eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) 089-102 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
UPAYA UNITED NATION WOMEN (UN WOMEN) DALAM PENYETARAAN GENDER DI AFGHANISTAN Catarina Mega Amelia1 Nim. 1002045073 Abstract Women in Afghanistan has been facing discrimination in education, social, political and law, health access, and lack of opportunities taking part in economy. The causes of discrimination against women are include poverty, culture, religion, and laws that are impartially on women. In 2010 UN Women’s (United Nation Women) was formed to continue UNIFEM’s effort in Gender Equality and find out what kind of obstacles in Afghanistan. UN Women’s efforts in gender equality in Afghanistan are supporting women’s participation in politics, develop women’s in economics, also arrange seminars and conferences. With these endorsements by UN Women, the Afghanistan’s women are looking forward to have their rights back to participate and make development on women’s status in Afghanistan. Keywords : Gender Discrimination, UN Women, Afghanistan Pendahuluan Seiring perkembangan zaman, saat ini para perempuan sudah makin terlihat keterlibatannya di berbagai bidang, seperti turut mengambil keputusan di bidang politik, mendapatkan kesempatan berdagang dalam bidang ekonomi, mendapatkan pendidikan yang layak bahkan bisa turut andil memberikan pendidikan, serta menerima kesempatan yang sama di bidang kesehatan. Namun di tengah perkembangan ini masih banyak pula terjadi diskriminasi perempuan. Contoh kasus yang terjadi, masih banyak pekerja perempuan yang tidak diperhatikan keterampilannya dalam bekerja, hal ini menjadi dampak kurangnya mendapatkan perlindungan hukum untuk perempuan. Aturan yang berlaku dalam masyarakat terutama yang merugikan perempuan tidak dipertimbangkan perubahan peraturannya dalam mendukung hak perempuan(http://m/antaranews.com). Pembagian upah yang tidak layak juga menjadi isu terkait hak perempuan di bidang ekonomi. Hak-hak yang kurang diperhatikan ini juga karena Afganistan masih menghadapi aksi teroris yang mengganggu pertumbuhan ekonomi masyarakat sehingga dikatakan termasuk negara miskin. Negara ini merupakan negara yang penuh tantangan dan tidak aman bagi perempuan untuk hidup di sana(www.republika.co.id).
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman.
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 089-102
Perang Saudara di Afghanistan yang berlangsung panjang telah melenyapkan hak asasi perempuan dan golongan-golongan lain; diskriminasi perempuan telah mencapai tingkat baru dengan munculnya kekuasaan Taliban. Kelompok Taliban merupakan gerakan nasionalis Islam Sunni yang populasinya berada di daerah timur dan selatan Afghanistan, Taliban mengajarkan ajaran Islam Sunni garis keras. Kekerasan dan ketidakadilan di Afghanistan semakin meningkat setelah Taliban mulai berkuasa pada tahun 1996, Taliban melarang anak perempuan 10 tahun ke atas dalam mendapatkan pendidikan, perempuan dan anak perempuan secara sistematis semakin terdiskriminasikan dan terpinggirkan, serta hak-hak asasi mereka dilanggar(www.bbc.com). Walaupun Pemerintah Afghanistan memandang tindakan Taliban sebagai tindakan yang tidak adil dan sangat merugikan pihak perempuan, namun pada tahun 2014 mendukung pemberlakuan UU yang semakin merugikan. UU tersebut adalah melegalkan kaum laki-laki untuk memukul perempuan / istri jika membangkang dan para pria tidak akan dihukum(m.merdeka.com). Jika perempuan ini melaporkan adanya kekerasan, akan dipenjara karena keluar tanpa adanya pengawasan lelaki. Dan pelaku tersebut tidak diberi hukuman apapun. Keputusan pemerintah pada tahun 2005, menyangkut jatah kursi parlemen untuk wanita naik menjadi 25%, hanyalah sebagai simboliskarena keadaan perempuan tidak memperlihatkan adanya perubahan yang lebih baik(www.dw.de). Keadaan ketidaksetaraan dan kekerasan terhadap gender di Afghanistan ini mendorong para perempuan Afghanistan untuk membangun kelompok yang dapat membantu kaumnya. Pada tahun 2000, The Afghan Women’s Mission dibentuk dan bekerja sama dengan RAWA (The Revolutionary Association of the Women of Afghanistan). Pada tahun 2002, WDC - Women's Development Centers didirikan oleh UNIFEM dan MOWA (Ministry of Women's Affairs) untuk menjadi tempat perkumpulan yang aman bagi perempuan Afghanistan untuk mendiskusikan prioritas mereka, mendapatkan bantuan sosial, dan meningkatkan pendidikan(unwomenusnc.org). Maka UN Women ( United Nation Women ) organisasi yang baru saja berdiri resmi pada bulan Juli 2010 mempunyai visi yang sama yaitu untuk membela kesetaraan gender,terutama hak-hak wanita. Sebagai organisasi dibawah kepemimpinan PBB, UN Women yang bergerak khusus untuk emansipasi wanita, mempunyai visi mengemansipasi hak-hak wanita di kancah internasional, bersifat membantu meringankan penderitaan para wanita yang terdiskriminasi. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Peran Organisasi Internasional Menurut T. May Rudi dalam bukunya yang berjudul “Administrasi dan Organisasi Internasional”, Organisasi Internasional dapat didefinisikan sebagai pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlakukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda (T. May Rudy, 1998:4).
90
Upaya UN Women dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan (Catarina Mega A)
Peran Organisasi Internasional adalah sebagai wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mengurangi intensitas konflik antar sesama anggota, maka dalam pelaksanaan serta fungsi UN Women di Afghanistan mempunyai fungsi : 1. Sebagai sarana perundingan bagi kaum perempuan untuk menghasilkan keputusan bersama yang saling menguntungkan dan ada kalanya bertindak sebagai; 2. Lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah gender yang terjadi di Afghanistan ( antara lain kegiatan sosial kemanusiaan, peace keeping operation dan lain-lain ). (T. May Rudy, 2005:27-28). Secara umum organisasi internasional dibagi menjadi dua, yaitu Organisasi Non Pemerintah atau Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan Organisasi Pemerintah Internasional. Organisasi ini bergerak mandiri, tidak memiliki ikatan terhadap pemerintah manapun walau mempunyai lingkup kerja secara internasional. Adapula INGO, untuk membedakan antara NGO yang internasional dengan NGO yang beruang-lingkup domestik (dalam satu negara). INGO pada umumnya merupakan organisasi di bidang olahraga, sosial, keagaman, kebudayaan, dan kesenian. UN Women merupakan contoh dari NGO Internasional.Ruang atau wilayah UN Women sebagai NGO Internasional adalah global, dengan keanggotaan terbuka dalam ruanglingkup di berbagai penjuru dunia. Walau global tetapi masih dikategorikan sebagai organisasi global – khusus.(T. May Rudy, 2005:5). Konsep Gender Gender merupakan suatu istilah yang dimaknai sebagai perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab, harapan dan karakteristik, feminitas dan maskulinitas antara laki-laki dan perempuan. Salah satu contoh perbedaan tersebut antara lain laki-laki menjalankan peran produksi sedangkan perempuan menjalankan peran pemeliharaan. Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin yang bersifat biologis, walaupun dalam pembicaraan pada umunya seks dan gender dapat dipertukarkan. Gender merupakan perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh masyarakat atau kelompok dengan latar belakang budaya dan struktur sosial yang berbeda-beda di setiap daerah,suku,negara dan agama. Dalam kasus yang terjadi di Afghanistan, perbedaan kedudukan tersebut disebabkan oleh terbangunnnya pengaruh kebudayaan yang telah turun-temurun di dalam masyarakat. Seperti halnya konsep kelas, ras, dan suku, gender adalah alat analisis untuk memahami relasi-relasi sosial antara perempuan dan laki-laki. Konsep Women In Development Mansour Fakih menulis, Women in Development (WID – Perempuan dalam pembangunan) merupakan pendekatan yang dominan bagi solusi masalah perempuan di Dunia Ketiga. Gagasan WID dianggap satu-satunya solusi untuk memperbaiki status dan nasib berjuta-juta perempuan di Dunia Ketiga. WID, yang merupakan strategi arus utama developmentalism, lebih memperlihatkan penjinakkan dan pengekangan perempuan Dunia Ketiga, daripada membebaskannya. Agenda utama program WID adalah bagaimana melibatkan kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan. Sebab faktor keterbelakangan perempuan adalah kurangnya partisipasi perempuan dalam pembangunan (Mansour Fakih, 2013:58-60).
91
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 089-102
Tujuannya tidak hanya sekedar memperbaiki status perempuan yang indikatornya dari laki-laki, melainkan memperjuangkan martabat dan kekuatan perempuan. Kekuatan yang dimaksud bersifat internal, dalam mengontrol hidup juga kemampuan meraih akses sumber-sumber material dan nonmaterial. Dalam kenyataan yang terjadi di masyarakat Afghanistan perempuan juga hanya boleh beraktivitas dilingkungan domestik. Maka dengan adanya yang berusaha memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam pembangunan dan kebijakan publik yang mulai bekerja sama serta dibantu oleh kehadiran UN Women di Afghanistan. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif case study dimana penulis akan menjelaskan secara sistematis bagaimana pengaruh UN Women pada diskriminasi gender di Afghanistan. Teknik analisa data yang digunakan penulisdi dalam penelitian ini, dengan menggunakan teknik analisa penelitian data secara kualitatif dengan menggunakan teori dan data sekunder sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan penulisan yang diangkat yaitu upaya UN Women dalam penyetaraan gender di Afghanistan. Hasil Penelitian Diskriminasi Perempuan di Afghanistan Pada UU tahun 1990 bab 3 pasal 38 dinyatakan bahwa, “Penduduk Afghanistan, lakilaki dan perempuan mempunyai hak yang sama, terlepas dari kewarganegaraan, ras, bahasa, suku, pendidikan dan status sosial serta agama. Perlakuan hak khusus yang ilegal atau diskriminasi terhadap HAM adalah dilarang”(afghan-web.com). Bahkan ada UU yang mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan, pada pasal 42, “Di Afghanistan hukuman yang bertentangan martabat manusia, penyiksaan yang diluar batas adalah dilarang”(afghan-web.com), hal ini sangat bertentangan dengan keadaan perempuan saat Taliban mulai muncul di Afghanistan pada tahun 1990an. Perempuan mengalami kekerasan dan diskriminasi tetapi tidak dapat membela haknya walaupun ada UU yang berlaku mengenai kesetaraan gender dan larangan penggunaan kekerasan. Adapun bentuk-bentuk diskriminasi yang terjadi di Afghanistan antara lain : 1. Bidang Pendidikan Tingkat buta huruf yang tinggi menjadikan Afghanistan berada di posisi yang rendah secara global. Hanya 14% dari perempuan yang terpelajar, dengan jumlah 4-5% di daerah pedesaan yang dapat membaca(University of Victoria Faculty of Law: 9). Tradisi kebudayaan dalam keluarga menjadi salah satu alasan utama terjadinya diskriminasi perempuan dalam pendidikan. Keluarga menganggap pendidikan untuk anak perempuan tidaklah penting, peran mereka hanyalah di dalam dapur atau di dalam rumah saja. Selain itu dengan kehadiran Taliban, peraturan terhadap perempuan semakin
92
Upaya UN Women dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan (Catarina Mega A)
2. Bidang Sosial Di bawah rezim Taliban, perempuan harus menahan kekerasan sosial dan haknya dicabut. Perempuan dilarang keluar dari rumah, kalaupunterpaksa keluar harus seijin dan didampingi laki-laki dari keluarga. Selain itu, perempuan harus memakai burqa yang menutupi dari atas sampai bawah tubuh kecuali mata. Bahkan perempuan yang sebelumnya bekerja secara layak dipaksa berhenti dan menjadi pengemis untuk mencari uang bagi keluarganya. Perempuan juga dilarang menyuarakan pendapat, walau telah ada aturan dalam undang-undang bab 2 menyangkut Hak Fundamental dan Tugas masyarakat, pasal 34, “Kebebasan menyuarakan tidak dapat diganggu gugat. Setiap masyarakat Afghanistan mempunyai hak yang sama untuk menyuarakan pikiran melalui suara, tulisan, ilustrasi”(Islamic Republic of Afghanistan, 2004: 7). 3. Bidang Politik Walaupun pada tahun 2004 Undang-undang Afghanistan telah menyatakan kedudukan yang sama antara laki-laki dan perempuan atas hukum dan keterlibatan politik, tetapi perempuan yang sudah mendapatkan kursi di parlemen hanya sebuah simbol, kehadiran mereka tidak dianggap dalam mengambil keputusan. Seorang politikus perempuan bernama Shukria Barakzai adalah seorang yang aktif dalam politik, sosial dan kebudayaan, diserang oleh Taliban dengan maksud memperingatkan perempuan Afghanistan bahwa mereka telah melawati batas ideologi Taliban(aljazeera.com). 4. Bidang Kesehatan Jaminan kesehatan sangat penting bagi perempuan, diperlukan jaminan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan masa sesudah persalinan, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama kehamilan dan masa menyusui. Pada Undang-undang Bab 2 pasal 52 menyatakan: Negara harus menyediakan layanan kesehatan dan fasilitas kesehatan yang layak untuk semua masyarakat Afghanistan sesuai dengan ketentuan hukum(Islamic Republic of Afghanistan, 2004:10). Banyak kaum perempuan Afghanistan yang tidak mendapat jaminan sosial. Seorang ibu harus melahirkan semua anaknya di rumah, karena tidak mendapat jaminan dan pelayanan dari pihak kesehatan. Dalam mengakses layanan kesehatan berbeda di beberapa provinsi. 5. Bidang Ekonomi Pada Konvensi Wanita pasal 11 menyangkut ketenagakerjaan, negara wajib menghapus diskriminasi tarhadap wanita di lapangan kerja dengan beberapa di antaranya hak atas kesempatan kerja yang sama, hak untuk menerima upah yang sama, hak atas jaminan sosial.(Tapi Omas Ihromi,2000:46).Dampak faktor perempuan yang buta huruf dan kurang berpendidikan mempengaruhi peluang mereka mendapatkan kesempatan untuk bekerja, dan hal ini juga didukung oleh pihak keluarga yang masih melarang keluar atau bekerja di luar rumah. Kinerja perempuan dianggap tidak penting, berada di dalam rumah dan mengurus rumah serta anak-anak sudah cukup.
93
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 089-102
Diskriminasi yang terjadi di Afghanistan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: 1. Kemiskinan Penduduk Afghanistan sangat bergantung pada pertanian dan peternakan, sebagian dari penduduk mengalami krisis pangan, sandang, papan, dan minimnya perawatan kesehatan. Pada lapangan pekerjaan di bidang pertanian yang diutamakan Afghanistan sebagai penghasil utama, sebagian besar pekerja telah didominasi oleh laki-laki dan menutup partisipasi bagi pihak perempuan, dilihat dari kondisi fisik yang dibutuhkan untuk bekerja di ladang petani. Selain itu kemiskinan yang dialami perempuan juga disebabkan larangan untuk meninggalkan rumah seorang diri, peraturan ini semakin menutup kesempatan perempuan untuk meningkatkan kondisi ekonominya. 2. Faktor Budaya Sebagian besar anggota Taliban berasal dari budaya Pashtun, dan perempuan berkebudayaan Pashtun tidak lepas dari peraturan Taliban yang membatasi ruang gerak perempuan. Namun diskriminasi terhadap perempuan sudah lama berada dalam budaya Pashtun. Keluarga Pashtun akan melemparkan buah kering, manisan dan koin bagi kelahiran lelaki, tetapi menutup tirai bagi kelahiran perempuan. Budaya Pashtun juga menganggap pendidikan tidak penting bagi perempuan, keluarga melarang anak perempuan untuk bersekolah, dan membuat mereka menghabiskan waktunya hanya di dalam rumah. Budaya Pashtun ini mengarah kepada kultur patriarki yang juga menjadi faktor dalam diskriminasi gender. Kultur patriarki ini lebih mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki, dimana posisi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. 3. Faktor Agama Faktor agama sangat berpengaruh kuat terutama bagi Afghanistan yang menerapkan undang-undang syariat Islam. Hukum ini memberikan pembebasan dari penindasan dan memihak pada kaum lemah. Namun, penerepan ini hampir tidak menjanjikan, karena tetap terjadi bentuk pengabaian HAM seperti kasus diskriminasi yang tidak terselesaikan dan hukuman yang merendahkan martabat bagi perempuan (acehinstitute.org). Dalam kasus Afghanistan, kemunculan Taliban yang penganut Sunni, membatasi pergerakan perempuan. Beberapa peraturan ini adalah perempuan dilarang keluar dari rumah jika tidak ada pengawasan dari pihak keluarga, perempuan tidak diijinkan sekolah dan bekerja, perempuan tidak diakui dalam mengambil keputusan, mengakibatkan kedudukan perempuan sangat rendah dan tidak berharga (Mansour Fakih, 2013:129).Merumahkan perempuan seperti yang dilakukan Taliban dengan bertujuan menjaga keselamatan sebenarnya di dalam rumah pun tidak menjamin keamanan bagi perempuan.
94
Upaya UN Women dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan (Catarina Mega A)
4. Faktor Hukum Keterbatasan pemahaman dan keahlian hukum dalam menangani kasus ketidaksetaraan perempuan menjadi pengaruh yang kuat terjadinya diskriminasi perempuan dalam perkembangannya sampai saat ini. Kesadaran masyarakat akan pentingnya hukum juga masih sangat kurang, masyarakat masih mengalami krisis kepercayaan kepada para penegak hukum karena adanya sikap aparat penegak hukum yang menganggap bahwa diskriminasi perempuan adalah tindak pidana ringan dan pengaruh dari peraturan perundang-undangan yang terbatas.Dalam syariat Islam yang dipakai oleh sistem Afghanistan memang tidak ada peraturan yang melarang perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam dunia politik. Pada Undang-undang Bab 3 tahun 2003 Pasal 44 menyatakan kesetaraan pendidikan serta mengurangi buta huruf bagi perempuan. Dan pada Bab 5 pasal 84, jumlah perempuan dalam anggota majelis harus mencapai 50%. Namun kehadiran perempuan hanya menjadi simbolis kesetaraan gender tetapi perempuan tetap tidak mendapatkan hak suara serta hak untuk mengambil keputusan. Upaya Penyetaraan Gender di Afghanistan Dalam upaya penyetaraan gender, telah dilakukan berbagai cara dari pihak perempuan itu sendiri, salah satunya dengan membentuk LSM – Lembaga Swadaya Masyarakat – yang berfungsi sebagai tempat bagi perkumpulan perempuan. Dengan adanya Organisasi non-pemerintah ini, dibentuk oleh pekerja sukarela yang bertujuan untuk membantu kaum perempuan mendapatkan keadilan dan melayani bagi mereka yang membutuhkan bantuan dalam menghadapi kasus diskriminasi yang terjadi di bidang ekonomi, politik dan pendidikan. Pada tahun 2008, Kementrian pendidikan Afghanistan memutuskan untuk mengembangkan suatu sistem pendidikan inklusif dan ramah anak di Afghanistan. Dengan bantuan UNESCO, terbentuklah Koordinasi Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif, yang memiliki lebih dari 30 anggota berasal dari nasional dan internasional. Seluruh anggota organisasi dari koordinasi ini terlibat dalam proses dan kesepakatan menuju inklusi yang diimplementasikan dalam 12 sekolah di Kabul. Penerapan sistem inklusif ini memastikan bahwa seluruh anak memiliki akses yang sama terhadap kualitas pendidikan tanpa memandang gender, usia, kemampuan, disabilitas/kecacatan, kondisi kesehatan, keadaan, baik sosial-ekonomi, agama, etnik dan latar belakang bahasa mereka. Pada tahun 2012, The United Nations Population Fund (UNFPA) dan The European Police Mission in Afghanistan (EUPOL) melakukan kampanye berkaitan dengan “Police Taking Action to Combat Violence against Women and Girls in Afghanistan". Kampanye ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak-anak, maka dengan hadirnya petugas keamanan dapat meningkatkan perlindungan bagi perempuan di beberapa lokasi yang krisis dan dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam menjalani kehidupan sosial, melanjutkan proses ekonomi juga pendidikan.
95
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 089-102
Keterlibatan UN Women dalam penyetaraan Gender di Afghanistan Kehadiran UN Women untuk meningkatkan kinerja, sebagai salah satu organisasi internasional perempuan yang menjadi upaya PBB. UN Women memiliki peran sebagai sumber kekuatan bagi wanita dan anak-anak perempuan, sebagai wakil suara terhadap tingkat lokal, regional maupun tingkat global. UN Women akan melanjutkan tanggung jawab dari UNIFEM, terhadap penyetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di negara anggota. Di Afghanistan, dengan pembelaan dari UN Women mengenai pergerakan penyetaraan gender, membantu mencegah pelaksanaan Amendment to the Criminal Procedure Code dimana amandemen ini melarang anggota keluarga menjadi saksi mata, termasuk kasus kejahatan domestik, hal itu akan merusak perlindungan legal atas perempuan, karena biasanya anggota keluarga adalah salah satu saksi mata atau bahkan berpartisipasi dalam diskriminasi perempuan. UN Women menjadi salah satu pemain utama untuk masa depan perempuan di Afghanistan. Organisasi bawahan PBB ini akan bekerja menyangkut masalah diskriminasi perempuan di Afghanistan, dengan menjadi kekuatan bagi perempuan, memperjuangkan kesetaraan perempuan dengan laki-laki sebagai partner, mempunyai hak yang sama dalam pengembangan negara, HAM, aksi kemanusiaan serta menempatkan hak perempuan sebagai tujuan utama. UN Women telah berpartisipasi dalam diskusi rapat penting, debat Dewan Keamanan, dan seminar mengenai perempuan di Afghanistan pada masa lalu, sekarang dan masa depan. Atas dasar pentingnya bekerjasama dalam menyelesaikan masalah penyetaraan gender ini maka PBB membentuk organisasi khusus yaitu UN Women, sebagai salah satu wadah untuk membahas diskriminasi perempuan. Untuk menyetarakan gender di Afghanistan, UN Women mempunyai beberapa upaya yang diharapkan melalui caracara ini mampu mengatasi diskriminasi dan mengurangi kerugian yang dialami perempuan di Afghanistan, antara lain: 1. Mendukung Gerakan Kaum Perempuan di bidang politik Dalam bidang politik, UN Women mendukung perempuan untuk aktif berpartisipasi di bidang politik dengan mengikuti pemilihan presiden juga dewan provinsi pada tahun 2009. Selama pemilihan tahun 2009-2010, kandidat perempuan diberikan pelatihan keterampilan kampanye yang efektif serta pengetahuan peran dan mandat sebagai kandidat terpilih. UN Women juga menyediakan pelatihan dalam lembaga sektor peradilan yang bertujuan untuk melatih kepekaan gender karyawan lembaga tersebut, agar perempuan bisa mendapatkan akses ke pihak pengadilan.
96
Upaya UN Women dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan (Catarina Mega A)
UN Women juga mendukung Afghan Women’s Network (AWN) dalam menyiapkan laporan CEDAW yang berisi pendapat masyarakat dalam pelaksanaan konvensi di Afghanistan selama 10 tahun. Selain itu, UN Women juga menyiapkan laporan Oral History Research, yang bertugas untuk mengumpulkan, menganalisa, serta melaporkan kekerasan gender yang dialami oleh perempuan di Afghanistan selama perang 30 tahun. Laporan ini merupakan pernyataan pengalaman perempuan di 7 provinsi Afghanistan dan dengan dokumentasi pengalaman perempuan selama perang ini, diharapkan perempuan dapat memberikan suara dan pendapatnya. 2. Mendukung Pengembangan Perempuan di bidang ekonomi Dalam upaya untuk mengutamakan masalah gender ke dalam program pengurangan kemiskinan perempuan, UN Women bekerja sama dengan Pelayanan Rehabilitasi Pengembangan Pedesaan dan bagian provinsi, mengembangkan kapasitas mereka untuk menilai, menganalisis dan mengutamakan proses perencanaan perspektif gender yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Terutama dalam pengembangan kesempatan perempuan di bidang ekonomi dan pengembangan usaha. UN Women juga membantu MoWA (Ministry of Women Affairs) terhadap pembentukan Hak dan Keamanan Ekonomi Perempuan yang termasuk hak ekonomi untuk perempuan, dimana hal ini juga didukung dengan melakukan konsultasi dan pertemuan kelompok kerja. UN Women mendukung Departemen Pengurusan Perempuan di 3 provinsi, dimana fokus untuk menawarkan kesempatan membangun aset ekonomi yang berkelanjutan bagi perempuan yang terabaikan melalui pengembangan keterampilan dalam bahasa dan pemakaian media komunikasi. Saat ini UN Women sedang berada dalam fase awal pengembangan pasar aman bagi perempuan dalam upaya mendukung pengusaha perempuan untuk bergabung dalam bidang ekonomi. Selain itu UN Women juga bekerja sama dengan Ministry of Rural Rehabilitation and Developmentyang menyediakan pelatihan bagi perempuan untuk meningkatkan kesadaran dalam program mata pencaharian. Pelatihan ini fokus terhadap konsep gender dalam memberikan metode dan strategi dalam mengutamakan pemberian kekuasaan perempuan di bidang ekonomi. UN Women mendapatkan kesempatan untuk mendukung pelatihan ini sampai di tingkat provinsi. Afghanistan mempunyai ekspor unggul dalam menjual hasil pertanian, karpet dan permata, hal ini membuat UN Women mendukung pengusaha perempuan untuk menunjukan kerajinan tangan dan produk lainnya dalam India International Trade Fair (IITF) yang diselenggarakan di New Delhi pada tanggal 14-27 September 2013. Pada bulan Mei 2013, UN Women membuka sebuah kantor pusat pengajaran sebagai sarana bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang ekonomi menggunakan teknologi-komunikasi berbasis bahasa inggris. UN Women dianggap memberikan langkah yang penting dalam meningkatkan partisipasi perempuan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak dan memperbaiki status perempuan di bidang ekonomi.
97
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 089-102
3. Mengadakan Konferensi dan Seminar UN Women telah ikut mendukung gerakan yang memperingati hari peringatan kekerasan perempuan di Kabul pada tahun 2013. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran para perempuan bahwa mereka memiliki hak dalam perundang-undang. Organisasi perkumpulan perempuan mengirimkan wakilnya untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut yang bertujuan mengetahui seberapa jauh pengetahuan mereka dalam hukum hak perempuan. UN Women mempunyai komitmen untuk bekerja sama dengan kelompok pemuda Afghanistan dan menelusuri bagaimana mereka membantu perkembangan perempuan dan menghapus diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan. UN Women juga ikut berpartisipasi pada bulan November 2013, dalam konferensi nasional yang memajukan partisipasi perempuan dalam proses hukum kriminal. Pada bulan April 2014, UN Women mengadakan seminar pelatihan 5 hari dengan tema “Gender in Islam” dan dihadiri 15 perempuan Afghanistan. Dengan dukungan dari Sisters In Islam (SIS) pelatihan ini menganalisa ilmu hukum agama Islam berkaitan dengan hak perempuan dalam komunitas muslim. Seminar ini memperkenalkan dan membantu peserta untuk mengerti bagaimana tradisi muslim dan hubungan antara Qur’an dengan tradisi Islam yang saat ini berjalan serta fokus kepada hak perempuan. Seminar ini mengajarkan perempuan untuk membandingkan antara hak perempuan yang diakui secara global dan yang telah tertulis dalam Qur’an dengan kehidupan yang telah mereka jalani selama 20 tahun. Semua berkaitan dengan hubungan antara perempuan dan laki-laki muslim pada saat berinteraksi di dalam masyarakat dan di lingkup pemerintah. Dalam penerapan program yang diupayakan oleh UN Women terdapat hambatan dan tantangan yang menghalangi kinerja program tersebut. Adapun hambatan dalam upaya UN Women menyetarakan gender di Afghanistan, yaitu: 1. Tradisi masyarakat yang membatasi peran perempuan Karena pengaruh kebudayaan masih terlalu kuat maka dalam menerapkan sistem pemberdayaan perempuan menjadi terhambat. Kebudayaan masih sangat berpengaruh untuk menentukan peraturan terutama pengaruhnya dalam status perempuan. Hal ini terlihat di masyarakat pelosok desa masih menerapkan sistem kebudayaan yang menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Masih banyak kaum perempuan yang tidak diijinkan keluar rumah tanpa disertai laki-laki dari keluarga hanya untuk menerima pendidikan atau bekerja. Walaupun kondisi status perempuan di kota mulai membaik, tetapi dalam penerapannya masih kurang karena dipengaruhi oleh budaya. Terkadang perempuan masih tidak mendapatkan hak menyampaikan pendapat dan menerima upah yang rendah. Perempuan juga masih mengalami kesulitan dalam menerima akses kesehatan. Meskipun kini perempuan diperbolehkan belajar dan bekerja, mereka masih harus diawasi dan dibawah peraturan oleh saudara laki-laki. Penyetaraan status perempuan membutuhkan proses yang lebih lama dan perlu melakukan upaya pemberdayaan sampai ke pelosok pedesaan. Pada kasus Malala, seorang gadis ditembak saat melakukan kampanye tentang pendidikan bagi pelajar perempuan. Tetapi pihak berwajib tidak melakukan aksi pencarian dan penangkapan terhadap pelaku penembakan, hal ini dikarenakan masih adanya
98
Upaya UN Women dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan (Catarina Mega A)
pemberlakuan batasan pendidikan bagi perempuan. Maka kasus ini hanya direspon ringan dari pihak berwajib di Afghanistan(Malala Yousafzai, 2014:342). 2. Belum optimalnya penerapan aturan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat Bahkan larangan diskriminasi antar penduduk Afghanistan telah dilarang dalam pasal 22 yang berbunyi: “Segala bentuk diskriminasi antara warga Afghanistan dilarang. Warga Afghanistan memiliki hak dan tugas yang sama di hadapan hukum”, maka hal ini bertentangan dengan yang terjadi di Afghanistan terutama kepada hak perempuan. Peraturan tentang partisipasi di bidang pendidikan terhadap kaum perempuan telah diratifikasi dalam bab 2 pasal 43 dan 44. Tetapi penerapan terhadap masyarakat masih belum menunjukan perubahan yang signifikan terutama perempuan yang berada di tempat terpencil. Walaupun dalam pasal 46, meningkatkan pendidikan merupakan tanggung jawab negara tetapi peraturan di beberapa daerah melarang perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Pasal 48 mengatur hak masyarakat dalam mendapat pekerjaan dengan menempuh jam kerja, mendapatkan upah serta hak dalam pekerjaan yang sama antara perempuan dan laki-laki. Dan mendapatkan hak bebas untuk memilih berbagai pekerjaan. Pada tahun 2012, seorang perempuan mendapatkan hukuman karena pekerjaannya di film layar lebar, pekerjaan ini dipandang “non-islamis”. Perempuan yang berani tampil di depan publik akan dicap negatif di Afghanistan(dw.de). Masih ada perempuan yang terbatas haknya dalam memilih pekerjaan, selain itu upah mereka juga lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki. 3. Lemahnya perlindungan hukum terhadap penyetaraan gender Penyetaraan status perempuan dibutuhkan pula dukungan dan perlindungan dari pihak berwajib seperti kepolisian, pengadilan, dan pemerintah negara. Namun pihak kepolisian di Afghanistan tidak memberikan bantuan saat kaum perempuan melaporkan tindakan diskriminasi, dan kepolisian juga tidak membuat catatan laporan bahkan menahan perempuan yang telah keluar sendirian dari rumahnya. Selain itu pihak pengadilan juga tidak memberikan bantuan yang berarti, hanya akan mengeluarkan surat keputusan penahanan bagi pelaku diskriminasi tetapi lebih fokus kepada perempuan yang telah keluar dari rumahnya tanpa ada pengawasan laki-laki dari keluarga. Pada tahun 2012, seorang perempuan di Kabul juga melaporkan diskriminasi dalam pekerjaannya, dan melaporkan adanya tindakan kekerasan yang dialaminya kepada kepolisian setempat, tetapi tidak mendapatkan respon dan kepala polisi Kabul menyatakan bahwa kasus itu bukan menjadi tanggung jawab pihak kepolisian. Kurangnya kerjasama dari pihak berwajib membuat upaya penyetaraan ini masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan terutama di daerah pelosok.
99
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 089-102
4. Rendahnya dukungan masyarakat / keluarga terhadap penyetaraan gender Tanpa anak laki-laki sebuah keluarga dianggap lemah di negara yang dilanda peperangan seperti Afghanistan. Jika seorang wanita berhasil melahirkan anak laki-laki maka saat kepulanggannya dari rumah sakit akan dirayakan dengan musik dan berbagai makanan. Pihak keluarga merupakan pendukung utama penyetaraan gender karena biasanya faktor diskriminasi berawal dari dalam keluarga. Diskriminasi yang dialami perempuan dari pihak keluarga berupa larangan untuk bersekolah, ditambah faktor kemiskinan yang mempengaruhi keluarga untuk lebih mengutamakan anak laki-laki mendapatkan pendidikan. Anak perempuan dianggap rendah dan lemah maka tidak perlu bersekolah atau bekerja diluar, cukup melayani suami, ayah atau saudara laki-laki didalam rumah. Kalaupun perempuan harus bekerja di luar rumah, maka ia akan memikul beban kerja yang lebih banyak. Di keluarga lain, orangtua mengubah anak perempuannya menjadi laki-laki karena menganggap dapat mengangkat kedudukan sosial keluarga(http://keluarga.com). Sejak berumur 2 tahun Zahra diberikan pakaian dan potongan rambut seperti anak laki-laki. Selain dapat memberikan reputasi keluarga yang lebih baik sebagai anak laki-laki, Zahra juga membantu melakukan tugas-tugas di luar rumah, seperti mengawal saudara perempuannya saat keluar rumah untuk berbelanja. Perilaku dari warga pun jauh lebih baik terhadap laki-laki dibandingkan kepada anak perempuan, hal ini membuat sejumlah keluarga tidak menginginkan anak perempuan. 5. Keterbatasan pengetahuan perempuan menyangkut peraturan hak gender Walau perempuan mulai bekerja sebagai anggota parlemen, anggota kabinet, pegawai sipil dan aktivis untuk hak perempuan yang berjuang menjamin kesetaraan dengan laki-laki di tengah masyarakat. Perempuan juga mulai terlibat di dunia seni, ekonomi, dan beberapa kegiatan sosial lainnya, namun upaya pemberdayaan perempuan ini sangat berfokus kepada kota besar saja. Masih banyak perempuan yang berasal dari daerah pinggiran di Afghanistan tidak mengetahui hak-hak asasi perempuan secara umum. Bagi perempuan penyadaran akan hak-hak akan mendorong mereka untuk memperjuangkan statusnya di dalam masyarakat. Pentingnya penguatan dan pemberdayaan perempuan dilakukan dengan membekali mereka akan pentingnya pemahaman terhadap HAM. Sosialiasi dan penyadaran mengenai HAM harus meluas ke lapisan masyarakat dalam bentuk penyuluhan, seminar, terutama kepada perempuan di daerah terpencil. Saat ini lembaga pemerintah, LSM, dan aktivis hak perempuan telah memperingati Hari Perempuan Internasional, namun masih banyak warga perempuan Afghanistan yang tidak mengetahui hari peringatan tersebut . Sayeda, perempuan berumur 42 tahun, adalah salah satu dari perempuan daerah pelosok yang minim akan pengetahuan hak asasi perempuan dan tidak pernah mengikuti seminar atau pun konferensi menyangkut hak perempuan(m.antaranews.com). Meskipun status perempuan telah meningkat di Afghanistan, daerah pedesaan yang tidak mengenal hukum masih mengalami diskriminasi.
100
Upaya UN Women dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan (Catarina Mega A)
Kesimpulan Upaya UN Women dalam penyetaraan gender di Afghanistan ini menambah pengetahuan perempuan terhadap haknya untuk memajukan status dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan dan sosial. Upaya ini telah berhasil karena pada bidang politik, para perempuan telah mendapatkan kesempatan untuk menyuarakan pendapat serta dapat membela hak perempuan, hal ini merupakan perubahan yang signifikan mengingat sebelumnya keadaan perempuan di bidang politik hanyalah simbolis. Perempuan juga telah memajukan perannya dalam ekonomi Afghanistan, keadaan ini meningkatkan kehidupan ekonomi perempuan dan bantuan UN Women dalam memberikan bantuan pekerjaan dengan upah yang layak juga menjadi faktor peningkatan di bidang ekonomi ini. Upaya UN Women dalam memberikan seminar dan forum serta ikut mendukung lembaga masyarakat dengan tujuan menyadarkan peran perempuan untuk mendapatkan haknya ini telah membantu banyak perempuan mengurangi tingkat diskriminasi. Namun UN Women juga menghadapi hambatan dalam meningkatkan kesetaraan gender di Afghanistan. Hambatan ini dimana masih adanya pengaruh kuat di beberapa keluarga yang menerapkan tradisi budaya pembatasan hak perempuan, masih belum mendapatkan dukungan dari keluarga terhadap penyetaraan gender /dan belum optimalnya kinerja perlindungan hukum juga dari pihak pemerintah. Daftar Pustaka Buku Fakih, Mansour.2013. Analisis Gender & Transformasi Sosial .Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ihromi, Tapi Omas.2000. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita .Bandung: Penerbit Alumni. May Rudy,Teuku .2005. Refika Aditama.
Administrasi dan Organisasi Internasional .Bandung :
Yousafzai, Malala.2014. I Am Malala .Bandung: PT Mizan Pustaka Media massa cetak dan elektronik / internet University of Victoria Faculty of Law. Women’s Equality in Afghanistan Islamic Republic of Afghanistan. 2004. The Constitution of Afghanistan General Assembly Security Council, United Nations.2001.The situation in Afghanistan and its implications for International peace and security ROL Republika Online - “Perempuan Afghanistan Masih Hadapi Diskriminasi dan Kemiskinan” dalam situs http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/04/19/n49c2gperempuan-afghanistan-masih-hadapi-diskriminasi-dan-kemiskinan
101
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 089-102
Merdeka.com “Berharap pada ‘dewa’” situshttp://m.merdeka.com/dunia/berharap-pada-dewa.html
dalam
DW Deutsche Welle - “Lima Tahun Kuota Perempuan di Parlemen Afghanistan” dalam situs http://www.dw.de/lima-tahun-kuota-perempuan-di-parlemenafghanistan/a-1474376
102