perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh: JAUHARSARI WARDHANI K 3205020
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh: JAUHARSARI WARDHANI K 3205020
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta,
Pembimbing I
Desember 2010
Pembimbing II
Drs. Mulyanto, M.Pd
Lili Hartono, S.Sn, M.Hum
NIP 19630712 198803 1 002
NIP 19781219 200501 1 002
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi syarat mendapatkan gelas Sarjana Pendidikan.
Hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
tanda tangan
Ketua
: Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. NIP 19530429 198503 1 001
: ......................................
Sekretaris
: Drs. Edy Tri Sulistyo, M.Pd. NIP 19560717 198601 1 002
: .......................................
Anggota I
: Drs. Mulyanto, M.Pd. NIP 19630712 198803 1 002
: ........................................
Anggota II
: Lili Hartono, S.Sn, M.Hum. NIP 19781219 200501 1 002
: ........................................
Disahkan oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. commit to user NIP 19600727 198702 1 001
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Jauharsari Wardhani. UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang menggunakan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 34 siswa. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember 2010, dengan dua siklus dan masing-masing siklus mencakup empat kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi, teknik wawancara, dan teknik tes tertulis untuk aspek kognitif dan aspek afektif dalam bentuk lembar observasi. Target indikator yang telah dicapai pada penelitian ini yaitu: 1) Siswa mampu mengidentifikasi pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I mencapai 73% dan pada siklus II meningkat hingga 88%. 2) Siswa mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I mencapai 72% dan pada siklus II meningkat menjadi 85%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media audio visual dapat meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Jauharsari Wardhani. THE IMPROVEMENT EFFORT OF ART APPRECIATION OF BATIK SURAKARTA TROUGH LEARNING WHICH USE AUDIO VISUAL MEDIA (COMBINING AUDIO SLIDE AND DOCUMENTARY MOVIES) TO TENTH GRADE OF SMA NEGERI 1 SURAKARTA IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2001. Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. 2010. The aim of this action research is to improve art appreciation of Batik Surakarta through learning which use audio visual media to tenth grade SMA Negeri 1 Surakarta in the Academic Year of 2010/ 2011. This research is an action research that uses audio visual media in learning art appreciation locally. The subject of research is the students classes X-4 SMA Negeri 1 Surakarta in Academic Year of 2010/ 2011 which consists of 34 students. This research is conducted from August until December 2010, it consists of two cycles and each of the cycles consists of four activities. It is planning, implementing, observing and reflecting. The collecting of data uses documentation, interview, written test to cognitive aspects and affective aspect in sheet observation form. The target of indicator which is reached in this research is: 1) the students can identification knowledge about art locally. It is Batik Surakarta. In the cycle one is 73% and the cycle two improves until 88%. 2) The students can show their attitude to praises art locally that is Batik Surakarta. In the cycle one reaches 72% and cycle two improves until 85%. The result of this research can concluded that learning the use of audio visual aids can improve student’s art appreciations in particular at Batik Surakarta at the students classes X-4 SMA Negeri 1 Surakarta in Academic Year of 2010/ 2011.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. - Thomas Alva Edison-
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Ibu, Bapak, dan Adik tercinta
Sahabat-sahabat yang menyayangiku
Sakura
Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005, adik dan kakak tingkatku
Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband Universitas Sebelas Maret Surakarta
Almamater Tercinta
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, kemudahan serta rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukurngan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, Penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada terhormat : 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidyatullah, M. Pd. Sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta. 2. Drs. Suparno, M. Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta. 3. Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. sebagai ketua Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta. 4. Drs. Mulyanto, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi. 5. Lili Hartono, S.Sn, M.Hum, selaku Pembimbing II sekaligus Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi terutama selama penulis menjadi mahasiswa di Program Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS; 6. Orang tua penulis, yang tiada hentinya memberikan penulis dukungan baik secara materi maupun moral. 7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang telak banyak memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis. 8. Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005 9. Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan ijin, sehingga penulis dapat melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini; commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru mata pelajaran seni budaya kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta atas bimbingan, arahan, dan bantuannya. 11. Siswa-siswi kelas X, khususnya X-4 SMA Negeri 1 Surakarta atas bantuan dan kerjasamanya. 12. Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband Universitas Sebelas Maret Surakarta 13. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripisi ini dapat tersusun. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan kesenirupaan, khususnya bagi penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya.
Surakarta, Desember 2010
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iv
ABSTRAK .................................................................................................
v
MOTTTO ...................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ......................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ix
DAFTAR ISI...............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL.......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………
1
B. Rumusan Masalah…………………………………………..
7
C. Tujuan Penelitian………………………………………...….
8
D. Indikator Penelitian…………………………………………
8
E. Manfaat Penelitian………………………………………….
9
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka……………………………………………
10
1. Pembelajaran……………………………………………
10
2. Apresiasi Seni…………………………………………...
11
3. Batik Surakarta………………………………………….
14
a. Pengertian Batik…………………………………….
14
b. Sejarah Batik Surakarta……………..………………
15
c. Makna Pola Batik Surakarta dan
18
Penggunaannya.……………………………………. 4. Media……………...…………..………………………... to user a Pengertian commit Media………………………....................
xi
24 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b
Media Pembelajaran………………………………...
25
c
Media Audio Visual…………...................................
29
1) Slide Suara ……………………………………..
31
2) Film …………………………………………….
32
B. Penelitian yang Relevan…………………………………….
35
C. Kerangka Berpikir…………………………………….…….
37
D. Hipotesis Tindakan…………………………………….……
40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu………………………………………….
41
B. Subyek Penelitian ………………….…………………….....
41
C. Teknik Pengumpulan Data….………………………………
41
D. Teknik Analisi Data…………………………………………
44
E. Prosedur Penelitian….………………………………………
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Awal……………………………………………...
55
1.
Letak dan Situasi Ruang SMA Negeri 1 Surakarta…….
55
2.
Keberadaan Siswa………………………………………
56
3.
Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta……………………………………...
57
a.
Pelaksanaan Pembelajaran…………………………
57
b.
Tahap Observasi Awal……………………………..
58
c.
Tahap Refleksi Awal………………………………
63
B. Deskripsi Siklus I……………………………………………
66
1. Perencanaan Tindakan Siklus I...……………………….
66
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I…………………………
66
3. Observasi Siklus I………………………………………
68
4. Refleksi Siklus I………………………………………..
76
C. Deskripsi Siklus II…………………………………………..
80
1. Perencanaan Tindakan Siklus II………………………..
80
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II.………………………. commit to user 3. Observasi Siklus II..…………………………………….
80
xii
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Refleksi Siklus II.………………………………………
92
D. Pembahasan…………………………………………………
94
BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN………………………... A. Simpulan…………………………………………………………...
100
B. Implikasi…………………………………………………………...
103
C. Saran……………………………………………………………….
103
Daftar Pustaka……………………………………………………………...
105
Lampiran…………………………………………………………………...
108
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4…………………..
5
2.
Indikator Keberhasilan Penelitian.……………………………………..
9
3.
Perencanaan Siklus I Pertemuan1………………………………………
49
4.
Perencanaan Siklus I Pertemuan 2……………………………………..
51
5.
Data Ketercapaian Siklus I Pembelajaran Apresiasi Seni……………...
75
6.
Evaluasi Aspek Visual Media Siklus I…………………………………
77
7.
Evaluasi Aspek Audio Media Siklus I.………………………………...
78
8.
Data Ketercapaian Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni……………..
91
9.
Evaluasi Aspek Visual Media Siklus II………………………………..
92
10. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus II………………………………...
93
11. Data Perbandingan Ketercapaian Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni…………………………………………...
94
12. Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II...............................
95
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4…………………………
3
2.
Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 menit Pertama..
4
3.
Batik Parang Rusak……………………………………………………
20
4.
Batik Udan Riris………………………………………………………..
21
5.
Batik Truntum………………………………………………………….
22
6.
Batik Sidomulyo………………………………………………………..
23
7.
Batik Sidomukti………………………………………………………...
23
8.
Batik Sidoluhur………………………………………………………...
24
9.
Kerangka Berpikir……………………………………………………...
39
10. Tahap Siklus Penelitian Tindakan Kelas……………………………….
48
11. SMA Negeri 1 Surakarta……………………………………………….
56
12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4…………………………
59
13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni (1) ……………………………………………………..
60
14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni (2)..……………………………………………………..
60
15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni……………………...
60
16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya Pada Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS…………………..
61
17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif…………………..
61
18. Grafik Presentase Hasil Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa Pada Kondisi Awal…………………………………………………………...
63
19. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual Pengetahuan Batik Tentang “Sejarah Batik Surakarta”………………………………
70
20. Siswa yang Mengerjakan Tugas Pelajaran Lain………………………. commit to user 21. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes…………………………………..
70
xv
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22. Siswa sedang melihat tayangan media audio visual pengetahuan batik tentang “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”……….
74
23. Siswa yang Tidak Memperhatikan Guru Pada Saat Guru sedang Menjelaskan Sub Materi………………………………………………..
74
24. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di siklus I………………………..
76
25. Seluruh Siswa Memperhatikan dengan Seksama Media Audio Visual yang Diputar……………………………………………………………
84
26. Guru Berkeliling Kelas Untuk Memantau Siswanya…………………..
85
27. Siswa Sedang Menyampaikan Pendapatnya Kepada Guru……………
88
28. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual yang Sedang Diputar………………………………………………………………….
89
29. Siswa Memperhatikan Penjelasan Dari Guru Setelah Melihat Tayangan Media Audio Visual………………………………………...
90
30. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes untuk Menguji Pemahaman Mereka Tentang Materi………………………………………………...
90
31. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus II………………………
91
32. Grafik Presentase Afektif dan Kognitif Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II…………………………………………………..
commit to user
xvi
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Silabus………………………………………………………………….
2.
Lampiran Observasi Awal……………………………………………..
109
a. Foto Kegiatan Pembelajaran………………………………………..
113
b. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 3……………………………
115
c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 4……………………………
116
d. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 3……………………..
117
e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 4……………………..
118
f. Lembar Nilai LKS Siswa (fotokopian)……………………………..
120
g. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..
121
h. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….
124
3.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)……………………………..
126
4.
Lampiran Siklus I………………………………………………………
5.
a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………………………….
150
b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………………………….
152
c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1……………………………
154
d. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 2……………………………
155
e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……………………..
156
f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……………………..
157
g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1…………………….
159
h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2…………………….
160
i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……………………………………..
162
j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……………………………………..
163
k. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..
164
l. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….
165
Lampiran Siklus II……………………………………………………... a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………………………….
168
b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………………………….
170
c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1…………………………… to user d. Lembar Observasi Afektifcommit Pertemuan 2……………………………
172
xvii
173
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……………………..
174
f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……………………..
175
g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1…………………….
177
h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2…………………….
178
i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……………………………………..
180
j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……………………………………..
181
k. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..
182
l. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….
184
m. Foto Peneliti pada saat Penelitian…………………………………...
185
Perijinan……………………………………………………………….. a. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi……………………….....
187
b. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS………………………………...
188
c. Surat Permohonan Ijin Research…………………………………...
189
d. Surat Permohonan Ijin Research…………………………………...
190
e. Surat Pengantar Ijin Penelitian…………………...…………………
191
f. Surat Keterangan dari SMA Negeri 1 Surakarta……………………
192
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang masih kental dengan budaya Jawanya. Bersama slogannya yang sering kita dengar yang berbunyi “Solo the Spirit of Java”, masyarakat dan pemerintah Kota Surakarta bertekad terus menjaga dan melestarikan budaya Jawa. Berbagai seni dan budaya tumbuh dan berkembang di kota ini, baik seni pertunjukan (ketoprak, wayang, tari, dan lain-lain), maupun seni rupa. Kota Surakarta lebih dikenal sebagai salah satu kota pencipta karya seni rupa yang lebih mengarah kepada seni kriya (seni ukir, batik, keris, dan lain-lain). Kain Batik Surakarta merupakan salah satu peninggalan budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia. Dalam dunia Internasional, kain batik lebih dikenal identik dengan Indonesia, dan pada akhirnya batik menjadi salah satu identitas diri yang dimiliki bangsa Indonesia. Seni dan budaya merupakan warisan leluhur, yang harus dijaga kelestariannya. Pengembangan dan pelestarian budaya Indonesia merupakan tugas besar yang diemban pemerintah Indonesia khususnya masyarakat Indonesia. Salah satu usaha pelestarian dan pengembangan seni dan budaya ini dapat dilakukan melalui dunia pendidikan. Crow dan Crow (dalam Arif Rohman, 2009:6) berpendapat bahwa “Pendidikan diartikan sebagai proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi”. Jadi pendidikan dimaksudkan sebagai suatu cara yang dipakai untuk meneruskan nilai-nilai kebudayaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dalam pendidikan formal di Indonesia memiliki jenjang atau tahapan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar (SD, MI atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, dan yang sederajat), pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, dan yang commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 sederajat), dan pendidikan tinggi (universitas, akademi, institut, dan yang sederajat). Pendidikan menengah merupakan pendidikan formal yang melanjutkan pendidikan dasar sebelumnya. Sebagaimana disebutkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 pada pasal 15 ayat 1 bahwa pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. (dalam Hasbullah, 2005:289). Pada pendidikan dasar sampai menengah terdapat mata pelajaran seni budaya. M. Jazuli (2008:17) menyatakan bahwa “Hakikat pendidikan seni adalah suatu proses kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai yang bermakna di dalam diri manusia melalui pembelajaran seni”. Melalui pelajaran seni budaya menjadikan anak didik mampu mengembangkan kreativitasnya akan seni dan budaya bangsa, sehingga pengembangan serta pelestarian seni dan budaya bangsa tetap terjaga dari generasi ke generasi. Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni tentu sudah tidak asing lagi. Apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang mengembangkan tingkat apresiasi siswa pada kesenian dan kebudayaan. Peningkatan apresiasi seni dan pengenalan siswa terhadap budaya bangsa mereka perlu dilakukan mulai sekarang, sehingga tumbuhnya rasa kebanggaan nasional dapat dipupuk sejak dini dan pelestarian dapat dilakukan, serta pengklaiman seni budaya kita oleh bangsa lain dapat dihindarkan seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu arah kebijakan Garis-garis Besar Haluan Negara tentang sosial dan budaya yaitu: “Melestarikan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-sentra kesenian untuk merangsang berkembangnya kesenian nasional yang lebih kreatif inovatif, sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional”. (dalam UUD 1945 & GBHN, 2009:121). Melalui pendidikan tentang kesenian dan kebudayaan yang diberikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 kepada siswa nantinya, maka diharapkan dapat mengembangkan seni dan budaya sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional. Standar kompetensi pelajaran seni budaya di kelas X semester 1 tahun ajaran 2010/2011 yang di gunakan pada penelitian ini adalah mengapresiasi karya seni rupa. Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai ialah menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa terapan daerah setempat. Karya seni rupa terapan daerah Surakarta yang diajarkan kepada siswa adalah karya seni batik. Kondisi pembelajaran apresiasi seni di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta sebenarnya sudah cukup baik, namun materi apresiasi seni yang didominasi dengan teori membuat siswa kurang antusias dengan pembelajaran. Pada 10 menit awal pelajaran, suasana kelas masih kondusif dan setiap siswa tampak memperhatikan penjelasan dari guru.
Gambar 1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4 (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Akan tetapi pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tampak tidak kondusif karena siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias dengan pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang disampaikan guru. Siswa-siswa yang tidak memperhatikan tersebut beberapa diantaranya ada yang tidur, berbicara dengan teman sebangkunya, bermain rubik, bahkan ada siswa yang membuka facebook pada saat guru sedang commitsitus to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 menerangkan. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran apresiasi seni kurang diminati oleh siswa. Kurangnya antusias siswa pada pembelajaran apresiasi seni juga dapat dilihat dari nilai materi apresiasi mereka kurang baik.
Gambar 2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 Menit Pertama. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Metode pembelajaran yang diberikan guru selama ini adalah metode ceramah dan penugasan. Setelah guru menerangkan, memberikan ceramah materi tentang karya seni rupa terapan daerah setempat, kemudian kegiatan siswa dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Penerapan metode pembelajaran ceramah yang terus dan berulang-ulang ini dirasakan siswa kurang menarik dan membuat siswa merasa bosan di kelas. Padahal siswa sudah menyukai cara guru yang menyampaikan materi dengan gaya humoris, hanya saja siswa merasa metodenya kurang bervariasi. Sehingga pelajaran terkesan monoton, materi yang disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat pada rendahnya apresiasi seni siswa yang ditunjukkan dengan minimnya perolehan nilai siswa pada materi apresiasi. Berdasarkan data dari observasi awal, nilai rata-rata siswa kelas X-4 untuk materi apresiasi seni sebenarnya sudah mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Data yang didapat dari lapangan menunjukkan nilai rata-rata siswa kelas X-4 tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran seni budaya commit tonilai userrata-rata siswa ini tergolong masih materi apresiasi seni adalah 76. Perolehan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 rendah mengingat standar KKM adalah 75, hal ini seperti yang disampaikan oleh guru mata pelajaran Seni Budaya, Ibu Dra. Krisbiyanti bahwa “Nilai rata-rata siswa X-4 pada materi apresiasi 76, itu tergolong masih rendah karena sangat beda tipis dengan KKM yang sudah ditentukan. Di kelas lain rata-rata nilainya bisa mencapai 78”. Di samping itu ternyata pemahaman siswa tentang karya seni rupa terapan daerah khususnya tentang batik Surakarta masih sangat kurang, dibuktikan dengan sebanyak 41 % siswa memiliki nilai yang masih rendah dan belum mencapai standar KKM yang telah ditentukan. Berikut daftar nilai LKS materi apresiasi siswa kelas X-4 tahun ajaran 2010/2011: Tabel 1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4 No. NAMA SISWA 1 AFINA ZAHRA CHAIRUNISSA 2 AGUSTIN ARI PUJI ASTUTI 3 AMIRAHANIN NAFI‟AH 4 ANTARIKSA PRIANGGARA 5 ARDI PRATAMA 6 ARIANI BUDININGTYAS 7 ARIF NUR HAKIM 8 ARSYAD SILA RAHMANA 9 ATIKAH FITRIA MUHARROMAH 10 DHYMAS ENDRAYANA 11 ESTER DWI ANTARI 12 FATIMAH ZAROH 13 FITRIA NURUL AZIZAH 14 GALIH WAHYU SANGAJI 15 GALUH PURNAMA AJI 16 GANANG SURYA KARISMA 17 GUSTI APRILIA 18 HANIFIA ULFA FAWZIA 19 HENI FITRI HASTUTI 20 IDHAM WIDAGDO UTOMO 21 INAYAH HAPSARI 22 LEONI NOOR DAMARANI 23 MARYAM ALIFIA NURHAYU 24 NORA SILVIA HANIFA PUTRI 25 NUGROHO WISNU WIJANARKO 26 NURCHOLIS SYAIFUDIN 27 PRAMESTI PRIHUTAMI 28 RERIE DWI NUGRAHENIE 29 RIZAL IMAM ROSYID 30 ROSITA YUNANDA PURWANTO 31 SHOFIYA RONA GEMINTANG 32 SULISTYAWATI DYAH APRILIANI 33 SURYA BUDHI PERMONO 34 YANI DWI PRATIWI JUMLAH commit to user NILAI RATA-RATA
L/P P P P L L P L L P L P P P L L L L P P L P P P P L L P P L P P P L P
NILAI 73 74 74 81 75 79 82 73 78 80 74 75 81 76 70 80 75 79 78 72 80 78 79 76 72 70 75 74 74 73 74 79 73 78 2584 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 Metode ceramah yang diberikan guru kurang diimbangi dengan cara lain untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran apresiasi. Oleh karena itu dibutuhkan adanya media pembelajaran yang menarik agar proses pembelajaran berjalan lebih baik dan perhatian siswa dapat tertuju pada materi yang disampaikan, sehingga apresiasi seni siswa meningkat dan secara otomatis juga akan meningkatkan prestasi belajarnya. Pemilihan
media
pembelajaran
yang
digunakan
harus
melalui
pertimbangan-pertimbangan kondisi pembelajaran yang terjadi di lapangan. Media yang digunakan guru setidaknya harus dapat menarik perhatian siswa agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Mengingat kondisi siswa kelas X-4 yang kurang memperhatikan materi yang disajikan guru, media visual atau media audio saja belum cukup untuk mengatasi masalah rendahnya apresiasi seni siswa. Untuk materi apresiasi seni terapan daerah setempat, sebelumnya guru pernah menggunakan media visual saja, yaitu dengan menampilkan contoh-contoh gambar desain batik hasil karya kakak kelas mereka yang terdahulu dan gambargambar yang terdapat pada LKS. Hal ini kurang memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan apresiasi seni siswa. Oleh karena itu, perlu adanya tambahan media pembelajaran, tidak hanya visual saja, tetapi juga audio. Media pembelajaran yang akan digunakan tersebut merupakan gabungan dari audio dan visual, yaitu media audio visual. Audio, berarti pendengaran, visual berarti penglihatan. Dengan kata lain media audio visual ialah media yang menyampaikan pesan ataupun informasi dengan melihat dan mendengar. “Melalui media ini (media audio visual), seseorang tidak hanya dapat melihat atau mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49). Dengan demikian melalui media audio visual diharapkan dapat menarik perhatian siswa terhadap materi yang disajikan guru sehingga meningkatkan apresiasi siswa terhadap seni budaya Indonesia, khususnya seni batik Surakarta. Ada dua macam media audio visual yang digunakan dalam upaya peningkatan apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta, yaitu slide suara dan film dokumenter commit to media user audio visual yang menampilkan tentang batik. “Slide suara merupakan jenis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. (Sri Anitah, 2008:49). Jadi slide suara adalah sejumlah slide gambar yang ditampilkan dengan diiringi suara sebagai narasi. Sedangkan film dokumenter adalah gambar hidup yang berupa realita untuk menyampaikan informasi. Kedua macam media audio visual ini digabungkan untuk menyampaikan materi apresiasi seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Freezone bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa akan lebih komunikatif melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi mereka yang masih kurang
minatnya
tentang
seni
rupa”.
(dalam
http://artzone-
freezone.blogspot.com). Pada penelitian ini menggunakan media tersebut untuk menjelaskan mengenai Batik Surakarta, mulai dari sejarah munculnya Batik Surakarta, jenisjenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, serta makna dan penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi terhadap batik diharapkan membangkitkan antusias siswa untuk belajar. Media audio visual ini juga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi dan informasi yang disampaikan. Dengan demikian, pemakaian media audio visual pengetahuan batik diharapkan dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah cara meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011?”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 C. Tujuan Penelitian Penelitian tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk: ”Meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011”. D. Indikator Keberhasilan Penelitian Indikator kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian tindakan kelas ini yang ditingkatkan adalah tingkat apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta, yaitu meningkat minimal 80% dari 34 siswa kelas X-4. Capaian target pada setiap indikator harus didasarkan pada tingkat kemampuan siswa sebelum adanya perbaikan. Target indikator tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi. Adapun indikator keberhasilan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Minimal 80% siswa mampu mengidentifikasi dengan baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta. Aspek penilaiannya adalah siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan tentang Batik Surakarta setelah melihat tayangan media audio visual. Target minimal 80% ditentukan berdasarkan hasil observasi awal, yaitu siswa yang mampu menjelaskan dengan baik tentang karya seni terapan daerah hanya 47% dari 34 siswa atau sebanyak 16 siswa saja (dengan nilai > 75). Sedangkan 12% atau sebanyak 4 orang siswa menjelaskan cukup baik (dengan nilai 75), dan 41% lainnya atau sebanyak 15 siswa belum mampu menjelaskan dengan baik tentang karya seni terapan daerah (dengan nilai yang masih dibawah standar KKM pada materi apresiasi seni, yaitu < 75). 2. Minimal 80% siswa menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (yaitu Batik Surakarta) dengan baik. Aspek penilaian siswa yang menunjukkan sikap menghargai adalah ditunjukkan dengan perhatian dan keaktifan siswa dalam mengungkapkan tanggapannya mengenai seni terapan daerah setempat. Berdasarkan observasi awal selama 4 kali pertemuan, siswa yang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni Batik commit usersiswa atau sebanyak 19 siswa. Surakarta rata-rata hanya 56% darito 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 Sedangkan 44% lainnya atau sebanyak 15 siswa kurang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta). Tabel 2. Indikator Keberhasilan Penelitian NO 1.
2
INDIKATOR Siswa mampu mengidentifikasi dengan baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta Siswa mampu menunjukkan dengan baik sikap menghargai terhadap karya seni rupa terapan daerah yaitu Batik Surakarta.
ASPEK PENILAIAN Siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan tentang Batik Surakarta setelah melihat tayangan media audio visual.
TARGET KETERANGAN 80% Ditunjukkan dengan siswa yang memperoleh nilai ≥75pada tes kognitif
Perhatian dan keaktifan siswa dalam mengungkapkan pendapatnya
80%
Dinilai berdasarkan lembar observasi afektif siswa
E. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat umum yang diperoleh dari proses pembelajaran apresiasi seni dengan media audio visual adalah : 1.
Pembelajaran apresiasi seni lebih menarik
2.
Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi
3.
Siswa lebih mudah dalam memahami materi Secara khusus manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah dengan
adanya media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) dalam pembelajaran maka siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik yaitu meningkatnya apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari kata “instruction” (Wina Sanjaya, 2006: 78). Istilah yang sering dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat ini menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Seiring dengan perkembangan teknologi, siswa semakin mudah dalam mempelajari sesuatu melalui berbagai media. Hal ini menuntut adanya perubahan dari peran guru sebagai sumber belajar, menjadi pengelola dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut Wina mengatakan “Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri”. Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung interaksi antara guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Guru memberi materi sedangkan murid yang menerima, dengan kata lain dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara murid belajar dan guru mengajar. Menurut Syaiful Sagala (2006:61), mengatakan bahwa “Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan
penentu
utama
keberhasilan
pendidikan”.
Berhasil
tidaknya
pendidikan siswa tergantung dari keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswanya. Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa (siswa melakukan proses belajar). William H. Burton (dalam Syaiful Sagala, 2006:61) mengatakan bahwa mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Pembelajaran dapat terjadi di mana saja, selama terjadi interaksi yang bersifat edukatif. Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Syaiful Sagala, 2006: 61), menyatakan bahwa “Proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu to user respons terhadap situasi tertentu, dalam kondisi-kondisi khusus ataucommit menghasilkan 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 ...”. Dalam hal ini pembelajaran dimaksudkan berupa bantuan yang diberikan secara sengaja untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau pengetahuan baru. Bantuan dapat berupa pemberian informasi, pengerahan, pemberian fasilitas belajar agar proses belajar berjalan lancar. 2. Apresiasi Seni Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni tentu sudah tidak asing lagi. Dalam kamus Bahasa Indonesia Lengkap (Soeharso & Ana Retnoningsih, 2009:47) istilah apresiasi berarti “penghargaan”. Dengan demikian apresiasi seni dapat diartikan sebagai penghargaan terhadap karya seni. Apresiasi merupakan kegiatan menghargai dan mengerti sebuah karya. Nooryan Bahari (2008:148) menyatakan bahwa “Istilah apresiasi berasal dari kata Latin appretiatus yang merupakan bentuk past participle, yang artinya to value at price atau penilaian pada harga. Dalam bahasa Inggris disebut appreciation yang artinya penghargaan dan pengertian”. Sehingga, apresiasi tidak hanya menghargai sebuah karya seni, akan tetapi juga mengerti makna yang disampaikan senimannya melalui karya seni tersebut. Mengapresiasi adalah sebuah proses untuk memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya seni. Nooryan juga mengatakan “Apresiasi adalah proses pengenalan nilai-nilai seni, untuk menghargai dan menafsirkan makna (arti) yang terkandung didalamnya”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan apresiasi seni pada akhirnya harus dapat membawa siswa kepada pengenalan dan penghayatan dari nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya seni. Penghargaan dan penilaian dalam apresiasi tergantung tingkat pemahaman masing-masing individu, misalnya untuk dapat menikmati performance art (pertunjukan seni) seseorang perlu memiliki pengetahuan tentang performance art, sehingga simbol-simbol yang diungkapkan melalui performance art dapat dinikmati dan dimaknai dengan baik. Bagi seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang performance art kurang mampu menikmati keindahan yang terkandung dalam performance art. Kegiatan apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang mengembangkan commit to sebuah user tingkat penghargaan siswa terhadap karya seni. Kegiatan ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 menumbuhkembangkan potensi siswa serta kreativitas siswa. Melalui apresiasi seni diharapkan dapat membangun sikap atau perilaku siswa untuk lebih menghargai setiap karya seni yang ditampilkan. Kegiatan berapresiasi seni sangat bermanfaat untuk memperoleh pengalaman baru, memperkaya jiwa, menanamkan rasa cinta bangsa, serta meningkatkan ketahanan seni dan budaya. Apabila keragaman seni budaya dikenalkan dan dibelajarkan kepada siswa di sekolah, maka mereka akan mampu menghargai dan memahami keragaman serta perbedaan bentuk dan jenis seni budaya yang berasal dari berbagai latar belakang budaya yang ada di wilayah Nusantara. Dengan mengenal, memahami, mengerti hasil seni budaya bangsa sendiri merupakan wahana utama untuk menanamkan cinta bangsa dan cinta sesamanya, yang pada gilirannya juga dapat meningkatkan ketahanan budaya bangsa. (M.Jazuli, 2008: 84). Apresiasi seni rupa berarti mengenal, memahami, dan memberikan penghargaan dan tanggapan terhadap karya seni rupa. Untuk melakukan kegiatan apresiasi seni, seseorang terlebih dulu harus memiliki pengertian, pemahaman, dan pemaknaan secara baik terhadap sebuah karya seni. “Materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi seni rupa” (Taufik, 2003:7). Seseorang juga perlu mempelajari sejarah dan teori seni bersangkutan untuk meningkatkan pemahaman seninya. Lebih lanjut Taufik juga menjelaskan bahwa ”Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi apresiasi juga meliputi pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada seni rupa tersebut”. Kegiatan apresiasi seni tidak hanya dapat dilakukan dengan metode ceramah teori saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan variasi cara lain misalnya dengan langsung datang ke lapangan tempat karya seni tersebut dibuat, atau melihat tayangan pengetahuan tentang sebuah karya seni melalui media komputer, televisi, video, dan lain-lain. Yayah Khisbiyah (2001: xii) mengatakan bahwa “Apresiasi bisa juga diajarkan melalui pengalaman langsung. Misalnya, siswa menonton pertunjukan atau pameran, mendengarkan rekaman, menonton video, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 dan berpraktik serta berimprovisasi sendiri dengan instrumen dan unsur-unsur kesenian lainnya”. Kegiatan apresiasi seni dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu memahami dan menghargai sebuah karya seni. Yayah Khisbiyah (2001:105) mengatakan bahwa “Apresiasi seni dapat didefinisikan sebagai dicapainya kemampuan untuk memahami kesenian dengan penuh pengertian”. Sehingga jika siswa telah mampu mengenali dan memahami sebuah kesenian dengan baik, maka baru dapat dikatakan siswa tersebut telah berapresiasi dengan baik. Dalam apresiasi seni, hendaknya siswa diberikan pemahaman dan pengenalan mengenai kesenian tradisi Nusantara. Sehingga siswa mampu mengenali dan memahami jati diri bangsanya sendiri. Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat, SMA Negeri 1 Surakarta memilih materi batik yang diapresiasi lebih lanjut. Hal ini merupakan langkah yang tepat untuk siswa memahami lebih dalam karya seni yang ada di sekitar mereka. Dalam kata pengantarnya Yayah juga mengatakan bahwa “Jenis kesenian yang dipilih (dalam apresiasi seni) seyogyanya adalah kesenian tradisi Nusantara, karena sebagai anak bangsa, peserta didik sudah selayaknya mengetahui khazanah kesenian tradisi bangsanya sendiri”. Lebih lanjut lagi, Yayah mengatakan “Dengan demikian, apresiasi terhadap kesenian tradisional Nusantara ini diharapkan membantu peserta didik mengenal jati dirinya sekaligus memahami pluralitas bangsanya”. Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat yang disampaikan adalah pengetahuan dasar mengenai batik Surakarta. Di antaranya adalah sejarah munculnya batik Surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, dan makna pola batik Surakarta dan penggunaannya pada jaman dahulu dan saat ini. Dengan mengenalkan siswa lebih dalam mengenai pemahaman dan pengetahuan tentang batik Surakarta, maka diharapkan siswa mampu meningkatkan apresiasinya terhadap batik Surakarta. Berdasarkan silabus kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011, dalam pelajaran Seni Budaya materi apresiasi seni lebih dominan to user teori. Materi apresiasi yang lebihcommit didominasi penyampaian teori membuat siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 kurang antusias dengan materi pembelajaran tersebut. Penyampaian materi yang kurang tepat oleh guru juga menjadi faktor lain penyebab siswa kurang antusias dengan materi apresiasi seni. Akibat dari kurangnya antusias siswa terhadap materi pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat adalah rata-rata hasil belajar siswa X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 pada materi apresiasi seni rupa hanya sampai pada standar penilaian cukup yaitu 76, secara otomatis berpengaruh pada tingkat apresiasi siswa terhadap batik Surakarta itu sendiri. Kegiatan apresiasi yang ditingkatkan dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa terhadap materi dan sikap menghargai siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Kegiatan tersebut dinilai peningkatannya melalui hasil pengamatan selama penelitian berlangsung di kelas dan nilai tes berdasarkan indikator yang sudah ditentukan. Pada hasil akhirnya, apresiasi siswa dikatakan baik jika siswa memenuhi indikator-indikator yang telah ditentukan. 3. Batik Surakarta Batik memang saat ini tengah menjadi sebuah perbincangan menarik dalam kancah dunia internasional. Bukan hanya karena kerumitan proses pembuatan, akan tetapi juga keunikan dan keindahan corak dan motif yang sangat indah dan penuh dengan makna. Asmito (dalam Edi Kurniadi, 1996:3) berpendapat “Bahwa batik merupakan satu unsur kebudayaan Indonesia asli. Batik di Indonesia dikagumi oleh bangsa lain bukan hanya karena prosesnya yang rumit yang membutuhkan ketekunan dan waktu yang lama, tetapi corak atau motifnya sangat halus”. a. Pengertian Batik Batik merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki Indonesia. Melalui batik dapat dipelajari banyak hal mengenai ilmu hidup karena biasanya setiap motif batik selalu mengandung makna tertentu. Batik Indonesia juga merupakan karya seni yang dikagumi dunia internasional dan patut untuk dibanggakan. Batik merupakan seni menggambar di atas kain dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 menggunakan canthing dan malam (lilin batik) untuk dijadikan pakaian keluarga raja-raja di Indonesia zaman dahulu. Istilah batik berasal dari „amba‟(jawa), yang artinya menulis dan „nitik‟. Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak -menggunakan canthing atau cap- dan pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna corak bernama „malam‟ (lilin) yang diaplikasikan di atas kain. Sehingga menahan masuknya bahan pewarna. (Aep S Hamidi (2010: 7). Santosa Doellah (2002:10) berpendapat bahwa “Batik adalah sehelai wastra -yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional- beragam hias pola batik tertentu yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam „lilin batik‟ sebagai bahan perintang warna”. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak tertentu yang dibuat dengan canting dan atau cap dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna. b. Sejarah Batik Surakarta Kerajaan Mataram pada abad 16 menjadi awal berkembangnya batik di tanah Jawa khususnya di Solo dan Yogyakarta. Nicolas Van Gna (dalam Edi Kurniadi, 1996:3) mengatakan bahwa ”Batik pada jaman Mataram bertambah halus kualitasnya setelah adanya pengiriman mori dari Belanda”. Wilayah Kerajaan Mataram kemudian terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pecahnya kerajaan Mataram menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta menjadikan adanya pembagian benda-benda peninggalan kerajaan Mataram. Seperti gamelan, keris, tombak, dan benda-benda peninggalan lainnya. Namun untuk peninggalan berupa tatanan busana, berdasarkan perintah dari Pakubuwono II kepada Pakubuwono III, maka seluruh busana yang dimiliki Keraton Surakarta diberikan kepada Hamengkubuwono I raja dari Keraton Yogyakarta. Semenjak terbaginya wilayah Mataram tersebut segala isen-isen keprabon berupa pusaka, gamelan, titihan kereta, tandu/ joli/ kremun, juga dibagi commit to user menjadi dua, juga busana corak Mataram dikehendaki oleh KP
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 Mangkubumi dibawa ke Yogyakarta. Mengenai masalah busana itu sebelumnya telah diwasiatkan oleh Pakoe Boewono II kepada Pakoe Boewono III, sebelum diangkat menjadi raja “Mbesok menawa pamanmu Mangkubumi hangersakake ageman, paringna”. Artinya „apabila kelak pamanmu Mangkubumi menghendaki busana, berikan saja‟. (Kalinggo, 2002:8) Sejak saat itu, seluruh peninggalan kerajaan Mataram yang berupa busana dibawa ke Yogyakarta seperti yang dapat dilihat sampai sekarang. Karena seluruh busana diberikan pada Hamengkubuwono I, maka terjadilah kekosongan tatanan busana khususnya motif batik di keraton Surakarta. Oleh karena itu, mulai pemerintahan Pakubuwono III di keraton Surakarta akhirnya dibuatlah tatanan busana gaya Surakarta berikut pola-pola batiknya. Seperti yang diungkapkan Kalinggo
(2002:9)
“Selanjutnya
Sampeyan
Ingkang Sinuhun
Kangjeng
Susuhunan Pakoe Boewono III membuat busana sendiri dengan gagrak Surakarta (gaya Surakarta). Termasuk dalam kain bathik untuk nyampingan coraknya mengalami perubahan-perubahan menyesuaikan dengan busana baru”. Kemudian Kalinggo juga menyatakan, “Sejak disesuaikan dengan model busana yang baru itu, bathik Surakarta mulai berkembang corak-corak atau motifnya. Aneka ragam corak baru bathik di Surakarta itu yang kemudian disebut sebagai bathik gagrak Surakarta”. Di sinilah kemudian batik berkembang di Surakarta. Pada awalnya, pembuatan batik keraton dikerjakan di dalam keraton dan dibuat khusus untuk keluarga raja. Penciptaan pola dan pembatikannya dikerjakan oleh para putri istana, sedangkan pekerjaan lanjutan dilaksanakan oleh para abdi dalem. Menurut Santosa Doellah (2002: 54) mengatakan bahwa “Pada zaman dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri di lingkungan keraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai kerohanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridha Tuhan Yang Maha Esa”. Karena itulah, motif atau ragam hias batik senantiasa terkesan memiliki keindahan dan mengandung nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptaan, penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 Peningkatan kebutuhan batik di lingkungan keluarga dan kerabat keraton membuat batik tak dapat lagi hanya dikerjakan oleh para putri istana dan abdi dalemnya. Keadaan ini menyebabkan munculnya kegiatan pembatikan di luar tembok istana. Batik kemudian tidak hanya dikerjakan di dalam tembok keraton, akan tetapi juga dikerjakan para abdi dalem di rumah mereka sendiri untuk memenuhi pesanan dari keraton. Batik telah ada sejak lama di Indonesia dan setelah pertengahan abad ke-17 (setelah masa Kartasura), maka batik yang dulunya hanya dipakai oleh para bangsawan saja, kemudian fungsinya telah meluas dan keluar pagar keraton. Sejak itulah batik dapat dipakai oleh rakyat biasa walaupun masih terbatas pada jenis motif-motif tertentu, serta dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. (Edi Kurniadi, 1996:5). Semakin lama rakyat menjadi tertarik dengan batik karena proses pembuatannya yang menarik, di samping itu corak dan motif yang digambar pada kain dengan lilin menjadi daya tarik tersendiri. Batik pun berkembang dari yang hanya digunakan oleh keluarga keraton, menjadi pakaian yang disenangi rakyat biasa di luar keluarga keraton. Awalnya batik dikerjakan terbatas dalam keraton saja. Hasilnya pun hanya untuk dipakai raja, keluarga, dan para abdi dalemnya. Karena banyak pengikut raja yang tinggal di luar keraton, proses mengerjakan kerajinan ini dibawa dan dikerjakan di rumah masing-masing. Lama-kelamaan, masyarakat di luar keraton banyak yang menjadi pengrajin batik. Dan selanjutnya, meluas menjadi pekerjaan rumahan kaum perempuan untuk mengisi waktu senggang. Terjadilah perubahan. Batik yang awalnya hanya dijadikan pakaian keluarga keraton, menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik perempuan maupun pria. (Aep S Hamidi, 2010:9). Perkembangan penggunaan batik yang semakin pesat pada saat itu menyebabkan penurunan makna atau nilai yang terkandung pada motif batik yang digunakan. Kalinggo Honggopuro (2002:9) mengatakan bahwa “Tatanan dalam penggunaan bathik menjadi kabur. Kain bathik yang diperuntukkan bagi bangsawan dan untuk kawula tidak jelas, sehingga sulit untuk membedakan status para pemakainya”. Pemakaian batik yang semakin lama semakin meluas menyebabkan tatanan dalam penggunaan kain batik menjadi kabur. Oleh karena commit to user itu kemudian Pakubuwono III membuat suatu aturan tatanan pemakaian kain batik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 di Surakarta agar penggunaannya lebih teratur serta penghayatan terhadap makna yang dikandung setiap motifnya tidak pudar. Menurut Santosa Doellah (2002: 55) “Perluasan pemakaian batik menyebabkan pihak keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta membuat ketentuan mengenai pemakaian pola batik. Ketentuan tersebut diantaranya mengatur sejumlah pola yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga istana. Pola yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga istana ini disebut sebagai “pola larangan”. Pakubuwono III mengatakan “Ana dene kang arupa jejarit kang kalebu laranganingsun, bathik sawat lan bathik parang, bathik cemukiran kang calacap modang, bangun tulak, lenga teleng lan tumpal, apa dene bathik cemukiran kang calacap lung-lungan, kanng sun wenangake anganggoa pepatihingsun lan sentananingsun dene kawulaningsun padha wedia.” Yang artinya, “Ada beberapa jenis kain bathik yang menjadi larangan saya yaitu bathik lar, bathik parang, bathik cemukiran yang berujung seperti paruh podang, bangun tulak lenga teleng serta berwujud tumpal dan juga bathik cemukiran yang berbentuk ujung lung (daun tumbuhan yang menjalar di tanah), yang saya ijinkan memakai adalah patih dan para kerabat saya. Sedangkan para kawula tidak diperkenankan”. (Kalinggo Honggopuro, 2002:9). Pola larangan tersebut di antaranya: pola parang, terutama parang rusak barong, pola cemukiran, udan liris, semen, dan beberapa pola lainnya. Pola larangan ini berlaku di kalangan keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta. Santosa Doellah (2002:55) mengatakan “Seiring dengan perubahan zaman, pihak keraton pun memperlonggar kebijakan mengenai pola larangan. Peraturan pola larangan hanya berlaku di dalam keraton, terutama bila ada upacara-upacara”. Pola ini pada akhirnya tidak hanya dipakai oleh raja dan keluarganya saja, akan tetapi juga dapat dipakai oleh masyarakat umum. Namun penggunaan pola larangan ini masih berlaku pada di lingkungan keraton baik Surakarta maupun Yogyakarta terutama pada saat upacara-upacara adat Jawa tertentu. c.
Makna Pola Batik Surakarta dan Penggunaanya Pola-pola batik Surakarta yang sering dikenal di antaranya truntum,
sidoluhur, sidomukti, dan lain-lain. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pola commit to user batik Surakarta yang masih sering dijumpai dan digunakan masyarakat Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 pada acara-acara tertentu terutama pada upacara-upacara adat Jawa. Pola-pola Batik Surakarta tersebut antara lain: 1.
Pola Parang Kata parang merupakan perubahan dari kata “pereng” atau pinggiran sebuah tebing yang berbentuk “lereng”. Pola parang termasuk salah satu pola larangan, yaitu pola batik yang tidak boleh dikenakan oleh rakyat jelata. Pola parang hanya boleh dikenakan raja dan keturunannya, serta para pejabat keraton dan bangsawan. Pola parang tidak diperbolehkan bagi rakyat biasa karena yang membuat pola ini adalah Panembahan Senopati, yaitu pendiri kerajaan Mataram yang nantinya memiliki keturunan Raja-raja Mataram. Asti Suryo Astuti mengatakan, “Awal mula terciptanya motif parang adalah pada waktu itu Panembahan Senopati melakukan meditasi dan berjalan dari pantai Kusumo menuju desa Dlepih. Ditengahtengah perjalanan itu atau pada saat meditasi itu menghadap ke laut, beliau melihat tebing atau pereng-pereng yang terkena air dan hempasan ombak sehingga perengnya rusak. Maka ada pola parang rusak. Sehingga pada saat beliau pulang lalu minta dibuatkan pola parang rusak. Oleh karena itu pola parang rusak dan turunannya (yaitu parang barong, parang kusumo, parang klithik, dan beberapa jenis parang lainnya) tidak boleh dipakai jika bukan keturunan dari Panembahan Senopati”. Pola parang yang diciptakan oleh Panembahan Senopati tersebut diilhami oleh tebing atau pereng yang rusak karena hempasan ombak. Maka pola yang diciptakan Panembahan Senopati tersebut dinamakan Parang Rusak. Pola parang rusak melambangkan kekuatan, kekuasaan, kewibawaan, kebesaran, dan gerak cepat, sehingga pemakainya diharapkan dapat sigap dan sekatan. Konon, menurut kepercayaan bahwa membuat batik parang tidak boleh melakukan kesalahan dalam pembatikannya, atau harus sekali jadi. Karena jika melakukan kesalahan dalam pembatikannya, maka dapat menghilangkan kekuatan gaibnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Gambar 3. Batik Parang Rusak (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) 2. Pola Lereng -
Udan Riris Pencipta pola udan Riris adalah Pakubuwono III. Latar belakang lahirnya pola ini adalah dari keprihatinan Pakubuwono III karena Perjanjian Giyanti yang membagi dua Kerajaan Mataram, yaitu Suarakarta dan Yogyakarta. Ketika itu Pakubuwono melakukan semedi dengan berendam di Sungai Premulung di desa Laweyan. Pada saat beliau melakukan semedi tersebut, tiba-tiba turun gerimis yang tertiup angin. Suasana tersebut mengilhami beliau untuk menciptakan pola batik. Sepulang dari semedi baliau langsung minta dibuatkan motif batik dengan pola yang berbentuk garis-garis miring atau diagonal seperti air hujan tertiup angin yang dilihatnya selama ia bersemedi. Motif ini kemudian dinamakan dengan udan riris. Pola ini juga termasuk pola larangan. Makna simbolis dari udan riris adalah melambangkan kesuburan atau mengarah pada kemakmuran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Gambar 4. Batik Udan Riris (Dokumentasi: Heriyanto, 2008) 3. Truntum Dalam bahasa jawa, truntum berarti menuntun. Pola truntum ini awal mulanya diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk yaitu salah satu permaisuri
Pakubuwono ke IV yang bersedih hatinya karena merasa
diabaikan oleh raja karena belum juga dikaruniai keturunan. Kanjeng Ratu Beruk dikembalikan ke keputren, yaitu tempat putri atau selir-selir raja tinggal. Karena bersedih, Ratu Beruk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berpuasa beberapa hari. Konon, beliau tiba-tiba mendapatkan bisikan untuk membatik. Di tengah kesendirian itulah ia melihat di langit di tengah malam banyak bintang gemerlap menemani dirinya dalam kesepian. Insipirasi itulah yang ditangkap dan dituangkan dalam pola batik. Pada suatu hari dalam perjalanan membuat batik tersebut, kebetulan Pakubuwono IV datang dan melihat Ratu Beruk membatik, ketika raja bertanya apa nama batik yang dibuat, Ratu Beruk belum memiliki nama untuk batik yang dia buat tersebut. Sampai akhirnya kain batik itu jadi, Pakubuwono IV mengajak Ratu Beruk untuk kembali ke Istana menemani beliau. Pada saat itu juga Ratu Beruk menamakan batik yang ia ciptakan dengan nama ”Truntum” yang artinya bersatu kembali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 Truntum juga berarti menuntun. Truntum memberikan gambaran kehidupan manusia tidak akan lepas dari ”pepeteng” atau kegelapan (selalu memiliki masalah). Visualisasi truntum seperti bentuk bintang yang bersinar. Walaupun hanya sinar bintang semoga mendapatkan penerangan (dalam artiannya keluar dari masalah). Kain ini dipakai oleh orang tua pengantin dalam upacara pernikahan. Diharapkan si pemakai / orang tua mempelai mampu memberikan petunjuk dan contoh kepada putra putrinya untuk memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh lika-liku.
Gambar 5. Batik Truntum (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) 4. Pola-pola Ceplok a. Pola Sidamulyo Makna dari pola Sidomulyo adalah harapan akan kehidupan kelak dapat tercukupi kebutuhan materi dan tercapai kamulyan atau kebahagiaan batin yang tenang dan tenteram dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya Sidamulyo memiliki bentuk yang sama dengan Sidamukti dan Sidaluhur, akan tetapi Sidamulyo memiliki latar atau dasar putih. Pola ini juga digunakan dalam upacara-upacara adat Jawa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Gambar 6. Batik Sidomulyo (Dokumentasi: Heriyanto, 2008) b. Pola Sidamukti Mukti artinya mulyo dan luhur, batik ini merupakan harapan agar dapat tercapai kedudukan yang lebih tinggi (luhur) dan diberi rejeki yang lebih (mulyo). Batik ini banyak dipakai untuk segala upacara tradisi. Di antara pada upacara-upacara pernikahan, tujuh bulanan ibu hamil, khitanan, dan lain-lain. Batik ini merupakan perkembangan dari Sidamulya, oleh Pakubuwono IV digantikan isenisen dengan ukel.
Gambar 7. Batik Sidomukti (Dokumentasi: Wikipedia) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 c. Pola Sidaluhur Pemakaian batik Sidaluhur melambangkan suatu pengharapan dalam hidupnya bisa mencapai kedudukan yang tinggi dan menjadi panutan bagi masyarakat. Pola batik ini juga biasa digunakan pada upacara-upacara adat jawa, seperti misalnya pernikahan adat Jawa.
Gambar 8. Batik Sidoluhur (Dokumentasi: Kalinggo Honggopuro, 2002) “Sebenarnya bathik Sidamukti, Sidaluhur, dan Sidamulya mempunyai motif yang sama. yang mebedakan adalah warna dasar dari bathik itu. Sidamulya mempunyai dasar pelataran putih, Sidaluhur mempunyai dasar pelataran hitam, dan Sidamukti dasar pelataran ukel”. (Kalinggo Honggopuro, 2002: 147). 4. Media a. Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. (Azhar Arsyad, 2005:3). Gerlach dan Ely mengemukakan bahwa “Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. (dalam Azhar Arsyad). Sementara itu menurut ahli lain, “Kata media berasal dari bahasa Latin, commit to user yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat”. (Sri Anitah, 2008:1). Lebih lanjut Sri Anitah juga mengatakan bahwa media juga dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi. Dengan demkian dapat dikatakan bahwa media merupakan segala bentuk hal yang berperan sebagai perantara atau pengantar pesan/ informasi. Misalnya guru, buku teks, gambar, dan lain-lain. Association for Educational Communication and Technologi /AECT (dalam Sri Anitah , 2008: 1) mendefinisikan “Media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi”. Sementara dalam ruang lingkup pendidikan, media menurut Gagne (dalam Arif Sadiman, Rahardjo, Anung Haryono, & Rahardjito, 1986: 6), “Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa. Briggs (dalam Arif Sadiman et al, 1986: 6) juga mengemukakan bahwa “Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya”. Sedangkan Asosiasi Pendidikan Nasional /National Education Association memiliki pengertian sendiri tentang media. NEA mengatakan bahwa “Media adalah bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya”. (dalam Arif Sadiman et al, 1986: 7). Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah alat perantara berbentuk apa saja yang dapat didengar, dilihat, dan diraba yang berperan sebagai pengantar pesan atau informasi yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan perhatian seseorang. b. Media Pembelajaran Menurut Briggs (dalam Sri Anitah, 2008: 1) berpendapat bahwa “Media pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk di dalamnya buku, video tape, slide commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 suara, suara guru, tape recorder, modul, atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian”. Selanjutnya Sri Anitah juga mengemukakan bahwa “Media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Sementara Heinich, dan kawan-kawan mengemukakan bahwa “Istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima”. (dalam Azhar Arsyad, 2005:4). Dari pendapat tersebut dapat dikatakan media pembelajaran adalah segala macam benda, alat, bahkan manusia yang mengantarkan pesan antara pemberi pesan kepada penerima pesan atau informasi untuk suatu tujuan pembelajaran. Sri Anitah, (2008:2) berpendapat “Dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran”. Penggunaan media dalam proses pembelajaran cukup penting. Hal ini dapat membantu para siswa dalam mengembangkan imajinasi dan daya pikir serta kreativitasnya. Informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh siswa. Kemudian siswa mulai bergerak dengan cara memahami apa yang disampaikan guru, sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Sudjana dan Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2005:24) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: 1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar 2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran 3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. 4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa fungsi media dalam proses belajar mengajar sangat penting dan beragam. Media berfungsi sebagai penyalur pesan, meningkatkan hasil belajar, menambah efektivitas komunikasi, dan interaksi dalam proses belajar mengajar. Fungsi lain dari pemanfaatan media pembelajaran adalah menumbuhkan minat dan motivasi
belajar serta
memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Ardiani Mustikasari (dalam http://edu-articles.com), mengklasifikasikan media menjadi media visual, media audio, dan media audio visual. 1) Media Visual a) Media yang tidak diproyeksikan (1) Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman. (2) Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan. (3) Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah: (a) Gambar / foto: paling umum digunakan (b) Sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan. (c) Diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme. (d) Bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, to userverbal. diagram, kartun,commit atau lambang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 (e) Grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan. b) Media proyeksi (1) Transparansi OHP (Overhead projector) merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu: (a) Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu (b) Membuat sendiri secara manual (2) Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2 x 2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide. 2) Media Audio a) Radio Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. b) Kaset audio Yang dibahas di sini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah. 3) Media Audio Visual a) Media video Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk Video Compact Disc (VCD). b) Media komputer. Dari jenis-jenis media pembelajaran yang diungkapkan Ardiani Mustikasari tersebut, yang dirasa paling sesuai digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah media audio visual. Media audio visual dirasa lebih menarik karena siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan materi dari guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, mengidentifikasi, dan media audio visual ini dapat menarik perhatian siswa, commit to user sehingga diharapkan mampu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 memecahkan masalah yang dihadapi di kelas X-10 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. c. Media Audio Visual Media pembelajaran audio visual adalah bahan ajar berupa gabungan dari indra penglihatan dan pendengaran. Media audio visual dapat diputar melalui komputer dan menampilkan informasi-informasi berupa teks, gambar-gambar, suara, maupun film. “Melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49). Penyebutan audio visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran (penonton). Produk audio visual dapat menjadi media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio visual melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, slide suara adalah contoh media audio visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Menurut Arsyad (2005:30) “Pengajaran melalui audio visual adalah produksi dan menggunakan materi yang penyerapannya melalui pendengaran dan pandangan serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa”. Jadi pembelajaran dengan menggunakan media audio visual adalah pembelajaran yang mengandalkan pendengaran dan penglihatan untuk memahami materi yang disampaikan. Media audio visual juga dikenal sebagai media yang menyenangkan bagi siswa dalam proses pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 … Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media Audio Visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar kompetensi Teknik Digital, karena tayangan Media Audio Visual mampu mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, memudahkan pemahaman, serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa tergantung guru. … . Penggunaan Media Audio Visual dapat mewujudkan pembelajaran individu, karena dapat dilakukan oleh individu untuk dirinya sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal, siswa bekerja dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip kompetensi teknik digital, dan merupakan strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian pengajaran berdasarkan perbedaan individual siswa. (Ahmad Maksum, 2008). //karya-ilmiah.um.ac.id/ Ada banyak macam media audio visual, diantaranya televisi, video, film, slide suara, dan lain-lain. Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan dari media audio visual slide suara dan film. Hal ini didukung dengan teori yang menyatakan bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa akan lebih komunikatif melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi mereka yang masih kurang minatnya tentang seni rupa”. (Freezone, dalam http://artzone-freezone.blogspot.com). Slide suara dan film merupakan media audio visual yang mudah dikuasai dan digunakan, karena dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk dapat menguasai media yang digunakannya dalam pembelajaran. “Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa ala-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan”. (Azhar Arsyad, 2005 : 2).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggabungkan dua macam audio visual, yaitu slide suara dan film. 1) Slide Suara Menurut Sri Anitah, (2008: 49) “Slide suara merupakan jenis media visual yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. Jadi slide suara adalah slide gambar-gambar yang diiringi suara sebagai narasi. Slide yang akan digunakan di sini adalah slide gambar hasil pemotretan dengan kamera biasa. Sri Anitah juga mengemukakan terbentuknya program slide suara yang baik sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antar unsurunsur yang ada di dalamnya, antara lain: a) Graphic Artist (ahli seni grafis), yang akan membuat sekaligus menyelesaikan bidang karya grafis dalam bentuk tulisan, gambar, caption, judul, dan lain-lain. b) Photografer, yang akan membantu memindahkan cerita dan ide penulis ke dalam karya potretnya. c) Narator (pembaca narasi/ kata-kata yang menyertai gambar), yang akan mendramatisasi pesan naskah dengan ilustrasi musik, efek suara, dan lain-lain. Sri Anitah berpendapat menurut sasarannya, jenis-jenis slide suara dapat digolongkan menjadi: a) Program slide untuk promosi, slide ini biasanya digunakan untuk memperomosikan sesuatu, misalnya slide pariwisata pulau Bali, candi Borobudur, danau Toba, dan lain-lain. b) Program slide berupa anjuran, slide yang biasa digunakan untuk memberi petunjuk atau ajakan/ penyuluhan kepada masyarakat. Misalnya slide program KB (Keluarga Berencana), program transmigrasi, dan lain-lain. c) Program slide untuk penerangan, pesan yang dibawakan oleh slide penerangan ini dikaitkan dengan bahaya yang timbul akibat orangorang yang melanggarnya. Misalnya: bahaya narkoba, akibat tidak mentaati aturan lalu lintas, akibat penebangan hutan, dan lain-lain. d) Program slide ilmu pengetahuan khusus, biasanya digunakan dalam pembelajaran di sekolah-sekolah atau tingkat perguruan tinggi. Misalnya: slide suara tentang seni rupa untuk SMA kelas X. e) Program slide pengetahuan populer, yaitu slide yang ditonton oleh commitkemampuan to user orang-orang yang memiliki berpikir mengenai jenis-jenis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 yang popular. Misalnya: pendaratan manusia ke bulan, listrik tenaga surya, dan lain-lain. f) Program slide yang bersifat dokumenter, yaitu slide yang menampilkan gambar-gambar berupa dokumenter peristiwa-peristiwa maupun gejala alam yang terjadi. Misalnya documenter tentang candi Prambanan, masa kerajaan Majapahit, penelitian ruangan di Piramida Mesir. Jenis slide suara yang sesuai dan akan digunakan dalam penelitian ini adalah slide suara pengetahuan khusus, yang nantinya akan menampilkan slide suara pengetahuan khusus mengenai batik. Slide suara dalam penelitian ini akan dikombinasikan dengan film untuk menjelaskan mengenai sejarah batik Surakarta, jenis-jenis batik tradisional dilihat dari proses pebuatannya, proses pembuatan batik tradisional, dan penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari. Media slide suara ini nantinya akan ditayangkan di kelas, diselingi dengan penjelasan sesekali dari guru. 2) Film Edwi
Arief
Sosiawan
(dalam
http://www.edwias.com)
mengemukakan bahwa “Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film menjadi media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa”. Perkembangan teknologi media ini telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan menjadi istilah yang mengacu pada bentuk karya seni audio visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu cabang seni yang menggunakan audio (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya. Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. (dikutip dari http://.wikipedia.org). Membuat film bukanlah suatu hal yang sulit. Jika kita ingin membuat film, maka kita harus lebih dulu tahu pengertian film dan jenis apa yang akan kita buat. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis film commit to user menurut Edwi Arief Sosiawan (dalam http://www.edwias.com):
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 a) Film Dokumenter (Documentary Films) Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. b) Film Cerita Pendek (Short Films) Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan juga Indonesia, film cerita pendek dijadikan sebagai batu loncatan bagi seseorang/ sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang/ kelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. c) Film Cerita Panjang (Feature-Length Films) Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90100 menit. Film ini pada umumnya diputar di bioskop dan bersifat menghibur. d) Profil Perusahaan (Corporate Profile) Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat bantu presentasi atau promosi. e) Iklan Televisi (TV Commercial) Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan layanan masyarakat atau public service announcement/PSA). f) Program Televisi (TV Programme) Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan noncerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni fiksi dan nonfiksi. g) Video Klip (Music Video) Video klip adalah sarana bagi produser music untuk memasarkan produknya lewat medium televisi. Dipopulerkan pertama kali lewat saluran televisi (Music Television) MTV tahun 1981. Di Indonesia, video klip ini sendiri kemudian berkembang sebagai bisnis yang mengiurkan seiring dengan pertumbuhan televisi swasta. Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri. Beberapa rumah produksi mantap memilih video klip menjadi bisnis utama (core busines) mereka. Di Indonesia tak kurang dari 60 video klip diproduksi tiap tahun. Dalam konteks pendidikan, film yang bersifat dokumenter lebih sering digunakan karena keefektifannya. Beberapa penelitian pernah commit to user dilakukan para ahli yang menunjukkan adanya kelebihan penggunaan film
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh Rulon yang mengemukakan bahwa: Menggunakan sebuah film yang didisain khusus untuk membandingkan antara penggunaan buku teks ditambah film dengan buku teks saja dalam mengajarkan sains. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk belajar butiran-butiran yang bersifat faktual, kelompok siswa yang menggunakan buku teks dan film 14,8% lebih baik pada tes permulaan dan 33,4% lebih baik pada tes berikutnya. Sedang untuk aplikasi atau penerapan informasi yang didapatkan dari film dan buku teks tersebut, kelompok siswa yang menggunakan film tambah uku teks 24,1% lebih baik pada tes permulaan dan 41% lebih baik pada tes berikutnya. (dalam Gene Wilkinson, 1984:16). Peneliti lain yang berhasil mengungkapkan ke-efektifan film yaitu Stein yang mengemukakan bahwa para siswa yang belajar mengetik dengan menggunakan film-sambung (film-loop) lebih cepat secara signifikan mempelajarinya dibanding mereka yang tidak”. (dalam Gene Wilkinson, 1984:16). Dari berbagai penelitian yang dilakukan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa film merupakan salah satu media audio visual yang efektif untuk menyampaikan materi yang berupa konseptual dalam pembelajaran. Menurut Carpenter dan Greenhill (dalam Gene Wilkinson, 1984:16) dalam mengkaji hasil-hasil penelitian tentang film untuk Angkatan Laut menyimpulkan sebagai berikut: a) Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian maupun dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk mengajar ketrampilan penampilan (performance) tertentu dan untuk menyampaikan beberapa jenis data faktual b) Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika siswa telah diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa mereka akan di tes tentang isi film tersebut c) Siswa akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk tiap film yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar d) Mencatat sambil menonton hendaknya dicegah, karena hal itu akan mengganggu perhatian siswa terhadap film itu sendiri e) Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 f) Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan bermanfaat untuk keperluan praktek atau latihan g) Siswa dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut h) Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi kembali i) Sesudah sebuah film pertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya dijelaskan dan didiskusikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan siswa Kegiatan lanjutan setelah menonton hendaklah digalakkan untuk memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas. B. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai penggunaan media audio visual dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan oleh Anis Kurniawati S (2007) yang berjudul Penerapan Metode Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan Media Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007. Dalam penelitian ini menyebutkan bahwa antara siswa yang satu dengan siswa yang lain terjadi kerjasama, interaksi, dan komunikasi yang baik dalam rangka memahami materi yang disajikan dalam format audio visual. Anis juga mengatakan materi yang disajikan dalam bentuk audio visual dapat merangsang imajinasi siswa dalam berpikir seolah-olah berada langsung dalam situasi yang digambarkan dalam tayangan audio visual. Materi pelajaran yang disajikan dalam media audio visual dapat menumbuhkan minat dan perhatian siswa untuk melihat dan mendengarkan dengan seksama tayangan audio visual yang secara otomatis akan membangkitkan motivasi siswa dalam memahami materi. Lebih lanjut, Anis mengatakan bahwa penggunaan media audio visual pada metode pembelajaran TGT memiliki nilai yang cukup tinggi, antara lain: 1.
Penggunaan media audio visual dapat merangsang dan minat dan perhatian siswa.
2.
Penggunaan media audio visual dapat membantu siswa memahami dan mengingat kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya.
3.
Penggunaan media audio visual dapat meningkatkan efektivitas penyampaian informasi dalam pembelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 Dalam penelitian ini penerapan metode pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan media audio visual dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran, karena siswa tidak hanya mempelajari materi secara teori namun juga memberikan gambaran nyata di lapangan yang akan memudahkan siswa dalam memahami materi. Hal ini terbukti dari hasil kognitif siswa rata-rata 76,3 pada kelompok eksperimen yang menggunakan TGT dan media audio visual, dan rata-rata 71 pada kelompok control yang menggunakan metode konvensional. Penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan media audio visual dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Mardliyah (2009) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual (VCD) dan Media Audio Terhadap Pencapaian Preastasi Belajar Bahasa Arab Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa (Studi Eksperimen Pada Kelas VIII di MTs. Negeri Karanganyar dan kelas VIII di MTs. Negeri Gondangrejo Tahun Pelajaran 2008/2009. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan bantuan media audio visual, pembelajaran menjadi semakin menarik, dan pemahaman siswa terhadap materi meningkat, sehingga meningkatkan motivasi siswa dalam berprestasi. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Media Audio Visual (VCD) menghasilkan prestasi belajar bahasa Arab yang lebih baik dibandingkan dengan media Audio. Pada penelitian ini, memiliki permasalahan pokok yaitu kurangnya apresiasi siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang kurang variasi sehingga siswa kurang antusias dalam menerima materi. Kurangnya antusiasme siswa terhadap pembelajaran ini mengakibatkan siswa melakukan aktivitas lain pada saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran, yang akhirnya berdampak pada kurang maksimalnya penyampaian dan penerimaan materi pelajaran. Sehingga pemahaman siswa terhadap materi kurang, dan apresiasi terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat menjadi rendah. Penelitian ini mengalami permasalahan yang hampir sama dengan kedua penelitian di atas, yaitu rendahnya antusiasme siswa terhadap to user pembelajaran yang berakibat padacommit kurangnya pemahaman siswa terhadap materi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 Dari hasil kedua penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa dengan pembelajaran menggunakan media audio visual, dapat meningkatkan antusiasme siswa terhadap pembelajaran, selain itu pemahaman siswa terhadap materi juga meningkat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan permasalahan penelitian ini yaitu apresiasi seni. Dalam kegiatan apresiasi seni membutuhkan pemahaman dan pengenalan lebih mengenai sebuah karya seni, sebelum akhirnya siswa dapat mengapresiasi karya seni tersebut dengan baik. Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa diasumsikan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran menggunakan media audio visual. Peningkatan pemahaman siswa mengenai materi akan diikuti oleh peningkatan apresiasi seni siswa, sehingga pembelajaran menggunakan media audio visual dapat digunakan untuk meningkatkan apresiasi seni siswa. Peneliti menerapkan media audio visual ini untuk memberikan gambaran nyata dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah khususnya Batik Surakarta, sehingga melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran dapat membantu siswa memahami materi apresiasi seni. Dengan menggunakan media audio visual sebagai salah satu solusi permasalahan dalam penelitian ini, diharapkan apresiasi seni siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. C. Kerangka berpikir Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan informasi/ keterampilan. Keberhasilan dalam belajar berhubungan dengan cara pengajaran dan seberapa besar ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran apresiasi seni di sekolah merupakan pembelajaran yang melatih siswa dalam memahami dan menghargai dalam menanggapi karya seni rupa ciptaan siswa sendiri maupun karya seni rupa ciptaan orang lain. Apresiasi seni yang diberikan adalah karya seni terapan daerah setempat (dalam hal ini adalah Batik Surakarta). Dengan demikian diharapkan siswa dapat mengenali jati diri bangsanya sejak dini, dan sebagai generasi penerus bangsa ia dapat ikut serta melestarikan seni dan kebudayaancommit bangsa.to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 Nilai rata-rata siswa kelas X-4 pada materi apresiasi seni adalah 76. Nilai ini sebenarnya sudah mencapai Standar KKM, yaitu 75. Hanya saja perolehan ini dirasa masih rendah karena nilai tersebut berbeda tipis dengan batas minimal ketuntasan belajar. Hal ini dikarenakan apresiasi siswa terhadap karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta memang masih rendah, yang ditunjukkan dengan minimnya pengetahuan mereka tentang seni Batik Surakarta. Sebelumnya cara mengajar guru dalam pembelajaran apresiasi terhadap seni rupa terapan daerah setempat (dalam hal ini batik Surakarta) menurut siswa cukup menarik karena pemberian materi oleh guru disampaikan dengan gaya humoris. Hanya saja, karena kurang variasi dalam mengajar, pelajaran seni budaya dalam materi apresiasi seni terkesan membosankan. Guru hanya menggunakan
metode
ceramah
dan
mengerjakan
LKS
pada
proses
pembelajarannya, sehingga siswa sering merasa bosan dan berakibat apresiasi siswa terhadap batik juga rendah. Di sisi lain pihak guru sendiri mengalami kesulitan dalam mengajarkan materi apresiasi terhadap batik kepada siswa. Kesulitan yang dihadapi guru disebabkan karena kurangnya ide guru dalam menciptakan strategi maupun media baru yang inovatif untuk proses pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti dan guru bekerjasama untuk mencari solusi yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran apresiasi terhadap Batik Surakarta di sekolah agar siswa lebih antusias sehingga apresiasi siswa dapat ditingkatkan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan media dalam proses pembelajaran. Media yang dipilih yaitu media audio visual. Media ini dipilih karena guru belum pernah menggunakan media audio visual untuk pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dan guru untuk melakukan pembelajaran dengan suasana dan cara yang berbeda. Selain itu, dengan menerapkan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi seni, siswa akan mendapatkan pengalaman baru dalam belajar, khususnya belajar mengapresiasi karya seni. Dalam penelitian ini media audio visual yang digunakan adalah media slide suara dan film yang digabungkan untuk menayangkan pengetahuan dasar commit to user tentang batik Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 Adapun gambar alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 1 Surakarta
Materi Apresiasi Seni Terapan Daerah Setempat (Batik Surakarta)
(Batik Surakarta) Kondisi Awal Masalah di lapangan : Siswa: Dampak: - Siswa bosan dengan metode pembelajaran yang - Proses pembelajaran apresiasi seni terapan digunakan guru meskipun guru menyampaikan daerah setempat kurang menarik dan terkesan materinya dengan gaya humoris, namun bagi monoton, yaitu penyampaian materi dengan siswa metode yang digunakan guru kurang ceramah, kemudian dilanjutkan dengan bervariasi, yaitu penyampaian materi dengan mengerjakan LKS. Sehingga materi yang ceramah, kemudian dilanjutkan dengan disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap mengerjakan LKS, sehingga siswa kurang dengan baik oleh siswa. Hal ini dibuktikan antusias dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dengan sebanyak 41% siswa belum memahami ditunjukkan dengan sebanyak 15 siswa atau 44% dengan baik tentang karya seni terapan daerah dari 34 siswa yang tidak memperhatikan guru setempat. Dibuktikan dengan sebanyak 14 siswa pada saat guru menyampaikan materi. Dibuktikan memiliki nilai yang masih di bawah standar dengan siswa-siswa yang melakukan aktifitas lain KKM yaitu 75. selain memperhatikan guru. Diantaranya ada yang - Terlalu seringnya guru bercanda, mengakibatkan bercanda dengan dengan teman sebangkunya, siswa tidak dapat fokus lagi terhadap materi yang bermain rubik, membuka situs facebook, disampaikan. melamun, dll.
Guru: - Guru kesulitan membangkitkan apresiasi siswa - Guru kesulitan menemukan alternatif pembelajaran. - Terlalu sering bercanda, sehingga siswa tidak dapat fokus
Apresiasi seni siswa teerhadap karya seni terapan daerah setempat masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan nilai pada materi apresiasi seni sebanyak 14 siswa belum memenuhi standar KKM yaitu 75, sedangkan kemampuan siswa menunjukkan sikap menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat masih rendah, yaitu sebanyak 15 siswa)
Alternatif Solusi Tindakan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta dilakukan dengan menggunakan Media Audio Visual yang isinya tentang: sejarah munculnya Batik Surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, nama dan makna gambar pola batik, serta penggunaanya.
Proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta berlangsung menarik dan meningkatkan antusias siswa dalam mengikuti pelajaran
Hasil Apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta meningkat Indikator: 1. Minimal 80% siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat (khususnya Batik Surakarta). 2. Minimal 80% siswa mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta) dengan baik
commit to user
Gambar 9. Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 D. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data”. (Sugiyono, 2010:64). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) dapat meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011”. Teori relevan yang mendukung hipotesis dalam penelitian ini adalah: … Media audio visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media audio visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar, karena tayangan media audio visual mampu mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, memudahkan pemahaman, serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa tergantung guru. … . Penggunaan media audio visual dapat mewujudkan pembelajaran individu, karena dapat dilakukan oleh individu untuk dirinya sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal, siswa bekerja dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip kompetensi teknik digital, dan merupakan strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian pengajaran berdasarkan perbedaan individual siswa. (Ahmad Maksum, dalam http:// karya-ilmiah.um.ac.id). Media audio visual yang digunakan pada penelitian ini adalah slide suara dan film dokumenter. Slide suara merupakan sejumlah slide gambar yang ditampilkan dengan iringan suara. Sedangkan film dokumenter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rekaman gambar bergerak mengenai sejarah Batik Surakarta, jenis-jenis batik, proses pembuatan batik, dan makna serta penggunaan pola batik dalam kehidupan sehari-hari. Slide suara dan film dokumenter ini digabungkan dalam satu tayangan yang berisi mengenai materi pelajaran yaitu Batik Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, yang beralamat di Jalan Monginsidi No. 40 Surakarta. Sekolah ini di bawah pimpinan Drs. MH. Thoyibun, SH.,MM., yang bertindak sebagai kepala sekolah yang membawahi kurang lebih 103 tenaga pengajar dan staf administrasi. Penelitian ini dimulai tanggal 21 Agustus 2010 dan dilakukan selama 1 bulan atau selama 4 kali tatap muka, pada jam pelajaran Seni Rupa, yaitu pada hari Sabtu jam ke 4 selama 90 menit. B. Subjek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Surakarta kelas X-4 semester I tahun ajaran 2010/2011, yang berjumlah 34 siswa, terdiri dari 20 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Adapun alasan peneliti memilih sekolah ini sebagai lokasi penelitian adalah: (1) Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah terbaik di Surakarta, dan juga memiliki prestasi yang baik, demikian juga dengan kualitas guru dan siswa yang baik; (2) Siswa di sekolah tersebut belum pernah dipergunakan sebagai subjek penelitian sejenis, sehingga terhindar dari kemungkinan penelitian ulang; (3) Sekolah tersebut merupakan sekolah yang mendukung untuk diadakannya penelitian. Peneliti memilih kelas X-4 sebagai subjek penelitian karena menurut ibu Dra. DM. Krisbiyanti selaku guru mata pelajaran seni budaya dari keseluruhan kelas X, kelas X-4 yang nilai rata-rata pada materi apresiasinya paling rendah diantara kelas X lainnya, yaitu hanya mencapai 76. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Observasi, S. Margono (2005:158) berpendapat bahwa “Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian”. Jadi observasi merupakan pengamatan dan commit user pendataan yang dilakukan pada obyektopenelitian secara sistematik / berurutan. 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 Observasi, digunakan untuk mengamati kondisi awal sebelum dan pada saat diadakannya perbaikan pembelajaran apresiasi siswa terhadap batik Surakarta yang dilakukan oleh guru dan siswa di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta dengan menggunakan media audio visual. Yang diamati selama observasi berlangsung adalah kondisi nyata di lapangan, antara lain: a) Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi sebelum perbaikan pembelajaran dengan media audio visual b) Sikap siswa selama proses pembelajaran apresiasi berlangsung, baik sebelum maupun pada saat perbaikan pembelajaran dengan media audio visual c) Proses pembelajaran apresiasi seni yang berlangsung sebelum dan pada saat perbaikan pembelajaran dengan media audio visual “Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan mengambil tempat duduk paling belakang. Dalam posisi itu, peneliti dapat secara lebih leluasa melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar-mengajar siswa dan guru di kelas” (Sarwiji Suwandi, 2008:65). 2. Wawancara,
S.
Margono
(2005:165)
berpendapat
bahwa
“Interviu
(wawancara) adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula”. Wawancara dilakukan terhadap guru pelajaran seni budaya kelas X-4 dan beberapa siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta, di antaranya 1 siswa yang memiliki nilai tertinggi, 1 siswa yang memiliki nilai sedang, dan 1 siswa yang memiliki nilai rendah. Wawancara dibedakan menjadi dua tahap. Tahap pertama yaitu wawancara observasi awal. Wawancara ini dilakukan untuk menggali informasi tentang proses pembelajaran pada kondisi awal. a) Wawancara yang dilakukan terhadap guru berkenaan dengan: 1) Kondisi pembelajaran apresiasi seni rupan terapan daerah selama ini 2) Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam memberikan materi apresiasi seni sebelum diadakannya perbaikan pembelajaran dengan media audio visual. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 3) Hambatan dan kesulitan yang dirasakan guru dalam proses pembelajaran apresiasi selama ini. 4) Sikap siswa kelas X-4 selama proses pembelajaran apresiasi seni selama ini. b) Wawancara yang dilakukan terhadap siswa adalah meliputi: 1) Pendapat mereka tentang proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah selama ini yang mereka rasakan. 2) Hambatan dan kesulitan yang mereka rasakan pada saat pembelajaran apresiasi seni disampaikan. Tahap kedua yaitu wawancara pada saat setelah perbaikan tindakan dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menggali informasi secara langsung dari narasumber tentang berjalannya proses pembelajaran dengan menggunakan media audio visual. Wawancara dengan guru dan siswa ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan pembelajaran apresiasi dengan media audio visual. Hasil wawancara sebelum perbaikan digunakan sebagai dasar untuk menentukan tindakan dan solusi yang dilakukan dalam memecahkan masalah, sedangkan hasil wawancara setelah diadakan perbaikan digunakan sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya dan perbaikan media audio visual pada saat tahap analisis dan refleksi. 3. Tes, menurut S. Margono, (2005: 170) tes ialah “seperangkat rangsangan (stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka”. Tes digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan tindakan. Dalam penelitian ini tes yang diberikan adalah tes tulis esai. Tes tulis diberikan kepada siswa setelah penyampaian materi dan dilakukan pada setiap pertemuan. Pemberian tes ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa (peningkatan pemehaman terhadap Batik Surakarta) setelah pemberian tindakan perbaikan dalam kelas. Soal tes berisi tentang materi yang sudah disampaikan melalui media audio visual berupa pengetahuan tentang Batik Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 4. Dokumentasi. Menurut S. Margono (2005:181) cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian disebut teknik dokumenter. Dokumentasi yaitu mencari data dari dokumen atau arsip yang ada. Data tersebut diperoleh dari: a) Sekolah: berupa silabus pelajaran Seni Budaya b) Guru: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku panduan atau materi pelajaran, hasil tugas dan daftar nilai siswa yang dimiliki guru baik sebelum dan setelah diadakan penelitian. Nilai siswa tersebut akan dijadikan
sebagai
tolok
ukur
keberhasilan
tindakan
perbaikan
pembelajaran menggunakan media audio visual. D. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Teknik deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif). Menurut Sarwiji (2008:70) teknik statistik deskriptif komparatif digunakan untuk data kuantitatif, yakni dengan membandingkan hasil antar siklus. Peneliti membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil pada akhir setiap siklus. Analisis data ini dilakukan dengan membandingkan hasil afektif dan kognitif siswa pada kondisi sebelum tindakan, setelah siklus I, dan setelah siklus II. 2. Teknik analisis kritis. Sarwiji juga mengungkapkan teknik analisis kritis mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersamaan dan/ atau setelah pengumpulan data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 E. Prosedur Penelitian Tujuan pokok yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta melalui pembelajaran dengan menggunakan media audio visual pengetahuan batik pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Dengan demikian prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang direncanakan berlangsung selama dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. “PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan merefleksi”. (Zainal Aqib, 2008:30). Akan tetapi sebelum melakukan ke-empat tahap tersebut, ada satu tahap yang sangat penting untuk dilakukan yaitu tahap pengenalan masalah. “PTK dalam pelaksanaannya diawali dengan diagnosis masalah, kesadaran permasalahan yang Anda rasakan mengganggu dan menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai berdampak kurang baik terhadap proses dan/ atau hasil belajar siswa, dan/ atau implementasi program sekolah”. (Sarwiji Suwandi, 2008:35). Dengan demikian sebelum dilakukannya 4 tahap pokok dalam PTK, lebih dahulu dilakukan 1 tahap awal yaitu pengenalan masalah atau identifikasi masalah yang dirasakan mengganggu proses dan/ atau hasil belajar dalam sebuah kelas yang akan dijadikan sebagai subyek PTK. Menurut Tagart, (dalam Zainal Aqib, 2008:30), prosedur pelaksanaan PTK mencakup
penetapan
fokus
masalah
penelitian,
perencanaan
tindakan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Berikut ini adalah penjelasan dari tahap-tahap tersebut: 1. Tahap Penetapan Fokus Masalah Penelitian Tahap ini dilakukan dengan merasakan adanya masalah, menganalisis masalah, kemudian merumuskan masalah agar dapat menetapkan masalah yang dihadapi oleh subyek PTK. Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengadakan observasi lapangan, yaitu mengetahui keadaan nyata di lapangan secara langsung. Observasi awal to user dilakukan dengan mengamaticommit kondisi awal kelas pada jam pelajaran seni
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 budaya, melakukan wawancara secara terpisah dengan guru dan murid serta mendiskusikan hambatan atau kesulitan apa saja yang dihadapi selama proses pembelajaran di kelas dan bagaimana solusinya. Observasi dilakukan pada guru mata pelajaran seni budaya dan siswa kelas X-4 di SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. 2. Tahap Perencanaan Tindakan Rencana tindakan disusun dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta tahap analisis dan refleksi. Berdasarkan pengenalan masalah yang dilakukan melalui observasi awal, maka diajukan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran seni budaya di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta yaitu dengan penggunaan media audio visual sebagai upaya meningkatkan apresiasi siswa terhadap batik Surakarta. Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan skenario pembelajaran, mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, menyediakan media pembelajaran yang akan digunakan, mempersiapkan instrumen untuk menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan yang telah dilakukan. 3. Tahap Pelaksanaan Tindakan Dalam tahap ini peneliti mulai melaksanakan tindakan, yakni meningkatkan apresiasi siswa terhadap batik Surakarta melalui media audio visual pada siswa kelas X-4 di SMA Negeri 1 Surakarta. Dalam tahap ini peneliti melakukan tindakan dalam 2 siklus yang masing-masing terdiri dari 2 pertemuan. Setiap siklus akan dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran melalui media audio visual yaitu penggabungan slide suara dan film dokumenter pengetahuan batik yang dibuat dengan menggunakan movie maker. Untuk menayangkan media audio visual, maka pada penelitian ini juga menggunakan Liquid Cristal Display (LCD) proyektor dan komputer. Media audio visual pembelajaran dibuat semenarik mungkin untuk menarik antusiasme siswa terhadap pelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan, yang dilakukan bersamaan dengan observasi selama tindakan berlangsung. 4. Tahap Pengamatan/ Observasi Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dan siswa yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat sebelumnya, sehingga memudahkan peneliti dalam mengamati perkembangan kelas. Pengamatan
dilakukan untuk mengetahui segala kelemahan dan
kekurangan yang mungkin muncul dan dijadikan landasan dalam melakukan refleksi. 5. Refleksi Refleksi dilakukan bersama guru pada setiap akhir siklus. Pada tahap ini, dilakukan penganalisisan data mengenai proses, masalah, dan hambatan yang ditemui selama penelitian berlangsung. Kemudian didiskusikan bersama guru untuk diambil kesimpulan dari hasil pelaksanaan penelitian. dari penarikan kesimpulan ini diketahui apakah tindakan yang sudah dilakukan sudah mencapai indikator yang diinginkan atau belum, sehingga dapat ditentukan tindakan selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 Secara rinci urutan masing-masing tahap dalam siklus dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
Penetapan Fokus Masalah
Perencanaan
Refleksi
Pelaksanaan
SIKLUS I
Pelaksanaan
SIKLUS II
Observasi/ Pengamatan
Perencanaan
Refleksi Observasi/ Pengamatan
Indikator sudah tercapai?
Sudah: PTK bisa diakhiri Belum: PTK perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar 10. Tahap Siklus Penelitian Tindakan Kelas commit to Skripsi user FKIP UNS (2009:18) Adaptasi dari Pedoman Penulisan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 Untuk lebih jelasnya mengenai rencana tindakan yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagai berikut: 1.
Siklus I
a. Tahap Perencanaan Siklus I Pada tahap ini peneliti mempersiapkan media audio visual yang digunakan dalam proses pembelajaran seni budaya kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta. Media audio visual yang ditampilkan berupa gabungan slide suara dan film dengan tampilan semenarik mungkin untuk menarik perhatian siswa. Tayangan media audio visual pada pertemuan I siklus I berisi tentang sejarah Batik Surakarta. Selain itu dipersiapkan juga fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas yaitu komputer, LCD proyektor, dan lain-lain . Pada tahap ini juga dibuat skenario pembelajaran, yaitu apa saja yang dilakukan guru dengan media yang sudah tersedia selama proses pembelajaran berlangsung. Skenario pembelajaran tersebut antara lain: Tabel 3. Perencanaan Siklus I Pertemuan 1 Siklus I (Pertemuan ke 1) No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1.
a. Guru mempersiapkan a. Menyiapkan diri RPP, silabus, soal tugas, menerima pelajaran dan media audio visual pengetahuan batik b. Guru membuka pelajaran b. Siswa memperhatikan dengan salam pembuka apersepsi yang dan apersepsi materi disampaikan guru yang akan diajarkan yaitu Sejarah Batik Surakarta. Apersepsi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang batik. Apersepsi dilakukan dengan memberi tes awal berupa pertanyaan tentang materi yang akan diajarkan. c. Guru menampilkan c. Sementara itu siswa commit to user tayangan media audio memperhatikan
Alokasi Waktu ±5 menit
±5 menit
±10 menit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 visual pengetahuan batik yang berisi tentang Sejarah Batik Surakarta
d. Guru berdiskusi bersama siswa mengulas kembali dan menjelaskan tentang sejarah munculnya batik Surakarta. Selesai menjelaskan, guru mempersilahkan siswanya untuk bertanya jika ada yang ingin ditanyakan atau menyampaikan tanggapannya seputar materi yang telah ditayangakan yaitu mengenai Sejarah Batik Surakarta e. Guru memberikan tes tertulis esai untuk mengukur pemahaman siswa tentang Sejarah Batik Surakarta f. Guru memerintahkan siswa untuk mengumpulkan lembar jawaban g. Guru mengajak siswa untuk berdiskusi kembali mengenai jawaban dari soal tes yang telah diberikan. h. Guru menyimpulkan materi pelajaran bersama siswa i. Menutup proses pembelajaran
tayangan media audio visual pengetahuan batik tentang Sejarah Batik Surakarta tersebut dengan seksama d. Siswa mendengarkan penjelasan guru. Kemudian siswa bertanya kepada guru jika ada materi yang kurang dimengerti atau menyampaikan tanggapannya setelah melihat tayangan media audio visual pengetahuan batik
±15 menit
e. Siswa mengerjakan tes yang diberikan guru untuk mengukur pemahaman siswa
±30 menit
f. Siswa mengumpulkan lembar jawaban
±2 menit
g. Siswa diharapkan aktif baik dalam bertanya, menjawab, maupun berpendapat.
±15 menit
h. Menyimpulkan materi pelajaran bersama guru. -
± 5 menit
commit to user
±3 menit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 Tabel 4. Perencanaan Siklus I Pertemuan 2 Siklus I (Pertemuan ke 2) No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1.
a. Guru mempersiapkan a. Menyiapkan diri RPP, silabus, soal tes, menerima pelajaran dan media audio visual pengetahuan batik b. Guru membuka b. Siswa memperhatikan pelajaran dengan apersepsi yang salam pembuka dan disampaikan guru. sedikit mengulas Menjawab pertanyaan tentang materi dari guru tentang ulasan sebelumnya. materi sebelumnya Kemudian apersepsi materi yang akan diajarkan yaitu Jenisjenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya. Apersepsi dilakukan dengan memberi tes awal berupa pertanyaan tentang materi yang akan diajarkan c. Guru menampilkan c. Sementara itu siswa tayangan media audio memperhatikan tayangan visual pengetahuan tersebut dengan seksama. batik yang berisi tentang Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya d. Guru mengajak siswa d. Siswa berdiskusi bersama untuk berdiskusi dan guru mengidentifikasi mengidentifikasi kembali tentang jeniskembali tentang jenisjenis batik berdasarkan jenis batik berdasarkan proses pembuatannya. proses pembuatannya. Kemudian siswa bertanya Kemudian guru kepada guru jika ada mempersilahkan materi yang kurang siswanya untuk dimengerti dalam bertanya jika ada yang pemutaran media audio ingin ditanyakan visual pengetahuan batik seputar materi yang atau memberikan commit to user telah ditayangakan tanggapan mengenai
Alokasi Waktu ±5 menit
±5 menit
±10 menit
±15 menit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
e.
f.
g.
h.
i.
yaitu mengenai Jenisjenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya atau memberikan tanggapannya mengenai materi yang baru saja diputarkan Guru memberikan soal tes tertulis kepada siswa tentang Jenisjenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya Guru memerintahkan siswa untuk mengumpulkan lembar jawaban Guru mengajak siswa untuk berdiskusi kembali mengenai jawaban dari soal tes yang telah diberikan. Guru menyimpulkan materi pelajaran bersama siswa Menutup proses pembelajaran seni budaya
materi yang disampaikan.
e. Siswa mengerjakan soal tes tertulis dari guru yaitu tentang Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya
±30 menit
f. Siswa mengumpulkan lembar jawaban
±2 menit
g. Siswa diharapkan aktif baik dalam bertanya, menjawab, maupun berpendapat.
±20 menit
h. Menyimpulkan materi pelajaran bersama guru.
±5 menit
i.
±3 menit
-
Di samping itu peneliti juga menyiapkan instrumen yang digunakan dalam penelitian yang meliputi: lembar observasi, pedoman wawancara dengan guru dan siswa, dan soal tes tentang materi yang disajikan. Wawancara dilakukan dengan guru dan siswa setelah siklus I selesai dilakukan untuk mengetahui kekurangan, kelebihan, serta hambatan yang dihadapi selama pelaksanaan siklus I untuk diperbaiki di siklus II.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 b. Tahap Pelaksanaan Siklus I Pelaksanaan tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan skenario pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan dilakukan dalam satu siklus sebanyak dua kali pertemuan, dan setiap pertemuan masing-masing 2 x 45 menit. c.
Tahap Observasi Siklus I Tahap ini dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran apresiasi Batik Surakarta dengan menggunakan media audio visual. Tahap ini dilakukan dengan cara mengamati proses pembelajaran dan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Lembar observasi digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi selama pembelajaran berlangsung pada siklus I. Hasil observasi selama proses pembelajaran digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai selama siklus I berlangsung.
d. Tahap Refleksi Siklus I Setelah proses pembelajaran pada siklus I berakhir, maka diadakan analisis terhadap semua data yang diperoleh di lapangan selama siklus I berlangsung. Refleksi pada siklus I dilakukan dengan menganalisis masalahmasalah yang muncul selama proses pembelajaran dengan menggunakan media audio visual. Berdasarkan masalah-masalah yang muncul pada siklus I, maka dapat ditentukan apakah tindakan yang dilaksanakan sebagai pemecahan masalah sudah mencapai tujuan atau belum. Melalui refleksi inilah ditentukan untuk melakukan siklus lanjutan jika indikator belum tercapai dengan sempurna. 2.
Siklus II a.
Tahap Perencanaan Siklus II Perencanaan pada siklus II meliputi rencana perbaikan tindakan berdasarkan refleksi pada siklus I. Tahap perencanaan pada siklus II ini peneliti memperbaiki media audio visual yang digunakan dalam proses pembelajaran apresiasi Batik Surakarta. Media audio visual yang to user slide suara dan film, hanya saja ditampilkan masih terdiricommit dari gabungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 tampilannya lebih diperbaiki berdasarkan hasil refleksi siklus I dan hasil wawancara terhadap guru dan siswa tentang media audio visual. Selain itu juga dilakukan perbaikan skenario pembelajaran agar siswa lebih antusias mengikuti pelajaran seni budaya dengan materi apresiasi Batik Surakarta. Perencanaan lainnya masih sama dengan siklus I yaitu menyiapkan instrumen yang digunakan dalam penelitian yang meliputi: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar observasi afektif, pedoman wawancara, dan soal tes tentang materi yang disajikan. b. Tahap Pelaksanaan Siklus II Pelaksanaan pada siklus II dilakukan sesuai dengan skenario pembelajaran dan perencanaan sebelumnya. Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan masing-masing selama 2 x 45 menit. c. Tahap Observasi Siklus II Tahap ini dilakukan dengan cara mengamati proses pembelajaran dan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Lembar observasi digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi selama pembelajaran berlangsung pada siklus II. Hasil observasi selama proses pembelajaran digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai selama siklus II berlangsung. d. Tahap Refleksi Siklus II Refleksi pada siklus II dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan tindakan pada proses pembelajaran. Hasil refleksi dan data yang diperoleh menjadi bahan evaluasi terhadap keberhasilan dan ketercapaian tujuan tindakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Awal Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi awal untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di lapangan. Observasi dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, yaitu tempat dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini. Hasil dari kegiatan observasi adalah sebagai berikut. 1.
Letak dan Situasi Ruang SMA Negeri 1 Surakarta
SMA Negeri 1 Surakarta terletak di Jalan Monginsidi, Banjarsari, Nomor 40, Surakarta. Sekolah negeri favorit di Surakarta yang dikepalai oleh Drs. MH. Thoyibun, SH.,MM. ini memiliki bangunan 2 tingkat dengan sejumlah ruang di dalamnya, yaitu sebanyak 38 ruang kelas, 5 ruang diantaranya untuk kelas Sekolah Berbasis Internasional (SBI), dan 4 ruang lainnya untuk kelas akselerasi. Ruang lainnya yang dimiliki adalah 1 ruang komite, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang wakil kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang tata usaha, 1 ruang Bimbingan Penyuluhan (BP), 1 ruang perpustakaan, 1 ruang akselerasi, 1 ruang untuk Teacher Resource and Reference Centre (TRRC), 1 ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), 1 ruang laboratorium matematika, 2 ruang laboratorium bahasa, 2 laboratorium komputer, 3 ruang laboratorium biologi, 1 ruang laboratorium kimia, 1 ruang laboratorium fisika, 1 ruang laboratorium IPS, 1 ruang kesenian, 1 ruang aula, 1 ruang multimedia, 1 ruang OSIS, 1 ruang agama katolik, 1 ruang untuk penjaga sekolah, 1 pos satpam, 3 lahan parkir, beberapa kamar mandi dan WC untuk siswa, 3 kantin sekolah, 1 koperasi siswa, 2 gudang, 1 masjid, 1 taman, 1 lapangan olahraga, dan hotspot di berbagai area di lingkungan sekolah untuk menunjang sarana prasarana siswa mencari bahan ajar dan juga berkolaborasi secara internasional. Berikut gambar gedung SMA negeri 1 Surakarta.
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Gambar 11. SMA Negeri 1 Surakarta Terletak di Jalan Monginsidi, Nomor 40 Banjarsari, Surakarta. (Dokumentasi: SMA Negeri 1 Surakarta, 2010) 2.
Keberadaan Siswa
Jumlah siswa SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 1177 siswa yang terdiri dari kelas X, XI, dan kelas XII. Sebanyak 470 merupakan siswa laki-laki, dan 707 siswa perempuan. Siswa-siswi SMA negeri 1 Surakarta pada dasarnya merupakan siswa-siswi yang teladan, cerdas, dan merupakan generasi terpilih yang kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari prestasiprestasi yang telah di raih oleh siswa-siswi SMA Negeri 1 Surakarta sejak sekolah ini berdiri. Subyek dalam penelitian ini adalah kelas X-4 yang berjumlah 34 siswa, 14 siswa laki-laki, dan 20 siswa perempuan. Setiap ruang kelas yang digunakan siswa rata-rata memiliki fasilitas yang sama di dalamnya. Fasilitas tersebut diantaranya 1 buah komputer LCD, 1 buah LCD proyektor, 1 buah layar proyektor, 2 buah AC, jam dinding, radio kelas, 17 buah meja untuk siswa dan 1 meja untuk guru, sebanyak 34 kursi untuk siswa dan 1 kursi untuk guru, serta whiteboard yang terpasang di bagian depan kelas. Sehingga suasana kelas tampak sangat nyaman untuk siswa dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 3. a.
Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta
Pelaksanaan Pembelajaran Mata pelajaran seni budaya di SMA Negeri 1 Surakarta kelas X-4 pada tahun pelajaran baru 2010/2011 dilaksanakan satu kali dalam satu minggu yaitu setiap hari sabtu pada jam pelajaran ke 4 atau pada jam 09.30 WIB dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Kondisi awal proses pembelajaran mata pelajaran seni budaya materi apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat sebenarnya sudah berlangsung cukup baik. Materi apresiasi disampaikan dengan metode ceramah dan penugasan. Setelah guru menjelaskan materi pelajaran pada siswa, kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa atau LKS. Dalam
penyampaian
materi
pelajaran,
beberapa
kali
guru
mengatakan kalimat-kalimat lucu yang membuat siswa tertawa untuk membuat suasana kelas menjadi cair, sehingga diharapkan siswa dapat lebih santai dalam menerima materi pelajaran. Akan tetapi dari hasil observasi awal yang dilakukan, meskipun metode ceramah ini disampaikan dengan beberapa kali selingan kalimat-kalimat yang lucu dari guru, justru membuat siswa menjadi tidak fokus terhadap materi yang disampaikan guru. Sementara itu dari hasil wawancara, siswa mengatakan bahwa siswa merasa senang pada saat guru mengeluarkan kata-kata yang lucu yang membuat siswa tertawa. Akan tetapi pada saat guru kembali pada materi dan menjelaskan dengan serius, siswa merasa bosan mendengarkan ceramah teori-teori yang disampaikan oleh guru. Siswa berpendapat seharusnya pelajaran seni budaya adalah pelajaran yang menyenangkan, seperti misalnya menggambar, bernyanyi, main music, melukis, mengukir, dan prkatek-praktek yang lainnya serta tidak dipenuhi oleh teori-teori. Siswa merasa pembelajaran materi apresiasi kurang bervariasi, commit to useraktifitas lain karena merasa bosan sehingga tak jarang siswa yang melakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 dalam mengikuti pelajaran. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa siswa di kelas X-4, siswa menginginkan pembelajaran yang lebih bervariasi, misalnya jalan-jalan ke lapangan secara langsung, atau sekedar melihat video pengetahuan seperti yang dilakukan guru-guru mata pelajaran lainnya. Sedangkan menurut guru, sebelum siswa terjun ke lapangan, siswa harus terlebih dahulu mengetahui dan mengenal materi pelajaran. Dari beberapa kali tatap muka pelajaran seni budaya yang peneliti amati pada kelas X-4, terlihat proses pembelajaran yang hampir sama, baik kegiatan yang dilakukan guru maupun siswanya. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam. Dalam setiap proses pembelajaran guru tidak pernah memanggil nama siswa satu persatu (absensi), tetapi langsung menanyakan pada ketua kelas siapa yang tidak masuk pada hari tersebut. Setelah itu guru langsung menjelaskan pada siswa mengenai materi pelajaran yaitu mengenai karya seni rupa terapan daerah setempat. Setelah menjelaskan, guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan LKS lalu dikumpulkan pada akhir pelajaran. Guru kemudian menutup pelajaran. b. Tahap Observasi Awal Suasana di kelas X-4 yang berjumlah 34 siswa pada 10 menit awal pelajaran, sangat tenang dan kondusif dalam melaksanakan proses pembelajaran. Setiap siswa tampak memperhatikan penjelasan dari guru. Beberapa diantaranya ada yang mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru seringkali melontarkan beberapa kalimat lucu yang membuat siswa tertawa. Berikut ini gambar suasana pembelajaran siswa kelas X-4 pada 10 menit awal pelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Gambar 12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah, Guru Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4 (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tidak kondusif karena siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias dengan pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang disampaikan guru. Kalimat-kalimat lucu yang sering dilontarkan guru justru menjadi bumerang dalam proses pembelajaran, yang menyebabkan siswa terlalu santai dan tidak terfokus pada materi yang disampaikan. Beberapa siswa terlihat membicarakan lelucon yang baru saja disampaikan guru, dan tidak kembali fokus pada materi yang sedang dipelajari. Sesekali terlihat guru menampilkan gambar untuk mendukung penyampaian materi pelajaran. Akan tetapi beberapa siswa terlihat tetap tidak memperhatikan. Hal ini dikarenakan gambar yang ditampilkan guru kurang menarik. Gambar-gambar yang diperlihatkan guru adalah gambar-gambar print cetak ukuran A4 ataupun fotokopi dari buku, dan berupa gambargambar hasil karya kakak kelas mereka sebelumnya. Kelas
menjadi
semakin
tidak
kondusif
pada
saat
guru
memerintahkan siswa untuk mulai mengerjakan LKS. Banyak siswa yang melakukan aktifitas lain, misalnya ada yang tidur, berbicara dengan teman sebangkunya, atau mengerjakan tugas pelajaran lain. Berikut ini beberapa gambar suasana kelas X-4 yang sudah tidak lagi kondusif pada saat pembelajaran materi apresiasicommit seni berlangsung. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Gambar 13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Gambar 14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Gambar 15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni. commit toJauharsari, user (Dokumentasi: 2010)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Gambar 16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya Pada Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Gambar 17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Pada saat siswa mengerjakan LKS, guru jarang sekali berjalan mengelilingi kelas untuk sesekali mengontrol siswa yang sedang mengerjakan LKS. Dari empat kali pertemuan, guru hanya 3 kali berkeliling kelas dan lebih banyak duduk di depan kelas sambil menunggu siswa-siswinya selesai mengerjakan LKS. Hal ini mengakibatkan kurangnya pemantauan dari guru, sehingga seringkali guru tidak mengetahui beberapa siswanya yang tidur, bahkan mengerjakan tugas pelajaran lain, atau sekedar bercanda dengan teman sebangkunya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 Setelah mengerjakan LKS, siswa diminta untuk mengumpulkan LKS tersebut dan dinilai. Guru juga pernah memberikan tugas rumah bagi siswanya untuk membuat makalah mengenai batik tradisional. Materi apresiasi seni rupa terapan daerah memang didominasi dengan teori yang membuat siswa kurang antusias, karena menurut siswa pelajaran seni budaya seharusnya menjadi pelajaran yang menyenangkan dan menghibur, bukan pelajaran yang dipenuhi dengan pemberian teori-teori. Padahal, materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada karya seni rupa tersebut. Sehingga teori-teori tentu sangat dibutuhkan siswa dalam melakukan apresiasi seni. Pemberian materi melalui metode ceramah dan penugasan yang berulang-ulang, proses pembelajaran menjadi monoton, sehingga materi yang disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat pada rendahnya kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah yang berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa pada materi ini. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi yang terjadi secara langsung dengan maksud mengetahui tingkat kemampuan awal siswa dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat, yaitu Batik Surakarta yang meliputi aspek afektif dan kognitif. Aspek kognitif diukur berdasarkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Pemahaman siswa tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai siswa pada tugas yang diberikan guru atau dalam bentuk LKS. Sedangkan aspek afektif diantaranya ialah kehadiran siswa, memperhatikan materi yang disampaikan, keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Hasil observasi dan data-data yang diperoleh dari guru maupun commit user diantara siswa kelas X-4 yang lapangan menunjukkan bahwa masihtobanyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 belum tuntas hasil belajarnya baik dari aspek afektif maupun kognitif. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya siswa yang belum mencapai ketuntasan dalam belajarnya menunjukkan rendahnya kemampuan siswa dalam mengaparesiasi karya seni rupa daerah setempat. Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi awal di kelas X-4, sebanyak 15 siswa atau 44 % dari 34 siswa kurang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta) dengan baik. Sedangkan pada pemahaman materi sebanyak 14 siswa atau 41% dari 34 siswa belum memenuhi standar KKM yang menunjukkan siswa kurang memahami materi apresiasi seni dengan baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
35 30 25
Belum Tuntas
20
Sudah Tuntas
15
Keterangan:
10 5
44% 56%
41% 59%
A:
Afektif
0
B: Kognitif A B Gambar 18. Grafik Persentase Hasil Aspek Afektif dan Kognitif Siswa pada Kondisi Awal c.
Tahap Refleksi Awal Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti beberapa kali, pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat terlihat kurang efektif dan efisien. Selama ± 2 x 45 menit guru memberikan ceramah dan penugasan LKS. Waktu tersebut seharusnya dapat membuat siswa memahami apa yang sudah disampaikan oleh guru. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, sebagian besar siswa kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan metode ceramah dan penugasan LKS. Padahal guru sudah commit to user berusaha untuk menarik perhatian siswa agar tidak bosan yaitu dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 melontarkan lelucon-lelucon di sela-sela penjelasan materi. Sehingga yang terjadi adalah guru dan siswa sudah membuang waktu dan tenaganya untuk hasil yang tidak maksimal. Dari observasi yang dilakukan peneliti maka diperoleh data bahwa siswa terlihat kurang antusias dalam menerima materi berupa teori dalam pelajaran seni budaya. Hal ini dapat dilihat dari keafektifan siswa, yaitu kehadiran siswa, perhatian siswa pada materi yang disampaikan, keaktifan siswa dalam bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, serta ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Fakta lain yang peneliti temukan di lapangan yaitu masih banyaknya siswa yang kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru melalui metode ceramah, hal ini dibuktikan dengan masih adanya siswa yang memiliki nilai kognitif di bawah KKM. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, maka diketahui bahwa siswa cenderung merasa bosan pada saat guru menyampaikan materi yang berupa teori. Siswa mengeluhkan bahwa guru kurang memberikan variasi dalam mengajar. Sementara itu dari hasil wawancara dengan guru, guru menyadari bahwa ia kurang dapat memberikan alternatif metode pengajaran lain yang mampu membangkitkan antusiasme siswa. Hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan guru dalam mengoptimalkan fasilitas yang ada di dalam kelas. Disamping itu, pihak sekolah yang tidak menyediakan ruang khusus seni rupa atau galeri di sekolah sehingga kegiatan siswa untuk berapresiasi seni kurang maksimal. Sekolah memberikan fasilitas untuk seluruh mata pelajaran berupa komputer LCD, proyektor LCD, dan layar proyektor, yang masing-masing terdapat di dalam setiap kelas. Dari hasil observasi tersebut, maka peneliti dan guru melakukan refleksi untuk mencari solusi yang dapat mengatasi permasalahan di kelas, yaitu melakukan upaya untuk meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap seni rupa terapan daerah. Tindakan perbaikan yang pertama di lakukan ialah dengan meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas pada saat pelajaran berlangsung. Upaya peningkatan ini dilakukan dengan menarik antusiasme commit to user materi yang diajarkan, yang dan perhatian siswa agar dapat menangkap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 selanjutnya siswa diharapkan mampu memahaminya dengan baik. Dari hasil kegiatan refleksi dengan guru, maka diperoleh solusi untuk permasalahan kelas X-4, yaitu menyampaikan materi dengan menggunakan media audio visual pengetahuan tentang batik. Solusi ini diperoleh mengingat sebelumnya guru belum pernah mencoba untuk menggunakan media audio visual sebagai variasi dalam mengajarnya. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, ternyata siswa lebih menyukai penyampaian materi yang diselingi dengan pemberian gambar-gambar bersuara, atau film dokumenter agar tidak bosan dengan materi apresiasi seni yang memang dipenuhi dengan teori-teori. Fasilitas dari sekolah yang tersedia selama ini juga kurang dimanfaatkan dalam pembelajaran, sehingga peneliti dan guru dalam hal ini berupaya untuk meningkatkan apresiasi seni siswa dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada. Proses tindakan perbaikan ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus 2 pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1) Tahap Perencanaan, lapangan,
pada
merupakan persiapan peneliti sebelum terjun ke
tahap
ini
peneliti
membuat
rencana
penelitian,
mempersiapkan rencana pembelajaran, mempersiapkan media yang akan digunakan dalam penelitian, dan lain-lain; 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan, ialah penerapan dari perncanaan dan scenario pembelajaran yang sudah disiapkan; 3) Tahap Observasi, dilakukan untuk mengatahui keadaan lapangan dengan mengamati secara langsung; 4) Tahap Refleksi, dilakukan dengan mengevaluasi proses pembelajaran siswa, hasil tes, media yang digunakan, serta hasil wawancara. Refleksi ini dilakukan untuk menggali masalah-masalah yang terjadi selama proses pembelajaran, kemudian dilakukan perbaikan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 B. Deskripsi Siklus I 1.
Perencanaan Tindakan Kegiatan perencanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Minggu 8 Agustus 2010 di rumah Ibu Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru mata pelajaran Seni Budaya kelas X-4. Peneliti bersama guru mendiskusikan rencana tindakan yang dilaksanakan dalam proses penelitian ini. Kemudian dari hasil diskusi tersebut disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus I akan dilaksanakan dalam waktu dua kali pertemuan, dan dimulai pada hari Sabtu, 21 Agustus 2010. Tahap perencanaan tindakan pada siklus I ini meliputi: 1) Menentukan materi pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat, yaitu Batik Surakarta. 2) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan dilaksanakan pada proses belajar mengajar (PBM). Sub materi yang akan disampaikan pada siklus I ini adalah ”Sejarah Batik Surakarta” dan ”Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”. 3) Menyiapkan media pembelajaran, yaitu media audio visual berupa gabungan dari slide suara dan film dokumenter.
2.
Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan, yakni pada hari Sabtu, tanggal 21 Agustus 2010 dan Sabtu tanggal 28 Agustus 2010. Setiap pertemuan dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Peneliti menyiapkan media audio visual yang akan ditayangkan ± 5 menit sebelum pelajaran dimulai. Materi yang diajarkan merupakan pengembangan dari silabus kelas X semester 1. 1) Pertemuan 1 Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 21 Agustus 2010. Pembelajaran pada pertemuan 1 dilaksanakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah disusun pada saat perencanaan tindakan. Sub materi pelajaran yang akan diberikan pada pertemuan 1 ini adalah “Sejarah commit to user Munculnya Batik Surakarta”. Sebelum melaksanakan proses pembelajaran,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 guru dan siswa mempersiapkan diri terlebih dahulu. Guru dibantu oleh peneliti dan salah satu siswa untuk mempersiapkan proyektor LCD agar berjalan dengan lancar. Persiapan ini memakan waktu ± 5 menit. Pembukaan pelajaran dimulai dengan
guru memberikan
apersepsi mengenai Batik Surakarta. Tampak suasana kelas cukup tenang dan memperhatikan apersepsi yang disampaikan guru. Dalam apersepsi tersebut guru memberi pertanyaan kepada siswa mengenai sejarah Batik Surakarta. Guru bertanya adakah diantara siswa yang sudah mengetahui bagaimana sejarah munculnya Batik Surakarta. Banyak siswa yang menjawab belum, dan beberapa siswa lainnya hanya diam saja. Kemudian guru sedikit menjelaskan secara umum mengenai sejarah Batik Surakarta kepada siswa. Kegiatan apersepsi ini dilakukan ± 5 menit. Seusai
memberikan
apersepsi
kepada
siswa,
guru
memberitahukan kepada siswa bahwa akan memutarkan media audio visual tentang sejarah Batik Surakarta, kemudian meminta siswa untuk memperhatikan dan menyimak media audio visual yang ditampilkan. Pemutaran media audio visual ini berlangsung ± 10 menit. Setelah siswa menyimak media audio visual, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi isi materi yang sudah diputar kemudian guru mengulas dan menjelaskan kembali tentang sejarah
munculnya
Batik
Surakarta.
Setelah
menjelaskan,
guru
mempersilahkan siswa untuk bertanya apabila ada hal yang kurang dimengerti dan menyampaikan tanggapannya mengenai materi yang sudah disampaikan. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit. Pada pertemuan 1 ini tidak ada siswa yang bertanya maupun memberikan tanggapannya secara lisan, sehingga guru langsung menjalankan skenario berikutnya yaitu memberikan soal tes kepada siswa tentang materi yang telah disampaikan melalui media audio visual, yaitu sejarah Batik Surakarta. Siswa mengerjakan soal tes esai untuk mengukur pemahamannya dengan alokasi waktu selama ± 30 menit. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 Setelah waktu pengerjaan soal habis, guru meminta siswa untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya dan diberi waktu ± 2 menit. Kemudian, setelah semua siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru mengajak siswa untuk membahas secara lisan satu-persatu soal yang sudah dikerjakan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan pendapatnya, kemudian mendiskusikan bersama siswa mengenai jawaban dari soal yang dibahas. Hal ini dilakukan hingga semua soal terjawab. Alokasi waktu selama ± 15 menit. Seusai pembahasan jawaban, guru menyimpulkan sub materi pelajaran pada pertemuan 1 dengan alokasi ± 5 menit, kemudian dilanjutkan menutup proses pembelajaran dengan salam. 2) Pertemuan 2 Pertemuan ke 2 dilaksanakan pada minggu berikutnya yaitu pada hari Sabtu, tanggal 28 Agustus 2010. Pada pertemuan ini tindakan yang dilakukan sama dengan pertemuan 1. Hanya saja sub materi yang diajarkan berbeda, yaitu tentang “Jenis-Jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”. Skenario yang dilakukan pada pertemuan 2 ini antara lain persiapan, melihat media audio visual, guru menjelaskan kembali mengenai materi, kemudian siswa mengerjakan tes, dan kegiatan terakhir adalah mendiskusikan jawaban siswa. 3.
Observasi Siklus I Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan perbaikan di kelas. Agar kegiatan ini berjalan dengan baik, peneliti menggunakan instrumen berupa tabel data yang harus diisi sesuai fakta yang terjadi di lapangan untuk membantu peneliti dalam mengamati hal-hal yang terjadi. 1) Pertemuan 1 Selama tindakan perbaikan, peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta. Sedangkan guru bertindak menjalankan proses commit to useryang sudah direncanakan bersama pembelajaran sesuai dengan skenario
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 peneliti. Peneliti mengambil posisi paling belakang di kelas untuk mengamati proses pembelajaran agar tidak mengganggu pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan media audio visual. Pada pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat, yaitu Batik Surakarta, seluruh siswa kelas X-4 hadir, yaitu sebanyak 34 siswa. Kemudian guru mengawali pelajaran dengan memberikan apersepsi terlebih dahulu mengenai sub materi pelajaran pada hari tersebut sesuai dengan RPP yang telah disepakati sebelumnya. Sementara itu seluruh siswa terlihat memperhatikan penjelasan guru. Hal ini berlangsung selama ± 5 menit. Pada saat memberikan apersepsi, guru juga memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari kepada siswa agar siswa dapat lebih aktif baik dalam berpendapat maupun bertanya. Beberapa kali guru terlihat melontarkan pertanyaan kepada siswa sebagai tes kemampuan awal siswa. Pada kegiatan apersepsi pertemuan pertama ini, terlihat beberapa siswa saja yang menanggapi pertanyaan-pertanyaan guru yaitu sebanyak 15 siswa, sedangkan siswa lainnya hanya diam dan mendengarkan. Setelah melakukan apersepsi, guru kemudian melanjutkan memberi penjelasan materi tentang “Sejarah Batik Surakarta” dengan menayangkan media audio visual melalui LCD proyektor. Pada saat media audio visual diputar, suasana kelas tampak tenang karena seluruh siswa memperhatikan tayangan audio visual tersebut. Tayangan ini memiliki durasi ± 10 menit. Pada menit ke 8 tampak 4 siswa mulai tidak memperhatikan media audio visual yang ditayangkan. Dari keempat siswa tersebut, tiga siswa diantaranya bercanda, dan satu siswa terlihat mengerjakan tugas pelajaran lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Gambar 19. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual Pengetahuan Batik Tentang “Sejarah Batik Surakarta” (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Setelah menayangkan media audio visual, guru memberi penjelasan lebih lanjut mengenai isi materi kemudian mempersilahkan siswa untuk mengutarakan pendapatnya. Pada saat guru memberi penjelasan mengenai sub materi pelajaran, sebagian besar siswa terlihat menyimak. Hanya saja masih ada beberapa siswa yang melakukan aktifitas lain. Sebanyak 6 siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Dari keenam siswa tersebut, 4 orang terlihat berbicara sendiri dan bercanda, sedangkan 2 siswa lainnya mengerjakan tugas pelajaran matematika.
Gambar 20. Siswa yang Mengerjakan Tugas Pelajaran Lain (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 Pada saat siswa melakukan aktifitas lain seperti misalnya tidur, mengerjakan tugas pelajaran lain, atau berbicara sendiri dengan teman sebangkunya, guru tidak mengetahui hal tersebut, sehingga guru tidak memberi teguran pada siswa yang tidak memperhatikan tersebut. Penjelasan guru ini dilakukan selama ±15 menit. Setelah guru memberikan penjelasan, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan materi yang bagi siswa belum jelas. Namun karena tidak ada yang bertanya, maka guru langsung memberikan tugas kepada siswa berupa soal tes mengenai materi apresiasi seni yaitu tentang “Sejarah Batik Surakarta”. Siswa kemudian mengerjakan soal tes yang diberikan guru dengan alokasi waktu 30 menit untuk mengerjakan. Pada saat mengerjakan soal tes, siswa terlihat serius dalam mengerjakannya. Setelah
30
menit,
guru
memerintahkan
siswa
untuk
segera
mengumpulkan lembar jawabannya. Siswa diberi waktu 2 menit untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Jika lebih dari 2 menit, maka siswa
dianggap
tidak
mengumpulkan
tepat
waktu.
Pada
saat
pengumpulan lembar jawaban pada pertemuan pertama ini, sebanyak 27 siswa yang mengumpulkan lembar jawaban tepat pada waktunya, sedangkan 7 siswa lainnya tidak tepat waktu dalam mengumpulkan lembar jawaban.
Gambar 21. Siswa commitSedang to userMengerjakan Soal Tes (Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 Setelah semua lembar jawaban siswa terkumpul, kemudian guru mengajak siswa untuk mengulas kembali dan menjawab soal dengan lisan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin menjawab soal secara lisan atau menanggapi jawaban temannya. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit. Sebanyak 20 siswa ikut berpartsipasi mengutarakan jawabannya. Setelah pembahasan soal-soal tes, guru mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu, kemudian guru dan siswa mempersiapkan diri untuk menutup pelajaran. Untuk memudahkan penilaian dalam pengamatan, peneliti menggunakan instrumen yang sudah dibuat sebelumnya. Berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran tersebut, diketahui bahwa guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat dan disepakati bersama peneliti, yaitu guru memberikan apersepsi pada awal pelajaran, kemudian menayangkan media audio visual sebagai upaya menarik perhatian siswa agar lebih memperhatikan materi yang disampaikan. Penilaian tingkat apresiasi seni siswa khususnya apresiasi terhadap Batik Surakarta dilakukan meliputi penilaian afektif dan kognitif siswa. Pada penilaian afektif, terdapat 6 variabel yaitu kehadiran/ presensi siswa, memperhatikan materi yang disampaikan, keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran siklus I. Hasil data dari lapangan pada siklus I pertemuan 1 tersebut dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pada aspek afektif siswa mengalami peningkatan sebanyak 17% yaitu menjadi 73% atau sebanyak 25 siswa dari 34 siswa. Sedangkan aspek afektif 9 siswa lainnya belum tuntas. Sementara itu pada penilaian kognitif, siswa harus mencapai nilai ≥75 untuk soal tes yang dikerjakan. Hasil data dari lapangan dapat dilihat di lampiran siklus I. Dari data tersebut terlihat bahwa dari segi kognitif commitdalam to user memahami materi mengalami siswa, kemampuan siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai kognitif siswa yang ditandai dengan sebanyak 24 siswa atau 71% dari 34 siswa memiliki nilai yang sudah memenuhi standar KKM. Sementara 10 siswa lainnya atau 29% masih belum mencapai standar KKM yang sudah ditentukan. 2) Pertemuan 2 Pertemuan kedua dilaksanakan dengan skenario pembelajaran yang masih sama dengan pertemuan pertama. Hal ini dilakukan untuk semakin memperkuat apakah hasil yang dicapai siswa benar-benar dipengaruhi oleh media yang ditayangkan. Jenis media yang ditampilkan masih tetap sama yaitu media audio visual pengetahuan batik, namun sub materi yang dipelajari berbeda. Pada pertemuan kedua ini, materi yang disampaikan
adalah
“Jenis-jenis
Batik
Berdasarkan
Proses
Pembuatannya”. Pada pertemuan ke dua ini guru mengawali pelajaran dengan apersepsi, yaitu sedikit mengulang kembali materi yang dipelajari sebelumnya dan menyampaikan mengenai materi yang akan dipelajari, yaitu “Jenis-jenis Batik berdasarkan Proses Pembuatannya”. Kegiatan ini berlangsung selama ± 5 menit. Siswa yang hadir pada pertemuan kedua kali ini adalah sebanyak 34 siswa. Proses pembelajaran berlangsung dengan lancar. Setelah apersepsi disampaikan, guru memutarkan tayangan media audio visual mengenai “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”. Sementara itu seluruh siswa menyimak dengan seksama. Kegiatan melihat media audio visual ini berlangsung selama ± 10 menit, namun pada menit ke 9 terdapat 5 siswa yang tidak memperhatikan media lagi. Mereka terlihat berbicara sendiri dan bercanda dengan teman sebangkunya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Gambar 22. Siswa sedang melihat tayangan media audio visual tentang “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Setelah melihat tayangan tersebut, guru menjelaskan kembali materi yang sudah dilihat siswa pada layar proyektor. Pada saat guru menjelaskan, tampak 4 orang siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru. Keempat siswa tersebut bercanda dan berbicara sendiri, sementara itu guru tidak mengetahuinya, hal ini dikarenakan posisi duduk siswa yang terletak di bagian ujung paling belakang.
Gambar 23. Siswa yang Tidak Memperhatikan Guru pada saat Guru sedang Menjelaskan Sub Materi “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Setelah menayangkan media audio visual, guru menjelaskan commit to user kembali mengenai materi yang sudah ditayangkan yaitu tentang “Jenis-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”, guru memberikan tugas kepada siswa yaitu mengerjakan soal-soal tes tentang materi yang baru saja dipelajari. Siswa kemudian mengerjakan soal-soal tes dengan alokasi waktu 30 menit. Setelah 30 menit terlewati, siswa diperintahkan untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Pada pertemuan kedua ini, sebanyak 7 siswa yang tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugasnya. Setelah seluruh lembar jawaban siswa terkumpul, guru mengajak siswa untuk mengulas kembali mengenai jawaban siswa dengan
mempersilahkan
bagi
siswa
yang
ingin
mengutarakan
pendapatnya secara lisan. Ada 18 siswa yang berani menjawab secara lisan soal-soal tes tersebut. Setelah siswa dan guru berdiskusi mengenai jawaban-jawaban siswa, guru menyimpulkan materi pelajaran bersama siswa dengan alokasi waktu ± 5 menit. Kemudian guru dan siswa bersiap untuk mengakhiri pelajaran. Data hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dari aspek afektif siswa pada pertemuan kedua ini siswa yang aspek afektinya tuntas adalah 71% atau sebanyak 24 siswa dari 34 siswa. Sedangkan aspek afektif 10 siswa lainnya belum tuntas. Kemudian dari penilaian kognitif, siswa yang mencapai nilai ≥75 untuk soal tes yang dikerjakan sebanyak 25 siswa atau 74% dari 34 siswa. Data dapat dilihat pada lampiran. Dengan demikian, capaian siswa yang sudah tuntas pada aspek afektif dan kognitif selama proses tindakan perbaikan siklus I dapat disimpulkan dalam tabel presentase sebagai berikut. Tabel 5. Data Ketercapaian Siklus I Pembelajaran Apresiasi Seni No.
Pertemuan ke 1 Pertemuan ke 1 2 Pertemuan ke 2 RATA-RATA
Aspek Afektif 73% 71% 72%
commit to user
Aspek Kognitif 71%
74% 73%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 Berikut ini adalah grafik afektif dan kognitif siswa dari hasil rata-rata pertemuan pertama dan kedua pada siklus 1. 35 30 25
Belum Tuntas
20
Sudah Tuntas
15
Keterangan:
10 5
28% 72%
27% 73%
A:
Afektif
0
B: Kognitif A B Gambar 24. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus I. Capaian ini belum dapat dikatakan berhasil karena target
indikator pada penelitian ini adalah minimal 80% siswa mampu menunjukkan sikap menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat dengan baik, dan minimal 80% siswa mampu mengidentifikasi dengan baik pengetahuan tentang karya seni rupa terapan daerah setempat. Untuk itu agar indikator penelitian ini tercapai, akan dilanjutkan pada siklus II. 4.
Refleksi Siklus I Setelah dilakukan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan observasi pada pertemuan 1 dan 2, maka peneliti segera melakukan refleksi bersama guru. Refleksi dilakukan dengan cara menganalisis nilai hasil tugas siswa dan proses pembelajaran siswa, hasil observasi, serta hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa dan guru. Berikut ini merupakan tabel evaluasi kelemahan dan kelebihan media audio visual siklus I, dengan sub materi: Sejarah Batik Surakarta dan Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 ASPEK VISUAL: Tabel 6. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus I No Unsur Evaluasi Kelebihan Kelemahan 1 Kesesuaian Gambar yang gambar muncul sesuai dengan isi dengan isi materi materi dan dan narasi, sehingga narasi memudahkan siswa memahami materi. Gambar yang digunakan berupa foto, sehingga gambar dapat menampilkan warna, tekstur, garis, maupun bentuk seperti aslinya. Sesuai dengan isi Masih terlalu banyak 2 Teksline materi, narasi, dan tulisan yang gambar yang muncul menerangkan gambar, sehingga membuat siswa tidak fokus
3
Video transition
4
Timeline per gambar
Perpindahan dari satu gambar ke gambar lainnya disesuaikan dengan isi materi dan narasi
-
-
Timeline setiap gambar yang muncul rata-rata ± 8 detik/ gambar. Hal ini masih terlalu cepat bagi siswa untuk memahami gambar tersebut, sehingga commit to user siswa menjadi bingung.
Keterangan Pada siklus II gambar harus tetap sesuai dengan isi materi ajar. Tetap menggunakan gambar foto agar dapat menampilkan seperti aslinya, sehingga media tetap menarik perhatian siswa. Keteranganketerangan tulisan hanya singkat saja, sehingga siswa dapat lebih fokus pada narasi dan gambar-gambar yang muncul. Pada siklus II, perpindahan dari satu gambar ke gambar lainnya disesuaikan dengan isi materi dan narasi Timeline setiap gambar lebih diperpanjang waktunya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 ASPEK AUDIO Tabel 7. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus I Evaluasi No Unsur Kelebihan Kelemahan Sesuai dengan 1 Isi pesan yang materi yang akan disampaikan dipelajari siswa
2
Bahasa Narasi
3
Volume narator Musik/ Backsound
4
Komunikatif, dan mudah dipahami oleh siswa
Menggunakan backsound lagu-lagu jawa, sesuai dengan tema materi pelajaran
Narator terlalu cepat dalam penyampaian pesannya
Volume narator masih terlalu lemah -
Keterangan Pada siklus II isi narasi tetap disesuaikan dengan materi ajar. Narasi lebih diperlambat pengucapan kalimatnya, sehingga siswa dapat mengikuti. Volume narator ditambah Menggunakan backsound lagulagu jawa, sesuai dengan tema materi pelajaran
Sementara itu berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran apresiasi
seni
rupa terapan
daerah setempat
dengan
menggunakan media audio visual, dapat disimpulkan masih adanya beberapa kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran ini. beberapa kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut. 1.
Posisi guru yang lebih banyak di depan kelas pada saat mengajar, membuat siswa yang duduk di bagian belakang kurang termonitor. Termasuk juga pada saat penayangan media audio visual, terlihat ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan secara utuh. Untuk mengatasi hal ini, maka pada siklus ke II, sebaiknya guru tidak hanya memonitori siswa yang dibagian depan saja, tetapi juga siswa yang duduk di belakang dan mengajak mereka agar ikut aktif dalam pembelajaran.
2.
Keaktifan guru dalam mengajak siswanya untuk ikut aktif dalam pembelajaran juga perlu ditingkatkan. Pada siklus I ini, tidak ada satupun commit to user siswa yang bertanya, sehingga interaksi antara siswa dan guru hanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 sebatas pada pendapat yang disampaikan oleh siswa saja. Untuk itu pada siklus kedua nantinya, guru kesempatan lebih banyak kepada siswa agar lebih aktif baik dalam bertanya maupun berpendapat sehingga dapat diketahui apakah siswa benar-benar sudah memahami materi atau malah tidak memahami samasekali. 3.
Media audio visual yang digunakan merupakan gabungan dari slide suara dan film dokumenter. Pada gambar slide yang bersuara, kekurangannya adalah terlalu banyak gambar-gambar yang muncul dan durasi penayangannya yang terlalu cepat, sehingga siswa terlalu terfokus pada gambar-gambar yang muncul. Sementara itu, narasi yang terdengar juga terlalu cepat dalam menjelaskan materi yang ingin disampaikan. Hal ini membuat banyak siswa yang merasa bingung dan kurang dapat menangkap materi sepenuhnya. Dengan demikian, untuk siklus ke dua maka media audio visual dibuat lebih menarik, yaitu dengan memperpanjang durasi munculnya gambar serta menampilkan gambargambar yang mewakili narasi, sehingga tidak terlalu banyak dibutuhkan gambar yang muncul. Kemudian penjelasan narasi lebih diperlambat cara penyampaiannya.
4.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan diskusi bersama guru, maka diputuskan untuk memutar tayangan media audio visual diulang sebanyak dua kali. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat lebih memahami dan mengerti isi materi yang disampaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 C. Deskripsi Siklus II 1.
Perencanaan Tindakan Siklus II Kegiatan perencanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Jumat, 3 September 2010 di rumah Ibu Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru mata pelajaran Seni Budaya kelas X-4. Dari hasil refleksi siklu I, peneliti dan guru kemudian mendiskusikan rencana tindakan untuk siklus ke II. Kemudian dari hasil diskusi tersebut disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus II akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, dan dimulai pada hari Sabtu, 25 September 2010. Tahap perencanaan tindakan pada siklus II ini meliputi menyiapkan Sub materi yang akan disampaikan, yaitu ”Proses Pembuatan Batik” dan ”Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaannya”, menyiapkan skenario untuk guru agar dapat lebih berinterkasi dengan siswa secara keseluruhan, serta memperbaiki kualitas tampilan media audio visual agar lebih menarik berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan. Skenario yang direncanakan pada siklus kedua diantaranya guru sebaiknya lebih sering mengelilingi kelas agar siswa dapat terpantau secara menyeluruh, sehingga siswa yang duduk di bagian belakang dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan ikut aktif selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan wawancara dengan siswa dan hasil refleksi siklus I, media audio visual ditayangkan dua kali agar siswa benar-benar memahami materi.
2.
Pelaksanaan Tindakan Siklus II Siklus ke II ini dilaksanakan dengan skenario pembelajaran yang tidak jauh berbeda dengan Siklus I, peneliti dan guru hanya melakukan perbaikan pada tindakan guru dalam berinteraksi dengan siswa di kelas dan memperbaiki tayangan media audio visual agar lebih menarik perhatian siswa, sehingga diharapkan siswa dapat menerima materi pelajaran yang disampaikan dengan baik. Siklus II ini dilakukan sebanyak dua kali pertemuan yaitu pada hari Sabtu 25 September 2010 dan 2 Oktober 2010. Setiap pertemuan dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Peneliti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 menyiapkan media audio visual yang akan ditayangkan ± 5 menit sebelum pelajaran dimulai. a) Pertemuan 1 Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 25 September 2010. Pembelajaran pada pertemuan 1 dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang sudah disusun pada saat perencanaan tindakan. Sub materi pelajaran yang akan diberikan pada pertemuan 1 ini adalah “Proses Pembuatan Batik”. Pembukaan pelajaran dimulai dengan guru memberikan apersepsi mengenai proses pembuatan batik. Suasana kelas terlihat cukup tenang dan siswa memperhatikan apersepsi yang disampaikan
guru. Dalam apersepsi
tersebut
guru melontarkan
pertanyaan kepada siswa yaitu adakah diantara siswa yang sudah mengetahui bagaimana kain batik dibuat. Beberapa siswa ada yang menjawab sudah tahu, ada juga yang menjawab belum. Kemudian guru menunjuk 2 siswa secara acak yang sudah mengetahui bagaimana cara pembuatan batik untuk menjelaskan secara singkat kepada temantemannya bagaimana batik dibuat. Kegiatan apersepsi ini dilakukan ± 5 menit. Kemudian setelah kedua siswa tersebut selesai mengungkapkan secara lisan pengetahuannya tentang proses pembuatan batik, guru mengajak seluruh siswa kelas X-4 untuk memperhatikan tayangan media audio visual yang ditampilkan di depan kelas melalui layar proyektor LCD. Dalam tindakan siklus II ini, dilakukan dua kali pemutaran media audio visual. Hal ini berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan peneliti dan guru, serta wawancara dengan siswa yang meminta tayangan media audio visual pengetahuan tentang batik untuk diputar lebih dari satu kali. Kegiatan ini memakan waktu ± 20 menit. Setelah siswa menyimak media audio visual yang sudah ditayangkan, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi isi materi yang sudah diputar melalui layar proyektor commit to LCD. Kemudian guru mengulas danuser menjelaskan kembali tentang Proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 Pembuatan Batik. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit. Setelah menjelaskan, guru mempersilahkan siswa untuk bertanya apabila ada hal yang kurang dimengerti. Pada pertemuan 1 siklus ke II ini, ada 1 siswa yang bertanya setelah melihat tayangan audio visual tersebut. Setelah guru menjawab pertanyaan dari siswa guru langsung menjalankan skenario berikutnya yaitu memberikan soal tes kepada siswa tentang materi yang telah disampaikan melalui media audio visual, yaitu “Proses Pembuatan Batik”. Siswa mengerjakan soal tes esai untuk mengukur pemahamannya dengan alokasi waktu selama ± 25 menit. Setelah waktu pengerjaan soal habis, guru meminta siswa untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya dan diberi waktu ± 2 menit. Setelah semua siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru mengajak siswa untuk membahas secara lisan satu-persatu soal yang sudah dikerjakan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan pendapatnya, kemudian mendiskusikan bersama siswa mengenai jawaban dari soal yang dibahas. Hal ini dilakukan hingga semua soal terjawab. Alokasi waktu selama ± 15 menit. Seusai pembahasan jawaban, guru menyimpulkan sub materi pelajaran pada pertemuan 1 siklus II ini ± 5 menit, kemudian dilanjutkan menutup proses pembelajaran dengan salam. b) Pertemuan 2 Pertemuan ke 2 siklus II ini dilaksanakan pada minggu berikutnya yaitu pada hari Sabtu, tanggal 2 Oktober 2010. Pada pertemuan ini tindakan yang dilakukan sama dengan pertemuan 1 siklus II. Hanya saja sub materi yang diajarkan berbeda, yaitu tentang “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaannya”. Skenario pembelajaran yang dilakukan adalah perpsiapan guru dan siswa, apersepsi dari guru, melihat tayangan media audio visual sebanyak 2 kali, kemudian siswa mengerjakan soal tes kognitif, dan kegiatan pebelajaran diakhiri dengan to jawaban user pembahasan dan diskusi commit mengenai siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83 3.
Observasi Siklus II Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan perbaikan di kelas berlangsung. Agar kegiatan ini berjalan dengan baik, peneliti menggunakan instrumen berupa tabel data yang harus diisi sesuai fakta yang terjadi di lapangan untuk membantu peneliti dalam mengamati kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan observasi ini peneliti juga dibantu oleh saudari Dwita Santiati dalam mendata maupun mencatat peristiwaperistiwa yang terjadi di lapangan. Agar tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran menggunakan media audio visual, peneliti mengambil posisi paling belakang di kelas untuk mengamati jalannya proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta. 1) Pertemuan 1 Pada pertemuan 1 siklus II ini, ada satu siswa yang tidak hadir dikarenakan sakit. Sehingga jumlah keseluruhan siswa X-4 yang hadir pada pertemuan 1 siklus II ini adalah 33 siswa. Kemudian guru mengawali pelajaran dengan salam dan memberikan apersepsi terlebih dahulu mengenai sub materi pelajaran pada hari tersebut sesuai dengan RPP yang telah disepakati sebelumnya. Apersepsi diberikan dengan melontarkan pertanyaan kepada siswa. Guru bertanya adakah diantara siswa yang sudah mengetahui bagaimana kain batik dibuat. Dari pertanyaan tersebut, beberapa siswa menjawab sudah mengetahui, akan tetapi sebagian siswa lainnya menjawab belum mengetahui. Guru kemudian menunjuk dua siswa secara acak yang sudah mengetahui proses pembuatan batik untuk menjelaskan secara singkat kepada teman-temannya bagaimana kain batik dibuat. Akan tetapi jawaban yang disampaikan kedua siswa tersebut kurang lengkap walaupun secara garis besar sudah benar. Setelah melakukan apersepsi, guru kemudian melanjutkan memberi penjelasan materi tentang “Proses Pembuatan Batik” dengan commit user layar proyektor LCD. Pada saat menayangkan media audio visualtomelalui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 media audio visual diputar, suasana kelas tampak tenang karena seluruh siswa memperhatikan tayangan audio visual tersebut. Dalam hal ini terjadi peningkatan perhatian siswa pada media audo visual yang ditayangkan. Tayangan ini memiliki durasi ± 10 menit. Posisi guru berada di belakang kelas untuk memantau siswa sekaligus ikut menyimak tayangan media audio visual. Pemutaran media audio visual ini dilakukan sebanyak dua kali, sehingga memakan waktu ± 20 menit. Media audio visual yang ditampilkan ini masih serupa dengan audio visual yang dipakai pada siklus I, hanya saja tampilannya diperbaiki dengan memperpanjang durasi munculnya gambar pada slide suara, dan perbaikan pada kualitas gambar serta lebih melambatkan suara narasi. Suasana kelas pada saat media audio visual ditayangkan tampak sangat tenang, dan seluruh siswa memperhatikan. Siswa tampak lebih antusias memperhatikan media yang sedang ditampilkan, dibandingkan dengan pertemuan pada siklus I. Kualitas gambar yang ditampilkan juga sudah diperbaiki, begitu juga dengan narasinya. Dalam kegiatan melihat tayangan media audio visual ini dapat dikatakan seluruh siswa memperhatikan.
Gambar 25. Seluruh Siswa Memperhatikan dengan Seksama Media Audio Visual yang Diputar. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 Setelah menayangkan media audio visual, guru memberi penjelasan lagi mengenai isi materi kemudian mempersilahkan siswa untuk mengutarakan pendapatnya. Sambil menjelaskan sub materi pelajaran, guru sesekali berjalan mengelilingi kelas agar perhatian antara guru dan siswa merata sekaligus dapat memantau siswa secara keseluruhan.
Gambar 26. Guru Berkeliling Kelas Untuk Memantau Siswanya (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Pada saat guru memberi penjelasan mengenai sub materi pelajaran, sebagian besar siswa terlihat menyimak dan beberapa siswa ada yang mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Pada pertemuan 1 siklus ke II ini masih saja ada siswa yang melakukan aktifitas lain. Sebanyak 4 siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Keempat siswa tersebut terlihat berbicara sendiri dan bercanda, namun guru yang mengetahui hal ini segera memberi peringatan pada keempat siswa tersebut. Guru memberikan penjelasan selama ±15 menit. Pada setiap penjelasan yang guru sampaikan, guru selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada materi yang belum jelas. Pada sesi ini, ternyata ada satu siswa yang bertanya mengenai “Proses Pembuatan Batik”. Pertanyaan yang disampaikan siswa tersebut intinya adalah “Dalam membuatcommit batik apakah to userkain yang digunakan harus selalu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 kain mori?”. Kemudian guru melempar pertanyaan siswa tersebut kepada seluruh siswa di kelas, jika ada siswa yang ingin berpendapat mengenai pertanyaan dari temannya. Ada 5 siswa yang menjawab pertanyaan dari temannya tersebut kemudian mengungkapkan alasannya. Setelah siswa mengungkapkan pendapatnya, kemudian guru menjelaskan bahwa membuat batik dengan bahan kain mori adalah bukan sebuah keharusan. Melainkan hanya secara umum, kain batik dibuat dengan menggunakan bahan kain mori. Setelah menjelaskan jawaban dari pertanyaan siswa, guru kembali mempersilahkan bagi siswa lainnya yang ingin bertanya, tetapi ternyata tidak ada. Guru melanjutkan kegiatan belajar dengan memberi soal tes kepada siswa. Siswa mengerjakan soal tes yang diberikan guru dengan alokasi waktu ± 25 menit. Pada saat mengerjakan soal tes, siswa terlihat serius dalam mengerjakannya. Setelah ± 25 menit, guru memerintahkan siswa untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Siswa diberi waktu 2 menit untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Jika lebih dari 2 menit, maka siswa dianggap tidak mengumpulkan tepat waktu. Pada saat pengumpulan lembar jawaban pada pertemuan pertama ini, sebanyak 30 siswa yang mengumpulkan lembar jawaban tepat pada waktunya, sedangkan 3 siswa lainnya tidak tepat waktu dalam mengumpulkan lembar jawaban dan 1 siswa tidak mengerjakan soal tes karena tidak hadir. Setelah semua lembar jawaban siswa terkumpul, kemudian guru mengajak siswa untuk mengulas kembali dan menjawab soal dengan lisan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin menjawab soal secara lisan dan menanggapi jawaban temannya. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit. Sebanyak 19 siswa ikut berpartsipasi mengutarakan jawabannya. Setelah pembahasan soal-soal tes, guru mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu, kemudian guru dan siswa mempersiapkan diri untuk menutup pelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 Penilaian tingkat apresiasi seni siswa meliputi penilaian afektif dan kognitif. Data hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran. Dari data di lapangan tersebut dapat diketahui bahwa aspek afektif siswa pada pertemuan 1 siklus ke II ini siswa yang aspek afektifnya tuntas adalah 82% atau sebanyak 28 siswa dari 34 siswa. Kemudian dari penilaian kognitif, sebanyak 29 siswa yang mencapai nilai ≥75 untuk soal tes yang dikerjakan. Data hasil pengamatan aspek kognitif siswa dapat dilihat pada lampiran. Dari data tersebut terlihat bahwa dari segi kognitif siswa, kemampuan siswa dalam memahami materi mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai kognitif siswa yang ditandai dengan sebanyak 29 siswa atau 85% dari 34 siswa memiliki nilai ≥75. Sementara 5 siswa lainnya atau 15% masih belum mencapai standar KKM yang sudah ditentukan. 2) Pertemuan II Pertemuan kedua dilaksanakan dengan skenario pembelajaran yang masih sama dengan pertemuan pertama siklus II. Jenis media yang ditampilkan masih tetap sama, hanya saja berbeda judul sub materi. Pada pertemua kedua ini, sub materi yang disampaikan adalah “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”. Siswa yang hadir pada pertemuan kedua kali ini adalah sebanyak 34 siswa. Sama seperti pertemuan pertama, guru mengawali pelajaran dengan salam kemudian menyampaikan apersepsi mengenai materi yang akan dipelajari, yaitu “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”. Kegiatan ini berlangsung selama ± 5 menit. Guru menyampaikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa apakah siswa mengetahui bahwa setiap gambar pola batik memiliki makna dan aturan penggunaan tertentu. Sebagian besar siswa menjawab secara bersamaan bahwa mereka
belum
mengetahui
makna
simbolis
pola
batik
dan
penggunaannya. Beberapa siswa lainnya hanya diam saja, dan hanya satu to user siswa saja yang mengakucommit sudah mengetahui hal tersebut. Kemudian guru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 meminta siswa tersebut untuk menjelaskan apa yang diketahuinya mengenai makna simbolis pola batik dan penggunaanya. Siswa tersebut kemudian menjawab pola parang, menurutnya pola parang hanya boleh digunakan oleh raja.
Gambar 27. Siswa Sedang Menyampaikan Pendapatnya Kepada Guru (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Setelah melakukan apersepsi, guru meminta siswa untuk melihat tayangan media audio visual dengan seksama. Tayangan audio visual ini berisi sub materi “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”. Di dalam media ini terdapat beberapa nama-nama pola Batik Surakarta beserta makna yang dikandung di dalamnya dan aturan-aturan penggunaannya. Kegiatan melihat tayangan media audio visual ini berlangsung selama ± 2 x 10 menit. Pada menit ke 8 dari pemutaran media audio visual yang ke dua, tampak 2 siswa mulai tidak memperhatikan media audio visual yang ditayangkan. Kedua siswa tersebut tampak sedang bercanda. Akan tetapi karena guru mengetahui hal tersebut, maka guru segera menegur kedua siswa tersebut agar tidak mengganggu siswa lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
Gambar 28. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual yang Sedang Diputar. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Seusai penayangan media audio visual, guru segera memberi penjelasan mengenai sub materi lebih lanjut, kemudian meminta siswa untuk menyampaikan pendapatnya mengenai seni rupa terapan daerah setempat. Pada saat guru memberi penjelasan mengenai sub materi pelajaran, sebagian besar siswa terlihat memperhatikan, dan sebanyak 4 siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Keempat siswa tersebut berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Setiap kali menjelaskan materi, guru selalu menyisipkan kesempatan kepada para siswa jika ada yang ingin bertanya, terlihat beberapa kali guru juga melontarkan pertanyaan kepada siswanya untuk menarik tanggapan dan pendapat dari siswa. Dalam pertemuan ke 2 siklus II ini tidak ada siswa yang bertanya. Siswa lebih banyak berpendapat atau menanggapi pertanyaan yang dilontarkan guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Gambar 29. Siswa Memperhatikan Penjelasan Dari Guru Setelah Melihat Tayangan Media Audio Visual. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Kemudian siswa kembali mengerjakan soal tes tulis yang diberikan guru dengan batas waktu ± 25 menit. Pada saat mengerjakan soal tes, siswa tampak serius dalam mengerjakan. Setelah waktu yang diberikan habis, guru segera memerintahkan siswa untuk mengumpulkan lembar jawabannya. Ada 2 siswa yang terlambat dalam mengumpulkan lebar jawabannya.
Gambar 30. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes untuk Menguji Pemahaman Mereka Tentang Materi. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010) Setelah seluruh siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru commit to user mengajak siswa untuk membahas jawaban dari soal-soal yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91 dikerjakan siswa. Guru memberi kesempatan kepada siswa yang ingin menyampaikan jawabannya secara lisan. Sebanyak
21 siswa ikut
berpartisipasi dalam menyampaikan jawabannya secara lisan. Setelah pembahasan soal-soal tes, guru mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran, kemudian menutup pelajaran dengan salam. Hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran. Dari data di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pertemuan ke 2 siklus II ini sebanyak 88% atau 30 siswa yang tuntas pada penilaian afektif. Sedangkan dari aspek penilaian kognitif siswa dapat dilihat pada lampiran. Dengan demikian, capaian siswa yang sudah tuntas pada aspek afektif dan kognitif selama proses tindakan perbaikan siklus II dapat disimpulkan dalam tabel presentase sebagai berikut. Tabel 8. Data Ketercapaian Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni No.
Pertemuan ke Aspek Afektif Aspek Kognitif 85% 1 Pertemuan ke 1 82% 2 Pertemuan ke 2 88% 91% 85% 88% RATA-RATA Berikut ini adalah grafik afektif dan kognitif siswa dari hasil
rata-rata pertemuan pertama dan kedua pada siklus II. 35 30 25
Belum Tuntas
20
Sudah Tuntas
15
Keterangan:
10 5 0
85%
88%
A:
Afektif
15%
B: Kognitif A B Gambar 31. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus II. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92 4.
Refleksi Siklus II Setelah dilakukan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan juga observasi pada pertemuan I dan II pada siklus ke II ini, maka peneliti kembali melakukan refleksi bersama guru. Refleksi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan tindakan pada setiap siklus yang sudah dilakukan dengan cara menganalisis nilai hasil tugas siswa dan proses pembelajaran siswa, hasil observasi, serta hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa dan guru. Berikut ini merupakan tabel evaluasi media pada aspek visual maupun audio. ASPEK VISUAL: Tabel 9. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus II No
Unsur
1
Kesesuaian gambar dengan narasi
2
Teksline
3
Video transition
4
Timeline per gambar
Evaluasi Kelebihan Gambar yang muncul sesuai dengan narasi, sehingga memudahkan siswa memahami yang disampaikan narator Gambar yang digunakan berupa foto, sehingga gambar dapat menampilkan warna, tekstur, garis, maupun bentuk seperti aslinya Sesuai dengan narasi dan gambar yang muncul, dan tidak terlalu banyak tulisan yang menerangkan gambar Video transition hanya menggunakan satu macam saja yaitu fade (fade in dan fade out), sehingga tidak memecah konsentrasi siswa Timeline setiap gambar yang muncul rata-rata ± 12 detik/ gambar commit to user
Kelemahan -
-
-
-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93 ASPEK AUDIO: Tabel 10. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus II No
Unsur
1
Isi pesan yang disampaikan
2
Bahasa Narasi
3
Volume narator
4
Musik/ Backsound
Evaluasi Kelebihan Sudah sesuai dengan materi yang akan dipelajari siswa Komunikatif, dan mudah dipahami oleh siswa dan lebih pelan dari narasi media audio visual siklus II Sudah cukup baik, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lemah Menggunakan backsound lagu-lagu jawa, sesuai dengan tema materi pelajaran
Kelemahan -
-
-
-
Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tindakan pada siklus II ini sudah berhasil dan mencapai target indikator yang sudah ditentukan. Hal tersebut tampak pada uraian sebagai berikut. 1.
Terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta) dengan baik. Sebanyak 85% siswa mampu menunjukkan sikap menghargai karya seni dengan baik, hal ini ditunjukkan melalui penilaian afektif siswa selama proses pembelajaran menggunakan media audio visual berlangsung.
2.
Terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi dengan baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta yang ditunjukkan melalui penilaian kognitif siswa yaitu 88% siswa sudah mencapai KKM yaitu ≤75.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94 D. Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan selama observasi awal, siklus I, dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan baik pada aspek afektif dan kognitif siswa dalam pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat dengan menggunakan media audio visual. Tabel 11. Data Perbandingan Ketercapaian Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni. No. 1 2 3
Pertemuan ke Observasi Awal Siklus I Siklus II
Aspek Afektif 56% 72% 85%
Aspek Kognitif 59%
73% 88%
Berikut ini adalah grafik perbandingan capaian hasil ketuntasan siswa dari aspek afektif dan kognitif pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II. 35 30
Kondisi Awal
25
Siklus I
20
Siklus II
15
Keterangan:
10 5
56% 72% 85%
59% 73% 88%
A:
Afektif
0
B: Kognitif A B Gambar 32. Grafik Presentase Afektif dan Kognitif Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II. Sementara itu rincian pelaksanaan pembelajaran apresiasi karya seni rupa daerah setempat di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta dapat dilihat pada tabel perbandingan kondisi awal, siklus I, dan siklus II berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 Tabel 12. Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II Aspek Perbedaan Jumlah Pertemuan Tanggal Materi Sub Materi
Metode/ Tindakan Guru
Media yang digunakan guru
Kelebihan
Observasi Awal 4 kali
Siklus I
Siklus II
2 kali
2 kali
24, 31, Juli 2010 21 Agustus 2010 7, 14 Agustus 2010 28 Agustus 2010 Apresiasi Seni Rupa Apresiasi Seni Batik Terapan Daerah Surakarta Pengertian Seni Sejarah Batik Terapan Surakarta Sifat-sifat Dasar Seni Jenis-jenis Batik Terapan Berdasarkan Proses Pembuatannya Fungsi dan Tujuan Seni Jenis-jenis Seni Rupa Terapan Daerah Menilai Karya Seni Rupa Terapan Daerah Setempat. Ceramah Melihat tayangan media audio visual Pemberian tugas, yang diputar 1 kali. yaitu mengerjakan LKS Diskusi Pemberian tugas berupa soal tes tertulis
Media visual yang berupa gambar print cetak ataupun fotokopi brukuran A4 yang tidak berwarna Gambar pola batik hasil karya kakak kelas sebelumnya Ditampilkan dengan cara dipegang oleh guru di depan kelas
Media Audio Visual (gabungan dari slide suara dan film dokumenter) Pengetahuan Batik tentang ”Sejarah Batik Surakarta” dan ”Jenisjenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”. Durasi keseluruhan tampilan selama ± 10 menit. Pada slide suara, gambar yang digunakan adalah berupa foto, dengan timeline per gambar ± 8 detik. Media diputar sebanyak 1 kali. Metode Guru Metode Guru Guru menyampaikan Gaya humoris guru ceramah materi dalam mengajar dengan gaya humoris membuat commit to user yang disukai oleh pembelajaran semakin
25 September 2010 2 Oktober 2010 Apresiasi Seni Batik Surakarta Proses Pembuatan Batik Makna Gambar Pola Batik Surakarta dan Penggunaannya
Melihat tayangan media audio visual yang diputar sebanyak 2 kali. Diskusi Pemberian tugas berupa soal tes tertulis Media Audio Visual (gabungan dari slide suara dan film dokumenter) Pengetahuan Batik tentang “Proses Pembuatan Batik” dan “Makna Gambar Pola Batik Surakarta dan Penggunaannya”. Durasi keseluruhan tampilan selama ± 10 menit. Pada slide suara, gambar yang digunakan adalah berupa foto, dengan timeline per gambar ± 12 detik. Media diputar sebanyak 2 kali Metode Guru Guru meningkatkan keaktifan siswa dengan leih sering melontarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 siswa-siswa. Guru menguasai materi
Kekurangan
menarik Guru menguasai materi
Media Media Garis sudah Gambar yang muncul membentuk sesuai sesuai dengan narasi, dengan benda aslinya, sehingga sehingga siswa dapat memudahkan siswa mengetahui benda apa memahami yang yang sedang disampaikan narator. ditampilkan guru Gambar yang Beberapa gambar digunakan berupa memiliki foto, sehingga gambar keseimbangan bentuk lebih menarik karena yang sudah bagus, dapat menampilkan dengan point interest warna, tekstur, garis, pada keseluruhan maupun bentuk seperti gambar. aslinya. Pada gambar yang berwarna, teknik pewarnaan sudah cukup baik, yaitu menggunakan warnawarna kontras, sehingga dapat merangsang perhatian siswa. Metode Guru Metode Guru Guru lebih sering Guru kurang duduk di depan kelas memantau siswa yang duduk di belakang Seringnya guru kelas dalam bercanda saat pembeajaran berlangsung justru membuat siswa commit to user menjadi tidak fokus
pertanyaan kepada siswa secara lisan sehingga siswa lebih aktif baik dalam berpendapat maupun bertanya. Siswa dapat termonitori secara menyeluruh, karena guru lebih banyak berkeliling kelas untuk memantau siswa selama pembelajaran berlangsung Gaya humoris guru dalam mengajar membuat pembelajaran semakin menarik Guru menguasai materi Media Ditayangkan 2 kali, sehingga siswa lebih memahami isi materi yang disampaikan melalui media audio visual. Kualitas gambar dan narator ditingkatkan berdasarkan wawancara dengan siswa dan guru
Metode Guru -
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 dan terlalu santai, sehingga tidak dapat memahami materi dengan baik. Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk ceramah materi, hal ini membuat pembelajaran menjadi monoton. Media Media yang digunakan adalah media visual dengan ukuran A4, dan diperlihatkan didepan kelas. Gambar ini tentu saja kurang terlihat jelas bagi siswa yang duduk di belakang kelas.
Hasil :
Media Timeline setiap gambar yang muncul rata-rata ± 8 detik/ gambar. Hal ini masih terlalu cepat bagi siswa untuk memahami gambar tersebut, sehingga siswa menjadi bingung. Narator terlalu cepat dalam penyampaian pesannya Teksline masih terlalu banyak, sehingga membuat siswa bingung. Membantu guru Mampu meningkatkan dalam menjelaskan apresiasi seni siswa materi melalui terhadap karya seni gambar-gambar rupa terapan daerah tersebut. khususnya Batik Surakarta. Sebanyak 19 siswa atau 56% dari 34 Terjadi peningkatan siswa mampu mampu jumlah siswa yang menunjukkan sikap mampu menunjukkan menghargai terhadap sikap menghargai karya seni terapan terhadap karya seni daerah . Sementara 15 terapan daerah siswa lainnya atau 44 setempat, yaitu 72% % dari 34 siswa atau sebanyak 24 dari kurang mampu 34 siswa menunjukkan sikap Terjadi peningkatan menghargai terhadap jumlah siswa yang karya seni terapan nilainya memenuhi daerah dengan baik. standar KKM, yaitu Pada pemahaman 73% atau sebanyak 25 materi, sebanyak 20 siswa dari 34 siswa di siswa atau 59% dari kelas X-4. Hal ini juga 34 siswa memiliki menunjukkan nilai kognitif yang kemampuan siswa memenuhi standar commit dalam memahami to user KKM. Sedangkan 14 materi apresiasi seni.
Media -
Mampu meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah khususnya Batik Surakarta. Terjadi peningkatan jumlah siswa yang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah setempat, yaitu 85% atau sebanyak 29 siswa.dari 34 siswa Terjadi peningkatan jumlah siswa yang nilainya memenuhi standar KKM, yaitu 88% atau sebanyak 30 siswa dari 34 siswa di kelas X-4. Hal ini juga menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98 siswa lainnya atau 41% dari 34 siswa belum memenuhi standar KKM yang menunjukkan siswa kurang memahami materi apresiasi seni dengan baik. Nilai rata-rata kelas X-4 pada materi apresiasi seni adalah 76.
Nilai rata-rata kelas X-4 padasiklus I materi apresiasi seni meningkat menjadi 77,6.
kemampuan siswa dalam memahami materi apresiasi seni. Nilai rata-rata kelas X-4 pada siklus I materi apresiasi seni meningkat menjadi 79,8.
Berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan, dapat ditarik simpulan bahwa terjadi peningkatan prosentase hasil capaian indikator keberhasilan penelitian dari observasi awal, siklus I, sampai pada siklus II. Pada penelitian ini terjadi peningkatan pada aspek kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat dari 56% siswa yang tuntas pada observasi awal, menjadi 72% siswa yang tuntas pada siklus I, kemudian pada siklus ke II meningkat menjadi 85% yang sudah tuntas. Sedangkan pada aspek kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pengetahuan karya seni rupa terapan daerah terjadi peningkatan dari 59% siswa yang tuntas pada observasi awal, menjadi 73% pada siklus I, kemudian meningkat menjadi 88% pada siklus ke II. Target indikator dalam penelitian ini yaitu minimal 80% apresiasi seni siswa meningkat. Sehingga tujuan dalam penelitian ini telah tercapai yaitu meningkatkan apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio visual. Hal ini didukung oleh pendapat Syafii bahwa:
Penghargaaan atau penilaian terhadap karya yang sering diistilahkan dengan apresiasi adalah proses yang diawali dengan pengamatan dan penghayatan. Pada aspek ini sesungguhnya merupakan aspek pemberian pengalaman yang bersifat kultural kepada siswa. Pengalaman karya-karya masa lalu maupun kini dapat membentuk perspektif siswa atas sebuah karya. Dalam pembelajaran apresiatif ini dapat dilakukan dengan memberikan stimulus berupa karya melalui penunjukkan karya nyata, pemutaran slide atau film, pajangan karya, atau pameran. (dalam Deddy Hartanto, 2007: 19) Dapat dikatakan pembelajaran apresiasi seni dapat dilakukan melalui slide atau film seperti yang telah diungkapkan Syafii tersebut di atas. Hal ini commit to user diperkuat dengan pernyataan Imam Muhadjir bahwa “Penggunaan media sangat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99 dipujikan dalam kegiatan ini (apresiasi seni), baik itu media dengan menggunakan tehnologi informasi maupun media tradisional. Efektifitas teknologi informasi memang tak dapat disangkal lagi. Penggunaan media audio visual, tentu amat membantu dalam proses belajar-mengajar”. (dalam http://koranpendidikan.com). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian siklus I dan II, serta didukung oleh pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat menguatkan dugaan bahwa pembelajaran apresiasi seni dengan menggunakan media audio visual dapat meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta. Hasil analisis ini juga didukung dengan pernyataan guru mata pelajaran seni budaya SMA Negeri 1 Surakarta yang berkolaborasi dengan peneliti, bahwa apresiasi seni siswa meningkat setelah menggunakan media audio visual pengetahuan batik dalam pembelajaran materi apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat. Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik simpulan bahwa penggunaan media audio visual pengetahuan batik dalam pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat dapat meningkatkan apresiasi seni siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama dua siklus, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) dapat meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Media audio visual yang digunakan dalam penelitian ini adalah media audio visual gabungan slide suara dan film dokumenter yang berisi tentang sejarah batik surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik tulis dan batik cap, dan makna gambar beberapa pola batik serta penggunaannya, masing-masing berdurasi ± 10 menit. Gambaran mengenai isi media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) yang ditampilkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pada materi sejarah Batik Surakarta, media audio visual ini menjelaskan mengenai munculnya Batik Surakarta pada masa pemerintahan Pakubuwono III setelah pecahnya kerajaan Mataram. Di dalamnya terdapat gambar diam dan film dokumenter keraton-keraton peninggalan Mataram, selain itu terdapat rekaman gambar bergerak pendapat ahli yang menceritakan munculnya Batik Surakarta. 2) Pada materi jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, media audio visual ini menjelaskan mengenai batik tulis dan batik cap. Di dalam media audio visual ini, juga terdapat film dokumenter pendapat ahli yang menjelaskan bagaimana cara membedakan jenis kain batik tulis dan cap. Selain itu juga dijelaskan mengenai batik printing, batik kombinasi, dan batik lukis. 3) Pada materi proses pembuatan batik tradisional, dijelaskan melalui gambargambar diam dan film dokumenter mengenai proses pembuatan batik. Di dalamnya juga dijelaskan mengenai commit toalat userdan bahan yang akan digunakan 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101 dalam proses pembuatan batik melalui gambar-gambar diam. Seperti misalnya gambar kain mori, canthing dan cap batik, malam batik, zat pewarna, gambar orang sedang membatik, dan lain-lain. Terdapat juga rekaman gambar bergerak atau film dokumenter proses pembuatan batik, mulai dari tahap awal sampai pada proses penglorotan. 4) Pada materi makna pola batik dan pengggunaanya, media audio visual ini menjelaskan mengenai beberapa pola Batik Surakarta, makna yang tekandung di dalamnya, dan penggunaan pola tersebut dalam kehiduan sehari-hari. Gambar-gambar yang muncul seperti misalnya gambar kain batik parang, truntum, udan riris, dan beberapa pola Batik Surakarta lainnya. Gambargambar yang digunakan tersebut adalah gambar yang menjelaskan maksud isi pesan atau materi yang disampaikan narator. Secara
keseluruhan,
gambar-gambar
dan
film
dokumenter
yang
ditampilkan dalam media audio visual ini adalah gambar yang berkaitan dengan batik Surakarta, seperti misalnya gambar orang sedang membatik, gambar orang memakai batik pada jaman dahulu dan sekarang, film dokumenter proses pembuatan batik, gambar beberapa pola batik, dan film dokumenter serta gambar keraton-keraton pecahan Mataram, yaitu keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta. Media audio visual yang diputar harus sesuai dengan isi materi pelajaran yang ingin disampaikan sehingga dapat menarik perhatian siswa. Secara teknis, gambar-gambar pada slide suara dan film dokumenter ditampilkan secara bergantian dalam satu kali penayangan. Gambar-gambar muncul setidaknya ± 12 detik/ gambar, hal ini bertujuan agar tidak membuat siswa bingung dengan pergantian setiap gambarnya. Gambar-gambar yang muncul dipilih yang sesuai dengan isi materi sehingga dapat menjelaskan isi pesan yang disampaikan narator. Backsound untuk mengiringi tampilan media audio visual juga sangat berperan, volume backsound harus lebih lemah dari volume narator, sehingga suara narator lebih jelas terdengar. Narator pada media audio visual dalam pengucapan kalimatnya tidak terlalu cepat dalam menyampaikan isi pesan atau materi, user sehingga siswa dapat memahami commit materi to yang disampaikan narator. Bahasa yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102 digunakan narator adalah bahasa Indonesia yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran ini ditampilkan sekurang-kurangnya dua kali penayangan. Dengan menggunakan media audio visual, guru lebih mudah dalam menyampaikan materi kepada siswa, karena materi disampaikan dengan media audio visual, akan tetapi guru harus tetap menguasai bahan ajar. Kemudian guru dapat mengajak siswanya untuk lebih aktif dalam berpendapat dan memberikan tanggapan mengenai seni rupa terapan daerah setempat selama pembelajaran berlangsung. Pada saat siswa melihat tayangan media audio visual, guru tetap memantau siswa dari bagian belakang kelas, agar siswa dapat terpantau secara menyeluruh, sehingga guru dapat mengetahui dan menegur apabila ada siswa yang tidak memperhatikan. Pembelajaran juga menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, dibuktikan dengan perhatian siswa selama proses pembelajaran meningkat. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai penyampaian materi yang disertai dengan gambar-gambar dan film dokumenter, sehingga materi mudah dipahami oleh siswa dan tujuan dari pelaksanaan pembelajaran yaitu meningkatnya apresiasi seni Batik Surakarta dapat tercapai. Peningkatan apresiasi seni siswa terhadap Batik Surakarta ini ditandai dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta, ditunjukkan melalui hasil tes kognitif siswa yang mencapai 88% siswa tuntas dan meningkatnya kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta dengan baik ditunjukkan melalui aspek afektif siswa yang mencapai 85% siswa tuntas. Pada aspek afektif dapat dinilai dari kehadiran siswa, perhatian siswa pada materi yang disampaikan, keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Sedangkan pada aspek kognitif merupakan penilaian pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah commityang to user siswa yang memiliki nilai di atas KKM sudah ditentukan yaitu ≤ 75.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 B. Implikasi Berdasarkan hasil simpulan, implikasi yang dapat ditarik adalah sebagai berikut: 1.
Dengan menggunakan media audio visual, pembelajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan karena materi disampaikan melalui media audio visual sebagai salah satu variasi proses pembelajaran. Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi pelajaran yaitu hanya memberikan pemantapan pemahaman siswa dengan mengajak siswa berdiskusi dan menyampaikan tanggapannya mengenai karya seni rupa terapan daerah setempat. Perhatian siswa selama proses pembelajaran juga meningkat, selain itu siswa lebih mudah memahami materi sehingga tujuan dari pelaksanaan pembelajaran yaitu meningkatnya apresiasi seni Batik Surakarta dapat tercapai.
2.
Jika pembelajaran apresiasi seni rupa tidak menggunakan media audio visual maka pembelajaran berlangsung kurang menarik dan membuat siswa kurang antusias dengan pelajaran. Hal ini mengakibatkan rendahnya pemahaman siswa pada materi apresiasi seni rupa, sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan baik. C. Saran Berdasarkan hasil simpulan dan implikasi di atas, maka dapat disarankan
antara lain sebagai berikut: 1.
Bagi Guru a. Dalam proses pembelajaran apresiasi seni hendaknya guru memiliki variasi dalam menyampaikan materi pelajaran agar proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. b. Dalam pembelajaran menggunakan media audio visual sebaiknya dilakukan persiapan yang matang dari guru, sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan dari tujuan pembelajaran dapat diperoleh hasil yang optimal. Persiapan yang matang yang harus dilakukan guru di antaranya adalah menguasai materi dengan baik, commit to user mempersiapkan media audio visual semenarik mungkin, mempersiapkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 LCD
proyektor,
memahami
skenario
pembelajaran
yang
sudah
dipersiapkan, dan lain-lain. c. Pelaksanaan dan keberhasilan tujuan pembelajaran tidak dapat diserahkan sepenuhnya pada media yang digunakan, untuk itu tetap dibutuhkan peran guru dalam memantau dan meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa selama pembelajaran berlangsung. 2.
Bagi Siswa Siswa dapat memberikan masukan kepada guru apabila media audio visual yang ditampilkan guru dirasa kurang menarik atau justru membuat siswa bingung.
3.
Bagi Sekolah Sekolah hendaknya memberikan sarana dan prasaran yang menunjang keberlangsungan pembelajaran apresiasi seni, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
4.
Bagi Peneliti Perlu adanya penelitian lebih mendalam tentang media audio visual dalam perannya meningkatkan apresiasi seni siswa yang dilakukan pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
commit to user