MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PADA WILAYAH KALI SURABAYA
SUWARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor, Desember 2010
Suwari NRP. P062070081
ABSTRACT Suwari. 2010. Model of Water Pollution Control on Surabaya River Region. Under the direction of ETTY RIANI as chairman, BAMBANG PRAMUDYA and ITA DJUWITA as advisory committee members. The Surabaya River plays an important role as water supply of the Surabaya PDAM, irrigation, industry, transportation, and means of recreation. However, domestic, industrial, and agricultural waste that were discharged into the river stream polluted the Surabaya River and decreased the carrying capacity and assimilative capacity. Therefore, effort to monitor and control the Surabaya River water pollution need to be well organized and implemented. The aim of the research is to develop a model of water pollution control on Surabaya River region. The research was conducted in five steps, i.e. (1) determine the existing condition of physical and chemical parameters, (2) determine the load pollution and level of pollution, (3) determine the priority of reduction activities of loading pollution and technology control, (4) build dynamics model of water pollution control, and (5) formulate policies or scenarios of water pollution control of the Surabaya River. The research was carried out based on field survey, in situ and laboratory sample examination, questionnaire, and expert judgement. The loading pollution was determined by rapid assessment. The STORET method and pollution index were used to determine the water quality status and level of water pollution. Analytical hierarchy process (AHP) and comparative performance index (CPI) were used to determine the priority of reduction activities and technology control. Pollution control model developed in this study was built into three sub-models, namely: (1) ecology sub-model, (2) social sub-model, and (3) economy sub-model using powersim constructor 2.5 version. Pollution control scenarios were developed using prospective analysis. The results of water pollution parameters such as total suspended solid (TSS), dissolved oxygen (DO), biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), nitrite (N-NO 2 ), and the level of mercury (Hg) were higher than the allowable class 1 standard. The sources of Surabaya River pollution mainly are domestic and industrial waste with total load of BOD, COD, and TSS are 55.49, 132.58, and 210.13 ton/day, respectively. According to water quality status, the Surabaya River is categorized as heavy polluted and the loading pollution need to be decreased. Simple management and efficiency are mainly criteria for reduction activities of loading pollution with determining water class as top alternative following with illumination and calculated the carrying capacity toward water pollution load. The wastewater garden, filtration, screening, and biofilter are priority of technology control in sequence. By using prospective analysis, there were five important factors that affect the future of the Surabaya River water pollution control, i.e.: (1) population growth and community awareness, (2) community perception, (3) implementation of regulations, (4) commitment/local government support, and (5) system and institutional capacity. There are three development scenarios, that are pessimistic, moderate and optimistic. The moderate and optimistic scenario are the realistic scenarios that occur in the future for Surabaya River water pollution control in considering of ecology, social and economy aspects. Keywords: pollution control, prospective analysis, surabaya river, system approach
RINGKASAN Suwari. 2010. Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya. Dibimbing oleh ETTY RIANI, BAMBANG PRAMUDYA dan ITA DJUWITA. Kali Surabaya merupakan bagian hilir (downstream) dari sungai Brantas yang mengalir dari Dam Mlirip hingga pintu air Jagir. Keberadaan Kali Surabaya sangat penting bagi keberlangsungan perekonomian dan kelangsungan hidup bagi masyarakat, industri, pertanian, dan niaga di sekitar bantaran kali serta sumber air baku PDAM Kota Surabaya. Peningkatan pembuangan limbah domestik dan industri di sepanjang Kali Surabaya telah menyebabkan penurunan daya dukung dan daya tampung Kali Surabaya. Kondisi ini jika dibiarkan akan menimbulkan dampak ekologis, ekonomis, dan sosial bagi masyarakat dan membutuhkan biaya pemulihan yang lebih besar. Karenanya, upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya perlu dilakukan secara baik. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Penelitian dilakukan dalam lima tahap, yaitu (1) menentukan kondisi eksisting parameter fisik kimia perairan Kali Surabaya, (2) menentukan beban dan tingkat pencemaran, (3) menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran dan teknologi pengendalian, (4) membangun model dinamis pengendalian pencemaran air, dan (5) merumuskan kebijakan atau skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Penelitian dilaksanakan dengan cara survei lapangan, pemeriksaan contoh secara langsung di lapangan dan di laboratorium, penyebaran angket, dan wawancara mendalam dengan pakar. Metode yang digunakan untuk menentukan beban pencemaran adalah rapid assessment. Status kualitas air dan tingkat pencemaran dianalisis dengan metode STORET dan indeks pencemaran, sedangkan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran dan teknologi pengendalian dianalisis dengan metode analytical hierarchy process (AHP) dan comparative performance index (CPI). Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya yang terdiri atas tiga submodel, yaitu (1) sub-model ekologi, (2) sub-model ekonomi, dan (3) sub-model sosial, dibangun melalui pendekatan sistem menggunakan program powersim versi 2.5, sementara penyusunan skenario berupa rancangan kebijakan pengendalian pencemaran dikembangkan dengan menggunakan analisis prospektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting parameter pencemaran air Kali Surabaya seperti total padatan terlarut (TSS), oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), nitrit (N-NO 2 ), dan kadar merkuri (Hg) telah melampaui baku mutu air kelas 1 dan memerlukan penurunan beban pencemaran, sedangkan suhu air, konduktivitas, pH, N-NO 3 , N-NH 3 , P-PO 4 , Pb, dan Cd menunjukkan hasil sebaliknya. Nilai TSS ratarata 65.01 mg/l dan nilai tertinggi dijumpai di Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l), kadar DO di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Canggu (6.6 mg/l) dan terendah di Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l) dengan nilai rata-rata 4.06 mg/l. Kadar BOD, COD, N-NO 2 dan Hg, Kali Surabaya tidak memenuhi baku mutu air kelas 1 pada semua stasiun pengamatan. Nilai rata-rata BOD 4.84 mg/l, tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (10.75 mg/l) dan terendah di Gunungsari (3.35 mg/l), COD tertinggi di Tambangan Bambe (28.89
mg/l) dan terendah Jembatan Jrebeng (11.21 mg/l) dengan nilai rata-rata 16.03 mg/l, kadar N-NO 2 rata-rata di Kali Surabaya 0.139 mg/l, tertinggi di Gunungsari (0.187 mg/l) dan terendah di Sepanjang (0.108 mg/l), sedangkan kadar Hg rata-rata adalah 0.0092 mg/l atau 9.2 kali baku mutu. Pencemar Kali Surabaya terutama bersumber dari limbah domestik dan industri. Total beban pencemaran BOD Kali Surabaya adalah 55.49 ton/hari, COD 132.58 ton/hari, dan TSS 210.13 ton/hari. Kontribusi limbah domestik, industri, dan pertanian terhadap beban BOD berturut-turut adalah 59.77, 40.05, dan 0.18%, terhadap beban COD 54.1, 45.74, dan 0.15%, dan kontribusi terhadap TSS adalah 80.37, 19.30, dan 0.33%. Sebanyak lima industri memerlukan prioritas pengendalian, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Suparma, dan PT Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke Kali Surabaya. Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan nilai indeks STORET termasuk kelas D atau berada dalam kondisi tercemar berat dengan nilai indeks -80 hingga -104, sedangkan berdasarkan pollution index, tingkat pencemaran badan air Kali Surabaya berada dalam status tercemar ringan hingga sedang dengan nilai pollution index 2.03 – 5.59. Kajian proyeksi dampak pencemaran terhadap kesehatan penduduk diperoleh hasil bahwa keberadaan logam Hg, Pb, dan Cd dalam air minum PDAM Kota Surabaya tidak terdeteksi sehingga tidak berisiko terhadap kesehatan, namun kandungan Hg di Kali Surabaya yang mencapai rata-rata 0.0092 mg/l sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) bila melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1-2 jam/hari, karena nilai HQ (hazard quotient) > 1. Hasil analisis prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya dengan AHP menunjukkan bahwa kemudahan manajemen dan efisiensi (eigen value 0.317 dan 0.305) sebagai kriteria utama, dengan prioritas utama alternatif adalah penetapan kelas air Kali Surabaya (eigen value 0.200), diikuti dengan penyuluhan, penetapan daya tampung beban pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembuatan UPL komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perizinan pembuangan limbah, sistem penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri, dan terakhir relokasi industri. Hasil penilaian teknologi pengendalian pencemaran menggunakan metode CPI menunjukkan bahwa wastewater garden (nilai alternatif 111.50) merupakan alternatif terbaik diikuti dengan filtrasi, screening, biofilter, pengendapan, lumpur aktif, dan peringkat terakhir adalah disinfeksi. Hasil pemodelan dinamik menunjukkan bahwa model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya yang dibangun memiliki kinerja yang baik dan mampu menggambarkan prilaku sistem nyata, dengan nilai validitas absolute mean error (AME) dan absolute variation error (AVE) < 10%. Hasil analisis prospektif terhadap faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh lima faktor yang memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor yang rendah, yaitu (1) pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat, (2) persepsi masyarakat, (3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran, (4) komitmen/dukungan Pemda, dan (5) sistem dan kapasitas kelembagaan. Hasil kombinasi antara kondisi faktor menghasilkan tiga skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu (1) skenario pesimis, (2) skenario moderat, dan (3) skenario optimis.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa skenario pesimis berdampak terhadap penurunan kualitas air Kali Surabaya dengan persen total beban pencemaran terhadap kapasitas asimilasinya (PTP) mencapai 156.63% di atas kondisi eksisting, sedangkan skenario moderat dan optimis mampu menurunkan total beban pencemaran air Kali Surabaya masing-masing dengan nilai PTP 25.23 dan 36.21% di bawah kondisi eksisting. Skenario moderat dan skenario optimis merupakan skenario realistis yang terjadi di masa depan untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, namun perlu didukung beberapa kebijakan berupa (1) peningkatan persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, (2) revitalisasi program KB, (3) komitmen/ dukungan pemerintah baik fisik maupun non fisik terhadap pengendalian pencemaran, (4) penegakan hukum lingkungan secara tegas, adil, dan konsisten, (5) peningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan pengelola Kali Surabaya, dan (6) pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal domestik.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber:. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PADA WILAYAH KALI SURABAYA
SUWARI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Ujian Tertutup Dilaksanakan pada tanggal 18 November 2010, Waktu Ujian: jam 13.00 – selesai Penguji Luar Komisi
: 1. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB 2. Dr. Ir. Machfud, MS Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB
Ujian Terbuka Dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2010, Waktu Ujian: jam 13.00 – selesai Penguji Luar Komisi
: 1. Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc, Ph.D Rektor Universitas Nusa Cendana, Kupang 2. Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Staf Pengajar Departemen Kimia Fakultas MIPA IPB
Judul Disertasi
: Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya
Nama
: SUWARI
NRP
: P062070081
Program Studi
: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Etty Riani, M.S Ketua
Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng Anggota
Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil Anggota
Mengetahui Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dr. drh. Hasim, DEA
Tanggal Ujian: 8 Desember 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2009 ini ialah pencemaran air, dengan judul Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Etty Riani, MS, selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, nasehat, arahan, dan motivasi secara terus menerus dengan penuh dedikasi dari awal perencanaan penelitian sampai selesainya disertasi ini; 2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng dan Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, semangat, dan koreksi-koreksinya yang kritis dan tajam sehingga menambah kualitas disertasi ini; 3. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S yang telah banyak memberikan bantuan dan pelayanannya selama menjadi ketua program studi dan bekal pengetahun tentang permasalahan lingkungan dan pembangunan, metode penelitian dan penulisan disertasi dengan konsep dan caranya yang khas; 4. Dr. drh. Hasim, DEA, selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas segala bantuan dan pelayanannya; 5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS; 6. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di Instutut Pertanian Bogor; 7. Rektor dan Dekan Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, atas izin pendidikan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di Institut Pertanian Bogor; 8. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc dan Dr. Ir. Machfud, MS, sebagai penguji luar komisi pada acara ujian tertutup yang telah banyak memberikan saran perbaikan; 9. Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc., Ph.D dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS, sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka, yang telah memberikan kritik dan saran perbaikan disertasi ini; 10. Ir. Fahmi Hidayat, MT, Firman Sarifudin, S.Si, Inni Dian, S.Si, Imam Buchori, S.Si, ibu Rifda, pak Naryo, dan mas Viving semuanya dari Perum Jasa Tirta I yang telah banyak membantu penulis dalam survei lapangan, sampling air Kali Surabaya dan air limbah, analisis laboratorium, wawancara, pengisian kuesioner dan penyediaan data sekunder; 11. Ir. Mas Agus Mardyanto, Ph.D dan Dr. Ir. Ali Masduqi, MT dari Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, atas waktu yang diberikan untuk wawancara, pengisian kuesioner, dan diskusi serta masukanmasukannya yang sangat berarti dalam penulisan disertasi ini;
12. Prigi Arisandi, S.Si selaku Direktur Ecoton dan Anggota Dewan Lingkungan Hidup Jawa Timur dan Daru Setyorini, S.Si, M.Si selaku Program Development Manager Ecoton, atas waktu yang diberikan untuk wawancara, pengisian kuesioner, dan kesediaannya memandu penulis menelusuri lokasi-lokasi outlet pembuangan limbah sepanjang Kali Surabaya; 13. Ir. Togar Arifin Silaban, M.Eng selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya dan Ir. Supriyo selaku Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan Kota Surabaya atas penyediaan data sekunder dan waktu yang diberikan untuk wawancara dan pengisian kuesioner; 14. Ir. Dewi J. Putriatni, M.Sc selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur dan Ir. Drajat Irawan, SE, MT selaku Kabid Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan atas bantuan penyediaan data sekunder dan waktu yang diberikan untuk wawancara dan pengisian kuesioner; 15. Ir. Gatot Suryantono, MT selaku Sekretaris Dinas PU Pengairan Jatim dan Ir. Bahmid Tohary, M.Eng selaku Kasub Dinas Penyusunan Program atas bantuan penyediaan data sekunder dan waktu yang diberikan untuk wawancara dan pengisian kuesioner; 16. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, khususnya angkatan 2007 atas kebersamaan dan kerjasamanya selama menempuh pendidikan. 17. Kedua orang tua dan mertua saya, ayuk, adik serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya selama penulis menempuh pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor; 18. Istriku Rini Listari, S.Pd dan putra-putriku Riski Mahes, Lala Citra, dan Dimas Satria atas segala pengorbanan dan dorongan semangat yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2010
Suwari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tulung Agung Jawa Timur pada tanggal 8 Maret 1968 sebagai anak kedua pasangan M. Masri dan Supingah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana sejak 1994 sampai sekarang. Mata kuliah yang diasuh adalah kimia dasar, kimia analitik, pengelolaan laboratorium kimia, dan kimia instrumen. Artikel ilmiah penulis berjudul “Penentuan Status Mutu Air Kali Surabaya dengan Metode STORET dan Indeks Pencemaran” telah diterbitkan dalam Majalah Ilmiah Widya ISSN: 0215-2800, tahun 27 Nomor 297 Juni 2010. Artikel lain berjudul “Profil Pencemaran Air Kali Surabaya dan Strategi Pengendaliannya” diterbitkan pada Buletin Penelitian dan Pengembangan Forum Alumni IAEUP Undana ISSN 1412-3703, Volume 11, Nomor 2, Juli 2010. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………...
xxii
I PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
Latar Belakang ................................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... Kerangka Pemikiran ........................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Manfaat Penelitian .............................................................................. Kebaruan (Novelty) .............................................................................
1 5 6 7 10 10
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
11
2.1 Pencemaran Air Sungai ..................................................................... 2.1.1. Sumber Pencemar Air Sungai ................................................. 2.1.2. Bahan pencemar Air Sungai .................................................... 2.2 Kualitas Air Sungai ........................................................................... 2.2.1. Karakteristik Fisik ................................................................... 2.2.2. Karakteristik Kimia ................................................................. 2.3 Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi .................................... 2.4 Kondisi Sungai-sungai di Indonesia ................................................. 2.5 Gambaran Umum Kali Surabaya ...................................................... 2.6 Bahan Kimia Toksik ………………………………………………. 2.7 Dampak Pencemaran Air terhadap Ekosistem dan Kesehatan ........ 2.8 Analisis Risiko Kesehatan ................................................................ 2.9 Metode Analisis Hirarki Proses ........................................................ 2.10 Metode Perbandingan Indeks Kinerja dan Perbandingan Eksponensial ..................................................................................... 2.11 Model dan Pemodelan Sistem ........................................................... 2.12 Konsep Dasar Sistem Dinamik ………………………..…………... 2.13 Sistem Dinamik dalam Pengendalian Pencemaran Air ...................
11 13 21 24 24 26 36 37 39 46 48 56 59
III METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................
69
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ Kondisi Umum Lokasi Penelitian ...................................................... Alat dan Bahan ................................................................................... Metode Pengumpulan Data ................................................................ Rancangan Penelitian ....................................................................... 3.5.1 Penentuan Kualitas Air…..................... ................................. 3.5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran......................... 3.5.3 Proyeksi Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb terhadap Kesehatan ......……………………......................... 3.5.4 Pemilihan Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran yang Efektif dan Efisien .................................................................
61 63 64 66
69 70 71 72 73 73 73 74 74 xiv
3.5.5 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air.............. 3.5.6 Desain Model Pengendalian Pencemaran Air ........................ 3.6 Analisis Data ..................................................................................... 3.6.1 Analisis Fisika dan Kimia Kualitas Air .................................. 3.6.2 Analisis Status Kualitas Air .................................................... 3.6.3 Analisis Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran ........... 3.6.4 Analisis Risiko Dampak Pencemaran terhadap Kesehatan .... 3.6.5 Pendekatan Sistem dalam Desain Model Pengendalian Pencemaran Air ....................................................................... 3.6.6 Validasi Model ........................................................................ 3.6.7 Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Air ...........................................................................................
75 75 76 76 76 77 79
IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ………………………...
91
4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
V
82 87 88
Kondisi Geografis …………………………………………………. Kondisi Iklim ……………………………………………………… Tata Guna Lahan ………………………………………………….. Kondisi Hidrolis dan Debit Air Kali Surabaya …………………… Kondisi Sosial Ekonomi …………………………………………... 4.5.1 Kependudukan ……………………………………………… 4.5.2 Pendidikan ………………………………………………….. 4.5.3 Kondisi Ekonomi ……………………………………………
91 91 93 94 95 95 97 98
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………
101
5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya ……………………….. 5.1.1 Suhu Air ……………………………………………………. 5.1.2 Derajat Keasaman (pH) …………………………………….. 5.1.3 Konduktivitas ………………………………………………. 5.1.4 Total Padatan Tersuspensi (TSS) …………………………… 5.1.5 Kandungan Oksigen Terlarut (DO) ………………………… 5.1.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) ……………………… 5.1.7 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) ........................................ 5.1.8 Nitrat, Nitrit, dan Amonia.………………………………... 5.1.9 Kadar Fosfat .......................................................................... 5.1.10 Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium …………………... 5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya……… 5.2.1 Beban Pencemar dari Limbah Domestik …………………… 5.2.2 Beban Pencemar dari Limbah Hotel ……………………….. 5.2.3 Beban Pencemar dari Limbah Industri …………………….. 5.2.4 Beban Pencemar dari Limbah Pertanian …………………… 5.2.5 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya........................................ 5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya ……………………….. 5.4 Dampak Pencemaran Air Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan Kesehatan ………………………………………………………….. 5.4.1 Dampak terhadap Ekosistem .................................................. 5.4.2 Dampak terhadap Kesehatan (Analisis Risiko)....................... 5.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian ………… 5.5.1 Karakteristik Responden ......................................................... 5.5.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran .........
101 103 105 107 108 111 113 115 119 120 124 124 127 128 130 133 134 136 136 139 142 142 143 xv
5.5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran ……. 5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran ……………………. 5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air ………………. 5.8 Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya….. 5.8.1 Sub-Model Lingkungan ……………………………………… 5.8.2 Sub-Model Ekonomi ………………………………………… 5.8.3 Sub-Model Sosial ……………………………………………. 5.8.4 Kondisi Eksisting Model ……………………………………. 5.8.5 Validasi Model ………………………………………………. 5.9 Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya 5.9.1 Penyusunan Skenario ………………………………………… 5.9.2 Simulasi Skenario .................................................................... 5.9.3 Analisis Perbandingan Penerapan Antar Skenario .................... 5.10 Strategi Pengendalian Pencemaran Kali Surabaya …………....….. 5.11 Pembahasan Umum ........................................................................
145 147 157 163 164 170 172 177 185 190 196 199 209 211 216
VI KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 221 6.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 221 6.2 Saran ………………………………………………………………... 223 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
225
LAMPIRAN ....................................................................................................
240
xvi
DAFTAR TABEL Halaman 1 Beberapa jenis pencemar dan sumbernya .................................................. 14 2 Kegiatan dan jenis limbah yang dihasilkan ...............................................
15
3 Industri yang membuang limbah organik ke Kali Surabaya ......................
17
4 Nama industri dan jenis produknya ............................................................
18
5 Komposisi beban pencemar limbah domestik ............................................
19
6 Kriteria kualitas air sungai berdasarkan kandungan DO ............................
28
7 Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5 ................................................
29
8 Data pengambilan rata-rata air Kali Surabaya untuk industri ....................
40
9 Data Intake PDAM Surabaya …………………………………………..
43
10 Rincian penggunaan air Kali Brantas .........................................................
45
11 Klasifikasi toksisitas akut pada binatang ...................................................
48
12 Klasifikasi toksisitas akut pada manusia ...................................................
48
13 Peristiwa keracunan merkuri yang terbesar tahun 1960-an .......................
54
14 Empat ketegori Pb dalam darah orang dewasa ............ .............................
55
15 Dosis-respon kuantitatif nonkarsinogen dan karsinogen beberapa zat toksik..................................................................................................... 16 Nilai skala perbandingan Saaty dalam AHP ..............................................
58
17 Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan........
73
18 Nilai default yang digunakan dalam model pemaparan ............................
82
19 Analisis kebutuhan pada masing-masing pelaku sistem pengendalian pencemaran air kali surabaya ....................................................................
84
20 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran Air Kali Surabaya .......................................................................................
89
21 Pedoman penilaian analisis prospektif .......................................................
89
22 Suhu, kelembaban, dan tekanan udara Kota Surabaya tahun 2008 ............
92
23 Penggunaan lahan Kota Surabaya ………………………………………..
93
24 Kondisi hidrolis Kali Surabaya ..................................................................
94
25 Debit aliran Kali Surabaya .........................................................................
95
26 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan ..........................
96
27 Keadaan penduduk Kota Surabaya tahun 2003-2009 ……………………
97
61
xvii
28 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya .................................
121
29 Baku mutu limbah domestik ......................................................................
126
30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik dan anak sungai …………………………………………………………………….
126
31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik ……………..
127
32 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel ...............
128
33 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya.
129
34 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri ……………………... 130 35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian ...................
130
36 Beban pencemaran dari limbah pertanian ..................................................
130
37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya ………………………………
131
38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri ............
132
39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan .........
133
40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET ....................
134
41 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM ......................... 140 42 Total tingkat pemaparan Hg .......................................................................
141
43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran…
149
44 Matriks hasil penilaian alternatif teknologi pengendalian pencemaran air. 158 45 Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja .... 159 46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya..
191
47 Prospektif faktor-faktor kunci/penentu tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem pengelolaan Kali Surabaya ......................
197
48 Interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci/penentu ke dalam sistem... 199 49 Perbandingan antar skenario ...................................................................... 209
xviii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................. 8 2 Komponen penyusun limbah domestik ………………………………......
20
3 Gambaran perjalanan bahan pencemar limbah sampai ke manusia………
52
4 Tahapan dalam analisis risiko kesehatan ...................................................
57
5 Diagram alir model sistem dinamik menggunakan program powersim.....
65
6 Lokasi penelitian ........................................................................................
69
7 Lokasi sampling kualitas air Kali Surabaya ...............................................
70
8 Diagram lingkar sebab akibat sistem pengendalian Pencemaran air .........
86
9 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya...
87
10 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem ..........................................
90
11 Pola perubahan debit aliran Kali Surabaya (Dam Gunungsari) dan debit rata-rata tahunan di Dam Gunungsari ........................................................
95
12 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ....................................
98
13 Profil suhu perairan Kali Surabaya ............................................................
102
14 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km) ............................................
102
15 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter pH)………………………… 104 16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream……… 104 17 Profil konduktivitas Kali Surabaya.............................................................
106
18 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL) berdasarkan jarak upstream......................................................................................................
106
19 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya................................................................
108
20 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO..............................
110
21 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) berdasarkan jarak upstream .....................................................................................................
111
22 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter BOD 5 .........................
112
23 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD) .................................................. 114 24 Sebaran nilai rata-rata N-NO 3 Kali Surabaya ............................................
116
25 Sebaran kadar N-NO 2 Kali Surabaya ……………………………………. 117 26 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N-
118
NH 3 ).......................................
119
27 Sebaran kadar P-PO 4 perairan Kali Surabaya ............................................ 122 28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya .………... xix
29 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya ...........................................
135
30 Proporsi status responden dalam keluarga dan tingkat pendidikan ……... 143 31 Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan, masalah kualitas air dan kelayakan air Kali Surabaya ……………………………………………... 144 32 Persentase persepsi masyarakat tentang pengendalian pencemaran……...
145
33 Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran………………… 146 34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran ……. 149 35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali Surabaya......................................................................................................
151
36 Diagram sub-model lingkungan pengendalian pencemaran Kali Surabaya 164 37 Diagram stock flow sub model lingkungan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya (a) beban pencemaran dari sumber pencemaran dan (b) beban pencemaran Kali Surabaya...............................................................
166
38 Diagram sub model ekonomi pengendalian pencemaran Kali Surabaya...
171
39 Stock flow diagram sub-model ekonomi.....................................................
171
40 Diagram sub-model sosial pengendalian pencemaran Kali Surabaya .......
173
41 Stock flow diagram sub-model sosial dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya ........................................................................................
174
42 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya... 176 43 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran .............................................................................. 177 44 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan N-NO 3 dan P-PO 4 beban sumber pencemaran .................................................................................... 178 45 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan BOD, COD dan TSS di Kali Surabaya ............................................................................................. 179 46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO 3 (b) beban P-PO 4 di Kali 180 Surabaya .............................................................. 47 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase tiap parameter pencemar …………………………………………………………………
181
48 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban pencemaran total ........................................................................................
181
49 Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan nilai PDRB ............................
182
50 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan populasi penduduk ....................................................................................................
183
51 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah penduduk pembuang limbah.......................................................................
184 xx
52 Simulasi sub-model teknis pemanfaatan ruang berdasarkan luasan lahan pemukiman dan lahan pertanian……………………………………
185
53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data empiris dan hasil simulasi ………………………………………………..
189
54 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya……………………………………………. 193 55 Prediksi beban pencemaran BOD Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030 ……………………………………………...
198
56 Prediksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030 ……………………………………………...
201
57 Prediksi beban pencemaran COD Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030 ……………………………………………...
202
58 Prediksi beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030 ……………………………………………...
203
59 Prediksi beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030………………………………………………
205
60 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario optimis sampai tahun 2030………………………
206
61 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario moderat sampai tahun 2030………………...……
207
62 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario pesimis sampai tahun 2030 ……………………...
208
63 Prediksi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario sampai tahun 2030……………………..
209
xxi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data penduduk pada radius 500 m dan volume limbah domestik ............... 241 2 Perhitungan beban limbah domestik (penduduk zona 500 m) ....................
243
3 Daftar industri di DPS Kali Surabaya .........................................................
246
4 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya..
247
5 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri ……………………… 248 6 Karakteristik responden penelitian ……………………………………….
249
7 Data kualitas air Kali Surabaya periode Agustus – Desember 2009 ……... 251 8 Konsentrasi logam berat Hg. Pb dan Cd di Kali Surabaya .........................
255
9 Perhitungan indeks pencemaran ………………………………………….. 257 10 Analisis status mutu air dengan indeks STORET………………………...
260
11 Data debit rata-rata bulanan air Kali Surabaya ...………………………...
263
12 Data debit rata-rata dan kualitas air Kali Surabaya tahun 2003 – 2009…..
264
13 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Jembatan Perning) ……..
266
14 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Gunungsari) .…...
267
15 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Jagir) ……..............
268
16 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Jagir tahun 2003-2009 ……………. 269 17 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Gunungsari tahun 2004-2009 ……..
270
18 Daya dukung Kali Surabaya di Jembatan Perning tahun 2004-2009 …… 271 19 Matriks penilaian pengaruh antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya ......................................................................... 272 20 Hasil simulasi beban pencemaran BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran ………………………………………………………………. 273 21 Hasil simulasi beban pencemaran NNO 3 dan PPO 4 sumber pencemaran..
274
22 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter BOD di Kali Surabaya …………………………………………………... 275 23 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter COD di Kali Surabaya ................................................................................ 276 24 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter TSS di Kali Surabaya .................................................................................
277
25 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter N-NO 3 di Kali Surabaya ............................................................................. 278 xxii
26 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter P-PO 4 serta persentase total beban pencemaran terhadap kapasitas asimilasi di Kali Surabaya ……………………………………………….. 279 27 Hasil simulasi kontribusi tiap sektor terhadap PDRB ................................
280
28 Hasil simulasi jumlah penduduk dan penduduk pembuang limbah………
281
29 Hasil simulasi perubahan luas lahan permukiman dan pertanian ………..
282
30 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter BODK......... 283 31 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter CODK......... 284 32 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter PPO4K........ 285 33 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter TSSK..........
286
34 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter NNO3K......
287
35 Persen BOD melampaui kapasitas ssimilasi ..............................................
288
36 Persen TSS melampaui kapasitas asimilasi ................................................ 289 37 Persen COD melampaui kapasitas asimilasi……………………………...
290
38 Persen N-NO 3 melampaui kapasitas asimilasi…………………………… 291 39 Persen P-PO 4 melampaui kapasitas
292
asimilasi……………………………..
293
40 Persen total rata-rata melampaui kapasitas asimilasi..................................
xxiii
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran air telah menjadi permasalahan krusial di banyak negara dan mendapat perhatian peneliti di seluruh dunia (Huang & Morimoto 2002). Kelangkaan dan kesulitan mendapatkan air bersih dan layak pakai menjadi permasalahan yang mulai muncul di banyak tempat dan semakin menggejala dari tahun ke tahun, tak terkecuali di Indonesia. Wilayah Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (KLH 2005a), namun kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial sementara ketersediaan air bersih terus berkurang dengan cepat akibat kerusakan alam dan pencemaran yang diperkirakan sebesar 15–35% per kapita per tahun (KLH 2009). Kondisi ini diperparah dengan terbatasnya kemampuan mengakses dan memprediksi ketersediaan air, kualitas air, serta penggunaan dan keseimbangan air (Simonovic 2002). Kali Surabaya yang merupakan hilir dari Sungai Brantas termasuk dalam sungai strategis Nasional. Pencemaran Kali Surabaya menjadi salah satu contoh kasus permasalahan pencemaran air yang mendapat perhatian banyak pihak dan menjadi isu nasional. Air Kali Surabaya mempunyai multifungsi yang sangat vital dalam menunjang pembangunan daerah yaitu sebagai sumber baku air minum, industri, pertanian dan sarana rekreasi air serta berperan dalam mendukung kehidupan biota perairan, sementara kualitasnya cenderung mengalami penurunan. Kualitas air sungai sangat bergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan manusia di sekitar daerah aliran sungai. Berkembangnya kegiatan penduduk di sekitar Kali Surabaya yang memanfaatkan bantaran sungai untuk pemukiman, kegiatan industri rumah tangga, dan industrialisasi merupakan sumber pencemaran Kali Surabaya, baik yang melepaskan zat pencemar melalui titik pembuangan (point sources) maupun sumber pencemar yang dengan letak sumber tidak jelas (nonpoint sources) mencemari sungai pada lokasi yang tersebar. Jenis limbah yang dihasilkan berpotensi tidak hanya menyebabkan peningkatan nilai TSS (total suspended solid), BOD (biological oxygen demand), dan COD (chemical oxygen demand), namun yang lebih berbahaya adalah akumulasi logam berat. United State Environmental Protection Agency (USEPA) mendata ada 13 elemen logam berat yang merupakan elemen utama pencemar yang berbahaya, namun logam
2
berat merkuri bersama timbal dan kadmium dikenal sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia dikarenakan tingkat keracunannya yang sangat tinggi walaupun pada konsentrasi rendah (Rezazee et al. 2005). Beberapa studi tentang pencemaran Kali Surabaya telah dilaporkan. Hasil riset yang dilakukan oleh Ecoton dan National Institute Minamata Disease (2002), menunjukkan badan air, lumpur, kerang, ikan dan ekosistem di dalam Kali Surabaya telah terkontaminasi merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu) dan besi (Fe) dengan kadar yang telah melebihi ambang batas, bahkan kadar Hg dalam air telah mencapai 100 kali lipat dari baku mutu. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pada rambut orang yang tinggal dan mengkonsumsi ikan dari Kali Surabaya, positif terkontaminasi merkuri rata-rata 0.6 mg/l (Arisandi 2002). Hasil serupa dilaporkan Ismanto et al. (2006), bahwa konsentrasi merkuri di Sungai Brantas pada tahun 1991-2005 mencapai 0.49 mg/l. Hasil studi Purwatiningsih (2005) yang dilakukan di sepanjang Kali Surabaya pada 8 lokasi sampling menunjukkan bahwa tingkat BOD dan DO (dissolved oxygen) di daerah studi tidak memenuhi baku mutu, kualitas struktur sungai 62.5% termasuk kategori sedang dan 37.5% termasuk kategori buruk. Sementara hasil riset Koemantoro (2007) menunjukkan bahwa beban pencemar BOD di titik lokasi intake PDAM Karang Pilang Surabaya mencapai 10.45 mg/l, kondisi ini jauh melebihi batas standar peruntukan badan air kelas 1 yaitu 2 mg/l. Kondisi ini jika tidak segera diambil tindakan pengendalian akan menimbulkan dampak ekologis, ekonomis dan sosial budaya, seperti kerusakan keseimbangan ekologi di aliran sungai, bertambahnya biaya pengolahan air oleh Perusahaan Air Minum, menurunnya nilai estetika, dan risiko kesehatan penduduk. Kandungan logam berat terutama Hg, Cd, dan Pb dalam air Kali Surabaya dikhawatirkan akan mengkontaminasi air PDAM yang dikonsumsi oleh 95% warga Surabaya, mengingat proses pengolahan air PDAM dengan menggunakan tawas biasanya tidak mampu menghilangkan logam berat yang terlarut dalam air. Karenanya, analisis proyeksi risiko kesehatan penduduk akibat paparan logam berat penting dilakukan untuk mengetahui status kesehatan masyarakat dan manajemen risiko. Menurut Razif dan Yuniarto (2004), sumber pencemaran sungai di Surabaya didominasi oleh beberapa faktor pencemar, yaitu: industri pangan, industri kimia,
3
industri logam, industri kertas, dan penduduk. Hal serupa dikemukakan Novita dan Indarto (2006) yang menyatakan bahwa persentase terbesar sumber pencemar Kali Surabaya berasal dari limbah cair industri, dalam hal ini dari 70 buah industri yang berlokasi di daerah aliran Kali Surabaya sekitar 40 buah di antaranya dianggap potensial sebagai sumber pencemar, baik pencemar organik maupun anorganik. Industri pangan, penyamakan kulit, industri kertas, pemotongan hewan dan industri tekstil merupakan sumber pencemar organik, sedangkan sumber pencemar anorganik di Kali Surabaya adalah industri pelapisan logam, industri kimia, dan industri keramik (Novita 2000). Menurut Arisandi (2004) dan Rezazee et al. (2005), pencemaran logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium, dan kromium berasal dari industri (elektroplating, detergen, cat, keramik, kertas) dan aktivitas pertanian dan dikategorikan sebagai limbah anorganik. Meningkatnya beban pencemaran juga disebabkan oleh kebiasaan masyarakat membuang limbah domestik, baik limbah cair maupun limbah padatnya langsung ke perairan. Dampak negatif yang ditimbulkan di antaranya: (a) memicu tingginya suhu badan air, sehingga menggurangi oksigen terlarut dalam air yang dibutuhkan makluk hidup air, (b) meningkatkan proses sedimentasi di dasar sungai karena tingginya run-off air hujan yang membawa partikel sedimen, dan (c) meningkatkan beban limbah organik bagi badan air (Arisandi 2004). Adanya masukan bahan pencemar sampai pada batas tertentu tidak menurunkan kualitas air sungai, namun apabila beban masukan bahan pencemar tersebut melebihi kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri (self
purification), akan menimbulkan permasalahan yang serius
yaitu
pencemaran perairan. Berdasarkan hasil pemantauan Kali Surabaya oleh Ecoton (1998) yang dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau diketahui bahwa, sumber pencemaran terbesar adalah Kali Tengah yang merupakan tempat pembuangan limbah lebih dari 40 industri yang beroperasi di sepanjang bantaran Kali Tengah, yang memicu turunnya kualitas air Kali Surabaya. Pada musim kemarau, di mana debit air terbatas, bendungan di hulu hanya mampu menyediakan debit rata-rata 20 m3/detik selama 3 bulan pertahun (Novita & Indarto 2006), bahkan debit terendah dapat mencapai 4 m3/detik selama 1 bulan. Kondisi ini menyebabkan semakin menurunnya kapasitas purifikasi dan pengenceran Kali Surabaya (Masduqi 2006).
4
Berdasarkan indikator kualitas air, khususnya BOD, COD, dan TSS, Kali Surabaya berada dalam kondisi tercemar. Data hasil Studi Brantas River Pollution control-SUDP tahun 1998 menunjukkan bahwa, beban limbah industri dan domestik Kali Surabaya terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 1989 beban BOD dari limbah domestik dan industri masing-masing 38.4 dan 81.6 ton/hari, pada tahun 1998 meningkat menjadi 125 dan 205 ton/hari. Kualitas limbahnya pun jauh di atas baku mutu. Kandungan BOD, COD, dan TSS limbah yang terbuang di Kali Surabaya masing-masing mencapai 575, 1431, dan 674 mg/l. Padahal baku mutu untuk BOD hanya 50-150 mg/l, COD 100-300 mg/l dan TSS 20-300 mg/l (www.pu.go.id/humas/media). Sementara itu, hasil pemantauan Perum Jasa Tirta I (PJT-I), terhadap kualitas air Kali Surabaya pada tahun 2005 untuk nilai COD mencapai 26.5 mg/l dan BOD 9.6 mg/l dan hasil pantauan periode Oktober-Desember 2007 (posisi Karangpilang), nilai COD 41.5 mg/l dan BOD 15.0 mg/l. Hal ini berarti kualitas Kali Surabaya sudah berada pada kondisi yang mengkawatirkan karena nilai COD dan BOD telah melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Menurut prediksi PJT-1 jika tidak ada upaya pengendalian pada tahun 2020, beban limbah domestik Kali Surabaya akan mencapai 257 m3/detik dan beban limbah industri 308 m3/detik (PJT I 2007). Upaya penurunan beban pencemaran yang masuk ke sungai telah dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1979 terutama untuk mengatasi kasuskasus pencemaran yang terjadi secara rutin. Bahkan sejak tahun 1989, telah dicanangkan Program Kali Bersih (PROKASIH) dan Superkasih dengan fokus pada pengendalian pencemaran air dari kegiatan industri dan jasa. Pada tahun 1995 dicanangkan Program PROPER dengan fokus perbaikan sistem internal terhadap baku mutu air limbah dan pada tahun 2007 juga dicanangkan program pengawasan pengendalian pencemaran air untuk hotel melalui penghargaan Berlian (KLH 2008), namun hingga saat ini kualitas air Kali Surabaya belum menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan tingkat pencemaran makin tinggi. Hal ini diakibatkan antara lain karena kurangnya koordinasi antar instansi/sektor dan
lemahnya
penegakan
hukum
dalam
pengelolaan
Kali
Surabaya
(Purwatiningsih 2005). Selain itu, penyebab lain adalah semakin banyaknya kegiatan industri yang terdapat di Kali Surabaya, kurangnya kepedulian masyarakat dalam menjaga kualitas badan air, dan belum tertanganinya pengendalian limbah industri dan domestik secara efektif. Karenanya, diperlukan
5
upaya pengendalian pencemaran air yang komprehensif dan sistematik melalui penggunaan model dinamik berdasarkan kondisi eksisting karakteristik fisik kimia. Sistem di dalam sungai merupakan suatu sistem kompleks yang mempunyai variabel-variabel yang bersifat dinamik dan tidak pasti (Qin et al. 2007; Maharani et al. 2008). Variabel-variabel dalam sistem dinamik mencakup variabel level, variabel rate, dan variabel auxiliary (Zhang et al. 2009). Menurut Qin et al. (2007), laju deoksigensi dan reoksigenasi pada sistem sungai merupakan karakteristik yang dinamik dan tidak pasti karena unsur-unsur di dalamnya mengalami gejala tanspor dan transformasi. Input yang masuk ke dalam sungai pun bervariasi terhadap waktu, baik kualitas maupun kuantitasnya. Model pendekatan klasik tidak mampu memprediksi ketersediaan dan penggunaan sumber daya air yang sangat penting bagi perencanaan dan pengelolaan secara berkelanjutan akibat dinamika spasial variabel utama (Nandalal & Semasinghe 2006). Kompleksnya permasalahan dan banyaknya variabel yang berpengaruh dalam suatu sistem dapat digambarkan secara sederhana dan sistematis melalui sebuah model yang mencerminkan hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh dalam sistem tersebut. Karenanya, perlu dilakukan penelitian tentang pencemaran air yang terjadi di Kali Surabaya menggunakan pendekatan sistem dinamik dengan melibatkan berbagai faktor yang berpengaruh, sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu model pencemaran air dan strategi pengendalian pencemaran secara holistik. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan Kali Surabaya secara berkelanjutan. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kualitas perairan Kali Surabaya berdasarkan parameter kualitas air: suhu, pH, konduktivitas, DO, COD, BOD, TSS, N-NH 3 , NNO 2 , N-NO 3 , P-PO 4 , dan konsentrasi Hg, Pb, dan Cd; 2. Menentukan beban pencemaran dan tingkat pencemaran Kali Surabaya; 3. Mengkaji proyeksi risiko penduduk;
dampak pencemaran terhadap kesehatan
6
4. Membangun model sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya yang berkelanjutan; 5. Menyusun skenario pengendalian pencemaran Kali Surabaya yang berkelanjutan. 1.3 Kerangka Pemikiran Kali Surabaya memiliki peran strategis dalam menunjang pembangunan kota Surabaya, karena menopang kebutuhan air minum warga Surabaya dan bahan baku bagi ratusan industri di wilayah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto. Fungsi strategis ini menjadi alasan pentingnya menjaga air Kali Surabaya dari pencemaran. Pada daerah aliran Kali Surabaya terdapat komponen lingkungan yang saling berkaitan dan dapat menghasilkan kejadian yang tidak dikehendaki. Komponen lingkungan tersebut adalah lingkungan pemukiman, lingkungan industri, lingkungan pariwisata, dan lingkungan sosial ekonomi masyarakat berupa rumah sakit dan sarana sosial lainnya. Permasalahan pencemaran air merupakan hasil interaksi dan pengaruh kolektif berbagai komponen lingkungan berupa suatu sistem pencemaran limbah cair menyangkut sumber, karakteristik, akumulasi, proses penanganan, pembuangan, dan tanspormasi limbah ke aliran sungai. Pertumbuhan penduduk, laju urbanisasi, dan industrialisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan dan tekanan terhadap sumberdaya air secara cepat dan memicu terjadinya pencemaran air Kali Surabaya. Menurut Masduqi dan Apriliani (2008), pencemaran berat yang terjadi di Kali Surabaya disebabkan oleh limbah industri dan limbah domestik di daerah padat penduduk. Kali Surabaya sebagai suatu sistem menerima beban pencemaran organik dan anorganik dari berbagai sumber pencemar baik point sources maupun non point sources yang menyebabkan penurunan kualitas air. Dampak negatif pencemaran air akan mengganggu kehidupan ekologis biota air, penurunan nilai ekonomi air sebagai sumber baku air minum, dan risiko kesehatan masyarakat. Perilaku sistem sungai yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian menyebabkan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja, namun membutuhkan pendekatan sistem dan pemodelan. Pendekatan sistem diperlukan dalam rangka
7
pembatasan ruang lingkup dan meminimasi pengaruh serta output yang tidak dikehendaki, agar pengendalian pencemaran berlangsung secara berkelanjutan. Desain sistem berdasarkan pendekatan model dinamik untuk pengendalian pencemaran air sungai diperlukan untuk memahami perilaku dan melakukan simulasi terhadap sistem secara sederhana, sehingga kemungkinan alternatif pengendalian dan strategi pengelolaan menjadi lebih efektif dan terpadu. Model pengendalian pencemaran yang dibangun didasarkan pada beban limbah dan karakteristik pencemaran, terutama karakteristik efluen dan kimia pencemar, serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam rangka pencapaian tujuan. Model dinamik menawarkan berbagai cara untuk menggambarkan sistem yang dikembangkan, menganalisis perilaku sistem, dan menghubungkan perilaku yang diamati dengan struktur sistem dengan suatu bentuk desain sistem dan pemodelan (Skartveit et al. 2003). Pemodelan sistem dinamik merupakan kajian rekayasa sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis mekanisme, pola dan kecenderungan sistem. Rekayasa sistem ini berdasarkan analisis terhadap struktur dan perilaku sistem sungai yang rumit, berubah cepat, dan mengandung ketidakpastian dengan suatu bentuk desain sistem dan pemodelan (Muhammadi et al. 2001; Skartveit et al. 2003). Pendekatan model sistem dinamik didasari oleh prinsip umpan balik antar komponen yang terlibat dalam sistem yang dikaji. Skema kerangka pemikiran penelitian diilustrasikan pada Gambar 1. 1.4 Perumusan Masalah Permasalahan pencemaran air Kali Surabaya semakin berat, sementara upaya pengendaliannya belum terprogramkan secara baik. Kualitas air Kali Surabaya sebagai sumber air minum PDAM Kota Surabaya semakin menurun akibat masuknya beban pencemar baik organik maupun anorganik yang berasal dari berbagai sumber pencemar terutama limbah industri dan limbah domestik. Industri kertas, industri pangan, industri karet, perusahaan tahu, dan pemotongan hewan yang berada di sepanjang Kali Surabaya merupakan sumber pencemar organik, sedangkan beragam limbah cair yang berasal dari industri kimia, industri cat dan pewarna, industri baterai, industri peralatan listrik, industri korek api, industri produk-produk logam dan pelapisan logam, dan industri keramik menjadi sumber pencemar anorganik termasuk logam-logam berat. Selain itu, penurunan kualitas air Kali Surabaya juga disebabkan oleh limbah
8
domestik yang banyak menghasilkan senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. Kondisi ini menjadi suatu permasalahan yang sangat serius karena dapat berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan sosial. Kali Surabaya
Bantaran Kali Surabaya
Pemukiman penduduk
Industri
Limbah Debit air Beban pencemaran Kebijakan pengelolaan
Baku Mutu KBP>KBM Kondisi eksisting: Fisik-kimiaekonomi-sosbud
Kali Surabaya tercemar
Ekologi
Kerusakan ekosistem akuatik
Ekonomi
Sosial
1. Biaya pengolahan 2. Biaya kesehatan 3. Biaya reduksi beban pencemar
Risiko kesehatan
Butuh penyelesaian yang komprehensif
Rekomendasi Keterangan: KBP = Konsentrasi bahan pencemar KBM = Konsentrasi baku mutu
Pemodelan sistem Pengendalian Pencemaran
Model Pengendalian Pencemaran
Skenario pengendalian pencemaran
Strategi pengendalian pencemaran
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Banyaknya industri yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya dan variasi kualitas limbah industri yang kompleks menyebabkan penanganan limbah industri memerlukan perhatian yang cukup besar. Jarak antara industri yang berdekatan juga menyebabkan kemampuan air untuk melakukan purifikasi
9
menjadi rendah. Limbah industri umumnya berupa bahan sintetik, logam berat, dan limbah B3 yang sulit untuk diurai oleh proses biologi (nondegradable) sehingga berbahaya terhadap kesehatan manusia. Beberapa unsur logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) dari limbah cair industri memiliki sifat toksik dan destruktif terhadap organ penting manusia. Limbah domestik umumnya tersusun atas limbah organik, meskipun dapat terurai menjadi zat-zat yang tidak berbahaya dan dapat dihilangkan dari perairan dengan proses biologis alamiah, proses kimia dan fisika, namun dapat mengakibatkan deplesi oksigen terlarut dan mengancam kehidupan biota air. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai tingkat mutu air yang diinginkan, diperlukan upaya pengendalian. Tanpa upaya pengendalian pencemaran akan terus berlangsung dan dampaknya akan semakin luas, baik dampak terhadap kelangsungan fungsi sungai maupun dampak terhadap kesehatan masyarakat. Pentingnya pengendalian kualitas air merupakan implikasi dari tekanan pencemaran terhadap badan sungai yang semakin meningkat, baik limbah domestik maupun limbah industri dan bertambahnya pemanfaatan air sungai serta tuntutan akan kebutuhan kualitas air yang memadai dari tahun ke tahun. Kualitas air sungai ditentukan oleh debit air dan debit limbah yang dibuang ke dalam badan air sungai tersebut. Oleh karena itu, upaya pengendalian dapat dilakukan dengan menetapkan besaran limbah yang boleh dibuang ke badan air sungai itu disesuaikan dengan debit air sungai yang ada. Untuk itu, suatu konsep dan strategi pengendalian pencemaran air perlu dikaji secara komprehensif untuk menunjukkan keterkaitan antara beban pencemaran dengan dampak yang ditimbulkan melalui penggunaan model dinamik. Beberapa pertanyaan penelitian terkait model pengendalian pencemaran air yang akan dibangun adalah: 1. Bagaimana kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter kualitas air: suhu, pH, konduktivitas, DO, COD, BOD, TSS, N-NH 3 (amonia), N-NO 2 , N-NO 3 , P-PO 4 dan konsentrasi Hg, Pb, dan Cd? 2. Berapa beban dan tingkat pencemaran air Kali Surabaya? 3. Bagaimana risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan penduduk? 4. Bagaimana mendesain model sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya yang berkelanjutan?
10
5. Bagaimana skenario strategi pengendalian pencemaran Kali Surabaya yang berkelanjutan? 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian
ini diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan menunjang pembangunan, terutama sebagai: 1. Sumber informasi ilmiah mengenai kualitas air, beban dan tingkat pencemaran serta proyeksi risiko dampak akibat pencemaran terhadap kesehatan masyarakat; 2. Sumber informasi ilmiah bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih memahami status kesehatan masyarakat yang aktual dan potensial bagi keperluan manajemen risiko; 3. Sumber informasi ilmiah dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengendalian pencemaran air di Kali Surabaya; 4. Alat bantu pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya terutama dalam penyiapan perencanaan sistem pengawasan pencemaran. 1.6 Kebaruan (Novelty) Penelitian ini berusaha menggambarkan kondisi eksisting Kali Surabaya menggunakan parameter fisik-kimia secara lebih lengkap. Selain itu, penelitianpenelitian yang pernah dilakukan umumnya masih bersifat parsial baik dari kajian sumber pencemar, parameter yang diteliti maupun zona penelitian dan belum mengkaji secara komprehensif mengenai model pengendalian dan strategi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Kebaruan penelitian ini terletak pada kajian pencemaran air sungai yang komprehensif melibatkan stakeholders dalam sistem pengendalian pencemaran dan penggambaran kondisi eksisting menggunakan parameter fisik-kimia time series lebih lengkap. Kebaruan dari segi metode, penelitian ini mengaplikasikan pendekatan sistem dinamik yang didukung dengan metode lain yang komprehensif. Kebaruan dari segi luaran terletak pada temuan tentang proporsi dan kontribusi sumber pencemar utama terhadap total beban pencemaran BOD, COD, dan TSS, model sistem dinamis pengendalian pencemaran Kali Surabaya yang dihasilkan, dan strategi kebijakan pengendalian yang direkomendasikan.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Air Sungai Air adalah molekul yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia untuk dan demi peradapan manusia. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradapan tumbuh dan berkembang. Air mempertahankan suhu tubuh, mendistribusikan nutrisi ke seluruh tubuh, melembabkan persendian, dan membantu pencernaan makanan. Air juga merupakan unsur alam terpenting kedua bagi kehidupan makhluk hidup setelah oksigen, maka air harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah didapatkan dan memenuhui persyaratan untuk dikonsumsi. Manusia mendapatkan air dari sumber-sumber air, baik yang ada dipermukaan tanah maupun air yang ada dalam tanah. Meskipun jumlah air di bumi relatif tetap sebesar ± 1.4 miliar km3, namun 97.1% berada di laut yang merupakan air yang mengandung kadar garam cukup tinggi, sekitar 2.15% tersimpan dalam bentuk es dan yang mempunyai potensi untuk dipergunakan manusia secara langsung maupun tidak langsung hanya 0.617%, dan 0.017 terdapat di sungai dan danau dan 0.600 berupa air tanah (Pramono 1999; PJT-I 2005). Menurut Machbub (1999), indeks ketersediaan air rata-rata (Average Water Availability Index, WAI) dunia adalah 7.6 (1000 m3/kapita/tahun), sementara di Asia hanya 4.0. WAI Indonesia adalah 16.8 lebih tinggi dari nilai rata-rata WAI Asia, namun penyebarannya tidak merata. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai 4.5% dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar 65% total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1750 m3 per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 m3 per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1200 m3 per kapita per tahun. Secara alamiah sumber-sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya generasi, namun akibat peningkatan beban pencemaran oleh berbagai sumber akibat pertumbuhan penduduk, industri, peternakan dan pertanian serta kegiatan lainnya telah menyebabkan pencemaran
12
sumber-sumber air (Cheng et al. 2003; KLH 2005a). Untuk menentukan tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik suatu sumber air dalam waktu tertentu dilakukan dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1990, sumber air menurut kegunaan/peruntukannya digolongkan menjadi empat, yaitu: 1. Golongan A, yaitu air yang digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu; 2. Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga; 3. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan; dan 4. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik negara. Berdasarkan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
82
tahun
2001,
mutu
air
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu: a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b.
Kelas
dua,
air
yang
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Air secara sangat cepat menjadi sumber daya yang makin langka dan tidak ada sumber penggantinya karena dari jumlah air yang mungkin dapat dimanfaatkan manusia, ternyata masih menghadapi beberapa permasalahan mendasar yaitu: (1) adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air; serta (2) terbatasnya jumlah air segar di planet bumi yang dapat dieksplorasi
13
dan dikonsumsi; sedangkan jumlah penduduk dunia yang terus bertambah menyebabkan konsumsi air segar meningkat secara drastis. Pemakaian air global meningkat lima kali lipat pada abad yang lalu ketika penduduk dunia meningkat dari satu setengah sampai enam miliar orang, dan ketersediaan air perkapita diperkirakan akan menurun dengan sepertiganya pada beberapa dekade mendatang ketika penduduk dunia mencapai hampir sembilan miliar orang di tahun 2025. Indonesia termasuk sepuluh negara kaya air, namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga akibat kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan penerapan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai. Pencemaran air berhubungan dengan masalah limbah yang tergantung pada sifat-sifat kontaminan yang memerlukan oksigen, memacu pertumbuhan algae, penyakit dan zat toksik. Pencemaran terhadap sumber daya air dapat terjadi secara langsung dari saluran pembuangan (sewer) atau buangan industri dan secara tidak langsung melalui pencemaran air dan limpasan dari daerah pertanian dan perkotaan (non-point sources. Menurut Effendi (2003), bahan pencemar memasuki sungai dapat melalui atmosfer, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain. 2.1.1 Sumber Pencemaran Air Sungai Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam (misal letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir) dan pencemaran karena kegiatan manusia. Sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai: (1) point source discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar bersifat lokal dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui
14
run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan. Pencemaran air sungai dapat berasal dari berbagai sumber pencemar antara lain dari limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan lain-lain. Limbah-limbah dimaksud dapat berupa zat, energi, dan atau komponen lain yang dikeluarkan atau dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industri maupun nonindustri. Menurut Effendi (2003), pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat, sedangkan menurut Simonovic (2006) sumber pencemar air di dunia yang paling dominan adalah limbah manusia, limbah industri dan bahan kimia, dan limbah pertanian (pestisida dan pupuk). Bentuk-bentuk bahan pencemar tersebut mencakup bahan organik industri, bahan asiditas, logam berat, amonia, nitrat, dan fosfat dan residu pestisida dari pertanian. Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 1. Tabel 1 Beberapa jenis pencemar dan sumbernya Point Source Jenis Pencemar
Limbah Domestik
Limbah Industri
1. Limbah yang dapat menurunkan kadar oksigen
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
-
Nutrien Patogen Sedimen Garam-garam Logam yang toksik Bahan organik yang toksik Pencemaran panas
Non Point Source
Limpasan Daerah Pertanian
Limpasan Daerah Perkotaan
-
-
1) Limbah Industri Kegiatan industri memiliki potensi sangat besar untuk menimbulkan terjadinya pencemaran air. Limbah industri adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan dari proses produksi industri yang dapat berbentuk benda padat, cair maupun gas yang dapat menimbulkan pencemaran. Data dari Departemen Perindustrian (2007) dalam KLH (2008a) menunjukkan bahwa air limbah industri dibuang/terbuang ke sumber-sumber air di sejumlah daerah di Indonesia terutama di pulau Jawa. Diperkirakan 250 ribu ton limbah industri dilepaskan ke sumbersumber air pada tahun 1990, dan pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat
15
menjadi 1.2 juta ton per tahun (KLH 2008a). Tabel 2 menyajikan limbah yang dihasilkan oleh jenis kegiatan industri. Tabel 2 Kegiatan dan jenis limbah yang dihasilkan No
Jenis Kegiatan
Limbah yang Dihasilkan
1
Industri pangan
Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor, dan fenol
2
Industri minuman
Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan dan buih
3
Industri makanan
Limbah organik, minyak dan lemak, logam berat, nitrat, fosfor, dan fenol
4
Industri percetakan
Limbah organik, total solid, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, sulfit, amoniak, nitrat, fosfor,warna, jumlah coli, coli faces, bahan beracun, suhu, kekeruhan, klorinated benezoid.
5
Perkayuan & motor
Limbah organik, logam berat, dan bahan beracun
6
Industri pakaian jadi
Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, warna, bahan beracun, suhu, klorinated benezoid, dan sulfida
7
Industri plastik
Limbah organik, total solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea anorganik, bahan beracun, fenol, dan sulfida
8
Industri kulit
Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, endapan kapur, dan limbah organik
9
Industri logam
10
Aneka industri
Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan, dan amoniak
11
Pertanian
Pestisida, bahan beracun, dan logam berat
12
Perhotelan
Deterjen, zat padat, bahan organik, nitrogen, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan
13
Rekreasi
Limbah organik, kekeruhan, dan warna
14
Kesehatan
Bahan beracun, logam berat, limbah organik, jumlah coli
15
Perdagangan
Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan
16
Pemukiman
Deterjen, zat padat, limbah organik, nitrogen, fosfor, kalsium, klorida, dan sulfat
17
Perhubungan darat
Logam berat, bahan beracun, dan limbah organik
18
Perikanan darat
Limbah organik
19
Peternakan
Limbah organik, suspended solid, klorida, nitrat, fosfor, warna, bahan beracun, suhu, dan kekeruhan
20
Perkebunan
besi
dan
Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, bahan beracun, sianida, pH, klorida, sulfat, amoniak, dan fenol
Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, natrium, nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faces, suhu. Sumber: Donald dan Klei (1979) dalam Taufik (2003).
16
Limbah industri dapat berupa bahan sintetik, logam, dan bahan beracun berbahaya yang sulit diurai oleh proses biologi. Pada umumnya air limbah industri mengandung air, pelarut organik, minyak, padatan terlarut, dan senyawa kimia terlarut. Kandungan kimia limbah dapat berupa bahan organik atau anorganik, dari air kotor yang tidak berbahaya hingga mengandung logam beracun dan endapan organik. Limbah industri juga dapat mengandung logam dan cairan asam yang berbahaya, misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan logam yang mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat, asam kromat, asam nitrat dan asam fosfat. Limbah tersebut bersifat korosif dan dapat mematikan tumbuhan dan hewan air. Selain itu, limbah industri yang lebih berbahaya adalah yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), kromium (Cr), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As). Logam berat tersebut bersifat menetap dan mudah mengalami biomagnifikasi (Arisandi 2004). Apabila logam berat mencemari air yang selanjutnya terkonsumsi oleh organisme, seperti ikan dan biota perairan lainnya, maka akan mengumpul dalam waktu yang lama yang bersifat sebagai racun yang akumulatif. Di Jawa Timur, jumlah industri yang secara langsung mempengaruhi sungai Brantas dan anak sungai utama termasuk Kali Surabaya adalah 483 industri dengan total beban BOD mencapai 125 ton/hari (Harnanto & Hidayat 2003; Masduqi & Apriliani 2008). Industri-industri tersebut dibagi menjadi 8 kelompok berdasarkan pencemar utama yang dihasilkan, yaitu: (1) industri pulp dan kertas; (2) pabrik gula; (3) industri kimia; (4) industri pertanian dan derivatifnya; (5) industri tekstil; (6) industri minyak dan deterjen; (7) industri makanan; dan (8) industri cat dan metalurgi. Menurut Machbub et al. (1988), industri yang membuang limbah anorganik berupa logam terlarut adalah industri pipa, industri keramik, dan industri sepeda. Sedangkan industri yang membuang bahan pencemar
organik dalam jumlah
besar ke Kali Surabaya adalah industri kulit, industri bumbu masak/MSG, industri kertas, industri gula, dan industri minuman dengan beban BOD dan COD seperti disajikan pada Tabel 3.
17
Tabel 3 Industri yang membuang limbah organik ke Kali Surabaya No.
Jenis Industri
Beban Pencemar (kg/hari) BOD
COD
1.
Industri kulit
150.4
250.5
2.
Industri bumbu masak/MSG
478.7
768.9
3.
Industri kertas
277.5
17,268.0
4.
Industri gula
4,321.0
6,417.4
5.
Industri minuman
865.7
1,286.9
Sumber: Machbub et al. (1988).
Menurut Novita (2000), industri utama yang diperkirakan menyumbang beban polusi terbesar selama ini ke Kali Surabaya adalah industri kertas, yaitu PT. Surya Agung Kertas, PT. Surabaya Mekabox, PT. Suparma, dan PT. Adiprima Suraprinta. PT. Miwon yang memproduksi MSG, penyedap makanan juga diperkirakan menyumbang beban polusi cukup besar. Industri dan jenis produk yang dihasilkan dari 41 industri dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan survei daya dukung Kali Surabaya terhadap beban pencemaran yang dilakukan Terangna et al. (1992), diketahui bahwa kandungan kromium 01.29 mg/l, tembaga 0-1.86 mg/l, seng 0.06-15.69 mg/l dan timbal sebesar 0-1.38 mg/l. Menurut Danazumi & Bhici (2010), sumber point sources polutan logam berat yang utama adalah air limbah dari industri logam, pertambangan, pengalengan, farmasi, pertisida, kimia organik, karet dan plastik, dan produk kayu, sedangkan menurut Wijayanto (2005) industri-industri yang memberikan efluen Hg dan logam berat lainnya adalah industri yang memproses klorin, produksi soda kaustik, metalurgi dan elektroplating, industri kimia, industri tinta, industri kertas, penyamakan kulit, industri tekstil dan perusahaan farmasi. 2) Limbah Domestik / Kegiatan Pemukiman Limbah domestik (sewage) adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan non-industri, melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, restoran, tempat hiburan, pasar, dan lain-lain yang dapat menimbulkan pencemaran. Limbah domestik dapat berupa sampah organik dan sampah anorganik serta larutan yang kompleks terdiri dari air (biasanya di atas 99%) dan padatan berupa zat organik serta anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau didegradasi oleh bakteri atau melalui proses kimia dan fisika. Contohnya sisa nasi,
18
sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sampah anorganik seperti plastik, kaca, logam, karet, kertas, dan kulit, tidak dapat diuraikan oleh bakteri. Tabel 4 Nama industri dan jenis produknya No Nama Industri
Produk
Jarak dari Limbah Dominan D.Gnsari (km) BO, PS, PT 2.30 BO, PS, PT 2.31 BO, PS, PT 2.34 BO, PS, minyak 2.51 BO, Zn 2.53 BO, PS, PT, PD 3.23 BO, PS, PT 3.36 BO, PS, PT, Cr 3.35 BO, PS, minyak 3.64 BO, PS, PT, Cr 3.70 BO, Zn 3.79 PS, PT 3.84 BO, PS, minyak 3.94 BO, PS, PT, Cd 5.34 BO, PS, PT 5.49 BO, PS, PT 5.64 PD, PS, Pb, Zn, Cd 5.70 PD, PS, Pb, Zn, Cd 5.72 BO, PS, PT 6.22 PS, PT 6.79 BO, PS, PT 6.80 BO, PS, PT, Cr 7.05 PD, PS, Pb, Zn, Cd 7.05 PD, PS, Pb, Zn, Cd 7.40 BO, PS, PT 7.70 BO, PS, PT, Hg 8.80 PS, PT 9.00 Hg, Cd, Cr, Pb, Cu 9.10 PS, Hg, Cr, Pb, Cu 9.30 BO, PS, PT, Hg 10.60 BO, PS, minyak 10.65 PS, PT, Cr, Pb, Cu 12.10
1. Pers. Tahu Kedurus Tahu 2. Pers. Tahu Gunungsari Tahu 3. Pers. Tahu Halim Jaya Tahu 4. PT Rejeki Baru Capoc seed oil 5. Pabrik Karet Asean Ring Rubber 6. PD. Pemotongan Hewan KMS Sapi Potong 7. UD Jawa Jaya Coconut Oil 8. PT Bintang Apollo Spinning Mill 9. PT Sumber Sarih Coconut Oil 10. PT Gawerejo Tshirt & Singlet 11. Pabrik Karet Sriwijaya Rubber bands 12. Pabrik Mie TLH Vermicelli 13. FA Cemara Agung Coconut Oil 14. PT. Pakabaya Jaya Korek Api 15. PT. Jayabaya Raya Domestic Detergent 16. Pers. Tahu Purnomo Tahu 17. CV. Bangun Tiles 18. Pers. Tegel Jombang Tiles 19. Pers. Tahu H. So'ud Tahu 20. UD Sumber Agung Plastic wares 21. Pers. Susu Farida Fresh Milk 22. CV. Sumber Baru Confection 23. PT IKI Mutiara Ceramic/Glazed Tiles 24. PT Asia Victory (SRB 251) Glazed Ceramic Tiles 25. PT Sarimas Permai Coconut Oil 27. PT Suparma (SRB 054) Paper mill 28. PT Spindo (SRB 250) Galvanized water pipe 29. PT Kedawung Setia Enamel 30. PT Surabaya Wire Steel Wire 31. PT Surabaya Mekabox Paper mill 32. PT Priscolin Minyak goreng 33. PT Wijaya Indah Makmur Bycycle Bycycle Industry 34. PT Sinar Surya Sosro Kencono Bottle & Cardboard tea BO, PS, PT 13.05 PS, Hg, Cr, Pb, Cu 14.50 35. PT Timur Megah Steel Mur baut 36. PT Haka Surabaya Leather Kulit BO, PS, PT, Cr 15.95 37. PT Miwon Indonesia MSG BO, PS, PT 16.60 38. PT Surya Agung Kertas Paper mill BO, PS, PT, Hg 17.20 39. PT. Hueychyi Tekstil BO, PS, PT, Cr 17.60 40. PT. Sidomulyo Ternak Babi BO, PT, PS, PD 21.05 41. Pers. Tahu Sidomakmur Tahu BO, PS, PT 21.15 Sumber: diolah dari Fardiaz (1992), Novita (2000), Ahalya et al. (2004), Arisandi (2004), Rezazee et al. (2005), Wijayanto (2005), Ginting (2007), Widowati (2008). Ket: BO = bahan organik; PS = padatan tersuspensi; PT = padatan terlarut; PD = padatan terendap.
19
Sampah organik yang dibuang ke sungai dapat mengakibatkan deplesi jumlah oksigen terlarut dalam air sungai, karena sebagian besar oksigen akan digunakan bakteri untuk menguraikan bahan organik menjadi partikel yang lebih sederhana yaitu karbondioksida, air, dan gas lainnya. Apabila sampah anorganik yang dibuang ke sungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen. Berkaitan dengan pencemaran air dari kegiatan domestik, data statistik lingkungan hidup 2006/2007 (KLH 2008a) menunjukkan banyak penduduk (rumah tangga) masih memadati bantaran sungai. Di Indonesia rumah tangga yang bertempat tinggal di sepanjang bantaran sungai pada tahun 2005 tercatat sebanyak 118,891 rumah tangga dengan jumlah terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Data statistik tersebut juga menyebutkan bahwa sekitar 7.66 persen rumah tangga di Indonesia pada tahun 2004 masih membuang sampahnya ke sungai. Menurut Salim (2002), beban pencemaran domestik untuk setiap orang berbeda-beda. Setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan BOD sebesar 25 g/orang/hari dan COD sebesar 57 g/orang/hari, sedangkan untuk parameter nitrogen dan fosfor serta parameter lain dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi beban pencemar limbah domestik Parameter BOD COD Nitrogen: - N-NH 3 - N-NO 2 - N-NO 3 - N-organik - N-total Fosfor: - ortho-fosfat - Total P - Deterjen (MBAS) - Fenol - Coli Fecal
Unit
Beban Pencemaran
g/orang/hari g/orang/hari
25 57
g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari
1.83 0.006 0.97 8.3 11.1
g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari
1.1 0.63 0.006 14 x 1012
Sumber: Salim (2002).
Komponen limbah domestik dapat mencakup mikroorganisme, zat padat, dan bahan organik maupun anorganik. Komposisi bahan organik dalam limbah
20
domestik menurut Tebbut (1992) dalam Effendi (2003) dan Sugiharto (2005) ditunjukkan pada Gambar 2. Limbah domestik
Air (99.9%)
Padatan (0.1%)
Organik (70%)
Protein (65%)
Karbohidrat (25%)
Anorganik (30%)
Lemak (10%)
Butiran
Garam
Logam
Gambar 2 Komponen penyusun limbah domestik. Limbah domestik menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan mikroba terutama golongan bakteri, serta beberapa virus dan protozoa. Kebanyakan mikroba tidak berbahaya dan dapat dihilangkan dengan proses biologi yang mengubah zat organik menjadi produk akhir yang stabil, namun beberapa limbah domestik dapat mengandung organisme patogen. Jumlah zat padat dalam limbah cair adalah residu limbah cair setelah bagian cairnya diuapkan dan sisanya dikeringkan hingga mencapai berat yang konstan. Kandungan bahan organik dan anorganik limbah domestik dapat berupa: (1) nitrogen dan fosfat dalam limbah dari aktivitas manusia dan fosfat dari deterjen, (2) klorida dan sulfat, yang berasal dari air dan limbah yang berasal dari manusia; (3) karbonat dan bikarbonat, biasanya terdapat dalam bentuk garam kalsium dan magnesium; dan (4) zat toksik seperti sianida dan logam berat seperti arsen (As), kadmium (Cd), krom (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), dan timbal (Pb). Limbah domestik merupakan salah satu sumber bahan organik, nutrien dan mikroorganisme yang mencemari air kali surabaya. Pertumbuhan penduduk yang cepat dan arus urbanisasi menyebabkan terkonsentrasinya pemukiman pada daerah perkotaan seperti surabaya dengan kepadatan penduduk pada tahun 2000 mencapai 8,149.9 orang/km2 (Bapedal 2006). Jumlah beban limbah domestik pada daerah padat penduduk dapat melebihi kapasitas asimilasi sungai terutama pada musim kemarau.
21
Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tinggal di DAS brantas mencapai 15.5 juta. Populasi penduduk yang menempati daerah perkotaan sekitar 25 persen dari keseluruhan populasi penduduk DAS brantas, akibatnya beban pencemaran akibat limbah domestik dapat diestimasi dengan mengalikan beban pencemaran akibat limbah domestik per kapita dengan populasi penduduk di daerah tersebut, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari. Total beban limbah domestik yang dihasilkan pada tahun 2002 sekitar 515 ton BOD/hari (Harnanto & Hidayat 2003). 3) Limbah Lainnya Sumber pencemar air sungai lain di luar limbah industri dan domestik adalah kegiatan pertanian dan timbulan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Kegiatan pertanian memberikan kontribusi terhadap pencemaran air (non point sources). Limbah pertanian yang paling utama adalah pupuk kimia dan pestisida. Pupuk kimia dan pestisida digunakan petani untuk perawatan tanaman, namun pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan enceng gondok penyebab timbulnya eutrofikasi. Pestisida biasa digunakan untuk membunuh hama. Limbah pestisida mempunyai aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air ke luar dari daerah pertanian dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang dan biota air lainnya. Timbulan sampah di TPA akan menghasilkan lindi yang umumnya mengandung beberapa logam berat. Lindi sampah ini dapat masuk ke dalam tanah atau ikut terbawa dalam aliran sungai sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran air sungai (Setyaningrum 2006). 2.1.2 Bahan Pencemar Air Sungai Menurut Effendi (2003), bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Bahan pencemar yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai pencemar yang dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
22
1) Limbah Penyebab Penurunan Kadar Oksigen Terlarut (DO) Semua limbah yang dioksidasi terutama limbah domestik termasuk dalam kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu, bahanbahan buangan dari industri pengolahan pangan, rumah pemotongan hewan, dan pembekuan ikan juga masuk dalam kategori limbah ini. Oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme pada ekosistem perairan. Kadar oksigen terlarut minimum 5 mg/l diperlukan bagi kelangsungan hidup ikan di perairan (Effendi 2003). Oleh karena kelarutan oksigen di air relatif rendah maka kadar oksigen terlarut cepat sekali mengalami penurunan apabila pada perairan terdapat limbah organik dengan kadar cukup tinggi. 2) Senyawa Organik Bahan-bahan organik baik bahan alami maupun bahan sintesis masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Bahan organik alami umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen pemicu timbulnya berbagai macam penyakit. Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisika, kimia dan toksisitas yang berbeda. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, dan PCB (poliklorobifenil). Berbeda dengan senyawa organik alami, senyawa organik sintetis umumnya tidak dapat diuraikan secara biologis sehingga dapat bertahan dalam waktu lama di dalam badan air serta bersifat kumulatif. Sumber limbah organik diperairan adalah limbah domestik (rumah tangga dan perkotaan), limbah industri kimia, tekstil, plastik, dan lain-lain. 3) Senyawa Anorganik Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya bersifat toksik. Dengan demikian bahan buangan anorganik umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Masuknya
bahan
buangan
anorganik
pada
ekosistem
akuatik
akan
mengakibatkan peningkatan jumlah ion logam di dalam air dan jika buangan tersebut banyak mengandung ion kalsium dan magnesium dapat menimbulkan kesadahan pada air.
23
Logam berat merupakan kelompok logam yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan global lingkungan hidup. Berdasarkan data dari United State Environmental Protection Agency, logam berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya adalah antimon (Sb), arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn) (www.chem-is-try.org). Logam-logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi, karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekresi/terdegradasi, sementara jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang diambil dari makanan, minuman atau udara yang terhirup. Terdapat banyak sumber penyebab pencemaran logam berat, antara lain gas alam, proses industri, penambangan, outomobil, kebakaran hutan, dan gunung berapi, namun penyebab signifikan pencemaran logam berat di perairan adalah buangan limbah industri dan kegiatan penambangan yang menghasilkan limbah tailing, yaitu produk samping kegiatan penambangan, reagen sisa, dan hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan yang selanjutnya dibuang ke sungai atau laut dan masuk ke ekosistem akuatik yang terus mengkontaminasi lingkungan di sekitar area pembuangan limbah. 4) Pestisida Pestisida masuk ke dalam badan air melalui limpasan (run off) dari daerah pertanian yang banyak mengandung pestisida. Pestisida dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu pestisida organoklor, pestisida organofosfor, dan pestisida karbamat. Pestisida bersifat toksik dan bioakumulasi. Selain itu, pestisida juga bersifat persisten atau bertahan dalam waktu lama di perairan. Keberadaan pestisida pada ekosistem akuatik mengikut i pola rantai makanan, semakin tinggi posisi organisme dalam rantai makanan maka semakin tinggi kadar pestisida yang dihasilkan oleh proses bioakumulasi dan biomagnifikasi. Pestisida cenderung terakumulasi pada lapisan lemak yang terdapat dalam tubuh makhluk hidup.
24
2.2 Kualitas Air Sungai Kualitas air terkait dengan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga menggambarkan kesesuaian air untuk penggunaan tertentu, misalnya untuk air minum, perikanan, irigasi, industri, rekreasi, dan sebagainya. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Setiap penggunaan air memiliki persyaratan kualitas air tertentu. Oleh karena itu, pada umumnya kualitas air ditunjukkan dengan adanya beberapa kombinasi parameter kualitas air. 2.2.1 Karakteristik Fisik Karakteristik fisik yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi suhu, konduktivitas, padatan terlarut, padatan tersuspensi, salinitas, dan lain-lain. 1) Suhu Suhu air sangat berkaitan dengan kualitas perairan. Semakin tinggi suhu perairan maka semakin menurun kualitasnya karena kandungan oksigen terlarut di perairan semakin kecil. Air sering digunakan sebagai medium pendingin pada berbagai proses industri atau pembangkit tenaga listrik. Buangan air panas kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Sungai yang besar dan arus yang deras akan dapat menetralkan air panas tersebut dengan cepat, tetapi jika buangan air panas dalam jumlah besar akan dapat merusak ekosistem di dalam sungai atau danau
yang dikenal dengan polusi
termal (Darmono 2001). Menurut Effendi (2003), suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Kenaikan suhu akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Fardiaz 1992; Kristanto 2002; Effendi 2003): a. Jumlah oksigen terlarut di dalam sungai menurun; b. Peningkatan viskositas, evaporasi dan volatilisasi; c. Kecepatan reaksi kimia meningkat; d. Peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air; e. Peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba;
25
f. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Pada umumnya setiap kenaikkan suhu perairan sebesar 10 oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oleh organisme akuatik 2–3 kali lipat. Peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi, akibatnya ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. 2) Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Total Padatan Terlarut (TDS) Menurut Fardiaz (1992) dan Kristanto (2002), padatan tersuspensi (suspended solid) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri atas partikelpartikel tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0.45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasadjasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu, pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan. Padatan terlarut (dissolved solid) adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri atas senyawa-senyawa anorganik dan organik terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0.45 μm. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di
26
perairan. Sebagai contoh, air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian. Beberapa polutan logam berat yang sering mencemari air buangan dan sangat berbahaya bagi kehidupan di sekitarnya adalah merkuri, kadmium dan timbal. 3) Konduktivitas Konduktivitas atau daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik. Pada suatu perairan, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai DHL semakin tinggi. Perairan alami memiliki nilai DHL sekitar 20 – 1500 μS/cm, sedangkan perairan laut memiliki nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai 10000 μS/cm. 2.2.2 Karakteristik Kimia Karakteristik kimia yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi pH, DO, BOD, COD, NH 3 , NO 3 -, NO 2 -, PO 4 3-, kadar logam berat, dan lain-lain. 1) Derajat Keasaman (pH) Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa dalam air. Derajat keasaman air penting untuk menentukan nilai daya guna perairan baik bagi keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan dan kepentingan lainnya (Moelyadi 1998). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, serta suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan. pH merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan kualitas air. Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6.5 – 8.5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi 2003). 2) Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO) Oksigen terlarut (DO) merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan (Salmin 2005).
27
Di samping itu, oksigen terlarut juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota air, sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya. Kelarutan oksigen di dalam air sangat rendah. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer. Misalnya kadar oksigen pada suhu 0 oC, 10 oC, 20 oC dan 30 oC masing-masing adalah 14.6, 11.3, 9.1 dan 7.6 mg/l (Milono 1998). Oksigen merupakan elemen yang sangat penting di dalam pengendalian kualitas air, karena oksigen sangat esensial bagi kehidupan biologis organisme air. Pembuangan limbah ke dalam perairan akan menentukan keseimbangan oksigen di dalam sistem. Menurut Rahayu dan Tontowi (2005), besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat kesegaran air di lokasi tersebut; apabila kadar oksigen terlarut rendah maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin banyak pula oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme. Menurut Odum (1996), kandungan oksigen terlarut yang tertinggi akan diperoleh pada sungai yang relatif dangkal dan berbatu atau pada lokasi yang mempunyai turbulensi air yang relatif tinggi. Kadar oksigen terlarut yang disyaratkan sesuai PP 82/2001 untuk peruntukan air baku air minum dan pembudidayaan ikan air tawar masing-masing adalah 6 dan 3 mg/l. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air atau gelombang. Air permukaan yang jernih pada umumnya jenuh dengan oksigen terlarut, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen
28
yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Kandungan oksigen terlarut merupakan hal penting bagi kelangsungan organisme perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Menurut Lee et al.(1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan, seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al. 1978) No.
Kriteria Kualitas Air
Kandungan DO (mg/l)
1.
Tidak tercemar dan tercemar sangat ringan
> 6.5
2.
Tercemar ringan
4.5 – 6.4
3.
Tercemar sedang
2.0 – 4.4
4.
Tercemar berat
< 2.0
3) Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD 5 ) Kebutuhan oksigen biokimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme anaerobik di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan organik yang ada dalam lingkungan air tersebut dalam waktu lima hari (Wardhana 2001). BOD merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Menurut Rahman (1996), BOD menunjukkan jumlah bahan organik yang ada di dalam air yang dapat didegradasi secara biologis. Perairan dengan nilai BOD 5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik dan menurunnya kualitas perairan. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik di perairan. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Mikroorganisme aerob di dalam air yang berfungsi sebagai perombak bahan organik hanya dapat menjalankan fungsinya bila terdapat oksigen yang cukup. Pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme aerobik melalui proses oksidasi dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Lee et al. (1978) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BODnya, seperti disajikan pada Tabel 7.
29
Tabel 7 Status kualitas air berdasarkan nilai BOD 5 (Lee et al. 1978) No.
Kriteria Kualitas Air
Kandungan BOD 5 (mg/l)
1.
Tidak tercemar
≤ 2.9
2.
Tercemar ringan
3.0 – 5.0
3.
Tercemar sedang
5.1 – 14.9
4.
Tercemar berat
≥ 15.0
BOD memberikan gambaran seberapa banyak oksigen yang telah digunakan oleh aktivitas mikroba selama waktu yang ditentukan. Analisis BOD adalah suatu analisis empirik yang mencoba mendekati secara global proses-proses biokimia atau mikrobiologis yang benar-benar terjadi di alam atau perairan, sehingga uji BOD berlaku sebagai simulasi suatu proses biologis, yaitu oksidasi senyawa organik yang terjadi di perairan secara alami. Kriteria BOD untuk air baku air minum, pembudidayaan ikan air tawar, dan air pertanian masing-masing adalah 2, 6, dan 12 mg/l. 4) Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD) Kebutuhan oksigen kimia (COD) menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO 2 dan H 2 O. Semakin tinggi nilai COD, semakin tinggi pula pencemaran oleh zat organik (Rahayu & Tontowi 2005). Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Pada umumnya sumber oksigen yang digunakan adalah K2 Cr 2 O 7 dalam suasana asam. Menurut UNEP (1992) dalam Effendi (2003), nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60000 mg/l. Kriteria COD untuk air baku air minum adalah 10 mg/l. 5) Amonia, Nitrat, dan Nitrit Senyawaan nitrogen di perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N 2 ), amonia terlarut (NH 3 ), nitrit, nitrat, senyawa amonium, dan senyawa bentuk lain yang berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri. Senyawaan nitrogen tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat kadar oksigen rendah, nitrogen akan bergerak menuju amonia, sedangkan pada
30
saat kadar oksigen tinggi, nitrogen akan bergerak menuju nitrat (Hutagalung & Rozak 1997). Amonia dan nitrat menjadi sumber nitrogen utama di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium. Amonia merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen organik (protein dan urea) yang keberadaannya menunjukkan terjadinya pencemaran oleh senyawa tersebut (Manahan 2005). Proses penguraian tersebut dikenal dengan istilah amonifikasi (Novonty & Olem 1994), dengan persamaan reaksi berikut: N-organik + O 2
amonifikasi
NH 3 -N
Secara kimia, keberadaan amonia di dalam perairan dapat berupa amonia terlarut (NH 3 ) dan ion amonium (NH 4 +). Amonia bebas (NH 3 ) yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan. Menurut Effendi (2003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia akan bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Penurunan kadar oksigen terlarut akan meningkatkan toksisitas amonia dalam perairan. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0.1 mg/l. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0.2 mg/l. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0.2 mg/l, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Nitrat adalah bentuk utama dari senyawa nitrogen di perairan dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Ion nitrat yang terlarut mempunyai bentuk paling stabil dari senyawa nitrogen di permukaan air yang berasal dari oksidasi senyawa nitrogen. Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur dalam proses nitrifikasi, yaitu proses perubahan amonia menjadi nitrit kemudian nitrat (Rahman 1996). 2 NH 3 + 3 O 2
Nitrosomonas
2 NO 2 - + 2H+ + H 2 O + Energi
2 NO 2 - + O 2
Nitrobacter
2 NO 3 - + Energi
Reaksi nitrifikasi tersebut merupakan suatu reaksi kemosintesis yang memanfaatkan bakteri nitrogen. Menurut Novonty dan Olem (1994), faktor yang berpengaruh pada reaksi nitrifikasi adalah pH, kadar oksigen terlarut, bakteri nitrifikasi, dan suhu.
31
Pada perairan alami, kadar nitrat umumnya kurang dari 0.1 mg/l. Kadar nitrat yang lebih besar dari 5 mg/l menunjukkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja (Effendi 2003). Menurut Manahan (2005), ion nitrit terdapat dalam air sebagai an intermediate oxidation state dari nitrogen, yaitu bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Menurut Boyd (1988) dalam Effendi (2003), proses denitrifikasi yang terjadi di perairan sesuai reaksi berikut: NH 3(g) NO 3 -(l)
NO 2 - (l) N 2 O (g)
Keberadaan
nitrit
menggambarkan
N 2(g) berlangsungnya
proses
biologis
perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Menurut Effendi (2003), sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Di perairan alami, kadar nitrit sekitar 0.001 mg/l dan tidak melebihi 0.06 mg/l. Kadar nitrit yang lebih dari 0.05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif. 6) Fosfat Ortofosfat dan polifosfat merupakan bentuk senyawaan fosfat yang umum ditemukan di perairan. Di samping bentuk anorganik, senyawa fosfat juga ditemukan dalam bentuk organik, misalnya asam nukleat, gula fosfat, polifosfat, dan bentuk senyawa fosfat organik lainnya. Senyawa fosfat di perairan dapat berasal dari sumber alami (seperti erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan tumbuhan) dan dari limbah industri, limbah pertanian, dan limbah domestik. Keberadaan fosfat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu fenomena eutrofikasi (Masduqi 2004). Untuk mencegah kejadian tersebut, air limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu (baku mutu efluen 2 mg/l). Dalam pengolahan air limbah, fosfat dapat disisihkan dengan proses fisika-kimia maupun biologis.
32
Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan. Reaksi ionisasi asam ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut: H 3 PO 4
H+ + H 2 PO 4 -
H 2 PO 4 -
H+ + HPO 4 2-
HPO 4 2-
H+ + PO 4 3-
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan feri (Fe 2 (PO 4 ) 3 ) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob Fe3+ mengalami reduksi menjadi Fe2+ yang bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan, sehingga meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Brown diacu dalam Effendi 2003). Kandungan fosfat di perairan meningkat terhadap kedalaman. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997), kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang lebih dalam. Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0.009 mg/l. Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.003 – 0.1 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.011 – 0.03 mg/l; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.031 – 0.1 mg/l. 7) Logam Berat Merkuri, Timbal, dan Kadmium Logam berat adalah kelompok logam yang memiliki kerapatan yang tinggi dan secara umum merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997), logam berat merupakan kelompok logam yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 g/cm3 . Istilah logam berat juga sering digunakan untuk memerikan logam-logam yang memiliki sifat toksisitas pada makhluk hidup. Terdapat 80 jenis unsur kimia di muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Secara toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
33
(1) Logam Berat Esensial Logam berat ini keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek keracunan. Contoh logam berat jenis ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn. (2) Logam Berat Tidak Esensial Logam berat ini keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan bersifat racun. Contoh logam berat tidak esensial adalah Hg, Pb, Cd, dan Cr. Kontaminasi logam berat dapat berasal dari proses alam seperti perubahan siklus alamiah mengakibatkan batu-batuan dan gunung berapi memberikan kontribusi yang sangat besar ke lingkungan. Di samping itu masuknya logam berat ke lingkungan adalah akibat faktor manusia, seperti pembakaran minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga. Di dalam air biasanya logam berat berikatan dalam senyawa kimia atau dalam bentuk ion logam, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut berada. Biasanya tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di dalamnya berada dalam batas marjinal. Secara alami, keberadaan logam berat di perairan biasanya ditemukan dalam jumlah renik (trace), yaitu kurang dari 1 μg/l. Waldichuk dalam Darmono (2001), melaporkan bahwa konsentrasi logam dalam perairan secara ilmiah berbeda untuk jenis airnya, karena salah satu logam kandungannya tinggi dalam air tawar dan logam lain sangat rendah. Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, massa molar 200.59 g/mol, titik lebur -38.9 oC, titik didih 356.6 oC, dan densitas 13.546 g/ml. Logam Hg berbentuk cair, berwarna putih perak, dan mudah menguap pada suhu ruangan. Berbagai produk industri yang mengandung Hg, diantaranya adalah pompa vokum, bola lampu, penambal gigi, barometer, dan termometer.
34
Di alam, Hg ditemukan dalam bentuk unsur merkuri (Hgo), merkuri monovalen (Hg+1), dan merkuri bivalen (Hg+2). Di perairan Hg mudah berikatan dengan klor membentuk ikatan HgCl. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah menjadi merkuri organik oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada sedimen di dasar perairan. Hg juga dapat bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa organomerkuri. Menurut Budiono (2002) diacu dalam Widowati et al. (2008), merkuri yang masuk dalam lingkungan perairan meliputi: (1) Hg anorganik yang berasal dari air hujan atau air sungai; (2) Hg organik, misalnya fenil merkuri (C 6 H 5 -Hg), metil merkuri (CH 3 -Hg+), metoksi-etil merkur i (CH 3 O-CH 2 -CH 2 Hg); (3) Hg yang terikat dalam bentuk suspended soil sebagai Hg2+; dan (4) logam Hg yang berasal dari kegitan industri. Senyawa metil merkuri memiliki kelarutan tinggi dalam tubuh hewan air, sehingga Hg terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan air. Menurut Wijayanto (2005), akumulasi Hg dalam tubuh hewan air disebabkan oleh pengambilan Hg oleh organisme air yang lebih cepat dibandingkan proses ekresi. Kadar Hg dalam ikan bisa mencapai 100 000 kali dari kadar Hg dalam air di sekitarnya. Menurut Setyorini (2003a), banyak sungai di Indonesia tercemar merkuri, antara lain kali Cisadane, kali Pongkor, sungai Siak, sungai Ciliwung, dan kali Banger yang kesemuanya telah melampaui telah melampau ambang batas. Penelitian Arisandi (2002) di kali Surabaya menyatakan bahwa sumber pencemaran Hg berasal dari industri pulp dan kertas, industri batu baterai, dan sampah rumah tangga berupa baterai, lampu neon, dan AC dengan kandungan Hg melebihi ambang baku mutu dan konsentrasi yang terus meningkat di bandingkan kandungan Hg di air pada tahun 2001. Kadar Hg dalam air di beberapa lokasi sepanjang kali Surabaya di daerah Driyorejo sebesar 0.0584 – 0.0892 mg/l, di Warugunung sebesar 0.0275 – 0.0368 mg/l, di Karang Pilang 0.0134 – 0.0308 mg/l, di Kemlaten 0.0067 – 0.0142 mg/l, dan di Kedurus 0.0049 – 0.0348 mg/l. Semuanya telah melampaui nilai ambang batas sebesar 0.001 mg/l (Arisandi 2004). Pencemaran merkuri juga terjadi di perairan laut. Hasil penelitian Pusarpedal (2002) di enam pelabuhan menunjukkan bahwa di dermaga barang Pelabuhan Baai Bengkulu, kadar Hg mencapai 4.254 μg/l, di dermaga peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 2.520 μg/l, di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sebesar 1.080 μg/l, sedangkan di Pelabuhan Merak Banten, Pelabuhan
35
Panjang Lampung, dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya kadar Hg kurang dari 1.5 μg/l (Widowati 2008). Kadmium (Cd) adalah unsur kimia yang memiliki nomor atom 40, massa molar 112.4 g/mol, titik leleh 321 oC, titik didih 767 oC, dan densitas 8.65 g/ml. Kadmium berwarna putih perak, bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, tidak larut dalam basa, dan mudah bereaksi. Logam Cd banyak digunakan untuk elektroplating dan galvanisasi. Kadmium juga banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, pigmen untuk gelas, dan untuk pencampur logam lain, seperti nikel, emas, tembaga, dan besi (Widowati 2008). Banyak sungai di Indonesia telah tercemar logam kadmium, seperti Kali Surabaya, Kali Porong, Sungai Musi, dan sembilan sungai di Bekasi yang terkontaminasi oleh logam Cd melebihi baku mutu (Setyorini 2003b). Pencemaran Cd juga terjadi di daerah ekosistem pesisir Kenjeran Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian Imron (2007), rata-rata konsentrasi Cd dalam limbah industri elektroplating adalah 0.0830 mg/l, industri percetakan sebesar 0.0731 mg/l, industri plastik sebesar 0.0060 mg/l, dan industri makanan sebesar 0.0066 mg/l. Kadar Cd di saluran Kenjeran meliputi konsentrasi Cd di sungai sebesar 0.0295 mg/l dan sedimen sebesar 3.8056 mg/l. Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal memiliki nomor atom 82, massa molar 207.20 g/mol, titik leleh 328 oC, titik didih 1740 oC, dan densitas 11.34 g/mL. Menurut Darmono (2001), logam Pb mempunyai sifat tahan karat, reaktif, mudah dimurnikan, bertekstur lunak, dan dengan logam lain dapat membentuk campuran yang lebih baik daripada logam murninya. Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0.0002% dari jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah kandungan logam lainnya yang ada di bumi (Palar 2004). Logam Pb banyak digunakan dalam industri baterai, industri percetakan (tinta), kabel, penyepuhan, pestisida, zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri, dan sebagai formulasi penyambung pipa. Pencemaran timbal berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun tanah.
36
2.3 Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Istilah beban pencemaran dikaitkan dengan jumlah total pencemaran atau campuran pencemar yang masuk ke dalam lingkungan oleh suatu industri atau kelompok industri pada areal tertentu dalam periode waktu tertentu. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Besarnya beban pencemaran ditentukan melalui pengukuran langsung debit air sungai dan konsentrasi limbah yang ada di sekitar sungai tersebut. Pada daerah pemukiman, beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan rata-rata per orang per hari dalam membuang air limbah. Persamaan yang digunakan untuk menentukan beban pencemaran perairan adalah sebagai berikut: BP = Q x C i x (1 x 10 -6 x 12 x 30 x 24 x 3600)
(1)
Debit air (Q) dihitung dengan rumus: Q=axv
(2)
Total beban pencemaran dari suatu sumber ditentukan dengan persamaan: n
TBP =
∑ BP
(3)
i =1
Keterangan: Q
= debit air (m3/detik)
C i = konsentrasi parameter ke-i (mg/l) BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (ton/tahun) a
= luas bagian penampang basah (m2)
v
= kecepatan aliran rata-rata (m/detik)
TBP = total beban pencemaran yang masuk ke perairan. Kapasitas asimilasi perairan adalah kemampuan perairan dalam memulihkan diri akibat masuknya limbah tanpa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang ditetapkan sesuai peruntukannya (Quano 1993). Kemampuan asimilasi sangat dipengaruhi oleh adanya proses pengenceran maupun perombakkan bahan pencemar yang masuk ke perairan. Pengukuran kapasitas asimilasi bersifat spesifik bergantung pada lokasi, membutuhkan pengembangan dari model hidrolik dan komputer yang menggunakan elemen terbatas dari persamaan penyebaran larutan (UNEP 1993).
37
2.4 Kondisi Sungai-sungai di Indonesia Pencemaran air merupakan persoalan khas yang terjadi di sungai-sungai dan badan-badan air di Indonesia. Sungai merupakan satu kesatuan antara wadah air dan air yang mengalir, karena itu kesatuan sungai dan lingkungan merupakan suatu persekutuan mendasar yang tidak terpisahkan (Sunaryo et al. 2007). Air mengalir ke Sungai melalui berbagai jalur dan volume air yang mengalir dipengaruhi oleh sumber air, iklim, vegetasi, topografi, geologi, pemanfaatan lahan, dan karakteristik tanah. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kecepatan aliran dan komposisi kimia dalam air sungai. Sebagian besar sungai di Indonesia memiliki siklus tahunan yang ditentukan oleh curah hujan, sehingga terdapat perbedaan volume aliran pada musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan tinggi akan meningkatkan rata-rata ketinggian air sungai dan kecepatan aliranpun meningkat. Jika sungai tidak mampu menampung kenaikan volume air, maka air akan mencapai daerah batas sungai saat permukaan tinggi hingga meluber ke daerah tepi sungai. Wilayah Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (KLH 2005a). Namun akibat kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung menurun akibat kerusakan alam dan pencemaran berbagai permasalahan mulai muncul. Sumber pencemaran air terutama disebabkan aktivitas manusia dan dipicu secara kuadratika oleh pertumbuhan penduduk. Air merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah terkontaminasi akibat berbagai aktivitas manusia. Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi saat ini apabila tidak disertai dengan program pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air. Pencemaran atau polusi terjadi jika dalam lingkungan hidup manusia baik lingkungan fisik, biologi dan sosial terdapat suatu bahan pencemar yang ditimbulkan oleh proses aktivitas manusia yang berakibat merugikan terhadap kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Menurut Odum (1996), pencemaran air terjadi akibat adanya perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi yang tidak dikehendaki pada air. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
38
sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dengan demikian masalah pencemaran air terkait dengan tiga hal penting, yaitu (1) unsur yang masuk atau dimasukkan ke dalam air, (2) kualitas dan atau penurunan kualitas air, dan (3) peruntukan air. Perairan sungai di seluruh Indonesia umumnya menerima sejumlah besar aliran sedimen baik secara alamiah, buangan industri, buangan limbah rumah tangga, aliran air permukaan, daerah urban, dan pertanian. Terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang sangat besar (Darmono 2001). Menurut Sunaryo et al. (2007), di kawasan perkotaan pencemaran air pada sungai dan badan air lain terutama disebabkan oleh sektor domestik, berupa limbah cair dari rumah tangga dan industri rumah tangga. Tiga penyebab utama tercemarnya sungai atau badan air adalah: 1. Peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan ekonomi dan taraf masyarakat dengan konsekuensi meningkatnya air limbah yang mengandung berbagai senyawa tertentu; 2. Terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti dengan peningkatan buangan yang tertampung di perairan sehingga daya pemulihan diri perairan terlampaui, akibatnya perairan menjadi tercemar dengan tingkat yang semakin berat. 3. Kurangnya atau rendahnya investasi sosial ekonomi budaya untuk memperbaiki lingkungan, seperti investasi untuk sistem sanitasi dan perlakuan lainnya. Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui, namun proses pengenceran, degradasi dan non degradasi pada arus sungai yang lambat tidak dapat menghilangkan polusi limbah oleh proses penjernihan alamiah. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut yang pada batas tertentu dapat menimbulkan persoalan lingkungan yang lebih luas. Selain menghadapi permasalahan kekritisan air sungai yang dinilai dari besarnya fluktuasi debit air maksimum dan minimum, kualitas air sungai-sungai di Indonesia juga telah banyak yang menurun karena pencemaran. Akibatnya air
39
bersih menjadi terbatas. Hasil pemantauan kualitas air di 30 sungai di Indonesia pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH 2005a) menunjukkan bahwa, lebih dari 50% parameter yang dipantau seperti DO (dissolved oxygen), BOD (biochemical oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), PO 4 3-, NO 3 -, NH 3 , pH dan TSS (total suspended solid), sudah tidak memenuhi kriteria mutu air kelas I. Berdasarkan kandungan DO, hanya 30% dari keseluruhan sampel yang diambil yang memenuhi kriteria mutu kelas I, sedangkan parameter BOD hanya 19%, parameter COD 37%, PO 4 3- 42%, TSS 55%, NH 3 80%, dan parameter pH 93%. Hasil pemantauan KLH bekerja sama dengan instansi lingkungan hidup di tingkat provinsi tahun 2007 juga menunjukkan kecenderungan serupa. Hasil pemantauan kualitas air pada 33 sungai di 30 provinsi tahun 2007 menunjukkan bahwa lebih dari 50% sampel air yang diambil untuk parameter DO hanya 29% yang memenuhi nilai DO sesuai dengan kriteria mutu air (KMA) kelas 1, sedangkan parameter BOD hanya 25%, parameter COD 28%, fenol 18%, fecal coli 29%, dan total coliform 40% (KLH 2008a). Pada umumnya sungai dapat melakukan proses asimilasi, yaitu proses membersihkan diri dari polutan yang terjadi karena proses fisik misalnya aliran air dari faktor lain seperti deoksigenasi dan aerasi. Tetapi sebagaimana sumber daya alam lainnya, daya dukung sungai akan terlampaui jika tingkat pencemaran yang ditanggung sungai melampaui daya dukungnya sehingga akan menyebabkan pencemaran air sungai karena parameter-parameter kualitas air melebihi dari standar yang ditentukan. 2.5 Gambaran Umum Kali Surabaya Kali Surabaya bersama dengan Kali Mas dan Kali Wonokromo merupakan sungai utama di Surabaya yang merupakan DAS Brantas. Kali Surabaya merupakan anak Kali Brantas yang terbentang sepanjang 41 km mulai Dam Mlirip sampai Dam Jagir. Aktivitas industri dan rumah tangga di sepanjang bantaran Kali Surabaya telah menyebabkan degradasi lingkungan yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Kali Surabaya berperan penting bagi kehidupan masyarakat, khususnya yang tinggal di Kota Surabaya. Ini disebabkan air Kali Surabaya menjadi pemasok utama sumber air baku PDAM yang melayani lebih dari tiga juta penduduk Kota Surabaya. Selain itu, Kali Surabaya juga memberikan peranan penting bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai
40
sebagai air baku untuk keperluan domestik (mandi, cuci, kakus) penduduk Kota Surabaya dan sekitarnya, termasuk masyarakat industri yang memanfaatkan air sungai sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya. Menurut BLH Kota Surabaya (2009), Kali Surabaya memiliki fungsi sebagai berikut: a. Sebagai sumber air baku bagi PDAM Surabaya, kegiatan industri, kawasan perumahan, dan pertanian; b. Pengendali banjir Kota Surabaya dan sekitarnya, dengan pengaturan debit di pintu air Mlirip dan Gunungsari; c. Pemasok air sebagai aliran dasar (base flow) sebesar ± 7.5 m3/detik yang berfungsi untuk pengenceran limbah industri dan limbah domestik dan mempertahankan ekosistem sungai, baik di Kali Surabaya sendiri maupun saluran drainase kota; d. Sebagai sarana wisata dan olahraga air; e. Sebagai sarana transportasi air. Pengambilan air Kali Surabaya akan mempengaruhi debit air Kali Surabaya. Secara umum pengambilan air Kali Surabaya melalui dua cara, yaitu keluar melalui anak sungai dan pengambilan air langsung di Kali Surabaya. Data pengambilan air rata-rata untuk kebutuhan industri dan sejenisnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Data pengambilan rata-rata air Kali Surabaya untuk industri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama Perusahaan PDAM Ngagel I dan II PDAM Ngagel III Rikat Mas Bakat Mas Kebun Binatang Surabaya Yani Golf PT. Patra PT. Pakuwon Dharma PT. Grand Family View PT. Adibaladhika Agung PT. Semen Gresik PT. Sarimas Permai UD. Wildan Jaya PT. Gawerejo Per. Tahu Legowo Pabrik Es Kali Brantas UD. Sandang Jaya PT. Sumber Niaga Tama Abadi PT. Jaya Ready Mix UD. Bangun Jaya PT. Pakabaya
Alamat Ngegel Ngegel Wonokromo Wonokromo Wonokromo Gunungsari Gunungsari Gunungsari Gunungsari Gunungsari Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kemlaten Kebraon 421 Pagesangan
Debit (liter/detik) 3,343.18 1,970.15 0.32 0.30 20.19 5.88 4.62 42.94 49.04 17.21 58.52 0.55 0.83 1.50 1.15 16.15 0.53 1.15 0.53 0.15 2.88
41
Tabel 8 (Lanjutan) No 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Nama Perusahaan UD. Tirta Kencana Jaya UD. Sumber Air Per. Tahu Budi Purnomo PT. Jayabaya Raya CV. Suud Jaya PT. Iki Mutiara PT. Karang Pilang Agung PT. Platinum Keramik Ind. PDAM Karang Pilang I PDAM Karang Pilang II PT. Panca Wira Usaha Jatim Per. Plastik Candi Mas PT. Merak Jaya Beton PT. Alam Jaya Per. Tahu Halim Jaya Per. Tahu Soponyono PT. Kedawung Setia CCBI PT. Spindo PT. Sepanjang Agung PT. Waru Gunung Pabrik Tegel LTS PT. Suparma PT. Kedawung Setia Bumi Palapa Genteng & Batu Bata Bambe PT. Surabaya Meka Box Asahi Flat Glass II Asahi Flat Glass III PT. Miwon PDAM Legundi PT. Sinar Sosro PDAM Krikilan PT. Ciputra Surya CV. Indradhanu UD. Karya Luhur PT. Wing Surya PT. Emdeki Utama Surabaya Agung Ind. Kertas PT. Adya Buana Persada PT. Adi Prima Suraprinta PT. Keramik Diamond PT. Prima Elektrik Power CV. Sidomakmur PT. Petrokimia Persh. Tahu Sumber Tani Persh. Kecap Samajaya Persh. Susu Farida Persh. Susu Lani PT. Arica Kharisma Agung Jumlah
Sumber : PJT I (2008).
Alamat Pagesangan Pagesangan Pagesangan Pagesangan Sepanjang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Mastrip 183 Mastrip Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Bambe Bambe Bambe Bringin Bendo Tanjungsari Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Semambung Wringin Anom Wringin Anom Wringin Anom Wringin Anom Legundi A. Yani Gresik Ngelom Ngelom Ngelom Ngelom Ngelom
Debit (liter/detik) 4.04 1.44 3.19 0.31 2.08 1.88 1.92 19.20 1,585.16 3,403.30 0.32 0.29 0.50 0.23 1.73 1.04 3.83 6.92 0.24 1.47 0.08 181.42 5.47 0.13 0.32 4.75 0.60 12.64 121.77 391.00 6.55 121.27 95.41 2.19 18.14 21.11 50.92 243.65 10.44 218.11 19.60 34.64 1.19 252.19 0.06 0.74 0.17 0.08 0.83 12,392.39
42
Menurut Bapedal Jatim (2006), kualitas air Kali Surabaya mengalami penurunan sejak dimulainya industrialisasi pada awal tahun 1980-an. Penurunan kualitas air ditandai oleh tingginya kandungan bahan pencemar dalam air Kali Surabaya hingga melewati kriteria mutu air kelas 1, punahnya biota alami seperti nyambik, bulus, berbagai jenis burung, ikan dan kerang air tawar, serta seringnya terjadi kematian ikan secara masal. Pembuangan air / limbah industri ke sungai akan menyebabkan menurunnya kualitas air sehingga meningkatkan biaya penyediaan air bersih bagi masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah. Air sungai yang terpolusi juga membahayakan kesehatan dan kehidupan masyarakat yang tinggal dan bekerja di area sekitar sungai, selama mereka tetap menggunakannya secara langsung. Hal ini terjadi karena keterbatasan mereka yang tinggal di sepanjang sungai. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar sungai adalah masyarakat dengan sosial ekonomi rendah. Aliran Kali Surabaya secara umum dikontrol oleh Perum Jasa Tirta (PJT) menggunakan pintu air di Mlirip dengan debit yang diatur dari 80 – 100 m3/detik selama musim hujan dan 15 – 20 m3/detik selama musim kemarau. Sebagian besar kebutuhan air minum kota Surabaya disuplai dari Kali Surabaya melalui PDAM Surabaya. Berdasarkan data Dinas Pengairan PU (1989), suplai air minum dari sungai ini diperkirakan tidak kurang dari 8000 l/det, 1000 l/det untuk air industri dan sisanya untuk pertanian, perikanan, dan pengenceran untuk menjaga kualitas air terutama di daerah kota Surabaya. Kondisi debit Kali Surabaya pada musim hujan cukup tinggi sehingga dapat melarutkan beberapa kontaminan yang ikut terbuang dari limbah cair. Pada musim kemarau, dimana debit sangat terbatas, kemampuan pengenceran dan purifikasi sendiri tidak dapat menjaga kualitas air sesuai dengan standar peruntukan air baku air minum, meskipun beberapa industri telah mengolah limbah cair sendiri sesuai standar efluen industri. Hal ini diindikasikan oleh parameter pencemar sungai seperti BOD, COD dan sebagainya. Pada musim kemarau, umumnya mulai dari bulan Mei atau pada waktu yang dibutuhkan, PJT mengaliri Kali Surabaya dengan air dalam jumlah besar dengan interval waktu yang pendek. Penggelontoran ini memiliki efek pembersihan sedimen yang terakumulasi, lumpur, material organik bersama-sama air yang
43
telah terpolusi di Kali Surabaya. Seluruh material ini akhirnya tercuci ke laut di Selat Madura. Berkaitan dengan masalah polusi air di Kali Surabaya, daerah sepanjang Kali Surabaya merupakan daerah yang cukup padat. Sebagai contoh, hanya ada dua jalan raya yang melayani lebih dari 60 industri dan 500000 orang. Jalan ini secara kontinu selalu mengalami perbaikan akibat kendaraan-kendaraan besar dan truk-truk volume besar yang melayani industri-industri tersebut. Selain itu di pinggir jalan juga terdapat jalur gas dan air (Dinas Pengairan PU 1989). Kali Surabaya merupakan sungai yang bertipe sungai tropis di daerah delta, berlumpur di musim hujan karena erosi dari hulu. Lumpur dari hulu bersamasama padatan dan serat dari industri mencemari sungai sehingga meningkatkan beban padatan. Kualitas air Kali Surabaya yang buruk menyebabkan unit penjernihan air PDAM mengalami kesulitan untuk mengolah air minum. Lokasi pengambilan air Kali Surabaya oleh PDAM merupakan tempat menumpuknya limbah di sepanjang Kali Surabaya. Secara umum Kali Surabaya di hulu masih baik dari Mojokerto, tetapi setelah melewati daerah Semambung Wetan, di mana banyak pabrik berdiri, kondisi Kali Surabaya mulai menurun bahkan buruk. Dari Tabel 9, dapat dilihat kualitas air tempat pengambilan air PDAM Surabaya. Tabel 9 Data intake PDAM Surabaya Tahun 1993 1994 1995 1996 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata Standar
Karang Pilang BOD (mg/l) COD (mg/l) 10.0 22.0 12.0 24.0 12.0 27.0 8.6 20.0 7.8 24.6 4.9 23.9 7.1 27.6 8.2 24.3 7.3 23.9 5.7 19.5 8.36 23.68 2.0 10.0
Ngagel BOD (mg/l) COD (mg/l) 9.0 20.0 9.0 20.0 8.0 30.0 11.1 21.0 5.1 25.5 5.2 22.2 6.9 24.8 6.6 22.0 6.9 20.8 6.1 20.4 7.39 22.67 2.0 10.0
Sumber : Dinas Pengairan PU (1997), BLH Kota Surabaya (2009), PJT I (2009).
Di sepanjang Kali Surabaya, saat ini terdapat empat pabrik besar yang diperkirakan menyumbangkan 80% dari seluruh beban polusi industri yang mencemari Kali Surabaya, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Suparma dan PT Miwon. Keempat industri ini membuang debit limbahnya mencapai 50000 m3/hari ke Kali Tengah atau langsung ke Kali Surabaya.
44
Industri-industri ini berlokasi di antara Kecamatan Driyorejo (21 km dari Dam Mlirip) hingga pengambilan air PDAM Surabaya di Karang Pilang (33 km dari Dam Mlirip) (Dinas Pengairan PU 1989). Limbah cair dari industri kertas mengandung serat lignin yang tidak dapat didegradasi secara biologis. Kondisi ini diperburuk dengan adanya polusi terlarut yang berasal dari bahan aditif pada limbah cardboard yang merupakan bahan baku proses. PT Suparma telah membangun unit proses penanganan limbah cair yang terdiri atas unit dissolved air flotation untuk setiap mesin kertas, bak aerasi, unit flotasi, bak pengendap tahap kedua dan unit filtrasi, namun IPAL yang dimiliki tidak kontinu dijalankan karena biaya operasional yang cukup mahal. Beberapa industri di sepanjang Kali Surabaya telah membangun unit penanganan limbah cair sendiri, namun masih belum mencukupi untuk menjaga agar kualitas efluen sesuai standar kualitas air sungai. Kehidupan akuatik di Kali Surabaya telah jauh menurun seperti invertebrata kecil dan ikan yang merupakan indikator ekologis. Sejumlah spesies dan komunitas flora dan fauna telah hilang dari Kali Brantas terutama di Kali Surabaya. Indikator lain adalah matinya tanaman pangan disebabkan telah terkontaminasinya air irigasi yang diambil dari sungai.
Bahkan telah terjadi
kematian di beberapa tambak-tambak ikan, udang di daerah muara DAS Brantas yang merupakan daerah hilir Kali Surabaya. Kapasitas asimilasi polusi sungai hanya tinggi pada musim hujan seiring dengan tingginya laju alir dan efek pengenceran.
Akan tetapi pada musim kemarau, sungai kelebihan polutan
organik terlarut ataupun tidak terlarut (Harnanto 2005). Berdasarkan data rata-rata penggunaan air di DPS Kali Brantas, sekitar 7.5% air digunakan untuk penggelontoran maupun pengenceran, yang selama ini terutama dilaksanakan di Kali Surabaya. Apabila beban pencemar dapat dikurangi maka penggunaan air untuk keperluan pengenceran maupun penggelontoran dapat ditekan dan penggunaannya dapat dialokasikan bagi pemanfaat lain. Perincian penggunaan air dapat dilihat pada Tabel 10. Menurut Terangna et al. (1992), Kali Surabaya memiliki tingkat pencemaran sangat tinggi karena beban pencemaran yang diterima tidak seimbang dengan daya dukung sungai. Berdasarkan studi daya dukung Kali Surabaya terhadap beban pencemaran, air limbah industri pada daerah aliran Kali Surabaya pada umumnya tidak memenuhi persyaratan BOD dan COD berdasarkan Baku
45
Mutu Air Limbah Kep.Men-02/KLH/1/1988. Apabila pengaturan debit sungai dapat dilakukan melalui pintu bendung, maka dengan kapasitas debit maksimum sungai sebesar 40 m3/det perbaikan mutu air hanya dapat dilaksanakan sampai desa Cangkir atau sekitar 10 km ke hilir desa Semambung. Oleh karena itu, berdasarkan kapasitas daya dukungnya Kali Surabaya tidak mampu lagi menerima beban tambahan bahkan diperlukan penurunan beban melalui peningkatan efisiensi pengolahan limbah sebesar 19% - 92% dari hulu ke hilir. Tabel 10 Rincian penggunaan air Kali Brantas No 1 2 3 4 5
Uraian Irigasi Air minum Industri Penggelontoran Lain-lain Total
Volume (m3 x 1000) 2 373 000 128 170 131 655 233 000 144 185 3 109 910
Sumber: Suprapto dan Indahyani (1995) dalam Novita dan Indarto (2006).
Berdasarkan studi industri oleh Departemen PU (1989), persentase sumber polusi industri di DAS Brantas adalah 21% berada di hulu Mojokerto, 41% berlokasi di sepanjang Kali Surabaya dan 38% berasal dari industri yang berlokasi di Kali Mas, Wonokromo dan Kali Porong. Sumber limbah cair industri terbesar di DAS Brantas adalah industri kertas dan pulp, pabrik minyak nabati, penyulingan dan transformasi makanan tradisional termasuk rumah potong hewan. Menurut Novita dan Indarto (2006) dan Witanto (2006), jumlah industri di Kali Surabaya dan dianggap potensial sebagai sumber pencemaran kurang lebih 40 buah, terdiri dari berbagai jenis industri yang antara lain industri kimia (9 buah), penyamakan kulit (1 buah), kertas (5 buah), logam (7 buah), minyak (3 buah), makanan-minuman (5 buah), karet (2 buah), keramik (3 buah), sabun (2 buah), sumpit (1 buah), tekstil (1 buah) dan gula (4 buah). Dari jumlah tersebut yang masuk prioritas Prokasih ada 15 buah. Besarnya beban pencemaran dari sektor industri yang masuk ke Kali Surabaya bervariasi dari 20.3% hingga 58.9% (1992-1993) atau dari 34.56% hingga 77.92% (1993-1994). Pembersihan air limbah menurut Terangna et al. (1992), pada dasarnya dapat dilakukan secara individual atau sendiri-sendiri oleh masing-masing industri. Sistem ini sebenarnya telah dimiliki oleh beberapa industri di sepanjang Kali Surabaya, meskipun demikian sebagian besar belum beroperasi dengan baik.
46
Hal ini terlihat dari pengurangan jumlah beban pencemaran zat organik dari 8.6 ton/hari pada tahun 1986 menjadi 3.7 ton/hari pada tahun 1991. Pengendalian pencemaran air yang menitikberatkan semata-mata kepada sistem pembersihan air limbah oleh setiap industri tidak dapat dijadikan jaminan terbebasnya air Kali Surabaya dari ancaman pencemaran air. Apabila diinginkan agar Kali Surabaya terbebas sepenuhnya dari pencemaran air, sehingga dapat menjamin mutu sumber baku air minum sepanjang tahun, maka diperlukan saluran pengumpul air limbah untuk industri sepanjang Kali Surabaya dan pada ujung saluran pengumpul tersebut dapat dibangun instalasi pengolahan air limbah secara gabungan (cluster). Menurut Puslitbang Pengairan (1990), saat ini hanya ada beberapa industri yang memiliki UPL dan banyak diantaranya tidak memenuhi syarat, sewaktuwaktu dioperasikan bila ada pemeriksaan, kecuali untuk beberapa industri besar yang didanai oleh asing serta industri-industri yang berada di lokasi pusat industri. Motivasi untuk menanamkan modal pada usaha pengendalian pencemaran umumnya sangat rendah, karena (1) pengawasan pemerintah belum efektif, (2) cara-cara untuk implementasi dan syarat-syarat penanganan belum dikembangkan, (3) masih belum cukup ahli yang mampu dalam mengatasi masalah polusi industri dan sistem desain yang efektif dari segi biaya. 2.6. Bahan Kimia Toksik Bahan kimia toksik adalah setiap bahan kimia yang mempunyai efek negatif terhadap organisme hidup. Kapasitas bahan kimia untuk menimbulkan cedera atau gangguan dinyatakan dalam besaran toksisitas. Toksisitas adalah derajat efek yang dapat ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang bersifat toksik (racun) terhadap organisme. Wisaksono (2002), mendefinisikan toksisitas sebagai potensi bahan kimia untuk meracuni tubuh orang yang terpapar. Toksisitas banyak dinyatakan dalam LD-50 (lethal doses) dengan satuan mg/kg bb, yaitu jumlah bahan yang dapat mematikan 50% binatang percobaan. LD-50 memerlukan informasi jenis binatang percobaan, cara pemberian bahan dan waktu pengamatan. Imamkhasani (2004), mengelompokkan jenis bahan toksik yang perlu diwaspadai, antara lain: 1. Toksik (harmful) adalah bahan yang menyebabkan kerusakan sementara atau permanen pada fungsi organ tubuh; 2. Korosif adalah bahan yang bereaksi terhadap jaringan tubuh;
47
3. Iritan adalah bahan yang menyebabkan iritasi pada jaringan tubuh; 4. Sensitisasi adalah bahan yang menyebabkan alergi; 5. Karsinogenik adalah bahan penyebab kanker; 6. Mutagenik adalah bahan penyebab kerusakan DNA sel; 7. Teratogenik adalah bahan penyebab abnormalitas pada janin. Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat lewat pernafasan (inhalasi), kulit (absorpsi) dan tertelan (lewat usus atau ingestion). Inhalasi merupakan jalur masuk bahan kimia yang terpenting karena setiap bahan dalam udara dapat terhisap ke dalam paru-paru. Dampaknya bergantung pada konsentrasi, lama dan konsentrasi pemaparan serta kecepatan penghisapan. Absorbsi lewat kulit adalah jalur kedua, di mana zat dapat masuk ke tubuh lewat kulit seperti absorpsi pelarut organik atau kontak dengan uap konsentrasi tinggi. Proses absorpsi menjadi lebih intensif apabila zat pelarut tersebut melarutkan lemak pada kulit sehingga bahan lebih mudah masuk dalam tubuh. Jalur masuk lewat mulut atau tertelan jarang terjadi, kecuali kontaminasi dalam penyimpanan bahan atau adanya bahan dalam saluran pernafasan yang terbawa ke tenggorokan dan masuk dalam perut. Efek paparan bahan kimia terhadap manusia dapat bersifat akut, sub kronik dan kronik. Efek akut dapat diartikan sebagai paparan jangka pendek pada konsentrasi tinggi dan dampaknya segera dapat diamati, misalnya sakit, iritasi, pingsan atau mati. Menurut Rahmadi (2008), toksisitas akut timbul pada selang waktu yang sangat singkat, yaitu 24 dan 48 jam. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan suatu gejala akibat pemberian suatu senyawa dan untuk menentukan peringkat letalitas senyawa tersebut. Efek subkronik adalah efek yang ditimbulkan setelah penggunaan bahan-bahan yang bersifat toksik selama beberapa minggu atau bulan, sedangkan efek kronik adalah akibat pemaparan jangka panjang (beberapa bulan atau tahun), penyakit yang timbul berkembang secara perlahan-lahan dan dampak yang ditimbulkan biasanya tidak reversibel. Uji standar untuk toksisitas akut adalah memberi hewan coba bahan kimia dengan jumlah yang semakin meningkat dalam kurun waktu 14 hari hingga binatang percobaan tersebut mati. Dosis yang mematikan untuk inhalasi bahan kimia dalam bentuk gas atau aerosol juga dapat diuji menggunakan LC-50 (lethal concentration), yaitu konsentrasi mematikan untuk 50% binatang percobaan. LD50 dan LC-50 digunakan secara luas sebagai indeks toksisitas. Kriteria yang sering dipakai untuk klasifikasi efek toksik akut pada binatang disajikan pada
48
Tabel 11. Wisaksono (2002) dan Soemirat (2005), mengklasifikasikan toksisitas akut bahan kimia terhadap manusia dengan menggunakan skala Hodge dan Sterner, seperti ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 11 Klasifikasi toksisitas akut pada binatang Toksisitas Berbahaya
LD 50 Oral Mencit (mg/kg bb) 200 – 2 000
LD 50 Dermal Mencit atau Kelinci (mg/kg bb) 400 – 2 000
LC 50 Inhalasi Mencit (mg/m3/4jam) 2 000 – 20 000
25 – 200
50 – 400
500 – 2 000
< 25
< 50
< 500
Beracun Sangat beracun
Sumber: Wisaksono (2002).
Tabel 12 Klasifikasi toksisitas akut pada manusia No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Toksisitas Praktis tidak beracun Agak beracun Toksisitas sedang Sangat beracun Luar biasa beracun Super toksik
Dosis > 15 g/kg bb 5 – 15 g/kg bb 0.5 – 5 g/kg bb 50 – 500 mg/kg bb 5 – 50 mg/kg bb < 5 mg/kg bb
Sumber: Wisaksono (2002), Soemirat (2005).
Menurut Soemirat (2005), taraf toksisitas (Tabel 12) di atas dapat digunakan untuk menilai taraf toksisitas suatu racun yang sedang diuji-coba pada berbagai organisme. 2.7 Dampak Pencemaran Air terhadap Ekosistem dan Kesehatan Manusia Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk, sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung, dan daya tampung dari sumber daya air, yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam. Pencemaran sungai oleh limbah industri dan limbah domestik serta akibat aktivitas manusia lainnya, berlangsung semenjak hadirnya bahan pencemar dalam air yang selanjutnya mengakibatkan efek pencemaran pada ekosistem sungai tersebut. Menurut Santosa et al. (2000), akibat terjadinya pencemaran sungai maka keseimbangan sistem sungai akan bergeser ke arah keseimbangan baru sehingga akan terjadi perbedaan fungsional dibanding keadaan semula. Perbedaan
49
ini disebut dampak pencemaran pada ekosistem sungai. Sungai yang tercemar air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam sungai tersebut. Hal ini akan menyebabkan kehidupan organisme air yang membutuhkan oksigen terganggu dan mengurangi perkembangannya. Selain disebabkan kekurangan oksigen, kematian kehidupan di dalam air dapat juga disebabkan oleh adanya zat beracun. Selain kematian pada ikan-ikan, dampak lainnya adalah kerusakan pada tanaman/tumbuhan air. Menurut WHO (2006), bahan pencemar yang menimbulkan ancaman terbesar pada lingkungan akuatik adalah air kotor, nutrien berlebih, senyawa organik, sampah, plastik, logam, hidrokarbon, dan hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH). Air kotor yang tidak diolah yang berasal dari limbah domestik baik berupa limbah cair domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun, deterjen, minyak, dan pestisida maupun limbah cair domestik yang menghasilkan senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat akan mengakibatkan
penurunan
kualitas
air.
Menurut
Garno
(2001),
untuk
menguraikan limbah tersebut diperlukan oksigen sehingga selama proses penguraian limbah oksigen terlarut dalam perairan menurun dengan tingkat penurunan berbanding lurus dengan jumlah limbah yang diurai. Penguraian limbah dapat menghasilkan senyawa lain yang berupa nutrien (terutama fosfor dan nitrogen) dan gas (NH 3 dan H 2 S) yang beracun bagi organisme lain. Limbah organik sebagian besar ada di lapisan bawah badan air, karenanya dampak penguraian yang berupa penurunan oksigen terlarut dan timbulnya gas-gas beracun terjadi di lapisan bawah badan air dan mengakibatkan jatah oksigen bagi biota air berkurang jumlahnya. Kehidupan organisme akuatik bergantung pada kandungan oksigen terlarut dalam air. Pada saat organisme akuatik mengkonsumsi bahan-bahan organik, kandungan oksigen terlarut akan menurun. Penurunan kadar oksigen terlarut umumnya menyebabkan ikan mati. Limbah peternakan dan bahan organik adalah sumber umum dari bahan-bahan yang butuh oksigen. Limbah organik, logam, dan nutrien yang dapat teroksidasi semuanya membutuhkan oksigen untuk mendegradasi bahan-bahan tersebut. Jika kandungan bahan yang butuh oksigen cukup tinggi, maka oksigen terlarut yang tersedia untuk kehidupan akuatik menurun yang mengakibatkan organisme akuatik mengalami tekanan atau kematian. Deplesi oksigen dapat menyebabkan masalah kualitas air pada badan-
50
badan air. Penurunan kadar oksigen dalam air sering mengakibatkan peristiwa ikan mati masal akibat kekurangan oksigen (Garno 2001; Salim 2002). Keberadaan nutrien secara berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan tak terkendali yang membahayakan kehidupan atau dapat bersifat toksik terhadap beberapa bentuk kehidupan akuatik. Salah satu hasil penguraian limbah organik adalah nutrien dalam bentuk fosfor dan nitrogen yang siap diasimilasi oleh tumbuhan air, termasuk fitoplankton. Pemasukkan/ pembuangan limbah organik yang terus menerus ke dalam suatu badan air akan memicu pertumbuhan fitoplankton yang berlebihan sehingga air berwarna hijau pekat, fenomena ini disebut blooming (Garno 2002). Fenomena blooming pada umumnya kurang menguntungkan bagi organisme lain, utamanya di malam hari. Hal ini disebabkan di malam hari fitoplankton memerlukan oksigen untuk respirasi bagi yang hidup dan dekomposisi bagi yang mati. Pada umumnya, fitoplankton berada pada lapisan atas badan air. Karenanya, kejadian blooming dapat mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen di lapisan atas badan air di malam hari. Nitrogen dalam bentuk N-NH 3 , N-nitrat, dan N-NO 2 umumnya berasal dari penggunaan pupuk secara berlebihan dan dapat memberikan dampak negatif pada air permukaan jika konsentrasinya cukup tinggi. Molekul amoniak (NH 3 ) bersifat sangat toksik terhadap organisme akuatik terutama ikan dan plankton. Amonia dapat menaikkan pH air. Pada konsentrasi yang tinggi, amonia dapat menyebabkan eutrofikasi terhadap air. Amonia dalam jumlah besar dapat terurai menjadi nitrit dan nitrat. Dalam tubuh manusia, nitrit akan bereaksi dengan haemoglobin dan menghambat aliran oksigen dalam darah. Amonia (NH 3 ) merupakan bentuk senyawaan nitrogen juga dapat memiliki beberapa dampak pada kualitas air permukaan. Amonia diubah menjadi nitrat dan nitrit dalam proses yang disebut nitrifikasi. Proses ini memerlukan oksigen dalam jumlah besar dan dapat membunuh ikan karena jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi rendah. Nitrogen dalam bentuk nitrat mudah larut dalam air, dan keberadaannya secara alami dalam air pada tingkat yang rendah. Air yang tercemar nitrat dengan konsentrasi tinggi dapat membahayakan kesehatan terutama pada anak-anak. Orang dewasa memiliki toleransi nitrat yang lebih tinggi dalam air minum, namun studi menyarankan bahwa konsumsi air minum yang mengandung nitrat dapat mengakibatkan beberapa bentuk kanker. Amonia pada konsentrasi 35 mg/l di
51
dalam air akan menimbulkan aroma tidak enak. Konsentrasi 280 mg/m3 di udara menyebabkan iritasi tenggorokan, pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan batuk, sukar bernafas dan mempengaruhi sistem syaraf. Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam darah dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat. Perairan yang banyak mengandung bahan organik tinggi mempunyai nilai BOD yang tinggi. Konsentrasi BOD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi biota air (hewan dan tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga biota air tersebut menjadi mati. Selain itu, konsentrasi BOD yang tinggi juga menunjukkan jumlah mikroorganisme patogen juga banyak. Mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia. Karena itu, konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air dapat menyebabkan berbagai penyakit bagi manusia (Rahman 1996). Limbah organik yang mengandung padatan terlarut yang tinggi dapat menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi biota fotosintetik. Sedimen berasal dari partikel-partikel tanah yang ringan yang terbawa ke dalam aliran air dan danau, partikel-partikel tersuspensi dan padatan anorganik dan sisa-sisa bahan organik yang memasuki air melalui dasar sungai dan tumpukan erosi dapat menyebabkan air menjadi keruh, kerusakan habitat akuatik, pertukaran kontaminan penyerap, tersumbatnya sistem drainase, dan berdampak langsung pada organisme akuatik. Sedimen-sedimen yang mengisi aliran air, sungai, danau dan lahan basah dapat mempengaruhi kehidupan akuatik dengan mematikan telur ikan dan larva. Kekeruhan secara berlebihan mereduksi penetrasi cahaya dalam air, merusak penglihatan ikan untuk mencari makanan, menyumbat insang ikan, dan meningkatkan biaya untuk pengolahan air minum. Sedimen-sedimen halus juga berperan sebagai pemicu terjadinya tranpormasi pencemar-pencemar lain mendekati permukaan air termasuk nutrien, logamlogam renik, dan hidrokarbon. Hidrokarbon, bahan kimia organik, dan bahan industri dapat meracuni kehidupan organisme jika keberadaannya dengan konsentrasi cukup tinggi. Bahan-bahan ini juga mudah bergerak, berada pada periode tertentu dalam keadaan toksik, dan terakumulasi pada sedimen. Efek toksik dari logam-logam renik dapat mempengaruhi kehidupan hewan air. Logam renik yang paling umum
52
ditemukan dari limpasan perkotaan adalah timbale (Pb), seng (Zn), dan tembaga (Cu). Logam –logam tersebut berasal dari proses galvanisasi, pelapisan krom, dan operasi industri lainnya di daerah perkotaan. Kualitas air juga berpengaruh langsung terhadap kesehatan, mengingat sifat air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme dan mudah sekali melarutkan berbagai materi. Kondisi sifat air tersebut menyebabkan air mudah sekali berfungsi sebagai media penyalur atau penyebar penyakit. Menurut KLH (2005b), peran air sebagai pembawa penyakit menular, meliputi (1) air sebagai media untuk hidup mikroba patogen, (2) air sebagai sarang insekta penyebar penyakit, (3) jumlah air bersih yang tersedia tidak cukup, sehingga manusia yang bersangkutan tidak dapat membersihkan dirinya, dan (4) air sebagai media untuk hidup vektor penyebar penyakit. Ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water borne diseases, yaitu penyakit-penyakit yang dibawa oleh air. Penyakit tersebut hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masuknya bahan pencemar dari sumber pencemar ke manusia pada umumnya tidak terjadi secara langsung, tetapi lebih banyak melalui media jaring-jaring makanan. Gambaran perjalanan bahan pencemar sampai ke manusia disajikan pada Gambar 3. Domestik Industri Pertanian
Sungai
Laut
Air Tanah
Pertambangan Irigasi
Tambak
Pitoplankton Zooplankton
Perikanan
Ikan, bentos dan lainnya
Air Minum Pertanian
Manusia
Gambar 3 Gambaran perjalanan bahan pencemar limbah sampai ke manusia. Sumber: KLH (2005b)
53
Mengalirnya limbah yang mengandung logam berat ke perairan telah menjadi permasalahan lingkungan yang serius karena berdampak pada kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Polutan tersebut dalam jumlah yang signifikan masuk dalam sistem akuatik antara lain sebagai hasil aktivitas beragam industri, seperti elektroplating, industri elektronik, cat, paduan logam, baterai, dan industri pestisida. Polutan logam berat yang mencemari lingkungan perairan antara lain arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn). Menurut Widowati (2008), logam bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik. Keberadaan logam berat
dalam air akan
membahayakan orang
yang
mengkonsumsinya. Kadmium meskipun dalam dosis kecil, bisa menimbulkan keracunan. Akumulasi kadmium dalam jaringan tubuh akan mengganggu fungsi ginjal, lambung, dan merapuhkan tulang. Akumulasi timbal dapat merusak jaringan syaraf, fungsi ginjal, sistem reproduksi, dan gangguan pada otak sehingga dapat mengakibatkan gangguan kecerdasan dan mental. Demikian pula merkuri, jika terakumulasi dalam tubuh, akan meracuni sel-sel tubuh, merusak ginjal, hati, dan saraf, serta menimbulkan cacat mental. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Menurut Nordberg et al. (1986), logam berat jika terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama perairan telah terkontaminasi logam berat, maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan. Menurut
Widowati
et
al.
(2008),
toksisitas
logam
berat
dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) bersifat toksik tinggi, terdiri atas unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; (2) bersifat toksik sedang, terdiri atas unsur Cr, Ni, dan Co; dan (3) bersifat toksik rendah, terdiri atas unsur Mn dan Fe. Urutan toksisitas logam berat terhadap hewan air adalah Hg2+ > Cd2+ > Zn2+ > Pb2+ > Cr2+ > Ni2+ > Co2+, sedangkan urutan toksisitas terhadap manusia adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+.
54
Merkuri (Hg) merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam (-39 oC). Merkuri banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti industri klor-alkali, alat-alat listrik, cat, katalis, dan industri kertas. Merkuri yang terbuang ke sungai atau badan air dapat mengkontaminasi ikan dan biota air lainnya termasuk ganggang dan tanaman air. Ikan-ikan dan biota air tersebut kemudian dikonsumsi manusia sehingga manusia dapat terakumulasi merkuri di dalam tubuhnya. FDA menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0.005 ppm untuk air dan 0.5 ppm untuk makanan, sedangkan WHO menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu 0.1 ppb untuk air (Fardiaz 1992). Peristiwa keracunan Hg telah dikenal cukup lama. Keracunan Hg pertama sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953. Kontaminasi serius juga pernah diukur di Kali Surabaya tahun 1996 dan teluk Buyat tahun 2004. Sebagai hasil dari kuatnya interaksi antara Hg dan komponen tanah lainnya, penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya, selain gas biasanya sangat lambat. Proses metilisasi merkuri biasanya terjadi di alam di bawah kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya, karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai makanan. Penggunaan fungisida alkilmerkuri dalam pembenihan tidak diijinkan di banyak negara, karena berbahaya. Keracunan Hg terutama disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar Hg. Tabel 13 menunjukkan lima keracunan merkuri yang menelan korban cukup banyak dan terjadi sampai tahun 1968. Tabel 13 Peristiwa keracunan merkuri yang terbesar tahuan 1960-an Lokasi
Tahun
Minamata - Jepang
1953 - 1960
Irak
1961
Pakistan Barat
1963
Guatemala
1966
Nigata - Jepang
1968
Dampak 43 orang meninggal, 68 orang cidera 35 orang meninggal, 321 orang cidera 4 orang meninggal, 34 cidera 20 orang meninggal, 45 orang cidera 5 orang meninggal, 25 orang cidera
Sumber : Fardiaz (1992), Palar (2004).
Timbal (Pb) masuk ke dalam lingkungan perairan sebagai dampak dari aktivitas manusia, seperti air buangan dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan dari pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai.
55
Secara alamiah, Pb juga dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan, proses korofikasi batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin. Senyawa Pb yang berada dalam perairan dapat ditemukan dalam bentuk ion-ion divalen atau tetravalen (Pb2+, Pb4+). Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Lingkungan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb melebihi konsentrasi ambang, dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan tersebut. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan. Sumber utama timbal adalah bersal dari komponen gugus alkil timbal yang digunakan sebagai bahan additive bensin. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50 μg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 μg/kg berat badan. Konsentrasi Pb dalam darah dapat dijadikan sebagai indikator gejala keracunan Pb. Gejala keracunan Pb berkisar antara 60 sampai 100 μg per 100 ml darah untuk orang dewasa. Tabel 14, menunjukkan konsentrasi Pb dalam darah dibedakan atas empat kategori, yaitu normal, dapat diterima, berlebihan, dan berbahaya. Tabel 14 Empat kategori Pb dalam darah orang dewasa Kategori
μg Pb/100 ml Darah
A (Normal)
< 40
B (dapat ditoleransi)
40-80
C (berlebih)
80-120
D (tingkat bahaya)
> 120
Deskripsi Tidak terkena paparan atau tingkat paparan normal Pertambahan penyerapan dari keadaan terpapar tetapi masih bisa ditoleransi Kenaikan penyerapan dari keterpaparan yang banyak dan mulai memperlihatkan tanda-tanda keracunan Penyerapan mencapai tingkat bahaya dengan tanda-tanda keracunan ringan sampai berat
Sumber: Palar (2004).
Kadmium dan bermacam-macam bentuk persenyawaannya dapat masuk ke lingkungan, sebagai akibat aktivitas manusia. Kandungan kadmium dapat dijumpai pada daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain dalam air buangan. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi
56
tertentu dapat membunuh biota perairan. Biota-biota yang tergolong bangsa udang-udangan (crustacea) akan mengalami kematian dalam selang waktu 24 – 504 jam bila dalam badan perairan di mana biota ini hidup terlarut logam Cd atau persenyawaannya pada rentang konsentrasi 0.005 – 0.15 ppm. Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 μg per orang atau 7 μg per kg berat badan. 2.8 Analisis Risiko Kesehatan Risiko adalah suatu konsep matematis yang mengacu pada kemungkinan terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat pemaparan terhadap suatu polutan (WHO 2006). Analisis risiko adalah suatu metode untuk menilai dan melakukan prediksi apa yang akan terjadi akibat adanya pemaparan (exposure) atau pencemaran (pollution), terhadap zat berbahaya di masa yang akan datang. Menurut WHO (2006) dalam analisis risiko dievaluasi probabilitas dan sifat dari efek merugikan yang muncul akibat pemaparan terhadap zat kimia. Lebih lanjut WHO (2006) menjelaskan bahwa kriteria penting untuk menetapkan prioritas dalam pemilihan zat kimia untuk pengkajian risiko adalah: (a) indikasi/dugaan adanya bahan berisiko terhadap kesehatan manusia dan/atau lingkungan; (b) kemungkinan bahwa tingkatan produksi tertentu dan penggunaan zat kimia dapat membuka peluang terjadinya pemaparan; (c) kemungkinan persistensinya di lingkungan; (d) kemungkinan bioakumulasi; dan (e) tipe dan besar populasi yang mungkin terpapar. Metode analisis risiko digunakan untuk menilai faktor bahaya yang paling berpengaruh buruk terhadap kesehatan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap menurunnya tingkat kesehatan seseorang akibat faktor bahaya tersebut.
57
Analisis risiko kesehatan terdiri atas beberapa tahap, yaitu: identifikasi bahaya, analisis pemaparan, analisis dosis respon, dan karakterisasi risiko (Soemirat 2000; enHealth 2002; Rahman 2007). Tahapan dalam analisis risiko disajikan pada Gambar 4.
Identifikasi Bahaya
Analisis Pemaparan
Analisis Dosis-Respon
Karakterisasi Risiko
Manajemen Risiko
Gambar 4 Tahapan dalam analisis risiko kesehatan (diringkas dari enHealth 2002). 1) Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah proses untuk memperoleh data mengenai masalah kesehatan yang dapat terjadi akibat adanya suatu bahan yang dapat ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent memakai pendekatan agent oriented (WHO 1983 dalam Rahman 2007). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di tempat-tempat lain. Salah satu langkah penting dalam identifikasi bahaya adalah memilih metode yang tepat sehingga mendapatkan data akurat mengenai faktor bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (CEPA 2001). Data penelitian terhadap manusia merupakan data yang sangat baik dalam mengevaluasi risiko kesehatan terhadap manusia yang dikaitkan dengan pemaparan terhadap suatu zat. 2) Analisis Pemaparan Analisis pemaparan atau exposure assessment adalah proses untuk memperoleh informasi mengenai frekuensi, durasi, dan pola pemaparan suatu zat terhadap manusia. Menurut Rahman (2007), analisis pemaparan bertujuan untuk
58
mengenai jalur-jalur pemaparan risk agent agar jumlah asupan yang diterima individu dalam populasi berisiko dapat dihitung. 3) Analisis Dosis-Respon Analisis dosis-respon adalah penentuan hubungan antara nilai dosis atau tingkat paparan suatu bahan kimia dan respon berupa kejadian-kejadian yang berkaitan dengan efek buruk atau efek yang membahayakan (enHealth 2002). Analisis dosis-respon dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya. Melalui analisis dosis-respon dapat diperkirakan jumlah zat yang masuk ke dalam tubuh dan pengaruhnya terhadap kesehatan seseorang. Menurut Soemirat (2000), analisis dosis respon dilakukan untuk melihat hubungan yang konsisten antara jumlah zat yang masuk (dosis) dengan respon berupa efek kesehatan. Dosis-respon kuantitatif beberapa zat toksik ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Dosis-respon kuantitatif nonkarsinogen dan karsinogen beberapa zat toksik Risk agent
RfD atau RfC (mg/kg bb/hari) 1E-4
CSF (mg/kg bb/hari) -
Kadmium (Cd) Arsen (As)
5E-4
-
3E-4
1.5
Krom (Cr6+)
3E-3
-
Bromoform (CHBr 3 )
2E-2
7.9E-3
Nitrit (NO 2 -)
1E-1
-
Merkuri ( Hg)
Efek Kritis (Sumber Data) Kelainan neuropsikologis perkembangan dalam studi epidemologi (Grandjean et al. 1997; Budz-Jergensen et a.l 1999) Proteinuria paparan kronik pada manusia (USEPA, 1985) Hiperpigmentasi, keratosis dan kemungkinan komplikasi vaskular paparan oral (Tseng 1977; Tsen et al. 1968) Uji hayati air minum 1 tahun dengan tikus (Mckenzie et al. 1958) dan paparan air minum penduduk Jinzhou (Zhang & Li, 1987) Lesi hepatik uji hayati subkronik gavage oral pada tikus (NTP 1989) Methemoglobinemia (Walton 1951)
Sumber: IRIS (2007). Keterangan: RfD = reference dose, RfC = reference concentration , CSF = cancer slope factor
4) Karakterisasi Risiko Karakterisasi risiko dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dari ketiga langkah sebelumnya sehingga dapat diperkirakan efek suatu zat terhadap
59
kondisi kesehatan. Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai tingkat risiko (risk quotient, RQ) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan excess cancer risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik. Dalam mengkarakterisasi risiko, diperlukan analisis dengan cara mengembangkan informasi yang diperoleh selama pemaparan dan penilaian dosis-respon sehingga diperoleh hasil risiko kesehatan yang diharapkan terjadi pada populasi terpapar (CEPA 2001). 5) Manajemen Risiko Berdasarkan
karakterisasi
risiko,
dapat
dirumuskan
pilihan-pilihan
manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR, sehingga RQ < 1 dan ECR < 10-4 dengan memanipulasi nilai faktor-faktor pemaparan sedemikian rupa sehingga asupan (intake) lebih kecil atau sama dengan dosis referensi toksisitasnya. Pada dasarnya hanya ada dua cara untuk menyamakan I
nk
dengan
RfD atau RfC atau mengubah I sedemikian rupa sehingga ECR tidak melebihi Ek
4, yaitu menurunkan konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak. 2.9 Metode Analisis Hirarki Proses (AHP) Analytical hierarchy process (AHP) atau analisa jenjang keputusan (AJK), merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk membuat keputusan yang efektif melalui strukturisasi kriteria majemuk ke dalam struktur hirarki, menilai kepentingan relatif setiap kriteria, membandingkan alternatif untuk tiap kriteria dan menentukan seluruh rangking dari alternatif-alternatif. Menggunakan AHP persoalan yang kompleks dapat
disederhanakan dan dipercepat
proses
pengambilan keputusannya. Menurut Marimin (2005), prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Metode AHP secara efisien umum digunakan dalam meranking kriteria yang berbeda, tujuan yang berbeda atau alternatif yang berbeda, di mana masingmasing independen dan tidak terhubung dalam pola matematis tertentu. Data yang ada bersifat kualitatif yang didasarkan atas aspek-aspek kognetif, persepsi, pengalaman dan intuisi. Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, ada beberapa prinsip yang harus dipahami di antaranya: decompocition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency. Penggunaan AHP dimulai dengan melakukan
60
decompocition (dekomposisi) masalah kompleks dan kemudian menggolongkan pokok permasalahannya menjadi elemen-elemen keputusan dalam satu hirarki tertentu. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap elemen-elemennya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap. Pada tahap comparative judgement, dilakukan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen-i. Di samping itu, perbandingan dua angka yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks perandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen-elemen diagonal sama dengan 1. Selanjutnya adalah synthesis of priority, di mana dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen pertanyaan yang biasa diajukan dalam penyusunan skala kepentingan. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, responden yang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria/tujuan yang ingin dicapai. Dalam penyusunan skala kepentingan, didasarkan pada Tabel 16.
61
Tabel 16 Nilai skala perbandingan Saaty dalam AHP Nilai Skala 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Keterangan Kreteria/Alternatif A sama pentingnya dengan B A sedikit lebih penting dari B A jelas lebih penting dari B A sangat lebih penting dari B A Mutlak lebih penting dari B Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan
Dalam penilaian menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. Consistency ratio (CR) menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan. Pengujian ini diperlukan, karena pada keadaan yang sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang. Keuntungan proses hirarki analitis menurut Marimin (2005) adalah: a. Konsistensi, mampu melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas; b. Sintesis, menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif; c. Pengukuran, mampu memberi suatu skala untuk mengukur hal takwujud dan suatu metode untuk menetapkan prioritas; d. Kompleksitas, mampu memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks; e. Kesatuan, memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk anekaragam persoalan tidak terstruktur; f. Saling Ketergantungan, mampu menangani saling ketergantungan elemenelemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 2.10 Metode Perbandingan Indeks Kinerja dan Perbandingan Eksponensial Teknik perbandingan indeks kinerja (comparative performance index, CPI) merupakan indeks gabungan yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j) (Marimin 2005). Formula yang digunakan dalam teknik CPI adalah:
62
A ij = X ij (min) x 100 / X ij (min) A (i + 1.j) = (X (I + 1.j) )/ X ij (min) x 100 I ij = A ij x P j
(4)
n
I i = Σ (I ij ) j =1
A ij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke – j X ij (min) = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A (i + 1.j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke – j X (i + 1.j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke – j P j = bobot kepentingan kriteria ke – j; I ij = indeks alternatif ke-i; I i = indeks gabungan kriteria alternatif ke –i; i = 1, 2, 3,…, n; j = 1, 2, 3,…, m Metode perbandingan eksponensial (MPE) adalah metode untuk menentukan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria majemuk (Eriyatno & Sofyar 2007). Tahapan dalam menggunakan MPE adalah : (1) menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, (2) menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, (3) menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, (4) melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, (5) menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan (6) menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif (Marimin 2005). Penggunaan MPE mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis, karena nilai skor menjadi besar dengan adanya fungsi eksponensial sehingga perbedaan nilai skor lebih nyata. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam MPE adalah: m
Total Nilai (TN i ) =
∑ ( RK j =1
ij
)
TKK j
(5)
Dengan : TN i = Total nilai alternatif ke-i RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i TKK j = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK > 0; bulat n
= Jumlah pilihan keputusan dan m adalah Jumlah kriteria keputusan
Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya.
63
2.11 Model dan Pemodelan Sistem Model didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual (Eriyatno 2003). Ford (1999) mendefinisikan model sebagai suatu substitusi dari sistem nyata, sedangkan menurut Grant et al. (1997) model adalah suatu abstraksi atau representasi dari suatu realitas atau sistem nyata. Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Model dapat dikatakan lengkap jika dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang dikaji. Menurut Hartrisari (2007), model merupakan penyederhanaan sistem. Karena sistem sangat kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem. Model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja dalam keadaan sebenarnya. Selain itu model merupakan representasi yang ideal bagi suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem. Model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian atau derajat keabstrakannya (Eriyatno 2003). Hartrisari (2007) mengelompokkan model dalam dua kategori yaitu model fisik dan model abstrak atau model mental. Model fisik merupakan miniatur replika dari keadaan sebenarnya sehingga dapat menggambarkan perilaku sistem dengan variabel yang sama seperti yang digunakan pada sistem nyata. Model abstrak merupakan model yang bukan fisik tetapi dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Baik model fisik maupun model abstrak dapat dibagi lagi menjadi model statis dan model dinamis. Model dinamis memberikan gambaran nilai peubah terhadap perubahan waktu. Dalam model dinamis, variabel yang tidak berubah dengan waktu disebut ‘parameter’ atau ‘konstanta’. Model statis memberikan informasi tentang peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu (Eriyatno 2003). Model statis tidak memperhitungkan waktu yang selalu berubah. Sistem merupakan kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks (Eriyatno 2003). Menurut Muhammadi (2001), sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan
tertentu
yang
bekerja
mencapai
tujuan.
Marimin
(2007)
mendefinisikan sistem sebagai suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagianbagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks, sedangkan menurut Hartrisari (2007) sistem
64
adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Pemodelan sistem adalah pembentukan rangkaian logika untuk menggambarkan karakteristik sistem tersebut dalam format matematis. Proses pemodelan merupakan proses yang kreatif, tidak linier, namun harus mematuhi disiplin ilmiah dan pemikiran yang logik serta bersifat iteratif. Prosedur dalam pemodelan adalah menyatakan kembali permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan tujuan kajian sistem, menyusun hipotesis, memformulasikan model, menguji serta menganalisis model. Menurut Muhammadi (2001) pembuatan model berdasarkan konsep berpikir sistem dimulai dengan suatu model mental, kemudian dijabarkan dalam suatu kerangka konsep, pembuatan diagram sebab akibat, pembuatan diagram alir, simulasi model untuk melihat perilaku, dan akhirnya uji sensitivitas serta analisis kebijaksanaan. 2.12 Konsep Dasar Sistem Dinamik Sistem dinamik telah dikenal sebagai metode yang tepat untuk mengilustrasikan dinamika yang kompleks dan menganalisis implikasi-implikasi relatif dari suatu kebijakan. Sistem dinamik mengkaji sistem atau proses sebagai suatu kesatuan yang terdiri atas elemen-elemen yang saling berinteraksi dan menentukan kinerja sistem secara keseluruhan. Menurut Zhang et al. (2009), metode sistem dinamik terdiri atas model simulasi dinamik mencakup informasi umpan balik (feedback) yang membangun interaksi dalam sistem yang ditargetkan. Melalui simulasi kecenderungan sistem dan identifikasi interelasi dan informasi hubungan umpan balik antar faktor sistem, model sistem dinamik dapat memberikan informasi lebih mendetail yang berguna untuk mengungkap mekanisme yang tersembunyi dan memperbaiki kinerja sistem secara keseluruhan. Model sistem dinamik terkait dengan tahapan-tahapan tertentu sebagai fungsi waktu dalam proses simulasi. Pada akhir tiap tahap, variabel-variabel sistem menunjukkan keadaan sistem yang diperbaharui untuk merepresentasikan konsekuensi hasil dari tahap simulasi sebelumnya. Kondisi/nilai awal (initial) dibutuhkan untuk tahap pertama. Dalam sistem dinamik dikenal variable level, variabel rate, dan varibel auxiliary. Gambar 5, merupakan contoh gambaran umum diagram alir model dinamik dengan aplikasi program Powersim.
65
?
? Constant_2
Constant_1
? ?
?
Level_1
Rate_Keluar
Rate_Masuk ? ? ?
?
?
Constant_6
Auxiliary_1Constant_4 Auxiliary_2
Constant_5
?
? Constant_3
Constant_7
Gambar 5 Diagram alir model sistem dinamik menggunakan program powersim. Level merupakan hasil akumulasi dari aliran-aliran dalam diagram alir dan menyatakan kondisi sistem setiap saat. Persamaan powersim untuk aliran level adalah: Init LEV = kondisi awal Flow LEV = -dt*(RK) + dt*(RM) dengan : LEV = level (unit) RM = rate (laju) masukan RK = rate (laju) keluaran dt = interval waktu simulasi (satuan waktu) Init = initial , nilai awal Flow = aliran untuk variabel level Rate merupakan suatu aliran yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya suatu level. Rate terdiri dari dua jenis, yaitu rate masuk dan rate keluar. Rate masuk akan menambah akumulasi di dalam suatu level dan dilambangkan dengan katub dan panah yang menuju level, sedangkan rate keluar ditunjukkan dengan katub yang dihubungkan dengan panah yang menunjuk pada sink. Simbul awan menunjukkan source dan sink suatu material yang mengalir ke dalam atau ke luar level. Aliran informasi dalam Powersim dilambangkan dengan tanda panah yang tegas. Aliran ini merupakan penghubung antar sejumlah variabel di dalam suatu sistem. Jika suatu aliran informasi ke luar dari level, aliran tersebut tidak akan mengurangi akumulasi yang terdapat di dalam level. Variabel auxiliary adalah suatu penambahan informasi yang dibutuhkan dalam merumuskan persamaan atau variabel rate. Dengan kata lain variabel
66
auxiliary adalah suatu variabel yang membantu untuk memformulasikan variabel rate. Variabel auxiliary digambarkan dengan suatu lingkaran penuh. Simbul belah ketupat dalam Powersim menggambarkan konstanta, yaitu suatu besaran yang nilainya tetap selama proses simulasi. 2.13 Sistem Dinamik dalam Pengendalian Pencemaran Air Sistem dinamik merupakan sebuah teori struktur sistem dan sekelompok alat untuk merepresentasikan sistem yang kompleks dan menganalisis perilaku dinamiknya (Luo et al. 2005). Sistem dinamik menurut Coyle (1996) adalah perilaku sistem yang dipengaruhi waktu yang diatur dengan tujuan penggambaran dan pemahaman sistem melalui model kuantitatif dan kualitatif, bagaimana perilaku umpan balik mengatur perilakunya, dan perencanaan struktur informasi umpan balik yang sempurna dan kebijakan kendali melalui simulasi dan optimisasi. Nandalal & Semasinghe (2006) mengemukakan bahwa sistem dinamik adalah sebuah metode kompleks dari deskripsi sistem yang menyediakan alternatif analisis bagi pengambilan kebijakan berdasarkan sifat-sifat sistem. Manfaat terpenting dalam sistem dinamik adalah untuk menguraikan struktur asal dari sistem yang dikaji, melihat perbedaan dari sistem nyata berkaitan dengan satu sistem lainnya, dan untuk menyelidiki perubahan hubungan dalam sistem ketika melibatkan keputusan yang berbeda. Dalam sistem dinamik, hubungan antara struktur dan perilaku sistem didasarkan pada konsep informasi umpan balik dan kontrol (Simonovic 2002). Metode sistem dinamik cocok untuk menganalisis mekanisme, pola, dan kecenderungan sistem berdasarkan analisis terhadap struktur dan perilaku sistem yang ruwet, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian. Pengembangan sistem dinamik mencakup beberapa tahap, yaitu: (a) pemahaman sistem dan batas-batasnya; (b) identifikasi variabel kunci; (c) representasi proses fisik ke dalam variabel melalui hubungan matematik; (d) pemetaan struktur model dan simulasi model untuk memahami sifat-sifat sistem; dan (e) interpretasi hasil simulasi untuk pengambilan keputusan yang efisien. Akar dalam sistem dinamik adalah berpikir sistem, yaitu sebuah proses berpikir yang ditemukan oleh Jay Forrester pada tahun 1956. Forrester meragukan dominasi metodologi analisis di mana masalah-masalah sosial diidentifikasi secara terpisah, dan solusinya diambil secara spesifik dan sempit yang terfokus pada tujuan. Forrester memperkenalkan perlunya memahami hubungan antara
67
elemen-elemen berbeda dari sistem sosial yang lebih besar dan menemukan bahwa relasi dan hubungan lebih penting daripada elemen-elemennya sendiri. Berpikir sistem dikerjakan melalui pengembangan pandangan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan mencakup hubungan antara masalah yang berbeda dan untuk mencari pola tingkah laku secara siklis pada jangka waktu yang lama. Menurut Hariani (2005), berpikir sistem adalah salah satu pendekatan baru yang dianggap lebih mampu menganalisis masalah kompleks. Berbeda dengan cara pikir mekanistis yang secara umum menganggap suatu hubungan sebab akibat yang linear, di mana suatu masalah dianggap hanya disebabkan oleh 1- 2 penyebab. Cara pikir sistem mencoba untuk mengidentifikasi semua masalah yang muncul dan teramati serta secara konsisten melihat hubungan sebab akibat dari masalah-masalah tersebut, sehingga diperoleh pola sebab akibat yang kompleks. Menurut Eriyatno (2003), pendekatan sistem digunakan untuk pengkajian suatu perihal yang memenuhi karakteristik: (1) kompleks, di mana interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukan fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Berpikir sistem sejauh ini merupakan cara yang lebih efektif untuk menyelesaikan masalahmasalah kompleks. Pengendalian pencemaran air merupakan suatu sistem yang melibatkan berbagai elemen, seperti sumberdaya, konsep dan prosedur untuk mencapai tujuan menekan tingkat pencemaran. Untuk mengatasi masalah pencemaran air diperlukan metode penyelesaian yang sistematik melalui pendekatan sistem. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2007), sehingga pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Pendekatan sistem sangat diperlukan karena permasalahan yang dihadapi saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih kompehensif, yang dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh (Marimin 2007). Oleh
68
karena itu, setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Interaksi antar faktor dalam sistem tidak bersifat linier tetapi mencakup interaksi umpan balik yang kompleks, sehingga permasalahannya sukar diselesaikan dengan menggunakan metode operasi riset, namun membutuhkan metode sistem dinamik untuk penyelesaiannya (Ling 1990). Model sistem dinamik terbukti telah berhasil diaplikasikan pada sistem sumberdaya air baik pada tingkat global maupun regional, misalnya TARGETS (Rotmans & de Vries 1997) dan WorldWater (Simonovic 2002) merupakan dua model penilaian sumberdaya air global di mana sektor sumberdaya air dihubungkan dengan aspek pengembangan lainnya dan isu kebijakan yang berhubungan
dengan
kependudukan,
ekonomi,
energi,
pencemaran
dan
sumberdaya yang tak terbarukan. Peneliti lainnya yang mengaplikasikan model sistem dinamik antara lain adalah model sistem dinamik Erhai (Guo et al. 2001) untuk pengelolaan lingkungan danau Erhai di Cina, Simonovic et al. (1997) mengaplikasikan model sistem dinamik untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air di Yunani, Xu et al. (2002) membuat model sistem dinamik untuk menganalisis keberlanjutan pengelolaan sumberdaya air Sungai Kuning di Cina, Simonovic & Rajasekaram (2004) yang mengembangkan model pengelolaan sumberdaya air secara terintegrasi di Kanada berdasarkan pendekatan simulasi sistem dinamik, Liu et al. (2005) menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk menyelesaikan masalah kebutuhan air perkotaan yang difokuskan pada faktor populasi, Zhang et al. (2008) mengembangkan sistem dinamik untuk strategi perencanaan sumberdaya air di Kota Tianjin dengan menguji interaksi sejumlah komponen sistem yang dinamis selama 12 tahun, serta Zhang et al. (2009) membangun model sistem dinamik dengan mengambil faktor populasi, ekonomi, lingkungan dan faktor kebijakan untuk memprediksi dan menganalisis kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya air perkotaan.
69
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kali Surabaya yang menerima beban limbah domistik, industri, dan pertanian. Pemilihan Kali Surabaya sebagai obyek penelitian didasarkan atas : (1) permasalahan pencemaran air Kali Surabaya telah menjadi isu daerah Jawa Timur bahkan isu nasional yang melibatkan multistakeholder; (2) Kali Surabaya dimanfaatkan sebagai sumber air minum PDAM kota Surabaya sementara tingkat pencemaran terus meningkat; (3) aktivitas industri di bantaran Kali Surabaya terus meningkat disertai peningkatan beban pencemaran akibat limbah industri yang dihasilkan; (4) tanpa tindakan pengendalian pencemaran Kali Surabaya berisiko terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian lapangan dilaksanakan selama 7 bulan mulai Agustus 2009 hingga Februari 2010. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Lokasi penelitian. Penentuan stasiun/lokasi pengambilan contoh air sungai untuk menentukan parameter fisik dan kimia air dilakukan secara purposive sampling yang dibedakan berdasarkan jarak dari Dam Jagir dan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan industri dan kawasan padat pemukiman. Enam
70
lokasi pengambilan contoh yang dipilih adalah: (1) Bendung Gunungsari (2.60 km); (2) Jembatan Sepanjang (6.50 km); (3) Karangpilang (8.25 km); (4) Tambangan Bambe (12.00 km); (5) Tambangan Cangkir (15.60 km); dan (6) Jembatan Jrebeng (24.10 km). Penentuan lokasi pengambilan contoh air minum PDAM untuk menentukan kualitas fisik dan kimia air dan memprediksi risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan masyarakat juga dilakukan secara purposive sampling berdasarkan jarak dari Karangpilang yang merupakan lokasi intake PDAM. Pengambilan contoh air dilakukan pada setiap stasiun secara komposit tempat yaitu campuran beberapa sampel pada satu aliran dari beberapa titik dengan volume dan waktu yang sama, sehingga dengan metode komposit ini diharapkan dapat mewakili kondisi perairan dari semua strata kedalaman pada masing-masing stasiun pengamatan. Lokasi pengambilan contoh air untuk penentuan kualitas air Kali Surabaya ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Lokasi sampling kualitas air Kali Surabaya. 3.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kali Surabaya memiliki panjang sekitar 41 km mulai dari Dam Mlirip hingga Dam Jagir/Ngagel. Lebar sungai bervariasi 60 hingga 100 meter. Debit air Kali Surabaya bervariasi sepanjang tahun (berkisar 20 hingga 100 m3/detik),
71
sementara berdasarkan data Perum Jasa Tirta, diketahui Debit di Dam Mlirip bervariasi 7 hingga 70 m3/detik (Masduki & Apriliani 2008). Kali Surabaya mempunyai beberapa anak sungai utama, yaitu Kali Kedungsumur, Kali Marmoyo, Kali Banjaran, Kali Tengah, dan Kali Kedurus. Anak sungai tersebut merupakan penyumbang pencemaran yang besar yang berasal dari limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian. Kali Surabaya mempunyai catchment area yang luas, termasuk catchment area anak sungainya. Kali Kedungsumur mempunyai catchment area sekitar 99 km2, alirannya berasal dari Watudakon yang melintasi Kali Brantas melalui siphon dan masuk ke Kali Surabaya sekitar 1.5 km setelah Dam Mlirip. Kali Banjaran mengalirkan air dari kawasan perkampungan di daerah Krikilan. Aliran Kali Banjaran ini memasuki Kali Surabaya sekitar 20.5 km setelah Dam Mlirip. Aliran Kali Tengah masuk ke Kali Surabaya sekitar 30 km setelah Dam Mlirip. Kali Tengah merupakan saluran air limbah yang berasal dari beberapa industri di sepanjang Kali Tengah. Aliran air Kali Kedurus masuk ke Kali Surabaya sekitar 39 km setelah Dam Mlirip atau sekitar 170 m setelah Dam Gunungsari. Kali Kedurus merupakan saluran air limbah yang berasal dari rumah tangga di sekitar Kali Kedurus. catchment area Kali Kedurus sekitar 71 km2. Penggunaan utama air Kali Surabaya sesuai dengan peruntukannya adalah untuk air baku air minum (berdasarkan SK Gubernur Jatim No. 413/1987 Kali Surabaya ditetapkan sebagai sungai golongan B). Penggunaan lainnya adalah untuk air industri, irigasi, dan perikanan. 3.3 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh air sungai, contoh air minum PDAM Karang Pilang, NaOH, H 2 SO 4 , Na 2 SO 3 , NH 4 Cl, larutan penyangga borat, H 3 BO 3 , larutan natrium fenolat, larutan NaClO, K 2 Cr 2 O 7 , HgSO 4 , Ag 2 SO 4 , indikator feroin, fero amonium sulfat Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2 .6H 2 O, asam sulfamat, MnCl2 , KI, larutan standar Na 2 S 2 O 3 , pereaksi Nessler, brusin, larutan NaCl, NaNO 3 , NaNO 2 , akuades, larutan sulfanilamid, larutan N-(1naftil)-etilendiamin dihidroklorida, amonium molibdat, SnCl2 , larutan standar fosfat, indikator fenolptalein, Hg(NO 3 ) 2 , Pb(NO 3 ) 2 , dan Cd(NO 3 ) 2 .
72
Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi: seperangkat peralatan gelas untuk analisis kimia air, van dorn water sampler, coolbox, termometer, pHmeter, konduktometer, quesioner, spektrofotometer, atomic absorption spectrometry (AAS), software expert choise, dan software powersim. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang dirancang untuk mendeskripsikan kondisi fisik, kimia, sosial dan ekonomi sebagai kondisi eksisting lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara, kuisioner, survei lapangan serta pengukuran langsung di lapangan dan di laboratorium terhadap parameter fisik, kimia air Kali Surabaya dan air limbah. Wawancara pakar dilakukan untuk memperoleh data tentang kegiatan reduksi beban pencemaran, teknologi pengendalian pencemaran, dan identifikasi elemen kunci dalam analisis prospektif. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan data sosial ekonomi masyarakat. Studi kasus dan literatur digunakan untuk memperoleh data sekunder dari instansi terkait atau literatur terutama hasil-hasil penelitian dengan kasus yang serupa. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi jumlah penduduk, hotel, industri, debit buangan limbah industri, debit air Kali Surabaya, kadar parameter pencemar bersumber dari limbah industri, limbah hotel, dan saluran buangan, serta anak sungai. Untuk menentukan jumlah penduduk yang akan disurvei untuk pengumpulan data persepsi masyarakat dan data sosial ekonomi masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya digunakan teknik pengambilan contoh secara purposive sampling. Jumlah sampel responden ditentukan dengan menggunakan rumus Storin dan Bag (Fauzy 2001). Rumus penentuan jumlah sampel menurut Storin dan Bag adalah: n=
N n + Ne 2
Keterangan: n = ukuran sampel minimal; N = ukuran populasi; e = batas kesalahan yang diinginkan
(6)
73
3.5 Rancangan Penelitian 3.5.1 Penentuan Kualitas Air Parameter kualitas air mencakup parameter fisika dan kimia yang menggambarkan kondisi kualitatif perairan Kali Surabaya dan kualitas air minum PDAM dari semua lokasi pengambilan contoh. Analisis parameter kualitas air menggunakan metode APHA (1998). Parameter kualitas air yang dianalisis beserta metode, peralatan, dan tempat analisis disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan Parameter I. Fisika 1. suhu 2. Konduktivitas 3. TSS II. Kimia 1. pH 2. DO 3. COD 4. BOD 5. NH 3 (Amonia) 6. N-Nitrat 7. N-Nitrit 8. Fosfat 9. Kadar Hg 10. Kadar Pb 11. Kadar Cd
Satuan
Metode Analisis
Peralatan
Tempat Analisis
mg/l
Pemuaian Konduktometri Gravimetri
Termometer Konduktometer Neraca Analitik
In situ In situ Laboratorium
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Potensiometri Titrasi Winkler Titrimetri Titrimetri Spektrofotometri Spektrofotometri Spektrofotometri Spektrofotometri Spektrometri Spektrometri Spektrometri
pHmeter Peralatan titrasi Peralatan titrasi Peralatan titrasi Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer AAS AAS AAS
In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
0
C µ mho
3.5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Data yang dibutuhkan untuk menentukan beban pencemaran dan tingkat pencemaran adalah sumber pencemar, nilai parameter pencemar, debit air limbah, dan nilai parameter fisik kimia air Kali Surabaya. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis parameter pencemar (in situ dan laboratorium), wawancara, dan data sekunder. Sumber pencemar yang diidentifikasi adalah industri, pemukiman, dan hotel. Sumber pencemar industri adalah industri yang mengalirkan limbah ke Kali Surabaya, terdiri atas industri yang membuang limbah zat organik dan industri yang membuang limbah logam terlarut. Pengumpulan data beban limbah industri, pemukiman, hotel, saluran buangan domestik, saluran limbah pertanian, dan limbah lewat anak sungai mencakup lokasi, debit air limbah, dan parameter
74
pencemar dilakukan melalui survei lapangan, wawancara, data sekunder, dan pengukuran bersama PJT-I. 3.5.3 Proyeksi Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb terhadap Kesehatan Data dan informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji proyeksi risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan adalah: (1) dosis referensi untuk setiap jenis spesi kimia risk agent; (2) konsentrasi spesi kimia risk agent dalam air minum PDAM, air sungai, dan sedimen. Pengumpulan data untuk proyeksi risiko dampak dilakukan melalui analisis kimia terhadap contoh air Kali Surabaya dan contoh air Kali Surabaya dan air minum PDAM yang bersumber dari Kali Surabaya, serta data sekunder terutama nilai default dari Exposure Factor Handbook (EPA 1990) dan reference dose (RfD) dari Integrated Risk Information System (IRIS 2007). 3.5.4
Pemilihan Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran yang Efektif dan Efisien Pemilihan kegiatan reduksi beban pencemaran yang efektif dan efisien,
dikembangkan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada kali surabaya. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran ditentukan berdasarkan sumber dari pakar dan pustaka. Berdasarkan hasil kajian pustaka dan wawancara mendalam dengan pakar, berhasil diidentifikasi sepuluh alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya, yaitu: (1) Pembuatan UPL komunal, (2) Penerapan pajak limbah pencemar industri, (3) Pemantauan kualitas limbah dan sumber air, (4) Penyuluhan, (5) Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, (6) Sistem penegakan hukum lingkungan, (7) Penetapan kelas air Kali Surabaya, (8) Penetapan daya tampung beban pencemaran, (9) Relokasi industri, dan (10) Penataan ruang. Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran adalah: (1) Keadilan, (2) Keberlanjutan, (3) Partisipasi masyarakat, (4) Prosedur dan persyaratan, (5) Efisiensi, dan (6) Kemudahan manajemen. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini minimal harus memenuhi salah satu kriteria/persyaratan, yaitu (1) Mendapatkan pendidikan formal S2/S3 pada
75
bidang yang dikaji, (2) Berpengalaman dalam bidang yang dikaji, dan (3) Praktisi dalam bidang yang dikaji. 3.5.5 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air, dikembangkan untuk menentukan pilihan teknologi pengendalian pencemaran air yang paling efektif. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah teknik perbandingan indeks kinerja (comparative performance index, CPI). Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air untuk berbagai teknologi pengolahan kimia, fisika, biologi atau kombinasinya ditentukan berdasarkan sumber dari pustaka dan pakar. Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air yang berhasil diidentifikasi berdasarkan pendapat pakar adalah: (1) Pengendapan, (2) Screening, (3) Wastewater garden, (4) Filtrasi, (5) Lumpur aktif, (6) Disinfeksi, dan (7) Biofilter, sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian alternatif adalah: (1) Efisiensi pemisahan; (2) Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya operasional; dan (5) Kemudahan pengoperasian. 3.5.6 Desain Model Pengendalian Pencemaran Air Data yang diperlukan untuk mendesain model pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya
adalah
beban
pencemaran
yang
berasal
dari
limbah
pemukiman/domestik, limbah hotel, limbah pertanian, dan limbah industri. Pengumpulan data tentang sumber-sumber pencemaran dan jenis pencemar yang masuk ke Kali Surabaya dilakukan melalui data sekunder dan wawancara. Sumber pencemar yang didata adalah pemukiman, hotel, industri, dan pertanian, sedangkan parameter yang didata adalah jumlah masing-masing sumber, jumlah pemakaian air, jumlah rumah tangga dan penduduk, debit air limbah, sarana pembuangan dan pengolahan limbah. Desain model dilakukan untuk melihat perilaku sistem dalam membantu perencanaan strategi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Model bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil studi yang dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan. Perangkat lunak yang digunakan sebagai alat bantu pemodelan sistem adalah powersim.
76
3.6 Analisis Data 3.6.1 Analisis Fisika dan Kimia Kualitas Air Analisis parameter fisika dan kimia air sungai dan air minum PDAM mengacu pada metode APHA (1998). Hasil analisis kualitas air dari semua lokasi pengambilan contoh dibandingkan dengan Baku Mutu Perairan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 3.6.2 Analisis Status Kualitas Air Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Pada metode STORET data parameter kualitas air hasil pengukuran dibandingkan dengan baku mutu air disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status kualitas air. Kualitas air pada suatu sungai untuk suatu peruntukan air dan parameter-parameter kualitas air yang telah melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu dapat diketahui dengan metode STORET. Penentuan status kualitas air dengan metode STORET adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United State - Environmental Protection Agency), dengan mengklasifikasikan kualitas air dalam empat kelas, yaitu : (1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu (2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 tercemar ringan (3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 tercemar sedang (4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31 tercemar berat Penentuan status kualitas air dengan metode STORET dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan tabulasi data kualitas air yang memuat semua nilai hasil pengukuran parameter fisika dan kimia (pH, DO, COD, BOD, TSS, N-NH 3 , N-NO 3 , P-PO 4 , dan kadar Hg, Pb, dan Cd) sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data) dan mencantumkan nilai maksimum, minimum, dan rata-rata hasil pengukuran masing-masing parameter pada setiap lokasi pengamatan; 2. Membandingkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air;
77
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0; 4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu), maka diberi skor: Parameter Fisika Kimia < 10 Maksimum -1 -2 Minimum -1 -2 Rata-rata -3 -6 Maksimum -2 -4 ≥ 10 Minimum -2 -4 Rata-rata -6 -12 *) Jumlah parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air Jumlah Contoh*)
Nilai
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status kualitasnya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai. 3.6.3 Analisis Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Analisis beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar baik dari effluen air limbah industri, limbah pemukiman, limbah hotel, dan limbah pertanian baik melalui outlet maupun saluran/anak sungai dilakukan melalui pendekatan Rapid Assessment (WHO 1993) dan faktor konversi (emisi) yang diperoleh dari pustaka. Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban pencemaran adalah: BP = Q x C i x f
(7)
Keterangan: BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (kg / hari) Q = debit air limbah atau air sungai (m3 / detik) C i = konsentrasi parameter ke-i (mg / liter) f = faktor konversi (86.4) Total beban pencemaran dari suatu sumber ditentukan menggunakan persamaan: n
TBP =
∑ BP i =1
Keterangan: TBP = total beban pencemaran yang masuk ke perairan BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (ton/tahun) n = jumlah sumber pencemar i = beban limbah sungai ke-i
78
Penentuan tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan mengacu pada KepMen Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003, yaitu menggunakan metode indeks pencemaran (IP). Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Pada penelitian ini parameter kualitas air yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran adalah: pH, TSS, DO, BOD, COD, N-NO 3 , N-NO 2 , N-NH 3 , P-PO 4 , kadar Hg, Pb, dan Cd. Penentuan tingkat pencemaran dengan indeks pencemaran (IP) Sumitomo dan Nemerow dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1. Memilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik; 2. Memilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang; 3. Menghitung nilai C i /Lij tiap parameter pada setiap lokasi sampling; 4.a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum C im (misal untuk DO, maka C im merupakan nilai DO jenuh); Dalam kasus ini nilai C i /Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai C i /Lij hasil perhitungan, yaitu : (C i /Lij ) baru =
Cim − Ci ( hasil pengukuran ) Cim − Lij
4.b. Jika nilai baku L ij memiliki rentang, maka : - untuk C i ≤ Lij rata-rata
(C i /L ij ) baru =
- untuk C i > Lij rata-rata
(C i /L ij ) baru =
[Ci − ( Lij ) rara − rata ] {( Lij ) min − ( Lij ) rata − rata } [Ci − ( Lij ) rara − rata ] {( Lij ) max − ( Lij ) rata − rata }
4.c. Jika dua nilai (C i /Lij ) berdekatan dengan nilai acuan 1.0, misal C 1 /L1j = 0.9 dan C 2 /L2j = 1.1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C 3 /L 3j = 5.0 dan C 4 /L4j = 10.0, maka tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah : (1) Penggunaan nilai (C i /Lij ) hasil pengukuran kalau nilai ini < 1.0. (2) Penggunaan nilai (C i /Lij ) baru jika nilai (C i /Lij )
hasil pengukuran
(C i /L ij ) baru = 1.0 + P.log(C i /L ij ) hasil pengukuran
> 1.0:
79
P adalah konstanta (biasanya digunakan nilai 5). 5. Menentukan nilai rata-rata (C i /L ij ) R dan nilai maksimum (C i /Lij ) M dari keseluruhan C i /L ij ; 6. Menentukan harga indeks pencemaran (IP) menggunakan formula: IP =
(Ci / Lij ) 2M + (Ci / Lij ) 2R 2
(8)
dengan : IP = indeks pencemaran C i = konsentrasi parameter kualitas air (i) Lij = baku mutu peruntukan air (j) (C i /L ij ) M = nilai maksimum C i /L ij (C i /L ij ) R = nilai rata-rata C i /L ij Evaluasi terhadap nilai indeks pencemaran (IP) Sumitomo dan Nemerow adalah : 0 ≤ IP ≤ 1.0 memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1.0 < IP ≤ 5.0 tercemar ringan 5.0 < IP ≤ 10 tercemar sedang IP > 10 tercemar berat 3.6.4 Analisis Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb terhadap Kesehatan Tingkat risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan dinyatakan sebagai risk quotient (RQ) untuk efek-efek non karsinogenik (IPCS 2004; ATSDR 2005; Rahman 2007) dan excess cancer risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik (EPA 2005; Rahman 2007). Persamaan yang digunakan untuk menghitung RQ adalah: RQ =
I nk RfD
(9)
Keterangan: I nk = asupan (intake) non karsinogenik (mg/kg bb /hari) RfD = dosis referensi (reference dose) (mg/kg bb/hari) Risiko kesehatan dinyatakan ada dan perlu dikendalikan jika RQ > 1, namun jika RQ ≤ 1, risiko tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak melebihi 1. Nilai ECR diperoleh dengan mengalikan cancer slope factor (CSF) dengan asupan karsinogenik risk agent (I k ):
80
ECR = CSF x I k
(10)
Risiko kesehatan tidak dapat diterima bila 10-6 < ECR < 10-4 (US-EPA 1990). Jumlah asupan (intake) dari air minum dihitung menggunakan persamaan (ATSDR 2005; Rahman 2007): I=
C x R x f E x Dt Wb x t avg
(11)
Keterangan : I = asupan (mg/kg/hari) C = konsentrasi risk agent (mg/l) R = laju asupan atau konsumsi (L/hari) f E = frekuensi pemaparan (hari/tahun) D t = durasi pemaparan (30 tahun untuk nilai default residensial) Wb = berat badan (kg) t avg = periode waktu rata-rata (70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen, D t x 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen) Untuk mengkuantifikasi paparan yang berkaitan dengan kontaminasi logam merkuri (Hg), timbal (Pb), dan cadmium (Cd) di Kali Surabaya digunakan analisis risiko kesehatan terhadap penduduk yang melakukan aktivitas langsung di Kali Surabaya (mandi, mencuci, berenang). Model yang digunakan adalah model analisis risiko kesehatan yang dikembangkan oleh National Institute of Public Health and Environmental Protection (diacu dalam Albering et al. 1999) yang mencakup lima jalur pemaparan, yaitu (1) sedimen,
(2) air permukaan, (3)
material tersuspensi, (4) kontak kulit dengan air permukaan, dan (5) kontak kulit dengan sedimen. Persamaan yang digunakan dalam model untuk menghitung total pemaparan adalah (Whitmyre et al. 1992; Albering et al. 1999): 1) Asupan (intake) bersumber dari sedimen (mg/kg bb/hari) I ds =
Cs x IRs x EF x AF Wb
Keterangan: C S = konsentrasi kontaminan dalam sedimen (mg/kg dw) IRs = laju asupan sedimen (kg dw/hari paparan) EF = frekuensi paparan (hari/365 hari) AF = faktor absorpsi (tanpa satuan), dan Wb = berat badan (kg)
(12)
81
2) Asupan yang bersumber dari sungai (air permukaan) (mg/kg bb/hari)
Cw x IRw x EF x AF Wb
I WS =
(13)
Keterangan: C W = konsentrasi kontaminan dalam air permukaan (mg/l) IRw = laju asupan air permukaan (liter/hari paparan) 3) Asupan yang bersumber dari material tersuspensi (mg/kg bb/hari):
CM x CMW x IRw x EF x AF Wb
I SM =
(14)
Keterangan: CM
= konsentrasi kontaminan dalam material tersuspensi (mg/kg dw)
CMW = kandungan material tersuspensi di air permukaan (kg/liter) 4) Asupan lewat kontak dermal dengan sedimen (mg/kg bb/hari) I Kds =
Cs x SAs x AD x ASs x Mf x EDs x EF x AF Wb
(15)
Keterangan: SAs = luas permukaan kulit untuk paparan sedimen (m2), AD = laju kontak kulit dengan sedimen (mg/cm2), ASs = laju absorpsi dermal (liter/jam), Mf = faktor matriks (tanpa satuan), EDs = durasi pemaparan terhadap sedimen (jam/hari) 5) Asupan lewat kontak dermal dengan air permukaan (mg/kg bb/hari) I Kdw =
Cw x SAw x ASw x EF x EDw x AF Wb
(16)
Keterangan: SAw = luas permukaan kulit untuk pemaparan pada air permukaan (m2) ASw = laju absorpsi dermal [(mg/m2)/(mg/l)/jam] EDw = durasi pemaparan (jam/hari) Nilai default faktor-faktor pemaparan yang digunakan dalam pemodelan pemaparan untuk menghitung asupan berbagai jalur pemaparan mengacu pada nilai yang diberikan oleh Albering et al. (1999) seperti ditunjukkan pada Tabel 18.
82
Tabel 18 Nilai default yang digunakan dalam model pemaparan Parameter
Anak
Dewasa
Laju asupan sedimen (IRs) (kg dw/hari pemaparan) Laju asupan air permukaan (IRw) (liter/hari pemaparan) Faktor absorpsi (AF) Laju absorpsi secara dermal (ASs) (liter/jam) Luas permukaan kulit untuk paparan sedimen (SAs) (m2) Luas permukaan kulit untuk paparan (SAw) (m2) Laju kontak dermal dengan sedimen (AD) (mg/cm2) Matriks faktor (MF) Frekuensi pemaparan (EF) (hari/365 hari) Berat badan (Wb) (kg) Durasi pemaparan terhadap sedimen (EDs) (jam/hari) Durasi pemaparan dalam air permukaan (EDw) (jam/hari) Fraksi kontaminan (FI)
1E-3 5E-2 1 0.01 0.17 0.95 0.51 0.15 30 15 8 2 0.5
3.5E-4 5E-2 1 0.005 0.28 1.80 3.75 0.15 30 70 8 1 0.5
Sumber : Albering et al. (1999) Keterangan: fw = fresh weight, dw = dry weight
Hasil penentuan total tingkat pemaparan atau asupan logam berat melalui kelima jalur pemaparan, selanjutnya dibandingkan dengan asupan harian yang dapat ditoleransi (tolerable daily intake, TDI). TDI merujuk pada dosis referensi suatu bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari tanpa menimbulkan risiko yang terindentifikasi pada pemaparan selama hidup (lifetime exposure). Tingkat bahaya (hazard quotient, HQ) ditentukan dengan membandingkan jumlah paparan harian rata-rata dengan TDI. Nilai rata-rata paparan harian (mg/kg bb/hari) ditentukan menggunakan persamaan (Albering et al. 1999): 6 x paparan harian Anak 64 x paparan harianDewasa + 70 7
HQ =
∑
paparan harian rata − rata TDI
(17) (18)
Jika nilai HQ < 1, berarti tidak ada risiko bahaya yang terjadi. 3.6.5 Pendekatan Sistem dalam Desain Model Pengendalian Pencemaran Air Desain model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan dengan pendekatan sistem, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang diawali dengan identifikasi kebutuhan yang menghasilkan suatu sistem operasional yang efisien. Model pengendalian pencemaran yang dibangun didasarkan pada beban limbah dan karakteristik pencemaran di Kali Surabaya, terutama karakteristik
83
efluen dan kimia pencemar dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan. Pengkajian yang menggunakan pendekatan sistem sebagai metodologi dicirikan oleh tiga karakteristik sistem yaitu kompleks, dinamik dan probabilistik, dengan tiga pola pikir dasar yang selalu menjadi pegangan pokok para ahli sistem dalam menjawab permasalahan (Eriyatno, 2003), yaitu:
(1)
Sibernatik
(cybernetic), berorientasi pada tujuan, (2) Holistik (holistic), cara pandang yang utuh terhadap
keutuhan
sistem,
dan (3)
Efektif (effectiveness),
lebih
mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencari efisiensi keputusan. Pendekatan sistem memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendesain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas disiplin dan komplementer. Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesis (rekayasa), yaitu: (1) analisis kebutuhan; (2) formulasi masalah; (3) identifikasi sistem; (4) pemodelan sistem; (5) verifikasi dan validasi; dan (6) implementasi (Eriyatno 2003). 1) Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku/stakeholders (Hartrisari 2007). Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem. Menurut Marimin (2007), analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapang, dan sebagainya. Analisis sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya melibatkan beberapa pelaku yang terlibat dalam sistem tersebut. Kunci kesuksesan dari sebuah sistem adalah jika semua pelaku yang terlibat dalam sistem dapat memperoleh manfaat dari sistem yang dibangun. Pelaku yang terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran air kali surabaya adalah: (1) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kota Surabaya yang merupakan instansi pengelola air minum; (2) Perum Jasa Tirta-I sebagai instansi dengan tugas pokok eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta pengelolaan DAS; (3) Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD); (4) Dinas Pekerjaan Umum Pengairan; (5) Dinas Pariwisata; (6) Industri; (7) Masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran
84
sungai dan masyarakat pengguna PDAM kota surabaya. Kebutuhan pelaku sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19 Analisis kebutuhan pada sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya No
Pelaku
Kebutuhan Kota
◊ ◊ ◊ ◊
1
PDAM Surabaya (Pengelola)
2
Perum Jasa Tirta I
◊ Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat dan industri; ◊ Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pengelolaan sungai; ◊ Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1; ◊ Peningkatan pendapatan perusahaan dari jasa air.
3
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)
◊ Setiap perusahaan memiliki IPLC dan mengoperasikan instalasi pengolah air limbah (IPAL); ◊ Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat, bantuan dana dan kerjasama antar lembaga; ◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah industri dan limbah domestik. ◊ Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1
4
Dinas PU Pengairan Jatim
◊ Setiap perusahaan memiliki IPLC dan mengoperasikan instalasi pengolah air limbah (IPAL); ◊ Bantaran Kali Surabaya bebas dari pemukiman penduduk; ◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah industri dan limbah domestik. ◊ Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1
5
Dinas Pariwisata
◊ Setiap perusahaan memiliki dan mengoperasikan instalasi pengolah air limbah (IPAL); ◊ Partisipasi aktif semua pihak untuk menjaga kebersihan dan keindahan sungai dan ekosistem di sekitarnya; ◊ Peningkatan Pendapatan Asli Daerah; ◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dan indah.
6
Industri
◊ Kewajiban pengelolaan lingkungan dipermudah dan tidak berbelit-belit; ◊ Biaya pengelolaan lingkungan rendah; ◊ Teknologi pengolah limbah yang efektif dan efisien; ◊ Pendapatan meningkat; ◊ Kondisi lingkungan masyarakat kondusif.
7
Masyarakat
◊ Kualitas kehidupan masyarakat luas tidak terganggu oleh dampak negatif pencemaran lingkungan; ◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah industri dan limbah domestik; ◊ Pendapatan meningkat; ◊ Penerapan Corpoorate Social Responsibiliy (CSR).
Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan; Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1; Harga dan pasokan air baku dari Kali Surabaya stabil; Peningkatan pendapatan perusahaan dari jasa air.
85
2) Formulasi Masalah Formulasi masalah merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam perancangan model. Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno 2003). Formulasi masalah perlu dikembangkan menjadi suatu pernyataan masalah yang mendefinisikan gugus kriteria kelakuan sistem yang kemudian dievaluasi. Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan antar pelaku dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, permasalahan yang sering muncul dalam upaya pengendalian pencemaran air sungai adalah: 1. Belum ada koordinasi antar sektor/dinas dan lemahnya penegakan hukum; 2. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelestarian sumber daya air sungai; 3. Belum ada data terbaru parameter kualitas air Kali Surabaya, utamanya kadar logam berat Hg, Pb, dan Cd; 4. Belum tersedia proyeksi risiko dampak pencemaran air terhadap kesehatan penduduk; 5. Belum tersedia strategi pengendalian pencemaran badan air kali surabaya yang efektif. 3) Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus
dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno 2003). Identifikasi sistem dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap komponenkomponen yang terlibat di dalam sistem yang dikaji dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop) dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengkait, sehingga membentuk sebuah diagram sebab akibat, pangkal panah mengungkapkan sebab dan ujung panas mengungkapkan akibat. Hubungan digambarkan dengan tanda positip (+) atau negatif (-). Diagram sebab akibat sistem pengendalian pencemaran air kali surabaya, ditunjukkan pada Gambar 8.
86
+ Pendidikan (Kesadaran Lingkungan)
Kesejahteraan Penduduk
+
Kualitas Lingkungan
+
Beban Pencemaran
Partisipasi
-
+
Aktifitas Ekonomi
+
-
+
Limbah + + Permukiman Penduduk
Populasi +
+
+ +
+
Pertanian (Lahan)
+ Industri Hotel
Gambar 8 Diagram lingkar sebab akibat sistem pengendalian pencemaran air. Peningkatan pencemaran air Kali Surabaya akan menurunkan kualitas air yang berdampak tidak hanya pada aspek ekologis dan ekonomis, namun juga pada aspek estetika dan kesehatan manusia. Percemaran air bersifat kompleks, tingkat pencemaran berubah dengan waktu (dinamik) dan terkait dengan multistakeholder. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis sistem pengendalian pencemaran air membutuhkan beberapa informasi yang dapat digolongkan menjadi beberapa peubah, yaitu peubah input, peubah output dan parameter yang membatasi susunan sistem. Diagram input output yang sering disebut diagram kotak gelap (black box) menggambarkan hubungan antara output yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan. Pada Gambar 9 diperlihatkan diagram black box sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
87
Lingkungan • UU No. 32 Tahun 2009 • UU No. 7 Tahun 2004 • PP No. 82 Tahun 2001 Output yang dikehendaki • Beban pencemaran menurun • Kualitas air memenuhi baku mutu kelas 1 • Meningkatnya partisipasi masyarakat
Input tak terkontrol • Limbah non-point • Debit air • Beban limbah
Model Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya
Input terkontrol Pertumbuhan & kesadaran penduduk Persepsi masyarakat Implementasi peraturan Komitmen/Dukungan Pemda Sistem & kapasitas kelembagaan
Output yang tidak dikehendaki Parameter kinerja • Baku mutu
Jumlah beban limbah meningkat Kurangnya kerjasama stakeholders Penurunan kesehatan masyarakat Kualitas air terus menurun
Manajemen Pengendalian
Gambar 9 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. 3.6.6 Validasi Model Validasi model merupakan tahap yang sangat penting dalam metode sistem dinamik (Barlas 1996). Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji di mana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno 2003). Validasi model ditujukan untuk melihat kesesuaian hasil model dibandingkan dengan realitas yang dikaji (Hartrisari 2007). Validasi model dilakukan dengan menguji kebenaran struktur model dan keluaran model untuk menunjukkan kesalahan minimal dibandingkan dengan data aktual termasuk menggunakan berbagai teknik statistika. Validasi struktur untuk memperoleh keyakinan konstruksi model valid secara ilmiah atau didukung oleh struktur sistem nyata, sedangkan validasi keluaran model (kinerja) dilakukan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata (Muhammadi et al. 2001). Validasi struktur dilakukan melalui studi pustaka, sedangkan validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan dengan data empirik. Untuk memverifikasi keluaran model dengan data empirik dilakukan uji
88
menggunakan uji statistik AME (absolute means error), yaitu penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual. Persamaan powersim AME sebagai berikut: AME = abs (sr-Ar)/Ar Sr = integrate (S)/(t(n)-t(0)) Ar = integrate (A)/(t(n)-t(0)) Keterangan:
A = nilai aktual S = nilai simulasi n = waktu abs = nilai absolut Integrate = sigma fungsi waktu
Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah < 10% (Barlas 1996; Muhammadi et al. 2001). 3.6.7 Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Pengembangan skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan dengan menggunakan analisis prospektif. Menurut Hartrisari (2002), analisis prospektif merupakan studi tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan dengan tujuan mempersiapkan tindakan strategis dan melihat apakah dibutuhkan perubahan di masa depan. Analisis prospektif merupakan pengembangan dari metoda Delphi yang menggunakan pendapat kelompok pakar untuk pengambilan keputusan. Analisis prospektif terdiri atas beberapa langkah (Hartrisari 2002), yaitu: 1. Menentukan tujuan; 2. Mengidentifikasi faktor penentu di masa depan 3. Menemukan elemen kunci di masa depan 4. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan Identifikasi terhadap faktor-faktor penentu dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya didasarkan pada pendapat pakar (expert judgement). Untuk mengidentifikasi keterkaitan antar faktor (elemen penting) dalam sistem dibuat matriks seperti ditunjukkan pada Tabel 20.
89
Tabel 20 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya Dari Terhadap
A
B
C
D
E
F
G
H
I
...
A B C D E F G H I ... Semua faktor yang teridentifikasi akan dinilai pengaruh langsung antar faktor menggunakan pedoman penilaian seperti ditunjukkan dalam Tabel 21. Tabel 21 Pedoman penilaian analisis prospektif Skor
Keterangan
0
Tidak ada Pengaruh
1
Berpengaruh kecil
2
Bepengaruh sedang
3
Berpengaruh sangat kuat
Pedoman penilaian dilakukan dengan pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah faktor A berpengaruh terhadap faktor B? Jika tidak beri nilai 0, jika ya menuju ke pertanyaan selanjutnya 2. Apakah faktor A berpengaruh sangat kuat terhadap B? Jika ya beri nilai 3, jika tidak menuju ke pertanyaan selanjutnya 3. Apakah pengaruhnya besar atau tidak? Jika ya beri nilai 2, jika tidak beri nilai 1 Hasil matriks gabungan pendapat pakar diolah dengan perangkat lunak analisis prospektif. Hasil perhitungan divisualisasikan dalam diagram pengaruh dan ketergantungan antar faktor seperti terlihat pada Gambar 10. Tahapan penting dalam analisis prospektif adalah (Hartrisari 2002): 1. Membuat keadaan (state) suatu faktor Pada tahap ini, faktor-foktor kunci yang telah ditentukan dibuat keadaan (state) dengan ketentuan sebagai berikut:
90
a. Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi dalam suatu waktu di masa yang akan datang; b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tentang situasi dari sebuah faktor; c. Setiap keadaan harus disefinisikan dengan jelas; d. Bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaaan tsb harus dibuat secara kontras; e. Identifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaaan. 2. Membangun skenario yang mungkin terjadi a. Susun suatu skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa yang akan datang; b. Skenario merupakan kombinasi faktor. Karenanya, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan mutual incompotible; c. Berikan nama pada setiap skenario (mulai dari nama paling optimis sampai ke nama paling pesimis); d. Memilih skenario yang paling mungkin terjadi 3. Implikasi skenario a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi; b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya; c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun.
Pengaruh Variabel penentu INPUT
Variabel autonomous UNUSED
Variabel penghubung STAKES
Variabel Terikat OUTPUT
Ketergantungan
Gambar 10 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem.
91
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya mempunyai kedudukan geografis pada 07012’ - 07021’ lintang selatan dan 112036’ - 112054’ bujur timur. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, sebelah barat dengan Kabupaten Gresik, dan sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Madura. Topografi Kota Surabaya meliputi Kota pantai, 80% berupa dataran rendah dengan ketinggian 3-6 meter di atas permukaan laut dan kemiringan kurang dari 3%, sedangkan 20% wilayah berupa perbukitan dengan gelombang rendah dengan ketinggian lebih dari 20 - 30 meter dan kemiringan 515% (Bapedal Kota Surabaya 2006). Suhu Kota Surabaya cukup panas, yaitu rata-rata antara 22.60 – 34.10 0C, dengan tekanan udara rata-rata antara 1005.2 – 1013.9 milibar dan kelembaban antara 42 - 97%. Kecepatan angin rata-rata per jam mencapai 12 – 23 km, curah hujan rata-rata antara 120 – 190 mm. Secara administrasi luas daratan wilayah Kota Surabaya ± 32,636.68 Ha dan lautan ± 19039 ha yang terbagi dalam 31 kecamatan, 163 wilayah kelurahan, 1298 Rukun Warga dan 8338 Rukun Tetangga. Urbanisasi merupakan salah satu isu lingkungan Kota Surabaya, tingginya mobilisasi penduduk di Kota Surabaya tiap tahunnya seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian Kota Surabaya, seperti meningkatnya jumlah industri, jumlah hotel, serta jumlah pasar. Peningkatan aktivitas perekonomian ini membuat penduduk dari luar daerah migrasi ke Kota Surabaya. Urbanisasi ini menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pemukiman, jumlah limbah yang akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan peningkatan kebutuhan air bersih serta fasilitas sanitasi lingkungan Kota Surabaya.4.2 Kondisi Iklim Berdasarkan data iklim Surabaya tahun 2008 dapat dianalisa bagaimana kondisi iklim di Kota Surabaya. Kota Surabaya tercatat sebagai kota terpanas kedua setelah Jakarta, disusul Semarang pada peringkat ketiga. Suhu rata-rata minimum 22.6 oC dan maksimum 34.8 oC. Semakin memanasnya suhu Kota
92
Surabaya disebabkan tingginya gas emisi yang dilepas ke udara. Menurut data BLH (2009), sumber emisi terbesar berasal dari gas CO 2 5,480,000 ton/tahun, partikulat (Pb, Zn, Cu dan Cd) 622,560 ton/tahun, dan hidrokarbon 310,000 ton/tahun. Suhu rata-rata bulanan di Kota Surabaya tidak mengalami fluktuasi yang besar. Pada bulan Mei, nilai rata-rata suhunya paling dingin dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain dalam satu tahun, yaitu 20.8 oC. Bulan Agustus, September, dan Oktober tercatat sebagai bulan yang paling panas dalam satu tahun, dengan suhu 35.4 – 36.7 oC. Kelembaban rata-rata di Kota Surabaya minimum 43% dan maksimum 95%. Kelembaban udara tersebut menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Tekanan udara rata-rata minimum adalah 1,005.6 Mbs dan maksimum 1,013.8 Mbs. Data suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara selengkapnya, ditunjukkan pada Tabel 22. Tabel 22 Suhu, kelembaban, dan tekanan udara Kota Surabaya tahun 2008 Suhu (oC) Bulan
Maks
Min
Kelembaban (%) Maks
Min
Tekanan Udara (Mbs) Maks
Min
Januari
34.6
23.0
97
48
1,013.4
1,004.8
Februari
33.4
22.8
95
55
1,012.4
1,004.8
Maret
33.7
21.9
98
56
1,013.6
1,004.4
April
34.6
22.6
95
46
1,013.4
1,004.9
Mei
34.8
20.8
94
35
1,014.8
1,006.8
Juni
34.6
21.5
93
39
1,014.3
1,007.2
Juli
33.6
21.4
92
35
1,014.8
1,007.8
Agustus
35.4
22.0
96
40
1,014.2
1,006.7
September
36.2
23.0
89
32
1,015.0
1,006.9
Oktober
36.7
24.4
93
35
1,014.2
1,005.3
November
34.9
24.6
95
49
1,013.2
1,003.4
Desember
34.8
23.7
98
49
1,012.1
1,004.6
Rata-rata
34.8
22.6
95
43
1,013.8
Sumber : Stasiun Meteorologi Perak I Surabaya (2008)dalam BPS (2009).
1,005.6
93
4.3 Tata Guna Lahan Penggunaan lahan Kota Surabaya saat ini didominasi permukiman yang berkembang sangat pesat terutama di Surabaya bagian timur dan barat. Keseluruhan kawasan permukiman menempati lebih dari 42% dari luas kota keseluruhan. Kegiatan perdagangan dan jasa juga cenderung terus bertambah. Pada Tabel 23 ditampilkan komposisi penggunaan lahan Kota Surabaya. Tabel 23 Penggunaan lahan Kota Surabaya No
Penggunaan
Luas (ha)
Persentase
1
Permukiman
13,711.00
42.01
2
Sawah
3,506.19
10.74
3
Tegalan
1,808.90
5.54
4
Tambak
4,982.71
15.27
5
Jasa
2,982.06
9.14
6
Perdagangan
573.32
1.76
7
Industri/Gudang
2,370.38
7.26
8
Tanah Kosong
1,784.90
5.47
9
Lain-lain
918.29
2.81
Sumber: RTRW Kota Surabaya dalam BLH Kota Surabaya (2009).
Perkembangan permukiman yang sangat pesat terutama terjadi di Lakarsantri, Benowo, Wiyung, Sukolilo, dan Rungkut, yang pada umumnya merupakan pengembangan perumahan baru berskala besar. Perkampungan lama umumnya berada di Surabaya bagian tengah. Kawasan Surabaya bagian tengah lebih didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa. Kawasan terbangun di bagian tengah kota dan pada poros utara-selatan juga cenderung berkembang secara intensif, dicirikan dengan semakin banyaknya bangunan bertingkat yang dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Kegiatan industri tetap berkembang pada lokasi yang ada, seperti kawasan industri SIER di Rungkut, kawasan dan lokasi industri di Margomulyo, serta kegiatan industri individual yang cenderung berlokasi dengan pola urban sprawl di seluruh penjuru kota, seperti yang terjadi di sepanjang Jalan Mastrip Karang Pilang dan Jalan Kalirungkut.
94
4.4 Kondisi Hidrolis dan Debit Air Kali Surabaya Pada setiap segmen, penampang Kali Surabaya tidak seragam. Terdapat dua faktor penting yang merupakan bagian dari sifat hidrolika Kali Surabaya, yaitu kedalaman dan kecepatan air. Menurut Dinas PU Pengairan Jawa Timur (2004), profil memanjang dan profil melintang Kali Surabaya bervariasi. Bagian hulu mulai dari Mlirip sampai Driyorejo, lebar Kali Surabaya berkisar 30 – 35 m, kedalaman di tengah 2 – 3 m, dan kedalaman di tepi 0.5 – 1.0 m. Bagian hilir mulai Driyorejo sampai Jagir, lebar Kali Surabaya sekitar 50 – 60 m, kedalaman di tengah 3.5 – 7.0 m, dan kedalaman di tepi 1.0 – 1.5 m. Kondisi hidrolisis Kali Surabaya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Kondisi hidrolis Kali Surabaya Km 42.3 – 36.9
Kedalaman Sungai Rata-rata (m) 3.54
Lebar Sungai Rata-rata (m) 32.22
Kecepatan Aliran Rata-rata (m/detik) 0.36
36.9 – 31.6
3.05
43.82
0.39
31.6 – 21.7
3.19
39.32
0.41
21.7 – 11.9
2.96
42.22
0.41
11.9 – 5.6
4.31
47.14
0.22
5.6 – 2.6
3.95
51.18
0.18
2.6 – 0.0
3.66
52.73
0.20
Sumber : PU Pengairan Jatim (diacu dalam PJT I 2008).
Debit air Kali Surabaya dipengaruhi oleh curah hujan. Secara kuantitas, Kali Surabaya menunjukkan pola perubahan debit yang seragam sepanjang tahun. Pada bulan Desember sampai Mei, debit air Kali Surabaya di beberapa titik pantau/pengukuran menunjukkan nilai yang besar, antara 50 – 100 m3/detik, sedangkan pada bulan Juni sampai November angka debit berkisar 20 – 40 m3/detik. Pola perubahan debit yang konsisten pada bulan-bulan di atas, dapat dibedakan debit Kali Surabaya karena pengaruh musim hujan dan musim kemarau. Debit Kali Surabaya menjadi besar karena pengaruh jumlah hujan di daerah tangkapan hujan. Rata-rata debit aliran Kali Surabaya karena pengaruh musim hujan dan musim kemarau disajikan pada Tabel 25.
95
Tabel 25 Debit aliran Kali Surabaya Debit air (m3/det) Musim hujan Musim kemarau 29.2 21.2
Lokasi Dam Mlirip
Rata-rata (m3/det) 24.18
Jemb Perning
63.2
33.5
48.34
Dam Gunungsari
50.2
16.2
32.69
Sumber: Pemantauan PJT I 2003-2007.
Perum Jasa Tirta I melakukan pengukuran debit air Kali Surabaya secara periodik harian pada empat lokasi pengukuran, yaitu Dam Mlirip, Jembatan Perning, Dam Gunungsari, dan Dam Jagir. Sebagai gambaran, disajikan grafik debit bulanan dan rata-rata tahunan aliran Kali Surabaya (hasil olahan) di Dam Gunungsari selama enam tahun (Gambar 11). Gambar 11, menunjukkan bahwa debit air Kali Surabaya berfluktuasi setiap tahunnya dan terdapat perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau.
(a)
(b)
Gambar 11 (a) Pola perubahan debit aliran Kali Surabaya (Dam Gunungsari) (b) Debit rerata tahunan di Dam Gunungsari (diolah dari data PJT I). 4.5 Kondisi Sosial Ekonomi 4.5.1 Kependudukan Jumlah penduduk Kota Surabaya pada tahun 2008 mencapai 2,902,507 orang terdiri atas 1,453,135 jiwa penduduk laki-laki (50.06%) dan 1,449,372 jiwa penduduk perempuan (49.94%), dengan tingkat kepadatan 86.7 jiwa/ha dan pertumbuhan rata-rata sekitar 1.67 persen per tahun. Menurut BLH Kota Surabaya (2009), populasi penduduk yang bersifat administratif ini berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya. Pada kenyataannya pada siang hari jumlah
96
penduduk Surabaya diperkirakan bertambah sekitar 30% dari jumlah tersebut. Perkembangan pembangunan Kota Surabaya yang cukup pesat menimbulkan daya tarik bagi daerah sekitar untuk datang ke Kota Surabaya, sehingga mengakibatkan jumlah penduduk Kota Surabaya menjadi semakin bertambah. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin tiap kecamatan di Kota Surabaya pada tahun 2008 diperlihatkan pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Bubutan Simokerto Tegalsari Genteng Semampir Pabean Cantikan Krembangan Kenjeran Bulak Gubeng Tambaksari Sukolilo Mulyorejo Rungkut Tenggilis Mejoyo Gunung Anyar Wonokromo Sawahan Wonocolo Jambangan Gayungan Karang Pilang Wiyung Dukuh Pakis Tandes Asemrowo Sukomanunggal Benowo Pakal Lakarsantri Sambikerep Jumlah
Laki-Laki 57 960 52 896 59 422 34 308 97 330 47 552 63 138 59 088 17 614 77 827 110 930 49 779 39 608 45 786 27 754 23 312 93 637 111 140 40 359 21 689 22 665 34 939 29 944 30 104 47 232 19 579 48 923 21 363 18 537 23 333 25 387 1 453 135
Perempuan 57 918 53 634 60 049 35 383 95 856 46 303 62 021 57 659 17 501 79 427 112 219 49 583 39 771 45 716 27 726 23 315 93 176 112 117 40 268 21 272 22 484 34 470 29 846 29 826 47 015 18 908 48 440 21 220 18 180 22 956 25 113 1 449 372
Jumlah 115 878 106 530 119 471 69 691 193 186 93 855 125 159 116 747 35 115 157 254 223 149 99 362 79 379 91 502 55 480 46 627 186 813 223 257 80 627 42 961 45 149 69 409 59 790 59 930 94 247 38 487 97 363 42 583 36 717 46 289 50 500 2 902 507
Sumber: BPS (2009), Dinas Kependudukan dan Capil Kota Surabaya, 2009.
Berdasarkan komposisi kelompok umur/struktur usia pada tahun 2008 proporsi terbanyak penduduk Kota Surabaya adalah pada kelompok usia 26 – 40 tahun sebanyak 804,235 jiwa (28.32%) dan 41-59 tahun 624,356 jiwa (21.99%), sedangkan proporsi terkecil adalah kelompok umur 17 tahun sebanyak 49,079 jiwa (1.73%) dan 6 – 9 tahun 185,481 jiwa (6.53%). Komposisi penduduk
97
berdasarkan profesi yang terbanyak adalah pegawai swasta (23.34%), selanjutnya adalah sebagai ibu rumah tangga (18.21%) dan sebagai pelajar/ mahasiswa (18.00%). Persentase penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, pembantu, petani, dan buruh berturut-turut adalah 0.09, 0.14, 0.27 dan 0.44%. Berdasarkan data penduduk tahun 2003 – 2009, jumlah penduduk Kota Surabaya cenderung mengalami peningkatan dari 1.21 – 2.58 % dengan rata-rata pertumbuhan 1.67 %. Tabel 27 memperlihatkan keadaan penduduk Kota Surabaya menurut jenis kelamin tahun 2003 – 2009. Tabel 27 Keadaan penduduk Kota Surabaya tahun 2003-2009 Tahun 2003
Penduduk Laki-laki 1 337 982
Penduduk Perempuan 1 321 584
Jumlah 2 659 566
2004
1 353 886
1 337 780
2 691 666
2005
1 377 951
1 362 539
2 740 490
2006
1 399 385
1 384 811
2 784 196
2007
1 421 573
1 407 979
2 829 552
2008
1 453 135
1 449 372
2 902 507
2009
1 474 874
1 463 351
2 938 225
Sumber : Dinas Kependudukan dan Capil Kota Surabaya ( 2009) dan ILPPD (2009).
Peningkatan jumlah penduduk di Kota Surabaya akan menimbulkan berbagai dampak berantai dan saling berkaitan dengan yang lain, misalnya pertambahan penduduk akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan sumber daya alam dan
lingkungan, air bersih, sanitasi lingkungan, ketersediaan
pendidikan, lapangan kerja dan fasilitas lainnya, yang pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi lingkungan hidup dan secara otomatis daya dukung lingkungan akan semakin berat sehingga pada akhirnya akan terjadi degradasi lingkungan dan dampak sosial ekonomi. Menurut Bapedal Kota Surabaya (2007), kendala yang dihadapi akibat pertumbuhan penduduk adalah : a. Peningkatan penggunaan sumber daya alam (sumber daya air) b. Peningkatan kuantitas limbah hasil kegiatan (limbah padat, cair) c. Peningkatan kebutuhan sosial ekonomi. 4.5.2 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan utuk melihat perkembangan kota, termasuk tingkat kecerdasan masyarakat. Komposisi
98
penduduk kota Surabaya berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2008 terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SD sebanyak 777,801 (27.49%) kemudian SLTP sebanyak 753,881 jiwa (26.64%) serta tidak sekolah berjumlah 601,740 (21.27%). Data komposisi (%) penduduk Kota Surabaya tahun 2008 berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 12.
Pascasarjana, 0.67 Universitas, 8.38 Akademi, 1.64 Tidak sekolah, 21.27
SD, 27.49
SLTA, 13.91
SLTP, 26.64
Gambar 12 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan. (Sumber: BPS 2009) 4.5.3 Kondisi Ekonomi Kondisi ekonomi Kota Surabaya secara umum dapat dilihat dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan per kapita, tingkat investasi, dan perkembangan sektor industri dan jasa serta perdagangan. Struktur ekonomi Surabaya ditopang oleh sektor tersier. Terdapat tiga sektor terbesar yang menjadi leading sector perekonomian Surabaya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada tahun 2009 ketiga sektor tersebut telah memberikan kontribusi sebesar 76.72% terhadap keseluruhan produk domestik bruto Surabaya. Kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap total PDRB Surabaya pada tahun 2009 sebesar 39.13% dan menempati posisi pertama untuk konstribusinya dalam perekonomian Surabaya. Diikuti oleh sektor industri pengolahan, sebagai kontributor kedua sebesar 28.77%. Kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8.81%. Sektor lain memiliki tingkat kontribusi lebih kecil dibanding ketiga sektor di atas. Sektor kontruksi dan sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 6.56% dan 6.64%. Kontribusi sektor keuangan, persewaan dan
99
jasa perusahaan sebesar 5.63%. Kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 4.36%, sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian masing-masing sebesar 0.09% dan 0.01%. Berdasarkan data BPS Kota Surabaya (2009), PDRB Kota Surabaya mengalami peningkatan dari Rp 123,792,042 juta (tahun 2007) menjadi Rp 149,792,615 juta pada tahun 2008, sedangkan menurut ILPPD (2009), pada tahun 2009 PDRB Kota Surabaya mencapai Rp 154,242,136 juta (Atas Dasar Harga Berlaku, ADHB). PDRB Kota Surabaya disumbang oleh sembilan sektor ekonomi yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik gas dan air bersih; sektor konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Dari kesembilan sektor tersebut sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang menyumbang PDRB paling besar yaitu sebesar Rp 60,349,244 juta. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua yaitu mencapai Rp 44,382,834 juta (ADHB). Pendapatan perkapita Kota Surabaya juga menunjukkan peningkatan dari Rp 38,804,700 (tahun 2007) menjadi Rp 46,945,340 pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 pendapatan per kapita mencapai Rp 53,186,943. Besarnya pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya tahun 2009 sebesar 5.51% masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar (4.77%) dan Nasional (4.50%) (ILPPD 2009), namun lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya pada tahun 2006 dan 2007 yang masingmasing mencapai 6.31% dan 6.23% (BPS 2009).
100
101
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya Evaluasi kondisi eksisting perairan Kali Surabaya dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia kualitas air dari contoh air yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku, yaitu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kali Surabaya telah ditetapkan sebagai badan air golongan B (berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 187 Tahun 1988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jawa Timur), yaitu sebagai bahan baku air minum dan keperluan rumah tangga lainnya (sama dengan kelas 1 berdasarkan Peraturan Daerah Jatim Nomor 2 Tahun 2008), maka berdasarkan peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan Kriteria Mutu Air (KMA) kelas 1. 5.1.1 Suhu Air Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung di hampir semua aspek ekologi sungai serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Semakin tinggi suhu perairan semakin menurun kualitasnya, karena kandungan oksigen terlarut akan menurun sehingga banyak mikroorganisme perairan yang mati. Tinggi rendahnya suhu air dipengaruhi oleh suhu udara, kedalaman air, tutupan vegetasi di sempadan sungai dan kekeruhan air. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam air. Pada umumnya, semakin tinggi suhu akan semakin cepat proses berlangsungnya reaksi kimia. Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan senyawasenyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan akuatik. Hasil pengukuran suhu air diperlihatkan pada Gambar 13. Nilai suhu air Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah, dan zona hilir. Secara umum, suhu rata-rata perairan Kali Surabaya berkisar antara 28.54 – 29.56 oC, dengan rata-rata keseluruhan 28.99 oC. Nilai suhu tertinggi terdapat di Karang Pilang (32.50 oC) dan nilai terendah terdapat di Gunungsari, Tambangan Cangkir, dan Jembatan Jrebeng (27.00 oC). Hal ini sesuai dengan pendapat Abowei & George (2009), yang menyatakan bahwa suhu air sungai di daerah tropis umumnya bervariasi antara 25 oC dan 35 oC.
102
33.00 32.00 31.00 Suhu 30.00 (oC) 29.00 28.00 27.00 26.00
Agt
Sep
Okt
GS
29.00
28.50
JS
28.90
29.00
KP
29.80
TB TC JJ
Nop
Des
31.50
29.50
27.00
31.90
29.00
27.50
29.00
32.50
29.00
27.50
28.80
29.50
29.60
29.00
27.50
28.50
28.40
29.80
29.00
27.00
28.00
29.60
29.50
29.00
27.00
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari KP: Karangpilang TC : Tambangan Cangkir
JS : Jembatan Sepanjang TB: Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 13 Profil suhu perairan Kali Surabaya. Perbedaan suhu pada setiap titik pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara, perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran, kondisi iklim, dan cuaca pada saat pengukuran. 35,00 34,00 33,00 32,50 Suhu
32,00
31,90
31,50
31,00 30,00 29,50 29,00
28,59
29,80
29,62
29,60
28,73
28,00 27,00 40,40
35,20
24,10
15,60
12,00
8,25
6,50
2,60
0,00
Jarak Upstream (km)
Gambar 14 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km). Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti Kali Surabaya sebelumnya. Bapedal Jatim (2006) melaporkan rentang suhu Kali Surabaya 28 – 31.7 oC, BLH Kota Surabaya (2008) antara 29.6 – 30.3 oC, dan PJT I (2009) antara 28.0 – 31.9 oC. Secara umum suhu perairan Kali Surabaya
103
memenuhi Kriteria Mutu Air (KMA) kelas 1 dan dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum karena deviasi suhu dari keadaan alamiahnya kurang dari 3 oC. 5.1.2 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan kualitas air dan penentuan nilai daya guna perairan baik untuk keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan dan kepentingan lainnya. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa dalam air. Besarnya pH air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia dalam badan air. Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis. Menurut Adeyemo et al. (2008), pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6.5 – 8.2. Kategori pH dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai ≤
6 (bersifat asam)
atau mendekati nilai ≥ 9 (bersifat basa). Derajat keasaman yang dianjurkan menurut baku mutu air minum kelas 1 adalah pada kisaran 6 – 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH air Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air normal yaitu pH 6 – 9. Nilai rata-rata pH air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan berkisar antara 6.85 - 6.98, dengan nilai rata-rata keseluruhan 6.91. Nilai pH tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (pH 7.60), sedangkan nilai pH terendah terdapat di Stasiun Tambangan Bambe (pH 5.90). Variasi nilai pH yang teramati dalam penelitian ini sesuai dengan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Ekeh dan Sikoki (2003) di sungai Calabar, Ansa (2005) di Delta Niger, dan Abowei dan George (2009) di sungai Bonny yang mencatat nilai pH antara 6.68 – 7.03. Fluktuasi nilai pH pada air sungai menurut Siradz et al. (2008) dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (i) bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO 2 jika mengalami proses penguraian, (ii) bahan anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi, (iii) basa dan garam basa dalam air, (iv) hujan asam akibat emisi gas. Secara umum pH perairan Kali Surabaya masih berada pada kisaran yang aman sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai pH antara 6-9. Gambar 15 menampilkan variasi pH
104
perairan Kali Surabaya (profil pH) pada setiap titik pengamatan selama periode
pH
Agustus – Desember 2009. 7,90 7,70 7,50 7,30 7,10 6,90 6,70 6,50 6,30 6,10 5,90 5,70 5,50
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
6,99
6,80
6,43
6,98
7,10
JS
6,91
6,83
6,66
7,10
7,01
KP
7,10
7,10
6,68
6,80
7,10
TB
7,10
5,90
6,66
7,50
7,10
TC
7,00
7,20
6,35
7,10
6,90
JJ
7,10
6,90
6,41
7,60
6,90
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari KP: Karangpilang TC : Tambangan Cangkir
JS : Jembatan Sepanjang TB: Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 15 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter pH). Untuk melihat profil pH Kali Surabaya antara hulu-tengah-hilir dapat dilihat hasil pengukuran pH di 9 titik pengamatan mulai Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir/Ngagel (km 0) seperti ditunjukan pada Gambar 16. 6,80 6,70 6,60
6,68
6,66
6,66
6,56
pH
6,50 6,43
6,41
6,40
6,35
6,30 6,20 6,12
6,10
6,05
6,00 5,90 40,40
35,20
24,10
15,60
12,00
8,25
6,50
2,60
0,00
Jarak upstream (km)
Gambar 16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream. Fluktuasi nilai pH pada setiap lokasi pengamatan diduga juga dapat disebabkan oleh perbedaan waktu dilakukannya pengambilan contoh dan pengaruh masukkan pencemar industri yang juga bersifat fluktuatif. Rata-rata
105
nilai pH air Kali Surabaya pada 9 titik pengamatan adalah 6.43 yang berarti sedikit asam. Industri yang diduga berkontribusi terhadap nilai pH Kali Surabaya yang sedikit asam adalah adanya lima perusahaan tahu pada km 2.70 hingga km 23.5 yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Industri tahu umumnya menggunakan cuka atau asam asetat (CH 3 COOH) untuk memadatkan tahu, sehingga menyebabkan kadar pH air limbah rendah dan bersifat asam. Menurut Adeyemo et al. (2008), masalah utama yang terkait dengan asidifikasi adalah peningkatan kelarutan beberapa logam, di samping pengaruhnya terhadap kerusakan daerah pengaliran sungai. Ketika nilai pH perairan < 4.5, maka kelarutan/konsentrasi logam dalam air akan meningkat. Hal ini menyebabkan
logam di dalam air dapat bersifat racun bagi ikan dan
menjadikan air tidak sesuai lagi untuk peruntukannya. 5.1.3 Konduktivitas Konduktivitas (DHL) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kadar elektrolit terlarutkan dalam air. Nilai konduktivitas dipengaruhi oleh konsentrasi ion, suhu air, dan jumlah padatan terlarut. Pada suatu perairan, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai DHL semakin tinggi. Air suling memiliki DHL sekitar 1 μS/cm. Perairan alami memiliki nilai DHL sekitar 20 – 1500 μS/cm, sedangkan perairan laut memiliki nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai 10 000 μS/cm. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai DHL berbeda antara titik pengamatan. Nilai rata-rata DHL pada enam titik pengamatan berkisar 462.6 – 530.6 μS/cm, dengan rata-rata keseluruhan 491.47 μS/cm. Nilai rata-rata DHL tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (530.6 μS/cm) dan terendah di Jembatan Jrebeng (462.6 μS/cm). Secara keseluruhan nilai DHL Kali Surabaya berada di bawah KMA kelas 1, yang mensyaratkan nilai DHL maksimum 500 μS/cm, meskipun pada beberapa titik pengamatan nilai DHL melebihi batas KMA kelas 1. Gambar 17 menampilkan variasi nilai DHL (profil DHL) Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan.
106
700 650 600 D HL 550 (uS/cm) 500 450 400
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
505
485
477
423
487
JS
543
522
478
427
486
KP
532
517
474
443
483
TB
530
590
475
513
545
TC
512
639
457
429
459
JJ
465
473
460
439
476
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari KP: Karangpilang TC : Tambangan Cangkir
JS : Jembatan Sepanjang TB: Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 17 Profil konduktivitas Kali Surabaya. Pola perubahan nilai DHL Kali Surabaya antara zona hulu, zona tengah dan hilir dapat dilihat dari hasil pengukuran DHL tanggal 5 Oktober 2009 mulai Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir (Ngagel, km 0) seperti ditunjukkan pada Gambar 18. 490 485 480
478 474
473
470 D H L 460 (uS/cm) 450
459
460
477
457
440 430
429
420 40.4
35.2
24.1
15.6
12
8.25
6.5
2.6
0
Jarak Upstream (km)
Gambar 18 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL) berdasarkan jarak upstream. Secara umum terdapat kecenderungan peningkatan nilai DHL pada zona hulu ke hilir dari 429 μS/cm (hulu) menjadi 485 μS/cm (hilir). Hasil penelitian ini sesuai pendapat Abowei dan George (2009) dan Alam et al. (2007), yang
107
menyatakan bahwa nilai DHL air sungai meningkat dari hulu ke hilir dan nilai DHL musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Hal ini diduga terkait dengan meningkatnya pembuangan limbah di zona tengah dan hilir daerah aliran sungai yang sejalan dengan makin meningkatnya kepadatan penduduk dan industri di daerah tersebut. Kondisi tersebut sejalan pendapat Saeni (1989), yang mengatakan bahwa peningkatkan nilai DHL merupakan akibat kenaikan garamgaram terlarut (seperti garam natrium, magnesium, klorida, dan sulfat) dan padatan terlarut yang berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan daerah pertanian, dan masuknya bahan-bahan aerosol ke dalam air. 5.1.4 Total Padatan Tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi terdiri atas partikel-partikel tersuspensi berupa lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Padatan tersuspensi mengandung bahan organik dan anorganik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total padatan tersuspensi (TSS) di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar antara 56.67 – 74.67 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan adalah 65.01 mg/l. Nilai TSS tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l) dan terendah di Tambangan Cangkir (56.67 mg/l). Fakta lain yang teramati adalah pada musim hujan terjadi peningkatan nilai TSS secara signifikan dari rata-rata 28.25 – 60.48 mg/l pada periode AgustusNopember (musim kemarau) menjadi 153.05 mg/l periode Desember (musim hujan). Tingginya kadar TSS di Kali Surabaya disebabkan oleh banyaknya partikel-partikel tersuspensi yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasadjasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air atau akibat pengendapan dan pembusukan bahan organik yang bersumber dari limbah pemukiman dan industri. Hal ini sesuai dengan pendapat Alam et al. (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan nilai TSS ini disebabkan oleh keberadaan lumpur (silt) dan partikel-partikel lempung (clay) yang meningkat di air sungai. Hasil pengukuran TSS Kali Surabaya ditunjukkan pada Gambar 19. Baku mutu air tahun 2001 menetapkan bahwa kadar maksimum TSS yang diperbolehkan dalam penggunaan air kelas 1 adalah 50 mg/l. Dengan demikian, secara umum Kali Surabaya tidak layak untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku
108
air minum. 200 180 160 140
TSS (mg/l)
120 100 80 60 40 20 0
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
65.20
34.00
22.00
45.00
166.35
JS
24.00
20.00
34.00
56.00
163.07
KP
74.00
28.30
36.00
37.00
165.60
TB
68.64
38.00
55.00
38.00
123.53
TC
64.33
19.20
39.00
39.70
121.10
JJ
66.71
30.00
48.00
50.00
178.63
50
50
50
50
50
BM-TSS
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari KP : Karangpilang TC : Tambangan Cangkir
JS : Jembatan Sepanjang TB: Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng BM-TSS: Baku Mutu TSS
Gambar 19 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Menurut Adedokun et al. (2008), padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. 5.1.5 Kandungan Oksigen Terlarut Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air kunci yang menggambarkan kondisi kesegaran air. Menurut Raja et al. (2008), kadar DO menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air atau mengindikasikan status oksigen dalam badan air. Kadar DO dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l. Kandungan DO merupakan hal penting bagi kelangsungan organisme
109
perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan dan dapat menjadi faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Perairan yang tercemar bahan organik akan mengalami penurunan kandungan oksigen terlarut karena oksigen yang tersedia dalam air akan digunakan mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar organik. Pencemaran organik yang berlebihan akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga akan menimbulkan kondisi perairan tanpa oksigen (anoksik). Pada kondisi perairan anoksik, penguraian bahan organik tetap berlanjut namun terjadi secara anaerobik yang akan menghasilkan gas berbau busuk, diantaranya gas metan (CH 4 ), amoniak (NH 3 ) atau hidrogen sulfida (H 2 S) (Bapedal 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (6.0 mg/l), sedangkan nilai DO terendah terdapat di Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l). Nilai DO rata-rata berkisar 3.24 - 5.44 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.06 mg/l. Nilai DO ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian Bapedal (2006) di dua titik pengamatan (Bambe dan Pagesangan) dengan nilai DO berkisar 0.77 – 1.87 mg/l, PJT I (2008) pada titik pantau Gunungsari, Karang Pilang dan Ngagel menemukan kadar DO berkisar 2.91 – 3.78 mg/l dan Maulidya dan Karnaningroem (2010) yang menemukan kadar DO Kali Surabaya segmen Gunungsari-Jagir sebesar 2 – 5 mg/l. Menurut Akan et al. (2010), standar DO yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l, di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan organisme perairan. Jika konsentrasi DO di perairan berada di bawah 2 mg/l menyebabkan kematian pada kebanyakan ikan. Data kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO ditunjukkan pada Gambar 20. Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi antara periode pengamatan. Fluktuasi tersebut diduga akibat proses pencampuran (mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktifitas fotosintesis, respirasi dan pengaruh limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air.
110
6.5 6.0 5.5 5.0 4.5
Kadar DO (mg/l)
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
3.2
3.5
3.8
3.0
3.2
JS
3.4
3.2
2.5
3.2
3.9
KP
3.4
3.4
3.8
3.2
4.0
TB
3.6
3.4
3.6
3.9
4.8
TC
4.9
4.8
3.9
5.4
5.5
JJ
5.9
5.9
4.6
4.8
6.0
BM-DO
6.0
6.0
6.0
6.0
6.0
Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari KP : Karangpilang TC : Tambangan Cangkir
JS : Jembatan Sepanjang TB : Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng BM-DO : Baku Mutu DO
Gambar 20 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO. Secara umum, kadar oksigen terlarut Kali Surabaya tidak memenuhi KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar DO > 6 mg/l. Kadar DO tersebut memberikan gambaran bahwa secara umum Kali Surabaya sudah tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahayu dan Tontowi (2005) yang menyatakan bahwa besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat kesegaran air di lokasi tersebut, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin banyak pula oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme. Di samping itu, menurunnya kadar DO juga disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang berasal dari limbah domestik dan limbah industri terutama di sekitar Kali Tengah. Profil kadar DO Kali Surabaya pada zona hulu-tengah-hilir ditunjukan pada Gambar 21 berikut:
111
7 6.5
6.6
6 5.5
5.5 5 Kadar DO 4.5 (mg/l) 4
4.6 3.9
3.8
3.6
3.5
3.8
3
2.7
2.5
2.5 2 40.4
35.2
24.1
15.6
12
8.25
6.5
2.6
0
Jarak Upstream (km) DO terukur
Baku Mutu-DO
Gambar 21 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) pada bulan Oktober berdasarkan jarak upstream. Kadar DO pada zona hulu lebih tinggi daripada zona tengah dan hilir dengan nilai tertinggi 6.6 mg/l teramati di Canggu (km 40.4) dan terendah 2.5 mg/l di Gunungsari (km 6.5) (Gambar 21). Kecenderungan serupa juga dilaporkan oleh Hart dan Zabbey (2005) dan Davies et al. (2008). Menurut Ayoade et al. (2006) dan Siradz et al. (2008), kadar DO yang lebih rendah pada zona hilir menunjukkan bahwa kondisi sungai pada zona hilir lebih tercemar terutama oleh bahan organik. Limbah domestik, pertanian, efluen industri dan sampah yang di buang ke dalam sungai menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran di bagian hilir sungai. Penurunan kadar DO dapat terjadi karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purifikasi sungai dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Selain itu, peristiwa resuspensi akibat penambahan debit air secara tiba-tiba mengakibatkan larutan-larutan racun di dasar sungai dapat terangkat dan tersuspensi dalam air sehingga meningkatkan kekeruhan. 5.1.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) BOD adalah kebutuhan oksigen untuk mendegradasi bahan organik menjadi anorganik tidak stabil kemudian menjadi senyawa lebih stabil. Besaran BOD digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan. Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka makin besar
112
jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga harga BOD semakin besar yang mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran. Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa nilai BOD antar titik pengamatan dan periode pengamatan sangat beragam (Gambar 22). Nilai BOD Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan rata-rata berkisar antara 3.35 - 10.75 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.84 mg/l. Hasil ini sesuai dengan pemantauan BLH (2008) di tiga titik pantau Kali Surabaya (Kedurus, Gunungsari, dan Wonokromo) dengan nilai BOD 3.50 – 5.51 mg/l, PJT I (2010) di titik pantau Karang Pilang dengan nilai BOD 3.33 – 17.75 mg/l, Gunungsari 3.07 – 6.03 mg/l dan Jagir 3.12 – 14.85 mg/l, namun berbeda dengan hasil penelitian Maulidya dan Karnaningroem (2010) di segmen Gunungsari – Jagir dengan nilai BOD berkisar 11 – 48 mg/l. Keseluruhan nilai rata-rata BOD Kali Surabaya berada di atas ambang batas KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai BOD maksimum 2 mg/l. Menurut Siradz et al. (2008), nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan. 40.00 35.00 30.00 25.00
BOD (mg/l)
20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
3.22
2.64
2.79
1.92
6.17
JS
4.95
2.52
3.09
4.22
5.17
KP
3.77
3.21
3.72
3.13
5.81
TB
4.07
35.63
3.15
4.94
5.98
TC
2.75
2.78
3.39
3.21
5.22
JJ
3.13
2.89
2.95
3.62
5.08
BM-BOD
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari KP : Karangpilang TC : Tambangan Cangkir
JS : Jembatan Sepanjang TB : Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng BM-BOD : Baku Mutu BOD
Gambar 22 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter BOD 5 .
113
Secara umum, nilai BOD hasil pengukuran tidak selalu meningkat dari hulu ke hilir, karena di setiap titik dapat terjadi pemasukan buangan organik ke sungai dengan konsentrasi BOD dan debit tertentu yang dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan konsentrasi BOD sungai. Hal tersebut diperkuat Abowei & George (2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda secara signifikan antar musim dan antara hulu – hilir. Nilai BOD ekstrem ditemukan pada pengukuran bulan September 2009 di Stasiun Tambangan Bambe dengan nilai BOD mencapai 35.63 mg/l. 5.1.7 Kebutuhan Oksigen Kimia Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar dibiodegradasi secara biologis (non-biodegradable). Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran bagi pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kadar DO di dalam air. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kadar COD perairan Kali Surabaya pada enam titik pengamatan rata-rata berkisar 11.21 – 28.89 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 16.03 mg/l. Nilai rata-rata COD tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (28.89 mg/l) dan nilai terendah di Jembatan Jrebeng (11.21 mg/l). Hasil penelitian ini sesuai hasil pemantauan PJT I (2010) periode Januari – Juni 2010 di titik pantau Karang Pilang dengan nilai COD 12.54 – 52.82 mg/l, Gunungsari 9.26 – 28.37 mg/l dan Jagir 12.00 – 42.97 mg/l. Perbandingan nilai rata-rata antara BOD 5 dan COD adalah 4.84/16.03 atau 0.30. Menurut Alaerts dan Santika (1984), hal ini memperlihatkan bahwa di samping terdapat bahanbahan pencemar organik yang dapat dibiodegradasi oleh mikroorganisme terdapat juga bahan-bahan yang tidak dapat dibiodegradasi. Hal tersebut diperkuat pendapat Raja et al. (2008), yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi dari nilai BOD mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi secara kimia terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable. Secara keseluruhan, perairan Kali Surabaya ditinjau dari kadar COD tidak layak sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1
114
yang mensyaratkan nilai COD maksimum 10 mg/l. Data hasil pengukuran kadar COD perairan Kali Surabaya disajikan pada Gambar 23. 80.00 70.00 60.00 50.00 COD (mg/l)
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
12.30
9.35
9.40
6.55
32.11
JS
16.28
7.54
10.49
13.69
25.21
KP
12.58
11.63
15.51
10.12
22.27
TB
14.63
74.90
10.10
20.06
24.74
TC
10.89
9.36
14.68
11.30
19.20
JJ
9.66
8.78
9.04
10.28
18.31
10
10
10
10
10
BM-COD
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari KP : Karangpilang TC : Tambangan Cangkir
JS : Jembatan Sepanjang TB : Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng BM-COD : Baku Mutu COD
Gambar 23 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD). Sumber pencemar BOD dan COD di Kali Surabaya yang dominan adalah limbah domestik dan limbah industri. Kontribusi limbah domestik terhadap tingginya nilai BOD dan COD Kali Surabaya adalah 59.77% dan 54.11%, sedangkan sumber BOD sebesar 40.05% dan COD sebesar 45.75% berasal dari limbah industri. Kontribusi sektor industri terhadap tingginya konsentrasi BOD dan COD Kali Surabaya terutama berasal dari buangan limbah empat industri kertas, satu industri MSG, satu industri RPH, dan lima industri tahu. Di Sepanjang Kali Surabaya setidaknya terdapat lima industri tahu yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Kelima industri tersebut adalah Perusahaan Tahu Kedurus, CV Sidomakmur, Perusahaan Tahu Purnomo, Perusahaan Tahu Halim, dan Perusahaan Tahu Gunungsari. Kapasitas produksi masing-masing industri tahu tersebut adalah 4 – 7 ton/hari. Industri tahu
115
merupakan industri yang banyak menggunakan air dalam proses produksinya baik sebagai bahan pencuci, pendingin dan bahan baku produksinya. Air yang digunakan dalam proses produksinya sekitar 25 liter/kg bahan baku kedelai. Mengingat kedelai sebagai bahan baku tahu mengandung protein (34.9%), karbohidrat (34.8%), lemak (18,1%) dan bahan-bahan nutrisi lainnya, maka limbah cair yang dihasilkan dapat mengandung bahan organik yang tinggi. Akibatnya limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar BOD dan COD. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil penelitian Nuriswanto (1995) yang menunjukkan bahwa air limbah industri tahu memiliki angka BOD 1070 - 2600 mg/l, COD 1940 - 4800 mg/l, dan nilai pH 4.5 – 5.7. Rumah Potong Hewan (RPH) Kedurus merupakan RPH milik Pemerintah Kota Surabaya. RPH Kedurus yang setiap hari memotong sekitar 50 - 75 ekor sapi
juga membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Limbah bekas
pemotongan hewan mengalir melalui parit sepanjang sekitar 30 meter, limbah tersebut berwarna merah tua dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Limbah RPH mengandung bahan pencemar organik yang tinggi. Hasil pemantauan PJT I (2009), limbah RPH Kedurus pernah mencapai 12,965 mg/l untuk BOD dan 13,902.6 mg/l untuk COD serta pH 8.01 (basa). Padahal baku mutu BOD dan COD limbah RPH masing-masing adalah 100 dan 250 mg/l. 5.1.8 Nitrat, Nitrit dan Amonia Nitrat adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen dan nutrien penting bagi pertumbuhan, reproduksi, dan kehidupan organisme. Menurut Adedokun et al. (2008), senyawa nitrat terbentuk sebagai produk akhir oksidasi biokimia amonia yang dihasilkan dari pemecahan protein. Kandungan nitrat dan nitrit dalam air sungai sangat bergantung pada transpormasi secara mikrobial yang juga bergantung pada nilai DO. Kontaminasi nitrat pada air permukaan secara signifikan ditemukan pada daerah dengan tekanan penduduk tinggi dan daerah pengembangan pertanian (Adedokun et al. 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar 0.693 – 1.203 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.923 mg/l. Nilai rata-rata kadar nitrat tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (0.923 mg/l) dan terendah di Tambangan Bambe (0.693 mg/l). Keberadaan nitrat tersebut diduga berasal dari penggunaan pupuk pada lahan pertanian dekat sungai di
116
bagian hulu Kali Surabaya. Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa laporan tentang kontaminasi nitrat pada air sungai akibat limbah pertanian, buangan domestik, dan limbah peternakan seperti yang dilaporkan Alam (1995), Adedokun et al. (2008), Raja et al. (2008), dan Hassan et al. (2008). Fakta lain yang teramati adalah nilai rata-rata kadar N-NO 3 pada saat terjadi hujan (Desember) lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Pada bulan Desember rata-rata nilai N-NO 3 1.31 mg/l, sedangkan pada bulan Agustus – November berkisar 0.68 – 0.94 mg/l. Kondisi tersebut sesuai hasil penelitian Adeyemo et al. (2008), Hassan et al. (2008), dan Nwankwoala et al. (2009), yang menyimpulkan bahwa kadar nitrat pada musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau, karena air hujan dapat membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun kadar nitrat juga dapat menurun secara drastis jika terjadi musim hujan berkepanjangan. Selain itu tingginya kadar nitrat pada musim hujan mungkin juga disebabkan meningkatnya kadar DO, sebaliknya penurunan kadar nitrat pada musim kemarau mungkin akibat penyerapan oleh fitoplankton (Hassan et al. 2008). Profil penyebaran kadar N-NO 3 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 24. 2.500
2.000
1.500
Kadar N-NO3 (mg/l) 1.000
0.500
0.000
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
0.761
0.978
0.921
0.600
1.503
JS
0.519
1.024
1.075
0.621
1.102
KP
0.659
0.688
0.982
0.508
1.287
TB
0.790
0.029
0.857
0.445
1.342
TC
0.855
0.864
0.919
0.928
1.407
JJ
1.844
1.080
0.876
0.998
1.216
10
10
10
10
10
BM-[N-NO3]
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO 3 ] : Baku Mutu N-NO 3
Gambar 24 Sebaran nilai rata-rata N-NO 3 Kali Surabaya.
117
Secara umum, kadar N-NO 3 perairan Kali Surabaya masih berada di bawah KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar N-NO 3 maksimum 10 mg/l. Berdasarkan kadar N-NO 3 Kali Surabaya tidak tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak sebagai sumber air baku air minum. Hasil pengukuran kadar nitrit (N-NO 2 ) perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar 0.108 – 0.187 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.139 mg/l. Nilai rata-rata kadar N-NO 2 tertinggi ditemukan di Gunungsari (0.187 mg/l) dan terendah di Jembatan Sepanjang (0.108 mg/l). Gambar 25 memperlihatkan sebaran nilai rata-rata N-NO 2 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan yang mewakili bagian hulu, tengah dan hilir Kali Surabaya. Secara umum, nilai nitrit di perairan Kali Surabaya sudah melampaui ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kadar nitrit maksimum 0.06 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Kali Surabaya ditinjau dari parameter N-NO 2 tidak layak digunakan sebagai sumber air baku air minum. Tingginya kadar nitrit Kali Surabaya diduga berasal dari masukan limbah rumah tangga dan limbah industri di sepanjang Kali Surabaya terutama industri makanan dan industri percetakan. 0.500 0.450 0.400 0.350 0.300 Kadar N-NO2 0.250 (mg/l) 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
0.116
0.454
0.120
0.084
0.161
JS
0.092
0.133
0.120
0.066
0.130
KP
0.135
0.085
0.120
0.249
0.127
TB
0.116
0.002
0.132
0.358
0.149
TC
0.061
0.073
0.173
0.161
0.111
JJ
0.067
0.147
0.173
0.049
0.210
BM-[N-NO2]
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO 2 ] : Baku Mutu N-NO 2
Gambar 25 Sebaran kadar N-NO 2 Kali Surabaya.
118
Hasil analisis kadar N-NH 3 di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar antara 0.130 – 0.363 mg/l dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.216 mg/l. Nilai rata-rata kadar N-NH 3 di temukan di Karang Pilang dan terendah di Jembatan Jrebeng. Kadar N-NH 3 yang lebih besar dari 0.1 mg/l tersebut mengindikasikan terjadinya pencemaran air dan mengganggu kehidupan ikan dan organisme akuatik lainnya (www.h2ou.com/h2wtrqual.htm), namun berdasarkan KMA kelas 1 mensyaratkan kadar N-NH 3 maksimum 0.5 mg/l maka ditinjau dari parameter N-NH 3 Kali Surabaya masih layak digunakan sebagai sumber air baku air minum. Hasil analisis kadar N-NH 3 diperlihatkan pada Gambar 26. 0.600 0.500 0.400 Kadar N-NH3 (mg/l)
0.300 0.200 0.100 0.000
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
0.317
0.248
0.208
0.082
0.164
JS
0.215
0.102
0.182
0.087
0.173
KP
0.492
0.395
0.233
0.460
0.237
TB
0.280
0.152
0.131
0.135
0.196
TC
0.199
0.350
0.246
0.315
0.227
JJ
0.139
0.142
0.097
0.099
0.172
BM-[N-NH3]
0.50
0.50
0.50
0.50
0.50
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NH 3 ] : Baku Mutu N-NH 3
Gambar 26 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N-NH 3 ). Amonia bebas (NH 3 ) yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan. Menurut Effendi (2003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia akan bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Ketika kadar N-NH 3 mencapai 0.06 mg/l, ikan akan mengalami kerusakan insang dan pada kadar 0.2 mg/l, ikan yang sensitif seperti beberapa jenis ikan air tawar dan ikan salmon
119
mulai mati, bahkan jika kadar N-NH 3 mendekati 2.0 mg/l beberapa jenis ikan yang toleran (seperti ikan gurame) mulai mati ((www.h2ou.com/h2wtrqual.htm). 5.1.9 Kadar Fosfat Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek negatif bagi kehidupan akuatik. Menurut Adeyemo et al. (2003), kandungan fosfat dan nitrat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan eutrofokasi yakni meningkatkan pertumbuhan alga dan menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Senyawa fosfat di perairan dapat berasal dari sumber alami (seperti erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan tumbuhan) dan dari limbah industri, limbah pertanian, dan limbah domestik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat (P-PO 4 ) di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar 0.140 – 0.202 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.165 mg/l. Nilai rata-rata kadar P-PO 4 ditemukan di Karang Pilang (0.202 mg/l) dan terendah di Jembatan Jrebeng (0.140 mg/l). Hasil analisis kadar fosfat di perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 27. 0.300 0.250 0.200 Kadar P-PO4 0.150 (mg/l) 0.100 0.050 0.000
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
GS
0.131
0.201
0.192
0.108
0.211
JS
0.065
0.191
0.209
0.084
0.260
KP
0.192
0.189
0.175
0.213
0.240
TB
0.065
0.187
0.202
0.116
0.163
TC
0.166
0.179
0.176
0.083
0.261
JJ
0.098
0.176
0.123
0.113
0.192
BM-[P-PO4]
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
Periode Pengamatan
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[P-PO 4 ] : Baku Mutu P-PO 4
Gambar 27 Sebaran kadar P-PO 4 perairan Kali Surabaya. Berdasarkan KMA kelas 1 yang mempersyaratkan kadar P-PO 4 maksimum 0.2 mg/l, maka dapat disimpulkan bahwa dari 6 stasiun pengamatan Kali
120
Surabaya hanya Stasiun Karang Pilang yang tidak memenuhi baku mutu. Keberadaan fosfat di Kali Surabaya diduga bersumber dari limbah domestik (terutama kotoran manusia dan deterjen) dan limbah industri terutama industri makanan dan minuman, industri percetakan, industri plastik, dan industri deterjen Wing Surya serta limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaerts dan Santika (1984), yang menyatakan bahwa sumber senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian (hulu Kali Surabaya) senyawa fosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai melalui saluran pembuangan dan aliran air hujan. Fosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat. Pendapat tersebut diperkuat Adedokun et al. (2008), yang menyatakan bahwa keberadaan ion posfat dalam air sungai disebabkan oleh pelepasan limbah pertanian ke dalam sungai dan atau penggunaan aditif posfat dalam formulasi deterjen (Na 5 P 3 O 10 ) yang masuk ke dalam badan air melalui produksi limbah cair industri, domestik/perkotaan dan atau dari industri pakaian dan pencelupan warna. 5.1.10 Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium Logam merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) merupakan kelompok logam berat yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan lingkungan hidup. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi, karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekresi/terdegradasi. Hasil penelitian kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd di perairan Kali Surabaya memperlihatkan, bahwa kandungan logam berat terutama Pb dan Cd tidak selalu terdeteksi pada setiap titik pengamatan (Tabel 28). Untuk Hg, dari tiga kali pengukuran pada enam titik pengamatan, sebanyak 16 (89%) contoh mengandung Hg dengan kadar yang bervariasi dan 83% sampel diantaranya mengandung Hg dengan kadar yang melebihi KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar Hg maksimum 0.001 mg/l. Tingkat pencemaran merkuri cukup tinggi ditemukan pada zona tengah (Tambangan Bambe) dan zona hulu (Tambangan
121
Cangkir), konsentrasi rata-rata merkuri masing-masing mencapai 0.0212 mg/l atau 21.2 kali lipat dan 0.0159 mg/l atau 15.9 kali lipat dari KMA kelas 1, sedangkan nilai rata-rata kadar Hg keseluruhan adalah 0.0092 mg/l. Dengan demikian, secara umum Kali Surabaya tercemar merkuri hingga 9.2 kali lipat dari standar peruntukan air kelas 1 sebagai bahan baku air minum. Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan rerata kadar Hg, Pb, dan Cd pada enam titik pengamatan ditunjukkan pada Gambar 28. Tabel 28 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya No.
Lokasi
Tanggal
1
Gunungsari
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009
2
Sepanjang
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009
3
K. Pilang
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009
4
T. Bambe
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009
5
T. Cangkir
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009
6
J. Jrebeng
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009
Rerata Total Baku Mutu Ket.: *= rerata, tt = tidak terdeteksi,
Konsentrasi (mg/l) Hg Pb Cd 0.0014 0.0504 tt 0.0046 0.0774 tt 0.0028 0.0306 tt 0.0029* 0.0528* tt* 0.0002 0.0180 tt 0.0143 0.0153 tt 0.0028 tt tt 0.0058* 0.0111* tt* 0.0045 0.0221 tt 0.0089 0.0114 0.0102 0.0103 tt tt 0.0079* 0.0112* 0.0034* 0.0014 tt tt 0.0390 tt tt 0.0233 0.0103 tt 0.0212* 0.0034* tt* 0.0206 tt 0.0107 0.0133 tt 0.0168 0.0138 tt tt 0.0159* tt* 0.0092* tt tt 0.0160 0.0040 tt tt tt tt tt 0.0013* tt* 0.0053* 0.0092 0.0131 0.0030 0.001 0.03 0,01 LOD Hg 0.002 µg/l, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.
Konsentrasi rata-rata Hg yang terukur dalam badan air Kali Surabaya berada di bawah nilai rata-rata Hg dalam sedimen, hasil penelitian Amtasi (2010) menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi Hg di sedimen Kali Surabaya adalah 0.190 mg/l atau 190 kali lipat dari KMA kelas 1. Kelarutan Hg dalam air dipengaruhi oleh pH, pada pH tinggi kelarutan Hg rendah sehingga konsentrasi Hg dalam badan air yang terukur menjadi rendah. Hal tersebut sesuai pendapat Pikir (1991) dan Palar (2004) yang menyatakan bahwa, kenaikan pH menurunkan
122
kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Kondisi ini menyebabkan kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan dalam badan air. 0.06 0.05 0.04
Kadar Rerata 0.03 (mg/l) 0.02 0.01 0
GS
JS
KP
TB
TC
JJ
Hg
0.0029
0.0058
0.0079
0.0212
0.0159
0.0013
Pb
0.0528
0.0111
0.0112
0.0034
0
0
Cd
0
0
0.0034
0
0.016
0.0053
Stasiun Pengamatan
Gambar 28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya. Tingginya kadar merkuri di Kali Surabaya, diduga bersumber dari limbah penyemakan kulit, industri kertas, dan industri logam di sepanjang Kali Surabaya. Industri penyamakan kulit (terdapat di km 18.55) mengeluarkan limbah cair yang umumnya mengandung merkuri dalam bentuk senyawa HgCl2 atau Hg(CN) 2 . HgCl2 adalah garam yang paling mudah larut dan juga digunakan pada pelapisan logam dan pembersih hama. Hg(CN) 2 banyak digunakan pada industri kimia. Industri pulp dan kertas (terdapat di km 11.40, km 13.20, km 19.80 dan km 24.20) diduga sebagai penyumbang logam ini. Selain dua jenis garam merkuri di atas, jenis lain dari garam merkuri juga biasa digunakan sebagai fungisida untuk membunuh jamur di dalam pulp, kertas, cat dan industri-industri pertanian. Menurut Fardiaz (1992), senyawa Fenil merkuri asetat (FMA) merupakan komponen organomerkuri terpenting secara komersial yang banyak digunakan oleh industri pulp dan kertas untuk mencegah pembentukan lendir pada pulp kertas yang masih basah selama pengolahan dan penyimpanan. Pada industriindustri pertanian, komponen organomerkuri digunakan sebagai pelapis benih untuk mencegah pertumbuhan kapang, sedangkan pada industri kimia terutama
123
industri klor-alkali yang banyak memproduksi klorin dan soda kaustik (NaOH) dan industri plastik yang banyak menggunakan vinil klorida, logam merkuri digunakan sebagai katalis atau katoda dalam sel elektrolisis. Industri logam di sapanjang Kali Surabaya yang berlokasi di km 11.60, km 11.90, dan km 17.10 juga berpotensi sebagai sumber pencemar Hg. Hal tersebut didukung hasil penelitian Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang menyatakan bahwa di sepanjang Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas terdapat 19 industri dengan cemaran limbah berupa logam berat (Hg, Cu, Fe, Cr, Mn, Pb, Cd, Zn, dan Ni) dan terdapat 15 industri yang limbahnya mengandung Hg. Jenis industri di maksud adalah industri kertas, industri penyamakan kulit, industri kimia, dan industri logam. Nilai kandungan logam berat Pb di badan air Kali Surabaya memiliki variasi yang cukup tinggi, namun secara umum masih memenuhi KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Rata-rata konsentrasi Pb berkisar tt – 0.0528 mg/l, dengan rata-rata keseluruhan 0.0131 mg/l. Konsentrasi Pb tertinggi ditemukan di Gunungsari dengan konsentrasi 0.0774 mg/l atau 2.56 kali lipat nilai baku mutu, sedangkan pada Stasiun Jrebeng dan Cangkir keberadaan Pb tidak terdeteksi. Nilai ini masih berada di bawah KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Tingginya konsentrasi Pb di Stasiun Gunungsari diduga bersumber dari limbah industri keramik dan tegel serta industri logam yang banyak terdapat di daerah Sepanjang dan Karangpilang yang merupakan bagian hulu Dam Gunung Sari. Industri tersebut banyak menggunakan logam timbal sebagai campuran pada pembuatan pelapis keramik yang disebut glaze. Glaze adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal yaitu PbO ditambahkan ke dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan oksida lainnya. Industri keramik dan tegel yang cukup besar di daerah tersebut adalah PT IKI Mutiara, Perusahaan Tegel LTS, PT Asia Victory, dan CV Bangun. Industri logam seperti PT. Spindo, PT. Timur Megah Steel, PT. Kedawung Setia, PT. Surabaya Wire dan PT. WIM Cycle yang berada di bagian hulu Kali Surabaya, selain menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan basa ataupun larutan asam, juga menggunakan bahan kimia mengandung logam-logam berat dan sedikit mengandung bahan-bahan organik. Jenis logam berat yang umumnya digunakan dalam bentuk garamnya adalah kromium, timbal, dan merkuri. Bahkan
124
pada pelapisan logam selain garam-garam logam berat juga menggunakan garamgaram tembaga dan komponen sianida. Senyawa-senyawa tersebut dapat mencemari lingkungan dan mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz 1992). Hal tersebut diperkuat hasil identifikasi Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang menyatakan bahwa cemaran Pb di Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas bersumber dari industri kimia, industri kertas, industri keramik, industri logam, dan industri sepeda. Hasil analisis konsentrasi Cd pada enam titik pengamatan pada tiga kali sampling menunjukkan bahwa keberadaan Cd terutama pada bagian tengah dan hilir tidak terdeteksi. Konsentrasi kadmium tertinggi ditemukan di Tambangan Cangkir yaitu sebesar 0.0168 mg/l atau 1.68 kali nilai baku mutu air kelas 1. Konsentrasi Cd rata-rata yang ditemukan adalah 0.0030 mg/l. Dengan demikian, ditinjau dari konsentrasi logam Cd Kali Surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan konsentrasi Cd maksimum 0.01 mg/l. 5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya Beban pencemaran menggambarkan jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar air Kali Surabaya adalah air limbah industri, air limbah rumah tangga, dan air limbah lainnya. Pencemar tersebut masuk ke Kali Surabaya melalui beberapa cara pengalirannya. Aliran masuk ini dapat berupa point source atau aliran dengan saluran pada titik tertentu, seperti saluran drainase atau irigasi, anak sungai, dan outlet limbah industri. Sumber pencemar juga bisa berupa non point source atau aliran masuk yang tidak berupa saluran tertentu dan merata di sepanjang sungai sehingga debitnya sulit diukur. Data sumber pencemar point source yang telah dikumpulkan adalah data debit dan data kualitas limbah. 5.2.1 Beban Pencemar dari Limbah Domestik Sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah domestik berasal dari sanitasi masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Surabaya, sampah, detergen dan bahan buangan non-industri lainnya. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD atau COD dengan jumlah penduduk. Emisi BOD atau COD adalah besarnya BOD atau COD
125
yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kirikanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya. Berdasarkan data BPS (2008, 2009), data Dinas PU Pengairan Jatim dan Perum Jasa Tirta I (2009), diketahui bahwa jumlah penduduk yang tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya adalah 134,124 jiwa. Hasil kuesioner terhadap 200 responden yang tinggal di stren Kali Surabaya diperoleh data yang dapat dipakai dalam perhitungan beban limbah domestik, yaitu pembuangan air limbah, bekas masak, mandi dan cuci yang disalurkan ke Kali Surabaya/anak sungainya sebanyak 32.50% (65 responden). Dengan demikian, persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya yaitu 43,590 jiwa. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari, sehingga total debit air buangan penduduk di stren Kali Surabaya adalah 5,021.68 m3/hari. Data jumlah penduduk dan volume pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 1. UNEP (1989) mengasumsikan bahwa secara teoritis beban BOD domestik adalah 25-70 g/orang/hari. Menurut Harnanto dan Hidayat (2003), estimasi beban pencemaran akibat limbah domestik dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah penduduk dengan faktor konversi, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari, sedangkan menurut Salim (2002), beban pencemaran domestik untuk setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan COD sebesar 57 g/orang/hari. Berdasarkan beban BOD dan COD tersebut maka, konsentrasi BOD adalah 46/115.2 gram/liter atau 399.31 mg/l, sedangkan konsentrasi COD adalah 494.79 mg/l. Dengan demikian, beban pencemaran perairan Kali Surabaya bersumber limbah domestik (pemukiman) di bantaran Kali Surabaya untuk parameter pencemar BOD dan COD adalah :
126
Beban BOD = 43 590 orang x 46 g/orang/hari = 2 005 140 g/hari ≈ 2,005.140 kg/hari Beban COD = 43 590 orang x 57 g/orang/hari = 2 484 630 g/hari ≈ 2,484.630 kg/hari Berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003, baku mutu air limbah domestik sebagai ukuran batas atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan mencakup parameter pH, BOD, TSS, dan minyak dan lemak. Tabel 29 menunjukkan baku mutu limbah domestik. Tabel 29 Baku mutu limbah domestik Parameter
Satuan
Baku Mutu
pH BOD TSS Minyak dan lemak
mg/l mg/l mg/l
6–9 100 100 10
Sumber: KepMen LH No. 112, 2003.
Beban limbah domestik yang masuk ke Kali Surabaya selain bersumber dari limbah penduduk pada zona 500 meter pada sisi kiri-kanan Kali Surabaya juga bersumber dari tujuh saluran/drainase mulai Wonokromo hingga Pagesangan serta buangan limbah domestik melalui anak Kali Surabaya. Nilai parameter pencemar BOD, COD, TSS dan besarnya beban pencemaran limbah domestik yang bersumber dari drainase ditunjukkan pada Tabel 30 dan Tabel 31. Tabel 30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik dan anak sungai No. Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Saluran Pagesangan Saluran Jambangan Saluran Karah Saluran Pakuwon Saluran Gunungsari Saluran Ketintang Saluran Pulo W. Kali Kedungsumur Kali Marmoyo Kali Kedurus Kali Banjaran
Lokasi (KM) 6.70 4.50 3.60 3.20 2.80 2.45 0.80 40.8 36.8 2.5 21.6
Debit (m3/hari) 43,200 43,200 43,200 86,400 43,200 1,209.6 259.2 199,843.2 831,945.6 41,644.8 9,244.8
Kadar (mg/l) BOD COD 4.4 11.0 5.1 14.3 24.9 63.7 79.9 139.2 49.1 92.1 71.1 115.3 253.1 615.7 5.9 10.5 22.25 54.14 16.1 40.4 14.9 30.7
TSS 9.0 44.0 6.0 78.5 183.0 32.0 686.0 17.0 167.11 31.0 52.0
127
Tabel 31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Saluran Pagesangan Saluran Jambangan Saluran Karah Saluran Pakuwon Saluran Gunungsari Saluran Ketintang Saluran Pulo W. Kali Kedungsumur Kali Marmoyo Kali Kedurus Kali Banjaran Total
Beban (kg/hari) BOD COD TSS 190.08 475.20 388.80 220.32 617.76 1,900.80 1,075.68 2,751.84 259.2 6,903.36 1,2026.9 6,782.4 2,121.12 3,978.72 7,905.6 86.00 139.47 38.71 65.60 159.59 177.81 1,179.07 2,098.35 3,397.33 18 510.79 45,041.53 139,026.43 670.48 1,682.45 1,290.99 137.75 283.81 480.73 31,160.25 69,255.62 161,648.26
5.2.2 Beban Pencemar dari Limbah Hotel Limbah domestik yang berasal dari aktivitas pariwisata/hotel merupakan bagian dari keseluruhan beban pencemaran yang masuk ke dalam sistem Kali Surabaya. Jumlah hotel yang terdapat di kota Surabaya sebanyak 141 unit yang terdiri atas 29 unit hotel berbintang dan 112 unit hotel melati. Sebagian besar hotel berlokasi di pusat Kota Surabaya sehingga tidak membuang limbah ke Kali Surabaya, namun membuang limbahnya pada Kali Mas. Berdasarkan data BLH Kota Surabaya (2009) dan PJT-I (2009), jumlah hotel yang sudah memiliki dan mengoperasikan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sebanyak 18 buah atau 12.77%. Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya 1 buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar 37.65 m3/hari. Hotel Singgasana terletak dekat Kali Surabaya tepatnya di sisi kanan Dam Gunungsari dari arah Ngagel. Hotel Singgasana termasuk hotel bintang 4 dengan jumlah kamar 124 dan karyawan sebanyak 30 orang. Rata-rata jumlah pengunjung 43,321 orang/tahun (Dinas Pariwisata Kota Surabaya 2009). Hasil pemantauan PJT-I terhadap air limbah Hotel Singgasana terhadap parameter BOD, COD, dan TSS ketiganya masih memenuhi baku mutu. Kadar BOD 4.00 mg/l, COD 20.44 mg/l dan TSS 48.00 mg/l, sedangkan baku mutu untuk ketiga parameter tersebut masing-masing adalah 50, 80, dan 80 mg/l. Besarnya beban pencemaran yang bersumber dari limbah hotel ditunjukkan pada Tabel 32.
128
Tabel 32 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel Parameter BOD COD TSS
Debit Limbah (m3/hari) 37.65 37.65 37.65
Kadar (mg/l) 4.00 20.44 48.00
Beban (kg/hari) 0.151 0.769 1.807
Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk ke Kali Surabaya tergolong rendah karena selain parameter pencemar masih memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil. Kondisi berbeda terjadi sebelum September 2009, di mana IPAL tidak difungsikan secara maksimal sehingga air limbahnya mengandung BOD dan COD mencapai 133.1 dan 308.7 mg/l (PJT-I 2009). Saat ini, hotel Singgasana masih berada dalam pengawasan BLH Jatim dan Tim Sidak Kali Surabaya dan diwajibkan memiliki ijin pembuangan limbah cair (IPLC) serta melakukan uji kualitas air limbah secara rutin setiap tiga bulan ke laboratorium yang ditunjuk Gubernur. 5.2.3 Beban Pencemar dari Limbah Industri Banyaknya industri yang berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas limbah industri yang masuk ke badan air Kali Surabaya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas air sungai tersebut. Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga terdapat industri-industri yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang membuang limbahnya ke Kali Tengah (± 34 industri) yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya. Penyebaran industri pada daerah aliran sungai Kali Surabaya terutama sekali berlokasi di Driyorejo dan Karang Pilang. Jenis industri yang ada terutama adalah industri pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, industri MSG, industri tekstil, industri minyak dan deterjen, dan industri kimia dan metalurgi. Daftar industri di Daerah Pengaliran Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 3. Besarnya debit limbah dan kualitas air limbah industri sangat bervariasi untuk tiap jenis industri. Data debit limbah dan parameter pencemar air limbah industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 4, sedangkan besarnya beban pencemaran yang bersumber dari limbah industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 5.
129
Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran pembuangan Waru Gunung. Terdapat 26 industri yang membuang air limbahnya ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya. Industri tersebut adalah: PT. Multipack Unggul (kertas karton), PT. Samator (aneka gas), PT. Wim Cycle (sepeda), PT. Keramik Diamond Indah (keramik), PT. Surabaya Acetylene (gas), PT. Air Mas Murni (bahan baku sabun), PT. Platinum Ceramic (keramik), PT. Malindo Feedmill (industri makanan ternak), PT. Adyabuana Persada (keramik lantai), PT. Ever Industry Textil Mills (tekstil), PT. Atlantic Ocean Paint (industri cat), PT. Sinar Berlian Chemindo (industri kimia), PT. Surya Plastindo (industri plastik), PT. Unimos (biscuit), PT. Agrindo (mesin pertanian), PT. Sura Indah Wood (kayu lapis), PT. Tri Ratna (mesin diesel), PT. Golden Great Wall (makanan beku), PT. Bumisaka Steelindo (kawat), PT. Wira Logam (mur & baut), PT. Fendi Mungil (meubel rotan), PT. Indotama Megah Indah (karet), PT. Silikon Utama (stiker), PT. Forgindo Prima Steel (mur & baut), PT. Forindo Pandutama (tekstil), dan PT. Indopicri Co (sabun). Banyaknya industri yang membuang limbah ke Kali Tengah menyebabkan beban pencemaran Kali Surabaya meningkat. Hasil pengukuran in situ terhadap contoh air Kali Tengah (Oktober 2009), menunjukkan bahwa nilai pH 6.27 (bersifat asam), DO 1.2 mg/l, DHL 1405 µS, dan suhu 30.7 oC, sedangkan hasil analisis laboratorium untuk parameter BOD, COD, dan TSS masing-masing adalah 45.88, 136.67, dan 96.01 mg/l. Tabel 33 dan 34 menunjukkan kadar BOD, COD, TSS dan beban pencemaran yang bersumber dari anak sungai dan saluran limbah industri. Tabel 33 Kadar BOD, COD, dan TSS saluran limbah industri melalui anak sungai dan saluran Waru Gunung No
Nama Anak Sungai/Saluran
Lokasi (km)
Debit Air (m3/detik)
Kadar Rata-rata (mg/l) BOD
COD
TSS
1
Saluran W. Gunung
9.70
0.031
55.1
143.1
420.0
2
Kali Tengah
11.9
0.793
45.88
136.67
96.01
3
Kali Perning
36.3
0.090
241.1
528.1
166.0
130
Tabel 34 Beban pencemar dari buangan industri melalui anak sungai dan saluran pembuangan No
Nama Anak Sungai
Debit Air (m3/detik)
Beban Pencemar (kg/hari) BOD
COD
TSS
1
Saluran W. Gunung
0.031
147.58
383.28
1,124.93
2
Kali Tengah
0.793
3,143.48
9,363.97
6,578.14
3
Kali Perning
0.090
1,874.79
4,106.50
1,290.82
5,165.85
13,853.75
8,993.89
Jumlah
5.2.4 Beban Pencemar dari Limbah Pertanian Selain dari industri, kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air terutama air sungai. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida), bahan pupuk yang mengandung nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), dan mineral lainnya. Limbah kegiatan pertanian dapat berupa insektisida, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk trisuper fosfat, pupuk ZA, dan lain-lain. Pupuk dan insektisida tersebut dapat terbawa air irigasi dan masuk kembali ke sungai. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya terdapat di bagian hulu Kali Surabaya dengan luas lahan 1015 ha. Daerah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran limbah pertanian adalah Kramat Temenggung dan Wonoayu. Data debit saluran pertanian dan parameter pencemar serta beban pencemaran yang bersumber dari limbah pertanian ditunjukkan pada Tabel 35 dan 36. Tabel 35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian No 1 2
Nama Saluran
Lokasi (KM)
Kramat T. Wonoayu
39.30 37.10
Debit (m3/hari) 29,894.4 1,382.4
BOD 3.2 3.2
Kadar (mg/l) COD TSS N-NO 3 5.9 21.5 0.330 10.1 13.0 0.193
P-PO 4 0.233 0.289
Tabel 36 Beban pencemaran dari limbah pertanian No 1 2
Nama Saluran Kramat T. Saluran Wonoayu
BOD 95.66 4.42
Beban (kg/hari) COD TSS N-NO 3 176.37 642.73 9.86 13.96 17.97 0.27
Total
101.08
190.33
660.70
10.13
P-PO 4 6.96 0.40 7.36
131
Secara keseluruhan besarnya beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian dirangkum menjadi tiga kelompok sesuai Tabel 37. Tabel 37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya No
Sumber Pencemar
Beban Pencemaran (kg/hari) BOD
COD
TSS
1
Limbah Domestik
33,165.54
71,741.02
161,650.07
2
Limbah Industri
22,222.25
60,645.03
38,823.35
3
Limbah Pertanian
101.08
190.33
660.70
55,488.87
132,576.38
201,134.12
Total
Berdasarkan Tabel 37, terlihat bahwa limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemar terbesar dibandingkan sumber pencemar lain. Pada parameter BOD kontribusi limbah domestik mencapai 59.77%, limbah industri 40.05%, dan limbah pertanian 0.18%. Beban pencemar COD Kali Surabaya sebesar 54.11% bersumber dari limbah domestik, 45.74% (industri), dan 0.15% (pertanian). Sementara, ditinjau dari pencemar TSS beban pencemaran Kali Surabaya 80.37% disebabkan limbah domestik, 19.30% oleh limbah industri, dan 0.33% akibat limbah pertanian. Limbah domestik yang dihasilkan dari rumah tangga cenderung tidak dikelola dengan baik akibatnya beban pencemaran air Kali Surabaya oleh limbah domestik menjadi tinggi. Hal sama juga terjadi di Jakarta dan Bandung. Berdasarkan data BLH Jawa Barat, kontribusi limbah domestik terhadap pencemaran air di Kota Bandung telah mencapai 80%, sedangkan di Jakarta mencapai 75%. Limbah industri yang mencemari Kali Surabaya sebagian besar berasal dari buangan limbah industri dari Kali Tengah dan industri-industri sepanjang Kali Surabaya yang membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Berdasarkan data pada Lampiran 5, dapat dirangkum sumber pencemar beban BOD dan COD dari industri di sepanjang Kali Surabaya yang tersaji dalam Tabel 38. Berdasarkan Tabel 38 dan data pada Lampiran 5, terlihat bahwa beban pencemar dari industri yang mencemari Kali Surabaya terutama bersumber dari empat industri kertas dan pulp dan satu industri MSG, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Suparma dan PT
132
Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke Kali Surabaya. Tabel 38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri Jenis Industri
Jumlah Industri
Beban (kg/hari) BOD
COD
Beban pencemar terhadap industri BOD COD
Beban pencemar terhadap total BOD COD
Kertas dan Pulp
5
10,877.40
30,097.60
48.95%
49.63%
19.60%
22.70%
Makanan dan Minuman
9
2,449.24
5,548.72
11.02%
9.15%
4.41%
4.18%
MSG
1
3,207.35
9,003.42
14.43%
14.85%
5.78%
6.79%
Minyak dan Deterjen Tekstil dan Kulit
6
349.46
708.78
1.57%
1.17%
0.63%
0.53%
5
327.68
867.49
1.47%
1.43%
0.59%
0.65%
Kimia, keramik dan Metalurgi
10
217.11
565.16
0.98%
0.93%
0.39%
0.43%
PT Surya Agung Kertas merupakan industri kertas dan pulp terbesar kedua di Jawa Timur dengan kapasitas produksi 336,800 ton/tahun atau sekitar 923 ton/hari. Pabrik Kertas PT Adiprima Suraprinta merupakan industri kertas koran dengan kapasitas produksi 400 ton/hari. PT Surabaya Mekabox
merupakan
industri kertas pembungkus/karton box dengan produksi rata-rata 220 ton/hari, sementara kapasitas produksi industri kertas PT Suparma adalah sekitar 500 ton/hari. Menurut Sugiharto (2005), jumlah air limbah yang berasal dari industri adalah sebesar 85 – 95% dari jumlah air yang dipergunakan. Total pemakaian air keempat industri pulp dan kertas di atas adalah sekitar 60,000 m3/hari. Oleh karena itu, jumlah buangan limbah yang berupa lumpur dihasilkan kurang lebih 51,000 – 57,000 m3/hari. Limbah dari industri pulp dan kertas bersumber pada pembuangan boiler dan proses pematangan kertas yang menghasilkan konsentrat lumpur beracun. Selain itu pada proses percetakan juga dihasilkan produk samping berupa konsentrat lumpur sebesar 1 – 4% dari volume limbah cair yang diolah. Pada industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah serat dari tanaman dengan kandungan utama berupa selulosa. Adanya komponen selulosa pada buangan limbah cair industri pulp dan kertas dapat menimbulkan bau busuk pada sungai jika tertimbun di dasar sungai dan meningkatkan kandungan COD.
133
5.2.5 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan didasarkan pada hasil analisis parameter fisik kimia air, yaitu: pH, TSS, DO, BOD, COD, N-NH 3 , N-NO 2 , N-NO 3 , P-PO 4 , dan kadar Hg, Pb, Cd. Hasil analisis parameter fisik kimia, dibandingkan dengan baku mutu air sesuai peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan Indeks Pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (C i /Lij ) R dan atau (C i /Lij ) M lebih besar dari 1.0. Tingkat pencemaran suatu badan air akan semakin besar jika nilai maksimum C i /Lij dan atau nilai ratarata C i /L ij makin besar. Perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya dapat dilihat pada Lampiran 9. Rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya diperlihatkan pada Tabel 39. Tabel 39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan No
Lokasi
C i /L ij Rerata Maks 1.66 3.66
1
Gunungsari
2
Jemb. Sepanjang
1.55
3
Karang Pilang
4
IP
Kategori
2.86
Cemar ringan
4.82
3.58
Cemar ringan
1.72
5.49
4.07
Cemar ringan
Tamb. Bambe
2.08
7.63
5.59
Cemar sedang
5
Tamb. Cangkir
1.62
7.01
5.09
Cemar sedang
6
Jemb. Jrebeng
1.09
2.66
2.03
Cemar ringan
Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran (Tabel 39) dan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukan bahwa perairan Kali Surabaya telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh beberapa parameter kimia dan fisika. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air berdasarkan indeks STORET. Berdasarkan indeks STORET, perairan Kali Surabaya berada dalam kondisi buruk atau tercemar berat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Tabel 39 juga menunjukkan bahwa untuk zona paling hulu (Jrebeng), tingkat pencemaran paling rendah dengan nilai indeks pencemaran 2.03. Nilai indeks pencemaran tertinggi berada pada zona tengah yaitu Tambangan Bambe dengan nilai indeks pencemaran 5.59 (tercemar sedang).
134
Berdasarkan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, dapat diperkirakan batasan parameter pencemar yang dapat mengakibatkan perairan dalam kondisi tercemar berat melalui penggunaan pendekatan persamaan: (C i /Lij ) = 1.0 + P.log(C i /L ij ) hasil
pengukuran ,
dengan P konstanta yang umum
digunakan yaitu 5. Suatu perairan dikatakan tercemar berat jika nilai IP > 10, dengan demikian, 10 < (1,0 + 5.log(C i /L ij ) hasil pengukuran ). Penyelesaian persamaan ini memberikan hasil (C i /L ij ) hasil
pengukuran
kurang lebih 63. Berdasarkan hal
tersebut maka evaluasi tingkat pencemaran dengan metode Pollution Index mempunyai batas toleransi yang sangat tinggi terhadap pencemaran, karena suatu perairan dinyatakan tercemar berat jika nilai parameter terukur sebagian besar nilainya lebih dari 63 kali nilai baku mutu air untuk peruntukannya. 5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Indeks kualitas air-STORET (IKA-STORET) adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang kondisi kualitas
air
dari
data
mentah
tentang
kualitas
air
yang
kemudian
ditransformasikan menjadi suatu indeks. Indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Kali Surabaya. Data parameter fisika dan kimia air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1, yang mencakup nilai minimum, maksimum dan nilai rata-rata setiap parameter yang kemudian diberi skor sesuai dengan tingkat pencemarannya. Baik buruknya kualitas perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET disajikan pada Lampiran 10, sedangkan status mutu Kali Surabaya menurut sistem STORET ditunjukkan pada Tabel 40 dan Gambar 29. Tabel 40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET No
Lokasi/Stasiun
1 2 3 4 5 6
Gunungsari Jemb. Sepanjang Karang Pilang Tamb. Bambe Tamb. Cangkir Jemb. Jrebeng
Kelas I -104 (cemar berat) -84 (cemar berat) -96 (cemar berat) -92 (cemar berat) -104 (cemar berat) -80 (cemar berat)
Skor Kelas II -88 (cemar berat) -68 (cemar berat -72 (cemar berat) -80 (cemar berat) -68 (cemar berat) -32 (cemar berat)
Kelas III -40 (cemar berat) -16 (cemar sedang) -28 (cemar sedang) -24 (cemar sedang) -8 (cemar ringan) -8 (cemar ringan)
135
Pada Tabel 40 dan Gambar 29 memperlihatkan kondisi status mutu Kali Surabaya menurut sistem nilai STORET dengan mengacu pada baku mutu air kelas I, kelas II, dan baku mutu air kelas III. Secara umum kondisi mutu air Kali Surabaya untuk sumber air baku air minum termasuk dalam kelas D (kelas IV), artinya kondisi Kali Surabaya sangat buruk atau tercemar berat. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada Stasiun Gunungsari (-104) dan terendah terdapat pada Stasiun Jembatan Jrebeng (-80). Parameter organik (DO, BOD, COD) dan parameter anorganik (Hg) memberikan kontribusi yang tinggi terhadap rendahnya skor indeks STORET pada tiap stasiun pengamatan. Parameter lain yang juga berkontribusi bagi rendahnya indeks STORET adalah TSS, P-PO 4 , dan kadar Pb. 0
Nilai Storet
-20
Baik Sedang
-40 -60
Buruk
-80 -100 -120
GS
JS
KP
TB
TC
JJ
Kelas I
-104
-80
-96
-92
-104
-80
Kelas II
-88
-68
-72
-80
-68
-32
Kelas III
-40
-16
-28
-24
-8
-8
Lokasi Pengamatan
Gambar 29 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya. Kondisi mutu air untuk kegiatan perikanan, peternakan, dan pertamanan (kelas III) menunjukkan kecenderungan yang menurun dari zona hulu, tengah dan zona hilir, dengan status mutu bervariasi mulai tercemar ringan hingga tercemar berat. Nilai indeks STORET terendah ditemukan di bagian hulu Kali Surabaya, yaitu Stasiun Jrebeng (-8) dan Tambangan Cangkir (-8), sedangkan nilai tertinggi di Stasiun Gunungsari (-40). Parameter yang memberikan kontribusi bagi rendahnya indeks STORET untuk baku mutu air kelas III adalah kadar Hg, Pb, Cd, nilai DO, BOD, dan COD. Berdasarkan indeks STORET, jika parameter yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 10, maka sudah cukup untuk menyatakan bahwa perairan tersebut dalam kondisi buruk atau tercemar berat jika
136
terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, rata-rata, dan nilai maksimumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan meskipun nilai parameter lain masih memenuhi baku mutu. Jika parameter fisik-kimia yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan lebih dari atau sama dengan 10 parameter, maka kondisi perairan dapat dikatakan tercemar berat jika terdapat minimum satu parameter fisik-kimia yang nilai minimum, rata-rata, dan nilai maksimum telah melampaui baku mutu air sesuai peruntukannya. 5.4 Dampak Pencemaran Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan Kesehatan Dampak pencemaran air pada umumnya dapat dibagi ke dalam empat kategori (Kurniawan 2009), yaitu (1) dampak terhadap kehidupan biota air, (2) dampak terhadap kesehatan manusia, (3) dampak terhadap kualitas air tanah, dan (4) dampak terhadap estetika lingkungan. 5.4.1 Dampak terhadap Ekosistem Ekosistem sungai tidak berdiri sendiri namun berkaitan dengan berbagai ekosistem dan beranekaragam makhluk hidup, sehingga apabila terjadi gangguan yang merusak keseimbangan ekosistem sungai, maka keseimbangan lingkungan yang bergantung pada ekosistem sungai tersebut juga akan terganggu. Tingginya beban pencemaran organik yang masuk ke Kali Surabaya telah mengakibatkan terjadinya pencemaran berat, yang ditandai dengan kadar DO yang rendah dan kadar BOD, COD, dan TSS yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada kehidupan organisme akuatik atau ekosistem Kali Surabaya. Tingkat produktivitas sistem akuatik selain dipengaruhi unsur karbon, juga sangat ditentukan oleh keberadaan unsur nitrogen dan fosfor. Kedua unsur tersebut dapat bersumber dari bahan organik, amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat. Fosfor masuk ke dalam sistem akuatik dari sumber natural maupun antropogenik (penggunaan pupuk, deterjen) dan dekomposisi bahan organik, sedangkan senyawa nitrogen dapat bersumber dari atmosfer, dekomposisi bahan organik, fiksasi nitrogen, dan sumber-sumber natural maupun antropogenik. Nitrogen dan fosfor dalam sistem akuatik dikenal sebagai faktor pembatas (limiting factors). Pada ekosistem alami, nitrogen dan fosfor umumnya tersedia dalam jumlah terbatas dan membatasi pertumbuhan tumbuhan akuatik. Jika kandungan nitrogen dan fosfor bertambah, maka pertumbuhan tumbuhan akuatik akan terpacu dan menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada badan air dan dapat berdampak negatif
137
terhadap ekosistem akuatik. Peningkatan masukan nitrogen dan fosfor dari limbah pertanian dan limbah domestik dapat mengubah komunitas akuatik, karena kedua unsur tersebut menstimulasi pertumbuhan alga yang dapat menutup permukaan air dan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Pertumbuhan alga dan keberadaan partikel-partikel tersuspensi dari sumber-sumber pencemar akan meningkatkan turbiditas air, akibatnya jumlah sinar matahari yang tersedia untuk tumbuhan akuatik dalam air akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Arisandi (2001) yang menyatakan bahwa, kandungan TSS dan padatan terlarut yang tinggi dapat mengakibatkan (1) menurunnya kandungan oksigen terlarut dalam badan air, sehingga mengganggu suplai oksigen bagi organisme air, seperti nekton dan bentos, (2) menurunkan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air, sehingga mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air, seperti hidrila, ganggang, dan alga, (3) sedimentasi dasar sungai, tingginya padatan yang terlarut akibat buangan limbah domestik dan industri dapat mengendap dan merubah karakteristik dasar sungai, akibatnya biota yang menetap di dasar sungai seperti kerang, remis, kijing, dan siput dapat tereliminasi. Menurut Ecoton (2008), pengurangan kadar oksigen dalam air dapat mengakibatkan bencana akuatik berupa ikan munggut dan kematian invertebrata lainnya di sepanjang Kali Surabaya. Ikan munggut adalah terjadinya kematian ikan, kepiting dan udang air tawar secara masal dan tiba- tiba akibat kekurangan oksigen. Ecoton (2008), mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 – 2007 di Kali Surabaya telah terjadi 50 kasus ikan mati masal. Jenis ikan yang mati didominasi oleh ikan bader yang berukuran tidak terlalu besar, dengan panjang antara 10-25 cm dan ikan mujaer. Ikan yang munggut tampak memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu mengalami pendarahan dan berwarna kemerahan di bawah mulut, perut dan bagian sirip. Kondisi Kali Surabaya yang tercemar berat juga berdampak pada penurunan
rantai makanan alami dan indeks keragaman biota akuatik serta
timbulnya perubahan struktur dan fungsi komunitas sebagai akibat terganggunya keseimbangan ekosistem. Menurut Abdel-Gawad et al. (2010), keberadaan bahan pencemar dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi biologi molekuler suatu organisme, sedangkan perubahan struktur dan fungsi komunitas perairan menurut Arisandi (2001) disebabkan oleh hasil interaksi dua prinsip ekologi, yaitu prinsip toleransi dan kompetisi. Perubahan struktur komunitas dapat terlihat dari
138
perubahan indeks keragaman dan dominasi organisme dalam suatu ekosistem. Pada lingkungan yang tercemar, keragaman ekosistem akan menurun dan individu-individu yang toleran terhadap polutan yang akan mendominasi ekosistem tersebut. Hasil penelitian Amtasi (2010) menunjukkan bahwa indeks keragaman hewan makro bentos di Kali Surabaya tergolong rendah, yaitu 0.308 1.075 yang berarti kualitas Kali Surabaya dalam kondisi tercemar berat. Pada perubahan struktural, terjadi penurunan keanekaragaman spesies, organisasi komunitas menjadi lebih sederhana, dan tingkat perkembangan mundur menjauhi stadium klimaks, sedangkan pada perubahan fungsional, rantai makanan dan jaring-jaring makanan menjadi lebih pendek dan struktur organisasi tropiknya menjadi lebih sederhana. Perbedaan batas toleransi antara populasi terhadap faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika kondisi lingkungan perairan menurun karena pencemaran, maka jenis organisme yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya, sebaliknya jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi terhadap kondisi tersebut akan meningkat populasinya, karena jenis-jenis kompetitornya berkurang. Menurut Setyorini (2003b, 2003c), di sepanjang Kali Surabaya pada tahun 1980-an tercatat sebanyak 18 jenis ikan, namun pada tahun 2003 jenis ikan tersebut mengalami penurunan menjadi tujuh jenis, yaitu ikan bader, keting, sili, nila, gabus, mujair, dan papar. Populasi ikan tersebut kalah dengan populasi cacing darah yang makin meningkat dari hulu ke hilir Kali Surabaya. Hasil penelitian Bapedal (2006) terhadap komposisi makroinvertebrata Kali Surabaya memperlihatkan hal serupa, bahwa makroinvertebrata yang dijumpai di sepanjang Kali Surabaya terdiri atas 42 spesies dengan 6 kelas dan 5 ordo. Pada bagian hulu Kali Surabaya didominasi oleh Famili Baetidae (11.80%), Thiaridae (15.53%), dan Atyidae (19.257%), sedangkan pada daerah industri (Driyorejo) didominasi oleh Lumbricidae (13.40%), Tubificidae (19.59%), Atyidae (10.31%), dan Lymnaeidae (16.49%). Pada daerah pemukiman dan industri (Waru Gunung, Karang Pilang, Kedurus, Gunungsari) makroinvertebrata yang dominan adalah Chironomidae (10.70%) dan Tubificidae (59.67%), pada bagian hilir Kali Surabaya juga didominasi oleh Famili Chironomidae (11.76%) dan Tubificidae (40.34%).
Famili Tubificidae (Ordo Oligochaeta) yang diwakili jenis cacing
merah (Tubifex tubifex) merupakan makroinvertebrata paling dominan dan luas penyebarannya. Keberadaan cacing merah menggantikan dominasi Famili
139
Baetidae (Ordo Ephemeroptera) yang merupakan makroinvertebrata yang paling sempit sebarannya dan ordo yang tidak toleran terhadap kadar DO rendah menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah tercemar dengan bahan organik. Peningkatan populasi jenis Tubifex tubifex dari hulu ke hilir merupakan akibat tingginya tingkat pencemaran organik di Kali Surabaya dari zona hulu ke hilir. 5.4.2 Dampak terhadap Kesehatan (Analisis Risiko) Analisis risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan merupakan suatu pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskripsikan masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang bersangkutan. Menurut EPA (2005), analisis risiko adalah karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang berefek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan. Risiko adalah kemungkinan suatu kejadian yang tidak diharapkan terjadi sehingga mengganggu apa yang seharusnya terjadi dari suatu kegiatan atau mengganggu tujuan. Analisis risiko digunakan untuk mengetahui besarnya risiko sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam manajemen risiko. Berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, memberikan persyaratan kualitas air minum di antaranya kadar maksimum yang diperbolehkan untuk Hg 0.001 mg/l, Cd 0.003 mg/l, sementara untuk logam Pb tidak masuk sebagai logam yang dianggap mempunyai pengaruh langsung pada kesehatan. Hal yang sama diperoleh dari IRIS (2007), juga tidak menyertakan nilai RfD Pb untuk analisis risiko. Untuk menentukan tingkat risiko Hg dan Cd digunakan nilai dosis-respon kuantitatif zatzat kimia dalam berbagai spesi dan formulanya yang telah ada dalam pangkalan data Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 2007). Hasil analisis untuk parameter logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) pada sampel air PDAM Karang Pilang yang memanfaatkan Kali Surabaya sebagai sumber air baku air minum Surabaya disajikan dalam Tabel 41. Bedasarkan hasil analisis sampel air minum PDAM Kota Surabaya yang diambil pada 6 titik pengamatan di Kecamatan Karang Pilang berdasarkan jarak dari sumber (sumber, 200 m, 500 m, 1 km, 1.5 km, dan 2 km), menunjukkan bahwa kandungan cemaran merkuri, timbal, dan kadmium tidak terdeteksi.
140
Berdasarkan data ini, maka prediksi besarnya tingkat risiko karsinogenik bagi yang meminum air dari sumber tersebut tidak perlu dilakukan. Tabel 41 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM Parameter Hg Pb Cd
Konsentrasi Terukur (mg/l) Minimum Maksimum tt tt tt tt tt tt
Ket.: tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.002 µg/L, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.
Jika dilihat dari kandungan rata-rata logam berat pada lokasi intake PDAM Karang Pilang untuk Hg 0.0079 mg/l, Pb 0.0112 mg/l, dan Cd 0.0034 mg/l memang cukup mengkawatirkan terhadap kualitas air PDAM yang dihasilkan. Pada kenyataannya, produk instalasi pengolah air minum (IPAM) PDAM Karang Pilang mampu mereduksi bahan pencemar tersebut sehingga kualitas air minum yang dihasilkan aman dikonsumsi ditinjau dari parameter logam berat berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Pengolahan air yang digunakan oleh perusahaan daerah air minum (PDAM) Karang Pilang terdiri atas beberapa unit pengolahan, yaitu unit aerator, prasedimentasi, flashmix, slow mix, sedimentasi, dan filter cepat. Proses sedimentasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia aluminium sulfat (Al2 (SO 3 ) 3 .14H 2 O) sebagai koagulan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan logam berat, zat organik beracun, senyawa fosfor, dan partikel-partikel yang sukar mengendap sekaligus untuk menjernihkan air. Tahap selanjutnya adalah proses oksidasi menggunakan kalium permanganat atau kalium kromat bertujuan untuk menurunkan kandungan bahan organik dan menghilangkan partikel-partikel berwarna sehingga air menjadi lebih jernih. Proses flokulasi, sedimentasi akhir, penyaringan dan desinfeksi menggunakan kaporit merupakan tahap akhir proses. Berdasarkan aspek ekonomi, pencemaran air Kali Surabaya menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Hasil studi ADB (dalam Kurniawan 2009), menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi pencemar BOD sebesar 1 mg/l pada sungai meningkatkan biaya produksi air minum sekitar Rp 9.17 per meter kubik atau menyebabkan kenaikan biaya produksi PDAM sebesar 25% dari ratarata tarif air nasional.
141
Total produksi rata-rata air minum PDAM Kota Surabaya adalah 20,931,000 m3/bulan (BPS 2009). Sementara pengambilan air Kali Surabaya untuk air baku PDAM adalah 26,702,239.68 m3/bulan (PJT I 2009), sehingga setiap bulan PDAM Kota Surabaya harus membayar retribusi air baku kepada PJT I sebesar Rp 2.35 Milyar. Nilai BOD rata-rata Kali Surabaya di lokasi intake PDAM Karang Pilang periode Agustus sampai Desember 2009 adalah 3.93 mg/l, dengan demikian tambahan biaya pengolahan untuk menurunkan kandungan BOD sampai memenuhi baku mutu sesuai KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 rata-rata sekitar Rp 473 juta/bulan, sehingga rata-rata setiap tahun PDAM Kota Surabaya harus menganggarkan Rp 10 Milyar untuk mengantisipasi pencemaran Kali Surabaya. Berdasarkan kadar rata-rata logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) di perairan Kali Surabaya, menunjukkan bahwa hanya logam Hg yang kadarnya melampaui KMA kelas 1. Oleh karena itu, analisis risiko kesehatan untuk mengkuantifikasi pemaparan hanya dilakukan terhadap pencemaran Hg sebagai risk agent di Kali Surabaya. Kadar Hg di perairan Kali Surabaya yang digunakan untuk perhitungan analisis risiko kesehatan adalah kadar Hg rata-rata hasil penelitian dari enam titik sampling, yaitu 0.0092 mg/l, sedangkan kadar Hg pada sedimen Kali Surabaya menggunakan data hasil penelitian Amtasi (2010) pada tiga titik sampling, yaitu Karang Pilang (0.21 mg/l), Kedurus (0.27 mg/l), dan Jagir (0.09 mg/l) dengan nilai rata-rata 0.19 mg/l. Hasil perhitungan total paparan atau asupan Hg menggunakan persamaan 12-16 dan nilai default faktor-faktor pemaparan (Tabel 18) terhadap penduduk yang melakukan aktivitas langsung di perairan Kali Surabaya disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Total tingkat pemaparan Hg No.
Sumber Paparan
1
9.58E-7
9.72E-8
1.08E-6
1.41E-6
3
Kontak dermal dengan kontaminan dalam air sungai Kontak dermal dengan kontaminan dalam sedimen Asupan dari air sungai
2.52E-6
5.40E-7
4
Asupan dari material tersuspensi
1.64E-10
3.51E-11
5
Asupan dari sedimen
1.04E-6
7.80E-8
Total
5.59E-6
2.13E-6
2
Jumlah Paparan Hg (mg/kg bb/hari) Anak Dewasa
142
Total paparan harian rata-rata (mg/kg bb/hari) adalah 6 x 5.59 E − 6 64 x 2.13E − 6 = 1.99E-5 + 70 7
HQ =
1.99 E − 5 = 1.42 1.40 E − 5
Berdasarkan kriteria kebahayaan (risiko) yang diberikan oleh Landis & Ming (1999), yaitu sangat berisiko, hazard quotient (HQ > 1), risiko potensial (HQ = 1), dan risiko rendah (HQ < 1), maka pencemaran Hg di perairan Kali Surabaya sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) bila melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai (mandi, berenang, mencuci) dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1-2 jam/hari, karena nilai HQ di atas 1. 5.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran Untuk
mengetahui
persepsi
dan
partisipasi
masyarakat
terhadap
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan survei lapangan menggunakan kuesioner berupa daftar pertanyaan terstruktur. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Surabaya pada sisi kiri-kanan zona 500 meter dari Kali Surabaya. Jumlah responden yang dipilih sebanyak 200 orang dengan tingkat kesalahan sekitar 7%. Persepsi masyarakat yang dievaluasi mencakup: (1) Pemanfaatan / penggunaan Kali Surabaya, (2) Pandangan responden terhadap masalah penurunan kualitas Kali Surabaya, (3) Pandangan responden terhadap kelayakan air Kali Surabaya untuk peruntukan, dan (4) Pandangan responden terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air Kali Surabaya. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran dapat berupa keterlibatan responden baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap upaya pengendalian pencemaran. 5.5.1 Karakteristik Responden Hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar status responden dalam keluarga adalah kepala keluarga (62.0%) dan proporsi terbesar kedua adalah pasangan suami-istri (23.0%). Karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 30 dan Lampiran 6.
143
(a)
(b)
Gambar 30 (a) Proporsi status responden dalam keluarga (b) Proporsi tingkat pendidikan responden. Pendidikan formal masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya sebagian besar adalah pendidikan menengah (SMA 33% dan SMP 27%) dan pendidikan dasar 19%), sementara masyarakat yang berpendidikan tinggi hanya 4%. Pada data pada Lampiran 6, tampak bahwa pekerjaan responden sebagian besar adalah pedagang/wiraswasta (40.5%) dan pegawai swasta/BUMN (23.5%). Pendapatan rata-rata responden per minggu antara Rp 150,000 – Rp 250,000 (43.5%) dan Rp 250,000 – Rp 350,000 (21.0%). Keluarga inti yang tinggal bersama dalam satu rumah dengan responden berjumlah 3 – 4 orang (44.0%) dan berjumlah 5 – 6 orang (37.5%). Mayoritas responden memiliki bangunan rumah permanen/tembok penuh (81.0%). Jarak rumah responden terhadap Kali Surabaya sebagian besar sekitar 20 meter dari Kali Surabaya (28.0%) dan sekitar 50 meter dari Kali Surabaya (26.0%). 5.5.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran Persepsi pada hakekatnya merupakan pandangan individu terhadap suatu objek atau stimulus. Persepsi yang benar terhadap lingkungannya sangat diperlukan karena persepsi merupakan dasar pembentukkan sikap dan perilaku yang akan menentukan tindakan individu selanjutnya. Menurut Sasanti (2003), Persepsi merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat bergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Menurut Hartley (2006), persepsi individu terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh informasi, ketidakpastian atau ketidaklengkapan informasi dapat menyebabkan
144
persepsi yang tidak benar. Lebih lanjut Hartley (2006) menyatakan bahwa informasi berkaitan dengan ilmu pengetahun dan teknologi, pengetahuan lokal, karakteristik daerah, tata nilai, kontek lokal dan informasi lain terkait faktor politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Interpretasi individu terhadap kualitas, pemanfaatan dan kelayakan sungai untuk peruntukan dapat mempengaruhi persepsi dan sikapnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air sungai. Hasil pengumpulan data melalui kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya pada umumnya memiliki persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan Kali Surabaya dan kelayakan air Kali Surabaya, namun persepsi masyarakat terhadap masalah kualitas air Kali Surabaya umumnya masih sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil analisis persepsi ditunjukkan pada Gambar 31.
Gambar 31 Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan, masalah kualitas air dan kelayakan air Kali Surabaya. Gambar 31 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sekitar Kali Surabaya tentang pemanfaatan atau penggunaan Kali Surabaya sudah baik dan tinggi, di mana 76.33% responden menyatakan penggunaan Kali Surabaya sebagai sumber air baku air minum PDAM, 15.52% menyatakan untuk pertanian dan perikanan dan hanya 8.14% responden yang memiliki persepsi rendah yakni menyatakan Kali Surabaya pemanfaatannya untuk mandi, cuci, buang hajat dan untuk menampung limbah pemukiman. Tingginya persepsi responden terhadap pemanfaatan sungai diharapkan dapat menjadi dasar yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk tidak mencemari sungai dan ikut melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas air Kali Surabaya, sehingga di masa yang akan
145
datang kualitas air Kali Surabaya akan memenuhi standar kualitas air untuk bahan baku air minum. Persepsi masyarakat yang benar terhadap upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan faktor penting karena akan menentukan peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya. Hasil analisis data kuesioner menunjukkan bahwa secara umum, masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki persepsi yang tinggi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air Kali Surabaya (Gambar 32), namun hal tersebut tidak sejalan dengan kondisi Kali Surabaya yang masih tetap tercemar berat. Hal ini diduga akibat kurangnya sarana dan prasarana seperti IPAL komunal, MCK umum, jarak dan tempat pembuangan sementara (TPS), dan lain-lain. Hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH 2008) menunjukkan bahwa 15% orang yang tinggal dalam jarak 100 m dengan tempat penampungan sampah melakukan pembuangan sampah ke sungai, sementara sebanyak 70% orang yang tinggal dengan jarak antara 100 m hingga 200 m dengan TPS melakukan pembuangan sampah ke sungai. Menurut Harihanto (2001), ada tiga faktor yang menyebabkan perilaku individu tidak sesuai dengan sikap dan tindakannya, yaitu: motivasi, pandangan mengenai perilaku panutan, dan pandangan mengenai konsekuensi dari perilaku tertentu terhadap air sungai.
Gambar 32 Persentase persepsi masyarakat tentang pengendalian pencemaran. 5.5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran Partisipasi (participation) adalah suatu tindak mengambil bagian atau memberi sumbangan pada aktivitas atau peristiwa. Tindak itu dapat dilakukan
146
oleh perorangan atau oleh sejumlah orang yang terorganisasikan atau tidak terorganisasikan. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas pengendalian pencemaran. Menurut Benjathikul (1986), partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik, budaya, dan faktor sosio-psikologi. Hasil analisis data kuesioner partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran ditunjukkan pada Gambar 33.
Gambar 33 Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran. Gambar 33 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya cukup tinggi (56.10%), namun jauh di bawah nilai persepsi masyarakat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persepsi yang benar tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran air tidak selalu diikuti tindakan nyata dalam pengendalian. Hal tersebut sesuai hasil penelitian Pimon (2004) yang menyatakan bahwa selain adanya persepsi yang benar, partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor gender, pengetahuan, tingkat pendapatan, status sosial dan pesan persepsi (message perception), namun tidak berkaitan dengan usia, pekerjaan, dan lama tinggal dalam komunitas. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Mulyanto (2003), yang menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran berbeda-beda sesuai situasi setempat (sosial, ekonomi, kultural). Aspek ekonomi mempunyai pengaruh kecil terhadap partisipasi masyarakat, namun kondisi sosial dan budaya masyarakat berpengaruh signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran, terutama menyangkut domestik.
penanggulangan limbah
147
Bentuk-bentuk partisipasi yang diberikan responden 32.0% berupa uang/dana, 57.5% tenaga, 5.5% bahan, dan 5.0% berupa ide, saran, dan pemikiran. Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa sebanyak 65 responden (32.5%) membuang air limbah, bekas masak, mandi, dan mencuci ke Kali Surabaya. Hasil ini senada dengan hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH 2008), yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil wawancara terhadap 411 responden di Kota Bogor, Palembang, dan Gorontalo menunjukkan bahwa rata-rata 30% orang yang tinggal di bantaran sungai atau sempadan sungai melakukan pembuangan sampah ke sungai. 5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran Salah satu prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu yang ditetapkan. Analisis prioritas kegiatan kegiatan reduksi beban pencemaran dilakukan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada Kali Surabaya. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Penentuan alternatif kegiatan dan kriteria yang dikembangkan dalam rangka mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya baik yang bersumber dari limbah industri maupun limbah domestik, dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan pakar (expert judgement) dan pengisian kuesioner untuk menjaring berbagai informasi tentang kriteria dan alternatif terkait kegiatan reduksi beban pencemaran. Wawancara dilakukan terhadap enam narasumber yang berasal dari Perguruan Tinggi (ITS), LSM ECOTON, Dinas PU Pengairan Jatim, Perum Jasa Tirta I, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya, dan BLH Jatim. Berdasarkan hasil wawancara, alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya yang berhasil diidentifikasi adalah: (1) Pembuatan UPL komunal (A-1), (2) Penerapan pajak limbah pencemar industri (A-2), (3) Pemantauan kualitas limbah dan sumber air (A-3), (4) Penyuluhan (A-4), (5) Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (A-5), (6) Sistem penegakan hukum lingkungan (A-6), (7) Penetapan kelas air Kali Surabaya (A-7),
148
(8) Penetapan daya tampung beban pencemaran (A-8), (9) Relokasi industri (A-9), (10) Penataan ruang (A-10). Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran adalah: (1) Keadilan (K-1), (2) Keberlanjutan (K-2), (3) Partisipasi masyarakat (K-3), (4) Prosedur dan persyaratan (K-4), (5) Efisiensi (K-5), dan (6) Kemudahan manajemen (K-6). Analisis AHP kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya ditetapkan tiga level. Level satu adalah tujuan, yaitu kegiatan yang efektif dan efisien untuk mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Level dua adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran, dan level tiga adalah alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Berdasarkan tujuan, alternatif dan kriteria yang dikembangkan kemudian dilakukan penilaian kepentingan alternatif menurut pakar dalam bentuk tujuh tabel kuesioner matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Matriks hasil penilaian pakar berupa matriks individu (N (ij) ) tentang kepentingan relatif antar elemen, kemudian diolah menjadi matriks gabungan (N G(ij) ) dengan menggunakan persamaan geometric mean, N G(ij) =
6
N1( ij ) x N 2 (ij ) x ... x N 6 (ij ) .
Hasil setiap matriks perbandingan ditentukan eigen vector-nya dan Consistency Ratio (CR) untuk mendapatkan local priority dan global priority. Elemen yang paling penting atau mendapat prioritas paling tinggi ditentukan berdasarkan nilai eigen dan global priority. Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program ExpertChoice 2000, menunjukkan bahwa kriteria kemudahan manajemen (eigen value 0.317) menjadi kriteria paling penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya dan diikuti oleh kriteria efisiensi (0.305), keadilan (0.1370), keberlanjutan (0.132), prosedur dan persyaratan (0.059), dan terakhir adalah partisipasi masyarakat (0.050). Urutan kriteria disusun berdasarkan pada bobot prioritas yang dihasilkan matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah kriterianya dalam penentuan kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Perbandingan prioritas berdasarkan eigen value untuk seluruh kriteria ditunjukkan pada Gambar 34.
149
Gambar 34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran. Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen level tiga (alternatif) dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua (kriteria) diperoleh peringkat keseluruhan alternatif berupa bobot prioritas lokal kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya terhadap keenam kriteria yang dikembangkan. Operasi perkalian antar matriks lokal kemudian dilanjutkan operasi perkalian dengan prioritas global ditunjukkan pada Tabel 43, sedangkan struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran (KRBP) ditunjukkan pada Gambar 35. Tabel 43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran KRITERIA Prioritas Global
%
0.087
8.7
0.051
0.044
4.4
0.131
0.167
0.125
12.5
0.124
0.175
0.255
0.172
17.2
0.108
0.139
0.064
0.058
0.066
6.6
0.124
0.078
0.045
0.053
0.033
0.063
6.3
0.227
0.234
0.068
0.197
0.230
0.153
0.200
20.0
Penetapan daya tampung BP Relokasi industri
0.163
0.114
0.070
0.177
0.155
0.137
0.145
14.5
0.038
0.091
0.029
0.027
0.025
0.017
0.032
3.2
Penataan ruang
0.130
0.145
0.064
0.055
0.046
0.033
0.067
6.7
K-1
K-2
K-3
K-4
K-5
K-6
Bobot Kriteria UPL Komunal
0.137 0.100
0.132 0.056
0.050 0.198
0.059 0.102
0.305 0.073
0.317 0.096
Pajak limbah industri
0.025
0.029
0.088
0.053
0.049
Pemantauan kualitas limbah & sumber air
0.090
0.063
0.106
0.082
Penyuluhan
0.050
0.090
0.191
Pengetatan perijinan pembuangan limbah Sistem penegakan hukum lingkungan Penetapan kelas air
0.067
0.053
0.110
150
Berdasarkan data Tabel 43 dan Gambar 35, terlihat bahwa penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai nilai yang tertinggi (0.200), karena dari enam kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban pencemaran, penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai empat nilai unggul, yaitu keadilan, keberlanjutan, prosedur dan persyaratan, dan efisiensi. Di samping itu, nilai unggul penetapan kelas air Kali Surabaya terletak pada kriteria efisiensi yang mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (eigen value 0.305). Kegiatan penyuluhan mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (0.172), disusul penetapan daya tampung beban pencemaran (0.145), pemantauan kualitas limbah dan sumber air (0.125), pembuatan UPL komunal (0.087), penataan ruang (0.067), pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (0.066), sistem penegakan hukum lingkungan (0.063), penerapan pajak limbah industri (0.044), dan terakhir relokasi industri (0.032). Oleh karena itu, prioritas kegiatan yang perlu dilakukan untuk mereduksi beban pencemaran air dalam kasus ini adalah penetapan kelas air Kali Surabaya, kemudian penyuluhan, penetapan daya tampung beban pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembutan UPL komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, sistem penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri, dan terakhir adalah relokasi industri. Penetapan kelas air adalah menetapkan mutu air berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas. Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas 1 merupakan tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas 1 lebih baik dari Kelas 2, 3, dan 4. Sejak keluarnya PP Nomor 82/2001 dan Perda Jawa Timur Nomor 2/2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka SK Gubernur Jatim nomor 187/1988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jatim, yang menetapkan Kali Surabaya masuk golongan B (untuk bahan baku air minum) seharusnya direvisi.
151
Reduksi Beban Pencemaran Air Kali Surabaya Secara Efektif dan Efisien
TUJUAN
Keadilan 0.137
KRITERIA
ALTERNATIF
PUPLK 0.087
Keberlanjutan 0.132
PPLPI 0.044
PKLSA 0.125
Partisipasi Masyarakat 0.050
Penyuluhan 0.172
Prosedur dan Persyaratan 0.059
PSPPL 0.066
SPHL 0.063
Kemudahan Manajemen 0.317
Efisiensi 0.305
PKAKS 0.200
PDTBP 0.145
Gambar 35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali Surabaya. Keterangan: PUPLK : PPLPI : PKLSA : PSPPL SPHL
: :
Pembuatan UPL Komunal Penerapan Pajak Limbah Industri Pemantauan Kualitas Limbah & Sumber Air Pengetatan Perijinan Pembuangan Limbah Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
PKAKS PDTBP RIND
: : :
Penetapan Kelas Air Kali Surabaya Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Relokasi Industri
PTRU
:
Penataan Ruang
RIND 0.032
PTRU 0.067
152
Proses revisi tersebut perlu dilakukan karena ada aspek lain terkait beban cemaran sungai yang semestinya juga didefinisikan. Ketidakjelasan status kelas dan beban Kali Surabaya menyebabkan penegakan hukum sulit dilaksanakan. Pelanggaran oleh industri pencemar umumnya hanya dikenakan pelanggaran Perda tentang baku mutu limbah yang ancaman hukuman denda Rp 5 juta atau kewajiban memperbaiki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). Karenanya, penetapan kelas air Kali Surabaya menjadi hal yang mendesak dalam rangka penegakan hukum lingkungan dan pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Masyarakat seringkali memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Sungai belum dipandang sebagai wilayah yang indah dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat yang memanfaatkannya sebagaimana yang diinginkan dalam penerapan water front city (KLH 2008). Adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah padat akan meningkatkan pencemaran Kali Surabaya. Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai akan meningkatkan jumlah masyarakat yang membuang limbah atau sampahnya ke sungai dan semakin meningkatkan beban pencemaran ke Kali Surabaya. Kondisi ini dapat terjadi karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya-upaya pengendalian pencemaran
dan
pengawasan
pengelolaan
Kali
Surabaya.
Pendekatan
penyelesaian masalah pencemaran di Kali Surabaya yang hanya menggunakan pendekatan teknis dan penegakan hukum dan mengabaikan peran masyarakat yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak efektif. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan kualitas air Kali Surabaya. Partisipasi
masyarakat
yang
efektif
membutuhkan
prakondisi.
Hardjasoemantri (1986) merumuskan syarat-syarat agar partisipasi masyarakat menjadi efektif dan berdaya guna, yaitu: (1) Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya; (2) Informasi lintas batas; mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang dibuat manusia; (3) Informasi tepat waktu; suatu proses peran serta masyarakat yang efektif memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin, sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada kesempatan untuk
153
mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan; (4) Informasi yang lengkap dan menyeluruh; dan (5) Informasi yang dapat dipahami. Dalam rangka peningkatan peran dan partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, kegiatan penyuluhan utamanya bagi masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya menjadi urgen dilakukan. Penyuluhan dilakukan tidak semata-mata dalam bentuk pelatihan atau sosialisasi, namun ada aspek kegiatan lain yang mampu memberdayakan masyarakat sekitar sungai. Kegiatan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat tersebut antara lain melalui penyebarluasan informasi, pendidikan non formal, penjelasan dan penguatan komunitas dengan tujuan edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi. Dalam UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur secara khusus pada Bab XI, Pasal 70. Dalam ayat (1) pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk peran diatur dalam ayat (2) berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Sementara tujuan peran masyarakat sesuai ayat (3) adalah untuk: meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan dan
kepeloporan
masyarakat;
menumbuhkembangkan
ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Penetapan daya tampung beban pencemaran (DTBP) adalah penetapan kemampuan air Kali Surabaya dalam menerima masukan pencemaran tanpa menyebabkan air tersebut tercemar. Besarnya beban pencemaran yang dapat diterima oleh air Kali Surabaya untuk semua parameter kualitas air dapat diketahui dari besar daya tampung di setiap segmen sungai. Menurut Masduqi (2006), besarnya beban pencemaran yang diterima Kali Surabaya, menyebabkan Kali Surabaya tidak lagi mempunyai daya tampung dalam menerima beban pencemaran. Berdasarkan hal tersebut maka kajian penetapan DTBP perlu
154
dilakukan minimal setiap lima tahun untuk menentukan kondisi beban pencemaran air Kali Surabaya dan menentukan berapa besar volume dan karakter limbah cair dari limbah industri yang boleh dibuang ke Kali Surabaya. Hasil penetapan DTBP dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelas peruntukan dan pengelolaan air Kali Surabaya dalam bentuk Peraturan Gubernur. Selain itu, penetapan DTBP juga dapat digunakan sebagai dasar untuk pemberian ijin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang, pemberian ijin pembuangan air limbah, dan penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Lemahnya sistem pemantauan terhadap kualitas limbah industri dan sumber air oleh BLH Jatim dan instansi terkait lainnya menyebabkan ketaatan industri untuk membangun dan mengoperasikan IPAL masih rendah. Jumlah seluruh industri di Surabaya 5768 industri terdiri atas 4021 industri kecil, 1533 industri sedang, dan 214 industri besar (BPS 2009). Menurut BLH (2009), jumlah industri yang telah memiliki IPAL hanya 137 industri (2.37%), padahal IPAL adalah instrumen penting dalam mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas industri akibatnya beban limbah industri yang terbuang ke Kali Surabaya tetap tinggi. Karenanya, Pemantauan kualitas limbah industri harus dilakukan terus menerus dan memberikan sanksi tegas bagi industri pelanggar. Upaya inspeksi mendadak juga perlu dilakukan oleh lembaga pemerintah yang berwenang memberi sanksi administratif berupa denda hingga menutup industri yang terbukti mencemar. Lembaga pengelola lingkungan hidup harus memiliki wewenang yang kuat dalam mengawasi dan memberi sanksi kepada industri yang mencemari Kali Surabaya. Sesuai Master Plan Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya, untuk mencukupi kualitas air baku mutu air minum diperlukan upaya antara lain menurunkan beban limbah industri mencapai 90% terhadap prediksi beban pencemaran tahun 2020, menurunkan beban limbah domestik mencapai 65% dari prediksi beban pencemaran tahun 2020, dan menambah debit pengenceran dari 7.5 m3/detik menjadi 20 m3/detik dengan membangun waduk dan bendungan. Salah satu tahapan kegiatan untuk tahun 2010 – 2020 adalah melakukan pemantauan kualitas limbah dan sumber air serta pendugaan cadangan air diberbagai lokasi. Selain itu, upaya yang dilakukan Perum Jasa Tirta I untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah melakukan pemantauan
155
kualitas air secara periodik, pengenceran, pengerukan dan pembersihan sampah sungai serta pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi. Limbah cair domestik dari pemukiman bantaran Kali Surabaya memberikan kontribusi pencemar cukup besar selain limbah cair dari sektor industri. Oleh karena itu untuk membantu meningkatkan daya dukung Kali Surabaya sebagai sungai kelas 1 perlu dilakukan perencanaan IPAL domestik untuk pemukiman bantaran Kali Surabaya. Pembuatan UPL atau IPAL komunal merupakan salah satu upaya penanganan sistem dainase dan sistem sanitasi secara terpadu dan terpusat melalui pembangunan unit pengolah air limbah secara komunal atau bersama melalui saluran-saluran yang membentuk jaringan sinitasi. UPL komunal domestik merupakan sarana berupa sumur atau tandon yang ditanam di tanah sejumlah sembilan bak. Bak pertama berfungsi sebagai penampung awal air limbah rumah tangga. Setelah itu, disalurkan pada bak kedua dengan proses penjernihan hingga memasuki bak yang terakhir. Pada proses di IPAL tersebut, dapat diketahui perbedaan limbah rumah tangga yang belum dan telah diolah. Pada bak satu, air masih tampak keruh dan berwarna kelabu, namun air hasil olahan pada bak kesembilan lebih tampak jernih dan bening. Air pada bak kesembilan tersebut yang nantinya akan disalurkan ke sungai. Sejauh ini, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim telah membangun unit pengolah limbah (UPL) komunal domestik secara cluster di dua tempat, yakni di Desa Bambe dan Kelurahan Karah. Pembangunan UPL komunal tersebut merupakan upaya untuk meminimalisir pembuangan kotoran atau limbah domestik dari masyarakat di sepanjang Kali Surabaya yang biasanya cenderung langsung dibuang ke sungai. Sesuai rencana BLH, target IPAL domestik yang akan dibangun di sempadan Kali Surabaya sebanyak 74 cluster. Lokasi pembangunan UPL komunal di Wonokromo 20 cluster, Jambangan 24 cluster, Karang Pilang 14 cluster dan Driyorejo 16 cluster. Jika target pembuatan UPL komunal dapat terealisasi diharapkan limbah rumah tangga yang berpotensi mencemari Kali Surabaya dapat diolah secara mandiri oleh masyarakat, agar lebih ramah lingkungan dan pencemaran Kali Surabaya dapat direduksi. Kebijakan pengendalian pencemaran dapat ditempuh dengan optimalisasi pemanfaatan lahan melalui konsep kebijakan penataan ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
156
pengendalian pemanfaatan ruang (UU No 26/2007). Penerapan konsep tata ruang berbagai jenis kegiatan dapat diatur sesuai peruntukannya sehingga relatif tidak mengganggu
keberadaan ekosistem di sekitarnya.
Terkait
pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, Prianto (2009) mengusulkan alokasi luas lahan industri optimum dari aspek ekonomi dan lingkungan seluas ± 308,96 hektar. Area yang sudah dikembangkan seluas ± 112,42 hektar, sedangkan sisanya yang masih bisa dikembangkan adalah ± 196,54 hektar. Lokasi pengembangan industri baru yang diusulkan meliputi enam desa, yaitu : Driyorejo, Cangkir, Bambe, Mulung, Tenaru dan Kesamben Wetan. Sesuai UU No. 32/2009, salah satu upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup dalam hal ini reduksi beban pencemaran Kali Surabaya adalah mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perijinan. Upaya tersebut di antaranya melalui kontribusi pemerintah untuk melakukan penyeleksian secara ketat bagi pemberian ijin pembuangan limbah dan pengawasan yang intensif dari pihak terkait (BLH, Jasa Tirta, PU Pengairan) terhadap industri yang membuang limbah melebihi baku mutu. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air/sumber air wajib mengajukan ijin pembuangan air limbah sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Tujuan pengetatan perijinan pembuangan limbah adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar, upaya penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber-sumber air serta untuk mewujudkan kelestarian fungsi air, agar air yang ada pada sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukannya. Setiap industri yang mengajukan ijin pembuangan limbah cair (IPLC) ke Kabupaten atau Kota melalui BLH harus diseleksi secara ketat dan memenuhi persyaratan sesuai PP No. 82/2001 dengan melaporkan desain IPAL, debit limbah, peta lokasi pembuangan, dan area pembuangan limbah. Dalam rangka reduksi beban pencemaran dan kerusakan lingkungan selain upaya preventif juga perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum lingkungan yang efektif, adil, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Perangkat perundang-undangan lingkungan harus ditegakkan. Siapa pun yang terbukti merusak lingkungan harus mendapat hukuman sesuai ketentuan yang berlaku dalam perfektif rasa keadilan masyarakat. Seluruh aparat hukum dari polisi, jaksa, dan hakim harus memiliki environmental
157
sense agar lebih mempertimbangkan dampak kebijakannya pada kehidupan generasi mendatang yang juga membutuhkan lingkungan yang bersih dan sehat. Industri, hotel, rumah sakit dan berbagai bentuk usaha/kegiatan yang membuang limbah cair atau padat yang tidak sesuai kriteria baku mutu harus diberikan pinalti secara tegas dan konsisten sesuai UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk menjamin kepastian hukum bagi perlindungan dan pengelolaan Kali Surabaya secara berkelanjutan. Selain harus memiliki ijin pembuangan limbah ke Kali Surabaya, pihak industri sebaiknya juga harus membayar pajak pembuangan limbah untuk membiayai rehabilitasi bagian sungai yang tercemar dan membiayai pemantauan dan pengawasan limbah. Pemberlakuan pajak limbah pencemar adalah salah satu cara yang harus dicoba untuk menekan tingkat pencemaran sungai-sungai di Indonesia khususnya Kali Surabaya. Penerapan pajak pembuangan limbah dikenakan pada setiap industri yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya. Industri, hotel dan rumah sakit yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya harus membayar pajak pembuangan limbah yang besarnya tergantung pada jumlah limbah, besarnya kandungan dan tingkat toksisitas zat pencemar dalam limbah yang dibuang. Hasil pajak pembuangan limbah industri dapat dijadikan biaya operasional BLH dalam mengelola lingkungan sungai. Relokasi industri menurut tata ruang dapat mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Relokasi industri adalah perpindahan atau pemindahan lokasi industri dari lokasi awal ke lokasi baru dengan alasan tertentu. Relokasi industri terutama diprioritaskan pada lima industri yang membuang limbah organik cukup besar, yaitu empat industri kertas dan satu industri MSG (penyedap rasa). Relokasi industri tersebut dapat dilakukan ke kawasan industri di wilayah SIER Rungkut yang memiliki luas area 245 ha atau ke lokasi pengembangan industri baru di enam desa seperti yang diusulkan Prianto (2009). 5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air, dikembangkan untuk menentukan pilihan teknologi pengendalian pencemaran air yang paling efektif. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (comparative performance index, CPI). Alternatif teknologi
158
pengendalian pencemaran air untuk berbagai teknologi pengolahan kimia, fisika, biologi atau kombinasinya ditentukan berdasarkan sumber dari pustaka dan pakar. Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air yang berhasil diidentifikasi berdasarkan pendapat pakar adalah: (1) Pengendapan, (2) Screening, (3) Wastewater Garden, (4) Filtrasi, (5) Lumpur Aktif, (6) Desinfeksi, dan (7) Biofilter, sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian alternatif adalah: (1) Efisiensi pemisahan; (2) Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya operasional; dan (5) Kemudahan pengoperasian. Efisiensi pemisahan dievaluasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat efisien, 4 = efisien, 3 = cukup efisien, 2 = kurang efisien, 1 = tidak efisien). Biaya investasi adalah jumlah biaya pengadaan teknologi pengendalian hingga siap dioperasikan. Evaluasi biaya investasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, 2 = rendah, 1 = sangat rendah). Produk samping (kg/hari) dihitung dari jumlah lumpur atau produk samping lainnya yang terbentuk sebagai efek samping penerapan teknologi. Biaya operasional dievaluasi dengan menggunakan skala ordinal ( 5 = sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, 2 = rendah, 1 = sangat rendah), kemudahan pengoperasian juga dievaluasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat mudah, 4 = mudah, 3 = cukup mudah, 2 = sulit, 1 = sangat sulit). Nilai rata-rata hasil penilaian pakar terhadap tujuh alternatif teknologi pengendalian pencemaran air berdasarkan lima kriteria yang ditetapkan disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Matriks hasil penilaian alternatif teknologi pengendalian pencemaran air (1) 4
(2) 3
Kriteria (3) 80
(4) 3
(5) 4
Screening
2
1
60
1
5
Wastewater Garden
3
1
40
2
5
Filtrasi
4
3
70
4
3
Lumpur Aktif
5
4
90
5
2
Desinfeksi
3
2
30
3
4
Biofilter
5
5
60
4
2
0.30
0.20
0.15
0.25
0.1
Alternatif Pengendapan
Bobot Kriteria
Keterangan: (1) Efisiensi; (2) Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya operasional (5) Kemudahan pengoperasian.
159
Berdasarkan matriks penilaian alternatif (Tabel 44), selanjutnya dilakukan transformasi menggunakan kriteria tren positif dan tren negatif dan hasilnya disajikan pada Tabel 45. Berdasarkan hasil analisis menggunakan indeks gabungan (composite index) di atas, menunjukkan bahwa wastewater garden dengan nilai alternatif 111.50 menempati peringkat ke satu sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan lima kriteria yang dievaluasi, diikuti dengan filtrasi, screening, biofilter, pengendapan, lumpur aktif, dan peringkat terakhir adalah desinfeksi. Tabel 45 Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja Kriteria
Nilai
Alternatif
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Alternatif
Peringkat
Pengendapan
200
33.33
37.5
33.33
200
100.62
5
Screening
100
100
50
100
250
107.50
3
Wastewater Garden
150
100
75
50
250
111.50
1
Filtrasi
200
33.33
42.86
25
150
107.79
2
Lumpur Aktif
250
25
33.33
20
100
99.99
6
Desinfeksi
150
50
100
33.33
200
98.33
7
Biofilter
250
20
50
25
100
102.75
4
Bobot Kriteria
0.30
0.20
0.15
0.25
0.10
Wastewater garden merupakan salah satu teknik mereduksi beban limbah dengan manfaatkan berbagai jenis tanaman yang mempunyai kemampuan baik dalam menyerap bahan nutrien yang terdapat pada limbah. Pada waktu yang sama oksigen dan mikroba yang terdapat dalam sistem wastewater garden melenyapkan bakteri berbahaya penyebab penyakit yang terdapat dalam air limbah yang tidak diolah. Efisiensi teknik wastewater garden sebenarnya tergolong sedang, namun teknik ini unggul dari aspek biaya investasi dan kemudahan operasional. Hal ini didukung hasil penelitian Nelson et al. (2006) yang menunjukkan bahwa teknik wastewater garden hanya mampu meremoval COD 65-75%, BOD 87.9%, total P 76.4%, total N 79.0%, dan TSS 44.4%. Biaya investasi pengadaan teknologi wastewater garden hingga siap dioperasikan sekitar 25 juta rupiah yang jauh lebih murah dibandingkan teknologi biofilter dan lumpur aktif yang masing-masing membutuhkan biaya investasi mencapai sekitar 500 dan 400 juta rupiah. Produk samping yang dihasilkan wastewater garden juga
160
tergolong kecil berupa lumpur dan sisa-sisa reruntuhan tanaman sekitar 40 kg/hari untuk tiap area. Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan atau septum. Filtrasi digunakan untuk memisahkan campuran heterogen zat padat yang tidak larut dalam cairan. Selain itu, filtrasi dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu penyisihan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Menurut Masduqi (2004), mekanisme filtrasi yang dominan dalam filter pasir cepat adalah mechanical straining, yaitu tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel lebih besar daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam filter pasir lambat adalah proses biologis. Selain itu, mekanisme juga dapat menggunakan membran dan karbon aktif. Membran ditujukan untuk menyaring bahan berukuran molekuler dan ionik, sedangkan karbon aktif digunakan untuk media adsorpsi dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik. Berdasarkan kecepatan alirannya, filtrasi dibagi menjadi: (1) Slow sand filter (saringan pasir lambat), merupakan penyaringan partikel yang tidak didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran dalam media pasir ini kecil karena ukuran media pasir lebih kecil. Saringan pasir lambat lebih menyerupai penyaringan air secara alami. (2) Rapid sand filter (saringan pasir cepat), merupakan penyaringan partikel yang didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran air dalam media pasir lebih besar karena ukuran media pasir lebih besar. Biasanya filter ini digunakan untuk menyaring partikel yang tidak terendapkan di bak sedimentasi. Berdasarkan hasil expert judgement, penerapan teknologi filtrasi untuk pengendalian pencemaran dianggap efisien dan tahapan operasional yang relatif mudah meskipun untuk pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya investasi sekitar 250 juta dan produk samping berupa lumpur yang dihasilkan relatif tinggi yaitu 70 kg/hari. Hasil analisis dengan CPI menempatkan teknologi filtrasi pada peringkat ke dua sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Screening merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara fisika. Screening biasanya menjadi bagian dari suatu bangunan penyadap air, yang terdiri atas batang-batang besi yang disusun berjajar/paralel (disebut screen). Screening juga sering ditempatkan pada saluran terbuka yang menghubungkan sungai (sumber air) menuju ke bak pengumpul. Pada umumnya, sebelum dilakukan
161
pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Screening dimaksudkan untuk menyaring benda-benda kasar terapung atau melayang di air (daun, plastik, kayu, kain, botol plastik, bangkai binatang, dan sebagainya). Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Dalam pengoperasiannya, air akan mengalir melalui bukaan (space) di antara batang besi. Bila air membawa benda kasar, maka benda ini akan tertahan oleh besi berjajar tersebut. Hasil analisis CPI menempatkan teknologi screening pada peringkat ke tiga sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Ditinjau dari kriteria efisiensi, penerapan screening yang paling tidak efisien dalam meremoval limbah, namun teknologi ini memiliki tiga nilai unggul yaitu biaya investasi dan operasional paling rendah (biaya investasi sekitar 10 juta) dan pengoperasiannya sangat mudah. Biofiltrasi adalah suatu teknik pengendalian pencemaran menggunakan material hidup untuk menangkap dan melakukan proses degradasi polutan secara biologi. Teknologi ini merupakan salah satu teknologi yang banyak digunakan untuk pengolahan air limbah domestik yang cukup handal dan perawatannya mudah. Hal ini sesuai pendapat Uhl (2000), Juhna dan Melin (2006) yang menyatakan bahwa teknik biofilter sangat efektif untuk mendegradasi bahanbahan organik, mampu mereduksi keberadaan mikroorganisme penyebab penyakit, dan membutuhkan biaya pemeliharaan yang relatif rendah. Teknik biofiter menggunakan mikroorganisme (bakteri dan jamur) untuk memisahkan bahan pencemar atau mengurai bahan organik sehingga mampu menurunkan konsentrasi BOD, COD maupun TSS lebih dari 90%. Menurut USEPA (1998) dan Said (2009), keunggulan teknik biofilter antara lain (1) medium filter yang digunakan tahan hingga 20 tahun, (2) tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi, (3) operasional dan perawatannya mudah dan sederhana, (4) konsumsi energi (listrik untuk blower) lebih rendah, (5) tahan terhadap fluktuasi debit maupun konsentrasi, (6) dapat diaplikasikan untuk
162
pengolahan berbagai macam air limbah baik limbah domestik maupun limbah industri dan (7) dapat dirancang untuk skala kecil maupun skala besar. Lebih lanjut USEPA (1998) menyatakan bahwa teknologi biofilter mampu meremoval BOD hingga 95-96%, TSS 97-98%, N-NH 4 97-98%, dan total nitrogen 59-65%. Berdasarkan hasil expert judgement, penerapan teknologi biofilter untuk pengendalian pencemaran dianggap paling efisien dan tahapan operasional yang mudah meskipun untuk pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya investasi paling tinggi dibandingkan ke enam alternatif lainnya. Koemantoro (2007) berdasarkan hasil kajian tentang strategi pemenuhan baku mutu badan air lokasi intake PDAM Karang Pilang juga merekomendasikan teknologi biofilter untuk mengurangi beban pencemar di hilir Kali Tengah. Pengendapan merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara kimia. Menurut Carlsson (1998), teknik pengendapan banyak dimanfaatkan untuk memisahkan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat dari air. Pengendapan partikel-partikel didasarkan pada perbedaan gaya gravitasi dan densitas antara partikel dan cairan. Pengolahan air buangan dengan teknik pengendapan biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi. Menurut Masduqi (2004), ditinjau dari jenis partikel yang diendapkan, pengendapan dibedakan menjadi prasedimentasi dan sedimentasi (mengendapkan partikel flokulen). Bak pengendap ideal tersusun oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, zona lumpur, dan zona outlet. Prasedimentasi dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air. Lumpur aktif (activated sludge) merupakan salah satu teknik pengendalian pencemaran air dengan prinsip pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO 2 dan H 2 O (Klopping et al. 1995). Menurut Herlambang & Wahjono (1999), lumpur aktif adalah ekosistem yang kompleks yang terdiri atas bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lainnya. Istilah lumpur aktif digunakan untuk suspensi biologis atau massa mikroba yang sangat aktif
163
mendegradasi bahan-bahan organik yang terlarut. Degradasi bahan organik dengan lumpur aktif dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan mikroba mendegradasi bahan organik kompleks menjadi senyawa stabil dan dapat menurunkan nilai BOD (biochemical oxygen demand) dan COD (chemical oxygen demand) limbah kurang lebih 70-95 %. Keberhasilan pengolahan limbah dengan lumpur aktif dalam batas tertentu ditentukan oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok. Menurut Sulistyanto (2003), lumpur aktif juga mampu memetabolisme dan memecah zat-zat pencemar yang ada dalam limbah. 5.8 Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya Pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah obyek atau situasi guna menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem berdasarkan hasil pendekatan kotak gelap (black box). Pada diagram kotak gelap sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya (Gambar 9), tampak bahwa dalam sistem tersebut masukan/input yang mempengaruhi keberlanjutan pengendalian adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input tak terkontrol. Input lingkungan mencakup peraturan perundangan. Input terkontrol merupakan input yang dapat dikendalikan pelaksanaan manajemennya dalam sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki, sedangkan input tidak terkontrol merupakan input/masukan yang tidak dapat dikontrol. Variabel-variabel yang mencakup input terkontrol merupakan hasil analisis atas elemen program dalam membangun sistem, yaitu laju pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat, persepsi masyarakat, implementasi peraturan pengendalian pencemaran air, komitmen/dukungan Pemerintah Daerah, dan sistem dan kapasitas kelembagaan. Sementara itu, variabel-variabel yang termasuk input tidak terkontrol yaitu limbah non-point, debit air dan beban limbah. Pada proses umpan balik (feedback) terhadap input terkontrol dan tidak terkontrol diperoleh output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki yang dapat digunakan untuk menilai kinerja sistem. Output yang dikehendaki adalah output dari hasil umpan balik input yang diharapkan muncul dalam sistem, sedangkan output yang tidak dikehendaki merupakan output yang tidak dikehendaki terjadi. Output/keluaran yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem yaitu beban pencemaran menurun, kualitas air memenuhi baku mutu kelas 1 dan meningkatnya partisipasi masyarakat, sedangkan output yang tidak dikehendaki
164
yaitu jumlah beban limbah meningkat, kurangnya kerjasama stakeholders, penurunan kesehatan masyarakat, dan kualitas air terus menurun. Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disusun oleh beberapa sub-sub model, yaitu sub-model lingkungan, sub-model ekonomi, dan sub-model sosial. Ketiga sub-model tersebut kemudian diintegrasikan menjadi satu model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. 5.8.1 Sub-Model Lingkungan Sub model lingkungan dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabelvariabel lingkungan, seperti permasalahan limbah dan pencemaran air Kali Surabaya terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel lingkungan tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti ditunjukkan pada Gambar 36.
Aktifitas Membuang Limbah Domestik
Pemakaian Air
+ + Volume Limbah
Jumlah Hotel
+
Beban Pencemaran Limbah Domestik
+ Beban Pencemaran Limbah Hotel
+
+
Total Beban Pencemaran +
Beban Pencemaran Limbah Pertanian
+ Beban Pencemaran Limbah Industri
+
Luas Lahan Pertanian yang dibudidaya secara konvensional
+
Ratio Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi
+ -
Jumlah Industri yang tidak memiliki IPAL
Kapasitas Asimilasi
Gambar 36 Diagram sub-model lingkungan pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Berdasarkan diagram sub model lingkungan (Gambar 36) diketahui bahwa total beban pencemaran Kali Surabaya merupakan akumulasi dari beban pencemaran limbah hotel, beban pencemaran limbah domestik, beban pencemaran
165
limbah pertanian, dan beban pencemaran limbah industri. Peningkatan beban pencemaran limbah domestik sangat dipengaruhi oleh peningkatan volume limbah yang besarnya sangat dipengaruhi oleh faktor tingkat pemakaian air dan aktivitas membuang limbah domestik oleh masyarakat. Sementara itu, beban pencemaran limbah pertanian sangat dipengaruhi oleh luas lahan pertanian di sepanjang Kali Surabaya, dan untuk beban pencemaran limbah industri dan hotel sangat dipengaruhi oleh jumlah hotel dan industri yang membuang limbahnya ke badan Kali Surabaya. Secara keseluruhan total beban pencemaran Kali Surabaya akan sangat mempengaruhi kapasitas asimilasi Kali Surabaya atau kemampuan Kali Surabaya mereduksi beban pencemaran akibat pembuangan limbah domestik, industri, pertanian dan hotel. Diagram stock flow sub model lingkungan dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya dapat dilihat pada Gambar 37.
Limbah Domestik Pddk_Pemb_Limb
Pemakaian_Air
Sumber Zona 500 m
Saluran Limbah Domestik dan Anak Sungai
Pengguna_Air
Air_Buangan
FBOD
FCOD BBODSH BCODSH BTSSSH
Vol_Limb
Limbah Pertanian BBOD500
Lahan_Pertanian BBODPH
TBBODP
BCODPH
TBCODP
BCOD500
TBBODLD
BBODS
TBCODLD
BCODS
BTSSS
TBTSSLD
Limbah Hotel BOD COD FLPL
BTSSPH
TBTSSP TSS
BNNO3PH
BBODHH
TBBODH
TBCODH
TBNNO3P
Jml_H PJH
BCODHH FPH
NNO3 BPO4PH
FPJH TBTSSH
TBPO4P
DPS
Anak Sungai Jml_Ind_A
PJIA
FPIA
BTSSHH
PPO4
Jml_Ind_D BBODI
BBODIH
TBCODI
BCODI
BCODIH
TBTSSI
BTSSI
BTSSIH
BBODIAH
BBODIA
TBBODI
BCODIAH
BCODIA
BTSSIAH
BTSSIA
PJID
FPJIA
Limbah Industri
(a)
FPID
FPJID
166
FLBODK
BOD
KABOD LKABOD
FKABOD
BODK LBODK PBOD
FLTSSK
FLPPO4K
PPO4K
TSSK
LPPO4K
LTSSK
PPPO4 PTSS
TSS
PPO4 KATSS
PTP
KAPPO4
LKATSS
LKAPPO4 FKAPPO4
FKATSS PNNO3 CODK
NNO3K
LCODK
LNNO3K
PCOD COD
FLCODK
FLNNO3K
NNO3 KACOD
KANNO3
LKACOD
LKANNO3 FKANNO3
FKACOD
(b) Gambar 37 Diagram stock flow sub model lingkungan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya (a) beban pencemaran dari sumber pencemaran dan (b) beban pencemaran Kali Surabaya. Keterangan: BODK CODK Jml_H Jml_Ind_A
= beban pencemaran BOD Kali Surabaya = beban pencemaran COD Kali Surabaya = jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai Jml_Ind_D = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya KABOD = kapasitas asimilasi untuk parameter BOD KACOD = kapasitas asimilasi untuk parameter COD KANNO3 = kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3 KAPPO4 = kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4 KATSS = kapasitas asimilasi untuk parameter TSS Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu NNO3K = beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya PPO4K = beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya TSSK = beban pencemaran TSS Kali Surabaya LBODK = laju masukan beban pencemaran BOD di Kali Surabaya LCODK = laju masukan beban pencemaran COD di Kali Surabaya LKABOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter BOD di Kali Surabaya LKACOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter COD di Kali Surabaya LKANNO3 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3 di Kali Surabaya
167
LKAPPO4 LKATSS LNNO3K LPPO4K LTSSK PJH PJIA PJID BBOD500 BBODI BBODIA BBODS BCOD500 BCODI BCODIA BCODS BOD BTSSI BTSSIA BTSSS COD FKABOD FKACOD FKANNO3 FKAPPO4 FKATSS FLBODK FLCODK FLNNO3K FLPL FLPPO4K FLTSSK FPH FPIA FPID FPJH FPJIA FPJID NNO3 PBOD PCOD Pengguna_Air PNNO3 PPO4 PPPO4 PTP PTSS TBBODH TBBODI TBBODLD TBBODP TBCODH TBCODI TBCODLD TBCODP TBNNO3P
= laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4 di Kali Surabaya = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter TSS di Kali Surabaya = laju masukan beban pencemaran N-NO 3 di Kali Surabaya = laju masukan beban pencemaran P-PO 4 di Kali Surabaya = laju masukan beban pencemaran TSS di Kali Surabaya = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya = jumlah beban BOD dalam satu tahun pada zona 500 m = beban BOD limbah industri per tahun = beban BOD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai = jumlah beban COD dalam satu tahun pada zona 500 m = beban COD limbah industri per tahun = beban COD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai = beban BOD sumber pencemar = beban TSS limbah industri per tahun = beban TSS per tahun dari limbah industri melalui anak sungai = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai = beban COD dari sumber pencemar = fraksi kapasitas asimilasi BOD di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi COD di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi N-NO 3 di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi P-PO 4 di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi TSS di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan BOD di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan COD di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan N-NO 3 di Kali Surabaya = fraksi lahan pertanian terhadap limbah = fraksi konstanta pertambahan P-PO 4 di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan TSS di Kali Surabaya = fraksi perkembangan hotel = fraksi perkembangan industri melalui anak sungai = fraksi perkembangan industri = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya = beban N-NO 3 dari sumber pencemar = persentase BOD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = persentase COD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = jumlah penggunaan air dalam satu tahun = persentase N-NO 3 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = beban P-PO 4 dari sumber pencemar = persentase P-PO 4 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = persentase rata-rata total beban pencemaran yang telah melampaui kapasitas asimilasinya di Kali Surabaya = persentase TSS telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = total beban BOD limbah hotel per tahun = total beban pencemaran BOD limbah industri per tahun = total beban pencemaran BOD limbah domestik per tahun = total beban pencemaran BOD pertanian per tahun = total beban COD limbah hotel per tahun = total beban pencemaran COD limbah industri per tahun = total beban pencemaran COD limbah domestic per tahun = total beban pencemaran COD pertanian per tahun = total beban pencemaran N-NO 3 pertanian per tahun
168
TBPO4P TBTSSH TBTSSI TBTSSLD TBTSSP TSS Vol_Limb Air_Buangan BBODHH BBODIAH BBODIH BBODPH BBODSH BCODHH BCODIAH BCODIH BCODPH BCODSH BNNO3PH BPO4PH BTSSHH BTSSIAH BTSSIH BTSSPH BTSSSH FBOD FCOD Pemakaian_Air
= total beban pencemaran P-PO 4 pertanian per tahun = total beban TSS limbah hotel per tahun = total beban pencemaran TSS limbah industri per tahun = total beban pencemaran TSS limbah domestic per tahun = total beban pencemaran TSS pertanian per tahun = beban TSS dari sumber pencemar = volume limbah dari jumlah penduduk pembuang limbah = jumlah air buangan per orang = beban BOD limbah hotel per hari = beban BOD limbah industri melalui anak sungai per hari = beban BOD limbah industri per hari = beban BOD limbah pertanian per hari = beban BOD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai = beban COD limbah hotel per hari = beban COD limbah industri melalui anak sungai per hari = beban COD limbah industri per hari = beban COD limbah pertanian per hari = beban COD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai = beban N-NO 3 limbah pertanian per hari = beban P-PO 4 limbah pertanian per hari = beban TSS limbah hotel per hari = beban TSS limbah industri melalui anak sungai per hari = beban TSS limbah industri per hari = beban TSS limbah pertanian per hari = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai = faktor konversi beban BOD daerah perkotaan = faktor konversi beban COD daerah perkotaan = jumlah air rata-rata yang digunakan per orang per hari
Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model lingkungan yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut adalah persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari. Untuk mendapatkan jumlah limbah per tahun dikalikan dengan 30 hari dan 12 bulan. Faktor konversi yang digunakan untuk mengestimasi beban pencemaran akibat limbah domestik untuk BOD adalah 46 gram /orang/hari (Harnanto dan Hidayat 2003) dan COD 57 g/orang/hari (Salim 2002). Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya sebanyak 1 buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar 37.65 m3/hari. Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk ke Kali Surabaya tergolong rendah, karena selain parameter pencemar masih memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil.
169
Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran pembuangan Waru Gunung. Terdapat 26 industri yang membuang air limbahnya ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya. Kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air terutama air sungai. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya hanya terdapat di bagian hulu Kali Surabaya dengan luas lahan 1015 ha. Daerah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran limbah pertanian adalah Desa Kramat Temenggung dan Desa Wonoayu. Limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemar terbesar dibandingkan sumber pencemar lain. Untuk parameter BOD kontribusi limbah domestik mencapai 59.77%, COD 54.11% dan untuk beban pencemar TSS kontribusi limbah domestik mencapai 80.37%. Berdasarkan sub-model lingkungan tampak bahwa laju pertambahan limbah berfungsi sebagai laju masukan pada level limbah merupakan perkalian antara jumlah limbah yang dikeluarkan per orang per hari selama satu tahun yang terdapat sebagai constanta pada angka limbah dengan populasi yang merupakan pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan emigrasi dan kematian sebagai auxiliary. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan pada hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kirikanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan oleh industri setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah industri yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas
170
data industri yang melakukan pembuangan air limbah industrinya langsung ke Kali Surabaya. Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga terdapat industri-industri yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang membuang limbahnya ke Kali Tengah yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya. Jenis industri tersebut terutama adalah industri pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, industri MSG, industri tekstil, industri minyak dan deterjen, dan industri kimia dan metalurgi. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan pada data hotel yang melakukan pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya. Nilai pencemaran limbah pertanian dari tiap-tiap parameter (BOD, COD dan TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta. 5.8.2 Sub-Model Ekonomi Sub model ekonomi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabelvariabel ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektoral, tingkat pendapatan dan jumlah populasi penduduk terhadap keberlanjutan sistem. Diagram sebab akibat pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap sistem disajikan pada Gambar 38. Berdasarkan diagram sub model ekonomi (Gambar 38), diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi dalam model pengendalian pencemaran Kali Surabaya merupakan akumulasi dari pertumbuhan sektor-sektor ekonomi antara lain pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dan listrik, gas dan air (LGA) sebagai dampak turunan dari peningkatan pangsa sektor-sektor tersebut. Pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan masyarakat. Bentuk diagram alir sub-model ekonomi dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disajikan pada Gambar 39.
171
Pendapatan Ekonomi Pangsa Pertumbuhan Pertanian
Populasi
Pangsa Pertumbuhan Bangunan
+ -
Pertambahan Pendapatan
+ +
+ Pertumbuhan Bangunan
Pertumbuhan Pertanian
+
+ + Pertumbuhan Ekonomi
+
+ +
Pertumbuhan Hotel
+
+
+
+
+
Pertumbuhan Industri
Pertumbuhan Listrik, Gas dan Air Pangsa Pertumbuhan Hotel
+
+
Pangsa Pertumbuhan Listrik, Gas dan Air
Pangsa Pertumbuhan Industri
Gambar 38 Diagram sub model ekonomi pengendalian pencemaran Kali Surabaya.
Populasi
Pertambahan_Pendapatan
Pert
Pendapatan
Pendapatan_Ekonomi
PHR
Aktivitas_Ekonomi
Pert_PHR
Pert_Pert Pangsa_Pert_PHR Pangsa_Pert_Pert Ind Pert_Ind
LGA Pert_LGA
Pangsa_Pert_Ind Pangsa_Pert_LGA
Gambar 39 Stock flow diagram sub-model ekonomi.
172
Keterangan: Ind = angka pertumbuhan sektor industri LGA = angka pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih Pert = angka pertumbuhan sektor pertanian PHR = angka pertumbuhan sektor perdagangan , hotel dan restoran Populasi = jumlah penduduk kota surabaya Pert_Ind = laju pertumbuhan sektor industri Pert_LGA = laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (LGA) Pert_Pert = laju pertumbuhan sektor pertanian Pert_PHR = laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran Pendapatan = pendapatan ekonomi per kapita Pertambahan_Pendapatan = persen pertambahan pendapatan per kapita Pangsa_Pert_Ind = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor industri Pangsa_Pert_LGA = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor LGA Pangsa_Pert_Pert = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor pertanian Pangsa_Pert_PHR = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor hotel Pendapatan_Ekonomi = pendapatan ekonomi per kapita di awal simulasi
Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model ekonomi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model ekonomi. Asumsi-asumsi tersebut adalah untuk aktivitas ekonomi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari kontribusi tiap sektor, seperti listrik, gas dan air (LGA), perdagangan, hotel dan restoran (PHR), pertanian dan industri sebagai laju masukan dengan kontribusi masing-masing sektor sebagai konstanta. Pertumbuhan dari tiap-tiap sektor, seperti pertanian, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), listrik, gas dan air (LGA) dan industri sebagai auxiliary besarnya sangat dipengaruhi oleh pangsa pasar dari masing-masing sektor sebagai laju masukan. 5.8.3 Sub-Model Sosial Sub model sosial dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel sosial, seperti jumlah populasi, kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi, pendidikan, dan partisipasi masyarakat terhadap keberlanjutan sistem. Hubungan sebab akibat antara unsur di dalam sistem sosial ditunjukkan pada Gambar 40. Berdasarkan diagram sub model sosial (Gambar 40), pengendalian pencemaran Kali Surabaya sangat dipengaruhi oleh faktor dinamika populasi. Jumlah populasi akan mengalami pertambahan apabila terjadi peningkatan jumlah kelahiran dan imigrasi atau terjadi penurunan jumlah emigrasi dan tingkat kematian. Dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya, peningkatan jumlah populasi berdampak pada peningkatan aktivitas membuang limbah domestik dan untuk mengimbanginya dapat dilakukan melalui pendekatan
173
pendidikan dan partisipasi. Dampak lain dari peningkatan jumlah populasi adalah peningkatan penggunaan lahan pemukiman dan peningkatan konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman. Gambaran tentang diagram alir sub model sosial dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada Gambar 41.
Imigrasi + +
Emigrasi
+
Populasi
+
+ +
Kelahiran
-
Pendidikan dan Partisipasi
Kematian
+
Aktifitas Membuang Limbah Domestik
Lahan Pertanian
+ Lahan Permukiman
-
Gambar 40 Diagram sub-model sosial pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya sub model sosial yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model sosial. Asumsi-asumsi tersebut adalah jumlah populasi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari jumlah populasi saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai laju masukan penambah dan jumlah kematian dan emigrasi sebagai laju masukan pengurang. Terjadinya dinamika perpindahan penduduk yang keluar masuk lokasi ternyata ikut mempengaruhi model simulasi yang dibuat. Jumlah imigrasi sebagai auxiliary besarannya ditentukan oleh nilai imigrasi normal. Penduduk keluar (emigrasi) besarannya ditentukan oleh nilai emigrasi normal sebagai laju keluaran terhadap populasi. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan populasi sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model simulasi besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai konstanta.
174
Kelahiran
Kematian
Pertumbuhan_Populasi Emigrasi_Normal
Imigrasi_Normal Imigrasi
Emigrasi
Populasi
Fertilitas Kelahiran
FrPBtr
Mortalitas Kematian
PopBtr Fr_Pemb_Limb
Fr_500m
Pddk_500m
Pddk_Pemb_Limb Pendidikan
Lahan_Permukiman Laju_Keb_Lahan_Permukiman
Fr_Permukiman Lahan_Pertanian Konversi_LP Fr_LP
Gambar 41 Stock flow diagram sub-model sosial dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Keterangan: Lahan_Pemukiman = luas lahan pemukiman di hulu sungai Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu Konversi_LP = laju konversi lahan pertanian Laju_Keb_Lahan_Pemukiman = pertumbuhan kebutuhan lahan pemukiman Emigrasi_Normal = persentase angka emigrasi Fr_LP = fraksi lahan pertanian Fr_Pemb_Limb = persentase penduduk pembuang limbah Fr_Pemukiman = fraksi kebutuhan lahan pemukiman Imigrasi_Normal = persentase angka imigrasi Pddk_500m = jumlah penduduk radius 500 m Pddk_Pemb_Limb = jumlah penduduk pembuang limbah pada jarak 500 m Pertumbuhan_Populasi = pertumbuhan penduduk kota Surabaya PopBtr = penduduk bantaran Kali Surabaya (kawasan penyangga) Fr_500m = persen penduduk pada jarak 500 m FrPBtr = fraksi penduduk di daerah penyangga dari total penduduk Kota Surabaya
Dalam model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya jumlah populasi bantaran sungai merupakan auxiliary dan merupakan perkalian dari populasi seluruh wilayah kajian secara keseluruhan sebagai laju masukan dengan nilai
175
fraksi populasi bantaran sungai sebagai konstanta. Penduduk yang tinggal di sekitar 500 m pada sisi kiri-kanan sungai merupakan auxiliary dan besarannya diperoleh dari perkalian jumlah populasi di bantaran sungai sebagai laju masukan dengan nilai fraksinya sebagai konstanta. Tingkat pencemaran limbah domestik Kali Surabaya sebagian besar disebabkan oleh pembuangan limbah domestik pemukiman penduduk di pinggiran sungai dan anak sungai Kali Surabaya serta melalui saluran limbah domestik. Berdasarkan model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, jumlah penduduk pembuang limbah domestik berfungsi sebagai auxiliary dan besarannya ditentukan oleh jumlah penduduk yang tinggal di 500 m pada sisi kirikanan bantaran sungai sebagai laju masukan dengan nilai fraksinya dan nilai faktor pendidikan sebagai konstanta. Di dalam model, peningkatan jumlah populasi pemukiman di sepanjang bantaran Kali Surabaya akan berdampak pada peningkatan laju penggunaan lahan di pinggir sungai untuk kegiatan pemukiman. Laju penggunaan lahan di pinggir sungai sebagai auxiliary besarannya ditentukan oleh jumlah populasi di bantaran sungai dan luasan lahan pemukiman sebagai laju masukan dan nilai fraksinya sebagai konstanta. Tingkat konversi lahan pertanian sebagai salah satu dampak peningkatan kebutuhan akan lahan pemukiman besarannya ditentukan oleh luasan lahan pemukiman dan lahan pertanian sebagai laju masukan, serta fraksinya sebagai konstanta. Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya disusun berdasarkan atas tiga sub-model yang saling terkait, yaitu sub-model lingkungan, sub-model ekonomi, dan sub-model sosial. Gabungan ketiga sub-model membentuk sebuah sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Penyusunan diagram alir sebab akibat dalam model didasarkan pada keterkaitan antara variabel-variabel dalam struktur sistem pencemaran air Kali Surabaya, seperti pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri, luas lahan pertanian, tingkat pendidikan dan kesejahteraan penduduk, aktivitas hotel beserta faktor yang mempengaruhinya. Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dengan bentuk struktur modelnya disajikan pada Gambar 42.
176
Kelahiran
Kematian
Pertumbuhan_Populasi Emigrasi_Normal
Imigrasi_Normal
PopBtr
Imigrasi
FrPBtr
Emigrasi
Populasi
Fertilitas Kelahiran
Lahan_Permukiman Laju_Keb_Lahan_Permukiman
Mortalitas Kematian
Pddk_500m
Pendapatan_Ekonomi
Pendapatan
Pertambahan_Pendapatan Fr_500m
Fr_Permukiman Lahan_Pertanian Konversi_LP
PHR
Aktivitas_Ekonomi
Pert
Fr_Pemb_Limb
Pert_PHR
Pert_Pert
Pendidikan
Pangsa_Pert_PHR
Fr_LP Pangsa_Pert_Pert
Limbah Domestik Pddk_Pemb_Limb Pemakaian_Air
Sumber Zona 500 m Pengguna_Air
Air_Buangan
Ind
Saluran Limbah Domestik dan Anak Sungai
LGA
Pert_Ind
Pert_LGA
Pangsa_Pert_Ind FLBODK
Pangsa_Pert_LGA KABOD
FCOD
FBOD
BBODSH BCODSH BTSSSH
LKABOD
Vol_Limb
Limbah Pertanian BBOD500
BCOD500
BBODS
BCODS
FKABOD
BODK
BTSSS LBODK
PBOD Lahan_Pertanian BBODPH
TBBODP
TBBODLD
FLPPO4K
TBTSSLD
TBCODLD
FLTSSK
Limbah Hotel BCODPH
TBCODP
COD FLPL
BTSSPH
BBODHH
TBBODH
TBTSSP
PPPO4
PJH
TBCODH
PTSS
TBNNO3P
BCODHH
KATSS FPH
NNO3 BPO4PH
LPPO4K
LTSSK
Jml_H
PPO4 TSS
BNNO3PH
PPO4K
TSSK
BOD
KAPPO4
LKATSS
LKAPPO4
FPJH TBTSSH
TBPO4P
PTP
BTSSHH
FKAPPO4
FKATSS
PPO4
PNNO3
DPS
Anak Sungai Jml_Ind_A
CODK
Jml_Ind_D
NNO3K
LCODK PJIA
BBODI
BBODIH
TBCODI
BCODI
BCODIH
TBTSSI
BTSSI
BTSSIH
BBODIAH
BBODIA
TBBODI
BCODIAH
BCODIA
BTSSIAH
BTSSIA
LNNO3K
PCOD PJID FLCODK
FPIA
KACOD
FPJIA
Limbah Industri
FLNNO3K
NNO3
FPID
FPJID
KANNO3
LKACOD FKACOD
Gambar 42 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
LKANNO3 FKANNO3
177
5.8.4 Kondisi Eksisting Model 5.8.4.1 Simulasi Sub-Model Lingkungan Simulasi model lingkungan menggambarkan tingkat pencemaran Kali Surabaya yang ditunjukkan oleh parameter kualitas air. Parameter yang digunakan dalam simulasi model ini adalah BOD, COD, dan TSS. Hasil simulasi sub-model lingkungan disajikan pada Gambar 43. 100000000 3 3 3
80000000
3
(kg/tahun)
3 60000000 3 2 40000000
2
2
2
2 1 2
2
3
20000000
1
1
1
2010
2015
1
1
1
2020
2025
2030
BOD COD TSS
0 2005
Tahun
Gambar 43 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban BOD, COD dan TSS dari sumber pencemaran. Hasil simulasi sub-model berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran, diketahui bahwa terjadi peningkatan beban pencemaran air Kali Surabaya akibat meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya. Peningkatan beban pencemaran air tersebut ditunjukkan oleh peningkatan beban BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 2003, beban pencemaran BOD, COD, dan TSS berturut-turut adalah 15,649; 36,291 dan 42,173 ton/tahun. Pada tahun 2008, beban pencemaran tersebut meningkat masing-masing menjadi 19,825; 47,342 dan 71,468 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD, COD, dan TSS terus berlangsung hingga akhir simulasi 2030, yaitu beban BOD 23,636; COD 57,014 dan TSS 95,638 ton/tahun. (Hasil simulasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 20). Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO 3 dan P-PO 4 dari sumber pencemar ditunjukkan pada Gambar 44.
178
1
(kg/tahun)
1000 2
1
2
1 1
500
2
NNO3 PPO4
2 1 2 1
2
0 2005
2010
2015
2020
2025
1 2030
Tahun
Gambar 44 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan N-NO 3 dan P-PO 4 beban sumber pencemaran. Berdasarkan simulasi sub-model lingkungan (Gambar 44), tampak bahwa beban N-NO 3 dan P-PO 4 yang masuk ke Kali Surabaya mengalami penurunan akibat menurunnya beban pencemaran limbah yang mengandung senyawa nitrat dan fosfat ke Kali Surabaya. Penurunan ini ditunjukan oleh berkurangnya beban nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 2003, tercatat beban N-NO 3 dan P-PO 4 berturut-turut 1,232 dan 895 kg/tahun. Pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 1,026 dan 745 kg/tahun. Perbaikan kualitas air berdasarkan kandungan N-NO 3 dan P-PO 4 terus mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2030, yaitu beban N-NO 3 dan P-PO 4 menjadi 34.49 dan 25.06 kg/tahun. (Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO 3 dan P-PO 4 selengkapnya disajikan pada Lampiran 21). Simulasi sub-model lingkungan juga dilakukan terhadap beban pencemaran BOD, COD, dan TSS yang terjadi di Kali Surabaya dibandingkan dengan kapasitas asimilasi Kali Surabaya. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 45. Hasil simulasi (Gambar 45), memperlihatkan bahwa beban BOD, COD, dan TSS di Kali Surabaya menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Hasil simulasi tahun 2003 hingga tahun 2008, beban BOD berfluktuasi akibat perubahan debit dan kadar BOD Kali Surabaya. Kecenderungan peningkatan beban BOD terjadi pada tahun 2009 hingga akhir tahun simulasi akibat meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya. Beban BOD tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut 3,563 dan 3,935 ton/tahun, sedangkan pada tahun
179
2030 beban BOD mencapai 7,701 ton/tahun. Beban pencemar COD dan TSS pada tahun 2003-2006 menunjukkan nilai yang fluktuatif, namun pada tahun 2007 hingga tahun 2030, beban TSS terus mengalami peningkatan dan beban COD menurun. Pada tahun 2003, 2008, dan 2030 beban TSS masing-masing adalah 26,782; 85,722 dan 348,784 ton/tahun, sedangkan beban COD berturut-turut adalah 17,845; 13.190 dan 5,913 ton/tahun. 1
1 15000000
( kg/tahun )
1 1 1
1
4000000
1 2
BODK KABOD
( kg/tahun )
1 6000000
1 10000000
1
1
1 1 1
5000000
2
CODK KACOD
2000000
2 2005
2 2010
2
2
2
2015
2020
2025
2 2 2 2005 2010 2015
2 2030
2
2
2
2020 2025 2030
Tahun
Tahun
1
( kg/tahun )
300000000 1 200000000 1
1
1
100000000
2
1
1 2 2005
2 2010
2 2015
2 2020
2 2025
TSSK KATSS
2 2030
Tahun
Gambar 45 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan BOD, COD dan TSS di Kali Surabaya. Beban pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan ketiga parameter di atas, melampaui batas kapasitas asimilasi atau kemampuan Kali Surabaya dalam mereduksi beban pencemaran tersebut secara alamiah. Kapasitas asimilasi BOD (KABOD) pada tahun
2003, 2008, dan 2030 berturut-turut adalah 145.19,
129.53 dan 604.29 ton/tahun. Kapasitas asimilasi COD (KACOD) pada tahun 2003, 2008, dan 2030
masing-masing adalah 725.96; 647.64 dan 3,021.50
ton/tahun, sedangkan kapasitas asimilasi TSS berturut-turut adalah 3,629.84; 3,238.23 dan 15,107.53 ton/tahun. Kecenderungan perubahan beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 di Kali Surabaya mengikuti pola perubahan beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 dari sumber pencemar (limbah pertanian dan domestik). Kecenderungan perubahan
180
tersebut dapat dilihat dari hasil simulasi beban N-NO 3 dan P-PO 4
yang
ditunjukan pada Gambar 46. 3000000
2
1500000
2
1000000 1 2
NNO3K KANNO3
(kg/tahun)
(kg/tahun)
1
2000000 2 1 2 1000000
2
PPO4K KAPPO4
2
500000
2 1
1 0
2
2
2005
2010
1
2
12
2015
2020
1
2
2025
1 2030
2005
1 2010
1 2015
Tahun
Tahun
(a)
(b)
1 2020
1 2025
1 2030
Gambar 46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO 3 (b) beban P-PO 4 di Kali Surabaya. Hasil simulasi (Gambar 46), memperlihatkan bahwa beban nitrat dan fosfat di Kali Surabaya mengalami penurunan yang cukup tajam. Penurunan tersebut ditunjukkan oleh berkurangnya kadar nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 2003 beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 berturut-turut adalah 1,783.56 dan 762.57 ton/tahun. Pada tahun 2008 mengalami penurunan cukup tajam masing-masing menjadi 308.91 dan 120.00 ton/tahun. Perbaikan kualitas air Kali Surabaya tersebut berdasarkan beban nitrat dan fosfat terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu beban nitrat
menurun
hingga 71.53 ton/tahun dan fosfat menjadi 42.13 ton/tahun. Pada Gambar 46 juga memperlihatkan, bahwa kapasitas asimilasi yang menunjukkan kemampuan air Kali Surabaya dalam menerima beban pencemar P-PO 4 (fosfat) masih di atas tingkat pencemaran fosfat, sedangkan untuk parameter N-NO 3 (nitrat) pada awal tahun simulasi tingkat pencemarannya melampaui kapasitas asimilasi, namun secara perlahan beban pencemarannya mengalami penurunan sehingga mulai tahun simulasi 2021, nilai kapasitas asimilasinya sudah berada di atas tingkat pencemaran. Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban pencemaran tiap parameter dan persentase total, disajikan pada Gambar 47 dan 48.
181
5000
4000
(persen)
4 1 1
3000
2 23
2000
1 2 1
12
2
2
2
4
1
1
3
1000
3
5
PBOD PTSS PCOD PNNO3 PPPO4
3 3
4 0
5 2005
4
5 2010
45
5 2015
2020
3 54 2025
3 2030
Tahun
Gambar 47 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase tiap parameter pencemar. 2500
PTP (%)
2000
1500
1000
2005
2010
2015
2020
2025
2030
Tahun
Gambar 48 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban pencemaran total. Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi tiap parameter, diketahui bahwa parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungan, hanya parameter TSS yang mengalami peningkatan beban pencemaran selama tahun simulasi (Data hasil simulasi disajikan pada Lampiran 22-25).
182
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi, memperlihatkan bahwa terjadi penurunan persentase total beban pencemaran selama tahun simulasi. Pada tahun 2003, persentase total beban pencemaran 21.33 kali kapasitas asimilasi. Pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 17.38 kali kapasitas asimilasi. Pada akhir tahun simulasi (2030), persentase total beban pencemaran terus menurun menjadi 7.65 kali kapasitas asimilasi. 5.8.4.2 Simulasi Sub-Model Ekonomi Simulasi model ekonomi menggambarkan perubahan nilai PDRB (juta rupiah) tiap sektor yang memiliki pengaruh terhadap model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor listrik, gas dan air (LGA), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Sektor PHR memberikan kontribusi pendapatan ekonomi paling tinggi, sedangkan sektor pertanian paling rendah. Hasil simulasi sub-model ekonomi ditunjukkan pada Gambar 49.
(Juta Rupiah)
900000000
4
600000000 1 4 1
2 3
300000000 4 4 1
23 2005
4
1
4
23 2010
LGA Pert PHR
1
1 23 2015
4
1
Ind
23 2020
2
3 2025
2 3 2030
Tahun
Gambar 49 Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan nilai PDRB. Pada tahun 2003, kontribusi sektor PHR mencapai Rp 28,735,622 juta dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 54,274,915 juta. Pada akhir tahun simulasi (2030), terjadi peningkatan kontribusi sektor PHR menjadi sebesar Rp 890,809,334 juta.
183
Sektor industri berada pada urutan kedua sebagai pemberi kontribusi paling tinggi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor industri sebesar Rp 24,166,771 juta dan meningkat pada tahun 2008 menjadi Rp 40,722,415 juta. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor industri meningkat menjadi Rp 404,519,120 juta. Sektor listrik, gas dan air (LGA) berada pada urutan ketiga sebagai pemberi kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor LGA dalam (juta rupiah) sebesar 2,639,165, pada tahun 2008 meningkat menjadi 4,862,490. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor LGA meningkat menjadi 71,545,861. Sektor pertanian berada pada urutan terakhir sebagai pemberi kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor pertanian dalam (juta rupiah) sebesar 120,253 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 152,284. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor pertanian meningkat menjadi 430,439. Hasil simulasi disajikan pada Lampiran 27. 5.8.4.3 Simulasi Sub-Model Sosial Simulasi model sosial menggambarkan perkembangan populasi penduduk, penduduk pembuang limbah, dan perbandingan perkembangan luasan lahan pemukiman dengan pertanian. Hasil simulasi sub-model sosial disajikan pada Gambar 50.
Populasi (jiwa)
10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 2005
2010
2015
2020
2025
2030
Tahun
Gambar 50 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan populasi penduduk.
184
Berdasarkan Gambar 51, tampak bahwa perkembangan populasi penduduk dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 jumlah penduduk di daerah tersebut sebanyak 2,659,566 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 2,891,278 jiwa. Hasil simulasi, pada akhir tahun 2030 jumlah populasi penduduk mencapai 4,559,398 jiwa. Pada model pengendalian pencemaran Kali Surabaya, pertambahan jumlah penduduk berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk pembuang limbah. Hal ini terkait karena di dalam model, jumlah penduduk merupakan laju masukan bagi jumlah penduduk pembuang limbah. Berdasarkan data, pada tahun 2003 jumlah penduduk pembuang limbah adalah 40,094 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 43,588 jiwa, dan apabila dilakukan simulasi model maka pada tahun 2030 jumlah penduduk pembuang limbah mencapai 68,735 jiwa. Hasil simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah penduduk
Pddk_Pemb_Limb (jiwa)
pembuang limbah ditunjukkan pada Gambar 51. 100000 80000 60000 40000 20000 0 2005
2010
2015
2020
2025
2030
Tahun
Gambar 51 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah penduduk pembuang limbah. Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap lahan pemukiman di sekitar tepian Kali Surabaya. Menurut data, pada tahun 2003 luas lahan pemukiman adalah 480 ha dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 721 ha. Pada akhir tahun simulasi (2030), luas lahan permukiman terus mengalami peningkatan menjadi 2,396.63 ha. Hasil simulasi pemanfaatan lahan di hulu Kali Surabaya untuk pemukiman dan pertanian disajikan pada Gambar 52.
185
1 2000
(hektar)
1 1500 1
2
1
1
1000 12 500
2
Lahan_Permukiman Lahan_Pertanian
2
1
2 2
0 2005
2010
2015
2020
2025
2 2030
Tahun
Gambar 52 Simulasi sub-model teknis pemanfaatan ruang berdasarkan luasan lahan pemukiman dan lahan pertanian. Peningkatan luas areal pemukiman secara langsung berdampak pada peningkatan konversi lahan pertanian di sekitar tepian Kali Surabaya menjadi areal pemukiman. Menurut data pada tahun 2003, luas lahan pertanian di sepanjang tepian Kali Surabaya bagian hulu adalah 1,363 ha. Pada tahun 2008, luas lahan pertanian menyusut menjadi 1,135 ha. Hasil simulasi, pada tahun 2030 luas lahan pertanian di bagian hulu Kali Surabaya hanya tersisa 38.16 ha, akibat terkonversi menjadi areal pemukiman. Hasil simulasi perubahan lahan permukiman dan pertanian disajikan pada Lampiran 29. 5.8.5 Validasi Model Validitas adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan suatu pekerjaan ilmiah. Proses validasi bertujuan untuk membandingkan keluaran model dengan data aktual. Dalam pemodelan, hasil simulasi adalah perilaku variabel yang diinteraksikan dengan bantuan komputer. Tampilan perilaku variabel tersebut dapat bersifat terukur, yang disusun menjadi data simulasi maupun bersifat tidak terukur, yang disusun menjadi pola simulasi. Keserupaan dunia model dengan dunia nyata ditunjukkan oleh sejauh mana data simulasi dan pola simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual. Menurut Eriyatno (2003), validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Proses validasi model dilakukan dengan dua tahap pengujian, yaitu validasi struktur dan validasi perilaku model (output model).
186
5.8.5.1 Validasi Struktur Model Validasi struktur model merupakan proses validasi utama dalam berpikir sistem. Validasi struktur bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur sistem nyata, yang berkaitan dengan batasan sistem, variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi mengenai interaksi yang terjadi dalam sistem. Validasi struktur dilakukan dengan dua bentuk pengujian, yaitu uji kesesuaian struktur dan uji kestabilan struktur (Forrester 1968). 1) Uji Konstruksi/Kesesuaian Struktur Uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menguji apakah struktur model yang dibangun tidak berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur dari sistem nyata, dan apakah struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan (Sushil 1993). Pada model pengendalian pencemaran air yang telah dibangun, dapat dilihat bahwa bertambahnya jumlah penduduk akan menambah luasan areal pemukiman di tepian Kali Surabaya, dan meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, tetapi dengan adanya pengelolaan jumlah tersebut dapat diminimalisasi. Berdasarkan contoh tersebut, struktur model dinamis yang dibangun adalah valid secara teoritis, sehingga model yang dibangun dapat digunakan untuk mewakili mekanisme kerja sistem nyata. 2) Uji Kestabilan Struktur Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara
memeriksa
keseimbangan dimensi peubah pada kedua sisi persamaan model (Sushil 1993). Setiap persamaan yang ada dalam model harus menjamin keseimbangan dimensi antara variabel bebas dan variabel terikat yang membentuknya. Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara menganalisis dimensi keseluruhan interaksi peubah-peubah yang menyusun model tersebut, yang terdiri atas beberapa sub model. Dimensi tersebut meliputi tanda, bentuk respon, dan satuan persamaan (equation) matematis yang digunakan. a) Sub-Model lingkungan Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model lingkungan adalah : BODK = +dt*LBODK BODK = kg/tahun CODK = +dt*LCODK CODK = kg/tahun KABOD = +dt*LKABOD
187
KABOD = kg/tahun KACOD = +dt*LKACOD KACOD = kg/tahun KANNO3 = +dt*Rate_24 KANKANNO3 = kg/tahun KAPPO4 = +dt*LKAPPO4 KAPPO4 = kg/tahun KATSS = +dt*LKATSS KATSS = kg/tahun NNNO3K = +dt*LNNO3K NNO3K = kg/tahun PPO4K = +dt*LPPO4K PPO4K = kg/tahun TSSK = +dt*LTSSK TSSK = kg/tahun NNO3K = KANNO3*FKANNO3 NNO3K = kg/tahun BOD = TBBODH+TBBODI+TBBODLD+TBBODP BOD = kg/tahun COD = TBCODH+TBCODI+TBCODLD+TBCODP COD = kg/tahun NNO3 = TBNNO3P NNO3 = kg/tahun PTP = (PBOD+PCOD+PNNO3+PPPO4+PTSS)/5 PTP = % PTSS = (TSSK/KATSS)*100 PTSS = % TSS = TBTSSH+TBTSSI+TBTSSP TSS = kg/tahun
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per orang per hari. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan oleh industri setiap hari. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas data hotel yang melakukan pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya.
188
Nilai pencemaran limbah pertanian untuk setiap parameter (BOD, COD, dan TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta. b) Sub-Model Ekonomi Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model ekonomi adalah : Pert_H = Hotel*(Pangsa_Pert_H/100) Pert_H = rupiah Pert_Ind = Ind*(Pangsa_Pert_Ind/100) Pert_Ind = rupiah Pert_LGA = LGA*(Pangsa_Pert_LGA/100) Pert_LGA = rupiah Pert_Pert = Pert*(Pangsa_Pert_Pert/100) Pert_Pert = rupiah Berdasarkan persamaan sub-model di atas, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran (pert_H), laju pertumbuhan sektor industri (pert_Ind), laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (Pert_LGA) dan laju pertumbuhan sektor pertanian yang dinyatakan dalam persen merupakan auxiliary, sebagai perkalian dari pangsa setiap sektor yang dinyatakan dalam satuan rupiah dibagi dengan 100. Aktivitas ekonomi yang digunakan dalam persamaan sub-model di atas, merupakan penjumlahan dari kegiatan ekonomi keempat sektor yang berpengaruh dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu industri, listrik, gas dan air (LGA), pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Pendapatan ekonomi per kapita yang dinyatakan dalam rupiah, merupakan auxiliary sebagai perkalian pendapatan ekonomi dengan persentase pertambahan pendapatan lalu dijumlahkan dengan pendapatan ekonomi kembali, sedangkan pertambahan pendapatan yang dinyatakan dalam persen merupakan hasil pembagian antara aktivitas ekonomi dengan jumlah populasi. c) Sub-Model Sosial Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model sosial adalah : Populasi = -dt*Kematian + dt*Kelahiran - dt*Emigras + dt*Imigrasi Populasi = jiwa PopBtr = Populasi*FrPBtr PopBtr = jiwa
189
Jumlah populasi sebagai auxiliary, merupakan penjumlahan dari jumlah populasi saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai laju masukan penambah, dan pengurangan jumlah kematian dan emigrasi sebagai laju masukan pengurang. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan populasi sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model simulasi besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai konstanta. 5.8.5.2 Validasi Kinerja/Output Model Validasi kinerja/output model adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan data hasil keluaran model yang dibangun dengan data empiris, untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris. Teknik untuk memeriksa konsistensi keluaran model terhadap data aktual dapat dilakukan dengan uji statistik dan perbandingan secara visual (grafik) keluaran model dengan data aktual (Handoko 2005). Uji statistik yang dapat digunakan dalam pengujian validasi perilaku model antara lain adalah absolute mean error (AME) dan absolute variation error (AVE), dengan batas penyimpangan < 10% (Barlas 1996, Muhammadi et al. 2001). AME adalah penyimpangan nilai rata-rata hasil simulasi terhadap nilai aktual, sedangkan AVE adalah penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. Perbandingan visual pola keluaran simulasi dan pola data aktual ditunjukkan pada Gambar 53. 5500000
B e b a n B O D
18000000 B
5000000
e
17000000
b a 16000000
4500000
n 15000000
4000000
C O
3500000
3000000 2003
D
2004
2005
Tahun Aktual
Simulasi
2006
2007
14000000
13000000 2003
2004
2005
2006
2007
Tahun Aktual
Simulasi
Gambar 53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data empiris dan hasil simulasi.
190
Grafik perbandingan (Gambar 53), menunjukkan bahwa secara visual pola output simulasi sudah mengikuti pola data aktual, maka untuk memperoleh keyakinan dilakukan uji statistik seperti disajikan pada Tabel 46. Hasil uji menunjukkan bahwa keluaran model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, untuk beban pencemaran BOD (BP BOD), AME menyimpang sebesar 0.1702% dari data aktual dan AVE menyimpang sebesar 0.8795%. Untuk beban pencemaran COD (BP COD), AME menyimpang 0.3551% dan AVE menyimpang sebesar 0.4846% dari nilai aktual. Pada beban pencemaran TSS (BP TSS), AME dan AVE berturut-turut menyimpang 0.1405% dan 0.5398% dari nilai aktual. Untuk beban pencemaran N-NO 3 (BP NNO3) dan P-PO 4 (BP PPO4), AME masing-masing menyimpang 1.1922% dan 0.3044% dari data aktual, sedangkan AVE menyimpang sebesar 1.5248% dan 0.1033% dari nilai aktual. Berdasarkan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi. 5.9 Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya Sebagai tindak lanjut hasil analisis kondisi eksisting dan pemodelan dinamik pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah penyusunan skenario berupa alternatif rancangan kebijakan yang memungkinkan dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi yang ada. Skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disusun berdasarkan pada hasil analisis prospektif. Analisis prospektif adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam sistem ahli yang dapat menggabungkan pembuat keputusan dalam rangka menyusun kembali beberapa perencanaan dengan pendekatan yang berbeda. Masing-masing solusi yang dihasilkan berasal dari pendekatan yang direncanakan dan bukan dari suatu rumusan yang bisa masing-masing kasus (Munchen 1991 dalam Bourgeois 2002). Analisis prospektif dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan tindakan strategis dengan cara menentukan faktor-faktor kunci yang berperan penting dan melihat apakah perubahan dibutuhkan di masa depan berdasarkan kondisi yang ada.
191
Tabel 46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya Tahun
Data Validasi BP BOD Aktual
BP TSS
Simulasi
BP COD
BP N-NO 3
Aktual
Simulasi
Aktual
Simulasi
Aktual
BP P-PO 4
Simulasi
Aktual
Simulasi
2003
3,562,561
3,562,561
26,782,229
26,782,229
17,845,233
17,845,233
1,782,562
1,782,562
762,569
762,569
2004
4,019,674
4,036,450
48,881,678
48,581,307
17,185,446
17,068,077
1,526,781
1,562,932
556,515
557,776
2005
4,644,324
4,686,241
76,271,983
76,816,416
16,692,646
16,538,271
1,251,947
1,279,855
302,890
303,324
2006
5,076,569
5,081,538
144,146,344
144,431,604
17,040,560
17,017,432
920,902
927,841
773,867
777,922
2007
4,418,975
4,392,274
81,847,127
81,848,902
13,340,185
13,343,476
397,066
396,157
140,893
142,864
Mean
5,430,525.55
5,439,766
94,482,340.25
94,615,114.5
20,526,017.55
20,453,122.25
1,469,814.25
1,487,336.75
634,183.4
636,113.75
AME Varian AVE
0.1702 1.12265E+12
1.11277E+12
0.8795
0.1405 2.01734E+15
2.02423E+15
0.5398
Keterangan: BP = beban pencemaran (kg/tahun)
0.3551 2.74836E+13
2.73504E+13
0.4846
1.1922 8.55602E+11
8.68648E+11
1.5248
0.3044 1.91279E+11
1.91081E+11
0.1033
192
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pakar dan pengisian kuesioner, dapat diidentifikasi 20 faktor kunci yang dianggap berpengaruh dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya di masa depan, yaitu: 1.
Implementasi peraturan untuk pengendalian pencemaran air
2.
Persepsi masyarakat
3.
Partisipasi masyarakat
4.
Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
5.
Pertumbuhan industri
6.
Fasilitas instalasi pengolah air limbah/IPAL
7.
Komitmen/dukungan PEMDA terhadap pengendalian pencemaran air
8.
Dukungan pihak swasta/industri
9.
Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air
10. Penataan ruang 11. Program pemantauan dan pengelolaan sungai 12. Penegakan hukum lingkungan 13. Dukungan perguruan tinggi 14. Dukungan lembaga swadaya masyarakat 15. Anggaran untuk pengendalian pencemaran air 16. Daya dukung sungai 17. Kerjasama lintas sektoral, 18. Sistem informasi pengendalian pencemaran air (Database, analisis dan evaluasi, interpretasi, penyajian dan publikasi data hasil monitoring) 19. Sarana dan prasarana kerja operasional pengendalian pencemaran air 20. Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota untuk pengendalian pencemaran air Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan perangkat analisis prospektif untuk menentukan faktor kunci untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Secara visual hasil analisis disajikan pada Gambar 54.
193
Gambar 54 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Berdasarkan hasil analisis prospektif berupa matriks pengelompokan empat kuadran (Gambar 54), dapat diidentifikasi pengaruh dan ketergantungan faktorfaktor dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Kuadran I (kiri atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran I terdiri atas lima faktor, yaitu: (1) pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat, (2) persepsi masyarakat, (3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran air, (4) komitmen/dukungan Pemda, dan (5) sistem dan kapasitas kelembagaan. Kelima faktor pada kuadran I merupakan variable penentu yang digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran II (kanan atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap kinerja sistem namun mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel penghubung (stake) di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tiga faktor, yaitu: (1) penegakan hukum lingkungan, (2) program pemantauan dan pengelolaan sungai, dan (3) partisipasi masyarakat. Kuadran III (kanan bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel terikat (output) di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tujuh faktor, yaitu: (1) penataan
194
ruang, (2) fasilitas pengolah air limbah/IPAL, (3) dukungan LSM, (4) anggaran pengendalian pencemaran air, (5) daya dukung sungai, (6) sarana dan prasarana kerja operasional, dan (7) Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota. Kuadran IV (kiri bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan juga rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri atas lima faktor, yaitu: (1) dukungan pihak swasta/industri, (2) pertumbuhan industri, (3) dukungan perguruan tinggi, (4) sistem informasi pengendalian pencemaran, dan (5) kerjasama lintas sektoral. Berdasarkan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 54, dari 20 faktor kunci yang teridentifikasi didapatkan lima faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan antar faktor yang rendah. Kelima faktor tersebut perlu dikelola dengan baik dan dibuat kondisi (state) yang mungkin terjadi di masa depan untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung antar faktor adalah sebagai berikut: a) Pertumbuhan Penduduk dan Kesadaran Masyarakat Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian dan emigrasi. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik. Jumlah penduduk didasarkan pada data historis tiap tahunnya. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan merupakan kesadaran individu dalam masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya yang terwujud dalam berbagai aktivitas lingkungan dan aktivitas kontrol yang diperlukan untuk mendukung program dan kebijakan penyelamatan lingkungan. b) Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat adalah pandangan masyarakat tentang pengendalian pencemaran Kali Surabaya, yang diukur melalui beberapa indikator penyataan yang menjelaskan pandangan masyarakat tentang kegiatan pencegahan pencemaran dan kegiatan penganggulangan pencemaran. c) Implementasi Peraturan Pengendalian Pencemaran Air Peraturan pengendalian pencemaran air merupakan instrumen kebijakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup khususnya sumberdaya air agar masyarakat dapat hidup sehat dan nyaman. Implementasi peraturan merupakan
195
tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan yang diamanatkan dalam peraturan tersebut. Peraturan yang berlaku terkait dengan pengendalian pencemaran air adalah peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri) dan peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur). Peraturan yang berhubungan dengan pengendalian pencemaran air tersebut adalah: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 2. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur. 3. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya. 4. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 60 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel. 5. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit. Sementara, Himpunan Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Air yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup antara lain adalah: 1.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
2.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 52 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
3.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
4.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
d) Komitmen / Dukungan PEMDA Pimpinan pemerintah daerah harus memiliki komitmen yang kuat terhadap pengendalian pencemaran air. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah instansi yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Kali Surabaya. Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legeslatif berupaya untuk mendukung pembangunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik.
196
e) Sistem dan Kapasitas Kelembagaan Kelembagaan adalah wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air dimaksudkan untuk mempersiapkan bentuk kelembagaan yang lebih tepat dalam kaitannya dengan implementasi otonomi daerah. 5.9.1 Penyusunan Skenario Hasil identifikasi dan penggolongan faktor berdasarkan pengaruhnya dalam pembentukan sistem dianalisis lebih lanjut dengan bantuan pakar untuk mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan
yang
akan
terjadi
pada
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dalam suatu seri skenario. Pembentukan skenario didasarkan pada kondisi atau keadaan faktor yang berpengaruh. Kondisi atau keadaan faktor berdasarkan pada identifikasi pakar dan stakeholders. Berdasarkan alternatif keadaan yang teridentifikasi pada beberapa faktor yang berpengaruh langsung dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dapat diidentifikasi beberapa skenario yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dengan melakukan kombinasi yang mungkin terjadi antar kondisi faktor tersebut, dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai (incompatible). Berdasarkan kombinasi antara kondisi faktor, didapatkan tiga skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu (1) skenario pesimis, (2) skenario moderat, dan (3) skenario optimis. Secara ringkas, penamaan dan susunan skenario disajikan pada Tabel 47. Untuk mengaitkan skenario yang disusun ke dalam model, dilakukan interpretasi kondisi faktor ke dalam peubah model. Dalam hal ini dilakukan beberapa perubahan pada peubah tertentu di dalam model, sehingga skenario yang bersangkutan dapat disimulasikan. Berdasarkan Tabel 47, diketahui bahwa skenario optimis dan skenario moderat merupakan keadaan masa depan yang mungkin terjadi yang diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki, serta yakin bahwa sistem pengelolaan Kali Surabaya dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
197
Tabel 47 Prospektif faktor-faktor kunci/penentu tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem pengelolaan Kali Surabaya No.
1.
2.
3.
Faktor
Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
Persepsi masyarakat
Implementasi peraturan pengendalian pencemaran air
4.
Komitmen/ dukungan Pemda
5.
Sistem dan kapasitas kelembagaan
Pesimis Pertumbuhan penduduk meningkat dan terjadi penurunan kesadaran masyarakat karena pengendalian penduduk lewat program KB dan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi Program Kali Bersih (Prokasih) tidak berjalan dengan baik
Persepsi masyarakat rendah karena kegiatan penyuluhan tidak didukung SDM dan sarana dan prasarana yang memadai
Tidak berjalan, karena sosialisasi kebijakan dan penegakan hukum yang lemah
Menurun, karena tidak didukung oleh dana alokasi khusus yang memadai oleh Pemerintah Pusat untuk menjalankan tugas pengelolaan tersebut
Kurang berjalan, karena lemahnya koordinasi kelembagaan
Sumber: Hasil Analisis 2010.
Keadaan (State) Moderat Pertumbuhan penduduk tetap dan kesadaran masyarakat meningkat, karena pengendalian penduduk lewat program KB dan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi Prokasih berjalan cukup optimal Persepsi masyarakat meningkat, akibat anggaran pemerintah ditingkatkan untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan
Berjalan cukup baik, karena penegakan hukum sudah mulai berjalan, namun kurang sosialisasi sehingga tidak berjalan efektif
Meningkat cukup baik, karena Pemerintah Pusat memberikan dana alokasi khusus yang cukup memadai kepada Pemda
Berjalan cukup baik karena koordinasi kelembagaan sudah berjalan namun kurang efektif
Optimis Pertumbuhan penduduk menurun, kesadaran masyarakat meningkat tajam, karena pengendalian penduduk lewat program KB dan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi Prokasih berjalan optimal atau tepat sasaran Persepsi masyarakat meningkat dan kegiatan penyuluhan berkesinambungan karena adanya upaya peningkatan kualitas SDM tenaga penyuluh dan peningkatan anggaran untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan tersebut Berjalan sangat baik, karena kegiatan sosialisasi terus ditingkatkan dan didukung oleh aparatur yang cukup memadai Meningkat dengan baik, karena Pemda menganggap bahwa sungai/kali merupakan SDA yang memiliki potensi tinggi untuk pengembangan ekono-mi daerah sehingga merasa memiliki kewajiban untuk menjaganya Berjalan dengan baik karena kuatnya koordinasi kelembagaan terkait dengan pengelolaan Kali Surabaya
198
Skenario optimis dan moderat dibangun berdasarkan keadaan (state) kelima faktor kunci tersebut sudah berjalan dengan skala “cukup baik” untuk skenario moderat dan skala “baik” untuk skenario optimis dalam pengelolaan Kali Surabaya. Sementara itu, skenario pesimis dibangun atas dasar kondisi saat ini (existing condition), dengan pengertian bahwa walaupun sudah memiliki usaha pengelolaan namun belum mengutamakan faktor-faktor penting yang seharusnya terlebih dahulu dilakukan sehingga tidak memiliki prospek pengelolaan Kali Surabaya yang berpandangan jauh ke depan. Interpretasi kondisi (state) faktorfaktor ke dalam pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 48. 5.9.2 Simulasi Skenario Simulasi model dilakukan terhadap skenario pada Tabel 48, untuk mengetahui perilakunya masing-masing. Kajian dilakukan terhadap peubah yang dianggap menentukan arah kebijakan pengelolaan Kali Surabaya di masa yang akan datang, yaitu hasil simulasi tingkat beban pencemaran Kali Surabaya dari tiap skenario. Ketiga skenario memberikan hasil yang berbeda pada peubah yang dikaji, di mana secara umum perbedaan antar skenario mulai tampak pada tahun 2012. Hasil simulasi skenario beban sumber pencemaran BOD Kali Surabaya (BODK) disajikan pada Gambar 55. 4
BODK (kg/tahun)
12000000
10000000
4
8000000
1
4 1 6000000 1
23
4000000 2005
4
123
2010
4
4 123
2015
1 3 2
2020
2
3
2025
2
2030
Tahun
Keterangan: 1 kondisi eksisting, 2 skenario optimis 3 skenario moderat, 4 skenario pesimis
Gambar 55 Prediksi beban pencemaran BOD Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.
199
Tabel 48 Interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci/penentu ke dalam sistem No.
Faktor
1.
Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
2.
Persepsi masyarakat
3.
4.
5.
Implementasi peraturan pengendalian pencemaran air
Komitmen/ dukungan Pemda
Sistem dan kapasitas kelembagaan
Pesimis Pelaksanaan program KB mengendur dan kegiatan penyuluhan/ sosialisasi Prokasih tidak berjalan baik dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 15.43% Kegiatan penyuluhan tidak didukung SDM dan sarana dan prasarana yang memadai dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 21.08%
Keadaan (State) Moderat Pelaksanaan program KB dan kegiatan penyuluhan/ sosialisasi Prokasih berjalan cukup optimaldengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 53.90% Anggaran pemerintah ditingkatkan untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 61.43%
Sosialisasi kebijakan dan penegakan hukum yang lemah dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 21.60%
Penegakan hukum sudah mulai berjalan, namun kurang sosialisasi sehingga tidak berjalan efektif dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 62.10%
Tidak didukung oleh dana alokasi khusus yang memadai oleh Pemerintah Pusat untuk menjalankan tugas pembantuan tersebut dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 21.68%
Pemerintah Pusat memberikan dana alokasi khusus yang cukup memadai kepada Pemda dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 62.23%
Lemahnya koordinasi kelembagaan dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 22.85%
Koordinasi kelembagaan sudah berjalan namun kurang efektif dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 63.80%
Optimis Pelaksanaan program KB dan kegiatan penyuluhan/ sosialisasi Prokasih berjalan optimal / tepat sasaran dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 76.95% Adanya upaya peningkatan kualitas SDM tenaga penyuluh dan anggaran untuk pengadaan saranaprasarana penunjang dengan interpretasi kondisi faktor kunci/ penentu sebesar 80.71% Kegiatan sosialisasi terus ditingkatkan dan didukung oleh aparatur yang cukup memadai dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 81.00% Pemda menganggap bahwa sungai/kali merupakan SDA yang memiliki potensi tinggi untuk pengembangan ekonomi daerah sehingga merasa memiliki kewajiban untuk menjaganya dengan interpretasi kondisi faktor kunci/ penentu sebesar 81.11% Kuatnya koordinasi kelembagaan terkait dengan pengelolaan Kali Surabaya dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 81.90%
Sumber: Hasil Analisis 2010.
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran BOD Kali Surabaya (BODK) untuk tiap skenario diketahui, bahwa terjadi perbedaan yang mencolok di antara ketiga skenario yang digunakan. Skenario pesimis (4) memberikan
200
tingkat pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban pencemaran yang sangat tinggi, jauh di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario adalah sebagai berikut: Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD Kali Surabaya (BODK) di skenario ini (2) adalah 3,563 ton/tahun, dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Beban pencemaran BOD terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan beban BODK sebesar 6,092 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD Kali Surabaya (BODK) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang paling rendah jika dibandingkan kedua skenario lainnya. Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD Kali Surabaya (BODK) di skenario moderat (3) sebesar 3,563 ton/tahun, dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Penurunan kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan beban BODK sebesar 6,602 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD Kali Surabaya (BODK) skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1). Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD Kali Surabaya di skenario pesimis (4) adalah 3,563 ton/tahun, dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Beban pencemaran BOD ini terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan kondisi BODK sebesar 12,839 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD Kali Surabaya (BODK) skenario pesimis (4) adalah yang paling besar dibandingkan peningkatan beban BODK dua skenario lainnya dan berada di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran TSS Kali Surabaya (Gambar 56) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang mencolok di antara ketiga skenario yang digunakan. Gambar 56, menunjukkan bahwa skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat
201
(1) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi eksisting (1).
4
TSSK (kg/tahun)
1000000000
4
500000000
1 4 4 1
23
4
1234
123
1
23
1 3 2
2
0 2005
2010
2015
2020
2025
2030
Tahun
Gambar 56 Prediksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030. Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya untuk masing-masing skenario adalah sebagai berikut: Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) di skenario ini sebesar 26,782 ton/tahun, dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Penurunan kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan beban TSSK sebesar 196,817 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang paling rendah jika dibandingkan kedua skenario lainnya. Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) di skenario moderat (3) adalah 26,782 ton/tahun, dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Beban pencemaran TTS ini terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan beban TSS sebesar 240,330 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1). Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) di skenario pesimis (4) sebesar 26,782 ton/tahun, dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Penurunan kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
202
kondisi TSSK sebesar 1,110,623 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) skenario pesimis (4) merupakan yang paling besar dibandingkan dua skenario lainnya dan dengan tingkat beban pencemaran di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Hasil simulasi model beban sumber pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) untuk tiap skenario, menunjukkan bahwa diantara ketiga skenario yang diterapkan terjadi perbedaan yang relatif rendah (Gambar 57).
12 3
15000000
CODK (kg/tahun)
4 12 10000000
34 1
4 23
4 1 2
4 3
4
1 3
5000000
1
2 2
0 2005
2010
2015
2020
2025
2030
Tahun
Gambar 57 Prediksi beban pencemaran COD Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030. Berdasarkan Gambar 57, tampak bahwa skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario adalah sebagai berikut: Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) di skenario ini adalah 17,845 ton/tahun, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Beban pencemaran COD ini terus menurun hingga akhir tahun simulasi 2030 menjadi 3,356 ton/tahun. Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) di skenario moderat (3) sebesar 17,845 ton/tahun, dan
203
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Beban pencemaran COD Kali Surabaya terus mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan kondisi CODK sebesar 4,465 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1). Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) di skenario pesimis (4) sebesar 17,845 ton/tahun, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Penurunan beban COD terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan kondisi COD Kali Surabaya sebesar 8,065 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) skenario optimis (2) merupakan yang terkecil dibandingkan dua skenario lainnya dan berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1). Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya (NNO3K) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang rendah rendah di antara ketiga skenario yang digunakan (Gambar 58).
NNO3K (kg/tahun)
1500000 1 1000000
2
3 500000 4 1234 0 2005
2010
1
23
4
2015
1
23
2020
4
1
23
2025
4
1 2030
Tahun
Gambar 58 Prediksi beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030. Skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran paling tinggi dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah
204
tingkat pencemaran kondisi eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario adalah sebagai berikut: Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya (NNO3K) di skenario ini adalah 1,783 ton/tahun, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Perbaikan kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan kondisi beban N-NO 3 Kali Surabaya sebesar 28.17 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran NNO 3 Kali Surabaya (NNO3K) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang paling besar jika dibandingkan kedua skenario lainnya. Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya (NNO3K) di skenario moderat (3) adalah 1,783 ton/tahun, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Pada akhir tahun simulasi (2030), beban N-NO 3 Kali Surabaya terus menurun menjadi 45.29 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya (NNO3K) skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1). Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003, beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya (NNO3K) di skenario pesimis (4) adalah 1,783 kg/tahun, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Pada akhir tahun simulasi (2030), beban N-NO 3 Kali Surabaya terus menurun menjadi 117.03 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya skenario pesimis (4) merupakan yang paling rendah dibandingkan dua skenario lainnya dan dengan tingkat beban pencemaran masih di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya (PPO4K) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang rendah di antara ketiga skenario yang digunakan (Gambar 59). Skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran paling tinggi dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1).
PPO4K (kg/tahun)
205
2
600000
3
400000 1 200000 4 1234 0 2005
2010
1234 2015
1234 2020
1
23
2025
4
1 2030
Tahun
Gambar 59 Prediksi beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030. Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya untuk tiap skenario adalah sebagai berikut: Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003, beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya (PPO4K) di skenario ini adalah 762.57 ton/tahun, dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir tahun simulasi (2030), beban P-PO 4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 21.89 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang paling besar jika dibandingkan kedua skenario lainnya. Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003, beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya (PPO4K) di skenario moderat (3) sebesar 762.57 ton/tahun, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir tahun simulasi (2030), beban P-PO 4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 30.50 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya skenario moderat (3), berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1). Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya (PPO4K) di skenario pesimis (4) sebesar 762.57 ton/tahun, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir tahun simulasi (2030), beban P-PO 4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 59.90 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya (PP04K) skenario
206
pesimis (4), merupakan yang paling rendah dibandingkan dua skenario lainnya dan dengan tingkat beban pencemaran masih di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan dengan kapasitas asimilasinya untuk tiap parameter, menunjukkan bahwa pada skenario optimis (2), parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungannya, seluruh parameter mengalami penurunan beban pencemaran selama tahun simulasi (Gambar 60). 2
6000
(persen)
2
1
4000
2 1
2000
2 2
1
23
3
2
1
1
1
1
4 5
4
PBOD PTSS PCOD PNNO3 PPPO4
3 3 4 0
5 2005
5 2010
4
5 2015
3 54 2020
3
45 2025
3 2030
Tahun
Gambar 60 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario optimis sampai tahun 2030. Pada tahun 2003, persentase beban pencemaran kelima parameter kualitas air dibandingkan kapasitas asimilasinya adalah berturut-turut BOD sebesar 2,454%, COD 2,458%, TSS 738%, N-NO 3 4,911%, dan P-PO 4 105%. Pada tahun 2011, persentase beban pencemaran mengalami penurunan menjadi 2,281% (BOD), COD 1,071%, TSS 1,964%, N-NO 3 364% dan P-PO 4 menjadi 8%. Penurunan persentase beban pencemaran ini terus terjadi hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan kondisi BOD sebesar 1,008%, COD 111%, TSS 1,303%, N-NO 3 19%, dan P-PO 4 0.7%. Pada skenario moderat, hasil simulasi persentase beban pencemaran dibandingkan dengan kapasitas asimilasinya untuk tiap parameter disajikan pada Gambar 61. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga
207
parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungan, seluruh parameter mengalami penurunan beban pencemaran selama tahun simulasi. Pada tahun 2003, persentase beban pencemaran tiap parameter kualitas air dibandingkan kapasitas asimilasinya untuk BOD sebesar 2,454%, COD 2,458%, TSS 738%, N-NO 3 4,911%, dan P-PO 4 sebesar 105%. Pada tahun 2011, persentase beban pencemaran mengalami penurunan masing-masing menjadi 2,281% (BOD), COD 1,072%, TSS 1,964%, N-NO 3 364%, dan P-PO 4 menjadi 8%. Penurunan persentase beban pencemaran terus terjadi hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan beban BOD menjadi 1,092%, COD 148%, TSS 1,591%, N-N0 3 30%, dan P-PO 4 sebesar 1%. 5000
4000
(persen)
4 1 1
3000
2 2000
23
1 2
12
2 1
2 1
3
1000
2
3 4
1
5
PBOD PTSS PCOD PNNO3 PPPO4
3 3
4 0
5 2005
5 2010
4
5 2015
45 2020
3 54 2025
3 2030
Tahun
Gambar 61 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario moderat sampai tahun 2030. Untuk skenario pesimis, hasil simulasi persentase beban pencemaran dibandingkan dengan kapasitas asimilasi untuk tiap parameter ditunjukkan pada Gambar 62. Hasil skenario pesimis berbeda dengan kedua skenario lainnya. Parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungannya, hanya parameter BOD dan TSS yang mengalami peningkatan beban pencemaran selama tahun simulasi.
208
(persen)
10000
2
1 2 5000
3
1
2 4
4 3
1
5 2005
1 2
23 0
2
4
5 2010
34 5 2015
1
2
34 5 2020
1
34 2025
1
5
5
PBOD PTSS PCOD PNNO3 PPPO4
3 2030
Tahun
Gambar 62 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario pesimis sampai tahun 2030. Hasil skenario pesimis, pada tahun 2003 persentase beban BOD sebesar 2,454% menurun sedikit menjadi 2,281% (tahun 2011), dan pada akhir tahun simulasi 2030 menjadi 2,125%. Sementara, peningkatan TSS dari 738% (tahun 2003) menjadi 1,964% (tahun 2011), dan meningkat tajam pada akhir tahun simulasi 2030 menjadi 7,352%. Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan dengan kapasitas asimilasinya masing-masing skenario, diketahui bahwa terjadi penurunan persentase beban pencemaran selama tahun simulasi di skenario optimis (2) dan moderat (3), sedangkan skenario pesimis (4) sebaliknya. Hasil simulasi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi ketiga skenario ditunjukkan pada Gambar 63. Pada tahun 2003, tercatat persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi untuk ketiga skenario adalah 2,133%, mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 1,138%. Untuk skenario optimis (2) dan moderat (3) penurunan persentase pencemaran total terus terjadi hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu masing-masing sebesar 488% dan 572%, sedangkan untuk skenario pesimis (4) terus mengalami peningkatan beban pencemaran total dari tahun simulasi 2011 hingga akhir tahun simulasi 2030 menjadi sebesar 1,964%.
209
3000
2500
12 3
PTP (%)
2000
4
4 1500
4 12
1000
34
4
4 1
23
1
1
23
23
500
1 2
0 2005
2010
2015
2020
2025
2030
Tahun
Gambar 63 Prediksi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario sampai tahun 2030. 5.9.3 Analisis Perbandingan Penerapan antar Skenario Kondisi eksisting merupakan model dasar yang telah disusun dan disimulasikan pada analisis kecenderungan sistem. Untuk itu, semua skenario lain dibandingkan dengan kondisi eksisting. Hasil perbandingan yang dinyatakan dalam persen perbedaan, disajikan pada Tabel 49. Tabel 49 Perbandingan antar skenario No
Peubah
1 2 3 4 5 6
BODK TSSK CODK NNO3K PPO4K PTP
Perbedaan antar Skenario (%) Optimis dengan Moderat dengan Pesimis dengan Eksisting Eksisting Eksisting -20.89 -14.27 +66.72 -43.57 -31.09 +218.43 -43.25 -24.49 +36.38 -60.62 -36.68 +63.61 -48.04 -27.60 +42.18 -36.21 -25.23 +156.63
Sumber: Hasil analisis (2010).
Berdasarkan hasil simulasi model diketahui bahwa skenario pesimis secara umum berdampak terhadap semakin memburuknya kondisi kualitas air Kali Surabaya, di mana persen rata-rata total dibandingkan kapasitas asimilasinya memburuk hingga 156.63% dari kondisi eksisting. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya penurunan interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci, yaitu pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 30.85% turun menjadi 15.43%, persepsi masyarakat dengan nilai
210
interpretasi saat ini 42.15% turun menjadi 21.08%, implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.2% turun menjadi 21.6%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.35% turun menjadi 21.68%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.7% turun menjadi 22.85%, berdampak pada terjadinya peningkatan persen rata-rata total beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 1.56 kali lebih besar dibandingkan kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada akhir tahun simulasi 2030. Sementara itu, untuk skenario optimis dan skenario moderat secara umum berdampak terhadap semakin membaiknya kondisi kualitas air Kali Surabaya di mana persen rata-rata total dibandingkan kapasitas asimilasinya membaik hingga 36.21% (skenario optimis) dan 25.23% (skenario moderat) dari kondisi eksisting. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci, yaitu pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 30.85% naik menjadi 53.90%, persepsi masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 42.15% naik menjadi 61.43%, implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.2% naik menjadi 62.1%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.35% naik menjadi 62.23%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.7% naik menjadi 63.8%, berdampak pada peningkatan persen rata-rata total beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 0.25 kali lebih baik dibandingkan kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada akhir tahun simulasi 2030. Pada skenario optimis dengan kondisi pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 30.85% naik menjadi 76.95%, persepsi masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 42.15% naik menjadi 80.71%, implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.20% naik menjadi 81.00%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.35% naik menjadi 81.11%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.70% naik menjadi 81.90%, akan berdampak pada peningkatan persen rata-rata total beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 0.36 kali lebih baik dibandingkan
211
kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada akhir tahun simulasi 2030. 5.10 Strategi Pengendalian Pencemaran Kali Surabaya Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting terhadap parameter fisik-kimia perairan Kali Surabaya menunjukkan, bahwa parameter DO, BOD, COD, N-NO 2 , TSS, dan Hg telah melampaui ambang batas KMA kelas 1 sebagai sumber air baku air minum. Hal tersebut juga mengindikasikan, bahwa pencemaran bahan organik dari limbah industri dan domestik menjadi sumber pencemar utama yang perlu mendapat prioritas penanganan dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Hasil analisis status kualitas perairan juga menunjukkan, bahwa Kali Surabaya berada dalam kondisi tercemar berat dan memerlukan upaya penurunan beban pencemaran. Karenanya, guna mereduksi beban pencemaran dan memulihkan kondisi Kali Surabaya perlu dirumuskan beberapa strategi kebijakan dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Terdapat berbagai strategi pengendalian pencemaran air, namun yang terpenting adalah reduksi limbah dari sumbernya, cara pengumpulan, dan pembersihan limbah. Strategi pengendalian pencemaran Kali Surabaya disesuaikan dengan hasil skenario berdasarkan expert judgement dan disesuaikan dengan hasil simulasi model yang ada. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa permasalahan pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini 30.85%, persepsi masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini 42.15%, implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini 43.2%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat ini 43.35%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini 45.7% adalah yang paling dominan dalam pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Oleh karena itu, strategi pengendalian yang diambil adalah dengan memprioritaskan skenario moderat dan optimis, karena skenario tersebut dapat menggambarkan keberlanjutan pengelolaan Kali Surabaya. Adapun strategi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan prioritas pada masingmasing faktor pengungkit adalah sebagai berikut: 1) Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai akibat pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan
212
yang rendah akan meningkatkan jumlah masyarakat yang membuang limbah atau sampahnya ke sungai dan semakin meningkatkan beban pencemaran ke Kali Surabaya. Reduksi beban pencemaran Kali Surabaya yang terkait dengan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan menekan laju pertumbuhan penduduk tidak melebihi 1.0% per tahun dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat dengan menjaga kebersihan lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan adalah mengaktifkan kembali program keluarga berencana, melarang pemanfaatan bantaran Kali Surabaya sebagai lahan pemukiman baru, melakukan penataan kawasan pemukiman di sepanjang tepi Kali Surabaya dengan konsep relokasi pemukiman ilegal di kawasan tersebut dan pemanfaatan kawasan relokasi sebagai
lokasi
penempatan
IPAL
dan
ruang
terbuka
hijau
untuk
mengembalikan kawasan sempadan sungai. Beban BOD Kali Surabaya 59.77% bersumber dari limbah domestik. Pengendalian pencemaran air yang menitikberatkan pada sistem pembersihan air limbah oleh tiap industri saja tidak memadai dan limbah domestik perlu ditangani secara seksama. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sarana IPAL komunal untuk limbah domestik dan pembuatan saluran pengumpul dan instalasi air limbah gabungan (cluster) menjadi alternatif pengendalian. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam menyikapi masalah pencemaran dan permasalahan lingkungan lainnya dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dan fungsi lembaga kemasyarakatan setempat, meningkatkan kemitraan masyarakat dan industri, melakukan pendidikan dan penyuluhan lingkungan sejak usia dini, serta penerapan reward dan punishment. 2) Persepsi masyarakat Persepsi masyarakat merupakan faktor penting dalam upaya pengendalian pencemaran Kali Surabaya, karena adanya persepsi yang benar akan menentukan kesadaran, peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya untuk tidak membuang limbah langsung ke sungai. Upaya peningkatan persepsi dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pelatihan dan sosialisasi pada masyarakat terutama masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya serta mengupayakan peningkatan fasilitas sanitasi. Selain itu, peningkatan persepsi masyarakat
juga dapat
dilakukan
melalui kegiatan penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat. Pola pemberdayaan masyarakat yang diterapkan
213
dapat mengadopsi model pemberdayaan masyarakat di kelurahan Jambangan Surabaya, yaitu kemitraan antara masyarakat kelurahan Jambangan dengan industri (Yayasan Uli Peduli PT. Unilever) yang melibatkan perguruan tinggi, sarjana pendamping, pemerintah kota, pengurus RT, dan tokoh masyarakat. Kegiatan swadaya yang dilakukan berupa pembudidayaan pohon mengkudu di pinggir kali, menanam tanaman hias, tanaman obat dan pohon pelindung di halaman rumah, pengelolaan sampah dengan menggunakan komposter skala rumah tangga dan komposter komunal untuk sampah organik. Dalam waktu dua tahun, masyarakat Jambangan Surabaya yang sebelumnya tidak peduli lingkungan, misalnya aktivitas MCK masih dilakukan di Kali Surabaya menjadi peduli lingkungan, yakni masyarakat sudah membiasakan diri menggunakan MCK ramah lingkungan yang disediakan walaupun harus membayar iuran Rp 3,000.00 per KK setiap bulannya. Saat ini di Kelurahan Jambangan telah terbentuk 499 orang kader lingkungan. Daerah yang tadinya kumuh dan kotor, kini menjadi rapi dan bersih berkat masyarakatnya dengan pola hidup yang berwawasan lingkungan. 3) Implementasi peraturan pengendalian pencemaran air Pengurangan
beban
pencemaran
Kali
Surabaya
dari
sumber-sumber
pencemaran yang ada dapat dilakukan melalui implementasi peraturan pengendalian pencemaran oleh seluruh stakeholders terkait. Upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil analisis prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran, diketahui bahwa penetapan kelas air menjadi prioritas utama diikuti dengan kegiatan penyuluhan dan penetapan daya tampung beban pencemaran. Untuk itu, penetapan kelas air dan penetapan daya tampung beban pencemaran (PDTBP) Kali Surabaya perlu dibuat dalam bentuk peraturan daerah agar penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran dapat ditegakkan. b. Penegakan hukum terhadap
industri-industri yang terbukti nyata
menimbulkan dampak pencemaran lingkungan Kali Surabaya. c. Mewajibkan semua industri di sekitar Kali Surabaya memiliki instalasi pengolah air limbah (IPAL) atau IPLC.
214
d. Mewajibkan industri yang membuang air limbahnya ke Kali Surabaya untuk memiliki UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan). e. RTRW kota untuk bangunan dibuat berdasarkan kesesuaian lahan. 4) Komitmen/ Dukungan Pemda Kondisi kualitas air Kali Surabaya yang memprehatinkan membutuhkan komitmen/dukungan pengendalian
Pemerintah
pencemaran
air
Daerah secara
untuk nyata
melaksanakan
dan
konsisten.
upaya Bentuk
komitmen/dukungan Pemda tersebut dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik, antara lain: a. Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah. Kegiatan ini termasuk faktor penting dalam mereduksi beban pencemaran dan berdasarkan hasil analisis AHP menempati peringkat ke tujuh. Karenanya, Pemerintah Daerah (pengelola Kali Surabaya) perlu mengupayakan pembatasan perijinan pembuangan limbah yang baru terutama pada daerah sekitar ruas sungai yang sudah tidak memiliki daya tampung lagi. Pada daerah ini, kegiatan komersial yang berpotensi menghasilkan limbah yang besar, misalnya industri, hotel, pemukiman dan rumah potong hewan tidak boleh diberi ijin lagi. b. Komitmen dan dukungan Pemda dalam penegakan hukum. Komitmen /dukungan Pemda dalam penegakan hukum merupakan salah satu aspek utama dalam peningkatan pentaatan di samping pemanfaatan instrumeninstrumen pengelolaan lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui sistem pengawasan pembuangan limbah cair industri yang lebih ketat dan penegakan hukum. Pemerintah Daerah perlu melakukan pengawasan pembuangan air limbah industri ke badan air/saluran dengan cara pemasangan meter air untuk menghindari pembuangan air limbah yang berlebihan serta memberi sanksi secara tegas kepada industri yang mencemari Kali Surabaya. Pemantauan limbah industri harus dilakukan terus menerus dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan mengintensifkan program Patroli Kali Surabaya dan program Stop Cemari Kali Surabaya. c. Meningkatkan daya tampung Kali Surabaya. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan upaya pelestarian lingkungan tata air pada daerah
215
pengaliran sungai. Kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan perencanaan tata ruang dan tata guna lahan yang berwawasan lingkungan. Tingginya tingkat konversi lahan sempadan sungai menjadi lahan terbangun harus diimbangi dengan peningkatan pelestarian, konservasi dan pemulihan ekosistem sempadan sungai. Dalam hal ini, perlu komitmen yang kuat dari Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mengikuti rencana yang telah ditetapkan. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 juga menetapkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai
kewenangan
masing-masing,
dalam
rangka
pengendalian
pencemaran air pada sumber air berwenang menetapkan daya tampung beban pencemaran. d. Pengetatan baku mutu limbah cair untuk kegiatan komersial pada ruas sungai yang telah tercemar berat. Dalam hal ini, dukungan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan teknologi pengolahan limbah atau meningkatkan peran industri dalam mengatasi limbahnya. Industri dapat mempertimbangkan untuk mereduksi beban limbah melalui konsep produksi bersih atau meningkatkan kemampuan IPAL-nya atau pindah ke lokasi lain (relokasi industri) yang daya tampung badan airnya masih memungkinkan. e. Pengadaan sarana dan prasarana kerja operasional dan sistem informasi pengendalian pencemaran air, fasilitas pengolahan limbah cair (IPAL komunal), MCK Umum, TPS, dan fasilitas sanitasi lainnya. f. Pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air Kali Surabaya secara periodik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menetapkan kualitas parameter fisik, kimia, dan biologi pencemar air melalui monitoring atas konsentrasi pencemar. Hasil pemantauan dan evaluasi dapat memberikan informasi atau gambaran tentang kualitas air Kali Surabaya dan sumber pencemar dominan, yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan bagi pengelola Kali Surabaya dalam upaya pengendalian. g. Memiliki program kerja pengendalian pencemaran air jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. 5) Sistem dan Kapasitas Kelembagaan Salah satu kelemahan dalam pengelolaan Kali Surabaya adalah kurangnya koordinasi antar sektor / dinas (Perum Jasa Tirta I, BLH Kota, BLH Jawa
216
Timur, Dinas Perindustrian Propinsi, dan Dinas PU Pengairan Propinsi) dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pengendalian pencemaran dan pemantauan kualitas air Kali Surabaya. Akibatnya, aktivitas yang dilakukan sering bersifat parsial dan sektoral, sehingga sering terjadi tumpang tindih bahkan ada kalanya tidak saling mendukung. Sebagai contoh, tidak adanya koordinasi antara Dinas Perindustrian yang memberi ijin berdirinya industri dengan BLH selaku pemberi ijin pembuangan limbah cair, sehingga banyak indus tri berdiri tanpa memiliki IPAL. Selain itu, terjadi tumpang tindih penetapan titik pemantauan kualitas Kali Surabaya dan di beberapa sumber pencemar industri antara Perum Jasa Tirta I, BLH Kota dan Provinsi, dan PU Pengairan Provinsi. Karena itu, strategi kebijakan terkait sistem dan kapasitas kelembagaan
adalah
meningkatkan
keterpaduan
pengelolaan
melalui
peningkatan koordinasi antar sektor / dinas yang terkait dengan pengelola Kali Surabaya, antara lain: a. Memperbaiki kualitas kinerja BLH Jawa Timur dan Instansi terkait dalam kegiatan pemantauan kualitas limbah industri dan sumber air. b. Pembentukan forum koordinatif yang melibatkan seluruh dinas terkait kegiatan pengelolaan Kali Surabaya untuk penyusunan kerangka kelembagaan, meliput i visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi pengelolaan, termasuk di dalamnya program implementasi kebijakan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. c. Memperjuangkan aspek legal kesepakatan pengelolaan Kali Surabaya yang telah ditetapkan untuk dijadikan undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah yang bersifat mengikat. d. Pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan pihak industri. e. Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi pengendalian pencemaran air yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan Kali Surabaya dari aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat untuk acuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan Kali Surabaya. 5.11 Pembahasan Umum Hasil analisis data parameter fisik-kimia perairan Kali Surabaya dapat menggambarkan kondisi eksisting kualitas air di sepanjang Kali Surabaya.
217
Berdasarkan kriteria mutu air (KMA) kelas 1, kualitas air Kali Surabaya dalam kondisi cemar berat dengan nilai indeks STORET berkisar -80 hingga -104. Buruknya status mutu air Kali Surabaya diindikasikan oleh parameter DO, BOD 5 , COD, N-NO 2 , Hg, dan TSS yang telah melampaui KMA kelas 1 di sepanjang Kali Surabaya. Nilai parameter DO menunjukkan kecenderungan yang menurun dari zona hulu ke zona tengah dan hilir, sementara nilai parameter BOD 5 , COD, N-NO 2 , Hg, dan TSS menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan Kali Surabaya dalam menopang kehidupan biota air dan diversitas biota semakin menurun. Penurunan kadar DO ke arah hilir menyebabkan kemampuan badan air Kali Surabaya dalam melakukan purifikasi juga makin menurun karena laju reaksi oksidasi pada badan air berkurang dengan keterbatasan oksigen. Pencemaran air Kali Surabaya merupakan akibat masuknya bahan pencemar yang bersumber dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah lainnya yang mengandung bahan organik, anorganik, dan komponen lain yang membutuhkan oksigen dalam proses degradasi maupun konversi. Akibat sumber-sumber pencemar yang masuk ke badan air jumlahnya banyak dan jaraknya relatif berdekatan maka beban pencemar yang masuk ke badan air tidak sebanding dengan daya tampung dan kemampuan air memulihkan diri (self purification), sehingga defisit oksigen tetap terjadi dan kualitas air makin menurun. Selain itu, masukan bahan pencemar ke Kali Surabaya dengan konsentrasi dan debit yang bervariasi antar waktu dan titik pengamatan serta proses pengenceran akibat air hujan dan masukan air dari anak sungai menyebabkan terjadinya fluktuasi nilai parameter suhu, DHL, TSS, DO, BOD 5 , COD, N-NO 2 , N-NH 3 , N-NO 3 , dan kadar Hg, Pb dan Cd. Pencamaran air Kali Surabaya telah mengakibatkan kematian secara masal ikan, kepiting, dan udang air tawar, penurunan rantai makanan, perubahan indeks keragaman dan dominasi organisme dalam ekosistem serta perubahan struktur dan fungsi komunitas sehingga keseimbangan ekosistem terganggu. Kematian ikan secara masal merupakan indikasi buruknya kualitas air Kali Surabaya. Kematian ikan masal juga menyebabkan instalasi pengolah air Karang Pilang berhenti beroperasi dan menyebabkan terganggunya distribusi air PDAM Kota Surabaya serta peningkatan biaya pengolahan air PDAM mencapai Rp 473 juta/bulan. Selain itu, akibat kondisi lingkungan perairan Kali Surabaya menurun, maka
218
organisme yang terdapat di Kali Surabaya didominasi oleh jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi tinggi terhadap kondisi tersebut, misalnya cacing merah (Tubifex tubifex). Keberadaan merkuri (Hg) dalam air dan sedimen Kali Surabaya yang mencapai 9.2 dan 190 kali KMA kelas 1 sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) jika melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1 -2 jam/hari. Jika berat badan individu < 70 kg, maka risiko kesehatannya menurun karena luas permukaan kulit lebih kecil sehingga masukan kontaminan lewat kontak dermal menjadi lebih kecil, hal sebaliknya terjadi jika berat badan individu > 70 kg. Bagi pengambil kebijakan, pilihan manajemen risiko yang perlu dirumuskan adalah menurunkan kadar Hg pada badan air dan sedimen Kali Surabaya atau mengurangi frekuensi dan waktu kontak dengan air dan sedimen Kali Surabaya. Penurunan kualitas air Kali Surabaya terkait dengan persepsi dan partisipasi masyarakat. Persepsi yang salah terhadap air sungai dapat menyebabkan seseorang menjadi pencemar sungai, sebaliknya persepsi yang benar dapat mendorong seseorang untuk menjadi pengelola air sungai. Persepsi masyarakat yang benar terhadap kualitas, pemanfaatan dan kelayakan Kali Surabaya untuk peruntukan
dapat
mempengaruhi
sikap
dan
perilaku
positifnya
serta
menumbuhkan kesadaran terhadap upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Secara umum, masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan, kelayakan dan pengendalian pencemaran air, namun hal tersebut belum diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dalam pengendalian. Kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengendalian pencemaran. Berdasarkan hasil kuesioner menunjukkan bahwa jumlah penduduk di bantaran Kali Surabaya yang membuang limbah domestiknya ke Kali Surabaya relatif tinggi, yaitu mencapai 32.5%. Kondisi tersebut dapat terjadi karena terpaksa, ketidaksesuaian antara sikap individu dengan informasi mengenai kenyataan sesungguhnya atau ketidaksesuaian antara sikap individu dengan sikap panutannya serta kurangnya sarana dan prasarana sanitasi. Kondisi sanitasi lingkungan pada daerah padat pemukiman di sepanjang Kali Surabaya masih belum memenuhi syarat bagi kesehatan. Minimnya sarana pembuangan sampah padat dan kurang tersedianya fasilitas pembuangan air
219
limbah menyebabkan penduduk bantaran sungai masih membuang limbah di sungai dan menjadikan sungai sebagai tempat MCK. Keberadaan 205 WC terapung yang merupakan sumber pencemar organik berupa tinja (feces) dan 218 tempat sampah sementara yang ada di sisi kanan-kiri Kali Surabaya akan menghasilkan lindi yang dapat terbawa dalam aliran sungai menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas Kali Surabaya. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi beban pencemaran di Kali Surabaya selain meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui pola hidup bersih dengan menerapkan konsep 4R (reduce, reuse, recycle dan replant) juga diperlukan peningkatan sarana dan prasarana berupa MCK umum, tempat pembuangan sampah sementara, dan pembangunan IPAL komunal. Upaya lain yang harus dilakukan untuk menanggulangi pencemaran air Kali Surabaya adalah mereduksi beban pencemar dari berbagai sumber pencemar dan menekan resiko terjadinya kecelakaan dan kebocoran serta luapan limbah ke Kali Surabaya. Berdasarkan hasil analisis dengan teknik AHP menunjukkan bahwa penetapan kelas air, penyuluhan, dan penetapan daya tampung beban pencemaran menjadi prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran. Penetapan kelas air Kali Surabaya mendesak dilakukan agar penegakan hukum lingkungan dapat dilaksanakan. Upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya melalui pendekatan teknologi dapat diterapkan teknologi wastewater garden. Teknologi ini selain biayanya murah dan mudah dioperasikan juga dapat diterapkan pada skala rumah tangga. Peran pemerintah adalah melakukan inisiasi, pendampingan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengadopsi teknologi tersebut. Skenario yang mungkin terjadi di masa depan pada perairan Kali Surabaya adalah skenario pesimis, moderat dan optimis. Hasil identifikasi dan penggolongan faktor oleh pakar berdasarkan kondisi dan keadaan faktor yang berpengaruh serta sumberdaya yang ada maka sistem pengelolaan Kali Surabaya dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan menerapkan skenario moderat dan optimis. Skenario moderat dan optimis masing-masing mampu menurunkan persentase total beban pencemaran sebesar 25.23 dan 36.21% di bawah kondisi eksisting. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat melalui intervensi faktor-faktor yang memiliki pengaruh kuat dan ketergantungan antar faktor yang rendah sehingga pengendalian yang dilakukan memiliki prospek jauh ke depan, berkelanjutan, dan mampu mengubah kondisi
220
pesimis menjadi kondisi optimis.
Strategi pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya berdasarkan prioritas adalah (1) menekan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesadaran masyarakat, (2) meningkatkan persepsi masyarakat, (3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran air secara adil dan konsisten, (4) meningkatkan komitmen dan dukungan Pemerintah Daerah dalam upaya pengendalian, dan (5) meningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan.
221
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Kualitas air Kali Surabaya pada kondisi eksisting telah melampaui baku mutu air kelas 1 dan memerlukan penurunan beban pencemaran. Kandungan oksigen terlarut (DO) di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Canggu (6.6 mg/l), nilai terendah di Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l), kecuali Canggu disemua stasiun pengamatan tidak memenuhi baku mutu DO. Nilai pH berfluktuasi dari zona hulu, tengah dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air normal (pH 6-9). Nilai DHL berfluktuatif dengan nilai rata-rata 491.47 µS, sedangkan nilai terbesar di Cangkir (639 µS). Kali Surabaya mengandung padatan tersuspensi (TSS) yang melampaui baku mutu air kelas 1 untuk semua zona pengukuran. Nilai TSS rata-rata 65.01 mg/l dan nilai tertinggi dijumpai di Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l). 2. Kualitas air Kali Surabaya menunjukkan kecenderungan menurun dari zona hulu ke zona tengah dan hilir. Berdasarkan nilai parameter kimia BOD, COD, dan N-NO 2 Kali Surabaya tidak memenuhi baku mutu air kelas 1 pada semua stasiun pengamatan, sedangkan untuk parameter P-PO 4 , Pb, dan Cd secara umum menunjukkan hasil sebaliknya. Nilai rata-rata BOD tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (10.75 mg/l) dan terendah di Gunungsari (3.35 mg/l), parameter COD tertinggi di Tambangan Bambe (28.89 mg/l) dan terendah Jembatan Jrebeng (11.21 mg/l). Nilai parameter N-NO 2 tertinggi ditemukan di Gunungsari (0.139 mg/l) dan terendah di Sepanjang (0.108 mg/l), sedangkan nilai parameter P-PO 4 tertinggi ditemukan di lokasi intake PDAM Karang Pilang (0.202 mg/l) dan terendah di Jembatan Jrebeng (0.140 mg/l). Nilai ratarata kadar N-NH 3 dan N-NO 3 , keduanya berada di bawah baku mutu air kelas 1 di semua stasiun pengamatan. 3. Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan nilai indeks STORET termasuk kelas D atau berada dalam kondisi tercemar berat dengan nilai indeks berkisar -80 hingga -104, sedangkan berdasarkan Pollution Index tingkat pencemaran badan air Kali Surabaya berada dalam status tercemar ringan hingga sedang dengan nilai Pollution Index berkisar 2.03 – 5.59. Parameter DO, BOD, COD
222
N-NO 2 , dan Hg memberikan kontribusi tertinggi terhadap buruknya status mutu air Kali Surabaya. 4. Pencemar Kali Surabaya terutama bersumber dari limbah domestik dan industri. Total beban pencemaran Kali Surabaya untuk BOD 55.49 ton/hari, COD 132.58 ton/hari, dan TSS 210.13 ton/hari. Untuk parameter BOD kontribusi limbah domestik 59.77%, limbah industri 40.05%, dan limbah pertanian 0.18%. Sumber beban pencemar COD 54.11% berasal dari limbah domestik, 45.74% (industri), dan 0.15% (pertanian), sedangkan beban TSS 80.37% bersumber dari limbah domestik, 19.30% oleh limbah industri, dan 0.33% akibat limbah pertanian. 5. Sebanyak lima industri berkontribusi besar terhadap tingkat pencemaran Kali Surabaya sehingga memerlukan prioritas pengendalian. Industri tersebut adalah
PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima
Suraprinta, PT Suparma, dan PT Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke Kali Surabaya. 6. Kandungan Hg, Pb, dan Cd dalam air minum PDAM Kota Surabaya tidak terdeteksi, namun di badan air Kali Surabaya kandungan Hg rata-rata mencapai 0.0092 mg/l atau 9.2 kali baku mutu air kelas 1 dan sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) bila melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1-2 jam/hari, karena nilai HQ (hazard quotient) > 1. 7. Kriteria Kemudahan Manajemen dan Efisiensi menjadi prioritas utama (eigen value 0.317 dan 0.305) dari kegiatan reduksi beban pencemaran air Kali Surabaya, di mana prioritas utama alternatif untuk melaksanakan kegiatan reduksi beban pencemaran adalah Penetapan Kelas Air Kali Surabaya (eigen value 0.200), yang diikuti dengan Penyuluhan, Penetapan daya tampung beban pencemaran, Pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembuatan UPL Komunal, Penataan ruang, Pengetatan sistem perizinan pembuangan limbah, Sistem penegakan hukum lingkungan, Pajak limbah industri, dan terakhir Relokasi industri. Sementara untuk pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya menempatkan Wastewater garden (nilai alternatif 111.50) sebagai prioritas utama yang dipilih diikuti dengan filtrasi,
223
screening, biofilter, pengendapan, lumpur aktif, dan peringkat terakhir adalah desinfeksi. 8. Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya yang dibangun dapat menggambarkan perilaku sistem nyata. Ada lima faktor yang memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor yang rendah, yaitu pertumbuhan penduduk dan kesadaran penduduk, persepsi masyarakat, implementasi peraturan pengendalian pencemaran, komitmen/ dukungan Pemda, dan sistem dan kapasitas kelembagaan. 9. Hasil prediksi beban pencemaran air Kali Surabaya yang akan terjadi selama 20 tahun mendatang akan sangat bergantung pada kebijakan yang akan dipilih oleh pengelola Kali Surabaya. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk menekan beban pencemaran Kali Surabaya agar sesuai dengan baku mutu air kelas 1 berdasarkan prioritas adalah menurunkan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesadaran masyarakat, meningkatkan persepsi masyarakat, melaksanakan peraturan pengendalian pencemaran air secara tegas dan konsisten, meningkatkan komitmen/dukungan Pemerintah Daerah, dan meningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan pengelola Kali Surabaya. 10. Skenario moderat dan skenario optimis merupakan skenario realistis yang terjadi di masa depan untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, namun perlu didukung beberapa kebijakan berupa (1) peningkatan persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, (2) revitalisasi program KB, (3) komitmen/dukungan pemerintah baik fisik maupun non fisik terhadap pengendalian pencemaran, (4) penegakan hukum lingkungan secara tegas, adil, dan konsisten, (5) peningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan pengelola Kali Surabaya, (6) pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal domestik. 6.2 Saran 1. Mengingat pencemaran Kali Surabaya terjadi secara menyeluruh dari hulu sampai hilir dan sistem pengendalian pencemaran air yang telah ada belum memadai, maka pemulihan pencemaran Kali Surabaya harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan seluruh stakeholders yang melakukan segala
224
aktivitas yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas air Kali Surabaya. Upayaupaya yang disarankan antara lain: a. Untuk jangka pendek Pemerintah Daerah perlu mewajibkan industri untuk membangun instalasi pengolahan limbah secara individu atau melakukan pengendalian pencemaran air secara gabungan (cluster) bagi industri dengan lokasi berdekatan yang secara teknis dapat dilaksanakan. b. Melakukan sosialisasi larangan pemanfaatan lahan bantaran Kali Surabaya. c. Meningkatkan pengawasan dan pemantauan rutin pada industri di sepanjang Kali Surabaya (tidak hanya terbatas pada industri prioritas Prokasih dan Proper saja). d. Menerapkan peraturan tata ruang di sepanjang daerah aliran sungai. e. Perlunya dikeluarkan peraturan tentang pembatasan pembuangan limbah domestik ke dalam sungai dalam rangka pencapaian baku mutu sungai. 2. Pemerintah Daerah perlu melakukan pengawasan pembuangan air limbah industri ke badan air sungai/saluran dengan cara pemasangan meter air untuk menghindari pembuangan air limbah yang berlebihan. Selain itu, Pemerintah Daerah juga perlu melakukan program mutu air sasaran untuk memperbaiki status mutu air secara bertahap ke arah pemenuhan baku mutu air kelas satu. 3. Perlu penetapan kelas air dan penetapan daya tampung beban pencemaran air Kali Surabaya agar dapat ditentukan langkah pengelolaan yang lebih tepat. 4 . Perlu penelitian lanjutan yang mengkaji sumber beban pencemaran yang belum diteliti terutama dari limbah peternakan.
225
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Gawad FK, El-Seehy MA, El-Seehy MM. 2010. Clastogenicity in Fish Genome and Aquatic Pollution. Warld Journal of Fish and Marine Sciences 2(4):335-342. Abowei JFN, George ADI. 2009. Some Physical and Chemical Characteristics in Okpoka Creek, Niger Delta, Nigeria. Research Journal of Environmental and Earth Sciences 1(2):45-53. Adedokun OA, Adeyemo OK, Adeleye E, Yusuf RK. 2008. Seasonal Limnological Variation and Nutrient Load of the River System in Ibadan Metropolis, Nigeria. European Journal of Scientific Research 23(1):98108. Adeyemo OK, Adedokun OA, Yusuf RK, Adeleye EA. 2008. Seasonal Change in Physico-Chemical Parameters and Nutrient Load of River Sediments in Ibadan City, Nigeria. Global Nest Journal 10(3):326-336. Afsah S, Laplante B, Makarim N. 1996. Program-Based Pollution Control Management: The Program Indonesia PROKASIH Program. Policy Research Working Paper. Washington: The Work Bank Policy Research Departement. Ahalya N, Ramachandra TV, Kanamadi RD. 2004. Biosorption of Heavy Metals. Bangalore: Indian Institute of Science. Akan JC, Moses EA, Ogugbuaja VO and Abah J. 2007. Assessent of Tannery Industrial Effluent from Kano Metropolis, Kano State Nigeria. Journal of Applied Sciences 7(19): 2788-2793. Akan JC, Abdulrahman FI, Yusuf E. 2010. Physical and Chemical Parameters in Abattoir Wastewater Sample, Maiduguri Metropolis, Nigeria. The Pacific Journal of Science and Technology 11(1): 640-648. Alaerts G, Santika SS. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Alam A. 1995. Physico-chemistry of Four Lentic Freshwater Bodies Infested by Varying Dominant Biota with Emphasis on the Impact and Causes of Proliferation of Dominant Biota. International Journal of Environmental Protection 8: 99-104. Alam JB, Islam MR, Muyen Z, Manun M, Islam S. 2007. Water Quality Parameters along Rivers. International Journal of Environmental Science & Technology 4(1):159-167. Albering HJ et al. 1999. Human Health Risk Assessment in Relation to Environmental Pollution of Two Artificial Freshwater Lakes in The Netherlands. Environmental Health Perspectives 107(1): 27-35. Ali FK, El-Shafail SA, Samhan FA, Khalil WK. 2008. Effect of Water Pollution on Expression of Immune Response Genes of Solea aegyptiaca in Lake Qarun. African Journal of Biotechnology 7(10):1418-1425.
226
Amtasi W. 2010. Struktur Komunitas Hewan Makro Bentos di Perairan Kali Surabaya yang Tercemar Logam Berat Merkuri (Hg) [Tesis]. Surabaya: Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Ansa EJ. 2005. Studies of the Bentic Macrofauna of the Andoni Flats in the Niger Delta Area of Nigeria. Port Harcout: The University of Port Harcout Nigeria. [APHA] American Public Health Association. 1998. Standart Method for the Examination of Water and Waste Water. 20ed. Washington: American Public Health Association, American Water Works Association, and Water Pollution Control Federation. Arisandi P . 2001. Peningkatan Kuantitas Limbah Organik Picu Booming Cacing Merah (Tubifex tubifex) di Kali Surabaya. Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik. . 2002. Teror Mercury & Koliform Di Kali Surabaya. Ecological Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik. . 2004. Air, Dua Juta Orang Surabaya Sulit Mendapatkannya. Ecological Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik. Asonye CC, Okolie NP, Okenwa EE and Iwuanyanwu UG. 2007. Some Physicochemical Characteristics and Heavy Metal Profiles of Nigerian Rivers, Streams and Waterways. African Journal of Biotechnology 6(5):617-624. ATSDR. 1996. Guidance for Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR) Health Studies. US Department of Health and Human Services. http://www.atsdr.cdc.gov/HS/gdl.html. [28 Januari 2009]. . 2005. ATSDR Public Health Assessment Guidance Manual. US Department of Health and Human Services. http://www.atsdr.cdc.gov/HAC/PHAManual/. [28 Januari 2009]. Ayoade AA, Fagade SO, Adebisi AA. 2006. Dynamics of Limnological Features of Two Man-made Lakes in Relation to Fish Production. African Journal of Biotechnology 5(10):1013-1021. Budhiarta I. 2007. Bioassessment Pencemaran Air Di Ekosistem Kali Surabaya Dengan Menggunakan Ikan. Surabaya: Teknik Manajemen Lingkungan ITS. Bahri S, Priadie B. 2006. Korelasi Tiga Metrik Bentik Makroinvertebrata dan Indeks Kimia-Fisika dalam Memprediksi Tingkat Pencemaran Air Sungai. Jurnal Sumber Daya Air 2(2):40-50. [BAPEDAL] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Timur. 2006. Studi Komposisi Makroinvertebrata Kali Surabaya. Surabaya: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Timur. [BAPEDAL] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya. 2006. Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya 2006. Surabaya: Penerbit Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya.
227
. 2007. Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya 2007. Surabaya: Penerbit Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya. . 2008. Kajian Penetepan Daya Tampung Beban Pencemaran. Surabaya: LPM-ITS. Barlas Y. 1996. Formal Aspect of Model Validity and Validation in System Dynamics. System Dynamics Review 12(3):183-210. Begum A, Ramaiah M, Harikrishna, Khan I, and Veena K. 2009. Heavy Metal Pollution and Chemical Profile of Cauvery River Water. Journal of Chemistry 6(1):47-52. [BLH] Badan Lingkungan Hidup. 2009. Profil Lingkungan Hidup Kota Surabaya 2009. Surabaya: Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Surabaya. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. 2008. Kecamatan-Kecamatan dalam Angka. Surabaya: Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. . 2009. Surabaya dalam Angka. Surabaya: Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. Benjathikul T. 1986. Factors Effecting to Tribal’s Participation for Development. Thailand: Thammasat University. Bourgeois R. 2002. Expert Meeting Methodology for Prospective Analysis, CIRAD Amis Ecopol. Carlsson B. 1998. An Introduction to Sedimentation Theory in Wastewater Treatment. Uppsala University. [CEPA] Canadian Environmental Protection Act. 2001. A Guide to Health Risk Assessment. http:// www.oehha.ca.gov. [ 2 Februari 2009] Cheng H, Yang Z, Chan CW. 2003. An Expert System for Decision Support of Municipal Water Pollution Control. Journal Engineering Applications of Artificial Intellegence 16:159-166. Coyle RG. 1996. System Dynamics Modeling. A Practical Approach. London: Chapman and Hall. Danazumi S, and Bichi MH. 2010. Industrial Pollution and Heavy Metals Profile of Challawa River in Kano, Nigeria. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation 5(1):23-29. [Ditjen] Direktort Jenderal Cipta Karya. 2006. Satu Orang Indonesia Konsumsi Air Rata-rata 144 Liter per Hari. http://www.ciptakarya.pu.go.id/index2. [4 Maret 2010]. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: Penerbit UI-Press. Davies OA, Ugwumba AAA, Abolude DS. 2008. Physico-chemistry Quality of Trans-Amadi (Woji) Creek, Niger Delta, Nigeria. Journal Fisher International 3(3):91-97.
228
[Dispenduk] Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya. 2009. Penduduk Surabaya tahun 2008. Surabaya: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1989. Industrial Study Based on A Water Quality Monitoring and Pollution Control Program for Brantas River Basin Master Plan. Volume 6. Indonesia: Departemen Pekerjaan Umum. [ECOTON] Ecological Observation and Wetlands Conservation. 1998. Monitoring Kualitas Air Kali Surabaya. Ecological Observation and Wetlands Conservation, Driyorejo, Gresik. . 2008. Limbah Industri Driyorejo Bunuh Ribuan Ikan Kali Surabaya. Ecological Observation and Wetlands Conservation, Driyorejo, Gresik. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Ekeh IB, Sikoki FD. 2003. The State and Seasonal Variability of Some PhysicoChemical Parameters in the New Calabar River, Supply ad Acta Hydrobiology 5:45-60. enHealth. 2002. Environmental Health Risk Assessment: Guidelines for assessing human health risks from environmental hazards. Canberra:Commenwealth of Australia. [EPA] Environmental Protection Agency. 1990. Exposure Factors Handbook, EPA 600/8-89/043:US Environmental Protection Agency. . 2005. Guideline for Carcinogen Risk Assessment (EPA/630/P-03/001B). Washington DC: Risk Assessment Forum, US Environmental Protection Agency. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan: Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor: IPB Press. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Fauzy A. 2001. Statistik Industri I. Jakarta: UI Press. Ford A. 1999. Modeling the Environment: An Introduction to System Dynamics Models of Environmental Systems. California: Island Press. Forrester JW. 1968. Principles of System. Combridge: MIT Press. Garno YS. 2001. Status dan Karakteristik Pencemaran di Waduk Kaskade Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan 2(2):207-213. .2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan Budidaya dan Yutrofikasi di Perairan Waduk pada DAS Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2): 112-120. Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama Widya.
229
Grant WE, Pederson EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource Management: Systems Analysis and Simulation. New York: John Wiley & Sons, Inc. Greiner R, Miller O. 2008. Reducing diffuse water pollution by tailoring incentives to region specific requirements: Empirical study for the Burdekin River basin (Australia). Second International Conference on Environmental Economics and Investment Assessment. 28 - 30 May 2008, Cadiz, Spain. Guo HC, Liu L, Huang GH, Fuller GA, Zou R, Yin YY. 2001. A System Dynamics Approach for Regional Environmental Planning and Management: A Study for the Lake Erhai Basin, Journal of Environmental Management 61:93-111. Hartley TW. 2006. Public perception and participation in water reuse. Desalination 187:115-126. Handayani ST, Suharto B, Marsoedi. 2001. Penentuan Status Kualitas Perairan Sungai Brantas Hulu dengan Biomonitoring Makrozoobentos: Tinjauan dari Pencemaran Bahan Organik. Jurnal Biosain 1(1):30-38. Handoko I. 2005. Quantitative Modeling of System Dynamics for Natural Resources Management. Bogor: SEAMEO BIOTROP. Hardjasoemantri K. 1986. Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Harnanto A, Hidayat F. 2003. Dillution As One Measure to Increase River Water Quality. Malang: Jasa Tirta I Public Corporation. Harnanto A. 2005. Pengendalian Pencemaran dan Kualitas Air di DAS Kali Brantas. Makalah Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu dan Berkelanjutan, Malang, 15 Januari 2005. Hart AI, Zabbey N. 2005. Physico-chemical and Benthic Fauna of Woji Creek in the Lower Niger Delta, Nigeria. Environmental Ecology 23(2):361-368. Hartrisari. 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. . 2007. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. Bogor: SEAMEO BIOTROP. Hariani CE. 2005. Mengembangkan pendidikan lingkungan yang berperspektif kemiskinan dan gender dengan memanfaatkan cara berpikir sistem. Buletin Triwulan Access 2(1):9-14. Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Sungai [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hassan FM, Kathim NF, Hussein FH. 2008. Effect of Chemical and Phisical Properties of River Water in Shatt Al-Hilla on Phytoplankton Communities. Journal of Chemistry 5(2):323-330.
230
Henry E, Klepiszewski K, Fiorelli D, Solvi AM and Weidenhaupt A. 2005. Modelling of a sewage network: Contribution to the management of pollution risks at the Haute-Sure drinking water reservoir. 10th International Conference on Urban Drainage, Copenhagen/Denmark, 21-26 August 2005. Herlambang A, Wahjono HD. 1999. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Huang Z, Morimoto H. 2002. Water Pollution Models Based on Stochastic Diferential Equations. Japan: Department of Earth and Environmental Sciences, Nagoya University. Hutagalung S, Rozak A. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku 2. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. [ILPPD] Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Surabaya 2009. www.surabaya.go.id/pdf/ILPPD/ILPPD2009. [3 April 2010]. [IPCS] International Programme on Chemical Safety. 2004. Environmental Health Criteria XXX: Principles for modelling dose-response for the risk assessment of chemicals (Draft). Geneva: World Health Organization and International Programme on Chemical Safety. [IRIS] Integrated Risk Information System. 2007. List of Substance. http://www.epa.gov/iris/subst/index.html. [28 Januari 2009]. Imamkhasani S. 2004. Penanganan Bahan Kimia Toksik. Buletin LIPI IPT 10(1): 2-9. Imron H. 2007. Pemodelan Sistem Dinamik untuk Pengelolaan Daerah Ekosistem Pesisir Kenjeran terhadap Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd) [Tesis]. Surabaya: Teknik Manajemen Lingkungan, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Ismanto A, Susandi A, Radjawane IM. 2006. Proyeksi Dampak Lingkungan dan Valuasi Ekonomi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di DAS Brantas. Jurnal Teknik Lingkungan Edisi Khusus Agustus 2006. Juhna T, Melin E. 2006. Ozonation and Biofiltration in Water TreatmentOperational Status and Optimization Issues. Belgia: TECHNEAU Global Change and Ecosystems Thematic Priority Area. Kara Y, Kara I, Basaran D. 2004. Investigation of Some Physical and Chemical Parameters of Water in the Lake Isykli in Denizli, Turkey. International Journal of Agriculture & Biology 6(2):275-277. Karadede-Akin H, Unlu E. 2007. Heavy metal concentrations in water, sediments, fish and some benthic organisms from Tigris river, Turkey. Environment Monitoring and Assessment 131: 323-337. Kelter PB, Grundman J, Hage DS, Carr JD. 1997. A Discussion of Water Pollution in the US and Mexico with High School Laboratory Activities for Analysis of Lead, Anthrazine and Nitrate. Chemical Education 74:14131418.
231
[KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air. . 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. . 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. . 2005a. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005. Jakarta: Penerbit Kementerian Negara Lingkungan Hidup. . 2005b. Pedoman Penganggulangan Limbah Cair Domestik dan Tinja. Jakarta: Penerbit Kementerian Negara Lingkungan Hidup. . 2008a. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007. Jakarta: Penerbit Kementerian Negara Lingkungan Hidup. . 2008b. Model Pengelolaan Kualitas Air, Studi Kasus di Kali Surabaya, Jawa Timur. Jakarta: Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. . 2009. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008. Jakarta: Penerbit Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Klopping, Paul H, Mashall Jr, Richard H, Michael G. 1995. Activated Sludge Operation for Pulp and Papermills. Covvalis Oregon: Callan and Brooks Publishing Company. Koemantoro H. 2007. Strategi Pemenuhan Baku Mutu Badan Air Lokasi Intake PDAM Karang Pilang Surabaya [Tesis]. Surabaya: Teknik Manajemen Lingkungan. Intitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit LPPM Universitas Kristen Petra Surabaya dan Andi Yogyakarta. Kurniawan B. 2009. Sanitasi Air Limbah Domestik. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Landis, Ming HY. 1999. Environmental Toxicology : Impact of Chemicals upon Ecological Systems. UK: Lewis Publishers. Lee CD, Wang SB, Kuo CL. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish as Biological Indicator of Water Quality, with Reference on Water Pollution Control in Developing Countries. Bangkok. Thailand. Ling C. 1990. Application of the System Dinamics Method in the Study of Regional Water Resources Protection. Proceedings of the Beijing Symposium. China. Liu J, Jinghong Z, Yanqing H. 2005. Application of System Dynamics Model for Urban Water Demand Prediction, Journal of China Water and Wastewater 21(6):31-34.
232
Luo YF, Khan S, Cui YL, Feng YH and Li YL. 2005. Modeling the Water Balance for Aerobic Rice: A System Dynamic Approach, Agricultural Water Management 74:1860-1866. Maharani A, Ciptomulyono U, Santosa B. 2008. Pengembangan Model Optimasi Manajemen Pengelolaan Kualitas Air Kali Surabaya dengan Interval Fuzzy Linier Programming (IFLP). Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Institut Teknologi Sepuluh Novemver Surabaya, 2 Agustus 2008. Machbub B, Suyatna U, Ibrahim S, Armaita S, Rahmadi HS, Iskandar J. 1988. Pencemaran Air Sungai Surabaya dan Usulan Penanggulangannya. Jurnal Pusair, No. 9 Th. 3. KW. I:3-11. Machbub B. 1999. River Environment and People. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan. No. 13. Th. 14-KW II:3-13. Manahan SE. 2005. Environmental Chemistry. Eigth Edition. New York: Taylor & Francis. CRC Press, Boca Raton. Margonof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatra Barat [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. . 2007. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. Masduqi A. 2004a. Penurunan Senyawa Fosfat Dalam Air Limbah Buatan Dengan Proses Adsorpsi Menggunakan Tanah Haloisit. Jurusan Teknik Lingkungan. 15(1):47-52. . 2004b. Teknologi Alamiah untuk Pengolahan Air Industri. http://www.its.ac.id/personal/files/pub. [5 April 2010].
Limbah
. 2006. Aplikasi Linier Programming untuk Optimisasi Pengolahan Limbah Industri di Kali Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Masduqi A, Apriliani E. 2008. Estimation of Surabaya River Water Quality Using Kalman Filter Algorithm. The Journal for Technology and Science, 19(3): 87-91. Maulidya I, Karnaningroem N. 2010. Studi Daya Dukung dan Daya Tampung Kali Surabaya Segmen Gunungsari-Jagir dengan Metode Linier Programming. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Millaku A, Plakolli M, Vehapi I. 2008. The Impact of Biological, Chemical and Phisical Pollution on the Water Quality in River Klinia. Kosovo: Department of Environment Protection. Milono P. 1998. Metode Analisis BOD. Warta Kimia Analitik No. 13 Th. X Juli 1998:23-29.
233
Moelyadi M. 1998. Aspek-aspek Kajian pada Pemeriksaan Kualitas Air di Lapangan. Bandung: Pusat Litbang Pengairan. Muhammadi, Aminullah E, Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis: Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta : Penerbit UMJ Press. Mulyanto. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran di Daerah Aliran Sungai Babon [Tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. Nandalal KDW, Semasinghe SBAD. 2006. A System Dynamics Simulation Model for the Assessment of Water Resources in Sri Lanka. 32nd WEDC International Conference. Colombo. Sri Lanka. Nelson M et al. 2006. Worldwide Applications of Wastewater Gardens and Ecoscaping: Decentralised Systems which Transform Sewage from Problem to Productive, Sustainable Resource. International Conference on Decentralised Water and Wastewater Systems. Environmental Technology Centre, Murdoch University, Fremantle. Nordberg JF, Parizek J, Pershagen G, Gerhardsson L. 1986. Factor Influencing Effect and Dose-Respons Relationships of Metals. Handbook on the Toxicology of Metals. New York: Elsevier. Novita E. 2000. Studi Unit Penanganan Limbah Komunal Untuk Menangani Pencemaran Limbah Industri Di Kali Surabaya [Thesis]. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Novita E, Indarto. 2006. Pembuatan Kurva Beban Pencemaran Kali Surabaya untuk Menentukan Lokasi UPL Komunal. ENVIRO 7(1):43-45. Novonty V, Olem H. 1994. Water Quality: Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. New York: Van Nostrans Reinhold. Nuriswanto. 1995. Rekayasa Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Tempe. Surabaya: Balai Informasi dan Penelitian Industri Pangan. Nwankwoala HO, Pabon D, Amadi PA. 2009. Seasonal Distribution of Nitrate and Nitrite Levels in Eleme Abattoir Environment, Rivers State, Nigeria. Journal Applied Science and Environmental Management 13(4):35 – 38. Odum E. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Ed ke-4. T. Samingan dan B. Soegandito, penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamentals of Ecology. Olubunmi FE, Olorunsola OE. 2010. Evaluation of the Status of Heavy Metal Pollution of Sediment of Agbabu Bitumen Deposit Area, Nigeria. European Journal of Scientific Research 41(3):373-382 Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Pamekas R. 2006. Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis Ekosanita-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu) [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
234
Pencemaran Kali Surabaya. 2000. www.pu.go.id/humas/media. [17 Juni 2008]. Phenyl mercury acetate . www.inchem.org/documents/jmpr. [27 September 2010]. Pikir S. 1991. Studi tentang Logam Berat dalam Sedimen dan dalam Kupang di Daerah Estuari Dekat Muara Kali Surabaya. Laporan Penelitian. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Pimon P. 2004. People’s Participation on Water Resource Management in Salaya Sub-District Administration Organization [Thesis]. Thailand: Mahidol University. [PJT I] Perum Jasa Tirta I. 2005. Pengembangan dan Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu di DAS Brantas: Permasalahan dan Upaya Penyelesaiannya. Makalah Workshop Rehabilitasi Sungai. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS. . 2007. Kualitas Air Sungai Malang : Laboratorium PJT-I.
di
Wilayah
Sungai
Brantas.
. 2008. Kajian Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Kali Surabaya dengan Metode Qual2Kw. Malang: Perusahaan Umum Jasa Tirta I. . 2009a. Pemantauan Kualitas Air di DAS Brantas. Malang: Perusahaan Umum Jasa Tirta I. . 2009b. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Air Limbah di DAS Kali Brantas Triwulan I tahun 2009. Malang: Laboratorium PJT-I. . 2009c. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Air Limbah di DAS Kali Brantas Triwulan II tahun 2009. Malang: Laboratorium PJT-I. . 2010. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Air Limbah di DAS Kali Brantas Triwulan I tahun 2010. Malang: Laboratorium PJT-I. Pramono R. 1999. Permasalahan Air di Perkotaan dan Perilaku Masyarakat. Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan. No. 3: 39-45. Prianto J. 2009. Perumusan Konsep Kebijakan Ekonomi dan Tata Ruang Untuk Internalisasi Pencemaran Air Kali Tengah. [Tesis]. Surabaya: Manajemen Pembangunan Kota. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Purwatiningsih S. 2005. Kajian Kualitas Kali Surabaya Ditinjau dari Aspek Lingkungan, Peraturan Perundangan dan Kelembagaan [Tesis]. Surabaya: Teknik Manajemen Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. [Puslitbang PU] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Pekerjaan Umum. 1990. Studi Daya Dukung Kali Surabaya terhadap Pembuangan Limbah Industri Cair dan Limbah Domestik. Surabaya: Dinas PU Pengairan Jawa Timur. Putra SE, Buhani, Suharso. 2007. Alga Sebagai Bioindikator dan Biosorben Logam Berat. http://www.chem-is-try.org. [1 oktober 2008].
235
Qin XS, Huang GH, Zeng GM, Chakma A. 2007. An Interval-Parameter Fuzzy Nonlinear Optimization Model for Stream Water Quality Management Under Uncertainty, European Journal of Operational Research 180:1331– 1357. Quano. 1993. Training Manual on Assesment of the Quantity and Type of Land Based Pollutant Discharge into the Marine and Coastal Environment. Bangkok :UNEP. Rachimi. 2005. Beban Bahan Organik dan Kemampuan Self-Purification Sungai Jawi di Pontianak. Jurnal Agrosains 2(1):76-89. Rahayu S, Tontowi. 2005. Penelitian Kualitas Air Sungai di Lokasi-Lokasi Alamiah dalam Rangka Pemanfaatan Air dan Kajian Terhadap Kriteria Mutu Air yang Berlaku. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan 19(55):31-38. Rahmadi MD. 2008. Pengaruh Pemberian Bahan Obat Herbal “X” terhadap Fungsi Hati Ditinjau dari Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase dan Alkali Fosfatase Plasma pada Tikus Putih. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Rahman A. 1996. Pelatihan Analisis Kimia Untuk Lingkungan Air. Serpong: Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan. . 2007. Public Health Assessment: Model Kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. http://www. epa.gov/iris/subs/0278.html. [28 Januari 2009]. Raja P, Amarnath AM, Elangovan R, Palanivel M. 2008. Evaluation of Phisical and Chemical Parameters of River Kaveri, Tiruchirappali, Tamil Nadu, India. Journal of Environmental Biology 29(5):765-768. Razif
M, Yuniarto A. 2004. Pengelolaan Kualitas Air. Surabaya: Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Razif M, Masduqi A. 2008. Penentuan Daya Dukung Kali Surabaya dengan Simulasi Komputer. Surabaya: Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Rezazee A, Derayat J, Mortazavi SB, Yamini Y, Jafarzadeh MT. 2005. Removal of Mercury from chlor-alkali Industri Wastewater using Acetobacter xylinum Cellulose, American J. Environ.Sci 1(2):102-105. Risyanto, Widyastuti M. 2004. Pengaruh Perilaku Penduduk dalam Membuang Limbah Terhadap Kualitas Air Sungai Gajahwong. Jurnal Manusia dan Lingkungan 11(2):73-85. Rodger C, Hellegers PJGJ. 2005. Water Pricing and Valuation in Indonesia: Case Study of the Brantas River Basin. Washington: International Food Policy Research Institute. Rotmans I, deVries B. 1997. Perspectives on Global Change, Cambridge: Cambridge University Press, UK.
236
Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Said NI. 2009. Penerapan Biofilter Anaerob-Aerob pada IPAL. Jakarta: Pusat Teknologi Lingkungan BPPT. Samawi MF. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota. J. Sains & Teknologi 7(1):1-12. Salim H. 2002. Beban Pencemaran Limbah Domestik dan Pertanian di DAS Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2):107-111. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. 30(3):21-26. Santosa RH, Achmad F, Haarcorryati A, Rachman AY. 2000. Pengendalian Kualitas Air Sungai Barito Bagian Hilir. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan No. 45. Th. 15. KW. II:58-72. Saysel AK, Barlas Y, Yenigun O. 2002. Environmental Sustainability in an Agrikultural Development Project: a System Dynamics Approach. Journal of Environmental Management 64: 1-14. Sekretariat Negara RI . 1990. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. . 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. . 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setyorini D. 2003a. Mewaspadai Bahaya Merkuri di Sumber Air Kita. Ecological Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik. . 2003b. Sampai Kapan Sungai-sungai Kita Mampu Bertahan?. Ecological Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik. . 2003c. Dampak Kegiatan di Daerah Sempadan Sungai pada Kualitas Air dan Keanekaragaman Makroinvertebrata Bentos Kali Surabaya [Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia. Setyaningrum E. 2006. Pola Penyebaran Pencemaran Lindi Terhadap Air Tanah di Sekitar Landfill [Tesis]. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Simonovic SP, Fahmy H, Elshorbagy A. 1997. The Use of Object-oriented Modeling for Water Resource Planning in Egypt, Water Resource Management 11(4):243-261. Simonovic SP. 2002. World Water Dynamics: Global Modeling of Water Resources, Journal of Environmental Management 66:249-267.
237
. 2006. The Four Sides of Water Quality Degradation. Special Report: The Cost of Non-Action. Canada: The University of Western Ontario. Simonovic SP, Rajasekaram V. 2004. Integrated Analysis of Canada’s Water Resources: A System Dynamics Approach, Canadian Water Resources Journal 29(4):223-250. Singh MD, Kant R. 2008. Knowledge Management: An Interpretive Structural Modeling Approach. International Journal of Management Science and Engeneering Management 3(2):141-150. Siradz SA, Harsono ES, Purba I. 2008. Kualitas Air Sungai Code, Winongo dan Gajahwong, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 8(2):121-125. Skartveit HL, Goodnow K, Viste M. 2003. Visualized System Dynamics Models as Information and Planning Tools. Informing Science InSITE. University of Bergen Norway. Soemirat J. 2000. Bahan Kuliah Analisis Risiko. Program Studi Teknik Lingkungan. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. . 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sudarmaji, Mukono J, Corie IP. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2(2):129-42. Sudarmaji, Yudhastuti R. 2005. Pencemaran Logam Berat di Kali Surabaya dan Dampaknya pada Kesehatan Masyarakat, Jurnal Kimia Lingkungan 6(2):107-120. Sudaryanti S, Trihadiningrum Y, Hart BT, Davies PE, Humphrey C, Norris R, Simpson J, Thurtell L. 2001. Assessment of the Biological Health of the Brantas River, East Java, Indonesia Using the Australian River Assessment System (AUSRIVAS) Methodology. Aquatic Ecology 35:135-146. Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Peneribit Universitas Indonesia. Sulistyanto E, Swarnam HW. 2003. Teknologi Limbah. Majalah Pusat Pengembangan Teknologi Limbah Cair. Volume 7 tahun 2003. Yogyakarta: Penerbit Pusat Pengembangan Teknologi Limbah Cair. Sushil. 1993. System Dynamics. A Practical Approach for Managerial Problems. New Delhi: Wiley Eastern Limited. Sunaryo TM, Walujo TS, Harnanto A. 2007. Pengelolaan Sumber Daya Air Konsep dan Penerapannya. Malang: Bayumedia Publishing. Terangna N, Anggadinata S, Sumanta I, Moelyo M. 1992. Daya Dukung Sungai Surabaya Terhadap Beban Pencemaran. Jurnal Pusair 7(24):1-6. Terangna N, Yusuf IA. 2002. Beban Pencemaran Limbah Industri dan Status Kualitas Air Sungai Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2):98-106.
238
Tatiana X, Hernandez PE. 2008. Simple Tools for Water Quality Modeling and TMDL Development. Proceedings of the World Environmental and Water Resources Congress 2008. Chicago, August 5, 2008. Taufik KL. 2003. Kualitas Air Hulu dan Tengah Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tiehm A, Herwig V, Neis U. 1998. Particle Size Analysis for Improved Sedimentation and Filtration in Waste Water Treatment. German: Department of Waste Water, Technical University of Hamburg. Tymczyna L, Korzeniowska AC, Saba L. 2000. Effect of a Pig Farm on the Phisical and Chemical Properties of a River and Groundwater. Polish Journal of Environmental Studies 9(2):97-102. Uhl W. 2000. Biofiltration processes for organic matter removal. In: Biotechnology, Environmental Processes III. New York: Wiley-VCK Weinheim. [UNEP] United Nations Environmental Program. 1993. Training Manual on Assessment of the Quality and Type Marine and Coastal Pollution Discharges into the Marine and Coastal Environmental. Bangkok: RCU/EAS Technical Report Series No. 1. [USEPA] United State Environmental Protection Agency. 1998. Biofiltration: An Innovative Technology for the Future. www.prdtechinc.com/pdfonpaper. [27 September 2010]. Wardhana WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Whitmyre GK, Driver JH, Ginevan ME, Tardiff RG, Baker SR. 1992. Human exposure assessment 1: Understanding the uncertainties. Toxicology and Environmental Health 8(5): 297-320. [WHO] World Health Organization. 1983. Environmental Healt Criteria 27: Guidelines on Studies in Environmental Epidemology. Geneva: World Health Organization. . 1993. Rapid Assessment of Sources of Air, Water, and Land Pollution. Genewa: World Health Organization. . 2006. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan. I.W. Palupi, penerjemah; E. Monica, editor; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Hazardous Chemicals in Human and Environmental Health. Published by WHO. Widowati W, Sastiono A, Rumampuk R.J. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wijayanto SE. 2005. Limbah B3 dan dinkesjatim.go.id/berita. [2 Maret 2009].
Kesehatan.
http://www.
Wisaksono S. 2002. Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan Kimia. Cermin Dunia Kedokteran 135: 32-36.
239
Witanto. 2006. Pencemaran Air Kali Surabaya http://www. hmtl-its.org/index. [10 Mei 2008].
Taraf
Berbahaya.
Zhang XH, Zhang HW, Chen B, Chen GQ, Zhao XH. 2008. Water Resources Planning Based on Complex System Dynamic: A Case Study of Tianjin City. Communication in Nonlinier Science and Numerical Simulation 13:2328-2336. www.sciencedirect.com. [18 Juni 2009] Zhang H, Zhang X, Zhang B. 2009. System Dynamic Approach to Urban Water Demand Forecasting. Transaction of Tianjin University 15(1):70-74. Xu ZX, Takeuchi K, Ishidaira H, Zhang XW. 2002. Sustainability Analysis for Yellow River Water Resources Using the System Dynamics Approach, Water Resources Management 16:239-261.
240
LAMPIRAN - LAMPIRAN
241
Lampiran 1 Data penduduk pada radius 500 m dan volume limbah domestik No
Desa
Jumlah Penduduk
% Penduduk Jarak 500 m
Jumlah Penduduk Radius 500 m
1
Wonokromo
47 649
20
9 530
32,5% Penduduk Pembuang Limbah 3 097
Volume Limbah (liter/hari)
2
Ketintang
15 263
5
763
248
28,569.6
3
Sawunggaling
28 262
20
5 652
1 837
211,622.4
4
Gunungsari
14 066
15
2 110
686
79,027.2
5
Jajar Tunggal
10 140
5
507
165
19,008
6
Karah
14 753
40
5 901
1 918
220,953.6
7
Jambangan
7 560
30
2 268
737
84,902.4
8
Kebonsari
9 225
20
1 845
600
69,120
9
Pagesangan
10 748
30
3 224
1 048
120,729.6
10
Kedurus
25 221
35
8 827
2 869
330,508.8
11
Kebraon
27 639
35
9 673
3 144
362,188.8
12
Karang Pilang
10 383
70
7 268
2 362
272,102.4
13
Warugunung
7 872
30
2 362
768
88,473.6
14
Sepanjang
10 693
30
3 208
1 043
120,153.6
15
Bebekan
11 504
50
5 752
1 869
215,308.8
16
Wonocolo
12 753
60
7 652
2 487
286,502.4
17
Ngelom
7 072
60
4 243
1 379
158,860.8
18
Tawang Sari
6 961
30
2 088
679
78,220.8
19
Krikilan
13 964
40
5 586
1 815
209,088
20
Bakalan
6 584
40
2 634
856
98,611.2
21
Bareng Krajan
13 890
5
695
226
26,035.2
22
P. Maduretno
10 185
30
3 056
993
114,393.6
23
Driyorejo
12 952
40
5 181
1 684
193,996.8
24
Cangkir
11 291
20
2 258
734
84,556.8
25
Tanjung Sari
17 278
20
3 456
1 123
129,369.6
26
Bambe
16 847
15
2 527
821
94,579.2
27
Krembangan
9 261
20
1 852
602
69,350.4
356,774.4
242
Lampiran 1 (Lanjutan) No
Desa
28
Mlirip
9 674
25
2 419
32,5% Penduduk Pembuang Limbah 786
29
Penopo
9 520
25
2 380
774
89,164.8
30
Kramat T.
3 407
25
852
277
31,910.4
31
Canggu
8 313
20
1 663
540
62,208
32
Singkalan
3 754
20
751
244
28,108.8
33
Jetis
6 439
15
966
314
36,172.8
34
Perning
5 245
15
787
256
29,491.2
35
K. Sukodani
3 982
15
597
194
22,348.8
36
Bakong P.
4 978
15
747
243
27,993.6
37
Kedunganyar
4 172
20
834
271
31,219.2
38
Gogem Pinggir
3 193
25
798
259
29,836.8
39
Sumber Rame
5 663
10
566
184
21,196.8
40
Wringin Anom
13 273
15
1 991
647
74,534.4
41
Penambangan
6 758
20
1 352
439
50,572.8
42
Lebani Waras
3 924
20
785
255
29,376
43
Jeruk Legi
3 861
30
1 158
376
43,315.2
44
Sumengko
7 263
20
1 453
472
54,374.4
45
Pasiran
6 472
5
324
105
12,096
46
Sidomulyo
6 047
20
1 814
590
67,968
47
Tempel
4 954
30
1 486
483
55,641.6
48
Watu Golong.
5 669
5
283
92
10,598.4
134 124
43 590
5,021,683.2
Jumlah
Jumlah Penduduk
% Penduduk Jarak 500 m
Jumlah Pendusuk radius 500 m
Sumber: PU Pengairan (2009), BPS (2008, 2009), Hasil Survei (2009) dan Hasil Perhitungan.
Volume limbah (liter/hari) 90,547.2
243
Lampiran 2 Perhitungan beban limbah domestik (penduduk zona 500 m) No
Desa
Jumlah Pend.
% Pend Jarak 500 m
Jumlah Pend. Radius 500 m
1
Wonokromo
47649
20
9530
32.5% Pend. Pembuang Limbah 3097
2
Ketintang
15263
5
763
248
3
Sawunggaling
28262
20
5652
4
Gunungsari
14066
15
5
Jajar Tunggal
10140
6
Karah
7
Debit Air Buangan (m3/hari) 356.774
Beban BOD (kg/hari)
Beban COD (kg/hari)
142.462
176.529
28.569
11.408
14.136
1837
211.622
84.502
104.709
2110
686
79.027
31.556
39.102
5
507
165
19.008
7.590
9.405
14753
40
5901
1918
220.954
88.228
109.326
Jambangan
7560
30
2268
737
84.902
33.902
42.009
8
Kebonsari
9225
20
1845
600
69.120
27.600
34.200
9
Pagesangan
10748
30
3224
1048
120.729
48.208
59.736
10
Kedurus
25221
35
8827
2869
330.509
131.974
163.533
11
Kebraon
27639
35
9673
3144
362.189
144.624
179.208
12
Karang Pilang
10383
70
7268
2362
272.102
108.652
134.634
13
Warugunung
7872
30
2362
768
88.474
35.328
43.776
14
Sepanjang
10693
30
3208
1043
120.154
47.978
59.451
15
Bebekan
11504
50
5752
1869
215.309
85.974
106.533
16
Wonocolo
12753
60
7652
2487
286.502
114.402
141.759
17
Ngelom
7072
60
4243
1379
158.861
63.434
78.603
18
Tawang Sari
6961
30
2088
679
78.221
31.234
38.703
244
Lampiran 2 (Lanjutan) No
Desa
Jumlah Pend.
% Pend Jarak 500 m
Jumlah Pend. Radius 500 m
19
Krikilan
13964
40
5586
32.5% Pend. Pembuang Limbah 1815
20
Bakalan
6584
40
2634
856
21
Bareng Krajan
13890
5
695
22
P. Maduretno
10185
30
23
Driyorejo
12952
24
Cangkir
25
Debit Air Buangan (m3/hari) 209.088
Beban BOD (kg/hari)
Beban COD (kg/hari)
83.490
103.455
98.611
39.376
48.792
226
26.035
10.396
12.882
3056
993
114.393
45.678
56.601
40
5181
1684
193.997
77.464
95.988
11291
20
2258
734
84.557
33.764
41.838
Tanjung Sari
17278
20
3456
1123
129.369
51.658
64.011
26
Bambe
16847
15
2527
821
94.579
37.766
46.797
27
Krembangan
9261
20
1852
602
69.350
27.692
34.314
28
Mlirip
9674
25
2419
786
90.547
36.156
44.802
29
Penopo
9520
25
2380
774
89.165
35.604
44.118
30
K. Temanggung
3407
25
852
277
31.910
12.742
15.789
31
Canggu
8313
20
1663
540
62.208
24.840
30.780
32
Singkalan
3754
20
751
244
28.109
11.224
13.908
33
Jetis
6439
15
966
314
36.173
14.444
17.898
34
Perning
5245
15
787
256
29.491
11.776
14.592
35
Kedung Sukodani
3982
15
597
194
22.349
8.924
11.058
36
B. Pringgondani
4978
15
747
243
27.994
11.178
13.851
245
Lampiran 2 (Lanjutan) No
Desa
Jumlah Pend.
% Pend Jarak 500 m
Jumlah Pend. Radius 500 m
37
Kedunganyar
4172
20
834
32.5% Pend. Pembuang Limbah 271
38
Gogem Pinggir
3193
25
798
259
39
Sumber Rame
5663
10
566
40
Wringin Anom
13273
15
41
Penambangan
6758
42
Lebani Waras
43
Debit Air Buangan (m3/hari) 31.219
Beban BOD (kg/hari)
Beban COD (kg/hari)
12.466
15.447
29.837
11.914
14.763
184
21.197
8.464
10.488
1991
647
74.534
29.762
36.879
20
1352
439
50.573
20.194
25.023
3924
20
785
255
29.376
11.730
14.535
Jeruk Legi
3861
30
1158
376
43.315
17.296
21.432
44
Sumengko
7263
20
1453
472
54.374
21.712
26.904
45
Pasiran
6472
5
324
105
12.096
4.830
5.985
46
Sidomulyo
6047
20
1814
590
67.968
27.140
33.630
47
Tempel
4954
30
1486
483
55.642
22.218
27.531
48
Watu Golong
5669
5
283
92
10.598
4.232
5.244
134,124
43,590
5,021.568
2,005.140
2,484.630
Jumlah
246
Lampiran 3 Daftar industri di DPS Kali Surabaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama Industri PT. Bintang Apollo Per. Tahu Gunungsari Per. Tahu Kedurus RPH. Kedurus PT. Gawe Rejo PT. Sarimas Permai CV. Bangun PT. Jayabaya Raya Per. Tahu Purnomo PT. Pakabaya Per. Tahu Halim PT. Kuda Laut PT. Cemara Agung PT. IKI Mutiara CV. Sumber Baru PT. Spindo Per. Tegel LTS PT. Kedawung Setia CCB PT. Kedawung Setia Tbk PT. Suparma PT. Surabaya Wire PT. Priscolin PT. Surabaya Mekabox PT. Timur Megah Steel PT. Sinar Surya Sosro K. PT. Titani Alam Semesta PT. Wing Surya PT. Miwon PT. Haka S. Leather PT. Huey Chyi PT. Madu Lingga Perkasa PT. Adiprima Suraprinta PT. Surya Agung Kertas PT. Asia Victory CV. Sidomakmur PG Gempolkrep
Lokasi Jambangan Gunungsari Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kebraon Pagesangan Pagesangan Pagesangan K. Pilang K. Pilang K. Pilang K. Pilang K. Pilang W. Gunung W. Gunung W. Gunung W. Gunung W. Gunung Bambe Bambe Bambe Tenaru Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Krikilan Kesamben Sumengko Semambung W. Anom Legundi Gedek
Sumber: PJT I (2008, 2009), BLH (2008), hasil survei.
Produk Benang/Tekstil Tahu Tahu Daging Pakaian Minyak kelapa Traso/ubin Deterjent Tahu Korek Api/kimia Tahu Minyak Kelapa Minyak Kelapa Ceramic/Glazed Tiles Konfeksi/kain pel Pipa Baja/logam Tiles Enamel Karton box Kertas Kawat/logam Minyak Kelapa Kertas Mur baut, kawat rol Teh kemasan Kerupuk Udang Deterjent & sabun MSG Kulit Tekstil/zat pewarna Bleaching earth Kertas Kertas Glazed Ceramic Tiles Tahu Gula
247 Lampiran 4 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama Industri PT. Bintang Apollo Per. Tahu Gunungsari Per. Tahu Kedurus RPH. Kedurus PT. Gawe Rejo PT. Sarimas Permai CV. Bangun PT. Jayabaya Raya Per. Tahu Purnomo PT. Pakabaya Per. Tahu Halim PT. Kuda Laut PT. Cemara Agung PT. IKI Mutiara CV. Sumber Baru PT. Spindo Per. Tegel LTS PT. Kedawung Setia CCB PT. Kedawung Setia Tbk PT. Suparma PT. Surabaya Wire PT. Priscolin PT. Surabaya Mekabox PT. Timur Megah Steel PT. Sinar Sosro Kencono PT. Titani Alam Semesta PT. Wing Surya PT. Miwon PT. Haka Surabaya Leather PT. Huey Chyi PT. Madu Lingga Perkasa PT. Adiprima Suraprinta PT. Surya A. Kertas Pulp PT. Asia Victory CV. Sidomakmur PG Gempolkrep
Debit Limbah Rata-rata (m3/hari) 141.76 261.71 46.39 262.66 56.39 51.84 8.56 22.77 47.92 211.51 181.44 46.65 44.06 938 141 739.54 1310 99.27 140.82 8,640.08 224 6.52 2,781.07 358.22 191.72 100.31 453.6 12,336 161.57 729.73 1,805.76 18,144 23,610 184.89 37.06 545.25
Kadar Rata-rata (mg/l) BOD COD TSS 268.25 1,480.80 1,775.7 3,223.63 57.56 124.84 0.07 23.48 1.764.0 75.33 1,218.70 564.70 546.85 41.23 247.16 16.22 28.91 4.83 23.51 124.84 18.87 27.85 482.09 12.94 2,872.2 357.40 460.33 260.00 16.87 341.00 52.04 70.40 304.70 49.07 740.30 373.00
755.66 3,053.60 4374.30 8,465.00 89.68 2.259.00 0.22 105.24 2,999.9 156.20 2,709.85 2,086.52 1,322.83 125.09 613.44 43.06 93.83 11.79 54.40 277.38 64.88 109.12 1,112.30 37.83 6,029.7 479.90 954.53 729.85 52.88 904.80 114.94 379.10 750.60 133.55 1,730.34 764.20
48.77 419.70 600.83 2,748.75 71.62 348.00 0.52 40.55 378.80 70.56 959.48 242.18 295.03 85.33 127.01 16.33 202.98 20.02 30.30 418.30 50.67 75.36 110.00 70.27 104.33 58.08 52.13 160.00 24.00 168.50 146.58 653.23 421.00 639.90 510.04 45.38
Sumber : PJT 1 (2009), Dinas PU Pengairan Jatim (2009), BLH Jatim (2009) dan hasil Analisis.
248 Lampiran 5 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri
No
Nama Industri
PT. Bintang Apollo 1 Per. Tahu Gunungsari 2 Per. Tahu Kedurus 3 RPH. Kedurus 4 PT. Gawe Rejo 5 PT. Sarimas Permai 6 CV. Bangun 7 PT. Jayabaya Raya 8 Per. Tahu Purnomo 9 10 PT. Pakabaya 11 Per. Tahu Halim 12 PT. Kuda Laut 13 PT. Cemara Agung 14 PT. IKI Mutiara 15 CV. Sumber Baru 16 PT. Spindo 17 Per. Tegel LTS 18 PT. Kedawung Setia CCB 19 PT. Kedawung Setia Tbk 20 PT. Suparma 21 PT. Surabaya Wire 22 PT. Priscolin 23 PT. Surabaya Mekabox 24 PT. Timur Megah Steel 25 PT. Sinar Sosro Kencono 26 PT. Titani Alam Semesta 27 PT. Wing Surya 28 PT. Miwon 29 PT. Haka Surabaya Leather 30 PT. Huey Chyi 31 PT. Madu Lingga Perkasa 32 PT. Adiprima Suraprinta 33 PT. Surya A. Kertas Pulp 34 PT. Asia Victory 35 CV. Sumber Baru 36 PG Gempolkrep Sumber: Hasil Perhitungan (2009).
Debit Limbah Rata-rata (m3/hari) 141.76 261.71 46.39 262.66 56.39 51.84 8.56 22.77 47.92 211.51 181.44 46.65 44.06 938 141 739.54 1,310 99.27 140.82 8,640.08 224 6.52 2,781.07 358.22 191.72 100.31 453.6 12,336 184.89 729.73 1,805.76 18,144 23,610 161.57 141 545.25
Beban (kg/hari) BOD COD TSS 38.03 387.52 82.36 847.81 3.25 89.43 0.07 0.54 92.82 16.21 221.12 26.34 24.09 38.67 34.85 11.99 37.87 0.48 3.31 1,078.63 4.23 0.18 1,340.67 4.63 550.67 35.85 208.88 3,207.35 9.07 248.8 93.89 1,277.35 7,177.44 2.72 34.85 203.36
107.12 799.09 202.92 2,226.29 5.06 117.10 0.22 2.39 143.75 33.14 491.68 97.34 58.28 117.33 86.49 31.84 122.92 1.17 7.66 2,396.5 14.53 0.71 3,093.32 13.56 1,156.03 48.14 432.96 9,003.42 24.69 660.27 205.86 6,878.38 17,721.67 8.55 86.49 416.69
6.91 109.83 27.87 722.92 4.04 18.06 0.52 0.92 18.15 14.81 174.08 11.29 12.99 80.04 17.91 12.07 265.90 1.99 4.27 3,614.16 11.35 0.49 305.89 25.17 20.01 5.81 23.59 1,973.77 118.31 122.96 263.64 11,852.21 9,939.81 12.99 80.04 17.91
249 Lampiran 6 Karakteristik responden penelitian Karakteristik Responden 1. Status responden dalam keluarga: a. Kepala RT/Keluarga b. Pasangan suami-istri c. Anak d. Menantu e. Orang tua / Mertua f. Saudara kandung kepala RT 2. Pendidikan terakhir yang ditamatkan: a. Tidak sekolah b. Tidak tamat SD c. Tamat SD d. SMP e. SMA f. Sekolah kejuruan g. D1/D2/D3 h. S1/S2/S3
Jumlah
Persentase
124 46 18 0 12 0
62.0 23.0 9.0 0.0 6.0 0.0
0 18 38 55 67 11 3 8
0.0 9.0 19.0 27.5 33.5 5.5 1.5 4.0
3. Pekerjaan Responden: a. Petani / Nelayan b. Pedagang / Wiraswasta c. Tukang / Buruh bangunan d. Pegawai swasta / BUMN e. PNS/TNI/POLRI f. Tidak bekerja g. Pensiunan h. Lainnya
7 81 16 47 19 5 3 22
3.5 40.5 8.0 23.5 9.5 2.5 1.5 11.0
4. Rata-rata pendapatan per minggu (Rp): a. < 50.000 b. 50.000 – < 150.000 c. 150.000 – < 250.000 d. 250.000 - < 350.000 e. 350.000 - < 500.000 f. 500.000 - < 750.000 g. 750.000 - < 1.000.000 h. ≥ 1.000.000
1 15 87 42 23 22 7 3
0.5 7.5 43.5 21.0 11.5 11.0 3.5 1.5
250 Lampiran 6 (Lanjutan) Karakteristik Responden 5. Jumlah anggota keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah (termasuk responden yang bersangkutan): a. Berjumlah 1 – 2 orang b. Berjumlah 3 – 4 orang c. Berjumlah 5 – 6 orang d. Berjumlah 7 – 8 orang e. Berjumlah 9 – 10 orang f. Berjumlah ≥ 11 orang 6. Konstruksi bangunan rumah: a. Permanen / tembok penuh b. Semi permanen / setengah tembok c. Papan / bambu d. Lainnya, .... 7. Jarak rumah terhadap Kali Surabaya: a. Di tepi Kali Surabaya b. Sekitar 20 meter dari Kali Surabaya c. Sekitar 50 meter dari Kali Surabaya d. Sekitar 100 meter dari Kali Surabaya e. > 100 meter dari Kali Surabaya TIDAK MENJAWAB Sumber: hasil kuesioner (2009)
Jumlah
Persentase
15 88 75 18 4 0
7.5 44.0 37.5 9.0 2.0 0.0
162 35 3 0
81.0 17.5 1.5 0.0
23 56 52 37 27 5
11.5 28.0 26.0 18.5 13.5 2.5
251
Lampiran 7 Data kualitas air Kali Surabaya periode Agustus – Desember 2009 No.
1
Lokasi Dam Gunungsari
Tanggal
T
pH
DHL
19/08/2009 10/09/2009 05/10/2009 05/11/2009 11/12/2009
29.0 28.5 31.5 29.5 27.0 29.1
6.99 6.80 6.43 6.98 7.10 6.86
505 485 477 423 487 475.4
19/08/2009 10/09/2009 05/10/2009 05/11/2009 11/12/2009
28.9 29.0 31.9 29.0 27.5 29.26
6.91 6.83 6.66 7.10 7.01 6.90
19/08/2009 01/09/2009 10/09/2009 05/10/2009 02/11/2009 12/11/2009 11/12/2009
29.8 29.8 29.0 32.5 28.0 29.0 27.5 29.37 Deviasi 3
7.10 7.10 7.10 6.68 6.70 6.90 7.10 6.95 6-9
Rata-rata
2
Jemb. Sepanjang
Rata-rata
3
Karang Pilang
Rata-rata Baku Mutu
TSS
DO
BOD
COD
65.20 34.00 22.00 45.00 166.35 66.51
3.20 3.50 3.80 3.00 3.20 3.34
3.22 2.64 2.79 1.92 6.17 3.35
12.30 9.35 9.40 6.55 32.11 13.94
543 522 478 427 486 491.2
24.00 20.00 34.00 56.00 163.07 59.41
3.40 3.20 2.50 3.20 3.90 3.24
4.95 2.52 3.09 4.22 5.17 3.99
16.28 7.54 10.49 13.69 25.21 14.64
532 514 520 474 408 477 483 486.9 -
74.00 28.60 28.00 36.00 40.00 34.00 165.60 58.03 50
3.40 3.50 3.30 3.80 3.10 3.40 4.00 3.50 6
3.77 3.85 2.56 3.72 2.62 3.63 5.81 3.71 2
12.58 14.32 8.93 15.51 7.74 12.50 22.27 13.41 10
252
Lampiran 7 (Lanjutan) No.
4
Lokasi
T. Bambe
Tanggal
T
pH
DHL
07/08/2009 10/09/2009 05/10/2009 05/11/2009 11/12/2009
28.8 29.5 29.6 29.0 27.5 28.88
7.10 5.90 6.66 7.50 7.10 6.85
530 590 475 513 545 530.6
19/08/2009 01/09/2009 10/09/2009 05/10/2009 02/11/2009 12/11/2009 11/12/2009
28.5 28.8 28.0 29.8 30.0 28.0 27.0 28.59
7.00 7.30 7.10 6.35 7.00 7.20 6.90 6.98
28.0 29.6 29.5 29.0 27.0 28.62 32.4 29.7 29.4 Deviasi 3
Rata-rata
5
T. Cangkir
Rata-rata
6
Jemb. Jrebeng
7 8 9
Rata-rata Ngagel/Jagir Jemb. Perning Canggu BAKU MUTU
19/08/2009 10/09/2009 05/10/2009 05/11/2009 11/12/2009 05/10/2009 05/10/2009 05/10/2009
Ket: * Data hasil pemantauan bulanan PJT I Tahun 2009
TSS
DO
BOD
COD
38.00 123.53 64.64
3.60 3.40 3.60 3.90 4.80 3.86
4.07 35.63 3.15 4.94 5.98 10.75
14.63 74.90 10.10 20.06 24.74 28.89
512 487 792 457
64.33 26.40 12.00 39.00
4.90 4.90 4.80 3.90
2.75 3.16 2.39 3.39
10.89 11.13 7.59 14.68
399 458 459 509.14
31.00 48.00 121.10 48.83
5.10 5.70 5.50 4.97
2.12 4.30 5.22 3.33
8.08 14.52 19.20 12.30
7.10 6.90 6.41 7.60 6.90 6.98 6.05 6.12 6.56
465 473 460 439 476 462.2 485 459 429
66.71 30.00 48.00 50.00 178.63 74.67 -
5.90 5.90 4.60 4.80 6.00 5.44 2.70 5.40 6.60
3.13 2.89 2.95 3.62 5.08 3.53 4.78* 3.70* 2.90*
9.66 8.78 9.04 10.28 18.31 11.21 12.83* 11.60* 8.85*
6-9
-
6
2
10
68.64 38.00 55.00
50
253
Lampiran 7 (Lanjutan) No.
1
Lokasi
Dam Gunungsari
Tanggal
N-NH 3
N-NO 2
N-NO 3
P-PO 4
19/08/2009 10/09/2009 05/10/2009 05/11/2009 11/12/2009
0.317 0.248 0.208 0.082 0.164 0.204
0.116 0.454 0.120 0.084 0.161 0.187
0.761 0.978 0.921 0.600 1.503 0.953
0.131 0.201 0.192 0.108 0.211 0.169
19/08/2009 10/09/2009 05/10/2009 05/11/2009 11/12/2009
0.215 0.102 0.182 0.087 0.173 0.152
0.092 0.133 0.120 0.066 0.130 0.108
0.519 1.024 1.075 0.621 1.102 0.868
0.065 0.191 0.209 0.084 0.260 0.162
19/08/2009 01/09/2009 10/09/2009 05/10/2009 02/11/2009 12/11/2009 11/12/2009
0.492 0.613 0.176 0.233 0.839 0.080 0.237 0.381 0.5
0.135 0.053 0.116 0.120 0.246 0.252 0.127 0.150 0.06
0.659 0.509 0.867 0.982 0.631 0.384 1.287 0.760 10
0.192 0.166 0.213 0.175 0.304 0.122 0.240 0.202 0.2
Rata-rata
2
Jemb. Sepanjang
Rata-rata
3
Karang Pilang
Rata-rata Baku Mutu
254
Lampiran 7 (Lanjutan) No.
Lokasi
Tambangan Bambe 4
Tanggal
N-NH 3
N-NO 2
N-NO 3
P-PO 4
07/08/2009
0.280
0.116
0.790
0.065
10/09/2009
0.152
0.002
0.029
0.187
05/10/2009
0.131
0.132
0.857
0.202
05/11/2009
0.135
0.358
0.445
0.116
11/12/2009
0.196
0.149
1.342
0.163
0.179
0.151
0.693
0.147
19/08/2009
0.199
0.061
0.855
0.166
01/09/2009
0.592
0.053
0.752
0.169
10/09/2009
0.107
0.092
0.975
0.188
05/10/2009
0.246
0.173
0.919
0.176
02/11/2009
0.498
0.207
0.952
0.072
12/11/2009
0.131
0.114
0.903
0.095
11/12/2009
0.227
0.111
1.407
0.261
0.286
0.116
0.966
0.161
19/08/2009 10/09/2009
0.139 0.142
0.067 0.147
1.844 1.080
0.098 0.176
05/10/2009
0.097
0.173
0.876
0.123
05/11/2009
0.099
0.049
0.998
0.113
11/12/2009
0.172
0.210
1.216
0.192
0.130 0.5
0.129 0.06
1.203 10
0.140 0.2
Rata-rata
5
Tambangan Cangkir
Rata-rata
6
Jemb. Jrebeng
Rata-rata Baku Mutu
255
Lampiran 8 Konsentrasi Logam Berat Hg. Pb dan Cd di Kali Surabaya No.
1
2
3
Lokasi
Tanggal
Hg (mg/l)
Pb (mg/l)
Cd (mg/l)
12/09/2009
0.0014
0.0504
tt
05/10/2009
0.0046
0.0774
tt
24/11/2009
0.0028
0.0306
tt
Min
0.0014
0.0306
tt
Max
0.0046
0.0774
tt
Rerata
0.0029
0.0528
tt
12/09/2009
0.0002
0.0180
tt
05/10/2009
0.0143
0.0153
tt
24/11/2009
0.0028
tt
tt
Min
0.0002
tt
tt
Max
0.0143
0.0180
tt
Rerata
0.0058
0.0111
tt
12/09/2009
0.0045
0.0221
tt
05/10/2009
0.0089
0.0114
0.0102
24/11/2009
0.0103
tt
tt
Min
0.0045
tt
tt
Max
0.0103
0.0221
0.0102
Rerata
0.0079 0.001
0.0112 0.03
0.0034 0.01
Gunungsari
J. Sepanjang
Karang Pilang
Baku Mutu
Kondisi
256
Lampiran 8 (Lanjutan) No
Lokasi
Tanggal
Kondisi
Hg (mg/l)
Pb (mg/l)
Cd (mg/l)
Min Max Rerata
0.0014 0.0390 0.0233 0.0014 0.0390 0.0212
tt tt 0.0103 tt 0.0103 0.0034
tt tt tt tt tt tt
Min Max
0.0206 0.0133 0.0138 0.0138 0.0206
Rerata
0.0159
tt tt tt tt tt tt
0.0107 0.0168 tt tt 0.0168 0.0092
tt 0.0040 tt tt 0.0040 0.0013 0.001 0.0092
tt tt tt tt tt tt 0.03 0.0131
0.0160 tt tt tt 0.0160 0.0053 0.01 0.003
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009 4
T. Bambe
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009 5
T. Cangkir
12/09/2009 05/10/2009 24/11/2009 6
J. Jrebeng
Baku Mutu Rata-rata Keseluruhan Keterangan: tt = tidak terdeteksi
Min Max Rerata
257
Lampiran 9 Perhitungan indeks pencemaran Kali Surabaya No
1
2
Lokasi
Gunungsari
J. Sepanjang
Parameter pH TSS DO BOD COD N-NH3 N-NO2 N-NO3 P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd pH TSS DO BOD COD N-NH3 N-NO2 N-NO3 P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd
Ci 6.86 66.51 3.34 3.35 13.94 0.204 0.187 0.953 0.169 0.0029 0.0528 tt 6.9 59.41 3.24 3.99 14.64 0.152 0.108 0.868 0.162 0.0058 0.0111 tt
Lij 6–9 50 6 2 10 0.5 0.06 10 0.2 0.001 0.03 0.01 6–9 50 6 2 10 0.5 0.06 10 0.2 0.001 0.03 0.01
Ci/Lij 0.9147 1.3302 0.5567 1.6750 1.3940 0.4080 3.1167 0.0953
(Ci/Lij)baru 0.4267 1.6196 3.6600 2.1201 1.7213 0.4080 3.4685 0.0953
0.8450 2.9000 1.7600 0.0000 0.9200 1.1882 0.5400 1.9950 1.4640 0.3040 1.8000 0.0868
0.8450 3.3120 2.2276 0 0.4000 1.3744 3.7600 2.4997 1.8277 0.3700 2.2764 0.0960
0.8100 5.8000 0.3700 0
0.8100 4.8171 0.3700 0
Rata-rata
Maks
IP
1.6587
3.6600
2.8414
1.5501
4.8171
3.5782
258
Lampiran 9 (Lanjutan) No
3
4
Lokasi
Karang Pilang
T. Bambe
Parameter pH TSS DO BOD COD N-NH3 N-NO2 N-NO3 P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd pH TSS DO BOD COD N-NH3 N-NO2 N-NO3 P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd
Ci 6.96 68.18 3.56 3.93 14.42 0.363 0.143 0.825 0.202 0.0079 0.0112 0.0034 6.85 64.63 3.86 10.75 28.89 0.179 0.151 0.693 0.147 0.0212 0.0034 tt
Lij 6–9 50 6 2 10 0.5 0.06 10 0.2 0.001 0.03 0.01 6–9 50 6 2 10 0.5 0.06 10 0.2 0.001 0.03 0.01
Ci/Lij 0.9280 1.3636 0.5933 1.9650 1.4420 0.7260 2.3833 0.0825
(Ci/Lij)baru 0.3600 1.6734 3.4400 2.4668 1.7948 0.7260 2.8859 0.0825
1.0100 7.9000 0.3733 0.3400 0.9133 1.2926 0.6433 5.3750 2.8890 0.3580 2.5167 0.0693
1.0216 5.4881 0.3733 0.3400 0.4333 1.5573 3.1400 4.6519 3.3037 0.3580 3.0041 0.0693
0.7350 21.200 0.1133 0
0.7350 7.6317 0.1133 0
Rata-rata
Maks
IP
1.7210
5.4881
4.0670
2.0831
7.6317
5.5939
259
Lampiran 9 (Lanjutan) No
5
6
Lokasi
T. Cangkir
J. Jrebeng
Parameter pH TSS DO BOD COD N-NH3 N-NO2 N-NO3 P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd pH TSS DO BOD COD N-NH3 N-NO2 N-NO3 P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd
Ci 6.91 56.67 4.9 3.47 13.09 0.267 0.116 0.995 0.173 0.0159 tt 0.0092 6.98 74.67 5.44 3.53 11.21 0.130 0.129 1.203 0.140 0.0013 tt 0.0053
Lij 6–9 50 6 2 10 0.5 0.06 10 0.2 0.001 0.03 0.01 6–9 50 6 2 10 0.5 0.06 10 0.2 0.001 0.03 0.01
Ci/Lij 0.9213 1.1334 0.8167 1.7350 1.3090 0.5340 1.9333 0.0995
(Ci/Lij)baru 0.3933 1.2719 2.1000 2.1965 1.5847 0.5340 2.4315 0.0995
0.8650 15.900 0 0.9200 0.9307 1.4934 0.9067 1.7650 1.1210 0.2600 2.1500 0.1203
0.8650 7.0070 0 0.9200 0.3467 1.8709 1.5600 2.2337 1.2480 0.2600 2.6622 0.1203
0.7000 1.3000 0 0.5300
0.7000 1.5697 0 0.5300
Rata-rata
Maks
IP
1.6170
7.0070
5.0849
1.0918
2.6622
2.0346
260
Lampiran 10 Analisis status mutu air dengan indeks STORET Lokasi
Gunungsari
Jemb. Sepanjang
Parameter
Baku Mutu
Unit
Ratarata
Hasil Pengukuran Maks Min 166.35 22.00
TSS
mg/l
50
pH
-
6–9
7.10
DO
mg/l
6
COD
mg/l
BOD
Skor
66.51
-8
6.43
6.86
0
3.80
3.00
3.34
-20
10
32.11
6.55
13.94
-16
mg/l
2
6.17
1.92
3.35
-16
N-NH 3
mg/l
0.5
0.317
0.082
0.204
0
N-NO 3
mg/l
10
1.503
0.600
0.953
0
P-PO 4
mg/l
0.2
0.211
0.108
0.169
-4
Kadar Hg
mg/l
0.001
0.0046
0.0014
0.0029
-20
Kadar Pb
mg/l
0.03
0.0774
0.0306
0.0528
-20
Kadar Cd
mg/l
0.01
tt
tt
tt
0
TSS
mg/l
50
163.07
20.00
59.41
-8
pH
-
6–9
7.10
6.66
6.90
0
DO
mg/l
6
3.90
2.50
3.24
-20
COD
mg/l
10
25.21
7.54
14.64
-16
BOD
mg/l
2
5.17
2.52
3.99
-20
N-NH 3
mg/l
0.5
0.215
0.087
0.152
0
N-NO 3
mg/l
10
1.102
0.519
0.868
0
P-PO 4
mg/l
0.2
0.26
0.065
0.162
-4
Kadar Hg
mg/l
0.001
0.0143
0.0002
0.0058
-16
Kadar Pb
mg/l
0.03
0.018
tt
0.0111
0
Kadar Cd
mg/l
0.01
tt
tt
tt
0
Total Skor
Status Mutu
-104
Tercemar Berat
-84
Tercemar Berat
261
Lampiran 10 (Lanjutan) Lokasi
Karang Pilang
T. Bambe
Parameter
Unit
Baku Mutu
Hasil Pengukuran Maks Min 165.60 28.30 7.10 6.68 4.00 3.20 22.27 10.12 5.81 3.13
TSS pH DO COD BOD
mg/l mg/l mg/l mg/l
50 6–9 6 10 2
N-NH 3
mg/l
0.5
0.492
N-NO 3
mg/l
10
P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd TSS pH DO COD BOD
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
N-NH 3
Ratarata
Skor
68.18 6.96 3.56 14.42 3.93
-8 0 -20 -20 -20
0.233
0.363
0
1.287
0.508
0.825
0
0.2 0.001 0.03 0.01 50 6–9 6 10 2
0.240 0.0103 0.0221 0.0102 123.53 7.50 4.80 74.90 35.63
0.175 0.0089 tt tt 38.00 5.90 3.40 10.10 3.15
0.202 0.0079 0.0112 0.0034 64.63 6.85 3.86 28.89 10.75
-4 -20 0 -4 -8 0 -20 -20 -20
mg/l
0.5
0.280
0.131
0.179
0
N-NO 3
mg/l
10
1.342
0.029
0.693
0
P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd
mg/l mg/l mg/l mg/l
0.2 0.001 0.03 0.01
0.202 0.0390 0.0103 tt
0.065 0.0014 tt tt
0.147 0.0212 0.0034 tt
-4 -20 0 0
Total Skor
Status Mutu
-96
Tercemar Berat
-92
Tercemar Berat
262
Lampiran 10 (Lanjutan) Lokasi
Tamb. Cangkir
Jemb. Jrebeng
Parameter
Unit
Baku Mutu
Hasil Pengukuran Maks Min 121.10 19.20 7.20 6.35 5.50 3.90 19.20 9.36 5.22 2.75
TSS pH DO COD BOD
mg/l mg/l mg/l mg/l
50 6–9 6 10 2
N-NH 3
mg/l
0.5
0.350
N-NO 3
mg/l
10
P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd TSS Ph DO COD BOD
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0.2 0.001 0.03 0.01 50 6–9 6 10 2
Ratarata
Skor
56.67 6.91 4.90 13.09 3.47
-8 0 -20 -16 -20
0.199
0.267
0
1.407
0.855
0.995
0
0.261 0.0206 tt 0.0168 178.63 7.60 6.00 18.31 5.08
0.083 0.0138 tt tt 30.00 6.41 4.60 8.78 2.89
0.173 0.0159 tt 0.0092 74.67 6.98 5.44 11.21 3.53
-16 -20 0 -4 -8 0 -16 -16 -20
N-NH 3
mg/l
0.5
0.172
0.097
0.13
0
N-NO 3
mg/l
10
1.844
0.876
1.203
0
P-PO 4 Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd
mg/l mg/l mg/l mg/l
0.2 0.001 0.03 0.01
0.192 0.004 tt 0.016
0.098 tt tt tt
0.140 0.0013 tt 0.0053
0 -16 0 -4
Total Skor
-104
-80
Status Mutu
Tercemar Berat
Tercemar Berat
263
Lampiran 11 Data debit rata-rata bulanan air Kali Surabaya Debit rata-rata bulanan (m3/detik) 2004
Bulan
2005
2006
2007
2008
2009
JP
GS
JG
JP
GS
JG
JP
GS
JG
JP
GS
JG
JP
GS
JG
Jan
65.8
55.7
43.7
75.1
68.6
33.0
78.3
58.1
42.1
45.7
23.8
16.3
51.8
45.0
Feb
69.4
60.2
51.9
78.3
78.0
49.3
84.3
64.4
52.1
57.1
47.5
42.2
41.3
Mar
109.7
78.9
66.1
81.1
76.2
41.8
74.2
59.3
47.5
60.5
49.0
50.4
Apr
62.5
52.2
24.7
50.0
49.1
29.4
46.3
52.6
42.2
49.4
42.6
Mei
47.2
42.4
12.8
57.4
48.0
17.6
54.6
48.7
20.8
40.1
Jun
32.8
46.2
10.1
26.8
46.3
14.2
45.7
27.3
16.4
Jul
28.6
21.8
10.4
22.5
16.6
9.7
34.3
34.2
Agt
30.1
14.7
7.0
21.8
14.3
6.8
40.0
Sep
28.7
12.5
9.2
22.3
12.7
7.1
Okt
29.6
15.0
4.6
22.5
13.1
Nop
31.4
11.2
9.8
39.9
Des
60.2
18.6
46.2
49.67
35.78
24.71
Rata-rata
JP
GS
JG
32.6
-
-
-
31.7
27.3
146.7
129.1
98.1
78.7
70.4
64.1
154.3
171.1
107.6
37.8
51.6
36.9
26.2
62.2
45.3
32.2
22.4
11.6
44.8
27.5
12.8
46.6
23.0
11.7
40.9
42.5
10.8
33.9
45.7
9.4
56.8
43.9
19.3
11.6
44.3
21.7
11.9
30.7
16.5
8.8
32.3
34.8
9.1
20.0
7.7
34.9
20.1
6.2
31.3
13.0
9.1
26.9
13.8
7.3
37.1
16.7
5.2
32.6
12.7
4.1
29.9
11.8
7.4
28.8
11.0
7.0
5.1
40.2
11.8
8.1
31.4
11.2
4.3
32.6
11.0
10.2
33.7
11.2
10.1
14.2
6.3
39.6
12.4
14.3
32.5
10.8
6.7
39.4
14.4
10.6
36.5
13.8
13.6
53.8
21.4
39.4
50.4
29.1
30.5
55.7
14.3
44.8
58.3
27.0
31.3
56.9
22.7
40.2
45.96
38.21
21.64
52.08
36.22
24.88
43.76
26.55
20.59
43.69
29.24
20.82
61.97
47.25
32.38
Sumber: PJT-1 dan hasil perhitungan (2009) Keterangan : JP = titik pantau jembatan perning. GS = Gunungsari. JG = Jagir/Ngagel
264
Lampiran 12 Data debit rata-rata dan kualitas air Kali Surabaya tahun 2003 - 2009 Parameter
2003
Satuan CG
Suhu pH
o
2004 JP
2005
2006
CG
JP
CG
JP
CG
JP
CG
2008 JP
CG
2009 JP
CG
JP
C
28.2
28.80
28.7
29.2
29.5
29.8
28.58
28.73
28.8
29.14
29.2
29.6
29.4
29.7
-
7.2
7.30
7.10
6.90
6.90
6.80
7.40
7.30
7.64
7.47
7.30
7.10
6.56
6.12
-
-
-
-
-
-
429
459
-
-
-
-
DHL
µS
-
-
-
-
-
-
TSS
mg/l
-
-
-
-
-
-
DO
mg/l
6.61
5.5
6.5
5.60
6.7
BOD
mg/l
4.10
4.53
4.49
4.34
COD
mg/l
13.20
16.44
14.37
N-NH 3
mg/l
-
-
N-NO 3
mg/l
-
P-PO 4
mg/l m3/det
Debit air
2007
111.9
268.2
153.18
167.04
5.7
6.46
5.66
6.33
5.27
6.62
5.84
6.60
5.40
4.38
7.13
4.13
4.97
4.00
4.03
3.79
4.63
2.90
3.70
15.04
15.26
25.75
13.48
17.68
16.15
17.67
12.97
15.53
8.85
11.6
-
-
-
-
0.14
0.18
0.24
0.28
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.49
1.49
0.81
0.59
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.39
0.47
0.17
0.20
-
-
-
-
-
50.28
-
49.67
-
45.96
52.08
23.94
43.76
Sumber: Basis data BLH Kota Surabaya, PJT I dan Hasil Analisis (2009) Keterangan: CG : titik pantau Canggu. JP : titik pantau Jembatan Perning
-
22.35
43.69
-
61.97
265
Lampiran 12 (Lanjutan) Parameter
2003
Satuan GS
Suhu
oC
pH
-
DHL
µS
TSS
KP
2004
NG
GS
KP
2005
NG
GS
KP
2006
NG
GS
2007
KP
NG
GS
2008
KP
NG
GS
KP
2009
NG
GS
KP
NG
29.6
29.3
29.6
29.2
28.7
29.5
30.1
29.8
30.1
29.6
29.2
29.62
29.96
29.85
30.09
31.5
30.3
31.7
29.1
29.37
32.4
6.9
7.1
6.75
6.98
7.2
7.1
7
7.1
7
6.96
7.05
6.93
7.19
7.18
7.05
6.90
7.3
6.68
6.86
6.95
6.05
-
-
-
505
535
505
504.6
525.0
531.8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
475.4
486.9
485
mg/l
96.48
74.56
38.31
254.5
36.4
63.6
101.1
241.3
194.0
166.3
210.9
186.1
140.1
180.15
127.79
-
-
-
66.51
58.03
-
DO
mg/l
3.16
2.85
2.82
3.9
5.3
4.2
3.1
3.3
2.1
2.84
3.39
2.43
2.41
2.93
2.01
3.00
3.78
2.91
3.34
3.50
2.70
BOD
mg/l
5.71
7.80
5.10
5.76
4.99
5.23
5.30
7.1
6.9
5.83
8.23
6.56
5.57
7.35
6.90
4.48
5.68
6.11
3.35
3.71
4.78
COD
mg/l
26.07
24.60
25.53
20.08
23.96
22.36
25.90
27.6
24.8
21.09
24.34
22.02
21.88
23.90
20.83
17.93
19.49
20.36
13.94
13.41
12.83
N-NH 3
mg/l
-
-
-
-
-
-
0.35
0.38
0.46
0.23
0.26
0.32
0.40
0.43
0.44
-
-
-
0.204
0.381
-
N-NO 3
mg/l
1.89
1.36
2.55
-
-
1.99
1.5
1.86
1.86
1.21
1.20
1.19
0.36
0.68
0.62
-
-
-
0.953
0.760
-
N-NO 2
mg/l
-
-
-
-
-
-
0.13
0.11
0.13
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.187
0.150
-
P-PO 4
mg/l
0.84
1.38
1.09
-
-
0.72
0.31
0.39
0.45
0.46
0.49
0.47
0.21
0.24
0.22
-
-
-
0.169
0.202
-
Debit air
m3/det
26.69
-
22.47
35.78
-
24.71
38.21
-
21.64
36.22
-
24.88
26.55
-
20.59
29.24
-
20.82
43.31
-
29.68
Sumber: Basis data BLH Kota Surabaya . PJT-1 dan hasil analisis (2009) Keterangan: GS = titik pantau Dam Gunungsari. KP = titik pantau Karang Pilang. NG = titik pantau Ngagel/Dam Jagir
266
Lampiran 13 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Jembatan Perning) Parameter
Beban Pencemaran (kg/hari)
Satuan 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
TSS
mg/l
-
-
-
1,206,822.76
631,555.52
-
-
BOD
mg/l
19,679.19
18,625.06
28,312.83
22,363.57
15,236.88
17,477.39
19,811.52
COD
mg/l
71.418.52
64,543.98
102,251.81
79,554.91
66,807.87
58,622.89
62,111.82
N-NH 3
mg/l
-
-
-
809.95
1,058.64
-
-
N-NO 3
mg/l
-
-
-
6,704.57
2,230.71
-
-
P-PO 4
mg/l
-
-
-
2,114.86
756.17
-
-
Debit air
m3/det
50.28
49.67
45.96
52.08
43.76
43.69
61.97
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
267
Lampiran 14 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Gunungsari) Parameter
Beban Pencemaran (kg/hari)
Satuan 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
TSS
mg/l
222,484.42
786,759.26
333,600.81
520,733.49
321,378.19
-
248,879.36
BOD
mg/l
13,167.35
17,806.42
17,497.12
18,244.45
12,777.13
11,305.35
12,535.65
COD
mg/l
60,117.84
62,075.15
85,504.81
65,999.21
50,190.97
45,305.62
52,163.26
N-NH 3
mg/l
-
-
1,155.47
719.76
917.57
-
763.36
N-NO 3
mg/l
4,358.37
-
4,952.02
3,786.58
825.81
-
3,566.11
P-PO 4
mg/l
1,937.05
-
1,023.42
1,439.53
481.72
-
632.39
Debit air
m3/det
26.69
35.78
38.21
36.22
26.55
29.24
43.31
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
268
Lampiran 15 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Jagir) Parameter
Beban Pencemaran (kg/hari)
Satuan 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
TSS
mg/l
74,395.08
135,782.44
211,866.62
400,046.51
227,353.13
-
-
BOD
mg/l
9,896.00
11,165.76
12,900.90
14,101.58
12,274.93
10,987.96
12,257.60
COD
mg/l
49,570.09
47,737.35
46,368.46
47,334.89
37,056.07
36,621.55
32,900.64
N-NH 3
mg/l
-
-
860.06
687.88
782.75
-
-
N-NO 3
mg/l
4,951.69
4,241.06
3,477.63
2,558.06
1,102.96
-
-
P-PO 4
mg/l
2,116.61
1,545.87
841.36
2,149.63
391.37
-
-
Debit air
m3/det
22.47
24.71
21.64
24.88
20.59
20.82
29.68
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
269
Lampiran 16 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Jagir tahun 2003-2009 Daya Dukung Kali Surabaya (kg/hari) Parameter
2003
2004
2005
Hujan
Kemarau
Hujan
BOD
6180.538
1586.822
7067.520
1473.440
6062.342
COD
30902.688
7934.112
35337.600
7367.210
TSS
154513.440
39670.560
176688.000
N-NO 3
30902.688
7934.112
N-NO 2
185.416
N-NH 3 P-PO 4 Debit air Rerata
Hujan
Kemarau
2007
2008
2009
Hujan
Kemarau
Hujan
Kemarau
Hujan
1416.960
6773.760
1823.040
5849.280
1267.142
5595.782
1598.400
10015.488
1912.378
30311.712
7084.800
33868.800
9115.200
29246.400
6335.712
27978.912
7992.000
50077.440
9561.888
36836.030
151558.560
35424.000
169344.000
45576.000
146232.000
31678.560
139894.560
39960.000
250387.200
47809.440
35337.600
7367.205
30311.712
7084.800
33868.800
9115.200
29246.400
6335.712
27978.912
7992.000
50077.440
9561.888
47.605
212.026
44.152
181.870
42.509
203.213
54.691
175.478
38.014
167.873
47.952
300.465
57.371
1545.134
396.706
1766.880
368.360
1515.586
354.240
1693.440
455.760
1462.320
316.786
1398.946
399.600
2503.872
478.094
618.054
158.682
706.752
147.344
606.234
141.696
677.376
182.304
584.928
126.714
559.578
159.840
1001.549
191.238
35.767
9.183
40.90
8.517
35.083
8.200
39.200
10.55
33.850
7.333
32.383
9.25
57.960
11.067
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
Kemarau
2006
Kemarau
Hujan
Kemarau
270
Lampiran 17 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Gunungsari tahun 2004-2009 Daya Dukung Kali Surabaya (kg/hari) 2004
Parameter Hujan
2005
Kemarau
Hujan
2006
Kemarau
Hujan
2007
Kemarau
Hujan
2008
Kemarau
Hujan
2009
Kemarau
Hujan
Kemarau
BOD
9664.704
2700.864
10546.502
2701.382
8939.462
3576.960
6560.698
2614.982
7407.418
2698.618
14252.544
3090.182
COD
48323.520
13504.320
52732.512
13506.912
44697.312
17884.800
32803.488
13074.912
37037.088
13493.088
71262.720
15450.912
TSS
241617.600
67521.600
263662.560
67534.560
223486.560
89424.000
164017.440
65374.560
185185.440
67465.440
356313.600
77254.560
N-NO 3
48323.520
13504.320
52732.512
13506.912
44697.312
17884.800
32803.488
13074.912
37037.088
13493.088
71262.720
15450.912
N-NO 2
289.941
81.026
316.395
81.041
268.184
107.309
196.821
78.449
222.223
80.959
427.576
92.705
N-NH 3
2416.176
675.216
2636.626
675.346
2234.866
894.240
1640.174
653.746
1851.854
674.654
3563.136
772.546
P-PO 4
966.470
270.086
1054.650
270.138
893.946
357.696
656.070
261.498
740.742
269.862
1425.254
309.018
55.930
15.630
61.033
15.633
51.733
20.700
37.967
15.133
42.867
15.617
82.480
17.883
Debit air Rata-rata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
271
Lampiran 18 Daya dukung Kali Surabaya di Jembatan Perning tahun 2004-2009 Daya Dukung Kali Surabaya (kg/hari) 2004
Parameter Hujan
2005
Kemarau
Hujan
2006 Kemarau
Hujan
2007
Kemarau
2008
2009
Hujan
Kemarau
Hujan
Kemarau
Hujan
Kemarau
BOD
11946.182
5218.560
11396.160
4487.098
6822.662
3576.960
8884.858
6238.080
9403.258
5696.698
16129.152
6191.942
COD
59730.912
26092.800
56980.800
22435.488
34113.312
17884.800
44424.288
31190.400
47016.288
28483.488
80645.760
30959.712
TSS
298654.56
130464.00
284904.00
112177.44
170566.56
89424.00
222121.44
155952.00
235081.44
142417.44
403228.80
154798.56
N-NO 3
59730.912
26092.800
56980.800
22435.488
34113.312
17884.800
44424.288
31190.400
47016.288
28483.488
80645.760
30959.712
N-NO 2
358.385
156.557
341.885
134.613
204.680
107.309
266.546
187.142
282.098
170.901
483.875
185.758
N-NH3
2986.546
1304.640
2849.040
1121.774
1705.666
894.240
2221.214
1559.520
2350.814
1424.174
4032.288
1547.986
P-PO 4
1194.618
521.856
1139.616
448.710
682.266
357.696
888.486
623.808
940.326
569.670
1612.915
619.194
69.133
30.200
65.950
25.967
39.483
20.700
51.417
36.100
54.417
32.967
93.340
35.833
Debit air Rata-rata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
272
Lampiran 19 Matriks penilaian pengaruh antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya Dari Terhadap A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
A
0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 2 1 1 0 1 0 1 0 0
B
C
D
E
F
G
H
2
1 3
0 0 0
0 0 0 2
1 1 1 2 2
1 1 1 0 0 1
0 1 2 1 0 1 1
1 0 0 0 1 1 0 0 2 1 0 1 0 0 1 2 0 0
1 0 2 1 2 1 0 1 1 1 2 0 0 1 3 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 2 1 1 1 0 1 2 0 1 3 1 1
1 3 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
3 2 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1
I
1 1 0 1 0 0 2 1
J
1 2 2 2 2 0 2 1 1
0 2 2 2 0 1 1 2 1 1 1
1 2 1 1 1 2 1 2 0 1
K
2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 3 1 1 2 1 2 3 2 1
L
3 1 2 0 0 1 1 1 1 1 3 1 2 1 0 1 2 0 1
M
1 1 0 2 0 0 1 1 1 0 0 2 0 0 1 0 1 0 0
N
1 2 2 1 0 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 0 1 0 0
O
1 1 1 2 0 2 2 0 1 2 3 1 0 0 1 1 0 2 1
P
0 0 0 2 2 3 0 1 0 2 2 0 1 1 1 0 0 0 0
Q
0 0 1 0 0 0 2 1 2 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0
R
1 2 2 1 0 1 1 0 2 1 2 2 2 0 2 0 0 2 1
S
1 0 1 2 1 2 2 1 1 1 3 0 1 0 3 1 0 2
T
1 0 2 2 0 0 1 0 1 1 2 2 2 1 1 0 0 2 1
1
Keterangan: A. B. C. D. E. F. G.
Implementasi Peraturan untuk pengendalian pencemaran air Persepsi masyarakat Partisipasi masyarakat Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat Pertumbuhan industri Fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL Komitmen/dukungan PEMDA terhadap pengendalian pencemaran H. Dukungan pihak swasta/industri I. Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air J. Penataan Ruang K. Program pemantauan dan pengelolaan sungai L. Penegakan hukum lingkungan
M. N. O. P. Q. R. S. T.
Dukungan Perguruan Tinggi Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Anggaran untuk pengendalian pencemaran air Daya dukung sungai Kerjasama lintas sektoral. Sistem informasi pengendalian pencemaran air (Database. analisis dan evaluasi. interpretasi. penyajian dan publikasi data hasil monitoring) Sarana dan prasarana kerja operasional pengendalian pencemaran air Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota untuk pengendalian pencemaran air
273
Lampiran 20 Hasil simulasi beban pencemaran BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
BOD 15649319.97 16595969.81 17573465.48 18580937.78 19266899.11 19825012.31 19972741.79 20122637.91 20274750.04 20429126.74 20585802.30 20744811.41 20906189.27 21069971.46 21236194.04 21404893.49 21576106.72 21749871.05 21926224.25 22105204.48 22286850.37 22471200.95 22658295.71 22848174.57 23040877.98 23236446.84 23434922.62 23636347.36
COD 36291499.32 38800950.61 41389875.99 44059939.28 45873366.51 47342214.10 47718545.67 48100281.83 48487533.18 48880408.61 49278990.98 49683364.23 50093613.39 50509824.61 50932085.06 51360483.05 51795107.91 52236050.07 52683401.02 53137253.32 53597700.61 54064837.65 54538760.31 55019565.59 55507351.71 56002218.14 56504265.63 57013596.36
Keterangan: beban pencemaran dinyatakan dalam kg/tahun
TSS 42172960.68 48839737.77 55709996.44 62797591.14 67603244.00 71468267.12 72404880.09 73354750.91 74318562.99 75296959.90 76290150.78 77298345.34 78321753.52 79360585.13 80415049.52 81485355.21 82571709.54 83674318.37 84793385.77 85929113.82 87081702.45 88251349.36 89438250.11 90642598.25 91864585.77 93104403.48 94362241.83 95638291.68
274
Lampiran 21 Hasil simulasi beban pencemaran N-NO 3 dan P-PO 4 dari sumber pencemaran
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
NNO3 1232.10 1207.46 1170.39 1123.59 1101.19 1025.48 946.91 868.19 791.33 718.17 648.78 583.19 521.47 463.62 409.66 359.59 313.40 271.04 232.44 197.55 166.24 138.40 113.88 92.51 74.10 58.45 45.32 34.49
PPO4 895.19 877.29 850.35 816.35 800.08 745.07 687.98 630.79 574.95 521.79 471.37 423.72 378.87 336.84 297.64 261.27 227.70 196.92 168.88 143.53 120.78 100.55 82.74 67.21 53.84 42.47 32.93 25.06
Keterangan: beban pencemaran dinyatakan dalam kg/tahun
275
Lampiran 22 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter BOD di Kali Surabaya Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
BODK 3562561.00 4036450.08 4686241.48 5081538.29 4392274.14 3935296.43 4497020.99 4604802.39 4715995.32 4830734.07 4949159.29 5071418.18 5197664.92 5328060.96 5462775.47 5601985.74 5745877.63 5894646.04 6048495.38 6207640.18 6372305.57 6542727.92 6719155.46 6901848.99 7091082.57 7287144.30 7490337.11 7700979.67
KABOD 145193.00 153715.83 134624.32 154777.58 128093.93 129528.58 184655.94 195380.76 206728.48 218735.27 231439.41 244881.41 259104.12 274152.89 290075.69 306923.29 324749.39 343610.84 363567.75 384683.77 407026.20 430666.29 455679.38 482145.24 510148.24 539777.65 571127.93 604299.04
PBOD 2453.67 2625.92 3480.98 3283.12 3428.95 3038.17 2435.35 2356.84 2281.25 2208.48 2138.43 2070.97 2006.01 1943.46 1883.22 1825.21 1769.33 1715.50 1663.65 1613.70 1565.58 1519.21 1474.54 1431.49 1390.00 1350.03 1311.50 1274.37
276
Lampiran 23 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter COD di Kali Surabaya Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
CODK 17845233.00 17068076.69 16538270.61 17017432.48 13343475.98 13190448.44 11754178.86 11406425.62 11066261.20 10733584.26 10408293.83 10090289.50 9779471.39 9475740.17 9178997.03 8889143.65 8606082.21 8329715.37 8059946.29 7796678.55 7539816.22 7289263.79 7044926.22 6806708.86 6574517.52 6348258.41 6127838.14 5913163.77
KACOD 725967.00 768581.26 673123.47 773890.05 640471.41 647644.69 923282.27 976906.50 1033645.23 1093679.35 1157200.24 1224410.43 1295524.19 1370768.24 1450382.45 1534620.67 1623751.44 1718058.92 1817843.78 1923424.15 2035136.62 2153337.36 2278403.19 2410732.85 2550748.21 2698895.67 2855647.53 3021503.54
PCOD 2458.13 2220.73 2456.94 2198.95 2083.38 2036.68 1273.09 1167.61 1070.61 981.42 899.44 824.09 754.87 691.27 632.87 579.24 530.01 484.83 443.38 405.35 370.48 338.51 309.20 282.35 257.75 235.22 214.59 195.70
277
Lampiran 24 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter TSS di Kali Surabaya Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
TSSK 26782229.00 48581306.69 76816416.21 144431604.13 81848902.04 85722177.95 90623310.36 95872566.30 101498732.87 107533324.85 114010870.81 120969196.03 128449770.98 136498100.02 145164155.29 154502861.48 164574637.92 175446005.28 187190265.20 199888262.30 213629239.29 228511797.57 244644977.16 262149472.08 281158999.51 301821843.53 324302597.69 348784133.81
KATSS 3629837.00 3842908.43 3365619.20 3869452.40 3202358.81 3238225.22 4616413.88 4884535.20 5168229.00 5468399.74 5786004.40 6122055.54 6477624.52 6853844.95 7251916.27 7673107.57 8118761.65 8590299.33 9089223.91 9617126.04 10175688.72 10766692.72 11392022.23 12053670.88 12753748.09 13494485.78 14278245.51 15107526.01
PTSS 737.84 1264.18 2282.39 3732.61 2555.89 2647.20 1963.07 1962.78 1963.90 1966.45 1970.46 1975.96 1982.98 1991.56 2001.74 2013.56 2027.09 2042.37 2059.47 2078.46 2099.41 2122.40 2147.51 2174.85 2204.52 2236.63 2271.31 2308.68
278
Lampiran 25 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter N-NO 3 di Kali Surabaya Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
NNO3K 1782562.00 1562931.96 1279855.01 927840.63 396157.78 308908.67 251888.39 216111.15 187967.19 165655.55 147810.18 133425.82 121753.84 112230.27 104425.50 98008.65 92722.14 88363.28 84770.85 81815.18 79390.84 77411.16 75804.12 74509.26 73475.35 72658.66 72021.65 71532.01
KANNO3 36298.00 38428.69 33655.85 38694.13 32023.26 32381.92 46163.67 48844.85 51681.76 54683.44 57859.45 61219.93 64775.58 68537.75 72518.42 76730.29 81186.79 85902.12 90891.31 96170.28 101755.85 107665.83 113919.06 120535.48 127536.18 134943.48 142781.00 151073.72
PNNO3 4910.91 4067.10 3802.77 2397.88 1237.09 953.95 545.64 442.44 363.70 302.94 255.46 217.95 187.96 163.75 144.00 127.73 114.21 102.87 93.27 85.07 78.02 71.90 66.54 61.82 57.61 53.84 50.44 47.35
279
Lampiran 26 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter P-PO 4 serta persentase total beban pencemaran terhadap kapasitas asimilasi di Kali Surabaya Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PPO4K 762569.00 557775.64 303324.48 777921.96 142863.82 120003.44 103909.54 93186.39 84369.22 77093.07 71059.10 66034.81 61837.74 58323.44 55376.57 52904.22 50830.91 49094.77 47644.60 46437.64 45437.87 44614.66 43941.74 43396.38 42958.87 42611.94 42340.51 42131.37
KAPPO4 725967.00 768581.26 673123.47 773890.05 640471.41 647644.69 923282.27 976906.50 1033645.23 1093679.35 1157200.24 1224410.43 1295524.19 1370768.24 1450382.45 1534620.67 1623751.44 1718058.92 1817843.78 1923424.15 2035136.62 2153337.36 2278403.19 2410732.85 2550748.21 2698895.67 2855647.53 3021503.54
PPPO4 105.04 72.57 45.06 100.52 22.31 18.53 11.25 9.54 8.16 7.05 6.14 5.39 4.77 4.25 3.82 3.45 3.13 2.86 2.62 2.41 2.23 2.07 1.93 1.80 1.68 1.58 1.48 1.39
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PTP 2133.12 2050.10 2413.63 2342.62 1865.53 1738.91 1245.68 1187.84 1137.52 1093.27 1053.99 1018.87 987.32 958.86 933.13 909.84 888.75 869.69 852.48 837.00 823.14 810.82 799.94 790.46 782.31 775.46 769.86 765.50
280
Lampiran 27 Hasil simulasi kontribusi tiap sektor terhadap PDRB Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Pert 120253.00 126068.80 132165.86 138557.80 145258.87 152284.02 159648.94 167370.04 175464.55 183950.55 192846.95 202173.60 211951.33 222201.93 232948.28 244214.36 256025.30 268407.45 281388.44 294997.23 309264.18 324221.12 339901.43 356340.08 373573.76 391640.90 410581.83 430438.80
Ind 24166771.00 26825115.81 29775878.55 33051225.19 36686859.96 40722414.56 45201880.16 50174086.97 55693236.54 61819492.56 68619636.74 76167796.78 84546254.43 93846342.42 104169440.08 115628078.49 128347167.13 142465355.51 158136544.62 175531564.53 194840036.62 216272440.65 240062409.12 266469274.13 295780894.28 328316792.65 364431639.85 404519120.23
Keterangan: PDRB dinyatakan dalam juta rupiah
LGA 2639165.00 2982256.45 3369949.79 3808043.26 4303088.88 4862490.44 5494614.20 6208914.04 7016072.87 7928162.34 8958823.45 10123470.49 11439521.66 12926659.47 14607125.20 16506051.48 18651838.17 21076577.14 23816532.16 26912681.35 30411329.92 34364802.81 38832227.18 43880416.71 49584870.88 56030904.09 63314921.63 71545861.44
PHR 28735622.00 32632948.20 37058857.07 42085038.68 47792906.22 54274914.71 61636058.57 69995572.29 79488861.77 90269697.62 102512705.90 116416196.67 132205376.17 150135994.72 170498489.28 193622687.89 219883152.18 249705244.46 283572017.65 322032039.68 365708279.13 415308195.90 471635200.59 535601667.94 608243715.36 690737985.74 784420706.53 890809333.70
281
Lampiran 28 Hasil simulasi jumlah penduduk dan penduduk pembuang limbah Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Populasi 2659566.00 2697597.79 2744778.78 2787789.46 2832031.68 2891277.78 2951763.32 3013514.20 3076556.92 3140918.49 3206626.51 3273709.13 3342195.13 3412113.85 3483495.27 3556369.99 3630769.25 3706724.95 3784269.63 3863436.55 3944259.65 4026773.56 4111013.66 4197016.07 4284817.64 4374456.03 4465969.65 4559397.73
Pddk_Pemb_Limb 40094.50 40667.85 41379.13 42027.54 42694.52 43587.69 44499.54 45430.47 46380.88 47351.17 48341.75 49353.06 50385.53 51439.60 52515.71 53614.34 54735.95 55881.03 57050.06 58243.55 59462.00 60705.95 61975.92 63272.45 64596.11 65947.46 67327.08 68735.57
282
Lampiran 29 Hasil simulasi perubahan luas lahan permukiman dan pertanian Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Lahan_Permukiman 480.00 508.12 548.39 598.13 647.11 721.12 782.37 833.24 870.12 909.44 951.39 996.20 1044.10 1095.35 1150.24 1209.09 1272.24 1340.08 1413.04 1491.57 1576.21 1667.52 1766.14 1872.77 1988.21 2113.33 2249.11 2396.63
Lahan_Pertanian 1363.26 1335.99 1294.98 1243.20 1218.41 1134.64 1047.71 960.61 875.57 794.62 717.84 645.28 576.98 512.97 453.27 397.87 346.76 299.89 257.19 218.57 183.94 153.13 126.00 102.36 81.99 64.67 50.15 38.16
283
Lampiran 30 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter BODK Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
BODK 3562561.00 4036450.08 4686241.48 5081538.29 4392274.14 3935296.43 4497020.99 4604802.39 4715995.32 4830734.07 4949159.29 5071418.18 5197664.92 5328060.96 5462775.47 5601985.74 5745877.63 5894646.04 6048495.38 6207640.18 6372305.57 6542727.92 6719155.46 6901848.99 7091082.57 7287144.30 7490337.11 7700979.67
BODK 3562561.00 4036450.08 4686241.48 5081538.29 4392274.14 3935296.43 4497020.99 4604802.39 4715995.32 4775658.34 4836523.28 4898623.36 4961992.93 5026667.48 5092683.75 5160079.70 5228894.61 5299169.13 5370945.32 5444266.70 5519178.34 5595726.87 5673960.62 5753929.60 5835685.66 5919282.48 6004775.72 6092223.05
BODK 3562561.00 4036450.08 4686241.48 5081538.29 4392274.14 3935296.43 4497020.99 4604802.39 4715995.32 4794483.78 4874874.75 4957228.80 5041608.84 5128080.19 5216710.73 5307570.99 5400734.26 5496276.73 5594277.62 5694819.32 5797987.53 5903871.41 6012563.76 6124161.17 6238764.19 6356477.56 6477410.35 6601676.22
BODK 3562561.00 4036450.08 4686241.48 5081538.29 4392274.14 3935296.43 4497020.99 4604802.39 4715995.32 4952609.14 5203086.99 5468358.17 5749421.92 6047353.24 6363309.23 6698536.00 7054376.28 7432277.68 7833801.72 8260633.74 8714593.71 9197648.17 9711923.14 10259718.48 10843523.51 11466034.22 12130172.18 12839105.33
Keterangan: BODK kolom 1 = Existing; 2= Optimis; 3= Moderat; 4= Pesimis
284
Lampiran 31 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter CODK Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
CODK 17845233.00 17068076.69 16538270.61 17017432.48 13343475.98 13190448.44 11754178.86 11406425.62 11066261.20 10733584.26 10408293.83 10090289.50 9779471.39 9475740.17 9178997.03 8889143.65 8606082.21 8329715.37 8059946.29 7796678.55 7539816.22 7289263.79 7044926.22 6806708.86 6574517.52 6348258.41 6127838.14 5913163.77
CODK 17845233.00 17068076.69 16538270.61 17017432.48 13343475.98 13190448.44 11754178.86 11406425.62 11066261.20 10441565.03 9847418.32 9282569.11 8745806.60 8235960.03 7751897.74 7292526.13 6856788.71 6443665.12 6052170.22 5681353.18 5330296.54 4998115.40 4683956.49 4386997.36 4106445.56 3841537.80 3591539.17 3355742.37
CODK 17845233.00 17068076.69 16538270.61 17017432.48 13343475.98 13190448.44 11754178.86 11406425.62 11066261.20 10587630.28 10126021.96 9680970.00 9252017.02 8838714.45 8440622.37 8057309.42 7688352.69 7333337.61 6991857.83 6663515.16 6347919.44 6044688.42 5753447.73 5473830.74 5205478.45 4948039.46 4701169.82 4464533.00
CODK 17845233.00 17068076.69 16538270.61 17017432.48 13343475.98 13190448.44 11754178.86 11406425.62 11066261.20 10897245.85 10729430.02 10562817.86 10397413.62 10233221.66 10070246.47 9908492.63 9747964.82 9588667.86 9430606.62 9273786.10 9118211.36 8963887.59 8810820.01 8659013.96 8508474.82 8359208.07 8211219.21 8064513.83
285
Lampiran 32 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter PPO4K Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PPO4K 762569.00 557775.64 303324.48 777921.96 142863.82 120003.44 103909.54 93186.39 84369.22 77093.07 71059.10 66034.81 61837.74 58323.44 55376.57 52904.22 50830.91 49094.77 47644.60 46437.64 45437.87 44614.66 43941.74 43396.38 42958.87 42611.94 42340.51 42131.37
PPO4K 762569.00 557775.64 303324.48 777921.96 142863.82 120003.44 103909.54 93186.39 84369.22 70595.91 60136.58 52087.80 45821.00 40891.69 36980.67 33855.34 31343.82 29317.33 27678.07 26350.83 25276.94 24410.07 23713.13 23156.04 22714.12 22366.89 22097.20 21890.59
PPO4K 762569.00 557775.64 303324.48 777921.96 142863.82 120003.44 103909.54 93186.39 84369.22 73844.49 65484.32 58786.99 53382.39 48994.13 45413.40 42480.64 40072.54 38092.78 36465.22 35129.03 34035.07 33143.14 32420.05 31838.05 31373.75 31007.26 30721.57 30502.07
PPO4K 762569.00 557775.64 303324.48 777921.96 142863.82 120003.44 103909.54 93186.39 84369.22 80730.29 77570.23 74827.26 72448.75 70389.60 68610.92 67078.95 65764.24 64640.88 63685.97 62879.12 62202.09 61638.49 61173.53 60793.84 60487.31 60243.01 60051.10 59902.75
286
Lampiran 33 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter TSSK Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
TSSK 26782229.00 48581306.69 76816416.21 144431604.13 81848902.04 85722177.95 90623310.36 95872566.30 101498732.87 107533324.85 114010870.81 120969196.03 128449770.98 136498100.02 145164155.29 154502861.48 164574637.92 175446005.28 187190265.20 199888262.30 213629239.29 228511797.57 244644977.16 262149472.08 281158999.51 301821843.53 324302597.69 348784133.81
TSSK 26782229.00 48581306.69 76816416.21 144431604.13 81848902.04 85722177.95 90623310.36 95872566.30 101498732.87 104687108.02 108018932.66 111502144.17 115145192.28 118957076.52 122947386.50 127126345.66 131504858.40 136094561.21 140907877.98 145958079.90 151259350.41 156826855.63 162676820.81 168826613.29 175294832.73 182101409.18 189267709.76 196816654.88
TSSK 26782229.00 48581306.69 76816416.21 144431604.13 81848902.04 85722177.95 90623310.36 95872566.30 101498732.87 105670917.57 110071787.38 114716406.37 119620980.84 124802956.43 130281124.29 136075737.24 142208636.92 148703393.09 155585456.39 162882325.85 170623732.77 178841842.79 187571477.93 196850360.85 206719383.89 217222905.28 228409075.96 240330200.04
TSSK 26782229.00 48581306.69 76816416.21 144431604.13 81848902.04 85722177.95 90623310.36 95872566.30 101498732.87 113565093.73 127243663.53 142771931.71 160425455.95 180524438.34 203441516.66 229611009.35 259539902.51 293820927.49 333148151.66 378335595.00 430339495.80 490284984.19 559498089.08 639544209.19 732274431.75 839881395.32 964966779.91 1110622987.40
287
Lampiran 34 Perbandingan simulasi model tiap senario untuk parameter NNO3K Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
NNO3K 1782562.00 1562931.96 1279855.01 927840.63 396157.78 308908.67 251888.39 216111.15 187967.19 165655.55 147810.18 133425.82 121753.84 112230.27 104425.50 98008.65 92722.14 88363.28 84770.85 81815.18 79390.84 77411.16 75804.12 74509.26 73475.35 72658.66 72021.65 71532.01
NNO3K 1782562.00 1562931.96 1279855.01 927840.63 396157.78 308908.67 251888.39 216111.15 187967.19 145732.63 116015.08 94643.47 78971.20 67278.30 58421.81 51626.22 46355.00 42230.01 38980.08 36407.38 34365.24 32743.13 31456.42 30439.29 29639.74 29016.11 28534.57 28167.36
NNO3K 1782562.00 1562931.96 1279855.01 927840.63 396157.78 308908.67 251888.39 216111.15 187967.19 155694.09 131433.52 112932.24 98642.26 87481.62 78681.75 71688.18 66094.97 61600.62 57978.10 55054.06 52694.35 50793.72 49268.47 48051.13 47086.67 46329.62 45742.10 45292.28
NNO3K 1782562.00 1562931.96 1279855.01 927840.63 396157.78 308908.67 251888.39 216111.15 187967.19 176808.76 167283.10 159141.50 152179.09 146225.98 141140.33 136802.85 133112.47 129982.93 127340.07 125119.59 123265.39 121728.17 120464.35 119435.24 118606.39 117947.07 117429.92 117030.65
288
Lampiran 35 Persen BOD melampaui kapasitas asimilasi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PBOD 2453.67 2625.92 3480.98 3283.12 3428.95 3038.17 2435.35 2356.84 2281.25 2208.48 2138.43 2070.97 2006.01 1943.46 1883.22 1825.21 1769.33 1715.50 1663.65 1613.70 1565.58 1519.21 1474.54 1431.49 1390.00 1350.03 1311.50 1274.37
PBOD 2453.67 2625.92 3480.98 3283.12 3428.95 3038.17 2435.35 2356.84 2281.25 2183.31 2089.76 2000.41 1915.06 1833.53 1755.64 1681.23 1610.13 1542.20 1477.29 1415.26 1355.98 1299.32 1245.17 1193.40 1143.92 1096.61 1051.39 1008.15
PBOD 2453.67 2625.92 3480.98 3283.12 3428.95 3038.17 2435.35 2356.84 2281.25 2191.91 2106.33 2024.34 1945.78 1870.52 1798.40 1729.28 1663.05 1599.56 1538.72 1480.39 1424.48 1370.87 1319.47 1270.19 1222.93 1177.61 1134.14 1092.45
PBOD 2453.67 2625.92 3480.98 3283.12 3428.95 3038.17 2435.35 2356.84 2281.25 2264.20 2248.14 2233.06 2218.96 2205.83 2193.67 2182.48 2172.25 2162.99 2154.70 2147.38 2141.04 2135.68 2131.31 2127.93 2125.56 2124.21 2123.90 2124.63
289
Lampiran 36 Persen TSS melampaui kapasitas asimilasi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PTSS 737.84 1264.18 2282.39 3732.61 2555.89 2647.20 1963.07 1962.78 1963.90 1966.45 1970.46 1975.96 1982.98 1991.56 2001.74 2013.56 2027.09 2042.37 2059.47 2078.46 2099.41 2122.40 2147.51 2174.85 2204.52 2236.63 2271.31 2308.68
PTSS 737.84 1264.18 2282.39 3732.61 2555.89 2647.20 1963.07 1962.78 1963.90 1914.40 1866.90 1821.32 1777.58 1735.63 1695.38 1656.78 1619.76 1584.28 1550.27 1517.69 1486.48 1456.59 1427.99 1400.62 1374.46 1349.45 1325.57 1302.77
PTSS 737.84 1264.18 2282.39 3732.61 2555.89 2647.20 1963.07 1962.78 1963.90 1932.39 1902.38 1873.82 1846.68 1820.92 1796.51 1773.41 1751.61 1731.06 1711.76 1693.67 1676.78 1661.07 1646.52 1633.12 1620.85 1609.72 1599.70 1590.80
PTSS 737.84 1264.18 2282.39 3732.61 2555.89 2647.20 1963.07 1962.78 1963.90 2076.75 2199.16 2332.09 2476.61 2633.91 2805.35 2992.41 3196.79 3420.38 3665.31 3933.98 4229.09 4553.72 4911.31 5305.80 5741.64 6223.89 6758.30 7351.46
290
Lampiran 37 Persen COD melampaui kapasitas asimilasi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PCOD 2458.13 2220.73 2456.94 2198.95 2083.38 2036.68 1273.09 1167.61 1070.61 981.42 899.44 824.09 754.87 691.27 632.87 579.24 530.01 484.83 443.38 405.35 370.48 338.51 309.20 282.35 257.75 235.22 214.59 195.70
PCOD 2458.13 2220.73 2456.94 2198.95 2083.38 2036.68 1273.09 1167.61 1070.61 954.72 850.97 758.13 675.08 600.83 534.47 475.20 422.28 375.05 332.93 295.38 261.91 232.11 205.58 181.98 160.99 142.34 125.77 111.06
PCOD 2458.13 2220.73 2456.94 2198.95 2083.38 2036.68 1273.09 1167.61 1070.61 968.07 875.04 790.66 714.15 644.80 581.96 525.04 473.49 426.84 384.62 346.44 311.92 280.71 252.52 227.06 204.08 183.34 164.63 147.76
PCOD 2458.13 2220.73 2456.94 2198.95 2083.38 2036.68 1273.09 1167.61 1070.61 996.38 927.19 862.69 802.56 746.53 694.32 645.66 600.34 558.11 518.78 482.15 448.04 416.28 386.71 359.19 333.57 309.73 287.54 266.90
291
Lampiran 38 Persen N-NO 3 melampaui kapasitas asimilasi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PNNO3 4910.91 4067.10 3802.77 2397.88 1237.09 953.95 545.64 442.44 363.70 302.94 255.46 217.95 187.96 163.75 144.00 127.73 114.21 102.87 93.27 85.07 78.02 71.90 66.54 61.82 57.61 53.84 50.44 47.35
PNNO3 4910.91 4067.10 3802.77 2397.88 1237.09 953.95 545.64 442.44 363.70 266.50 200.51 154.60 121.92 98.16 80.56 67.28 57.10 49.16 42.89 37.86 33.77 30.41 27.61 25.25 23.24 21.50 19.98 18.64
PNNO3 4910.91 4067.10 3802.77 2397.88 1237.09 953.95 545.64 442.44 363.70 284.72 227.16 184.47 152.28 127.64 108.50 93.43 81.41 71.71 63.79 57.25 51.79 47.18 43.25 39.86 36.92 34.33 32.04 29.98
PNNO3 4910.91 4067.10 3802.77 2397.88 1237.09 953.95 545.64 442.44 363.70 323.33 289.12 259.95 234.93 213.35 194.63 178.29 163.96 151.32 140.10 130.10 121.14 113.06 105.75 99.09 93.00 87.40 82.24 77.47
292
Lampiran 39 Persen P-PO 4 melampaui kapasitas asimilasi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PPPO4 105.04 72.57 45.06 100.52 22.31 18.53 11.25 9.54 8.16 7.05 6.14 5.39 4.77 4.25 3.82 3.45 3.13 2.86 2.62 2.41 2.23 2.07 1.93 1.80 1.68 1.58 1.48 1.39
PPPO4 105.04 72.57 45.06 100.52 22.31 18.53 11.25 9.54 8.16 6.45 5.20 4.25 3.54 2.98 2.55 2.21 1.93 1.71 1.52 1.37 1.24 1.13 1.04 0.961 0.89 0.829 0.774 0.724
PPPO4 105.04 72.57 45.06 100.52 22.31 18.53 11.25 9.54 8.16 6.75 5.66 4.80 4.12 3.57 3.13 2.77 2.47 2.22 2.01 1.83 1.67 1.54 1.42 1.32 1.23 1.15 1.08 1.01
PPPO4 105.04 72.57 45.06 100.52 22.31 18.53 11.25 9.54 8.16 7.38 6.70 6.11 5.59 5.14 4.73 4.37 4.05 3.76 3.50 3.27 3.06 2.86 2.68 2.52 2.37 2.23 2.10 1.98
293
Lampiran 40 Persen total rata-rata melampaui kapasitas asimilasi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PTP 2133.12 2050.10 2413.63 2342.62 1865.53 1738.91 1245.68 1187.84 1137.52 1093.27 1053.99 1018.87 987.32 958.86 933.13 909.84 888.75 869.69 852.48 837.00 823.14 810.82 799.94 790.46 782.31 775.46 769.86 765.50
PTP 2133.12 2050.10 2413.63 2342.62 1865.53 1738.91 1245.68 1187.84 1137.52 1065.08 1002.67 947.74 898.63 854.23 813.72 776.54 742.24 710.48 680.98 653.51 627.88 603.91 581.48 560.44 540.70 522.15 504.70 488.27
PTP 2133.12 2050.10 2413.63 2342.62 1865.53 1738.91 1245.68 1187.84 1137.52 1076.77 1023.31 975.62 932.60 893.49 857.70 824.79 794.40 766.28 740.18 715.91 693.33 672.27 652.64 634.31 617.20 601.23 586.32 572.40
PTP 2133.12 2050.10 2413.63 2342.62 1865.53 1738.91 1245.68 1187.84 1137.52 1133.61 1134.06 1138.78 1147.73 1160.95 1178.54 1200.64 1227.48 1259.31 1296.48 1339.38 1388.47 1444.32 1507.55 1578.91 1659.23 1749.49 1850.82 1964.49