DRAFT RUU PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT – KAPPRT BM KE-9 16170712 & 041112 NO.
DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT - KAPPRTBM 9 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA
1.
2.
3. 4.
PENJELASAN
ARGUMENTASI
Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan sesuai dengan harkat, martabat, dan asasinya sebagai manusia sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. c.
bahwa dalam melakukan pekerjaan, Pekerja Rumah Tangga berhak mendapatkan pengakuan dan perlakuan sebagai pekerja yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; bahwa untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga diperlukan sistem yang menjamin dan melindungi Pekerja Rumah Tangga;
1
5. 6. 7. 8. 9.
bahwa perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga ditujukan untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar Pekerja Rumah Tangga dan kesejahteraan Pekerja Rumah Tangga beserta keluarganya; e. bahwa dalam rangka menjamin perlindungan dan meningkatkan kualitas hidup, Pekerja Rumah Tangga berhak atas pendidikan dan pelatihan; f. bahwa karakteristik pekerjaan Pekerja Rumah Tangga berbeda dengan pekerja lainnya oleh karena itu memerlukan perlindungan hukum tersendiri; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Pasal 29, Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277) 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Mengenai Usia Minimum d.
Acuan normatif undang-undang dimulai dengan konstitusi suatu negara yaitu UUD 1945 dan kemudian diikuti dengan acuan normatif lainnya yang berkaitan, yaitu acuan normatif tentang: a. Hak Asasi Manusia b. Hak Anak c. Hak Pekerja d. Hak Warga Negara e. Hak Ekonomi Sosial dan Budaya f. Hak Sipil dan Politik g. Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan h. Jaminan Sosial i. Batas Usia Minimum Bekerja j. Serikat
2
untuk Diperbolehkan Bekerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941); 7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3489); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 10. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja RumahTangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356); 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
k. Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang l. Ketenagakerjaan m. Kesehatan n. Situasi Kerja Layak PRT
Pidana
Hal ini penting untuk dilakukan, karena jangan sampai undang-undang yang dibuat, yakni UU Perlindungan PRT ada inkonsistensi dengan undangundang yang berlaku.
3
10.
12. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558); 15. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); 16. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063). 17. Konvensi ILO No. 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
4
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG
PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA
11. 12.
13.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pekerja Rumah Tangga yang selanjutnya disebut PRT adalah orang yang bekerja pada pemberi kerja untuk melakukan pekerjaan kerumahtanggaan dengan memperoleh upah.
2.
Pemberi kerja adalah orang perseorangan dan atau beberapa orang dalam suatu rumah tangga yang mempekerjakan PRT dengan membayar upah.
Bagian kalimat “....menerima upah dan/atau imbalan dalam bentuk lain diubah menjadi “...memperoleh upah”. Pertimbangannya: Upah adalah hak dasar yang melekat pada pekerja dari hubungan kerja yang dilakukan. Sementara imbalan dalam bentuk lain bukan sesuatu yang melekat. Sehingga tidak perlu disebutkan. Cakupan pemberi kerja pada kepala rumah tangga atau anggota keluarga sangat membatasi Istilah kepala rumah tangga atau anggota keluarga tidak mencakup pemberi kerja yang tidak dalam ikatan keluarga, contoh orang yang tinggal di rumah kos atau sekelompok orang yang mengontrak rumah bersama 5
14.
3.
Pekerjaan kerumahtanggaan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh PRT dalam lingkungan rumah tangga pemberi kerja yang tidak menghasilkan barang dan/atau jasa untuk kepentingan kegiatan komersial pemberi kerja dan/atau pihak ketiga yang lain.
15.
4.
Hubungan kerja adalah hubungan antara PRT dengan pemberi kerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, perintah dan upah.
16.
5.
17.
6.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara PRT dengan pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Upah adalah hak PRT yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada PRT yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan.
Istilah “komersial” untuk menegaskan kegiatan yang berhubungan mendapatkan laba atau berhubungan dengan perdagangan. Artinya PRT tidak untuk dipekerjakan di kegiatan yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan seperti menjaga atau melayani pembeli warung/toko milik pemberi kerja. Dari hasil pendampingan di komunitas PRT ditemukan fakta PRT sering juga merangkap tugas sebagai penjaga warung/toko milik pemberi kerja. Untuk hubungan kerja jika tidak memiliki perjanjian tidak tertulis, maka pemberi kerja dikenakan sanksi, hubungan kerja tetap dapat dibuktikan melalui adanya upah, dan dilakukannya pekerjaan yang diberikan. Alasannya, hubungan kerja meliputi 3 unsur, yaitu perintah, pekerjaan dan upah. Upah adalah hak PRT yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada PRT. Untuk detilnya dimasukkan dalam pasal perjanjian kerja. Upah minimum adalah batas terendah upah yang diterima PRT
6
18.
7.
19.
8.
20.
9.
21.
Upah minimum adalah upah paling rendah yang harus diterima PRT untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi PRT beserta keluarganya, dan tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja dan masa kerja. Perlindungan adalah segala upaya untuk menjamin penghormatan dan pemenuhan hak-hak PRT untuk memperoleh rasa aman, bebas dari kekerasan, diskriminasi dan pelanggaran hak atas PRT.
Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap PRT yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup hubungan kerja. 10. Anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.
sesuai dengan peraturan perundangundangan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup kayak bagi kemanusiaan. Alasan pengistilahan produktifitas lebh pada industri (perusahaan yang menghasilkan barang) Pemenuhan hak normatif sangat minimal dan tidak bisa mencapai standar pemenuhan hak asasi manusia. Sehingga perlindungan harus juga mencakup perbaikan kebijakan. Definisi ini mengacu pada UU No. 23 Tahun 2004 ttg Penghapusan KDRT.
Meskipun KILO No. 138 yang diratifikasi dengan UU No. 20 Tahun 1999 tentang Usia Minimum boleh bekerja dan demikian juga dalam KILO No.189 tentang Kerja Layak PRT ada toleransi untuk batas usia minimum 15 tahun, Artinya semangat yang terkandung dalam kedua konvensi tersebut adalah penghapusan pekerja anak. Kemudian mengacu pada KILO No. 182 tentang Penghapusan BentukBentuk Pekerjaan Terburuk Anak yang telah diratifikasi dalam UU No.
7
1 Tahun 2000 dan diperjelas dalam KepPres No. 59 Tahun 2002 tentang Pekerjaan Terburuk Anak, salah satunya menyebutkan bahwa pekerjaan rumah tangga adalah salah satu pekerjaan terburuk bagi anak. 22. 23. 24.
25. 26. 27. 28.
11. Waktu kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.
Harus didefinisikan untuk membatasi jam kerja PRT
13. Serikat PRT adalah organisasi yang dibentuk dari dan oleh PRT dan/atau serikat pekerja/serikat buruh untuk PRT yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela dan melindungi hak dan kepentingan PRT, meningkatkan kesejahteraan PRT dan keluarganya. 14. Penyedia jasa informasi PRT adalah setiap badan usaha yang memberikan dan/atau menerima informasi mengenai lowongan pekerjaan dan penyediaan PRT. 15. Pembinaan adalah tanggung jawab pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas aparatur pemerintah dan penyedia jasa dalam rangka perlindungan terhadap PRT 16. Pengawasan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan PRT. 17. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
Pada dasarnya PRT dapat bergabung dengan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah ada atau membentuk serikat sendiri.
12. Cuti adalah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan rumah tangga dalam jangka waktu tertentu dengan tetap memperoleh upah dan hak-haknya yang lain.
Cuti adalah waktu istirahat tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu.
8
29.
30. 31. 32. 33. 34.
berakhirnya hak dan kewajiban antara PRT dan pemberi kerja. 18. Perselisihan adalah perbedaan pendapat yang meng-akibatkan pertentangan antara pemberi kerja dan PRT karena adanya perselisihan kepentingan, perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja .
19. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syaratsyarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja. 20. Perselisihan hak adalah pengingkaran oleh salah satu pihak pada perjanjian kerja dan atau peraturan perundangan terkait. 21. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. 22. Mediasi adalah penyelesaian perselisihan antara PRT dan pemberi kerja melalui musyawarah yang ditengahi oleh pemerintah 23. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta menteri.
Proses penyelesaian perselisihan dan tahapannya perlu disebut karena menjadi bagian yang diatur dalam undang-undang ini.
Hak bukanlah hal yang dapat diperselisihkan sebab merupakan KEWAJIBAN, selain itu juga untuk mendorong fungsi PENGAWASAN Perselisihan hak adalah pengingkaran oleh salah satu pihak pada perjanjian kerja dan atau UU terkait.
9
35. 36. 37. 38.
39.
24. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. BAB II
LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN Pasal 2
(1) Perlindungan PRT berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Perlindungan PRT berasaskan: a. penghormatan hak asasi manusia; b. keadilan gender; c. keadilan dan kesetaraan; d. kepastian hukum; dan e. kesejahteraan. Pasal 3 Perlindungan PRT bertujuan:
a. memberikan pengakuan secara hukum atas jenis pekerjaan PRT; b. memberikan pengakuan bahwa pekerjaan kerumahtanggaan mempunyai nilai yang setara dengan semua jenis pekerjaan lainnya; c. mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, pelecehan dan kekerasan terhadap PRT; d. memberikan perlindungan kepada PRT dalam mewujudkan kesejahteraan PRT dan keluarganya; dan
Kenapa Keluarga PRT disebutkan? Karena PRT bekerja untuk kesejahateraan PRT dan Keluarganya; selain itu, ini juga terkait dengan komposisi upah dan jaminan sosial sehingga PRT tidak dianggap berstatus lajang.
Perlindungan di setiap proses ini memberikan perlindungan kepada PRT setelah tidak bekerja.
10
e. mengatur hubungan kerja yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan. f. Memberikan perlindungan kepada PRT sejak persiapan kerja, semasa kerja dan purna kerja. 40. 41.
42.
43.
Persiapan kerja adalah aktifitas saat pelatihan, mencari dan/atau memperoleh informasi kerja, penjajagan antara PRT dan Pemberi Kerja.
BAB III KATEGORI PRT Pasal 4
PRT dapat digolongkan berdasar: a. waktu kerja; dan b. jenis kelompok pekerjaan.
Pasal 5
PRT berdasarkan waktu kerja meliputi: a. PRT penuh waktu; dan b. PRT paruh waktu. Pasal 6
(1) PRT berdasarkan jenis kelompok pekerjaan : a. kelompok pekerjaan memasak; b. kelompok pekerjaan mencuci pakaian; c. kelompok pekerjaan membersihkan rumah bagian dalam; d. kelompok pekerjaan membersihkan rumah bagian luar; e. kelompok pekerjaan merawat anak; f. kelompok pekerjaan menjaga orang sakit, dan/atau orang yang berkebutuhan khusus g. kelompok pekerjaan mengemudi; dan
Adanya pengaturan waktu kerja untuk mengatur waktu kerja PRT agar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Penggolongan kelompok pekerjaan diperlukan dengan pertimbangan: - Harus ada batasan maksimal beban kerja PRT dan uraian tugas pekerjaan yang jelas - Penggolongan kelompok pekerjaan sebaiknya dilakukan sesuai dengan keahlian dan minat bakat PRT. Karena tidak semua PRT memiliki keahlian dan minat
11
h. kelompok pekerjaan menjaga keamanan rumah. (2) PRT dapat mengerjakan beberapa kelompok pekerjaan kerumahtanggaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan perjanjian kerja antara PRT dan Pemberi Kerja, kecuali untuk kelompok pekerjaan merawat anak dan kelompok pekerjaan menjaga orang sakit, dan/atau orang berkebutuhan khusus dan pekerjaan menjaga keamanan rumah dan pekerjaan mengemudi. (3) Pelaksanaan ketentuan ayat (2) dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan waktu kerja.
bakat yang sama. Khususnya hal ini diperlukan dalam kelompok pekerjaan merawat dan menjaga anak, orang sakit/kemampuan berbeda karena memerlukan konsentrasi khusus, kesabaran dan ketelatenan yang lebih. - Khususnya merawat dan menjaga anak, orang sakit/kemampuan berbeda adalah kelompok pekerjaan yang tidak boleh dirangkap karena memerlukan konsentrasi khusus berada di dekat anak atau orang yang dirawat. - Rangkap kelompok pekerjaan tanpa ada batasan beban kerja akan berpengaruh pada jam kerja dan juga menimbulkan stress pada PRT meskipun hal tersebut tidak terlihat. - PRT juga mengalami stress dengan tingkatan yang berbeda, karena dituntut untuk melakukan dan bertanggungjawab atas semua pekerjaan, dan cemas apabila pekerjaan tidak selesai akan dimarahi oleh Pemberi Kerja. - Dalam situasi ini, sangat jarang orang mengerti dan mengenali stress yang terjadi pada PRT. Orang sering mengabaikan PRT dan menganggap PRT tidak mengalami stress
12
Kelompok pekerjaan memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah bagian dalam bisa dilakukan oleh 1 orang PRT dengan syarat batasan kerja maksimal luas bangunan 150 meter persegi dan maksimal 5 orang anggota rumah tangga.
Batasan maksimal beban kerja untuk 1 orang PRT yang melakukan 3 kelompok pekerjaan adalah maksimal lingkup bangunan seluas 150 meter persegi dan maksimal 5 orang anggota rumah tangga., berdasarkan riset dan juga didasarkan usulan PRT bahwa mayoritas PRT bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam kurun waktu sesuai dengan batasan maksimal jam kerja 7-8 jam/hari.
Kelompok pekerjaan merawat dan menjaga anak khususnya batita harus dikerjakan 1 orang PRT, karena memerlukan konsentrasi dan juga bakat tersendiri dalam merawat dan menjaga anak. Hal ini menyangkut aktivtas anak batita yang mulai dari bayi hingga bisa berjalan, berbicara, tumbuh kembang dari dasar yang harus dengan bantuan, asuhan penuh.
13
Apabila pekerjaan ini dikerjakan oleh 1 orang PRT dan merangkap kelompok pekerjaan rumah tangga lainnya, maka bisa menimbulkan resiko pada anak yang menjadi tanggungjawab asuhannya atau pekerjaan lainnya menjadi terbengkalai. Contoh kasus: anak yang terkena air panas, ketika PRT sedang mengambil air panas, dan anak berlari menghampiri PRT, anak yang terjatuh dari tempat yang cukup tinggi, anak yang kesetrum listrik karena menyentuh lubang/kontak listrik di saat PRT sedang melakukan pekerjaan lain.
Kelompok pekerjaan merawat dan menjaga orang sakit/kemampuan berbeda dikerjakan 1 orang PRT, karena memerlukan konsentrasi khusus, dan PRT harus berada di dekat orang yang dirawat. Khususnya orang tengah sakit seringkali mengalami juga masalah psikologis karena keterbatasan gerak ataupun rasa sakit yang dideritanya, sehingga juga tidak hanya membutuhkan perawatan fisik namun sekaligus dukungan psikologis untuk menghibur, menenangkan, membesarkan hati orang yang dirawat.
14
44. 45.
BAB IV USIA TERENDAH BEKERJA Pasal 7
Pemberi Kerja dilarang mempekerjakan anak berusia kurang dari 18 (delapan belas) tahun sebagai PRT.
PRT tidak boleh dilibatkan dalam proses produksi yang dilakukan oleh pemberi kerja yang memberikan keuntungan ekonomis pemberi kerja. Dari riset di lapangan pendampingan, menggambarkan PRT juga sering dipekerjakan untuk sektor usaha milik Pemberi Kerja, dan pekerjaan tersebut menyita waktu cukup besar dan tidak ada upah tambahan/khusus untuk kerja tersebut. Contoh yang terjadi: - PRT diminta ikut menyiapkan bahan/makanan di warung/rumah makan Pemberi Kerja - PRT diminta ikut membuat makanan seperti kue yang djual Pemberi Kerja - PRT ikut memasak makanan usaha catering pemberi kerja (Usaha catering yang masih kecil) - PRT diminta ikut menjaga toko/warung pemberi kerja (Berdasar survai PRT di lingkungan pertokoan)
Batas usia terendah bekerja 18 tahun sesuai dengan peraturanperundangan sebagai beikut: - UU No. 13 Tahun 2003 tentang
15
Ketenagakerjaan - Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak - UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Anak seharusnya tidak bekerja. Sesuai dengan UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002, di usia anak, anak berhak atas tumbuh kembang, bermain, belajar dan mendapatkan kasih sayang. PRT adalah salah satu kategori bentuk pekerjaan terburuk untuk anak berdasar UU No. 1 Tahun 2000 tentang Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Selain waktu yang harusnya dinikmati oleh anak untuk tumbuh kembang menjadi tidak terpenuhi karena digunakan untuk bekerja, ditambah wilayah domestik yang sulit terpantau apabila terjadi kasus-kasus pelanggaran hak-hak anak. Sementara dari segi usia secara fisik dan mental anak belum mampu sepenuhnya mengambil keputusan
16
dan melakukan negosiasi yang dapat melindungi hak-haknya. Fakta-fakta kekerasan terhadap PRT, menunjukkan 30% terjadi pada PRT Anak Namun di Negara berkembang dengan kemiskinan tidak bisa serta merta menghapus pekerja anak termasuk PRTA. RUU P PRT bertujuan untuk menghapus PRTA secara bertahap. sehingga ke depan semua anak-anak Indonesia bisa menikmati hak-haknya sebagai anak secara penuh.
Catatan: Penghapusan bertahap pekerja anak termasuk PRTA, dan anak jalanan bisa dilakukan dengan diiringi dengan perbaikan Program Pendidikan untuk seperti Program Wajib anak-anak Belajar yang sekarang 9 tahun hanya mencapai usia SLTP/SMP atau 15 tahun, dalam waktu kurun 1-5 tahun mendatang, Pemerintah harus meningkatkan Program Wajib Belajar menjadi 12 tahun hingga usia tamat SLTA/SMU atau 18 tahun. Program Pendidikan juga harus menjawab kebutuhan dan benar-benar bisa diakses anak-anak.
Untuk pengimplementasian pasal ini
17
46. 47.
BAB V
HUBUNGAN KERJA Bagian Kesatu Perjanjian Kerja Pasal 8
(1) Hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja terjadi karena perjanjian kerja. (2) Pemberi kerja wajib membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan PRT dan memasukkan mengenai hak-hak normatif pekerja di dalamnya. (3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. (4) Bagi PRT yang tidak bisa membaca dan menulis, maka perjanjian kerja harus dibacakan sebelum disepakati oleh para pihak. (5) Dalam hal tidak adanya Perjanjian Kerja tertulis maka Undang – Undang ini tetap berlaku bagi para pihak.
maka jangka waktu peralihan dalam penghapusan PRT Anak hingga 5 (lima) tahun. Dalam jangka waktu tersebut diharapkan Pemerintah sudah menerapkan Program Wajib Belajar 12 (dua belas) tahun setingkat SLTA/SMU. Perjanjian kerja dibuat tertulis, berdasarkan pertimbangan: − Fakta dari lapangan, pelanggaran hak-hak PRT dan juga perselisihan antara PRT dengan Pemberi Kerja salah satunya disebabkan karena tidak ada perjanjian tertulis, sehingga kesulitan dalam pembuktian “kesepakatan ataupun janji lisan dan apalagi tanpa ada saksi atau keberadaan saksi sepihak saja. Perjanjian lisan/janji lisan mudah diingkari karena tidak bukti tertulis. Ingkar janji ini sering terjadi pada PRT dalam hal: upah yang dijanjikan, besaran dan waktu pembayaran; batasan beban kerja atau cakupan tugas PRT dan hak-hak lain sebagai pekerja yang memang tidak pernah disebutkan. − Demikian pula, terjadi kasus-kasus karena tidak ada perjanjian tertulis, terjadi pemotongan upah
18
semena-mena, atau upah yang tidak dibayarkan atau terlambat dengan jangka waktu yang lebh dari 2 minggu, karena tidak ada acuan tertulis. − Perjanjian kerja tertulis menjadi acuan yang kuat bagi kedua belah pihak melakukan hubungan kerja dan memenuhi hak dan kewajiban PRT dan Pemberi Kerja. Pemberi Kerja Tertulis untuk PRT atau Pemberi Kerja yang memiliki keterbatasan dalam melihat atau membaca perjanjian kerja dapat dibuat dengan cara memberikan kuasa khusus tertulis kepada pihak yang dipercaya dan ditunjuk untuk mewakili pihaknya. Untuk memudahkan kedua belah pihak membuat perjanjian kerja, maka sebaiknya Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi membuat dan menyediakan format dasar perjanjian kerja yang bisa diisi dan dilengkapi dan dimodifikasi oleh kedua belah pihak. Format tersebut sebaiknya disediakan di SKPD/Dinas Ketenagakerjaan Kota/Kabupaten. Perjanjian Kerja yang sudah dilengkapi kemudian didaftarkan ke SKPD/Dinas Ketenagakerjaan Kota/Kabupaten dan dilaporkan ke Kelurahan dan RT/RW untuk
19
48.
memudahkan pendataan dan pengawasan berbasis komunitas Petugas yang melakukan pelayanan perjanjian kerja harus melalui training terlebih dahulu mengenai Undang-Undang ini dan perjanjian kerja PRT-Pemberi Kerja Selama ini PRT belum diakui sebagai pekerja, dan dalam hubungan kerja tidak mengetahui dan tidak menggunakan perjanjian kerja. Oleh karenanya seiring dengan Undang-Undang ini perjanjian kerja perlu disosialisasikan ke masyarakat khususnya di wilayah asal dan tempat kerja PRT, baik mengenai isinya, dan bagaimana menggunakannya. Umumnya apabila PRT ataupun Pemberi kerja tidak mengetahui mengenai hak ikhwal perjanjian kerja dan manfaatnya, maka bisa menolak ataupun ragu. Karenanya perlu dijelaskan oleh petugas SKPD yang sudah mendapat training mengenai Undang-Undang ini Pemerintah harus melakukan sosialisasi terus menerus
Pasal 9
(1) Perjanjian kerja dibuat berdasarkan:
20
49.
a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan kerumahtanggaan dan upah yang diperjanjikan; dan d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (2) Perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b dapat dibatalkan. (3) Perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan/atau huruf d batal demi hukum. (4) Pemerintah melalui Kementerian terkait menerbitkan blangko perjanjian kerja PRT dengan majikan secara cuma-cuma Pasal 10
(1) Perjanjian kerja sekurang-kurangnya memuat: a. identitas para pihak; b. alamat tempat bekerja c. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian; d. hak dan kewajiban kedua belah pihak; e. syarat-syarat dan kondisi kerja; f. upah, besaran upah dan tata cara pembayarannya; g. hak untuk berorganisasi, berserikat; h. jenis dan uraian pekerjaan kerumahtanggaan; i. penyelesaian perselisihan; j. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; k. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja termasuk saksi-saksi dari keduabelah pihak. (2) Kondisi dan syarat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
21
50.
51.
a. lama jam kerja dalam sehari; b. lama hari kerja dalam seminggu; c. waktu istirahat selama jam kerja; d. istirahat mingguan; e. cuti; f. Tunjangan Hari Raya PRT; g. jaminan sosial; dan h. fasilitas kerja. (3) Perjanjian kerja dapat memperjanjikan masa percobaan paling lama 1 (satu) bulan (4) Perjanjian kerja harus bermaterai cukup dan dibuat rangkap 2 (dua) untuk PRT dan pemberi kerja. (5) Perjanjian kerja yang dibuat harus memuat syarat kerja sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Pasal 11
(1) Perjanjian kerja dapat dibuat untuk paruh waktu atau penuh waktu. (2) Dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disyaratkan adanya masa percobaan. (3) Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) bulan. (4) Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk perjanjian kerja dengan jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan. (5) Selama masa percobaan PRT berhak mendapatkan upah penuh. Pasal 12
(1) Perjanjan kerja mengikat para pihak sejak ditandatangani. (2) Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.
22
52.
53.
54.
Pasal 13
(1) Pemberi Kerja wajib melaporkan dan mendaftarkan Perjanjian Kerja kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang ketenagakerjaan selambat-lambatnya tiga puluh hari sejak perjanjian kerja ditandatangani. (2) Pekerja Rumah Tangga berhak menerima salinan pencatatan pendaftaran perjanjian kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1). (3) Satuan Kerja Perangkat Daerah setempat wajib melakukan pendataan terhadap laporan dari Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 14
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan Perjanjian Kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja. Bagian Kedua
Perubahan Perjanjian Kerja Pasal 15
(1) Pemberi Kerja atau PRT dapat melakukan perubahan Perjanjian Kerja. (2) Perubahan Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. (3) Pemberi Kerja wajib melaporkan perubahan Perjanjian Kerja kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah setempat dengan menyerahkan salinan perubahan Perjanjian Kerja. (4) Pelaporan atas perubahan Perjanjian Kerja sebagaimana
23
55.
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13. Bagian Ketiga Perpanjangan Perjanjian Kerja Pasal 16
(1) Pemberi Kerja atau PRT dapat melakukan perpanjangan Perjanjian Kerja. (2) Perpanjangan Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. (3) Pemberi Kerja wajib melaporkan perpanjangan Perjanjian Kerja kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah setempat dengan menyerahkan salinan perubahan Perjanjian Kerja. (4) Pelaporan atas perpanjangan Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13. 56.
Bagian Keempat
Berakhirnya Hubungan Kerja Pasal 17
(1) Hubungan Kerja dapat berakhir karena: a. kehendak kedua belah pihak; b. salah satu pihak melakukan pelanggaran atau tidak melaksanakan Perjanjian Kerja; c. PRT atau Pemberi Kerja melakukan tindak pidana; d. Pemberi Kerja melakukan tindak kekerasan terhadap PRT;
24
e.
57.
PRT mangkir kerja selama 15 (lima belas) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas; f. PRT atau Pemberi Kerja meninggal dunia; g. berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja; h. Pemberi Kerja pindah tempat dan PRT tidak bersedia untuk melanjutkan Hubungan Kerja; atau i. adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Pemberi Kerja wajib melaporkan berakhirnya Hubungan Kerja kepada Satuan Kerja Perangkat Daearh setempat dan keluarga PRT. (3) Pelaporan atas berakhirnya Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pekerja Rumah Tangga Pasal 18
58.
PRT berhak: a. mendapatkan kebebasan pribadi, berpendapat; b. mendapatkan kebebasan menganut agama dan keyakinannya dan kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya; c. mendapatkan kebebasan berkomunikasi, bersosialisasi; d. kebebasan berkumpul, berorganisasi dan berserikat; e. terlibat dalam kegatan politik baik secara aktif maupun pasif; f. mendapatkan kesehatan seksual dan reproduksi. (1)
Pasal 19
Setiap PRT berhak bebas dari segala bentuk kekerasan,
25
(2) 59.
60.
61.
intimidasi, tekanan, eksploitasi dan kerja berbahaya. Setiap PRT berhak mendapat perlindungan dari masyarakat, aparat hukum, lembaga sosial dan pemerintah dari tindak kekerasan. Pasal 20
Setiap PRT berhak mendapatkan upah sesuai dengan Perjanjian Kerja dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 21
(1) Hak PRT untuk mendapatkan upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 termasuk informasi mengenai: a. besarnya upah yang diterima; b. upah lembur; c. bentuk dan cara pembayaran upah; d. waktu pembayaran upah; e. rincian komponen upah; dan f. kenaikan upah pertahun. (2) PRT berhak menggunakan upah tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Pasal 22
(1) PRT berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya sesuai dengan agama dan kepercayaannya. (2) Besarnya Tunjangan Hari Raya setiap tahun ditentukan dengan masa kerja. (3) Pemberian THR paling lambat diberikan 14 (empat belas) hari
Tunjangan Hari Raya harus dipastikan bentuknya berupa uang. Karena dari data lapangan, THR PRT sering diberikan dalam bentuk barang bukan uang dan tidak ada standar yang jelas. Waktu pemberian THR PRT
26
sebelum Hari Raya sesuai yang ditetapkan dalam kalender nasional. 62.
Pasal 23
Setiap PRT berhak mendapatkan: a. Waktu istirahat antar jam kerja; b. Istirahat mingguan sekurang-kurangnya 24 jam untuk setiap setelah sebanyak-banyaknya 6 (enam hari kerja); c. Cuti tahunan; d. Cuti haid; e. Cuti hamil dan melahirkan
disesuaikan dengan waktu hari raya yang dianut PRT menurut tanggal yang ditetapkan dalam kalender nasional. Istirahat mingguan minimal selama 24 jam setelah maksimal 6 hari kerja berturut-turut adalah hak dasar pekerja tidak terkecuali untuk PRT. PRT bisa menggunakan istirahat mingguan sebagaimana diinginkan. Namun karena keterbatasan pada akses informasi, akses social – publik seperti tidak memiliki teman, dan sebagainya menyebabkan PRT belum mengetahui bagaimana memanfaatkan istirahat mingguan. Namun seiring dengan keberadaan UU ini dan juga layanan publik, makin terbukanya akses sosial, maka PRT akan bisa teman, menggunakan istrahat mingguan sebagaimana diinginkan, seperti untuk berorganisasi, beristirahat di rumah, dan kegiatan refreshing lain. Atau bisa diisi dengan kegiatan belajar atau menambah keterampilan apabila layanan pendidikan dan ketrampilan diadakan untuk diakses PRT. Dalam hal karakteristik kerja PRT yang mana antara Pemberi Kerja dan PRT memiliki waktu istirahat mingguan yang sama, maka “hari” istirahat mingguan bisa didiskusikan
27
63.
64.
65.
Pasal 24
(1) Setiap PRT berhak atas jaminan sosial. (2) Pemberi kerja berkewajiban mendaftarkan PRT ke dalam badan penyelenggaran jaminan social sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (3) Pemenuhan dan ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 25
Setiap PRT berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi atau serikat pekerja/serikat buruh PRT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
oleh kedua belah pihak akan dipilih hari apa sesuai dengan kesepakatan dan bisa berganti “hari”nya. Jaminan sosial untuk PRT hingga kini belum ada. Seharusnya jaminan sosial PRT menjadi tanggungjawab bersama negara, pemberi kerja Jaminan sosial PRT yang diusulkan dalam RUU P PRT ini mengacu pada UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pasal 26
PRT berhak: a. memperoleh informasi yang jelas dan benar mengenai identitas Pemberi Kerja dan anggota Keluarganya; b. Memperoleh informasi hal yang berkaitan dengan pekerjaannya di wilayah kerja; c. mendapatkan jaminan perlindungan keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja dalam menjalankan pekerjaan kerumahtanggaan; d. mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian kerja; e. memutuskan hubungan kerja apabila Pemberi Kerja melanggar atau tidak melaksanakan ketentuan yang telah disepakati dalam
28
f.
66.
67.
Perjanjian Kerja; mendapatkan perlakuan yang baik dan manusiawi dari Pemberi Kerja dan setiap orang yang berada dalam lingkup ruang kerja; Pasal 27
PRT wajib: a. menaati dan melaksanakan seluruh ketentuan dalam Perjanjian Kerja; b. meminta ijin kepada Pemberi Kerja apabila berhalangan melakukan kerja disertai dengan alasannya; c. melakukan pekerjaan berdasar tata cara kerja yang benar dan aman. Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja Pasal 28
68.
Pemberi Kerja berhak: a. Memperoleh informasi yang jelas dan benar mengenai identitas dan keahlian kerja PRT; b. mendapatkan hasil kerja PRT sesuai dengan yang disepakati. Pasal 29
69.
Pasal 30
Pemberi kerja wajib menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana kerja yang menjamin perlindungan keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja bagi PRT dalam menjalankan pekerjaan kerumahtanggaannya.
29
70.
71.
Pemberi kerja wajib memberikan: a. hak-hak PRT sesuai dengan peraturan perundangan dan perjanjian kerja; b. informasi uraian, jenis dan tata cara melakukan pekerjaan yang aman dan benar secara berkelanjutan; dan c. bimbingan dan hak kesempatan PRT untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan secara berkelanjutan. Pasal 31
Pemberi kerja wajib: a. membuat Perjanjian Kerja Tertulis dengan PRT; b. Pemberi kerja wajib menaati dan melaksanakan seluruh ketentuan dalam Perjanjian Kerja; c. Pemberi kerja wajib melaporkan hubungan kerja dengan PRT kepada Ketua RT, Ketua RW dan Kelurahan setempat. d. Pemberi kerja wajib melaporkan dan mendaftarkan perjanjian kerja kepada kepada Dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi ketenagakerjaan. Pasal 32
Pemberi Kerja wajib: a. Pemberi kerja wajib membayar upah PRT tepat waktu sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja. b. memberikan kebebasan untuk menganut agama atau keyakinan, serta memberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau keyakinan yang dianut PRT; c. memberikan tunjangan hari raya sesuai dengan Perjanjian Kerja; d. memberikan waktu istirahat antar jam kerja, istirahat mingguan, cuti; e. memberikan jaminan perlindungan keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja;
Tunjangan Hari Raya harus dipastikan bentuknya berupa uang. Karena dari data lapangan, THR PRT sering diberikan dalam bentuk barang bukan uang dan tidak ada standar yang jelas. Waktu pemberian THR PRT disesuaikan dengan waktu hari raya yang dianut PRT menurut tanggal yang ditetapkan dalam kalender nasional. 30
72.
f. memberikan kebebasan PRT untuk berkumpul, berorganisasi dan berserikat; g. memperlakukan PRT dengan baik dan manusiawi; h. memberi petunjuk yang jelas tentang tata cara pelaksanaan pekerjaan; i. memberikan kesempatan kepada PRT untuk berkomunikasi dan/atau mendapatkan informasi tentang anggota keluarganya Bagian Ketujuh
73.
Pasal 33
Waktu Kerja, Istirahat dan Cuti
(1) Setiap pemberi kerja wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. (2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (3) Waktu Kerja dilakukan secara fleksibel dan akumulatif sesuai dengan kesepakatan antara pemberi kerja dan PRT dengan memperhatikan pada hak maternitas dan kesehatan termasuk kesehatan dan keselamatan kerja, hak rasa aman, hak istirahat, dan ketentuan lain tentang perlindungan perempuan serta waktu kerja. (4) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dibatasi sampai pukul 19.00. (5) Pemberi kerja yang mempekerjakan PRT melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (3) dihitung sebagai lembur dengan syarat:
Berdasar riset – fgd dan juga uji coba bersama kelompok PRT di 4 wilayah: DIY, Semarang, DKI Jakarta, Mataram mengenai waktu kerja adalah berikut: PRT bisa bekerja dan menyelesaikan pekerjaan pokoknya dalam kurun waktu 7-8 jam/hari dan dengan maksimal cakupan lingkup bangunan seluas 150 meter persegi dan maksimal 5 orang anggota rumah tangga Selama ini PRT bekerja lebih dari 8 jam /hari baik kumulatif pekerjaan yang dilakukan ataupun kumulatif pekerjaan ditambah jam stand by disebabkan: o Banyak pekerjaan yang bukan pekerjaan/tugas pokok PRT dibebankan kepada PRT. Pekerjaan yang di luar pekerjaan pokok yang dibebankan kepada PRT antara lain:
31
a. ada persetujuan PRT yang bersangkutan; dan b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (6) Pemberi kerja yang mempekerjakan PRT melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib membayar upah kerja lembur. (7) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku (8) Dalam hal Pemberi kerja mempekerjakan PRT untuk kelompok pekerjaan merawat anak, menjaga orang sakit dan/atau orang yang berkebutuhan khusus, mengemudi serta menjaga keamanan rumah antara pukul 21.00 - pukul 05.00 maka wajib diberlakukan ketentuan sebagai berikut: a. Memberikan tunjangan transportasi apabila PRT tidak menginap b. Memberikan makanan tambahan sebesar 1400 kalori. c. PRT tidak dalam keadaan hamil atau menyusui. d. Waktu kerja paling lama 6 jam termasuk waktu istirahat.
− MengasuhMenemani anak belajar/bermain/tidur yang bukan tanggungjawab PRT Pengasuh Anak: 1-3 jam − Membersihkan, menata ruangan – rumah berulang kali (lebih dari 3 kali) karena ruang – rumah yang berantakan, kotor karena Pemberi Kerja anak-anak bermain namun tidak menata mainan ataupun merapikan kembali ruangan: 1-2 jam − Mengurus binatang peliharaan Pemberi Kerja − Memijat Pemberi Kerja: 2-3 jam − Menjadi kurir: 1-2 jam − Menjaga toko/warung, berjualan barang dagangan Pemberi Kerja: 3-4 jam − Luas rumah yang Pemberi kerja hingga lebih dari 400 m persegi − Anggota rumah tangga Pemberi Kerja lebih dari 6 orang dan memiliki anak batita lebih dari 1 orang yang mana PRT-nya hanya 1 orang − Bekerja untuk usaha Pemberi Kerja seperti jualan makanan, menjaga warung o Tidak ada standar normatif batasan jam kerja maksimal PRT, sehingga Pemberi Kerja leluasa memberi perintah kerja tanpa memperhatikan kemanusiaan,
32
74.
Pasal 34
(1) Pemberi kerja wajib memberi waktu istirahat kepada PRT. (2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi: a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit 1 (satu) jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan b. istirahat mingguan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam untuk sebanyak-banyaknya 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 48 (empat puluh delapan) jam untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu berdasarkan perjanjian kerja c. cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (duabelas) hari untuk setiap tahunnya d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masingmasing 1 (satu) bulan bagi PRT yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada pemberi kerja yang sama dengan ketentuan PRT tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
waktu dan kondisi fisik dan situasi psikis PRT
Istirahat mingguan adalah hak dasar pekerja tidak terkecuali untuk PRT. PRT bisa menggunakan istirahat mingguan sebagaimana diinginkan. Namun karena keterbatasan pada akses informasi, akses social – publik seperti tidak memiliki teman, dan sebagainya menyebabkan PRT belum mengetahui bagaimana memanfaatkan istirahat mingguan. Namun seiring dengan keberadaan UU ini dan juga layanan publik, makin terbukanya akses sosial, teman, maka PRT akan bisa menggunakan istirahat mingguan sebagaimana diinginkan, seperti untuk berorganisasi, beristirahat di rumah, dan kegiatan refreshing lain. Atau bisa diisi dengan kegiatan belajar atau menambah keterampilan apabila layanan pendidikan dan ketrampilan diadakan untuk diakses PRT. Dalam hal karakteristik kerja PRT yang mana antara Pemberi Kerja dan PRT memiliki waktu istirahat mingguan yang sama, maka “hari” libur mingguan bisa didiskusikan oleh kedua belah pihak akan dipilih hari apa sesuai dengan kesepakatan dan bisa berganti “hari”nya.
33
75.
76.
77.
Pasal 35
(1) Pemberi kerja wajib memberi cuti kepada PRT. (2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. cuti tahunan; b. cuti hamil dan melahirkan; c. cuti haid. (3) Cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja. (4) Cuti hamil dan melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c paling sedikit 3 (tiga) bulan. (5) Cuti haid sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c paling lama 2 (dua) hari. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan cuti panjang dan cuti tahunan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diatur dalam perjanjian kerja.
Selama ini selain tidak mendapatkan hak libur mingguan, PRT juga tidak mendapatkan hak cuti. Tidak ada standar normatif cuti kerja, dan lamanya ijin tidak masuk kerja tergantung dari ijin Pemberi Kerja. Yang ada dalam praktek selama ini, PRT ijin tidak masuk kerja ketika masa lebaran kurang lebih 7-10 hari, atau minta ijin untuk keperluan keluarga selama 4-7 hari ketika ada anggota keluarganya ada hajatan, atau sakit.
Pasal 36
Setiap PRT yang menggunakan hak waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berhak mendapat upah penuh. Bagian Kedelapan
Akumulasi Waktu Kerja Pasal 37
(1) PRT penuh waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf a melakukan pekerjaan kerumahtanggaan dengan Akumulasi Waktu Kerja antara 8 (delapan).
34
78.
(2) PRT paruh waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b melakukan pekerjaan kerumahtanggaan dengan Akumulasi Waktu Kerja paling lama 4 (empat) jam. (3) Akumulasi Waktu Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditentukan dalam Perjanjian Kerja. Bagian Kesembilan Upah
Pasal 38
(1) Pemerintah wajib menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi PRT guna mewujudkan penghidupan yang layak berdasarkan kemanusiaan bagi PRT sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (2) Kebijakan pengupahan yang melindungi PRT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. upah minimum; b. upah kerja lembur; c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain yang tidak terbatas pada kegiatan organisasi, menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah yang diperintahkan agama/kepercayaan, dan/atau belajar, di luar pekerjaannya; e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran upah; g. denda dan potongan upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. upah untuk pembayaran pesangon.
Upah adalah hak dasar pekerja, termasuk PRT. Upah PRT prinsipnya harus diberikan secara layak dan sesuai dengan bobot kerjanya. Upah minimum diterapkan secara bertahap dengan masa transisi selama 5 tahun dan bisa diberlakukan bertahap pada golongan ekonomi masyarakat berpenghasilan kurang atau sama dengan upah minimum Persoalan upah minimum di Indonesia adalah salah satunya karena golongan masyarakat ekonomi rendah yang berpendapatan UMP juga banyak mempekerjakan PRT yang mayoritas untuk pengasuhan anak karena fasilitas penitipan anak atau fasilitas day care yang berkualitas dan bias diakses oleh buruh ataupun warga sipil lainnya tidak disediakan oleh perusahaan. Masa transisi 5 tahun Pemerintah harus tegas dalam penyediaan sarana tempat penitipan anak atau day care Laporan ttg Kerja Layak PRT Tahun
35
2008 dari Riset di 66 negara anggota, menginformasikan: Berbagai negara – 2/3 dari 66 negara memberlakukan pengaturan upah untuk PRT dengan pengaturan yang berbeda-beda baik dari upah dan komponennya Negara yang memberlakukan pengaturan ketentuan upah PRTdengan upah minimum sektoral PRT dan upah minimum nasional: - Asia: Philippina, Vietnam - Amerika Latin di antaranya: Argentina, Mexico, Uruguay Bolivia – UU PRT, Paraguay, Panama, Nikaragua - Afrika di antaranya: Afrika Selatan, Zimbabwe – UU PRT, Tunisia, Pantai Gading Justifikasi umum berbagai negara yang memberlakukan pengaturan upah minimum PRT: agar pekerjaan rumah diperlakukan sebagai pekerjaan yang layak Beragam pengaturan upah minimum PRT di berbagai negara, di antaranya: - Brazil: Memberikan upah minimum secara penuh tanpa membedakan PRT tinggal dan tidak, tanpa pemotongan untuk makan dan akomodasi. Argumentasinya jika pekerja dituntut untuk tinggal di rumah Pemberi Kerja, maka makan
36
& akomodasinya tidak boleh dipotong. ‐ Mexico dan Uruguay: Memberikan upah dari upah minimum memperhitungkan makan dan akomodasi sebesar 20% apabila PRT mendapatkan makan penuh dan akomodasi penuh dari Pemberi Kerja, dan dikurangi 10% apabila PRT hanya mendapat makan penuh saja. ‐ Chili: Upah minimum nasional mulai Maret yang dtetapkan bertahap – masa transisi setelah masa penghitungan upah meliputi in natura ‐ Afrika Selatan: Memberikan upah dari upah minimum dikurangi makan dan akomodasi tidak lebih dari 10% apabila PRT mendapatkan makan penuh dan akomodasi penuh dari Pemberi Kerja Persyaratan makan dan akomodasi yang disediakan oleh Pemberi Kerja: ‐ Makan: bergizi sehat, higienis, 3 kali/sehari ‐ Akomodasi: menjamin privasi PRT, akses ke instalasi sanitasi – km, berventilasi, berpenerangan, berkunci, berperabot sesuai kebutuhan, instalasi lain sesuai dengan iklim negara, dan PRT berhak memegang pula kunci
37
rumah Hasil Riset terhadap Manfaat – Dampak atas Pengaturan Upah minimum PRT di berbagai negara bahwa upah tersebut menurunkan total angka kemiskinan PRT, menimbulkan keyakinan PRT bahwa pekerjaan PRT adalah salah satu pilihan pekerjaan, mencegah kesewenangan Pemberi Kerja dalam penentuan upah
Bagaimana dengan Upah PRT di Indonesia: ‐ Persoalan Kompleksitas Beragam Pemberi Kerja PRT yang meliputi juga kelas ekonomi atas, menengah ke bawah ‐ Artinya keterbatasan kemampuan ekonomi Pemberi Kerja pada kalangan kelas ekonomi menengah ke bawah dalam mengupah PRT ‐ Makan dan tempat bisa menjadi komponen in kinds upah yang sudah disupport Pemberi Kerja sehingga upah PRT memperhitungkan komponen yang sudah disupport, namun harus ada batasan maksimal in kinds. Ada perbedaan upah antara PRT yang full time/penuh waktuvdengan PRT yang part time/paruh waktu dan PRT yang tinggal dan yang tidak
38
tinggal di rumah Pemberi Kerja
Upah disesuaikan dengan wilayah kota/kabupaten dimana PRT bekerja
79.
80. 81.
Pasal 39
(1) Upah diterima PRT sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum di wilayah Kabupaten/Kota PRT bekerja. (2) Upah Minimum sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), diberlakukan secara bertahap selama masa peralihan (3) Upah disesuaikan dengan kategori PRT penuh waktu atau paruh waktu sesuai dengan ketentuan Pasal 5. (4) Pembayaran upah diberikan paling lama 1 (satu) bulan. (5) Pembayaran upah diberikan secara utuh dan langsung kepada PRT melalui tata cara yang disepakati disertai bukti pembayaran dengan rincian komponen upah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar upah minimum diatur oleh ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.
DPR bisa melihat referensi upah PRT di negara-negara berkembang yang sudah memiliki UU P PRT.
5 tahun sejak diundangkan, tetapi sejak saat ini akan dikampanyekan
Ada beberapa usulan untuk menyelesaikan permasalahan upah: - Mendorong adanya TPA yang berkualitas - Pemakaian kerja PRT yang terdiri dari full time dan part time - Masuk dalam komponen upah buruh untuk penggunaan PRT - Dikaitkan dengan program KB
BAB VI
PELATIHAN Pasal 40
(1) Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pendidikan dan
Program pendidikan & pelatihan PRT diadakan di Balai Latihan Kerja di tingkat kecamatan baik di wilayah kota ataupun kabupaten tempat PRT
39
pelatihan bagi calon PRT dan PRT, meliputi: a. pembiayaan; b. kurikulum pendidikan kerumahtanggaan tingkat dasar, menengah dan lanjut; dan c. penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. d. Peningkatan keahlian secara berkala yang akan diatur dalam peraturan menteri bidang ketenagakerjaan dan pendidikan paling lama satu tahun sejak diberlakukannya UU ini. (2) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf c harus memenuhi standar keahlian kerja. (3) Standar keahlian kerja sebagaimana dimaksud ayat 2 harus mencakup sebagai berikut: a. pendidikan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan yang berbasiskan hak-hak sebagai pekerja, perempuan dan warga negara dan ham; b. pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan dan keahlian kerja, c. Pendidikan sosial budaya sesuai dengan konteks tempat bekerja (4) Standar keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 harus dimasukan dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan, yang diatur dalam peraturan menteri bidang ketenagakerjaan dan pendidikan paling lama satu tahun sejak diberlakukannya undang-undang ini. (5) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah dan/atau serikat PRT/pekerja dan atau organisasi non pemerintah yang diselenggarakan secara cumaCuma (6) Sumber pembiayaan penyelengaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berasal dari dana
bekerja ataupun berasal
Selama ini BLK memiliki anggaran yang cukup untuk pelatihan namun tidak ada program pelatihan yang berkaitan dengan keahlian kerja rumah tangga.
Di samping BLK, pendidikan untuk PRT juga bisa diadakan melalui Program Pendidikan Life Skills Kementerian Pendidikan Nasional namun program tersebut harus dibuat secara berkelanjutan juga kecamatan baik di wilayah kota ataupun kabupaten tempat PRT bekerja ataupun berasal
40
82.
83. 84.
Anggaran Pendapatan Belanja Pendapatan Belanja Daerah.
Negara
dan
Anggaran
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VII
PEREKRUTAN PRT Perekrutan Pasal 42
(1) Perekrutan Calon PRT dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. (2) Perekrutan Calon PRT secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemberi Kerja. (3) Perekrutan Calon PRT secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan Balai Latihan Kerja yang diselenggarakan oleh Pemerintah. (4) Biaya perekrutan sebagaimana dimaksud ayat (1), (2) dan (3) tidak boleh dibebankan kepada PRT atau mengakibatkan adanya pemotongan upah PRT dalam bentuk apapun. 85.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 41
86.
Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 43
87.
88.
(1) Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perlindungan PRT yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh: a. Menteri pada tingkat nasional; b. Gubernur pada tingkat provinsi; dan c. Bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota. Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 46
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan Perlindungan PRT dilakukan oleh dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang ketenagakerjaan (2) Pemberi Kerja wajib melaporkan Hubungan Kerjanya dengan PRT kepada aparat pemerintah setempat, dengan menyertakan salinan identitas PRT, salinan identitas pemberi kerja, salinan identitas Penyedia Jasa PRT dan salinan Perjanjian Kerja. (3) Pemerintah melalui dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah
Teknis pendataan PRT bisa dilakukan melalui pelaporan perjanjian kerja di tingkat kelurahan ketika Pemberi Kerja melaporkan perjanjian kerja serta pendaftaran perjanjian kerja di dinas atau SKPD di bidang ketenagakerjaan setempat. Keterlibatan unsur-unsur masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat yang memperjuangkan PRT dan serikatpekerja/serikat buruh menjadi penting dalam pengawasan mengingat kekhususan tempat kerja PRT. Dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat
42
di bidang ketenagakerjaan bekerja sama dengan aparat pemerintah setempat wajib melakukan pendataan PRT yang bekerja di wilayah kabupaten/kota setempat. (4) Ketentuan mengenai tata cara pendataan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Menteri.
89. 90.
BAB IX
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN KERJA
sekaligus membuka peluang pemerintah untuk mengedukasi masyarakat untuk memberikan perlindungan kepada PRT.. Terkait peran pengawasan oleh masyatakat tidak perlu dimasukkan dalam pasal ini dan dimasukkan pada pasal peran serta masyarakat karena yang punya kewajiban penyidikan ada pada PPNS yang telah ditunujuk oleh menteri. Dan dikhawatirkan akan terjadi pengalihan tanggungjawab negara kepada masyarakat sehingga negara tidak maksimal melaksanakan tanggungjawabnya
Bagian Kesatu Musyawarah Pasal 47
91.
(1) Perselisihan antara PRT dan Pemberi Kerja diselesaikan antar pihak dengan cara musyawarah. (2) Proses musyawarah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Bagian Kedua Mediasi
43
Pasal 48
(1) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 Ayat (2) tidak tercapai, perselisihan diselesaikan dengan cara mediasi dengan melibatkan SKPD di bidang ketenagakerjaan pada tingkat kecamatan/kabupaten/kota/propinsi. (2) Pegawai SKPD yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di tingkat kecamatan/kabupaten/kota/propinsi yang ditunjuk sebagai mediator, harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak menerima pengaduan, mediator wajib menangani dan menyelesaikan perselisihan PRT dengan mengeluarkan anjuran tertulis. 92.
Bagian Ketiga
Pengadilan Hubungan Kerja Pasal 49
(1) Dalam hal salah satu pihak menolak anjuran tertulis maka dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja, pihak yang menolak wajib mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (2) Dalam hal gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diajukan, maka para pihak dianggap menerima anjuran tertulis tersebut dan dapat mengajukan permohonan penetapan eksekusi pada Pengadilan Negeri setempat. (3) Gugatan ke pengadilan hubungan kerja sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan, diperiksa dan diputus berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku kecuali diatur khusus dalam Undang – Undang ini
Perlu ada mekanisme yang mewadahi penyelesaian perselisihan hubungan kerja PRT dengan Pemberi Kerja, karena PRT belum diakui sebagai Pekerja hingga UU ini disahkan dan mekanisme yang ada hingga tahap pengadilan adalah Pengadilan Hubungan Industrial. Karenanya perlu ada Amandemen terhadap UU PHI hingga mewadahi perlindungan PRT dan buruh lainnya.
44
93.
(4) Putusan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (3) merupakan putusan akhir yang berkekuatan hukum tetap dan berkekuatan eksekusi (5) Biaya yang keluar dalam proses eksekusi ditanggung oleh negara Pasal 50
94.
BAB X
95.
96.
97. 98.
Serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili PRT dalam seluruh proses penyelesaian perselisihan hubungan kerja. PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51 Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan terhadap PRT wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk : a. mencegah berlangsungnya tindak pidana; b. memberikan perlindungan kepada korban; c. memberikan pertolongan darurat; d. melaporkan kepada pihak yang berwenang. Pasal 52 Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan peningkatan kualitas dan kapasitas PRT, advokasi, dan kegiatan lainnya yang menunjang PRT.
Ini mengacu pada UU 3/1951, UU No. 23 Tahun 2004 PKDRT (Pasal 15), untuk pelaksanaan peran pengawasan masyarakat dapat mengacu PP 6 tahun 2006 (tentang pelaksanaan UU PKDRT). LBH Apik Semarang bisa menjerat pelaku kekerasan terhadap PRT Paruh Waktu.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 53
45
99. 100.
101.
(1) Penyedia jasa informasi PRT yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud Pasal 43 dikenai ancaman sanksi administrative berupa pencabutan ijin (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali; b. penggantian kerugian; dan c. pencabutan ijin. d. Tidak boleh mempekerjakan PRT BAB XII
KETENTUAN PIDANA Pasal 54
Pemberi Kerja yang mempekerjakan anak berusia kurang dari 18 (delapan belas) tahun sebagai PRT setelah masa peralihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp, 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 55
(1) Penyedia Jasa informasi PRT yang melakukan perekrutan terhadap PRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal Ayat ( ) dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)….. (2) Dalam hal perekrutan sebagaimana yang dimaksud dengan ayat
46
102.
103.
104. 105.
(1) dilakukan terhadap anak maka ancaman pidana minimal dan maksimal ditambah 1/3 Pasal 56
1) Setiap orang yang memalsukan identitas usia PRT dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh juta rupiah). 2) Dalam hal yang dipalsukan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah identitas usia anak maka ancaman pidana minimal dan maksimal ditambah 1/3 Pasal 57
Pemberi Kerja yang melakukan Perekrutan PRT dengan menggunakan ancaman, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, dan/atau penyalahgunaan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 58
(1) Untuk penghapusan PRT Anak diperlukan masa peralihan paling lama 5 (lima) tahun.
47
106.
107.
(2) Pemberi kerja yang masih mempekerjakan anak sebagai PRT selama masa peralihan harus memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut: a. ijin tertulis dari orang tua atau wali; b. Adanya hubungan kerja yang jelas; c. perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan orang tua atau wali d. waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam per hari; e. waktu kerja pada siang hari; f. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g. Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja; h. tidak memberikan pekerjaan yang bisa menghambat dan mengganggu tumbuh kembang anak; i. memenuhi hak PRT anak untuk mengakses pendidikan sesuai dengan pilihan PRT. . Pasal 59
(1) Pemerintah wajib dan bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak yang dipekerjakan sebagai PRT selama masa peralihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif. Pasal 60
Pelaksanaan ketentuan mengenai upah diterapkan dengan masa peralihan selama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini disahkan 48
108. 109.
110.
111.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 61
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. segala peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan mengenai pekerja rumah tangga dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak ditentukan lain dalam UndangUndang ini; dan b. semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkan. c. Praktik – praktik terbaik tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UU ini d. Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan berlaku bagi PRT sepanjang tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini e. Dalam hal terdapat ketentuan terkait dengan PRT yang belum diatur dengan UU ini akan diatur kemudian. Pasal 62
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta
49
pada tanggal ......................
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, TTD
112.
.
Diundangkan di Jakarta
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal ........................
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA TTD
113.
AMIR SYAMSUDDIN
\ LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ............. NOMOR ..............
50