VI. Pengendalian Pencemaran Air
961
962
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan; b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
963
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1.
Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil;
2.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;
3.
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;
4.
Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;
5.
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6.
Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;
7.
Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;
8.
Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;
9.
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan; 11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya; 12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah; 13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar; 14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair; 15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
964
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen; 17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum; 18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan; Pasal 2 (1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem. (2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Pasal 3 Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. (2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air. (3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada : a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung; b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan c. akuifer air tanah dalam. (4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II PENGELOLAAN KUALITAS AIR Bagian Pertama Wewenang Pasal 5 (1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas negara. (2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten/Kota. (3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten/Kota.
965
Pasal 6 Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Bagian Kedua Pendayagunaan Air Pasal 7 (1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun rencana pendayagunaan air. (2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat. (3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis. Bagian Ketiga Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air Pasal 8 (1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas : a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal 9 (1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada: a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi. c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
966
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, danatau Pemerintah Kabupaten/ Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a; (4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keempat Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air, Dan Status Mutu Air Pasal 10 Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan 9. Pasal 11 (1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah. (2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait. Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah Propinsi dapat menetapkan : a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan atau b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). (2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi. (3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 13 (1) Pemantauan kualitas air pada : a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota; b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota; c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.
967
(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c. (3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. (4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri. (5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Pasal 14 (1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan : a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air; b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air. (2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Pasal 15 (1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran. (2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas air. Pasal 16 (1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air. (2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.
Pasal 17 (1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan. (2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.
968
BAB III PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Bagian Pertama Wewenang Pasal 18 (1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas propinsi dan atau lintas batas negara. (2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota. (3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota. Pasal 19 Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Pasal 20 Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang : a.
menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b.
melakukan inventarisasi sumber pencemaran;
c.
menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d.
menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e.
memantau kualitas air pada sumber air; dan
f.
memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air. Pasal 21
(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait. (2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. (4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 22 Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.
969
Pasal 23 (1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air. (2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. (3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk: a. pemberian izin lokasi; b. pengelolaan air dan sumber air; c. penetapan rencana tata ruang; d. pemberian izin pembuangan air limbah; e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. (4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri. Bagian Kedua Retribusi Pembuangan Air Limbah Pasal 24 (1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atausarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi. (2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota. Bagian Ketiga Penanggulangan Darurat Pasal 25 Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya. Pasal 26 Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.
BAB IV PELAPORAN Pasal 27 (1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.
970
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat : a. tanggal pelaporan; b. waktu dan tempat; c. peristiwa yang terjadi; d. sumber penyebab; e. perkiraan dampak. (3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/Menteri. (4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air. (5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati/Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta dampaknya. Pasal 28 Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan. Pasal 29 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyampaikan laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.
BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Hak Pasal 30 (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik. (2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air. (3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
971
Bagian Kedua Kewajiban Pasal 31 Setiap orang wajib : a.
Melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
b.
Mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4). Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Pasal 33 Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Pasal 34 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah. (2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air. (3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri. (4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB VI PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH Bagian Pertama Pemanfaatan Air Limbah Pasal 35 (1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. (3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
972
Pasal 36 (1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah. (2) Hasil kajian sebagaimana maksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya : a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman; b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/Walilkota. (4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah. (6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh hari) kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin. (7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Bagian Kedua Pembuangan Air Limbah Pasal 37 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran air. Pasal 38 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin. (2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan : a. kewajiban untuk mengolah limbah; b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan; c. persyaratan cara pembuangan air limbah; d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat; e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah; f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan; g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau melepasan dadakan;
973
h. larangan untuk melakukan mengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan; i. kewajiban melakukan suatu swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau. (3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radio aktif, Bupati/Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom. Pasal 39 (1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air. (2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1). Pasal 40 (1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Pasal 41 (1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air. (2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya : a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman; b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/Walikota. (4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah. (6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin. (7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ditetapkan oleh Bupati/ Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Menteri; (8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
974
Pasal 42 Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau sumber air. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pembinaan Pasal 43 (1) Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup; b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif. (3) Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga. (4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu. (5) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 44 (1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2). (2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah. Pasal 45 Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan. Pasal 46 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang : a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran; 975
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat; c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan; d. memasuki tempat tertentu; e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolong; f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instalasi pengolahan limbah; g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi; h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau kegiatan. (2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan. Pasal 47 Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal. BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Sanksi Administrasi Pasal 48 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35,Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40 dan Pasal 42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi. Pasal 49 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25,Bupati/Walikota/ Menteri berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang paksa. Bagian Kedua Ganti Kerugian Pasal 50 (1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu. (2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. 976
Bagian Ketiga Sanksi Pidana Pasal 51 Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, dan Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 52 Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 53 (1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota. (2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi yang belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati/Walikota.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini. Pasal 55 Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air. Pasal 56 (1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku.
977
Pasal 57 (1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri. (2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi. Pasal 58 Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 59 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 60 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonsia. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 14 Desember 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2001 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 153 Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Ttd Lambock V. Nahattands
978
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR UMUM. Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya. Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu air. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion). Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus dipergunakan untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik, dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan memerlukan biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar dibiarkan (tanpa upaya
979
pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh air yang cemar. Berdasarkan definisinya, pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air. Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapi kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak untuk semua golongan peruntukan. Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan peruntukannya. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dianggap tidak memadai lagi, karena secara substansial tidak sesuai dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana dikandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Mengingat sifat air yang dinamis dan pada umumnya berada dan atau mengalir melintasi batas wilayah administrasi pemerintahan, maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air tidak hanya dapat dilakukan sendiri-sendiri (partial) oleh satu pemerintah daerah. Dengan demikian harus dilakukan secara terpadu antar wilayah administrasi dan didasarkan pada karakter ekosistemnya sehingga dapat tercapai pengelolaan yang efisien dan efektif. Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakukan melalui upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem air dan atau satu kesatuan pengelolaan sumber daya air antara lain daerah aliran sungai (DAS) dan daerah pengaliran sungai (DPS). Kerja sama antar daerah dapat dilakukan melalui badan kerja sama antar daerah. Dalam koordinasi dan kerja sama tersebut termasuk dengan instansi terkait, baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan kualitas air, penetapan baku mutu air, penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan pembuangan air limbah, pembinaan dan pengawasan penaatan.
980
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan melestarikan fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control). Pelestarian kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi alamiahnya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Kondisi alamiah air pada sumber air dalam hutan lindung, mata air dan akuifer air tanah dalam secara umum kualitasnya sangat baik. Air pada sumber-sumber air tersebut juga akan sulit dipulihkan kualitasnya apabila tercemar, dan perlu waktu bertahun-tahun untuk pemulihannya. Oleh karena itu harus dipelihara kualitasnya sebagaimana kondisi alamiahnya. Mata air kualitas airnya perlu dilestarikan sebagaimana kondisi alamiahnya, baik mata air di dalam maupun di luar hutan lindung. Air di bawah permukaan tanah berada di wadah atau tempat yang disebut akuifer. Air tanah dalam adalah air pada akuifer yang berada di antara dua lapisan batuan geologis tertentu, yang menerima resapan air dari bagian hulunya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Ayat (4) Upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban pencemaran yang ditenggang masuknya ke dalam air sebatas tidak akan menyebabkan air menjadi cemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air). Ayat (5) Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Rencana pendayagunaan air meliputi penggunaan untuk pemanfaatan sekarang dan masa yang akan datang. Rencana pendayagunaan air diperlukan dalam rangka menetapkan baku
981
mutu air dan mutu air sasaran, sehingga dapat diketahui arah program pengelolaan kualitas air. Ayat (2) Air pada lingkungan masyarakat setempat dapat mempunyai fungsi dan nilai yang tinggi dari aspek sosial budaya. Misalnya air untuk keperluan ritual dan kultural. Ayat (3) Pendayagunaan air adalah pemanfaatan air yang digunakan sekarang ini (existing uses) dan potensi air sebagai cadangan untuk pemanfaatan di masa mendatang (future uses). Pasal 8 Ayat (1) Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas Satu merupakan tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan selanjutnya. Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukan air (designated beneficial water uses). Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum dengan mengolah secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan dididihkan. Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari tiap kelas, yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap kelas air mempersyaratkan mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Peruntukan lain yang dimaksud misalnya kegunaan air untuk proses industri, kegiatan penambangan dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat menggunakan air dengan mutu air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas air dimaksud. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pengkajian yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui informasi mengenai keadaan mutu air saat ini (existing quality), rencana pendayagunaan air sesuai dengan kriteria kelas yang diinginkan, dan tingkat mutu air yang akan dicapai (objective quality). Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Pedoman pengkajian yang dimaksud meliputi pedoman untuk menentukan keadaan mutu air, penyusunan rencana penggunaan air, dan penentuan tingkat mutu air yang ingin dicapai. Pedoman pengkajian mencakup antara lain ketatalaksanaan pada sumber air yang bersifat lintas daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi).
982
Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Pengetatan dan atau penambahan parameter tersebut didasarkan pada kondisi spesifik, antara lain atas pertimbangan karena di daerah tersebut terdapat biota dan atau spesies sensitif yang perlu dilindungi. Yang dimaksud dengan yang lebih ketat adalah yang tingkat kualitas airnya lebih baik. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air meliputi, antara lain , rencana pemantauan, pengharmonisasian operasi pemantauan kualitas air, pelaporan dan pengelolaan data hasil pemantauan. Pasal 14 Ayat (1) Status mutu air merupakan informasi mengenai tingkatan mutu air pada sumber air dalam waktu tertentu. Dalam rangka pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air, perlu diketahui status mutu air (the state of the water quality). Untuk itu maka dilakukan pemantauan kualitas air guna mengetahui mutu air, dengan membandingkan mutu air. Tidak memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas airnya lebih buruk dari baku mutu air.
983
Memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas airnya sama atau lebih baik dari baku mutu air. Dalam hal metoda baku penilaian status mutu air belum ditetapkan dalam peraturan perundangundangan, dapat digunakan kaidah ilmiah. Contoh parameter yang belum tercantum dalam kriteria mutu air sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini antara lain, parameter-parameter bio-indikator dan toksisitas. Ayat (2) Kondisi cemar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti tingkatan cemar berat, cemar sedang, dan cemar ringan. Demikian pula kondisi baik dapat dibagi menjadi sangat baik dan cukup baik. Tingkatan tersebut dapat dinyatakan antara lain dengan menggunakan suatu indeks. Pasal 15 Ayat (1) Penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintahh Kabupaten/Kota, meliputi pula program kerja pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air secara berkesinambungan. Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dalam rangka pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Akreditasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang melaksanakan akreditasi laboratorium di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Penunjukan laboratorium oleh Menteri sebagai laboratorium rujukan dimaksudkan antara lain untuk menguji kebenaran teknik, prosedur, metode pengambilan dan metode analisis sampel. Kesimpulan yang ditetapkan tersebut menjadi alat bukti tentang mutu air dan mutu air limbah. Pasal 18 Cukup jelas
984
Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Huruf a Cukup jelas Huruf b Inventarisasi adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui sebab dan faktor yang menyebabkan penurunan kualitas air. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Faktor lain yang dimaksud antara lain faktor fluktuasi debit. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hasil inventarisasi sumber pencemaran air diperlukan antara lain untuk penetapan program kerja pengendalian pencemaran air. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Daya tampung beban pencemaran pada suatu sumber air dapat berubah dari waktu ke waktu mengingat antara lain karena fluktuasi debit atau kuantitas air dan perubahan kualitas air.
985
Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Pengenaan retribusi tersebut sebagai konsekuensi dari penyediaan sarana pengolahan (pengelolaan) air limbah yang disediakan oleh Kabupaten/Kota. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Pencemaran air akibat keadaan darurat dapat disebabkan antara lain kebocoran atau tumpahan bahan kimia dari tangki penyimpanannya akibat kegagalan desain, ketidak-tepatan operasi, kecelakaan dan atau bencana alam. Upaya pengendalian pencemaran air dalam ayat ini antara lain dapat berupa prasarana dan sarana pengelolaan air limbah terpadu (sewerage treatment plant). Upaya termaksud dapat dilakukan melalui kerja-sama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Pejabat yang berwenang yang dimaksud, antara lain, adalah Kepala Desa/Lurah, Camat, dan Polisi. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 28 Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
986
Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Informasi mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang dimaksud dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas air, dan rencana tata ruang. Ayat (3) Peran serta sebagaimana dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian dan atau perumusan kebijaksanaan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, dan melakukan pengamatan. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan memungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Pasal 31 Huruf a Cukup jelas Huruf b Air pada sumber air dan air yang terdapat di luar hutan lindung dilakukan pengendalian terhadap sumber yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini karena terdapat berbagai kegiatan yang akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Namun, penurunan kualitas air tersebut masih dapat ditenggang selama tidak melampaui baku mutu air. Pasal 32 Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Informasi yang benar tersebut dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
987
Pasal 33 Pemberian informasi dilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan pengumuman yang meliputi antara lain: • status mutu air; • bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem; • sumber pencemaran dan atau penyebab lainnya; • dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan atau • langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Laporan dimaksud dibuat sesuai dengan format terminal data (data base) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Air limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tertentu dapat dimanfaatkan untuk mengairi areal pertanaman tertentu dengan cara aplikasi air limbah pada tanah (land aplication), namun dapat berisiko terjadinya pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan atau air. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Aplikasi pada tanah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu secara spesifik berkenaan dengan kandungan dan debit air limbah, sifat dan luasan tanah areal pertanaman yang akan diaplikasi, dan jenis tanamannya, untuk mengetahui cara aplikasi yang tepat sehingga dapat mencegah pencemaran tanah, air tanah, dan air serta penurunan produktivitas pertanaman.
988
Ayat (2) Persyaratan penelitian dimaksud merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Oleh karena itu maka persyaratan lain berdasarkan penelitian yang dianggap perlu dimungkinkan untuk ditambahkan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Pedoman pengkajian meliputi, antara lain, petunjuk mengenai rencana penelitian, metode, operasi, dan pemeliharaan. Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Ayat (1) Pembuangan air limbah adalah pemasukan air limbah secara pelepasan (discharge) bukan secara dumping dan atau pelepasan dadakan (shock discharge). Pembuangan air limbah yang berupa sisa dari usaha dan atau kegiatan penambangan, seperti misalnya “air terproduksi” (produced water), yang akan dikembalikan ke dalam formasi asalnya juga wajib menaati baku mutu air limbah yang ditetapkan secara spesifik untuk jenis air limbah tersebut. Air yang keluar dari turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bukan merupakan sisa kegiatan PLTA, sehingga tidak termasuk dalam ketentuan Pasal ini. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Masuknya air limbah ke dalam air dapat menurunkan kualitas air tergantung beban pencemaran air limbah dan kemampuan air menerima beban tersebut. Air yang kondisi kualitasnya lebih baik dari baku mutu air berarti masih memiliki kemampuan untuk menerima beban pencemaran. Apabila beban pencemaran yang masuk melebihi
989
kemampuan air menerima beban tersebut maka akan menyebabkan pencemaran air, yaitu kondisi kualitas air tidak memenuhi baku mutu air. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Pengertian limbah padat termasuk limbah yang berwujud lumpur dan atau slurry. Contoh dari pembuangan limbah padat misalnya pembuangan atau penempatan material sisa usaha dan atau kegiatan penambangan berupa tailing, ke dalam air dan atau sumber air. Contoh dari pembuangan gas misalnya memasukkan pipa pembuangan gas yang mengandung unsur pencemar seperti Ammonium dan atau uap panas ke dalam air dan atau pada sumber air. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Contoh kebijakan insentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah yang lebih murah dari tarif baku, mengurangi frekuensi swapantau, dan pemberian penghargaan. Contoh kebijakan disinsentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah yang lebih mahal dari tarif baku, menambah frekuensi swapantau, dan mengumumkan kepada masyarakat riwayat kinerja penaatannya. Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Hal tertentu yang dimaksud antara lain daerah belum mampu melakukan pengawasan sendiri, belum ada pejabat pengawas lingkungan daerah, belum tersedianya sarana dan prasarana atau daerah tidak melakukan pengawasan.
990
Pasal 46 Ayat (1) Huruf a Pemotretan/rekaman visual sepanjang tidak membahayakan keamanan usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan, seperti kilang minyak dan petro kimia. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Sanksi administrasi meliputi teguran tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan izin melakukan usaha dan atau kegiatan. Pasal 49 Paksaan pemerintahan adalah tindakan untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran, menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan dan atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan. Atau tindakan tersebut di atas dapat diganti dengan uang paksa (dwangsom). Pasal 50 Ayat (1) Pengaturan ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk :
991
a. b. c.
memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; memulihkan fungsi lingkungan hidup; menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2) Tindakan tertentu yang dimaksud antara lain melakukan penyelamatan dan atau tindakan penanggulangan dan atau pemulihan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan mencakup kegiatan untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama dikemudian hari. Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4161
992
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan; b. bahwa kegiatan industri mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair dengan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair; c. bahwa untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, perlu ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri; Mengingat
: 1. Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) Tahun 1926. Stbl. Nomor 226, setelah diubah dan ditambah terakhir dengan Stbl. 1940 Nomor 450); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3257); 6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
993
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran negara Nomor 3538); 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M tahun1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja menteri Negara Serta Susunan Organisasi Staf Menteri Negara; 13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI. Pasal 1 Dalam Keputusan menteri ini yang dimaksud dengan : 1.
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri;
2.
Baku Mutu Limbah Cair Industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan;
3.
Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan;
4.
Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar dan beban pencemaran;
5.
Debit Maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan;
6.
Kadar Maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan;
7.
Beban Pencemaran Maksimum adalah beban tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan;
8.
Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup;
994
9.
Bapedal adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
10. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Pasal 2 (1) Baku mutu Limbah cair untuk jenis industri : 1. Soda kostik/klor adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran A I dan Lampiran B I; 2. Pelapisan logam adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A II dan Lampiran B II; 3. Penyamakan kulit adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A III dan Lampiran B III; 4. Minyak sawit adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A IV dan Lampiran B IV; 5. Pulp dan kertas adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A V dan Lampiran B V; 6. Karet adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VI dan B VI; 7. Gula adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VII dan Lampiran B VII; 8. Tapioka adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VIII dan Lampiran B VIII; 9. Tekstil adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A IX dan Lampiran B IX; 10. Pupuk urea/nitrogen adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A X dan Lampiran B X; 11. Ethanol adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XI dan Lampiran B XI; 12. Mono Sodium Glutamate (MSG) adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XII dan Lampiran B XII; 13. Kayu lapis adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIII dan Lampiran B XIII; 14. Susu, makanan yang terbuat dari susu adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIV dan Lampiran B XIV; 15. Minuman ringan adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XV dan Lampiran B XV; 16. Sabun, diterjen dan produk-produk minyak nabati adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVI dan Lampiran B XVI; 17. Bir adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVII dan Lampiran B XVII; 18. Baterai sel kering adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVIII dan Lampiran B XVIII; 19. Cat adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIX dan Lampiran B XIX; 20. Farmasi adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XX dan Lampiran B XX; 21. Pestisida adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XXI dan Lampiran B XXI. (2) Baku Mutu Limbah Cair bagi jenis-jenis industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan berdasarkan beban pencemaran dan kadar, kecuali jenis industri farmasi dan industri pestisida formulasi pengemasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir 20 dan butir 21 pasal ini ditetapkan berdasarkan kadar. (3) Bagi jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini yang : a. telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000. b. tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan ini, dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair Lampiran A dan wajib memenuhi baku Mutu Limbah Cair Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000.
995
(4) Bagi jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini yang tahap perencanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, maka berlaku baku mutu limbah cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B. (5) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini setiap saat tidak boleh dilampaui. (6) Perhitungan tentang debit limbah cair maksimum dan beban pencemaran maksimum adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran D keputusan ini. (7) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Pasal 3 (1) Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri lain dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair untuk jenis-jenis industri di luar jenis-jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). (2) Selama Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini belum ditetapkan, Gubernur dapat menggunakan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran C Keputusan ini. (3) Gubernur dapat melakukan penyesuaian jumlah parameter sebagai yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, setelah mendapat persetujuan Menteri. (4) Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan diluar parameter yang tercantum dalam Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran A dan B Keputusan ini, setelah mendapat persetujuan Menteri. (5) Menteri memberikan tanggapan dan /atau persetujuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan sebagai dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) pasal ini. (6) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) pasal ini, tidak diberikan tanggapan dan/atau persetujuan , maka permohonan tersebut dianggap disetujui. Pasal 4 (1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Apabila Gubernur tidak menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini, maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair dalam Keputusan ini. Pasal 5 Apabila analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan industri mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka untuk kegiatan industri tersebut ditetapkan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang dipersyaratkan oleh analisis mengenai dampak Lingkungan.
996
Pasal 6 Setiap penanggung jawab kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Keputusan ini wajib : a.
melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan;
b.
membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
d.
tidak melakukan pengeceran limbah cair, termasuk mencampurkan buangan air bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan limbah cair;
e.
memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan;
f.
memisahkan saluran pembuangan limbah cair dengan saluran limpahan air hujan;
g.
melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
h.
menyampaikan laporan tentang catatan debit harian, kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair, produksi bulanan senyatanya sebagaimana dimaksud dalam huruf c, e, g sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Gubernur, instansi teknis yang membidangi industri dan instansi lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 Keputusan ini dan Persyaratan Pasal 26 Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air wajib dicantumkan dalam izin Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie). Pasal 8 Apabila jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah ditetapkan sebelum keputusan ini : a.
Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku;
b.
Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini wajib disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah cair dalam keputusan ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya keputusan ini. Pasal 9
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP- 03/MENKLH/II/1991 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Yang Sudah Beroperasi dinyatakan tidak berlaku lagi.
997
Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Di tetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 23 Oktober 1995 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Sarwono Kusumaatmadja
Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd Hambar Martono
998
LAMPIRAN - LAMPIRAN
999
1000
LAMPIRAN A
:
NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 51/MENLH/10/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI 23 0KTOBER 1995
1001
1002
LAMPIRAN A. I
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
NOMOR TENTANG TANGGAL
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SODA KOSTIK PROSES RAKSA (Hg)
PROSES MEMBRAN/DIAFRAGMA
PARAMETER KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
COD
150
1,5 kg/ton
150
1,5
TSS
50
0,5 kg/ton
50
0,5
Raksa(Hg)
0,005
0,05 g/ton
-
-
Timbal (Pb)
-
-
3,0
0,03
Tembaga (Cu)
-
-
0,3
0,003
Seng (Zn)
-
-
2,0
0,02
pH Debit Limbah Maksimum
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
10 m3 per ton produk soda kostik
10 m3 per ton produk soda kostik
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg atau gram parameter per ton produk soda kostik.
1003
LAMPIRAN A. II
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
NOMOR TENTANG TANGGAL
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PELAPISAN TEMBAGA (Cu) PARA METER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
TSS
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2)
PELAPISAN NIKEL (Ni) KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2)
60
60
60
6,0
Kadmium (Cd)
0,05
0,005
0,05
0,005
Sianida (CN)
0,5
0,05
0,5
0,05
Logam Total
8,0
8,0
8,0
0,8
Tembaga (Cu)
3,0
3,0
-
-
-
-
5,0
0,5
Nikel (Ni) pH Debit Limbah Maksimum
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
100 L per m2 produk pelapisan logam
1004
100 L per m2 produk pelapisan logam
PELAPISAN KROM (Cr) PARA METER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
TSS
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2)
PELAPISAN & GALVANISASI SENG (Zn) KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2)
60
60
60
6,0
Kadmium (Cd)
0,05
0,005
0,05
0,005
Sianida (CN)
0,5
0,05
0,5
0,05
Logam Total
8,0
0,8
8,0
0,8
Krom Total (Cr)
2,0
0,2
-
-
Krom Heksavalen (Cr +6)
0,3
0,03
-
-
-
-
2,0
0,2
Seng (Zn) pH
6,0 - 9,0 Debit Limbah Maksimum
6,0 - 9,0
100 L per m2 produk pelapisan logam
100 L per m2 produk pelapisan logam
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram para meter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam gram parameter per m2 produk pelapisan logam.
1005
LAMPIRAN A. III NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PENYAMANAN KULIT
PARA METER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
150
10,5
COD
300
21,0
TSS
150
10,5
Sulfida (sebagai H2S)
1,0
0,07
Krom Total (Cr)
2,0
0,14
Minyak dan lemak
5,0
0,35
Amonia Total
10,0
0,70
pH
6,0 - 9,0 70 m3 ton bahan baku
Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram paramater per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg parameter per ton bahan baku (penggaraman kulit mentah)
1006
LAMPIRAN A. IV NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MINYAK SAWIT
(mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
BOD5
250
1,5
COD
500
3,0
TSS
300
1,8
Minyak dan Lembak
30
0,18
Amonia Total (sebagai NH3-N)
20
0,12
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
pH
6,0 - 9,0 6 m3 /ton produk
Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram paramater per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk minyak sawit.
1007
LAMPIRAN A. V
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
NOMOR TENTANG TANGGAL
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS PABRIK PULP
PABRIK KERTAS
PABRIK PULP DAN KERTAS
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)
(mg/L)
(kg/ton)
(mg/L)
(kg/ton)
BOD3
150
15
125
10
150
25,5
COD
350
35
250
20
350
59,5
TSS
200
20
125
10
150
25,5
PARAMETER
pH
6.0 - 9,0
Debit Limbah 100 m 3 per ton pulp kering Maksimum
6,0 - 9,0 80 m3 per ton produk kertas kering
6.0 - 9,0 170 m3 per ton produk kertas kering
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk pulp dan atau kertas kering.
1008
LAMPIRAN A. VI NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI KARET
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)
BOD5
150
6,0
COD
300
12,0
TSS
150
6,0
10
0,4
Amonia Total (sebagai NH3-N) pH
6,0 - 9,0 40 m3 per ton produk karet
Debit limbah maksimum Catatan :
1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk karet kering.
1009
LAMPIRAN A. VII NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI GULA KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)
BOD5
100
4,0
COD
250
10,0
TSS
175
7,0
Sulfida (sebagai H2S)
1,0
0,04
PARA METER
pH
6,0 - 9,0 40 m3 per ton produk gula
Debit limbah maksimum Catatan :
1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg per ton produk gula.
1010
LAMPIRAN A. VIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TAPIOKA
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton produk)
BOD5
200
12,0
COD
400
24,0
TSS
150
9,0
Sianida (CN)
0,5
0,03
pH
6,0 - 9,0 60 m3 per ton produk
Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk tapioka.
1011
LAMPIRAN A. IX NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TEKSTIL KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)
BOD5
85
12,75
COD
250
37,5
TSS
60
9,0
Fenol Total
1,0
0,15
Krom Total (Cr)
2,0
0,30
Minyak dan Lemak
5,0
0,75
PARA METER
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 150 m3 per ton produk tekstil
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk tekstil.
1012
LAMPIRAN A. X NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PUPUK UREA
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)
BOD5
100
1,5
COD
250
3,75
TSS
100
1,5
Minyak dan Lemak
25
0,4
Amonia Total (sebagai NH3-N)
50
0,75
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 15 m3 per ton produk pupuk urea
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk pupuk urea.
1013
LAMPIRAN A. XI NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI ETHANOL
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)
BOD5
150
10,5
TSS
400
28,0
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 70 m3 per ton produk ethanol
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk ethanol.
1014
LAMPIRAN A. XII NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MONO SODIUM GLUTAMATE (MSG)
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)
BOD5
100
12
COD
250
30
TSS
100
12
pH
6,0 - 9,0 120 m3 per ton produk MSG
Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk MSG.
1015
LAMPIRAN A. XIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI KAYU LAPIS
PARA METER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
KADAR MAKSIMUM
(mg/L)
BOD5
100
0,28 kg/m3
COD
250
0,70 kg/m3
TSS
100
0,28 kg/m3
Fenol Total
1,0
2,8 g/m3
pH
6,0 - 9,0 2,8 m3 per m3 produk kayu lapis
Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg atau gram parameter per ton m3 produk kayu lapis. 3. 1000 m 2 produk = 3,6 m3 produk dengan ketebalan 3,6 milimeter. 4. 2,8 m3 air limbah per m3 produk = 10 m3 air limbah per 3,6 m3 produk dengan ketebalan 3,6 milimeter.
1016
LAMPIRAN A. XIV : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SUSU, MAKANAN YANG TERBUAT DARI SUSU BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
KADAR MAKSIMUM
PARA METER
PABRIK SUSU DASAR (kg/ton)
(mg/L)
PABRIK TERPADU (kg/ton)
BOD5
40
0,14
0,2
COD
100
0,35
0,5
TSS
50
0,175
0,25
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
pH Debit limbah maksimum
3,5 L per kg total padatan susu
5,0 L per kg produk
Catatan : 1. Pabrik Susu Dasar
:
menghasilkan susu cair, susu kental manis dan atau susu bubuk.
2. Pabrik Terpadu
:
menghasilkan produk susu, keju, mentega dan atau es krim.
3. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah. 4. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton total padatan susu atau produk susu.
1017
LAMPIRAN A. XV NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MINUMAN RINGAN
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
(mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m3) DENGAN DENGAN TANPA PENCUCIAN PENCUCIAN PENCUCIAN BOTOL DAN BOTOL DAN BOTOL DAN DENGAN TANPA DENGAN PEMBUATAN PEMBUATAN PEMBUATAN SIROP SIROP SIROP
TANPA PENCUCIAN BOTOL DAN TANPA PEMBUATAN BOTOL
BOD5
100
600
500
300
200
TSS
90
540
450
270
180
Minyak dan
12
72
60
36
24
pH
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
Debit Limbah Maksimum
6 L per L produk minuman
5 L per L produk minuman
3 L per L produk minuman
2 L per L produk minuman
Lemak
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam gram parameter per m3 produk minuman ringan yang dihasilkan.
1018
LAMPIRAN A. XVI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SABUN, DITERJEN DAN PRODUK-PRODUK MINYAK NABATI
PARA METER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) MINYAK NABATI
DITERJEN
(mg/L)
SABUN
BOD5
125
2,50
7,50
0,75
COD
300
6,0
18,0
1,8
TSS
100
2,0
6,0
0,6
Minyak dan Lemak
25
0,50
1,5
0,15
Fosfat
3
0,06
0,18
0,018
5
0,1
0,3
0,03
(sebagai PO4) MBAS pH Debit Limbah Maksimum
6,0 - 9,0 20 m3 per ton produk sabun
60 m3 per ton produk minyak nabati
6 m3 per ton produk diterjen
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk sabun atau minyak nabati atau diterjen.
1019
LAMPIRAN A. XVII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI BIR
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/hektoliter)
BOD5
75
67,5
COD
170
153,0
TSS
70
63,0
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 9 hektoliter per hektoliter Bir
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam gram parameter per hektoliter produk bir
1020
LAMPIRAN A. XVIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI BATERAI KERING ALKALINE-MANGAN
KARBON-SENG
PARA METER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (mg/kg produk)
KADAR MAKSIMUM ( mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (mg/kg produk)
COD
-
-
30
15
TSS
15
45
10
5
NH3-N Total
-
-
4
2
Minyak dan
3
9,0
12
6
0,3
0,9
0,8
0,4
Merkuri (Hg)
0.015
0.045
0,02
0,01
Mangan (Mn)
0,5
1,5
0,6
0,3
Krom(Cr)
0,1
0,3
-
-
Nikel(Ni)
0,6
1,8
-
Lemak Seng (Zn)
pH Debit l Limbah Maksimum
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
3,0 L per kg baterai
0,5 L per kg baterai
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per kg produk baterai yang dihasilkan.
1021
LAMPIRAN A. XIX : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI CAT
(mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m3)
BOD5
100
80
TSS
60
48
0,015
0,012
Seng (Zn)
1,5
1,2
Timbal (Pb)
0,40
0,32
Tembaga (Cu)
1,0
0,80
Krom Heksavalen (Cr+6)
0,25
0,20
Titanium (Ti)
0,50
0,40
Kadmium (Cd)
0,10
0,08
Fenol
0,25
0,20
15
12
PARA METER
Merkuri (Hg)
KADAR MAKSIMUM
Minyak dan Lemak pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 0,8 L per L produk cat water base Zero Discharge untuk cat solvent base
Catatan : 1. Solvent-Based Cat harus Zero Discharge; semua limbah cair yang dihasilkan harus ditampung atau diolah kembali dan tidak boleh dibuang di perairan umum 2. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 3. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam gram parameter per m3 produk cat.
1022
LAMPIRAN A. XX NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI FARMASI
PARA METER
PROSES PEMBUATAN BAHAN FORMULA (mg/L)
FORMULASI (PENCAMPURAN) (mg/L)
BOD5
150
100
COD
500
200
TSS
130
100
TOTAL-N
45
-
FENOL
5,0
-
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
pH Catatan :
1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah.
1023
LAMPIRAN A. XXI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PESTISIDA PEMBUATAN PASTISIDA TEKNIS PARA METER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton produk)
(mg/L)
FORMULA SI/ PENGEMASAN KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
70
1.75
40
COD
200
5,0
100
TSS
50
1,25
25
Fenol
3,0
0,075
2,5
Total -CN
1,0
0,025
-
Tembaga (Cu)
1,5
0,038
-
Bahan Aktif Total
2,0
0,05
1,0
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
25 m per ton produk
-
3
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kilogram per ton produk pestisida.
1024
LAMPIRAN B : NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 51/MENLH/10/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI 23 0KTOBER 1995
1025
1026
LAMPIRAN B. I NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SODA KOSTIK/KHLOR
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
TSS
25
75,0
Cl2 tersisa (Khlor)
0,5
1,5
Tembaga (Cu)
1,0
3,0
Timbal (Pb)
0,8
2,4
Seng (Zn)
1,0
3,0
Krom Total (Cr)
0,5
1,5
Nikel (Ni)
1,2
3,6
0,004
0,012
Raksa (Hg) pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 3,0 m3 per ton produk soda kostik atau 3,4 m3 per ton Cl2
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam gram parameter per ton produk soda kostik.
1027
LAMPIRAN B. II NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m2)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
TSS
20
0,40
Sianida Total (CN) tersisa
0,2
0,004
Krom Total (Cr)
0,5
0,010
Krom Heksavalen (Cr+6)
0,1
0,002
Tembaga (Cu)
0,6
0,012
Seng (Zn)
1,0
0,020
Nikel (Ni)
1,0
0,020
Kadmium (Cd)
0,05
0,001
Timbal (Pb)
0,1
0,002
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 20 L per m2 produk pelapisan logam
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam gram parameter per m 2 produk pelapisan logam.
1028
LAMPIRAN B. III NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Proses Penyamakan Menggunakan Krom PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
Proses Penyamakan Menggunakan Daun-daunan
BEBAN BEBAN KADAR PENCEMARAN MAKSIMUM PENCEMARAN MAKSIMUM MAKSIMUM (kg/ton) (kg/ton) (mg/L)
BOD5
50
2,0
70
2,8
COD
110
4,4
180
7,2
TSS
60
2,4
50
2,0
Krom Total (Cr)
0,60
0,024
0,10
0,004
Minyak dan Lemak
5,0
0,20
5,0
0.20
N Total (sebagai N)
10
0,40
15
0,60
Amoniak Total (Sebagai N)
0,5
0,02
0,50
0,02
Sulfida (sebagai S)
0,8
0,032
0,50
0,02
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
40 m3/ton bahan baku
40 m3/ton bahan baku
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum pada tabel diatas dinyatakan dalam kg per ton bahan baku (penggaraman kulit mentah) 3. N Total jumlah N organik + Amonia Total + NO3 + NO2
1029
LAMPIRAN B. IV NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MINYAK SAWIT
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
100
0,25
COD
350
0,88
TSS
250
0,63
Minyak dan Lemak
25
0,063
Nitrogen Total (sebagai N)
50
0,125
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 2,5 m2/ton produk minyak sawit (CPO)
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk minyak sawit (CPO). 3. Nitrogen Total adalah jumlah Nitrogen Organik + Amonia Total + NO3 + NO2
1030
LAMPIRAN B. V
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
NOMOR TENTANG TANGGAL
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS PARAMETER BOD5
DEBIT
PROSES/ PRODUK
TSS
COD
Beban Kadar Beban Kadar Beban Kadar Maksimum Pencemaran maksimum Pencemaran Maksimum Pencemaran Maksimum Maksimum Maksimum (mg/L) (kg/ton) (mg/L) (kg/ton) (Kg/ton) (mg/L) (m3/ton)
A. PULP Kraft Dikelantang
85
100
8,5
350
29,75
100
8,5
Pulp Larut
95
100
9,5
300
28,5
100
9,5
Kraft yang tidak di kelantang
50
75
3,75
200
10,0
60
3,0
Mekanik (CMP dan Grounwood)
60
50
3,0
120
7,2
75
4,5
Semi Kimia
70
100
7,0
200
14,0
100
7,0
Pulp Soda
80
100
8,0
300
24,0
100
8,0
De-ink Pulp (dari kertas bekas)
60
100
6,0
300
18,0
100
6,0
50
100
5,0
200
10,0
100
5,0
Kasar
40
90
3,6
175
7,0
80
3,2
Sparet
175
60
10,5
100
17,5
45
7,8
Kertas yang dikelantang
35
75
2,6
160
5,6
80
2,8
B. KERTAS Halus
Ph
6,0 - 9,0
1031
Catatan : Penjelasan kategori proses di atas diberikan sebagai berikut : A. PULP 1. Proses kraft (dikelantang dan tidak dikelantang) adalah produksi pulp yang menggunakan cairan pemasak natrium hidroksida yang sangat akalis dan natrium sulfida. Proses kraft yang dikelantang digunakan pada produksi kertas karton dan kertas kasar lain yang berwarna. Pengelantangan adalah penggunaan bahan pengoksidasi kuat yang diikuti dengan ektrasi alkali untuk menghilangkan warna dari pulp, untuk suatu rentangan produk kertas yang lengkap. 2. Proses pulp larut adalah produk pulp putih dan sangat murni dengan menggunakan pemasakan kimiawi yang kuat. Pulpnya digunakan untuk pembuatan rayon dan produk lain yang mensyaratkan hampir tidak mengandung lignin. 3. Proses grounwood adalah penggunaan defibrasi mekanis (pemisahan serat) dengan menggunakan gerenda atau penghalus (refiners) dari batu. CMP (proses pembuatan pulp kimia mekanis) menggunakan cairan pemasak kimia untuk memasak kayu secara parsial sebelum pemisahan serat secara mekanik. TMP (proses pembutan pulp termo-mekanis) merupakan pemasakan singkat dengan menggunakan kukus dan kadang-kadang bahan kimia pemasak, sebelum tahap mekanis. 4. Proses semi kimia merupakan penggunaan cairan pemasak sulfit netral tanpa pengelantangan untuk menghasilkan produk kasar untuk lapisan dalam karton gelombang berwarna coklat. 5. Proses soda adalah produksi pulp dengan menggunakan cairan pemasak natrium hidroksida yang sangat alkalis. 6. Proses penghilangan tinta (De-ink)merupakan salah satu proses pembuatan kertas yang menggunakan kertas bekas yang di daur ulang melalui proses penghilangan tinta dengan kondisi alkali dan kadang-kadang dibuat cerah atau diputihkan untuk menghasilkan pulp sekunder, sering kali berkaitan dengan proses konvensional. B. KERTAS 1. Kertas halus berarti produksi kertas halus yang dikelantang seperti kertas cetak dan kertas tulis. 2. Kertas besar berarti produksi kertas kasar berwarna coklat, seperti linerboard kertas karton berwarna coklat atau karton. 3. Kertas lain berarti produksi kertas yang dikelantang selain yang tercantum dalam golongan halus, seperti kertas koran.
1032
LAMPIRAN B. VI NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI KARET KARET BENTUK KERING
LATEKS PEKAT PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BEBAN KADAR BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM PENCEMARAN MAKSIMUM MAKSIMUM (kg/ton) (mg/L) (kg/ton)
BOD5
100
4
60
2,4
COD
250
10
200
8
TSS
100
4
100
4
Amonia Total (sebagai NH3-N)
15
0,6
5
0,2
Nitrogen Total (sebagai N)
25
1,0
10
0,4
pH
6,0 - 9,0
Debit limbah maksimum 40 m3 per ton produk karet
6,0 - 9,0 40 m3 per ton produk karet
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap paremeter pada tabel diatas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk karet kering atau lateks pekat. 3. Nitrogen Total jumlah N Organik + Amonia Total + NO3 + NO2
1033
LAMPIRAN B. VII NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI GULA
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
60
0,3
COD
100
0,5
TTS
50
0,25
Minyak dan Lemak
5
0,025
Sulfida (sebagai S)
0,5
0,0025
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 5,0 m3 per ton produk gula
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pda tabel diatas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk gula. 3. Debit limbah cair maksimum tidak termasuk air injeksi dan air pendingin.
1034
LAMPIRAN B. VIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TAPIOKA
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
150
4,5
COD
300
9
TSS
100
3
Sianida (CN)
0,3
0,009
pH
6,0 - 9,0 30 m3 per ton produk tapioka
Debit limbah maksimum Catatan :
1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk tapioka.
1035
LAMPIRAN B. IX
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
NOMOR TENTANG TANGGAL
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TEKSTIL BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
KADAR MAKSIMUM
PARAMETER
Tekstil Terpadu (mg/L)
Pencucian Perekatan Pengikisan, Pemucatan Merserisasi Pecelupan pencetakan (Sizing) Pemasakan (Blencing) (Dyeing) Kapas, (Printing) (Klering, Pemintalan, Desizing Scouring) Penemuan
BOD5
60
6
0,42
0,6
1,44
1,08
0,9
1,2
0,36
COD
150
15
1,05
1,5
3,6
2,7
2,25
3,0
0,9
TSS
50
5
0,35
0,5
1,2
0,9
0,75
1,0
0,3
Fenol Total
0,5
0,05
0,004
0,005
0,012
0,009
0,008
0,01
0,003
Krom Total (Cr)
1,0
0,1
-
-
-
-
-
0,02
0,006
Amonia Total (NH3-N)
8,0
0,8
0,056
0,08
0,192
0,144
0,12
0,16
0,048
Sulfida (sebagai S)
0,3
0,03
0,002
0,003
0,007
0,005
0,005
0,006
0,002
Minyak dan lemak
3,0
0,3
0,021
0,03
0,07
0,054
0,045
0,06
0,018
18
15
20
6
pH Debit tambah maksimum (m3/ton produk)
6,0 - 9,0 100
7
10
24
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk tesktil.
1036
LAMPIRAN B. X
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
NOMOR TENTANG TANGGAL
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PUPUK PUPUK UREA
PUPUK NITROGEN LAIN
AMONIAK
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
COD
3,0
3,0
0,30
TSS
1,5
3,0
0,15
Minyak dan Lemak
0,3
0,30
0,03
NH3-N
0,75
1,50
0,30
TKN
1,5
2,25
-
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
15 m3 per ton
15 m3 per ton
15 m3 per ton
produk
produk
PARAMETER
pH Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Pengukuran beban limbah cair dilakukan pada satu saluran pembuangan akhir. 2. Beban limbah cair (kg/ton produk) = konsentrasi tiap parameter x debit limbah. 3. Beban limbah cair industri amoniak, berlaku pula untuk industri pupuk urea dan pupuk nitrogen lain yang memproduksi kelebihan amoniak.
1037
LAMPIRAN B. XI NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI ETHANOL
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
100
1,5
COD
300
4,5
TSS
100
1,5
Sulfida (sebagai S)
0,5
0,0075
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 15 m3 per ton produk ethanol
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk ethanol.
1038
LAMPIRAN B. XII NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MONO SODIUM GLUTAMATE (MSG)
(mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
BOD5
80
9,6
COD
150
18,0
TSS
100
12,0
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
pH
6,0 - 9,0 120 m3 per ton produk MSG
Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk MSG.
1039
LAMPIRAN B. XIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI KAYU LAPIS
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m3 produk)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
75
22,5
COD
125
37,5
TSS
50
15
0,25
0,08
4
1,2
Fenol Amonia Total (sebagai N) pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 0,30 m3 per m3 produk kayu lapis
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam gram parameter per m3 produk kayu lapis 3. 1000 m2 produk = 3,6 m3 produk dengan ketebalan 3,6 milimeter.
1040
LAMPIRAN B. XIV : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SUSU, MAKANAN YANG TERBUAT DARI SUSU BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
PABRIK SUSU DASAR (kg/ton)
PABRIK SUSU TERPADU (kg/ton)
BOD5
40
0,08
0,06
COD
100
0,20
0,15
TSS
50
0,10
0,075
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
2,0 L per kg total padatan susu
1,5 L per kg produk
pH Debit limbah maksimum
Catatan : 1. Pabrik susu dasar menghasilkan susu cair dan krim, susu kental manis dan atau susu bubuk. 2. Pabrik terpadu : menghasilkan produksi dari susu seperti keju, mentega dan atau es krim. 3. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah 4. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton total padatan susu atau produk susu.
1041
LAMPIRAN B. XV : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MINUMAN RINGAN KADAR MAKSIMUM
PARAMETER (mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m3) DENGAN PENCUCIAN BOTOL DAN DENGAN PEMBUATAN SIROP
DENGAN PENCUCIAN BOTOL DAN TANPA PEMBUATAN SIROP
TANPA PENCUCIAN BOTOL DAN DENGAN PEMBUATAN SIROP
TANPA PENCUCIAN BOTOL DAN TANPA PEMBUATAN SIROP
BOD5
50
175
140
85
60
TSS
30
105
84
51
36
Minyak dan Lemak
6
21
17
10,2
7,2
pH
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
Debit limbah maksimum
3,5 L per L produk minuman
2,8 L per L produk minuman
1,7 L per L produk minuman
1,2 L per L produk minuman
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam gram parameter per m3 produk minuman ringan yang dihasilkan.
1042
LAMPIRAN B. XVI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SABUN, DITERJEN DAN PRODUK-PRODUK MINYAK NABATI
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) SABUN
(mg/L)
MINYAK NABATI
DITERJEN
BOD5
75
0,60
1,88
0,075
COD
180
1,44
4,50
0,180
TSS
60
0,48
1,50
0,06
Minyak dan Lemak
15
0,120
0,375
0,015
Fosfat (PO4)
2
0,016
0,05
0,002
MBAS
3
0,024
0,075
0,003
pH Debit Limbah Maksimum sabun
6,0 - 9,0 8 m3 per ton 25 m3 per ton 1 m3 per ton produk produk minyak produk sabun nabati diterjen
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk sabun, minyak nabati dan diterjen.
1043
LAMPIRAN B. XVII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI BIR
PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/hektoliter)
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
40
24,0
COD
100
60,0
TSS
40
24,0
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0 6 hektoliter per hiktoliter Bir
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam gram parameter per hektoliter produk Bir.
1044
LAMPIRAN B. XVIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI BATERAI KERING ALKALINE - MANGAN
KARBON - SENG KADAR MAKSIMUM
(mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (mg/kg produk)
(mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (mg/kg produk)
COD
-
-
15
3,75
TSS
8
12
10
2,5
NH3 Total
-
-
1
0,25
Minyak dan Lemak
2
3,0
4
1,0
Seng (Zn)
0,2
0,3
0,3
0,075
Merkuri (Hg)
0,01
0,015
0,01
0,0025
Mangan (Mn)
0,3
0,45
0,3
0,075
Krom (Cr)
0,06
0,09
-
-
Nikel (Ni)
0,4
0,6
-
-
PARAMETER
pH Debit Limbah maksimum
KADAR MAKSIMUM
6,0 - 9,0
6.0 - 9,0
1,5 L per kg baterai
0,25 L per kg baterai
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per kg produk baterai.
1045
LAMPIRAN B. XIX : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI CAT
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m 3)
(mg/L)
BOD5
80
40
TSS
50
25
Merkuri (Hg)
0,01
0,005
Seng (Zn)
1,0
0,50
Timbal (Pb)
0,30
0,15
Tembaga (Cu)
0,80
0,40
Krom Heksavalen (Cr+6)
0,20
0,10
Titanium (Ti)
0,40
0,20
Kadmium (Cd)
0,08
0,04
Fenol
0,20
0,10
Minyak dan Lemak
10
pH Debit limbah maksimum
5 6,0 - 9,0
0,5 L per L Produk cat water base Zero Discharge untuk cat solvent base
Catatan : 1. Solvent-Based Cat harus Zero Discharge; semua limbah cair yang dihasilkan harus ditampung atau diolah kembali dan tidak boleh dibuang di perairan umum. 2. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 3. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam gram parameter per m3 produk cat.
1046
LAMPIRAN B. XX : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI FARMASI
PARAMETER
PROSES PEMBUATAN BAHAN FORMULA (mg/L)
FORMULASI (PENCAMPURAN (mg/L)
BOD5
100
75
COD
300
150
TSS
100
75
TOTAL - N
30
-
FENOL
1,0
-
6,0 - 9,0
6,0 - 9,0
pH Catatan :
Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah.
1047
LAMPIRAN B. XXI : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PESTISIDA PEMBUATAN PESTISIDA TEKNIS
FOMULASI/ PENGEMASAN KADAR MAKSIMUM
(mg/L)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton produk)
BOD5
30
0,60
15
COD
100
2,00
50
TSS
25
0,50
15
Fenol
2
0,04
1,5
Bensena
0,1
0,002
0
Toluena
0,1
0,002
0
Total-CN
0,8
0,016
0
Tembaga (Cu)
1,0
0,02
0
Total-NH3
1,0
0,02
0
Bahan Aktif Total
1,0
0,02
0,05
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
pH Debit limbah maksimum
6,0 - 9,0
(mg/L)
6,0 - 9,0
3
20 m per ton produk
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk pestisida.
1048
LAMPIRAN C : NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 51/MENLH/10/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI 23 0KTOBER 1995
1049
1050
LAMPIRAN C NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR PARAMETER
No
GOLONGAN BAKU SATUAN MUTU LIMBAH CAIR
1
Temperatur
der. C
38
40
2
Zat padat larut
mg/L
2000
4000
3
Zat padat tersuspensi
mg/L
200
400
KIMIA 1
pH
6,0 sampai 9,0
2
Besi terlarut (Fe)
mg/L
5
10
3
Mangan terlarut (Mn)
mg/L
2
5
4
Barium (Ba)
mg/l
2
3
5
Tembaga (Cu)
mg/L
2
3
6
Seng (Zn)
mg/L
5
10
7
Krom Heksavalen (Cr+6)
mg/L
0.1
0,5
8
Krom Total ( Cr)
mg/L
0,5
1
9
Cadmium (Cd)
mg/L
0,05
0.1
10
Raksa (hg)
mg/L
0,002
0,005
1051
11
Timbal (Pb)
mg/L
0,1
1
12
Stanum
mg/L
2
3
13
Arsen
mg/L
0,1
0,5
14
Selenum
mg/L
0,05
0,5
15
Nikel (Ni)
mg/L
0,2
0,5
16
Kobalt (Co)
mg/L
0,4
0,6
17
Slanida (CN)
mg/L
0,05
0,5
18
Sulfida (H2S)
mg/l
0,05
0,1
19
Fluorida (F)
mg/L
2
3
20
Klorin bebas (Cl2)
mg/L
1
2
21
Amonia bebas (NH3-N)
mg/L
1
5
22
Nitrat (NO3-N)
mg/L
20
30
23
Nitrit (NO2-N)
mg/L
1
3
24
BOD5
mg/L
50
150
25
COD
mg/L
100
300
26
Senyawa aktif biru metilen
mg/L
5
10
27
Fenol
mg/L
0,5
1
28
Minyak Nabati
mg/L
5
10
29
Minyak Mineral
mg/L
10
50
30
Radioakvitas **)
-
-
Catatan : *).
Untuk memenuhi baku mutu limbah cair tersebut kadar parameter limbah tidak diperbolehkan dicapai dengan cara pengeceran dengan air secara langsung diambil dari sumber air. kadar parameter limbah tersebut adalah limbah maksimum yang diperbolehkan.
**).
kadar radioaktivitas mengikuti peraturan yang berlaku.
1052
LAMPIRAN D : NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 51/MENLH/10/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI 23 0KTOBER 1995
1053
1054
LAMPIRAN D NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 51/MENLH/10/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI : 23 0KTOBER 1995
PENJELASAN TENTANG PERHITUNGAN DEBIT LIMBAH CAIR MAKSIMUM DAN BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM UNTUK MENENTUKAN MUTU LIMBAH CAIR 1.
Debit Limbah Cair Maksimum Penetapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui penetapan debit limbah cair maksimum, sebagaimana tercantum dalam Lampiran A.I dan Lampiran B.I s/d Lampiran A.XXI dan Lampiran B.XXI untuk masing-masing jenis industri, yang bersangkutan industri, didasarkan pada tingkat produksi bulanan yang sebenarnya. Untuk itu digunakan perhitungan sebagai berikut : DM = Dm x Pb Keterangan : DM
=
Debit limbah cair maksimum yang dibolehkan bagi setiap jenis industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m3/bulan.
Dm
=
Debit limbah cair maksimum sebagaimana tercantum dalam ketentuan Lampiran A.I dan Lampiran B.I s/d Lampiran A.XXI dan Lampiran B.XXI yang sesuai dengan jenis industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m3 limbah cair persatuan produk.
Pb
=
Produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A.I dan Lampiran B.I s/d Lampiran A.XXI dan Lampiran B.XXI untuk jenis industri yang bersangkutan.
Debit limbah cair yang sebenarnya dihitung dengan cara sebagai berikut : DA = Dp x H Keterangan : DA
= debit limbah cair yang sebenarnya, dinyatakan dalam m3/bulan.
Dp
= hasil pengukuran debit limbah cair, dinyatakan dalam m3/hari
H
= jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan.
1055
Dengan demikian penilaian debit adalah : DA tidak boleh lebih besar dari DM
2.
Beban Pencemaran. Penerapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui penetapan beban pencemaran maksimum sebagaimana tercantum dalam Lampiran A.I dan Lampiran B.I s/d Lampiran A.XXI dan Lampiran B.XXI untuk masing-masing jenis industri didasarkan pada jumlah unsur pencemar yang terkandung dalam aliran limbah cair. Untuk itu digunakan perhitungan sebagai berikut : a.
BPM = (CM)j x Dm x f
Keterangan : BPM = Beban Pencemaran Maksimum per satuan produk, dinyatakan dalam kg parameter per satuan produk. (CM)j = kadar maksimum unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/I. Dm
= debit limbah cair maksimum sebagaimana tercantum dalam ketentuan Lampiran A.I dan Lampiran B.I s/d Lampiran A.XXI dan Lampiran B.XXI yang sesuai dengan jenis industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m3 limbah cair persatuan produk.
f
= faktor konversi =
1.000 I
1 kg x
M3
1.000.000 mg
= 1/1.000 Beban pencemaran maksimum sebenarnya dihitung dengan cara sebagai berikut : BPA = (CA)j X DA/ Pb X f Keterangan : BPA
= beban pencemaran sebenarnya, dinyatakan dalam kg parameter per satuan produk.
(CA)j
= kadar sebenarnya unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/I.
DA
= debit limbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam M3/bulan
Pb
= produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran I s/d XIV untuk industri yang bersangkutan.
f
= faktor konversi = 1/1.000 1056
b.
BPMi = BPM x Pb/H
Keterangan : BPMi
= beban Pencemaran Maksimum perhari yang dibolehkan bagi industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam Kg parameter perhari.
Pb
= produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran I s/d XIV untuk industri yang bersangkutan.
H
= jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan.
Beban Pencemaran Maksimum yang sebenarnya dihitung dengan cara berikut :
BAPi = (CA)j x Dp x f Keterangan : BPAi
= beban pencemaran perhari yang sebenarnya dinyatakan dalam Kg parameter perhari.
(CA)j
= kadar sebenarnya unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/I.
Dp
= hasil pengukuran debit limbah cair, dinyatakan dalam M3/hari
f
= faktor konversi = 1/1.000
Dengan demikian penilaian beban pencemaran adalah : - BPA tidak boleh lebih besar dari BPM - BPAi tidak boleh lebih besar dari BPMi
1057
1058
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu di lakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan; b. bahwa kegiatan hotel mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair dengan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair; c. bahwa untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, perlu ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel; Mengingat
: 1. Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) Tahun 1926, Stbl. Nomor 226, setelah diubah dan ditambah terakhir dengan Stbl. 1940 Nomor 14 dan Nomor 450; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Pariwisata (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1979 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dalam Bidang Kepariwisataan Kepala Daerah Tingkat I (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3144); 1059
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538); 9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Serta Susunan Organisasi Staf Menteri Negara; 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL
Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1.
Hotel adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan yang dikelola secara komersial yang meliputi hotel berbintang dan hotel melati.
2.
Hotel berbintang adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan yang untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum.
3.
Baku Mutu Limbah Cair Hotel adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang kelingkungan.
4.
Limbah cair hotel adalah limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh kegiatan hotel yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
5.
Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup.
6.
Bapedal adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
7.
Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota, atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Pasal 2
(1) Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan hotel meliputi hotel berbintang 3,4 dan 5 adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.
1060
(2) Bagi kegiatan hotel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang : a. Telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana di maksud dalam Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000; b. Tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan ini, dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000; (3) Bagi kegiatan hotel sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini yang tahap perencanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkannya Keputusan ini berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran B; (4) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditinjau secara berkala sekurangkurangnya sekali dalam lima tahun. Pasal 3 (1) Gubernur setelah mendapat persetujuan Menteri dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter yang tercantum dalam Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Menteri memberikan tanggapan dan atau persetujuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh ) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini tidak diberikan tanggapan dan atau persetujuan, maka permohonan tersebut dianggap disetujui. Pasal 4 (1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Apabila Gubernur tidak menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini, maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair seperti dalam Lampiran Keputusan ini. Pasal 5 Apabila analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan hotel mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka untuk kegiatan hotel tersebut ditetapkan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang dipersyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan. Pasal 6 Setiap penanggung jawab kegiatan hotel wajib untuk : a.
Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan;
b.
Membuat saluran pembuangan limbah cair tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan;
1061
c.
Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
d.
Memisahkan saluran pembuangan limbah cair dengan saluran limpahan air hujan;
e.
Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan;
f.
Menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan e sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Gubernur, dan instansi teknis yang membidangi hotel, dan instansi lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Keputusan ini dan persyaratan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air wajib dicantumkan dalam izin Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie). Pasal 8 Apabila Baku Mutu Limbah Cair kegiatan hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah ditetapkan sebelum keputusan ini : a.
Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku;
b.
Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini wajib disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah Cair seperti yang tercantum dalam Lampiran Keputusan ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini. Pasal 9
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Di tetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 23 Oktober 1995 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd. Sarwono Kusumaatmadja Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd. Hambar Martono
1062
LAMPIRAN A
:
NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 52/MENLH/10/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL 23 OKTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
75
COD
100
TSS
100
pH
6,0 - 9,0
1063
LAMPIRAN B : NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 52/MENLH/10/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL 23 OKTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
30
COD
50
TSS
50
pH
6,0 - 9,0
1064
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan; b. bahwa kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair yang dibuang ke lingkungan dengan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit; c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas dan untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit; Mengingat
: 1. Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) Tahun 1926, Stbl. Nomor 226, setelah diubah dan ditambah terakhir dengan Stbl. 1940 Nomor 14 dan Nomor 450; 2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 124 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2722); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 56); 4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
1065
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538); 12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Tugas Pokok, Fungsi den Tata Kerja Menteri Negara Serta Susunan Organisasi Staf Menteri Negara; 14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT. Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1.
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian;
2.
Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikro- organisme pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas;
3.
Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari suatu kegiatan rumah sakit;
4.
Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup;
5.
Bapedal adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
1066
6.
Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota dan Gubernur Kepala Daerah Istirnewa. Pasal 2
(1) Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. Pasal 3 Bagi setiap rumah sakit yang : a.
Telah beroperasi sebelum dikeluarkannya Keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B selambat-lambatnya tanggal I Januari Tahun 2000;
b.
Tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya Keputusan ini, dan beroperasi setelah dikeluarkannya Keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari Tahun 2000;
c.
Tahap perencanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkannya Keputusan ini berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B. Pasal 4
(1) Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini setelah mendapat persetujuan: a. Menteri dan Menteri yang membidangi rumah sakit untuk parameter nonradioaktivitas; b. Menteri dan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional untuk parameter radioaktivitas . (2) Tanggapan dan/atau persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diberikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal ini tidak diberikan tanggapan dan/atau persetujuan, maka permohonan tersebut dianggap telah disetujui. Pasal 5 (1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Apabila Gubernur tidak menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat atau sarna dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini, maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair dalam Lampiran Keputusan ini. Pasal 6 Apabila analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan rumah sakit mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 5 ayat (1), maka bagi kegiatan runah sakit tersebut berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang dipersyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan;
1067
Pasal 7 Setiap penanggung jawab kegiatan atau pengelola rumah sakit wajib : a.
Melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan;
b.
Membuat saluran pembuangan limbah cair tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan ke tanah serta terpisah dengan saluran limpahan air hujan;
c.
Memasang alat ukur debit laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
d.
Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini kepada laboratorium yang berwenang sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan;
e.
Menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud huruf c dan d sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Gubernur dengan tembusan Menteri, Kepala Bapedal, Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional, instansi teknis yang membidangi rumah sakit serta instansi lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 8
(1) Bagi kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat radioaktif pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan Badan Tenaga Atom Nasional. (2) Komponen parameter radioaktivitas yang diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan. (3) Bagi rumah sakit yang tidak menggunakan bahan radioaktif dalam kegiatannya, tidak diberlakukan kelompok parameter radioaktivitas dalam pemeriksaan limbah cair rumah sakit yang bersangkutan. Pasal 9 Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau Pasal 6 Keputusan ini, dan persyaratan dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air wajib dicantumkan dalam izin Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie). Pasal 10 Apabila Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah ditetapkan sebelum Keputusan ini: a.
Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku;
b.
Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini wajib disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah Cair dalam Keputusan ini selambat-lambatnya satu tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini.
1068
Pasal 11 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Di tetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 21 Desember 1995 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd. Sarwono Kusumaatmadja
Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd. Hambar Martono
1069
1070
LAMPIRAN - LAMPIRAN
1071
1072
LAMPIRAN A NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP- 58/MENLH/12/1995 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT : 21 DESEMBER 1995
1073
1074
LAMPIRAN A
:
NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 58/MENLH/12/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT 21 DESEMBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD5
75
COD
100
TSS
100
pH
6-9
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd, Sarwono Kusumaatmadja
Salinan sesuai aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd. Hambar Martono
1075
1076
LAMPIRAN B : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58 /MENLH/12/1995 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT TANGGAL : 21 DESEMBER 1995
1077
1078
LAMPIRAN B
:
NOMOR TENTANG
: :
TANGGAL
:
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP KEP- 58/MENLH/12/1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT 21 DESEMBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
FISIKA Suhu KIMIA pH BOD5 COD TSS NH3 Bebas PO4 MIKROBIOLOGIK MPN - Kuman Golongan Koli/100 mL RADIOAKTIVITAS 32 P 35 S 45 Ca 51 Cr 67 Ga 85 Sr 99 Mo 113 Sn 125 I 131 I 192 Ir 201 TI
≤ 300C 6-9 30 mg/L 80 mg/L 30 mg/L 0,1 mg/L 2 mg/L 10.000 7 X 102 Bq/L 2 X 103 Bq/L 3 X 102 Bq/L 7 X 104 Bq/L 1 X 103 Bq/L 4 X 103 Bq/L 7 X 103 Bq/L 3 X 103 Bq/L 1 X 104 Bq/L 7 X 104 Bq/L 1 X 104 Bq/L 1 X 105 Bq/L
1079
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd. Sarwono Kusumaatmadja
Salinan sesuai aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd. Hambar Martono
1080
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke media lingkungan; b. bahwa kegiatan pembuangan limbah cair oleh kawasan industri mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian; c. bahwa untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, perlu ditetapkan lebih lanjut Baku Mutu Limabh Cair; d. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri; Mengingat
: 1. Undang - undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3257); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538); 1081
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Menteri Negara; 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI. Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1.
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri;
2.
Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan/atau pengelolaan Kawasan Industri;
3.
Baku Mutu Limbah Cair Kawasan Industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup dari suatu Kawasan Industri;
4.
Limbah Cair Kawasan Industri adalah limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh kegiatan Kawasan Industri yang dibuang ke lingkungan hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup;
5.
Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar dan beban pencemar;
6.
Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup;
7.
Kadar maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup;
8.
Beban pencemaran maksimum adalah beban pencemaran tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup;
9.
Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup;
10. Bapedal adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan; 11. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota dan Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Pasal 2 (1) Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri yang telah mempunyai Unit Pengolah Limbah Terpusat adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Keputusan ini. (2) Bagi Kawasan Industri yang belum mempunyai Unit Pengolah Limbah Terpusat berlaku Baku Mutu Limbah Cair bagi jenis-jenis industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Kadar maksimum dari masing-masing parameter atau debit limbah maksimum sebagaimana tersebut dalam lampiran I Keputusan ini dapat dilampaui sepanjang beban pencemaran maksimum tidak dilampaui.
1082
(4) Perhitungan beban pencemaran maksimum adalah sebagaimana dalam Lampiran II Keputusan ini. (5) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. Pasal 3 Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini dengan persetujuan Menteri. Pasal 4 (1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini. (2) Apabila Gubernur tidak menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana diatur dalam Keputusan ini. Pasal 5 Apabila analisis mengenai dampak lingkungan untuk kawasan industri mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka untuk kawasan industri tersebut ditetapkan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang dipersyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan. Pasal 6 (1) Setiap penanggung jawab Perusahaan Kawasan Industri wajib untuk : a. Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan hidup tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan; b. Membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan hidup; c. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut; d. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan; e. Memisahkan saluran pembuangan limbah air dengan limpahan air hujan; f. Menyampaikan laporan tentang luas lahan yang terpakai, catatan debit harian dan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Bapedalda Tingkat I, Bapedalda Tingkat II, Instansi Teknis yang membidangi kawasan industri, dan instansi lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 7 Setiap penanggung jawab Perusahaan Kawasan Industri dilarang melakukan pengenceran limbah cair.
1083
Pasal 8 Apabila Baku Mutu Limbah Cair kegiatan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), telah ditetapkan sebelum Keputusan ini: (a) Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku; (b) Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini wajib disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini. Pasal 9 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 15 Januari 1998 Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ttd Sarwono Kusumaatmadja Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd Hambar Martono
1084
LAMPIRAN I NOMOR TENTANG TANGGAL
: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP : KEP-03/MENLH/1/1998 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI : 15 JANUARI 1998
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 15 Januari 1998 Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ttd Sarwono Kusumaatmadja Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian, ttd Hambar Martono
1085
LAMPIRAN II : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI TANGGAL : 15 JANUARI 1998 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI, PENJELASAN TENTANG PERHITUNGAN BEBAN PENCEMARAN MEKSIMUM UNTUK MENENTUKAN MUTU LIMBAH CAIR Penerapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui penetapan beban pencemaran maksimum sebagaimana tercantum dalam lampiran I di dasarkan pada jumlah unsur pencemar yang terkandung dalam aliran limbah cair. Untuk itu digunakan perhitungan sebagai berikut : 1.
Beban Pencemaran Maksimum BPM
= (Cm)j x Dm x A x f . . . . . . . . . . . . . . . . (II.1.1)
Keterangan : BPM = Beban Pencemaran maksimum yang diperbolehkan, dinyatakan dalam kg parameter per hari. (Cm)j = Kadar maksimum parameter j seperti tercantum dalam lampiran I Keputusan ini, dinyatakan dalam mg/l. Dm = Debit Limbah cair maksimum seperti tercantum dalam lampiran I, dinyatakan dalam L limbah cair per detik per hectare. A = Luas lahan kawasan yang terpakai, dinyatakan dalam hektare (HA). f = faktor konversi = 1 kg 24 x 3600 detik = 0,086 … (II.1.2) x 1.000.000 mg hari 2.
Beban pencemaran sebenarnya dihitung dengan cara sebagai berikut : BPA = (CA)j x (DA) x f . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( II.2.1) Keterangan : BPA = Beban pencemaran sebenarnya, dinyatakan dalam kg parameter per hari (CA)j = Kadar sebenarnya parameter j, dinyatakan dalam mg/l. DA = Debit limbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam liter/detik F = faktor konversi = 0,086
3.
Evaluasi Penilaian beban pencemaran adalah : BPA tidak boleh melewati BPM
4.
Contoh penerapan Data yang diambil dari lapangan untuk penerapan Baku Mutu Limbah Cair Kawasan Industri adalah : - Luas areal kawasan industri yang terbangun (A) [hektare, HA]
1086
-
Kadar sebenarnya (CA) untuk setiap parameter [mg/l] Debit limbah hasil pengukuran (DA) [liter/detik]
Contoh perhitungan : Suatu kawasan industri mempunyai luas lahan kawasan terpakai 1.500 hektare. Parameter dari Lampiran I yang akan dijadikan contoh perhitungan adalah parameter (j) BOD. Dari Lampiran I diketahui : - Debit maksimum yang di perbolehkan (Dm)
= 1 l/det/Ha
Untuk parameter BOD diketahui : - Kadar maksimum (Cm) - Beban maksimum yang diperbolehkan
= 50 mg/liter = 4,3 kg/hari/HA
Data lapangan - Kadar BOD hasil pengukuran (CA) = 60 mg/liter - Debit hasi pengukuran (DA) = 1.000 l/det - Luas lahan Kawasan terpakai (A) = 1.500 HA Beban pencemaran maksimum parameter BOD yang diperbolehkan untuk kawasan industri tersebut (persamaan II.1.1) adalah : BPM = Cm x Dm x f x A = 50 x 1 x 0,086 x 1.500 = (4,3 kg/hari/HA) x 1.500 HA = 6.450 kg/hari Beban pencemaran sebenarnya untuk parameter BOD kawasan industri tersebut (persamaan II.2.1) adalah : BPA = CA x DA x f = 60 x 1.000 x 0,086 = 5.160 kg/hari Dari contoh diatas BPA (5.160 kg/hari) lebih kecil dari pada BPM (6.450 kg/hari), jadi untuk parameter BOD kawasan tersebut memenuhi Baku Mutu Limbah Cair. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 15 Januari 1998 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Sarwono Kusumaatmadja Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian ttd. Hambar Martono 1087
1088
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGKAJIAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH DARI INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 35 jo Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kajian pemanfaatan air limbah ke tanah merupakan persyaratan yang harus dilakukan dalam pengajuan permohonan izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah; b. bahwa salah satu pemanfaatan air limbah ke tanah adalah pemanfaatan air limbah dari industri minyak sawit pada perkebunan kelapa sawit; c. bahwa berdasarkan Pasal 36 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pedoman teknis pengkajian pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan hidup; d. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan lembaran Negara Nomor 3952);
1089
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemar Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 6. Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGKAJIAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH DARI INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. Pasal 1 (1) Setiap pemrakarsa yang akan memanfaatkan air limbah dari industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit wajib mengajukan permohonan pengkajian pemanfaatan kepada Bupati/ Walikota. (2) Permohonan pengkajian pemanfaatan air limbah dari industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit didasarkan pada salah satu hasil kajian berikut ini : a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); c. Studi Mengenai Evaluasi Dampak Lingkungan (SEMDAL) ; d. Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL). Pasal 2 Bupati/Walikota menyetujui usulan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit dengan syarat dan tata cara berpedoman pada Keputusan ini. Pasal 3 (1) Bupati/Walikota menetapkan persyaratan minimal untuk pelaksanaan pengkajian pemanfatan air limbah, yaitu : a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan dan tanaman; b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat; d. BOD tidak boleh melebihi 5000 mg/liter; e. nilai pH berkisar 6-9; f. dilakukan pada lahan selain lahan gambut; g. dilakukan pada lahan selain lahan dengan permeabilitas lebih besar 15 cm/jam; h. dilakukan pada lahan selain lahan dengan permeabilitas kurang dari 1,5 cm/jam; i. tidak boleh dilaksanakan pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 2 meter; j. areal pengkajian seluas 10 – 20 persen dari seluruh areal yang akan digunakan untuk pemanfaatan air limbah; k. pembuatan sumur pantau.
1090
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditambah dengan persyaratan lain sesuai kebutuhan masing-masing daerah yang bersangkutan. (3) Pedoman teknis pengkajian pemanfaatan air limbah minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit adalah sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini. Pasal 4 Bupati/Walikota menerbitkan surat persetujuan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak usulan pengkajian diterima. Pasal 5 Dalam surat persetujuan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit wajib dicantumkan ketentuan sekurang-kurangnya meliputi: a.
hasil pemantauan terhadap air limbah, air tanah, tanah, tanaman, ikan, hewan dan kesehatan masyarakat;
b.
metode dan frekuensi pemantauan;
c.
pelaporan hasil pemantauan yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur provinsi yang bersangkutan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup ;
d.
larangan mengenai : 1) adanya air larian (run off) yang masuk ke sungai; 2) pengenceran air limbah yang dimanfaatkan; 3) membuang air limbah pada tanah di luar lokasi yang ditetapkan dalan Keputusan ini; 4) membuang air limbah ke sungai bila air limbahnya melebihi ketentuan yang berlaku. Pasal 6
(1) Pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit dilakukan minimal selama 1 (satu) tahun. (2) Pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit hanya dilakukan 1 (satu) kali pada lokasi dan tempat yang sama. Pasal 7 Bupati/Walikota wajib melakukan pemantauan pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada perkebunan kelapa sawit. Pasal 8 Persetujuan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit akan dicabut apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap persyaratan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah evaluasi dilakukan. Pasal 9 Berdasarkan hasil kajian seperti dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) , pemrakarsa mengajukan permohonan izin pemanfaatan air limbah kepada Bupati/Walikota.
1091
Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 25 Maret 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA, MSM.
Salinan ini sesuai aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1092
Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 28 Tahun 2003 Tanggal : 25 Maret 2003
PEDOMAN TEKNIS PENGKAJIAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT A. PENDAHULUAN Pedoman teknis pengkajian pemanfaatan air limbah pada tanah ini dibuat agar terdapat kesesuaian pemahaman mengenai aspek-aspek yang harus ditinjau dalam menentukan kelayakan lingkungan dari suatu kegiatan pemanfaatan air limbah pada tanah. Pengkajian air limbah pada tanah perlu dilakukan karena adanya potensi akumulasi bahan pencemar dalam tanah serta kemampuan tanah dalam menetralisasi air limbah terbatas dan berbeda-beda tergantung pada karakteristik tanah seperti permeabilitas tanah, komposisi dan sifat kimia tanah. Selain itu, pengkajian dimaksudkan untuk mengetahui rona awal sebagai data dasar dalam penentuan ada tidaknya pencemaran dan dalam pengelolaan pemanfaatan selanjutnya. Melalui pengkajian ini pemrakarsa akan memperoleh pengalaman dalam mempersiapkan program pemantauan dan melaksanakannya. Pada kenyataannya dalam menentukan ada atau tidaknya pencemaran tanah diperlukan waktu yang relatif panjang karena tanah memiliki kemampuan penyanggaan yang tinggi untuk meredam pengaruh luar. Akan tetapi agar pengkajian pemanfaatan air limbah segera mendapat kepastian status hukum, maka ditetapkan waktu pengkajian selama minimal 1 (satu) tahun di mana dalam kurun waktu tersebut kecenderungan adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan dapat diketahui. Guna meminimalisasi terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan akibat pemanfaatan air limbah minyak sawit, maka di dalam pedoman ini dijelaskan hal-hal yang harus dilakukan baik oleh pemerintah, maupun pemrakarsa dalam pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah. B.
FUNGSI DAN TUJUAN Tujuan pedoman ini adalah sebagai acuan dalam melakukan pengkajian pemanfaatan air limbah dari industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit.
C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup kajian meliputi: 1. Mengidentifikasi rencana pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah. 2. Memperkirakan dan mengevaluasi pengaruh pemanfaatan air limbah industri minyak sawit terhadap tanah, air tanah, tanaman, ikan, hewan dan kesehatan masyarakat. D. TATA CARA PENGKAJIAN 1. Usulan kegiatan pengkajian pemanfaatan air limbah dan evaluasinya.
1093
Dalam melakukan Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah, pemrakarsa wajib terlebih dahulu memberitahukan rencana kegiatan Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah (Land Application) kepada Bupati/Walikota dengan menyampaikan surat pemberitahuan beserta usulan rencana pengkajian. Selanjutnya Bupati/Walikota menyampaikan usulan pengkajian kepada Instansi yang bertanggungjawab. 2. Usulan pengkajian meliputi : a. Lokasi dan Waktu Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah: a.1. Lokasi: a.1.1. Pemrakarsa harus menetapkan luas seluruh lokasi lahan yang akan digunakan untuk pemanfaatan air limbah. a.1.2. Pemrakarsa harus menetapkan luas lokasi yang akan digunakan untuk pengkajian dan kontrol dengan ketentuan sebagai berikut: a.1.2.1. Luas lahan pengkajian adalah 10-20 persen dari seluruh luas lahan yang diusulkan untuk pemanfaatan air limbah. a.1.2.2. Luas lahan kontrol adalah 1-5 persen dari luas lahan yang diusulkan untuk pemanfaatan air limbah. a.1.3. Lahan pengkajian dan lahan kontrol harus merupakan bagian dari lahan yang akan mengalami pemanfaatan air limbah pada tanah dan memiliki karakteristik, jenis dan usia tanam pohon yang sama. a.2. Waktu: Waktu pelaksanaan pengkajian ditentukan minimal selama 1 (satu) tahun. b. Metode: Metode pemanfaatan air limbah pada tanah yang saat ini banyak digunakan adalah metode irigasi dengan flatbed system, furrow system dan long bed system dengan sistem saluran tertutup atau tidak berhubungan dengan badan air (sungai, danau dan lain-lain) b.1. Flatbed system atau sistem parit datar adalah sistem irigasi yang ditampung dengan kolam-kolam datar bersambung untuk lahan dengan ketinggian relatif tidak sama atau terasiring (Gb.1). b.2. Furrow system (Gb. 2) atau sistem parit/saluran alir tertutup. Sistem furrow sendiri ada dua (2) macam, yaitu: zig-zag furrow dan straight furrow. Zig-zag furrow digunakan di area dimana kecuramannya relatif tinggi (lebih dari 30 derajat), hal ini dimaksudkan untuk memperlambat aliran dan mengurangi erosi di area yang lebih tinggi dan mengurangi genangan di area yang lebih rendah dimana dengan begitu diharapkan distribusi yang rata. Straight furrow digunakan di area yang kecuramannya lebih rendah (di bawah 30 derajat). b.3. Long Bed system (Gb. 3) atau sistem saluran panjang berbaris untuk lahan dengan ketinggian sama atau rata dan tanah dengan permeabilitas rendah (daya serap ke dalam tanah tidak bagus). c. Dosis, debit dan rotasi pemanfaatan: Mekanisme perhitungan dosis, debit, kebutuhan lokasi dan rotasi penyiraman atau pemanfaatan air limbah dapat menggunakan contoh perhitungan sebagai berikut: 1094
n
Luas Lokasi
= Debit air limbah (m3/tahun) Dosis air limbah (m3/ha/tahun)
n
Debit air limbah = Kapasitas olah Pabrik Kelapa Sawit x Rasio produksi air limbah terhadap Produksi TBS. Rasio ini berkisar antara 0,6 – 0,8 (m3 limbah/ton TBS diproduksi)
n
Dosis air limbah ≈ 10 cm rey (rain equivalent per year) Contoh perhitungan dosis : a. Kapasitas olah PKS : 250.000 ton Tandan Buah Segar/tahun b. Apabila dosis air limbah = 10 cm rey = 1000 m3 pertahun/ha c. Kebutuhan lokasi
n
= 250.000 ton TBS/tahun x 0,6 = 150 ha 1000 m3
Kekerapan Pemanfaatan Dengan dasar flatbed mengisi 1/6 luas lokasi a. Jumlah yang dimanfaatkan kedalam flatbed = 10 cm x 6 = 60 cm Oleh karena jumlah pada setiap pemanfaatan adalah 10 cm kekerapan pemanfaatan (rotasi pemanfaatan/penyiraman) = 60 cm/10 cm = 6 kali per tahun atau sekali/2 bulan
d. Pemantauan d.1. Dampak terhadap lingkungan Jenis, lokasi dan cara pengambilan sampel serta parameter minimal yang harus di amati adalah sebagai berikut: d.1.1. Jenis Sampel Jenis sampel yang diambil adalah sampel tanah, air tanah dan air limbah. d.1.2. Lokasi, cara pengambilan sampel dan parameter minimal yang harus diamati: d.1.2.1. Sampel Tanah Lokasi Syarat utama dalam pemilihan lokasi pengambilan sampel adalah lokasi tersebut harus mewakili lokasi pengkajian. Dalam penetapan sampel ini pemrakarsa wajib mengkoordinasikan dengan instansi yang bertanggung jawab di daerah. Pemilihan lokasi harus berdasarkan dugaan mengenai pergerakan kation-kation, baik secara vertikal maupun horizontal. Pergerakan kation secara vertikal berkaitan dengan pencucian kation-kation menuju air tanah yang dapat menimbulkan pencemaran air tanah, sedangkan pergerakan kation horizontal adalah pergerakan dari parit irigasi ke arah tanaman.
1095
Untuk maksud di atas maka lokasi pengambilan sampel ditetapkan pada 3 (tiga) lokasi yaitu di parit irigasi (rorak), antara parit dan tanaman (antar rorak), dan di lahan kontrol pada enam kedalaman sebagai berikut: (a). 0 - 20 cm (b). 20 - 40 cm (c). 40 - 60 cm (d). 60 - 80 cm (e). 80 - 100 cm (f). 100 - 120 cm
Cara pengambilan sampel Pengambilan sampel tanah di parit irigasi (rorak) dilakukan setelah kerak limbah yang menumpuk dipermukaannya dibuang atau disisihkan dari parit. Untuk meneliti sifat-sifat kimia fisika tanah diperlukan dua jenis sampel tanah yaitu sampel tanah terganggu dan sampel tanah utuh. (a). Sampel tanah terganggu adalah sampel tanah yang dapat diambil dengan menggunakan skop, spatula atau bor tanah mineral dan digunakan untuk mengukur parameter seperti pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), kadar nitrogen, C-organik, fosfat, dan unsur-unsur tertentu serta tekstur tanah (kandungan pasir, debu, dan liat atau lempung). Untuk sampel tanah yang terganggu diambil dengan menggunakan bor tanah mineral, sampel tanah diambil pada setiap 20 cm sedalam 120 cm atau 6 (enam) lapis. Berat sampel tanah terganggu yang diambil dengan menggunakan masingmasing ± 0.5 kg. Sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik rengkap 2 (dua). Dengan diberi label yang jelas sesuai lokasi dan kedalamannya. (b). Sampel tanah utuh adalah sampel tanah yang diambil dengan menggunakan ring sampler dan digunakan untuk mengukur bobot isi, porositas dan permeabilitas. Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan dengan ring sampler pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm, masing-masing 2 (dua) sampel. Satu sampel digunakan untuk mengukur porositas dan bobot isi, sedang sampel lainnya digunakan untuk mengukur permeabilitas. Parameter minimal yang harus diamati Pengamatan dilakukan dengan frekuensi satu tahun sekali untuk parameterparameter yang tercantum dalam Tabel 1.
1096
Tabel 1 : Parameter dan Metode Analisa Tanah No
Parameter
Metode
1. 2. 3. 4. 5. 6.
pH dalam air C-organik N Total P tersedia Kation dapat ditukar K, Na, Ca, Mg Kapasitas tukar kation
7. 8. 9. 10.
Kejenuhan Basa Logam-logam berat (Pb, Cu, Cd, Zn) Tekstur (pasir, debu, liat) Minyak lemak
pH-meter Walkley – Black Kjeldahl Bray I NH40Ac pH 7.0 Diukur dengan atomic absorption spectrophotometer (Ca+Mg+K+Na)/KTK * 100% Destruksi basah Pipet Soklet
d.1.2.2. Sampel Air Tanah Lokasi Sampel air tanah diambil dari sumur pantau yang harus dibuat di lahan kontrol, lahan pengkajian pemanfaatan air limbah pada tanah dan sumur penduduk terdekat yang lokasinya lebih rendah dan diperkirakan memiliki peluang tercemar air limbah. Pembuatan sumur pantau harus memperhatikan keamanan sumur terhadap kontaminasi air hujan dan atau kontaminan lain yang berasal dari luar. Pengambilan sampel Pengkajian pengambilan sampel air tanah di sumur pantau dan sumur penduduk mengacu pada metode pengambilan sampel air yang berlaku. Parameter minimal yang harus diamati Pengamatan dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali untuk parameterparameter sebagaimana tersebut dalam Tabel 2. Tabel 2. Parameter dan Metode Analisa Air tanah No.
Parameter
Metode
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
BOD5 DO pH NO3 sebagai N NH3-N Cd Cu Pb Zn ClSO42-
Winkler Winkler pH Meter Colorimetric Colorimetric AAS AAS AAS AAS Titrimetric Colorimetric
1097
d.1.2.3. Sampel Air Limbah Lokasi Sampel air limbah diambil di outlet terakhir menuju ke lahan pemanfaatan air limbah. Pengambilan Sampel Pengkajian pengambilan sampel air limbah di outlet yang menuju lahan kajian mengacu pada metode pengambilan sampel air yang berlaku. Parameter minimal yang harus diamati Parameter-parameter minimal yang diamati diuraikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Parameter, Metode Analisa Sampel Air Limbah, dan Frekuensi Pengamatan No.
Parameter
1.
Debit
2.
BOD5
3.
COD
4. 5.
Metode
Frekuensi Harian
Winkler
Bulanan
pH
pH-meter
Harian
Minyak dan Lemak
Soklet
Bulanan
6.
Pb
AAS
Bulanan
7.
Cu
AAS
Bulanan
8.
Cd
AAS
Bulanan
9.
Zn
AAS
Bulanan
d.1.3. Kebauan: Pengukuran tingkat kebauan dilakukan di lokasi kebun yang digunakan untuk pengkajian pemanfaatan air limbah pada tanah dan sekitarnya. Parameter kebauan mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. d.1.4. Dampak terhadap tanaman dan masyarakat disekitarnya. Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui dampak pemanfaatan air limbah pada tanah terhadap tanaman adalah pengamatan hasil panen pada tandan buah segar yang ada di lokasi kajian pemanfaatan air limbah dan di lahan kontrol. Sedangkan pengamatan dampak terhadap masyarakat adalah pengamatan yang dilakukan terhadap masyarakat terdekat dengan lokasi kajian pemanfaatan air limbah adalah pengamatan terhadap penyakit yang diderita. 3.
Pemrakarsa wajib menyampaikan laporan pengkajian pemanfaatan air limbah yang sedang dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Instansi yang bertanggung jawab dengan tembusan kepada Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri Negara Lingkungan Hidup.
1098
4.
E.
Evaluasi Laporan Hasil Pemantauan Pelaksanaan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit di Perkebunan Kelapa Sawit dilakukan Instansi yang bertanggungjawab yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota. Evaluasi dilakukan dengan melakukan pengecekan ada tidaknya indikasi pencemaran dan atau perusakan lingkungan yang meliputi: kondisi tanah, kondisi air tanah, kebauan, kondisi tanaman, serta kondisi air limbah yang sesuai dengan baku mutu sebagaimana ditetapkan dalam izin. Apabila dari hasil evaluasi tersebut tidak menunjukkan adanya indikasi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, maka pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah dapat dilanjutkan. Sedangkan bila hasil evaluasi menunjukkan adanya indikasi pencemaran maka pelaksanaan pemanfaatan air limbah harus dihentikan yang berarti persetujuan pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah dicabut dan pemrakarsa harus melakukan pemulihan kualitas lingkungannya.
PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN PENGKAJIAN Pengarahan yang wajib diberikan kepada pemrakarsa dalam menyusun Laporan Pelaksanaan Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit mengacu pada sistematika berikut: BAB I.
PENDAHULUAN Bab Pendahuluan ini mencakup: I.1. Latar Belakang Uraian secara singkat latar belakang dilaksanakannya pengkajian pemanfaatan air limbah ditinjau dari: a. Kaitan rencana usaha/kegiatan dengan dampak penting yang ditimbulkan terhadap lingkungan b. Peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air c. Landasan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dikaitkan dengan konsep Nir Emisi (Zero Emissions). I.2. Tujuan Pada bagian ini disebutkan tujuan dilaksanakannya pengkajian pemanfaatan air limbah dengan mengacu kepada beberapa aspek, antara lain: a. Aspek Hukum : sebagai prasyarat untuk mendapatkan izin pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah (Pasal 20 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 35 dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air); b. Aspek lingkungan: mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang terkena dampak terutama pada air tanah, air permukaan, gangguan kebauan, vektor penyebab penyakit, dll;
1099
c.
Aspek tanaman: evaluasi terhadap peningkatan produksi TBS (Tandan Buah Segar).
I.3. Manfaat Pemanfaatan Air Limbah Uraian secara singkat manfaat pemanfaatan air limbah ditinjau dari sudut pandang: a. Lingkungan (air, tanah, udara) dan kesehatan masyarakat; b. Industri yang melaksanakan ditinjau dari aspek produksi bersih, biaya pengolahan/operasional. BAB II. URAIAN KEGIATAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Pada bagian ini diuraikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan baik itu kegiatan kebun maupun kegiatan pabrik secara singkat. II.1. Kebun Pada bagian ini menjelaskan teknik budidaya yang diterapkan di kebun bersangkutan, meliputi: a.
Penanaman Secara singkat dijelaskan tahun tanam, susunan dan jarak tanam;
b.
Perawatan Tanaman Perawatan yang dilakukan meliputi penyulaman, penanaman tanaman sela, pemberantasan gulma, pemangkasan, pemupukan, replanting, kastrasi, penyerbukan buatan serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penjelasan tentang pemupukan diuraikan secara rinci, menyangkut jenis pupuk, dosis, waktu pemberian, cara pemberian dan pemanfaatan air limbah jika telah dilakukan;
c.
Panen Dijelaskan secara singkat kriteria matang panen yang diterapkan, cara panen, rotasi dan sistem panen.
II.2. Pabrik Pada bagian ini diuraikan secara singkat tentang pengolahan hasil serta pengolahan dan pemanfaatan limbah sebagai berikut: a.
Produksi Jelaskan berapa besar produksi (ton TBS/ha/tahun) yang dicapai dan kandungan rendemen (prosentase/tonTBS);
b.
Pengolahan Hasil Diuraikan secara singkat pengangkutan TBS ke pabrik, perebusan TBS, perontokan dan pelumatan buah, pemerasan atau ekstrasi minyak sawit, pemurnian dan penjernihan minyak sawit, pengeringan dan pemecahan biji, agar disajikan dalam flow diagram neraca bahan termasuk neraca air, bahan baku, bahan penolong dan sumber air yang digunakan;
c.
Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Jelaskan limbah apa saja yang terbentuk sebagai hasil samping dari kegiatan pengolahan hasil baik itu limbah padat, cair dan gas. Upaya-upaya pemanfaatan limbah yang telah dilaksanakan, serta sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah/ IPAL (Lampirkan Skema/Desainnya). Khusus untuk air limbah disebutkan volume
1100
dan kualitasnya (Parameter sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995). Peta Situasi Kebun agar disajikan pada peta dengan skala minimal 1:50.000. BAB III. RONA LINGKUNGAN Hal-hal yang harus dikemukakan dalam bagian ini adalah: a. Rona lingkungan hidup wilayah kegiatan dibatasi pada komponen-komponen lingkungan yang berkaitan dengan pengkajian pemanfaatan air limbah atau berpotensi terkena dampak; b. Komponen-komponen lingkungan hidup pada butir a. harus digambarkan secara jelas dan detail. Berikut ini adalah beberapa komponen lingkungan hidup yang minimal harus tergambar dalam Rona Lingkungan. Pemrakarsa dapat menelaah komponen lingkungan yang lain di luar komponen tersebut apabila dianggap penting dan terkait dengan pemanfaatan air limbah. Pada lokasi pemanfaatan air limbah di lahan perkebunan dan lokasi lahan kontrol disajikan pada peta skala minimal 1:50.000. III.1.Morfologi Lahan Bagian ini berisi gambaran menyeluruh tentang kelerengan (kemiringan lereng) dan bentuk. Kondisi morfologi ini akan sangat berpengaruh terhadap arah aliran air tanah dan air permukaan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi arah aliran air limbah yang dimanfaatkan di permukaan tanah. Kemiringan lereng diwujudkan dalam bentuk Peta Kemiringan Lereng (contoh terlampir) dan bentuk lahan diwujudkan dalam bentuk Peta Bentuk Lahan. Peta Kemiringan Lereng harus memuat informasi Kelas lereng sebagaimana diuraikan dalam Tabel 4. Tabel 4: Kelas Lereng Datar Landai Agak Miring Miring Agak Curam Curam Sangat Curam
0-3% 3-8% 8-16% 16-30% 30-45% 45-65% >65%
III.2.Kondisi Tanah Komponen tanah yang harus diketahui dan tertuang di dalam dokumen laporan secara umum dapat dikelompokkan ke dalam sifat-sifat fisik kimia dan sifat geofisik tanah.
1101
a.
b.
Sifat fisik tanah meliputi: a.1. Jenis tanah, misal: gambut, padsolik, latosol dan lain-lain a.2. Porositas tanah a.3.
Tekstur tanah tergambar dari prosentase debu, pasir dan liat, misal: pasir, lempung, lempung berpasir, dan lain-lain.
a.4.
Kedalaman Solum Tanah, kelas kedalaman solum tanah yang digunakan adalah sebagai berikut: (a). Sangat dangkal = 0-30 cm (b). Dangkal = 30-60 cm (c). Sedang = 60-90 cm (d). Dalam = 90-150 cm (e). Sangat dalam = > 150 cm
Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah menggambarkan tingkat kesuburan tanah. Pada bagian ini beberapa komponen penting yang harus tergambar adalah kandungan bahan organik, pH tanah, kandungan hara/logam (N, P, K, Ca, Mg dan lain-lain). Pembahasan tentang sifat-sifat kimia tanah perlu dibedakan sebagai berikut: b.1. Apabila topografi lokasi kebun relatif datar, disimpulkan dari komponen tanah pada sebagian besar lokasi kebun atau yang diambil secara acak dan representatif dari seluruh lokasi kebun; b.2. Apabila topografi kebun miring atau bergelombang, perlu dibedakan rona tanah pada lokasi yang mempunyai ketinggian relatif besar dengan rona tanah pada ketinggian yang relatif kecil
c.
Sifat Geofisik Tanah Pada bagian ini harus tergambar stabilitas tanah yaitu kerawanan terhadap bahaya lingkungan, seperti: longsor dan gempa.
III.3.Hidrologi Dua komponen hidrologi yang perlu diperhatikan adalah: a.
Air Permukaan (surface water) yang mencakup semua air pada tubuh air di permukaan, misalnya: sungai, anak-anak sungai dan alur sungai, danau, pond dan rawa. Data yang diperlukan adalah: a.1.
Peta air permukaan (surface water) dan data lain tentang air permukaan: a.1.1. Berisi informasi sungai, anak-anak sungai dan alur sungai; a.1.2. Buffer area (100 m dari tepi/bibir sungai utama atau 50 m dari tepi anak-anak sungai pada saat pasang tertinggi; a.1.3. Sifat aliran (mengalir sepanjang tahun, mengalir pada musim tertentu atau jika hanya ada hujan saja); a.1.4. Pola aliran (dendritik, anguler, trelis, dan lain-lain);
1102
a.1.5. Lokasi pemantauan kualitas air; a.1.6. Debit rata-rata sungai (harian/bulanan/tahunan/musim). a.2.
Peta Topografi: a.2.1. Berisi informasi elevasi (kontur ketinggian) dan kemiringan lereng; a.2.2. Data Penyediaan dan Pemanfaatan air: (a). Sumbernya; (b). Minum; (c). Mandi Cuci; (d). Industri; (e). Pertanian/Perkebunan; (f). Lain-lain; a.2.3. Data Kualitas Air Sungai Parameter kualitas air sungai mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
b.
Air Tanah (groundwater) yaitu air yang tersimpan dan atau mengalir di dalam tanah di bawah water table (muka air tanah = setara dengan permukaan air sumur) Data yang perlu dituangkan dalam laporan adalah: b.1.1. Peta Topografi Yang memuat informasi kontur ketinggian dan kemiringan lereng; b.1.2. Peta Geologi Diperlukan untuk mengetahui tipe aquifer; b.1.3. Data kecepatan infiltrasi dan kapasitas infiltrasi Yang diambil di beberapa lokasi sesuai dengan perbedaan morfologi (lereng/bentuk lahan); b.1.4. Peta air tanah Yang memuat informasi kedalaman air tanah (dengan variasi musim) dan arah aliran tanah dan tipe aquifer; b.1.5. Lokasi dan jumlah sumur pantau Ditentukan berdasarkan: (a). Arah aliran air tanah; (b). Morfologi; (c). Jarak dari lokasi pemanfaatan air limbah; (d). Kedalaman air tanah; (e). Kecepatan infiltrasi (yang ini perlu dibuat formulanya dan alasanalasannya); b.1.6. Kualitas air tanah Yang diambil pada sumur pantau;
1103
b.1.7. Pola pemanfaatan air tanah Yang memuat informasi: (a). Untuk air minum, mandi, cuci; (b). Industri; (c). Pertanian; (d). Dan lain-lain; III.4.Iklim Data tentang iklim di lokasi kebun diperlukan untuk mengetahui pengaruh iklim terhadap kelayakan pemanfaatan air limbah dan dampak pemanfaatan air limbah terhadap lingkungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan iklim adalah: a. Komponen iklim yang perlu ditelaah antara lain curah hujan, jumlah hari hujan, arah dan kecepatan angin serta iklim. b. Penelaahaan yang dilakukan untuk setiap komponen iklim adalah rata-rata bulanan dan tahunan minimal selama lima tahun terakhir. Untuk arah dan kecepatan angin yang perlu ditelaah hanya pada ketinggian yang umum untuk kawasan pemukiman. c. Perubahan-perubahan pola iklim juga perlu ditelaah, terutama yang menimbulkan pengaruh yang sangat nyata, misalnya menyebabkan terjadinya banjir atau tanah longsor. d. Data komponen-komponen iklim diambil dari stasiun klimatologi atau Badan Meteorologi dan Geofisika sistem pengamatan terdekat. BAB IV. PENGKAJIAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH IV.1. Luas Lahan Pada bagian ini dijelaskan luas lahan yang akan dimanfaatkan, luas lahan pengkajian serta luas lahan yang menjadi kontrol. IV.2. Metode Pemanfaatan Pada bagian ini dijelaskan metode pemanfaatan yang digunakan (misal: sistem flat bad, long bad, furrow dll), serta spesifikasi dari metode yang digunakan (misal: spesifikasi parit yang meliputi tinggi, lebar, panjang, jarak antar parit, jumlah parit, ukuran dan jenis pipa apabila menggunakan pipa dan lain-lain). IV.3. Dosis, Debit Dan Rotasi Pada bagian ini diuraikan berapa dosis yang dimanfaatkan tiap hektarnya (ton/ha/ tahun), debit limbah cair yang dimanfaatkan (m3/dtk) serta rotasi pemberian air limbah dalam setahun (misal: 4 kali dalam setahun). IV.4. Jenis, Lokasi dan Pengkajian Pengambilan Sampel Pada bagian ini dijelaskan jenis, lokasi dan pelaksanaan pengambilan sampel pada saat pengkajian.
1104
IV.5. Pengamatan Terhadap Dampak Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Pada Tanah a.
Air Limbah yang dimanfaatkan Bagian ini memuat informasi tentang kualitas air limbah yang dimanfaatkan dalam pengkajian, dilengkapi dengan data-data analisa sampel air limbah, mengacu pada persyaratan yang ditetapkan dalam persetujuan pengkajian dalam keputusan ini. Air limbah yang dimanfaatkan ke lahan harus memiliki nilai BOD5 lebih kecil dari 5.000 mg/l dengan nilai pH 6-9.
b.
Dampak terhadap tanah Pada bagian ini dijelaskan tentang ada atau tidaknya pencemaran tanah akibat pelaksanaan pengkajian yang diketahui dari hasil evaluasi pelaksanaan pengamatan terhadap parameter-parameter sebagaimana tersebut pada Tabel 5.
c.
Dampak terhadap air tanah Pada bagian ini diuraikan seberapa jauh dampak pemanfaatan air limbah terhadap air tanah yang dilengkapi dengan data hasil analisa sampel air tanah untuk parameter-parameter pengamatan sebagaimana tersebut dalam Tabel 6. Untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran validasi dilakukan dengan mengacu pada Lampiran II Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/ 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
d.
Dampak terhadap kebauan Dalam bagian ini diuraikan dampak pemanfaatan air limbah terhadap kebauan yang pengujiannya mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996. Pengukuran tingkat kebauan dilakukan pada lokasi kebun yang dipemanfaatan (dengan jumlah pengukuran sesuai dengan luasan lokasi), pada titik 50 meter dan 150 meter ke arah angin dominan serta pada lokasi pemukiman karyawan dan atau penduduk (disajikan pada peta Lokasi Sampling).
e.
Dampak terhadap tanaman Bagian ini menguraikan hasil pengamatan dampak pemanfaatan air limbah pada tanah terhadap tanaman pokok.
f.
Dampak terhadap ikan Apabila disekitar lokasi pemanfaatan terdapat kegiatan budidaya perikanan, dalam bagian ini diuraikan mengenai air limbah yang merembes ke air sungai/ kolam/ air permukaan lain yang pada gilirannya dapat memberikan dampak terhadap ikan.
g.
Dampak terhadap masyarakat sekitar Bagian ini menguraikan dampak pemanfaatan air limbah bagi kesehatan masyarakat. Pengamatan dilakukan terhadap masyarakat terdekat dengan lokasi pemanfaatan air limbah terhadap vektor penyebab penyakit.
1105
BAB V.
KESIMPULAN Bagian ini harus memuat kesimpulan teknis hasil pengkajian tersebut. DAFTAR PUSTAKA Pada bagian ini diutarakan pustaka atau referensi yang digunakan untuk keperluan penyusunan laporan pengkajian pemanfaatan air limbah pada tanah. LAMPIRAN-LAMPIRAN Pada bagian ini dilampirkan data pendukung seperti Peta Lokasi, Peta Bentuk Lahan, dan data-data pendukung lainnya yang dianggap perlu.
F.
PEMANTAUAN/PENGAWASAN DAN EVALUASI HASIL PEMANTAUAN PELAKSANAAN PENGKAJIAN Pengamatan dan pengawasan dalam pengkajian ini dilakukan oleh Instansi yang bertanggung jawab yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota setelah pemrakarsa mendapatkan persetujuan pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah. Pengamatan dan pengawasan dilaksanakan terhadap kondisi tanah, air tanah, air limbah, dan lain-lain secara berkala dan ditekankan pada dampak terhadap lingkungan serta dampak terhadap tanaman dan masyarakat disekitarnya seperti yang tertulis dalam butir-butir dalam mekanisme pengkajian. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim,MPA.,MSM.
Salinan ini sesuai aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo,MPA.
1106
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan lembaran Negara Nomor 4161); 6. Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden RI Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
1107
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. Pasal 1 Bupati/Walikota menetapkan syarat dan tata cara perizinan pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit di kabupaten/kota dengan berpedoman pada Keputusan ini. Pasal 2 (1) Pengajuan permohonan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit diajukan berdasarkan hasil kajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit. (2) Pedoman pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Pasal 3 (1) Persyaratan minimal yang wajib dipenuhi dalam hal pengajuan izin pemanfaatan air limbah industri sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit, yaitu: a. BOD tidak boleh melebihi 5000 mg/liter; b. nilai pH berkisar 6-9; c. dilakukan pada lahan selain lahan gambut; d. dilakukan pada lahan selain lahan dengan permeabilitas lebih besar 15 cm/jam; e. dilakukan pada lahan selain lahan dengan permeabilitas kurang dari 1,5 cm/jam; f. tidak boleh dilaksanakan pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 2 meter; dan g. pembuatan sumur pantau. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditambah dengan persyaratan lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah yang bersangkutan. (3) Pedoman tentang syarat dan tata cara perizinan pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit adalah sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini. Pasal 4 Bupati/Walikota menerbitkan surat keputusan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan ijin diajukan oleh pemrakarsa. Pasal 5 Surat Keputusan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit wajib mencantumkan ketentuan sekurang-kurangnya meliputi:
1108
a.
hasil pemantauan terhadap air limbah, air tanah, tanah, tanaman, ikan, hewan dan kesehatan masyarakat;
b.
metode dan frekuensi pemantauan;
c.
pelaporan hasil pemantauan, dilakukan oleh pemrakarsa kepada Bupati/Walikota sekurangkurangnya dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan tembusan disampaikan kepada Gubernur provinsi yang bersangkutan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup ;
d.
larangan mengenai : 1) adanya air larian (run off) yang masuk ke sungai; 2) pengenceran air limbah yang dimanfaatkan; 3) membuang air limbah pada tanah di luar lokasi yang ditetapkan dalam Keputusan in; 4) membuang air limbah ke sungai bila air limbahnya melebihi ketentuan yang berlaku. Pasal 6
Bupati/Walikota wajib melakukan pemantauan atas pelaksanaan pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit. Pasal 7 Izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit akan dicabut apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap persyaratan perizinan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah evaluasi dilakukan. Pasal 8 (1) Bagi pemrakarsa yang telah mendapatkan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah perkebunan di perkebunan kelapa sawit, pada saat Keputusan ini ditetapkan izin tersebut dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini. (2) Apabila persyaratan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan dengan Keputusan ini, maka wajib disesuaikan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Keputusan ini ditetapkan. Pasal 9 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 25 Maret 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA, MSM. Salinan ini sesuai aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo,MPA. 1109
Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 29 Tahun 2003 Tanggal : 25 Maret 2003
PEDOMAN SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT I.
PENDAHULUAN Air limbah yang dihasilkan dari industri kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pemupukan pada tanah perkebunan karena air limbah tersebut pada kondisi tertentu masih mengandung unsurunsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pemupukan dengan air limbah ini pada umumnya dilakukan dengan mengalirkan air limbah yang berasal dari kolam penanganan limbah ke parit-parit yang ada di perkebunan. Akan tetapi di sisi lain, pemanfaatan air limbah pada tanah juga secara potensial menimbulkan pencemaran lingkungan atau bahkan akan menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit di kawasan pemanfaatan air limbah itu sendiri. Dengan melihat kondisi tersebut di atas dan untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan yang terjadi maka pemanfaatan air limbah pada tanah dapat dilakukan setelah pemrakarsa melakukan pengkajian dan mendapat izin dari Bupati/Walikota. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 35 dan 36 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Guna mempermudah pelaksanaan pemberian izin pemanfaatan air limbah pada tanah oleh Bupati/ Walikota maka perlu disusun Pedoman Perizinan Pelaksanaan Pemanfaatan Air Limbah Pada Tanah.
II. PROSEDUR PERMOHONAN IZIN Prosedur pemberian izin pelaksanaan pemanfaatan air limbah adalah sebagai berikut: 1. Pemrakarsa menyampaikan permohonan Izin kepada Bupati/Walikota untuk melaksanakan pemanfaatan air limbah pada tanah. Pengajuan Permohonan Izin Pelaksanaan pemanfaatan air limbah dilakukan setelah pemrakarsa selesai melakukan pengkajian aplikasi air limbah pada tanah dan melampirkan dokumen-dokumen berikut: a) Laporan hasil pengkajian pemanfaatan air limbah (land application); b) Dokumen AMDAL/SEMDAL/DPL/UKL/UPL yang telah mencantumkan rencana pelaksanaan pemanfaatan air limbah; c) Izin Usaha (SIUP); d) Akte Pendirian; e) Izin Lokasi Perkebunan (HGU); f) IMB Pabrik/Industri; g) Persetujuan karyawan pabrik dan masyarakat yang berada pada radius 500 meter dari lokasi pemanfaatan. 2. Bupati/Walikota memberikan penugasan kepada Instansi yang bertanggungjawab dan mempunyai kewenangan dalam menangani pengendalian dampak lingkungan di kabupaten
1110
/kota (Bapedalda/ Dinas Lingkungan Hidup/Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten / Kota atau instansi lain yang ditunjuk) untuk melakukan evaluasi terhadap permohonan izin tersebut. Penugasan ini diberikan segera oleh Bupati/Walikota setelah menerima permohonan izin dari pemrakarsa. 3. Instansi yang bertanggungjawab melakukan evaluasi terhadap usulan rencana kegiatan pemanfaatan air limbah pada tanah yang meliputi: a. Pengecekan kelengkapan dokumen yang dilakukan segera setelah mendapat penugasan dari Bupati/Walikota. 1). Jika dokumen yang diajukan oleh pemrakarsa sudah lengkap (seperti yang telah disebutkan di atas), pemrakarsa akan diminta untuk mengadakan presentasi mengenai pengkajian pemanfaatan air limbah; 2). Jika dokumen yang diajukan kurang lengkap, pemrakarsa akan diberi waktu untuk melengkapi kekurangan dokumen. Setelah dievaluasi dan dinyatakan lengkap, pemrakarsa akan diminta untuk mengadakan presentasi mengenai pengkajian pemanfaatan air limbah. b. Verifikasi teknis yang dimaksudkan adalah untuk mengetahui kelayakan teknis dari permohonan izin tersebut. Kegiatan verifikasi teknis meliputi: 1). Permintaan presentasi kepada pemrakarsa di dekat lokasi kajian pemanfaatan air limbah yang dilaksanakan setelah kelengkapan dokumen terpenuhi, dihadiri oleh Instansi yang bertanggungjawab yang ditunjuk Bupati/ Walikota dan Instansi Teknis terkait. Evaluasi presentasi meliputi kesesuaian muatan presentasi dengan materi yang ditulis dalam laporan dan atau ketentuan yang tertuang dalam persetujuan pelaksanaan pengkajian pemanfaatan air limbah. Hasil evaluasi ini akan dicantumkan dalam rekomendasi; 2). Evaluasi terhadap laporan secara tertulis dan dari presentasi pemrakarsa. Evaluasi terhadap Laporan Hasil Pengkajian Pelaksanaan Pemanfaatan Air Limbah meliputi: 2.1. Evaluasi terhadap muatan teknis Laporan Hasil Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah termasuk ketepatan teknik analisis dan teknik evaluasi data; 2.2. Evaluasi terhadap kesesuaian muatan Laporan Hasil Pengkajian Air Limbah dengan persyaratan dalam persetujuan pengkajian yang meliputi media yang harus dipantau, parameter yang harus dipantau, metode analisis, dll. 3). Kunjungan Lapangan dan Pengambilan Sampel Kunjungan lapangan ini dimaksudkan untuk mengecek kondisi lapangan dan kesesuaiannya dengan hal-hal yang tertuang dalam Laporan Hasil Pengkajian Pelaksanaan Pemanfaatan Air Limbah termasuk titik pemantauan, kondisi titik pemantauan, dan sampel yang diambil. Kegiatan pengambilan sampel dilakukan untuk mengetahui apakah ada indikasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan aplikasi serta validasi terhadap data yang dicantumkan dalam laporan. Evaluasi terhadap hasil pelaksanaan kunjungan lapangan dan pengambilan sampel dilakukan segera setelah itu.
1111
4). Penyusunan rekomendasi kepada Bupati/Walikota Rekomendasi ini disusun oleh Instansi yang sebagai hasil evaluasi terhadap permohonan izin dan merupakan laporan terhadap pelaksanaan penugasan yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Rekomendasi Instansi yang bertanggungjawab ini digunakan sebagai bahan masukan dalam: 4.1.
Penerbitan izin, apabila hasil evaluasi terhadap Permohonan Izin menunjukkan layak administrasi (kelengkapan dokumen dan prosedur perizinan diikuti) dan tidak menunjukkan adanya indikasi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan dalam pelaksanaan pemanfaatan air limbah; atau
4.2.
Penolakan izin, apabila hasil evaluasi terhadap Permohonan Izin menunjukkan tidak layak administrasi dan atau ada indikasi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Total waktu yang diperlukan untuk kegiatan verifikasi teknis adalah 21 (dua puluh satu) hari kerja tergantung kelengkapan dokumen permohonan izin yang disampaikan oleh pemrakarsa.
c. Penerbitan atau Penolakan Izin sesuai dengan kelayakan teknis dari permohonan tersebut.
izin
1). Izin diterbitkan oleh Bupati/Walikota segera setelah ada rekomendasi dari Instansi yang bertanggung jawab. Pemrosesan Permohonan Izin Pemanfaatan Air Limbah ini memerlukan total waktu kurang lebih 90 (sembilan puluh) hari kerja sampai diterbitkannya izin pelaksanaan ataupun penolakan izin. Izin diterbitkan dengan mencantumkan masa berlaku dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemrakarsa dalam pelaksanaan pemanfaatan air limbah pada tanah, seperti: baku mutu air limbah yang dimanfaatkan, kewajiban melakukan pemantauan, pelaporkan hasil pemantauannya kepada Instansi yang bertanggungjawab, dll. 2). Penolakan izin pemanfaatan air limbah pada tanah disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada pemrakarsa segera setelah Bupati/Walikota menerima laporan rekomendasi penolakan dari instansi yang bertanggung jawab.
1112
Adapun secara sitematis Prosedur Perizinan Land Appication (LA) ditampilkan sebagai diagram berikut:
1113
III. FORMULIR PERMOHONAN IZIN Formulir permohonan izin yang harus diisi oleh pemrakarsa dan dapat mengacu pada format yang disajikan dalam tabel berikut: 1. Identitas Perusahaan 1. Nama Perusahaan
: ………………………………………….
2. Alamat a. Jalan/Desa b. Kecamatan c. Kabupaten/Kota d. Pemerintah Propinsi e. Telepon f. Faximile
: …………………………………………. : …………………………………………. : …………………………………………. : …………………………………………. : …………………………………………. : …………………………………………. : ………………………………………….
3. Tahun Mulai Beroperasi
: ………………………………………….
4. Perizinan Yang Sudah Diperoleh a. Izin Usaha Tetap b. Dokumen Amdal c. Akte Pendirian d. Izin Lokasi e. Izin Mendirikan Bangunan
: …………………………………………. : …………………………………………. : …………………………………………. : …………………………………………. : ………………………………………….
5. General Manager
: ………………………………………….
6. Kontak Person : …………………………………………. a. Nama : …………………………………………. b. Jabatan : …………………………………………. c. Telepon : …………………………………………. 7. Apabila Alamat Pabrik berbeda dengan Alamat Kantor Pusat a. Alamat Kantor Pusat : …………………………………………. b. Telepon : …………………………………………. c. Faximile : …………………………………………. 2.
3.
Industri 1. Jenis Industri 2. Kapasitas Produksi 3. Penggunaan Air 4. Air Limbah Dihasilkan
: …………………………………………. : …………………………………………. : ……………………….…………m3/hari : ……………………….…………m3/hari
Pengolahan Air Limbah (Lampiran Layout IPAL) 1. Jenis Pengolahan Limbah 2. Kapasitas Pengolahan Limbah 3. Lampiran Hasil Analisis Limbah Yang Dihasilkan
1114
: …………………………………………. : ………………………………………….
4. Karakteristik lahan 1. Jenis Tanah : …………………………………………. 2. Topografi/kontur wilayah (lampirkan peta lokasi lahan aplikasi) 3. Sifat Fisika - Kimia Tanah (lampirkan data analisis yang meliputi : pH, Kadar C Organik, KTK, Tekstur, Porositas dan Logam Berat) 4. Curah Hujan (lampirkan Data Hujan Bulanan Dari Stasiun Terdekat, 5 Tahun Terakhir) 5. Aplikasi Air Limbah (Lampirkan Peta) 1. Luas Lahan Perkebunan 2. Luas Lahan Aplikasi Air Limbah 3. Luas Lahan Kontrol 4. Tahun Mulai Aplikasi Air Limbah 5. Air Limbah Yang Diaplikasikan 6. Rotasi Pengaliran Air Limbah 7. Dosis Pemakaian Air Limbah 8. Persen Peningkatan Hasil
: ……………………………………… ha : ……………………………………… ha : ……………………………………… ha : …………………………………………. : ………………………………… m3/hari : ……………………………………. hari : …………………………………………. : ……… % (lampirkan data pendukung diisi bila perkebunan telah melakukan pemanfaatan air limbah).
6. Tata Ruang 1. Lokasi pabrik, pembuangan air limbah dan penduduk (lampirkan peta) 2. Jumlah penduduk di lokasi terdekat : …………………………………………. 3. Jumlah Sumur Penduduk : …………………………………………. 4. Jarak Pemukiman terdekat lokasi : …………………………………………. 5. Kedalaman air tanah/muka air dilokasi : …………………………………………. 6. Kecenderungan arah angin : …………………………………………. 7. Sungai (badan air terdekat) : …………………………………………. 8. Jarak sungai ke lokasi : …………………………………………. 9. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai dan Sumur Terdekat
1115
IV. SURAT KEPUTUSAN IZIN PELAKSANAAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH PADA TANAH Keputusan izin pelaksanaan pemanfaatan air limbah dapat mengacu pada format berikut: a. Format Surat Keputusan penetapan izin:
KEPUTUSAN ………………………. NOMOR : KEP/ ……../ / TENTANG IZIN PEMANFAATAN AIR LIMBAH PADA TANAH KEPADA PERKEBUNAN ……………………..
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Menimbang
: a. bahwa sebelum pemberian izin pembuangan air limbah pada tanah, harus dilakukan melalui pengkajian dampak air limbah terhadap kualitas tanah dan air tanah; b. Bahwa berdasarkan penilaian terhadap hasil pengkajian tentang pembuangan air limbah pada tanah yang dilakukan oleh ………… dianggap telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang diperlukan dalam pemberian izin aplikasi air limbah pada tanah; c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu ditetapkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang pemberian izin aplikasi air limbah pada tanah kepada …………………….
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 3. …………………….
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERTAMA
: Memberikan izin aplikasi air limbah pada tanah kepada Nama Perusahaan : Alamat : Nama Unit Usaha/Pabrik : Alamat Pabrik : Jenis Industri :
1116
Status Modal Perusahaan Izin Usaha Industri
: :
1. 2.
Nomor akte Pendirian Perusahaan : Penanggung Jawab Perusahaan :
KEDUA
:
Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA wajib mentaati segala persyaratan dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA
:
Keputusan pemberian izin aplikasi air limbah pada tanah ini berlaku ……… terhitung sejak Keputusan ini di tetapkan
KEEMPAT
:
Izin aplikasi air limbah sebagaimana dimaksudkan dalam Diktum KETIGA dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum masa berakhirnya izin tersebut kepada ……..….dengan tembusan kepada ………….. dan melampirkan data hasil pengkajian kualitas dan kuantitas air limbah, kualitas tanah dan air tanah.
KELIMA
:
Pemohon harus memenuhi kewajiban yang tertuang dalam Lampiran Keputusan ini
KEENAM
:
Apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KETUJUH
:
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
:
pada Tanggal
:
Ttd…………………………………. Salinan Keputusan ini disampaikan Kepada: 1.
Menteri Negara Lingkungan Hidup;
2.
Menteri Pertanian;
3.
Menteri Perkebunan dan Kehutanan;
4.
Kepala Pemerintah Propinsi Setempat.
1117
b.
Format Lampiran Keputusan: Lampiran : Keputusan ……. Nomor : …………………… Tanggal : ……………………
Kewajiban dan larangan bagi pemrakarsa I.
Kewajiban: 1.
Batas kualitas air limbah yang keluar dari Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sebagai berikut:
2.
Seluruh air limbah yang dihasilkan dengan kualitas sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus dapat dimanfaatkan untuk mengairi tanah perkebunan …………, afdeling …………………..., blok …………………….., seluas …………….hektar di Kecamatan ……….., Kabupaten …………, Propinsi ……..
3.
Melakukan pemantauan air limbah yang keluar dari kolam ………………… (kolam/penampungan air limbah terakhir sebelum air limbah tersebut dibuang ke lahan), dengan parameter, frekuensi pemantauan dan metode analisis sebagai berikut:
4.
Parameter
Frekuensi
Debit
Harian
Metode
BOD
Bulanan
COD
Bulanan
pH
Harian
pH meter
Minyak/Lemak
Bulanan
Soklet
Pb
Bulanan
AAS
Cu
Bulanan
AAS
Cd
Bulanan
AAS
Zn
Bulanan
AAS
Winkler
Air Tanah: Melakukan pemantauan terhadap air tanah pada sumur pantau di lahan aplikasi blok ………, lahan blok ……………….., dengan parameter, frekuensi dan metode analisis sebagai berikut: Frekuensi
Metode
BOD
Parameter
6 bulan sekali
Winkler
DO
6 bulan sekali
pH
6 bulan sekali
pHmeter
NO3 sebagai N
6 bulan sekali
Colorimetrik
NH3-N
6 bulan sekali
Colorimetrik
Cd
6 bulan sekali
AAS
Cu
6 bulan sekali
AAS
Pb
6 bulan sekali
AAS
Zn
6 bulan sekali
AAS
Cl
6 bulan sekali
Titrimetrik
SO4-2
6 bulan sekali
Colorimetrik
1118
5.
Tanah: Melakukan pemeriksaan kualitas tanah pada lahan aplikasi (rorak), lahan aplikasi (antar rorak), dan lahan kontral masing-masing pada kedalaman 0 – 20, 20 – 40, 60 – 80, 80 – 100, 100 – 120 centimeter (6 lapisan) dengan parameter, frekuensi dan metode analisis sebagai berikut:
6.
II.
Parameter
Frekuensi
Metode
pH dalam air
1 tahun sekali
pH Meter
C-organik
1 tahun sekali
Welklye-Back
N total
1 tahun sekali
Kjeldhal
P-tersedia
1 tahun sekali
Bray I
Kation dapat ditukar Ka, Na, Ca, Mg
1 tahun sekali
NH4OAc pH:7
Kapasitas Tukar Kation
1 tahun sekali
Diukur dengan atomic absorbsion spectrophotometer
Kejenuhan Basa
1 tahun sekali
(Ca+Mg+K+Na)/KTK*100%
Logam-logam berat (Pb, Cu, Zn, Cd)
1 tahun sekali
Distribusi Basah
Tekstur (Pasir, debu, liat)
1 tahun sekali
Pipet
Minyak/Lemak
1 tahun sekali
Soklet
Menyampaikan laporan kepada Bupati/Walikota, Kepala Pemerintah Propinsi, Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang: a.
Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 3 setiap 1 (satu) bulan sekali.
b.
Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 4 (empat) setiap 6 (enam) bulan sekali.
c.
Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 5 (angka) setiap 1 (satu) tahun sekali.
Larangan: 1.
Dalam pelaksanaan pemanfaatan air limbah di perkebunan kelapa sawit, adanya air larian (run off) ke sungai atau lingkungan lainnya dilarang.
2.
Pemrakarsa dilarang melakukan pengenceran air limbah yang akan dimanfaatkan.
3.
Pemrakarsa dilarang membuang air limbah pada tanah di luar wilayah yang telah ditetapkan dalam keputusan ini.
4.
Pemrakarsa dilarang membuang limbah ke sungai bila kualitas air limbah melebihi baku mutu air limbah yang berlaku. Menteri Negara Lingkungan Hidup,
1119
V.
PEMANTAUAN A.
Mekanisme Pemantauan Bupati/Walikota meminta kepada penanggungjawab usaha dan atau kegiatan untuk melakukan kegiatan pemantauan segera oleh pemrakarsa atau penanggung jawab usaha setelah memperoleh Surat Keputusan Izin Pelaksanaan Pemanfaatan Air Limbah. Hasil pemantauan tersebut wajib disampaikan kepada Bupati/Walikota, Gubernur dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Adapun pemantauan minimal yang wajib diminta oleh Bupati/Walikota kepada pemrakarsa adalah: 1.
Air Limbah a.
Lokasi pengambilan sampel Sampel air limbah diambil di outlet terakhir menuju ke lahan pemanfaatan air limbah (titik terakhir sebelum dimanfaatkan ke lahan)
b.
Frekuensi, metode dan parameter Frekuensi, metode dan parameter minimal yang harus diukur untuk sampel air limbah disajikan pada table berikut: No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
2.
Parameter Debit BOD COD pH Minyak/Lemak Pb Cu Cd Zn
Frekuensi Harian Bulanan Bulanan Bulanan Harian Bulanan Bulanan Bulanan Bulanan
Metode Winkler pHmeter Soklet AAS AAS AAS AAS
Air Tanah a.
Lokasi pengambilan air tanah Sampel air tanah diambil dari sumur pantau yang harus dibuat di lahan kontrol, lahan yang diaplikasi dengan air limbah pada tanah dan sumur penduduk terdekat yang lokasinya lebih rendah dan diperkirakan memiliki peluang tercemar air limbah.
b.
Frekuensi, metode dan parameter Frekuensi, metode dan parameter minimal yang harus diukur untuk sampel air tanah disajikan pada table berikut: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Parameter BOD DO pH NO3 sebagai N NH3-N Cd Cu Pb Zn Cl SO4-2
Frekuensi 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali
1120
Metode Winkler pHmeter Colorimetrik Colorimetrik AAS AAS AAS AAS Titrimetrik Colorimetrik
3.
Tanah a.
Lokasi Tanah yang akan dianalisa adalah tanah di lahan sekitar lokasi pemanfaatan air limbah, rorak (saluran/parit yang digenangi air limbah), dan antar rorak (antara parit dan tanaman) pada enam kedalaman, yaitu: 0-20cm; 20-40cm; 40-60cm; 6080cm; 80-100cm dan 100-120cm. Pengambilan sampel tanah di parit dilakukan setelah kerak limbah yang menumpuk dipermukaannya dibuang atau disisihkan dari parit
b.
Frekuensi, metode dan parameter Frekuensi, metode dan parameter minimal yang harus diukur untuk sampel tanah disajikan pada tabel berikut:
c.
No
Parameter
Frekuensi
Metode
1.
PH dalam air
1 tahun sekali
pHmeter
2.
C-organik
1 tahun sekali
Welklye-Back
3.
N total
1 tahun sekali
Kjeldhal
4.
P-tersedia
1 tahun sekali
Bray I
5.
Kation dapat ditukar Ka, Na, Ca, Mg
1 tahun sekali
NH4Oac pH:7
6.
Kapasitas Tukar Kation
1 tahun sekali
Diukur dengan atomic absorbsion spectrophotometer
7.
Kejenuhan Basa
1 tahun sekali
(Ca+Mg+K+Na)/KTK x 100%
8.
Logam-logam berat (Pb, Cu, Zn, Cd)
1 tahun sekali
Distribusi Basah
9.
Tekstur (Pasir, debu, liat)
1 tahun sekali
Pipet
10.
Minyak/Lemak
1 tahun sekali
Soklet
Pengambilan Sampel: Untuk meneliti sifat-sifat kimia fisika tanah diperlukan dua jenis sampel tanah yaitu sampel tanah terganggu dan sampel tanah utuh. -
Sampel tanah terganggu adalah sampel tanah yang dapat diambil dengan menggunakan skop, spatula atau bor tanah mineral dan digunakan untuk mengukur parameter seperti pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), kadar nitrogen, C-organik, fosfat, dan unsur-unsur tertentu serta tekstur tanah (kandungan pasir, debu, dan liat atau lempung). Untuk sampel tanah yang terganggu diambil dengan menggunakan bor tanah mineral, sampel tanah diambil pada setiap 20 cm sedalam 120 cm atau 6 (enam) lapis. Berat sampel tanah terganggu yang diambil dengan menggunakan masing-masing ± 0.5 kg. Sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik rengkap 2 (dua). Dengan diberi label yang jelas sesuai lokasi dan kedalamannya.
-
Sampel tanah utuh adalah sampel tanah yang diambil dengan menggunakan ring sampler dan digunakan untuk mengukur bobot isi, porositas dan permeabilitas. Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan dengan ring sampler pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm, masing-masing 2 (dua) sampel. Satu sampel digunakan untuk mengukur porositas dan bobot isi, sedang sampel lainnya digunakan untuk mengukur permeabilitas.
1121
B.
Format Laporan Bupati/Walikota meminta kepada pemrakarsa yang telah mendapat izin air limbahnya untuk berkewajiban menyampaikan laporan hasil pemantauan pelaksanaan pemanfaatan air limbah secara berkala kepada instansi yang bertanggung jawab dengan tembusan kepada Bupati/Walikota,Gubernur dan Menteri Lingkungan Hidup. Penyusunan Laporan Pemantauan Pemanfaatan Air Limbah mengacu pada sistematika sebagai berikut: I.
Umum 1.
Nama dan atau nomor laboratorium
:
2.
Nama Perusahaan
:
3.
Alamat
:
4.
Jenis Kegiatan Usaha
:
5.
Lokasi Pengambilan Contoh
:
6.
Petugas Pengambilan Contoh
:
7.
Tanggal/Jam Pengambilan Contoh
:
8.
Tanggal/Jam Penerimaan Contoh
:
9.
Nama Pengirim Contoh
:
10. Instansi/Perusahaan II.
:
Data Industri 1.
Debit limbah cair rata-rata selama bulan pemantauan
:
2.
Produksi/penggunaan bahan baku rata-rata selama sebulan
:
3.
pH pada waktu pengambilan
:
4.
Suhu pada waktu pengambilan
:
III. Hasil Pengujian 1.
Air limbah Baku Mutu Limbah Cair (sesuai persyaratan dalam izin yang ditetapkan)
Hasil Uji Laboratorium No
Parameter
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
BOD COD pH Minyak/lemak Pb Cu Cd Zn
Kadar (mg/l)
Beban (kg/ton)
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
1122
Parameter
Kadar (mg/l)
Beban (kg/ton)
2.
Air tanah Baku Mutu Limbah Cair (sesuai persyaratan dalam izin yang ditetapkan)
Hasil Uji Laboratorium No
Parameter
1. 2. 3.
BOD Do pH
1. 2. 3.
4.
NO3 sbg N
4.
5.
NH3-N
5.
6. 7. 8. 9. 10.
Cd Cu Pb Zn Cl
6. 7. 8. 9. 10.
11.
SO4-2
11.
3.
Kadar (mg/l)
Beban (kg/ton)
No
Parameter
Tanah
Kadar (mg/l)
Beban (kg/ton)
Tempat, tanggal Hasil Uji Laboratorium
No
Parameter
1.
pH dalam air
Kadar(mg/l)
2.
C-organik
3.
N total
4.
P-tersedia
5.
Kation dapat ditukar Ka, Na, Ca, Mg
6.
Kapasitas Tukar Kation
7.
Kejenuhan Basa
8.
Logam-logam berat (Pb, Cu, Zn, Cd)
9.
Tekstur (Pasir, debu, liat)
10.
Minyak/lemak
Beban(kg/ton)
Pemrakarsa
(nama terang)
IV.
Kesimpulan Uraian memenuhi baku mutu atau tidak memenuhi Baku Mutu Limbah Cair
1123
V.
EVALUASI PEMANTAUAN Evaluasi laporan hasil pemantauan pelaksanaan pemanfaatan air limbah di perkebunan kelapa sawit dilakukan oleh Instansi yang bertanggung jawab dan ditunjuk oleh Bupati/Walikota. Evaluasi dilaksanakan dengan pengecekan ada tidaknya indikasi pencemaran dan atau perusakan lingkungan yang meliputi: 1.
Kondisi tanah Untuk mengetahui ada tidaknya indikasi pencemaran pada tanah di lokasi pemanfaatan maka evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara kondisi tanah di lokasi pemanfaatan dengan kondisi tanah pada rona awal dan kondisi tanah disekitar lokasi pemanfaatan.
2.
Kondisi air tanah Untuk mengetahui ada tidaknya indikasi pencemaran terhadap air tanah, maka evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara kondisi air tanah setempat dengan rona awalnya dan atandar baku mutu air minum sesuai dengan Lampiran II. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
3.
Kondisi kebauan Evaluasi terhadap kebauan dilakukan dengan membandingkan antara kondisi kebauan di lokasi pemanfaatan dengan baku mutu tingkat kebauan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. Apabila kondisi kebauan di lokasi pemanfaatan melebihi baku mutu maka hal tersebut dapat digunakan sebagai indikasi adanya pencemaran. Apabila terjadi indikasi tersebut maka instansi yang bertanggung jawab wajib meminta kepada pemrakarsa untuk memperbaiki kualitas kebauan di lokasi pemanfaatan jika pemrakarsa tidak melakukan perbaikan kualitas kebauannya maka izin pemanfaatan air limbahnya dapat dicabut.
4.
Kondisi tanaman Untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran dan atau kerusakan tanaman pokok akibat pencemaran maka evaluasi dilakukan dengan: a. pengamatan indikasi kondisi fisik tanaman tersebut b. melakukan pengecekan terhadap produktivitas tanaman tersebut c. melakukan uji laboratorium tanaman tersebut.
5.
Kondisi air limbah yang dimanfaatkan Evaluasi dilakukan dengan membandingkan kualitas air limbah yang dimanfaatkan dengan kualitas air limbah yang dipersyaratkan dalam izin. Apabila dari hasil evaluasi tersebut menunjukkan adanya indikasi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan maka pelaksanaan pemanfaatan air limbah harus dihentikan. Hal tersebut berarti izin dicabut dan pemrakarsa harus melakukan pemulihan kualitas lingkungan. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim,MPA.,MSM.
Salinan ini sesuai aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1124
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 37 TAHUN 2003 TENTANG METODA ANALISIS KUALITAS AIR PERMUKAAN DAN PENGAMBILAN CONTOH AIR PERMUKAAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diperlukan pemantauan kualitas air dengan menggunakan suatu metoda analisis kualitas air permukaan dan pengambilan contoh air permukaan; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Contoh Air Permukaan; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negar Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG METODA ANALISIS KUALITAS AIR PERMUKAAN DAN PENGAMBILAN CONTOH AIR PERMUKAAN.
1125
Pasal 1 Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Pasal 2 (1) Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Pengambilan Contoh Air Permukaan menggunakan SNI dengan nomor kelompok 13.060.10. Pasal 3 Apabila metoda analisis kualitas air permukaan dan pengambilan contoh air permukaan untuk parameter tertentu belum ditetapkan dalam SNI maka dilakukan dengan Metoda Standard (Standard Methods) yang diterbitkan oleh Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health Association) yang terbaru. Pasal 4 Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 28 Maret 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd. Nabiel Makarim, MPA, MSM.
Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan Dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd. Hoetomo, MPA.
1126
Lampiran: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 37 Tahun 2003 Tanggal : 28 Maret 2003
Metode Analisis Kualitas Air Permukaan Kelompok Kimia Anorganik
Parameter Yang Diukur Aluminium
Aluminium terlarut Amonium
Arsen
1127 Barium
Besi
Rentang
Satuan
Teknik Pengujian
Spesifikasi Metoda Pengujian
2 - 200
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-4163-1996
0,02 - 1,0
mg/L
Spektrofotometri dengan aluminon
SNI 19-1418-1989 SNI 06-4160-1996
20 - 300
µg/L
Spektrofotometri dengan Eriokromsianin-R
5 - 60 / 50
mg/L
Kolometri dengan Nessler
SNI 19-1655-1989
mg/L
Spektrofotometri dengan Nessler
SNI 06-2479-1991
0,005 - 0,1
mg/L
Spektrofotometri dengan PDDK dalam piridin
SNI 06-2463-1991
5 - 100
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2909-1992
1 - 20
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan natrium borohidrida
SNI 06-2913-1992
0,005 - 0, 25
mg/L
Kolorimetri dengan perak dietil ditiokarbamat
SNI 19-2601-1992
1 - 20
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2467-1991
50 - 200
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2468-1991
0, 02 - 4,0
mg/L
Kolorimetri dengan Penantrolin
SNI 06-1127-1989
0,3 - 10
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2523-1991
5 - 200
µg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2524-1991 SNI 06-2525-1991
5 - 100
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
Besi terlarut
0,2 - 4,0
mg/L
Spektrofotometri dengan penantrolin
SNI 06-4138-1996
Boron
0,1 - 10
mg/L
Spektrofotometri dengan curcumin
SNI 06-2481-1991
Fluorida
0 - 2,5
mg/L
Kolorimetri dengan alazarin
SNI 19-1503-1989
Fluorida
0 - 2,5
mg/L
Spektrofotometri dengan alazarin merah
SNI 06-2482-1991
mg/L
Spektrofotometri dengan amonium molibdat
SNI 03-4151-1996
Fosfat dalam sedimen melayang Ortofosfat dan fosfat total Kadmium
0,01 - 1,0
mg/L
Spektrofotometri dengan asam askorbat
SNI 06-2483-1991
1,5 - 10
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2464-1991
Kelompok
Kimia Anorganik
Parameter Yang Diukur
Rentang
Satuan
Teknik Pengujian
Spesifikasi Metoda Pengujian
5 - 200
µg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2465-1991
0,05 - 2,0
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2466-1991
0,001 - 0,01
mg/L
Kolorimetri secara dengan Ditizon
SNI 06-1130-1989
Kalium
0,5 - 2
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2427-1991
Kalsium
100 - 1000
mg/L
Titrimetri dengan EDTA
SNI 06-2429-1991
0,02 - 2,00
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2911-1992
Karbon dioksida agresif
mg/L
Titrimetri
SNI 06-4139-1996
Karbon organik total
mg/L
Spektrofotometri secara NDIR
Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)
mg/L
Inkubasi pada temperatur 20 C, 5 hari
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
0
SNI 06-2505-1991 SNI 06-2503-1991
5 – 50
mg/L
Refluks secara tertutup
SNI 06-2504-1991
1,0 - 300
mg/L CaCO3
Titrimetri dengan EDTA
SNI 06-4161-1996
Khlorida (Cl-)
3 - 200
mg/L
Titrimetri secara Argentometri
SNI 06-2431-1991
Klorin bebas
0,011 - 4,0
mg/L
Spektrofotometri dengan dietil fenilindiamin
SNI 06-4824-1998
0,5 - 10
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2471-1991
5 - 100
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2472-1991
50 - 1000
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2473-1991
mg/L
Konduktometri
SNI 06-2413-1991
mg/L
Kolorimetri dengan Difenil Karbazid
SNI 06-1132-1989 SNI 06-2511-1991
Kesadahan Total
1128
Kobal
Konduktivitas Listrik Krom
Magnesium
Mangan
0,01 - 0,l 0,2 - 10
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
0,005 - 0,2
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2512-1991
5 - 100
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2513-1991
100 - 1000
mg/L
Titrimetrik dengan EDTA
SNI 06-2430-1991
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2910-1992
0,05 - 1,5
mg/L
Kolorimetri dengan Persulfat
SNI 06-1133-1989
0,05 - 2
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2497-1991
5 - 200
µg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2498-1991
Kelompok
Parameter Yang Diukur
Merkuri (Air Raksa)
Nikel
Nitrat (NO3-N)
1129
Nitrit
Kimia Anorganik
Teknik Pengujian
Spesifikasi Metoda Pengujian
Rentang
Satuan
0,5 - 10
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI06-2499-1991
0,042 - 15
mg/L
Spektrofotometri dengan persulfat
SNI06-4822-1998
0,6 - 15
µg/L
Spektrofotometri secara atomisasi dingin (cold vapour)
SNI06-2462-1991
0,2 - 10
µg/L
Spektrofotometri serapan atom secara atomisasi dingin
SNI19-1420-1989
0,1 - 10,0
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan Mercury Analyzer
SNI06-2912-1992
0,3 - 10
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI06-2520-1991
5 - 200
µg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI06-2521-1991
5 - 100
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI06-2522-1991
0,01 – 5,0
mg/L
Spektrofotometri dengan dimetilglioksim
SNI 19-1419-1989
0,1 – 2,0
mg/L
Spektrofotometri dengan brusin sulfat
SNI 06-2480-1991
1 - 50
mg/L
Kolorimetri dengan brucin
SNI 19-1661-1989
0,001 - 0,5
mg/L
Spektrofotometri dengan asam sulfanilat
SNI 06-2484-1991
0,005 – 0,1
mg/L
Kolorimetri secara diazotasi
SNI 19-1662-1989
Nitrogen total sedimen layang
mg/L
Titrimetri, destilasi Kjeldahl
SNI 03-4146-1996
Oksigen terlarut
mg/L
Titrimetri
SNI 06-2424-1991
mg/L
Elektrokimia
SNI 06-2425-1991
mg/L
Titrimetri
SNI 06-2506-1991
Permanganat Perak
PH
µg/L
Kalorimetri dengan Ditizon
SNI 19-1668-1989
1 - 25
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-4162-1996
1 - 14
Satuan pH
Elektrometri
SNI 06-1140-1989
mg/L
Kromotografigas (GC) secara ekstraksi
SNI 06-4569-1998
0,005 - 0,1
mg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2475-1991
0,001 - 0,005
mg/L
Kalorimetri dengan Ditizon
SNI06-1137-1989
0,005 - 2
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2500-1991
0,5 - 10
µg/L
Spektrofotometri serapan atom secara tungku karbon
SNI 06-2501-1991
50 - 200
µg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2507-1991
mg/L
Titrimetri dan kolorimetri
SNI 19-1504-1989
Poli kloro bifenil (PCB) Selenium Seng
Sianida
Kelompok
Parameter Yang Diukur
Satuan
0,05 - 10
mg/L
Ion selektif meter
SNI 06-2474-1991
1 - 50
mg/L
Spektrofotomotri dengan molibdat silikat
SNI 06-2477-1991
Sulfat
1 - 40
mg/L
Turbidimetri
SNI 06-2426-1991
Sulfida
0,02 - 20
mg/L
Kolorimetri dengan para Aminodimetil Anilin
SNI 19-1664-1989
mg/L
Ion selektif meter
SNI 06-2470-1991 SNI 06-3415-1994
Silika
Sulfit
Tembaga
>3
mg/L
Titrimetri
20 - 500
µg/L
Spektrofotometri
SNI 06-3971-1995
0,2 - 10
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2514-1991
5 - 200
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2515-1991
5 - 100
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2516-1991
0,02 - 0,5
mg/L
Kolorimetri secara Batokuproin
SNI 19-1421-1989
Timah
20 - 300
µg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-4823-1998
Timbal
0,002 - 0,015
g/L
Kolorimetri secara Ditizon
SNI 06-1138-1989
1 - 20
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara langsung
SNI 06-2517-1991
0,005 - 0.2
mg/L
Spektrofotometri serapan atom secara ekstraksi
SNI 06-2518-1991
0,005 - 0,1
mg/L
Spektrofotometri serapan atom dengan tungku karbon
SNI 06-2519-1991
20 - 60 koloni /100 mL
Jml / 100 mL
Saringan membran
SNI 19-3956-1995
Jml / 100 mL
Tabung fermentasi
SNI 19-3957-1995
Jml / 100 mL
Tabung fermentasi
SNI 06-4158-1996
Spektrofotometri
SNI 06-4157-1996
Sel hitung Sedwick-Rafter
SNI 06-3963-1994
1130 Mikrobiologi
Koli Tinja
Koli Total
mg/m3
Klorofil A Fitoplankton Plankton (jenis dan jumlah) Kualitas Fisika Air
Jml / mL
Residu terlarut (TDS)
mg/L
Gravimetri
SNI 06-1136-1989
Residu tersuspensi (TSS)
mg/L
Gravimetri
SNI 06-1135-1989
Termometri
SNI 06-2413-1991
Nephelometri
SNI 06-2413-1991
Visual atau spektrofotometri
SNI 06-2413-1991
Temperatur
0
Tubiditas
NTU
Warna Kimia Organik
Teknik Pengujian
Spesifikasi Metoda Pengujian
Rentang
C
1 - 500
TCU (mg/L Pt Co)
Detergen
0,01 - 2
µg/L
Spektrofotometri dengan biru metilena
SNI 06-2476-1991
Fenol
5 - 100
µg/L
Spektrofotometri dengan 4-aminoantipirin
SNI 19-1656-1989
Kelompok
Parameter Yang Diukur
Spesifikasi Metoda Pengujian
Rentang
Satuan
0,005 – 0,1
mg/L
Spektrofotometri dengan amino anti pirin
SNI06-2469-1991
0,1 - 10
ng/L
Kromatografi Gas (GC)
SNI06-2510-1991
Karbon Kloroform Ekstrak
µg/L
Gravimetri
SNI 06-4159-1996
Minyak dan Lemak
µg/L
Ekstraksi dengan petroleumeter
SNI 19-1660-1989
1 - 50
mg/L
Gravimetri
SNI 06-2502-1991
Nitrogen Organik
0,02 - 5
mg/L
Spektrofotometri dengan makro Kjeldahl
SNI 06-2478-1991
Karbon Organik Total (TOC)
1 - 150
mg/L
Spektrofotometri dengan NDIR
SNI 06-4568-1998
Pestisida klor organik
10 - 100
ng/L
Kromatografi Gas (GC)
SNI 06-2508-1991
Pestisida karbamat
0,1 - 10
ng/L
Kromatografi Gas (GC)
SNI 06-2509-1991
Pestisida Fosfat organik
Teknik Pengujian
1131 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan ini sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1132
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 110 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR PADA SUMBER AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR PADA SUMBER AIR. Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : a.
Daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar; 1133
b.
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah;
c.
Metoda Neraca Massa adalah metoda penetapan daya tampung beban pencemaran air dengan menggunakan perhitungan neraca massa komponen-komponen sumber pencemaran;
d.
Metoda Streeter-Phelps adalah metoda penetapan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air dengan menggunakan model matematik yang dikembangkan oleh Streeter-Phelps; Pasal 2
(1) Bupati/Walikota menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air. (2) Daya tampung beban pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan berdasarkan debit minimal pada tahun yang bersangkutan atau tahun sebelumnya. (3) Dalam menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), digunakan metoda perhitungan yang telah teruji secara ilmiah, yaitu : a. Metoda Neraca Massa; b. Metoda Streeter-Phelps. Pasal 3 (1) Cara dan contoh penetapan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air dengan metoda neraca massa sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. (2) Cara dan contoh penetapan daya tampung beban pencemaran air limbah pada sumber air dengan metoda Streeter-Phelps sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II. Pasal 4 (1) Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain yang juga berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kapasitas daerah, maka dapat digunakan metoda di luar metoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (2) Metoda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan. Pasal 5 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 27 Juni 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1134
Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 Tanggal 27 Juni 2003 Cara Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air Metoda Neraca Massa I.
Pendahuluan Penentuan daya tampung beban pencemaran dapat ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan menggunakan metoda neraca massa. Model matematika yang menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi rata-rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber pencemar point sources dan non point sources, perhitungan ini dapat pula dipakai untuk menentukan persentase perubahan laju alir atau beban polutan. Jika beberapa aliran bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika kuantitas air dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis neraca massa untuk menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan
dimana
CR : konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan Ci : konsentrasi konstituen pada aliran ke-i Qi : laju alir aliran ke-i Mi : massa konstituen pada aliran ke-i
Metoda neraca massa ini dapat juga digunakan untuk menentukan pengaruh erosi terhadap kualitas air yang terjadi selama fasa konstruksi atau operasional suatu proyek, dan dapat juga digunakan untuk suatu segmen aliran, suatu sel pada danau, dan samudera. Tetapi metoda neraca massa ini hanya tepat digunakan untuk komponen-komponen yang konservatif yaitu komponen yang tidak mengalami perubahan (tidak terdegradasi, tidak hilang karena pengendapan, tidak hilang karena penguapan, atau akibat aktivitas lainnya) selama proses pencampuran berlangsung seperti misalnya garam-garam. Penggunaan neraca massa untuk komponen lain, seperti DO, BOD, dan NH3 – N, hanyalah merupakan pendekatan saja. II.
Prosedur penggunaan Untuk menentukan beban daya tampung dengan menggunakan metoda neraca massa, langkahlangkah yang harus dilakukan adalah : 1. Ukur konsentrasi setiap konstituen dan laju alir pada aliran sungai sebelum bercampur dengan sumber pencemar; 2. Ukur konsentrasi setiap konstituen dan laju alir pada setiap aliran sumber pencemar; 3. Tentukan konsentrasi rata-rata pada aliran akhir setelah aliran bercampur dengan sumber pecemar dengan perhitungan :
1135
III. Contoh Perhitungan Untuk lebih jelasnya, maka diberikan contoh perhitungan penggunaan Metoda Neraca Massa berikut ini. Suatu aliran sungai mengalir dari titik 1 menuju titik 4. Diantara dua titik tersebut terdapat dua aliran lain yang masuk kealiran sungai utama, masing-masing disebut sebagai aliran 2 dan 3. Apabila diketahui data-data pada aliran 1, 2 dan 3, maka ingin dihitung keadaan di aliran 4. Profil aliran sungai :
Keterangan : 1.
Aliran sungai sebelum bercampur dengan sumber-sumber pencemar
2.
Aliran sumber pencemar A
3.
Aliran sumber pencemar B
4.
Aliran sungai setelah bercampur dengan sumber-sumber pencemar.
Data analisis dan debit pada aliran 1, 2 dan 3 diberikan pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Aliran
Data analisis dan debit
Laju alir
DO
COD
BOD
C1-
m/dtk
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
1
2,01
5,7
20,5
9,8
0,16
2
0,59
3,8
16,5
7,4
0,08
3
0,73
3,4
16,6
7,5
0,04
1136
Dengan menggunakan data-data di atas maka dapat dihitung DO pada titik 4, sebagai berikut : Konsentrasi rata-rata DO pada titik 4 adalah (5,7x2,01) + (3,8x0,59) + (3,4x0,73) CR,DO
= 2,01 + 0,59 + 0,73 = 4,86 mg/L
Konsentrasi rata-rata COD, BOD dan C1 pada titik 4 dapat ditentukan dengan cara perhitungan yang sama seperti di atas, yaitu masing-masing 18,94 mg/L, 8,87 mg/L dan 0,12 mg/L. Apabila data aliran 4 dimasukkan ke Tabel 1.1 maka akan seperti yang disajikan pada Tabel 1.2 Tabel 1.2 Data analisis dan debit Aliran
Laju alir
DO
COD
BOD
C1-
m/dtk
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
1
2,01
5,7
20,5
9,8
0,16
2
0,59
3,8
16,5
7,4
0,08
3
0,73
3,4
16,6
7,5
0,04
4
3,33
4,86
18,94
8,87
0,12
-
4
25
3
600
BM X
BM X – Baku mutu perairan, untuk Golongan/Kelas X Apabila aliran pada titik 4 mempunyai baku mutu BM X, maka titik 4 tidak memenuhi baku mutu perairan untuk BOD, sehingga titik 4 tidak mempunyai daya tampung lagi untuk parameter BOD. Akan tetapi bila terdapat aliran lain (misalnya aliran 5) yang memasuki di antara titik 1 dan 4, dan aliran limbah masuk tersebut cukup tinggi mengandung C1- dan tidak mengandung BOD, maka aliran 5 masih dapat diperkenankan untuk masuk ke aliran termaksud. Hal tersebut tentu perlu dihitung kembali, sehingga dipastikan bahwa pada titik 4 kandungan C1 lebih rendah dari 600 mg/L. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA. 1137
Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 110 Tahun 2003 Tanggal 27 Juni 2003 Cara Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air Metoda Streeter – Phelps I.
Pendahuluan Pemodelan kualitas air sungai mengalami perkembangan yang berarti sejak diperkenalkannya perangkat lunak DOSAG1 pada tahun 1970. Prinsip dasar dari pemodelan tersebut adalah penerapan neraca massa pada sungai dengan asumsi dimensi 1 dan kondisi tunak. Pertimbangan yang dipakai pada pemodelan tersebut adalah kebutuhan oksigen pada kehidupan air tersebut (BOD) untuk mengukur terjadinya pencemaran di badan air. Pemodelan sungai diperkenalkan oleh Streeter dan Phelps pada tahun 1925 menggunakan persamaan kurva penurunan oksigen (oxygen sag curve) di mana metoda pengelolaan kualitas air ditentukan atas dasar defisit oksigen kritik Dc.
II.
Deskripsi Pemodelan Streeter dan Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi yang terjadi pada aliran sungai. Proses Pengurangan Oksigen (Deoksigenasi)
Streeter-Phelps menyatakan bahwa laju oksidasi biokimiawi senyawa organik ditentukan oleh konsentrasi senyawa organik sisa (residual). dL/dt = - K’.L ........................................................................................(2-1) dengan
L
:
konsentrasi senyawa organik (mg/L)
t
:
waktu (hari)
K’
:
konstanta reaksi orde satu (hari-1)
Jika konsentrasi awal senyawa organik sebagai BOD adalah Lo yang dinyatakan sebagai BOD ultimate dan Lt adalah BOD pada saat t, maka persamaan (2-1) dinyatakan sebagai dL/dt = - K’.L ........................................................................................(2-2) Hasil integrasi persamaan (2-2) selama masa deoksigenasi adalah : Lt = Lo.e (K’.t) ........................................................................................(2-3) Penentuan K’ dapat dilakukan dengan : (1) metoda selisih logaritmatik, (2) metoda moment (metoda Moore dkk), dan (3) metode Thomas.
1138
Laju deoksigenasi akibat senyawa organik dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : rD = -K’L.........................................................................................(2-4) dengan
K’
:
konstanta laju reaksi orde pertama, hari -1
L
:
BOD ultimat pada titik yang diminta, mg/L
Jika L diganti dengan Loe-K’t , persamaan 2-4 menjadi rD.=-K’Loe -K’.t..................................................................................(2-5) dengan : Lo : BOD ultimat pada titik discharge (setelah pencampuran), mg/L Proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) Kandungan oksigen di dalam air akan menerima tambahan akibat turbulensi sehingga berlangsung perpindahan oksigen dari udara ke air dan proses ini adalah proses reaerasi. Peralihan oksigen ini dinyatakan oleh persamaan laju reaerasi : rR = K‘2 (Cs – C) .............................................................................(2-6) dengan
K‘2
:
konstanta reaerasi, hari-1 (basis bilangan natural)
Cs
:
konsentrasi oksigen terlarut jenuh, mg/L
C
:
konsentrasi oksigen terlarut, mg/L
Konstanta reaerasi dapat diperkirakan dengan menentukan karakteristik aliran dan menggunakan salah satu persamaan empirik. Persamaan O’Conner dan Dobbins adalah persamaan yang umum digunakan untuk menghitung konstanta reaerasi (K’2). K’2 = 294 (DL U)1/2 ...........................................................................(2-7) H 3/2 dengan DL
:
koefisien difusi molekular untuk oksigen, m2/hari
U
:
kecepatan aliran rata-rata, m/detik
H
:
kedalaman aliran rata-rata, m
Variasi koefisiensi difusi molekular terhadap temperatur dapat ditentukan dengan persamaan : DLT = 1.760 x 10-4 m2/d x 1.037 dengan
DLT
T-20
....................................................(2-8)
: koefisien difusi molekular oksigen pada temperatur T, m2 /hari
1.760 x 10
: koefisien difusi molekular oksigen pada 20 0C
T
: temperatur, oC
-4
Harga K‘2 telah diestimasi oleh Engineering Board of Review for the Sanitary District of Chicago untuk berbagai macam badan air (tabel 2-1).
1139
Table 2-1 Konstanta Reaerasi Water Body
K2 at 200C (base e)ª
Small ponds and backwaters Sluggish streams and large lake Large streams of low velocity Large streams of normal velocity Swift streams Rapid and waterfalls
0.10-0.23 0.23-0.35 0.35-0.46 0.46-0.69 0.69-1.15 >1.15
K2T = K2,20. 1.024 T-20 1.8 (0C) + 32 = 0F Kurva Penurunan Oksigen (Oxygen sag curve) Jika kedua proses di atas dialurkan dengan konsentrasi oksigen terlarut sebagai sumbu tegak dan waktu atau jarak sebagai sumbu datar, maka hasil pengaluran kumulatif yang menyatakan antaraksi proses deoksigenasi dan reaerasi adalah kurva kandungan oksigen terlarut dalam badan air. Kurva ini dikenal sebagai kurva penurunan oksigen (oxygen sag curve). Jika diasumsikan bahwa sungai dan limbah tercampur sempurna pada titik buangan, maka konsentrasi konstituen pada campuran air-limbah pada x = 0 adalah Qr Cr + Qw Cw Co =
...........................................................(2-9) Qr + Qw
dengan : Co Qr Cr Cw
= = = =
konsentrasi konstituen awal pada titik buangan setelah pencampuran, mg/L laju alir sungai, m3/detik konsentrasi konstituen dalam sungai sebelum pencampuran, mg/L konsentrasi konstituen dalam air limbah, mg/L
Perubahan kadar oksigen di dalam sungai dapat dimodelkan dengan mengasuksikan sungai sebagai reaktor alir sumbat. Neraca massa oksigen : Akumulasi = aliran masuk – aliran keluar + deoksigenasi + reoksigenasi
x
1140
Substitusi rD dan rR, maka persamaan 2-10 menjadi
x Jika diasumsikan keadaan tunak, ∂C/∂t = 0, maka
substitusi dV menjadi A dx dan A dx/Q menjadi dt, maka persamaan 2-12 menjadi dC = - K’L + K2(Cs- C) ...................................................................... (2-13) dt Jika defisit oksigen D, didefinisikan sebagai D= (Cs-C) ....................................................................................... (2-14) Kemudian perubahan defisit terhadap waktu adalah dD = - dC ........................................................................................(2-15) dt Dt maka persamaan 2-13 menjadi dD = K’L + K`2 D ............................................................................. (2-16) dt Substitusi L dD + K`2D = K1Loe-k1t .........................................................................(2-17)
dt jika pada t=0, D=Do maka hasil integrasi persamaan 2-17 menjadi K1Lo Dt =
K12-K’
Dengan :
(e-k1t- e-k12t)+ Doe-k1t .......................................... (2-18)
Dt = defisit oksigen pada waktu t, mg/L Do = defisit oksigen awal pada titik buangan pada waktu t=o, mg/L
1141
Persamaan 2-18 merupakan persamaan Streeter-Phelps oxygen-sag yang biasa digunakan pada analisis sungai. Gambar kurva oxygen-sag ditunjukkan pada gambar 2-1 berikut ini.
Titik pembuangan limbah Cs
Do D=Cs-C
Dc
Konsentrasi Oksigen Terlarut, C C
Xc
Gambar 2-1 Kurva karakteristik oxygen–sag berdasarkan persamaan Streeter -phelps Suatu metoda pengelolaan kualitas air dapat dilakukan atas dasar defisit oksigen kritik Dc, yaitu kondisi deficit DO terendah yang dicapai akibat beban yang diberikan pada aliran tersebut. Jika dD/ dt pada persamaan 2-17 sama dengan nol, maka Dc = K` Lo e- k`tc ..........................................................................(2-19) K`2 Dengan
tc = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik kritik. Lo = BOD ultimat pada aliran hulu setelah pencampuran, mg/L
Jika dD/dt pada persamaan 2-17 sama dengan nol, maka
o Xc = tc v ............................................................................................(2-21) Dengan v = kecepatan aliran sungai Persamaan 2.19 dan 2.20 merupakan persamaan yang penting untuk menyatakan defisit DO yang paling rendah (kritis) dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kritis tersebut. Dari waktu tersebut dapat ditentukan letak (posisi, xC) kondisi kritis dengan menggunakan persamaan 2.21.
1142
Persamaan lain yang penting adalah menentukan Beban maksimum yang diizinkan. Persamaan tersebut diturunkan dari persamaan 2.18. Persamaan tersebut adalah :
a11
Dengan : Dall : defisit DO yang diizinkan, mg/L = DO jenuh – DO
baku mutu
III. Prosedur Penggunaan Dalam penentuan daya dukung terdapat dua langkah, yang pertama yaitu menentukan apakah beban yang diberikan menyebabkan nilai defisit DO kritis melebihi defisit DO yang diizinkan atau tidak. Untuk hal ini diperlukan persamaan 2.19 dan 2.20. Apabila jawabannya ya, maka diperlukan langkah kedua, yaitu menentukan beban BOD maksimum yang diizinkan agar defisit DO kritis tidak melampaui defisit DO yang diizinkan, untuk hal ini diperlukan persamaan 2.22. Untuk menggunakan persamaan 2.19, 2.20 dan 2.22 diperlukan data K’ dan K‘2 dan data BOD ultimat. Penentuan K’ dapat menggunakan berbagai metoda yang tersedia, salah satu yang relatif sederhana adalah menggunakan metoda Thomas, yaitu dengan menggunakan data percobaan. Penentuan K‘2 dapat menggunakan persamaan empiris seperti yang diberikan pada persamaan 2.7 dan 2.8 atau yang disajikan pada Tabel 2.1 Perlu dicatat bahwa harga K’, dan K‘2 merupakan fungsi temperatur. Persamaan yang banyak digunakan untuk memperhatikan fungsi temperatur adalah : K’T = K‘20 (1.047)T-20 .......................................................................(2.23) K‘2T = K‘2(20) (1.016)T-20 ....................................................................(2.24) Dengan T = temperatur air, oC dan K’20, K’2 (20) menyatakan harga masing-masing pada temperatur 20 0C. Nilai BOD ultimat pada temperatur dapat ditentukan dari nilai BOD 5 20, yaitu BOD yang ditentukan pada temperatur 20 0C selama 5 hari dengan menggunakan persamaan berikut : La = BOD520/(1-e-5.K’).......................................................................(2.25) Dengan K’ menyatakan laju deoksigenasi dan 5 menyatakan hari lamanya penentuan BOD. 1.
Tentukan laju deoksigenasi (K’) dari air sungai yang diteliti. Penentuan harga K’ pada intinya adalah menggunakan persamaan 2.3. Kemudian diperlukan serangkaian percobaan di laboratorium. Sehubungan dengan relatif rumitnya penentuan tersebut, maka dianjurkan untuk mengacu pada buku Metcalf dan Eddy untuk penentuan harga K’ tersebut. Menurut Metcalf dan Eddy, nilai K’ (basis logaritmit, 20 0C) berkisar antara 0,05 hingga 0,3 hari-1. Pada intinya pengukuran K’ melibatkan serangkaian percobaan pengukuran BOD dengan panjang hari pengamatan yang berbeda-beda. Apabila digunakan metoda Thomas, maka data tersebut bisa dimanipulasi untuk mendapatkan nilai K’.
1143
Berikut ini contoh yang diambil dari Metcalf dan Eddy :
T, hari
2
4
6
8
10
Y, mg/L
11
18
22
24
26
(t/y)¹/³
0,57
0,61
0,65
0,69
0,727
Dengan t menyatakan waktu pengamatan dan y nilai BOD (exerted) Metoda Thomas adalah mengalurkan (t/y) 1/3 terhadap t sesuai dengan persamaan berikut : (t/y)1/3=(2,3K’La)-1/3+(K’)-2/3(t)/(3,43 La)1/3 …..........… (2.26) K’ adalah nilai konstanta deoksigenasi dengan basis logaritmik (basis 10) dan La menyatakan BOD ultimat. Dengan menggunakan metoda Thomas, nilai K’ dan La dapat ditentukan. Dari data di atas, nilai K’ = 0,228 hari -1 dan La = 29,4 mg/L. Berhubung nilai K’ didasarkan pada nilai BOD yang diukur pada temperatur 20 0C, maka nilai K’ yang diperoleh adalah data untuk temperatur yang sama. 2.
Tentukan laju aerasi (K’2) dengan menggunakan persamaan 2.7 dan 2.8 atau data pada Tabel 3.1
3.
Tentukan waktu kritik dengan persamaan 2.20 :
6 o Dimana :
4.
Do
= defisit oksigen pada saat t=0
Lo
= BOD ultimat pada saat t = 0
Tentukan defisit oksigen kritik dengan persamaan 2.19 : Dc = K‘ Lo e-k‘tc C K‘2
5.
IV.
Apabila nilai Dc lebih besar dari nilai Dall, maka perlu dihitung beban BOD maksimum yang diizinkan dengan menggunakan persamaan 2.22.
Contoh Perhitungan Berikut ini diberikan contoh perhitungan untuk suatu aliran sungai dengan satu sumber pencemar yang tentu (point source) : 1.
Air limbah dari suatu kawasan industri mempunyai debit rata-rata 115.000 m3/hari (1,33 m3/ detik) dibuang ke aliran sungai yang mempunyai debit minimum 8,5 m3/detik.
2.
Temperatur rata-rata limbah dan sungai masing-masing adalah 35 dan 23 0C.
1144
3.
BOD520 air limbah adalah 200 mg/L, sedangkan BOD sungai adalah 2mg/L. Air limbah tidak mengandung DO (DO=0), sedangkan air sungai mengandung DO=6 mg/L sebelum bercampur dengan limbah.
4.
Berdasarkan data percobaan di laboratorium, nilai K’ pada temparatur 200C adalah 0,3 hari-1
5.
Nilai K’2, dengan menggunakan persamaan 2,7 dan 2,8 pada temperatur 200C adalah 0,7 hari-1.
Berdasarkan data-data di atas akan dihitung : 1.
Harga Dc, tc dan Xc,
2.
Apabila baku mutu DO = 2mg/L, tentukan beban BOD520 maksimum pada air limbah yang masih diperbolehkan masuk ke sungai tersebut.
Langkah-langkah penyesuaian : 1.
2.
Tentukan temperatur, DO dan BOD setelah pencampuran : a.
Temperatur campuran = [(1,33)(35) + (8,5)(23)]/(1,33+8,5) = 24,6 0C.
b.
DO campuran = [(1,33)(0) + (8,5)(6)]/(1,33 + 8,5) = 5,2 mg/L
c.
BOD campuran =[(1,33)(200)+(8,5)(2)]/(1,33+8,5)=28,8 mg/L
d.
Lo campuran = 28,8/[-e(0,3)(5)] = 37,1 mg/L (pers. 2.25)
Tentukan defisit DO setelah pencamuran. Tentukan dahulu DO jenuh pada temperatur campuran dengan menggunakan tabel kejenuhah oksigen. Dari tabel diperoleh nilai DO jenuh = 8,45 mg/L Defisit DO pada keadaan awal (Do) = 8,45 – 5,2 = 3,25 mg/L
3.
4.
5.
6.
Koreksi laju reaksi terhadap temperatur 24,6 0C a.
K’ = 0,3 (1,047)24,6-20 = 0,37 hari-1
b.
K‘2 = 0,7 (1,0,16) 24,6-20 =0,75 hari-1
Tentukan tc dan Xc dengan menggunakan persamaan 2.20 dan 2.21. a.
tc = {1/(0,75-0,37)} 1n [0,75)/(0,37) {1-3,25(0,75-0,37)/(0,37) (3,71)}] = 161 hari-1
b.
Xc = (1,61)(3,2)(24) = 123,6 km
Tentukan Dc dengan menggunakan persamaan 2.19 a.
Dc = (0,37)/(0,75) [37,1e(-0,37)(1,61)]= 10,08 mg/L
b.
Konsentrasi DO pada tc = 8,45 – 10,08 = -1,63 mg/L. Karena nilai DO negatif, hal ini berarti sungai tidak mempunyai DO lagi pada jarak 123,6 km (Xc) dari titik pencampuran.
Tentukan beban BOD maksimum pada air limbah bila DO baku mutu = 2 mg/L. a.
Dall = DO yang diizinkan = 8,45 – 2 = 6,45 mg/L
b.
Gunakan persamaan 2.22 untuk menghitung beban BOD ultimat maksimum: log La = log 6,45 + [1+ {0,37(0,75-0,37)}{1-(3,25)/(6,45)}
0,418
log (0,75)/(0,37)
La = 21,85 mg/L c.
Beban BOD maksimum (pers. 2.25) = 21,85 {1 – e (-0,3)(5)} = 16,97 mg/L
1145
d.
Jadi BOD pada limbah yang dizinkan: 16,97 = [(1,33)(X) + (8,5)(2)]/(1,33 + 8,5) 1,33 X = 166,81 – 17 = 149,81 X = 112,6 mg/L Jadi BOD pada limbah yang masih diizinkan = 112,6 mg/L
Catatan : 1.
Dengan demikian BOD pada limbah harus diturunkan menjadi 112,6 mg/L, agar DO air sungai tidak kurang dari 2 mg/L.
2.
Contoh yang diberikan pada perhitungan ini menganggap hanya ada 1 sumber pencemar yang tentu (point source). Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM.
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1146
Lampiran III Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 110 Tahun 2003 Tanggal 27 Juni 2003
Cara Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air. Metoda QUAL2E I.
Pendahuluan QUAL2E merupakan program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif dan yang paling banyak digunakan saat ini. QUAL2E dikembangkan oleh US Environmental Protecion Agency. Tujuan penggunaan suatu pemodelan adalah menyederhanakan suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada QUAL2E ini dapat diketahui kondisi sepanjang sungai (DO dan BOD), dengan begitu dapat dilakukan tindakan selanjutnya seperti industri yang ada disepanjang sungai hanya diperbolehkan membuang limbahnya pada beban tertentu. Manfaat yang dapat diambil dari pemodelan QUAL2E adalah :
II.
1.
mengetahui karakteristik sungai yang akan dimodelkan dengan membandingkan data yang telah diambil langsung dari sungai tersebut.
2.
mengetahui kelakuan aliran sepanjang sungai bila terdapat penambahan beban dari sumbersumber pencemar baik yang tidak terdeteksi maupun yang terdeteksi,
3.
dapat memperkirakan pada beban berapa limbah suatu industri dapat dibuang ke sungai tersebut agar tidak membahayakan makhluk lainnya sesuai baku mutu minimum.
Deskripsi Perangkat lunak QUAL2E adalah program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif. Program ini dapat diaplikasikan pada kondisi tunak atau dinamik. Selain itu dapat mensimulasikan hingga 15 parameter konstituen dengan mengikutsertakan perhitungan aliran-aliran anak sungai yang tercemar. Model ini dapat juga digunakan untuk arus dendritik dan tercampur sempurna dengan menitikberatkan pada mekanisme perpindahan secara adveksi dan disperse searah dengan arus. Selain melakukan simulasi perhitungan neraca oksigen, seperti yang telah dijelaskan di atas, program QUAL2E dapat mensimulasikan neraca nitrogen dan fosfor. Gambar 3.1. berikut ini dapat menggambarkan hubungan antar konstituen dengan menggunakan program simulasi QUAL2E.
1147
Gambar 3.1 Interaksi antar konstituen utama dalam QUAL2E Keterangan: α1
= Fraksi dari biomassa alga dalam bentuk Nitrogen, mg-N/mg-A
α2
= Kandungan algae dalam bentuk fosfor, mg-P/mg-A
α3
= Laju produksi oksigen tiap unit proses fotosintesa alga, mg-O/mg-A
α4
= Laju produksi oksigen tiap unit proses respirasi alga, mg-O/mg-A
α5
= Laju pengambilan oksigen tiap proses oksidasi dari amoniak, mg-O/mg-N
α6
= Laju pengambilan oksigen dari proses oksidasi dari nitrit , mg-O/mg-N
σ1
= Laju pengendapan untuk Algae, ft/hari
σ2
= Laju sumber benthos untuk fosfor yang terlarut, mg-P/ft2-hari
σ3
= Laju sumber benthos pada amoniak dalam bentuk Nitrogen, mg-N/ft2-hari
σ4
= Koefisien laju untuk pengendapan nitrogen, hari
σ5
= Laju pengendapan fosfor, hari
µ
= Laju pertumbuhan alga, bergantung terhadap temperatur, hari-1
ρ
= Laju respirasi alga, bergantung terhadap temperatur, hari -1
K1
= Laju deoksigenasi BOD, pengaruh temperatur, hari-1
-1
-1
1148
K2
= Laju rearsi berdasarkan dengan analogi difusi, pengaruh temperatur, day-1
K3
= Laju kehilangan BOD cara mengendap, faktor temperatur, day-1
K4
= Laju ketergantungan oksigen yang mengendap, faktor temperatur, g/ft2-hari
β1
= Koefisien laju oksidasi amonia, faktor temperatur, hari-1
β2
= Koefisen laju oksidasi nitrit, faktor temperatur, hari-1
β3
= Laju hydrolysis dari nitrogen, hari-1
β4
= Laju fosfor yang hilang, hari-1
Pemodelan untuk Oksigen Terlarut (DO) dengan menggunakan QUAL2E Persamaan untuk penentuan laju perubahan DO : dO dt
=K2(O*- O)+(a3m-a4r)A-K1L-
dengan
K4 d
-a6b1N1- a6b2N2)................................................(3-1)
O
:
konsentrasi oksigen terlarut (mg/L)
O*
:
konsentrasi oksigen terlarut jenuh, pada P dan T setempat (mg/L)
A
:
konsentrasi biomassa dari alga [mg-A/l]
L
:
konsentrasi dari senyawa karbon BOD [mg/L]
d
:
kedalaman aliran rata-rata [ft]
N1
:
konsentrasi amonia dalam bentuk nitrogen [mg/L]
N2
:
konsentrasi nitrit dalam bentuk nitrogen [mg/L]
Persamaan untuk penentuan konsentrasi oksigen terlarut jenuh : lnO* =
-139.344410 + (1.575701x105/T) - (6.642308x107/T2) + (1.2438/1010/T3) –(8.6219494x1011/T4)
dengan
…………….................................(3-2)
O*
: konsentrasi oksigen jenuh, pada l atm (mg/L)
T
: temperatur (K) = (0C + 273.15) dan 0C pada rentang 0-40 0C
Metoda penentuan laju reaerasi (K2) 1.
K2 = 0,05 untuk permukaan sungai yang tertutup es, K2 = 1 untuk permukaan sungai yang tak tertutup es.
2.
Harga K2 pada temperatur 20 0C (Churcill dkk. (1962)) : K220 = 5.026.u Dengan u
0.969
.d -1.673 x 2.31
= kecepatan rata-rata pada aliran (ft/detik)
d
= kedalaman rata-rata pada aliran (ft)
K2
= koefisien reaerasi
1149
3.
O’Connor dan Dobbins (1958) dengan karakter aliran turbulen 3.1
Untuk aliran dengan kecepatan tinggi dan kondisi isentropik K220 =
3.2
(Dm.u)0.5
Untuk aliran dengan kecepatan tinggi dan kondisi isentropik
K220 =
4800Dm0.5.So0.25
x 2.31 ............................................ (3-4)
d1.25
Dengan So
4.
......................................................................(3-3)
d1.5
: derajat kemiringan sungai sepanjang aliran (ft/ft)
Dm
: koefisien difusi molekul (ft2/day)
Dm
: 1.91 x 103 (1.037) T-20
Owens (1964) untuk aliran yang dangkal dan mengalir dengan cepat dengan batasan kedalaman 0.4 – 11.0 ft dan kecepatan dari 0,1 – 5 ft/detik. K220 = 9.4 ( u.0.67 ) x 2.31......................................................................(3-5) d1.85
5.
Thacktor dan krenkel (1966) K220
= 10.8 ( 1 + F0.5 ) u* x 2.31 ...................................................(3-6) d u*
F =
...............................................................................(3-7) g.d U.n
u* =
g
d.Se.g =
...........................................................(3-8) 1.49d1.167
dengan F g Se N 6.
= = = =
bilangan Froude percepatan gravitasi (ft/sec2) Sudut dari perbedaan ketinggian koefisien untuk gesekan
Langbien dan Durun (1967) K220 = 3.3 ( u ) x 2.31 ............................................................................(3-9) d1.33
1150
7.
Hubungan empiris antara kecepatan dan kedalaman dengan lajur alir pada bagian hidraulik akan dikorelasikan : K2 = aQb ....................................................................................................................(3-10) dengan
8.
a
:
koefisien untuk laju alir untuk K2
Q
:
laju alir (ft3/detik)
b
:
eksponen untuk laju alir K2
Tsivoglou dan Wallace (1972) K2 dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian sepanjang aliran dan waktu yang diperlukan sepanjang aliran tersebut. ∇
K220 = c
h = (3600x24) c.Se.u .................................................(3-11)
tf u2.n2
Se =
................................................................. (3-12) (1.49)2d4/3
Harga c (koefisien kehilangan DO tiap ft sungai)dibatasi oleh laju alir -
Untuk lajut air 1 – 5 ft3/detik harga c = 0.054ft-1 (200C)
-
Untuk lajut alir 15 – 3000 ft3/detik harga c = 0.110 ft-1 (200C)
III. Prosedur Penggunaan Program, cara penggunaan, dan contoh penggunaan pemodelan QUAL2E dapat di-download di internet pada website : 1.
http://www.epa.gov/docs/QUAL2E WINDOWS/index.html, atau
2.
http://www.gky.com/_downloads/qual2eu.htm
Sedangkan tahap-tahap penggunaan QUAL2E untuk simulasi DO sepanjang aliran sungai adalah sebagai berikut : 1.
QUAL2E simulasi 1.1 Menulis judul dari simulasi yang akan dilakukan 1.2 Tipe simulasi yang diinginkan dengan 2 pilihan yaitu kondisi tunak dan dinamik 1.3 Unit yang akan digunakan yaitu unit Inggris dan SI 1.4 Jumlah maksimum iterasi yang ingin dilakukan dengan batasan 30 iterasi 1.5 Jumlah aliran yang akan dibuat
2.
Penjelasan tentang aliran yang akan dibuat dengan data yang diminta 2.1 Nomor aliran 2.2 Nama aliran
1151
2.3 Titik awal sungai 2.4 Titik akhir sungai 2.5 Merupakan sumber sungai atau tidak ? 2.6 Selang sungai yang akan dimodelkan 3.
Simulasi kualitas yang diinginkan 3.1 Terdapat pilihan temperature, BOD, Algae, Fosfor, Nitrogen, DO 3.2 BOD dengan data koefisien konversi BOD untuk konsentrasi BOD
4.
Data iklim dan geografi yang akan dimasukkan 4.1 Letak sungai data bujur dan lintangnya 4.2 Sudut yang dibentuk sungai dari awal hingga titik akhir sungai tersebut untuk menentukan bila menggunakan koefisiens reaerasi (K2) pilihan 4 4.3 Ketinggian sungai yang terukur dari awal hingga akhir untuk K2 pilihan 5
5. 6.
Membuat beberapa titik untuk pembatasan dengan mengambil sample harga DO baik min, average, dan max Konversi temperature terhadap 6.1 BOD untuk Decay dan Settling 6.2 DO untuk reaerasi dan SOD
7.
Data hydraulik sungai dengan kebutuhan : 7.1 Persamaan untuk kecepatan u = a.Qb maka diperlukan data kecepatan pada beberapa titik di sungai dengan laju air volumentrik untuk mengetahui koefisien dan konstantanya. Data ini berpengaruh terhadap koefisien reaerasi (K2) khususnya pilihan 2, 3 , 4, 5 , 6, 8 7.2 Persamaan untuk kedalaman d = c.Qd maka diperlukan data kedalaman sungai pada beberapa titik dengan laju alir volumetrik untuk mengetahui koefisien dan konstantanya. Data ini berpengaruh terhadap pilihan K2 yang sebagian besar merupakan persamaan empiris. 7.3 Manning Factor dengan data dapat dilihat pada manual.
8.
Data konstanta reaerasi 8.1 BOD dengan data decay, settling time (1/hari) 8.2 SOD rate (g/m2-day) 8.3 Tipe persamaan reareasi dengan menggunakan persamaan yang ada (lihat metoda penentuan laju konstanta reareasi K2) 8.4 Bila persamaan yang digunakan K2 pilihan 7 untuk persamaan K2 = e.Qf disediakan data untuk data yang dimasukkan K2 dengan harga e serta f
9.
Kondisi awal dengan data yang dimasukkan temperatur, DO, BOD.
10. Kenaikan laju air sepanjang sungai dengan data yang dimasukkan laju alir (m3/s), temperatur (0C), DO, BOD. 11. Data-data untuk aliran awal yang diperlukan laju alir (m3/s), temperatur (0C), DO, BOD.
1152
12. Harga-harga untuk kondisi iklim global sesuai letak bujur dan lintang dengan data yang diperlukan 12.1 Waktu (jam, hari, bulan, tahun) 12.2 Temperatur bola basah dan kering (K) 12.3 Tekanan (mbar) 12.4 Kecepatan angin 12.5 Derajat sinar matahari (Langley, hr) dan kecerahan sungai.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM.
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1153
1154
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 111 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN MENGENAI SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN SERTA PEDOMAN KAJIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (7) dan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Mengenai Syarat Dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 7. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;
1155
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN MENGENAI SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN SERTA PEDOMAN KAJIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR. Pasal 1 Setiap usaha dan atau kegiatan dilarang membuang air limbah yang mengandung radioaktif ke air atau sumber air. Pasal 2 Bupati/Walikota dilarang menerbitkan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air yang melanggar baku mutu air dan menimbulkan pencemaran air. Pasal 3 (1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan atau kajian upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. (3) Syarat-syarat perizinan pembuangan air limbah ke air atau sumber air wajib mematuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pasal 4 (1) Permohonan izin membuang air limbah ke air atau sumber air wajib dilengkapi data dan informasi dengan menggunakan formulir sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini. (2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas merupakan salah satu syarat permohonan izin pembuangan air limbah ke air dan atau sumber air. (3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas, permohonan izin wajib dilengkapi dengan : a. dokumen hasil kajian pembuangan air limbah ke air dan atau sumber air; b. hasil pemantauan pengelolaan lingkungan pada bulan terakhir; c. dokumen lain yang terkait dengan pengisian formulir sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini. Pasal 5 Kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) didasarkan pada : a. jenis industri dan jenis usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan; b. rona lingkungan; c. jumlah limbah yang dibuang; d. daya tampung beban pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
1156
Pasal 6 Bupati/Walikota wajib mencantumkan dalam izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air seluruh kewajiban dan larangan bagi usaha dan atau kegiatan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pasal 7 Izin pembuangan air limbah ke tanah di atur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri. Pasal 8 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 27 Juni 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1157
Lampiran : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 111 Tahun 2003 Tanggal : 27 Juni 2003
I.
FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR PERMUKAAN
Nama Usaha dan atau Kegiatan Jenis Industri: o Baterai Kering o Bir o Cat o Etanol o Farmasi o Gula o Karet o Kayu Lapis o Lainnya,______
o o o o o o o o
Minuman ringan Minyak Nabati Minyak Sawit MSG Pelapisan Logam Pengilangan Minyak Penyamakan Kulit Pestisida
Jenis Kegiatan/ Usaha Lainnya: o Penambangan o Kawasan Industri o Lainnya, ________________
1158
o o o o o o
Pulp & Paper Pupuk Urea Sabun,detergen Soda Kostik Susu & Makanan Tapioka Tekstil
o
Hotel Rumah Sakit
o
Perpanjangan
o
Jenis permohonan: o Baru
o
II. INFORMASI UMUM 1.
Lokasi Kegiatan/Usaha a.
Jalan/Desa/Kelurahan
:
b.
Kecamatan
:
c.
Kabupaten/Kodya
:
d.
Provinsi
:
e.
Kode Pos
:
f.
Telepon
:
g.
Facsimile
:
2.
General Manager
3.
Kontak Person
4.
5.
a.
Nama
:
b.
Jabatan
:
c.
Telepon
:
Lokasi Kantor Pusat (jika berbeda dengan lokasi kegiatan/usaha) a.
Jalan/Desa/Kelurahan
:
b.
Kecamatan
:
c.
Kabupaten/Kodya
:
d.
Provinsi
:
e.
Kode Pos
:
f.
Telepon
:
g.
Facsimile
:
Jika kegiatan/usaha merupakan bagian dari suatu group perusahaan (Holding Company), sebutkan: a.
Nama Group
:
b.
Alamat (jalan/desa/kel.)
:
c.
Kecamatan
:
d.
Kabupaten/Kodya
:
e.
Provinsi
:
f.
Kode Pos
:
1159
III. INFORMASI PERIZINAN Sebutkan nomor dan instansi pemberi izin-izin berikut ini: a.
b.
c.
d.
e.
f.
Izin Usaha Nomor
:
Pemberi Izin
:
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor
:
Pemberi Izin
:
Izin Undang-undang Gangguan (HO) Nomor
:
Pemberi Izin
:
Izin Lokasi Nomor
:
Pemberi Izin
:
Izin Pengambilan Air (SIPA) Nama
:
Pemberi Izin
:
Izin Pembuangan Limbah Nomor
:
Pemberi Izin
:
*) Semua Izin-izin tersebut di atas wajib dilampirkan. IV. INFORMASI PRODUKSI *)
bagi kegiatan non-industri, isian berikut dapat disesuaikan sesuai dengan kegiatannya.
1.
Tahun mulai operasi___________________________________________
2.
Total kebutuhan air dan sumbernya (m3/ bulan):
3.
a.
PAM ___________________________________________________
b.
Air Tanah _______________________________________________
c.
Sungai _________________________________________________
d.
Laut ___________________________________________________
e.
Lainnya ________________________________________________
Kebutuhan air (m3/ hari) untuk: a.
Produksi________________________________________________
b.
Cooling water____________________________________________ Domestik _______________________________________________ Lainnya ________________________________________________
c. d.
1160
4.
Bahan Baku dan Penolong *) Sumber (%) No
*)
Nama Bahan
Nama Dagang
Wujud
Domestik
Import
Lampirkan fotokopi Material Safety Data Sheet (MSDS).
**) Gas, Padat, Cair 5.
Lampirkan diagram alir proses.
6.
Kapasitas Produksi Terpasang (per tahun)* Kapasitas No.
*)
7.
Nama Barang
Nama Dagang
Jumlah
Satuan
untuk kegiatan non-industri harap dapat disesuaikan dengan kegiatannya, misalnya hotel dan rumah sakit dilihat berdasarkan jumlah tempat tidur.
Kapasitas Produksi senyatanya (per tahun) Kapasitas No.
Nama Produk
Nama Dagang
1161
Jumlah
Satuan
8.
9.
Waktu kegiatan/usaha a.
Jumlah Gelombang Kerja (Shift) per hari ________ Shift
b.
Jumlah Jam Kerja Produksi: 1) ________________________ 2) ________________________ 3) ________________________ 4) ________________________
jam/ hari hari/bulan bulan/tahun hari/tahun
Kegiatan-kegiatan lainnya: ____________________________________ __________________________________________________________ __________________________________________________________
V. INFORMASI LINGKUNGAN 1.
Sertifikat yang telah dimiliki: o ISO 9000 Tahun____________________ Assesor*)_________________ o ISO 14000 Tahun____________________ Assesor*)_________________ o _______ Tahun____________________ Assesor*)_________________ *) Assesor adalah konsultan yang berhak mengaudit dan mengeluarkan sertifikat
2.
Apakah perusahaan Saudara mempunyai kebijaksanaan pengelolaan lingkungan? o Tidak o Ya (lampirkan)
3.
Apakah perusahaan Saudara dilengkapi dengan Dokumen Studi Lingkungan? o Tidak o Ya Nomor Persetujuan (lampirkan): _________________________ Jenis Dokumen: Konsultan Pelaksana___________________________________ Alamat______________________________________________ ___________________________________________________ Telepon: ____________________________________________ Komisi Pelaksana______________________________________
4.
Apakah perusahaan Saudara pernah melakukan Audit Lingkungan? o Tidak o Ya o Manajemen Lingkungan, tahun ______________________________ Auditor__________________________________________________ o Audit Pentaatan (Compliance Audit), tahun ____________________ Auditor__________________________________________________ o Audit Resiko (Risk Assesment), tahun _________________________ Auditor__________________________________________________ o ________________________, tahun________________________ Auditor________________________________________________
1162
VI. INFORMASI AIR LIMBAH 1.
Media Lingkungan Penerima Air Limbah: o Sungai Nama ________________________________________ o Danau Nama ________________________________________ o Laut, Nama ________________________________________ o Lainnya, ________________________________________________
2.
Apakah aliran buangan air limbah kontinyu dan reguler? o Tidak o Ya
3.
Apakah ada instalansi pengolahan limbah (IPAL)? o Ada o Belum sempurna o Sedang dibangun o Sempurna o Tidak ada
4.
Jika ada atau sedang dibangun instalansi pengolahan limbah, sebutkan kapasitas pengolahannya: ___________ m3/ hari, Apakah mencakup sistem sebagai berikut? o Grit Removal o Screening o Grinding o Netralisasi o Ekualisasi o Trickling Filter o Rotary Biological Contactor o ____________________
o o o o o o o o
Koagulasi Sedimentasi Lumpur Aktif Kolam Oksidasi (lagoons) Anaerobik Aerobik __________ __________
Lampirkan lay out dan diagram alir proses instalansi pengolahan air limbahnya. 5.
Jumlah saluran pembuangan air limbah: ________________________
6.
Tipe saluran pembuangan air limbah: o Pipa o Saluran terbuka
7.
Apakah semua saluran pembuangan air limbah tersebut dilengkapi dengan alat ukur debit? o Tidak o Ya
8.
Sebutkan tipe alat ukur debit yang digunakan. o Rectangular Weir o Triangular Weir o Venturi Meter o Magnetic Flow Meter o Current Meter o Ultrasonic Meter o Inductive meter o _________________
9.
Rata-rata volume air limbah yang dihasilkan ________ m3/ hari.
1163
10. Apakah perusahaan Saudara pernah menganalisa air limbah? o Tidak o Ya (lampirkan hasil analisa terakhir kualitas air limbah, dan sebutkan nama laboratorium yang digunakan). VII. INFORMASI LIMBAH PADAT 1.
Apakah ada limbah padat yang dihasilkan? o Tidak o Ya, Jumlah ___________________ ton/ hari
2.
Metode Pengelolaan: o Kimia-Fisika-Biologi o Stabilisasi/ Solidifikasi o Insinerasi (Thermal Treatment) o Landfill di dalam pabrik o Landfill di luar pabrik o Dikirim ke PPLI-B3 o Dikirim ke Vendor o Dijual ke pihak lain
VIII. PERNYATAAN DIREKTUR UTAMA/ MANAGER PABRIK/ KEGIATAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa semua keterangan tertulis sebagaimana tercantum di atas adalah benar.
__________________________ nama lengkap ______________________________ Tanda Tangan & Cap Perusahaan __________________________ Jabatan Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1164
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 6. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK.
1165
Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1.
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
2.
Baku mutu air limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan.
3.
Pengolahan air limbah domestik terpadu adalah sistem pengolahan air limbah yang dilakukan secara bersama-sama (kolektif) sebelum dibuang ke air permukaan.
4.
Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan. Pasal 2
(1) Baku mutu air limbah domestik berlaku bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. (2) Baku mutu air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku untuk pengolahan air limbah domestik terpadu. Pasal 3 Baku mutu air limbah domestik adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini. Pasal 4 Baku mutu air limbah domestik dalam keputusan ini berlaku bagi : a.
semua kawasan permukiman (real estate), kawasan perkantoran, kawasan perniagaan, dan apartemen;
b.
rumah makan (restauran) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi; dan
c.
asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih. Pasal 5
Baku mutu air limbah domestik untuk perumahan yang diolah secara individu akan ditentukan kemudian. Pasal 6 (1) Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Apabila baku mutu air limbah domestik daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah domestik sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. Pasal 7 Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan dari usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud
1166
dalam Pasal 2 mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah domestik sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan . Pasal 8 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama wajib : a.
melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan;
b.
membuat saluran pembuangan air limbah domestik tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
membuat sarana pengambilan sample pada outlet unit pengolahan air limbah. Pasal 9
(1) Pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dilakukan secara bersama-sama (kolektif) melalui pengolahan limbah domestik terpadu. (2) Pengolahan air limbah domestik terpadu harus memenuhi baku mutu limbah domestik yang berlaku. Pasal 10 (1) Pengolahan air limbah domestik terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menjadi tanggung jawab pengelola. (2) Apabila pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunjuk pengelola tertentu, maka tanggung jawab pengolahannya berada pada masing-masing penanggung jawab kegiatan. Pasal 11 Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam izin pembuangan air limbah domestik bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Pasal 12 Menteri meninjau kembali baku mutu air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. Pasal 13 Apabila baku mutu air limbah domestik daerah telah ditetapkan sebelum keputusan ini : a.
lebih ketat atau sama dengan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, maka baku mutu air limbah domestik tersebut tetap berlaku;
b.
lebih longgar dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, maka baku mutu air limbah domestik tersebut wajib disesuaikan dengan Keputusan ini selambatlambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini.
1167
Pasal 14 Pada saat berlakunya Keputusan ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah domestik bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini. Pasal 15 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 10 Juli 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1168
Lampiran : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor : 112 Tahun 2003 Tanggal : 10 Juli 2003
BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
pH
-
6-9
BOD
mg/l
100
TSS
mg/l
100
Minyak dan Lemak
mg/l
10
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1169
1170
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 113 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan Atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 7. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
1171
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA. Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara adalah serangkaian kegiatan penambangan dan kegiatan pengolahan/pencucian batu bara.
2.
Batu bara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama.
3.
Kegiatan penambangan batu bara adalah pengambilan batu bara yang meliputi penggalian, pengangkutan dan penimbunan baik pada tambang terbuka maupun tambang bawah tanah.
4.
Kegiatan pengolahan/pencucian batu bara adalah proses peremukan, pencucian, pemekatan dan atau penghilangan batuan/mineral pengotor dan atau senyawa belerang dari batu bara tanpa mengubah sifat kimianya.
5.
Air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara adalah air yang berasal dari kegiatan penambangan batu bara dan air buangan yang berasal dari kegiatan pengolahan/pencucian batu bara.
6.
Baku mutu air limbah batu bara adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah batu bara yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan.
7.
Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
8.
Keadaan tertentu adalah keadaan terhentinya operasi pada sebagian atau seluruh kegiatan sampai dimulainya kembali kegiatan operasi dan operasi percobaan awal dalam usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara.
9.
Kondisi cuaca tertentu adalah terjadinya curah hujan di atas kondisi normal pada lokasi penambangan sesuai dengan data penelitian atau data meteorologi dalam usaha dan kegiatan penambangan batu bara.
10. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan. Pasal 2 (1) Baku mutu air limbah bagi kegiatan penambangan batu bara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini. (2) Baku mutu air limbah bagi kegiatan pengolahan/pencucian batu bara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Keputusan ini. Pasal 3 (1) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam lampiran Keputusan ini setiap saat tidak boleh dilampaui.
1172
(2) Apabila baku mutu air limbah batu bara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlampaui karena keadaan tertentu dan atau kondisi cuaca tertentu maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melaporkan dan menyampaikan kegiatan penanggulangan pencemaran kepada Bupati/ Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri. Pasal 4 (1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. (2) Apabila Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah batu bara sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Pasal 5 Apabila hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau UKL dan UPL. Pasal 6 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan wajib melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan/ pencucian, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam lampiran Keputusan ini. Pasal 7 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara wajib mengelola air yang terkena dampak dari kegiatan penambangan melalui kolam pengendapan (pond). Pasal 8 (1) Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara wajib melakukan kajian lokasi titik penaatan (point of compliance) air limbah dari kegiatan pertambangan. (2) Lokasi titik penaatan (point of compliance) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berada pada saluran air limbah yang : a. ke luar dari kolam pengendapan (pond) air limbah sebelum dibuang ke air permukaan dan tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan atau sumber air lain selain dari kegiatan penambangan tersebut. b. keluar dari unit pengelola air limbah dari proses pengolahan/pencucian batu bara sebelum dibuang ke air permukaan dan tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan atau sumber air lain selain dari kegiatan pengolahan tersebut. (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan mengajukan permohonan penetapan lokasi titik penaatan (point of compliance) kepada Bupati/Walikota.
1173
(4) Bupati/Walikota menetapkan dan mencantumkan dalam izin pembuangan air limbah mengenai lokasi titik penaatan (point of compliance). Pasal 9 Dalam hal terjadi perubahan lokasi usaha dan atau kegiatan pertambangan dan atau karena pertimbangan kondisi lingkungan tertentu, maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan pengkajian ulang dan mengajukan permohonan kembali kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh persetujuan lokasi titik penaatan (point of compliance) yang baru. Pasal 10 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan wajib mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. (2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara wajib untuk : a. melakukan swapantau kadar parameter baku mutu air limbah, sekurang-kurangnya memeriksa pH air limbah dan mencatat debit air limbah harian; b. mengambil dan memeriksa semua kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan yang dilaksanakan oleh pihak laboratorium yang telah terakreditasi; c. menyampaikan laporan tentang hasil analisis air limbah dan debit harian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan yang diterbitkan. Pasal 12 (1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan yang telah ditetapkan sebelumnya yang lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini. (2) Dalam hal baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air limbah dalam Keputusan ini, maka baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku. Pasal 13 Pada saat berlakunya Keputusan ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini.
1174
Pasal 14 Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 10 Juli 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1175
Lampiran I : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 113 Tahun 2003 Tanggal : 10 Juli 2003
BAKU MUTU AIR LIMBAH KEGIATAN PENAMBANGAN BATU BARA
Parameter
Satuan
pH
Kadar Maksimum 6-9
Residu Tersuspensi
mg/l
400
Besi (Fe) Total
mg/l
7
Mangan (Mn) Total
mg/l
4
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1176
Lampiran II : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 113 Tahun 2003 Tanggal : 10 Juli 2003
BAKU MUTU AIR LIMBAH PENGOLAHAN/PENCUCIAN BATU BARA
Parameter
Satuan
pH
Kadar Maksimum 6-9
Residu Tersuspensi
mg/l
200
Besi (Fe) Total
mg/l
7
Mangan (Mn) Total
mg/l
4
Volume air limbah maksimum 2m3 per ton produk batu bara
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1177
1178
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 114 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN UNTUK MENETAPKAN KELAS AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161);
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN UNTUK MENETAPKAN KELAS AIR.
1179
Pasal 1 (1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota melakukan pengkajian mutu air saat ini untuk menentukan status air sebagai masukan bagi penyusunan program pengelolaan air atau program pemulihan pencemaran air. (2) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota dalam melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat meminta bantuan pihak ketiga. Pasal 2 (1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota dalam melakukan pengkajian mutu air, perlu mendapatkan informasi tentang kebutuhan air untuk 15 (lima belas) tahun mendatang dan menyusun saran pendayagunaan air dan penentuan kelas air. (2) Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat meminta bantuan pihak ketiga. (3) Berdasarkan pengkajian mutu air untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan air dan penyusunan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan saran masukan dari masyarakat melalui dengar pendapat. (4) Berdasarkan hasil dengar pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), kelas air pada : a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Provinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 3 Pedoman pengkajian teknis untuk menetapkan kelas air akan ditetapkan dengan Keputusan tersendiri. Pasal 4 (1) Apabila mutu air lebih baik atau sama jika dibandingkan dengan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), maka Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menyusun program pengelolaan air. (2) Apabila mutu air lebih buruk jika dibandingkan dengan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) atau dalam kondisi cemar, maka Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib mengumumkan sumber air tersebut tercemar dan menyusun program pemulihan pencemaran air. Pasal 5 Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melaksanakan program pengelolaan air atau program pemulihan pencemaran air sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 4.
1180
Pasal 6 Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini, kelas air dan atau golongan penetapan air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini. Pasal 7 Pada saat berlakunya Keputusan ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kelas air yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini. Pasal 8 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 10 Juli 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1181
1182
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 115 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;
1183
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR.
Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : a.
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
c.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Pasal 2
(1) Penentuan status mutu air dapat menggunakan Metoda STORET atau Metoda Indeks Pencemaran. (2) Pedoman untuk menentukan status mutu air dengan Metoda STORET dilakukan sesuai dengan pedoman pada Lampiran I Keputusan ini. (3) Pedoman untuk menentukan status mutu air dengan Metoda Indeks Pencemaran dilakukan sesuai dengan pedoman pada Lampiran II Keputusan ini. Pasal 3 (1) Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain yang juga berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kapasitas daerah, maka dapat digunakan metoda di luar metoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (2) Metoda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan. Pasal 4 Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini, status mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini. Pasal 5 Pada saat berlakunya Keputusan ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan status mutu air yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini.
1184
Pasal 6 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 10 Juli 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA, MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA
1185
Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor : 115 Tahun 2003 Tanggal : 10 Juli 2003 PENENTUAN STATUS MUTU AIR DENGAN METODA STORET I.
Uraian Metoda STORET Metoda STORET merupakan salah satu metoda untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metoda STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metoda STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, yaitu: (1) Kelas A : baik sekali, skor = 0
à memenuhi baku mutu
(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10
à cemar ringan
(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30
à cemar sedang
(4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31
à cemar berat
II. Prosedur Penggunaan Penentuan status mutu air dengan menggunakan metoda STORET dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data). 2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. 3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran < baku mutu) maka diberi skor 0. 4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu), maka diberi skor :
1186
Tabel 1.1. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air Jumlah contoh1)
Nilai
Parameter Fisika
< 10
≥ 10
Kimia
Biologi
Maksimum
-1
-2
-3
Minimum
-1
-2
-3
Rata-rata
-3
-6
-9
Maksimum
-2
-4
-6
Minimum
-2
-4
-6
Rata-rata
-6
-12
-18
Sumber : Canter (1977) Catatan : 1) jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air. 5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai. III. Contoh Perhitungan Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada contoh berikut ini. Tabel 1.2. merupakan contoh penerapan penentuan kualitas air menurut metoda STORET yang dilakukan oleh Unpad, Bandung. Data diambil dari sungai Ciliwung pada stasiun 1. Pada tabel ini tidak diberikan data lengkap hasil analisa di sungai Ciliwung, tetapi hanya diberikan nilai maksimum, minimum, dan rata-rata dari data-data hasil. Cara pemberian skor untuk tiap parameter adalah sebagai berikut (contoh, untuk Hg): a. Hg merupakan parameter kimia, maka gunakan skor untuk parameter kimia. b. Kadar Hg yang diharapkan untuk air golongan C adalah 0.002 mg/l. c. Kadar Hg maksimum hasil pengukuran adalah 0.0296 mg/l, ini berarti kadar Hg melebihi baku mutunya. Maka skor untuk nilai maksimum adalah -2. d. Kadar Hg minimum hasil pengukuran adalah 0.0006 mg/l, ini berarti kadar Hg sesuai dengan baku mutunya. Maka skornya adalah 0. e. Kadar Hg rata-rata hasil pengukuran adalah 0.0082 mg/l, ini berarti melebihi baku mutunya. Maka skornya adalah –6. f. Jumlahkan skor untuk nilai maksimum, minimum, dan rata-rata. Untuk Hg pada contoh ini skor Hg adalah –8. g. Lakukan hal yang sama untuk tiap parameter, apabila tidak ada baku mutunya untuk parameter tertentu, maka tidak perlu dilakukan perhitungan. h. Jumlahkan semua skor, ini menunjukan status mutu air. Pada contoh ini skor total adalah –58, ini berarti sungai Ciliwung pada stasiun 1 mempunyai mutu yang buruk untuk peruntukan golongan C.
1187
Tabel 1.2. Status Mutu Kualitas Air Menurut Sistem Nilai STORET di Stasiun 1 sungai Ciliwung bagi peruntukan Golongan C (PP 20/1990) No.
1 2 3 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2
Parameter FISIKA TDS Suhu air DHL Kecerahan KIMIA a. Anorganik Hg As Ba F Cd Cr (VI) Mn Na NO3-N NO2-N NH3-N pH Se Zn CN SO4 H2 S Cu Pb RSC BOD5 COD Minyak dan lemak PO4 Phenol Cl2 B COD Ni HCO3 CO2-bebas Salinitas DO b. Organik Aldrin Dieldrin Chlordane DDT Detergent Lindane PCB Endrine BHC MIKROBIOLOGI Coliform tinja Total coliform Jumlah Skor
Satuan
mg/l C mhos/cm M
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 0/00 mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Baku Mutu
normal + 3
0,002 0,5 1,5 0,01 nihil
0,06 0,02 6-8.5 0,05 0,02 0,01 0,002 0,02 0,03
0,5 0,001 0,003
>3
0,002 0,2
0,004 0,21
Jml/100 ml Jml/100 ml
1188
Hasil Pengukuran Maksimum Minimum
Skor Rata-rata
289 24,15 82,6 0,46
179,4 20,5 72 0,35
224,2 22,06 76,3 0,41
0,0296 0,0014 17,401 0,51 Tt 0,0036 0,033 15,421 12,28 1 1,53 7,83 Tt 0,0457 Tt 40 1,27 0,008 0,2456 3,42 42,51 62,2 Tt 2,28 Tt 1,3315 2,103 0,1242 Tt 11,88 0,02 9,1
0,0006 Tt 11,239 0,28 Tt Tt Tt 5,1672 0,04 0,0075 Tt 6,72 Tt Tt Tt 2,2 0,0014 Tt Tt 2,42 22,97 34,32 Tt 0,02 Tt 0,0003 0,81 0,0145 Tt 7,92 0 8
0,0082 0,0004 15,3665 0,4138 Tt 0,0009 0,083 11,0246 3,4675 0,3996 0,576 7,41 Tt 0,0114 Tt 14,175 0,3354 0,0043 0,1451 2,985 32,92 48,08 Tt 0,7167 Tt 0,3383 1,4575 0,0653 Tt 9,24 0,015 8,433
Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt
Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt
Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt Tt
15x10^6 15x10^6
2.5x10^6 2.5x10^6
7.125x10^6 8.375x10^6
0
-8 0 0 0 -8
-8 -8 0 0 -2 0 -8 0 -8
0 0 -8
0
0 0
0 0
-58
1 2
MIKROBIOLOGI Coliform tinja Total coliform Jumlah Skor
Jml/100 ml Jml/100 ml
15x10^6 15x10^6
2.5x10^6 2.5x10^6
7.125x10^6 8.375x10^6 -58
Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 10 Juli 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA, MSM Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelmbagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1189
Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor : 115 Tahun 2003 Tanggal : 10 Juli 2003 PENENTUAN STATUS MUTU AIR DENGAN METODA INDEKS PENCEMARAN I.
Uraian Metode Indeks Pencemaran Sumitomo dan Nemerow (1970), Universitas Texas, A.S., mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow, 1974). Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independent dan bermakna.
II. Definisi Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. PIj =
(C1/L1j, C2/L2j,…,Ci/Lij)…………………………………….……...(2-1)
Tiap nilai Ci/Lij menunjukkan pencemaran relatif yang diakibatkan oleh parameter kualitas air. Nisbah ini tidak mempunyai satuan. Nilai Ci/Lij = 1,0 adalah nilai yang kritik, karena nilai ini diharapkan untuk dipenuhi bagi suatu Baku Mutu Peruntukan Air. Jika Ci/Lij >1,0 untuk suatu parameter, maka konsentrasi parameter ini harus dikurangi atau disisihkan, kalau badan air digunakan untuk peruntukan (j). Jika parameter ini adalah parameter yang bermakna bagi peruntukan, maka pengolahan mutlak harus dilakukan bagi air itu. Pada model IP digunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan nilai Ci/Lij sebagai tolok-ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan bermakna jika salah satu nilai Ci/Lij bernilai lebih besar dari 1. Jadi indeks ini harus mencakup nilai Ci/Lij yang maksimum PIj =
{(Ci/Lij)R,(Ci/Lij)M} …………………………………..…….…..(2-2)
Dengan (Ci/Lij)R : nilai ,Ci/Lij rata-rata (Ci/Lij)M : nilai ,Ci/Lij maksimum
1190
Jika (Ci/Lij)R merupakan ordinat dan (Ci/Lij)M merupakan absis maka PIj merupakan titik potong dari (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M dalam bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu tersebut.
(Ci/Lij)R PIj
(Ci/Lij)M Gambar 2.1. Pernyataan Indeks untuk suatu Peruntukan (j) Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1,0. Jika nilai maksimum Ci/Lij dan atau nilai rata-rata Ci/Lij makin besar, maka tingkat pencemaran suatu badan air akan makin besar pula. Jadi panjang garis dari titik asal hingga titik Pij diusulkan sebagai faktor yang memiliki makna untuk menyatakan tingkat pencemaran.
(C i /L ij ) 2M + (C i /L ij ) 2R PIj = m
…………………………………………...(2-3)
Dimana m = faktor penyeimbang Keadaan kritik digunakan untuk menghitung nilai m PIj = 1,0 jika nilai maksimum Ci/Lij = 1,0 dan nilai rata-rata Ci/Lij = 1,0 maka
1,0 = m
m = 1/
PIj =
(1) 2 + (1) 2
2 , maka persamaan 3-3 menjadi (C i /L ij ) 2M + (C i /L ij ) 2R
……………………………………………..(2-4)
2 Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu.
1191
Evaluasi terhadap nilai PI adalah : 0
≤ PIj ≤ 1,0
à memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1,0 < PIj ≤ 5,0
à cemar ringan
5,0 < PIj ≤ 10
à cemar sedang
PIj > 10
à cemar berat
III. Prosedur Penggunaan Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara : 1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik. 2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang. 3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan. 4.a.Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu : (Ci/Lij)baru =
C im - C i (hasil pengukuran ) C im - L ij
4.b.Jika nilai baku Lij memiliki rentang -
untuk Ci < Lij rata-rata
(Ci/Lij)baru =
-
[ C i - (L ij ) rata -rata ] { (L ij ) minimum - (L ij ) rata -rata }
untuk Ci > Lij rata-rata
(Ci/Lij)baru =
[ C i - (L ij ) rata -rata ] { (L ij ) maksimum - (L ij ) rata -rata }
1192
4.c.Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah : (1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0. (2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0. (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5). 4. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M). 5. Tentukan harga PIj PIj =
(C i /L ij ) 2M + (C i /L ij ) 2R 2
IV. Contoh Perhitungan Pada contoh berikut ini diberikan data untuk suatu sampel sungai yang akan ditentukan indeks pencemarannya (IP). Hasil pengukuran sampel diberikan pada kolom 2 (Ci) dan baku mutu perairan tersebut diberikan pada kolom 3 (LiX). Pada contoh perhitungan hanya digunakan 6 parameter saja. Contoh yang diberikan berikut ini hanya bertujuan agar pemakai metoda Indeks Pencemaran dapat memahami cara menghitung harga PIj. Tabel 2.2. Contoh penentuan IP untuk baku mutu x Parameter TSS
Ci
LiX
Ci/LiX
Ci/LiX baru
100
50
2
2,5
DO
2
6
0,28
0,28
pH
8
6-9
0,5
0,5
2000
1000
2
2,5
8
2
4,0
4,0
0,07
0,01
7,0
5,2
Fecal coliform BOD Se
• Contoh perhitungan TSS : C1/L1X = 100 / 50 = 2 C1/L1X > 1 Maka gunakan persamaan (Ci/Lij)baru (C1/L1X)baru = 1,0 + 5 log 2 = 2,5 Catatan : Ci/Lij baru dihitung karena nilai Ci/Lij yang berjauhan untuk Ci/Lij < 1 digunakan Ci/Lij hasil pengukuran, tetapi bila Ci/Lij > 1 perlu dicari Ci/Lij baru. 1193
• Contoh perhitungan DO : DO merupakan parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas akan menrun. Maka sebelum menghitung C2/L2X harus dicari terlebih dahulu harga C2 baru. DOmaks
= 7 pada temperatur 250C
C2 baru
=7–2=5
C2/L2X
= (5/3) / 6 = 0,28
7–6
3
• Contoh perhitungan pH : Karena harga baku mutu pH memiliki rentang, maka penetuan C3/L3X dilakukan dengan cara : L3X rata-rata = 6 + 9 = 7,5
C3 > L3X rata-rata
2 C3/L3X = ( 8 – 7,5 ) = 0,5 (9–8) • Tentukan nilai (Ci/LiX)R = 2,58 (nilai rata-rata dari kolom 5) • Tentukan nilai (Ci/LiX)M = 5,2 (nilai maksimum dari kolom 5) • Dengan menggunakan persamaan pada langkah no 5 (lihat prosedur 3.2), maka dapat ditentukan nilai PIX = 4,10. Apabila kemudian data air sungai yang sama ingin dibandingkan terhadap baku mutu yang berbeda, misalnya Y (kolom II, Tabel 3.3), maka perhitungannya menjadi sebagai berikut: Tabel 2.3. Contoh penentuan IP untuk baku mutu Y Parameter
Ci
LiY
Ci/LiY
Ci/LiY baru
TSS
100
400
0,25
0,25
DO
2
1
2
0,83
pH
8
6-9
0,5
0,5
BOD
8
10
0,8
0,8
Se
0,07
0,08
0,88
0,88
Dari Tabel 2.3., maka dapat ditentukan nilai-nilai berikut: • (Ci/LiY)R = 0,625 • (Ci/LiY)M = 0,88 • PIY = 0,76
1194
Jika dibandingkan antara contoh pada Tabel 2.2 dengan contoh pada Tabel 2.3, maka dapat diambil kesimpulan bahwa air sungai yang diukur memenuhi baku mutu Y dan tidak memenuhi baku mutu X. Jadi bila nilai PI lebih kecil dari 1,0, maka sampel air tersebut memenuhi baku mutu termaksud, sedangkan bila lebih besar dari 1,0, sampel dinyatakan tidak memenuhi baku mutu. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 10 Juli 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA, MSM Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1195
1196
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 142 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 111 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN MENGENAI SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN SERTA PEDOMAN KAJIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa sehubungan dengan adanya kekeliruan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Mengenai Syarat Dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air, di pandang perlu mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat Dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
1197
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161);
7.
Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 111 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN MENGENAI SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN SERTA PEDOMAN KAJIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR.
Pasal I Mengubah ketentuan Pasal 3 dan Pasal 5 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat Dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air, sebagai berikut : 1.
Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut: “Pasal 3
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan atau kajian upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. (3) Syarat-syarat perizinan pembuangan air limbah ke air atau sumber air wajib mematuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 2.
Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut: “Pasal 5
Kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) didasarkan pada : a.
jenis industri dan jenis usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan;
b.
rona lingkungan;
c.
jumlah limbah yang dibuang;
d.
daya tampung beban pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
1198
Pasal II Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 24 September 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM.
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1199
1200
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 122 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR KEP-51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa kegiatan industri pupuk mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair (air limbah); b. bahwa menurut ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk melakukan pengendalian pencemaran akibat pembuangan air limbah, perlu ditetapkan Baku Mutu Air Limbah Nasional; c. bahwa penetapan baku mutu air limbah bagi kegiatan industri pupuk sebagaimana yang diatur di dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 lampiran B.X nilai parameter pH tidak sesuai dengan kondisi yang ada pada saat ini, sehingga perlu dilakukan perubahan; d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161);
1201
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 5. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-51/MENLH/10/ 1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI.
Pasal I Mengubah nilai parameter pada lampiran B.X Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Pupuk sehingga Baku Mutu Limbah Cair (Air Limbah) bagi Kegiatan Industri Pupuk sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. Pasal II Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 12 Agustus 2004 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1202
Lampiran
:
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor
:
122 Tahun 2004
Tentang
:
Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep- 51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
Tanggal
:
12 Agustus 2004
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK PARAMETER
PUPUK UREA
PUPUK NITROGEN LAIN
AMONIAK
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton)
COD
3.0
3.0
0.30
TSS
1.5
3.0
0.15
Minyak dan lemak
0.3
0.30
0.03
NH3-N
0.75
1.50
0.30
TKN
1.5
2.25
-
pH
6.0 – 10
6.0 – 10
6.0 – 10
Debit air limbah
15 m3 per ton produk
15 m3 per ton produk
15 m3 per ton produk
maksimum
Catatan : 1. Pengukuran beban air limbah dilakukan pada satu saluran pembuangan akhir 2. Beban air limbah (kg/ton produk) = konsentrasi tiap parameter x debit air limbah 3. Beban air limbah pabrik amoniak, berlaku pula untuk pabrik pupuk urea dan pupuk nitrogen lain yang memproduksi kelebihan amoniak. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1203
1204
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
1205
8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Rumah Pemotongan Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan;
2.
Usaha dan/atau kegiatan RPH meliputi: pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang penampung, pembersihan kandang isolasi, dan/atau pembersihan isi perut dan air sisa perendaman;
3.
Air limbah RPH adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan RPH yang berwujud cair;
4.
Baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH adalah ukuran batas atau kadar maksimum unsur pencemar dan/atau jumlah pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah kegiatan RPH yang akan dibuang atau dilepas ke media lingkungan;
5.
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang lingkungan hidup. Pasal 2
Baku mutu air limbah dalam Peraturan Menteri ini berlaku untuk kegiatan RPH: a.
Sapi;
b.
Kerbau;
c.
Babi;
d.
Kuda;
e.
Kambing dan/atau;
f.
Domba. Pasal 3
Baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH ditetapkan dengan tujuan: a.
menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup;
b.
menurunkan beban pencemaran lingkungan melalui upaya pengendalian pencemaran dari kegiatan RPH. Pasal 4
Sasaran penetapan baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH dimaksudkan untuk mendorong penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan RPH mengolah air limbah sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
1206
Pasal 5 (1) Baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran A dan Lampiran B Peraturan Menteri ini. (2) Bagi RPH yang: a. beroperasi sebelum diberlakukannya Peraturan Menteri ini, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran A Peraturan Menteri ini dan wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran B Peraturan Menteri ini selambatlambatnya tanggal 1 Januari tahun 2011; b. beroperasi setelah diberlakukannya Peraturan Menteri ini, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran B Peraturan Menteri ini. Pasal 6 Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan RPH mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari Lampiran Peraturan Menteri ini, maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Pasal 7 Gubernur dan Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH daerah dengan ketentuan lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 8 Apabila baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH daerah telah ditetapkan sebelum diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka dalam hal baku mutu air limbah daerah: a.
lebih ketat atau sama dengan baku mutu air limbah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka dinyatakan tetap berlaku;
b.
lebih longgar dari baku mutu air limbah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Menteri ini wajib disesuaikan dengan baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Menteri ini selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini. Pasal 9
(1) Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan RPH wajib: a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang atau dilepas ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah RPH; b. membuat sistem saluran air limbah yang kedap air dan tertutup agar tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan, dilengkapi dengan alat penyaring untuk memudahkan pembersihan dan perawatan; c. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan; d. memasang alat ukur debit atau laju aliran limbah dan melakukan pencatatan debit air limbah harian;
1207
e. melakukan pencatatan jumlah dan jenis hewan yang dipotong per hari; f. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan di laboratorium yang terakreditasi; g. menyampaikan laporan tentang catatan debit air limbah harian, jumlah dan jenis hewan yang dipotong perhari dan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, dan huruf f sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur dan Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup dan instansi yang membidangi kegiatan RPH serta instansi lain yang dianggap perlu. (2) Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan RPH dilarang melakukan pengenceran air limbah dari kegiatannya. Pasal 10 Pemberi izin wajib mencantumkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 9 Peraturan Menteri ini kedalam Izin Pembuangan Air Limbah bagi kegiatan RPH. Pasal 11 Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 April 2006 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1208
Lampiran A : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 02 Tahun 2006 Tanggal : 20 April 2006 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
BOD
mg/L
150
COD
mg/L
400
TSS
mg/L
300
Minyak dan Lemak
mg/L
25
-6
-9
pH
Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau dan kuda : 2.0 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba : 0.2 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk babi : 0.9 m3/ekor/hari
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1209
Lampiran B : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 02 Tahun 2006 Tanggal : 20 April 2006 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
BOD
mg/L
100
COD
mg/L
200
TSS
mg/L
100
Minyak dan Lemak
mg/L
15
NH3-N
mg/L
25
-6
-9
pH
Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau dan kuda : 1.5 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba : 0.15 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk babi : 0.65 m3/ekor/hari
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1210
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih Timah; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Le mbaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara;
1211
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1.
Usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah adalah serangkaian kegiatan penambangan dan kegiatan pengolahan bijih timah menjadi konsentrat atau logam timah dan meliputi juga kegiatan penutupan tambang;
2.
Kegiatan penambangan bijih timah adalah pengambilan bijih timah yang meliputi penggalian, pengangkutan dan penimbunan baik pada tambang terbuka, tambang bawah tanah maupun penambangan di laut;
3.
Kegiatan pengolahan bijih timah adalah proses penghancuran, penggilingan, pengapungan, pelindian, pemekatan dan atau pemurnian dengan metoda fisika dan atau kimia;
4.
Air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah adalah air yang berasal dari kegiatan penambangan bijih timah dan sisa dari kegiatan pengolahan bijih timah yang berwujud cair;
5.
Baku mutu air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah adalah ukuran batas atau kadar maksimum unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke sumber air dari usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah;
6.
Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah;
7.
Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan. Pasal 2
(1) Air limbah kegiatan pertambangan bijih timah terdiri atas : a. air limbah kegiatan penambangan bijih timah yaitu air yang terkena dampak kegiatan penambangan bijih timah sehingga kualitasnya berubah dan perubahan tersebut terkait langsung dengan kegiatan penambangan bijih timah tersebut; b. air limbah kegiatan pengolahan bijih timah yang dibuang ke badan air; c. air limbah bagi kegiatan penutupan tambang. (2) Baku mutu air limbah bagi kegiatan penambangan bijih timah serta metode analisisnya adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini. (3) Baku mutu air limbah bagi kegiatan pengolahan bijih timah serta metode analisisnya adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini.
1212
Pasal 3 (1) Baku mutu air limbah bagi kegiatan penutupan tambang akan ditetapkan dengan Peraturan Menteri tersendiri. (2) Selama baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas belum ditetapkan, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini. Pasal 4 Baku mutu air limbah bagi kegiatan penambangan dan atau pengolahan bijih timah yang dilakukan di laut ditetapkan dengan Peraturan Menteri tersendiri. Pasal 5 (1) Baku mutu air limbah bagi kegiatan penambangan dan atau pengolahan bijih timah sebagaimana dimaksud dalam lampiran Peraturan ini setiap saat tidak boleh dilampaui. (2) Apabila baku mutu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlampaui karena : a. keadaan terhentinya operasi pada sebagian atau seluruh kegiatan sampai dimulainya kembali kegiatan operasi; b. terjadinya curah hujan di atas kondisi normal pada lokasi penambangan bijih timah sesuai dengan data penelitian atau data meteorologi; maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melaporkan dan menyampaikan kegiatan penanggulangan pencemaran kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri. Pasal 6 Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini, maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau UKL dan UPL. Pasal 7 Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah wajib melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan atau pengolahan bijih timah, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke badan air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam lampiran Peraturan ini. Pasal 8 (1) Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah wajib melakukan kajian lokasi titik penaatan air limbah dari usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah. (2) Lokasi titik penaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berada pada saluran air limbah yang:
1213
a. keluar dari sistim pengolahan air limpasan (run off) sebelum dibuang ke badan air dan sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan atau sumber lain selain dari kegiatan penambangan timah tersebut; dan atau b. keluar dari sistim pengolahan air limbah dari proses pengolahan bijih timah sebelum dibuang ke badan air dan sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan atau sumber air lain selain dari kegiatan pengolahan bijih timah tersebut. (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah mengajukan permohonan penetapan lokasi titik penaatan kepada Bupati/Walikota. (4) Bupati/Walikota menetapkan dan mencantumkan lokasi titik penaatan sebagai bagian dari izin pembuangan air limbah. Pasal 9 Dalam hal terjadi perubahan lokasi usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah dan atau pertimbangan kondisi lingkungan tertentu, maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan pengkajian ulang dan mengajukan permohonan kembali kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh persetujuan lokasi titik penaatan yang baru. Pasal 10 Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah wajib untuk: a. melakukan swapantau harian kadar parameter baku mutu air limbah, sekurangkurangnya memeriksa pH air limbah; b. mengambil dan memeriksa ke laboratorium yang terakreditasi semua kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan; c. melakukan analisis air limbah sebagaimana tercantum dalam huruf a dan huruf b dan menyampaikan laporan tentang hasil analisis tersebut sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati/ Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 Bupati/Walikota wajib mencantumkan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 di dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan timah yang diterbitkan. Pasal 12 (1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih timah yang telah ditetapkan sebelumnya yang lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan ini. (2) Dalam hal baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini, maka baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku.
1214
Pasal 13 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 30 Juni 2006 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Umum, ttd Nadjib Dahlan, SH.
1215
Lampiran I Nomor Tentang
Tanggal
: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup : 04/MENLH/06/2006 : Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih Timah : 30 Juni 2006
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENAMBANGAN BIJIH TIMAH Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
pH TSS Cu* Zn* Pb*
mg/L mg/L mg/L mg/L
6-9 200 2 5 0,1
As*
mg/L
0,2
S+2* Fe* Mn* Sn+* Cr total*
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 5 2 2 0,5
Metoda Analisis IK.24/A/LPDL SNI 06-2413-1991 SNI 06-2514-1991 SNI 06-2507-1991 SNI 06-2517-1991 SNI 06-2519-1991 EPA.7061.A.1986 Std. Method No.3113.1998 SNI 19-1664-1989 SNI 06-2523-1991 SNI 06-2497-1991 Std. Method No.3113.1998 SNI 05-2511-1991 SNI 06-2513-1991
Keterangan : * = Sebagai konsentrasi ion logam terlarut Cr total adalah adalah krom yang terlarut dari semua valensi Apabila pada keadaan alamiah pH air pada badan air berada di bawah atau di atas baku mutu air, maka dengan rekomendasi Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi dapat menetapkan kadar maksimum untuk parameter pH sesuai dengan kondisi alamiah lingkungan. Untuk memenuhi baku mutu air limbah tersebut, kadar parameter air limbah tidak diperbolehkan dicapai dengan cara pengenceran dengan air secara langsung diambil dari sumber air. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Umum, ttd Nadjib Dahlan, SH.
1216
Lampiran II Nomor Tentang
Tanggal
: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup : 04/MENLH/06/2006 : Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih Timah : 30 Juni 2006
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENGOLAHAN BIJIH TIMAH Parameter
Satuan
Kadar Maksimum 6-9
IK.24/A/LPDL
TSS
mg/L
200
SNI 06-2413-1991
Cu*
mg/L
2
SNI 06-2514-1991
Zn*
mg/L
5S
NI 06-2507-1991
Pb*
mg/L
0,1
SNI 06-2517-1991
As*
mg/L
0,1
EPA.7061.A.1986 Std. Method No.3113.1998
S+2*
mg/L
0,05
SNI 19-1664-1989
Fe*
mg/L
5
SNI 06-2523-1991
Mn*
mg/L
2
SNI 06-2497-1991
Sn+
mg/L
2
Std. Method No.3113.1998
Cr total*
mg/L
0,5
pH
Metoda Analisis
SNI 06-2519-1991
SNI 05-2511-1991 SNI 06-2513-1991
Keterangan : * = Sebagai konsentrasi ion logam terlarut Cr total adalah adalah krom yang terlarut dari semua valensi Apabila pada keadaan alamiah pH air pada badan air berada di bawah atau di atas baku mutu air, maka dengan rekomendasi Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi dapat menetapkan kadar maksimum untuk parameter pH sesuai dengan kondisi alamiah lingkungan. Untuk memenuhi baku mutu air limbah tersebut, kadar parameter air limbah tidak diperbolehkan dicapai dengan cara pengenceran dengan air secara langsung diambil dari sumber air.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Umum, ttd Nadjib Dahlan, SH.
1217
1218
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun
1219
2005 tentang Perubahan Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia ;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1.
Usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel adalah serangkaian kegiatan penambangan dan kegiatan pengolahan bijih nikel menjadi produk setengah jadi atau logam nikel dan meliputi juga kegiatan penutupan tambang;
2.
Kegiatan penambangan bijih nikel adalah pengambilan bijih nikel yang meliputi penggalian, pengangkutan dan penimbunan baik pada tambang terbuka, maupun tambang bawah tanah;
3.
Kegiatan pengolahan bijih nikel adalah proses penghancuran, penggilingan, pengapungan, pelindian, pemekatan pengeringan, peleburan dan/atau pemurnian dengan metoda fisika dan atau kimia;
4.
Air limbah usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel adalah air yang berasal dari kegiatan penambangan bijih nikel dan/atau sisa dari kegiatan pengolahan bijih nikel yang berwujud cair;
5.
Baku mutu air limbah usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel adalah ukuran batas atau kadar maksimum unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke sumber air dari usaha dan/ atau kegiatan pertambangan bijih nikel;
6.
Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah;
7.
Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung-jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2
(1) Air limbah kegiatan pertambangan bijih nikel meliputi: a. air limbah kegiatan penambangan bijih nikel yang terkena dampak langsung kegiatan penambangan bijih nikel sehingga kualitasnya berubah dan perubahan tersebut terkait langsung dengan kegiatan penambangan bijih nikel; b. air limbah kegiatan pengolahan bijih nikel yang dibuang ke badan air. (2) Baku mutu air limbah dan metode analisis bagi usaha dan/atau kegiatan penambangan dan pengolahan bijih nikel adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (3) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta perubahan metode analisis Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 (1) Baku mutu air limbah bagi kegiatan penutupan tambang akan ditetapkan secara tersendiri dengan Peraturan Menteri. (2) Selama baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
1220
Pasal 4 (1) Baku mutu air limbah bagi kegiatan penambangan dan/atau pengolahan bijih nikel sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh dilampaui. (2) Apabila baku mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui karena: a. keadaan terhentinya operasi pada sebagian atau seluruh kegiatan sampai dimulainya kembali kegiatan operasi; dan/atau b. terjadinya curah hujan di atas kondisi normal pada lokasi penambangan bijih nikel sesuai dengan data penelitian atau data meteorologi; maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib segera melaporkan dan menyampaikan kejadian tersebut disertai dengan rincian kegiatan penanggulangan pencemaran kepada Bupati/ Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri. Pasal 5 (1) Baku mutu air limbah daerah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Apabila baku mutu air limbah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 6 Apabila hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan dalam hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel wajib melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan/atau pengolahan bijih nikel, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke badan air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 8 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel wajib melakukan kajian lokasi titik penaatan air limbah dari usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel. (2) Lokasi titik penaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada pada saluran air limbah yang: a. keluar dari sistem pengolahan air limpasan (run off) sebelum dibuang ke badan air dan sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber lain selain dari kegiatan penambangan bijih nikel; dan atau
1221
b. keluar dari sistem pengolahan air limbah dari proses pengolahan bijih nikel sebelum dibuang ke badan air dan sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber air lain selain dari kegiatan pengolahan bijih nikel. (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel mengajukan permohonan penetapan lokasi titik penaatan kepada Bupati/Walikota. (4) Bupati/Walikota menetapkan dan mencantumkan lokasi titik penaatan sebagai bagian dari izin pembuangan air limbah sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pasal 9 Dalam hal terjadi perubahan lokasi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel dan/atau pertimbangan kondisi lingkungan tertentu, maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengkajian ulang dan mengajukan permohonan kembali kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh persetujuan lokasi titik penaatan yang baru. Pasal 10 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel wajib untuk: a.
melakukan swapantau harian kadar parameter baku mutu air limbah, paling sedikit memeriksa pH dan TSS air limbah;
b.
mengambil dan memeriksa ke laboratorium yang terakreditasi semua kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan;
c.
melakukan analisis air limbah sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan menyampaikan laporan tentang hasil analisis tersebut paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11
Bupati/Walikota wajib mencantumkan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7, Pasal 8 ayat (4), dan Pasal 10 di dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel yang diterbitkan. Pasal 12 (1) Dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih nikel yang telah ditetapkan sebelumnya yang lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku.
1222
Pasal 13 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 September 2006 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1223
Lampiran Nomor Tanggal
: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup : 09 Tahun 2006 : 13 September 2006
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL
Kadar Maksimum Parameter
Satuan
Penambangan
Pengolahan
Metode Analisis**
pH
-
6-9
6-9
SNI 06-6989-11-2004
TSS
mg/L
200
100
SNI 06-6989-3-2004
Cu*
mg/L
2
2
SNI 06-6989-6-2004
Cd*
mg/L
0,05
0,05
SNI 06-6989-18-2004
Zn*
mg/L
5
5
SNI 06-6989-7-2004
Pb*
mg/L
0,1
0,1
SNI 06-6989-8-2004
Ni*
mg/L
0,5
0,5
SNI 06-6989-22-2004
Cr(6+)*
mg/L
0,1
0,1
SNI 06-6989-53-2005
Cr total
mg/L
0,5
0,5
SNI 06-6989-14-2004
Fe*
mg/L
5
5
SNI 06-6989-4-2004
Co*
mg/L
0,4
0,4
SNI 06-2471-1991
Keterangan : •
* = Sebagai konsentrasi ion logam terlarut.
•
** = Sesuai dengan SNI dan perubahannya.
•
Untuk memenuhi baku mutu air limbah tersebut, kadar parameter air limbah tidak diperbolehkan dicapai dengan cara pengenceran dengan air secara langsung diambil dari sumber air.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1224
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI VINYL CHLORIDE MONOMER DAN POLY VINYL CHLORIDE MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Vinyl Chloride Monomer dan Poly Vinyl Chloride; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
1225
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI VINYL CHLORIDE MONOMER DAN POLY VINYL CHLORIDE. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Industri adalah usaha dan/atau kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk usaha dan/atau kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri;
2.
Industri vinyl chloride monomer adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan proses pengolahan etilen dan chloride menjadi bahan baku untuk industri poly vinyl chloride;
3.
Industri poly vinyl chloride adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan proses pengolahan vinyl chloride monomer menjadi polimer sebagai barang setengah jadi;
4.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan;
5.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;
6.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair yang berasal dari proses produksi dan/atau area proses yang terkontaminasi, tidak termasuk air limbah yang berasal dari utilitas, domestik dan air pendingin;
7.
Mutu air limbah adalah keadaan air limbah yang dinyatakan dengan volume air limbah, kadar, dan beban pencemaran;
8.
Volume air limbah maksimum adalah jumlah air limbah tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air setiap satuan produksi;
9.
Kadar maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air;
10. Beban pencemaran maksimum adalah beban tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air; 11. Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah; 12. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung-jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
1226
Pasal 2 (1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan kadar dan beban pencemaran. Pasal 3 (1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh dilampaui. (2) Apabila baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui karena keadaan terhentinya operasi pada sebagian atau seluruh kegiatan sampai dimulainya kembali kegiatan operasi, maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib segera melaporkan dan menyampaikan kejadian tersebut disertai rincian kegiatan penanggulangan pencemaran kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri. Pasal 4 (1) Baku mutu air limbah daerah bagi usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Apabila baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 5 Apabila hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan dalam hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Pasal 6 Apabila berdasarkan hasil kajian mengenai pembuangan air limbah mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 7 Lokasi titik penaatan harus berada pada saluran air limbah sebelum air limbah dibuang ke sumber air dan tidak terkena pengaruh dari air limbah yang berasal dari utilitas, domestik, dan air pendingin.
1227
Pasal 8 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride wajib melakukan pengolahan air limbah, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 9 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride wajib untuk: a.
membuat saluran pembuangan air limbah yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
b.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan pencatatan debit harian air limbah tersebut;
c.
tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampur buangan air bekas pendingin ke dalam aliran buangan air limbah;
d.
melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
e.
memisahkan saluran buangan air limbah dengan saluran limpahan air hujan;
f.
melakukan swapantau harian kadar parameter baku mutu air limbah, paling sedikit memeriksa pH dan COD air limbah;
g.
memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan oleh laboratorium yang telah terakreditasi;
h.
menyampaikan laporan tentang hasil analisis air limbah dan debit harian sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Pasal 10
Bupati/Walikota wajib mencantumkan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 , Pasal 8, dan Pasal 9 dalam izin pembungan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride.
Pasal 11 (1) Dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri vinyl chloride monomer dan poly vinyl chloride yang telah ditetapkan sebelumnya lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku.
1228
Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Oktober 2006 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1229
Lampiran : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 10 Tahun 2006 Tanggal : 2 Oktober 2006 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI VINYL CHLORIDE MONOMER DAN POLY VINYL CHLORIDE Vinyl Chloride Monomer
Parameter
Kadar Maksimum (mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (gram/ton produk)
Poly Vinyl Chloride
Kadar Maksimum (mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (gram/ton produk)
Vinyl Chloride Monomer dan Poly Vinyl Chloride Kadar Maksimum (mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (gram/ton produk)
BOD
100
700
75
202,5
93
902,5
COD
250
1750
150
405
222
2155
TSS
100
700
100
270
100
970
TDS
(-)
(-)
(*)
(*)
(*)
(*)
Tembaga (Cu)
2
14
(-)
(-)
0,2
14
Klorin Bebas (Cl2)
1
7
(-)
(-)
0,1
pH Volume Air Limbah Maksimum
7
6,0 – 9,0
6,0 – 9,0
6,0 – 9,0
7 m3/ton produk
2,7 m3/ton produk
7 m3/ton produk VCM + 2, 7 m3/ton produk PVC
Keterangan : (*) Artinya TDS dalam air limbah tidak boleh lebih besar dari TDS sumber air tempat pembuangan. (-)
Artinya tidak dipersyaratkan. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar.
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1230
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN TEKNIS UNTUK MENETAPKAN KELAS AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, telah ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air; b. bahwa Ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air menyatakan bahwa pedoman pengkajian teknis untuk menetapkan kelas air akan ditetapkan dengan keputusan tersendiri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan Kelas Air; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN TEKNIS UNTUK MENETAPKAN KELAS AIR.
1231
Pasal 1 Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air diselenggarakan berdasarkan Pedoman Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan Kelas Air sebagaimana tercantum di dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 2 Penetapan kelas air yang dilaksanakan sebelum ditetapkan Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku. Pasal 3 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 12 Januari 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1232
Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2007 Tanggal : 12 Januari 2007
PEDOMAN PENGKAJIAN TEKNIS UNTUK MENETAPKAN KELAS AIR
I.
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai resiko mudah tercemar, jika pengelolaan lingkungan pada pembangunan sektor industri, domestik, pertanian, pertambangan dan sektor lainnya tidak diperhatikan. Sumber air yang sering menjadi pusat perhatian adalah sungai dan danau. Sungai sebagai suatu ekosistem memerlukan suatu sistem pengelolaan yang harus disesuaikan dengan fungsi sungai tersebut. Apabila sungai tersebut difungsikan sebagai pengendali banjir, maka harus dibuat suatu model pengaliran sungai sebagai pengendali banjir. Namun apabila sungai tersebut berfungsi sebagai sumber air bagi masyarakat sekitarnya, maka kualitas air sungai harus dijaga dari pencemaran, antara lain melalui upaya pembagian kelas air, pengurangan beban limbah yang masuk ke dalam sungai dengan memperketat aturan baku mutu limbah, dan penegakan hukum yang konsisten, serta peningkatan partisipasi masyarakat. Keadaan yang sama juga dapat diberlakukan untuk sumber air lain, seperti danau. Pembagian peruntukan air berdasarkan kelas telah diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pengaturan teknis lebih lanjut dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air dan Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Disamping itu, penetapan peruntukan air pada sumber air diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa penetapan peruntukan air dilakukan dengan memperhatikan daya dukung sumber air; jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya; perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan pemanfaatan air yang sudah ada (Pasal 28 ayat (1)). Pedoman pengkajian teknis untuk menetapkan kelas air pada sumber air sangat dibutuhkan sebagai acuan pemerintah atau pemerintah daerah dalam membuat klasifikasi sumber air sesuai kewenangannya. Penetapan kelas air sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah berdasarkan peruntukan. Oleh karena itu, suatu sumber air (sungai dan/ atau danau) yang telah ditetapkan kelas airnya perlu dikelola kualitas airnya dengan pengendalian pencemaran atau pemeliharaan sumber airnya. Dengan demikian, suatu kegiatan disekitar sungai dengan kelas I, tidak diizinkan untuk membuang limbah ke dalam
1233
sungai dengan beban pencemaran yang dapat mengganggu kualitas air. Pada wilayah yang sungainya ditetapkan sebagai kelas I, regulasi pengendalian limbahnya dibuat ketat, sehingga dengan demikian kegiatan yang akan menghasilkan limbah dalam jumlah besar akan menghindar dengan sendirinya atau pindah, karena akan berhadapan dengan peraturan yang ketat atau menghadapi resiko dengan investasi tinggi pada pengolahan limbah. Penetapan kelas air yang diberlakukan secara konsisten dan tegas, serta ditunjang oleh tekad yang tinggi oleh pemerintah, dalam jangka panjang dapat mengendalikan pencemaran lingkungan perairan, dan pemerintah tidak banyak mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan lingkungan, kecuali untuk pemantauan kualitas air, sosialisasi dan penegakan hukum. B.
Maksud dan Tujuan Pedoman pengkajian teknis untuk menetapkan kelas air dimaksudkan untuk mempermudah, menuntun, dan mengarahkan pemerintah, khususnya instansi terkait, dalam melakukan pengkajian kelas air pada sumber air di suatu wilayah. Sedangkan tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan penetapan kelas air akan tercipta persamaan persepsi tentang peruntukan air dari suatu sumber air dan adanya komitmen bersama untuk mengelola kualitas air sesuai peruntukannya.
II.
METODE PENDEKATAN Dalam pelaksanaan pengkajian untuk menetapkan kelas air digunakan pendekatan ekosistem sungai atau badan air yang dibatasi oleh Daerah Aliran Sungai (DAS). Penentuan kelas air ditujukan pada sungai atau badan air utama, sehingga semua anak sungai, saluran atau segala aktivitas yang pembuangan akhirnya menuju sungai atau badan air utama harus memenuhi persyaratan dalam kelas air yang ditetapkan untuk sungai atau badan air utamanya. Pertimbangan dalam penentuan kelas air didasarkan pada daya dukung sumber air, jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya, perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan pemanfaatan air yang sudah ada. Dalam satu DAS bisa diterapkan beberapa kelas air atau bahkan satu kelas air jika hal itu memungkinkan, terutama pada wilayah yang mempunyai lebih dari satu sungai.
III. TAHAPAN PENGKAJIAN KELAS AIR Secara garis besar, penentuan kelas air dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Gambar 1): 1.
Persiapan data dasar;
2.
Analisis data dasar;
3.
Segmentasi badan air;
4.
Rencana pendayagunaan air;
5.
Konsultasi publik;
6.
Penentuan kelas air;
7.
Pengkajian mutu air;
8.
Penyusunan program pemeliharaan kualitas air atau program pemulihan kualitas air.
1234
Gambar 1. Tahapan Pengkajian Kelas Air. Bagi daerah atau wilayah yang telah mempunyai rencana pendayagunaan air, dapat langsung menentukan kelas air dari badan air yang akan dikelola. Namun demikian tetap melakukan pengkajian mutu air dan penyusunan program pemeliharaan kualitas air atau program pemulihan kualitas air (sesuai status mutu airnya). A.
Persiapan Data Dasar Dalam melakukan pengkajian untuk menetapkan kelas air, memerlukan data dasar yang terstruktur dan terbarui informasinya setiap tahun atau periode waktu tertentu. Data dasar dimaksud yang diperlukan sebagai berikut: 1.
Peta Topografi Peta topografi digunakan untuk menentukan jaringan sungai dan irigasi, sumber informasi untuk posisi geografi (koordinat lintang dan bujur), ketinggian (diukur dari permukaan air laut), kelerengan wilayah (diukur dari kerapatan kontur, jarak dan selisih ketinggian) dan batas daerah aliran sungai (DAS) serta batas administrasi (namun perlu dikoreksi terutama pada beberapa daerah yang melakukan pemekaran wilayah). Peta jaringan sungai yang digunakan dalam pengkajian untuk menetapkan kelas air mempunyai skala minimal 1:50.000. Peta topografi bisa didapat dari Badan Koordinasi Survey Tanal, atau dinas topografi setempat. Gunakan data terbaru, jika memungkinkan daerah dapat membuat peta baru dengan koreksi citra satelit.
1235
2.
Tata Guna Lahan Eksisting dan Rencana Umum Tata Ruang Informasi Tata Guna Lahan Eksisting (TGLE) diperlukan untuk memperkirakan penggunaan air saat ini. Sedangkan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) digunakan untuk memperkirakan kebutuhan air di masa yang akan datang. Gambaran kebutuhan air yang diperoleh dari kondisi saat ini dan yang akan datang sangat diperlukan untuk menentukan potensi pencemar dan langkah antisipasi dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Potensi sumber pencemar memberikan informasi mengenai sebaran potensi sumber pencemar, jenis pencemaran dan rencana penggunaan sumber daya air dan kualitas yang dipersyaratkan. Penggunaan lahan juga dipergunakan untuk memprediksi kebutuhan air di masa yang akan datang, di samping sebagai dasar perhitungan potensi jumlah dan macam pencemaran. Data potensi sumber pencemar disajikan dalam peta, memuat lokasi pencemar, jenis pencemar dan beban pencemar. Perhitungan potensi sumber pencemar erat kaitannya dengan penggunaan lahan.
3.
Curah Hujan, Kuantitas dan Kualitas Air pada Sumber Air Data curah hujan, kuantitas dan kualitas air pada sumber air (mata air, sungai dan danau) diperlukan untuk menentukan potensi air. Potensi air (kuantitas dan kualitas) digambarkan dalam bentuk spasial dikaitkan dengan lokasi pengguna (TGLE dan RUTR). Informasi yang perlu disajikan adalah data kuantitas (debit mata air, debit atau tinggi muka air sungai dan volume atau tinggi muka air danau) di titik pengukuran, dan kualitas airnya. Informasi ini menjadi bahan pertimbangan dalam pemanfaatan air (pemilihan teknologi proses dan investasi) dan pemeliharaan serta pemulihan sumber air. Data curah hujan didapat dari institusi meteorologi dan geofisika, atau dinas pertanian atau dinas kehutanan atau dinas-dinas terkait. Sedangkan data sumber mata air (debit dan kualitas) umumnya telah diidentifikasi oleh Dinas Pekerjaan Umum (Cipta Karya) atau Perusahaan Daerah Air Minum atau informasi masyarakat.
4.
Fasilitas dan Jaringan Air Minum Informasi mengenai fasilitas air minum dan rencana pembangunannya sangat penting guna mendukung kelas air yang akan ditetapkan untuk badan air. Sungai atau badan air yang dipergunakan sebagai air minum mendapat perlindungan yang lebih ketat, karena menyangkut kesehatan masyarakat umum. Oleh karena itu semua kegiatan yang pembuangan akhirnya menuju sungai wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Informasi jaringan air minum juga diperlukan untuk melihat luas daerah yang terlayani dan sebagai bahan pertimbangan rencana pengembangan dalam sistem penyediaan sumber daya airnya.
5.
Kepadatan Penduduk Informasi kepadatan penduduk berkaitan dengan kebutuhan air. Dari informasi kepadatan penduduk bisa diprediksi kebutuhan airnya dan rencana kebutuhan airnya. Informasi ini perlu dikombinasi dengan jaringan distribusi air minum dan rencana pengembangan pelayanan air minum. Pelayanan air minum merupakan prioritas utama dalam pelayanan air. Oleh karena itu ketersediaannya merupakan prioritas pertama dalam alokasi sumber daya air.
1236
B.
Analisis Data Dasar Dalam pelaksanaan pengkajian kelas air, untuk penentuan segmentasi, penyusunan rencana pendayagunaan air dan penyusunan program pemeliharaan atau pemulihan kualitas air (yang akan diuraikan lebih lanjut dalam tahapan berikutnya), memerlukan informasi yang diperoleh dari hasil analisis terhadap data dasar yang telah diuraikan pada tahapan sebelumnya. Analisis data dasar dimaksud dilakukan sebagai berikut: 1.
Analisis Data Fisik dan Lokasi Sungai atau Badan Air Data fisik yang berupa kemiringan lereng, jenis batuan atau tanah, batas DAS, dan penggunaan ruang, menentukan batas-batas dalam segmentasi badan air. Proses penentuan batas dapat menggunakan metode tumpang tindih peta (overlay) pada skala yang sama. Segmentasi dilakukan pada badan air atau sungai dengan batas yang dapat secara nyata menunjukkan perbedaan. Topografi sangat dominan dalam pembagian segmentasi badan air (terutama sungai), karena sesuai dengan sifat alamiahnya, air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu, lokasi yang dekat dengan sumbernya akan mempunyai kualitas yang lebih baik atau kelas air yang lebih baik. Topografi terkait juga dengan curah hujan dan kecepatan aliran sungai, yang sebetulnya juga terkait dengan kualitas air, terutama berhubungan dengan kemampuan pengenceran alamiah.
2.
Analisis Potensi Air a.
Potensi Air Hujan Air hujan yang jatuh di suatu wilayah (DAS) merupakan potensi air yang secara rutin berulang setiap tahun. Data curah hujan disajikan dalam bentuk peta isohyet yang menggambarkan data curah hujan harian dan tahunan. Peta isohyet yang dipergunakan minimal mempunyai skala 1 : 50.000.
b.
Potensi Air Permukaan Untuk mengukur perkiraan potensi air permukaan dalam suatu DAS dilakukan dengan pengukuran debit/tinggi muka/volume air pada masing-masing sumber air yang ada (mata air, sungai, danau dan/atau rawa). Hasil dari pengukuran potensi air masing-masing sumber air disajikan sesuai dengan Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 1 : Potensi Mata Air No 1
Lokasi Sumber
Koordinat
Sungai Induk
Waktu Pengukuran
Debit (m3/hari)
Mata Air A
..BT, ..LU/LS
Sungai B
(tanggal)
1000
………….
……………
…………
……………
…………
2 3 ..
Total
…………
1237
Tabel 2 : Potensi Air Sungai No 1
Nama Sungai
Titik Pengukuran
Waktu Pengukuran
Debit (m3/hari)
Sungai A
..BT, ..LU/LS
12-12-2006
10 000
………….
……………
……………
…………
2 3 ..
Total c.
…………
Potensi Air Tanah Potensi air tanah dapat diukur jika terlebih dahulu diketahui bentuk dan susunan formasi akuifernya. Potensi air tanah dikelompokkan dalam formasi batuan yang mengandung akuifer dan diklasifikasikan berdasarkan kedalaman, menjadi akuifer dangkal (< 40 meter), dan akuifer dalam (> 40 meter). Penduduk banyak memanfaatkan akuifer dangkal untuk kebutuhan airnya, karena berkaitan dengan kemampuan pengambilan dan biaya pengeboran serta pengggunaan tenaga pompa. Informasi potensi disajikan dalam bentuk peta akuifer yang mewakili penyebaran akuifer, ketebalan, transmisivitas dan kedalamannya. Peta disajikan dalam skala minimal 1 : 50.000. Informasi potensi air tanah membantu dalam pengambilan kebijakan dalam alokasi sumber daya air pada suatu wilayah.
b.
Penghitungan Neraca Air Perhitungan jumlah kuantitas sumber daya air disajikan dalam bentuk neraca air. Penghitungan kuantitas cadangan air terbatas pada satu daerah aliran sungai. Penyajian data kuantitas air informasinya diwujudkan dalam bentuk peta potensi air, lokasi sumber air, data pengukuran debit rata-rata setiap sumber air, dan peta isohyet. Peta kuantitas air ini sangat diperlukan untuk membuat strategi pengelolaan air wilayah dan terkait dengan penentuan kelas air suatu badan air dan peruntukan penggunaan airnya.
3.
Analisis Penggunaan Air Analisis penggunaan air sebagai salah satu pertimbangan dalam segmentasi badan air. Analisis dilakukan untuk penggunaan air saat ini (eksisting) mencakup: penggunaan untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan wilayah masing-masing, sedangkan penggunaan air yang akan datang yang diasumsikan berdasar pada rencana tata ruang. Rencana tata ruang memberi gambaran penggunaan air pada masa yang akan datang, dan terkait dengan strategi penyediaan airnya. Tata ruang menunjukkan jenis penggunaan air, pola konsumsi air, dan prioritas kebutuhan air. Prioritas penggunaan air sangat menentukan kelas air yang akan ditetapkan dalam suatu segmen.
1238
a.
Penggunaan Air Saat Ini Identifikasi penggunaan air diperlukan untuk menentukan alokasi sumber daya air yang adil. Dengan melihat penggunaan air saat ini, akan terlihat apakah penggunaan air sudah optimal atau belum atau apakah terjadi pemborosan atau bisakah pemakaian air dihemat. Informasi penggunaan air saat ini dapat menunjang pengambilan keputusan dalam penentuan kelas air dari badan air yang dipakai sebagai sumber air. Penggunaan air dihitung untuk setiap sektor, seperti pemukiman, industri, perkantoran dan pertokoan, hotel dan restoran, dan pertanian. Penghitungannya dapat dilakukan dengan bantuan peta detail penggunaan lahan atau data statistik untuk setiap sektor. Untuk analisis dapat dipakai sistem informasi geografi dengan menggunakan peta-peta thematik dalam skala yang memadai (minimal 1 : 50.000). Penggunaan air saat ini sangat diperlukan untuk melihat kebutuhan air nyata dari suatu wilayah, yang nantinya akan dikaitkan dengan potensi air wilayah dan strategi serta kebijakan dalam penyediaan air. Dalam kondisi terjadi ketidaksesuaian antara penggunaan air dan potensi yang ada, diperlukan strategi perubahan penggunaan lahan yang diwujudkan dalam rencana tata ruang atau dilakukan rekayasa untuk menjunjang wilayah yang kekurangan air, seperti pembuatan saluran penghubung untuk pemasokan air baku atau dengan sistem perpipaan. Tabel 3: Contoh Perhitungan Penggunaan Air Saat Ini Untuk Pemukiman (R) No
Wilayah (Pakai Kode)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Sumber Air Yang Digunakan
Jumlah Penggunaan Air (m3/hari)
1
R-1001
2000
Mata Air A
500
2
R-1002
2400
Sungai B
600
3
R-1003
2800
Danau C
700
...
.......
..................
..................
..................
n
R- 000+n
..................
..................
..................
Total
..................
...................
Tabel 4. Contoh Perhitungan Penggunaan Air Saat ini Untuk Industri (I) No
Wilayah (Pakai Kode)
Jenis Produk /Unit Satuan
Sumber Air Yang Digunakan
Jumlah Produksi (Unit)
Penggunaan Air (m3/hari)
1
I- 2001
Tekstil/meter
Mata Air A
10.000
700
2
I- 2001
Elektronik/buah
Sungai B
500
100
3
I- 2001
Makanan/kg
Danau C
100
400
..
........
............
............
............
n
I- 2000+n
............
............
Total
.................
1239
............ .................
Tabel 5. Contoh Perhitungan Penggunaan Air Saat ini Untuk Pertanian (P) No
Wilayah (Pakai Kode)
Jenis Produk /Unit Satuan
Sumber Air Yang Digunakan
Jumlah Produksi (ton)
Penggunaan Air (m3/hari)
1
P- 2001
Padi/ha
Mata Air A
6000
6000
2
P- 2001
Karet/ha
Sungai B
1000
1500
3
P- 2001
Teh/ha
Danau C
500
750
..
........
............
............
............
n
P-2000+n
............
............
............
Total Pemakaian
.................
.................
Tabel 6. Contoh Perhitungan Penggunaan Air Saat Ini Untuk Kantor, Hotel dan Restoran (KHR) No
b.
Wilayah (Pakai Kode)
Jumlah Pemakai Air (Jiwa)
Sumber Air Yang Digunakan
Jumlah Penggunaan Air (m3/hari)
1
KHR-2001
100
Mata Air A
6000
2
KHR-2001
150
Sungai B
1000
3
KHR-2001
200
Danau C
500
...
.......
..................
..................
..................
n
KHR-2000+n
..................
..................
..................
Total Pemakaian
..................
...................
Penggunaan Air Yang Akan Datang Penggunaan air pada masa yang akan datang (yad) dapat diasumsikan berdasar rencana penggunaan lahan dan tata ruang wilayah. Jika sumber daya air tidak dikelola dengan baik dan bijaksana, maka sumber daya air yang ada dapat menurun potensinya akibat pencemaran atau rusaknya wilayah resapan airnya. Penentuan kelas air pada sumber air merupakan suatu perwujudan kondisi badan air yang diinginkan pada masa yang akan datang. Tabel 7. Contoh Perhitungan Penggunaan Air YAD Untuk Pemukiman No
Wilayah (Pakai Kode)
Jumlah Pemakaian Air (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Penggunaan Air (%)
Total Penggunaan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
R-1001
500
10
600
2
R-1002
600
10
800
3
R-1003
700
10
900
...
.......
..................
..................
..................
n
R-1000+n
..................
..................
..................
1240
Tabel 8. Contoh Perhitungan Penggunaan Air YAD Untuk Industri No
Wilayah (Pakai Kode)
Jumlah Pemakaian Air (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Penggunaan Air (%)
Total Penggunaan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
I-1001
700
10
600
2
I-1002
100
10
800
3
I-1003
400
10
900
...
.......
..................
..................
..................
n
I-1000+n
..................
..................
Total
..................
.................. ...................
Tabel 9. Contoh Perhitungan Penggunaan Air YAD Untuk Pertanian No
Wilayah (Pakai Kode)
Jumlah Pemakaian Air (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Penggunaan Air (%)
Total Penggunaan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
P-1001
6000
10
600
2
P-1002
1500
10
800
3
P-1003
750
10
900
...
.......
..................
..................
..................
n
P-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
..................
...................
Tabel 10. Contoh Perhitungan Penggunaan Air YAD Untuk Kantor, Hotel dan Restoran No
4.
Wilayah (Pakai Kode)
Jumlah Kebutuhan Air (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Penggunaan Air (%)
Total Penggunaan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
KHR-1001
6000
10
600
2
KHR-1002
1000
10
800
3
KHR-1003
500
10
900
...
.......
..................
..................
..................
n
KHR-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
..................
...................
Analisis Kebutuhan Air a.
Kebutuhan Air Saat ini Kebutuhan air saat ini dapat dihitung dari jumlah penduduk, dengan standar kebutuhan air (WHO) atau disesuaikan dengan standar kebutuhan di masing-masing daerah. Untuk keperluan domestik dipakai rata-rata 110 liter/orang/hari, sedangkan untuk keperluan pertanian dan industri tergantung jenis komoditinya.
1241
Tabel 11 : Contoh Perhitungan Kebutuhan Air Untuk Pemukiman No
Jenis Penggunaan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Standard (liter/hari/kapita)
Kebutuhan Total (liter/hari)
1
R-1001
1000
100
100.000
2
R-1002
1500
100
150.000
3
R-1003
3000
100
300.000
...
.......
..................
..................
..................
n
R-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
..................
...................
Tabel 12 : Contoh Perhitungan Kebutuhan Air Untuk Industri No
Jenis Penggunaan
Jumlah Produk (unit)
Standard (liter/hari/kapita)
Kebutuhan Total (liter/hari)
1
I-1001
1000
100
100.000
2
I-1002
1500
200
300.000
3
I-1003
3000
150
450.000
...
.......
..................
..................
..................
n
I-1000+n
..................
..................
Total
..................
.................. ...................
Tabel 13: Contoh Perhitungan Kebutuhan Air Untuk Pertanian No
Jenis Penggunaan
Jumlah Produk (ton)
Standard (liter/hari/ton produk)
Kebutuhan Total (liter/hari)
1
P-1001
1000
1000
1.000.000
2
P-1002
1500
1000
1.500.000
3
P-1003
3000
1000
3.000.000
...
.......
..................
..................
..................
n
P-1000+n
..................
..................
Total
..................
.................. ...................
Tabel 14 : Contoh Perhitungan Kebutuhan Air Untuk Kantor, Hotel dan Restoran No
Jenis Penggunaan
Jumlah Penduduk (jiwa)
Standard (liter/hari/kapita)
Kebutuhan Total (liter/hari)
1
KHR-1001
1000
100
100.000
2
KHR-1002
1500
100
150.000
3
KHR-1003
3000
100
300.000
...
.......
..................
..................
..................
n
KHR-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
1242
...................
b.
Kebutuhan Air Yang Akan Datang Kebutuhan air yang akan datang dihitung dengan standar kebutuhan air sesuai tingkat pertumbuhan penduduk, industri dan pertanian dan jasa. Kebutuhan air untuk yang akan datang sangat diperlukan dalam satu wilayah, dikaitkan dengan ketersediaan cadangan air yang ada dan persiapan untuk antisipasi kekurangan air pada masa yang akan datang, dengan mencari atau mengembangkan sumber air lain, selain sumber daya air yang telah digunakan. Kebutuhan air yang akan datang minimal untuk perencanaan 10 tahun, tetapi dianjurkan untuk perkiraan 20 tahun yang akan datang. Tabel 15: Contoh Perhitungan Kebutuhan Air YAD Untuk Pemukiman No
Wilayah (Pakai Kode)
Kebutuhan Total (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Kebutuhan Air (%)
Total Kebutuhan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
R-1001
100
10
110
2
R-1002
150
10
164
3
R-1003
300
10
330
...
.......
..................
..................
..................
n
R-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
..................
...................
Tabel 16. Contoh Perhitungan Kebutuhan Air YAD Untuk Industri No
Wilayah (Pakai Kode)
Kebutuhan Total (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Kebutuhan Air (%)
Total Kebutuhan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
I-1001
100
10
110
2
I-1002
300
10
330
3
I-1003
450
10
495
...
.......
..................
..................
..................
n
I-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
..................
...................
Tabel 17: Contoh Perhitungan Kebutuhan Air YAD Untuk Pertanian No
Wilayah (Pakai Kode)
Kebutuhan Total (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Kebutuhan Air (%)
Total Kebutuhan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
P-1001
1.000
10
1100
2
P-1002
1.500
10
1650
3
P-1003
3.000
10
3300
...
.......
..................
..................
..................
n
P-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
..................
...................
1243
Tabel 18: Contoh Perhitungan Kebutuhan Air YAD Untuk Kantor, Hotel dan Restoran No
5.
Wilayah (Pakai Kode)
Kebutuhan Total (m3/hari)
Laju Pertumbuhan Kebutuhan Air (%)
Total Kebutuhan Pada Tahun ke n (m3/hari)
1
KHR-1001
100
10
110
2
KHR-1002
150
10
165
3
KHR-1003
300
10
330
...
.......
..................
..................
..................
n
KHR-1000+n
..................
..................
..................
Total
..................
..................
...................
Analisis Permasalahan Lingkungan Pekerjaan awal yang bisa dilakukan dalam tahap inventarisasi permasalahan adalah mengumpulkan data masalah dari data sekunder, baik dari dokumen formal (NKLD, AMDAL, dan lain-lain) maupun non formal (seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain). Dalam tahapan ini, buat saja daftar yang terdiri dari tiga kolom isian yaitu: masalah, lokasi masalah, dan kegiatan utama yang menyebabkannya. Untuk melihat keterkaitan permasalahan dalam konteks keruangan, maka kita harus memasukkan permasalahan yang teridentifikasi ke dalam peta sesuai Kawasan Pengelolaan Kualitas Air (KPKA). Di samping peta sebaran masalah, kita juga mengembangkan peta sebaran permasalahan potensial. Peta sebaran permasalahan potensial ini berkaitan dengan masalah yang mungkin ditimbulkan dari rencana kegiatan. Teknik pembuatannya dapat mengikuti prinsip yang sama dengan pembuatan peta permasalahan. Permasalahan dibuat dalam bentuk tabel dengan membagi dalam beberapa komponen lingkungan hidup, seperti : air, tanah, udara, flora, fauna, dan sosekbud; dengan menyebut jenis kegiatan, lokasi (kalau perlu dengan koordinat atau posisi geografi), permasalahan utama, jenis pencemar, konsentrasi dan volume pencemar, serta badan air penerima.
C.
Segmentasi Badan Air 1.
Penentuan Segmen Badan Air Segmentasi badan air dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu penggunaan air (saat ini dan yang akan datang), topografi wilayah, morfologi sungai, potensi sumber air, potensi sumber pencemar dan batas administrasi. Segmentasi hanya dilakukan pada sungai atau badan air utama.
2.
Deliniasi Kawasan Pengelolaan Kualitas Air Setelah ditentukan segmentasi badan air, selanjutnya dari masing-masing segmen dilakukan deliniasi batas Kawasan Pengelolaan Kualitas Air (KPKA). Deliniasi KPKA ini untuk menunjukkan sampai seberapa luas suatu aktivitas dan proses mempengaruhi segmen tertentu. Untuk menarik deliniasi KPKA, kita harus menggunakan peta topografi sebagai alat bantu, karena karakter KPKA mengikuti pola topografi atau hidrologi daerah setempat.
1244
D.
Rencana Pendayagunaan Air Arahan pendayagunaan air merupakan rekomendasi terhadap penggunaan air pada salah satu kawasan pengelolaan kualitas air sungai. Arahan ini disusun dengan mempertimbangkan pencadangan air, perkembangan kualitas air, status mutu air saat ini, permasalahan lingkungan hidup, dan proyeksi penggunaan pada masing-masing segmen (disesuaikan dengan rencana tata ruang). Arahan pendayagunaan air ini digunakan untuk menetapkan peruntukan air baik sebagai pendayagunaan air domestik, industri, atau pertanian serta masukan dari masyarakat yang dihimpun dalam konsultasi publik. Hasil konkrit dari rencana pendayagunaan air adalah penentuan prioritas penggunaan air dan rencana alokasi sumber daya air yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah masing-masing. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, rencana pendayagunaan air, meliputi :
E.
1.
Potensi pemanfaatan atau penggunaan air;
2.
Pencadangan air berdasarkan ketersediaan (kualitas dan kuantitas);
3.
Fungsi ekologis.
Konsultasi Publik Sesuai yang diamanatkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pengkajian Kelas Air, dalam menentukan kelas air diperlukan konsultasi publik untuk mendapatkan aspirasi rakyat dan merupakan bagian dari sosialisasi. Konsultasi publik menjadi tanggung jawab pemerintah dengan mengundang para pemangku kepentingan. Hasil dari konsultasi publik dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan rencana pendayagunaan air dan penentuan kelas air pada badan air.
F.
Penentuan Kelas Air Tahap klasifikasi mutu air menggunakan pertimbangan arahan pendayagunaan air sebagai hasil pengkajian secara akumulatif dari keseluruhan proses. Penentuan kelas air ini berdasar pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, dimana pada tabel berikut ditunjukkan perbedaan utama yang diharapkan dapat memudahkan proses penetapan kelas air.
G.
Pengkajian Mutu Air 1.
Perkembangan Kualitas Air Kualitas air digambarkan dalam bentuk visual dengan ploting beberapa parameter yang dapat menggambarkan perkembangan kualitas dari hulu ke hilir, dan perkembangan kualitas dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, perubahan kualitas air dapat dilakukan plotting parameter beserta nilainya, misalnya untuk nilai : Kekeruhan, TSS, TDS, pH, DO, BOD5, COD, Amonia, Nitrit, Nitrat dan E coli, yang diwujudkan dalam bentuk peta dengan satuan yang sama tiap parameter dan lokasi pengambilan contoh yang ditetapkan. Seperti halnya peta kuantitas air, peta kualitas air juga disajikan dalam bentuk peta, yang berupa plotting hasil analisis air pada lokasi sampling, untuk setiap waktu tertentu. Pengukuran sampling air minimal 2 (dua) kali dalam setahun dan dilakukan pada pertengahan musim hujan dan kemarau.
1245
2.
Pemantauan Mutu Air Saat Ini Pengkajian mutu air saat ini merupakan hasil pemantauan kualitas air pada saat pengkajian dilakukan. Dalam pengkajian mutu air saat ini diperlukan pemilihan parameter kunci atau disesuaikan dengan parameter yang dipilih pada pemantauan air rutin. Dalam menilai status mutu air lihat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Seperti halnya peta perkembangan kualitas air, peta hasil mutu air saat ini juga disajikan dalam bentuk peta, berupa plotting hasil analisis air pada lokasi sampling.
3.
Penentuan Mutu Air Sasaran Penetapan klasifikasi mutu air menunjukkan target kualitas air yang ingin dicapai. Oleh karena itu, apabila mutu air saat ini tidak memenuhi target kualitas (water quality target) tersebut, maka harus ditetapkan mutu air sasaran (water quality objective). Mutu air sasaran ini merupakan mutu air yang direncanakan untuk dicapai dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program pemulihan kualitas air. Penentuan jangka waktu pencapaian tersebut bisa ditetapkan dalam kurun 5, 10, atau 15 tahunan seperti halnya mekanisme perencanaan pembangunan.
H.
Penyusunan Program Pemeliharaan atau Pemulihan Kualitas Air Setelah penentuan kelas air dan status mutu air ditetapkan, maka disusun program pemeliharaan kualitas air atau program pemulihan kualitas air. Program pemeliharaan kualitas air pada hakekatnya ditujukan untuk menjaga kualitas air yang ada, tentu saja bilamana kualitas air yang ada telah sesuai dengan target kualitas air yang ditetapkan. Bilamana kualitas air sekarang belum memenuhi target kualitas air yang ditetapkan, maka disusunlah program pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran pada jangka waktu tertentu. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar.
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1246
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa salah satu usaha dan/atau kegiatan yang potensial menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
1247
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 6. Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 7. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8/M Tahun 2005
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang minyak, gas, dan/atau panas bumi yang meliputi : eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi (MIGAS) baik on shore maupun off shore, eksplorasi dan produksi panas bumi, pengilangan minyak bumi, pengilangan liquified natural gas (LNG) dan liquified petroleum gas (LPG), dan instalasi, depot dan terminal minyak.
2.
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.
3.
Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
4.
Produksi adalah pekerjaan pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan-bahan galian minyak dan gas bumi dengan jalan yang lazim.
5.
Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan.
6.
Depot adalah tempat kegiatan penerimaan, penimbunan dan penyaluran kembali bahan bakar minyak (BBM) yang penerimaannya dilaksanakan dengan menggunakan sarana angkutan pengairan (sungai, laut), sistem pipa, mobil tangki (bridgen) dan rail tank wagon (RTW).
7.
Fasilitas eksplorasi dan produksi minyak dan gas lepas pantai (off-shore) adalah fasilitas yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi, pengeboran, sumur produksi, sumur injeksi, well treatment dari industri minyak dan gas yang berlokasi di laut.
1248
8.
Fasilitas eksplorasi dan produksi minyak dan gas darat (on-shore) adalah fasilitas yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi, pengeboran, sumur produksi, sumur injeksi, well treatment dari industri minyak dan gas yang berlokasi di darat.
9.
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang ke lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi.
10. Air limbah adalah limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh usaha dan/atau kegiatan di bidang minyak dan gas serta panas bumi yang dibuang ke lingkungan. 11. Air terproduksi adalah air (brine) yang dibawa ke atas dari strata yang mengandung hidrokarbon selama kegiatan pengambilan minyak dan gas bumi atau uap air bagi kegiatan panas bumi termasuk didalamnya air formasi, air injeksi dan bahan kimia yang ditambahkan untuk pengeboran atau untuk proses pemisahan minyak/air. 12. Air limbah drainase dek adalah semua air limbah yang berasal dari pencucian dek, tumpahan, selokan dan tetesan-tetesan minyak yang berasal dari tangki dan area kerja, dan air hujan yang bersinggungan langsung dengan semua bahan baku produk antara, produk akhir dan produk sampingan atau limbah yang berlokasi dalam wilayah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi fasilitas lepas pantai (off-shore). 13. Air limbah domestik fasilitas lepas pantai (off-shore) adalah air limbah yang dibuang dari bak cuci piring, kamar mandi, tempat cuci pakaian, safety shower, tempat cuci tangan, tempat-tempat cuci dapur yang berada di fasilitas lepas pantai (off-shore). 14. Limbah sanitary adalah limbah yang berupa tinja dan air seni yang dibuang dari toilet dan kamar mandi yang berada di fasilitas lepas pantai (off-shore). 15. Air limbah drainase usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi fasilitas darat adalah semua air limbah yang berasal dari pencucian, tumpahan, selokan dan tetesantetesan minyak yang berasal dari tangki dan area kerja, dan air hujan yang bersinggungan langsung dengan semua bahan baku produk antara, produk akhir dan produk sampingan atau limbah yang berlokasi dalam wilayah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi fasilitas darat. 16. Air limbah drainase usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi adalah semua air limbah yang berasal dari pencucian, tumpahan, selokan dan tetesan-tetesan minyak yang berasal dari tangki dan area kerja, dan air hujan yang bersinggungan langsung dengan semua bahan baku produk antara, produk akhir dan produk sampingan atau limbah yang berlokasi dalam wilayah kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi. 17. Air limbah proses kegiatan pengolahan minyak bumi adalah air limbah dari fasilitas produksi yang menghasilkan produk-produk minyak. 18. Air limbah drainase usaha dan/atau kegiatan pengolahan minyak bumi adalah semua air limbah yang berasal dari pencucian, tumpahan, selokan dan tetesan-tetesan minyak yang berasal dari tangki dan area kerja, dan air hujan yang bersinggungan langsung dengan semua bahan baku produk antara, produk akhir dan produk sampingan atau limbah yang berlokasi dalam wilayah kegiatan pengolahan minyak bumi. 19. Air pendingin (once through cooling water) adalah air limbah yang berasal dari aliran air yang digunakan untuk penghilangan panas dan tidak berkontak langsung dengan bahan baku, produk antara dan produk akhir. 20. Air limbah drainase kegiatan pengolahan LNG dan LPG terpadu adalah semua air limbah yang berasal dari pencucian, tumpahan, selokan dan tetesan-tetesan minyak yang berasal dari tangki 1249
dan area kerja, dan air hujan yang bersinggungan langsung dengan semua bahan baku produk antara, produk akhir dan produk sampingan atau limbah yang berlokasi dalam wilayah kegiatan pengolahan LNG dan LPG terpadu. 21. Air limbah kegiatan instalasi, depot dan terminal minyak adalah semua air limbah yang berasal dari pencucian, tumpahan, selokan dan tetesan-tetesan minyak yang berasal dari tangki dan area kerja, dan air hujan yang bersinggungan langsung dengan semua bahan baku produk antara, produk akhir dan produk sampingan atau limbah yang berlokasi dalam wilayah kegiatan instalasi depot dan terminal minyak. 22. Debit maksimum air limbah adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan. 23. Kadar maksimum air limbah adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan. 24. Beban pencemaran maksimum adalah beban tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan. 25. Kondisi normal adalah kondisi operasi yang sesuai dengan parameter desain operasi. 26. Kondisi abnormal adalah kondisi operasi di luar parameter operasi normal dan masih dapat dikendalikan meliputi : start-up, shut-down dan up-set. 27. Kondisi darurat adalah kondisi operasi di luar parameter operasi normal dan tidak dapat dikendalikan. 28. Instansi teknis adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang kegiatan minyak dan gas serta panas bumi. 29. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup. Pasal 2 (1) Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi meliputi : a. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Migas sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini; b. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Panas Bumi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini; c. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Minyak Bumi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini; d. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengilangan LNG dan LPG Terpadu sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini; dan e. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Instalasi, Depot dan Terminal Minyak sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini. (2) Lampiran sebagaimana dimasud pada ayat (1) merupaan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar, kecuali usaha dan/atau kegiatan pengolahan minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan berdasarkan beban pencemaran dan kadar. (4) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, khusus untuk parameter TDS mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Pasal 3 Dalam kondisi normal, baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh dilampaui. 1250
Pasal 4 (1) Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan dari Menteri. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan penambahan parameter yang diajukan oleh Gubernur selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait. Pasal 5 (1) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Penetapan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. (3) Apabila daerah tidak menetapkan Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi, maka berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 6 Apabila Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka untuk kegiatan tersebut berlaku baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pasal 7 Apabila berdasarkan hasil kajian dampak pembuangan air limbah mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5, atau Pasal 6, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 8 Ketentuan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 wajib dicantumkan ke dalam izin pembuangan air limbah. Pasal 9 (1) Dalam kondisi normal, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi wajib: a. melakukan pengelolaan air limbah sehingga mutu air limbah yang di buang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan; b. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam sebulan di laboratorium yang terakreditasi; c. menyusun prosedur penanganan kondisi abnormal dan/atau darurat; dan d. khusus untuk kegiatan pengolahan MIGAS : 1) memasang alat ukur debit atau laju air limbah dan melakukan pencatatan debit harian air limbah tersebut; 1251
2) menyampaikan laporan tentang pencatatan debit harian dan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati/ Walikota, Gubernur, Menteri dan instansi teknis. (2) Dalam kondisi abnormal atau darurat, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi wajib: a. melaporkan terjadinya kondisi abnormal dalam jangka waktu 2 x 24 jam dan kondisi darurat dalam jangka waktu 1 x 24 jam kepada Bupati/Walikota, Gubernur, Menteri dan instansi teknis; b. menangani kondisi abnormal atau darurat dengan menjalankan prosedur penanganan yang telah ditetapkan, sehingga tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. Pasal 10 Apabila baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini : a.
lebih ketat atau sama dengan baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku;
b.
lebih longgar dari baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, wajib disesuaikan dengan baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini. Pasal 11
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi, dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-09/MENLH/4/1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 8 Mei 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA
1252
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN EKSPLORASI DAN PRODUKSI MIGAS I.
Baku Mutu Air Limbah dari Fasilitas Eksplorasi dan Produksi Migas di Lepas Pantai (Off-Shore). No.
JENIS AIR LIMBAH
PARAMETER
KADAR Maksimum 50 mg/L
METODE PENGUKURAN
1.
Air Terproduksi
Minyak dan Lemak
2.
Air limbah drainase dek
Minyak Bebas
Nihil
(1)
visual
3.
Air limbah domestik
Benda terapung dan buih busa
Nihil
(2)
visual
4.
Air limbah saniter
Residu Chlorine
1-2 mg/L
SNI 06-6989.10-2004
Standard Method4500-Cl
Keterangan : (1) Tidak mengandung minyak bebas, dalam pengertian menyebabkan terjadinya lapisan minyak atau perubahan warna pada permukaan badan air penerima. (2) Tidak terdapat benda-benda yang terapung dan buih-buih busa. II.
Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Migas dari Fasilitas Darat (On-Shore). NO.
JENIS AIR LIMBAH
PARAMETER
1.
Air Terproduksi
2.
Air Limbah Drainase
KADAR MAKSIMUM
METODE PENGUKURAN
COD
200 mg/L
Minyak dan Lemak Sulfida Terlarut (sebagai H2S) Amonia (sebagai NH3-N) Phenol Total Temperatur pH TDS
25 mg/L 0,5 mg/L
2 mg/L 40 0 C 6–9 4000 mg/L
SNI 06-6989:2-2004 atau SNI 06-6989:15-2004 atau APHA 5220 SNI 06-6989.10-2004 SNI 06-2470-1991 atau APHA 4500-S2SNI 06-6989.30-2005 atau APHA 4500-NH3 SNI 06-6989.21-2005 SNI 06-6989.23-2005 SNI 06-6989.11-2004 SNI 06-6989.27-200
Minyak dan Lemak Karbon Organik Total
15 mg/L 110 mg/L
5 mg/L
SNI 06-6989.10-2004 SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Plh. Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA
1253
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN EKSPLORASI DAN PRODUKSI PANAS BUMI NO.
JENIS AIR LIMBAH
PARAMETER
1.
Air Terproduksi
Sulfida Terlarut (sebagai H2S) Amonia (sebagai NH3-N) Air Raksa (Hg) Total
KADAR MAKSIMUM
METODE PENGUKURAN
1 mg/L
SNI 06-2470-1991 atau APHA 4500-S2SNI 06-6989.30-2005 atau APHA 4500-NH3 SNI 19-1420-1989 atau SNI 06-2462-1991 atau SNI 06-2912-1992 atau APHA 3500-Hg APHA 3500-As SNI 06-6989.23-2005 SNI 06-6989.11-2004
10 mg/L 0,005 mg/L
Arsen (As) Total Temperatur pH 2.
Air limbah drainase
0,5 mg/L 45 0 C 6–9
Minyak dan Lemak Karbon Organik Total
15 110
SNI 06-6989.10-2004 SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Plh. Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA
1254
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN MINYAK BUMI I.
Baku Mutu Pembuangan Air Limbah Proses dari Kegiatan Pengolahan Minyak Bumi. PARAMETER
BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/m 3)
METODE PENGUKURAN
BOD 5
80
80
SNI 06-2503-1991
COD
160
160
SNI 06-6989:2-2004 atau SNI 06-6989:15-2004 atau APHA 5220
Minyak dan Lemak
20
20
SNI 06-6989.10-2004
Sulfida Terlarut (sebagai H2S)
0,5
0,5
SNI 06-2470-1991 atau APHA 4500-S2-
8
8
SNI 06-6989.30-2005 atau APHA 4500-NH3
0,8
SNI 06-6989.21-2005
Amonia (sebagai NH3-N) Phenol Total
0,8
Temperatur
45
C
SNI 06-6989.23-2005
pH
6–9
SNI 06-6989.11-2004
Debit Air Limbah Maksimum
II.
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
0
1000 m3 per 1000 m3 bahan baku minyak
Baku Mutu Pembuangan Air Limbah Drainase dan Air Pendingin Kegiatan Pengolahan Minyak Bumi. No.
JENIS AIR LIMBAH
1.
Air Limbah Drainase
2.
Air Pendingin
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (gram/m3)
METODE PENGUKURAN
Minyak dan Lemak
15
SNI 06-6989.10-2004
Karbon Organik Total
110
SNI 06-6989.28-2005
Residu Klorin
2
Standard Method 4500-Cl
Karbon Organik Total
5
SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310
Catatan : Apabila air limbah drainase tercampur dengan air limbah proses, maka campuran air limbah tersebut harus memenuhi Baku Mutu Pembuangan Air Limbah Proses. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Plh. Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA
1255
Lampiran IV Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGILANGAN LNG DAN LPG TERPADU NO.
JENIS AIR LIMBAH
PARAMETER
1.
Air limbah proses
Minyak dan Lemak
25 mg/L
SNI 06-6989.10-2004
Residu Chlorine
2 mg/L
Standard Method4500-Cl
Temperatur
45 0 C
SNI 06-6989.23-2005
pH
6–9
SNI 06-6989.11-2004
Minyak dan Lemak
15 mg/L
SNI 06-6989.10-2004
Karbon Organik Total
110 mg/L
SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310
2.
Air limbah drainase
KADAR MAKSIMUM
METODE PENGUKURAN
Catatan : Apabila air limbah drainase tercampur dengan air limbah proses, maka campuran air limbah tersebut harus memenuhi baku mutu air limbah proses.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Plh. Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA
1256
Lampiran V Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INSTALASI, DEPOT DAN TERMINAL MINYAK PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
METODE PENGUKURAN
Minyak dan Lemak
25 mg/L
SNI 06-6989.10-2004
Karbon Organik Total
110 mg/L
SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310
6-9
SNI 06-6989.11-2004
pH
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Plh. Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA
1257
1258
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN BUAH–BUAHAN DAN/ATAU SAYURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa salah satu usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah–buahan dan/atau Sayuran; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
1259
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN BUAH–BUAHAN DAN/ ATAU SAYURAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah–buahan dan/atau sayuran adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan yang langsung menggunakan bahan baku yang meliputi buah nanas, buah lainnya, jamur, dan/atau sayuran jenis lainnya.
2.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan satu jenis kegiatan pengolahan adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan kegiatan pengolahan dengan menggunakan satu jenis bahan baku.
3.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan kegiatan gabungan adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan kegiatan pengolahan dengan menggunakan lebih dari satu jenis bahan baku.
4.
Kawasan industri pengolahan buah–buahan dan/atau sayuran adalah kawasan tempat pemusatan usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri.
5.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
6.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
7.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
8.
Kadar adalah ukuran batas suatu unsur pencemar dalam air limbah.
9.
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar dalam air atau air limbah.
1260
10. Kuantitas air limbah adalah jumlah air limbah yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air setiap satuan bahan baku. 11. Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah. 12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi industri: a.
pengalengan;
b.
pembekuan;
c.
penggorengan;
d.
pengeringan;
e.
pembuatan manisan;
f.
pembuatan jus;
g.
pembuatan konsentrat;
h.
pembuatan saos; dan/atau
i.
pembuatan pasta. Pasal 3
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan satu jenis kegiatan pengolahan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan kegiatan pengolahan gabungan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah bagi kawasan industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan pengolahan air limbah secara terpusat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini. (4) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 4 (1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kadar dan kuantitas air limbah. (2) Baku mutu air limbah bagi kawasan industri pengolahan dan/atau buah-buahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) ditetapkan berdasarkan kadar. Pasal 5 (1) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buahbuahan dan/atau sayuran dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri ini. 1261
(2) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi kawasan industri pengolahan buah–buahan dan/atau sayuran dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 6 (1) Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. (2) Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi kawasan industri pengolahan buah–buahan dan/atau sayuran mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau Pasal 5 ayat (2), maka diberlakukan baku mutu air limbah kawasan industri pengolahan buah–buahan dan/atau sayuran sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 (1) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran dan/atau kawasan industri mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), atau Pasal 6 ayat (1), maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. (2) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran dan/atau kawasan industri mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 5 ayat (2), atau Pasal 6 ayat (2), maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 8 (1) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan buahbuahan dan/atau sayuran wajib: a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini; b. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan; c. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan debit air limbah harian; d. melakukan pencatatan pH harian;
1262
e. tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampur buangan air limbah bekas pendingin ke dalam aliran buangan air limbah; f. melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk bulanan senyatanya; g. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan; h. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji; i. memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi; j. menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, penggunaan bahan baku, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf i secara periodik paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan k. melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri mengenai kejadian terlampauinya baku mutu air limbah karena keadaan terhentinya sebagian atau seluruh kegiatan operasi sampai dimulainya kembali kegiatan operasi tersebut disertai dengan rincian kegiatan penanggulangannya. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan buahbuahan dan/atau sayuran yang menyerahkan pengolahan air limbahnya kepada pengelola kawasan industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran. Pasal 9 Penanggungjawab usaha kawasan industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan pengolahan air limbah dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran wajib melaksanakan seluruh ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) kecuali huruf f. Pasal 10 (1) Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 6 ayat (1), atau Pasal 7 ayat (1) dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ke dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran. (2) Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 6 ayat (2), atau Pasal 7 ayat (2) dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ke dalam izin pembuangan air limbah bagi kawasan Industri pengolahan buah– buahan dan/atau sayuran. Pasal 11 (1) Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran dan/atau kawasan industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang telah ditetapkan sebelumnya lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal baku mutu air limbah yang telah ditetapkan sebelumnya lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku.
1263
Pasal 12 Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah–buahan dan/atau sayuran dan/atau kawasan industri pengolahan buah–buahan dan/atau sayuran yang telah ada dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. Pasal 13 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 08 Mei 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1264
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 05 Tahun 2007 Tanggal : 08 Mei 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN DAN/ATAU SAYURAN YANG MELAKUKAN SATU JENIS KEGIATAN PENGOLAHAN Pengolahan Buah Parameter
Nanas Kadar (mg/L)
Pengolahan Sayuran
Buah Lainnya
Beban Kadar (kg/ton) (mg/L)
Beban (kg/ton)
pH
Jamur Kadar (mg/L)
Sayuran Lainnya
Beban (kg/ton)
Kadar (mg/L)
Beban (kg/ton)
6-9
TSS
100
0,9
100
0,9
100
2
100
0,9
BOD
85
0,765
75
0,675
75
1,5
75
0,675
COD
200
1,8
150
1,35
15
3
150
1,35
Kuantitas air limbah (m3 / ton)
9
9
20
9
Keterangan untuk Lampiran I 1) Bagi industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan proses penggorengan dalam tahapan kegiatan pengolahannya, parameter minyak-lemak dibatasi sebesar 15 mg/L 2) Satuan kuantitas air limbah adalah m3 per ton bahan baku 3) Satuan beban adalah kg per ton bahan baku
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1265
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 05 tahun 2007 Tanggal : 08 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN DAN/ATAU SAYURAN YANG MELAKUKAN KEGIATAN PENGOLAHAN GABUNGAN Parameter
Satuan
Kadar
pH
-
6-9
TSS
mg/L
100
BOD
mg/L
75
COD
mg/L
150
Keterangan untuk Lampiran II 1)
Bagi Industri pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang melakukan proses penggorengan dalam tahapan kegiatan pengolahannya, parameter minyak-lemak dibatasi 15 mg/L.
2)
Nilai kuantitas air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri yang melakukan kegiatan pengolahan gabungan adalah jumlah perkalian antara nilai kuantitas air limbah dengan jumlah bahan baku senyatanya dari masingmasing kegiatan sebagaimana dinyatakan dalam persamaan berikut :
dengan : Qmix : kuantitas air limbah gabungan kegiatan, dalam satuan m3; Qi
: kuantitas air limbah yang berlaku bagi masing-masing kegiatan, dalam satuan m3 / ton;
Pi
: jumlah bahan baku yang digunakan senyatanya, dalam satuan ton bahan baku.
Contoh 1 Suatu industri melaksanakan kegiatan pengolahan yang menggunakan dua jenis bahan baku, yaitu buah nanas dan buah lainnya dengan penggunaan bahan baku senyatanya dalam buah yang sama, berturut-turut, adalah 10 dan 5 ton. Tabel baku mutu yang tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri ini mengatur kuantitas air limbah bagi kegiatan pengolahan yang menggunakan dua jenis bahan baku tersebut masingmasing sebesar 9 m3 per ton bahan baku.
1266
Berdasarkan keterangan diatas, dapat diketahui : Q1
:
9 m3 / ton
Q2
:
9 m3 / ton
P1
:
10 ton
P2
:
5 ton
Nilai kuantitas air limbah gabungan bagi industri tersebut adalah : Q mix =
∑ (Q
i
× Pi )
i
= (Q1 x P1) + (Q2 x P2) = (9
/ton x 10 ton) + (9
m3
/ton x 5 ton)
m3
= 135 m3 (berlaku hanya bagi bulan terkait) Contoh 2 Suatu industri melaksanakan kegiatan pengolahan yang menggunakan tiga jenis bahan baku, yaitu buah nanas, buah selain nanas, dan jamur dengan penggunaan bahan baku senyatanya dalam bulan yang sama, berturut-turut, adalah 4, 3, dan 2 ton. Tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini mengatur kuantitas air limbah bagi kegiatan pengolahan yang menggunakan bahan baku buah nanas dan buah selain nanas masing-masing sebesar 9 m3/ton bahan baku, dan bahan baku jamur 20 m3/ton bahan baku. Berdasarkan keterangan diatas, dapat diketahui : Q1
:
9 m3/ton
Q2
:
9 m3/ton
Q3
:
20 m3/ton
P1
:
4 ton
P2
:
3 ton
P3
:
2 ton
Nilai Kuantitas air limbah gabungan bagi industri tersebut adalah : Q mix =
∑ (Q
i
× Pi )
i
= (Q1 x P1) + (Q2 x P2) + (Q3 x P3) = (9
/ton x 4 ton) + (9
m3
/ton x 3 ton) + (20
m3
/ton x 2 ton)
m3
= 103 m3 (berlaku hanya bagi bulan terkait) 3)
Nilai Beban bagi usaha dan/atau kegiatan industri yang melakukan kegiatan pengolahan gabungan adalah perkalian antara nilai baku mutu kadar dengan nilai kuantitas air limbah gabungan, sebagaimana dinyatakan dalam peramaan berikut : Lmix = Cmix x Qmix dengan : Lmix
:
beban gabungan kegiatan, dalam satuan kg;
Cmix
:
kadar parameter air limbah, dalam satuan mg/L
Qmix
:
kuantitas air limbah gabungan kegiatan, dalam satuan m3
1267
Contoh 3 Berdasarkan tabel bahan baku mutu yang tercantum dalam lampiran II Peraturan Menteri ini, kadar parameter TSS dibatasi pada nilai 100 mg/L. Nilai beban parameter TSS bagi industri sebagaimana dimaksud pada contoh 1 adalah : LTSS,mix = CTSS,mix x Qmix = 100 mg/L x 135 m3 x (1000 L) x( 1 kg___) 1 m3 1.000.000 mg V
faktor konversi = 13,5 kg (berlaku hanya bagi bulan terkait) Contoh 4 Berdasarkan tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini, kadar parameter COD dibatasi pada nilai 150 mg/L. Nilai beban parameter COD bagi industri sebagaimana dimaksud pada contoh 2 adalah : LCOD,mix = =
CCOD,mix x Qmix 150 mg/L x 103 m3 x (1000 L) x( 1 kg___) 1 m3 1.000.000 mg V
faktor konversi =
15,45 kg (berlaku hanya bagi bulan terkait)
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1268
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 05 Tahun 2007 Tanggal : 08 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN DAN/ATAU SAYURAN YANG MELAKUKAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA TERPUSAT
Parameter
Satuan
Kadar
pH
-
6-9
TSS
mg/L
100
BOD
mg/L
75
COD
mg/L
150
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1269
1270
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa salah satu usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
1271
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
2.
Hasil perikanan adalah ikan yang diolah untuk dijadikan produk ikan segar, produk ikan beku, dan produk olahan lainnya yang digunakan untuk konsumsi manusia dan pakan.
3.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang pengolahan hasil perikanan yang meliputi kegiatan pengalengan, pembekuan, dan/atau pembuatan tepung ikan.
4.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
5.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
6.
Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
7.
Kuantitas air limbah adalah jumlah air limbah yang dibuang ke sumber air setiap satuan bahan baku atau produk.
8.
Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
1272
9.
Kadar adalah ukuran batas suatu unsur pencemar dalam air limbah.
10. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar dalam air atau air limbah. 11. Kawasan industri perikanan adalah tempat pemusatan usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. 12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Jenis usaha dan/atau kegiatan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi industri: a.
Pengalengan;
b.
Pembekuan; dan/atau
c.
pembuatan tepung ikan. Pasal 3
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan satu jenis kegiatan pengolahan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan lebih dari satu jenis kegiatan pengolahan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah bagi kawasan industri perikanan yang melakukan pengolahan air limbah secara terpusat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini. (4) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 4 (1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kadar dan kuantitas air limbah. (2) Baku mutu air limbah bagi kawasan industri perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) ditetapkan berdasarkan kadar. Pasal 5 (1) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri ini. (2) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi kawasan industri perikanan dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
1273
Pasal 6 (1) Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari pada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. (2) Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi kawasan industri perikanan mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari pada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau Pasal 5 ayat (2), maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi kawasan industri perikanan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 (1) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), atau Pasal 6 ayat (1), maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. (2) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah kawasan industri perikanan mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 5 ayat (2), atau Pasal 6 ayat (2), maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 8 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan wajib: a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini; b. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan; c. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan debit air limbah harian; d. melakukan pencatatan pH harian; e. tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampur buangan air limbah bekas pendingin ke dalam aliran buangan air limbah; f. melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk bulanan senyatanya; g. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan; h. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji; i. memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi;
1274
j. menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, penggunaan bahan baku, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf i secara periodik paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan k. melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri mengenai kejadian terlampauinya baku mutu air limbah karena keadaan terhentinya sebagian atau seluruh kegiatan operasi sampai dimulainya kembali kegiatan operasi tersebut disertai dengan rincian kegiatan penanggulangannya. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang menyerahkan pengolahan air limbahnya kepada pengelola kawasan industri perikanan. Pasal 9 Penanggung jawab kawasan industri perikanan yang melakukan pengolahan air limbah dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan wajib melaksanakan seluruh ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) kecuali huruf f. Pasal 10 (1) Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 6 ayat (1), atau Pasal 7 ayat (1) dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ke dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan. (2) Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 6 ayat (2), atau Pasal 7 ayat (2) dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ke dalam izin pembuangan air limbah bagi kawasan industri perikanan. Pasal 11 (1) Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan dan/atau kawasan industri perikanan yang telah ditetapkan sebelumnya lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal baku mutu air limbah yang telah ditetapkan sebelumnya lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku. Pasal 12 Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan dan/atau kawasan industri perikanan yang telah ada dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
1275
Pasal 13 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal: 8 Mei 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1276
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal: 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN SATU JENIS KEGIATAN PENGOLAHAN Kegiatan Pembekuan Parameter
Kegiatan Pengalengan
Beban Pencemaran (kg/ton)
Kadar (mg/L)
Ikan
Udang
Kadar (mg/L)
Lain-lain
Pembuatan Tepung Ikan
Beban Pencemaran (kg/ton) Ikan
Udang
Kadar (mg/L)
Lain-lain
Beban Pencemaran (kg/ton)
6 -–99
pH TSS
100
1
3
1,5
100
1,5
3
2
100
1,2
Sulfida
-
-
-
-
1
0,015
0,03
0,02
1
0,012
Amonia
10
0,1
0,3
0,15
5
0,075
0,15
0,1
5
0,06
Klor bebas
1
0,01
0,03
0,015
1
0,015
0,03
0,02
-
-
BOD
100
1
3
1,5
75
1,125
2,25
1,5
100
1,2
COD
200
2
6
3
150
2,25
4,5
3
300
3,6
Minyak-lemak
15
0,15
0,45
0,225
15
0,225
0,45
0,3
15
0,18
10
30
15
15
30
20
Kuantitas Air Limbah (m3/ton)
12
Keterangan untuk Lampiran I 1)
Satuan kuantitas air limbah bagi: - usaha dan/atau kegiatan pembekuan dalam satuan m3 per ton bahan baku. - usaha dan/atau kegiatan pengalengan dalam satuan m3 per ton bahan baku. - usaha dan/atau kegiatan pembuatan tepung ikan dalam satuan m3 per ton produk.
2)
Satuan beban pencemaran - usaha dan/atau kegiatan - usaha dan/atau kegiatan - usaha dan/atau kegiatan
3)
Khusus bagi usaha dan/atau kegiatan pembuatan tepung ikan, satuan kuantitas air limbah dapat menggunakan satuan m3 per ton bahan baku, yaitu sebesar 60m3 per ton bahan baku. Dengan demikian, nilai beban pencemaran bagi masing-masing parameter dalam satuan kg per ton bahan baku adalah sebagai berikut:
bagi: pembekuan dalam satuan kg per ton bahan baku. pengalengan dalam satuan kg per ton bahan baku. pembuatan tepung ikan dalam satuan kg per ton produk.
- TSS
:
6
- Sulfida
:
0,06 kg/ton bahan baku
kg/ton bahan baku
- Amonia
:
0,3
kg/ton bahan baku
- BOD
:
6
kg/ton bahan baku
- COD
:
18
kg/ton bahan baku
- Minyak-lemak
:
0,9
kg/ton bahan baku
1277
4)
Bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan satu jenis kegiatan pengolahan namun menggunakan lebih dari satu jenis bahan baku hasil perikanan, berlaku ketentuan: a)
nilai kuantitas air limbah adalah jumlah perkalian antara nilai kuantitas air limbah dengan jumlah bahan baku yang digunakan senyatanya, seperti yang dinyatakan dalam persamaan berikut:
∑ (Q
Q mix =
i
× Pi )
i
Keterangan : Qmix
: kuantitas air limbah gabungan bahan baku, dalam satuan m3;
Qi
: kuantitas air limbah yang berlaku bagi masing-masing jenis bahan baku, dalam satuan m3/ton;
Pi
: jumlah bahan baku yang digunakan senyatanya, dalam satuan ton.
Contoh 1 Suatu usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan melakukan kegiatan pembekuan ikan dan udang dengan penggunaan bahan baku senyatanya dalam bulan yang sama, berturutturut, adalah 4 dan 5 ton. Tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini mengatur kuantitas air limbah bagi kegiatan pembekuan ikan dan udang, berturutturut, sebesar 10 dan 30 m3 per ton bahan baku. Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui: Q1
: 10 m3/ton
Q2
: 30 m3/ton
P1
: 4 ton
P2
: 5 ton
Nilai kuantitas air limbah gabungan bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut pada bulan yang bersangkutan adalah: Q mix =
∑ (Q
i
× Pi )
i
= (Q1 x P1) + (Q2 x P2) = (10 m3/ton x 4 ton) + (30 m3/ton x 5 ton) = 190 m3 ( berlaku hanya bagi bulan terkait) Contoh 2 Suatu usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan melakukan kegiatan pengalengan ikan, udang, dan kepiting dengan penggunaan bahan baku senyatanya dalam bulan yang sama, berturut-turut, adalah 4, 5, dan 1 ton. Tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini mengatur kuantitas air limbah bagi kegiatan pengalengan ikan, udang, dan kepiting, berturut-turut, sebesar 15, 30, dan 20 m3/ton bahan baku.
1278
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui: Q1
:
15 m3/ton
Q2
:
30 m3/ton
Q3
:
20 m3/ton
P1
:
4 ton
P2
:
5 ton
P3
:
1 ton
Nilai kuantitas air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut pada bulan yang bersangkutan adalah :
Qmix =
∑ (Q
i
× Pi )
i
Qmix = ( Q1 × P1 ) + ( Q2 × P2 ) + ( Q3 × P3 ) Qmix = (15
m3
ton
× 4 ton) + (30
m3
ton
× 5 ton) + (20
m3
ton
× 1 ton)
Qmix = 230 m3 (berlaku hanya bagi bulan terkait) b)
nilai beban pencemaran adalah perkalian antara nilai kadar dengan nilai kuantitas air limbah, seperti yang dinyatakan dalam persamaan berikut :
Lmix = C × Q mix Keterangan : Lmix
:
beban pencemaran kegiatan, dalam satuan kg;
C
:
kadar parameter air limbah, dalam satuan mg/L;
Qmix
:
kuantitas air limbah gabungan , dalam satuan m3.
Contoh 3 Berdasarkan tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, kadar parameter TSS untuk kegiatan pembekuan hasil perikanan dibatasi pada nilai 100 mg/L. Nilai beban pencemaran parameter TSS bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut seperti yang dimaksud pada Contoh 1 adalah:
L T SS,m ix = C T SS × Q m ix L T SS,m i x = 1 0 0
mg
L
× 190 m3 ×
× ( (1 4 4) 442 ) 4 4 4 43 1000 L 1 m3
1 kg 1 .0 0 0 .0 0 0 m g
fa k to r k o n ve rs i = 19 kg TSS (berlaku hanya bagi bulan terkait) Dengan cara yang sama, nilai beban pencemaran yang berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut adalah seperti yang disajikan pada Tabel 1 berikut:
1279
Tabel 1 Beban pencemaran bagi usaha dan/atau kegiatan contoh kasus 1 Parameter
Beban Pencemaran (kg)
TSS
19,
Amonia
1,9
Klor bebas
0,19
BOD
19,
COD
38,
Minyak-lemak
2,85
Contoh 4 Berdasarkan tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, kadar parameter COD untuk kegiatan pengalengan hasil perikanan dibatasi pada nilai 150 mg/L. Nilai beban pencemaran parameter COD bagi industri seperti yang dimaksud pada Contoh 2 adalah :
L COD,mix = C COD × Q mix L COD,mix = 150
mg
L
× 230 m3 ×
× ( (1444 ) 424444 ) 3 1000 L 1 m3
1 kg 1.000.000 mg
faktor konversi = 34,5 kg COD (berlaku hanya bagi bulan terkait) Dengan cara yang sama, nilai beban pencemaran yang berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut adalah seperti yang disajikan pada Tabel 2 berikut : Tabel 2 Beban pencemaran bagi usaha dan/atau kegiatan contoh kasus 2 Parameter
Beban Pencemaran (kg)
TSS Sulfida Amonia Klor bebas BOD COD Minyak-lemak
23 0,23 1,15 0,23 17,25 34,5 0,45 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan,
Ir. Rachmat Witoelar.
ttd Hoetomo, MPA. 1280
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal: 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI SATU JENIS KEGIATAN PENGOLAHAN Parameter
Satuan
Kadar
pH
-
6–9
TSS
mg/L
100
Sulfida
mg/L
1
Amonia
mg/L
5
Klor bebas
mg/L
1
BOD
mg/L
100
COD
mg/L
200
Minyak-lemak
mg/L
15
Keterangan Lampiran II 1)
Nilai kuantitas air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan lebih dari satu jenis kegiatan pengolahan adalah jumlah perkalian antara nilai kuantitas air limbah dengan jumlah bahan baku (atau produk) senyatanya dari masing-masing kegiatan, seperti yang dinyatakan dalam persamaan berikut:
Q mix =
∑ (Q
i
× Pi )
i
Keterangan Qmix
: kuantitas air limbah, dalam satuan m3;
Qi
: kuantitas air limbah yang berlaku bagi masing-masing kegiatan, dalam satuan m3/ton;
Pi
: jumlah bahan baku yang digunakan (atau produk yang dihasilkan) senyatanya, dalam satuan ton bahan baku (atau ton produk).
Contoh 1 Suatu usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan melakukan dua jenis kegiatan pengolahan, yaitu pembekuan ikan dan pengalengan kepiting dengan penggunaan bahan baku senyatanya dalam bulan yang sama, berturut-turut, adalah 3 dan 4 ton. Tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini mengatur kuantitas air limbah bagi kegiatan pembekuan ikan dan pengalengan kepiting, berturut-turut, sebesar 10 dan 20 m3 per ton bahan baku. 1281
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui: Q1 : 10 m3/ton Q2 : 20 m3/ton P1
: 3 ton
P2
: 4 ton
Nilai kuantitas air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut pada bulan yang bersangkutan adalah: Q m ix =
∑ (Q
× Pi )
i
i
Q m ix =
(Q 1
× P1 ) +
Q m ix =
(1 0
m3
Q m ix = 1 2 0 m
(Q 2
× P2 )
× 3 to n ) +
to n
(2 0
m3
to n
× 4 to n )
3
= 120 m3 (berlaku hanya bagi bulan terkait) Contoh 2 Suatu usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan melakukan tiga jenis kegiatan pengolahan, yaitu pembekuan udang, pengalengan kepiting, dan pembuatan tepung ikan. Penggunaan bahan baku udang dan kepiting senyatanya dalam bulan yang sama, berturut-turut, adalah 4 dan 5 ton. Sedangkan jumlah produk tepung ikan yang dihasilkan dalam bulan yang sama adalah 1 ton. Tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini mengatur kuantitas air limbah bagi kegiatan pembekuan udang, pengalengan kepiting, dan pembuatan tepung ikan, berturut-turut, sebesar 30 m3/ton bahan baku, 20 m3/ton bahan baku, dan 12 m3/ton produk. Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui: Q1 : 30 m3/ton Q2 : 20 m3/ton Q3 : 12 m3/ton P1
: 4 ton
P2
: 5 ton
P3
: 1 ton
Nilai kuantitas air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut pada bulan yang bersangkutan adalah:
Q mix =
∑ (Q
× Pi )
i
i
Q mix = ( Q 1 × P1 ) + ( Q 2 × P2 ) + ( Q 3 × P3 ) Q mix = (30
m3
ton
× 4 ton ) + ( 20
m3
ton
× 5 ton ) + (12
3
Q mix = 2 32 m
= 232 m3 (berlaku hanya bagi bulan terkait)
1282
m3
ton
× 1 ton )
2)
Nilai beban pencemaran bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan lebih dari satu jenis kegiatan pengolahan adalah perkalian antara nilai kadar dengan nilai kuantitas air limbah gabungan, seperti yang dinyatakan dalam persamaan berikut:
Lmix = Cmix × Q mix Keterangan : Lmix
: beban pencemaran, dalam satuan kg;
Cmix
: kadar parameter air limbah, dalam satuan mg/L;
Qmix
: kuantitas air limbah gabungan, dalam satuan m3.
Contoh 3 Berdasarkan tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini, kadar parameter TSS dibatasi pada nilai 100 mg/L. Nilai beban pencemaran parameter TSS bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut seperti yang dimaksud pada Contoh 1 adalah
L TSS,mix = CTSS,mix × Q mix L TSS,mix = 100
mg L
× 120 m3 ×
× ( (1444 ) 4 ) 24444 3 1 kg 1.000.000 mg
1000 L 1 m3
faktor konversi = 12 kg TSS (berlaku hanya bagi bulan terkait) Dengan cara yang sama, nilai beban pencemaran yang berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut adalah seperti yang disajikan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Beban pencemaran bagi usaha dan/atau kegiatan contoh kasus 1 Parameter
Beban Pencemaran (kg)
TSS
12
Sulfida
0,12
Amonia
0,6
Klor bebas
0,12
BOD
12
COD Minyak-lemak
24 1,8
1283
Contoh 4 Berdasarkan tabel baku mutu yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini, kadar parameter COD dibatasi pada nilai 200 mg/L. Nilai beban pencemaran parameter COD bagi usaha dan/atau kegiatan seperti yang dimaksud pada Contoh 2 adalah :
L COD,mix = CCOD,mix × Q mix L COD,mix = 200
mg
L
× 232 m3 ×
( ) (1444 ) ×424444 3 1000 L 1 m3
1 kg 1.000.000 mg
faktor konversi = 46,4 kg COD (berlaku hanya bagi bulan terkait) Dengan cara yang sama, nilai beban pencemaran yang berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan tersebut adalah seperti yang disajikan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2 Beban pencemaran bagi usaha dan/atau kegiatan contoh kasus 2 Parameter
Beban Pencemaran (kg)
TSS
23,2
Sulfida
0,232
Amonia
1,16
Klor bebas
0,232
BOD
23,2
COD
46,4
Minyak-lemak
3,48
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1284
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN YANG MELAKUKAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA TERPUSAT Parameter
Satuan
Kadar
pH
-
6–9
TSS
mg/L
100
Sulfida
mg/L
1
Amonia
mg/L
5
Klor bebas
mg/L
1
BOD
mg/L
100
COD
mg/L
200
Minyak-lemak
mg/L
15
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1285
1286
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan hidup; b. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Petrokimia Hulu; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
1287
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah bahan baku berupa senyawa-senyawa hidrokarbon cair atau gas (natural hydrocarbon) menjadi senyawa-senyawa kimia berupa olefin, aromatik dan syngas yang mencakup industri yang menghasilkan etilen, propilen, butadiene, benzene, etilbenzene, toluen, xylen, styren dan cumene.
2.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
3.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
4.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
5.
Kuantitas air limbah maksimum adalah jumlah air limbah tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air setiap satuan bahan baku.
6.
Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah.
7.
Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
8.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
1288
(2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar dan kuantitas air limbah. Pasal 4 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh dilampaui. Pasal 5 (1) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 6 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), atau Pasal 6, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 8 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu wajib: a.
melakukan pengelolaan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan saluran pembuangan air limbah yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan pencatatan debit harian air limbah tersebut;
d.
tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampur buangan air bekas pendingin ke dalam aliran buangan air limbah;
e.
melakukan pencatatan penggunaan bahan baku bulanan senyatanya;
1289
f.
memisahkan saluran buangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan;
g.
melakukan pemantauan harian kadar parameter baku mutu air limbah, untuk parameter pH dan COD;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan ke laboratorium yang telah terakreditasi;
j.
menyampaikan laporan tentang debit harian air limbah, pencatatan produksi bulanan, pemantauan harian kadar parameter air limbah, dan hasil analisa laboratorium terhadap baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf c, huruf e, huruf g, dan huruf i secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundanganundangan; dan
k.
melaporkan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri mengenai kejadian terlampauinya baku mutu karena keadaan terhentinya sebagian atau seluruh kegiatan operasi sampai dimulainya kembali kegiatan operasi tersebut disertai rincian kegiatan penanggulangannya. Pasal 9
Bupati/Walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, atau Pasal 7 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ke dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu. Pasal 10 Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini semua peraturan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri petrokimia hulu yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 4 Juli 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1290
Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2007 Tanggal : 4 Juli 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU
PARAMETER
Kadar Maksimum ( mg/liter)
BOD
100
COD
200
TSS
150
Minyak dan lemak
15
Fenol
1
Cr
1
Cu
3
Zn
10
Ni
0,5
pH
6-9
Kuantitas air limbah maksimum
0,6 m3 / ton bahan baku
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1291
1292
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan hidup; b. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari usaha dan/atau kegiatan industri rayon perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Rayon; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
1293
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Industri rayon adalah industri yang memproduksi serat dengan cara regenerasi polimer selulosa yang diperoleh dari kayu atau sisa kapas pendek.
2.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
3.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
4.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
5.
Kuantitas air limbah maksimum adalah jumlah air limbah tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air setiap satuan produk.
6.
Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah.
7.
Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
8.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
1294
Pasal 3 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar dan kuantitas air limbah. Pasal 4 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh dilampaui. Pasal 5 (1) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 6 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan industri rayon mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), atau Pasal 6, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 8 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri rayon wajib: a.
melakukan pengelolaan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan saluran pembuangan air limbah yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan pencatatan debit harian air limbah tersebut;
d.
tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampur buangan air bekas pendingin ke dalam aliran buangan air limbah;
e.
melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
f.
memisahkan saluran buangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan;
g.
melakukan pemantauan harian kadar parameter baku mutu air limbah, untuk parameter pH dan COD;
1295
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan ke laboratorium yang telah terakreditasi;
j.
menyampaikan laporan debit harian air limbah, pencatatan produksi bulanan, pemantauan harian kadar parameter air limbah, dan hasil analisa laboratorium terhadap baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf c, huruf e, huruf g, dan huruf i secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundangan-undangan; dan
k.
melaporkan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri mengenai kejadian terlampauinya baku mutu karena keadaan terhentinya sebagian atau seluruh kegiatan operasi sampai dimulainya kembali kegiatan operasi tersebut disertai rincian kegiatan penanggulangannya. Pasal 9
Bupati/Walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, atau Pasal 7 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ke dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon. Pasal 10 Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini semua peraturan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 4 Juli 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1296
Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 09 Tahun 2007 Tanggal : 4 Juli 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD
60
COD
150
TSS
100
Sulfida (sebagai S)
0,3
Seng (Zn)
5
PH
6,0 – 9,0
Kuantitas Air Limbah Maksimum
130 m3/ton produk serat rayon
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1297
1298
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID DAN POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan hidup; b. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari usaha dan/atau kegiatan industri purified terephthalic acid dan poly ethylene terephthalate perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri purified terephthalic acid dan poly ethylene terephthalate; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Purified Terephthalic Acid dan Poly Ethylene Terephthalate; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
1299
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID DAN POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Industri Purified Terephthalic Acid (PTA) adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan proses oksidasi para xylene menjadi bahan baku untuk industri poly ethylene terephthalate dan poliester.
2.
Industri Poly Ethylene Terephthalate (PET) adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan proses pengolahan PTA dan ethylene glicol menjadi polimer sebagai barang setengah jadi.
3.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
4.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
5.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
6.
Kuantitas air limbah maksimum adalah jumlah air limbah tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air setiap satuan produk.
7.
Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah.
8.
Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
9.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
1300
Pasal 2 (1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri PTA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri PET adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri PTA dan PET yang melakukan pengolahan air limbah secara terpadu ditentukan berdasarkan metode penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini. (4) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan berdasarkan kadar dan kuantitas air limbah. Pasal 4 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) setiap saat tidak boleh dilampaui. Pasal 5 (1) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri PTA dan PET dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan ayat (2). (2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 6 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan industri PTA dan/atau PET mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 2 ayat (3), atau Pasal 5 ayat (1) maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan PTA dan/atau PET sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan PTA dan/atau PET mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 2 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), atau Pasal 6, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian.
1301
Pasal 8 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri PTA dan/atau PET wajib: a.
melakukan pengelolaan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan saluran pembuangan air limbah yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan pencatatan debit harian air limbah tersebut;
d.
tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampur buangan air bekas pendingin ke dalam aliran buangan air limbah;
e.
melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
f.
memisahkan saluran buangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan;
g.
melakukan pemantauan harian kadar parameter baku mutu air limbah, untuk parameter pH dan COD;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan ke laboratorium yang telah terakreditasi;
j.
menyampaikan laporan tentang debit harian air limbah, pencatatan produksi bulanan, pemantauan harian kadar parameter air limbah, dan hasil analisa laboratorium terhadap baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf c, huruf e, huruf g, dan huruf i secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundangan-undangan; dan
k.
melaporkan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri mengenai kejadian terlampauinya baku mutu karena keadaan terhentinya sebagian atau seluruh kegiatan operasi sampai dimulainya kembali kegiatan operasi tersebut disertai rincian kegiatan penanggulangannya. Pasal 9
Bupati/Walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat(2), Pasal 2 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, atau Pasal 7 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ke dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri PTA dan/atau PET; Pasal 10 Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini semua peraturan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri PTA dan PET yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
1302
Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 4 Juli 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1303
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 10 Tahun 2007 Tanggal : 4 Juli 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID (PTA)
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD
150
COD
300
TSS
100
Minyak dan Lemak
15
Fenol
1
Mangan terlarut (Mn)
3
Cobalt (Co)
1
Besi terlarut
7
PH
6,0 – 9,0
Kuantitas Air Limbah Maksimum
4,5 m3/ton Produk
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1304
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 10 Tahun 2007 Tanggal : 4 Juli 2007
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE (PET)
PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
BOD
75
COD
150
TSS
100
Minyak dan Lemak
10
Krom ( Cr)
1
Tembaga ( Cu)
3
Seng (Zn)
10
PH
6,0 – 9,0
Kuantitas Air Limbah Maksimum
2 m3/ton Produk
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1305
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 10 Tahun 2007 Tanggal : 4 Juli 2007
METODE PENGHITUNGAN BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI PTA DAN PET YANG MELAKUKAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA TERPADU Debit air limbah maksimum gabungan : Q = (PPTA * QPTA) + (PPET * QPET) Kadar air limbah maksimum gabungan untuk parameter i : Ci = (CPTA,i * PPTA * QPTA) + (CPET,i * PPET * QPET) / Q Dimana : Q (m3/hari)
: debit air limbah maksimum gabungan
QPTA (m3/ton)
: kuantitas air limbah maksimum untuk industri PTA : 4,5 m3/ton produk PTA.
QPET (m3/ton)
: kuantitas air limbah maksimum untuk industri PET : 2 m3/ton produk PET
PPTA (ton/hari)
: jumlah produksi PTA
PPET (ton/hari)
: jumlah produksi PET
Ci (mg/L)
: kadar maksimum gabungan untuk parameter i
CPTA,i (mg/L)
: kadar maksimum industri PTA untuk parameter i
CPET,i (mg/L)
: kadar maksimum industri PET untuk parameter i
Contoh Penghitungan : Suatu industri PTA dan PET menghasilkan 100 ton/jam PTA dan 60 ton/jam PET, maka baku mutunya adalah : Debit air limbah maksimum : Q
= (100 * 4,5) + (60 * 2) = 570 m3/jam
1306
Kadar maksimum untuk parameter BOD : Dari Lampiran I : CPTA, BOD
=
150 mg/liter
QPTA
=
4,5 m3/ton produk PTA
Dari lampiran II : CPET,BOD
=
75 mg/liter
QPET
=
2 m3/ton produk PTA
=
(150 * 100 * 4,5) + (75 * 60 * 2) / 570
=
76500 / 570
=
134 mg/liter
Maka, CBOD
Metode penghitungan yang sama dilakukan juga untuk parameter lainnya.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Hoetomo, MPA.
1307
1308
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGELOLAAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI DENGAN CARA INJEKSI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengelolaan Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Hulu Minyak dan Gas serta Panas Bumi dengan Cara Injeksi; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3699); 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
1309
6. Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGELOLAAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI DENGAN CARA INJEKSI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1.
Usaha dan/atau kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang minyak, gas, dan/atau panas bumi yang meliputi: eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi (MIGAS) baik on shore maupun off shore, eksplorasi dan produksi panas bumi, pengilangan minyak bumi, pengilangan liquified natural gas (LNG) dan liquified petroleum gas (LPG), dan instalasi, depot dan terminal minyak.
2.
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas serta panas bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.
3.
Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak, gas dan panas bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas serta panas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
4.
Injeksi air limbah adalah penempatan atau pembuangan air limbah usaha dan/atau kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi ke dalam formasi tertentu di dalam perut bumi.
5.
Sumur injeksi adalah sumur yang digunakan untuk injeksi air limbah yang dapat berupa sumur baru yang khusus diperuntukkan sebagai sumur injeksi atau sumur yang dikonversikan menjadi sumur injeksi.
6.
Daerah Kajian (Area of Review) adalah luasan dengan radius sama dengan jarak lateral di mana tekanan di dalam zona target injeksi dapat menyebabkan perpindahan air limbah yang diinjeksikan atau fluida formasi ke dalam sumber air minum bawah tanah.
7.
Residu terlarut (total dissolved solids) adalah total residu yang lolos dari saringan gelas fiber standar (standard glass fiber disk) dan tetap ada setelah diuapkan dan dikeringkan sampai berat konstan pada suhu 180oC dan dapat digunakan sebagai ukuran kandungan garam terlarut dalam air.
8.
Penyekat (packer) adalah alat semacam sumbat yang dapat mengembang untuk memisahkan ruangan anulus diantara rangkaian pipa dan selubung untuk membatasi zona satu dengan zona lainnya agar tidak berhubungan.
1310
9.
Pipa selubung (casing) adalah pipa baja yang dipasang di dinding sumur untuk menahan runtuhnya dinding lubang sumur.
10. Pipa sembur (tubing) adalah rangkaian pipa baja yang digantungkan pada ujung atas rangkaian pipa selubung dan berfungsi sebagai pelindung rangkaian pipa produksi atau dapat berfungsi sebagai rangkaian pipa produksi. 11. Kepala sumur (wellhead) adalah peralatan untuk mengontrol sumur yang terdiri atas kepala pipa selubung, kepala pipa sembur, dan silang sembur. 12. Anulus (annulus) adalah ruang antara dua dinding silinder yang garis tengahnya berbeda. 13. Akuifer adalah formasi geologi atau bagian dari suatu formasi yang mengandung sumber air bawah tanah. 14. Integritas mekanik adalah keadaan di mana tidak ada kebocoran yang signifikan pada pipa selubung, pipa sembur, dan/atau penyekat pada sumur injeksi dan/atau tidak ada pergerakan air limbah ke sumber air minum bawah tanah melalui saluran vertikal (vertical channel) yang berhubungan dengan lubang sumur. 15. Lapisan zona kedap (Confinement Zone) adalah formasi geologi yang terdiri atas kelompok formasi, suatu formasi, atau bagian dari suatu formasi yang bersifat kedap/impermeable sehingga dapat menyekat/mencegah berpindahnya air limbah yang diinjeksikan masuk ke dalam akuifer. 16. Lapisan zona penyangga (Containment Zone) adalah formasi geologi yang terdiri atas kelompok formasi, suatu formasi, atau bagian dari suatu formasi yang masih dapat menampung rembesan/ limpahan air limbah yang diinjeksikan. 17. Zona target injeksi (Target Zone) adalah suatu formasi geologi yang terdiri atas kelompok formasi, suatu formasi, atau bagian dari suatu formasi yang mampu menampung air limbah yang akan diinjeksikan. 18. Keadaan darurat adalah keadaaan yang mencakup di dalamnya bencana alam, semburan liar (blow out, shallow gas), kebakaran, dan kejadian force majeure lainnya. 19. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. 20. Menteri terkait adalah Menteri yang lingkup tugasnya di bidang minyak dan gas serta panas bumi. 21. Instansi Teknis adalah instansi yang lingkup tugasnya di bidang pembinaan kegiatan minyak dan gas serta panas bumi.
BAB II
RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi wajib melakukan pengelolaan air limbah sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sebelum dibuang ke lingkungan. (2) Pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara injeksi air limbah. (3) Air limbah yang dapat diinjeksikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa fluida yang dibawa ke atas dari strata yang mengandung hidrokarbon selama kegiatan pengambilan minyak dan gas serta panas bumi, dan dapat dicampur dengan air limbah yang berasal dari instalasi pengolahan yang merupakan bagian integral dari proses produksi, kecuali limbah tersebut dinyatakan sebagai limbah berbahaya dan beracun atau mengandung radioaktif.
1311
Pasal 3 Peraturan Menteri ini tidak berlaku bagi: a.
kegiatan injeksi air yang berkaitan dengan proses peningkatan produksi (enhanced recovery) minyak dan gas serta panas bumi; dan
b.
kegiatan pemeliharaan tekanan (pressure maintenance) dari usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi.
BAB III ZONA TARGET INJEKSI DAN DAERAH KAJIAN INJEKSI Pasal 4 (1) Injeksi air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan pada Zona Target Injeksi yang tidak berhubungan dengan akuifer sumber air minum bawah tanah yang dipisahkan oleh lapisan zona kedap. (2) Dalam menentukan zona target injeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan hulu minyak, gas, dan panas bumi harus menentukan Daerah Kajian Injeksi. Pasal 5 Daerah Kajian Injeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditetapkan dengan ketentuan: a.
untuk pengajuan izin 1 (satu) sumur injeksi maka Daerah Kajian Injeksi meliputi area dengan radius yang ditentukan berdasarkan jarak melintang dari sumur dengan titik di mana tekanan dari zona injeksi dapat menyebabkan perpindahan cairan air limbah atau cairan formasi ke dalam akuifer sumber air minum.
b.
untuk pengajuan izin lebih dari 1 (satu) sumur injeksi dalam 1 (satu) lapangan produksi yang sama, maka Daerah Kajian Injeksi meliputi batas terluar area proyek ditambah area dengan radius yang ditentukan berdasarkan jarak melintang dari sumur dengan titik dimana tekanan dari zona injeksi dapat menyebabkan perpindahan cairan air limbah atau cairan formasi ke dalam akuifer sumber air minum. Pasal 6
(1) Daerah Kajian Injeksi dihitung dengan memperhatikan: a. Konduktifitas hidrolik zona injeksi; b. Ketebalan zona injeksi; c. Waktu injeksi; d. Koefisien penyimpanan (storage coeficient); e. Debit injeksi; f. Tekanan hidrostatik zona injeksi; dan g. Tekanan hidrostatik akuifer sumber air minum. (2) Dalam hal penentuan Daerah Kajian Injeksi tidak dapat dihitung, maka : a. untuk pengajuan izin 1 (satu) sumur injeksi dalam 1 (satu) area batas terluar Daerah Kajian Injeksi adalah jarak melintang pada radius 450 meter dari sumur.
1312
b. untuk pengajuan izin lebih dari 1 (satu) sumur injeksi dalam 1 (satu) lapangan produksi yang sama, maka batas terluar Daerah Kajian Injeksi adalah batas proyek ditambah jarak melintang 450 meter tegak lurus dengan batas terluar proyek. Pasal 7 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi dilarang melakukan injeksi air limbah ke dalam akuifer sumber air minum bawah tanah. (2) Kriteria akuifer sumber air minum bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a. sedang digunakan sebagai sumber air minum; b. memiliki kuantitas air yang cukup untuk cadangan air minum; c. mengandung residu terlarut kurang dari 10.000 mg/1; dan d. tidak ditetapkan sebagai akuifer yang dapat digunakan sebagai zona target injeksi. Pasal 8 Akuifer dapat ditetapkan sebagai zona target injeksi apabila memenuhi kriteria: a.
sedang tidak digunakan sebagai sumber air minum;
b.
tidak akan digunakan sebagai sumber air minum bawah tanah pada saat ini maupun pada masa mendatang karena: i. mengandung mineral, hidrokarbon atau sumber energi geothermal; ii. berada di dalam kedalaman yang menyebabkan tidak mungkin dilakukan pemanfaatan air layak minum secara ekonomi dan teknis, atau iii. sangat tercemar sehingga secara ekonomi dan teknologi tidak memungkinkan untuk diolah menjadi air minum yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
c.
mempunyai kandungan Residu Terlarut lebih besar dari 3.000 mg/1 dan lebih kecil dari 10.000 mg/1 namun tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai sumber air minum.
BAB IV PERIZINAN Pasal 9 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi yang akan melakukan injeksi air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib mendapatkan izin dari Menteri. (2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dapat mengajukan permohonan izin untuk 1 (satu) sumur injeksi atau lebih dari 1 (satu) sumur injeksi yang terletak pada lapangan produksi yang sama. (3) Izin injeksi air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didasarkan pada kajian teknis injeksi air limbah dan memenuhi semua persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dievaluasi oleh Tim yang terdiri dari wakil Kementerian Negara Lingkungan Hidup, wakil instansi teknis dan pakar di bidangnya.
1313
(5) Menteri menerbitkan atau menolak permohonan izin injeksi air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima dan dinyatakan lengkap. (6) Penolakan terhadap permohonan izin injeksi air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib disertai dengan alasan penolakan. Pasal 10 (1) Dalam mengajukan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan harus dapat menunjukkan bahwa sumur injeksi memenuhi uji integritas mekanik. (2) Uji integritas mekanik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui bahwa: a. tidak terjadi kebocoran yang signifikan pada pipa selubung, pipa sembur, dan pipa penyekat; dan b. tidak terjadi perpindahan cairan atau gas secara signifikan ke dalam sumber air minum bawah tanah melalui saluran-saluran vertikal yang berhubungan dengan lubang sumur injeksi. (3) Uji integritas mekanik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (4) Uji integritas mekanik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada metode yang telah disetujui oleh instansi teknis atau metode yang secara ilmiah lazim digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas serta panas bumi. (5) Uji integritas mekanik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk sumur injeksi yang sudah beroperasi dilakukan dengan menunjukkan dokumen-dokumen yang membuktikan bahwa semen yang digunakan dapat mencegah terjadinya kebocoran. Pasal 11 (1) Izin injeksi air limbah sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Perpanjangan izin injeksi air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diajukan oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sebelum habis masa berlakunya izin. (3) Menteri menerbitkan surat keputusan perpanjangan atau menolak permohonan perpanjangan izin injeksi air limbah dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan perpanjangan izin injeksi air limbah dari penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan. (4) Permohonan perpanjangan izin injeksi air limbah dilengkapi dengan evaluasi terhadap hasil pemantauan yang ditetapkan dalam perizinan selama 5 (lima) tahun terakhir dan telah memenuhi uji integritas mekanik.
BAB V
PERSYARATAN INJEKSI DAN SUMUR INJEKSI Pasal 12 (1) Dalam rangka mencegah terjadinya perpindahan cairan air limbah dan cairan formasi yang dapat mencemari sumber air minum bawah tanah, setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan hulu minyak, gas, dan panas bumi wajib:
1314
a. mengkaji dan memperbaiki sumur yang tidak ditutup atau yang ditinggalkan secara tidak sempurna yang berada di dalam Daerah Kajian Injeksi. b. mengajukan rencana yang berisi langkah-langkah atau modifikasi yang akan dilakukan. (3) Dalam hal perbaikan terhadap sumur di dalam Daerah Kajian Injeksi yang berpotensi menyebabkan perpindahan cairan air limbah dan cairan formasi yang dapat mencemari sumber air minum bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a belum diselesaikan, maka kegiatan injeksi air limbah tidak dapat dilakukan. Pasal 13 Injeksi air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus dilakukan melalui sumur injeksi yang memenuhi persyaratan konstruksi sebagai berikut: a.
Sumur injeksi harus diberi pipa selubung dan semen untuk mencegah perpindahan cairan air limbah gas atau cairan formasi ke dalam sumber air minum bawah tanah;
b.
Pipa selubung permukaan harus mempunyai isolasi berupa semen sampai dengan permukaan dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang baku;
c.
Pipa selubung dan semen yang digunakan harus disesuaikan dengan perencanaan umur sumur;
d.
Sumur harus dilengkapi dengan tubing dan/atau penyekat mekanik;
e.
Kepala sumur dilengkapi dengan fasilitas penunjang, seperti alat ukur tekanan injeksi, kecepatan alir dan volume dari limbah yang diinjeksikan; dan
f.
Anulus harus dilengkapi dengan pengukur tekanan untuk memonitor kebocoran penyekat. Pasal 14
(1) Injeksi air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan: a. Tekanan injeksi pada kepala sumur tidak boleh melebihi tekanan maksimum yang menyebabkan terjadinya rekahan baru atau merusak/merekah/memecah rekahan eksisting di lapisan zona kedap sehingga menyebabkan perpindahan cairan air limbah dan cairan formasi ke sumber air minum bawah tanah. b. Dalam kondisi apapun tekanan injeksi tidak diperbolehkan menyebabkan terjadinya perpindahan cairan air limbah atau cairan formasi ke dalam sumber air minum bawah tanah. c. Tidak diperbolehkan melakukan injeksi di antara ujung pipa selubung yang melindungi sumber air tanah dan lubang sumur. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memasang alat ukur pada setiap sumur injeksi sebagai berikut: a. Tekanan injeksi di kepala sumur; b. Tekanan pipa selubung; dan c. Debit (volume dan laju alir). (3) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib mengoperasikan alat ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan fungsinya dan menjamin akurasi hasil pengukuran.
1315
BAB VI KEWAJIBAN Pasal 15 Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pemantauan kinerja injeksi air limbah dengan ketentuan : a.
Pemantauan tekanan injeksi sumur dengan frekuensi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu.
b.
Pemantuan tekanan selubung dengan frekuensi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
c.
Pemantauan debit injeksi dan volume kumulatif air limbah injeksi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) minggu.
d.
Pemantauan karakteristik kimia-fisika limbah paling sedikit dilakukan diawal sebelum kegiatan injeksi dilakukan, kecuali ada perubahan yang signifikan pada jenis air limbah yang diinjeksikan. Pasal 16
Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib : a.
melaporkan terjadinya kondisi darurat secara lisan dalam jangka waktu 1 x 24 jam dan secara tertulis dalam waktu 2 x 24 jam kepada Menteri, menteri terkait, Gubernur, Bupati/walikota, dan kepala instansi yang lingkup tugasnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
b.
menghentikan kegiatan injeksi dan melaporkan kepada Menteri paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal kejadian apabila ada kegagalan operasi yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan.
c.
menangani keadaan darurat dengan menjalankan prosedur penanganan yang telah ditetapkan sehingga tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.
d.
melaporkan hasil pemantauan terhadap persyaratan yang tercantum di dalam izin injeksi air limbah paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan kepada Menteri dan/atau Gubernur dengan tembusan kepada menteri terkait, dan kepala instansi yang lingkup tugasnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal 17
Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi wajib: a.
menutup sumur injeksi yang telah selesai masa operasinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melaporkannya kepada Menteri dan menteri terkait, dengan tembusan kepala instansi pemerintah daerah yang lingkup tugasnya di bidang lingkungan hidup di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
b.
mencegah terjadinya pencemaran sumber air minum bawah tanah yang disebabkan oleh fasilitas sumur injeksi yang telah ditutup; dan
c.
membersihkan ceceran minyak atau limbah lain yang timbul akibat proses penutupan sumur injeksi.
1316
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan pembuangan air limbah dengan cara injeksi sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 06 November 2007 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Umum, ttd Nadjib Dahlan, SH. NIP. 180 002 198
1317
Lampiran : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 13 Tahun 2007 Tanggal : 06 November 2007
1318
A. Metode Penentuan Daerah Kajian (Area of Review) Uraikan metode yang digunakan beserta perhitungan-perhitungan yang digunakan untuk menentukan luas daerah kajian. Jika tidak dapat mencantumkan metode yang digunakan untuk menghitung daerah kajian, maka luasan ditentukan pada radius 450 meter dari lubang sumur. B.
Peta Sumur dan Daerah Kajian (Area of Review) Lampirkan peta topografi dengan batas terluar 450 meter dari batas kepemilikan lahan. Peta tersebut harus menunjukkan lokasi sumur atau area operasi yang sedang diajukan izinnya beserta luasan daerah kajian untuk masing-masing sumur. Peta juga harus menunjukkan fasilitas pengelolaan lingkungan hidup, seperti struktur intake air minum, pembuangan air limbah, gudang penyimpanan bahan dan limbah B3 atau lokasi pembuangan limbah lainnya. Jika izin yang diajukan merupakan injeksi air limbah untuk area operasi maka peta harus menunjukan distribusi manifold untuk menginjeksikan air limbah, termasuk lokasi-lokasi pemantauan. Di dalam Daerah Kajian peta harus menggambarkan jumlah, nama dan lokasi semua sumur produksi, sumur pembuangan, sumur yang sudah dimatikan (abandon well), sumur kering, badan air permukaan seperti mata air, sungai dan danau, tambang, kuari, pemukiman, jalan, patahan baik yang telah diketahui atau diduga ada. Sebagai tambahan, peta juga harus dapat menggambarkan keberadaan badan air dan sumur air minum yang terletak dalam jarak 450 meter dari batas kepemilikan lahan.
C. Data Sumur dan Upaya Pengendalian Dampak Lampirkan data tiap-tiap sumur, termasuk jenis sumur, konstruksi, tanggal pengeboran, kedalaman, catatan penutupan (plugging) dan/atau completion dan informasi lain yang diperlukan. Jika sumur pembuangan yang diajukan adalah sumur baru maka harus disertai dengan uraian upaya-upaya yang diperlukan untuk mencegah perpindahan fluida ke dalam sumber air minum bawah tanah. Dalam hal kegiatan injeksi beroperasi melampaui tekanan fraktur (fracture pressure) dari formasi injeksi, penanggungjawab kegiatan harus menguraikan tentang sumur-sumur di dalam daerah kajian yang formasinya dipengaruhi oleh peningkatan tekanan akibat kegiatan injeksi. Uraian ini tidak diperlukan bagi pengajuan izin sumur pembuangan yang telah beroperasi. D. Peta dan Irisan Melintang Akuifer Air Minum Bawah Tanah Lampirkan peta-peta dan irisan melintang yang mengindikasikan batas vertikal dari seluruh akuifer yang dapat digunakan sebagai sumber air minum di dalam daerah kajian. E.
Nama dan Kedalaman Akuifer Yang Dapat Digunakan sebagai Sumber Air Minum Lampirkan peta yang menggambarkan nama geologi dan kedalaman sampai ke dasar dari akuifer yang dapat digunakan sebagai sumber air minum yang mungkin terpengaruh oleh kegiatan injeksi.
F.
Data Geologi Lapisan Zona Target Injeksi dan Lapisan Zona Kedap Lampirkan data geologi yang berkaitan dengan lapisan zona target injeksi dan lapisan zona kedap termasuk deskripsi lithologi, nama geologis, ketebalan, kedalaman dan tekanan fraktur. Lampirkan dan uraikan kondisi geologi yang menjelaskan gambaran geologi permukaan dan bawah permukaan dimana kegiatan injeksi limbah dilakukan dan harus mencakup parameter berikut ini: 1. Litologi, mencakup karakteristik fisika, kimia dan geologi batuan atau sedimen pada daerah kajian yang mencakup tipe/jenis batuan di permukaan dan batuan bawah permukaan di lapisan zona kedap dan lapisan zona target injeksi. 2. Stratigrafi, mencakup hubungan penyebaran litologi batuan atau proses sedimentasi secara lateral dan vertikal sehingga dapat memperlihatkan hubungan keterkaitan dan pelamparan/ penyebaran pada daerah kajian. 1319
3. Geodinamika, mencakup hubungan keterkaitan sifat fisik batuan pada dan/atau disekitar daerah kajian dengan kondisi struktur geologi, kondisi daerah kegempaan atau kondisi teknonik. 4. Hidrogeologi, mencakup keterkaitan pelamparan kondisi geologi pada dan/atau disekitar daerah kajian dengan kondisi pola aliran dan pengaliran air permukaan serta air bawah permukaan. Lampirkan data, peta, uraian atau perhitungan yang relevan sehingga dapat menjelaskan parameter lapisan zona target injeksi yang merupakan data kondisi bawah permukaan yang menggambarkan kemampuan lapisan untuk menerima/menampung limbah cair yang diinjeksikan dan harus mencakup parameter berikut ini: a) Karakteristik fisika meliputi porositas, permeabilitas, saturasi, tekanan rekah, tekanan formasi dan temperatur. b) Kapasitas tampung total lapisan zona target injeksi. c) Hubungan antar sumur untuk menggambarkan kemungkinan terjadinya komunikasi antara sumur injeksi dan sumur-sumur lainnya disekitar daerah kajian. Informasi ini penting untuk memprakirakan keluarnya limbah yang diinjeksikan melalui sumur-sumur lainnya di sekitar daerah kajian akibat adanya perbedaan tekanan hasil penginjeksian dan tekanan dasar sumur pada sumur disekitar sumur injeksi. G. Data Operasional Lampirkan dan jelaskan data operasional untuk masing-masing sumur seperti : 1. Debit injeksi rata-rata dan maksimum beserta volume fluida yang akan diinjeksikan. 2. Tekanan injeksi rata-rata dan maksimum. 3. Karakteristik fluida annulus. 4. Sumber dan karakteristik fisika dan kimia air limbah yang akan diinjeksikan. H. Program Pengujian Formasi Uraikan tentang rencana program pengujian informasi, dimana pengujian bertujuan untuk mendapatkan data tentang tekanan fluida, prakiraan tekanan frakture, dan karakateristik fisika dan kimia lapisan zona target injeksi. I.
Prosedur Injeksi. Uraikan prosedur injeksi yang akan atau telah dilakukan termasuk pemompaan, sistem penampungan, pengaliran air limbah yang akan diinjeksi, tata letak fasilitas injeks, daerah aman operasi, diagram alir proses dan peralatan pendukung.
J.
Prosedur Konstruksi Uraikan prosedur konstruksi yang dilakukan meliputi uraian detil tentang casing, pengeboran, prosedur logging, pemeriksaan deviasi, pengeboran, pengetesan dan coring serta rencana fluida annulus yang akan digunakan.
K. Detil Konstruksi Lampirkan gambar skematik atau gambar lain yang sesuai untuk menjelaskan konstruksi fasilitas sumur injeksi di bawah dan di atas permukaan tanah. L.
Rencana Tanggap Darurat Uraikan rencana tanggap darurat untuk mengatasi kegagalan sumur injeksi dan mencegah terjadinya perpindahan fluida ke sumber air minum.
1320
M. Rencana Pemantauan Uraikan rencana pemantauan yang akan dilakukan. N. Rencana Penutupan Sumur Lampirkan rencana untuk penutupan sumur termasuk : 1. Uraian tentang tipe, jumlah dan penempatan (termasuk ketinggian bagian atas dan bawah) penutup yang akan digunakan; 2. Uraian tentang jenis, kualitas dan kuantitas semen yang akan digunakan; 3. Uraian tentang metode yang akan digunakan untuk menempatkan penutup (plugs) termasuk metode yang digunakan untuk menempatkan sumur ke dalam kondisi kesetimbangan sebelum ditempatkan plugs. O. Dokumen Pengelolaan Lingkungan Lampirkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dokumen Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) atau dokumen Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) yang relevan dengan kegiatan injeksi air limbah.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Ir. Rachmat Witoelar. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Umum, ttd Nadjib Dahlan, SH. NIP. 180 002 198
1321
1322
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Rumput Laut; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
1323
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut adalah kegiatan pengolahan rumput laut menjadi produk akhir berupa bahan baku rumput laut siap olah, produk olahan setengah jadi dan/atau produk olahan siap konsumsi.
2.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
3.
Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
1324
4.
Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji berdasarkan paramaterparameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5.
Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
6.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
7.
Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
8.
Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/ atau tidak berfungsinya peralatan tersebut.
9.
Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara.
10. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air. 11. Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang diperbolehkan dibuang ke sumber air dalam setiap satuan produk. 12. Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah. 13. Produk gabungan adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut yang menghasilkan lebih dari satu produk. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi kegiatan pengolahan rumput laut yang menghasilkan produk: a.
agar-agar;
b.
karaginan;
c.
alginat;
d.
bahan baku rumput laut siap olah; dan/atau
e.
gabungan. Pasal 3
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum, kuantitas air limbah maksimum, dan beban pencemaran maksimum.
1325
Pasal 4 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (2) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini setelah mendapat rekomendasi Menteri. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 5 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL/UPL. Pasal 6 (1) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. (2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi pemeriksaan terhadap parameter tambahan diluar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. Pasal 7 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir limbah;
d.
melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian yang dibuang;
e.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f.
melakukan pencatatan jumlah produk harian senyatanya;
g.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Gubernur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini;
j.
menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf f, dan huruf i secara berkala paling sedikit
1326
1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur, Menteri, dan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan k.
melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya paling lambat 2 (dua) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 8
(1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. Bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 9 (1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut yang telah ditetapkan lebih longgar sebelumnya melalui peraturan daerah wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. (2) Dalam hal baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan rumput laut yang telah ditetapkan sebelumnya melalui peraturan daerah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah sebelumnya dinyatakan tetap berlaku. Pasal 10 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal: 20 November 2008 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1327
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT
Parameter
Kadar Maksimum (mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)
BOD
100
50
COD
250
125
TSS
100
50
(NH3-N) 5
2.5
Klor
1
0.5
pH
6-9
Amonia
Kuantitas air limbah maksimum
500 m3/ton produk
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1328
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
FORMAT HASIL PEMANTAUAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT Nama industri Lokasi pengambilan contoh uji
: :
Jam, Tanggal, Tahun pengambilan contoh uji Petugas pengambil contoh uji Debit air limbah saat pengambilan contoh uji
: : :
................... m3/dtk
Lama waktu produksi Jumlah produksi saat pengambilan contoh uji
: :
................... jam/hari ................... ton
Titik koordinat pengambilan contoh uji *
Hasil Analisis No.
Parameter
1 2 3 4 5 6
BOD COD TSS Amonia (NH3 - N) Klor pH
7
Kuantitas air limbah maksimum
Kadar (mg/L)
Baku Mutu ** Beban Pencemaran (kg/ton)
----- m3/ton produk
Kadar (mg/L)
-------
Beban Pencemaran (kg/ton)
Metode Uji
m3/ton produk
Tempat dan Tanggal Ttd dilengkapi dengan Cap Lab. (pihak lab yang bertanggungjawab) Keterangan : - Tanda * : dilengkapi dengan bagan/layout posisi titik penaatan/pengambilan sampel. - Tanda ** : nilai diisi sesuai dengan baku mutu air limbah yang berlaku (baku mutu Peraturan Menteri ini dan baku mutu daerah) MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan,
RACHMAT WITOELAR.
ttd Ilyas Asaad.
1329
1330
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kelapa; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
1331
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang pengolahan kelapa untuk dijadikan produk santan, produk tepung, minyak goreng kelapa, dan/atau produk olahan lainnya yang digunakan untuk konsumsi manusia dan pakan.
2.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
3.
Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
4.
Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
5.
Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji berdasarkan parameterparameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
1332
6.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
7.
Pemanfaatan kembali adalah penggunaan kembali air limbah yang telah diproses di IPAL untuk proses produksi.
8.
Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih di outlet IPAL dan/atau inlet pemanfaatan yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
9.
Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/ atau tidak berfungsinya peralatan tersebut.
10. Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengelolaan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara. 11. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air. 12. Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang diperbolehkan dibuang ke sumber air setiap satuan produk. 13. Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum, kuantitas air limbah maksimum dan beban pencemaran maksimum. Pasal 3 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (2) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini setelah mendapat rekomendasi Menteri. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 4 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa mensyaratkan baku mutu air limbah lebih
1333
ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 5 (1) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 4, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. (2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi pemeriksaan terhadap parameter tambahan diluar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. Pasal 6 Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dalam Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir limbah pada inlet IPAL, outlet IPAL dan/atau inlet pemanfaatan kembali;
d.
melakukan pencatatan debit harian air limbah baik untuk air limbah yang dibuang ke sumber air dan/atau yang dimanfaatkan kembali;
e.
melakukan pencatatan pH harian air limbah;
f.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
g.
melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian senyatanya;
h.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan;
i.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
j.
memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Gubernur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini;
k.
menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, penggunaan bahan baku, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf j secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri serta instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
l.
melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta rincian upaya penanggulangannya paling lambat 2 (dua) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam.
1334
Pasal 7 (1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. Bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 8 (1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa yang telah ditetapkan lebih longgar sebelumnya melalui peraturan daerah wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. (2) Dalam hal baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa yang telah ditetapkan sebelumnya lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, maka baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku. Pasal 9 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 20 November 2008 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1335
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 13 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA
Parameter
Kadar Maksimum* (mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum* (Kg/Ton)
BOD
75
1,1
COD
150
2,2
TSS
100
1,5
Minyak-lemak
15
0,2
pH
6–9
Kuantitas air limbah maksimum
15 M3/ton produk
*) kecuali untuk pH dan kuantitas air limbah
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1336
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 13 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
FORMAT HASIL PEMANTAUAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA Nama Industri Kode Sampel Lokasi pengambilan sampel
: : :
Tanggal Pengambilan Sampel Jam Pengambilan Sampel Debit pada saat pengambilan sampel Petugas Pengambil Sampel Tanggal Penerimaan Sampel Tanggal Analisis Sampel Produksi pada saat pengambilan sampel (ton/hari) Hasil Analisis
: : : : : :
No.
1 2 3 4 5 6
Parameter
BOD COD TSS Minyak-lemak pH Kuantitas air limbah
Kadar (mg/L)
Titik Koordinat pengambilan Sampel *
: : Beban Pencemaran (kg/ton)
Metode Kadar Maks
Baku Mutu ** Beban Pencemaran Maks
—M3/ton produk Tempat dan Tanggal Ttd dilengkapi dengan Cap Lab.
(pihak lab yang bertanggungjawab) Keterangan : - Tanda * : dilengkapi dengan bagan/layout posisi titik penaatan/pengambilan sampel. - Tanda ** : nilai diisi sesuai dengan baku mutu air limbah yang berlaku (baku mutu Peraturan Menteri ini dan baku mutu daerah yang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini) - Laporan ini dibuat di atas kertas berlogo/kop laboratorium yang bersangkutan. MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan,
RACHMAT WITOELAR.
ttd Ilyas Asaad.
1337
1338
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN DAGING MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Daging; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang 1339
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN DAGING. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging adalah kegiatan pengolahan daging menjadi produk akhir berupa daging beku, produk olahan setengah jadi, dan/atau produk olahan siap konsumsi.
2.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
3.
Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
4.
Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji berdasarkan paramaterparameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5.
Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
6.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
1340
7.
Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
8.
Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/ atau tidak berfungsinya peralatan tersebut.
9.
Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara.
10. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air. 11. Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang diperbolehkan dibuang ke sumber air dalam setiap satuan produk. 12. Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah. 13. Usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging gabungan adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang bahan bakunya lebih dari satu jenis daging. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 (1) Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging: a. ayam; b. sapi; c. kerbau; d. kuda; e. kambing atau domba; f. babi; dan/atau g. gabungan. (2) Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan usaha dan/atau pengolahan daging yang melakukan dan/atau tanpa kegiatan pemotongan hewan. Pasal 3 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum, kuantitas air limbah maksimum, dan beban pencemaran maksimum.
1341
Pasal 4 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (2) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini setelah mendapat rekomendasi Menteri. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 5 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1), diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL/ UPL. Pasal 6 (1) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. (2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi pemeriksaan terhadap parameter tambahan diluar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. Pasal 7 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir limbah;
d.
melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian yang dibuang;
e.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f.
melakukan pencatatan jumlah produk harian senyatanya;
g.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Gubernur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini;
1342
j.
menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf f, dan huruf i secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur, Menteri, dan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
k.
melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya paling lambat 2 (dua) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 8
(1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. Bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 9 (1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang telah ditetapkan lebih longgar sebelumnya melalui peraturan daerah wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. (2) Dalam hal baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang telah ditetapkan sebelumnya melalui peraturan daerah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah sebelumnya dinyatakan tetap berlaku. Pasal 10 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 20 November 2008 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad. 1343
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 14 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN DAGING Parameter
Kadar Maksimum (mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)
BOD
125
0.75
COD
250
1.5
TSS
100
0.6
Amonia (NH3-N)
10
0.06
Minyak dan Lemak
10
0.06
pH
6-9
Kuantitas air limbah maksimum
6 m /ton produk 3
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1344
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 14 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
FORMAT HASIL PEMANTAUAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN DAGING Nama industri Lokasi pengambilan contoh uji
: :
Jam, Tanggal, Tahun pengambilan contoh uji Petugas pengambil contoh uji Debit air limbah saat pengambilan contoh uji Lama waktu produksi Jumlah produksi saat pengambilan contoh uji
: : : : :
Titik koordinat pengambilan contoh uji *
................... m3/dtk ................... jam/hari ................... ton
Hasil Analisis No.
Parameter
1 2 3 4 5 6
BOD COD TSS Amonia (NH3 - N) Minyak dan lemak pH
7
Kuantitas air limbah maksimum
Kadar (mg/L)
Baku Mutu ** Beban Pencemaran (kg/ton)
----- m3/ton produk
Kadar (mg/L)
-------
Beban Pencemaran (kg/ton)
Metode Uji
m3/ton produk
Tempat dan Tanggal Ttd dilengkapi dengan Cap Lab. (pihak lab yang bertanggungjawab) Keterangan : - Tanda * : dilengkapi dengan bagan/layout posisi titik penaatan/pengambilan sampel. - Tanda ** : nilai diisi sesuai dengan baku mutu air limbah yang berlaku (baku mutu Peraturan Menteri ini dan baku mutu daerah) MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan,
RACHMAT WITOELAR.
ttd Ilyas Asaad.
1345
1346
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kedelai; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-undang
1347
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai adalah usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan kedelai sebagai bahan baku utama yang tidak bisa digantikan dengan bahan lain.
2.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
3.
Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
4.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
5.
Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji berdasarkan parameterparameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1348
6.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
7.
Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air.
8.
Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang diperbolehkan dibuang ke sumber air dalam setiap satuan bahan baku.
9.
Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah.
10. Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah. 11. Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/ atau tidak berfungsinya peralatan tersebut. 12. Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran dan/atau huru-hara. 13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang menghasilkan: a.
kecap;
b.
tahu; dan/atau
c.
tempe. Pasal 3
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum, kuantitas air limbah maksimum, dan beban pencemaran maksimum. Pasal 4 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (2) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini setelah mendapat rekomendasi Menteri.
1349
(3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 5 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 4 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL/UPL. Pasal 6 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 5 maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 7 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan debit air limbah harian;
d.
melakukan pencatatan pH harian air limbah;
e.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f.
melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian senyatanya;
g.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Gubernur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini;
j.
menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, penggunaan bahan baku, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf g dan huruf j secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur, Menteri dan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundangundangan;
k.
melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya paling lambat 2 (dua) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam.
1350
Pasal 8 (1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. Bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 9 (1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang telah ditetapkan lebih longgar sebelumnya melalui peraturan daerah wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. (2) Dalam hal baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang telah ditetapkan sebelumnya melalui peraturan daerah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah sebelumnya dinyatakan tetap berlaku. Pasal 10 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 20 November 2008 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1351
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 15 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI Pengolahan Kedelai Parameter
Kecap
Tahu
Tempe
Kadar*) (mg/L)
Beban (kg/ton)
Kadar*) (mg/L)
Beban (kg/ton)
Kadar*) (mg/L)
Beban (kg/ton)
BOD
150
1,5
150
3
150
1,5
COD
300
3
300
6
300
3
TSS
100
1
200
4
100
1
pH
6–9
Kuantitas air limbah maksimum (m3/ton)
10
20
10
Keterangan : 1)
*) kecuali untuk pH
2)
Satuan kuantitas air limbah adalah m3 per ton bahan baku
3)
Satuan beban adalah kg per ton bahan baku
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1352
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 15 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
FORMAT HASIL PEMANTAUAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI
Nama Industri Kode Contoh Uji Lokasi pengambilan contoh uji
: : :
Tanggal Pengambilan Contoh Uji Jam Pengambilan Contoh Uji Petugas Pengambil Contoh Uji Tanggal Penerimaan Contoh Uji Tanggal Analisis Contoh Uji Produksi pada saat pengambilan
: : : : :
contoh uji (ton/hari) Hasil Analisis :
: :
No.
Parameter
1
BOD
2
COD
3
TSS
4
pH
5
Kuantitas air limbah maksimum
Kadar (mg/L)
Titik Koordinat pengambilan contoh uji *
Beban Pencemaran (kg/ton)
Metode Uji
Baku Mutu ** Kadar Beban (mg/L) Pencemaran (kg/ton)
(m3/ton kedelai)
Tempat dan Tanggal Ttd dilengkapi dengan Cap Lab.
(pihak lab yang bertanggungjawab)
1353
Keterangan : - Tanda*
: dilengkapi dengan bagan/layout posisi titik penaatan/pengambilan contoh uji.
- Tanda ** : nilai diisi sesuai dengan baku mutu air limbah yang berlaku (baku mutu Peraturan Menteri ini dan baku mutu daerah yang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini) - Laporan ini dibuat di atas kertas berlogo/kop laboratorium yang bersangkutan.
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1354
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI KERAMIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan industri keramik berpotensi menimbulkan pencemaran air sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air melalui penetapan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Keramik; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
1355
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI KERAMIK. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Industri keramik adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan proses pengolahan bahan baku berupa bahan tambang yang mengandung oksida non logam seperti kaolin, fielsdspar, pasir silika, dan tanah liat melalui proses pembakaran pada suhu kurang lebih 13000 C.
2.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
3.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
4.
Kuantitas air limbah maksimum adalah jumlah air limbah tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang pada setiap satuan bahan baku.
5.
Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah.
6.
Titik penaatan adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
7.
Kondisi tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/atau tidak berfungsinya peralatan tersebut.
8.
Kondisi darurat adalah kondisi tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara.
1356
9.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2
Setiap usaha dan/atau kegiatan industri keramik wajib mentaati baku mutu air limbah bagi usaha dan/ atau kegiatan industri keramik sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ditetapkan berdasarkan kadar dan kuantitas air limbah. Pasal 4 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan : a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan/atau b. tambahan parameter di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan Menteri. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui. (4) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 5 Dalam hal pemerintahan daerah provinsi menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberlakukan baku mutu air limbah yang ditetapkan oleh pemerintahan daerah provinsi. Pasal 6 Dalam hal pemerintahan daerah provinsi tidak menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan industri keramik mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau Pasal 4 ayat (4), diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL.
1357
Pasal 8 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (4), dan/atau Pasal 7, diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 9 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri keramik wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan saluran pembuangan air limbah yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah;
d.
melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian yang dibuang;
e.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f.
melakukan pencatatan penggunaan bahan baku harian senyatanya;
g.
memisahkan saluran buangan air limbah dengan saluran air hujan;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang telah terakreditasi;
j.
menyampaikan laporan tentang pH air limbah harian debit air limbah harian, penggunaan bahan baku harian senyatanya, serta kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf f, dan huruf paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada bupati/walikota, dengan tembusan gubernur dan Menteri, serta instansi lain yang terkait; dan
k.
melaporkan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri mengenai kondisi tidak normal dan/atau kondisi darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya paling lambat 2 (dua) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 10
Bupati/Walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (4), Pasal 7, atau Pasal 8 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ke dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik. Pasal 11 (1) Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik yang ditetapkan lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal baku mutu air limbah yang ditetapkan sebelumnya lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah sebelumnya tetap berlaku.
1358
Pasal 12 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 13 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 20 November 2008 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1359
Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 16 Tahun 2008 Tanggal : 20 November 2008
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI KERAMIK PARAMETER
KADAR MAKSIMUM (mg/L)
TSS
100
Timbal (Pb)
1,0
Kobalt (Co)
0,6
Kadmium (Cd)
0,1
Krom Total (Cr)
1,0
pH
6,0 – 9,0
Kuantitas Air Limbah Maksimum (m3/ ton bahan baku)
1,5
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1360
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal merupakan salah satu usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan air limbah dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
1361
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan bakar baik padat, cair, dan gas maupun campuran serta menggunakan uap panas bumi untuk menghasilkan tenaga listrik.
2.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
3.
Proses utama adalah proses yang menghasilkan air limbah yang bersumber dari proses pencucian (dengan atau tanpa bahan kimia) dari semua peralatan logam, blowdown cooling tower, blowdown boiler, laboratorium, dan regenerasi resin water treatment plant.
4.
Kegiatan pendukung adalah kegiatan yang meliputi kegiatan fasilitas air pendingin, kegiatan fasilitas desalinasi, kegiatan fasilitas stockpile batu bara, dan kegiatan air buangan dari fasilitas flue gas desulphurization (FGD) sistem sea water scrubber.
5.
Oily water adalah air limbah yang mengandung minyak yang berasal dari drainase lantai kerja, kebocoran (seepage), kebocoran air limbah dari pencucian peralatan-peralatan, dan tumpahan dari kegiatan operasional yang dibuang ke media lingkungan melalui kolam separator atau oil separator atau oil catcher atau oil trap.
1362
6.
Blowdown boiler adalah upaya untuk mengeluarkan air buangan minimum dari proses resirkulasi air boiler berdasarkan best engineering practice.
7.
Blowdown cooling tower adalah upaya untuk mengeluarkan air buangan hasil kondensasi dari proses pendinginan cooling tower berdasarkan best engineering practice.
8.
Air bahang adalah air limbah dari sumber proses pendinginan yang menggunakan air laut sebagai air baku yang dialirkan satu kali lewat (once through system) melalui kondensor menuju badan air/laut.
9.
Desalinasi atau reverse osmosis (RO) adalah proses pemurnian air yang menghasilkan air limbah berupa brine reject.
10. Flue gas desulphurization (FGD) Sistem sea water wet scrubber adalah sistem penyerapan sulfur dari emisi gas buang dengan menggunakan air laut. 11. Stockpile batu bara adalah timbunan batu bara yang menghasilkan air limbah berupa air limpasan. 12. Water treatment plant (WTP) atau demineralisasi adalah proses pemurnian air baku untuk keperluan proses maupun domestik. 13. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan. 14. Kadar maksimum air limbah adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan. 15. Kondisi normal adalah kondisi operasi yang sesuai dengan parameter desain operasi. 16. Kondisi tidak normal adalah kondisi operasi di luar parameter operasi normal dan masih dapat dikendalikan yaitu: start-up, shutdown dan up-set. 17. Kondisi darurat adalah kondisi operasi di luar parameter operasi normal dan tidak dapat dikendalikan. 18. Titik penaatan adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah. 19. Instansi terkait adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagalistrikan. 20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Jenis usaha dan/atau kegiatan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi kegiatan: a.
Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU);
b.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG);
c.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU);
d.
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD); dan
e.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Pasal 3
Air limbah dari usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bersumber dari: a.
proses utama;
b.
kegiatan pendukung; dan
c.
kegiatan lain yang menghasilkan oily water.
1363
Pasal 4 Baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi: a.
baku mutu air limbah sumber proses utama sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
b.
baku mutu air limbah sumber kegiatan pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
c.
baku mutu air limbah sumber kegiatan lain yang menghasilkan oily water sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 5
(1) Dalam kondisi normal, baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 setiap saat tidak boleh dilampaui oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (2) Bagi usaha dan/atau kegiatan yang beroperasi setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini, khusus untuk parameter suhu air bahang, diberlakukan baku mutu berdasarkan hasil kajian dengan ketentuan lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum. Pasal 6 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan/atau b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan dari Menteri. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui. (4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan penolakan. (5) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau Pasal 6, diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang dipersyaratkan oleh AMDAL.
1364
Pasal 8 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, atau Pasal 7 diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 9 Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal wajib: a.
mengidentifikasi sumber-sumber air limbah, termasuk memberi kode nama dan kuantitasnya;
b.
menentukan koordinat sumber air limbah, titik penaatan, dan titik pembuangan air limbah;
c.
melakukan pendokumentasian saluran air limbah;
d.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini;
e.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
f.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan;
g.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan pencatatan debit harian air limbah;
h.
melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
i.
tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampurkan buangan bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan air limbah;
j.
melakukan kalibrasi atau uji fungsi (function check) alat ukur air limbah;
k.
membuat log book system atau electronic enterprise system pengelolaan air limbah;
l.
menyusun dan menetapkan prosedur penanganan kondisi tidak normal dan keadaan darurat;
m. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dan setiap 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dilakukan di laboratorium yang terakreditasi; n.
memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah khusus untuk PLTD di laboratorium yang terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan;
o.
melakukan pemantauan debit air limbah harian dari air limbah proses utama dan air bahang;
p.
menghitung beban pencemaran air limbah dengan mengalikan debit air limbah dengan konsentrasi parameter baku mutu air limbah;
q.
menyampaikan laporan mengenai pencatatan produksi bulanan senyatanya, hasil analisa laboratorium, kadar parameter, debit air limbah harian, dan beban pencemaran air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf h, huruf m, huruf o, dan huruf p, 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dan hasil analisa laboratorium sebagaimana dimaksud dalam huruf n, 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur, Menteri, dan instansi teknis;
r.
memberitahukan terjadinya kejadian tidak normal dan keadaan darurat dalam jangka waktu 1 x 24 jam kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur, Menteri dan instansi teknis; dan
1365
s.
melaporkan upaya penanggulangan kejadian tidak normal dan keadaan darurat paling lama 7 x 24 jam kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur, Menteri dan instansi teknis. Pasal 10
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang telah ditetapkan lebih longgar sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun. (2) Izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang sudah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya izin. Pasal 11 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal : 7 April 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1366
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL SUMBER PROSES UTAMA
A. Sumber Proses Utama No.
Parameter
Kadar Maksimum
1.
pH
-
6–9
2.
TSS
mg/L
100
3.
Minyak dan Lemak
mg/L
10
4.
Klorin Bebas (Cl2)*
mg/L
0,5
5.
Kromium Total (Cr)
mg/L
0,5
6.
Tembaga (Cu)
mg/L
1
7.
Besi (Fe)
mg/L
3
8.
Seng (Zn)
mg/L
1
mg/L
10
9.
4-
Phosphat (PO ) **
Apabila cooling tower blowdown dialirkan ke IPAL
Catatan : * ** B.
Satuan
Apabila melakukan injeksi Phospat
Sumber Blowdown Boiler No.
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
-
6–9
1.
pH
2.
Tembaga (Cu)
mg/L
1
3.
Besi (Fe)
mg/L
3
Catatan :
Apabila sumber air limbah blowdown boiler tidak dialirkan ke IPAL
1367
C. Sumber Blowdown Cooling Tower No.
Parameter
1.
pH
2. 3. 4. Catatan :
Satuan
Kadar Maksimum
-
6–9
Klorin Bebas (Cl2)
mg/L
1
Zinc (Zn)
mg/L
1
mg/L
10
4-
Phosphat (PO )
Apabila sumber air limbah blowdown cooling tower tidak dialirkan ke IPAL
D. Sumber Demineralisasi/WTP No.
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
1.
pH
-
6-9
2.
TSS
mg/L
100
Catatan :
Apabila sumber air limbah demineralisasi/WTP tidak dialirkan ke IPAL
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1368
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL SUMBER KEGIATAN PENDUKUNG A. Sumber Pendingin (Air Bahang) No.
Parameter
B.
o
1.
Temperatur
2.
Klorin Bebas (Cl2)
Catatan
Satuan
Kadar Maksimum
C
40*
mg/L
0,5
: Apabila sumber air bahang tidak dialirkan ke IPAL * Merupakan hasil pengukuran rata-rata bulanan di oulet kondensor
Sumber Desalinasi No. 1. 2.
Parameter
Satuan
pH
o
Salinitas
Catatan :
/oo
Kadar Maksimum 6–9 Pada radius 30 m dari lokasi pembuangan air limbah ke laut, kadar salinitas air limbah sudah harus sama dengan kadar salinitas alami.
Apabila sumber air limbah desalinasi tidak dialirkan ke IPAL
C. Sumber FGD Sistem Sea Water Wet Scrubber No. 1. 2.
Catatan :
Parameter
Satuan
pH SO4
(2-)
Kadar Maksimum
-
6–9
%
Kenaikan kadar maksimum parameter Sulfat 4% dibanding kadar Sulfat titik penaatan Inlet air laut.
Apabila sumber air limbah FGD Sistem Sea Water Wet Scrubber tidak dialirkan ke IPAL 1369
D. Sumber Coal Stockpile No.
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
1.
pH
-
6–9
2.
TSS
mg/L
200
3.
Fe
mg/L
5
4.
Mn
mg/L
2
Catatan :
Apabila sumber air limbah Coal Stockpile tidak dialirkan ke IPAL
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1370
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL AIR LIMBAH MENGANDUNG MINYAK (OILY WATER)
No. 1.
Parameter
Satuan
COD* **
Kadar Maksimum
mg/L
300
2.
TOC
mg/L
110
3.
Minyak dan Lemak
mg/L
15
Catatan : Apabila sumber air limbah mengandung minyak tidak dialirkan ke IPAL * Parameter COD hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2009 ** Parameter Total Organic Carbon (TOC) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1371
1372
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/JAMU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Obat Tradisional/Jamu; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
1373
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/ JAMU. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu adalah usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan bahan atau ramuan bahan alami sebagai obat tradisional/jamu.
2.
Obat tradisional/jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
3.
Sediaan sarian (galenik)/simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. 1374
4.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
5.
Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
6.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
7.
Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji berdasarkan parameterparameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
9.
Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
10. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air. 11. Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang diperbolehkan dibuang ke sumber air dalam setiap satuan bahan baku. 12. Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah. 13. Kejadian tidak normal adalah kondisi di mana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/ atau tidak berfungsinya peralatan tersebut. 14. Keadaan darurat adalah kondisi tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau tidak beroperasinya instalasi pengolahan air limbah sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara. 15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang memanfaatkan bahan atau ramuan bahan alami dengan bahan baku utama yang berasal dari tumbuhan. Pasal 3 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu wajib menaati baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberlakukan bagi usaha dan/ atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang membuang air limbahnya ke laut. (3) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum, kuantitas air limbah maksimum, dan beban pencemaran maksimum.
1375
Pasal 4 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini; dan/atau b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan Menteri. (2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 5 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 4, diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/ jamu sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL/UPL. Pasal 6 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, atau Pasal 5, dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 7 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah;
d.
melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian;
e.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f.
melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian senyatanya;
g.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh gubernur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini;
j.
menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, penggunaan bahan baku, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf f dan huruf i secara
1376
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan gubernur dan Menteri serta instansi teknis terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan k.
melaporkan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya paling lama 2 x 24 jam. Pasal 8
(1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 9 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang telah ditetapkan lebih longgar sebelumnya wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. Pasal 10 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 7 April 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1377
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 09 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/JAMU
Parameter
Kadar maksimum (mg/L)
pH
Beban pencemaran maksimum (kg/ton bahan baku) 6–9
BOD
75
1,12
COD
150
2,25
TSS
100
1,5
Fenol
0,2
0,003
Kuantitas air limbah maksimum (m3/ton bahan baku)
15
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1378
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 09 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
FORMAT HASIL PEMANTAUAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/JAMU Nama Industri Kode Contoh Uji Lokasi pengambilan contoh uji Jam, Tanggal Pengambilan Contoh Uji Petugas Pengambil Contoh Uji Tanggal Penerimaan Contoh Uji Tanggal Analisis Contoh Uji Debit air limbah saat pengambilan contoh uji Produksi pada saat pengambilan contoh uji (ton/hari)
: : : : : : :
HASIL ANALISIS
:
Titik Koordinat pengambilan Sampel *
m3/dtk
: :
Baku Mutu ** No.
Parameter
Kadar
Beban Pencemaran
Metode
Beban Pencemaran Maksimum
Kadar Maksimum
1
pH
2
BOD
———— mg/L
—————— ———— Kg/Ton
———— mg/L
—————— ———— Kg/Ton
3
COD
———— mg/L
———— Kg/Ton
———— mg/L
———— Kg/Ton
4
TSS
———— mg/L
———— Kg/Ton
———— mg/L
———— Kg/Ton
5
Fenol
———— mg/L
———— Kg/Ton
———— mg/L
———— Kg/Ton
6
Kuantitas air limbah
————M3/ton bahan baku
————M3/ton bahan baku
Tempat dan Tanggal Ttd dilengkapi dengan Cap Lab.
(pihak lab yang bertanggungjawab)
1379
Keterangan : 1.
Tanda* : dilengkapi dengan bagan/layout posisi titik penaatan/pengambilan sampel.
2.
Tanda** : nilai diisi sesuai dengan baku mutu air limbah yang berlaku (baku mutu Peraturan Menteri ini dan baku mutu daerah yang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini)
3.
Laporan ini dibuat di atas kertas berlogo/kop laboratorium yang bersangkutan.
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1380
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar berpotensi menimbulkan pencemaran air sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air melalui penetapan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Oleokimia Dasar; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
1381
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Industri Oleokimia Dasar adalah industri yang memproduksi senyawa kimia berupa Fatty Acid, Fatty Alcohol, Alkyl Ester, dan Glycerin.
2.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
3.
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
4.
Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air pada setiap satuan produksi.
5.
Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air.
6.
Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
1382
7.
Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/ atau tidak berfungsinya peralatan tersebut.
8.
Keadaan darurat adalah kondisi tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau tidak beroperasinya instalasi pengolahan air limbah sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara.
9.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2
(1) Baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi: a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar untuk Fatty Acid dan Fatty Alcohol melalui jalur Fatty Acid sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini; dan b. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar untuk Fatty Alcohol melalui jalur Alkyl Ester sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. (2) Setiap usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar wajib menaati baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga diberlakukan bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar yang membuang air limbahnya ke laut.
Pasal 3 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan berdasarkan kadar maksimum dan kuantitas air limbah maksimum. Pasal 4 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan/atau b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan Menteri. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui. (4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan penolakan. (5) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
1383
Pasal 5 Dalam hal pemerintahan daerah provinsi menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberlakukan baku mutu air limbah yang ditetapkan oleh pemerintahan daerah provinsi. Pasal 6 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 4 ayat (1), diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (1), atau Pasal 6, dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 8 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah;
d.
melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian;
e.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f.
melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
g.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
melakukan pemantauan harian kadar parameter baku mutu air limbah, untuk parameter pH dan COD;
j.
memeriksakan kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi;
k.
menyampaikan laporan tentang debit harian air limbah, pencatatan produksi bulanan, pemantauan harian kadar parameter air limbah, dan hasil analisa laboratorium terhadap baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf f, huruf i, dan huruf j secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada bupati/walikota, dengan tembusan gubernur, Menteri, dan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
1384
l.
melaporkan kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya kepada bupati/walikota dengan tembusan gubernur dan Menteri paling lama 2 x 24 jam. Pasal 9
(1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (1), Pasal 6, atau Pasal 7 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 10 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar yang ditetapkan lebih longgar dari Peraturan Menteri ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun. Pasal 11 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri Oleokimia Dasar yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 7 April 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1385
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 10 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR UNTUK FATTY ACID DAN FATTY ALCOHOL MELALUI JALUR FATTY ACID Parameter
Kadar Maksimum
Satuan
BOD
70
mg/liter
COD
160
mg/liter
TSS
100
mg/liter
Minyak dan lemak
10
mg/liter
Fosfat
5
mg/liter
Amonia (NH3-N)
10
mg/liter
pH
6–9
3
Kuantitas air limbah maksimum
4 m / ton produk
Catatan : ton produk adalah penjumlahan ton produk fatty acid + ton produk fatty alcohol + ton produk alkyl ester + ton produk glycerin
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1386
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 10 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR UNTUK FATTY ALCOHOL MELALUI JALUR ALKYL ESTER Parameter
Kadar Maksimum
Satuan
BOD
125
mg/liter
COD
250
mg/liter
TSS
150
mg/liter
Minyak dan lemak
15
mg/liter
Fosfat
5
mg/liter
Amonia (NH3-N)
10
mg/liter
pH
6-9
3
Kuantitas air limbah maksimum
4 m / ton produk
Catatan : ton produk adalah penjumlahan ton produk fatty acid + ton produk fatty alcohol + ton produk alkyl ester + ton produk glycerin
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1387
1388
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Peternakan Sapi dan Babi; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
1389
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi adalah usaha peternakan sapi dan babi yang dilakukan di tempat yang tertentu serta perkembangbiakan ternaknya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak-peternak.
2.
Ternak adalah hewan-piara yang kehidupannya yakni mengenai tempat, perkembangbiakannya serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta dipelihara khusus sebagai penghasil bahanbahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia.
3.
Penggemukan adalah usaha dan/atau kegiatan peternakan yang dilakukan di tempat tertentu dan dipelihara secara khusus untuk dijadikan sebagai hewan potong.
4.
Pemeliharaan/budidaya adalah usaha dan/atau kegiatan peternakan yang dilakukan di tempat tertentu dan dipelihara secara khusus untuk tujuan pemuliaan dan/atau manfaat lain.
5.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
1390
6.
Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
7.
Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji berdasarkan paramaterparameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.
Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
9.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
10. Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah. 11. Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/ atau tidak berfungsinya peralatan tersebut. 12. Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan proses produksi dan/atau tidak beroperasinya instalasi pengolahan air limbah sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara. 13. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air. 14. Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang diperbolehkan dibuang ke sumber air dalam setiap satuan ekor ternak. 15. Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah. 16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi wajib menaati baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang: a. telah beroperasi sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini paling lama tanggal 1 Januari tahun 2014; b. beroperasi setelah diberlakukannya Peraturan Menteri ini, berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga diberlakukan bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi yang membuang air limbahnya ke laut; (4) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum, kuantitas air limbah maksimum dan beban pencemaran maksimum.
1391
Pasal 3 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan Menteri. (2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 4 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3, diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL/UPL. Pasal 5 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, atau Pasal 4, dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 6 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi wajib: a.
melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini;
b.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c.
memasang alat ukur debit atau laju alir limbah;
d.
melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian;
e.
tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f.
melakukan pencatatan jenis dan jumlah ternak senyatanya;
g.
memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
h.
menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i.
memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh gubernur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini;
j.
menyampaikan laporan debit dan pH air limbah harian, jumlah dan jenis ternak, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf f, dan huruf i secara berkala paling sedikit
1392
1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri serta instansi terkait; dan k.
melaporkan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya paling lama 2 x 24 jam. Pasal 7
(1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 8 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi yang telah ditetapkan lebih longgar sebelumnya wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. Pasal 9 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal: 7 April 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1393
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 11 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI
Parameter
Beban Pencemaran Maksimum (gram/ekor/hari)
Kadar Maksimum (mg/L)
Sapi
Babi
BOD
150
30
6
COD
400
80
16
TSS
300
60
12
pH Kuantitas air limbah maksimum
6
-
9 Sapi : Babi :
200 ltr/ekor/hari 40 ltr/ekor/hari
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1394
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 11 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI
Parameter
Beban Pencemaran Maksimum (gram/ekor/hari)
Kadar Maksimum (mg/L)
Sapi
Babi
BOD
100
20
4
COD
200
40
8
TSS
100
20
4
25
5
1
NH3-N pH Kuantitas air limbah maksimum
6
-
9 Sapi : Babi :
200 ltr/ekor/hari 40 ltr/ekor/hari
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1395
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 11 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
FORMAT HASIL PEMANTAUAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI Nama industri peternakan Lokasi pengambilan contoh uji Jam, Tanggal, Tahun pengambilan contoh uji Petugas pengambil contoh uji Debit air limbah saat pengambilan contoh uji Jumlah hewan-piara saat pengambilan contoh uji
: :
Titik koordinat pengambilan contoh uji *
: : :
.............. m3/dtk
:
.............. ekor
Hasil Analisis No.
Kadar (mg/L)
Parameter
1 2 3 4 5
Beban Pencemaran (gram/ekor/hr)
Kadar (mg/L)
Baku Mutu ** Beban Pencemaran (gram/ekor/hr)
Metode Uji
BOD COD TSS NH3-N pH
Kuantitas air limbah maksimum
............................. ltr/m3/ ekor/hari
................................. ltr/ m3/ ekor/hari Tempat dan Tanggal Ttd dilengkapi dengan Cap Lab.
(pihak lab yang bertanggungjawab) Keterangan : - Tanda * - Tanda **
: dilengkapi dengan bagan/layout posisi titik penaatan/pengambilan sampel. : nilai diisi sesuai dengan baku mutu air limbah yang berlaku (baku mutu Peraturan Menteri ini dan baku mutu daerah)
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad. 1396
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi berpotensi menimbulkan pencemaran air sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air melalui penetapan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Besi; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
1397
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI.
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi adalah serangkaian kegiatan yang terkait dengan pertambangan bijih besi yang meliputi kegiatan penambangan dan pengolahan bijih besi menjadi konsentrat serta penutupan tambang.
2.
Kegiatan penambangan bijih besi adalah pengambilan bijih besi dalam bentuk masif atau bongkahan yang meliputi pembersihan dan pemindahan tanah penutup, penggalian, pengangkutan dan penimbunan material di stockpile baik pada tambang terbuka maupun tambang bawah tanah.
3.
Kegiatan pengolahan bijih besi adalah proses meningkatkan kadar besi dari bijih besi ke konsentrat meliputi penghancuran, penggilingan dan/atau pemurnian dengan metoda fisika dan/atau kimia.
4.
Kegiatan penutupan tambang adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan bahan yang terganggu sebagai akibat dihentikannya kegiatan penambangan dan/atau pengolahan atau pemurnian untuk memenuhi kriteria sesuai dengan dokumen rencana penutupan tambang.
5.
Bijih besi adalah sekumpulan mineral yang mengandung satu atau beberapa mineral yang secara ekonomis logam besinya dapat diambil dengan cara penambangan bijih besi dan penambangan pasir besi.
6.
Kegiatan pengolahan pasir besi adalah proses meningkatkan kadar besi dari pasir besi ke konsentrat meliputi penggilingan dan/atau pemurnian dengan metoda fisika dan/atau kimia.
1398
7.
Kegiatan pendukung adalah kegiatan yang meliputi kegiatan pergudangan, transportasi, perbengkelan dan pembangkit listrik.
8.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
9.
Kadar maksimum air limbah adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
10. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. 11. Titik penaatan adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah. 12. Kondisi darurat adalah keadaan terhentinya operasi pada sebagian atau seluruh kegiatan sampai dimulainya kembali kegiatan operasi. 13. Kondisi tidak normal adalah terjadinya curah hujan di atas kondisi normal pada lokasi penambangan bijih besi sesuai dengan data penelitian atau data meteorologi. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Air limbah usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi bersumber dari: a.
kegiatan penambangan bijih besi;
b.
kegiatan pengolahan bijih besi;
c.
kegiatan pengolahan pasir besi; dan
d.
kegiatan pendukung. Pasal 3
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi baku mutu air limbah yang berasal dari: a. kegiatan penambangan bijih besi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini; b. kegiatan pengolahan bijih besi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini; c. kegiatan pengolahan pasir besi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini; dan d. kegiatan pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 4 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi wajib menaati baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan berdasarkan kadar maksimum.
1399
Pasal 5 (1) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setiap saat tidak boleh dilampaui. (2) Apabila baku mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terlampaui karena kondisi darurat atau kondisi tidak normal maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaporkan dan menyampaikan upaya penanggulangannya kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri. Pasal 6 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan/atau b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan dari Menteri. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui. (4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan penolakan. (5) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 atau Pasal 6, diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh (AMDAL) atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 8 Dalam hal hasil kajian bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 6 atau Pasal 7, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 9 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi wajib: a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; b. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
1400
c. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji; d. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan debit air limbah harian pada setiap titik penaatan; e. melakukan pencatatan pH harian air limbah pada setiap titik penaatan; f. memeriksa kadar parameter air limbah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium terakreditasi atau yang ditunjuk oleh gubernur; g. menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, dan huruf f secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur, dan Menteri sesuai dengan format pelaporan pemantauan kualitas air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan ini; dan h. melaporkan kondisi darurat dan kondisi tidak normal serta upaya penanggulangannya kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesuai dengan format pelaporan kondisi darurat dan kondisi tidak normal sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan ini. (2) Pemasangan alat ukur debit atau laju alir limbah dan pencatatan debit air limbah harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak berlaku untuk usaha dan/atau kegiatan pendukung. (3) Lokasi titik penaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus berada pada saluran air limbah yang keluar dari: a. pengolahan air limpasan (run off) sebelum dibuang ke badan air; dan/atau b. pengolahan air limbah dari proses pengolahan bijih besi dan dari kegiatan lain dan/atau sumber air lain sebelum dibuang ke badan air. Pasal 10 (1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 6, Pasal 7, atau Pasal 8 dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi yang membuang air limbahnya ke sumber air; atau b. Menteri atau gubernur sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 11 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih besi yang ditetapkan lebih longgar dari Peraturan Menteri ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
1401
Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 22 Mei 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1402
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2009 Tanggal : 22 Mei 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENAMBANGAN BIJIH BESI No
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
1.
Metode Analisis
pH
-
6–9
SNI 06-6989.11-2004
2.
TSS
mg/l
200
SNI 06-6989.3-2004
3.
Fe
mg/l
5
SNI 06-6989.49-2005
4.
Mn
mg/l
1
SNI 06-6989.41-2005
5.
Zn
mg/l
5
SNI 06-6989.49-2005
6.
Cu
mg/l
1
SNI 06-2514-1991
7.
Pb
mg/l
0,1
SNI 06-6989.45-2005
8.
Ni
mg/l
0,5
SNI 06-6989.47-2005 SNI 06-6989.48-2005
9.
Cr(VI)
mg/l
0,1
SNI 06-6989.53-2005
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1403
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2009 Tanggal : 22 Mei 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENGOLAHAN BIJIH BESI No
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
1.
Metode Analisis
pH
-
6–9
SNI 06-6989.11-2004
2.
TSS
mg/l
50
SNI 06-6989.3-2004
3.
Fe
mg/l
5
SNI 06-6989.49-2005
4.
Mn
mg/l
1
SNI 06-6989.41-2005
5.
Zn
mg/l
5
SNI 06-6989.49-2005
6.
Cu
mg/l
1
SNI 06-2514-1991
7.
Pb
mg/l
0,1
SNI 06-6989.45-2005
8.
Ni
mg/l
0,5
SNI 06-6989.47-2005 SNI 06-6989.48-2005
9.
Cr(VI)
mg/l
0,1
SNI 06-6989.53-2005
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1404
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2009 Tanggal : 22 Mei 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENGOLAHAN PASIR BESI No
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
1.
Metode Analisis
pH
-
6–9
SNI 06-6989.11-2004
2.
TSS
mg/l
50
SNI 06-6989.3-2004
3.
Fe
mg/l
5
SNI 06-6989.49-2005
4.
Mn
mg/l
1
SNI 06-6989.41-2005
5.
Zn
mg/l
5
SNI 06-6989.49-2005
6.
Cu
mg/l
1
SNI 06-2514-1991
7.
Pb
mg/l
0,1
SNI 06-6989.45-2005
8.
Ni
mg/l
0,5
SNI 06-6989.47-2005 SNI 06-6989.48-2005
9.
Cr(VI)
mg/l
0,1
SNI 06-6989.53-2005
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1405
Lampiran IV Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2009 Tanggal : 22 Mei 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENDUKUNG No
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
1. 2.
Metode Analisis
TOC
mg/L
110
SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310
Minyak dan Lemak
mg/L
15
SNI 06-6989.10-2004
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1406
Lampiran V Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2009 Tanggal : 22 Mei 2009 FORMAT PELAPORAN PEMANTAUAN KUALITAS AIR LIMBAH SERTA KONDISI DARURAT DAN KONDISI TIDAK NORMAL USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI
A. Format Pelaporan Pemantauan Kualitas Air Limbah Kegiatan Pertambangan Bijih Besi LAPORAN PEMANTAUAN PERIODE : BULAN ........ TAHUN .......... IDENTITAS PERUSAHAAN NAMA PERUSAHAAN
:
ALAMAT PERUSAHAAN Jalan Kabupaten/Kota Provinsi No. Telp./Fax.
: : : : :
Sumber Air Limbah Nama/Kode Titik Penaatan Koordinat Titik Penaatan
: : : : :
Tanggal Sampling
:
ALAMAT KEGIATAN Jalan Kabupaten/Kota Provinsi No. Telp./Fax.
: : : : :
IDENTITAS SUMBER AIR LIMBAH
Laboratorium Penguji : IDENTITAS SUMBER AIR LIMBAH
NO
PARAMETER
SATUAN
METODE ANALISIS
1.
TSS
mg/L
SNI 06-6989.3-2004
2.
Fe
mg/L
SNI 06-6989.49-2005
3.
Mn
mg/L
SNI 06-6989.41-2005
4.
Zn
mg/L
SNI 06-6989.49-2005
5.
Cu
mg/L
SNI 06-2514-1991
6.
Pb
mg/L
SNI 06-6989.45-2005
7.
Ni
mg/L
SNI 06-6989.47-2005 SNI 06-6989.48-2005
8.
Cr (VI)
mg/L
SNI 06-6989.53-2005
9.
Minyak dan Lemak
mg/L
SNI 06-6989.10-2004
10.
TOC
mg/L
SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310
BAKU MUTU
KONSENTRASI
KET
PEMANTAUAN DEBIT DAN pH HARIAN NO. 1. 2. 3. 4.
TANGGAL
DEBIT ( m3 / hari)
pH
KETERANGAN
_____________,_________20_ Penanggung Jawab Kegiatan,
(_________________________) Keterangan : Lampirkan Hasil Analisa Laboratorium
1407
B.
Format Pelaporan Kondisi Darurat dan Kondisi Tidak Normal Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Besi FORMAT PELAPORAN KONDISI DARURAT DAN KONDISI TIDAK NORMAL USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI NAMA PERUSAHAAN ALAMAT KEGIATAN Kab/Kota : Provinsi : No. Telp/Fax. : Email : RINGKASAN KEJADIAN Tanggal mulai kejadian/jam Lokasi Ttitik penaatan Deskripsi Kondisi Darurat/ Kondisi Tidak Normal Penyebab Kejadian Apakah ada keluhan dari masyarakat karena kejadian ini Tindakan penanganan yang telah dilakukan Tindakan penanganan jangka panjang (pencegahan) yang direncanakan Catatan : lampirkan prosedur penanganan Penanggung jawab Kegiatan (..................................) Catatan
: Apabila kondisi tidak normal terjadi karena curah hujan diatas kondisi normal, lampirkan ringkasan data meteorologi 5 tahun terakhir. MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1408
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 1409
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
2.
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
3.
Danau adalah wadah air dan ekosistemnya yang terbentuk secara alamiah termasuk situ dan wadah air sejenis dengan sebutan istilah lokal.
4.
Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai.
5.
Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk adalah kemampuan air danau dan air waduk untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air danau dan air waduk menjadi cemar.
6.
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah.
7.
Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air atau kelas air yang ditetapkan.
8.
Status trofik adalah status kualitas air danau berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomassa fitoplankton atau produktivitasnya. Pasal 2
(1) Daya tampung beban pencemaran air pada danau dan/atau waduk ditetapkan berdasarkan: a. morfologi dan hidrologi; b. status mutu air; c. status trofik; d. pemanfaatan sumber daya air dan persyaratannya atau baku mutunya; e. alokasi beban limbah untuk berbagai sumber dan jenis limbah yang masuk ke danau dan/atau waduk; dan f. zonasi perairan untuk berbagai pemanfaatan. (2) Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan menggunakan metode sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 (1) Penentuan status trofik danau dan/atau waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c ditetapkan berdasarkan: a. data kualitas air; dan b. kriteria status trofik.
1410
(2) Status trofik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan berdasarkan Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 4 Daya tampung beban pencemaran air dan status trofik danau dan/atau waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ditetapkan oleh: a.
Menteri untuk danau dan/atau waduk yang lokasi dan/atau daerah tangkapan airnya berada di lintas provinsi dan/atau lintas batas negara;
b.
Gubernur untuk danau dan/atau waduk yang lokasi dan/atau daerah tangkapan airnya berada di lintas kabupaten/kota; atau
c.
Bupati/walikota untuk danau dan/atau waduk yang lokasi dan/atau daerah tangkapan airnya berada di wilayah kabupaten/kota. Pasal 5
Hasil penetapan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 menjadi pertimbangan dalam: a.
penetapan rencana tata ruang daerah tangkapan air danau dan/atau waduk;
b.
pemberian izin kegiatan yang lokasinya dapat mempengaruhi kualitas air danau dan/atau waduk; dan
c.
pemberian izin pembuangan air limbah yang masuk ke perairan danau dan/atau waduk. Pasal 6
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penetapan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk yang telah ada dan lebih longgar dari Peraturan Menteri ini wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun. Pasal 7 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal: 5 Agustus 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1411
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 28 Tahun 2009 Tanggal : 5 Agustus 2009
METODE PENENTUAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK Daya tampung beban pencemaran air adalah batas kemampuan sumber daya air untuk menerima masukan beban pencemaran yang tidak melebihi batas syarat kualitas air untuk berbagai peruntukannya. Daya tampung danau dan/atau waduk yaitu kemampuan perairan danau dan/atau waduk menampung beban pencemaran air sehingga memenuhi baku mutu air dan status trofik. Baku mutu air danau dan/atau waduk terdiri dari parameter fisika, kimia dan mikrobiologi. Sedangkan persyaratan status trofik danau dan/atau waduk meliputi parameter kecerahan air, Nitrogen, Phosphor serta Klorofil-a. Kadar P-total merupakan faktor penentuan status trofik. Metode penentuan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk terdiri dari rumus umum perhitungan daya tampung beban pencemaran air dan rumus perhitungan daya tampung beban pencemaran untuk budidaya perikanan. Rumus umum perhitungan beban pencemaran air tersebut digunakan untuk menghitung beban pencemaran dari berbagai sumber, sedangkan perhitungan daya tampung untuk budidaya perikanan ditentukan berdasarkan jumlah limbah budidaya dan status trofik. Model dan perhitungan daya tampung tersebut disajikan pada Gambar 1 dan 2. 1.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk tergantung kepada karakteristik dan kondisi lingkungan disekitarnya, yaitu: a. Morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk. b. Kualitas air dan status trofik danau dan/atau waduk. c. Persyaratan atau baku mutu air untuk pemanfaatan sumber daya air danau dan/atau waduk. d. Alokasi beban pencemaran air dari berbagai sumber dan jenis air limbah yang masuk danau dan/atau waduk. 1.1. Morfologi dan Hidrologi Danau dan/atau waduk Morfologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter karakter fisik, yaitu: a. Luas perairan danau dan/atau waduk b. Volume air danau dan/atau waduk c. Kedalaman rata-rata danau dan/atau waduk Sedangkan hidrologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter karakteristik aliran air, yaitu: a. Debit air keluar danau dan/atau waduk b. Laju penggantian air danau dan/atau waduk
1412
1.2. Kualitas Air dan Status Trofik Danau dan/atau waduk Parameter kualitas air yang diperlukan untuk perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk berdasarkan: a. Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air memenuhi baku mutu air, maka parameter kualitas air yang dipilih sesuai dengan peruntukannya. b. Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air memenuhi status trofik yang ditetapkan, maka parameter kualitas air yang dipilih adalah unsur hara terutama kadar Phosphor sebagai P total. 1.3. Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau dan/atau waduk Sesuai Dengan Baku Mutu Peruntukannya Air danau dan/atau waduk pada umumnya bersifat multiguna antara lain sebagai air baku minum, perikanan, pertanian dan sebagai sumber daya tenaga listrik. Sumber daya air danau dan/atau waduk tersebut perlu dipelihara agar kualitasnya memenuhi baku mutu sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air danau dan/atau waduk tersebut juga digunakan sebagai bahan acuan perhitungan daya tampung beban pencemaran airnya. 1.4. Alokasi Beban Pencemaran Air Danau dan/atau waduk juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah tangkapan air (DTA) dan daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu berbagai sumber pencemaran air dari DTA dan DAS serta bantaran danau dan/atau waduk terbawa masuk ke dalam perairannya. Sumber pencemaran tersebut berasal dari kegiatan antara lain limbah penduduk, pertanian, peternakan, serta industri dan pertambangan. Erosi DAS juga merupakan sumber pencemaran air dan pendangkalan danau dan/atau waduk. Beban pencemaran air dari berbagai sumber akan meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu jumlah beban pencemaran yang masuk perairan danau dan/atau waduk termasuk limbah pakan ikan dari budidaya ikan (KJA) perlu ditentukan alokasinya dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi serta konservasi sumber daya air jangka panjang. Penentuan alokasi beban pencemaran air danau dan/atau waduk memerlukan kajian dengan memperhatikan pemanfaatan dan kelestarian air danau dan/atau waduk, sumber dan beban pencemaran air serta tingkat pengendaliannya pada berbagai sumber pencemar pada kegiatan di DTA dan DAS.
1413
LOKASI DANAU DAN/ATAU WADUK Konservasi (Cagar Alam, Hutan Lindung, Taman Nasional) Non Konservasi (Waduk serbaguna)
STATUS TROFIK DANAU/WADUK [Pa]STD (Rumus 3,4)
MORFOLOGI DAN HIDROLOGI DANAU/WADUK
TATA RUANG PERAIRAN DANAU
Luas (A) Volu me (V) Ked alaman (Ž) Debit Ai r (Q o)
Laju Penggantian Air (ρ) (Rumus 1,2)
ALOKASI BEBAN PENCEMARAN DAS ATAU DTA [Pa] DAS (Rumus 3,4)
BAKU MUTU AIR DANAU/WADUK [Pa]STD (Rumus 3,4)
DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU/ WADUK Alokasi Beban Pencemaran [Pa] d DTBPA/luas (L) DTBPA total (La) (Rumus 5,6)
PEMANFAATAN PERAIRAN DANAU/WADUK
PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU/WADUK [Pa]i (Rumus 3,4)
SUMBER PENCEMAR LAINNYA YANG MASUK KE DANAU / WADUK
Gambar 1. Model dan Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau waduk
1414
2.
Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau waduk Perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk tersedia pada rumus Kotak 1 dan Kotak 2 yang dinyatakan dalam satuan luas danau/waduk (m2) atau perairan danau/ waduk per satuan waktu (tahun). Perhitungan rinci dan penjelasannya sebagai berikut : 2.1. Rumus Umum Daya Tampung Beban Pencemaran Air (Kotak 1) 2.1.1. Morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk Rumus morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk adalah sebagai berikut: a. Morfologi danau dan/atau waduk, yaitu luas perairan (A) dan volumenya (V), yang ñ) yang diperoleh dari diperoleh dari hasil pengukuran dan kedalaman rata-rata (ñ hasil perhitungan Rumus (1). b. Hidrologi danau dan/atau waduk, yaitu debit air keluar dari waduk (Qo), yang diperoleh dari hasil pengukuran. c. Laju penggantian air danau dan/atau waduk (ρ), yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (2). 2.1.2. Alokasi beban pencemaran air yang masuk danau dan/atau waduk Alokasi beban pencemaran air yang dinyatakan dengan kadar parameter Pa adalah sebagai berikut: a. Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai ketentuan dalam Baku Mutu Air atau Kelas Air yaitu [Pa]STD b. Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau dan/atau waduk yaitu [Pa]i c. Jumlah alokasi beban kadar parameter Pa dari DAS atau DTA yaitu [Pa]DAS yang diperoleh dari hasil penentuan atau kajian dan perhitungan Rumus (3) d. Alokasi beban kadar parameter Pa yang berasal dari limbah yang langsung masuk danau dan/atau waduk berasal dari kegiatan yang berada pada perairan danau/ waduk yaitu [Pa]d , yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (3) atau Rumus (4). 2.1.3. Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk Perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau/waduk adalah sebagai berikut: a. Daya tampung parameter Pa per satuan luas danau dan/atau waduk yaitu L, merupakan fungsi dari kedalaman rata-rata danau ñ ,laju penggantian air danau/ waduk yaitu ρ dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau/waduk. L dihitung dengan Rumus (5) dan Rumus (6). b. Jumlah daya tampung parameter Pa pada perairan danau dan/atau waduk yaitu La, yang merupakan fungsi L dan luas perairan danau atau A. La dihitung berdasarkan Rumus (7).
1415
Kotak 1 RUMUS UMUM PENGHITUNGAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK Morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk Ž = 100 x V / A …………………………………………………(1) Ž : Kedalaman rata-rata danau dan/atau waduk (m) 3 V : Volume air danau dan/atau waduk (juta m ) A : Luas perairan danau dan/atau waduk(Ha) ρ = Qo / V ........................................................................... (2) ρ : Laju penggantian air danau dan/atau waduk(1/tahun) 3 Qo : Jumlah debit air keluar danau (juta m / tahun), pada tahun kering Alokasi beban pencemaran parameter Pa [Pa]STD = [Pa]i + [Pa]DAS + [Pa]d ........................................ (3) [Pa]d
= [Pa]STD - [Pa] i - [Pa]DAS .................................... (4) 3
[Pa]STD : syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai Baku Mutu Air atau Kelas Air (mg /m ) 3 [Pa]i : kadar parameter Pa hasil pemantauan danau dan/atau waduk (mg/m ) [Pa]DAS : jumlah alokasi beban Pa dari daerah aliran sungai (DAS) atau daerah 3 tangkapan air (DTA), (mg/m ) 3 Pa]d : alokasi beban Pa limbah kegiatan pada peraian danau dan/atau waduk (mg /m ) Daya tampung beban pencemaran air parameter Pa pada air danau dan/atau waduk L = ∆ [Pa]d Ž ρ / (1- R) ..................................................... (5) 0,507
R = 1 / (1 + 0,747 ρ
) ...................................................... (6)
La = L x A /100 = ∆ [Pa]d A Ž ρ /100 (1- R) ...................... (7) 2
L : daya tampung limbah Pa per satuan luas danau dan/atau waduk (mg Pa/m . tahun) La : jumlah daya tampung limbah Pa pada perairan danau dan/atau waduk (kg Pa/tahun) R : total Pa yang tinggal bersama sedimen Persamaan pada rumus-rumus ( 5), (6) dan (7) berkaitan dengan alokasi beban pencemaran dari DAS atau DTA dan kegiatan lain pada perairan danau dan/atau waduk pada Rumus (3).
1416
2.2. Rumus Daya Tampung Beban Pencemaran untuk Budidaya Perikanan (Kotak 2) 2.2.1. Budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA) Beban pencemaran air beberapa danau dan/atau waduk saat ini telah meningkat oleh perkembangan budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA), untuk itu diperlukan cara perhitungan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air akibat limbah pakan yang berasal dari sisa pakan yang terbuang dan dari tinja ikan. Penentuan atau perhitungan alokasi beban pencemaran limbah perikanan memperhatikan juga alokasi beban pencemaran yang berasal dari DTA atau DAS. Perhitungan daya tampung perairan danau dan/atau waduk untuk limbah pakan KJA mengikuti rumus umum yang diuraikan pada Sub Bab 2.1, namun kualitas air yang menjadi acuan utama adalah status trofik disamping status kualitas air pada umumnya. Parameter kualitas air yang dipilih sebagai faktor pembatas adalah fosfat dalam bentuk P total, mengingat dasar perhitungannya adalah status trofik danau dan/atau waduk. Bagan alir model dan perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau dan/ atau waduk untuk limbah budi daya perikanan (Gambar 2). 2.2.2. Morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk Perhitungan laju penggantian air danau dan/atau waduk tercantum pada Rumus (8) dan Rumus (9) berdasarkan morfologi dan hidrologinya, sama dengan Rumus (1) dan Rumus (2) pada Sub Bab 2.1. 2.2.3. Alokasi beban pencemaran parameter Phosphor (P) Penentuan alokasi beban pencemaran P-total untuk limbah budidaya ikan tergantung kepada fungsi danau dan/atau waduk sebagai berikut: a. Apabila fungsinya khusus untuk budidaya perikanan, dan air yang keluar dari danau dan/atau waduk tersebut hanya untuk air irigasi pertanian atau pemakaian lainnya yang tidak peka terhadap paramater P maka berlaku Rumus (10). Alokasi beban pencemaran P-total untuk limbah budidaya ikan dinyatakan dengan r [P]d yang jumlahnya tergantung kepada syarat kadar maksimum kadar P total untuk jenis ikan yang dibudidayakan yaitu [P]f dan kadar P total hasil pemantauan air danau dan/atau waduk yaitu [P]i b. Apabila fungsi air danau dan/atau waduk adalah serbaguna berlaku persyaratan baku mutu air atau kelas air, maka berlaku Rumus (11). Alokasi beban pencemaran limbah budidaya ikan r [P]d tergantung kepada syarat kadar P total pada air danau dan/atau waduk yaitu [P]STD, dan alokasi beban pencemaran P total dari DAS atau DTA yaitu [P]DAS, serta kadar P total hasil pemantauan air danau dan/atau waduk [P]i. 2.2.4. Daya tampung beban pencemaran air limbah budidaya ikan Perhitungan daya tampung beban pencemaran air limbah budidaya perikanan pada danau/waduk adalah sebagai berikut: a. Daya tampung parameter P total per satuan luas danau dan/atau waduk yaitu Likan, merupakan fungsi dari kedalaman rata-rata danau/waduk yaitu ñ , laju penggantian air danau/waduk yaitu ρ dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau/waduk. Likan dihitung dengan Rumus (12), Rumus (13) dan Rumus (14).
1417
b. Jumlah daya tampung parameter P total pada perairan danau dan/atau waduk yaitu Laikan, yang merupakan fungsi Likan dan luas perairan danau atau A. Laikan dihitung berdasarkan Rumus (15). 2.2.5. Limbah Phosphor pada pakan budi daya ikan Jumlah limbah P total dari sisa pakan dan limbah metabolisme ikan yaitu PLP, adalah jumlah kadar P total dalam pakan ikan selama ikan tersebut dibudidayakan sampai dipanen dikurangi jumlah P total dalam ikan yang dipanen. Perhitungannya tercantum pada Rumus (16). Sedangkan jumlah pakan ikan dinyatakan dengan nilai FCR (feed conversion ratio), yaitu jumlah berat pakan ikan selama periode budidaya atau pertumbuhan ikan dibagi dengan berat ikan saat dipanen. Nilai FCR sangat bervariasi 1,5 - 3,0 ton pakan/ton ikan, tergantung pada komposisi pakan, jenis ikan yang dibudidayakan dan teknik budidaya (KJA 1 tingkat atau 2 tingkat). Kadar P total dalam pakan ikan dan dalam produksi ikan diperoleh dari hasil analisis di laboratorium. 2.2.6. Jumlah budidaya perikanan KJA Perhitungan jumlah produksi ikan budidaya KJA dan jumlah pakannya sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk adalah sebagai berikut: a. P-total yang masuk danau dari limbah ikan atau PLP adalah fungsi jumlah konversi pakan atau FCR, kadar P-total dalam pakan atau Ppakan, dan kadar P-total dalam ikan atau Pikan. Perhitungannya menggunakan Rumus (16). b. Jumlah Produksi Ikan KJA agar memenuhi daya tampung beban pencemaran air atau LI adalah fungsi Laikan dan PLP, sesuai dengan Rumus (17). c. Jumlah Pakan Ikan KJA atau LP agar memenuhi daya tampung beban pencemaran air adalah fungsi FCR dan LI, sesuai dengan perhitungan pada Rumus (18).
1418
STATUS
MORFOLOGI DAN HIDROLOGI DANAU/WADUK
Cagar Alam, Hutan Lindung, Taman Nasional Waduk serbaguna
TATA RUANG PERAIRAN DANAU
Luas (A) Volu me (V) Ked alaman (Ž) Debit Ai r (Q o)
STATUS TROFIK DANAU/WADUK [Pa]STD
Laju Penggantian Air (ρ) (Rumus 8,9)
(Rumus 10,11)
ALOKASI BEBAN PENCEMARAN D AS ATAU DTA [Pa]DAS (Rumus 10,11)
BAKU MUTU AIR DANAU/WADUK [Pa]STD (Rumus 10,11)
DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU/ WADUK Alokasi Beban Pencemaran [Pa] d DTBPA/luas (L) DTBPA total (La) (Rumus 5,6)
PEMANFAATAN PERAIRAN DANAU/WADUK
PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU/WADUK [Pa]i (Rumus 10,11)
LIMBAH BUDIDAYA PERIKANAN KJA DTBPA limbah dari ikan & pakan/ luas danau = L ikan Total DTBPA limbah ikan & pakan = Lai kan (Rumus 12,13,14,15)
Jumlah Limbah Jumlah Jumlah
BUDID AYA PERIKANAN KJA Produksi Ikan & Penggunaan Pakan pakan ikan/ produksi ikan P-total dari ikan dan sisa pakan produksi ikan sesuai DTBPA pakan ikan sesuai DTBPA (Rumus 16,17,18)
=FCR = PLP = LI = LP
2. Model dan Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Airdan/atau Danau waduk Gambar 1.Gambar Model dan Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau waduk Untuk Limbah Budidaya Perikanan
1419
Kotak 2 RUMUS PERHITUNGAN DAYA TAMPUNG DANAU DAN/ATAU WADUK UNTUK BUDIDAYA PERIKANAN Morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk ñ = 100 x V ...................................................................................... (8) ñ : Kedalaman rata-rata danau (m) V : Volume air danau dan/atau waduk (juta m3) A : Luas perairan danau dan/atau waduk (Ha)
ρ = Qo / V ......................................................................................... (9) ρ : Laju penggantian air danau dan/atau waduk (per tahun) Q : Jumlah debit air keluar danau dan/atau waduk (juta m3 / tahun) Alokasi beban pencemaran unsur Phosphor (P) Pemanfaatan danau hanya untuk budidaya perikanan dan pertanian atau kegiatan lain yang tidak peka dengan kadar P:
r [P]d = [P]f – [P]i ......................................................................... (10) Pemanfaatan danau serbaguna termasuk penampung limbah DAS dan kadar P dibatasi Baku Mutu Air atau Kelas Air
r [P]d = [P]STD - [P]i – [P]DAS ........................................................ (11) r [P]d : alokasi beban P-total budidaya ikan (mg P/m3) [P]f [P]STD [P]DAS [P]i
: syarat kadar P-total maksimal sesuai dengan jenis ikan yang dibudidayakan (mg P/m3) : syarat kadar P-total maksimal sesuai Baku Mutu Air atau Kelas Air (mg P/m3) : alokasi beban P-total dari DAS dan perairan danau selain budidaya ikan (mg P/m3) : kadar parameter P-total hasil pemantauan danau dan/atau waduk (mg/m3)
Daya tampung beban pencemaran air limbah budidaya ikan Likan = r [P] ñ ρ / (1- Rikan) ........................................................ (12) Rikan = x + [(1-x)R] ...................................................................... (13) R = 1 / (1 + 0,747 ρ0,507) .......................................................... (14) Laikan = Likan x A ............................................................................ (15) Likan Laikan R Rikan x
: daya tampung P-total limbah ikan per satuan luas danau dan/atau waduk (gr P/m2 . tahun) : jumlah daya tampung P-total limbah ikan pada perairan danau dan/atau waduk (gr P/ tahun) : P total yang tinggal bersama sedimen : proporsi P-total yang larut ke sedimen setelah ada KJA : proporsi total P-total yang secara permanen masuk ke dasar, 45-55%.
Pakan dan limbah P budidaya ikan KJA PLP = FCR x Ppakan - Pikan ................................................................ (16) PLP FCR Ppakan Pikan
: P-total yang masuk danau dari limbah ikan (Kg P/ton ikan) : Feed Conversion Ratio (ton pakan / ton ikan) : Kadar P-total dalam pakan (Kg P/ton pakan) : Kadar P-total dalam ikan (Kg P/ton ikan)
Jumlah Budidaya Perikanan LI = Laikan / PLP ............................................................................ (17) LP = LI x FCR .............................................................................. (18) LI : Jumlah Produksi Ikan KJA (ton ikan/tahun) LP : Jumlah Pakan Ikan KJA (ton pakan/tahun)
1420
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1421
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 28 Tahun 2009 Tanggal : 5 Agustus 2009
STATUS TROFIK DANAU DAN/ATAU WADUK Kondisi kualitas air danau dan/atau waduk diklasifikasikan berdasarkan eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air. Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur Fosfor (P) dan Nitrogen (N). Pada umumnya rata-rata tumbuhan air mengandung Nitrogen dan Fosfor masing-masing 0,7% dan 0,09% dari berat basah. Fosfor membatasi eutrofikasi jika kadar Nitrogen lebih dari delapan kali kadar Fosfor, Nitrogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali kadari Fosfor (UNEP-IETC/ILEC, 2001). Klorofil-a adalah pigmen tumbuhan hijau yang diperlukan untuk fotosintesis. Parameter Klorofil-a mengindikasikan kadar biomassa algae, dengan perkiraan rata-rata beratnya adalah 1% dari biomassa. Eutrofikasi disebabkan oleh peningkatan kadar unsur hara terutama parameter Nitrogen dan Fosfor pada air danau dan/atau waduk. Eutrofikasi diklasifikasikan dalam empat kategori status trofik yaitu : 1) Oligotrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara Nitrogen dan Fosfor. 2) Mesotrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor namun masih dalam batas toleransi karena belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air. 3) Eutrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor. 4) Hipereutrof/Hipertrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor. Tabel 1. Kriteria Status Trofik Danau
Status Trofik
Kadar Rata-rata Total-N (µg/l)
Kadar Ratarata Total-P (µg/l)
Kadar Rata-rata Khlorofil-a (µg/l)
Kecerahan Rata-rata (m)
Oligotrof
≤ 650
< 10
< 2.0
≥ 10
Mesotrof Eutrof Hipereutrof
≤ 750 ≤ 1900
< 30 <100
< 5.0 < 15
≥4 ≥ 2,5
> 1900
≥ 100
≥ 200
< 2,5
Sumber: KLH 2009, Modifikasi OECD 1982, MAB 1989; UNEP-ILEC, 2001
1422
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
1423
1424
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit berpotensi menimbulkan pencemaran air sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air melalui penetapan baku mutu air limbahnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
1425
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ke Laut;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit adalah serangkaian kegiatan penambangan, pengangkutan, dan pencucian bijih bauksit, kegiatan produksi alumina, serta kegiatan penutupan tambang.
2.
Bijih bauksit adalah sekelompok mineral yang mengandung bahan heterogen yang didominasi oleh aluminium oksida (Al2O3).
3.
Kegiatan penambangan bijih bauksit adalah pengambilan bijih bauksit yang meliputi pengupasan tanah penutup, penggalian dan pengangkutan.
4.
Kegiatan pencucian bijih bauksit adalah proses untuk meningkatkan konsentrasi bijih bauksit meliputi pencucian dan pemisahan bijih bauksit dari unsur lain yang tidak diinginkan dan pengotor lainnya.
5.
Kegiatan produksi alumina adalah pemrosesan lebih lanjut bijih bauksit yang tercuci menjadi alumina.
6.
Kegiatan pendukung adalah kegiatan yang meliputi kegiatan transportasi, perbengkelan, dan pembangkit listrik yang menghasilkan air limbah yang terkontaminasi minyak.
7.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
8.
Kadar maksimum air limbah adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan di buang ke lingkungan.
9.
Air limbah adalah air yang berasal dari kegiatan penambangan dan pencucian bijih bauksit, kegiatan produksi alumina, serta kegiatan pendukung lainnya.
10. Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
1426
11. Kondisi darurat adalah keadaan terhentinya operasi pada sebagian atau seluruh kegiatan sampai dimulainya kembali kegiatan operasi. 12. Kondisi tidak normal adalah terjadinya curah hujan di atas kondisi normal pada lokasi penambangan Bijih Bauksit sesuai dengan data penelitian atau data meteorologi. 13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 (1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi baku mutu air limbah untuk: a. kegiatan penambangan bijih bauksit sebagaimana tercantum dalam Lampiran I; b. kegiatan pencucian bijih bauksit sebagaimana tercantum dalam Lampiran II; c. kegiatan produksi alumina sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; dan d. kegiatan pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum. Pasal 3 Setiap usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit wajib menaati baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pasal 4 (1) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setiap saat tidak boleh dilampaui. (2) Apabila baku mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui karena kondisi darurat atau kondisi tidak normal maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri mengenai kondisi tidak normal dan kondisi darurat tersebut serta upaya penanggulangannya dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesuai dengan Lampiran VB yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dan/atau b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan dari Menteri. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait.
1427
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui. (4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan penolakan. (5) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 6 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 5, diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 7 Dalam hal hasil kajian bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5, atau Pasal 6, diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian. Pasal 8 (1) Semua air limbah yang dibuang ke lingkungan harus melewati titik penaatan. (2) Lokasi titik penaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada pada saluran air limbah yang keluar dari: a. sistem pengolahan air limpasan (run off) sebelum dibuang ke badan air sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber lain selain dari kegiatan penambangan bijih bauksit tersebut; b. sistem pengolahan air limbah dari proses pencucian bijih bauksit sebelum dibuang ke badan air dan sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber air lain selain dari kegiatan pencucian bijih bauksit tersebut; c. sistem pengolahan air limbah dari kegiatan pengolahan bijih bauksit (produksi alumina) sebelum dibuang ke badan air dan sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber air lain selain dari kegiatan pengolahan bijih bauksit (produksi alumina) tersebut; dan/atau d. sistem pengolahan air limbah dari kegiatan pendukung sebelum dibuang ke badan air dan sengaja tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber air lain selain dari kegiatan pendukung tersebut. Pasal 9 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit wajib: a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; b. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji; c. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan debit air limbah harian pada setiap titik penaatan;
1428
d. melakukan pencatatan pH harian air limbah pada setiap titik penaatan kecuali titik penaatan kegiatan pendukung; e. memeriksakan kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium terakreditasi dan teregristasi di Kementerian Negara Lingkungan Hidup; f. melaporkan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur, Menteri, dan instansi terkait mengenai debit air limbah harian, pH harian, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf c, huruf d, dan huruf e secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sesuai dengan Lampiran VA yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan (2) Pemasangan alat ukur debit atau laju alir limbah dan pencatatan debit air limbah harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk usaha dan/atau kegiatan pendukung. Pasal 10 (1) Bupati/Walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) serta kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 9 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit yang membuang air limbahnya ke sumber air. (2) Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri untuk memberikan izin pembuangan air limbah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ke Laut wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) serta kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 8 ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan bijih bauksit yang membuang air limbahnya ke laut. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 05 Oktober 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad
1429
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 34 Tahun 2009 Tanggal : 05 Oktober 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENAMBANGAN BIJIH BAUKSIT No 1. 2. 3. 4.
Parameter pH TSS Fe Mn
Satuan
Kadar Maksimum
mg/L Mg/L Mg/L
6–9 200 5 2
Metode Analisis SNI SNI SNI SNI
06-6989.11-2004 06-6989.3-2004 06-6989.49-2005 06-6989.41-2005
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad
1430
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 34 Tahun 2009 Tanggal : 05 Oktober 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENCUCIAN BIJIH BAUKSIT No
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
Metode Analisis
1 2. 3. 4.
pH TSS Fe Cu
mg/L mg/L mg/L
6–9 200 5 2
SNI SNI SNI SNI
06-6989.11-2004 06-6989.3-2004 06-6989.49-2005 06-2514-1991
5.
Ni
mg/L
0,5
6. 7.
Mn Pb
mg/L mg/L
2 0,1
SNI SNI SNI SNI
06-6989.47-2005 atau 06-6989.48-2005 06-6989.41-2005 06-6989.45-2005
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad
1431
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 34 Tahun 2009 Tanggal : 05 Oktober 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PRODUKSI ALUMINA No
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
Metode Analisis SNI 06-6989.11-2004 SNI 06-6989.3-2004 SNI 06-6989.2-2004 atau SNI 06-6989.15-2004 atau APHA 5220 SNI 06-6989.49-2005
1 2. 3.
pH TSS COD
mg/L mg/L
6–9 50 100
4.
Fe
mg/L
5
5. 6.
Cu Ni
mg/L mg/L
2 0,5
SNI 06-2514-1991 SNI 06-6989.47-2005 atau SNI 06-6989.48-2005
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad
1432
Lampiran IV Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 34 Tahun 2009 Tanggal : 05 Oktober 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN PENDUKUNG
No. 1.
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
pH
6-9
Metode Analisis SNI 06-6989.11-2004
2.
TSS
mg/L
100
SNI 06-6989.3-2004
3.
COD
mg/L
100
SNI 06-6989.2-2004 atau SNI 06-6989.15-2004 atau APHA 5220
4.
Minyak dan Lemak
mg/L
15
SNI 06-6989.10-2004
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad
1433
Lampiran V Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 34 Tahun 2009 Tanggal : 05 Oktober 2009 VA. FORMAT PELAPORAN PEMANTAUAN KUALITAS AIR LIMBAH KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT LAPORAN PEMANTAUAN PERIODE : BULAN ........ TAHUN .......... IDENTITAS PERUSAHAAN NAMA PERUSAHAAN
:
ALAMAT PERUSAHAAN Jalan Kabupaten/Kota Provinsi No. Telp./Fax.
: : :
ALAMAT KEGIATAN Jalan Kabupaten/Kota Provinsi No. Telp./Fax.
: : :
IDENTITAS SUMBER AIR LIMBAH SumberAir AirLimbah Limbah Sumber Nama / Kode Titik Penaatan Koordinat Titik Penaatan Koordinat Titik Penaatan
: : : : : :
Tanggal Sampling :
NO
PARAMETER
Laboratorium Penguji: HASIL PEMANTAUAN SATUAN
1. 2.
TSS COD
mg/L mg/L
3. 4. 5. 6.
Mn Fe Cu Ni
mg/L mg/L mg/L mg/L
7
Minyak dan Lemak Pb
mg/L
8. NO. 1. 2. 3., 4.
TANGGAL
mg/L
METODE ANALISIS SNI 06-6989.3-2004 SNI 06-6989.2-2004 atau SNI 06-6989.152004 atau APHA 5220 SNI 06-6989.41-2005 SNI 06-6989.49-2005 SNI 06-2514-1991 SNI 06-6989.47-2005 atau SNI 06-6989.482005 SNI 06-6989.10-2004
BAKU MUTU
Hasil Analisis
KETERANGA N
100 100
2 5 2 0,5
15
SNI 06-6989.45-2005 0,1 PEMANTAUAN DEBIT DAN pH HARIAN DEBIT ( m3 / hari)
pH
KETERANGAN
_______________,_________20_ Penanggung Jawab Kegiatan, Keterangan : Lampirkan Hasil Analisa Laboratorium
1434
(___________________________)
VB. FORMAT LAPORAN KONDISI DARURAT DAN KONDISI ABNORMAL USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT FORMAT LAPORAN KONDISI DARURAT DAN KONDISI ABNORMAL USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT
NAMA PERUSAHAAN ALAMAT KEGIATAN Kab/Kota : Provinsi : No. Telp/Fax. : Email : RINGKASAN KEJADIAN Tanggal mulai kejadian/jam Lokasi Ttitik penaatan Deskripsi Kondisi Darurat/ Kondisi Tidak Normal Penyebab Kejadian Apakah ada keluhan dari masyarakat karena kejadian ini? Tindakan penanganan yang telah dilakukan Tindakan penanganan jangka panjang (pencegahan) yang direncanakan Catatan : lampirkan prosedur penanganan Penanggung jawab Kegiatan (..................................)
Catatan : Apabila kondisi tidak normal terjadi karena curah hujan diatas kondisi normal, lampirkan ringkasan data meteorologi 5 tahun terakhir. MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd RACHMAT WITOELAR Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad
1435