1
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
Kemudi
Maret - April 2014
Perdagangan Ikan
DUNIA AKUI PERAN NELAYAN DAN STRATEGISNYA PROTEIN IKAN
TOKOH
Masnuah: Cita-cita Memajukan Perempuan Nelayan
KONSULTASI HUKUM
Organisasi Dagang Dunia (WTO) dan Perdagangan Bebas
JELAJAH
Jelajah Perikanan Benua Eropa
DAPUR
Seruit, Makanan Asli Lampung
CatatanREDAKSI JJ Perdagangan Ikan Mata dunia kembali melihat pentingnya ikan sebagai sumber pangan masyarakat global. Hal ini kembali ditegaskan di dalam perundingan PBB yang dilaksanakan oleh Komite Perikanan FAO Sub-Komisi tentang Perdagangan Ikan sejak tanggal 24-28 Februari 2014 di Bergen, Norwegia. Dalam pertemuan tersebut, KIARA turut serta sebagai Delegasi Pemerintah Republik Indonesia.
Maret - April 2014
DAFTAR ISI Kemudi
Perdagangan Ikan
DUNIA AKUI PERAN NELAYAN DAN STRATEGISNYA PROTEIN IKAN
4
Kebij akan
11
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.13/ MEN/2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan
Setara
23
Masnuah:
Cita-cita Memajukan Perempuan Nelayan
KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.
Tokoh
39
Jelajah Perikanan Benua Eropa
Nama dan Peristiwa
32
Sara Tynnerson:
Aktif Kampanye Lingkungan dan Perlindungan Nelayan
Konsultasi Hukum
35
Organisasi Dagang Dunia (WTO) dan Perdagangan Bebas
Pelestari dan Pengolah Mangrove di Pesisir Indramayu
Pernak Pernik
42
Marie Hilloy Solheim Delegasi Norwegia:
Indonesia Negeri yang Indah
Jelajah
27
Abdul Latif:
43
Greg Schneider Delegasi Amerika Serikat:
(Kemacetan Jakarta) Indonesia Menakjubkan! Dapur
45 Seruit, Makanan Asli Lampung
DEWAN REDAKSI Pemimpin Redaksi: Abdul Halim Redaktur Pelaksana: Selamet Daroyni Sidang Redaksi: Susan Herawati Ahmad Marthin Hadiwinata Susi Oktapiana Desain Grafis: Dodo Foto Sampul: Dokumentasi KIARA
Alamat Redaksi: Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528 Email:
[email protected]
Dengan populasi dunia yang terus bertambah, permintaan atas ikan dan produk olahannya diperkirakan meningkat bersamaan dengan meningkatnya volume konsumsi ikan per kapita warganya hingga sebesar 19,2 kilogram per tahun sejak 2001-2010. Sebelumnya hanya rata-rata 17,3 kilogram dan 18,9 kilogram (FAO, 2014). Selaras dengan fakta di atas, jumlah pekerja di sektor perikanan (tangkap dan budidaya) juga berkembang drastis. Sedikitnya 56 juta orang secara langsung terlibat di dalam aktivitas perikanan, di mana di dalamnya termasuk perempuan nelayan yang memainkan peranan penting dalam pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan ikan. Jika dihitung, sebanyak 660 sampai dengan 880 juta orang atau 12 persen dari jumlah populasi dunia bergelut dan atau bergantung di sektor ini. Tak mengherankan jika ikan adalah salah satu produk utama dunia yang diperdagangkan dengan total 40 persen di pasaran internasional. Setiap tahunnya, diperoleh nilai ekspor sebesar lebih dari USD 135 miliar. Dalam pada itu, perdagangan ikan dan produk olahannya menjadi sumber pendapatan penting bagi beberapa negara, khususnya negara-negara berkembang, dengan nilai kontribusi senilai lebih dari 50 persen dari segi nilai dan 60 persen dilihat dari kuantitas ikan dan produk olahan yang diekspor. Di mana posisi Indonesia? Melalui KABAR BAHARI edisi kedelapan ini, laporan khusus perundingan PBB yang dilaksanakan oleh Komite Perikanan FAO Sub-Komisi tentang Perdagangan Ikan pada tanggal 24-28 Februari 2014 di Bergen, Norwegia, menjadi sajian utama. Tak hanya itu, pengelolaan sumber daya perikanan di Norwegia dan Swedia juga menjadi hidangan yang tak boleh dilewatkan. Semoga memberi manfaat.
Kemudi
Perdagangan Ikan
Dunia Akui Peran Nelayan dan Strategisnya Protein Ikan
E
NAMBELAS jam perjalanan dari Tanah Air ke Bergen, Norwegia, pada tanggal 24 Februari 2014 dilalui dengan kesan yang menarik tentang negeri yang berada di Semenanjung Eropa dan pernah mengalami Zaman Kegelapan sebelum menemui Renaissans itu.
Bryggen adalah kota tua pesisir di Kotamadya Hordaland yang terletak di Pantai Barat Norwegia. Tercatat sebanyak 273.600 penduduk mendiami kota yang nyaman ini per tanggal 7 Juni 2014. Sementara Kabupaten
Bergen memiliki populasi sebesar 405.400 orang dan membuatnya menjadi kota terbesar kedua di Norwegia dengan luas wilayah 465,6 kilometer persegi.
Kota yang dibangun pada abad ke-11 (berdiri tahun 1070) ini menyimpan sejarah panjang di sektor perikanan. Tak salah jika Pemerintah Norwegia memilih kota ini sebagai lokasi perundingan. Tepat tanggal 25 Februari 2014, seluruh delegasi bangsa-bangsa yang hadir menyatakan bahwa sumber daya perikanan, baik dari perikanan tangkap maupun budidaya, memiliki peranan yang sangat besar sebagai sumber pangan, kontributor pertumbuhan ekonomi, serta lahan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat. Pernyataan di atas disepakati oleh sedikitnya 59 negara anggota FAO, 1 negara asosiasi anggota, dan 15
LSM internasional, serta Bank Dunia yang hadiri pertemuan PBB dan diselenggarakan oleh Komisi Perikanan FAO XIV mengenai Perdagangan Ikan di Bergen, Norwegia, pada tanggal 2428 Februari 2014. Di dalam pertemuan ke-14 ini, terdapat 17 agenda yang disepakati untuk dibahas dan disajikan dalam dokumen setebal 86 halaman, di antaranya perdagangan ikan dan nutrisi manusia, sertifikasi di sektor perikanan, pelaku perikanan skala kecil dan kontribusinya terhadap kehidupan berkelanjutan, CITES (Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam), dan pelaksanaan Pasal 11 Kode Etik Perikanan Berkelanjutan (CCRF). Untuk memperoleh dokumen perundingan
Fish & Meat Consumption (million tons)
6KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
7
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
Global Consumption of Fish and Meat: 1980,2009 14% 17% 3% 25%
Meat 69%
Meat 72%
No Asal Negara 1 Uni Eropa
Wild caught fish
2009
Pork
Delegasi Indonesia diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya dari Puskita (Pusat Kerjasama Internasional dan Antarlembaga), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktorat Jenderal P2HP (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan). Dalam pertemuan lima hari tersebut, Abdul Halim selaku Sekretaris Jenderal KIARA turut hadir atas undangan Kepala Puskita Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai bagian dari delegasi Republik Indonesia.
3. Untuk memastikan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, dibutuhkan kerangka kelembagaan dan kebijakan; dan
Source: FAOSTAT, FishStat
bagi manusia. Terlebih di tengah meningginya produksi perikanan budidaya: dari 62,7 juta ton (2011) menjadi 66,7 juta ton (2012) dan 70 juta ton di tahun 2013. Di akhir perundingan terkait topik perdagangan ikan dan nutrisi manusia, tercatat tujuh (7) poin utama yang disepakati: pertama, dibutuhkan kerjasama antarbangsa melalui FAO untuk menggencarkan kampanye konsumsi ikan; kedua, mempromosikan spesies dan habitat lokal; (3) perlunya kajian atas komposisi nutrisi sumber daya perikanan, mencakup rumput laut dan tanaman yang tumbuh di wilayah pesisir; (4) keamanan pangan dan racun ikan; (5) pakan ikan dari budidaya sebagai alternatif; (6) berkurangnya hasil panen yang harus dikurangi; dan (7) pentingnya pengaturan tangkapan ikan agar populasi tidak melebihi ambang batas. Topik menarik lainnya yang didiskusikan adalah perkembangan terbaru seputar perdagangan ikan. Bahasan ini mengundang respons delegasi yang hadir (lihat Tabel 1).
Pernyataan 1. Pentingnya informasi mengenai produk-produk perikanan bagi konsumen; 2. Uni Eropa juga telah bekerjasama dengan negaranegara Asia Tenggara melalui ASEAN Free Trade on Fisheries;
Poultry Meat Beef
tersebut, dapat diakses melalui tautan ini: http://www.fao.org/fishery/about/ cofi/trade/en.
Pada perkembangannya, tema perdagangan ikan yang didiskusikan kaya akan fakta dan data yang disampaikan oleh masing-masing delegasi bangsa-bangsa di dunia. Sebagai contoh topik perdagangan ikan dan nutrisi manusia. Dalam topik ini, fakta seputar meningkatnya konsumsi ikan di Amerika Tengah hingga 20 kg/kapita diikuti dengan desakan untuk melakukan kajian mengenai komposisi nutrisi ikan
Farm-raised fish Mutton & Goat Meat
Fish 28%
1980
Fish 31%
Tabel 1. Daftar Tanggapan Delegasi mengenai Perkembangan Terkini Perdagangan Ikan Dunia
2
Norwegia
3
Islandia
4
Argentina
5
Amerika Serikat
4. Subsidi di sektor perikanan harus dibedakan agar perdagangan ikan tidak terganggu. Analisis data perdagangan ikan menjadi sarana yang sangat bermanfaat bagi negara-negara anggota FAO sehingga penting untuk diperbarui terus-menerus. Sengketa antarnegara pantai memberikan pengaruh terhadap ketersediaan sumber daya ikan. Hal ini penting untuk diselesaikan. Penting bagi FAO untuk memperhatikan paragraf 42 berkenaan dengan Hambatan Teknis Perdagangan (Technical Barriers to Trade/TBTs) agar negara-negara anggotanya tidak dirugikan. Pelayanan subsidi di negara-negara berkembang harus memperhatikan asas keadilan perdagangan (fair trade). 1. Menyepakati intervensi Islandia berkenaan dengan sengketa negara-negara pantai. 2. Pentingnya FAO memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai faktor budaya dan sosial-ekonomi berkaitan dengan pertumbuhan konsumsi ikan dan ketersediaannya sebagaimana disebut pada paragraf 9. 3. FAO harus memberikan penjelasan lebih lanjut berkenaan dengan instabilitas ekonomi dan tren perdagangan ikan sebagaimana disebut pada paragraf 13. 4. Pentingnya kerjasama antara OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) dan FAO terkait perdagangan ikan.
8KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 No Asal Negara 6 Selandia Baru
7
Brasil
8
Tiongkok
9
Kenya
10
Uruguay
11
Kanada
12
Tanzania
Pernyataan Relasi antara ketahanan pangan dan perdagangan ikan menimbulkan ketidaksetaraan. Oleh karena itu, kesetaraan dalam pengelolaan perikanan antara negara maju dan negara berkembang harus ditingkatkan. Karena di dalamnya menyangkut produsen dan konsumen. Mendukung intervensi yang disampaikan oleh delegasi Argentina mengenai TBTs. 1. FAO harus memfokuskan diri pada masyarakat yang bekerja di sektor perikanan. Dalam konteks ini, hak pekerja harus dipenuhi dan diselesaikan. 2. Biaya produksi di sektor perikanan meningkat mengingat kewajiban pemenuhan hak-hak pekerja. 1. Meningkatkan konsumsi ikan di beberapa negara berimbas terhadap meningkatnya harga ikan. 2. Dalam konteks perdagangan ikan, isu mengenai subsidi penting untuk dibicarakan mengingat mayoritas pelaku perikanan dunia didominasi oleh skala kecil. Pengembangan standar sertifikasi privat di antaranya yang didukung oleh LSM tidak disertai dengan dasar ilmiah. 1. Pertumbuhan yang tinggi di sektor perikanan budidaya mengandaikan pentingnya asistensi bagi negara-negara berkembang agar memenuhi standar internasional, seperti WTO. 2. Terkait hambatan non-tarif (non-tariff barriers), FAO harus bekerjasama dengan Bank Dunia dan OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan). 1. Keterbukaan dalam perdagangan ikan menjadi faktor penting bagi tercapainya keadilan bagi konsumen dan produsen. 2. Perdagangan ikan hias ternyata memberikan penghasilan yang cukup besar. 3. Pada paragraf 36, disebutkan rantai nilai dan keadilan bagi pelaku perikanan skala kecil. Hal ini harus dijadikan sebagai fokus kerja-kerja FAO ke depan. 4. FAO juga harus menyajikan data dan analisis bahan kimia yang digunakan di sektor perikanan.
9
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
No Asal Negara 13 Jepang
14
Jerman
15
Indonesia
16
Paraguay
17
Thailand
18
India
19
Bangladesh
20
Mozambik
21
OSPESCA
Pernyataan Isu subsidi di sektor perikanan sudah dibicarakan dalam mekanisme WTO sehingga pembahasan isu tersebut harus dalam kerangka itu. Menyepakati intervensi Selandia Baru berkaitan dengan keadilan dalam perdagangan ikan. Menyangkut perdagangan ikan, terdapat banyak isu yang relevan dengan perdagangan ikan, di antaranya peran pelaku perikanan skala kecil di dalam produksi dan perdagangan ikan. Hal lainnya penting untuk dikaji lebih dalam sebagaimana disebut di dalam paragraf 38. Transfer teknologi amat penting bagi negara-negara berkembang. Dalam hal ini, Paraguay mendapatkan transfer teknologi dari Brasil dan Argentina. Peningkatan kapasitas bagi pelaku perikanan skala kecil di negara-negara berkembang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, meliputi produksi dan pengolahan. Hal ini menjadi potret berjaraknya pembangunan di negara maju dan berkembang. Kontribusi dan partisipasi pelaku perikanan skala kecil memerlukan peningkatan kapasitas, khususnya perempuan nelayan. Persoalan di sektor perikanan budidaya, khususnya udang, adalah penyakit atau sering kali disebut shrimp disease. Masalah ini harus dipertimbangkan bagaimana penyelesaiannya untuk mengurangi penurunan produksi komoditas ekspor dunia ini. 1. Penyakit white spot di pertambakan udang membutuhkan bantuan teknologi untuk mengatasinya. 2. Penerapan klausul non-tariff barriers yang mengharuskan penyebutan asal produk perikanan mendorng ekspor udang secara besar-besaran ke Eropa. Hal ini berdampak terhadap ekonomi Mozambik. 1. Peningkatan konsumsi ikan harus diarahkan dengan mengonsumsi ikan lokal. 2. FAO harus memfasilitasi setiap anggotanya dalam melakukan aktivitas perdagangan ikan, karena masingmasing negara memiliki sistem perdagangan yang berbeda-beda.
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA, dirangkum dari proses perundingan topik perkembangan terbaru perdagangan ikan di Bergen, 25 Februari 2014
Kebijakan
10KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 Berbagai respons yang disampaikan oleh para delegasi, setidaknya menekankan hal-hal penting sebagai berikut: pertama, perdebatan mengenai subsidi perikanan sebagaimana terjadi di WTO bagi sebagian negara harus dibicarakan, termasuk di dalamnya jenisjenis subsidi yang bisa diberikan. Sebaliknya bagi negara-negara berkembang subsidi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas dan produksi dalam perdagangan ikan. Kedua, pentingnya berbagi informasi guna mengawasi dan menganalisa perdagangan ikan internasional dan perkembangan pasokan, permintaan, harga dan konsumsi. Ketiga, seluruh delegasi yang hadir menyatakan bahwa negara-negara berkembang memiliki peranan yang krusial dalam produksi dan perdagangan ikan dan produk-produk perikanan. Oleh karena itu, perlindungan ekosistem pesisir dan laut dari pencemaran amat dibutuhkan melalui kerjasama regional dan internasional, termasuk mengurangi margin dalam rantai nilai perikanan. Catatan-catatan penting mewarnai tiap topik yang dibahas. Tak terkecuali saat pergantian topik baru, yakni sertifikasi produk-produk perikanan (ecolabelling) dan kontribusi perikanan skala kecil bagi kehidupan berkelanjutan. Terkait sertifikasi, FAO didesak untuk bekerjasama dengan WTO dalam rangka menyiapkan petunjuk teknis mengenai eco-labelling dan dampaknya terhadap perdagangan makanan laut. Hal lain yang menjadi fokus perhatian delegasi Indonesia sebagaimana KIARA sampaikan
dalam pertemuan lima hari itu adalah mendorong masing-masing negara untuk memfasilitasi pelaku perikanan skala kecil agar mampu bersaing secara sehat, bukan melalui jalan liberalisasi: menyerahkan mekanisme perdagangan ikan kepada pasar. Lebih khusus menyangkut peran pelaku perikanan skala kecil, KIARA secara eksplisit menyampaikan di tengah pembahasan keputusan perundingan bahwa kendala persaingan yang terkadang dihadapi oleh pelaku perikanan skala kecil adalah label aman dikonsumsi dan luputnya kesejahteraan mereka dalam perumusan pelbagai model sertifikasi. Di akhir perundingan, seluruh delegasi negara menyepakati bahwa sertifikasi juga harus menempatkan produsen perikanan skala kecil dalam pengaturannya, ditandai dengan diketoknya palu oleh ketua sidang sebagai wujud lahirnya kesepakatan setebal 8 halaman dari perundingan ke-14 tentang perdagangan ikan. Kesepakatan tersebut dapat diunduh di laman FAO: http://www.fao.org/ docrep/015/i2755t/i2755t00.htm. Indonesia sebagai negara kelautan terbesar di dunia dituntut untuk lebih mengefektifkan pola pengelolaan perikanan nasional guna bersaing dengan produk-produk negara lain. Lebih dari itu, tantangan yang dihadapi saat ini di level nasional adalah bagaimana menyejahterakan pelaku perikanan skala kecil di tengah minimnya keberpihakan pemerintah. Tunggu apalagi!*** (AH)
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan JJ Pendahuluan
S
ejak 29 Juni 2012, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 13 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan (untuk selanjutnya akan disebut “Permen KP No. PER.13/MEN/2012”). Beleid baru ini mangganti dan mencabut peraturan menteri yang lama Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.28/ MEN/2009. Ruang lingkup peraturan ini meliputi sertifikat, kewenangan penerbitan, syarat dan tata cara penerbitan SHTI.1 Permen ini terbagi dalam 6 (enam) bab, yaitu masing-masing Bab I mengenai Ketentuan Umum, Bab II mengenai Sertifikat Hasil Tangkapan 1. Pasal 3 Peraturan Menteri No. PER.13/MEN/2012.
Ikan, Bab III mengenai Kewenangan Penerbitan SHTI, Bab IV mengenai Syarat dan Tata Cara Penerbitan SHTI, Bab V mengenai Pembinaan dan Pelaporan, dan Penutup pada Bab terakhir. Total terdapat 23 pasal.
12KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 Secara umum Permen KP No. PER.13/MEN/2012 bertujuan untuk meningkatkan penelusuran (traceability) hasil tangkapan ikan oleh kapal penangkap ikan Indonesia dan kapal penangkap ikan asing. Penelusuran tersebut sebagai persyaratan perdagangan hasil perikanan ke Uni Eropa dan untuk mencegah, mengurangi, dan memberantas kegiatan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.2 Dalam Pasal 2 pengaturan SHTI secara khusus bertujuan untuk: pertama, memperlancar kegiatan perdagangan hasil perikanan tangkap baik secara langsung maupun tidak langsung dipasarkan ke Uni Eropa. Kedua, membantu upaya nasional dan internasional dalam memberantas (menghindari, melawan dan memerangi) kegiatan IUU Fishing. Ketiga, memastikan penelusuran (traceability) hasil tangkapan ikan pada tahapan penangkapan, pengolahan, pengangkutan dan pemasaran. Keempat, melaksanakan ketentuan konservasi dan pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.
JJ European Council (EC) Regulation No. 1005/2008 Jika melihat dua peraturan menteri tersebut (Peraturan Menteri KP No. PER.28/MEN/2009 dan No. PER.13/ MEN/2012) terdapat konsideran memperhatikan peraturan dari
13
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
Dewan Eropa tentang menghapus ilegal, unreported, dan unregulated fishing (IUU Fishing). Dewan Eropa telah mengeluarkan Peraturan No. 1005/2008 tertanggal 29 September 2008 mengenai sistem masyarakat untuk mencegah, mengurangi dan menghapus perikanan illegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur.3 Penulis perlu untuk memaparkan secara singkat mengenai kebijakan peraturan masyarakat Eropa dalam memberantas illegal fishing.
tangkapan ikan. Kelima, dua daftar Pelaku IUU Fishing: pertama, daftar kapal pelaku IUU Fishing; dan kedua, daftar negara ketiga yang melindungi IUU Fishing. Keenam, Sanksi; dan Ketujuh bantuan timbal balik (mutual assistance).4
Sejak 29 September 2008, Komisi Eropa menerbitkan aturan yang secara tegas melarang masuknya produk perikanan yang berasal kegiatan IUU Fishing. Aturan tersebut, yaitu COUNCIL REGULATION (EC) No. 1005/2008 menetapkan sistem masyarakat untuk mencegah, menghalangi dan menghapus perikanan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) di Komunitas dan perairan internasional. Efektivitas dari sistem ini akan tergantung pada kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara anggota EU sesuai dengan undang-undang di masyarakat.
1. Sertifikat Hasil
Council Regulation (EC) No. 1005/2008 mengatur beberapa hal, yaitu: pertama, Pengaturan mengenai Kapal Penangkap Ikan yang dapat disangka melakukan IUU Fishing. Kedua, pengaturan pelabuhan yang ditetapkan. Ketiga, pengawasan pelabuhan. Keempat, sertifikasi hasil
JJ Substansi Pengaturan Penulis akan fokus dalam pengaturan pokok dalam Peraturan Menteri No. PER.13/MEN/2012 yang berada di dalam Bab II hingga Bab V.
Tangkapan Ikan
Dari definisi dalam ketentuan umum, Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (yang selanjutnya disingkat menjadi SHTI) adalah sebagai surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor bukan dari kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing.5 SHTI digunakan sebagai kelengkapan dokumen ekspor untuk hasil tangkapan ikan di laut.6 SHTI wajib untuk setiap kapal yang melakukan penangkapan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, baik kapal penangkap ikan Indonesia maupun kapal penangkap ikan asing.7
Terdapat 4 (empat) jenis SHTI, yaitu: (1) SHTI-Lembar Awal; (2) SHTILembar Turunan; (3) SHTI-Lembar Turunan yang Disederhanakan; (4) SHTI-Impor. Untuk penjelasan lihat tabel 1.
2. Kewenangan Penerbitan SHTI Merujuk kepada Pasal 6, Menteri memberikan kewenangan pelaksanaan SHTI kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap selaku Otoritas Kompeten.8 Yang kemudian Direktur Jenderal selaku Otoritas Kompeten mendelegasikan kepada Otoritas Kompeten Lokal yang terdiri dari: a. Kepala Pelabuhan Perikanan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian; dan b. Kepala Pelabuhan Perikanan yang merupakan UPT Daerah. Kepala Pelabuhan Perikanan baik UPT Pusat dan Daerah yang berwenang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Namun apabila Otoritas Kompeten Lokal (Kepala Pelabuhan Perikanan) diatas berhalangan, penerbitan SHTI dapat dilaksanakan oleh Pejabat Alternate dengan dua syarat. Pertama, telah ditetapkan oleh Otoritas Kompeten (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap). Kedua, harus memiliki Sertifikat Bimbingan Teknis Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan.9
4. Lihat http://europa.eu/legislation_summaries/maritime_affairs_and_fisheries/fisheries_resources_and_environment/ pe0005_en.htm diaksea pada 20 Juni 2014. 5. Pasal 1 angka 1. 6. Pasal 4 ayat (1). 7. Konsideran Menimbang huruf a, Pasal 2 huruf a, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (3).
2. Konsideran Menimbang huruf a. 3. European Council (EC) Regulation No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a community system to prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing.
8. Menurut Pasal 1 angka 8, Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. 9. Pasal 8.
14KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
15
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
Tabel 1. Bentuk dan Jenis SHTI No.
Jenis SHTI
1.
SHTI-Lembar Awal
2.
SHTI-Lembar Turunan
3.
4.
Penjelasan surat keterangan yang memuat informasi hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan untuk tujuan pencatatan. (Pasal 1 angka 2) surat keterangan yang memuat informasi sebagian atau seluruh hasil tangkapan ikan sesuai dengan lembar awal sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa. (Pasal 1 angka 3)
SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan
surat keterangan yang memuat informasi seluruh atau sebagian hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa. (Pasal 1 angka 4)
SHTI-Impor
surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor ke Uni Eropa menggunakan sebagian atau seluruh bahan baku ikannya berasal dari negara lain yang sudah menotifikasi Catch Certificate ke Uni Eropa. (Pasal 1 angka 5)
Otoritas Kompeten Lokal (Kepala Pelabuhan Perikanan UPT Kementerian dan UPT Daerah) ditetapkan dengan 5 (lima) kriteria tertentu. Untuk Pelabuhan Perikanan UPT Kementerian dengan syarat: 1) ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor; 2) terdapat UPI; 3) mempunyai sarana komunikasi yang memadai; 4) mempunyai Sumber Daya Manusia yang telah memiliki Sertifikat Bimbingan Teknis Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan; dan 5) terdapat Pengawas Perikanan. Untuk Pelabuhan Perikanan UPT Daerah dengan syarat: 1) lokasinya relatif jauh dari Pelabuhan Perikanan yang merupakan UPT Kementerian; 2) mempunyai sarana komunikasi yang memadai; 3) mempunyai Sumber Daya Manusia yang telah memiliki sertifikat Bimbingan Teknis Sertifikasi Hasil
Tangkapan Ikan; 4) lokasinya relatif dekat dengan UPI/eksportir; dan 5) telah terdapat Pengawas Perikanan. Dalam melakukan sertifikasi, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap selaku Otoritas Kompeten melakukan koordinasi dengan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Masing-masing Direktur Jendral tersebut mempunyai kewenangan masing-masing. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan mempunyai kewenangan: a. melakukan komunikasi dengan otoritas terkait di luar negeri/ otoritas kompeten negara importir/ komisi Eropa yang berkaitan dengan SHTI; b. melakukan notifikasi, antara lain: nama, specimen, Otoritas
Kegunaan
Keterangan
diterbitkan untuk hasil tangkapan ikan yang berasal dari kapal penangkap ikan dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) gross tonnage (GT). (Pasal 5 ayat (1)) untuk hasil tangkapan ikan yang berasal dari kapal penangkap ikan dengan ukuran sampai dengan 20 (dua puluh) GT. (Pasal 5 ayat (2)) terhadap hasil tangkapan ikan di laut dari kapal penangkap ikan asing yang masuk ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk diekspor kembali. Pasal 4 ayat (3)
SHTI bukan merupakan surat jalan. (Pasal 21)
Kompeten dan Otoritas Kompeten Lokal penerbit SHTI dan perubahannya, Pejabat Alternate, dan perubahan SHTI; dan/atau c. menyampaikan informasi berbagai perkembangan, peraturan dan informasi dari otoritas terkait di luar negeri/otoritas kompeten negara importir/komisi Eropa yang berkaitan dengan SHTI. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan mempunyai kewenangan melakukan pengawasan terhadap kapal penangkap ikan dan menyampaikan hasilnya kepada Otoritas Kompeten.
JJ Syarat dan Tata Cara Penerbitan SHTI Ketentuan khusus untuk SHTILembar Awal adalah pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan 2 (dua) hal yaitu: a. hasil pengawasan
kapal penangkap ikan; dan b. daftar kapal pada RFMOs bagi kapal yang beroperasi di laut lepas. Untuk setiap persyaratan sertifikasi SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI-Impor tersebut dijelaskan dalam Tabel 2.Syarat dan Tata Cara Penerbitan SHTI Ketentuan khusus untuk SHTILembar Awal adalah pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan 2 (dua) hal yaitu: a. hasil pengawasan kapal penangkap ikan; dan b. daftar kapal pada RFMOs bagi kapal yang beroperasi di laut lepas.
Untuk setiap persyaratan sertifikasi SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI-Impor tersebut dijelaskan dalam Tabel 2. Untuk memastikan penelusuran hasil perikanan yang akan di ekspor ke Uni Eropa, Otoritas Kompeten Lokal dapat melakukan pengecekan asal bahan baku hasil perikanan pada UPI terkait. Pengecekan asal bahan baku hasil perikanan dapat dilakukan dengan melibatkan Pengawas Perikanan dan petugas yang menangani pengolahan dan pemasaran ikan. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengisian SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan, dan SHTI-Impor ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
16KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
17
Otoritas Kompeten Lokal SHTI-Lembar Awal
Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal Indonesia atau berbendera Asing
Ketiga, tidak ada ketentuan untuk melakukan verifikasi mengenai pergerakan kapal selama proses kegiatan penangkapan ikan. Hal ini penting mengingat proses dalam penangkapan ikan sangat dinamis dan untuk menghindari proses membawa langsung keluar ikan hasil tangkapan dalam negeri. terlebih tidak ada ketentuan mengenai vessel monitoring system sebagai persyaratan pemberian sertifikat.
Melampirkan persyaratan sebagai berikut: Mengajukan permohonan kepada
Kedua, Permen SHTI tidak mengatur lebih lanjut mengenai bagaimana melakukan verifikasi bahwa kapal tersebut tidak melanggar kewajiban mendaratkan kapal di dalam pelabuhan yang telah ditetapkan. Bahkan Permen ini tidak mengatur mengenai kapal yang melakukan alih muatan secara illegal. Tabel 2 Syarat Permohonan SHTI
Otoritas Kompeten Lokal menyampaikan laporan pelaksanaan penerbitan SHTI kepada Otoritas Kompeten (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap) setiap bulan. Otoritas Kompeten (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap) melakukan evaluasi SHTI setiap 6 (enam) bulan yang digunakan sebagai bahan peninjauan dan pertimbangan penetapan Otoritas Kompeten Lokal.
Pertama, Jika merujuk kepada Konsideran Menimbang huruf a, Pasal 2 huruf a, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (3) maka SHTI ini diberikan untuk setiap kapal yang melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia. tidak terbatas kapal berbendera Indonesia tetapi juga kapal asing. Dalam persyaratan tidak mengatur mengenai pelanggaran nakhoda dan ABK asing (dalam Peraturan Menteri lain diatur 70 persen harus warga negara Indonesia) sebagai syarat kapal dapat menangkap ikan di perairan Indonesia.
Laporan hasil verifikasi pendaratan ikan 1. draft SHTI-Lembar Awal; diterbitkan Pengawas Perikanan paling lama 2. fotokopi Identitas Pemohon; 2 hari setelah dilakukan 3. fotokopi Surat Tanda Bukti Lapor verifikasi terhadap: Kedatangan Kapal; 1. nama kapal; 4. fotokopi Surat Izin Penangkapan 2. nomor dan masa Ikan (SIPI); berlaku SIPI; 2 (dua) 5. laporan hasil verifikasi hari 3. jenis alat pendaratan ikan; dan penangkapan ikan; 6. SKPI bagi kapal penangkap ikan 4. tanggal dan daerah yang mendaratkan ikan hasil penangkapan; tangkapan pada pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum 5. pelabuhan pangkalan; yang tidak ditetapkan sebagai dan Otoritas Kompeten Lokal 6. jenis dan berat ikan.
Terdapat tiga kelemahan mendasar dalam Permen ini yaitu:
Penjelasan Persyaratan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, dan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan melakukan pembinaan terhadap penerbitan SHTI sebagai otoritas yang berwenang melakukan pembinaan terhadap penerbitan SHTI. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap melakukan pembinaan yang ditujukan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan UPT Kementerian, Kepala Pelabuhan Perikanan UPT Daerah, dan Pejabat Alternate sebagai pelaksana penerbitan SHT. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan melakukan pembinaan terhadap UPI, eksportir, importir, dan pemilik kapal yang menggunakan SHTI. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan melakukan pembinaan terhadap Pengawas Perikanan dalam melaksanakan penerbitan laporan hasil verifikasi pendaratan ikan.
Pemohon
JJ Kelemahan Permen KP No. PER.13/MEN/2012
SHTI
JJ Pembinaan dan Pelaporan
Jangka Waktu
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
Otoritas Kompeten Lokal
SHTI-Lembar Turunan
Penanggung jawab UPI, SHTI-Lembar eksportir Turunan Yang atau yang Disederhanakan ditunjuk untuk mendapatkan
Mengajukan permohonan kepada
Otoritas Kompeten Lokal
Pemohon
Penanggung jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk untuk mendapatkan
SHTI
3. jenis alat penangkapan ikan;
2. nomor dan masa berlaku SIPI;
1. nama kapal;
Laporan hasil verifikasi pendaratan ikan diterbitkan Pengawas Perikanan paling lama 2 hari setelah dilakukan verifikasi terhadap:
4. Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
3. Log book penangkapan ikan; dan
2. SIPI/surat pendaftaran kapal bagi kapal yang dioperasikan oleh nelayan kecil;
1. fotokopi identitas Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal;
SKPI diterbitkan oleh Kepala pelabuhan perikanan/pelabuhan umum atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari setelah dilakukan verifikasi terhadap:
Penjelasan Persyaratan
7. SKPI bagi kapal penangkap ikan 4. tanggal dan daerah penangkapan; yang mendaratkan ikan hasil tangkapan pada pelabuhan 5. pelabuhan pangkalan; perikanan atau pelabuhan umum dan yang tidak ditetapkan sebagai 6. jenis dan berat ikan. Otoritas Kompeten Lokal.
6. laporan hasil verifikasi pendaratan ikan; dan
5. surat jalan pengiriman barang dari perusahaan;
4. packing list invoice dari perusahaan;
3. bukti pembelian ikan;
2. fotokopi Identitas Pemohon;
1. draft SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan;
6. surat jalan pengiriman barang dari perusahaan.
5. packing list invoice dari perusahaan; dan
4. bukti pembelian ikan;
3. fotokopi Identitas Pemohon;
2. draft SHTI-Lembar Turunan;
1. fotokopi SHTI-Lembar Awal;
Melampirkan persyaratan sebagai berikut:
2 (dua) hari
2 (dua) hari
Jangka Waktu
18KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
19
Pemohon
Penanggung jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk
SHTI
SHTI-Impor
Otoritas Kompeten Lokal
Mengajukan permohonan kepada
3. jenis alat penangkapan ikan;
2. nomor dan masa berlaku SIPI;
1. nama kapal;
Laporan hasil verifikasi pendaratan ikan diterbitkan Pengawas Perikanan paling lama 2 hari setelah dilakukan verifikasi terhadap:
4. Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
3. Log book penangkapan ikan; dan
2. SIPI/surat pendaftaran kapal bagi kapal yang dioperasikan oleh nelayan kecil;
1. fotokopi identitas Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal;
SKPI diterbitkan oleh Kepala pelabuhan perikanan/pelabuhan umum atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari setelah dilakukan verifikasi terhadap:
Penjelasan Persyaratan
7. SKPI bagi kapal penangkap ikan 4. tanggal dan daerah yang mendaratkan ikan hasil penangkapan; tangkapan pada pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum 5. pelabuhan pangkalan; dan yang tidak ditetapkan sebagai Otoritas Kompeten Lokal. 6. jenis dan berat ikan.
6. laporan hasil verifikasi pendaratan ikan; dan
5. surat jalan pengiriman barang dari perusahaan;
4. packing list invoice dari perusahaan;
3. bukti pembelian ikan;
2. fotokopi Identitas Pemohon;
1. draft SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan;
Melampirkan persyaratan sebagai berikut:
2 (dua) hari
Jangka Waktu
20KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
21
Setara
22KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
SHTI
Pemohon
Mengajukan permohonan kepada
Melampirkan persyaratan sebagai berikut:
4. Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
3. Log book penangkapan ikan; dan
2. SIPI/surat pendaftaran kapal bagi kapal yang dioperasikan oleh nelayan kecil;
1. fotokopi identitas Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal;
SKPI diterbitkan oleh Kepala pelabuhan perikanan/pelabuhan umum atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari setelah dilakukan verifikasi terhadap:
Penjelasan Persyaratan
Jangka Waktu
Masnuah
Cita-Cita Memajukan Perempuan Nelayan
T
iap 21 April, Indonesia merayakan hari penghormatan tertinggi atas jasa seorang pejuang emansipasi perempuan: Raden Ajeng Kartini. Seorang perempuan dari keturunan darah biru penggugat budaya patriarki yang dipandangnya menghambat kemajuan perempuan. Namun, Indonesia punya banyak pahlawan pejuang perempuan. Siapa tidak kenal Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika atau Martha Christina Tiahahu. Mereka semua adalah sebagian dari pahlawan yang mendorong Indonesia merdeka. Jauh setelah RA Kartini wafat, seorang perempuan bertubuh kecil dan memiliki tatapan mata yang tajam lahir dengan mimpi yang sama. Ia dikenal dengan nama Masnuah asal Rembang, Jawa Tengah. Masnuah (40) atau biasa dipanggil Mba Nuk terlahir di Rembang pada tahun 1974. Ayahnya seorang
24KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 nelayan dan ibunya berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Mba Nuk terbiasa melihat kehidupan nelayan, di mana pada saat bersamaan ia pun semakin dekat dengan lingkaran kemiskinan nelayan, tengkulak, beragam penyakit masyarakat dan budaya patriarki, di antaranya kekerasan terhadap perempuan. Masnuah akhirnya menikah umur 18 tahun dengan salah seorang nelayan dari Morodemak, Jawa Tengah. Namun dalam hatinya, mimpi bersekolah masih terus hidup. Ya, Mba Nuk akhirnya menikah dan menjadi istri nelayan.
JJ Memberi Nama Puspita Bahari Mba Nuk tinggal di Morodemak, Jawa Tengah, bersama suaminya, Su’udi (45). Suaminya adalah seorang nelayan. Dari sosoknyalah ialah belajar bagaimana sepenuhnya menjadi seorang perempuan nelayan. Mba Nuk dikaruniai seorang anak laki-laki, Muhammad Vicky Alansyah (20). Melihat lingkungan sekitarnya, di mana nelayan acapkali pulang tanpa hasil, terlilit hutang, dan perempuan nelayan yang banting tulang mencari hutang, Mba Nuk tergerak untuk menginisiasi gerakan perubahan untuk perempuan nelayan di kampungnya pada tahun 2005. Awalnya Mba Nuk hanya ingin menggerakkan kemandirian perempuan nelayan dalam
25
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
menghadapi dinamika yang biasanya terjadi di desa pesisir: kemiskinan. Dengan hanya bermodalkan keyakinan, Mba Nuk membentuk Puspita Bahari. Kegiatan awalnya hanya dimulai dengan mengajak perempuan nelayan untuk lebih aktif dalam kegiatan usaha. Setelah melihat potensi yang ada, Mba Nuk mulai mengumpulkan modal sebesar Rp.1.000.000 dari iuran anggota. Modal tersebut kemudian dibelikan beras untuk disalurkan kepada keluarga nelayan. Per kilogram beras yang disalurkan, Koperasi Puspita Bahari hanya mengambil keuntungan Rp.200. Dari ketekunan dan konsistensi kelompok, dalam setahun koperasi Puspita Bahari dapat meraih keuntungan Rp.2.000.000. Namun pada tahun 2006 Koperasi Puspita Bahari mulai mengalami kesulitan. Hasil tangkapan nelayan kian menurun dan berdampak langsung terhadap perputaran uang di Koperasi Puspita Bahari. “Nelayan tidak melaut itu ujung-ujungnya utang, koperasi diutangi terus, modal habis tapi semangatnya terus hidup kok,” ujar Mba Nuk sembari tersenyum. Mba Nuk semakin giat mencari program-program pemberdayaan masyarakat. Lewat tangannyalah perempuan nelayan sekitar Morodemak mendapatkan pelatihan usaha, seperti membuat aneka makanan ringan.
Pelatihan yang diberikan ternyata mengalami kendala, daya beli konsumen sangat rendah. “Waktu itu kita jual gorengan harganya Rp.300 dan donat itu cuma Rp.500, tapi itu mahal buat nelayan. Enggak penting bersih atau higienis buat nelayan, yang penting murah dan dapat banyak,” ujar Mba Nuk. Mengutip pepatah dari Presiden Abraham Lincoln, "Yang penting bukan berapa kali aku gagal, tapi yang penting berapa kali aku bangkit dari kegagalan". Mba Nuk tidak patah semangat. “Semua orang pasti pernah gagal, tapi kan bedanya siapa yang mau bangkit untuk maju atau cuma ndelok (melihat) kegagalannya tok,” tambah Mba Nuk.
Lagi-lagi produknya mengalami kendala, kerupuk olahan Puspita Bahari kesulitan menembus pasar. Ruang gerak perempuan mengakibatkan mutu kerupuk tidak seragam, ada yang terlalu tebal dipotong atau terlalu tipis dipotong. Perempuan kesulitan keluar dari rumahnya sehingga pembuatan kerupuk dilakukan di rumah masing-masing. Akhirnya Mba Nuk ‘mengakali’ kendala itu dengan membagikan standar resep yang seragam. Bahan baku produknya ditentukan dan Mba Nuk semakin giat mendatangi rumah-rumah perempuan yang mengolah kerupuk dan produkproduk ikan lainnya.
JJ Kreasi Produk Puspita Bahari
“Mendapatkan mutu yang sama itu sulit benar, tapi yang penting dijalani dan ikhlas pasti nanti ada hasilnya” ujar Mba Nuk.
Di tahun 2009, Mba Nuk kembali mengajak perempuan di kampungnya mengolah makanan berbahan dasar ikan, seperti kerupuk, abon, dan keripik. Di Desa Morodemak, kebanyakan istri nelayan telah membuat kerupuk sendiri, namun hanya sekadar untuk konsumsi rumahan.
Mbak Nuk tidak bisa menoleransi saat mendapati perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan. Ia mengambil peran sebagai paralegal sebagai pelindung dan pendamping untuk perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan dukungan LBH APIK Semarang.
“Banyak di desa kami ini ikan kecil dibuang-buang karena dianggap tidak punya nilai. Lah, ikan itu kalau dikasih bumbu, ditambahi tepung lalu digoreng kering ya jadi iwak peyek untuk makan. Murah meriah dan bergizi itu,” ujar Mba Nuk.
Di sisi lain, Mba Nuk melihat sampah menjadi masalah yang dihadapi oleh masyarakat Morodemak sedari dulu. Tidak ada TPS membuat sampah berserakan di mana-mana, tidak heran jika kambing piaraan warga tidak makan rumput, tetapi sampah.
Jelajah
26KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 Mba Nuk memutuskan untuk membantu mengelola sampah dengan cara paling sederhana, yaitu memisahkan sampah organik dan non-organik. Tak hanya tu, Mba Nuk pun berusaha mendapatkan pelatihan cara mengolah sampah menjadi tas atau bantal.
JJ Menuai hasil “Namanya orang usaha, sedikit pun pasti ada hasilnya. Tapi kembali sama niatannya, mau baik apa buruk, kalau baik ya hasilnya baik,” ujar Mba Nuk. Sekarang Puspita Bahari yang diketuai Mbak Nuk berhasil memotivasi dan melahirkan kader-kader perempuan yang berkelompok di beberapa desa sekitar Morodemak dan sudah mengikuti jejaknya, di antaranya kelompok Sekar Samudra, Muara Indah, Mekar Wangi, Sari Laut dan Tarisa Jaya. Hasil dari perjalanan panjang Mba Nuk untuk mendapatkan hidup yang lebih baik mulai dirasakan perlahan oleh Mba Nuk. Ia pernah mendapat penghargaan Kusala Swadaya pada Oktober 2011 sebagai kelompok perempuan nelayan yang berhasil mengatasi kekumuhan di perkampungan nelayan. Ia pun pernah menjadi inspirator dalam acara Kick Andy di Metro TV dan terpilih sebagai wanita inspiratif 2012. Kemudian Tupperware She Can Award di Trans7 tahun 2013. Di
tahun 2014, Mbak Nuk berhasil menjadi penerima beasiswa (fellow) Yayasan Ashoka dan mendapatkan penghargaan Frans Seda Award 2014 sebagai pejuang kemanusiaan dari Unika Atmajaya Jakarta. Mba Nuk pun pernah dipercaya menjadi mediator bantuan tiga kapal nelayan dari Dompet Dhuafa yang disalurkan lewat Layar Nusantara/LBH Semarang dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Kapal itu diperuntukkan kepada tiga kelompok nelayan yang tergabung dalam Paguyuban Nelayan Morodemak yang beranggotakan suami-suami perempuan nelayan kelompok Puspita Bahari. Kini Mba Nuk dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal dari Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) pada 16 Mei 2014 melalui Pertemuan Nasionalnya yang difasilitasi KIARA di Jakarta. Perjuangan Mba Nuk tidak secara instan menuai hasil, namun berjuang adalah sebaik-baiknya usaha. Mba Nuk masih menaruh harapan bahwa perempuan nelayan dapat memperoleh hidup yang lebih baik, bukan hanya secara finansial tapi juga dalam pendidikan. Terpenting, Mba Nuk berharap, Negara dapat mengakui peran perempuan nelayan dan Negara dapat memberikan fasilitas penuh terhadap kemajuan perempuan nelayan Indonesia melalui politik kebijakan dan penganggarannya.***
Jelajah Perikanan Benua Eropa
K
emacetan Jakarta adalah tantangan tersendiri yang penulis hadapi dalam perjalanan menuju Bandar Udara Internasional SoekarnoHatta guna menghadiri perundingan PBB yang diselenggarakan oleh Komite Perikanan FAO mengenai Perdagangan Ikan di Bergen, Norwegia.
Norwegia adalah negara dengan populasi terpadat kedua di Benua Eropa dan beribukota di Oslo dengan populasi sebanyak 630.000 jiwa. Negeri ini berbatasan dengan Swedia di sisi timur; Finlandia dan Rusia di sisi utara
dan timur; dan Denmark di sisi yang lain. Norwegia memiliki panjang pantai yang membujur dari Samudra Atlantik Utara dan Laut Barent. Negeri ini memiliki cadangan sumber daya alam, di antaranya minyak, gas alam, mineral
28KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
29
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
lainya, perikanan, dan hidropower.
diekspor (FAO, 2014).
Setibanya di Soekarno-Hatta, bahan perundingan setebal 86 halaman memicu rasa ingin tahu penulis. Mewakili nama besar Republik Indonesia dan KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menaungi kepentingan nelayan tradisional dan perempuan nelayan di Indonesia, amanah ini tak boleh dianggap remeh dan tidak pula memberatkan.
Saat pengumuman menaiki pesawat ke Bergen terdengar, penulis kembali menemui data bahwa pekerjaan di sektor perikanan, baik tangkap dan budidaya, tumbuh dalam angka yang cepat, lebih besar ketimbang pertumbuhan populasi. Sedikitnya 56 juta orang secara langsung terlibat dalam aktivitas perikanan. Mendapati angka ini, terbayang bahwa betapa strategisnya sumber daya perikanan bagi masyarakat dunia.
Pasca terbang selama lebih kurang 11 jam dari Jakarta, penulis berkesempatan untuk kali ketiga menjejakkan kaki di Bandar Udara Schiphol, Amsterdam, Belanda, sembari menunggu jadwal penerbangan ke Bergen, Norwegia, 4,5 jam ke depan. Guna mengisi masa transit ini, penulis memanfaatkan waktu untuk menjelajah bandar udara yang berlokasi 20 menit dari barat daya Amsterdam di Kotamadya Haarlemmermeer. Apa yang ditemui? Sepeda yang bisa dipakai untuk mengisi baterai mobilephone sekaligus alat olahraga. Sungguh menarik. Dalam hal jumlah penumpang, Schiphol merupakan bandar udara keempat tersibuk di Eropa.
Tiga jam berselang, pesawat mendarat di Bergen, kota tua pesisir di Kotamadya Hordaland yang terletak di Pantai Barat Norwegia. Sebanyak 273.600 penduduk mendiami kota yang nyaman ini per tanggal 7 Juni 2014. Sementara Kabupaten Bergen memiliki populasi sebesar 405.400 orang dan membuatnya menjadi kota terbesar kedua di Norwegia dengan luas wilayah 465,6 kilometer persegi.
Di ruang tunggu Schipol, penulis mendapati fakta bahwa perikanan merepresentasikan komoditas pangan yang paling banyak diperdagangkan, dengan saham sebesar 40 persen dari total produksi perikanan, baik tangkap dan budidaya, yang memasuki pasaran internasional dan tiap tahunnya senilai lebih dari 130 miliar dolar ikan yang
Kota yang dibangun pada abad ke-11 (berdiri tahun 1070) ini menyimpan sejarah panjang di sektor perikanan. Tak salah jika Pemerintah Norwegia memilih kota ini sebagai lokasi perundingan. Berbicara tentang iklim, Bergen tergolong ke dalam tempat dengan iklim samudera sedang atau Cfb berdasarkan iklim Köppen hingga subpolar samudera atau Cfc, dengan musim dingin yang sejuk dan musim panas yang sedang. Meskipun lokasi Bergen jauh berada di utara (60°23′22″N 5°19′48″E), iklimnya lebih hangat dibandingkan seharusnya. Pada musim dingin, Bergen memiliki musim
dingin terhangat daripada kota – kota lainnya di Norwegia akibat adanya Arus Teluk (Gulf Stream). Bergen juga memiliki curah hujan yang tinggi dengan presipitasi (proses pengendapan) tahunan rata–rata 2.250 mm atau 18 inchi. Hal ini disebabkan kota ini dikelilingi oleh pegunungan, di mana massa udara Atlantik Utara yang lembab mengalami pengangkatan orografis sehingga hujan melimpah di kota ini. Hujan pernah turun setiap hari antara tanggal 29 Oktober 2006 hingga 21 Januari 2007 atau selama 85 hari berturut – turut! Temperatur tertinggi yang pernah tercatat adalah 31,8 °C pada 17 Juli 2013. Temperatur terendah yang pernah tercatat adalah −16,3 °C pada tahun 1987. Sebelum menaiki bus, penulis bergegas menukarkan uang dan menaiki bus sebagaimana petunjuk petugas Bandar Udara Bergen. Ternyata ongkos yang penulis berikan kepada petugas bus kurang 10 Norwegia Kroner. Saat penulis meminta izin keluar bus dan menukar uang kembali, sang sopir menyampaikan, “Tidak perlu Anda turun kembali. Tak masalah soal ongkosnya. Silakan duduk nyaman”. “Terima kasih Pak,” jawabku. Dalam perjalanan, keindahan lanskap Kota Bergen menyita perhatian. Bebatuan yang ditumbuhi rumahrumah penduduk. Perbaikan jalan dikerjakan dengan memotong batu-batu besar. Sungguh luar biasa. Kiri-kanan bus yang melintasi kota diwarnai dengan taman dan danau yang rimbun dan diramaikan oleh
burung dan bebek. Sangat indah. Tak lama kemudian, perjalanan bus selama 30 menit mengantarkan penulis ke lokasi perundingan: Radisson Blu Royal Hotel, yang berlokasi di tengah Kabupaten Bergen, yakni Bryggen. Bryggen juga dikenal dengan nama Tyskebryggen, yakni sebuah bangunan lama di sebelah utara Kota Bergen. Sejak tahun 1979, Bryggen ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. Perdagangan ikan amat penting begi negara-negara berkembang. Karena merekalah yang banyak mengekspor hasil tangkapan ikannya ke Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Tak terkecuali Indonesia. Dalam perundingan yang dihadiri oleh delegasi 59 negara anggota FAO, tema perdagangan ikan didiskusikan dalam berbagai tema, di antaranya: perdagangan ikan dan nutrisi manusia, sertifikasi perikanan, persyaratanpersyaratan pasar, pelaku perikanan skala kecil dan kontribusinya bagi kehidupan berkelanjutan, dan pengawasan pelaksanaan Pasal 11 tentang Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Kode Etik Perikanan Berkelanjutan (Code of Conduct for Responsible Fisheries). Perundingan Perdagangan Ikan ini berlangsung sejak tanggal 24-28 Februari 2014. Dalam kesepakatan yang diraih di hari kelima, halhal penting yang menarik untuk digarisbawahi dan diketahui oleh nelayan tradisional di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) FAO berkewajiban untuk memperkuat pelaku perikanan tradisional melalui
30KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 bantuan teknis dalam konteks ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan; (2) Pemenuhan hakhak dasar nelayan tradisional oleh negara-negara anggota FAO penting untuk disegerakan; (3) FAO mengakui dimensi sosial-ekonomi dan budaya masyarakat nelayan tradisional, serta peran penting perempuan nelayan di dalam aktivitas perikanan skala kecil. Sebelum mengakhiri perjalanan di Norwegia, Komite Perikanan FAO Sub-bidang Perdagangan Ikan atas usulan delegasi Maroko memutuskan bahwa lokasi perundingan ke-15 akan diselenggarakan di negara yang terletak di Afrika Utara tersebut.
JJ Melintas Pada tanggal 1 Maret 2014, penulis menaiki kereta api dengan tujuan Oslo selepas Shubuh waktu Bergen. Dengan Jakarta, perbedaan waktu Bergen terentang selama 5-6 jam. Dalam perjalanan ke Oslo, pemandangan indah bertabur salju di kiri-kanan menarik perhatian. Pegunungan dan lembah, serta sungai dan laut merupakan kekayaan alam yang dimiliki oleh rakyat Norwegia. Enam jam perjalanan ke Oslo menyisakan kenangan alam. Sesampainya di Oslo penulis menjumpai salah seorang staf di Kedubes Norwegia yang memesan teh khas Indonesia dan keripik tempe. Anda bisa bayangkan betapa nikmatnya, bukan? Dari Oslo, penulis kembali menaiki kereta api tujuan Stockholm dengan melewati 13 stasiun. Dengan
31
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
perjalanan sejauh 6 jam, penulis tiba di Stockholm, ibukota Swedia. Selama di Swedia, penulis berkesempatan mengunjungi kebun binatang dan musem perikanan. Beruntung penulis menginap di hotel yang berdekatan dengan mesjid. Stockholm adalah kota yang nyaman dan memiliki fasilitas transportasi yang terhubung dari perkotaan dan pelosok pedesaan. Sungguh nyaman untuk dinikmati dalam tempo 3 hari. Berdiskusi dengan aktivis perikanan Swedia sangat menarik. Mereka menjelaskan perihal kampanye bertajuk skippa kampi yang bertujuan mengajak konsumen seafood di Swedia untuk berhenti mengonsumsi udang. Hal ini dikarenakan merusak hutan mangrove. Cukup logis meski sulit diterapkan di Indonesia. Sembari menikmati hidangan makan siang dan malam, diskusi tersebut berlangsung hangat dalam suasana dialoh yang kaya. Tak hanya diskusi, perjalanan ke Stockholm juga diwarnai dengan mendatangi AQUARIA, museum perikanan yang sarat pesan dan pengetahuan. Betapa tidak! Negeri yang tidak memiliki hutan mangrove ini harus mendatangkan sebatang pohon mangrove sebagai wahana pembelajaran kepada warganya. Tak pelak, gerakan menjaga kelestarian hutan mangrove masif di Swedia. Dahsyat, bukan? Setelah AQUARIA, penulis juga berkunjung ke Universitas Stockholm, Swedia, dan berbincang dengan 2 peneliti senior kelautan dan perikanan
di kampus yang asri, bersih dan nyaman itu. Dalam diskusi tersebut, salah seorang peneliti bertanya, “Mengapa KIARA tidak terlibat dalam upaya konservasi laut yang dijalankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan?” Mendapati pertanyaan tersebut penulis sampaikan, “Secara ideologi kami berbeda: mereka mengedepankan perlindungan laut dan melupakan manusia (baca: masyarakat nelayan) dan kami sebaliknya”. Perjalanan ke Swedia diakhiri dengan menikmati hidangan khas Timur
Tengah selepas shalat Isya di Islamiska Forbundet I Stockholm (Ar-Raabithah Al-Islaamiyyah fi Stockholm). Terima kasih Tuhan!*** (AH)
Nama dan Peristiwa
33
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
Sara Tynnerson
AKTIF KAMPANYE LINGKUNGAN DAN PERLINDUNGAN NELAYAN
I
a aktif sebagai manajer program kampanye Anti Scampi (Bahasa: anti udang) di Swedia selama 2013 dan 2014. Kampanye ini bertujuan untuk mengarusutamakan pentingnya melestarikan lingkungan dan masalah-masalah sosial yang berkaitan langsung dengan aktivitas budidaya udang di negaranegara tropis. Meski terbilang muda, gadis bernama lengkap Sara Tynnerson ini pantang menyerah mendapati berbagai tantangan dalam kampanye tersebut, misalnya disepelekan orang lain.
Aktivis yang akrab disapa Sara ini terlihat gembira saat diminta berbagi pengalaman kampanye Anti Scampi di sela-sela kunjungan KIARA ke Stockholm, Swedia, Maret 2014 lalu atas undangan Swedish Society for Nature Conservation (SSNC), organisasi lingkungan hidup berusia lebih
dari 102 tahun di salah satu negeri Skandinavia tersebut. Sebelumnya, ia banyak bertanya kepada KIARA mengenai pelestarian mangrove, keberlanjutan sumber daya ikan dan kesejahteraan nelayan tradisional. “Hobi saya berenang di Laut Swedia, meski sangat dingin sepanjang tahun.
Namun saya sangat menikmatinya,” katanya mengawali perbincangan dengan KIARA sembari tersenyum. Tak hanya menyukai olahraga air, ia juga menyukai panjat tebing dan balap kuda.
model kampanye yang mudah diakses oleh khalayak luas. Kemudian dibikinlah film pendek bertajuk Anti Scampi yang bisa diakses dengan mudah di http://www.youtube.com/ watch?v=riIn4RSwYGE.
Ketika KIARA menanyainya tentang persoalan perikanan di Swedia, dengan jujur ia mengatakan, “Saya tidak berkompeten untuk menjawab hal ini. Tetapi dalam pandangan saya harus dihentikan praktek penangkapan ikan yang berlebih dan memakai metode penangkapan ikan merusak, seperti pukat harimau (bottom trawling). Selain itu, kami juga harus menutup peluang praktek penangkapan spesies yang terancam punah. Contohnya, Belut Eropa. Terkait hal ini, Pemerintah Swedia harus menyusun aturan perundang-undangan yang ketat dan tegas, serta melaksanakannya dengan konsisten”.
“Kampanye yang dijalankan oleh lembaga konservasi tertua di Swedia ini sangat sukses. Berbekal film yang didukung oleh beberapa laporan lapangan dan sangat mudah diakses di media sosial ini, masyarakat meresponsnya dengan pemahaman yang baik dan diikuti dengan perubahan perilakunya. Tak cukup dengan film, kami juga menyebarluaskan pamflet dan brosur secara gratis,” cerita Sara penuh semangat.
JJ Melestarikan alam SSNC telah bekerja lebih dari 20 tahun untuk mengampanyekan pentingnya melestarikan lingkungan dan menghargai hak asasi manusia kaitannya dengan pertambakan udang. Di tahun 2011, mereka merencanakan
Gagasan yang disampaikan kepada masyarakat Swedia melalui kampanye ini, tambah Sara, adalah pentingnya melestarikan lingkungan hidup dan mengatasi persoalan-persoalan sosial yang muncul di tambak udang. “Rusaknya mangrove, air yang tercemar, hilangnya lahan pertanian, kondisi pekerjaan yang tidak adil, pemakaian anti-biotik, penggunaan tepung ikan (fish meal) dan hilangnya
Konsultasi Hukum
34KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 akses masyarakat lokal atas wilayah tangkap tradisionalnya adalah beberapa isu yang kami persoalkan,” tambah Sara.
penegakan hukum yang lemah dan memihak kepada pelaku perikanan skala besar berimbas terhadap rusaknya ekosistem pesisir dan laut.
Sejak tahun 2011, kampanye Anti Scampi kembali digalakkan dengan pemberlakuan Hari Anti Udang (AntiScampi-days) setiap tahunnya. Di hari tersebut, kami turun ke lapangan berkampanye guna meningkatkan kesadaran masyarakat. “Mereka sangat tertarik dengan kostum udang yang kami pakai dan sangat populer di Swedia. Kampanye ini telah mendorong jaringan grosir besar berhenti menjual udang tropis. Bahkan banyak restoran menghapus menu masakan udang tropis dikarenakan perilaku konsumen yang juga tidak memilihnya,” cerita Sara tentang keberhasilan kampanyenya.
JJ Perempuan nelayan
Cewek yang belum pernah menikmati masakan Indonesia ini melihat peran pelaku perikanan skala kecil sangatlah besar dan penting diakui keberadaannya, “Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah di negara-negara berkembang tidak menjual hak-hak perikanan mereka kepada industri kapal perikanan asing yang nantinya menguasai lautan”.
“Perempuan harus belajar memahami tentang hak-hak dasar mereka. Organisasi-organisasi masyarakat yang memberdayakan perempuan harus mendorong mereka untuk bertukar pengalaman. Karena hal ini sangat penting dan bermanfaat. Bahkan jika dianggap mampu, perempuan juga bisa terlibat di dunia politik,” harap Sara.
Pada konteks ini, tambah Sara, saya berharap 5-10 tahun ke depan nelayan skala kecil/tradisional bisa hidup lebih baik dengan profesinya dan di saat yang sama dibutuhkan kesungguhan pemerintah tanpa pandang bulu untuk menghentikan praktek perikanan berlebih dan pemakaian alat tangkap ikan yang merusak. Karena Pusat Data dan Informasi KIARA mencatat,
Sara yang belum pernah mengunjungi Indonesia ini mengatakan, “Sedikit sekali informasi mengenai Indonesia yang saya ketahui kecuali laut dan kekayaan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Suatu hari nanti, saya berharap bisa mengunjungi Indonesia dan belajar lebih dalam mengenainya,” tutupnya sembari berharap bisa menikmati kuliner Indonesia.*** (AH)
Di sektor perikanan, peran perempuan juga amat penting dan harus diakui. Sekitar 48% penghasilan keluarga nelayan disumbangkan oleh perempuan (KIARA, 2012). Peran perempuan bertambah besar bagi keluarga nelayan apabila kondisi cuaca tengah buruk sehingga nelayan tidak bisa melaut. Meski demikian, perempuan nelayan belum mendapatkan pengakuan atas perannya dari penyelenggara negara. Apalagi pemenuhan atas hak-hak dasarnya, seperti perlindungan jiwa dan kesehatan.
Organisasi Dagang Dunia (WTO) dan Perdagangan Bebas
B
aru-baru ini Pemerintah Indonesia ‘berhasil’ menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Center/WTO) pada 3-6 Desember 2013 di Nusa Dua, Bali. KTM WTO tersebut menghasilkan Paket Bali yang terbagi dalam tiga bagian penting, yaitu: pertama, tentang fasilitas perdagangan; kedua, paket pertanian; dan peningkatan kapasitas negara terbelakang/kurang berkembang alias least developed countries (LDC). Pertama, mengenai fasilitas perdagangan yang terbagi dalam dua bagian besar, yaitu mengenai langkah-langkah atau komitmen memperlancar keluar masuknya barang (ekspor-impor) dan proses transit serta bagi negara berkembang dan negara terbelakang. Kedua, Paket Pertanian yang dibagi dalam dua bagian, yaitu Proposal G20 yang meminta agar administrasi kuota besaran tarif (tariff rate quota) agar lebih transparan dan disiplin atas kompetisi ekspor. Ketiga, peningkatan kapasitas negara miskin alias least developed countries (LDC) dibagi dalam dua kelompok, yaitu perlakuan khusus dan berbeda (Special and Differential treatment) yang bertujuan mengefektifkan penerapannya dalam sistem perdagangan dan Paket LDC Bali yang meliputi duty free quota free, streamlined rules of origin, service waiver, dan kapas.
Konsultasi dipandu oleh: Ahmad Marthin Hadiwinata, SH (Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan)
Tulisan ini tidak akan membahas secara khusus mengenai ‘Paket Bali 2013’, namun akan membahas prinsip-prinsip umum yang menjadi fondasi dalam perdagangan bebas ala WTO.
Redaksi KABAR BAHARI membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi KABAR BAHARI, Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528, atau email :
[email protected]
36KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 Terdapat enam prinsip umum, yaitu: (1) Tidak Ada Diskriminasi dalam Perdagangan Bebas (NonDiscrimination in Trade) atau disebut juga Most-Favoured Nation; (2) Perlakuan Nasional (National Treatment); (3) Penghapusan hambatan perdagangan selain tarif (Eliminationg non-Tariff Barriers); (4) Pelarangan terhadap pembatasan kuota (Restriction on Quota); (5) Anti Dumping dan Subsidi sebagai perdagangan tidak adil (unfair trade); dan (6) Transparansi (Transparency). Selain itu, prinsip penting lainnya adalah WTO memiliki sifat keanggotaannya yang bersifat Single Under Taking (Pengambilan Tunggal) yang artinya bahwa jika negara menjadi anggota dari organisasi ini harus menerima seluruh ketentuan yang ditetapkan oleh WTO.
JJ 6 Prinsip Utama dalam WTO Non-Discrimination in Trade atau Most-Favoured Nation (MFN) adalah prinsip yang menyatakan bahwa perdagangan bebas tidak boleh memberikan perlakuan berbeda terhadap negara lain. Sehingga setiap negara yang melakukan perdagangan bebas dengan negara lain tidak mendiskriminasi negara lainnya dalam melakukan perdagangan bebas. Prinsip ini terbagi ke dalam Most Favoured Nation dan National Treatment serta sangat terkait dalam praktek perdagangan produk maupun jasa dan juga bentuk lain, seperti investasi. Most Favoured Nation adalah suatu negara tidak boleh mendiskriminasi
37
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
suatu barang impor dari suatu negara dengan barang impor negara lain. Contohnya impor pisang dari Afrika tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap impor pisang dari negara lain. Selain itu terdapat ketentuan mengenai produk serupa (like product) yang bisa juga menjadi barang yang tidak harus sama jenis, tetapi bisa berupa komplementer (saling melengkapi) dan substitusi (pengganti). Mengenai “like product” ini bisa sangat fleksibel tergantung pada konteks perdagangan bebas dan barangnya saling berhubungan. Berkaitan dengan National Treatment (Perlakuan Nasional), suatu negara dalam negeri tidak boleh mendiskriminasi barang impor dari luar negeri. Prinsip ini mengatur bahwa suatu negara tidak menerapkan kebijakan yang memperlakukan berbeda produk barang dari luar negeri (impor) dengan produk industri dalam negeri sehingga perlakukan berbeda tersebut memberikan kerugian atau mendiskriminasi barang impor. Untuk mempermudah perbedaan antara MFN dan NT adalah perlakuan tersebut dilakukan sebelum dan setelah barang impor memasuki pasar domestik. Penghapusan hambatan perdagangan selain tariff (Eliminationg nonTariff Barriers) adalah prinsip yang menghendaki hilangnya hambatan selain tarif. WTO memungkinkan adanya hambatan perdagangan, namun hanya dalam pengaturan tarif masuk. Hambatan lain seperti tata niaga, perizinan dan lain-lain
diharapkan dihapuskan oleh masingmasing negara. Pelarangan terhadap pembatasan kuota (Restriction on Quota) dalam perdagangan bebas adalah prinsip yang menghendaki tidak adanya pembatasan terhadap jumlah perdagangan bebas. Suatu negara tidak boleh/dilarang membatasi perdagangan internasional dengan menghambat melalui pembatasan kuota. Prinsip ini bertujuan untuk mencegah kurangnya transparansi dalam pengaturan bea masuk dan distorsi harga yang disebabkan tidak berlakunya hukum penawaran dan permintaan. Kebijakan tentang pembatasan kuota hanya dimungkinkan/diizinkan apabila dengan alasan berikut: 1) Jika suatu negara sedang menjalankan program stabilisasi pasar terkait produk pertanian; 2) Neraca Pembayaran atau negara sedang berupaya mencegah atau mengatasi semakin berkurangnya cadangan devisa jika cadangan yang tercatat dianggap terlalu rendah; 3) Dalam rangka Alokasi Kuota, maksudnya besarnya kuota impor atau ekspor ditentukan berdasarkan peranan negara pengekspor dalam perdagangan dengan negara pengimpor tersebut apabila kuota tidak ditetapkan). Dumping dan Subsidi dianggap sebagai wujud perdagangan tidak adil (unfair trade) dengan melakukan persaingan yang tidak jujur dan tidak fair. Untuk membalas kerugian
akbiat dari dumping dan subsidi, maka negara yang dirugikan dapat melakukan tarif bea masuk anti dumping dan tarif bea masuk imbalan (countervailing duty). Prinsip yang terakhir adalah Transparansi (Transparency) yang menginginkan setiap negara anggota WTO diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya. Tujuannya untuk memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan. Hal ini lebih kepada pelaku perdagangan dapat mengetahui peraturan yang terkait dengan perdagangan bebas dari setiap negara. Inti dari prinsip ini, yaitu perlakuan dan kebijakan yang dilakukan suatu negara harus transparan agar diketahui oleh negara lain.
JJ Konferensi Bretton Woods WTO tidaklah lahir dalam rentang waktu era 1990-an yang selama ini dibicarakan, yaitu pada tahun 1994 melalui Putaran Uruguay. Namun akar kelahiran atau embrio dari WTO hadir sejak era 1947-an saat berlangsungnya Konferensi Bretton Woods. Konferensi tersebut ‘berhasil’ memunculkan tiga lembaga ekonomi liberal, yaitu Dana Moneter Internasional (International Monertary Fund/IMF), Organisasi Perdagangan Dunia (Internasional Trade Organization/ITO) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development/ IBRD). IBRD kemudian menjelma
Tokoh
38KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 menjadi Bank Dunia (World Bank), di mana IBRD menjadi salah satu dari lima lembaga yang membentuk Kelompok Bank Dunia. ITO merupakan cikal bakal dari WTO yang dibentuk melalui Perjanjian Umum tentang Perdagangan dan Tarif (General Agreement on Tariffs and Trade/GATT) 1947. Konferensi tersebut tidak dimaksudkan untuk melindungi kepentingan negara berkembang karena pada saat Konferensi Bretton Woods berlangsung, dunia masih pada masa Perang Dunia ke-2 pada 1-22 Juli 1944. 44 negara yang telah ada termasuk yang sedang berperang dengan tujuan tujuan untuk mendiskusikan perencanaan perekonomian di masa damai setelah perang. Singkat kata Konferensi Bretton Wood ingin mengurai krisis ekonomi yang dianggap sebagai salah satu penyebab utamanya adalah proteksionisme perdagangan Negaranegara pada waktu itu sehingga tujuannya adalah untuk membuka akses pasar terhadap setiap negaranegara yang saat itu menjadi peserta.
JJ Kritik terhadap WTO Telah banyak kritik yang muncul terhadap WTO sebagai organisasi internasional. Namun penulis akan menghadirkan kritik yang bersifat umum untuk dapat dengan mudah dipahami oleh komunitas nelayan dan perempuan nelayan. Pertama, WTO tidak dibentuk oleh negara berkembang karena akar pembentukannya pada tahun 1947 melalui GATT 1947 dalam Konferensi
Bretton Woods yang hanya diikuti negara maju. Negara berkembang yang baru merdeka pada era tahun 1950-an baru lahir kemudian baru ikut serta dalam proses di Putaran Uruguay. Sementara GATT 1947 merupakan dasar fondasi prinsip-prinsip dalam perdagangan bebas di WTO. Tujuannya adalah untuk membuka akses pasar dari negara-negara saat itu sedang rusak pasca perang sehingga WTO adalah perjanjian perdagangan untuk membuka akses pasar dan negara berkembang hanya merupakan pasar yang menjadi tujuan perdagangan dari negara maju. Kedua, WTO menghendaki adanya kompetisi perdagangan antar negara. Ide dari kompetisi ini memang dikaburkan dengan adanya keunggulan komparatif (yang dapat dibandingkan) dari setiap negara. Namun, yang terjadi adalah persaingan yang tidak sehat antara negara maju dengan negara berkembang. Akar dari prinsip ini adalah pemikiran Adam Smith mengenai tangan “tak terlihat” (invisible hand’) yang menyerahkan perekonomian pada ekuilibrium pasar sehingga pasar akan dengan sendirinya membuat keseimbangannya. Sebagai contoh Indonesia dengan ekonomi kerakyatan sebagaimana dikehendaki Konstitusi UUD 1945 menerapkan prinsip gotong-royong melalui koperasi sebagai soko guru perekonomian sehingga sangat jelas prinsip ekonomi kompetisi dalam WTO bertentangan dengan prinsip ekonomi Indonesia.***
Abdul Latif
Pelestari
&Pengolah Mangrove T
di Pesisir Indramayu
inggal di rumah bilik bambu berukuran 4 x 7 bekas kandang itik milik orang tuanya, Abdul Latif dianggap aneh dan gila karena lebih peduli mangrove ketimbang bekerja untuk menghidupi istri dan anaknya. Pilihan tersebut memang tidak lazim seperti kebanyakan tetangganya, tetapi tidak bagi pria yang akrab disapa Latif ini. Pilihan pergi ke pantai menyelamatkan mangrove justru mengubah kehidupan sebagian besar nelayan kecil di kampungnya. Bahkan atas keanehannya itu, para perempuan nelayan menjadi kreatif dan dapat membantu perekonomian keluarganya.
Berawal dari kegelisahan atas menurunnya hasil tangkapan udang dan ikan nelayannelayan skala kecil di Indramayu, Latif mulai menyusuri apa penyebabnya. Dalam benaknya, “Hilangnya hutan mangrove akibat penebangan dan beralih fungsi menjadi tambak berakibat pada menjauhnya spesies khas ekosistem pesisir, seperti
40KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 udang, kepiting, dan ikan”. Berangkat dari pemikiran inilah, Latif yang tidak tamat SMA ini tergerak hatinya dan mengajak beberapa rekannya untuk menanami kembali mangrove yang sudah rusak. Pada tahun 2003, Latif mengajak Kepala Desa untuk menginisiasi sebuah pertemuan guna mendiskusikan masalah kerusakan hutan mangrove dan menurunnya hasil tangkapan ikan nelayan. Dari pertemuan itulah, disepakati pentingnya menyelamatkan hutan mangrove dan pemerintah desa mendukung upaya tersebut. Setahun setelahnya belum banyak nelayan yang mau terlibat: hanya beberapa orang saja. Lambat laun seiring tumbuhnya pohon mangrove yang ditanam, menambah semangat Pak Latif untuk menyelamatkan mangrove di wilayah pesisir Karangsong, Indramayu, Jawa Barat. Tidak jarang karena ketiadaan kendaraan dan ongkos, Latif berjalan kaki dari rumahnya di Pabean Udik, Indramayu, ke lokasi mangrove yang berada di Karangsong dengan jarak kurang lebih 6 kilometer. Mengawali inisiatif penyelamatan mangrove, Latif belum mendapatkan dukungan penuh dari keluarga. Namun ia pantang menyerah. Tekadnya yang kuat dilatari prinsipnya: orang yang mencintai alam, maka alam akan menghidupi orang tersebut. Keyakinan tersebut terbukti benar. Berbekal ketekunannya, Latif tidak saja mendapatkan kepuasan karena dapat membantu menyelamatkan ekosistem pesisir pesisir, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan
41
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
ekonomi keluarganya. Bahkan bersama kelompok yang dipimpinnya, ia telah mengolah mangrove menjadi anek produk ekonomi kreatif, seperti jajanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik. Tak hanya itu, kini Latif banyak diminta membagikan pengetahuan dan pengalaman melestarikan dan mengolah mangrovenya ke komunitas-komunitas nelayan di seluruh Indonesia, seperti Jawa Barat, Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Utara. Mimpi Latif sangat sederhana, ia menginginkan desanya maju di segala bidang, baik dalam konteks pemberdayaan masyarakat maupun infrastruktur yang memadai. Dengan menyelamatkan mangrove, ia yakin bisa menjadi pintu masuk untuk memakmurkan nelayan-nelayan kecil dan keluarga nelayan yang berada di Indramayu.
untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Lebih dari itu, Latif tidak memiliki harapan untuk menerima berbagai penghargaan atas inisiatif dan aktivitasnya dalam melestarikan wilayah pesisir Indramayu. Kesuksesannya dalam menggerakkan nelayan dan perempuan nelayan dengan menjadikan mangrove sebagai sarana pendidikan dan peningkatan penghasilan ekonomi keluarga mendorong Latif untuk berbuat lebih. Ia ingin mendirikan kawasan wisata mangrove di lahan seluas 40 hektare yang dikelolanya dan terintegrasi dengan aktivitas produksi dan pemasaran hasil olahan mangrove. Kegiatan wisata ini juga diharapkan menjadi Pusat Belajar dan Informasi Mangrove di wilayah Jawa Barat.
Atas dedikasinya itu, tanpa diberitahu sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Indramayu mengusulkan Latif sebagai salah satu nominator penerima Penghargaan Kalpataru tingkat Provinsi Tahun 2008. Tanpa diduga, Latif dinobatkan sebagai penerima Kalpataru tingkat Provinsi Jawa Barat atas prestasinya dalam menyelamatkan mangrove di Indramayu.
“Aktivitas penyelamatan mangrove di Indramayu dapat berkesinambungan, jika tersedia aturan yang mendukung kegiatan penanaman mangrove, misalnya Peraturan Desa sehingga ada kepastian hukum untuk mengatur adanya aturan zonasi wilayah inti, penyanggah dan tangkap di wilayah pesisir Karangsong Indramayu. Dengan aturan yang disepakati bersama itulah, semua pihak dapat berperan sekaligus mengambil manfaat ekonomi”, kata Latif.
Pada tahun 2009, Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali mengusulkan Latif sebagai nominator penerima panghargaan Kalpataru tingkat nasional. Namun tawaran tersebut ditolaknya dengan alasan belum banyak melakukan apa-apa dan masih banyak yang lebih berhak
Latif menambahkan, inisiatif pengolahan mangrove menjadi produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir harus dibarengi dengan fasilitasi pemerintah untuk mengembangkannya melalui sistem produksi standar dan diakui oleh
badan sertifikasi pemerintah. Dengan jalan ini, maka konsumen produk olahan mangrove akan semakin luas. “Kemudian dibutuhkan sistem pemasaran yang mampu mempromosikan produk-produk mangrove terdistribusi di kota-kota besar. Ketersediaan bengkel pelatihan dan etalase hasil olahan mangrove di wilayah strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat juga tak kalah pentingnya,” tutur Latif penuh semangat. “Harapan saya, masyarakat mengubah cara berpikirnya. Mangrove memberikan banyak manfaat tanpa harus menebang batangnya. Selagi kreatif, banyak olahan mangrove yang bisa dikonsumsi dan dimanfaatkan untuk kesehatan,” terang lelaki yang memiliki 2 anak dan memimpin lebih kurang 30 nelayan dan perempuan nelayan di Indramayu. Untuk mendukung kegiatan dan merealisasikan mimpi nelayan dan perempuan nelayan seperti Latif, KIARA meluncurkan program “Donasi Mangrove untuk Kehidupan”. Program ini bertujuan untuk mengajak masyarakat luas terlibat aktif dalam penyelamatan mangrove dengan cara menyumbangkan uangnya senilai Rp.10.000 (Sepuluh Ribu Rupiah) untuk satu pohon mangrove dan ongkos perawatan selama satu tahun. Salah satu wilayah yang akan menerima donasi ini adalah kelompok yang didampingi oleh Latif.***
Pernak-Pernik
43
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
mata rantai yang ditunjukkan oleh FAO. Karena itu, kita harus bekerja untuk memastikan bahwa produsen dan pekerja (perikanan) skala kecil mendapatkan nilai lebih dari profesi mereka. Ini adalah kerja nyata guna mendorong mereka untuk mengorganisasi dirinya agar posisi mereka semakin kuat,” jawab Marie saat ditanyai apa yang harus dilakukan komunitas internasional guna mendukung nelayan skala kecil dan perempuan nelayan di negara-negara berkembang.
Marie Hilloy Solheim Delegasi Norwegia
INDONESIA NEGERI YANG INDAH
Greg Schneider
K
etok palu Astrid Holtan (delegasi Norwegia yang terpilih sebagai pimpinan sidang) pertemuan PBB yang diselenggarakan oleh Komisi Perikanan FAO XIV mengenai Perdagangan Ikan di Bergen, Norwegia, di siang hari tanggal 28 Februari 2014 menandai berakhir dan disepakatinya 8 lembar butirbutir perundingan selama 5 hari tersebut. Di sela-sela ramah-tamah antardelegasi, KIARA mendatangi salah seorang delegasi Norwegia yang karib disapa Marie. Ia bernama lengkap Marie Hilloy Solheim. Di dunia pemerintahan, ia aktif bekerja di Kementerian Perdagangan, Industri dan Perikanan Norwegia.
Produk perikanan utamanya adalah ikan salmon. “Saya senang mengetahui Indonesia adalah negara pengimpor salmon kami. Karena salmon adalah ikan lezat yang kaya Omega-3,” sahut Marie sembari tertawa.
Perempuan penyuka aneka masakan laut ini belum pernah mengunjungi Indonesia. “Saya sangat bahagia jika berkesempatan ke Indonesia, negeri indah yang pernah saya dengar,” katanya menjawab pertanyaan KIARA.
Salah satu topik bahasan perundingan tentang Perdagangan Ikan adalah peran nelayan skala kecil dan kontribusinya terhadap keberlanjutan sumber daya perikanan. “Produsen (perikanan) skala kecil adalah pihak yang paling sering kehilangan keuntungan di dalam perdagangan ikan. Hal ini tergambar dari analisis
Norwegia adalah negara eksportir perikanan kedua terbesar di dunia.
Cewek pemilik hobi tenis dan berkumpul bersama keluarga dan teman-teman di luang waktunya ini berharap 5-10 tahun ke depan kesejahteraan nelayan skala kecil meningkat secara signifikan. Untuk hal ini, keterlibatan perempuan juga sangat penting. Karena perempuan memainkan bagian penting di dalam aktivitas perikanan, khususnya pengolahan hasil tangkapan ikan, sehingga keberadaannya harus diakui dan mendapatkan prioritas dukungan kebijakan dan anggarannya”.*** (AH)
JJ Nelayan skala kecil
Delegasi Amerika Serikat (KEMACETAN JAKARTA)
INDONESIA MENAKJUBKAN!
R
abu (27/02) siang dalam perjalanan ke Austevoll (pusat industri perikanan di Norwegia) dari Bergen dengan jarak tempuh lebih kurang 1,5 jam melalui jalur laut, KIARA berbincang dengan Greg Schneider, delegasi Amerika Serikat untuk pertemuan PBB yang diselenggarakan oleh Komisi Perikanan FAO XIV mengenai Perdagangan Ikan di Bergen, Norwegia, pada tanggal 24-28 Februari 2014. Sembari menikmati teh hangat di dalam kapal penumpang itulah, obrolan seputar perikanan berlangsung serius tapi santai. Greg bekerja sebagai Pejabat Senior Spesialis Perdagangan Internasional di National Marine Fisheries Service Office of International Affairs berbasis
di Silver Spring Maryland, Amerika Serikat. Saat ditanya mengenai perdagangan udang antara Indonesia dengan Amerika Serikat, ia menjawab,
Dapur
44KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014 “Pemerintah Amerika Serikat serius menerapkan aturan perundangundangan yang berkaitan dengan spesies yang terancam punah dan pro-aktif mempromosikan upaya konservasi global. Dalam konteks ini, seluruh negara harus bekerjasama untuk melindungi spesies yang terancam punah, seperti kura-kura yang berinteraksi dengan udang air hangat (warm water shrimp). Hal ini bukanlah hal baru, tetapi harus menjadi perhatian bersama, termasuk secara bilateral”. Pria separuh baya yang sudah empat kali berkunjung ke Indonesia dan terakhir ke Medan ini menambahkan, “Amerika Serikat telah mempromosikan kepentingan nelayan skala kecil di dalam penyusunan Pedoman FAO tentang Nelayan Skala Kecil. Kami mendukung inisiatif dan pengadopsian pedoman tersebut. Pada saat pertemuan tersebut, Amerika Serikat mendorong pengakuan bahwa harus ada pengembangan yang lebih baik dengan menyesuaikan sistem manajemen pada praktek dan aspek biologis perikanan skala kecil. Hal ini akan berimplikasi terhadap masa depan skema sertifikasi (perikanan)”. Ketika KIARA bertanya mengenai persoalan perikanan di Amerika Serikat, pria berkacamata yang juga hobi memasak ini menjelaskan, “Di tingkat nasional, kami menghadapi permasalahan yang rumit untuk menghentikan praktek penangkapan ikan yang berlebih (overfishing) di lebih dari 42 wilayah pengelolaan perikanan yang dikontrol oleh lembaga tempat saya bekerja dan Dewan Pengawas
Regional. Kami telah menyelesaikan persoalan ini dan sangat bangga atas fakta yang ada. Prinsipnya harus ada upaya untuk mengembalikan stok perikanan yang ada”. Greg bercerita bahwa hobi memasaknya tidak berhenti sebatas menu masakan, tetapi ia juga belajar apa saja latar belakang budaya di balik bumbu yang dipakai. Ia bercitacita 5-10 tahun ke depan, masa depan nelayan skala kecil menjadi lebih baik. “Ketika berpikir tentang nelayan, kata yang muncul adalah ketahanan (resilience). Di dalam dunia yang komersil dan kian kompetitif, kerusakan lingkungan, perubahan iklim dan ketidaksetaraan dalam hal sistem manajemen perikanan sehingga diperlukan strategi komprehensif yang dapat diadopsi di level lokal, regional dan global untuk mempromosikan masyarakat pesisir yang layak dan tangguh,” ujar Greg. Dalam konteks perikanan skala kecil, peran perempuan nelayan sangat penting dan aktif. Tentang hal ini, Greg mengatakan, “Seringkali dikatakan bahwa perempuan memainkan peranan yang penting di sektor perikanan. Dalam hal ini, perempuan membutuhkan pengakuan dan perlindungan yang setara, termasuk dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia”. Sebelum mengakhiri perbincangan, Greg menyampaikan, “Indonesia selalu membuat saya takjub. Apalagi kemacetan di Jakarta”.*** (AH)
SERUIT
ung p m a L li s A Makanan
S
ebenarnya Seruit sebenarnya berupa sambal yang dicampur ikan, tapi yang menambah rasa lezat dari seruit itu adalah tempoyak atau durian fermentasi dan mangga. Ehm, bisa dibayangkan rasa pedas, asam dan gurih menyatu di lidah.
Nah! mari kita lihat resepnya dan coba yuk di rumah....... JJ Bahan-bahan/bumbubumbu: • • •
500 gram ikan patin (bisa dengan ikan mas) 1/2 sdt garam 1 buah jeruk nipis
JJ Bahan sambal: •
1 bungkus terasi udang
•
50 gr cabe keriting
•
100 gr tomat ceri
•
3 butir bawang merah
•
garam secukupnya
•
tempoyak (duren fermentasi)
•
1 buah mangga, iris-iris sekecil mungkin
•
1 buah jeruk nipis, peras airnya
JJ Cara Mengolah: 1. Sambal: Panggang semua bahan kecuali garam, tempoyak, mangga dan jeruk nipis. Setelah matang, haluskan, masukkan garam, tempoyak, potongan mangga dan air perasan jeruk nipis. 2. Bersihkan ikan patin, potongpotong dalam ukuran kecil. 3. Campurkan potongan ikan dengan sambal, lalu remas-remas dengan tangan hingga lumat dan rata. 4. Sajian siap dihidangkan.
Selamat mencoba!
46KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014
47
KABAR BAHARI VII 1 Maret - April 2014