H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
e-Newsletter
Sambutan Awal Tahun
New Year Greeting
Musibah Air Asia di penghujung tahun lalu sangat menyedihkan kita semua. Namun semangat kebersamaan dan mengasihi telah terbukti dapat menembus semua sekat di antara kita. Ini mengingatkan kita kembali akan peristiwa 10 tahun lalu ketika tsunami menerjang Aceh. Bangsa kita bahu-membahu menata dan membangun kembali wilayah di ujung barat Indonesia tersebut. Semangat kebersamaan serta motivasi mengasihi semacam inilah yang perlu terus kita kembangkan untuk tidak hanya ada ketika bencana terjadi, tetapi juga kita tumbuhkan dan salurkan dalam upaya memenuhi kebutuhan mendasar bagi setiap keluarga: rumah layak huni. Dilandasi semangat dan motivasi ini, seluruh keluarga besar Habitat for Humanity Indonesia memasuki tahun 2015 dan mengundang para pembaca untuk bergabung dalam pelayanan kami.
Air Asia aircraft accident at the end of 2014 is hurting us all. But the spirit of unity and compassion have been proven to cut through boundaries amongst us. It recalls us on the tragedy 10 years ago when a tsunami hit Aceh. People worked together to rehabilitate and rebuild the city located in the west end of Indonesia. We should enlarge this kind spirit of unity and motivation of love to not only exist when disaster happens, but also in the effort to fulfill the basic need of every family: a decent home. By this spirit and motivation, the entire family of Habitat for Humanity Indonesia enters the year of 2015 and invites you to join in our service.
january
2015
C O N T E N T S New Year Greeting th 10 Anniversary of Aceh Tsunami
1
Behind Habitat Indonesia Logo
6
2
218 Households in 7 Kalialang Baru will Have Benefit of Clean Water Facility Staying True to Millard Fuller’s Vision
8
James L. Tumbuan
National Director Habitat for Humanity Indonesia
1
HHAABBIITTAALLKK!! JJAANNUUAARRYY 22001155
Peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh
10th Anniversary of Aceh Tsunami
oleh Swasti TC/Michelle Soh
by Swasti TC/Michelle Soh
S
t’s been 10 years since tsunami hit Aceh on December 26, 2004. To date, the disaster is still marked in our memories. HFH Indonesia itself got involved directly in the reconstructvion post-disaster for more than 6 years (February 2005 - June 2011). More than 8,000 household had been served. To commemorate the Aceh Tsunami 10 years ago, Habitat team back to the location to visit some families who had been helped. By the end of November 2014, Habitat houses are still existed at its former location. The owners developed their house by adding rooms, tiles, ceiling, roof/ canopy for terrace, and some decorated elements, such as cornice and trellis. Basically, their lives are improved. There are people who get a better livelihood. They work in ern electronic stuff and vehicles, as well as send their children into a higher education. However, the economic condition of several families is stuck. Since NGOs went out of Aceh, they lost their job and revenues. Here’s the story of a family that HFH Indonesia visited in the end of November 2014.
epuluh tahun sudah sejak tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Hingga kini, peristiwa itu masih membekas di ingatan. HFH Indonesia sendiri turut membantu secara langsung dalam rekonstruksi pascabencana selama 6 tahun lebih (Februari 2005 - Juni 2011). Sebanyak lebih dari 8,000 keluarga telah dilayani. Dalam rangka peringatan 10 tahun Tsunami Aceh, tim Habitat kembali mengunjungi beberapa keluarga yang pernah dibantu. Hingga akhir November 2014, rumah-rumah Habitat masih ada di lokasi yang dulu. Para pemilik mengembangkan rumahnya dengan menambah ruang, lantai keramik, langit-langit, atap/kanopi untuk teras, dan beberapa elemen dekoratif seperti ornamen tembok dan teralis. Pada dasarnya kualitas hidup mereka meningkat. Beberapa memiliki mata pencaharian yang lebih baik. Mereka bekerja di kantorkantor pemerintah, memiliki berbagai barang elektronik dan kendaraan pribadi, serta menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan yang lebih tinggi. Namun, kondisi ekonomi beberapa keluarga mengalami stagnansi. Sejak organisasi-organisasi kemanusiaan angkat kaki dari Aceh, mereka kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Berikut cerita dari salah satu keluarga yang Habitat kunjungi kembali pada akhir November 2014.
2
I
HHAABBI ITTAALLKK! ! JJAANNUUAARRYY 22001155
Cerita tentang Keluarga Zuhra
Story of Zuhra’s Family
M
L
Rumah dan Pendidikan, Batu Loncatan untuk Maju
engalami kehilangan dalam hidup bukan hal yang baru bagi Zuhra (44). Suami keduanya, Anwar Amaluddin meninggal tahun 2013 karena komplikasi akibat diabetes dan penyakit lambung. Mereka menikah 3 tahun setelah tsunami. Sepuluh tahun lalu, Zuhra harus kehilangan tiga dari lima anaknya selama musibah Tsunami Samudera Hindia pada 26 Desember 2004. Saat ini, Zuhra menemukan pelipur lara dan kebahagiaan dalam kemajuan dan keberhasilan anak-anaknya serta perannya sebagai ketua PKK di Desa Meunasah Mesjid tempat ia dan anaknya, Aidil Warian (6) tinggal di salah satu rumah Habitat. Sebagai anak satu-satunya dengan Anwar, Aidil telah menjadi biji matanya. Dengan rasa sayang ia menggambarkan anak paling kecilnya tersebut sebagai anak yang “keras kepala, sedikit nakal, tapi dia mau mendengarkan saya.” Ia bangga bercerita bahwa Aidil “disiplin dan akan bangun pukul 6 pagi untuk salat” dan ia mendukung impian anaknya untuk menjadi seorang tentara. Untuk kedua saudara (lain ayah) perempuannya, yang baru bertemu sekali dengan Aidil, Zuhra telah membuat pengorbanan besar untuk memastikan keberhasilan mereka di masa depan.
Home and Education, Stepping Stones for Progress
iving with loss is not new to Zuhra (44). Her second husband, Anwar Amaluddin passed away in 2013 due to infection complicated by diabetes and gastric problems. They were married three years after the tsunami. Ten years ago, Zuhra faced tating Indian Ocean Tsunami on December 26, 2004. the progress and success of her children as well as her leadership role as the head of a local woman’s community in Meunasah Mesjid village where she and her son Aidil Warian (6) live in a Habitat house. As her only child with Anwar, Aidil has become the apple of her eye. She affectionately describes her youngest child as “stubborn, a bit naughty, but he does listen to me." She proudly shared that he is “discipline and will wake at 6 a.m. to pray” and she supports his dream to become a soldier. For Aidil’s two half-sisters, whom he has ensure their success in the future. Since the tsunami, she has endured long periods if separation from Eka Santi (22) and Elma Purwanti (18) to give them opportunity to go to school. She made the painful decision to send both Eka and Elma
3
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
Sejak tsunami, ia merelakan diri berpisah dengan Eka Santi (22) dan Elma Purwanti (18) untuk memberi mereka kesempatan menempuh pendidikan. Keputusan menyakitkan harus ia buat, yaitu mengirim kedua anaknya tinggal di panti asuhan daerah Jawa Barat agar mereka kemudian bisa sekolah, karena saat itu tidak ada sekolah yang dekat dengan tempat tinggal sementara mereka. Eka baru saja lulus perguruan tinggi dengan beasiswa dan saat ini bekerja paruh waktu di butik muslimah untuk menutupi biaya hidup dan mengirim uang ke rumah. “Saya ingin mereka terdidik sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang baik, tidak seperti saya,” pembicaraan Zuhra terhenti karena ia tak mampu menahan isak tangisnya. Ia merindukan kedua putrinya namun senang bahwa mereka mendapatkan hasil yang baik di sekolah, dengan nilai dan peringkat yang tinggi. Pendidikan anakanaknya menjadi fokus utamanya saat ini, namun ia berharap masih dapat menabung untuk memindahkan warung tempatnya berjualan pisang goreng dan mie ke lokasi yang lebih strategis.
to stay in an orphanage in West Java so that then they could go to school, because there were no schools nearby the temporary barracks they lived at that time. Eka recently graduated from a college on a scholarship and she currently works parttime at a boutique selling Muslim clothing to help cover her living expenses and send money home. “I want my daughters to have a good education. I want them to be well-educated so that versations were stalled because she wasn’t able to hold her tears. She misses her daughters but is happy that both of them are getting good results in schools, with high scores and ranking. Her focus continues to be on her children’s education, but she hopes she is still able to save money to relocate her snack stall selling fried bananas and noodles to a new location on a busy roadway.
Pelajaran apa yang Anda dapat dari pengalaman menolong para korban bencana Tsunami Aceh?
What lessons did you learn from your experience in helping people affected by Aceh Tsunami?
Nama/Name: Hadi Suryawan Posisi saat ini/Current position: HSS & Construction Manager Posisi saat Proyek Tsunami berlangsung/Position when Tsunami Project conducted: Habitat Resource Center Manager Lama keterlibatan dalam Proyek Tsunami/Years of involving in Tsunami Project: 4 tahun/4 years “Aceh saat itu sangat rentan. Tidak hanya kadan penuh dengan sejarah cerita tentang kesedihan dan kekerasan. Selama kami bekerja pun ada banyak tantangan, risiko keamanan dalam bekerja, terpisah dari keluarga dalam waktu yang lama, hingga kondisi sulit di internal lembaga di mana belum adanya prosedur dan kebijakan terkait persoalan dengan pihak-pihak eksternal. Tetapi Tuhan itu ajaib. Selalu ada perlindungan dan jalan keluar dari setiap masalah. Pesan yang saya dapat dari pengalaman tersebut, yaitu upaya apapun yang kita lakukan untuk membantu akan lebih bermakna bila didasari dengan kasih, yang tidak pernah menuntut balasan ataupun penghormatan atas semua yang telah kita lakukan—terlepas dari berbagai respons dari orang-orang yang kita bantu. Saya percaya semuanya tidak akan kembali dengan sia-sia.”
4
“Aceh at that time was very vulnerable, not background of the region as well as the story of sadness and violence that surrounds. During our work, we also faced many challenges, such as physical condition of the area which was severely damaged and isolated, safety risks in working, separated from our families for a long time, and tough conditions in the internal organization when we had no policies and procedures related to several issues with external parties. However, God is amazing. There was always a protection and a way out of any troubles. Message I’ve got from the experience is that all of our efforts to help people would be more meaningful if we do it with love, which never ask for a return or reward—nor looking what kind of responses from the people we helped. I believe everything will not return in vain.”
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
Nama/Name: Andreas Hapsoro Posisi saat ini/Current position: Regional & Disaster Response Manager Posisi saat Proyek Tsunami berlangsung/Position when Tsunami Project conducted:Construction Manager & Coordinator Lama keterlibatan dalam Proyek Tsunami/Years of involving in Tsunami Project: 2 tahun 8 bulan/2 years and 8 months “Banyak hal yang saya dapat dari masa rekonstruksi pasca bencana Tsunami Aceh tahun 2004, salah satunya partisipasi masyarakat dan transparansi. Ini merupakan hal yang sangat penting bagi kelancaran rekonstruksi. Masyarakat di lokasi yang kita bantu dilibatkan dalam proses pemilihan penerima bantuan rumah dan pengawasan kualitas pekerjaan.”
“I’ve got a lot of things from my experience working in the reconstruction project after The Aceh Tsunami in 2004. One was the participation of the community and transparency. Those are very important for the reconstruction to be run smoothly. Communities in the lohousehold selection and quality control of the work.”
Nama/Name: Thusi Bonandito Posisi saat ini/Current position: Medan Branch Manager Posisi saat Proyek Tsunami berlangsung/Position when Tsunami Project conducted: Community Organizer & Center Manager Lama keterlibatan dalam Proyek Tsunami/Years of involving in Tsunami Project: 4 tahun/4 years “Menjadi relawan di Aceh adalah sebuah panggilan. Suatu kepuasan tersendiri saat melihat mereka kembali ke rumah dengan senyum di wajah mereka.”
“Being a volunteer in Aceh is a calling. For me, it gave a certain satisfaction when I saw them back to their home, smiling.”
Nama/Name: Agustinus Marsudi Posisi saat ini/Current position: Community Organizer Posisi saat Proyek Tsunami berlangsung/Position when Tsunami Project conducted: Lama keterlibatan dalam Proyek Tsunami/Years of involving in Tsunami Project: 5 tahun/5 years
“Saat pertama masuk Aceh, kondisi area masih sangat berantakan. Distribusi logistik dan kebutuhan sehari-hari tidak bisa lewat jalur darat. Akibatnya harga barang-barang melambung tinggi. Kami sempat mengalami harga air minum isi ulang Rp 25.000 per galon (lima kali lipat harga normal). Secara umum kondisi masyarakat saat itu sangat memprihatinkan. Dari sisi kami, saat itu material dan tukang yang layak untuk proses pembangunan sangat terbatas dan sangat sulit menemukan akomodasi yang memadai untuk keperluan GV (Global Volunteer) dan lainnya. Namun ini merupakan pengalaman luar biasa untuk terlibat dalam recovery bencana nasional. Sambutan masyarakat kepada para pendatang juga hangat.”
the area was still so messy. Logistics and daily necessities couldn’t distributed by land transportation. As a result, the price of the goods soared. We had expegeneral, the condition of the communities was so pity. From our side, proper materials and craftsmen adequate accommodation for the purpose of GV (Global Volunteer) and others. But this is such an incredible experience to be involved in national disaster recovery. The local community also welcomed the strangers cordially.”
5
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
Di Balik Logo Habitat Indonesia pada Topi Padraig Harrington oleh Jimmy Masrin/Swasti TC
by Jimmy Masrin/Swasti TC
S
A
etelah mencetak skor 64 (-7) pada hari pertama bermain di BRI Indonesia Open 2014, Padraig yakin akan permainannya dan menyampaikan kepada IMG (perusahaan marketing golf internasional) bahwa ia sedang merasa bagus. Ia pun menyarankan IMG menawarkan kepada siapa saja yang mau berinvestasi di topinya untuk akhir minggu itu. Ini akan sangat terlihat jika Padraig ada pada posisi memimpin ataupun menang dalam beberapa hari berikutnya—turnamen berlangsung pada Kamis hingga Minggu, 4–7 Desember 2014 di PIK, Jakarta Utara. Tawaran itu dibuka bagi semua sponsor, namun tampaknya tidak ada yang mampu membuat keputusan besar dalam jangka waktu yang diberikan. Keputusan harus dibuat pada hari itu juga, yaitu Kamis malam, agar logo dapat dibordir pada topi keesokan harinya. “Saat IMG menawarkan, awalnya saya menolak karena nilai investasi yang Setelah sekitar 30 menit, saya memutuskan untuk membuat tawaran balik. Saya mengatakan bersedia berinvestasi asalkan Padraig melakukan dua hal, yaitu untuk memahami dan mempromosikan pekerjaan Habitat for Humanity selama wawancara dan pembicaraan di akhir pekan; serta menyumbang dana bagi Habitat,” papar Jimmy Masrin, Dewan Pengawas Habitat for Humanity (HFH) Indonesia. Padraig pun menerima kesepakatan. Ia kemudian diberi penjelasan mengenai Habitat dan mengenakan topi dengan logo HFH Indonesia sepanjang Sabtu dan Minggu. Dampak luar biasa terjadi saat ia menjadi juara BRI Indonesia Open 2014. “Kami mendapat banyak pemberitaan yang mengatakan bahwa ini adalah investasi branding terbaik yang dapat dilakukan, dan pengembalian investasi yang besar sudah terjadi,” tambah Jimmy. Padraig yang sebelumnya sudah tahu akan HFH Irlandia (negara asalnya) dibebaskan Jimmy untuk memilih berdonasi bagi HFH Irlandia atau HFH Indonesia, dan ia memilih Indonesia. Ia akan memberikan US$ 10.000 kepada HFH Indonesia.
6
Behind Habitat Indonesia Logo on Padraig Harrington’s Cap dent about his game and had mentioned to IMG that he was feeling good. He thus suggested IMG on who would like to invest on the the space of his cap for the weekend. It will highly visible if Padraig should lead and/or win over the next few days— the tournament was held on Thursday until Sunday, December 4–7, 2014 at PIK Course, North Jakarta. The offer was made for all sponsors, but apparently no one able to make such decision in the given period of time. Decision was needed to be taken at night on the same day, that was Thursday, to be embroidered onto the cap on the following day. proached me, I declined due to the ment value and the risk involved. After about 30 minutes, I decided to make a counter offer. I told I will invest provided that Padraig did two things, one was to understand and promote the work of Habitat for Humanity during interviews and chats over the weekend; also to donate token funds to Habitat,” Jimmy Masrin, Board of Trustees of Habitat for Humanity (HFH) Indonesia, explained. Padraig accepted the deal. He was subsequently updated about Habitat and wore the cap with HFH Indonesia’s logo all of Saturday and Sunday. The incredible impact occurred when he became the champion of BRI Indonesia Open 2014. “We received so much coverage that many have told me that is the best investment in brandon investment already made,” Jimmy added. Padraig who was already aware of HFH Ireland (his origin country) was being offered by Jimmy to freely choose giving to HFH Ireland or HFH Indonesia, and he chose Indonesia. He will give US$ 10,000 to HFH Indonesia.
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
218 Keluarga di Kalialang Baru akan Menikmati Fasilitas Air Bersih
218 Households in Kalialang Baru
oleh BFI Finance/Swasti TC
by BFI Finance/Swasti TC
P
P
T BFI Finance Indonesia Tbk dan Habitat for Humanity Indonesia memulai kerja sama program kemanusiaan “BFI for Kalialang Baru – Water and Education Project” dengan pembangunan fasilitas air bersih bagi warga Dusun Kalialang Baru, Desa Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah. Melalui program ini, 218 keluarga berpenghasilan rendah akan lebih mudah mengakses air bersih serta 50 anak balita dapat belajar dan bermain di gedung PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang juga akan dibangun. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan plakat kerja sama oleh Presiden Direktur dan CEO PT BFI Finance Indonesia Tbk Francis Lay Sioe Ho dan Direktur Nasional HFH Indonesia James L. Tumbuan, hari Jumat (5/12/2014) di BFI Tower, BSD City, Tangerang Selatan. Sementara itu, di Kalialang Baru, Semarang telah dilakukan peletakan batu pertama hari Rabu (3/12/2014). Perusahaan memberikan dukungan
berupa dana proyek sebesar Rp364 juta untuk digunakan sebagai berikut: 1. Pembangunan sumur artesis di RT 5 dan RT 6 Kalialang Baru sebagai fasilitas tambahan air bersih bagi 218 KK di enam RT wilayah tersebut, serta instalasi pipa-pipa saluran air ke rumahrumah warga;
Water Facility T BFI Finance Indonesia Tbk and Habitat for Humanity Indonesia initiated a humanitarian cooperation program “BFI for Kalialang Baru – Water and Education Project” aims to provide of clean water facility for people of Dusun Kalialang Baru, Desa Sukorejo, Gunung Pati Subdistrict, Semarang, Central Java. By this program, 218 low-income families will be easier to access clean water and 50 toddlers can learn and play in a pre-school which will be built, too. The collaboration was marked with a plaque signing by President Director and CEO of PT BFI Finance Indonesia Tbk Francis Lay Sioe Ho and National Director of HFH Indonesia James L. Tumbuan, on Friday (12/5/2014) at BFI Tower, BSD City, South Tangerang. Meanwhile, a kick-off ceremony was held at Kalialang Baru, Semarang on Wednesday (12/3/2014). The company gave contribution of IDR 364million for project funding to implement these two tasks: 1. Construction of artesian wells at RT 5 and RT 6 Kalialang Baru as an additional clean water facility for 218 households in six RTs of the village, also wa ter pipe installation into their houses; 2. Construction of pre-school “Cerdas Ceria” as a learning and play facility for 1–5 years old kids in Kalialang Baru which is able to accommodate about 50 tod dlers. The building will replace the for mer building which was in a poor condition.
7
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
2.
Pembangunan gedung PAUD “Cerdas Ceria” sebagai sarana bermain dan belajar bagi anak-anak usia 1–5 tahun di Kalialang Baru yang dapat menam pung sekitar 50 anak usia balita. Gedung ini sebagai pengganti gedung lama yang kondisinya sudah tidak memungkinkan.
Kedua proyek ini diharapkan selesai pembangunannya dalam jangka waktu 6 bulan, dimulai dari pertengahan November 2014 hingga pertengahan Mei 2015. Sebelum pembangunan, yaitu selama bulan November hingga awal Desember 2014, BFI dan HFH Indonesia juga melaksanakan pelatihan bagi warga masyarakat dalam hal pengelolaan air dan kesehatan, serta mem-
Both projects are expected to be com pleted within a 6 months period, start ing from mid-November 2014 to mid-May 2015. Prior to the construction, i.e. during the month of November to early December 2014, BFI and HFH Indonesia also conducted training to the community on water management and health, and also formed the local committee. The construction phase of the project began in mid-December 2014 until the end period of the program on May 2015.
proyek dimulai pada pertengahan Desember 2014 hingga akhir periode program di bulan Mei 2015.
Tetap Setia pada Visi Millard Fuller
Staying True to Millard Fuller’s Vision
oleh David Snell (President of Fuller Center)
by David Snell (President of Fuller Center)
S
E
uatu kali seseorang datang dengan visi, energi, karisma, fokus, dan iman yang cukup untuk membuat perbedaan besar dalam kehidupan banyak orang. Ia adalah seorang pria yang lahir 80 tahun lalu di sebuah kota pabrik sederhana di barat Alabama. Hari ini, 3 Januari 2015, kita merayakan ulang tahun Millard Fuller, seorang pria yang menghabiskan hidupnya dalam mimpi besar dan proses mengangkat hidup jutaan orang dari kemiskinan tempat tinggal. Millard tidak memulai untuk membuat perumahan layak sebagai perkara hati nurani dan tindakan di seluruh dunia. Ia berangkat dengan membuat satu juta dolar di usianya yang ke-30—dan ia berhasil. Dalam prosesnya, ia menerima pelajaran berat bahwa uang dan kebahagian tidak selalu berjalan bersama saat keluarganya berantakan dan istrinya, Linda, meninggalkannya. Walau demikian, keadaan membaik ketika mereka memutuskan untuk mencoba lagi, hanya saja kali itu mereka mengesampingkan kekayaan mereka dan membiarkan Tuhan mengambil alih kehidupan mereka—dan sungguh Tuhan berjalan bersama mereka! Saat Millard bertemu Clarence Jordan di Koinonia Farm, nasibnya mungkin telah dimeteraikan. Keduanya menjadi tim Clarence bahwa yang orang miskin butuhkan
8
very now and again someone comes along with enough vision, energy, charisma, focus
the lives of many. Just such a man was born 80 years ago in a humble mill town in west Alabama. Today, January 3, 2015 we celebrate the birth of Millard Fuller, a man who spent his life dreaming big and in the process lifted millions out of poverty housing. Millard didn’t set out to make decent housing a matter of conscience and action around the world. He set out to make a million dollars by the time he was 30 — and he did. In the process, he learned the hard lesson that money and happiness don’t always travel together as his family fell apart and his wife, Linda, left him. Things looked up, though, when they decided to try again, only this time they would get rid of their wealth and let God take a hand at guiding their lives — and what a ride He took them on! When Millard met Clarence Jordan at Koinonia Farm, his fate was probably sealed. The two of them formed a perfect team of philosophy and action or, as it turned out, philosophy in action. Clarence’s notion that what the poor needed was capital rather than charity and what the rich needed was a just and wise way of divesting themselves of their overabundance struck a mighty chord with Millard. Before long the notion was being tested with housebuilding projects at the Farm and in Americus. Millard and Linda took the idea to Zaire and everywhere it was tried it succeeded.
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
adalah modal daripada amal dan yang orang kaya butuhkan tak lebih dari cara bijaksana untuk berbagi dari kelimpahan mereka memberi ide pada Millard. Tak lama kemudian, gagasan diuji melalui proyek pembangunan rumah di Farm dan Americus. Millard dan Linda mengambil ide yang sama untuk Zaire dan di manapun gagasan itu dicoba, berhasil. Pada tahun 1976 Millard dan Linda mendirikan Habitat for Humanity dan sisanya, seperti yang mereka katakan, adalah sejarah. Tidak hanya pelayanan kepada orang miskin—yang mendapatkan banyak manfaat dari hal tersebut—tetapi juga kepada orang kaya, yang melihat kehidupan mereka diberkati karena berbagi kelimpahan dengan orang lain. Ini menjadi sebuah pelayanan transformasional bagi setiap individu, yang mendapati bahwa saat mereka memberi dengan sukarela akan ada kepuasan luar biasa untuk menjadi bagian dari sesuatu yang besar dan melakukan hal-hal yang mereka tidak tahu dapat mereka lakukan. Berapa banyak dari kita bangun dan berkata, "Saya pikir saya akan membangun rumah hari ini?" Pada tahun 2005, setelah digulingkan dari Habitat, Millard dan Linda mendirikan The Fuller Center for Housing, pelayanan yang didedikasikan untuk mempertahankan prinsip-prinsip dasar yang Millard rasakan adalah ilham dari Tuhan—hal-hal seperti tidak pernah mengambil keuntungan dari orang miskin, sangat berhati-hati dalam menerima dana pemerintah, dan tidak malu mengakui sebagai Kristiani sambil dengan semangat menjadi contoh bagi dunia. Lebih dari itu, The Fuller Center menjadi kubu iman yang sederhana. Millard tak pernah mengaku menjadi lebih dari suatu alat di tangan Tuhan, hal yang memberinya iman luar biasa di dalam Tuhan, dirinya sendiri, dan dalam jutaan mitra di seluruh dunia yang melayani orang miskin dan dilayani oleh lembaga-lembaga pelayanan tersebut. Millard meninggal secara tak terduga pada tahun 2009. Itu adalah masa alkitabiah 40 tahun mulai saat rumah pertama berdiri hingga ia tiada. Seperti Nabi Musa, ia tidak dapat masuk ke tanah perjanjian—tanah di dunia Millard di mana setiap anak memiliki rumah yang layak untuk tumbuh—namun ia mampu berdiri di atas puncak gunung dan melihat bagaimana visinya telah berjalan di seluruh dunia dan memberkati ratusan ribu anak-anak yang hidupnya ia sentuh dengan cara yang mendalam. Tahun 2015, The Fuller Center for Housing akan merayakan ulang tahun ke-10 kami dan kami berniat untuk melakukannya seperti yang akan Millard lakukan, "Dalam upaya yang tak henti-hentinya untuk memberikan tempat tinggal layak bagi setiap orang di seluruh dunia yang membutuhkan." Semoga iman kita cukup besar bahwa Tuhan itu baik sehingga pelayanan ini terus limpah dengan berkat-Nya.
In 1976 Millard and Linda founded Habitat for Humanity and the rest, as they say, is history. Not from it—this was a ministry to the rich who saw their lives blessed as they shared of their abundance with others. It became a transformational ministry to individuals, who found that the time they gave volunteering was rewarded by the great satisfaction of being part of something grand and of doing things they had no idea they could do. How many of us wake up and say, “I think I’ll build a house today?” In 2005, after being ousted by Habitat, Millard and Linda founded The Fuller Center for Housing, a ministry dedicated to sustaining the basic principles that Millard felt were God-inspired — things like never charging interest of the poor, being exceptionally cautious in accepting government funds, and being unashamedly Christian while enthusiastically ecumenical. Above all, The Fuller Center was to be a bastion of simple faith. Millard never admitted to be more than an instrument in God’s hands, something that gave him exceptional faith in God, in himself, and in the millions of partners around the world who served the poor and were served by the ministry. Millard died unexpectedly in 2009. It was a went up until his death. Like Moses, he wasn’t able to go into the promised land — a land in Millard’s world where every child would have a decent home to grow in — but he was able to stand on the mountaintop and see how his vision had traveled around the world and blessed hundreds of thousands of children whose lives he touched in a profound way. In 2015, The Fuller Center for Housing will celebrate our 10th anniversary and we intend to do it just as Millard would have, “In an unrelenting quest to provide adequate shelter for all people in need worldwide.” May our faith be great enough for the good Lord to continue to shower this ministry with His blessings.
Millard Fuller
Founder and former president of Habitat for Humanity International
9
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
Pembawa Harapan
That Bring Hope
oleh Swasti TC
by Swasti TC
Bricks Indonesia, better known through its product Lego™, donated 3,000 Habitat for Humanity (HFH) Indonesia in “Lego Build is sold for IDR 35,000/pcs and a hundred percent of the results will go to HFH Indonesia to help building decent houses for families in need. If all the than three decent houses will be built through the selling of those special edition minBricks Indonesia, atau yang lebih dikenal melalui produknya Lego™, menyumbangkan manity (HFH) Indonesia dalam rangkaian acara harga Rp 35.000/buah dan hasilnya seratus persen didonasikan bagi HFH Indonesia untuk pembangunan rumah layak bagi keluarga yang membutuhkan. Jika seluruhnya terjual, tidak kurang dari tiga rumah layak huni dapat dibangun melalui penjualan sudah mencapai lebih dari sepertiganya.
rrently have reached more than a third. Minifigures were sold at the Lego Charity Box booth at Main Atrium of Lotte Shopping Avenue Jakarta on November 21st, 2014–January 4th, 2015. Afterward, these toys are sold through HFH Indonesia online store (store.habitatindonesia.org). Let’s give hope for underprivileged families in Indonesia to have a decent home!
Charity Box” di Main Atrium Lotte Shopping Avenue Jakarta pada 21 November 2014–4 Januari 2015. Setelahnya, mainan ini dijual melalui online store HFH Indonesia (store.habitatindonesia.org). Mari beri harapan bagi keluarga-keluarga Indonesia untuk mendapatkan rumah layak!
10
1
1
H A B I TA L K ! J A N U A R Y 2 0 1 5
ADS
0