Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015
VARIASI NILAI MIGRATION APERTURE PADA MIGRASI KIRCHOFF DALAM PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN ALOR Siti Nuraisah1, Subarsyah2*, Mimin Iryanti3* 1,3 Jurusan
Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jl. Dr. Setiabudhi229, Bandung 40154, Indonesia 2Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. DR. Djundjunan No.23 Bandung (40174) Telp. (022)6032020, 6032201, Fax. (022) 6017887
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Migrasi merupakan salah satu tahapan dalam pengolahan data seismik dengan tujuan untuk memindahkan posisi pemantul semu (hasil rekaman) ke posisi pemantul yang sebenarnya (pemantul geologi). Proses migrasi dilakukan setelah data di-stack dalam domain waktu (post stack time migration) dengan menggunakan migrasi Kirchoff pada data seismik refleksi 2D di perairan Alor. Untuk mendapatkan penampang bawah permukaan yang terbaik dilakukan pengujian beberapa nilai migration aperture. Perbandingan dari setiap penampang untuk nilai migration aperture yang berbeda dianalisis dan digunakan untuk mengidentifikasi struktur geologi yang terdapat di Perairan Alor. Nilai migration aperture sebesar 512,5 meter memberikan penampang terbaik untuk data seismik di Perairan Alor lintasan 21, terlihat dari kemampuan menghilangkan efek bowtie di sekitar CDP 15421 sampai CDP 16261, kontinuitas reflektor yang jelas dan menerus pada CDP 13741 sampai CDP 18151 dan mempunyai penampang dengan resolusi lateral lebih baik dibandingkan dengan penampang dengan nilai migration aperture yang lain. Struktur geologi yang terdapat pada penampang yaitu struktur berupa patahan, antiklin dan sinklin.
Kata kunci: migrasi Kirchoff, post stack time migration, seismik refleksi 2D, nilai migration aperture
*
Penulis Penanggung Jawab
S. Nuraisah, dkk., -Variasi Nilai Migration Aperture..
ABSTRACT Migration is one of the stages in seismic data processing to move the apparent position of the reflector to the actual position of the reflector. Seismic data in Alor marine is processed using Kirchoff migration, after the data is stacked in the time domain or what we called post-stack time migration. Testing some migration aperture value is used to get the best cross-section of subsurface. Comparison of each cross-section for different migration aperture values is analyzed to identify geological structures especially in Alor marine. Migration aperture value of 512,5 meters provide the best cross-section of seismic data in Alor marine line 21, it seen from the ability to eliminate the bowtie effect around CDP 15.421 to 16.261, a clear continuity and continuous reflectors on CDP 13.741 to 18.151 and have a cross-section with lateral resolution is better than another cross-section. Geological structures which found in the cross-section are the structure of faults, anticline and syncline.
Keywords: Kirchoff migration, post-stack time migration, 2D seismic reflection, migration aperture value
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup, perlu adanya usaha dalam memanfaatkan sumber daya alam. Daerah laut merupakan bagian dari alam yang potensinya belum tereksplor secara keseluruhan khususnya di wilayah perairan Indonesia. Sehingga untuk untuk memperoleh informasi bawah permukaan tersebut dibutuhkan suatu metode yang mempelajari bawah permukaan bumi berdasarkan konsep fisika atau yang dikenal dengan metode geofisika. Salah satu metode geofisika yang sering digunakan para peneliti adalah metode seismik. Metode seismik digunakan untuk kegiatan eksplorasi dengan bantuan gelombang seismik. Metode seismik dapat menggambarkan variasi sifat fisik batuan melalui pendekatan kecepatan penjalaran gelombang. Tahapan pengolahan data (seismic data processing) merupakan tahap yang paling menentukan pada metode seismik agar dapat menghasilkan suatu penampang yang merepresentasikan struktur lapisan bawah permukaan. Setiap tahapan pada pengolahan data seismik dimaksudkan untuk meningkatkan resolusi data seismik (Yilmaz, 1987).
Refleksi-refleksi pada penampang seismik umumnya tidak mencerminkan posisi bidang batas lapisan yang sebenarnya, kecuali bila refleksi-refleksi tersebut berasal dari permukaan yang datar. Bila lapisan-lapisan bumi tidak horisontal, tetapi posisinya miring maka refleksirefleksi pada penampang seismik memiliki kemiringan yang semu (apparent dip). Oleh karena itu, perlu dilakukan reposisi dari refleksi-refleksi pada penampang seismik menjadi posisi yang sebenarnya, yang dikenal dengan migrasi (Priyono, 2006). Migrasi merupakan salah satu tahapan dalam pengolahan data seismik. Migrasi adalah suatu proses untuk memindahkan kedudukan reflektor seismik miring pada posisi dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang pada penampang seismik (Telford dkk, 1995). Migrasi bermula dari persamaan gelombang skalar 2D (persamaan 1) yang menggambarkan penyebaran medan gelombang P(x,z,t) di medium yang memiliki densitas tetap dan kecepatan gelombang v(x,z) ∂2 1 ∂2 ∂2 2 + 2 − 2 2 P ( x, z , t ) = 0 ∂z v ∂t ∂x
... (1)
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015
dengan x adalah sumbu spasial horizontal, z adalah sumbu kedalaman (positive downward), t adalah waktu. Medan gelombang yang datang P(x,0,t) yang direkam di permukaan dapat digunakan untuk menentukan reflektifitas P(x,z,0). Hal ini meramalkan muka gelombang pada kedalaman z yang kemudian dikumpulkan di t=0. Dari proses ini diperoleh reflektifitas bumi P(x,z,t=0) dari medan gelombang observasi P(x,z=0,t) di permukaan z=0. Migrasi Kirchoff merupakan salah satu metode migrasi dalam pengolahan data seismik. Migrasi Kirchoff adalah suatu prosedur berdasarkan penjumlahan kurva difraksi yang pada prinsipnya sama dengan migrasi penjumlahan difraksi. Namun pada migrasi Kirchoff ada faktor-faktor lain yang dilibatkan seperti faktor kemiringan, spherical divergence gelombang amplitudo dan wavelet shaping factor (Yilmaz, 2001). Metode migrasi ini berdasarkan pada penjumlahan amplitudo sepanjang lengkungan hiperbola akibat difraksi. Gelombang seismik yang terdifraksi akan mengakibatkan reflektor semu pada penampang seismik bawah permukaan yang dikenal dengan efek bowtie.
Gambar 1. Efek bowtie pada penampang seismik (Abdullah, 2007)
Fungsi kecepatan yang digunakan untuk menghitung travel time pada lengkungan ini adalah kecepatan rms (Vrms) di puncak hiperbola pada waktu τ.
Secara matematis, migrasi Kirchoff merupakan solusi integral dari persamaan gelombang skalar (Yilmaz, 1987) sebagai berikut: Pout =
∆x cos θ r (t ) * Pin ∑ 2π x Vrms r
dimana r = ( x − xo ) 2 + z 2
... (2) ... (3)
dengan P out adalah keluaran medan gelombang di bawah permukaan (x o , z) hasil perhitungan medan gelombang zerooffset yang dihitung di permukaan (z=0), P in merupakan masukan medan gelombang yang dihitung di permukaan (z=0), V rms adalah kecepatan root mean square pada keluaran (x o , z) dan r yang merupakan jarak antara masukan (x,z=0) dengan keluaran (x 0 ,z), θ merupakan sudut antara sumbu z dengan arah perambatan gelombang, nilai faktor spreading 1/ Vrms r merupakan spherical untuk arah perambatan gelombang 2D, ρ (t ) berhubungan dengan turunan waktu perhitungan muka gelombang, tanda (*) menunjukkan proses konvolusi. Parameter penting dalam migrasi Kirchoff adalah nilai migration aperture (Yilmaz, 2001). Bagian migrasi lengkap diperoleh dengan melakukan penjumlahan pada persamaan 2 dan pengaturan t=0 untuk setiap lokasi keluaran. Jarak (kisaran) penjumlahan tersebut disebut dengan migration aperture. Untuk keberhasilan proses pencitraan ini harus cukup lebar untuk mencakup garis sinar refleksi dari setiap lokasi. Secara teori, kurva hiperbola difraksi meluas untuk waktu dan jarak yang tidak terhingga. Namun dalam prakteknya, penjumlahan difraksi dibatasi oleh summation path (penjumlahan garis edar). Lebar spasial yang menunjukkan summation path yang aktual disebut dengan migration aperture (Yilmaz, 2001). Lebar aperture erat kaitannya dengan perpindahan horizontal ∂x yang terdapat dalam migrasi yang didefinisikan pada persamaan (1).
Yilmaz (2001) menyatakan bahwa lebar aperture yang kecil kurang bisa mereduksi efek dari difraksi pada bidang yang memiliki kemiringan. Dalam kasus ini, lebar aperture yang digunakan sama dengan jumlah trace pada data input dapat memberikan hasil yang terbaik. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa peningkatan lebar aperture memungkinkan migrasi yang tepat pada bagian dip. Penggunaan lebar aperture yang terlalu kecil menyebabkan penyaringan dip selama migrasi, karena aperture yang kecil tidak melibatkan penjumlahan dari sisi-sisi yang curam dari hiperbola difraksi.
lama untuk pengolahan data, dan menurunkan kualitas migrasi dengan keadaan rasio S/N yang rendah 4. Penggunaan aperture besar akan menyebabkan random noise pada data dangkal yang sudah baik 5. Terkadang lebih baik untuk menggunakan lebar aperture yang lebih kecil dari lebar aperture secara teoritis yang diperlukan untuk menghindari efek buruk dari noise pada event migrasi 6. Disarankan untuk interpretasi data menggunakan lebar aperture yang konstan untuk semua lintasan agar terdapat keseragaman karakteristik secara keseluruhan pada saat migrasi Proses migrasi merubah tiga komponen utama reflektor geologi yang tergambar pada penampang seismik yaitu sudut kemiringan reflektor, panjang reflektor, dan posisi reflektor yang bergeser ke arah atas (up dip) setelah migrasi. METODE
Gambar 2. Tes lebar aperture pada migrasi Kirchoff, (a) penampang zero offset yang memiliki hiperbola difraksi dengan kecepatan 3500 m/s, (b) migrasi yang diinginkan, migrasi Kirchoff dengan lebar aperture (c) 35 trace, (d) 70 trace, (e) 150 trace dan (f) 256 trace (Yilmaz, 2001).
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lebar aperture (Yilmaz,2001) diantaranya adalah: 1. Pemilihan lebar aperture yang terlalu kecil menyebabkan kerusakan pada event kemiringan dan perubahan amplitudo yang bervariasi 2. Pemilihan lebar aperture yang terlalu kecil dapat menghasilkan random noise terutama pada bagian yang lebih dalam sebagai peristiwa yang dominan. 3. Pemilihan lebar aperture yang terlalu besar akan memakan waktu yang lebih
Jenis data yang diolah adalah data sekunder yang diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Promax 2D. Data yang diolah merupakan data seismik di Perairan Alor lintasan 21, mulai dari FFID 145 sampai dengan FFID 5245. Penelitian disusun menggunakan pendekatan kualitatif. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari tahap pemasukan data pada perangkat lunak, tahap pre-processing data seismik dan tahap processing data seismik. Tahap pre-processing data seismik terdiri dari proses geometri, editing, dan dekonvolusi. Tahap processing data seismik terdiri dari proses analisis kecepatan, koreksi DMO, migrasi dan stack. Tahap akhir pada penelitian ini yaitu menganalisis dan membandingkan penampang seismik hasil post-stack time migration yang memiliki migration aperture yang berbeda-beda
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015
dengan menggunakan migrasi Kirchoff. Diagram alir penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Diagran alir penelitian
Parameter akuisisi yang digunakan pada dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter akuisisi pada lintasan 21 Konfigurasi Off-end Source Interval
37.5 m
Group Interval
12.5 m
Jumlah Source
5101
Jumlah Channel
Kontinuitas reflektor kurang jelas
masih terdapat bowtie
event jelas
event jelas
36
Min. Offset
75 m
Max. Offset
512.5 m
CDP Interval
6.25 m
Fold Maksimum
6
Panjang Lintasan
186699 m
Line Azimuth
Gambar 4 Penampang hasil migrasi Kirchoff dengan aperture 75 meter
kontinuitas reflektor jelas
efek bowtie hilang
event jelas
event jelas
180°
HASIL DAN PEMBAHASAN Migrasi Kirchoff akan membawa titik-titik refleksi ke titik puncak hiperbola difraksi untuk menghasilkan suatu titik yang berada pada posisi sebenarnya. Proses migrasi Kirchoff pada penelitian ini menggunakan nilai migration aperture yang berbeda-beda. Penerapan nilai aperture yang bervariasi sangat diperlukan dalam proses migrasi Kirchoff karena dengan demikian dapat diketahui nilai aperture yang optimum yang dapat memberikan hasil penampang yang baik untuk merepresentasikan bawah permukaan. Pemilihan nilai aperture yang digunakan penelitian ini diperoleh dari data geometri daerah penelitian. Pemilihan nilai tersebut dimaksudkan agar memudahkan dalam penentuan nilai aperture untuk data seismik pada kasus lain. Pada penelitian ini akan dianalisis penampang hasil migrasi Kirchoff dengan variasi nilai migration aperture dari CDP 13741 sampai dengan CDP 18151.
Gambar 5. Penampang hasil migrasi Kirchoff dengan aperture 512,5 meter
kontinuitas reflektor jelas
efek bowtie hilang event kurang jelas
event kurang jelas
terdapat efek swing
Gambar 6. Penampang hasil migrasi Kirchoff dengan aperture 28.681 meter
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015
terlalu jelas pada event yang memiliki kemiringan curam. kontinuitas reflektor jelas
efek bowtie hilang
event kurang jelas
event kurang jelas
terdapat efek swing
Gambar 7. Penampang hasil migrasi Kirchoff dengan aperture 186.699 meter
kontinuitas reflektor jelas efek bowtie hilang event kurang jelas
event kurang jelas
terdapat efek swing
Gambar 8. Penampang hasil migrasi Kirchoff dengan aperture 373.398 meter
Penampang pada Gambar 4 menunjukkan penampang hasil migrasi Kirchoff dengan nilai migration aperture yang pertama yaitu 75 meter yang merupakan nilai dari jarak terdekat sumber dengan penerima gelombang (near offset). Ppenggunaan nilai aperture ini masih terdapat efek bowtie di sekitar CDP 15421 sampai dengan CDP 16261. Selain itu, penggunaan nilai apperture ini memiliki kontinuitas reflektor yang tidak
Penampang pada Gambar 5 menunjukkan penampang hasil migrasi Kirchoff dengan nilai migration aperture sebesar 512,5 meter. Nilai tersebut merupakan nilai dari jarak terjauh sumber dengan penerima gelombang (far offset). Penggunaan nilai aperture ini menunjukkan event yang masih sama jelas dengan penampang yang menggunakan nilai aperture 75 meter pada CDP 13741 sampai dengan CDP 18151. Selain itu, penggunaan nilai aperture ini telah mampu menghilangkan efek bowtie sehingga posisi reflektor sudah berada di posisi yang sebenarnya di sekitar CDP 15421 sampai dengan CDP 16261. Nilai aperture ini juga sudah mampu memperbaiki kontinuitas reflektor pada event yang memiliki kemiringan yang curam dibandingkan dengan penampang yang menggunakan aperture 75 meter. Terlihat bahwa reflektor pada daerah dengan kemiringan yang curam memiliki reflektor yang lebih jelas dan lebih menerus. Penampang pada Gambar 6 menunjukkan penampang hasil migrasi Kirchoff dengan nilai migration aperture sebesar 28.681 meter yang merupakan jumlah trace pada data seismik hasil stacking. Pada penggunaan nilai aperture ini menunjukkan bahwa efek bowtie pada CDP 15421 sampai dengan CDP 16261 dapat dihilangkan sehingga posisi reflektor sudah berada di posisi yang sebenarnya. Kemudian, refkletor pada kemiringan yang curam memiliki kontinuitas reflektor yang lebih jelas dibandingkan dengan reflektor dengan nilai aperture sebesar 75 meter dan 512,5 meter. Namun, pada event-event di reflektor lurus mulai melemah, dimana reflektor mulai tampak kurang jelas dibandingkan dengan aperture yang bernilai 75 meter dan aperture yang bernilai 512,5 meter. Selain itu,
penggunaan nilai aperture ini menyebabkan efek swing di daerah sekitar sedimentasi. Penampang pada Gambar 7 menunjukkan penampang hasil migrasi Kirchoff dengan nilai migration aperture sebesar 186.699 meter yang merupakan nilai dari panjang lintasan pada saat akuisisi data seismik di lapangan dan pada Gambar 8 menunjukkan penampang hasil migrasi dengan nilai migration aperture sebesar 373.398 meter. Dari kedua penampang tersebut dihasilkan penampang seismik yang sama dengan penampang yang menggunakan nilai migration aperture 28.681 meter.
Gambar 10. Penampang hasil migrasi Kirchoff untuk semua CDP dengan aperture 512,5 meter
Penampang untuk semua CDP untuk masing-masing nilai migration aperture ditunjukkan oleh Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13.
Gambar 11. Penampang hasil migrasi Kirchoff untuk semua CDP dengan aperture 28.681 meter
Gambar 9. Penampang hasil migrasi Kirchoff untuk semua CDP dengan aperture 75 meter
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015
Gambar 12. Penampang hasil migrasi Kirchoff untuk semua CDP dengan aperture 186.699 meter
Gambar 13. Penampang hasil migrasi Kirchoff untuk semua CDP dengan aperture 373.398 meter
Secara umum, penampang seismik yang menggunakan nilai migration aperture 75 meter dan 512,5 meter tidak terdapat efek swing berbentuk smile (lengkung ke atas), sedangkan penampang seismik yang menggunakan nilai migration aperture sebesar 28.681 meter, 186.699 meter, dan 373.398 meter di daerah TWT 3000 ms sampai dengan TWT 9000 ms terdapat efek swing berbentuk setengah lingkaran (smile). Efek tersebut dinamakan overmigrated. Hal tersebut tidak mencerminkan keadaan bawah permukaan yang
sebenarnya. Peristiwa overmigrated disebabkan oleh model kecepatan yang digunakan untuk migrasi terlalu besar. Semakin besar nilai migration aperture yang digunakan, maka semakin besar pula lebar data ke arah lateral yang akan ikut digunakan dalam penjumlahan titiktitik yang berada pada lintasan hiperbola akibat difraksi. Hal tersebut menyebabkan penggunaan aperture yang terlalu lebar pada data yang berisi noise, dapat meng-swing kan noise sehingga dapat menurunkan kualitas data. Adanya noise tersebut, menurunkan resolusi lateral dari penampang seismik. Secara umum, dari kelima nilai migration aperture yang telah digunakan, nilai migration aperture yang optimum untuk data seismik pada penelitian ini, yaitu nilai migration aperture sebesar 512,5 meter, yang merupakan nilai dari far offset data. Maksud optimum di sini adalah penampang yang menghasilkan resolusi lateral yang lebih baik, yang tidak terdapat swing noise, dapat menggambarkan event-event dengan baik pada reflektor lurus, mempunyai waktu yang singkat dalam proses migrasi. Nilai migration aperture sebesar 512.5 meter tersebut mampu menghilangkan efek difraksi (efek bowtie) dan dapat menunjukkan event pada reflektor lurus dengan baik sehingga dapat terlihat struktur geologi bawah permukaan serta memiliki kekontinuitasan reflektor pada bidang miring yang lebih baik dibandingkan dengan penampang dengan nilai migration aperture sebesar 75 meter. Selain itu, pada penampang dengan nilai migration aperture 512,5 meter tidak terdapat efek swing pada TWT 0 ms sampai dengan 9.000 ms sehingga diperoleh penampang dengan resolusi lateral yang lebih baik dibandingkan dengan penampang yang menggunakan migration aperture sebesar 75 meter, 28.681 meter, 186.699 meter dan 373.398 meter.
Dalam mengidentifikasi struktur geologi pada penelitian ini digunakan penampang seismik yang memberikan hasil optimum pada penampang seismik yaitu penampang dengan nilai migration aperture sebesar 512,5 meter. Daerah yang diidentifikasi struktur geologinya yaitu daerah pada CDP 13741 sampai dengan CDP 18151. Reflektor mempresentasikan lapisan material yang padat di bawah permukaan. Tekanan dari berbagai arah yang menyebabkan tegangan pada batuan akan terkumpul secara terus menerus sampai pada akhirnya batuan mencapai pada titik patah. Proses tersebut menyebabkan adanya perubahan keadaan bawah permukaan, seperti terjadinya pergeseran materi. Pada penampang seismik, patahan (sesar) diidentifikasikan dengan reflektor yang terlihat bergeser secara vertikal seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 14.
Gambar 15. Patahan pada penampang hasil migrasi Kirchoff pada sekitar CDP 16681-17941 dari TWT 5200-6200 ms Pada penampang seismik dengan nilai migration aperture 512.5 meter dapat menunjukkan struktur geologi berupa sinklin yang terdapat di sekitar CDP 15631 sampai dengan CDP 16051 pada TWT 4800 sampai 5600 ms (Gambar 16) dan antiklin yang terdapat di sekitar CDP 17731 sampai dengan CDP 17941 pada TWT sekitar 5600 ms (Gambar 17).
Gambar 14. Patahan pada penampang hasil migrasi Kirchoff pada sekitar CDP 13741-14581 dari TWT 5600-6200 ms Gambar 16 Sinklin pada penampang hasil migrasi Kirchoff di sekitar CDP 1563116051 dari TWT 4800-5600 ms
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015
SARAN Untuk menghasilkan penampang seismik dengan rasio S/N yang lebih tinggi diperlukan penerapan metode khusus dalam mereduksi noise seperti Transformasi Radon dan SRME. Selain itu, akan lebih baik jika pengolahan data dilakukan dengan cara pre stack time migration untuk meningkatkan resolusi data. Gambar 17. Antiklin pada penampang hasil migrasi Kirchoff pada sekitar CDP 17731-17941 dari TWT 5600 ms
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari pembahasan, maka diperoleh kesimpulan : 1. Nilai migration aperture yang optimum yang menghasilkan penampang terbaik adalah nilai dari far offset data seismik. Nilai migration aperture yang menghasilkan penampang terbaik di Perairan Alor lintasan 21 adalah 512,5 meter. 2. Penggunaan nilai migration aperture yang lebih besar dari far offset data seismik akan diperoleh kekontinuan reflektor yang semakin baik pada event miring. Namun akan membuat swing pada segmen noise yang terdapat pada kedalaman yang dalam sehingga menghasilkan penampang dengan resolusi lateral yang kurang baik. Selain itu, penggunaan nilai migration aperture yang lebih kecil dari far offset data seismik tidak dapat menghilangkan efek bowtie. Nilai maksimum migration aperture adalah panjang dari jumlah trace data seismik. 3. Struktur geologi bawah permukaan yang terdapat pada penampang seismik di Perairan Alor lintasan 21 terdiri dari patahan (sesar), sinklin dan antiklin.
REFERENSI Abdullah, A. (2007). Bowtie. [Online]. Diakses dari http://ensiklopediseismik.blogspot.c om/2007/09/bowtie.html. Priyono, A. (2006). Metode seismik I. Bandung: Institut Teknologi Bandung Telford, W.M., Sheriff, & Gefdar. (1995). Applied geophysics second edition. United State of America: Campbridge University. Yilmaz, O. (1987). Seismic data processing. United State of America: Society of Exploration Geophysics. Yilmaz, O. (2001). Seismic data analysis. United State of America: Society of Exploration Geophysics.