Versi 30 Maret 2017
Draft Voluntary National Review (VNR) Tujuan 17: Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan (Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan) Terdapat dua isu yang dilaporkan oleh Indonesia untuk Tujuan 17, yaitu isu tentang Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) serta Data dan Statistik dalam upaya pelaksanaan pencapaian SDGs. Kedua pembahasan ini ditampilkan pada review nasional kali ini karena memiliki arti penting bagi Indonesia dalam pelaksanaan politik bebas aktif sebagai prinsip kerjasama internasional Indonesia. Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk mewujudkan pencapaian Tujuan 17 dalam kedua isu tersebut dengan melakukan upaya konkrit dan terukur. Dalam isu KSST, Indonesia telah menunjukkan upaya pencapaian dan sebagai dasar peningkatan kerjasama selanjutnya yang penting dari Tujuan 17. Indonesia juga sudah melakukan persiapan penyediaan data dengan telah dikeluarkannya potret awal data SDGs Indonesia sebagai angka dasar (baseline) data SDGs berdasar pada metadata SDGs Indonesia yang telah disusun. Metadata ini disusun dengan menerapkan prinsip inklusif dan no-one left behind yang melibatkan semua pihak dan menerapkan konsultasi publik secara aktif. I.
ANALISIS TREN DAN KEBERHASILAN
A. Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan peran KSST, sebagaimana telah tertuang dalam Nawacita dan RPJMN 2015-2019. Komitmen Indonesia ini sejalan dengan perwujudan Tujuan 17 SDGs terkait dengan revitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan peningkatan KSST ini, Indonesia berkontribusi untuk membantu negara-negara berkembang lain dalam mewujudkan SDGs dan memastikan no-one left behind di negara Selatan-Selatan. KSST dilaksanakan untuk lebih memperjuangkan kepentingan sesama negara-negara Selatan dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan sejajar dan saling menguntungkan, termasuk dalam mendorong diplomasi ekonomi tanpa menghilangkan esensi solidaritas sesama negara berkembang. Kerjasama pembangunan antara Indonesia dan negara-negara berkembang di Asia dan Afrika telah dimulai sejak pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955 yang menghasilkan komitmen politik untuk mempromosikan perdamaian dunia dan kerjasama internasional antarnegara berkembang. Dalam perkembangannya, Indonesia mulai berpartisipasi aktif dalam berbagai program Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) sejak tahun 1980. Berbagai kegiatan dalam kerangka KSST telah diberikan Indonesia kepada negara-negara berkembang lainnya dalam bentuk pelatihan, workshop, pemagangan, pengiriman tenaga ahli (expert dispatch), beasiswa, pemberian bantuan peralatan, dan sebagainya. Namun demikan, dalam pelaksanaannya, kegiatan-kegiatan yang tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga/instansi lainnya tersebut belum terstruktur serta belum
1
Versi 30 Maret 2017
memenuhi prinsip-prinsip keberlanjutan, sehingga dinilai kurang memberikan manfaat bagi pembangunan Indonesia. Sebagai upaya meningkatkan koordinasi pelaksanaan kegiatan KSST, pada tahun 2010 dibentuk Tim Koordinasi Nasional (Tim Kornas) KSST. Tim Kornas KSST terdiri dari Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Sekretariat Negara. Pembentukan Tim Kornas KSST merupakan upaya untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan KSST yang sejalan dengan amanat RPJMN 20092014. Pembentukan Tim Kornas KSST ini dimaksudkan agar pelaksanaan KSST Indonesia dapat berjalan dengan optimal, berkelanjutan dan berkontribusi terhadap pembangunan nasional dan global. Dalam rangka pelaksanaan KSST yang inklusif sehingga dapat berjalan dengan efektif, efisien dan berkelanjutan, Pemerintah Indonesia telah melibatkan berbagai stakeholders antara lain akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan pihak swasta. Pelaksanaan KSST Indonesia juga diarahkan untuk mendukung program pengentasan kemiskinan dalam konteks yang lebih luas baik di Indonesia maupun di negara-negara berkembang lainnya. Beberapa program KSST yang mendukung pengentasan kemiskinan antara lain dukungan program ketahanan pangan untuk petani, peternak dan nelayan, bantuan peralatan dan mesin pertanian, pendampingan tenaga ahli bidang pertanian tanaman pangan dan knowledge sharing program pengentasan kemiskinan seperti PNPM dan PKH. Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan koordinasi program Reverse Linkage yang antara lain difokuskan pada pengentasan kemiskinan melalui model pemberdayaan masyarakat. Program Reverse Linkage adalah kerjasama Triangular yang melibatkan Indonesia, IDB dan negara-negara anggota IDB. Berikut adalah indikator SDGs Indonesia yang menjadi prioritas pembangunan terkait KSST: 1.
Jumlah Kegiatan Saling Berbagi Pengetahuan dalam Kerangka Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular
Tren untuk jumlah kegiatan saling berbagi pengetahuan dalam kerangka KSST dapat ditampilkan dalam tiga tahun terakhir dari tahun 2014 hingga 2016.
Jumlah Kegiatan KSST
Gambar 1. Jumlah Kegiatan KSST
100 84 50
57
2014 2015 2016
26 0 2
Versi 30 Maret 2017
Berdasarkan laporan Tim Koordinasi Nasional KSST, kegiatan KSST mengalami peningkatan yang signifikan. Selama periode 2014 – 2016 jumlah kegiatan KSST meningkat lebih dari tiga kali lipat. Peningkatan jumlah kegiatan KSST tersebut memperlihatkan komitmen Indonesia yang makin meningkat dalam pelaksanaan KSST. Pencapaian program KSST dapat diukur salah satunya dengan data tentang jenis program atau modalitas yang telah dilaksanakan. Berikut adalah persentase capaian dari setiap jenis program atau modalitas yang diberikan dalam KSST oleh Indonesia kepada negara penerima selama tahun 2014 hingga 2016. Tabel 1. Jenis Program atau Modalitas KSST Tahun 2014 - 2016 Jenis Program
2014
2015
2016
Training
63%
51%
49%
Workshop/Seminar
7%
12%
23%
Expert Dispatch
15%
12%
10%
Scholarship*)
7%
2%
4%
Multi-event activities
8%
19%
13%
-
4%
2%
Knowledge sharing Catatan: *) termasuk internship
Secara umum, kegiatan training mendominasi jenis program atau modalitas dalam kegiatan KSST pada periode 2014-2016, diikuti dengan jenis program seperti workshop/seminar, expert dispatch dan multi-event activities. Meningkatnya jumlah kegiatan KSST dari tahun ke tahun mengindikasikan bahwa semakin diakuinya kapasitas Indonesia untuk berbagi pengetahuan dengan negara-negara Selatan lainnya. Beberapa program training yang telah dilakukan diantaranya adalah program triangular antara Pemerintah Indonesia, Timor-Leste dan Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk peningkatan kapasitas bagi insinyur jalan Timor Leste pada tahun 2014. Contoh kegiatan lain adalah pelatihan pengembangan strategi kemitraan antara organisasi berbasis keagamaan dengan pimpinan umat Muslim dalam hal Keluarga Berencana di tahun 2014 dan 2015 yang melibatkan negara-negara seperti Afghanistan, Bangladesh, Ethiopia, Ghana, Nepal, Nigeria, Pakistan dan Filipina. 2. Jumlah Indikasi Pendanaan untuk Pembangunan Kapasitas dalam Kerangka KSST Indonesia.
3
Versi 30 Maret 2017
Indikasi Pendanaan (milyar Rupiah)
Gambar 2. Jumlah Indikasi Pendanaan KSST
150 100 50
100.7 74 83.25
2016 2017 2018
0 Selain jumlah kegiatan KSST yang meningkat, Indonesia juga memiliki komitmen untuk meningkatkan jumlah pendanaan yang mendukung program KSST khususnya sejak tahun 2016. Diharapkan peningkatan jumlah anggaran ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi demand dari negara mitra yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh pada Agustus 2016, Direktorat Kerja Sama Teknik Kementerian Luar Negeri menerima 296 permintaan bantuan teknik dari 41 negara. Selain dari capaian yang ditunjukkan pada analisis tren di atas, keberhasilan dalam pencapaian kemajuan program KSST Indonesia juga terlihat pada sejumlah ukuran lain yang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Tim Koordinasi Nasional KSST telah mengembangkan Standard Operation Procedures (SOP) pelaksanaan koordinasi KSST yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja Kementerian/Lembaga dalam pemberian bantuan. 2. Dalam kurun waktu 2000-2012, Indonesia telah menyelenggarakan program KSST untuk negara-negara Asia, Afrika, Pasifik dan Amerika Latin dengan mengalokasikan anggaran sebesar USD 49,8 juta. Pada tahun 2015, teridentifikasi 57 program KSST untuk 652 peserta di berbagai bidang seperti inseminasi buatan, disaster risk management, family planning, perencanaan dan penganggaran dan pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 2016, teridentifikasi 84 program KSST di berbagai bidang dengan jumlah peserta yang kurang lebih sama. Indonesa juga berhasil berbagi pengetahuan dan melakukan pelatihan di bidang pengamanan pemilu, pendidikan vokasi, perawatan jalan nasional, transportasi, usaha-kecil menengah, pendidikan untuk perdagangan, industri kerajinan dan kearsipan. Output yang dihasilkan bermanfaat bagi negara-negara penerima karena bidang tersebut sesuai dengan permintaan. 3. Jumlah peserta yang berpartisipasi dalam program KSST meningkat dari tahun 2014 (451 peserta) ke tahun 2015 (652 peserta). Jumlah data peserta KSST Indonesia di sepanjang tahun 2016 saat ini masih dikalkulasi dari beragam proyek KSST yang telah dilakukan oleh Kementerian/Lembaga. Di tahun-tahun mendatang jumlahnya direncanakan akan meningkat seiring dengan peningkatan alokasi anggaran KSST. 4. Pelibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan KSST, termasuk swasta, akademisi dan CSO. Salah satu contoh pelibatan pihak swasta adalah kerjasama pada tahun 2014 antara 4
Versi 30 Maret 2017
Kementerian Pertanian RI dan Kementerian Pertanian Sudan yang melibatkan produsen traktor di Indonesia. Dalam hal ini, pihak swasta memberikan pelatihan terkait mekanisasi pertanian. Selain di bidang pertanian, bidang lain yang melibatkan swasta diantaranya dalam bidang perbankan untuk pelatihan pembiayaan mikro (microfinance) dengan melakukan expert dispatch dari pihak perbankan Indonesia dalam pelatihan microfinance di Myanmar. 5. Sejauh ini, KSST juga memberikan manfaat bagi Indonesia, baik manfaat ekonomi maupun politik. Salah satu contoh manfaat ekonomi adalah kerjasama perdagangan komoditas frozen semen dengan Kyrgyzstan maupun peralatan dan mesin pertanian dengan Sudan, Madagaskar, dan Namibia. B. Data dan Statistik Penyediaan data dan statistik menjadi salah satu pembahasan utama yang disampaikan pada VNR tahun ini karena Indonesia telah melakukan persiapan, pengumpulan, dan pengukuran angka dasar (baseline) untuk sebagian besar indikator SDGs baik indikator nasional yang telah sesuai dengan indikator global maupun indikator proksi. Di bawah koordinasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, BPS (Badan Pusat Statistik/Statistics Indonesia) yang diberi mandat untuk penyediaan data statistik pembangunan telah menyusun angka dasar SDGs sebagai potret awal indikator SDGs di Indonesia. Meskipun tidak semua indikator global yang terkait dengan data Tujuan 17 diukur pada potret awal SDGs Indonesia, namun Indonesia telah menetapkan beberapa indikator proksi yang relevan dengan konteks nasional serta mendekati pengukuran indikator global. Di dalam sub bagian ini, akan dibahas tren beberapa indikator terkait data baik yang sudah sesuai dengan global maupun yang merupakan proksi untuk menggambarkan kesiapan Indonesia dalam penyediaan data baik dari segi kapasitas sumber daya manusia, tingkat pelayanan, dan penggunaan data untuk perencanaan. Sub bagian ini juga membahas tentang keberhasilan yang telah dicapai Indonesia di tahun pertama pelaksanaan SDGs terkait penyediaan data, tantangan yang dihadapi, inovasi yang sedang dan akan dikembangkan, serta pembelajaran yang dapat dibagikan di tingkat global. 1. Persentase Konsumen Badan Pusat Statistik (BPS) yang Merasa Puas dengan Kualitas Data Statistik Gambar 3. Persentase Konsumen yang Merasa Puas dengan Kualitas Data Statistik, 2016 10.70% Puas
89.30%
Sumber: Survei Kebutuhan Data BPS, 2016 Data tahun 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen (80%) merasa puas dengan kualitas data BPS sedang data kepuasan konsumen pada tahun 2015 tidak mencakup 5
Versi 30 Maret 2017
kepuasan konsumen akan kualitas data BPS melainkan kepuasan konsumen terhadap layanan. Tingkat kepuasan konsumen akan kualitas data BPS pada tahun 2016 meningkat menjadi 89.3%, yang mencerminkan adanya peningkatan upaya dari BPS sebagai penyedia data yang berkualitas dan dapat diandalkan oleh pengguna data. Indikator ini merupakan ukuran terhadap tingkat kepuasan pengguna terhadap kualitas data BPS serta sebagai bentuk pengawasan dan evaluasi untuk penyempurnaan dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen. Dari tahun-ke-tahun diharapkan tingkat kepuasan ini akan semakin meningkat sehingga data yang dihasilkan BPS semakin memenuhi prinsip-prinsip fundamental dari statistik resmi yang berkualitas. 2. Persentase Konsumen yang Menjadikan Data dan Informasi Statistik BPS sebagai Rujukan Utama Gambar 4. Persentase konsumen yang selalu menjadikan data dan informasi statistik BPS sebagai rujukan utama, 2016 8.65% Rujukan Utama Bukan Rujukan Utama 91.35%
Sumber: Survei Kebutuhan Data BPS, 2016 Indikator ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepercayan pengguna terhadap data BPS.Tingginya persentase pengguna data yang menjadikan data dan informasi statistik BPS sebagai rujukan utama menunjukkan adanya tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi terhadap data dan informasi statistik yang disediakan dan dihasilkan oleh BPS. Sebagai lembaga yang diperintahkan menjadi rujukan utama data pembangunan maka BPS harus dapat meningkatkan tingkat kepercayaan ini sehingga menjadi rujukan utama untuk data pembangunan oleh berbagai pemangku kepentingan. Terjadi peningkatan persentase konsumen yang menjadikan data dan informasi statistik BPS sebagai rujukan utama pada tahun 2016 sebesar 1,35% yaitu dari 90% pada tahun 2015 menjadi 91,35% di tahun 2016. 3. Jumlah Metadata Kegiatan Statistik Dasar, Sektoral, Dan Khusus yang Terdapat dalam Sistem Informasi Rujukan Statistik (SIRuSa)
6
Versi 30 Maret 2017 Gambar 5. Jumlah metadata kegiatan statistik dasar, sektoral, dan khusus yang terdapat dalam Sistem Informasi Rujukan Statistik (SIRuSa), 2011 - 2016 880
1000 702
800 600
705 540
438
444
2011
2012
400 200 0 2013
2014
2015
2016
Sumber: Sistem Informasi Rujukan Statistik, BPS
Indikator ini menampilkan banyaknya jumlah kegiatan statistik dasar, sektoral, dan khusus yang metadatanya berhasil dikompilasi dan disajikan dalam Sistem Informasi Rujukan Statistik BPS. Indikator ini merupakan salah satu indikator penting dalam rangka menunjang Sistem Statistik Nasional (SSN) karena dapat digunakan sebagai ukuran kemampuan lembaga statistik dalam menghimpun metadata dari ketiga kegiatan statistik tersebut. Jumlahnya berfluktuasi dari tahun 2013 hingga ke tahun 2016, terjadi penurunan jumlah metadata kegiatan statistik tahun 2015 namun pada tahun 2016 jumlah ini kembali bertambah seiring dengan banyaknya permintaan kegiatan statistik sektoral. 4. Jumlah Negara yang Memiliki Undang-Undang Statistik Nasional yang Tunduk pada Prinsip-Prinsip Fundamental Statistik Resmi Indonesia telah memiliki UU No. 16 tahun 1997 tentang Statistik yang mengatur tentang jenis statistik dan cara pengumpulan data dari ketiga jenis statistik yang terdiri dari statistik dasar, statistik sektoral dan statistik khusus; penyelenggara statistik dari setiap jenis statistik; diseminasi, serta hak dan kewajiban dari penyelengara statistik. 5. Jumlah Pejabat Fungsional Statistisi Kementerian/Lembaga (K/L) Tahun 2016
dan
Pranata
Komputer
pada
Tabel 2. Jumlah Pejabat Fungsional Statistisi dan Pranata Komputer K/L Tahun 2016 No.
Nama Instansi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Badan Pusat Statistik Kementerian Dalam Negeri Kementerian Pertahanan Kementerian Agama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Keuangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Kesehatan Kementerian Sosial
8. 9.
Jumlah Pranata Fungsional Komputer Statistisi 33 3.672 21 41 105 4 23 302 38 56 32
1 7
Versi 30 Maret 2017
No.
Nama Instansi
10. 11. 12. 13.
Kementerian Ketenagakerjaan Kementerian Perindustrian Kementerian Perdagangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kementerian Perhubungan Kementerian Komunikasi dan Informatika Kementerian Pertanian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Sekretariat Negara Arsip Nasional Republik Indonesia Badan Kepegawaian Negara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Informasi Geospasial (BAKOSURTANAL) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lembaga Ketahanan Nasional Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Badan SAR Nasional Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Mahkamah Agung Mahkamah Konstitusi Sekretariat Jenderal DPR JUMLAH
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Jumlah Pranata Fungsional Komputer Statistisi 43 10 26 1 15 1 23
-
62 7 20 49
1 1 13 -
4 6 22 99 39
21 2 6
5
1
12
4
10
-
66 1 46 16 15 6 10 5 10 3 14 10 18 1.323
3.728
Sumber: Bagian Jabatan Fungsional, Badan Pusat Statistik Data tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah pejabat fungsional statistisi dari seluruh Kementerian/Lembaga adalah sebanyak 3.728 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 98% (3.672 orang) berada di kantor BPS, sementara sisanya tersebar di duabelas (12) instansi pemerintahan lainnya. Informasi ini memperlihatkan masih banyaknya Kementerian/Lembaga yang belum memiliki pejabat fungsional statistisi, padahal ketersediaan pejabat fungsional statistisi ini sangat diperlukan agar Kementerian/Lembaga dapat menyediakan data sektoral yang lebih berkualitas. Selanjutnya untuk pejabat pranata komputer hampir semua Kementerian/Lembaga telah memiliki tenaga pranata komputer untuk pengolahan data dan informasi statistik. 8
Versi 30 Maret 2017
6. Jumlah Pengunjung Eksternal yang Mengakses Data dan Informasi Statistik melalui Website Gambar 6. Jumlah pengunjung eksternal yang mengakses data dan informasi statistik melalui website, 2016 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Sumber: Seksi Pengemasan Informasi Statistik, Badan Pusat Statistik
Website BPS setiap bulan rata-rata dikunjungi oleh 100.000 pengunjung. Selama periode Januari – Desember 2016, total jumlah pengunjung mencapai 1.258.381 orang. Pada periode tersebut, jumlah pengunjung terbanyak tercatat pada bulan Februari dan Oktober dengan jumlah pengunjung yang mencapai lebih dari 140 ribu orang. Tujuan indikator proksi ini adalah untuk mengetahui pengguna eksternal yang dapat mengakses data melalui website BPS, sehingga dapat menggambarkan banyaknya pengguna yang menjadikan data BPS sebagai rujukan karena data dan informasi statistik BPS yang cepat tersedia, mudah diakses serta dapat dipertanggungjawabkan. 7. Persentase Konsumen yang Puas terhadap Akses Data Badan Pusat Statistik (BPS)
100% 80%
Gambar 7. Persentase Konsumen yang Puas terhadap Akses Data BPS, 2013-2016 16,53%
27%
23,62%
73%
76,38%
73,65%
83,47%
2013
2014
2015
2016
26,35%
60% Tidak Puas 40%
Puas
20% 0%
Sumber: Survei Kepuasan Konsumen, Badan Pusat Statistik Selain tingkat kepuasan terhadap kualitas data yang dihasilkan BPS, indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan penggunan data BPS adalah tingkat kepuasan pengguna terhadap akses data. Indikator ini mengukur kemampuan BPS dalam memberikan 9
Versi 30 Maret 2017
kemudahan mengkases data dan informasi statistik bagi konsumen data. Selama empat tahun terakhir dari tahun 2013 hingga 2016, jumlah penggunaan data yang merasa puas dengan akses data BPS berkisar antara 73 persen hingga lebih dari 83 persen. 8. Persentase Konsumen yang Menggunakan Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Nasional Gambar 8. Persentase konsumen yang menggunakan data BPS dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan nasional, 2016 4.14% 1.27% 17.36%
50.80%
14.97%
11.46% Penyebaran Informasi Perencanaan Penelitian
Skripsi/Tesis/Disertasi Tugas sekolah/Tugas Kuliah Evaluasi
Sumber: Survei Kebutuhan Data, Badan Pusat Statistik Hal lain yang menarik untuk dilihat adalah terkait dengan pemanfaatan data yang diakses oleh pengguna data. Hasil Survei Kebutuhan Data 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna data memanfaatkan data untuk perencanaan (36 persen) dan monitoring dan evaluasi (27 persen). Namun jumlah ini menurun pada tahun 2016 menjadi hanya 11,46% konsumen yang menggunakan data BPS untuk perencanaan dan lebih banyak jumlah konsumen yang menggunakan data dan informasi BPS untuk penulisan skripsi/tesis/disertasi. Penurunan jumlah konsumen yang menggunakan data untuk perencanaan ini karena sesuai dengan periode penyusunan perencanaan pembangunan jangka menengah khususnya dalam rangka penyusunan RPJMN. Walaupun demikian, penyusunan perencanaan pembangunan tahunan tetap dilaksanakan di setiap tahunnya, dimana data yang digunakan oleh Kementerian/Lembaga sebagian besar adalah data sektoral. Hasil survei ini secara langsung juga menunjukkan kontribusi yang besar dari BPS terhadap penyediaan data dan informasi statistik untuk proses penyusunan perencanaan pembangunan dan penyusunan kebijakan. Selain dari hasil yang disebutkan di atas berdasarkan indikator-indikator capaian di tingkat nasional yang terkait dengan ketersediaan dan kualitas data dan informasi statistik, maka dalam tahun pertama pelaksanaan SDGs, Indonesia telah menampilkan beberapa capaian lainnya, yaitu: 1. Disusunnya potret awal data indikator SDGs Indonesia yang dilakukan oleh BPS, bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang telah menghasilkan dokumen metadata SDGs Indonesia sebagai dasar dari potret awal indikator tersebut. Dokumen metadata SDGs Indonesia disusun dengan menerapkan prinsip inklusif dan no-one left behind, yang melibatkan keempat platform partisipatif di Indonesia. Terdapat 134 indikator dari 321 indikator SDGs
10
Versi 30 Maret 2017
Indonesia yang bersumber dari data BPS. BPS melakukan inventarisasi dan validasi data yang menjadi baseline dan potret awal SDGs Indonesia tersebut. 2. Prestasi dan peran BPS Indonesia telah mendapat pengakuan di tingkat internasional. Ketua BPS terpilih sebagai Ketua Komite Statistik di UN-ESCAP untuk periode selama dua tahun dari 2017 – 2018, hal ini merupakan pengakuan negara-negara Asia Pasifik atas kredibilitas kemampuan BPS. BPS juga berperan aktif dalam memberikan masukan terhadap pembahasan indikator-indikator SDGs di tingkat global melalui UNSD. BPS Indonesia juga terlibat dalam pembahasan beberapa indikator SDGs seperti indikator pada goal 16. 3. Dalam kaitan dengan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, maka BPS Indonesia menjadi salah satu rujukan oleh negara Asia Pasifik lainnya, diantaranya berbagi pengetahuan tentang Sensus Ekonomi yang dilakukan BPS tahun 2016. Nepal adalah salah satu negara yang belajar tentang sensus ekonomi di Indonesia. II.
TANTANGAN DAN UPAYA MENGATASI TANTANGAN
A. Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) Sejak dibentuk pada tahun 2010, telah cukup banyak capaian dan keberhasilan dari Tim Koordinasi Nasional (Tim Kornas) KSST. Peran Indonesia dalam KSST pun mulai mendapat pengakuan dari negara-negara Selatan-Selatan lainnya dan juga oleh stakeholders di dalam negeri sendiri. Meskipun demikian berbagai upaya yang dilakukan masih menemui berbagai tantangan, sebagaimana di bawah ini. 1. Dalam upaya mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan KSST di berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) agar lebih terstruktur, efektif dan efisien, Tim Kornas KSST mengembangkan Standard Operation Procedures (SOP) yang mengatur mekanisme kerja antar masing-masing Working Group. Pengembangan SOP ini dilakukan sebagai upaya penguatan koordinasi pelaksanaan KSST yang mengatur hubungan antara Tim Kornas KSST yang menjalankan fungsi koordinasi dengan berbagai stakeholders dalam pelaksanaan KSST. 2. Salah satu tantangan yang dihadapi Tim Kornas KSST adalah menghitung secara akurat total alokasi anggaran dalam pelaksanaan KSST. Untuk mengatasi hal tersebut, Tim Kornas memasukkan KSST sebagai salah satu anggaran tematik yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No.143/PMK.02/2015 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Kegiatan. Dengan demikian, dalam proses perencanaan dan penganggaran, alokasi anggaran untuk kegiatan KSST dapat diidentifikasi di berbagai Kementerian/Lembaga. 3. Evaluasi pelaksanaan kegiatan KSST belum dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Untuk mendorong pelaksanaan evaluasi tersebut, Tim Kornas KSST menyusun panduan evaluasi yang meliputi pelaksanaan ex-ante, on going dan expost evaluation. Panduan evaluasi tersebut dikembangkan berdasarkan lima kriteria yaitu Relevansi, Efektifitas, Efisiensi, Dampak dan Keberlanjutan. 4. Keterlibatan Indonesia dalam KSST terus meningkat dari waktu ke waktu, tetapi belum diikuti dengan peningkatan awareness publik terhadap KSST Indonesia itu sendiri. Hal ini disebabkan belum adanya strategi komunikasi yang komprehensif (aktivitas promosi 11
Versi 30 Maret 2017
dan public relations) baik secara internal maupun eksternal untuk meningkatkan exposure KSST Indonesia. Hal ini lah yang melatarbelakangi Tim Kornas KSST mengembangkan strategi komunikasi (strakom) KSST. Upaya peningkatan exposure KSST Indonesia dilakukan dengan mempromosikan kegiatan KSST Indonesia kepada masyarakat luas melalui website, newsletter, serta forum-forum publik. 5. Terbatasnya sumber pendanaan dalam negeri untuk implementasi kegiatan KSST. Untuk itu, Tim Kornas KSST telah menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk mitra pembangunan (development partners). Pelibatan mitra pembangunan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan KSST Indonesia dengan lebih efektif dan berkesinambungan, tidak hanya dalam hal pendanaan, namun juga di bidang peningkatan kapasitas kelembagaan, pelaksanaan pilot projects, dan pengembangan modalitas kerjasama triangular yang inovatif. B. Data dan Statistik 1. Penyediaan disagregasi data dengan menganut prinsip no-one left behind masih menjadi tantangan. Upaya yang dilakukan dalam waktu dekat adalah dengan melaksanakan review survei-survei yang telah ada yang memungkinkan untuk didisagregasikan hingga level kabupaten/kota. 2. Sebagai negara yang menerapkan sistem desentralisasi, maka ketersediaan data yang meliputi seluruh wilayah menjadi sebuah tantangan. Desentralisasi menyebabkan munculnya daerah administrasi baru yang juga membutuhkan ketersediaan berbagai jenis data dan informasi statistik untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai kondisi dan permasalahan yang dihadapi di setiap daerah. Indikator SDGs Indonesia tidak semua dapat didisagregasikan hingga level kabupaten/kota khususnya wilayah baru, sehingga perlu ditetapkan proksi indikatornya yang dapat diperbandingkan dengan wilayah lain yang setingkat serta menampilkan capaian SDGs di tingkat kabupaten/kota. 3. Belum maksimalnya pemanfaatan sistem Teknologi, Informasi dan Teknologi (TIK) pada saat ini menghambat proses pengolahan data hasil kegiatan statistik terutama dari Kementerian/Lembaga lain. 4. Belum tersedianya data untuk beberapa indikator global SDGs karena belum pernah dilakukan pengumpulan datanya dan/ atau data yang tersebar di beberapa tempat. Dari 241 indikator global, Indonesia sudah mengidentifikasi 87 indikator (35,7%) yang sesuai dengan indikator global dan data tersedia, 76 indikator global (31,5%) yang diukur dengan menggunakan proksi di tingkat nasional dan nantinya akan dikembangkan dan diukur sesuai dengan metadata di tingkat global, 73 indikator global (30,7%) yang akan dikembangkan karena Indonesia belum memiliki metode pengukuran atau data tersebar di beberapa sumber data dan harus dilakukan pengumpulan data, serta 5 indikator global (2,1%) yang tidak relevan dengan konteks Indonesia sehingga untuk saat ini belum akan diukur.
12
Versi 30 Maret 2017
Gambar 9. Pengelompokan 241 Indikator SDGs Global Berdasar Ketersediaan Data
5.
Banyaknya kegiatan statistik sektor di Kementerian/Lembaga yang membutuhkan dukungan BPS, sehingga BPS mengalami kesulitan untuk menangani dan memberikan dukungannya. BPS harus didudukkan sebagai koordinator Sistem Statistik Nasional dan sebagai jembatan dalam pembuatan metadata.
III. INOVASI DAN UPAYA PENTING UNTUK PENCAPAIAN TUJUAN A. Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) 1. Dalam upaya untuk mengoptimalkan potensi dukungan swasta terhadap KSST, Tim Kornas KSST sedang merancang model insentif untuk pelibatan pihak swasta. Hal ini juga sejalan dengan salah satu strategi kebijakan pembangunan untuk meningkatkan peran Indonesia dalam KSST yang dicantumkan dalam RPMNJ 2015-2019. Model insentif ini diharapkan dapat meningkatkan pelibatan pihak swasta dalam kegiatan KSST mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program. 2. Pelaksanaan KSST berupa knowledge sharing, merupakan salah satu modalitas utama Indonesia dalam pemberian bantuan ke negara-nagara Selatan. Pada tahun 2012, Indonesia telah mendeklarasikan sebagai Country-Led Knowledge Hub (CLKH). Pelaksanaan knowledge sharing berfokus pada tiga area yang menjadi flagship yaitu isu pembangunan (development issues), tata kelola pemerintahan yang baik dan penciptaan perdamaian (good governance & peace building), serta isu ekonomi (economic issues). B. Data dan Statistik 1.
Indonesia sedang berupaya untuk mengembangkan mekanisme satu pintu untuk keluar masuk data secara nasional atau disebut dengan Satu Data (onedata). BPS akan menjadi koordinator dan pusat kebijakan Satu Data tersebut.
13
Versi 30 Maret 2017
Gambar 10. Portal Satudata dan Platform Visualisasi Data SDGs
2.
Indonesia telah berupaya mengembangkan metadata SDGs Indonesia dengan menghasilkan sebanyak 321 indikator dari 87 indikator nasional yang telah sesuai dengan indikator global dan 76 indikator global yang memiliki proksi di tingkat nasional yang jumlahnya 234 indikator proksi. Pengembangan metadata SDGs Indonesia ini bertujuan untuk menjadi acuan dalam penyusunan rencana aksi baik tingkat nasional maupun daerah yang menerapkan prinsip inklusif dan no-one left behind.
3.
Usulan Indonesia untuk pembaruan 10 Indikator SDGs yang akan dibahas pada Inter Agency Experts Group (IAEG).
4.
Standardisasi data juga telah dilakukan dengan melalui penguatan terhadap lembaga pengelola data yang dimiliki Kementerian/Lembaga.
IV.
EMERGING ISSUES
A. Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) 1. Pelaksanaan KSST memerlukan penguatan kerangka regulasi khususnya pada bisnis proses. Penyusunan kerangka regulasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektivitas hasil pelaksanaan kegiatan KSST dan efisiensi penggunaan sumber daya anggaran. Selain itu, diperlukan penyusunan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pemberian hibah oleh Pemerintah Indonesia kepada pihak asing. Hal ini bertujuan untuk mendorong peran Indonesia yang hanya berperan sebagai penerima bantuan (recipient) tetapi juga sebagai penyedia bantuan (provider) kepada sesama negara berkembang. 2. Dalam rangka penguatan kelembagaan, maka koordinasi diarahkan menuju one gate policy, yang pada masa mendatang akan dilakukan oleh suatu single agency. Saat ini, Tim Kornas KSST sedang memformulasikan bentuk kelembagaan yang paling tepat untuk single agency tersebut. Salah satu opsi bentuk kelembagaan yang sedang dijajaki adalah lembaga yang dapat mengelola mekanisme pooling of fund.
14
Versi 30 Maret 2017
3. Selain itu diperlukan penguatan kerangka pendanaan program KSST. Pendanaan program KSST diupayakan untuk terus ditingkatkan baik melalui pendanaan dari Pemerintah (termasuk pemerintah daerah), swasta, filantropi maupun dari development partners. B. Data dan Statistik 1. Indonesia akan melakukan review atas UU no.16 tahun 1997 tentang Statistik sehingga UU dapat lebih mengikuti prinsip-prinsip fundamental statistik resmi. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan lembaga statistik (BPS) dalam memonitor perkembangan kebutuhan statistik nasional. 2. UU No. 23 tahun 2014 (bagian matriks lampiran berisikan Pembagian Urusan pemerintahan bidang statistik) menjadi dasar pembentukan dinas statistik di tingkat daerah, dengan tugas dan pembagian yang tidak jelas dan cenderung tumpang tindih. Dengan demikian, perlu dikaji kembali atas lampiran UU No. 23/2014 tersebut, mengingat pembagian tugas antara dinas statistik dengan BPS di tingkat kab/kota belum sesuai dengan kaidah-kaidah penting kegiatan statistik. Kondisi ini dapat mempengaruhi proses dan kualitas pengumpulan data SDGs di daerah, dan kesulitan dalam proses koordinasi pengumpulan dan analisis data SDGs antar unit statistik di daerah. V.
PEMBELAJARAN
A. Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) 1. Sebagai salah satu emerging countries yang berada dalam level lower middle income country, Indonesia disamping negara recipient, juga mulai berperan sebagai negara ‘provider’ yang memberi bantuan untuk negara Selatan lainnya. Hal ini sebagai wujud dari penerapan politik bebas aktif Indonesia dalam ikut memperjuangkan kepentingan bersama negara Selatan-Selatan dalam upaya menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan sejajar. 2. Praktek KSST yang menekankan pada knowledge sharing memberi manfaat bagi Indonesia, tidak hanya dalam hal berbagi pengetahuan dengan negara lain, namun Indonesia juga memperoleh pembelajaran dari negara penerima bantuan (proses secara dua arah). 3. KSST menjadi instrumen untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia di fora internasional, khususnya dalam bidang politik dan ekonomi. B. Data dan Statistik 1.
Peningkatan penggunaan IT dalam pelaksanaan survei-survei yang dilakukan BPS, yaitu antara lain dalam pelaksanaan Survei Kesehatan dan Pengalaman hidup di Papua
2.
Meningkatnya peran BPS dan staf BPS di fora internasional.
3.
Proses penyediaan data SDGs telah menciptakan wadah komunikasi yang baik antar pelaku kepentingan, terutama dalam proses pengumpulan data, pemanfaatan data, dan analisis data yang melibatkan semua pihak. Proses penyediaan data SDGs ini pun telah membantu para pemangku kepentingan untuk memahami dan memberikan arah pembangunan secara lebih terintegrasi dan lebih jelas.
15
Versi 30 Maret 2017
4.
Pengembangan metadata SDGs Indonesia memberikan pembelajaran tentang pentingnya metadata indikator sehingga indikator yang ada dapat dioperasionalisasikan dan menjadi rujukan dalam perencanaan pembangunan. Proses pengembangan data dan penyusunan metadata yang melibatkan semua pihak merupakan salah satu penerapan dari prinsip-prinsip utama SDGs yang inklusif dan no-one left behind. Dokumen metadata yang telah disusun tersebut akan menjadi rujukan penting dalam pelaksanaan SDGs di Indonesia, karena dokumen tersebut berisi hasil identifikasi ketersediaan indikator SDGs yang mencakup sumber data dan cara perhitungannya, identifikasi data yang perlu dikembangkan lebih lanjut, serta kebutuhan terhadap pengembangan indikator yang saat ini belum dimiliki oleh Indonesia.
16