UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN KOLEKSI ANAK DI PERPUSTAKAAN UMUM DAERAH KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora
NURIA PRASANTI 0706291792
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DEPOK JULI 2012
i Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
ii Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
iii Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
iv Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Penulisan skripsi yang berjudul “Pengembangan Koleksi Anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor” dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora Jurusan Ilmu Perpustakaan pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, saat kuliah hingga pada penyusunan skripsi ini, sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan kasih sayangnya yang tak pernah henti-hentinya dicurahkan kepada saya. 2. Ibu Ike Iswary Lawanda, S.S., M.S. selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar telah membimbing, memberikan masukan, perhatian dan dukungan selama pengerjaan skripsi hingga saya dapat menyelesaikannya dengan baik. 3. Bapak Yohanes Sumaryanto Dipl.Lib., M.Hum selaku (Pembaca I) dan Ibu Sri Ulumi Badrawati, Dip.Lib. (Pembaca II) yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan masukan untuk skripsi saya. 4. Para dosen dan staf DIPI, yang telah memberikan ilmu serta bantuannya yang tak terhingga nilainya untuk keberhasilan penulis. 5. Orang tua tercinta, Bapak Toto dan Ibu Rusmini yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta doanya yang selalu dipanjatkan. 6. Kakak saya, Rakhmad Priasmoro yang memberikan pengetahuan, bimbingan, dan bantuan sewaktu kuliah hingga proses skripsi berakhir. 7. Pustakawan dan Staf KAPD Bogor khususnya untuk para informan, yaitu Bu Eli, Bu Rini, Pak Andri, Pak Ade, dan Bu Nurmah yang bersedia membimbing
dan
membantu
dengan
meluangkan
waktunya
untuk
diwawancarai sehingga mempermudah proses penelitian. 8. Seluruh teman di PSIP angkatan 2007 atas dukungan moril, semangat dan perhatian yang telah diberikan, serta pengalaman indah semasa kuliah yang berkesan dan tak terlupakan bagi saya.
v Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
9. Sahabat-sahabat terhebat, yaitu Dikun, Nursih, Selfi, Intan, Sri Putri, dan Evaebe yang memberikan bantuan, perhatian, doa, dukungan moril, dan kenangan indah semasa kuliah hingga problematika skripsi ini berakhir. 10. Lia Kurniawaty, Zafirah, dan Tari yang memberikan bantuan dalam mendapatkan literatur dan memberi ide selama pembuatan skripsi. 11. Ria Ariani, Ribka, Dini Aryani, Rieska Ayu, Anton, Siti, dan Icha yang saling memberi dukungan, nasihat, dan bantuan. 12. Teman Sulay, yaitu Nadia, Nada, Aisha, Gita, Fira, Ayu, Fathia, dan Rifka atas hiburan bersama diantara kegalauan mahasiswa tingkat akhir dan memberikan semangat saat penulisan skripsi. 13. Bapak Taufik selaku Pembimbing akademik beserta istri, yaitu Ibu Elsa yang bersedia membantu dan membimbing saya dengan sabar. 14. Kak Reta, Kak Friska, Kak Diro, Kak Yeni, Kak Greito, Kak haryo, Kak Gigih, Kak Adon dan Alumni-alumni JIP lulusan tahun 2005 dan 2006 yang rela meluangkan waktu untuk membimbing dan bersedia menjawab pertanyaan saya. 15. Anggar Didak, Fitri, Caesar, Kimung, Dwi Wahyu, Mba Wiwit, Piska, Pulung Tika, Iren, Sadar serta pihak lain yang selalu memberi dukungan dan membantu dalam proses skripsi. 16. Temen gamelan UI SKW, Pala TNB, Junior JIP 2008, 2009, dan para pustakawan FE yang menghibur serta tidak bosan memberikan motivasi. 17. Denny Mahardy yang bersedia menemani dengan sabar, memberikan dukungan, dan membantu dalam setiap kesulitan pembuatan skripsi. Demikianlah skripsi ini peneliti susun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Peneliti menyadari akan keterbatasan kemampuan serta kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan sebagai bentuk apresiasi terhadap skripsi ini.
Depok, 2 JuIi 2012
Nuria Prasanti
vi Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
vii Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Nuria Prasanti Program Studi : Ilmu Perpustakaan Judul : Pengembangan Koleksi Anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor Penelitian ini membahas mengenai pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor yang merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pustakawan menerapkan kebijakan pengembangan koleksi, yaitu kegiatan seleksi, pengadaan, pengolahan, pemeliharaan, dan penyiangan di layanan anak agar dapat memenuhi kebutuhan pemustaka anak sehingga kendala apa saja yang dihadapi dapat diketahui. Peneliti menyimpulkan bahwa pustakawan mengadakan pengembangan koleksi berdasarkan kemampuan dan pemahaman mereka dari kegiatan seleksi hingga penyiangan. Pedoman tertulis tidak dijadikan dasar dalam melakukan kegiatan pengembangan koleksi anak sehingga kemampuan dasar pustakawan menjadi utama agar kesesuaian koleksi anak dapat tercipta. Tidak adanya pedoman tertulis secara jelas, keterbatasan anggaran dan terbentur dengan kebijakan yang ada menyebabkan pustakawan tidak dapat secara maksimal mengembangkan mutu koleksi anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor. Kata Kunci : Pengembangan koleksi, Koleksi anak, Layanan anak, Perpustakaan Umum
viii Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
ABSTRACT Name : Nuria Prasanti Study Program : Library Science Title : Collection Development for Children’s Collection in Bogor Public Library This research is about children's collection development in Bogor Public Library. This is a qualitative research and it uses case study method. The purpose of this research is to describe how librarians apply collection development policy, which is the selection, acquisition, organization, preservation, and deselection in children’s service. Throughout this research, we could get the idea the obstacles in fulfilling the needs of the users, i.e. the children, in children's collection. It is concluded that Bogor Public Library librarians held collection development based on their ability and understanding about the library activities. There is no written guideline as a basis for collection development for children’s collection. So, it is very important for the librarians to have librarianship skills in developing the children’s collection. Moreover, there is limited amount in budget and in the policy itself so that librarians could not do their best in improving the quality of children's collection in Bogor public library. Key words: Collection Development, Children’s Collection, Children's Services, Public Library.
ix Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................. Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR...................................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ...................................................................................................................... viii ABSTRACT...................................................................................................................... ix DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xiv BAB Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN....... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ............................................................Error! Bookmark not defined. 1.2 Masalah Penelitian ......................................................Error! Bookmark not defined. 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................Error! Bookmark not defined. 1.4 Metode Penelitian .......................................................Error! Bookmark not defined. 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................Error! Bookmark not defined. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................... Error! Bookmark not defined. 2.1 Perpustakaan Umum ..................................................Error! Bookmark not defined. 2.1.1 Visi dan Misi ........................................................Error! Bookmark not defined. 2.1.2 Tugas dan Fungsi Perpustakaan Umum ...............Error! Bookmark not defined. 2.1.3 Koleksi Perpustakaan Umum ...............................Error! Bookmark not defined. 2.1.4 Layanan di Perpustakaan Umum .........................Error! Bookmark not defined. 2.2 Koleksi Anak ..............................................................Error! Bookmark not defined. 2.2.1 Ragam Koleksi Anak ...........................................Error! Bookmark not defined. 2.2.2 Bacaan Anak ........................................................Error! Bookmark not defined. 2.2.3 Koleksi Anak Sesuai Usia....................................Error! Bookmark not defined. 2.2.4 Anggaran Koleksi Anak.......................................Error! Bookmark not defined. 2.3 Pengembangan Koleksi...............................................Error! Bookmark not defined. 2.3.1 Seleksi ..................................................................Error! Bookmark not defined. 2.3.2 Pengadaan ............................................................Error! Bookmark not defined. x Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
2.3.3 Pengolahan ...........................................................Error! Bookmark not defined. 2.3.4 Pelestarian dan Penyiangan..................................Error! Bookmark not defined. BAB 3 METODE PENELITIAN........................................ Error! Bookmark not defined. 3.1 Jenis Penelitian ...........................................................Error! Bookmark not defined. 3.2 Subjek dan Objek Penelitian .......................................Error! Bookmark not defined. 3.3 Pemilihan Informan ....................................................Error! Bookmark not defined. 3.4 Teknik Pengumpulan Data..........................................Error! Bookmark not defined. 3.6 Pengolahan dan Analisis Data ....................................Error! Bookmark not defined. BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................... Error! Bookmark not defined. 4.1 Profil KAPD Kabupaten Bogor ..................................Error! Bookmark not defined. 4.2 Koleksi Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor ........Error! Bookmark not defined. 4.3 Koleksi Anak ..............................................................Error! Bookmark not defined. 4.3.1 Sasaran Pemustaka Koleksi Anak........................Error! Bookmark not defined. 4.3.2 Anggaran ..............................................................Error! Bookmark not defined. 4.4 Pelaksanaan Pengembangan Koleksi ..........................Error! Bookmark not defined. 4.4.1 Seleksi Koleksi Anak ...........................................Error! Bookmark not defined. 4.4.2 Pengadaan Koleksi Anak .....................................Error! Bookmark not defined. 4.4.3 Pengolahan Koleksi Anak ....................................Error! Bookmark not defined. 4.4.4 Pelestarian dan Penyiangan..................................Error! Bookmark not defined. 4.5 Kendala Pengembangan Koleksi anak ........................Error! Bookmark not defined. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................ Error! Bookmark not defined. 5.1 Kesimpulan .................................................................Error! Bookmark not defined. 5.2 Saran ...........................................................................Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA........................................................... Error! Bookmark not defined.
xi Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
DAFTAR TABEL Table 4.1 Jumlah Buku ......................................................... Error! Bookmark not defined. Table 4.2 Petunjuk dan Warna Koleksi ................................ Error! Bookmark not defined.
xii Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Ruang Baca Anak ............................... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.2 Koleksi Mainan .................................. Error! Bookmark not defined. Gambar 4.3 Label Buku ......................................... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.4 Kartu Buku ......................................... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.5 hydrant ............................................... Error! Bookmark not defined.
xiii Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Brosur Profil Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor Lampiran 2 : Uraian Tugas Staf Seksi Pengelola Pepustakaan Lampiran 3 : Peta Lokasi Perpustakaan Lampiran 4 : Transkrip Wawancara
xiv Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Nuria Prasanti Program Studi : Ilmu Perpustakaan Judul : Pengembangan Koleksi Anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor Penelitian ini membahas mengenai pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor yang merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pustakawan menerapkan kebijakan pengembangan koleksi, yaitu kegiatan seleksi, pengadaan, pengolahan, pemeliharaan, dan penyiangan di layanan anak agar dapat memenuhi kebutuhan pemustaka anak sehingga kendala apa saja yang dihadapi dapat diketahui. Peneliti menyimpulkan bahwa pustakawan mengadakan pengembangan koleksi berdasarkan kemampuan dan pemahaman mereka dari kegiatan seleksi hingga penyiangan. Pedoman tertulis tidak dijadikan dasar dalam melakukan kegiatan pengembangan koleksi anak sehingga kemampuan dasar pustakawan menjadi utama agar kesesuaian koleksi anak dapat tercipta. Tidak adanya pedoman tertulis secara jelas, keterbatasan anggaran dan terbentur dengan kebijakan yang ada menyebabkan pustakawan tidak dapat secara maksimal mengembangkan mutu koleksi anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor. Kata Kunci : Pengembangan koleksi, Koleksi anak, Layanan anak, Perpustakaan Umum
viii Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
ABSTRACT Name : Nuria Prasanti Study Program : Library Science Title : Collection Development for Children’s Collection in Bogor Public Library This research is about children's collection development in Bogor Public Library. This is a qualitative research and it uses case study method. The purpose of this research is to describe how librarians apply collection development policy, which is the selection, acquisition, organization, preservation, and deselection in children’s service. Throughout this research, we could get the idea the obstacles in fulfilling the needs of the users, i.e. the children, in children's collection. It is concluded that Bogor Public Library librarians held collection development based on their ability and understanding about the library activities. There is no written guideline as a basis for collection development for children’s collection. So, it is very important for the librarians to have librarianship skills in developing the children’s collection. Moreover, there is limited amount in budget and in the policy itself so that librarians could not do their best in improving the quality of children's collection in Bogor public library. Key words: Collection Development, Children’s Collection, Children's Services, Public Library.
ix Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan koleksi dilakukan untuk membina koleksi sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi perpustakaan dan masyarakat yang akan dilayani. Hal ini selaras dengan pengertian yang dikemukakan Evans dan Saponaro (2005: 50) bahwa pengembangan koleksi merupakan proses memastikan kebutuhan perpustakaan berdasarkan kebutuhan informasi dari para pemustaka akan terpenuhi secara tepat waktu dan tepat guna dengan memanfaatkan sumbersumber informasi yang dihimpun oleh perpustakaan dari dalam ataupun luar. Kegiatan pengembangan koleksi mencakup, antara lain penyusunan kebijakan pengembangan koleksi, pemilihan, pengadaan, serta penyiangan koleksi (Syihabuddin, et al., 2003: 77). Koleksi adalah inti sebuah perpustakaan dan menentukan keberhasilan layanan. Bukanlah perpustakaan namanya bila tidak memiliki koleksi. Koleksi bukan dilihat dari jumlah eksemplarnya saja, tetapi lebih kepada kualitas isi, jumlah judul, dan kemutakhirannya (up to date). Indikator ukuran baik dan buruk dari perpustakaan sangat ditentukan oleh koleksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan koleksi untuk meningkatkan kualitas koleksi perpustakaan agar lebih menarik dan memadai baik ragam, jumlah maupun mutunya. Dengan keberadaan koleksi ini pustakawan dapat menunjukkan kemampuannya dalam mengembangkan koleksi (Rachman dan Zulfikar, 2006: 42). Ruang baca anak yang menyediakan koleksi anak-anak di Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor dalam pengamatan peneliti, terlihat masih sepi dikunjungi anak-anak. Padahal, anak merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat berwawasan luas dan melek informasi salah satunya dengan memanfaatkan koleksi anak di perpustakaan yang dapat membantu menumbuhkan budaya membaca pada anak-anak. Ruang baca anak di perpustakaan ini merupakan layanan anak yang belum lama ada dan baru tersedia pada tahun 2003. Layanan sirkulasi untuk koleksi anak disediakan masih menyatu dengan layanan umum walaupun koleksi anak menempati suatu ruang tersendiri. Keadaan susunan buku pada rak buku tidak rapi. Pada rak tidak ditempel nomor rak atau 1 Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
2
rambu tentang subjek atau jenis buku di rak tersebut. Pustakawan tidak terlihat membimbing untuk menemukan buku ketika anak sedang mencari, sehingga menyebabkan pencarian buku sulit ditemukan. Koleksi terlihat kurang mutakhir dan kurang bervariasi dalam format maupun jenis, yaitu tidak ada koleksi dalam bentuk kaset dan hanya sedikit koleksi dalam bentuk audiovisual. Selain itu koleksi mainan yang tersedia kurang beragam. Dalam artikel di internet Perpustakaan Anak: Hak Anak yang Terabai (Efendi, 2011) dituliskan bahwa perpustakaan anak biasanya mensiasati dengan menyediakan mainan atau mengadakan kegiatan seperti menonton film bersama agar anak nyaman dan tertarik datang ke perpustakaan yang selanjutnya akan menarik minat baca dengan memanfaatkan bacaan anak. Namun, Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor kurang menyediakan koleksi nonbuku tersebut. Padahal Perpustakaan dikatakan sebagai perpustakaan umum yang terbaik seProvinsi Jawa Barat dan pernah meraih Predikat Juara I Lomba Pengelolaan Perpustakaan Tingkat Provinsi Jawa Barat yang diharapkan ramai pengunjung serta memiliki koleksi anak-anak
yang lengkap, bervariasi dan terus
dikembangkan. Untuk itu, pentingnya kegiatan pengembangan koleksi anak agar dapat menyesuaikan koleksi dengan kebutuhan pemustaka anak. Dengan adanya pengembangan koleksi anak yang terus berkembang tentunya akan menarik anak untuk dan membaca. Menurut Online dictionary for library and information science (Reitz, 2004), koleksi anak adalah koleksi perpustakaan berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang dikhususkan untuk anak di bawah usia 12-13 tahun, yang ditempatkan secara terpisah dari koleksi remaja dan dewasa. Koleksi anak terdapat di Ruang Baca Anak yang merupakan suatu layanan anak yang disediakan oleh Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota. Dalam
Panduan
Penyelenggaraan Perpustakaan Daerah (1992: 35) anak yang menjadi sasaran adalah anak-anak pra-sekolah sampai usia 12-13 tahun. Koleksi anak idealnya disediakan untuk mengembangkan imajinasi, meningkatkan minat dan kebiasaan membaca, dan memberikan sarana rekreasi yang mendidik. Berbagai kegiatan yang disiapkan untuk kebutuhan anak dari pemilihan, pengadaan sampai dengan pelayanan pustakawan, harus cermat dalam menyeleksi berbagai ragam bahan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
3
pustaka agar sesuai untuk anak-anak. Prinsip pemilihan bahan pustaka untuk anak-anak menurut usia dan seleranya perlu dipertimbangkan (Taslimah, 1996:174). Seperti yang dikatakan Taslimah Yusuf (1996 : 176), koleksi anak agak berbeda dengan koleksi orang dewasa. Memilih buku bacaan untuk jasa layanan anak-anak, bukanlah tugas yang mudah. Kriteria bacaan harus sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasannya. Jasa layanan anak-anak perlu menyediakan buku, majalah, surat kabar, gambar, rekaman, filmstrip dan mainan. Bahan pandang dengan (audiovisual) membantu anak memperkaya pengetahuan tentang kebudayaan, apresiasi musik dan seni lainnya.
1.2 Masalah Penelitian Koleksi anak terkait dengan media audiovisual di Perpustakaan Daerah terkait dengan anak-anak pengembangan
koleksi anak memerlukan perhatian
yang khusus. Kegiatan pengembangan koleksi dilakukan untuk mendapatkan koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka, baik mutu (tampilan, media, gambar, dan warna) maupun jumlah di Perpustakaan Daerah Bogor. Dengan demikian masalah penelitian adalah kebijakan pengembangan koleksi anak perlu terfokus dalam seleksi, pengadaan, pengolahan, pemeliharaan, dan penyiangan agar dapat digunakan oleh pemustaka anak kapan saja. Kebijakan koleksi tidak hanya sekedar pada koleksi tercetak saja tetapi juga untuk koleksi audiovisual dan mainan, sehingga koleksi anak dapat memenuhi kebutuhan informasi pemustaka anak. Perumusan masalah muncul dari pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan kegiatan pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor terkait dengan kebijakan dalam memenuhi kebutuhan pemustaka?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pustakawan menerapkan kebijakan pengembangan koleksi, yaitu kegiatan seleksi, pengadaan, pengolahan, pemeliharaan, dan penyiangan di layanan anak agar dapat memenuhi kebutuhan pemustaka anak serta memahami kendala apa saja yang dihadapi
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
4
dalam menjalankan kegiatan pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor ini.
1.4 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kegiatan pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor. Metode pengumpulan data meliputi observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pustakawan khususnya yang berkaitan dengan bidang pengembangan koleksi anak.
1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan bagi pengembangan
ilmu
perpustakaan,
dokumentasi,
dan
informasi
serta
mengembangkan khazanah keilmuan bidang perpustakaan. Pembaca agar lebih memahami tentang masalah khususnya yang berkaitan dengan pengembangan koleksi anak. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi pengurus Perpustakaan Umum
khususnya
bagian pengembangan koleksi dalam
menjalankan kegiatan pengembangan koleksi anak ke arah yang lebih baik.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perpustakaan Umum Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang dianggap penting oleh UNESCO sebagai media mencerdaskan kehidupan bangsa, sampai-sampai UNESCO mengeluarkan Manifesto Perpustakaan Umum pada tahun 1972 yang menyatakan bahwa perpustakaan umum harus terbuka bagi semua orang tanpa membeda-bedakan warna kulit, jenis kelamin, usia, kepercayaan, ras. (SulistyoBasuki, 2009: 4.9) Menurut
Pedoman
Penyelenggaraan
Perpustakaan
Umum
yang
diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional RI (2006:4), perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan di pemukiman penduduk (kota atau desa) diperuntukkan bagi semua lapisan dan golongan masyarakat penduduk pemukiman tersebut untuk melayani kebutuhannya akan informasi dan bahan bacaan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia Bidang Perpustakaan (2010: 3 dari 10) pengertian dari perpustakaan umum kota/kabupaten adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang mempunyai tugas
pokok
melaksanakan
pengembangan
perpustakaan
di
wilayah
kabupaten/kota serta melaksanakan layanan perpustakaan kepada masyarakat umum yang tidak membedakan usia, ras, agama, status sosial ekonomi dan gender. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan dan oleh pemerintah daerah yang memberikan layanan untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat umum tanpa membedakan usia, ras, agama, status sosial ekonomi dan gender.
2.1.1 Visi dan Misi Dalam Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2006: 6) disebutkan visi perpustakaan umum adalah terciptanya masyarakat informasi atau
5 Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
6
masyarakat yang cerdas. Sedangkan misi perpustakaan umum kabupaten/kota, sebagai berikut: 1.
Menciptakan dan menetapkan kebiasaan membaca anak-anak sejak usia dini.
2.
Mendukung baik pendidikan perorangan secara mandiri maupun pendidikan formal pada semua jenjang
3.
Memberikan kesempatan bagi pengembangan kreativitas pribadi.
4.
Menstimulasi imajinasi serta kreativitas anak-anak dan kaum muda.
5.
Meningkatkan kesadaran terhadap warisan budaya, apresiasi pada seni, dan hasil-hasil penemuan ilmiah.
6.
Menyediakan akses pada ekspresi-ekspresi kultural dari semua seni pentas.
7.
Mendorong terciptanya dialog antar budaya oleh karena keanekaragaman budaya.
8.
Menjamin akses atas semua jenis informasi kemasyarakatan bagi semua warga.
9.
Memberikan layanan informasi yang sesuai kepada perusahaan-perusahaan, perkumpulan, dan kelompok-kelompok setempat yang memerlukan.
10. Memberi
kemudahan
kepada
pengembangan
informasi
peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan memakai komputer dan perangkat keras lainnya teknologi informasi. 11. Mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan dan program-program pemberantasan buta huruf (literacy) untuk semua kelompok usia, dan apabila dianggap perlu memprakarsai kegiatan-kegiatan ini.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Perpustakaan Umum Tugas pokok perpustakaan umum yang ada di dalam Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2006: 6-7) adalah menyediakan, mengolah, memelihara dan mendayagunakan koleksi bahan pustaka, menyediakan sarana pemanfaatannya dan melayani masyarakat pengguna yang membutuhkan informasi dan bahan bacaan. Untuk melaksanakan tugas pokoknya, perpustakaan umum kabupaten/kota melaksanakan fungsi antara lain sebagai berikut: a. Pengkajian kebutuhan pemakai dalam hal informasi dan bahan bacaan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
7
b. Penyediaan bahan pustaka yang diperkirakan diperlukan, melalui pembelian, langganan, tukar-menukar, dan lain-lain c. Penyimpanan dan pemeliharaan koleksi d. Pengolahan dan penyiapan setiap bahan pustaka e. Pendayagunaan koleksi f. Pemberian layanan kepada warga masyarakat baik yang datang langsung di perpustakaan maupun yang menggunakan telepon, faximili, dan lain-lain g. Pemasyarakatan perpustakaan h. Pengkajian dan pengembangan semua aspek kepustakawanan i. Pelaksanaan koordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah, tokoh-tokoh masyarakat dan mitra kerja lainnya j. Menjalin
kerjasama
dengan
perpustakaan
lain
dalam
rangka
pemanfaatan bersama koleksi dan sarana/prasarana k. Pengolahan dan ketatausahaan perpustakaan
2.1.3 Koleksi Perpustakaan Umum Perpustakaan umum adalah perpustakaan dengan variasi penggunanya yang paling beragam jika dibandingkan dengan jenis perpustakaan lain pada umumnya. Hal ini tentunya berimplikasi terhadap cakupan keberagaman koleksi yang dimilikinya. Koleksi perpustakaan umum mencakup bahan pustaka tercetak seperti: majalah dan surat kabar, bahan pustaka terekam dan elektronik seperti: kaset, video, piringan hitam, dan lain-lain (Perpusnas, 2006: 19). Pengelompokan bahan pustaka di Perpustakaan Umum terdiri dari: (Perpusnas, 2006: 19) a. Kelompok bahan pustaka anak-anak b. Kelompok bahan pustaka remaja c. Kelompok bahan pustaka pandang dengar d. Kelompok bahan pustaka rujukan (referensi) e. Kelompok bahan pustaka berkala (majalah dan surat kabar) f. Kelompok bahan pustaka untuk pemuda dan orang dewasa g. Kelompok bahan pustaka Braille
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
8
h. Kelompok bahan pustaka khusus seperti koleksi lukisan, foto dan lain-lain. Masing-masing kelompok bahan pustaka diatas mempunyai tempat tersendiri. (Perpusnas, 2006: 19) Sedangkan dalam Standard Nasional Indonesia (SNI 7495) ; Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota (2009 : 4-5 dari 10) diperinci hal-hal yang terkait dengan koleksi perpustakaan umum sebagai berikut : a. Koleksi perpustakaan dikembangkan
untuk menunjang visi dan misi,
tugas pokok dan fungsi, serta kebutuhan masyarakat. b. Jenis koleksi perpustakaan terdiri atas koleksi karya cetak, karya rekam dan bentuk lain yang mengakomodasikan semua kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan penyandang cacat. c. Perpustakaan umum kabupaten/kota memiliki koleksi buku sekurangkurangnya 5.000 eksemplar. d. Perpustakaan menyediakan koleksi terbitan lokal dan koleksi muatan lokal. e. Koleksi perpustakaan terdiri dari berbagai disiplin ilmu sesuai kebutuhan masyarakat. f. Penambahan koleksi buku sekurang-kurangnya 2% dari jumlah judul per tahun. g. Perpustakaan melakukan pencacahan koleksi sekurang-kurangnya setiap 3 tahun. h. Perpustakaan melakukan penyiangan koleksi sekurang-kurangnya setiap 3 tahun. i. Perpustakaan melanggan sekurang-kurangnya 2 judul surat kabar terbitan lokal/propinsi dan 2 judul terbitan nasional. j. Perpustakaan melanggan sekurang-kurangnya 5 judul majalah. Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa koleksi dari perpustakaan umum sangat beragam, artinya dari berbagai jenis (buku maupun nonbuku), berbagai disiplin ilmu serta sesuai usia (pengguna yang beragam).
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
9
2.1.4 Layanan di Perpustakaan Umum Perpustakaan umum sesuai dengan tugas dan fungsinya adalah memberikan bantuan pelayanan kepada masyarakat
melalui pendayagunaan
koleksi bahan pustaka untuk keperluan pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, dan rekreasi (Taslimah, 1996: 174-175). Berikut ini merupakan layanan yang terdapat pada Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota: (Perpusnas, 2006: 37-41) a. Layanan sirkulasi adalah kegiatan melayani pengguna jasa perpustakaan dalam pemesanan, peminjaman dan pengembalian bahan pustaka beserta penyelesaian administrasinya. b. Layanan rujukan adalah kegiatan memberikan informasi kepada pengguna perpustakaan dalam bentuk pemberian layanan rujukan cepat dan atau bimbingan pemakaian sumber rujukan. c. Layanan Perpustakaan Keliling adalah layanan Perpustakaan Umum yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan darat, air dan udara. Layanan Perpustakaan Keliling ini biasanya diadakan untuk melayani daerah-daerah jauh dan terpencil. Kendaraan yang dipakai bervariasi, dari kendaraan bis, gerobak, sepeda motor sampai kapal laut dan kapal terbang. Jadwal layanan Perpustakaan Keliling ke suatu pemukiman tertentu tidak dilakukan setiap hari, tetapi cukup satu atau dua kali seminggu. d. Layanan remaja adalah layanan di perpustakaan umum yang sasarannya adalah remaja antara usia 13 sampai dengan 16 tahun. Layanan diutamakan untuk mendorong minat baca, mengembangkan kemampuan meneliti, meningkatkan pengetahuan, mengembangkan kemampuan, mengevaluasi dan memperkaya apresiasi terhadap media komunikasi yang baik serta mengembangkan kebiasaan membaca dan mempergunakan perpustakaan seumur hidup. e. Layanan anak-anak adalah salah satu kegiatan layanan Perpustakaan Umum yang menyediakan jasa untuk anak-anak. Anak-anak yang menjadi sasaran adalah anak-anak pra-sekolah sampai usia 12-13 tahun. Perpustakaan dalam memberikan layanan bagi mereka, terutama diarahkan untuk mengembangkan imajinasi, meningkatkan minat dan kebiasaan membaca serta memberikan sarana rekreasi yang mendidik.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
10
Sasaran atau target pemustaka layanan anak di perpustakaan umum menurut IFLA Guidelines for Children’s Libraries Services adalah bayi dan balita, anakanak pra-sekolah, murid sekolah sampai umur 13 tahun, kelompok berkebutuhan khusus, orangtua dan anggota keluarga yang terkait, pemerhati anak dan orang dewasa lainnya yang berkerja dengan anak-anak, buku dan media. Pada Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Daerah (1992: 38-39) jenis kegiatan di layanan anak-anak pada Perpustakaan Umum Daerah yang bisa diberikan untuk memenuhi anak di perpustakaan umum seperti bimbingan membaca, layanan rujukan, mendongeng/ Story Telling, pertunjukan film, dan pertunjukan boneka. Untuk menjalankan kegiatan tersebut koleksi anak menjadi hal yang penting dalam mendukung dan memperlancar kegiatan anak di layanan anak ini. Peranan koleksi merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan kegiatan di layanan anak.
2.2 Koleksi Anak Koleksi merupakan hal yang penting bagi suatu perpustakaan begitu pula pada bagian anak-anak di Perpustakaan Umum. Dalam
Children’s Library
Services Handbook bahwa sangat penting untuk mengetahui bagaimana anakanak yang dilayani pada ruang koleksi anak dilihat dari latar belakangnya, tingkah laku, dan minatnya dalam pemilihan buku. Koleksi adalah seperangkat sumber daya [resources] yang disediakan dan dilayankan untuk pemakai tertentu. Istilah koleksi (resources) merupakan suatu entitas fisik termasuk bahan-bahan tercetak, bahan audiovisual, maupun bahan elektronik. Sedangkan orang dapat dikategorikan sebagai anak itu adalah orang yang berusia 0 tahun sampai dengan sekitar 12-13 tahun. Jadi anak yang dimaksudkan dalam sastra anak itu adalah orang yang berusia 0 tahun sampai sekitar 12 atau 13 tahun, atau anak yang sudah masuk dalam masa remaja awal. Pada usia inilah anak sudah mulai berkenal dengan sastra, karena pada usia ini, anak sudah memiliki kemampuan untuk menguasai ketrampilan berbahasa: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, yang merupakan bekal atau media dalam memahami sastra. (Sudarnoto, dkk., 2005: 241; Burhan, 2005: 12; Heru, 2009: 39).
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
11
Dalam Online dictionary for library and information science (Reitz, 2004) disebutkan bahwa koleksi anak adalah suatu koleksi perpustakaan terdiri dari buku dan bahan pustaka lain yang dikategorikan secara khusus untuk anak berusia di bawah 12-13 tahun, ditempatkan secara terpisah dari koleksi dewasa dan remaja. Terkadang di ruangan untuk anak-anak dibuat dengan bagian-bagian terpisah antara kategori fiksi remaja dan kategori nonfiksi, bacaan untuk pemula dan buku bacaan yang mudah, buku bergambar,dan buku untuk anak-anak kecil (buku huruf, buku angka, boardbook, buku kain, dll). Koleksi anak biasanya dikelola oleh pustakawan dengan pelatihan khusus dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak.
2.2.1 Ragam Koleksi Anak IFLA Guidelines for Children’s Libraries Services menyebutkan bahwa bahan pustaka di bagian anak-anak seharusnya mencakup berbagai pengembangan yang disesuaikan kebutuhan anak, yaitu dalam berbagai format, termasuk format tercetak (buku, majalah, komik, brosur). Sekarang kebutuhan membaca anak juga mengikuti perkembangan teknologi dengan seperti format media seperti (CD, DVD, kaset), mainan, permainan yang mendidik, komputer, perangkat lunak/software dan internet. Maka pada Perpustakaan Umum Daerah sebaiknya menyediakan koleksi untuk anak sesuai dengan perkembangan zaman. Berikut ini akan dijabarkan jenis koleksi anak dengan berbagai media yang sebaiknya terdapat pada bagian anak-anak di perpustakaan, sebagai berikut: (Sullivan, 2005: 35-37; Murti Bunanta, 2004: 29) a.
Buku Anak Sebuah buku yang ditulis dan diilustrasikan khusus untuk anak-anak sampai usia 12-13. Termasuk dalam kategori ini adalah fiksi dan nonfiksi, boardbook, sajak, buku huruf, buku angka, buku bergambar, buku untuk pembaca pemula, buku cerita bergambar, dan buku cerita. Bacaan anak-anak banyak jenisnya, tiap jenis bacaan mempunyai nilainya masing-masing. Makin beragam bacaan anak makin baik, karena makin beragam pula hal yang dapat ditimbanya dan ini akan meluaskan wawasan, minat dan pengalaman.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
12
b.
Majalah anak-anak Sebuah terbitan berkala khusus untuk anak-anak, biasanya diarahkan ke tingkat membaca yang spesifik. Beberapa majalah anak-anak terfokus pada subjek tertentu atau ketertarikan/minat. Contohnya Your Big Backyard untuk anak prasekolah (usia 3-5) dan Ranger Rick (usia 6-12) di dalamnya tentang sejarah alam. Berbagai pilihan majalah untuk anak-anak juga disediakan pada referensi majalah serial untuk Perpustakaan. Yahoo! juga menyediakan daftar majalah untuk anak-anak.
c.
Koleksi Video Koleksi ini mencakup film dalam video atau format DVD. Hal ini dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pendidikan dan rekreasi anak-anak, mulai dari bayi hingga siswa sekolah menengah. Koleksi mencakup fiksi dan non-fiksi pilihan.
d.
Audiobooks Koleksi ini berisi buku-buku yang direkam dalam kaset dan format CD. Hal ini dimaksudkan untuk melayani anak-anak prasekolah hingga sekolah menengah pertama. Diperuntukan lebih pada pembaca pemula.
e.
Rekaman musik Koleksi ini mencakup musik umum yang populer/terkenal, lagu pendidikan, dan permainan yang direkam dalam format CD. Hal ini dimaksudkan untuk melayani bayi hingga anak-anak sekolah dasar.
f.
Koleksi Orang Tua Koleksi
untuk
orang
tua
memberikan
saran-saran
praktis
tentang
membesarkan anak. Hal ini ditujukan untuk orang tua, guru dan orang dewasa lain yang tertarik dengan anak-anak. Buku ini didalamnya menguraikan bidang fisik, emosional, sosial, dan pendidikan perkembangan anak sejak lahir sampai remaja. Selain buku, koleksi lainnya seperti tabloid, pamflet, surat kabar dan artikel majalah. g.
Internet Kebijakan seleksi yang berfungsi untuk mengatur pembelian bahan perpustakaan
tidak
berlaku
untuk
bahan
diakses
melalui
internet.
Perpustakaan tidak bertanggung jawab atau menjamin keakuratan informasi
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
13
yang diberikan dan diperoleh melalui internet. Sama dengan semua koleksi di perpustakaan, ini tetap menjadi tanggung jawab pelindung (orang tua atau wali) untuk menentukan informasi dari internet yang sesuai. h.
Mainan Koleksi mainan yang mendidik, diharapkan untuk digunakan oleh anak-anak pra-sekolah. Ini disediakan pada kelompok usia dengan cara mempelajari tentang dunia mereka melalui bermain dan membangun dasar untuk membaca melalui pengembangan keahlian motorik dan kognitif. Koleksi mainan seperti boneka, puzzle, lego dan lain-lain. Mainan ini bertujuan untuk lebih meningkatkan pengembangan keterampilan, meningkatkan daya intelektual dan imajinasi anak. Blok merupakan salah satu permainan dasar untuk anak-anak dari segala usia. Dari blok mereka dapat belajar membangun menara, rumah, hewan, dan banyak lagi. Blok biasanya dimainkan kelompok dan ini sangat membantu anak untuk belajar bekerja sama membangun sesuatu dengan orang lain. Anak-anak dapat belajar menumpuk dan mengatur yang berguna untuk menyeimbangkan mereka. Lego mengajarkan anak untuk berpikir kritis dalam tiga dimensi, meningkatkan pemikiran, daya kreativitas, pengembangan motorik, dan berkreasi dalam membuat konstruksi bangunan. Puzzle merupakan mainan berupa teka teki yang
membantu anak
mengembangkan keterampilan motorik halus dan keterampilan sosial. Anakanak dapat bekerja sama untuk membangun sesuatu atau memecahkan tekateki serta dapat mendiskusikan ide-ide tentang cara terbaik untuk memecahkan teka-teki. Permainan kompetitif mendorong kompetisi yang sehat dan sportif baik. (Sullivan, 2005: 35-37; Murti Bunanta, 2004: 29; http://www.vineyardesigns.com)
2.2.2 Bacaan Anak Secara umum bacaan anak adalah salah satu genre sastra yang ditulis dan diterbitkan khusus untuk anak-anak. Namun tidak menutup kemungkinan bacaan anak ini juga dibaca oleh remaja dan orang dewasa. Menurut definisi American Library Association (ALA), buku anak adalah buku yang sesuai dengan tingkat kemampuan membaca dan minat anak-anak dari kelompok umur tertentu atau
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
14
tingkatan pendidikan, mulai prasekolah hingga kelas enam sekolah dasar (Ensiklopedia sastra Indonesia, 2000: 100). Pada bacaan anak pada umumnya ditulis dengan kalimat yang singkat, serta pilihan kosakata dan tata bahasa yang lebih sederhana agar mudah dimengerti oleh anak yang membacanya. Bacaan anak-anak banyak jenisnya, tiap jenis bacaan mempunyai nilainya masing-masing. Makin beragam bacaan anak makin baik, karena makin beragam pula hal yang dapat ditimbanya dan ini akan meluaskan wawasan, minat dan pengalaman. (Murti Bunanta, 2004: 29) Bacaan anak dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori, yaitu: 1. Buku bergambar (bacaan dan cerita), buku bergambar pra-sekolah, seperti buku pengenalan huruf, angka, warna, dan buku sebagainya 2. Komik anak 3. Sastra tradisional, seperti mitos, dongeng, cerita rakyat, legenda dan sajak 4. Fiksi, seperti fantasi modern, fiksi realistis, dan fiksi sejarah 5. Buku Informasi, Ilmu pengetahuan atau ensiklopedia 6. Biografi dan autobiografi 7. Puisi dan syair Bacaan
anak
sebagai
media
pendidikan
dapat
menggugah
dan
mengembangkan potensi seorang anak. Bacaan anak yang baik pada umumnya diciptakan berdasarkan ilham pengarang yang diambil dari pengalaman dan prinsip hidupnya dengan tujuan. Bacaan yang baik tidak melupakan unsur-unsur kenikmatan, kesenangan serta sentuhan emosi-emosi yang di peroleh pembacanya ketika membaca karya tersebut. Selain itu karya yang baik merupakan pengendapan, wawasan, penelitian, dan ketrampilan pengarang yang berhubungan dengan cara-cara penulisan untuk anak itu. Faktor lain yang mempengaruhi mutu sebuah bacaan adalah bagaimana perwajahannya. Termasuk dalam pengertian perwajahan buku adalah ukurannya, desain halaman, ilustrasi, cetakan, mutu kertas, dan cara menjilid buku yag tentu saja diperhitungkan dan disesuaikan dengan jenis bukunya, apakah berupa buku anak kecil, remaja, novel dan sebagainya (Murti, 2004: 53-54).
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
15
2.2.3 Koleksi Anak Sesuai Usia Jenis cerita yang menarik anak untuk setiap tingkatan umur tentu berlainan, tetapi bisa saja anak yang lebih muda sudah dapat memahami dan menyukai cerita yang pada umumnya untuk anak yang sudah agak besar dan bisa juga terjadi sebaliknya. Ini tergantung dari pemahaman masing-masing anak dan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. (Murti, 2004: 18) 1. Anak umur 0-2 tahun, buku untuk anak usia ini terbuat dari bahan yang tidak mudah robek, aman, jumlah halaman tidak lebih dari 10 halaman, buku dengan ilustrasi berwarna berani dan berbentuk jelas, serta cerita atau rangkaian kata yang memancing interaksi. Untuk melatih indra penglihatan dan pendengaran, serta memperkenalkan buku sebagai media interaksi antara orangtua dan anak. 2. Anak umur 2-3 tahun, buku dengan ilustrasi cerdas dan jenaka serta rangkaian kata yang dapat diucapkan bersama untuk mulai mengajak mereka berpikir kreatif. Jenis cerita yang disukai adalah cerita yang memperkenalkan tentang benda dan binatang di sekitar rumah, misalnya: sepatu, kucing, anjing, bola dan sebagainya. Memilih bahan bacaan tentang tokoh atau peran yang karakternya secara kontras berbeda. Hal ini untuk melatih mengidentifikasi aneka perasaan yang berbeda yang dirasakan oleh tokoh yang satu dengan yang lainnya. Sebaiknya lembaran buku terbuat dari bahan yang tidak mudah lecek atau rusak. 3. Anak umur 3-5 tahun, pilih buku yang mengandung pilihan kata yang cerdas dan kreatif serta ilustrasi yang menggugah imajinasi. Buku-buku yang memperkenalkan huruf-huruf akan menarik perhatiannya, misal huruf-huruf yang bisa membentuk nama orang, nama binatang dan nama buah yang ada dalam cerita. Mengenal angka-angka dan hitungan yang dijalin dalam cerita, misal jam berapa si tokoh bangun, ke sekolah, dan lain-lain. Menyediakan buku dengan tema permainan (misalnya puzzle), dan menyediakan literatur yang menekankan pada bacaan yang sifatnya menghibur yang memuat pesan moral. Buku bacaan yang sudah umum dengan tokoh yang sudah populer untuk cerita anak misalnya, si kancil,
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
16
menyediakan bahan pustaka yang memuat informasi atau gambar tentang adanya aneka peran, dan pekerjaan atau fungsi benda. 4. Anak umur 5-7 tahun, pilih buku dengan tema yang unik serta tokoh yang menarik. Pada usia ini mereka mulai mengembangkan daya fantasinya, mereka sudah dapat menerima adanya benda atau binatang yang dapat berbicara. Cerita si Kancil atau cerita rakyat lainnya bisa mulai diberikan. Bila ceritanya panjang, lebih baik agak disederhanakan. Selain itu, anakanak cenderung sudah mampu menikmati cerita yang menunjuk karakter sama dengan karakter pada umumnya. Menyediakan bacaan-bacaan cerita ringan, yang memuat cerita konflik dan solusinya ,misalnya kisah anak yang mampu mengatasi kesulitan hidupnya dalam keluarga. 5. Anak umur 8-10 tahun, biasanya anak-anak amat menyukai cerita-cerita rakyat yang lebih panjang dan rumit, cerita petualangan ke negeri dongeng yang jauh dan aneh, juga cerita humor. Selain itu, menyediakan bacaan yang melukiskan anak mampu mengatasi ketegangan seperti cerita anak korban bencana alam dan juga dengan tema kemandirian seperti kisah Nabi Muhammad sewaktu kecil. 6. Anak usia 10-13 tahun, pada usia ini anak-anak sudah mandiri membaca buku, mulai menyadari emosi dan gagasannya sendiri, haus mengenal wawasan baru dan perlu memperkaya kosa kata dan gaya berbahasanya. Di usia ini, dapat memperkenalkannya pada buku tanpa gambar atau bergambar sedikit, agar ia dapat menggunakan imajinasinya untuk melihat dunia yang diceritakan oleh buku tersebut. Pada umumnya menyukai cerita dari jenis mitologi, legenda, dan fiksi ilmiah serta humor. Cerita yang diadaptasi dari biografi pun bagus untuk didongengkan pada anak usia (Murti, 2004: 18-19; Parenting Indonesia).
2.2.4 Anggaran Koleksi Anak Anggaran perpustakaan umum yang dikelola pemerintah pada dasarnya tidak menangani secara utuh. Oleh karena itu, dapat dipisahkan anggaran yang langsung dikelola oleh perpustakaan yang dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan. Alokasi anggaran dari tiap perpustakaan tidak selalu sama dalam
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
17
setahun. Hal ini disebabkan beraneka ragam kebutuhan dan fasilitas yang perlu disediakan. Dalam anggaran Pemerintah Daerah mestinya untuk Perpustakaan Umum Kabupaten/kota ditetapkan alokasi anggaran tetap setiap tahun sebagaimana unit-unit kerja lainnya dan mata anggaran Pemerintah Daerah. Sumber anggaran perpustakaan umum adalah: (Taslimah, 1996: 51-53) 1. Anggaran dari pemerintah 2. Daftar Isian Proyek dari pemerintah 3. Sumbangan yang tidak mengikat dari masyarakat dalam negeri atau luar negeri 4. Iuran anggota 5. Pendapatan daerah 6. Sumbangan dari organisasi sosial 7. Uang denda dari pengembalian buku terlambat Dalam Children’s Library Services Handbook (Connor, 1990: 17-18) disebutkan bahwa anggaran pada bagian anak-anak tergantung dari kebijakan perpustakaan. Pada umumnya, Koleksi anak-anak menerima 20-30% dari total anggaran koleksi. Di perpustakaan umum, persentase dari anggaran untuk koleksi anak-anak umumnya dialokasikan sebagai berikut: a. Buku 80-90% b. Buku Bergambar 30-40% c. Fiksi 20-25% d. Non-Fiksi 35-40% e. Koleksi tidak tercetak 10-20% Bagian koleksi anak-anak membutuhkan anggaran untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas koleksi dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat. Untuk peningkatan kualitas tersebut, perpustakaan dapat mencari sumber pendanaan tambahan, di luar anggaran standar yang didapat, seperti yang terdapat dalam IFLA Guidelines for Children’s Library Services, anggaran tersebut bisa didapatkan dari: 1. Sumbangan pemerintah (untuk program khusus dan prakarsa baru) 2. Organisasi-organisasi kebudayaan (untuk music, seni tari, drama, kesenian, pertunjukan etnik dan sejarah)
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
18
3. Penerbit (untuk kunjungan dari penulis dan ilustrator buku serta hadiah lainnya) 4. Sponsorship (bisnis lokal dan organisasi sukarela untuk mendukung acaraacara khusus) 5. Badan nonpemerintah 6. Dana sumbangan
2.3 Pengembangan Koleksi Pengembangan koleksi adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjaga koleksi agar koleksi perpustakaan tetap mutakhir
dan sesuai kebutuhan
pemustaka. Kegiatan ini meliputi kegiatan menghimpun alat seleksi bahan pustaka, survei bahan pustaka, survei minat pemustaka, meregistrasi bahan pustaka, menyeleksi, mengevaluasi, dan menyiangi koleksi (Lasa, 2009: 245). Pengembangan koleksi menurut Evans dan Saponaro (2005: 50) “the process of making certain the library meets the information needs of its service population in a timely and economical manner, using information resources produces both inside and outside of the organization”. Definisi tersebut berisi pemahaman bahwa pengembangan koleksi merupakan proses memastikan kebutuhan perpustakaan berdasarkan kebutuhan informasi dari para pemustaka akan terpenuhi secara tepat waktu dan tepat guna dengan memanfaatkan sumbersumber informasi yang dihimpun oleh perpustakaan dari dalam ataupun luar. Di sini akan menggambarkan proses dari kegiatan pengembangan koleksi yang dilakukan oleh pustakawan meliputi analisis pengguna, seleksi, pengadaan, pengolahan, pemeliharaan, dan penyiangan. Pada dasarnya tugas utama setiap perpustakaan ialah membangun koleksi perpustakaan yang kuat demi kepentingan pemustaka. Koleksi perpustakaan harus terbina dari suatu seleksi yang sistematis dan terarah disesuaikan dengan tujuan, rencana, dan anggaran yang tersedia. Pustakawan yang ditugaskan di bidang pengembangan koleksi harus mengetahui betul apa tujuan perpustakaan dan siapa pemakainya. (Yuyu, et al., 1999: 11) Pengembangan koleksi tidak hanya mencakup kegiatan pengadaan bahan pustaka, tetapi juga menyangkut masalah perumusan kebijakan dalam memilih
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
19
dan menentukan bahan pustaka mana yang akan diadakan serta metode-metode apa yang akan diterapkan. Kebijakan pengembangan koleksi merupakan alat perencanaan dan sarana untuk mengkomunikasikan tujuan dan kebijakan pengembangan
koleksi.
Agar
kebijakan
pengembangan
koleksi
dapat
dilaksanakan secara terarah, kebijakan tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Tanpa adanya kebijakan tertulis, kesalahpahaman akan terjadi sehingga pengembangan koleksi ke arah mutakhir dan relevan tidak akan terpenuhi. (Syihabuddin, 2003: 78) Pengelolaan dari setiap koleksi perpustakaan dimulai dengan kebijakan pengembangan koleksi. Didalamnya seharusnya menampilkan tujuan umum dari koleksi dan kriteria dari pilihan-pilihan yang akan dibuat, apa yang menjadi prioritas, siapa yang dilayani, dan untuk tujuan apa. Suatu kebijakan pengembangan koleksi juga dapat berisi pokok-pokok mengenai format yang akan dipilih, pengarang atau penerbit, dan masalah prosedural lainnya (Sullivan, 2005: 31).
2.3.1 Seleksi Sedangkan Evans dan Saponaro (2005: 9) mengatakan bahwa seleksi adalah proses memutuskan bahan pustaka yang untuk diperoleh sebagai koleksi perpustakaan. Dalam pemilihan bahan pustaka, pustakawan perlu memperhatikan kondisi pemustaka yang dilayani dengan cara melakukan survei lapangan. Memurut Taslimah Yusuf (1996: 70), ada beberapa prinsip yang dapat dilaksanakan agar efisien dan efektif dalam memilih bahan pustaka, yaitu: 1. Prinsip relevansi, yaitu bahan pustaka yang dipilih hendaknya relevan dengan tujuan perpustakaan 2. Prinsip individualisasi, yaitu bahan pustaka berorientasi pada minat dan kebutuhan pemakai. Ditinjau dari kebutuhan pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi pemustaka yang dilayani. 3. Prinsip kelengkapan, bahan pustaka diupayakan agar selalu lengkap. Sebagai konsekuensinya, ada beberapa bahan pustaka yang tidak diminati karena kurang sesuai dengan kebutuhan pemustaka
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
20
4. Prinsip kemutakhiran, bahan pustaka yang dipilih berisi informasi mutakhir. Hal ini sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar pemustaka selalu memperloleh informasi terbaru sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut Siti Sumarningsih (2001: 3), agar proses seleksi dan pengembangan koleksi dapat berjalan dengan baik sebaiknya dibuat ‘pedoman kebijaksanaan seleksi’, agar dapat menjadi acuan bagi para petugas perpustakaan, hal ini dapat membantu sebelum pembelian, yaitu: a.
Menentukan agen atau penerbit yang akan dihubungi
b.
Bahan perpustakaan apa yang dapat/tidak dapat dibeli (ada unsur sensor)
c.
Rencana anggaran, sehingga dapat ditentukan mana yang diprioritaskan
d.
Mengadakan kerjasama dengan perpustakaan lain, untuk mengetahui bahanbahan apa yang ada di perpustakaan tersebut
e.
Bahan pustaka apa yang dapat di keluarkan/disiangi Menurut Evans dan Saponara, (2005: 69-70) terdapat beberapa langkah
umum dalam proses seleksi. Pertama, selektor harus mengidentifikasi koleksi yang dibutuhkan sesuai subjek dan jenis bahan pustaka. Langkah selanjutnya menentukan berapa banyak uang yang tersedia untuk pengembangan koleksi dan dialokasikan untuk setiap subjeknya, merencanakan bahan pustaka yang berguna dan potensial untuk diperoleh, dan terakhir melakukan pencarian yang diinginkan. Dalam melakukan pencarian dan penentuan terhadap bahan pustaka yang diinginkan dapat menggunakan alat bantu seleksi yang berisi sumber-sumber informasi. Sumber-sumber informasi ini seperti: katalog penerbit, bibliografi, buletin, abstrak, brosur, terbitan baru, dan lain-lain. Sumber informasi yang juga sangat diperlukan adalah yang memberi gambaran tentang isi buku, harga, dan toko buku yang menyediakan. Sumber seleksi yang lain adalah saran dari pengunjung, serta berpedoman kepada koleksi yang sudah
ada, baik untuk
menambah judul bahan pustaka maupun jumlah eksemplar untuk judul yang dibutuhkan. Untuk mengetahui bidang/subyek yang diminati pemustaka, jenis bahan pustaka yang diperlukan, termasuk jenis layanan yang dikehendaki, maka pustakawan melakukan survei minat pemakai, yaitu dengan membuat instrumen,
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
21
mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data serta membuat laporan hasil survei dari minat pemustaka.
Selain survei minat pemustaka dilakukan pula
survei bahan pustaka, yaitu kegiatan mengamati langsung keadaan bahan pustaka di toko buku, pameran, dan perpustakaan lainnya untuk mengetahui koleksi anak apa saja yang terbaru, dengan berbagai jenis ragam serta perbandingan harganya. Hasil survei ini sangat penting artinya bagai proses penseleksian bahan pustaka (Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Daerah, 2006: 22-23). Kriteria seleksi membentuk dasar untuk membuat keputusan tentang apa yang akan ditambahkan pada koleksi. Meskipun beberapa kriteria bisa berlaku untuk seluruh koleksi, tetapi beberapa perbedaan harus dibuat. Dalam kasus koleksi anak-anak, tingkat kemampuan membaca adalah yang paling nyata. Kriteria seleksi merupakan isu yang paling sering ketika pertanyaan muncul tentang kesesuaian yang dikerjakan anak-anak, atau untuk anak usia tertentu (Sullivan, 2005: 34). Dalam seleksi buku, pustakawan harus mencari buku yang akan membantu anak-anak untuk mengembangkan pikiran, imajinasi, keingintahuan, dan kreativitas. Termasuk materi-materi yang mengeksplorasi dunia nyata dan dunia imajinasi dari masa lalu, masa kini, dan masa depan, serta materi-materi yang menyediakan informasi baru. Dengan menyediakan materi yang mengenalkan anak-anak baik budaya, negara, dan keadaan sosial mereka sendiri maupun budaya, negara dan keadaan sosial yang berbeda, perpustakaan dapat membantu anak mengembangkan pemahaman tentang dunia (Connor, 1990 : 28). IFLA Guidelines for Children’s Libraries Services menjelaskan dalam pengembangan koleksi dan layanan untuk anak, dalam hal ini pustakawan harus melakukan seleksi bahan pustaka perpustakaan yang: a. Berkualitas tinggi b. Sesuai dengan umur c. Terbitan terbaru dan akurat d. Merupakan sebuah refleksi dari berbagai nilai-nilai dan opini e. Merupakan sebuah refleksi dari kebudayaan komunitas lokal f. Merupakan sebuah pengenalan ke komunitas yang lebih global
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
22
2.3.2 Pengadaan Pengadaan adalah proses memperoleh buku dan materi lainnya utk perpustakaan. proses tersebut meliputi kegiatan seperti pemilihan, pemesanan, dan penerimaan materi perpustakaan bagi perpustakaan. Pengadaan adalah proses mendapatkan bahan perpustakaan yang sudah melalui proses penyeleksian (Sulistyo, 2006: 28-1). Perlu diperhatikan bahwa pengadaan bahan pustaka tidak hanya terdiri dari buku tetapi juga nonbuku, audiovisual dan elektronik yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu bahan pustaka dapat mendorong anak untuk selalu belajar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam garis besarnya pengadaan
dapat berasal dari berbagai sumber
seperti: a.
Pembelian Pengadaan buku paling mudah dapat dilakukan dengan cara pembelian,
dan ini harus sesuai dengan anggaran yang telah direncanakan. Pembelian bahan pustaka di kalangan instasi Pemerintah, terikat dengan ketentuan yang terdapat di dalam Keputusan Pemerintah/Presiden tentang pengadaan barang dan jasa. Pembelian buku dapat dilaksanakan dengan cara membeli dari toko buku atau agen buku (vendor), memesan toko buku dalam atau luar negeri, memesan dari penerbit. b.
Tukar-menukar Selain melalui pembelian, pengadan koleksi di perpustakaan yang
dilakukan dengan cara pertukaran. Bahan pustaka yang diperoleh melalui pertukaran mempunyai potensi besar dalam pengembangan koleksi suatu perpustakaan karena bahan pustaka akan diperoleh secara cuma-cuma selama bahan pustaka tersebut sesuai dengan tujuan perpustakaan. Pertukaran bahan pustaka antar perpustakaan mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
Untuk memeperoleh bahan pustaka tertentu tidak dapat dibeli di toko buku, penerbit, agen, atau yang tidak tersedia karena alasan lain, misalnya terbitan pemerintah, sebagian majalah-majalah yang diterbitkan lembaga pendidikan, dan lain-lain yang dikirim hanya melalui pertukaran.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
23
Melalui pertukaran akan memberi jalan bagi perpustakaan untuk memanfaatkan bahan pustaka yang duplikasi atau penerimaan hadiah yang tidak sesuai.
Dengan pertukaran akan memberi peluang untuk mengembangkan kerja sama yang baik antar perpustakaan (Yuyu, et al., 1999 : 56).
c.
Hadiah atau Sumbangan Bahan pustaka yang diperoleh lewat hadiah sangat penting untuk
mengembangkan perpustakaan. Perpustakaan yang menerima bahan pustaka berupa hadiah dapat menghemat baiaya pembelian. Meskipun demikian hadiah yang diterima tanpa diminta, besar kemungkinan tidak sesuai dengan tujuan perpustakaan. Apabila hadiah yang diterima tidak cocok dengan tujuan perpustakaan, hadiah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertukaran atau dihibakan kepada perpustakaan lain. Lain halnya apabila hadiah yang didapatkan atas permintaan sendiri biasanya sudah melalui proses seleksi sehingga bahan pustaka tersebut memenuhi kebutuhan perpustakaan (Syihabbudin, dkk., 2003: 95-96). d. Membuat/menerbitkan Sendiri Selain melalui pembelian, pertukaran, sumbangan/hadiah, pengadaan bahan pustaka dapat dilakukan juga dengan menerbitkan sendiri, misalnya membuat kliping atau bahan pustaka lainnya yang dibuat oleh perpustakaan itu sendiri.
2.3.3 Pengolahan Pengolahan atau Processing adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan sejak bahan pustaka diterima di perpustakaan sampai dengan siap digunakan oleh pemakai. Tujuannya agar semua koleksi dapat ditemukan atau ditelusur dan dipergunakan dengan mudah oleh pemakai. Prinsip-prinsip pengolahan adalah (a) mempermudah
pengaturan,
penataan,
dan
penempatan,
(b)
membantu
mempermudah penelusuran oleh pemakai, (c) tersedianya sarana penelusuran, (d) terindentifikasinya semua koleksi dengan rapi dan baik, (e) terpenuhinya sebagai kelengkapan sumber informasi, seperti label, nomor panggil, dan kartu-kartu katalog yang dijajarkan menurut sistem tertentu, (f) konsistensi penggunaan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
24
standar pengolahan sehingga mudah dijadikan pedoman lebih lanjut, artinya tidak mudah berubah (Sutarno, 2005: 103-104). Pengolahan bahan pustaka terdiri dari kegiatan sebagai berikut: 1.
Membuat Identifikasi Koleksi, yaitu diawali dengan registrasi, yakni mencatat identitas bahan pustaka pada buku induk atau kartu indeks (cardek) dan sejenisnya atau secara elektronis ke pangkalan data komputer. Kemudian dilakukan pengecapan atau stempel perpustakaan pada halaman/bagian tertentu yang menandakan atau sebagai bukti bahwa koleksi tersebut milik perpustakaan (Sutarno, 2006:179-180).
2.
Klasifikasi adalah kegiatan menganalisis bahan pustaka dan menentukan notasi yang mewakili subyek bahan pustaka dengan memakai sistem klasifikasi tertentu. Sistem klasifikasi yang digunakan untuk Pepustakaan Umum adalah sistem klasifikasi Desimal Dewey (Dewey Decimal Clasification - DDC).
3.
Katalogisasi adalah kegiatan membuat deskripsi data bibliografi suatu bahan pustaka menurut standar/peraturan tertentu. Hasil mengatalogisasi dapat berupa deskripsi (entri) yang dibuat dalam bentuk kartu (kartu katalog) atau yang dimuat pada pangkalan data (komputer).
4.
Pembuatan kelengkapan pustaka adalah kegiatan menyiapkan dan membuat kelengkapan pustaka agar pustaka itu siap pakai, seperti label buku, kartu buku dan kantongnya, slip buku dan lain-lain. Setiap buku harus dibuatkan label yang berisi nomor/kode panggil untuk mengenal atau mengetahui dengan cepat buku yang dicari (Perpusnas, 2006: 26-28).
5.
Penyusunan koleksi, yaitu kegiatan yang dilakukan setelah bahan pustaka selesai diproses dan dilengkapi dengan berbagai kelengkapan tersebut. Kemudian bahan pustaka segera disusun atau diatur pada rak untuk dilayankan kepada pemustaka. Seperti diketahui bahwa terdapat bahan pustaka yang ukurannya berbeda dari yang standar, terlalu besar ataupun kecil. Untuk menjaga susunan yang rapi, maka koleksi yang ukurannya “ekstra” tersebut sebaiknya ditempatkan tersendiri, dengan disertai informasi agar pemustaka tidak sulit menemukannya (Sutarno, 2006:185).
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
25
Anak-anak yang menggunakan perpustakaan sering mencari bagaimana mereka bisa menjadikan tata letak dari perpustakaan tersebut dapat memuaskan minat mereka. Mereka mulai memahami bahwa perpustakaan dirancang disusun pada satu kesatuan di subjek kesukaan mereka dan subjek itu pun telah disusun secara numerik dengan Dewey Decimal Code yang mengarahkan mereka dalam melakukan pencarian yang mereka butuhkan (Lushington, 2008 : 3). Untuk bukubuku fiksi, perpustakaan dapat membaginya dalam tiga kelas besar yaitu kelas misteri, fantasi dan cerita nyata sedangkan untuk buku-buku non fiksi dapat diklasifikasikan sesuai dengan sistem klasifikasi yang ada di perpustakaan (Connor, 1990: 18).
2.3.4 Pelestarian dan Penyiangan Pelestarian (preservation) menurut definisi yang diberikan oleh IFLA, mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka, keuangan, ketenagaan, metoda dan teknik, serta penyimpanannya. Sedangkan pengawetan (conservation) menurut IFLA dibatasi pada kebijaksanaan dan cara khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi tersebut. Perbaikan (Restoration) merujuk pada pertimbangan dan cara yang digunakan untuk memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak. Maksud pelestarian ialah mengusahakan agar bahan pustaka tidak cepat mengalami kerusakan sehingga menghindari pengeluaran uang yang lebih banyak yang disebabkan karena kurang perawatan. Koleksi yang dirawat dimaksudkan bisa menimbulkan daya tarik, sehingga orang yang tadinya segan/enggan membaca buku perpustakaan menjadi rajin mempergunakan jasa perpustakaan (Karmidi, 1997: 9). Tujuan perawatan dan pelestarian bahan pustaka adalah melestarikan kandungan informasi bahan pustaka dengan alih bentuk menggunakan media lain atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin agar bahan pustaka itu dapat digunakan secara optimal dalam jangka waktu yang cukup lama. Perawatan koleksi bahan pustaka meliputi kegiatan-kegiatan, yaitu reproduksi bahan pustaka, penjilidan dan laminasi dan pencegahan faktor-faktor perusak koleksi.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
26
Reproduksi dilakukan untuk merawat bahan pustaka yang langka dan mudah rusak. Reproduksi dapat dilakukan dengan cara membuat fotokopi bahan pustaka yang rusak tetapi teksnya masih dapat dibaca, mereproduksi bahan pustaka ke dalam bentuk lain (CD-ROM dan Mikrofilm), membuat duplikat untuk bahan pustaka seperti mikro, video, kaset dan sebagainya. Kegiatan yang kedua adalah penjilidan dan laminasi. Bahan pustaka yang perlu dijilid sudah rusak atau yang rentan rusak (Yuyu, et al., 1999:182). Untuk bahan perpustakaan yang akan dilestarikan harus ditentukan lebih dahulu. Tidak mungkin semua bahan dilestarikan, dan tentu ini tidak dikehendaki. Beberapa bahan pustaka sengaja dipilih untuk tidak dilestarikan dan beberapa dipilih untuk dilestarikan. Dalam memilih bahan yang akan dilestarikan ada 4 faktor yang harus menjadi pertimbangan yaitu, subyek, format, usia bahan dan penggunaan bahan tersebut. (Karmidi, 1997:274) Selanjutnnya, kegiatan perawatan yang terakhir merupakan kegiatan perawatan bersifat preventif, yaitu pencegahan faktor-faktor perusak koleksi. Kerusakan bahan pustaka itu secara garis besar dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (Yuyu, et al. 1999: 185-190) a.
Faktor fisik seperti debu/udara, suhu, kelembaban, cahaya matahari dan abrasi (keausan), yaitu yang disebabkan perlakuan kurang tepat pada bahan pustaka dalam pengiriman penempatan pada rak, frekuensi pemakaian, dan lain-lain. Cara mengatasi penyebab dari faktor fisik sebagai berikut : 1. Bahan pustaka diperlakukan dengan hati-hati pada waktu pengiriman, penempatan, pengambilan pada rak, waktu membaca, membuka dan menutup buku. 2. Bahan yang mudah rusak perlu dijilid terlebih dahulu 3. Hendaknya kebersihan gedung dipelihara dengan baik 4. Usahakan agar penempatan bahan pustaka tidak langsung kena sinar matahari
b.
Faktor kimiawi atau iklim penyebabnya seperti kelembaban udara yang derajat kelembaban nisbinya lebih dari 65% akan mempercepat kerusakan bahan pustaka. Suhu udara yang tinggi dalam udara yang lembab merupakan factor penyebab kerusakan kertas dan bahan lainnya. Reaksi kimiawi yang
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
27
terjadi karena proses oksidasi dan hidrolisa bahan selulose merupakan salah satu bahan campuran kertas. Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh gasgas pada konsentrasi tinggi. Cara mengatasi factor kimiawi sebagai berikut : 1. Kelembaban udara dapat dikurangi dengan pengaturan ventilasi ruangan yang baik, penempatan koleksi di rak tidak padat, dan memasang kipas penghisap udara (exhaustfan). 2. Suhu ruangan dapat diatur dengan ventilasi atau dengan alat pendingin udara dengan suhu sekitar 20ْC-21ْC dengan kelembaban nisbi sebesar 50ْC. 3. Jangan menempatkan bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa kuat dalam ruang koleksi perpustakaan 4. Mengatur peredaran udara yang baik dalam ruang perpustakaan. c.
Faktor hayati penyebabnya seperti cendawan, serangga-serangga, hewan pengerat terutama tikus dan manusia dalam hal pemakaian bahan pustaka. Cara mengatasi ada banyak cara seperti memelihara kebersihan ruangan, mengadakan fumigasi, menghindari adanya debu, kotoran, minyak atau bahan organic lainnya pada kertas dan lain-lain.
d.
Faktor-faktor lain yang disebabkan oleh banjir, gempa bumi, api, dan manusia. Hal tersebut dapat diatasi dengan penanggulangan bencana alam yang baik. Didalam perpustakaan sudah ada pengamanan terhadap koleksi apabila terjadi bencana alam. Pelestarian/perawatan koleksi merupakan bagian pengelolaan koleksi yang
meliputi pelbagai kegiatan yang bertujuan menjaga kemutakhiran dan daya guna koleksi perpustakaan. Penyiangan atau deseleksi, yaitu usaha untuk mengeluarkan atau menarik bahan pustaka dari koleksi. Sebelum bahan pustaka dimasukkan dalam jajaran koleksi perpustakaan, bahan tersebut harus dievaluasi. Demikian juga koleksi yang telah ada, re-evaluasi tetap diperlukan secara periodik untuk melihat apakah nantinya bahan pustaka masih bernilai bagi pemustaka (Syihabuddin, et al., 2003: 97). Definisi lainnya menurut Gorman dan Howes (1989: 323) mengatakan bahwa penyiangan adalah kegiatan mengidentifikasi, memilih dan mengeluarkan bahan pustaka dari jajarannya, untuk ditetapkan sebagai bahan pustaka hasil
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
28
penyiangan, seperti dipindahkan ke tempat lain, dihibahkan, ditukarkan, atau dimusnahkan. Masalah dari kurangnya tempat penyimpanan umumnya menjadi alasan dalam penyiangan. Namun tidak hanya itu, terdapat beberapa alasan dan kriteria untuk melakukan penyiangan sebagai berikut: 1. Bahan pustaka sudah tidak update atau ketinggalan zaman 2. Subjek tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengguna perpustakaan 3. Bahan pustaka yang secara fisik sudah tidak terpakai karena terlalu rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi 4. Bahan pustaka yang isinya tidak lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan gantinya 5. Tersedianya edisi yang lebih baru sehingga yang lama dapat dikeluarkan dari koleksi 6. Bahan pustaka yang jumlahnya terlalu banyak, tetapi frekuensi pemakaiannya rendah 7. Komunitas membutuhkan perubahan 8. Biaya penyimpanan atau kurang tempat penyimpanan Sebelum melakukan penyiangan dengan cara dipindahkan ataupun dimusnahkan, sebaiknya perpustakaan melakukan verifikasi atau stock opname, yaitu salah satu cara menghitung kembali koleksi perpustakaan yang dilakukan untuk memantau dan juga menyisihkan bahan pustaka tidak dijamah pembaca atau tidak sesuai dengan selera dan kebutuhan pemustaka. Kegiatan penyiangan perlu dilakukan minimal 1 tahun sekali atau tiga tahun. Tujuannya untuk menjaga keseimbangan koleksi dan menyisihkan bahan pustaka yang informasinya sudah kadaluarsa, sehingga perlu diganti dengan buku yang memuat informasi terbaru (Taslimah, 1996: 99-100). Dengan mengikuti tahapan kegiatan pengembangan koleksi diharapkan dapat diaplikasikan di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
29
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Creswell,
(1994: 150-151) pendekatan kualitatif merupakan sebuah proses investigasi. Secara bertahap peneliti berusaha memahami fenomena sosial dengan membedakan, membandingkan, meniru, mengkatalogkan, dan mengelompokkan objek studi. Peneliti memasuki dunia informan dan melakukan interaksi terus menerus dengan informan, dan mencari sudut pandang informan. Selain itu, Creswell juga menambahkan bahwa salah satu karakterikstik permasalahan penelitian kulitatif yaitu berusaha menggambarkan atau menjelaskan secara lebih mendalam suatu fenomena dan untuk mengembangkan suatu teori. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus yang merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas. Menurut Stake dalam Creswell (2010: 20), peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus ini, peneliti akan menganalisis proses pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai proses pengembangan koleksi anak, di Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor. Dilihat sebagai suatu kasus yang perlu dicari jawabannya. Kasus pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor yang memfokuskan kebijakan pengembangan koleksi serta mencerminkan gambaran yang merupakan suatu unsur-unsur proses saling mempengaruhi satu sama lain.
29 Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
30
3.2 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah para staf perpustakaan di Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor khususnya dalam mengembangkan koleksi anak di Ruang Baca Anak. Sedangkan yang menjadi Objek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini adalah proses pengembangan koleksi anak di Ruang Baca Anak antara lain mencakup seleksi, pengadaan, pengolahan, pelestarian dan penyiangan.
3.3 Pemilihan Informan Pengumpulan data dilakukan peneliti melalui wawancara mendalam yang merupakan sumber data primer dalam penelitian ini. Proses wawancara mendalam tersebut melibatkan narasumber/informan yang memiliki relevansi dengan masalah yang diangkat oleh peneliti. Mereka adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi mengenai situasi atau kondisi dari latar penelitian (Moleong, 2005 : 132). Menurut Neuman, ada empat karakteristik ideal seorang informan, yaitu : a. The informant is totally familiar with the culture and is in position to witness significant events. b. The individual is currently involved in the field. c. The person can spend time with the researcher. d. Nonanalytic individual make better informant. ( Neuman, 2003:394) Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti, yaitu informan yang dapat memberikan informasi mengenai pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini, nama informan diatas telah
disamarkan untuk menjaga kerahasiaan informan sesuai dengan
keinginan informan. Informan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Yati, selaku Kepala Seksi Pengelolaan Perpustakaan bertanggung jawab mengelola perpustakaan 2. Indra, selaku Fungsional Pustakawan yang bertanggung jawab dalam pengembangan koleksi bahan pustaka 3. Rita, selaku Fungsional Pustakawan yang bertanggung jawab dalam pengembangan koleksi bahan pustaka
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
31
4. Ahmad, selaku Fungsional Pustakawan yang bertanggung jawab dalam pengembangan koleksi bahan pustaka 5. Wati, selaku staf pelayanan dan calon Fungsional Pustakawan yang turut membantu dalam pengolahan koleksi bahan pustaka
3.4 Teknik Pengumpulan Data Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data mentah yang dilakukan melalui berbagai tahap. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap pengumpulan data diantaranya, yaitu observasi dan wawancara. a.
Observasi Observasi merupakan suatu pengamatan. Peneliti melakukan observasi
tidak terstruktur, yaitu observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Peneliti akan mempersiapkan pencatatannya secermat mungkin menyangkut perilaku dan kejadian yang terkait dengan apa yang akan diteliti yang berlangsung tanpa mempradisain kategori khusus dari perliaku. Pengamatan ini dilakukan terhadap keadaan koleksi yang terdapat di rak-rak, baik penataan maupun kondisi fisik dari koleksi. Peneliti juga akan mengamati kondisi ruangan dan sikap pustakawan yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan koleksi. b. Wawancara Dalam penelitian ini, peneliti memilih menggunakan wawancara semi terstruktur kepada lima orang informan. Peneliti telah mempunyai gambaran umum pertanyaan yang akan diajukan yang sesuai dan relevan dengan informasi yang ingin peneliti dapatkan, yaitu mengenai kebijakan terhadap seleksi, pengadaan, pengolahan, pelestarian, dan penyiangan. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam wawancara ini, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan juga menggunakan alat perekam suara serta mencatat apa yang dikemukakan informan.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
32
3.6 Pengolahan dan Analisis Data Setelah melakukan teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi, maka data mentah yang terkumpul tersebut selanjutnya adalah pengolahan dan analisis data. Pengolahan dilakukan bersamaan dengan analisis data. Analisis data kualitatif dilakukan apabila data empris yang diperoleh adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori/struktur klasifikasi. Menurut Miles dan Huberman, kegiatan analitis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan atau merupakan proses siklus dan interaktif pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. a. Reduksi Data Reduksi data merupakan bagian analisis yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi
data
merupakan
suatu
bentuk
analisis
yang
menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir tersusun. b. Penyajian Data Penyajian data, yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data
digunakan dengan melihat kecenderungan kognitif
manusia adalah menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam kesatuan bentuk yang disederhanakan dan selektif atau konfigurasi yang dipahami. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dewasa ini juga dapat dilakukan dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan yang dirancang untuk menggabungkan informasi dalam bentuk yang padu dan mudah diraih. Jadi, penyajian data merupakan bagian dari analisis. Merancang deretan dan kolom-
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
33
kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis dan bentuk data harus dimasukkan ke dalam kotak-kotak matriks merupakan kegiatan analisis. c. Menarik Kesimpulan Kegiatan analisis yang ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Ketika kegiatan pengumpulan data dilakukan, seorang penganalisis kualiatif mulai mencari
arti
benda-benda,
mencatat
keteraturan,
pola-pola,
penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Mulamula kesimpulan belum jelas, tetapi kemudian kian meningkat menjadi lebih terperinci. Kesimpulan atau kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Singkatnya makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekukuhannya, dan kecocokanya, yakni yang merupakan validitasnya. Jika tidak demikian, yang kita miliki adalah cita-cita yang menarik mengenai sesuatu yang terjadi dan yang tidak jelas kebenarannya dan kegunaannya (Silalahi, 2009: 339-341).
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
34
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Profil KAPD Kabupaten Bogor Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Bogor mulai beroperasi sejak tahun 2002 menempati lahan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor seluas 1301 m2 dengan luas bangunan 998 m2, yang beralamat di Jalan Bersih No 5, Kelurahan Tengah, Cibinong, Bogor. Telepon (021) 8754781. Letak perpustakaan berada di kompleks perkantoran PEMDA Cibinong, dari sebelah utara berbatasan dengan Kantor Departemen Perhutanan, sebelah timur berbatasan dengan Kantor Departemen Agama, dari sebelah selatan berbatasan dengan Kantor Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia, dan sebelah timur berbatasan dengan Kantor Dinas Tenaga Kerja. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor dalam keberadaannya mengalami beberapa perubahan dari mulai UPT Perpustakaan Umum Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dibawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan SK Bupati Bogor tanggal 20 Agustus 1992. Kemudian pada tahun 1996 berubah menjadi Kantor Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor Tingkat II Bogor berdasarkan Peraturan Daerah No. 6 tahun 1996 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor Tingkat II Bogor. Pada tahun 2002 Kantor Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor berubah kembali menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Perpustakaan pada Dinas Pendidikan dibentuk berdasarkan SK. Bupati No. 11.D tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas) Perpustakaan pada Dinas Pendidikan. Pada tahun 2004 UPTD Perpustakaan Kabupaten Bogor berubah kembali dan bergabung dengan Kantor Arsip Daerah Kabupaten Bogor. Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 35 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor yang kini telah disempurnakan dengan Perda Kabupaten Bogor No. 12 tahun 2008 tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah. 34 Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
35
Visi dari Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor adalah “Terwujudnya Profesionalisme Bidang Kearsipan dan Perpustakaan”. Dalam mencapai misi tersebut, maka dirumuskan misi sebagai sebagai berikut: 1. Menjadikan KAPD Sebagai pusat Arsip Daerah dalam menunjang akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Bogor. 2. Mengembangkan minat dan budaya baca masyarakat. 3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Kearsipan dan Perpustakaan yang profesional dan mandiri. 4. Meningkatkan kinerja kearsipan dan perpustakaan yang berbasis teknologi informasi . 5. Meningkatkan kinerja kantor dalam penyelenggaraan kearsipan dan perpustakaan . Sedangkan visi dari Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor itu sendiri adalah
“Memberdayakan
Kabupaten Bogor”.
Perpustakaan
Guna
Mencerdaskan
Masyarakat
Dalam mencapai Visi tersebut, maka dirumuskan Misi
sebagai berikut: 1. Membina, mengembangkan dan mendaya gunakan Perpustakaan. 2. Meningkatkan kecerdasan masyarakat dalam informasi ilmu pengetahuan. 3. Menyelenggarakan layanan Perpustakaan Umum. 4. Mengembangkan minat baca masyarakat, meningkatkan kemampuan SDM Pengelola Perpustakaan Umum. Sasaran yang ingin dicapai oleh Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: 1. Mencerdaskan kehidupan bangsa 2. Menjadi pusat pendidikan non-formal 3. Menumbuhkan budaya baca masyarakat yang berkelanjutan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah, pada bagian kesembilan paragraf pertama tentang Susunan Organisasi Pasal 103, yang terdiri dari Kepala Kantor, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Dokumentasi Elektronik, Seksi Pengelolaan dan Pelestarian Arsip, Seksi Pengelolaan Perpustakaan, dan Kelompok Jabatan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
36
fungsional.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bagan struktur organisasi Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah (KAPD) Kabupaten Bogor . Struktur Organisasi
KAPD D Kabupaten Bogor dipimpin oleh Kepala Kantor yang mempunyai tugas membantu bupati dalam memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan kebijakan teknis kantor dalam melaksanakan kewenangan di Bidang Arsip dan Perpustakaan Daerah sesuai lingkup tugasnya. Kepala Kantor membawahi Sub Bagian Tata Usaha, Kelompok Jabatan Fungsional dan tiga seksi, yaitu Seksi Pengelolaan Perpustakaan, Perpustakaan Seksi Dokumentasi Elektronik, dan Seksi Pengelolaan dan Pelestarian Arsip. Arsip Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor dalam menyusun dan melaksanakan pengelolaan ketatausahaan kantor. Kelompok Jabatan Fungsional adalah Kelompok Pegawai Negeri eri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan profesinya dalam rangka kelancaran tugas Pemerintah Daerah. Kelompok ini bisa berada di Kantor Arsip maupun Perpustakaan. Perpustakaan Seksi Dokumentasi Elektronik mempunyai tugas membantu Kepala Kantor dalam menyusun dan melaksanakan Dokumentasi Elektronik. Seksi Pengelolaan dan Pelestarian Arsip mempunyai tugas membantu Kepala Kantor dalam menyusun dan melaksanakan Pengelolaan dan Pelestaria Pelestarian
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
37
Arsip. Seksi Pengelolaan Perpustakaan mempunyai tugas membantu Kepala Kantor dalam menyusun dan melaksanakan Pengelolaan Perpustakaan. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor dikepalai oleh Kepala Seksi Pengelolaan Perpustakaan yang mempunyai fungsi menyusun petunjuk teknis pengelolaan Perpustakaan, melaksanakan Program Perpustakaan, dan Pembinaan Sumber Daya Manusia di bidang Perpustakaan. Dalam mengelola perpustakaan, Kepala Seksi dibantu oleh 16 staf seksi pengelolaan perpustakaan dibantu yang termasuk didalamnya tiga orang dari kelompok jabatan fungsional pustakawan. Berikut ini uraian tugas secara umum untuk staf perpustakaan. Terdapat empat orang petugas bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan terhadap pengunjung perpustakaan (pemustaka). Bertanggung jawab melaksanakan penertiban Administrasi Keuangan terdapat empat staf perpustakaan. Lima staf perpustakaan bertugas menjaga kebersihan dan keamanan. Yang termasuk ke dalam staf perpustakaan sekaligus kelompok jabatan fungsional terdapat tiga orang pustakawan yang memiliki tugas membantu kepala seksi dalam mengelola perpustkaan dan bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan serta penataan Koleksi Bahan Pustaka. Kepala seksi perpustakaan bertugas mengarahkan dan mengawasi kegiatan layanan perpustakaan dan ikut bekerjasama dengan pustakawam dalam pengembangan koleksi perpustakaan. Sistem layanan perpustakaan KAPD Kabupaten Bogor bersifat terbuka (Open Access). Layanan terbuka berarti pemustaka bebas untuk mencari dan mendapatkan koleksi yang dibutuhkan langsung ke rak. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor ini baru saja menyediakan sistem penelusuran koleksi yang terotomasi. Jadi pemustaka yang ingin mencari buku dapat menggunakan katalog online atau langsung mencari ke rak-rak buku dengan petunjuk keterangan koleksi yang ada di setiap buku. Perpustakaan membuka waktu pelayanan setiap hariSenin sampai dengan Jum’at, pukul 08.00 s.d 15.00 WIB, Sabtu, pukul 08.00 s.d 12.00 WIB. Pada hari Minggu dan Hari Besar Negara layanan perpustakaan ditutup. Kegiatan layanan perpustakaan yang dilaksanakan oleh Perpustakaan Kabupaten Bogor, sebagai berikut: 1. Layanan Informasi tentang Perpustakaan, yaitu layanan pemberian penjelasan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
38
mengenai informasi perpustakaan daerah dan penggunaan perpustakaan daerah 2. Layanan Membaca di tempat dan layanan sirkulasi buku, yaitu layanan kepada pengguna jasa perpustakaan daerah dalam pemesanan, peminjaman dan pengembalian bahan perpustakaan beserta penyelesaian administrasinya 3. Layanan Audiovisual dan Internet, yaitu layanan informasi yang bersumber dari bahan audiovisual atau pandang dengar sedangkan internet merupakan layanan informasi terseleksi, informasi mutakhir atau retrospektif yang bersumber dari internet 4. Layanan bimbingan Karya Ilmiah, Observasi, dll. layanan memberikan bimbingan,
petunjuk
atau
panduan
terhadap
kelompok
pembaca/pengguna/diskusi dalam bidang tertentu, misalnya membimbing dalam pembuatan karya ilmiah, observasi dan lain-lain. 5. Layanan Referensi adalah layanan pemberian informasi kepada pengguna perpustakaan daerah melalui pemberian bantuan dengan menunjukkan informasi atau sumber informasi dapat ditemukan/diperoleh. 6. Layanan Membaca melalui Mobil Unit Keliling, yaitu layanan perpustakaan yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor.Sementara ini KAPD Kabupaten Bogor baru memiliki dua unit mobil Perpustakaan Keliling yang terus mengunjungi ekolah-sekolah dan tempat- tempat lain di Kabupaten Bogor
4.2 Koleksi Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor Koleksi perpustakaan umum terdiri dari bahan pustaka tercetak, bahan pustaka terekam, dan bahan pustaka elektronik yang dikumpulkan, diolah, disimpan, ditemu kembali, dan didayagunakan bagi pengguna. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor merupakan perpustakaan umum yang koleksinya diperuntukkan untuk semua kalangan masyarakat sehingga variasi penggunannya paling beragam dari perpustakaan lain pada umumnya. Hal ini tentunya berdampak pada keberagaman koleksi yang dimilikinya karena koleksi perpustakaan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kriteria dan jenis sebuah perpustakaan.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
39
Koleksi pustaka yang dimiliki Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor secara keseluruhan hingga tahun 2011 berjumlah terdiri dari 6.410 judul, 22.631 eksemplar yang terdiri dari : NOMOR KLAS
KLASIFIKASI
JUDUL EKSEMPLAR
000
KARYA UMUM
533
2.723
100
FILSAFAT DAN PSIKOLOGI
369
1.467
200
AGAMA
774
2.470
300
ILMU - ILMU SOSIAL
992
3.635
400
BAHASA
452
1.633
500
ILMU - ILMU MURNI
469
1.893
600
ILMU- ILMU TERAPAN
984
2.732
700
KESENIAN DAN OLAHRAGA
421
1.522
800
KESUSASTRAAN
942
2.973
900
GEOGRAFI DAN SEJARAH
474
1.577
Table 4.1 Jumlah Buku
Selain koleksi tercetak, KAPD Bogor juga memiliki koleksi majalah, koran, permainan, dan bahan audiovisual. Dari keseluruhan koleksi yang ada dipisahkan menjadi tiga ruang koleksi, yaitu: 1. Ruang baca umum Ruang baca umum berada di lantai satu dan dua, yang didalamnya berisikan koleksi umun yang terdiri dari sembilan kelas. Koleksi yang terdapat pada lantai satu merupakan kelas 000-500 dan pada lantai dua berisikan koleksi dengan kelas 600-900. Jumlah koleksi di ruang baca umum 16985 eksemplar. 2. Ruang referensi Ruang referensi berada di lantai dua bersebelahan dengan ruang koleksi umum yang berisikan koleksi referensi. Koleksi referensi di sini berjumlah 1484 eksemplar yang terdiri dari kamus, ensiklopedi, handbook,
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
40
bibliografi, laporan hasil penelitian, direktori, almanak, katalog, dan dokumen pemerintah. 3. Ruang Baca Anak Ruang baca anak berada dilantai bawah atau lantai satu yang didalamnnya berisikan koleksi yang diperuntukkan untuk anak. Ruangan ini dibuat dengan model lesehan yang dialasi karpet agar pemustaka anak dapat bermain dan belajar secara nyaman. Koleksi yang tersedia di sini seperti buku cerita anak, komik, ensiklopedia, dan majalah anak. Selain itu terdapat koleksi nonbuku yang disediakan diruangan ini seperti permainan edukatif (puzzle, lego, kartu, dan balok), boneka, DVD dan TV. Secara keseluruhan untuk koleksi anak yang tercetak dari kelas 000-900 berjumlah 4162 eksemplar.
Gambar 4.1 Ruang Baca Anak
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
41
Ruang baca anak ini juga dapat dimaknai sebagai layanan anak yang merupakan pelayanan di perpustakaan yang ditujukan untuk anak sampai umur 12-13 tahun, di dalamnya termasuk pengembangan koleksi anak muda, mendongeng, membantu pengajaran dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, bimbingan membaca, biasanya disediakan oleh pustakawan anak di ruangan khusus anak yang ada di perpustakaan umum (Reitz: 2004). Dalama Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Daerah (1992 : 35-40) juga disebutkan beberapa jenis layanan yang diberikan untuk anak di perpustakaan umum seperti peminjaman buku, bimbingan membaca, layanan rujukan, mendongeng (story telling), pertunjukkan film, pertunjukkan boneka, dan mainan anak. Dari kegiatan layanan yang disebutkan diatas sebagian besar sudah dilakukan Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor walaupun tidak maksimal dan rutin diadakan. Untuk mendukung kegiatan layanan anak ini agar berjalan lancar tentunya diperlukan koleksi anak seperti bacaan anak sesuai usia untuk bimbingan membaca, koleksi rujukan, DVD atau bahan audiovisual yang digunakan untuk pertunjukan film, boneka untuk mendongeng atau pertunjukan boneka, serta berbagai macam mainan yang dapat menumbuhkan daya kreativitas anak. Selain koleksi, hal yang tidak kalah penting adalah keberadaan pustakawan yang memastikan dan membuat kegiatan layanan ini berlangsung. Namun, sangat disayangkan di Ruang Baca Anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor ini belum mempunyai pustakawan anak khusus yang selalu siap sedia dalam membantu anak-anak dalam bimbingan membaca, layanan rujukan, atau saat kesulitan mencari buku. Sesuai dengan pengamatan peneliti, apabila anak-anak kesulitan suatu hal dan ingin bertanya, pemustaka harus mencari pustakawan ke luar ruangan karena seringnya tidak ada pustakawan yang berada di ruang baca anak. Tidak terdapat pustakawan atau staf perpustakaan yang ditugaskan secara khusus untuk melayani anak di ruang baca anak.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
42
4.3 Koleksi Anak Koleksi
anak
di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor memiliki
pengklasifikasian yang sama dengan koleksi umum. Bacaan anak terbagi menjadi sepuluh kelas dan disusun berdasarkan DDC (Dewey Decimal Classification), untuk koleksi majalah dan referensi seperti ensiklopedia anak dan kamus diletakkan di rak terpisah. Ragam Koleksi anak yang tersedia dari terdiri bacaan anak atau bahan pustaka tercetak, DVD, dan mainan. Tidak terdapat rekaman musik ataupun kaset yang berisikan lagu maupun dongeng. Koleksi anak tercetak yang tersedia adalah majalah anak, terdapat majalah Bobo dan Momby tetapi hanya majalah Bobo yang satu-satunya dilanggan, buku referensi seperti ensiklopedi anak dan kamus bergambar, serta bacaan anak. Koleksi bacaan anak yang tersedia seperti buku bergambar (bacaan dan cerita), buku bergambar prasekolah, seperti buku pengenalan huruf, angka, dan warna, cerita rakyat, dongeng, fiksi fantasi modern, buku teks sekolah, buku ilmu pengetahuan, dan komik anak dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dibandingkan komik remaja. Bacaan anak didominasi oleh buku cerita rakyat. Selain itu terdapat buku informasi dengan model tiga dimensi yang dikeluarkan saat ada kunjungan anak TK karena jumlah yang terbatas dikhawatirkan akan rusak apabila di susun di rak. Koleksi anak tidak tercetak terdiri dari koleksi audiovisual dan mainan anak. Koleksi audiovisual dengan format DVD terdapat 30 judul DVD mencakup film anak dan tayangan kegiatan belajar mengajar seperti, tata-cara salat dan doadoa. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pendidikan dan rekreasi anak-anak, bisa dinikmati untuk anak prasekolah yang belum bisa membaca dan hingga siswa sekolah menengah. Perpustakaan juga menyediakan permainan edukatif seperti puzzle (3 buah), balok-balok kayu, boneka (7 buah), dan lego dengan jumlah yang tidak banyak. Keadaan mainannya pun sangat disayangkan karena banyak yang sudah rusak,
hilang
dan
kurang
bervariasi
modelnya.
Menurut
Panduan
Penyelenggaraan Perpustakaan Daerah (1992 : 39-40) jenis mainan yang dapat disediakan di bagian layanan anak misalnya catur, lego, balok, halma, monopoli, dan lain-lain. Seharusnya pihak KAPD Bogor berinisiatif menambah koleksi
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
43
permainan anak karena mainan anak dapat meningkatkan pengembangan keterampilan, meningkatkan daya intelektual dan imajinasi anak. Koleksi mainan yang mendidik diharapkan dapat digunakan oleh anak-anak pra-sekolah. Ini disediakan pada kelompok usia dengan cara mempelajari tentang dunia mereka melalui bermain dan membangun dasar untuk membaca melalui pengembangan keahlian motorik dan kognitif (Sullivan, 2005: 37).
Gambar 4.2 Koleksi Mainan IFLA Guidelines for Children’s Libraries Services menyebutkan bahwa bahan pustaka di bagian anak-anak seharusnya mencakup berbagai pengembangan yang disesuaikan kebutuhan anak, yaitu dalam berbagai format, termasuk format tercetak (buku, majalah, komik, brosur). Sekarang kebutuhan membaca anak juga mengikuti perkembangan teknologi dengan seperti format media seperti (CD, DVD, kaset), mainan, permainan yang mendidik, komputer, perangkat lunak/software dan internet. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor masih belum sesuai dengan pedoman IFLA tersebut karena belum disediakan internet dan kaset dalam ruang koleksi anak. Dalam buku Fundamentals of Childen’s Services (Sullivan, 2005: 35-37) disebutkan jenis koleksi yang terdapat pada layanan anak-anak, salah satunya adalah koleksi untuk orang tua, yaitu buku yang memberikan saran-saran praktis tentang membesarkan anak. Saat observasi peneliti tidak menemukan koleksi orang tua di ruang baca anak. Namun, saat diwawancarai menurut Indra, koleksi untuk orang tua ada dengan jumlah yang tidak banyak tetapi tidak diletakkan di ruang baca anak melainkan di ruang umum karena diperuntukkan untuk orang dewasa bukan anak. Hal ini tentunya bertentangan dengan buku yang telah disebutkan diatas yang menyatakan bahwa koleksi orang tua sebaiknya terdapat
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
44
pada layanan anak dalam hal ini adalah ruang baca anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor. Internet belum disediakan untuk pemustaka anak, hanya boleh untuk anak usia diatas 13 tahun. Berikut ini alasan mengapa anak-anak belum diperbolehkan mengakses internet. Menurut Yati, Internet memang dikhususkan untuk dewasa dengan batasan usia 13 tahun ke atas, karena kondisinya kita belum sampai membimbing anak untuk belajar internet. Di sisi lain ketersediaan sarana masih kurang dan kepentingan anak untuk menggunakan internet belum terlalu dipandang perlu, justru membiasakan budaya baca. Jadi lebih diarahkan ke buku karena internet anak lebih cenderung bermain games. Hal yang sama disampaikan Ahmad bahwa internet belum diperuntukkan untuk anak-anak, karena untuk internet dibutuhkan perhatian ekstra, karena kalau salah-salah sedikit bisa fatal. Sekarang terkadang mencari sesuatu yang baik tetapi muncul sesuatu yang tidak baik oleh karena itu hal tersebut jangan sampai terkontaminasi kepada anak-anak. Apalagi petugas perpustakaan tidak bisa mengawasi penggunaanya karena masih punya pekerjaan yang lain atau keterbatasan SDM. Selain itu, dari segi fasilitasnya belum terpenuhi sehingga internet hanya khusus untuk dewasa. Padahal di zaman modern ini penting bagi anak-anak untuk dikenalkan dan diajarkan teknologi internet sebagai sarana pembelajaran dan pencarian informasi. Jadi internet hanya diperbolehkan untuk diakses apabila pemustaka anak didampingi dan diawasi penggunaannya oleh orang tua atau wali. Pustakawan dan staf perpustakaan seharusnya dapat membimbing dan mengawasi pemustaka anak dalam menggunakan internet akan tetapi keterbatasan SDM dan kurangnya inisiatif dari mereka untuk memfilter situs porno atau yang tidak sesuai dengan anak-anak tentunya menjadi hambatan untuk anak dapat belajar dan bermain menggunakan internet.
4.3.1 Sasaran Pemustaka Koleksi Anak Dalam Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Daerah (1992: 31) menyebutkan kegiatan Perpustakaan Umum yang menyediakan jasa dan koleksi untuk anak-anak yang menjadi sasarannya adalah anak-anak pra-sekolah sampai
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
45
usia 12-13 tahun. Sedangkan dalam Dictionary for library and information science (Reitz, 2004) disebutkan bahwa koleksi anak adalah suatu koleksi perpustakaan terdiri dari buku dan bahan pustaka lain yang dikategorikan secara khusus untuk anak berusia di bawah 12-13 tahun. Sasaran untuk koleksi anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor cenderung diperuntukkan untuk anak-anak yang sudah mulai belajar membaca, yaitu tingkat Taman Kanak-Kanak hingga kelas 6 SD, sekitar usia 4 tahun sampai 13 tahun. Sedangkan untuk peminjaman koleksi anak dengan mendaftar menjadi anggota perpustakaan tidak ada batasan usia akan tetapi untuk anak-anak tersebut harus menggunakan identitas/KTP orang tua untuk persyaratannya. Hal tentang sasaran koleksi dapat dilihat dari penuturan kepala seksi dan pustakawan. Rita menyampaikan sasaran untuk koleksi anak hingga SD atau awal SMP l, dari umur 4 tahun
sampai 13 tahun. Anak SMP terkadang butuh buku
pelajaran atau buku-buku remaja yang memenuhi kebutuhan mereka
yang
kebanyakan berada di ruang koleksi umum. Namun, terdapat pula anak SMP yang ke ruang baca anak untuk mencari tempat yang nyaman, yaitu lesehan. Hal serupa disampaikan Yati bahwa sasaran koleksi anak Untuk TK, dari usia 5 tahun sampai SD kelas 6. Di sini sebenarnya buku-bukunya juga diperuntukkan kalau yang sudah bisa baca jadi kalau yang belum bisa baca paling kita hanya ada permainan seperti lego atau puzzle. Belum terdapat koleksi untuk anak usia di bawah 3 tahun karena mungkin akan dibutuhkan pula pelebaran ruangan. Di sini belum menyediakan sarananya untuk batita karena untuk batita yang biasanya lebih menggunakan alat peraga, jadi dari umur 4 tahun ke atas mereka dapat bersosialisasi di sini. Ahmad: “Kalau untuk anak yang belum bisa membaca, secara spesifik koleksinya tidak ada ya. Di sini sih disediakan CD, tapi biasanya kalau CD, VCD ini khusus kunjungan untuk anak-anak TK, saat kunjungan baru dinyalakan audiovisualnya”. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa koleksi anak di perpustakaan ini masih hanya berfokus untuk anak yang sudah mulai dapat membaca. Koleksi anak untuk pembaca pemula dan bayi belum disediakan secara
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
46
khusus. Padahal, selayaknya perpustakaan umum dapat menyediakan koleksi untuk segala usia termasuk usia yang belum dapat membaca. Perpustakaan dapat memperluas sasaran pemustaka anak dengan menyediakan koleksi anak yang lebih beragam yang dapat dimanfaatkan untuk anak yang belum dapat membaca. Selain itu adanya fasilitas yang mendukung lainnya dengan memberikan fasilitas dan aktivitas dimana mereka dapat dengan nyaman memanfaatkan ruang koleksi anak ini. Walaupun sasaran koleksinya dimulai dari TK akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk anak usia balita atau batita memanfaatkan koleksi permainan yang dan VCD anak yang ada di sini meskipun dengan jumlah yang terbatas.
4.3.2 Anggaran Anggaran Perpustakaan didapatkan dari Pemerintah Daerah yang disesuaikan dengan APBD, biasanya jumlahnya tidak berbeda jauh dari tahun sebelumnya. Berikut ini merupakan proses turunnya anggaran yang di paparkan oleh Indra selaku pustakawan yang bertugas sebagai tim anggaran yang telah terangkum sebagai berikut. Indra: “Untuk anggaran perpustakaan awalnya dibuat rencana jangka panjang lima tahun tahun ke depan untuk pengembangan perpustakaan. Trus tiap tahun di buatkan rencana apa saja yang dibutuhkan. Misalnya untuk tahun pertama kebutuhannya apa dan kegiataannya apa saja, kira-kira anggaranya menghabiskan berapa. Jadi, sudah dipatok dari Bappeda ya, pagunya Bappeda setiap tahun berbeda, tergantung dari APBD terus kita buat rancangan kegiatan. Bappeda yang menentukan untuk kegiatan pusling sekian, pengadaan buku sekian. Untuk kegiatan baru bisa diajukan ke Bappeda, nanti bappeda setuju apa ngga. Kalau untuk pengadaan buku, awalnya Bappeda sudah memberikan pagu misalnya 80 juta angka tersebut bisa didapetin dari tahun lalu, terus diajukan kembali sesuai kode rekening subjek buku. Misalnya kalau untuk buku, kita ajukan jumlah buku dengan subjek agama, fiksi, sejarah dan lain-lain yang sesuai dengan kode
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
47
rekening dengan jumlah yang sudah kita tentukan. Setelah mengajukan, kita harus menunggu waktu cukup lama sampai verifikasi, ketok palu, makanya untuk kegiatan yg akan diadakan misalnya 2012 harus udah direncanakan dan diurus setahun sebelum pelaksanaan, karena proses persetujuan dari atas lama. Setelah sudah ketok palu, berarti sudah disetujui anggaran untuk buku yang telah diajukan ini. Nah di sini ini pustakawan melakukan tugasnya dalam memilih buku, misalnya untuk ilmu social perlu berapa judul dan eksemplarnya dengan budget dan jenis yang telah diverifikasi sebelumnya. Pustakawan memilih judul buku dari beberapa katalog penerbit dan alat seleksinya kemudian dibuatkan desiderata. Pustakawan serahkan daftar judul yang harus dibeli sesuai dengan budget
ke PPTK (Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan), PPTK biasanya Kepala Seksi atau orang yang ditunjuk sebagai PPTK. Dokumen untuk pembelian buku tersebut disetujui PPTK terlebih dahulu kemudian dimintai juga persetujuan oleh Kepala Kantor. Selanjutnya dari daftar pembelian buku yang telah disetujui akan diserahkan oleh penyedia jasa untuk dibelanjakan. Dari penyedia jasa, buku yang sudah dibeli sesuai pesanan akan di cek dan diserahkan ke pustakawan untuk diolah. Selanjutnya kegiatan teknis pengolahan dilakukan pustakawan”. Untuk koleksi anak dan keperluan ruang baca anak atau layanan anak tidak dianggarkan tersendiri dan rutin tiap tahunnya. Kegiatan yang dianggarkan tiap tahunnya secara rutin seperti pengadaan buku, pengolahan buku, preservasi dan pemeliharaan, dan kegiatan perpustakaan keliling. Oleh karena itu kegiatan lain dapat dilaksanakan apabila dirasa perlu dan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Anggaran untuk pengadaan koleksi di sini hanya terbatas buku anak. Pengadaan nonbuku seperti audiovisual dan permainan tidak dianggarkan secara rutin mengingat banyaknya kegiatan perpustakaan yang memerlukan dana jadi dipilih yang mana yang lebih prioritas dengan mempertimbangkan saran dan arahan dari Bappeda. Ketentuan kegiatan dan anggaran harus dengan persetujuan Bapedda.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
48
Menurut Indra, anggaran koleksi nonbuku tidak dilakukan salah satunya dikarenakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) lebih memprioritaskan untuk memperbanyak koleksi buku dahulu ketimbang koleksi nonbuku. Anggaran pengadaan buku disatukan untuk semua koleksi, koleksi anak tidak dipisahkan dengan koleksi umum atau referensi. Persentase pembelian buku anak dari keseluruhan pembelian buku perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan pemustaka dilihat dari usia yang banyak berkunjung perpustakaan. Pemustaka anak cukup banyak yang datang ke Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor sehingga untuk setiap tahunnya ada penambahan dari koleksi anak, dari 15% pada tahun ini menjadi 20%-30% pembelian untuk buku anak dari jumlah anggaran pengadaan buku keseluruhan. Menurut Children’s Library Services Handbook (Connor, 1990 : 18), anggaran pada layanan anak tergantung dari kebijakan perpustakaan. Pada umumnya, Koleksi anak-anak menerima 20-30% dari total anggaran koleksi. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya anggaran pengembangan koleksi di sini hanya berupa buku yang sudah tercantum kode rekening untuk setiap subjek buku dalam Pedoman Keuangan Daerah. Sedangkan untuk koleksi nonbuku, yaitu majalah, mainan dan bahan audiovisual berbeda pengadaanya. Untuk bahan audiovisual dan mainan tidak bersamaan dengan pengadaan koleksi buku dan tidak dianggarkan secara rutin dan jelas. Banyak mainan anak yang didapatkan dari sumbangan pribadi ataupun disisihkan dari sisa anggaran suatu kegiatan. Padahal dalam Children’s Library Services Handbook (Connor, 1990: 17-18 ) disebutkan bahwa di perpustakaan umum, persentase dari anggaran untuk koleksi anak-anak umumnya dialokasikan untuk buku 80-90% dan koleksi tidak tercetak 10-20%. Namun, koleksi tidak tercetak diruang baca anak Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor untuk masih sedikit jumlahnya dan tidak ada pengalokasian khusus dari anggaran koleksi perpustakaan. Sedangkan untuk majalah, pengadaannya dilakukan oleh Tata Usaha tetapi untuk pengolahannya dilakukan oleh perpustakaan seperti yang dikatakan Yati, Kepala Seksi Perpustakaan. Hal ini dipertegas oleh Rita sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
49
Rita: Itu dari Tata Usaha. Ini karena hampir sama dengan koran, surat kabar. Jadi hubungannya sama TU, jadi koran majalah, inventarisir kantor masuknya ke TU. Karena itu sifatnya kan bukan lelang atau pembelian langsung yang melibatkan pihak ketiga, itu kan sifatnya bayar berlangganan. Jadi masuknya ke kegiatan rutin kantor. Sub Bagian Tata Usaha merupakan bagian dari KAPD Kabupaten Bogor yang turut membantu dalam pengadaan koran dan majalah di perpustakaan. Anggaran koran dan majalah di perpustakaan tidak masuk pada anggaran perpustakaan. Perpustakaan hanya menerima dan mengolah koleksi koran dan majalah tersebut. Dalam
meningkatkan kualitas koleksi, perpustakaan dapat mencari
sumber pendanaan tambahan, di luar anggaran standar yang didapat, seperti yang terdapat dalam IFLA Guidelines for Children’s Library Services, anggaran tersebut bisa didapatkan dari organisasi-organisasi kebudayaan (untuk music, seni tari, drama, kesenian, pertunjukan etnik dan sejarah), penerbit (untuk kunjungan dari penulis dan ilustrator buku serta hadiah lainnya), sponsorship (bisnis lokal dan organisasi sukarela untuk mendukung acara-acara khusus), badan nonpemerintah, dan dana sumbangan. Namun, sumber pendanaan Perpustakaan Kabupaten Umum Bogor didapatkan hanya dari pemerintah, terkadang terdapat pula sumbangan dari masyarakat dan bonus penerbit tetapi sudah dalam bentuk koleksi buku, DVD atau mainan. Belum pernah ada sumber pendanaan dari non pemerintah yang berupa uang, pustakawan juga belum mengadakan acara atau kegiatan perpustakaan yang dapat menghasilkan uang dengan menarik sponsor, organisasi kebudayaan, dan badan nonpemerintah lain.
4.4 Pelaksanaan Pengembangan Koleksi Pengembangan koleksi adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjaga koleksi agar koleksi perpustakaan tetap mutakhir
dan sesuai kebutuhan
pemustaka. Koleksi perpustakaan harus terbina dari suatu seleksi yang sistematis dan terarah disesuaikan dengan tujuan, rencana, dan anggaran yang tersedia. Pengembangan koleksi anak yang dilakukan Perpustakaan Umum Kabupaten
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
50
Bogor memfokuskan pada empat proses utama dalam kegiatan pengembangan koleksi, yaitu seleksi koleksi, pengadaan koleksi, pengolahan koleksi, dan pelestarian koleksi. Mutu koleksi perpustakaan akan dibentuk oleh kegiatan ini. Pada pelaksanaan pengembangan koleksi terdapat tidak hanya mencakup kegiatan pengadaan hingga penyiangan bahan pustaka, tetapi juga menyangkut masalah perumusan kebijakan dalam memilih dan menentukan bahan pustaka mana yang akan diadakan serta metode-metode apa yang akan diterapkan. Kebijakan pengembangan koleksi merupakan alat perencanaan dan sarana untuk mengkomunikasikan tujuan dan kebijakan pengembangan koleksi. Agar kebijakan pengembangan koleksi dapat dilaksanakan secara terarah, kebijakan tersebut harus dituangkan
dalam
bentuk
tertulis.
Tanpa
adanya
kebijakan
tertulis,
kesalahpahaman akan terjadi sehingga pengembangan koleksi ke arah mutakhir dan relevan tidak akan terpenuhi (Syihabuddin, et al., 2003: 78). Hal ini tentunya tidak sesuai teori sebelumnya yang mengatakan perlu adanya kebijakan pengembangan koleksi tertulis karena di Perpustkaan Kabupaten Umum Bogor, pustakawan belum membuat kebijakan pengembangan koleksi tertulis. Perpustakaan baru memiliki Peraturan Kepala Kantor Arsip Dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Perpustakaan Daerah. Di dalamnya mengatur secara keseluruhan mengenai pengelolaan dan peraturan pelakasanaan kegiatan di perpustakaan seperti layanan, otomasi, dan pengembangan koleksi secara umum. Dalam juknis tersebut hanya terdapat tahapan-tahapan kegiatan dalam pengembangan koleksi, tidak terdapat ketentuan atau kebijakan dalam pemilihan bahan pustaka hingga pemeliharaan dan penyiangan. Dalam pelaksanaan kegiataan pengembangan koleksi ini dilakukan oleh pustakawan, yaitu staf perpustakaan yang berlatarbelakang pendidikan ilmu perpustakaan
yang
memangku Jabatan Fungsional dan dibantu Kepala Seksi Perpustakaan yang turut bertanggung jawab dalam proses kegiatan pengembangan koleksi. Berikut ini merupakan tanggapan para pustakawan dan kepala seksi terhadap kebijakan yang ada. Menurut Rita, kebijakan bukan masalah setuju atau tidak, tetapi ketika kebijakan itu belum ada maka wajib dimunculkan. Apabila pustakawan yang membuat pedoman tertulis dirasa kurang kuat seharusnya
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
51
membuat standarisasi pengembangan koleksi dapat digunakan perpustakaan lainnya dan berlaku sama. Namun, itu butuh proses perjuangan dari perpustakaan daerah, tidak hanya pustakawan tetapi instansi yang berkepentingan mewujudkan itu. Kalau hanya kepala seksi dan pustakawan kurang kuat wewenangnya jadi meskipun punya konsep juga tidak bisa bergerak secara leluasa. Kendala kebijakan saat ini belum tersosialisasikan dengan baik saja. Jadi ketika akan mengadakan belum ada kebijakan yang mengatur pelaksanaan di lapangannya secara umum diupayakan pelaksanaannya walaupun tidak ada standardisasinya. Namun, karena mempunyai bekal ilmu dan pengetahuan mengenai pengembangan koleksi itu yang dilakukan. Wati yang baru setahun bergabung di perpustakaan ini mengatakan sebenarnya belum terlalu paham tentang kebijakan di sini. Namun, beliau menilai proses pengembangan koleksi sudah sesuai dengan peraturan yang ada dengan perpaduan kemampuan pustakawan. Wati menganggap kebijakan sudah cukup baik, meskipun belum ada pedoman tertulisnya karena berdasarkan kebutuhan pengunjung dan pengetahuan sewaktu kuliah. Hanya keterbatasan anggaran saja yang membatasi dalam melakukan kegiatan pengembangan koleks. Sebaiknya kebijakan pengembangan koleksi tertulis perlu dibuat agar pustakawan bisa langsung belajar dan mengerti prosesnya. Hal serupa dikatakan Yati bahwa kebijakan dari pemerintah sudah cukup baik hanya harus lebih spesifik lagi dimunculkan untuk material atau barangbarangnya di pedoman pengelolaan keuangan daerah. Kebijakan ini bisa flexible dan disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas. Kebijakan yang ada juga sudah sesuai dengan implementasi di sini. Namun, kesulitannya terbentur dari anggaran yang harus terbagi dengan banyaknya kegiatan serta kuantitas koleksi yang harus dicapai sesuai dengan jumlah penduduk membuat pengembangan koleksi tidak dapat dilakukan secara maksimal. Pustakawan berusaha mendorong untuk lebih meningkatkan kualitas bukan kuantitas. Pedoman kegiatan pengembangan koleksi belum ada yang tertulis tetapi rencananya akan dibuat. Jadi untuk saat ini pengembangan koleksi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta pengalaman pustakawan dengan memperhatikan kebutuhan pengguna.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
52
Hal serupa disampaikan Ahmad bahwa menyangkut kebijakan mengenai pengadaan koleksi koleksi sudah cukup baik tetapi karena terbenturnya di masalah dana sehingga pustakawan tidak dapat maksimal dalam memenuhi seluruh kegiatan dan kebutuhan akan koleksi. Kalau untuk pedoman tertulis mengenai koleksinya harus bagaimana sepertinya tidak perlu, karena dengan adanya kebijakan yang mengatur seperti itu akan kaku tidak flexible nantinya. Apabila tidak bisa melakukan pengadaan yang tercantum maka akan menjadi masalah bila tidak ada yang tertulis bisa berinovasi sendiri untuk pengembangan perpustakaan. Jadi lebih baik tidak ada standar yang penting dapat memenuhi kebutuhan dari pemustaka. Walaupun terkadang untuk pembelian akan terbentur dengan anggaran. Indra juga diwawancarai mengenai pandangannya terhadap kebijakan yang ada tetapi Indra tidak mau berkomentar terlalu banyak tentang baik buruknya. Menurutnya, kebijakan ini dibilang baik ada baiknya dibilang buruk juga ada buruknya tetapi kebijakan ini tergantung bagaimana orang yang menjalankannya. Namun, terkadang birokrasi pemerintah suka sulit dan rumit misalnya dengan kendala harus sesuai kode rekening dan untuk barang yang kode rekeningnya tidak tercantum pada pedoman hal itu membingungkan khususnya untuk pengadaan koleksi nonbuku. Jadi sebaiknya dalam kebijakan tersebut perlu dibuat lebih rinci dan jelas. Selain itu, dari Bappeda disuruh untuk mendahulukan pengadaan koleksi buku agar jumlahnya memenuhi standar. Untuk pedoman tertulis mengenai koleksi bagaimana dan apa yang sebaiknya yang dibeli itu belum dirasa perlu karena sudah hafal, yang penting sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.4.1 Seleksi Koleksi Anak Seleksi bahan pustaka merupakan kegiatan penting yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengadaan karena berhubungan dengan mutu koleksi suatu perpustakaan. Menurut Siti Sumarningsih (2001: 3), sebelum melaksanakan proses seleksi sebaiknya dibuat pedoman kebijaksanaan seleksi agar proses seleksi dan pengembangan koleksi dapat berjalan dengan baik dan dapat dijadikan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
53
acuan bagi para petugas perpustakaan. Namun, perpustakaan ini belum membuatkan pedoman tertulis mengenai seleksi maupun kriteria seleksi. Hal ini diketahui dari wawancara kepada tim selektor, yaitu empat pustakawan dan Kepala Seksi yang menyatakan tidak adanya pedoman seleksi tertulis hanya terdapat tahapan dari pengadaan yang terdapat dalam Petunjuk Teknis (juknis). Berikut ini Peraturan KAPD Kabupaten Bogor Tahun 2006 mengenai Petunjuk
Teknis
Pengelolaan
Pepustakaan
Daerah
menerangkan
bahwa
pengadaan bahan pustaka terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu penetapan koleksi bahan pustaka dan survei kebutuhan pembaca. Penetapan koleksi merupakan ketentuan kriteria dari koleksi pada saat dibentuknya perpustakaan daerah. Sedangkan survei kebutuhan pembaca merupakan kegiatan pembinaan dan pemenuhan kebutuhan bahan pustaka, yang bertujuan agar bahan pustaka tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat pemakai. Tahapan survei kebutuhan pembaca, meliputi penyusunan rencana operasional pengembangan koleksi, penghimpunan alat seleksi, pelaksanaan survei minat pemakai, survei bahan pustaka, pembuatan dan penyusunan desiderata, seleksi bahan pustaka, pengadaan bahan pustaka, registrasi bahan pustaka, dan evaluasi dan menyiangi koleksi. Tahapan ini menjadi pedoman dalam melakukan proses pengadaan. Untuk melakukan seleksi bahan pustaka yang diinginkan dapat menggunakan alat bantu seleksi yang berisi sumber-sumber informasi. Dari hasil wawancara dengan pustakawan, sumber informasi seleksi seperti adalah katalog dari penerbit, bibliografi, resensi buku dari koran maupun internet, saran-saran yang dimasukkan pada kotak saran, survei minat pemustaka dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan satu tahun dua kali, bertanya langsung ke pemustaka, dan statistik peminjaman buku oleh pemustaka. Hal ini tentu saja sesuai dengan Totterdell dan Bird (1976 : 16), yaitu untuk memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan, pengelola harus berinteraksi dengan pengguna perpustakaan. Kebutuhan akan koleksi biasanya akan terungkap dari masukan atau komentar yang disampaikan pengguna perpustakaan. Komunikasi yang terjalin dalam interaksi tersebut akan menambah wawasan pengelola perpustakaan. Terhadap kebutuhan pengguna perpustakaan
(expressed need)), pustakawan
tidak
melakukan survei bahan pustaka dan harga ke toko karena tidak sempat dan dirasa
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
54
sudah cukup dengan adanya katalog penerbit yang dibantu dengan informasi penyedia jasa. Tahapan berikutnya adalah membuat dan menyusun desiderata, yaitu membuat deskripsi bahan pustaka dalam bentuk kartu atau daftar dan disusun menurut aturan tertentu untuk digunakan sebagai bahan seleksi untuk pengadaan. Dengan menggunakan daftar desiderata dan laporan hasil survai maka diadakanlah penyeleksian bahan pustaka. Berikut ini hal yang menjadi pertimbangan dalam menyeleksi koleksi anak oleh tim selektor. Menurut
Rita,
pada
dasarnya
pemilihan
koleksi
mengandalkan
kemampuan pustakawan untuk menentukan buku layak atau tidak untuk anak. Pertama, dilihat dari judul yang menarik. Tidak ada kriteria tertulis dalam pemilihan buku, melainkan pada pengetahuan sewaktu kuliah mengenai kriteria buku anak. Pengetahuan ini sudah tertanam di otak. Sekalipun tidak ada criteria tertulis pustakawan memilih koleksi yang berguna untuk anak dilihat dari kemasan (cover) yang menarik dan dari segi isinya. Seperti sekarang sudah terdapat ensiklopedia yang unik buat anak, berbentuk lipat, dan menarik untuk diceritakan. Hal serupa disampaikan Yati, Untuk kriteria seleksi terutama dilihat dari isi kandunganya, tentunya kalau pustakawan kan itu sudah menjiwai. Pustakawan memiliki instinct dalam memilih buku untuk anak, dengan menyesuaikan usia dan kebutuhan pemustaka anak. Selain itu kualitas juga masuk dalam kriteria, seperti kemasan buku, dengan bahan kertasnya yang bagus
dan diusahakan juga
merupakan terbitan terkini. Selain itu, untuk anak tentu saja terdapat daya tarik pada gambar yang sesuai dengan pendidikan anak Meskipun tidak memiliki pedoman dan kriteria seleksi tertulis, dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan memiliki kemampuan yang dalam mempertimbangkan pemilihan koleksi untuk anak karena sudah sesuai dengan IFLA Guidelines for Children’s Libraries Services, yaitu dengan mempertimbangkan kriteria bahan pustaka yang berkualitas tinggi, sesuai dengan umur, terbitan terbaru dan akurat, merupakan sebuah refleksi dari berbagai nilainilai dan opini, merupakan sebuah refleksi dari kebudayaan komunitas lokal serta, dan merupakan sebuah pengenalan ke komunitas yang lebih global.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
55
Indra menyampaikan bahwa Untuk memilih bacaan anak yah pasti judulnya, gambarnya, ceritanya. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman Indra yang dianggap bagus dan sesuai dengan Pendidikan Moral Pancasila PMP. Yang terpenting isi ceritanya bukan sekedar cerita terdapat
unsur pendidikan dan
hiburan serta unsur-unsur yang tidak dilarang pemerintah. Pemilihan tersebut dilakukan menurut perasaan sendiri, sulit untuk menerjemahkannya. Dalam memilih koleksi, pustakawan seharusnya mencari bahan pustaka yang akan membantu anak-anak untuk memperluas pikiran, imajinasi, keingintahuan, dan kreativitas mereka. Ini meliputi bahan pustaka yang mengeksplorasi dunia nyata dan khayalan di masa lalu, sekarang, atau masa depan, dan bahan pustaka yang menyediakan
informasi baru. Dengan
menyediakan bahan pustaka yang memperkenalkan budaya mereka sendiri serta perbedaan budaya, negara, dan masyarakat, dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan wawasan tentang dunia (Connor, 1990: 28). Pustakawan juga perlu melihat kondisi dan kebutuhan pemustaka yang disesuaikan dengan anggaran untuk koleksi perpustakaan. Seperti kebutuhan akan buku dengan kemasan yang menarik dan buku yang berbahasa asing. Ini disampaikan Ahmad bahwa untuk Buku tiga dimensi dan buku dalam hanya sedikit karena tidak mungkin juga membelikan buku yang mahal tapi daroi segi jumlah hanya sedikit. Jadi kita juga mempertimbangkan dengan anggaran yang ada itu tidak terlalu sedikit juga. Ahmad menuturkan juga untuk koleksi audiovisual anak kebanyakan yang berhubungan dengan pendidikan, seperti misalnya tata-cara salat dan doa-doa. Sedangkan untuk permainan dipilih yang melatih otak untuk kekuatan daya ingat, seperti, lego dan puzlle. Mainan penting untuk bahan belajar. Bermain merupakan cara anak-anak mudah belajar, dan pengalaman dengan varietas mainan dapat membantu mereka menguasai keterampilan yang mereka butuhkan untuk belajar membaca dengan sukses. Mainan yang baik dapat membantu dalam perkembangan anak secara keseluruhan. Mereka membantu anak-anak belajar kognitif atau keterampilan belajar. Bermain dengan orang lain mengajarkan keterampilan sosial. Mereka mengembangkan fisik melalui mainan yang memerlukan penggunaan kecil dan besar keterampilan motorik. Mereka tumbuh secara emosional sebagai
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
56
keberhasilan dalam mainan menguasai membangun kepercayaan diri dan konsep diri (Connor, 1990: 41).
4.4.2 Pengadaan Koleksi Anak Secara sederhana, pengadaan bahan pustaka dapat dilakukan lewat pembelian, tukar menukar, hadiah, atau dengan cara menerbitkan sendiri. (Syihabuddin, et al., 2007: 89). Sumber utama pengadaan koleksi di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor khususnya untuk koleksi anak dilakukan dengan cara pembelian tiap tahunnya dengan anggaran yang telah direncanakan. Pembelian buku mutlak didapatkan dari anggaran APBD. Perpustakaan membeli buku melalui agen buku (vendor). Agen buku memperoleh buku-buku dari penerbit dengan potongan harga dan menyimpannya dalam gudang besar yang selanjutnya disalurkan ke toko buku dan perpustakaan. Dengan demikian, agen buku merupakanmata rantai antara penerbit dan perpustakaan yang cukup umum dan dikenal dalam sistem kapitalis serta mempunyai mitra di hamper semua aspek perdagangan (Yuyu, et al., 1994: 47). Yati menuturkan ”untuk penawaran buku itu dari masing-masing penerbit melalui katalog penerbit tapi yang mengadakan itu bukan penerbit tapi pengadaanya dilakukan penyedia jasa nanti jadi pengadaanya tidak ada monopoli dari salah satu penerbit aja, bisa ada 10, 8, 9 penerbit gitu. Jadi semua yang dibutuhkan terpenuhi sekaligus dapat menghidupkan terbitan-terbitan dan penerbit”. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan memilih vendor dalam pembelian buku untuk mencegah adanya monopoli terhadap penerbit ataupun kecurigaan nepotisme karena dana yang berasal dari Pemerintah Daerah tentunya anggaran pembelian harus cermat, tepat dan transparan. Untuk Pengadaan audiovisual dan mainan tidak dilakukan rutin berbeda dengan pengadaan buku yang dilakukan secara rutin seperti pengadaan buku. Kegiatan yang dilakukan rutin setiap tahunnya menurut wawancara dengan Indra selaku pustakawan dan tima anggaran perpustakaan adalah kegiatan pengadaan koleksi buku, pengolahan koleksi buku, pelaksanaan perpustakaan keliling,
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
57
pembinaan perpustakaan, dan preservasi (pembundelan dan penjilidan ulang). Menurut keterangan yang didapatkan dari Rita selaku jabatan fungsional pustakawan, pengadaan bahan audiovisual dan permainan baru dilakukan sekali, yaitu pada tahun 2009 yang diikutsertakan ke dalam anggaran program kegiatan penataan ruang baca anak. Rita juga menyampaikan bahwa pengembangan koleksi itu dianggap hanya pengadaan buku, sedangkan mainan, DVD, pokoknya segala pernak-pernik, audiovisual, puzzle tidak dianggap koleksi. Jadi, dalam pedoman keuangan daerah terdapat kegiatan perpustakaan ada dalam beberapa kegiatan dan program. Masuk ke dalam penataan ruang baca anak saat tahun 2009 lalu, tidak ke dalam pengadaan koleksi. Jadi pengadaan koleksi mah buku aja dan yang di luar itu bukan, itu masuk ke ruang baca anak, perlengkapan aja, bukan koleksi. Jadi pengadaan buku dipisahkan dari pengadaan audiovisual dan mainan karena dalam pedoman pengelolaan keuangan daerah yang pengelompokan untuk pembelian barangnya sudah sudah diatur menurut kelompok jenis barang dan kode rekening. Berikut ini penjelasan yang lebih rinci oleh pustakawan tentang posisi koleksi audiovisual dan mainan yang tidak digabungkan dengan pengadaan koleksi buku yang rutin. Rita: “Karena kita terbentur dengan sistem pengadaan, itu saja masuknya ke ATK yang sifatnya cepat habis. Apalagi ditambah dari segi jumlah yang tidak terlalu banyak, tidak sampai puluhan juta. Harganya paling kisaran belasan juta untuk pernak-pernik, akhirnya dimasukkan dalam kegiatan yang cepat habis”. Apabila dimasukkan ke dalam koleksi anak terbentur dengan aturan yang tidak bisa digabungkan dengan buku karena untuk kelompok barang dan kode rekeningnya berbeda. Sifat barang yang mudah hilang dan cepat habis dapat dimasukan ke ATK yang tidak permanen agar pertanggungjawabnya tidak berat. Jika dimasukkan ke bagian khusus koleksi akan berat dan menjadi aset ganda tidak boleh hilang sama sekali. Sedangkan apabila puzzle dijadikan aset dan nantinya hilang maka akan memberatkan. Oleh karena itu, dimasukkan ke dalam ATK. Sesuai dengan penuturan diatas perlakuan untuk koleksi audiovisual dan mainan berbeda karena koleksi buku dianggap sebagai asset yang harus dijaga,
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
58
apabila hilang harus diganti, karena keberadaanya akan selalu diperiksa tiap tahunnya. berbeda dengan koleksi audiovisual dan mainan yang dimasukkan pada kategori perlengkapan, yaitu merupakan barang habis pakai
yang hanya
dilakukan pemeriksaan saat pembelian di awal, jadi apabila hilang tidak akan diperiksa pemerintah dan tidak perlu diganti. Pustakawan berencana untuk menambahkan koleksi audiovisual dan mainan yang baru akan diajukan untuk pelaksanaannya tahun 2013. Menurut Yati alasan mengapa penambahan koleksi mainan dan audiovisual tidak diadakan setiap tahun dan belum dilakukan lagi berkaitan dengan
masalah
skala prioritas, kegiatan yang mana dulu yang paling
diprioritakan. Misalnya untuk tahun kemaren anggaran diprioritaskan untuk otomasi sedangkan saat ini lebih untuk pembinaan atau pusling dan lain-lain. Alasan lainnya disampaikan Ahmad: “Bisa saja menambah audiovisual atau permainan. Tapi kemaren karena Bappeda mikirnya bahwa anggaran buku masih kurang, jumlah buku masih kurang sehingga target penambahan jumlah buku. Sedangkan jumlah buku sekarang masih dibawah target yang semestinya terdapat empat juta judul buku sedangkan satu juta saja saja belum ada. Jadi karena kebijakan bukan di kita, ya sudah jadi karena ini target buku aja belum selesai buku saja dulu diselesaikan”. Indra : “kalau buku sudah jelas ada kode rekeningnya diperaturannya. Kalau itu kan sebenarnya yang tidak tercantum dalam peraturan pengelolaan keuangan daerah, masuknya yang dan lain-lain itu, kan membingungkan. Selain itu, rumit untuk urusan atau birokrasinya. Untuk pengadaan boneka, permainan edukatif yang nilainya sekitar lima jutaan tapi repotnya melebihi pengadaan yang nilainya berpuluh-puluh juta. Pengadaan yang dulu anggarannya dimasukkan dekorasi sekalian dipaketin ke ruang baca anak”. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pengadaan koleksi audiovisual
dan
mainan
belum
menjadi
prioritas
dalam
penganggaran
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
59
perpustakaan. Selain itu, adanya perbedaan peraturan untuk pengadaan koleksi buku dan bahan nonbuku menyebabkan kerumitan birokrasi dalam proses pengadaan koleksi nonbuku ini. Kemauan dan kemampuan pustakawan dalam menyiasati anggaran tentunya menentukan keberhasilan pengadaan ini. Dengan tidak adanya penambahan koleksi audiovisual dan mainan anak akan menurunkan minat pemustaka anak untuk berkunjung ke perpustakaan. Menurut pengamatan peneliti, pemustaka anak-anak yang datang ke perpustakaan lebih minat pada permainan edukatif. Selain itu, Tentunya dengan semakin lengkap dan bervariasinya koleksi
akan meningkatkan pemustaka anak yang datang ke
perpustakaan. Sumber lainnya untuk pengadaan koleksi anak didapatkan dari sumbangan dari individu atau perorangan, misalnya dari tokoh masyarakat ataupun staf perpustakaan itu sendiri dan hadiah/bonus dari penerbit. Bentuk hadiah bukan hanya buku tetapi juga terdapat sumbangan majalah, VCD, dan permainan. Hadiah yang diterima tanpa diminta, besar kemungkinan tidak sesuai dengan tujuan perpustakaan. Apabila hadiah yang diterima tidak cocok dengan tujuan perpustakaan, hadiah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertukaran atau dihibahkan kepada perpustakaan lain (Syihabbudin, dkk., 2003: 95-96). Oleh karena itu, bahan pustaka yang berasal dari sumbangan tidak langsung dipajang sebelumnya dilakukan proses penyeleksian untuk mengetahui layak atau tidak bahan pustaka tersebut dikonsumsi pemustaka anak. Apabila tidak terlalu cocok dengan koleksi anak, dapat dimasukkan dalam koleksi umum ataupun dihibahkan ke perpustakaan lain. Sumber
pengadaan
lainnya,
yaitu
dengan
cara
pertukaran
dan
membuat/menerbitkan sendiri khususnya untuk koleksi anak tidak dilakukan oleh Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor. Hanya saja terdapat kerjasama peminjaman buku dengan sekolah yang disebut silang layan. Hal ini diperjelas dengan pernyataan Ahmad yang menyebutkan kalau untuk hibah kita belum tetapi adanya sistem peminjaman. Jadi pihak sekolah kita pinjamkan kemudian mungkin MOU-nya yang
memperingankan mereka. Seperti masa peminjaman untuk
individu itu perminggu untuk dua buku tetapi untuk sekolah bisa dipinjamkan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
60
seratus buku dalam waktu satu bulan dengan ada MOU. Jika ada kehilangan itu jadi tanggung jawab sekolah yang pinjam, perpustakaan sekolah tersebut. Kerjasama silang layan ini dilakukan dengan perjanjian sebelumnya. Untuk peminjaman ini hanya dilakukan dengan perpustakaan sekolah dan hanya untuk koleksi umum, untuk koleksi referensi, audiovisual dan mainan anak tidak diperbolehkan melakukan peminjaman.
4.4.3 Pengolahan Koleksi Anak Koleksi anak yang telah tersedia lewat proses pengadaan segera memasuki tahapan pengolahan. Pengolahan merupakan kegiatan yang penting dilakukan untuk mempermudah dalam proses temu kembali. Pengolahan yang baik akan menghasilkan penempatan yang baik pula. Pengolahan koleksi yang utama dilakukan oleh empat pustakawan dan dibantu oleh staf lainnya. Pengolahan buku dilakukan sesuai dengan juknisnya sebagai berikut: 1. Memeriksa bahan pustaka dan mencocokan faktur dengan buku-buku yang baru itu serta daftar kartu pesanan yang ada dalam file perpustakaan. 2. Inventarisasi atau menuliskan ke dalam buku induk. Cara pengisian daftar inventarisasi atau buku induk dengan cara mengisi kolom Nomor Induk tiap eksemplar memiliki nomor induk yang berbeda, mengisi kolom klasifikasi buku, kolom judul buku, kolom nama pengarang, kolom penerbit, kolom tahun terbit, kolom nomor rak diisi setelah buku tersebut di proses di bagian pengolahan untuk mengetahui dimana buku itu di tempatkan, dan kolom menyatakan jumlah eksemplar. 3. Membuat klasifikasi untuk buku bacaan anak di ruang baca anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor menggunakan Dewey Decimal Classification (DDC) yang membagi koleksi menjadi sepuluh kelas (000900). Selanjutnya pembuatan katalog yang
dimaksudkan untuk
memudahkan pemakai perpustakaan dalam mencari buku-buku yang ada di perpustakaan dan memberi keterangan tentang :fisik buku,nama pengarang,nama penerbit,dan kota terbit,serta judul buku selengkapnya dan jumlah halaman buku tersebut. Berdasarkan jenisnya katalog dapat
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
61
dibagi menjadi tiga, yaitu: katalog pengarang, katalog judul dan katalog subyek 4. Pelabelan buku Buku yang sudah diklasifikasi, selanjutnya diberikan label berukuran 6 x 3 cm disebut juga nomor panggil (call number) merupakan kesatuan unit yang terdiri dari nomor klasifikasi, tiga huruf nama pengarang (huruf besar), dan baris ketiga satu huruf kecil awal dari judul buku. Label kode buku ini diketik lalu direkatkan pada punggung buku dengan jarak 3 cm dari dasar buku setelah itu ditutup selotip warna bening atau menggunakan kertas sticker.
Gambar 4.3 Label Buku Selain pemberian label, perpustakaan ini juga memberikan tanda masingmasing kelas dengan menempelkan label warna pada punggung buku diatas label call number untuk menandakan kelas buku. Warna kelas ini juga diberlakukan untuk memudahkan pencarian dan temu kembali nomor kelas tentunya bagi pemustaka anak dalam memilih buku yang akan dibaca dan mengembalikan buku tersebut ke rak.koleksi. Berikut keterangan kelas dan warna yang digunakan pada koleksi buku anak Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor:
Kelas
Label Warna
000 Karya Umum
Orange Muda
100 Filsafat dan
Psikologi
Biru
200 Agama
Orange Tua
300 Ilmu Sosial
Merah Tua
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
62
400 Bahasa
Merah Muda
500 Ilmu Murni (Pasti/Alam)
Hijau
600 Ilmu Terapan/ Teknologi
Biru Muda
700 Kesenian, Hiburan dan Olahraga
Coklat
800 Kesusastraan
Kuning
900 Sejarah dan Geografi
Ungu
Table 4.2 Petunjuk dan Warna Koleksi 5. Membuat kelengkapan buku, yaitu dengan pembuatan kantong buku yang terbuat dari bahan kertas yang agak kuat seperti kantong manila ditempatkan dikulit belakang buku sebelah dalam gunanya untuk menyimpan kartu buku. Kemudian pembuatan kartu buku yang berukuran tertentu berisi keterangan nomor klasifikasi, nama pengarang,judul buku, dan nomor induk gunanya kartu ini sebagai arsip bila buku yang bersangkutan dipinjam. Dibawah ini dapat dilihat contoh kartu buku di Perpumda Bogor dan kartu buku yang disarankan peneliti. Kartu buku di Perpumda Bogor Kartu buku yang disarankan peneliti Kartu buku
Kartu buku Perpumda Bogor
Judul buku
:
Judul buku :
Pengarang
:
Pengarang :
No kelas/Induk :
No. kelas
:
No. Induk : No.Agg
Tanggal kembali Seharusnya
sebenarnya
No.Agg
Tanggal
Keterlambatan
Kembali
(harian)
Gambar 4.4 Kartu Buku Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
63
Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor pada akhir tahun 2011 baru memulai pengolahan dengan menggunakan software perpustakaan. Hingga saat ini, proses pemindahan buku yang masih diolah secara manual ke dalam database perpustakaan masih berlangsung, sehingga belum secara otomatis terlihat jumlah yang terpisah antara koleksi umum, anak dan referensi. Penggunaan software perpustakaan ini untuk mempermudah pemustaka dalam hal penelusuran serta mempercepat pekerjaan pustakawan dalam hal pengolahan dan pelayanan. Seperti yang disampaikan Ahmad bahwa untuk proses pengolahan sebelumnya dilakukan oleh pustakawan, tetapi untuk sekarang ini
karena sudah ada bantuan dari
software komputer yang dilakukan oleh pustakawan itu paling klasifikasi. Kemudian penentuan tiga huruf nama pengarang, dangan satu huruf judul. Selanjutnya diserahkan ke tim pengolahan, karena sudah tidak ada lagi pengindukan, pembuatan label, dan yang lainnya karena sistem sudah melakukan itu termasuk pembuatan katalog sudah ada disitu. Proses pengolahan dengan komputer ini diharapkan akan selesai tahun 2012 ini.Penggunaan fasilitas komputer sebagai bagian dari teknologi informasi dapat lebih efisien dalam waktu, tenaga, tempat dan hasilnya bisa lebih bagus dibandingkan dengan sistem manual. Penggunaan sistem komputerasasi pengolahan akan diikuti dengan penerapan sistem penelusuran informasi secara otomatis. cara ini akan memberi kemudahan, kenyamanan, dan menghemat waktu. Bahkan pemustaka dapat mengakses dari mana saja setelah semua fasilitas terpenuhi (Sutarno, 2005: 107). Namun, sangat disayangkan hal ini baru dilakukan untuk pengolahan buku. Pengolahan koleksi anak untuk bahan nonbuku tidak sebaik pengolahan buku karena ketidakjelasan aturan atau SOP. Alasan tidak adanya pengolahan bahan nonbuku khususnya VCD dan permainan dapat dilihat dari wawancara dengan tiga pustakawan sebagai berikut. Menurut Rita, untuk koleksi audiovisual belum ada pengolahan khusus, kita hanya berupa input aja judul VCD aja, klasifikasi kita tidak punya klasifikasi, jadi dicatat aja jumlahnya berapa. Pengolahan VCD hanya distempel, tetapi tidak dibuatkan katalog atau dimasukkan komputer karena jumlah yang masih sedikit, yaitu hanya 30 judul yang baru mulai dibeli tahun 2009. Kalau untuk mainan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
64
seperti boneka hanya diinventaris tetapi tidak diolah atau ditandai, karena Rita dan sebagian petugas perpustakaan merasa sudah hafal jumlah bonekanya, yaitu tiga belas buah. Sama halnya dengan puzzle, lego dan lain-lain hanya diinventaris barangnya saja ke daftar inventaris barang, misalnya ada barang apa saja dan ditandai apabila barang tersebut dari Pemda. Hal serupa disampaikan Indra: “Nonbuku tidak diolah hanya dimasukkan buku induk saja, untuk majalah hanya mungkin dikasih register majalah. Tidak ada penomoran majalah yang ini yang itu, hanya masukin ke kartu aja, untuk CD dan permainan juga hanya dimasukkan ke buku induk. Lagipula untuk CD dan permainan rasanya tidak perlu diolah karena hanya sedikit koleksinya”. Ahmad juga menyampaikan hal yang sama untuk pengolahan audiovisual dan permainan anak, seharusnya diklasifikasi tetapi belum dilakukan karena di perpustakaan ini belum mengarah ke arah sana dan pada sistem juga belum ada untuk searching bahan nonbuku. Jadi hanya di buku induk dan peminjamannya juga belum dilakukan, paling kalau ada kunjungan anak yang massal baru dilayani. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan belum merasa perlu untuk mengklasifikasi dan katalogisasi koleksi nonbuku karena koleksinya yang masih sedikit. Mereka juga belum memikirkan kedepannya apabila koleksi semakin bertambah banyak. Di sini pustakawan mengabaikan tujuan klasifikasi dan katalogisasi, yaitu untuk memudahkan tugas pelayanan dan untuk pemakai jasa perpustakaan agar dapat dengan mudah menemukan bahan pustaka yang diperlukan. Dengan demikian penempatan bahan pustaka selalu ditempatkan secara tertentu/semula (Yuyu, et al., 1999 : 95). Tidak adanya pengolahan juga menyebabkan ketidakteraturan dalam hal penataan koleksi di rak. Hal ini dapat dilihat penataan majalah yang hanya ditumpuk pada rak dibawah koleksi referensi, akan tetapi untuk koleksi majalah tidak terlalu bermasalah dalam sitem temu kembali karena hanya terdapat 12 bundle majalah anak. Peyimpanan dan penataan koleksi VCD hanya disimpan di lemari kecil dibawah televisi. Jadi untuk mencari judul VCD yang akan ditonton
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
65
dilakukan secara manual. Masih sedikitnya koleksi dan biasanya hanya ditayangkan saat kunjungan massal menjadi alasan tidak dilakukan pengolahan dan penataan secara sistematis. Penataan boneka hanya diletakkan pada rak yang beredekatan dengan tempat penyimpanan permainan edukatif seperti puzzle yang diletakkan saja di rak, lego dan balok yang dimasukkan pada ember. Berbeda dengan buku yang penempatannya berdasarkan DDC dengan penambahan warna pada label. Penyusunan buku anak tidak dipisahkan menurut kategori usia anak-anak untuk TK dan SD tercampur, hanya disusun berdasarkan subjek atau DDC. Hal ini tentu saja mempersulit anak untuk mencari bacaan yang sesuai dengan usia mereka, ditambah lagi penataan koleksi anak yang tidak teratur, hal ini dituturkan oleh pustakawan. Rita: “Kalau untuk kendala pengolahan sih tidak ada ya, karena secara umum, sama saja dengan yang lain. Tapi dari segi penataan koleksi anak itu memang harus yang punya kepedulian tinggi. Artinya, anak itu kan terbiasa baca buku tidak rapih, karena walaupun sudah dihimbau tapi tetap saja berantakan. Kadang
anak-anak
mah
susah.
Tapi
paling
kita
kasih
arahan,peringatan, untuk merapihkan, dikasih tahu. Anak-anak nyimpen dimana wae. Kadang tidak hanya buku yang diacak-acak meja aja itu juga diacak-acak, boneka dan mainan sempet hilang juga”. Dari wawancara dan hasil observasi, terlihat ketidakteraturan buku bacaan anak yang tidak diletakkan disembarang rak tidak berurutan sesuai nomor DDC, padahal sudah terdapat label pada punggung buku dengan warna dan klasifikasi DDC.
Tidak
adanya
pustakawan
yang
memandu
pemustaka
untuk
mengembalikan ketempat semuala tentunya membuat koleksi tidak sistematis sesuai urutan kelas. Selain itu, sangat diperlukan juga keterangan atau informasi di setiap rak untuk menjelaskan subjek koleksi dalam rak tersebut. Petugas harus membuat catatan dan pemakai diberi semacam panduan atau guidance, agar pemakai tidak menemui kesulitan dalam menemukan informasi yang diperlukan (Sutarno, 2006 : 185-186).
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
66
Namun, hal ini tidak diterapkan di ruang koleksi anak, tidak diberikan keterangan atau petunjuk pada rak untuk setiap kelas buku, koleksi referensi dan majalah, hanya penempatan yang terpisah dengan pembatas di rak tetapi tidak tertempel petunjuk mengenai koleksi yang ada dalam rak tersebut. Hal ini tentunya menyulitkan pemustaka dan pustakwan dalam pencarian buku. Untungnya pemustaka anak berbeda dengan pemustaka dewasa yang umumnya mempunyai sasaran dan kepentingan dalam mencari buku. Peneliti melihat biasanya pemustaka anak dalam memilih buku yang akan dibaca dengan mengambil asal buku dari rak barulah dilihat cover buku ataupun kilasan cerita didalmnya, jika menurut mereka menarik maka mereka akan ambil lalu mulai membaca sedangkan bagi mereka yang belum mendapatkan buku yang mereka inginkan, mereka akan mengacak-acak buku di rak. Seringkali juga mereka mengambil buku lalu mengembalikan buku tanpa memerhatikan label jadi buku diletakkan tidak sesuai tempatnya. Oleh karena itu, perlu adanya pustakawan atau staf perpustakaan yang membimbing pemustaka anak untuk melakukan penelusuran dan pengembalian buku secara baik.
4.4.4 Pelestarian dan Penyiangan Perpustakaan Umum Bogor melakukan perawatan dan pelestarian terhadap koleksi secara menyeluruh termasuk koleksi anak yang dianggarkan secara rutin. Sesuai dengan tujuan perawatan koleksi bahan pustaka, yaitu melestarikan
kandungan
informasi
bahan
pustaka
dengan
alih
bentuk
menggunakan media lain atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin agar bahan pustaka itu dapat digunakan secara optimal dalam jangka waktu yang cukup lama. Perawatan koleksi bahan pustaka meliputi kegiatan-kegiatan, yaitu reproduksi bahan pustaka, penjilidan dan laminasi dan pencegahan faktor-faktor perusak koleksi (Yuyu, et al., 1999: 182). Berdasarkan wawancaran dengan para pustakawan. Perpustakaan Umum kabupaten Bogor hanya mereproduksi bahan pustaka tercetak yang lembarannya rusak atau hilang dengan membuatkan fotocopynya. Reproduksi bahan pustaka dengan cara mengalihmediakan ke dalam bentuk lain, misalnya dialihkan ke bentuk CD, kaset atau mikro juga belum dilakukan oleh perpustakaan ini.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
67
Reproduksi ini tidak dilakukan karena belum dirasa perlu dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Perawatan yang dilakukan rutin setiap tahunnya adalah penjilidan dan pembundelan majalah. Penjilidan memungkinkan buku tetap berada dalam kondisi prima, buku yang perlu dijilid adalah buku yang bersampul lemah, demikian pula berbagai buku yang perlu dijilid adalah buku yang sudah lepas halamannya walaupun belum pernah dipinjam. Koleksi yang memerlukan penjilidan dipisahkan dan dikumpulkan terlebih dahulu, sama halnya dengan majalah yang sudah pilah terlebih dahulu sebelum dilakukan pembundelan. Kemudian penjilidan dan pembundelan dilakukan oleh staf perpustakaan apabila hanya sedikit dan mereka mampu, namun apabila bahan pustaka terlalu banyak dan staf perpustakaan tidak mampu menanganinya akan diserahkan ke tempat penjilidan atau tukang fotokopi. Menurut penuturan Ahmad, untuk pembersihan ruangan dilakukan tiap hari secara rutin oleh petugas kebersihan. Begitu pun yang disampaikan Indra bahwa penyedotan debu secara berkala, setiap seminggu sekali. Berkaitan dengan pelestarian Rita menyampaikan bahwa pemeliharaan kita tercakup dari dua, yaitu pencegahan dan perbaikan. Pencegahannya dengan menyampul buku anak-anak ketika memang terdapat kerusakan maka dimasukkan ke dalam daftar buku yang rusak yang nantinya akan diperbaiki tergantung dengan tingkat kerusakannya. Bagi buku yang rusak ringan dan masih bisa diperbaiki maka dilakukan penjilidan. Pembudelan juga merupakan salah satu upaya pemeliharaan. Untuk buku yang rusak berat dibuatkan berita acara bahwa bukunya rusak berat yang berarti jilid lepas, lembarannya sudah tidak ada, yang kemudian akan disimpan di gudang. Selain melakukan perbaikan tentunya perpustakaan melakukan upaya perlindungan dengan pencegahan dari faktor-faktor utama penyebab kerusakan koleksi, yaitu faktor fisik, kimiawi, hayati, dan faktor lainnya seperti bencana alam. Kegiatan pencegahan tersebut seperti pembersihan ruangan yang dilakukan setiap hari, penyedotan debu dengan vacuum cleaner yang dilakukan berkala setiap seminggu sekali, penyampulan buku, pencucian boneka, adanya ventilasi dan pemasangan AC untuk menjaga suhu dan kelembaban, adanya tirai sehingga
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
68
cahaya matahari tidak langsung mengenai koleksi. Kegiatan lainnya yang biasa dilakukan perpustakaan untuk mencegah kerusakan karena jamur maupun serangga lainnya, yaitu dengan mengadakan fumigasi atau pengasapan. Namun, hal ini belum dilakukan oleh Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor, berikut ini hasil wawancaranya. Indra: ”Tidak ada ya fumigasi, menurut saya juga belum waktunya, fumigasi kan untuk menghilangkan jamur pada koleksi lama, yah saya rasa koleksi ini belum terlalu lama. Ribet juga, kalau untuk fumigasi kan harus menutup pelayanan”. Dapat disimpulkan disitu bahwa pustakawan belum merasa perlu mengadakan kegiatan ini karena usia koleksi yang belum terlalu lama sehingga belum adanya jamur yang tumbuh. Selain itu pelaksanaan fumigasi yang mengharuskan penutupan pelayanan juga menjadi pertimbangan belum dilakukan kegiatan ini. Kemudian, kegiatan pencegahan lainnya adalah penanggulangan bencana yang tak terduga, seperti kebakaran Perpustakaan ini memasang penangkal petir dan alat pemadam kebakaran bahaya api maka faktor yang perlu diperhatikan slah satunya adalah dipersiapkan alat pemadam kebakaran, salah satunya diletakkan di depan ruang koleksi anak. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor tidak pernah terkena bencana banjir walaupun begitu untuk kewaspadaan terhadap bencana banjir, perpustakaan menempatkan di lantai dua ruang entry data dan ruang buku tandon (tiap judul diambil 1 eksemplar).
Gambar 4.5 hydrant Kegiatan yang tentunya berkaitan erat terhadap pemeliharan dan sebaiknya dilakukan secara rutin oleh perpustakaan adalah penyiangan, yaitu kegiatan mengidentifikasi, memilih dan mengeluarkan bahan pustaka dari jajarannya, Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
69
untuk ditetapkan sebagai bahan pustaka hasil penyiangan, seperti dipindahkan ke tempat lain, dihibahkan, ditukarkan, atau dimusnahkan. Masalah dari kurangnya tempat penyimpanan, bahan pustaka yang rusak parah, tidak mutakhir umumnya menjadi alasan dalam penyiangan (Gorman dan Howes, 1989: 323). Dalam hal penyiangan, Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor belum pernah melakukan penyiangan khususnya terhadap koleksi anak karena keadaan koleksi yang masih cukup baik dan belum terlalu banyak. Walaupun dalam teori dikatakan bahwa kegiatan penyiangan perlu dilakukan minimal 1 tahun sekali atau tiga tahun. Tujuannya untuk menjaga keseimbangan koleksi dan menyisihkan bahan pustaka yang informasinya sudah kadaluarsa, sehingga perlu diganti dengan buku yang memuat informasi terbaru (Taslimah, 1996: 100). Perpustakaan juga belum membuat pedoman mengenai kriteria bahan koleksi yang semestinya disiangi serta pedoman kapan dan bagaimana penyiangan itu dilakukan. Berikut ini penuturan pustakawan mengenai pedoman serta upaya yang dilakukan apabila tedapat koleksi yang rusak berat. Rita menyatakan bahwa untuk sementara ini kita belum ada pedoman penyiangan maupun kriteria penyiangan. Di perpustakaan ini penyiangan hanya dilihat dari segi fisik bukan dari kemutakhiran isi dan tahun terbitnya, misalnya jilid yang lepas, label yang hilang, kelengkapan bukunya tidak ada, maka akan disingkirkan. Tindakan ini pun baru buku saja, untuk nonbuku belum dilakukan penyiangan. Selama ini juga belum pernah dilakukan pemusnahan buku karena dari perpustakaan belum ada payung hukum pemusnahan buku. Selama ini hanya disisihkan dari koleksi, disimpan di gudang tetapi itu baru beberapa buku umum. Jadi, selama ini masih menunggu koordinasi dari perpustakaan provinsi dan perpustakaan nasional untuk petunjuknya seperti apa karena belum dapat peraturan yang fix tentang bagaimana buku setelah rusak parah, apakah harus dibuang atau dibakar. Walaupun secara teori sudah ada untuk dimusnahkan atau dibuang tetapi bagi perpustakaan khususnya, buku yang rusak berat itu akan tetap ada sekalipun jilid lepas, lembarannya sudah tidak ada tetap akan disimpan di gudang karena ketika buku rusak pemeriksa akan tetap menanyakan keberadaan buku tersebut. Hal ini berkaitan dengan penghilangan asset negara apabila buku tersebut tidak ada.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
70
Menurut Taslimah Yusuf (1996: 99), sebelum melakukan perawatan dan penyiangan
dengan
cara
dipindahkan
ataupun
dimusnahkan,
sebaiknya
perpustakaan melakukan verifikasi atau stock opname, yaitu salah satu cara menghitung kembali koleksi perpustakaan yang dilakukan untuk memantau dan juga menyisihkan bahan pustaka tidak dijamah pembaca atau tidak sesuai dengan selera dan kebutuhan pemustaka. Namun, Perpustakaan ini belum melakukan stock opname secara rutin karena memerlukan waktu yang cukup lama untuk menutup pelayanan perpustakaan dan hal tersebut belum terlalu dianggap perlu. Selain itu keterbatasan anggaran dan SDM juga menjadi kendala kegiatan ini belum dilaksanakan. Berikut keterangan dari pustakawan Rita: “Di sini belum ada, belum rutin dilakukan stock opname sampai menutup layanan ya. Peraturannya juga belum ada. Terkadang itu inisiatif dari kita aja untuk menata dan menyisir ke rak-rak untuk melihat keadaan koleksi. Sebenarnya kita sebagai pustakawan tahu betul proses itu penting ketika buku-buku itu sudah kacau balau, jadi
mau tidak mau harus ada penataan
ulang. Tapi kegiatan itu mungkin belum dilakukan karena keterbatasan anggaran dan SDM”. Indra: “Stock opname belum ada karena ribet ya, harus menutup layanan dan di sini sedikit orangnya di juknisnya pun tidak ada secara rutin”. Dengan tidak adanya stock opname ini maka untuk mengidentifikasi koleksi yang rusak dilakukan saat staf perpustakaan menyimpan dan menata koleksi saat sirkulasi maupun koleksi yang berantakan di luar rak ataupun inisiatif pustakawan dalam melakukan penyisiran dan pemeriksaan di setiap rak untuk melihat koleksi yang rusak dan harus diperbaiki. Hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian mengenai pengembangan koleksi anak Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor sebagai berikut. Pustakawan mengadakan pengembangan koleksi berdasarkan kemampuan dan pemahaman mereka mengenai kriteria koleksi anak yang baik berbekal pada pengalaman dan pengetahuan mereka tentang buku yang layak untuk anak. Tidak adanya pedoman mengenai kriteria koleksi dalam pengadaan, keterbatasan anggaran dan terbentur
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
71
dengan kebijakan yang ada menyebabkan pustakawan lebih mementingkan pengadaan koleksi dilihat dari segi kuantitas bukan kualitas.
4.5 Kendala Pengembangan Koleksi anak Dalam kegiatan pengembangan untuk koleksi anak khususnya terdapat beberapa kendala. Kendala utama dalam pengembangan koleksi anak adalah menyangkut pengadaan koleksi yang tentunya berkaitan dengan penganggaran perpustakaan. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor memiliki berbagai macam kegiatan yang sudah dianggarkan tiap tahunnya. Anggaran kegiatan-kegiatan perpustakaan ini dibuat berdasarkan prioritas kebutuhan dan ketentuan dari pemerintah. Oleh karena itu, adanya kegiatan lain mempengaruhi besar kecil atau ada tidaknya anggaran untuk koleksi anak. Terdapat kegiatan yang sudah dianggarkan secara rutin seperti pengembangan koleksi atau pembelian buku. Pengadaan koleksi yang dilakukan rutin sayangnya hanya sebatas koleksi buku. Koleksi nonbuku pengadaannya sulit dilakukan karena untuk pengadaan nonbuku tidak dianggarkan secara rutin, belum menjadi prioritas kegiatan, dan belum adanya kode rekening untuk permainan dan audiovisual sehingga menyulitkan pustakawan dalam birokrasi untuk menganggarkannya. Dalam hal ini diperlukan kekreatifan dan kecerdikan pustakawan untuk menyelipkan pembelian koleksi anak nonbuku didalam kegiatan lainnya. Keterbatasan dana dan rumitnya tentunya menjadi kendala karena mengakibatkan kurang beragamnya koleksi di ruang baca anak. Pengadaan koleksi untuk anak dilakukan bersamaan atau bercampur dengan koleksi referensi dan umum dengan anggaran yang menyatu atau tidak dipisahkan tersendiri. Pengadaan untuk buku anak dalam segi jumlah setiap tahun persentasenya berbeda disesuaikan dengan kebutuhan dan berdasarkan pemustaka yang berkunjung di Perpustakaan Umum. Menurut Yati, untuk tahun ini pembelian buku anak meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini pengadaan buku anak 20%-30% dari jumlah anggaran pengadaan buku keseluruhan. Peningkatan pembelian buku ini dapat dilihat dari jumlah pemustaka anak yang makin bertambah. Anggaran koleksi anak yang tidak dipisahkan secara tersendiri menjadi kendala karena pustakawan tidak dapat memaksimalkan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
72
kebutuhan akan buku anak karena harus terbagi dengan koleksi umum dan referensi. Selain itu tiap tahunnya tidak selalu pengadaan buku anak bisa 20% dari pengadaaan keseluruhan, bisa saja dibawah itu ataupun tidak sama sekali hal itu tergantung dari pustakawan melihat kebutuhan pemustaka Perpustakaan umum. Sebaiknya adanya anggaran tersendiri untuk layanan anak. Kendala lain, yaitu belum adanya kebijakan pengembangan koleksi anak secara tertulis hanya terdapat juknis yang berisikan petunjuk teknis pengelolaan perpustakaan secara umum membuat pustakawan melakukan kegiatan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Prosedur tertulis secara khusus untuk kegiatan seleksi, pengadaan, pengolahan, pemeliharaan hingga penyiangan yang berfungsi sebagai pedoman untuk kegiatan tersebut sebaiknya dibuat agar dilakukan
secara terarah
dan
teratur.
Pustakawan
melakukan
kegiatan
pengembangan koleksi tanpa melihat alur atau prosedur kerja secara tertulis, seperti untuk kegiatan penyeleksian tidak adanya pedoman seleksi buku anak secara tertulis menyebabkan kemampuan dan pengalaman pustakawan yang diandalkan dalam melakukan kegiatan tersebut. Dengan perbedaan kemampuan, pengalaman dan
dan tidak adanya kebijakan pengembangan koleksi tertulis
menyebabkan kurang terarah dan terencana dengan baik. Pustakawan perlu membuat kebijakan pengembangan koleksi tertulis dan prosedur kerja tertulis agar pengembangan koleksi perpustakaan dapat dilakukan secara baik dan teratur setiap tahunnya. Kendala lain terdapat pada sumber daya manusia, yaitu pustakawan dan staf perpustakaan. SDM di perpustakaan berperan penting dalam melakukan kegiatan pengembangan koleksi anak diperpustakaan. Belum adanya pengolahan untuk bahan tidak tercetak seperti mainan dan bahan audiovisual mengakibatkan kesulitan dalam pencarian dan identifikasi koleksi tentunya berkaitan dengan kinerja pustakawan. Selain itu, tidak adanya pustakawan atau staf perpustakaan lainnya yang ditugaskan secara khusus untuk selalu berada di ruang baca anak dalam mendampingi atau membimbing anak dalam mencarikan buku yang sesuai ataupun mengajarkan untuk mengembalikan koleksi ketempatnya. Keterbatasan SDM dan kesibukan pustakawan menjadi alasan tidak melakukan kegiatankegiatan tersebut. Padahal peneliti melihat tidak sedikit pustakawan dan staf
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
73
perpustakaan yang terlihat mengobrol dan santai yang sebenarnya dapat diberdayakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Pustakawan dan staf perpustakaan kurang inisiatif dan belum maksimal dalam melakukan kegiatan pengembangan koleksi, membimbing dan melayani kebutuhan anak di ruang baca anak.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
74
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan Belum adanya
pedoman pengembangan koleksi secara tertulis dalam
proses seleksi serta pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor. Namun, kemampuan
dasar pustakawan menjadi hal yang
utama dalam proses kegiatan tersebut supaya kesesuaian koleksi anak di Ruang Baca Anak dapat terwujud. Walaupun tidak terdapat kebijakan pengembangan koleksi yang tertulis, pustakawan dapat menjalankan pengembangan koleksi sesuai dengan kriteria koleksi anak menurut Children’s Library Services Handbook (1990: 28) dan Guidelines For Children’s Libraries Services (2001: 9), yaitu buku yang mengembangkan pikiran, imajinasi, keingintahuan, dan kreatifitas dengan mempertimbangkan kriteria bahan pustaka yang berkualitas tinggi, sesuai dengan umur, terbitan terbaru dan akurat, refleksi dari berbagai nilai-nilai dan opini, refleksi dari kebudayaan komunitas lokal serta, dan merupakan sebuah pengenalan ke komunitas yang lebih global. Dengan begitu koleksi anak telah merepresentasikan layanan anak. Kebijakan tertulis pengembangan koleksi diperlukan di sini karena kemampuan setiap orang berbeda dan berubah-ubah baik orang maupun ilmunya sehingga dengan adanya kebijakan tertulis tersebut kesenjangan itu bisa diatasi. Apabila ada regenerasi atau pergantian pegawai maka pengembangan koleksi yang pernah dilakukan dapat diikuti dan ditelusuri melalui kebijakan pengembangan koleksi tertulis sehingga kegiatan pengembangan koleksi dapat terarah dan bisa lebih dikembangkan lagi ke depannya. Pengembangan koleksi di perpustakaan ini diartikan sebagai pengadaan yang hanya terbatas untuk koleksi buku. Koleksi audiovisual serta mainan anak pengadaan koleksinya perlu pengajuan tersendiri tidak bersamaan dengan pengembangan koleksi buku yang diadakan rutin setiap tahunnya. Padahal, dalam Children’s Library Services Handbook (1990:77) disebutkan bahwa koleksi tidak tercetak harusnya menjadi prioritas dalam koleksi anak karena memiliki daya tarik besar untuk banyak
anak
serta
dapat memperluas wawasan
anak-anak,
74 Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
75
pemahaman ataupun kreativitas. Hal ini tentunya menjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan koleksi anak yang lebih
beragam dan berkualitas
khususnya untuk koleksi nonbuku, yaitu audiovisual dan mainan. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor merupakan lembaga yang pengelolaanya diatur oleh Pemerintah Daerah dengan anggaran yang didapatkan dari APBD. Sehingga pengadaan koleksi layanan anak mengacu pada kebijakan dari pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan pada kuantitas koleksi buku daripada nonbuku, padahal koleksi nonbuku seperti audiovisual dan permainan sama pentingnya dan lebih menarik bagi pemustaka anak. Pengolahan koleksi buku sudah mengikuti alur pengolahan yang sesuai. Namun, dalam penataan di rak belum diterapkan dengan baik. Hal ini terlihat dari susunan buku yang tidak teratur, tidak adanya penanda subjek buku pada rak, dan kurang pedulinya petugas perpustakaan dalam merapikan koleksi serta memberikan edukasi pada pemustaka anak dalam menelusur atau menempatkan koleksi agar tidak menyulitkan penelusuran. Pengolahan nonbuku belum diolah dan dibuatkan sistem temu kembali secara tertulis maupun penerapanya karena jumlah koleksi yang masih sedikit hal ini akan menjadi masalah apabila koleksi bertambah banyak. Pemeliharaan koleksi buku sudah dilakukan rutin dan dianggarkan berbeda dengan pemeliharaan audiovisual dan mainan yang belum dilakukan secara rutin. Pemeliharan terhadap koleksi tidak tercetak tidak tercantum dari kegiatan rutin sehingga bergantung pada kepedulian petugas perpustakaan untuk melaksanakan tindakan pemeliharaan. Perpustakaan belum melakukan penyiangan koleksi dan belum adanya pedoman tertulis untuk kriteria penyiangan maupun tahapan dalam proses penyiangan di perpustakaan ini. Pustakawan hanya mengikuti kebijakan dari PEMDA yang mengatur perlakuan tentang koleksi buku yang merupakan aset yang belum dapat dimusnahkan apabila belum disetujui dengan melewati prosedur yang panjang dalam pelaksanaannya. Sedangkan untuk bahan audiovisual dan mainan penyianganya tidak terlalu dipermasalahkan karena termasuk ke dalam perlengkapan atau barang habis pakai. Perlakuan yang berbeda antara koleksi buku dan nonbuku dari kegiatan pengadaan hingga pelestarian tentu saja akan menjadi hambatan dalam
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
76
pengembangan koleksi anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor. Maka dikhawatirkan pustakawan hanya akan fokus memperhatikan pengembangan koleksi buku anak sehingga koleksi nonbuku akan terabaikan. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pustakawan untuk dapat membuat perlakuan yang sama dalam pengembangan koleksi untuk bahan tercetak maupun yang tidak tercetak.
5.2 Saran Dalam mencapai visi dan misi, saran yang dapat peneliti berikan dalam kegiatan Pengembangan Koleksi Anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan koleksi anak
perlu lebih diperhatikan lagi khususnya
untuk koleksi audiovisual dan koleksi mainan baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor seharusnya membuat kebijakan atau pedoman secara tertulis untuk kegiatan pengembangan koleksi anak seperti seleksi, pengadaan, pengolahan, pelestarian dan penyiangan. Sebaiknya tidak hanya Perpumda Bogor yang membuatnya, tetapi Perpustakaan Nasional juga membuat pedoman tertulis mengenai pengembangan koleksi anak khususnya untuk kriteria seleksi koleksi anak. Dengan kebijakan tersebut maka pengembangan koleksi anak menjadi lebih terarah dan jelas. 2. Perlunya penyediaan koleksi anak yang lebih bervariasi dari fungsi maupun jenis medianya khususnya mainan. Hal ini berkaitan dengan pustakawan yang kreatif dan inovatif misalnya, mencari sumber pendanaan selain dari pemerintah dengan mengadakan kegiatan yang dapat menarik sponsor atau lembaga lainnya serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai perpustakaan lain, dalam upaya peningkatan keragaman koleksi, dan pengetahuan mengenai pengembangan koleksi. 3. Perlunya pustakawan memberi pengertian serta mengusulkan kepada atasan atau pihak yang berwenang bahwa pengembangan koleksi dimaknai bukan sekedar buku tetapi juga koleksi nonbuku. Untuk itu pustakawan perlu mengusulkan juga tambahan untuk kode rekening mainan, bahan
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
77
audiovisual dan koleksi lainnya secara jelas masuk ke dalam Pedoman Keuangan Daerah. 4. Perlu adanya pengolahan untuk bahan nonbuku, memperbaiki penataan di rak misalnya dapat dikelompokan sesuai usia, membuat rambu keterangan koleksi, atau membuat desain rak yg menarik sesuai objek koleksi agar mempermudah sistem temu kembali bagi pemustaka anak sehingga pustakawan dapat terbantu dalam penataan koleksi agar tetap rapi. 5. Perlu kegiatan pelestarian khususnya untuk koleksi nonbuku yang ikut dianggarkan agar dapat dilakukan secara rutin. Selian itu, kegiatan stock opname dan penyiangan perlu dilakukan secara rutin agar dapat mengidentifikasi kondisi koleksi secara menyeluruh. 6. Perlu diusulkan penambahan pegawai perpustakaan dengan latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan atau pustakawan yang berkompeten agar dapat mendukung kegiatan pengembangan koleksi.
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
78
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2010. Standar Nasional Indonesia (SNI) Bidang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Burhan Nurgiyantoro. 2005. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Connor, Jane Gardner. 1990. Children’s Library Services Handbook. Canada : The Oryx Press. Cresswell, John W. 1994. Research Design Qualitative, Quantitative Approaches. California : Sage Creswell, John W. 2010. Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Fawaiz, Achmad, Penerjemah). Jakarta : Pustaka Pelajar Efendi Ari Wibowo. Perpustakaan Anak: hak anak yang terabai. Diakses 30 Mei 2012.
http://media.kompasiana.com/new-media/2011/06/28/perpustakaan-
anak-hak-anak-yang-terabai/ Evans, G. Edward & Margaret Zarnosky Saponaro. 2005. Developing Library and Information Center Collections (5th ed). Englewood: Libraries Unlimited,. Gorman, G.E. dan B.R. Howes. 1989. Collections Development for Library. London: Bowker-saur Heru Kurniawan. 2009. Sastra anak: dalam kajian strukturalisme, sosiologi, semiotika, hingga penulisan kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu IFLA. Guidelines For Children’s Libraries Services. Diakses 5 September 2011.
KAPD-Bogor. Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor. Diakses 4 November 2011. http://kapd.bogorkab.go.id/ Karmidi Martoatmodjo. 1997. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Multi Wijaya Lasa Hs. 2009. Kamus kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Moleong, Lexy. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
78
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
79
Murti Bunanta. 2004. Buku, mendongeng dan minat membaca. Pustaka Tangga: Jakarta Neuman, W. Laurence. 2003. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. Whitewater: Pearson Education Inc. Parenting Indonesia. Cara tepat pilih bacaan anak. Diakses 10 November 2011. http://www.parenting.co.id/article/usia.sekolah/cara.tepat.pilih.bacaan.anak/00 1/004/75 Pemerintah Kabupaten Bogor. 2011. Petunjuk Teknis Pengelolaan Perpustakaan Daerah Nomor 2. Pemda: Bogor Perpustakaan Nasional RI. 1999. Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umum. Jakarta: Perpustakaan Nasional. Perpustakaan Nasional. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Jakarta: Perpustakaan Nasional Rachman Hermawan dan Zulfikar Zen. 2006. Etika kepustakawanan: suatu pendekatan terhadap kode etik pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto Reitz, Joan M. (2004). Online dictionary for library and information science. Diakses 4 Januari 2012. http://www.abc-clio.com/ODLIS/searchODLIS.aspx Silalahi, Ulber. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama Siti Sumarningsih. 2001. Pengembangan koleksi perpustakaan. Al-Maktabah: Jurnal Komunikasi dan Informasi Perpustakaan, vol. 3 No. 1 April Sudarnoto Abdul Hakim, dkk. 2005. Perpustakaan sebagai Center for learning society. Jakarta: Fakultas adab dan Humaniora UIN Jakarta. Sulistyo-Basuki. 2009. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka Sutarno NS. 2005. Tanggung Jawab Perpustakaan: Dalam Mengembangkan masyarakat informasi. Jakarta: Panta Rei Sutarno SN. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta : Sagung Seto Sullivan, Michael. 2005. Fundamentals of Childen’s Services. United States of America : American Library Association. Syihabuddin Qalyubi, et al. 2003. Dasar-dasar ilmu perpustakaan dan informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi IAIN
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
80
Taslimah Yusuf. 1996. Manajemen perpustakaan umum. Jakarta: Universitas Terbuka Totterdell, Barry and Jean Bird. 1976. The Effective Library: Report of the Hilling Don Project on Library Effectiveness. London : the Library Association. Vineyardesigns. Educational toys: building blocks for children. Diakses 10 April 2012 http://www.vineyardesigns.com/moms/educational_toys/building_blocks_chil dren.shtml Vineyardesigns. Fun Educational Puzzle-Gamesfor Kids. Diakses 10 April 2012 http://www.vineyardesigns.com/moms/educational_toys/fun_educational_puz zles_games_kids.shtml Yuyu Yulia, Janti G. Sujana, dan Heni Windarti. 1999. Pengadaan bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka
Universitas Indonesia
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 2
URAIAN TUGAS STAF SEKSI PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN
I.
PELAYANAN PERPUSTAKAAN
1. Nurmawati,A.Md 2. Joko Rianto 3. Fitri Rachmi S.Pd 4. Aan Dewi Bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan terhadap pengunjung perpustakaan (pemustaka) meliputi : Pembuatan kartu anggota dan Kelengkapannya Memberikan
layanan
Pinjaman
dan
Pengembalian
Buku
Perpsutakaan Memberikan layanan audio visual kepada pengunjung Membuat laporan-laporan yaitu : 1. Jumlah/Data anggota Perpustakaan 2. Jumlah/Data Pengunjung Perpustakaan 3. Jumlah Peminjam dan Pengembalian Buku Perpustakaan 4. Rekapitulasi Buku yang dipinjam dan dikembalikan
II.
PENGOLAHAN KOLEKSI BAHAN PUSTAKA 1. Rini Naritha,A.Md 2. Ade M. Saiban, A.Md 3. Andri Wijayanto, S.Sos Bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan serta penataan Koleksi Bahan Pustaka meliputi :
Pengklasifikasian buku, labeling buku, penempelan kantong dan lidah buku serta pemberian kartu buku. Reparasi buku yang rusak Pelaporan judul buku yang telah diolah secara berkala : 1. Jumlah/Data Koleksi Bahan Pustaka Perpustakaan 2. Jumlah/Data Buku yang diolah secara berkala 3. Jumlah/Data Buku yang rusak, hilang dan di reparasi. Melakukan otomasi data buku perpustakaan kedalam data base/sistem informasi perpustakaan, meliputi : Pembuatan work sheet koleksi buku perpustakaan.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 2
Entry data buku kedalam data base/sistem informasi perpustakaan. Pelaporan jumlah buku yang di work sheet, kedalam data base/sistem informasi perpustakaan secara berkala. Melaksanakan pengawasan kegiatan outsorching 5. ADMINISTRASI KEUANGAN Inah Faizul Muslim A.Md Riko S.Budianto Ali Gunawan (Kearsipan) Bertanggung jawab melaksanakan penertiban Administrasi Keuangan yang meliputi : Pengajuan/pembuatan
Nota
Dinas,
SPP,
Peng-SPJ-an
Seksi
Pengelolaan Perpustakaan Pencatatan pada buku panjer,BKU, pajak dan Buku Kendali Keuangan
Pendataan Inventaris Barang dan Pemberian Kode Barang pada seksi Pengelolaan Perpustakaaan
Membuat Laporan Pertanggungjawaban Keuangan
6. KEAMANAN DAN KEBERSIHAN Rosyid Nisan Atin Sahrul Yusuf Alpian Bertanggungjawab pada pelaksanaan kebersihan kantor dan keamanan kantor.
Cibinong, 24 Januari 2011 Kepala Seksi Pengelolaan Perpustakaan
Eli Nurhayati,SH NIP. 196411271996012001
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 3
Peta Lokasi Perpustakaan
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 Tranksrip Wawancara
Kegiatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor oleh informan sebagai berikut : 1. Yati yang dilakukan pada 03 April 2012, 11 april 2012, 29 April 2012 2. Rita yang dilakukan pada 3 November 2011, 3 April 2012, 27 April 2012 3. Wati yang dilakukan pada 19 Maret 2012, 27 April 2012 4. Indra yang dilakukan pada 11 april 2012, 15 maret 2012, 27 April 2012, 11 Mei 2012 5. Ahmad yang dilakukan pada 05 April 2012, 27 April 2012, 11 Mei 2012
No. Kategori 1.
Sasaran Anak
Wawancara Koleksi P: Siapa saja pemustaka yang menjadi sasaran untuk koleksi
Interprestasi Sasaran pemustaka untuk
anak?
koleksi anak adalah anak TK
Rita: “Sampai SD awal SMP lah, dari umur 4 tahun sampai 13
hingga SD atau yang berumur
tahun, yang paling tinggi mungkin layanan ini layak
sekitar 4 sampai 12 tahun.
dibacanya sampai SD, karena kalo SMP kadang kan butuh
Buku-bukunya lebih
pelajaran atau buku-buku untuk yang memenuhi kebutuhan
diperuntukkan untuk anak yang
dianya pasti ke ruangan dewasa, karena kondisinya buku
sudah bisa membaca
remaja ada di sana, tapi kalo anak-anak SMP yang diperhatikan masuk ke sini tuh nyari tempat nyamannya, buat lesehan”. Yati: “Untuk TK, dari usia 5 tahun sampai SD kelas 6, karena hampir rata-rata bnyak yang TK itu masih banyak juga yang
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 dibawah 5 tahun. Dan disini sebenarnya buku-bukunya juga diperuntukkan kalau yang sudah bisa baca jadi kalau yang belum bisa baca paling kita hanya ada permainan seperti lego atau puzzle. Kalau koleksi untuk anak usia di bawah 3 tahun, disini belum ada, itu mungkin dibutuhkan pelebaran ruangan juga dan kalau untuk batita biasanya lebih menggunakan alat peraga ya, dan kita belum menyediakan sarananya untuk batita, jadi dari 4 tahun keatas lah mereka bisa bersosialisasi disini”. Wati: “Tk aja, PAUD juga udah boleh sih” Ahmad: ”Yang lebih diprioritaskan SD ke bawah, karena nanti yang SMP-SMA itu terkadang sudah masuk yang ke umum,
dan
biasanya
juga
mereka
cari
buku
yang
berhubungan dengan pelajaran. Kalo untuk anak yang belum bisa membaca, secara spesifik koleksinya tidak ada ya. Disini sih disediakan CD, tapi biasanya kalo CD, VCD ini khusus kunjungan untuk anak-anak TK, saat kunjungan baru dinyalakan audiovisualnya”. 2
Tanggapan
P: Bagaimana tanggapan dan pandangan anda mengenai
Kebijakan
mengenai
kebijakan yang ada saat ini terkait dengan pengembangan
koleksi anak sudah dilakukan
kebijakan
koleksi?
sesuai dengan prosedur dan
Rita: “Pada dasarnya kalau bicara kebijakan bukan masalah
pengetahuan para pustakawan,
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
pengembangan
Lampiran 4 setuju atau tidak ya, tetapi ketika memang kebijakan itu belum
namun
ada kan berarti wajib diadakan, wajib dimunculkan. Nah Ya
terbentur dengan belum adanya
mungkin ini sebetulnya kembali kepada pimpinan, kalau kita
pedoman tertulis secara resmi
pustakawan
serta
buatkan
pengembangan koleksi
pedoman
tertulis
kebijakan
pun belum kuat sebetulnya kalau
anggaran
kebijakan
tersebut
terbatasnya/sedikitnya yang
dialokasikan
hanya untuk penggunaan secara internal. Harusnya kita kan
untuk pengembangan koleksi
harusnya berpikir gimana caranya perpustakaan lain pun
anak.
standarisasinya pengembangan koleksinya berlaku sama dan itu butuh proses perjuangan dari perpustakaan daerah Tidak hanya pustakawan tetapi dalemnya itu instansi yang mengemban itu, berkepentingan mewujudkan itu. Kalo dorongan sejauh ini kurang lebih kepala seksi dan pustakawan, apa kekuatanya? Kan gitu Kita punya konsep seharusnya pengembangan begini dl sbgianya tapi terbentur dari atasnya belum ada naungan payung hukum buat apa Kalau apa kekuatannya kita punya konsep jadi semacam dilematis juga kan kita tidak bisa bergerak secara leluasa. Kendala kebijakan saat ini belum tersosialisasikan dengan baik saja mungkin karena kalau kita lihat payung hukum kita udah ada UU perpustakaan ada kebijakan, PP belum ada. Ketika kita itu akan mengadakan berupa perda didaerah pun kendalanya apa didaerah pun kebijakan memang begitu ya
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 tidak berbicara rinci ya tapi sudah bicara rinci pelaksanaan di lapangan secara umum kita upayakan sudah dilaksanakan walaupun tidak ada standardisasinya Tapi karena kita punya bekal secara ilmu, karena kita punya pengetahuan mengenai pengembangan koleksi lakukan.
itu, sumbangsih itu aja yang kita
Selain daripda itu kita ngga punya kekuatan.
Harusnya memang upaya sosialisasi dari atas undang-undang seharusnya lebih cepat sampai ke kita tapi kan kenyataannya dari 2007 muncul UU tentang perpustakaan buktinya PPnya aja belum ada nah sekarang kalau diatasnya belum mau gimana lagi. Yang tertinggi itu kan UU yang akan diterjemahkan PP diterjamahkan menjadi perda pergub terus itu kepala kantor akan menyesuaikannya lagi tapi kalo diatasnya belum mau gimana lagi”. Wati: “Saya si belum terlalu paham ya tentang kebijakan disini. Tapi yang saya tau dalam melakukan proses pengembangan koleksi kita sudah sesuai dengan peraturan yang ada dan dipadukan dengan kemampuan kita sebagai pustakawan. Untuk kebijakan sudah cukup baik, meskipun belum ada yang tertulisnya yang kita lakukan sebisa mungkin memenuhi
kebutuhan
pengunjung
dan
sesuai
dengan
pengetahuan yang diajarkan sewaktu kuliah dulu. Tapi kan
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 ngga bisa dipungkiri kalo terkadang keterbatasan anggaran membatasi kita dalam melakukan kegiatan. Ya memang baiknya untuk kebijakan pengembangan koleksi dibuat yang tertulis ya supaya pustakawan yang baru seperti saya bisa langsung belajar dan mengerti prosesnya”. Yati: “Kalo kita sudah mengikuti kebijakan pemerintah ya, kebijakan dari pemerintah sudah cukup baik ya mungkin memang harus lebih spesifik lagi dimunculkan untuk material atau barang-barangnya di pedoman pengelolaan keuangan daerah. Kebijakan ini bisa flexible dan disesuaikan dengan kebutuhan, lebih memfokuskan ke prioritas yang mana dulu. Kebijakan yang ada juga sudah sesuai dengan implementasi kita. Namun, sulitnya itu terbentur dari anggaran serta banyaknya kegiatan dan pemenuhan akan jumlah koleksi yang harus dicapai membuat kita tidak dapat melakukan hal pengembangan secara maksimal sesuai yang kita inginkan. Jadi dari kitanya aja berusaha mendorong untuk lebih meningkatkan kualitas bukan kuantitas. Untuk pedoman kegiatan pengembangan koleksi memang belum kita buat yang tertulis ya, ya memang si ada rencana untuk membuatkanya tetapi belum aja, jadi ya kita lakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta pengalaman kita.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 Pokoknya berusaha yang terbaik aja untuk memenuhi kebutuhan pengguna”. Ahmad: “Kalau kebijakannya kalau menurut saya, sudah cukup baik, tapi prakteknya ngga baik. Sulit lah, semuanya kembali lagi kepada hasil dari anggaran yang kita peroleh. Pada dasarnya harusnya ngikutin kebijakan tapi ya jadi ga ngikutin kebijakan, kita kan tidak bisa menentukan sendiri berapa yang harus kita dapatkan tetapi kan kita dapet anggaran itu dari bappeda dari pemda jadi berapa yang kita dapetkan anggaran itu ya sudah kita gunakan anggaran itu dari kita dapatkan teorinya sudah baik tapi karena anggaran yang didapatkan tidak maksimal jadi pustakawan juga tidak dapat maksimal dalam mengembangkannya.Sebenarnya si kalau masalah kebijakan pemerintah mau ngga mau ya harus dilakuin. Masalah baik ngganya, ya susah juga ya. Tapi si menyangkut kebijakan mengaenai pengadaan koleksi koleksi sudah cukup baik ya tapi kan kita terbenturnya di masalah dana aja, karena kan juga disini banyak kegiatan perpustakaan yang dilakukan jadi ya harus dibagi-bagi anggarannya. Kalo untuk pedoman tertulis mengenai koleksinya harus gimana, berapa, dan seperti apa emnurut saya tidak perlu, karena kalo ada kebijakan yang mengatur seperti itu akan kaku nantinya
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 kalau tidak ada atau tidak bisa melakukan pengadaan yang tercantum dalan pedoman akan menjadi masalah. Kalau tidak ada ketentuan atau pedoman tertulis yang mutlak kan kita bisa berinovasi sendiri untuk pengembangan perpustakaan. Yang penting bagaimana koleksi itu. Kalau melenceng dari yang tidak ada di pedoman kan akan menyulitkan kita jadi lebih baik tidak ada standar untuk pembelian koleksi buku yang penting
dapat
memenuhi
kebutuhan
dari
pemustaka.
Terkadang walaupun kita sudah buatkan yang akan dibeli otomatis kita akan terbentur anggaran”. Indra: “Saya tidak mau berkomentar terlalu banyak tentang baik buruknya. Menurutnya, kebijakan ini dibilang baik ada baiknya dibilang buruk juga ada buruknya tetapi kebijakan ini tergantung bagaimana orang yang menjalankannya. Paling emang birokrasi pemerintah suka ribet dan ada kendalanya kaya harus sesuai kode rekening dan yang dan lain-lain itu kan membingungkan, terkadang kita sudah menganggarkan dan mengalokasikan barang tapi kesalahan kode rekening uangnya tidak bisa diambil. Jadi untuk koleksi nonbuku dalam pengurusanya juga lebih ribet. Jadi sebaiknya dalam kebijakan tersebut perlu dibuat lebih rinci dan jelas lagi. Terus terkadang dari Bappedanya juga suruh untuk buku dulu yang
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 diperbanyak ya jadi kita ikutin aja. Kalau untuk pedoman tertulis mengenai koleksi bagaimana dan apa yang sebaiknya yang dibeli itu kan ngga ada dan belum perlu juga. Soalnya kita mah sudah tau sampai hafal prosesnya gimana dan sebaiknya koleksi gimana yang diperlukan pengguna, yang penting kita sudah dengan ketentuan yang berlaku”.
3
Internet untuk
P: Apakah disediakan koleksi dari internet atau layanan
Layanan
internet
anak
internet untuk pemustaka anak?
disediakan
bagi
Yati: Kalo di sini karena kita belum secara khusus ada
dikarenakan
penanganan kaya gitu ya, artinya layanan internet emang
kekhawatiran para pustakawan
dikhususkan untuk dewasa aja dulu, tapi kita membatasi usia
dalam melakukan pengawasan
13 tahun ke atas, internet boleh dipakai usia sekian aja, karena
pada anak-anak usia dibawah 13
kondisinya kita belum sampai membimbing anak untuk
tahun
belajar internet segala macam, dan di satu sisi ketersediaan
internet
sarananya memang kurang ya, masih sedikit dan kepentingan dari anak menggunakan internet dan belum terlalu dipandang perlu, justru membiasakan budaya baca, dan ini lebih baik ke buku aja, jadi kalo internet ya ininya tendesusnya mereka pasti ke game. Jadi pernah dulu juga deket ruang baca anak, kecolongan, anaknya pada main, walaupun dia pun harus pake kartu anggota, ya memang nunjukin pake kartu anggota, tapi
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
ketika
belum anak-anak adanya
menggunakan
Lampiran 4 usia, ternyata ngaruhnya diliat dari segi mereka ngebuka apa aja, ternyata mainan, terus hal2 lain yang kira2 kita kira ke pengetahuan takutnya buka apa, dia melihat apa, itu juga yang dikhawatirkan. Ahmad: “Belum untuk anak-anak, karena untuk internet kan butuh ekstra perhatian, karena kalo salah-salah sedikit bisa fatal. Karena sekarang apa yang kita cari baik yakin muncul sesuatu yang tidak baik. Tetapi, hal itu jangan sampai terkontaminasi kepada nak-anak. Jadi akhirnya kita tidak bisa menangani itu, karena pustakawan itu masih punya pekerjaan lain daripada itu. Daripada kita kasih internet jadi jangan dulu deh. Jadi keterbatasan SDM, selain itu juga dari fasilitas untuk anak-anak belum. Jadi internet itu yang ada khusus untuk dewasa”. Wati: Ehm, anak mah tidak. Karena kita kan kalo gimana takut ya, harus ada yang mengawasi,kan kita juga tidakbisa mengawasi mereka terus. Selama ini juga tidak pernah, kecuali anak smp karena mereka kan sudah dianggap dewasa ya.
4.
Koleksi Orang Tua Apakah terdapat koleksi untuk orang tua, yaitu koleksi yang berisikan tentang bagaimana orang tua mengajarkan anak atau
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Terdapat koleksi untuk orang tua
yang
jumlahnya
tidak
Lampiran 4 yang lainnya di Ruang Baca Anak?
banyak dan diletakkan di ruang
Rita: “Kalo itu kan koleksinya masih sedikit ya,kaya kemarin
koleksi umum, bukan di ruang
itu kan kaya misalnya PAUD. Kalo sekarang kan mulai
baca anak.
banyak ya pendidikan untuk orang tua ya. Kaya PAUD, itu paling baru diadainnya baru tahun-tahun kemarin, baru 2010”. Indra : ”Hmm.. kalo buku-buku seperti itu ya ada beberapa, tidak banyak juga sih. Tetapi, buku-buku tersebut kita taruh di ruang baca umum ya.. karena itu diperuntukkan untuk orang dewasa bukan anak-anak jadi kita taruh di ruang baca umum”. 5.
Proses Anggaran
Indra: “Untuk anggaran perpustakaan awalnya dibuat rencana
Anggaran
jangka
perpustakaan
panjang
lima
tahun
tahun
ke
depan
untuk
kegiatan awalnya
dibuat
pengembangan perpustakaan. Trus tiap tahun di buatkan
rencana jangka panjang lima
rencana apa saja yang dibutuhkan. Misalnya untuk tahun
tahun,
pertama kebutuhannya apa dan kegiataannya apa saja, kira-
rencana
kira anggaranya menghabiskan berapa. Jadi, sudah dipatok
setahun. Kegiatan perpustakaan
dari Bappeda ya, pagunya Bappeda setiap tahun berbeda,
dalam
tergantung dari APBD terus kita buat rancangan kegiatan.
diajukkan ke Bappeda untuk
Bappeda yang menentukan untuk kegiatan pusling sekian,
disetujui.
Proses
pengadaan buku sekian. Untuk kegiatan baru bisa diajukan ke
anggaran
perpustakaan
Bappeda, nanti bappeda setuju apa ngga. Kalau untuk
pemerintah berlangsung hingga
pengadaan buku, awalnya Bappeda sudah memberikan pagu
dana cair dan kegiatan teknis
misalnya 80 juta angka tersebut bisa didapetin dari tahun lalu,
dilakukan oleh pustakawan.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
selanjutnya
dibuat
kegiatan
selama
setahun
tersebut
pengajuan ke
Lampiran 4 terus diajukan kembali sesuai kode rekening subjek buku. Misalnya kalau untuk buku, kita ajukan jumlah buku dengan subjek agama, fiksi, sejarah dan lain-lain yang sesuai dengan kode rekening dengan jumlah yang sudah kita tentukan. Setelah mengajukan, kita harus menunggu waktu cukup lama sampai verifikasi, ketok palu, makanya untuk kegiatan yang akan diadakan misalnya 2012 harus udah direncanakan dan diurus
setahun
sebelum
pelaksanaan,
karena
proses
persetujuan dari atas lama. Setelah sudah ketok palu, berarti sudah disetujui anggaran untuk buku yang telah diajukan ini. Nah disini ini pustakawan melakukan tugasnya dalam memilih buku, misalnya untuk ilmu sosial perlu berapa judul dan eksemplarnya dengan budget dan jenis yang telah diverifikasi sebelumnya. Pustakawan memilih judul buku dari beberapa katalog penerbit dan alat seleksinya kemudian dibuatkan desiderata. Pustakawan serahkan daftar judul yang harus dibeli sesuai dengan budget
ke PPTK (Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan), PPTK biasanya Kepala Seksi atau orang yang ditunjuk sebagai PPTK. Dokumen untuk pembelian buku tersebut disetujui PPTK terlebih dahulu kemudian dimintai juga persetujuan oleh Kepala Kantor. Selanjutnya dari daftar pembelian buku yang telah disetujui
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 akan diserahkan oleh penyedia jasa untuk dibelanjakan. Dari penyedia jasa, buku yang sudah dibeli sesuai pesanan akan di cek dan diserahkan ke pustakawan untuk diolah. Selanjutnya kegiatan teknis pengolahan dilakukan pustakawan”.
P: Kisaran anggaran untuk pengadaan buku pertahunnya
Pengadaan buku 80-90 juta
berapa?
pertahun untuk seluruh koleksi.
Rita: “Kalo sekarang sekitar 80-90 jutaan. Kalo tahun
Persentase buku anak biasanya
kemaren 80-an juta”.
15%-30% dari pengadaan buku
P: Berapa kira-kira persentase koleksi anak dari pengadaan
seluruhnya.
koleksi keseluruhan? Indra: “Paling 30% ya, itu hanya perkiraan. Saya ga pernah dipersentasekan buku anak harus sekian persen dari pembelian seluruh buku atau buku dewasa sekian persen dari pembelian, jadi kita ngitungnya mah dari kebutuhan, satu Dari jumlah pengunjung y, jumlah pengunjung anak perhari berapa? Ya kan? Terus pengunjung utama dewasa berapa. Yati: “Tahun kemaren kira-kira 15% dari pengadaan buku, untuk 2012 tentunya diatas 2011, lah minimal 2012 tuh diatas 2011, tarolah hampir 20-30% kalo persentasenya saya lupa yang jelas lebih banyak dua kali lipat dari 2011”.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 P: Bagaimana dalam penentuan pembelian koleksi dan siapa
Penentuan
yang menentukannya?
banyaknya/persentase anggaran
Rita: sebenarnya, tergantung pada kita, mungkin kalo
koleksi
kemaren, 2009 kita fokus ke anak, 2010 tuh kalo misalnya ke
berdasarkan tingkat kebutuhan
situ lagi ntar dipertanyakan, kenapa emang kemaren itu, jadi
pemustaka
kita seling lagi nanti 2000 berapa untuk penataan ini, jadi ga
anggaran
monoton. Karena terkadang kita juga ingin ada yang lain yang
didahulukan.
ada pengembangan seperti komputerisasi ini juga butuh anggaran yang banyak jadi kadang fokus dulu deh ini. Kaya kemaren tahun 2010 tuh masih dominan banyak koleksi ke dewasa, karena banyak ini juga, pengunjung, mahasiswa, masukan buku-buku yang belum ada di sini, nah itu banyak dominannya ya udah kita penuhin dulu, trus koleksi referensi kita masih sedikit, jadi fokus di referensi, jadi proporsi itu mah tetep ada sesuai anggaran, hanya yang memilah-milah itu kan tetep juga kondisi kebutuhan kita, hanya disesuaikan dengan ga mungkin semuanya diusulkan, ada beberapa yang prioritas, mana yang di antara itu prioritas, kita memilih, oh ini referensi dulu deh, referensi yang buku-buku mahal, ensiklopedia yang harga 1 ke atas itu bisa kebeli, yang itu dulu gitu.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
anak
yang
dan kegiatan
dibeli
prioritas yang
Lampiran 4 P: Kalau pengadaan majalah anggarannya darimana?
Pengadaan
koleksi
Yati: ”Jadi memang kalau majalah anak koleksinya kita
berlangganan seperti majalah
belum beragam ya lebih banyak buku, hanya majalah Bobo
dan koran dilakukan oleh sub
aja yah. Pengadaan majalah masuk sama Tata usaha, tapi
bagian tata usaha, perpustakaan
masalah pengelolaanya sama kita. Karena diperuntukkan
hanya
untuk perpustakaan di TU nya juga”.
mengolahnya
menerima
dan
Rita:” Itu dari Tata Usaha. Ini karena hampir sama dengan koran, surat kabar. Jadi hubungannya sama TU, jadi koran majalah, inventarisir kantor masuknya ke TU. Karena itu sifatnyakan bukan lelang atau pembelian langsung yang melibatkan pihak ketiga, itu kan sifatnya bayar berlangganan. Jadi masuknya ke kegiatan rutin kantor”.
6.
Anggaran
Apakah ada sumber dana lainnya selain dari pemerintah,
Sumber
nonpemerintah
misalnya dari sponsor atau membuat suatu acara?
hanya di dapat dari anggaran
Rita: “Tidak ada. Semuanya dari anggaran APBD. Kalo
pemerintah. Pustakawan belum
sumber lain misalnya paling dari sumbangan pribadi atau
mengupayakan
bonus dari penerbit”.
dari nonpemerintah.
Ahmad: “kalo selama ini belum ada sih sponsor yang kasih dalam bentuk uang, lagipula disini juga bikin kegiatan semua dananya masih dari pemerintah. Jadi belum ada dana dari luar”.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
dana
Perpustakaan
sumber
dana
Lampiran 4 7.
Tim selektor
Siapa saja tim selektor dalam pengembangan koleksi anak ini?
Tim selektor dalam
Wati: “Paling itu kepala seksi, Bu Rita, Pak Ahmad, sama Pak
pengembangan koleksi anak
Indra. Saya ikut membantu sedikit si paling.
adalah pustakawan dibantu oleh
Kalo sudah
datang bukunya kita kerja bareng. Saya paling bikin daftar
Kepala Seksi Perpustakaan
bukunya aja”. Ahmad: “Ya pustakawan dibantu sama kepala seksi dan Bu Wati juga ikutan ya. Rita: Itu kepala seksi sama pustakawan. Itu saya, pak Indra, Bu Yati, Pak Ahmad, ibu Wati. 8.
Sumber Informasi P: Apa saja sumber informasi yang digunakan untuk
Sumber yang digunakan dalam
menyeleksi bahan pustaka?
melakukan penyeleksian bahan
Rita: Ada resensi buku, terus bibiliografi, terus dari
pustaka
pemerintah Jawa Barat. Selain itu ada juga dari katalog
penerbit,
penerbit, baik itu cetak maupun non-cetak. Terus, kita paling
penyebaran kuesioner kepada
bikin kuesioner satu tahun dua kali dari ujung semester.
pemustaka, dan lewat kotak
Karena kita kan pengadaan bukunya kita setahun dua kali.
saran.
Wati: Itu paling dari kaalog penerbit masukan dari pustakawan, dan dari pengunjung. Waktu itu ada mahasiswi itu minta langsung Indra: Kotak saran, dari data buku yang dibaca buku itu loh makanya kalo diperpusnas kalo abis dibaca jangan langsung ditaruh dirak jadi buku anak yang diminati kelas berapa si .
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
antara
lain
browsing
katalog internet,
Lampiran 4 Statistik buku yang dibaca dan statistik buku yang dipinjam itu alat yang paling itu kan survey kebutuhan secara tidak langsung Ahmad: Kita biasa kan kalo seleksi dari katalog-katalog penerbit ya, atau ada juga yang dari internet. kadang ada juga usulan dari pihak ketiga. Tapi untuk selama ini kita belum lakukan
yang secara resmi tertulis seperti kuesioner untuk
anak-anak, tetapi paling dari kotak saran.
9.
Kriteria seleksi
P: Bagaimana caranya menyeleksi bahan pustaka anak? Apa Kriteria penyeleksian bahan saja kriteria yang di menjadi pertimbangan atau kriteria dalam pustaka yang dilakukan oleh pemilihan koleksi anak?
pustakawan dilakukan dengan
Rita: “Memang dasarnya kepada kemampuan pustakawan
cara melihat kesesuaian judul,
bagaimana buku ini layak atau tidak untuk anak. Pertama
kemasan yang menarik isi
untuk judul yang menarik. Tidak ada kriteria tertulis, kan
kandungan serta gambarnya
waktu kuliah juga sudah dikasih tahu, misalnya kriteria buku
sesuai
anak seperti ini, jadi tidak perlu kriteria tertulis, sudah
terdapat unsur pendidikannya.
tertanam di otak. Sekalipun tidak tertulis kita bisa melihat bagaimana ini bisa berguna untuk anak. Ya dari kemasan (cover) yang menarik, dari segi isi juga. Kaya sekarang kan ensiklopedia kan sekarang ada yang berbentuk lipat, jadi itu kan unik buat anak, menarik buat diceritain”.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
dengan
nilai
dan
Lampiran 4 Yati:“Untuk kriteria seleksi terutama dilihat dari isi kandungan ya, tentunya kalo pustakawan kan itu sudah.. sudah menjiwai juga, punya insting ya untuk anak itu buku kan disesuaikan dengan usianya, serta kebutuhannya. Dan kalo terhadap kualitas juga tentu saja itu masuk dalam kriteria, buku itu kemasannya harus bagus
dari bahan kertasnya juga
diusahakan juga diusahakan terbitan terkini ya, ya untuk anak itu daya tarik ya gambar tentu saja pada gambar yang sesuai untuk pendidikan anak ya”. Indra: “Untuk memilih bacaan anak yah pasti judulnya, gambarnya, ceritanya. Saya mah gimana saya aja, yang bagusbaguslah, pokoknya sesuai PMP lah, Pendidikan Moral Pancasila pokoknya sesuai moral lah. Pokoknya cerita yang bukan sekedar cerita ada unsur pendidikannya ada unsur hiburannya kan dan mungkin unsur-unsur yang tidak dilarang pemerintah ya dan rata-rata itu udah feeling ya, saya juga kadang-kadang ngga bisa nerjemahin”. Ahmad: Kalo untuk anak-anak itu kita lihat dari konten, artinya dari gambar-gambar yang ada di dalam buku yang bias menjadi alat komunikasi buat mereka. Karena mereka belum tentu punya minat baca yang tinggi. Tetapi pada saat mereka melihat gambar-gambar yang ada di buku akhirnya mereka
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 mau baca. Yang tiga dimensi pun kita ada tapi itu tidak menjadi skala prioritas juga, tetapi yang penting menarik bagi anak”. Ahmad: “Buku tiga dimensi hanya sedikit dan buku yang menggunakan bahasa inggris tidak banyak ya. Karena tidak mungkin juga kita belikan buku yang mahal-mahal tapi akhirnya
bukunya
cuman
sedikit,
jadi
kita
juga
mempertimbangkan dengan anggaran yang ada itu tidak terlalu sedikit juga”. Ahmad:“Kalau untuk koleksi audiovisual anak kebanyakan yang berhubungan dengan pendidikan ya, tapi pendidikan disini bukan yang berarti di dalamnya yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Tetapi di dalam situ ada unsur-unsur pendidikannya, seperti misalnya tata-cara salat dan doa-doa. Kalo untuk permainan dipilih seperti yang memiliki kekuatan daya ingat, lego gitu misalnya, puzzle, yang intinya melatih otak mereka untuk daya ingat”.
10.
Pembelian buku
P: Bagaimana pembelian buku dilakukan?
Pembelian dilakukan dengan
Yati:”Jadi intinya kalo penawaran itu dari masing-masing cara bekerja sama dengan penerbit melalui katalog penerbit tapi yang mengadakan itu vendor (pihak ketiga). bukan penerbit tapi pengadaanya dilakukan penyedia jasa nanti Pustakawan melihat dari
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 jadi pengadaanya tidak ada monopoli dari salah satu penerbit katalog penerbit yang aja, bisa ada 10, 8, 9 penerbit gitu. Jadi semua tercover, disini kemudian akan di daftar juga kan menghidupkan terbitan-terbitan dan penerbit”.
buku-buku yang akan dibeli lewat penyedia jasa.
11.
Pengadaan
P: Mengapa untuk koleksi audiovisual dan mainan tidak Pengadaan koleksi
nonbuku
dilakukan secara rutin seperti buku atau belum ada audiovisual dan mainan tidak penambahan koleksi?
dilakukan secara rutin karena
Rita:“Pengembangan koleksi itu dianggap buku aja, sedangkan terbentur dengan peraturan Mainan, DVD, pokoknya segala pernak-pernik, audiovisual, pengadaan bahan pustaka, Puzzle tidak dianggap koleksi. Jadi di dalam pedoman dimana yang disebut dengan keuangan daerah terdapat kegiatan perpustakaan ada dalam koleksi bahan pustaka hanya beberapa kegiatan dan program. Nah kalo itu masuknya ke buku, sehingga tidak bisa dalam penataan ruang baca anak saat tahun 2009 lalu, tidak ke dimasukkan dalam pengadaan dalam pengadaan koleksi. Jadi pengadaan koleksi mah buku bahan koleksi pustaka anak. aja dan yang di luar itu bukan, itu masuk ke ruang baca anak, Buku masih menjadi prioritas perlengkapan aja, bukan koleksi”.
koleksi bahan pustaka anak.
Rita: “Karena kita terbentur dengan sistem pengadaan, itu saja
Koleksi audiovisual dan
masuknya ke ATK yang sifatnya cepat habis, sama seperti fax, mainan anak dimasukkan tinta. Itu ditambah dari segi jumlah yang tidak terlalu banyak, kedalam pengadaan peralatan tidak sampai berpuluh-puluh juta. Harganya paling kisaran dan perlengkapan atau barang belasan juta untuk pernak-pernik. Waktu 2009 aja kita Cuma cepat habis menyisihkan anggaran Cuma 500 ribu aja, jadi kecil lah.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 Akhirnya masuk ke dalam kegiatan yang cepat habis. Artinya kalau kita masukin ke dalam koleksi anak ya terbentur dengan aturan yang tidak bisa digabungkan dengan buku. Kalo koleksi itu kan harus semuanya aja masuk. Jangankan dengan barang yang beda, untuk satu buku saja kode rekeningnya beda-beda, nah itu terbenturnya disitu. Nah makanya kaya barang-barang itu yang sifatnya bisa hilang, cepat habis jadi masuknya ke ATK yang tidak permanen terutama itu pertanggungjawabnya tidak berat, karena misalnya masuk ke dalam bagian khusus koleksi memang jadi berat, jadi nanti aset ganda yang mana tidak boleh hilang sama sekali. Kan kalo barang ATK itu sifatnya bisa habis, nah kalo seperti puzlle dijadikan aset yang tidak boleh hilang, terus hilang satu ya berat, makanya masuk ke dalam ATK”. Yati: “Jadi sebetulnya itu masalah
prioritas aja, kenapa
mainan anak tidak diadakan setiap tahun. Kan ada skala prioritas, ada yang paling prioritas dulu, misalnya untuk tahun kemaren anggaran kita prioritaskan untuk otomasi, saat ini lebih untuk pembinaan atau pusling dan lain-lain”. Indra: “Kalo buku kan udah ada, jelas ada kode rekeningnya diperaturannya. Kalo itu kan sebenarnya yang tidak tercantum dalam peraturan pengelolaan keuangan daerah, masuknya yang
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 di dan lain-lain itu, kan membingungkan. Selain itu, ribet urusanya.
Cuman
kebayang
ngga
pengadaan
boneka,
permainan edukatif anggaplah nilainya lima jutaan tapi ribetnya ngalahin yang nilainya berpuluh-puluh juta. Jadi kita ngadain yang ga ada diaturan-aturan. Kalo dulu anggarannya kita, masukin dekorasi sekalian dipaketin ke ruang baca anak, indikatornya dikemana-mana saya juga lupa dicantolin kemana-mana saya juga lupa, dipaketin ke ruang baca anak jatohnya”. Ahmad: “Bisa aja si kita menambah audiovisual
atau
permainan. Tapi kemaren kan, karena Bappeda mikirnya bahwa anggaran buku itu masih kurang, kita jumlah buku masih kurang, jadi ada target untuk jumlah buku. Nah kita itu masih dibawah jumlah buku kita, yang harusnya 4 juta judul buku, kita masih 28 ribu, satu juta aja belum. Jadi mungkin yang buat kebijakan bukan kita, ya sudah jadi karena ini target buku aja belum selesai buku saja dulu diselesaikan. Nah sebenarnya itu juga kembali lagi kepada pagu anggaran, karena walaupun kita punya perencanaan, anggaran bukan kita yang menentukan. Karena saat kita sudah sampai pengajuan ke Bappeda itu bisa ada pencoretan anggaran. Karena kita sih maunya menganggarkan sebesar-besarnya dan apapun kita
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 anggarkan”. P: Ada rencana untuk mengadakan audiovisual ya pak? Ahmad: Iya rencana, baru direncanakan tahun ini, berarti kalo direncanakan tahun ini baru bisa diACC tahun 2013. P: Jadi apa sulit pengadaan untuk audiovisual dan permainan lagi? Tidak juga, jadi begini yang diistilahkan satu paket itu misalnya begini, pengadaan ruang baca anak satu paket nah di dalam paketnya itu ada buku, mainan, audiovisual. Tetapi kalo kita belanja secara terpisah misalnya mau beli bukunya, audiovisual, permianan itu nanti saling terpisah kalo tidak di satu paketkan. Jadi ada paketdan yang tidak dipaketkan. Misalnya sekarang audiovisual itu dipaketkan atau tidak, kalo dipaketkan itu nanti ada apa saja; ada tv, DVD, ada yang lainnya. Pada dasarnya, setelah itu ada apa mungkin
kita
belanja paket lagi kan tidak mungkin paling belanjanya untuk pengadaan yang lainnya misalnya tv-nya kurang ya beli tv aja, atau speakernya rusak jadi kita beli speaker aja. Sama juga dengan pengadaan ruang anak yang tadinya secara paket, oh sudah berjalan bukunya kurang jadi kita beli buku, kemudian permainannya kurang, kita beli permianan aja.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 12.
Pengadaan selain
P: Apakah ada pengadaan melalui sumbangan unuk koleksi Selain pembelian, pengadaan
pembelian
anak?
juga didapatkan dari
Ahmad: “Kalo untuk sumbangan tidak difokuskan untuk anak, sumbangan tokoh masyarakat, atau untuk mana ya. Jadi memang artinya ada yang perorangan atau pemustaka. sumbangan. Nah kalo hibah secara besar-besaran kita memang Sebelum disajikan untuk belum. Tapi paling dari VCD-VCD aja dari perorangan. Tapi pemustaka, sebelumnya selanjutnya diharapkan ada ya, karena kita jaga sudah koleksi dari sumbangan bekerjasama dengan pihak swasta yang semoga bisa membantu tersebut diseleksi agar sesuai dalam pengadaan koleksi, mudah-mudahan”. Rita: “Kalo sumbangan biasanya dari pribadi, orang perorang. Misalnya ada pengunjung semisal ada majalah Bobo banyak nah orang tuanya nih kasih ke kita. Nah itu kita bundel, kita simpen. Atau misalnya ad pengunjung kasih majalah Alhidayah, paling kita masukan ke ruang dewasa. Paling personal aja”. Indra: “Sumbangan biasanya ada dari beberapa tokoh masyarakat kebanyakan buku, wah kita banyak buku nih, boleh nyumbang ngga? Boleh boleh. Tapi itu juga kita filter dulu, kita juga udah bilang misalnya dari sekian banyak buku yang disumbangkan mungkin yang bisa di display belum tentu sebanyak ini kita bilang karena kita masih menyeleksi dulu layak tidaknya buku untuk dikonsumsi mungkin yang layak
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
dengan kebutuhan pemustaka.
Lampiran 4 tidaknya buku itu dikonsumsi bukan dari sampul, jeleknya buku tapi dari isinya berdasarkan kita itu udah pasti yang nyumbang pun udah ngerti. Wati: “Ada sih kadang suka ada yang menyumbang dari temennya Ibu Yati, pernah misalnya yang dulu pernah kerja disini pernah menyumbang juga. Semua jenis koleksi dari jenis pelajaran sma-smp dirumahnya udah ngga kepake dikasih ke kita”.
P: Apakah terdapat dilakukan tukar-menukar koleksi anak Belum pernah dilakukan antar perpustakaan?
tukar- menukar koleksi anak
Ahmad: “Kita sih tidak tidak pernah yah melakukan antar perpustakaan. Namun, pertukaran koleksi atau kita meminjam buku ke perpustakaan Perpumda Kab. Bogor ini lain. Tapi kalo untuk meminjamkan ke sekolah kita ada, yaitu mempunyai kegiatan yang silang layan, jadi istilahnya pihak sekolah kita pinjamkan meminjamkan buku ke kemudian mungkin MOU-nya yang memperingankan mereka. perpustakaan sekolah. Seperti, masa peminjaman untuk individu itu perminggu untuk dua buku, tapi untuk sekolah itu kita bisa pinjamkan seratus buku dalam waktu satu bulan dengan ada MOU-nya. Tetapi kalo ada kehilangan itu jadi tanggung jawab sekolah yang pinjam, perpustakaan sekolah tersebut”.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 13.
Kendala dalam
Apa kendala utama dalam pengadaan koleksi anak?
Anggaran yang terbatas dan
Pengadaan Koleksi Rita : “Kendalanya mungkin satu tadi khusus mengenai anak belum tersendiri merupakan itu belum, secara anggaran tersendiri, jadi itu terkadang itu kita kendala utama dalam tidak terkonsentrasi untuk itu, paling kalo misalnya ada inovasi pengadaan. Selain itu ada kira-kira apa yang menurut kita bagus seperti setelan di birokrasi yang rumit dinding segala macam itu kan kalo kita belum ada pos untuk mempersulit pustakawan mengadakan itu ga bisa kecuali kita nunggu dulu gitu. Misal dalam mengembangkan kelengkapan-kelengkapan yang ada di ruang baca anak emang koleksi. harus diusulkan terlebih dahulu. Nah dari diusulkan untuk dipenuhi itu kan lama juga, terproses ya birokrasi, akhirnya ya paling diusulkan tahun sekarang untuk program tahun depan. Kaya kita nih mau ngusulin dari mainan yang ada mau bikin panggung, kaya semacam panggung kecil-kecilan ya, untuk anak-anak kalo ada kunjungan, pengen tampil pengen apa jadinya ada tempatnya, terus kaya permainan congklak, permainan tradisional, sudah ingin kita buat, itu harus diusulkan dulu, dan itu pengembangannya ada di kegiatan penataan ruang baca anak, baru nanti kelengkapan itu kita beli apa baru kita bisa pilih. Ahmad: Kalo untuk pengadaan itu paling pokok ada di anggaran, paling terbatasnya katalog khusus anak, karena dari katalog tersebut jarang yang dipisahkan dari katalog anak dan
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 dewasa, jadi katalog penerbit itu biasanya secara global. Apalagi untuk audiovisualnya tidak ada katalognya Wati: Ya paling masalah anggaran aja ya Indra: Ya di anggaran, barang yang mahal otomatis jumlahnya ngga kena Kembali lagi ke pagu kalau misalnya dengan pagu sekian harus beli koleksi sekian. Yah Kadang-kadang sudah dianggarkan sekian kita bisa nambah kita bisa kurang sekarang gini lho
kalo untuk pengusulan bahan pustaka kita harus
memilih gini dengan nilai anggaran 1 juta misalnya, kalo kita mau cari bukunya yang harga 100rb berarti kita cuma dapet 10 tapi kalo misalkan dengan harga 10rb berarti kita bisa dapet 100. Jadi sementara ini kita terbentur dengan anggaran misalkan anggaran 10 juta bukunya harus 50 eksemplar ya.
14.
Pengolahan Buku
P: Bagaimana proses pengolahan koleksi anak dilakukan?
Tugas pustakawan dalam
Ahmad: “Untuk proses pengolahan sebelumnya mungkin melakukan pengolahan hanya dilakukan oleh pustakawan, seperti buku induk. Tapi untuk sampai mengklasifikasi saja, sekarang ini karena sudah ada bantuan dari software computer sedangkan pembuatan label yang dilakukan oleh pustakawan itu paling klasifikasi. Nah dan katalog sudah dilakukan kemudian penentuan tiga huruf nama pengarang, dangan satu menggunakan system huruf judul, nah itu saja. Selanjutnya diserahkan ke tim computer. pengolahan, karena sudah tidak ada lagi pengindukan,
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 pembuatan label, dan yang lainnya karena system sudah melakukan itu termasuk pembuatan katalog sudah ada disitu”.
P: Kenapa di koleksi anak tidak ada petunjuk rak ?
Tidak terdapat petunjuk rak
Ahmad: Mungkin ini masukan juga ya, ini juga karena dan tidak adanya pustakawan kelalaian juga ya. Tapi kalo referensinya untuk anak itu belum yang khusus berada di ruang ada.
baca anak.
Rita: Kalo anak-anak mah, cari aja sendiri. soalnya kita gak ditulisin. Sebenarnya dituliskan, tapi karena raknya berpindahpindah jadi ya udah dicopot aja, dipindahin, P: Apakah terdapat pustakawan yang berada di ruang baca anak? Kadang ada kadang ngga, cuma ya terkadang kalo anak itu kan cari buku langsung cari buku apa, hanya untuk membaca apa yang menarik, misalnya yang bergambar.kecuali misalnya ada tugas dari sekolah. Kalo gitu kan dia memang mencari ya, nah itu baru nanya. Makanya, agak berantakan abis dibaca digelatakin gitu aja. 15.
Pengolahan
P: Bagaimana pengolahan untuk koleksi audiovisual dan Pengolahan koleksi nonbuku
Nonbuku
mainan?
belum
dilakukan
seperti
Rita: “Kalo untuk audio visual mah belum ada pengolahan pengolahan
buku
karena
khusus, kita hanya berupa input aja judul VCD aja, klasifikasi jumlahnya
yang
masih
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 kita tidak punya klasifikasi, jadi dicatat aja jumlahnya berapa. sedikit. Pengolahan koleksi Distempel juga, tapi tidak dimasukan ke katalog dan komputer, mainan karena masih sedikit masih 30, belum banyak. Karena baru dilakukan
dan
audiovisual
dengan
hanya
mulai tahun 2009. Kalo untuk mainan kaya boneka distempel dan dicatat di buku diinventaris tapi ngga diolah atau ditandai, cuman kan kita kan induk dan inventaris. Tidak hafal jumlahnya tiga belas. Kalo puzzle, lego dan lain-lain kita diklasifikasi dan dimasukkan hanya di inventaris barang aja. Daftar inventaris barang, ke katalog karena jumlahnya misalnya ada barang apa. Ya ditandai aja kalo ini barang dari masih sedikit. Pemda”. Ahmad: ”Untuk pengolahan audiovisual dan permainan anak, seharusnya diklasifikasi juga, nah ini kenapa belum dilakukan karena kita juga belum mengarah ke arah sana kan ya, karena di system juga belum ada untuk searching ke arah sana. Jadi hanya di buku induk. Dan peminjamannya juga belum dilakukan, paling kalo ada kunjungan anak yang massal baru dilayani”. Indra: “Nonbuku ngga, ngga diolah hanya di buku indukkan saja, majalah hanya mungkin dikasih register majalah tapi ngga dinomerin majalah yang ini yang itu, paling Cuma kita masukin ke kartu aja, CD ngga paling masukin ke buku induk, permainan juga gitu sama aja. Lagipula untuk
CD dan
permainan rasanya tidak perlu diolah karena cuma sedikit
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 koleksinya”.
P: Bagaimana system temu kembalinya untuk koleksi anak?
Temu kembali koleksi anak
Wati: “Tapi rata-rata hampir sama ya namanya pengguna, dilakukan langsung ke rak apalagi buat pengguna yang sering kesini jarang menemukan tanpa harus melihat katalog orang yang kesini mencari katalog kita kan kebuku, jadi ya terlebih dahulu. Perpustakaan udah orang datang, langsung ke rak cari buku, diambil belum menggunakan OPAC bukunya, pinjem. Jadi jarang yang pake katalog. Biasanya sih, sebagai alat temu kembali yang saya perhatikan disini sama di sekolah orang gak tau ya koleksi sehingga pencarian emang tahu ada katalog tapi ngapaian pake katalog ga tau koleksi
dilakukan
secara
katalog, atau gak tau katalog gunanya buat apa. Tapi kan langsung. katalog itu memang harus ada di perpustakaan,diapakai atau tidak oleh pnegguna ya memang harus ada. Cuman kalo disini ya langsung gak pernah ke katalog. Jadi mungkin nanti kalo ada opac mungkin akan tertarik ya. Kadang kan mereka tanya yang spesifik ya, tidak global. Jadi kalon anti udah pake OPAC bisa lebih menjelaskan buat masyarakat yang belum tahu.
P: Apa kendala dalam pengolahan koleksi anak?
Kendala dalam pengolahan
Rita: “Kalo untuk kendala pengolahan sih tidak ada ya, karena yang dirasakan pustakawan secara umum, sama saja dengan yang lain. Tapi dari segi adalah kurangnya pustakawan penataan koleksi anak itu memang harus yang punya sehingga pengolahan nonbuku
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 kepedulian tinggi. Artinya, anak itu kan terbiasa baca buku dan penataan koleksi menjadi tidak rapih, karena walaupun sudah dihimbau tapi tetap saja terabaikan. berantakan. Kadang anak-anak mah susah. Tapi paling kita kasih arahan,peringatan, untuk merapihkan, dikasih tahu. Anak-anak nyimpen dimana wae. Kadang tidak hanya buku yang diacak-acak meja aja itu juga diacak-acak, boneka dan mainan sempet hilang juga”. Ahmad: “Kendalanya ya kurangnya pustakawan dalam mengolah bahan pustaka terutama untuk koleksi nonbuku, merapikan koleksi juga ya dan sekalian membimbing anakanak untuk menaruh buku pada tempatnya”. 16.
Pemeliharaan
P: Bagaimana kegiatan pemeliharaan untuk koleksi tercetak Pemeliharaan
Koleksi anak
dilaksanakan? Ahmad: ”Kalo pembersihan
dilakukan
dengan pembersihan ruangan, dilakukan tiap hari
yang penyedotan
debu
secara
dilakukan rutin untuk ruangan dilakukan setiap hari oleh berkala. petugas kebersihan”.
Pencegahan kerusakan fisik
Indra: “Penyedotan debu dengan vacuum cleaner secara koleksi
dilakukan
berkala, biasanya ruangan sama raknya, biasanya seminggu penyampulan sekali”.
dan
dengan untuk
perbaikan buku yang rusak
Rita: “Pemeliharaan kita tercakup dari dua ya, dari mulai dengan penjilidan ulang dan pencegahannya kaya kita sampul buku anak-anak itu, ketika pembundelan. memang ada kerusakan kita masukan buku yang rusak nanti
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 kita masukkan ke dalam daftar buku yang rusak, nanti kita perbaiki tergantung tingkat kerusakannya. Ada yang rusak ringan kita masih bisa perbaiki kita lakukan penjilidan, ya pembundelan salah satu upaya juga, kalo yang rusak berat paling kita bikin berita acara bukunya rusak berat, artinya jilid lepas, lembarannya sudah tidak ada maka kita simpan di gudang”. Ahmad: “Hanya dilakukan penjilidan ulang, paling mengganti halaman yang ilang dan itupun kalo ada satu buku yang sama”
P: Bagaimana kegiatan pemeliharaan untuk koleksi tidak Belum ada pemeliharaan dan tercetak dilakukan?
anggaran
khusus
untuk
Rita: “Untuk sementara ini pemeliharaan nonbuku tidak ada koleksi biaya khusus, karena kita tidak ada biaya khusus, karena masih nonbuku.Pemeliharaan terbilang baru 2009-2010 ada koleksi VCD, DVD. Jadi tidak dilakukan dimasukkan ke dalam konservasi”.
bu Rita yang tau deh, karena untuk penanganan itu saya tidak boneka.
Rita: ”Pemeliharaan untu audiovisual dan mainan kita belum ada yah. Paling kalo boneka-boneka yang udah kotor kita cuci Indra: ”Untuk permainan tidak dilakukan perbaikan kalau
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
sebatas
pembersihan dari debu dan
Ahmad: “Untuk koleksi nonbuku seperti permainan kayanya pencucian
menangani. Tapi kelihatannya si belum , tapi ga tau deh”
hanya
untuk
koleksi
Lampiran 4 rusak palingan hanya dilakukan pembersihan” . P: Apakah dilakukan kegiatan fumigasi?
Tidak
dilakukan
Indra: ”Tidak ada ya fumigasi, menurut saya juga belum fumigasi
atau
kegiatan
pengasapan
waktunya, fumigasi kan untuk menghilangkan jamur pada karena belum dirasa perlu, koleksi lama, yah saya rasa koleksi ini belum terlalu lama. tetapi
ada
rencana
Ribet juga, kalo untuk fumigasi kan harus menutup kedepannya untuk dilakukan pelayanan”.
kegiatan tersebut.
Ahmad: “Fumgiasi tidak dilakukan mungkin akan kita lakukan nanti kedepannya”. 17.
Penyiangan
P: Apakah terdapat pedoman penyiangan? Bagaimana kriteria Belum
Koleksi
dan pelaksanaan penyiangan? Rita:
memiliki
pedoman
penyiangan, termasuk kriteria
“Untuk sementara ini kita belum ada pedoman dan
tata
cara
melakukan
penyiangan maupun kriteria penyiangan seperti apa ya. Kita penyiangan. penyiangan itu dilihat dari segi fisik aja ya, bukan dari tahun. Selama ini, penyiangan dilihat Misal jilid lepas, labelnya hilang, kelengkapan bukunya tidak dari bentuk fisik saja tanpa ada disianginnya gitu aja dan itu baru buku aja, untuk melihat frekuensi penggunaan nonbukunya belum”.
bahan pustaka, sehingga buku
Ahmad: Kalau buku anak belum kita siangi. Untuk buku juga yang telah rusak parah namun belum melakukan pemusnahan, paling hanya disimpan masih
sering
digunakan
digudang kalau udah ancur-ancur banget, pkknya yang sama pemustaka tetap dipisahkan sekali tidak bisa dibaca. Kalau buku-buku selama apapun dari
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
rak
koleksi.
Bahan
Lampiran 4 masih tetap disimpan Saya kurang tahu juga si, karena saya pustaka yang telah disiangi belum.
Dan selama buku itu belum ada perintah untuk hanya dikumpulkan di gudang
dimusnahakan, kita tetep menyimpanya.
karena
belum
Indra: “Belum kita siangi koleksinya. Kita juga ngga bisa asal pedoman pemusnahan. membuang barang karena harus ada BAP penghapusan. Walaupun udah rusak banget paling kita taruh di gudang aja, kalo barang yang merupakan asset tidak boleh dibuang”. Yati: “Sebenarnya ada aja sih yang harus disiangi ya, tp persentasenya buku yang rusak parah itu belum banyak ya, persentasenya hanya sedikit, jadi bisa dihapuskan, jadi itu bisa dibakar ya, tapi itu dgn tata cara proses administrasi cukup panjang, apalagi buku itu dari APBD, sudah termasuk di dalam buku induk, inventaris barang ya, aset, aset kabupaten, jd ini ada tata caranya, diatur oleh permen, diatur oleh perda, ttg pngelolaan barang, dgn pemilik daerah, jadi proses seperti itu perlakuannya sama terhadap barang misalnya thdp meja kursi komputer, thdp bukupun sama, kalo barang. Jadi ini ada buku rusak misalnya ada 1000 buku itu kita laporkan, kapan mau dihapuskan, ini yang di dalam barang ada acara penghapusan, di dalam satu tahun berapa kali gitu, jadi tetep tidak bisa proses penyiangan langsung dilakukan, tentu saja kita melaporkan
dulu
barang
yang
mau
dihapuskan,
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
jadi
adanya
Lampiran 4 dikumpulkan. Jadi buku, berapa ratus buku yang mau dihapuskan karena rusak parah berat, sama perlakuannya, meja misalnya udah ga ada kakinya udah belah, nah itu kan untuk dihapuskan, caranya di apa, biasanya dijadikan kayu bakar atau apa, kalo buku itu dibakar, jd ada tata caranya, ada prosesnya”. Rita: “Kalo selama ini kita belum pernah melakukan pemusnahan buku. Karena dari kita belum ada payung hukum pemusnahan buku. Selama ini kita sisihkan aja dari koleksi, kita simpan di gudang ada beberapa buku umum ya. Tapi itu selama kita menunggu koordinasi dari perpustakaan provinsi dan perpustakaan nasional petunjuknya seperti apa, nah kita belum dapat yang fix, bagaimana buku itu setelah sama sekali rusak, apa kita buang, atau kita bakar walaupun secara teori kan ada itu dimusnahkan atau dibuang. Bagi perpustakaan khususnya, buku yang rusak berat itu barangnya tetap ada. Sekalipun jilid lepas, lembarannya sudah tidak ada disimpan aja di gudang, ketika buku ini rusak pemeriksa menanyakan buku ini mana ya kita kasih tahu itu ada di gudang. Karena itu nantinya takut seperti menghilangkan asset”.
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012
Lampiran 4 18
Stock opname
P: Apakah disini sudah dilakukan stock opname?
Stock opname belum pernah
Rita: “Disini belum ada, belum rutin dilakukan stock opname dilakukan, pustakawan hanya sampai menutup layanan ya. Peraturannya juga belum ada. mengecek
koleksi
saat
Terkadang itu inisiatif dari kita aja untuk menata dan menyisir melakukan ke rak-rak untuk melihat keadaan koleksi. Sebenarnya kita shelving,sedangkan sebagai pustakawan tahu betul proses itu penting ketika buku- pengecekan
koleksi
secara
buku itu sudah kacau balau, jadi mau tidak mau harus ada menyeluruh
belum
pernah
penataan ulang. Tapi kegiatan itu mungkin belum dilakukan dilakukan.
Hal
ini
karena keterbatasan anggaran dan SDM”.
keterbatasan
dikarenakan
Indra: “Stock opname belum ada karena ribet ya, harus dana, SDM belum adanya menutup layanan dan disini sedikit orangnya di juknisnya pun peraturan tertulis (SOP). tidak ada secara rutin”. Ahmad: Saya selama ini belum pernah melakukan itu tapi takutnya sebelum-belumnya sudah pernah dilakukan sendiri kurang tau karena kan saya baru satu tahun disini. Jadi untuk mengetahui buku yang rusak kita lihat itu dari sirkulasi dan yang dibaca oleh pengunjung pada saat kita merapihkan
Pengembangan koleksi..., Nuria Prasanti, FIB UI, 2012