V.
5.1
MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA
Tipe Pembiayaan
Berdasarkan kebutuhan biaya dalam kegiatan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip termasuk ke dalam pembiayaan kredit mikro. Kredit mikro adalah pinjaman yang diberikan untuk melayani modal kerja sehari-hari, sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk membeli asset tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area geografi tertentu atau masyarakat tertentu. Adapun persyaratan umum pengajuan kredit antara lain : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Usaha telah berjalan minimal 1 sampai dengan 2 tahun Usaha yang diajukan feasible/bankable Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Suami atau Istri Fotokoi Kartu Keluarga Fotokopi Surat Nikah Surat Keterangan Usaha dan NPWP Lolos BI Checking Jaminan Fixed Asset (HM/SHGB/BPKB) Bukti tagihan rekening listrik, air, telepon
Sektor yang dibiayai adalah sektor usaha pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa. Berdasarkan kebutuhan pengunaannya, kredit yang diberikan kepada pelaku usaha dibagi kedalam dua jenis yaitu kredit eksploitasi dan kredit investasi. Pengertian kredit eksploitasi adalah kredit berjangka waktu pendek yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk membiayai modal kerja sehingga dapat beralan dengan lancar. Kredit eksploitasi lazim disebut dengan kredit modal kerja karena bantuan modal kerja digunakan untuk menutupi biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas. Kredit ini berupa pembelian bahan baku, bahan penolong, dan biaya lain seperti upah tenaga kerja, biaya pengepakan/pengemasan, dan distribusi. Tujuan dari kredit ini adalah meningkatkan produksi baik peningkatan kualitatif maupun kuantitatif. Kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal. Pengertian dari penanaman modal atau investasi adalah pembelian barang-barang modal serta jasa yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi atau modernisasi maupun ekspansi proyek yang sudah ada maupun pendirian proyek baru, pembangunan pabrik, pembelian mesin-mesin yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas usaha. Baik kredit eksploitasi maupun investasi keduanya memiliki batasan dalam hal jangka waktu pengembalian pinjaman yaitu 3 tahun untuk kredit eksploitasi dan 5 tahun untuk kredit investasi. Ketentuan ini disesuaikan dengan program pemerintah untuk mendorong kegiatan usaha dengan kesempatan kerja yang besar atau usaha padat karya. Untuk batas jumlah pinjaman maksimal baik eksploitasi mapun investasi dalam skala mikro adalah 150.000.000 ampai 200.000.000 tergantung bank penyedia pinjaman. Pada kasus pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip, kebutuhan eksploitasi sebesar Rp 3.862.900 dan untuk kebutuhan investasi sebesar Rp 60.390.000. Berdasarkan tipe perhitungan pengembalian kredit terdapat dua sistem yang umum dipakai dalam perbankan yaitu sistem konvensional dan sistem syariah. Pada sistem konvensional menggunakan suku bunga dalam perhitungan pengembalian kredit yaitu persentase yang harus dibayarkan kepada bank dalam
22
rangka pinjaman yang telah ditentukan oleh pihak bank diluar angsuran pinjaman pokok. Sedangkan pada sistem syariah menggunakan bagi hasil yaitu bagian yang diberikan kepada bank pemberi kredit yang jumlahnya telah disepakati berdasarkan akad tertentu antara nasabah dengan pihak bank. Pada dasarnya dalam hal pengajuan kredit untuk pengembangan usaha antara pengajuan pada pembiayaan konvensional dan syariah tidak berbeda jauh. Secara umum proses pengajuan pinjaman ke Bank dijelaskan pada gambar 3 berikut.
nasabah
Costumer service
diterima
Account officer
ditolak
diterima Proses: Analisis Kualitatif Analisi Kuantitatif
diterima
Persetujuan Pempimpin Kantor Cabang Pembantu
ditolak
Persetujuan Pempimpin Kantor Cabang
ditolak
Pencairan dana
Sumber : Bank Jabar Cabang Dramaga Gambar 3. Alur proses Pengajuan Kredit secara umum di Bank Dalam pengembalian pinjaman kepada bank terdapat dua jenis angsuran yaitu angsuran pinjaman pokok dan angsuran bunga atau bagi hasil. Angsuran pinjaman pokok adalah jumlah yang harus dibayarkan tiap periode selama kurun waktu tertentu yang jumlah totalnnya sama dengan jumlah pinjaman di awal atau disebut pinjaman pokok. Sedangkan angsuran bunga/bagi hasil adalah jumlah yang harus
23
dibayarkan tiap periode selama kurun waktu tertentu yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan tingkat suku bungan pinjaman untuk sistem konvensional dan akad bagi hasil untuk sistem syariah. Jumlah angsuran merupakan hasil penjumlahan angsuran pokok pinjaman dengan angsuran bunga pinjaman. Setiap bank mempunyai produk pinjaman masing-masing yang menggunakan skema tertentu dalam menentukan jumlah angsuran yang dibebankan kepada nasabah. Pada sistem konvensional secara umum terdapat dua skema yaitu skema bunga flat dan skema bunga efektif. Sedangkan untuk sistem syariah adalah akad murabahah, akad ijarah, dan akad musyarakah.
5.2 a.
b. c.
5.3
Asumsi Model Pembiayaan Perhitungan pengembalian pinjaman yang akan dilakukan menggunakan asumsi sebagai berikut : Berdasarkan Pasal 11 Undang-undang Perbankan tentang ketentuan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), nasabah harus menanggung minimal 10% dari kebutuhan total pinjaman. Pada penelitian ini dari total kebutuhan investasi sebesar Rp 60.390.000, pinjaman yang diajukan ke Bank adalah sebesar Rp 40.000.000 Penentuan skema pembiayaan terbaik dilakukan dengan membandingkan produk-priduk pembiayaan yang disediakan oleh Bank komersil disekitar daerah Darmaga. Jangka waktu pinjaman untuk kredit investasi yang diajukan adalah 3 tahun.
Skema Pembiayaan Investasi dengan Sistem Konvensional
Pada pembiayaan dengan sistem konvensional menggunakan bunga pinjaman sebagai perhitungan untuk menentukan besar keuntungan yang didapat oleh bank dari pinjaman yang diberikan. Pada sistem konvensional skema apapun yang digunakan pada dasarnya sama saja asalkan menggunakan tingkat suku bunga yang setara, hal ini disebut dengan prinsip ekuitas. Skema yang dapat dipilih dalam sistem pembiayaan konvensional adalah skema bunga flat dan skema bunga efektif. 5.3.1 Skema Bunga Flat Bunga Flat adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarannya mengacu pada pokok hutang awal. Bunga yang digunakan dalam perhitungan dengan skema flat seolah-olah terlihat lebih kecil daripada suku bunga yang digunakan pada skema lainnya yaitu efektif. Namun sebenarnya pada tingkat suku bunga yang setara, perhitungan dengan bunga flat menghasilkan jumlah total angsuran yang sama jika dibandingkan dengan bunga efektif. Perhitungan dalam pemberian kredit dengan bunga flat relatif sederhana sehingga banyak digunakan oleh bank penyedia kredit. Dengan menggunakan sistem bunga flat ini maka porsi bunga dan pokok dalam angsuran bulanan akan tetap sama. Besar angsuran pokok dihitung dengan membagi jumlah pinjaman pokok terhadap jumlah atau lama periode pinjaman. Sedangkan untuk besar angsuran bunga dihitung dengan mengalikan tingkat suku bunga pinjaman terhadap total jumlah pinjaman pokok lalu dibagi rata dengan jumlah periode untuk setiap periode pembayaran. Berdasarkan Suyatno (2007) rumus penghitungan angsuran pokok dan angsuran bunga pada skema flat dijelaskan sebagai berikut.
24
P i t
: Total pokok pinjaman (Rp) : Tingkat suku bunga flat per tahun (%) : Lama periode pinjaman
5.3.2 Skema Bunga Efektif Penghitungan bunga efektif merupakan kebalikan dari penghitungan bunga flat. Pada bunga efektif, besar bunga dihitung berdasarkan sisa pinjaman pokok yang telah dibayar. Pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman akan semakin menurun dari bulan satu ke bulan berikutnya sesuai dengan menurunnya pokok pinjaman akibat adanya pembayaran angsuran pokok. Besar suku bunga efektif secara sepintas memang lebih besar dari suku bunga flat. Untuk besar suku bunga yang setara, nila suku bunga efektif hampir mencapai dua kali lipat dari besar suku bunga flat namun jika dilhat dari total keseluruhan pengembalian akan menghasilkan jumlah pengembalian yang lebih sedikit. Pada pinjaman dengan skema suku bunga efektif, besar angsuran atau angsuran pokok setiap bulannya akan tetap dari awal periode pengembalian sampai akhir periode pinjaman. Besar angsuran pokok didapat dengan membagi jumlah total pinjaman terhadap jumlah total periode dalam bulan. Sedangkan untuk besar angsuran bunga dihitung dengan mengalikan tingkat suku bunga terhadap jumlah sisa pinjaman pokok pada setiap awal periode. Oleh karena itu pada periode awal pinjaman, besar angsuran bunga efektif akan sangat tingi dikarenakan jumlah sisa pokok yang masih besar. Berdasarkan Suyatno (2007) rumus pengitungan bunga efektif dijelaskan sebagai berikut.
SP i
5.4
: Sisa pokok pinjaman pada awal periode (Rp) : Tingkat suku bunga efektif pertahun (%)
Skema Pembiayaan Investasi dengan Sistem Syariah
Secara umum pembiayaan dengan konsep syariah dibagi kedalam tiga golongan akad yaitu murabahah (jual beli), ijarah (sewa), dan musyarakah (kemitraan). Penjelasan msing-masing akad dijelaskan sebagai berikut. 5.4.1 Akad Jual Beli (Murabahah) Akad murabahah merupakan akad transaksi jual beli dengan melakukan penjualan pada tingkat keuntungan yang disepakati antara pihak penjual (Bank) dan pembeli (nasabah) dengan pembayaran yang ditunda. Akad murabahah bukan merupakan transaksi pinjaman, dengan kata lain akad murabahah merupakan akad Muarabahah dengan pembayaran yang ditunda.
25
Pada akad ini, pembiayaan syariah dilakukan untuk memfasilitasi pelaku usaha agar dapat memiliki sejumlah barang yang akan dipergunakan dalam rangka pengembangan usaha. Bank melakukan pembelian terhadap kebutuhan yang diperlukan nasabah lalu menjual kembali kepada nasabah dengan tingkat keuntungan bank berupa nisbah bagi hasil yang ditentukan diawal. Skema pembiayaan murabahah dijelaskan pada Gambar 4 berikut
Gambar 4. Skema pembiayaan dengan akad murabahah Tahapan dari skema yang digambar kan diatas dijelaskan sebagai berikut : 1. Nasabah melakukan identifikasi dan menentukan jenis bangunan yang akan dibangun 2. Bank membangun rumah dengan melakukan kontrak pembangunan secara tunai kepada kontraktor 3. Bank menjual bangunan tersebut kepada nasabah dengan harga jual yang didalamnya sudah termasuk keuntungan bank berdasarkan kesepakatan bagi hasil 4. Nasabah membayar harga tersebut dengan cara mencicil Dari tahapan yang telah dijelaskan diatas perlu dilakukan kesepakatan agar akad murabahah dapat berjalan. Perjanjian pertama adalah perjanjian pembangunan properti dimana bank melakukan perjanjian dengan kontraktor. Perjanjian kedua adalah perjanjian penjualan properti yaitu perjanjian penjualan bangunan dari bank kepada nasabah dengan harga termasuk bagi hasil yang disepakati. Perjanjian terakhir adalah perjanjian penjaminan dimana nasabah menjaminkan bangunan tersebut kepada bank sampai menyelesaikan pembayarannya. 5.4.2 Akad Sewa (Ijarah) Bentuk akad lain yang bisa menjadi pilihan dalam pengembangan usaha adalah akad Ijarah. Akad ini pada dasarnya merupakan akad sewa (ijarah) dari satu aset riil berupa bangunan atau benda lainnya dimana penyewa menggunakan fasilitas tersebut sambil membayar uang sewa selama kurun waktu tertentu sampai jangka waktu sewa selesai dan diakhiri dengan pembelian asset oleh penyewa dengan harga tertentu yang telah disepakati. Skema pembiayaan ijarah dijelaskan pada Gambar 5 berikut.
26
Gambar 5. Skema pembiayaan dengan akad ijarah Tahapan dari skema ijarah akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Nasabah melakukan identifikasi dan menentukan jenis bangunan yang akan dibangun 2. Bank membangun rumah dengan melakukan kontrak pembangunan secara tunai kepada kontraktor 3. Bank menyewakan bangunan tersebut dengan harga sewa danjangka waktu yang disepakati. 4. Konsumen membayar harga sewa bangunan setiap bulan dan diakhiri dengan membeli bangunan pada harga yang disepakati diakhir masa sewa. Pada tahapan skema ijarah terdapat tiga kontrak yang harus dijalani. Perjanjian pertama adalah kontrak antara bank dengan pihak kontraktor bangunan dimanan bank membayar tunai untuk pembangunan bangunan. Perjanjian kedua adalah kontrak sewa antara bank dengan nasabah dengan harga sewa yang telah ditentukan. Perjanjian terakhir adalah penjualan bangunan dari bank kepada penyewa. 5.4.3 Akad Kemitraan (Musyarakah) Akad yang terakhir adalah Musyarakah yang dapat diterapkan untuk pembiayaan pengembangan usaha. Akad musyarakah merupakan suatu bentuk perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memilki suatu asset ril berupa bangunan atau fasilitas lainnya dengan membagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan proporsi awal investasi pada saat akad musyarakah dilakukan. Dalam kasus pembiayaan usaha, akad musyarakah biasanya disertai dengan mutanaqisah yaitu akad kerjasama antara pihak bank dengan nasabah yang berbagi hak kepemilikan dari bangunan, selanjutnya diikuti dengan pembayaran kepemilikan bank atas bangunan terebut oleh nasabah. Skema pembiayaan untuk akad musyarakah yang berbagi kepemilikan atas suatu bangunan dapat dijelaskan pada gambar 6 berikut.
27
Gambar 6. Skema pembiayaan dengan akad musyarakah Tahapan dari skema yang digambarkan diatas adalah sebagai berikut : 1. Nasabah melakukan identifikasi dan menentukan jenis bangunan yang akan dibangun 2. Nasabah bersama-sama dengan bank melakukan kerjaama kemitraan kepemilikian bangunan, sehingga bank dan kosumen sama-sama memiliki bangunan tersebut sesuai dengan proporsi investasi 3. Nasabah membayar sewa setiap bulannya sesuai dengan porsi kepemilikan bank 4. Nasabah juga membayar kepada bank atas kepemilikan atas bangunan yang masih dimilik bank Dari tahapan tersebut terdapat dua kontrak perjanjian yang harus dilakukan agar akad musyarakah ini berjalan. Peranjian pertama adalah perjanjian kemitraan antara bank dengan nasabah untuk bersamasama memilki bangunan dan secara bertahap nasabah akan membayarkan sejumlah dana yang disepakati untuk membeli status kepemilikan bangunan tersebut. Perjanjian kedua adalah perjanjian sewa dimana konsumen membayar sewa setiap bulannya kepada bank sesuai dengan proporsi kepemilikan rumah yang didalamnya sudah termasuk nisbah keuntungan bank. Aktivitas ini harus terus dilakukan sampai konsumen memiliki proporsi kepemilikan 100%.
5.5
Perbandingan antar skema pembiayaan
Untuk mencari skema terbaik dalam pembiayaan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip, perlu dibandingkan antar skema yang disediakan oleh Bank komersial dengan menggunakan suatu ukuran yang sama antar skema. Ukuran yang digunakan adalah nilai rate yaitu laju pengembalian dari angsuran yang dibayarkan setiap periodenya selama waktu tertentu. Dalam penelitian ini dikumpulkan beberapa produk pembiayaan yang disediakan oleh Bank komersial di sekitar daerah usaha Kelompok Tani Hurip yaitu Dramaga. Tipe pembiayaan yang akan dianalisis terdiri dari tipe pembiayaan konvensional dan syariah dengan pembiayaan skala mikro dengan pinjaman sebesar Rp 40.000.000. Produk pinjaman yang memberikan nilai rate akan dipilih sebagai skema pembiayaan terbaik untuk pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip. Adapun hasil survey produk pembiayaan sejumlah Bank komersial akan disajikan pada Tabel 9 berikut.
28
Tabel 9. Produk pembiayaan Bank Komersial sekitar Dramaga Nama Bank Produk Bunga / Nisbah Skema pinjaman Angsuran per bulan Pembiayaan Bank Syariah Bina Tidak dijelaskan Murabahah Rp 1,831,111.00 Rahmah Bank Mitra BPR Tidak dijelaskan Flat Rp 1,878,000.00 Mitra Daya Mandiri Bank Mandiri KUM (Kredit 2% per bulan Flat Rp 1,911,111.11 Usaha Mandiri) Bank Jabar Banten Kredit Mikro 23.25% per Efektif Rp 1,553,606.00 tahun Utama Mikro Laju (PT Bank Kredit Mikro 2 % per bulan Flat Rp 1,911,111.11 CIMB Niaga Tbk) Madya Bank DBS Pinjaman Tanpa Tidak dijelaskan Flat Rp 1,711,111.00 Jaminan USP Swamitra Kilat 2 % per bulan Flat Rp 1,911,111.11 Bank Syariah BSM Warung Tidak dijelaskan Murabahah Rp 1,742,176.12 Mandiri Mikro Bank Permata Permata KTA 1.3% per bulan Flat Rp 1,631,111.00 Bank Bukopin Bukopin Mikro 18 % per tahun Flat Rp 1,711,111.11 Bank BRI KUR Ritel 14 % per tahun Efektif Rp 1,367,105.00 Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa setiap Bank mmpunyai produk pembiayaan dengan bunga dan skema yang berbeda satu sama lain. Pada produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh Bank konvensional didominasi oleh skema flat karena skema flat lebih umum di masyarakat dan lebih mudah dalam proses penghitungan angsurannya. Pada pembiayaan syariah akad yang digunakan adalah akad jual beli (murabahah), akad ini paling popular digunakan sebagai akad dalam pembiayaan syariah dibandingkan akad lainnya yaitu sewa (ijarah) dan kemitraan (musyarakah). Dalam menentukan sistem pembiayaan terbaik untuk pengembangan usaha pengolaan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip, dapat dianalisis dengan membandingkan nilai bunga efektif (rate) antara sistem pembiayaan konvensional dengan sistem pembiayaan syariah. Dari hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Perbandingan tingkat suku bunga (rate) antar skemaproduk pembiayaan Nama Bank Bank Syariah Bina Rahmah Bank Mitra BPR Mitra Daya Mandiri Bank Mandiri Bank Jabar Banten Mikro Laju (PT Bank CIMB Niaga Tbk) Bank DBS USP Swamitra Kilat Bank Syariah Mandiri
Nilai rate 35.95% 38.00% 39.43% 23.25% 39.43% 30.59% 39.43% 32.00%
29
Tabel 10 lanjutan. Perbandingan tingkat suku bunga (rate) antar skemaproduk pembiayaan Nama Bank Nilai rate Bank Permata 26.91% Bank Bukopin 30.59% Bank BRI 14.00% Berdasarkan hasil analisis tingkat suku bunga (rate) yang telah dijelaskan pada Tabel 10, produk pembiayaan terbaik untuk pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip adalah produk dengan nilai rate yang paling kecil. Dari pinjaman sebesar Rp 40.000.000 dan dengan periode pengembalian selama tiga tahun oleh Kelompok Tani Hurip, nilai rate paling kecil dimiliki oleh produk pembiayaan KUR ritel dari PT Bank BRI Tbk yaitu sebesar 14%. Pada kenyataannya, pemilihan produk pembiayaan selain didasarkan pada nilai rate dilihat juga dari fasilitas dan kemudahan proses pengajuan pinjaman ke Bank tersebut. Setiap Bank mempunyai keunggulan masing-masing dalam memberikan pelayanan (services) dalam penanganan pembiayaan usaha. Bank Syariah memiliki potensi besar sebagai solusi untuk pembiayaan usaha, salah satu keuntungan pembiayaan syariah adalah bebas dari riba. Selain itu nisbah pembiayaan syariah bersifat fixed yang artinya akan selalu tetap selama masa waktu pinjaman. Berbeda dengan Bank Konvensional yang kebanyakan memakai bunga floating dimana suku bunga bank berubah mengikuti suku bunga Bank Indonesia yang berlaku, sehingga angsuran pada Bank Konvensional dapat berubah sewaktu-waktu. Hanya saja pada Bank Syariah yang ada di Indonesia, kebanyakan akad yang digunakan adalah murabahah dikarenakan paling diminati oleh nasabah dan mudah dalam penghitungannya dibandingkan akad lainnya seperti Ijarah dan Musyarakah. Selain itu pada Bank Syariah terkemuka di Indonesia, nilai nisbah tidak bisa dinegosiasikan dalam artian Bank telah menentukan tingkat nisbah yang harus disetujui oleh nasabah jika ingin melakukan pinjaman. Dari Tabel 10 diatas dapat dilihat untuk produk pembiayaan syariah memiliki nilai rate yang cukup tinggi begitu juga dengan Bank Konvensional yang lain selain Bank BRI. Bank Nilai rate pada KUR dari Bank BRI memang rendah jika dibandingkan dengan produk pembiayaan yang lain. KUR adalah Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Pada dasarnya KUR merupakan program pemerintah dalam kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM sesuai dengan Inpres No. 6 tanggal 8 Juni 2007. KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan penjaminan dilakukan oleh PT Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha. Selain Bank BRI, terdapat 5 bank pelaksana KUR lainnya yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Hanya saja pada penelitian ini Bank yang bersangkutan tidak menawarkan produk KUR dalam pembiayaan untuk usaha Kelompok Tani Hurip.
30
BRI sebagai salah satu bank yang berfokus pada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah menempati posisi pertama dalam penyaluran KUR per bulan Maret 2011 dengan nilai penyaluran kredit sebesar Rp 4,04 trilyun diikuti Bank BNI sebesar Rp 515,6 milyar dan Bank Mandiri sebesar Rp 339,1 milyar. Dengan mempertimbangkan adanya KUR, produk pembiayaan dari Bank BRI menjadi pilihan terbaik untuk pembiayaan pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip dengan nilai rate 14%. Jika KUR tidak diperhitungkan maka akan dilihat pembiayaan yang berasal dari produk Bank sendiri (bukan program pemerintah). Pembiayaan yang paling baik adalah pembiayaan dari Bank Jabar Banten dengan nilai rate 23,25% dan Bank Permata dengan nilai rate 26,91%.
31