VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan secara individu dan bersifat komersial. Analisis pendapatan usahatani terdiri atas analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C rasio. Analisis pendapatan meliputi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Komponen penyusun analisis pendapatan adalah penerimaan baik tunai maupun tidak tunai dan biaya baik bersifat tunai maupun diperhitungkan. Adapun analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan membandingkan petani responden berdasarkan luas lahan garapan petani yakni luas lahan kurang dari 0,5 Ha (petani gurem) dan lebih dari 0,5 Ha. Pengelompokan luas lahan tersebut didasarkan pada pengelompokan luas lahan oleh Dinas Pertanian menjadi tiga bagian yaitu < 0,5 Ha (petani gurem), 0,5-1 Ha, dan > 1 Ha. Di daerah penelitian tidak terdapat responden dengan luas lahan usahatani ubi jalar > 1 Ha sehingga pengelompokan 0,5-1 Ha disingkat menjadi > 0,5 Ha. 6.1. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani meliputi dua hal yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai didapatkan dari hasil yang dijual sedangkan penerimaan tidak tunai adalah hasil yang dikonsumsi sendiri oleh petani. Penjumlahan antara penerimaan tunai dan tidak tunai disebut penerimaan total usahatani. Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara harga jual yang diterima petani per kilogram dengan jumlah produksi yang dihasilkan dalam satu musim. Pada luas lahan garap petani < 0,5 Ha, rata-rata produktivitas petani sebesar 13,306 ton per Ha sedangkan pada luas lahan antara > 0,5 Ha produktivitasnya adalah 12,935 ton per Ha. Namun penerimaan total petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Hal ini disebabkan karena harga jual yang mereka terima pun berbeda, harga jual ubi dari petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Adapun harga jual ubi jalar di tingkat petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah Rp. 1.832 dan pada luas lahan antara > 0,5 Ha adalah Rp. 2.000. Perbedaan
70
harga yang diterima oleh petani tersebut dihasilkan dari rata-rata harga jual yang diterima oleh petani responden di daerah penelitian. Setiap petani menjual ubi tidak hanya ke satu tempat yang sama sehingga harga yang diterima pun bervariasi. Petani dengan luas lahan < 0,5 Ha menjual ubi ke tiga tempat yang berbeda yaitu poktan, tengkulak, dan pasar sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya menjual ubi jalar ke poktan setempat. Ini menyebabkan rata-rata harga ubi di tingkat petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha berbeda. Untuk itu, sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar. Selain itu, penerimaan tidak tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih rendah. Artinya petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih sedikit mengonsumsi secara pribadi hasil produksinya atau lebih banyak hasil yang dijual sehingga penerimaannya pun menjadi lebih besar. Rata-rata jumlah ubi yang dikonsumsi oleh petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya sebanyak 32,26 kg sedangkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebanyak 116,15 kg. Ini menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sudah berpikir lebih komersil dari petani dengan luas lahan < 0,5 Ha yang cenderung lebih subsisten. Penerimaan total petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp. 24.592.816 dan penerimaan total petani dengan luas lahan antara > 0,5 Ha sebesar Rp. 25.935.484. Hasil ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Walaupun produktivitas ubi di wilayah tersebut hampir sama yaitu sebesar 13,281 ton namun penerimaan tunai hanya sebesar Rp. 10.017.883,60 dan total penerimaan sebesar Rp. 10.198.907,60. Hal ini dikarenakan harga jual ubi di wilayah tersebut
masih sangat rendah yaitu Rp. 754,26/kg. Selengkapnya
disajikan pada Tabel 20.
71
Tabel 20. Perbandingan Penerimaan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Komponen Penerimaan Nilai (Rp) < 0,5 Ha > 0,5 Ha Penerimaan Tunai - Ubi yang dijual 24.380.002 25.870.968 Penerimaan Tidak Tunai - Konsumsi oleh RT 212.814 64.516 Total Penerimaan 24.592.816 25.935.484 Mayoritas petani responden penelitian menjual hasil panennya kepada poktan setempat. Mekanisme penjualannya adalah perwakilan pengurus poktan yang biasanya diwakili oleh ketua poktan datang langsung ke lahan petani dan membeli di lokasi tersebut. Adapun beban biaya panen dan pasca panen merupakan tanggungan poktan. Alasan petani menjual hasil panennya kepada poktan adalah karena alasan kemudahan, merasa tidak enak atau sungkan karena banyak membantu dalam penyediaan input produksi, dan faktor kebiasaan. Pembayaran hasil panen kepada petani tidak diberikan pada hari yang sama dengan hari panen melainkan 3-7 hari kemudian. 6.2.
Biaya Usahatani Ubi Jalar Biaya dalam usahatani terdiri atas dua hal yaitu biaya tunai dan biaya
diperhitungkan atau tidak tunai. Biaya tunai merupakan pengeluaran uang tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani. Biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang tunai. Pada Tabel 21 diketahui bahwa total biaya yang dikeluarkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha jauh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Biaya total untuk petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp. 22.683.655 sedangkan untuk petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya sebesar Rp. 13.591.107. Hal serupa juga terjadi dengan pengeluaran tunai. Pengeluaran tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha juga jauh lebih besar daripada pengeluaran petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Pengeluaran tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp. 15.000.082 dan pengeluaran petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp. 5.402.755. Hal ini terjadi karena petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih efisien dalam penggunaan input produksi terlihat
72
dari jumlah input produksi yang digunakan jauh lebih sedikit daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sehingga biaya yang dikeluarkan pun menjadi jauh lebih kecil. Tabel 21. Perbandingan Biaya Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Komponen Biaya < 0,5 Ha > 0,5 Ha Nilai (Rp) Persentase Nilai (Rp) Persentase (%) (%) BiayaTunai Pupuk Kandang 5.349.873 23,58 2.589.516 19,05 Pupuk Urea 542.794 2,39 90.161 0,66 Pupuk cair 649.682 2,86 362.903 2,67 Pupuk KCl 5.096 0,02 0,00 0,00 Pupuk TSP 174.791 0,77 80.645 0,59 Pupuk Phonska 474.744 2,09 41.290 0,30 Pupuk NPK 30.573 0,13 241.935 1,78 Pestisida 3.789.299 16,70 30.108 0,22 TKLK 2.380.853 10,50 918.884 6,76 Irigasi 801.189 3,53 523.656 3,85 Pajak Lahan 801.189 3,53 523.656 3,85 Total Biaya Tunai 15.000.082 66,13 5.402.755 39,75 Biaya Diperhitungkan Pupuk Kandang 1.699.560 7,49 TKDK 1.187.155 5,23 71.023 0,52 Penyusutan 46.312 0,20 52.813 0,39 Sewa lahan 6.450.106 28,44 8.064.516 98,49 Total Biaya 7.683.574 33,87 8.188.352 60,25 Diperhitungkan Total Biaya 22.683.655 100,00 13.591.107 100,00 Hasil ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Total biaya yang dikeluarkan pada penelitian ini lebih besar daripada penelitian sebelum. Biaya usahatani pada penelitian sebelum sebesar Rp. 8.304.829,20. Hal ini dikarenakan memang jumlah input yang digunakan pada penelitian ini lebih banyak. Pada penelitian sebelumnya, biaya tunai input yang dikeluarkan hanyalah pupuk urea, TSP, phonska, TKLK, dan pajak lahan. Pada komponen biaya tunai, biaya terbesar yang dikeluarkan petani baik petani dengan luas lahan < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha adalah biaya
73
pupuk kandang dengan persentase sebesar 23,58 persen untuk petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan sebesar 19,05 persen untuk petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Ini menunjukkan bahwa petani masih lebih menyukai menggunakan pupuk organik daripada pupuk kimia. Pupuk organik yang digunakan berasal dari sisa umbi yang membusuk dan dibiarkan di lahan serta kotoran hewan seperti kotoran kerbau dan kotoran ayam. Biaya tenaga kerja luar keluarga pada petani dengan luas < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha juga memiliki persentase yang besar dalam komponen biaya tunai petani sama halnya pada penelitian sebelumnya. Hampir setiap kegiatan seperti pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, dan pemupukan menggunakan jasa dari TKLK atau buruh tani. Para pekerja biasanya dibayar langsung setelah selesai bekerja. Untuk pekerja pria dibayar sekitar Rp. 20.000Rp. 25.000 ditambah dengan bayaran natura berupa makan dan rokok sedangkan pekerja wanita dibayar sekitar Rp. 15.000-Rp. 20.000 tanpa natura. Namun untuk kegiatan pengolahan lahan, petani membayar pekerja dengan sistem borongan disesuaikan dengan luas lahan petani. Pada komponen biaya diperhitungkan, persentase terbesar adalah biaya lahan. Ini merupakan opportuniy cost jika lahannya disewakan kepada orang lain. Biaya terbesar berikutnya adalah tenaga kerja dalam keluarga. Petani dengan luas lahan < 0,5 Ha mengeluarkan biaya lebih besar untuk komponen tenaga kerja dalam keluarga daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha (petani gurem) lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Penggunaan TKDK lebih sedikit digunakan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha karena sebagian besar petani telah menggunakan jasa buruh tani untuk mengerjakan lahan ubinya. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya pada bab kerangka pemikiran, apabila dalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Komponen biaya penyusutan cukup kecil nilainya karena peralatan yang dimiliki petani hanya berupa peralatan sederhana seperti cangkul, golok, parang, garpu, dan pacul.
74
Tabel 22 menunjukkan sebaran biaya penyusutan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha. Tabel 22. Sebaran Biaya Penyusutan pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Biaya Penyusutan (Rp.) < 0,5 Ha (orang) > 0,5 Ha (orang) < 20.000
8
20.000 - < 40.000
10
1
40.000 - < 60.000
4
2
60.000 - < 80.000
5
80.000 - < 100.000
1
> 100.000
3
Jumlah
31
4
46.312
52.813
Rata-rata (Rp.)
1
Dari sejumlah komponen biaya yang dikeluarkan petani, hanya nilai biaya pupuk NPK saja yang lebih besar dikeluarkan oleh petani dengan luas lahan > 0,5 Ha dibanding petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih banyak menggunakan pupuk NPK dibandingkan penggunaan pupuk kimia jenis lain. 6.3.
Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan
total. Pendapatan tunai diperoleh dari hasil selisih penerimaan tunai dengan biaya tunai sedangkan pendapatan total merupakan selisih penerimaan total dengan biaya total. Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total baik pada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Pendapatan atas biaya tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah sebesar Rp. 9.379.921. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp. 20.468.213. Kemudian pendapatan atas biaya total petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah sebesar Rp. 1.909.161. Sedangkan pendapatan atas biaya total petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp. 12.344.377. Dengan demikian, pendapatan atas biaya tunai maupun biaya total
75
petani dengan luas lahan lebih dari 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha. Tabel 23. Perbandingan Pendapatan Usahatani pada Luas Lahan 0,5 Ha per Musim Tanam Keterangan Nilai (Rp.) < 0,5 Ha Penerimaan Penerimaan Tunai 24.380.002 Penerimaan Diperhitungkan 212.814 Total Penerimaan 24.592.816 Pengeluaran Pengeluaran Tunai 15.000.082 Pengeluaran Diperhitungkan 7.683.574 Total Pengeluaran 22.683.655 Pendapatan atas Biaya Tunai 9.379.921 Pendapatan atas Biaya Total 1.909.161 R/C rasio atas Biaya Tunai 1,63 R/C rasio atas Biaya Total 1,07
< 0,5 Ha dan >
> 0,5 Ha 25.870.968 64.516 25.935.484 5.402.755 8.188.352 13.591.107 20.468.213 12.344.377 4,79 1,90
Analisis R/C rasio juga menunjukkan penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin besar juga penerimaan usahatani yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan kegiatan usahatani menguntungkan untuk dilaksanakan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. R/C rasio atas biaya tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar 4,79 sedangkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar 1,63. Artinya adalah setiap seribu rupiah biaya yang dikeluarkan petani maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 4.790 (luas lahan > 0,5 Ha) dan Rp. 1.630 (luas lahan < 0,5 Ha). Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya total luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha adalah sebesar 1,07 dan 1,90 artinya setiap seribu rupiah biaya yang dikeluarkan petani maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1.070 (luas lahan < 0,5 Ha) dan Rp. 1.900 (luas lahan > 0,5 Ha). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar menguntungkan baik bagi petani dengan luas lahan < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha. Hasil ini pun tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dengan nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,88 dan R/C atas biaya total
76
sebesar 1,23. Hasil penelitian tersebut menunjukkan usahatani ubi jalar di daerah penelitian tersebut juga menguntungkan. Hal tersebut karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari satu.
77