X. RUMUSAN ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN BERPERSPEKTIF MITIGASI BENCANA ALAM 10.1. Pembahasan Umum Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis merupakan dua kabupaten pesisir di Provinsi Jawa Barat. Secara geografi dilihat dari garis pantai (shoreline) Provinsi Jawa Barat bagian utara memiliki garis pantai sepanjang 365,059 km yang terbentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu memiliki garis pantai sepanjang 114 km. Bagian selatan memiliki garis pantai sepanjang 398,05 km mulai dari Kabupaten Sukabumi sampai Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Ciamis memiliki garis pantai sepanjang 79,50 km. Secara topografi pantai utara Provinsi Jawa Barat relatif landai, pantai selatan merupakan daerah berbukit dan sebagian lainnya relatif landai (Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2007). Berdasarkan hasil analisis KBMS (lihat Bab V) melalui diskursus dengan pakar, diketahui beberapa hal sebagai berikut : • Kelompok parameter satu, optimalisasi pelaksanaan tata ruang pesisir, ketersediaan prasarana dan sarana pesisir, pembangunan industri berbasis pesisir dan proporsi dana pembangunan wilayah pesisir dalam APBD untuk Kabupaten Indramayu dinilai ‘sedang’ dan untuk Kabupaten Ciamis dinilai ‘sedang’. Nilai sedang dan sedang mengindikasikan bahwa kedua kabupaten tersebut akan menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan. •
Kelompok parameter dua, peran pemerintah yang meliputi rejim penguasaan pemerintah untuk memproteksi kawasan pesisir (marine protected area dan program pemberdayaan masyarakat melalui CSR) untuk Kabupaten Indramayu dinilai ‘sedang’ dan untuk Kabupaten Ciamis ‘sedang’. Nilai sedang dan sedang ini juga mengindikasikan bahwa kedua kabupaten tersebut akan menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan.
•
Kelompok parameter tiga, pengembangan sektor pariwisata, perikanan, pertanian, perkebunan, dan migas yang berperspektif mitigasi bencana untuk Kabupaten Indramayu dinilai ‘rendah’ yang berarti belum menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan. Untuk Kabupaten Ciamis dinilai ‘tinggi’ yang berarti sudah berkelanjutan.
menerapkan pendekatan
pembangunan
187
Berdasarkan
uraian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
kebijakan
pengembangan wilayah pesisir di Jawa Barat khususnya Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis, masih perlu diarahkan menuju pengelolaan wilayah pesisir secara menerapkan
terpadu (integrated
coastal
zone
management)
dan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Berdasarkan hasil analisis ASWOT (lihat Bab VI) dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut: • Hasil analisis SWOT di Kabupaten Indramayu : S : Dekat dengan tempat pemasaran domestik dan ekspor (0,077) W : Kondisi alam dengan gelombang pasang (0,074) O : Belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah pesisir (0,091) T : Berubahnya orientasi pekerjaan (0,087) • Hasil analisis SWOT di Kabupaten Ciamis : S : Potensi sumberdaya ikan di wilayah ZEEI (0,064) W : Lemahnya kualitas SDM (0,065) O : Belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah pesisir (0,098) T : Bertambah banyaknya negara yang menerapkan persyaratan kualitas produk (0,072) • Hasil analisis ASWOT di Kabupaten Indramayu : Sektor minyak dan gas bumi dengan skor sebesar 0,246 (24,6%) dan sektor perikanan dengan nilai skor 0,244 (24,4%) • Hasil analisis ASWOT di Kabupaten Ciamis : Sektor pariwisata dengan skor 0,251 (25,1%) dan sektor perikanan dengan skor 0,248 (24,8%). Berdasarkan
uraian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
kebijakan
pemanfaatan sumberdaya alam migas sebagai national competence, dapat meningkatkan kegiatan perikanan yang secara tradisional leading sector sebagai local competence dengan mengarahkan nelayan kepada akses pasar dan permodalan. Kegiatan pariwisata dapat meningkatkan permintaan terhadap hasil perikanan (derive demand), jadi saling melengkapi (complementary) bukan kompetitor. Berdasarkan hasil analisis ISM (lihat Bab VII) dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut : • Di Kabupaten Indramayu : Bencana alam gelombang badai pasang menempati peringkat tertinggi
188
sebagai elemen kunci pada level 5. Selanjutnya dikuti oleh abrasi dan banjir pada level 4, kemudian intrusi air laut, gerakan tanah jenis amblesan, dan puting beliung pada level 3. Erosi dan akresi berada pada level 2, dan terakhir yaitu gempabumi dan tsunami pada level 1. • Di Kabupaten Ciamis : Bencana alam gempabumi dan tsunami menempati peringkat tertinggi dan menjadi elemen kunci, yang kemudian diikuti oleh abrasi dan bencana alam gelombang badai pasang pada level 3. Kemudian angin kencang/puting beliung, dan gerakan tanah jenis longsoran/keruntuhan menempati level 2, serta banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi pada level 1. Berdasarkan
hal
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
kebijakan
pengembangan yang akan diterapkan untuk kedua wilayah pesisir tersebut, harus mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan yang telah terjadi sejak tahun 1970 an di pantai utara Jawa. Dengan demikian kebijakan pengembangan tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek ekologi dan sosial sehingga kebijakan pengembangan menjadi berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana. Berdasarkan hasil analisis ISM untuk mengetahui bentuk mitigasi dan MPE untuk mengetahui efektivitas mtigasi (lihat Bab VIII) dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut : • Hasil analisis ISM di Kabupaten Indramayu menetapkan 2 elemen kunci : gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, penahan sedimentasi sejajar gisik dan gabungan remangrovesasi, artificial reef, beach nourishment • Hasil analisis ISM di Kabupaten Ciamis menetapkan dua elemen kunci yaitu sistem peringatan dini dan gabungan pemecah ombak peredam abrasi, penahan sedimentasi. • Hasil analisis MPE di Kabupaten Indramayu menetapkan gabungan pemecah ombak, peredam abrasi dan penahan sedimentasi sejajar gisik sebagai mitigasi yang paling efektif. • Hasil analisis MPE di Kabupaten Ciamis menetapkan sistem peringatan dini sebagai mitigasi yang paling efektif. Berdasarkan
hal
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
kebijakan
pengembangan wilayah pesisir sudah harus memperhitungkan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan pembangunan sistem perlindungan pesisir terpadu. Upaya yang dilakukan harus lebih bersifat pro aktif, yang menekankan
189
kepada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan. Hal ini sesuai kesepakatan global untuk secepatnya merubah paradigma lama yang responsif, reaktif, dan kedaruratan. Berdasarkan hasil analisis AHP (lihat Bab IX) dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut : • Di Kabupaten Indramayu : Pengembangan prasarana dan sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana dengan tujuan untuk mengoptimasi produktifitas wilayah pesisir. • Di Kabupaten Ciamis: Peningkatan peran stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir dengan tujuan untuk optimasi sistem penyangga kehidupan. Berdasarkan urauan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan sinergi antarunsur masyarakat pengguna dan pemerintah (Co-management) yang bertujuan menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir sehingga pembiasan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi. Alternatif kebijakan untuk diterapkan di Kabupaten Indramayu: mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana. Alternatif kebijakan untuk diterapkan di Kabupaten Ciamis: meningkatkan partisipasi stakeholder untuk menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi dalam upaya mencapai Co-management.
10.2. Rumusan Arahan Kebijakan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disusun rangkuman hasil penelitian model pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana (Lihat Tabel 33). Selanjutnya pembahasan akan mengemukakan kesimpulan komprehensif (Lihat Tabel 34) sebagai dasar rumusan arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis (Lihat Gambar 74). Berdasarkan pembahasan yang menggunakan analisis AHP dihasilkan alternatif kebijakan sebagai berikut : • Untuk Kabupaten Indramayu, mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berspektif mitigasi bencana.
190
• Untuk Kabupaten Ciamis,
meningkatkan partisipasi stakeholder untuk
menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasan aspirasi pada pihak lain dapat dieliminasi dalam upaya mencapai Co-management. Oleh karena kebijakan pengembangan sumber daya alam itu dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum, maka ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi (Sanim, 2006), yaitu : • Mencegah keterbatasan prasarana dan sarana (kegagalan pasar); • Memberikan ruang gerak yang memadai bagi pelaku usaha lokal (keterbatasan kerangka kompetitif); • Menentukan
harga/tarif
yang
terjangkau
oleh
masyarakat
(tujuan
distribusional). Dalam
merumuskan
kebijakan
pengembangan
wilayah
pesisir
berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana, upaya untuk mencegah keterbatasan prasarana dan sarana, yang ada yaitu dengan cara membangun perlindungan pesisir terpadu yang sekaligus dapat menjadi pangkalan pendaratan ikan dan ditempat terpisah dapat menjadi tambatan perahu wisata bahari. Upaya ini selain memberikan peluang meningkatnya ekonomi masyarakat lokal (local competences) juga memberikan perlindungan terhadap bencana pesisir (coastal disaster protection) dalam rangka optimasi perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kemudian upaya memberikan ruang gerak yang memadai bagi pelaku usaha lokal, dapat dilakukan dengan meningkatkan partisipasi stakeholder melalui regulasi dari pemerintah kabupaten yang membuka peluang pasar dan permodalan; advokasi dari perguruan tinggi lokal; dan kolaborasi baik sesama pengusaha lokal (complementary among local competences ) maupun lintas strata (national and local competences). Selanjutnya upaya untuk menentukan harga/tarif yang terjangkau oleh masyarakat, dapat dipenuhi dengan menerapkan co-management guna mencegah dominasi oleh satu pihak kepada pihak lain, sehingga akan memudahkan kesepakatan antara pelaku dan pengguna untuk menentukan harga/tarif yang menguntungkan bagi seluruh pihak dalam rangka optimasi produktivitas wilayah pesisir.
191
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
berdasarkan
ketiga
persyaratan tersebut di atas maka dapat dirumuskan arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana adalah :
Mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana serta meningkatkan partisipasi stakeholder untuk mencapai co-management dalam rangka optimasi produktivitas wilayah pesisir dan optimasi perlindungan sistem penyangga kehidupan
192
Tabel 33. Rangkuman hasil penelitian model pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR (KBMS) 1. Hasil analisis KBMS , 3 Kelompok Parameter dan 24 Rule Base : • Optimalisasi pelaksanaan tata ruang pesisir, ketersediaan sarana dan prasarana dan pembangunan industri berbasis wilayah pesisir dan proporsi dana pembangunan wilayah pesisir dalam APBD untuk Kab. Indramayu dinilai ‘sedang’ dan untuk Kab. Ciamis dinilai ‘sedang’; yang berarti kebijakannya akan menerapkan pembangunan berkelanjutan. • Peran Pemerintah yang meliputi Rejim penguasaan pemerintah untuk memproteksi kawasan pesisir (Marine Protected Area dan program pemberday aan masyarakat melalui CSR untuk Kab. Indramayu dinilai ‘sedang’ dan untuk Kab. Ciamis ‘sedang’; yang juga berarti akan menerapkan pembangunan berkelanjutan. • Pengembangan sektor pariwisata, perikanan, pertanian, perkebunan dan migas yang berperspektif mit igasi bencana untuk Kab. Indramayu dinilai ‘rendah’ yang berarti belum menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan untuk Kab. Ciamis ‘tinggi’ yang berarti sudah menerapkan pembangunan berkelanjutan. 2.Kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Jawa Barat khususnya Kab. Indramayu dan Kab. Ciamis masih perlu diarahkan menuju pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (integrated coastal zone management ) dan menerapkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development )
STUDI POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH PSISIR (ASWOT)
STUDI POTENSI BENCANA ALAM DI WILAYAH PESISIR (ISM)
1. Hasil analisis SWOT di Kab. Indramayu : S : tempat pemasaran hasil-hasil perikanan domestik dan ekspor W : terjadinya kondisi alam dengan gelombang pasang O : mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah pesisir T : berubahnya orientasi generasi muda yang lebih memilih pekerjaan lain daripada menjadi nelayan
1. Hasil Analisis ISM di Kab.Indramayu : Bencana alam gelombang badai pasang menempati peringkat tertinggi sebagai elemen kunci. Selanjutnya dikuti oleh abrasi dan banjir pada level 4, kemudian intrusi air laut, gerakan tanah jenis amblesan, dan puting beliung pada level 3. Erosi dan akresi berada pada level 2, dan terakhir yaitu gempabumi dan tsunami pada level 1.
2. Hasil analisis SWOT di Kab.Ciamis : S : potensi sumberdaya ikan di wilayah ZEEI yang sangat besar W: lemahnya kualitas SDM O : potensi sumber daya wilayah pesisir yang belum dimanfaatkan secara optimal T : bertambah banyaknya negara yang menerapkan persyaratan kualitas produk (ISO 9000, ISO 14000, HACCP)
2. Hasil Analisis ISM di Kab.Ciamis : Bencana alam gempabumi dan tsunami menempati peringkat tertinggi dan menjadi elemen kunci, yang kemudian diikuti oleh abrasi dan bencana alam gelombang badai pasang pada level 3. Kemudian angin kencang/puting beliung, dan gerakan tanah jenis longsoran/keruntuhan menempati level 2, serta banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi pada level 1.
3. Hasil Analisis ASWOT di Kab.Indramayu : Potensi tertinggi : s ektor minyak dan gas bumi dengan skor sebesar 0.246 (24.6%) dan sektor perikanan dengan nilai skor 0.244 (24.4%). 4. Hasil Analisis ASWOT di Kab.Ciamis : Potensi tertinggi : s ektor pariwisata dengan skor 0.251 (25.1%) dan sektor perikanan dengan skor 0.248 (24.8%). 5.
Kebijakan pemanfaatan sda migas sebagai national competence dapat meningkatkan kegiatan perikanan sebagai local competence dengan mengarahkan nelayan kepada akses pasar dan permodalan, kegiatan pariwisata dapat meningkatkan permintaan terhadap hasil perikanan ( derive demand), jadi saling melengkapi bukan kompetitor (complementary)
3. Kebijakan pengembangan yang akan diterapkan untuk kedua wilayah pesisir tersebut harus mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan yang telah terjadi sejak tahun 1970an di pantai utara Jawa. Dengan demikian kebijakan pengembangan tidak lag i hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek ekologi dan sosial sehingga kebijakan pengembangan menjadi berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.
STUDI EFEKTIFITAS KEBERHASILAN DAN BENTUK MITIGASI BENCANA ALAM DI WILAYAH PESISIR (ISM dan MPE) 1. Hasil analisis ISM di Kab.Indramayu menetapkan 2 elemen kunci : Gabungan Pemecah Ombak, Peredam Abrasi, Penahan Sedimentasi Sejajar Pantai dan Gabungan Remangrovesasi, Artificial Reef, Beach Nourishment 2. Hasil analisis ISM di Kab.Ciamis menetapkan 2 elemen kunci yaitu sistem peringatan dini dan gabungan pemecah ombak Peredam Abrasi, Penahan Sedimentasi. 3. Hasil analisis MPE di Kab.Indramayu menetapkan Gabungan Pemecah Ombak, Peredam Abrasi dan Penahan Sedimentasi Sejajar Pantai sebagai mitigasi yang paling efektif. 4. Hasil analisis MPE di Kab.Ciamis menetapkan sistem peringatan dini sebagai mitigasi yang paling efektif.
ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN BERSPEKTIF MITIGASI BENCANA (AHP) 1. Hasil analisis AHP di Kab. Indramayu : Guna mewujudkan tujuan optimasi produktifitas wilayah pesisir diperlukan alternatif kebijakan pengembangan prasarana dan sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana. 2. Hasil analisis AHP di Kab. Ciamis: Guna mewujudkan tujuan optimasi sistem penyangga kehidupan diperlukan alternatif kebijakan peningkatan peran stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir. Dengan demikian dapat dihindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembias an aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi dalam upaya mencapai Co- management.
5. Kebijakan pengembangan wilayah pesisir hendaknya memperhitungkan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan pembangunan sistem perlindungan pesisir terpadu. Upaya yang dilakukan menjadi lebih bersifat pro aktif, yang menekankan kepada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan. Hal ini sesuai kesepakatan global untuk secepatnya merubah paradigma lama yang responsif, reaktif, dan kedaruratan menjadi preventif, proaktif, dan kesiapsiagaan.
192
193 192 Tabel 34. No.
1.
2.
3.
Kesimpulan komprehensif hasil penelitian model pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana MODEL
KESIMPULAN
E valuasi Implementasi Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir dengan alat analisis Knowledge Base Manajemen System (KBMS)
Kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Jawa Barat, khususnya Kab.Indramayu dan Kab.Ciamis masih perlu diarahkan menuju pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (integrated coastal zone management) dan menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
Studi Potensi Pengembangan Wilayah Psisir Kombinasi AHP dan SWOT (ASWOT)
Studi Potensi Bencana Alam Di Wilayah Pesisir Interpretive Structural Modeling (ISM)
4.
Studi Efektifitas Keberhasilan Dan Bentuk Mitigasi Bencana Alam Di Wilayah Pesisir (ISM dan MPE)
5
Model Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir Berkelanjutan Berspektif Mitigasi Bencana (AHP)
1. Potensi sumberdaya alam di pesisir Indramayu adalah minyak dan gas bumi serta perikanan, di pesisir Ciamis adalah pariwisata dan perikanan 2.Kebijakan pemanfaatan sda migas sebagai national competence dapat meningkatkan kegiatan perikanan sebagai local competence dengan mengarahkan nelayan kepada akses pasar dan permodalan, kegiatan pariwisata dapat meningkatkan permintaan terhadap hasil perikanan (derive demand), jadi saling melengkapi bukan kompetitor (complementary). 1. Laju kemerosotan kualitas lingkungan pantai utara Jawa sejak tahun 1970an terus meningkat akibat gelombang pasang, banjir, dan abrasi. Pantai selatan terlalu terbuka, tidak ada pengaman sangat berisiko ketika terjadi tsunami. 2. Kebijakan pengembangan yang akan diterapkan untuk kedua wilayah pesisir tersebut sudah harus mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan yang telah terjadi sejak tahun 1970an di pantai utara Jawa, sehingga tidak boleh berorientasi hanya pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga aspek ekologi dan sosial. Dengan demikian kebijakan pengembangan menjadi berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana. 1. Upaya yang dilakukan akan lebih bersifat pro aktif, yang menekankan kepada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan. Hal ini sesuai kesepakatan global untuk secepatnya merubah paradigma lama yang responsif, reaktif, dan kedaruratan 2. Berdasarkan hasil analisis efektivitas keberhasilan dan bentuk mitigasi bencana alam di wilayah pesisir, dapat dinyatakan bahwa tidak ada bentuk mitigasi bencana yang dapat efektif berdiri sendiri. Hal ini disebabkan setiap bentuk mitigasi mempunyai kelemahan yang dapat dilengkapi dan diperkuat oleh bentuk-bentuk mitigasi lainnya (complementary). 3. Kebijakan pengembangan wilayah pesisir sudah memperhitungkan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan pembangunan sistem perlindungan pesisir terpadu. Upaya yang dilakukan akan lebih bersifat pro aktif, yang menekankan kepada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan. Hal ini sesuai kesepakatan global untuk secepatnya merubah paradigma lama yang responsif, reaktif, dan kedaruratan. 1. Kebijakan yang akan diterapkan di Kab.Indramayu: mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berspektif mitigasi bencana. 2. Kebijakan yang akan diterapkan di Kab.Ciamis: meningkatkan partisipasi stakeholder untuk menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi dalam upaya mencapai co-management.
194
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR YANG DIJALANKAN SELAMA INI LEBIH MENEKANKAN ASPEK EKONOMI DARIPADA SOSIAL, EKOLOGI, DAN MITIGASI
1
KELEMPOK PARAMETER SATU KAB. INDRAMAYU ‘SEDANG’ KAB, CIAMIS ‘ SEDANG’
EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR (KBMS)
STUDI POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR Kombinasi AHP dan SWOT (ASWOT)
STUDI POTENSI BENCANA ALAM DI WILAYAH PESISIR (ISM)
KELEMPOK PARAMETER DUA KAB. INDRAMAYU ‘SEDANG’ KAB, CIAMIS ‘ SEDANG’ KELEMPOK PARAMETER TIGA KAB. INDRAMAYU ‘RENDAH’ KAB, CIAMIS ‘ TINGGI’ KAB. INDRAMAYU PRIORITAS PEMBANGUNAN SEKTOR MIGAS DAN PERIKANAN
KAB. CIAMIS PRIORITAS PEMBANGUNAN SEKTOR PARIWISATA DAN PERIKANAN DI KAB . INDRAMAYU : GELOMBANG PASANG
DI KAB. CIAMIS ADALAH GEMPA BUMI DAN TSUNAMI
Kebijakan pengembangan wilayah pesisir di kab. indramayu dan Kab. ciamis masih perlu diarahkan menuju pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan
Kebijakan pemanfaatan sda migas dapat meningkatkan kegiatan perikanan dengan mengarahkan nelayan kepada akses pasar dan permodalan, kegiatan pariwisata dapat (derive demand ), jadi saling melengkapi bukan kompetitor (complementary)
Kebijakan pengembangan harus mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan. kebijakan pengembangan tidak lagi hany a berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek ekologi dan sosial mitigasi bencana
ALTERNATIF KEBIJAKAN UNTUK KAB.INDRAMAYU: Mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berspektif mitigasi bencana ALTERNATIF KEBIJAKAN UNTUK KAB.CIAMIS : Meningkatkan partisipasi stakeholder untuk menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasan aspirasi pada pihak lain dapat dieliminasi dalam upaya mencapai Comanagement.
ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN BERPERSPEKTIF MITIGASI BENCANA : Mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berspektif mitigasi bencana serta meningkatkan partisipasi stakeholder untuk mencapai Comanagement dalam rangka optimasi produktivitas wilayah pesisir dan optimasi perlindungan sistem penyangga kehidupan
(AHP)
STUDI EFEKTIFITAS DAN BENTUK MITIGASI BENCANA ALAM DI WILAYAH PESISIR (ISM DAN MPE)
BAGIAN PENELITIAN
DI KAB.CIAMIS SISTEM PERINGATAN DINI
Kebijakan pengembangan wilayah pesisir sudah memperhitungkan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan pembangunan sistem perlindungan pesisir terpadu. Upaya yang dilakukan akan lebih bersifat pro aktif, yang menekankan kepada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan.
HASIL ANALISIS
KEBIJAKAN PARSIAL
DI KAB. INDRAMAYU GABUNGAN PEMECA H OMBAK, PEREDAM ABRASI, DAN PENAHAN SEDIMENTASI SEJAJAR PANTAI
ALTERNATIF KEBIJAKAN
ARAHAN KEBIJAKAN
194
Gambar 74. Diagram rumusan arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana
195
10.3. Strategi Pengembangan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan Berperspektif Mitigasi Bencana Alam Pada awal penelitian telah dikemukakan bahwa kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah sumbangsih pemikiran untuk merevisi strategi pemerintah yang dikenal sebagai triple track strategy menjadi quarter track strategy yaitu pro growth, pro job, pro poor, dan pro mitigation (Lihat Bab I). Berdasarkan hal tersebut serangkaian analisis dengan berbagai metode telah diselesaikan dan arahan kebijakan telah berhasil dirumuskan. Selanjutnya agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan maka antara kebijakan dan strategi perlu disiapkan landasan strateginya. Mintzberg (1994) menyebutkan bahwa strategi adalah sebuah pola dalam sebuah arus keputusan, kebijakan atau tindakan dan Glueck (1980) menyebutkan bahwa strategi adalah suatu rencana yang didesain untuk memastikan tercapainya tujuan utama. Dengan demikian pembahasan akan dilanjutkan untuk menyusun landasan strateginya. Sebagai landasan strategi umum pengembangan sumber daya alam yang dipergunakan adalah meletakkan pengembangan ekonomi lokal atas dasar prakarsa/ inisiatif serta kekhasan daerah yang bersangkutan (endegenous development), melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang di perkokoh dengan ikatan modal sosial (Sanim, 2006).
Hasil penelitian mengemukakan bahwa
endegenous development Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis adalah sektor perikanan. Sektor migas merepresentasikan pro growth dan program CSR yang terdapat dalam sektor migas merepresentasikan pro poor, serta sektor pariwisata yang merepresentasikan pro job. Landasan strategi pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan adalah meningkatkan ketahanan pangan dengan membangun industri berbasis pesisir yang ramah lingkungan (pro-growth) dan meningkatkan daya saing lokal serta melakukan kemitraan yang saling menguntungkan (pro-job) dengan melaksanakan program CSR bagi BUMN besar sebagai pendamping program bantuan dan perlindungan sosial, Pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri, dan kredit usaha rakyat yang dilaksanakan pemerintah (pro-poor). Landasan strategi pengembangan wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana adalah mengalokasikan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan pembangunan prasarana dan sarana ekonomi berbasis kekhasan daerah yang bersangkutan (pro-mitigation) yang terintegrasi sepenuhnya dengan sistem perlindungan pesisir.
196
Berdasarkan uraian di atas maka rangkaian penjelasan hasil-hasil analisis, alternatif-alternatif kebijakan yang memungkinkan, rumusan arahan kebijakan, landasan strategi umum pengembangan wilayah pesisir, landasan strategi pengembangan berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana dan strategi empat jalur (quarter track strategy ) sebagai kebaruan (novelty) serta landasan strategis yang perlu dilakukan keseluruhannya telah dibahas (lihat Gambar 75).
Selanjutnya akan dikemukakan langkah-langkah strategis yang
diperlukan.
10.3.1. Langkah-langkah strategis Pengembangan Wilayah Pesisir Terpadu yang Berkelanjutan Menurut Cicin dan Knecht (1998), keberlanjutan hanya dapat tercapai jika ada keterpaduan antara dimensi sektor, ekologis, hirarki pemerintahan, antarnegara, dan disiplin ilmu. Pada dasarnya pengembangan wilayah pesisir secara terpadu merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Untuk mencapai keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan, beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan antara lain: • Mengembangkan kajian-kajian penelitian dan teknologi pengelolaan wilayah pesisir yang ramah lingkungan. • Mengembangkan sistem informasi manajemen di wilayah pesisir dan meningkatkan keterampilan masyarakat. • Memberdayakan masyarakat pesisir melalui pengembangan usaha-usaha yang dapat dikembangkan di wilayah pesisir. • Meningkatkan kapasitas kelembagaan terpadu dan pemasaran produk unggulan wilayah pesisir. • Melakukan penataan ruang wilayah pesisir sesuai dengan status dan fungsi wilayah tersebut. • Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam pesisir agar tidak melampaui ambang batas.
10.3.2. Langkah-langkah strategis Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir Sebagai kegiatan yang sifatnya rutin dan berkelanjutan, mitigasi bencana hendaknya merupakan sistem dan prosedur yang sederhana (Coburn et al., 1994). Prosedur yang sederhana ini akan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memahaminya, dan diharapkan akan cepat memiliki
197
kemampuan untuk dapat melakukannya secara mandiri. Berkaitan dengan hal tersebut beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan antara lain : • Meningkatkan
koordinasi
dengan
berbagai
pihak terkait termasuk
kerjasama internacional sesuai dengan UU 22/1999 dan UU 24/2007. • Memberdayakan masyarakat pesisir dalam bidang penanggulangan bencana •
Merevisi RTRW Pesisir dan peraturannya dengan mempertimbangkan aspek mitigasi bencana alam.
• Mempersiapkan data dan peta rawan bencana alam serta prakiraan risiko bencana yang akan terjadi. • Mempersiapkan NSPM (norm standard procedure manual) bangunan rumah, bangunan gedung dan bangunan air di wilayah rawan bencana • Menyederhanakan SOP mitigasi bencana dengan SMART. Dari beberapa langkah-langkah di atas baik yang berkaitan dengan pengembangan wilayah pesisir maupun mitigasi bencana di wilayah pesisir khususnya Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis (Gambar 75), selanjutnya diharapkan pemerintah setempat dapat menyusun program-program pengelolaan dan mitigasi untuk mendukung penerapan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu yang bekelanjutan dan mitigasi bencana. Pemerintah Kabupaten sesuai dengan UU 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk menentukan program pembangunan sekaligus dengan anggaran pembangunannya, termasuk bentuk mitigasi yang efektif dan sesuai untuk diterapkan
198
198 Hasil analisis
Rumusan arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana
Landasan strategi umum pengembangan sumber daya alam
Mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana serta meningkatkan partisipasi stakeholder untuk mencapai co-management dalam rangka optimasi produktivitas wilayah pesisir dan optimasi perlindungan sistem penyangga kehidupan
meletakkan pengembangan ekonomi lokal atas dasar prakarsa/ inisiatif serta kekhasan daerah yang bersangkutan (endegenous development), melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang di perkokoh dengan ikatan modal sosial (Sanim, 2006)
adalah
Hasil penelitian mengemukakan bahwa endegenous development Kab. Indramayu dan Kab. Ciamis adalah sektor perikanan.
Landasan strategi pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan
Strategi empat jalur (Quarter track strategy)
adalah meningkatkan ketahanan pangan dengan membangun industri berbasis pesisir yang ramah lingkungan dan meningkatkan daya saing lokal serta melakukan kemitraan yang saling menguntungkan
• • •
Pro growth Pro job
• • •
dengan melaksanakan program CSR bagi BUMN besar sebagai pendamping program bantuan dan perlindungan sosial, Pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri, dan kredit usaha rakyat yang dilaksanakan pemerintah
Langkah-langkah Strategis Berkelanjutan
Langkah-langkah Strategis Mitigasi Bencana
Pro poor • •
Landasan strategi pengembangan wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana
• •
adalah mengalokasikan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan pembangunan prasarana dan sarana ekonomi berbasis kekhasan daerah yang bersangkutan (endegenous development) yang terintegrasi sepenuhnya dengan sistem perlindungan pesisir
• Pro mitigation
Mengembangkan teknologi pengelolaan pesisir yang ramah lingkungan Mengembangkan sistem informasi manajemen dan keterampilan masyarakat Memberdayakan masyarakat pesisir melalui pengembangan usaha-usaha yang dapat dikembangkan di wilayah pesisir Meningkatan kapasitas kelembagaan terpadu dan pemasaran produk unggulan pesisir Melakukan penataan ruang wilayah pesisir sesuai dengan status dan fungsi wilayah Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam pesisir
•
Meningkatkan koordinasi pihak terkait termasuk kerjasama internasional sesuai dengan UU 22/1999 dan UU 24/2007 Memberdayakan masyarakat pesisir dalam bidang penanggulangan bencana Merevisi RTRW pesisir dan peraturannya dengan mempertimbangkan aspek mitigasi Mempersiapkan data, peta rawan bencana dan prakiraan risiko yang akan terjadi Mepersiapkan NSPM bangunan rumah, bangunan gedung, bangunan jalan dan bangunan air di wilayah rawan bencana Menyederhanakan SOP mitigasi bencana dengan SMART.
Gambar 75. Diagram alir rumusan arahan kebijakan, landasan strategi umum, landasan strategi pengembangan dan strategi empat jalur pengembangan wilayah pesisir berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana serta langkah-langkah strategis yang diperlukan 198
199
10.4. Sasaran dan Tujuan Dengan telah diselesaikannya secara lengkap mengenai strategi, maka pembahasan dilanjutkan kepada sasaran, tujuan dan hasil yang diharapkan. Berdasarkan hasil analisis AHP terdahulu, diketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai (goals) dalam pengelolaan wilayah pesisir di kabupaten Indramayu adalah optimasi produktivitas wilayah pesisir sedangkan di wilayah pesisir Kabupaten Ciamis adalah optimasi sistem perlindungan penyangga kehidupan. Oleh karena strategi adalah pola dalam arus kebijakan yang dirancang untuk memastikan tercapainya tujuan utama (Mintzberg, 1999; Glueck, 1998) maka pembahasan dilanjutkan untuk mengetahui tahapan antara strategi dan tujuan yaitu sasaran. Sasaran umumnya dibedakan atas minimal dua tahap dan maksimal tiga tahap tergantung tujuan yang diharapkan dapat tercapai (Glueck, 1998). Oleh karena analisis dengan AHP menghasilkan dua tujuan,
maka sasaran juga
disesuaikan hanya ada dua tahapan, yaitu jangka pendek dan jangka panjang (Gambar 76). Guna mencapai optimasi produktifitas wilayah pesisir sebagai tujuan, dua sasaran ditetapkan dalam jangka pendek yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan meningkatkan produktifitas SDM di pesisir. Guna mencapai optimasi sistem perlindungan penyangga kehidupan, dua sasaran lain ditetapkan dalam jangka pendek, yaitu meningkatkan keberdayaan masyarakat pesisir dan menurunkan risiko bencana. Guna mencapai optimasi produktifitas wilayah pesisir dalam jangka panjang telah ditetapkan dua sasaran yaitu meningkatkan investasi dan menurunkan kemiskinan absolut dan pengangguran. Guna mencapai optimasi sistem perlindungan penyangga kehidupan, dua sasaran lain ditetapkan dalam jangka panjang, yaitu mempersem pit jurang kesenjangan ekonomi antarpenduduk dan antarwilayah serta meningkatkan kualitas lingkungan wilayah pesisir. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang diharapkan (ultimate objectives) dari penelitian ini yaitu sumber daya alam pesisir yang berkelanjutan, mata pencaharian masyarakat pesisir yang berkelanjutan, dan kehidupan masyarakat pesisir yang aman, nyaman dan sejahtera. Berdasarkan hal tersebut maka seluruh pembahasan arahan kebijakan sampai dengan sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang dalam kegiatan penelitian ini telah diselesaikan. Selanjutnya pembahasan akan mengemukakan kesimpulan akhir dan saran dari penelitian ini.
Sasaran Jangka Pendek • meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir
• meningkatkan produktivitas SDM di pesisir
Langkah-langkah Strategis Berkelanjutan
• meningkatkan keberdayaan masyarakat pesisir • menurunkan risiko bencana
Sasaran Jangka Panjang
Langkah-langkah Strategis Mitigasi Bencana
Hasil yang diharapkan (Ultimate Objectives)
• meningkatkan investasi • menurunkan kemiskinan absolut dan pengangguran • mempersempit jurang kesenjangan ekonomi (antarpenduduk dan antarw ilayah)
Tujuan (Goals) • optimasi produktivitas wilayah pesisir • optimasi sistem perlindungan penyangga kehidupan
•
Sumber daya alam pesisir yang berkelanjutan
•
Mata pencaharian masyarakat pesisir yang berkelanjutan
•
Kehidupan masyarakat pesisir yang aman, nyaman dan sejahtera
• meningkatkan kualitas lingkungan wilayah pesisir
Gambar 76. Diagram alir strategi, sasaran jangka pendek dan panjang, tujuan, dan hasil yang diharapkan 200