Untitled
LOVE a Novel by
Elsa Limbago
1
Untitled Love Pure Publishing, 2013 iv + 187 ; 13 x 19 cm Cetakan pertama, Juli 2013 Penulis Editor
: Elsa Limbago : Elsa Limbago
Tata Letak : Roeman-Art Desain Sampul : Roeman-Art (www.roeman-art.blogspot.com) Penerbit Pure Publishing Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau Seluruh isi buku tanpa izin penerbit.
Isi di luar tanggung jawab percetakan.
2
Cuplikan pertama... Malam itu, Eve duduk temenung memandangi bintang dari balkon kamarnya. Eve sangat menyukai bintang. Tak heran bila hampir setiap malam, ia selalu menghabiskan waktunya di balkon kamar. Ia selalu merenungi apa yang telah terjadi padanya selama sehari ia beraktifitas sambil menikmati indahnya bintang. Setelah 30 menit kemudian ia kembali masuk ke kamarnya dan ia berdoa. Eve merupakan anak yang taat dalam beribadah dan setelah berdoa ia selalu mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan. Ia sadar hanya Tuhanlah tempat yang sangat tepat untuk mencurahkan seluruh isi hatinya dibandingkan semua orang yang ada di sekelilingnya. Bila curhat kepada manusia terbatas karena ada hal-hal yang tidak dapat ia sampaikan maka curhat kepada Tuhan tidak pernah terbatas dan selalu dapat membuatnya lega dalam segala hal. “Tuhan……,” terdengar suara Eve begitu ia selesai berdoa. “Tadi aku ketemu dengan seorang cowok. Cowok itu mirip dengan cowok yang ada di mimpiku.” Ia terdiam beberapa menit kemudian melanjutkan, “Tuhan tahu kan aku selalu merasa kesepian sebagai anak tunggal di tengah kesibukan orangtuaku namun entah mengapa sejak bertemu dia aku merasa aku takkan kesepian lagi. Hanya kepada Tuhan saja aku dapat mencurahkan isi hatiku yang sebenarnya.” Tiba – tiba terdengar lagu kejujuran hati kerispatih yang sempat membuatnya cukup terkejut. Lagu itu adalah dering sms ponsel Eve. Eve segera mengambil ponselnya dan membuka sms yang baru saja masuk. Met mlm Rega. Met tdr ya jgn tdr kemlman. jgn lupa doa. Dan 1 lgi jgn lupa mimpiin gw y…hehehe Rendy, 085263xxxxx 3
Eve hanya tersenyum membaca sms dari Rendy. Sms seperti itu dikirim Rendy hampir setiap malam hingga ia dapat menghafal isi sms tersebut. Setelah menutup sms dari Rendy, Eve meletakkan ponselnya dan berjalan menuju tempat tidur. Tak lama kemudian dia terlelap bersamaan dengan berhembusnya angin malam. Cuplikan Kedua Eve duduk di kursi taman dekat rumahnya. Dua minggu sudah berlalu semenjak ia mengenal Dylan. Dua minggu itu diisi dengan canda, tawa bahkan ada juga berbagai kejadian memalukan namun tetap membuatnya bahagia. Semakin hari ia dan Dylan semakin dekat. Ia mengangkat tangannya dan memandangi cincin yang berada di jari manisnya. Cincin itu berbentuk bintang. Ia kembali mengingat hari dimana Dylan memberikan cincin itu padanya. “Ve, cincin ini, gue berikan ke elo sebagai ganti bintang kalo lagi hujan. Gue tahu elo seneng banget sama bintang," kata Dylan sambil tersenyum. Dylan kemudian meraih tangan Eve dan memakaikan cincin itu di jari manisnya diikuti oleh senyum Eve sambil menatap Dylan. Ia kembali tersadar dari lamunannya. Selama dua minggu ini, ia semakin mengerti dan mengetahui segala hal menyangkut Dylan terutama tentang hobi maupun karakternya. Ia duduk memikirkan itu semua sambil tersenyum. Dylan merupakan tipe cowok yang cuek, pantang menyerah, ramah dan baik hati. Dylan juga sangat menyukai balapan tentu saja dalam hal ini balapan liar. Memang hobi Dylan agak membahayakan nyawanya, namun ia menyukai apapun yang ada pada diri Dylan. Pangerannya itu sungguh banyak merubahnya. Ia yang dulunya sering murung berubah menjadi ia yang setiap saat tersenyum. Ia yang dulunya senang di kamar saja berubah
4
menjadi ia yang keluar kamar dan menonton televisi dengan keluarganya. Bahkan ia yang dulu sering begadang dan minum kopi benar-benar menghentikan semua kebiasaan buruknya itu dan selalu tidur tepat waktu. Orangtuanya sendiri bingung dengan sikap barunya. Tetapi orangtuanya berpikir bila itu membawanya ke arah positif mereka akan selalu mendukung. Ia juga sering menceritakan tentang Dylan kepada orangtuanya dan sejauh ini ia merasa orangtuanya tidak ada masalah dengan kehadiran Dylan. Teman–temannya juga tidak merasa terganggu dengan kehadiran Dylan. Walaupun ia sering memergoki wajah tegang Rendy dan Gracia saat menatap Dylan namun ia berusaha untuk selalu berpikir positif. Dalam hal ini justru yang paling santai adalah Tito. Tito memang tergolong orang yang sangat cuek. Ia bahkan tidak pernah menanggapi kedekatannya dengan Dylan. Ia mengalihkan padangannya dan menatap sekelompok anak-anak yang sedang asyik bermain bola. “Seandainya gue punya adik mungkin gue nggak akan kesepian lagi,” batinnya. “Tapi sudahlah. Yang penting sekarang sudah ada Dylan. Semenjak ada Dylan gue merasa nggak kesepian lagi,” lanjutnya yakin. Eve beranjak dari kursi taman dan berjalan menuju rumahnya. Ia melewati setiap blok rumahnya dengan senyuman bahagia.... Cuplikan Ketiga Ketika Rendy ingin membalas candaan Gracia tiba–tiba ponselnya berbunyi. Diurungkan niatnya untuk sementara, ia melirik layar ponselnya. Doni calling…. Ia bingung. Tidak biasanya tetangganya itu menelponnya. Biasanya kalau ada sesuatu yang penting, Doni selalu hanya menitipkan pesan di rumahnya. 5
“Jawab gih telponnya. Berisik tau!” gerutu Eve yang mulai merasa terganggu dengan deringan ponsel Rendy. Rendy tersenyum kemudian mengangkat ponselnya. Dari tadi ia ingin mengangkat telpon namun ia sengaja menunggu ijin dari Gracia dan Eve. Ia tak ingin mendengar omelan panjang Gracia dan Eve karena tidak mengindahkan mereka dan malah asyik menerima telepon. Gracia dan Eve kemudian diam dan menatap Rendy yang sedang menjawab telepon dengan nada bercanda. “Halo bro. Tumben elo nelpon. Kangen ama gue yah?” sapa Rendy bersemangat sambil tersenyum. Terndengar jawaban Doni dengan suara lirih. Tiba–tiba senyuman di wajah Rendy menghilang dan wajahnya memucat. Ia termenung kemudian menatap wajah Eve dengan tatapan iba bercampur khawatir. “Ok Bro. Entar gue kasih tahu dia,” jawab Rendy. Ia kemudian hanya mengangguk dan menutup ponselnya. “Tuhan, gue udah senang Eve kembali ceria seperti dulu. Tapi setelah ia mendengar berita ini entah ia bisa kembali ceria ataukah tidak,” katanya dalam hati. “Kenapa Ren? Kenapa wajah elo gitu?” tanya Gracia penasaran. Eve juga ikut mengangguk dengan wajah menuntut jawaban dari Rendy. Rendy hanya diam. Ia tak tahu bagaimana harus menyampaikan kabar ini pada Gracia dan Eve. Sejujurnya ia tak ingin memberitahu kabar ini namun ia tidak punya pilihan lain selain memberitahu yang sebenarnya pada mereka. “Hmm…. Hmm…,” jawab Rendy terbata–bata dengan semakin memucat. “Idih… Jawab aja kali Ren!” seru Eve. “Tadi itu yang nelpon Doni. Dia ngabarin kalo…” “Kalo?” tanya Eve dengan perasaan tegang.
6
“Kalau Dylan… Dylan meninggal karena kecelakaan waktu balapan di Belanda,” jawab Rendy dengan suara pelan. Wajah Eve menegang. “Becanda elo nggak lucu ah!” “Sayangnya gue nggak becanda Rega. Ini kenyataan dan elo harus nerima itu dengan bijak.” Air mata mengalir di pipi Eve.” Gak… Gak… Gak… Elo bohong! Dylan masih hidup kan? ELO BOHONG!” teriak Eve. Kemudian Eve tertawa histeris. Ia terduduk tak berdaya di lantai cafe. Rendy menatap Eve dengan tatapan iba. Gracia diam dan mencerna satu per satu kata-kata yang baru dilontarkan Rendy. Tanpa sadar air mata turut mengalir di pipi Gracia. “Elo bohong Ren. Elo tega bohongin gue Ren! Bilang sama gue kalo itu bohong! Bilang Ren! Gue mohon sama elo jangan bercanda yang beginian. Bohong kan Ren?” teriak Eve lagi. Rendy bingung. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Seluruh pengunjung di cafe itu menatap mereka dengan heran. Ia tidak perduli dengan seluruh pengunjung cafe dan hanya menatap Eve. Tanpa sadar Rendy memeluk Eve. “Eve, elo harus tenang. Elo kuat jalani ini semua. Ada Tuhan beserta elo. Ada gue dan Gracia juga yang selalu sayang sama elo,” kata Rendy sambil menatap Gracia meminta bantuan. Eve menangis sejadi-jadinya di pelukkan Rendy. Tangisan itu tangisan pilu, kecewa dan sedih. Tiga belas tahun Rendy mengenal Eve tapi tidak pernah ia melihat tangisan itu. Hatinya ikut menangis melihat Eve yang begitu histeris. Lebih baik ia rela kehilangan Eve daripada ia melihat Eve menderita seperti ini. Ia tak sanggup melihat Eve seperti ini. “Elo berdua tahu nggak? Gue selama ini sangat kesepian sampai–sampai gue lebih suka ngurung diri. Tapi gue nggak ngerasa kesepian lagi ketika Dylan hadir. Gue ngerasa Dylan itu orang yang dikirimkan Tuhan buat mengusir kesepian gue. Tapi
7
kenapa? Kenapa Tuhan harus ngambil dia dari sisi gue?” teriak Eve sambil terus menangis. “Tenang Eve. Elo harus tenang,” hanya itu yang dapat dikatakan Rendy sambil mengeratkan pelukannya. “Ren, gue sayang dia Ren. Gue rela nungguin dia 2 tahun bahkan 10 tahun pun gue rela Ren, asal dia nggak ninggalin gue untuk selamanya. Gue masih ingin bersama dia Ren,” sahut Eve lagi dengan butiran air mata yang tiada henti terus membanjiri pipinya. “Nggak…nggak…Dylan masih hidup. Ia pasti masih hidup. Ia udah pulang ke Indonesia kan ?? Ia sebentar lagi bakal ketemu gue kan ?” lanjutnya. Gracia dan Rendy hanya diam dan tak tahu harus berkata apa. Seluruh pengunjung cafe ikut menatap Eve dengan tatapan iba. Eve tak kuat lagi menahan air matanya. Ia melepas pelukkan Rendy dan berlari keluar cafe. Gracia dan Rendy yang terkejut dengan tindakkan Eve ikut berlari mengikutinya. Mereka melihat Eve yang sedang memanggil taksi. Beruntung pintu taksi belum ditutup jadi mereka dapat masuk dan mengantar Eve pulang. Di dalam taksi, Eve bersadar di bahu Rendy dan terus menangis. “Gue bingung apa yang harus gue lakukin. Gue nggak sanggup ngeliat orang yang gue sayangi terkulai kaku. Gue nggak sanggup kalau gue nggak bisa ketemu lagi sama Dylan. Gue nggak mau…gue udah menanti bertahun-tahun hanya untuk bertemu dia. Ren, Cia tolong gue…gue nggak tahu lagi,” kata Eve sambil terus menangis. “Ve, elo harus tegar. Elo harus kuat. Toh selama ini elo bisa hidup tanpa Dylan. Elo itu tegar Ve!” hibur Gracia. “Nggak Cia, selama ini gue kuat dan tegar karena gue merasa gue masih bisa bertemu dengan Dylan tapi sekarang… Harapan itu hilang. Gue gak sanggup mendengar ini semua. Kenapa semua orang selalu menghempaskan harapan gue. Gue
8
selalu serentak dijatuhkan tiba-tiba dari gedung tinggi. Kenapa?? Kenapa??” Sepanjang perjalanan menuju rumah Eve, Gracia dan Rendy hanya diam sambil terdengar keluh kesah dan isakkan Eve sambil tak mampu berkata apa-apa. Taksi berhenti tepat di depan rumah Eve. Setelah membayar taksi, Eve berlari masuk ke rumahnya. Gracia dan Rendy mengikutinya dari belakang. Ibu Eve bingung melihat itu semua. Ia khawatir dengan anak semata wayangnya. Sepengatahuannya, Eve merupakan anak yang tegar, mandiri dan selalu bisa mengendalikan emosinya. “Cia, elo naik aja jagain Eve biar gue bicara dulu sama nyokapnya,” perintah Rendy. Setelah itu Rendy duduk bersama Ibu Eve dan menjelaskan semuanya. Sinopsis Geneve adalah seorang remaja yang ceria. Namun di sudut hatinya dia selalu merasa sepi dan sendiri walaupun ada sahabat-sahabatnya yang selalu di sisinya. Keadaan ini berubah ketika kehadiran Dylan. Dia merasa hidupnya menjadi sempurna dengan Dylan di sisinya. Tanpa diduga, Dylan tiba – tiba menghilang tanpa pamit padanya. Dia memutuskan untuk menunggu Dylan tak perduli berapa lama dia harus menunggu. Dua tahun berlalu dan yang terdengar adalah kabar meninggalnya Dylan. Eve terpukul dan tak tahu lagi harus bagaimana. Akankah Eve bisa menyembuhkan luka hatinya dan bangkit kembali? Bagaimana reaksi Eve ketika dia harus berhadapan dengan Rendy, teman masa kecilnya yang mencintainya sejak dulu? Ini adalah kisah tentang persahabatan, cinta, kesedihan dan keputusasaan...
9