Case Report
DRUG-INDUCED HEPATITIS
Presentan: dr. Fauzan Herdian
Pendamping: dr. Ria Adriani
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA RSUD DR. ACMAD MUCHTAR BUKITTINGGI 2015
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Drug-induced hepatitis (DIH) / Drug-induced liver injury (DILI) dapat diartikan sebagai kerusakan hepatik yang diinduksi oleh obat kimiawi atau herbal yang menyebabkan disfungsi hati atau abnormalitas pada tes fungsi hati (peningkatan ALT/AST >3x batas normal dan/atau kenaikan bilirubin >2x batas normal) dengan ekslusi dari penyebabpenyebab lainnya (hepatitis viral, alkohol, tumor, dll). Drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi tipe intrinsik dan idiosinkratik. Tipe intrinsik biasanya tergantung dosis dan dapat diprediksi (mis. keracunan paracetamol), sementara tipe idiosinkratik tidak tergantung langsung ke dosis obatnya dan lebih sulit diprediksi.1
II. Epidemiologi Drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik merupakan kasus yang tidak terduga dan dapat tidak teridentifikasi pada pemeriksaan preklinis maupun klinis. Untuk sebagian besar obat yang beredar, drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik ini diperkirakan terjadi pada 1 diantara 10.000 hingga 100.000 orang yang terpapar obat-obatan tersebut.1 Untuk pasien anak sendiri, sekitar 5% dari kasus gagal hati akut pada anak disebabkan oleh obat-obatan selain acetaminophen. Obat-obatan yang diduga sebagai penyebabnya beragam, mulai dari anti biotik, antikonvulsan, psikoaktif, dan lainya.2 Di Amerika serikat, dari sebuah studi prospektif yang dilakukan antara tahun 20042009 pada 30 orang pasien anak berumur 2-18 tahun dengan dugaan Drug-induced hepatitis, didapat agen penyebab terbanyak yaitu antimikroba (minosiklin, isoniazid, dan azithromycin) dan
obat SSP (atomoxetine dan lamotrigine). Dari seluruh pasien, 2 orang tetap
menunjukkan abnormalitas pada follow-up test fungsi heparnya hingga 6 bulan kemudian, menandakan terjadinya penyakit hati kronis.3 Sedangkan di India, dari studi terhadap 39 anak usia 2-17 tahun dari tahun 1997-2004 dan 2005-2010,
didapatkan penyebab terbanyak dari drug-induced hepatitis yaitu OAT
(INH, rifampisin, pirazinamid), phenytoin, dan carbamazepine. 16 dari 39 anak pada studi ini juga menunjukkan gejala hipersensitivitas obat seperti ruam kemerahan, demam, limfadenopati, dan/atau eosinofilia.4Selain itu, penelitian lain oleh Devarbhavi et al menunjukkan bahwa 42-63% individu yang mengalami drug-induced hepatitis sebetulnya tidak memerlukan obat anti TB dan hanya diterapi secara empiris untuk suspek tuberculosis.9
III. Patogenesis Metabolisme Obat di Hati Metabolisme obat merupakan proses dimana molekul obat diubah secara kimiawi, biasanya menjadi metabolit polar dengan tingkat solubilitas air yang meningkat untuk memudahkan eliminasi di urin atau empedu. Metabolisme obat di hati dibagi menjadi 2 fase : fase 1 dan fase 2.5 Pada fase 1, molekul obat akan mengalami perubahan struktur. Enzim sitokrom P450 merupakan katalis yang paling dominan pada fase ini. Enzim ini akan mengonversi molekul obat menjadi metabolit yang lebih polar (hidrofilik) melalui proses oksidasi, reduksi, atau hidrolisis. Di hepatosit, enzim ini berada di retikulum endoplasma halus. Metabolit yang dihasilkan pada fase ini bisa cukup larut air untuk langsung dieliminasi atau membentuk substrat untuk enzim fase 2. 5 fase 2 meliputi konjugasi dari grup ion (seperti glutathion, glucoronosil, asetil, dll) yang disebut transferase dengan molekul obat. Hasil dari konjugasi yaitu metabolit yang inaktif secara farmakologik dan hidrofilik sehingga bisa dieksresi sekaligus mengurangi efek toksik dari metabolit reaktif yang dihasilkan di fase 1. 5
Mekanisme Drug-Induced Hepatitis di Hati6,7 Patogenesis dari drug-induced hepatitis dapat terjadi melalui 3 fase. Pada fase pertama, komponen obat atau metabolit reaktifnya akan menimbulkan kerusakan awal melalui 3 cara: 1. Toksisitas dari metabolit obat akan memicu stress pada sel dan mengaktifkan protein proapoptosis yang akan merusak permeabilitas membran mitokondria.
2. Metabolit obat akan merusak mitokondria melalui penginhibisian proses beta oksidasi, yaitu proses katabolik dimana asam lemak diubah menjadi asetil KoA, NADH, dan FADH2. Hal ini akan menimbulkan penumpukan lipid dalam sel yang menghambat fungsi respirasi sel dan menurunkan produksi ATP. 3. Metabolit obat berikatan dengan protein karier dan membentuk hapten yang immunogenik atau berikatan langsung dengan reseptor imun sel T dan menimbulkan reaksi imun yang dimediasi sel T. Reaksi imun ini juga akan mengaktifkan death-inducing signalling complex, kompleks protein yang akan menginisiasi terjadinya apoptosis, dengan cara meningkatkan sensitivitas dari TNF-alfa sebagai pemicunya. Pada fase
kedua, kerusakan dari mitokondria akan meningkatkan permeabilitas
membran mitokondria yang menyebabkan molekul-molekul kecil masuk ke mitokondria, mengubah osmolaritas, dan membuat mitokondria membengkak. Pembengkakan ini menyebabkan ruptur pada membran dan keluarnya protein sitokrom C dari mitokondria. Fase ketiga yaitu kematian sel hepatosit akibat apoptosis atau nekrosis. Apoptosis terjadi apabila masih ada produksi ATP di mitokondria. Sitokrom C yang keluar dari mitokondria akan menggunakan sisa ATP untuk menginisiasi kaskade apoptosis. Bila tidak ada lagi sisa ATP di mitokondria, sel akan mengalami nekrosis melalui proses autolisis.
Gambar 1. Model 3 langkah dari terjadinya drug-induced hepatitis.
IV. Faktor Risiko Faktor risiko dari drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi 2 yaitu genetik dan non-genetik. Non-Genetik 1. Umur Umur merupakan faktor resiko untuk terjadinya drug-induced hepatitis bagi beberapa jenis obat. Usia muda merupakan faktor risiko bagi obat seperti asam valproate ataupun sindrom reye akibat pemakaian aspirin. Risiko hepatotoksisitas akibat isoniazid juga bertambah seiring dengan usia.8,9 2. Jenis Kelamin Wanita dipercaya memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik, berdasarkan prevalensinya yang lebih tinggi pada studi yang telah dilakukan mengenai penyakit ini.8 3. Malnutrisi Sebuah studi oleh Singla et al dan Sharma et al menunjukkan bahwa hipoalbuminemia dapat menjadi marker dari malnutrisi serta faktor risiko untuk terjadinya druginduced
hepatitis, dimana pasien dengan hipoalbuminemia (<3,5 mg/dl) dalam
pengobatan TB memiliki risiko 3x lebih tinggi menderita drug-induced hepatitis.9 4. Gangguan Penyerta Lain Adanya penyakit hati sebelumnya seperti penyakit hati kronis atau perlemakan hati non-alkoholik dapat meningkatkan resiko terjadinya hepatotoksisitas akibat obat. Pasien dengan HIV yang juga terinfeksi dengan hepatitis B atau C juga memiliki peningkatan risiko terjadinya drug-induced hepatitis dari terapi antiretroviral atau obat TB. 8,9 5. Dosis Harian Meskipun drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik dipercaya tidak bisa diprediksi berdasarkan dosis, namun dari beberapa studi dan laporan kasus ditemukan bahwa pasien yang mendapat dosis obat >50 mg/hari untuk memiliki resiko lebih tinggi terkena drug-induced hepatitis untuk beberapa jenis obat.8 6. Interaksi Obat Beberapa obat dapat meningkatkan potensi hepatotoksik obat lainnya dengan cara menginduksi sitokrom P450 dan meningkatkan produksi metabolit reaktif yang bersifat hepatotoksik, misalnya pada penggunaan bersamaan asam valproate dan antikonvulsan lainnya.8 Genetik 1. Variasi Pada Fase 1
Fase 1 merupakan fase dimana metabolit reaktif yang toksik dibentuk oleh enzim sitokrom p450. Beberapa famili dari enzim sitokrom p450 ditemukan memiliki variasi pada kerjanya pada tiap individual, dimana penurunan kerja enzim tertentu berisiko mengakibatkan drug-induced hepatitis akibat penumpukan dari metabolit toksik di hati. CYP2D6 merupakan enzim yang memetabolisme opiat, antidepressan, beta-bloker, dan agen anti-aritmia. Polimorfisme dari enzim ini telah dikatikan dengan hepatotoksisitas dari obat perhexiline dan chlopromazine.7,8 2. Variasi Pada Fase 2 Pada fase 2, metabolit reaktif akan dikonjugasi dan didetoksifikasi oleh grup transferase sehingga variasi kerja dari transferase ini berisiko meningkatkan timbulnya drug-induced hepatitis. NAT2 (N-acetyl transferase 2) merupakan enzim polimorfik yang bekerja untuk mendetoksifikasi obat-obat seperti isoniazid dan sulfonamid. NAT2*4 memiliki kecepatan detoksifikasi paling tinggi, sedangkan NAT2*5, *6, *7 memiliki kecepatan detoksifikasi yang rendah sehingga beresiko menimbulkan hepatotoksisitas dari obat isoniazid atau sulfonamid.8,10,11 3. Human Leukocyte Antigen (HLA) Sistem HLA memiliki peran penting dalam memediasi reaksi imun, sehingga variasi pada gen ini dapat meningkatkan efek kerusakan pada drug-induced hepatitis yang disebabkan oleh jalur ekstrinsik. Salah satu variasi genotipe HLA, HLA-B*5701, telah diketahui sebagai faktor risiko pada kejadian drug-induced hepatitis akibat fluoxacilin. Hubungan antara gen HLA kelas II dengan drug-induced hepatitis akibat obat TB juga telah dilaporkan yaitu HLA-DRB1*03 untuk isoniazid, HLA-DQA1*0102 untuk rifampicin, dan HLA-DQB1*0201 untuk etambutol.7,8 V. Manifestasi Klinis Manifestasi dari drug-induced hepatitis sangat bervariasi, mulai dari peningkatan enzim hati yang asimtomatik hingga gagal hati fulminan. Gejala klinis yang tampak biasanya tergantung dari obat penyebabnya. Gejala ini dapat menyerupai gangguan hati lain seperti hepatitis akut, hepatitis kronis, cholestasis akut, fatty liver disease, dll.1,12
Gambar 2. Gejala klinis dari drug-induced hepatitis dan obat penyebabnya Pola kerusakan akibat drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi 3 jenis : hepatoselular, cholestasis, dan campuran. Pola ini dapat dilihat dengan memeriksa nilai R, yaitu (nilai ALT/batas atas normal) : (nilai alkali fosfatase/batas atas normal).12 1. Nilai R>= 5 menandakan kerusakan hepatoselular. Pasien dengan kerusakan jenis ini tidak memiliki gejala khas dan tidak selalu tampak ikterik. Biasanya pasien ini juga menampakkan gejala alergi obat, seperti demam, ruam kulit, atau eosinofilia. Pemeriksaan fungsi hati akan menampakkan peningkatan ALT/AST, sedangkan pemeriksaan histologi hati akn menunjukkan inflamasi dan nekrosis hepatosit dengan inflitrasi eosinofil. 12 2. Nilai R=< 2 menandakan adanya kerusakan bilier. Tipe ini dibagi lagi menjadi 2 subtipe : kanalikular dan hepatokanalikular. Tipe kanalikular ditandai dengan gejala ikterik dan pruritus dengan peningkatan bilirubin direk, alkali fosfatase, dan gamma glutamyl transferase, dengan gambaran histologi berupa kolestasis hepatosit dan pelebaran kanal bilier. Tipe hepatokanalikuler memiliki gejala demam dan nyeri perut, mirip dengan obstruksi bilier akut. Histologi hati menunjukkan inflamasi portal dan nekrosis hepatosit, dengan kolestasis pada centrilobular. 12 3. Nilai 2
Diagnosis dari drug-induced hepatitis ditegakkan dengan mengeksklusi kemungkinan gangguan hati lainnya melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang detil, pemeriksaan lab, pencitraan hepatobilier, biopsi hati (bila diindikasikan), dan penilaian kausalitas.13 1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Pada anamnesis, perlu dicari riwayat paparan obat-obatan yang akurat serta onset awal dan perjalanan dari kelainan yang tampak. Biasanya, onset dari druginduced hepatitis terjadi dalam 6 bulan pertama setelah memulai obat baru, kecuali pada obat-obatan tertentu yang memerlukan paparan yang lebih lama sebelum menampakkan gejala (mis. nitrofurantoin, minosiklin, statin). Selain itu, perlu dicari juga riwayat reaksi obat sebelumnya, riwayat gangguan hati sebelumnya, serta riwayat konsumsi alkohol. 13 Pemeriksaan fisik biasanya menampakkan gambaran mirip gangguan hati lain (ikterik, demam, hepatomegali, nyeri tekan hati, atau gambaran penyakit hati kronis). 13
2. Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan Pemeriksaan fungsi hati diperlukan untuk melihat perjalanan abnormalitas enzim hati, terutama bila obat yang diduga sebagai penyebab telah dihentikan, dan untuk menentukan nilai R sehingga dapat diketahui pola kerusakan hatinya. Untuk kerusakan tipe hepatoselular, Hepatitis marker dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan hepatitis akut, sedangkan autoantibodi serum dan IgG dapat diperiksa bila ada gejala hipersensitivitas (demam, ruam kulit, urtikaria, dan eosinofilia) atau tanda-tanda autoimunitas lain (anemia hemolitik, glomerulonefritis, dll). 12,13 Untuk kerusakan tipe kolestatik, diagnosis bandingnya yaitu kelainan pankreatikobilier yang bisa ekstrahepatik atau intrahepatik. Kelainan ekstrahepatik seperti choledocolithiasis atau malignansi bisa diekslusikan dengan pemeriksaan pencitraan abdominal seperti USG, CT-scan, atau MRI. Kelainan intrahepatik yang menyerupai drug-induced hepatitis perlu diekslusi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (sepsis, gagal jantung), tes serologis (anti-mitochondrial antibody untuk sirosis bilier primer), atau pencitraan (sclerosing cholangitis). 12,13
3. Biopsi Hati Biopsi hati bukan merupakan pemeriksaan yang mandatorik dilakukan pada kasus drug-induced hepatitis, namun dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada kejadian seperti : 13
Bila hepatitis autoimun menjadi satu-satunya diagnosis banding yang tersisa dan
pasien dipertimbangkan mendapat terapi imunosupresif. Bila enzim hati terus naik atau tanda kerusakan hati yang makin memburuk meskipun
agen yang diduga sebagai penyebab sudah dihentikan. Bila nilai ALT tidak menurun >50% setelah 30-60 hari atau AP tidak menurun >50%
setelah 180 hari meskipun agen yang diduga sebagai penyebab sudah dihentikan. Pada kasus drug-induced hepatitis dimana penggunaan obat penyebab perlu
diteruskan. Bila abnormalitas nilai enzim hati terus tampak hingga 180 hari untuk mengevaluasi adanya penyakit hati kronis.
4. Penilaian Kausalitas RUCAM (Roussel Uclaf Causality Assessment Method) adalah alat penilaian standard untuk menilai probabilitas suatu obat sebagai penyebab dari drug-induced hepatitis. Sistem ini tidak bisa dipakai sebagai alat diagnosis satu-satunya, namun sebagai bimbingan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan drug-induced hepatitis. Sistem skoring ini dibagi menjadi tipe hepatoselular dan tipe kolestatik dengan campuran. Poin-poin lalu ditambah atau dikurangi berdasarkan onset gejala, waktu hingga nilai enzim hati kembali normal, faktor risiko, obat penyerta, diagnosis banding, dan hasil re-challenge. Skor akhirnya kemudian dibagi menjadi 5 hasil yaitu "disingkirkan" (skor <=0), "kurang mungkin" (1-2), "mungkin" (3-5), "berpotensi" (58), "pasti" (>8).12,13,14
Gambar 3. Roussel Uclaf Causality Assessment Method untuk penilaian drug-induced hepatitis VII. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan dugaan drug-induced hepatitis, terutama dengan kenaikan nilai enzim hati atau terdapat tanda-tanda disfungsi hati, agen yang diduga sebagai penyebab harus dihentikan. Terapi lainnya biasanya bersifat suportif dan tergantung dari gejala yang tampak.13,14 N-Acetylcystein bisa diberikan pada pasien dengan drug-induced hepatitis akibat acetaminofen. Dari beberapa penelitian, penggunaanya pada drug-induced hepatitis akibat obat lain memberikan tingkat survival yang lebih tinggi dibanding dengan pasien yang tidak mendapat NAC. Namun, penelitian mengenai pemberian NAC pada pasien anak justru memberikan tingkat survival yang lebih rendah dan tidak direkomendasikan diberikan NAC IV pada pasien anak dengan drug-induced hepatitis. 13,14 Pengunaan steroid pada pasien dengan drug-induced hepatitis biasanya bila ditemukan gejala hipersensitivitas. Namun, belum ada uji terkontrol untuk penggunaan steroid pada pasien dengan drug-induced hepatitis. 13,14 Terapi khusus lain yang dapat diberikan pada pasien dengan drug-induced hepatitis yaitu L-carnitine untuk drug-induced hepatitis akibat valproate, dan asam ursodeoxycholic untuk gejala kolestasis, namun, data mengenai efikasinya masih terbatas. 13,14 VIII. Prognosis Sebagian besar pasien drug-induced hepatitis akut yang simptomatik dapat sembuh dengan terapi suportif setelah obat penyebabnya dihentikan. Prognosis dari tiap pasien tergantung dari tingkat kerusakan hati saat datang pertama kali. Sebagai contoh, pasien dengan drug-induced hepatitis dan koagulopati (INR>1,5) dan encefalopati memiliki prognosis yang buruk tanpa mendapat transplantasi hati. Selain itu, lama pemakaian obat penyebab sebelum dihentikan serta kerusakan hati tipe kolestatik juga berpengaruh pada risiko perkembangan penyakit menjadi kronis.12,13,14 Sebuah observasi dari dr. Hyman Zimmerman pada tahun 1978 menemukan bahwa pasien dengan ikterik yang disebabkan oleh obat (bilirubin total >2x batas normal / nilai ALT/AST >3x normal) memiliki tingkat mortalitas sebesar 10%. 12,13,14
DAFTAR PUSTAKA 1.
Bjornsson,E. Review article: drug-induced liver injury in clinical practice. Aliment
2.
Pharmacol Ther 2010; 32: 3–13. Squires et al. Acute Liver Failure in Children: The First 348 Patients in The Pediatric Acute Liver Failure Study Group. J Pediatr. 2006 May ; 148(5): 652–658.
3.
Molleston et al. Characteristics of Idiosyncratic Drug-induced Liver Injury in Children: Results From the DILIN Prospective Study. J Pediatr Gastroenterol Nutr.
4.
2011 August ; 53(2): 182–189. Devarbhavi et al. Drug-Induced Liver Injury With Hypersensitivity Features Has a Better Outcome: A Single-Center Experience of 39 Children and Adolescents.
5.
HEPATOLOGY, Vol. 54, No. 4, 2011 Liddle, Christopher and Stedman, Catherine A.M. Hepatic metabolism of drugs. The Textbook of Hepatology: From Basic Science to Clinical Practice, 3rd Edition, July
6.
2007, Section 2.3.15 Russmann et al. Current Concepts of Mechanisms in Drug-Induced Hepatotoxicity.
7.
Current Medicinal Chemistry, 2009, 16, 3041-3053 Russmann S.; Jetter A.; Kullak-Ublick G.A.; Pharmacogenetics of Drug-Induced
8.
Liver Injury. HEPATOLOGY, Vol. 52, No. 2, 2010 Bjornsson E.;Chalasani N.; Risk Factors for Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury.
9.
Gastroenterology. 2010 June ; 138(7): 2246–2259. Devarbhavi,H. Antituberculous drug-induced liver injury: current perspective.
10.
Tropical Gastroenterology 2011;32(3):167–174 Raquel Lima de Figueiredo Teixeira et al. Genetic polymorphisms of NAT2, CYP2E1 and GST enzyme and the occurrence of antituberculosis drug-induced hepatitis in Brazilian TB patients. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 106(6): 716-724,
11.
September 2011 Bjornsson E.;Chalasani N.;Ghabril M.; Drug-induced liver injury: a clinical update.
12.
Curr Opin Gastroenterol. 2010 May ; 26(3): 222–226. Andrade RJ, Robles M, Fernández-Castañer A, López-Ortega S, López-Vega MC, Lucena MI. Assessment of drug-induced hepatotoxicity in clinical practice: A challenge for gastroenterologists. World J Gastroenterol 2007; 13(3):329-340
13.
Chalasani et al. ACG Clinical Guideline: The Diagnosis and Management of Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury. Am J Gastroenterol advance online
14.
publication, 17 June 2014 Ki Tae Suk, et al. Drug-induced liver injury: present and future. Clinical and Molecular Hepatology 2012;18:249-257
BAB II ILUSTRASI KASUS I. Identitas Nama Jenis Kelamin Umur MR Alamat Pekerjaan
:Z : Perempuan : 13 tahun : 401683 : Koto Panjang Dalam, Lamposi Tigo Nagari, Payakumbuh : Siswi SMP
II. Anamnesis Seorang anak perempuan berumu 13 tahun masuk bangsal anak RSUD Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 26 Maret 2015 dengan : Keluhan Utama : Kuning di seluruh tubuh sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit Riwayat Penyakit Sekarang : -
Kuning di seluruh tubuh sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit, kuning awalnya tampak di mata dan makin lama menyebar ke seluruh tubuh.
-
Bercak merah yang gatal di seluruh tubuh sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat ini bercak merah sudah berkurang
-
Nyeri perut sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit, terasa di ulu hati, hilang timbul
-
Mual sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, nafsu makan berkurang sejak mual terasa
-
Muntah sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 4-5 kali sehari, jumlah < ½ gelas, isi air, tidak menyemprot
-
Demam sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, terus menerus, tidak menggigil, tidak disertai kejang
-
Buang air besar lunak sejak sakit, frekuensi 2-3x/hari, tidak berlendir, tidak berdarah, tidak pucat
-
Buang air kecil sedikit sejak sakit, warna teh pekat, nyeri saat miksi (-)
-
Riwayat minum OAT sejak 22 hari yang lalu, rutin setiap hari.
-
Riwayat batuk berdahak sejak 6 bulan yang lalu, hilang timbul, tidak berdarah
-
Riwayat kontak dengan orang yang sakit kuning tidak ada
-
Riwayat transfusi darah sebelumnya tidak ada
-
Riwayat penurunan berat badan dalam waktu singkat tidak ada
-
Pasien dirujuk dari RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh ke IGD RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 26 Maret 2015 dengan keterangan drug-induced hepatitis e.c OAT dan telah terpasang infus RL : D5% = 1:1 sebanyak 15 tetes/menit, mendapatkan ceftriaxon injeksi 2x1 gr IV, dexamethason 5 gr/12 jam IV, betamethason krim, codein 3x10 mg, curcuma 2x1 tab
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Pasien tidak pernah menderita sakit kuning sebelumnya
-
Pasien tidak pernah menderita penyakit hati sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Imunisasi : BCG
: 1 bulan
DPT
: 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan
Polio
: 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan
Hepatitis
: 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan
Campak
: 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap Riwayat Kebiasaan : -
Riwayat merokok (-) minum minuman beralkohol (-) memakai NAPZA (-)
III. Pemeriksaan Fisik Status Generalisata : Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Frekuensi nadi
: teraba kuat, teratur, 80x/menit
Frekuensi nafas
: 30 x/menit
Suhu
: 36,8 0C
Berat badan
: 49 kg
Tinggi badan
: 150 cm
Pemeriksaan Sistemik : Kulit
:
teraba hangat, tampak ikterik
KGB
:
tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala
:
normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata
:
konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil isokor, ukuran 2 mm/2 mm, reflek cahaya positif
Telinga
:
tidak ada kelainan
Hidung
:
nafas cuping hidung tidak ada
Mulut
:
bibir basah, mukosa mulut basah
Tenggorok
:
tonsil T1 – T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher
:
tidak teraba pembesaran tiroid
Dada : Paru :
-
Inspeksi
: normochest, pergerakan simetris, retraksi tidak ada
-
Palpasi
: fremitus sama kiri dan kanan
-
Perkusi
: sonor
-
Auskultasi : vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung :
-
Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
-
Palpasi
: iktus kordis teraba satu jari medial LMCS RIC V
-
Perkusi
: batas jantung normal
-
Auskultasi : irama jantung teratur, bising tidak ada
Abdomen : -
Inspeksi
: tidak tampak membuncit, distensi tidak ada
-
Palpasi
: teraba supel, hepar teraba 1/4-1/4, permukaan rata, pinggir tajam, lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrik dan hipogastrik kanan
-
Perkusi
: timpani
-
Auskultasi
: bising usus positif normal
Punggung
: tidak ditemukan kelainan
Anus
: tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1, M2, P2 Ekstremitas
: akral hangat, perfusi baik, reflex fisiologis positif normal, reflex patologis tidak ada
IV.Pemeriksaan Penunjang Hasil Lab (27/3/15) Darah Rutin :
Urinalisa :
Hb
: 9,7 gr/dl
Eritrosit : 0-1
Ht
: 27%
Leukosit : 0-1
Leukosit
: 10.580/mm3
Kristal : -
Trombosit
: 144.000/mm3
Bakteri : -
Diff. Count
: 0/30/1/22/45/2
Jamur : -
Retikulosit
: 2%
Bilirubin : +1
Kimia Klinik
Analisa Feses :
ALT : 117 U/L
Warna : coklat
AST : 83 U/L
Konsistensi : lunak
AP : 176 U/L
Darah : -
Bili-D : 9,77 mg/dl
Lendir : -
Bili-T : 10,39mg/dl
Eritrosit : 0-1 Leukosit : 0-1 Bakteri : Amoeba : Telur cacing : -
V. Diagnosis Kerja
:
Drug-induced hepatitis e.c suspek OAT Diagnosis banding : Hepatitis virus (A,B) VI.Terapi : -
Hentikan konsumsi OAT
-
Curcuma 2x1 tab
-
Vitamin C 3x1 tab
-
Diet ML DH 2000 kkal
-
IVFD Kaen 1B 20 tts/i makro
VII. Follow-Up 27/3/15 S/
Tampak kuning di seluruh tubuh
Bak (+) warna teh pekat
Mual (+)
Bab (+), lunak, warna coklat
Muntah (+), frekuensi 3X, isi air,
Gatal (+)
Demam (-) O/
Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 90x/i, nafas: 24x/i, suhu: 37oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Diet ML DH 2000 kkal IVFD Kaen 1B 20 tts/i makro
28/3/15 S/
Tampak kuning di seluruh tubuh
Bak (+) warna teh pekat
Mual (+)
Bab (+), lunak, warna coklat
Muntah (+) tiap makan
Gatal (+)
Demam (-) O/
Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 20x/i, suhu: 36,4oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Cek HbsAg & HAV IgM
29/3/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh Bak (+) warna teh pekat
Bab (+), lunak, warna coklat
Mual (+)
Gatal (+)
Muntah (-)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 88x/i, nafas: 20x/i, suhu: 36,4oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1
30/3/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh Bak (+) warna teh pekat
Bab (-)
Mual (+)
Gatal (+)
Muntah (-)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 78x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,5oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
Hasil Lab (30/3/15) HbsAg : negative HAVIgM : nonreaktif A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3
31/3/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh Bak (+) warna teh pekat
Bab (-)
Mual (+)
Gatal (-)
Muntah (-)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 84x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,5oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1
1/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh Bak (+) warna teh pekat
Bab (+)
Mual (-)
Sakit kepala (+)
Muntah (-)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 120/70, nadi : 96x/i, nafas: 20x/i, suhu: 37 oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1
2/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh Bak (+) warna teh pekat
Bab (-)
Mual (-)
Sakit kepala (+)
Gatal (+)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 110/80, nadi : 78x/i, nafas: 24x/i, suhu: 36,6 oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
Hasil Lab (2/4/15) Urinalisa : Warna : Kuning
Bilirubin : +
Keruh : +
Urobilinogen : +
Eritrosit : 0-2
Benda Keton : +
Leukosit : 0-2 A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1
4/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) warna teh pekat
Bab (+)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 20x/i, suhu: 36,6 oC Kulit : ikterik Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x2 tab
6/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) warna teh pekat
Bab (+)
Mual (-)
Sakit kepala (+)
Gatal (+)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 86x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,4 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-) Hasil Lab (6/4/15) Warna : Kuning pekat
Urobilinogen : +
Keruh : -
Ph : 7,0
Eritrosit : 0-1 Leukosit : 1-2 Epitel : + Kristal : Ca Oxalat + A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x2 tab
7/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) warna kuning pekat
Bab (+)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 80x/i, nafas: 22x/i, suhu: 37 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x2 tab
8/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) warna kuning pekat
Bab (+)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/80, nadi : 92x/i, nafas: 24x/i, suhu: 37 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x2 tab
9/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) warna kuning pekat
Bab (+)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 22x/i, suhu: 37 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x2 tab
10/4/15 S/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) kuning pekat
Bab (+)
Mual (-)
Sakit kepala (+)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 22x/i, suhu: 37 oC
O/
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-) A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x2,5 tab
11/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) kuning pekat
Bab (-)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 78x/i, nafas: 20x/i, suhu: 37 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2,5 tab 13/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) kuning pekat
Bab (-)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 92x/i, nafas: 24x/i, suhu: 36,7 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x2,5 tab
14/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) kuning pekat
Bab (-)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab
Urdafalk 3x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Prednison 3x2,5 tab
Vit B complex 3x1
15/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) kuning pekat
Bab (-)
Mual (-)
Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
Hasil Lab (15/4/15) ALT
: 81 U/L
AST
: 57 U/L
AP
: 209 U/L
Bili-D : 2,4 mg/dl Bili-T : 3,16 mg/dl g-GT : 55 U/L A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab Vitamin C 3x1 tab Vit B complex 3x1 Urdafalk 3x1 tab Prednison 3x3 tab
16/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang Bak (+) kuning
Bab (-)
Mual (-)
Sakit kepala (+)
Gatal (-)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-) Hasil Lab (16/4/15) Urinalisa : Warna : Kuning
Bakteri : +
Keruh : -
Kristal : -
Eritrosit : 0-1
Bilirubin : -
Leukosit : 0-2 A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Curcuma 2x1 tab
Urdafalk 3x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Prednison 3x2,5 tab
Vit B complex 3x1 17/4/15 S/
O/
Tampak kuning di seluruh tubuh sudah tidak ada Bak (+) kuning pekat
Bab (-)
Mual (-)
Sakit kepala (+)
Gatal (-)
Demam (-)
Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+) Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/
Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/
Boleh pulang Kontrol ke poliklinik anak 1 minggu lagi
BAB III DISKUSI Definisi dari drug-induced hepatitis yaitu kerusakan hepati yang diinduksi oleh obat kimiawi atau herbal yang menyebabkan disfungsi hati atau abnormalitas pada tes fungsi hati dengan eksklusi dari gangguan hati lainnya. Dari keluhan utama didapat kuning pada mata yang menyebar ke seluruh tubuh sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit, bercak merah yang gatal sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri perut sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit, mual serta muntah sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, serta demam sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit yang tidak tinggi dan terasa terus menerus. Buang air besar dikatakan lunak dengan warna coklat, sedangkan buang air kecilnya berwarna seperti teh pekat. Pasien juga mengaku sedang minum OAT sejak 22 hari yang lalu, rutin setiap hari. Dari riwayat lainnya, pasien juga mengaku tidak pernah mengalami penyakit hati, mendapat transfusi darah, ataupun minum alkohol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ikterik pada kulit dan sklera, nyeri tekan abdomen di epigastrik dan hipogastrik kanan tanpa ada tanda pembesaran hati. Bercak merah gatal yang dikeluhkan pasien tidak ditemukan pada pemeriksaan fisik, diduga karena pasien sudah mendapat kortikosteroid IV dan topikal sebelumnya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis awal druginduced hepatitis dengan diagnosis banding hepatitis virus. Pertama, dari keluhan ikteriknya dapat diduga akibat gangguan intra hepatik karena tidak ditemukan tanda-tanda anemia (prehepatik) ataupun feses yang berwarna pucat (obstruksi post hepatik). Lalu, pasien juga memiliki riwayat mengonsumsi OAT (RHZ) yang memang memiliki efek samping gangguan fungsi hati. Miksi yang pekat merupakan tanda-tanda peningkatan bilirubin direk akibat disfungsi sel hepatosit. Dari gangguan intra hepatik yang ada, dapat disingkirkan
kemungkinan hepatitis alkoholik (tidak ada riwayat konsumsi alkohol), fatty liver disease (pasien tidak obesitas), dan hepatitis autoimun (tidak ada tanda-tanda penyakit autoimun lain). Hepatitis virus dijadikan diagnosis banding karena onset gejalanya yaitu demam dan nyeri perut (gejala prodromal) yang diikuti munculnya ikterik Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan peningkatan ALT (117 U/L, 3x batas atas), AST (83 U/L, 2x batas atas), AP (176 U/, 1,5x batas atas), serta peningkatan bilirubin direk (9,7 mg/dl, 9x batas atas). Dari pemeriksaan hepatitis marker, HbsAg dan HAV IgM negatif sehingga dapat disingkirkan kemungkinan hepatitis virus, dan memastikan diagnosis kerjanya yaitu drug-induced hepatitis. Berdasarkan nilai enzim hatinya, dapat dihitung nilai R yaitu: (117/41):(176:128) = 2,08 yang menandakan kerusakan tipe campuran (hepatoseluler dan kolestatik). Reaksi alergi obat juga sering muncul pada kerusakan tipe ini, sesuai dengan gejala yang dialami pasien (demam, bercak merah pada kulit, dan eosinofilia). Pada pasien ini diberikan terapi berupa IVFD KaEn 1B 20tts/menit makro dengan diet hepar ML 2000 kkal. farmakoterapi yang diberikan yaitu curcuma, vitamin c, dan vitamin B kompleks sebagai hepatoprotektor, prednison karena ada reaksi alergi akibat obat, dan urdafalk (asam ursodeoxycholic) untuk gejala kolestasisnya. Pasien dipulangkan pada hari rawatan ke-22 setelah keluhan ikterik, mual muntah, serta gatalnya sudah tidak ada dan pasien sudah bisa makan seperti biasa. Hasil lab terakhir didapat penurunan ALT (117>81), AST(83>57), dan bilirubin direk (9,7>2,4) namun ditemukan peningkatan AP (176>209). Menurut literatur, penurunan dari kadar enzim bilier setelah penghentian obat memang butuh waktu lebih lama untuk kerusakan tipe kolestatik dan campuran (30 hari untuk ALT/AST, 180 hari untuk AP). Untuk itu, pasien disarankan untuk follow-up teratur tiap bulan untuk menilai fungsi hatinya setelah pulang. Selain itu pasien juga disarankan untuk dirontgen ulang dan diperiksa kembali dahaknya untuk memastikan kondisi TB-nya sekarang.