Retno Utari Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK
DTSS Analisa Kinerja Perusahaan Tingkat Pemula, Menuju Perbaikan Kinerja Berkelanjutan
D
alam bahasa Indonesia kinerja diambil dari kata “kerja”, sedangkan dalam bahasa inggris performance diterjemahkan sebagai prestasi. Jadi jika digabungkan kinerja berarti hasil atau prestasi kerja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997, hal 503) kinerja adalah 1. Sesuatu yang dicapai, 2. Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja . Dalam kaitannya
dengan organisasi/perusahaan, maka kinerja adalah suatu kondisi untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi terkait dengan visi yang diemban dan juga dampak positif/negatif dari suatu kebijakan operasional. Hanafi, (2003: 69) mendefinisikan pengertian kinerja sebagai suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil, maka kinerja harus diukur. Pengukuran kinerja
digunak an perusahaan untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Kinerja yang harus dukur oleh perusahaan meliputi kinerja kuanttatif (keuangan) dan kualitatif (non keuangan). Kinerja keuangan diukur dalam satuan nilai uang yaitu dengan manganalisa laporan keuangan. Misalnya dengan membandingkan realisasi dengan anggaran atau menghitung dan menginterpretasikan rasio keuangan. Sedangkan untuk kinerja non keuangan, penilaian dilakukan tidak berdasarkan nilai uang, misalnya produktivitas pegawai,
kualitas
produk, jumlah keluhan pelanggan, dll. Bagi investor, informasi kinerja perusahaan digunakan untuk memutuskan apakah tetap mempertahankan investasi mereka pada perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Kinerja perusahaan yang baik memperlihatkan kepada investor, pelanggan maupun masyarakat bahwa perusahaan memiliki kreditibilitas yang baik. Penilaian
kinerja
(
performance
appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci pengembangan organisasi secara efektif dan efisien. Penilaian
kinerja juga bermanfaat dalam membantu pengambilan keputusan,
menyediakan umpan balik untuk perbaikan di masa yang akan datang. Baik buruknya kinerja organisasi sangat tergantung pada kualitas kinerja sumber daya manusianya. Penilaian kinerja individu ini sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi, dan melalui penilaian tersebut, dapat diketahui kinerja pegawai yang sesungguhnya. Jadi kinerja perusahaan juga dapat dijadikan dasar bagi pemberian kompensasi dan staffing decisions. Direktorat Jenderal kekayaan Negara (DJKN)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan Negara ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. Direktorat Jenderal ini memiliki delapan direktorat, salah satunya adalah Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) yang bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara dipisahkan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan Negara ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). BUMN terdiri dari Perseo dan Perum. Pemerintah selaku pemegang saham pada BUMN dan pemilik modal pada Perum menunjuk dan memberi kuasa kepada menteri yang ditunjuk, yang dalam hal ini adalah Menneg BUMN. Namun demikian, d alam hal pengambilan keputusan strategis seperti penggabungan, peleburan , pengambilalihan, maka diperlukan pengkajian dan pertimbangan dari Menteri Keuangan. DJKN, khususnya Direktorat KND, salah satu fungsinya adalah memberikan bimbingan teknis dan evaluasi kinerja BUMN terkait dengan peran Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah dalam penyertaan modal. Oleh karena itu, DJKN sangat membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam menganalisa kinerja perusahaan. Dengan latar belakang tersebut, maka Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kekayaan Negara dan Perimbangan keuangan (KNPK) mengadakan Diklat Teknis Susbstantif Spesialisasi (DTSS) Analisis Kinerja Perusahaan Tingkat Pemula bagi pegawai DJKN. Walaupun lingkup materi ini mengenai kekayaan negara dipisahkan, diklat ini tidak hanya diperuntukkan bagi pegawai Direktorat KND melainkan juga untuk seluruh pegawai DJKN, mengingat kemungkinan terjadinya mutasi di lingkungan eselon satu ini. Diklat ini diselenggarakan di pusdiklat KNPK selama limahari kerja atau empat puluh empat jamlat, sejak 16 hingga 20 April 2012 dan diikuti oleh tiga puluh peserta yang berasal dari pegawai
DJKN dan Kantor Pelayanan kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) seluruh Indonesia. Namun demikian, untuk mengikuti diklat ini, peserta disyaratkan telah memiliki pengetahuan di bidang Analisis Laporan Keuangan. Diklat ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis analisis kinerja perusahaan agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik‐baiknya Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut para peserta diberi empat materi diklat dengan proporsi secara keseluruhan adalah 50% teori dan 50% praktek. Materi diklat ini meliputi konsep manajemen kinerja, metode pengukuran kinerja non keuangan, metode pengukuran kinerja keuangan, dan Balanced Scorecard (BSC). Manajemen Kinerja Mata pelajaran Konsep Manajemen Kinerja (MK) membutuhkan delapan jamlat yang merupakan 100 persen teori. Mata pelajaran ini merupakan introduction untuk menuju ke inti materi. Materi ini meliputi Pengertian Kinerja dan Manajemen Kinerja, Tahapan MK, Karakteristik Standar Kinerja yang Efektif, Tipe ukuran kinerja
Standar penilaian kinerja juga harus mengacu pada Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:Kep−100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN yang meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi
serta Sistem dan Jenis pengukuran kinerja. Prinsip dasar merupakan acuan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip ini bersifat strategis dan berkelanjutan. Berdasarkan prinsip ini, manajemen dapat menentukan model proses MK yang sesuai untuk diterapkan. Dalam materi ini diperkenalkan beberapa model MK mulai dari yang sederhana hingga yang sulit. Untuk mengantisipasi keberhasilan kinerja, perlu disadari bahwa sebenarnya tidak selamanya manajemen kinerja berjalan lancar, banyak tantangan yang akan dihadapi. Materi berikutnya berupa tahapan manajemen kinerja mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga perbaikan kinerja. Tentunya dalam perencanaan perlu ditetapkan standar kinerja baik yang ditentukan oleh perusahaan maupun standar internasional. Terkait dengan BUMN, maka standar penilaian kinerja juga harus mengacu pada Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:Kep‐100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN yang meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi. Sebelum standar ditetapkan, diperlukan penetapan ukuran kinerja yang tentunya harus disesuaikan dengan sifat, hierarkhi dan ruang lingkup. Jenis ukuran (aspek keuangan dan non keuangan) dan cara pengukuran yang sesuai apakah rating, ranking atau narrative system merupakan materi yang juga perlu dipelajari.
Metode Pengukuran kinerja non keuangan Kinerja non keuangan relatif lebih sulit diukur, karena bersifat kualitatif dan subyektif. Penilaian satu orang bisa saja berbeda dengan orang lain dan tentu bukanlah hal yang mudah untuk mengukur sesuatu yang kualitatif seperti tingkat kualitas produk, sumber daya, kesejahteraan pegawai, kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan serta efektivitas dari corporate social responsibility. Mata pelajaran ini diberikan selama satu hari penuh yaitu 10 jamlat. Walaupun pada materi ini adalah pengukuran kinerja non keuangan, namun tetap lebih difokuskan pada praktek yaitu sebesar 77 persen. Materi pelajaran meliputi Klasifikasi, Lingkup ukuran kinerja, Sistem pengukuran dan bentuk laporan kinerja non keuangan. Ukuran kinerja non keuangan dapat diklasifikasikan sesuai kebutuhan misal kualitas, produktivitas, cycle time, ketepatan waktu, efisensi pemanfaatan sumber daya, dan lain lain. Pengukuran kinerja organisasi tentu tergantung dari kinerja departemen dan personil di dalamnya. Oleh karena itu, kinerja perlu diukur baik dalam lingkup individu, kelompok atau departemen dan organisasi secara keseluruhan. Tentunya sistem pengukuran yang dipilih perlu disesuaikan apakah dengan scala rating, ranking, paired comparison atau narrative system. Materi terakhir dalam pelajaran ini adalah bentuk laporan kinerja non keuangan. Laporan harus mudah difahami dan diinterpretasikan oleh manajemen. Bentuk laporan bisa divariasikan, tidak selalu harus naratif tapi bisa berupa grafik, bagan, tabel, maupun pie chart. Dalam hal tertentu, bentuk laporan non naratif ini lebih mudah difahami daripada kata kata. Metode pengukuran kinerja keuangan Sama dengan metode pengukuran kinerja non keuangan, mata pelajaran ini lebih menekankan pada praktek yaitu menghitung dan menganalisa. Diklat ini membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 14 jamlat dengan proporsi teori 43 persen dan praktek 57 persen. Materi pelajaran mencakup teknik penilaian kinerja yang lebih luas sehingga peserta diharapkan memang telah memiliki latar belakang ketrampilan dalam menganalisa laporan keuangan . Materi terdiri dari Metode dan Teknik Analisa Laporan Keuangan (ALK), Rasio Keuangan, Performance benchmark, Keterbatasan Analisa Rasio, Konsep dan metode Market Value Added (MVA), Economic Value added (EVA), serta Interpretasi EVA dan MVA.
Metode ALK seperti Common Size (Vertical Analysis) dan Horizontal Analysis tentu bukan hal yang baru bagi para peserta, begitu juga dengan teknik rasio keuangan seperti Liquidity,Capital Structure,Asset Management Efficiency dan Profitability,Market Value Ratios. Dalam materi ini diperkenalkan teknik analisa keuangan yaitu MVA, EVA . MVA adalah metode untuk mengukur sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan nilai perusahaan atau kekayaan bagi pemilik. MVA dihitung dengan mengurangi market value of equity dengan jumlah biaya yang ditanamkan investor pada perusahaan. Nilai MVA positif menunjukkan bahwa manajer berhasil menciptakan nilai tambah bagi perusahaan atau dengan kata lain nilai perusahaan meningkat, jika MVA nol berarti kondisi perusahaan stagnant, dan jika negatif maka terjadi penurunan nilai perusahaan atau kegagalan dari manajemen. Metode ini dianggap lebih baik dari rasio profitabilitas seperti Return on Equity (ROE), Return on Asset (ROA), Net Profit Margin (NPM ) yang tidak mempertimbangkan biaya modal atau Cost of Capital (CoC). Rasio proditabilitas hanya melihat dari sisi return yang diperoleh tapi mengabaikan biaya untuk memperoleh return tersebut. Dengan MVA, kinerja tidak hanya dilihat dari naik turunnya harga pasar saham tetapi juga usaha riel yang merupakan kinerja keuangan perusahaan yang sebenarnya. EVA adalah laba operasional bersih setelah pajak dikurangi dengan biaya modal. Sama dengan MVA, maka jika nilai EVA positif berarti tercipta pertambahan nilai, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian ada keterkaitan antara MVA dan EVA, EVA menggambarkan efisiensi dalam periode tertentu, sedangkan MVA menggambarkan seberapa besar pertambahan atau penurunan nilai perusahaan pada saat ini. Ibarat laporan keuangan, maka MVA adalah laporan posisi keuangan sedangkan EVA adalah laporan laba rugi. Perlu diakui bahwa sumber daya manusia merupakan kontributor utama dalam peningkatan kinerja perusahaan, yang perlu diberikan imbalan/kompensasi yang memadai.
EVA dianggap sebagai kunci untuk memaksimalkan MVA, dan keduanya merupakan pengukur kinerja perusahaan yang dapat diandalkan. Dan dalam lingkup yang lebih kecil yaitu individu, bonus yang merupakan kompensasi atas kinerja pegawai dapat dihitung berdasarkan persentase dari EVA. Oleh karena pertimbangn itulah, maka dianggap perlu untuk memberikan materi EVA dan MVA sebagai alat untuk mengukur kinerja baik
organisasi maupun sebagai dasar perhitungan bonus pegawai. Perlu diakui bahwa sumber daya manusia merupakan kontributor utama dalam peningkatan kinerja perusahaan, yang perlu diberikan imbalan/kompensasi yang memadai.
Balanced Scorecard Balanced scorecard (BSC) adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang yang melibatkan faktor internal dan eksternal. Untuk mengukur kinerja masa depan, diperlukan pengukuran yang komprehensif yang mencakup 4 perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis/intern, dan pertumbuhan pembelajaran. Dari keempat perspektif, kinerja keuangan sebenarnya merupakan dampak atau hasil dari kinerja non keuangan (pelanggan, proses bisnis, dan pembelajaran/pertumbuhan). Di awal penerapan BSC pada beberapa perusahaan di Amerika,terlihat bahwa perspektif non keuangan berperan sebagai pemicu kinerja keuangan. Namun demikian, pada organisasi nir laba seperti instansi pemerintah, perspektif BSC perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Pada kementerian Keuangan, perspektif keuangan disesuaikan menjadi stakeholder’s perspective. Keberhasilan BSC sebagai alat pengukur kinerja mendorong para eksekutif untuk menggunakannya pada tahapan yang lebih tinggi yaitu perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadi Strategic Management System. Keberhasilan penggunaan BSC dipaparkan dalam artikel Harvard Business Review ( 1996) yang berjudul “Using Balanced Scorecard as a strategc management system”. Para ahli mengklaim keunggulan BSC adalah karena sebagai pengukur kinerja, BSC dianggap lebih komprehensif (meliputi empat perspektif), Koheren (menjelaskan hubungan sebab akibat), Seimbang (meliputi aspek keuangan dan non keuangan, periode jangka pendek dan panjang dan berfokus pada faktor internal dan eksternal) serta Terukur. Bedasarkan alasan tersebut di atas, maka diajarkanlah materi Balanced Scorecard. BSC sebenarnya adalah integrasi dari dua metode pengukuran kinerja sebelumnya. Materi pelajaran ini terdiri dari Balanced Scorecard sebagai metode pengukuran kinerja, Tahapan Strategi BSC, Cascading down BSC, dan Format laporan BSC. Sub materi pertama menjelaskan konsep dasar, Perspektif dalam BSC, Kelebihan dan Hambatan Aplikasi BSC serta Benchmarking, sedangkan materi Tahapan Strategi BSC diawali dengan Perumusan visi, misi dan strategi perusahaan, Penyusunan strategy map, Perumusan Key Performance Index (KPI) dan Cascading down BSC. Mengingat tahap terakhir perlu penjelasan terinci, maka dibuat sub materi tersendiri yang meliputi KPI Perusahaan, KPI departemen, dan KPI individu. Seperti dengan pelaporan kinerja keuangan dan non keuangan, maka pada BSC pun dijelaskan cara pembuatan laporan BSC baik format
Daftar Pustaka: Financial Reporting, Financial Statement Analysis and Valuation, A Strategic Perspective, seventh edition, Wahlen James M., Baginski and Bradshaw, South‐Western Cengage Learning, 2011; GBPP Analisa Kinerja Perusahaan Tingkat Pemula (bagi pegawai DJKN), Pudiklat KNPK, Maret 2012; Manajemen Kinerja, Prof.Dr. Wibowo, SE., M.Phil, edisi 3, PT Raja Grafindo Persada, 2011; Term of Reference (TOR) Analisa Kinerja Perusahaan Tingkat Pemula (bagi pegawai DJKN, Pudiklat KNPK, Maret 2012; Valuation, Measuring and Managing the Value of Companies, third edition, University edition. Tom Copeland, Tim Koller, Jack Murrin, Mc Kinsey & Company, Inc., 2000; Keputusan Menteri Badan Usaha Milk Negara Nomor:Kep‐ 100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN; UU RI No.19 Thn.2003 Tentang BUMN; http://www.blog.sivitas.lipi.go.id Diakses 9 Oktober 2012; http://www.jsofian.wordpress.co m/.../19/berkenalan‐dengan‐ balanced‐scorecard, diakses 5 Oktober2012; http://www.kamusbahasaindone sia.org, diakses 4 Oktober 2012;
maupun isinya. Karena mata pelajaran ini mencakup banyak materi baru yang harus dikuasai, maka proporsi teori dan praktek adalah 50:50. Setelah mengikuti diklat ini, peserta diharapkan mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan teknis
dalam
menganalisis
kinerja
perusahaan,
khususnya BUMN secara benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.