Draft Novel
Warna Roti Ryasa
By: Prieska Oliviera
Sinopsis Aku
percaya bahwa setiap manusia diberikan kepercayaan untuk melukiskan kisah
hidupnya di sebuah kertas putih dan hal itulah yang aku lakukan. Aku Ryasa dan aku seorang remaja putri berumur belasan tahun yang berusaha membuat lukisan kehidupan sebaik mungkin. Beragam warna tertuang dalam kertas putih tersebut dan ternyata sedikit demi sedikit warna pada kertas itu berubah menjadi kontras apalagi ketika aku masuk kelas 2 SMA dan mengikuti ekskul paling tidak aku suka yaitu tata boga. Merasa menemukan seseorang yang bisa memberikan semangat dalam memasak aku akhirnya mau mengikuti ekskul tata boga dengan rajin dan berjuang untuk melawan kebencianku pada aroma roti. Aroma yang sejak dulu tidak pernah aku suka karena membuatku pusing dan ingin muntah, tapi sekarang terpaksa aku lakukan. Apalagi aku dan Revel, orang yang diam-diam aku suka mendapat kesempatan untuk mengikuti lomba membuat roti tingkat nasional. Mulai saat itu aku berjanji akan belajar memasak dan membuat kue agar aku bisa menjadi wanita yang Revel cintai. Semua hal konyol aku lakukan mulai dari tidak bolos ekskul, ambil khusus pastry di Amerika bahkan sampai membuka toko kue sesuai dengan apa yang Revel impikan. Aku merasa bahwa semua yang aku lakukan adalah hal yang luar biasa. Hingga beberapa tahun kemudian setelah aku lulus, aku merasa ditipu dan merasa semuanya sia-sia ketika Revel memperkenalkan calon tunangannya kepadaku. Sekarang aku merasa orang yang paling bodoh karena berharap warna sebuah roti bisa membuat aku dan Revel menjadi pasangan yang paling bahagia. Kertas putih itu sudah penuh akan obsesiku mendapatkan Revel kembali dan aku tidak tahu apakah masih ada tempat dikertas itu untuk satu warna lagi yaitu kebahagiaan.
Part 1 “ Mama, udah belom?” tanyaku saat berada di depan salah satu toko roti dalam sebuah Mall. “ Iya Ryasa sayang, ini juga sudah selesai,“ sahut Mama yang langsung keluar dari toko roti setelah membeli beberapa kue dan roti. “ Mama kan tau aku gak suka sama aroma roti, “ jawabku sambil tetap menutup hidung. “ Iya, mama tau, tapi nanti malam kan ada acara, jadi harus ada banyak kue dan roti di rumah. Ya sudah, sekarang kita pulang,” sahut mama sambil memeriksa belanjaannya satu persatu, takut kalau ada yang tertinggal atau kelupaan dibeli. “ Lagian kakak juga aneh, masa sama aroma roti aja gak suka, kan harum tau! Jason aja suka banget,” seru adikku sambil membantu mama membawakan beberapa belanjaan. “ Ah, biarin aja! Suka- suka kakak, dong! Jason juga aneh masa sama kecoa yang kecil aja takut, padahal Jason kan lebih gede daripada kecoa,” balasku mengejek. “ Kalian berdua mau pulang tau enggak?” tanya mama. “ Mau!” sahut Jason. “ Kirain gak mau pulang, abis berantem terus,” goda mama. “ Kak Ryasa tuh, masa ngeledekin aku takut sama kecoa!” “ Emang iya kan!” sahutku sinis. “ Tuh kan! Aku diejek lagi!” kata Revel manja. “ Ya udah, jangan berantem terus ah! Mama capek nih, mau pulang!” seru mama dengan nada sedikit kesal.
Aku, Jason dan mama pun berjalan keluar Mall dan menuju parkiran untuk mengambil mobil, setelah itu kami langsung pulang ke rumah. Hai! Aku Ryasa, makhluk ciptaan Tuhan yang sangat sempurna dan merupakan salah satu manusia yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi tokoh utama dalam kehidupan ini, terutama dalam kisah hidupku sendiri! Sebagian kisah hidupku akan segera kalian ketahui, setelah mengetahuinya kalian bisa kembali berperan menjadi tokoh utama dalam kehidupan kalian dan buatlah cerita hidup yang baik dan bermanfaat karena setiap orang berhak membuat cerita hidupnya masing-masing termasuk kamu. Kamu boleh cari referensi dari kisah hidupku di buku ini. Kalian boleh ambil semua hal yang baik dan buang jauh-jauh semua hal yang buruk! Selamat datang di dunia Ryasa! “ Hai Ry!” “ Ehm!” “ Loe udah pilih ekskul?” tanya Rena teman sebangku ku. “ Kalo boleh sih pengennya gak mau milih,” sahutku sambil asyik membaca sebuah majalah sambil menunggu bel sekolah berbunyi. “ Emang boleh? Bukannya wajib ikut ekskul ya?” “ Ya, kan tadi gue bilang kalo boleh, kalo gak boleh ya udah, terpaksa gue milih.” “ Trus, loe ikut ekskul apa?” “ Seni tari kali.” balasku datar sambil terus membaca majalah. “ Emang loe bisa nari?” “ Enggak.” “ Trus?”
“ Biar bisa bolos.” “ Emang bisa? Bukannya masuk nilai raport, trus kalo ketahuan bisa dikasih nilai D!” “ Ya jangan sampe ketauan!” “ Gila loe!” “ Emang!” “ Ry, gimana kalo loe ikut tata boga aja!” “ Ekskul masak?” “ Ya iyalah, masa ekskul jait!” “ Enggak ah! Ntar gue gak bisa bolos lagi.” “ Yah, ikut aja, kan enak kita jadi bisa masak trus bisa makan juga!” “ Iya, tapi makan masakan kita sendiri, ngapain? Mendingan gue beli direstoran!” “ Tapi kan beda Ry! Yah, mau ya! Please…Temenin gue!” “ Gak ah!” “ Kenapa?” “ Gue tuh gak bisa masak, Rena!” “ Ntar gue bantuin! Tenang aja!” rayu Rena sambil terus menarik-narik tanganku. “ Enggak!” “ Mau dong!” “ Enggak!” “ Ren, mau ya!” “ Loe kok maksa sih!”
“ Abis gue gak ada temennya, kan cuman loe doang yang deket sama gue!” “ Makanya cari temen sana!” “ Gak ada lagi Ry!” “ Loe nih kayak temen cuman 1 orang aja! Lagian emang gue deket sama loe?” “ Deket, kan kita duduk berdua,” sahut Rena. “ Deket bangkunya doang! Orangnya mah enggak!” “ Yah Ry! Mau dong! Pleaseeeeeeee!” “ Ah! Elo nih! Gangguin gue aja!” “ Makanya temenin gue!” “ Ya udah gue temenin! Berisik aja dari tadi!” “ Yesss!!” “ Tapi inget, loe harus bantuin gue! Kalo enggak, gue pindah ke ekskul lain!” “ Oke deh! Gampang, ntar pasti gue bantuin!” “ Emang kita diajarin masak apa sih?” “ Banyak! Kita diajarin semuanya, dari nasi goreng, sate, pizza, spaghetti, trus kue, donat, burger, pokoknya banyak deh.” “ Kue? Jangan-jangan diajarin bikin roti juga ya!” tanya ku panik yang langsung menutup majalh yang kubaca. “ Ya iyalah! Asik kan? Ntar kita belanja bahannya bareng-bareng,” jawab Rena menggebu – gebu berharap aku semakin semangat dan yakin mengikuti ekskul yang sama dengannya. “ Ah, gue gak jadi ikut deh!”
“ Kenapa? Tadi katanya mau,” tanya Rena heran. “ Itukan karena loe paksa!” “ Iya sih, tapi loe juga mau kan akhirnya!” “ Ya udah, gini aja, gue ikut ekskul masak tapi kalau masak roti atau kue gue gak ikut ya, soalnya gue malas masak kayak gitu! Repot! Gimana mau gak?” “ Ya udah gak papa, yang penting loe ikut ekskul masak!” Bel sekolah kemudian berbunyi pertanda jam istirahat pertama telah selesai. Saatnya menutup majalah dan membuka buku pelajaran selanjutnya. “ Selamat siang anak-anak!” sapa seorang guru yang masuk ke ruang kelas. “ Siang, Bu!” “ Kalian sudah memilih ekskul yang akan kalian ikuti?” “ Sudah, Bu!” jawab satu kelas serempak. “ Baik, kalo begitu hari ini ibu akan mulai mendata ekskul yang akan kalian ikuti. Setelah itu akan ada pengarahan dari guru ekskul masing-masing yang akan menjelaskan lebih mendetail tentang ekskul yang kalian ikuti, kalo gitu ibu data sekali lagi ya,” jelas Bu Riani salah satu guru disekolahku. Bu Riani pun mulai mengabsen semua murid dan menanyakan ekskul yang akan kami ikuti. Awalnya sekolah ku hanya punya 4 ekstrakulikuler yang bisa dipilih, namun sekarang ada 3 ekstrakulikuler tambahan, sehingga sekarang ada 7 pilihan ektrakulikuler yang bisa dipilih, yaitu teater, modern dance, seni tari, basket, voli, tata boga dan tata busana. Menurut siswa siswi disini keikutsertaan dalam ekskul dipercaya juga mempengaruhi pergaulan disekolah. Entah mempengaruhi seperti apa, tapi aku hanya bisa ceritakan sedikit mengenai penilaian mereka terhadap siswa siswi yang mengikuti ekskul tertentu. Misalnya saja siswa siswi yang mengikuti ekskul teater itu pasti dianggap anak yang suka bertingkah agak aneh karena itu mereka menyalurkannya ke teater, padahal menurutku ekskul ini cukup menarik
karena sering tampil dibeberapa acara sekolah selain itu juga diajar oleh pemain teater yang profesional. Begitu juga ekskul yang lain, kalau ikut modern dance, basket atau voli katanya bisa jadi murid populer disekolah karena sudah pasti cantik, ganteng dan keren. Sedangkan kalau ikut seni tari pasti di cap anak baik-baik yang selalu belajar tekun saat disekolah sebab buktinya cinta sekali akan budaya dan tarian tradisional Indonesia. Beda halnya dengan ekskul tata boga dan tata busana yang selalu dianggap siswa siswi yang kreatif dan punya banyak keahlian dan cocok sekali untuk dijadikan calon istri atau suami idaman. Jadi, gak heran kalo banyak anak yang baik sama anak boga dan busana supaya bisa dapat makanan gratis atau dibuatkan baju gratis. Memang agak aneh sih, menilai pergaulan seorang murid dari ekskul yang ikutinya, tapi ya begitulah sekolah yang aku huni sekarang! “ Baik, anak-anak! Ibu sudah selesai mendata kalian. Perlu diingat ekskul ini berlaku selama satu semester jadi kalian tidak boleh pindah-pindah ekskul! Mengerti?” “ Mengerti, Bu!” “Sekarang bagi yang mengikuti ekskul seni dan olah raga bisa berkumpul diaula karena akan ada pengarahan dari pengajar kalian. Bagi yang mengikuti ekskul tata boga dapat berkumpul didapur, sedangkan yang mengikuti ekskul tata busana silakan ke ruang ketrampilan, dan jangan lupa membawa pulpen dan catatan!” Semua murid pun segera membawa buku dan alat tulis, kemudian satu per satu keluar kelas dan menuju tempat pengarahan masing-masing. Begitu juga denganku yang langsung berjalan menuju dapur bersama Rena. “ Ry!” bisik Rena. “ Apa? “ Liat ke sebelah kanan deh!” “ Liat apa?” “ Itu….!” “ Apaan sih? Gak ada apa-apa!”
“ Ih, oneng banget, sih! Liat ke kanan bukan ke depan! Itu loh anak baru yang pake jaket biru, dia itu anak IPS II yang baru pindah dari Amerika.” “Yang mana, sih? Gue kok gak liat apa-apa?” kataku sambil terus mencari seseorang berjaket biru. “ Ah, kelamaan loe, orangnya udah ilang!” “ Abis gue kan gak keliatan!” “ Makanya besok-besok pake kacamata biar jelas ngeliatnya,” ejek Rena. “ Mata gue tuh sehat, cuman emang tadi tuh gak keliatan gara-gara kehalang sama tiang,” sahutku membela diri. “ Ya udah kita ke dapur aja!” “ Trus, gak jadi liat cowok yang pake jaket biru itu?” “ Kapan-kapan aja, ntar kita telat lagi ikut pengarahan! Lagian orangnya juga gak tau ilang kemana!” “ Oh ya udah!” kataku yang terus melanjutkan perjalanan menuju dapur. Sesampainya di sana, ternyata dapur itu sudah penuh dengan siswa-siswi dari kelas 1 sampai kelas 2. Pengajarnya pun sudah memulai pengarahannya. “ Nah, kalau begitu anak-anak kita mulai saja pengarahan kita hari ini. Nama saya Andi Susanto, kalian bisa panggil saya Pak Andi dan seperti yang saya katakan tadi, kita akan belajar beberapa masakan yang sering kita makan. Baik itu oriental food yang sering disebut masakan dari luar negeri ataupun masakan Indonesia yang biasa disebut continental. Bukan hanya itu, untuk kalian yang nantinya ingin menanyakan suatu resep ataupun tehnik memasak tertentu bisa kalian tanyakan kepada saya sepulang ekskul.” “ Maaf, Pak. Saya mau tanya, apakah kita juga akan diajarkan tentang pastry? Seperti membuat aneka macam kue atau roti?”
“ Tentu saja, tapi itu mungkin hanya beberapa bulan sekali karena membuat kue ataupun roti bukanlah hal yang mudah. Namun, sesekali akan saya ajarkan membuat kue dan roti.” “ Oh, oke Pak! Terima kasih!” “ Sama-sama! Ada pertanyaan lagi? Kalau tidak ada kita bisa memulai dengan perkenalan terlebih dahulu.” “ Loh, kok ada orang bule sih disini? Rambutnya di cat lagi! Dia anak baru atau emang anak lama yang gak gue kenal? Tapi gak mungkin gue gak kenal, sekolah ini kan cuman 2 lantai, jadi pasti gue kenal sama semuanya. Adek kelas aja gue kenal,” kataku dalam hati. “ Ryasa! Woi Ryasa! Ry! Ryasa!!!!” bentak Rena. “ Apaan, sih!” “ Nama loe tuh dipanggil-panggil dari tadi, bukannya angkat tangan malah bengong!” “ Ryasa Meriska,” namaku disebut kembali untuk kesekian kalinya. “ Iya, saya pak!” “ Ryasa kamu itu darimana saja, saya absen dari tadi baru angkat tangan sekarang!” “ Maaf, Pak!” “ Baik kalau begitu berarti sudah saya absen semua, ya! Ada yang belum saya absen?” “ Saya, Pak” seorang siswa yang dari tadi hanya diam dan mencatat tiba-tiba mengangkat tangannya. “ Oh, siapa nama kamu?” “ Revel Valentino, Pak! Saya dari kelas IPS II” “ Revel Valentino. Baik nama kamu sudah saya catat. Kamu anak baru atau bagaimana? Kok nama kamu tidak ada disini?” “ Iya, Pak, saya memang murid baru jadi mungkin nama saya belum tercantum disitu.”
“ Tuh kan, bener dia anak baru! Pantes aja gue gak kenal!” seruku dalam hati. “ Ry, itu cowok yang tadi gue kasih tau!” kata Rena yang langsung menggebu-gebu. “ Yang mana? Perasaan lu gak ngasih tau apa-apa!” “ Yah, ni anak, yang tadi pas dikoridor gue kasih tau! Masa udah lupa, sih?” “ O iya, gue inget! Cowok itu? Ah, itu kan cowok yang dari tadi gue liatin, makanya pas diabsen tadi gue gak denger,” jawabku. “ Oh, pantesan dari tadi gak nyambung! Sibuk ngeliatin cowok sih!” seru Rena dikuti senyuman malu dari wajahku.