok takokak tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (P=0.607). Penurunan kadar 8-isoprostan serum setelah intervensi pada kelompok takokak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol yang mengalami peningkatan (P<0.05). Hasil ini memperlihatkan bahwa konsumsi buah takokak masak seharihari dapat memperbaiki kondisi stres oksidatif. Kata kunci: antioksidan enzim, polifenol, stres oksidatif
SUMMARY PUTRI NOVITASARI. Effect of Turkey Berry (Solanum torvum Swartz) Intervention on Level of Erythrocyte Superoxide Dismutase and Serum 8Isoprostane in Obese Adult Women. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI and EVY DAMAYANTHI. Overweight and obese individuals are known to have higher oxidative stress condition compared to normal individuals. Oxidative stress in overweight and obese individuals can be reduced by increasing the antioxidant defense system through dietary modification. One way is increasing the consumption of polyphenols rich foods. Polyphenols are important to be discussed because of the widespread availability in plants and quite abundant in the human diet, as well as its antioxidant activity. The antioxidant activity of polyphenols may protect cells against oxidative damage caused by reactive oxygen species. One of the plants that are known naturally contains polyphenols is turkey berry. Turkey berry is eggplant type vegetable that contain high polyphenols level and antioxidant activity. There have been several studies that examine total phenol and antioxidant activity of turkey berry fruits, including its in vitro and on animals effect, however, there are no clinical studies were reported particularly on overweight and obese individuals whom have higher oxidative stress condition. This study was aimed at assessing the effect of polyphenols in turkey berry fruits on level of enzyme antioxidant (erythrocyte superoxide dismutation [SOD]) and oxidative stress (serum 8-isoprostane) in overweight & obese adult women. The study was quasi experimental trial in cross-over design. As number as 8 obese women subjects in Benteng Village−Ciampea, Bogor District, West Java were randomly assigned to a control group (n=4), and turkey berry group (n=4) for 2 x 1 wk of intervention periods with a 1-wk wash-out periode between intervention periods. Turkey berry group consumed home diet and ±160 grams of cooked turkey berry (as a side dish or snack) while the control group only consumed home diet. Food records were collected twice each week. Blood samples were obtained in the morning at day(s)- 1, 8, 15, and 22 of interventions and analyzed for the level of erythrocyte SOD and serum 8-isoprostane. The results showed that the highest water content was found in cooked turkey berry with coconut milk (80.07 grams). The highest protein content was found in cooked turkey berry without coconut milk (2.91 grams). While the highest content of fat (3.67 grams), carbohydrate (20.48 grams), and ash (2.00 grams) were found in raw turkey berry. The highest total phenol content was found in cooked turkey berry without coconut milk (355.73 mg gallic acid equivalent (GAE)/ 100 grams) and the lowest was found in raw turkey berry (59.47 mg GAE/ 100 grams). The highest antioxidant activity was found in cooked turkey berry without coconut milk (44.48 mg ascorbic acid equivalent antioxidant capacity (AEAC)/ 100 grams) and the lowest was found in raw turkey berry (33.45 mg AEAC/ 100 grams). The subjects were housewifes with mean age 37 ± 7 years. Most of the subjects had finished primary school (50%). Most of the subjects had medium type family (50%). Most subjects (62.5%) had income less than mean per capita (Rp. 260417,-). Subjects rarely consumed vegetables and fruits (about 1x per
week) in their daily life. Subjects did not have to try hard to avoid foods that high in polyphenols content in the list prepared by the researcher. Increased levels of erythrocyte SOD after intervention on turkey berry groups did not significantly different compared with the control group (P=0.607). Decreased level of serum 8-isoprostane after intervention on turkey berry group significantly different to the increased level on control group (P<0.05). It seems that daily consumption of cooked turkey berry fruits can improve oxidative stress condition. Keywords: enzyme antioxidant, oxidative stress, polyphenols
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEK INTERVENSI TAKOKAK (Solanum torvum Swartz) TERHADAP KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE ERITROSIT DAN 8-ISOPROSTAN SERUM PADA WANITA DEWASA GEMUK
PUTRI NOVITASARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Diah Mulyawati Utari, MKes
Judul Tesis : Efek Intervensi Takokak (Solanum torvum Swartz) terhadap Kadar Superoksida Dismutase Eritrosit dan 8-Isoprostan Serum pada Wanita Dewasa Gemuk Nama : Putri Novitasari NIM : I151140361
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi Ketua
Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Magister Ilmu Gizi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 05 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul ―Efek Intervensi Takokak (Solanum torvum Swartz) terhadap Kadar Superoksida Dismutase Eritrosit dan 8-Isoprostan Serum pada Wanita Dewasa Gemuk‖ ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang membangun serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 2. Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku ketua program studi yang senantiasa memberikan masukan dan bimbingan hingga terselesaikannya tesis ini. 3. Prof Dr Ir Ikeu Tanziha MS yang sudah memoderatori ujian tesis saya dan memberikan saran yang membangun. 4. Dr Ir Diah Mulyawati Utari, MKes selaku dosen penguji. Terima kasih atas waktu yang diluangkan dan masukannya yang sangat bermanfaat demi kesempurnaan tesis ini. 5. Mbak Nurul, Mbak Nunung, dan Mbak Malie dari sekret pasca GM yang selalu membantu kelancaran administrasi selama proses penyelesaian tesis ini. 6. Mamah Kokom Nurmala, Bapak Sunarto, dan Suami Sandy Riswanto yang senantiasa selalu mendukung dan mendoakan kelancaran tesis saya. Tidak lupa pada anak Rasyid Omar Zain yang selalu menjadi pelipur lara. Semuanya merupakan motivasi terbesar agar saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik dan tepat waktu. 4. Ibu-ibu yang bersedia berpartisipasi pada penelitian ini; Bapak Denny, dr. Akhmad Saikhu, Bidan Ati Cibanteng dan perawat yang membantu dari Puskesmas Ciampea; Ibu Yati dan Ibu Lupi Benteng yang sangat membantu kelancaran saat turun lapang; dan Bapak Agus dari Kantor Desa Benteng yang membantu kelancaran mulainya penelitian lapang. 5. Teman-teman enumerator Icha, Lendy, dan Amida; Nisa Uun yang sangat baik membantu turun lapang; seluruh teman kelas GMS 2014 atas persahabatan, motivasi, dan dukungan yang diberikan selama penulis melangsungkan studi dan penelitian di sekolah Pascasarjana IPB, khususnya Wulan Tami Masdeni Ajan Uci & Yuri. 7. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pembaca serta kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Bogor, September 2016
Putri Novitasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis
1 1 2 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Radikal Bebas Sistem Pertahanan Antioksidan SOR sebagai Faktor Pembangunan Penyakit Status Antioksidan dan Stres Oksidatif Individu Gemuk Polifenol SOD (Superoksida Dismutase) Peroksidasi Lipid (8-Isoprostan) Takokak (Solanum torvum) Asam Fenolat dalam Takokak Flavonoid dalam Takokak
4 4 5 6 7 8 9 10 12 13 14
KERANGKA PEMIKIRAN
16
METODE Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Penelitian Peralatan Penelitian Kriteria, Jumlah, dan Cara Pemilihan Subjek Penelitian Instrumen Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Prosedur Penelitian Persiapan dan pemasakan takokak Penentuan kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan dari takokak Alur penelitian Periode run-in Periode intervensi Periode wash-out Pengambilan darah Pemeriksaan biokimia darah Kadar SOD eritrosit Kadar 8-isoprostan serum Analisis Statistik
18 18 18 18 19 19 21 21 22 22 23 23 23 23 24 24 25 25 25 26
DEFINISI OPERASIONAL
27
HASIL DAN PEMBAHASAN 28 Takokak 28 Kandungan gizi takokak per 100 gram 28 Kadar total fenol takokak per 100 gram 29 Aktivitas antioksidan takokak per 100 gram 30 Faktor mentah masak takokak 32 Kandungan zat gizi, total fenol, aktivitas antioksidan takokak per sajian 33 Karakteristik Subjek 33 Status Antropometri dan Kesehatan Subjek 34 Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi 35 Makanan kesukaan, ketidaksukaan, dan alergi 35 Pola konsumsi pangan subjek sebelum intervensi 35 Perbedaan asupan dan kecukupan zat gizi antar periode 36 Perbedaan asupan dan kecukupan zat gizi antar kelompok 38 Kepatuhan 40 Parameter Biokimia Sebelum dan Setelah Intervensi 40 Kadar SOD eritrosit 39 Kadar 8-isoprostan serum 43 Generalisasi Penelitian 45 Keterbatasan Penelitian 46 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
47 47 47
DAFTAR PUSTAKA
48
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
71
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Komposisi kimia buah takokak tiap 100 gram Waktu pengambilan data penelitian Jenis dan cara pengumpulan data Definisi operasional Kandungan zat gizi takokak per 100 gram Kadar total fenol takokak per 100 gram Aktivitas antioksidan takokak per 100 gram Daftar faktor mentah masak takokak Kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan takokak masak per sajian Sebaran subjek berdasarkan karakteristik umum dan sosial ekonomi Rata-rata status antropometri dan tekanan darah subjek Rata-rata asupan energi dan zat gizi subjek per hari sebelum intervensi Rata-rata asupan energi dan zat gizi antar periode intervensi Rata-rata supan energi dan zat gizi antar kelompok intervensi Kepatuhan subjek berdasarkan konsumsi takokak dan konsumsi pangan yang harus dihindari selama intervensi Hasil analisis statistik uji beda kadar SOD eritrosit Hasil analisis statistik uji beda kadar 8-isoprostan serum
13 21 22 27 28 29 31 32 33 33 34 36 37 39 40 43 45
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Mekanisme pembentukan isoprostan dari PUFA membran sel Mekanisme pembentukan F2-isoprostan Takokak (Solanum torvum) Kerangka pemikiran efek intervensi takokak terhadap kadar SOD eritrosit dan 8-isoprostan serum pada wanita dewasa gemuk Jumlah subjek penelitian Alur penelitian Perubahan kadar SOD eritrosit selama intervensi Perubahan kadar 8-isoprostan serum selama intervensi
11 12 13 17 20 23 42 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 Persetujuan etik 2 Daftar pangan tinggi kadar polifenol 3 Analisis statistik uji beda kandungan gizi, total fenol, aktivitas antioksidan takokak per 100 gram 4 Analisis statistik lanjutan uji Bonferroni kandungan gizi, total fenol, aktivitas antioksidan takokak per 100 gram 5 Analisis statistik uji beda asupan energi dan zat gizi subjek antar periode intervensi 6 Analisis statistik uji beda asupan energi dan zat gizi subjek antar kelompok intervensi 7 Analisis statistik uji beda parameter biokimia darah antar-kelompok 8 Analisis statistik uji beda parameter biokimia darah intra-kelompok
55 56 57 57 59 60 62 63
9 10 11 12 13 14 15
Kurva standar SOD Pengukuran kadar SOD sampel Contoh perhitungan kadar SOD eritrosit subjek Kurva standar 8-isoprostan Pengukuran kadar 8-isoprostan sampel Dokumentasi penelitian Perhitungan dosis takokak
64 64 65 66 67 68 70
PENDAHULUAN Latar Belakang Metabolisme tubuh manusia berjalan terus menerus, salah satunya adalah kerja tubuh menetralisasi paparan berbagai jenis radikal bebas, baik yang berasal dari hasil reaksi kimia dalam tubuh (endogen) dan dari lingkungan manusia (eksogen). Proses ini melibatkan zat-zat yang bersifat antioksidan baik endogen maupun eksogen. Radikal bebas yang diidentifikasi dapat memicu beberapa kerusakan oksidatif adalah senyawa oksigen reaktif (SOR) dan senyawa nitrogen reaktif (SNR) (Charles 2012). Stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan netralisasi oleh antioksidan (Azeez et al. 2012). Individu dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥25.0 kg/m2 dikelompokan sebagai gemuk, di dalamnya mencakup kondisi berat badan berlebih (overweight) dan obesitas (Balitbangkes 2013). Studi menunjukkan bahwa pada orang gemuk, stres oksidatif menjadi salah satu faktor penting terhadap perkembangan beberapa penyakit tidak menular seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab umum kematian dan disabilitas di dunia (Camps et al. 2016; Rani et al. 2016). Overweight dan obesitas meningkatkan stres oksidatif pada individu seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan peroksidasi lipid, seperti malonilaldehida (MDA) atau isoprostan. Peroksidasi lipid dikaitkan dengan beberapa indeks adipositas dan pertahanan antioksidan sistemik yang rendah, seperti antioksidan enzim (superoksida dismutase [SOD], glutation peroksidase [GPx], atau katalase [CAT]). Stres oksidatif pada individu gemuk dapat dikurangi dengan meningkatkan sistem pertahanan antioksidan melalui pengurangan volume lemak seperti olahraga atau modifikasi diet (Vincent et al. 2007). Antioksidan adalah senyawa yang memiliki kemampuan untuk mencegah atau menurunkan laju reaksi oksidatif dari suatu zat (Makahleh et al. 2015). Antioksidan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu endogen dan eksogen. Antioksidan endogen diantaranya adalah SOD, CAT, dan GPx (Milbury & Richer 2008). Antioksidan eksogen dapat diperoleh dari makanan sehari-hari dan diperlukan untuk meminimalkan stres oksidatif (Sulistyowati 2006). Antioksidan eksogen diantaranya seperti vitamin C, vitamin E, karotenoid, selenium, dan polifenol (Milbury & Richer 2008). Polifenol cukup penting dibahas karena ketersediaannya luas di tanaman dan cukup melimpah dalam diet manusia, juga aktivitas antioksidannya yang cukup besar (Issa et al. 2006; Moukette et al. 2015). Senyawa polifenol dengan aktivitas antioksidan dapat melindungi sel DNA terhadap kerusakan yang disebabkan oleh SOR. Gugus hidroksil yang melekat pada cincin aromatik berperan sebagai donor elektron atau hidrogen sehingga terjadi pembersihan (scavenging) atau penghalang (interceptor) terhadap radikal bebas (Issa et al. 2006). Salah satu tanaman yang diketahui secara alami mengandung senyawa polifenol adalah takokak (Kusirisin et al. 2009; Ramamurthy et al. 2012). Takokak (Solanum torvum Swartz) secara umum dikenal sebagai Turkey berry, merupakan tumbuhan semak yang tingginya 4 meter, tumbuhan berdaun
2 hijau dan bercabang banyak. Buah takokak sering dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat dan telah banyak digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia (Andarwulan et al. 2012). Takokak sering digunakan dalam pengobatan antara lain untuk sakit perut, infeksi kulit, antimikroba, antivirus, peningkat imun, antiluka, antioksidan, anti-inflamasi, jantung dan anti-penggumpalan darah (Kamble et al. 2009). Buah takokak mengandung polifenol jenis asam fenolat (asam kafeat, asam galat, dan asam ferulat) dan flavonoid (quersetin, rutin, dan katekin) (Gandhi et al. 2011; Kusirisin et al. 2009; Ramamurthy et al. 2012). Hasil penelitian Rahman et al. (2013), bahwa ekstrak etanol buah takokak segar umur cukup mempunyai kadar total fenol sebesar 187 mg gallic acid equivalents (GAE)/100 g dan aktivitas antioksidan sebesar 98 mg ascorbic acid equivalent antioxidant capacity (AEAC)/100 g. Penelitian tentang takokak ini menjadi penting untuk dilakukan karena mengingat takokak sudah sangat familiar dikonsumsi oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia dan sudah lama dipercaya baik untuk kesehatan. Sampai saat ini, studi tentang takokak masih terbatas, khususnya studi klinis ilmiah yang mengkaji manfaat dari sifat antioksidan yang terkandung dalam takokak bagi kesehatan, khususnya terhadap individu gemuk yang diketahui memiliki tingkat stres oksidatif lebih tinggi dibandingkan orang normal. Perumusan Masalah Hasil penelitian Keaney et al. (2003) menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT maka semakin tinggi stres oksidatif. Kadar 8-isoprostan sebagai penanda stres oksidatif meningkat secara linear pada pria dan wanita dengan IMT >25−27 kg/m2, yakni setiap peningkatan IMT sebesar 5 kg/m2 dikaitkan dengan peningkatan kadar 8-isoprostan sebesar 9.9%. Diketahui pula wanita memiliki kadar 8-isoprostan di urin lebih tinggi daripada laki-laki. Polifenol terkenal memiliki aktivitas pembersih radikal bebas efektif. Aktivitas antioksidan polifenol sudah banyak ditunjukkan pada penelitian in vitro dan pada hewan percobaan, diduga mekanisme perannya dalam menangkal stres oksidatif sama pada manusia, merupakan titik kunci dalam berbagai patogenesis penyakit tidak menular (Annuzzi et al. 2014). Studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan antara asupan polifenol lebih tinggi dan resiko yang lebih rendah dari penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, kanker, dan gangguan neurodegeneratif (Arts & Hollman 2005). Hasil penelitian Moukette et al. (2015) menguatkan penelitian lain yang menunjukkan bahwa polifenol mampu melindungi makromolekul dari stres oksidatif atau meningkatkan resistensi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh oksidan. Penelitian Annuzzi et al. (2014), bahwa diet alami kaya polifenol dapat mengurangi stres oksidatif yang ditandai dengan penurunan kadar 8-isoprostan urin setelah intervensi. Penelitian Khan et al. (2015), menunjukkan bahwa intervensi dengan pasta sorghum tinggi polifenol meningkatkan kapasitas antioksidan dan kadar SOD secara signifikan dibandingkan kontrol. Beberapa studi intervensi pada manusia yang dilakukan telah menghasilkan temuan yang bervariasi, dengan beberapa penelitian menunjukkan efek positif dan lainya berlawanan atau tidak berpengaruh sama sekali.
3 Takokak merupakan salah satu sayur jenis terong yang memiliki kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan yang tinggi (Kusirisin et al. 2009; Rahman et al. 2013; Ramamurthy et al. 2012; Waghulde et al. 2011; Wetwitayaklung & Phaechamud 2011). Diketahui bahwa ekstrak takokak memiliki kekuatan pereduksi, aktivitas pembersihan terhadap DPPH dan hidrogen peroksida yang tinggi (Waghulde et al. 2011). Sudah ada beberapa penelitian yang mengkaji total fenol dan aktivitas antioksidan dari buah takokak, termasuk efeknya secara in vitro maupun terhadap hewan coba (Kusirisin et al. 2009; Rahman et al. 2013; Rahman et al. 2015; Ramamurthy et al. 2012; Waghulde et al. 2011; Wetwitayaklung & Phaechamud 2011), namun, belum ada studi klinis dilaporkan. Banyak studi dilaporkan tentang hubungan antara kegemukan dan stres oksidatif. Hasilnya mendukung teori bahwa kegemukan meningkatkan stres oksidatif. Seperti telah disebutkan, stres oksidatif memainkan peran patogenik penting dalam beberapa penyakit tidak menular pada manusia, dan stres oksidatif yang meningkat pada subjek gemuk bisa meningkatkan risiko penyakit. Karena itu, antioksidan alami dalam makanan mungkin menjadi salah satu intervensi untuk mencegah penyakit stres oksidatif. Diharapkan bahwa khasiat antioksidan akan lebih efektif pada subjek yang gemuk daripada pada subjek dengan berat badan normal. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh polifenol dalam takokak terhadap kadar antioksidan enzim (SOD eritrosit) dan stres oksidatif (8-isoprostan serum) pada wanita dewasa gemuk.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Mengkaji efek intervensi takokak (Solanum torvum Swartz) terhadap kadar SOD eritrosit dan 8-isoprostan serum pada wanita dewasa gemuk. Tujuan Khusus: 1. Mengkaji kandungan gizi, kadar total fenol, dan aktivitas antioksidan takokak. 2. Mengidentifikasi karakteristik subjek penelitian. 3. Mengkaji pola konsumsi pangan subjek. 4. Mengkaji pengaruh intervensi takokak terhadap kadar antioksidan enzim (SOD eritrosit) pada subjek wanita gemuk. 5. Mengkaji pengaruh intervensi takokak terhadap kondisi stres oksidatif (8isoprostan serum) pada subjek wanita gemuk.
4 Manfaat Penelitian Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang manfaat takokak khususnya untuk meningkatkan status antioksidan dan menurunkan stres oksidatif yang berkaitan pada peningkatan status kesehatan. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi acuan dalam rangka meningkatkan budidaya tanaman takokak. Bagi institusi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah di bidang pangan, gizi dan kesehatan terhadap penurunan risiko terjadinya penyakit-penyakit tidak menular.
Hipotesis 1. Intervensi takokak meningkatkan kadar SOD eritrosit dibandingkan kontrol. 2. Intervensi takokak menurunkan kadar 8-isoprostan serum dibandingkan kontrol.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Radikal Bebas Istilah "senyawa oksigen reaktif" (SOR) dan "senyawa nitrogen reaktif" (SNR) menggambarkan molekul oksigen dan molekul mengandung-nitrogen yang reaktif, baik radikal maupun tidak radikal. Molekul-molekul ini bisa masuk ke reaksi-reaksi yang dapat menghasilkan produksi radikal bebas atau langsung merusak substrat biokimia organik. Sebuah molekul dapat menjadi sangat reaktif walaupun secara teknis bukan suatu radikal (elektronnya berpasangan) (Milbury & Richer 2008). Radikal bebas adalah spesies kimia yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Elektron tidak berpasangan biasanya mencari elektron lain untuk menjadi pasangan. Contoh radikal bebas reaktif adalah radikal hidroksil (HO*) dan alkoksil (LO*), sedangkan radikal oksida nitrat (NO*) adalah contoh radikal stabil. SOR mengandung molekul oksigen, lebih aktif dari molekul oksigen triplet yang ada di udara. Radikal superoksida (O2*), hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil, dan singlet oksigen (1O2) dianggap sebagai spesies oksigen khas reaktif, tapi dalam arti yang lebih luas, spesies lain seperti radikal alkoksil, radikal peroksil (LO2*), nitrogen dioksida (NO2*), lipid hidroperoksida (LOOH), protein hidroperoksida, dan hipoklorit (HOCl) juga dianggap sebagai spesies oksigen reaktif. Beberapa dari mereka memiliki elektron yang tidak berpasangan dan radikal bebas, tetapi yang lain tidak (Papas 1999). Pada sistem biologi, sumber radikal bebas adalah oksigen. Kerusakan biologi disebabkan oleh adanya SOR dan SNR. Pengaruh merugikan bila terjadi ketika adanya ketidakseimbangan yaitu kelebihan produksi SOR atau SNR dan penurunan molekul antioksidan. Walaupun demikian, SOR dan SNR mempunyai peran yang penting dalam tubuh. Salah satu manfaat SOR adalah melawan mikroba patogen. Hal ini terjadi ketika konsentrasi SOR rendah. Jika konsentrasi SOR dan SNR melebihi produksi, maka akan merusak dan menghambat fungsi
5 normal lipid, protein, dan DNA. SOR diproduksi baik secara endogen maupun eksogen (Khansari 2009). Sumber ROS endogen adalah mitokondria, cytokrom p450, peroksisom, dan aktivasi sel inflamatori. Mitokondria lebih banyak menghasilkan H2O2 karena mitokondria 90% menggunakan O2 secara seluler. Selama mitokondria mereduksi O2 untuk menghasilkan air, beberapa beberapa produk akan dihasilkan seperti superoksida (O2*), hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH*). Sumber SOR endogen yang lain berasal dari neutrofil, eosinophil, makrofag. Aktifasi makrofag dengan menginisiasi oksigen akan menyebabkan peningkatan ROS yang meliputi O2, nitrit oksida (NO) dan hidrogen peroksida (H2O2). Pembentukan radikal bebas dari intraseluler dapat berasal dari lingkungan seperti ultraviolet, radiasi dan polutan (Khansari 2009). Sistem Pertahanan Antioksidan Antioksidan adalah setiap zat yang ketika hadir dalam konsentrasi rendah dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi, secara signifikan menunda atau mencegah oksidasi substrat tersebut (Milbury & Richer 2008). Semua bentuk kehidupan memelihara lingkungan reduksi dalam sel. Pemeliharaan status ini dicapai melalui sistem pertahanan antioksidan, untuk melindungi homeostasis seluler terhadap SOR berbahaya yang dihasilkan selama metabolisme seluler normal, juga pada status patofisiologi. Zat antioksidan adalah molekul kecil yang dapat mengikat radikal bebas dengan menerima atau menyumbangkan elektron untuk menghilangkan kondisi tidak berpasangan. Biasanya, ini berarti bahwa molekul antioksidan menjadi radikal bebas dalam proses pembersihan SOR untuk lebih stabil dan menjadi molekul kurang reaktif. Dalam kebanyakan kasus, molekul pengikat (scavenger molecule) memberikan radikal hidrogen yang bergabung dengan radikal bebas. Akibatnya, hal ini menghasilkan radikal baru yang memiliki enhanced lifetime dibandingkan dengan sebelumnya, karena sistem terkonjugasi. Radikal extended lifetime ini memungkinkan untuk bereaksi dengan radikal kedua dengan pembentukan molekul baru dan dengan demikian satu molekul pengikat dapat menghilangkan dua radikal (Rodrigo 2009). Molekul antioksidan dapat diproduksi secara endogen atau disediakan eksogen melalui diet atau suplemen antioksidan. Enzim antioksidan endogen utama adalah SOD, CAT, dan GPx. SOD mengkonversi anion superoksida menjadi H2O2, yang merupakan substrat untuk CAT dan GPx. Katalase memetabolisme H2O2 menjadi air dan oksigen, dan GPx mereduksi H2O2 dan hidroperoksida organik ketika bereaksi dengan GSH. Glutation tereduksi hadir pada konsentrasi tinggi di semua sel mamalia, terutama di sel ginjal, hepatosit, dan eritrosit. Tripeptide ini melindungi kelompok thiol protein dari oksidasi tanpa enzimatik atau sebagai co-substrat GPx (Rodrigo 2009). Antioksidan eksogen adalah antioksidan yang berasal dari luar tubuh, berasal dari makanan sehari-hari seperti vitamin-vitamin (vitamin C, vitamin E, ß–karoten), dan senyawa fitokimia (karotenoid, isoflavon, saponin, polifenol). Pertahanan sel terhadap SOR melalui mekanisme: reduksi enzimatik, pengeluaran oleh vitamin antioksidan, perbaikan membran dan DNA yang rusak oleh enzim dan kompartementasi (Sulistyowati 2006).
6 SOR sebagai Faktor Pembangunan Penyakit SOR diperkirakan berkontribusi pada patogenesis sejumlah gangguan yang tampaknya tidak berhubungan, termasuk diabetes mellitus tipe 2, kanker dan penuaan, gagal jantung, hipertensi, preeklamsia dan aterosklerosis, penyakit neurodegeneratif, dan lainnya. Semua patologi ini adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada abad kedua puluh, dan telah dipelajari secara ekstensif selama beberapa tahun terakhir. Beberapa contoh penyakit yang dikenal secara luas akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut: Penyakit kardiovaskular Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian pertama di dunia. Senyawa oksigen reaktif memiliki kunci peran dalam homeostasis dari dinding pembuluh darah dan ada bukti kuat yang menunjuk ke SOR faktor penting untuk pengembangan penyakit kardiovaskular (Rodrigo 2009). Asupan flavonoid berbanding terbalik dengan angka kematian akibat penyakit jantung koroner dalam studi epidemiologi (Waghulde et al. 2011). Hipertensi Hipertensi mungkin adalah penyakit kronis yang paling umum di dunia. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit lain seperti jantung atau stroke otak, insufisiensi jantung atau gagal ginjal kronis, dan lainnya. Senyawa oksigen reaktif yang diduga berkontribusi pada patogenesis hipertensi melalui penurunan sel endotel dan melalui uncoupled eNOS. Stres oksidatif kronis menyebabkan penuaan dari sel endotel. Ini ditandai dengan pelepasan sel endotel atau bagian dari membran sel endotel. Dengan kekuatan stres oksidatif, kapasitas komunikasi sel endotel untuk memperbaiki cedera endotel terbatas, dan integritas vascular menjadi tergantung pada penggabungan sel progenitor endotel, dengan kapasitas sintesis NO rendah (Zicha et al. 2001). Selain itu, peningkatan sintesis superoksida mengurangi bioavailabilitas NO dengan inaktivasi, menyebabkan pembentukan ONOO–. Kemudian, protonasi ONOO– berikut akan putus, membebaskan peroksidan OH*. Endotel dipengaruhi oleh reaksi ini dalam dua cara yang berbeda: 1) Pengikatan nitrit oksida mengganggu aktivitas vasodilatasi, menyebabkan tekanan darah tinggi dan permanen 2) Radikal hidroksil menyebabkan kerusakan di sel endotel melalui cara ini (Rodrigo 2009). Stroke dan aterosklerosis Hubungan antara risiko tinggi stroke dan stres oksidatif kronis telah banyak didokumentasikan. Hal ini terutama disebabkan disfungsi endotel. Nitrit oksida memiliki sifat antiaterosklerotik ampuh karena setelah dilepaskan dari sel endotel, ia bekerja dengan prostasiklin untuk menghambat agregasi platelet. Nitrit oksida memblok adhesi neutrofil ke sel endotel dan ekspresi molekul adhesi. Ini menarik menunjukkan bahwa pada konsentrasi tinggi NO juga menghambat proliferasi sel otot polos. Oleh karena itu, di bawah semua kondisi di mana NO defisit absolut atau relatif dihadapi, proses aterosklerosis sedang dimulai atau dipercepat (Rodrigo 2009). Sindrom metabolik dan diabetes Sindrom metabolik (SM) mencakup berbagai kelainan kardio metabolik terkait dengan risiko tinggi berkembangnya diabetes mellitus (DM) tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Stres oksidatif kronis mengganggu kerja insulin, seperti ditunjukkan dalam DM tipe 2. Penurunan ini mungkin disebabkan karena
7 beberapa faktor, seperti perubahan fluiditas membran, penurunan ketersediaan NO dan peningkatan kadar kalsium intraseluler (Ueda et al. 2000). Pasien diabetes menunjukkan, selama periode postprandial, sebuah peningkatan parameter kadar plasma MDA dan penurunan kelompok sulphydryl, α-tokoferol dan total radicaltrapping antioxidant. Kanker Adanya SOR dan SNR seperti OH*, NO*, OONO–, berkontribusi terhadap inflamasi kronis yang dapat menimbulkan penyakit. SOR dan SNR diproduksi dari aktifasi sel inflamatori dari mutasi gen penekan tumor sampai translational modifikasi protein terkait (apoptosis, perbaikan DNA, pemberhentian siklus sel). RNS akan berlanjut menghasilkan aldehide yang reaktif yaitu MDA (malondialdehid) dan 4-hydroxynonenal (4-HNE) (second massanger free radical/toxic). MDA dan 4HNE dapat menginduksi mutasi gen penekan tumor. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko timbulnya kanker yang terkait inflamasi kronis. SNR sebagai mediator signal transduction, termasuk MAPK signal cascade, memacu induksi protooncogen, c-Fos, C-Jun dan AP-1 yang akan melibatkan proliferasi, differensiasi, apoptosis dan tranformasi (Hussain 2007). Kerusakan ginjal Bukti eksperimental yang cukup mendukung pandangan bahwa ROS dapat memainkan peran kunci dalam proses patofisiologi penyakit ginjal (Yasunari et al. 2002), termasuk gagal ginjal kronis, hemodialisis, gagal ginjal akut diinduksi rhabdomyolysis, fibrosis ginjal, glomerulosklerosis, pembentukan batu ginjal, dan hiperlipidemia, dan lainnya. Kelimpahan PUFA membuat organ ginjal rentan terhadap serangan SOR. Keterlibatan SOR dalam mekanisme kerusakan ginjal didukung oleh dua baris bukti eksperimental: (i) deteksi produk cedera oksidan di jaringan ginjal atau urin, dan (ii) eksperimental demonstrasi efek perlindungan dari inhibitor metabolisme ROS (Shokoji et al. 2003). Glomerulus jauh lebih sensitif terhadap cedera oksidatif dari segmen nefron lainnya. Stres oksidatif dapat mengubah struktur dan fungsi glomerulus karena efek SOR pada sel mesangial dan endotel. SOR yang semakin diyakini sebagai molekul sinyal intraseluler penting dalam jalur mitogenik terlibat dalam patogenesis glomerulonefritis (Touyz 2001). Status Antioksidan dan Stres Oksidatif Individu Gemuk Banyak literatur menunjukkan bahwa kelebihan berat badan dan obesitas merupakan penyebab utama dari penyakit penyerta, termasuk DM tipe 2, penyakit kardiovaskular, berbagai kanker, dan masalah kesehatan lainnya yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas lebih lanjut. Oleh karena itu, pendekatan kesehatan masyarakat untuk mengembangkan strategi berbasis populasi untuk pencegahan kelebihan berat badan sangat penting (Sanchez et al. 2011). Beberapa studi deskriptif di Amerika dan Italia terhadap anak-anak overweight dan obesitas menunjukkan kadar 8-isoprostan lebih tinggi 23-28% dibandingkan dengan anak-anak tanpa obesitas (Desideri et al. 2005). Ditemukan bahwa remaja yang gemuk memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskular seperti memiliki kadar trigliserida, insulin, tekanan darah sistolik, dan 8-isoprostan signifikan lebih tinggi daripada remaja tidak gemuk (Sinaiko et al. 2005). Studi
8 ini memberikan bukti kuat bahwa peningkatan stres oksidatif berhubungan dengan peningkatan adipositas. Penelitian Choi et al. (2011), mengevaluasi efek intervensi astaxantin (ASX) dalam mengurangi stres oksidatif yang disebabkan overweight dan obesitas dengan mengacu pada biomarker dari peroksidasi lipid dan aktivitas antioksidan. Hasilnya bahwa intervensi 5 mg dan 20 mg ASX selama 3 minggu secara signifikan menurunkan kadar MDA plasma dan meningkatkan aktivitas SOD plasma pada kedua kelompok dosis, dibandingkan dengan baseline. Penelitian ini membuktikan intervensi berefek lebih besar pada kelompok subjek overweight dan obesitas dibandingkan dengan kelompok normal. Polifenol Polifenol adalah senyawa bioaktif yang tersebar luas di tanaman dan juga merupakan konstituen signifikan dari diet manusia. Polifenol terkenal memiliki aktivitas pembersih radikal bebas efektif. Aktivitas pembersih radikal (radicalscavenging activity) dari polifenol mengandalkan struktur molekul, pola substitusi dari gugus hidroksil, ketersediaan hidrogen fenolik dan kemungkinan stabilisasi radikal HO dan NO via donasi hidrogen atau melalui delokalisasi ekspansi elektron (Moukette et al. 2015). Polifenol adalah antioksidan yang paling berlimpah dalam makanan. Asupannya adalah 10 kali lebih tinggi dari vitamin C dan 100 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E atau karotenoid. Polifenol seperti katekin atau quersetin dapat langsung mengikat SOR, seperti superoksida, hidrogen peroksida, atau asam hipoklor, yang bisa sangat merusak dengan merusak lipid, protein, dan DNA. Inti fenolik dapat bertindak sebagai penyangga dan menangkap elektron dari SOR untuk membuat mereka kurang reaktif. Di satu sisi, flavonoid adalah konstituen utama dari kelompok polifenol dengan lebih dari 4000 senyawa. Di sisi lain, senyawa tanpa flavonoid mengandung cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Kelompok ini mencakup stilben (resveratrol), asam fenolik (gallic acid), saponin (ginsenosida), dan polifenol lainnya seperti kurkumin dan tannin (Rodrigo 2009). Studi epidemiologis menunjukkan hubungan terbalik antara diet diperkaya polifenol dengan berkurangnya risiko penyakit kardiovaskular (Ulbricht & Southgate 1991). Flavonol quersetin, salah satu senyawa polifenol yang paling banyak ditemukan pada diet manusia, diketahui dapat melemaskan otot polos pembuluh darah dan pengobatan menurunkan tekanan darah yang kronis dan disfungsi endotel dalam model eksperimental. Dengan demikian, efek menguntungkan dari polifenol dalam pencegahan hipertensi mungkin akibat dari pengaruh kompleks terhadap keseimbangan NO dalam sistem kardiovaskular (Sanchez et al. 2006). Dalam beberapa tahun terakhir, polifenol telah menerima perhatian media hampir setiap hari karena sifat antioksidan, antipenuaan, dan antiinflamasi yang muncul untuk melindungi sel dari kerusakan radikal bebas. Polifenol, termasuk flavonoid, banyak dalam tanaman dan makanan, seperti berry, teh, minyak zaitun, cokelat dan kakao, kenari, kacang, buah dan kulit buah, dan sayuran. Teh hijau menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir karena polifenol epigallocatechin3-gallate (EGCG), telah ditunjukkan di laboratorium dapat membersihkan SOR dan SNR. Hasil akhirnya adalah perlindungan membran lemak dari sel, protein,
9 dan DNA sehingga mencegah kanker. Beberapa penelitian pada hewan juga menunjukkan tingkat penurunan demensia dengan menunda hilangnya kognisi dan beberapa pemulihan fungsi dengan penuaan (Milbury & Richer 2008). Flavonoid diketahui mengurangi risiko penyakit jantung dan kanker, tapi jenis flavonoid manakah yang lebih protektif dalam kondisi tertentu masih dieksplorasi lebih lengkap. Seperti semua antioksidan, flavonoid juga memiliki potensi untuk berubah menjadi pro-oksidan setelah mereka telah teroksidasi. Secara kimiawi, potensial reduksi dari radikal flavonoid dalam media netral lebih tinggi dari vitamin C. Akibatnya, radikal flavonoid memiliki potensi untuk mengoksidasi dan menguras vitamin C in vivo, meskipun hal ini belum dibuktikan. Beberapa flavonoid seperti epigallocatechin, epigallocatechin gallate, dan quercetin terletak dalam redox pecking order sehingga mereka berpotensi memperbaiki vitamin E radikal, tapi sekali lagi ini masih belum ditampilkan in vivo (Milbury & Richer 2008). Penelitian manfaat polifenol masih dalam “infancy stages”. Belum ada manfaat pasti atau efek samping yang dilihat sampai saat ini dan tidak ada (Dietary Reference Intakes) DRIs untuk senyawa polifenol saat. Seperti semua antioksidan lain, dianjurkan bahwa peningkatan dan beragam diet buah dan sayuran (antara 5-9 porsi setiap hari), kacang-kacangan, dan biji-bijian yang bermanfaat (Milbury & Richer 2008). SOD (Superoksida Dismutase) Enzim SOD adalah salah satu dari jenis enzim antioksidan endogen dan berperan melindungi sel dari proses oksidasi (kerusakan oksidatif), merupakan sistem pertahanan pertama untuk menekan pembentukan radikal bebas. Enzim ini terdapat pada semua organisme aerob dan umumnya berada dalam tingkat subseluler (intraseluler). Karena berada dalam lingkungan aerob maka dibutuhkan oksigen untuk kehidupannya sehingga peka terhadap terjadinya kerusakan karena oksidasi atau disebut stres oksidatif. Enzim SOD bekerja di dalam sel dan berperan pada tahap awal terjadinya stres oksidatif yaitu dengan mengubah radikal anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen. Rimbach et al. (2008) menyebutkan bahwa isoflavon berperan sebagai antioksidan lewat mekanisme penghambat oksidasi LDL, stimulasi aktivitas enzim antioksidan (SOD dan CAT) serta induksi sintesa glutathione. Radikal anion superoksida dapat secara efektif dikurangi melalui reaksi dengan SOD. Hidrogen peroksida yang dihasilkan kemudian diubah ke air yang tidak beracun oleh CAT atau GPx. Pada manusia, kombinasi SOD dan GPx telah lama dikenal untuk menjadi alat yang ampuh untuk detoksifikasi kation dari anion superoksida yang dihasilkan dari dalam sel. SOD adalah enzim yang ditemukan oleh McCord dan Fridovich, yang memainkan peran penting dalam mekanisme pertahanan dari sel biologis yang terkena oksigen. SOD mengkatalisis dismutasi dari radikal anion superoksida (O2*–) menjadi molekul oksigen dan hidrogen peroksida. Reaksi ini diakui sebagai sistem antioksidan yang melindungi sel-sel dari toksisitas superoksida (Aldini et al. 2010). Ada beberapa jenis SOD, tergantung pada jenis ion logam. Tiga isoform utama SOD mamalia telah teridentifikasi dengan distribusinya dalam jaringan berbeda: (1) Cu/Zn-SOD (SOD1) ada di sitoplasma, lisosom, dan kompartemen
10 inti sel mamalia. Pada manusia, hati memiliki jumlah dan aktivitas SOD1 yang relatif tinggi. SOD1 manusia adalah homodimer mengandung satu ion tembaga dan satu ion seng di setiap 16-kDa subunit yang terdiri dari 153 asam amino. Ion tembaga dipegang oleh interaksi dengan ligan imidazolate dari residu histidin di SOD1 dalam situs aktif enzim. Ion seng (Zn2+) memberikan kontribusi untuk stabilisasi enzim. (2) Mn-SOD (SOD2) dari manusia adalah homotetramer dengan individu 22-kDa subunit yang memiliki satu ion Mn di pusat aktif. SOD2 umumnya terletak di matriks mitokondria dan mengkatalisis reaksi yang sama seperti SOD1. Pada manusia, aktivitas SOD2 di korteks ginjal lebih tinggi daripada di jaringan lain. (3) Ekstraseluler (EC)-SOD (SOD3) ditemukan dalam cairan ekstraseluler seperti plasma manusia dan getah bening, dan ada sebagai tetramer identik 30-kDa subunit di sebagian besar spesies. SOD3 juga enzim yang mengandung tembaga dan seng yang bertindak sebagai pembersih superoksida untuk melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif ekstraseluler (Zelko 2002). Singkatnya, superoksida, hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil, radikal alkoksi, radikal alkil peroksi, dan LOOH semuanya adalah SOR. Superoksida dihasilkan selama pengurangan oksigen dalam rantai pernapasan dalam mitokondria dan diubah oleh SOD atau dismutasi spontan menjadi H2O2, yang menghasilkan radikal reaktif hidroksil melalui reaksi dengan ion logam aktif redoks (Aldini et al. 2010). Hasil sidik ragam pada hewan coba tikus yang diberikan DMBA menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi takokak berpengaruh signifikan terhadap kadar SOD, semakin tinggi konsentrasi takokak maka kadar SOD akan semakin meningkat (Rahman et al. 2015). Peroksidasi Lipid (8-Isoprostan) Dalam beberapa tahun terakhir, isoprostan serta senyawa karbonil rantai pendek yang sering digunakan untuk tes in vivo dari stres oksidatif dalam darah manusia dan urin. Produk-produk ini berasal dari produk primer peroksidasi lipid, yaitu, hidroperoksida lipid atau hidroperoksi-endoperoksida lipid yang terbentuk oleh reaksi SOR dengan bagian asam lemak tak jenuh ganda dari lipid teresterifikasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Biomarkers of Oxidative Stress Study (BOSS), beberapa penelitian disponsori oleh National Institutes of Environmental Health Sciences (NIEHS), menemukan bahwa metode yang paling akurat untuk menilai status stres oksidatif in vivo adalah pengukuran isoprostan urin atau plasma (Kadiiska et al. 2005). Mekanisme terbentuknya isoprostan digambarkan pada Gambar 1.
11 Asam Arakhidonat (PUFA membran sel) Radikal bebas Conjugated Diene Oksigen Lipid hidroperoksida
Radikal Alkoksi
Radikal peroksil bekerja pada asam arakhidonat
Isoprostan
Gambar 1 Mekanisme pembentukan isoprostan dari PUFA membran sel (Ari-Agung et al. 2013)
Selama dekade terakhir, kuantifikasi F2-isoprostan (F2-IsoPs) telah terbukti menjadi biomarker yang paling dapat diandalkan dari kerusakan oksidatif in vitro dan in vivo. F2-IsoPs bersifat stabil, molekul yang kuat yang terdeteksi di semua jaringan manusia dan cairan biologis, termasuk plasma, urin, cairan bronkoalveolar, dan cairan cerebrospinal, memberikan ukuran yang paling akurat dari stres oksidatif. (Aldini et al. 2010). 8-isoprostan adalah senyawa seperti prostaglandin (PG)-F2 milik kelas F2-isoprostan yang dihasilkan in vivo dari peroksidasi non enzimatik asam arakidonat yang dikatalis oleh radikal-bebas (Montuschi et al. 1999). Setidaknya satu dari isoprostan, 8-isoprostan (8-epi PGF2α), telah terbukti memiliki aktivitas biologis. 8-isoprostan telah diusulkan sebagai penanda kekurangan antioksidan dan stres oksidatif dan kadarnya meningkat pada perokok berat. 8-isoprostan plasma dari subjek sehat berkisar 40100 pg/ml yang meningkat dengan usia subjek (Wang et al. 1995). Mekanisme lebih jelas tentang pembentukan F2-IsoPs dari asam arakidonat disajikan dalam Gambar 2.
12
Gambar 2 Mekanisme pembentukan F2-isoprostan. Isoprostan terbentuk dari oksidasi asam arakidonat melalui mekanisme enam tahap. Empat potensial regoisomer digambarkan, masing-masing memiliki enam belas stereoisomer (tidak ditampilkan) Takokak (Solanum torvum) Takokak merupakan jenis tumbuhan obat yang memiliki nama daerah terong cepoka, terong pipit (Indonesia), takokak (sunda), terong cekoka, cemongkak, poka, terongan, cepoka, cong belut (jawa). Habitusnya berupa perdu yang seluruhnya dilapisi dengan bulu bintang yang putih kuning dengan tinggi 2-4 meter (Zuhud et al. 2003). Hasil uji kualitatif, ekstrak etanol buah dan hancuran buah takokak mengandung alkaloid, flavonoid jenis flavon dan isoflavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin (Kusuma 2011; Chah et al. 2000; Sapkale et al. 2009; Rammohan et al. 2011; Stevanie et al. 2007). Hasil uji kuantitatif, buah takokak mengandung polifenol jenis asam fenolat (asam kafeat ±0.58 µg/g, asam galat ±1394 µg/g, dan asam ferulat ±72.24 µg/g) dan flavonoid (quersetin ±7.68 µg/g, rutin ±1.53 µg/g, dan katekin) (Gandhi et al. 2011; Kusirisin et al. 2009; Ramamurthy et al. 2012). Flavonoid mempunyai fungsi sebagai pelindung melawan alergi, inflamasi, radikal bebas, platelet aggregasi, mikroba, ulcer, hepatoxin, virus dan tumor. Flavonoid berpotensi sebagai pelarut antioksidan dan penangkal radikal
13 bebas yang melindungi kerusakan sel, sebagai anti-kanker dan melindungi serangan karsinogen (Eleazu 2012; Percival 1998). Takokak pun mampu melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan rasa sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif) (Rahmat 2009). Takokak memiliki aktivitas pembersih superoksida yang tinggi yakni di atas 70%. Kandungan kimia yang terdapat pada takokak mampu bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi jaringan tubuh dari efek negatif radikal bebas (Sirait 2009). Gambar takokak (Solanum torvum) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Takokak (Solanum torvum) Takokak mengandung sejumlah bahan kimia yang berpotensi aktif secara farmakologi seperti isoflavonoid sulfat dan glikosida steroid, chlorogenone dan neochlorogenone, turunan triacontane, oligoglycosides 22-β-O-spirostanol, 26-O β-glukosidase (Waghulde et al. 2011). Takokak mengandung 2,3,4trimethyltriacontane, octacosanyl triacontanoate, 5-hexatriacontanone, triacontanol, 3-tritriacontanone, tetratriacontanoic acid, sitosterol, stigmasterol, campesterol (Mahmood et al. 1983). Tabel 1 menyajikan komposisi kimia buah takokak tiap 100 gram. Tabel 1 Komposisi kimia buah takokak tiap 100 gram Komposisi Satuan Jumlah Air g 89 Protein g 2 Lemak g 0.1 Karbohidrat g 8 Serat g 10 Kalsium mg 50 Fosfor mg 30 Besi mg 2 Vitamin A IU 750 Vitamin B1 mg 0.08 Vitamin C mg 80 Sumber: Sirait (2009) Asam Fenolat dalam Takokak Asam galat merupakan salah satu jenis asam fenolat turunan asam hidroksibenzoat (Manach et al. 2004). Asam galat merupakan komponen pangan yang khususnya melimpah dalam teh, suatu senyawa antimutagenik,
14 antikarsinogenik, dan antiinflamasi. Turunan asam galat, 4-O-methylgallic acid (4OMGA), telah dilaporkan sebagai metabolit utama asam galat dalam tubuh manusia. Penelitian mengenai farmakokinetik asam galat dengan bentuk tablet asam galat (25 mg GA) dan teh hitam (50 mg GA) pada 10 subjek sehat diketahui bahwa waktu paruh asam galat sekitar 1 jam dengan waktu luruh dalam plasma yaitu selama 12 jam (Shahrzad et al. 2001). Asam ferulat dan asam kafeat merupakan jenis asam fenolat turunan asam hidroksisinamat. Asam ferulat dan asam kafeat jarang ditemukan dalam bentuk bebas, kecuali dalam makanan olahan yang mengalami pembekuan, sterilisasi, atau fermentasi. Asam kafeat bebas maupun teresterifikasi umumnya merupakan asam fenolat paling melimpah mewakili 75% – 100% dari total asam hidroksisinamat dalam buah. Asam ferulat merupakan asam fenolat yang paling melimpah pada bagian luar dari serealia (aleurone dan pericarp). Asam ferulat biasanya ditemukan dalam bentuk trans, teresterifikasi menjadi arabinoxylans dan hemiselulosa (Manach et al. 2004). Penelitian terhadap 5 subjek manusia yang diberikan 250 ml dosis tunggal biji kopi hijau menunjukkan bahwa kadar asam ferulat dalam plasma meluruh dalam waktu 3 jam (Matsui et al. 2007). Sedangkan asupan anggur merah yang mengandung total polifenol 2014 mg/L dan 11.04 mg/L pada 12 subjek manusia menunjukkan bahwa waktu luruh asam kafeat dalam plasma yaitu selama 4 jam (Caccetta et al. 2000). Asam kafeat dan asam ferulat terdeteksi pada plasma dan urin manusia setelah asupan oral asam klorogenat yang diketahui memiliki efek biologi dan farmakologi beragam, seperti aktivitas antioksidan, aktivitas anti-karsinogen, dan aktivitas antihipertensi (Matsui et al. 2007). Flavonoid dalam Takokak Flavonol merupakan jenis flavonoid yang paling melimpah dalam pangan (Manach et al. 2004), yang diketahui terkandung dalam takokak adalah quersetin dan rutin. Quersetin merupakan flavonol yang paling paling umum dikonsumsi manusia karena keberadaannya yang tersebar luas pada tanaman pangan. Penelitian crossover acak pada 9 subjek manusia yang diberikan daging bawang merah kering (99.2% quersetin glikosida dan 0.8% quersetin aglikon) atau kulit bawang merah kering (83.3% quersetin aglikon dan 16.7 % quersetin glukosida), mengandung 1.4 mg quersetin/ kg BB menunjukkan bahwa quersetin aglikon lebih tinggi bioavailabititasnya dibandingkan bentuk glikosidanya (quersetin 3,4’O-bis- β -glukosida, quersetin 3-O-β- glukosida, quersetin 4’-O- β - glukosida, isorhamnetin 4’-O- β – glukosida). Tujuh puluh dua jam setelah asupan, quersetin diketahui masih berada dalam plasma darah sekitar 0.09 – 0.12 µmol/L (Wiczkowski et al. 2008). Karakter lipofilik dari quersetin menunjukkan bahwa penyerapannya dapat melalui membran enterosit melalui difusi sederhana. Oleh karena itu, seharusnya bioavailabilitasnya lebih besar dari bentuk glukosidanya, yang penyerapannya membutuhkan hidrolisis awal atau transpor aktif. Namun, penelitian manusia yang dipublikasikan menunjukkan bahwa bioavailabilitas quersetin lebih kecil dari glukosidanya. Hal ini diasumsikan bahwa rendahnya bioavailabilitas quersetin aglycone yang diberikan kepada manusia sebagai zat murni memiliki kelarutan yang rendah dalam saluran pencernaan, berbeda jika bioavailabilitas yang tinggi dari quersetin aglikon yang berada alami dalam
15 pangan. Hasil membuktikan bahwa matriks pangan merupakan faktor kunci (Wiczkowski et al. 2008). Takokak juga diketahui mengandung katekin. Katekin merupakan jenis flavonoid kategori monomerik flavanol. Penelitian pada 9 subjek dengan pemberian anggur merah sebanyak 120 ml mengandung 35 mg katekin bebas diketahui bahwa waktu paruh katekin sekitar 3 jam dengan waktu luruh dalam plasma yaitu selama >8 jam (Bell et al. 2000).
16
KERANGKA PEMIKIRAN Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan, yakni jumlah radikal bebas lebih besar daripada jumlah antioksidan. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan sel dan merupakan dasar patogenesis penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru, penyakit autoimmun, keganasan, gangguan metabolik dan penuaan (Halliwell & Gutteridge 2015). Banyak faktor yang bisa mempengaruhi derajat stres oksidatif, seperti aktivitas fisik, usia, ras, berat badan, merokok, gaya hidup sedenter, alkohol, jenis kelamin, obat-obatan, stres, paparan racun, dan lainnya (Nielsen et al. 1997; Block et al. 2002; Candrawati 2013). Radikal bebas adalah suatu gugus molekul atom atau ion yang mempunyai satu elektron yang tidak berpasangan (Lieberman & Marks 2009). Radikal bebas yang diidentifikasi dapat memicu beberapa kerusakan oksidatif adalah senyawa oksigen reaktif (SOR) dan senyawa nitrogen reaktif (SNR) (Charles 2012). SOR bisa terdapat dalam bentuk O2*–, radikal hidroksil (OH), asam hipoklorit (HOCl), radikal alkoksil dan radikal peroksil (Halliwell & Gutteridge 2015). SOR dapat merusak sel dengan merusak membran lipid melalui serangkaian reaksi kimia yang disebut peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid ini terjadi karena membran sel mengandung asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid – PUFA) dalam jumlah tinggi. Peroksidasi membran lipid akan menyebabkan perubahan pada sel, seperti penurunan transport kalsium dalam retikulum sarkoplasma, peningkatan permeabilitas membran, pembentukan metabolit toksik, serta gangguan fungsi mitokondria dan enzim (Lieberman & Marks 2009). Peroksidasi lipid terdiri dari empat fase, yakni fase inisiasi, propagasi, degradasi, dan terminasi. Fase I disebut fase inisiasi, pada tahap ini ROS akan menyerang membran lipid yang berupa PUFA yang membentuk radikal lipid (L*). Fase II disebut propagasi, pada fase ini terjadi reaksi antara radikal lipid dengan oksigen membentuk radikal peroksil lipid (LOO*) dan lipid peroksida (LOOH). Fase III disebut fase degradasi, terjadi degradasi produk fase II menjadi aldehid aktif pada fase ini (Lieberman & Marks 2009), dalam penelitian ini yang dilihat adalah 8-isoprostan. Produk fase III dapat dijadikan sebagai indikator atau penanda stres oksidatif. Fase terakhir disebut fase terminasi, berupa terminasi reaksi oleh antioksidan endogen maupun eksogen. Antioksidan endogen yaitu enzim atau senyawa yang disintesis dalam tubuh, seperti superoksida dismutase (SOD) (Lieberman & Marks 2009). Aktivitas antioksidan endogen ini bisa ditingkatkan dengan adanya antioksidan eksogen yakni antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh, yang dalam penelitian ini adalah polifenol dari takokak. Menurut Khansari (2009), mekanisme yang dilakukan polifenol salah satunya adalah melalui jalur target aktivitas antioksidan dan scavenging activity yang berefek terhadap promosi aktivitas antioksidan enzim seperti SOD serta menjaga serangan radikal bebas, seperti menekan peroksidasi lipid. Penelitian Waghulde et al. (2011) tentang aktivitas antioksidan, kandungan fenol dan flavonoid menghasilkan bahwa ekstrak etanol takokak memiliki kekuatan pereduksi lebih baik, memiliki kandungan flavonoid dan total fenolik lebih besar dibandingkan biji delima. Penelitian Kusuma (2012) menghasilkan bahwa ekstrak metanol buah utuh dan hancuran buah takokak mengandung alkaloid, flavonoid jenis flavon, tanin, dan saponin. Sementara itu, ekstrak etanol dan heksan buah
17 utuh dan hancuran buah takokak mengandung alkaloid, flavonoid jenis flavon, terpenoid, dan saponin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahman et al. (2015) pada hewan coba tikus putih yang terpapar DMBA kemudian diintervensikan ekstrak etanol takokak dengan berbagai konsentrasi, memberikan bukti bahwa konsentrasi takokak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar SOD. Berdasarkan penelitian terdahulu, perlu diketahui efek konsumsi takokak utuh terhadap status antioksidan manusia mengingat takokak yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah dalam bentuk utuh, bukan bentuk ekstrak. Berikut di bawah ini adalah kerangka pemikiran penelitian (Gambar 4). Usia, Ras IMT, Jenis Kelamin Aktivitas fisik Stres Merokok & Alkohol Obat-obatan Gaya hidup sedentari Paparan toksin, dll
Antioksidan Radikal bebas Pola konsumsi pangan
Stres oksidatif Stres oksidatif
Peroksidasi lipid
Antioksidan Eksogen (Polifenol Takokak)
Total Polifenol Plasma
Antioksidan
8-isoprostan
Penyakit Tidak Menular/Degeneratif
Endogen (SOD)
Stres oksidatif
Peroksidasi lipid
8-isoprostan Keterangan:
= diteliti = tidak diteliti
Gambar 4 Kerangka pemikiran efek intervensi takokak terhadap kadar SOD eritrosit dan 8-isoprostan serum pada wanita dewasa gemuk
18
METODE Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental, desain cross-over dengan 2x1 minggu intervensi dipisahkan dengan periode washout dan diawali dengan 1 minggu periode run-in. Setelah randomisasi, satu kelompok menerima perlakuan dan kelompok lain menjadi kontrol. Setelah waktu yang ditentukan, perlakuan dihentikan beberapa saat, kemudian dilakukan silang (Sastroasmoro dan Ismael 2014). Untuk mengurangi carryover effect maka diterapkan satu periode washout selama 1 minggu. Protokol pelaksanaan penelitian sudah mendapatkan Persetujuan Etik dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Nomor: i089/UN2.F1/ETIK/2015 dan dapat dilihat pada Lampiran 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan penelitian Pratiwi (2012), bahwa di lokasi tersebut masyarakatnya sudah sangat familiar dengan takokak dan sering mengonsumsi takokak dengan cara pengolahan yang bervariasi. Survei lokasi dan subjek dilakukan sejak akhir bulan Oktober 2015. Penjaringan subjek yang diakhiri penandatanganan persetujuan calon subjek dilakukan pada tanggal 16 November 2015. Penapisan calon subjek meliputi pengukuran antropometri (BB, TB, dan IMT) serta pemeriksaan tekanan darah oleh perawat dan pemeriksaan kesehatan oleh dokter dilakukan di Puskesmas Ciampea pada tanggal 18 November 2015. Tanggal 22 November 2015, dilakukan pengambilan darah pertama (I) sebagai baseline 1 dengan bantuan bidan terdekat di Posyandu Anggrek. Kemudian subjek ditentukan secara acak untuk mendapatkan jenis perlakuan (kontrol atau takokak), lalu selama seminggu menjalani periode intervensi 1. Tanggal 29 November 2015, dilakukan pengambilan darah kedua (II) sebagai endline 1, setelah itu masuk ke dalam periode wash-out. Seminggu kemudian pada tanggal 06 Desember 2015, dilakukan pengambilan darah ketiga (III) sebagai baseline 2, lalu selama seminggu menjalani periode intervensi 2. Terakhir, tanggal 13 Desember 2015, dilakukan pengambilan darah keempat (IV) sebagai endline 2. Analisis sampel eritrosit dan serum dilakukan di Laboratorium Terpadu FKUI pada tanggal 12 Januari 2016. Analisis kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan takokak dilakukan di Laboratorium Mbrio Biotekindo Indonesia pada bulan Februari 2016. Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah takokak (Solanum torvum) yang diperoleh dari Pasar Anyar Kota Bogor. Bahan lain yang diperlukan yaitu: reagen 8-isoprostane ELISA Kit (Cusabio E12100h), reagen Superoxide Dismutase (SOD) Activity Assay Kit (Biovision, K335-100), Superoxide Dismutase (SOD) Human Recombinant (Biovision 4802-20), reagen
19 Folin-Ciocalteu dan DPPH, air bebas mineral, etanol, Na-EDTA, es batu, serta bumbu-bumbu untuk memasak takokak.
Peralatan Penelitian Alat-alat yang digunakan meliputi: timbangan BB dengan ketelitian 0.1 kilogram, pengukur TB microtoise dengan ketelitian 0.1 centimeter, pengukur tekanan darah sphygmomanometer dengan ketelitian 1.0 mmHg, peralatan untuk memasak, timbangan makanan, peralatan pengambil darah (syringe 5cc, kapas, alkohol, plester, tabung, vial), peralatan laboratorium (sarung tangan, tabung reaksi, piala gelas, pipet mikro dan tip, labu semprot, gelas ukur, botol penyimpanan, inkubator, microsentrifuge, lemari pendingin -80oC dan -20oC, plate shaker, ice maker, vortex, printer, 96-well plate, microplate reader). Kriteria, Jumlah, dan Cara Pemilihan Subjek Penelitian Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1) ibu rumah tangga; 2) IMT ≥25.0 kg/m2 (kategori gemuk menurut Balitbangkes 2013); 3) berusia 25-45 tahun dan belum menopause; 4) menyukai takokak; 5) bersedia berpartisipasi dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu 1) perokok aktif dan pecandu alkohol; 2) sedang hamil dan menyusui; 3) memiliki riwayat penyakit kronis dan degeneratif; 4) rutin mengonsumsi suplemen antioksidan dan/atau obat fitofarmaka; 5) sedang berpartisipasi pada penelitian lain. Kriteria Drop-Out adalah 1) subjek menyatakan tidak ingin melanjutkan; 2) ditemukan indikasi kriteria eksklusi pada subjek sewaktu penelitian berlangsung; 3) subjek tidak menjalani pemeriksaan darah secara lengkap. Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah subjek desain cross-over adalah sebagai berikut (Chow et al. 2008): n = [(Zα/2 + Zβ)2σ2]/2ε2 n = [10.5 (9.6)2]/2(102) = 4.84 ≈ 5 orang Keterangan: n = besar subjek total minimal 10.5 = β 90%, P 0.05 σ = 9.6 (standar deviasi kadar SOD berdasarkan penelitian Utari 2011) ε = 10 U/ml (selisih atau efek yang diharapkan berdasarkan penelitian Utari 2011)
*Untuk antisipasi dropout = 20%, maka jumlah subjek total minimal menjadi 6 orang. Pertama-tama, dilakukan penjaringan calon subjek dengan cara melakukan undangan pertemuan ibu-ibu di Posyandu Anggrek Gunung Leutik dengan bantuan kader desa. Selanjutnya pada hari pertemuan, calon subjek dijelaskan tentang tujuan penelitian, perlakuan penelitian yang akan dilakukan, kriteria calon subjek, manfaat dan kerugian menjadi subjek penelitian termasuk kompensasi yang akan diterima subjek dan hak untuk mengundurkan diri dari penelitian. Calon subjek yang bersedia, lalu menandatangani formulir persetujuan tertulis
20 (informed consent) terhadap tindakan yang akan dilakukan. Form persetujuan merupakan dasar untuk dimulainya penelitian yaitu tahap screening (penapisan). Calon subjek yang sudah menandatangani persetujuan langsung dihimbau untuk menghentikan konsumsi pangan/ makanan/ minuman tinggi polifenol yang daftarnya diberikan oleh peneliti. Setelah calon subjek menandatangani formulir persetujuan tertulis, selanjutnya dilakukan penapisan calon subjek. Pemilihan subjek bertujuan untuk meminimalkan keragaman, dimana semua subjek memiliki aktivitas yang hampir sama sehari-harinya. Semua subjek juga bertempat tinggal di kawasan yang sama, sehingga kegiatan dan jenis makanan lain selain yang telah diatur oleh peneliti juga diharapkan tidak jauh berbeda. Selain itu pengontrolan juga lebih mudah dilakukan. Penapisan awal adalah dengan memastikan usia calon subjek masuk ke dalam kriteria inklusi yang dibuat. Setelah itu, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan tekanan darah serta antropometri sebagai pengukuran dasar untuk penapisan. Calon subjek yang tidak lulus penapisan, maka dinyatakan gugur. Sebaliknya, calon subjek yang lulus penapisan kemudian dinyatakan menjadi subjek penelitian. Saat penjaringan calon subjek, terdapat 12 orang yang menandatangani persetujuan tertulis untuk bergabung dalam penelitian. Setelah penapisan, terdapat 2 orang yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian pada poin IMT. Kesepuluh subjek kemudian memasuki periode run-in selama 7 hari. Saat pengambilan darah pertama terdapat 2 orang yang harus drop-out karena takut untuk diambil darah. Maka dari itu, subjek penelitian ini terdapat sebanyak 8 orang, kemudian secara acak subjek tersebut dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing sebanyak 4 (empat) orang, yaitu kelompok kontrol dan kelompok takokak.. Dikarenakan penelitian ini menggunakan desain cross-over, maka semua subjek mengalami kedua perlakuan tersebut sehingga jumlah subjek untuk perlakuan terhitung sebanyak 16 orang. Pengacakan dilakukan menggunakan bantuan Ms. Excel. Pengacakan dilakukan oleh personil yang tidak turut dalam kegiatan penelitian. Gambar 5 menyajikan jumlah subjek pada penelitian ini. 12 orang bersedia menandatangani informed consent
Penjaringan calon subjek
Penapisan calon subjek
Saat intervensi
10 orang memenuhi kriteria
8 orang mengikuti hingga selesai
2 orang tidak memenuhi kriteria (IMT < 25.0 kg/m2)
2 orang DO (tidak menjalani pengambilan darah secara lengkap)
Gambar 5 Jumlah subjek penelitian
21 Instrumen Penelitian Formulir yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 1) Formulir karakteristik subjek (nama, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan/ pengeluaran, besar keluarga); 2) Formulir antropometri (BB, TB, IMT); 3) Formulir kesehatan (tekanan darah, status kesehatan saat pemeriksaan/ keluhan, riwayat kesehatan, kebiasaan konsumsi obat/ suplemen); 4) Formulir konsumsi (semi quantitative food frequency questionnaire (SQFFQ) dan food record). Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi karakterisik umum subjek, sosial ekonomi, riwayat dan status kesehatan, antropometri, konsumsi pangan, dan biokimia darah. Data karakterisik umum terdiri atas: nama dan tanggal lahir/ umur. Data sosial ekonomi meliputi: pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan/ pengeluaran. Data riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit, kebiasaan konsumsi obat dan suplemen. Data-data tersebut diambil dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner. Data status kesehatan dikumpulkan dengan cara pemeriksaan fisik, anamnesa, serta wawancara keluhan dan riwayat penyakit yang dilakukan oleh dokter, sedangkan pengukuran tekanan darah dilakukan oleh seorang perawat. Data antropometri meliputi: BB, TB, dan IMT. Saat pengukuran, subjek menggunakan pakaian ringan dan tanpa alas kaki. Data karakteristik umum subjek, sosial ekonomi, status kesehatan, dan antropometri dikumpulkan satu kali pada awal penelitian yakni sebelum periode run-in. Tabel 2 menyajikan waktu pengumpulan data. Tabel 2 Waktu pengambilan data penelitian Sebelum Intervensi Wash- Intervensi Data Run-in Run-in 1 out 2 Karakteristik subjek √ Sosial ekonomi √ Status kesehatan √ Antropometri √ Food record (2x/mggu) √ √ √ √ SQFFQ (1x) √ Pengambilan darah a. SOD eritrosit √ √ √ √ b.8-isoprostan serum Data konsumsi dikumpulkan dengan metode pencatatan konsumsi makanan (food record) dan SQFFQ (semi quantitative−food frequency questionnaire). Food record dilakukan sebanyak 2x24 jam setiap minggu dan SQFFQ sebanyak satu kali di awal periode run-in untuk mengetahui pola konsumsi subjek sebelum intervensi. Berdasarkan hasil food record dianalisis asupan energi dan zat gizi makro serta zat gizi mikro (Cu, Zn, dan Mn). Data biokimia darah meliputi: kadar SOD eritrosit dan 8-isoprostan serum. Kepatuhan konsumsi takokak dikontrol dengan menghitung jumlah takokak yang dikonsumsi dan tersisa, serta kepatuhan terhadap konsumsi pangan yang harus dihindari selama intervensi berdasarkan data dari food record. Tabel 3 menggambarkan jenis dan cara pengumpulan data.
22 Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik Umum Karakteristik Sosial Ekonomi
Data Status Kesehatan dan Pemeriksaan Kesehatan
Konsumsi - Food record - FFQ semi kuantitatif Antropometri Biokimia darah Kepatuhan
Indikator Nama Umur Besar keluarga Pekerjaan Pendidikan Pendapatan/ Pengeluaran Riwayat penyakit Pernah/tidak pernah sakit kronis Kebiasaan minum obat/ suplemen Tekanan darah sistolik dan diastolik Konsumsi per hari Frekuensi dalam 1 bulan terakhir BB, TB SOD eritrosit 8-isoprostan serum Konsumsi pangan yang dihindari Jumlah dan sisa takokak yang dimakan per hari
Cara Pengumpulan Wawancara berdasar kuesioner Wawancara berdasar kuesioner
Pemeriksaan dan Wawancara
- Kuesioner food record dan SQFFQ - Wawancara berdasar kuesioner Pengukuran BB dan TB Analisis laboratorium Kuesioner food record dan Wawancara
Prosedur Penelitian 1. Persiapan dan pemasakan takokak Takokak yang digunakan sebagai bahan intervensi berasal dari satu penjual takokak yang ada di Pasar Anyar, Kota Bogor. Persiapan dan pemasakan takokak dilakukan setiap hari selama periode intervensi (7 hari) sekitar pukul 04.00–05.30 pagi. Takokak dipetik tangkainya dan diambil bagian buahnya. Buah takokak lalu dicuci bersih dan ditimbang sebanyak 150 gram mentah per subjek per hari. Setelah itu, takokak mentah dimasak rebus dengan bumbu hingga matang selama ±10 menit. Bumbu masakan yang digunakan berbeda-beda setiap harinya berupa bumbu masak instan, baik bersantan maupun tanpa santan. Jenis masakan takokak yang digunakan secara berurutan adalah (1) Takokak Bumbu Gulai + santan, (2) Takokak Bumbu Soto, (3) Takokak Bumbu Rendang + santan, (4) Takokak Bumbu Semur, (5) Takokak Bumbu Kare + santan, (6) Takokak Saus Lada Hitam, dan (7) Takokak Bumbu Opor + santan. Setelah takokak selesai dimasak, dilakukan penimbangan berat takokak masak (tanpa kuah). Hal ini dilakukan untuk mengetahui faktor mentah masak (f) dari jenis masakan takokak santan atau tanpa santan. Takokak masak kemudian dibungkus dan siap didistribusikan ke subjek. Distribusi takokak masak dilakukan sekitar pukul 06.00 pagi.
23 2. Penentuan kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan dari takokak Takokak mentah dan masak dianalisis kandungan zat gizi (analisis proksimat), kadar total fenol (metode Folin-Ciocalteau), dan aktivitas antioksidannya (metode diphenylpicryl-hydrazyl [DPPH]). Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air dan abu metode gravimetri (SNI 01-28911992), kadar protein metode Kjeldahl (SNI 01-2891-1992), kadar lemak metode Soxhlet (IKP/K-1), dan kadar karbohidrat metode by difference (IKP/K-3). 3. Alur penelitian Setelah mendapatkan subjek yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria inklusi, maka penelitian dapat dilaksanakan. Penelitian ini dibagi menjadi empat periode secara berurutan terdiri atas 1) periode run-in, 2) periode intervensi I, 3) periode washout, dan 4) periode intervensi II. Setiap periode dilakukan selama satu minggu (7 hari). a. Periode run-in Periode run-in dilakukan selama 7 hari sebelum dilakukan pengacakan kelompok subjek. Selama periode ini, seluruh subjek mengonsumsi makanan rumah sehari-hari (home diet). Dilakukan pengumpulan data food record sebanyak 2x24 jam dan SQFFQ untuk mengetahui pola konsumsi subjek. Subjek tidak diperbolehkan mengonsumsi takokak dan hasil olahannya dan subjek diminta untuk tidak mengonsumsi pangan tinggi kadar polifenol (daftar pangan tinggi kadar polifenol disajikan pada Lampiran 2). Selain itu, subjek tidak diperkenankan mengonsumsi semua jenis suplemen dan obat. Periode run-in dilakukan bertujuan untuk membersihkan kadar polifenol dalam darah subjek dan merupakan tahap sosialisasi sebelum masuk pada periode intervensi 1. Alur penelitian terdapat pada Gambar 6 di bawah ini. Intervensi 1 (7 hari)
Intervensi 2 (7 hari)
Washout (7 hari)
Kontrol
Takokak
Takokak
Kontrol
Run-in (7 hari)
Darah 1
Darah 2
Darah 3
Darah 4
Gambar 6 Alur penelitian b. Periode intervensi (1 dan 2) Periode intervensi dilakukan selama 7 hari. Selama periode ini, seluruh subjek mengonsumsi makanan rumah sehari-hari (home diet). Perbedaannya, kelompok takokak diminta untuk mengonsumsi takokak sebanyak sekitar 150 gram berat mentah per subjek per hari, diberikan setiap hari selama periode intervensi. Dikarenakan takokak yang diberikan dalam bentuk masak, adanya faktor pemasakan menyebakan takokak masak yang diberikan adalah sebanyak
24 ±160 g per subjek per hari. Dilakukan pengumpulan data food record sebanyak 2x24 jam untuk mengetahui pola konsumsi subjek selama periode intervensi. Subjek pada kelompok kontrol tidak diperbolehkan mengonsumsi takokak dan hasil olahannya. Seluruh subjek dari kedua kelompok diminta untuk tidak mengonsumsi pangan yang tinggi kadar polifenol (kecuali takokak untuk kelompok takokak). Selain itu, selama periode intervensi, subjek tidak diperkenankan mengonsumsi semua jenis suplemen dan obat. Hal yang sama dilakukan pada periode intervensi 2, namun kelompok kontrol ditukar menjadi kelompok takokak, begitu pula sebaliknya kelompok takokak ditukar menjadi kelompok kontrol. Subjek mempersiapkan seluruh kebutuhan makannya sendiri kecuali masakan takokak yang disiapkan oleh peneliti. Takokak masak tidak harus dihabiskan pada satu waktu, namun diminta untuk dihabiskan dalam satu hari, dapat dimakan sebagai lauk maupun sebagai cemilan tergantung preferensi subjek. c. Periode washout Periode washout juga dilakukan selama 7 hari. Selama periode ini, seluruh subjek mengonsumsi makanan rumah sehari-hari (home diet). Dilakukan pengumpulan data food record sebanyak 2x24 jam. Subjek tidak diperbolehkan mengonsumsi takokak dan hasil olahannya dan subjek diminta untuk tidak mengonsumsi pangan tinggi kadar polifenol. Selain itu, subjek tidak diperkenankan mengonsumsi semua jenis suplemen dan obat. Data makanan kesukaan dan ketidaksukaan termasuk alergi terhadap makanan dari subjek ditanyakan terlebih dahulu sebelum intervensi dilakukan. Periode intervensi diberikan selama 1 minggu berdasarkan hasil berbagai penelitian terdahulu yang memberikan hasil bahwa intervensi pangan tinggi polifenol dengan jangka waktu singkat sudah bisa meningkatkan status antioksidan dan menurunkan stres oksidatif (Khan et al. 2015; Serafini et al. 1998; Nielsen et al. 1999; Young et al. 1999). Selain itu, intervensi tidak terlalu lama dilakukan untuk menghindari rasa kebosanan subjek dan mengurangi efek samping jika terlalu lama konsumsi takokak. Penentuan periode wash-out berdasarkan penelitian farmakokinetik senyawa polifenol dalam takokak yakni waktu luruh asam galat selama 12 jam (Shahrzad et al. 2001), asam ferulat selama 3 jam (Matsui et al. 2007), asam kafeat selama 4 jam (Caccetta et al. 2000), kuersetin selama >72 jam (Wiczkowski et al. 2008), dan katekin >8 jam (Bell et al. 2000). Sehingga dalam waktu 1 minggu diharapkan kadar polifenol dalam darah sudah benar-benar bersih. 4. Pengambilan darah Pengambilan sampel darah dilakukan sebanyak 4 kali, yakni hari ke-1 (akhir periode run-in), ke-8 (akhir periode intervensi I), ke-15 (akhir periode wash-out), dan ke-22 (akhir periode intervensi II). Sebelum pengambilan darah, subjek diminta untuk puasa selama 10-12 jam terlebih dahulu, mulai malam hari terakhir setiap periode dan pengambilan darah dilakukan serentak pada pagi hari keesokannya dimulai pukul 06.30 hingga selesai. Pengambilan darah dilakukan di lipatan siku tangan subjek oleh seorang bidan. Darah diambil secara aseptis sebanyak 5 ml dengan venojek sekali pakai. Sampel darah dibagi 2 masing-masing 2.5 ml ditempatkan dalam 2 jenis
25 vacuntainer steril yang berbeda, yakni vacuntainer berisi antikoagulan EDTA dan vacuntainer serum yang kemudian dimasukkan ke dalam cool box dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Cara mendapatkan eritrosit untuk analisis kadar SOD eritrosit adalah darah pada tabung EDTA disetrifugasi pada 1000xg selama 10 menit pada suhu 4oC, kemudian lapisan plasma dipisahkan. Ditambahkan air suling dingin sebanyak 5 kali volume ke dalam tabung berisi eritrosit kemudian disentrifugasi pada 10000xg selama 10 menit. Supernatan disimpan pada suhu – 80oC sampai siap untuk dianalisis. Supernatan tersebut menggunakan pengenceran 25 kali saat analisis kadar SOD eritrosit. Vacuntainer serum berisi gel pemisah antara serum darah dengan bagian lain dari darah. Tabung disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Serum darah adalah cairan bening kekuningan yang berada di atas gel pemisah. Serum kemudian disimpan dalam freezer pada suhu –80oC dan siap digunakan sebagai sampel untuk analisis 8-isoprostan. 5. Pemeriksaan biokimia darah Pemeriksaan kadar SOD eritrosit dan kadar 8-isoprostan serum dilakukan dengan metode ELISA dihitung pada panjang gelombang 450 nm menggunakan microplate reader. Kadar SOD eritrosit diekspresikan dalam satuan Unit per mililiter (U/ml), sedangkan kadar 8-isoprostan serum dalam pikogram per milliliter (pg/ml). a. Kadar SOD eritrosit Sebanyak 20 μl larutan sampel ditambahkan ke dalam well sampel dan blanko 2, kemudian masukkan 20 μl H2O ke dalam well blanko 1 dan blanko 3. Ditambahkan 200 μl WST Working solution ke dalam setiap well. Ditambahkan 20 μl Dilution Buffer ke dalam well blanko 2 and blanko 3. Ditambahkan 20 μl Enzyme Working solution ke dalam well sampel and blanko 1, campurkan merata. Plat diinkubasikan pada suhu 37°C selama 20 menit. Kemudian dibaca absorbansi pada 450 nm menggunakan microplate reader. Dihitung aktivitas SOD (inhibition rate %) menggunakan persamaan. SOD Activity = (Ablanko1 – Ablanko3) – (Asampel – Ablanko2) x 100 (Ablanko1 – Ablanko3)
(inhibition rate %)
Kadar SOD diperoleh menggunakan pereaksi standar. Standar diperlakukan sama seperti sampel, kemudian diperoleh kurva standar dan persamaan kemudian nilai absorbansi sampel dimasukkan ke dalam persamaan sehingga diperoleh kadar SOD. b. 8-isoprostan serum Disiapkan semua pereaksi dan sampel. Blanko diset tanpa larutan apapun. Sebanyak 50 μl standard atau sampel ditambahkan ke dalam masing-masing well. Ditambahkan 50 μl HRP-conjugate pada setiap well. Ditambahkan 50 μl Antibody pada setiap well. Diinkubasikan pada suhu 37oC selama 60 menit. Diaspirasikan dan dicuci sebanyak 4 kali dengan Wash buffer. Ditambahkan 50 μl Substrate A dan Substrate B pada setiap well. Diinkubasikan pada suhu 37oC selama 15 menit.
26 Lindungi dari cahaya. Ditambahkan 50 μl Stop Solution pada setiap well. Lalu plat dibaca pada absorbansi 450 nm menggunakan microplate reader. Analisis Statistik Pengolahan data dilakukan secara bertahap, dimulai dari data yang terkumpul di lapangan hingga data siap dianalisis. Data yang terkumpul di lapangan diperiksa oleh peneliti, saat terdapat kekurangan data, pewawancara melengkapi dengan wawancara ulang kepada sampel. Jawaban pertanyaan dikoding oleh pewawancara sehingga mempermudah proses input data. Selanjutnya data diinput ke komputer. Ketika proses input data telah selesai, dilakukan proses pembersihan data dengan cara melihat sebaran data setiap variabel. Data ekstrim dicek kembali ke kuesioner. Data yang telah dibersihkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik menggunakan software statistik. Data kuantitatif konsumsi pangan (food record) yang diambil 8x24 jam berdasarkan URT direkapitulasi untuk mengetahui berbagai jenis pangan dan ukuran (gram) yang dikonsumsi subjek. Perhitungan energi dan zat gizi makro hasil food record menggunakan Nutrisurvey. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan AKG (2013) untuk mengetahui kecukupan zat gizi setiap subjek. Analisis data yang pertama dilakukan adalah pengukuran deskriptif terhadap beberapa parameter seperti karakteristik individu dan sosial ekonomi. Beberapa ukuran yang dianalisis antara lain: mean (rata-rata), median, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimal. Dilakukan perhitungan asupan zat gizi antar periode dan antar kelompok intervensi, lalu di analisis perbedaannya menggunakan one-way ANOVA dan independent t-test. Data kualitatif SQFFQ merupakan data pendukung kuantitatif diambil 1 kali di awal direkapitulasi dan dikonversi dalam minggu untuk menggambarkan frekuensi dan pola konsumsi subjek. Dihitung pula asupan zat gizi berdasarkan SQFFQ untuk menggambarkan asupan sebelum penelitian. Langkah pertama semua pengujian statistik dengan menguji distribusi sebaran normalitas data dengan menggunakan Uji Kosmogorov-Smirnov. Jika P>0.05 maka sebaran data tergolong terdistribusi normal. Uji statistik komposisi kimia, total fenol, dan aktivitas antioksidan di analisis perbedaannya berdasarkan jenis sediaan takokak (takokak mentah, takokak bersantan, dan takokak tanpa santan) menggunakan one-way ANOVA. Dilakukan analisis lanjutan Bonferroni test, untuk perbandingan berlipat. Uji statistik parameter biokimia darah dilakukan melalui beberapa tahap. Efek intervensi terhadap kadar SOD dan 8-isoprostan untuk perbandingan intragroup (baseline vs. endline) menggunakan uji beda paired t-test dan perbandingan inter-group (net perubahan= setelah intervensi – sebelum intervensi) dievaluasi dengan menggunakan uji beda independent t-test. Semua perhitungan statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak dari software SPSS. Nilai P<0.05 dianggap signifikan secara statistik.
27 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional berisi definisi dari setiap parameter atau variabel yang diukur disertai dengan pengkategoriannya (jika ada). Selengkapnya disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Definisi operasional Variabel Usia
Definisi Operasional Usia dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir dinyatakan dalam tahun Pendidikan Pendidikan terakhir yang berhasil Formal diselesaikan Pendidikan Non Pendidikan yang pernah ditempuh Formal selain formal (kursus/ pelatihan) Pekerjaan Aktivitas di dalam atau diluar rumah yang menghasilkan uang Pendapatan
Jumlah rata-rata pendapatan rumah tangga dari utama dan sampingan
Gemuk
Orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥25.0 kg/m2 Hasil pengukuran sistolik dan diastolik yang dilakukan pada lengan subjek
Tekanan darah
Pola konsumsi
Konsumsi pangan
Kadar SOD eritrosit 8-isoprostan serum
Susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi subjek pada waktu tertentu, serta juga dapat menunjukkan tingkat keberagaman konsumsi subjek Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dalam satu hari kemudian dapat dihitung asupan zat gizi dalam persentase total dari Angka Kecukupan Gizi Kadar enzim superoksida dismutase dalam sel darah merah Kadar 8-isoprostan dalam serum sebagai gambaran kondisi stres oksidatif
Kategori —
0= Tidak sekolah; 1= SD; 2= SMP; 3=SMA; 4=PT — 1=Petani; 2=Pedagang; 3= PNS; 4= Karyawan; 5= Buruh; 6=Jasa Angkutan; 7= Wiraswasta; 8= Guru; 9= Lainnya, sebutkan… 1=
Rp. 2000000 Balitbangkes (2013) Hipertensi: sistolik >140 mmHg dan atau diastolik >90 mmHg Non hipertensi: sistolik ≤140 mmHg dan diastolik ≤ 90 mmHg Dilihat dari SQFFQ
Dilihat dari Food Record AKG
Normal: 164-240 U/ml (Randox 2009) Normal: 40-100 pg/mL (Wang et al. 1995)
28 HASIL DAN PEMBAHASAN Takokak Takokak yang digunakan sebagai bahan intervensi seluruhnya dibeli dari satu penjual di Pasar Anyar, Kota Bogor. Penjual mendapatkan takokak dari satu lokasi di daerah Megamendung, Kabupaten Bogor. Penentuan satu lokasi takokak bertujuan agar tidak terjadi variasi yang terlalu besar dalam bahan intervensi. Takokak yang diintervensikan dianalisis kandungan zat gizi (analisis proksimat), kadar total fenol (metode Folin-Ciocalteau), dan aktivitas antioksidannya (metode DPPH). Jenis takokak yang dianalisis berupa takokak mentah, takokak masak santan, dan takokak masak tanpa santan. Kandungan gizi takokak per 100 gram Analisis kandungan gizi yang dilakukan terhadap takokak yang diintervensikan terdiri dari analisis kandungan air, protein, lemak, karbohidrat, dan abu. Berikut Tabel 5 menyajikan hasil analisis proksimat takokak. Tabel 5 Kandungan zat gizi takokak per 100 gram bahan Sediaan Takokak Parameter P-Value Takokak Takokak masak masak tanpa Mentah santan santan a b Air (g) 71.22 80.07 79.34b 0.000 Protein (g) 2.62a 2.58b 2.91c 0.001 a b c Lemak (g) 3.67 3.44 2.51 0.000 Karbohidrat (g) 20.48a 12.38b 13.88c 0.000 a b b Kadar abu (g) 2.00 1.45 1.37 0.007 *one-way ANOVA (P<0.05 signifikan secara statistik) dengan analisis lanjutan Bonferroni test. *huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA), menunjukkan bahwa kadar air, protein, lemak, karbohidrat, dan abu berbeda signifikan berdasarkan jenis sediaan takokak. Dilihat dari seluruh jenis sediaan takokak, diketahui bahwa sebagian besar kandungannya adalah air, dimana kadar air tertinggi terdapat pada jenis takokak masak santan dan yang terendah pada takokak mentah. Hal ini membuktikan bahwa cara pengolahan takokak dengan direbus dapat menambah kadar air. Berdasarkan hasil analisis statistik lanjutan, diketahui hanya kadar air takokak mentah yang berbeda signifikan dengan kedua jenis takokak masak (P<0.05). Akan tetapi, kadar air takokak masak santan tidak berbeda signifikan dengan kadar air takokak masak tanpa santan (P>0.05). Hal yang sama juga terjadi pada data kadar abu. Data hasil analisis lanjutan terdapat pada Lampiran 3. Kadar lemak takokak mentah paling tinggi dibanding jenis takokak lainnya. Kadar lemak takokak bersantan lebih besar dibanding kadar lemak tanpa santan. Kadar karbohidrat dan kadar abu takokak mentah paling tinggi dibandingkan jenis takokak lainnya, diduga proses pengolahan dan pemasakan yang mengakibatkan perubahan komposisi zat gizi takokak. Hasil ini cukup berbeda dengan Sirait (2009), bahwa kadar air, protein, lemak, dan karbohidrat buah takokak mentah masing-masing sebesar 89 g, 2 g, 0.1 g, dan 8 g per 100 g bahan. Belum ada penelitian atau literatur lain yang
29 menghitung komposisi zat gizi takokak masak santan dan takokak masak tanpa santan. Kadar total fenol takokak per 100 gram Metode Folin-Ciaocalteu selama bertahun-tahun telah digunakan sebagai pengukur kadar total fenolik dalam produk alam, mekanisme dasar metode ini adalah reaksi reduksi/ oksidasi. Metode ini sederhana, sensitif, dan tepat. Namun, reaksi lambat pada pH asam dan spesifisitasnya rendah. Singleton dan Rossi (1965) meningkatkan metode dengan pereaksi molibdotungstofosforik heteropolianion yang dapat mereduksi fenol lebih spesifik pada λ maks 765 nm. Mereka pula yang mengenalkan penggunaan asam galat sebagai standar fenol (Prior et al. 2005). Kadar total fenol takokak berdasarkan jenis sediaan takokak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kadar total fenol takokak per 100 gram Kadar Total Fenol Jenis Takokak P-Value (mg GAE/100 g) Takokak mentah 59.47a Takokak masak santan 314.92b 0.002 b Takokak masak tanpa santan 355.73 *one-way ANOVA (P<0.05 signifikan secara statistik) dengan analisis lanjutan Bonferroni test. *huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.
Berdasarkan analisis, diketahui kadar total fenol paling tinggi yaitu pada jenis takokak masak tanpa santan dan paling rendah pada jenis takokak mentah. Hasil analisis one-way ANOVA, menunjukkan perbedaan signifikan (P<0.05). Setelah dilakukan analisis lanjutan, diketahui bahwa hanya takokak mentah yang memiliki perbedaan signifikan dengan kedua jenis takokak masak, sedangkan antara kedua jenis takokak masak tersebut tidak ditemukan perbedaan signifikan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Nithiyanantham (2012) bahwa proses perebusan takokak selama 10 menit menurunkan kadar total fenol dibandingkan takokak mentah. Penjelasan yang dapat diberikan dari hasil analisis ini adalah sifat kimia senyawa fenolik yang dapat mengalami ikatan hidrogen dalam satu molekul itu sendiri (intramolekular) maupun dengan molekul lain (intermolekular). Adanya ikatan hidrogen intramolekular meningkatkan stabilitas senyawa fenolik yang membuat senyawa tersebut menjadi lembam atau kurang reaktif. Contohnya ikatan hidrogen pada quersetin (Andarwulan & Faradilla 2012). Hal ini yang mungkin membuat senyawa fenolik dalam takokak kurang bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteau sehingga mengurangi kadar total fenol yang diperoleh. Ikatan hidrogen ini juga menyebabkan penurunan solubilitas senyawa fenolik. Analisis total fenol kali ini menggunakan pelarut akuades sehingga kemungkinan senyawa fenolik yang terekstrak ke dalam pelarut tidak maksimal sehingga mengurangi kadar total fenol yang diperoleh. Ikatan hidrogen intermolekular meningkatkan titik didih dan titik lebur fenol serta menyebabkan pemisahan senyawa fenolik lebih sulit karena dibutuhkan tambahan energi untuk memecah ikatan intermolekular tersebut. Contohnya ikatan hidrogen senyawa fenolik dengan matriks makanan. (Andarwulan & Faradilla 2012). Hal ini berarti proses pemasakan ±10 menit yang dilakukan menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan hidrogen senyawa fenolik sehingga fenol yang bereaksi dengan reagen lebih maksimal.
30 Beberapa penelitian sebelumnya telah menganalisis kadar total fenol dari ekstrak takokak mentah. Berdasarkan penelitian Rahman et al. (2013) menunjukkan bahwa kadar total fenol ekstrak etanol buah takokak segar umur cukup sebesar 32013.5 mg GAE/100 g. Hasil penelitian Kusuma (2012) kadar fenol takokak segar dengan ekstrak etanol sebesar 218.6 mg GAE/100 g dan hancuran buah sebesar 204.1 mg GAE/100 g. Hasil penelitian Waghulde et al. (2011) menunjukkan bahwa kadar fenol ekstrak etanol takokak sebesar 9952 mg GAE/100 g dan dengan ekstrak metanol sebesar 7890 mg GAE/100 g lebih kecil dari ekstrak n-butana jus biji delima yang sebesar 22270 mg GAE/ 100 g. Penelitian Loganayaki et al. (2010) menunjukkan bahwa ekstrak kloroform, aseton, maupun metanol masing-masing dari buah takokak memiliki kadar total fenol yang lebih besar dibandingkan dari buah leunca. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Nithiyanantham (2011) yang menunjukkan bahwa kadar fenol ekstrak metanol buah takokak mentah sebesar 580 mg GAE/100 g, sedangkan kadar fenol ekstrak metanol buah takokak yang direbus selama 10 menit sebesar 500 mg GAE/100 g. Hasil kadar total fenol yang berbeda dapat dikarenakan oleh perbedaan budidaya, tempat tumbuh, dan jenis/mutu takokak yang dianalisis, serta faktor teknis saat analisis, seperti penggunaan pelarut (dalam penelitian ini yang digunakan adalah akuades), suhu, dan lama proses ekstraksi. Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil (-OH) yang menempel pada cincin aromatik (benzena). Benzena merupakan cincin aromatik yang dibentuk oleh enam buah atom karbon yang terikat secara semi rangkap (terkonjugasi). Struktur benzena terdiri atas ikatan kovalen tunggal (σ) dan ikatan kovalen rangkap dua (π). Ikatan kovalen rangkap dua pada benzena membuat ikatan tersebut tidak selalu berada pada tempat yang sama akibat adanya pergerakan elektron (delokalisasi). Delokalisasi elektron menyebabkan senyawa aromatik mempertahankan kearomatisannya dengan mengalami reaksi substitusi (penggantian atom), seperti senyawa fenol yang merupakan substitusi benzena dengan gugus –OH. Senyawa fenol yang aktif sebagai antioksidan dikarenakan atom hidrogen yang terdapat pada gugus –OH fenol mengalami ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen lebih lemah daripada ikatan kovalen, sehingga ikatan hidrogen lebih mudah lepas. Secara umum, senyawa fenolik merupakan asam lemah, namun lebih asam daripada alkohol alifatis (Andarwulan et al. 2012). Terlepas dari kelebihan metode yang sudah disebutkan sebelumnya, metode ini memiliki kelemahan yakni terdapat sejumlah zat/ senyawa yang dapat mengganggu hasil analisis seperti gula, amina aromatik, sulfur dioksida, asam askorbat, senyawa organik tanpa fenolik, dan beberapa senyawa anorganik. Koreksi dari zat pengganggu perlu dibuat (Prior et al. 2005). Penggunaan bumbu pada penelitian ini juga dapat menjadi faktor perancu yang mungkin mempengaruhi kadar total fenol takokak masak. Walaupun begitu, peneliti berharap bahwa bumbu masakan yang digunakan tidak mempengaruhi hasil karena bumbu yang digunakan sangat sedikit dan merupakan bumbu instan kemasan yang sudah mengalami berbagai proses (penggilingan, pengeringan, pemanasan) yang dapat menghilangkan kadar fenol dari bumbu tersebut.
31 Aktivitas antioksidan takokak per 100 gram Radikal DPPH adalah salah satu dari sedikit radikal nitrogen organik yang stabil, yang memiliki warna ungu. Ini tersedia secara komersial dan tidak harus dibuat sebelum uji. Pengujian ini didasarkan pada pengukuran kemampuan pereduksi antioksidan terhadap DPPH. Kemampuan dapat dievaluasi dengan electron spin resonance (EPR) atau dengan mengukur penurunan absorbansinya. Uji antioksidan didasarkan pada pengukuran hilangnya warna DPPH di 517 nm setelah reaksi dengan senyawa uji, dan reaksi dipantau oleh spektrometer. Persentase sisa DPPH (DPPH*REM) sebanding dengan konsentrasi antioksidan, dan konsentrasi yang menyebabkan penurunan konsentrasi DPPH awal sebesar 50% didefinisikan sebagai EC50. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tepat EC50 didefinisikan sebagai TEC50 (Prior et al. 2005). Aktivitas antioksidan ekstrak takokak berdasarkan jenis sediaan takokak dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Aktivitas antioksidan takokak per 100 gram Aktivitas Antioksidan Jenis Takokak P-Value (mg AEAC/100 g) Takokak mentah 33.45a Takokak masak santan 43.76b 0.017 Takokak masak tanpa santan 44.48b *one-way ANOVA (P<0.05 signifikan secara statistik) dengan analisis lanjutan Bonferroni test. *huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.
Aktivitas antioksidan takokak mentah, takokak masak santan, dan takokak masak tanpa santan adalah masing-masing 33.45, 43.76, dan 44.48 mg AEAC/100 g bahan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan paling tinggi terdapat pada jenis takokak masak tanpa santan dan paling rendah pada jenis takokak mentah. Penelitian Rahman et al. (2013), menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% buah takokak segar umur cukup yang dikeringkan sebesar 98.5 mg AEAC/100 g. Nilai AEAC berbeda nyata berdasarkan jenis sediaan buah takokak. Akan tetapi, setelah dianalisis lanjut, hanya nilai AEAC takokak mentah yang berbeda nyata dengan kedua jenis takokak masak (P<0.05), namun nilai AEAC takokak masak santan tidak berbeda nyata dengan nilai AEAC takokak masak tanpa santan (P>0.05). Aktivitas antioksidan takokak lebih besar pada takokak masak berbeda dengan penelitian Nithiyanantham (2012) bahwa takokak yang direbus selama 10 menit memiliki aktivitas antioksidan DPPH lebih rendah dibandingkan takokak mentah. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh perubahan komposisi fitokimia, yang dipengaruhi oleh kultivar, daerah tumbuh, musim panen, tingkat kematangan, kondisi penyimpanan, maupun pelarut yang digunakan. Prinsip metode ini yakni adanya interaksi senyawa antioksidan bahan dengan elektron atau atom hidrogen pada radikal bebas DPPH, sehingga radikal bebas DPPH menjadi netral dan membentuk DPPH tereduksi (DPPH-H) (Sharma dan Bhat 2009). Semakin pudar warna ungu yang dihasilkan dari larutan uji akan menunjukkan selisih nilai absorbansi yang tinggi pula, dan nilai aktivitas antioksidan sampel uji akan semakin besar. Penggunaan akuabides sebagai pelarut dalam uji aktivitas antioksidan buah takokak ini karena diasumsikan komponen bioaktif antioksidannya sebagian besar bersifat polar. Senyawa antioksidan di dalam tanaman tingkat tinggi selain senyawa protein, senyawa bernitrogen,
32 karotenoid, dan vitamin C adalah senyawa fenolik (Larson 1988). Senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan primer ini dalam tanaman bersifat polar, dapat berupa vitamin E, flavonoid, asam fenolat, dan senyawa fenol lainnya (Andarwulan et al. 1996). Senyawa fenolik tersebut dapat terlarut secara baik dalam pelarut polar, yaitu akuabides. Aktivitas antioksidan suatu bahan tidak selalu ditentukan oleh total fenol. Namun, kemungkinan ditentukan oleh kemampuan gugus hidroksil (-OH) pada senyawa fenol untuk melepaskan elektron atau atom hidrogen (radikal fenol) dan berikatan dengan radikal bebas lainnya, sehingga menjadi stabil akibat adanya delokalisasi elektron tidak berpasangan ke bagian cincin aromatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan antioksidan terhadap kecepatan atau tingkat otoksidasi, antara lain struktur antioksidan, kondisi oksidasi, dan sampel yang teroksidasi (Andarwulan et al. 1996). Faktor mentah masak takokak Semua takokak yang diberikan kepada subjek dalam bentuk siap makan. Dikarenakan diberikan dalam bentuk masak, maka peneliti menghitung bobot takokak masak sehingga dapat diketahui faktor mentah masak (f) takokak masak santan dan takokak masak tanpa santan. Berikut Tabel 8 menyajikan daftar faktor mentah masak dari jenis masakan takokak yang diintervensikan. Tabel 8 Daftar faktor mentah masak takokak Faktor mentah Jenis Masakan Rata-rata masak (f) Takokak Bumbu Gulai + santan 0.935 f takokak masak santan = Takokak Bumbu Rendang + santan 0.920 0.91 Takokak Bumbu Kare + santan 0.900 Takokak Bumbu Opor + santan 0.884 Takokak Saus Lada Hitam 0.885 f takokak masak tanpa Takokak Bumbu Semur 0.963 santan = 0.93 Takokak Bumbu Soto 0.954 Faktor mentah masak takokak masak santan dan tanpa santan hampir sama (selisih 0.02), namun f takokak santan diketahui lebih kecil dibandingkan f takokak tanpa santan. Hal ini berarti takokak mentah dengan berat yang sama, jika diolah menggunakan santan akan menghasilkan berat masak yang lebih besar dibandingkan jika takokak diolah tanpa menambahkan santan. Kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan dari takokak per sajian Takokak yang diberikan per hari sebanyak 150 gram berat mentah, jika menggunakan faktor mentah masaknya, maka jenis takokak masak santan yang diberikan per hari memiliki berat 164.8 gram dan takokak masak tanpa santan 161.3 gram. Takokak yang diberikan per hari memiliki Energi sebesar ±150 Kal untuk jenis masak santan dan ±145 Kal untuk jenis masak tanpa santan. Jika dibandingkan dengan AKG (2013) untuk perempuan usia 30-49 tahun, maka takokak yang diintervensikan baik masak santan maupun tanpa santan sama-sama hanya menyumbang sekitar 6-7% AKE. Takokak merupakan jenis sayuran, seperti kebanyakan sayuran lainnya juga memang tidak memiliki energi yang besar atau
33 bukan sebagai sumber energi. Kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan dari takokak masak disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan takokak masak per sajian Takokak masak Takokak masak Komposisi santan tanpa santan Berat (g) 164.84 161.29 Energi (Kal) 149.67 144.77 Protein (g) 4.25 4.69 Lemak (g) 5.67 4.05 Karbohidrat (g) 20.41 22.39 Total Fenol (mg GAE) 519.11 573.76 Aktivitas Antioksidan (mg AEAC) 72.13 71.74 Kandungan protein takokak masak santan hampir sama dibandingkan takokak masak tanpa santan. Protein dari takokak masak santan dan tanpa santan yang diintervensikan per hari masing-masing sebesar 4.25 gram (7.4% AKP) dan 4.69 gram (8.2% AKP). Kandungan lemak takokak masak santan lebih besar dibandingkan takokak masak tanpa santan (P>0.05). Kadar lemak lebih tinggi berasal dari santan yang ditambahkan. Lemak dari takokak masak santan dan tanpa santan yang diintervensikan per hari masing-masing sebesar 5.67 gram (9.4% AKG) dan 4.05 gram (6.8% AKG). Kandungan karbohidrat takokak masak santan lebih kecil dibandingkan takokak masak tanpa santan. Karbohidrat dari takokak masak santan dan tanpa santan yang diintervensikan per hari masingmasing sebesar 20.41 gram (6.3% AKG) dan 22.39 gram (6.9% AKG). Dilihat dari hasil analisis kadar total fenol, untuk jenis takokak masak santan yang diberikan 164.84 gram per hari, maka mengandung total fenol sebesar 519.11 mg GAE dan memiliki aktivitas antioksidan sebesar 72.13 mg AEAC. Jenis takokak masak tanpa santan yang diberikan 161.29 gram per hari, maka mengandung total fenol sebesar 573.76 mg GAE dan memiliki aktivitas antioksidan sebesar 71.74 mg AEAC. Karakteristik Subjek Subjek yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria adalah sebanyak 8 orang. Tabel 10 di bawah ini menyajikan sebaran subjek berdasarkan karakteristik umum dan sosial ekonomi. Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik umum dan sosial ekonomi Variabel Kriteria Jumlah (n) Persen (%) 25-35 2 25.0 Usia (tahun) 35-45 6 75.0 SD 4 50.0 Pendidikan SMP 3 37.5 SMA 1 12.5 Kecil (≤4) 3 37.5 Besar Keluarga Sedang (5-6) 4 50.0 Besar (≥7) 1 12.5 Pendapatan per Kapita <mean 5 62.5 Mean= Rp. 260417,>mean 3 37.5
34 Rata-rata usia subjek penelitian ini adalah 37±7 tahun dengan usia subjek terendah adalah 27 tahun dan tertinggi 45 tahun. Rentang usia subjek lebih banyak pada usia 35-45 tahun. Seluruh subjek berjenis kelamin wanita dan merupakan ibu rumah tangga, hal ini dimaksudkan agar mengurangi keberagaman aktivitas fisik subjek. Pendidikan terakhir yang paling banyak ditempuh subjek adalah lulus SD. Besar keluarga adalah banyaknya individu sebagai anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga. BKKBN (1998) membedakan ukuran keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga menjadi 3 kategori: keluarga kecil (≤ 4), sedang (5-6), dan besar (≥ 7). Besar keluarga subjek penelitian bervariasi dengan yang paling sedikit adalah sebanyak 3 anggota keluarga dan terbanyak sebanyak 8 anggota keluarga. Sebagian subjek merupakan keluarga sedang. Besar anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan pangan dan non pangan. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka kebutuhan pangan yang harus tercukupi semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan keluarga akan semakin tinggi. Rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan ditanyakan saat wawancara. Pendapatan per kapita dihitung berdasarkan besar keluarga masing-masing subjek, diketahui rata-rata pendapatan per kapita dari seluruh subjek adalah sebesar Rp. 260417,- sehingga diketahui terdapat 5 subjek (62.5%) yang memiliki pendapatan per kapita kurang dari rata-rata. Tingkat pendapatan akan berkorelasi dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan. Status Antropometri dan Kesehatan Subjek Prevalensi kegemukan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan usia, dan mencapai puncaknya pada usia dewasa (Diana et al. 2008). Hasil Riskesdas pada tahun 2013, prevalensi kegemukan termasuk obesitas wanita dewasa IMT≥25.0 (>18 tahun) 32.9 persen, naik 18.1 persen dari tahun 2007 (13.9%), dan perempuan memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan lakilaki (19.7%) (Balitbangkes 2013). Tabel 11 menyajikan rata-rata indeks massa tubuh dan tekanan darah subjek. Tabel 11 Rata-rata status antropometri dan tekanan darah subjek Variabel Kriteria Rata-rata BB (kg) 63.1±3.9 Antropometri TB (cm) 152.3±4.2 IMT (kg/m2) 27.2±1.9 Sistolik (mmHg) 118.8±9.9 Tekanan Darah Diastolik (mmHg) 76.3±9.2 Semua subjek memiliki IMT >25.00 kg/m2 dengan IMT terendah adalah 25.2 kg/m2 dan IMT tertinggi sebesar 29.9 kg/m2. Seluruh subjek memiliki tekanan darah normal sesuai kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Rata-rata tekanan darah sistolik subjek adalah 119±9 mmHg, yakni terendah 110 mmHg dan tertinggi 130 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastolik subjek adalah 77±8 mmHg, yakni terendah 70 mmHg dan tertinggi 90 mmHg. Hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter di Puskesmas Ciampea diketahui bahwa semua subjek tidak memiliki riwayat penyakit kronis atau keras. Ada beberapa subjek yang mengeluh sedang merasakan pegal, pusing, nyeri kaki, atau sedikit mual. Akan tetapi dokter menyatakan semua subjek dalam
35 kondisi sehat dan bisa dilibatkan dalam penelitian ini. Saat wawancara ditanyakan mengenai obat-obatan fitofarmaka dan suplemen antioksidan yang pernah dikonsumsi, hampir seluruh subjek tidak pernah mengonsumsi jenis obat atau suplemen tersebut, hanya dua subjek yang pernah mengonsumsi jamu anti masuk angin dan jamu gendong, itu pun terakhir dikonsumsi beberapa bulan sebelum penelitian ini dilakukan. Subjek pun diminta untuk tidak mengonsumsi obat herbal dan suplemen antioksidan selama penelitian berlangsung. Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi Makanan kesukaan, ketidaksukaan, dan alergi Data makanan kesukaan, ketidaksukaan (khususnya terhadap jenis bumbu masakan), dan alergi terhadap makanan ditanyakan sebelum penelitian bertujuan untuk dijadikan sebagai acuan penentuan jenis bumbu untuk memasak takokak. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh subjek menyatakan menyukai semua jenis makanan/ jenis bumbu masakan dan tidak ada yang benar-benar tidak disukai. Seluruh subjek juga menyatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan apapun. Pola konsumsi pangan subjek sebelum intervensi Pola konsumsi pangan diketahui dari wawancara dengan bantuan kuesioner SQFFQ. Kuesioner ini menggambarkan kebiasaan makan subjek sebelum intervensi dilakukan. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi subjek dari gandum dan makanan olahannya adalah roti, biskuit/ cookies, dan mie instan. Diketahui bahwa sebagian besar subjek memiliki kebiasaan makan nasi hanya 2 kali sehari (70%), sisanya makan nasi 3 kali sehari. Jagung, ubi jalar, kentang, dan ketela jarang dijadikan sebagai pengganti sumber karbohidrat selain nasi, lebih dikonsumsi sebagai camilan atau sebagai campuran sayur (sekitar 1-2 minggu sekali). Kacang-kacangan dan olahannya yang hampir setiap hari dikonsumsi subjek adalah tempe, tahu, dan oncom. Subjek jarang mengonsumsi pangan hewani yang berasal dari daging-dagingan (sekitar 1-2 kali per tahun). Subjek cenderung lebih sering mengonsumsi ikan-ikanan, yakni ikan tongkol, ikan teri, dan ikan mas (1-4 kali per minggu). Telur ayam juga cukup sering dikonsumsi oleh subjek namun sangat jarang mengonsumsi segala jenis susu. Jenis sayuran hijau yang paling sering dikonsumsi subjek adalah daun singkong (1-2 kali seminggu). Sayuran berwarna yang sering dikonsumsi adalah wortel dan tomat. Bumbu-bumbuan atau pelengkap yang setiap hari digunakan subjek adalah bawang merah dan bawang putih. Jika dilihat dari konsumsi buah-buahan, subjek dapat dikatakan jarang mengonsumsi buah-buahan. Minyak kelapa sawit digunakan setiap hari biasanya untuk menggoreng dan menumis. Beberapa subjek hampir setiap hari mengonsumsi jamu tradisional, teh, atau kopi. Makanan selingan/ jajanan yang paling sering dikonsumsi subjek adalah gorengan bakwan/cireng dan bakso. Berdasarkan kebiasaan makan tersebut, dapat diketahui jenis-jenis makanan tinggi polifenol yang biasa dikonsumsi subjek, sehingga saat memasuki periode run-in dapat memudahkan peneliti untuk menentukan jenisjenis pangan yang perlu dihindari untuk dikonsumsi oleh subjek selama intervensi. Hanya ada beberapa pangan tinggi polifenol yang hampir setiap hari dikonsumsi oleh subjek yakni tempe, tahu, sayuran berdaun hijau, bawangbawangan (sebagai bumbu masakan). Dilihat dari pola konsumsi pangan subjek,
36 terlihat bahwa subjek tidak perlu terlalu berusaha keras untuk menghindari makanan atau pangan yang tinggi polifenol yang ada di dalam daftar yang dibuat oleh peneliti. Hal dikarenakan memang subjek kurang mengomsumsi sayuran dan buah-buahan yang diketahui tinggi polifenol. Peneliti juga lebih menekankan kepada subjek agar tidak mengonsumsi tahu, tempe, dan sayuran berdaun hijau, serta untuk menggunakan sedikit bumbu rempah untuk masakan. Diketahui bahwa subjek sangat jarang mengonsumsi takokak karena jarang ada yang menjual di tempat mereka membeli bahan masakan. Berdasarkan wawancara juga diketahui bahwa subjek sangat jarang bahkan beberapa tidak pernah mengonsumsi suplemen antioksidan dan/atau obat-obatan fitofarmaka. Beberapa menyebutkan kadang meminum jamu gendong tetapi tidak ada subjek yang meminumnya satu bulan terakhir. SQFFQ tidak hanya menanyakan bagaimana frekuensi konsumsi jenisjenis pangan, namun ditanyakan juga kuantitas suatu jenis pangan sekali konsumsi, jika sulit menentukan gram nya, maka menggunakan pendekatan ukuran rumah tangga (URT) berdasarkan DKBM. Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung ratarata konsumsi energi dan zat gizi per hari. Tabel 12 menyajikan rata-rata konsumsi energi, protein, lemak, dan karbohidrat per hari berdasarkan kuesioner SQFFQ. Tabel 12 Rata-rata asupan energi dan zat gizi subjek per hari Asupan per hari Nilai Satuan Energi 1500 ± 315 Kal Protein 65.9 ± 17.9 g Lemak 40.7 ± 9.8 g Karbohidrat 235.1 ± 47.0 g Berdasarkan tabel 12 di atas, diketahui bahwa protein, lemak, dan karbohidrat masing-masing berkontribusi sekitar 17%, 24%, dan 62% terhadap total asupan energi subjek sebelum intervensi. Jika dibandingkan dengan AKG (2013), bahwa Angka Kecukupan Energi (AKE) perempuan berusia 19-49 tahun adalah sebesar 2150-2250 Kal. Maka dari itu, diketahui bahwa asupan energi subjek sebelum intervensi masih kurang dari angka kecukupan. Perbedaan asupan dan kecukupan zat gizi antar periode Tabel 13 menunjukkan rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi subjek selama intervensi (berdasarkan periode). Data ini diperoleh dengan bantuan kuesioner food record yang diambil 2 kali/ minggu. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan pada kelompok takokak tidak menyertakan takokak dalam perhitungan. Energi. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi subjek bervariasi pada setiap periode, akan tetapi tidak ada perbedaan nyata (P>0.05). AKG (2013) menyatakan bahwa kecukupan energi untuk wanita dewasa usia 19-49 tahun adalah sebesar 2150 – 2250 kkal. Rata-rata tingkat kecukupan energi subjek pada semua periode menurut WNPG (2004) masuk ke dalam kategori defisit energi (<80% AKG). Dilihat dari catatan food record, beberapa makanan yang sering dikonsumsi oleh subjek dan diketahui menyumbangkan kalori cukup besar adalah gorengan dan bakso. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat seperti nasi, mie instan, dan biskuit juga menyumbang cukup besar terhadap asupan energi.
37 Tabel 13 Rata-rata asupan energi dan zat gizi antar periode intervensi Tingkat Zat Gizi P P Periode Rataan Stdev Min Maks Kecukupan (Satuan) Value Value (%) run-in 1487 293 1114 2250 68.8 73.1 Energi intervensi I 1582 302 1065 1975 0.840 0.842 (kkal) wash-out 1580 435 758 2234 73.0 intervensi II 1567 313 1022 2296 72.5 run-in 53.8 15.3 31.4 89.9 94.6 100.9 Protein intervensi I 57.4 21.4 29.6 108.3 0.856 0.852 (g) wash-out 60.1 25.0 26.4 99.4 105.7 intervensi II 56.7 18.4 26.9 90.9 99.7 run-in 49.2 17.4 19.0 102.5 79.8 80.2 Lemak intervensi I 49.3 18.6 19.5 80.5 0.901 0.896 (g) wash-out 48.4 22.4 25.0 84.5 78.9 intervensi II 53.6 26.2 23.2 108.5 87.6 run-in 203.8 46.4 123.8 291.3 63.4 69.4 Karbohidrat intervensi I 222.7 51.0 102.8 282.6 0.725 0.730 (g) wash-out 221.5 67.6 98.6 342.8 69.0 intervensi II 209.8 54.4 76.4 279.2 65.4 run-in 0.8 0.9 0.3 4.3 95.2 Tembaga/ intervensi I 0.7 0.2 0.4 1.3 76.4 Cu 0.615 0.615 wash-out 0.6 0.2 0.3 1.0 72.9 (mg) intervensi II 0.6 0.3 0.3 1.3 70.8 run-in 6.4 1.7 4.1 9.6 63.8 6.6 2.7 3.3 12.4 65.9 Seng/ Zn intervensi I 0.819 0.819 (mg) wash-out 7.0 3.0 3.0 12.4 69.6 intervensi II 6.2 2.2 2.1 10.5 61.6 run-in 2.5 0.8 1.2 4.3 140.6 Mangan/ intervensi I 2.8 0.8 1.5 4.9 158.3 Mn 0.516 0.516 wash-out 2.9 0.7 1.8 4.3 162.5 (mg) intervensi II 2.8 0.9 1.1 4.6 157.6 *one-way ANOVA (P>0.05 tidak terdapat perbedaan nyata antar periode)
Protein. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan protein subjek bervariasi pada setiap periode, namun perbedaannya tidak nyata (P>0.05). AKG (2013) menyatakan bahwa kecukupan protein untuk wanita dewasa usia 19-49 tahun adalah sebesar 56 – 57 gram. Menurut WNPG (2004), rata-rata tingkat kecukupan protein subjek masuk ke dalam kategori cukup (>90% AKG). Dilihat dari catatan food record, beberapa makanan yang sering dikonsumsi oleh subjek dan diketahui menyumbangkan protein cukup besar adalah dari bakso, ikan asin, dan telur.
38 Lemak dan karbohidrat. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat subjek bervariasi pada setiap periode, akan tetapi perbedaannya tidak nyata (P>0.05). AKG (2013) menunjukkan bahwa kecukupan lemak dan karbohidrat untuk wanita dewasa usia 19-49 tahun adalah sebesar 60 – 75 gram dan 309 – 323 gram. Rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat subjek selama intervensi kurang dari 90%. Asupan lemak subjek berasal dari makanan yang digoreng dan bakso. Selain nasi, sumber karbohidrat yang umum dikonsumsi adalah mie instan dan kue atau roti (camilan). Sedangkan konsumsi gula pasir subjek umumnya tergolong tergolong rendah. Tembaga (Cu), seng (Zn), dan mangan (Mn). SOD mengandung ion-ion logam sebagai bagian aktif untuk melawan efek toksik dari radikal bebas (Charles 2012). Ion-ion logam ini mempengaruhi aktivitas enzim SOD itu sendiri. AKG (2013) menyatakan bahwa kecukupan zat gizi Cu, Zn, dan Mn untuk wanita dewasa usia 19-49 tahun adalah sebesar 0.9, 10, dan 1.8 mg. Dapat dilihat bahwa rata-rata asupan Cu subjek selama penelitian berkisar antara 0.6 – 0.8 mg yang memenuhi sebesar sekitar 70% – 90% angka kecukupan. Asupan Cu pada periode run-in yang lebih tinggi dibanding periode lainnya walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0.0.5) karena ada subjek yang mengonsumsi cumi-cumi yang diketahui sebagai sumber Cu. Asupan Cu dari pangan lain yang dikonsumsi oleh subjek seperti bakso daging, hati ayam, dan roti. Rata-rata asupan Zn subjek selama penelitian berkisar antara 6.2 – 7.0 mg yang memenuhi sebesar sekitar 61% – 70% angka kecukupan (P>0.05). Asupan Zn diperoleh dari pangan yang dikonsumsi oleh subjek seperti beras, bakso daging, ikan asin teri, ayam, telur, hati dan ampela ayam, roti, mie instan, dan singkong. Rata-rata asupan Mn subjek selama penelitian berkisar antara 2.5 – 2.9 mg yang memenuhi sebesar sekitar 140% – 163% angka kecukupan. Asupan Mn pada periode run-in dan wash-out yang lebih tinggi dibanding periode lainnya walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0.0.5) karena ada subjek yang mengonsumsi nasi yang lebih banyak dan ikan asin teri yang diketahui sebagai sumber Mn. Asupan Mn dari pangan lain yang dikonsumsi subjek seperti bakso daging, roti keju, dan cireng. Secara umum, rata-rata asupan dan tingkat kecukupan Cu, Zn, dan Mn subjek pada setiap periode tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Namun, asupan Cu dan Mn yang cukup menunjukkan variasi (sekitar 20%) menjadi salah satu faktor perancu (confounding factor) pada penelitian ini. Perbedaan asupan dan kecukupan zat gizi antar kelompok Tabel 14 menunjukkan rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi kelompok kontrol dan kelompok takokak (berdasarkan kelompok). Data ini diperoleh dengan bantuan kuesioner food record yang diambil 2 kali/ minggu. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan pada kelompok takokak tidak menyertakan takokak dalam perhitungan. Energi. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi subjek tidak berbeda signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok takokak (P>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan energi subjek kelompok kontrol dan kelompok takokak menurut WNPG (2004) masuk ke dalam kategori defisit energi (<80% AKG). Protein. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan protein subjek tidak berbeda signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok takokak (P>0.05).
39 Menurut WNPG (2004), rata-rata tingkat kecukupan protein subjek kelompok kontrol maupun kelompok takokak masuk ke dalam kategori cukup (>90% AKG). Tabel 14 Rata-rata asupan energi dan zat gizi antar kelompok intervensi Zat Gizi
Satuan Kelompok
Energi
Kal
Protein
g
Lemak
g
Karbohidrat
g
Tembaga (Cu)
mg
Seng (Zn)
mg
Mangan (Mn)
mg
Kontrol Takokak Kontrol Takokak Kontrol Takokak Kontrol Takokak Kontrol Takokak Kontrol Takokak Kontrol Takokak
Mean±sd
Min
Maks
1581±379 758 2296 1526±288 58.1±23.1 26.4 108.3 55.9±16.5 53.0±19.6 19.0 108.5 47.2±22.3 214.1±62.8 76.4 342.8 214.7±46.1 0.7±0.2 0.3 4.3 0.7±0.7 6.7±2.7 2.1 12.4 6.3±2.1 2.8±0.9 1.1 4.9 2.8±0.7
P value 0.510 0.661 0.271 0.968 0.699 0.475 0.963
%AKG 73.1 75.6 102.2 98.3 86.3 77.0 66.7 66.9 76.0 81.6 67.4 63.1 155.0 154.5
P value 0.551 0.664 0.299 0.966 0.699 0.475 0.961
*independent t-test (P>0.05 tidak terdapat perbedaan nyata antar kelompok)
Lemak dan karbohidrat. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat subjek tidak berbeda signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok takokak (P>0.05). Akan tetapi, ada kecenderungan kelompok kontrol mengonsumsi lemak lebih besar (sekitar 9%) dibandingkan kelompok takokak. Hal ini dapat menjadi faktor perancu (confounding factor) terhadap hasil pengukuran kadar 8-isoprostan serum sebagai biomarker peroksidasi lipid. Ratarata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat subjek selama intervensi kurang dari 90%. Tembaga (Cu), seng (Zn), dan mangan (Mn). Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan Cu, Zn, dan Mn masing-masing tidak memiliki perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok takokak. Rata-rata tingkat kecukupan Cu subjek selama intervensi pada kelompok kontrol maupun kelompok takokak berkisar antara 70-80%. Asupan Cu yang kurang disebabkan subjek memang jarang mengonsumsi pangan sumber Cu seperti seafood dan jamur. Polongpolongan dan kacang-kacangan beserta olahannya seperti tempe juga merupakan sumber Cu, namun tidak dikonsumsi subjek selama intervensi karena pangan tersebut juga memiliki kadar polifenol yang cukup tinggi sehingga masuk ke dalam daftar pangan yang tidak boleh dikonsumsi selama intervensi. Rata-rata tingkat kecukupan Zn subjek selama intervensi pada kelompok kontrol maupun kelompok takokak sebesar sekitar 60%. Asupan Zn yang kurang disebabkan subjek memang jarang mengonsumsi pangan sumber seng seperti daging merah, ayam, dan ikan. Kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau, dan buah-buahan juga memiliki kandungan Zn cukup besar (WHO & FAO 2004), namun tidak dikonsumsi subjek selama intervensi karena pangan tersebut juga memiliki kadar polifenol yang cukup tinggi sehingga masuk ke dalam daftar pangan yang tidak boleh dikonsumsi selama intervensi. Rata-rata tingkat kecukupan Mn subjek selama intervensi pada kelompok kontrol maupun kelompok takokak sebesar sekitar 150%. Asupan Mn yang
40 berlebih disebabkan oleh nasi (beras) yang dikonsumsi hampir setiap kali makan oleh subjek sekitar (0.75 mg Mn/200 gram nasi putih). Kepatuhan Kepatuhan merupakan hal yang penting pada penelitian intervensi. Mengingat intervensi takokak setiap hari diberikan selama 7 hari (Senin-Minggu), maka menu takokak diganti setiap hari. Setiap hari ketika takokak diantar ke subjek, peneliti menanyakan sisa konsumsi takokak sehari sebelumnya. Kepatuhan konsumsi takokak dilihat dari jumlah yang dimakan per hari, serta dari pangan lain yang tidak boleh dikonsumsi selama intervensi berdasarkan food record. Dilihat dari takokak yang dikonsumsi, subjek termasuk patuh karena rata-rata takokak yang dihabiskan setiap harinya sebesar 98.3% atau sebanyak 162 g takokak masak santan dan 158.1 gram takokak masak tanpa santan. Alasan takokak kadang tidak dihabiskan oleh subjek adalah karena bumbu masakan tidak sesuai selera, rasa takokak yang sangat getir, dan kebosanan. Ada juga subjek yang mengatakan bahwa karena takokak harus dimakan sebagai lauknya nasi, tetapi subjek tersebut hanya makan sehari 2 kali, sehingga takokak yang diberikan tidak bisa dihabiskan dalam 2 kali makan. Subjek memang cenderung makan takokak intervensi sebagai lauk, tidak untuk sebagai cemilan. Tidak ada keluhan kesehatan selama periode intervensi berlangsung. Jika dilihat dari persentase kepatuhan, dapat dikatakan bahwa sebagian besar subjek dapat menghabiskan takokak yang diberikan. Dilihat dari jenis pangan lain yang seharusnya tidak boleh dikonsumsi selama intervensi berdasarkan food record, ada beberapa pangan yang dikonsumsi oleh subjek selama intervensi yang seharusnya dihindari yakni kangkung, daun singkong, dan sayur asem. Peneliti berharap ketidakpatuhan yang rendah ini tidak mempengaruhi hasil yang diperoleh. Tabel 15 menyajikan kepatuhan subjek. Tabel 15. Kepatuhan subjek wanita gemuk berdasarkan konsumsi takokak dan konsumsi pangan yang harus dihindari selama intervensi Kepatuhan Hari Konsumsi takokak Konsumsi pangan yang harus dihindari (%) 1 100.0 Semua subjek patuh 2 95.4 1 subjek tidak patuh (kangkung ±15 gram) 3 98.1 Semua subjek patuh 1 subjek tidak patuh (daun singkong ±25 4 96.5 gram) 5 98.3 1 subjek tidak patuh (sayur asem ±50 gram) 6 100.0 Semua subjek patuh 7 100.0 Semua subjek patuh Rata-rata 98.3 Parameter Biokimia Sebelum dan Setelah Intervensi Subjek penelitian ini yang mempunyai status gizi gemuk, merupakan individu yang memiliki risiko stres oksidatif lebih besar dibandingkan dengan individu dengan status gizi normal. Adanya radikal bebas pada individu yang
41 berisiko akan meningkatkan pemakaian enzim antioksidan yang mengakibatkan berkurangnya kadar enzim tersebut di dalam sel. Rendahnya enzim antioksidan intrasel mengakibatkan sel tidak mampu mencegah pembentukan radikal bebas dalam tubuh sehingga terjadi proses peroksidasi lipid dan berakibat pada peningkatan kadar 8-isoprostan. Kadar SOD eritrosit Enzim SOD adalah salah satu dari jenis enzim antioksidan endogen yang berperan melindungi sel dari proses oksidasi (kerusakan oksidatif), merupakan sistem pertahanan pertama untuk menekan pembentukan radikal bebas. Enzim ini terdapat pada semua organisme aerob dan umumnya berada dalam tingkat subseluler (intraseluler). Karena berada dalam lingkungan aerob maka dibutuhkan oksigen untuk kehidupannya sehingga peka terhadap terjadinya kerusakan karena oksidasi atau disebut stres oksidatif. Enzim SOD bekerja di dalam sel dan berperan pada tahap awal terjadinya stres oksidatif yaitu dengan mengubah radikal anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen (Utari 2011). Hasil sidik ragam pada hewan coba tikus yang diberikan DMBA menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi takokak berpengaruh signifikan terhadap kadar SOD, semakin tinggi konsentrasi takokak maka kadar SOD akan semakin meningkat (Rahman et al. 2015). Penelitian Utari (2011) menunjukkan bahwa pemberian tempe sebanyak 160 g per hari (mengandung isoflavon, salah satu anggota polifenol) selama 4 minggu mampu meningkatkan aktivitas SOD dalam sel. Penelitian Farines et al. (2004) menjelaskan dan membuktikan bahwa polifenol merupakan modulator aktivitas SOD. Nilai rata-rata kadar SOD sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 77.02 ± 35.11 U/ml, sedangkan nilai rata-rata kadar SOD setelah intervensi meningkat menjadi 82.81 ± 30.51 U/ml. Terjadinya peningkatan kadar SOD antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah sebesar 5.78 ± 54.61 U/ml, yakni meningkat sebesar 7.5% dari kadar SOD sebelumnya. Nilai rata-rata kadar SOD sebelum intervensi pada kelompok takokak adalah 89.78 ± 42.64 U/ ml, sedangkan nilai rata-rata kadar SOD setelah intervensi juga meningkat menjadi 114.62 ± 52.98 U/ml. Peningkatan kadar SOD antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok takokak lebih besar dibanding pada kelompok kontrol, yakni sebesar 24.83 ± 86.53 U/ml, yakni meningkat sebesar 27.7% dari kadar SOD sebelumnya. Kadar SOD normal berkisar antara 164-240 U/ml (Randox 2009). Jika dibandingkan, rata-rata kadar SOD subjek sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan takokak keduanya berada di bawah kisaran normal. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Choi et al. (2011) yang menunjukkan bahwa subjek gemuk memiliki status antioksidan enzim lebih rendah dibandingkan orang normal. Setelah intervensi, kadar SOD eritrosit pada kedua kelompok sama-sama meningkat, namun peningkatan kadar SOD yang terjadi pada kelompok takokak lebih besar ±4 kali dibandingkan kelompok kontrol, sehingga kadar SOD kelompok takokak setelah intervensi nilainya lebih mendekati kadar SOD rujukan. Perubahan kadar SOD kelompok kontrol dan takokak selama intervensi ditampilkan pada Gambar 7 di bawah ini.
42 140 114.62
Kadar SOD (U/ml)
120 100 80
77.02
89.78
82.81
Sebelum
60
Setelah
40 20 0 Kontrol
Takokak Kelompok
Gambar 7 Perubahan kadar SOD eritrosit selama intervensi Walaupun diketahui peningkatan kadar SOD yang terjadi pada kelompok takokak lebih besar dibandingkan kelompok kontrol, perlu diketahui perbedaannya secara statistik. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji beda intra-kelompok dan antar-kelompok. Hasil uji beda intra-kelompok, kadar SOD pada kelompok kontrol tidak berbeda nyata (P>0.05) antara sebelum dan setelah intervensi, hal yang sama juga terjadi pada kelompok takokak. Diketahui bahwa selisih positif kadar SOD pada kelompok takokak lebih besar dibandingkan selisih positif kelompok kontrol. Hal ini bisa menjadi bukti adanya efek positif polifenol dalam takokak terhadap kadar SOD walaupun secara statistik perbedaan antar kedua kelompok tidak signifikan (P>0.05). Data yang diharapkan pada penelitian intervensi, kadar parameter yang diuji pada sebelum intervensi sama antara kelompok kontrol dan perlakuan untuk menunjukkan keseragaraman subjek. Sedangkan pada analisis SOD ini menunjukkan adanya perbedaan yang cukup terlihat dari kadar SOD kontrol dengan takokak pada fase sebelum intervensi, yakni ada kecenderungan kadar SOD takokak yang lebih besar sekitar 13 U/ml dibandingkan kadar SOD kontrol walaupun perbedaan secara statistiknya tidak nyata (P>0.05). Dikarenakan penelitian ini menggunakan desain cross-over, hal ini dapat terjadi akibat periode wash-out atau run-in yang kurang lama diterapkan sehingga ada kemungkinan efek polifenol dalam darah terhadap SOD belum benar-benar bersih. Selain itu, alasan yang mungkin menjelaskan hal ini adalah asupan Cu sebagai faktor pembentukan SOD yang lebih besar pada kelompok takokak dibandingkan kontrol sekitar 6% (Tabel 14) walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. Asupan Cu kelompok takokak yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol selama intervensi juga bisa menjadi salah satu faktor perancu yang menyebabkan perubahan kadar SOD setelah intervensi pada kelompok takokak lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Tabel 16 menyajikan hasil analisis statistik intra dan antar kelompok kadar SOD eritrosit.
43 Tabel 16 Hasil analisis statistik uji beda kadar SOD eritrosit Parameter Fase Kontrol Takokak P-value2 Sebelum 77.03 ± 35.11 89.78 ± 42.64 0.525 Setelah 82.81 ± 30.51 114.62 ± 52.98 SOD (U/ml) P-value1 0.773 0.444 Selisih (∆) 5.78 ± 54.61 24.83 ± 86.53 0.607 1 2
Paired t-test (P<0.05= perbedaan signifikan intra kelompok) Independent t-test (P<0.05= perbedaan signifikan antar kelompok)
Dalam tubuh manusia, diketahui terdapat tiga isoform utama SOD yang terdistribusi dalam jaringan berbeda, yakni Cu/Zn-SOD (SOD1), Mn-SOD (SOD2), dan SOD Ekstraseluler (EC-SOD). Kadar SOD yang dianalisis pada penelitian ini adalah berupa SOD1 sesuai pereaksi yang digunakan. SOD1 ada di sitoplasma, lisosom, dan kompartemen inti sel. Antioksidan bekerja dengan 3 mekanisme antara lain: (1) Sebagai preventif, antioksidan bekerja dengan cara menghentikan pembentukan ROS. Contohnya seperti SOD sebagai katalisis anion superoksida (O2*–) menjadi H2O2 dan CAT memecahnya menjadi H2O; (2) Sebagai interception (penyerang) radikal bebas, yaitu dengan cara menangkal radikal bebas dalam bentuk peroxide radikal, termasuk didalamnya vitamin C, vitamin E, glutathione, flavonoid, polifenol dan lain-lain; (3) Sebagai perbaikan dan rekonstruksi, yaitu dengan cara mempengaruhi enzim yang terlibat dengan radikal bebas, perbaikan DNA, serta pengeluaran asam lemak teroksidasi (Devasagayam et al. 2004). Polifenol bekerja pada ketiga mekanisme tersebut. Penelitian Kusirisin et al. (2009) menunjukkan bahwa senyawa polifenol dalam takokak mampu membersihkan anion superoksida (O2•−) secara in vitro pada plasma pasien diabetes mellitus tipe 2. Diketahui bahwa ekstrak takokak memiliki kekuatan pereduksi, aktivitas pembersihan terhadap DPPH dan hidrogen peroksida yang tinggi secara in vitro (Waghulde et al. 2011). Aktivitas polifenol dalam takokak terhadap enzim SOD sudah dikaji dan dibuktikan pada penelitian hewan coba oleh Rahman et al. (2015). Kurangnya efek peningkatan kadar SOD eritrosit pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa makanan tinggi polifenol dapat meningkatkan kadar antioksidan enzim endogen secara signifikan (Utari 2011; Khan et al. 2015; Li et al. 2007; Babu et al. 2006). Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh durasi intervensi yang kurang lama atau ukuran subjek yang sedikit.
Kadar 8-isoprostan serum Beberapa pengukuran dan teknik yang sebelumnya digunakan untuk mengetahui kadar stres oksidatif, beberapa biomarker sangat sensitif dan spesifik terhadap gangguan akibat ROS dan keseimbangan antioksidan dan terbentuk ketika ada ketidakseimbangan, seperti isoprostan. Saat ini, biomarker peroksidasi lipid terbaik adalah keluarga isoprostan, produk akhir dari peroksidasi lemak tak jenuh ganda. Produk-produk ini dianggap yang paling valid sebagai kadar isoprostan, tidak terpengaruh oleh diet dan sebagian besar stabil (Vincent et al. 2006). Nilai rata-rata kadar 8-isoprostan sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 301.29 ± 39.35 pg/ml, sedangkan nilai rata-rata kadar 8-isoprostan
44 setelah intervensi meningkat menjadi 347.66 ± 43.83 pg/ml. Terjadinya peningkatan kadar 8-isoprostan antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah sebesar 46.38 ± 53.22 pg/ml, yakni meningkat sebesar 15.4 % dari kadar 8-isoprostan sebelumnya. Sebaliknya, nilai rata-rata kadar 8isoprostan sebelum intervensi pada kelompok takokak adalah 329.52 ± 61.90 pg/ml, sedangkan nilai rata-rata kadar 8-isoprostan setelah intervensi menurun menjadi 306.22 ± 32.08 pg/ml. Penurunan kadar 8-isoprostan antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok takokak sebesar 23.30 ± 57.10 pg/ml, yakni menurun sebesar 7.1% dari kadar 8-isoprostan sebelumnya. Kadar 8-isoprostan normal berkisar antara 40-100 pg/ml (Wang et al. 1995). Jika dibandingkan, rata-rata kadar 8-isoprostan subjek sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan takokak keduanya berada jauh di atas kisaran normal. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Zemel et al. (2010) yang menunjukkan bahwa subjek gemuk mengalami stres oksidatif lebih tinggi dibandingkan orang normal. Setelah intervensi, kadar 8-isopostan pada kelompok kontrol meningkat. Hal ini karena proses peroksidasi lipid dalam tubuh terus terjadi. Sebaliknya, kadar 8-isoprostan pada kelompok takokak setelah intervensi menunjukkan penurunan. Mekanisme terjadinya penurunan kadar 8-isoprostan melalui pencegahan dan pemutusan reaksi peroksidasi lipid serta mendorong proses pengeluaran asam lemak teroksidasi dari dalam tubuh ke luar (Devasagayam et al. 2004). Asupan lemak sebagai faktor peroksidasi lipid yang diketahui lebih besar pada kelompok takokak dibandingkan kontrol sekitar 9% (Tabel 14) dapat menjadi faktor perancu yang menyebabkan kadar 8-isoprostan kelompok kontrol setelah intervensi meningkat padahal pada kelompok kontrol menunjukkan penurunan. Perubahan kadar 8-isoprostan serum kelompok kontrol dan takokak selama intervensi ditampilkan pada Gambar 8 di bawah ini. Kadar 8-Isoprostan (pg/ml)
360
347.66
350 340
329.52
330 320 310
306.22
301.29
300
Sebelum Setelah
290 280 270 Kontrol
Takokak Kelompok
Gambar 8 Perubahan kadar 8-isoprostan serum selama intervensi Hasil uji beda intra-kelompok, kadar 8-isoprostan pada kelompok kontrol berbeda nyata (P<0.05) antara sebelum dan setelah intervensi. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok takokak, yakni kadar 8-isoprostan tidak berbeda nyata (P>0.05) antara sebelum dan setelah intervensi. Diketahui bahwa selisih positif (peningkatan) kadar 8-isoprostan pada kelompok kontrol dibandingkan selisih
45 negatif (penurunan) kadar 8-isoprostan pada kelompok takokak menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). Analisis 8-isoprostan ini menunjukkan adanya perbedaan yang cukup terlihat dari kadar 8-isoprostan kelompok kontrol dan takokak pada fase sebelum intervensi, yakni ada kecenderungan kadar 8-isoprostan pada kelompok takokak yang lebih besar sekitar 28 pg/ml dibandingkan kontrol walaupun perbedaan secara statistiknya tidak nyata (P>0.05). Dikarenakan penelitian ini menggunakan desain cross-over, hal ini dapat terjadi akibat periode wash-out atau run-in yang kurang lama diterapkan sehingga ada kemungkinan efek polifenol dalam darah terhadap 8-isoprostan belum benar-benar bersih. Tabel 17 menyajikan hasil analisis statistik intra dan antar kelompok kadar 8-isoprostan serum. Tabel 17 Hasil analisis statistik uji beda kadar 8-isoprostan serum Parameter Fase Kontrol Takokak P-value2 Sebelum 301.29 ± 39.35 329.52 ± 61.90 0.298 8-Isoprostan Setelah 347.66 ± 43.83 306.22 ± 32.08 (pg/ml) P-value1 *0.043 0.286 Selisih (∆) 46.38 ± 53.22 -23.30 ± 57.10 *0.024 1 2
Paired t-test (P<0.05= perbedaan signifikan intra kelompok) Independent t-test (P<0.05= perbedaan signifikan antar kelompok)
Penelitian Block et al. (2002), hasil analisis bivariat menunjukkan pada subjek dewasa, kadar isoprostan darah meningkat secara progresif pada setiap kenaikan IMT dari subjek. Studi tersebut memberikan bukti kuat bahwa peningkatan peroksidasi lipid berhubungan dengan peningkatan adipositas. Di antara faktor diet, hanya asupan buah secara bermakna berkorelasi negatif dengan status peroksidasi lipid. Total asupan lemak berkorelasi positif dengan peroksidasi lipid. Kadar isoprostan plasma sangat berhubungan dengan jenis kelamin, dimana wanita memiliki kadar isoprostan yang signifikan lebih tinggi dibandingkan lakilaki (P<0.0001). Indeks massa tubuh secara signifikan dan sangat terkait dengan kadar isoprostan. Penelitian ini sejalan dengan hasil studi Annuzzi et al. (2014), bahwa diet alami kaya polifenol dapat mengurangi stres oksidatif yang ditandai dengan penurunan kadar 8-isoprostan setelah intervensi. Generalisasi Penelitian Generalisasi penelitian adalah seberapa jauh hasil penelitian atau studi dapat diaplikasikan di tempat lain dengan populasi yang berbeda. Kriteria inklusi yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan kriteria umum yang berlaku di masyarakat. Selama penelitian, pengumpulan data dilakukan sebaik-baiknya dan berdasarkan standar tertentu untuk menjamin kualitas data. Selain itu, hasil penelitian kepatuhan konsumsi bahan intervensi ini juga tinggi (>90%). Pada penelitian ini, pemilihan subjek tidak dilakukan secara random populasi namun random alokasi sehingga semua subjek mendapat kesempatan yang sama untuk mendapat perlakuan. Adapun kriteria subjek yang ditetapkan merupakan wanita dewasa gemuk yang diketahui prevalensinya cukup besar dan meningkat setiap tahunnya. Subjek penelitian ini juga memiliki status ekonomi dari golongan sosial menengah ke bawah. Dari sisi ekonomi, data statistik menyebutkan bahwa kondisi sosial masyarakat di Indonesia yang didekati dengan pendapatan tidak jauh
46 berbeda dengan pengeluaran per kapita per bulan. Dilihat dari sisi konsumsi diketahui hasil kecukupan zat gizi subjek penelitian mirip atau tidak jauh berbeda dengan beberapa penelitian pada kelompok wanita dewasa yang gemuk di daerah lain, dimana tingkat kecukupannya malah tergolong kurang. Demikian juga dengan pola konsumsi sayuran dan buah-buahan yang rendah, serta tinggi konsumsi gorengan yang mempunyai kemiripan dengan daerah lain di Indonesia. Hal tersebut dianggap dapat digeneralisasikan pada kelompok lain yang sejenis dengan kriteria subjek penelitian ini. Bahan intervensi – takokak – cukup terjangkau dan dapat menjadi alternatif pilihan menu sayuran. Takokak memang lebih cenderung bisa dijumpai di pasar tradisional, jarang ada di pasar modern, bahkan sering menjadi tanaman yang tumbuh liar di kebun/ ladang di Indonesia. Takokak saat ini memang dikonsumsi oleh beberapa daerah saja di Indonesia, khususnya oleh masyarakat Jawa Barat. Pada umumnya masyarakat mengonsumsi takokak karena mereka percaya bahwa takokak memiliki efek penyembuhan terhadap berbagai macam penyakit. Rasa takokak yang getir menyebabkan tidak semua orang menyukai konsumsi takokak. Kebanyakan yang menyukai takokak adalah masyarakat yang sudah memasuki usia dewasa lanjut. Berdasarkan hal-hal di atas, maka aplikasi penelitian di lapangan memang agak sulit diterapkan karena perlu dilakukan pada masyarakat yang memang familiar dan menyukai konsumsi takokak. Takokak yang dibuat dalam sediaan kapsul ekstrak takokak atau pengembangan produk pangan berbasis ekstrak takokak mungkin bisa lebih mudah diaplikasikan ke seluruh masyarakat. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yakni: 1) Metode cross-over yang digunakan dinilai merupakan metode dalam suatu penelitian klinis yang dapat menghilangkan efek fisiologis individu sampel. Kelemahan metode ini adalah semakin banyak kelompok perlakuan akan semakin lama dibutuhkan waktu penelitian karena semua kelompok akan menerima semua perlakuan pada waktu yang berbeda. Metode ini lebih rentan terjadi drop-out akibat alasan kebosanan; 2) Terdapat subjek yang mendapatkan perlakuan takokak dan kontrol di wilayah yang sama karena penentuan perlakuannya dilakukan secara acak. Selain itu, pemberian produk intervensi yang berupa takokak masakan (tidak bisa disamarkan dalam bentuk kapsul) mengakibatkan penelitian tidak dapat di blinding, karena subjek dan peneliti mengetahui jenis perlakuan yang diberikan; 3) Jumlah takokak sebagai bahan intervensi yang harus konsumsi selama satu hari tergolong cukup banyak, sehingga subjek tidak dapat menghabiskan dalam satu kali makan, namun dihabiskan dalam beberapa kali makan dalam satu hari. Hal ini menyebabkan peneliti tidak dapat menunggu subjek hingga habis mengonsumsi takokak. Oleh karena itu, evaluasi konsumsi takokak hanya dilakukan dengan menanyakan pada keesokan harinya dan dilakukan penimbangan jika ada sisa takokak. Kejujuran subjek mengenai seberapa banyak takokak yang mampu dihabiskannya dalam satu hari sangat penting pada penelitian ini; 4) Hasil analisis perbedaan yang tidak signifikan secara statistik bisa disebabkan oleh durasi intervensi yang kurang lama, yakni hanya satu minggu; 5) Jumlah subjek yang sedikit yakni, hanya 8 orang walaupun terhitung subjek perlakuan sebanyak 16
47 orang; 6) Penelitian ini hanya dilakukan terhadap orang gemuk berjenis kelamin wanita, tidak menyertakan laki-laki; 7) Pengontrolan diet harian telah dilakukan terhadap subjek seperti tidak mengonsumsi pangan tinggi kadar polifenol, suplemen antioksidan, dan obat-obatan fitofarmaka, namun pada hasil data food record, ada beberapa subjek yang tidak patuh, sehingga ada kemungkinan efek berasal dari pangan selain takokak; 8) Masih banyaknya faktor perancu yang ditemukan pada penelitian ini seperti penggunaan bumbu masakan, asupan lemak, serta asupan Cu Zn Mn.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Takokak masak yang diintervensikan sebanyak ±160 gram mengandung energi ±150 kkal, protein 4–5 gram, lemak 4–5 gram, karbohidrat 20–23 gram, total fenol ±550 mg GAE, dan aktivitas antioksidan ±72 mg AEAC. Subjek diketahui memang kurang mengonsumsi pangan tinggi kadar polifenol dalam kesehariannya. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa efek intervensi takokak (Solanum torvum) selama satu minggu cenderung meningkatkan kadar SOD eritrosit (sebagai biomarker antioksidan) lebih besar dibandingkan kelompok kontrol, namun tidak signifikan secara statistik antar-kelompok. Hasil analisis beda intra-kelompok terhadap kadar SOD eritrosit sebelum dan setelah intervensi juga tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok perlakuan. Intervensi takokak selama satu minggu dapat menurunkan kadar 8isoprostan serum sebagai biomarker peroksidasi lipid pada kelompok takokak namun penurunannya tidak signifikan secara statistik. Sebaliknya, kadar 8isoprostan meningkat pada kelompok kontrol dan peningkatannya signifikan. Hasil analisis beda terhadap perubahan kadar 8-isoprostan serum antar-kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penelitian ini dapat menjawab salah satu hipotesis penelitian yaitu intervensi takokak menurunkan kadar 8-isoprostan serum dibandingkan kontrol. Hal ini berarti bahwa intervensi takokak dapat memperbaiki kondisi stres oksidatif. Saran Saran untuk penelitian ke depan, peneliti menyarankan penggunaan takokak dalam bentuk ekstrak atau modifikasinya seperti dibuat dalam kapsul atau makanan/ minuman ringan. Peneliti juga menyarankan penelitian yang menyertakan subjek dengan penyakit-penyakit klinis tidak menular yang berhubungan dengan stres oksidatif, seperti penyakit kardiovaskular, kanker, atau diabetes mellitus. Penelitian lanjut perlu memiliki kekuatan penelitian lebih besar melalui penggunaan metode penelitian klinis yang berbeda, blinding (penyamaran), ukuran sampel lebih besar, inklusi kedua jenis kelamin, pengontrolan diet atau asupan yang lebih baik, meminimalisir faktor perancu, serta durasi run-in/ washout dan intervensi yang lebih lama.
48
DAFTAR PUSTAKA Aldini G, Yeum KJ, Niki E, Russell RM. 2010. Biomarkers for Antioxidant Defense and Oxidative Damage: Principles and Practical Applications. USA: Blackwell Publishing. Andarwulan N, Dewi K, Riza AA, Hardianzah R, Anna VR, Bradley WB. 2012. Polyphenols, carotenoids, and ascorbic acid in underutilized medicinal vegetables. Journal of Functional Foods, 4: 339-347. Andarwulan N, Wijaya CH, dan Cahyono DT. 1996. Aktivitas antioksidan dari daun sirih (Piper betle L.). Buletin Teknologi dan Industri Pangan 7(1): 29-37. Andarwulan N, Faradilla RHF. 2012. Senyawa Fenolik pada Beberapa Sayuran Indigenous dari Indonesia. Bogor: SEAFAST Center IPB. Annuzzi et al. 2014. Diets naturally rich in polyphenols improve fasting and postprandial dyslipidemia and reduce oxidative stress: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr, 99: 463–71. Ari-Agung IGA, Suryadhi NT, Mantik NA, Suter IK, Partama IBG. 2013. Combination of tempeh and carrot prevent atherosclerosis wistar rat: indicated by increase of HDL and total antioxidant, decrease LDL, F2isoprostan, and IL-6. Indonesian Journal of Biomedical Sciences, Vol 7 (1): 30-36. Arts IC, Hollman PC. 2005. Polyphenols and disease risk in epidemiologic studies. Am J Clin Nutr, 81:317S–25S. Azeez L, Adeoye MD, Majolagbe TA, Lawal AT, Badiru R. 2012. Antioxidant activity and phytochemical contents of some selected Nigerian fruits and vegetables. American Journal of Chemistry, 4:209-213. Babu PVA, Sabitha KE, Shyamaladevi CS. 2006. Therapeutic effect of green tea extract on oxidative stress in aorta and heart of streptozotocin diabetic rats. Chem-Biol Interact 162:114-20. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Bell JRC, Donovan JL, Wong R, Waterhouse AL, German JB, Walzem RL, Kasim-Karakas SE. 2000. (+)-Catechin in human plasma after ingestion of a single serving of reconstituted red wine. Am J Clin Nutr 71:103–8. Block G, Dietrich M, Norkus EP, Morrow JD, Hudes M, Caan B, Packer L. 2002. Factors associated with oxidative stress in human populations. American Journal of Epidemiology Vol. 156, No. 3. Caccetta RA, Croft KD, Beilin LJ, Puddey IB. 2000. Ingestion of red wine significantly increases plasma phenolic acid concentrations but does not acutely affect ex vivo lipoprotein oxidizability. Am J Clin Nutr 71: 67–74.
49 Camps J, Heredia AG, Aguilera AH, Joven J. 2016. Paraoxonases, mitochondrial dysfunction and non-communicable diseases. Chemico-Biological Interactions, doi: 10.1016/j.cbi.2016.04.005. Candrawati Susiana. 2013. Pengaruh aktivitas fisik terhadap stres oksidatif. Mandala of Health. Volume 6, Nomor 1, Januari 2013. Charles DJ. 2012. Antioxidant Properties of Spices, Herbs, and Other Sources. New York: Springer. Choi HD, Kim JH, Chang MJ, Youn YK, Shin WG. 2011. Effects of astaxanthin on oxidative stress in overweight and obese adults. Phytother. Res. 25: 1813–1818 (2011) doi: 10.1002/ptr.3494. Chow SC, Shao J, Wang H. 2008. Sample Size Calculations in Clinical Research 2nd ed. USA: CRC Press. Desideri G, De Simone M, Iughetti L, Rosato T, Iezzi ML, Marinucci MC, Cofini V, Croce G, Passaqcuale G, Necozione S, Feeri C. 2005. Early activation of vascular endothelial cells and platelets in obese children. J Clin Endocrinol Metab 90: 3145–3152. Devasagayam TPA, Tilak JC, Boloor KK, Sane KS, Ghaskadbi SS, Lele RD. 2004. Free radicals and antioxidants in human health: current status and future prospects. J Assoc Physicians India. 52:794-804. Diana R, Yuliana I, Yasmin G, Hardinsyah. 2008. Faktor Risiko Kegemukan pada Wanita Dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, 8(1): 1–8. Eleazu CO, Awa E, Chukwuma SC. 2012. Comparative study of the phytochemical composition of the leaves of five Nigerian medicinal plants. E3 Journal of Biotechnology and Pharmaceutical Research 3:42-46. Farines V, Monje MC, Telo JP, Hnawia E, Sauvain M, Nepveu F. 2004. Polyphenols as superoxide dismutase modulators and ligands for estrogen receptors. Analytica Chimica Acta 513: 103–111. Gandhi GR, Ignacimuthu S, Paulraj MG. 2011. Solanum torvum Swartz. fruit containing phenolic compounds shows antidiabetic and antioxidant effects in streptozotocin induced diabetic rats. Food and Chemical Toxicology 49: 2725–2733. Halliwell B & Gutteridge JMC. 2015. Free Radical in Biology and Medicine 5th edition–Cellular Response to Oxidative Stress: Adaptation, Damage Repair, Senescence and Death. London: Oxford University Press hal. 199210. Issa AY, Volate SR, Wargovich MJ. 2006. The role of phytochemicals in inhibition of cancer and inflammation: New directions and perspectives. Journal of Food Composition and Analysis, 19:405–419. Kadiiska MB, Gladen BC, Baird DD, Germolec D, Graham LB, et al. 2005. Biomarkers of oxidative stress study II: are oxidation products of lipids, proteins, and DNA markers of CCl4 poisoning? Free Radic Biol MedI, 38: 698–710.
50 Kamble S, Mohan M, Kasture S. 2005. Protective effect of Solanum torvum on doxorubicin-induced cardiactoxicity in rats. Pharmacologyonline, 2: 11921204. Keaney JF Jr, Larson MG, Vasan RS, Wilson PWF, Lipinska I, Corey D, Massaro JM, Sutherland P, Vita JA, Benjamin EJ. 2003. Obesity and systemic oxidative stress: clinical correlates of oxidative stress in the Framingham Study. Arterioscler Thromb Vasc Biol 23: 434–439. Khan I, Yousif AM, Johnson SK, and Gamlath S. 2015. Acute effect of sorghum flour-containing pasta on plasma total polyphenols, antioxidant capacity and oxidative stress markers in healthy subjects: A randomised controlled trial. Journal of Clinical Nutrition, 34: (3) 415–421. Khansari N, Shakiba Y, Mahmoudi M. 2009. Chronic inflammation and oxidative stress as a major cause of age-related diseases and cancer. Recent patents on inflammation & allergy drug discovery, 3:73-80 73. Kusirisin W, Jaikang C, Chaiyasut C, Narongchai P. 2009. Effect of polyphenolic compounds from Solanum torvum on plasma lipid peroxidation, superoxide anion and cytochrome p450 2E1 in human liver microsomes. Medicinal Chemistry, 5: 583-588. Kusuma RA. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak buah takokak (Solanum torvum Swartz.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Larson RA. 1988. The Antioxidants of Higher Plants. Phytochemical. 27: 969. Li N, Jia X, Chen C-YO, Blumberg JB, Song Y, Zhang W, Zhang X, Ma G, Chen J. 2007. Almond consumption reduces oxidative DNA damage and lipid peroxidation in male smokers. J Nutr 137:2717-22. Loganayaki N, Siddhuraju P, Manian S. 2010. Antioxidant activity of two traditional Indian vegetables: Solanum nigrum L. and Solanum torvum L. Food Sci. Biotechnol. 19(1): 121-127. Lieberman M & Marks AD. 2009. Mark’s Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Mahmood U, Shukla YN, Thakur RS. 1983. Non-alkaloidal constituents from Solanum torvum leaves. Phytochem. 22:167-169. Makahleh A, Saad B, Bari MF. 2015. Synthetic Phenolics as Antioxidants for Food Preservation. Handbook of Antioxidants for Food Preservation, editor Fereidoon Shahidi. UK: Elsevier. Matsui Y, Nakamura S, Kondou N, Takasu Y, Ochiai R, Masukawa Y. 2007. Liquid chromatography-electrospray ionization-tandem mass spectrometry for simultaneous analysis of chlorogenic acids and their metabolites in human plasma. Journal of Chromatography B, 858: 96–105. Milbury PE, Richer AC. 2008. Understanding the Antioxidant Controversy: Scrutinizing the “Fountain of Youth”. London: PRAEGER.
51 Montuschi P, Corradi M, Ciabattoni G, Nightingale J, Kharitonov SA, Barnes PJ. 1999. Increased 8-isoprostane, a marker of oxidative stress, in exhaled condensate of asthma patients. Am J Respir Crit Care Med, 160:216–220. Moukette BM, Pieme CA, Njimou JR, Biapa CPN, Marco B, Ngogang JY. 2015. In vitro antioxidant properties, free radicals scavenging activities of extracts and polyphenol composition of a non-timber forest product used as spice: Monodora myristica. Biological Research, 48:15. Nielsen F, Mikkelsen BB, Nielsen JB, Andersen HR, Grandjean P. 1997. Plasma malondialdehyde as biomarker for oxidative stress: reference interval and effects of life-style factors. Clinical Chemistry 43:7 1209–1214. Nielsen SE, Young JF, Daneshvar B, Laudrisen ST, Knuthsen P, Sandstrom B, Dragsted LO. 1999. Effect of parsley (Petroselinum crispum) intake on urinary apigenin excretion, blood antioxidant enzymes and biomarkers for oxidative stress in human subjects. British Journal of Nutrition, 81: 447– 455. Nithiyanantham S. 2012. Differential Effects of Processing Methods on Total Phenolic Content, Antioxidant and Antimicrobial Activities of Three Species of Solanum. Journal of Food and Drug Analysis, Vol. 20, No. 4, 2012, Pages 844-854 Papas AM. 1999. Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health. USA: CRC Press. Percival M. 1998. Antioxidants. Clinical Nutrition Insights. Advanced nutrition publications. nut031. Pratiwi FD. 2012. Pelestarian pemanfaatan buah takokak (Solanum torvum Swartz) di Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prior RL, Wu X, Schaich K. 2005. Standardized methods for the determination of antioxidant capacity and phenolics in foods and dietary supplements. J Agric Food Chem 53, 4290-4302. Rahman N, Marliyati SA, Damanik MRM, Anwar F. 2013. Antioxidant activity and total phenol content of ethanol extract takokak fruit (Solanum torvum). Pakistan Journal of Nutrition 12 (11): 973-977. Rahman N, Marliyati SA, Damanik MRM, Anwar F. 2015. Anti-inflammatory potential of takokak (Solanum torvum) ethanol extract in rats exposed to 7,12-dimethylbenz[a]anthracene (dmba). Journal of Biomedicine and Translational Research 01: 7 – 15. Rahmat H. 2009. Identifikasi senyawa flavonoid pada sayuran indigenous Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ramamurthy CH, Kumar MS, Suyavaran SA, Mareeswaran R, Thirunavukkarasu C. Evaluation of antioxidant, radical scavenging activity and polyphenolics profile in Solanum torvum L. fruits. Journal of Food Science, Vol. 77 No. 8: C907-C913.
52 Randox Laboratories. 2009. RanSOD Superoxide Dismutase Manual. United Kingdom http://www.randox.com [diakses 10 Mei 2016]. Rani V, Deep G, Singh RK, Palle K, Yadav UCS. 2016. Oxidative stress and metabolic disorders: pathogenesis and therapeutic strategies. Life Sciences, doi: 10.1016/j.lfs.2016.02.002. Rimbach G, Boesch-Saadatmandi C, Frank J, Fuchs D, Wenzel U, Daniel H, Hall WL, Weinberg PD. 2008. Dietary isoflavones in the prevention of cardiovascular disease – a molecular perspective. Food Chem Toxicol., 46(4):1308-19. Rodrigo R. 2009. Oxidative Stress and Antioxidants: Their Role in Human Disease. New York: Nova Science Publishers, Inc. Sanchez AF, Santillan EM, Bautista M, Soto JE, Gonzalez AM, Chirino CE, Montiel ID, Rivera GS, Vega CV, Gonzalez JAM. 2011. Inflammation, oxidative stress, and obesity. Int. J. Mol. Sci. 2011, 12, 3117-3132; doi:10.3390/ijms12053117. Sánchez M, Galisteo M, Vera R, Villar IC, Zarzuelo A, Tamargo J, PérezVizcaíno F, Duarte J. 2006. Quercetin down regulates NADPH oxidase, increases eNOS activity and prevents endothelial dysfunction in spontaneously hypertensive rats. J. Hypertens., 24:75–84. Sapkale GN, Patil SM, Patil MB, Gazi S. 2009. Diuretic activity of fruit Solanum torvum (Swartz.). International Journal of Chemical Sciences 7(4): 28012805. Sastroasmoro S, Ismael S. 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto. Serafini M, Maiani G, Ferro-Luzzi A. 1998. Alcohol-free red wine enhances plasma antioxidant capacity in humans. J. Nutr., 128: 1003–1007. Sharma OP dan Bhat TK. 2009. DPPH antioxidant assay revisited. Food Chemistry 113: 1202-1205. Shahrzad S, Aoyagi K, Winter A, Koyama A, Bitsch I. 2001. Pharmacokinetics of gallic acid and its relative bioavailability from tea in healthy humans. Journal of Nutrition 1207: 01. Sinaiko AR, Steinberger J, Moran A, Prineas RJ, Veesby B, Basu S, Tracy R, Jacobs DR. 2005. Relation of body mass index and insulin resistance to cardiovascular risk factors, inflammatory factors, and oxidative stress during adolescence. Circulation 111: 1985–1991. Sirait N. 2009. Terong cepoka (Solanum torvum) herba yang berkhasiat sebagai obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 15(1):10-12. Stevanie, Fidrianny I, dan Elfahmi. 2007. Telaah kandungan kimia ekstrak nheksana buah takokak (Solanum torvum Swartz.) [skripsi]. Bandung: Sekolah Farmasi ITB. Sulistyowati Y. 2006. Pengaruh pemberian likopen terhadap status antioksidan (vitamin C, vitamin E, dan gluthathion peroksidase) tikus (Rattus
53 norvegicus galur Sprague Dawley) hiperkolesterolemik [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro. Ulbricht TL, Southgate DA. 1991. Coronary heart disease: seven dietary factors. Lancet 338: 985–992. Utari DM. 2011. Efek intervensi tempe terhadap profil lipid, superoksida dismutase, LDL teroksidasi dan malondialdehyde pada wanita menopause [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Vincent HK, Bourguignon CM, Vincent KR, Weltman AL, Bryant M, Taylor AG. Antioxidant Supplementation Lowers Exercise-Induced Oxidative Stress in Young Overweight Adults. Obesity Vol. 14 No. 12. Vincent HK, Innes KE, Vincent KR. 2007. Oxidative stress and potential interventions to reduce oxidative stress in overweight and obesity. Diabetes, Obesity and Metabolism, 9, 813–839. Waghulde H, Kamble P, Patankar P, Jaiswal B, Pattanyak S, Bhagat C, Mohan M. 2011. Antioxidant activity, phenol and flavonoid contents of seeds of Punica granatum (punicaceae) and Solanum torvum (solanaceae). Pharmacologyonline, 1: 193-202. Wang Z, Ciabattoni G, Créminon C, Lawson J, Fitzgerald GA, Patrono C, Maclouf J. 1995. Immunological characterization of urinary 8-epiprostaglandin F2α excretion in man. J Pharmacol Exp Ther: 275 94-100. Wang Z, Ciabattoni G, Créminon C, Lawson J, Fitzgerald GA, Patrono C, Maclouf J. 1995. Immunological characterization of urinary 8-epiprostaglandin F2α excretion in man. J Pharmacol Exp Ther: 275 94-100. Wetwitayaklung P, Phaechamud T. 2011. Antioxidant activities and phenolic content of Solamun and Capsicum sp. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. Volume 2 (2): 146154. Wiczkowski W, Romaszko J, Bucinski A, Szawara-Nowak D, Honke J, Zielinski H, Piskula MK. 2008. Quercetin from shallots (Allium cepa L. var. aggregatum) is more bioavailable than its glucosides. J. Nutr. 138: 885– 888. [WHO] World Health Organization and [FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. Vitamin and Mineral Requirements in Human Nutrition. United Nations: WHO Publications. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Young JF, Nielsen SE, Haraldsdottir J, Daneshvar B, Laudrisen ST, Knuthsen P, Crozier A, Sandstrom B, Dragsted LO. 1999. Effect of fruit juice intake on urinary quercetin excretion and biomarkers of antioxidative status. Am J Clin Nutr, 69: 87–94. Zelko IN, Mariani TJ, and Folz RJ. 2002. Superoxide dismutase multigene family: a comparison of the Cu/Zn-SOD (SOD1), Mn-SOD (SOD2), and EC-
54 SOD (SOD3) gene structures, evolution, and expression. Free Radic. Biol. Med., 33: 337–49 . Zicha J, Dobesova Z, Kunes J. 2001. Relative deficiency of nitric oxide-dependent vasodilation in salt- hypertensive Dahl rats: the possible role of superoxide anions. J. Hypertens., 19: 247–254. Zuhud EAM, Siswoyo, Sandra E, Hikmat A, Adhiyanto E. 2003. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wanajaya.
LAMPIRAN
55 Lampiran 1 Persetujuan etik
56 Lampiran 2 Daftar pangan tinggi kadar polifenol Sayuran
Buah-
Bumbu/
buahan
Rempah
Kacang-kacangan
Tomat1,5
Anggur1,5,6
Bawang-
Paprika1
Stroberi1,5,6
bawangan5 Kacang merah1
Kentang3,5
Bit1
Kunyit1
Kacang kedelai1 dan Kopi5
Labu siam3
Delima1,2
Jahe4
olahannya
Brokoli5
Mangga2
Kemangi6
tahu5, oncom1, susu Minyak zaitun4
Tauge1
Durian2
Terong6
Buah naga2
Sayuran
Apel5
berdaun
Jeruk5,6
hijau4
Pir5
Sumber:
Kacang hijau5
Lainnya
kedelai5)
Coklat1,5 Teh1,5
(tempe5, Beras merah1 Ubi jalar6
1
Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
2
Puspaningtyas DE. 2013. The Miracles of Fruits. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
3
Rizki F. 2013. The Miracles of Vegetables. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
4
Muchtadi D. 2004. Komponen bioaktif dalam pangan fungsional. Majalah Gizi Medik Indonesia Vol. 3 No. 7 Januari 2004.
5
Manach C, Scalbert A, Morand C, Rèmèsy C, Jimènez L. 2004. Polyphenols: food sources and bioavailability. Am J Clin Nutr; 79:727–47.
6
Intan N. 2015. http://nirwana-nusantara.blogspot.co.id/2015/05/8makanan-yang-mengandung-polifenol.html.
57 Lampiran 3 Analisis statistik uji beda kandungan gizi, total fenol, aktivitas antioksidan takokak per 100 gram ANOVA Sum of squares Kadar air
Between groups
.192
3
96.719
5
Between groups
.130
2
.065
Within groups
.000
3
.000
Total
.130
5
1.514
Total
Kadar lemak
Between groups Within groups
Kadar karbohidrat Between groups Total
Total fenol
.757 4.541E4
.000
.000
5
74.476
2
.205
3
37.238 545.080
5
.478
2
.239
Within groups
.019
3
.006
Total
.497
5
103126.764
2
4.743
3
103131.507
5
152.253
2
76.127
10.725
3
3.575
162.978
5
Between groups Within groups Total
.000
.068
74.681
Total Aktivitas antioksidan
2 3
Within groups
.000
.064
Between groups
Between groups
Sig.
.007
.000
Within groups
F
48.263 753.329
38.072
1.514
Total
Kadar abu
Mean square 2
Within groups Kadar protein
df
96.527
38.072
.007
51563.382 3.261E4
.000
1.581 21.295
.017
Lampiran 4 Analisis statistik lanjutan uji Bonferroni kandungan gizi, total fenol, aktivitas antioksidan takokak per 100 gram Multiple Comparisons Bonferroni
Dependent variable
Mean (i) Jenis (j) Jenis difference takokak takokak (i-j)
Kadar air
Mentah
Std. error
Sig.
Lower bound
Upper bound
Masak santan
-8.85000* .25311
.000
-10.0793
-7.6207
Masak santan
-8.12000* .25311
.000
-9.3493
-6.8907
8.85000* .25311
.000
7.6207
10.0793
.73000 .25311
.190
-.4993
1.9593
8.12000* .25311
.000
6.8907
9.3493
-.73000 .25311
.190
-1.9593
.4993
tanpa
Masak santan Mentah Masak santan Masak santan
95% Confidence interval
tanpa
tanpa Mentah Masak santan
58 Kadar lemak
Mentah
.22500* .00408
.000
.2052
.2448
1.16000* .00408
.000
1.1402
1.1798
-.22500* .00408
.000
-.2448
-.2052
.93500* .00408
.000
.9152
.9548
-1.16000* .00408
.000
-1.1798
-1.1402
-.93500
*
.00408
.000
-.9548
-.9152
Masak santan
8.11000
*
.26137
.000
6.8406
9.3794
Masak santan
6.61000* .26137
.000
5.3406
7.8794
-8.11000* .26137
.000
-9.3794
-6.8406
-1.50000* .26137
.032
-2.7694
-.2306
-6.61000* .26137
.000
-7.8794
-5.3406
Masak santan
1.50000* .26137
.032
.2306
2.7694
Masak santan
.55500
*
.07927
.018
.1700
.9400
Masak santan
.63500* .07927
.012
.2500
1.0200
-.55500* .07927
.018
-.9400
-.1700
.08000 .07927
1.000
-.3050
.4650
-.63500* .07927
.012
-1.0200
-.2500
Masak santan
-.08000 .07927
1.000
-.4650
.3050
Masak santan
1.25740 255.45000*
.000 -261.5568 -249.3432
Masak santan
1.25740 296.26000*
.000 -302.3668 -290.1532
255.45000* 1.25740
.000 249.3432 261.5568
-40.81000* 1.25740
.000
296.26000* 1.25740
.000 290.1532 302.3668
Masak santan Masak santan
tanpa
Masak santan Mentah Masak santan Masak santan Kadar karbohidrat
Mentah
tanpa
tanpa Mentah Masak santan tanpa
Masak santan Mentah Masak santan Masak santan Kadar abu
Mentah
tanpa
tanpa Mentah
tanpa
Masak santan Mentah Masak santan Masak santan Total fenol
Mentah
tanpa
tanpa Mentah
tanpa
Masak santan Mentah Masak santan Masak santan Aktivitas antioksidan
Mentah
tanpa
tanpa Mentah Masak santan
-34.7032
40.81000 1.25740
.000
34.7032
46.9168
Masak santan -10.30500* 1.89074
.036
-19.4877
-1.1223
Masak santan
-11.03000* 1.89074
.030
-20.2127
-1.8473
10.30500* 1.89074
.036
1.1223
19.4877
-.72500 1.89074
1.000
-9.9077
8.4577
11.03000* 1.89074
.030
1.8473
20.2127
.72500 1.89074
1.000
-8.4577
9.9077
tanpa
Masak santan Mentah Masak santan Masak santan
*
-46.9168
tanpa
tanpa Mentah Masak santan
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
59 Lampiran 5 Analisis statistik uji beda asupan energi dan zat gizi subjek antar periode intervensi ANOVA Sum of squares df Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Between groups
97725.973
3
32575.324
Within groups
6977445.937
60
116290.766
Total
7075171.910
63
318.282
3
106.094
Within groups
24773.227
60
412.887
Total
25091.509
63
Between groups
Between groups
265.518
3
88.506
Within groups
27583.541
60
459.726
Total
27849.059
63
4048.952
3
1349.651
Within groups
184145.332
60
3069.089
Total
188194.284
63
.481
3
.160
Within groups
15.934
60
.266
Total
16.414
63
5.558
3
1.853
Within groups
360.297
60
6.005
Total
365.855
63
Between groups
Tembaga (Cu) Between groups
Seng (Zn)
Mangan (Mn)
Persen energi
Between groups
Between groups
1.455
3
.485
Within groups
37.882
60
.631
Total
39.337
63
206.211
3
68.737
Within groups
14919.029
60
248.650
Total
15125.239
63
1011.296
3
337.099
Within groups
76871.341
60
1281.189
Total
77882.638
63
780.648
3
260.216
Within groups
78339.416
60
1305.657
Total
79120.064
63
395.432
3
131.811
Within groups
18237.625
60
303.960
Total
18633.057
63
5935.942
3
1978.647
Within groups
196715.988
60
3278.600
Total
202651.929
63
555.797
3
185.266
Within groups
36029.688
60
600.495
Total
36585.484
63
Between groups
Persen protein Between groups
Persen lemak
Persen karbohidrat Persen Cu
Persen Zn
Mean square
Between groups
Between groups
Between groups
Between groups
F
Sig. .280
.840
.257
.856
.193
.901
.440
.725
.603
.615
.309
.819
.768
.516
.276
.842
.263
.852
.199
.896
.434
.730
.604
.615
.309
.819
60 Persen Mn
Between groups
4493.682
3
1497.894
Within groups
116934.227
60
1948.904
Total
121427.909
63
.769
.516
Lampiran 6 Analisis statistik uji beda asupan energi dan zat gizi subjek antar kelompok intervensi Independent Samples Test Levene's test for equality of variances T-test for equality of means
F Energi
Equal variances assumed
3.003
Equal variances not assumed Protein
Equal variances assumed
10.148
Equal variances not assumed Lemak
Equal variances assumed
.159
Equal variances not assumed Karbohidrat Equal variances assumed
4.816
Equal variances not assumed Tembaga (Cu)
Equal variances assumed
.764
Equal variances not assumed Seng (Zn)
Equal variances assumed
3.568
Sig.
t
.088 .663
df
95% Confidence interval of the Sig. (2Mean Std. error difference tailed) difference difference Lower Upper
62
.510
55.822
84.154 -112.4 224.044
.663 57.859
.510
55.822
84.154 -112.6 224.284
62
.661
2.2094
5.0215 -7.828 12.2471
.440 56.209
.662
2.2094
5.0215 -7.849 12.2678
62
.271
5.8250
5.2466 -4.662 16.3127
1.110 60.966
.271
5.8250
5.2466 -4.666 16.3163
62
.968
-.5469
13.7734 -28.07 26.9858
-.040 56.929
.968
-.5469
13.7734 -28.12 27.0347
62
.698
-.0500
.1285 -.3068
.2068
-.389 39.288
.699
-.0500
.1285 -.3098
.2098
.475
.4344
.002 .440
.692 1.110
.032 -.040
.386 -.389
.064 .718
62
.6048 -.7746 1.6433
61 Equal variances not assumed Mangan (Mn)
Equal variances assumed
.718 58.413
5.154
Equal variances not assumed Persen energi
Equal variances assumed
2.783
Equal variances not assumed Persen protein
Equal variances assumed
9.919
Equal variances not assumed Persen lemak
Equal variances assumed
.311
Equal variances not assumed Persen Equal karbohidrat variances assumed
4.668
Equal variances not assumed Persen Cu
Equal variances assumed
.764
Equal variances not assumed Persen Zn
Equal variances assumed
3.568
Equal variances not assumed Persen Mn Equal variances assumed Equal variances not assumed
5.155
.475
.4344
.6048 -.7760 1.6448
62
.963
.0094
.1991 -.3887
.4074
.047 56.690
.963
.0094
.1991 -.3894
.4082
62
.511
2.5750
3.8911 -5.203 10.3531
.662 57.842
.511
2.5750
3.8911 -5.214 10.3642
62
.664
3.8562
8.8471 -13.82 21.5413
.436 56.401
.665
3.8562
8.8471 -13.86 21.5763
62
.299
9.2813
8.8526 -8.414 26.9774
1.048 60.831
.299
9.2813
8.8526 -8.421 26.9841
62
.966
-.1875
4.3339 -8.850 8.4759
-.043 57.082
.966
-.1875
4.3339 -8.865 8.4907
62
.698
-5.5562
14.2754 -34.09 22.9800
-.389 39.284
.699
-5.5562
14.2754 -34.42 23.3119
62
.475
4.3438
6.0478 -7.745 16.4332
.718 58.413
.475
4.3438
6.0478 -7.760 16.4480
62
.961
.5375
11.0636 -21.57 22.6533
.049 56.686
.961
.5375
11.0636 -21.61 22.6946
.027 .047
.100 .662
.003 .436
.579 1.048
.035 -.043
.385 -.389
.064 .718
.027 .049
62 Lampiran 7 Analisis statistik uji beda parameter biokimia darah antar-kelompok
SOD 8-Isoprostan
Group Statistics Rata-rata
Kelompok
N
Sd
Std. error mean
Kontrol
8
5.8
54.6
19.3
Takokak
8
24.8
86.5
30.6
Kontrol
8
46.4
53.2
18.8
Takokak
8
-23.3
57.1
20.2
Independent Samples Test Levene's test for equality T-test for equality of means of variances
F
SOD
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Equal variances assumed 8Isoprostan Equal variances not assumed
Sig.
3.416 .086
t
.527
df
95% Confidence Sig. Mean Std. error interval of the (2difference difference difference tailed) Lower Upper
14
.607
-19.0
36.2
-96.6
58.5
11.8 .527
.608
-19.0
36.2
-98.0
59.9
14
.024
69.7
27.6
10.5 128.9
2.5 13.9
.024
69.7
27.6
10.4 128.9
.459 .509 2.5
63 Lampiran 8 Analisis statistik uji beda parameter biokimia darah intra-kelompok
Pair 1 Pair 2 Pair 1 Pair 2
Rata-rata 77.0 82.8 89.8 114.6 301.3 347.7 329.5 306.2
Pre SOD kontrol Post SOD kontrol Pre SOD takokak Post SOD takokak Pre 8-isoprostan kontrol Post 8-isoprostan kontrol Pre 8-isoprostan takokak Post 8-isoprostan takokak
N 8 8 8 8 8 8 8 8
Sd 35.1 30.5 42.6 53.0 39.4 43.8 61.9 32.1
Std. Error Mean 12.4 10.8 15.1 18.7 13.9 15.5 21.9 11.3
Paired Samples Test Paired Differences Ratarata
Sd
Std. error mean
95% Confidence interval of the difference Lower
t
Sig. (2tailed)
df
Upper
Pair 1
Pre SOD kontrol Post SOD kontrol
-5.8
54.6
19.3
-51.4
39.9
-0.3
7
0.773
Pair 2
Pre SOD takokak Post SOD takokak
-24.8
86.5
30.6
-97.2
47.5
-0.8
7
0.444
Pair 1
Pre 8-iso kontrol -4.63E1 Post 8-iso kontrol
53.2
18.8
-90.9
-1.9
-2.5
7
.043
Pair 2
Pre 8-iso takokak 2.32E1 Post 8-iso takokak
57.1
20.2
-24.4
71.0
1.2
7
.286
64 Lampiran 9 Kurva standar SOD Konsentrasi (U/ml) 0 0.24 0.723 1.45 2.89 5.79
Standar St01 St02 St03 St04 St05 St06
OD values 0.376 0.305 0.213 0.177 0.132 0.103
Standard Curve 0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1 0.1
1
10
Concentration y = ( (A - D)/(1 + (x/C)^B ) ) + D: STD#1 (Standards: Concentration vs Mean OD Val...
A 0.377
B 1.038
C 0.685
D 0.075
Lampiran 10 Pengukuran kadar SOD sampel A
0.377
B
1.038
C
0.685
D
0.075
Rumus
y= ((A-D)/(1+(x/C)^B
Blank Blank 1 Blank 2 Blank 3
Wells A1 B7 C1
OD values 0.205 0.173 0.068
R^2 0.997
65 Sampel D1 E1 F1 G1 H1 A2 B2 C2 D2 E2 F2 G2 H2 A3 B3 C3 D3 E3 F3 G3 H3 A4 B4 C4 D4 E4 F4 G4 H4 A5 B5 C5
OD values 0.187 0.243 0.214 0.186 0.183 0.243 0.205 0.242 0.271 0.227 0.255 0.244 0.226 0.257 0.241 0.248 0.272 0.265 0.247 0.296 0.256 0.229 0.264 0.226 0.199 0.256 0.223 0.176 0.192 0.179 0.196 0.172
SOD activity 89.78 48.91 70.07 90.51 92.70 48.91 76.64 49.64 28.47 60.58 40.15 48.18 61.31 38.69 50.36 45.26 27.74 32.85 45.99 10.22 39.42 59.12 33.58 61.31 81.02 39.42 63.50 97.81 86.13 95.62 83.21 100.73
Konsentrasi 1.1621 0.5464 0.8033 1.1787 1.2305 0.5464 0.9063 0.5537 0.3705 0.6760 0.4643 0.5391 0.6850 0.4516 0.5612 0.5108 0.3651 0.4038 0.5177 0.2511 0.4579 0.6583 0.4096 0.6850 0.9833 0.4579 0.7128 1.3632 1.0831 1.3041 1.0247 1.4477
FP
125
Kadar SOD 145.26 68.30 100.41 147.34 153.81 68.30 113.29 69.22 46.31 84.50 58.03 67.39 85.63 56.46 70.15 63.85 45.64 50.47 64.72 31.38 57.24 82.29 51.19 85.63 122.91 57.24 89.10 170.40 135.39 163.02 128.08 180.96
Normal Ranges 164-240 U/ml
Lampiran 11 Contoh perhitungan kadar SOD eritrosit subjek (sampel D1) SOD Activity = (Ablanko1 – Ablanko3) – (Asampel – Ablanko2) x 100 (inhibition rate %) (Ablanko1 – Ablanko3) = (0.205 – 0.068) – (0.187 – 0.173) x 100 (0.205 – 0.068) = 89.78 % Konsentrasi (x) = (((A–D)/(y–D)) –1) x C = (((0.377 – 0.075)/(0.187–0.075)) –1) x 0.685 = 1.1621 Kadar SOD (U/ml) = Konsentrasi x fp = 1.1621 x 125 = 145.26
66 Lampiran 12 Kurva standar 8-isoprostan
Standar St01 St02 St03 St05 St06
Konsentrasi (pg/ml) 0 125 375 2500 5000
OD values 2.580 2.089 1.419 0.530 0.367
Standard Curve 10
1
0.1 100
1000
10000
Concentration Log(y) = A + B * Log(x): STD#1 (Standards: Concentration vs Mean OD Val...
A 1.351
B -0.48
R^2 0.994
67 Lampiran 13 Pengukuran kadar 8-isoprostan sampel Sampel C7 C8 C9 C10 C11 C12 D7 D8 D9 D10 D11 D12 E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9
OD Values 2.066 1.317 1.533 1.449 1.282 1.436 1.486 1.354 1.325 1.273 1.381 1.327 1.572 1.486 1.210 1.369 1.516 1.400 1.518 1.481 1.424 1.339 1.426 1.317 1.424 1.440 1.425 1.240 1.381 1.454 1.447 1.433 1.373 1.402 1.521 1.545 1.589 1.413 1.571 1.584 1.577 1.352 1.343 1.334 1.243
Kadar 8-Isoprostan 144.533 369.549 269.250 302.819 390.897 308.562 287.310 348.806 364.913 396.681 334.738 363.767 255.510 287.310 440.961 340.885 275.583 325.336 274.827 289.336 314.009 357.003 313.091 369.549 314.009 306.778 313.549 419.010 334.738 300.651 303.692 309.911 338.818 324.370 273.698 264.908 249.843 319.127 255.849 251.491 253.824 349.883 354.789 359.798 416.904
68 Lampiran 14 Dokumentasi penelitian
Pohon takokak
Proses pemasakan takokak
Takokak petik
Takokak masak (Semur)
Pencucian takokak
Pengemasan takokak matang
69
Lampiran 14 Dokumentasi penelitian (lanjutan)
Eritrosit untuk analisis kadar SOD
Pereaksi 8-isoprostan
Serum untuk analisis 8-isoprostan Proses analisis 8-isoprostan
Pereaksi SOD Microplate reader
Proses analisis SOD
70 Lampiran 15 Perhitungan dosis takokak Dosis ekstrak takokak yang terbaik adalah dosis 800 mg/kg BB pada tikus putih (Rahman et al. 2015). Dosis untuk tikus 200 g (200 / 1000) x 800 mg = 160 mg/ tikus 200 g Faktor konversi dosis tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56.0 (Laurence 2008) Rata-rata berat badan (BB) subjek = 63 kg Dosis takokak untuk manusia 70 kg 160 mg x 56.0 = 8960 mg = 8.96 gram Dosis takokak untuk manusia 63 kg (63 kg / 70 kg) x 8960 mg = 8064 mg = 8.06 g Rendemen ekstrak etanol 70% buah segar umur cukup = 5.1% (Rahman 2014). (5.1/100)*50 gram = 2.55 gram (8.06/2.55)*50 gram = 158.1 gram = 158 gram takokak mentah Kadar fenol ekstrak buah takokak segar umur cukup = 187 mg GAE/100 g (Rahman et al. 2013). Kadar fenol yang terkandung diduga sebesar (158/100)*187 mg GAE = 295.5 mg GAE
71
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Sukabumi pada tanggal 29 November 1990 dari ayah Sunarto dan ibu Kokom Nurmala. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah di SD Negeri Cikole 1 Kota Sukabumi dan SMP Negeri 1 Kota Sukabumi. Tahun 2009, penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO) dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat–Fakultas Ekologi Manusia. Penulis memperoleh gelar Sarjana Gizi (SGz) pada Agustus 2013. Skripsi yang disusun pada saat menyelesaikan S1 berjudul Estimasi Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Konsumen Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor. Tahun 2014, penulis melanjutkan kuliah S2 program studi Magister Ilmu Gizi Masyarakat dengan peminatan Gizi Manusia di IPB. Selama menjadi mahasiswa S2, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Gizi, Analisis Zat Gizi Mikro, dan Evaluasi Nilai Gizi pada bulan September 2015–Februari 2016. Sebagian dari tesis ini diajukan pada jurnal nasional terakreditasi dan rencananya akan terbit pada Jurnal Gizi dan Pangan Volume 11, No. 2, Juli 2016.