V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara dan FGD. Selain itu digunakan juga bahan-bahan dokumentasi seperti: dokumen program dan laporan kegiatan yang telah dilakukan masing-masing stakeholders. Berdasarkan hasil penelitian para pemangku kepentingan (stakeholders) menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) kategori pentingnya peran dan fungsi organisasi kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, yaitu: (1) sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan, (2) institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, (3) agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif, dan (4) adanya organisasi kebersihan lingkungan dan berfungsi sebagaimana mestinya akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan. Peran perguruan tinggi, pihak swasta, petugas pemerintah dan LSM sebagai stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat menunjukkan kecenderungan dengan katagori rendah Berdasarkan hasil uji kontingensi Fisher dapat disimpulkan terdapat peran yang signifikan dari pemangku kepentingan terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan. Kata Kunci: peran, pemangku kepentingan, dan uji statistik. 5.1. Pendahuluan Untuk dapat mewujudkan daerah perkotaan yang bersih dan bebas sampah, diperlukan perubahan pola pikir atau cara pandang terhadap sampah. Selama ini sampah seringkali diartikan sebagai sisa buangan yang tidak mempunyai nilai dan harus disingkirkan, sehingga anggapan yang selalu melekat pada setiap individu adalah bahwa sampah sebagai sumber pencemar lingkungan. Dengan kondisi demikian sampah menumpuk di TPA tanpa ada pengolahan
sehingga dapat
menjadi sumber bencana. Padahal apabila sampah dapat dikelola dan diolah dengan baik dan benar maka sampah dapat menjadi suatu sumberdaya yang bernilai ekonomis dan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan
111
kesejahteraan masyarakat. Sampah organik misalnya merupakan sumberdaya untuk pembuatan kompos. Apabila hal ini dapat dioptimalkan maka akan memberikan kontribusi pada dua hal sekaligus, yaitu disatu pihak masalah kebersihan lingkungan tertangani, dan dilain pihak secara ekonomis memberikan nilai tambah. Menurut Muller-Glodde (1994) kelembagaan lingkungan (environmental institution) merupakan norma dan nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan komunikasi serta pergerakan sosial, yang membentuk interaksi sosial dari individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumberdaya alam. Kaitannya dengan organisasi atau kelembagaan yang melakukan penanganan terhadap persampahan kota di dalamnya terdapat berbagai stakeholders yang ikut terlibat. Perubahan paradigma dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang berkaitan dengan sampah memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Pihak yang dimaksud adalah para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Peran pemangku kepentingan tersebut, antara lain diperlukan dalam mengembangkan paradigma pengelolaan sampah, karena implementasi dari program pengelolaan kebersihan lingkungan relatif menjadi ranah para pemangku kepentingan terkait. Stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan sampah adalah: (1) pemerintah, (2) warga masyarakat, (3) swasta, (4) para ahli dan akademisi
di perguruan tinggi, dan (5) LSM. Masing-masing
stakeholders akan berinteraksi satu sama lain sesuai dengan fungsi dan perannya.
Saat ini di kota Bandar Lampung instansi yang bertanggungjawab dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (DKPK) yang merupakan salahsatu pemangku kepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Selain berfungsi sebagai pengelola persampahan, DKPK juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina pengelolaan sampah. Tumpang tindihnya peran pengaturan dan pengawasan dari instansi tersebut dengan fungsi operator pemberi layanan, menyulitkan pelaksanaan
reward dan punishment dalam pelayanan
112
kepada masyarakat. Selain hal tersebut, belum adanya konsep kebijakan dan program pemberdayaan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah perkotaan. Dari aspek semantik, pemangku kepentingan didefinisikan sebagai perorangan, organisasi, dan sejenisnya yang memiliki andil atau perhatian dalam bisnis atau industri (Hornby 1995). Dalam konteks penelitian ini, pemangku kepentingan dapat dikategorikan dalam lingkup yang lebih luas, yakni pemerintah kota Bandar Lampung, perguruan tinggi/akademisi, pengusaha/pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat.
Dalam implementasi
program pembangunan termasuk program pengelolaan kebersihan lingkungan, pemangku kepentingan memiliki definisi dan pengertian yang beraneka ragam. Istilah pemangku kepentingan banyak digunakan untuk mendeskripsikan komunitas atau organisasi formal yang secara permanen berkepentingan terhadap hasil dan dampak dari suatu aktivitas atau kebijakan. Hal ini perlu disadari, mengingat masyarakat tidak selalu menerima dampak secara adil. Sebagian masyarakat mungkin menanggung biaya dan sebagian masyarakat lainnya justru memperoleh manfaat dari suatu kegiatan atau kebijakan (Race dan Millar 2006). Oleh karena itu, pemahaman terhadap keberadaan (eksistensi) dan peran pemangku kepentingan sangat mutlak diperlukan untuk mengimplementasikan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Bandar Lampung. 5.2. Metode Penelitian Responden terdiri dari perguruan tinggi (akademisi), badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong, dan LSM: responden dari perguruan tinggi, LSM dan swasta berjumlah 20 orang yang ditentukan secara purposive dan sengaja, sesuai dengan tujuan penelitian. Responden petugas sebanyak 10 orang yang ditentukan
113
secara acak dan proporsional dari ketua RT di kelurahan terpilih dengan teknik proportional cluster random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan bantuan wawancara dengan responden terpilih dan Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar. Teknik dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara yang berupa dokumen, catatan, dan atau hasil kegiatan yang sudah dilakukan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipakai untuk mengungkapkan berbagai program dan kegiatan aksi dalam pemberdayaan masyarakat.
Analisis kuantitatif dalam bentuk analisis tabel
tunggal dan tabel silang serta teknik analisis statistik koefisien kontingensi uji Fisher digunakan untuk mengkaji peran pemangku kepentingan untuk mendukung pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan 5.3. Hasil dan Pembahasan Wawancara terhadap para stakeholders (akademisi, petugas, swasta, dan LSM) mencakup enam pertanyaan pokok berikut: (1) kondisi struktur organisasi yang melaksanakan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung, (2) peran struktur organisasi yang dibuat oleh pemerintah kota Bandar Lampung di dalam mendukung keberhasilan pengelolaan kebersihan lingkungan, (3) sistem administrasi pengelolaan kebersihan sampah kota, (4) bentuk sistem organisasi, (5) keterlibatan pihak lain di luar pemerintah kota, dan (6) bentuk keterlibatan dan peran masing-masing institusi/lembaga lain di luar pemerintah kota. Uraian dari hasil jawaban responden terhadap enam pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut. 5.3.1 Struktur organisasi yang melaksanakan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung Berdasarkan hasil wawancara, seluruh responden menyatakan mengetahui adanya organisasi pengelola kebersihan lingkungan. Adapun organisasi yang melaksanakan kebersihan lingkungan, khususnya sampah yaitu Satuan Organisasi
114
Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kelurahan dan kecamatan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota serta Dinas Pasar kota Bandar Lampung. Kondisi yang beragam dari organisasi pengelolaan persampahan ini disebabkan adanya keragaman dalam ruang lingkup tanggungjawab dan kewenangan masingmasing organisasi pengelola sampah. SOKLI merupakan organisasi yang melaksanakan kebersihan lingkungan, khususnya sampah yang ada di kawasan/lingkup kelurahan. Struktur organisasi ini secara berjenjang bertanggungjawab kepada kelurahan melalui ketua lingkungan (sebagai pamong kelurahan). Setiap kelurahan memberikan pertanggungjawaban secara berkala ke pihak kecamatan, selaku pembina yang berkoordinasi dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.. Sarana dan fasilitas yang ada berupa gerobak dorong sebagai alat pengangkut sampah bantuan dari pemerintah kota. Petugas SOKLI bertanggungjawab terhadap pengumpulan dan pengangkutan sampah ke TPS terdekat. Peranserta warga masyarakat berupa retribusi yang dibayar setiap bulan dengan besaran Rp.5.000 – Rp.10.000/rumahtangga. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (DKPK) Bandar Lampung bertanggungjawab terhadap kebersihan lingkungan dan pengumpulan sampah di jalan-jalan protokol, pusat-pusat perkantoran, dan lingkungan fasilitas umum. DKPK bertanggungjawab terhadap pengangkutan sampah tersebut dan sampah di TPS-TPS ke TPA Bakung. Sedangkan Dinas Pasar bertanggungjawab terhadap pengumpulan seluruh sampah yang berasal dari seluruh pasar yang ada dan pengangkutan ke TPA Bakung. Menurut Scott (2001) organisasi merupakan sesuatu yang diciptakan untuk memaksimalkan kesejahteraan, pendapatan, atau tujuan lainnya dengan cara menciptakan kesempatan melalui struktur kelembagaan dalam masyarakat. Organisasi (Bandaragoda 2000) merupakan jaringan dari peran yang diatur dalam hirarki dengan tujuan membatasi kewenangan individual dan mengkoordinasi kegiatan sesuai dengan sistem aturan dan prosedur. Organisasi juga merupakan kelompok individu dengan peran tertentu dan terikat oleh beberapa kebutuhan, peraturan, dan prosedur untuk mencapai suatu tujuan. Seperti halnya lembaga lain, organisasi pengelolaan kebersihan juga membentuk beragam kegiatan. Mengingat
115
dalam pengelolaan sampah, selain untuk sanitasi lingkungan di dalamnya juga terdapat keinginan untuk memaksimalkan kesejahteraan, pendapatan, atau tujuan lainnya dengan cara menciptakan kesempatan, maka pada pengelolaan sampah diperlukan adanya organisasi. Adanya keragaman organisasi pengelola kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung saat ini menyebabkan tidak efisien dan efektifnya proses pengumpulan dan pengangkutan sampah, baik oleh Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kelurahan dan kecamatan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, maupun Dinas Pasar kota Bandar Lampung. Hal ini disebabkan tidak terpadunya struktur organisasi yang mengelola kebersihan lingkungan 5.3.2. Peran struktur organisasi yang dibuat pemerintah kota Bandar Lampung mendukung keberhasilan pengelolaan kebersihan lingkungan Hasil analisis secara kualitatif tentang peran dan fungsi struktur organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa struktur organisasi berperan penting. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh empat peran dan fungsi struktur organisasi pengelola kebersihan di kota Bandar Lampung (Gambar 14).
Gambar 14 Peran dan fungsi struktur organisasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung
116
Gambar 14 menunjukkan pentingnya peran dan fungsi struktur organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan menjadi pilihan terbanyak oleh responden adalah agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif dikemukan oleh sebanyak 46 persen. Pilihan kedua, pemerintah sebagai institusi bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung dinyatakan oleh sebanyak 27 persen responden. Pilihan ketiga, dengan adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara baik dikemukakan oleh sebanyak 17 persen responden. Pilihan keempat, sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan dikemukakan oleh sebesar 10 persen
responden. Jika dilihat secara rinci distribusi pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 52.(selanjutnya untuk keterangan Tabel 52 sampai dengan Tabel 56 dibuat notasi sebagai berikut): A B C D
= = = =
PT (Akademisi) LSM Petugas /Pamong Swasta
Tabel 52 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan Pentingnya Peran Organsisasi Kebersihan Sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan
Pendapat Stakeholder (%) A
B
C
D
3,33
3,33
0,00
3,33
10,00
Sebagai institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan Kota Bandar Lampung
0,00
10,00
0,00
16,67
26,67
Agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif
13,33
10,00
23,33
0,00
46,67
3,33
0,00
10,00
3,33
16,67
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara baik Jumlah
∑
117
Tabel 52 menunjukkan bahwa harapan para akademisi lebih cenderung menyatakan bahwa peran organisasi kebersihan lingkungan agar sampah dapat dikelola secara efisien dan efektif (13,33%), LSM (10%), dan petugas/pamong (23,33%), kecuali pihak swasta lebih cenderung berharap bahwa peran organisasi kebersihan lingkungan adalah sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap kebersihan kota Bandar Lampung (16,67%). Dengan demikian semua stakeholders berharap peran organisasi kebersihan lingkungan dapat mengelola secara efisien dan efektif serta penuh tanggungjawab dalam kebersihan lingkungan. (1)
Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan sangat diperlukan
guna mengatur dan memantau perkembangan pelaksanaan program kebersihan lingkungan. Ada empat pendapat responden terhadap kegiatan administrasi pengelolaan kebersihan, seperti yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan khususnya sampah kota Bandar Lampung
118
Hasil wawancara dan diskusi melalui Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar yang sekaligus sebagai responden terhadap sistem administrasi pengelolaan kebersihan sampah kota menunjukkan, pertama adalah berpendapat bahwa kurang berjalan dengan baik, karena masih banyak sampah yang tidak terangkut ke TPA disebabkan keterbatasan sarana angkutan yang dinyatakan oleh sebanyak 50 persen responden; kedua adalah berpendapat belum optimal karena pengelolaan kebersihan sampah belum dilaksanakan secara terpadu dikemukakan oleh sebanyak 36 persen responden; ketiga dan keempat berpendapat bahwa banyak kelemahan, terutama struktur organisasi yang kurang memantau kegiatan di lapangan dan perlu pembenahan dalam sistem administrasi khususnya retribusi masing-masing dikemukakan oleh sebanyak tujuh persen responden. Secara rinci pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap kondisi sistem organisasi disajikan pada Tabel 53. Tabel 53 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap kondisi sistem organisasi Pendapat Stakeholder (%) Kondisi Sistem Organisasi Banyak kelemahan, terutama struktur organisasi yang kurang memantau kegiatan di lapangan Belum optimal karena pengelolaan kebersihan sampah belum dilaksanakan secara terpadu Kurang berjalan dengan baik, karena masih banyak sampah yang tidak terangkut ke TPA disebabkan keterbatasan sarana
Sudah berjalan dengan baik, namun perlu pembenahan dalam sistem administrasi khususnya retribusi Jumlah
A
B
C
D
∑
0,00
6,67
0,00
0,00
6,67
3,33
3,33
13,33
16,67
36,67
16,67
13,33
13,33
6,67
50,00
0,00
0,00
6,67
0,00
6,67
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Tabel 53 menunjukkan bahwa para akademisi lebih cenderung berpendapat bahwa kondisi organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan kurang berjalan dengan baik (16,67%), diikuti oleh LSM (13,33%), dan petugas/pamong
119
(13,33%). Pendapat yang menyatakan bahwa kondisi organisasi belum optimal karena pengelolaan kebersihan belum dilaksanakan secara terpadu, dinyatakan oleh pihak swasta (16,67%) dan petugas/pamong (13,33%). Dengan demikian pihak swasta lebih cenderung pada optimalisasi pengelolaan, sedangkan ketiga stakeholders lain lebih cenderung kepada mekanisme pengangkutan sampah yang belum berjalan dengan baik. (2)
Bentuk sistem organisasi Bentuk sistem organisasi untuk pengelolaan kebersihan lingkungan,
khususnya sampah kota sangat diperlukan agar program pengelolaan kebersihan lingkungan berjalan lancar, berkelanjutan, terpadu dan holistik. Hasil wawancara dan diskusi melalui Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar yang sekaligus sebagai responden terhadap bentuk sistem organisasi pengelolaan sampah menyatakan bahwa sebagian besar harapan pertama peserta diskusi agar yang mengelola sampah mampu memberdayakan warga masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah sejak perencanaan hingga pelaksanaan dikemukakan oleh sebanyak 50 persen responden. Harapan kedua, diperlukan organisasi yang dapat mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu dikemukakan oleh sebanyak 36,67 persen responden. Harapan pemangku kepentingan ketiga agar organisasi tersebut dalam bentuk badan usaha yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola kebersihan lingkungan; harapan keempat adalah agar organisasi diberi wewenang dalam mengangkut dan mengelola sampah dengan pengawasan dari pemerintah, masing-masing dikemukakan oleh sebanyak 6,67 persen responden. Secara rinci distribusi pendapat pemangku kepentingan terhadap bentuk sistem organisasi pengelolaan sampah, disajikan pada Tabel 54.
120
Tabel 54 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap bentuk sistem organisasi Pendapat stakeholders (%) Bentuk sistem organsisasi
A
B
C
D
∑
0,00
0,00
0,00
6,67
6,67
6,67
0,00
0,00
0,00
6,67
10,00
13,33
20,00
6,67
50,00
3,33
10,00
13,33
10,00
36,67
Organisasi dalam bentuk badan usaha yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola kebersihan Organisasi diberi wewenang dalam mengangkut dan mengelola sampah dengan pengawasan dari pemerintah Organisasi yang mampu memberdayakan pihak masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah sejak perencanaan hingga pelaksanaan Perlu organisasi yang mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu Jumlah
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Tabel 54 menunjukkan bahwa semua responden cenderung berpendapat bahwa organisasi yang mampu memberdayakan pihak masyarakat
dan swasta
dalam mengelola kebersihan lingkungan, khususnya sampah sejak awal perencanaan
sampai
pelaksanaannya.
Khususnya
pihak
petugas/pamong
menyatakan organisasi yang memberdayakan masyarakat dan swasta (20,00%) dan sistem pengelolaannya secara terpadu (13,33%). Sedangkan pihak swasta lebih cenderung mengemukakan bahwa organisasi yang mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu (13,33%). (3) Keterlibatan pihak lain di luar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Pengelolaan sampah, pada dasarnya harus dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari masyarakat, pemerintah maupun swasta. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Jamaika (Pap 2003) yang mengamati perilaku institusi dan
121
warganegara atau rumahtangga dan swasta berkaitan dengan pengelolaan persampahan, yang mendapatkan hasil bahwa adanya keterkaitan dari tiga unsur dalam pengelolaan sampah, dapat menimbulkan inovasi baru terutama dalam merumuskan teknologi-teknologi baru. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pihak lain selain pemerintah untuk menangani pengelolaan sampah. Dengan adanya pihak lain dalam penanganan sampah diharapkan kebersihan kota akan tercapai, khususnya sampah kota. Hasil wawancara dengan stakeholders diperoleh 3 (tiga) pelibatan unsur lain di luar pemerintah, yang disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Keterlibatan pihak lain diluar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan
lingkungan, khususnya sampah kota Hasil analisis keterlibatan pihak lain di luar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota menunjukkan harapan masyarakat yang terbanyak adalah perlu keterlibatan pihak swasta untuk berinvestasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah, yang dinyatakan oleh sebanyak 67 persen responden. Harapan masyarakat yang kedua, adalah perlunya keterlibatan perguruan tinggi untuk melakukan kajian di bidang pengelolaan sampah yang dinyatakan oleh sebanyak 20 persen responden. Harapan masyarakat yang ketiga adalah
perlunya melibatkan LSM sebagai pendamping bagi
masyarakat dan pemantauan kegiatan dinyatakan oleh sebanyak 13 persen
122
responden. Distribusi pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap keterlibatan pihak lain dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap keterlibatan pihak lain Keterlibatan pihak lain
Pendapat stakeholders (%) A
B
C
D
∑
16,67
13,33
23,33
13,33
66,67
3,33
0,00
6,67
10,00
20,00
0,00
10,00
3,33
0,00
13,33
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Perlu keterlibatan pihak swasta dalam investasi untuk pengelolaan sampah
Perlu keterlibatan PT untuk melakukan kajian/penelitian di bidang pengelolaan sampah
Perlu melibatkan LSM sebagai pendamping bagi masyarakat dan pemantauan kegiatan Jumlah
Tabel 55 menunjukkan bahwa semua responden cenderung berpendapat bahwa keterlibatan pihak lain, dalam hal ini pihak swasta dapat berinvestasi untuk pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. Selain itu, LSM menyatakan juga keterlibatan LSM dapat berupa pendampingan kepada masyarakat dan pemantau kegiatan (10,00%), serta pihak swasta menyatakan keterlibatan perguruan tinggi untuk melakukan pengkajian atau penelitian di bidang pengelolaan sampah (10,00%). (4)
Bentuk keterlibatan pihak lain (di luar pemerintah) Program kebersihan lingkungan akan terwujud jika ada keterlibatan dari
berbagai lapisan masyarakat yang bahu membahu dan bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan. Menurut Bulle (1999) setiap anggota dari suatu komunitas mempunyai peran yang berbeda-beda, karena terdapat banyak cara partisipasi dalam pengelolaan sampah kota.
Selanjutnya dikatakan bahwa partisipasi
123
masyarakat sebagai individu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menyimpan sampah pada wadah yang tepat, memilah sampah yang dapat didaur ulang dengan bahan organik, meletakan sampah di tempat dan waktu yang telah tertentu, dan menjaga kebersihan lingkungan rumah. Adapun partisipasi masyarakat secara bersama-sama adalah partisipasinya dalam aktivitas organisasi untuk meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan kota. Selanjutnya dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat terlibat dalam manajemen persampahan dan dalam bentuk kontribusi, misalnya bekerja sebagai penyapu atau membayar retribusi pengumpulan sampah. Partisipasi masyarakat yang lebih maju adalah dengan memberikan pendapat dan usulan untuk perbaikan pengelolaan sampah perkotaan. Partisipasi masyarakat yang paling baik adalah membentuk organisasi kemasyarakatan untuk memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam pengelolaan persampahan kota serta melakukan pengawasan. Hasil wawancara dengan stakeholders terhadap keterlibatan pihak lain (di luar pemerintah) dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung menunjukkan, bentuk keterlibatan pertama yang diharapkan adalah pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah dinyatakan oleh sebanyak 66,67 persen responden. Bentuk keterlibatan kedua, yaitu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dinyatakan oleh sebanyak 20 persen responden. Bentuk keterlibatan ketiga, yaitu masyarakat terlibat dalam pelaksanaan 3R dinyatakan oleh sebanyak 13,33 persen responden. Adanya pilihan responden berupa pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam program pengelolaan sampah merupakan alternatif yang sangat strategis, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan sampah di kota Bandar Lampung yang hingga saat ini relatif belum terselesaikan dengan baik. Distribusi persentase pendapat stakeholders mengenai bentuk keterlibatan masyarakat, disajikan dalam Tabel 56.
124
Tabel 56 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap bentuk keterlibatan masyarakat Pendapat stakeholders (%) Bentuk Keterlibatan A
B
C
D
∑
3,33
3,33
6,67
0,00
13,33
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah
3,33
10,00
6,67
0,00
20,00
Pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah
13,33
10,00
20,00
23,33
66,67
Jumlah
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan 3R
Tabel 56 menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menyatakan bahwa bentuk keterlibatan masyarakat adalah pola kemitraan antara pemerintah, pihak swasta, dan semua unsur masyarakat, dengan rincian para akademisi (13,33%), LSM (10,00%), petugas/pamong (20,00%), dan pihak swasta (23,33%). Selain itu, pihak LSM menyatakan juga bentuk keterlibatan tersebut adalah berupa keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan 3 R dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah (3,33% dan 10,00%), sedangkan pihak petugas/pamong
menyatakan juga masing-masing sebesar 6,67 persen. (5) Peran stakeholders dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung Pengelolaan sampah dengan melibatkan seluruh stakeholders merupakan alternatif kebijakan yang strategis. Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota memerlukan keterpaduan dan sinergis antarstakeholders. Seharusnya peran masing-masing stakeholders dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung diantaranya adalah: a.
Peran pemerintah kota 1.
Menentukan besarnya tarif jasa pengelolaan sampah.
2.
Memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan.
3.
Mengeluarkan peraturan pengelolaan sampah yang mengikat semua warga untuk menciptakan lingkungan yang bersih sehat dan nyaman.
125
4.
Memberikan pelayan pengelolaan sampah di daratan dan perairan yang terbaik bagi masyarakat. Perairan yang dimaksud adalah sungai, danau, saluran drainase dan laut.
5.
Menggunakan dana masyarakat secara transparan dan akuntabel untuk mengelola sampah.
6.
Melakukan pegawasan terhadap pengelola sampah yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat
7.
Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah secara memadai, termasuk menyediakan recycling centre di lokasi TPA.
8.
Mendorong dan mendukung masyarakat untuk melakukan kegiatan pengurangan dan pemanfaatan sampah melalui pendekatan 4R.
9.
Melakukan pembinaan kepada masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah
b. Peran warga masyarakat 1.
Melakukan pengurangan timbulan sampah dari sumbernya yaitu melalui pendekatan 4R serta melakukan pemisahan sampah sejak dari rumahtangga.
2.
Memanfaatkan, mengolah, dan membuang sampah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah dan membayar retribusi pengelolaan sampah, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengelola sampah swakelola.
4.
Mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan dana masyarakat oleh pemerintah maupun pengelola sampah swakelola.
5.
Bertindak sebagai pengawas untuk menjaga agar sistem pengelolaan sampah berjalan dengan baik.
6.
Berperan sebagai sumberdaya manusia untuk mengoperasikan maupun memelihara sarana dan prasarana pengelolaan sampah.
7.
Mengurangi pencemaran lingkungan dengan memanfaatkan sampah untuk kegiatan ekonomi, baik dilakukan secara perorangan atau kelompok, maupun bekerjasama dengan pelaku usaha.
126
8.
Menyiapkan pewadahan sampah sesuai dengan peraturan/standar tempat sampah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
c.
Peran swasta 1.
Menerapkan konsep recycle, teknologi ramah lingkungan dan nir limbah dalam berproduksi
2.
Melakukan pengemasan terhadap produk dengan bahan yang ramah lingkungan dan seminimal mungkin menghasilkan sampah
3.
Mengoptimalkan bahan daur ulang sebagai bahan baku produk
4.
Menarik/membeli kembali kemasan plastik/logam/gelas/kertas produk yang telah dimanfaatkan oleh konsumen dan masyarakat.
5.
Menampung sementara kemasan-kemasan bekas dari konsumen
6.
Membayar biaya kompensasi pengolahan kemasan yang tidak dapat didaur ulang dengan teknologi yang berkembang saat ini
7.
Membantu upaya pengurangan/pemanfaatan sampah yang dilakukan pemerintah dan masyarakat.
d. Peran perguruan tinggi 1.
Melakukan kajian dan action research (penelitian aksi) mengenai bentuk pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota.
2.
Memberikan sumber informasi dan pengenalan teknologi pengolahan sampah kepada masyarakat sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
3.
Melakukan pendidikan dan pelatihan kepada warga masyarakat dalam mengolah dan mengelola sampah berdasarkan jenis sampah.
4.
Membimbing dan membina warga masyarakat dalam proses pemasaran hasil-hasil daur ulang.
e.
Peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) 1.
Pendamping warga masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota.
2.
Pemantauan proses pelaksanaan di lapangan sebagai mitra pemerintah.
3.
Membantu perguruan tinggi untuk meningkatkan aspek pengetahuan dan
127
keterampilan warga masyarakat dalam mengolah dan mengelola daur ulang sampah, baik organik maupun anorganik. 4.
Bersama-sama perguruan tinggi memberikan masukan dan saran kepada pemerintah daerah dan pihak swasta dalam proses pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota.
5.3.3
Peran stakeholders terhadap pemberdayaan masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders), yakni perguruan tinggi/akademisi, pihak pengusaha/swasta, petugas pemerintah (termasuk pamong), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), diperoleh rendahnya distribusi peran stakeholders terhadap tingkat pemberdayaan masyarakat di kota Bandar Lampung saat penelitian dilakukan. Peran perguruan tinggi, pihak swasta, petugas pemerintah dan LSM sebagai stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat menunjukkan kecenderungan kategori rendah dengan rata-rata sebesar 45,12 persen, tingkat keberdayaan masyarakat kategori sangat rendah dengan rata-rata sebesar 30,00 persen, sedangkan tingkat keberdayaan masyarakat kategori cukup dan kategori tinggi masing-masing dengan rata-rata sebesar 13,81 persen dan 11,07 persen. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara peran stakeholders dengan keberdayaan masyarakat.
Distribusi persentase peran para pemangku
kepentingan terhadap keberdayaan masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57 Distribusi persentase peran para stakeholders terhadap keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Peran Stakeholders PT/Akademisi Swasta Pemerintah LSM Rata-rata (%)
Sangat Rendah 0,00 28,57 20,00 71,43 30,00
Keberdayaan masyarakat(%) Cukup Rendah Tinggi Tinggi 83,33 16.67 0,00 28,57 28,57 14,29 40,00 10,00 30,00 28,57 0,00 0,00 45,12 13,81 11,07
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n) 6 7 10 7 30
128
Tabel 57 menunjukkan bahwa peran stakeholders yang rendah menggambarkan rendahnya keberdayaan masyarakat, sebaliknya jika peran stakeholders tinggi, maka keberdayaan masyarakat juga tinggi. Khususnya para akademisi menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat rendah mencapai 83,33 persen, dan pihak LSM menyatakan keberdayaan masyarakat sangat rendah mencapai 71,43 persen. Hasil uji koefisien kontingensi Fisher (Chi square) diperoleh χ 2 hitung = 15,95 lebih besar dari χ 2 tabel = 14,684 (Lampiran 11). Hal ini berarti terima H1 atau tolak H0 sehingga ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, swasta, petugas/pamong, dan LSM (stakeholders) dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan. 5.4. Simpulan Pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung perlu melibatkan peran aktif stakeholders yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing. Sebagian besar pemangku kepentingan (stakeholders) menyatakan peran stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan masih rendah. Untuk itu, keterlibatan pihak lain di luar pemerintah melalui kemitraan dengan semua pemangku kepentingan akan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah perkotaan. Pola kemitraan antarstakeholders merupakan organisasi yang efisien dan efektif dalam manajemen persampahan terpadu dan holistik. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi Fisher menggunakan SPSS 15 for Windows teruji bahwa ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, swasta, petugas/pamong, dan LSM dalam mendukung upaya pemerintah daerah memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung. Hal ini, memberi petunjuk bahwa permasalahan sampah kota hanya dapat diatasi dengan pola melibatkan seluruh
129
pemangku kepentingan dan komponen masyarakat lainnya secara terpadu dan holistik. Keberdayaan masyarakat akan optimal apabila adanya suatu bentuk konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah kota Bandar Lampung dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.