RechtsVinding Online
Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab* Naskah diterima: 20 November 2015; disetujui: 7 Desember 2015
Latar Belakang
tidak? Pertanyaan ini sangat tergantung
Pilkada Serentak pada tanggal 9
dengan
“cara”
Desember 2015 tinggal menghitung hari,
penyelenggaran
masyarakat
tersebut
di
9
provinsi
dan
260
pemimpin
dalam
pemerintahan
daerah
menjalankan
pola
kabupaten/kota dihadapkan dengan pilihan
kepemimpinannya. Pemimpin daerah yang
untuk memilih pemimpin di daerahnya
terpilih kelak sepatutnya berkerja keras,
masing-masing yang tepat. Terkait dengan
trampil, disiplin, dan berperilaku sesuai
metode pemilihan dalam Pilkada selama ini
dengan nilai, norma, dan moral, serta
pun selalu berubah-ubah mulai dari diatur
ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam UU Pemerintahan Daerah yakni UU
yang berlaku. Memang kebijakan otonomi
No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun
daerah telah hadir sejak awal tahun 2001,
2004, hingga pengaturan tersendiri terkait
dan hingga saat ini masih dapat kita lihat
Pilkada dalam UU No. 22 Tahun 2014 dan
bahwa kebijakan ini memerlukan waktu
yang terakhir UU No. 1 Tahun 2015 dengan
untuk suatu perubahan. Akan tetapi bila
perubahannya UU No. 8 Tahun 2015.
proses perubahan tersebut ditumpukan
Memilih pemimpin daerah yang
hanya pada kebijakan otonomi daerah,
tepat baik itu gubernur dan wakil gubernur,
khususnya yang termuat dalam Undang-
bupati dan wakil bupati, atau walikota dan
undang Pemerintahan Daerah mulai dari
wakil walikota, merupakan hal yang mutlak.
UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun
Apakah otonomi daerah akan berhasil atau
2004, hingga yang paling akhir saat ini UU 1
RechtsVinding Online
No.
23
Tahun
revisi
angka 4 UU No. 22 Tahun 2007 yang
terbatasnya dalam UU No. 9 Tahun 2015.,
menyatakan bahwa “Pemilu Kepala Daerah
maka
pernah
dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu
terwujud. Setiap kebijakan elit politik, masih
untuk memilih kepala daerah dan wakil
sangat mungkin menyisakan kepentingan
kepala daerah secara langsung dalam
yang
Negara
demokrasi
berlawanan
2014
dengan
tidak
akan
dengan
kepentingan
demokrasi dan keadilan.
Kesatuan
Republik
Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Perubahan metode Pemilihan
1945”. Selanjutnya dalam Undang-Undang
Pemilihan pemimpin di daerah tidak
No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
bisa serta merta dilepaskan dari perubahan
Pemilihan Umum (pengganti UU No. 22
dalam konteks metode pemilihan, dan hal
Tahun
ini erat kaitannya juga dengan penggunaan
ditegaskan sebagai bagian dari rezim Pemilu
istilah Pilkada atau Pemilukada. Terhadap
dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 15 Tahun
penggunaan 2 (dua) istilah tersebut perlu
2011 yang menyatakan bahwa “Pemilihan
diketahui bahwa keduanya memiliki makna
Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah
yang berbeda, yakni pilkada merupakan
Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati,
akronim dari pemilihan kepala daerah,
dan walikota secara demokratis dalam
sedangkan pemilukada adalah akronim dari
Negara
pemilihan umum kepala daerah. Istilah
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Pemilukada adalah istilah ketika pemilihan
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
kepala daerah masuk dalam rezim Pemilu,
1945”. Penggunaan istilah “kepala daerah”
istilah
Putusan
dalam UU No. 15 Tahun 2011 telah diubah
Mahkamah Konstitusi No. 072-073/PUU-
menjadi “Gubernur, Bupati, dan Walikota”
II/2004 yang kemudian diatur lebih lanjut
yang selaras dengan bunyi Pasal 18 ayat (4)
dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2007
UUD
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
“Gubernur, Bupati, dan Walikota. masing-
Pengertian Pemilukada diatur dalam Pasal 1
masing sebagai kepala pemerintah daerah
ini
muncul
setelah
2
2007)
Kesatuan
1945
yang
Pemilukada
Republik
menyatakan
kembali
Indonesia
bahwa:
RechtsVinding Online
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
pemimpin daerah sesuai dengan putusan
demokratis”.
MK No. 97/PUU-XI/2013.
Adapun pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 secara tegas
Good governance dan Pemimpin daerah
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
yang bersih
pemilihan kepala daerah bukanlah rezim
Metode pemilihan yang tepat dan
Pemilu. Dalam Putusan tersebut pemilihan
baik untuk memilih pemimpin daerah yang
umum hanyalah diartikan hanyalah limitatif
baik
sesuai dengan original intent menurut Pasal
pemimpin yang tepat dalam memimpin
22E UUD 1945, yaitu pemilihan umum yang
suatu daerah. Tata kelola pemerintahan
diselenggarakan untuk memilih anggota
yang baik dan bersih (good governance)
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden
dalam hal ini memegang peranan yang tak
serta DPRD dan dilaksanakan setiap lima
kalah
tahun sekali. Oleh karena itu juga Pilkada
mewujudkan good governance sebenarnya
digolongkan dalam rezim Pemda Sehingga
telah telah muncul sejak keberlakuan UU
Pasal I angka 1 tentang perubahan Pasal 1
No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
angka 1 UU No. 8 Tahun 2015 dinyatakan
Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi,
bahwa “Pemilihan Gubernur dan Wakil
Kolusi, dan Nepotisme. Dalam Ketentuan
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Umum
Walikota
yang
”Penyelenggara Negara yang bersih adalah
adalah
Penyelenggara Negara yang menaati asas-
pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah
asas umum penyelenggaraan negara dan
provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih
bebas dari praktek korupsi, kolusi dan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
nepotisme,
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
lainnya”,
Walikota secara langsung dan demokratis”.
pengundangan UU a quo pada tanggal 19
Istilah “Pemilihan” disini mewakili semangat
Mei
selanjutnya
dan
Wakil
disebut
Walikota Pemilihan
Pilkada sebagai pilihan metode pemilihan 3
tidaklah
serta-merta
penting.
angka
1999
melahirkan
Semangat
2
serta sehingga
rakyat
dinyatakan
perbuatan sejatinya
Indonesia
untuk
bahwa
tercela sejak
memiliki
RechtsVinding Online
guidance
untuk
meujudkan
good
lainnya
governance.
yang
sangat
penting
guna
pelaksanaan good governance sehingga
Pemimpin berdasarkan Kamus Besar
alangkah mubazirnya jika aturan yang ada
Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata
dan masih berlaku hingga saat ini tidak kita
“pimpin” yang berarti tuntun atau bimbing,
gunakan secara optimal untuk tujuan yang
sedangkan pemimpin berarti orang yang
baik demi kemaslahatan bersama.
memimpin.
Sehingga
jika
dirangkaikan
dalam satu frase yakni “pemimpin daerah
Kendala dan jawaban dalam menghasilkan
yang bersih”, maka dapat diartikan bahwa
Pemimpin daerah yang bersih
pemimpin daerah yang bersih adalah orang yang
memimpin
daerah
dapat
lahir dengan sendirinya, kita bisa memilih
memberikan tuntunan dan bimbingan, juga
pemimpin yang tepat mulai dari mengikuti
memberikan keteladanan yang bebas dari
track record sang calon pemimpin tersebut.
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta
Karena itu dalam Pasal Pasal 1 angka 43
perbuatan tercela lainnya.
tentang perubahan Pasal 65 ayat (1) huruf
Bagaimana pemimpinan Pertanyaan
menghadirkan
daerah ini
yang
Pemimpin daerah yang bersih tidak
yang
sebenarnya
a, huruf b, huruf c, dan huruf f UU No. 8
bersih?
Tahun 2015 terdapat sejumlah cara dimana
bukanlah
masyarakat bisa ikut serta dalam rangka
pertanyaan yang sulit karena sejak tahun
mengetahui
1999 telah hadir undang-undang dengan
pemimpin baik, yakni melalui pertemuan
semangat yang besar guna mewujudkannya
terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog,
yakni
UU No. 28 Tahun 1999 tentang
debat publik/debat terbuka antarpasangan
Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan
calon, atau iklan media massa cetak dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme.
media
UU ini pula seringkali dianggap sebagai UU
mengetahui visi-misi para calon setidaknya
yang
masyarakat
mengusung
semangat
good
governance. Dalam pasal-pasal selanjutnya
pilihan.
dalam UU tersebut juga diatur pula hal-hal 4
track
massa
dapat
record
sang
calon
elektronik.Dengan
memiliki
sejumlah
RechtsVinding Online
Pilihan-pilihan didalami
dalam
tersebut
kegiatan
dapat
menjadi faktor-faktor yang menghambat
kampanye
jalannya kepemimpinan yang bersih guna
misalnya salah satunya debat publik/debat
mewujudkan
terbuka antar calon. Kendala dalam hal ini
penyelenggaraan otonomi daerah. Misalnya
adalah tidak banyak masyarakat yang
dalam
kurang begitu partisipatif untuk mengetahui
transparansi dan akuntabilitas Dalam hal
calon yang akan dipilihnya nanti, hal ini
partisipasi Pemimpin di daerah seringkali
tentu berdampak nantinya ketika tanggal 9
tidak mengikutsertakan masyarakat dalam
Desember
dapat
proses pengambilan keputusan, penjaringan
daerah
aspirasi yang biasanya bersifat elitis dan
2015
menentukan
pemilih
calon
tidak
pemimpin
good
governance
penerapan
prinsip
terkesan
metode Pilkada dengan cara pemilihan
disayangkan karena peran serta masyarakat
secara langsung sepatutnya dimanfaatkan
dalam proses perumusan kebijakan menjadi
secara tepat, karena dengan metode ini
sangat penting dalam penyelenggaraan
seharusnya pemilih dapat lebih dekat
pemerintahan daerah . Bagitu
pula
hal
partisipasi,
pilihannya secara tepat. Kelebihan dari
dengan calonnya berbeda dengan metode
ceremonial,
dalam
ini
penerapan
sangat
prinsip
Pilkada lainnya yang melalui mekanisme
transparansi, kurangnya sosialisasi yang
pemilihan secara tidak langsung/ melalui
dilakukan
mekanisme perwakilan sebagaimana diatur
mengakibatkan
dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.
mengetahui sama sekali keijakan maupun
22 Tahun 2014.
peraturan
Menghasilkan
pemerintah
masyarakat
daerah
yang
akan
tidak
dibuat.
daerah
Kemudian penerapan akuntabilitas masih
bersih guna mewujudkan good governance
terkendala dengan laporan yang tidak
membutuhkan partisipasi, transparansi, dan
sesuai
akuntabiltas dalam praktik pemerintahan
dilaksanakan.
sehari-hari yang tidak dapat dilepaskan dari
semacam ini adalah hal yang umum dan
peran serta masyrakat itu sendiri. Banyak
ditemukan baik dimanapun daerah tersebut
kendala-kendala
berada karena kembali lagi ke konsep awal
yang
pemimpin
aparatur
setidaknya
akan 5
dengan
program
yang
sudah
Persoalan-persoalan
RechtsVinding Online
bahwa meujudkan pemimpin daerah yang
yang bersih ini membutuhkan proses yang
bersih
good
baik dan panjang dan tidak ada yang instan.
persoalan
Sejak UU No. 28 Tahun 1999 yang
sesuai
govenance
prinsip-prinsip
bukanlah
hanya
metode Pilkada. Ketika pemimpin daerah
mengandung
semangat-semangat
yang dihasilkan dinilai banyak yang terjerat
governance diundangkan aplikasi nyatanya
kasus-kasus berat misalnya korupsi, bukan
hingga hari ini memang dirasa cukup sulit,
berarti metode pemilihan dalam Pilkada
namun
ada secera serta merta dinilai salah dan
menyerah
sehingga UU Pilkada harus diubah. Semua
mewujudkan tujuan-tujuan yang mulia.
kembali
lagi
dalam
tidak
good
ada
berjuang
kata untuk
kembali lagi bahwa meujudkan pemimpin
*
Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik, Hukum, dan HAM pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
6